The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

NAMA : AJENG SEKARSARI
NIM :06131182126002
NO.ABSEN :02
KELAS :INDRALAYA
MATA KULIAH : BELAJAR DAN
PEMBELAJARAN

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by ajengsekarsari67, 2021-11-22 10:23:20

BELAJAR DAN PEMBELAJARAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

NAMA : AJENG SEKARSARI
NIM :06131182126002
NO.ABSEN :02
KELAS :INDRALAYA
MATA KULIAH : BELAJAR DAN
PEMBELAJARAN

Keywords: BAHAN PEMBELAJARAN

atau ide abstrak yang penalarannya dilakukan dengan cara deduktif aksiomatis. Hal ini dapat
disikapi oleh siswa berbeda-beda, mungkin menerima dengan baik atau sebaliknya.

Dengan demikian, sikap siswa terhadap matematika adalah kecenderungan seseorang
untuk menerima (suka) atau menolak (tidak suka) terhadap konsep atau objek matematika.
Sikap merupakan ukuran suka atau tidak suka seseorang .tentang matematika, yaitu
kecenderungan seseorang untuk terlibat atau menghindar dari kegiatan matematika, siswa
yang menerima matematika, berarti bersikap positif sedangkan siswa yang menolak
matematika bersikap negatif.

Bagi siswa yang bersikap positif terhadap matematika memiliki ciri : menyenangi
matematika, terlihat sungguh-sungguh belajar matematika, memperhatikan guru dalam
menjelaskan materi matematika, menyelesaikan tugas dengan baik dan tepat waktu,
berpartisipasi aktif dalam berdiskusi dan mengerjakan tugas-tugas rumah dengan tuntas.
Adapun siswa yang bersikap negatif terhadap matematika, jarang menyelesaikan tugas
matematika, dan merasa cemas dalam mengikuti palajaran matematika.

Penelitian tentang komponen sikap yang meliputi pandangan, kekhawatiran, dan
keyakinan siswa terhadap matematika dilkukan di sebuah sekolah di Singapura oleh Lianghuo,
dkk. Hasil penelitian tersebut menunjukkan:

a. Pandangan siswa terhadap matematika

Kebayakan siswa merasa tertarik terhadap matematika dan mereka berniat untuk
menigkatkan kemampuan mereka, akan tetapi mereka tidak mau menggunakan waktu
mereka lebih banyak untuk mempelajari matematika. Hal ini menunjukkan kepada kita
bahwa matematika yang dipelajari di sekolah terlalu banyak dan hanya berkisar pada
masalah rutin dengan pendekatan close-ended.

b. Kekhawatiran tentang matematika

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian siswa merasa khawatir dengan
matematika dan pembelajaran matematika. Ini menunjukkan hal yang positif karena
menunjukkan bahwa kebanyakan siswa akan serius mempelajari matematika. Akan tetapi,
ini juga mengindikasikan bahwa siswa kurang mempunyai rasa percaya diri, ketakutan, dan
sikap negative terhadap matematika.

c. Keyakinan siswa akan matematika

Keyakinan siswa akan matematika dapat dilihat dari dua pertanyaan berikut: (1)
apakah siswa berpikir bahwa matematika itu berguna bagi diriya dan kehidupannya di
masa datang? (2) bagaimana matematika bisa menjadi hal yang penting bagi siswa?
Tingginya siswa yang merasa yakin terhadap matematika menunujukkan bahwa sebagian
besar siswa merasa matematika itu peting bagi dirinya dan kehidupannya mendatang.
Hal ini memungkin guru untuk meningkatkan sikap positif terhadap matematika.

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DI SEKOLAH DASAR

A. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan

Pendidikan Kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang digunakan sebagai Wahana untuk

mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar pada budaya bangsa Indonesia. Nilai

luhur dan moral ini diharapkan dapat diwujudkan dalam bentuk perilaku kehidupan siswa sehari-hari, baik

sebagai individu maupun anggota masyarakat dan makhluk ciptaan tuhan yang maha esa, yang merupakan

usaha untuk membekali siswa dengan pengetahuan dan kemampuan dasar berkenaan dengan hubungan

antara warganegara dengan negara serta pendidikan pendahuluan bela negara agar menjadi warga negara

yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara.

Dengan pendidikan kewarganegaraan ini diharapkan mampu Membina dan mengembangkan anak didik

agar menjadi warga negara yang baik. Menurut Somantri(1970) warga negara yang baik adalah warga yang

tahu mau dan mampu berbuat baik. Adapun menurut winataputra(1978), warga negara yang baik adalah

warga yang mengetahui, menyadari, dan melaksanakan hak dan kewajibannya sebagai warga negara.

Menurut azyumardi Azra(2005) Pendidikan kewarganegaraan adalah pendidikan yang mengkaji

dan membahas tentang pemerintahan, konstitusi, lembaga-lembaga demokrasi, rule of law, Ham, hak dan

kewajiban warga negara serta proses demokrasi. Adapun menurut Zamroni Pendidikan kewarganegaraan

adalah pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk mempersiapkan warga masyarakat berikut kritis dan

bertindak demokratis. Pendidikan kewarganegaraan adalah pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk

mendidik generasi muda menjadi warga negara yang demokratis dan partisipatif melalui suatu pendidikan

yang dialogial.

Adapun menurut tim Icce UIN Jakarta, Pendidikan kewarganegaraan adalah suatu proses yang

dilakukan oleh lembaga pendidikan dimana seseorang mempelajari orientasi, sikap dan perilaku politik

sehingga yang bersangkutan memiliki politik knowledge, awarennes, attitude, political efficary, dan

political participations, serta kemampuan mengambil keputusan politik secara rasional.

dari beberapa definisi pendidikan kewarganegaraan tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa yang

dimaksud dengan pendidikan kewarganegaraan adalah pendidikan yang memberikan pemahaman dasar
tentang pemerintahan, tata cara demokrasi, tentang kepedulian,sikap, pengaturan politik yang mampu
mengambil politik secara rasional, sehingga dapat mempercepat warga negara yang demokratis dan
partisipatif melalui suatu pendidikan yang berorientasi pada pengembangan berpikir kritis dan bertindak
demokratis. Jadi Pendidikan kewarganegaraan adalah usaha sadar dan terencana Dalam proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kecerdasan,
kecakapan, keterampilan serta kesadaran tentang hak dan kewajiban sebagai warga negara, penghargaan
terhadap hak asasi manusia, kemajemukan bangsa, pelestarian lingkungan hidup, kesetaraan gender,
demokrasi, tanggung jawab sosial, ketaatan pada hukum, harga ikut berperan dalam percaturan global.

B. Hakikat Pendidikan Kewarganegaraan di Sekolah Dasar

Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara

yang memiliki komitmen kuat dan konsisten untuk mempertahankan negara kesatuan Republik Indonesia.

Komitmen yang kuat dan konsisten terhadap prinsip dan semangat kebangsaan dalam kehidupan

bermasyarakat berbangsa dan bernegara yang berdasarkan Pancasila dan undang-undang 1945 masih

perlu ditingkatkan terus-menerus untuk memberikan pemahaman yang mendalam tentang NKRI. Konsep

konstitusi negara Republik Indonesia perlu ditanamkan kepada seluruh komponen bangsa Indonesia

khususnya generasi muda sebagai generasi penerus seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi maka secara otomatis pola pikir masyarakat berkembang dalam setiap aspek hal ini sangat

berpengaruh besar terutama dalam dunia pendidikan yang menurut adanya inovasi baru yang dapat

menimbulkan perubahan secara kualitatif yang berbeda dengan sebelumnya. Tanggung jawab melakukan

melaksanakan evaluasi diantaranya terletak pada penyelenggaraan pendidikan di sekolah di mana guru

memegang peran utama dan bertanggung jawab menyebarluaskan gagasan baru baik terhadap siswa

maupun masyarakat melalui proses pengajaran dalam kelas.

Kenyataan tersebut di atas belum sepenuhnya dipahami kalangan pendidikan khususnya guru

Sekolah Dasar proses pembelajaran di di kelas sangat membosankan dan membuat peserta didik tertekan.

Hal ini juga terjadi pada mata pelajaran Pendidikan. Mata pelajaran PKN ini merupakan suatu mata

pelajaran yang bertujuan untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berlandaskan pada

Pancasila undang-undang dan norma-norma yang berlaku di masyarakat masih belum optimal disampaikan

pada siswa.

Istilah Pendidikan Kewarganegaraan apabila dikaji secara mendalam berasal dari kepustakaan

asing yang memiliki dua istilah yaitu Civic education dan citizenship education. Cogan (1999:4) menjelaskan

kedua istilah ini sebagai berikut

1. Civic education, diartikan sebagai:..... the Foundation course Work in Scholl designer to prepare young

citizens for an active role in their communities in their adult lives ( suatu mata pelajaran Dasar di sekolah

yang dirancang untuk mempersiapkan warga negara muda agar setelah dewasa dapat berperan aktif dalam

masyarakat)

2. Citizenship education atau education for citizenship, diartiakn sebagai berikut:.... The more inclusive term

and encompasses both their in school experiences as well as out-of school or 'non-formal/informal' learning

which takes place in the family, the religiouns organizations, commnutyorganizations, the media etc.,

Which help to shope the total itu of the citizen ( merupakan istilah generik yang mencakup pengalaman

belajar di sekolah dan di luar sekolah seperti yang terjadi di lingkungan keluarga, dalam organisasi

keagamaan, dalam organisasi kemasyarakatan dan dalam media yang membantunya untuk menjadi warga

negara seutuhnya).

Dari kedua istilah tersebut civic education ternyata lebih cenderung digunakan dalam makna yang

serupa untuk pelajaran di sekolah atau identik dengan PKN yang memiliki tujuan utama mengembangkan

siswa sebagai warga negara yang cerdas dan baik. Civic Education atau Pendidikan Kewarganegaraan

dirumuskan secara luas untuk mencakup proses penyiapan generasi muda untuk mengambil peran dan

tanggung jawabnya sebagai warga negara, dan secara khusus, peran pendidikan termasuk di dalamnya

persekolahan, pengajaran, dan belajar, dalam proses penyiapan warga negara tersebut.

C. Landasan Pendidikan Kewarganegaraan

Pendidikan kewarganegaraan dapat bermanfaat untuk meningkatkan kesadaran berbangsa

dan bernegara, meningkatkan keyakinan akan ketangguhan Pancasila sebagai ideologi bangsa dan
negara Indonesia. Pelaksanaan pendidikan kewarganegaraan memiliki 2 (dua) dasar sebagai
landasannya, landasan yang dimaksud adalah landasan hukum dan ideal.
a. Landasan hukum:

1. Undang-Undang Dasar 1945
6. Pembukaan UUD 1945. Pembukaan alinea kedua tentang cita-cita mengisi kemerdekaan
dan alinea keempat khusus tentang tujuan negara, yaitu keamanan dan kesejahteraan.
7. Pasal 27 (3) (II), setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan
negara. Pasal 30 ayat (1) (II), tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam
usaha pertahanan dan keamanan negara. Pasal 31 ayat (1) (IV), setiap warga negara
berhak mendapatkan pendidikan. Pasal 28 A-J tentang Hak Asasi Manusia.

2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1982
Undang-undang No. 20/1982 adalah tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertahanan
Keamanan Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara 1982 No. 51, TLN 3234).
8. Pasal 18 Hak dan Kewajiban warga negara yang diwujudkan dengan keikutsertaan
dalam upaya bela negara diselenggarakan melalui pendidikan pendahuluan bela negara
sebagai bagian tidak terpisahkan dalam sistem pendidikan nasional.
9. Pasal 19 ayat (2) Pendidikan Pendahuluan Bela Negara wajib diikuti oleh setiap warga
negara dan dilaksanakan secara bertahap, yaitu:
(1). Tahap awal pada pendidikan tingkat dasar sampai menengah dan dalam gerakan
Pramuka.
(2) Tahap lanjutan dalam bentuk Pendidikan Kewiraan pada tingkat Pendidikan Tinggi.

3. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan
berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 232/U/2000 tentang Pedoman
Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa, serta
Nomor 45/U/2002 tentang Kurikulum Inti Pendidikan Tinggi telah ditetapkan bahwa
Pendidikan Agama, Pendidikan Bahasa dan Pendidikan Kewarganegaraan merupakan
kelompok mata kuliah Pengembangan Kepribadian yang wajib diberikan dalam kurikulum
setiap program studi atau kelompok program studi.

4. Surat Keputusan Dirjen Dikti Nomor 43 Tahun 2006
Surat Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional
Republik Indonesia Nomor 43/DIKTI/2006 tentang Rambu-Rambu Pelaksanaan Kelompok

Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi.

b. Landasan Ideal

Landasan ideal Pendidikan Kewarganegaraan yang sekaligus menjadi jiwa dikembangkannya
Kewarganegaraan adalah Pancasila.Pancasila sebagai sistem filsafat menjiwai semua konsep
ajaran Kewarganegaraan dan juga menjiwai konsep ketatanegaraan Indonesia. Dalam
sistematikanya dibedakan menjadi tiga hal, yaitu: Pancasila sebagai dasar negara, Pancasila
sebagai pandangan hidup bangsa dan Pancasila sebagai ideologi negara. Ketiga hal itu dapat
dibedakan, namun tidak dapat dipisahkan.

9. Pancasila sebagai Dasar Negara.

Pancasila sebagai dasar negara merupakan dasar pemikiran tindakan negara dan menjadi
sumber hukum positif di Indonesia.Pancasila sebagai dasar negara pola pelaksanaannya
dipancarkan dalam empat pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 dan
dijabarkan dalam pasal-pasal UUD1945 sebagai strategi pelaksanaan Pancasila sebagai
dasar negara.
Pembukaan UUD 1945 pokok pikiran pertama yaitu pokok pikiran persatuan yang berfungsi
sebagai dasar negara, merupakan landasan dirumuskannya wawasan nusantara sebagai
bagian dari geopolitik.Pokok pikiran kedua yaitu pokok pikiran keadilan sosial yang
berfungsi sebagai tujuan negara merupakan tujuan wawasan nusantara sekaligus tujuan
geopolitik Indonesia.Tujuan negara dijabarkan langsung dalam Pembukaan UUD 1945
alinea keempat, yaitu tujuan berhubungan dengan segi keamanan dan kesejahteraan dan
ketertiban dunia.Geopilitik Indonesia pada dasarnya adalah sebagai perwujudan nilai-nilai
Pancasila di dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara.

10. Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa.

Pancasila sebagai pandangan hidup merupakan kristalisasi nilai-nilai luhur yang diyakini
kebenarannya.Perwujudan nilai-nilai luhur Pancasila terkandung juga dalam konsep
geopolitik Indonesia demi terwujudnya ketahanan nasional sebagai geostrategi Indonesia
sehingga ketahanan nasional ini disusun dan dikembangkan berdasarkan geopolitik
Indonesia. Perwujudan nilai-nilai Pancasila mencakup lima bidang kehidupan nasional yaitu
bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan hankam yang disingkat dengan
Ipoleksosbud Hankam. Ipoleksosbud Hankam menjadi dasar pemikiran ketahanan nasional.
Dari lima bidang kehidupan nasional, bidang ideologi merupakan landasan dasar. Ideologi
itu berupa Pancasila sebagai pandangan hidup yang menjiwai empat bidang lainnya. Dasar
pemikiran ketahanan nasional di samping lima bidang kehidupan nasional tersebut yang

merupakan aspek sosial pancagatra didukung pula adanya dasar pemikiran aspek alamiah
trigatra yang merupakan geostrategi Indonesia.
11. Pancasila sebagai Ideologi Negara.
Pancasila sebagai ideologi negara merupakan kesatuan konsep-konsep dasar yang
memberikan arah dan tujuan dalam mencapai cita-cita bangsa dan negara. Cita-cita bangsa
dan negara berlandaskan Pancasila dipancarkan dalam alinea kedua Pembukaan UUD 1945
merupakan cita-cita untuk mengisi kemerdekaan, yaitu: bersatu, berdaulat adil dan makmur.

D. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

Pembelajaran PKn Sekolah Dasar dimaksudkan sebagai suatu proses belajar mengajar dalam
rangka membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik dan membentuk manusia Indonesia
seutuhnya dalam pembentukan karakter bangsa yang diharapkan mengarah pada penciptaan suatu
masyarakat yang menempatkan demokrasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang berlandaskan
pada Pancasila UUD dan norma-norma yang berlaku di masyarakat yang diselenggarakan selama 6 tahun.

Esensi pembelajaran PKN bagi anak adalah bahwa secara kodrati maupun sosiokultural dan yuridis
formal keberadaan dan kehidupan manusia selalu membutuhkan nilai moral dan norma. jangan
kehidupannya, manusia memiliki keinginan, kehendak dan kemauan (human desire) yang berbeda untuk
selalu membina, mempertahankan, mengembangkan dan meningkatkan aneka potensinya berikut segala
perangkat pendukungnya, sehingga mereka dapat mengarahkan dan mengendalikan dunia kehidupan baik
secara fisik maupun nonfisik ke arah yang lebih baik dan bermakna. Secara tegas, Kosasih Djahiri
menyatakan bahwa dalam kehidupan manusia di dunia ini tidak ada tempat dan waktu kehidupan yang
bebas nilai (value free), karena dengan nilai moral dan norma ini akan menentukan ke arah pengenalan
jati diri manusia maupun kehidupan(Djahiri,1996:2).
namun Sangat disayangkan bahwa dalam aplikasinya, pembelajaran PKn ini kurang banyak diminati dan
dikaji dalam dunia pendidikan dan persekolahan, karena kebanyakan lembaga pendidikan formal dominan
pada penyajian materi yang bersifat kognitif dan psikomotorik belaka, kurang menyentuh pada aspek

afektif hal ini bukan karena tidak disadari esensinya, mainkan karena ketidakpahaman para pengajar.
Padahal, bagi guru profesional, dituntut untuk memberikan pembinaan keutuhan dari peserta didik agar
tidak terjerumus pada erosi nilai moral serta menjadi penyebab dehumanisasi, yang pada akhirnya manusia
menjadi arogan, egois dan individualistis, materialistis sekuler dan bahkan bersombong diri pada
penciptaannya.

Kenapa PKN itu perlu diajarkan kepada anak setidaknya ada tiga alasan yang melandasi nya
sebagaimana dikemukakan oleh Djahiri (1996: 8-9), yaitu:
1. Bahwa sebagai makhluk hidup, manusia bersifat multikodrati dan multifungsi- peran (status); manusia
bersifat multikompleks atau neopluralistis. manusia memiliki kodrat Ilahi, sosial, budaya ekonomi dan
politik.
2. Bahwa setiap manusia memiliki: sense of..., atau value of..., Dan conscience of...Sense of... menunjukkan
integritas atau keterkaitan atau kebutuhan manusia akan sesuatu. Sesuatu ini bisa material, imaterial, atau
kondisional atau waktu.
3. bahwa manusia ini unik(unique human). Hari ini karena potensinya yang mau di potensi dan fungsi peran
serta kebutuhan atau human desire ya multi peran serta kebutuhan.

Sejalan dengan pendapat Djahiri, Dasim Budimansyah dan sapriya (2012:1) tugas pendapat bahwa
pendidikan PKN ini sangat penting dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa sehingga pendidikan
PKN ini harus dibangun atas dasar tiga paradigma, yaitu:
1. PKN secara kurikuler dirancang sebagai subjek pembelajaran yang bertujuan untuk mengembangkan
potensi individu agar menjadi warga negara Indonesia akhlak mulia, cerdas, partisipatif dan bertanggung
jawab.
2. PKN Secara teoritis dirancang sebagai strategi pembelajaran yang memuat dimensi dimensi kognitif,
afektif dan psikomotorik yang bersifat konfluen atau saling berpenetrasi dan terintegrasi dalam konteks
substansi ide, nilai, konsep dan moral Pancasila, warga negaraan yang demokratis dan bela negara.
3. PKN sejarah programmatic dirancang sebagai saksi pembelajaran yang menekankan pada isi yang
mengusung nilai-nilai (content embedding values) dan pengalaman belajar (learning experience) dalam
bentuk berbagai perilaku yang perlu diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari dan merupakan tuntutan

hidup bagi warga negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sebagai penjabaran

lebih lanjut ide, konsep dan moral Pancasila kewarganegaraan yang demokratis dan bela negara.

memerhatikan uraian di atas maka jelas bahwasanya pembelajaran PKn ini pada intinya harus diajarkan

tidak hanya mentransfer ilmunya saja, tetapi harus sampai pada tahap operasional sesuai dengan peranan

peserta didik saat ini dan di masa mendatang. dengan demikian pembelajaran PKn ini bukan hanya dalam

bentuk konsep belaka, singa kurang fungsional tidak muncul sebagai jati diri dan acuan perilaku praksis.

Celakanya pendidikan PKN malah hanya menjadi " pembelajaran hafalan" saja. Jadi, pendidikan PKN yang

secara pragmatis sarat dengan muatan aktif dengan dilaksanakan secara kognitif.

Kendala lainnya yaitu pendidikan di Indonesia diadakan pada berbagai persoalan dan situasi Global

yang berkembang cepat setiap waktu, baik yang bermuatan positif maupun negatif atau bertentangan

dengan kepribadian bangsa Indonesia.

Dilain pihak, Dasim dan Sapriya(2012:3) mengemukakan beberapa permasalahan kurikuler yang mendasar

dan menjadi penghambat dan peningkatan kualitas pendidikan PKN, sebagai berikut

1. Penggunaan alokasi waktu yang tercantum dalam struktur kurikulum pendidikan dijabarkan secara kaku

dan konvensional sebagai jam pelajaran tatap muka terjadwal sehingga kegiatan pembelajaran PKn dengan

cara tatap muka di kelas menjadi sangat dominan.

2. Pelaksanaan pembelajaran PKn yang lebih didominasi oleh kegiatan peningkatan dimensi lainnya

menjadi terbengkalai. di samping itu, pelaksanaan pembelajaran diperparah lagi dengan keterbatasan

fasilitas media pembelajaran.

3. pembelajaran yang terlalu menekankan pada dimensi kogitif itu berimplikasi pada penilaian yang juga

menekankan pada penguasaan kemampuan kognitif saja sehingga mengakibatkan guru harus selalu

mengajak target pencapaian materi.

Dari beberapa penelitian diketahui, Daya tarik terhadap pelajaran PKN masih lemah, karena

membosankan dan cenderung tidak disukai siswa, dan metodenya tidak menentang siswa secara

intelektual (Azis Wahab,2004:2). Pendapat lain menyatakan bahwa mata pelajaran ini dalam

pelaksanaannya menghadapi keterbatasan dan kendala terutama berkaitan dengan kualitas guru

keterbatasan dan kendala terutama berkaitan dengan kualitas guru, keterbatasan fasilitas, dan sumber

belajar (fajar, 2004:2). Kajian kebijakan kurikulum, kesimpulan bahwa pemahaman guru terhadap standar
kompetensi dan kompetensi dasar masih sangat beragam. Sesuai dengan kondisi yang dialami dalam
pembelajaran PKn diperlukan upaya untuk menemukan model pembelajaran dapat memecahkan masalah
pembelajaran.

E. Tujuan Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

Tujuan Pembelajaran PKN di Sekolah Dasar adalah untuk membentuk Watak atau karakteristik

warga negara yang baik. Menurut mulyasa (2007) , tujuan mata pelajaran Pendidikan kewarganegaraan

adalah untuk menjadikan siswa agar:

1. Mampu berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi persoalan hidup maupun itu

kewarganegaraan di negaranya.

2. mampu berpartisipasi dalam segala kegiatan-kegiatan secara aktif dan bertanggung jawab sehingga baik

bisa bertindak secara cerdas dalam semua.

3. bisa berkembang secara positif dan demokratis sehingga mampu hidup bersama dengan bangsa lain di

dunia dan mampu berinteraksi, serta mampu memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dengan

baik. hal ini akan sudah tercapai jika pendidikan nilai dan norma tetap ditanamkan pada siswa sejak usia

dini karena jika siswa tidak memiliki nilai norma yang baik, maka tujuan Untuk mencapai warga negara

yang baik akan mudah terwujudkan.

Pentingnya pendidikan kewarganegaraan diajarkan di sekolah dasar ialah sebagai pemberian

pemahaman dan kesadaran bahwa setiap anak didik dalam mengisi kemerdekaan, dimana kemerdekaan

bangsa Indonesia diperoleh dengan keras dan penuh pengorbanan harus diisi dengan upaya membangun

kemerdekaan, mempertahankan kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara jadi materinya kita perlu

memiliki apresiasi yang memadai terhadap makna perjuangan yang dilakukan oleh para pejuang

kemerdekaan. Apresiasikan menimbulkan rasa senang, sayang, cinta, keinginan untuk memelihara

melindungi membela negara untuk yaitu Pendidikan Kewarganegaraan penting diajarkan di sekolah

sebagai upaya sadar menyiapkan warga yang mempunyai kecintaan dan kesetiaan dan keberanian Bella

bangsa dan negara. mereka adalah para penerus bangsa yang akan mengisi bangsa ini pada kehidupan

yang datang. Bangsa yang kuat adalah bangsa yang bersaru, berilmu, dan berbudaya. maka dari itu

diperlukan generasi muda yang tahu akan hak dan kewajiban dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa

dan bernegara serta peningkatan kualitas dirinya sebagai manusia baik sebagai makhluk pribadi maupun

sosial demi terjaminnya keutuhan bangsa dan negara dalam payung NKRI dan terciptanya masyarakat

Indonesia yang berbudaya dan bermartabat.

Pendidikan kewarganegaraan di sekolah dasar memberikan pelajaran kepada siswa untuk

memahami dan membiasakan dirinya dalam kehidupan di sekolah atau di luar sekolah, karena materi

Pendidikan Kewarganegaraan menekankan pada pengalaman dan pembiasaan dalam kehidupan sehari-

hari yang ditunjang oleh pengetahuan dan pengertian sederhana sebagai bekal untuk mengikuti pendidikan

berikutnya.

Selain itu, perlunya Pendidikan Kewarganegaraan diajarkan di sekolah dasar ialah agar siswa sejak dini

dapat memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara

Indonesia yang cerdas, terampil dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945, dan

memahami nilai-nilai kedisiplinan, kejujuran, kata sikap yang baik terhadap sesamanya, lawan jenisnya,

maupun terhadap orang yang lebih tua. melalui materi Pendidikan Kewarganegaraan juga dapat mendidik

siswa agar dapat berpikir kritis, rasional, dan kreatif menanggapi itu kewarganegaraan; dapat berpartisipasi

secara aktif dan bertanggung jawab dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat,

berbangsa, bernegara, Kak Anti Korupsi; siswa dapat berkembang secara positif dan demokratis untuk

membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan

bangsa-bangsa lainnya.

Lebih luas tujuan pembelajaran PKN ini adalah agar siswa dapat memahami dan melaksanakan hak

dan kewajiban secara santun jujur dan demokratis serta ikhlas sebagai warga negara terdidik dan

bertanggung jawab. Agar peserta didik menguasai dan memahami berbagai masalah dasar dalam

kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara serta dapat mengatasinya dengan pemikiran kritis dan

bertanggung jawab yang berlandaskan Pancasila wawasan nusantara dan ketahanan nasional. Dan yang

tidak kalah pentingnya juga tujuan mempelajari PKN ini agar Siswa memiliki sikap dan perilaku sesuai

dengan nilai-nilai kejuangan cinta tanah air serta rela berkorban bagi nusa dan bangsa.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami bahwa tujuan PKN di Sekolah Dasar adalah untuk menjadikan

warga negara yang baik yaitu warga negara yang tahu mau dan sadar akan hak dan kewajibannya. demikian

diharapkan kelak dapat menjadi bangsa yang terampil dan cerdas dan bersikap baik sehingga mampu

mengikuti kemajuan teknologi modern.

