MODUL PEILAKU ORGANISASI
Drs. Arief Syah Safriant, SE., MM
Nama : Ahmad saputa
Nim : 2134021168
Prodi : SSK G, Ekonomi Manajemen P2K
Universitas Krisnadwipayana
Fakultas Ekonomi
Jakarta 2022
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur bagi Allah S.W.T. karena berkat, rahmat, dan karunia-Nya, penulis dapat
menyelesaikan penyusunan makalah sederhana ini. Salawat dan salam penulis ucapkan
kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah menyampaikan a-jaran Islam dan menjadi uswah
serta qudwah dalam kehidupan umat manusia. Makalah sederhana ini berjudul Pendidikan
Islam Dalam Kajian berisi tentang tujuan, hakikat, prinsip-prinsip pendidikan dalam Islam.
Bagaimana paradigma dan pengembangan pendidikan Islam saat ini dan bagaimana
membangun pendidikan yang bermutu. Penulis menyadari makalah ini jauh dari
kesempurnaan. Oleh sebab itu penulis mengharapkan saran dan masukan dari semua pihak.
Akhirnya kepada Allah SWT jualah penulis berserah diri, semoga Ridho-Nya selalu
menyertai kita semua, Amin.
PENULIS
AHMAD SAPUTRA
ii
DAFTAR ISI
BAB I…………………………………………………………………………………………...
Manajemen Individual, Kelompok dan Efektivitas Organisasi……………………………….1
A. Pengertian EfektivitasOrganisasi…………………………………………………………..1
B. Pengertian EfektivitasKerja………………………………………………………………...2
C. Faktor yangMempengaruhi EfektivitasKerja………………………………………………5
BAB II………………………………………………………………………………………….
Dasar-dasar Perilaku Individu…………………………………………………………………6
A. Sikap dan KepuasanKerja………………………………………………….………………6
B. Nilai………………………………………………………………………………………...8
C. Kerja………….…………….……………………………………………………………..11
D. Kepuasan kerja……………………………………………………………..……………..16
BAB III…………………………………………………………………………………………
Persepsi dan Kepribadian………………………………………………………………….....20
A .Faktor yangMempengaruhiPersepsi………………………………………………………20
B. Teori Ambisi………………………………………………………………………………23
C. Menilai OrangLain………………………………………………………………………..23
BAB IV…………………………………………………………………………………………
Atribut-atributSosial…………………………………………………………………………26
A. Pengertian Motivasi………………………………………………………………………26
B. Konsep MotivasiDasar…………………………………………………………………....28
C. Teori Motivasi…………………………………………………………………………….31
BAB V…………………………………………………………………………………………..
Dasar-dasar PerilakuKelompok dan KelompokKerja………………………….…………….37
A. Definisi Kelompok………………………………………………………………………..37
B. Konsep Dasar Kelompok………………………………………………………………….40
C. Norma……………………………………………………………………………………..42
BAB VI………………………………………………………………………….……...............
iii
Perilaku Kelompok……………………………………………………………………………...
A. Jaringan Komunikasi……………………………………………………………………...43
B. Spam of Nets(Keterbatasan Jaringan)…………………………………………………….43
C. Koalisi dan Kerjasama…………………………………………………………………….44
BAB VII………………………………………………………………………………………...
Kekuasaan………...………………………………………………………………………….45
A. Pengertian Kekuasaan……………..……………………………………………………...45
B. Sumber Kekuasaan………………..………………………………………………………46
C. Karakteristik Bawahan……………………………………………………………………46
D. Faktor Situasi……………………………………………………………………………...47
E. Kekuasaan Paksaan………………………………………………………………………..48
F. Kekuasaan danBawahannya………………………………………………………………48
BAB VIII……………………………………………………………………………………….
Kekuasaan dan Politik……………………………………………………………………......49
A. Pengertian Politik…………………………………………………………………………49
B. Politik dalam Organisasi………………………………………………………………….49
C. Membangun Koalisi………………………………………………………………………50
D. Proses PengambilanKeputusan……………………………………………………............50
E . Faktor PendorongTerjadinya PraktekPolitik……………………………………………..51
BAB IX…………………………………………………………………………………………
Konflik……………………………………………………………………………………….53
A. PerubahanPandangan Tentangkonflik………………………………………………….....53
B. Konflik Fungsional danDisfungsional…………………………………………………….55
BAB X…………………………………………………………………………………..............
Kelompok dan PrestasiKerja…………………………………………………………………58
A . Hubungan Konflik danPrestasi Kerja…………………………………………………….58
BAB XI………………………………………………………………………………………....
Dasar Organisasidan Desain Organisasi……………………..……………….…..………….65
A . Bagian DasarOrganisasi………………………………………………………...…..........65
iv
B. Desain Organisasi………………………………………………………………....………66
C. Struktur OrganisasiSederhana danModern………….………………….…………..……..66
D. Keunggulan StrukturOrganisasi Besar…………………………………………………....67
BAB XII………………………………………………………………………………………...
Budaya……………………………………………………………………………………….71
A . Pengertian Budaya………………………………………………………………………..71
BAB XIII……………………………………………………………………………………….
Budaya Organisasi……………………………………………………………………………76
A . PengertianBudaya Organisasi……………………………………………………….........76
B. Budaya SebagaiKebutuhan yangDeskripti………………………………………………..78
KESIMPULAN……………………………………………………………………………....80
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………..83
SOAL DAN JAWABAN…………………………………………………………………….84
v
BAB I
A. Pengertian efektivitas organisasi
Suatu efektivitas organisasi berhubungan dengan pencapaian dari tujuan. Pencapaian
suatu tujuan sebagaimana yang di maksud di sini meliputi pencapaian tujuan secara individu,
tujuan secara berkelompok dan tujuan organisasi tersebut.
Maka dari itu, di dalam sebuah organisasi akan selalu di lakukan evaluasi terhadap
pencapaian-pencapaian tujuan yang tentu diawali dengan evaluasi terhadap pencapaian tujuan
secara individu atau efektivitas kerja setiap pegawai.
Definisi Efektivitas Organisasi Menurut Para Ahli
Adapun definisi dari para ahli mengenai efektivitas organisasi, yaitu;
Gibson (1984:28) mendefinisikan efektivitas adalah latar belakang perilaku
organisasi, hubungan antara sifat produksi, kualitas, efisiensi, fleksibilitas, kepuasan,
kesempurnaan dan pengembangan.
Emiten Ezioni (1982:54) menyatakan bahwa efektivitas organisasi dapat dinyatakan
sebagai tingkat keberhasilan organisasi yang berusaha mencapai tujuan.
Komaruddin (1994: 294) menyebutkan efektivitas adalah suatu kondisi yang
menunjukkan bahwa kegiatan manajemen berhasil mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
Liang G (2000: 24) menyatakan bahwa efektivitas adalah keadaan atau kemampuan
manusia untuk menyediakan penggunaan yang diinginkan.
Soekarno K. (1986: 42) menjelaskan bahwa efektif adalah mencapai tujuan atau
hasil yang diinginkan, dan tidak ada hubungannya dengan tenaga, waktu, biaya, dan
alat. Artinya konsep efektivitas hanyalah hasil atau tujuan yang diinginkan. Oleh
karena itu konsep efektivitas kinerja organisasi merupakan perwujudan tujuan atau
hasil yang dilaksanakan oleh setiap orang.
Berdasarkan pendapat para ahli dapat dinyatakan bahwa efektivitas adalah konsep
terpenting, karena dapat menyebutkan secara garis besar keberhasilan organisasi untuk
mencapai tujuan. Selain itu, efektivitas juga dapat didefinisikan sebagai tingkat pencapaian
dari tujuan yang sebelumnya ditetapkan.
1
B. Pengertian efektivitas kerja
Efektivitas kerja adalah suatu ukuran dan kemampuan dalam melaksanakan fungsi, tugas,
program atau misi dari suatu organisasi atau perusahaan sesuai dengan target (kuantitas,
kualitas dan waktu) yang telah ditetapkan. Efektivitas pekerjaan merupakan hubungan antara
output dengan tujuan, semakin besar kontribusi (sumbangan) output terhadap pencapaian
tujuan, maka semakin efektif organisasi, program atau kegiatan.
Efektivitas kerja menunjukkan taraf tercapainya hasil. Efektivitas menekankan pada hasil
yang dicapai, sedangkan efisiensi lebih melihat pada bagaimana cara mencapai hasil yang
dicapai itu dengan membandingkan antara input dan output. Suatu organisasi dapat dikatakan
efektif apabila organisasi tersebut selalu berusaha agar karyawan yang terlibat di dalamnya
dapat mencapai efektivitas kerja. Efektivitas kerja sendiri yaitu suatu penyelesaian pekerjaan
tepat pada waktu yang telah ditentukan.
Berikut definisi dan pengertian efektivitas kerja dari beberapa sumber buku:
Menurut Kurniawan (2005), efektivitas kerja adalah kemampuan melaksanakan tugas,
fungsi (operasi kegiatan program atau misi) dari pada suatu organisasi atau sejenisnya
yang tidak adanya tekanan atau ketegangan diantara pelaksanaannya.
Menurut Mahmudi (2005), efektivitas kerja adalah hubungan antara output dengan
tujuan, semakin besar kontribusi (sumbangan) output terhadap pencapaian tujuan,
maka semakin efektif organisasi, program atau kegiatan.
Menurut Rizky (2011), efektivitas kerja adalah suatu ukuran yang menyatakan
seberapa jauh target (kuantitas, kualitas dan waktu) telah tercapai.
Menurut Robbins (2003), efektivitas kerja adalah kemampuan untuk memilih atau
melakukan sesuatu yang paling sesuai atau tepat dan mampu memberikan manfaat
secara langsung.
2
Indikator dan Kriteria Efektivitas Kerja
Menurut Kurniawan (2005), indikator efektivitas kerja adalah sebagai berikut:
1. Kejelasan tujuan yang hendak dicapai, hal ini ditujukan supaya karyawan atau pekerja
dalam melaksanakan tugasnya dapat mencapai target dan sasaran yang terarah
sehingga tujuan organisasi dapat tercapai.
2. Kejelasan strategi pencapaian tujuan, merupakan penentuan cara, jalan atau upaya
yang harus dilakukan dalam mencapai semua tujuan yang sudah ditetapkan agar para
implementer tidak tersesat dalam pencapaian tujuan organisasi. Seperti penentuan
wawasan waktu, dampak dan pemusatan upaya.
3. Proses analisis dan perumusan kebijaksanaan yang mantap, berkaitan dengan tujuan
yang hendak dicapai dan strategi yang telah ditetapkan artinya kebijakan yang sudah
dirumuskan tersebut harus mampu menjembatani tujuan-tujuan dengan usaha-usaha
pelaksanaan kegiatan operasional.
4. Perencanaan yang matang, diperlukan untuk pengambilan keputusan yang akan
dilakukan oleh organisasi untuk mengembangkan program atau kegiatan dimasa yang
akan datang.
5. Penyusunan program yang tepat, suatu rencana yang baik masih perlu dijabarkan
dalam program-program pelaksanaan yang tetap sebab apabila tidak, para pelaksana
akan kurang memiliki pedoman untuk bertindak dan bekerja.
6. Tersedianya sarana dan prasarana, sarana dan prasarana dibutuhkan untuk menunjang
proses dalam pelaksanaan suatu program agar berjalan dengan efektif.
7. Pelaksanaan yang efektif dan efisien, apabila suatu program tidak dilaksanakan secara
efektif dan efisien maka organisasi tersebut tidak dapat mencapai tujuannya.
8. Sistem pengawasan dan pengendalian, pengawasan ini diperlukan untuk mengatur
dan mencegah kemungkinan-kemungkinan adanya penyimpangan dalam pelaksanaan
suatu program atau kegiatan, sehingga tujuan organisasi dapat tercapai.
Menurut Martani dan Lubis (1987), kriteria yang digunakan untuk mengukur
efektivitas kerja adalah sebagai berikut:
1. Pendekatan Sumber (resource approach), yakni mengukur efektivitas dari input.
Pendekatan mengutamakan adanya keberhasilan organisasi untuk memperoleh
sumber daya, baik fisik maupun non fisik yang sesuai dengan kebutuhan organisasi.
3
2. Pendekatan Proses (process approach), adalah untuk melihat sejauh mana efektivitas
pelaksanaan program dari semua kegiatan proses internal atau mekanisme organisasi.
3. Pendekatan Sasaran (goals approach), dimana pusat perhatian pada output, mengukur
keberhasilan organisasi untuk mencapai hasil (output) yang sesuai dengan rencana.
Aspek-aspek Efektivitas Kerja
Efektivitas menunjukkan kemampuan suatu perusahaan dalam mencapai sasaran yang
telah ditetapkan secara tepat. Pencapaian sasaran yang telah ditetapkan berdasarkan ukuran
maupun standar yang berlaku mencerminkan suatu perusahaan tersebut telah memperhatikan
efektivitas operasionalnya. Menurut Saleh (2010), aspek-aspek atau dimensi efektivitas kerja
adalah sebagai berikut:
Keterlibatan (involvement) adalah kebebasan atau independensi yang dipunyai setiap
individu dalam mengemukakan pendapat. Keterlibatan tersebut perlu dihargai oleh
kelompok atau pimpinan suatu organisasi sepanjang menyangkut ide untuk
memajukan dan mengembangkan organisasi/perusahaan. Keterlibatan terdiri dari tiga
indikator yaitu pemberdayaan (empowerment), kerja tim (team orientation) dan
kemampuan berkembang (capability development).
Konsistensi (consistency) merupakan tingkat kesepakatan anggota organisasi terhadap
asumsi dasar dan nilai-nilai inti organisasi. Konsistensi menekankan pada sistem
keyakinan-keyakinan, nilai-nilai, dan simbol-simbol yang dimengerti dan dianut
bersama oleh para anggota organisasi serta pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang
terkoordinasi. konsistensi dapat dilihat dari tiga indikator yaitu nilai inti (core value),
kesepakatan (agreement), koordinasi dan integrasi (coordination and integration).
Adaptasi (adaptability) merupakan kemampuan organisasi dalam merespon
perubahan-perubahan lingkungan eksternal dengan melakukan perubahan internal
organisasi. Kemampuan adaptasi dapat dilihat dari tiga indikator yaitu perubahan
(creating change), berfokus pada pasien (customer focus) dan keadaan organisasi
(organizational learning).
Misi (mission) merupakan merupakan dimensi budaya yang menunjukkan tujuan inti
organisasi yang menjadikan anggota organisasi teguh dan fokus terhadap apa yang
dianggap penting oleh organisasi. Organisasi yang kurang dalam menerapkan misi
akan mengakibatkan staf tidak mengerti hasil yang akan dicapai dan tujuan jangka
panjang yang ditetapkan menjadi tidak jelas.
4
C. Faktor yang mempengaruhi efektivitas Kerja
Menurut O'reilly (2003), terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi efektivitas
kerja, yaitu sebagai berikut:
1. Waktu. Ketepatan waktu dalam menyelesaikan suatu pekerjaan merupakan faktor
utama. Semakin lama tugas yang dibebankan itu dikerjakan, maka semakin banyak
tugas lain menyusul dan hal ini akan memperkecil tingkat efektivitas kerja karena
memakan waktu yang tidak sedikit.
2. Tugas. Bawahan harus diberitahukan maksud dan pentingnya tugas-tugas yang
didelegasikan kepada karyawannya.
3. Produktivitas. Seorang pegawai mempunyai produktivitas kerja yang tinggi dalam
bekerja tentunya akan dapat menghasilkan efektivitas kerja yang baik demikian pula
sebaliknya.
4. Motivasi. Pimpinan dapat mendorong pegawainya melalui perhatian pada kebutuhan
dan tujuan mereka yang sensitif.Semakin termotivasi karyawan untuk bekerja secara
positif semakin baik pula kinerja yang dihasilkan.
5. Evaluasi Kerja. Pimpinan memberikan dorongan, bantuan dan informasi kepada
bawahannya, sebaliknya pegawai harus melaksanakan tugas dengan baik dan
menyelesaikan untuk dievaluasi tugas terlaksana dengan baik atau tidak.
6. Pengawasan. Dengan adanya pengawasan maka kinerja pegawai dapat terus terpantau
dan hal ini dapat memperkecil resiko kesalahan dalam melaksanakan tugas.
7. Lingkungan Kerja. Lingkungan Kerja adalah menyangkut tata ruang, cahaya alam dan
pengaruh suara yang mempengaruhi konsentrasi seseorang sewaktu bekerja.
8. Perlengkapan dan Fasilitas. Adalah suatu sarana dan peralatan yang disediakan oleh
pimpinan dalam bekerja. Fasilitas yang kurang lengkap akan mempengaruhi
kelancaran pegawai dalam bekerja.
