47
belakang dari gedung untuk kemudian dibuat perluasan sebagai
pelebaran dari gedung gereja.
Ruang Pengakuan Dosa direlokasi, menjadi berjumlah 8 kamar,
yaitu 4 kamar di sebelah kanan dan 4 kamar di sebelah kiri
gedung gereja. Panti Imam dipercantik dengan memberi aksen
kayu sebagai latar belakangnya. Ruang Sakristi diperluas.
Sound system diganti yang baru, dan penambahan AC sentral
di dalam gereja.
Kapel ditempatkan di lantai 2, di belakang Panti Imam atau di
atas Sakristi.
Balkon ditambahkan di sayap kiri dan kanan, lantai 2 dari
gedung gereja yang baru, sebagai jalan menuju Kapel yang bisa
juga dipergunakan sebagai tempat duduk tambahan bagi umat.
Pembangunan Ruang Adorasi Sakramen Mahakudus Abadi
dibangun di seberang gedung gereja, dekat dengan Gua Maria,
48
Tenda permanen yang menutupi
lahan parkir di sebelah kanan
gedung gereja dibongkar. Di
tempat tersebut dibuat plaza
yang dapat digunakan untuk
berbagai kegiatan/acara Gereja.
Plaza rencananya ditutup
dengan kanopi supaya juga bisa
digunakan untuk pemekaran
daya tampung gedung gereja.
Tetapi karena pertimbangan
satu dan lain hal, maka Dewan
Paroki memutuskan untuk tidak
memasang kanopi pada plaza
tersebut.
Peremajaan gedung Gereja Trinitas dinyatakan selesai pada Mei
2014. Pemberkatan gedung Gereja Trinitas paska renovasi oleh
Bapa Uskup Agung Jakarta, Mgr. Ignatius Suharyo, berlangsung
pada 21 Juni 2014.
Sedangkan untuk membangun Pasturan dan Gedung Reksa
Pastoral, bangunan Pasturan, Ruang Sekretariat dan Aula St.
Yohanes yang terletak di seberang lokasi gereja, diratakan
dengan tanah, kemudian dibangun kembali berupa kesatuan
antara Sekretariat Paroki, ruang-ruang kegiatan dan pasturan.
Luas lahan Pasturan dan Gedung Pastoral Gereja Trinitas adalah
+ 726 m2, dengan total luas bangunan keseluruhannya + 1.274
m2 dalam 3 lantai.
Lantai Dasar seluas + 457 m2 berupa Pasturan yang memuat
ruang tunggu/ruang konsultasi, 2 kamar tidur pastor beserta
kamar mandi/wc di dalamnya. Ruang makan, ruang santai/
duduk, dapur dan gudang. Tangga menuju lantai 2, ruang
terbuka di tengah yang akan diisi dengan Gua Maria dan kolam
ikan, carport untuk 2 mobil serta motor. Taman, gang dan
tangga servis.
Pada lantai dasar sebelah kanan terdapat ruang-ruang reksa
pastoral berupa ruang tunggu, Sekretariat paroki beserta ruang
arsip. Ruang Dewan Paroki, toilet, tangga menuju lantai 2,
carport untuk motor, dan taman luar.
49
Lantai 2 seluas + 417 m2 terdiri dari Pastoran dengan 4 kamar
tidur pastor/tamu beserta kamar mandi/WC di dalamnya. Ruang
baca, Kapel, kamar pelayan dengan kamar mandi/WC, pantri,
tangga servie menuju lantai 3
Area Reksa Pastoral lantai 2 terdiri dari 4 ruang kerja pastor,
satu ruang seksi, ruang rapat. Ruang tunggu, toilet, dan tangga
menuju lantai 3.
Lantai 3 seluas + 400 m2 terdiri ruang cuci-setrika pastoran
beserta ruang-ruang reksa pastoral: ruang tunggu, 8 ruang
seksi, ruang rapat. Ruang serbaguna dengan kapasitas sekitar
100 orang, toilet umum, pantri, dan tangga service menuju ke
dak (atap) yang digunakan untuk jemur, tangki air dan outdoor
AC.