Kenapa PKN harus dimulai dari sekolah dasar? Karena usia mereka haus akan pengetahuan, sangat

penting dan tepat untuk memberikan konsep dasar tentang wawasan nusantara dan perilaku yang

demokratis secara benar dan terarah, jika salah maka akan berdampak terhadap pola pikir dan perilaku

pribadi yang mempengaruhi pada jenjang selanjutnya juga pada kehidupan di masyarakat. Jika diibaratkan

mereka adalah bibit biasa yang kita pupuk menjadi bibit unggul, yang diharapkan dapat tumbuh menjadi

pribadi yang bermutu, bermutu akhlaqnya, ilmunya. untuk mencapai itu, kita tidak boleh salah memberi

pupuk, sebagai salah dalam memberi pengetahuan. Tanamkan konsep dasar tentang hak dan kewajiban,

wawasan nusantara, demokrasi, hak asasi, peraturan-peraturan, perilaku dan sikap moral yang

berketuhanan yang maha esa secara benar, terukur dan terencana, mobil samping mereka juga sudah

menjadi bagian dari masyarakat yang berinteraksi jadi segera di arah ke mana yang baik dan buruk, mana
yang benar dan salah.

F. Fungsi Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
Mata pelajaran Pendidikan kewarganegaraan (PKn) mempunyai fungsi sebagai sarana untuk

membentuk peserta didik menjadi warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan
kewajibannya, berkomitmen setia kepada bangsa dan negara Indonesia dengan merefleksikan diri sebagai
warga negara yang cerdas, terampil dan berkharakter sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD 1945.

Sedangkan menurut Mubarokah (2012) Fungsi pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan adalah
:

11. Membantu generasi muda memperoleh pemahaman cita-cita nasional atau tujuan negara
12. Dapat mengambil keputusan-keputusan yang bertanggung jawab dalam menyelesaikan masalah

pribadi, masyarakat dan negara
13. Dapat mengapresikan cita-cita nasional dan dapat membuat keputusan keputusan yang cerdas
14. Wahana untuk membentuk warga negara yang cerdas, terampil dan berkarakter yang setia kepada

bangsa dan negara Indonesia dengan merefleksikan diriny dalam kebiasan berpikir dan bertindak
sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD NKRI 1945

G. Metode Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

Masalah utama dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan ialah penggunaan metode
atom model pembelajaran dalam menyampaikan materi pembelajaran secara tepat, Iya memenuhi muatan
tatanan nilai, agar dapat diinternalisasikan pada diri siswa serta mengimplementasikan hakikat pendidikan
nilai dalam kehidupan sehari-hari belum memenuhi harapan, seperti yang diinginkan.
Untuk menghadapi kritik masyarakat tersebut di atas, suatu model pembelajaran yang efektif dan efisien
sebagai alternatif, itu model pembelajaran berbasis portofolio (portofolio based learning), yang diharapkan
mampu melibatkan seluruh aspek, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor siswa, serta secara fisik dan
mental melibatkan semua pihak dalam pembelajaran sehingga Siswa memiliki suatu kebebasan berpikir,
berpendapat, aktif dan kreatif. Melalui model pembelajaran portofolio, diupayakan dapat membangkitkan
minat pemahaman nilai-nilai kemampuan berpartisipasi secara efektif, serta diiringi Suatu sikap tanggung
jawab.

Adapun alasan penggunaan model pembelajaran portofolio, yang mendasari kegiatan serta

pembelajaran PKn mengacu pada pendekatan sistem Contextual Teaching Learning (CTL), model kegiatan

sosial dan PKN, metode bercerita, model pembelajaran induktif, dan model pembelajaran deduktif.

1.Model Contextual Teaching Learning

Model Contextual Teaching Learning (CTL) adalah bentuk pembelajaran yang memiliki karakteristik

sebagai berikut:

a. Keadaan yang mempengaruhi langsung kehidupan siswa dan pembelajarannya.

b. Dengan menggunakan waktu/ kekinian, yaitu masa yang lalu, sekarang dan yang akan akan datang.

c. Lawan dari textbook centered.

d. Lingkungan budaya, sosial, pribadi, ekonomi, dan politik.

e. Belajar tidak hanya menggunakan ruang kelas, bisa dilakukan di dalam kehidupan keluarga,

masyarakat, bangsa dan negara.

f. Mengaitkan isi pelajaran dengan dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan antara

pengetahuan dengan penerapannya dalam kehidupan mereka.

g. Membekali siswa dengan pengetahuan yang fleksibel dapat diterapkan dari satu permasalahan ke

permasalahan lain, dari satu konteks ke konteks lain.

Model CTL disebut juga REACT, yaitu relating ( media dalam kehidupan nyata), experiencing ( dalam

konteks eksplorasi, penemuan dan penciptaan). apllying ( belajar dengan menyajikan pengetahuan untuk

kegunaannya), cooperating( belajar dalam konteks interaksi kelompok), dan transferring( belajar dengan

menggunakan penerapan dalam konteks baru atau kontak lain).

2. Model kegiatan sosial dan pendidikan kewarganegaraan

Model yang dipelopori oleh Free Newman mencoba mengajarkan pada siswa bagaimana

mengaruhi kebijakan umum. Dengan demikian, pendekatan ini mencoba memperbaiki kehidupan siswa

dalam masyarakat atau negara, mencoba mengembangkan kompetensi lingkungan dan memberikan

dampak pada keputusan-keputusan kebijakan, memiliki tingkat kompetensi dan komitmen sebagai

pelaksana yang bermoral. Model ini mendorong partisipasi aktif siswa dalam kehidupan politik, ekonomi,

dan sosial dalam masyarakat.

3. Metode Bercerita

Menciptakan pembelajaran PKn yang menyenangkan dengan metode bercerita, menjadi salah

satu teknik pembelajaran yang berguna dalam membangun karakter dan kepribadian siswa. Dalam

kegiatan ini, guru harus pandai memilih cerita yang sesuai dengan perkembangan anak, juga diselaraskan

dengan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang sedang ditanamkan. Ajaklah anak-anak duduk

melingkar di atas karpet. Perlihatkan buku yang akan dibacakan. kondisikan siswa agar fokus pada cerita

yang akan disampaikan.

Selain mengambil kisah-kisah dari buku cerita yang sudah ada guru dapat menciptakan sebuah cerita

dengan melibatkan anak dalam alur cerita. setelah selesai bercerita, guru dapat mengajukan pertanyaan

baik lisan maupun tertulis sesuai dengan isi cerita yang telah didengarkan. Selain berguna mengukur sejauh

mana pemahaman terhadap cerita, sebagai alat penilaian Di akhir pembelajaran.

4. Metode Pembelajaran Induktif

Pendekatan ini dikembangkan oleh filsuf Francis bacon yang menghendaki penarikan kesimpulan

didasarkan atas fakta-fakta yang kongkrit sebanyak mungkin. Semakin banyak fakta semakin mendukung

kesimpulan. Adapun langkah-langkah yang harus ditempuh dalam model pembelajaran induktif ini, sebagai

berikut:

a. Pemilihan prinsip; Guru harus memiliki konsep, , aturan yang akan disajikan dengan pendekatan induktif.

b. pemberian contoh; guru menyajikan contoh khusus, yang mendukung prinsip, atau aturan yang

memungkinkan siswa untuk memperkirakan sifat umum yang terkandung dalam contoh.

C. Pemberian contoh lain; guru menyajikan contoh khusus, pendukung prinsip, atau aturan yang

memungkinkan siswa memperkirakan sifat umum yang terkandung dalam contoh.

d. Menyimpulkan; guru menyimpulkan, memberi penegasan dari beberapa contoh kemudian disimpulkan

dari contoh tersebut menuju sebuah prinsip yang hendak dicapai siswa.

5. Model Pembelajaran Deduktif
Pendekatan deduktif merupakan pendekatan yang mengutamakan penalaran dari umum ke

khusus. langkah-langkah yang dapat ditempuh dalam model pembelajaran dengan pendekatan deduktif,

sebagai berikut:

a. guru memilih konsep, prinsip, aturan yang akan disajikan.

b. Menyajikan aturan prinsip yang bersifat umum, lengkap dengan definisi dan contoh-contoh.

c. guru menyajikan contoh-contoh khusus agar siswa dapat menyusun hubungan antara keadaan khusus

dengan aturan prinsip umum yang didukung oleh media yang cocok.

d. guru menyajikan bukti-bukti untuk menunjang atau menolak kesimpulan bahwa keadaan umum itu

merupakan gambaran dari keadaan khusus.

H. Macam Macam Pendekatan Pendidikan dalam Pendidikan kewarganegaraan

Beberapa pendekatan nilai dan moral yang digunakan dalam pembelajaran PKn adalah sebagai
berikut :
1. Evokasi

Pendekatan ini menekankan pada inisiatif siswa untuk mengekspresikan dirinya secara spontan
yang didasarkan pada kekebasan dan kesempatan. Pendekatan seperti ini baik sekali namun dilihat dari
budaya masyarakat ini terumata yang jauh dari kehidupan kota melaksanakan pendekatan tersebut
tentulah menghadapi kendala-kendala cultural dan psikologikal. Untuk dapat mengimplementasikan
pendekatan ini, pernana guru amat diperlukan dalam apa yang disebut dengan “breaking the ice” agar
setiap anak merasakan adanya suasana terbuka, bersahabat dan kondusif untuk dapat “menyatakan
dirinya” menyatakan apa yang menjadi pemikirannya dan mengungkapkan perasaannya.

Melatih siswa dengan cara seperti itu pada dasarnya merupakan salah satu bentuk pendewasaan
agar terbiasa dalam merasakan manfaat situasi seperti itu, sehingga untuk masa-masa yang akan dating
mereka pun dapat berbuat yang sama atau bahkan melebihinya. Keberhasilan pendekatan tersebut juga
amat bergantung pada dorongan dan rangsangan yang diberikan guru dengan mengandalkan pada
stimulus-stimulus tertentu. Selain peranan guru, peranan keluarga dan masyarakat juga amat penting
oleh karena apa yang dibicarakan dalam kelas yang dibatasi oleh empat dinding kelas dapat member
makna dalam belajar siswa.
Peranan kedua unsut tersebut dalam menumbuhkan keyakinan siswa tentang nilai mora yang dibahas di
kelas, harus sejalan dengan apa yang di lihat dan dialaminya dalam kehidupan di keluarga dan di
masyarakat. Jika tidak ada kesesuian di antara ketifa unsut tersebut maka akan terjadi konflik dalam diri
anak yang dalam istilah Pendidikan Kewarganegaraan disebut intra personal conflict yaitu konflik yang
terjadi dalam diri siswa. Konflik dalam diri pribadi anak itu dapat berlanjur menjadi konflik antar pribadi
yang disebut inter personal conflict karena melihat tidak adanya keajekan antara nilai yang dipelajari dan
diuakininya dengan apa yang terjadi di sekolah dan di masuarakat secara keseluruhan.

Pengalaman dan pembiasaan nilai-nilai Pancasila sebagai tujuan PKn merupakan langkah-langkah
penting dalam pengajaran nilai. Hal itu sejalan dengan pendapat Dewey yang menyatakan bahwa
“…intellectual and ethical competence could be achieved only by reflecting on one’s actual, concrete,
concrete experience.” Sebabnya adalah walaupun dikenalkan berbagai konsep nilai misalnya tentang
demokrasi, keadilan dan menghargai orang lain jika struktur kelas dan sekolah tetap saja mencontoh dan
menekankan pada hubungan social yang otoriter maka hangan diharapkan aka nada belajar yang efektif.

Kepedulian terhadap hubungan antara abstraksi dengan pengalaman siswa sendiri dalam
pemahaman Dewey disebut dengan istilah “child centeredness.” Anak membutuhkan moral yang ideal
yang diharapkan dapat dikuasainya secara intelektual. Pendidikan moral yang didasarkan pada kerangka
kerja Dewey adalah kegiatan kerjasama kelompok, bekerja dengan orang lain dalam masalah yang katual
atai masalah yang sebenarnya, dalam bidang apa saja (seni, sains, politik, mekanik) akan membantu anak
menghargai pandangan dan nilai saling member dan menerima (mutual exchange).

Moralita memang tidak dapat diajarkan hanya melalui contoh kata-kata yang disampaikan oleh
guru. Siswa membutuhkan untuk saling berinteraksi pada kegiatan-kegiatan yang betul-betul merupakan
kepedulian dan perhatian mereka. Teknik mengajar yang dapat digunakan dalam menggunakan
pendekatan ini diantaranya adalah teknik mengungkapkan nilai yang dikenal dengan Value Clarification
Technique.
Hersh (1980) dkk. Misalnya menjelaskan bahwa “Morality…depends on the orchestration of human
caring, objective thingking, and determinan action. …Morality is neither good motives nor right reason,
nor resolute action. It is all three. …three was no discernible separation between his feelings, thoughts,
and action; they seemed to fit together at once, as part og a united front against a common threat.” Sikap
atau perilaku moralitas itulah yang kiranya menjadi tugas dan sekaligus tantangan utama guru SD.
Masalah akan semakin rumit terutama jika dikaitkan pengajar nilai dan moral untuk SD.

2. Inkulkasi (Menanamkan)
Pendekatan ini didasarkan pada sejumlah pertanyaan nilai yang telah disusun terlebuh dahulu

oleh guru. Tujuannya adalah agar pertanyaan-pertanyaan yang menyangkut masalah nilai tersebut dapat
digunakan untuk mempengaruhi dan sekaligus mengarahkan siswa kepada suatu kesimpulan nilai yang
sudah direncanakan. Peranan guru dalam hal ini amat menentukan oleh karena gurulah yang menentuka
kearah mana siswa akan dibawa atau diarahkan atau dikondisikan secara halus dan hati-hati.