5
BAB II
Dasar-Dasar Perilaku Individu, Sikap, Kepuasan Kerja dan Nilai
A. Sikap dan Kepuasan Kerja
Menurut G.W Alport dalam (Tri Rusmi Widayatun, 1999 :218) sikap adalah kesiapan
seseorang untuk bertindak. Seiring dengan pendapat G.W. Alport di atas Tri Rusmi
Widayatun memberikan pengertian sikap adalah “keadaan mental dan syaraf dari kesiapan,
yang diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau terarah terhadap
respon individu pada semua obyek dan situasi yang berkaitan dengannya”.
Sedangkan Jalaluddin Rakhmat ( 1992 : 39 ) mengemukakan lima pengertian sikap, yaitu:
Pertama, sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir, dan merasa
dalam menghadapi objek, ide, situasi, atau nilai. Sikap bukan perilaku, tetapi
merupakan kecenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu terhadap
objek sikap. Objek sikap boleh berupa benda, orang, tempat, gagasan atau situasi, atau
kelompok.
Kedua, sikap mempunyai daya penolong atau motivasi. Sikap bukan sekedar rekaman
masa lalu, tetapi juga menentukan apakah orang harus pro atau kontra terhadap
sesuatu; menentukan apa yang disukai, diharapkan, dan diinginkan;
mengesampingkan apa yang tidak diinginkan, apa yang harus dihindari.
Ketiga, sikap lebih menetap. Berbagai studi menunjukkan sikap politik kelompok
cenderung dipertahankan dan jarang mengalami pembahan.
Keempat, sikap mengandung aspek evaluatif: artinya mengandung nilai
menyenangkan atau tidak menyenangkan.
Kelima, sikap timbul dari pengalaman: tidak dibawa sejak lahir, tetapi merupakan
hasil belajar. Karena itu sikap dapat diperteguh atau diubah.
Sedangkan La Pierre (dalam Azwar, 2003) mendefinisikan sikap sebagai suatu pola
perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam
situasi sosial, atau secara sederhana, sikap adalah respon terhadap stimuli sosial yang telah
terkondisikan. Sedangkan menurut Soetarno (1994), sikap adalah pandangan atau perasaan
yang disertai kecenderungan untuk bertindak terhadap obyek tertentu. Sikap senantiasa
diarahkan kepada sesuatu artinya tidak ada sikap tanpa obyek. Sikap diarahkan kepada
bendabenda, orang, peritiwa, pandangan, lembaga, norma dan lain-lain.
Selain itu sikap juga memberikan kesiapan untuk merespon yang sifatnya positif atau
negatif terhadap obyek atau situasi.
Komponen Sikap
Untuk benar-benar memahami sikap perlu mempertimbangkan karakteristik secara
fundamental. Ada tiga komponen yang secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh
(total attitude) yaitu:
6
Kognitif (cognitive).
Merupakan aspek intelektual, yang berkaitan dengan apa yang diketahui manusia, berisi
kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi obyek sikap.
Sekali kepercayaan itu telah terbentuk maka ia akan menjadi dasar seseorang mengenai apa
yang dapat diharapkan dari obyek tertentu. (segmen opini atau keyakinan dari sikap)
Afektif (affective)
Merupakan aspek emosional dari faktor sosio psikologis, didahulukan karena erat
kaitannya dengan pembicaraan sebelumnya, aspek ini menyangkut masalah emosional
subyektif seseorang terhadap suatu obyek sikap. Secara umum komponen ini disamakan
dengan perasaan yang dimiliki obyek tertentu. (segmen emosional atau perasaan dari sikap) –
Konatif (conative)
Komponen aspek vohsional, yang berhubungan dengan kebiasaan dan kemauan
bertindak. Komponen konatif atau komponen perilaku dalam struktur sikap menunjukkan
bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku dengan yang ada dalam diri seseorang
berkaitan dengan obyek sikap yang dihadapi (Notoatmodjo , 1997). (niat untuk berperilaku
dalam cara tertentu terhadap seseorang atau sesuatu).
Teori persepsi diri (self-perception theory), adalah pandangan tentang sikap yang digunakan
setelah melakukan sesuatu untuk memahami tindakan yang telah terjadi. Sikap kerja berisi
evaluasi positif atau negatifyang dimiliki oleh karyawan tentang aspek-aspek lingkungan
kerja mereka , aspek-aspek lingkungan kerja meliputi tiga sikap, yaitu:
Sikap kepuasan kerja (job satisfaction), yaitu sebagai suatu perasaan positif tentang
pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari sebuah evaluasi karakteristiknya.
Seseorang memiliki tingkat kepuasan kerja yang tinggi, berarti memiliki perasaan
positif tentang pekerjaan itu.
Sikap keterlibatan pekerjaan (job involvement), yaitu keterlibatan pekerjaan yang
mengukur tingkatan sampai mana individu secara psikologis memihak pekerjaan
mereka dan menganggap penting tingkat kinerja yang dicapai sebagai bentuk
penghargaan diri. Tingkat keterlibatan pekerjaan dan pemberian wewenang yang
tinggi benar-benar behubungan dengan organisasional dan kinerja pekerjaan., dan
telah diketahui bahwa kterlibatan pekerjaan yang tinggi berhubungan dengan
ketidakhadiran yang lebih sedikit dan angka pengunduran diri yang lebih rendah.
Karyawan yang memiliki tingkat keterlibatan pekerjaan yang tinggi sangat memihak
dan benar-benar peduli dengan bidang pekerjaan yang mereka lakukan.
Sikap Komitmen Organisasional (organizational commitment), yaitu suatu keadaan
dimana seorang karyawan memihak organisasi tertentu serta tujuan-tujuan dan
keinginannya untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi tersebut. Jadi
keterlibatan pekerjaan yang tinggi berarti memihak pada pekerjaan tertentu seorang
individu, sementara komitmen organisasional yang tinggi berarti memihak organisasi
yang merekrut individu tersebut.
Dalam komitmen organisasional ada tiga dimensi yang terpisah :
7
Komitmen Afektif (affective commitment), perasaan emosional untuk organisasi dan
keyakinan dalam nilai-nilainya. Contoh: seorang karyawan Petco mungkin memiliki
komitmen aktif untuk perusahaannya karena keterlibatannya dengan hewan-hewan.
Komitmen berkelanjutan (continuance commitment), nilai ekonomi yang dirasa
sebagai akibat dari bertahan dalam suatu organisasi bila dibandingkan dengan
meninggalkan organisasi tersebut. Contoh : seorang karyawan mungkin berkomitmen
kepada seorang pemberi kerja karena ia dibayar tinggi dan merasa bahwa
pengunduran diri dari perusahaan akan menghancurkan keluarganya.
Komitmen normative (normative commitment), kewajiban untuk bertahan dalam
organisasi untuk alasan-alasan moral atau etis. Contoh : seorang karyawan yang
memelopori sebuah inisiatif baru, mungkin bertahan dengan seorang pemberi kerja
karena ia merasa “ meninggalkan seseorang dalam keadaan yang sulit “ bila ia pergi
B. Nilai
Nilai (values) merupakan suatu tuntunan atau pedoman yang mendasari bagaimana
seseorang atau suatu organisasi berpikir, mengambil keputusan, bersikap, dan bertindak.
Perbedaan nilai yang dimiliki oleh dua orang yang berbeda akan menimbulkan sikap yang
berbeda pula diantara dua orang tersebut, meskipun mereka berada dalam lingkungan yang
sama. Sebagai contoh, seorang manajer pemasaran memberi tugas pada dua orang stafnya
untuk meningkatkan penjualan. Manajer tersebut tidak memberikan keterangan tentang
reward apa yang akan diberikan bila target penjualan tercapai. Staf pertama bersikap tenang-
tenang saja, tidak langsung bergerak, atau berpikir langkah apa yang harus dilakukan untuk
meningkatkan penjualan, karena ia belum tahu keuntungan apa yang akan diberikan oleh
perusahaan kepadanya jika target tercapai. Baginya jika reward belum jelas, untuk apa
bersusah payah memenuhi target, karena toh ia sudah mendapat gaji tetap meskipun target
penjualan tidak tercapai. Berbeda dengan sikap yang ditunjukkan oleh staf yang kedua, ia
langsung berpikir, menentukan langkah apa yang diperkirakan dapat mencapai target, serta
bertindak secepat mungkin. Staf ke dua berpikir sebagai seorang karyawan ia harus
menunjukkan bahwa ia mampu melakukan apa yang ditugaskan padanya dengan baik dan
menghasilkan hasil yang memuaskan. Perbedaan sikap dari dua karyawan tersebut di atas
adalah karena adanya perbedaan nilai-nilai yang dimiliki keduanya.
Nilai merupakan gambaran dialog yang selalu terjadi dalam diri kita yang menentukan
apa yang penting dan apa yang tidak penting untuk dilakukan. Apa yang boleh dan apa yang
tidak boleh dilakukan. Apa yang benar dan apa yang salah. Nilai merupakan dasar yang
terdalam, acuan, dan motor penggerak motivasi, sikap dan tindakan. Nilai tidak bisa
dipalsukan, karena apa yang dipikirkan, dilakukan, dan disikapi akan terlihat dengan jelas
merupakan refleksi dari nilai-nilai yang dianut seseorang. Nilai-nilai yang dianut dan
dijalankan oleh karyawan dalam organisasi inilah yang merupakan faktor penentu bagaimana
organisasi tersebut secara kolektif memiliki kualitas, kapasitas, dan kapabilitas dalam
membuat keputusan, perilaku dan tindakan organisasi.
Nilai organisasi bukan nilai yang tertulis dalam pedoman organisasi, karena sering
nilainilai ini adalah rekomendasi dari konsultan. Nilai organisasi adalah apa secara aktual
memang menjadi praktek dari organisasi tersebut. Apa yang disaksikan, diyakini, dipercaya,
8
dilakukan dan dipraktekkan oleh para karyawan di organisasi ini merupakan nilai riil (nyata).
Banyak organisasi besar yang menyewa konsultan untuk membuat cetak biru organisasi,
memasang competency based organization, melakukan program pelatihan karyawan, serta
memasang sistem teknologi informasi yang baru. Investasi yang cukup besar ini tanpa diikuti
oleh perubahan nilai-nilai yang mendasari keyakinan, kepercayan, sikap para karyawannya,
akan sulit untuk mewujudkan sikap yang diharapkan.
Nilai mencerminkan perilaku dasar bahwa bentuk khusus perilaku atau bentuk akhir
keberadaan secara peribadi atau sosial lebih dipilih dibandingkan dengan bentuk perilaku
atau bentuk akhir keberadaan perlawanan atau kebalikan. Nilai sangat penting untuk
mempelajari perilaku organisasi karena nilai menjadi dasar untuk memahami sikap dan
motivasi serta memahami persepsi kita, individu memasuki organisasi berdasarkan yang
dikonsefkan sebelumnya mengenai apa yang seharusnya dan apa yang tidak seharusnya.
Milton Rokeatch [1]menciptakan nilai Rokeach (RVS) yang merupakan nilai terminal
dan instrumental. Nilai terminal merupakan bentuk akhir keberadaan yang sasarannya sangat
diinginkan untuk dicapai seseorang dalam hidupnya. Sedangkan, nilai instrumental adalah
bentuk perilaku atau upaya-upaya pencapaian nilai-nilai terminal yang lebih disukai oleh
orang tertentu. Nilai kerja dapat dikelompokan kedalam empat kelompok yang
mengungkapkan nilainilai yang unik dari suatu kelompok atau generasi yang berbeda dalam
angkatan kerja yaitu dapat dilihat dalam table berikut :
Tabel 2. Nilai Kerja
Pemahaman bahwa nilai-nilai individu berbeda namun cenderung mencerminkan nilainilai
masyarakat periode mereka dibesarkan dan menjadi bantuan berharga dalam menjalankan
dan memperkirakan perilaku. Salah satu bentuk pendekatan secara global yang ditunjuk
untuk menganalisis variasi untuk menunjuk kebudayaan-kebudayaan yang dilakukan oleh
Greert Hofstede menemukan bahwa para manajer berbeda berdasarkan lima dimensi yaitu:
9
Jarak kekuasaan merupakan suatu atribut kebudayaan nasional yang meggambarkan
tingkat penerimaan masyarakat akan kekuasaan dalam intitusi atau organisasi yang
didistribusikan secara tidak merata.
Individualism versus Kolektivisme. Individualism merupakan atribut kebudayaan
nasional yang menggambarkan tingkat dimana orang lebih suka bertindak sebagai
individu dari pada sebagai kelompok sedangkan kolektivisme merupakan kebudayaan
nasional yang menggambarkan kerangka kerja yang ketat didalamnya orang
mengharapkan orang lain dalam kelompok dimana mereka merupakan anggota untuk
merawat dan membantunya.
Kuantitas kehidupan dengan Kualitas kehidupan. Merupakan atribut kebudayaan
nasional yang menggambarkan dimana tingkat nilai kemasyarakatan di cerminkan
dengan keberanian berpendapat dan matrealisme, sedangkan kuantitas kehidupan
merupakan atribut kebudayaan nasional yang menekankan pada hubungan dan
kepedulian terhadap orang lain.
Penghindaran Ketidakpastian, merupakan atribut kebudayaan nasional yang
menggambarkan tingkat dimana masyarakat merasa terancam oleh keadaan yang
tidak menentu atau bermakna ganda dan coba untuk menghindari keadaan tersebut.
Orientasi jangka panjang versus jangka pendek. Orientasi jangka panjang merupakan
atribut kebudayaan nasional yang menekankan pada masa depan, penghematan, dan
keberlanjutan. Sedangkan orientasi jangka pendek merupakan atribut kebudayaan
nasional yang menekankan pada masa kini, menghormati tradisi, dan memenuhi
kewajibankewajiban sosial.
Pentingnya Nilai Organisasi
Masa sekarang, nilai-nilai organisasi (organization values) telah menjadi jauh lebih
penting dibanding masa-masa sebelumnya. Hal ini terjadi karena aktivitas bisnis dan
perekonomian telah mengalami perubahan yang signifikan. Nilai penting untuk mempelajari
perilaku organisasi karena nilai menjadi dasar untuk memahami sikap dan motivasi serta
karena nilai mempengaruhi persepsi individu. Individu-individu memasuki organisasi dengan
gagasan yang dikonsepkan sebelumnya mengenai apa yang seharusnya dan tidak seharusnya.
Sistem nilai adalah hirarki yang didasarkan pada pemeringkatan nilai-nilai pribadi
berdasarkan intensitas nilai tersebut.
Perubahan Nilai Organisasi
Perubahan nilai organisasi dapat ditempuh dengan dua jalur, yang keduanya harus
dilakukan secara bersamaan karena jika tidak maka perubahan nilai akan mengalami
kepincangan dalam prakteknya. Jalur pertama adalah melalui keteladanan nilai-nilai dari para
jajaran pimpinannya. Jalur kedua adalah melalui penciptaan sistem organisasi dan teknologi
yang akan mengarahkan orang mau tidak mau mengikuti penyesuaian perubahan ke nilai-
nilai baru.
10
Dalam upaya untuk menanamkan nilai-nilai ini perusahaan lalu membuat sistem penilaian
kinerja yang bisa mengukur sejauh mana para pimpinan sudah menerapkan nilainilai tersebut
dalam sikap, tindakan, dan perilaku mereka terhadap karyawannya. Penanaman nilai-nilai
organisasi juga efektif bila dilakukan melalui program “value based leadership”. Program ini
dilakukan dengan menggunakan pendekatan pengembangan karakter kepemimpinan yang
mengadopsi nilai-nilai yang sesuai dengan yang diharapkan perusahaan. Salah satu program
yang digunakan untuk penanaman nilai-nilai ini adalah dengan metode “neurolingusitic
programming (nlp)”. Metode ini menggunakan pendekatan meditasi dan peninjauan diri
secara bertahap yang memungkinkan pimpinan melihat secara jernih apa-apa dalam dirinya
yang tidak koheren dan tidak sesuai untuk ‘hidup’ dalam lingkungan organisasinya.
Penggunaan metode nlp akan mampu membuat eksekutif lebih jernih dalam berpikir, menjadi
lebih terarah dalam membuat keputusan, dan bertindak. Nilai-nilai baru dapat lebih mudah
diadopsi, dan dipraktekkan jika perubahan cara pribadi berinteraksi telah dilakukan terlebih
dahulu. Dan para eksekutif menjadi sosok yang lebih tenang dan rileks menghadapi persoalan
sehari-hari.
Jalur kedua dalam melakukan penanaman nilai-nilai organisasi yang baru adalah melalui
sistem organisasi, fasilitas infrastruktur, dan manajemen informasi. Agar suatu organisasi
berhasil dalam melakukan inovasi maka jalur informasi pasar yang dimiliki oleh divisi
pemasaran dan penjualan harus mengalir secara langsung ke bagian pengembangan produk.
