"Tidak boleh ditunda-tunda lagi
kerja untuk meluaskan
Kerajaan Penyelamat,
menghancurkan kerajaan neraka,
membendung kejahatan yang banyak sekali,
mendorong agar segala keutamaan
dihormati dan dipraktekkan,
menjadikan orang-orang berpikiran sehat,
lalu menjadikan Kristiani,
akhirnya membantu mereka
menjadi orang-orang suci."
(Prakata Konstitusi dan Aturan Hidup OMI
dari Bapa Pendiri OMI)
4
Bertepatan dengan peresmian Paroki Santa Maria Imakulata,
Kalideres ini, Keuskupan Agung Jakarta (KAJ) dengan penuh
rasa terima kasih mensyukuri kehadiran Tarekat Misionaris Oblat
Maria Imakulata (OMI) di KAJ yang sudah berlangsung selama
empat puluh tahun.
Salah satu harapan Paus Fransiskus kepada para anggota
Tarekat Hidup Bakti pada Tahun Hidup Bakti 2015 ini ialah agar
mereka terus menerus bertanya apa yang dikehendaki Tuhan
dan Gereja dari mereka. Salah satu jawaban yang pasti dapat
diberikan adalah agar Tarekat OMI memberikan pelayanan yang
semakin sesuai dengan cita-cita KAJ yang sudah dirumuskan
dalam Arah Dasar KAJ. Salah satu buahnya adalah lahirnya
Paroki yang keenam puluh lima di KAJ dengan nama pelindung
Santa Maria Imakulata dari paroki induknya yaitu Paroki Trinitas,
Cengkareng yang dilayani oleh para imam OMI.
Atas nama KAJ, dengan tulus saya ingin mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada Tarekat OMI untuk segala
pelayanan selama empat puluh tahun di KAJ. Secara khusus
saya mengucapkan terima kasih kepada seluruh umat Paroki
Trinitas Cengkareng, yang dilayani oleh para imam OMI, yang
telah melahirkan paroki Santa Maria Imakulata, Kalideres.
Berdirinya suatu paroki baru, di mana pun, adalah salah satu
muara dari proses atau dinamika panjang kehidupan umat
beriman. Namun menjadi paroki mandiri bukanlah tujuan. Salah
satu hal penting yang diharapkan dengan berdirinya paroki baru
adalah agar umat semakin dilayani; atau mungkin lebih tepat,
agar umat dapat semakin saling melayani, dan bersama-sama
- dalam kepemimpinan pastoral sebagaimana digariskan dalam
berbagai pedoman yang berlaku di Keuskupan – berusaha untuk
5
semakin setia mengikuti Yesus Kristus. Pendek kata, berdirinya
paroki baru menjadi salah satu tanda yang amat jelas bahwa
Gereja benar-benar hidup - dalam berbagai macam artinya.
Harapan saya untuk Paroki Sta. Maria Imakulata semoga seluruh
umat dengan tekun selalu berusaha mengembangkan kreativitas
pastoral dengan memahami dan mengamalkan semangat hidup
yang terungkap dalam lambang KAJ, ikut memikul tanggung
jawab sejarah dan ikut terlibat dalam mengembangkan
paguyuban dan gerakan sebagai ciri Gereja KAJ sebagaimana
tetulis dalam Pedoman Dasar Dewan Paroki KAJ 2014.
Saya ingin mengakhiri sambutan saya dengan mengutip kata-
kata Paus Fransiskus dalam Anjuran Apostolik, Sukacita
Injil no. 28: “Paroki bukanlah lembaga yang ketinggalan
zaman, justru karena paroki memungkinkan fleksibilitas
besar. Ini mengandaikan perbedaan karakteristik, tergantung
pada keterbukaan dan kreativitas misioner dari imam dan
komunitas…”.
Sekali lagi terima kasih atas kehadiran Tarekat OMI selama
empat puluh tahun di KAJ, proficiat kepada Paroki Trinitas
Cengkareng yang telah melahirkan paroki baru St. Maria
Imakulata, sebagai paroki yang keenam puluh lima di KAJ.
Kepada seluruh umat Paroki St.Maria Imakulata khususnya,
saya ucapkan proficiat, crescat et floreat (semoga terus maju,
bertumbuh dan berkembang).
+ I. Suharyo
Uskup Keuskupan Agung Jakarta.
6
Banyak cara untuk mengetahui dari sudut pandang iman bahwa
Allah berkenan akan apa yang kita kerjakan. Proses untuk
mengetahui kehendak Allah sesuai bimbingan Roh Kudus ini
disebut dengan proses “discernment”. Mengetahui kehendak
Allah pada dasarnya adalah tindakan iman. Oleh sebab itu
sering kali kita hanya bisa sampai pada tanda-tanda bahwa
Allah berkenan atas peristiwa yang sedang terjadi. Selanjutnya
iman kitalah yang menegaskan bahwa tanda-tanda itu adalah
tanda bahwa Allah berkenan. Salah satu tanda bahwa Allah
berkenan adalah pertumbuhan. Sesuatu yang kita kerjakan
pelan tapi pasti bertumbuh, berkembang, menjadi lebih baik,
menjadi lebih bermanfaat, menjadi lebih memberi rasa damai
dan menjadi lebih hidup.
Pertumbuhan merupakan salah satu tanda-tanda kehidupan.
Yang hidup akan bertumbuh dan berkembang. Yang semula
hanya satu menjadi dua atau tiga. Yang semula kecil menjadi
besar. Yang semula jarang menjadi sering. Hal ini kiranya
berlaku juga bagi sebuah Gereja. Dalam Kisah Para Rasul
jumlah umat yang semakin bertambah besar adalah karya
Roh Kudus. “Jemaat itu dibangun dan hidup dalam takut akan
Tuhan. Jumlahnya makin bertambah besar oleh pertolongan dan
penghiburan Roh Kudus.” (Kis 9: 31)
Sebaliknya jika Tuhan tidak berkenan, maka jemaat akan mati.
Jumlah makin berkurang, kemudian akhirnya lenyap. Dalam
Kisah Para Rasul dikisahkan adanya beberapa gerakan yang
semula pengikutnya banyak kemudian habis oleh berbagai
sebab. Namun jika gerakan itu berasal dari Allah, maka gerakan
itu tidak akan lenyap meski mengalami banyak tantangan.
“Janganlah bertindak terhadap orang-orang ini. Biarkanlah
mereka, sebab jika maksud dan perbuatan mereka berasal dari
manusia tentu akan lenyap, tetapi kalau berasal dari Allah, kamu
tidak dapat melenyapkan orang-orang ini...” (Kis 5: 38 – 39).
Dalam kerangka pikir ini kiranya kita bisa bersyukur atas
berdirinya Paroki Sta. Maria Imakulata, Kalideres. Mekarnya
Paroki Trinitas, Cengkareng menjadi 2 Paroki: Trinitas dan Sta.
7
Maria Imakulata, dapat kita lihat sebagai tanda bahwa Allah
berkenan kepada umatNya. Allah berkarya melalui Roh Kudus
sehingga jumlah umat semakin berrtambah. Allah berkenan atas
Gereja Paroki Trinitas sehingga bertumbuh menghasilkan paroki
baru: Sta. Maria Imakulata.
Gereja Paroki Trinitas berarti seluruh umat dan imam yang
mendampingi. Gereja Trinitas berarti seluruh kegiatan dan
unsur-unsur yang membentuknya. Itulah yang berkenan kepada
Allah. Tidak berarti bahwa Gereja Paroki Trinitas tidak punya
cacat cela, namun kendati dengan segala kekuarangannya,
Allah tetap berkenan kepada Gereja Paroki Trinitas sehingga
bertumbuh dan berkembang, mekar menjadi dua Paroki.
Untuk itu kita perlu bersyukur atas kesetiaan kasih Allah sehingga
Paroki Sta. Maria Imakulata bisa berdiri sebagai paroki mandiri.
Kita juga patut belajar dari proses yang terjadi sampai hari ini.
Berdirinya Paroki Sta. Maria Imakulata ini selain karya Roh juga
merupakan hasil kerja keras, kerja cerdas dan keuletan seluruh
umat berserta para imamnya – para Oblat. Banyak tenaga
tercurah, perasaan teraduk-aduk, dana terkuras, sampai Paroki
baru terbentuk; namun lebih dari semua itu, kita menyaksikan
umat yang bersatu, umat yang rela berkorban, umat yang ikhlas
bekerja, dalam penggembalaan para Oblat yang tulus. Semua
itu patut kita jadikan kenangan indah yang meneguhkan iman;
sekaligus menjadi peringatan agar kita tetap bersatu, tetap
ikhlas bekerja, tetap tekun dalam persekutuan dan doa. Dengan
itu semua, Tuhan berkenan kepada kita.
Terima kasih kepada seluruh umat yang telah bekerja keras,
berdoa sungguh-sungguh dan ikhlas berkorban sehingga
Paroki baru ini terbentuk. Terima kasih juga atas kerja keras para
Oblat dalam mendampingi dan membimbing umat selama ini
sehingga mimpi bersama ini bisa terwujud. Terima kasih juga
kepada Keuskupan Agung Jakarta yang selalu mendukung
seluruh proses beriman umat di Paroki Trinitas, Cengkareng,
khususnya selama proses pemekaran sehingga Paroki Sta.
Maria Imakulata, Kalideres dapat menjadi paroki mandiri.
Kiranya Tuhan memberkati kita semua. Proficiat!
Pastor Antonius Radjabana, OMI
Provinsial OMI Indonesia
8
“Terpujilah Tuhan kita Yesus Kristus
dan Maria Imakulata”
Dalam beberapa kali kesempatan, saya bercerita kepada umat
bahwa cita-cita saya ketika menjadi imam adalah membangun
gedung Gereja. Akan tetapi setelah 20 tahun menjadi imam, tidak
ada satu gedung Gereja pun yang pernah saya bangun. Termasuk
ketika saya menerima tugas baru sebagai Pastor di Paroki Santa
Maria Imakulata, Kalideres ini. Gedung Gereja sudah dibangun,
pastoran sudah jadi. Saya tinggal menikmatinya saja. Namun
kalau melihat tugas seorang imam hanya dari keberhasilan
membangun gedung Gereja, martabat imamat turun menjadi
sekedar “ahli bangunan”. Tugas imam yang utama adalah
membantu Uskup, membangun “Gereja” sebagai persekutuan
Umat Allah. Membangun Gereja Umat Allah tidak pernah ada
selesainya, karena ini berarti juga menghadirkan Kerajaan Allah
di tengah dunia.
