Komsatun
Komsatun. Lahir di Kendal, 10 Maret 1992. Pernah belajar di
TK ABA V Sukorejo, MI Al-Islam Kauman Sukorejo, SMP Negeri
1 Sukorejo, SMA Negeri 1 Sukorejo, dan Universitas Negeri
Semarang. Sekarang menjadi Wiyata Bakti di SMK Negeri 6 Kendal.
88 Antologi Puisi
CIKAL CENDEKIA
Komsatun
Ribuan mata elang tertuju padamu
Derasnya semangat mengucur di pundakmu
Bawa angan dan cita sesukamu
Langkah kaki mengantarmu
Pada sebuah tempat yang kau sebut kayangan
Harapan besar selalu tercurah untukmu
Wahai kau cikal cendekia bangsa
Kobaran api kesantunan
Telah mendarah daging dalam kalbu
Pada ragamu pada jiwamu
Sebagai manifestasi kesungguhanmu
Semarang, 26 Juni 2012
Himne Senja 89
DRAMA DUNIA
Komsatun
Adalah yang lemah tak berdaya
Mematung dengan segala asa
Tak mampu bersua tak mampu berkata
Sekalipun pada pemilik jagat raya
Lima masa menjadi keharusan mutlak
Hanya kealpaan yang mampu berjaya
Meracuh rasa jiwa bahkan raga manusia
Mendewakan hedonis hingga buta mata
Tak acuh akan segala norma
Menerjang segala batas kesadaran
Kebenaran selalu dikecam
Kesalahan diberi penghormatan
Pesona dunia kamuflase belaka
Menggiring sebuah keniscayaan
Bahwa abu-abu kehidupan manusia
Berjarak kening dan lantunan doa
Ruang Guru, 26 September 2017
90 Antologi Puisi
RINDU MENYATU
Komsatun
Sandaran telah berlalu
Bukan tangis atau pilu melainkan rindu
Rinduku bukan untuk kau
Tapi untuk diriku dan kebebasanku
Sebab aku tak inginkan kepalsuan
Kau tak pernah ragu akan cinta
Rasa yang kumiliki tak sebanding
Untuk kau miliki bersama
Kisah ini bukan tidak berakhir bahagia
Tapi kebahagiaan akan abadi dalam keadaan apa adanya
Karma kata yang kau ucap
Sebagai tanda tak terima
Bukankah Tuhan Maha Tahu?
Kau dan aku hanyalah noda
Hanya setitik di atas kain putih tak berjangkau
Bisa apa?
Kau dan aku mencari simbol kenyamanan
Di mana Dia?
Sekali lagi bahagia adalah milikku jika bersama-Nya
Sukorejo, 26 September 2017
Himne Senja 91
SUDUT PANDANG
Komsatun
Kau yang terisolasi kemarahan
Kau yang terbelenggu kedengkian
Dan kau yang terbungkam akan kebenaran
Bagaimana bisa kau katakan semua tumpul, jika masih ada yang
lancip?
Bagaimana bisa kau katakan semua lancip, jika masih banyak
yang tegak lurus?
Cukup
Sudah cukup cara pandangmu itu
Berkali-kali kau mengintaiku dari segala penjuru
Mengancam, mengecam tak punya malu
Kau katakan hitam di antara banyak putih
Tapi kau tak pernah katakan putih di antara banyaknya hitam
Hentikan
Hentikan pandanganmu itu
Skema, 8 April 2019
92 Antologi Puisi
Lerry Alfayanti
Lerry Alfayanti, putri sulung dari pasangan Eko Dumadi dan
Mujiati ini lahir 28 tahun silam di desa kecil Penaruban, Kabupaten
Kendal. Memiliki kegemaran membaca terutama novel-novel
karya sastrawan Indonesia.
Himne Senja 93
CINTA LUKA
Lerry Alfayanti
Aku dalam kidung rindumu
Berjalan menuju telagamu
Dengan kaki-kaki yang hampir kaku
Tertatih dan selangkah demi selangkah melaju
Aku mau kamu
Aku mau tahu
Aku penuh kamu
Aku mau tahu
Aku hanya kamu
Aku mau tahu
Suara-suara bias itu terus menggema dalam labirin kalbu
Mengusik nurani hingga rongga terdalam hati
Kau mau apa?
Kau tahu apa?
Kau bisa apa?
Kau hanya duka
Kau bukan suka
Kau hanya luka
Apa benar kau cinta?
Tapi mengapa hanya luka?
