I G U S T I A G U N G A Y U RATI II
gambaran sinis tentang Indira Gandhi tidak akhirnya, ketidaklogisan. Ia mengambil fakta-
membantu sama sekali dalam menerangkan fakta yang pendng dan dikenal banyak orang
bagaimana ia bisa membangun kekuasaan dik- kemudian bermain-main dengan fakta-fakta
tator l>egitu mpa. Menyamakan Indira Gandhi tersebut, bukannya mencoba memperiihatkan
dengan lukang sihir jahat, tentu saja, lidak makna yang lebih dalam di baliknya.
menerangkan kepribadiannya, perspektifnya, Pihak komunis bukan satu-satunya sasaran
apalagi strategi-strategi politiknya. Rushdie. Deskripsinya tentang orang-orang ke-
Persoalan lain dalam parodi membabi-buta banyakan pun sangat sinis. la melihat keper-
ini adalah Rushdie membuat setiap orang cayaan mereka terhadap takhyul dan hal-hal
bertanggung jawab atas kehancuran cita-cita gaib lainnya seperti suatu penyakit turunan
mumi India, termasuk mereka yang sebenamya yang dipertahankan selama berabad-abad.
adalah korban dari penindasan negara. Tidak Pembantu keluarga Saleem, Mary, sepenuhnya
sulit untuk mengapresiasi karikatur sinis ten percaya pada semua cerita yang ia dengar ten
tang makelar-makelar kekuasaan dalam politik tang penyerbuan supernatural ke India: "mere
bergaya mafia; namun bagaimana mungkin ka mengatakan di Kumkshelra seorang wanita
pembaca diharapkan akan menikmati karikatur Sikh tua bangun di dalam gubugnya dan meli
tentang korban-korban penindasan pcrmainan hat perang zaman lampau antara Kurawa clan
kekuasaan itu? Apakah cerita panjang tentang Pandawa terjadi di Juar! ... mereka mengatakan
gerakan komunis sebagai sekelompok tukang bahwa makam Tuhan Yesus dilemukan di
sulap benar-benar membantu pemahaman atas Kashmir. Di batu nisannya tercetak dua kaki
bentuk-bentuk perjuangan mereka atau logika yang tertusuk clan seorang nelayan wanita lokal
di balik debat-debat strategis mereka: "orang- bersumpah ia melihat kaki-kaki itu berdarah"
orang yang mengeluarkan kelinci dari topi, (293) Mengomentari keluguan Mary, Saleem
mengikatkan diri mereka erat-erat di belakang mengatakan, "Saya sampai sekarang setengah
pemimpin CPI beraliran Moskow, Mr. Dange yakin bahwa ... masa lalu India bangkit untuk
...pemain-pemain akrobat itu, sebaliknya, mulai mengacaukan masa kininya; negara sekular
beralih lebih ke kiri dan masuk ke pelik-pelik yang bam lahir ini sedang diberi peringatan
berkelok pihak yang lebih berorientasi ke Gina. hebat tentang keantikannya yang mengagum
Pemakan api dan penelan pedang menyoraki kan, di mana demokrasi dan hak memilih bagi
taktik-taktik gerilya gerakan Naxalite, sedang wanita adalah hal yang tidak relevan ... sehing
kan para penghipnotis clan pejalan di atas ga rakyat sering dipikal dengan kerinduan-ke-
arang panas mendukung manifesto Namboodri- rinduan atavistik..." (294) Rushdie membuat
pad..." (476)." Memang beberapa perdebatan parodi terhadap sebagian besar kebudayaan
antara CPI, GPI-M dan CPI-ML'2 begitu popular India (industri film Bombay, gum-gum
dogmatis dan lebih dir.iotivasi oleh spiritual, sensasionalisme surat kabar) begitu
pertimbangan-pertimbangan yang irasional mpa sehingga India tampak masih tercengke-
tetapi menciptakan parodi tentang politik ram oleh kesadaran mitologis yang tidak masuk
mereka dengan cara seperti itu tidak di akal. Setiap orang di India kemudian menjadi
menyumbangkan apa-apa untuk memahami peserta aktif dalam kegagalan negara tersebut
lebih banyak rasionalitas yang ada dalam menyelenggarakan modernisasi: "di dalam se
perjuangan mereka. Banyak hal dalam MC yang macam kegagalan kolektir berimajinasi, kita
terkesan seperti senda gurau mahasiswa bam, belajar bahwa sebenamya kita tidak bisa ber-
plesetan-plesetan yang kurang ajar, tidak pikir diluar masa lalu kita." (136-37) Dengan
adanya pertanggung-jawaban, dan pada menulis seperti ini, Rushdie menunjukkan jenis
kalam - edisi6,1995
52
RUSDHIB DAN PRAMOEDYA: BF. RSIMPANGNYA NARASI TENTANG BANGSA
kegagalannya sendiri: ia tidak mempersoalkan dengan pemahaman Eropa tentang sejarah dan
alasan-alasan rumit yang menunjang bertahan-
nya mitos-mitos yang ia kenal tentang India: fakta: India "selalu mempakan tanah tempat
realita suatu masyarakat berkelas di mana cita-cita imajinatif dan bagi kami masih tampak
sebagai daerah Gaib, dunia yang mempeso
penguasa-penguasanya sangat berkepenlingan na...berada dalam Mimpi adalah prinsip umum
dalam membodohi rakyat, bahwa ada pemak- yang mendasari sifat Hindu."i3 Midnight's Chil
saan sikap ketidakpedulian di kalangan rakyat dren mengikuti tradisi Orientalis tersebut dan
miskin, bahwa keputusasaanlah yang meng-
giring orang-orang ini untuk percaya pada apa memperkual persepsi Barat yang sudah ada
saja yang mungkin akan me-ringankan beban tentang India sebagai "tanah yang Ix-rpesona
mereka. Pada saat yang sama ia mengabaikan sihir" di mana penghuninya bertingkah-laku
kenyataan menggigit yang sebenamya dialami mistcrius dan sulit dimeiigerti. Kritik funda-
oleh kaum miskin dan yang sering menonjol mcntalnya terhadap generasi pertama pemim-
pin-pemiiiipin nasionalis adalah bahwa orang-
dalam perjuangan mereka untuk bertahan orang ini lerperosok dalam kepribadian khas
hidup. India yang tradisional dan pemimpi sehingga
gagal untuk bangkit menyambut modemitas.
Penyajian Rushdie tentang India cenderung
lebih dari sekedar taktik politik seni absurdis; Tetapi, yang lebih memprihatinkan, Rush
penyajian itu berkeinginan untuk memberikan
karakter akurat pada kepribadian nasional In die, tidak tanggung-tanggung, berlanjut dengan
dia. Ini adalah tujuan kedua di balik gaya ma- membuat suatu klaim episternologis: realitas
gisnya. Salah saiu pembenaran Rushdie ditun- adalah mimpi bagi semua manusia dan penge
jukkan lewat pernyataan Saleem bahwa India tahuan kita tentang dunia secara inheren sebe
namya ilusif. Ini adalah maksud ketiga dari
adalah "sebuah negeri yang pada dasarnya se
macam mimpi." (137) Gaya penulisannya seca gaya magisnya. Ia telah menuliskan bahwa ia
ra akurat merefleksikan pernyataan ini. Saleem
mengatakan pada teman baiknya, Padma, yang lidak bermaksud untuk menyajikan lebih dari
setia mendengarkan cerila-ceritanya: "Apakah suatu perspektif yang sangat fragmentaris ten
kebenaran ilu? Aku berlanjut dengan retorik, tang India dalam MC: "India 'saya' ya begitu
Apalah kewarasan? Apakah Yesus bangkit dari
kuburnya? Apakah orang-orang Hindu tidak saja: India 'saya', satu versi dan tidak lebih dari
menerima — Padma — bahwa dunia ini sema satu versi di antara selumh ratusan juta ke-
mungkinan versi-versi yang lain."'-* Saleem
cam mimpi; bahwa Brahma bermimpi, memim- menyemkan bahwa anak-anak tengah malam,
pikan semesta; bahwa kita hanya melihat
secara samar-samar saja melalui jaring-jaring yaitu kemerdekaan India: "bisa dibuat untuk
mimpi tersebut, yang Maya. Jika aku menga
takan beberapa hal terjadi, yang kamu, karena merepresentasikan banyak hal tergantung pan-
dangan anda masing-masing." (240) Seorang
hanyut dalam mimpi Brahma, sulit percayai, kritikus, Wilson, beranggapan bahwa Rushdie
menyajikan "a series of partial viewpoints that
terns siapa dari kita yang benar?" (253) Di sini may eventually add up to a whole to give the
Rushdie benar-benar terdengar seperti Orien- impression of unity."is
talis tua yang melihat orang-orang India sebagai
makhiuk-makhluk yang sudah tidak mampu Anehnya, bagi Rushdie keselumhan itu
lagi mengatasi rasionalitas. Hegel, misalnya, sendiri pun ilusif. Rushdie menulis bahwa rea
litas tidak bisa tidak terikal pada pandangan-
menunjukkan inti pengetahuan para Orientalis pandangan kita secara individual, fragmentaris
dengan mengkontraskan keberadaan India dan subjektif, yang keutuhannya ilusifdan sulit
didapatkan: "realitas adalah masalah persep-
si"(197). Dan karena persepsi diwarnai oleh
kalam -edisi 6,1995
53
I GU ST I AG U NG AY U RAT IH
jejak-jejak asal individual, persepsi itu ilusif dan dian India, tidak juga sebagai klaim atas sifat
tidak akan beranjak lebih jauh dari sana: "ilusi khayali selumh realita. Pcnyajiannya hanya bisa
itu sendiri adalah realitas" (197) Dengan logika dianggap sahib sebatas usahanya membuka
semacam ini, dongeng macam MC berarti sama perdebatan tentang hubungan antara imajinasi
baiknya atau bobroknya dengan buku-buku dan nasionalilas, dan lebih umum lagi, imajinasi
sejarah resmi pemerintah karena toh tidak ada dan kenyataan. Pada dasarnya benar lx.-laka
realita "di luar sana" yang perlu direpresen- bahwa bangsa adalah proyek imajinatif; tidak
tasikan. Rushdie bisa saja menjadi seorang rela- ada yang natural dalam hal batas-batas teritori
tivis sempurna dalam soal-soal epistemologis dan penggabungan kelompok populasi satu
tetapi posisinya tidak konsisten dengan pernya- dengan lainnya dalam bangsa yang liertxda-
taannya sendiri tentang India sebagai hasil se beda. Memang, tampaknya hanya lompatan
buah proyek imajinasi kolektif. Jika India ada imajinasi yang mengejutkan yang mampu
lah proyek kolektif, hams ada arti kolektif pula menghubungkar. sekumpulan manusia yang
dan tidak ada gunanya membicarakan, atau begitu berbeda-beda, membedakan mereka
bahkan mengutip, India "saya" atau jutaan versi dari orang-orang yang seringkali mirip, mem-
yang lain tentang bangsa tersebut. Makna India, lx*ri mereka batas wilayah clan membuat me
tidak pclak lagi, hampir selalu dibebani berba reka percaya tentang nasib yang sama yang
gai idealism.- secara berlebihan, sehingga orang layak memperoleh .pengorbanan besar. Akan
memahaminya dengan arti yang berbeda-beda (etapi, bangsa bukan sesuatu yang arbiirer juga.
clan berbual uniuk mencocokkan India dengan Batas-batas wilayah clan identitas memang ada,
persepsi mereka sendiri-sendiri. Tetapi ilu lidak sehingga yang diperiukan sebenamya adalah
mengapa mereka ada. Mungkin saja mengata
berarti bahwa India secara absolut tidak memi kan bahwa sekelompok orang hanya mengkha-
yalkan keberadaan suatu bangsa, tetapi pernya
liki signifikansi yang slabil. taan ini tidak menyelesaikan masalah yang
Mungkin upaya Rushdie untuk berfilsafat lebih serius: mengapa mereka pada awalnya
bersedia membayangkan keberadaan bangsa?
tampak sangat berarti bagi sebagian pembaca Mengapa mereka bersedia menerima dan men-
telapi bagi saya, cara Rushdie menanggapi per- dukung, misalnya, pembagian tanah dan pemi-
masalahan filosofis tampak asal-asalan. Pernya- sahan manusia yang jelas-jelas arbitrer? Pengua-
taan-pernyataannya, pada akhirnya, jelas-jelas sa-penguasa kolonial Inggris di India tak henti-
saling kontradiktif satu sama lain. Jika tidak ada hentinya mengatakan bahwa India tidak per
realita sesudah ilusi, tidak ada basis apapun nah, dan tidak akan, mempakan suatu bangsa.
bagi kita untuk mengetahui apakah mereka itu Namun begitu banyak orang yang tinggal di
sebenamya ilusi atau bukan. Rushdie ingin tam-
pil sebagai penulis yang menuntut kebenaran dataran anak benua ini mencari bentukan iden-
dari "kekuasaan" tetapi kemudian ia menga
litas nasional dan memaksakannya di hadapan
takan bahwa kebenaran itu tidak lain dari penguasa kolonial. Mengapa orang-orang ini
bersedia membayangkan diri mereka sebagai
persepsi masing-masing individual. Maka sans; orang India clan mengapa mereka mampu men-
"berkuasa" bisa saja membalikkan kelx-naran dahulukan suatu identitas nasional di atas ikat-
versi yang diajukan Rushdie dengan versi mere an-ikatan mereka terhadap kasta, kelas, agama,
ka — clan Rushdie hams menerima bahwa ke suku bangsa atau bahasa? Sebelum kita melaju
pada kesimpulan bahwa bangsa adalah fiksi
benaran mereka itu sahib belaka. dengan status dongeng, atau manifestasi dari
Penyajian Rushdie tentang India sebagai
tempat yang penuh mimpi clan khayalan tidak
sahib, baik sebagai taktik politis seni absurdis,
maupun sebagai pemberian karakter kepriba
VI kalam - edisi 6,1995
RI!SI) HIE DAN PRAMOEDYA: BEISIMP ANGNYA NARASI TENTANG BANGSA
kemampuan manusia bermistik-misiik, lebih di tenlang nasionalisme India umumnya dinya-
baik kita hadapi dahulu masalah asal-usul ini. takan bahwa ideologi utama yang melegitimasi
keberadaan negara pasca kolonial adalah pro
Membaca Midnight's Children, orang bah
gram pembangunan ekonomi yang merata bu
kan tidak melihat suatu indikasi bahwa Rushdie kannya kesadaran budaya tentang sejarah yang
mempertimbangkan pertanyaan-pertanyaan di sama atau mitos kebersatuan yang mengada-
atas. Rakyat membayangkan diri mereka se ada. Pembaca dengan kesadaran sejarah yang
bagai orang India dan itulah faktanya, selesai. cukup sehamsnya berharap bahwa seo.ang
novelis yang mengambil bangsa India sebagai
Isi dari imajinasi kebangsaan itu disingkirkan subjek, clan dengan sombong telah menyatakan
clan pembaca dibiarkan menikmati "fantasi ko maksudnya memuiihkan "kebenaran" dari "ke
lektif yang sama arbitrer dan misteriusnya de kuasaan". akan menanggapi persoalan-per-
ngan mimpi pembaca pada malam sebelumnya. soalan ini dengan cara yang lebih bertanggung
Orang-orang India tampak bergerak menuju
konsep nasionalisme entah karena kecelakaan, jawab.
wangsit, kepercayaan buta, atau sekedar hasral Bagi Rushdie, nasionalisme di Asia Selatan
irasional untuk mendapatkan agama atau aliran
tampak sebagai laniasi massa tanpa suatu rasio-
kepercayaan bam. Pada satu bagian yang sa
ngal ganjil, ia menggambarkan nasionalisme nalitas, atau reiorik penuh kebohongan yang
India seperti sebuah mimpi yang "secara perio- dilontarkan oleh politisi-politisi dan'jendral-jen-
clik akan membutuhkan penyucian clan pemba- dral korup. Dalam bentuk yang manapun ia li
haruan yang hanya bisa dilaksanakan dengan dak berhasil menyajikan isi yang memadai.
ritual-ritual berdarah." (130) Selumh pemban-
Argumen saya kemudian adalah bukannya
taian dan peperangan di Asia Selatan kemudian Rushdie menunjukkan banyak fakla yang salah,
diinterprctasikan sebagai ritual religius bagi seperti yang banyak dituduhkan oleh banyak
dewa-dewi bam bangsa yang merdeka, dan kri.ikus, tetapi justm ia menunjukkan ke.salahan
nasionalisme, tanpa kecuali, dipersamakan de dalam melihai lakta-fakta penting. Ia adalah
ngan kepercayaan kuno yang membuiuhkan
sesajen tems-menems. "narator yang tidak anda!"'* bukan karena ia
Tampaknya perlu disodorkan sesuatu yang salah menganggap Ganesha sebagai penulis
lebih jelas meskipun ini akan memberi kesan
Ramayana atau keliru menggambarkan lokasi
bertele-tele dan tidak sastrawi. Gerakan nasio- sebuah kota. Ia berada terlalu jauh dari bahkan
nalis India yang memperjuangkan clan meme- aspek-aspek dasar nasionalisme India sehingga
kesalahan-kesalahan lakiual ini menjadi tidak
nangkan kemerdekaan adalah suatu gerakan
ma.ssa yang melibatkan buruh, petani, penga- penting lagi. Rushdie mengatakan bahwa cerita
Saleem "bukanlah sejarah, tetapi cerita itu ber-
cara, dokter dan intelektual. Gerakan ini tidak
main dengan bentuk-bentuk historis" dan
bisa dipisahkan dari perjuangan-perjuangan un mengcluh pada saal orang menganggap buku-
tuk memperoleh tanah, upah. kemajuan ekono
mi clan demokrasi. Banyak orang bersedia nya sebagai "buku referensi aiau ensiklo-
membayangkan dirinya bagian dari bangsa
India karena berbangsa berarti hal-hal yang pedia."l7 Tetapi Rushdie, seperti biasa, mcnga-
kongkrit: pendistribusian ulang tanah. pendidi jukan dikotomi yang salah antara permainan
fakta dalam fiksi clan pengkatalogan fakla seja
kan massal, hak memilili dan bersuara. kelx-
rah. Dalam tradisi penulisan novel historis ter
basan sipil. Negara yang ada sesudah tahun
1947 diharapkan menjadi neniamin aspirasi- dapat keleluasaan bercerita yang memung-
kinkan pengungkapan kenyataan-kenyataan
aspirasi ini. Dengan demikian, dalam studi-stu- sosial dengan berbagai segi yang lebih kompre-
hensif. Tentu saja suatu hal yang tolol untuk
kalam edisi 6,1995
55
I G tl ST I AliUNC A Y II R A T I II
adalah bangsa pelupa." (37) Pada saat yang
sama, Rushdie memiliki caranya sendiri untuk
lupa. Sebenarnya tidak akan terlalu sulit bagi
Rushdie; untuk lebih Ixrtanggung jawab dalam
menyampaikan pemahaman yang sedikit ba
nyak akurat tentang sejarah non-fiksi melalui
novelnya ketika ia sendiri secara eksplisit
"memlxirgolkan" ceritanya pada sejarah. (1) Di
akhir MC, Saleem mengklaim bahwa usahanya
mengingat masa lalu bertujuan untuk mendidik
bangsa yang hanya Ixrpikir tentang masa kini;
kenangan-kenangannya yang tertulis dalam bu
ku tersebut "menunggu untuk dilampiaskan
pada bangsa yang menderita amnesia." (549).
Rushdie seakan-akan ingin mengatakan scsuatu
yang berarti tentang sejarah India abad ke dua
puluh dan mengingatkan generasi sekarang,
temtama angkatan • muda yang digambarkan
lx:gitu banyak pada akhir novel, kepada cita-
cita awal bangsa yang lebih dewasa. Banyak
kritikus memperhilungkan usaha ini secara
serius (coniolmya, Brennanj. Rushdie sendiri
mengatakan dalam esainya "Imaginary Home
lands" bahwa "novel adalah salah satu cara
mengabaikan kclx:naran resmi buatan politisi",
dan, mengutip Milan Kundera: "Perjuangan
manusia melawan kekuasaan adalah perjuang
an ingatan melawan kelupaan."20 Akan tetapi
jika tidak ada upaya untuk jujur pada penga-
mengharapkan sebuah novel menjadi sebuah laman historis, kemudian dengan basis apa
ensiklopedi lakta, tetapi novel sehamsnya me- Rushdie akan melawan para politisi tak ber-
miliki sesiiaiu yang relevan untuk menggam- nama itu?
barkan stmktur perasaan/kesadaran, habitus, Orang mungkin berpikir bagaimana mung-
cara pandang dan cara pikir pada waktu kin Rushdie berbicara mengenai politisi seperti
tertentu. °bat generik? Apakah semua politisi itu pem-
Kushdie memiliki kesenangan tersendiri bohong? Jika demikian halnya, siapakah yang
uniuk inenggambarkan kebangsaan India se- memiliki suara otcntik? Bagaimana ia bisa ber-
kedar soal melupakan, hampir sama dengan bicara soal memerangi kekuasaan dengan me-
apa yang dikatakan Renan "esensi suatu bangsa mori? Kekuasaan yang mana, milik siapa, untuk
adalah selumh individual memiliki banyak hal apa, atas siapa, dan di mana? (Dan, kita bisa
yang sama, dan juga bahwa mereka sudah me- menambahkan, memori tentang apa?) Rushdie
lupakan banyak hal"i" atau seperti Ben An- mengklaim bahwa cerilanya tentang kekejaman
derson beri>icaia tentang "amnesia nasiona- Angkatan Bersenjata Pakistan di Bangladesh
lisme"."9 Saleem Sinai mengatakan bahwa "kita pada tahun 1971 adalah salah satu contoh ba-
^ kalam-edisi 6,1995
RUSD II IK DAN I'RAMOEDYA: BERSI MPANGNYA NARASI TENTANG BANGSA
gaimana ia dengan terani menghadapi para Saleem sering bersembunyi pada masa kecil-
politisi pembohong ItU: "'Kebenaran negara'
tentang perang di Bangladesh, misalnya, adalah nya, dan menara jam tua dari mana ia bisa
bahwa Angkatan Bersenjata Pakistan tidak
melakukan tinclak kekejaman di daerah yang melihat kehidupan publik India tanpa hams
pada saat im disebut Sayap Timur." Tetapi Rus- terlibat di dalamnya. Ketika Rushdie mengang
dhie tidak merinci lebih jauh bahwa pernyataan
tersebut adalah "kebenaran negara" Pakistan; gap "kekuasaan" sebagai musuh, dan selumh
bukannya "kebenaran negara" bagi pemerintah masyarakat tampak jenuh dengan kekuasaan
India dan Bangladesh yang telah mempu- tersebut, dengan sendirinya ia hanya akan me
blikasikan kekejaman tentara Pakistan dengan nemukan kedamaian dalam isolasi, di luar
lengkap. Bagaimana mungkin Rushdie meng masyarakat sama sekali. Jika hal yang massal itu
anggap penulis sebagai sosok yang begitu spe-
sial, dengan menunjukkan "kebohongan fakta- "memusnahkan", untuk benar-benar hidup
fakta resmi", apabila yang ia lakukan semata- orang hams lepas dari masyarakat
mata mempertentangkan "kebenaran Negara" Menjelang akhir novel, Saleem mengalami
transformasi dari seseorang yang berperan da
yang satu dengan "kebenaran Negara" yang lam sejarah dunia ke pribadi yang biasa-biasa
saja. Ia tidak lagi secara magis terdiri dari suatu
lain?2i
bangsa ataupun mengandung peristiwa-peristi
Pertentangan antara "penyair" generik dan wa sejarah nasional di dalam dirinya, tidak juga
"politisi" generik yang diajukan Rushdie (259) ia berharap untuk memiliki keajaiban-keajaiban
merefleksikan pandangan politik yang sinis dan
itu kembali:
pandangan yang luar biasa miskin tentang ke-
"Mengapa, sendirian di tengah-tengah lebih-
senian. Ia tidak mampu memberi kredit ter
darilimaraius-juta, saya hams menanggung
hadap aktifitas politik apapun. Pada akhir MC, beban sejarah?... Saya tidak ingin menjadi
kegagalan proyek nasional India menjadi kega apa-apa kecuali saya sendiri ...ketika segala
galan segala macam bentuk aktifitas politik. sesuatu yang keluar dari diri saya hampir
Politik memaksa orang keluar dari kehidupan
pribadi mereka, di mana mereka bisa berkhayal terakhir; ketika retak-retak ini semakin
tentang mimpi-mimpinya dengan leluasa, dan melebar ke dalam — saya bisa mendengar
dan merasakan sobekan merotek serpih —
saya menjadi makin kums, hampir tidak
tampak; tidak banyak yang tersisa dari saya,
masuk ke dalam tirani massa. Saleem berkata clan segera segalanya akan musnah. Enam
ratus juta sertxik debu, selumhnya trans
pada akhirnya, "Saya sampai pada suatu kesim- paran, tidak terlihat seperti gelas..." (457-
pulan bahwa privacy, kehidupan terpencil
masing-masing orang, lebih menyenangkan ke- 458)
timbang aktifitas makrokosmis yang berlebihan
in (518). Pada kalimat terakhir buku ini, Saleem mulai menjabarkan dirinya bukan
Saleem mengeluhkan bahwa orang-orang India lagi sebagai India, tetapi seperti salah satu dari
hams "meninggalkan privacy dan terhisap sekian ratus juta orang India. Tetapi setelum-
dalam pusaran-pusaran masal yang memusnah- nya ia mendefinisikan setiap orang India seba
kan." (552). Rushdie menggunakan tiga Simbol
untuk mengekspresikan tempat-tempat pribadi gai makhluk yang terisi selumh dunia:
yang nyaman bagi Saleem: mang rahasia di "Siapakah apakah saya? Jawaban saya: saya
adalah jumlah total segala-galanya yang ada
bawah tanah di mana ibunya, Mumtaz, dan sebelum saya, semua yang orang lihat telah
Nadir Khan (suami pertama ibunya) mengha- saya lakukan, segala yang telah mengenai
biskan waktu mereka, keranjang cucian tempat saya ... Saya bukan pengecualian dalam
kalam edisi 6, 1995
57
I GUSTI AGUNG AYU RATI II
soalan ini; setiap "saya", setiap satu dari Rushdie memiliki pandangan yang begitu
sekarang enam-ratus-juta-plus kita, mengan- idiosinkratik terhadap realita sehingga tampak-
dung massa yang sama." (456-458) nya ia lidak perlu repot-repot "memborgolkan"
ceritanya pada sejarah India. Ia sendiri tampak
Di tempat d: mana keberadaan Saleem bimbang dan Saleem pun bertanya: "Apakah
begitu nienentukan, MC meninggalkan pem- saya sudah bergerak terlalu jauh, dalam hasrai
bacanya dengan India sebagai koleksi acak 600 yang menggebu-gebu untuk menemukan mak-
juta orang. Pada kalimat terakhir sepanjang ha na, sehingga saya siap untuk memutarbalikkan
laman buku, Saleem mendeskripsikan, dengan segalanya — untuk menulis kembali selumh
gaya kesadaran berarus surealistik, kehancur- sejarah masa-masa yang aku lewati sekedar un
annya di tengah-tengah "massa yang tergu- tuk meletakkan saya sendiri dalam peran sen-
guran" sambil saling tarik dan dorong dengan tral? Hari ini dalam kebingunganku, aku tidak
segala cara, "massa dengan banyak kepala di bisa menilai. Aku hams meninggalkannya pada
jalan-jalan ... kita akan bergerak ke selatan se orang lain." (198)
latan selatan menuju ke pusat kemmunan yang
penuh huru-hara ... kemmunan. kemmunan Usaha Rushdie menangkap kembali terba-
yang padat. kemmunan tanpa batas, tumbuh gai fragmen kehidupan "nasional" lerlihat lebih
hingga memenuhi dunia ... kita akan mening sebagai pengabaian keberadaan perjuangan
galkan taxi kita clan mimpi-mimpi supir laxi itu, strategis dari hari ke hari, perlawanan kolektif,
di kaki kita yang berada di antara kemmunan clan sumber kekuasaan alternatif, daripada
berdesakan ... saya sendirian di tengah-tengah sebentuk keprihatinan terhadap "tekad yang
lautan angka, angka-angka berbaris satu dua dibutuhkan dan yang disesali dalam mem-
tiga, saya dihantam dari kiri dan kanan semen- bangun bangsa."22 Sebaik mungkin ia mencoba
tara sobekan yang merobek serpih mencapai menggambarkan praktek kompsi penguasa elit,
klimaksnya, dan tubuhku menjerit ..." (551) ia tidak bisa membayangkan subjek politik
Adegan final ini menggambarkan seseorang altemalif kecuali penyair individual. "Massa"
yang menghadapi massa tak bernama, sendi digambarkan berkompromi claiam penindasan
rian di tengah-tengah 600 juta orang India. terhadap mereka atau kacau-balau dalam per
Tidak ada agen kolektif di antara si manusia lawanan. Argumen Rushdie bahwa pandangan
dan massa misterius tak bemama yang keber- seseorang itu fragmentaris tidak membebaskan
adaanya ditentukan hanya dengan angka-angka seorang narator dari tanggung jawabnya untuk
basil sensus. Inilah perspektif paracligmatis in memilili fragmen yang mana yang akan ditulis.
dividual. Gagasan bahwa setiap orang me- Sejarah siapa yang ingin dia hidupkan kembali?
ngandung sekian banyak hal semata-mata Seperti yang ditulis Aijaz Ahmad, claiam komen
memperkual perspektif tersebul clan menun tamya tentang cara Rushdie memandang "ser-
jukkan kegagalan memperhit.ingkan agen-a^en pihan" dalam salah satu novelnya, Shame: jika
kolektif tertentu yang menjembatani orang kila tidak memilili "serpihan" realita kila sen
perseorangan dengan totalitas. Apakah sebegi- diri, "serpihan" tersebut kemudian akan dipilih-
tu nyamannya bagi seorang individualis untuk kan untuk kita oleh asal kelas kita, pekerjaan
sc-penuhnya sendiri clan membayangkan diri kita, lingkaran pertemanan dan keinginan kita,
sendiri mengandung selumh dunia? Dan apa cara kita menghabiskan waktu senggang, ke
kah tidak mengerikan berada di dunia luar di cenderungan kila dalam bersastra, afiliasi po
mana sekumpulan manusia tampak seperti litik kila — atau tidak semuanya. Tidak ada
massa lak bernama dan tak terwajah? "serpihan" yang netral, bahkan tidak bisa juga
lidak mengetahuinya.23
58 kalam • edisi6,1995
RUSDHIE DAN PRAMOEDYA: BERS I MPANGNYA NARASI TENTANG B•\ \ i, ,s A
Perjalanan kilat Saleem ke selumh India sejumlah fakta yang didapat dari koran tentang
politik India dan di atas semua im dikaranglah
hanya menghasilkan luncuran yang hebat me- sebuah cerita yang mengikuti palokan umum
nuju solipsisme.24 Dalam dunia semacam itu, dongeng: tukang sihir jahat, kelakuan gaib.
takhyul ... Akhirnya dongeng tersebut hanya
lidak ada perbedaan antara ilusi dan realitas.