Saya merasa senang dan bangga bahwa saya mendapat tugas
di Paroki Sta. Maria Imakulata yang lahir sebagai Paroki ke-65 di
Keuskupan Agung Jakarta dan menjadi salah satu “buah” karya
para Pastor OMI selama 40 tahun berkarya di Keuskupan Agung
Jakarta (KAJ). Seorang Imam OMI pernah bercerita kepada
saya bahwa pada waktu akan masuk ke Jakarta, OMI diminta
oleh alm. Mgr. Leo Soekoto, SJ. untuk memilih antara Tanjung
Priok dan Cengkareng. OMI memilih berkarya di Cengkareng
yang pada waktu itu belum memiliki apa-apa selain merupakan
sebuah stasi kecil yang dilayani Paroki Tangerang. Perjuangan
para Oblat (sebutan untuk para anggota OMI) bersama dengan
beberapa tokoh umat untuk mendata dan mengumpulkan umat
Katolik di seputar Cengkareng sangat mengagumkan saya.
Mereka adalah para rasul yang membangun Gereja Umat Allah.
Usaha mereka tidak sia-sia. Umat terus berkembang dalam
jumlah dan imannya. Gereja Trinitas dari dulu menjadi Gereja
yang hidup dan terus bergerak. Umat memiliki kerinduan yang
sangat kuat untuk terlibat dalam kehidupan menggereja dan
memperdalam imannya akan Yesus Kristus. Tentu hal ini juga
berkat para Gembala yang dengan hati terbuka memberi peran
dan kesempatan kepada para domba untuk ikut ambil bagian.
Oleh karena itu, pada kesempatan istimewa ini saya ingin
mengucapkan banyak terima kasih kepada, pertama-tama,
9
Bapak Uskup Agung Jakarta, Mgr. Ign. Suharyo bersama
dengan staf Kuria KAJ, yang telah merestui dan membantu
seluruh proses berdirinya Paroki Sta. Maria Imakulata; juga atas
dukungannya kepada para Oblat yang berkarya di KAJ. Yang
kedua, saya mengucapkan terima kasih kepada para Oblat
pendahulu. Mereka, dengan dijiwai semangat St. Eugenius de
Mazenod, telah mencurahkan segenap tenaga dan pemikiran
demi perkembangan Umat Allah. Dengan segala kelebihan dan
keterbatasan masing-masing, mereka telah ikut ambil bagian
dalam membentuk umat Trinitas dan Sta. Maria Imakulata seperti
yang sekarang ini. Secara khusus saya mengucapkan terima
kasih kepada Pastor Peter Kurniawan Subagyo, OMI, yang
pada masa tugasnya di Jakarta telah menjadi saksi berdirinya
gedung Gereja Trinitas dan Sta. Maria Imakulata. Yang ketiga,
terima kasih yang tak terhingga dan Proficiat kepada seluruh
umat yang telah bekerja bersama dan ikut ambil bagian melalui
pengumpulan dana, menjadi panitia pembangunan dan berbagai
peran sehingga lahirlah Paroki yang ke-65 ini di KAJ. Semoga
semuanya ini menjadi pujian bagi kemuliaan Tuhan yang telah
menyatakan kasihnya kepada kita dalam berbagai cara.
Pada saat Kongregasi OMI di seluruh dunia menyambut perayaan
200 tahun usianya, dan menandai 40 tahun OMI berkarya di
Jakarta, Gereja Sta. Maria Imakulata – Paroki Kalideres lahir.
Gereja ini dipersembahkan kepada Tuhan untuk menghormati
Bunda Maria yang telah melahirkan Kristus bagi dunia. Seperti
Bunda Maria, kita semua dipanggil untuk menghadirkan Kristus
bagi dunia masa kini. Semoga dari rahim Gereja ini, lahirlah
Kristus yang membaharui dunia dengan Kabar GembiraNya
melalui umat yang hidup. Kita dipanggil untuk membangun
Gereja Umat Allah yang mampu menampakkan Kerahiman
Ilahi melalui berbagai pelayanan yang murah hati. Allah-lah
yang menjadi Pelaku semuanya itu. Sebagaimana dikatakan
St. Paulus kepada jemaat di Korintus, “Aku menanam, Apolos
menyiram, tetapi Allah yang memberi pertumbuhan. Karena
itu yang penting bukan yang menanam atau yang menyiram,
melainkan Allah yang memberi pertumbuhan” (1 Kor.3:6-7).
Terpujilah Tuhan kita Yesus Kristus dan Maria Imakulata.
Pastor Antonius Andri Atmaka, OMI
Superior OMI Distrik Jakarta
Pastor Kepala Paroki Sta. Maria Imakulata
10
Pada tahun 2015 ini ada banyak peristiwa historis yang pantas
disyukuri oleh warga Paroki Trinitas, Cengkareng (dan Paroki
Sta. Maria Imakulata, Kalideres). Bersama kita memperingati
40 tahun para Oblat berkarya di Jakarta yang ditandai dengan
karya misi perdana di Stasi (bakal paroki) Cengkareng. 25 tahun
berdirinya gedung gereja Trinitas, sekaligus kita menyambut
lahirnya Paroki yang baru: Paroki Kalideres dengan gereja
induknya Gereja Santa Maria Imakulata yang merupakan Paroki
ke-65 dalam wilayah Keuskupan Agung Jakarta.
Syukur bersama kita ini diwarnai dengan sebuah kegiatan
bersama yang dinamakan “Grand Bazaar 2015”. Kepanitian
Grand Bazaar merupakan sebuah kolaborasi umat dari 2 Paroki
ini. Isi bazaar pun bukan sekedar arena anjungan-anjungan
untuk menjual berbagai produk kebutuhan umat, tetapi juga
memberikan kesempatan adanya sebuah ruang pameran
bagi Kongregasi OMI. Di samping itu Grand Bazaar 2015
juga dimeriahkan dengan aneka kegiatan yang memberikan
kesempatan bagi kita untuk berekspresi dan bersosialisasi.
Dengan demikian, kegiatan bazaar ini boleh dikatakan sebagai
penanda semangat kerjasama dan persaudaraan antar (umat)
dua Paroki maupun antar OMI dengan umat di kedua Paroki.
Sungguh merupakan sebuah tanda ikatan kasih yang dalam -
istilah masa kini adalah "sesuatu banget"!
Semoga, setelah kegiatan bazaar usai, persaudaraan, kerjasama
yang baik, semangat berbagi dan kepeduliaan di antara dua
Paroki dekat ini terus terjaga, terbina dan semakin meningkat.
Akhirnya saya ingin mengucapkan selamat atas diresmikannya
Paroki Santa Maria Imakulata, Kalideres, dan banyak terima
kasih kepada rekan-rekan Imam Oblat yang pernah dan sedang
berkarya di kedua Paroki ini. Terima kasih pula atas kerja keras
tak kenal lelah dari Panitia Grand Bazaar 2015, Panitia Peresmian
Paroki Sta. Maria Imakulata, dan segenap umat atas kepedulian,
kebaikan dan kemurahan hati Anda semua!
Tuhan memberkati dan Bunda Maria melindungi kita semua.
F.X. Rudi Rahkito Jati, OMI
Kepala Paroki Trinitas, Cengkareng
11
Salam Damai Kristus,
Pertama-tama saya mengungkapkan rasa syukur dan
kegembiraan hati saya kepada Allah Tritunggal dan mengucapkan
Proficiat kepada para Pastor dan segenap umat Gereja Sta.
Maria Imakulata atas peresmiannya menjadi Paroki ke-65 di
Keuskupan Agung Jakarta (KAJ).
Diresmikannya Paroki Sta. Maria Imakulata merupakan pertanda
bahwa umat Katolik terus berkembang, khususnya di KAJ. Hal
ini merupakan rahmat Tuhan dan buah kerja keras dari para
Pastor OMI dan umat Sta. Maria Imakulata itu sendiri, yang
didukung oleh Bapa Uskup Agung Jakarta, Paroki-Paroki lain
di KAJ, serta seluruh umat Paroki Trinitas. Rahmat Tuhan yang
dicurahkan bagi kita ini tentu tidak boleh disia-siakan.
Dari himpunan umat Allah yang kecil di saat awalnya, kini Gereja
Trinitas telah menjadi sebuah Paroki Besar dan telah melahirkan
pula Paroki Sta. Maria Imakulata. Kita percaya bahwa berdirinya
dan kemudian perjalanan sebuah Paroki tidak pernah lepas
dari karya Tuhan sendiri. DIA-lah yang menggerakkan dan
mendampingi UmatNya."Jika bukan Tuhan yang membangun,
sia-sialah orang yang membangunnya." (Mazmur 127:1)
Saling keterlibatan umat di KAJ sungguh luar biasa. Kehadiran
Panitia Pembangunan Gereja Sta. Maria Imakulata ke Paroki-
Paroki lain untuk menggalang dana pembangunan gereja selalu
mendapat sambutan baik. Berkat dukungan dan peranserta
seluruh umat KAJ, gedung gereja Sta. Maria Imakulata akhirnya
dapat berdiri dengan kokoh dan megah. Kehadiran gedung
gereja Sta. Maria Imakulata bukanlah akhir perjuangan umat,
tetapi justru merupakan awal dari perkembangan umat Sta.
Maria Imakulata itu sendiri. Harapan saya, semoga Paroki baru
ini mampu memberikan pelayanan reksa pastoral yang membuat
umat semakin berkembang; Bukan hanya berkembang dari sisi
jumlahnya saja, melainkan juga berkembang dalam kekuatan
iman akan Kristus. Setiap kegiatan hendaknya diarahkan agar
umat dapat semakin dekat dengan Tuhan dan sesama. Gereja
hendaknya selalu terbuka setiap waktu bagi umat untuk berdoa.
12
Alangkah indahnya bila selalu ada umat yang berdoa di gereja!
Semangat para Pastor OMI yang merintis karya misi di KAJ
hendaknya dapat kita jadikan semangat untuk mengembangkan
Paroki baru ini. Kita tidak boleh melupakan misi awal OMI datang
ke Cengkareng: "Untuk membangun komunitas Kristiani yang
kuat, yang mampu dan mau menolong serta mendukung satu
sama lain dan juga sesamanya." Semangat ini saya rasa masih
relevan sampai saat ini, terlebih bagi kaum muda. Bimbingan
dan pendampingan sangat mereka butuhkan agar kaum muda
tidak mudah meninggalkan Gereja. Di sekitar juga banyak orang
membutuhkan pertolongan kita, bukan hanya dalam hal materi,
tetapi juga pendampingan bagi kekuatan iman. Apalagi dengan
kondisi kehidupan kota besar seperti di Jakarta ini. Bila kita
tidak saling mendukung dan melayani satu dengan yang lainnya,
tentu akan banyak umat yang imannya menjadi goyah. Godaan
besar dalam keadaan iman yang goyah dapat membuat umat
jatuh ke dalam dosa.