Pembangunan Pasturan dan Gedung Reksa Pastoral
dipercayakan kepada Kontraktor PT Kurniaperkasa Agungputera
dan dinyatakan selesai pada bulan Juni 2015. Pemberkatan
Pasturan dan Gedung Reksa Pastoral oleh Bapa Uskup Agung
Jakarta, Mgr. Ignatius Suharyo dilaksanakan pada 30 Mei 2015.
(Sumber: Buku Kenangan 25 Tahun Gereja Katolik Trinitas, Paroki
Cengkareng, Jakarta Barat, 2003 – dengan penambahan seperlunya.)
50
1. Rancang Bangun Gedung Gereja Trinitas
Sejak adanya rencana membangun Gedung Serba Guna di
tanah bakal gereja di tahun 1979, telah banyak gambar rencana
bangunan yang dibuat. Ada yang memang akhirnya tidak
dijalankan, ada juga rencana yang tidak disetujui oleh pihak-
pihak terkait. Sebelum ijin diperoleh, Panitia Pembanguan Gereja
(PPG) telah membentuk tim arsitek untuk mulai merancang
bentuk bangunan gereja yang sesuai dengan karakter umat
Cengkareng. Umat pun dimintai tanggapan beberapa kali atas
bentuk bangunan yang diidamkan. Tujuan utama PPG adalah
membangun gedung yang sederhana yang dapat menampung
800 umat. Tetapi umat berpendapat: "Jangan yang terlalu
sederhana sampai hanya kelihatan seperti gudang," atau ada
juga yang berkomentar, "Sebaiknya bagian atap dibuat sebuah
bentuk yang khas." Akhirnya, setelah mondar-mandir ke
Keuskupan dengan berbagai macam gambar, pada 6 Juni 1988
PPG memperoleh persetujuan gambar pra-rencana dari Bapa
Uskup Agung Jakarta, Mgr. Leo Soekoto, SJ.
Gambar yang disetujui setidaknya dapat memenuhi tuntutan
Liturgi dan juga masukan yang didapat dari umat. PPG juga
menyadari bahwa bangunan gereja ini nantinya harus tahan lama
dan sesuai dengan 'wajah' Cengkareng yang sedang berubah.
Ciri khas rancang bangun gedung Gereja Trinitas yang disetujui
51
oleh Keuskupan Agung Jakarta adalah bentuk kemah yang
menunjukkan bahwa kita sebagai umat Allah masih dalam
perjalanan menuju tanah terjanji. Ada 3 atap segitiga bersusun
sebagai tampak muka gereja yang melambangkan Trinitas.
Bentuk dalam gedung mengarahkan umat ke fokus utama, Meja
Altar, agar seluruh umat yang hadir dapat merasa dekat dan
terlibat dalam setiap Perayaan Ekaristi.
2. Kaca Patri yang Bercerita
Umat dapat menikmati 12 lukisan kaca yang dibagi menjadi
2 seri yang menggambarkan sejarah/kisah penciptaan, karya
Kristus di dunia, perkembangan Gereja hingga teakhir, gambar
Monumen Nasional (Monas) yang menunjukkan keberadaan
gedung gereja di wilayah kota Jakarta.
Lukisan kaca patri ini berada di balkon gedung gereja paska
renovasi, terbagi dalam 2 seri – di balkon kanan dan di balkon
kiri. 6 lukisan kaca seri pertama dengan tema "Allah Tritunggal
Sang Pencipta" - "Yesus Dibaptis" - "Yesus Memanggil Para
52
Rasul untuk MengikutiNya" - "Yesus Mengajar Para Rasul" -
"Yesus Menyembuhkan Orang Sakit" - dan "Yesus Mengampuni
Orang Berdosa".