Apa benar kau cinta?
Aku tak mau cinta luka
(Pecandu Rindu, Maret 2019)
94 Antologi Puisi
DAG DIG DUG UJIAN
Lerry Alfayanti
Kertas-kertas buram itu telah kau terima
Kau genggam dengan penuh semangat
Seolah ingin segera menyelesaikan semua tanya yang tertera
Dengan buru-buru kau isi kolom biodata
Nama, nomor absen, kelas, lengkap tanpa sisa
Pandanganmu mulai terampil membaca
Rangkaian huruf-huruf yang tertulis jelas di kertas burammu
Berbagai ekspresi kau tampakkan…
Bingung, dengan kerutan dahi di wajahmu itu salah satu raut
yang mendominasi darimu
Sesekali kau tersenyum simpul
Mungkin karena kau telah menemukan apa yang kau cari..
Tak jarang pulang suara-suara berbisik terdengar
Bahkan kadang pula terdengar seperti pasar
Jika kau sudah mulai gusar
Kau panggil teman di depan atau samping kanan kirimu
Transaksi tanya jawab tercipta dengan cepat
Saat mata pengawas memergokimu
Kau bungkam seribu bahasa
Pucat pasi seperti tak berdaya
Matamu langsung jatuh layu
Kau seolah ketakutan akan bahaya yang mengancammu
Kau siapkan berjuta alasan untuk menutupi kesalahanmu
Saat pengawas menghampirimu
Jantungmu semakin berdegup kencang
Keringat dingin langsung mengalir di dahimu
Kau katupkan mulutmu
Himne Senja 95
Menguncinya rapat-rapat
Dan..ah, itulah yang kaubayangkan saat tertangkap pengawas
ujian.
(Ruang Guru, April 2019)
96 Antologi Puisi
PETANG DATANG
Lerry Alfayanti
Temaram lampu-lampu kota
Remang redup terang memesona
Memancarkan cahaya kuning keemasan
Tak jarang kerlap warna juga merona di sana
Senja baru saja pamit dari dunia
Menyisakan gelap yang semakin pekat di langit
Burung-burung gereja pun mulai memasuki peraduannya
Mengamankan diri dari mata-mata elang yang tajam
Kumandang gema adzan terdengar syahdu semakin nyata
Bersahutan dari surau satu ke surau yang lainnya
Para pedagang kaki lima pun segera mengemasi dagangan
mereka
Bergegas pulang untuk berjumpa keluarga
Tawa riang bocah-bocah kecil berpeci berjilbab putih memenuhi
jalanan desa
Disusul langkah-langkah mantap para insan pecinta jamaah
Begitulah adanya kala maghrib tlah tiba….
Himne Senja 97
SENDU IBU
Lerry Alfayanti
Nduk, jangan pergi…
Kata itu meluncur lirih dari bibir mungilmu, Ibu…
Namun, gadis bermata coklat itu tetap bergegas
Tanpa kata dan toleh, dia pergi pagi buta
Hanya bermodal kain yang melekat di badan dan dua lembar
uang sepuluh ribuan
Kau masih terpaku, Ibu…
Terpekur di lantai kayu rumahmu
Hatimu tak bisa percaya
Nalarmu tak mau menerima
Gadis kecilmu pergi begitu saja
Hingga senja tiba, kau masih di sana
Di lantai kayu itu
Tanpa suara, hanya pandangan nanar tergores jelas di wajah
tuamu
Kau tak pernah mengira
Gertak kecilmu melukai perasaannya
Membawamu dalam perpisahan dengan gadis mungilmu
Kau hanya tak mau gadismu celaka
Kau hanya tak mau gadismu terhina
Kau hanya tak mau jauh dari gadismu
Bukan maksudmu menahannya meraih cita
Kau hanya seorang Ibu
Tak mau beradu jarak
Karena hanya dia hartamu paling berharga di dunia
98 Antologi Puisi
TANYA KUKIRA
Lerry Alfayanti
Kau kira aku takut
Kau kira aku pengecut
Kau selalu saja mengira
Apa kau memang bisa mengira?
Atau hanya sekadar kira-kira
Tak bisakah kau tak usah mengira
Aku ini tak mau kau kira-kira
Kira-kira aku pun tak mau kukira
Lalu siapa yang mengira?
Tanya atau kata?
Jawab atau nyata?
Janganlah kau suka mengira
Kukira akupun tak kira
Tak mengira jika kau selalu kira-kira
Inginku tak mau dikira
Lalu siapa yang mengira?
