The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

NAMA : AJENG SEKARSARI
NIM :06131182126002
NO.ABSEN :02
KELAS :INDRALAYA
MATA KULIAH : BELAJAR DAN
PEMBELAJARAN

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by ajengsekarsari67, 2021-11-22 10:23:20

BELAJAR DAN PEMBELAJARAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

NAMA : AJENG SEKARSARI
NIM :06131182126002
NO.ABSEN :02
KELAS :INDRALAYA
MATA KULIAH : BELAJAR DAN
PEMBELAJARAN

Keywords: BAHAN PEMBELAJARAN

Konstruktivisme merupakan bagaimana menghasilkan sesuatu dari apa yang dipelajarinya,
dengan kata lain bahwa bagaimana memadukan sebuah pembelajaran dengan melakukan
atau mempraktikkan dalam kehidupannya supaya berguna untuk kemaslahatan.

b. Abimanyu

Konstruktivisme adalah suatu pendekatan terhadap belajar yang berkeyakinan bahwa
orang secara aktif membangun atau membuat pengetahuannya sendiri dan realitas
ditentukan oleh pengalaman orang itu sendiri pula.

c. Sagala

Konstruktivisme (construktism) merupakan landasan berfikir pendekatan kontekstual,
pengetahuan dibangun sedikit demi sedikit, hasilnya diperluas melalui konteks yang
terbatas (sempit) dan tidak dengan tiba-tiba.

B. Tujuan Konstruktivisme

Tujuan dilaksanakannya pembelajaran konstruktivisme yaitu (1) memberikan kesempatan
kepada siswa untuk berinteraksi langsung kepada benda-benda konkrit ataupun model
artifisial, (2) memperhatikan konsepsi awal siswa guna menanamkan konsep yang benar, dan
(3) sebagai proses mengubah konsepsi-konsepsi siswa yang sudah ada dan mungkin salah
(Karfi, dkk, 2002:6). Tujuan konstruktivisme yaitu: 1) Mengembangkan kemampuan siswa
untuk mengajukan pertanyaan dan mencari sendiri pertanyanya 2) Membantu siswa untuk
mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep secara lengkap 3) Mengembangkan
kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri (Thobroni, 2015:95).

Berdasarkan uraian di atas maka untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, baik dalam
tujuan intruksional umum maupun tujuan intruksional khusus, diperlukan penggunaan metode
yang tepat yang sesuai dengan materi yang akan diajarkan. Dalam menyampaikan materi
pelajaran, seorang guru harus menggunakan metode yang tepat agar dapat meningkatkan
motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran. Untuk itu seorang guru harus dapat memilih
metode yang benar-benar sesuai dan mampu meningkatkan motivasi serta pemahaman siswa
dalam mengikuti pelajaran dan menerima pelajaran. Pembelajaran pada hakekatnya adalah
proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan
perilaku kearah yang lebih baik. Dalam interaksi tersebut banyak sekali ocial yang
mempengaruhinya, baik ocial internal yang ocial dari dalam diri individu, maupun ocial
eksternal yang ocial dari lingkungan.

C. Asumsi-Asumsi Konstruktivisme

1. Manusia merupakan siswa aktif yang mengembangkan pengetahuan bagi diri mereka
sendiri.

Di mana siswa diberikan keluasan untuk mengembangkan ilmu yang sudah didapatkan
tersebut, baik dengan melakukan ocial, melakukan eksperimen maupun berdiskusi ocial
siswa. Dengan hal seperti itu maka ilmu-ilmunya tersebut akan berkembang dan bertambah.

2. Guru sebaiknya tidak mengajar dalam artian menyampaikan pelajaran dengan cara
tradisional kepada sejumlah siswa.

Guru seharusnya membangun situasisituasi sedemikian rupa sehingga siswa dapat terlibat
secara aktif dengan materi pelajaran melalui pengolahan materi-materi dan interaksi ocial.

Maksudnya seorang pendidik atau guru dituntut untuk lebih aktif dan menarik dalam
menjelaskan, selain itu juga guru harus bisa menggunakan media dalam proses
pembelajaran. Jangan hanya menggunakan metode-metode yang sudah lama atau jaman
dulu, seperti ceramah, mencatat sampai habis, akan tetapi guru harus mengajar dengan cara
bagaimana supaya siswa harus di buat aktif dan masuk dalam pembelajaran tersebut.
Adapun aktivitas-aktivitas pembelajaran meliputi mengamati fenomenafenomena,
mengumpulkan data-data, merumuskan dan menguji hipotesis-hipotesis, dan bekerja sama
dengan orang lain. Kegiatan lainnya adalah mengajak siswa mengunjungi lokasi-lokasi di
luar ruangan kelas. Guru-guru dari berbagai disiplin ilmu diperlukan untuk merencanakan
kurikulum ocial-sama. Siswa perlu diarahkan untuk dapat mengatur diri sendiri dan
berperan aktif dalam pembelajaran mereka dengan menentukan tujuan-tujuan, memantau
dan mengevaluasi kemajuan mereka, dan bertindak melampaui standar-standar yang
disyaratkan bagi mereka dengan menelusuri hal-hal yang menjadi minat mereka. Perspektif-
Perspektif Dalam Konstruktivisme Pertama, konstruktivisme eksogeneus mengacu pada
pemikiran bahwa penguasaan pengetahuan merepresentasikan sebuah kosntruksi ulang dari
strukturstruktur yang berbeda dalam dunia eksternal. Pandangan ini mendasarkan pengaruh
kuat dari dunia luar pada konstruksi pengetahuan, seperti pengalaman-pengalaman,
pengajaran dan pengamatan terhadap model-model. Kedua, konstruktivisme endogenus
menekankan pada koordinasi tindakantindakan yang sebelumnya, bukan secara langsung
dari informasi lingkungan; karena itu, pengetahuan bukanlah cerminan dari dunia luar yang
diperoleh melalui pengalaman-pengalaman, pengajaran, atau interaksi ocial. Pengetahuan
berkembang melalui aktifitas kognitif dari abstraksi dan mengikuti sebuah rangkaian yang
dapat diprediksikan secara umum.

3. Konstruktivisme Dialektikal

Berpendapat bahwa pengetahuan tidak hanya dapat diperoleh melalui sekolah akan tetapi
bisa juga di dapatkan melalui saling berinteraksi ocial teman, guru, tetangga dan bahkan
lingkungan sekitar kita. Selain itu juga interpretasinya tidak terikat dengan dunia luar.
Bahkan pengetahuan atau pemahaman timbul akibat saling berlawanan mental dari interaksi
antara lingkungan sekitar dengan seseorang.

D. Kelebihan Konstruktivisme

1. Guru Bukan Satu-satunya Sumber Belajar

Maksudnya yaitu dalam proses pembelajaran guru hanya sebagai pemberi ilmu dalam
pembelajaran, siswa tuntut untuk lebih aktif dalam proses pembelajarannya, baik dari segi
ocial, bertanya, praktik dan lain sebagainya, jadi guru hanya sebagi pemberi arah dalam
pembelajaran dan menyediakan apa-apa saja yang dibutuhkan oleh siswanya. Sebab dalam
kosntruktivisme pengetahuan itu tidak hanya di dapatkan dalam proses.

2. Siswa Lebih Aktif dan Kreatif

Maksudnya di mana siswa dituntut untuk bisa memahami pembelajarannya baik di dapatkan
di sekolah dan yang dia dapatkan di luar sekolah, sehingga pengetahuan-pengetahuannya
yang dia dapatkan tersebut bisa dia kaitkan dengan baik dan seksama, selain itu juga siswa
di tuntut untuk bisa memahami ilmu-ilmu yang baru dan dapat di koneksikan dengan ilmu-
ilmu yang sudah lama.

3. Pembelajaran Menjadi Lebih Bermakna

Belajar bermakna berarti menginstrksi informasi dalam struktur penelitian lainnya. Artinya
pembelajaran tidak hanya mendengarkan dari guru saja akan tetapi siswa harus bisa
mengaitkan dengan pengalaman-pengalaman pribadinya dengan informasi-informasi yang
dia dapatkan baik dari temanya, tetangganya , keluarga, surat kabar, televisi, dan lain
sebagainya.

4. Pembelajaran Memiliki Kebebasan Dalam Belajar

Maksudnya siswa bebas mengaitkan ilmu-ilmu yang dia dapatkan baik di lingkungannya
dengan yang di sekolah sehingga tercipta konsep yang diharapkannya.

5. Perbedaan Individual Terukur dan Dihargai

6. Guru Berfikir Proses Membina Pengetahuan Baru, Siswa Berfikir Untuk
Menyelesaikan Masalah, dan Membuat Keputusan.

E. Kekurangan Konstruktivisme

1. Proses Belajar Konstruktivisme Secara Konseptual

Proses belajar konstruktivisme secara konseptual adalah proses belajar yang bukan
merupakan perolehan informasi yang berlangsung satu arah dari luar ke dalam diri siswa
kepada pengalamannya melalui proses asimilasi dan akomodasi yang bermuara pada
pemutakhiran sruktur kognitif.

2. Peran Siswa

Menurut pandangan ini, belajar merupakan suatu proses pembentukan pengetahuan.

3. Peran Guru

Dalam pendekatan ini guru atau pendidik berperan membantu agar proses pengonstruksian
pengetahuan oleh siswa berjalan. Guru tidak menerapkan pengetahuan yang telah
dimilikinya, melainkan membantu siswa untuk membentuk pengetahuannya sendiri.

4. Evaluasi

Pandangan ini mengemukakan bahwa lingkungan belajar sangat mendukung munculnya
berbagai pandangan dan interpretasi terhadap realitas, konstruksi pengetahuan, serta
aktifitas-aktifitas lain yang didasarkan pada pengalaman.

F. Langkah-Langkah Konstruktivisme

Tahapan-tahapan dalam pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme, yaitu sebagai
berikut:

1. Tahap pertama, peserta didik didorong agar mengemukakan pengetahuan awalnya
tentang konsep yang akan dibahas. Bila perlu, guru memancing dengan pertanyaan
tentang fenomena yang sering dijumpai seharihari oleh peserta didik dan mengaitkannya
dengan konsep yang akan dibahas. Selanjutnya, peserta didik diberi kesempatan untuk
mengkomunikasikan dan mengilustrasikan pemhamannya tentang konsep tersebut.

2. Tahap kedua, peserta didik diberi kesempatan untuk menyelidiki dan menemukan konsep
melalui pengumpulan, pengorganisasian, dan penginterprestasian data dalam suatu

kegiatan yang telah dirancang oleh guru. Secara keseluruhan dalam hidup ini akan
terpenuhi rasa keingintahuan peserta didik tentang fenomena dalam lingkungannya.

3. Tahap ketiga, peserta didik melakukan penjelasan dan solusi yang didasarkan pada hasil
observasi peserta didik, ditambah dengan penguatan guru. Selanjutnya peserta didik
membangun pemahaman baru tentang konsep yang sedang dipelajari.

4. Tahap keempat, guru berusaha menciptakan iklim pembelajaran yang memungkinkan
peserta didik dapat mengaplikasikan pemahaman konseptualnya, baik melalui kegiatan
maupun pemunculan masalahmasalah yang berkatian dengan isu-isu dalam lingkungan
peserta didik tersebut (Yager dalam Lapono, dkk, 2008: 3-28) Berdasarkan uraian di atas
maka dapat dikatakan bahwa tahapantahapan dalam pembelajaran dengan pendekatan
konstruktivisme pada dasarnya merupakan upaya untuk memaksimalkan potensi yang
dimiliki siswa sehingga proses pembelajaran yang dilakukan sesuai dengan ketentuan
yang telah ditetapkan. Guru juga memberikan arahan atau solusi yang tepat dalam proses
pembelajaran yang dilakukan.

G. Ciri-Ciri Pembelajaran Secara Konstruktivisme

a. Memberi peluang kepada murid membina pengetahuan baru melalui penglibatan dalam
dunia sebenarnya.

b. Mengembangkan ide yang diawali oleh murid dan menggunakannya sebagai panduan
merancang pengajaran.

c. Menyokong pembelajaran secara koperatif

d. Membentuk sikap dan pembawaan murid

e. Mengembangkan kajian bagaimana murid belajar sesuatu ide

f. Mengembangkan dan menerima usaha dan pribadi murid.

g. Menggairahkan murid bertanya dan berdialog dengan murid dan guru.

h. Menganggap pembelajaran sebagai suatu proses yang sama penting dengan hasil
pembelajaran

i. Mengembangkan proses inkuiri murid melalui kajian dan eksperimen.

H. Prinsip-Prinsip Konstruktivisme

Secara garis besar, prinsip-prinsip Konstruktivisme yang diterapkan dalam belajar mengajar
adalah:

a. Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri

b. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru kemurid, kecuali hanya dengan keaktifan
murid sendiri untuk menalar

c. Murid aktif megkonstruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep
ilmiah

d. Guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses kontruksi berjalan ocial

e. Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa

f. Struktur pembalajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan

g. Mencari dan menilai pendapat siswa

h. Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa.

(Samsulhadi, 2010). Dari semua itu hanya ada satu prinsip yang paling penting adalah
guru tidak boleh hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa . Siswa harus
membangun pengetahuan didalam benaknya sendiri. Seorang guru dapat membantu proses ini
dengan cara-cara mengajar yang membuat informasi menjadi sangat bermakna dan sangat
relevan bagi siswa, dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau
menerapkan sendiri ide-ide dan dengan mengajak siswa agar menyadari dan menggunakan
strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberikan tangga kepada siswa
yang mana tangga itu nantinya dimaksudkan dapat membantu mereka mencapai tingkat
pemahaman yang lebih tinggi , tetapi harus diupayakan agar siswa itu sendiri yang
memanjatnya.

I. Penerapan Konstruktivisme di Kelas

Secara garis besar ocial-langkah penerapan pendekatan konstruktivisme di dalam kelas adalah
sebagai berikut :

a) Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja
sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksikan sendiri pengalaman dan keterampilan
barunya

b) Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiri untuk semua topik

c) Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.

d) Ciptakan “Masyarakat Belajar” (belajar dalam kelompok -kelompok) (Abimanyu,2008:22).
Sebuah kelas dikatakan menggunakan pendekatan kontekstual, jika menerapkan tujuh
komponen kontekstual dalam pembelajarannya, dan untuk melaksanakan dapat diterapkan
dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja dan kelas yang bagaimana keadaan.
Pendekatan konstruktivisme mengarahkan siswa mengkontruksi gagasan masing-masing,
lalu menemukan sendiri pengetahuan yang dipelajari (inquiri). Model ini juga membentuk
komunitas belajar dengan berbagai bentuk memberikan kesempatan untuk merefleksi
seluruh materi, dan ada penilaian. Jadi, pembelajaran ini berlandaskan teori belajar,
kognitif, dan konstruktif untuk memperoleh hasil belajar berupa keterampilan akademik,
inquiry dan social.

Jadi ciri model ini adalah kerja kelompok yang didasarkan pada penyelidikan dan penemuan
melalui struktur tugas, ada ganjaran kelompok, dan penilaian yang otentik secara fleksibel,
demonstrasi, dan berpusat pada siswa.

PENDIDIKAN TINGKAT SEKOLAH DASAR

A. TUJUAN SEKOLAH DASAR

Secara formal dan institusional,sekolah dasar masuk pada kategori Pendidikan dasar.
Pendidikan dasar menurut Undang-Undang Sistem Prndidikan Nasional No. 20 Tahun 2003
Pasal 17 ayat 1 dan 2 merupakan jenjang Pendidikan yang dilandasi jenjang menengah ;
Pendidikan dasar berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasash ibtidaiyah (MI) atau bentuk
lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (MTs)
atau bentuk lain yang sederajat.

Jadi, Pendidikan dasar yang dimaksudkan dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003
tersebut adalah Pendidikan yang berbentuk sekolah dasar atau madrasah ibtidaiyah dan
sekolah menengah pertama atau madrasah tsanawiyah .pendidikan dasar tersebut tidak hanya
Pendidikan dasar disekolah saja ,tetapi juga pada sekolah menengah pertama. Dengan kata
lain, yang dimaksud Pendidikan dassar dalam Undang-Undang tersebut adalah Pendidikan
wajib 9 tahun, yakni sejak sekoklah dasar sampai sekolah menengah pertama, atau sejak
maddrasah ibtidaiyah sampak madrasah tsanawiyah. Dengan demikian, sekolah dasar masuk
pada kategori Pendidikan dasar.

Adapun apabila dilihat dari tujuan pendidikan sekolah dasar menurut Mirasa dkk. (2005)
dimaksudkan sebagai proses pengembangan kemampuan yang paling mendasar setiap siswa,
dimana setiap siswa belajar secara aktif karena adanya dorongan dalam diri dan adanya
suasana yang memberikan kemudahan (kondusif) bagi perkembangan dirinya secara optimal.