Gurulah dengan pertanyaan dan arah kesimpulan atau pendapat yang menentukan dalam
penkdekatan ini adalah Teknik Inkuiri Nilai (Value Inquiru Question Technique) di mana target nilai yang
diharapkan dapat dicapai dengan memanipulasi kedalam sejumlah pertanyaan.

3. Pendekatan Kesadaran
Dalam hal ini yang menjadi sasaran adalah bagaimana mengungkap dan membina kesadaran

siswa tentang nilai-nilai tertentu yang ada pada dirinya atau pada orang lain. Tentu saja kesadaran itu
akan tumbuh menjadi sesuatu yang menumbuhkan kesadarannya tentang nilai atau seperangkat nilai-
nilai tertentu. Hanya dengan kesadaran tertentu itu melalui kegiatan-kegiatan tertentu yang
direncanakan oleh guru anak dapat mengungkapkan nilai-nilai dirinya atau nilai-nilai orang lain. Jendela
Johary (Johary Window) kiranya dapat membantu menumbuhkan kesadaran siswa tentan gidirnya atau
diri orang lain.

4. Penalaran Moral
Salah satu pendekatan dalam pendidikan moral adalah penalaran moral dimana anak dilibatkan

dalam suatu dilemma moral sehingga keputusan yang diambil terhadap dilemma moral harus dapat
diberikan alas an-alasan moralnya yang masuk akal. Dilemma moral adalah satu bentuk teknik mengajar
nilai dan miral yang dianggap tepat terutama bagi kelas-kelas yang tinggi, misalnya kelas IV, V dan VI.
Patut disadari bahwa dalam pendidikan nilai dan moral berbagai cara dapat digunakan sebagai stimulus
dalam melibatkan nalar dan afeksi siswa adalah melalui pertanyaan, pernyataan, gambar, ceritera, dan
gambar keadaan yang bersifat dilematis.
Dalam pengajaran PKn misalnya melibatkan siswa sebagai individu yang “merasakan” dan “larut” dalam
situasi yang sengaja diciptakan untuk mendorong siswa menggunakan nalar dan perasaannya terhadap
suatu situasi atau kejadian, prinsip, pandangan atau masalah merupakan upaya-upaya dasar dalam
pendidikan nilai dan moral. Tanpa upaya-upaya dasar semacam itu, pendidikan nilai dan moral serta PKn
khususnya akan sulit mencapai tujuan-tujuannya secara optimal. Dalam pendekatan dilematis sebagai
salah satu pendekatan akan lebih efektif jika guru berhasil melibatkan secara intens nalar dan perasaan
siswa sebab walaupun yang menjadi dasar utama adalah nalarnya atau reasoning-nya, namun factor
perasaan siswa jufa akan memegang peranan penting dalam member alas an-alasan moral tersebut.
Peranan stimulus amat besar sebab stimulus yang didasarkan pada hal yang bersifat dilematis, akan
mengundang siswa mengkaji dengan nalar nilai dan moral yang terlibat dalam masalah yang bersifat
dilematis tersebut. Dalam proses pengkajian tersebut siswa akan melibatkan nilai-nilai yang dimilikinya
dihadapkan dengan nilai-nilai yang terkandung di dalam masalah dilematis tersebut. Dengan itu juga
diharapkan siswa sekaligus menghubungkannya dengan nilai-nilai yang umum dimiliki oleh orang lain
atau umum dalam menghadapi masalah-masalah dilematis seperti itu. Oleh karena dalam pendekatan ini
yang menajdi focus adalah nalar atau yang berkaitan dengan kognitifnya maka pendekatan ini amat
sesuai dengan apa yang kita sebut dengan Cognitive Moral Development dari Kohlberg. Bagi Kohlberg
terhadap kaitan yang erat antara perkembangan kognitif dan kematangan atau perkembangan moral

seseorang.

5. Pendekatan Analisis Nilai
Melalui pendekatan ini siswa diajak untuk mengaji atau menganalisis nilai yang ada dalam suatu

media atau stimulus yang memang disiapkan oleh guru dalam mengajarkan pendidikan nilai dan moral.
Dalam melakukan pengkajian tentu saja para siswa sudah dibekali dengan kemampuan analisisnya.
Melakukan analisis sebagaimana diketahui adalah merupakan salah satu tahapan dalam tingkat
pengetahuan atau ingatan dan analisis adalah satu tahapan dalam keterampilan berpikir sebelum sampai
pada sintesis dan evaluasi.
Dalam melakukan analisis nilai tentu saja siswa akan sampai pada tahapan menilai apakah suatu nilai itu
dianggap baik atau tidak. Jika menggunakan nanalisis nilai, tentu saja disesuaikan dengan kemampuan
siswa. Analisis nilai dapat dimulai oleh siswa yang dimulai dari sekedar melaporkan apa yang dilihat dan
dihadapi sampai pada memilih dan mengemukakan hasil pengkajian yang lebih teliti dan lebih tepat.

Sebagaimana telah dikemukakan di atas bahwa pendekatan ini berkaitan dengan kognitif maka
jelas bahwa antara pendekatan lima berkaitan erat dengan pendekatan empat yaitu penalaran moral.
Pendekatan ini banyak sekali digunakan dalam teknik mengungkap nilai.

6. Pengungkapan Nilai
Pengungkapan Nilai melihat pendidikan moral lebih pada upaya meningkatkan kesadaran diri

(self-awareness) dan memperhatikan diri sendiri (self-caring) dan bukannya pemecahan masalah.
Pendekatan ini juga membantu siswa menemukan dan memeriksa nilai mereka untuk menemukan
keberartian dan rasa aman diri. Oleh sebab itu maka pertimbangan (judging) adalah merupakan factor
kunci dalam model tersebut, namun pertimbangan yang dimaksud adalah pertimbangan tentang yang
disenangi dan yang tidak disenangi, dan bukan sesuatu yang diyakini seorang sebagai hal yang benar atau
salah.
Melalui pendekatan ini siswa dibina kesadaran emosionalnya tentang nilai yang ada dalam dirinya melalui
cara-cara kritis dan rational dan akhirnya menguji kebenaran, kebaikan atau ketepatannya.
Pengungkapan nilai tidak menganggap nilai moral sebagai sebuah status dalam rentangan nilai-nilai.
Semua nilai termasuk moral dianggap sebagai sesuatu yang bersifat pribadi dan relativf. Walaupun
dikatakan bahwa Teknik Pengungkapan Nilai ini banyak dipakai ternyata juga banyak menghadapi
tantangan, oleh karena itu pendekatan ini dianggap memiliki banyak kelemahan.

7. Pendekatan Komitmen
Pendekatan komitmen dalam pendidikan nilai dan moral mengarahkan dan menekankan pada

seperangkat nilai yang akan mendasari pola piker setiap guru yang bertanggung jawab terjadap
pendidikan nilai dan moral. Dalam PKn sudah barang tentu yang menjadi komitmen dasarnya adalah nilai-
nilai moral Pancasila serta Undang-undang Dasar 1945. Nilai moral tersebut telah menjadi komitmen
bangsa dan negara Indonesia untuk terus dilestarikan sebagai nilai-nilai luhur bangsa Indonesia.

Dalam mengajarkan nila dan moral tersebut nilai moral Pancasila merupakan nilai sentralnya
tanpa menutup kemungkinan mengajarkan nilai-nilai lainnya yang sesuai dan tidak bertentangan dengan
Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Hal itu merupakan perwujudan dari komitmen Bangsa
Indonesia khususnya Orde Baru untuk senantiasa melaksanakannya secara murni dan konsekuen. Untuk
terlaksananya hal tersebut sudah barang tentu komitmen terutama guru, orang tua, serta masyarakat
dan juga siswa merupakan hal yang paling pokok bagi keberhasilan PKn tersebut.

Tujuan utama pendekatan ini adalah untuk melatih disiplin siswa dalam pola pikir dan
tindakannya agar senantiasa sesuai dengan nilai-nilai moral yang telah menjadi komitmen bersama itu.
Oleh karena nilai—nilai yang telah menjadi komitmen tersebut adalah nilai-nilai bersama maka
pendekatan tersebut diharapkan pula dapat membina integritas social para siswa. Persoalan utama
sekarang adalah bagaimana hal itu dilakukan pada tingkat SD.

8. Pendekatan Memadukan (Union Approach)
Pedekatan ke delapan yang diajukan Superka adalah menyatukan diri siswa dengan pengalaman

dalam kehidupan “riil” yang dirancang oleh guru dalam proses belajar-mengajar. Proses penyatuan
tersebut tidak lain adalah dimaksud agar siswa benar-benar mengalami secara langsung pengalaman-
pengalaman yang direncanakan guru melalui berbagai metode mengajar yang dipilih guru untuk tujuan

tersebut. Untuk mencapai tujuan pengajaran seperti yang diharapkan itu, guru dapat menggunakan
berbagai metode diantaranya Partisipatori, Simulasi, Sosio Drama, dan Studi Proyek.

Siswa SD sesuai dengan tingkat kemampuan dan perkembangan berpikirnya memang lebih
menyenangi contoh-contoh konkrit. Contoh konkrit tersebut adalah contoh-contoh perilaku yang dapat
dilaksanakan dlaam kehidupan siswa. Penerapannya mungkin dalam kelompok diskusi di kelas, dalam
kelompok bermain di sekolah atau dalam kehidupan di tengah-tengah keluarga. Karena itu dalam prinsip
pengajaran dianjurkan agar guru {Kn SD dalam mengajarnya memulai dari hal-hal konkrit kepada yang
abstrak apalagi materi pendidikan moral pada dasarnya bersifat abstrak.

Salah satu permasalahan pokok yang dihadapi guru adalah bagaimana mencari contoh-contoh
konkrit yang memang secara langsung menyentuh aspek kehidupan anak. Apa yang secara langsung
menyentuh kebuthan seorang akan lebih mudah dihayati dan dilaksanakan. Kiranya demikian pula
dengan mata pelajaran PKn SD.
Oleh sebab itu dalam mengajarnya guru PKn SD diharapkan dapat (a) mengemukakan berbagai contoh

perilaku, (b) membantu siswa agar dapat mengikuti/mencontoh berbagai perilaku yang sesuai dengan
nilai-nilai moral Pancasila dan tuntutan kehidupan masuarakat sekitarnya yang tidak bertentangan
dengan nilai-nilai moral Pancasila tersebut. Sebagai contoh misalnya adalah, guru dalam mengajarnya
sebaiknya lebih menekankan pada contoh-contoh yang sesuai dengan tingkat perkembangan siswa.

Contoh-contoh pengalaman nilai-moral dalam berbagai situasi dan konteks kiranya dapat
membantu siswa untuk lebih memahami dan menghayati serta mengamalkan nilai-nilai moral yang
disampaikan memalui mata pelajaran PKn SD. Nilai-nilai yang mendasari sikap dan perilaku dalam
keluarga, sekolah, dan lingkungan bermain serta lingkungan yang lebih luas haru merupakan materi
penting untuk dipahami anak-anak SD.
Nilai-nilai dalam keluarga dimaksud diantaranya adalah kasih saying, saling menghormati, menyenangi
kebersihan dan keindahan, kepatuhan. Dapat juga yang berkaitan dengan lingkungan belajar anak seperti,
saling menyayangi, tolong menolong, adil, berdisiplin, mematuhi aturan permainan, tertib dan jujur, dan
bersikap sportif. Nilai-moral dalam lingkungan kelas atau sekolah juga perlu diperhatikan misalnya dating
dan menyelesaikan tugasnya tepat waktu, berbari dengan rapih saat memasuki kelas, memelihara
kebersihan kelas dan sekolah, memelihara buku dan peralatan sekolah, menghormati guru dan petugas
sekolah lainnya.

I. Implementasi Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dalam Kehidupan Sehari hari

Kenakalan remaja disebabkan oleh beberapa hal antara lain kesalahan sistem pengajaran di
sekolah yang kurang menanamkan sistem nilai, transisi kultural, kurangnya perhatian orang tua, dan
kurangnya kepedulian masyarakat pada masalah remaja.

Untuk mengatasi permasalahan remaja tersebut perlu dilakukan secara sistemik dan
komprehensip melalui lingkungan sekolah, keluarga, masyarakat, dan melalui kebijakan pemerintah. Hal
ini dapat dapat dikaji dan dilakukan melalui berbagai disiplin ilmu (interdisipliner) yaitu agama, moral
(PPKn), olahraga kesehatan, biologi, Psikologi, sosial, hukum, dan politik.

J. Permasalahan dan Solusi Pendidikan Kewarganegaraan di Sekolah Dasar
Berikut ini merupakan beberapa permasalahan & solusi Pendidikan Kewarganegaraan di Sekolah

Dasar menurut (Hendrizal, 2017).
Permasalahannya

Mengapa selama ini PKn cenderung kurang di minati siswa? Mengapa PKn kurang mendapat
perhatian seperti pelajaran matematika, IPA, bahasa Indonesia? Apakah karena PKn tidak di UN kan di
tingkatkan sekolah dasar? Pertanyaan ini muncul bila melihat kenyataan bahwa sebagian orang yang

mengganggap remeh pelajaran PKn ini, yang pasti terdapat dampak pada pencapaian pelajaran PKn yang
kurang maksimal. Apa kita harus menyalahkan peserta didik?
Penyelesaiinya:

Sudah seharusnya sebagai pendidik melakukan intropeksi diri. Apakah selama ini kita sudah
mengajar dengan baik serta bisa membuat tertarik pelajaran PKn ini ke peserta didik ? Masalah demi
masalah yang di alami begitu kompleks. Seperti kurikulum yang terlalu berat, kurangnya kemampuan
dalam menangkap kata kunci dalam SK dan KD mengajar berdasarkan buku teks (textbook centre)
praktek mengajar PKn selama ini lebih banyak berlangsung dengan pendekatan onvensional
pembelajaran tidak kontekstual evaluasi cenderung mengarah pada aspek kognitif kurikulum disesuaikan
dengan tingkat kemampuan siswa SD menangkap esensi atau kata kunci dalam SK dan KD secara benar
mengajar harus punya persiapan RPP.