Harapan kami, seperti awal misi imam OMI, umat Sta. Maria
Imakulata dapat menjadi terang dan garam bagi masyarakat
sekitar. Kehadiran Gereja hendaknya menjadi saluran rahmat
bagi masyarakat di sekitarnya dengan umat yang selalu
menyadari keberadaan Gereja kita dan menjunjung semangat
toleransi agar dapat hidup berdampingan dengan damai
bersama umat se-Paroki maupun umat dari agama lainnya.
Terima kasih saya sampaikan kepada semua pihak yang
terlibat hingga berdirinya Paroki Sta.Maria Imakulata serta
terselenggaranya acara Peresmian Paroki St. Maria Imakulata.
Terima kasih kepada Panitia Grand Bazaar 2015 dan Panitia
Triennium Oblat Distrik Jakrata yang khusus mengemas kegiatan
untuk menjadi ucapan syukur dan sukacita umat Gereja Trinitas
dalam menyambut berdirinya Paroki Sta. Maria Imakulata.
Selamat berbahagia atas diresmikannya Paroki baru ini.
Teruslah bertumbuh dan berkembang, jadikan Paroki Sta. Maria
Imakulata sebagai pusat pertumbuhan iman bagi segenap umat
di bawah bimbingan Pastor Paroki dan Bapa Uskup sebagai
Gembalanya. Tuhan memberkati kita senantiasa.
Gerardus Djoni Widjaja
Ketua Panitia
Peresmian Paroki Sta. Maria Imakulata
14
Kesadaran untuk bermisi ke luar negeri tumbuh subur dalam diri
para Oblat dari Provinsi Australia di akhir tahun 1960-an. Hasil
angket tahun 1969 menunjukkan mayoritas Oblat Australia siap
menerima perutusan untuk bermisi ke luar negeri. Pastor Willam
Cagney, Provinsial OMI Australia kala itu menanggapi semangat
menyala-nyala itu dengan menulis surat ke sejumlah misionaris
dan uskup guna menanyakan apakah ada lowongan karya misi
yang dapat ditangani oleh para Oblat Australia.
Kongres Oblat Provinsi Australia yang diadakan di Seminari
St. Mary, 08-11 Desember 1969 mengagendakan juga diskusi
tentang penerimaan misi luar negeri. Kongres yang dihadiri oleh
42 Oblat mengadakan pengumpulan suara “setuju” atau “tidak
setuju” dengan rencana misi baru mereka. Dari 35 Oblat yang
ikut voting, 33 Oblat menyatakan setuju.
Pilihan tanah misi kemudian dikerucutkan menjadi 2 pilihan:
Misi ke Pulau Jawa atau Misi ke Papua New Guinea. 29 Oblat
menyatakan lebih baik menerima satu misi dahulu, sedangkan
6 Oblat menyatakan siap untuk menerima kedua misi baru itu.
Ada 29 Oblat yang memberikan suara mereka pada pilihan
untuk bermisi ke Indonesia.
Pemilihan untuk bermisi ke Indonesia adalah sesuatu yang tidak
lazim sama sekali. Saat itu, pemilihan daerah misi terpusat
pada kaum Aborigin Australia, Papua New Guinea, dan bekas
koloni-koloni Inggris yang ada di Oceania. Sebagai contoh,
pada tahun 1978, ada 1.426 orang Australia (imam, religius,
Romo Patrick muda 15
dan awam) yang bermisi. 568 orang bermisi ke
Papua New Guinea, 387 orang melayani kaum
Aborigin, dan 168 orang pergi ke pulau-pulau di
Lautan Pasifik.
Tak lama setelah persetujuan untuk bermisi ke
Indonesia didapat, terjadi pergantian Provinsial
Australia. Pastor William Cagney, OMI terpilih
menjadi Asisten Jenderal bagian Karya Misi.
Beliau digantikan oleh Oblat Putera Australia
pertama yang menjadi Provinsial, Pastor John
Hannah.
Di Hari Natal tahun 1970, Provinsial
mengumumkan persetujuan yang telah
dicapai dengan Uskup Purwokerto, Mgr. W.M.
Shoemaker, MSC. Karena terhalang oleh urusan visa dan
kanonik, maka 4 misionaris Oblat Australia pertama yang dikirim
ke Indonesia tidak dapat berangkat lebih awal dari 20 Oktober
1971; para Oblat tersebut adalah: Romo Kevin Casey, OMI,
Romo Patrick Moroney, OMI, Romo David Shelton, OMI, dan
Romo Patrick Slattery, OMI. Mereka berkarya pertama kalinya di
Paroki Purwokerto Timur. Pada 21 Mei 1972, Romo Kevin Casey,
OMI dan Romo David Shelton, OMI mulai menggembalakan
Paroki Cilacap.
Karya Misi ketiga Oblat Australia di Indonesia adalah di Paroki
Trinitas, Cengkareng, yang berada di Ibukota Jakarta. Romo
Patrick Moroney tiba di Cengkareng di bulan Februari 1975:“Para
Oblat memutuskan untuk berkarya di Keuskupan Agung Jakarta
setelah melewati 5 tahun pelayanannya hanya di Keuskupan
Purwokerto. Selama 5 tahun saya menjadi Pastor Paroki di
Purwokerto Timur dan saya siap untuk menerima tantangan
membentuk paroki baru di daerah yang waktu itu masih tak
16
terjangkau. Pilihan Cengkareng bukanlah bagian dari rencana-
rencana awal OMI. Setelah serangkaian diskusi dengan Uskup
Agung Jakarta, Mgr. Leo Soekoto, SJ, saya pikir OMI akan
mengambil alih Paroki Tanjung Priok, tetapi kemudian Bapa
Uskup memberikan pilihan kepada kami: Tanjung Priok atau
Cengkareng. Setelah melihat kedua wilayah itu, kami memilih
Cengkareng. Bapa Uskup sangat gembira dengan keputusan
kami dan seingat saya, Bapa Uskup sangat membantu tugas-
tugas kami.
“Saat saya tiba di bakal Paroki Cengkareng, wilayah ini masih
termasuk dalam Paroki Tangerang. Pastor Paroki Tangerang,
Romo Anton Mulder, SJ, adalah seorang yang amat baik. Beliau
menyambut saya dengan hangat dan saya tinggal bersamanya
4 Misionaris Oblat Australia pertama yang dikirim ke Indonesia.
17
untuk beberapa waktu. Beliau begitu gembira mengetahui kami
akan mengambil alih Cengkareng, karena Paroki Tangerang
sudah amat luas.
“Cita-cita utama misi di Cengkareng adalah untuk membangun
komunitas Kristiani yang kuat, yangmampu dan mau menolong
serta mendukung satu sama lain dan juga sesamanya. Selain
itu, kami berharap untuk memiliki gedung gereja sendiri dan
juga berhadap agar kehadiran kami dipandang oleh masyarakat
non-Kristiani di wilayah ini sebagai suatu keuntungan untuk
masyarakat sekitarnya.”
(Sumber: Buku Kenangan 25 Tahun Gereja Katolik Trinitas, Paroki
Cengkareng, Jakarta Barat, tahun terbit 2003; Buku “A Little by
Ourselves, Oblates Mary Immaculate Australia, 1894-1994, tahun terbit
1994)
18
Umat dalam Diaspora (Pengasingan)
Di awal tahun 1971, Mgr. Leo Soekoto, SJ, Uskup Agung Jakarta,
menyerahkan Stasi Cengkareng dan Stasi Kapuk kepada Paroki
Tangerang. Saat itu, Paroki Tangerang memang mempunyai
banyak Stasi mengingat rentang wilayah pelayanannya yang
meliputi Ciledug - Tigaraksa, Serpong - Tanjung Pasir/ Tanjung
Kait. Sebelum Romo Anton Mulder, SJ yang mengepalai Paroki
Tangerang diserahi tugas tersebut, kegiatan penggembalaan
umat di kedua Stasi itu masih dilaksanakan oleh Romo H.
Kemper, MSC, dari Paroki Grogol untuk Stasi Cengkareng dan
Romo S. Sutopanitro, PR untuk Stasi Kapuk.
Dengan surat No. 352/B.Tjk/1972 dan No. 353/ B.Tjk/1972
bertanggal 10 Juli 1972, Mgr. Leo Soekoto, SJ menugasi Bapak
R.Y. Prabowo (yang saat itu masih bertugas sebagai seorang
perwira TNI-AD dan membantu di Sekretariat Paroki Tangerang)
dan Bapak V.A. Adiwahyanto (yang saat itu menjadi guru di
SD Aloysius, Tangerang) untuk mengunjungi dan mendata
umat di Stasi Cengkareng dan Kapuk guna mendapatkan data
yang lebih rinci akan keberadaan mereka disamping juga untuk
mengetahui jumlah umat di daerah ini serta kebutuhan akan
sarana tempat beribadat.
Hampir setiap petang/malam hari atau hari Minggu, kedua
utusan ini dengan antusias menjelajahi wilayah Cengkareng.
Saat itu, jalan-jalan di Cengkareng masih belum beraspal
kecuali Jalan Utama Raya yang penuh lubang. Jalan Sumur Bor
dan Jalan Kamal beraspal hanya hingga depan Puskesmas.
Jalan Cendrawasih belum berbentuk, masih merupakan tanah
19
berumput. Cengkareng masih dibelah rawa dari barat ke timur.
Tanah gereja yang sekarang ini termasuk pinggiran rawa bagian
selatan.
Kedua sukarelawan mengunjungi alamat demi alamat selalu
dengan berjalan kaki dan mereka sering singgah di rumah
Bapak Robertus A. Tjuk, yang dikenal baik oleh Romo Anton
Mulder, SJ, untuk menanyakan daerah atau wilayah tertentu.
Maka, jadilah rumah Pak Tjuk itu sebagai pusat semua kegiatan
pendataan umat. Romo Anton sendiri yang menjelaskan kepada
Bapak Tjuk tugas yang diemban oleh kedua utusan Gereja ini
dan meminta kesediaan keluarga Bapak Tjuk untuk membantu
karya pastoral ini.
