The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Antologi yang memuat karya siswa SMP Pahoa berupa fabel dan pantun. Imajinasi dalam kumpulan fabel ditulis
secara kreatif oleh para siswa. Cerita dalam kumpulan fabel mengandung pesan moral yang menginspirasi para pembaca dalam konteks kehidupan sehari-hari. Begitupula dengan kumpulan pantun yang menambah kreasi dalam antologi ini. Buku ini sangat menarik untuk dibaca karena
mampu membawa pembaca seolah-olah berada dalam gambaran fabel dan isi pantun itu sendiri.

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by Perpustakaan Pahoa, 2023-01-16 22:08:38

Kupu-kupu yang sombong

Antologi yang memuat karya siswa SMP Pahoa berupa fabel dan pantun. Imajinasi dalam kumpulan fabel ditulis
secara kreatif oleh para siswa. Cerita dalam kumpulan fabel mengandung pesan moral yang menginspirasi para pembaca dalam konteks kehidupan sehari-hari. Begitupula dengan kumpulan pantun yang menambah kreasi dalam antologi ini. Buku ini sangat menarik untuk dibaca karena
mampu membawa pembaca seolah-olah berada dalam gambaran fabel dan isi pantun itu sendiri.

iii Antologi Cerita Fabel dan Pantun KUPU-KUPU YANG SOMBONG Regina Tania, dkk Editor Dali Santun Naga Maria Birgita Natalia Suwarli Penerbit Sekolah Terpadu Pahoa


iv Antologi – Cerita Fabel dan Pantun “KUPU-KUPU YANG SOMBONG” Oleh: Regina Tania, dkk Copyright © Sekolah Terpadu Pahoa Penerbit Sekolah Terpadu Pahoa Jl. Ki Hajar Dewantara no.1 Summarecon Serpong, Tangerang, Banten 15810 Penyunting Perpustakaan Sekolah Terpadu Pahoa Ketua : Afiyon Kristiyan Editor : 1. Dali Santun Naga, 2. Maria Birgita Natalia Suwarli Layout & Cover : Agung Priambodo Guru pembimbing : 1. Anisa Prasetia Novia 2. Bona Ventura Cetakan Pertama : November 2022 Hak cipta dilindungi oleh undang-undang. Dilarang mengutip, memperbanyak atau menyalin-baik secara menyeluruh maupun sebagian-dalam bentuk elektronik, cetak, dan lain sebagainya tanpa izin tertulis dari penerbit.


v DAFTAR ISI Kata Pengantar Guru Bahasa Indonesia ........................ viii Narendra Dewadji Kristy Kata Sambutan Ketua Pengawas YPP Pahoa................. ix Dali Santun Naga Kata Sambutan Kepala SMP Pahoa ................................ xi Maria Semi Nuryanti FABEL ............................................................................... 1 Pendustaan ...................................................................... 2 Alicia Madeline Pranoto/VII.1 Anjing dan Merpati.......................................................... 11 Anika Chanda/VII.1 Janganlah Membalas Dendam, Jah! ............................... 13 Bryan Marvel Tjiputra/VII.1 Si Kecil Pemberani ........................................................... 17 Brigitta Michelle Clarabella/VII.2 Bekerja Sama adalah Kunci Keberhasilan...................... 22 Gwenn Mikayla Setiawan/VII.3 Yuk, Jangan Takut! .......................................................... 25 Indra Viriya Rahardjo/VII.3 Tetangga yang Tidak Pernah Akur ................................. 29 Alexa Queency Sulaiman/VII.4


vi Bersyukurlah, Put!........................................................... 32 Divinia Cherry Soewardi/VII.4 Kucing dan Tikus.............................................................. 37 Gwenneth Regina Johanes/VII.4 Zuzu Si Zebra ................................................................... 40 Letitia Akari Halim/VII.5 Kecerdikan Sang Monyet................................................. 44 Nathan Jatiland Lay/VII.5 Babi yang Iri Hati ............................................................. 48 Shereen Natasha Saverio/VII.5 Tomi yang Pintar dan Pantang Menyerah ...................... 52 Aldwin Yoliva/VII.6 Kesetiaan Seorang Teman............................................... 56 Averyna Raeleen Karnadi/VII.6 Memperebutkan Pohon Pisang....................................... 60 Dennis Vijjananda Putra/VII.6 Si Rubah yang Ingin Menang ........................................... 64 Regine Valerie/VII.6 Bebek Durhaka................................................................. 67 Ailie Aprilia/VII.7 Singa yang Jatuh dari Royalti.......................................... 71 Raymond Aric Kurniawan/VII.7 Awi, Si Monyet ................................................................. 76 Thomas Jayden Suryanata/VII.7 Hiu dan Penyu.................................................................. 80 Keenan Elbert Japit/VII.8


vii Kupu-Kupu yang Sombong.............................................. 84 Regina Tania/VII.8 Kisah Harimau dan Kucing.............................................. 88 Ferdinand Jeta Wijaya/VII.9 Tarantula dan Katak........................................................ 92 Karleen Agatha Hendra/VII.9 Persahabatan Indah Semut dan Merak .......................... 96 Sherlyn Annabelle Setiono/VII.9 Berbalas Pantun............................................................... 100


viii KATA PENGANTAR GURU BAHASA INDONESIA Narendra Dewadji Kristy Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat cinta kasihNya, siswa-siswi SMP dapat menghasilkan karya Antologi Fabel dan Pantun hasil belajar di tahun 2021-2022. Tentu saja hal ini merupakan kebanggaan bagi kita semua mengingat berkarya merupakan sebuah proses perjuangan yang tidak mudah. Menulis fabel dan pantun membutuhkan kreativitas dan imajinasi yang dituangkan ke dalam alur serta diksi yang indah, dan siswasiswi SMP Pahoa mampu membuktikannya. Kiranya jerih payah dan keringat siswa-siswi ini dapat memotivasi siswa-siswi lain agar dapat semakin berprestasi dan membawa kebanggaan bagi keluarga dan Sekolah Terpadu Pahoa. Tangerang, November 2022


ix KATA SAMBUTAN KETUA PENGAWAS YPP PAHOA Dali Santun Naga Semua pelajaran di sekolah disampaikan kepada siswa melalui bahasa. Demikian pula bahasa digunakan oleh siswa untuk berkomunikasi dengan guru, teman sekolah, teman sebaya, dan semua orang di lingkungan sekolah. Bahasa juga digunakan oleh siswa di rumah mereka serta di lingkungan masyarakat mereka. Di Sekolah Terpadu Pahoa, bahasa telah diangkat ke dalam visi dan misi untuk dipelajarkan secara betul dan intensif. Siswa belajar bahasa melalui dua cara. Mereka belajar bahasa secara pasif melalui mendengar dan membaca. Mereka belajar bahasa melalui berbicara dan menulis karangan. Sekolah mensyaratkan pelajaran bahasa dilakukan dengan baik dan betul. Setidaknya dalam bahasa tulisan, penggunaan bahasa oleh para siswa dimonitor oleh sekolah agar bahasa tulisan mereka menjadu baik dan betul. Bersama itu mereka belajar untuk menulis dalam bahasa yang baik dan betul. Sekolah juga mendorong siswa untuk kreatif dan berpikir kritis. Kreasi dan pikiran kritis siswa diungkapkan juga secara aktif melalui bahasa dalam bentuk rasio dan emosi. Bersama itu siswa menyalurkan pikiran dan emosi mereka melalui seni bahasa dalam bentuk sajak dan esai. Pada kesempatan itu siswa SMP Pahoa menyalurkan inspirasi


x mereka melalui sujumlah tulisan. Tulisan itu mencakup cerita di antara hewan yang dikemas dalam bentuk fabel. Bagian lain inspirasi itu ditampilkan dalam bentuk pantun yang ditulis secara berkelompk, tepatnya dalam bentuk berbalas pantun. Semua itu dibukukan dengan judul Antologi Cerita Fabel dan Pantun: Kupukupu yang Sombong. Antologi ini cukup menarik untuk dibaca. Cerita di antara hewan selalu berujung Kepada hasil buruk bagi perilaku yang tidak baik sehingga merupakan nasihat untuk berbuat baik. Sementara itu ada di antara pantun dalam bentuk berbalas pantun secara berkelompok yang bertemakan teka-teki serta ada pula berisikan nasihat. Dan ada pula pantun yang berterima kasih kepada guru mereka. Pantun sudah merupakan tradisi di dalam bahasa Melayu yang kemudian diteruskan di dalam bahasa Indonesia sekalipun tidak sesering di dalam bahasa Melayu. Dengan sendirinya antologi ini menunjang program pendidikan bahasa di Sekolah Terpadu Pahoa yang diterapkan di kalangan siswa SMP. Karena itu inspirasi siswa ini memperkuat pendidikan bahasa di sekolah khususnya bahasa Indonesia. Dan di dalam bahasa ini terkandung pula seni bahasa dalam bentuk cerita dan pantun. Melalui karya ini siswa SMP belajar berbahasa yang baik dan betul. Antologi ini diprakasai oleh Perpustakaan Pahoa untuk kesekian kalinya. Prakasa ini sangat menunjang program Sekolah Terpadu Pahoa dalam mewujudkan misinya di bidang bahasa. Untuk selain memberi apresiasi kepada para siswa SMP yang terlibat di dalam penulisan antologi ini, apresiasi serupa diberikan juga kepada Perpustakaan Pahoa.