Proses informasi akan berjalan manakala setiap bagian dalam organisasi terbiasa untuk
berbagi informasi penting dan diantara bagian tidak terjadi saling menyembunyikan
informasi untuk dijadikan senjata pamungkas pada debat meeting antar divisi.
C. Kerja
Robbins (1991; 2007:47-49) mengemukakan bahwa dasar perilaku individu dalam kerja
meliputi karakteristik biografis seperti usia, jenis kelamin status perkawinan; kemampuan
fisik dan intelektual, locus of control, kepribadian, dan pembelajaran.
Karakteristik biografis
Usia
Penelitian menunjukkan bahwa pegawai yang berusia lebih tua mempunyai
kedudukan rendah untuk menghindar dari kemangkiran dibanding yang lebih muda.
Hal ini dimungkinkan karena kesehatan yang menurun seiring dengan bertambahnya
usia dan perlu waktu yang lebih lama untuk recovery dibanding yang lebih muda
usianya.
Analisis literatur yang terkini menunjukkan bahwa ada hubungan antara usia dan
kinerja, demikian pula ada hubungan antara usia dan kepuasan kerja. Banyak fakta
yang mengindikasikan hubungan positif antara keduanya, setidaknya untuk usia
sampai 60 tahun. Bagaimanapun perubahan tertentu atau kemajuan pada teknologi
dapat berpengaruh. dalam pekerjaan, dimana pekerja sebagai subjek untuk membuat
perubahan pada kemampuannya misal dengan adanya komputer dan jaringan
internet, maka disini yang lebih tua akan mempunyai kepuasan kerja yang lebih
rendah dibanding yang lebih muda.
Jenis kelamin
11
Kajian psikologis menemukan bahwa wanita lebih mudah menyesuaikan diri
dengan pimpinan sedangkan pria lebih agresif dan cenderung mempunyai harapan
lebih untuk sukses, namun demikian pendapat tersebut tidak banyak mendapat
dukungan. Perkembangan 20 tahun terakhir tentang emansipasi wanita dalam
pekerjaan menunjukkan tidak ada perbedaan antara pria dan wanita dalam hal
produktivitas kerja. Meskipun ada beberapa penelitian yang menemukan bahwa
wanita lebih tinggi pada tingkat turnover, hal ini tidak serta merta menjadi
kesimpulan yang bermakna, karena ada beberapa penelitian yang menunjukkan tidak
ada perbedaan. produktivitas kerja antara pria dan wanita.
Penelitian selanjutnya pada tingkat ketidakhadiran. Banyak fakta
mengindikasikan bahwa wanita sering tidak hadir dibanding pria. Hal ini didasarkan
atas logika budaya yang mengarah pada wanita seharusnya tinggal dirumah dan
bertanggung jawab terhadap keluarga. Wanita secara turun temurun ditetapkan
untuk merawat anak dan bukan sebagai pencari nafkah.
Status perkawinan
Penelitian tentang keterkaitan antara kinerja dengan status perkawinan belum
banyak dilaksanakan. Salah satu penelitian yang konsisten menunjukkan bahwa
pekerja yang sudah menikah mempunyai tingkat ketidakhadiran yang rendah, dan
cenderung puas terhadap pekerjaan yang digelutinya.. Pekerja yang sudah menikah
meningkat rasa tanggung jawabnya sehingga melihat pekerjaan sebagai sesuatu hal
yang sangat penting dan berharga. Selanjutnya disarankan untuk mengadakan
penelitian lebih lanjut, misalnya bagaimana dengan pekerja yang bercerai.
Masa kerja
Beberapa kajian menunjukkan bahwa masa jabatan/kerja jika didefinisikan
sebagai pengalaman kerja maka berhubungan positif dengan produktivitas.
Penelitian lain menunjukkan bahwa pegawai senior atau pekerja dengan masa kerja
yang lama berkorelasi negatif dengan ketidakhadiran. Selanjutnya ditemukan juga
bahwa masa kerja berhubungan negatif dengan turnover/keluar masuknya pegawai
Jumlah tanggungan
Ada hubungan yang positif antara jumlah anak dalam keluarga pekerja wanita
dengan ketidakhadiran. Begitu juga dengan kepuasan kerja. Namun ada pula
penelitian yang menunjukkan bahwa jumlah anak tidak mempengaruhi turnover dan
ada pula yang sebaliknya.
Kemampuan Kemampuan disini merujuk pada suatu kapasitas individu untuk
mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan. Seluruh kemampuan individu pada
hakikatnya tersusun dari dua perangkat faktor : kemampuan intelektual dan kemampuan
fisik.
Kemampuan intelektual
Kemampuan intelektual adalah kemampuan yang diperlukan untuk
menjalankan kegiatan mental. Tujuh dimensi yang paling sering dikutip yang
membentuk kemampuan intelektual adalah kemahiran berhitung, pemahaman verbal,
ketepatan peseptual, penalaran induktif, penalaran deduktif, visualisasi ruang, dan
memori. Kecerdasan kognitif bukan sebagi prasyarat utama untuk semua pekerjaan
namun beberapa penelitian yang sudah dilakukan berulang- ulang menunjukkan
bahwa tes-tes IQ yang menilai kemampuan verbal, numerik, ruang dan perseptual
12
merupakan faktor penting pada pekerja untuk semua jenis pekerjaan. Namun
demikian yang perlu diingat adalah hasil penelitian Goleman (1995:38) dan Patton
(2001:2) bahwa yang menentukan kinerja seseorang dari kecedasan kognitif (IQ)
hanya menyumbang 20%, sedangkan 80% disumbangkan oleh faktor lain dan salah
satunya kecerdasan emosional. Masih menurut Goleman bahwa indikator-indikator
kecerdasan emosional yang memberi kontribusi adalah; (a) kemampuan memotivasi
diri, (b) ketekunan, (c) keuletan, (d) ketrampilan empatik, dan (e) ketrampilan
berkomunikasi.
Kemampuan fisik
Sementara kemampuan intelektual memainkan peran yang lebih besar dalam
pekerjaan-pekerjaan rumit yang menuntut persyaratan pemrosesan informasi,
kemampuan fisik yang khusus memiliki makna penting untuk melakukan
pekerjaanpekerjaan yang kurang menuntut ketrampilan. Misalnya, pekerjaan yang
keberhasilannya menuntut stamina, kecekatan tangan, kekuatan tungkai, atau
bakatbakat serupa menuntut manajemen untuk mengenali kapabilitas fisik seorang
karyawan.
Riset mengenai persyaratan-persyaratan yang diperlukan dalam ratusan
pekerjaan telah teridentifikasi sembilan kemampuan dasar yang dilibatkan dalam
melakukan tugas-tugas jasmani. Tidaklah mengherankan bahwa hubungan antara
kemampuankemampuan ini juga kecil, nilai yang tinggi pada satu kemampuan
bukanlah jaminan nilai yang tinggi pada kemampuan yang lain dan kemungkinan
besar kinerja karyawan yang tinggi dicapai bila manjemen telah memastikan sejauh
mana suatu pekerjaan menuntut masing- masing dari sembilan kemampuan itu dan
kemudian menjamin bahwa karyawan dalam pekerjaan tersebut mempunyai
kemampuan tersebut.
Kesesuaian kemampuan dan pekerjaan
Dalam menjelaskan dan meramalkan perilaku orang-orang ketika bekerja
perlu diketahui bahwa pekerjaan-pekerjaan mengajukan tuntutan yang berbeda-beda
terhadap orang dan bahwa orang memiliki kemampuan yang berbeda. Oleh karena itu,
kinerja karyawan ditingkatkan bila ada kesesuaian antara pekerjaan dengan
kemampuan.
Kemampuan intelektual atau fisik khusus yang diperlukan untuk kinerja yang
memadai pada suatu pekerjaan, bergantung pada pesyaratan kemampuan yang diminta
dari pekerjaan itu. Jadi, misalnya, seorang kepala / pimpinan perusahaan memerlukan
kemampuan decision making yang baik, maka jika para pegawai tidak mempunyai
kemampuan yang disyaratkan kemungkinan besar akan gagal. Namun jika
kemampuannya terlalu jauh melampui persyaratan kemungkinan besar kinerja akan
memadai meskipun juga bisa terjadi ketidakefisienan dan penurunan kepuasan kerja.
Kepribadian
Kepribadian sebagai keseluruhan cara yang digunakan individu untuk bereaksi dan
berinteraksi dengan orang lain. Kepribadian seseorang ditentukan oleh hereditas;
lingkungan yang meliputi adat istiadat, norma, budaya, nilai- nilai, dan situasi misalnya
dalam kondisi atau situasi tertekan (underpresure). Karakteristik yang dimiliki individu
menggambarkan perilaku individu. Sebagai contoh digambarkan sebagai berikut:
Kecemasan tinggi sabar/tenang, Selanjutnya dari atribut kepribadian locus of control
13
dapat diprediksi perilaku pekerja. Atribut lain misalnya kebutuhan atau motif breprestasi,
harga diri, self monitoring, dan lain sebagainya.
Locus of control internal mengakibatkan rendahnya tingkat ketidakhadiran. Sebagai
contoh, individu merasa dirinya sehat, individu berprinsip bahwa sehat berasal dari dirinya
sendiri, sehingga berusaha menjaga kesehatannya dan tidak mudah sakit sehingga jarang
absen atau tidak datang dalam bekerja. Orang dengan locus of control internal lebih baik
pada penampilan kerjanya dengan catatan sesuai dengan jenis pekerjaannya. Orang
dengan locus of Control internal suka mencari informasi sebanyak-banyaknya sebelum
membuat keputusan, motivasi tinggi untuk berprestasi, usaha besar untuk mengontrol
lingkungan sedangkan orang dengan locus of control eksternal cenderung banyak
mengeluh dan ikut arus dan kurang memiliki upaya untuk mengoptimalkan dirinya.
Pembelajaran
Setiap perubahan perilaku yang dapat diamati sebagai bukti ada atau tidak adanya proses
pembelajaran dan pengalaman masa lalu yang telah diperolehnya. Penguatan/reinforcement
positif merupakan suatu instrumen yang ampuh untuk memodifikasi atau merubah perilaku.
Dengan memberikan ganjaran terhadap perilaku yang berkaitan dengan kinerja, maka pekerja
akan cenderung untuk mengulanginya, sehingga manajemen dapat meningkatkan perilaku
seseorang akan semakin sering itu akan diulang.
Analog dengan pernyataan tersebut Robbins (1991:57) mengemukakan bahwa dengan
menciptakan konsekuensi-konsekuensi yang menyenangkan untuk mengikuti ragamragam
tertentu.yang pada akhirnya frekuensi dari perilaku tersebut akan meningkat. Secara umum
orang akan semakin meningkat kinerjanya jika mereka memperoleh reinforcement secara
positif Penerapan dari konsep ini adalah bahwa bila seseorang karyawan memperoleh pujian
dalam bekerjanya maka karyawan tersebut cenderung akan meningkatkan kinerjanya.
Sebaliknya apabila seseorang dalam bekerjanya tidak pernah memperoleh pujian atas
karyanya maka ada kecenderungan untuk tidak meningkatkan kinerjannya.
Hukuman yang dahulu dipercaya sebagai bagian dari proses belajar menjadi tidak efektif
karena dengan hukuman justru membuat pelaku tertekan dan perilaku yang dirubah sifatnya
sementara, bahkan bisa menjadikan semangat kerja turun dan pembolosan atau keluarnya
karyawan lebih tinggi. Merubah perilaku karyawan dapat juga dengan menggunakan model
yaitu pimpinan memberikan contoh pada karyawannya sehingga karyawan akan meniru apa
yang telah dilakukan oleh pimpinannya.
Teori pembelajaran berikutnya adalah teori belajar sosial dari Bandura (1971) yang
menggunakan pendekatan perilaku dan mengabaikan pertimbangan proses mental, perlu
dipikirkan ulang. Menurut Bandura, teori pembelajaran sosial membahas tentang (1)
bagaimana perilaku kita dipengaruhi oleh lingkungan melalui penguat (reinforcement) dan
observational learning, (2) cara pandang dan cara pikir yang kita miliki terhadap informasi,
(3) begitu pula sebaliknya, bagaimana perilaku kita mempengaruhi lingkungan kita dan
menciptakan penguat (reinforcement) dan observational opportunity - kemungkinan bisa
diamati oleh orang lain.
14
Masih dalam perspektif pembelajaran Zanden (1984:266) mengembangkan teori pertukaran
sosial Berdasarkan teori ini, kita masuk ke dalam hubungan pertukaran dengan orang lain
karena dari padanya kita memperoleh imbalan. Seperti halnya teori pembelajaran sosial, teori
pertukaran sosial pun melihat antara perilaku dengan lingkungan terdapat hubungan yang
saling mempengaruhi (reciprocal). Dalam hubungan tersebut terdapat unsur imbalan
(reward), pengorbanan (cost) dan keuntungan (profit). Imbalan merupakan segala hal yang
diperloleh melalui adanya pengorbanan. Pengorbanan merupakan semua hal yang
dihindarkan, dan keuntungan adalah imbalan dikurangi pengorbanan. Jadi perilaku sosial
terdiri atas pertukaran paling sedikit antar dua orang berdasarkan perhitungan untung-rugi.
Menurut teori itu maka seorang guru akan berperilaku dalam hal ini melakukan aktivitas
bekerja apabila guru memperoleh imbalan baik berupa material maupun spiritual, demikian
pula bila selalu mendapat pujian maka akan cenderung untuk meningkatkan kinerjanya,
sebaliknya bila guru pembimbing mendapat hukuman atau kritikan berakibat menurunnya
kinerja mereka.
Perilaku seseorang dipengaruhi oleh simbol yang dikeluarkan orang lain, demikian pula
perilaku orang lain tersebut, akan dipengaruhi oleh orang lain juga dan demikian seterusnya
sehingga saling mempengaruhi dalam berinteraksi akan berdampak pada perilaku seseorang.
Melalui pemberian isyarat berupa simbol, kita mengutarakan perasaan, pikiran, maksud, dan
sebaliknya dengan cara membaca simbol yang ditampilkan orang lain, kita menangkap
pikiran, perasaan orang lain tersebut.
Teori ini mirip dengan teori pertukaran sosial .karena dalam teori pertukaran sosial
mempunyai prinsip bahwa hubungan sosial sebagai suatu transaksi dagang (
Rakhmat:2000:121). Masih menurut Rakhmat bahwa asumsi dasar teori pertukaran sosial
adalah bahwa setiap individu secara sukarela memasuki dan tinggal dalam hubungan sosial
hanya selama hubungan tersebut cukup memuaskan ditinjau dari segi ganjaran, biaya, laba
dan tingkat perbandingan. Makna dari teori tersebut bahwa kinerja guru pembimbing akan
dapat optimal dalam bekerja apabila guru bidang studi dan kepala sekolah memberikan dan
menciptakan hubungan yang memuaskan sehingga timbul semacam penguatan dan ganjaran
dalam berbagai bentuk.
Ganjaran adalah segala akibat yang dinilai positif yang diperoleh seseorang dalam
berinteraksi dengan orang lain. Nilai suatu ganjaran antara individu satu dengan yang lain
berbeda demikian pula jika dalam waktu yang lain maka nilai yang dipersepsi akan berbeda
pula. Dalam organisasi seperti sekolah ganjaran yang diberikan oleh kepala sekolah akan
dipersepsi sangat individuil oleh setiap guru Bagi seorang guru yang secara ekonomi cukup
memadai, maka ganjaran cukup dalam bentuk pujian atau motivasi, sedangkan bagi guru
yang secara ekonomi kurang maka ganjaran yang berupa pemeberian bonus atau uang akan
meningkatkan kinerjanya.
Biaya merupakan akibat negatif yang terjadi dalam interaksi. Biaya dapat berupa konflik,
kecemasan, waktu, harga diri, dan kondisi lain yang dapat menghabiskan segala sesuatu yang
kesemuanya dapat memberikan efek yang tidak menyenangkan. Dalam organisasi sekolah
biaya yang diberikan oleh sekolah ( dalam hal ini kepala sekolah atau guru bidang studi dan
staf yang lain ) kepada guru pembimbing akan sangat menentukan kinerja mereka. Apabila
dari pihak sekolah memberikan biaya yang besar seperti sering marah, kurang menghargai
karya guru pembimbing atau perilaku negatif lain maka pada gilirannya para guru
15
pembimbing akan cenderung kurang memberikan kontribusi dalam bentuk aktivitas atau
berupa kinerja yang tidak optimal.
Laba atau hasil yaitu ganjaran dikurangi biaya. Apabila dalam berinteraksi dengan orang lain
memberikan laba atau hasil maka ia akan cenderung meningkatkan hubungan. Bilamana guru
pembimbing tidak memperoleh laba artinya mereka tidak mendapatkan keuntungan misalnya
seperti penghargaan maka guru pembimbing cenderung untuk tidak menunjukkan kinerja
yang optimal, dan sebaliknya bila guru pembimbing memperoleh laba maka akan selalu
meningkatkan kinerjanya.