Dengan demikian sekolah dasar atau Pendidikan dasar tidak semata-mata membekali anak didik
berupa kemampuann membaca, menulis dan berhitung semata, tetapi harus mengembangkan
potensi pada siswa baik potensi mental, sosial dan spiritual. Sekolah dasra memiliki visi
mengembangkan manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, beriman, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan
bertanggung jawab.

B. Karakteristik Siswa Sekolah Dasar
Suatu hal yang juga tidak boleh di lupakan oleh guru Pendidik di sekolah dasar ini adalah guru
hendak memahami karakteristik siswa yang akan diajarkannya. karena anak yang berada di sekolah
dasar masih tergolong anak usia dini terutama di kelas awal,adalah anak yang berada di rentangan
anak usia dini.oleh karena itu,pada masa saat ini anak perlu didorongkan sehingga akan berkembang
secara optimal.

Adapun pertumbuhan dan perkembangan siswa merupakan bagian dari pengetahuan yang harus
dimiliki oleh guru.pentingnya mempelajari perkembangan perserta didik bagi guru ,sebagai
berikut:

Kita akan memperoleh ekspetasi yang nyata tentang anak dan remaja.

Pengetahuan tentang psikologi perkembangan anak membantu kita untuk merespons sbagimana
mestinya pada perilaku tertentu pada seorang anak

Pengetahuan tentang perkembangan anak akan membantu mengenali berbagai penyimpangan dari
perkembangan yang normal.

Dengan memperlajari perkembangan anak akan membantu memahami diri sendiri.

Setiap manusia secara psikologis memahamin tahap pertumbuhan dan perkembangan.bagaimana
pertumbuhan dan perkembangan pada anak usia sekolah anak.perkembangan pada anak meliputi
aspek pertumbuhan dan perkembangan fisik dan mental.pertembang mental meliputi
perkembangan intektual,emosi,Bahasa,sosial,dan moral keagamaan.

Fase perkembangan anak,menurut santrok dan yussen terdiri dari lima fae,yaitu:

1. Fase prenatal,saat dalam kandungan dari masa pembuahan sampai dengan masa kelahiran

2. Fase bayi,yaitu saat perkembangan yang berlangsung sejak lahir sampai usia 18 atau 24 bulan.

3. Fase kanak-kanak awal,fase perkembangan yang berlangsung sejak kira kira umur lima atau
enam tahun

4. Fase kanak-kanak tengah dan akhir,fase perkembangan yang berlangsung sejak kira-kira umur
enam dan sampai sebelas tahun.

5. Fase remaja,masa perkembangan yang merupakan transisi dari masa kanak-kanak ke masa
dewasa awal.

Menurut havighurst dalam juntika (2007:93),pada masa kanak-kanak akhir dan anak sekolah,yaitu
usia enam hingga dua belas tahun,memiliki tugas-tugas perkembangan sebagai berikut:

1. Belajar keterampilan fisik untuk pertandingan biasa sehari-hari

2. Membentuk sikap yang sehat terhadap dirinya sebagai organisme yang sebagai tumbuh kembang.

3. Belajar bergaul dengan teman yang seusianya.

4. Mengembangkan konsep-konsep yang perlu bagi kehidupan sehari-hari

5. Belajar peran sosial yang sesuai dengan pria atau Wanita.

6. Mengembangkan kata hati,moralitas,dan atau skala nilai-nilai.

7. Mengembangkan kebebasan pribadi

8. Mengembangkan sikap-sikap terhadap kelompok dan instrusi sosial.

Selanjutnya havighurst mengatakan bahwa tugas perkembangan adalah tugas yang muncul pada
saat atau sekitar suatu periode tertentu dari kehidupan individu yang jika berhasil akan
menimbulkan rasa bangga dan membawa kearah keberhasilan dalam melaksanakan tugas-tugas
berikut.

a. Perkembangan Intelektual.

Pada usia sekoalh dasar (usia 6-12 tahun) anak sudah dapat merekaksikan rangsangan
intelektual, atau melaksanakan tugas-tugas belajar yang menuntut kemampuan intelektual atau
kemampuan kognitif, seperti membaca, menulis, dan menghitung. Menurut Syamsu Yusuf
(2004: 178). Pada anak usia 6-12 tahun ini ditandai dengan ketuga kemampuan atau kecakapan
baru, yaitu mengkelarifikasikan (mengkelompokan), menyusun, dan mengasosiasikan
(menghubungkan atau menghitung) angka-angka atau bilangan. Disamping itu, pada akhir masa
ini anak sudah memiliki kemampuan memecahkan masalah (problem solving) yang sederhana.
Menurut Piaget, kadang-kadang anak usia 5-7 tahun memasuki tahapoperasi konkret (concrete
operations), yaitu pada waktu itu anak dapatberfikir secara logis mengenai segala sesuatunya.

b. Perkembangan Bahasa.

Bahasa merupakan simbol-simbol sebagai sarana untuk komunikasi dengan orang lain.
Menurut Syamsu Yusuf (2007:138), Perkembangan bahasa mencangkup semua cara untuk
berkomunikasi, yaitu dimana pikiran dan perasaan dinyatakan dalam bentuk tulisan, lisan,

isyarat, atau mengerakan dengan mengguanakan kata-kata, kalimat bunyi, lambang, gambar
atau tulisan.

Usia sekolah dasar ini merupakan masa berkembang pesatnya kemampuan mengenall dan
memguasai perbendaharaan kata (vocabulary). Menurut Abin Syamsyddin, pada awal masa ini
( usia 6-7 tahun), anak sudah menguasai sekitae 2.500 kata, dan pada masa akhir (usia 11-12
tahun), anak telah dapat menguasai sekitar 50.000 kata.

Sedangkan, Menuruut Syamsu Yusuf (2005:180), terdapat dua faktor yang memperngaruhi
perkembangan bahasa, yaitu:

Proses jadi matang, yaitu anak menjadi matang (organ-organ suara/bicara sudah berfungsi) untuk
berkata-kata.

Proses belajar, yaitu anak yang telah matang untuk berbicara lalu mempelajari bahasa orang lain
dengan jalan mengimitasi atau menipu ucapan/ perkata yang di dengarnya.

Perkembangan bahasa itu, minimal dapat menguasai tiga kategori, yaitu:

Dapat membuat kalimat yang lebih sempurna

Dapat membuat kalimat majemuk, dan

Dapat menyusun dan mengajukan pertanyaan.

c. Perkembangan Sosial.

Perkembangan sosial sebagai mana proses belajar untuk menyesuaikan diri dengan norma-
norma kelompok, tradisi, dan moral keagamaan. Menurut Charlotte Buhler, pekembangan
sosisal sebagai sequence dari perubahan yang berkesinambungan dalam perilaku individu untuk
menjadi mahkluk sosial yang dewasa. Proses perkembangan sosial berlangsung secara
berirama. Pada masa anak sekolah masuk pada masa objektif, dimana perkembangan ini pada
anak-anak sekolah dasar ditandai dengan adannya perluasan hubungan, disamping dengan
keluarga juga dia mulai membentuk ikatan baru dengan teman yang sebaya (peer group) atau
teman sekelasnya.

Pada anak usia sekolah mulai memiliki kesanggupan menyesuaikan diri sendiri (egosentris)
kepada sikap bekerja sama (kooperatif), dan sikap peduli atau mau memperlihatkan kepentingan
orang lain (sosiosentris).

d. Perkembangan Emosi

Emosi adalah perasaan yang terefleksasikan dalam bentuk perbuatan atau Tindakan nyata
kepada orang lain atau pada diri sendiri untuk menyatakan suasana batin atau jiwanya. Emosi
seseorang akan tercermin dalam segala Tindakan dan perilakunya yang terwujud dalam perkataan
dan perbuatan serta sikap yang ditunjukkannya.

Menurut Juntika Nurikhsan (2007:153),emosi adalah suatu suasana yang kompleks (a complex
feeling state)dan getaran jiwa (a stride up state)yang menyertai atau muncul sebelum atau sesudah
terjadinya perilaku.

Dalam implementasinya,emosi pada anak sekolah sudah mulai menyadari bahwa
pengungkapan emosi tidak boleh sembarangan,mulai menyadari bahwa pengungkapan emosi
secara kasar misalnya,tidaklah diterima di masyarakat. Menurut Syamsu Yusuf (2007:153),pada
usia sekolah dasar ini anak mulai belajar mengendalikan dan mengontrol ekspresi emosinya.
Syamsu juga mengatakan bahwa karakteristik emosi yang stabil(sehat)ditandai dengan teman
secara baik.dapat berkonsentrasi dalam belajar,bersifat respek(mengkhargai)terhadap diri sendiri
dan orang lain.

e. Perkembangan Moral

Perkembangan moral pada anak usia sekolah dasar adalahbahwa anak dapat mengikuti
peraturan atau tuntutan dari orangtua atau lingkungan sosialnya. Pada akhir usia ini(usia 11 atau 12
tahun),anak sudah dapat memahami alas an yang mendasari suatu peraturan. Disamping itu,anak
sudah dapat mengasosiasikan setiap bentuk perilaku dengan konsep benar salah atau baik buruk.

Sebagaimana dikemukakan oleh Piaget(1950),yang menyatakan bahwa setiap tahapan
perkembangan kognitif tersebut mempunyai karakteristik yang berbeda yang secara garis besarnya
dikelompokkan kepada empat tahap,yaitu:

1. Tahap sensori motor(usia 0-2 tahun),pada tahap ini belum memasuki usia sekolah.

2. Tahap pra-operasional(usia 2-7 tahun),pada tahap ini kemampuan skema kognitifnya masih
terbatas.peserta didik suka meniru perilaku orang lain.

3. Tahap operasional konkret(usia 7-11 tahun),pada tahap ini peserta didik sudah mulai
memahami aspek-aspek kumulatif materi,misalnya volume dan jumlah;mempunyai kemampuan

memahami cara mengombinasikan beberapa golongan benda yang bervariasi tingkatannya.selain
itu,peserta didik sudah mampu berpikir sistematis mengenai benda-benda dan peristiwa-peristiwa
yang konkret.

4. Tahap operasional formal (usia 11-15 tahun),pada tahap ini peserta didik sydah menginjak usia
remaja,perkembangan kognitif peserta didik pada tahap ini telah memiliki kemampuan
mengoordinasikan dua ragam kemampuan kognitif baik secara simultn(serentak)maupun
berurutan. Misalnya, kapasitas merumuskan hipotesis dan menggunakan prinsip-prinsip abstrak.

Selanjutnya,Piaget menyatakan bahwa setiap anak memiliki cara tersendiri dalam
menginterpretasikan dan beradaptasi dengan lingkungannya. Menurutnya,setiap anak memiliki
struktur kognitif yang disebut schemata,yaitu sistem konsep yang ada dalam pikiran sebagai hasil
pemahaman terhadap objek yang ada dalam lingkungannya.

Dengan mengacu pada teori pemahaman perkembangan kognitif Piaget tersebut,maka dapat
diketahui bahwa anak usia sekolah dasar berada pada tahapan operasional konkret (usia 7-11 tahun).
Dimana pada rentang usia ini anak mulai menunjukkan perilaku belajar yang berkembang,yang
ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut:

a. Anak mulai memandang dunia secara objektif,bergeser dari satu aspek situasi ke aspek lain secara
reflektif dan memandang unsur-unsur secara serentak

b. Anak mulai berpikir secara operasional,yakni mampu memahami aspek-aspek kumulatif
materi,seperti volume,jumlah,berat,luas,Panjang,dan pendek. Anak juga mampu memahami
tentang peristiwa-peristiwa yang konkret.

c. Anak dapat menggunakan cara berpikir operasional untuk mengklasifikasi benda-benda yang
bervariasi beserta tingkatannya.

d. Anak mampu membentuk dan menggunakan keterhubungan aturan-aturan,prinsip ilmiah
sederhana,dan menggunakan hubungan sebab akibat.

e. Anak mampu memahami konsep substansi,volume zat
cair,Panjang,pendek,lebar,luas,sempit,ringan,dan berat.

C. STANDR KOMPETENSI LULUSAN SEKOLAH DASAR

Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 22 Tahun 2006 diberlakukan bahwa
Standar Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan ( SKL-SP) pada sekolah dasar atau madrasah
ibtidaiyah, sebagai barikut:

1.Menjalankan ajaran agama yang dianut sesuai dengan tahap perkembangan anak.

2.Mengenal kekurangan dan kelebihan diri sendiri.

3.Mematuhi aturan-aturan sosial yang berlaku dalam lingkungannya.

4.Menghargai keragaman agama, budaya, suku, ras dan golongan sosial ekonomi dilingkungan
sekitarnya.

5.Menggunakan informasi tentang lingkungan sekitar secara logis, kritis dann kreatif.

6.Menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, dan kreatif dengan bimbingan guru atau
pendidik.

7.Menunjukkan rasa keingintahuan yang tinggi dan menyadari potensinya.

8.Menunjukkan kemampuan memecahkan masalah sederhana didalam kehidupan sehari-hari.

9.Menunjukkan kemampuan mengenali gejala alam dan sosial dilingkungan sekitar.

10.Menunjukkan kecintaan dan kepedulian terhadap lingkungan.

11.Menunjukkan kecintaan dan kebangsaan terhadap bangsa, negara dan Tanah Air Indonesia.

12.Menunjukkan kemampuan untuk melakukan kegiatan seni dan budaya lokal.

13.Menunjukkan kebiasaan hidup bersih, sehat, bugar, aman memanfaatkan waktu luang.

14.Berkomunikasi secara jelas dan santun.

15.Bekerja sama dalam kelompok, tolong-menolong, dan menjaga diri sendiri dalam lingkungan
keluarga dan teman sebaya.

16.Menunjukkan kegemaran membaca dan menulis.

17.Menunjukkan keterampilan menyimak, berbicara, membaca,menulis dan berhitung.

Sedangkan berdasarkan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) terbaru tahun 2012, bahwa standar
kompetensi lulusan di SD/MI menetapkan bahwa mutu lulusan merupakan bagian penting dalam
pemenuhan 8 (delapan) Standar Nasional Pendidikan yaitu: Standar Kompetensi Lulusan, Standar
Isi, Standar Proses, Standar Pendidikan dan Tenaga Kependidikan, Standar Sarana dan Prasarana,
Stanadar Pengelolaan, Standar Pembiayaan Pendidikan, Standar Penilaian Pendidikan. Tinggi
rendah mutu lulusan ditentukan oleh tinggi rendahnya sumber daya manajemen. Manajemen dalam
menentukan kurikulum, pendidik, proses pembelajaran, penilaian, sarana dan prasarana yang
diperlukan oleh sekolah dapat menunjang keberhasilan mutu lulusan yang tinggi.

Oleh karena itu, Kepala sekolah selayaknya mampu menciptakan sekolah yang efektif untuk
mengelola sumber daya yang ada, sehingga sekolah dapat mewujudkan tujuan mutu lulusan yang
tidak lebih rendah dari standar nasional pendidikan. Sekolah harus memiliki patokan pengarah yang
baku yaitu menggunakan SKL sebagai standar penentuan target seluruh kegiatan pemenuhan yang
terstruktu dan sistematis.

Adapun Standar Kompetensi Lulusan (SKL) SD/MI tahun 2012 adalah meliputi lima aspek
yang meliputi: a) iman-takwa, b) belajar berinovasi, c) seni dan budaya, d) keterampilam hidupdan
karir, dan e) wawasan kebangsaan. Kelima aspek SKL tersebut secara rinci dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1. Iman – Takwa

Menjalankan ajaran agama yang dianut sesuai dengan tahap perkembangan anak

Mengenal kekurangan dan kelebihan diri sendiri

Menghargai keberagaman agama, budaya, suku, ras, dan golongan sosial ekonomi dilingkungan
sekitarnya.

2. Belajar dan Berinovasi

Menggunakan informasi tentang lingkungan sekitar secara logis, kritis, dan kreatif

Menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, dan kreatif dengan bimbingan Guru/Pendidik

Menunjukkan rasa keingintahuan yang tinggi dan menyadari potensinya

Menunjukkan kemampuan memecahkan masalah sederhana dalam kehidupan sehari-hari

Menunjukkan kemampuan mengenali gejala alam dan sosial di lingkungan sekitar

Menunjukkan kegemaran membaca dan menulis

Menunjukkan keterampilan menyimak, berbicara, membaca, menulis, dan berhitung.

3. Seni dan Budaya

Menunjukkan kemampuan untuk melakukan kegiatan seni dan budaya lokal

4. Keterampilan Hidup dan Karir

Mematuhi aturan-aturan sosial yan berlaku dalam lingkungannya

Berkomunikasi secara jelas dan santun

Bekerja sama dalam kelompok, tolong-menolong,dan menjaga diri sendiri dalam lingkungan
keluarga dan teman sebaya.

5. Wawasan Kebangsaan

Menunjukkan kecintaan dan kepedulian terhadap lingkungan.