xi KATA SAMBUTAN KEPALA SMP PAHOA Maria Semi Nuryanti Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan dengan rasa bangga, kami telah menerbitkan 2 buku ini. Kedua buku ini berjudul “Buku Antologi Cerita Fabel dan Pantun” dan “Buku Antologi Puisi dan Cerita Pendek”. Buku ini merupakan hasil pembelajaran Bahasa Indonesia siswa-siswi SMP kelas VI sampai dengan kelas IX, dengan pendampingan guru. Kebiasaan menulis merupakan salah satu alternative bagi sekolah untuk mempertajam rasa, kepekaan dan memperhalus budi pekerti para siswa. Secara khusus melalui menulis cerita fable, cerpen, pantun dan puisi, siswa dapat melatih imajinasi dan ketajaman dalam melukiskan suatu situasi secara detail melalui kekuatan Bahasa. Kreativitas menulis, membuat siswa terlatih membuat untaian kata yang sarat makna dan nilai-nilai moral. Akhir kata kami sampaikan terima kasih kepada Bapak dan Ibu Pengurus yang telah memberikan kesempatan kepada para siswa, guru pembimbing, seluruh civitas SMP Pahoa dan team perpustakaan Sekolah Pahoa menerbitkan dua buku karya siswa. Proficiat buat semua siswa penulis, para guru dan seluruh team teruslah berkarya mengasah budi pekerti melalui Bahasa. Salam Literasi


xii


FABEL


2 PENDUSTAAN Alicia Madeline Pranoto/VII.1 Lucu bagaimana hidup ini bekerja. Satu detik, ada orang yang kamu cintai di depan kalian dan satu detik kemudian, mereka menghilang menjadi kenangan. Setelah mereka meninggal dunia, kamu tidak bisa membuat kenangan tentang mereka lagi. Banyak orang berkata kematian adalah hal yang bagus karena mereka memiliki kedamaian. Aku setuju tetapi aku membenci kematian. Kematian merenggut orang-orang dari orang yang mereka cintai. Kematian memberi manusia yang masih memiliki hidup dengan perasaan hampa. Itulah yang dihadapi oleh serigala. Serigala sedang duduk di tepi sungai. Ia duduk sendiri dengan perasaan hampa. Air mata membasahi matanya. “Mengapa?“ tanya Serigala dengan suara keras kepada sekelilingnya dengan air mata bercucuran, “apa yang aku lakukan untuk mendapatkan ini?” Ia berbicara kepada dunia. Serigala sangatlah marah kepada dunia. Ia baru saja kehilangan ibunya sebagai satu-satunya kerabatnya. Mayatnya tergeletak di sana. Tidak ada makhluk yang melakukan apa pun. Serigala harus menyeret mayat ibunya dan lalu menguburnya sendiri dengan mendengar suara burung hantu dan lolongan. Ia tidak tahu penyebab kematian ibunya. Ia tak tahu siapa yang membunuhnya. Ia hanyalah tahu ibunya sudah mati.


3 Ada lima tahap kesedihan: penolakan, kemarahan, tawarmenawar, depresi, dan penerimaan. Serigala tahu ia akan mengalami semua tahap itu. Ia akan melakukan apa pun untuk membalas dendam kepada pembunuh ibunya. Serigala menarik napas dalam-dalam. “Kamu bisa melakukan ini untuk dia,” pikir Serigala. Ia berdiri dan mulai berjalan ke arah gua serigala. Di tengah jalan ia mendengar gemerisik daun. Kepalanya tersentak menengok ke sumber suara. “Aku tahu kamu ada di sana! Keluarlah!” teriak Serigala sambil menuntut. Tiba-tiba seekor kelinci keluar dari belakang pohon. “Mohon!” kata Kelinci dengan ketakutan. Badan kelinci gemetaran. “Apa yang sedang kamu lakukan?” tanya Serigala kepada Kelinci, “kamu sangat berani untuk berkeliaran ke tengah hutan di malam hari.” “Mohon! Eh, anakku sedang sakit! A- aku sedang mencari obat untuknya,” kata Kelinci dengan cepat. Kecurigaan memenuhi tubuh serigala. Beberapa detik berlalu. Akhirnya serigala menganggukkan kepalanya. “Baiklah. Sekarang pergi,” kata Serigala dan Kelinci melompat dengan tubuh yang masih bergemetaran. Serigala balik untuk berjalan. Diam-diam ia melirik ke belakang. Di gua, serigala berpikir keras tentang rencana balas dendam untuk ibunya. Ide yang bagus masuk ke otaknya. Di Kerajaan Mors, Rubah terkenal sebagai ‘Kuping kerajaan.’ Si Rubah tahu hampir semua hal yang sedang terjadi di Kerajaan Mors. Namun Rubah tinggal di sisi lain kerajaan dan akan memakan waktu berhari-hari bagi Serigala untuk sampai ke sana. “Apa pun yang diperlukan akan dilakukan,” kata Serigala


4 mengingatkan dirinya sendiri. Keesokan harinya, Serigala pun mulai perjalanannya menuju tempat tinggal Rubah. Pada hari pertama, Serigala sangat bertekad. Serigala menyapa setiap sekutu yang lewat. Hari kedua sama seperti hari pertama. Pada hari ketiga sesuatu terjadi. Matahari telah beristirahat dan diganti oleh bulan yang menerangi kegelapan. Suara burung hantu adalah satu-satunya suara yang bisa didengar oleh Serigala. Saat sedang berjalan, suara Gagak datang dari cabang pohon. Serigala mengabaikannya. Meskipun para gagak tidak bersekutu dengan para serigala namun gagak tidak mengganggu serigala dan para serigala tidak mengganggu para gagak. Tetapi, gagak ini mempunyai rencana lain. “Apa yang kamu lakukan di sini sendirian, Serigala? Bukankah serigala seharusnya berkelompok? Tunggu, atau apakah kamu omega?” tanya Gagak dengan ejekan. Si Gagak tertawa akan omongannya sendiri. Dengan marah memenuhi pikirannya, Serigala pun menarik napas. Serigala tidak akan membiarkan gagak mempengaruhi dirinya dan apalagi tentang pernyataan yang tidak benar. Serigala bukan omega. Ia adalah beta. Itu cukup untuk dirinya. “Aku tahu kamu berpura-pura bahwa aku tidak mempengaruhimu. Tapi aku bisa melihatnya di seluruh wajahmu. Sudah jelas,” kata Gagak ketika Serigala tidak mengucapkan sepatah kata. “Apakah kamu tidak memiliki sesuatu yang lebih berguna untuk dilakukan? Oh, maaf, apakah keluarga kamu tidak mengakuimu?” kata Serigala. Serigala akhirnya berkata bahwa ia tidak ingin Gagak untuk menang. Gagak itu tampak terkejut. Serigala tersenyum dalam kemenangan.


5 Kaki Serigala itu mulai berjalan lagi. Tiba-tiba si Gagak terbang ke sebelah Serigala. Serigala menggeram terhadap Gagak. Gagak tidak terlihat takut. Gagak hanya bertanya, “Kamu mau ke mana?” “Mengapa kamu peduli?” kata Serigala bersuara, “percakapan ini membuang-buang waktu.” Serigala hanya tinggal puluhan kilometer dari rumah Rubah. Ia tidak ingin sesuatu menghalangi perjalanannya. “Aku tidak. Hanya mengisi waktuku,” ucap Gagak. Serigala menjawab, “Aku tidak memiliki waktu untuk kamu ambil.” “Kita bisa bercakap sambal berjalan. Rencana terpecahkan,” kata Gagak. Serigala memutar mata. Kesabarannya mulai turun. “Kamu belum menjawab pertanyaanku,” kata Gagak, “tidak? Ayolah!” “Tidak,” suara Serigala memiliki nada yang sama. “Pertanyaanku tidak susah. Atau kamu terlalu bodoh untuk menjawabnya?” kata Gagak sambil tertawa. “Tidak,” kata Serigala. Serigala tidak ingin menjawab karena ia berharap jawaban singkat akan membuat Gagak bosan. Tetapi Gagak tetap berjalan di samping Serigala. Mereka tidak mengeluarkan kata untuk beberapa menit. Keheningan dipecah oleh Serigala. “Bisakah kamu berhenti mengikutiku?” tanya Serigala dengan marah. Meskipun nada Serigala marah, Gagak tetap berjalan dan pura-pura tidak mendengar perintah Serigala. Serigala berhenti tetapi Gagak tetap berjalan. Setelah beberapa langkah, Gagak berhenti juga dan menghadapi Serigala.