Seri kedua dari 6 lukisan kaca lainnya bertema "Yesus Bangkit"
- "Pentakosta" yaitu saat Roh Kudus turun atas para Rasul,
memberi kuasa dan kekuatan bagi mereka. Hal ini menunjukkan
permulaan Gereja Kristus. - "Perkembangan Gereja" Santo
Fransiskus Xaverius terlihat sedang mewartakan Kabar Baik
kepada umat di Indonesia. Gereja terus melanjutkan karya
penebusan Yesus di dunia ini lewat mereka yang terpanggil
dan diutus olehNya. - "Perkembangan Gereja di Indonesia"
Seorang Imam Indonesia sedang melanjutkan misi Gereja. -
"Keadaan Gereja di Ibu Kota Jakarta" Gereja harus relevan dan
harus berkarya di dunia ini. - "Gereja Katolik Trinitas, Paroki
Cengkareng" Paroki Cengkareng tetap harus melanjutkan karya
Trinitas yaitu memanggil lebih banyak orang untuk mengikuti
Yesus, mengajar, menyembuhkan, mengampuni sesama
manusia dan berkarya di tengah masyarakat untuk menegakkan
nilai-nilai kerajaan Allah yaitu keadilan, kebenaran, kedamaian,
dan cinta kasih.
3. Lukisan Kaca Patri Trinitas
Di Kapel Gereja Trinitas, kita dapati pula sebuah lukisan kaca
berupa lambang kuno dari Trinitas. Pelukis gambar yang berasal
dari Rusia dan hidup di abad ke-14 menggambarkan Trinitas
sesuai dengan peristiwa yang diambil dari Kitab Kejadian 18:1-
15. Gambar ini telah diberi beberapa judul, salah satunya adalah
"Pertemuan Ilahi". Tiga orang duduk di sekitar meja, Mereka
saling memandang yang menunjukkan kesatuanNya. Dalam Allah
Tritunggal ada satu kekuasaan, satu kehendak, satu kesadaran
diri, satu kegiatan ke luar. Dalam Allah ada komunitas penuh
cinta kasih dan kesatuan. Dalam Kitab Suci diceritakan bahwa
53
lewat kedatangan 3 'manusia' kepada Abraham, maka mulai
nampaklah rencana keselamatan manusia. Pertemuan 'Mereka'
melibatkan kita dalam karya keselamatan manusia. Judul lain
dari gambar itu adalah "Perjamuan Penuh Persaudaraan".
Setiap kali umat datang ke gereja, umat diingatkan kembali akan
makna perjamuan penuh persaudaraan. Kita diundang Allah
untuk ambil bagian dalam perjamuan Ilahi, yaitu Ekaristi. Lewat
peranserta kita dalam Perjamuan Kudus ini, kita dipersatukan
dan oleh karenanya menjadi lebih akrab dengan Allah Tritunggal
dan dengan sesama.
4. Tanda Trinitas di Panti Imam Gereja
Memandang lurus ke depan dari Pintu Utama akan kita jumpai
Panti Imam, tempat Imam yang dibantu oleh Putra Altar,
Lektor/Komentator, Prodiakon, dan yang lainnya memimpin
umat dalam upacara-upacara liturgis/sakramental. Meja
Altar di tengah-tengah Panti Imam dibuat lebih tinggi yang
menggambarkan Gunung Kalvari, tempat Yesus dikurbankan.
Meja ini telah diberkati oleh Bapak Uskup Agung Jakarta, Mgr.
