97
Sejak tahun 1993 hingga tahun 1999, Romo Petrus
McLaughlin, OMI menangani Kelompok Kategorial
Wartawan, Seniman, Artis di Keuskupan Agung Jakarta.
Romo Petrus menitik-beratkan pendampingannya
kepada para wartawan media cetak. Kegiatan
pendampingan antara lain berupa rapat bulanan yang
diadakan setiap hari Sabtu. Pada saat itu, jumlah
wartawan media ada sekitar 2.300 orang. Setengah dari
jumlah wartawan itu bermukim dan berkarya di Jakarta.
Dan dari jumlah wartawan yang ada di Jakarta itu,
setengah dari mereka adalah umat Katolik.
Romo Petrus McLaughlin, OMI
Menjadi seorang wartawan adalah menjadi orang-orang yang
sering menghadapi stress. Apalagi pada saat rezim Orde Baru
memegang kuasa atas seluruh pemberitaan di negeri ini. Maka
pendampingan yang cocok bagi kelompok profesi ini adalah
dengan menemani, menjadi orang yang dapat bersama-sama
memecahkan masalah, serta memberikan dukungan lewat
penyelenggaraan pelatihan-pelatihan jurnalistik.
Perayaan Ekaristi bagi kelompok kategorial ini dilaksanakan
sebulan sekali yang diikuti dengan ramah-tamah serta bincang-
bincang saling bagi pengalaman. Pada saat maraknya
pembredelan media cetak, pendampingan kepada para
wartawan dirasakan sungguh diperlukan. Banyak wartawan
yang menjadi korban penutupan paksa kantor kerjanya
memerlukan dukungan moril dan penempatan di tempat kerja
98
yang baru demi terus berjalanannya perekonomian keluarga
mereka.
Setelah berkarya di Kelompok Kategorial Wartawan, Seniman,
dan Artis, Romo Petrus dipercaya untuk mendampingi Kelompok
Kategorial Paramedis/Kesehatan sebagai “Pendamping Spiritual
Komisi Kesehatan” dan juga mendampingi Perhimpunan
Pelayan Kesehatan Sukarela Indonesia (PERDHAKI).
Komisi ini berkarya bersama dengan sejumlah paroki dan
kelompok-kelompok di dalam Gereja untuk mengajak awam
membentuk komunitas-komunitas kecil guna secara kreatif
mencari solusi dari berbagai masalah khusus di lingkungan
tempat tinggal mereka.
Di Paroki-Paroki KAJ, Komisi Kesehatan mencoba untuk
memberdayakan awam untuk membantu para pendenrita AIDS
dan keluarganya, imunisasi, mempromosikan program keluarga
berencana alamiah, kesehatan bagi kaum miskin, sanitasi dan
sejumlah program lainnya. Kesemua program ini dilaksanakan
secara sukarela oleh para dokter yang tergabung di dalam
PERDHAKI.
PERDHAKI memiliki 39 unit di Jakarta – 3 rumah sakit besar dan
rumah sakit bersalin, rumah-rumah bersalin, klinik kesehatan
masyarakat, dan klinik umum/khusus. (Disusun dari tulisan dan
hasil wawancara dengan Romo Petrus McLaughlin, OMI)
100
Charles Joseph Eugene de Mazenod lahir di Aix-en-Provence,
Perancis pada 1 Agustus 1782. Ayahnya menduduki kursi
penting sebagai Ketua Pengadilan Keuangan untuk Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Provence. Bersama orangtua dan
adik perempuannya, Eugenius hidup di sebuah kediaman yang
bergengsi di jalan protokol Cours Mirabeau. Suasana dalam
keluarganya tidaklah bahagia. Perkawinan orangtuanya adalah
perkawinan yang mengejar kepentingan masing-masing pihak,
antara seorang bangsawan yang kekurangan uang dan seorang
borjuis yang ingin masuk dalam kalangan bangsawan. Pada
tahun 1802, ketidakcocokan ini berujung pada perceraian.
Tercabut dari kampung halamannya karena badai Revolusi
Perancis, Eugenius mengikuti keluarganya ke pengasingan di
Italia. Mulanya mereka mengungsi ke kota Nice, kemudian ke
Torino, Venezia, Napoli dan akhirnya Palermo. Perpindahan
berturut-turut ini membuat Eugenius yang masih muda belia
terkena pengaruh yang akan terus menandai hidupnya dalam
hal baik maupun buruk. Di Venezia, ia bertemu seorang Pastor
yang baik dan pintar, Don Bartolo Zinelli, SJ, yang sangat
membantunya dengan nasihat-nasihat dan memberikan
pendidikan dasar kepadanya. Tetapi di Palermo, ia menyerah
pada suasana duniawi di kalangan para bangsawan dan istana
kerajaan dan melupakan sama sekali religiusitas masa mudanya.
Pada tahun 1802, ia dipanggil oleh ibunya untuk kembali ke
Perancis. Selama 5 tahun pertama, ia mengejar kesenangan
di tengah kaum elit kota Aix. Seperti orangtuanya, ia pun
mengharapkan sebuah perkawinan yang menguntungkan, yang
dapat memperkuat modal keluarga yang sudah menipis. Ia
bertindak sama seperti para bangsawan lainnya yang kembali ke
101
Perancis setelah Revolusi dan seolah-olah tidak belajar apa pun
dari peristiwa sejarah. Ia memang tetap pergi ke Gereja, karena
seorang bangsawan harus melaksanakan kewajiban agama dan
memberi teladan. Ia percaya akan Allah Yang Mahakuasa dan
penjamin ketertiban sosial. Namun cara hidup yang enteng dan
yang mengejar kesenangan ini tidak bisa memuaskan hatinya.
Ia kemudian amat merasakan kekosongan hidupnya yang tak
berguna ini.
Pada tahun 1807, ketika sedang mengikuti ibadat Jumat
Agung, Eugenius tersentuh oleh Salib Kristus. Ia mengenal
cinta Allah. Pengalaman rohani ini sungguh merupakan sebuah
pertobatan yang akan menghasilkan buah, ia memutuskan
untuk menyerahkan hidupnya kepada Kristus. Walaupun
keluarganya melarang, pada bulan Oktober 1808, Eugenius
masuk Seminari Saint Sulpice di Paris dan ditahbiskan menjadi
imam pada 21 Desember 1811 di Katedral Amiens. Tawaran
Uskup Amiens untuk menjadi Vikaris Jenderal Keuskupan
102
Amiens tidak diterimanya karena ia tahu Allah memanggilnya ke
tempat lain, yaitu berkarya di tengah-tengah orang terlantar di
tanah kelahirannya sendiri.
Setelah beberapa bulan berkarya sebagai pembimbing di
Seminari St. Sulpice, Eugenius kembali ke Aix-en-Provence,
tempat kelahirannya, pada bulan Oktober 1812. Ia memilih untuk
tidak menerima tugas di paroki karena pada waktu itu lingkup
karya parokial dirasakannya terlalu sempit. Ia malah memilih
melaksanakan pelayanannya sebagai imam tanpa ikatan-ikatan
tradisional, dengan bertitik tolak pada kebutuhan-kebutuhan
umat yang ia temukan di sekitarnya yang tak tertampung dalam
karya parokial saat itu. Ia mulai dengan mengumpulkan pemuda-
pemuda pengangguran yang ada di kota dan membentuk
“Asosiasi Pemuda Kristen Provence”. Pada waktu yang sama,
ia memperhatikan para tahanan dan orang yang akan dihukum
mati. Akhirnya ia memilih untuk berkarya di antara orang-orang
yang terlantar, kelompok orang miskin yang hanya mengerti
bahasa daerah setempat.
Pada masa Prapaskah, 7 Maret 1813, Eugenius de Mazenod
dengan penuh semangat mulai memberikan serangkaian
ceramah di Gereja Santa Magdalena, jantung paroki umat yang
terdiri dari kaum pekerja. Ia berbicara kepada para pelayan,
tukang cuci, kuli, tukang masak, tukang sapu, pembersih
kandang, dan sebagainya. Kata-kata pembukaannya
mengungkapkan perutusan hidupnya:
“Dalam masa puasa yang suci ini ada banyak khotbah untuk
orang-orang kaya. Tidak akan adakah khotbah untuk orang-
orang miskin? Injil harus diajarkan kepada semua orang dan
harus dapat dipahami dengan mudah. Kaum miskin adalah
anggota keluarga Kristiani yang tak ternilai harganya. Mereka
tidak boleh diterlantarkan. Hai, kaum miskin Kristus, kalian
yang berkecil hati karena kesengsaraan, saudara-saudaraku,
saudara-saudaraku yang terkasih, saudara-saudaraku yang
tersayang, dengarkanlah aku. Kalian adalah anak-anak Allah,
103
saudara-saudara Yesus Kristus, sama-
sama pewaris kerajaan abadiNya...”
Demikianlah isi khotbah pertamanya
dalam bahasa ibu orang-orang yang
mendengarkannya, bahasa daerah
Provence. Sejak itu umat tidak segan
mendengarkan khotbahnya. Mereka telah
menemukan sesuatu yang membesarkan
dan menghangatkan hati mereka. mereka
telah menemukan gembala mereka seperti
halnya gembala itu telah menemukan
umatnya. Kaum miskin kota Aix menemukan
gembala yang berbicara dalam bahasa
yang mereka pahami, tidak hanya karena
bahasa itu bahasa mereka sendiri yang
kaya dan hidup, warisan berharga lambang
identitas mereka yang mereka banggakan,
melainkan juga karena bahasa itu adalah
bahasa dari hati yang berbicara kepada
mereka dengan penuh cinta kasih secara
tulus ikhlas.