6 “Apa yang sedang kamu lakukan?” Gagak bertanya. “Aku tidak ingin kamu mengikutiku,” kata Serigala. Serigala tidak perlu ditemani oleh gagak atau hewan lain. Ia melakukan perjalanan sendiri dalam seluruh hidupnya dan bahkan ketika ibunya masih hidup. Memikirkan ibunya membuatnya sedih. Serigala menggeleng kepala sambil menghilangkan pikiran tentang ibunya. Aku akan membalas dendam untuknya. Jangan khawatir. Serigala berpikir, “Aku sedang berjalan ke rumah Rubah.” Serigala akhirnya menjawab pertanyaan Gagak. “Oh. Baiklah,” kata Gagak. Setelah itu, Gagak pergi terbang dari samping Serigala. Akhirnya Serigala mengembus napas dan melanjutkan perjalanannya. Jejak di tanah memimpin jalan Serigala. Setelah berhari-hari, Serigala berhenti di depan pintu kayu berbentuk lingkaran. Serigala mengetuk pintu dan bertanya, “Halo. Apakah ada orang di rumah?” Beberapa detik kemudian, pintu kayu itu terbuka sedikit. Serigala mengintip ke dalam. “Rubah?” tanya Serigala lagi. Satu mata bisa terlihat di celah pintu. “Halo, ada apa, ya?” tanya Rubah sambil khawatir dan ketakutan melapisi nadanya. “Apakah kamu Rubah?” tanya Serigala. “Eh- i-iya,” kata Rubah menjawab pertanyaan itu dengan ragu. Serigala bingung mengapa Rubah terdengar takut. Tetapi Serigala tidak ingin perjalanan yang lama itu sia-sia dan bertanya lagi kepada Rubah, “Apakah kamu tahu tentang


7 kasus pembunuhan yang baru saja terjadi?” Dengan tiba-tiba Rubah mendesah dengan lega. “Iya? Mengapa? Ada yang bisa aku bantu?” “Ini cukup mudah.” pikir Serigala. “Apakah kamu tahu tentang pembunuhan Serigala?” tanya Serigala. Setelah bertanya itu, Serigala menjadi sedikit sedih di dalam hati. Rubah membuka pintu lebih lebar dan menunjukkan bulu merahnya. Tubuh Rubah lebih kecil daripada tubuh Serigala. Jika Rubah terasa takut, ia tidak menunjukkannya. “Oh iya, serigala yang terbunuh itu. Aku tahu,” jawab Rubah. “Apakah kebetulan kamu tahu siapa yang membunuhnya?” kata Serigala selanjutnya. Wajah Rubah berkerut seolah-olah ia sedang berpikir. “Aku masih mengerjakan kasus itu untuk raja,” kata Rubah, “tetapi aku ada petunjuk. Aku menemukan sehelai bulu dekat daerah pembunuhan.” Serigala senang mendengarkan ini. Satu petunjuk bisa berubah menjadi sesuatu yang besar. Serigala tidak peduli seberapa kecil atau besar tetapi yang penting itu adalah petunjuk. Jika petunjuk sehelai bulu maka Serigala bisa mengendus bulu dan semoga mengenali jenis hewan itu. “Bolehkah aku lihat?” tanya Serigala kepada Rubah. “Boleh,” kata Rubah. Serigala menunggu Rubah untuk mengundangnya ke dalam rumah Rubah. “Tetapi, aku ingin kamu untuk membantuku,” kata Rubah. Serigala terkejut mendengarnya. “Dan apa yang bisa aku bantu?” tanya Serigala. “Aku ingin kamu mengambil tiga batu biru dari sungai.


8 Hanya tiga. Sungai itu ada di timur dari rumahku,” kata Rubah menjelaskannya. Itu lumayan mudah, pikir Serigala. “Baiklah,” kata Serigala yang menyetujunya. Rubah tersenyum dan mengangguk kepala. Serigala mulai berjalan ke arah timur dari rumah Rubah. Setelah beberapa menit, Serigala bisa melihat sungai yang letaknya tidak jauh dari tempatnya. Serigala mengangkat kaki untuk berjalan. Di langkah pertama, kaki Serigala berjalan, ia terjatuh karena tersangkut tali. Tiba-tiba kaki Serigala terangkat ke udara. “Aaaaaahhhh!” teriak Serigala, “dasar Rubah yang licik!” Serigala mengetahui bahwa ada sesuatu yang mencurigakan, tetapi Serigala akan melakukan apa pun untuk membalas dendam pembunuh ibunya. “Argh!” Serigala mengerang sambil mencoba untuk memotong tali dengan giginya. Tubuh Serigala terbalik sehingga ia tidak bisa mencapai tali. Hanya ada satu solusi dan Serigala tidak menyukai solusi itu. “Tolong!” teriak Serigala memohon. Bagi serigala, meminta tolong kepada makhluk lain menunjukkan bahwa ia tidak mampu mengurus dirinya sendiri. Serigala berteriak lagi, “Tolong! Siapa pun!” Serigala bisa merasa cabang pohon yang talinya diikatkan turun sedikit. Berarti ada sesuatu yang baru saja tiba di cabang pohon. Ternyata, Gagak sedang melihat Serigala. “Mengapa kamu di sini?” tanya Serigala tentang gangguan itu. Gagak menjawab dengan mengangkat bahu dan berkata, “Aku mendengar teriakanmu minta tolong.”


9 Suaranya terdengar seperti menahan tawanya sendiri. Serigala tidak menyukai Gagak, tetapi gagaklah satu-satunya hewan di sekitar area Serigala. Ia tidak mau Gagak untuk melihatnya di situasi seperti ini. Tidak mampu. Dimanipulasi. “Dapatkah kamu membantu atau tidak?” tanya Serigala. “Jika tidak, aku akan senang kamu pergi dan dengan senang hati menunggu hewan lain datang menyelamatkan aku,” kata Serigala lebih lanjut dengan senyum sinis. Gagak mengangkat alisnya dan berkata, “Kamu benarbenar dibutakan oleh balas dendam sejak kematian ibumu. Kamu begitu buta sehingga lupa bahwa kamu memiliki otak di dalam diri sendiri.” Serigala melihat ke arah Gagak dalam kebencian. “Aku mempunyai rencana agar kamu dapat keluar dari situasi ini dan sekalian membalas dendam,” kata Gagak. “Aku tidak tahu kalau kamu cukup pintar untuk membuat rencana,” kata Serigala. “Dengarkan aku sebentar, ya?” kata Gagak mendesah. “Tidak.” Walaupun mendengar jawaban Serigala, Gagak tetap melanjutkannya. “Kamu tetap seperti ini selama beberapa menit lagi dan menunggu Rubah untuk menyelamatkanmu. Lalu aku akan mengikat kakinya setelah ia terlihat,” kata Gagak. Serigala mengerutkan alisnya. Tunggu sampai kebenaran ditunjukkan. Rubah adalah pembunuh ibunya. “Apakah kamu memberitahu aku bahwa Rubah adalah pembunuhnya? Tapi, bagaimana kamu tahu?” tanya Serigala. Gagak menjawab dengan mudah, “aku menyelinap masuk ke rumah Rubah dan melihat bahasa tubuh Rubah saat ia sedang berbicara kepadamu. Tubuhnya tegang.”


10 Setelah beberapa menit, Rubah pun terlihat. Serigala purapura putus asa minta tolong. “Syukurlah kamu di sini,” kata Serigala. “Dasar manusia!” kata Rubah sambil menggelengkan kepala. Tahu-tahu, Gagak dengan cepat terbang mengelilingi kaki Rubah berkali-kali dan Rubah kehilangan keseimbangan dan terjatuh. Thump. “Bolehkah kamu memotong tali sekarang?” tanya Serigala dengan nada bosan. Gagak terbang dan memotong tali menggunakan paruhnya. Serigala menyentuh tanah dan menghampiri Rubah yang sedang tergeletak di tanah dan berkata, “Aku tahu apa yang sedang kamu sembunyikan.” Dengan itu Serigala meninggalkan Rubah untuk ditemukan manusia. Ia mengucapkan terima kasih kepada Gagak dan pulang ke rumah. Saat di perjalanan ke rumah, Serigala berpikir bahwa di beberapa situasi ketika kamu membutuhkan pertolongan, makhluk yang paling tidak kamu sangka akan membantumu.