Dalam pencarian umat per umat, kedua relawan ini sering
menjumpai pengalaman unik, misalnya pada suatu sore dalam
kelelahan mengayuh kaki, kedua utusan Gereja ini duduk di
pembatas serambi rumah di Jalan Kincir Raya. Mereka menanti
kedua pemilik rumah yang dipastikan sebagai Katolik. Tiba-tiba
mereka didatangi Ketua RW dan beberapa orang lainnya. Mereka
dituduh hendak berbuat jahat, diusir, bahkan diancam. Seorang
dari mereka langsung pergi dengan perasaan tersinggung,
sedang yang lainnya masih duduk dan berusaha menjelaskan
duduk perkaranya. Mendengar bentakan-bentakan bengis
dan kasar, akhirnya keduanya pergi. Kelak diketahui, kedua
pemilik rumah itu memang umat Katolik, yang seorang kini telah
tiada, sedangkan yang
seorang lagi sampai
sekarang masih aktif
berkarya di Cengkareng.
Begitulah, pendataan
terus dijalani oleh kedua
sukarelawan ini hingga
akhir Oktober 1972,
saat pendataan umat
dianggap selesai dan
hasilnya dilaporkan ke
20
Keuskupan Agung Jakarta lewat Romo Anton Mulder, SJ.
Masa-masa itu memang umat Cengkareng benar- benar hidup
dalam diaspora (terasingkan), bahkan mungkin sendirian.
Umat bujangan tinggal di tengah anggota keluarga, kontrakan,
pemondokan, atau asrama non-Katolik. Keluarga keluarga
Katolik memang belum membentuk komunitas basis di tengah
masyarakat yang seluruhnya non-Katolik. Memang, dalam
suasana diaspora seolah tidak ada komunitas. Pertemuan 2-3
umat dalam jarak yang berjauhan akan dialami, dirasakan,
dinikmati sebagai kesempatan, karunia, dan rahmat yang
tak ternilai. Relasi iman akan erat terjalin, pertemuan sering
diadakan sebagai salah satu wujud saling merindukan, saling
menguatkan, saling peduli, saling mengasihi.
Kehidupan Beriman Umat Stasi Cengkareng dan
Kapuk di Bawah Paroki Tangerang
Perayaan Ekaristi Bulanan
Sejak tahun 1868, umat di Kapuk (Cengkareng Utara) setiap
bulan mengadakan sekali Perayaan Ekaristi yang dipimpim
oleh Romo Letkol (Tit) S. Sutopanitro, PR di Sekolah Taniwan.
Sejak Tahun 1969, Cengkareng Selatan menjadi Stasi Paroki St.
Kristoforus, Grogol, yang waktu itu digembalakan oleh Romo
H. Kemper, MSC. Di Cengkareng Selatan ini juga diadakan
kegiatan Perayaan Ekaristi sebulan sekali di rumah Bapak
Thomas Soenarya Winata,
Jl. Beringin Raya, atau di
rumah Bapak R. Sukamto,
di Kompleks Imigrasi. Sejak
tahun 1972, umat yang tinggal
di Kompleks Kodam Jaya
dan sekitarnya pun telah
merayakan Ekaristi sekali
dalam sebulan yang dipimpin
oleh Romo Sutopanitro, PR,
dan sejak akhir 1973, umat di
21
Kompleks ini dapat merayakan Misa dua kali dalam sebulan.
Sejak dibukanya Kompleks Permata (Cengkareng Timur) di
tahun 1973, tercatat ada 15 keluarga Katolik yang dipimpin
oleh Bapak Thomas Martubongs. Di Kompleks ini umat juga
berhimpun untuk beribadat. Walau hanya sedikit umat yang
menghadiri Perayaan Ekaristi, namun benih-benih persekutuan
telah lahir di komunitas-komunitas kecil ini. Inilah unsur cikal
bakal Paroki Cengkareng.
Misa Arwah yang Bersejarah
Tiga peristiwa duka yang terjadi di Cengkareng dalam tahun 1973
dan 1974 mempunyai arti penting dalam kelahiran komunitas
Cenkareng.
Pertama: Awal Mei 1973, Misa Arwah yang diadakan di rumah
Alm. Bapak E. Purnomo yang tinggal di Bedeng Timur. Umat
sekitarnya berkumpul, tetapi saat Romo akan pulang sekitar
pkl. 21.30, ditemukan semua ban mobil jeepnya tak berudara
sama sekali. Untung ada umat yang memiliki pompa tangan.
Di Daan Mogot, mobil yang sama hampir terbalik digasak truk
besar panjang bermuatan besi.
Kedua: Agustus 1973. Misa Arwah 40 hari untuk putera Bapak
Pieter H. Wiratmo yang tinggal di Jl. Utama Raya 38. Umat
Cengkareng Selatan berkumpul dalam Misa ini dan bersepakat
merayakan Ekaristi bersama di rumah ini.
Ketiga: Sekitar Juli 1974. Umat
Cengkareng Indah (Lingkungan
Ignatius yang sekarang)
dipertemukan kala pegawal sipil
TNI-AL yang menikah campur
meninggal dunia.
Peristiwa-peristiwa duka itulah
yang menancapkan tonggak
sejarah Paroki Cengkareng,
karena dalam peristiwa itu terjadi
22
pertemuan dan kesempatan untuk saling kenal antar umat di
bakal Stasi Cengkareng.
Sejak Misa Arwah di rumah Bapak P.H. Wiratmo (peristiwa
duka ke-2), umat Cengkareng Selatan dapat merayakan Misa
2 kali sebulan di rumah itu, Jl. Utama Raya 38. Semangat
kekeluargaan komunitas bakal stasi ini semakin terwujud.
Kemudian, umat Cengkareng Selatan sesekali merrayakan Misa
bersama di Kapel Kodam Jaya.
Berdirinya Sekolah-Sekolah Katolik
Pada tanggal 10 Oktober 1973, para tokoh Stasi Cengkareng
membentuk Panitia Pembangunan Sekolah Strada yang disebut
Panitia Sebelas. Berkat usaha mereka, sebidang tanah milik KAJ
seluas 4.610m2 diperluas menjadi 7.000 m2 dan dipagari serta
dijaga. Permohonan mendirikan gedung sekolah mendapat
sambutan positif dari Pemda DKI, maka setahun kemudian,
SD Strada dan SLTP Strada telah dibangun. Berfungsinya
Sekolah Strada sejak September 1974 membuat umat daerah
Pesing-Warung Gantung (batas DKI-Tangerang) dan Rawa
Buaya/Kosambi-Kamal terhimpun dan saling bertemu secara
informal setiap hari. Perluasan kerjasama antar-umat pun
meningkat jenis dan ragamnya. Upaya untuk saling membantu
berkembang dalam relasi/koneksi, pendidikan, perumahan,
pekerjaan, dan bantuan karitatif. Kegiatan ini ternyata juga
melebar ke masyarakat sekitar yang ditandai dengan santunan
dan keringanan biaya sekolah bagi para klien Proyek Bina Kasih
FHP (Familiar Helper Project) yang diketuai oleh Ibu C. Sumarsih.
Sekitar tahun 1975, Bapa Uskup membangun aula di kompleks
Yayasan Esti Bhakti/Sekolah Taniwan dengan dana AUSI
(Asosiasi Alumni Siswi Santa Ursula). Tetapi pada Hari-Hari Raya,
umat Kapuk lebih memilih pergi ke Gereja St. Kristoforus, Grogol
daripada ke Cengkareng Selatan karena kendala transportasi.
3. Dinamika Kehidupan Beriman Umat Stasi
Cengkareng
23
Pada bulan November 1974, Keuskupan Agung Jakarta
menyerahkan Stasi Cengkareng kepada Kongregasi Oblat Maria
Immaculata (OMI) untuk ditingkatkan menjadi Paroki. Beberapa
imam OMI terlihat mengadakan survey ke Cengkareng Selatan
bersama para Bapak umat perintis Gereja. Hingga Januari 1975,
Perayaan Ekaristi masih dipimpin oleh Romo Anton Mulder, SJ.
Februari 1975, Romo Patrick Moroney, OMI mendapat tugas
di Cengkareng. Sejak saat itu, Misa yang masih dilaksanakan
di rumah P.H. Wiratmo, Jalan Utama Raya 38, mulai dipimpin
oleh Romo Pat yang tinggal di Paroki Tangerang atau Susteran
Gembala Baik, Jatinegara.
Bulan Maret 1975, terbentuk kepengurusan Mudika bakal Paroki
Cengkareng yang diketuai oleh Felix Wiratmo. Di bulan Mei
1975, Stasi Cengkareng secara administratif lepas sepenuhnya
dari Paroki Tangerang. Dambaan terwujudnya sebuah Paroki
semakin dekat di depan mata. Di tahun 1976, Keuskupan Agung
Jakarta membeli tanah seluas 8.000 m2 dari Bapak Haji R.A.
Nunung Mohamad Yunus dan beberapa pemilik tanah lainnya
untuk lokasi gedung gereja.
Di bulan September 1975, sebuah rumah
dikontrak dari Bapak Haji Nunung untuk
digunakan sebagai pasturan dan sejak itulah
Romo Pat bermukim di Cengkareng. Rumah
yang cukup bagus itu hanya memiliki pompa
air dengan air yang kuning lagi lengket. Air
itulah yang digunakan untuk keperluan gembala
pertama bakal Paroki Cengkareng. Umat lalu
mengantar air yang lebih bagus untuk gembala
yang mereka cintai dan lama mereka rindukan
ini. Garasi pasturan yang sempit dengan halaman
luas di samping kanan rumah kemudian diubah
fungsinya menjadi tempat beribadat. Bapa
Uskup Mgr. Leo Soekoto, SJ pernah berkunjung
dan sempat merayakan Ekaristi di sini.
24
Sejak adanya pasturan dengan garasi yang dipakai sebagai
gereja, maka kegiatan Perayaan Ekaristi di rumah Bapak P.H.
Wiratmo pun dipindahkan ke tempat ini. Kehangatan dan
sentuhan kasih sayang sangat dinikmati seluruh umat, selama
dan seusai kegiatan beribadat. Para ibu sangat peduli pada
umat yang umumnya datang dari tempat yang jauh. Ibu-ibu
selalu menyediakan makanan dan minuman secara gratis. Inilah
awal berkiprahnya para Wanita Paroki (WP).
Di bulan September 1975 itu pula wilayah Stasi Cengkareng
dibagi menjadi 3 Mandala (istilah daerah operasi ABRI, karena
kebetulan anggota TNI dan Kepolisian banyak berperan
dalam melahirkan Paroki Cengkareng): Mandala Barat dengan
Ketuanya Bapak J.B. Agus Supaat; Mandala Tengah dengan
Ketuanya Bapak Robertus A. Tjuk; dan Mandala Timur dengan
Ketuanya Bapak Thomas Maturbongs. Kesempatan ini pun
digunakan untuk menandai dimulainya Perkumpulan Kematian
St. Yusuf yang diketuai oleh Bapak Pieter H. Wiratmo.