Tingkat perbandingan yaitu ukuran standar baku yang digunakan sebagai kreteria dalam
menilai interaksi mereka. Dalam organisasi sekolah ukuran standar baku yang berupa standar
kinerja yang harus dilakukan oleh para guru pembimbing Apabila guru pembimbing merasa
puas dengan standar kinerja yang diberikan oleh sekolah maka ia akan cenderung
menunjukkan kinerja sesuai dengan tugas dan tanggung-jawabnya.
Selain itu interaksi di antara beberapa pihak tersebut akan tetap berjalan lancar tanpa
gangguan apapun manakala simbol yang dikeluarkan oleh masing-masing pihak dimaknakan
bersama sehingga semua pihak mampu mengartikannya dengan baik. Hal ini mungkin terjadi
karena individu-individu yang terlibat dalam interaksi tersebut berasal dari budaya yang
sama, atau sebelumnya telah berhasil memecahkan perbedaan makna di antara mereka.
Namun tidak selamanya interaksi berjalan mulus. Ada pihak-pihak tertentu yang
menggunakan simbol yang tidak signifikan, simbol yang tidak bermakna bagi pihak lain.
Akibatnya orang-orang tersebut harus secara terus menerus menegosiasikan perilakunya agar
cocok dengan perilaku orang lain.
D. Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja merupakan sebagai suatu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang
yang merupakan hasil dari sebuah evaluasi karakteristiknya. Sebuah pekerjaan menuntut
interaksi dengan rekan kerja dan atasan-atasan, mengikuti peraturan dan
kebijaksanaankebijaksanaan organisasional, memenuhi standar-standar kinerja, menerima
kondisi-kondisi kerja yang acapkali kurang ideal dan sebagainya. Jadi penilaian seorang
karyawan tentang seberapa ia merasa puas atau tidak puas dengan pekerjaan merupakan
penyajian yang rumit dari sejumlah elemen pekerjaan yang berlainan.
Ada dua pendekatan yang digunakan dalam mengukur konsep tentang kepuasan kerja :
Penilaian tunggal secara umum, dengan cara meminta individu untuk merespon satu
pertanyaan, seperti “Dengan mempertimbangkan semua hal, seberapa puaskah diri
anda dengan pekerjaan anda?”Kemudian para responden menjawab dengan cara
melingkari sebuah angka antara 1 dan 5 yang cocok dengan jawaban dari “sangat
puas” sampai “sangat tidak puas”. Metode ini tidak memakan waktu.
Penyajian akhir aspek pekerjaan, ini lebih rumit, dengan mengidentifikasi elemen-
elemen penting dalam suatu pekerjaan dan menanyakan perasaan karyawan tentang
setiap elemen. Faktor-faktor yang akan dimasukkan adalah sifat pekerjaan,
pengawasan, bayaran saat ini, peluang promosi, dan hubungan dengan rekan-rekan
kerja. Semua faktor dinilai berdasarkan skala standar kemudian dijumlahkan untuk
16
mendapatkan nilai kepuasan kerja. Metode ini berfokus pada keberadaan masing-
masing masalah sehingga lebih mudah untuk menangani karyawanyang tidak bahagia
serta menyelesaikan masalah dengan lebih cepat dan akurat.
Hasil perbandingan penilaian global satu pertanyaan dengan metode penyajian akhir dengan
faktor-faktor pekerjaan yang lebih panjang , menunjukkan bahwa pada dasarnya yang
pertama sama validnya dengan yang terakhir. Penjelasan terbaik untuk hasil ini adalah
konsep kepuasan kerja yang pada dasarnya begitu luas sehingga satu pertanyaan menangkap
intinya.
Ada Konsekuensi ketika karyawan menyukai pekerjaan mereka, dan ada konsekuensi
ketika karyawan tidak menyukai pekerjaan mereka. Ada empat respons kerangka
tersebut,yang berbeda dari satu sama lain bersama dengan dua dimensi :
konstruktif/destruktif dan aktif/pasif, berikut adalah respons tersebut :
Keluar (exit), perilaku yang ditujukan untuk meninggalkan organisasi, termasuk
mencari posisi baru dan mengundurkan diri) - Aspirasi (voice), secara aktif dan
konstruktif berusaha memperbaiki kondisi, termasuk menyarankan perbaikan,
mendiskusikan masalah dengan atasan dan beberapa bentuk aktivitas serikat kerja.
Kesetiaan (loyalty), secara pasif tetapi optimistis menunggu membaiknya kondisi,
termasuk membela organisasi ketika berhadapan dengan kecaman eksternal dan
mempercayai organisasi dan manajemennya untuk “melakukan hal yang benar”
Pengabdian (neglect), secara pasif membiarkan kondisi menjadi lebih buruk, termasuk
ketidakhadiran atau keterlambatan yang terus menerus, kurang usaha, dan
meningkatnya angka kesalahan.
Berikut adalah hasil yang lebih spesifik dari kepuasan dan ketidakpuasan kerja
Kepuasan Kerja dan Kinerja. Menurut mitos, Pekerjaan yang bahagia cenderung lebih
produktif, meskipun sulit untuk mengatakan kemana arah hubungan sebab akibat
tersebut, akan tetapi beberapa peneliti percaya bahwa hubungan antara kepuasan kerja
dan kinerja pekerjaan adalah sebuah mitos manajemen. Hal ini terlihat pada penelitian
ketika kita pindah dari tingkat individual ketingkat orgnisasi, kita juga menemukan
dukungan untuk hubungan kepuasan kerja. Ketika data produktivitas dan kepuasan
kerja keseluruhan dikumpulkan untuk organisasi, kita menemukan bahwa organisasi
yang mempunyai karyawan lebih puas cenderung lebih efektif bila dibandingkan
organisasi yang mempunyai karyawan yang kurang puas.
Kepuasan Kerja dan OCB (organizational citizenship behavior). Karyawan yang puas
cenderung berbicara secara positif tentang organisasi, membantu individu lain, dan
melewati harapan normal dalam pekerjaan mereka. Selain itu karyawan yang puas
mungkin lebih mudah berbuat lebih dalam pekerjaan karena mereka igin merespon
pengalaman positif mereka. Bukti terbaru menunjukkan bahwa kepausan
mempengaruhi OCB, tetapi melalui persepsi-persepsi keadilan. Terdapat hubungan
keseluruhan yang sederhana antara kepuasan kerja dan OCB, tetapi kepuasan tidak
berkaitan dengan OCB ketika keadilan diperhitugkan karena kepuasan kerja
tergantung pada gambaran mengenai hasil, perlakuan, dan prosedur-prosedur yang
17
adil. Kepuasan anda cenderung menurun dan tidak signifikan ketika anda tidak
merasa bahwa pengawas anda, prosedur organisasi atau kebijaksanaan bayaran tidak
adil.
Kepuasan Kerja dan Kepuasan pelanggan. Bukti menunjukkan bahwa karyawan yang
puas bisa meningkatkan kepuasan dan kesetiaan pelanggan, karena dalam organisasi,
jasa pemeliharaan dan peninggalan pelanggan sangat bergantung pada bagaimana
karyawan garis depan berhubungan dengan pelanggan. Karyawan yang merasa puas
cenderung lebih ramah, ceria, dan responsif yang dihargai oleh para pelanggan,
karena karyawan yang puas tidak mudah berpindah kerja, dan pelanggan akan
menemui wajah-wajah yang familiar dan menerima layanan yang berpengalaman.
Kualitas ini membangunkepuasan dan kesetian pelanggan. Hubungan tersebut juga
dapat diterapkan sebaliknya, pelanggan yang tidak puas bisa meningkatkan
ketidakpuasan kerja seorang karyawan. Karyawan yang mempunyai hubungan tetap
dengan pelanggan melaporkan bahwa pelanggan yang kasar, tidak
mempertimbangkan orang lain, atau menuntut dengan tidak masuk akal akan
mempengaruhi kepuasan kerja karyawan. Contohnya terlihat pada perusahaan yang
berorientasi jasa, sepertiFedEx, Southwest Airlaines, Four Seasons Hotels, American
Express, dan Office Depot, terobsesi untuk menyenangkan pelanggan mereka.
Perusahaan ini berusaha mempekerjakan karyawan yang ceria dan ramah, melatih
karyawan demi kepentingan layanan pelanggan, menghargai layanan pelanggan,
memberikan suasana kerja yang positif, dan memantau kepuasan karyawan secara
tetap melalui survei-survei sikap.
Kepuasan Kerja dan Ketidakhadiran. Karyawan yang tidak puas cenderung
melalaikan pekerjaan dan factor-faktor lain memiliki pengaruh pada hubungan
tersebut dan mengurangi koefisien korelasi. Contoh Organisasi yang memberikan
tunjangan cuti sakit secara bebas berupaya membesarkan hati semua karyawan
mereka, termasuk mereka yang merasa sangat puas untuk mengambil cuti. Anggap
saja bahwa seorang karyawan mempunyai sejumlah minat yang beragam, karyawan
itu merasa kerja tersebut memuaskan namun masih meninggalkan kerja untuk
menikmati tamasya akhir pekan selama tiga hari tanpa sanksi. Sebuah penelitian di
Chicago menunjukkanbahwa pekerja yang mempunyai skor kepuasan tinggi memiliki
kehadiran yang jauh lebih tinggi dari pada mereka yang mempunyai tingkat kepuasan
yang lebih rendah. Penemuan ini benar-benar apa yang kita harapkan apabila
kepuasan berhubungan secara negative dengan ketidakhadiran.
Kepuasan Kerja dan Perputaran Karyawan. Bukti menunjukkan bahwa sebuah pengait
penting dari hubungan kepuasan perputaran karyawan adalah tingkat kinerja
karyawan, khususnya tingkat kepuasan tidak begitu penting dalam memprediksi
perputaran karyawan untuk pekerja-pekerja ulung. Organisasi biasanya melakukan
banyak upaya untuk mempertahankan orang-orang ini, mereka mendapatkan
kenaikkan bayaran, pujian, pengakuan, peluang promosi yang meningkat dan lain-
lain. Hal sebaliknya terjadi pada pekerja yang tidak baik, organisasi hanya
mengerahkan sedikit usaha untuk memelihara mereka, bahkan mungkin ada tekanan-
tekanan halus untuk mendorong mereka keluar. Oleh karena itu kita akan berharap
18
bahwa kepuasan kerja lebih penting dalam memengaruhi pekerja yang tidak baik
untuk tinggal bila dibandingkan dengan pekerja-pekerja ulung. Tanpa memerhatikan
tingkat kepuasan, yang terakhir memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk tinggal
dengan organisasi karena pengakuan, pujian dan penghargaan-penghargaan lain
memberi mereka lebih banyak alasan untuk tinggal.
Kepuasan Kerja dan Perilaku Menyimpang di Tempat Kerja. Para peneliti
berpendapat bahwa perilaku adalah indicator sebuah sindrom yang lebih luas, yang
disebut perilaku menyimpang di tempat kerja (penarikan diri karyawan). Kuncinya
adalah apabila karyawan tidak menyukai lingkungan kerja mereka, entah bagaimana
mereka akan merespons, dan tidak selalu mudah untuk meramalkan dengan pasti
bagaimana mereka akan merespons. Seorang pekerja mungkin akan keluar, tetapi
untuk pekerja yang lain mungkin merespons dengan menggunakan jam kerja untuk
menjelajahi internet, membawa pulang persediaan ditempat kerja untuk penggunaan
pribadi, dan sebagainya. Apabila para pemberi kerja ingin mengendalikan
konsekuensi yang tidak diinginkan dari ketidakpuasan kerja, mereka lebih baik
menyelesaikan sumber masalahnya, dan ketidakpuasannya daripada berusaha
mengendalikan respons-respons yang berbeda.
19
BAB III
Persepsi dan Kepribadian
A. Factor yang mempengaruhi persepsi
Menurut Robbins, Faktor pelaku persepsi dipengaruhi oleh karakterisitk pribadi seperti
sikap, motivasi, kepentingan atau minat, pengalaman dan pengharapan. Faktor lain yang
dapat menentukan persepsi adalah umur, tingkat pendidikan, latar belakang sosial ekonomi,
budaya, lingkungan fisik, pekerjaan, kepribadian, dan pengalaman hidup individu.
Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi adalah :
Pihak Pelaku persepsi (perceiver)
Seseorang individu memandang pada suatu target dan mencoba menafsirkan apa yang
dilihatnya, kemudian penafsiran itu dipengaruh oleh karakteristik-karakteristik pribadi
dari pelaku persepsi itu sendiri. Di antara karakteristik pribadi yang mempengaruhi
persepsi adalah sikap, motif, kepentingan atau minat, pengalaman masa lalu, dan
pengharapan.
Sikap , tiap-tiap individu melihat hal yang sama, tetapi merekan akan
menafsirkannya secara berbeda.
Motif, kebutuhan yang tidak dipuaskan akan merangsang individu dan mempunyai
pengaruh yang kuat pada persepsi mereka. Ini diperlihatkan dalam riset mengenai
rasa lapar.
Kepentingan atau minat, karena kepentingan individual setiap individu berbeda, apa
yang dicatat satu orang dalam suatu situasi dapat berbeda dengan apa yang
dipersepsikan orang lain.
Pengalaman masa lalu, Seseorang yang mengalami peristiwa yang belum pernah
dialami sebelumnya akan lebih mencolok daripada yang pernah dialami di masa
lalu. - Pengharapan, dapat menyimpangkan persepsi seseorang dalam melihat apa
yang orang harapkan lihat.
Objek atau target yang dipersepsikan
Karakteristik di dalam target yang akan diamati dapat mempengaruhi apa yang
dipersepsikan seseorang. Gerakan, bunyi, ukuran, dan atribut-atribut lain dari target yang
membentuk cara kita memandang.
Latar belakang, hubungan suatu target dengan latar belakangnya mempengaruhi
persepsi, seperti kecenderungan kita untuk mengelompokkan benda-benda yang
berdekatan atau mirip.
Kedekatan, obyek-obyek yang berdekatan satu sama lain akan cenderung
dipersepsikan bersama-sama bukannya terpisah.
Bunyi, obyek atau orang yang keras suaranya lebih mungkin diperhatian dalam
kelompok daripada mereka yang pendiam.
Ukuran , obyek yang semakin besar akan mempengaruhi persepsi seseorang.
Konteks dalam persepsi yang dilakukan Selain kedua hal yang berpengaruh terhadap
persepsi individu. Situasi dalam konteks mencakup waktu, keadaan/ tempat kerja dan
keadaan sosial.
20
Sedangkan menurut Miftah Toha ada 2 (dua) faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang
yaitu :
Faktor Internal Faktor-faktor tersebut antara lain :
Belajar atau pemahaman learning dan persepsi Semua faktor-faktor dari dalam yang
membentuk adanya perhatian kepada sesuatu objek sehingga menimbulkan adanya
persepsi yang selaras dengan proses pemahaman atau belajar (learning) dan motivasi
masing-masing individu.
Motivasi dan persepsi Motivasi dan kepribadian pada dasarnya tidak bisa dipisahkan
dari proses belajar, tetapi keduanya juga mempunyai dampak yang amat penting
dalam proses pemilihan persepsi yang akan merangsang perhatian dan minat orang-
orang dalam masyarakat.
Kepribadian dan persepsi Dalam membentuk persepsi unsur ini amat erat
hubungannya dengan proses belajar dan motivasi.
Faktor Eksternal Faktor-faktor tersebut antara lain :
Intensitas Prinsip intensitas dari suatu perhatian dapat dinyatakan bahwa semakin
besar intensitas stimulus dari luar, layaknya semakin besar pula hal-hal yang dapat
dipahami. Suara yang keras, bau yang tajam, sinar yang terang akan lebih banyak
atau mudah diketahui dibandingkan dengan suara yang lemah, bau yang tidak tajam,
dan suara yang buram.
Ukuran Bahwa semakin besar ukuran sesuatu obyek, maka semakin mudah untuk
bisa diketahui atau dipahami. Bentuk ukuran ini akan dapat mempengaruhi persepsi
seeorang, dengan melihat bentuk ukuran suatu obyek orang akan mudah tertarik
perhatiannya yang nanti akan membentuk persepsinya.
Keberlawanan atau Kontras Bahwa stimulus dari luar yang penampilannya
berlawanan dengan latar belakang atau sekelilingnya aau yang sama sekali di luar
sangkaan orang banyak, akan menarik banyak perhatian,
Pengulangan Bahwa stimulus dari luar yang diulang akan memberikan perhatian
yang lebih besar dibandingkan dengan sekali dilihat.
Gerakan Bahwa orang akan memberikan banyak perhatian terhadap obyek yang
bergerak dalam pandangannya dibandingkan obyek yang diam. Dari gerakan sesuatu
obyek yang menarik perhatian seseorang ini akan timbul suatu persepsi .