Adapun menurut peraturan UU yang terbaru, yaitu Berdasarkan Permendiknas No. 20
Tahun 2016. Dalam Lampiran Permendiknas No.20 Tahun 2016 dijelaskan bahwa: “ Standar
Kompetensi Lulusan adalah kriteria mengenai kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup
sikap, pengetahuan, dan keterampilan”. Berdasarkan SKL tersebut, setiap lulusan satuan
pendidikan dasar diharapkan memiliki kompetensi pada tiga ranah yaitu sikap, pengetahuan, dan
keterampilan.

Tujuan utama ditetapkan Permendiknas No. 20 Tahun 2016 tentang Standar Kompetensi
Lulusan (SKL) agar SKL tersebut digunakan sebagai acuan utama pengembangan standar-standar
ikutan lainnya. Standar-standar lainnya meliputi standar isi, standar proses, standar penilaian

pendidikan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar
pengelolaan, dan standar pembiayaan.

Standar Kompetensi Lulusan terdiri atas kriteria kualifikasi kemampuan peserta didik yang
diharapkan dapat dicapai setelah menyelesaikan masa belajarnya di satuan pendidikan pada jenjang
pendidikan dasar. Jenjang pendidikan dasar terdiri dari tingkat kompetensi Sekolah Dasar dan
SMP.Untuk tingkat kompetensi Sekolah Dasar, kompetensi yang diharapkan ketika siswa lulus
sekolah dasar berdasarkan masing-masing dimensi dapat diuraikan sebagai berikut:

A. Dimensi Sikap SD/MI/SDLB/Paket A

Memiliki perilaku yang mencerminkan sikap:

1. beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME
2. berkarakter, jujur, dan peduli
3. bertanggungjawab
4. pembelajar sejati sepanjang hayat
5. sehat jasmani dan rohani sesuai dengan perkembangan anak di lingkungan keluarga,

sekolah, masyarakat dan lingkungan alam sekitar, bangsa, dan negara

B. Dimensi Pengetahuan SD/MI/SDLB/Paket A

1. memiliki pengetahuan factual, konseptual, procedural, dan metakognitif

a. Memiliki pengetahuan factual
Pengetahuan faktual merupakan pengetahuan dasar berkenaan dengan ilmu pengetahuan,
teknologi, seni, dan budaya terkait dengan diri sendiri, keluarga, sekolah, masyarakat dan
lingkungan alam sekitar, bangsa, dan negara.

b. Memiliki pengetahuan konseptual
Pengetahuan konseptual merupakan terminologi/ istilah yang digunakan, klasifikasi,
kategori, prinsip, dan generalisasi berkenaan dengan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan
budaya terkait dengan diri sendiri, keluarga, sekolah, masyarakat dan lingkungan alam
sekitar, bangsa, dan negara.

c. Memiliki pengetahuan procedural
Pengetahuan prosedural adalah pengetahuan tentang cara melakukan sesuatu atau
kegiatan yang berkenaan dengan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya terkait
dengan diri sendiri, keluarga, sekolah, masyarakat dan lingkungan alam sekitar, bangsa dan
negara.

d. Memiliki pengetahuan metakognitif
Pengetahuan metakognitif merujuk pada pengetahuan tentang kekuatan dan kelemahan
diri sendiri dan menggunakannya dalam mempelajari ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan
budaya terkait dengan diri sendiri, keluarga, sekolah, masyarakat dan lingkungan alam
sekitar, bangsa dan negara. berkenaan dengan:
1. ilmu pengetahuan,
2. teknologi,
3. seni, dan
4. budaya.

2. Mampu mengaitkan pengetahuan di atas dalam konteks diri sendiri, keluarga, sekolah,
masyarakat dan lingkungan alam sekitar, bangsa, dan negara.

C. Dimensi Ketrampilan SD/MI/SDLB/Paket A

SKL yang diharapkan dari lulusan SD/MI/SDLB/Paket A sudah mengadopsi ketrampilan yang
diharapkan dari pembelajaran berciri Abad 21. Lulusan pada tingkat Sekolah Dasar
diharapkan memiliki keterampilan berpikir dan bertindak:

1. kreatif,
2. produktif,
3. kritis,
4. mandiri,
5. kolaboratif, dan
6. komunikatif melalui pendekatan ilmiah sesuai dengan tahap perkembangan anak yang

relevan dengan tugas yang diberikan

dari uraian tersebut diatas, dapat dipahami bahwa tujuan pedidikan disekolah dasar adalah
dimaksudkan untuk membentuk manusia yang memiliki karakter serta kepribadian yang mulia,
kreatif, kritis, santun, taat beragama, peduli terhadap sesama manusia dan lingkungan alam
sekitar, bekerja sama, dan saling menolong, yang dalam bahasa undang-undang disebut sebagai
“manusia Indonesia seutuhnya”.

Tujuan dari proses pendidikan di sekolah dasar adalah agar siswa mampu memahami
potensi diri, peluang dan tuntutan lingkungan serta merencanakan masa depan melalui
pengambilan serangkaian keputusan yang paling mungkin bagi dirinya. Tujuan akhir pendidikan
dasar ialah diperolehnya pengembangan pribadi anak didik yang membangun dirinya dan ikut
serta bertanggung jawab terhadap pengembangan bangsa, mampu melanjutkan ke tingkat
pendidikan yang lebih tinggi atau pada jenjang pendidikan selanjutnya, dan mampu hidup di
masyarakat, dan mampu mengembangkan diri sesuai dengan bakat, minat, kemampuan, dan
lingkungan.

Untuk mencapai tujuan pendidikan seutuhnya atau yang paripurna itu, maka sekolah
merupakan salah satu tempat yang tepat bagi peserta didik dalam mengembangkan potensi diri
sesuai dengan tujuan yang diharapkan.

Adapun fungsi dari pendidikan dasar adalah dalam rangka mengembangkan kemampuan
dan meningkatkan kualitas kehidupan, harkat, dan martabat manusia masyarakat Indonesia dalam
upaya mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

Prinsip Pembelajaran di Sekolah Dasar

2.1 Pembelajaran Di Sekolah Dasar

Pendidikan adalah upaya yang terorganisasi, Berencana dan berlangsung secara terus-
menerus sepanjang hayat untuk membina anak didik menjadi paripurna, dewasa, dan
berbudaya. Untuk mencapai pembinaan ini asas pendidikan harus berorientasi pada
pengembangan seluruh aspek potensi anak didik, diantaranya aspek kognitif, efektif, dan
berimplikasi pada aspek psikomotorik.

Bagi peserta didik, belajar merupakan proses interaksi antara berbagai potensi diri siswa,
(Fisik, nonfisik, emosi dan intelektual), Interaksi siswa dengan guru, siswa dengan siswa
lainnya, serta lingkungan dan konsep fakta, interaksi dari berbagai stimulus dengan berbagai
respon terararh untuk melahirkan perubahan.

Untuk mengambangkan potensi siswa harus perlu menerapkan sebuah model pembeljaran
yang inovatif dan konstruktif. Dalm mempersiapkan pembelajaran, para pendidik harus
memahami karakteristik materi pembeljaran, karakteristik murid atau peserta didik serta
memahami metodologi pembelajaran sehingga proses pembelajaran kan lebih variatif,inovatif
dan konstruktif dalam merekonstruksi wawasan pengetahuan dan implementasinya sehingga
akan meningkatkan aktivitas dan kreatifitas peserta didik.

Ada beberapa hal lain yang perlu diperhatikan, berkenaan dengan upaya yang mewujudkan
proses pembelajaran yang variatif, inovati, dan konstruktif yaitu :
4. Situasi kelas yang dapat merangsang anakmelakukan kegiatan belajar secara bebas
5. Peran guru sebagai pengarah dalm belajar
6. Guru berperan sebagai peyedia fasilitas
7. Guru berperan sebagai pendorong, dan
8. Gruru berperan sebagai penilai proses dan hasil belajar anak.

2.2 Prinsip-Prinsip Pembelajaran di Sekolah Dasar
Masa usia sekolah dasar adalah masa kanak-kanak akhir yang berlangsung dari usia 6

hingga kira-kira usia 11 atau 12 tahun. Sesuai dengan karakteristik anak usia sekolah dasar yang
suka bermain, memiliki rasa ingin tahu yang besar, mudah terpengaruh oleh lingkungan dan
gemar membentuk kelompok sebaya. Oleh karena itu, pembelajaran di sekolah dasar di
usahakan untuk terciptanya suasana yang kondusif dan menyenangkan. Untuk itu, guru perlu
memperhatikan beberapa prinsip pembelajaran yang diperlukan agar terciptanya suasana yang
kondusif dan menyenangkan tersebut. Beberapa prinsip pembelajaran tersebut dapat diuraikan
secara singkat sebagai berikut:

1. Prinsip Motivasi adalah upaya guru untuk menumbuhkan dorongan belajar, baik dari
dalam diri anak atau dari luar diri anak, sehingga anak belajar seoptimal mungkin sesuai
dengan potensi yang dimilikinya.

2. Prinsip Latar Belakang adalah upaya guru dalam proses belajar mengajar memperhatikan
pengetahuan, keterampilan dan sikap yang telah dimiliki anak agar tidak terjadi
pengulangan yang membosankan.

3. Prinsip Pemusatan Perhatian adalah usaha untuk memusatkan perhatiannya dengan jalan
mengajukan masalah yang hendak dipecahkan lebih terarah untuk mencapai tujuan yang
hendak dicapai.

4. Prinsip Keterpaduan, merupakan hal yang penting dalam pembelajaran. Oleh karena itu,
guru dalam menyampaikan materi hendaknya mengaitkan suatu pokok bahasan dengan
pokok bahasan lain atau sub pokok bahasan dengan sub pokok bahasan lain agar anak
mendapat gambaran keterpaduan dalam proses perolehan hasil belajar.

5. Prinsip Pemecahan Masalah adalah situasi belajar yang dihadapkan pada masalah
masalah hal ini dimaksudkan agar anak peka dan juga mendorong mereka untuk mencari
memilih dan menentukan pemecahan masalah sesuai dengan kemampuannya.

6. Prinsip Menemukan adalah kegiatan menggali potensi yang dimiliki anak untuk mencari,
mengembangkan hasil perolehan nya dalam bentuk fakta dan informasi. Untuk itu, proses
belajar mengajar yang mengembangkan potensi anak tidak akan menyebabkan kebosanan.

7. Prinsip Belajar Sambil Bekerja, yaitu suatu kegiatan yang dilakukan berdasarkan
pengalaman untuk mengembangkan dan memperoleh pengalaman baru. Pengalaman belajar
yang diperoleh melalui bekerja tidak mudah dilupakan oleh anak. Dengan demikian, proses
belajar mengajar yang memberi kesempatan kepada anak untuk bekerja, berbuat sesuatu
akan memupuk kepercayaan diri, gembira dan puas karena kemampuannya tersalurkan
dengan melihat hasil kerjanya.

8. Prinsip Belajar Sambil Bermain, merupakan kegiatan yang dapat menimbulkan suasana
menyenangkan bagi siswa dalam belajar, karena dengan bermain pengetahuan
keterampilan, sikap dan daya fantasi anak berkembang. Suasana demikian akan mendorong
anak aktif dalam belajar.

9. Prinsip Perbedaan Individu, yakni upaya guru dalam proses belajar mengajar yang
memerhatikan perbedaan individu dari tingkat kecerdasan, sifat dan kebiasaan, atau latar
belakang keluarga. Hendaknya guru tidak memperlakukan anak seolah-olah sama semua.

10. Prinsip Hubungan Sosial adalah sosialisasi pada masa anak yang sedang tumbuh yang
banyak dipengaruhi oleh lingkungan sosial. Kegiatan belajar hendaknya dilakukan secara

berkelompok untuk melatih anak menciptakan suasana kerja sama dan saling menghargai
satu sama lainnya.

Memerhatikan dan menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran di atas sangat mendesak untuk
dilakukan oleh setiap guru yang melakukan proses pembelajaran di sekolah dasar. Tanpa itu,
pembelajaran hanya mampu menyentuh aspek ingatan dan pemahaman saja. Karena guru yang
masih cenderung mendominasi pengajaran, merupakan salah satu penyebab rendahnya hasil belajar
yang dicipta oleh siswa. Hasil belajar optimal harus dicapai oleh siswa, karena untuk saat ini hasil
belajar dijadikan patokan keberhasilan siswa serta dijadikan tolak ukur tercapainya tidaknya tujuan
pembelajaran dalam kegiatan belajar mengajar. Dengan melihat hasil belajar, maka bisa diukur
ketercapaian Standar Kompetensi (SK), Kompetensi Sasar (KD), serta bisa dijadikan patokan untuk
menentukan Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM).

2.3 Tujuan Pembelajaran di Sekolah Dasar
Mengingat pentingnya pendidikan dasar sebagai tonggak awal peningkatan sumber daya

manusia, banyak pihak menaruh perhatian bahwa pendidikan dasar adalah jembatan bagi upaya
peningkatan pengembangan SDM bangsa untuk dapat berkompetensi dalam Skala regional maupun
internasional. Di samping itu juga, sekolah dasar merupakan landasan bagi pendidikan selanjutnya.
Mutu pendidikan menengah dan pendidikan tinggi tergantung kepada dasar kemampuan dan
keterampilan yang dikembangkan sejak tingkat sekolah dasar. Mutu

pendidikan yang baik di tingkat Sekolah dasar akan menghasilkan di tingkat secara
sistematik mutu pendidikan pada jenjang pendidikan selanjutnya. Oleh karena itu, pada tingkat
sekolah dasar sangat memungkinkan Untuk dikembangkan usaha dalam perubahan mutu
pendidikan, hal ini dilakukan melalui penataan kelembagaan, pengelolaan, dan peningkatan mutu
pendidikan. Guru sebagai ujung tombak dalam pelaksanaan pendidikan merupakan pihak yang
sangat berpengaruh dalam proses pembelajaran. Kawasan Asia Tenggara (ASEAN), seperti:
Singapura, Thailand, Filipina, Malaysia lebih baik dibanding dengan negara Indonesia. Di
Indonesia, minat baca masyarakat masih rendah, yang otomatis berakibat pada sumber daya
manusia yang rendah pula. Padahal, minat itu merupakan kunci utama dalam belajar, termasuk
minat membaca. Pendeknya, tidak akan ada proses belajar atau membaca tanpa minat (ro learning
without interest). Problematika rendahnya minat membaca juga terlihat dari produk buku yang
dipublikasikan baik secara kuantitas maupun kualitas.

Ini sangat berkaitan dengan minat membaca masyarakat kita yang secara logika akan
berimbas kepada kultur membaca dan tentu saja berakibat pula kepada kemampuan membaca itu

sendiri, bahkan selanjutnya sangat berpengaruh terhadap minat menulis. Pemahaman terhadap
bacaan dapat dipandang sebagai suatu proses yang bergulir terus-menerus dan berkelanjutan,
Membaca pemahaman sebagai proses memercayai bahwa upaya memahami bacaan sudah terjadi
ketika kita belum membaca buku apa pun. Kemudian, pemahaman itu menapaki tahapan yang
berbeda dan terus berubah saat baris demi baris, kalimat demi kalimat, paragraf demi paragraf dari
bacaan itu, yakni ketika menutup buku, novel, atau apa saja. Apakah pemahaman sampai di sini?
Belum. Proses pemahaman terus berlangsung bahkan setelah proses membaca telah selesai. Agar
peningkatan pemahaman dalam diri siswa itu terjadi, guru perlu menciptakan kondisi yang
memungkinkan interaksi beberapa pihak dapat terjadi. Untuk itu, guru harus membuat perencanaan
yang mantap.

Tuntutan lain selain optimalnya hasil belajar siswa adalah tuntutan sebagaimana yang
diamanatkan oleh Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) No. 20 Tahun 2003 yang
menghendaki upaya pengembangan potensi diri dan keterampilan siswa. Dua aspek ini akan
tercapai jika guru membangun kemampuan kreativitas siswa. Dengan kreativitas yang tinggi, maka
potensi dan keterampilan diri siswa akan berkembang. Amanat tersebut juga sekaligus
mengisyaratkan bahwa pembentukan sumber daya manusia berkualitas merupakan prioritas
pandidikan di Indonesia. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa pendidikan masih diabdikan
untuk menghasilkan manusia berkualitas untuk menjadi insan yang berpengetahuan dan
berakhlakul karimah (akhlak mulia).

Rendahnya minat baca menjadi problem utama yang dihadapi bangsa kita. Hal ini terlihat
dari tertinggalnya kualitas SDM kita oleh negara-negara tetangga, dan ini menunjukkan kualitas
pendidikan kita lebih rendah dibanding mereka.