Pastor Eugenius juga melayani para tahanan di penjara Aix yang
termasuk di dalamnya sekitar 2.000 orang Austria berstatus
tawanan perang. Eugenius akan menghabiskan seluruh harinya
di penjara untuk melayani berbagai sakramen dan berdoa
bersama. Pelayanan sepenuh hati dan sekuat tenaga ini
membuatnya tertular tipus yang pada saat itu sedang mewabah
di penjara. Penyakit itu membuat Eugenius amat dekat pada
kematian. Selama 4 bulan ia berbaring di tempat tidur. Ia sempat
menerima viaticum pada 14 Maret 1814. Sementara ia terbaring
sakit, para anggota perkumpulan menggalang doa bersama di
bawah kaki patung Notre-Dame de la Grace di Gereja Sta. Maria
Magdalena. Hampir 2 bulan setelah menerima viaticum, pada
3 Mei 1814, Eugenius bersama para pemuda dari Asosiasi yang
dibentuknya merayakan Ekaristi syukur di Gereja Sta. Maria
Magdalena.
104
Pengalaman terjangkit tipus saat melayani di penjara Aix
menyadarkan Eugenius bahwa demi suatu pelayanan yang
efektif, ia tidak dapat bekerja sendirian. Ia membutuhkan sebuah
kelompok rekan kerja, sebuah komunitas imam yang sependirian
dan sependapat. Maka ia mengumpulkan sejumlah imam dan
bersama mereka, pada 25 Januari 1816, ia mulai hidup di bekas
Biara Karmel di Aix. Kelompok ini pada mulanya dikenal dengan
nama “Misionaris Provence”, mengabdikan diri untuk pewartaan
kabar baik di pedesaan yang terlantar di daerah Provence.
Rekan kerja pertamanya adalah Pastor Henri Tempier dari Arles
yang berusia 26 tahun. Kemudian bergabung lagi 3 imam lainnya:
Pastor Jean-Francois Deblieu (26 tahun), Pastor Auguste Icard
(25 tahun), dan Pastor Pierre Nolasque Mie (47 tahun).
Misi pertama kelompok ini adalah Kota Grans yang berpenduduk
1.500 orang yang terlantar hidup rohaninya. Tahun 1816 adalah
tahun penuh berkat. Dua misi lagi dibuka dalam tahun itu
setelah Misi Grans. 6 tahun berikutnya, 24 misi baru dibuka.
Mereka melayani Misi di Marseille, Arles, dan Aix, kota-kota yang
memiliki pertalian kuat dengan Pastor Eugenius de Mazenod dan
beberapa temannya. Para Misionaris dari Provence ini berkarya
di daerah pedesaan dan kota-kota kecil, di tengah-tengah
penduduk miskin dan kaum petani kecil. Pola pelayanan yang
dilaksanakan di Grans juga dijalankan di tempat-tempat itu.
Karya yang mulai meluas dengan rekan-rekan kerja yang
bersemangat dan memiliki cita-cita yang sama, itulah kelompok
Misionaris Provence. Namun sampai saat itu para Misionaris
Provence bukanlah sebuah persekutuan yang diikat oleh
kaul-kaul. Mereka mempunyai tempat tinggal bersama di
bekas Biara Karmel, tempat mereka berkumpul, beristirahat,
memulihkan tenaga setelah berminggu-minggu melaksanakan
misi-misi dengan penuh jerih payah. Di situ mereka berdoa,
beroffisi di kapel, studi dan mengadakan rekoleksi dan meditasi
selama jam-jam tertentu yang telah dikhususkan. Mereka hidup
sebagai sebuah komunitas yang diikat oleh kesatuan cita-cita,
105
pengaruh Pastor Eugenius yang mereka
sepakati sebagai pemimpin mereka, cinta
kasih satu sama lain, dan perjanjian yang
sederhana. Hanya itulah yang menjadi tali
pengikat mereka.
Sebuah langkah maju lebih lanjut dalam
jalan menuju maksud dan tujuan, kelompok
ini perlu segera dipikirkan. Kesempatan itu
datang ketika tiba musim gugur tahun 1818.
Dalam bulan Agustus tahun itu, Mgr. De
Miollis dari Keuskupan Digne menawarkan
kepada Eugenius karya mengelola tempat
ziarah Maria “Notre-Dama du Laus” yang
terletak di Pengunungan Alpen sekaligus
melaksanakan misi paroki di seluruh
wilayah keuskupan tersebut. Permintaan
itu mengharuskan Eugenius untuk
mempertimbangkannya kembali susunan
dan kedudukan kelompok misionarisnya.
Para Misionaris Provence akan melangkah
menuju hidup berkomunitas dalam arti
sepenuhnya dan sebenarnya dengan
adanya rumah di Notre Dame du Laus
yang sudah siap menjadi sebuah rumah
komunitas. Eugenius dan rekan-rekan
sekerjanya berdoa dan merenungkan
langkah ke arah itu. Ia diminta oleh
komunitasnya untuk merumuskan suatu
draft konstitusi dan aturan bagi sebuah
kongregasi religius. Dalam waktu yang
cukup singkat, tugas itu telah diselesaikan,
dengan mengadaptasi beberapa unsur
yang ditemukan dalam konstitusi dan
aturan yang disusun oleh Santo Alfonsus
Liguori untuk tarekatnya.
106
Dalam retret tahunan bersama pada akhir Oktober 1818, Pastor
Eugenius de Mazenod mengemukakan kepada rekan-rekan
sekerjanya dan beberapa frater skolastik darft konstitusi dan
aturan tersebut. Dari 10 yang hadir, 6 orang (3 imam dan 3 frater)
menyatakan “menerima”, dan 4 orang sisanya (semua imam)
“tidak menerima”. Meski demikian, akhirnya pada 1 November
1818, di Kapel Aix, ada 8 orang yang bersedia mengikrarkan kaul
kekalnya, 1 orang mengucapkan kaul sementara untuk setahun
dan 1 orang lainnya meminta untuk menunda pengikraran
kaulnya sampai satu tahun.
Pada tahun 1823, Eugenius diangkat menjadi Vikaris Jenderal
Keuskupan Marseille. Karya kelompoknya semakin memperoleh
hasil yang baik, tetapi juga menimbulkan perlawanan kuat dari
kalangan gereja setempat. Melihat hal ini, Eugenius meminta
perlindungan Paus. Pada 25 Oktober 1825, nama kelompok
diubah menjadi “Oblat Santo Carolus”. Santo Carolus adalah
pelindung keluarga besar de Mazenod. Pemilihan nama ini juga
merupakan sebuah indikasi bahwa medan karya kelompok ini
bukan hanya terbatas pada daerah di sekitar Provence. Namun
107
nama baru ini rupanya hanya dipakai beberapa bulan saja.
Dari waktu ke waktu, Eugenius telah menimbang-nimbang
kemungkinan untuk mencari persetujuan dan pengesahan Tahta
Suci bagi kongregasinya yang baru, karyanya, dan aturan-aturan
serta konstitusinya. Karena melihat kesulitan-kesulitan untuk
mewujudkan maksud tersebut, sekian waktu ia menangguhkan
niat itu. Tetapi, menjelang musim dingin tahun 1825, ia menjadi
yakin sekuat-kuatnya bahwa bagaimana pun persetujuan dan
pengesahan Tahta Suci harus diusahakan dan diperolehnya
agar kongregasinya dapat berdiri mantap dan kuat.
Pada bulan November 1825, Eugenius de Mazenod pergi ke
Roma untuk menyampaikan sebuah permohonan kepada Bapa
Suci supaya menyetujui dan mengesahkan “Kelompok Misionaris
Oblat Santo Carolus” sebagai sebuah kongregasi tingkat
kepausan. Pada saat itu kelompok misionarisnya beranggotakan
25 orang. Dari sudut angka, kelompok ini hanyalah sebuah
kelompok yang kecil. Selain itu, sebagai sebuah informasi, sejak
tahun 1800, Vatikan tidak menyetujui berdirinya satu pun institut
religius. Meski demikian, bagi Eugenius sebuah persetujuan
dari Roma dirasa perlu mengingat berbagai tuntutan baru yang
mereka temui di lapangan karya. Ada berbagai permintaa
pelayanan kepada kelompok misionarisnya, bukan lagi terbatas
pelayanan di daerah Provence, tetapi juga di luar wilayah
Provence. Selain itu, adanya persetujuan dan pengesahan dari
Tahta Suci akan membuat keberadaan kelompoknya makin kuat
dan mantap di dalam Gereja maupun di tingkat dunia.
Pada 20 Desember 1825, Eugenius beraudiensi dengan Bapa
Suci Leo XII. Dalam pertemuan yang hangat dan bersahabat,
Bapa Paus terkesan dan tertarik dengan karya-karya
kelompoknya dan akan mempercepat proses persetujuannya.
Pada 22 Desember 1825, dalam kegembiraan mendengar hasil
pertemuannya dengan Bapa Paus Leo XII, Eugenius menulis
pada Pastor Tempier: “Marilah kita semua memperbaharui
devosi kita kepada Santa Perawan Maria yang suci, agar kita
menjadi Oblat Maria Imakulata yang sejati. Bukankah nama
108
ini merupakan sebuah pastor menuju surga? Bagaimana
mungkin kita tidak memikirkan nama ini sejak awal? Kita semua
melakukan sebuah kesalahan, ratu kita, pelindung kita, kepada
dia yang dengan kuasa dari Puteranya bisa memberikan rahmat
secara berlimpah kepada kita. Marilah kita gembira membawa
namanya.”
Kongregasi Misionaris Oblat Maria Imakulata
Pada tanggal 15 Januari 1826, para Kardinal
Kongregasi bertemu di Istana Kardinal Prefek
untuk menyelesaikan perundingan-perundingan
mereka. pagi itu, di Gereja St. Maria di
Compitelli, Pastor Eugenius de Mazenod
mengikuti 9 kali misa berturut-turut. Sore harinya
datang keputusan para Kardinal, aturan-aturan
kongregasi disepakati dengan suara bulat. Tiga
hari kemudian Pastor Eugenius menulis:
”Sahabatku, saudara-saudaraku terkasih:
Kemarin sore, tanggal 17 Februari 1826, Bapa
Suci Leo Xl mengukuhkan keputusan Kongregasi
para Kardinal, dan memberikan persetujuan khusus kepada
Kongregasi, Aturan-Aturan dan Konstitusi para Misonaris Oblat
Perawan Maria yang Tersuci dan Tak Bernoda.”