Romo Pat yang murah senyum, ramah, muda lagi tampan ini
memiliki kegemaran bergaul dengan siapa pun. Keahlian di
bidang "public relations" ini membuat Beliau cepat dikenal
bukan saja oleh umatnya, tetapi juga oleh para tokoh masyarakat
Cengkareng. Terkadang Beliau bergadang dengan muda-
mudi "jalanan" bagaikan semangat Santo Paulus (1 Korintus
9:22). Dalam tahun pertamanya berkarya di Cengkareng, sakit
punggung yang dideritanya kambuh lagi dan sejak Juni 1976
Romo Pat harus menjalani perawatan intensif di luar negeri.
Sejak adanya perayaan Misa secara teratur, terbukalah
kesempatan untuk membina kehidupan beragama dan
beriman secara bersama-sama. Seusai Misa, umat masih
lama berkumpul, berembuk, atau hanya berbincang-bincang.
Kesempatan yang langka, jarang, dan dirindukan ini tidak
mau dibiarkan hanya berlalu begitu saja. Itulah suasana yang
senantiasa dominan. Maka, ibu-ibu pun serta merta memasak,
menyiapkan makanan dan minuman. Perjumpaan iman dianggap
sekaligus pesta dan kesempatan menjamu. Itulah suasana
25
istimewa Stasi Cengkareng di tahun 1973-1976. Perasaan
sehati, sejiwa, sepikir, dan satu keluarga untuk memecahkan
roti rohani dan jasmani amat terasa. Dalam kesempatan seperti
ini tetap tampak 'penampilan' anggota komunitas basis dari
keluarga Katolik yang kondusif dan yang lainnya.
4. Terbentuknya Paroki Cengkareng
Romo Pat yang penuh semangat digantikan oleh Romo
David Shelton, OMI di bulan Juni 1976. Berbeda dengan
pendahulunya, Romo David yang berperawakan gagah, tegas
dan selalu gembira ini sedikit bicara dan berperangai keras.
Tetapi hal ini membuahkan hasil yang positif. Untuk pertama
kalinya Seksi Liturgi dibentuk yang dipercayakan kepada Bapak
R.Y. Prabowo. Karena banyaknya peminat yang ingin belajar
agama, maka lahirlah Seksi Katekese yang diketuai oleh Bapak
V.A. Adiwahyanto. Rumah yang disewa dari Bapak Haji Nunung
pun dirasa tidak memadai lagi, maka disewalah sebuah rumah
masing-masing di Jln. Sakura No. 23 sebagai tempat beribadat
dan di Jln. Pepaya V sebagai pasturan. Tahun berikutnya,
pasturan kembali berpindah tempat ke Jln. Mesjid.
Di awal tahun 1978, Romo David beberapa kali mengumpulkan
para tokoh umat untuk merundingkan nama bakal Paroki
Cengkareng yang tak lama lagi akan dibentuk. Tiga nama
dipertimbangkan saat itu, yaitu Trinitas, Santa Maria Immaculata,
dan Santo Antonius. Akhirnya, atas restu Bapa Uskup Agung
Jakarta, Mgr. Leo Soekoto, SJ, pada tanggal 26 Mei 1978
diselenggarakan rapat yang memilih nama Paroki. Dari tiga
nama yang diajukan, terpilihlah TRINITAS sebagai nama Gereja.
Dewan Paroki dan Pengurus Gereja Dana papa (DP/PGDP)
Trinitas yang pertama dilantik pada 11 Juni 1978 bertepatan
dengan disahkannya nama “Trinitas” sebagai nama Gereja.
(Sumber: Buku Kenangan 25 Tahun Gereja Katolik Trinitas, Paroki
Cengkareng, Jakarta Barat, 2003)
26
Pengembangan Iman Umat Paroki Trinitas,
Cengkareng
Romo Petrus J. McLaughlin, OMI adalah Romo Kepala Paroki
Trinitas, Cengkareng yang pertama. Beliau menggantikan
tempat Romo David dan meneruskan karya pelayanan para
Oblat kepada umat Cengkareng.
Seiring dengan terbentuknya Dewan Paroki yang pertama,
pada 17 Agustus 1978, Seksi Koor dibentuk dengan dirigen
pertamanya Bapak J. Djoko Sep. (saat itu masih Mudika, tinggal
di Semanan). Sebulan kemudian, dibentuk pula Seksi Sosial
Paroki (SSP) sebagai wadah nyata dari semua kegiatan sosial
yang sebenarnya telah berjalan jauh sebelum terbentuknya
Seksi ini. Umat Paroki muda ini pun digembalakan lewat para
Pengurus Seksi, Kelompok Kategorial, Wilayah, Lingkungan dan
Kelompok-Kelompok dalam Lingkungan.
Sejak sebelum Paroki Cengkareng terbentuk, beberapa umat
telah dipersiapkan untuk mengikuti Penataran Dewan Paroki se-
Keuskupan Agung Jakarta di Wisma Samadi, Klender. Bapak
Robertus A. Tjuk, Bapak R.Y. Prabowo, dan Bapak Yoseph
Walewangko dipersiapkan untuk menjadi penegak bakal Paroki
ini. Setelah terbentuknya Dewan Paroki dan Kepengurusan
Wilayah serta Lingkungan, maka 3 Mandala yang dibentuk
sebelumnya kini disebut Wilayah dengan batas lokasi pelayanan
sebagai berikut:
Wilayah Barat (Jl. Sumur Bor hingga Warung Gantung/
perbatasan DKI-Tangerang) dengan ketuanya Bapak J.B. Agus
Supaat. Wilayah yang cukup luas dengan umat yang masih
terpencar ini dibiarkan tetap menjadi sebuah Wilayah;
Wilayah Tengah (Jl. Sumur Bor hingga persawahan di timur
Lingkungan Agustinus sekarang) dengan ketuanya Bapak R.A.
Tjuk dibagi menjadi 6 Lingkungan;
27
Wilayah Timur (batas Wilayah Tengah hingga Kalimati) diketuai
oleh Bapak Thomas Maturbongs dibagi menjadi 5 Lingkungan.
Perumahan Bojong Indah saat itu masih menjadi bagian dari
Paroki Cengkareng dan dibagi menjadi 2 Lingkungan. Untuk
melayani umat Bojong Indah, sebulan dua kali diselenggarakan
Ibadat Sabda di Sekolah Lamaholot.
Paroki Cengkareng yang memulai pelayanannya dengan sangat
minimal sekali - yaitu Misa dan pelayanan pastoral - kini terus
berangsur melengkapi diri dengan pelayanan pendidikan, sosial,
liturgi, pewartaan, Mudika, dan koor. Pelayanan pendidikan
dan pastoral sejak awal menjadi bagian penting dalam Gereja.
Kedua pelayanan itu akan terus menjadi semakin penting dan
perlu terus dikembangkan.
Dunia pendidikan Paroki Cengkareng yang bermula dengan
Sekolah Strada yang diresmikan penggunaannya di tahun 1974
diwarnai pula dengan kedatangan para Suster Kongregasi
Amal Kasih Darah Mulia (ADM) yang hadir di tahun 1980 untuk
membantu umat lewat karya sosial, pastoral, kateketik, dan
pendidikan dengan membuka Sekolah Seraphine Bakti Utama.
Lima tahun berselang, hadir pula para Suster Kongregasi Jesus
Maria Joseph (JMJ) untuk mendirikan dan menyelenggarakan
karya pendidikan lewat Sekolah Bintang Kejora. Di tahun 1994,
Paroki Grogol dengan Yayasan Diannanda mulai berkarya dalan
bidang pendidikan lewat Sekolah Kristoforus II.
Pelayanan pastoral umat terlihat sangat mendesak dan
senantiasa perlu menjadi perhatian segenap warga Gereja.
Banyak umat 'miskin' secara rohani: luka batin, kesendirian,
butuh sahabat (Sir 6:5 dst) dan masih banyak kemiskinan lain
di samping kemiskinan materi. Berbagai Seksi dan Kelompok
Kategorial terus mengembangkan diri semata-mata untuk
menjadi wadah bagi umat yang membutuhkannya.
Sejalan dengan misi khusus para Oblat yaitu "Pelayanan
Kepada Kaum Miskin", maka pelayanan itu sudah mulai
dijalankan semenjak Paroki berstatus Stasi Cengkareng dan
terus berlanjut hingga kini. Kepada kaum yang tertinggal
secara ekonomi atau juga miskin harta, pelayanan telah dimulai
dengan Proyek Kincir FHP (Familiar Helper Project) dan Pelita
Kasih FHP yang bernaung dalam Yayasan Dharma Kasih yang
didirikan pada 23 Februari 1981. Proyek yang bermula dengan
2 orang klien binaan dari sebuah keluarga di tahun 1974 kini
telah meningkat menjadi 1.800 klien binaan. Kepada kaum yang
28
'miskin' kesehatan, telah diselenggarakan pelayanan kesehatan
yang telah melayani puluhan ribu pasien. Bagi kaum yang
'miskin' sahabat, 'miskin' perdamaian, penuh luka batin, dan
lainnya, pastoral umat senantiasa dibutuhkan sepanjang sejarah
umat manusia. Kekayaan harta, kelimpahan wewenang dan
kekuasaan ternyata belum menjadi jaminan kekayaan batin dan
kedamaian.
Anggota komunitas Paroki Cengkareng sudah ada 20.000 jiwa.
Setiap Paskah dan Natal, gereja dipadati oleh umat. Dalam
Perayaan Ekaristi mingguan, di Paroki dan Wilayah hanya
hadir sekitar 5.000 hingga 6.000 umat. Salah satu perwujudan
iman dalam kegiatan agama itu hanya dilakukan oleh 30-40%
umat. Dari prosentase keaktifan umat ini, ada yang aktif dalam
berbagai kegiatan gerejawi. Hampir setiap hari kompleks gereja
dipenuhi kelompok umat untuk bermacam kegiatan gereja ini
berarti sudah banyak umat yang telah mampu mewujudkan
imannya dalam kehidupan nyata.
Masih banyak sarana dan wadah kegiatan beriman yang sudah
ada di Paroki dan Wilayah, Lingkungan, Seksi, namun belum
dimanfaatkan sebagian besar umat. Masih banyak pula wadah
Pesta Nama Paroki (1975)
Pesta Natal (1979)
29
yang perlu diciptakan untuk memikat dan memberdayakan
sebanyak mungkin umat. "Tuaian memang banyak, tetapi
pekerja sedikit. Karena itu mintalah kepada Tuan yang empunya
tuaian, supaya Ia mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu."