MC dalam hal ini memiliki banyak kesamaan bisa berbicara tentang keabadian dan tidak
dengan tulisan perjalanan turisme di mana na- mampu masuk claiam hubungan dialogis de
ratornya, merasa terasing dari masyarakat-ma- ngan fakla-fakta sejarah. Rushdie terus menems
syarakat yang tampaknya aneh dan eksotis menyemkan aspek-aspek "kondisi manusia"
sepanjang perjalanannya sampai pada kesim- yang tampak kekal —misalnya, "pertentangan
abadi antara yang di dalam dan di luar" (283)
pulan bahwa perjalanannya keluar sebenamya — yang sebenamya memiliki tempat terbatas
adalah perjalanan ke dalam. Beterapa post claiam novel yang bermaksud menyejarah.
stmkturalis (cf. Wilson) mungkin melihat lebur-
nya makna interpersonal semacam ini "menye- Gaya penggabungan dua genre tersebut ti
nangkan" karena satu-satunya alternatif yang dak akan terlalu mengganggu seandainya Rush
mereka tangkap adalah musuh bayangan ter- die tidak sekaiigus menyatakan, di luar maupun
tentuk pengetahuan objektif yang sempurna. di dalam teks, bahwa novel merepresentasikan
total dan komplit. Ada tingkatan kelengkapan suatu kebenaran sejarah yang rele,van dengan
perjuangan politik. Penclapal Rushdie inilah
dan ketepatan yang berbeda-beda dalam me yang ingin saya perdebalkan. Pertanyaan apa
kah gaya realisme magis dalam bentuk dan
mahami realita dan pernyataan sepelc tentang pemakaiannya sendiri tidak lepat bukan isyu
realitas sebagai ilusi hanyalah pertnakluman yang akan dibicarakan di sini.
yang bumk untuk tidak bersinggungan dengan
Midnight's Children seakan-akan bercerita
kompleksitas serupa ini. Rushdie ingin "mene- tentang suatu bangsa. Ternyata novel ini lebih
lan dunia", ini dinyatakan berulangkali seperti
refrain dalam MC, tetapi ia pada akhirnya ia banyak berkutat dengan perspektif individualis
menemukan lidahnya sendiri tersangkul di tentang politik clan kenyataan, peremehan ter
tenggorokannya. hadap nasionalisme sebagai suatu gerakan
karena sifatnya yang menghancurkan indivi-
I.ukacs pernah mengamati bahwa penulis-
penulis novel historis pada zamannya terbelah dualilas, dan evakuasi kondisi-kondisi historis
antara "keinginan untuk bergantung pada fak- dan agen-agen nasionalisme. Rushdie memulai
ta" dan konsepsi kreasi artistik yang "semurni-
nya subjektif". Ia mengutip komentar Alfred menulis sejarah bangsanya melalui otobiografi
Doblin: "Novel-novel zaman sekarang, tidak seorang laki-laki yang hidup soliter. Di tengah
saja historis, tetapi juga berhadapan dengan jalan bangsa itu kehilangan karakternya sebagai
dua aliran — satu berasal dari dongeng dan entilas kolektif, interpersonal dan sosial dan ke
lainnya berasal dari laporan."25 Bisa dikatakan
bahwa MC mempakan kombinasi dongeng clan mudian tercerai-berai di antara loncalan-loncat-
laporan, terns menems melompat dari satu
tonggak ke tonggak lain tanpa menemukan an dongeng dan reportase dangkal yang ter-
jalan tengah. Penemuan artistik Rushdie tidak
melengkapi maupun memperjelas fakta-fakia seret-seret.
sejarah; kreativitasnya melaju sesukanya sendiri
dan hanya memperhalikan fakta-fakta historis Pramoedya: imajinasi kcadilan dan
sepanjang diperiukan demi susunan kronologis
cerita dan bahan parodi. Pembaca menghadapi modernitas
Kuartet Pramoedya bisa membantu kila
mc-ngingat apa yang dilupakan Rushdie dan
membawa kita pada kenyataaan yang sama
kalam edisi6, 1995 59
I GUSTI AGUNG AY II RATIH
sekali diabaikan dalam MC. Tetralogi ini ditulis tiwa sebelumnya seperti yang dilakukan Sa
dengan narator fiktif sebagai orang pertama
yang menceritakan kembali perjalanan hidup leem. Minke menulis naratif linear yang ber
nya sendiri. Secara formal, strategi ini mirip de
gerak secara kronologis. Me.ode semacam ini
ngan strategi naratif yang digunakan Rushdie. tentunya akan tampak lebih menarik bagi Pad
Tetapi narator Pramoedya, Minke, tidak meng- ma claiam MC, kekasih Saleem dengan kese-
intempsi ceritanya dengan renungan-renungan derhanaan cara bcrpikirnya selalu mengingin-
tentang ketidakjelasan kenyataan dan nasib. kan narasi clan objek yang tegas dan jelas apa
Rangkaian cerita dalam tetralogi ini disajikan maunya. (72) Rushdie mungkin menganggap
dengan jujur kepada pembaca lewat ingatan-
ingatan subjektif, tidak ada keinginan untuk naratif linear sebagai strategi yang kurang
menunjukkan pengetahuan objektif yang sem- canggih bagi seorang penulis jika diperiiaiikan
purna tentang masa lalu. Namun Minke begitu
percaya diri bahwa ia setia pada pengalaman- cara Saleem mengabaikan saran-saran Padma
nya sendiri dan oleh karena itu tidak dihantui
keinginan menunjukkan kemungkinan kurang- dan memperolokkannya sebagai "what-happe-
nya objektifitas. Pada halaman pertama buku
kesatu, Minke menuliskan bagaimana ia me- ned-nextism." (38-39)28
ngumpulkan catatan-catalan uniuk bukunya: Di sisi lain, Pramoedya menulis dengan
Tigabelas tahun kemudian Catalan pendek waktu yang terurutan untuk memteri pembaca
ini kubacai dan kupelajari kembali, kupadu kepekaan terhadap perasaan tokoh utama yang
dengan impian, khayal. Memang menjadi hidup dari peristiwa satu ke peristiwa lainnya.
lain dari aslinya. Tak kepalang tanggung. Minke sering mengajakan bahwa ia tidak pasti
Dan begini kemudian jadinya.26 apa yang akan terjadi selanjutnya. Menariknya
ia toh bersedia tertahan di tengah ketidak-
Belakangan, di buku kedua, ketika Minke pastian ini dan sesungguhnya ia menikmati hal
lagi-lagi mengungkapkan prosedur naratifnya, ini dalam prosesnya. Pandangan Minke diung-
ia tidak berpanjang-panjang mengurai: kapkan pada halaman pertama buku kesatu
pada saat ia mengakui bahwa ia menuliskan
Demi umtan cerita ini baiklah kususunkan catatan-catatannya sewaktu ia "tidak tahu apa
yang akan terjadi":
kembali rangkaian tulisan dan suara-suara
yang tertangkap olehku dalam hubungan Hari depan yang selalu menggoda! Mysteri!
dengan kisah-hidupku ini. Beterapa bahan setiap pribadi akan datang padanya — mau-
daripadanya memang berasal dari tahun- tak-mau, dengan selumh jiwa dan raganya.
tahun kemudian, tetapi tak mengapalah.27 Dan terlalu sering ia ternyata maharaja za-
lim. Juga akhirnya aku datang padanya
Betapa Ix'rbedanya cara Minke tercerita de bakalnya. Adakah dia dewa pemurah atau
ngan kecenderungan melanlur narator Rushdie!
Kehadiran Saleem yang sangat dominan me- jahil, itulah memang umsan dia: manusia
mungkinkan Rushdie uniuk mendorong cerita terlalu sering bertepuk hanya sebelah
tentang bangsa India ke persoalan psikologis tangan ...(BM, 1)
individual. Minke, sebaliknya, tidak punya ke-
biasaan mengintempsi ceritanya sendiri uniuk Rushdie menulis dengan metafor "menga-
mengaburkan peristiwa-peristiwa atau mem- carkan sejarah"; setiap bab di dalam novelnya
dianggap sebolol acar India (chutney) — selu-
berikan rekapilulasi ringkasan peristiwa-peris mhnya ada 30 Ik>IoI sesuai dengan usia India
sewakm buku ini ditulis — yang akan dile-
takkan di rak untuk konsumsi generasi teri-
kuinya. (548) Saleem menulis seakan-akan
sejarah ilu adalah kumpulan fakta yang sudah
(i) kalam edisi 6,1995
RUSDIIIK DAN PRAMOEDYA: BERSIMPANGNYA NARASI TENTANG BANGSA
tetap dan beku, tanpa kemmitan intelektual. pi Minke digambarkan begitu rendah hati
Apa yang dia scbut "what-happens-nextism" sehingga ia bahkan tidak pernah bisa mene
hams disuplemen dengan pergantian terns me rangkan namanya sendiri:
nems antara masa kini dan masa lalu narator ORANG MEMANGGIL AKU: MINKE.
untuk menciptakan suatu ketertarikan intelek
Namaku sendiri Sementara ini tak perlu
tual: pergantian sempa ini memungkinkan pe- kusebutkan. Bukan karena gila misteri. Telah
aku tinibang: belum perlu benar lampilkan diri
renungan yang menjemukan tentang waktu, dihadapan mata oranglain. (BM, 1)
kebenaran dan kenangan masa lalu. Gaya
Orang bisa membandingkannya dengan
Rushdie yang melantur tentang pemimpinya daftar nama yang dimiliki Saleem: Snotnose (hi-
India clan hubungannya dengan kenyataan ten- dung teringus), Stainface (muka telang), Baldy
tunya melengkapi cerita ala dongeng magis (si botak), dsb. Nama Minke — pembaca me-
macam MC, tetapi baik penyimpangan cerita ngetahuinya belakangan — sangat signifikan
dan tembah-ubah signifikansinya sepanjang
maupun cerita utama telah tersikap tidak adil jalan hidupnya. Justm karena idenlitasnya ter-
terhadap subjektifitas aktor-aktor sejarah India. ubah-ubah, Minke tidak dapat menjadikannya
Sejarah bagi Rushdie, seperti yang dicatal oleh sesuatu yang utuh bulat di luar, alur cerita;
Aijaz Ahmad, "tidak terbuka untuk pembahan, karena identitas itu ditentukan secara sosial, ia
hanya unmk penceritaan kembali."29 Yang pa
ling parah, Rushdie teterapa kali mengguna tidak bisa didefinisikan diluar interaksi-interak-
kan kata "takdir", sebuah kata yang asing bagi
Pramoedya. sinya dengan orang lain. Diceritakan bahwa na
ma Minke didapat dari gum Belandanya di
Saleem didorong dan clilarik melalui peris sekolah. Untuk teterapa waktu Minke tidak
tiwa-peristiwa tersejarah seperti wayang. Ia mengetahui arti nama tersebut dan belakangan
jarang membuat keputusan dan sering muncul bam ia sadar bahwa kata yang dimaksud oleh
sebagai objek sebuah kalimat. Tetapi Minke bu gumnya adalah "monkey". Nama ini termuatan
kan subjek yang pasif. Pertumbuhan pribadinya makna yang kaya. Bagi kolonialis, selumh pri-
sebagai manusia dalam banyak hal menggam bumi terstatus sebagai monyet, clan Minke,
barkan semakin kuatnya keyakinan dia atas ja sebagai "monkey" mempakan suatu cap unmk
lan hidup yang dipilihnya. Dalam hal ini ia be identitas pribumi, yang menyimbolkan peng-
lajar banyak dari karakter Nyai Ontosoroh yang hinaan dan kepemilikan. Tetapi kenyataan bah
kemalangan-kemalangan dalam kehidupannya wa Minke tidak menyadari cap tersebut ("mon
telah memaksanya unmk menjadi individu key" disalahartikan sebagai "Minke") menun
jukkan otonomi subjek kolonial dari kontrol
yang kuat. Ketika ia mengetahui kematian istri kolonialis bagaimanapun sederhana dan tidak
nya, Annelies, di Holland, respon Minke yang disengajanya tindakan penerjemahan ini.30
pertama adalah terdoa. Nyai sebaliknya tersi- Yang lebih menarik lagi, Minke tidak [>ernah
keras untuk melakukan tindakan tegas: temsaha untuk mengganti namanya. Ia menye-
buikan bahwa salah satu temannya, Rotert Jan
"Tidak, Nak, ini pcrhualan manusia. Diren- Dapperste, diberi julukan "Yang paling penge-
canakan oleh olak manusia, oleh hati ma cut" clan karena ia tems-menems dipanggil se
nusia yang degil. Pada manusia kita hams perti itu lama-kelamaan ia merasa memang se
hadapkan kala-kata kila. Tuhan tidak per orang pengecu. Akhirnya ia mengganti nama
nah terpihak pada yang kalah." (ASB, 36) nya dengan nama pribumi, Panji Darman, dan
Pramoedya menggunakan perkembangan
subjektif Minke sebagai pedoman utama per
kembangan alur cerita dalam tetralogi ini. Teta
- edisi 6,1995 61
1 G 1.1 S T I A G II N G A Y 11 R A T I II
setelah itu ia merasa lebih percaya diri. Tetapi gul claiam soal kebijaksanaan dan ketebasan.
Minke tidak mcmpedulikan arti namanya: Salah satu bentuk keranjingannya pada apa
pun yang terbau Eropa, Minke menulis buku
"What is in a name? Apa arti sebuah nama? harian, suatu aktifitas pribadi yang jarang dila
Orang memanggil aku Minke. Boleh jadi me kukan oleh orang Jawa. Keiika ia terpaksa ha
mang suatu salah ucap dari monkey. Tapi itulah ms meninggalkan sekolahnya untuk meng-
nama. Dia akan tetap membikin aku menyahui hadiri upacara tradisional pengangkatan ayah
bila dipanggil." (ASB, 18) Di sini Pramoedya nya sebagai bupati, kakak laki-lakinya meng-
memperiihatkan dua tanggapan terhadap cap geledah barang-barang pribadinya, menemu
yang diberikan kolonial dan memperlakukan
keduanya sama tenarnya: pertama, menolak kan buku harian Minke kemudian membaca-
nama tersebut dan mengambil nama penduduk
asli (seperti apa yang dilakukan oleh orang nya. Minke menjadi sangat marah oleh pelang-
Afro-Amerika dengan mengambil nama asli garan privacy itu sementara kakaknya lidak
Afrika). atau mendesakkan keutuhan pribadi melihat sesuatu yang salah dalam tindakannya.
seseorang di atas label bernama. Perlu dicatal
Pendidikan Eropa, di luar kota kelahiran-
di sini bahwa Malcolm Link- tidak melakukan n/a. memang mengakibatkan putusnya kelang-
sungan tradisi keluarga dalam kehidupan
kedua-duanya; ia mengganti nama keluarganya Minke. Tetapi ilu lidak membual Minke sepe
menjadi "X" untuk mengaburkan identitasnya, nuhnya memiliki identitas aliemalif. Selinggi
bukan orang Afrika maupun Barai. Dalam ka- apapun ia terangkat oleh penclidikannya, ia te
sus Minke, dipertahankannya nama Minke se tap seorang pribumi, tetap warga negara kelas
cara bersamaan menunjukkan tidak terhapus- dua. Status Minke yang berada di antara dua
kannya jejak kolonialisme dan upaya subjek dunia ini menentukan pola perhubungannya
dengan tokoh-tokoh lain cii dalam cerita. Agak-
kolonial memaknakan nama tersebut; ia seka nya tidak terlalu aneh ketika kemudian ia ter-
kenalan dengan keluarga Nyai Ontosoroh clan
iigus orang Barai clan pribumi. menjadi tetah tinggal di rumah keluarga ini.
Kebimbangan Minke- tentang identitas pri- Nyai Ontosoroh, gunclik pengusaha belanda
yang kemudian menjadi matriark claiam keluar
kidinya, dalam ruang anlara modemitas dan ganya, pengelola perusahaan pertanian besar
tradisi. anlara Eropa clan Jawa, menjadi bahan yang sukses, memperoleh status liminal ganda:
cerita utama pada 2 buku pertama tetralogi ini. pertama, karena hubungannya dengan Herman
I'ramoedya menanggapi permasalahan ini, da Mcllema; kedua, karena ia melaksanakan pe
lam penggambarannya tentang pikiran Minke kerjaan yang umumnya dilakukan oleh kaum
yang berubah-ubah, dengan ketelitian clan ke- lelaki. Menarik sekali cara Pramoedya mengha-
tekunan sastrawan cum sejarawan. Jika Saleem clirkan karakier-karakier yang marjinal dalam
beranjak dari perannya sebagai orang publik ke tradisi budaya ams utama pack, saat itu. Tam-
peran sebagai individu yang menyendiri, lintas- paknya ia ingin menunjukkan bibii-bibit radikal
yang merangsang tumbuhnya gerakan nasio
an perjalanan Minke berlawanan sepenuhnya.
Awalnya, sebagai seorang pelajar di buku per- nalisme di Indonesia.
lama. ia adalah model pribadi yang menyendiri,
memuliiskan hubungan dengan keluarganya Sampai pertengahan buku pertama, Biimi
clan hanya berpikir tentang karir pribadinya Manusia. petualangan Minke masih terbatas
saja Sebagai salah salu dari sejumlah kecil pe pada mang-mang pribadi di seputaran sekolah
lajar pribumi di sekolahnya ia cukup puas de nya dan di areal Boerderij Buitenzorg. Hubung
an Minke dan keluarga Nyai makin erat dengan
ngan peran yang dilekaikan padanya: Belanda
berkulii coklat. la percaya pada sosok kekuatan
kolonial yang ditampilkan secara sepihak ung-
62 kalam -edisi6 1995
RUS DM IE DAN PRAMOEDYA: BBRSIMPANGNYA NARASI TENTANG BANGSA
linggalnya Minke di rumah tersebut dan kemu Nyai untuk mengawasi Annelies claiam perja
lanannya ke Negeri Belanda, melaporkan da
dian hubungan cintanya dengan Annelies. Ia
lam surat tentang prosesi di pelabuhan yang
tidak berhubungan dengan bumh-buruh mau
dikawal militer Hinclia Belanda:
pun petani di perusahaan Nyai ini clan hanya
sebelum naik ke atas kapal, keretaku me-
mampu mengamati mereka dari balik jendela nunggu di pinggir jalan, menunggu kereta
kamarnya. Boleh dikatakan bahwa hari-harinya
yang akan membawa Mevrouw Annelies.
masih kental dengan persoalan-persoalan yang
mempertanyakan eksistensinya sebagai sosok Beberapa orang kulihat sedang menunggu
yang marjinal, bentuk hubungan yang tidak
lazim antara seorang priyayi Jawa berpendi- di pinggir jalan juga untuk melihat Mevrouw
dikan Belanda dengan keluarga nyai-nyai. Jalan lewat. Rupa-mpanya berita koran tentang
menuju ke dunia luar mulai .erbuka pada saat perisiiwa ini telah menyebar dari mului ke
keluarga ayah Annelies dari Negeri Belanda mulul sampai ke kampung-kampung. Me
menuntut hak perwalian atas Annelies tanpa mang banyak orang memerlukan meng-
mempertimbangkan status Annelies sebagai
anak Nyai Ontosoroh dan istri Minke. Atas
desakan Nyai, Minke mulai menulis secara ter-
atur tentang kasus yang mcnimpanya ini di
koran Belanda lokal. Berangkat dari permasa-
lahan pribadi Minke menjadi wartawan dan
memakai pendidikan Eropanya untuk melawan
ketimpangan hukuin-hukum kolonial yang dis-
kriminalif. tetapi demi apa yang Minke percayai
sebagai prinsip-prinsip dasar Eropa: keadilan
clan kesetaraan. Kasus gugatan Nyai Ontosoroh
dan Minke terhadap pengadilan kolonial ini
menjadi berita yang menggegerkan walaupun
mmah tangga Nyai ini sebelumnya diasingkan
oleh masyarakat akibat tidak lazimnya kehi
dupan yang ada di rumah tersebut: kematian
misterius Herman Mellema di mmah bordil.
hubungan kumpul kebo Minke clan Annelies,
posisi Nyai sebagai pemilik perkebunan yang
berhasil. Menarik diperhatikan bahwa kemudi
an banyak orang, baik yang pribumi maupun
yang bukan pribumi. menunjukkan rasa tidak
puas terhadap kepuiusan akhir pengadilan
yang memberikan hak perwalian terhadap
Annelies kepada saudara yang tidak pernah di-
lihatnya ilu. Penamngan dengan negara kolo
nial, apapun benluknya, sering membuat orang
banyak tersimpati kemudian mendukungnya.
Panji Darman, teman Minke yang climinta
kalam - edisi h. 1995 63
I G U S T I A G U N G A Y IJ RATI 11
ucapkan simpati, dengan terdiri terjam-jam dung di dalam kedua sisi. Di awal perkem
di pinggir jalan ... Makin mendekad Tanjung bangan individualnya, Minke masih sangat con-
Perak, ternyata makin banyak orang dong ke sisi Belanda, berharap, dengan sendi
menunggu di pinggir jalan. Kini mereka rinya, diperlakukan sejajar dengan orang Be
bukan hanya melempari Imaresose] dengan landa, berdasarkan prinsip-prinsip hukum me
batu, juga terteriak-teriak: Kapir! Kapir! reka sendiri. Ia menjadi tersinggung di permu-
laan buku kedua ketika seorang teman Eropa,
Perampas! Kira-kira lima rams meter dari Jean Marais, menyarankan ia menulis dalam ba
daerah pelabuhan, di sebuah jalan yang hasa Melayu supaya ia bisa terkomunikasi
diapit hutan bakau-bakau serombongan langsung dengan publik yang lebih luas. Minke
mcledak claiam kegeramannya seakan-akan se
gerobak orang Madura sengaja menolak seorang telah menuntutnya melepaskan jabalan
memterikan jalan ...(ASB, 19-21) yang begitu penting. la sudah bekerja keras
untuk mencapai status yang cukup tinggi di
Perjalanan Minke belum terakhir dengan
berangkatnya Annelies ke Negeri Belanda. Ia dalam masyarakat kolonial kala itu clan percaya
menjadi sosok publik karena kegiatan jurna- bahwa kalau ia memakai bahasa Melayu itu
listiknya yang terawal dari tragedi dalam hidup mempakan sualu langkah mundur. Perjalanan
pribadinya. Publik bagi Minke, kemudian, ter- nya ke mang-mang publik yang lain mengubah
pusat di sckitar publik pembaca yang nanlinya pendirian ini. Ia mengunjungi pabrik gula di
melebar sampai ke budaya lisan. Pramoedya Sidoarjo, mengetahui penindasan yang dilaku
menuliskan suatu ptoses historis yang aktual di kan oleh pengelola pabrik gula tersebut; ia
mana pers menjadi kekuatan yang luar biasa tinggal dengan keluarga petani untuk teterapa
dalam kehidupan budaya di Hindia Belanda malam dan belajar tentang perampasan tanah
menjelang abad ke-20. Memerangi Belanda da dan ketahanan dan perlawanan penduduk desa
lam konteks yang bam ini bukan berarti mo- terhadap tindakan penguasa kolonial yang se-
bilisasi kekuatan militer (seperti yang terjadi
pada Perang Jawa, 1825-1830) tetapi mobilisasi wenang-wenang.
opini publik. Konsep penting yang dipakai un
iuk memobilisasi opini publik sebenamya ada Sebagian besar isi buku kedua, Anak Se
lah prinsip-prinsip yang diyakini oleh para ko mua Bangsa, adalah percakapan; Minke ber
lonialis sendiri: keadilan dan persamaan hak. bicara dengan banyak orang bam dan juga
Minke, lepas dari kehidupan pribadinya, belajar mendengarkan apa saja, temsaha memahami
bagaimana terperang dengan cara ini, melalui apa yang ia dengarkan. Jepang bam saja me-
ujaran yang tercetak clan dengan senjata keadil raih tempat terhormat sebagai salah satu ke
kuatan dunia melalui industri dan penaklukan
an dan kesetaraan. Kalimat terakhir dalam Bu- dan warganegara Jepang memperoleh persa
maan status legal dengan orang-orang Eropa di
mi Manusia yang diucapkan oleh Nyai kepada koloni-koloni Belanda. Minke mengagumi
Minke menjadi pedoman langkah Minke ke bu- bangsa Jepang yang mampu menaikkan derajat
ku-buku selanjutnya, "Kila telah melawan, Nak, dirinya dari segerombolan kuli dan pelacur
Nyo, sebaik-baiknya, sehormat-hormatnya." menjadi satu-satunya bangsa Asia yang diakui
setara dengan bangsa kulit putih. Namun, ia
Dalam perjuangannya menyelamatkan istri merisaukan bangsa Tiongkok yang tanahnya
nya dari pengasingan, Minke didorong untuk disc-rang dan dikuasai oleh Jepang: "Yang ada
menjelajahi identitas yang bam di antara tam- terasa olehku sekarang: Eropa mendapatkan
batan-tambatan kokoh ideologi kolonial Belan kemuliaan dari menelan dunia, dan Jepang dari
da dan adat Jawa. Ia hams memikirkan kom-
binasi bam dari elemen-elemen yang lerkan-
64 kalam edisi 6, 1995
RUSDHIE DAN PRAMOEDYA BERSIMPANGNYA NARASI TENTANG BANGSA
menggerumiti Tiongkok. Betapa aneh kalau kan di selumh cerita dalam buku ini. Kain se
setiap kemuliaan dilahirkan di atas kesengsa prei berlubang ini dipakai untuk malam per
raan yang lain. Dan betapa kacau diri di tengah tama pasangan tersebut, ternodai darah kepe-
kenyataan dunia, dalam tingkahan pendapat rawanan si nenek, lubang kecil im melambang-
dan perasaan tak terumuskan." (ASB, 39) Minke kan penetrasi, pemandangan yang terbelah-
telah tentang dunia, dan seterusnya. Akan
dan Nyai Ontosoroh kemudian terteman de tetapi, penjelasan apa yang bisa didapat terke-
ngan seorang nasionalis Tionghoa, Khouw Ah naan dengan pemikiran orang-orang India pada
Soe, yang datang ke Indonesia untuk memo- saat im lewat permainan simbolisme dan citra
yang saling terhubungan ini? Hampir tidak ada.
bilisasi komunitas Tionghoa perantauan di Debat yang hebat dan terkepanjangan antara
Jawa. Ia kemudian dibunuh oleh mafia Tiong tokoh-tokoh nasionalis India tentang tradisi clan
hoa di Surabaya. Minke juga terbicara panjang modernitas, keragaman kombinasi yang diba-
lebar dengan Ter Haar, Belanda radikal, yang yangkan clan disodorkan, pertentangan dan ke-
menceritakan kepadanya tentang sistem eko sepakatan yang dihasilkan perdebatan ini, lidak
nomi kolonialisme dan kapitalisme, hal-hal terjabarkan dengan baik dalam novel ini. Benar
yang belum pernah ia pikirkan setelumnya: belaka bahwa gerakan nasional India mempa
pengurasan kekayaan tanah Jawa oleh pengua- kan "perkawinan" antara tradisi dan moderni
sa kolonial Belanda, kontrol pabrik gula terha tas, tetapi perkawinan macam apa yang terjadi?
dap negara dan media massa, dan sebagainya.