Perubahan politik tahun 1830 membawa Louis Phillippe ke tahta
kerajaan Perancis. Hal ini menimbulkan ketegangan di antara raja
dan Sri Paus. Demi membuktikan kebebasannya dalam memilih
para Uskup, Sri Paus mengangkat langsung Eugenius sebagai
Uskup Pembantu. Raja tidak mau mengakui pengangkatan itu.
Ketegangan memuncak hingga sampai dikeluarkannya sebuah
keputusan untuk membekukan kewarganegaraan Eugenius.
Pada 14 Oktober 1832, Eugenius diangkat menjadi Uskup Tituler
Ikosia di Afrika Utara. Tetapi Uskup yang baru itu tidak luput juga
dari serangan yang pahit. Ia dituduh menerima jabatan Uskup
tanpa persetujuan negara. Ia didakwa menjadi pemimpin suatu
109
kelompok perlawanan terhadap Pemerintah. Tuduhan-tuduhan
terhadap dirinya disalurkan lewat saluran-saluran diplomatik
Vatikan. Tetapi Bapa Suci setelah mendengarkan pembelaan
Uskup de Mazenod menyatakan bahwa semua tuduhan itu tidak
berdasar.
Eugenius de Mazenod kembali dari Roma dengan berbesar hati
karena persahabatan dan kepercayaan seorang Paus. Sekali
lagi ia dapat mengingatkan saudara-saudara dalam kongregasi
yang didirikannya, “Para Oblat adalah orang-orang Paus.” Krisis
antara kerajaan dan Gereja baru bisa diatasi pada tahun 1837,
ketika Eugenius menjadi Uskup Marseille. Sejak itu, sampai
ajalnya, ia melaksanakan tugas ganda, sebagai uskup kota
terbesar kedua di Perancis dan sebagai pemimpin Kongregasi
Oblat Maria Imakulata.
Sebagai Uskup, Eugenius mengatur kembali keuskupan
Marseille, membuka 22 paroki baru, mendirikan 26 gereja,
membangun tempat-tempat ziarah seperti Notre-Dame de la
Garde yang berada di atas bukit yang menaungi kota, membuka
sekolah, memperbayak karya sosial, menemria sekitar 30
kongregasi religius untuk berkarya di keuskupannya. Terutama
sekali, ia memberikan perhatian khusus kepada kelompok yang
terlantar dan kurang dihargai. Mengunjungi pondok-pondok
orang kusta, membuka pintu rumahnya untuk siapa pun, dari
walikota sampai para penjual ikan dan buruh harian pelabuhan,
bahkan bersedia juga mendengar keluhan-keluhan para pelacur.
Ia tidak tertutup terhadap penderitaan siapa pun, termasuk
mengisi kekurangan pemerinta kota dalam peristiwa wabah
kolera yang menimpa Marseille.
Sebagai pimpinan kongregasi, Eugenius peka terhadap
kebutuhan mendesak gereja di mana pun. Ia menerima
pengelolaan banyak seminari dan tempat ziarah Maria. Secara
khusus ia menyediakan misionaris bagi tempat-tempat di mana
Kabar Baik belum diwartakan, baik di Perancis maupun di mana
saja di luar negeri, sehingga kongregasi ini sejak masa hidupnya
sudah berdimensi internsional.
110
Pada hari itu juga permintaan Mgr. Bourget ia sampaikan kepada
para Oblatnya. Dari ke-55 anggota kongregasinya, semuanya
siap diutus. Tetapi hanya 6 orang yang dipilih, 4 orang imam
dan 2 orang bruder berangkat dari Pelabuhan Le Havre menuju
tanah misi mereka yang baru di padang-padang rumput dan
padang-padang liar Kanada.
Karya yang dimulai dalam bulan Oktober 1841 itu, dengan
jumlah pekerja yang sedemikian sedikit, tidak lama berselang
mulai meluas. 4 tahun kemudian, pada tahun 1845, Uskup St.
Bonifasius, Kanada, menawarkan kepada OMI wilayah seluas
Eropa. Tanpa ragu-ragu Eugenius de Mazenod menerima tugas
besar untuk mengirim para misionaris ke wilayah itu. Para
Oblat menyebar ke padang-padang rumput, bergerak terus ke
gurun-gurun lengang menakutkan di wilayah Teluk Hudson, dan
kemudian menetap di antara orang-orang Eskimo. Menjelang
Agustus 1899, Pator Grollier mencapai kawasan Artik di Fort
Good Hope, dan bergerak terus sampai di muara Sungai
Mackenzie untuk menjadi dalam kata-kata Pius IX, salah satu
111
Sekilas sejarah OMI orang-orang pertama yang menjadi “Para Martir Udara Dingin”.
di Inchicore, Dublin, Orang-orang Indian Sioux, Cris, Blackfeet dan dari suku-suku
lainnnya mengenang para misionaris yang mereka sebut “Jubah
Irlandia. Hitam Oblat” dan “Uskup-Uskup Oblat”. Di kalangan suku-
suku bangsa Indian, para Misionaris Oblat dijuluki “Penghulu-
Penghulu Besar Doa”.
Karya para Oblat di Sri Lanka dimulai sejak tahun 1847 lewat
permohonan uskup pembantu di Jaffna kepada Mgr. De
Mazenod. Sang Pendiri OMI dimohon untuk mengirimkan para
msionaris guna membantu dalam karya mempertobatkan lebih
dari satu setengah juta penduduk kafir dan melayani 100.000
orang Katolik di pulau itu. Segera permohonan itu dipenuhi.
Dewasa ini terdapat ratusan misionaris Oblat yang berkarya di
Sri Lanka.
Belum lama rombongan misionarisnya berangkat ke Sri Lanka,
datanglah permintaan yang lain. Kali ini permintaan datang dari
Prefek Propaganda, Kardinal Barnabo yang meminta imam-
imam untuk bekerja di daerah misi Afrika Selatan. Dalam musim
gugur tahun 1851, Mgr. Allard yang ditahbiskan di Marseille,
naik kapal bersama 3 imam dan seorang bruder berangkat ke
Pelabuhan Natal.
Para Oblat juga pergi menyebarkan misi-misi mereka di kota-
kota kecil dan kota-kota besar Inggris, Irlandia, dan Skotlandia.
Kedatangan mereka di Dublin, Irlandia merupakan sejarah
tersendiri. Pada tahun 1857, seorang Oblat Maria Imakulata
112
berkhotbah di Dublin dan mencari izin dari Uskup Agung
untuk memulai karya pastoral di keuskupan agung di sana. Ia
mendapat izin untuk bekerja di Distrik Inchicore. Di daerah ini
lebih dari 1.000 keluarga pekerja perkeretaapian hidup. Orang-
orang yang tidak melalaikan kewajiban keagamaan mereka
mengikuti misa, mengaku dosa, dan pergi ke gereja-gereja
paroki-paroki yang berdekatan. Mereka tidak mempunyai gereja
sendiri. Kepada mereka itu Misionaris Oblat datang.
Eugenius wafat pada 21 Mei 1861 dengan dikelilingi oleh putera-
puteranya, para Misionaris Oblat Maria Imakulata. Pada saat itu,
keluarga rohani yang pada mula pendiriannya beranggotakan
6 orang, telah mencapai 411 anggota. Sementara umat
Keuskupan yang dipimpinnya berkembang dari 120.000 orang
pada awal mulanya, menjadi 340.000 orang. Beberapa waktu
sebelum menghembuskan nafasnya yang terakhir, Eugenius
menyampaikan sebuah wasiat yang sangat berharga kepada
para Oblatnya, “Praktekkanlah cinta kasih, cinta kasih, cinta
kasih di antara kalian, dan di luar, semangat yang menyala-nyala
demi keselamatan jiwa-jiwa.”
“Pauperes Evangelinzantur” (Latin: Kabar Baik Diwartakan
kepada Orang Miskin), kalimat Injil inilah yang mengubah
Eugenius pada suatu Jumat Agung. Ia kemudian juga memilih
kalimat itu sebagai motto bagi kongregasinya dan bagi tugasnya
sebagai uskup. Seperti
Kristus, Tuhannya, ia
mencintai manusia dengan
sebulat hati.
Paus Paulus VI menyatakan
Eugenius de Mazenod,
Uskup Marseille dan
Bapa Pendiri Kongregasi
Oblat Maria Imakulata
sebagai Beato pada 19
Oktober 1975. Paus
Yohanes Paulus II memberi
113
gelar Santo kepadanya pada 3 Desember 1995. Dengan
pengangkatannya sebagai salah seorang Santo dalam Gereja
Katolik, Eugenius kini bukan hanya menjadi milik Kongregasi
OMI dan orang-orang yang selama ini dilayani maupun ambil
bagian dalam karya-karya msii mereka, tetapi menjadi milik
seluruh Gereja semesta. Siapa saja boleh datang kepadanya,
menimba inspirasi darinya, bahkan melibatkannya dalam doa-
doa mereka.
Melihat ke masa sekarang, para Oblat terus berkarya di
wilayah0wilayah yang tersebar melingkupi peta dunia. Sebelum
Bapa Pendiri wafat di tahun 1861, putera-puteranya telah
berkarya di pantai-pantai Lautan Atlantik yang luas, di tengah-
tengah hutan pinus yang tertutup salju dan padang-padang
rumput yang memilukan di wilayah Teluk Hudson, di dekat
pantai-pantai Laut Kutub, di tengah-tengah Pegunungan Rocky
yang luas, di pesisir Samudra Pasifik, di dataran-dataran Texas,
di tengah-tengah padang pasir Afrika Selatan yang membakar,
di pulau terpencil di antara pulau-pulau di Lautan India dan Sri
Lanka. Karya kongregasinya, Oblat Maria Imakulata, bukan
saja ada di benua Eropa tetapi telah menyebar luas sampai ke
daerah-daerah di Asia, Afrika, Amerika, dan Australia.