Baru dan Familier Bahwa baik situasi eksternal yang baru maupun yang sudah
dikenal dapat dipergunakan sebagai penarik perhatian.
Menurut Notoatmodjo mengatakan persepsi di pengaruhi oleh dua bagian besar yaitu faktor
eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal adalah faktor yang melekat pada objeknya
sedangkan Faktor internal adalah faktor yang terdapat pada orang yang mempersepsikan
stimulus tersebut. Faktor Eksternal yang dimaksud terdiri dari :
Faktor Eksternal.
Kontras, untuk menarik perhatian yaitu dengan cara membuat kontras baik pada
warna, ukuran, bentuk atau gerakan.
Perubahan Intensitas, Suara yang keras atau cahaya yang terang akan menarik
perhatian individu.
21
Pengulangan, Stimulus yang diulang-ulang yang tidak masuk dalam perhatian kita,
pada akhirnya akan mendapat perhatian kita.
Sesuatu yang baru, Suatu stimulus yang baru yang lebih menarik perhatian kita
daripada sesuatu yang telah kita ketahui.
Sesuatu yang menjadi perhatian orang banyak, Stimulus yang menjadi perhatian
oleh banyak orang akan lebih mendapat perhatian.
Faktor Internal
Untuk mengetahui faktor internal yang ada dalam diri seseorang maka digunakan
stimulus tertentu. Teknik ini disebut Teknik proyeksi . Test Rorcshach, W artegg atau
TAT adalah contohcontoh yang mempergunakan teknik ini
Pengalaman/ Pengetahuan : Pengalaman atau pengetahuan yang dimiliki seseorang
merupakan fakor yang sangat berperan dalam menginterpretasikan stimulus yang
diperoleh.
Harapan atau expectation: Harapan terhadap sesuatu akan mempengaruhi persepsi
terhadap stimulus.
Kebutuhan : kebutuhan seseorang akan sesuatu akan menimbulkan stimulus yang
menyebabkan kita menginterpretasikan stimulus secara berbeda.
Motivasi : Seseorang yang termotivasi untuk menjaga kesehatannya akan
menginterpretasikan bahwa rokok sebagai sesuatu yang negatif.
Emosi : Sesuatu yang membuat seseorang takut akan mempengaruhi persepsinya
terhadap stimulus yang ada.
Budaya ; Seseorang yang latar belakang nya sama akan menginterpretasikan
orangorang dalam kelompoknya secara berbeda, tetapi akan mempersepsikan orang-
orang diluar kelompoknya secara sama.
Gitusudarmo, menyebutkan bahwa persepsi sebagai suatu proses memperhatikan dan
menyeleksi, mengorganisasikan dan menafsirkan stimulus lingkungan. Dia menambahkan
bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi , diantaranya :
Ukuran, dimana semakin besar atau semakin kecil ukuran suatu objek fisik maka
akan semakin dipersepsikan.
Intensitas, dimana semakin tinggi suatu tingkat intensitas suatu stimulus maka
semakin besar kemungkinannya untuk dipersepsikan
Frekuensi, dimana semakin sering frekuensi suatu stimulus maka akan semakin
dipersepsikan orang. Misalnya perusahaan yang dengan gencar mengiklankan
produknya diberbagai media.
Kontras, dimana stimulus yang mencolok dengan lingkungannya maka akan
semakin dipersepsi orang. Seseorang yang tampil “beda” secara fisik akan
semakin dipersepsikan banyak orang.
Gerakan, dimana stimulus dengan gerakan yang lebih banyak akan semakin
dipersepsikan orang dibanding stimulus yang gerakannya kurang.
Perubahan, dimana stimulus yang berubah-ubah akan menarik untuk diperhatikan
dibanding stimulus yang tetap.
22
Baru, dimana suatu stimulus baru akan lebih menarik perhatian orang dibanding
stimulus lama.
Unik, dimana semakin unik suatu objek atau kejadian maka akan semakin
menarik orang lain untuk memperhatikannya.
B. Teori Ambisi
Ambisi adalah hal yang tidak bisa dilepaskan jika ingin bertahan hidup di dunia yang
“kejam” ini. Bahkan jika seorang manusia tidak memiliki ambisi, itu merupakan sebuah
pertanyaan. Ambisi sendiri merupakan perasaan yang kuat untuk mencapai atau
merealisasikan hal yang diinginkan. Walaupun tidak selamanya berambisi membuat hidup
menjadi sukses, tetapi kita memerlukannya untuk bertarung dengan keadaan dunia. Ambisi
lekat dengan rencana dan cara merealisasikannya agar terwujud sesuai impian. Ambisi juga
bisa dikatakan sebagai tekad.
Menurut psikolog ternama Tika Bisono MPsi Psi, setiap manusia harus memiliki sikap
ambisi. “Ambisi itu sesuatu yang baik, setiap orang harus memilikinya. Karena ambisi
merupakan cita-cita atau apa yang ingin dituju atau roh seorang manusia untuk survive dalam
hidupnya. Kalau orang tidak memiliki ambisi, berarti dia tidak mengisi kehidupannya,”. Pada
dasarnya memiliki sifat ambisi itu bagus selama masih bisa dikendalikan dengan baik, namun
jika tidak akan menimbulkan sikap ambisius. “Ambisius itu kata sifat dari ambisi. Yang
namanya kata sifat ada positif dan negatifnya. Ambisi yang positif dimiliki oleh orang supaya
bisa berprestasi dengan baik dan menghasilkan karya terbaik, sementara kalau yang negatif
itu sebuah ambisi yang tidak sebanding dengan potensi yang dimiliki, sehingga dia akan
memaksakan segala cara,”
Ambisius yang berlebihan, akan membuat mereka memiliki minat dan keinginan yang
menggebu-gebu terhadap suatu bidang. Dengan begitu mereka dapat menghalalkan segala
cara demi mencapai keinginannya itu. “Ciri-ciri mereka yang ambisius itu misalnya secara
finansial atau kemampuan lainnya sudah tidak mampu, tapi tetap memaksakan kehendaknya.
Yaitu dengan menghalalkan segala cara, menjatuhkan lawannya atau sudah tahu kalah malah
mencari-cari kesalahan lawannya. Padahal sifat ksatria (menerima kekalahan, rendah hati
kalau menang) itu dibutuhkan untuk meredakan ambisius negatif seseorang,”
Agar ambisi yang dimiliki tak berubah menjadi ambisius, maka setiap orang harus
memiliki kerangka program dan ukuran-ukuran yang jelas. setiap orang harus memiliki
kerangka program dan ukuran-ukuran yang mengacu pada kemajuannya, kalau berkompetisi
berarti sudah tepat. Tapi agar tidak melebihi kompetensi maka harus terukur.
C. Menilai Orang Lain
Ketika kita menilai orang lain, maka kita mendasarkan penilaian kita tersebut berdasarkan
persepsi kita sendiri. Persepsi yang kita dapatkan itu berasal dari informasi yang kita peroleh
dari pengamatan inderasi. Informasi yang diperoleh dari pengamatan inderawi kemudian kita
tafsirkan sehingga akhirnya keluarlah suatu penilaian terhadap orang tersebut.
23
Akan tetapi, ada kalanya kita memiliki informasi yang cukup untuk memberikan
penilaian sehingga kita kemudian menggunakan jalan pintas. Akibatnya sering kali penilaian
yang kita berikan salah, karena persepsi yang terbentukpun salah.
Teori Atribusi pada dasarnya mengungkapkan bahwa bila individu mengamati perilaku,
mereka mencoba menentukan apakah itu disebabkan faktor internal atau eksternal. Misalnya
saja persepsi kita terhadap orang akan dipengaruhi oleh penyebab-penyebab internal karena
sebagai manusia mereka mempunyai keyakinan, maksud, dan motof-motif didalam dirinya.
Namun persepsi kita terhadap benda mati seperti gedung, api, air, dls, akan berbeda karena
mereka adalah benda mati yang memiliki hukum alamnya sendiri (eksternal).
Penentuan apakah perilaku itu merupakan penyebab eksternal atau internal bergantung pada
tiga faktor :
Kekhususan : apakah seorang individu memperlihatkan perilaku yang berlainan dalam
situasi yang berlainan.
Konsensus : yaitu jika setiap orang yang menghadapi situasi serupa bereaksi dengan
cara yang sama.
Konsistensi : apakah seseorang memberikan reaksi yang sama dari waktu ke waktu.
Salah satu penemuan yang menarik dari teori ini adalah bahwa ada kekeliruan atau
prasangka (bias, sikap berat sebelah) yang menyimpangkan atau memutar balik atribusi.
Bukti mengemukakan bahwa kita cenderung meremehkan pengaruh faktor dari luar dan
melebihlebihkan pengaruh faktor internal. Misalnya saja, penurunan penjualan seorang
salesman akan lebih dinilai sebagai akibat dari kemalasannya daripada akibat kalah saing dari
produk pesaing.
Ada beberapa teknik dalam menilai orang yang memungkinkan kita membuat
persepsi yang lebih akurat dengan cepat dan memberikan data yang valid (sahih) untuk
membuat ramalan. Namun teknik-teknik ini akan menceburkan kita dalam kesulitankarena
tidak ‘foolproof’. Karena itu, pemahaman akan jalan pintas ini dapat membantu kita
mewaspadai bila teknik-teknik ini menghasilkan distorsi.
Persepsi selektif : orang-orang secara selektif menafsirkan apa yang mereka saksikan
berdasarkan pengalaman, latar belakang, kepentingan, dan sikap. Hal ini dikarenakan
kita tidak dapat mengamati semua yang berlangsung disekitar kita. Misalnya saja,
seperti diatas tadi, orang yang menyenangi hasil seni akan cenderung memperhatikan
lukisan daripada orang yang menyenangi teknologi. Dengan selektivitas sebagai jalan
pintas, kita mencerna sedikit demi sedikit dari apa yang ingin kita nilai, dan tentu saja
kita mencernanya sesuai dengan latar belakang, pengalaman, kepentingan, dan minat
kita. Tentu saja, kesalahan sangat mungkin terjadi dengan jalan pintas ini.
Efek halo : yaitu menarik eksan umum mengenai seorang individu berdasarkan suatu
karakteristik tunggal, misalnya pendiam, sangat bersemangat, pintar, dls. Orang yang
menilai dapat mengisolasi hanya karakteristik tunggal. Suau ciri tunggal dapat
mempengaruhi seluruh kesan oarng dari individu yang sedang dinilai.
Efek kontras : yaitu evaluasi atas karakteristik-karakteristik seseorang yang
dipengaruhi oleh pembandingan-pembandingan dengan orang lain yang baru saja
dijumpai yang berperingkat lebih tinggi atau lebih rendah pada karakteristik yang
24
sama. Contohnya adalah orang yang diwawancara dapat memperoleh evaluasi yang
lebih menguntungkan jika sebelumnya ia telah didahului oleh banyak pelamar yang
kurang bermutu.
Proyeksi : Yaitu menghubungkan karakteristik kita sendiri ke orang lain. Misalnya
saja orang yang bekerja dengan cepat dan ulet akan menganggap orang lain sama
dengannya.
Berstereotipe : yaitu menilai seseorang bedasarkan persepsi seorang terhadap
kelompok seseorang itu. Misalnya kita menilai bahwa orang yang gemuk malas, maka
kita akan mempersepsikan semua orang gemuk secara sama. Generalisasi seperti ini
dapat menyerdehanakan dunia yang rumit ini dan memungkinkan kita
mempertahankan konsistensi, namun sangat mungkin juga bahwa stereotipe itu tidak
mengandung kebenaran ataupun tidak relevan.
25
BAB IV
A. Pengertian motivasi
Motivasi adalah serangkaian sikap dan nilai – nilai yang mempengaruhi individu untuk
mencapai hal yang spesifik sesuai tujuan individu. Sikap dan nilai tersebut merupakan suatu
invisible yang memberikan kekuatan untuk mendorong individu dalam mencapai tujuan.
Selain itu motivasi dapat diartikan sebagai dorongan individu untuk melakukan tindakan
karena mereka ingin melakukannya. Apabila individu termotivasi, mereka akan membuat
pilihan yang positif untuk melakukan sesuatu karena dapat memuaskan keinginan mereka.
Menurut Robbin (2002:55) motivasi adalah keinginan untuk melakukan sebagai kesediaan
untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan
-tujuan organisasi, yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu untuk memenuhi
suatu kebutuhan individual. Motivasi adalah kesediaan untukmengeluarkan tingkat upaya
yang tinggi untuk tujuan organisasi yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu, dalam
memenuhi beberapa kebutuhan individual (Robbins, 2003: 208).
Karena sangat luasnya ranah motivasi dalam peri kehidupan Indonesia, maka untuk
memahami motivasi perlu dipahami asumsi dasar motivasi. Stoner (dalam Wahjono 2010;
78) mengatakan bahwa terdapat 4 asumsi dasar motivasi yaitu:
a. Motivasi adalah hal–hal yang baik, seseorang termotivasi karena dipuji atau sebaliknya
bekerja dengan penuh motivasi dan karenanya seseorang dipuji.
b. Motivasi adalah satu dari beberapa faktor yang menentukan prestasi kerja seseorang,
faktor yang lain adalah kemampuan, sumber daya, kondisi tempat kerja,
kepemimpinan, dan lain – lain.
c. Motivasi bisa habis dan perlu ditambah suatu waktu, seperti pada beberapa faktor
pesikologis yang lain yang bersifat siklikal, maka pada saat berada pada titik terendah
motivasi perlu ditambah.
d. Motivasi adalah alat yang dapat dipakai manajemen untuk mengatur hubungan
pekerrjaan dalam motivasi.
Teori Motivasi
Terdapat banyak teori motivasi yang mulai berkembang pada dasawarsa 1950- an.
Setidaknya ada enam teori yang akan dibahas untuk memahami apa yang dimaksud dengan
motivasi. Setiap teori akan berusaha untuk menguraikan berbagai manusia itu dan dapat
menjadi seperti apa. Oleh karenanya, sebuah teori motivasi mempunyai isi dalam bentuk
pandangan tertentu mengenai manusia. Isi teori motivasi membantu kita memahami dunia ke
terlibatan manajer dan karyawan saling terlibat setiap hari. Kerena teori motivasi mencakup
pengembangan manusia, isi dari teori motivasi juga membantu manajer dan karyawan dalam
dinamika kehidupan organisasi
26
Teori motivasi ini diungkapkan oleh Frederick Taylor yang menyatakan bahwa pekerja hanya
termotivasi semata-mata karena uang. Konsep ini menyatakan bahwa seseorang akan
menurun semangat kerjanya bila upah yang diterima dirasa terlalu sedikit atau tidak
sebanding dengan pekerjaan yang harus dilakukan Griffin, (1998:259)
Jenis – jenis motivasi
Menurut Robbin (2008: 235) Ada dua jenis motivasi, yaitu motivasi positif dan motivasi
negative dengan penjelasan sebagai berikut:
Motivasi kerja positif
Motivasi kerja positif adalah dorongan yang diberikan oleh seorang karyawan untuk bekerja
dengan baik, dengan maksud mendapatkan kompensasi untuk mencukupi kebutuhan
hidupnya dan berpartisipasi penuh terhadap pekerjaan yang ditugaskan oleh
perusahaan/organisasinya. Ada beberapa macam bentuk pendekatan motivasi positif dalam
rangka meningkatkan kinerja pegawai, yaitu:
a) Penghargaan terhadap pekerjaan yang dilakukan Seorang pemimpin memberikan
pujian atau hasil kerja seorang karyawan jika pekerjaan tersebut memuaskan maka
akan menyenangkan karyawan tersebut.
b) Informasi. Pemberian informasi yang jelas akan sangat berguna untuk
menghindari adanya berita berita yang tidak benar, kesalahpahaman atau perbedaan
pendapat dalam menyelesaikan suatu pekerjaan.
c) Pemberian perhatian yang tulus kepada karyawan sebagai seorang individu. Para
karyawan dapat merasakan apakah suatu perhatian diberikan secara tulus atau tidak,
dan hendaknya seorang pimpinan harus berhati hati dalam memberikan perhatian.
d) Persaingan Pada umumnya setiap orang senang bersaing secara jujur. Oleh karena itu
pemberian hadiah untuk yang menang merupakan bentuk motivasi positif. e)
Partisipasi Dijalankanya partisipasi akan memberikan manfaat seperti dapat
dihasilkanya suatu keputusan yang lebih baik
e) Kebanggaan Penyelesaian suatu pekerjaan yang dibebankan akan menimbulkan rasa
puas dan bangga, terlebih lagi jika pekerjaan yang dilakukan sudah disepakati
bersama.