Jawabnya juga tak kira-kira
Seperti angan yang hanya terkira
Himne Senja 99
Mufli Khairul Hida
Mufli Khairul Hida, lahir di Kendal 24 Juli 1988. Mengajar
di SMK Muhammadiyah 3 Weleri. Baginya, sebaik-baik manusia
adalah yang terbaik untuk orang lain, yang penting hidup sakinah
mawadah warahmah.
100 Antologi Puisi
AMANAH INI
Mufli Khairul Hida
Seorang pria muda
Memikul sebuah penanda
Penanda yg membuat dewasa
Dewasa karena melaksanakan amanah
Amanah yang ada
Harus terlaksana
Amanah yang tersedia
Harus selesai dengan perkasa
Satu demi satu amanah terlaksana
Satu demi satu amanah selesai
Keberhasilan dan kesuksesan tiba
Semua karena Illahi Rabbi
Kendal, 2019
Himne Senja 101
SAWAH TELAH BERUBAH
Mufli Khairul Hida
Hamparan sawah dengan warna kemuningnya
Hamparan harta untuk empunya
Empunya sawah bersuka ria
Empunya sawah berpesta
Tapi tidak dengan sawah
Kali ini sawah merasa terasing
Kali ini sawah merasa lain
Kali ini sawah merasa diduakan
Kali ini sawah merasa akhir manfaat
Karena sang sawah mendengar kabar
Akan segera berpindah tangan
Akan segara ditimbun tanah
Akan segera ditanam pancang
Akan segera berdiri rumah
Katanya ini demi masa depan
Katanya ini demi anak cucu
Katanya ini demi rumah tangga
Katanya ahhhhhhhh katanya....
Sang sawah tetap merasa bersalah karena telah berubah
Kendal, 2019
102 Antologi Puisi
SEBUAH POHON PISANG
Mufli Khairul Hida
Sebuah pohon pisang tertanam
Tumbuh subur dengan sendirinya
Muncul tunas muda dari akarnya
Siap menentang dunia
Pohon pisang dewasa sedang berbuah
Sembari menyiapkan anak nya agar mandiri
Walaupun sang tunas terlalu lemah berdiri
Namun sang tunas terus belajar mandiri
Agar kelak menjadi bekal untuk menyongsong matahari
Pohon pisang dewasa ditebang
Buah pisang menjadi santapan
Sambil melihat tunas berkembang
Dalam hati bertanya, “akankah tunasku sanggup berjuang?”
Kendal, 2019
Himne Senja 103
Muhamad Yahya Mauliddin
Muhamad Yahya Mauliddin, lahir di Kudus, 25 Agustus 1993.
Tersenyumlah selama huruf-huruf masih tetap hidup dan selama
kata-kata masih mampu bertakhta...
104 Antologi Puisi
B A N G K I T ’19
Muhamad Yahya Mauliddin
Bangkit adalah bangun dari tidur
Mengubah zaman yang telah mundur
Mereboisasi rasa kemanusiaan yang telah dicukur
Membebaskan segala hal yang terbentur sangkur
Bangkit, tak hanya berdiri
Selalu bertumpu pada dua kaki
Selalu diam menyaksikan kebobrokan negri
Seakan-akan tuli mendengar caci maki
Tak berdaya melawan tikus-tikus berdasi
yang sedikit demi sedikit menggerogoti kesejahteraan negeri
Bangkit, tak hanya bicara
Selalu mengumbar kepandaian melalui untaian kata tanpa makna
Selalu munculkan egoisme tuk mencela sesama
Sebarkan berita palsu dan ujaran kebencian pada semua
Berdebat hingga goa penuh busa tak terhingga
Bangkit, tak hanya bergerak
Bergerak melawan segala virus koplak
dengan egoisme yang masih ada dalam benak
Sombong Angkuh Congkak
Seakan hidup sendiri dalam hutan belantara
Tak butuh sentuhan sesama
Bangkit yang sesungguhnya
Tak hanya berdiri, bicara, bergerak
Namun bangkit secara bersama-sama
Menerjang batu-batu prahara yang menghadang
Himne Senja 105
hingga tercapai sebuah rasa
yang tak terbayangkan
hingga tercipta senyum indah
yang mengembang
hingga tergapai
segala cita-cita
hingga terucap sebuah kata
SEJAHTERA
Kendal, 21 Maret 2019
106 Antologi Puisi
PERHATIKAN!