Minke mempakan representasi dari salah
Rushdie, sebaliknya, tidak menjelajahi dile- satu penyelesaian dilema modernitas dan tra
disi. Pramoedya mendeskripsikan ripe yang lain
ma subjek kolonial semacam ini, antara kebu melalui karakter Jacques Pangemanann. Ia ada
lah nemesis Minke dan bisa dibandingkan de
dayaan Eropa clan kebudayaan pribumi bagai- ngan Shiva pada MC, tetapi sekali lagi, persa-
manapun pentingnya perkara ini bagi suatu maan ini di permukaan saja sifatnya. Pangema
nann, sebagai Komisaris Polisi negara Hindia
pemikiran tentang gerakan nasionalis India se Belanda, diteri karakteristik sosiologis yang je
perti juga bagi gerakan yang sama di Indonesia. las dan kepribadiannya terbangun sempuma. Ia
Hanya ada satu bagian claiam Midnight's Chil menjadi narator dalam buku keempat, Rumah
dren yang terbicara tentang tentrokan kultural Kaca. Narasi Minke di tiga buku pertama ter
di masyarakat kolonial India: deskripsi Saleem nyata sebagian adalah cerita Pangemanann sen
tentang kakek clan neneknya. Kakek Saleem diri (dikatakan dalam buku keempat). Ia me-
kembali ke tempat asalnya di Kashmir setelah nyita manuskrip Minke, menuliskan pengaiam-
annya melacak Minke, dan kemudian tengge-
menyelesaikan pendidikan doktemya di Jer- iam dalam penyesalan karena telah mensabota-
se gerakan nasionalis yang bam muncul. Akhir
man. Ia menjadi seorang yang atheis dan diteri nya ia menyerahkan selumh manuskrip Minke
pada Nyai Ontosoroh yang kemudian mener-
tugas untuk merawat seorang perempuan Mu bitkannya.
slim konservatif yang menolak tubuhnya disen-
tuh kecuali melalui sebuah lubang kecil di kain Pangemanann adalah seorang pribumi ber-
seprei yang digantungkan seperti tirai pembatas pendidikan Eropa, seperti halnya Minke. Ia la
mang. Kain seprei yang berlubang ini menjadi hir di tengah keluarga Menado. dibesarkan oleh
simbol penting dalam MC untuk menggam ahli kimia Jerman, dan dididik di Perancis. Ke-
barkan pertemuan antara modernilas dan tradisi
clan juga sebagai titik asal dari mana Saleem
melacak kelahirannya. Ilmuwan moderen yang
tidak percaya pada Tuhan mengawini wanita
tradisional yang sangat religius. Cara Rushdie
memanipulasi bahasa simbolik pada bagian ini
tenar-tenar cerdik, seperti juga yang ditunjuk-
kalam - edisi 6, 1995 65
I GUST1 AGUNG AYU RATIH
timbang membayangkan Utopia kemerdekaan kolaborasi dengan kolonialisme tetapi perlu
nasional, di mana tidak akan ada rasisme, keti- dicatat bagaimana Pramoedya menggambarkan
dakadilan clan eksploitasi ekonomi, ia memba interpenetrasi yang kompleks di antara kedua
yangkan yang sebaliknya. Utopia Pangemanann karakter ini. Pangemanann mengenai baik ke-
mirip dengan panopticon Jeremy Beniham:3i pribumiannya maupun pendidikan Eropanya
Hindia Belanda akan menjadi "mmah kaca"-nya dalam diri Minke sehingga ia tidak bisa lidak
di mana segala kegiatan orang-orangnya bisa berpikir bahwa ia sedang menyerang sauda-
dengan mudah dilihat, dimonitor dan diatur. Di ranya sendiri. Ia tertelah antara kesetiaannya
sini Pramoedya menangkap dialektika Pence- pada pekerjaannya dan kepekaannya sebagai
rahan; hasrat untuk mendapatkan kebebasan orang yang terjajah. Dalam tumpukan kemuak-
dan kesetaraan, di satu sisi (seperti direpre- annya terhadap perkerjaannya ia mulai mem-
sentasikan oleh Ter Haar, sosiaiis Belanda) dan pertanyakan "sendi peradaban moderen Eropa":
nafsu untuk mendominasi dan mengontrol, di
lain sisi.32 Eropa bagi penduduk Hindia Belan Kepada siapa hams mengadu? Dalam za-
da, hadir dalam dua bentuk konlradiktif ini, manku kekuatan menang adalah kekuatan
sebagai rejim canggih yang menjalankan repre-
si. pemenjaraan, pengasingan, dan teror clan kolonial. ... Aku sendiri alat kolonial. Gum-
juga sebagai diskur sus tentang kebebasan dan
kesetaraan. Yang terjajah sama bingungnya de gum besar im dengan indahnya menceri
ngan filsuf-filsuf Eropa masa kini claiam meng- takan tentang pencerahan dunia manusia
interpretasikan keteradaan dua konsep yang melalui Renaissance, Aufklaerung, tentang
lahir tersinggungan: prinsip hak asasi manusia bangkitnyu humanisme, pergeseran-perge-
dengan penggusuran clan pemusnahan massal. seran kelas yang dimulai dengan Revolusi
Minke, dalam perlawanannya terhadap rejim Prancis dari feodal ke burjuasi, mereka men-
kolonial, tersekutu dengan sosiaiis Belanda, jajakan pemihakan pada progresivitas se
tentara Perancis yang dihantui trauma akibai jarah. Dan aku tenggelam dalam lumpur
keterlibatannya dalam penghancuran revolusi kolonial begini macam.(/tff,46)33
di Aceh, dan jurnalis Indo-Belanda. Perlawanan
seperti ini dipelajari dari, bagian dari dan me- la merasa seperti ia sedang bermain catur
nyumbangkan kepada gerakan perlawanan dengan Minke. clan ingin memenangkan per-
internasional terhadap kapitalisme. Pada saat tandingan itu, namun ia menunjukkan respek
yang sama, Pangemanann juga memiliki seku- terhadap Minke yang ia anggap sebagai "guru-
tu-sekutu Eropanya sendiri dalam merekayasa nya". Penyesalan membuatnya menulis buku
kehidupan sosial atas nama kemajuan dan demi harian, dan rasa solidaritasnya terhadap Minke
kesenangan berkuasa atas sesama manusia. yang belakangan membawanya pada keputus-
Dialektika Pencerahan yang digambarkan oleh an untuk menyerahkan manuskrip Minke pada
Pramoedya memiliki relevansi historis clan Nyai Ontosoroh.
signifikansi kontemporer yang tidak main-main;
ini tidak ada hubungannya sama sekali dengan Pahlawan soliter dan kembaranya melalui
pertentangan-pertentangan konyol yang diso- pcinandangan sosiologis*1
clorkan oleh Rushdie: baik vs jahat, oplimisme
vs pesimisme. Perbedaan yang penting antara kedua buah
Minke dan Pangemanann masing-masing novel ini bisa dilihat dari bagaimana mereka
merepresentasikan perlawanan terhadap dan
menyajikan "pahlawan soliter" dalam "peman-
clangan sosiologis". Pahlawan Rushdie, Saleem
Sinai, menunjukkan kesatuan dengan jutaan
orang India yang lain dan diteri sedikit karak-
teristik yang tepat: ia teragama Muslim clan
66 kalam-edisi6,1995
RUSDHIE DAN I'RAMOEDYA: I) ERSIM PAN G N YA NARASI TENTANG BANGSA
besar di kalangan borjuis bam India tetapi lurkan tangan. Aku teiheran-heran clan ki-
identifikasi religius dan kelasnya ini tidak ber- kuk menerima jabatannya. Ini bukan adat
Pribumi; Eropa! Kalau begini caranya tentu
dampak apa-apa bagi kelangsungan cerita Sa aku akan mengulurkan tangan lebih dahulu.
leem. Di bagian-bagian lain, ia bisa menjadi tak
Tamu Annelies juga tamuku," katanya
bemama; tak berbahasa ibu: ia bisa muncul di dalam Belanda yang fasih. "Bagaimana aku
hams panggil? Tuan? Sinyo? Tapi bukan
mana saja di selumh penjuru anak benua itu
tanpa usaha keras clan mampu berkomunikasi Indo ..."
lewat telepati dengan anggota Midnight's Chil
dren Conference. Wilson mengamati bahwa "Bukan Indo..." apa aku hams panggil
Saleem sebagai "tokoh majemuk Hindu, Muslim dia? Nyai atau Mevrouw? (BM, 16)
dan Inggris, bebas dari sejarah."35 Seperti to
koh-tokoh dalam novel Rushdie yang lain, Pembaca karya Pramoedya dibiarkan ter-
Shame, Saleem "melayang di atas" sejarah kehi- kesan oleh stratifikasi ras yang begitu rumit di
dupannya sendiri. zaman penjajahan, susunan yang hampir sama
kompleksnya dengan sistem klasifikasi di ko-
Pahlawan Pramoedya memiliki identitas loni Belanda yang lain, Afrika Selatan. Per-
yang jelas. Lebih dari itu, identitas tokoh utama soalan rasialisme ini menjadi penting dibicara-
inilah yang menjadi penggerak alur cerita. la kan apabila orang akan mendiskusikan nasio
mempunyai bahasa ibu. aksen. pendidikan. nalisme di Hindia Belanda. Karen;, bagaimana
tempat lahir. ras dan kelas lertenm. Implikasi gerakan nasional merundingkan identitas na
dari aspek-aspek identitas ini dijabarkan de sional yang mampu mengatasi segregasi rasial
ngan detil yang tegas dan jelas. Interaksi-inte- sedalam itu clan bagaimana gerakan tersebut
raksi yang Minke alami pada saat ia melalui
berbagai "pemandangan sosiologis" baik yang
ia lampaui batas-batas sosialnya maupun yang
ia pertahankan dilukiskan dengan seksama,
temtama dalam hal penggunaan bahasa. Refe
rensi pada tiga bahasa utama claiam kehidupan
masyarakat kolonial di Jawa pada awal abaci
ini: Belanda, Jawa dan Melayu yang mempe-
ngamhi hirarki status sosial dan pola hubungan
antar individu makin memperkaya pcnggam-
baran lingkaran-lingkaran sosiologis yang ikut
memtentuk keutuhan karakter tokoh utama.
Salah satu contoh terbaik deskripsi Pramoe
dya tentang lingkaran sosiologis yang ditemui
Minke dalam perjalanan panjangnya adalah
pertemuan Minke pertama kali dengan Nyai
Ontosoroh. Perhatikan kepadatan pertimbang-
an yang muncul claiam waktu yang sesingkat
itu:
Dan aku ragu. Haruskah aku ulurkan tangan
seperti pada wanita Eropa, atau aku hadapi
dia seperti wanita Pribumi — jadi aku hams
tidak peduli? Tapi dialah justm yang mengu-
kalam - edisi6, 1995 67
1 G U S T I A G U N G A Y II R A T I H
terbelah karena hal yang sama? Salah satu karakter yang paling politis da
Perjalanan Minke di lingkaran-lingkaran lam MC, dan juga di karya-karya Rushdie yang
sosial yang beragam jauh berbeda dengan per lain, adalah chamcha. Brennan telah menulis
jalanan Saleem. Saleem clan keluarganya mela
lui daftar peristiwa penting dalam sejarah India kan bahwa figur chamcha, penjilat dan kola-
— seperti yang biasa tertulis dalam buku-buku borator, mempakan tokoh-tokoh sentral dalam
pelajaran sekolah — dari pembantaian Jallian-
wala Bagh di tahun 1919 sampai pada masa kreasi sastra Rushdie secara keselumhan:
Darurat 1975, dengan efek yang begitu minim
pada ideologi dan paham politik mereka. "Diagnosa Rushdie tenlang nasionalisme India
Tokoh-tokoh yang terperan claiam MC tampak membutuhkan pemaknaan chamcha yang Juas
seperti figur-figur iklan yang bisa dipindahkan dan komprehensif."37 Figur inilah yang dipakai
dari satu peristiwa sejarah ke peristiwa lainnya Rushdie untuk melambangkan orang-orang
dan memiliki subjektifitas pribadi yang sangat Asia Selatan yang telah mencetak ulang Kera-
kecil, tanpa refleksi terhadap peristiwa-peris jaan Inggris "dalam bentuk pribumi"; mereka
tiwa yang mereka lewati. Berbagai transformasi adalah makelar perang yang bam, pengusaha
pribadi Saleem dirancang dengan istilah-istilah serakah clan politisi penghasut rakyat.38 Epi
yang kabur, dari pengusaha penipu ke komu sode tentang Methwold Estate, di mana keluar
nis, ke individu yang menyendiri dan ingin le- ga Saleem Sinai dihamskan untuk memper-
pas dari politik selamanya. Sifat dasarnya yang tahankan perlengkapan mmah tangga keluarga
penyendiri dan supernatural tidak memung- Methwold yang tinggal di area tersebut sete-
kinkan adanya suatu "pengembangan karak lumnya, adalah salah satu contoh konsep
ter".^ Peristiwa-peristiwa penting yang dikutip chamcha. Konsep ini dipakai berulang-ulang
pun tidak dideskripsikan dengan baik sehingga dalam tentuk satire dan parodi untuk menye-
pembaca tidak belajar apa-apa dari novel ini rang pemimpin-pemimpin nasional yang bam.
tentang apa yang menjadi penyebab insiden- Bertahannya sekian banyak struktur, perilaku
insiden im ataupun apa dampaknya bagi dan prasangka kolonial pada dasarnya mem
orang-orang yang hidup pada masa im. pakan fenomena nyata di negara-negara bekas
jajahan dan parodi Rushdie terhadap fenomena
Lokasi-lokasi sosiologis dalam MC dida- tersebut bukanlah satu-satunya.39 Tetapi tanpa
patkan dari "pandangan turis" tentang India; adanya analisa mendalam tentang perubahan-
hampir semua tokoh pendukung adalah tukang pembahan tertentu yang justm terjadi setelah
perahu yang senang mendongcng, tukang su- kemerdekaan diraih, parodi semacam ini ham
lap, tukang ramal, pembawa kotak tergambar, pir tidak ada tedanya dengan pandangan sinis
pawang ular, dan sebagainya, tak satupun dari kaum Tory dari Inggris yang beranggapan bah
mereka ini mempakan kekuatan utama dalam wa rakyat negara jajahan Udak mampu menja-
pembentukan India sebagai bangsa maupun lankan negaranya sendiri. Dengan demikian
kelangsungan bangsa tersebut. Tidak ada dise- tidak bisa pula dikatakan Rushdie telah mem-
butkan peran petani, bumh atau pengacara — berikan "diagnosa (otentik] tentang nasionalis
tidak ada karakter representatif, aktor historis
bangsa India. Dengan menghapuskan tokoh- me India."
tokoh semacam ini clan melupakan pengamat
an terhadap perspektif mereka tentang bang- Pramoedya, sebaliknya, tidak berasyik-
sanya, Rushdie tentu saja dengan leluasa bisa asyik dengan daftar peristiwa-peristiwa sejarah
menyebut India sebagai sebuah "mimpi". yang tersedia untuk mehulis biografi bang-
sanya. Ia menciplakan peristiwa-peristiwa fiktif
untuk mendukung pertumbuhan subjektifitas
tokoh utamanya. Perkembangan logika ter-
pikir sang tokoh yang beranjak dewasa clan
68 kalam-edisi6,1995
RUSDHIE DAN PRAMOEDYA: BERSIMPANGNYA NARASI TENTANG BANGSA
pembentukan kesadaran terpolitiknya mendo- satu sama lain yang dipisahkan oleh hukum-
rong gerakan alur cerita. Tokoh-tokoh pendu-
kung tidak dipilih secara acak dari rombongan hukum rasis kolonial, niemberikan kesempat
an pada mereka yang tidak begitu tertarik pada
sirkus tetapi dari sejarah pergerakan nasional sejarah politik untuk memahami catatan seja
itu sendiri; mereka adalah tipe-tipe ideal yang rah nasionalisme Indonesia. Drama percintaan,
mewakili kecenderungan tertentu pada masa- kesedaan, kehilangan dan kepengecutan yang
nya. Tokoh Minke sendiri bukan tidak mung mewamai kisah-kasih pasangan ini memberi
kin mengacu pada Tirto Adhi Soerjo (1880- warna "populer" pada novel "serius" Pramoe
1918), wartawan pribumi yang mendirikan dya sehingga tidak mengherankan apabila
organisasi moderen pertama di Jawa. Kliouw orang-orang yang tidak terbiasa membaca
Ah Soe, utusan Angkatan Muda Tiongkok yang sastra tertarik untuk menekuni karya-karya
datang ke Hindia Belanda untuk mengorganisir Pramoedya.4i Penerbil tetralogi Pramoedya
kauni Tionghoa perantauan, ada berdasarkan yang juga teman sepengasingan di pulau Bum,
pengalaman Gerakan Pembaman di Cina pada Yusuf Ishak, mengatakan bahwa maksud pe-
tahun 1898. Orang Belanda radikal yang ter- nerbitan buku-buku ini adalah unmk meraih
cakap-cakap dengan Minke di atas kapal da publik yang lebih luas termasuk generasi
lam perjalanannya ke Betawi, mengacu pada muda: "setelah ia [Pramoedya] melakukan pe-
tokoh sosiaiis Belanda, Henk Sneevliet, yang nelitian tentang Tirto Adhi Soerjo s.ebelum pe-
3 mendirikan ISDV (Asosiasi Sosial Demokrat nahanannya ia merasa tersalah jika ia tidak
% Hindia). Pramoedya memang bukan sejarawan menuliskannya. Ia merasa bahwa Tirto belum
profesionai dan ia tidak pernah terpretensi diperlakukan secara adil claiam buku sejarah
I. untuk menulis sejarah. Tetapi, seperti yang di- manapun. Ia memilih tentuk novel untuk me
u tunjukkan lewat biografi non-fiksi Tirto Adhi raih publik baca yang lebih luas."42
I- Soerjo, Sang Pemula (1985), ia melakukan riset
s yang mendalam tentang subjek yang akan dia Ragam pengasingan
a tulis dan buku-bukunya pun kerap dipakai Kemiripan di permukaan antara novel Pra
a sebagai referensi baik oleh sejarawan, maupun moedya clan novel Rushdie mencerminkan ke
l- oleh ilmuwan yang mempelajari Indonesia.40 miripan pengalaman hidup kedua penulis ini.
h Menarik dipertanyakan mengapa Pramoe Dalam beterapa hal keduanya bisa dianggap
l- dya perlu menulis empat buku cerita yang ter- orang-orang buangan. Rushdie sendiri sering
is pusat pada kehidupan seseorang yang juga ia menonjolkan tema pengasingan dalam berba
l- bicarakan dalam biografi non-fiksinya? Jelas gai novel dan esainya. Salah satu esainya me-
i- bisa dilihat bahwa mjuan penulisan tetralogi ini nyatakan bahwa perpindahannya ke Inggris
n berbeda dengan tujuan penulisan Sang Pemu didasari harapan untuk pengembangan pro-
i- la. Di .sini format novel menjadi pendng: ten fesionalisme dan ia mengakui, "Inggris cukup
s- tuk newel memungkinkan Pramoedya menyu- memuaskan bagi saya. "43 Tidak ada yang salah
sun fakta, peristiwa dan karakter sejalan de dengan pilihan Rushdie untuk meninggalkan
k- ngan perkembangan subjektifitas protagonis. India kalau saja ia Udak menyamakan kondisi-
ih Novel juga memungkinkan Pramoedya men- nya dengan kondisi orang buangan: "Mungkin
%- ciptakan tokoh-tokoh terkarakter kuat yang penulis dalam posisi saya, buangan atau emi-
tif dihidupkan dengan teragam ujud emosi yang gran atau ekspatriat, dihantui semacam pera
as tak terdokumentasikan dalam buku-buku seja saan kehilangan, semacam hasrat untuk me
:r- rah umumnya. Kisah tentang hubungan Minke nuntut. "44 Kesantaian Rushdie dalam menye-
in dan Annelies, tentang keterikatan mereka pada tarakan emigrasi sukarelanya dengan kondisi
kalam - edisi 6,1995 69
I G U S T I A G II N G A Y II R A T I II
pembuangan sangal menghcrankan. Sulit me diasingkan ke pulau Bum yang terpencil
mahami bagaimana suatu pilihan pribadi bisa selama 10 tahun tersama dengan ribuan tahan-
digabungkan dengan suasana terpaksa peng an politik Gerakan 30 Septemter lainnya. Di
asingan politik. Kecuali setelah peristiwa peng- dalam suasana pembuangan itulah, ia menyu-
hujatan terhadap karya kontroversialnya Sata sun tetralogi Burnt Manusia.^
nic Verses, Rushdie tanpa halangan berulang-
kali melakukan perjalanan ke India dan Pakis Yang kelihatannya tidak dimengerti Rush
tan; tak ada kekuasaan politik apapun yang die adalah orang-orang buangan umumnya li
memaksa dia untuk tinggal di Inggris. dak "dihantui perasaan kehilangan", mereka
biasanya dicekam keinginan untuk berjuang
Dibandingkan bentuk pengasingan yang mempertahankan hidupnya. Rushdie yang
dialami Pramoedya. kondisi Rushdie jelas jauh tenggelam claiam nostalgia tidak pernah me-
lebih baik. Setelah selama 4 tahun Pramoedya nampilkan pergulatan semacam ini dalam lu-
ditahan lanpa proses pengadilan, Pramoedya lisan-tulisannya, Tanggapannya terhadap "ke
hilangan pertautan pada masa lalu" bcrbeniuk
kepasrahan: "Apa yang hams diperbuat? Ang-
kat bahu. Dan mengacarkan masa lalu claiam
buku.""1 Semangat lulisan Pramoedya, scba-
liknya. tidak lain dari berjuang. Apa yang diu-
capkan Nyai di akhir buku pertama: "Kila telah
melawan, Nak, Nyo, sebaik-baiknya, sehormat-
hormatnya," yang kemudian ditegaskan oleh
Minke di akhir buku kedua: "Ya, Ma, kita
sudah melawan, Ma, biarpun hanya dengan
mului" memperiihatkan posisi Pramoedya
claiam konteks yang lebih luas. Penting juga
diperiiaiikan bahwa kedua tokoh ini berjuang
melawan pengasingan, pengasingan terhadap
orang yang sangat mereka cintai, Annelies.
Kalau Rushdie larul dalam putaran-putaran
dongeng gaib yang berakhir dengan leburnya
perhubungan antarmanusia clan pengunduran
diri ke ruang pribadi, Pramoedya mengembang
penelitian sejarahnya menjadi suatu cerita
panjang yang lidak saja memperdalam ke-
pekaan kita terhadap pergerakan nasional kita
tetapi juga mempertegas komitmen sosial kita.
Jakarta, 11Juli 1995
70 kalam edisi 6,1995
R11 SI) HIB l>AN I'RAMOEDYA: BERSIMPANGNYA NARASI TENTANG li A MIS A
Catalan 71
• Terima kasifa pada John Roosa untuk kri.ik dan komentamya terhadap tulisan ini.
~ Seluruh kutipan berbahasa Inggris saya tenemahkan ke dalam Bahasa Indonesia; adapun kata, Frasa~atau
kalimat yang lebih "berbicara" dalam bahasa aslinya, saya pertahankan uniuk memudahkan pemahaman.
1. Timothy Brennan, "The National Longing for Fomi", claiam Nation andNarration, llomi Bhaha, ed, (London:
ROUtledge, 1990), hal. 49. Dalam versinya yang lebih ekstrim Brennan menyatakan bahwa novel lidak sekedar
a "menycrtai" lerbentuknya bangsa-bangsa tetapi sebenamya, menciptakan, atau membantu menciptakan,
g bangsa. Bangsa adalah "bangunan imajiner yang eksistensinya bergantung pada perangkal fiksi kul.ural di
g mana satra imajina.if memainkan penman yang menemukan." (hal. 49) Argumen.asi Brennan yang dengan
mudahnya ix-rgulir dari novel sebagai penycrta menjadi penentu keberadaan bangsa sudah melebih-lebihkan
penman novel. Masalahnya, lulisan Brennan tidak bchasil menyajikan lak.a-lakt:: yang menunjukkan adanya
suatu bangsa yang eksistensinya benar-l>enar ditentukan oleh novel belaka.