Motifasi kerja Negatif
Motivasi kerja negatif dilakukan dalam rangka meghindari kesalahan- kesalahan
yang terjadi pada masa kerja. Selain itu, motivasi kerja negatif juga berguna agar karyawan
tidak melalaikan kewajiban kewajiban yang telah dibebankan. Bentuk motivasi kerja negatif
dapat berupa sangsi, skor, penurunan jabatan atau pembebanan denda
27
B. Konsep Motivasi Dasar
Konsep-konsep Motivasi Dasar
Motivasi adalah satu proses yang meghasilkan suatu intensitas, arah, dan ketekunan
individual dalam usaha untuk mencapai tujuan. Intensitas adalah seberapa kerasnya
seseorang berusaha, namun intensitas yang tinggi saja tidak akan membawa ke hasil yang
diinginkan kecuali disertai dengan upaya/arah.
Sedangkan ketekunan adalah ukuran seberapa lama seseorang dapat mempertahankan
usahanya. Sejumlah teori-teori awal mengenai motivasi telah muncul sejak 1950-an. Ada tiga
teori spesifik pada masa itu yang, meskipun sekarang dipertanyakan kevaliditasnya, agaknya
masih penjelasan yang dikenal paling baik untuk motivasi karyawan. Meskipun banyak
teori baru yang lebih sahih, namun tiga teori lama ini akan dibahas karena mereka mewakili
suatu pondasi darimana teori kontemporer berkembang dan para manager mempraktekkan
penggunaan dan peristilahan teori - teori tersebut secara teratur dalam menjelaskan motivasi
karyawan
Teori Hirarki Kebutuhan: Abraham Maslow menghipotesiskan adanya lima jenjang
kebutuhan dalam diri semua manusia, yaitu dimulai dari kebutuhan psikologis,
keamanan, social, penghargaan, dan yang paling tinggi, aktualisasi diri. Teori ini
mengatakan bahwa setelah tiap teori dibawahnya terpuaskan, maka masing-masing
teori diatasnya akan menjadi kebutuhan dominan. Sementara motivasi untuk
kebutuhan yang telah cukup terpuaskan tidak ada lagi.
Teori X dan Teori Y: dikemukakan oleh Douglas McGregor, dimana Teori X
mengandaikan bahwa karyawan tidak menyukai kerja, malas, tidak menyukai
tanggung jawab, dan harus dipaksa agar berprestasi. Sementara Teori Y
mengandaikan bahwa karyawan menyukai kerja, kreatif, berusaha bertanggung jawab,
dan dapat menjalankan pengarahan diri.
Teori Dua Faktor: dikemukakan oleh Frederick Herzberg, dimana ada faktor-faktor
intrinsik yang berhubungan dengan kepuasan kerja (prestasi, pengakuan kerja,
tanggung jawab, kemajuan, pertumbuhan) dan faktor-faktor ekstrinsik yang
berhubungan dengan ketidakpuasan kerja (kebijakan dan pimpinan perusahaan,
penyeliaan, hubungan antarpribadi, dan kondisi kerja). Disebutkan bahwa ada faktor
hygiene seperti kebijakan dan administrasi perusahaan, penyeliaan, dan gaji yang, bila
memadai dalam pekerjaan, menentramkan pekerja. Bila tidak memadai, maka orang-
orang akan tidak terpuaskan.
Sementara itu, ada beberapa teori kontemporer tentang motivasi yang masing- masing
memiliki derajat dokumentasi pendukung sahih yang wajar. Teori-teori ini mewakili keadaan
terakhir dewasa ini dalam menjelaskan motivasi karyawan.
A. Teori Erg : oleh Clayton Alderfer dari Universitas Yale yang mengerjakan ulang teori
kebutuhan Maslow. Ia berpendapat bahwa ada tiga kelompok :
28
- Eksistensi: mencakup butir-butir yang oleh Maslow dianggap sebagai kebutuhan
faali dan keamanan.
- Keterhubungan, adalah hasrat yang kita miliki untuk memelihara hubungan antar
pribadi yang penting. Termasuk disini hasrat sosial dan status.
- Pertumbuhan, yaitu suatu hasrat intrinsik untuk perkembangan pribadi, mencakup
komponen intrinsik dari aktualisasi diri pada teori kebutuhan Maslow.
Disamping menggantikan lima kebutuhan dengan tiga, teori ERGini juga memperlihatkan
bahwa (1) lebih dari satu kebutuhan dapat beroperasi terus, dan (2) jika kepuasan dari suatu
kebutuhan tingkat-lebih-tinggi tertahan, makahasrat untuk memenuhi kebutuhan ditingkat
yang lebih rendah meningkat. Disini ketiga kategori dapat beroperasi sekaligus dengan
tingkat yang berbeda-beda. Teori ini konsisten dengan perbedaan individual diantara orang-
orang. Variabel seperti pendidikan, latar belakang keluarga, dan lingkungan budaya dapat
mengubah tingkat kepentingan kebutuhan bagi tiap individu.
B. Teori kebutuhan McClelland: dikemukakan oleh david McClelland dan kawan-kawannya,
, teori ini berfokus pada tiga kebutuhan, yaitu :
1. Kebutuhan akan prestasi: dorongan untuk lebih unggul, berprestasi, danberusaha
keras untuk sukses. Peraih prestasi tinggi memiliki hasrat untukmenyelesaikan hal-hal
dengan lebih baik. Mereka tidak menyukai kemenanganoleh kebetulan, melainkan
tantangan menyelesaikan suatu masalahdanmenerima tanggung jawab pribadi untuk
sukses ataupun kegagalan.
2. Kebutuhan akan kekuasaan: kebutuhan untuk membuat oranglainberperilaku dalam
suatu cara yang mana tidak akan mereka lakukanjikatidakterpaksa. Individu dengan
nPow (need for power) ini menikmati untuk dibebani, bergulat untuk dapat
mempengaruhi orang lain, suka ditempatkan dalam situasi kompetitif, berorientasi
status, dan cenderung lebih peduli akan prestise dan memperoleh pengaruh terhadap
orang lain daripada kinerja yangefektif.
3. Kebutuhan akan afiliasi: hasrat untuk hubungan antar pribadi yang ramahdan akrab,
untuk disukai dan diterima baik oleh orang lain. Individu dengan motif afiliasi yang
tinggi berjuang keras untuk persahabatan, menyukai situasi yang kooperatif, dan
sangat menginginkan hubungan yang melibatkan derajat pemahaman timbale balik
yang tinggi.
Untuk mengetahui kebutuhan mana yang dominan pada diri individu, beberapa metode
seperti kuisioner, tes proyektif dengan gambar dapat efektif. Perlu diperhatikan bahwa
kebutuhan untuk berprestasi tinggi tidak selalu berarti dapat menjadi manager yang baik,
terutama dalam organisasi-organisasi besar. Sementara kebutuhan akan afiliasi erat dikaitkan
dengan sukses manajerial. Manager terbaik tinggi dalam kenutuhan kekuasaan dan rendah
dalam kebutuhan afiliasinya.
C. Teori evaluasi kognitif : dikemukakan bahwa diperkenalkannya ganjaran-ganjaran
ekstrinsik, seperti upah, untuk upaya kerja yang sebelumnya secara intrinsik telah memberi
ganjaran karena adanya kesenangan yang dikaitkan dengan isi kerja itu sendiri, akan
cenderung mengurangi tingkat motivasi keseluruhan. Dengan kata lain, bila ganjaran
ekstrinsik diberikan kepada seseorang untuk menjalankan suatu tugas yang menarik,
29
pengganjaran itu menyebabkan minat intrinsik terhadap tugas itu sendiri merosot. Namun
teori ini telah dipertanyakan diantara para spesialis kompensasi selama bertahun-tahun bahwa
jika upah atau ganjatan ekstrinsik lain harus merupakan motivator yang efektif, ganjaran itu
seharusnya dibuat bergantung pada kinerja seorang individu. Selain itu, teori ini juga
diserang dalam hal metodologi yang digunakan didalamnya dan dalam penafsiran dari
penemuan-penemuan itu. Teori ini mungkin relevan dengan perangkat pekerjaan organisasi
yang berada diantaranya, yaitu pekerjaan yang tidak luar biasa membosankan dan tidak luar
biasa menarik.
D. Teori penetapan tujuan: bahwa tujuan yang khusus akan sulit menghantar ke kinerja yang
lebih tinggi. Hal ini dibuktikan benar, adanya tujuan sulit yang spesifik akan menghasilkan
kinerja lebih tinggi bila diterima dengan baik. Kespesifikan tujuan itu sendiri akan bertindak
sebagai ransangan internal. Tetapi, adalah logis juga untuk mengandaikan bahwa tujuan yang
mudah akan lebih besar kemungkinan untuk diterima. Tetapi sekali seorang karyawan
menerima tugas yang sulit, ia akan mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi sampai tugas itu
dicapai, diturunkan, atau ditinggalkan. Ada beberapa factor yang mempengaruhi hubungan
tujuan-kinerja, yaitu umpan balik, komitmen tujuan, ke efektifan diri yang memadai, dan
budaya nasional.
E. Teori penguatan: adalah lawan bagi teori penetapan tujuan, yang menyatakan bahwa
perilaku merupakan fungsi dari konsekuensi konsekuensinya. Teori ini mengabaikan keadaan
internal dari individu dan memusatkan semata - mata hanya pada apa yang terjadi pada
seseorang bila ia mengambil suatu tindakan. Karena teori ini tidak memperdulikan apa yang
mengawali perilaku, teori ini bukanlah teori motivasi. Tetapi ia memberikan analisis yang
ampuh terhadap apa yang mengendalikan perilaku. Kita tidak dapat mengabaikan fakta
bahwa penguatan memiliki pengikut yang luas sebagai piranti motivasional. Bagaimanapun,
dalam bentuknya yangmurni, teori ini mengabaikan perasaan, sikap, pengharapan, dan
variable kognitif lainnya yang dikenal berdampak terhadap perilaku. Tidak diragukan bahwa
penguatan mempunyai pengaruh yang penting atas perilaku.
F. Teori keadilan: bahwa individu membandingkan masukan dan keluaran pekerjaan mereka
dengan masukan/keluaran orang lain dan kemudian berespons untuk menghapuskan setiap
ketidakadilan. Peran yang dimainkan keadilan dalam motivasi akan memicu individu untuk
mengoreksinya. Untukitu, ada empat pembandingan acuan yang dapat digunakan karyawan /
individutersebut :
1. Didalam diri sendiri: pengalaman seorang karyawan dalamposisi yangberbeda
didalam organisasinya dewasa ini.
2. Diluar diri sendiri: pengalaman seorang karyawan dalamposisi/situasi
diluarorganisasinya saat ini.
3. Didalam diri orang lain: individu atau kelompok individu laindidalamorganisasi
karyawan itu.
4. Diluar diri orang lain: individu atau kelompok individu diluar organisasi karyawan
itu.
30
C. Teori Motivasi
1. Teori Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan)
Teori motivasi yang dikembangkan oleh Abraham H. Maslow pada intinya berkisar pada
pendapat bahwa manusia mempunyai lima tingkat atau hierarki kebutuhan, yaitu:
(1) kebutuhan fisiologikal (physiological needs), seperti : rasa lapar, haus, istirahat
dan sex;
(2) kebutuhan rasa aman (safety needs), tidak dalam arti fisiksemata, akan tetapi juga
mental, psikologikal dan intelektual;
(3) kebutuhanakan kasih sayang (love needs);
(4) kebutuhan akan harga diri (esteemneeds), yang pada umumnya tercermin dalam
berbagai simbol-simbol status; dan
(5) aktualisasi diri (self actualization), dalam arti tersedianya kesempatan bagi
seseorang untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga
berubah menjadi kemampuan nyata.
Kebutuhan-kebutuhan yang disebut pertama (fisiologis) dan kedua (keamanan) kadang-
kadang diklasifikasikan dengan cara lain, misalnya dengan menggolongkannya sebagai
kebutuhan primer, sedangkan yang lainnya dikenal pula dengan klasifikasi kebutuhan
sekunder. Terlepas dari cara membuat klasifikasi kebutuhan manusia itu, yang jelas adalah
bahwa sifat, jenis dan intensitas kebutuhan manusia berbeda satu orang dengan yang lainnya
karena manusia merupakan individu yang unik. Juga jelas bahwa kebutuhan manusia itu tidak
hanya bersifat materi, akan tetapi bersifat pskologikal, mental, intelektual dan bahkan juga
spiritual.
Menarik pula untuk dicatat bahwa dengan makin banyaknya organisasi yang tumbuh dan
berkembang di masyarakat dan makin mendalamnya pemahaman tentang unsur manusia
dalam kehidupan organisasional, teori “klasik”Maslow semakin dipergunakan, bahkan
dikatakan mengalami “koreksi”. Penyempurnaan atau “koreksi” tersebut terutama diarahkan
padakonsep“hierarki kebutuhan “yang dikemukakan oleh Maslow. Istilah “hierarki”dapat
diartikan sebagai tingkatan. Atau secara analogi berarti anak tangga. Logikanya ialah bahwa
menaiki suatu tangga berarti dimulai dengan anak tangga yang pertama, kedua, ketiga dan
seterusnya. Jika konsep tersebut diaplikasikan pada pemuasan kebutuhan manusia, berarti
seseorang tidak akan berusaha memuaskan kebutuhan tingkat kedua,- dalam hal ini
keamanan- sebelum kebutuhan tingkat pertama yaitu sandang, pangan, dan papan terpenuhi;
yang ketiga tidak akan diusahakan pemuasan sebelum seseorang merasa aman, demikian pula
seterusnya.
Berangkat dari kenyataan bahwa pemahaman tentang berbagai kebutuhan manusia makin
mendalam penyempurnaan dan “koreksi” dirasakan bukan hanya tepat, akan tetapi juga
memang diperlukan karena pengalaman menunjukkan bahwa usaha pemuasan berbagai
kebutuhan manusia berlangsung secara simultan. Artinya, sambil memuaskan kebutuhan
fisik, seseorang pada waktu yang bersamaan ingin menikmati rasa aman, merasa dihargai,
memerlukan teman serta ingin berkembang.
31
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa lebih tepat apabila berbagai kebutuhan manusia
digolongkan sebagai rangkaian dan bukan sebagai hierarki. Dalam hubungan ini, perlu
ditekankan bahwa :
Kebutuhan yang satu saat sudah terpenuhi sangat mungkin akan timbul lagi di
waktu yang akan datang;
Pemuasaan berbagai kebutuhan tertentu, terutama kebutuhan fisik, bisa bergeser
dari pendekatan kuantitatif menjadi pendekatan kualitatif dalam pemuasannya.
Berbagai kebutuhan tersebut tidak akan mencapai “titik jenuh”dalam arti tibanya
suatu kondisi dalam mana seseorang tidaklagi dapat berbuat sesuatu dalam
pemenuhan kebutuhan itu.
Kendati pemikiran Maslow tentang teori kebutuhan ini tampak lebih bersifat teoritis, namun
telah memberikan fundasi dan mengilhami bagi pengembangan teori-teori motivasi yang
berorientasi pada kebutuhan berikutnya yang lebih bersifat aplikatif.
2. Teori McClelland (Teori Kebutuhan Berprestasi)
Dari McClelland dikenal tentang teori kebutuhan untuk mencapai prestasi atauNeed for
Acievement (N.Ach) yang menyatakan bahwa motivasi berbeda-beda, sesuai dengan
kekuatan kebutuhan seseorang akan prestasi. Murray sebagaimana dikutip oleh Winardi
merumuskan kebutuhan akanprestasi tersebut sebagai keinginan :“ Melaksanakan sesuatu
tugas atau pekerjaan yang sulit. Menguasai, memanipulasi, atau mengorganisasi obyek-
obyekfisik, manusia, atau ide-ide melaksanakan hal-hal tersebut secepat mungkin dan
seindependen mungkin, sesuai kondisi yang berlaku. Mengatasi kendalakendala, mencapai
standar tinggi. Mencapai performa puncak untuk diri sendiri. Mampu menang dalam
persaingan dengan pihak lain. Meningkatkan kemampuan diri melalui penerapan bakat secara
berhasil.”
Menurut McClelland karakteristik orang yang berprestasi tinggi (highachievers) memiliki
tiga ciri umum yaitu :
(1) sebuah preferensi untuk mengerjakan tugas - tugas dengan derajat kesulitan
moderat;
(2) menyukai situasi-situasi dimana kinerja mereka timbul karena upaya-upaya
mereka sendiri, dan bukan karena faktor-faktor lain, seperti kemujuran misalnya; dan
(3) menginginkan umpan balik tentang keberhasilan dan kegagalan mereka,
dibandingkan dengan mereka yang berprestasi rendah.
3. Teori Clyton Alderfer (Teori “ERG)
Teori Alderfer dikenal dengan akronim “ERG”. Akronim“ERG”dalamteori Alderfer
merupakan huruf-huruf pertama dari tiga istilah yaitu: E =Existence (kebutuhan akan
eksistensi), R = Relatedness (kebutuhanuntuk berhubungandengan pihak lain dan G =
Growth (kebutuhan akan pertumbuhan).