11 ANJING DAN MERPATI Anika Chanda/VII.1 Di sebuah desa kecil, tinggallah sebuah keluarga beserta anjing penjaga milik mereka. Si Anjing Penjaga sangat pemarah dan tidak sabar. Ia bertubuh besar dan kekar. Wajahnya terlihat garang dan tak jarang membuat orang takut. Ia tidak suka melihat siapa pun di sekitar rumahnya. Jika melihat seseorang melintas di depan rumahnya, ia akan menggonggong keras dan bahkan menggigit si pelintas. Ia juga tidak mendengarkan perintah majikannya. Penduduk dan hewan-hewan sekitar kerap menghindari rumah pemilik si Anjing Penjaga. Majikan si Anjing Penjaga memiliki sebatang pohon dengan buah yang lezat. Suatu hari seekor Merpati terlihat bertengger di pohon tersebut. Ia sedang memakan buah. Si Anjing Penjaga menyadari keberadaan Merpati dan berteriak, “Hai Merpati bodoh, apa yang sedang kamu lakukan di sana? Pergilah, ini adalah wilayahku!” Merpati menjawab, “Kamu tidak berhak untuk mengakui tempat ini sebagai wilayahmu. Semua berhak untuk berlalu-lalang di sini.” Perkataan Merpati membuat si Anjing Penjaga sangat marah. Si Anjing Penjaga menggonggong keras sambil mencoba menggigit Merpati. Namun, Anjing Penjaga tidak bisa mencapai pohon oleh karena tali kekang yang dipasang pemiliknya. Setelah begitu banyak upaya untuk menggigit Merpati, Anjing merasa lelah


12 dan akhirnya menyerah. Si Merpati merasa bahwa ia sudah cukup banyak memakan buah dan pergi menuju sarangnya yang berada di hutan. Keesokan harinya, Merpati kembali bertengger di pohon milik majikan Anjing Penjaga. Si Anjing Penjaga hanya bisa menggonggong dan memelototi Merpati. Merpati bertanya kepada Anjing mengapa ia sangat marah ketika terdapat pelintas di depan rumahnya. Tetapi si Anjing Penjaga tidak menghiraukan perkataan Merpati. Selama beberapa hari, Merpati sering pergi ke pohon untuk memakan buah. Setiap kali Merpati datang untuk memakan buah di pohon majikan si Anjing Penjaga, si Anjing selalu menggonggong dan mengguncang tali kekang pada lehernya dengan keras. Seiring berjalannya waktu, kemarahan Anjing Penjaga semakin meningkat. Sampai suatu hari ketika kemarahan Anjing Penjaga berada pada puncaknya, guncangan keras darinya membuat tali kekang putus. Si Anjing Penjaga mengejar Merpati sampai melewati hutan dan menuju jurang. Ketika Anjing Penjaga melihat sebuah kesempatan untuk menggigit Merpati, ia tidak melihat jurang yang berada tepat di depannya. Si Anjing Penjaga pun melompat dan lalu jatuh. Saat Merpati menoleh ke belakang, Anjing Penjaga sudah tergeletak di dasar jurang dantidak bergerak ataupun mengeluarkan suara. Kemarahan hanya akan berakibat malapetaka seperti yang terjadi pada Anjing Penjaga. Kemarahan Anjing Penjaga membuatnya melupakan akal sehat sehingga ia tidak melihat jurang di depannya dan langsung melompat untuk menggigit Merpati. Sebuah peribahasa berbunyi bahwa nasi sudah menjadi bubur. Arti dari peribahasa ini adalah sesuatu yang sudah dilakukan tidak bisa dibatalkan lagi. Si Anjing Penjaga tidak mungkin bisa membatalkan perbuatannya. Maka dari itu, seharusnya ia menjaga sikapnya sejak awal.


13 JANGANLAH MEMBALAS DENDAM, JAH! Bryan Marvel Tjiputra/VII.1 Pada zaman dahulu kala, di Hutan Raya, hiduplah seekor gajah dan sekelompok monyet yang sedang makan bersamasama. Hutan tersebut diperintah oleh gajah yang bernama Joseph. Hutan tersebut diperintah oleh Joseph karena ia berbadan besar dan sangat kuat seperti raksasa. Sedangkan monyet-monyet lainnya membantu Joseph untuk memberitahu hewan-hewan lainnya tentang perintahperintah yang dikeluarkan oleh Joseph. Ada seekor monyet yang sangat setia kepada Joseph, namanya Caesar. Mereka berdua sudah seperti kakak beradik dan melakukan semua hal hampir bersamaan. Sifat gajah tersebut adil dan bijaksana, tetapi ia sangat mudah marah. Sifat monyet tersebut nakal dan suka usil, padahal Joseph sering mengingatkan Caesar untuk tidak berbuat kejahilan. Pada suatu hari yang indah dan cerah, mereka berdua sedang makan bersama. “Hei Joseph, pisang ini enak, tahu. Kamu mau coba tidak?” kata Caesar. “Aku kan makannya tumbuhan, bukan buah-buahan. Tapi aku penasaran akan rasa pisangnya. Coba ahh,” ucap Joseph. Setelah Joseph mencoba pisang tersebut, Joseph pun


14 berkata, “Wah, enak juga, ya, pisangnya.” Padahal setelah ia mencobanya, rasanya kurang enak. Joseph sengaja mengatakan pisang tersebut enak kepada Caesar agar Caesar ikut senang karena teman baiknya juga merasa pisang tersebut enak. Tetapi Caesar malah tertawa terbahak-bahak dan berkata, “Muahahahaha, berarti kamu suka pisang busuk, ya? Muahahahaha.” Joseph sudah tidak heran akan sifat Caesar yang usil karena itu adalah sifatnya. Joseph berkata, “Halah dasar kamu. Aku tidak heran akan sifat kamu yang sangat usil.” Singkat cerita, Joseph sedang berjalan-jalan di hutan pada sore hari. Caesar sudah pulang ke rumahnya. Tiba-tiba ada sebuah perangkap yang tidak terlalu dalam ditutupi oleh rumput. Joseph pun jatuh ke dalam perangkap tersebut. Di dalam perangkap tersebut, ada banyak duri yang lumayan tajam. Joseph pun berteriak mengatakan, “TOLONG AKU! TOLONGG AKU SIAPA PUN! PERANGKAP INI SAKIT SEKALI! TOLONG!” Caesar pun mendengar suara Joseph dari kejauhan. Ia langsung berlari secepat mungkin lalu berayun di pohon. Caesar sudah sampai di tempat Joseph terperangkap. Caesar malah tertawa sambil berkata, “Hahaha dasar kamu. Kamu mau menipu aku, ya? Kamu tidak akan bisa menipuku. Jangan-jangan kamu menipuku karena tadi aku memberikan kamu pisang yang busuk, ya? Hahaha, Muahahaha.” Caesar tidak percaya karena ia kira itu hanyalah sebuah lelucon. Ia juga tidak percaya karena perangkap tersebut tidak terlalu dalam. Jadi Caesar mengira Joseph tidak memerlukan pertolongan. Caesar pun langsung lari dan berayun menuju


15 rumahnya. Joseph dengan kesalnya mengatakan, “Hei, aku tidak bermain-main. Tolong aku. Di sini banyak duri!” Joseph sambil menahan kesakitan perlahan-lahan bisa mengeluarkan dirinya dari perangkap tersebut. Ia melihat kakinya penuh darah. Joseph tidak sempat berpikir lama dan langsung mengira bahwa Caesarlah yang membuat perangkap tersebut. Akhirnya, Joseph pulang ke rumahnya dan menyiapkan bahanbahan untuk membalas dendam kepada Caesar. Pada keesokan harinya, Joseph sudah siap dengan barangbarang yang disiapkan untuk membalas dendam. Joseph pergi ke rumah Caesar dan lalu ia menaruh beberapa mainan ular yang dibuat dari dedaunan di depan pintu rumah Caesar. Saat Caesar bangun tidur, ia langsung ingin menghirup udara yang segar di luar pintunya. Caesar langsung terkejut dan berteriak dan berkata, “Tolong! Ada ular di luar rumahku!” Joseph tertawa terbahak-bahak lalu lari ingin kembali ke rumahnya. Tak disangka-sangka, Caesar langsung melemparkan pisang-pisang yang sudah tertancap beberapa kayu yang tajam. Joseph tahu bahwa itu adalah tindakan Caesar. Joseph mengamuk dan hampir menghancurkan setengah rumah Caesar. Caesar menangis dan berkata, “Mengapa kamu melakukan semua ini? Apakah aku berbuat kesalahan?” Joseph berkata, “Sudah jelas kamu yang menaruh perangkap penuh duri yang kemarin aku lewati. Kakiku sudah berlumuran darah, tetapi kamu hanya melihat aku kesakitan lalu pergi saja.” Caesar bingung akan apa yang dimaksud Joseph. “Jadi, kemarin kamu tidak bercanda, Jo?” ucap Caesar. “Ya, tidaklah! Aku sampai kesakitan kemarin, tapi kamu tidak membantuku,” ucap Joseph.