2. Salman Rushdie lahir di Bombay, India pada tahun 1947 dari keluarga saudagar Ixrpendidikan Cambridge
University, Inggris (Rushdie sendiri juga lulusan Cambridge). Sejak usia 14 lahun ia tinggal cli Inggris sampai
II bukunya Satanic Verses yang menggemparkan dunia Islam pada tahun 1989 memaksa dia untuk lidak
mempuhlikasikan domisilinya. Sebenamya ia sudah dikenal sebagai pengarang yang Ix-rbakal cli lingkaran-
lingkaran meiropoli.an di Amerika clan Eropa baik lewat novel-novel awalnya, seperti Gtimus (1975),
Midnights Children (.1980), dan Shame(1984), maupun esai-esainya tenlan;; perma.-.alahan sastra clan sosial
l" politik yang dimual di beri^agai media massa. Khususnya un.uk Midnight's Children ia menerima
h penghargaan bergengsi Bcxikcr Prize pada lahun 1981.
a 3. BumiManusia /ISM/ (1980), Anak Semua Bangsa IASB/ (1980), jejak Ixingkah [flj (1985) dan Rumah Kaca
n IRK] (1988). Untuk ala.san kemudahan, saya akan beberapa kali mengacu pada buku-huku ini denga.i
a menyebutkan luku kesatu, kedua, ke.iga clan keempat sesuai urutan penyebu.an juclul-juclul di alas
meskipun (e.ralogi lersehul tidak hernomor. Kecmpa. novel ini narasinya terjalin secara kronologis sehingga
'8 saya, lagi-lagi demi kemudahan, akan mengacu ke seluruh seri sebagai novel tunggal. Uniuk edisi bahasa
P indonesia tetralogi ini dipuhlikasikan oleh llas.a Milra,Jakarta.
4. Benedict R. O'G. Anderson, Imagined Communities(Ixmclon: Verso, 1983;, hal. 30.
in 5. Seluruh penomoran halaman dalam tancla kurung mengacu pada buku Midnight's Children (New York:
a Penguin, 1991).
III 6. Wawancara dengan Inside Indonesia (Australia). Oktober 1989, hal. 30.
l8 7. Gaya magical realism— uniuk selanjuinya akan clitcrjemahkan "realisme magis" — awalnya digunakan oleh
la Gunter Grass dalam novelnya The Tin Drum clan penulis Amerika Lalin, Gabriel Garcia Marquez, dalam One
Hundred Years of Solitude, ban. kemudian Rushdie mengikuti aliran ini. Gaya penulisan sempa ini
ta menggabungkan elemen elemen realislis dan supcrnalural claiam novel yang sama Lihat Timothy Brennan,
Salman Rushdie and the Third World (New York: Si. Martin Press, 1989), atau Kalhryn Hume, Fantasy and
Mimesis Responses to Reality in Western Literature (New York and London: Methuen, 1984) untuk kelerangan
)5 lebih lanjul.
8. Freclric Jameson, "Third World Literature in the lira of Multinational Capital," Social Text, Fall 1986.
9. Saya mengikuti posisi Aijaz Ahmad yang menolak kanonisasi Saslra Dunia Ketiga dalam hal nasionalisme,
karena "segala hal yang dipertanyakan —mengenai penganih literer, ranah pengalaman, afiliasi politik
pengarang, representasi klas sosial dan gender dalam teks, dan selerusnya — harus disubordinasikan cli
bawah keunggulan pertanyaan tentang 'hangsa' clan semacamnya." In 'theory. Classes, Nations and
kalam -edisi (i, 1995
I CUSTI AGUNG AYU RATI II
Literatures (London: Verso, 1992), hal. 124.
10. Quit India Movement, yang dimulai pada Agustus 1942, adalah gerakan civil disobedience yang dipmpin oleh
Partai Kongres unmk menuntut Inggris meninggalkan India. Gerakan ini merebak ke seluruh penjuni India
dan dengan segera benibah dari gerakan non-kckerasan yang diusulkan Gandhi menjadi pemberontakan
massa yang baru bisa dipadamkan pada akhir tahun 1942. Tokoh-tokoh puncak Partai Kongres, termasuk
Gandhi, ditangkap dan dipenjarakan sampai akhir Perang Dunia Kedua, dan puluhan ribu orang yang
berpartisipasi da'.am gerakan ini ditahan. Sering dLsehut "The Almost Revolution", gerakan ini berhasil
mendelegitimisi kekuasaan Inggris di India dan membuat ide kemerdekaan menjadi hidup claiam keseharian
orang-orang India.
11. SA. Dange, pemimpin CPI; E.M.S. Namboodripad, pcmimpin CP1-M setelah pecah dengan CPI pada tahun
1964; Naxalite adalah gerakan rakyat (CP1-ML) yang dimulai dari desa Naxalbari, Bengal pada tahun 1970-an.
12. CPI= Communis. Party ofIndia, CP1-M= Communis. Party of India-Marrist, CPI-ML- Communist Party of India-
Marxist-Leninist.
13. G.W.F. Hegel, The Philosophy ofHistory Wesv York: Dover, 1956), hal.139-140.
14. Rushdie, "Imaginary Homelands," dalam Imaginary Homelands: Essays and Criticism 1981-1991 (London:
Penguin, 1991), hal. 10.
15. Keilh Wilson, "Midnight's and Reader Responsibility," Critical Quarterly, 26:3. hal.31.
16. Dikutip dari artikelnya "'Errata': Or, Unreliable Narration in Midnight's Children" dalam Imaginary
Homelands, hal. 22.
17. Rushdie, "'Errata': Or, Unreliable Narration in Midnight's Children," Imaginary Homelands, hal. 25.
18. Ernasl Renan, "What is Nation?", dalam Bhabha, ed.. Nation and Narration, hal.ll.
19. Anderson. Imagined Communities, hal. xv.
20. "Imaginary Homelands," dalam Imaginary Homelands, hal.14.
21. Ibid, hal.14
22. Thimothy Brennan, "The National Longing for Form," hal.63
23. Aijaz Ahmad, In Theory, hal. 138.
24. Solipsism: sistem pemikiran yang menerima hanya diri sendiri sebagai sesuatu yang ada atau bisa diketahui.
25. Georg Lukacs, The Historical Novel (Lincoln: University of Nebraska, 1983), hal.273.
26. Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia (Jakarta: Hasta Mitra, 1980), hal.l.
27. Pramoedya Ananta Toer, Anak Semua Bangsa, (Jakarta: Hasta Mitra, 1980), hal.320.
28. Padma selalu bertanya "what happened next?" dengan nada lidak sabar uniuk mengetahui akhir cerita Saleem
setiap kali Saleem berkepanjangan menceritakan bagian-bagian sejarah hidupnya yang tidak terlalu penting
atau membosankan bagi Padma.
29. Ahmad, In Theory, hal. 131.
30. Para teoritisi colonial discourse seperti Edward Said dan Gayatri Chakravorty Spivak yang ccnderung hanya
memperhatikan self-representation dari pihak para kolonialis, dan tidak mengamati bagaimana diskursus
tersebut diterjemahkan ke dalam kebudayaan mereka yang dijajah sebaiknya meninjau kembali pengamatan
mereka.
31. Jeremy Bentham adalah tokoh yang diunggiilkan Foucault dalam hukunya Discipline andPunish: The Birth
ofPrison, terj. Alan Sheridan, (NY: Vintage Books, 1979). Bentham mengajukan konsep bangunan arsitektural
penjara yang sangat canggih —panopticon — dalam bukunya Panopticon; Or, the Inspection House. Dalam
rancangannya Bentham mengusulkan supaya bangunan penjara itu berbenluk melingkar dan dilengah-
tcngahnya ada satu gedung khusus — rumah inspeksi —yang dibuat sedemikian rupa sehingga penjaga yang
72 kalam edisi 6,1995
HIS I) II IE DAN PRAMOEDYA: BERSIMPANGNYA NARASI TENTANG BANGSA
didalamnya dapat mengawasi, mcngontrol dan mengalur orang-orang di dalam penjara dengan seksama
tanpa mereka yang diamali tahu. Ben.ham begiru terobsesi dengan rencana ini lertitama setelah pembantunya
mencuri belx-rapa penilaian makannya yang terbuat dari perak.
32. Karya-karya Foucauli dengan luar biasa dan banyak cara telah begitu prcxluktif mengalihkan kesadaran kita
tentang dialektika ini tetapi saya akan mengajukan kritik Charles Taylor: Foucault pada akhirnya sangat berat
setelah dalam interpretasinya bahwa kebebasan Pencerahan tidak melambangkan apa-apa kecuali sistem
dominasi yang baru dan lebih efektif.
33. Pramoedya Ananta Toer, Rumah Kaca (Jakarta: Hasta Mitra, 1988), hal.46.
34. Istilah Ben Anderson: " ...in a movement of a solitary hero through a sociological landscape..."
35- Wilson, "Midnight's Children and Reader Responsibility," hal.33.
36. Perlu diperhatikan di sini bahwa MC sana sekali tidak mengikuti tradisi bercerila India, seperti yang sering
dikatakan para kritisi sastra; Ramayana dan Mahahharala memberi karakter yang tepat dan detil pada
tokoh-tokohnya dan penampilan tunggal tokoh-tokoh lertentu, seperti dialog Arjuna dan Khrisna dalam
Bhagavad Gila, hanya mengambil satu bagian dari keseluruhan cerita sehingga tidak mengganggu
perkembangan karakter tokoh-tokoh yang lain.
37. Brennan, Salman Rushdie and the Third World: Mythsof the Nation, hal. 91. Secara leksikal chamcha berarti
sendok sedangkan Rushdie mcmakainya uniuk melambangkan perilaku politisi dan pejabat India yang terus
menerus minta "disuapi" oleh Inggris atau "main suap".
38. Ibid, hal.88,
39- Bandingkan ailikel Benedict Anderson, "Old Slate, New Society: Indonesia's New Order in Comparative
Perspective," fournal ofAsian Studies, May 1983.
40. Ben Anderson mengutip karya-karya Pramoedya dalam Imagined Communities; Takashi Shiraishi menulis
artikel khusus tentang buku Sang Pemula, 2 kelas sejarah (History 573 dan 574) di University of Wisconsin,
Madison, memasukkan teiraloginya sebagai litera.ur wajib dan/alau anjuran dalam silabus.
41. Keidi Foulcher membual analisa yang menarik tentang kepiawaian Pramoedya dalam menggabungkan gaya
penulisan populer dengan bahasan yang serins dalam dua novel pertama tetralogi ini. "Burnt Manusia and
Anak Semua Bangsa: Pramoedya Anania Toer Enters the 1980s", dalam Indonesia, no. 32, October 1980,
Ithaca: Cornell Modern Indonesia Project.
42. Wawancara dengan Inside Indonesia, "The Trials of Pramoedya's Publisher", October 1989, hal. 31.
43. "Imaginary Homelands," hal. 18.
44. Ibid, hal. 10, cetak miring ditambahkan.
45. Lihat Catalan Pramoedya tentang pengalamannya sebagai tahanan politik selama di pulau Buru, NyanyiSunyi
Seorang Bisu (Jakarta: lantera, 1995).
46. Rushdie, "Introduction," Cunter Crass on Writing and Politics (New York: Penguin, 1987), hal. ix. Contoh-
contoh yang Rushdie ajukan uniuk menunjukkan "pertau.an pada masa lain" adalah nama-nama Inggris uniuk
1.1 l.i 11 1.11.1:1 dan sekolah-sekolah cli kota masa kecilnya, Bombay. Jika pertautan pada masa lalu itu begitu
sepele, tentu .saja tidak sulit untuk sekedar mengangkai bahu clan melepaskannya dari beban pikiran.
kalam edisi 6,1995 • 73
DANIEL DHAKIDAE
KESUSASTRAAN, KEKUASAAN,
DAN KEBUDAYAAN
SUATU BANGSA
Semua hingar-bingar yang berhubungan dengan penganugeraban hadiah
Magsaysay kepada sastrawan Indonesia, Pramoedya Ananta Toer, boleh dikatakan
mulai mereda setelah peristiwa penyerahan itu sendiri berlangsung, 5 September
yang lalu, di Manila. Belum pernah, sejak tahun 1960-an, reaksi terh?dap suatu
peristiwa sastra berlangsung dengan intensitas setinggi itu. Sebagai suatu reaksi
boleh dikatakan fenomenal. Sampai awal September tidak kurang dari 70 artikel,
berita, transkripsi wawancara radio, surat pernyataan yang beredar.'
D a l a m ketenangan agaknya berguna penandatangan statement yang terkenal itu. Para
untuk sekali lagi menoleh ke lx;la- penandatangan menganggap The Ramon Magsay
kang dan merefleksikan selumh ren- say Award Foundation, RMAF, keliru ketika
tetan peristiwa itu dan melihat apa mengambil keputusan memlx?ri hadiah sastra ke
pada Pram. Alasannya, apa yang diperbuat Pram
yang terjadi dalam kebudayaan kita. Apakah itu pada masa lalu terhadap sesama sastrawan seha-
semata-mata "badai claiam cangkir"? Kalau seluruh rusnya tidak memperkenankan RMAF memberi-
kontrovcrsi ilu hanya terbatas pada bidang .sastra, kan penghargaan sastra teninggi di Asia itu.
mungkin tidak keliru mengatakannya demikian.
Tetapi akan jelas dari survei yang coba saya laku Reaksi kedua, berasal dari para sastrawan
kan semuanya bukan sekedar "badai dalam cang muda, lx>leh dikatakan angkatan muda pada
kir", karena peristiwa sastra ini menyentuh ba umumnya, kaum profesionai dalam kebanyakan
nyak bidang lain lagi. Sentuh-menyentuh antar bidang, kaum pencliti umum, peneliti sastra, war-
pelbagai bidang ilu membuat taruhan di sini men tawan, dosen, clan sebagian sastrawan yangsepe-
jadi lebih besar. Mungkin itu hanya tempiasan nuh-penuhnya mendukung pemlierian hadiah
akibat "badai samudra" lain yang lebih besar. sastra tersebut. Pertimbangan mereka temtama di
berikan kepada prestasi literer pengarangnya, kini
Tetapi bagi masyarakal saslni peristiwa ini dan masa lalu yang gemilang. Prestasi itulah yang
penting untuk melihat dirinya sendiri sekali lagi, jauh-jauh lebih penting dari pada mengungkit-
clan dengan itu merumuskan langkah-langkah ungkit kembali perbuatannya. Mereka tidak per
sastra ke depan yailu memproduksikan karya sas nah menyaksikan sendiri yang disebut sebagai ke-
tra tanpa ilusi tentang dirinya sendiri. salahan masa lalu itu, dan mereka juga sudah
sampai pada suatu titik melepaskannya dari me-
Kontroversi hadiah sastra moria dan meluncurkannya ke wilayah oblivio.
Pada dasarnya semua reaksi terhadapnya bisa Pada hematnya hanya dengan perimbangan yang
dikategorikan ke dalam empat kelompok utama baik antara mengingat dan melupakan, pribadi
berikut ini. Keaksi /x-rtama, dan temtama, adalah
sebagaimana diwakili oleh kedua puluh enam seseorang sehat, dan masyarakat yang sehat ada-
74 kalam edisi 6,1995
r
KESUSASTRAAN, KEKUASAAN DAN KEBUDAYAAN SUATU BANGSA
lah masyarakat yang seimbang dalam memorizing bahwa ada kejadian yang seperti itu. Mereka
dan forgetting. Mengingat sesiiam tanpa lu-nii mengatakan sebagai berikut: "Kami tidak me
adalah obsesi, dan mengingat secara obsesif sela mungkiri bahwa di awal tahun 196()an, di masa
lu lx,'rarti tidak warns, bencana yang terjadi secara 'Demokrasi Terpimpin,1 Pramoedya Ananta Toer
sosial clan politik senantiasa berasal dari sana. ikut aktif dalam memarakkan suasana inioleran
Pendapal penulis muda, Darmaningtyas, beri- clan represil di dunia seni, sastra dan ide-ide. Ne
kut ini kira-kira inenceniiinkan apa yang saya gara telah meniadakan hak sejumlah sastrawan,
maksudkan di atas Menurut pendapalnya, orang seniman dan cendekiawan untuk berkarya." Na
muda yang lahir setelah 1965 tentu terheran-heran mun, apa yang dilakukan pada tahun l°60-an itu
dengan munculnya pernyataan sejumlah seniman oleh negara diteruskan sampai sekarang, dengan
clan budayawan yang menolak pemberiaii Hadiah korban yang berlxxla. Mengulang apa yang sudah
Magsaysay kepada Pramoedya. Katanya, itu meru- clibuatnya akan menjadi suatu tragedi. Tambahan
sak konstruksi Ixiipikir kaum muda. Mengapa? pula, semuanya secara sosial dan politik menjadi
Pertama, pernyataan itu berlawanan dengan ams begitu tidak relevan sehingga mengingatnya kem
besar yang mengharapkan adanya rekonsiliasi de bali lebih menjadi obsesi yang mengganggu ke-
ngan sejarah masa lain. Kedua, adanya polarisasi. warasan dan kreativitas. Karena itu daripada
Dalam polarisasi im peran seniman clan sastrawan mempertahankan memoria lebih baik melempar-
menjadi seorang hakim yang lebih otoriter dari kannya ke claiam oblivio. Sejauh yatjg menyang-
penguasa ilu sendiri. Di sini sulit melakukan pern kut hadiah maka dikatakannya: Hadiah tersebut
Ixxlaan antara jiwa seniman/sastrawan dengan layak dilx;rikan kepada Pramoedya Ananta Toer,
kebenaran-kebenaran yang dikonstruksikannya karena posisinya yang penting dalam penulisan
sendiri. Ketiga, mencenninkan proses berpikir prosa Indonesia sejak awal kemerdekaan 3
dan kreaiivilas seniman/sastrawan, sehingga ga- Posisi keempat secara khusus diambil Bur Ra-
gasan besar tidak ditandingi dengan gr.gasan suanto dan menampilkan varian pendapat lain ia-
besar pula, tapi dengan gosip.^ Di sini dipersoal- gi. Bur tidak melibalkan dirinya pada pilihan
kan bahwa pada akhirnya kreativitas dilawan mendukung atau menolak pemlx;rian hadiah
dengan kekuasaan, dan seniman itulah yang men Magsaysay tersebut. Dia menempatkan selumh
jadi hakim bagi seniman lain, dan menjadi lebih persoalan di atas pada suatu meclan lain sama
kejam. sekali. Sejauh lx;rhubungan dengan hadiah sastra
Pendapal ketiga lx;rasal dari mereka yang dikatakannya tak ada |x-ngarang Indonesia seka
menempatkan diri cli tengah kedua litik ekstrim di rang yang lebih pantas mendapat penghargaan
h atasi lronis bahwa kelompok inilah yaitu para sas intemasional seperti itu selain Pram. Sejauh diper-
i- trawan, aktivis sastra, kesenian, dan kebudayaan soalkan "moralitas" Pram masa lalu maka dikata
li pada umiminya, yang justm menderita secara kannya "Pram memang seorang leman yang per
g telak pada tahun 1960-an yang mengambil sikap nah menimbulkan kesnsahan kepada banyak se
t- ini. Bila dilimbang-limbang kelompok inilah yang kali seniman clan pemikir bebas di Tanah Air.
r- seharusnya melampiaskan amarahnya yang Ixisar. Tetapi Pram adalah seorang mahaputra sastra
Itu tidak dilakukannya. Sebagian dari nama-nama Indonesia." Untuk kesalahannya Pram telah mem
itu bisa disebut di sini seperti Goenawan Moh bayar sikap politiknya ilu dengan amat mahal; di-
amad, Ariel Budiman, Satyagraha Htx-rip, dan ba penjarakan tanpa melalui proses peradilan dan
o. nyak yang lain lagi. Mereka ini lierusaha sepenuh- kemudian dikirim menjadi "orang rantai" ke Pulau
'g penuhnya menjaga keseimbangan di atas antara Bum. Dengan jalan pikiran itu hadiah Magsaysay
Ji memoria clan oblivio. Mereka tahu dan masih menempatkan Pram pertama-tama berhadapan
a- ingai bilamana di-ingat-ingal-kan oleh orang lain dengan dirinya sendiri. Dengan kala lain, Hadiah
kalam - edisi 6,1995 75
DANIEL DHAKIDAE
Magsaysay bukanlah momen ganjaran, moment of ke dalam medan sastra, dalam menentukan apre-
reivard, melainkan momen pengadilan, moment siasi sastra dan menjaga suatu jenis apresiasi sas
of truth, yang hams dihadapi Pramoedya. Selu- tra. Ketika peristiwa pemberian hadiah sastra in-
nihnya meiiyangkut dirinya sendiri dalam arti ternasional yang pada galibnya membangkitkan
Pram hams mengadili dirinya sendiri: rasa bangga bagi suatu bangsa — yang tengah
mencari pengakuan internasional di pelbagai bi
"Kalau Pram menolak, berarti dia masih kon- dang seperti teknologi, ekonomi, olahraga, clan
sisten dan konsekuen dengan cita-cita dan kebudayaan — hadiah Magsaysay justm mem
pandangannya yang lama. Tapi, kalau Pram bangkitkan rasa benci di sebagian kalangan ma
meneiimanya — dan dia memang menerima- syarakat, membangkiikan rasa bangga di kalang
nya — artinya Pramoedya tidak lagi konsisten, an lain lagi. Pertanyaan tetap menarik: mengapa
ia telah meninggalkan paham lamanya dan benci, mengapa bangga? Siapa yang membenci,
mengakui bahwa kampanye yang dilakukan- siapa yang merasa bangga? Semua ini akan men
nya dulu keliru. Tentu ada kemungkinan lain: jadi semakin relevan karena kalau sentimen sema
ia munafik. Kemungkinan yang mana pun, cam im yang dirangsang maka peristiwa im sen
momen seperti ini cepat atau lambat tak tere
lakkan akan datang dan hams dihadapinya, diri sudah bukan peristiwa kesusastraan semata-
justru karena Pram adalah seorang sastrawan mata tapi sudah mengalami suatu metamorfose
besar, Seorang politikus, demikian Bur, perta- dan menjadi sesuam yang lain dengan kesusas
ma-tama diharapkan jujur terhadap masyara traan menjadi salah satu bahan claiam selumh so-
kat, tapi seorang seniman pertama-tama hams cial alchemy, persenyawaan kemis, di dalam ma
jujur terhadap diri sendiri."4 syarakat. Pertanyaan juga tetap bisa diajukan
mengapa semuanya tidak dipersoalkan sebelum
Semua kontroversi ini membuka pelbagai soal adanya keputusan tentang hadiah im?
kebudayaan justm karena penyulutnya adalah
kesusastraan. Kesusastraan pada umumnya apala Peristiwa sederhana seperti hadiah sastra jus
gi sejauh menyangkut Pramoedya cli dalamnya, tm menunjukkan komplikasi yang mwet karena
bukan lagi kesusastraan. Bisa juga dikatakan bah di dalamnya sudah berbaur antara kesusastraan,
wa karya-karyanya itu sepenuh-penuhnya kesu kekuasaan, dan ekonomi. Di pihak lain orang
sastraan karena im secara dialektik bukan lagi yang mengambil sikap seperti yang sudah dike
mukakan di atas pada dasarnya mengalami ber
kesusastraan. Dia berdiri di luar kesusastraan dan bagai dilema moral. Ada yang tidak memerlukan
keberanian untuk mengambil sikap, tapi ada yang
mungkin sudah menjelma menjadi sesuatu yang justm membutuhkan suatu moral courage, dan
lain. Kesusastraan pada saat yang sama sudah bahkan pada saat-saat tertentu bagi suatu kelom
menjadi sejarah, peradaban, ekonomi, teknologi, pok lertentu keberanian itu bukan sekedar alat te
atau politik. Kalau pun ia berarti politik maka po tapi dirinya sendiri yaitu ketika dia hams memper-
litik di sini diambil dalam pengertian seluas-luas- tamhkan diri dan di sana keberanian menjadi
nya yang menyangkut politik kekuasaan, kekua suatu keharusan dari claiam, suatu courage to be.
saan negara, power politics, state power, dan juga
kesusastraan im sendiri segera ditempatkan di te Medan produksi kebudayaan
ngah-tengah medan kekuasaan thefield ofpower, Bidang mencipta di claiam kebudayaan se-
bila Pierre Bourdieu bisa dikutip di sini.5
ringkali dianggap sebagai sesuatu yang berjalan
Sebagaimana akan dilihat nanti kasus ini dengan sendirinya. Seorang menulis, karyanya di-
membuka pencarian tentang bagaimana kekuasa jual, dibeli, dibaca. Namun, bila dimasuki lebih
an dan seberapa intensifnya kekuasaan im sudah dalam akan ditemukan berbagai lapisan yang ha-
mcremlx;s secara sadar dan tidak sadar jauh-jauh
76 kalam -edisi 6,1995
KESUSASTRAAN, KEKUASAAN DAN KEBUDAYAAN SUATU BANGSA
rus ditembusi sebelum terjadi suatu proses pro berlangsung di dalam dunia ide, maka semua
duksi clan transaksi karya sastra. Suatu karya sas kemungkinan terbuka, setiap orang menciptakan
tra, atau kesenian pada umumnya, tidak pernah. mangannya dan berkompetisi menciptakan mang
dengan hasil tcrciptanya suatu mang. yang disebut
berada di dalam suatu vakum sosial. Mereka me- sebagai the space ofpossibles cli mana setiap alir-
lewati suatu proses dari satu lapisan ke lapisan an dalam kesusastraan berusaha mencari meclan-
lain. Karya-karya itu selalu melewati suatu mang
di dalam hubungan dengan ruang-ruang lain. Se- nya masing-masing. Medan hanya dibatasi oleh
kurang-kurangnya, menurut Bourdieu, untuk me- sanggahan yang akan diperolehnya dalam mere-
nyederhanakan soal ada tiga mang yang berhu- but posisi tersebut. Dengan im mau dikatakan
bungan satu sama lain. bahwa mang kesusastraan sekaiigus menjadi field
offorces clan jugafield ofstruggles.