2.4 Peran Guru dalam Pembelajaran
Mengingat pentingnya pendidikan dasar sebagai toggak awal peningkatan SDM,banyak

pihak menaruh Perhatian bahwa pendidikan dasar adalah jembatan bagi upaya peningkatan
pengembangan SDM bangsa untuk dapat berkompetensi dalam skala regional maupun
internasional.di samping itu juga,sekolah pendidikan dasar Merupakan landasan bagi pendidikan
selanjutnya.mutu pendidikan menengah dan pendidikan tinggi tergantung kepada dasar
kemampuan dan keterampilan yang dikembangkan sejak tingkat sekolah dasar. Mutu pendidikan
yang baik di tingkat sekolah dasar akan menghasilkan di tingkat secara sistematik mutu pendidikan
pada jenjang pendidikan selanjutya. Oleh karena itu, pada tingkat sekolah dasar Sangat
memungkinkan untuk di kembangkan usaha dalam perubahan mutu pendidikan, dan peningkatan
mutu pendidikan.

Guru sebagai ujung tombak dalam pelaksanaan pendidikan merupakan pihak yang sangat
berpengaruh Dalam proses pembelajaran. kepiawaian dan kewibawaan guru sangat menentukan
kelangsungan proses belajar di kelas maupun efeknya di luar kelas. Guru harus pandai membawa
siswanya kepada tujuan yang hendak di capai. Ada beberapa hal yang membentuk kewibawaan
guru, antara lain penguasaan materi yang di ajarkan,metode mengajar yang sesuai dengan situasi
siswa maupun antarsesama guru dan unsur lain yang terkait dalam proses pendidikan seperti
administrasi,kepala sekolah dan tata usaha serta masyarakat sekitarnya, pengalaman dan
keterampilan guru itu sendiri.

Namun sayangnya, sebagimana dilaporkan oleh Solihatin-Raharjo (2007), menyebutkan
bahwa dalam pembelajaran di sekolah dasar saat ini, guru masih menganggap siswa sebagai objek,
bukan sebagai subjek dalam pembelajaran,sehingga guru dalam proses pembelajaran masih
mendominasi aktivitas belajar. Siswa hanya menerima informasi dari guru secara pasif.
Selanjutnya,Solihatin menyebutkan Kelemahan-kelemahan di lapangan, antara lain ditemukan
sebagai berikut

a.Model pembelajaran konvensional/Ceramah.
b.Siswa hanya di jadikan objek pembelajaran.
c.Pembelajaran yang berlangsung cenderung tidak melibatkan pengembangan pengetahuan
siswa, karena guru selalu mendominasi Pembelajaran (teacher centered),akibatnya proses
pembelajaran sangat terbatas, sehingga kegiatan pembelajaran hanya di arahkan pada
mengetahui (learning to know), Ke arah pengembangan aspek kognitif dan mengabaikan aspek
afektif serta psikomotor.
d.Pembelajaran bersifat hafalan semata sehingga kurang bergairah dalam belajar
e.Dalam proses pembelajaran proses interaksi searah hanya dari guru ke siswa.

Salah satu upaya mengatasi permasalahan ini,guru harus mampu merancang model
pembelajaran yang bermakna bagi siswa. Untuk itu guru harus kreatif dalam mendesain model
pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat berpartisipasi,aktif, kreatif, terhadap materi yang di
ajarkan. Dengan cara demikian diharapkan siswa dapat memahami materi yang diberikan dan
mencapai Pembelajaran bermakn

Pentingnya merancang model pembelajaran yang bermakna ini karena fungsi setiap
matapembelajaranyangbermakna ini karena fungsi utama setiap mata pelajaran disekolah
dasar,yaitu mengembangkan pengetahuan, nilai,dan sikap, serta keterampilan sosial yang di hadapi
sehari hari serta menumbuhkan rasa bangga dan cinta terhadap perkembangan masyarakat
Indonesia sejak masa lalu hingga masa kini, Sedangkan tujuannya agar siswa mampu

mengembangkan pengetahuannya, nilai dan sikap serta keterampilan sosial agar siswa merasa
bangga sebagai bangsa Indonesia.

2.5 Pembelajaran Terpadu

Dunia anak adalah dunia nyata dan tingkat perkembangan mental anak selalu dimulai dari
tahap berpikir nyata dalam kehidupan sehari-hari yang memandang objek yang ada di sekelilingnya
secara utuh. Untuk itu, pembelajaran hendaknya dari lingkungan terdekat, yaitu mulai dari diri
sendiri kemudian dikembangkan kepada keluarga dan sekolah. Di pihak lain, proses pembelajaran
di kelas masih tampak adanya pemisahan antara mata pelajaran satu dengan mata pelajaran lainnya
sehingga anak akan merasa menerapkan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan pembelajaran
terpadu. memungkinkan serta ilustrasi pembelajaran yang dapat mencapai beberapa target konsep
yang ada dalam beberapa mata pelajaran (Fogarty, 1991).

Gambaran di atas sesuai dengan landasan pemikiran pembelajaran terpadu seperti yang
dikembangkan oleh Tim Pengembangan PGSD (1997) yang mengemukakan bahwa pembelajaran
terpadu dikembangkan dengan landasan pemikiran, sebagai berikut:

1. Progresivisme
Aliran ini menyatakan bahwa pembelajar an seharusnya berlangsung secara alami, tidak artifisial.
Pembelajaran di sekolah harus dapat mengakomodasi keadaan dalam dunia nyata sehingga dapat
memberikan makna kepada kebanyakan siswa.

2. Konstruktivisme
Aliran ini menyatakan bahwa pengeta huan dikonstruksi sendiri oleh individu dan pengalaman
merupakan kunci utama dari belajar bermakna. Belajar bermakna tidak akan terwujud hanya dengan
mendengarkan ceramah atau dengan membaca buku tentang pengalaman orang lain. Memahami
sendiri merupakan kunci utama kebermaknaan dalam pembelajaran.

3. Landasan normatif
Aliran ini menghendaki bahwa pembelajaran terpadu hendaknya dilaksanakan berdasarkan
gambaran ideal yang ingin dicapai oleh tujuan-tujuan pembelajaran.

4. Landasan praktis
Aliran ini mengharapkan bahwa pembelajaran terpadu dilaksanakan dengan memerhatikan situasi
dan kondisi praktis yang berpengaruh terhadap kemungkinan pelaksanaannya mencapai hasil yang
optimal.

5. Developmentally Appropriate Practice (DAP)
yaitu prinsip yang menyatakan bahwa pembelajaran harus disesuaikan dengan perkembangan usia
dan individu yang meliputi perkembangan kognitif, emosi, minat, dan bakat siswa.

Teori-teori lain yang sangat mendukung tentang pentingnya pembelajaran terpadu Ini antara
lain:
1. Teori Perkembangan Jean Plaget

Jean Piaget menyatakan bahwa seorang anak maju melalui empat tahap perkembangan
kognitif sejak lahit hingga dewasa, yaitu: tahap sensori motor, pra-operasional, operasi konkret, dan
operasi formal. Kecepatan perkembangan tiap individu melalui urutan tiap tahap ini berbeda dan
tidak ada individu yang melompati salah satu tahap ini.
2. Teori Belajar Konstruktivisme

Teori belajar konstruktivisme menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan
mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama, dan
merevisinya apakah aturan-aturan itu tidak sesuai lagi. Menurut Slavin dalam Trianto (2007:26),
agar siswa benar benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus memecahkan
masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, dan berusaha dengan susah payah dengan ide-
ide.

Pada dasarnya, pendekatan konstruktivisme menghendaki bahwa pengetahuan dibentuk
sendiri oleh individu dan pengalaman merupakan kunci utama dari belajar bermakna. Belajar
bermakna tidak akan terwujud hanya dengan mendengarkan ceramah atau dengan membaca buku
tentang pengalama orang lain.
3. Teori Vigotsky

Vigotsky mengatakan bahwa, pembelajaran terjadi apabila anak bekerja atau belajar
menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas itu masih berada dalam jangkan
kemampuannya, atau tugas-tugas tersebut berada dalam zone proximal development
(Trianto:2007).

Ada dua implikasi utama teori Vigotsky dalam pembelajan sains pertama, dikehendakinya
suasana kelas, berbentuk pembelajaran kooperatif antarsiswa, sehingga siswa dapat berinteraksi di
sekitar tugas-tugas yang sulit dan saling memunculkan strategi pemecahan masalah yang efektif di
dalam masing-masing zone of proximal development mereka. Kedua, dalam pembelajaran
menekankan scaffolding sehingga siswa semakin lama semakin bertanggung jawab terhadap
pembelajarannya sendiri.
4. Teori Bandura

Menurut Bandura bahwa sebagian besar manusia belajar melalui pengamatan secara selektif
dan mengingat tingkah laku orang lain. Seseorang belajar menurut teori ini dilakukan dengan
mengamati tingkah laku orang lain (model), hasil pengamatan ini kemu dian dimantapkan dengan

cara menghubungkan pengalaman baru dengan pengalaman sebelumnya atau mengulang-ulang
kembali.
5. Teori Brunner

Jerome Brunner, adalah seorang ahli psikologi Harvard adalah salah seorang pelopor
pengembangan kurikulum terutama dengan teori yang dikenal dengan pembelajaran penemuan
(inkuiri). Teori Brunner selanjutnya disebut pembelajaran penemuan, adalah suatu model
pengajaran yang menekankan pentingnya pemahaman tentang struktur materi dari suatu ilmu yang
dipelajari perlunya belajar secara aktif sebagai dasar dari pemahaman sebenarnya, dan nilai dari
berpikir secara induktif dalam belajar.

Menurut Brunner, belajar akan lebih bermakna bagi siswa jika mereka memusatkan
perhatian untuk memahami struktur materi yang dipelajarinya.

2.6 Pengembangan Kreativitas

Kreativitas adalah kemampuan untuk memikirkan mengenai sesuatu dengan cara baru yang
tidak biasa dan menampilkan cara pemecahan masalah yang unik. Kreativitas dan kecerdasan bukan
hal yang sama. Sternberg (1999) memperkenalkan kreatifitas dalam teori mengenai kecerdasan,
mengatakan bahwa banyak individu-individu yang kecerdasannya tinggi yang menghasilkan karya
karya besar tetapi tidak selalu karya-karya baru. Dia juga percaya bahwa orang orang yang kreatif
menentang pendapat orang banyak, sedangkan orang yang kecerdasannya tinggi tapi tidak kreatif
seringkali berusaha untuk menyenangkan orang banyak. Orang-orang yang kreatif cenderung
berpikir divergen (Guildford, 1967). Berpikir divergen, menghasilkan berbagai jawaban terhadap
sebuah pertanyaan. Sebaliknya, cara berpikir yang dipersyaratkan dalam berpikir konvensional,
adalah berpikir konvergen. Misalnya, pertanyaan “berapa lembar uang seribuan yang akan kamu
dapat, bila kamu menukarkan selembar uang sepuluh ribuan ? ”Untuk pertanyaan ini hanya ada satu
jawaban yang benar. Berbicara mengenai kecerdasan dan kreativitas, kebanyakan orang kreatif
memang benar-benar cerdas, tetapi tidak semua orang cerdas kreatif.

1. Bagaimana membimbing anak agar kreatif?

Ada beberapa cara yang harus dilakukan :

a. Libatkan anak dalam kegiatan Brainstorming, sehingga menghasilkan sebanyak mungkin ide

Brainstorming adalah sebuah kegiatan yang memberikan kebebasan anak untuk
mengutarakan pikiran-pikirannya secara bebas mengenai sebuah ide tertentu. Brainstorming ini
merupakan sebuah teknik dimana anak didorong untuk berani mengutarakan ide-ide (kreatif) nya
dalam sebuah kelompok, menyajikannya bersama ide-ide orang lain, dan mengatakan apa yang ada

dalam pikirannya. Teman-teman yang mendengarkan disarankan untuk menahan diri untuk tidak
menyampaikan kritik, paling tidak hingga akhir presentasi. Hal ini perlu dilakukan agar anak berani
mengemukakan ide-idenya, apapun idenya. Kesempatan-kesempatan untuk mengeluarkan ide-ide
itu perlu dijadwalkan agar anak mau mengeluarkan sebanyak-banyak idenya walaupun ide tersebut
tidak kreatif. Pablo Picasso, pelukis Spanyol yang terkenal, telah membuatkan sebanyak 20.000
karya seni. Dari karya-karya yang dia hasilkan tersebut, yang tergolong karya besar hanya beberapa.
Hal ini menunjukkan bahwa untuk bisa menghasilkan karya seni yang benar-benar karya besar,
tidak bisa sekali jadi. Makin banyak ide yang dikeluarkan oleh anak, maka makin besar
kemungkinan dia mengkreasikan sesuatu yang unik. Anak yang kreatif tidak takut untuk gagal dan
tidak takut melakukan kesalahan. Mereka mungkin saja memasuki 20 kali jalan buntu sebelum dia
bisa mengutarakan/ menemukan sebuah ide yang inovatif. Anak harus berani menghadapi risiko
tersebut, sebagaimana dialami oleh Picasso.

b. Buatlah lingkungan sedemikian rupa, agar bisa menstimulasi (merangsang) kreativitas anak.

Setiap anak memiliki rasa ingin tahu yang alami. Guru yang ingin mengembangkan
kreatifitas anak bisa mengandalkan rasa ingin tahu pada anak tersebut sebagai sebuah sarana agar
anak bisa bebas berpikir. Untuk itu sebaiknya guru melakukan kegiatan-kegiatan yang justru
membuat anak mencari jawaban-jawaban yang muncul dari pikiran anak sendiri, tidak mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang jawabannya harus dihafal, yang ada dalam benak guru atau dalam
pikiran guru. Guru bisa juga merangsang kreatifitas dengan cara mengajak anak-anak ketempat-
tempat dimana kreativitas ditampilkan, misalnya di museum (untuk anak-anak ), di galeri-galeri
yang menampilkan proses-proses fisika atau penemuan-penemuan ilmiah (Museum Ilmiah di
SABUGA ITB).

c. Hindari mengendalikan anak secara berlebihan.

Hindari mengendalikan anak secara berlebihan. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa
mengajarkan pada anak hal apa saja yang harus dilakukan, membuat mereka beranggapan bahwa
hal yang original itu salah, buruk, dan bahwa kegiatan menjelajah (eksplorasi) itu adalah perbuatan
yang sia-sia. Memberi kesempatan pada anak untuk memilih sesuatu hal sesuai minatnya dan
mendukung minatnya tersebut yang mungkin berbeda dari anak lain, akan meningkatkan rasa ingin
tahunya. Hal ini akan lebih baik, dari pada guru mendiktekan aktivitas-aktivitas mana yang harus
mereka kerjakan. Bila orangtua atau guru terus menerus menunggui anak maka anak akan merasa
bahwa dia (pekerjaannya) selalu diawasi. Bila anak merasa diawasi terus maka semangat untuk
berpetualang, maupun keberanian untuk mengambil risiko melakukan kreatifitas bisa menjadi
surut, dan mereda. Hal lain yang bisa merusak kreatifitas anak adalah harapan atau tuntutan yang

terlalu tinggi agar anak menunjukkan prestasi kerja, dan agar dia melakukan segala sesuatu secara
sempurna.

d. Kembangkan motivasi yang ada dalam diri anak.

Kegiatan-kegiatan kreatif yang dilakukan anak secara bebas, menimbulkan sebuah
kesenangan tersendiri bagi anak. Oleh karena itu, penggunaan hadiah yang terlalu eksesif (misalnya
mainan, uang atau benda-benda lain) bisa menghambat kreatifitas. Karena kesenangan yang muncul
sebagai akibat dari kegiatan-kegiatan kreatif itu sendiri menjadi pudar oleh hadirnya iming-iming
hadiah. (Amabile dan Hennessey, 1992, dari Santrock, 2004).

e. Kembangkan cara berpikir fleksibel, dengan cara yang menyenangkan.
Seorang pemikir yang kreatif pada saat menghadapi masalah, dia bersikap fleksibel dan

cenderung mengolah masalah. Dalam proses ini akan sering muncul paradoks (hal-hal yang
bertentangan). Usaha untuk berpikir kreatif akan berjalan lancar bila siswa menghadapinya dengan
senang hati. Dalam bahasa sederhananya, humor bisa menjadi pelumas dari roda-roda kreatifitas.
Pada saat anak “bercanda ria” mereka cenderung menampilkan pemecahan-pemecahan masalah
yang tidak biasa, yang unik. Bersenang-senang dan bergurau, akan membantu melepaskan sensor
dalam diri yang biasanya “memarahi, mengutuk, melarang“ ide-ide bebas anak sebagai sebuah hal
yang kurang baik.

f. Kalau mungkin undang orang-orang yang kreatif sehingga anak bisa mendapat pengalaman
kreatif.
Minta mereka menerangkan pada anakanak hal apa atau pengalaman apa yang membuat

mereka menjadi orang yang kreatif. Bisa juga tokoh yang kreatif itu diminta menampilkan
kemampuan kreatifnya. Guru bisa mengundang penulis yang kreatif, penyair, musikus, ilmuwan
atau siapa saja, bisa membawa barang-barang yang dia miliki atau hasil-hasil karyanya ke dalam
kelas, sehingga kelas menjadi semacam podium/ teater yang menyajikan kreatifitasnya pada anak-
anak. Salah satu pengarang yang terkenal di USA (Richard Lewis, 1997 dari Santrock 2004)
mengunjungi salah satu kelas yang mengundangnya. Dia membawa sebuah kelereng kaca yang
besar, dia pegang diatas kepalanya, sehingga setiap anak bisa melihat spectrum warna yang ada
dalam kelereng kaca tersebut. Dia bertanya, “Siapa yang bisa melihat apa yang sedang terjadi dalam
bola kaca ini?” Lalu dia minta anak-anak menuliskan, apa yang mereka masing masing lihat dalam
kelereng tersebut. Seorang siswa menulis, bahwa ia melihat pelangi sedang terbit, ada matahari
sedang bergerak terus, lalu dia lihat matahari itu tidur dengan bintang-bintang. Dia juga melihat
hujan turun ke tanah, lalu dia lihat ranting-ranting patah, buah apel berjatuhan dari pohonnya dan
melihat angin meniup daun-daunan.