54
Leo Soekoto, SJ. Tepat di tengah belakang Meja Altar kita
dapati Salib Kristus yang telah diberkati oleh Bapa Sri Paus
Yohanes Paulus II saat kunjungannya ke Indonesia di tahun
1989. (Sejarah salib ini akan ditampilkan kemudian.) Salib dan
corpus (tubuh Yesus yang tergantung) mengingatkan kita akan
cinta kasih Allah yang begitu besar hingga Ia rela mengorbankan
diri, menderita dan wafat bagi kita dan akhirnya Dia bangkit
bagi kita guna mengalahkan maut dan memberi hidup baru
yang kekal. Tabernakel tempat menyimpan Hosti terletak di
kiri Meja Altar dengan Kaki Dian (lampu merah menyala yang
menandakan kehadiran Sakramen Maha Kudus). Lebih ke kiri
dari posisi Tabernakel, dijumpai gong sebagai tanda peringatan
yang dibunyikan saat Konsekrasi dalam Doa Syukur Agung dan
sebuah bejana permandian yang disumbangkan oleh seorang
Ibu dari Austrlia. Bejana yang berisi air suci ini hingga sekarang
masih difungsikan sebulan sekali saat pembaptisan bayi/anak-
anak. Di sebelah kiri Altar terdapat Mimbar Pewartaan Sabda
Allah, tempat Kitab Suci dibacakan, Mazmur dilantunkan dan
Homili dibawakan oleh Imam. Di sebelah kanan Altar terdapat
2 Mimbar: Mimbar Dirigen tempat dirigen memimpin koor
dan nyanyian umat sebagai pujian permuliaan bagi Allah dan
Mimbar Komentator tempat petugas membacakan pengantar
Perayaan Ekaristi dan mengumandangkan pengumuman.
55
Adapun Meja Altar, penyanggah Tabernakel, standar lilin Paskah
dan Mimbar Pewartaan Sabda Allah kesemuanya mengambil
bentuk segitiga yang sejalan dengan makna Trinitas. Tangan-
tangan trampil dari Paguyuban Wilayah 32 (dahulu Wilayah III)
seperti Sdr. Djoko Sep. dan Sdr. Johanes Noi yang menangani
disain dan pembuatan sarana-sarana tersebut.
5. Salib Kristus di Panti Imam Diberkati Santo Paus
Yohanes Paulus II
Tahun 1989 menorehkan sejarah penting bagi bangsa Indonesia.
Untuk kedua kalinya, Pemimpin Umat Katolik sedunia akan
melakukan kunjungan. Setelah kunjungan Bapa Suci Paus
Paulus VI di tahun 1970, 19 tahun kemudian Bapa Suci Paus
Yohanes Paulus II menyempatkan diri singgah di beberapa
daerah di bumi Nusantara ini pada 9-14 Oktober 1989. Salah satu
agenda kunjungan adalah mengadakan Misa Agung di Stadion
Utama Senayan (sekarang Gelora Bung Karno). Sepulang rapat
di Keuskupan Agung Jakarta, Romo Peter sedikit bercerita
kepada tokoh-tokoh umat tentang upaya Keuskupan mencari
salib yang lumayan besar yang mungkin dimiliki oleh salah
satu Paroki di KAJ guna dipakai dalam Perayaan Ekaristi Bapa
Paus di Senayan. Cerita hanya sebatas cerita karena gedung
gereja sedang dalam taraf pembangunan dan belum terpikir
sama sekali untuk membuat salib yang akan ditaruh di Panti
Imam. Tetapi kemudian timbul ide untuk membuat salib itu yang
nantinya diberkati oleh Bapa Suci dan diletakkan di dekat Altar
gedung gereja yang sedang dibangun ini.
Maka diutuslah Bapak Felix Wiratmo ke Keuskupan untuk
mencari tahu masalah salib ini dan ternyata, Keuskupan
menyerahkan pengadaan salib ini pada Paroki Cengkareng.
Bermodalkan semangat yang tinggi, Romo Peter meminta
Pak Felix pergi ke Bali untuk mencari pemahat yang bersedia
mengerjakan proyek ini. Setibanya di Bali, Pak Felix dibawa
oleh pengendara taksi ke Desa Mas dan bertemu dengan
seorang pemahat yang mempunyai tim pemahat dan sanggup
mengerjakan salib sesuai dengan keinginan Paroki Cengkareng
dalam waktu hanya 40 hari. Bapak Felix sempat bingung,
56
"Bagaimana mungkin sebuah salib dikerjakan beramai-ramai?"
pikirnya. Pak Felix pun semakin ragu saat si pemahat bercerita
kalau salib itu akan dikerjakan terpotong-potong, misalnya A
akan mengerjakan tangan sebelah kiri, B akan mengerjakan
kepala, dan seterusnya. "Jangan kuatir, kami mempunyai bakat
alam, percayakan saja pada kami," begitulah jaminan si pemahat
yang diamini oleh Pak Felix. Seminggu kemudian, Pak Felix
kembali mengunjungi si pemahat bersama Romo Peter sambil
membawa keterangan rinci buatan Bapak S. Dirgonomastu
tentang salib yang akan dibuat.