Pertama, adalah yang disebut sebagai thefield
of power, medan kekuasaan, yaitu suatu perang Pelaku bisa berubah, tetapi pelaku bisa juga
kat kekuasaan ekonomi-politik sebagai hasil per- orang yang sama. Tetapi karena field offorces itu
tarungan kekuasaan yang pada akhirnya dipegang berubah meskipun seorang pelaku tetap sama,
oleh suatu elite kekuasaan kongkrit, yang juga pada dasarnya karyanya Ijerubah. Karena im efek
secara kongkrit menjalankan kekuasaan tersebut. literer dari suatu karya meskipun berasal dari
Kedua. literary field, yaitu suatu universum sosial orang yang sama, baik karyanya yang lama mau
di bidang estetika yang memiliki perangkat hu- pun karyanya yang bam senantiasa membawa
kumnya sendiri. Seorang pengarang terikat pada perubahan di claiam medan sastra justm karena
medan literer ini, pada suatu universum yang oto- pada suatu saat ia bisa membawa efek parodi,
nom, dengan prinsip evaluasi khusus, prinsip pada saat lain ia hanya membawa efek nostalgia,
tentang praktek dan prinsip kerja khusus. Tidak clan pada saat lain lagi membawa efek emansipa-
ada orang yang bisa mendikte tentang keindahan. loris. Karena itu komposisi kekuasaan akan tarik
tentang bentuk, dan genre literer selain mereka menarik dengan bidang kekuasaan sastra yang
yang terlibat di dalam universum literer itu. Keti menentukan mang kemungkinan karya sastra.
ga, yaitu apa yang discbulnya sebagai the genesis Ada baiknya saya mengutip Bourdieu berikut ini:
of the producers' habitus. Habitus cli sini diambil
di dalam suatu pengertian yang sangat klasik, "Tak pelak lagi ... perubahan di dalam mang
yaitu disposisi yang dimiliki oleh setiap penulis, kemungkinan literer dan artistik adalah akibat
yang menentukan wataknya dan pada gilirannya dari perubahan di claiam hubungan kekuasaan
mcncntukan genre kesusastraan yang diambilnya,
dan dengan itu berkompetisi di dalam meclan-
sastra. Selumh praktek kesusastraan sejauh itu
berhubungan dengan para pelaku sastra akan di-
tentukan di sini. Bagaimana mereka bersikap ten
tang kesusastraan murni, sastra yang terlibat, ba
gaimana berdasarkan persepsi tentang posisinya
berjuang untuk menentukan posisinya.6
Selumh perangkat sastra bermain di dalam
nya. Di tengah-tengah tiga arena tersebut setiap
produsen sastra, para penulis, penulis drama ber
main dan mencari posisi. Bagaimana caranya
mencari posisi tersebut? Karena permainannya
kalam -edisi 6, 1995 77
DANIEL D II A K I D A E
yang menentukan cara seorang mengambil kannya secara bebas, maka kehadirannya berjalan
posisi dalam mang tersebut (space of posi penuh paradoks, bis presence is defined by his
tions). Ketika suatu kelompok literer atau ar absence.1* Kehadirannya diientukan oleh ketidak-
tistik bam mulai menyadarkan orang tentang hadirannya. Dia dilarang menulis, tetapi tulisan-
kehaclirannya di dalam mang produksi literer nya menembusi pasar nasional dan intemasional.
dan artistik, selumh persoalan mengalami tran- Dia tidak diakui di dalam negeri — yang lebih jadi
sformasi, karena kehaclirannya, yaitu menjadi keputusan medan kekuasaan dan bukan medan
sesuatu yang berbeda, mengubah dan meng- sastra — tetapi sekaiigus jadi idola di luar negeri.9
gantikan the universe of possible options; Setelah tidak hadir selama lieberapa waktu tiba-
produksi yang tadinya dominan, misalnya, kini tiba kehadirannya begitu menarik perhatian se
tergeser menjadi sesuatu yang kedaluwarsa, mua orang baik yang berasal dari medan kekuasa
atau menjadi karya klasik."? an maupun dari medan sastra. Kehadirannya kali
ini pun sama unik dan anehnya. Dia hadir kem
Tetapi karena medan kekuasaan clan medan bali di dalam pub'ik sastra temtama karena ada
sastra selalu Ixrhimpitan maka sekurang-kurang- usaha sistematik unmk mengenyahkan kehadiran
nya the uniwrse of possible options itu jarang nya. Semuanya membangkiikan kontroversi yang
hanya ditenlukan oleh hukiim clan nomia sastra pada gilirannya menyebabkan hampir setiap
seiuliri. Bila diperiiaiikan urut-umtan yang disebut orang yang lx_'rada cli .dalam lingkungan kultur di-
cli atas — medan kekuasaan. medan sastra, dan paksa mengambil posisi: menyerang, membela,
habitus — maka hampir ia menjadi urutan stmktur memahami, atau menyerahkan keputusan itu ke
kekuasaan, bila dilihat dari segi kesusastraan. Arti- pada diri pengarang itu sendiri.
nya claiam pemiainan lebih lanjut medan kekua
saan menjadi penenlu medan sastra. Pertamngan Apa yang membuat peristiwa ini licgitu meng-
terjadi anlara kekuasaan kongril ekonomi-po'ilik gemparkan? Yayasan Hadiah Magsaysay tentu saja
clan kekuasaan simlxilik. Akibatnya selalu bisa di menjadi pemicu dari seluruh hingar-bingar itu.
lihat dalam pnxluksi sastra: ada yang tidak bisa Tetapi pertanyaannya apa istimewanya hadiah ilu?
diproduksikan karena modal tidak menghendaki- Sudah Ix-gitu banyak orang yang memperoleh-
nya. Ada yang tidak boleh menulis, ada yang bo nya? Sudah Ix-gitu banyak orang Indonesia yang
leh menulis tetapi tidak boleh menjual karyanya. meraihnya, dan seliap kali ketika hadiah itu cliba-
Ada yang boleh menulis, boleh menjual tetapi gikan tidak pernah terjadi apa pun clan matahari
masih letap terbit di timur. Dalam arti itu hampir
konsumen dihimbau oleh kekuasaan untuk tidak lidak ada keislimewaannya selain suatu acara ru
tin dari waktu ke waktu mencari clan memilih pe-
mengkonsumsikannya. Artinya terjadi suatu diver- nerimanya. Pertanyaan: mengapa membludak
gensi di claiam dunia pnxluksi kebudayaan. hingar-bingar itu, seolah-olah matahari terbit di
barai, ketika hadiah Magsaysay 1995 diumumkan?
Suatu teori tidak mungkin menjelaskan secara Kegemparan hadiah Magsaysay terjadi karena se-
tuntas selumh kompleksitas kongrit yang me kurang-kurangnya dua hal yang berlangsung se-
nyangkut kekuasaan negara, medan sastra, clan rentak dalam peristiwa itu.
hubungannya dengan pribadi-pribarii sastrawan.
Namun, dalam kasus Pramoedya ketiga medan di Pertama, suam intervensi dari luar lerhadap
atas itu berhubungan dengan suatu cara unik, pe
nuh, dan berarti. Kehadiran Pramoedya Ananta selumh tatanan kekuasaan dalam medan kekuasa
Toer di claiam medan sastra Indonesia pun ber
langsung dalam suatu cara yang unik dan aneh. an di claiam negeri. Hampir selumh keputusan
Teeuw mengungkapkannya dengan cara yang politik kekuasaan tentang Pramcxxlya sebagai ak-
menyentuh. Bila diperkenankan saya merumus- tor medan sastra — pelarangan lx:redar bagi kar
ya-karyanya — praktis dianulir dengan tindakan
78 kalam - edisi 6,1995
KESUSASTRAAN, KEKUASAAN DAN KEBUDAYAAN SUATU BANGSA
ii itu, semacam a slap in theface. Di medan sastra melukiskannya secara draniatik. Di segala bidang,
is hadiah im dengan sendirinya bembah menjadi politik, ekonomi, dan kehidupan budaya bangsa
suatu consecration institute, lembaga pengudus- yang dikuasai partai komunis, bisa diamati suatu
an, menggantikan sesuatu yang tidak bisa berbuat dialeklika khas, unkontroUierle Macht wird
baginya di dalam negeri. Karena posisi medan macbtlos, zenlrale Planting planlo.s, verordneter
Ii a. stra yang begitu dependen pada medan ke Glaube unglaubwiirdig: kekuasaan yang lak ter-
n kuasaan, maka ketika intervensi terjadi di dalam kontrol menjadi tak berdaya, perencanaan dari
.9 medan kekuasaan, dengan sendirinya medan sas pusat rontok berkeping-keping, keyakinan yang
i- tra yang mendapaikan restu kekuasaan mendapat diatur-atur tidak meyakinkan.1"
pukulan yang sama telaknya. Pukulan serentak Keluluhan negara itu pada gilirannya memba
itulah yang menyebabkan semuanya kehilangan wa banyak soal lain lagi yaitu pembahan dalam
keseimbangan, dan terjadi kepanikan yang begitu medan kekuasaan secara intemasional. Negara
mencekam di dalam medan sastra. besar seperti Amerika Serikat mendapat kesulitan
Kedua, adalah pergeseran yang terjad' di da besar dalam memmuskan apa yang hams dilaku
lam lembaga-lembaga legitimasi sastra dunia. Di kan dalam perannya yang bam. Gagal di Moga
medan sastra dunia terjadi disorientasi yang ham dishu, morat-marit di Bosnia, pusing kepala
pir sejalan dengan disorientasi di medan poliiik. menghadapi Cina. Hampir tidak ada kekuatan, ba
Yayasan Hadiah Magsaysay mengalami hal yang ik yang menang maupun yang kalah dalam Pe
serupa. Dalam ka.sus lain — pemberian hadiah se- rang Dingin. dapal dengan pasti memmuskan pe
mpa uniuk orang lain, setelah habisnya Perang ran yang jelas cli claiam hubungan antar-bangsa.
Dingin — disorientasi itu tidak nampak. Bam di Bangsa yang dulunya dianggap penubuhan dari
claiam kasus Pramoedya disaksikan adanya suatu the evil empire kini menjadi teman kencan —
volteface, pembalikan arah seratus delapan puluh Rusia dan Amerika berada dalam kategori ini.
derajad, yang dibuat oleh yayasan im. Yang dulunya adalah anak kandung kini menjadi
Apa yang terjadi di sana? Berakhirnya Perang musuh tanpa prospek kapan berakhir, Chechnya
Dingin bisa cliduga memberikan kontribusi pen- dan Kusia, Bosnia dan Serbia menjadi contoh uta
ting bagi yayasan ketika memberikan kriierium manya. Semuanya menunjukan satu arah yang sa
tertentu bag] penerima hadiah. Perang Dingin, ma yaitu telah terciptanya a new world disorder.
pada gilirannya, tidak lain dari pertanda berlaku- Setiap orang, setiap bangsa dipaksa mencari jalan
nya suatu hubungan kekuasaan tertentu — claiam sendiri-sencliri untuk memmuskan kembali peran
bentuk gampangnya bisa dikatakan sebagai de nya.
mokrasi melawan totalitarianisme, pasar bebas Hal yang sama berlangsung di claiam bidang-
melawan ekonomi terencana, liloeralisme atau va- bidang kebudayaan. Yayasan Magsaysay yang
riannya melawan komunisme atau tepatnya totali- dulunya berada di claiam posisi ekstrim kanan kini
larianisme stalinis, dengan partai komunis sebagai limbung clan sedang mencari-cari posisi cli dalam
alalnya. Berakhirnya Perang Dingin dengan cara bidang budaya. Untuk melihat pembahan im pen-
yang lx;gitu draniatik menjadi suatu alasan lain dapat seorang profesor sastra Filipina, Lucilla Ho-
lagi. Pada gilirannya, totalitarianisme stalinis tidak sillos, pantas dikemukakan di sini. Dengan men-
hancur karena dihancurkan dari luar, tetapi luluh caimya Perang Dingin, bukan berakhir, katanya,
dari dalam. Dan dalam arti itu proses tersebut yayasan, organisasi, dan lembaga ekstrim kanan
hampir-hampir memenuhi ramalan Marx tentang di selumh dunia, seperti The Ramon Magsaysay
the withering away of the state, meski ramalan itu Award Foundation, hams tetap menyesuaikan di
kini berlangsung justm untuk negara negara rinya, agar menjadi relevan, dengan perkembang
totalitarian stalinis. Seorang ahli politik Jerman an politik, ekonomis, sosial dan budaya. Satu
kalam <-clisi(>, 1995 79
DANIEL DHAKIDAE
taktik adalah memberikan pengakuan dan hadiah- kan pada tahun 1960-an.11
Semua ini membawa pembahan besar di da
hadiah kepada mereka yang dulunya terlibat
dalam perjuangan melawan demokrasi Barat (ba lam medan sastra temtama lembaga-lembaga
ca Amerika) untuk mana para pendirinya, donor, legitimasi sastra seperti Yayasan Hadiah Magsay
say, yang di belakangnya berdiri The Rockefeller
sponsor, dan penerima hadiah telah memberikan
Brothers Fund. Karena itu, pada hemat saya tepat
dedikasinya. Namun, pada hemat saya, penye-
yang dikatakan Hosillos, bahwa memang suatu
suaian diri itu sendiri tidak cukup. Pembahan kemenangan besar bagi organisasi seperti the Ra
mon Magsaysay Award Foundation unmk mem
bawa ke pangkuannya orang yang sudah ber
juang dan menulis melawan ideologi yang dianut
oleh orang yang namanya mereka abadikan. Diso
rientasi di sana menyebabkan disorientasi di sini.
Karena itu, kata Hosillos, pengakuan terhadap
penulis seperti Pramoedya, kelihatannya hebat,
tetapi selx-narnya itu mcmpertontonkan kontra-
diksi di dalam diri para penulis itu, dan menu-
mnkan harkat dan harga dirinya, membuatnya
jadi apa yang selama Perang Saudara di Amerika
dikatakan sebagai turncoats, pengkhianat. Pada
tingkat terakhir, kata Hosillos, hadiah tersebut
memperjelas dikotomi dan pecahnya kepribadian
penulis dan keterasingannya dari karyanya sen
diri. Ia mempertontonkan oportunisme si pene
rima hadiah, demikian bisa dikatakan. Hadiah itu
merendahkan prinsipnya.12
Dengan demikian disorientasi tersebut, duga-
an saya, akan menimpa para penulis seperti Pra
^ .U J»p*h/ C»»«f" moedya Ananta Toer. Di dalam dirinya terjadi per-
golakan unmk menerima atau menolak hadiah
yang terjadi im hanya mungkin kalau terjadi hal- yang dulu dituduhnya sebagai alat CIA. Dengan
kata lain terjadi pergolakan untuk mengubah ha-
hal berikut ini sebelum terjadi pembahan itu. Per bitus-nya yang lama. Apa pun habitus seorang
tama, pembahan dasar-dasar moral politik yang pengarang, ketika medan kekuasaan lx.-rubah ma
ka pembahan itu langsung menyentuh medan
pada gilirannya membangkitkan rasa bersalah
yang sangat kuat dalam masyarakat politik Ame sastra dan sekaiigus juga mengobrak-abrik posi
rika Serikat. Kedua, rasa bersalah ini mengubah sinya masing-masing. Di Filipina sendiri terjadi
pertarungan yang dipelopori oleh Hosillos di satu
sikap masyarakat politik Amerika. Pembahan ini pihak dengan Sionil Jose di pihak lain. Hosillos
sangat jelas terlihat ketika terjadi suatu gerak mengatakan bahwa Yayasan Hadiah Magsaysay
tidak pantas memberikan hadiah seperti itu dan
besar di Amerika Serikat akhir dasawarsa 1980-an mengajak Pramoedya untuk menolak. Magsaysay
yang namanya diambil untuk hadiah im adalah
untuk meninjau kembali peran-peran dinas ra- seorang yang baik tapi naif, tidak memahami apa
hasia Amerika Serikat seperti CIA. Dalam hubung
an dengan Indonesia dibongkar peran CIA yang
oleh pers Amerika dituduh menyerahkan hit list,
daftar anggota pimpinan PKJ yang hams dilenyap-
kalam edisi6,1995
KESUSASTRAAN, KEKUASAAN DAN KEBUDAYAAN SUATU BANGSA
itu kolonialisme, tidak mampu membedakan ma clan mempersoalkan penerimaan hadiah tersebut
na gejala dan mana inti soal. Ide Alfred Nolx.*l le dari sudut sastra. Monolitisme di dalam medan
bih sesuai dengan pikiran Pram. Karena im kekuasaan, khusus unmk kasus ini, mendapatkan
tolaklah hadiah im. Kalau tidak, katanya: "Lantas, lerjemahan langsung dalam medan sastra. Penga
bagaimana mungkin Anda menerima hadiah im, kuan internasional bagi Pramoedya menjadi pemi-
tanpa mendustai dirimu dan tanpa mengkhianati cu bagi munculnya lembaga legilimasi claiam oto
cita-citamu — perjuangan untuk membebaskan ritas sastra atau quasi-lembaga-Iegitimasi, yang
ummat manusia agar bisa hidup bebas dan kreatif? terbentuk dari orang atau lembaga yang berusaha
Sesudah menerima hadiah itu apakah Anda masih bennain sebagai otoritas sastra dengan dukungan
mampu menulis tentang aspirasi ummat manusia kekuasaan. Di sana menarik perhatian karena
dengan otentik?" Satu cara ditawarkan kepada himbanannya persis seperti himbauan militer
Pramoedya: "Maju ke panggung, dan umumkan dengan bayangan bahaya di depan mata. Di sana
1. bahwa Anda menolak hadiah itu!" Di pihaknya diumumkan suatu anathema: Awas Lekra bam!14
P Sionil Jose mengatakan Pramoedya tidak pantas
t, menerima hadiah itu. Memberikan hadiah Mag Medan sastra Indonesia
I- saysay kepada Pram sama saja dengan memberi- Dalam hubungan pennainan kekuasaan di
I- kannya kepada diktator Filipina Ferdinand Marcos dalam menentukan posisi dalam medan sastra sa
a karena karya-karyanya. Kesimpulan sama dengan ya mencoba menyingkap di mana letak kontro
a alasan yang sama sekali bertolak belakang yang versi hadiah Magsaysay. Dalam prakteknya yang
la juga pada gilirannya mencerminkan pembahan di mengawali clan memicu selumh debat adalah sta
it dua pihak yang sama-sama mengalami disorien- tement yang ditandatangani oleh dua puluh enam
n tasi.13 orang, yang seterusnya disebut sebagai statement.
l- Kontroversi yang sama temtama berlangsung Apa argumen dari para penandalangan statement!1
di Indonesia dengan intensitas lebih tinggi. Dis Sebelum dibahas tentang kontroversi tersebut ada
u orientasi di medan kekuasaan langsung dan baiknya dikemukakan di sini alasan inti, menurul
kontan mendapat terjemahannya di dalam medan tafsiran saya, pemberian hadiah Magsaysay ter
a- sastra. Terjadi tawar-menawar di claiam masyara sebut. Setelah dikemukakan riwayat hidup, riwa
a- kat itu sendiri untuk mengambil posisi di dalam yat karya, dan tindakan penguasa Indonesia ter
:r- power struggle. Hampir selumh taktik dalam me- hadap karya-karyanya dikemukakan alasan be-
ih mobilisasikan dukungan buat suatu pengambilan rikut ini:
in posisi dalam perkara ini jelas-jelas menunjukkan "Yet Pramcxidya Ananata Tcx;r' s fiction is not
a- adanya permainan kekuasaan di dalam medan political in any narrow sense. It dwells on
ig sastra: mobilisasi pendapat, membentuk massa themes of humanity and social justice. Ranged
a- pendukung. pemanfaatan secara langsung aparat against the aspirations — indeed against the
in kekuasaan negara untuk menghentikan pcm- full humanity — of his characters are the
si- berilaan di suralkabar tentang hadiah itu dengan historical evils of foreign mle and indigenous
.di slogan "jangan membesar-besarkan berita pene- feudalism as well as the immediate circumstan
.tu rimaan hadiah Magsaysay" adalah petunjuk-pe- ces of war, poverty, and tumult. His stories are
OS tunjuk yang bisa dipakai untuk melihatnya. Bila imbued with a painful awareness of the moral
ay diperhatikan bahasa yang dipakai maka akan frailty of human beings in the face of such
an tampak jelas bahwa language of power yang domineering forces and, extreme conditions.
ay dipakai. Dengan memperhatikan semua yang ter Yet they also celebrate the resilience and
ah jadi dengan susah payah dicari di bidang mana dignity of men and, notably, women who
pa terjadi otonomi dalam medan sastra untuk melihat survive honorably amidst humiliation, priva-
»95 kalam - edisi 6,1995 81
DANIEL I) H A K I D A E 1
tion, and danger. A master storyteller, Pramoe diberikan oleh duapuluh enam orang pendanda-
dya writes with compassion but not sentimen langan. Namun, sebelum melakukan im pertama-
tality. And although his stories are quintessen- tama perlu dilihat argumen lawan yang diberikan
lially Indonesian, and rooted especially in the bagi statement untuk mengetahui apa persis yang
Javanese tradition, they speak with eloquence berada di balik statement im. Untuk keperluan im
pertama-tama dilihat reaksi tertulis yang langsung
to the universal human condition — the diberikan oleh Arief Budiman. Argumen utama
yang diberikan Arief yaitu — untuk menjawab
reason, no doubt, that they have been transla alasan statement agar orang tidak melupakan
ted into more than twenty languages."'^ peristiwa tahun 1960-an — tidak mungkin dia
lupakan apa yang terjadi pada tahun 1960-an im.
Semua alasan yang dikemukakan RMAF jelas- Tetap membekas claiam ingatannya bahwa karena
jelas mempertimbangkan inti paling dalam dari menulis tentang kebebasan manusia sebagai hak
semua karya Pramoedya. Di sana dipertimbang- yang tidak bisa dirampas oleh negara dan karena
kan moral, daya sentuh literer bagi nasib manu.sia, tidak setuju kriteria penilaian seni didasarkan
terutama manusia rapuh, lemah di hadapan ke pada patokan-patokan kepentingan politik sema-
ta-mata, khususnya kepentingan politik dari yang
kuasaan, kemiskinan, dan kekacauan. Meski berkuasa. maka haknya untuk menulis di suratka-
bar dirampas. Tetapi justm itu memlx?rikan suatu
pengarangnya berangkat dari titik tolak budaya dampak yang baik bagi dirinya: karena itulah lahir
khas Jawa, daya sentuhnya mengatasi kebudaya suatu dasar bagi himbauan moral yang diberikan
Arief dalam bentuk janji "...kalau pada suatu kali
an lokal clan masuk ke dalam inti inti nilai kema saya berkuasa, saya tidak akan menindas kebe
basan orang lam." Dalam kasus Pramoedya, kata-
nusiaan dasar. Itulah alasan mengapa karyanya nya, persoalan yang kita hadapi sekarang bukan
diterjemahkan ke dalam puluhan bahasa asing. lah membalas dendam. Justm dengan timbulnya
masalah di sekitar Pramoedya Arief tidak ingin
Alasan-alasan itu membuat masyarakat sastra mempertahankan budaya lama di mana yang
cli sini kalut. Karena itu, ada gunanya di sini mem kbih berkuasa selalu ingin menggunakan keku-
berikan tinjauan sekilas tentang apa dasar yang asaannya untuk "menggebuki" lawannya yang le
bih lemah."1
Tulisan inilah yang memancing argumen-
argumen lebih luas dari para penandatangan sta
tement. Dalam langgapannya kepada Ariel, Tauliq
Ismail, sponsor utama .statement, mengatakan
bahwa soalnya bukan balas dendam karena:
'....kalau orang mau membalas dendam, maka
momen yang terbaik adalah kuartal terakhir
1965 sampai dengan kurang lebih sepanjang
tahun 1966. Tidak ada lagi kesempatan yang
lebih baik lagi, ketimbang waktu itu. Tapi kita
(pendukung Manifes dan seniman-seniman
anti-Lekra/PKI) tidak melakukannya, karena
tidak mau berperilaku sama dengan orang-
82 kalam-edisi6,1995
KESUSASTRAAN, KEKUASAAN DAN KEBUDAYAAN SUATU BANGSA
orang Lekra/PKI dan kawan-kawannya im." naan bertahun-tahun di pembuangan."''
Argumen ini kelihatannya sangat logis dan
Setelah itu diberikan daftar panjang peram- psikologis karena tindakan seperti itu tidak lain
pasan dan pembakanin buku. Semua tindakan itu dari bertepuk sebelah tangan. Bagaimana mema
hami argumen di atas? Tulisan itu sendiri memu-
tidak dibalas. Tetapi kini dia bertanya dan menun
tut "apakah Pramoedya bisa minta maaf pada kau banyak orang. Namun, tulisan sebuah kolom
untuk soal sebesar itu terlalu singkat uniuk mema
sejarah?" 17
Menarik perhatian di sini bahwa kosakata hami selumh logika yang ada di dalamnya. Tulis
yang dipakai cli dalam debat ini — baik oleh Arief an im sendiri lidak cukup dipaiiami biia tidak di
Budiman maupun Taufiq Ismail — adalah kosa tempaikan di dalam keseluruhan logik dari state
kata yang diambil dari medan kekuasaan: kebe ment yang sudah dikatakan di atas.20
basan yang dirampas oleh negara; tentang pato- Mari kita teliti apa yang dikatakan statement.
kan kepentingan politik yang berkuasa; kalau Ada dua pihak yang dipersalahkan di sana dan
saya berkuasa; budaya lama di mana yang lebih
satu lagi pihak ketiga yang disanjung-sanjung.
berkuasa selalu ingin menggunakan kekuasaan- Pihak pertama adalah RMAF yang dituduh sebagai
nya untuk "menggebuki" lawannya yang lebih notfully aware, tidak sepenuhnya sadar, akan pe
lemah. Demikian pun balasan yang dilx,-rikan ran Pram dalam masa paling gelap bagi kreativitas
oleh Taufiq Ismail. Di sana dia mempergunakan artistik pada masa Demokrasi Terpimpin. Tuduh-
bahasa dari medan kekuasaan yang sama seperti an bahwa RMAF tidak sepenuhnya paham, pada
balas dendam; kurun waktu yang dipakai adalah hemat saya, agak riskan karena sulit dibayangkan
kurun waktu kekuasaan dalam pengertian per suatu lembaga internasional dengan reputasi se
tarungan kekuasaan, dan bukan pertamngan perti im memberikan hadiah penting kepada sese
sastra. orang yang lidak diketahui sepak terjangnya.
Belx;rapa dimensi lain dibuka oleh tulisan RMAF memberikan jawaban yang cukup me-
yang paling dingin dan inlelijen yaitu tanggapan yakinkan. Di sini saya kutip 4 argumen terpenting
yang diberikan oleh Mochtar Pabottingi.'" Inti yang dikemukakannya. RMAF lelap pada pendiri-
paling utama dalam pembelaannya bisa diseder- annya memberikan hadiah tersebut kepada Pram.
hanakan berikut ini. Mereka yang memaalkan Pramcxidya dianggap berjasa besar unmk mem
Pram dan yang menggugat Pram sama-sama berikan pencerahan dengan cerita-cerita yang
gilang-gemilang bagi kebangkitan bangsa Indo
mengklaim atas nama hak asasi. Garis yang memi-
sahkan mereka yang menggugat dan memaalkan nesia dalam sejarah dan pengalaman moderen
Pramoedya sangat tipis. Pabottingi menyeberangi
garis tipis im dan atas nama hak asasi pula memi bangsa itu.21 Kedua, meskipun Pram bukan ang
lili berdiri di seberang sana unmk menggugat
gota PKI, tetapi keanggotaannya dalam Lekra
membuat Pram actively involved in the Left-Right
Pramoedya. [mlemics of the times, menyerang clan menerima
Dikemukakan belx,-rapa argumen yang secara serangan. Pertanyaannya apakah KMAF tidak
tidak berunitan akan dibahas cli bawah nanti. lahu, dan kalau pun tahu apakah mereka menya-
Salah satunya adalah bahwa semua tindakan pe- darinya. Kata RMAF: We are indeed aware, kami
maafan kepada Pramoedya Ananta Toer adalah sungguh-sungguh sadar, bahwa ada penulis yang
sangal menderita karena itu. Ketiga, Pramoedya
absurd "jika Pram sendiri tak menghendakinya". pasti sudah melunaskan harga identifikasinya de
ngan gerakan komunis Indonesia dengan berada
Menumt pendapatnya Pram tidak pernah merasa 15 tahun di penjara clan pembuangan di Pulau
Bum, hidup di bawah pengawasan dan kehi-
bersalah. Menumt dugaan Palxittingi, bagi Pra
moedya, yang bersalah justm "mereka yang
menghukumnya dengan kerja paksa dan penghi-
kalam edisi6, 1995
83
DANIEL DHAKIDAE
langan hak-hak sipil. Karena im, demikian RMAF, dulu diiakukannya, tidak pernah mengaku bahwa
serangan terhadapnya, setelah 30 tahun peristiwa semua perbuatani iya pada waktu itu adalah suatu
itu berlangsung, tidak memiliki bobot moral yang usaha sistemalik untuk menghancurkan kelx;bas-
an kreativitas (systematic annihilation of thefree
besar bila dibandingkan dengan hukuman yang dom of creativity). Kalau tadi saya katakan ada
dua pihak yang digugat, RMAF dan Pram, maka
sudah diberikan kepadanya, maupun pembahan selxmarnya ada satu pihak lagi yang dibahas
sikap dunia terhadap komunisme sebagai akibat yaitu, untuk gampangnya, yang disebut kaum
Manifes. Kelompok ini tidak digugat tetapi diang
turutan berakhirnya Perang Dingin. Keempat, kat tinggi-tinggi. Dikemukakan di dalam state
ment suatu superioritas moral dari kaum sastra
clan, yang menumt hemat saya paling penting, wan manifes yang ditindas oleh Pramoedya na
karya-karya sastra Pram tidak mencerminkan pan
dangan polemik kasar, a cntdely polemical point mun tidak membalas — bahkan membela hak
of view. Malah sebaliknya, Pram menunjukkan
suatu perhatian yang konsisten dan kuat terhadap Pramoedya untuk menulis. Seperti sudah dikemu
lelaki dan perempuan biasa yang berjuang melan- kakan cli atas Taufiq mengulangi lagi superioritas
jutkan hidupnya di tengah perang, kemiskinan, moral dalam tulisannya. Semua rentetan terakhir
dan pemberontakan. Perhatiannya juga konsisten soal — tuduhan kepada Pramoedya dan superiori
dan kuat bagi orang-orang Asia yang pada masa
tas moral kaum manifes — akan dibahas di bawah
yang bam saja silam ini dianggap lebih rendah
atau dilumpuhkan secara moral oleh rasisme ko
lonial dan stmktur sosial feodal. Nasib dan mar- nanti.23
labat bangsa Asia di bawah keadaan sulit itu
diangkat Pramoedya ke dalam ceritera-ceriteranya Kesalahan-pemaafan-kekuasaan
secara tidak sentimental, dan secara psikologis ka- Sangat menarik bahwa inti soal yang me
ya pengertian. nyangkut Pramcxedya dan tuntutan kepadanya
Scbagaimana jelas dari argumen yang dike adalah sesuatu yang sangat eklesiastik sifatnya
mukakan Pramoedya pada dasarnya dinobatkan vaitu dosa, pengakuan dan pengampunan. Asumsi
jadi mahaputera Asia di medan sastra, bukan lagi yang ada di sana adalah adanya suatu instansi —
milik Indonesia saja. Sekali lagi ironis, seorang boleh jadi tunggal — yang memiliki kekuasaan
yang dituduh menolak konsep manusia universal, penuh untuk memlxirikan pengampunan atas ke-
pada akhirnya dilantik menjadi manusia universal! salahan — suatu lembaga dengan kekuasaan
Dengan bobot jawaban seperti ini, kesimpulan semudak yang berada di dalam una sancta eccle-
saya tidak lain diri bahwa tuduhan statement sia, gereja yang satu dan kudus. Kira-kira selumh
praktis juga dilumpuhkan. Ini juga mencerminkan rangkaian ide seperti itulah yang bisa ditangkap
dilema temtama disorientasi kelompok ini dalam dalam tulisan Mochtar Pabottingi dan Taufiq Isma
melihat yayasan Magsaysay. Pada hemat saya ada il, para penandatangan statement.
anakronisme cli sini. Mereka tetap melihai yayasan Namun, jika diperhatikan dengan teliti, di sa
itu dalam pandangan yang sama sementara yaya na terdapat kejanggalan logika karena terjadi pen-
san itu sendiri sudah bembah bersama pembahan campur-bauran tiga hal sekaiigus di dalam satu
di dalam medan kekuasaan. Mereka letap melihat- sapuan lx;sar. Hal pertama, adalah kesalahan. Apa
nya sebagaimana dulu mereka lihat.22 jenis kesalahan yang dilakukan? Dalam kapasitas
Kini mari kita arahkan perhalian kita kepada sebagai apa kesalahan tersebut dilakukan' Siapa
pihak lergugat kedua yaitu Pramtx'dya Ananta yang hams menetapkan bahwa itu kesalahan?