16 Caesar berkata, “Perangkap tersebut memang aku buat, tapi bukan untuk kamu Seph, melainkan aku membuatnya untuk beberapa pemburu yang ada di hutan karena banyak temanku yang sudah hilang tanpa jejak.” Jadi, aku dengar-dengar bahwa pemburu itu memburu kawan-kawan monyetku!” Joseph akhirnya mengerti apa yang dilakukan Caesar. Tetapi Joseph masih sedikit kesal karena Caesar tidak memikirkan apa yang dibuatnya bisa juga merugikan beberapa kawanan gajahnya. Joseph akhirnya menasihati Caesar dan meminta maaf. “Maaf ya, Caesar. Aku tidak bermaksud untuk mengamuk seperti itu. Aku hanya kesal karena kamu sudah membuat perangkap tersebut tanpa memikirkan kerugian teman-teman gajahku,” ucap Joseph. Joseph pun langsung membangun rumah Caesar karena tahu ia juga salah karena tidak bisa menahan emosinya. Caesar ikut membantu membangun kembali rumahnya yang sudah dihancurkan setengahnya. Kali ini rumah Caesar lebih besar dari sebelumnya. Caesar berkata, “Wah, terima kasih ya, Seph.” “Berkat emosimu, rumahku jadi lebih bagus. Hahahaha,” kata Joseph yang ikut tertawa. Jadi ingatlah, kita tidak boleh saling membalas dendam, melainkan harus lebih bijaksana dalam menghadapi segala sesuatu.


17 SI KECIL PEMBERANI Brigitta Michelle Clarabella/VII.2 Suatu ketika, di sebuah sungai kecil yang indah hiduplah seekor berang-berang yang sedang bermain air. Sore ini, ia memilih untuk berjalan-jalan sendirian tanpa ayah dan ibunya. Si Berangberang memiliki tubuh yang kecil dan sikap yang pemalu. Sejak kecil, ia selalu dicemooh oleh teman-temannya. Karena itu, ia juga tidak memiliki teman. Suatu hari, saat sedang bermain di pinggir sungai, ia melihat seekor orang utan. Ia mencoba untuk mendekatinya. Pikirnya, mungkin saja ia bisa berteman dengan sang orang utan. Namun, hal yang terjadi justru tidak sesuai dengan ekspektasinya. “Apa? Berteman denganku? Jangan bermimpi kamu, Berang-Berang! Sudah berbadan kecil, tidak bisa apa-apa. Lihat badan besarku ini. Kamu tidak sederajat denganku!” jawab orang utan itu dengan sombong. Berang-berang itu merasa sangat sedih dan memutuskan untuk pergi menghampiri kawanan berang-berang lainnya. Sejak saat itu, dirinya menjadi semakin pemalu dan penakut. Setiap berkomunikasi dengan hewan lain, tubuhnya bergetar hebat, kalimatnya terbata-bata, dan kepalanya terasa pusing. Ia berpikir bahwa semua makhluk menganggapnya rendah. Ia takut direndahkan lagi. Ketakutan itu dialaminya selama satu tahun. Tetapi, ia tidak pernah memberitahu kepada siapa pun.


18 Suatu hari, saat berang-berang dan orang tuanya berada di rumah, tiba-tiba terdengar ketukan pintu yang amat keras. Berangberang itu ketakutan dan bersembunyi di belakang ayahnya. Saat sang ayah membuka pintu, ia melihat sekawanan buaya yang sedang berdiri. Mereka semua terlihat menakutkan. Belum sempat membuka suara, buaya yang berdiri di paling depan berbicara dengan angkuh. “HOHOHO…Selamat malam kalian berang-berang kecil. Aku ke sini untuk menghukum kalian,” kata Buaya. “Apa kesalahan kami, Tuan Buaya? Kurasa aku tidak berbuat apa pun terhadapmu,” kata Berang-Berang dengan heran. “Tidak berbuat apa pun? Haha, berang-berang kecil ini berani mengelak ucapanku rupanya! Kalian telah mencuri ikan yang sudah kami kumpulkan berhari-hari,” kata Buaya. Ayah dan anak berang-berang itu terlihat kebingungan. Belakangan ini rasanya mereka tidak pernah mencari makanan sendiri. Setiap hari kawanan berang-berang di sungailah yang memberikan ikan kepada berang-berang lainnya. Ayah tak peduli akan ucapan buaya dan segera menutup pintu. Ia berpikir bahwa ini adalah fitnah. Namun saat ia menutup pintu, buaya menariknya dengan cepat. Si anak berang-berang menahan badan sang ayah agar tidak bisa bergerak dan si anak berang-berang itu sangat panik. Belum sempat menarik kembali ayahnya, buaya itu dengan cepat menutup pintu dan berlari membawa sang ayah. Anak berang-berang itu terjatuh karena terkena dorongan pintu. Saat ia membuka pintu, keadaan sudah sunyi. Entah ke manakah buaya itu pergi membawa ayahnya. Keesokan harinya, ia masih sangat gelisah. Tetapi, anak itu merasa tidak mampu untuk mencari sang ayah. Ia merasa takut untuk melawan buaya-buaya yang jahat itu. “A-apa yang harus aku lakukan? Aku takut sekali huhu …,” kata si anak yang semakin gelisah.


19 Ia berbaring di atas ranjang sampai tertidur. Di dalam tidurnya, ia bermimpi bahwa ia sedang berada di sebuah ruangan gelap. Tiba-tiba terlihat cahaya putih yang tampak seperti tubuh ayahnya; sang ayah menghampiri anak itu dan tersenyum. “Anakku, ayah tidak apa-apa di sini, kata ayah, “tetapi, ayah ingin kamu meningkatkan keberanian dan melawan ketakutanmu. Ayah percaya kamu mampu, Nak. Kamu anak yang luar biasa. Ayah bersyukur memilikimu di dalam hidup Ayah. Sekarang, berjanjilah kepada Ayah untuk melakukan apa yang diinginkan oleh Ayah.” Ayah pergi dahulu, Nak,” kata ayahnya lebih lanjut.. “AYAH!” seru anak berang-berang sambil meneteskan air matanya. Belum sempat ia memeluk sang Ayah, mimpinya sudah berakhir. Ia terbangun dan merasa sangat terpukul. Ia marah pada dirinya sendiri. Mengapa dirinya baru sadar akan hal itu? Tanpa menunggu lebih lama lagi, ia bergegas keluar dari kamarnya dan mempersiapkan alat-alat untuk bertahan hidup. “Tunggu aku, Ayah. Bertahanlah,” ucap berang-berang itu seraya meneteskan air matanya. Setelah bersiap-siap, ia berjalan menyusuri sungai yang ramai akan berbagai jenis hewan. Tetapi, beberapa hewan tersebut meneriaknya. Salah satunya adalah orang utan yang dahulu sempat mengejeknya. “Haha, mau ke mana kamu, Berang-Berang Kecil?” olok orang utan itu. Seketika ia membeku di tempat. Tubuhnya bergetar hebat. Hampir saja ia putus asa, namun tekatnya yang kuat membuatnya pantang menyerah untuk tetap maju. Tidak menghiraukan olokan tersebut, ia tetap berjalan dengan tegak dan percaya diri. Tak lama kemudian, orang utan itu datang dan berdiri di hadapannya. “Hei kamu, sudah berani sekarang? Berani melawanku?!”


20 bentaknya. “Lagi pula, memangnya kamu bisa apa? Tidak usah berharap lebih akan kemampuanmu itu. Haha,” lanjut sang orang utan. Berang-berang memejamkan matanya untuk sesaat. Ia berusaha tenang dan ingat akan kata-kata ayahnya. Sekali lagi, ia tetap berjalan maju menuju tempat tujuannya yaitu sungai Alek, tempat para buaya berada. Tiba-tiba ketika ia ingin berbelok ke arah kanan, ia mendengar percakapan Tuan Buaya dengan kawan-kawannya. Rupanya, mereka berkumpul di depan sebuah gua. Ia bersembunyi di belakang semak-semak sambil mendengarkan pembicaraan mereka. “Jaga berang-berang itu, sebentar lagi ia akan menjadi santapan kita. Haha!” Anak berang-berang itu terkejut mendengarnya. Ia memikirkan sebuah ide dan dikeluarkannya barang dari sakunya. Ia membawa sebuah alat yang dapat mengeluarkan suara-suara aneh dan frekuensi yang dihasilkan akan sangat mengganggu pendengaran buaya-buaya. Setelah menyalakan alat tersebut, ia berlari ke arah tempat yang sepi. Para kawanan buaya berlari menuju alat tersebut. Saat suasana sekitar sudah sepi, ia segera masuk ke dalam gua. Di dalam gua, ia melihat banyak sekali jeruji yang di dalamnya terdapat berbagai jenis hewan. Tak mau membuang-buang waktu, ia langsung mencari ayahnya. “Ayah! Ini aku! Ayah di mana?” seru anak berang-berang itu. “Uhu, Nak. A-ayah di sini …,” sahut ayahnya. Senang serta terkejut mendengar suara ayahnya, ia langsung berlari kencang menuju asal suara tersebut. Saat bertemu sang ayah, ia merasa sangat senang dan ingin memeluknya. Sebelum itu, ia harus membuka kunci jeruji terlebih dahulu. Ia mengeluarkan