(Luk 10:2). Memang banyak umat yang dipanggil, diminta, dan
diutus, tetapi apakah umat menanggapinya dengan sukacita
dan berani berkata: “Ya, Tuhan, inilah aku, utuslah aku...”?
Pemekaran Paroki
Luas wilayah Paroki tidak pernah bertambah, tetapi umat
dan pemukiman baru senantiasa bertambah. Perubahan
kependudukan dalam kaitannya dengan penyebaran tempat
tinggal umat menyebabkan Paroki beberapa kali mengalami
pemekaran dan bahkan masih merencanakan pemekaran
selanjutnya.
Pada tahun 1981, Bapa Uskup memisahkan daerah bagian
selatan Daan Mogot untuk menjadi Paroki sendiri. Hingga
pertengahan 1982, Perayaan Ekaristi maupun Ibadat Sabda
Kunjungan
Bapa
Uskup
Rapat
Pengurus di
Jl. Sakura
(1983)
Prodiakon (1984) Pesta Pengangkatan
30
masih dilayani oleh Paroki Cengkareng. Di akhir tahun 1982,
Gereja St. Thomas Rasul, Paroki Bojong terbentuk dengan
gembalanya para Imam Praja.
Cengkareng yang semula terdiri dari 2 Stasi: Stasi Cengkareng
dan Stasi Kapuk yang dibagi dalam 3 Mandala (kemudian
disebut 3 Wilayah), di tahun 2009 sudah menjadi Paroki
Cengkareng (Gereja Trinitas), Paroki Bojong, Paroki Kosambi
Baru (pemekaran dari Paroki Bojong sejak tahun 2005) dan
Paroki Kapuk. Paroki Cengkareng sendiri kini mempunyai 31
Wilayah dengan 148 Lingkungan (data tahun 2014).
Gereja St. Philipus Rasul, Paroki Kapuk berdiri tahun 1992
yang digembalakan oleh Imam Pasionis. Bagian timur Kanal
Barat DKI (Cengkareng) seharusnya menjadi wilayah pelayanan
Paroki Kapuk, tetapi Lingkungan St. Tarsisius dan Daniel ingin
tetap menjadi bagian dari Paroki Cengkareng. Permohonan itu
'dikabulkan', maka hingga sekarang kedua Lingkungan itu tetap
berada dalam gembalaan Paroki Cengkareng.
Di awal tahun 1999, Paroki Cengkareng telah membeli sebidang
tanah seluas 8.710 m2 yang diperuntukkan bagi bangunan gereja
Misa
Pertama
Baptisan Bayi
31
dan akan menjadi bakal Paroki baru yang murni atas inisiatif
Paroki Cengkareng sendiri. Di atas tanah ini kini telah berhasil
dibangun gedung Gereja Santa Maria Imakulata yang pada 22
Agustus 2015 diresmikan menjadi Paroki ke-65 Keuskupan
Agung Jakarta.
Pada tahun 2002, Paroki Cengkareng kembali membeli
tanah seluas 2.950 m2 di daerah Taman Bandara. Tanah ini
diperuntukkan bagi sarana beribadah umat Katolik di Wilayah
itu. Gedung Gereja St. Vincentius Pallotti selesai dibangun di
akhir tahun 2006. Maka sejak awal tahun 2007, umat Katolik
di daerah Dadap dan sekitarnya mulai menggunakan gedung
gereja ini sebagai sarana tempat beribadah mereka. Pada
26 Agustus 2007, Gereja St. Vincentius Pallotti diberkati dan
diresmikan penggunaannya oleh Vikaris Jenderal Keuskupan
Agung Jakarta, Romo Yohanes Subagyo, Pr. Kini Gereja St.
Vincentius Pallotti menjadi Stasi dari Paroki Sta. Maria Imakulata.
(Sumber: Buku Kenangan 25 Tahun Gereja Katolik Trinitas, Paroki
Cengkareng, Jakarta Barat, 2003 – dengan penambahan seperlunya)
32
Dewan Paroki I Dewan Paroki IV
Masa bakti: 1978-1980 Masa bakti: 1987-1990
Ketua: Romo Petrus McLaughlin, OMI Ketua: Romo Peter K. Subagyo, OMI
Wakil Ketua: Bapak Robertus A. Tjuk Wakil Ketua: Bapak B.J. Bob Danaatmadja
Sekretaris: Bapak R.Y. Prabowo Sekretaris: Bapak Johanes K. Handoko
Anggota: Bendahara: Bapak J.B. Susilo Moeljono
Ibu F. Romena Rustinah Anggota:
Bapak V.A. Adiwahyanto Bapak V.A. Adiwahyanto
Bapak J.B. Agus Supaat
Dewan Paroki II Bapak A.M. Karsono Budi
Masa bakti: 1980-1984 Dewan Paroki V
Ketua: Romo Petrus McLaughlin, OMI
Wakil Ketua: Bapak Val. Pramono Masa bakti: 1990-1993
Sekretaris: Ibu F. Romena R. Sukamto Ketua: Romo James Kalchthaler, MM -
Bendahara: Bapak Alex Nahan sejak Oktober 1992 diteruskan oleh Romo
Anggota: F.X. Sudirman, OMI
Bapak R.Y. Prabowo Wakil Ketua: Bapak Dr. Petrus Sugiarto
Bapak Robertus A. Tjuk Sekretaris: Bapak Ign. Tantyo Nurtjahyo
Bendahara:
Dewan Paroki III Bapak Alexander Nahan
Bapak Yoseph Sutisna
Masa bakti: 1984-1987 Anggota:
Ketua: Romo John O’Doherty, OMI Bapak Yusuf Abadi
Wakil Ketua: Bapak B.J. Bob Danaatmadja Bapak Yoseph Pranoto
Sekretaris: Bapak Stefanus Suyatno Bapak Antonius Warsono
Bendahara: Bapak Y. Siswandi Bapak Cornelius Suyatmo
Anggota: Romo James Kalchthaler, MM
Bapak Markus Husein
Bapak A.M. Karsono Budi Dewan Paroki VI
Bapak J.B. Agus Supaat
Masa bakti: 1993-1996
Ketua: Romo F.X. Sudirman, OMI
Wakil Ketua: Bapak Cornelius Suyatmo
Sekretaris: Bapak Julius Husen
Bendahara: Bapak Alexander Nahan
Anggota:
Bapak Johanes K. Handoko
Bapak M. Tjipto Harsono
Romo James Kalchthaler, MM
Romo Jean-Pierre Meichel, OMI
33
Dewan Paroki VII Dewan Paroki IX
Masa bakti: 1996-1999 Masa bakti: 2002-2005
Ketua: Romo F.A. Rumiyanto, OMI - Ketua: Romo G. Basir Karimanto, OMI
kemudian diteruskan oleh Romo John Wakil Ketua: Bapak F.X. Bing S. Chandra
O'Doherty, OMI Sekretaris:
Wakil Ketua: Bapak Cornelius Suyatmo Bapak Josef Heri Adisena
Sekretaris: Bapak Michael Sumartana
Bapak Julius Husen Bendahara:
Bapak Johanes K. Handoko Bapak R.J Sugiharto
Bendahara: Bapak A. Alex Sudityo Bapak Y. Handoko Wibowo
Anggota: Anggota:
Bapak Julius Erwin Intan Romo B. Agus Rukmono, OMI
Bapak F.X. Agung Susilo Bapak Fransiskus Suwadi
Bapak Stefanus Suyatno Bapak F.X. Agung Susilo
Bapak Ignatius T. Lufti Ibu A. Roem Royen Amaniah
Bapak S. Onty Tjahjono
Dewan Paroki VIII Dewan Paroki X
Masa bakti: 1999-2002 Masa bakti: 2005-2008
Ketua: Romo John O'Doherty, OMI Ketua: Romo G. Basir Karimanto, OMI
Wakil Ketua: Bapak F.X. Bing S. Chandra Wakil Ketua: Bapak dr. Albertus Suriata
Sekretaris: Sekretaris 1: Bapak Eka B. Harsobisono
Bapak Josef Heri Adisena Sekretaris 2: IbuTheresia Sonya Wijaya
Bapak Michael Sumartana Bendahara 1: Bapak R. J. Sugiharto
Bendahara: Bendahara 2: Bapak F.V. Budi Hartono
Bapak A. Alex Sudityo Anggota:
Bapak Y. Handoko Wibowo Romo F.X. Sudirman, OMI
Anggota: Romo Ign. Wasono, OMI
Bapak Stefanus Suyatno Bapak A. Yuyuh Sukmana
Bapak Fransiskus Suwadi Bapak Y. Hardy Kurniawan
Bapak Ignatius t. Lufti Bapak Pius Sente Limbu
Ibu A. Roem Royen Amaniah Bapak V. Wiandi Halisantoso
Romo Antonius Rajabana, OMI
Romo Yakobus Priyatna, OMI
Romo G. Basir Karimanto, OMI
34
Dewan Paroki XI Dewan Paroki XII
Masa bakti: 2008-2011 Masa bakti: 2011-2014
Ketua Umum/Pastor Kepala: Romo Peter Ketua Umum/Pastor Kepala: Romo Peter
K. Subagyo, OMI K. Subagyo, OMI
Ketua I/Pastor Rekan: Romo F.X. Sudirman, Ketua I/Pastor Rekan: Romo Antonius
OMI Widiatmoko, OMI
Ketua II/Pastor Rekan: Romo Antonius Ketua II/Pastor Rekan: Romo Tarsisius
Widiatmoko, OMI Riswanto, OMI
Wakil Ketua: Bapak dr. Albertus Suriata
Sekretaris I: Bapak Eka Boedijono Ketua III/Pastor Rekan: Romo G. Basir
Harsobisono Karimanto, OMI
Sekretaris II: Ibu Mathilda Tandra Wakil Ketua: Bapak Yohanes Bosco Sri
Bendahara I: Bapak F.V. Budy Hartono Wikuncoro
Bendahara II: Ibu Maria Lidwina Vimala Sekretaris I: Bapak F.X. Irfan Natakesuma
Dewi Chaidir
Anggota: Sekretaris II: Ibu Margaretha Muyana
Bapak Pius Sente Limbu Bendahara I: Ibu Maria Lidwina Vimala
Ibu Theresia Sonya Wijaya Dewi
Bapak Vinsensius Wiandi Halisantoso Bendahara II: Bapak Valentinus Henry
Bapak Yohanes Bosco Sri Wikuncoro Mihardja
Bapak Yohanes Hardy Kurniawan
Bapak Yohanes Lekso Wibowo
Bendahara III: Bapak Gerardus Djoni Widjaja
35
Anggota: Dewan Paroki XIII
Bapak Agustinus Tjandra
Bapak Christian Suherman Aslim Masa bakti: 2014-2017
Ibu M. Dominica Dhevy Setya Wibawa (setelah Stasi Sta. Maria Imakulata menjadi
Ibu Maria Goretti Iswani Windiarti Paroki baru)
Bapak Stefanus Chik Tjhai Ketua Umum/Pastor Kepala: Romo F.X.