Toer. Sekurang-kurangnya dua hal dikemukakan Dan malah pertanyaan bisa dilanjutkan karena
di sana. Pramtxedya tidak pernah mengemukakan ada berbagai peringkat dalam hal itu yang ber-
penyesalannya secara terbuka tentang apa yang awal dari kesalahan sampai kejahatan. Kedua,
kalam - edisi 6,1995
84
KESUSASTRAAN, KEKUASAAN DAN KEBUDAYAAN SUATU BANGSA
adalah pemaafan. Kapan suatu kesalahan itu me- Ironis, tuntutan ini pada dasarnya menging
merlukan pemaafan? Kapan seorang dimaafkan? kari superioritas moral yang ditonjol-tonjolkan sta
Kepada siapa orang yang bersalah meminta maaf? tement itu. Saya kutip saja apa yang dikatakannya
Di dalam forum apa permintaan maaf seperti im secara lengkap:"... However, all writers and artists
hams dilakukan? Taufiq mengatakan untuk minta that he suppressed did not retaliate and do not
maaf kepada sejarah. Kalau begitu, lanlas (juiciest treat him today like he and his comrades in amis
historian did to them 30-35 years ago — they even defend
Dalam hubungan dengan itu siapa yang per- his right to write, protest die banning of his books
tama-tama Ijerhak memaafkan dan bam setelah and deplore the restrictions imposed on him".
itu seorang yang bersalah bisa dengan lega dan Namun, pada hemat saya, para penandatangan itu
bersih hatinya melihat dirinya karena sudah men- lupa bahwa bukan saja "semua penulis dan
dengar vonis eklesiastik: pergilah claiam damai, seniman yang ditindasnya tidak membalas" tetapi
ego te absolvo!, saya sudah mengampuni dosamu? mereka — kaum manifes — tidak perlu membalas
Mengaku kesalahan dan permintaan maaf begitu karena pembalasan sudah dibuat orang lain yaitu
penting sehingga Pabottingi mengatakan kepada aparat negara. state apparatuses, yang menyiarkan
saya: "Bila Pramoedya dengan jiwa besar meng- selumh daftar buku larangan yang tidak boleh
akui kesalahan dan meminta maaf maka saya dipakai di sekolah-sekolah. Kalau pun mereka
akan datang clan memeluknya sambil berkaia: mau membalas mereka sudah kehabisan obyek
Engkaulah saudaraku, kini mari' kita mulai mela balasan. Karena itu waktu terbaik bual pembalas
kukan sesuatu yang bam bersama-sama."25 an dendam — akhir 1965 sampai sepanjang tahun
Saya coba bicarakan dua hal ini — "kesalah- 1966 — sudah dipakai, sehingga mereka sendiri
an-pemaafan" — terlebih dahulu sebelum sampai tidak perlu memakainya lagi. Mereka kalah cepal,
pada yang ketiga yaitu kekuasaan. Bilamana kita kalah kuat, kalah kuasa.
berpikir dengan lebih dingin maka akan ditemu- Semua buku atau sudah dibakar atau sudah
kan suatu soal besar cli sini. Alasannya, sudah ter dilarang, penulisnya sudah mati atau dipenjara
jadi suatu overromjK'ling di dalam kasus Pram, su kan. Apa artinya ini? Dengan ini intervensi medan
atu serbuan dahsyat-kilat yang memsak selumh kekuasaan sudah masuk langsung l:e dalam me
tata berikut ini. Yang disebut sebagai kesalahan, dan sastra, yang pada gilirannya, menghapus me
pemaafan, kemudian diobrak-abrik urut-urutan- dan sastra itu sekaiigus dan disatukan ke dalam
nya oleh suatu eksekusi yang sudah dilaksanakan medan kekuasaan. Pertarungan mencari posisi se
ketika dia dipenjarakan dan dibuang. Pada giliran cara otonom tidak terjadi, karena pengambilan
nya eksekusi ini pun jadi soal besar karena ekse posisi itu praktis menjadi kepatuhan medan sastra
kusi hanya mungkin kalau sudah ada vonis. Mana kepada medan kekuasaan. Otonomi medan sastra
mungkin ada vonis tanpa adanya pengadilan ter- lidak ada lagi dan diganti oleh suatu heteronomi
l- hadapnya? Kalau eksekusi sudah dijalankan, sela yang dikuasai oleh negara yang pada gilirannya
l- ma lima belas tahun, maka meminta orang ber menentukan etos sastra dan tidak kurang juga
u sangkutan untuk meminta maaf dan mengakui ke- menentukan moral dan moralitas medan sastra.
•a salahannya di muka umum menjadi suatu per- Karena itu ketika para penandatangan mengklaim
is bualan inhuman. Tuntuian ini tidak jauh bedanya suatu superioritas moral pada dasarnya klaim itu
'3 dengan luntuian agar Jepang meminta maaf kepa berlangsung sambil berpangku-tangan, by inacti
1? da Amerika Serikat, pada saat memperingati lima vity. Superioritas moral itu mengandalkan perbu-
ia puluh tahun usainya Perang Dunia Kedua, setelah atan yang sudah dibuat oleh orang lain, byproxy.
r- dihajar oleh dua lx>m atom di Hiroshima dan Na Taufiq Ismail memang benar bahwa saat terbaik
a, gasaki. unmk membalas dendam adalah akhir tahun 1965
J5 kalam edisi6, 1995 85
1
DANIEL DHAKIDAE
dan sepanjang tahun 1966. Tetapi balasan itu sebagai "mereka", yang dilibatkan claiam kesalah
tidak perlu mereka buat karena sudah dibuat de an itu begitu netral, diberikan deskripsi liegitu
ngan tangan kekuasaan. Iantas, cli mana superi onpartijdig, sehingga disebut saja dengan suatu
oritas moral itu? Superioritas moral itu justm cliuji pronomen "mereka". Seorang tidak perlu menjadi
sekarang, dengan diciptakannya sendiri situasi analis politik untuk tahu bahwa yang disebut "me
moral seperti yang dibahas cli bawah ini. reka" itu bukan sekedar "mereka" tetapi suatu
Dengan selumh kegiatannya itu — claiam
stmktur masif kekuasaan yang tidak lain dari ne
seluruh heboh hadiah Magsaysay — mereka men
gara itu sendiri yang memonopoli kekuasaan
ciptakan suatu situasi moral sendiri. Justm pada untuk menentukan siapa bersalah, siapa lidak, je-
nis kesalahan. jenis hukuman, berapa lama
saat inilah mereka berada dalam suatu situasi di
dihukum, cli mana dihukum, atas suatu kesalahan
mana mereka memiliki kemampuan unmk ber
yang tidak pernah diadili dan karena itu lidak ada
buat sesuatu atas namanya sendiri, atas tanggung- orang yang pernah tahu apa kesaiahannya. De
ngan selumh uraian tentang medan kekuasaan
jawab sendiri, dan bukan by proxy. Mereka kala- yang mendominasi medan sastra, maka soalnya
kan bahwa mereka "membela haknya untuk
menulis, memprotes pelarangan buku-bukunya".
Ini tentu suatu perbuatan mulia. Kini orang im, sudah semakin jelas.
yang dibela haknya unmk menulis, tiba pada titik Di sini tengah terjadi suatu power stmggte^ da
paling mengesankan dalam sejarah kariernya un lam mengambil posisi dalam medan sastra. Ironis
bahwa pcrtarungan medan sastra itu sepenuh-pe-
tuk memetik buah manis buah penanya — ter- nuhnya ditentukan medan kekuasaan. Posisi
penling dan menentukan di sini adalah suatu ins-
lepas dari dilema yang dikemukakan Hosillos — tansi cli mana suatu genre sastra mendapatkan
pada saat diberikan hadiah internasional untuk
kegiatannya dalam bidang tulis-menulis, dan ter pengukuhan dan sejalan dengan im menghidup-
kan suatu proses penyingkiran genre sastra lain,
utama lagi dalam menulis karya sastra, yang dengan dukungan kekuasaan. Otonomi medan
haknya untuk menulis mereka bela. Kalau mereka sastra hampir-hampir sudah lak tampak. Jalan pi
kiran yang lx-rlangsung adalah jalan berpikir ke
membela haknya untuk menulis, mengapa kuasaan dan jawaban yang diberikan adalah de
ngamuk ketika buahnya mau dipetik? Kelxmaran ngan memakai selumh teknik kekuasaan dan
lidak mungkin Ix-rada cli dua tempat: ketika prakteknya lidak lain dari praktek kekuasaan
membela dan ketika mengamuk. Air tidak mung
yang lierlangsung di medan sastra itu sendiri.27
kin bercampur dengan api. Kalau kebenaran tidak
lx;rada di dua tempat maka salah samnya dengan
sendirinya palsu secara moral. Kalau kita percaya
bahwa moralnya tinggi ketika membela hak Pra
moedya untuk menulis, maka hampir dengan Kesusastraan kekuasaan
sendirinya tidak mungkin kita yakin bahwa moral
itu masih tinggi ketika mengamuk. Tingkat moral Ada suatu yang jauh lebih penting yang dibe
im sudah berada cli ujung lain di sebelahnya! la Pabottingi yaitu suatu landasan intelektual dan
moral bagi keputusan pribadinya. Landasan inte
Kini saya masuk ke dalam unsur ketiga yaitu lektual dan moral yang diambil itulah yang
menjelaskan mengapa dia mengambil sikap yang
apa yang dikatakan Pabottingi sebagai "mereka".
Dalam argumen lanjutannya Pabottingi berkata, begitu triumphalistic sehingga pada akhirnya dia
menumt anggapan Pram yang justm lx;rsalah ada merasa perlu memaklumkan kepada publik bah
lah pihak lain. Siapa? Yaitu "justm mereka yang
menghukumnya dengan kerja paksa clan penghi- wa dia "bersyukur telah ikut menandatangani sta
naan bertahun-tahun cii pembuangan".26 Yang tement itu". Supaya jelas perlu dikemukakan di si
ni apa yang saya maksudkan dengan landasan
menarik perhatian saya adalah apa yang disebut moral di atas. Palxxtingi tegitu khawatir bahwa
kalam edisi6,1995
k
T
KESUSASTRAAN, KEKUASAAN DAN KEBUDAYAAN SUATU BANGSA
arus pasca-modernisme sudah mengobrak-abiik kekuasaan yang ada, dan bertentangan dengan
tata nilai dan sekaiigus juga komilmen terhadap selumh moral clan pendapat umum yang berlaku
nilai, clan karena itu terasa perlu adanya suatu dalam masyarakat yang ada — tetapi demi kepe
usaha penyelamatan. Usaha untuk itu hanya nuhan eksistensi dirinya didesak unmk meng
mungkin dilakukan bilamana ada suatu keberani ambil keputusan pribadi dan m-sp/te-q/'ketakutan
an. Karena itu, katanya, jangan dikira "tak diperiu itu dia maju dan mengambil keputusan itu, maka
kan keberanian serta integritas intelektual untuk orang tersebutlah yang dikatakan berani, coura
membubuhkan landa tangan atas pernyataan im." geous. Kegetaran jiwa hanya berada pada orang
Malah secara dramatik dikatakan "... Ibleberapa yang berada dalam situasi seperti itu.
saat, saya tergetar sebelum menyeberangi garis Dengan ini saya melihat kasus tersebut. Me
yang amat tipis im. Tapi, getar tadi lenyap begitu nempatkan Pmmcx;dya Ananta Ttx:r — saya se
keputusan saya ambil. Di sini, tak ada kegenitan mata-mata membayangkan pengarang ini sebagai
atau keangkuhan 'sebagai yang kuasa'."2» sastrawan Indonesia moderen dengan predikat
Menarik perhatian saya bahwa ada dua hal khusus: tidak ada bukunya yang boleh dibaca se
yang dengan sangal baik dan sangat halus dihu- cara umum oleh siswa clan mahasiswa sastra dan
bungkan oleh Paboltingi yaitu moral dan politik, begitu banyak bukunya yang dilarang clan
kekuasaan. Di mana hubungan tersebut berlang ketika diterbitkan tidak boleh beredar, clan sudah
sung? Untuk melihat hal ini maka sama sekali li ada beberapa orang yang dijebloskan ke claiam
dak bisa dipotong dari yang disebut cli atas yaitu penjara karena mengedarkan buku tersebut — di
selumh paradigma "kesalahan, pemaafan, kekua dalam seluruh paradigma kesalahan-pemaafan-
saan". Hanya dengan memahami paradigma ter kekuasaan maka dengan susah payah saya beru-
sebut seorang bisa menempatkan dirinya, dan de saha untuk memahami tergetamya Mochtar Pa-
ngan itu memahami "integritas intelektual" yang boiiingi "sebelum membubuhkan tanda tangan
di aiasnya dibangun sejenis moralitas dari apa atas pernyataan tadi". Begitu susahnya saya me
yang disebut sebagai "keberanian". mahami kegetaran ilu sehingga saya lebih cen-
Mari kita mulai dengan yang disebut terakhir. demng memlx:rikan istilah kepada apa yang di
Saya mencoba memlxxlakan dua hal di sini. Per sebut kelx^ranian cli atas ilu bukan keberanian
tama, keperkasaan, forliludo, yang semata-mata letapi keperkasaan. Dalam pengertian keperkasa
mengandalkan kekuatan yang dilatih untuk an M.xhtar Palxniingi sama sekali tidak memerlu-
menghilangkan ketakutan, fear, seperti keperka kan kegetaran karena lidak ada ketakutan, fear, di
saan seorang serdadu. Serdadu yang efektif ada sana.29
lah seorang yang sudah membunuh sampai habis Semua penandatangan statement itu berada di
akar-akar ketakutannya. Kedua, adalah keberani claiam paradigma "kesalahan-pemaafan-kekuasa-
an, courage, yaitu dorongan untuk mengambil an" yang sama sehingga perbuatan penandata
keputusan untuk memenuhi kepenuhan cksisten- ngan ilu tidak akan, bahkan tidak pernah akan
Si pribadi seseorang in-spite-of ketakutan, angst, dinyalakan sebagai "kesalahan". Alasannya, kem
yang menghadanginya. Dia tidak membunuh ke- bali lagi kepada paradigma tersebut, medan
(akulan, baik fear maupun angst, karena memang kekuasaan yang ada tidak akan menyatakan itu
tidak mampu membunuhnya. Dia jalankan kepu sebagai kesalahan. Di sana sudah menyatu medan
tusan itu meski adanya ketakutan. Virtus, courage kekuasaan dan medan sastra. Habitus para pelaku
hanya ada kalau ada ketakutan eksistensial. Keti sastra itu direstui medan kekuasaan. Di dalam
ka seorang secara moral sangat takut — misalnya situasi semacam itu maka san.a sekali lidak ter-
karena melawan suatu adal istiadat lama, atau alasan bahwa ada ketakutan, fear. Ketika lidak
bertentangan dengan selumh pendapat stmktur ada ketakutan, fear, yang hams dimatikan, dari
kalam-edisi6,1995 87
DANIEL DHAKIDAE 1
mana asalnya kegagah-perkasaan itu? Kalau fear khususnya, sambil sekaiigus tidak melecehkan
lidak ada maka boleh jadi masih ada angst. Teta hal-hal yang "kita junjung tinggi".
pi kalau itu terjadi, sebelumnya pasti sudah terjadi
Ada dua soal utama di sini yaitu apresiasi li
suatu situasi moral yang sama sekali berbeda — terer di satu pihak, dan nilai-nilai kultural di pihak
kasus im akan diperbincangkan di bawah nanti. lain. Pertanyaan selalu bisa diajukan: apa yang di-
Tetapi dengan membaca selumh statement clan maksudkan dengan hai-hal yang kila junjung ting
mcnghayati nadanya, bolehlafa dikatakan bahwa gi itu? Etika? Moral? Nilai? Kalau nilai, nilai yang
di sana tidak ada fear dan juga tidak ada angst. mana? Sekali lagi ketika semua ini dipersoalkan,
Bila tidak ada angst maka hampir dengan sen
maka faktor kekuasaan sama sekali tidak bisa
dirinya tidak ada courage, keberanian. Lamas apa
yang ada? Pada hemat saya yang ada hnnyalah dinafikan karena kekuasaan bukan saja memberi
kan konteks tetapi temtama kekuasaan itu meng
suatu pameran kegagah-perkasaan claiam suatu ambil alih peran untuk menentukan nilai apa
pentasan hasil serangan terencana atas seorang yang dipertahankan dan nilai apa yang dibuang,
yang tidak berdaya. dan bersama im jenis apresiasi sastra mana yang
dibuang dan mana yang dipertahankan. Dalam
Ada suatu hal lain lagi yang perlu kita pertim- sebagian besar proses yang sedang dibicarakan
bangkan untuk menentukan serius atau tidak-seri- setelah ditunjukkan intervensi medan kekuasaan
us kegetaran Mochtar Pabottingi yaitu landasan ke dalam medan sastra, apresiasi karya sastra
intclektualnya sendiri — mungkin juga cermin akan bembah wajahnya clan Ixrsama itu genre
landasan intelektual para penandatangan state sastra bila kekuasaan masuk dan jadi salah satu
ment — yang memungkinkan integritas intelektu- faktor dalam persamaan; demikian pun pelecehan
alnya dalam menilai prestasi literer Pramoedya atau tidak adanya pelecehan suatu nilai akan ber
Ananta Toer. Seorang boleh saja berpendapal ubah proporsinya bilamana ditempaikan di dalam
bahwa hadiah sastra itu tidak selayaknya diberi dimensi kekuasaan (statepower).
kan kepada orang lain, yang tertentu. Tetapi itu
hanya mungkin kalau sudah ada keputusan terha Beberapa kemungkinan ada di sini. Apresiasi
dap prestasi literer. Setelah mempertimbangkan berjalan sejajar dan karena itu mempakan suatu
bobot literernya bam keputusan tentang "berhak afirmasi terhadap nilai yang ada. Ini tidak berarti
bahwa tidak terjadi protes cli sini. Bisa terjadi ada
atau tidak lierhak" bisa dikemukakan. Bam di si- protes tetapi dengan protes itu tidak berarti terjadi
pembahan the universe of culturalpossibles. Ke
nilah integritas intelektual Mochtar Pabottingi be- kuasaan merestui ini clan kalau perlu memberikan
nar-benar temji.
sumbangan dalam arti memberi fasilitas, subsidi
Sejauh yang saya baca tulisan-tulisan para membangun pusat-pusat kebudayaan di Jakarta
penandatangan, tidak ada satu kata pun yang dan cli daerah. Hampir selumh konsep pembina-
an kesenian clan kebudayaan Ixjrada cli dalam
memperbincangkan prestasi literer Pramoedya paradigma ini. Setiap protes hams bisa dikenda-
Ananta Toer. Satu-satunya yang masih bisa diang- likan, dan menjadi tugas pembinaan kesenian
gap ada hubungan dengan karya literer yang pada umumnya dan kesusastraan khususnya un
dikemukakannya adalah tentang bagaimana bersi- tuk mengembalikannya ke dalam rel yang lelah
kap tentang karya sastra Pramoedya: "...yang po ditentukan, dengan kekuasaan sendiri sebagai
kok...adalah bagaimana kila meluangkan jalan ba pembinanya.30
gi penghargaan atas karya-karya Pram tanpa seka
iigus melecclikan hal-hal yang kita junjung Kemungkinan lain, kekuasaan im sendiri ma
tinggi." Dalam hubungan ini pun cli sana sama suk ke claiam dan menjadi medan sastra itu sendi
sekali tidak dikatakan bagaimana mungkin dan ri. Di sini terjadi perkembangan yang menarik
dalam keadaan apa seorang bisa menghargai sua
tu karya sastra pada umumnya, atau karya Pram
kalam edisi(>, 1995
f
KESUSASTRAAN, KEKUASAAN DAN KEBUDAYAAN SUATU BANGSA
perhatian. Kesusastraan mendapat tempat lang hankan otonomi sejauh mungkin clan semampu
sung di dalam lubuk hati para pemilik medan ke mungkin. Dengan demikian apresiasi menjadi ha
kuasaan. Belum pernah terjadi jumlah para peja- sil akhir tawar-menawar oleh masyarakat sastra itu
bat begitu besar yang melibatkan diri ke dalam
kegiatan seni dan kesusastraan khususnya. Para sendiri atas dasar kepalutan clan harkat manusiawi
dalam suatu kompelisi karya sastra. Hanya de
birokrat ilu berlomba-lomba menjadi seniman su- ngan jalan itu kesusastraan bisa beqx-ran claiam
ara. Semua berlomba-lomba menulis puisi clan mengubah nilai dan dengan ilu kebudayaan. Tan
mendeklamasikan puisi untuk mendukung per pa itu afirmasi lebih menimbulkan soal, negasi
kembangan suatu genre sastra yang, karena keti- menjadi perjuangan yang tak kunjung habis. Di
adaan nama yang tepat, bisa disebut saja sebagai pihak lain, intervensi kesusastraan kekuasaan bisa
merangsang ektasis neurotik, mabuk kekuasaan
kesusastraan kekuasaan. Puncak tontonan itu ter bukan karena mengejar tetapi karena dikejar ke
jadi ketika merayakan lima puluh tahun kemerde kuasaan. Dominasi kekuasaan dari satu sisi mem
kaan Indonesia. Belasan birokrat, menieri dan
Iain-lain, memamerkan kemampuannya bersanjak bangkiikan semacam Kinderfreude des dstbetis-
di depan umum. Pada umumnya lema-temanya chen Aha-Erlehnises baik di dalam diri pencipta
bcrputar di sekitar palriotisme, clan pembangunan. maupun cli dalam diri audiens yang menikma-
tinya.
Tetapi di sana juga letak soalnya. Bidang yang
paling dalam yang bisa disebut sebagai the inner Kemungkinan lain apresiasi berjalan tidak sei-
sanctuary sastra adalah keindahan, beauty, yang ring dan malah bertolak belakang clan karena itu
tidak bisa ditembusi oleh kekuasaan, demikian menjadi negasi atau suatu Verneinung dari suatu
pandangan kaum idealis. Dalam kenyataannya ke nilai yang berlangsung. Kekuasaan akan memberi
kuasaan bisa membentuk keindahan, power begets kan perhatian khusus kepada jenis ini. Kooptasi
beauty, modal bisa membentuk keindahan, capi
tal begets beauty — inilah ekonomi-politik
perkembangan mode, fashion. Dalam arti itu tidak
mengherankan bilamana kekuasaan itu masuk
langsung ke dalam medan sastra, meski bukan
dengan mjuan menghidupkan medan sastra tetapi
membangun medan kekuasaan.
Campur tangan kekuasaan yang terlalu Ix-sar
— baik dalam model afirmasi, intervensi maupun
dalam model negasi — dalam menghubungkan
apresiasi seni di satu pihak dan kebudayaan di
pihak lain scnantiasa menimbulkan soal, antara
lain, pelecehan terhadap salah satunya, atau ma
lah dua-duanya sekaiigus: membengkokkan apre
siasi dan mengganggu kebudayaan sekaiigus.