Muhamad Yahya Mauliddin
Ku
Pasti
Percaya
Semua ini
Akan berguna
Pada masa depan
Pada saat dibutuhkan
Pada saat semua orang
Rendah dalam hal kepedulian
Buta akan wawasan dan pengalaman
Lemah manajemen waktu dalam kehidupan
Buram akan langkah keadilan dan kebijaksanaan
Ikutilah sebuah organisasi
Tuk munculkan sosialisasi
Menumbuhkan rasa peduli
Rasa memiliki yang hakiki
Cinta dan ketulusan sejati
Percayalah kawan-kawan
Manfaat kan kaudapatkan
Bagaikan orang tak punya
Temukan berlian permata
Bagaikan musafir kehausan
Temukan oase kehidupan
Bagaikan musafir tersesat
Temukan petunjuk tepat
Coba renungkan sejenak
Makna pesan dalam sajak
Semarang, 22 Februari 2014
Himne Senja 107
SAJAK ANGKA Antologi Puisi
Muhamad Yahya Mauliddin
Kuperkenalkan sajak ini
Sajak angka penuh makna
Satu..........
Raga kami bersatu
Jiwa kami menyatu
Dua..........
Perpaduan muda tua
Menatap depan selamanya
Tiga..........
Melawan lapar lelah dahaga
Demi tujuan dan cita-cita
Empat..........
Kami melangkah dan melompat
Saling memotivasi tuk tetap kuat
Lima..........
Hanya mengenal kerja sama
Menyadari proses memang lama
Enam..........
Bersahabat pada alam
Bekerja keras siang dan malam
Tujuh..........
Bukan mundur namun maju
108
Sebisa mungkin percepat laju
Delapan..........
Setiap detik menatap masa depan
Menata pikiran tetap miliki harapan
Sembilan..........
Pantang menyerah di tengah jalan
Segala rintangan kan kami lawan
Sajak angka penuh makna
Mudah terucap, penuh tantangan dalam tiap gerak
Kudus, 31 Januari 2015
Himne Senja 109
SAJAK SEMBILAN NEGERI IMPIAN
Muhamad Yahya Mauliddin
SATU
Berjajarlah pulau-pulau yang bersatu
Terlihat berbeda namun tetap satu padu
Menjalani dinamika kehidupan yang berliku
Senang bahagia canda tawa sedih tangis penuh sedu
DUA
Negeri ini bukan negeri para dewa
Yang berjalan mulus dengan sempurna
Tapi negeri ini hanya dihuni manusia biasa
Salah dan lupa adalah yang menjadi hakikatnya
TIGA
Namun menyaksikan keadaan negeri ini ku tak tega
Egoisme melambung dan kesombongan membumbung sehingga
Perselisihan pertengkaran bahkan tumpah darah terjadi dimana-
mana
Titik perdamaian sulit ditemukan dan tak tahu entah kapan
akhirannya
EMPAT
Memang wajar jika manusia berbeda pendapat
Muncul kritik saran dalam musyawarah maupun rapat
Namun diri yang ingin selalu menang dan tak mau kalah lihat
Nantinya kan jadi bangsat ataupun keparat yang merugi dan
sekarat
110 Antologi Puisi
LIMA
Dasar negara hanya formalitas begitu juga agama
Mereka berkata akan menjaga kekayaan negara yang tlah lama
Diwariskan oleh pendahulu bangsa namun berbalik
kenyataannya
Reog keris dan berbagai budaya lainnya dirampas negara
tetangga
ENAM
Mungkin ini karna rasa memiliki yang belum tertanam
Atau mungkin karna otak dan jiwa bangsa ini tlah tenggelam
Sehingga kekayaan negeri hilang dalam gelapnya suasana malam
Ataukah negeri kaya ini memang sudah saatnya merasakan masa
kelam
TUJUH
Wahai para jiwa yang lalai dan penuh
Kesalahan kekeliruan seakan tak pernah sembuh
Perbaiki diri menjaga kekayaan ibu pertiwi yang hampir runtuh
Melawan egosime dan kesombongan diri yang melambung
sungguh
DELAPAN
Jangan saling tunjuk kesalahan timbulkan perpecahan
Jangan saling fitnah serang-menyerang hancurkan persaudaraan
Tapi bangunkan tekad munculkan semangat tuk kecerahan masa
depan
Berjalan bersama dalam satu irama bebarengan saling
bergandengan tangan
SEMBILAN
Mari sejenak kita menengadahkan tangan memohon kepada
Tuhan
Himne Senja 111
Semoga kasih sayang, petunjuk, dan pertolongan selalu
tercurahkan
Semoga hiruk pikuk berbagai permasalahan kan dapat
terselesaikan
Smoga kita dapat menjaga warisan kekayaan pendahulu tlah
berikan
Kendal, 7 April 2019
112 Antologi Puisi
UJIAN
Muhamad Yahya Mauliddin
Hati berdebar
jiwa gemetar
Pikiran melayang
di awang-awang
Tubuh tersandera
oleh sebuah kata
Akankah, senyum mengembang?