(Dari Buku “Bangsa Ini Telah Menerima Warta Gembira –
Pauperes Evangelizantur, Kenangan 20 Tahun Provinsi OMI
114
Indonesia dan 40 Tahun Kehadiran OMI di Indonesia, Provinsi
OMI Indonesia, 2013)
Data Total Jumlah Oblat di dunia
Kardinal 2
Uskup Agung 9
Uskup 38
Prefektur Apostolik 1
Pastor 2884
Bruder 312
Bruder berkaul sementara 13
Pastor berkaul sementara 1
Frater Skolastik berkaul kekal 97
Frater Skolastik berkaul sementara 427
Diakon 8
Jumlah Total Oblat 3792
Regio Afrika – Madagaskar: Angola, Botswana,
813 Oblat yang tersebar di negara
115
Kamerun, Afrika Selatan bagian tengah, Kongo, Kenya, Lesotho,
Madagaskar, Namibia, Natal, Nigeria, Afrika Selatan bagian
utara, Sahara, Senegal, Zambia, Zimbabwe.
Regio Amerika Latin:
450 Oblat yang tersebar di negara Argentina – Chili, Baja
California, Bolivia, Brazil, Brazil Tengah, Kolumbia, Kuba,
Perancis Guyana, Guatemala, Haiti, Mexico, Paraguay, Peru,
Puerto Rico, Uruguay, Venezuela.
Regio Asia – Oceania:
757 Oblat yang tersebar di negara Australia, Bangladesh, Cina,
Colombo, India, Indonesia, Jaffna, Jepang – Korea, Korea,
Pakistan, Filipina, Thailand, Turkmenistan, Vietnam.
Regio Kanada – Amerika Serikat:
771 Oblat yang tersebar di negara Assumption, Lacombe,
Notre-Dame du Cap, Amerika Serikat.
Regio Eropa:
986 Oblat yang tersebar di negara Anglo – Irlandia, Belgia/
Belanda, Belorusia, Eropa tengah, Perancis, Peranic/Benelux,
Italia, Lourdes, Polandia, Romania, Spanyol, Ukraina.
(Sumber: Angka stastistik adalah berdasarkan laporan per 01 Januari
2015 yang diambil dari situs www.omiworld.org)
116
Setelah Kongregasi Misionaris Oblat Maria Imakulata (OMI)
berusia kurang lebih satu setengah abad, barulah Misionaris
Oblat datang ke Indonesia untuk membuka Misi dan mulai
berkarya di Indonesia. Mereka berasal dari tiga negara yang
berbeda: Australia, Italia dan Perancis.
Pada tahun 1971, Provinsi OMI Australia mulai mengirim
kelompok Oblat yang pertama untuk membuka Misi di Jawa
Tengah (Keuskupan Purwokerto). Kemudian pada tahun 1977,
Provinsi OMI Italia dan Provinsi OMI Perancis mengirim masing-
masing satu Delegasi yang terdiri dari 7 Oblat. Delegasi Italia
berkarya di Kalimantan Timur (Keuskupan Samarinda) dan
Delegasi Perancis di Kalimantan Barat (Keuskupan Sintang).
Oblat dari Provinsi Australia
Pada akhir era 1960-an, Provinsi OMI Australia menerima
tawaran untuk melakukan misi luar negeri di dua tempat,
yaitu misi di Jawa (Indonesia) atau di Papua Nugini. Akhirnya,
Kongres Provinsi tahun 1969 memutuskan untuk menerima misi
di Jawa, Indonesia, secara khusus di Keuskupan Purwokerto
yang lebih membutuhkan tenaga misionaris. Kesepakatan
antara Provinsi OMI Australia dengan Mgr. Schoemaker MSC,
Uskup Purwokerto saat itu, dicapai pada Hari Natal tahun 1970.
Karena urusan visa dan hal-hal kanonis, empat misionaris
Oblat pioner, yaitu Romo Patrick Moroney, OMI, Romo David
Shelton, OMI, Romo Pat Slattery, OMI dan Romo Kevin Johanes
Casey, OMI baru tiba di Jawa pada tanggal 25 Oktober 1971.
Mgr. Schoemaker MSC mulanya mempercayakan kepada
117
mereka Paroki Purwokerto Timur. Beberapa waktu kemudian,
pada 21 Mei 1972, Romo Kevin Casey, OMI dan Romo David
Shelton, OMI mulai berkarya di Paroki OMI yang kedua, yaitu
Paroki Cilacap. Pada tahun 1973, Romo Charles Burrows,
OMI dan Romo Peter J. McLaughlin, OMI tiba dan bergabung
dalam kelompok Misionaris OMI di Jawa ini. Pada tahun 1975,
mereka juga menerima kepercayaan dari Keuskupan Agung
Jakarta untuk mengelola bakal Paroki Cengkareng. Romo
Patrick Moroney, OMI diutus untuk menjadi Oblat pertama di
Cengkareng.
Melihat peluang dan perkembangan minat panggilan untuk
menjadi calon misionaris OMI selama beberapa tahun terakhir,
akhirnya pada bulan Agustus 1982, berdirilah Seminari
Tinggi OMI – Wisma de Mazenod, di Condongcatur, Sleman,
Yogyakarta. Romo Kevin Casey, OMI dipercaya menjadi Rektor
Seminari yang pertama. Menyusul kemudian pada bulan Juli
1985, dibuka rumah Novisiat OMI.
Beberapa misionaris Oblat lainnya yang datang pada dekade
80-an adalah Romo John O’Doherty, OMI, Romo Peter K.
Subagyo, OMI, Romo Paul Gwynne, OMI, Romo Paul Costello,
OMI, Romo John O’Regan, OMI dan Romo Pat McAnally, OMI.
Pada tahun 1987, kerasulan OMI Australia di Jawa ini berubah
statusnya dan menjadi lebih
mandiri. Bila sebelumnya
disebut sebagai “Daerah
Misi OMI Australia di Jawa”,
kini misi disebut sebagai
“Delegasi Australia”.
Oblat dari Perancis
Pada tahun 1975,
negara Laos beralih
kepada "Pathet Lao"
dan pemerintah dikuasai
oleh Partai Komunis.
118
Semua misionaris asing yang
- sampai saat itu - berkarya di
Keuskupan Vientiane di Laos,
terpaksa meninggalkan negara
tersebut dan kembali ke Perancis,
negara asal mereka. Mengingat
bahwa beberapa orang di antara
mereka ingin meneruskan karya
evangelisasinya di Asia, setelah
mengadakan peninjauan di
Indonesia, mereka menerima
tawaran Mgr. Lambertus van
den Boorn, SMM, yang pada waktu itu menjabat sebagai
Administrator Apostolik Keuskupan Sintang. Pada tanggal 29
Januari 1977, anggota Delegasi OMI Sintang, yang terdiri dari
7 orang tiba di Jakarta. Mereka adalah: Romo Andre Hebting,
OMI dan Romo Jean-Pierre Meichel,OMI (Provinsi OMI Perancis
Timur), Romo Rene Colin, OMI, Romo Bernard Keradec, OMI
dan Romo Jacques Chapuis, OMI (Provinsi OMI Perancis
Utara), Romo Jean Subra, OMI (Provinsi OMI Perancis Selatan)
dan akhirnya Romo Lucien Bouchard, OMI (Provinsi OMI St.
John The Baptist, USA.) Setelah enam bulan di Bandung dan
di Jawa Tengah (Purwokerto dan Cilacap), pada 30 Agustus
1977, mereka tiba di Pontianak (Kalimantan Barat). Mereka
meneruskan perjalanan sampai Sintang. Sejak saat itulah mereka
sebagai misionaris Oblat berkarya menyebar, menerobos hutan
dan menyusuri sungai-sungai dalam wilayah Paroki-Paroki yang
terdapat di Keuskupan Sintang. Misalnya, Paroki Bika, Nanga
Peniung, Sejiram, Nanga Dangkan, Sepauk dan Melapi-Siut.
Oblat dari Italia
Setelah selama kurang lebih 30 tahun berkarya di Laos, para
Oblat Italia juga, seperti semua misionaris asing, terpaksa
meninggalkan Laos karena Pemerintah Komunis tidak
mengizinkan mereka berkarya di sana. Sekembalinya ke Italia
mereka bertemu dengan Paus pada 22 Oktober 1975. Paus
Paulus VI menguatkan mereka: ”Salam hangat bagi kalian,
Misionaris OMI Italia yang telah meninggalkan Laos, tanah
119
misi kalian. Gereja dimuliakan berkat
pengorbanan kalian. Gereja mengagumi
kalian, berterima kasih kepada kalian dan
menderita bersama kalian.”
Semangat misioner mereka kembali
berkobar. Ada yang pergi ke Uruguay dan
Senegal. Tetapi ada kelompok yang ingin
kembali lagi ke Asia, misalnya ke Pakistan
atau Thailand. Pastor Marcello Zago, yang
waktu itu adalah Asisten General untuk
Misi Kongregasi, menjalin kontak dengan
banyak Pastor Passionis (CP) dan Misionaris Sacra Familia
(MSF) di Roma. Beliau berjumpa dengan sejumlah misionaris CP
yang berkarya di Kalimantan Barat dan para MSF yang berkarya
di Kalimantan Timur. Beliau-lah yang berperan besar dalam
sejarah diutusnya misionaris OMI di Kalimantan Timur.
Dalam pertemuan tahunan para uskup se-Indonesia pada
bulan November 1975, peristiwa pengungsian besar-besaran
para misionaris dari Vietnam, Laos dan Kamboja menjadi buah
bibir. Administrator Apostolik Samarinda, Mgr. Christian Van
Weegberg, MSF yang kebetulan sangat kekurangan tenaga,
secara resmi pada 3 April 1976 meminta bantuan para Oblat
untuk berkarya di Keuskupan Samarinda. Maka datanglah
Pastor Guiseppe Rebussi, OMI dan Pastor Mario Bertoli, OMI ke
Samarinda untuk mempelajari kemungkinan berkarya bagi para
Oblat Italia. Mereka diteguhkan oleh Mgr. Farano (Pro-Nuncio),
Kardinal Yustinus Darmoyuwono, Pr dan Mgr. Leo Sukoto, SJ
yang menyatakan bahwa misi Kalimantan Timur adalah salah
satu prioritas Gereja Indonesia. Berdasarkan berbagai informasi
di atas Superior Jenderal OMI bersama dewannya menyetujui
misi Oblat Italia ke Indonesia pada bulan Juni 1976. Kemudian
mereka mendirikan Delegasi Samarinda pada 3 Desember 1976
di Fiumicino (Italia).