Selalu bisa terjadi pelecehan terhadap yang seha-
rusnya dijunjung tinggi dan menjunjung tinggi
nilai yang seharusnya dilecehkan. Bagi masyara
kat sastra dan kebudayaan pada umumnya per
juangan justm terletak di sini yaitu menjinakkan
kekuasaan, dalam arti mengurangi mang dimana
kekuasaan menentukan estetika dan memperta-
kalam - edisi 6,1995 S9
DANIEL I) li A K I I) A E T
akan diusahakan dan diarahkan khusus baginya. bekerja. Bila suatu karya sastra dalam mengung
Namun, kooptasi adalah hasil akhir dari permain kapkan rasa, memberikan penilaian, cara men-
an dua pihak yang akan tergantung pada habitus anggap soal, dan cara meyakini sesuatu yang pa
da gilirannya langsung saja berhubungan dengan
para peserta medan sastra itu. Pramoedya Ananta
Toer, misalnya, adalah seorang yang sudah mem- urusan mempertahankan dan mereproduksikan
bina sejenis habitus yang bahkan sudah ditempa kekuasaan itu, maka kesusastraan ilu tinggi dalam
oleh api suatu inferno pembuangan "orang kadar ideologist Dalam arti itu suatu karya sastra
rantai". Habitus itulah yang telah mendukung tidak terhindar dari menyentuh stmktur keku
kreativitasnya. Selumh protes terhadapnya selalu asaan, dan mengganggu kekuasaan itu. Kenyata
terpusat pada "penghancuran kebebasan kreatif',
tetapi berkat habitus yang selalu memadu peng an ini biasanya tidak pernah dibiarkan.
alaman dengan kreativitas maka kreativitasnya Realitas kekuasaan senantiasa menunjukkan
selalu memuncak di tengah penghancuran kebe kenyataan berikut ini. Kapan pun dalam masyara
basan kreatif. Inilah orang yang justm produktif kat otoritcr suatu sistem kekuasaan hanya mem
ketika kebebasan dilumat-lumatkan. Dengan kata berikan apresiasi kesusastraan kepada karya sas
lain inilah orang yang mampu membedakan situa tra yang mendukung keberadaannya, the main
si obyektif bagi kreativitas dan proses kreativitas tenance and reproduction of social power. Bagi
pemerintah kolonial Belanda, Max Havelaar, of
itu sendiri. Meski berada claiam ketiadaan faklor
de Koffiveilingen der Nederiandscbe Handel-
obyektif bagi kebebasan tetapi karena dava scrap maat.scbappif terbit I860, karya Multaluli sangal
mengganggu temtama karena mengguncang
pribadi yang tinggi dia mampu mengolah kembali penyelenggaraan dan reproduksi kekuasaan kolo
semua faktor obyektif menjadi karya sastra yang nial. Apa yang mengguncangkan itu? Tidak lain
memukau. Atau bila dipakai konsep seperti yang dari habitus sang penulis yang menempatkan
dikemukakan Ignas Kleden, "... [klreativitas ada simpatinya dan karena itu mengambil pihak pem-
lah reproduksi individual dan personal dari semua belaan terhadap kehidupan desa Jawa yang mis
faktor sosial yang diterima oleh seorang individu", kin clan sederhana, sambil menelanjangi situasi
maka Pramoedya adalah orang yang mampu bangkmt dalarn administrasi kolonial yang
memakai dengan efektif kondisi sosial itu bagi menyelenggarakan kekuasaan penjajahan."33
penciptaan.31
Pemerintah kolonial tidak melarang buku itu,
Dengan im sulit terjadi kooptasi. Bila tidak
mungkin maka jenis apresiasi dengan negasi se dibiarkan masuk ke dalam buku teks sekolah.
bagai dasarnya akan dihapuskan. Di sana lalu
terjadi tabrakan. Salah satu alasan utama yang me- Telapi cli dalam prakteknya diskusi terbuka ten
nyebabkan tabrakan itu sering tidak terhindarkan tang Max Havelaar tidak diperkenankan karena
adalah kesusastraan itu sendiri adalah idelogi. dianggap "...untuk kebanyakan siswa pribumi tak
Ideologi kesusastraan itulah yang ingin diarahkan pelak lagi bisa menjadi luar biasa berbahaya, yaitu
dan "dibina" kekuasaan. Dalam arti ini ideologi bilamana mereka membacanya sendiri; akan sc-
kesusastraan berhubungan langsung dengan ke gera menjadi tidak berbahaya, clan menyelamat-
kuasaan, baik claiam dimensi sosial maupun pol kan, bilamana buku itu dibaca di bawah pembina
itik. Ideologi di sini dalam pengertian yang sangat an, misalnya bila dibaca di mang kelas. Semakin
sederhana dalam arti kalau sekiranya apa yang kita menekankan ketakutan pada Multatuli sema
dipikirkan seseorang itu clan apa yang ditulis se kin dia dari segi tertentu menyerap masuk ke da
orang dalam karya sastranya berhubungan atau lam hati kaum muda."34 Hampir semua nada
menghubungkannya langsung dengan stmktur patronizing ditemukan di sini: ada bahaya,
dan relasi kuasa, maka di sana ideologi itu tengah karena im hams ada pembinaan yang baik, goede
hiding, untuk menjadikannya tidak berbahaya
90 kalam -edisi 6,1995
KESUSASTRAAN, KEKUASAAN DAN KEBUDAYAAN SUATU BANGSA
dan bahkan mengubahnya menjadi sesuatu yang satu kesempatan pun di mana para penanda
tangan bisa menguji integritas intelektualnya.
membawa keseiamatan, heilzaam. Di mana letak Khususnya dalam hal Mochtar Pabottingi, bila
bahaya tersebut? Buku itu berbahaya dilihat dari lidak ada ketakutan untuk menjadikannya berani,
segi sentimen anti-kolonial yang bisa dibangkit- dan bila tidak ada kesempatan yang diberikan
Oleh dirinya kepada dirinya sendiri untuk menguji
kannya".35 integritasnya, maka saya hampir-hampir tidak
Meskipun diakui keunggulannya sebagai percaya, meskipun saya sudah berusaha sekuat
karya sastra tetapi tetap dijaga dan dibatasi pe- tenaga untuk percaya, bahwa Mochtar Pabottingi
nyebarannya jangan sampai terlalu meluas agar
begitu "tergetar sebelum menyeberangi garis yang
dengan itu masyarakat kolonial terhindar dari
amat tipis im".
kemungkinan "melecehkan apa yang mereka jun
jung tinggi" yaitu moralitas yang menjadi ideologi Tetapi, kalau asumsi saya berikut ini bisa jadi
bahan pegangan bahwa saya cukup mengenai
the white man' s burden dalam bentuk kolo- Mochtar Pabottingi, maka saya berusaha meya-
kinkan diri saya sendiri untuk percaya bahwa dia
nialisme. Moralitas itulah yang menjadi basis legi benar-benar "tergetar sebelum menyeberangi ga
limasi kekuasaannya. Hampir-hampir tidak mung ris yang amat tipis itu". Namun, kesimpulan be-
kin menghargai Multatuli dan sekaiigus tidak rikui ini yang saya ambil justm bertolak belakang
melecehkan moral yang dianutnya yaitu moral dengan yang dikemukakannya. Kalau sekiranya
dia benar-benar tergetar maka keiergeiarannya itu
yang membenarkan lindakan secara sistematik terutama karena dia hams menyeberangi garis
menjalankan ketidakadilan. Karya Multatuli me moral yang lama dan garis integritas intelektual
mang membawa dampak besar baik di kalangan yang dulu dia pegang. Dan garis itu sama sekali
pemerintah Belanda maupun dalam kalangan ma
tidak tipis! You ve crossed the solid line.' Ketika dia
syarakat kolonial, dan lemtama besar di kalangan
kaum pergerakan nasional. menyeberangi garis itu tidak adafear yang meng-
Dengan analogi semacam ini bisa dilihat ba hadang karena seperti sudah dikemukakan cli atas
gaimana kasus Pramoedya menjadi kasus kebuda kekuasaan itu mungkin berada di pihaknya. Na
yaan dalam arti penuh. Bila kekuasaan berada cli mun, yang ada cli sana adalah angst, karena dia
hams melawan suara hatinya sendiri demi sesuatu
dalam dimensi ini maka hampir-hampir menjadi yang boleh jadi lidak memenuhi kebutuhan eksis
suatu contradictio in terminus mengatakan mem
berikan apresiasi sastra pada karya-karya milik tensinya. Karena itu untuk perbuatan ini dia tidak
Pramoedya Ananta Toer dan pada saat yang sama bisa disebut courageous karena perbuatan im
tidak "melecehkan hal-hal yang kita junjung
tinggi". Kalau ramifikasi anlara apresiasi sastra, ke justm melanggar virtus. Kalau tidak ada virtus
bagaimana mungkin ada keberanian. Kalau tidak
kuasaan, dan sistem etika suatu zaman tidak di-
bongkar maka apa yang ditulis Mochtar Pabotiingi ada keberanian ...!
itu sendiri tidak mencerminkan adanya upaya Dia bemsaha memlx^kukan angst itu. Tetapi
membuat pertimbangan tentang karya sastra Pra- itu hanya bisa dibuat bila bersama itu menyolx-k
m.x'dya dalam selumh tali-temalinya yang mwet eksistensinya sendiri. Tetapi yang lerjadi biasanya
angst selalu mengusik selama cli claiam dirinya
dengan kekuasaan.
tidak terpecahkan kontradiksi dalam bentuk dile-
Ketika kila melayangkan pandangan kita ma moral yang dikatakan cli atas. Angst im akan
kepada statement yang sudah "diedit" berulangka-
li oleh Mexhtar Pabotiingi maka ternyata juga di selalu muncul lagi ketika di dalam batinnya tetap
sana tidak ada satu kata pun dalam statement itu terjadi pergolakan antara moralnya yang dulu clan
yang bemcap tentang prestasi literer Pramoedya moralnya sekarang ketika dia hams melawan apa
Ananta Toer. Bagaimana bcrsikap pun sama sekali
tidak ada di sana. Karena itu saya tidak melihat
DANIEL DHAKIDAE
yang dulu dipikirkannya dan hams menolak yang diskusi filosofis akan membosankan semua pem
dulu jadi landasan moralnya sendiri karena lan baca, nilai estetika tidak pernah mampu dipe-
dasan moral itulah dan integritas intelektual itulah gangnya, clan dengan itu atau temtama karena im
yang, katanya lagi, menjadi dasar ketika pada sua malah kehilangan daya literer untuk mencapai
tu saat di masa yang silam sebelum "menyebe tujuannya. Begitu pun suatu karya tulis yang sejak
rangi garis yang amat tipis itu" dia dengan jalan- awal bennain dan ingin memainkan peran seba
nya sendiri "... telah membela dan memaafkan gai kekuatan moral dengan mengajar moralitas
Pram." dengan tujuan khusus uniuk mendidik biasanya
gagal menjadi karya sastra. Ia lebih mempakan
Kekuasaan kesusastraan kumpulan kotbah dan pidato didaktik — dalam
pesan ideologis, pesan pembangunan, dan Iain-
Pada dasarnya seperti yang sudah dikemuka
kan cli atas semua debat soal Pramoedya adalah lain — yang akan Ixigitu membosankan sehingga
cermin dari kekalutan kebudayaan yang tengah karya semacam itu biasanya tidak cukup menjadi
berlangsung. Saya sudah berusaha membuka tabir katekismus clan terlalu rendah untuk menjadi
kekalutan kebudayaan ketika kekuasaan im ma suatu karya sastra.
suk dan mengobrak-abrik selumh tertib moral. Hampir tidak pernah terjadi suatu karya tulis,
Saya sudah bemsaha untuk membongkar masalah yang sejak dari awal ingin bermain kekuasan, ber
kekalutan ketika kekuasaan itu masuk dan meng- hasil sebagai karya sastra. Suatu karya tulis yang
atur bahkan menentukan genre sastra bahkan se sejak awal ingin lx:rmain clan memainkan peran
lumh dasar apresiasi seni pada umumnya clan tata sebagai politicalpower biasanya berakhir dengan
sastra pada khususnya. Bahkan medan kekuasaan karya-karya komp. Dalam banyak hal realisme so
im sudah menjadi medan sastra dan medan sastra siaiis jadi contoh klasik tentang murahannya kar
menjadi medan kekuasaan. Tapi, di pihak lain, ya sastra model itu. Dalam banyak hal tragedi
kekuasaan juga tidak mungkin begitu berminat Lekra claiam kesusastraan terletak di sana.
pada kesusastraan tanpa mengincar sejenis keku
asaan yang ada di sana. Seperti sudah dikatakan Pramoedya sendiri selalu berhasil ketika kar
di atas kesusastraan sebagai sumber ideologi itu ya-karyanya menjadi ekspresi dirinya. Tetapi dia
gagal ketika dia mau memainkan power langsung
lah yang jadi titik singgung anlara sastra dan ke dengan kesusastraan sebagai alatnya. Contoh ter
kuasaan. Dalam berbagai prcxluk sastra novel dan baik adalah Sekali Peristiwa di Banten Selatan,
roman adalah medan yang paling kaya karena yang ditulis dengan mjuan khusus mengedepan-
mang yang dibukanya begitu tanpa batas. Di sana kan dan sekaiigus memainkan kekuatan ideologi.
besar kemungkinan terjadi the intersection of Roman ini ingin memainkan peran dalam meng-
social and economic relevance dari semua yang angkat gotong-royong yang oleh Pramoedya dika
berlangsung cli claiam masyarakat, temiasuk ke takan sebagai sesuatu yang sangat dia junjung
kuasaan. Tidak jarang kesusastraan membongkar tinggi temtama sekali karena "sampai dewasa ini
kekuasaan, meski lebih sering kekuasaan meng- mengejek clan mencibir para pemimpin dan pe
gusur kesusastraan. merintah telah menjadi mode, sebagai overkom-
pensasi daripada jiwa yang tak tahu mencari arah
Pertanyaannya bagaimana kesusastraan ber
kuasa untuk mengubah kekuasaan itu, tanpa yang benar."3<>
hams menjadi kekuasaan itu sendiri? Di sini letak Jelas di sini roman ini ingin menggusur kritik
tantangan dan sekaiigus tragedi kesusastraan.
Suatu karya tulis yang sejak awal ingin bennain dan sinisme sosial terhadap kekuasaan. Apa yang
dan memainkan peran sebagai kekuatan intelek
tual biasanya gagal sebagai karya sastra. Jejalan terjadi dengan roman tersebut? Teeuw menunjuk
kan dengan jelasdi mana letak kegagalan im:
"Bagaimana potret orang di Banten, bajingan
92 kalam edisi 6, 1995
T
KESUSASTRAAN, KEKUASAAN DAN KEBUDAYAAN SUATU BANGSA
Musa dan pahlawan Ranta dengan pengikut-
nya begitu berlebih-lebihan ditampilkan; di
sana tidak ada garis-garis gambar manusiawi,
tidak ada bayang-bayang; sinar-bayang, yang
membuat karya Pramoedya tentang pejuang
kebebasan rakyat, keadilan clan perjuangan
melawan tirani dulu begitu memukau, hilang
dari sana. Di sini ideologi telah menggusur
seni."37
Bisa dipahami kritik Teeuw. Kalau sastra im dan dijadikan praxis politik menentang koionia-
sendiri adalah suatu ideologi, maka meng-"ideolo-
gikan ideologi" hksana menuang garam ke laut, lisme.39
hilang makna. Dengan perasaan "lega" Teeuw Suatu sistem kebudayaan bam subur bila pra
mengatakan, untung Pramoedya sedikit sekali xis literer ilu berkembang secara kreatif baik di
menulis ceritera jenis ini. kalangan penulis kreatif yaitu para sastrawan, pa
ra kritisi sastra, dan tidak kurang pentingnya para
Namun, selalu saja ada contoh di mana penikmat sastra, atau medan sastra. Kumpulan
semua unsur inilah yang disebut sebagai literary
kesusastraan mampu menjalankan kekuasannya,
kekuasaan literer ketika ia menjadi suatu proses community, masyarakat sastra. Suatu tindak kul-
dalam hidup. Ada terbagai jalan yang bisa ditem- lural tidak lain dari menyuburkan masyarakat sas
puh karya sastra untuk mencapai kekuasaan de tra itu dengan merangsang iklim imajinatif. De
ngan jalan estetika yaim dengan meningkatkan ngan itu daya serap kesusastraan menembus la-
pengertian, mengubah imaginative climate, yaitu
suatu iklim imaginatif hasil kreativitas, yang pada pisan-lapisan sosial dan ekonomis menjadi peng-
gerak efektif bagi kebudayaan pada umumnya
gilirannya, memungkinkan kreativitas itu sen- karena kesusastraan menjadi the intersection of
diri.38 social and economic relevance. Menumt hemat
Dengan itu kesusastraan menjalankan peran saya di sinilah arti penting karya-karya Pramoedya
yang hampir-hampir berlangsung di luar kesadar-
annya yaim. menanamkan sejenis ideologi yang Ananta Toer.
mengubah orang yang menjadi titik strategis di
dalam pergaulan umum di dalam masyarakat ter Dalam arti itu ironis ketika selumh hingar-
utama mengubah mereka yang hams mengajar bingar debat itu berlangsung claiam kosakata ke
orang lain yang tidak membaca sastra dengan kuasaan — baik dari para pengeritiknya, baik me
reka yang membelanya untuk memberikannya
memberikan selumh referensi literer dari bahan kekuatan moral agar menerima hadiah sastra, No-
sastra hasil bacaannya. Selumh rentetan praxis
literer lersebui lidak lain dari suatu lindak kultu-
ral. Dengan praxis literer semacam itu estetika
menjelma menjadi kekuasaan. Sekali karya sastra
menjelma jadi kekuasaan literer, maka kekuasaan
estetika semacam itu tidak pernah berdamai de
ngan kekuasaan politik. Max Havelaar.sekali lagi
jadi contoh klasik. Selumh estetika Max Havelaar
menjelma menjadi ideologi. Pada gilirannya, ideo
logi estetika Multatuli diserap kaum pergerakan
kalam - edisi 6, 1995 93
DANIEL D 11 A K I D A E
bel Asia tersebut, di tengah persaingan ketal keterpukauan seorang dengan suatu karya—be
sastrawan se-Asia cli penghujung abaci duapuluh lum membuka suatu kemungkinan tentang seber-
ini — Pramoedya Ananta Toer sendiri menunjuk apa tinggi nilai literer karya tersebut. Namun, satu
kan bagaimana kekuasaan itu melangkah dari ke hal sudah pasti yaitu sualu kerja keras. Tentu saja
susastraan! Kira-kira seminggu setelah statement kerja keras dengan gampang dihubungkan de
kedua puluh enam orang im diributkan di surat- ngan tebalnya buku itu. Tetapi bukan itu juga
kabar sang pengarang tua itu menanggapi semua yang saya maksudkan. Kerja keras yang saya
hingar-bingar tentang dirinya dengan suatu ja- maksudkan di sini adalah upaya menghabiskan
waban literer. Persis seminggu setelah itu dia seluruh daya imaginasi literer seorang pengarang
mengeluarkan suatu karya sastra claiam tentuk yang memtenamkan dirinya di dalam suatu situa
roman dengan judul Ants Balik, setebal 750, tujuh si berabad-abac! silam dan menyelam ... terns me-
ratus lima puluh halaman. O... formidabile diclu! nyelam sambil mengais di dalam air — tenar-
Pada saat yang sama tepat pada tanggal 17 Agus benar saya pilih kata "mengais" ini — dan dari sa
tus, untuk memperingati lima puluh tahun kemer
dekaan RI di Belanda diluncurkan pula terjemah na membawa kembali mutiara dalam bentuk
an Belandanya dengan judul De Stroom uit het
Noorden atau Arus Utara. Semua penerbitan ini suatu karya sastra dengan seluruh perspektif his
hampir-hampir membikin bungkam para penge- toris cli claiam dan di baliknya. Karya im mening-
katkan pengertian, mengubah iklim imaginatif
cam pengarang tua ini. masyarakat sastra dan politik di sini. Kalau yang
Tentu saja sangat naif menilai suatu karya sudah dibaca dalam hampir semua tulisan Pra
moedya Ananta Toer kembali lagi temlang di sini
sastra berdasarkan tebal tipisnya buku hasil karya yaitu mereka menjadi lokus bagi the intersection
im Dengan alasan im saya abaikan saja soal kete- of social and economic relevance maka karya itu
balan buku. Ketika menyelesaikan tulisan ini saya tengah menjalankan suatu praxis literer yang
belum selesai membaca buku lebal di atas. Tetapi dahsyat.
berdasarkan beterapa halaman pertama, saya su
dah merasa bahwa dengan suatu grand oj>ening Beberapa kcsimpulan
selumh dunia imajinasi saya dihanyutkan ke Saya sudah mencoba membuka apa yang ter
claiam suatu wilayah magis masa silam yang jauh-
jauh adanya dari kesadaran saya, masa-masa ter jadi cli balik seluruh kontroversi hadiah Magsay
akhir kejayaan Maritim, Kerajaan Majapahit. Se say. Suatu pembahan besar tengah terjadi di da
orang teman yang sudah membaca lebih dari se- lam kebudayaan di dunia. Di tengah itu sebagian
paruh buku tersebut memberikan komentar ter- besar lembaga-lembaga kebudayaan mengalami
ikul ini: Saya paham sepenuh-penuhnya bahwa disorientasi. Hadiah Magsaysay membuka tabir
yang saya hadapi itu adalah suatu masa tua dalam disorientasi kebudayaan cli claiam negeri, sambil
sejarah Indonesia. Ungkapan-ungkapan bahasa memberi riampak cli dua bidang sekaiigus: negara
Pramoedya Ananta T<x:r untuk melukiskannya clan masyarakat sastra. I.ingkungan sastra tentu
adalah ungkapan-ungkapan klasik dengan gaya
bahasa arkaik, tua. Tidak ada yang islimewa di sa akan meluas karena medan sastra adalah titik-
na. Tetapi hampir tidak bisa saya jelaskan kekuat
an apa yang merasuk saya sehingga sekali saya singgung utama antara kelompok sastrawan, inte
mulai dengan kalimat-kalimat awal saya terseret lektual, clan kaum profesionai pada umumnya.
Karena itu hadiah tersebut langsung merangsang
untuk membaca dan membaca terns buku im. kontroversi. Setiap kelompok mencoba memmus
kan kembali posisi cli dalam medan sastra ... dan
Hanya kelelahan fisik yang menghentikan saya.
Tetapi dua-dua alasan di atas — tebal-tipis, medan kekuasaan.
Bersaniaan dengan pemmusan kembali posisi
terjadi aneka kontradiksi. Pengerilik Pram.x-dya
kalam edisi 6,1995
r
KESUSASTRAAN, KEKUASAAN DAN KEBUDAYAAN SUATU BANGSA
menuduhnya memakai politik untuk memenang- Penilaian .erhadap masa itu, pada gilirannya, akan
kan kesusastraan. Tetapi sejauh yang saya coba membuka wawasan kita tentang kemerdekaan
teliti kesimpulan saya adalah mereka menjalankan berkreasi cli dalam bidang apa saja, meski kete-
sendiri apa yang diiuduhkannya itu. Selumh kosa- tulan di sini saya sedang mempersoalkan kreati
kata yang dipakai cli claiam kontroversi Magsaysay
adalah kosakala kekuasaan, dari yang samar- vitas literer.
samai sampai yang secara terang-terangan me Tetapi pemahaman masa yang kompleks se
mang memainkan kekuasasaan im. Mobilisasi ke perti tahun 1960-an itu tidak dapat dicapai lanpa
kuasaan tidak lain dari power game. memeriksa banyak hal seperti the inner workings
dari Lembaga Kebudayaan Rakyat, Lekra, pada
Kontradiksi ini sendiri pun berhubungan tahun-tahun itu. Karena itu suatu penelitian yang
langsung dengan state power yang menjalankan tuntas perlu dibuat tentang apa prinsip sastranya,
kekua.saan cli claiam kesusastraan, sambil mema- siapa yang berwenang menetapkan prinsip itu?
suki sendiri medan sastra itu dan mengembang- Seterapa jauh prinsip itu ditaati? Berapa jauh Par
kan kesusastraan kekuasaan dengan cita rasa ke tai Komunis Indonesia, PKI, berkuasa di. claiam
indahan sendiri. Di tengah semuanya itu pertanya dunia kesusastraan? Siapa yang menjadi peng-
an tentang harapan terhadap otonomi sastra hubung antara partai dan .suatu lembaga kebuda
hampir-hampir menjadi lidak relevan. Sebagian yaan? Seberapa jauh Lekra, PKI, berhubungan
langsung dengan aparat negara — baik birokrasi
kesulilan lerletak ten llama di claiam kesusastraan sipil maupun mditer, di pusat dan di claerah —
dan dengan itu menikmati fasilitas negara demi
itu sendiri. Kesusastraan hampir tidak pernah ter- pekerjaan kebudayaannya? Setelah im bam dipe-
pisah dari politik dan temtama politik kekuasaan. riksa prestasi literemya. Tanpa memahami itu
Bila diambil secara garis tesar pembahan politik praktis kila tidak mampu memahami zaman yang
selalu menentukan perubahan sastra dan jarang penuh pergolakan ckonomi-politik itu. Pergolak-
terjadi sebaliknya. Realisme sosiaiis ditentukan an literer hanya menjadi bagian kecil, meski ham
dan didukung kekuasaan. Pembahan kckuasaan- pir-hampir tak lerpisahkan dari selumh proses itu.
lah yang menentukan kehadiran genre saslra lain.
Hampir setiap genre kesusastraan yang berlang Kontroversi ini menghidupkan kembali soal
sung di sini adalah akibat dari suatu permainan kekuasaan dan kreativitas untuk masa sekarang.
politik. Lanlas, mengapa gusar tenlang tiadanya Seterapa jauh keduanya ini berhubungan? Seter
apa jauh keduanya ini saling mengganggu? Kaisar
otonomi sastra itu? Agustus zaman Romawi dengan kekuasaannya
mclindungi Publius Vergilius yang — dengan
Inti dari selumh debat — yang sudah dibuka menghabiskan waktu sepuluh tahun, dihempas
oleh semua statement dan counter-statement, rasa putus asa sampai ke tingkat di mana dia ingin
yang suka dan membenci Pramoedya Ananta Toer menyotek-nyobek hasil karyanya sendiri yang
— berputar di sekitar hubungan antara dua hal hampir saja tidak sampai ke tangan kita —
terikut ini: power and thefreedom of expression. berhasil menulis epos Aeneid tentang pelualangan
Inti dari kritik yang diberikan kepada Pramtx-dya putera bangsawan Troya sampai terdirinya kota
adalah peran yang dimainkannya kelika "meng- Roma, yang juga berfungsi sebagai legilimasi bagi
hancurkan kesempatan bagi kreativitas" para puncak kekua.saan kekaisarannya. Karya tersebut
pengarang. Masa yang dibicarakan ini telah ber menjadi salah satu dari puncak keindahan sastra
langsung puluhan tahun yang silam clan dalam Latin. Penindasan belum tentu menghasilkan ma-
pada itu baik di dalam negeri maupun di luar hakarya kesusastraan. Begitu pula, bak menggan-
negeri telah terjadi pelbagai peristiwa yang tang asap bila ada yang terusaha mencari jejak
mengubah dunia ini secara jauh clan dalam. Ka
rena itu kini, pada hemat saya, sudah tiba saatnya
unmk menilai zaman itu dengan lebih dingin.
kalam edisi 6,1995 95
DANIEL DHAKIDAE
bahwa ketebasan pernah menjelma menjadi dan di penjara tanpa membaca dan ditenamkan
rahmat untuk menghasilkan karya besar yang ke di dalam ekstasis estetik oleh karya-karya sastra
luar dari tangannya. Penindasan, sebaliknya, me seperti Keluarga Gerilya, Mereka yang Dilum
lahirkan tetralogi Bumi Manusia, clan Arus Balik. puhkan, Perburuan, Cerita dari Blora clan Iain-
lain lagi.