Ataukah, rasa penyesalan kan datang?
Akankah, lima huruf yang didapat?
Ataukah, “TIDAK” sebelumnya.
Awalnya aku sempat berpikir, “Tak usah dilaksanakan, tak perlu
ikut aturan
Ayo, demo penghapusan!”
Akhirnya aku pun berpikir, “Apapun harus dilalui, apapun harus
dihadapi,
Jangan jadi pengecut di negeri ini!”
Segala daya usaha tlah dikerjakan
Hanya Dia yang menentukan
Nikmatilah masa menunggu dan menunggu
Detik-detik yang menegangkan
Himne Senja 113
Detik-detik yang menentukan
Detik-detik yang menghipnotis semua pikiran
Jangan takut kawan
Penuhi optimisme dalam sanubarimu
Kobarkanlah semangat dalam jiwamu
Kuatkanlah segala pikiranmu
Tenanglah kawan
Aku juga sempat merasakan
Kami semua pernah merasakan
Detik-detik menegangkan penuh kegalauan
Semarang, 23 Mei 2012
114 Antologi Puisi
Nasirin
Nasirin memiliki nama pena Badrun NS yang sekarang aktif
mengajar di SMK PGRI Sukorejo.
Himne Senja 115
GERIMIS DAN KELAHIRAN
Nasirin
Aku dilahirkan oleh gerimis yang diretas angin
di saat Mantra disepuh menjalar tali pusar
ketika itu malam begitu purba
namun orang-orang memahaminya sebagai bisikan-bisikan majal
yang terjebak dalam alunan tembang mijil
aku dilahirkan dari persembunyian paling sakral
yang menyimpan percakapan, perumpamaan,
serta kesaksian-kesaksian yang metafor
Aku dilahirkan oleh gerimis
ketika mantra dan doa hanya peranakan tradisi
Temanggung, 2018
116 Antologi Puisi
GERIMIS TELAH SAMPAI DI PELATARAN
INGATAN
Nasirin
Gerimis telah sampai di pelataran ingatan
hadir menimpali segala kata
yang sempat kita titipkan almanak,
ketentuan-ketentuan, serta hukum-hukum di ladang ilalang
gerimis telah menelanjangi benak kanak
yang berlarian menanggali zaman
ia menghimpun setangkup debar, menghitung desir di safana
dan juga mendekap pebukitan yang menunggui angin
gerimis telah menggiring anak-anak memintal harapan
menyeka linangan-linangan air mata yang hangat sesuam kuku
kemudian membaluri tubuh mereka dengan doa dan sesaji
sebagai ibu
gerimis telah lesap sebelum genang
menelisip di antara debur tanah yang tabah
ia menanggali perjumpaan
mengejawantahkan petatah-petitih serta
ketentuan-ketentuan pada musim yang ibu
:gerimis adalah pelataran
di mana kita letakkan harapan serta ingatan.
Temanggung, 2018
Himne Senja 117
PEREMPUAN NELAYAN
Nasirin
Lelakiku,
di antara matamu yang relung
dengkinya ombak kau rengkuh dalam pukat
Jika jejal jala telah terkepung oleh makna
Berkabarlah pada angin yang bergelinjang
Sampaikan padanya kau pulang bersama
Seribu harapan yang tertangkap
Lelakiku
di antara hidup dan matimu
aku menunggu teduh itu lesap dari badai
dan juga menunggu ombak menghantarmu pulang
bukan hilang berpalung,
lelakiku,
pulanglah sebelum layar ke dua kau tangkup
selagi pintu ini kututup bersama do’a serta mimpi
jarak dan angan bukan tempat melabuh tepi
hanya pada lelakimulah kutitipkan cinta
lelakiku
kuharap tak ada lelaki lain
yang mengetuk pintu sebelummu
Temanggung, 2017
118 Antologi Puisi
TEMA PENDIDIKAN
Nasirin
Sejak semula aku sangsi padamu, bu
Kau bilang perhitungan adalah rumus hidup dan mati
Namun kenyataanya estetika dan kebudayaan, senyawa dan akal
budi juga dirumuskan
Tapi bu, sejak aku menempa buku-buku itu
Aku mulai paham benar
Rumus bisa diperhitungkan
Hidup bisa diperhitungkan
Mati bisa diperhitungkan
Keindahan bisa diperhitungkan
Tradisi juga bisa diperhitungkan
Senyawa-molekul bisa diperhitungkan
Tabiat manusia juga bisa diperhitungkan
Lalu, Apa yang tidak bisa diperhitungkan, Bu?