Pada Paska 1977 ketujuh Oblat Italia Perintis Delegasi Samarinda
meninggalkan Italia. Mereka adalah Romo Giuseppe Rebussi,
OMI, Romo Pietro Bonometti, OMI, Romo Mario Bertoli, OMI,
Romo Antonio Bocchi, OMI, Romo Angelo Albini, OMI, Romo
120
Natalino Belingheri, OMI, dan Romo Pancrazio di Grazia, OMI.
Mereka tiba di Jakarta pada 25 April 1977 dan langsung bertolak
menuju Samarinda. Kedatangan mereka disambut oleh Mgr. M.
Coomans, MSF, Administrator Apostolik Keuskupan Samarinda
yang baru.
Ketujuh Oblat tersebut kemudian mendapat kepercayaan untuk
berkarya di bagian utara wilayah Keuskupan Samarinda. Pada
tahun 1977 mereka berkarya di 5 Paroki (yaitu: Malinau, Sungai
Kayan, Berau, Tarakan dan Nunukan). Dalam perjalanan waktu,
mereka juga berkarya di Mara, Tanjung Redeb, Tanjung Selor,
Mensalong, Pulau Sapid an Tidung Pale). Sebagian Oblat juga
menerima perutusan untuk berkarya di Paroki St.Petrus dan
Paulus, Balikpapan, yang dalam perkembangannya melahirkan
beberapa Paroki baru, seperti Bontang, Tanah Grogot dan
Penajam.
Seiring perjalanan waktu, turut memperkuat barisan Oblat Italia
tersebut Romo Carlo Bertolini, OMI (1980), Romo Dino Tessari,
OMI (1984) dan Romo Marcello Quatra, OMI (1996).
Pada 9 Januari 2002, Tahta Suci mengumumkan lahirnya
Keuskupan baru yaitu Keuskupan Tanjung Selor. Kelahiran
Keuskupan baru ini menjadi semacam mahkota ketika para
misionaris OMI merayakan 25 tahun kehadiran dan karya-nya
di Kalimantan Timur, khususnya di bagian Utara dari Keuskupan
Samarinda itu.
121
Tiga Delegasi menjadi Satu Provinsi
Awalnya para Oblat yang berkarya di Indonesia merupakan
3 kelompok di bawah naungan Provinsi asal mereka masing
masing. Ketiga kelompok ini menyebut dirinya Delegasi Jawa
(Provinsi Australia), Delegasi Sintang (Provinsi Perancis) dan
Delegasi Samarinda (Provinsi Italia). Sejak tahun 1986, ketiga
delegasi tersebut telah menjalin relasi dan merintis usaha untuk
penyatuan. Usaha tersebut mereka wujudkan dalam retret
bersama, pertemuan bersama, kerjasama dan saling membantu
dalam segi tenaga demi kepentingan Formasi Pertama (yaitu
Novisiat dan Seminari Tinggi OMI). Mereka telah dengan tegas
menyatakan kebulatan niat untuk penyatuan 3 Delegasi, dan
telah menetapkan sasaran umum yang jelas untuk 5 tahun ke
depan yaitu pastoral, sosial, panggilan dan pendidikan seumur
hidup. Akhirnya dalam Kongres Sanggau tahun 1992 mereka
mengambil keputusan untuk bergabung menjadi satu provinsi,
yaitu Provinsi Indonesia. Usaha penyatuan ini disetujui oleh
Superior Jenderal. Pada 21 Mei 1993, Pemimpin Tertinggi
Kongregasi OMI, yaitu Pastor Marcello Zago, OMI secara resmi
menyatakan berdirinya Provinsi Muda OMI Indonesia dengan
Romo Mario Bertoli, OMI sebagai Provinsial pertamanya. Dalam
sambutannya, Pastor Marcello Zago, OMI mengatakan bahwa
pendirian sebuah provinsi adalah peristiwa yang istimewa.
Kharisma Oblat akan semakin nyata dalam Gereja lokal dan
budaya setempat. Maka pendirian sebuah provinsi harus
dipandang sebagai rahmat dan tanggungjawab. Tanggungjawab
itu menjadi lebih besar ketika Provinsi Muda OMI Indonesia pada
tahun 2001 diubah statusnya menjadi Provinsi OMI Indonesia.
Sejak kedatangan awal para misionaris OMI ke Indonesia,
banyak perubahan personalia telah terjadi. Misalnya, karena
alasan usia atau pun kesehatan, beberapa misionaris (lebih
dari 10 Oblat) kembali ke negara asalnya; beberapa pastor
Oblat telah meninggal dunia; dan ada pula pastor yang telah
melepaskan keanggotaannya. Sampai dengan pertengahan
tahun 2015 ini, terdapat 31 orang Oblat yang berkarya dalam
Provinsi OMI Indonesia. Sebagian besar dari mereka berkarya
di Paroki:
122
Di wilayah Jawa : Paroki St. Stephanus, Cilacap dan Paroki
Maria Imakulata, Banyumas (Keuskupan Purwokerto) dan Paroki
Trinitas, Cengkareng (Keuskupan Agung Jakarta).
Di wilayah Kalimantan Barat : Paroki Sepauk dan Paroki
Dangkan-Silat (Keuskupan Sintang).
Di wilayah Kalimantan Timur : Paroki St. Petrus dan Paulus,
Balikpapan dan Paroki St. Maria dari Fatima, Penajam
(Keuskupan Agung Samarinda) serta Paroki St. Maria Imakulata,
Tarakan; Paroki St. Stephanus, Malinau dan Paroki Rasul
Yohanes, Pulau Sapi (Keuskupan Tanjung Selor).
Kebanyakan misionaris OMI dalam Provinsi Indonesia diutus
untuk melaksanakan karya teritorial/ parokial. Namun ada juga
beberapa pastor OMI yang melaksanakan karya yang sifatnya
kategorial, seperti mengelola tempat ziarah Gua Maria, rumah
retret, yayasan sosial dan pendidikan, dan lain-lain. Selain itu,
juga ada beberapa pastor OMI yang pada saat ini berkarya di
Rumah Formasi - Seminari Tinggi OMI dan Novisiat OMI - yang
terletak di Condongcatur, Sleman, Yogyakarta.
(Sumber: Buku St. Eugenius de Mazenod, Imam – Misionaris – Uskup,
Pendiri Kongregasi OMI, Novisiat OMI Indonesia, 2011, dengan
penambahan seperlunya.)
123
Ada hubungan timbal balik yang terjalin di antara Imam
dan Awam; bahwa Imam membutuhkan Awam, dan Awam
membutuhkan Imam. Ini adalah kekuatan Gereja Katolik - Imam
tidak bisa hidup tanpa Awam, begitu juga Awam tidak bisa hidup
tanpa Imam.
Kongregasi Oblat Maria Imakulata menyadari hal tersebut
dan selalu mengajak Awam di tempat karya misinya untuk
bersama-sama bertumbuh dan berkembang ke arah cita-cita
“membentuk jemaat-jemaat Kristiani dan Gereja-Gereja yang
berakar secara mendalam pada kebudayaan setempat dan
sepenuhnya bertanggungjawab terhadap perkembangan dan
pertumbuhan mereka sendiri.” (K.7) Para Oblat akan senantiasa
“membantu orang-orang awam dalam usaha mereka untuk
mengetahui dan mengembangkan bakat-bakat dan karisma-
karisma mereka sendiri... mengajak mereka untuk membaktikan
diri dalam kerasulan, untuk melaksanakan pelayanan-pelayanan
dan dengan demikian memikul tanggungjawab-tanggungjawab
mereka di tengah-tengah umat Kristiani.”
Agar para Awam dapat dengan baik bekerjasama dan ambil
bagian dalam karya misi para Oblat, maka para Awam perlu untuk
mengenal dan mempraktekkan cara hidup, spiritualitas dan
kharisma seperti yang dipraktekkan oleh para Oblat. Beberapa
wadah Awam untuk mengenal spiritualitas dan kharisma Oblat
dan ikut ambil bagian mendukung para Oblat dapat disebutkan
sebagai berikut:
1. Asosiasi Misionaris Maria Imakulata (AMMI)
Asosiasi Misionaris Maria Imakulata (AMMI) adalah perwujudan
kesetiaan terhadap tradisi Oblat guna membina kaum awam
untuk lebih mengenal kharisma Bapa Pendiri OMI serta menjadi
wadah bagi kaum awam yang ingin ikut ambil bagian dalam
kerohanian dan kerasulan para Oblat. (bdk. Aturan OMI No. 37b)
124
AMMI sendiri adalah semacam organisasi Ordo Ketiga. Para
anggota AMMI berkumpul bersama secara berkala untuk
berdoa bagi para Oblat – baik yang masih hidup maupun yang
sudah meninggal – dan membantu karya misi para Oblat lewat
berbagai cara. Para anggota AMMI adalah sahabat pada Oblat
dalam karya misi dan kerasulannya yang diharapkan mampu
mengembangkan iman pribadinya supaya menjadi umat Allah
yang hidup.
Menjadi anggota AMMI adalah memberikan komitmen
penyerahan diri selama setahun untuk: (1) Berdoa dan
bermeditasi secara teratur serta ikut dalam retret tahunan AMMI;
(2) Ambil bagian dalam karya apostolik Oblat di antara yang miskin
dan tak terlayani; (3) Berpartisipasi dalam kelompok-kelompok
komunitas lainnya untuk memberikan saksi perjalanan iman;
(4) Bertumbuh dalam spiritualitas St. Eugenius de Mazenod; (5)
Menghidupi karisma Oblat dalam keseharian dan membagikan
hal yang sama kepada Gereja; (6) Memupuk hidup spiritual yang
utuh dengan penyerahan diri kepada kesucian dan kekudusan
diri; (7) Membawa Kabar Baik pada orang miskin dan tak
terlayani dan hidup berpihak pada mereka; (8) Bahu-membahu
dalam menunjang karya perutusan para Oblat di daerah-daerah
misinya.