RPP memegang peranan penting bagi guru dalam mengajar mengajar dengan pendekatan
konstruktivisme. Melaksanakan pendekatan konstruktivisme akan banyak memberikan kesempatan pada
siswa untuk mengeksplor potensi dirinya belajar berdasarkan realita. Belajar akan bermakna bagi siswa
kalau apa yang dipelajari itu bermanfaat bagi kehidupannya evaluasi bersifat total (kognitif, afektif,
psikomotor). Hasil belajar tidak cuma diukur dari kemampuan kognitif

PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA DI
SEKOLAH DASAR

2.1 PENGERTIAN PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA DI SEKOLAH DASAR
Belajar bahasa pada hakikatnya adalah belajar komunikasi. Pendidikan Bahasa Indonesia

merupakan salah satu aspek penting yang perlu diajarkan kepada para siswa di sekolah. Maka
mata pelajaran ini kemudian diberikan sejak masih di bangku SD karena dari situ diharapkan
siswa mampu menguasai, memahami dan dapat mengimplementasikan keterampilan
berbahasa. Seperti membaca, menyimak, menulis, dan berbicara. Permendiknas No. 22 Tahun
2006, Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional
peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi.
Pembelajaran bahasa diharapkan membantu peserta didik mengenal dirinya, budayanya, dan
budaya orang lain, mengemukakan gagasan dan perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat
yang menggunakan bahasa tersebut, dan menemukan serta menggunakan kemampuan analitis

dan imaginatif yang ada dalam dirinya. Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk
meningkatkan kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan
baik dan benar. Hal tersebut dilakukan baik secara lisan maupun tulis, serta menumbuhkan
apresiasi terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia. Standar kompetensi mata
pelajaran bahasa Indonesia merupakan kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang
menggambarkan penguasaan pengetahuan, keterampilan berbahasa, dan sikap positif terhadap
bahasa dan sastra Indonesia. Standar kompetensi ini merupakan dasar bagi peserta didik untuk
memahami dan merespon situasi lokal, regional, nasional, dan global.

Pembelajaran bahasa Indonesia di SD dilaksanakan secara terpadu. Pembelajaran secara
terpadu seharusnya dilaksanakan sesuai dengan cara anak memandang dan menghayati
dunianya. Oleh karena itu dalam pembelajaran bahasa Indonesia diharapkan siswa dapat
memahami secara rasional serta konsep-konsep yang terkait dengan pembelajaran bahasa
Indonesia. Pembelajaran bahasa Indonesia merupakan mata pelajaran mendasar yang sudah
diajarkan sejak TK sampai dengan perguruan tinggi. Bahasa Indonesia mempunyai peran
penting dalam proses pembelajaran. Pelajaran bahasa Indonesia mulai dikenalkan di tingkat
sekolah dasar sejak kelas 1 SD. Mata pelajaran bahasa Indonesia diberikan disemua jenjang
pendidikan formal. Standar kompetensi mata pelajaran bahasa Indonesia bersumber pada
hakikat pembelajaran bahasa yaitu belajar bahasa belajar berkomunikasi dan belajar sastra
belajar menghargai manusia dan nilai-nilai kemanusiaannya. Oleh karena itu, pembelajaran

bahasa Indonesia mengupayakan peningkatan kemampuan siswa untuk berkomunikasi secara
lisan dan tertulis serta menghargai karya cipta bangsa Indonesia Hartati, 2003. Berdasarkan
pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran bahasa Indonesia di SD adalah
pembelajaran yang dilaksanakan secara terpadu. Selain itu juga diarahkan untuk meningkatkan
kemampuan berkomunikasi peserta didik.

Tujuan Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar. Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2006 tentang Standar isi menyebutkan bahwa mata
pelajaran bahasa Indonesia di Sekolah Dasar memiliki tujuan sebagai berikut.
a. Berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara
lisan maupun tulis.
b. Menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan
bahasa negara.
c. Memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk
berbagai tujuan.
d. Menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta
kematangan emosional dan sosial.
e. Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus
budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa.

f. Menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual
manusia Indonesia. Berdasarkan tujuan tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
bahasa di Sekolah Dasar diharapkan siswa mendapat bekal yang matang untuk
mengembangkan dirinya dalam pendidikan berikutnya dan hidup bermasyarakat. Dalam
bidang pengetahuan siswa memiliki pemahaman dasar-dasar kebahasaan terutama bahasa
baku serta mempunyai sikap positif terhadap bahasa Indonesia.

2.2 ESENSI PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA

Pendididkan dasar atau sekolah dasar merupakan momentum awal bagi anak untuk
meningkatkan kemampuan dirinya. Dari bangku sekolah dasarlah mereka mendapatkan imunitas
belajar yang kemudian menjadi kebiasaan-kebiasaan yang akan mereka lakukan di kemudian hari.
Sehingga peran seorang guru sangatlah penting untuk dapat menanamkan kebiasaan baik bagi
siswanya, bagaimana mereka dituntut memiliki kompetensi-kompetensi yang kemudian dapat
meningkatkan kemampuan siswanya.

Salah satu keterampilan yang diharapkan dimiliki oleh siswa dari sekolah dasar ini adalah
keterampilan berbahasa yang baik, karena bahasa merupakan modal terpenting bagi manusia. Dalam
pengajaran bahasa indonesia, ada empat keterampilan berbahasa yang harus dimiliki oleh siswa,
keterampilan ini, antara lain: mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Keempat aspek
berbahasa ini saling terkait antara satu dengan yang lainnya. Bagaimana seorang anak akan bisa
menceritakan sesuatu setelah ia membaca dan berbicara anak, sehingga keempat aspek ini harus
senantiasa diperhatikan untuk meningkatkan kemampuan siswa.

Berikut ini 4 keterampilan berbahasa dasar yang penting dikuasai anak yaitu:
1) Menyimak

Keterampilan yang paling mendasar ialah menyimak. Setiap orang tentu melakukan
kegiatan menyimak, mulai dari mendengarkan berita, cerita, dan berbagai informasi lainnya
baik melalui TV, Radio, dll. Underwood (1990) mendefinisikan menyimak adalah kegiatan
mendengarkan atau memperhatikan baik-baik apa yang ducapkan orang, menangkap dan
memahami makna dari apa yang didengar.

Menyimak berbeda dengan mendengar, mendengar hanya menerima informasi yang
diperdengarkan saja tanpa melalui penyerapan dan pemilihan informasi dalam kinerja otak
sehingga hanya tersimpan dalam short term memory(ingatan jangka pendek). Mendengar
identik dengan masuk telinga kanan keluar telinga kiri,sedangkan menyimak adanya sebuah
proses penyerapan dan pemilihan informasi dalam otak sehingga disimpan dalam long term
memory(ingatan jangka panjang), di sinilah kinerja otak berkerja dan berkembang dengan baik.

2) Berbicara
Keterampilan berbicara pada umumnya dapat dilakukan oleh semua orang, tetapi

berbicara yang terampil hanya sebagian orang mampu melakukan. Berbicara secara umum
dapat diartikan suatu penyampaian maksud (ide, pikiran, isi hati) seseorang kepada orang lain
dengan menggunakan bahasa lisan sehingga maksud tersebut dapat dipahami oleh orang lain
(Depdikbud, 1984:3/1985:7).

Keterampilan berbicara merupakan salah satu komponen dalm pembelajaran bahasa
Indonesia yang harus dimiliki oleh pendidik dan peserta didik di sekolah. Terampil berbicara
menuntut siswa untuk dapat berkomunikasi dengan siswa lainnya. Seperti yang diungkapkan
oleh Supriyadi (2005:179) bahwa sebagian besar siswa belum lancar berbicara dalam bahasa
Indonesia. Siswa yang belum lancar berbicara tersebut dapat disertai dengan sikap siswa yang
pasif, malas berbicara, sehingga merasa takut salah dan malu, atau bahkan kurang berminat
untuk berlatih berbicara di depan kelas.

Guru harus mampu menumbuhkan minat berbicara para siswa ketika di dalam kelas.
Ajaklah mereka untuk mempraktikkan teks pidato, puisi, berdrama, dsb. Sehingga mereka bisa
mengalami.

3) Membaca
Pusat pemerolehan berbagai pengetahuan keterampilan dari menyimak, berbicara,

dan menulis ialah membaca. Aktivitas membaca sama halnya dengan pemerolehan, apa yang
kita ketahui adalah dari apa yang kita baca. Stauffer (Petty & Jensen, 1980) menganggap
bahwa membaca, merupakan transmisi pikiran dalam kaitannya untuk menyalurkan ide atau
gagasan. Selain itu, membaca dapat digunakan untuk membangun konsep, mengembangkan
perbendaharaan kata, memberi pengetahuan, menambahkan proses pengayaan pribadi,
mengembangkan intelektualitas, membantu mengerti dan memahami problem orang lain,
mengembangkan konsep diri dan sebagai suatu kesenangan.

Membaca memiliki pengaruh terhadap perkembangan hidup kita, namun banyaknya
koleksi buku bukan berarti ia gemar membaca. Kegemaran membaca akan tampak apabila
seseorang mampu mengemukakan berbagai pengetahuan, gagasan, dan ide-ide kreatifnya.

4) Menulis
Tahap keterampilan terakhir ialah menulis. Menulis sebagai pusat pengaplikasian
berbagai pengetahuan yang telah didapat dari aktivitas menyimak, membaca, dan

berbicara kemudian mengalihkannya ke dalam rangkaian kata dan bahasa yang memiliki
makna dan tujuan. Pranoto (2004:9) berpendapat bahwa menulis berarti menuangkan buah
pikiran ke dalam bentuk tulisan atau menceritakan sesuatu kepada orang lain melalui tulisan.
Menulis juga dapat diartikan sebagai ungkapan atau ekspresi perasaan yang dituangkan dalam

bentuk tulisan.

Orang yang gemar, pandai, dan telah menulis berarti ia telah mencoba mengaktifkan
indera yang ada pada dirinya melalui apa yang ia lihat, dengar, rasakan, cium, dan raba
kemudian teraplikasikan ke dalam rangkaian kata dan bahasa.

Keempat keterampilan tersebut saling berhubungan, namun menulislah hal yang
paling utama. Perbedaan utama antara menulis dan berbicara, yaitu orang yang menulis lebih
berani daripada orang yang banyak berbicara tanpa memiliki makna dan tujuan. Orang yang
hanya pandai berbicara belum tentu pandai menulis, ia lebih mengandalkan daya orasi
daripada literasi.

2.3 PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SEKOLAH DASAR

Pembelajaran bahasa indonesia, terutama di sekolah dasar tidak akan terlepas dari
empat keterampilan berbahasa yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.
Kemampuan berbahasa bagi manusia sangat diperlukan. Sebagai makhluk sosial, manusia

berinteraksi, berkomunikasi dengan manusia lain dengan menggunakan bahasa sebagai media,
baikm berkomunikasi menggunakan bahasa lisan juga berkomunikasi menggunakan bahasa
tulis. Keterampilan berbahasa yang dilakukan manusia yang berupa menyimak, berbicara,
membaca dan menulis yang dimodali kekayaan kosakata, yaitu aktivitas intelektual, karya otak
manusia yang berpendidikan. Kita mengetahui kemampuan manusia berbahasa bukanlah
instinct,tidak dibawa anak sejak kecil, melainkan manusia dapat belajar bahasa sampai terampil
berbahasa, mampu berbahasa untuk kebutuhan berkomunikasi.

Penggunaan bahasa dalam interaksi dapat dibedakan menjadi dua yaitu lisan dan
tulisan. Agar individu dapat menggunakan bahasa dalam suatu interaksi, maka ia harus
memiliki kemamuan berbahasa. Kemampuan itu digunakan untuk mengomunikasikan pesan.
Pesan ini berupa ide (gagasan), keinginan, kemauan, perasaan ataupun interaksi. Menurut
indihadi (2006: 57), ada lima faktor yang harus dipadukan dalam berkomunikasi, sehingga
pesan ini dapat dinyatakan atau disampaikan, yaitu: struktur pengetahuan (schemata),
kebahasaan, strategi produktif, mekanisme psikofisik dan konteks.

Kemampuan berbahasa lisan meliputi kemampuan berbicara dan menyimak, sedangkan
kemampuan bahasa tulisan meliputi kemampuan membaca dan menulis. Pada saat manusia
berkomunikasi secara lisan, maka ide-ide, pikiran gagasan dan perasaan yang dituangkan
dalam bentuk kata dengan tujuan untuk dipahami oleh lawan bicaranya. Demikian pula saat
anak memasuki usia TK (taman kanak-kanak) mereka dapat berkomunikasi dengan sesamanya
dalam kalimat berita, kalimat tanya, kalimat majemuk, dan berbagai bentuk kalimat lainnya.
Pada usia ini, anak dianggap telah memiliki kosakata yang cukup untuk mengungkapkan yang
dipikirkan, dan dirasakannya mereka lebih mengungkapkan dalam bentuk lisan dibandingkan
tulisan. Pola bahasa yang digunakannya masih merupakan tiruan bahasa orang dewasa.

Ketika anak memasuki usia sekolah dasar,anak-anak akan terkondisikan untuk
mempelajari bahasa tulis. Pada masa ini anak dituntut untuk berpikir lebih dalam lagi
kemampuan berbahasa anak pun mengalami perkembangan.