21 kapak dari tasnya dan langsung memukul gembok dengan keras sehingga terbelah menjadi dua bagian. Anak itu langsung menghampiri ayahnya. Tanpa menunggu lebih lama lagi, mereka segera keluar dari tempat itu. Namun saat keluar dari gua, ia justru bertemu dengan Tuan Buaya beserta kawan-kawannya. Sekarang, berang-berang sudah tidak takut. Ia berdiri tegak dan langsung mengeluarkan beberapa serangga mematikan dari kantong yang dibawanya. Saat buaya-buaya tersebut kesakitan, anak berang-berang menuntun ayahnya pulang ke rumah. Sesampainya di lingkungan tempat tinggalnya, semua mata tertuju kepadanya. Mereka yang selalu meremehkan berangberang, saat ini justru terkejut dan merasa takjub. Anak berangberang tidak memperdulikan reaksi mereka dan tetap berjalan menuju rumahnya. Ketika sampai di rumah, ia segera mengobati luka-luka sang ayah. Ayah berang-berang merasa sangat bangga dan memeluk anak itu. Sejak saat itu, anak berang-berang menjadi panutan di lingkungan tempat tinggalnya. Tak ada satu hewan pun yang mengejeknya lagi. Setiap bertemu si berang-berang, hewan-hewan itu tersenyum ramah. Ia pun diberi julukan “Si Kecil Pemberani.” “Hei, Berang-Berang, apa kabarmu? Aku membawakan satu sisir pisang untukmu dan keluargamu. Anggaplah ini ucapan maaf dariku,” ucap seekor orang utan. “Terima kasih banyak. Aku sudah memaafkanmu. Jangan lupa untuk terus berbuat kebaikan, ya,” jawab Berang-Berang. Ketakutan adalah hal yang normal dialami. Namun, jangan biarkan ketakutan itu mengendalikan diri kita sendiri. Berani yang sebenarnya adalah saat kamu berhasil melawan ketakutan yang ada di dalam diri. Percayalah bahwa keberanian akan memudahkan kehidupanmu. Selain itu, jangan mudah goyah akan ucapan orang lain terhadapmu karena hanya diri kita sendiri yang tahu siapa kita sebenarnya.


22 BEKERJA SAMA ADALAH KUNCI KEBERHASILAN Gwenn Mikayla Setiawan/VII.3 Di sebuah hutan yang hijau, tinggallah induk burung kakak tua yang bernama Tori. Ia sedang mengerami telur-telurnya. Tori memiliki tiga telur. Pada suatu pagi hari yang indah dan cerah, telur itu akhirnya menetas, tetapi sisa satu telur yang tidak menetas. Tori dengan sabar menunggu dan mengeraminya telur itu. Setelah menunggu dan mengeraminya, telur tersebut akhirnya menetas. Ia berkata dengan senang. “Betapa cantiknya anak-anakku ini,” pikir Tori. Keesokan harinya, Tori mengajak anak-anaknya pergi mengelilingi hutan yang indah dan dipenuhi oleh pohon-pohon yang hijau. Saat di perjalanan mereka bertemu Gajah. “Selamat pagi, Jah, kamu sedang melakukan apa?” sapa Tori. “Pagi Tori, aku sedang membangun rumah,” jawab Gajah. “Oh, semangat, ya, membangun rumahnya. Aku pamit pergi duluan, ya, Jah,” kata Tori. “Oke, sampai bertemu lagi,” jawab Gajah. Mereka lanjut berjalan. Saat di pertengahan perjalanan, mereka bertemu dengan monyet yang sedang berpikir. “Halo Bibi Tori, kamu mau ke mana?” tanya Monyet.


23 “Hai Mon, aku mau ke sungai untuk menemani anak-anakku berenang. Mau ikut, Mon?” jawab Tori. “Maaf, ya, Bibi. Aku tidak bisa ikut karena aku harus mencari solusi agar pohon pisang ini cepat berkembang biak,” kilah Monyet. “Oh, oke, Mon.” Tori dan anak-anaknya melanjutkan perjalanan. Saat jam istirahat, anak-anak melihat di sana ada sungai dan langsung menceburkan diri. “Ibu lihat! Aku bisa mengambang di air,” celoteh sang anak. Ibu Tori tertawa dan tersenyum. Tiba-tiba terdengar suara ‘grrr’ yang menyeramkan. Anak-anak menangis dengan kencang dan langsung berlari ke ibu. “Waaa, ibu aku takut,” kata sang anak. “Tidak boleh takut, Nak. Itu hanyalah Tuan Harimau,” kata ibunya. “Halo, Ung, maaf ya, sudah membuat anak-anakmu menangis,” kata Harimau “Tidak apa-apa, Tuan Mau,” kata Tori. Harimau pun kembali ke hutan. Siang hari sangat terik, Tori dan anak-anaknya kembali ke rumah, tetapi datanglah sekelompok manusia yang ingin menebang semua pohon di hutan. Mereka segera berlari dan memberikan informasi ke Gajah, Monyet, dan Harimau. “Teman-teman, ada sekelompok manusia yang mau menebang semua pohon ini!” kata Tori. Mereka terdiam dan terkejut. Monyet langsung bergegas untuk mencari solusi agar hutan tidak gundul. “Ah, aku punya solusi nih,” kata Monyet. “Apa tuh solusinya, Mon?” tanya Tori. “Kita membuat jebakan agar sekelompok manusia pergi


24 dari hutan dan tidak menebang pohon-pohon ini,” kata Monyet tentang solusinya. “Wah, idenya bagus sekali. Yuk, kita coba!” kata Tori menyetujuinya. Gajah bergegas membuat jebakan untuk sekelompok manusia. Setelah selesai membuat jebakan, sekelompok manusia itu menginjak kayu yang sudah diikat pada jebakan dan akhirnya mereka tertangkap. Gajah berkata dengan gembira, “Ya, jebakan yang kubuat berhasil!” Berjam-jam kemudian, sekelompok manusia dapat keluar dari jebakan dan meneruskan menebangi pohon. “Ternyata solusi aku tidak berhasil,” kata Monyet. Monyet mencari solusi baru. Matahari mulai terbenam. Monyet pun belum menemukan solusi baru. Tori berkata, “Aha, aku mempunyai ide. Bagaimana kalau kita menakuti sekelompok manusia itu?” “Wah, setuju!” jawab Monyet. Monyet mengambil barang-barang di perahu sekelompok manusia itu. Gajah menari agar mereka terbangun lalu Harimau mengaum dengan kencang untuk menakuti mereka. Akhirnya, sekelompok manusia ketakutan dan pergi dari hutan. Tori berkata dengan sangat bahagia, “Hore! Kita berhasil mengusir mereka.” Pesan Moral: Kita harus mau bekerja sama agar semua pekerjaan atau masalah bisa cepat selesai dan kita harus menjaga serta melindungi bumi.


25 YUK, JANGAN TAKUT! Indra Viriya Rahardjo/VII.3 Di suatu hari yang indah, terdengar teriak Henry dari gudang sekolah, “Aaaa, sakit! Tolong!” Namun, tidak ada makhluk yang datang karena gudang sekolah itu telah dirancang menjadi kedap suara. “Teriak saja! Tidak akan ada makhluk yang datang!” balas Samson. Henry hanya bisa menahan rasa sakit sambil berteriak meminta bantuan. Tak lama kemudian, Harley, teman baik Henry datang. Ia mencoba untuk mengakhiri ini semua dengan mengancam Samson. “Samson, hentikan ini semua! Kalau tidak, akan aku laporkan hal ini ke Bapak Minto!” ucap Harley. “Jangan! Baiklah kalau begitu, kubiarkan engkau sekali ini!” ucap Samson. Ia pun pergi. “Terima kasih, Harley, aku tidak tahu apa yang akan terjadi padaku apabila kamu tidak kunjung datang,” ucap Henry. Ya, begitulah kehidupan Henry, seekor babi kecil yang lucu. Setiap hari, ia harus terus menahan rasa sakit akibat penindasan yang dilakukan oleh Samson dan teman-temannya. Ia tidak memiliki teman. Harley, satu-satunya yang mau bermain dengannya.