Bapak Petrus Lim Dju Hiong Rudi Rahkito Jati, OMI
Bapak Yoseph Stenly Manoy Ketua/Pastor Rekan: Romo G. Basir
Bapak Yohanes Lekso Wibowo Karimanto, OMI
Bapak Jusuf Pontoh Wakil Ketua: Bapak Gerardus Djoni Widjaja
Sekretaris I: Ibu Margaretha Muyana
Dewan Paroki XIII Sekretaris II: Bapak J.B. Sigit Noviandi
Bendahara I: Bapak Ign. Loyola Chrisnadi
Masa bakti: 2014-2017 Suwarta
(sebelum Stasi Sta. Maria Imakulata Bendahara II: BapakPetrus Hendro
ditetapkan menjadi Paroki) Hermanto
Ketua Umum/Pastor Kepala: Romo Peter Anggota:
K. Subagyo, OMI Bapak Agustinus Tjandra
Ketua I/Pastor Rekan: Romo F.X. Rudi Ibu Lidya Endaryanti Sumartono
Rahkito Jati, OMI Ibu Maria Goretti Iswani Windiarti
Ketua II/Pastor Rekan: Romo G. Basir Bapak Stefanus Aloma Sarumaha
Karimanto, OMI Bapak Yohanes Djohan Tjindana Palau
Ketua III/Pastor Rekan: Romo Ignatius
Wasono Putro, OMI
Wakil Ketua: Bapak Gerardus Djoni Widjaja
Sekretaris I: Bapak Stefanus Chik Tjhai
Sekretaris II: Ibu Margaretha Muyana
Bendahara I: Bapak Ign. Loyola Chrisnadi
Suwarta
Bendahara II: BapakPetrus Hendro
Hermanto
Anggota:
Bapak Agustinus Tjandra
Ibu Lidya Endaryanti Sumartono
Ibu Maria Goretti Iswani Windiarti
Bapak Stefanus Aloma Sarumaha
Bapak Yohanes Djohan Tjindana Palau
Bapak Antonius Robbyanto Lumenta
Bapak Christoforus Gunawan Wiranta Lau
36
1. Patrick Moroney, OMI Feb 1976 Juni 1976 Paroki Trinitas
2. David Shelton, OMI Juni 1976 Agt 1978 Paroki Trinitas
3. John O’Doherty, OMI Mei 1984 1985 Paroki Trinitas
Okt 1997 Agt 2002 Paroki Trinitas
2002 2005 Paroki Kavalri
4. F.X. Sudirman, OMI 1990 1995 Paroki Trinitas
Agt 2005 Feb 2015 Paroki Trinitas
5. Jean-Pierre Meichel, OMI 1994 1998 Paroki Trinitas
6. F.A. Rumiyanto, OMI 1995 1997 Paroki Trinitas
7. Antonius Rajabana, OMI 1996 2000 Paroki Trinitas
8. Marcello, OMI 1998 Des 1999 Paroki Trinitas
9. Yakobus Priyatna, OMI 2000 Des 2002 Paroki Trinitas
10. Y. Wasisa Kusnandar, OMI Mei 2001 Agt 2001 Paroki Trinitas
11. Bernardus Agus Rukmono, OMI Mei 2002 Agt 2002 Paroki Kavalri
Agt 2002 Jan 2005 Paroki Trinitas
12. Henricus Asodo, OMI Des 2003 Apr 2005 Paroki Trinitas
Apr 2005 Des 2006 Paroki Kavalri
13. Antonius Widiatmoko, OMI Sep 2008 Sep 2013 Paroki Trinitas
14. Tarsisius Riswanta, OMI 2012 Juli 2014 Paroki Trinitas
1. Peter K. Subagyo, OMI 1985 – 1990 Paroki Trinitas
1996 – Juni 2007 Paroki Kavalri
Sep 2007 - Juni 2015 Paroki Trinitas
Juni 2015-sekarang Paroki Sta. Maria Imakulata
2. G. Basir Karimanto, OMI Sep 2000 - 2006 Paroki Trinitas
2012 – sekarang Paroki Trinitas
3. F.X. Rudi Rahkito Jati, OMI 1997 – Juli 2000 Paroki Kalvari
Okt 2013 – sekarang Paroki Trinitas
4. Ignatius Wasono Putro, OMI Jan 2005 – Sep 2008 Paroki Trinitas
Sep 2014 - Juni 2015 Paroki Trinitas
Juni 2015 – sekarang Paroki Sta. Maria Imakulata
5. Petrus McLaughlin, OMI Agt 1978 – Mei 1984 Paroki Trinitas
1993 - 2014 Kategorial KAJ
1995 – 1996 Paroki Kalvari
2014 - sekarang Paroki Sta. Maria Imakulata
6. Antonius Andri Atmaka, OMI 1995 - 1996 Paroki Kalvari
Juni 2015 – sekarang Paroki Sta. Maria Imakulata
40
Perjuangan Panjang: Dari Sawah Menjadi
Rumah Allah
Misa dari Rumah ke Rumah
Setelah daerah Cengkareng dinyatakan sebagai Stasi
Cengkareng dan berada di bawah bimbingan Paroki Tangerang,
umat Cengkareng praktis 'hanya' mendapat kesempatan untuk
mengikuti Perayaan Ekaristi saja. Seharusnya Ibadat Sabda
dapat berlangsung juga, tetapi umat banyak menemui kendala.
Itulah 'nasib' kebanyakan umat diaspora (tercerai-berai) yang
juga dialami oleh umat Stasi Cengkareng. Saat itu, pewartaan
dan pelajaran agama pun masih dipusatkan di Paroki Tangerang.
Pada masa-masa awal sebelum Paroki terbentuk, 15 keluarga
Katolik yang bermukim terpencar di kawasan Cengkareng
seringkali berkumpul untuk merayakan Ekaristi di rumah
Keluarga Bapak R. Sukamto di kompleks Perumahan Ditjen
Imigrasi. Pada bulan Juli 1973, Kompleks Kodam V Jaya mulai
dihuni. Di dalam kompleks itu terdapat 13 keluarga Katolik dua
kali sebulan merayakan Ekaristi di sebuah Kapel yang disediakan
oleh Kodam Jaya. Di samping itu, Misa juga secara bergantian
diadakan di rumah-rumah keluarga Katolik secara berpindah-
pindah antara lain di rumah keluarga Bapak Alexander Nahan,
keluarga Bapak Robertus A. Tjuk, dan keluarga Bapak Markus
Husein. Hal ini berlangsung beberapa lama sampai pada saat
diadakan Misa Arwah di kediaman keluarga Bapak P.H. Wiratmo
yang kala itu kehilangan salah seorang anggota keluarganya
karena kecelakaan. Saat itu muncullah sebuah gagasan yang
memunculkan kesepakatan bersama untuk merayakan Ekaristi
secara teratur satu bulan sekali di rumah Pak Wiratmo di Jl.
Utama Raya no. 38. Perkembangan selanjutnya terjadi di sisi
timur, yaitu dengan dihuninya Kompleks Permata yang mencatat
ada 15 keluarga Katolik di dalamnya. Mereka pun berkumpul
41
bersama untuk beribadat. Inilah sebuah awal, tiga titik kegiatan
peribadatan di kawasan Cengkareng yang merupakan unsur
cikal bakal Paroki Cengkareng. Mereka bernyayi bersama,
berdoa bersama, dan memecah-mecah roti di rumah-rumah
secara bergilir.
Gereja Darurat
Dengan terbentuknya Stasi Cengkareng yang secara administratif
telah lepas dari Paroki Tangerang, maka umat Cengkareng
mulai berjuang untuk dapat memiliki gedung gereja sendiri.
Kedatangan Romo Patrick Moroney, OMI sebagai gembala Stasi
Cengkareng menandai juga kemandirian umat Cengkareng,
karena kini Perayaan Ekaristi dapat diadakan di rumah yang
juga berfungsi sebagai pasturan yang terletak di Jl. Utama III no.
22. Rumah yang disewa dari Bapak Haji R.A. Nunung Mohamad
Yunus ini mempunyai garasi yang berubah guna menjadi gereja
di tiap hari Minggu. Dikarenakan jumlah umat yang kian hari
kian bertambah, garasi itu dirasa tidak memadai lagi. Maka,
disewalah sebuah rumah di Jl. Sakura no. 23 untuk digunakan
sebagai sarana beribadat, sedangkan pasturan dipindahkan
ke Jl. Pepaya V no. 18. Setahun kemudian pasturan kembali
'boyongan' ke Jl. Mesjid III dan akhirnya bermuara di Jl. Utama
III no. 23 hingga sekarang. Keadaan umat yang kian hari kian
bertambah jumlahnya membuat rumah di Jl. Sakura no. 23 tidak
lagi dapat menampung mereka saat Misa diselenggarakan.
Kembali Haji Nunung menawarkan gudangnya yang cukup
besar yang kebetulan berseberangan dengan pasturan yang
sekarang. Gudang pun disewa dan diubah fungsinya untuk
menjadi tempat Perayaan Ekaristi di saat-saat tertentu seperti
pada Paskah dan Natal agar dapat menampung setiap umat
yang hadir. Kemudian, Dewan Paroki membeli sebuah rumah
42
yang terletak di sebelah pasturan (sekarang disebut Aula
Lama/Ruang St. Yohanes). Rumah itu 'disulap' menjadi Ruang
Serba Guna tempat umat menyelenggarakan Ekaristi setiap
minggunya.
Terwujudnya Gedung Gereja Idaman yang
Permanen
Sebenarnya, sejak tahun 1976 Keuskupan Agung Jakarta telah
membeli sebidang tanah seluas 8.000 m2 yang terletak di Jl.
Bambu Kuning dari beberapa pemilik tanah sebagai persiapan
untuk membangun gedung gereja. Impian umat Cengkareng
untuk memiliki gedung gereja sendiri pun menjadi semakin
nyata. Sejak saat itu, dimulailah sebuah lembaran perjuangan
untuk membangun sebuah Rumah Allah yang memadai untuk
dapat menampung umat yang semakin berkembang jumlahnya.