Menulis sebagai keterampilan seseorang (individu) mengomunikasikan pesan dalam
sebuah tulisan. Keterampilan ini berkaitan dengan kegiatan seseorang dalam memilih,
memilah, dan menyusun pesan untuk ditransaksikan melalui bahasa tulis. Cahyani dan hodijak
(2007: 127), pesan yang ditransaksikan itu dapat berupa wujud ide (gagasan), kemampuan,
keinginan, perasaan, atau informasi. Selanjutnya, pesan tersebut dapat menjadi isi sebuah
tulisan yang ditransaksikan kepada pembaca. Melalui sebuah tulisan, pembaca dapat
memahami pesan yang ditransaksikan serta tujuan penulisan.

Perkembangan bahasa anak berkembang seiring dengan perkembangan intelektual
anak. Artinya, anak yang berkembang bahasanya cepat, exposed pada ‘bantuan’ yang meskipun
tak tampak nyata, memperlihatkan lingkungan yang kondusif kemah dalam arti emosional
positif. Oleh karena itu, perkembangan bahasa memiliki keterkaitan dengan perkembangan
intelektual anak.

Anak-anak TK yang berusia sekitar lima sampai enam tahun memiliki kemampuan
dalam menghasilkan cerita. Pada usia ini, sebaiknya kemampuan bercerita anak diasah agar
mereka dapat dengan leluasa mengungkapkan pikiran dan perasaannya yang terungkap dalam
bentuk cerita. Cerita yang diungkapkan masih kurang jelas karena plotnya yang tidak runut.
Pada umumnya, yang mereka hasilkan adalah cerita yang erat kaitannya dengan kehidupan
sehari-hari, misalnya lingkungan tempat mereka tinggal.

Pada saat anak-anak memasuki usia tujuh tahun, anak dapat membuat cerita yang lebih
teratur. Mereka dapat menyusun cerita dengan cara mengemukakan masalah, rencana
pemecahan masalah, dan menyelesaikan masalah. Adapun pada saat anak-anak memasuki
kelas dua sekolah dasar diharapkan anak-anak dapat bercerita dengan menggunakan kalimat
yang lebih panjang dengan menggunakan konjungsi; dan, lalu, dan kata depan seperti di, ke,
dan dari. Umumnya, plot yang terdapat dalam cerita masih belum jelas. Pelatihan perlu
dilakukan agar anak dapat mengungkapkan kejadian secara kronologis.

2.4 KURIKULUM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA
Pendidikan formal dalam lingkungan sekolah memiliki kurikulum tertulis,

dilaksanakan secara terjadwal, dan dalam suatu interaksi edukatif di bawah arahan guru.
Kurikulum merupakan suatu alat yang penting dalam rangka merealisasikan dan mencapai
tujuan sekolah. Begitu pula halnya dengan kurikulum bahasa Indonesia, merupakan suatu alat
yang penting dalam rangka merealisasikan dan mencapai tujuan kebahasaan Indonesia, yaitu
meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi dengan bahasa Indonesia, baik secara
lisan maupun tulisan.

Menurut Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP, 2006: 81), standar isi bahasa
Indonesia sebagai berikut: "pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan
kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan
benar, baik secara lisan maupun tulis, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya
kesastraan ma nusia Indonesia." Tujuan pelajaran bahasa Indonesia di SD antara lain bertujuan
agar siswa mampu menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan
kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, serta meningkatkan pengetahuan dan

kemampuan berbahasa. Adapun tujuan khusus pengajaran bahasa Indo nesia, antara lain agar
siswa memiliki kegemaran membaca, meningkatkan karya sastra untuk meningkatkan
kepribadian, mempertajam kepekaan, perasaan, dan memperluas wawasan kehidupannya.
Pengajaran bahasa Indonesia juga dimaksudkan untuk melatih keterampilan mendengar,
berbicara, membaca, dan menulis yang masing-masing erat hubungannya. Pada hakikatnya,
pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam
berkomunikasi dengan bahasa Indonesia baik secara lisan maupun tulisan.

Fungsi bahasa yang paling utama adalah tujuan kita berbicara. Dengan berbahasa, kita
bisa menyampaikan berita, informasi, pesan, kemauan, dan keberatan kita. Menurut Richards,
Platt, dan Weber dalam Solahuddin (2007) menguraikan bahwa bahasa sering dikatakan
mempunyai tiga fungsi utama, yaitu (1) deskriptif; (2) ekspresif; dan (3) sosial. Fungsi
deskriptif bahasa adalah untuk menyampaikan informasi faktual. Fungsi ekspresif ialah
memberi informasi mengenai pembaca itu sen diri, mengenai perasaan-perasaannya,
kesenangannya, pra sangkanya, dan pengalaman-pengalamannya yang telah lewat. Fungsi
sosial bahasa ialah melestarikan hubungan-hubungan sosial antarmanusia.

Pembelajaran menulis di jenjang pendidikan dasar dapat dibedakan menjadi duatahap,
yakni menulis permulaan di Kelas I-II dan menulis lanjut yang terdiri dari menulis lanjut tahap
pertama di Kelas III-IV serta menulis lanjut tahap kedua di Kelas VI hingga kelas IX (SMP).

Menulis itu sendiri berkaitan dengan membaca, bahkan dengan kegiatan berbicara dan
menyimak. Membaca dan menulis merupakan kegiatan yang saling mendukung agar
berkomunikasi untuk melakukan kegiatan membaca sebagai kegiatan dari latihan menulis.

Pembelajaran Bahasa Indonesia dalam Kurikulum 2013
Pembelajaran bahasa Indonesia pada hakikatnya adalah membelajarkan peserta didik

tentang keterampilan berbahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai tujuan dan fungsinya.
Menurut Atmazaki (2013), mata pelajaran Bahasa Indonesia bertujuan agar peserta didik
memiliki kemampuan berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang
berlaku, baik secara lisan maupun tulisan, menghargai dan bangga menggunakan bahasa
Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa negara, memahami bahasa Indonesia dan
menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan, menggunakan bahasa
Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta kematangan emosional dan
sosial, menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, budi pekerti,
serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa, menghargai dan membanggakan
sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia.

Untuk mengimplementasikan tujuan mata pelajaran Bahasa Indonesia tersebut, maka
pembelajaran bahasa Indonesia dalam kurikulum 2013 disajikan dengan menggunakan
pendekatan berbasis teks. Teks dapat berwujud teks tertulis maupun teks lisan. Teks
merupakan ungkapan pikiran manusia yang lengkap yang di dalamnya memiliki situasi dan
konteks. Dengan kata lain, belajar Bahasa Indonesia tidak sekadar memakai bahasa
Indonesia sebagai alat komunikasi, tetapi perlu juga mengetahui makna atau bagaimana
memilih kata yang tepat yang sesuai tatanan budaya dan masyarakat pemakainya.
Dalam pembelajaranya menggunakan empat tahapan, yaitu membangun konteks,
membentuk model, membangun teks bersama-sama/kelompok, dan membangun teks
secara individual atau mandiri. Pelaksanaan pembelajaran menggunakan pendekatan
saintifik dengan model yang sesuai. Ketercapaian KD dalam kelompok KI: 1 dan 2
ditentukan oleh ketercapaian KD dalam kelompok KI: 3 dan 4.
Pembelajaran Bahasa Indonesia dalam kurikulum 2013 yang berbasis teks ini bertujuan
agar dapat membawa peserta didik sesuai perkembangan mentalnya, dan menyelesaikan
masalah kehidupan nyata dengan berpikir kritis. Dalam penerapannya, pembelajaran
Bahasa Indonesia memiliki prinsip, yaitu sebagai berikut.
a. Bahasa hendaknya dipandang sebagai teks, bukan semata-mata kumpulan kata
atau kaidah kebahasaan.
b. Penggunaan bahasa merupakan proses pemilihan bentuk-bentuk kebahasan untuk
mengungkapkan makna.
c. Bahasa bersifat fungsional, artinya penggunaan bahasa yang tidak pernah dapat
dipisahkan dari konteks, karena bentuk bahasa yang digunakan mencerminkan ide, sikap,
nilai, dan ideologi p emakai/penggunanya.
d. Bahasa merupakan sarana pembentukan berpikir manusia.

Dengan prinsip di atas, maka pembelajaran bahasa berbasis teks membawa implikasi
metodologis pada pembelajaran yang bertahap. Hal ini diawali dari kegiatan guru
membangun konteks, dilanjutkan dengan kegiatan pemodelan, membangun teks secara
bersama-sama, sampai pada membangun teks secara mandiri. Kegiatan ini dilakukan
karena teks merupakan satuan bahasa yang mengandung pikiran dengan struktur yang
lengkap. Guru harus benar-benar meyakini bahwa pada akhirnya peserta didik mampu
menyajikan teks secara mandiri.

2.5 PEMBELAJARAN MENULIS
1. Pengertian Menulis
Ahmad Susanto (2019) “Menulis ialah kegiatan yang paling sering dilakukan oleh
setiap orang yang membutuhkan keterampilan khusus yang harus dipelajari dan senantiasa
dilatih. Diperlukan keterampilan tambahan juga motivasi karena menulis bukan tentang
bakat, tidak semua orang mampu menulis. Menulis adalah salah satu cara mengoperasikan
otak secara totalitas menyertakan raga, jari, dan juga tangan”
Berikut beberapa pendapat menganai pengertian menulis.
1. Menurut KBBI, menulis mempunyai arti: (1) membuat huruf, angka, dan sebagainya
dengan pena, pensil, kabur dan sebagainya; (2) melahirkan pikiran atau perasaan
seperti mengarang, membuat surat dengan tulisan; (3) menggambar, melukis; (4)
membatik kain, mengarang cerita, membuat surat, berkirim surat.
2. Rusyana (1984: 191) “Menulis merupakan kemampuan menggunakan pola-pola
bahasa dalam penyampaiannya secara tertulis untuk mengungkapkan suatu
gagasan atau pesan.”
3. Tarigan (1986:4) “Menulis merupakan suatu kegiatan suatu kegiatan yang produktif
dan ekspresif, penulis harus terampil memanfaatkan struktur bahasa dan
kosakata.”
4. Alwasilah (1994:78) “Menulis adalah kegiatan produktif dalam berbahasa. Menulis
adalah proses psikolinguistik, bermula dengan formasi gagasan lewatsemantik, lalu
didata dengan aturan sintaksis, kemudian diwujudkan dalam tatanan sistem tulisan.”
Lebih jelasnya bahwa menulis itu adalah kegiatan menuangkan ide atau gagasan ke
dalam tulisan, menulis itu sebagai suatu keterampilan, menulis itu sebagai proses
berpikir, menulis itu sebagai kegiatan informasi, menulis itu sebagai kegiatan
berkomunikasi.
Menulis menjadi kegiatan penting yang sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.

2. Fungsi Menulis
Menurut Purwanto dalam Susanto (2019) mengklasifikasikan fungsi menulis sesuai

kegunaannya, yaitu sebagai berikut:
a. Fungsi penataan, ialah menata suatu gagasan ,pikiran, pendapat, imajinasi, dan

lainnya, terhadap penggunaa bahasa, sehingga tulisan tersusun.
b. Fungsi pengawetan, ialah mengawetkan pengaturan sesuatu dalam dokumen yang

tertulis.
c. Fungsi penciptaan, ialah mewujudkan atau menciptakan sesuatu yang baru.

d. Fungsi penyampaian, ialah menyampaikan gagasan, pikiran, imajinasi, pengetahuan,
informasi yang telah diawetkan dalam karangan lalu disampaikan pada orang
terdekat maupun yang jauh.

e. Fungsi melukiskan, ialah menggambarkan atau mendeskripsikan sesuatu apapun.
f. Fungsi memberi petunjuk, ialah memberikan petunjuk tentang cara melakukan

sesuatu.
g. Fungsi memerintahkan, ialah memberikan perintah, nasihat, permintaan, anjuran

atau saran, supaya pembaca menjalankannya.
h. Fungsi mengingat, ialah suatu kegiatan, keadaan, peristiwa dicatat agar tidak

terlupakan dan dapat dibaca kembali.
i. Fungsi korespondensi, ialah terjadinya timbal balik adanya tanggapan, seperti

memberitahukan, menanyakan, meminta atau memerintah, ditujukan agar pembaca
memenuhi hal tersebut.

3. Tujuan dan Manfaat menulis
Ada empat macam tujuan (the writer intention) menulis, yaitu:

1. Untuk memberitahukan atau mengajar (informative discourse)
2. Untuk menyakinkan dan mendesak pembaca (persuasive discourse)
3. Untuk menghibur atau menyenangkan pembaca (altruistic purpose) dan wacana

kesastraan (literacy discourse )
4. Untuk pernyataan diri dengan pencapaian nilai-nilai artistik (expressive discourse)

Manfaat menulis, yaitu sebagai berikut:
1. Membantu menemukan kembali yang pernah diketahui.
2. Menghasilkan ide-ide baru
3. Membantu mengorganisasikan pikiran dan menepatkannya dalam suatu wacana.
4. Membuat pikiran seseorang siap dibaca dan juga dievaluasi.
5. Membantu menyerap dan mengingat informasi dan pengetahuan baru dengan baik.
6. Membantu memecahkan masalah

4. Pembelajaran Menulis Permulaan
Menurut Tomkins dalam Susanto (2019:257) menguraikan proses menulis ada lima

tahap yaitu: Tahap pra-menulis (prewriting); tahap penyusunan draf tulisan (drafting);

tahap perbaikan (revisi); tahap penyuntingan (editing); dan tahap pempublikasian
(publishing).