125
Ideologi Inti AMMI: "Hidup dan Misi kita bersama menuju
Keselamatan dan kebahagiaan menurut kehendak Allah,
bersama dengan mereka yang miskin dan tersingkir."
Visi AMMI Indonesia: "Dengan pandangan Kristus tersalib, kita
menjadi Terang, Garam, dan Ragi bagi sesama, teristimewa
mereka yang miskin dan tersingkir."
Misi AMMI Indonesia: Membawa Kabar Gembira Kristus kepada
kaum miskin untuk melayani kebutuhan iman mereka, untuk
menyemangati mereka, hidup dan bekerjasama dengan mereka,
belajar dari mereka, berbagi harapan dan kegembiraan dari
kepenuhan hidup Kristiani.
AMMI bertumbuh subur di Paroki-Paroki yang dilayani oleh
para Oblat, seperti Paroki Cilacap, Paroki Cengkareng, Paroki
Balikpapan, dan Paroki Banyumas.
AMMI di Paroki Trinitas, Cengkareng dimulai pada tahun 1991
oleh Romo John O’ Doherty, OMI sebagai Direktur AMMI saat
itu. Banyak aktivis dan tokoh umat yang mendukung berdirinya
AMMI. Beberapa kegiatan AMMI di Paroki Trinitas antara lain:
mengadakan seminar/pameran panggilan, seminar spiritualitas
Eugenius de Mazenod, rekoleksi, doa bersama di depan Gua
Maria/di gereja, perayaan St. Maria Dikandung Tanpa Noda
(pelindung Konggregasi OMI), pameran foto karya OMI, bazar 25
tahun OMI, pementasan drama, bertanggung-jawab atas liturgi
Jumat Pertama, mengkoordinir ziarah ke Gua Maria, mengambil
bagian dalam panitia tahbisan imam atau sambutan imam baru,
mengadakan novena orang sakit, ikut menyiapkan buku litani,
memperkenalkan St. Eugenius de Mazenod kepada anak-
anak SBI, membuat buku novena St. Eugenius de Mazenod
untuk paroki yang dilayani oleh OMI di Indonesia, mengadakan
pameran panggilan dan pertemuan mudika paroki, ikut serta
dalam peringatan hari raya OMI.
2. Sahabat Seminari OMI
Ingin ikut berperanserta bagi masa depan Gereja? Sahabat
Seminari OMI salah satu jawabannya!
Mengikuti perkembangan Gereja Katolik di Indonesia, kita akan
menjadi tahu bahwa sejak dulu kita menerima para Misionaris
126
asing datang untuk berkarya di Indonesia. Mereka telah merintis
berbagai pelayanan dalam Gereja yang dijalankan dengan
satu tujuan demi kemuliaan Tuhan seperti yang diajarkan dan
diperintahkan Tuhan dalam tugas perutusan kita: “… KepadaKu
telah diberikan segala kuasa di surga dan di bumi. Karena
itu pergilah, jadikanlah semua bangsa muridKu dan baptislah
mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah
mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan
kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa
sampai kepada akhir zaman.” (Matius 28:18-20)
Sekarang ini, para Misionaris asing sudah mulai surut – baik
dalam hal kuantitas maupun kualitas personelnya. Banyak di
antara mereka telah mendahului kita berpulang ke Sang Empunya
Gereja, banyak pula yang sudah menjadi tua, menghuni rumah-
rumah jompo, dan hanya sedikit saja dari mereka yang masih
berkarya di tengah-tengah kita. Kini tibalah saatnya bagi kita
untuk ikut ambil tanggungjawab secara penuh atas seluruh
keberadaan Gereja Katolik Indonesia yang di dalamnya terdapat
kita sebagai “batu fondasi” nya.
Secara khusus tampak dalam sejarah Gereja Katolik Indonesia
adalah kehadiran para Misionaris Oblat Maria Imakulata (OMI)
untuk turut melayani Gereja di Bumi Nusantara ini. Di tahun
127
1972, 7 Oblat asal Australia datang bermisi di Pulau Jawa
(Keuskupan Agung Jakarta, Keuskupan Purwokerto, dan
Keuskupan Agung Semarang); sedangkan di tahun 1977, 7
Oblat asal Italia dan 7 Oblat asal Perancis tiba untuk membuka
misi di Pulau Kalimantan (Keuskupan Sintang, Keuskupan
Tanjung Selor, dan Keuskupan Agung Samarinda). Para Oblat
ini terlibat dalam karya-karya parokial, pendidikan (sekolah-
sekolah umum), asrama, karya sosial, dan pendampingan umat
di daerah-daerah pedalaman. Secara khusus, dalam rangka
menyiapkan para Gembala penerus karya-karya tersebut, para
Misionaris OMI ini juga mendirikan tempat pendidikan bagi para
calon Imam dan Bruder di Yogyakarta. Maka hadirlah Seminari
Tinggi OMI “Wisma de Mazenod” pada tahun 1982 di Condong
Catur, Yogyakarta dan Novisiat “Beato Joseph Gerard” pada
tahun 1990 di Blotan, Yogyakarta.
Novisiat dan Seminari Tinggi OMI merupakan harapan bagi
kelangsungan pelayanan para Oblat di Indonesia, karena di
dalamnya dididik para calon Imam dan Bruder selama 9-10
tahun yang diisi dengan berbagai program formasi di bidang
rohani, intelektual, kepribadian, komunitas, dan pastoral. Proses
panjang ini adalah proses yan wajib dalam Gereja Katolik untuk
mempersiapkan pelayan Gereja di masa depan. Maka mau tak
mau proses ini melibatkan banyak orang, membutuhkan dana
besar, dan membuat Provinsial OMI dan para Oblat yang terlibat
dalam Tim Formasi OMI harus memikirkan strategi jitu untuk
kelangsungan proses persiapan calon Imam dan Bruder OMI.
Kerjasama yang kuat antar Imam dan Awam juga terjadi
dalam pendidikan calon Imam/Bruder OMI. Sejak awal mula
karya OMI di Indonesia, para OMI telah bekerjasama dengan
para Awam lewat aneka macam kegiatan Gereja yang dipikul
bersama dengan penuh pengabdian dan ketulusan. Motto
“Samperan dan Saweran” sudah menjadi ciri khas dan tradisi
dalam hubungan Imam OMI dan Awam. Semua itu terjadi jauh
sebelum dibentuknya wadah Sahabat Seminari OMI oleh Romo
John O’Doherty, OMI pada tahun 2006.
Sahabat Seminari OMI (Sasem) adalah wujud dari relasi yang
selama ini sudah terjalin amat erat antara para Oblat dengan
Awam yang peduli secara khusus pada pendidikan calon OMI.
Sasem dikelola dalam jaringan dan gerakan bersama antara
Kantor Sasem di Yogyakarta (yang dilaksanakan oleh seorang
128
Direktur, Bendahara, dan Sekretaris) dan para Promotor Sasem
yang ditunjuk di berbagai daerah. Pertemuan dengan para
anggota dirancang setiap tahunnya, sedangkan Laporan
Tahunan Sasem dan majalah pendidikan para calon OMI akan
dikirimkan kepada para anggota.
Sasem adalah sebuah gerakan persahabatan – sebuah wadah
- antara OMI dan Awam yang peduli untuk bergandengan
tangan, bahu-membahu memikirkan, menemukan, dan menjaga
kelangsungan pelayanan Gereja Katolik tercinta, khususnya
dalam konteks pendidikan para calon Gembala Gereja, baik
Imam maupun Bruder di dalam Kongregasi Oblat Maria Imakulata
(OMI). Sasem ada bukan saja untuk membantu mengumpulkan
dana yang cukup guna menyelenggarakan pendidikan para
calon Imam/Bruder OMI Provinsi Indonesia, tetapi juga untuk
menjalin persahabatan timbal-balik yang penuh kasih dan
perhatian antara OMI-Awam yang peduli, disamping juga untuk
mengembangkan semangat misioner Awam dalam keterlibatan
pendidikan calon Misionaris OMI yang mendunia.
Sahabat Seminari OMI Distrik Jakarta berkembang cukup pesat.
Para Promotor Sasem bertemu dan mempersiapkan kegiatan
tahunan yang disebut “Jumpa Sasem”. Acara Jumpa Sasem
biasanya diisi dengan Misa Kudus dan ramah tamah antara
anggota dan Direktur Sasem. Sasem juga bekerjasama dengan
AMMI menjadi penyelenggara beberapa mata kegiatan yang
bersifat umum di Paroki Trinitas, Cengkareng.
3. Novena St. Eugenius de Mazenod
Kanonisasi Uskup Marseilles, Mgr. Eugenius de Mazenod
menjadi Orang Kudus Gereja Semesta membuat Santo
Eugenius de Mazenod bukan lagi milik Tarekat Oblat Maria
Imakulata semata. Kini, Bapa Pendiri Tarekat OMI ini menjadi
milik Gereja, milik semua orang. Siapa pun boleh datang
kepadanya, memintanya untuk menjadi pelindung, pengantara
segala permohonan kepada Tuhan Yesus Kristus – Sahabat
yang dikasihinya, pendoa bagi pribadi dan keluarga.
Novena St. Eugenius de Mazenod diselenggarakan pertama
kali di Paroki Trinitas, Cengkareng pada Oktober 1997 oleh
Asosiasi Misioner Maria Imakulata (AMMI). Lewat Novena St.
Eugenius de Mazenod, diharapkan umat/awam yang dilayani
129
oleh para Oblat Maria Imakulata dapat memahami dan semakin
mendalami spiritualitas dan kharisma Bapa Pendiri dan Oblat
Maria Imakulata yang dihidupi oleh para gembala mereka.
Dari tahun ke tahun, umat/awam yang mengikuti Novena St.
Eugenius de Mazenod semakin meningkat jumlahnya. Hingga
kini, Novena masih terus berlangsung, biasanya dimulai di
bulan Oktober dan berakhir menjelang/pada 08 Desember -
Pesta Santa Maria Imakulata, Pelindung Tarekat Oblat Maria
Imakulata.
(Sumber: Situs OMI Provinsi Indonesia, www.omi-indonesia.org –
dengan penambahan seperlunya.)