2.7 Sikap Kreatif
1. Definisi Kreatif

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) “Kreatif adalah kemampuan untuk
menciptakan atau daya cipta, kreativitas juga dapat bermakna sebagai kreasi terbaru dan orisinil
yang tercipta, sebab kreativitas suatu proses mental yang unik untuk menghasilkan sesuatu yang
baru, berbeda dan orisinil.” Pembicaraan tentang kreatif tidak dapat terlepas dari pembahasan
tentang sikap kreatif. Menurut Carin dan Sund (1975: 303), orang-orang kreatif memiliki
karakteristik tertentu. Mereka memiliki rasa ingin tahu, banyak akal, mempunyai keinginan
menemukan, memilih pekerjaan sulit, senang menyelesaikan masalah, mempunyai dedikasi
terhadap pekerjaan, berpikir luwes, banyak bertanya, memberikan jawaban yang lebih baik dari
yang lainnya, mampu menyintesis, mampu melihat implikasi baru, mempunyai semangat tinggi
untuk menyelidik, dan mempunyai pengetahuan yang luas.

Adapun Russefendi (1991: 238) mengemukakan bahwa manusia yang kreatif ialah manusia
yang selalu ingin tahu, fleksibel, awas, sensitif terhadap reaksi dan kekeliruan, mengemukakan
pendapat dengan teliti dan penh keyakinan tidak bergantung pada orang lain, berpikir ke arah yang
tidak diperkirakan, berpandangan jauh, cakap menghadapi persoalan, tidak begitu saja menerima
suatu pendapat, dan kadang susah diperintah.

2. Bentuk – Bentuk Kreatif
Di dalam kehidupan di dunia ini, sikap kreatif dapat diwujudkan melalui berbagai hal.

Bentuk-bentuk kreatif itu sendiri meliputi:
a. Ide Kreatif
Pemikiran kreatif akan memicu munculnya ide unik yang tidak terpikir sebelumnya, Ide

adalah pemikiran yang dapat menciptakan solusi dari permasalahan yang terjadi di tengah
masyarakat.

b. Produk Kreatif (Barang dan Jasa)
Produk kreatif dihasilkan dari ide-ide yang muncul. Jadi, bisa dikatakan jika produk adalah

tangan panjang dari ide. Ide yang diejawantahkan dalam bentuk produk tertentu akan sangat
berguna bagi masyarakat dan konsumen. Tanpa ada proses kreatif, maka produk yang dihasilkan
tidak bisa sesuai dengan kebutuhan zaman.

c. Gagasan Kreatif

Kreatif dapat juga diwujudkan dalam bentuk gagasan. Gagasan ini dapat dikemukakan
langsung atau melalui tulisan. Banyak media yang dapat digunakan untuk mengeluarkan gagasan
kreatif.

3. Contoh Sikap Kreatif
• Memanfaatkan drum menjadi bangku cantik untuk ruang tamu. Drum ini dicat ulang dan
diberi beberapa ornamen sehingga membuatnya menjadi bangku yang indah untuk
menemani orang-orang yang bertamu di rumah Anda.
• Buku bekas tebal yang sudah tidak terpakai bisa Anda gunakan sebagai pot tanaman. Pada
bagian tengah buku, silakan dilubangi lantas diberi media tanam seperti tanah dan kemudian
Anda tanami bunga atau tanaman hias. Pot buku tebal bisa ditaruh sebagai hiasan cantik di
sudut ruangan!
• Gantungan baju dari roda sepeda. Bagi orang-orang yang kreatif, benda yang rusak pun bisa
memiliki nilai fungsi yang tinggi. Contohnya adalah roda sepeda tak terpakai. Benda ini
dapat digantung pada tiang yang tinggi untuk menjemur baju-baju Anda.
• Vertical Garden dari botol Aqua bekas. Dikarenakan lahan yang sempit, banyak orang yang
menjadikannya dalih untuk tidak melakukan penghijauan. Namun, beda dengan orang
kreatif. Mereka akan membuat vertical garden dari barang bekas yakni botol aqua. Dengan
menggantungkan botol tersebut dengan susunan vertikal, lantas dilubangi pada bagian
tengahnya sebagai media tanam, maka taman vertikal di rumah Anda pun akan tampak
cantik.
• Gelang warna yang terbuat dari manik-manik dan peniti. Pengerjaan dari produk kreatif ini
relatif mudah serta akan memiliki nilai seni yang tinggi. Meskipun hasilnya bagus, tapi tetap
saja membutuhkan kesabaran ekstra untuk membuatnya.

4. Teori Pembentukan Sikap Kreatif
Banyak teori yang membahas tentang pembentukan sikap atau pribadi kreatif, Munandar

(2009: 32) misalnya memaparkan teori-teori pembentukan pribadi kreatif menurut pandangan teori
psikoanalisis dan teori humanistis yang digunakan sebagai landasan pendidikan anak berbakat,
antara lain:
a. Teori Psikoanalisis

Pertama, menurut teori Freud, yang dipelopori oleh Sigmund Freud (1856-1939) adalah tokoh
utama yang menganut pandangan bahwa kemampuan kreatif merupakan ciri kepribadian yang
menetap pada lima tahun pertama dari kehidupan. la menjelaskan proses kreatif dari "mekanisme
pertahanan", yang merupakan upaya tak sadar untuk menghindari kesadaran mengenai ide-ide yang

tidak menyenangkan atau tidak dapat diterima. Karena mekanisme pertahanan mencegah
pengamatan yang cermat dari dunia dan karena menghabiskan energi psikis, mekanisme pertahanan
biasanya merintangi produktivitas kreatif. Meskipun kebanyakan mekanisme pertahanan
menghambat tindakan kreatif, mekanisme sublimasi justru merupakan penyebab utama dari
kreativitas.

Kedua, teori Kris dari Ernest Kris (1900-1957) yang menekankan bahwa mekanisme
pertahanan regresi (beralih ke perilaku sebelumnya yang akan memberi kepuasan, jika perilaku
sekarang tidak berhasil atau tidak memberi kepuasan) juga sering muncul dalam tindakan kreatif.
Jika seseorang mampu untuk regress ke kerangka berpikir atau pola perilaku seperti anak, rintangan
antara alam pikiran sadar dan tidak sadar menjadi kurang, dan bahan yang tidak disadari yang sering
mengandung benih kreativitas dapat menembus ke alam kesadaran. Orang-orang kreatif adalah
mereka yang paling mampu memanggil bahan-bahan dari alam pikiran tidak sadar, dengan
demikian mereka dapat melihat masalah-masalah serius dalam kehidupan dengan cara yang segar
dan inovatif.

Ketiga, teori Jung dari Carl Jung (1857-1961) yang mengemukakan bahwa ketidaksadaran
memainkan peranan yang sangat penting dalam kreativitas tingkat tinggi. Alam pikiran yang tidak
disadari dibentuk oleh masa lalu pribadi.

2. Teori Humanistis
Berbeda dengan teori psikoanalisis, teori humanistis melihat kreativitas sebagai hasil dari

kesehatan psikologis tinggi. Kreativitas dapat berkembang selama hidup, dan tidak terbatas pada
lima tahun pertama. Di antara tokoh-tokoh yang termasuk kategori teori humanistis ini ialah teori
Maslow, yang ditokohi oleh Abraham Maslow (1908-1970), pendukung utama dari teori
humanistis. Menurutnya manusia mempunyai naluri-naluri dasar yang menjadi nyata sebagai
kebutuhan, di mana kebutuhan tersebut harus dipenuhi dalam urutan tertentu.

Tokoh berikutnya yang termasuk teori humanistis ini ialah teori Rogers, dari Carl Rogers
(1902-1987). Rogers mengemukakan tiga kondisi dari pribadi kreatif, yaitu: keterbukaan terhadap
pengalaman, kemampuan untuk menilai situasi sesuai patokan pribadi seseorang (internal locus of
evaluation), dan kemampuan untuk bereksperimen.

2.8 Berfikir Kreatif
Setelah membahas apa itu kreatif ? dan bagaimana proses pembentukan sikap kreatif

tersebut?. Pada sub materi kali ini melanjutkan pembahasan tersebut mengenai apa iru berfikir
kreatif ? dan penerapannya pada pembelajaran di sekolah dasar. Telah dijelaskan, kreativitas adalah
kemampuan untuk mengungkapkan hubungan-hubungan baru, melihat sesuatu dari sudut pandang

baru dan membentuk kombinasi baru dari dua konsep atau lebih yang dikuasai sebelumnya.
Kreativitas ini juga bersifat spontan, terjadi karena adanya arahan yang bersifat internal, dan
kepberadaanya tiak terprediksi. Secara garis besar, maka berpikir kreatif dapat dimaknai dengan
berpikir yang dapat menghubungkan atau melihat sesuatu dari sudut pandang yang baru.

Dalam kehidupan sehari-hari tentunya kita sering mengalami dan menghadapi
permaslaahan. Baik masalah yang muncul berulang (routine problems) atau juga permasalahan baru
yang belum pernah terjadi sebelumnya (nonroutine problems). Maka dari itu diperlukan cara yang
efektif dan efisien dalam memecahkan masalah-masalah tersebut, salah satu solusinya dengan
kemampuan berfikir kreatif. Torrance dalam Filsaime (2008 : 20) menganggap berfikir kreatif
merupakan sebuah proses yang melibatkan unsur-unsur orisinalitas, kelancaran, fleksibelitas, dan
elaborasi.

Dikatakan lebih jelas, berfikir kreatif dalam memecahkan suatu masalah adalah sebuah
proses menjadi sensitif atau sadar terhadap masalah-masalah, kekurangan, dan celah-celah di dalam
pengetahuan yang didalamnya tidak ada solusi yang dipelajari, membawa informasi yang aad di
dalam memori atau sumber-sumber eksternal, mendefinisikan kesulitan, mencari solusi-solusi,
menduga, menciptakan alternatif-alternatif yang mungkin untuk menyelesaikan masalah tersebut,
menguji kembali alternatif yang sebelumnya sudah ditemukan, menyempurnakannya dan pada
akhirnya mengomunikasikan hasil-hasilnya.

Definisi berfikir kreatif ini dikemukakan oleh Ennis (1981), dapat dimanifestasikan
kedalam 5 kelompok keterampilan berfikir, yaitu :

a. Memberikan penjelasan sederhana (elemtary clarification)
b. Membnagun Keterampoilan Dasar (basic support)
c. Menyimpulkan (inference)
d. Memberi penjelasan lanjut (advanced clarification)
e. Mengatur Strategi dan taktik (strategy and tactics)
Dari berfikir kretaif ini dapat menumbuhkan ketekunan dan disiplin penuh. Yang
didalamnya dapat melibatkan aktivitas mental, seperti :

a. Mengajukan pertanyaan
b. Mempertimbangkan informasi baru dan ide yang tidak lazim dengan pemikiran terbuka
c. Membangun keterkaitan, khususnya di hal-hal yang berbeda
d. Menghubungkan berbagai hal yang bebas
e. Menerapkan imajinasi di setiap situasi untuk menghasilkan hal baru dan berbeda

f. Mendengarkan intuisi
Selanjutnya, ada komponen-komponen berfikir kreatif yang dikemukakan oleh Munandar
(1999), berikut ini penjelasannya :

a. Keterampilan berfikir lancar (fluency)
Ciri- Cirinya :

1. Mencetuskan banyak gagasan, jawaban, penyelesaian masalah atau pertanyaan.
2. Memberikan banyak cara atau saran dlam melakukan berbagai hal.
3. Selalu memikirkan lebih dari satu jawaban.
Ditunjukkan dengan perilaku siswa, :

1. Mengajukan banyak pertanyaan.
2. Menjawab dengan sejumlah jawaban jika ada pertanyaan.
3. Memiliki banyak gagasan cara penyelesaian masalah.
4. Lancar dalam mengungkapkan gagasannya.
5. Bekerja lebih cepat dan melakukan hal lebih banyak dari anak-anak lain.
6. Cepat melihat dan mendeteksi kesalahan atau kekurangan dari suatu objek atau

situasi.
b. Keterampilan berfikir luwes (flexibelity)
Ciri- Cirinya :

1. Menghasilkan gagasan, jawaban, atau pertanyaan yang bervariasi.
2. Dapat melihat masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda.
3. Mencari alternatif atau arah yang berbeda-beda.
4. Mampu dengan mudah mengubah cara pendekatan atau cara pemikiran.
Ditunjukkan dengan perilaku siswa, :

1. Memeriksa aneka ragam penggunaan yang tidak lazim dari suatu objek
2. Memberi macam-macam penafsiran (interpretasi) terhadap suatu gambar, cerita,

atau masalah.
3. Menerapkan suatu konsep atau asa dengan cara yang berbeda-beda.
4. Memberikan pertimbangan terhadap situasi yang berbeda dari orang lain.
5. Dalam pembahasan atau mendiskusikan situasi selalu mempunyai posisi yang

berbeda atau bertentangan dengan mayoritas kelompok.
6. Memikirkan penyelesaian yang bermacam-macam dan berbeda-beda terhadap

suatu masalah.

7. Menggolongkan hal-hal menurut pembagian (kategori) yang berbeda-beda
8. Mampu mengubah arah berfikir secara spontan.
c. Berfikir orisinil (originality)
Ciri- Cirinya :

1. Mampu mengungkapkan hal yang baru dan unik.
2. Memikirkan cara yang tidak lazim untuk mengungkapkan diri.
3. Mampu mebuat kondisi yanh tidak lazim dari bagian-bagian atau unsur-usur.
Ditunjukkan dengan perilaku siswa, :

1. Memikirkan masalah-masalah dan hal-hal yang tidak pernah tepikir oleh orang
lain.

2. Mempertanyakan cara-cara yang lama dan berusaha memikirkan cara-cara yang
baru.

3. Memilih asimetri dalam gambar atau membuat desain.
4. Memiliki cara berfikir yang lain dari yang lain.
5. Mencari pendekatan baru.
6. Setelah gagasan-gagasan bekerja untuk menemukan penyelesaian baru, lebih

senang menyintesis daripada menganalisis situasi.
d. Keterampilan memerinci (elaboration)

Keterampilan memerinci atau mengelaborasi adalah kemampuan atau keterampilan
memperkaya dan mengembangan suatu gagasan sehingga lebih menarik.

Ciri- Cirinya :

1. Mampu memperkaya dan mengembangkan suatu gagasan atau produk.
2. Menambah atau mengembangkan suatu gagasan atau produk.
3. Menambah atau memerinci secara detail dari suatu objek, gagasan, ataupun

situasi sehingga lebih menarik.
Ditunjukkan dengan perilaku siswa, :

1. Mencari arti yang lebih mendalam terhadap jawaban atau pemecahan masalah
dengan melakukan langkah-langkah yang terperinci.

2. Mengembangkan atau memperkaya gagasan orang lain.
3. Mencoba atau menguji secara detail untuk melihat arah yang akan ditempuh.
4. Mmepunyai rasa keindahan yang kuat sehingga tidak puas dengan penampilan

yang kosong dan sederhana.