Dalam pembelajaran menulis peserta didik pertama-tama harus diajarkan dahulu
bagaimana cara memegang alat tulis, dimulai dari pensil saat kelas rendah lalu
menggunakan pena mulai kelas tinggi pada Sekolah Dasar. Kemudian, peserta didik
boleh diarahkan untuk melakukan langkah-langkah pembelajaran dalam menulis,
sebagai berikut ini:
a. Pengenalan, guru mengenalkan dasar dasar menulis dahulu seperti titik, dan

garis maupun lingkaran. Kemudian, guru mengenalkan huruf-huruf dan angka-
angka sederhana dari 0 sampai 10 dahulu.
b. Menyalin, guru mencontohkan huruf atau angka yang akan diajarkan. Peserta
didik menyalin huruf yang sama seperti yang telah dicontohkan oleh guru.
Peserta didik menyalin bunyi bacaan ke huruf tertulis, menyalin huruf kecil
menjadi huruf besar, menyalin huruf lepas menjadi huruf sambung, dan peserta
didik dapat diminta melengkapi kata atau tanda baca.
c. Menulis halus atau indah, menulis yang memerhatikan bentuk, ukuran, tebal
tipis dan kerapian menulis.
d. Menulis nama, bisa menulis nama diri sendiri dahulu, lalu nama benda, hewan,
tumbuhan dan lain-lain.
e. Mengarang sederhana, bisa menceritakan pengalaman yang dirangkai dalam
lima sampai sepuluh baris dan pastinya harus diperhatikan ketepatan ejaan,
kerapian, dan isi yang diceritakan peserta didik.

Pembelajaran Seni Budaya dan Keterampilan Di Sekolah Dasar

A. PENDIDIKAN SENI BUDAYA DAN KETERAMPILAN

Pendidikan seni budaya dan keterampilan (SBK) pada dasarnya merupakan pendidikan seni
yang berbasis budaya yang aspek-aspeknya, meliputi: seni rupa, seni music, seni tari dan keterampilan.
Pendidkan seni di sekolah dapat dijadikan sebagai dasar pendidikan dalam membentuk jiwa dan
kepribadian, berakhlak mulia. Tujuan dari pendidikan seni budaya dan keterampilan ialah untuk
mengembangkan kemampuan berpikir, sikap dan nilai untuk dirinya sebagai individu maupun makhluk
social dan budaya.

Pendidikan SBK pada Sekolah Dasar memiliki peranan dalam pembentukan pribadi peserta
didik yang harmonis dengan memerhatikan kebutuhan perkembangan anak dalam mencapai multi
kecerdasaan yang terdiri atas kecerdasan intrapersonal, interpersonal, visual, musical, linguistic, logika,
matematis, naturalis, dan kecerdasaan kreativitas, kecerdasaan spiritual, moral serta kecerdesaan
emosional.

Pendidikan Seni Budaya memiliki sifat multilingual, multidimensional, dan multikultural.
Multilingual bermakna pengembangan kemampuan mengekspresikan diri secara kreatif dengan
berbagai cara dan media seperti bahasa rupa, bunyi, gerak, peran dan berbagai perpaduannya.
Multidimensional bermakna pengembangan beragam kompetensi meliputi konsepsi (pengetahuan,
pemahaman, analisis, evaluasi), apresiasi, dan kreasi dengan cara memadukan secara harmonis unsur
estetika, logika, kinestetika, dan etika. Sifat multikultural mengandung makna pendidikan seni
menumbuhkembangkan kesadaran dan kemampuan apresiasi terhadap beragam budaya Nusantara dan
mancanegara. Hal ini merupakan wujud pembentukan sikap demokratis yang memungkinkan seseorang
hidup secara beradab serta toleran dalam masyarakat dan budaya yang majemuk.

B. HAKIKAT PEMBELAJARAN SENI BUDAYA DAN KETERAMPILAN

Pendidikan SBK disekolah dirasakan sangat penting, karena pelajaran ini memiliki sifat
multilingual, multidimensional, dan multicultural.

- Multilingual bertujuan mengembangkan kemampuan mengekpresikan diri dengan berbagai
cara.

- Multidimensional berarti bahwa mengembangkan kompetensi kemampuan dasar siswa yang
mencakup persepsi, pengetahuan, pemahaman, analisis, evaluasi, apresiasi, pengetahuan,
pemahaman, analisis, evaluasi, apresiasi, dan produktivitas dalam menyeimbangkan fungdi
otak kanan dan kiri, dengan memadukan unsur logika, etika dan estetika.

- Multicultural bertujuan mengembangkan kesadaran dan kemampuan berapresiasi terhadap
keberagaman budaya local dan global sebagai pembentukan sikap menghargai, demokratis,
beradap, dan hidup rukun dalam masyarakat dan budaya yang majemuk.

Pendidikan SBK memiliki peranan dalam pembentukan pribadi peserta didik yang harmonis dengan
memperhatikan kebutuhan perkembangan anak dalam mencapai multi kecerdasan yang terdiri atas
kecerdasan intarpersonal, kecerdasan interpersonal, visual, spasial, moral, emosional, musical, logic,
kinestetik, linguistic, matematis, dan kecerdasan naturals. Semua ini diperoleh melalui upaya eksplorasi
elemen, prinsip, proses, dan teknik berkarya dalam konteks budaya masyarakat yang beragam.

Secara spesifik mata pelajaran SBK meliputi aspek-aspek, sebagai berikut:

1. Seni rupa, mencakup pengetahuan, keterampilan, dan nilai dalam menghasilkan karya seni
rupa berupa lukisan, patung, ukiran, cetak-mencetak, dan sebagainya.

2. Seni music, mencakup kemampuan untuk menguasai olah vocal, memainkan alat music,
apresiasi terhadap gerak tari.

3. Seni tari, mencakup keterampilan gerak berdasarkan olah tubuh dengan, dan, tanpa rangsangan
bunyi, apresiasi terhadap gerak tari.

4. Seni drama, mencakup keterampilan pementasan dengan mamadukan seni music, seni tari,
dan peran.

5. Keterampilan, mencakup segala aspek kecakapan hidup (life skills), yang meliputi
keterampilan personal, social, vokasional, dan akademik.

Diantara bidang seni yang ditawarkan tersebut, minal diajarkan satu bidang seni sesuai dengn
kemampuan sumber daya manusia sera fasilitasyang tersedia. Pada tingkat sekolah dasar, mata
pelajaran keterampilan ditekankan pada keterampilan vokasional, khususnya kerajinan tangan.

C.TUJUAN PEMBELAJARAN SENI BUDAYA DAN KETERAMPILAN

Tujuan pembelajaran merupakan rumusan tingkah laku dan kemampuan yang harus dicapai dan
dimiliki siswa.Dan tujuan pembelajaran seni budaya disekolah dasar yaitu untuk mengembangkan sikap
dan kemampuan siswa agar bisa berkreasi,bekreati ivitas,dan menghargai kerajinan atau keterampilan
seseorang.Materi pada pembelajaran seni budaya yaitu terdiri dari seni rupa,seni tari,seni musik,dan
kerajinan yang masing-masingnya mempunyai karakteristik.

Pembelajaran seni budaya disekolah dapat membantu siswa untuk mengekspresikan dirinya
secara bebas.Melalui pendidikan seni budaya potensi yang dimiliki siswa sejak lahir untuk bergerak
secara bebas dapat dikembangkan secara optimal.pembelajaran seni budaya diberikan di sekolah karena
keunikan, kebermaknaan, dan kebermanfaatan terhadap kebutuhan perkembangan peserta didik, yang
terletak pada pemberian pengalaman estetik dalam bentuk kegiatan berekspresi atau berkreasi dan
apresiasi pendekatan belajar dengan seni, dan peran ini tidak dapat diberikan oleh mata pelajaran lain.

Mata pembelajaran seni budaya bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:

1. Memahami konsep dan pentingnya seni budaya dan keterampilan

2. Menampilkan sikap apresiasi terhadap seni budaya dan keterampilan

3. Menampilkan kreativitas melalui seni budaya dan keterampilan

4.menampilkan peran serta dalam seni budaya dan keterampilan dalam tingkat lokal regional maupun
global

Pendidikan Seni Budaya dan Keterampilan memiliki sifat multilingual, multidimensional, dan
multikultural.

1.Multilingual bermakna pengembangan kemampuan mengekspresikan diri secara kreatif dengan
berbagai cara dan media seperti bahasa rupa, bunyi, gerak, peran dan berbagai perpaduannya.

2.Multidimensional bermakna pengembangan beragam kompetensi meliputi konsepsi (pengetahuan,
pemahaman, analisis, evaluasi), apresiasi, dan kreasi dengan cara memadukan secara harmonis unsur
estetika, logika, kinestetika, dan etika.

3.Multikultural mengandung makna pendidikan seni menumbuhkembangkan kesadaran dan
kemampuan apresiasi terhadap beragam budaya Nusantara dan Mancanegara. Hal ini merupakan wujud

pembentukan sikap demokratis yang memungkinkan seseorang hidup secara beradab serta toleran
dalam masyarakat dan budaya yang majemuk

Pembelajaran seni budaya di sekolah dasar bukan sekedar proses upaya transformasi
pengetahuan seni dan budaya serta keterampilan tetapi juga perlu diupayakan pengembangan sikap
secara aktif kritis dan kreatif.karena pendidikan seni budaya memiliki fungsi dan tujuan untuk
mengembangkan sikap dan kemampuan siswa mampu berkreasi dan peka dalam berkesenian atau
memberikan kemampuan dalam berkarya dan berapresiasi.

D. METODE PEMBELAJARAN SENI BUDAYA DAN KETERAMPILAN

Melaksanakan program kegiatan pembelajaran tidak terlepas dari metode yang akan
digunakan. Sudjana (1999. 70 menyatakan bahwa: "metode adalah cara yang digunakan guru dalam
mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya pengajaran." Metode ditetapkan oleh
penga- Jar dengan berpedoman kepada tujuan pengajaran dan atas pertimbangan terhadap bahan
pelajaran yang akan diberikan. Metode mengajar merupakan bagian dari strategi kegiatan yang dalam
fungsinya berperan sebagai alat untuk membantu efisiensi dalam proses mengajar.

Dalam memilih metode yang akan digunakan guru dalam program kegiatan pembelajaran,
guru hendaknya kreatif dalam memilih metode yang akan dipakai, Sehingga dengan pemilih- an
metode yang tepat, mampu menumbuhkan dan mengem- bangkan seluruh potensi yang dimiliki oleh
siswa agar dapat menghasilkan sesuatu hal yang baru berdasarkan daya pikir atau kemampuannya.
Dengan pemilihan metode yang tepat dapat membantu pembentukan kepribadian anak, Selain itu,
dengan pemilihan metode yang tepat diharapkan anak dapat menyalurkan ekspresi jiwanya,
menumbuhkan keberanian berkreasi, yaitu menyalurkan pikiran dan perasaan.

Pemilihan metode pembelajaran diperlukan oleh guru pada saat merancang proses kegiatan
belajar mengajar. Karena ketepatan pemilihan metode pembelajaran akan berdampak terhadap
efektivitas pencapaian kompetensi pembelajaran yang telah ditetapkan. Dalam pembelajaran seni
musik gabungan dari berbagai metode sangat diperlukan, apalagi kalau pembelajaran yang dilakukan
menekankan pada pemberian pengalaman kepada siswa, Pemilihan metode pembelajaran yang
dilakukan oleh para guru berdasarkan hasil penilitian menunjukkan bahwa pada umumnya mereka
menggunakan metode ceramah, demonstrasi, dan latihan (drill). Metode ceramah digunakan oleh para
guru pada saat menyampaikan berbagai informasi yang terkait dengan materi pembelajaran. Adapun
metode demonstrasi, dilakukan oleh para guru pada saat pembelajaran materi praktik. Karena proses
pembelajaran praktik yang berlangsung lebih menekankan pada strategi ear training, maka pada saat
ada materi baru siswa sangat tergantung pada contoh guru yang dilakukan dengan metode
demonstrasi.

Ketersediaan sarana pembelajaran sangat diperlukan guru dalam merancang dan
melaksanakan pembelajaran. Apalagi dalam pembelajaran seni musik, berdasarkan karakteristik dan
standar kompetensi menurut kreativitas guru dalam meman- faatkan dan mengembangkannya.
Ketersediaan buku sumber dan buku ajar, alat musik, dan media pendukung pembelajaran lainnya
juga sangat dibutuhkan dalam pembelajaran SBK ini.

Ada beberapa sarana pendukung yang diperlukan guru dalam pelaksanaan pembelajaran seni
musik, seperti ruang praktik musik, perlengkapan elektronik (tape recorder, CD dan DVD player,
televisi, dan lain-lain). ketersediaan sarana pembelajaran dersebut berdasarkan data yang diperoleh
menunjukkan bahwa Danyak sekolah yang tidak memiliki ruang khusus pembelajaran seni musik.
Adapun perlengkapan yang ada seperti tape recorder, CD dan DVD player, serta televisi yang dimiliki
di beberapa sekolah tidak pernah digunakan sebagai sarana elektronik apalagi media dalam
pembelajaran seni musik.

E. EVALUASI PEMBELAJARAN SENI BUDAYA DAN KETERAMPILAN

Evaluasi merupakan rangkaian kegiatan dari suatu program yang bertujuan untuk menentukan
keberhasilan suatu program. Worthen & Sanders (1981) mengungkapakan bahwa evaluasi adalah
kegiatan untuk menentukan nilai sesuatu yang di dalamnya terkandung pemerolehan informasi yang
digunakan untuk menentukan baik buruknya suatu program, produk, prosedur, tujuan, atau rancangan
pendekatan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Ada banyak model evaluasi yang dikembangkan
oleh para ahli pendidikan diantaranya:

• Model evaluasi CIPP (Context, Input, Process, Product) (Fernandes, 1984)

• Model evaluasi Scriven yang berorientasi pada “consumer oriented evaluation” karena
filosofi model evaluasi tersebut didasarkan pada kepentingan konsumen (Stufflebeam & Shinkfield,
1985)

• Model evaluasi Alkin yang memperhatikan pengguna potensial, yaitu para pengguna baik
yang berada dalam suatu institusi yang mempunyai potensi menggunakan hasil evaluasi secara
langsung maupun tidak (Alkin, 1985)

• Model evaluasi Valadez (1994) menekankan pentingnya kegiatan monitoring dalam
melakukan evaluasi

• Model evaluasi Performance monitoring indicator yang mengukur dampak, outcomes, output,
input, dari suatu proyek yang dimonitor selama pelaksanaan proyek untuk memperoleh informasi
tentang mengetahui kemajuan proyek (Mosse, Roberto, & Sontheimer, 1996)

Evaluasi pengajaran merupakan bagian dari kepentingan pendidikan yang dianggap penting
untuk mengetahui tercapainya suatu tujuan yang telah ditetapkan. Secara umum, evaluasi pengajaran
menurut Harjanto (2000:277) adalah “penilaian atau penaksiran terhadap pertumbuhan dan kemajuan
peserta didik ke arah tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam hukum.” Maksud hukum dalam
pernyataan tersebut adalah tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam kurikulum. Evaluasi pengajaran
dimaksudkan untuk memperoleh data yang akan mengukur tingkat keberhasilan yang telah dicapai
oleh peserta didik dan dapt ditempuh melalui instrument (alat) yang dibuat oleh pengajar.