130
Gereja adalah tubuh Yesus Kristus yang di dalamnya berkumpul
orang-orang pilihanNya yang berasal dari keluarga-keluarga.
Pada hakekatnya, Gereja adalah kumpulan keluarga kekasih
Tuhan, keluarga yang diberkati melimpah dengan hadirnya
keturunan. Maka sungguh tepat ungkapan berikut ini: Masa
depan Gereja bergantung dari keluarga-keluarga yang menjadi
anggotanya. Masa depan Gereja bergantung pada bagaimana
orangtua meneruskan iman, harapan, dan kepercayaannya akan
penebusan Yesus Kristus pada anak-anaknya; bergantung pada
bagaimana orangtua memperkenalkan Gereja Yesus Kristus
dan kebutuhan-kebutuhan Gereja
kepada anak-anaknya; bergantung
pada bagaimana kerelaan orangtua
untuk mempersembahkan anak-anak
mereka supaya menjadi berkenan
dipakai Tuhan untuk melayani
GerejaNya secara khusus: menjadi
gembala domba-domba kekasih
Tuhan, menjadi seorang imam -
menjadi seorang Misionaris Oblat
Maria Imakulata (OMI).
Misionaris OMI adalah orang-orang
yang memiliki semangat hidup dan
kegigihan perjuangan hidup; orang-
orang yang mampu menjadi inspirasi
dan model bagi orang lain untuk
ditiru; orang-orang yang membantu
hidup banyak orang lainnya supaya
mengalami perubahan ke arah yang
lebih baik lagi. Para Misionaris OMI
memberikan pelayanan utama bagi
131
Gereja lewat pewartaan Kristus dan KerajaanNya kepada orang-
orang yang paling terlantar. Menebarkan benih-benih Injil untuk
mereka yang belum menerimanya dan membantu mereka agar
dapat menemukan nilai-nilai yang mereka miliki dalam terang
Injil. Para Misionaris OMI diutus pertama-tama kepada mereka
yang berseru memerlukan keselamatan dan harapan yang hanya
dapat dipenuhi sepenuh-penuhnya oleh dan di dalam Yesus
Kristus. Kaum miskin dalam berbagai macam wajah adalah
perhatian utama karya dan misi para Oblat yang senantiasa mau
membawa semua orang untuk menjadi manusiawi, Kristiani,
dan kudus.
St. Eugenius de Mazenod, Bapa Pendiri OMI, menggariskan
putera-putera Oblatnya untuk menjadi “Kristus-Kristus Yang
Lain”, karena hanya dengan meneladan dan hidup seperti Yesus
Kristus maka seorang Oblat akan dapat dengan sungguh-
sungguh mempersembahkan jiwa, raga, dan hidup sepenuhnya
untuk mewartakan Cinta Kasih Yesus Kristus yang tak berbatas:
“Sejauh kelemahan-kelemahan kodrat manusia memungkinkan,
para misionaris harus meniru dalam segalanya teladan-teladan
Tuhan kita Yesus Kristus, Pendiri Utama Lembaga (Hidup Bakti
kita), dan teladan-teladan para Rasul, bapa-bapa kita yang
pertama. Meneladan contoh-contoh agung itu, sebagian hidup
para misionaris akan diperuntukkan bagi doa, permenungan diri,
dan kontemplasi dalam kesunyian rumah Allah, tempat mereka
akan tinggal bersama-sama. Sebagian hidupnya yang lain
akan dipersembahkan seluruhnya
bagi karya-karya lahiriah yang
memerlukan keaktifan yang besar
seperti tugas-tugas misi, berkhotbah,
mendengarkan pengakuan dosa,
berkatekese, membimbing kaum
muda, mengunjungi orang sakit,
mengunjungi para tahanan,
memberikan retret-retret rohani, dan
tugas-tugas lainnya yang serupa.
Tetapi, baik sedang bertugas misi
maupun selagi berada di rumah,
132
kepentingan utama mereka adalah mencapai kemajuan hidup
di jalan kesempurnaan gerejani dan religius; lebih-lebih mereka
akan melatih diri dalam kerendahan hati, ketaatan, kemiskinan,
pengingkaran diri, semangat matiraga, semangat iman, niat
murni, dan lain-lainnya; pendek kata, mereka akan berusaha
untuk menjadi ‘Kristus yang lain’, dengan menyebarkan ke
mana-mana keharuman keutamaan-keutamaan yang menawan
hati.” (Tulisan Bapa Pendiri, 1818)
Misionaris OMI berkarya di 58 negara di dunia yang meliputi 5
benua dan terbagi dalam 62 Provinsi OMI. Jumlah Misionaris
OMI sedunia ada 3.792 Oblat (berdasarkan statistik per 01
Januari 2015). Saat ini kebutuhan akan tenaga misionaris
masih terbuka sangat luas, baik untuk di wilayah Indonesia
maupun misi ke luar negeri. Para Misionaris OMI melayani
wilayah-wilayah pedalaman Kalimantan Barat, Kalimantan
Timur, maupun daerah-daerah rawan konflik seperti di Pakistan
dan Sri Lanka, sampai di wilayah-wilayah miskin dan kumuh di
sekitar kota-kota besar dunia. Seorang Misionaris dapat pula
melayani dalam bidang pendidikan, pertukangan, kedokteran,
ataupun jurnalistik/penulisan. Kesemuanya itu dilakukan dan
dipersembahkan bagi Tuhan supaya lebih banya lagi orang lain
yang dibantu untuk mengenal dan mencintai Dia.
Kongregasi OMI Provinsi Indonesia membuka diri untuk
menyambut dengan senang hati para pemuda yang ingin
mengalami cara hidup komunitas OMI. Para pemuda ini
akan dibantu dengan penuh semangat persaudaraan untuk
menemukan apa yang diharapkan Tuhan darinya dan menyadari
rahmat istimewa yang ditawarkan Tuhan padanya.
Tertarik bergabung bersama para Oblat?
Jika Anda seorang laki-laki beragama Katolik dengan usia
maksimal 30 tahun, belum pernah menikah, telah lulus SMA
atau pendidikan sederajat, punya semangat belajar yang tinggi,
merasa terpanggil untuk mempersembahkan hidupnya kepada
Tuhan sebagai seorang misionaris, siap untuk hidup di tanah misi
133
dan menyukai tantangan, silahkan berkontak
dengan kami:
Romo Simon Heru Supriyanto, OMI
(Direktur Panggilan)
HP: 0813 9201 6488
Email: heru_omi@yahoo.co.id
Romo Antonius Sussanto, OMI
(Magister Novis)
HP: 0821 3671 3031
Email: sussanto_omi@yahoo.co.id
Novisiat OMI “Beato Joseph Gerard”
Blotan, Wedomartani, Ngemplak
Sleman, Yogyakarta
Telp: 0274-889783
Romo Antonius Widiatmoko, OMI
(Rektor Seminari)
HP: 0813 4596 3808
Email: widiomi@yahoo.com
Seminari Tinggi OMI
“Wisma de Mazenod”
Jln. Nusa Indah II No. 235
Condongcatur, Yogyakarta 55283
Telp: 0274-881741
Dapat juga menghubungi Pastor OMI yang
Anda kenal/terdekat, atau mengirim email
lewat situs OMI Provinsi Indonesia:
info@omi-indonesia.org
134
Triennium Oblat Maria Imakulata adalah masa tiga tahun penuh
rahmat untuk menyimak panggilan pertobatan dalam hidup ke-
oblatan-an dan untuk mengobarkan kembali nyala api hidup
dan karya misi OMI dalam rangka menyambut Kapitel Umum
ke-36 dan ulang tahun Kongregasi yang ke-200.
Panitia Triennium Generalat mencanangkan bahwa selama 3
tahun ke depan (yang dimulai 08 Desember 2013 hingga 25
Januari 2017) para Oblat dan mitra karyanya dapat merenungkan
dan merefleksikan pembaharuan hidupnya lewat memperdalam
spiritualitas dan kharisma Oblat, lewat pembaruan misi OMI,
dan lewat kerjasama misionaer dengan awam dan kaum muda.
Provinsial OMI Indonesia beserta Dewannya telah pula
membentuk sebuah Tim untuk mempersiapkan dan
mengkoordinir pelaksanaan perayaan 200 tahun Kongregasi
OMI di tingkat Provinsi OMI Indonesia. Tim yang disebut
sebagai “Panitia Pusat” menawarkan kegiatan-kegiatan yang
cakupannya meliputi tingkat Provinsi dan Komunitas Distrik.
Kegiatan yang berada di tingkat Provinsi dikelola oleh Panitia
Pusat bekerja sama dengan tim khusus yang dibentuk oleh
Provinsial bersama Dewannya. Sedangkan kegiatan yang berada
di tingkat Komunitas Distrik dikelola oleh Panitia Komunitas
Distrik yang dikomunikasikan dengan Panitia Pusat.
Karena begitu mendesak dan pentingnya perayaan ini, maka
telah pula dibentuk animator-animator tingkat Provinsi dan
Komunitas Distrik yang akan merencanakan, melaksanakan dan
mengevaluasi kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan oleh
135
Provinsi maupun Komunitas Distrik.
Perayaan Triennium yang berlangsung selama 3 tahun dibagi
ke dalam 3 tahap dengan tema dan fokus permenungan yang
berbeda dan berkesinambungan: Tahun Pertama (08 Desember
2013 – 07 Desember 2014) dengan tema “Hati yang Baru:
Hidup dalam Komunitas Kerasulan – Kaul Kemurnian”; Tahun
Kedua (08 Desember 2014 – 07 Desember 2015) dengan tema
“Semangat Baru: Formasi Seumur Hidup – Kaul Kemiskinan”;
Tahun Ketiga (08 Desember 2015 – 25 Januari 2017) dengan
tema “Misi yang Baru: Semangat Pantang Mundur/Maju Tak
Gentar – Kaul Ketaatan”.
Porsi kegiatan paling besar diberikan untuk pendalaman
semangat OMI dalam diri para Oblat sendiri. Kemudian para
Oblat berbagi kharisma dengan umat/awam yang dilayani
dan bersama dengan kelompok-kelompok yang mempunyai
keterkaitan dengan semangat Oblat, menyelenggarakan
kegiatan-kegiatan yang mempunyai sasaran konkret setiap
136
tahunnya sesuai tema yang direnungkan.