32
Jika makna tiga istilah tersebut didalami akan tampak dua hal penting. Pertama, secara
konseptual terdapat persamaan antara teori atau model yang dikembangkan oleh Maslow dan
Alderfer. Karena “Existence”dapat dikatakan identik dengan hierarki pertama dan kedua
dalamteori Maslow; “Relatedness” senada dengan hierarki kebutuhan ketiga dan keempat
menurut konsep Maslow dan “Growth” mengandung makna sama dengan“self actualization”
menurut Maslow. Kedua, teori Alderfer menekankan bahwa berbagai jenis kebutuhan
manusia itu diusahakan pemuasannya secara serentak. Apabila teori Alderfer disimak lebih
lanjut akan tampak bahwa:
Makin tidak terpenuhinya suatu kebutuhan tertentu, makin besar pulakeinginan
untuk memuaskannya;
Kuatnya keinginan memuaskan kebutuhan yang “lebih tinggi”semakin besar apabila
kebutuhan yang lebih rendah telah dipuaskan;
Sebaliknya, semakin sulit memuaskan kebutuhan yang tingkatnyalebih tinggi,
semakin besar keinginan untuk memuasakan kebutuhanyang lebih mendasar.
Tampaknya pandangan ini didasarkan kepada sifat pragmatisme olehmanusia. Artinya,
karena menyadari keterbatasannya, seseorang dapat menyesuaikandiri pada kondisi obyektif
yang dihadapinya dengan antara lain memusatkan perhatiannya kepada hal-hal yang mungkin
dicapainya.
4. Teori Herzberg (Teori Dua Faktor)
Ilmuwan ketiga yang diakui telah memberikan kontribusi penting dalam pemahaman
motivasi Herzberg. Teori yang dikembangkannya dikenal dengan“Model Dua Faktor” dari
motivasi, yaitu faktor motivasional dan faktor hygiene atau “pemeliharaan”.
Menurut teori ini yang dimaksud faktor motivasional adalah hal-hal yang mendorong
berprestasi yang sifatnya intrinsik, yang berarti bersumber dalamdiri seseorang, sedangkan
yang dimaksud dengan faktor hygiene atau pemeliharaan adalah faktor-faktor yang sifatnya
ekstrinsik yangberarti bersumber dari luar diri yang turut menentukan perilaku seseorang
dalam kehidupan seseorang.
Menurut Herzberg, yang tergolong sebagai faktor motivasional antara lain ialah pekerjaan
seseorang, keberhasilan yang diraih, kesempatan bertumbuh, kemajuan dalam karier dan
pengakuan orang lain. Sedangkan faktor-faktor hygiene atau pemeliharaan mencakup antara
lain status seseorang dalam organisasi, hubungan seorang individu dengan atasannya,
hubungan seseorang dengan rekan-rekan sekerjanya, teknik penyeliaan yang diterapkan oleh
para penyelia, kebijakan organisasi, sistem administrasi dalam organisasi, kondisi kerja dan
sistem imbalan yang berlaku.
Salah satu tantangan dalam memahami dan menerapkan teori Herzberg ialah
memperhitungkan dengan tepat faktor mana yang lebih berpengaruh kuat dalam kehidupan
seseorang, apakah yang bersifat intrinsik ataukah yang bersifat ekstrinsik
33
5. Teori Keadilan
Inti teori ini terletak pada pandangan bahwa manusia terdorong untuk menghilangkan
kesenjangan antara usaha yang dibuat bagi kepentingan organisasi dengan imbalan yang
diterima. Artinya, apabila seorang pegawai mempunyai persepsi bahwa imbalan yang
diterimanya tidak memadai, dua kemungkinan dapat terjadi, yaitu :
Seorang akan berusaha memperoleh imbalan yang lebih besar, atau
Mengurangi intensitas usaha yang dibuat dalam melaksanakan tugasyang menjadi
tanggung jawabnya.
Dalam menumbuhkan persepsi tertentu, seorang pegawai biasanya menggunakan empat hal
sebagai pembanding, yaitu :
Harapannya tentang jumlah imbalan yang dianggapnya layak diterima berdasarkan
kualifikasi pribadi, seperti pendidikan, keterampilan, sifat pekerjaan dan
pengalamannya;
Imbalan yang diterima oleh orang lain dalam organisasi yang kualifikasi dan sifat
pekerjaannnya relatif sama dengan yang bersangkutan sendiri;
Imbalan yang diterima oleh pegawai lain di organisasi lain di kawasan yang sama
serta melakukan kegiatan sejenis;
Peraturan perundang-undangan yang berlaku mengenai jumlah dan jenis imbalan
yang merupakan hak para pegawai
Pemeliharaan hubungan dengan pegawai dalam kaitan ini berarti bahwa para pejabat dan
petugas di bagian kepegawaian harus selalu waspada jangan sampai persepsi ketidak adilan
timbul, apalagi meluas di kalangan para pegawai. Apabila sampai terjadi maka akan timbul
berbagai dampak negatif bagi organisasi, seperti ketidakpuasan, tingkat kemangkiran yang
tinggi, sering terjadinya kecelakaan dalam penyelesaian tugas, seringnya para pegawai
berbuat kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan masing-masing, pemogokan atau bahkan
perpindahan pegawai ke organisasi lain.
6. Teori penetapan tujuan (goal setting theory)
Edwin Locke mengemukakan bahwa dalam penetapan tujuan memiliki empat macam
mekanisme motivasional yakni :
(a) tujuan-tujuan mengarahkan perhatian ;
(b) tujuan-tujuan mengatur upaya ;
(c) tujuan-tujuan meningkatkan persistensi; dan
(d) tujuan-tujuan menunjang strategi-strategi danrencana - rencana kegiatan.
34
7. Teori Victor H. Vroom (Teori Harapan)
Victor H. Vroom, dalam bukunya yang berjudul “Work And Motivation” mengetengahkan
suatu teori yang disebutnya sebagai “Teori Harapan”. Menurut teori ini, motivasi merupakan
akibat suatu hasil dari yang ingindicapai oleh seorang dan perkiraan yang bersangkutan
bahwa tindakannya akan mengarah kepada hasil yang diinginkannya itu. Artinya, apabila
seseorang sangat menginginkan sesuatu, dan jalan tampaknya terbuka untuk memperolehnya,
yang bersangkutan akan berupaya mendapatkannya.
Dinyatakan dengan cara yang sangat sederhana, teori harapan berkata bahwa jika seseorang
menginginkan sesuatu dan harapan untuk memperoleh sesuatu itu cukup besar, yang
bersangkutan akan sangat terdorong untuk memperolehhal yang diinginkannya itu.
Sebaliknya, jika harapan memperolehhal yang diinginkannya itu tipis, motivasinya untuk
berupaya akan menjadi rendah.
Di kalangan ilmuwan dan para praktisi manajemen sumber daya manusia teori harapan ini
mempunyai daya tarik tersendiri karena penekanan tentang pentingnya bagian kepegawaian
membantu para pegawai dalam menentukan hal-hal yang diinginkannya serta menunjukkan
cara-cara yang paling tepat untuk mewujudkan keinginannnya itu. Penekanan ini dianggap
penting karena pengalaman menunjukkan bahwa para pegawai tidak selalu mengetahui
secara pasti apa yang diinginkannya, apalagi cara untuk memperolehnya.
8. Teori Penguatan dan Modifikasi Perilaku
Berbagai teori atau model motivasi yang telah dibahas di muka dapat digolongkan sebagai
model kognitif motivasi karena didasarkan pada kebutuhan seseorang berdasarkan persepsi
orang yang bersangkutan berarti sifatnya sangat subyektif. Perilakunya pun ditentukan oleh
persepsi tersebut.
Padahal dalam kehidupan organisasional disadari dan diakui bahwa kehendak seseorang
ditentukan pula oleh berbagai konsekwensi ekstrernal dari perilakudan tindakannya. Artinya,
dari berbagai faktor di luar diri seseorang turut berperan sebagai penentu dan pengubah
perilaku.
Dalam hal ini berlakulah apaya yang dikenal dengan “hukum pengaruh” yang menyatakan
bahwa manusia cenderung untuk mengulangi perilaku yang mempunyai konsekwensi yang
menguntungkan dirinya dan mengelakkan perilaku yang mengibatkan perilaku yang
mengakibatkan timbulnya konsekwensi yang merugikan.
Contoh yang sangat sederhana ialah seorang juru tik yang mampu menyelesaikan tugasnya
dengan baik dalam waktu singkat. Juru tik tersebut mendapat pujian dari atasannya. Pujian
tersebut berakibat pada kenaikan gaji yang dipercepat. Karena juru tik tersebut menyenangi
konsekwensi perilakunyaitu, ia lalu terdorong bukan hanya bekerja lebih tekun dan lebih
teliti, akan tetapi bahkan berusaha meningkatkan keterampilannya, misalnya dengan belajar
menggunakan komputer sehingga kemampuannya semakin bertambah, yang pada gilirannya
diharapkan mempunyai konsekwensi positif lagi di kemudian hari.
Contoh sebaliknya ialah seorang pegawai yang datang terlambat berulangkali mendapat
teguran dari atasannya, mungkin disertai ancaman akan dikenakan sanksi indisipliner.
35
Teguran dan kemungkinan dikenakan sanksi sebagi konsekwensi negatif perilaku pegawai
tersebut berakibat pada modifikasi perilakunya, yaitu datang tepat pada waktunya di tempat
tugas. Penting untuk diperhatikan bahwa agar cara-cara yang digunakan untuk modifikasi
perilaku tetap memperhitungkan harkat dan martabat manusia yang harus selalu diakui dan
dihormati, cara-cara tersebut ditempuh dengan “gaya” yang manusiawi pula.
9. Teori Kaitan Imbalan dengan Prestasi.
Bertitik tolak dari pandangan bahwa tidak ada satu model motivasi yang sempurna, dalam
arti masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan, para ilmuwan terus menerus
berusaha mencari dan menemukan sistem motivasi yang terbaik, dalam arti menggabung
berbagai kelebihan model-model tersebut menjadi satu model. Tampaknya terdapat
kesepakatan di kalangan para pakar bahwa model tersebut ialah apa yang tercakup dalam
teori yang mengaitkan imbalan dengan prestasi seseorang individu .
Menurut model ini, motivasi seorang individu sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik
yang bersifat internal maupun eksternal. Termasuk padafaktorinternal adalah :
(a) persepsi seseorang mengenai diri sendiri;
(b) hargadiri;
(c)harapan pribadi;
(d) kebutuhaan;
(e) keinginan;
(f) kepuasan kerja;
(g) prestasi kerja yang dihasilkan.
Sedangkan faktor eksternal mempengaruhi motivasi seseorang, antara lain ialah :
(a) jenis dan sifat pekerjaan;
(b) kelompok kerja dimana seseorangbergabung;
(c) organisasi tempat bekerja;
(d) situasi lingkunganpadaumumnya;
(e) sistem imbalan yang berlaku dan cara penerapannya
36
BAB V
A. Pengertian Definisi Kelompok
Kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan Bersama yang berinteraksi
satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama lainnya, dan memandang
mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut. Kelompok ini misalnya adalah keluarga,
kelompok diskusi, kelompok pemecahan masalah, atau suatu komite yang tengah berapat
untuk mengambil suatu keputusan. Dalam komunikasi kelompok, juga melibatkan
komunikasi antar pribadi. Karena itu kebanyakan teori komunikasi antar pribadi berlaku juga
bagi komunikasi kelompok.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kelompok adalah:
kumpulan (tt orang, binatang, dsb);
golongan (tt profesi, aliran,lapisan masyarakat, dsb);
gugusan (tt bintang, pulau, dsb);
Antr kumpulan manusia yg merupakan kesatuan beridentitas dng
adat-istiadat dan sistem norma yg mengatur pola-pola interaksi
antara manusia itu;
Pol kumpulan orang yg memiliki beberapa atribut sama
atau hubungan dengan pihak yg sama
Kim kuantitas zat yg akan dimasak atau diolah dl satu waktu.
Menurut Greenberg dan Baron dalam buku Wibowo mendefinisikan kelompok sebagai
kumpulan dari dua individu atau lebih yang berinteraksi yang menjaga pola hubungan yang
stabil, berbagai tujuan bersama, dan merasakandiri mereka menjadi sebuah kelompok.
Sedangkan menurut Rivai dan Mulyadi (2012: 191) menyebutkan bahwa kelompok adalah
dua individu atau lebih yangberintraksi dan saling bergantung untuk mencapai sasaran
tertentu. Sudarmo (2000: 57), memberikan defenisi kelompok sebagai dua orang atau lebih
berkumpul dan berinteraksi serta saling tergantung untuk mencapai tujuan tertentu.
Sedangkan Indrawijaya (1989: 91), menyatakan bahwa dalam suatu kelompok terdapat
pengaruh dari pelaku organisasi (kelompok) terhadap perilaku perorangan. Sebaliknya
perilaku perorangan juga berpengaruh terhadap norma dan sistem nilai bersama yang
biasanya menjadi perilaku kelompok. Dari beberapa pendapat ahli tersebut, dapat diambil inti
dari definisi kelompok itu merupakan perkumpulan dari dua individu atau lebih yang saling
berintraksi yang mana dalam interaksi tesebut ada tujuan yang ingin dicapai.
Dua ahli tersebut mendefinisikan kelompok dengan adanya persamaan yaitu adanya tujuan
atau sasaran yang akan dicapai dan juga adanya interaksi dari individu-individu. Jika tidak
ada interaksi antara individu satu dengan yang lain dan juga tidak adanya tujuan dari dua
individu atau lebih maka belum bisa dikatakan sebagai kelompok.
ada empat ciri utama kelompok yaitu :
37
Common motive (s) leading to group interaction. Anggota suatu
kelompok paling tidak harus mempunyai satu tujuan bersama.
Members who are affected differently by their interacation. Hubungan dalam suatu
kelompok harus memberikan pengaruh kepada setiap anggotanya. Tingkat pengaruh
tersebut diantara mereka dapat berbeda.
Group structure with diferent degress of status. Dalam kelompok selalu ada perbedaan
tingkat/status, kerana akan selalu ada pimpinan dan pengikut.
Standard norms and values. Karena kelompok tebentuk untuk mencapai tujuan
bersama, maka biasana pembentukannya disertai tingkah laku dan sistem nilai
bersama. Anggota kelompok diharapkan mengikuti pola tersebut.
2. Tahap Perkembangan Kelompok
Ada lima tahap perkembangan kelompok menurut Robbins dan Judge, atau lebih dikenal
dengan model lima tahap :
Tahap pembentukan (forming): tahap pertama dalam perkembangan kelompok yang
dicirikan oleh banyaknya ketidakpastian. Mengenai struktur, maksud dan tujuan, dan
kepemimpinan kelompok
Tahap keributan (storming): tahap kedua dalam perkembangan kelompok yang
dicirikan oleh konflik didalam kelompok, artinya para anggota menerima baik
eksistensi kelompok, tetapi melawan adanya kendala-kendala yang dikenakan oleh
kelompok terhadap individualitas.
Tahap penormaan (norming): tahap ketiga dalam perkembangan kelompok, dicirikan
oleh hubungan akrab dan kekohesifan (ke saling tertarikan) Tahap penormaan adalah
tahap di mana berkembang hubungan yang akrab dan kelompok menunjukan sifat
kohesif (saling tarik).
Tahap pengerjaan (performing): tahap keempat dalam perkembangan kelompok,
dimana kelompok tersebut sepenuhnya berfungsi dan diterima dengan baik.
Tahap penundaan (adjourning): tahap terakhir dalam perkembangan kelompok
dengan ciri kepedulian untuk menyelesaikan kegiatan kegiatan,
3. Kondisi Internal Kelompok
Meliputi tujuan dan bagaimana cara untuk mencapai tujuan.
Struktur Organisasi: Ketentuan mengenai otoritas yang dimiliki setiap individu dalam
organisasi.
Peraturan Formal: Ketentuan mengenai aturan, prosedur, serta kebijakan dalam
organisasi.
Sumber daya organisasional: Sumber daya yang dimaksud berupa uang, waktu, bahan
mentah, peralatan, yang dialokasikan organisasi pada kelompok.
Evaluasi kinerja dan sistem ganjaran.
Budaya organisasi: Standar anggota mengenai perilaku yang dapat diterima dengan
baik dan yang tidak dapat diterima.
38
Memahami Kelompok dan Kelompok Kerja
Apakah sebenarnya yang membedakan antara tim dengan kelompok? Dalam bukukhairul
umam (2012: 108) Robert B.Maddux telah membedakan keduanyasebagaimana
berikutAdapun kelompok, memiliki ciri ciri:
Anggota menganggap pengelompokan mereka hanya untukkepentingan Administratif.
Individu bekerja secara mandiri bahkanberbeda tujuan dengan individu lain.