5. Membuat garis-garis, warna-warna dan detail-detail tethadap gambarnya sendiri
ataupun gambar orang lain.

Selanjutnya, pembahasan mengenai alasan pentingnya belajar kreatif. Menurut Treffinger
dalam Munandar (1984:37) :

a. Belajar kreatif membantu anak menjadi lebih berhasil-guna jika kita tidak bersama
mereka.
Belajar kreatif adalah aspek penting dari upaya kita membantu siswa agar mereka lebih
mampu menangani dan mengarahkan belajar bagi mereka sendiri. Dengan pesatnya
perubahan masyarakat dan teknologi, kita tidak mungkin mengajarkan anak-anak
sesuatu yang harus mereka tahu untuk hari depan mereka. Kita pun tidak hanya
mengajarkan agar anak-anak dapat mengulang kembali ide-ide. Kita mengharapkan
anak-anak dapat belajar hal-hal yang berharga dan bermanfaat bagi dirinya sehingga
mereka mampu dan siap menghadapi masalah-masalah pada waktu kita tidak bersama
mereka.

b. Belajar kreatif menciptakan kemungkinan-kemungkinan untuk memecahkan masalah-
masalah yang tidak mampu kita ramalkan, yang timbul di masa depan.
Dunia kita cepat sekali berubah. Pada sepuluh tahun terakhir ini kita saksikan
perkembangan yang cepat di segala bidang: teknologi, ekonomi, sosial, pendidikan, dan
sebagainya. Masalah-masalah yang kita hadapi sekarang ini sangat berbeda dengan
masalah-masalah yang kita hadapi dua puluh tahun yang lalu.

c. Belajar kreatif dapat menimbulkan akibat yang besar dalam kehidupan kita.
Banyak pengalaman belajar kreatif yang lebih daripada sekedar hobi atau hiburan bagi
kita. Kita makin menyadari bahwa belajar kreatif dapat mempengaruhi, bahkan
mengubah karir dan kehidupan pribadi kita. Di samping itu, belajar kreatif dapat
menunjang kesehatan jiwa dan kesehatan jasmani kita.

d. Belajar kreatif dapat menimbulkan kepuasan dan kesenangan yang besar.
Dengan belajar kreatif memungkinkan timbulnya ide-ide, cara-cara, dan hasil-hasil
baru sebagai sumbangan yang berharga pada pembangunan nasional.

Berfikir kreatif adalah suatu cara emmbangun ide yang dapat diterapkan dalam kehidupan.
Proses kreatif ini muncul jika ada stimulus. Berikut berbagai langkah dalam melakukan proses
kreatif, melalui 5 tahap yaitu :

1. Stimulus
Konteks stimulus pada kaitanya, diartikan sebagai rangsangan atau awlan yang

diberikan oleh guru untuk memancing dan memicu siswa untuk menantangnya berfikir akan
suatu permasalahan atau objek.

2. Eksplorasi
Sebelum membuat atau mengabil suatu keputusan , siswa dibantu untuk

memerhatikan alternatif-alternatif pilihan yang ada. Untuk berfikir kreatif, siswa harus
menginvestigasi secara lanjut. Teknik-teknik perlu dilakukan untuk meningkatkan range
dan kualitas dari ide yang dikumpulkan. Teknik ini meliputi :

a) Different Thinking, jenis berfikir yang membangun, banyak jawaban yang berbeda,
dan tidak terbatas.

b) Differing Judgement, prinsip berpikir sekarang lalu mempertimbangkannya.
Prinsip ini berguna saat siwa bekerja secara individu atau memikirkan ide-ide
dalam suatu kelompok.

c) Extending Effort, Memperluas upaya siswa perlu diberi kesempatan, dukungan,
minat, pertanyaan, dan stimulus dari orang dewasa.

d) Allowing Time, memberi siswa waktu yang cukup untuk membangun ide-ide
dengan tahapan penting dalam proses kreatif.

e) Encourading Play, melihat seberapa jauh ide dapat diperluas, dengan mmeberikan
siswa kesempatan untuk membangunnya, mempresentasikannya, dan mengujinya
dalam aksi dan tindakannya.

3. Perncanaan
Merencanakan berbagai rencarana atau strategi dalam pemecahan masalah. Dari

strategi dan rencana yang ada, diambil beberapa yang paling tepatv sebagai solusi.

4. Aktivitas
Berpikir kreatif dituangkan dengan aksi dan aktivitas siswa.

5. Review
Siswa perlu melakukan evaluasi dan meninjau kembali pekerjaannya dengan

menggunakan judgement dan imajinasi mereka.

Adapun upaya guru dalam meningkatkan kemampuan berpikir kreatif ini dapat ditempuh
dengan langkah-langkah sebagaimana dikemukakan oleh Filsaime (2008:25) berikut ini :

1. Menghilangkan penghalang-penghalang daya berfikir kreatif dari siswa.

Mengidentifikasi faktor-faktor yang menghalangi ekspresi-ekspresi kretaif siswa
(seperti, ketakutan akan kegagalan) dan menemukan cara yang tepat dalam mengatasi
ketakutan tersebut.

2. Membuat mereka sadar akan asal-usul berpikir kreatif.
Guru membantu lebih lanjut siswa untuk mengetahui apa itu berpikir kreatif. Dengan

cara memperkenalkan dan menjelaskan secara detail tahap demi tahap dari teori-teori dan
model berpikir kreatif. Sehingga membuat siswa yakin bahwa mereka juga dapat berpikir
kreatif.

3. Mengenalkan dan mempraktekan strategi-strategi berpikir kreatif.
Memperkenalkan dan menjelaskan strategi untuk berpikir kreatif. Membantu siswa

untuk menerapkannya ke dalam proses pembelajaran yang mereka lakukan.

4. Menciptakan sebuah lingkuangan kreatif.
Guru memberikan ruang bagi siswa untuk mengekspresikan daya berfikir kreatif

mereka

Bakat kreatif pada hakikatnya ada pada setiap orang. Namun dalam pendidikan, yang lebih
penting adalah bahwa bakat kreatif ini dapat dipupuk dan dikembangkan. Berkaitan dengan ini,
menurut Munandar (1984:11) adapun kondisi lingkungan yang dapat memupuk kreativitas anak,
yaitu :

a. Keamanan Psikologis, dapat diciptakan dengan langkah-langkah :
1. Pendidik dapat menerima sebagaimana adanya, tanpa syarat, tanpa melihat
kelebihan dan kelemahannya, tetap memberikan kepercayaan kepada siswa bahwa
mereka mampu.
2. Proses pendidikan mengusahakan suasana dimana anak merasa tidak dinilai oleh
orang lain.
3. Pembelajaran dilakukan guna memberikan pengertian, memahami pikiran, perasaan
dan perilaku anak dengan menempatkan diri dalam situasi dan sudut pandang anak.

b. Kebebasan Psikologis,
Kebebasan psikologis ini bukan hanya peran guru namun orang tua juga ikut turut

serta. Namun adapun langkah yang harus dilakukan guru dalam menciptakan kebebasan
psikologis bagi siswanya, sebagai berikut :

1. Bersikap terbuka terhadap minat dan gagasan anak.

2. Memberi waktu kepada siswa untuk memikirkan dalam pengembangan gagasan
kreatifnya.

3. Mencipatakan susasana yang saling menghargai dan menerima sesama.
4. Dorong kegiatan berpikir divergen dan jadilah narasumber.
5. Ciptakan suasana yang hangat dan mendukung, serta memberi kemanan dan

kebebasan untuk berpikir eksploratif.
6. Memberikan kesempatan kepada siswa tuntuk berperan dalam mengambil

keputusan.
7. Mengusahakan setiap siswa turut serta dalam pengambilan keputusan dan

pemecahan suatu masalah bersama atau dalam menjalankan suatu proyek.
8. Bersikpa positif terhadap kegagalan, membantu siswa menyadari kegagalan dan

kelemahan dan tetap membimbingnya untuk kembali mencoba.

2.9 Berpikir Kritis
Berpikir tidak terlepas dari aktivitas manusia, karena berpikir merupakan ciri yang

membedakan antara manusia dengan makhluk hidup lainnya. Berpikir pada umumnya didefinisikan
sebagai proses mental yang dapat menghasilkan pengetahuam Keterampilan berpikir
dikelompokkan menjadi keterampilan berpikir dasar dan keterampilan berpikir tingkat tinggi.
Berpikir ternyata mampu mempersiapkan peserta didik berpikir pada berbagai disiplin serta dapat
dipakai untuk pernenuhan kebutuhan intelektual dan pengembangan potensi peserta didik.

Berpikir kritis adalah suatu kegiatan melalui cara berpikir tentang ide atau gagasan yang
berhubung dengan konsep yang diberikan atau masalah yang dipaparkan. Berpikir kritis juga dapat
dipahami sebagai kegiatan menganalisis idea atau gagasan ke arah yang lebih spesifik,
membedakannya secara tajam, memilih, mengidentifikasi, mengkaji, dan mengembangkannya ke
arah yang lebih sempurna. Berpikir kritis berkaitan dengan asumsi bahwa berpikir merupakan
potensi yang ada pada manusia yang perlu dikembangkan untuk kemampuan yang optimal.

Menurut Ennis (1981), berpikir kritis adalah suatu berpikir dengan tujuan membuat keputusan
masuk akal tentang apa yang diyakini atau dilakukan. Berpikir kritis merupakan kemampuan
menggunakan logika. Logika merupakan cara berpikir untuk mendapatkan pengetahuan yang
disertai pengkajian kebenaran berdasarkan pola penalaran tertentu. Selanjutnya, Ennis
menyebutkan ada enam unsur dasar dalam berpikir kritis, yang disingkat dengan FRISCO, yaitu
Focus (fokus), Reason (alasan), Inference (menyimpulkan), Situation (situasi), Clarity (kejelasan),
dan Overview (pandangan menyeluruh).

Menurut Halpen (1966), berpikir kritis adalah member kan keterampilan atau strategi kognitif
dalam menentukan tujuan. Proses tersebut dilalui setelah menentukan tujuan, mempertimbangkan,
dan mengacu langsung kepada sasaran. Berpikir kritis merupakan bentuk berpikir yang perlu
dikembangkan dalam rangka memecahkan masalah, merumuskan kesimpulan, mengumpulkan
berbagai kemungkinan, dan membuat keputusan ketika menggunakan semua keterampilan tersebut
secara efektif dalam konteks dan tipe yang tepat. Berpikir kritis juga merupakan kegiatan
mengevaluasi, mempertimbangkan kesimpulan yang akan diambil manakala menentukan beberapa
faktor pendukung untuk membuat keputusan. Berpikir kritis juga biasa disebut directed thinking,
sebab berpikir langsung kepada fokus yang akan dituju.

Pendapat senada dikemukakan juga Oleh Anggelo ( 1955 : 6), bahwa berpikir kritis adalah
mengaplikasikan rasional, kegiatan berpikir yang tinggi, yang meliputi kegiatan menganalisis,
menyintesis, mengenal permasalahan dan pemecahannya, menyimpulkan, dan mengevaluasi.

Menurut Tapilouw (1997), berpikir kritis merupakan cara berpikir disiplin dan dikendalikan
oleh kesadaran. Cara berpikir ini mengikuti alur logis dan rambu-rambu pemikiran yang sesuai
dengan fakta atau teori yang diketahui. Tipe berpikir ini mencerminkan pikiran yang terarah.

Berpikir kritis dapat diinterpretasikan dalam berbagai cara. Fister (1995) misalnya,
mengemukakan bahwa proses berpikir kritis adalah menjelaskan bagaimana sesuatu itu dipikirkan.
Belajar berpikir kritis berarti belajar bagaimana bertanya, kapan bertanya, dan apa metode
penalaran yang dipakai. Seorang siswa anya dapatberpikir kritis atau bernalar sampai sejauh ia
mamPU menguji pengalamannya, mengevaluasi pengetahuan, ide-ide, dan mempertimbangkan
argumen sebelum mencapai suatu justifikasi yang seimbang. Menjadi seorang pemikir yang kritis
juga meliputi pengembangan sikap-sikap tertentu, seperti keinginan untuk bernalar, keinginan
untuk ditantang, dan hasrat untuk mencari kebenaran.

Pada prinsipnya, orang yang mampu berpikir kritis adalah orang yang tidak begitu saja
menerima atau menolak sesuatu. Mereka akan mencermati, menganalisis, dan mengevaluasi
informasi sebelum menentukan apakah mereka menerima atau menolak informasi. Jika belum
memiliki cukup pemahaman, maka mereka juga mungkin menangguhkan keputusan mereka
tentang informasi itu. Dalam berpikir kritis siswa dituntut menggunakan strategi kognitif tertentu
yang tepat untuk menguji keandalan gagasan, pernecahan masalah, dan mengatasi masalah serta
kekurangannya.

Baron dan Sternberg (1987; 10), mengemukakan lima kunci dalam berpikir kritis, yaitu:
praktis, reflektif, masuk akal, keyakinan, dan tindakan. Proses berpikir dapat dikelompokkan dalam
berpikir dasar dan kompleks. Berpikir dasar merupakan gambaran dari proses berpikir rasional yang
mengandung sejumlah langkah dari sederhana menuju yang kompleks. Aktivitas berpikir rasional,

meliputi menghafal, membayangkan, mengelompokkan, menggeneralisasi, membandingkan,
mengevaluasi, menganalisis, mensintetis, mendeduksi, dan menyimpulkan.

Fisher (1995) membagi strategi berpikir kritis ke dalam tiga jenis, yaitu: strategi afektif,
kemampuan makro, dan keterampilan mikro. Ketiga jenis strategi in satu sama lain saling berkaitan.
Pertama, strategi afektif bertujuan untuk Apa yang saya mengingkatkan berpikir independen
dengan sikap menguasai atau percaya diri; misalnya, saya dapat mengerjakannya sendiri. Siswa
harus didorong untuk mengembangkan kebiasaan self-questioning seperti: Apa yang saya yakini?
Bagaimana saya dapat meyakininya? Apakah saya benar-benar menerima keyakinan ini? Untuk
mencapainya, siswa perlu suatu pendamping yang mengarahkan pada saat mengalami kebuntuan,
memberikan motivasi pada saat mengalami kejenuhan dan sebagainya, misalnya guru.

Kedua, kemampuan makro adalah proses yang terlibat dalam berpikir, mengorganisasikan
keterampilan dasar yang terpisah pada saat urutan yang diperluas dari pikiran, tujuannya tidak untuk
menghasilkan suatu keterampilan-keterampilan yang saling terpisah, tetapi terpadu dan mampu
berpikir komprehensif.

Ketiga, keterampilan mikro adalah keterampilan yang menekankan pada kemampuan global.
Guru dalam melakukan pembelajaran harus memfasilitasi siswa dalam mengembangkan proses
berpikir kritis, melakukan tindakan yang merefleksikan kemampuan, dan disposisi seperti yang
direkomendasikan.

Klasifikasi berpikir kritis menurut Ennis dibagi ke dalam dua bagian, yaitu aspek umum dan
aspek yang berkaitan dengan materi pelajaran. Pertama, yang berkaitan dengan aspek umum, terdiri
atas:

1. Aspek kemampuan (abilities), yang meliputi: (a) memfokuskan pada suatu isu spesifik; (b)
menyimpan maksud utama dalam pikiran; (c) mengklasifikasi dengan pertanyaan-pertanyaan; (d)
menjelaskan pertanyaan-pertanyaan; (e) memerhatikan pendapat siswa, baik salah maupun benar,
dan mendiskusikannya; (f) mengkoneksikan pengetahuan sebelumnya dengan yang baru; (g) secara
tepat menggunakan pernyataan dan simbol; (h) menyediakan informasi dalam suatu cara yang
sistematis, menekankan pada urutan logis; dan (i) kekonsistenan dalam pertanyaan-pertanyaan.

2, Aspek disposisi (disposition), yang meliputi: (a) menekankan kebutuhan untuk
mengidentifikasikan tujuan dan apa yang harus dikerjakan sebelum menjawab; (b) menekankan
kebutuhan untuk mengidentifikasikan informasi yang diberikan sebelum menjawab; (c)
memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencari informasi yang diperlukan; (d) memberikan
kesempatan kepada Siswa untuk menguji solusi Yang diperoleh; dan (e) memberikan kesempatan
kepada siswa untuk mempresentasikan informasi dengan menggunakan tabel, grafik, dan Iain-Iain.

Kedua, aspek yang berkaitan dengan materi pelajaran, meliputi: konsep, generalisasi, dan
algoritme, serta pemecahan masalah. Berikut ini merupakan indikator-indikator dari masing-
masing aspek berpikir kritis yang berkaitan dengan materi pelajaran, yaitu:

1. Memberikan penjelasan sederhana, yang meliputi; (a) memfokuskan pertanyaan; (b)
menganalisis pertanyaan; dan (c) bertanya dan menjawab tentang suatu penjelasan atau tantangan.

2. Membangun keterampilan dasar, yang meliputi: (a) mempertimbangkan apakah
sumber dapat dipercaya; (b) mengamati dan mempertimbangkan suatu laporan hasil observasi.

3. Menyimpulkan, yang meliputi: (a) mendeduksi dan mempertimbangkan hasil
deduksi; (b) menginduksi dan mempertimbangkan hasil induksi; dan (c) membuat dan menentukan
nilai pertimbangan.