Perhatian lebih ditujukan kepada kaum muda karena “….kita
yakin bahwa kita tidak dapat merayakan 200 tahun keberadaan
awal komunitas dan hidup perutusan kita tanpa kehadiran
kaum muda; lebih lanjut, kita tidak dapat melaksanakan ‘tiga
tahun peziarahan persiapan’ kita tanpa menyertai dan disertai
kaum muda yang turut menghidupi kharisma kita. Kita percaya
bahwa bergerak melalui Triennium ini bersama kaum muda akan
menjadi saling menguntungkan bagi para Oblat dan kaum muda
sendiri. Maka sejak awal dan setiap saat para Oblat dan kaum
muda telah berjalan bersama, berbagi kehidupan dan karya misi,
selama hampir 200 tahun dalam sejarah….” (Konselor Jenderal,
Pastor Chicho Rois Alonso, OMI).
Pelayanan kepada kaum muda adalah salah satu misi awal
Bapa Pendiri dan para Oblatnya selain pewartaan sabda dan
pendampingan nara pidana. Mereka berpandangan bahwa
kaum muda adalah termasuk kategori orang miskin dan
terlantar, terutama akibat Revolusi Perancis zaman itu. Dan
di atas segalanya, kaum muda menjadi harapan masa depan
Gereja dan Kongregasi karena dari mereka diharapkan muncul
panggilan-panggilan sebagai imam, bruder dan suster.
Lewat sejumlah kegiatan Triennium Oblat, diharapkan para Oblat
dan umat/awam di tingkat Provinsi maupun Komunitas Distrik
menjadi memiliki kesempatan untuk saling berbagi pengalaman
iman dalam konteks komunitas-komunitas karya kerasulan dan
menunjukkan pertobatan melalui tanda-tanda nyata.
137
Susunan Panitia Pusat Triennium Oblat
Provinsi Indonesia:
Penasihat/Penanggung Jawab :
Romo A. Rajabana, OMI (Provinsial)
Bapak Gregorius Sukadi
Ketua I:
Romo Antonius Sussanto, OMI
Wakil Ketua:
Bapak Dhani Darmawan
Sekretaris:
Bapak V. Jaya Supeno
Humas dan Publikasi:
Frater Skolastik
Bendahara:
Romo Yohanes Damianus, OMI
Tim Dokumentasi:
Bapak/Ibu dr. B. Wayan Suryani
Komisaris:
Superior Distrik yang dibantu 1 Oblat dan 2 Awam
138
Panitia Triennium OMI Distrik Jakarta dibentuk pada 06 Juli 2014
dengan jumlah anggota 15 orang yang termasuk di dalamnya
Superior dan Moderator OMI Distrik Jakarta. Seiring dengan
perjalanan waktu, tugas untuk mensosialisasikan Triennium ke
umat semakin meningkat sehingga beberapa unit ditambahkan
lagi ke dalam Kepanitiaan agar sosialisasi dapat berjalan lebih
maksimal. Unit yang terbentuk meliputi Unit Trinitas, Unit Santa
Maria Imakulata, Unit Vincentius Pallotti, dan Unit Seraphine.
Panitia Inti dan Unit Triennium OMI Distrik Jakarta
139
Susunan Panitia Triennium OMI Distrik
Jakarta beserta Unit-Unitnya:
Romo Pendamping:
Romo Peter Subagyo, OMI
Romo Basir Karimanto, OMI
Romo Rudi Rahkitojati, OMI
Ketua : Tonny Chandra
Wakil Ketua : Santoso Lukman
Sekretaris : Andrianus Samuel
Catherine Nila Sutedja
Bendahara : Henry Mihardja
Humas / Unit : Cipto
Unit TRINITAS : Kevin SP
Unit SMI : Beng Lan
Unit Vincentius Pallotti : Junus
Unit Seraphine
Seksi Acara : Lidya Endaryanti
Seksi Dana / Sponsorship : Julius Husein
Seksi Akomodasi : Maria Goretti
Seksi Konsumsi : Yohana Sri Sukapti
Seksi Dokumentasi & Publikasi : S.M. Titi Suhartono
Seksi Liturgi / Rohani : A. Yayan Indarto
Ireneus Bambang
143
Tahun 2015 adalah tahun penuh syukur bagi umat Gereja Trinitas
dan Sta. Maria Imakulata!
Bersama kita bersyukur atas selesainya renovasi Trinitas yang
ditandai dengan pemberkatan Pasturan dan Gedung Reksa
Pastoral pada 30 Mei 2015. Kita bersyukur atas berdirinya
Paroki Sta. Maria Imakulata, Kalideres, sebagai Paroki ke-65
di KAJ, yang peresmiannya dilakukan oleh Bapa Uskup Agung
Jakarta, Mgr. Ignatius Suharyo pada 22 Agustus 2015. Bersama
kita juga bersyukur atas 40 tahun karya pelayanan Kongregasi
Oblat Maria Imakulata (OMI) di KAJ.
Ungkapan syukur dan terima kasih atas segala rahmat Tuhan
yang luar biasa ini diwujudkan lewat penyelenggaraan GRAND
BAZAAR 2015, Sabtu-Minggu, 15-16 Agustus 2015, di Plaza
Circlewest, Citra Garden 6.
Mata acara/kegiatan Grand Bazaar 2015 meliputi:
Anjungan aneka makanan, minuman, snack, dan pernak-
pernik kebutuhan sehari-hari yang dikelola oleh Seksi/Bagian/
Kelompok Kategorial yang ada di Paroki Trinitas dan Paroki Sta.
Maria Imakulata.
Fun Walk
Lomba Menggambar dan Mewarnai
Lomba Menyanyi/Vokal Group
Lomba Menari
Craft Competition
Seminar Kesehatan: (1) Diare pada Anak; (2) Menjaga Ginjal
agar Tetap Sehat; (3) Demam Berdarah Dengue pada Anak; (4)
Healthy Eye, Happy Life; (5) Hollywood Smile, Bisakah Kumiliki?
Pengobatan Alternatif Radiesthesi Alm. Romo Loogman
bersama Tim Romo Swi dari Purworejo
Aksi Donor Darah
Live Talk Show bersama Pastor Carolus Burrrows, OMI
yang mendapat penghargaan Maarif Awards karena karya
kemanusiaannya di Kampung Laut, Cilacap, Jawa Tengah
Marching Band Sekolah Strada
Pameran Kongregasi Oblat Maria Imakulata (OMI)
144
Keterangan Nama Seksi / Wil.
Penanggung Jawab Dewan Paroki Harian Trinitas Pastor Paroki
Pendamping F.X. Rudi Rahkito Jati, OMI
G. Djoni Widjaja Wakil Ketua DP
Penasehat Julius Husen 31
Ketua Umum Lukas Burhan L 26
Wakil Ketua Susanto Raharjo KL 28
Sekretaris Roy Supriadi 34
Linda Sugiarto 21
Bendahara Agapita 31
Ryanto Limantara 22
Ketua Bidang I Djoto Halim 2
- Seksi Dana Sien Kresensia 6
--- Sub Seksi Iklan Agus Purwanto Liturgi
Jul El Simanungkalit Stasi Palloti
Suyanto 3
Ervianti 8
Marvel H 8
--- Sub Seksi Banner Hengkie Soekito 8
Mariata 9
Michael A.Maturbongs 12
Agustinus Rustanto 33
Agustinus Teladjan 6
Paulus 25
Franendi 25
Pricilia 6
--- Sub Seksi Sponsorship Ferry SKK
Ferry Untu – Tina Hanfi SKK
Silvia M
Margaretha Tan
S. Obbie Kristanto 21
Swandayani 32
--- Sub Seksie Voucher Hendrikus Senjaya 7
Katarina E. Indra Pujihastuti 26
Agus Dwi Cahyo 35
MM Erwin Purnama Sari 8
- Seksi Stand Djoni Ongko Surja 41
Djoto Halim 2
Ruswadi 42
- Seksi Design/Publikasi Pier (Jeffier Al Medinah) Komsos
Santoso Lukman Pendataan
Devi Ariayani Komsos
Eko Sethiono 28
- Seksi Buku OMI Tim Triennium
145
Keterangan Nama Seksi / Wil.
Ketua Bidang II Susanto Raharjo KL 28
- Seksi Acara Tina Lukito 28
Monica Bong 30
Aripin L Sunardi 21
Agnes Maya
--- Sub Seksi Jalan Sehat Yayan Legio Maria
Lasma Legio Maria
Hendra Lianto
--- Sub Seksi Donor Darah Fransisca PSE
Agnes PSE
--- Sub Seksi Lab Murah Fransisca Pelkes
--- Sub Seksi Menyanyi Yohanes Legio Maria
--- Sub Seksi Tari Lily
Ginting HAAK
--- Sub Seksi Menggambar Imelda
--- Sub Seksi Marching Band Wiwit
--- Sub Seksi Sosial Vincentia Ita
--- Sub Seksi Pameran OMI Tim Triennium
- Seksi Perlengkapan/Keamanan Yohanes Sukardi 1
Suharno
Felix 11
Michael AM
Gatot 23
146
Pendamping: Romo Antonius Andri Atmaka, OMI
Romo FX. Rudi Rahkito Jati, OMI
Ketua: Gerardus Djoni Widjaja
Wakil Ketua: Antonius Robbyanto Lumenta
Sekretaris: Margaretha Muyana
Bendahara: Yohanes Muljanto Waluyo
Sie Liturgi: Nicolaus Jansen
Lidya Endaryanti Sumartono
Sie Acara: Margaretha Ira Widyawati
Johanes Berchman Sigit Noviandi
Sie Perlengkapan: Timotius Eko Sethiono
Christoper Kito Sjahriar
Sie Konsumsi: Catherine Nila Sutedja
Theresia Sumarni Syarif
Sie Dokumentasi: Tjhie Eddy Sugianto
F.X. Hersen
Sie Parkir: Yohanes Paidi
Herman Yoseph Hartanto