Perlahan Ibu membisikan jawaban itu padaku;
Ilmu dan iman
Temanggung 2019
Himne Senja 119
Nofita Kurniawati
Saya adalah seorang perempuan yang ketika lahir di tanggal
16 November 1991 diberi nama Nofita Kurniawati. Sejak kecil
saya tinggal di sebuah desa kecil di Kabupaten Kendal. Setelah
lulus kuliah, saya memulai mengajar di beberapa sekolah sebelum
menetap di Darul Arqom Patean.
120 Antologi Puisi
BANGKU SEKOLAH
Nofita Kurniawati
Pagi hari
Bangku sekolah terletak di depan almari
Di depan kelas
Di depan meja guru
Di atas meja
Beberapa terbalik
Bangku sekolah
Mereka berbicara: aku cinta kamu, matematika susah,
guru fisika ganteng, kimia pusing,
Dika cinta Ani, Ani cinta Joko, Joko cinta
Ana, Ana cinta Budi, Budi cinta
susi, Susi cinta Dika.
Bangku sekolah
Pendengar paling setia
Yang paling tahu rahasia
Tapi tak mampu mengkhianati
Himne Senja 121
GADIS KECIL BERKERUDUNG BIRU
Nofita Kurniawati
Berjalan pelan mencoba mengenal warna
Setiap langkah kecil menghasilkan suka
Terkadang terhenti memegang benda disekitar
Memahami tak semua bunga itu wangi, tak semua binatang
menggigit
Gadis kecil berkerudung biru mulai mempercepat langkah
Sedang jalan selalu berhias batu
Gadis kecil berkerudung mulai merasakan jatuh
Dia memahami luka, memahami tangis
Gadis kecil berkerudung biru mulai berlari
Hingga berhenti adalah rumah.
122 Antologi Puisi
PAMIT
Nofita Kurniawati
Sebenarnya aku benci berpamitan. Berniat pergi.
Meninggalkan.
Sebenarnya aku benci berpamitan. Ketika gelak tawa berkuasa,
tak tega jika harus berganti rintik sesal
Sebenarnya aku benci berpamitan. Menjabat tangan. Lalu aku
ditahan, “Jangan pergi!”
Lalu aku ingin hilang saja
Kepergianku sendiri. Tanpa yang tau. Sepi. Senyap
Tanpa dicari
Tanpa ditahan
Himne Senja 123
PARADE KOPI
Nofita Kurniawati
Malam itu
Kakimu kau pertaruhkan di pijakan bangku kedua
Sedang tanganmu masih hangat memegang tak nyaman
secangkir kopi pahit
Aku tahu
Tanganmu kepanasan
Tapi kau tak berusaha meletakan
Sedang malam terus menunjukan agungnya
Kau tak juga tidur
Bolehkah kopi itu ku buang, sayang?
Karena mungkin sudah terlalu lama
Hingga hilang manis yang terkecap
124 Antologi Puisi
RITME GERIMIS SORE ITU
Nofita Kurniawati
Melalui ritme gerimis sore itu aku ingin menebak
Melalui ritme gerimis sore itu aku ingin memeluk
Yang sekarang tak lagi nampak
Yang tak bisa terhapus
Kemudian menghasilkan pupus
Ritme gerimis sore itu
Melalui beberapa kerumunan orang aku hanya
mendengar satu nada
Di bangku berjajar itu
Aku ingin kembali
Hanya kini ritme itu semakin deras
Membuat luruh mengikuti genangan yang mengalir
Hingga menghadirkan putus dalam asa.
Himne Senja 125
Putri Ika Lestari
Putri Ika Lestari, lahir di Kendal, 13 Desember 1992, pengajar
di SMK PGRI 03 Guru Bangsa Weleri.