4. Memberikan penjelasan lanjut, yang meliputi: (a) mendefinisikan istilah dan
pertimbangan definisi dalam tiga dimensi; (b) mengidentifikasi asumsi.

5. Mengatur strategi dan taktik, yang meliputi: (a) menentukan tindakan; (b)
berinteraksi dengan orang Iain.

Pengembangan kemampuan berpikir kritis yang optimal mensyaratkan adanya kelas yang
interaktif. Agar pembelajaran dapat interaktif, maka desain pembelajarannya harus menarik
sehingga Siswa dapat terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Dalam pembelajaran yang
mengembangkan keterampilan berpikir kritis lebih melibatkan Siswa sebagai pemikir, bukan
seorang yang diajar. Adapun pengajar berperan sebagai mediator, fasilitator, dan motivator yang
membantu siswa dalam belajar dan bukan mengajar.

Keterampilan berpikir kritis perlu dikembangkan dalam diri siswa karena melalui
keterampilan berpikir kritis, siswa dapat lebih mudah memahami konsep, peka akan masalah yang
terjadi sehingga dapat memahami dan menyelesaikan masalah, dan mampu mengaplikasikan
konsep dalam situasi yangberbeda. Pendidikan perlu mengembangkan peserta didik agar memiliki
keterampilan hidup, memiliki kemampuan bersikap dan berperilaku adaptifdalam menghadapi
tantangan dan tuntutan kehidupan sehari-hari secara efektif. pengembangan keterampilan berpikir
kritis dalam proses pembelajaran memerlukan keahlian guru. Keahlian dalam memilih media Yang
tepat merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan

Model pernbelaiaran yang selama ini dilakukan secara konseptual dapat dikembangkan untuk
Iebih menekankan pada peningkatan menumbuhkan kemampuan siswa datam kritis yang sesuai
dengan tingkat perkembangan usianya. Menurut Sutisyana (1997), kemampuan berpikir kritis siswa
dapat ditumbuhkembangkan melalui proses membandingkan, mengelompokkan, data.
menafsirkan, menyimpulkan. menyelesaikan masalah. dan mengambil keputusan.

Dalam proses pembelajaran, misalnya dalam pembeiaiaran IPS, dapat dijadikan sarana yang
tepat dalam menumbuhkan kemampuan berpikir kritis siswa. Karena dalam pembelaiaran IPS
banyak konsep atau masalah yang ada di lingkungan siswa, sehingga dapat dijadikan suatu objek
untuk dapat menumbuhkan cara berpikir kritis siswa.

Untuk dapat menumbuhkan berpikir kritis siswa dapat diterapkan suatu bentuk latihan-latihan
yang mengacu pada pola pikir siswa. Latihan-latihan ini dapat dilakukan secara kontinu, intensif,
serta terencana sehingga pada akhirnya siswa akan terlatih untuk dapat menumbuhkan cara berpikir
yang Iebih kritis.

Memang, sesungguhnya upaya untuk menumbuhkan berpikir kritis siswa merupakan suatu
kewajiban yang harus dilakukan guru. Dalam proses pembelajaran guru harus dapat melahirkan
cara berpikir yang Iebih kritis pada siswa. Guru dapat memberikan kesempatan dan dukungan
kepada siswa untuk dapat menumbuhkan kemampuan berpikir kritisnya dengan memberikan
metode pembelajaran yang sesuai diharapkan dapat membantu siswa menurnbuhkan pengetahuan
keterampilan nalar yang nantinya dapat berpengaruh pada kemampuan untuk berpikir kritis. Guru
harus dapat mengembangkan suasana kelas di mana siswa berpart'isipasi selama proses belaiar
berlangsung. Kegiatan kelas yang mengacu pada aktivitas siswa adalah dengan mengisi lembar
kerja atau dengan mengadakan tanya jawab yang dikembangkan guru. Hal ini dapat berupa
mengingat kembali informasi yang telah disampaikan. Pemahaman secara luas atau mendalami
tersebut dapat melatih siswa dalam mengembangkan berpikir kritisnya.

Dalam kaitannya dengan pengembangan kemampuan berpikir kritis siswa, hakikat
pembelajaran yang dilakukan guru berarti interaksi langsung antara guru dengan siswa, guru dalam
pembelajaran dapat berperan sebagai mediator antara siswa dengan apa yang dipelajarinya. Guru
bukan hanya memberi informasi saja tetapi juga dapat memberi petunjuk agar siswa dapat berpikir
secara kritis sellingga siswa mampu menyelesaikan setiap permasalahan yang muncul dalam
kehidupannya. Savage dan Amstrong mengembangkan empat pendekatan yang dapat mendorong
siswa untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis dalam pembelajaran, yaitu: 1)
kemampuan berpikir kreatif (creative thinking); 2) kemampuan berpikir kritis (critical thinking); 3)
kemampuan memecahkan masalah (problem solving); clan 4) kemampuan mengambil keputusan
(decision making).

Upaya yang dapat dilakukan guru dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis dapat
dikembangkan melalui pembelajaran yang bersifat student-centered, yaitu pembelajaran yang
berpusat pada siswa. Dalam pembelajaran yang berpusat pada siswa ini, guru memberikan
kebebasan berpikir dan keleluasaan bertindak kepada siswa dalarn memahami pegetahuan serta
dalam menyelegaikan masalahnya. Guru tidak mendoktrin siswa untuk menyelesaikan masalah

hanya engan cara yang telah ia ajarkan, narnun juga memberikan esempatan seluas-luasnya kepada
siswa untuk menemukan ara-cara baru. Dalam hal ini, siswa diberi kesempatan untuk engkonstruksi
pengetahuan oleh dirinya sendiri, tidak hanya enunggu transfer dari guru.

Untuk mengajarkan atau melatih siswa agar mampu erpikir kritis harus ditempuh melalui
beberapa tahapan. Tahapan-tahapan ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Arief (2004), yaitu:

1. Keterampilan menganalisis, yaitu suatu keterampilan menguraikan sebuah struktur ke
dalam komponenkomponen agar mengetahui pengorganisasian struktur tersebut. Dalam
keterampilan tersebut tujuan pokoknya adalah memahami sebuah konsep global dengan cara
menguraikan atau memerinci globalitas tersebut ke dalam bagian-bagian yang lebih kecil dan
terperinci. Kata-kata operasional yang mengindikasikan keterampilan berpikir analitis, di
antaranya: menguraikan, mengidentifikasi, menggambarkan, menghubungkan, dan memerinci.

2. Keterampilan menyintesis, yaitu keterampilan yang berlawanan dengan keterampilan
menganalisis, yakni keterampilan menggabungkan bagian-bagian menjadi sebuah bentukan atau
susunan yang baru, Pertanyaan sintesis menuntut pembaca untuk menyatupadukan semua informasi
yang diperoleh dari materi bacaannya, sehingga dapat menciptakan ide-ide baru yang tidak
dinyatakan secara eksplisit di dalam bacaannya

3. Keterampilan mengenal dan memecahkan masal merupakan keterampilan aplikatifkonsep
kepada beberapa pengertian baru. Keterampilan ini menuntut pernbaca untuk memahami bacaan
dengan kritis sehingga setelah kegiatan membaca selesai siswa marnpu menangkap beberapa
pikiran pokok bacaan, sehingga mampu mempola sebuah konsep. Tujuan keterampilan ini
bertujuan agar pernbaca mampu memahami dan menerapkan konsep-konsep ke dalam
permasalahan atau ruang lingkup baru.

4. Keterampilan menyimpulkan, yaitu kegiatan akal pikiran manusia berdasarkan pengertian
atau pengetahuan yang dimilikinya, dapat beranjak mencapai pengertian atau pengetahuan
(kebenaran) baru yang Iain. Keterampilan ini menuntut pembaca untuk mampu menguraikan dan
memahami berbagai aspek secara bertahap agar sampai kepada suatu formula baru yaitu sebuah
simpulan.

5. Keterampilan mengevaluasi atau menilai. Keterampilan ini menuntut pemikiran yang
matang dalam menentukan nilai sesuatu dengan berbagai kriteria yang ada. Keterampilan menilai
menghendaki pembaca agar memberikan penilaian tentang nilai yang diukur dengan menggunakan
standar tertentu.

Yang perlu diperhatikan dalam pengajaran keterampilan berpikir kritis ini adalah bahwa
keterampilan tersebut har-us dilakukan melalui latihan yang sesuai dengan tahap perkembangan
kognitif anak. Suprapto (2008) mengemukakan tahapan tersebut, sebagai berikut:

1. Identifikasi komponen-komponen prosedural, yakni sis_ erkenalkan ada keterampilan dan
langkah-langkah khusus yang diperlukan dalam keterampilan tersebut. Ketika mengajarkan
keterampilan berpikir, siswa diperkenalkan pada kerangka berpikir yang digunakan untuk
menuntun pemikiran siswa.

2. Instruksi dan pemodelan langsung, yakni guru mernberikan instruksi dan pemodelan secara
eksplisit, misalnya tentang kapan keterampilan tersebut dapat digunakan. Instruksi dan pemodelan
ini dimaksudkan supaya siswa memiliki gambaran singkat tentang keterampilan yang sedang
dipelajari, sehingga instruksi dan pemodelan ini harus relatif ringkas.

3. Latihan terbimbing, yakni dimaksudkan untuk memberikan bantuan kepada anak agar
nantinya bisa menggunakan keterampilan tersebut secara mandiri. Dalam tahapan ini, guru
memegang kendali atas kelas dan melakukan pengulangan-pengulangan.

4. Latihan bebas, yaitu dengan cara guru mendesain aktivitas sedemikian rupa sehingga siswa
dapat melatih keterampilannya secara mandiri, misalnya berupa pekerjaan rumah (PR). Latihan
mandiri (PR) tidak berarti sesuatu yang menantang, melainkan sesuatu yang dapat melatih
keterampilan yang telah diajarkan.

Antara kemampuan berpikir kreatif, kemampuan berpikir kritis, dan kemampuan
memecahkan masalah saling berhubungan satu sama lain. Dengan adanya kemampuan berpikir
kreatif akan melahirkan ide-ide baru dalam menghadapi masalah. Adapun untuk menguji kebenaran
diperlukan keterampilan berpikir kritis. Dalam memecahkan masalah yang dihadapi diperlukan
keterampilan berpikir kreatif dan kritis, sehingga dapat mengambil keputusan secara reflektif.
Pengambilan keputusan yang dilakukan dapat bermanfaat bagi kehidupan dalam masyarakat,
bangsa, dan negara serta komunitas.

2.10 Penguasaan Materi Pelajaran Oleh Guru
Penguasaan materi pembelajaran dapat diartikan sebagai kemampuan guru dalam

memberikan materi pembelajaran dalam bentuk tematema dan topik-topik, sehingga dapat
membentuk kompetensi tertentu pada peserta didik. Kemampuan ini diharapkan dimiliki oleh guru
untuk 5 (lima) bidang studi inovatif yang terdiri dari mata pelajaran Bahasa Indonesia, IPA, IPS,
PKN, dan Matematika.

Penguasaan materi pembelajaran oleh guru adalah kemampuan yang dimiliki guru dalam
menerapkan sejumlah fakta, konsep, prinsip dan ketrampilan untuk menyelesaikan dan
memecahkan soal-soal atau masalah yang berkaitan dengan pokok bahasan yang diajarkan. Materi
pembelajaran merupakan informasi, alat dan teks yang diperlukan guru/instruktur untuk
perencanaan dan penelaahan imple-mentasi pembelajaran. Materi pembelajaran adalah segala

bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru/instruktur dalam me-laksanakan kegiatan
belajar mengajar di kelas. Oleh sebab itu, materi pembelajaran adalah seperangkat materi yang
disusun secara sistematis baik tertulis mau-pun tidak sehingga tercipta lingkungan/suasana yang
memung-kinkan siswa untuk belajar.

Penguasaan materi pembelajaran bagi guru merupakan hal yang sangat menentukan
khususnya dalam proses pembelajaran. Guru merupakan ujung tombak dalam peningkatan kualitas
pembelajaran dalam kelas. Maka dari itu, untuk dapat mengajar dengan baik, seorang guru harus
menguasai bahan/materi yang akan diajarkan.

Kinerja adalah kemampuan seseorang untuk dapat menyelesaikan pekerjaan dengan efisien
dan efektif melalui penggunaan seluruh sumber daya yang terdapat dalam lingkungan kerja,
sehingga pada akhirnya akan meng-hasilkan mutu kerja optimal. Guru yang kurang menguasai
materi ajar dapat memicu kehilangan motivasi untuk mengajar, dan akibatnya kinerja guru
menurun. Oleh karena itu, diduga ada pengaruh langsung positif penguasaan materi pembelajaran
terhadap kinerja guru SD.

Materi pelajaran merupakan isi atau bahan yang akan dipelajari oleh siswa harus dipersiapkan
dengan baik untuk disampaikan kepada siswa. Mata pelajaran harus disusun secara sistematis
berdasarkan sekuensinya serta melihat rancangan program pembelajaran (RPP) untuk mata
pelajaran yang bersangkutan. Dalam proses pelaksanaan penyampian materi harus diperhatikan
suber belajar yang menunjang terhadap pengembangan kemampuan siswa.

Pembahasan tetang peserta didik akan dilakukan pada kesempatan lain. Kali ini akan
akandiulas tentang penguasaan materi pelajaran oleh sang guru. Apa itu materi ajar? Bagaimana
syarat menguasai materi ajar? Bagaimana indikator guru yang menguasai materi ajar akan dibahas
dibawah ini? Dalam tinjauan klasik, mengajar adalah menyampaikan materi ajar. Guru dituntut
menguasai bidang keilmuannya secara detail dan bersifat tetap. Dengan demikian guru dituntut
untuk menguasai dengan cara menghafal semua materi ajar seperti halnya ensiklopedia yang
berjalan.Seiring dengan perkembangan teknologi tentu tuntutan di atas tidak lagi relevan. Karena
ilmu pengetahuan bersiafat dinamis dan cepat sekali perkembangannya. Dengan demikian
penguasaan materi dengan cara menghafal seluruh informasi sering kali tidak diperlukan. Dalam
kaitannya dengan pembelajaran yang perlu dikuasai guru adalah materi ajar. Materi ajar artinya
materi yang disusun oleh guru sehingga bisa disajikan kepada siswa dengan penuh
pemahaman.Suatu materi keilmuan bisa menjadi materi ajar apabila guru menguasai tiga hal berikut
ini:

Pertama, menguasai gambar besar dari materi yang diajarkan

Guru perlu mengetahui apa saja dan berapa jumlahnya standar kompetensi dan kompetensi
dasar yg diajarkan dalam satu semster dan satu tahun. Guru juga telah memiliki rancangan kapan
dan berapa lama materi itu akan di sampaikan kepada siswa.

Kedua, menguasai prinsip dasar pengembangan ilmu yang diajarkan
Ilmu pengetahuan alam contohnya, akan memiliki objek berupa kajian benda nyata,
pendekatannya pengamatan dan percobaan, hasilnya untuk mendapatkan generalisasi atau teori.
Berbeda denga ilmu pengetahuan sosial, objek kajiannya masyarakat, pendekatannya pengamatan
dan hasilnya untuk memperoleh gambaran umum.

Ketiga, mampu menyesuiakan materi dengan tujuan pembelajaran
Tujuan pembelajaran yang ditulis di papan tulis merupakan pemandu materi ajar. Dengan
demikian sang guru perlu memilah dan memilih materi-materi yang perlu disajikan atau tidak
disajikan. Dengan demikian hanya materi yang sesuai dengan tujuan belajar saja yang
disajikan.Sama seperti menyajikan makanan, menyajikan materi ajar juga perlu aturan
tertentu. Beberapa aturan yang perlu dilakukan untuk menyajikan materi kepada siswa adalah
sebagai berikut:
1. Mengkaitkan materi dengan pengetahuan lain yang relevan
Pastikan materi ajar memiliki kaitannya dengan matari sebelumnya, materi yang akan datang
dan materi pada ilmu-ilmu lain

2. Mengkaitkan materi dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
Pastikan materi ajar merupakan bagian dari perkembangan iptek dengan demikian jika
menguasainya akan dapat ikut andil dengan pengembangan iptek

3. Mengkaitkan materi dengan kehidupan nyata
Kaitkan materi yang dipelajari dengan dunia sehari-hari di lingkungan siswa, dunia yang
nyata, benda-benda yang nyata

4. Menyajikan materi secara simpel dan sistematis
Sajikan materi ajar dengan bahasa yang mudah dipahami siswa, atur intonasi yang tepat dan
dengan ujaran yang runtut. Jika bahan ajar perlu dituangkan dalam bentuk visual buatlah dengan
gambar yang sederhana yang mudah dimengerti siswa. Selain itu, penyajian materi yang sistematis
dan berkesinambungan penting agar antara bahan yang satu dengan bahan berikutnya ada hubungan

fungsional, dimana bahan yang satu menjadi dasar untuk bahan berikutnya. Sementara dalam
menentukan materi pelajaran perlu memasukkan bahan yang faktual dan sifatnya konkret dan
mudah diingat, serta bahan yang sifatnya konseptual berisikan konsep-konsep abstrak.