Anggota cenderung memperhatikan dirinya sendiri karena tidakdilibatkan dalam
penetapan sasaran. Karena kadang anggota ini hanyasebagai tenaga bayaran.
Anggota diperintah untuk mengerjakan pekerjaan, bukan diminta saranuntuk
mencapai sasaran yang baik.
Anggota tidak percaya dengan rekan kerjanya karena tidak memahamiperan anggota
lainnnya.
Anggota kelompok sangat hati-hati dalam menyampaikan pendapatnyakarena kurang
toleransi.
Jika menerima diklat yang memadai, penerapannya sangat dibatasi oleh pemimpin.
Anggota berada dalam suatu konflik tanpa mengetahui sebab dan cara pemecahan
masalahnya.
Anggota tidak di dorong untuk ikut ambil bagian dalam pengambilan
keputusan. Lalu, apa yang di maksud dengan Kelompok Kerja?
Dikatakan sebagai tim apabila memiliki ciri sebagaimana berikut:
Anggota menyadari ketergantungan diantara mereka dan menyadari sasaran paling
baik dicapai dengan cara saling mendukung.
Anggota tim ikut merasa memiliki pekerjaan danorganisasinya karena mereka
memiliki komitmen terhadap tujuan yang akan dicapai.
Anggota memiliki kontribusi terhadap keberhasilan organisasi.
Anggota menjalankan komunikasi dengan tulus dan memahami sudut pandang
mereka masing masing.
Anggota didorong untuk menambah ketrampilan dan menerapkannya dalam tim serta
mereka menerima dukungan penuh dari tim.
Mereka menyadari bahwa konflik dalam tim adalah hal yang wajar, karena konflik
memberikan kesemptan untuk mengembangkan ide dan kreativitasnya.
Anggota berpartisipasi aktif dalam pengambilan keputusan yang mempengaruhi tim
meskipun keputusan berada
39
Tabel perbedaan kelompok kerja dan tim kerja
4. Tipe Tim
LePine, Wesson dalam Wibowo (2013: 183) mengelompokkan Tim menjadi 5 yaitu :
1. Work Team. Tim ini rancang untuk reltif permanen dengan maksud untuk
menghasilkan jasa, dan biasanya memerlukan komitmen penuh dari anggota mereka.
2. Management Teams. Sama halnya dengan Work teams, akan tetapi ada perbedaan
dari beberapa cara penting. Kalau Work teams terfokus pada penyelesaian utama
tingkat produksi dan tugas pelayanan, sedangkan management teams berpartisipasi
dalam tugas tingkat manajerial yang mempengaruhi seluruh organisasi.
3. Parallel Teams. Parallel teams hanya memerlukan komitmen paruh waktu dari
anggota, dan mereka dapat permanen atau temporer, tergantung pada tujuannya.
4. Project Teams. Project teams dibentuk untuk sekali tugas yang umumnya kompleks
dan memerlukan banyak masukan dari anggota dengan tipe berbeda dalam pelatihan
dan pengalaman. Para anggota bekerja paruh waktu.
5. Action Teams. Teams ini melakukan tugas yang umumnya dalam waktu terbatas dan
sifatnya sangat menantang serta mereka bekerja bersama untuk waktu yang lebih
panjang.
B. Konsep Kelompok Dasar
Menurut nama Sy Sukmadinata (1977 : 11) suatu kelompok entah itu kelompok besar atau
kelompok kecil mempunyai beberapa karakteristik (ciri – ciri) tertentu yaitu sebagai berikut :
1. Individu – individu mempengaruhi kelompok.
Kelompok adalah suatu persatuan yang terbentuk dari individu – individu, sifat – sifat, sikap,
kemampuan, kematangan, perkembangan, tujuan dan minat. Individu yang membentuk
kelompok tersebut banyak mempengaruhi dan mewarnai kelompoknya.
Fungsi kelompok banyak ditentukan oleh variasi kombinasi sifat – sifat diatas. Salah satu
sifat individu adalah selalu berbah dan berkembagn. (changeable – becoming). Hal tersebut
memberikan karakteristik yang sama pula terhadap kelompok. Dengan kata lain kelompok
juga akan berubah dan berkembang sesuai dengan dinamika individu – individu dalam
kelompok tersebut.
40
2. Kelompok Mengembangkan Struktur.
Dalam suatu kelompok berkembang suatu pengaturan tertentu bagaimana seseorang berbuat,
siapa yang perlu diikuti, siapa yang bertanggung jawab atas sesuatu dan sebagainya.
Dalam kelangsungan kelompok, terjadi diferensiasi kekuatan dan pengaruh para anggota
terhadap kelompoknya. Berkenaan dengan status dalam kelompok, masing – masing anggota
mengembangkan peranan – peranan tertentu baik yang menjadi harapan kelompok maupun
tidak.
Perhatikan ilustrasi berikut!
Dalam suatu kelompok yang terdiri dari individu-individu yang mempunyai sifat dan cirri
psikofisik yang bebeda satu sama lain, akan menimbulkan berbagai bentuk ekspresi tingkah
laku individu. Namun demikian tingkah lakuyang berbeda-beda tersebut membentuk suatu
pola tingkah laku yang serasi;maksudnya tingkah laku yang harus ditampilkan seorang
pemimpin kelompokberbeda dengan pola tingkah laku anggota kelompok, tingkah laku
pemimpin dan anggota kelompok ini saling mengisi untuk mencapai tujuan kelompok.
Demikian pula tanggung jawab atas sesuatu hal dan pengaru setiap individu dalam kelompok
tersebut diarahkan untuk mencapai tujuan bersama.
3. Kelompok Mengembangkan Standart Nilai – nilai.
Kehidupan suatu kelompok mengembangkan standart nilai tertentu. Standart berkenaan
dengan produktifitas kelompok, pola –pola komunikasi, cara dan prosedur kerja kelompok.
Juga kelompok sering kali memberikan suatu tekanan agar terjadi conformity (kesamaan)
dari anggota – anggotanya.
4. Kelompok Berbeda dalam Kekohesifannya, Keaktraktifannya, dan Emosionalitasnya.
Kekohesifannya (cohesiveness) merupakan kekuatan ikatan pertalian diantara anggota –
anggota suatu kelompok. Semakin kuat ikatan pertalian diantara anggota kelompok, maka
kelompok itu akan semakin kuat, demikian pula sebaliknya.
Keaktratifan (attractiveness) adalah ketertarikan (daya tarik) kelompokterhadap para
anggotanya. Keatraktifan kelompok ini tergantung kepadatujuan kelompok, besarnya
program, jenis organisasi, posesi kelompokdalam msasyarakt, serta keputusan – keputusan
lain yang diperolehanggota dari kelompok. Jika sesuatu kelompok mempunyai daya
tarikyang baik, maka kelompok itu semakinn menatik untuk digeluti olehsetiap ornga yang
menjadi anggota kelompok itu.
Contoh : Seseorang (A) menjadi anggota suatu kelompok karena tertarikdengan tujuan
kelompok tersebut, selain itu kelompok menyajikanprogram yang menarik, dan dengan
menjadi anggota kelompokgengdinya di mata masyarakat meningkat.
5. Kelompok Membentuk Tujuan Kelompok.
Kelompok terbentuk karena adanya tujuan bersama. Kegiatan kelompok diarahkan untuk
mencapai hasil kelompok setinggi – tingginya. Kegiatan kelompok juga ditujukan untuk
memenuhi kebutuhan individu yangsejalan dengan tujuan kelompok. Tujuan kelompok dapat
memelihara kesatuan kelompok, membentuk hubungan yang harmonis dan mencegah
perpecahan diantara anggota kelompok.
41
Suatu contoh untuk memperjelas keterangan diatas :
IPBI (ABKIN) adala suatu kelompok yang memiiki tujuan untuk mewadahi semua petugas
bimbingan di Indonesia untuk dapat memberikan layanan bantuan ( bimbingan dan koseling)
kepada siswa dalam mencapai perkembangan dirinya secara optimal sesuai dengan
kemampuannya.
C. Norma
Semua kelompok telah menegakkan norma, yaitu standar perilaku yang dapat diterima
yang digunakan bersama oleh anggota kelompok. Norma ini memberitahu para anggota apa
yang seharusnya dan tidak seharusnya dilakukan pada situasi dan kondisi tertentu. Dari titik
pandang individu, norma itu mengatakan apa yang diharapkan dari anda dalam situasi
tertentu. Bila disepakati dan diterima oleh kelompok, norma bertindak sebagai alat untuk
mempengaruhi perilaku anggota kelompok dengan pengawasan eksternal yang minimal.
Norma berbada di antara kelompok - kelompok, komunitas dan masyarakat, tetapi semuanya
mempunyai norma.
Norma adalah peraturan di dalam kelompok yang mengindikasikan bagaimana anggota-
anggota seharusnya atau tidak seharusnya bertingkah laku (Baron dan Byrne, 2003). Menurut
Baron dan Byrne, norma kelompok merupakan faktor yang menyebabkan kelompok memiliki
dampak yang kuat terhadap anggota - anggotanya. Peraturan yang diciptakan oleh kelompok
untuk memberitahu anggotanya bagaimana mereka seharusnya bertingkah laku. Kepatuhan
pada norma sering kali merupakan kondisi yang diperlukanuntuk mendapatkan status dan
penghargaan lain yang dikontrol olehkelompok.
42
BAB VI
A. JARINGAN KOMUNIKASI
Jaringan komunikasi adalah saluran yang digunakan untuk meneruskan pesan dari
satuorang ke orang lainnya disebut sebagai jaringan (DeVito, 1997). Jaringan dapat dilihat
dari dua perspektif, yaitu:
1. Kelompok kecil yang sesuai dengan sumberdaya yang dimilikinya dan
akanmengembangkan pola komunikasi yang menggabungkan beberapa struktur
jaringan komunikasi. Jaringan komunikasi ini kemudian merupakan sistem
komunikasi umumyang akan digunakan oleh kelompok dalam mengirimkan pesan
dari satu orang ke oranglainnya.
2. aringan komunikasi ini biasa di lihat sebagai struktur yang diciptakan oleh
organisasisebagai sarana komunikasi organisasi.
Cara-cara jaringan bekerja dalam satu organisasi adalah:
Mengatur arus informasi
Menyatukan orang-orang dengan minat yang sama
Membentuk penafsiran yang sama Meningkatkan pengaruh sosial
Memungkinkan adanya pertukaran sumberdaya.
Rogers dan Kincaid (1981), membedakan model Jaringan komunikasi ke dalam
JaringanPersonal Jari-jari (Radial Personal Network), dan Jaringan Personal Saling
mengunci(Interlocking Personal Network).
Model Jaringan bersifat memusat dan menyebar jaringan personalyang
memusat(interlocking) mempunyai derajat integrasi yang tinggi, sementara suatu Jaringan
personal yangmenyebar (radial) mempunyai derajat integrasi yang rendah, namun
mempunyai sifatketerbukaan terhadap lingkungannya.
Selanjutnya Rogers dan Kincaid menegaskan, bahwa individu yang terlibat dalam
Jaringankomunikasi interlocking terdiri dari individu-individu yang homopili, namun kurang
terbukaterhadap lingkungannya.
B. SPAM OF NETS (KETERBATASAN JARINGAN)
Keterbatasan jaringan adalah Berikut adalah kelebihan dan juga kekurangan
komunikasidengan menggunakan jaringan:
Kelebihan
Terjadinya interaksi sosial. Hal ini dikarenakan dengan adanya komunikasi
denganmenggunakan media internet akan dapat memungkinkan seluruh manusia
untuk dapatmelakukan berbagai macam komunikasi serta interaksi diantara manusia
yang satudengan manusia yang lainnya.
43
Melakukan penggalian kreativitas. Hal ini dikarenakan dengan melakukan
sebuahkomunikasi yang dilakukan dengan metode online akan dapat melakukan
penggaliankreativitas sebagaimana contohnya adalah dengan senangnya seseorang
untuk menulismaupun menciptakan sebuah blog serta melakukan eksplorasi dari
bakat menulis yangdimana dimiliki olehnya.
Menciptakan komunitas. Dengan adanya komunikasi menggunakan jaringan maka
kitaakan dapat dengan mudah untuk menemukan orang-orang dengan minat yang
sama.
Kekurangan
Komunikasi yang dilakukan hanyalah dilakukan secara tertulis atau berdasarkan teks.
Halini dikarenakan sebagian besar dari metode komunikasi daring haruslah dilakukan
dengancara mengetik.
Tidak ada komunikasi nonverbal.
Maraknya pemalsuan identitas. Hal ini dikarenakan akan memberikan
kemungkinanterhadpa penggunanya untuk dapat memberirkan informasi yang palsu
terhadap dirinya.
C. KOALISI DAN KERJA SAMA KOALISI
Koalisi adalah sebuah atau sekelompok persekutuan, gabungan atau aliansi
beberapaunsur, di mana dalam kerjasamanya, masing-masing memiliki kepentingan sendiri-
sendiri.Aliansi seperti ini mungkin bersifat sementara atau berasas manfaat. Dalam
pemerintahandengan sistem parlementer, sebuah pemerintahan koalisi adalah sebuah
pemerintahan yangtersusun dari koalisi beberapa partai sedangkan oposisi koalisi adalah
sebuah oposisi yangtersusun dari koalisi beberapa partai. Dalam hubungan internasional,
sebuah koalisi bisa berartisebuah gabungan beberapa negara yang dibentuk untuk tujuan
tertentu. Koalisi bisa jugamerujuk pada sekelompok orang/warganegara yang bergabung
karena tujuan yang serupa.Koalisi dalam ekonomi merujuk pada sebuah gabungan dari
perusahaan satu dengan lainnyayang menciptakan hubungan saling menguntungkan. Dalam
pembentukan kekuatanpemerintahan koalisi pertama kali dikenalkan oleh seorang filsuf
muda Indonesia Dian FernandoSihite, berdasarkan teori yang ia kemukakan sebuah
pemerintahan akan sangat kuat apabilakoalisi yang dibentuk merupakan koalisi bayangan
artinya koalisi yang terbentuk bukanlahkoalisi yang sesungguhnya. Koalisi bayangan juga
berarti tidak ada koalisi namun pemerintahyang menguasai parlemen dan media
menampilkannya sebagai suatu koalisi.Tidak adanyakoalisi membuat kekuatan pemerintahan
tersebuat tidak akan terpecah pecah.
KERJA SAMA
Kerja sama adalah suatu usaha bersama antara individu atau kelompok social untuk mencapai
tujuan bersama. Kerja sama dilakukan sejak manusia berinteraksi dengan sesamanya.
Kebiasaan dan sikap mau bekerja sama dimulai sejak kanak - kanak, mulai dalam kehidupan
keluarga lalu meningkat dalam kelompok sosial yang lebih luas. Kerja sama berawal dari
kesamaan orientasi. Dalam kerja sama, tugas - tugas yang dibebankan kepada tiap individu
dapat berbeda satu sama lain.
44
BAB VII
A. PENGERTIAN KEKUASAAN
Kekuasaan adalah kemampuan untuk menggunakan pengaruh pada orang lain; artinya
kemampuan untuk mengubah sikap atau tingkah laku individu atau kelompok. Kekuasaan
juga berarti kemampuan untuk mempengaruhi individu, kelompok, keputusan, atau kejadian.
Kekuasaan tidak sama dengan wewenang, wewenang tanpa kekuasaan atau kekuasaan tanpa
wewenang akan menyebabkan konflik dalam organisasi.
Secara umum ada dua bentuk kekuasaan:
Pertama kekuasaan pribadi, kekuasaan yang didapat dari para pengikut dan
didasarkan pada seberapa besar pengikut mengagumi, respek dan terikat pada
pemimpin.
Kedua kekuasaan posisi, kekuasaan yang didapat dari wewenang formal organisasi.
Kekuasaan berkaitan erat dengan pengaruh (influence) yaitu tindakan atau contoh
tingkah laku yang menyebabkan perubahan sikap atau tingkah laku orang lain atau
kelompok.
Berikut ini merupakan Pengertian Kekuasaan Meurut Para Ahli.
o Rogers
Kekuasaan merupakan kemampuan seseorang yang dapat mengubah orang atau kelompok
lain dalam cara yang spesifik, sebagai contohnya dalam kekuasaan dan pelaksanaan kerjanya
o Ossip K Flechtheim
Kekuasaan sosial merupakan keseluruhan dari kemampuan, hubungan dan proses yang
menghasilkan ketaatan dari pihak lain untuk tujuan tujuan yang ditetapkan pemegang
kekuasaan.
o Ramlan Surbakti
Kekuasaan adalah kemampuan mempengaruhi pihak lain untuk berperilaku dan berfikir
sesuai dengan kehendak yang mempengaruhi.
o Walterd Nord
Kekuasaan merupakan kemampuan untuk mempengaruhi aliran energi serta dana yang
tersedia untuk mencapai suatu tujuan yang berbeda secara jelas dari tujuan lainnya.
o Miriam Budiardjo
45