26 Sesungguhnya, ini bukan pertama kalinya ia menjadi korban dari penindasan tersebut. Ia juga sudah mencoba untuk menceritakan hal tersebut kepada wali kelasnya dan orang tuanya. Namun, sayangnya tidak ada yang percaya kepadanya, kecuali sahabat baiknya, seekor kelinci kecil nan lucu bernama Harley. Tak lama kemudian, terdengar suara pergantian sesi dari pengeras suara. “Sesi selanjutnya, sesi keempat. Dimohon kepada muridmurid untuk segera kembali ke ruang kelas masing-masing.” Henry dan Harley segera masuk ke kelas setelah mendengarkan suara tersebut. “Selamat pagi anak-anak!” ucap seekor rubah yang masuk ke dalam kelas. Ia berkata bahwa ia adalah guru BK (Bimbingan Konseling) yang baru. Tidak lupa juga, ia memperkenalkan dirinya sendiri, Pak Minto namanya. Ia adalah orang yang sangat ramah dan penuh pengertian terhadap murid-muridnya. Pelajaran BK sendiri memang tidak pernah membosankan. Teman-teman turut berpartisipasi aktif dalam pembelajaran dengan bercerita, menjawab pertanyaan, dan mengikuti kegiatan lain. “Sesi terakhir sudah selesai. Dimohon kepada siswa dan siswi untuk segera berbaris di depan kelas,” kata Pak Minto. Tak terasa, bel sekolah berbunyi. Henry dan temantemannya segera keluar dari ruang kelas dan berbaris untuk pulang. Seperti biasa, Henry pulang dengan berjalan kaki karena jarak dari sekolah menuju rumahnya memang tidak jauh. “Henry gendut! Henry gendut!” terdengar suara Samson dari belakangnya. Setelah mengucapkan kata-kata tersebut, Samson menyeret Henry ke pinggir jalan dan memaksa Henry untuk mengeluarkan uang dari sakunya. Henry tidak berdaya sehingga hanya bisa


27 menuruti permintaan Samson. Setelah mendapatkan apa yang diinginkannya, Samson pun pergi. Keesokan harinya, Henry pergi ke sekolah dengan rasa takut seperti biasa. Henry takut akan penindasan dan pemalakan. Ya, seperti yang sudah diperkirakan. Henry mendapatkan perlakuan seperti yang dibayangkannya. Ia diseret oleh Samson, seekor ular yang terus membuat Henry menderita. Samson terlihat sedang sedih saat itu, tetapi ia terus melakukan tindakan yang tidak seharusnya dilakukannya, seperti dengan memukul Henry. Henry hanya bisa berteriak. Pak Minto yang kebetulan lewat, mendengarkan itu semua dan segera mendatangi mereka. Setelah melihat apa yang telah dilakukan Samson, ia segera meminta Samson untuk menghentikan semuanya. Ia juga tidak lupa untuk menyuruh Samson segera pergi ke ruangan BK. Di sana Pak Minto menanyakan perbuatan dan alasan Samson melakukan semua tindakan itu. Setelah ditanyakan, ternyata Samson melakukan ini semua hanya untuk meluapkan emosi. Setiap hari orang tuanya terus bertengkar karena masalah rumah tangga. Ya, anak-anak dalam keadaan tersebut memang membutuhkan seseorang untuk meluapkan emosinya, seperti dengan curhat. Hanya saja ia malu untuk menceritakan itu semua sehingga ia memilih untuk menindas Henry karena ia menganggap Henry lemah dan tidak mungkin untuk melaporkan semua tindakannya. Pak Minto yang mengetahui kebenarannya, akhirnya minta Samson untuk meminta maaf. Selain itu, Pak Minto juga akan melakukan konsultasi dengan Samson dan keluarganya. Setelah kejadian itu, mereka menjadi teman baik dan hidup bahagia selama-lamanya. Penindasan memang merupakan tindakan negatif yang seharusnya tidak kita lakukan. Oleh karena itu, sangat perlu diberikan pendidikan kepada anak bangsa mengenai tindakan


28 penindasan tersebut dan sanksi yang akan didapatkan. Akan tetapi, pelaku bullying yang dilakukan seorang pelajar, biasanya memiliki alasan tertentu, seperti masalah di lingkungan keluarga. Maka dari itu, sangat diperlukan lingkungan yang memadai sebagai upaya untuk mengurangi penindasan di lingkungan sekitar.


29 TETANGGA YANG TIDAK PERNAH AKUR Alexa Queency Sulaiman/VII.4 Di suatu hutan, hiduplah seekor burung kakaktua. Ia suka sekali bernyanyi dan berpesta dengan teman-temannya. Berbeda dengan tetangganya, si Kelinci, yang menyukai suasana tenang. Sang Kelinci tinggal di liang yang berada di bawah pohon yang didiami oleh burung Kakaktua. Burung Kakaktua dan Kelinci tidak pernah akur. Setiap hari pasti ada suatu hal yang diributkan. Suatu pagi, Kelinci terbangun oleh suara nyanyian keras burung Kakaktua. “Wahai, Burung Kakaktua! Bisakah kamu kecilkan suaramu ketika bernyanyi? Kamu sungguh mengganggu!” kata kelinci dengan kesal. “Ck, bisa-bisanya kamu menyebut nyanyianku mengganggu. Asal kamu tahu, aku memiliki hak untuk melakukan apa yang kumau di sini sebab pohon ini juga rumahku!” jawab Kakaktua. Tetangga lain mereka, si Tupai, hanya dapat menggelengkan kepalanya. Ia sungguh lelah mendengar keributan mereka setiap hari. Pada suatu hari, burung Kakaktua sedang terbang menyusuri hutan. Di tengah perjalanan pulang, ia melihat seekor serigala. Ia mendengar Serigala berkata bahwa ia akan pergi mencari suatu hewan untuk diburu. Sialnya, Serigala itu berjalan menuju arah


30 rumah Kelinci. Si burung Kakaktua dengan segera terbang menuju rumah Kelinci. Ia harus memperingatkan Kelinci sebelum si Serigala datang. Sesampainya di sana, ia berkata dengan suara keras, “Kelinci, Kelinci! Kamu harus pergi bersembunyi sekarang juga! Serigala akan datang untuk memakanmu!” Kelinci yang mendengar hal itu hanya tertawa dan berkata, “Apa? Serigala? Kamu pikir ini lucu? Pergilah dan jangan berharap bahwa aku akan mempercayaimu!” “Kelinci, jangan bersikap keras kepala. Kamu berada dalam bahaya besar!” ujar Kakaktua dengan tegas. “Bagaimana aku dapat mempercayaimu?” tanya sang Kelinci curiga. Ia belum sepenuhnya mempercayai si burung Kakaktua. “Seberapa kesalnya aku terhadapmu, aku tidak rela melihatmu mengalami celaka. Untuk kali ini saja, aku mohon kamu mendengarkan nasihatku ini,” ujar sang Kakaktua. Kelinci akhirnya berkata, “Baiklah, aku akan mengikuti nasihatmu. Tetapi, di manakah aku harus bersembunyi?” “Kamu tidak mempunyai banyak waktu, sembunyilah saja di semak-semak sana,” jawab Kakaktua. Kelinci dengan segera bersembunyi di balik semak-semak tersebut. Beberapa saat kemudian, Serigala datang. Ia berusaha untuk mencari suatu hewan untuk diburu, namun hasilnya nihil. Dengan demikian, ia memutuskan untuk pergi dan mencari tempat lain untuk berburu. Setelah memastikan bahwa sang Serigala sudah pergi jauh, si Kakaktua menyuruh Kelinci untuk keluar dari tempat persembunyiannya. “Aku sungguh berterima kasih, Kakaktua. Seandainya akmu tidak datang membantuku, mungkin saja aku sudah habis dimakan oleh si Serigala,” ucap Kelinci.


31 “Sama-sama, Kelinci. Sudah seharusnya kita saling membantu sebagai tetangga. Aku juga ingin minta maaf karena telah mengganggumu selama ini. Aku berjanji untuk mengubah sikapku dan selalu memastikan bahwa apa yang kulakukan tidak mengganggu tetanggaku,” kata Kakaktua. Sejak hari itu, mereka pun berteman baik. Tetangga itu harus saling menghormati dan membantu.


32 BERSYUKURLAH, PUT! Divinia Cherry Soewardi/VII.4 Pada sebuah taman, hiduplah si Siput. Ia adalah hewan yang baik hati dan ramah. Akan tetapi, Siput merasa bahwa ia tidak memiliki kehidupan yang bahagia. Ia merasa bahwa hidupnya sebagai Siput merupakan sebuah beban karena ia memiliki banyak kekurangan. Ia selalu merasa sedih karena ejekan-ejekan yang diterimanya dari hewan-hewan lainnya. Ia sering bertemu dengan Kupu-Kupu. Si Kupu-Kupu selalu mengejeknya. Ia selalu mengatakan bahwa Siput adalah hewan yang lemah dan buruk rupa. Bahkan kawan-kawannya juga sering mengejek Siput. Tentu ia selalu berusaha untuk mengabaikan ejekan yang kejam dari Kupu-Kupu dan kawan-kawannya. Namun, ia merasa bahwa perkataan-perkataan mereka benar. Suatu hari Siput pergi mencari makan. Pada perjalanannya, ia bertemu dengan Kupu-Kupu. Si Kupu-Kupu yang terbang tinggi menghampirinya. Kupu-Kupua bertanya, “Oi, kamu mau pergi ke mana?” Siput berkata, “Aku mau pergi mencari makanan. Aku lapar.” Kupu-Kupu diam mendengar ucapannya. Tiba-tiba ia tertawa sambil berkata, “Woi! Serius kamu? Put, dengarkan aku. Kalau kamu terus berjalan sepelan ini, kamu takkan bisa mencari makanan dengan cepat. Malah makin lapar perutmu!” “Aku tahu, tapi aku sedang berjalan secepat yang aku bisa.