5. Menyajikan materi mudah ke sulit
Sajikan materi dari hal-hal mudah ditingkatkan secara berurutan tingkat kesulitannya

6. Menyajikan materi konkrit ke abstrak
Ambillah benda-benda yang konkrit untuk disajikan di awal pembelajaran dilanjutkan dengan
ilustrasi gambar dan kemuadian membuat konsep

7. Menyajikan materi umum ke khusus
Mulanya sampikan beragam aktivitas umum bisa dilakukan sendiri maupun kelompok
selanjutnya diakhiri penyimpulan bersama Dengan demikian penguasaan materi ajar tidak sekedar
penguasaan sesara statis akan tetapi penguasaan yang dinamis sesuai dengan kebutuhan
pembelajaran siswa.

Dengan melihat kenyataan dan tuntunan seperti di atas, menuntut guru untuk menguasai
materi pelajaran dengan baik. Mustahil, guru dapat merencanakan pembelajaran, memfasilitasi
pembelajaran hingga pada tahap evaluasi pembelajaran jika guru tidak menguasai materi
pembelajaran. Sebagai perencana pengajaran, sebelum proses pembelajaran guru harus menyiapkan
berbagai hal yang diperlukan, seperti mata pelajaran apa yang harus disampaikan, bagaimana cara
menyampaikannya dan media apa yang harus digunakan.

Oleh karena itu, untuk menjadi guru atau pendidik yang professional, menurut Raka Joni
(2007), guru harus memiliki empat kompetensi dasar, yaitu : kompetensi kepribadian, pedagogis,
sosial, dan professional. Seluruh kompetensi profesi yang dituntut dari seorang guru, semata-mata
untuk meningkatkan kualitas pembelajaran yang pada akhirnya dapat dinilai dari proses dan hasil
belajar.

Jadi, dapat ditegaskan lagi disini, bahwa kemampuan menguasai materi pelajaran oleh guru
menjadi prasarat penting bagi tercapainya keberhasilan proses belajar mengajar. Adanya buku paket
pelajaran yang dapat dibaca oleh siswa tidak mengandung arti bahwa guru tidak perlu menguasai
bahan. Memang guru tidak mungkin serba tahu, tetapi mata pelajaran yang diembannya menjadi
tanggung jawab guru bersangkutan. Yang menjadi persoalan ialah konsep-konsep manakah yang
harus dikuasai oleh guru sehubungan dengan pelaksanaan proses belajar mengajar. Menurut Udin,

secara jelas dan tegas sesungguhnya konsep-konsep tersebut telah ada dalam kurikulum, kgususnya
RPP bidang studi yang dipegangnya.

PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL DI SEKOLAH
DASAR

2.1 HAKIKAT ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
Ilmu pengetahuan sosial adalah ilmu pengetahuan yang mengkaji berbagai didiplin ilmu

sosial dan humanioraserta kegiatan dasar manusia yang dikemas secara ilmiah dalam rangka
memberi wawasan dan pemahaman yang mendalam kepada peserta didik,khususnya di tingkat
dasar dan menengah.Luasnya kajian IPS ini mencakup berbagai kehidupan yang beraspek
majemuk baik hubungan sosial,ekonomi,psikologi,budaya,sejarah,maupun politik.

Menurut zuraik dalam djahari(1984) hakikat IPS adalah harapan untuk mampu membina
suatu masyarakat yang baik di mana para anggotanya berkembang sebagai insan sosial yang
rasional dan penuh tanggung jawab,sehingga oleh karenanya diciptakan nilai-nilai.Hakikat IPS
di sekolah dasarnmemberikan pengetahuan dasar dan keterampilan sebagai media pelatihan
siswa sebagai warga Negara sedini mungkin.

Jadi, hakikat IPS adalah untuk mengembangkan konsep pemikiran yang berdasarkan realita
kondisi sosial yang ada di lingkungan siswa, sehingga dengan memberikan pendidikan IPS
diharapkan dapat melahirkan warga Negara yang baik dan bertanggung jawab terhadap bangsa
dan negaranya.Nilai-nilai yang wajib dikembangkan dalam pendidikan IPS yaitu: nilai-nilai
edukatif,praktis,teoritis,filsafat, dan kebutuhan.

Dalam kurikulum Pendidikan Dasar Tahun 1993, disebutkan bahwa IPS adalah mata
pelajaran yang mempelajari kehidupan sosial yang di dasarkan pada bahan kajian geografi,
ekonomi, sejarah, antropologi, sosiologi, dan tata Negara.Tujuan utamanya adalah membantu
mengembangkan kemampuan dan wawasan siswa yang menyeluruh(komprehensif) tentang
berbagai aspek ilmu-ilmu sosial dan kemanusiaan(humaniora).

Secara spesifik, forum komunikasi II HISPIPSI Tahun 1991 di Yogyakarta membagi
rumusan pengertian pendidikan IPS kedalam dua bagian, yaitu pengertian pendidikan IPS
menurut versi pendidikan dasar dan menengah, dan pengertian IPS menurut versi pendidikan
tinggi atau perguruan tinggi, yang bernaung dibawah Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Sosial(FPIPS). Pertama, menurut versi pendidikan dasar dan menengah, pendidikan IPS adalah
penyederhanaan atau adaptasi dari disiplin ilmu-ilmu sosial dan humaniora serta kegiatan dasar
manusia yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan pedagogis/psikologis untuk
tujuan pendidikan. Kedua, menurut versi di perguruan tinggi, pendidikan IPS adalah seleksi
dari disiplin ilmu-ilmu dan humaniora serta kegiatan manusia yang diorganisasikan dan
disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan.

Menurut Banks, pendidikan IPS tau yang dia sebut social studies, merupakan bagiana dari
kurikulum disekolah yang bertujuan untuk membantu mendewasakan siswa supaya dapat
mengembangkan pengetahuan, keterampilan,sikap,dan nilai-nilai salam rangka berpatisipasi
didalam masyarakat,Negara, bahkan dunia.Pendidikan IPS menurut Jarilimek(1982: 78), yang
menyatakan bahwa pada dasarnya pendidikan IPS berhubungan erat dengan pengetahuan,
keterampilan,sikap, daan nilai-nilai yang memungkinkan siswa berperan serta ddalam
kelompok masyarakat dimana ia tinggal. Selanjutnya Buchari Alma(2003: 148)pengertin IPS
sebagai suatu program pendidikan yangmerupakan suatu keseluruhan yang pada pokoknya
mempersoalkan manusia dalam lingkungan alam fisik, maupun dalam lingkungan sosialnya
yang bahannnya diambil dari berbagai ilmu sosial:
geografi,sejarah,ekonomi,antropologi,sosiologi, politik, dan psikologi. Menurut Fraenkel
(1980: 34) pendidikan IPA ini dapat membantu para siswa menjadi lebih mampu mengetahui
tentang diri mereka dan dunia dimana mereka hidup.

Secara historis, pendidikan IPS sebagai bidang studi dalam kurikulum sekolah mulai
diajarkan di Indonesia sekitar tahun 1975 sebagai bidang studi IPS dalam kurikulum SD,SMP,
Dan SMA.

Definisi pendidikan IPS yang diberiksn oleh NCSS pada prinsipnya menjelaskan bahwa
pendidikn IPS adalh suatu kajian terpadu dari ilmu-ilmu sosial dan ilmu-ilmu kemanusiaan
untuk meningkatkan kemampuan kewarganegaraan (civic competence).

2.2 TUJUAN PEMBELAJARAN IPS DI SEKOLAH DASAR

Lebih jauh lagi dalam Pendidikan IPS di kembangkan 3 aspek atau 3 ranah pembelajaran,
yaitu:

Aspek pengetahuan ( kongnitif ), keterampilan ( psikomotorik ),dan sikap ( afektif ). Tiga
aspek ini merupakan acuan yang berorientasi untuk mengembangkan pemilihan
materi,strategi,dan model pembelajaran.

Tujuan Pendidikan ilmu sosial dikembangkan atas dasar pemikiran bahwa Pendidikan ilmu –
ilmu sosial dikembangkan atas dasar pemikiran suatu disiplin ilmu,sehingga tujuan Pendidikan
nasional dan tujuan istitusional menjadi landasan pemikiran mengenai tujuan Pendidikan ilmu
nasional.

Tujuan utama pembelajaran IPS ialah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar peka
terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat,memiliki sikap mental positif terhadap
perbaikan segala ketimpangan yang terjadi,dan trampil mengatasi setiap masalah yang terjadi
sehari – hari baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang menimpa masyarakat.

Secara perinci ,Mutakin ( 1998 ) merumuskan tujuan pembelajaran IPS di sekolah, adalah
sebagai berikut :

1. Memiliki kesadran dan kepedulian terhadap masyarakat atau lingkugannya,melalui
pemahaman terhadap nilai – nilai sejarah dan kebudayaan masyarakat.

2. Megetahui dan memahami konsep dasar dan mampu mengunaka metode yang diadaptasi dari
ilmu – ilmu sosial yang kemudian dapat digunakan untukmemecahka masalah – masalah
sosial.

3. Mampu mengunakan model – model dan prosese berpikir serta membuat keputusan untuk
menyelesaika isu dan masalah yang berkembang di masyarakat.

4. Menaruh perhatian terhadap isu dan masalah sosial, serta mampu analisi yang
kritis,selanjutnya mampu mengambil tindakan yang tepat.

5. Mampu mengembangkan berbagai potensi sehingga mampu membangun diri sendiri agar
survive dan kemudian bertanggung jawab membangun masyarakat.

Nurhadi (1997: 13) menyebutkan bahwa ada 4 tujuan pendidika IPS, yaitu: Knowledge, skill,
attitude, dan value.

1. Knowledge, yaitu sebagai tujuan utama dari pedidikan IPS yaitu membantu para siswa sendiri
untuk mengenal diri mereka sendiri dan lingkungannya, dan mencakup geografi, sejarah,
politik, ekonomi, da sosiologi psikologi.

2. Skill, yang mencakup keterampilan berpikir (thingking skill).
3. Attitudes, yang terdiri atas tingkah laku berpikir (intelektual behavior) dan tingkah laku sosial

(sosial behavior).
4. Value, yaitu nilai yang terkandung didalam masyarakat yang diperoleh dari lingkungan

masyarakat maupun Lembaga pemerintahan, termasuk didalamya iia kepercayaan,nilai
ekonomi, pergaulan antar bangsa, dan ketaaatan terhadap pemerintah dan hukum.

Tujuan utama Pendidikan IPS, sebagaiman disebutkan oleh Nurhadi diatas adalah untuk
mengenal diri mereka sendiri da lingkungannya,utuk membentuk dan mengembangkan pribadi
wargaegara yang baik (good citizenahip) yang secara umum dapat digambarkan sebagai warga
negara yang mmepunyai ciri-ciri,seperti yang dikemukakan Barth and Sheirmis sebagai berikut:

1. Memiliki sifat patrionusme, yaitu cinta tanah air ,bangsa, dan negara.

2. Mempunyai penghargaan dan pegertian terhadap nllai-nilai,peraata, dan praktik kehidupan
kemasyarakatan.

3. Memiliki sifat integritas sosial dan tagging jawab sebagai warga negara.

4. Mempunyai pengertian dan penghargaan terhadap nilai-nilai budaya atautradisi yang
diwariskan oleh bangsanya.

5. Mempunyai motifvasi untuk turut serta secra aktif dalam pelaksanaa kehidupan demokratsis.

6. Memiliki kesadran (taggap akan) masalah sosial.

7. Memiliki ide,sikap, dan keteram[pilan yang diharapkan seabgai seorang warga negara.

8. Mempuntai pengertian da penghargaan terhadap system ekonomi yang berlaku.

Secara khusus, tujuan Pendidikan IPS disekolah dapat dikelompokkka menjadi 4 komponen,
sebagaimaa yang dikemukaka oleh Chapin dan Messick (1992) yaitu

1. Memberikan kepada siswa pengetahuan tentang pengalaman manusia dalam kehidupan
bermasyarakat pada masa lalu, sekarang, dan masa yang akan datang.

2. Menolong siswa untuk mengembangkan keterampilan untuk mencati dan mengolah atau
memperoses informasi.

3. Menolong siswa untuk mengembagkan nilai/sikap demokrasi dalam kehidupan masyarakat.

4. Menyediakan kesempatan kepda siswa untuk berperan serta dalam kehidupan sosial.

Hamid hasan (1996 :98) membagi tujuan Pendidikan ilmu sosial dalam 3 kategori sebagai
berikut :

1. Pengembangan kemampuan intelektual siswa yag berorientasi pada pengembangan
kemampuan pengembagan intelektual yang berhubungan dengam diri siswa dan jepentinga
ilmu.

Tujuannya adalah mengembangkan kemampuan siswa dalam berpikir da memahami ilmu
sosial serta kemampuan proses dalam mencari informasi.

2. Pengembangan kemampuan dan rasa tanggung jawab sebagai anggota masyarakat dan bangsa
berorientasi pada pengembangan diri siswa dan kepentingan masyarakat yang dinamakan
kemampuan sosial. tujuannya mengembangkan kemampuan partisipasi dalam kegiatan-
kegiatan masyarakat dan bangsa termasuk tanggung jawab sebagai warga dunia selain itu
juga mengembangkan pemahaman dan sikap positif siswa terhadap nilai,norma, dan moral
yang berlaku di masyarakat.

3. Pengembangan diri sebagai pribadi berorientasi pada pengembangan pribadi siswa baik untuk
kepentingan dirinya masyarakat,maupun ilmu. Tujuannya berkenaan dengan pengembangan
sikap nilai, norma, moral,yang menjadi anutan siswa dalam pembentukan kebiasaan positif
untuk kehidupan pribadinya serta sikap positif terhadap diri untuk memacu perkembangan
diri sebagai pribadi.

Pendidikan IPS merupakan salah satu mata pelajaran dapat memberikan wawasan
pengetahuan yang luas mengenai masyarakat lokal maupun Global sehingga mampu hidup
bersama-sama dengan masyarakat lainnya. Untuk mencapai tujuan tersebut, Sekolah Dasar

sebagai lembaga formal dapat mengembangkan dan melatih potensi diri siswa yang mampu
melahirkan manusia yang andal baik dalam bidang akademik maupun dalam aspek moralnya.

Tujuan pembelajaran IPS di sekolah dasar berdasarkan kurikulum sekolah dasar 1945 pada
kepentingan siswa ilmu dan sosial (masyarakat). Tujuan pembelajaran IPS yang tercantum
dalam kurikulum,adalah agar siswa mampu mengembangkan pengetahuan dan keterampilan
dasar yang berguna bagi dirinya dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini berarti, tujuan pendidikan
IPS bukan hanya sekedar membekali siswa dengan berbagai informasi yang bersifat hafalan
kognitif saja akan tetapi pendidikan IPS harus mampu mengembangkan keterampilan berpikir,
agar siswa mampu mengkaji berbagai kenyataan sosial beserta permasalahannya. Tujuan yang
harus dicapai oleh siswa sekolah dasar harus disesuaikan dengan taraf perkembangannya, yang
dimulai dari pengenalan dan pemahaman lingkungan sekitar menuju lingkungan masyarakat
yang lebih luas. Dimulai dari lingkungan terdekat menuju lingkungan yang lebih luas.

Demikian pula dalam kaitannya dengan KTSP, pemerintah telah memberikan arah yang jelas
pada tujuan dan ruang lingkup pembelajaran IPS,yaitu:

1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya.

2. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri,
memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial.

3. Memiliki komitmen da kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan.

4. Memiliki kemampuan berkomunikasi bekerja sama dan berkompetisi dalam masyarakat yang
majemuk,d ditingkatkan local, nasional, dan global.

Pembelajaran IPS mempunyai misi utama yang sangat mulia sebagaimana dikemukakan oleh
djahiri (1996 : 36) yang memanusiakan manusia dan masyarakat secara fungsional dan penuh
rasa kebersamaan serta rasa tanggung jawab hendaknya Mampu menampilkan harapan-harapan,
sebagai berikut :

1. Mampu memberikan pembekalan pengetahuan tentang manusia dan seluk beluk
kehidupannya dalam astra kehidupan.

2. Membina kesadaran keyakinan dan sikap pentingnya hidup bermasyarakat dan penuh rasa
kebersamaan bertanggungjawab dan manusiawi.

3. Kondisi kehidupan masyarakat sekitar masa kini dan kelak yang diharapkan.

4. Proyeksi harapan pembangunan nasional atau daerah yang tentunya mampu dijangkau dan
diperakan siswa kini dan kelak dikemudian hari.


Click to View FlipBook Version