126 Antologi Puisi
KAU
Putri Ika Lestari
Kau memang tak pernah bisa berucap manis layaknya puisi
romatis
Kau juga tidak pernah bersikap romantis sekalipun dihari yang
manis
Dan kaupun… tidak pernah menanyakan hal-halyang membuat
hatiku berdegub seperti ketika kita menaiki roller coaster
Tapi kau punya sisi yang manis
Lebih manis dari cairan lebah yang di incar banyak orang
Dan hanya kau manusia yang tidak pernah membenci hujan
Walau hujan membuatmu basah
Hanya kau manusia yang dengan senang hati menunggu pelangi
Tanpa membenci badai
Hanya kau yang mencintai mata
Tanpa membenci air mata
Karena kau
Bukan segudang sikap manismu
Karena kau
Bukan segudang perhatianmu
Iya karena kau
Penakhuk sisi gelapku yang tak pernah dimengerti orang lain.
Himne Senja 127
TAMAN ILMU DI TENGAH SAWAH
Putri Ika Lestari
Bangsa yang besar lahir dari pendidikan yang benar
Pendidikan yang benar lahir dari pemikiran yang besar
Pendidikan menghasilkan pengetahuan
Teori menjemput kepintaran
Sedangkan hafalan menghasilkan nilai yang rupawan
Langit biru menjadikan hamparan sawah semakin megah
Burung-burung terkikik melihat biji padi yang semakin
menguning
Anak-anak kecil berlarian menuju taman ilmu di tengah sawah
Pemuda-pemudi bergurau renyah tak peduli tentang muruah
Sayup-sayup suara kapur bergesekan dengan papan hitam
Bisikan-bisikan teori dan angka terus bergema
Tak peduli anak di sudut sana bermimpi tentang Indonesia
Tak peduli anak di sudut sana menikmati musik mancanegara
Gesekan-gesekan kapur dan suara bising teori tak pernah
membuatnya tertarik
Rupawanya nilai tak memalingkan diri dari ponsel gengam yang
lebih menarik
Hingga akhirnya suara lonceng menjadi pengingat lapar dan
memecah kebosanan.
Lalu…
Bagaimana nasib taman ilmu di tengah sawah?
Jika penghuninya tak tau arah.
128 Antologi Puisi
TOKOH
Putri Ika Lestari
Hidup itu tidak semudah penulis membunuh seorang tokoh
dalam sebuah fiksi
Agar mencapai happy ending
Ini dunia nyata tidak perlu membunuh siapa pun agar bisa
bahagia
Ini dunia nyata dimana tokoh antagonis benar-benar lihai
memainkan peranya
Sebaga protagonis
Dan ini masih di dunia nyata
Dimana yang bisa mengubah alur hanyalah diri kita sendiri
Senyum, sabar dan ikhlas itu kunci utama
Walau alur yang di jalani terasa menyedihkan
Hanya percaya pada-Nya suatu saat akan ada tokoh baru yang
menjadikan alur ini lebih berwarna dan berujung manis
Tanpa membunuh siapa pun
Tanpa menjatuhkan siapa pun
Tanpa menginjak hargadiri siapa pun
Tanpa memberikan neraka demi mendapatkan surga
Hanya ikhlas walau hati terasa pedih
Hanya tersenyum walau hati terasa ditancap belati
Himne Senja 129
Naura_Anaba
Naura_Anaba merupakan nama yang sering digunakan oleh
sosok anak yang selalu butuh bimbingan dalam menuangkan
goresan pena kebanggaannya. Ia terlahir di sebuah kampung di
salah satu Kabupaten Kendal, yaitu Tanjungmojo. Ia lebih akrab
dikenal oleh teman sebayanya dengan nama Ratna. Itulah nama
yang diberikan oleh pasangan Rodji-Suwarni.