33 Tidak seperti kamu, aku tak punya sayap yang besar dan indah. Aku hanya bisa berjalan seperti ini,” jawab Siput. “Kasihan sekali. Kalau bisa, aku menunggumu, tapi kamu terlalu lambat, Put! Kamu tak berguna sama sekali, menghabiskan waktuku,” ujar Kupu-Kupu. Kupu-Kupu pergi dengan jengkel. Siput melihat Kupu-Kupu yang terbang indah. Melihat sayap-sayapnya yang cantik dan terang, ia merasa kecewa karena memiliki cangkang yang polos dan kotor. Mendengar perkataan Kupu-Kupu yang menyakitkan hati, si Siput pun berputar balik dan berjalan pulang karena nafsu makannya hilang. Sebelum berputar balik, ia melihat ke atas langit. Ia melihat seekor burung biru yang terbang. Kemudian, burung itu terbang ke bawah dan menghampiri Siput yang murung. Burung bertanya kepadanya, “Hai kawan! Woi, mengapa kamu terlihat sedih?” Siput berkata, “Rung, andai aku punya sayap seperti milikmu, maka aku bisa menjadi siput yang lebih cepat.” Si Burung bertanya lagi kepadanya, “Mengapa kamu berpikir seperti itu, Put?” “Aku selalu diejek karena diriku yang lambat. Namun, aku akan menjadi siput yang lebih cepat jika aku memiliki sayap seperti milikmu. Aku takkan perlu berjalan lagi. Aku bisa menjadi siput yang terbang tinggi,” ucap Siput. Si Burung diam dan lLalu ia berkata, “Apakah kamu benarbenar mau mempunyai sayap seperti milikku?” “Benar,” kata Siput. Si Burung melihat mukanya yang sedih. Ia merasa kasihan maka ia mengajak Siput untuk ikut terbang dengannya sebagai upaya menghiburnya. “Ah, ikut dengan aku. Ayo kita terbang bersama. Mungkin itu bisa menyemangati kamu,” kata Burung.


34 Siput tersenyum dan mengikutinya. Ia berjalan ke atas punggung Burung secara perlahan. Si Burung setia menunggunya. “Maaf, Kawan. Aku hanya bisa berjalan secepat ini,” ucap Siput. “Tidak apa-apa! Pelan-pelan saja, aku akan menunggumu,” balas Burung. Setelah beberapa waktu, Siput pun berhasil naik ke punggungnya. Kemudian, Burung mengingatkannya untuk bersiap-siap. Ia juga mengingatkan Siput untuk berpegangan erat agar tidak jatuh. Si Siput mengerti. Tanpa menunggu, Burung pun mulai terbang. “Siap-siap, kita mulai terbang!” kata Burung. Burung terbang ke langit yang cerah dengan Siput di atas punggungnya. Seiring mereka terbang bersama, Siput melihat bulu-bulu biru indah Burung. Selagi melihat, Siput berkata kepadanya, “Engkau memiliki bulu-bulu biru yang indah sekali. Andai aku punya cangkang dengan warna yang lebih bagus daripada cangkangku yang cokelat dan polos ini.” Burung berkata, “Apakah kamu benar-benar mau mempunyai warna cangkang yang berbeda? Menurutku, cangkangmu terlihat indah dan baik-baik saja.” “Benarkah?” tanya Siput. “Ya! Benar.” Tiba-tiba langit menjadi gelap. Tak lama kemudian, langit menurunkan hujan. Karena takut kehujanan, Burung segera pergi mencari tempat untuk berteduh. Untungnya, ia menemukan sebatang pohon. Si Burung pun langsung terbang ke salah satu dahan pohon tersebut untuk berteduh. “Untung saja ada pohon! Kalau tidak, kita pasti terguyur hujan,” ucap Burung sambil melihat langit yang hujan.


35 Burung menoleh ke Siput yang diam. Si Siput terlihat sedih di matanya. Kemudian, ia bertanya kepada Burung, “Aku tidak mengerti. Kalau menurutmu cangkangku indah, mengapa si KupuKupu berpikir yang sebaliknya? Semuanya mengatakan bahwa cangkangku terlihat kotor dan polos. Aku adalah siput yang buruk rupa. Semuanya membenciku karena diriku yang jelek dan lambat ini. Padahal aku tidak bisa mengubah apa pun.” Siput pun menahan air matanya. Mendengar perkataannya, Burung merasa iba. Ternyata Siput benar-benar memiliki hidup yang tak berbahagia hanya karena penampilannya. Padahal, ucapan Siput benar. Lalu, Burung berkata kepada Siput, “Menurutku, cangkangmu baik-baik saja kok. Mungkin ada hewan yang mengatakan bahwa cangkangmu terlihat jelek ataupun polos. Tapi, setidaknya kamu punya cangkang, kan? Setidaknya kamu mempunyai sesuatu yang dapat melindungimu, menjadi rumahmu dan sekaligus menjadi perisaimu. Tentu cangkangmu bukanlah cangkang yang terindah ataupun yang terbaik, tapi setidaknya kamu bisa bersyukur! Bayangkan jika engkau memiliki cangkang yang berwarna biru seperti buluku, apakah Kupu-Kupu akan berhenti mengejekmu? Menurutku tidak, malah ia akan terus mengejekmu.” Si Siput pun bertanya, “Benarkah ucapanmu itu?” “Iya. Sama dengan kecepatan berjalanmu. Tentu kamu hanya bisa berjalan secara perlahan dan Si Kupu-Kupu bisa terbang tinggi dengan mudah. Tapi, setidaknya kamu bisa berjalan, kan? Mungkin kamu mempunyai kekurangan-kekurangan yang lain, tapi jangan merasa rendah diri!” kata Burung. “Bersyukurlah, Sobatku!” kata Burung lebih lanjut dengan ceria, “jangan bandingkan dirimu dengan Kupu-Kupu, aku, atau yang lain! Banggalah akan dirimu sendiri dan jalani hidupmu seperti itu.“


36 Mendengar perkataannya, Siput terkejut. Ia mulai tersenyum. Ia mulai merasa bahagia. Ia menyadari bahwa ia beruntung menjadi siput. Berkat Burung, Siput dapat merasa bersyukur dan bangga akan dirinya. Pada akhirnya, Siput berterima kasih kepada sahabatnya Si Burung, yang sudah membantunya dengan setia. “Terima kasih banyak, Sob. Aku bersyukur punya teman sepertimu. Aku menyadari bahwa aku adalah siput yang beruntung. Berkatmu, aku dapat merasa lebih bahagia. Aku merasa lebih bersyukur,” ucap Siput dengan bahagia. “Tentu saja, Kawan! Ingatlah, hanya dengan bersyukur, kita bisa merasa bahagia. Semoga engkau dapat meraih hidup yang bahagia, Sob!” Ia mengerti. Sejak hari itu, Siput mulai bersyukur atas semua hal yang dimilikinya dalam hidup. Ia tak lagi mengeluh akan kekurangan yang dimilikinya. Ia tak lagi memikirkan ejekan-ejekan Kupu-Kupu dan teman-temannya. Akhirnya, Siput memiliki hidup yang bahagia.


37 KUCING DAN TIKUS Gwenneth Regina Johanes/VII.4 Di sebuah desa bernama desa Argovil, hiduplah seekor kucing dan seekor tikus. Pada awalnya, si Kucing dan si Tikus bersahabat. Namun lama kemudian, mereka membenci satu sama lain. Kucing tersebut sering memangsa Tikus karena Tikus sering berbuat iseng terhadapnya. Tetapi setelah lama memangsanya, Kucing tidak pernah berhasil dalam menangkapnya. Sebab setiap kali Kucing mengejarnya, Tikus selalu memasuki tempat yang kecil sehingga Kucing tersebut tidak dapat masuk dan akhirnya menyerah. Sungguh seperti kartun Tom dan Jerry yang biasa tayang di TV. Beginilah cerita ketika mereka yang tadinya bermusuhan lalu kini menjadi saling mengerti dan menghargai satu sama lain. Hari demi hari Kucing merasa sangat kesal karena ia merasa tidak pernah melakukan apa pun terhadap Tikus, namun Tikus terus berbuat iseng terhadapnya. Ibunya Kucing pernah menasihati Kucing bahwa akan selalu ada sebab di balik perubahan sikap sesuatu, tetapi apa penyebabnya? Setiap hari pertanyaan itu muncul di kepala Kucing. Namun, ia tidak pernah mengetahui jawabannya. Ternyata apa yang dikatakan ibu Kucing benar. Sebenarnya ada alasan di balik Tikus yang benci terhadap Kucing. Namun, Kucing saja yang melupakan hal tersebut. Suatu siang Kucing pergi ke tempat yang biasanya Tikus berada. Sebelum Tikus kabur, Kucing mengungkapkan suatu


Click to View FlipBook Version