Kalau tiga contoh ini dipakai sebagai petun
juk maka kekuasaan boleh dibilang sesuatu yang Menghapuskan kesempatan dan kemungkin
amorphous bagi kesusastraan. Tetapi dalam ke- an im berarti suatu sistem kebudayaan hams
nyataannya tidak. Kekua.saan menjadi bagian dari membayar opportunity cost yang tinggi. Apa arti-
kesusastraan dan kesusastraan menjadi bagian da nya untuk bangsa? Suatu sistem kebudayaan lidak
ri kekuasaan. Selumh studi yang coba saya kerja- mungkin, dan malah, tidak boleh menutup mala
kan menunjukkan arah itu: politik tetap menjadi terhadap opportunity cost yang tinggi itu. Sesuatu
panglima kesusastraan. Kalau itu soalnya maka hams dibuat oleh masyarakat budaya di sini un
tuk menangkap kesempatan, dan memberi pe-
otonomi medan sastra hams diterima dalam tafsir- luang mengatasi masalah biaya-kesempatan yang
tinggi itu. Caranya adalah dengan memasukkan
an terhatas dan kira-kira letaknya di sini: mem kembali pengarang besar ini ke dalam pergaulan
buka medan sastra unmk segala jenis karya dan umum masyarakat sastra. Karyanya boleh dibaca
dengan demikian mengisi tersama yang disebut di mang-mang pendidikan, dibahas di sekolah-
sebagai the universe ofjxjssible options di claiam sekolah, clan dtperdebatkan di dalam masyarakat
karya sastra. Genre kesusastraan ditentukan oleh umum. Ini tidak berarti semua karyanya hams
hukum sastra. Pergeseran jenis sastra, dengan disetujui. Justm tidak perlu, malah hams didebat
demikian. adalah hasil kompetisi literer termasuk secara kesatria-literer. Tetapi dengan dibukanya
berkompetisi dengan kesusastraan kekuasaan. kesempatan maka suatu debat kebudayaan sudah
Dalam arti inilah kehadiran Pranuxxfya merang dibuka. Kebudayaan im dengan sendirinya ter-
sang kompetisi sastra secara sangat serius. Kerugi- tumbuh, dan dalam pertumbuhannya terkem-
an jauh lebih besar bila pengarang ini dibuang da bang karena sangat diperkaya dari dalam.
ri dunia sastra nasional, Secara politis kita sudah tiba pada suatu mo
men historis — lima puluh tahun kemerdekaan
Kesusastraan yang mencita-citakan kekua.sa Indonesia. Di tengah euphoria seperti im meng-
an jarang memenuhi harapannya. Tapi kesusastra usik kembali bidang "membunuh ketebasan kre
an yang asli sering menjelma jadi kekuasaan de atif' tigapuluh tahun yang lalu bagaikan menepuk
ngan kekuatan estetiknya. Kalau itu yang terjadi air got di dulang dan menycbarkan bau busuk ke
biasanya kekuasaan kesusastraan yang bertum- muka semua kita sendiri. Alasannya sederhana.
buh karena kompetisi sastra sering melahirkan Kita terbicara tentang membunuh kebebasan kre
pembahan sosial yang berarti dan menentukan. atif yang terjadi dulu sambil menjalankannya sen
Apa arti kongritnya? Saya tidak dapat memba diri sekarang. Alasan lain, karya-karya orang be
yangkan bagaimana kaum muda kelak memper- bas seperti kita secara relatif hampir hilang mpa,
kaya dirinya — aiau betapa miskin mereka kalau dan pudar makna dibandingkan dengan karya se
tidak terkesempatan memperkaya diri — dengan orang yang tersiksa jiwa seperti Pramoedya
suatu kematangan estetik dan dengan itu meng- Ananta Toer. Dalam ketiadaan ketebasan, dia
hayati dilema yang dihadapi kaum inteligensia membuktikan dirinya jadi manusia merdeka. Da
masa pergerakan nasional tanpa membaca selu lam selumh imajinasinya sendiri lentang kebebas
mh tetralogi Bumi Manusia. Saya tidak dapat an eksistensial im dia mencipta dan terns mencip-
membayangkan bagaimana generasi muda meng- ta demi kebudayaan suatu bangsa.
hayati intensitas revolusi 1945, dilema moral yang
dihadapi para pejuang, orang biasa, ayah clan ibu,
anak clan Lstri di desa, di kota, di medan perang,
KESUSASTRAAN, KEKUASAAN DAN KEBUDAYAAN SUATU BANGSA
Catatan 97
1. Tentang jumlah tanggapan lihat kertas kerja Hilmar Farid "Refleksi Kebudayaan" yang dibawakan pada Dialog
Terhuka Refleksi Kebudayaan, Institul Kesenian Jakarta, 9 September 1995.
2. Darmaningtyas, "Gosip Para Seniman", Kompas, 14 Agustus 1995.
3. Lihat "Pernyataan leniang Hadiah Magsaysay uniuk Pramoedya Ananta Toer" yang disponsori oleh Arief Budiman
dan Goenawan Mohamad, 12 Agustus 1993.
4. Menarik perhatian bahwa dia sudah membubuhkan landaiangan pada rancangan statement. Tetapi setelah melihat
isinya dia menarik kembali tandatangannya. Dia berminat memberikan infonnasi kepada Yayasan Magsaysay ten
tang siapa orang yang menerima hadiah itu. Dia lidak bersedia menggugat hadiah itu sendiri karena, katanya. tidak
ada yang lebih panlas sekarang dari Pramoedya sendiri. Lihat Bur Rasuanto, "Momen Pengadilan Pramoedya",
Gatra, Tahun 1, nomor 43, '* September 1995, hal. 102-103.
5. Lihat Pierre Bourdieu, 'Ihe Field ofCultural Production, Essays on Art and Literature, edited and introduced by Ran
dal Johnson, Columbia University Press, 1993.
6. Tentang semua ini bisadibaca dalam ibid., hal. 64 f; 162; 185.
7. Seluruhnya bisa dibaca di dalam tulisan Bourdieu "The Field of Cultural Production, or: the Economic World
Reversed", dalam ibid. hal. 30-73. Kutipan di atas diambil dari halaman 32. Baca juga pengantar editor yang ditulis
dengan sangal baik oleh RandalJohnson
8. Persisnya profesor Teeuw mengatakan: "'/.<> is Pramoedya Ananta Toer paradoxaal genoeg afwezig en tegelijk volop
aanwezig in de Indonesische li.eratuur." ISandingkan A.T'eeuw, I'ramoedya Ananta Toer, De Verbeelding van
indonesie, uitgeverij de Geus, 1993, p.46. Baca juga review article yang saya tulis tentang buku ini, "Pramoedya
Ananta Toer, Pujangga Penuh Paradoks", dalam Kompas 23-24 Mei 1994.
9. Dalam wawancaranya dengan Kompas, TanSri Alxiul Samad Ismail, 70 lahun, seorang sastrawan negara dari Keraja-
an Malaysia mengatakan yang berikul ini: "Di Malaysia ... masyarakat mengagumi Pramrx-dya seperti yangdilx-rikan
terhadap Chairi! Anwar. Kenda.i beberapa novel Pramoedya dilarang di Indonesia, tapi di Malaysia banyak beredar.
Pramoedya termasuk one of thebest" T.S.A.S.lsmail sendiri seorang sastrawan negara Malaysia, yang juga penerima
hadiah Ramon Magsaysay untuk kesusastraan. Lihal Kompas, 22 Agustus 1995.
Profesor Teeuw juga mengatakan yang persis sama dalam buku yangdikutip di atas. Paradoks yangsama herla-
ku untuk nasibnya: "Di dalam negerinya sendiri dia disimpan di dalam sangkar dan mulutnya ditutup mati; tetapi pa
da saat yang sama secara internasional dia menjadi tokoh utama kesusastraan Indonesia. Tanpa karyanya seluruh
dunia hampir-hampir lidak mengenai kehadiran kesusastraan Indonesia modern" Selanju.nya dikatakan Teeuw:
"Dalam pada itu ironis bahwa seorang yang karyanya tidak boleh dibaca di Indonesia dan karyanya tidak dikenal di
kalangan kaum muda bangsanya, pada saat yang sama dengan kuantilas dan kualitasdari mahakaryanya lebih mem-
perkenalkan Indonesia yang sama jua dibandingkan dengan seniman mana pun", ibid hal. 46,
10. Karl Graf Bellestrem, "Aporien der Toialiuirianismus-Theorie", makalah yang tidak diterbilkan yang dibawakan di
Universitas Atmajaya, 1992, hal. 16-17.
11. Uhat suratkabar seperti The Los Angeles Times. Ihe Washington Post dan banyak yang lain lagi, hampir di seluruh
Amerika Serikat, pada awal tahun 1990.
12. "With the thawing (not the end) of the Cold War, foundations, organizations, and Institutions of the extreme right all
over the world, like .he Ramon Magsaysay Award Foundation, have to keep abreast, to Ix; relevant, with political,
economic, social, and cultural developments. One tactic is to award recognition and prizes to those who had been
involved in the struggle agains. Western (read American) democracy to which their founders, donor, sponsors, and
honorees have dedicated themselves... Indeed it is a banner victory for organizations like the Ramon Magsaysay
Award Foundation to bring into its folds the peoplewho had struggled and wrii.cn agains. die ideology espoused by
kalam edisl6, 1995
1
DANIEL DHAKIDAE
the man il honors. The recognition of such writers appear glorious, but actually it highlights ilieir self-contradictions
and reduce their dignity, making ihem appear what was termed during ihe American Revoluiion as "turncoats". The
award spotlights the dichotomyand split personality of the writer and his/her alienation from his/her own works. Ii
reveals the awardee's opportunism, so to speak. Il brings ignominy to his cause. What price ihis kind of literary
glory?" Sural lerbuka yang dikirim un.uk Pramoedya Ananta Toer oleh Lucila V. Hosillos, PL.D, professsor ilmu
Perhandingan Kesusaslraan, di Filipina, Universitas Filipina, Manila, dalam kesempatan menerima hadiah
Magsaysay.
13. Lucilla Hosillos mendesak Pramex'dya untuk menolak hadiah itu dengan mengatakan: "So, how could you accept
the award, withou. being false to yourself and wi.houl Ixetraying your cause — the struggle for lilxeration of human
kind to be able to live a free and creative life? After accepting the award, could you slill write about this aspirationof
humand kind with authenticity? Byaccepting the award, are you not placing yourself in .he category of Mochlar Lu-
bis and F. Sionel Jose? And of Bienvenido Lumhera, chairman of PAKSA (Panulat sakaunlaran ng Sambayanan or
Writing/Literature for the Progress of the People), the literary organization anointed by the Communist Party of the
die Philippines, and other chameleons and "men and women of all seasons" who bask in the glory of a Magsaysay
award in all their self-contradictions? Il is of course impossible nol to have self-coniradiction and not to compromise
ai all, hul not as prominent and glaring and not in such significant situation... The least you can do for literature,
particularly Southeast Asian literature and Third World literature, Mr. I'ramoedya is to get up die stage and announce
your rejection of die award." Dari surat yang sama di atas, celak miring dari DD.•Tentang pendapat Sionil Jose, liha.
Kompas, 19 Agustus 1995.
14. LEKRA, yang sudah Udak dikenal lagi, lidak ada tanda-tanda akan bangun lagi, dan sudah hilang dari kosa-katasas
tra dan politik di sini kini menjadi suatu reilikasi: LEKRA bukan lagi suatu konsep kebudayaan rakyat letapi sudah
menjelma jadi makhluk, musuh keamanan dan keleniban yang tidak jauh bedanya dari GPK, OPM, gerakan OTB
dan Iain-Iain lagi. Di sini medan sastra tidak lagi kelihatan bentuknya, tetapi sudah beralih menjadi medan ke
kuasaan.
15. Dikeluarkan di Manila tanggal 19 Juli 1995, dengan kategori resmi sebagai penerima hadiah "the 1995 Ramon
Magsaysay Award for Journalism, Literature, and Creative Communication Arts".
16. Arief Budiman di-faks-kan naskah rancangan statement. Dia menolak membubuhi tanda.angannya di depan suatu
lokakarya clan di depan wartawan. Pernyataan Ariefatas statement langsung membangkiikan reaksi publik. lihat tu-
li.sannya ."Pramoedya Ananta Toer, Hadiah Magsaysay, dan Budaya Baru", Kom/xts, 14 Agustus 1995.
17. Di sini saya coba berikan kutipan lengkap: "Belxa-apa kali orang Ix-rtanya, "apa kalian orang-orang Manifes rncng-
inginkan Pram minta maaf pada kaian? Bukankah penderitaan luar biasanyadibuang ke Pulau Bum sudah lebih dari
cukup? Episode Pulau Buru memang telah menjadi bagian yang kelam dalam sejarah bangsa kila. Namun bukan
maaf Pram pada yang dilindasnya dulu itu yang utama karena bukankah yang ditindasnya dulu itu, dengan tidak
membalas balik secara sama, sudah pada hakikalnya memaafkannya? Yang utama adalah, apakah Pram bersedia
minta maaf pada sejarah?" Kompas, 21 Agustus 1995. Tulisan dengan nada mirip lihat Ikranagara, "Playwright Ikra
nagara recounts Lekra'S terrors", 'IheJakarta Post, August 22, 1995. Liha. juga Rendra, "Hadiah Magsaysay clan Pra
moedya", Kom/xts, 14 Agustus 1995.
18. "Kasus Magsaysay clan Bahaya Simplifikasi", Forum, 11 September 1995.
19. Pada kalimat pertama cetak miring asli dari Palxmingi. Pada bagian kedua cctak miring dari DD.
20. Berikul ini leks lengkap statement.
The decision taken by the Magsaysay Award Foundation to give die 1995 literary award to Pramoedya Ananta
Toer surprised us in Indonesia. We believe thai tile Magsaysay Award Foundation is not fully awareof die notorious
role of Pramoedya in the darkest period for artistic creativity during die "guided democracy" years (1959196*)), in
witch-hunling his fellow writers who happened to be on the other side of the fence.
KESUSASTRAAN, KEKUASAAN DAN KEBUDAYAAN SUATU BANGSA
Whatever the Magsaysay Award Foundation's criteria are, it seems to us that the foundation did not take into ac 99
count Pramoedya's track records during the heyday of the Indonesian communism. He led the oppression on creati
vity of the non-communist writers, playwrights, movie makers, painters and musicians, turning a deaf ear to freedom
of expression, endorsing the banning of lxx>ks and music records, and hailing the burning of books in Jakarta and
Surabaya. He also set in motion the systematic smear campaign and character assassination against the non-Lekra
(Lekra: People's Cultural Institution) artists, mental terror and intimidation in line with their principle, "ihe end
justifies the means", developing the foulest language ever in the Indonesian press, launching the annilation cam
paign against independent publishers, a.o. who had .he guts lo keep printing to Indonesian translation of
Dr.Zhivago, Boris Pasternak's novel, ihe 1958 Nolxd Prize winner. Therefore we find it an almost irony that by
extending this award Pramoedya will be sitting on the same bench with Magsaysay awardees Mochtar Luhis and
ll.B.Jassin, literary critic and documentator, one of Pramoedya's primary targets during the smear campaign and
mental terror period
Aside from what he is experiencing tocLiy, so far Pramoedya has never publicly regretted what he previously
did, has never admitted that all his actions ai that time were systematic annihilation of the freedom of creativity. Ho
wever, all writers and artiststhat he suppressed did not retaliate and do noi treat him icxlay like he and his comrades
in arms did to them 30-35 years ago — they even defend his right to write, protest the banning of his lxx>ks and de
plore the restrictions imposed on him. We are concerned thai extending the prize to him will imply thai the Mag-
Sayasay Award Foundation pay him alsofor assaulting and supressing .he freedom of creativity from die early up to
'lu- mid-no's in Indonesia.
Jakarta, 29 July 1995.
Signatories: Mochtar Luhis, Magsaysay awardee, writer; Ali Hasjmy, writer; Rosihan \nwar, writer; Asrul Sani, writer,
liim maker; Wiratmo Soekilo, writer; Rendra, poet, playwright; Bokor Hutasuhut, writer; D.S.Moeljanto, editor, lite
rary documentator; Misbach Yusa Biran, playwright, film maker; S.M. Ardan, playwright; Lukman Ali, writer; Tauliq
Ismail, poet; Son Siregar, writer; Leon Agusta, writer, Syu'bah Asa, writer, theatre director; Danarto, writer, play
wright; Alxiul Rahman Saleh, playwright, actor; Amak Baljun, acior; Chainil Umam, actor, film maker; Ikranagara,
playwright, theatre director; Budiman S. Hartoyo, poet; Slamel Sukirnanto, poet; Mochtar Pabottingi, writer.
21. "'or illuminating with brilliant stories die historical awakening and mcxlern experience of the Indonesian people."
22. Seorang penulis di Jakarta memberikan komentar beriku! ini: "Di dalam drama proles ini ada beberapa aspek yang
absurd. Misalnya. mengembalikan hadiah Magsaysay adalah sekadar angin panas. Uang yangdiperoleh dari hadiah
tersebut tidak bisa dikembalikan karena sudah habis. Kalau sekadar piagamnya yang dikembalikan, itu pun simlxil
fisik yang hampa arti." Esha'ell Mesjcdi, Kompas, 21 Agustus 1995. Menumt pendapat saya pun, dalam hubungan ini
penyerahan kembali hadiah Magsaysay oleh Mochtar Luhis hampir-hampir kehilangan maknanya. The Ramon Mag
saysay Award Foundation yang dulu menyerahkan hadiah itu kepadanya adalah yayasan yang lain dari yang se
karang menerima pengembalian hadiahnya itu. Ini hanya suatu cara lain mengatakan bahwa pengembalian hadiah
itu diterima bukan oleh yayasan yangdulu membcrinya, tetapi yayasan lain yang sudah mengalami metamorphosis
akiba. habisnya Perang Dingin. Ini yang menjelaskan suasana ketika terjadi penyerahan hadiah itu: "Tidak ada tepuk
langan, apalagi pelukcium layaknya upacara pemlx-rian penghargaan. Suasana waktu itujuslru serbakikuk", Tiras,
14 September 1995. Cetak miring dari DD.
23. "Manifes Kebudayaan" adalah suatu pernyataan tentang prinsip kesenian pada umumnya, sastra kususnya dan prin
sip politik sekaiigus yang dikeluarkan diJakarta 17 Agus.us 196.3. Kalau dibaca sekarang hampir tidak ada yang isti
mewa di dalam manifesto itu. Sebagian Ixtsar pernyataannya tidak lebih dari suatu tniisme di dalam bidang kebu
dayaan seperti "kebudayaan adalah perjuangan untuk menyempurnakan kondisi hidup manusia". "Dalam mencip
takan Kebudayaan Nasional, kami bemsaha menciptakan dengan kesungguhan yang sejujur-jujurnya". Hampir lidak
ada yang menggugah kalau dibaca sekarang. "Pancasila adalah falsafah kebudayaan kami" adalah slogan yang rii-
kalam -edisi 6,1995
1
DANIEL DHAKIDAE
ucapkan oleh hampir setiap organisa-si pada tahun-tahun ilu. Tetapi ketika manifesto mengemukakan "Kami tidak
mengutamakan salah satu sektor kebudayaan di atas sektor kebudayaan yang lain", yang di dalam dirinya pada da
sarnya tidak mengatakan apa-apa, dalam masanya statement yang samar-samar ini cukup menggugat prinsip clan
kecendemngan Nasakom. Ini mungkin yang sangat mengganggu kondisi politik saat ilu. Tentu terjadi pertarungan
yang keras antara Lekra dan pihak Manifes. Salah satu bentuk perlaaingan itu adalah diplesetkannya "Manikcbu"
menjadi "Mani-kebo" yang dibuat oleh pihak Lekra dan pihak Sukarnois.
Beberapa nama yang menandatangani Manifesto, dan malah tokoh-tokoh utamanya, menolak menandaiangani
statement kedua puluh enam orang itu. Berikut ini nama-nama para penandatangan Manifes Kebudayaan: till
Jassin; Trisno Sumardjo; Wiratmo Soekito; Zaini; Bokor Hutasuhul; Goenawan Mohamad; A. Bastari Asnin; Bur
Rasuanto; Soe Hok DJIn (Arief Budiman, DD); D.S.Moeljanto, Ras Siregar, Hartojo Andangdjaja, Sjahwil, Djufri Ta-
nissan; Binsar Sitompul; Drs. Taufiq A. G. Ismail Gerson Poyk; M. Saribi Aih, Poernawan Tjondronagaro; Dra.
Boen S. Oemarjati. Yang tercetak tebal adalah mereka yang menolak membubuhkan tandatangannya atau lidak
membubuhkan tandatangannya. Yang tercetak miring adalah mereka yang kini juga menandaiangani statement.
Nama-nama diambil dari D.S.Moeljanto dan Taufiq Ismail, Prahara Budaya, Kilas-Balik Ofensif IFMRA, Pencrbit
Mizan dan HU Republika, Jakarta 1995, hal. l60.
24. Saya tidak bisa menahan godaan untuk memakai islilah "eklesiastik" yang pada dasarnya hanya Iwrlaku di dalam
teologi Kristen. Dalam hubungan dengan teologi sakramen pengakuan maka ini temtama berlaku untuk Katolik. Di
sana berlaku selumh paradigma 'leccatum. confessio absotnlio, dosa. pengakuan, da.i pengampunan. Dua yang
pertama adalah urusan orang rapuh seperti manusia yang berdosa, sedangkan absolulio hanya dilx-rikan oleh orang
yang dilx-rikan auctoritas, wew;-nang, oleh gcrcja yang menjadi wakil atau lembaga perwakilan Kristus dengan
mandat penuh, menjalankan sahdanya: Accipile Spirilum Sanctum; quorum remisserilis peccata, remiluntur eis el
quorum retinuerilis, relenla sunt, dikutip dari Biblia Sacra, juxta vulgatam Clementinam nova edilio, logicis
partitionibus aliisquesubsidiis omata a RP Alberto Colunga, OP. et Dr Laurentio Torrado, professoribussacrae
scriplurae in universitale Samanlicensi, Bibliotheca de Autores Crislianos, 1959. Terjemahannya: Terimalah Roll
Kudus; dosa siapa pun yang kamu ampuni, akan diampuni clan dosa siapa pun yang kamu lahan letap tertahan.
25. Komunikasi lelefon pribadi dengan Daniel Dhakidae, 10September 1995.
26 Cetak miring dari DD
•27. Menarik perhatian laporan Tiros lenlang Mochtar Luhis yang capai dan beristirahat di Singapura dengan kaia-kata
Ixjrikut ini: "Wajar. Setelah enam minggu "berjuang" tak kenal lelah menggalang dukungan untuk mempmtes
keputusan Yayasan Penghargaan Ramon Magsaysay, yang memberikan penghargaan prestisius itu kepada
Pramoedya Anania T<x-r — Mochtar boleh jadi kecapaian." "Menggalang dukungan" jelas bukan kosa-kata
medansastra. Lihal, Tiras, 14 September 1995, hal. 62.
Dalam wawancaranya dengan Galra Mochtar Lubis mengatakan: "Antara karya sastra dan pertiuatan penga
rangnya tidak bisa dipisahkan. Bagaimanapun hehatnya dia membela nilai-nilai kemanusiaan (sic) dalam sastranya,
dia pernah membunuh karya orang lain Orang se/>crti itu tidak /tanlas memlapaikan apa-a/xt Dan perlu diketok
kepalanya" Dua pernyataan terakhir jelas bukan ucapan sastra, tetapi kekuasaan clan lebih-lebih lagi suatu vonis
yang sama sekali tidak berasal dari kosa kata dalam hukum literer.
Dalam pertanyaan lanjutan Gatra bertanya: Pembela Pram lx-rtambah. Beberapa waklu lalu mereka —ke-
banyakan anak muda —membuat pernyataan mendukung pemlxrian Hadiah Magsaysay buat Pram. Ada kesan,
Pram dijadikan simlx>l perlawanan terhadap Pemerintah. Mengapa? M.xhiar menjawab: "Ilu karena mereka belum
matang ber/xililik. Karena ingin kritis terhadap Pemerintali dan menuntut ketebasan, Pram mereka jadikan sebagai
tumpuan untuk mengambil sikap menentang. Pram ini adalah simbol penindasan, bukan perlawanan".
Dengan jelas dilunjukkan di sini bahwa permainan kekuasaan tetap terlangsung di medan sastra, bukan hukum
sastra, yaitu mencari posisi dengan karya sastra. Ini beriangsung di dua-dua pihak. Disebutkan dengan jelas di sana
100 kalam-edisi6,1995
T KESUSASTRAAN, KEKUASAAN DAN KEBUDAYAAN SUATU BANGSA
tentang anakmuda yang Ix-lum matang berpolitik dan orang ma, dugaan saya kelompok statement, yang sudah ma- 101
tang Ix-rpolitik, karena itu lebih canggih hermain di dalamnya. Selumh alam pikiran ini bukan alam pikiran medan
sastra tetapi medan kekuasaan. Lihat, Gatra, 23 September 1995, hal. 35. Semua cetak miring dari DD.
Dalam wawancara dengan Forum Pramoedya ditanya:
+ Mochtar Luhis menghargai karya .sastra Anda, tapi ia tak bisa menerima apayang Anda lakukan di masa lalu ...
- Apa yang saya lakukan ...?
+ Mengintimidasi dan meneror...
- Itu omong kosong. Saya dibilang melarang buku. Yang berhak melarang buku adalah Jaksa Agung. Jadi, mereka itu
mengangkat saya menjadi JaksaAgung gelap? Saat itusayabekerja membantu Bintang Timur.
Kalau benar bahwa semua itu adaiah keputusan Jaksa Agung maka itu adalah urusan stale power, bukan urusan
kesusastraan. Dengan kata lain terjadi sualu bahylonische spraakverwarring, kacau-balau, dalam habitus setiap
peserta medan sastra. Ketika yang salu menggunakan diskursus estetik, yang lain menjawabnya dengan diskursus
kekuasaan, atau sebaliknya. Kelompok statement adalah kelompok yang menganggap politik bukan panglima sas
tra. Tetapi yang dibuatnya adalah seluruhnya /xiliticking, dengan teknik-teknik kekuasaan. Liha. Forum, 28 Agustus
1995, hal 15.
28. Semua cetak miring dari DD.
29. Semua konsep tentang feardan angst, keberanian dan kegagahperkasaan, diambil dari Paul Tillich, IheCourage to
Be, (Fontana Library, 1979), celakan asli lahun 1952.
30. Dalam hubungan ilu apa yang ditulis Ralna Sammpaet ini menarik perhatian. "Bahkan di sepcrtiga awal orde ini, ke
tika kcngerian penindasan di masa sebelumnya mestinya masih melekat dalam ingatan, serangkaian nomor-nomor
pelarangan karya seni sudah mulai mengisi kecemasan kila. Kita lalu bertanya, kenapa? Apakah kita (temtama
pemerintah) lidak cukup sungguh-sungguh mengambil pelajaran dari apa yang kita alami dari masa selxJumnya,
atau mereka jusini terlalu .serius menirunya? Atau ... kekuasaan, apa pun paham yang mendasarinya, akan selalu ber
jalan seiring dengan keinginan mengekang, keinginan memaksakan kehendak? Siluasi inilah yang membuat berdiri-
nya Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki ... di akhir 1968 menjadi amat penling. Dia menjadi tumpuan. Dia
menjadi harapan di mana kebebasan mencipta bisa diandalkan." Namun, waktu berjalan, katanya. Terjadi pembah
an pandangan Bila upaya membina teater bisa dijadikan ukuran maka pembahan habitus Dewan Kesenian Jakarta
tidak kurang Ixisarnya. Lihat Ratna Sammpaet, "Seniman, Kekuasaan, dan Nilai', kertas kerja yangdibawakan claiam
Dialog Tcrbuka Refleksi Kebudayaan", Iastitut Kesenian Jakarta, 9 September 1995.
31. Lihat Ignas Kieden, "Dari Apologetik ke Dialog, Beberapa Kesimpulan Diskusi "Refleksi Kebudayaan", dalam
Kompas, 26 dan 27 September 1995.
32. Bandingkan Terry Eagleton, Literary Theory, an Introduction (Minneapolis: University of Minnesota Press, 1993
(1983)), hal. 14;22.
33. Licslx-.h Dolk, TweeZielen, Twee Gedachten(1993), hal. 34-35.
34. V'oor vele Inlandsche leerlingen ongetwijfeld bijzonder gevaarlijk zou kunnen zijn, nl. wanner ze't zelfstandig lazen,
wordt onschadelijk, ja werkt hcilzaam, zoodra'i onder gcx;de leiding, b.v. in de klasgelezen wordt. Iloe meer vrees
wij voor Multatuli Lxmen, hoe meer hij van zekere zijde aan de sludereende Inlandsche jeugd zal worden
opgedrongen", liliat, Dolk, op. cit., hal. 40
35. Ibid. hal. 41.
36. Dikutip dari A. Teeuw, Pramoedya Ananta Toerde Verbeelding van Indoncsic, (Breda: de Geus, 1993), hal. 355.
37. Ibid, hal. 190.
38. Baca wawancara yang mengesankan dengan A.S. Byatt, seorang profesor kesusastraan, tentang kekua.saan kesusas
traan berikul ini: "It lias power insofar as itcan further understanding. And occasionally il has huge political power
because it changes the imaginative climate. The obvious example is Uncle Tom's Cabin. Bui I diink literature that
kalam - edisi 6, 1995