Evaluasi untuk pembelajaran SBK meliputi segi keterampilan dengan menggunakan tes
perbuatan atau peragaan, segi pengetahuannya dengan menggunakan tes lisan atau pemahaman, serta
tidak lepas mengenai keadaan sikap dan inisiatif siswa dalam pembelajaran (aspek nilai dan sikap).
Dalam pelaksanaan penelitian, evaluasi yang akan digunakan untuk mengukur kreativitas siswa dalam
pembelajaran SBK harus didasarkan pada aspek-aspek yang harus dicapai siswa, yaitu:

1. Aspek kognitif (pengetahuan); berkaitan dengan pengetahuan atau pemahaman siswa tentang
berbagai hal yang berkaitan dengan kesenian. Penilaian aspek kognitif dalam pembelajaran SBK
berkenaan dengan pemahaman daya pikir, dan aplikasi daya pikir ke dalam perbuatan.

2. Aspek efektif (sikap); berkaitan dengan perhargaan ilmu terhadap karya kesenian, penghargaan
atau penilaian terhadap karya yang sering diistilahkan dengan apresiasi proses yang diawali dengan
pengamatan dan penghayatan. Aspek afektif yang akan dijadikan sebagai penilaian yaitu respons
siswa dalam menunjukkan sikap kesungguhan dalam belajar dan keberanian untuk mengungkapkan
gagasan melalui gerak, serta respon siswa atas karya yang dihadapi karena pada saat berkreasi
memerlukan apresiasi

3. Aspek psikomotor (keterampilan); berkaitan dengan perilaku siswa yang berupa tindakan, oleh
karena itu tahapan prosedur ketika siswa berkarya atau berproses kreatif dapat menjadi fokus amatan.

Penilaian aspek psikomotor yang dilakukan untuk mengetahui kreativitas siswa mencakup
kemampuan dalam menemukan gerak yang sesuai.

Pembelajaran SBK pada siswa sekolah dasar atau madrasaah ibtidaiyah lebih menekankan
kepada proses kreatif. Menumbuhkan respons kreatif pada siswa sekolah dasar diperlukan stimulus
(rangsangan). Rangsangan mampu membangkitkan motivasi, imajinasi, dan inspirasinya. Pada
dasarnya, rangsangan dalam pembelajaran SBK digunakan untuk membantu siswa menemukan dan
mengungkapkan kembali secara estetis apa yang pernah siswa lihat dan rasakan, dan anak dituntut
untuk bisa membayangkannya, kemudian diwujudkan lewat kegiatan yang kreatif. Dalam upaya
menumbuhkan sikap kreatif, siswa diberi rangsang gagasan melalui pertanyaan seputar pengetahuan
siswa mengenai kesenian tradisional. Dengan peran serta pengajar, siswa dibimbing dan diberi
motivasi untuk selalu berpikir secara kreatif dan merealisasikan seluruh imajinasinya ke dalam kreasi
yang kreatif pula, sehingga siswa dapat mencurahkan pikirannya melalui kegiatan secara sederhana
sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.

Anak pada usia sekolah dasar merupakan individu yang sedang mengalami proses
pertumbuhan dan perkembangan yang sangat luar biasa. Pada masa ini, anak mengalami pematangan
fungsi-fungsi fisik dan psikisnya yang siap merespons rangsangan yang diberikan oleh lingkungan.
Masa ini merupakan yang tepat untuk meletakkan asar pertama dalam mengembangkan kemampuan
afektif, kognitif, dan psikomotoriknya secara optimal. Kecenderungan anak pada masa ini sangat aktif
dalam melakukan berbagai kegiatan. Keaktifannya dalam bergerak akan meningkatkan perkembangan
motoriknya. Perkembangan motorik merupakan proses memperoleh keterampilan dan pola yang dapat
dilakukan anak. Terdapat dua macam keterampilan motorik pada anak yaitu:

1. Keterampilan motorik kasar, diperlukan pada anak untuk mengendalikan seluruh gerak tubuhnya
sehingga anak mampu untuk melakukan gerak, seperti: berlari, berjalan, melompat.

2. Keterampilan motorik halus, merupakan kegiatan yang menggunakan bagian kecil dari tubuh
terutama tangan. Ini memerlukan kecepatan dan kemampuan menggerakkannya, seperti menulis, dan
menempel.

Berkaitan dengan perkembangan motorik, pembelajaran SBK mampu menjadi media untuk
membangun perkembangan tersebut khususnya perkembangan motorik kasar. Dalam
mengembangkan motorik kasar dibutuhkan keterampilan mengingat dan memahami, serta
memerlukan kesempatan untuk melakukan latihan-latihan.

Dalam proses pembelajaran, guru memiliki peran yang sangat penting terhadap
perkembangan kepribadian dan intelektual siswa. Guru memberikan bantuan, petunjuk, bimbingan,
pujian, dan perbaikan yang dibutuhkan siswa. Dengan kata lain, kedudukan guru ialah sebagai
fasilitator untuk menciptakan lingkungan yang merangsang kreativitas dengan baik agar siswa
memiliki kebebasan dalam menyalurkan pikiran dan perasaan serta imajinasinya, sehingga siswa
mampu menjadi pribadi yang mandiri.

F. PEMBELAJARAN SBK DALAM KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN

Kurikulum dapat dikatakan sebagai a plan for learning, yaitu suatu rencana atau program
pembelajaran yang harus dipelajari oleh anak-anak. Kurikulum merupakan acuan pokok yang perlu
dipegang oleh para pelaksana pendidikan, dalam hal ini guru.

Menurut Ralph Taylior, dikatakan bahwa kurikulum adalah seluruh pengalaman belajar yang
direncanakan dan diarahkan Oleh sekolah untuk mencapai tujuan pendidikannya. Dalam pengertian
ini, dijelaskan bahwa kurikulum diartikan segala kegiatan belajar yang telah direncanakan untuk
mencapai tujuan pendidikan.

Kurikulum dikembangkan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pernbelajaran untuk
mencapai tujuan pendidikan tertentu yang meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian
dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta didik. Oleh karena itu,
kurikulum disusun oleh satuan pendidikan untuk penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan
dan potensi yang ada di daerah.

Kurikulum yang dipakai di Indonesia saat ini adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
yang lebih dikenal dengan sebutan KTSP. KTSP ini mulai diberlakukan dilndonesia sejak tahun
ajaran 2006/2007, yang merupakan hasil penyempurnaan dari kurikulum 2004 (Kurikulum.Berbasis
Kompetensi/KBK) di dalamnya lebih menekankan pada standar isi dan standar kompetensi lulusan.

Secara umum, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dapat diartikan sebagai kurikulum
operasional yang disu§un dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari
tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan
pendidikan, kalender pendidikan dan silabus.

Kelebihan dari KTSP itu sendiri yaitu alokasi waktu pada kegiatan pengembangan diri siswa.
Siswa tidak terus-menerus mengenal teori, tetapi diajak untuk terlibat dalam sebuah proses
pengalaman belajar.

Pendidikan Seni Budaya dan Keterampilan rnèrupakan salah satu pelajaran yang wajib
diajarkan di sekolah dasar menurut KTSP. SBK yang terdiri dari empat bagian besar, yaitu seni tari,
seni musik, seni dan keterampilan merupakan mata pelajara yang di dalamnya terkandung muatan
nilai humaniora yang sangat berguna untuk merangsang kreativitas berpikir bagi peserta didik untuk
semua cabang disiplin ilmu.

Di dalam KTSP dijelaskan bahwa pendidikan SBK merupakan sarana untuk mengembangkan
kreativitas anak. Tujuan dari pendidikan SBK bukan untuk membina anak-anak menjadi seniman,
melainkan untuk mendidik menjadi kreatif. Seni merupakan aktivitas permainan. Dengan demikian,
dapat dikatakan bahwa seni dapat digunakan sebagai alat pendidikan. Melalui permainan dalam
pendidikan SBK anak memiliki keleluasan untuk mengembangkan kreativitasnya. Dalam kurikulum
dijelaskan bahwa aspek penting yang perlu diperhatikan dalam seni budaya, yaitu kesungguhan,
kepekaan, daya produksi, kesadaran berkelompok, dan daya cipta.

G. KOMPETENSI GURU PENDIDIKAN SENI BUDAYA DAN KETERAMPILAN

Keberadaan guru dalam proses pembelajaran masih tetap memegang peranan yang sangat
penting. Dalam proses pembelajran guru bertugas dan bertanggung jawab dalam merencanakan dan
melaksanakan pengajaran di sekolah. Kegiatan belajar mengajar sebaiknya lebih berorientasi pada
kebutuhan siswa dan peranan guru, yaitu sebagai pembimbing. pemimpin, dan memberikan fasilitas
belajar bagi siswa untuk mencapai tujuan.

Pembelajaran Seni Budaya dan keterampilan sering di katakan mudah. Anggapan guru pada
umumnya pelaksanaan pendidikan seni hanya menggambar, bernyanyi, bergerak, atau materi yang
hanya disampaikan secara teori. Akibatnya kurang memberikan kontribusi terhadap perkembangan
kreativitas dan siawa cenderung pasif, siswa diposisikan sebagai penerima materi, penerima
informasi, dan meniru apa kata guru. Problem ini diperkuat dengan adanya beberapa guru yang
mengajarkan kesenian bukan berlatar belakang dari pendidikan seni. Hal ini dapat menyebabkan garu
yang terkesan memaksakan diri mengajar pelajaran seni padahal guru tersebut tidak memiliki
kompetensi bidang seni yang tampaknya akan meracuni pendidikan seni di masa yang akan datang

Pendidikan di sekolah (formal) berbeda dengan pendidikan di luar sekolah (nonformal),
karena pada pembelajaran sesi budaya di sekolah guru dituntut untuk mengarahkan proses

pembelajaran seni budaya yang berpengaruh pada perubahan sikap dan perilaku siswa serta
penanaman makna dan nilai-nila seni yang terkandung di dalamnya. Pembelajaran seni hute di
sekolah mengharapkan siswa mengalami sebuah proses pembelajaran yang aktif, kritis, dan kreatif.
Adapun pendidikan seni di luar sekolah, pendidikan yang disediakan hanya tertuls pada pengolahan
psikomotorik siswa dan menghasilkan siswa untuk terampil dalam berkesenian tanpa mengalami
proses pembelajaran yang aktif, kritis, dan kreatif

Untuk mewujudkannya, maka diperlukan seorang guru yang memiliki kompetensi yang
optimal, karena guru merupakan kunci keberhasilan suatu proses pendidikan Menurut Hamalik (2002:
38), guru yang dinilal berkompeten secara profesional apabila memiliki kriteria, sebagai berikut

1. Guru tersebut mampu mengembangkan tanggung jawab dengan sebaik-baiknya

2. Guru tersebut mampu melaksanakan peran-peranannya secara berhasil

3. Guru tersebut mampu bekerja dalam usaha mencapai tujuan pendidikan (tujuan instruksional)
sekolah

4. Guru tersebut mampu melaksanakan peranannya dalam proses mengajar dan belajar dalam
kelas.

Menurut Surya (2004) dalam Djumiran (2008:3.4), “kompetensi adalah seperangkat
penguasaan kemampuan yang harus ada dalam diri guru agar dapat mewujudkan penampilan
unjuk kerja sebagai guru secara tepat.” Kompetensi yang harus dimiliki guru pendidikan seni budaya
di antaranya kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi
profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi guru seni budaya. Selain itu hal yang perlu
dimiliki oleh seorang guru pendidikan seni budaya adalah sebuah inovasi dalam belajar mengajar
untuk mencapai tujuan pendidikan. Seorang guru seni budaya tidak hanya terampil dalam seni saja,
tetapi juga memberikan sebuah perubahan terhadap pembelajaran seni yang dilakukan melalui
kegiatan pembelajaran yang membangun kreativitas

Guru pendidikan seni budaya harus berupaya menemukan motivasi-motivasi dalam
pelaksanaan pembelajaran seni. Usaha yang inovatif dilakukan guru seni dalam proses pelajar yang
aktif di sekolah yaitu guru lebih berinteraktif dalam menuang kan gagasan-gagasan baru yang dapat
memicu kreativitas, menata letak kelas, memfasilitasi diskusi, dan yang terpenting yaitu bagaimana
menyampaikan materi yang akan diajarkan kepada peserta didik dengan suasana kelas yang
menyenangkan Bukan hanya itu saja guru pendidikan seni budaya harus bisa memberikan kesempatan
kepada siswa untuk berkreativitas sesuai dengan kemampuannya

Peranan guru dalam penerapan pendidikan seni ini dianggap sebagai komponen utama, selain
peran siswa serta komponen pengajaran lainnya Peran guru dituntut untuk lebih kreatif, dalam arti
kreativitas seorang guru dalam penerapan pendidikan seni adalah bagaimana seorang guru harus
pandai memilih bahan atau materi pembelajaran, metode yang sesuai dengan kebutuhan materi
pembelajaran yang dipilih, serta kebutuhan peserta didik.


Click to View FlipBook Version