Sebagai langkah awal, pengurukan tanah segera dilaksanakan
di bulan Maret 1981 agar tanah tidak berupa sawah lagi dan
dipagari. Bahu membahu dan pengertian dengan warga
sekitarnya pun terjalin lewat usaha tak kenal lelah dari para
tokoh warga sekitar dan dua tokoh perintis Paroki yaitu Bapak
Leonardus Santana Wijaya dan Bapak Yoseph Walewangko.
Di bulan Juni 1979 Dewan Paroki menyelenggarakan sekali lagi
sensus umat yang berupa pengumpulan tandatangan umat yang
bermukim di Cengkareng. Hasil sensus itu dikirim ke Keuskupan,
Walikota Jakarta Barat, Kecamatan dan Kelurahan Cengkareng
guna membuktikan bahwa di Cengkareng memang ada banyak
umat Katolik yang betul-betul membutuhkan gedung gereja
sebagai sarana tempat beribadat. Saat itu tercatat di Wilayah
Barat 67 kepala keluarga (KK), di Wilayah Tengah 519 KK, dan di
43
Wilayah Timur 135 KK (total 721 KK).
Di pertengahan tahun 1982, Ketua Mudika mengerahkan
anggotanya pergi ke bilangan Jelambar untuk mengangkuti besi
bangunan dari tempat seorang donatur. Rencananya, besi-besi
itu akan digunakan untuk membangun sebuah Gedung Serba
Guna di atas lahan bakal gereja. Tampaknya mereka sangat
tidak sabar dengan proses perijinan bangunan yang berlarut-
larut. Kemudian, Keuskupan Agung Jakarta pada 2 Desember
1982 mengajukan surat permohonan ijin membangun Gedung
Serba Guna di atas lahan bakal gereja kepada pihak yang
berwenang kepada Gubernur DKI saat itu, Bapak Tjokropranolo.
Ijin tersebut dikabulkan dengan catatan gedung tidak boleh
digunakan untuk kegiatan agama. Jawaban ini menjadi pemacu
bagi Bapa Uskup untuk langsung mengajukan permohonan ijin
pembangunan gereja dengan surat tertanggal 3 Agustus 1984.
Guna melengkapi permohonan ini, pada 21 Desember 1985
Panitia Pembangunan Gereja (PPG) mengajukan permohonan
mendapatkan IMB kepada pihak berwenang. Akhirnya, Gubernur
DKI Jakarta, Bapak Wiyogo Atmodarminto, mengeluarkan surat
Ijin Pendahuluan Pembangunan Gereja bernomor 612/1.857.1
tertanggal 27 Januari 1987. Dengan Surat Ijin ini, PPG bergegas
mengurus surat-surat tanah di Kantor Agraria dan mengajukan
ijin mendirikan bangunan ke Dinas Tata Kota DKI Jakarta.
Surat Gubernur DKI Jakarta bernomor 12168/VI/1988 yang
dikeluarkan pada 11 Juni 1988 memberikan ijin penunjukkan
penggunaan tanah seluas 6.140 m2 dari 8.000 m2 luas tanah
yang ada. Dengan berbekal surat ijin ini, maka pada 19 November
1988 dilaksanakan peletakkan batu pertama pembangunan
gereja yang dilakukan oleh Bapa Uskup Agung Jakarta, Mgr. Leo
Soekoto, SJ. Perjanjian kontrak kerja borongan pembangunan
gedung gereja pun ditandatangani pada 27 Maret 1989 dengan
kontraktor PT Murinda Iron Steel. Dengan diterimanya ijin
pendahuluan IMB pada 3 Mei 1989, maka pembangunan gedung
pun dimulai pada 21 Mei 1989. Sebagai ungkapan kegembiraan
dan rasa syukur umat Cengkareng digelar pula acara syukuran
dengan para pejabat Pemda setempat pada 29 Mei 1989.
Akhirnya, surat IMB bernomor 4425/IMB/1989 dari Gubernur DKI
Jakarta pun tergenggam di tangan. Pembangunan gedung gereja
berjalan dengan lancar hingga selesainya pada 31 Januari 1990.
Panitia Peresmian dan Pemberkatan Gedung Gereja dibentuk
44
dengan diketuai oleh Bapak R.Y.
Prabowo. Pada 21 Februari
1990, gedung gereja diresmikan
oleh Gubernur DKI Jakarta,
Bapak Wiyogo Atmodarminto,
dan langsung diberkati oleh Bapa
Uskup Agung Jakarta, Mgr. Leo
Soekoto, SJ. Rumah Allah berdiri
sudah, umat Cengkareng pun
tersenyum gembira dan bersyukur
akan hasil perjuangan panjang yang
tak kenal lelah dalam mewujudkan
impiannya selama ini. Dalam
sambutan yang dimuat dalam Buku
Kenangan Peresmian Gedung, Bapa Uskup antara lain menulis:
"Pemberkatan gedung gereja Trinitas Cengkareng ini menjadi
tonggak baru bagi seluruh umat. Gereja ini berhasil dibangun
karena jerih payah dan partisipasi seluruh umat dan banyak
dermawan lain. Seluruh lapisan umat, bahkan yang berkantong
tipis pun terlibat dalam pembiayaan pembangunan gereja ini…..
Pemberkatan gereja ini harus menjadi tanda yang menunjukkan
pembangunan rohani umat. Sebab Gereja hidup bukan
pertama-tama karena gedungnya, melainkan terutama karena
umatnya yang hidup rukun, bersatu dalam menghayati iman
serta mengamalkannya di tengah masyarakat. Gereja adalah
rumah Allah, tempat kita dapat menimba kekuatan, memperoleh
pengampunan dan melakukan ibadat. Manfaatkanlah gereja
ini untuk secara teratur menerima kerahiman Allah lewat
Sakramen Tobat…. Kami percaya bahwa gedung gereja yang
baru ini benar-benar memberikan semangat baru kepada
umat Trinitas. Kami harapkan agar seluruh umat semakin
bersatu padu untuk saling membantu dalam pelayanan kepada
masyarakat." Sedangkan Gubernur DKI Jakarta menulis: "…
gedung gereja ini dibangun secara swadaya yang mengerahkan
tenaga, pikiran, dan dana dari umat. Oleh karenanya gedung
gereja tersebut agar dimanfaatkan benar-benar oleh umat
Katolik di sekitar Cengkareng ini sebagai tempat beribadat
dan berbagai kegiatan yang menunjangnya. Sebagai tempat
beribadat hendaknya dapat menjadi wahana memperdalam rasa
keagamaan, memupuk rasa tanggungjawab terhadap sesama,
dan menumbuhkan semangat berkorban untuk membangun
masyarakat guna meningkatkan kesejahteraan baik rohani
maupun jasmani."
45
Dengan selesainya pembangunan gedung gereja, PPG masih
terus bergiat kerja dalam mengusahakan berdirinya aula dan
beberapa ruang pertemuan. Pembangunan aula yang kemudian
diberi nama 'St. Eugenius de Mazenod' dan beberapa ruang
kegiatan Gereja selesai di tahun 1997 dan diresmikan oleh
Bapa Uskup Agung Jakarta, Kardinal Julius Darmaatmadja,
SJ pada 11 Mei 1997. Masih ada rencana Dewan Paroki yang
belum dilaksanakan, yaitu membangun pasturan yang layak
dengan beberapa ruang kegiatan. Menyusul krisis ekonomi
yang melanda Indonesia, maka kedua rencana ini belum dapat
diwujudkan. Tetapi karena kebutuhan yang mendesak, maka
pasturan dan Ruang Serba Guna yang telah ada pun direnovasi.
Berikut adalah data tempat-tempat Perayaan Ekaristi Stasi/
Paroki Cengkareng hingga saat ini:
1969-1971: Rumah umat Jl. Beringin, Perum Imigrasi, Sekolah
Taniwan (Kapuk).
1972-1975: Kapel Kodam Jaya, Jl. Beringin, Perum Imigrasi,
Jl. Utama no. 38, Garasi pastoran, Sekolah Strada, Aula Esti
Bahkti/Sekolah Taniwan.
46
1976-1987: Kapel Kodam Jaya, Jl. Sakura no. 23, Sekolah
Strada, Sekolah Bintang Kejora, Ruang Serba Guna (sekarang
disebut Ruang St. Yohanes), Susteran ADM di Cengkareng
Indah.
1988-1990: Jl. Sakura no. 23, Ruang Serba Guna (sekarang
disebut Ruang St. Yohanes), Kapel Kodam Jaya, Sekolah
Strada, Sekolah Bintang Kejora, Susteran ADM.
1990-2003: Gereja Katolik Trinitas, Kapel Kodam Jaya, Sekolah
Bintang Kejora/Sekolah Seraphine Bakti Utama, Susteran ADM,
Sekolah Gapura Kasih Dadap (kemudian pindah ke sebuah
gudang yang disebut Kapel Taman Bandara).
2004-2006: Gereja Katolik Trinitas, Kapel Kodam Jaya, Sekolah
Bintang Kejora/Sekolah Seraphine Bakti Utama, Susteran ADM,
Kapel Taman Bandara.
2006-2015: Gereja Katolik Trinitas, Kapel Kodam Jaya, Sekolah
Bintang Kejora/Sekolah Seraphine Bakti Utama, Susteran ADM,
Gereja Stasi St. Vincentius Pallotti (mulai tahun 2006 diresmikan
bangunan gereja baru), Gereja Stasi Sta. Maria Imakulata (mulai
tahun 2012 diresmikan bangunan gereja baru).
Renovasi Gereja Trinitas
Melihat jumlah umat yang selalu bertambah banyak, maka
Dewan Paroki Trinitas memikirkan untuk meremajakan
bangunan gereja yang hampir berusia seperempat abad. Maka
pada bulan Februari 2013 dimulailah pekerjaan renovasi gedung
Gereja Trinitas yang meliputi 3 hal: (1) Renovasi gedung gereja;
(2) Pembangunan Pastoran Paroki Trinitas; dan (3) Pengadaan
sarana dan prasarana seperti Sekretariat Paroki, aula, tempat
parkir, plaza, dan landscape.
Lahan tambahan untuk parkir terletak di belakang gedung
serba guna (Aula St. Eugenius de Mazenod and ruang-ruang
kegiatan). Dengan pertambahan lahan ini, diharapkan parkir
tidak lagi menjadi masalah besar untuk Trinitas di hari-hari umat
padat beribadah seperti Natal dan Pekan Suci.
Renovasi gedung gereja yang dikerjakan oleh Kontraktor PT
Sinar Intan ini meliputi pembongkaran sayap kiri, kanan, dan