130 Antologi Puisi
BISIKAN HATI
Ratna (Naura_Anaba)
Tuhan
Di manakah keadilan itu
Di manakah kekuatan itu
Di manakah panggilan itu
Dan di manakah kedekapan itu
Tuhan
Alunan-alunan kata yang tak sempat terucap
Kebimbangan, kerisauan yang selalu menghadang
Hanya tetesan air mata yang tak henti setiap saat
Ku pasrahkan semua kepada-Mu
Tuhan
Di keheningan malam kubersujud meminta kepada-Mu
Hanya selembar kain yang kujadikan alas keningku
Suara jangkrik terdengar bersahutan
Mengiringi untaian kata yang ambigu
Tuhan
Berilah kekuatan untukku melangkahkan kaki ini
Tuk mencari ridho-Mu
Tuk mencari ketenangan diri yang penuh bimbang ini
Ku ingin butiran derai air mata kan berubah menjadi
kebahagiaan
Berubah menjadi cambuk yang sangat dahsyat
Dalam menemani perjalan yang penuh liku
Tuhan
Ku selalu titipkan doa di setiap keheningan malam
Tak kan pernah lelah dan henti kupanjatkan kepada-Mu
Terimalah desiran kalbu yang tak henti bergejolak
Tuk mencari kebahagiaan yang hakiki
Himne Senja 131
Hanya alunan kata dan langkah kaki tak pernah henti bergoyah
Selalu, selalu, dan selalu mencari jati diri serta kebahagiaan yang
hakiki
132 Antologi Puisi
BUKU 133
Ratna (Naura_Anaba)
Kau gudang berjuta ilmu
Dari ilmu a hingga ilmu z
Tanpamu entah apa yang terjadi
Dengan diri yang lemah ini
Kuharap ku kan slalu haus akan ilmu
Hingga tak hentinya ku mencarimu
Sosok yang slalu kekurangan
Sosok yang slalu membutuhkan
Sosok yang slalu dirindukan
Akan pengetahuan yang dalam
Fatamorgana di depan menghadang
Tak hentinya tatapan mata menyorot semua itu
Yang fana biarlah fana
Hingga dapat berubah menjadi baka
Dari ekspetasi hingga berubah menjadi realita
Semua orang berbondong-bondong
Bersatu padu tuk melengkapi pengetahuan
Hingga tak mengenal lelah
Sebagai bekal hidup di dunia maupun di akhirat
Meskipun bentukmu jarang disukai
Karna penuh dengan tulisan
Membuat orang enggan tuk membaca
Membuat orang malas tuk menjamah
Namun
Himne Senja
Tanpa hadirmu disela-sela kehidupan
Akan ada orang yang tersesat dalam menjalani hidup
134 Antologi Puisi
GURUKU
Ratna (Naura_Anaba)
Guruku
Tak kan pernah kulupakan semua tentangmu
Kau selalu sabar dalam membimbingku
Kau selalu semangat dalam menghadapiku
Kau pun selalu nampak luar biasa ketika di depanku
Guruku
Semua jasa yang kau berikan untukku
Kan selalu ku ingat dalam sanubariku
Pengabdian yang kau berikan tuk anak bangsa
Sedikit pun kau pernah mengeluh
Guruku
Meski aku terkadang sering membuatmu marah
Namun, kau tak pernah memarahiku kembali
Yang kau lakukan hanyalah selaku menasihati
Menasihati dan menasihatku
Supaya aku menjadi pribadi yang lebih baik
Guruku
Maafkanlah diriku ini
Yang setiap saat membuatmu jengkel
Yang setiap waktu terkadang menyepelekan
Semua nasihatmu
Guruku
Kini aku menyadari
Dengan apa yang sudah kuperbuat
Tanpamu mungkin aku tak kan menjadi seorang seperti sekarang
Himne Senja 135
Tanpamu mungkin aku tak tahu dengan apa yang sudah
kuperbuat
Terima kasih guruku, hanya doa terbaik yang mampu kuberikan
untukmu
136 Antologi Puisi
TARIAN PENA
Ratna (Naura_Anaba)
Tiap waktu, tiap hari selalu menemaniku
Di kala suka maupun duka
Dia selalu ada di sampingku
Dalam keadaan sesulit apapun
dia kan selalu ada menghampiriku
Goresan tinta hitam, biru, dan merah
Menghiasi kertas putih nan bersih
Tarian yang begitu lembut dan indah dipandang
Dari ungkapan buah pikiran yang jernih dan keruh
Sampai lupa waktu tuk terus menatapnya
Karya-karya yang nyata hasil jerih payah
Perjuangan yang tak kan lekang oleh waktu
Karna mencarimu butuh perjuangan
Semangat dan pengorbanan yang terus membara
Ku kan menuangkan butir-butir yang ada
Dalam goresan yang nyata tuk dapat menatapnya lebih lama
Tarian-tarian nan indah di depan mata
Dari fonem a sampai fonem z tak terlewatkan
Hingga dapat menembus cakrawala
Ku harap dengan usahanya dan kerja keras kan menjadikan
pengabdian ini menjadi bekal meskipun fana yang dirasa
Karna kuyakin setiap usaha tak akan pernah mengkhianati hasil
Naura_Anaba
Himne Senja 137