4 hari menjelang Misa Agung yang dipimpin oleh Bapa Suci,
rombongan pemahat Bali telah tiba di Cengkareng dengan
mengendarai truk sarat bermuatan potongan-potongan
salib. Ketatnya pengamanan Stadion menimbulkan masalah
tersendiri, salib tidak bisa dibawa masuk Stadion begitu saja.
Maka, menginaplah rombongan pemahat Bali itu di Ruang
Serba Guna (belakangan disebut Ruang St. Yohanes) selama 2
malam. Akhirnya, dengan bantuan KAJ, rombongan pemahat
Bali dapat merangkai potongan-potongan salib itu di Senayan
2 hari sebelum Misa Agung digelar. 9 Oktober 1989, saat Bapa
Suci menginjak panggung tempat Misa Agung diselenggarakan,
Beliau memberkati salib yang terpancang megah dekat Meja
Altar di panggung itu. Seusai Misa, salib itu pun dibongkar
kembali oleh para pemahat dan dibawa ke Cengkareng untuk
kembali di rangkai dan difurnis guna menjaga daya tahan
kayunya.
Salib berharga sekitar Rp 10 juta ini akhirnya didanai dan
disumbangkan kepada Paroki Cengkareng oleh seorang umat,
Bapak Barin Setiawan, yang juga menyumbangkan bangku-
bangku buatan Ligna Furniture yang diletakkan di dalam gedung
gereja. Adakah makna atau arti khusus bentuk salib itu? Salib
itu mengambil bentuk seperti salib pada tongkat gembala Bapa
Suci. Wajah Yesus yang tersalib yang menoleh ke kiri diambil
dari kutipan Injil Yohanes 19:26-27 ~ Ketika Yesus melihat
ibuNya dan murid yang dikasihiNya di sampingnya, berkatalah
Ia kepada ibuNya: "Ibu, inilah, anakmu!" Kemudian kataNya
kepada murid-muridNya: "Inilah ibumu!" Di dalam gereja,
wajah Yesus memandang kita, para umatNya, dengan kasih
57
yang begitu besar. Dia Sendiri yang menyerahkan kepada kita
bundaNya supaya kita dilindungi.
Dalam sambutan Peresmian Gedung Gereja Katolik Trinitas,
Duta Besar Vatican untuk Indonesia yang saat itu dijabat oleh
Mgr. Francesco Canalini menulis: "Salib yang mulai hari ini akan
dikagumi oleh umat di Paroki Cengkareng mengandung banyak
arti di dalamnya. Salib ini, dalam bentuk hasil karya artistik,
melambangkan Salib Penyelamat kita untuk kita arahkan doa-
doa kita dan membuka hati kita. Salib inilah yang dipasang
58
di Stadion Utama Senayan di bulan Oktober 1989, diberkati
oleh Bapa Suci, saat Beliau membuka Perayaan Ekaristi yang
dipimpinnya, Ekaristi yang mempunyai aspek nasional. Salib
itu jugalah yang diliput banyak televisi di seluruh dunia. Kalau
umat Cengkareng melihat salib ini sekarang di dalam gereja
mereka sendiri, umat pasti merasakan dimensi setempat dan
universal. Umat yang kokoh berakar dalam kasih Allah Bapa,
lewat rahmat Kristus Sang Juruselamat, dan bersatu dalam Roh
Kudus, akan menghirup nafas persekutuan dengan Bapa Suci,
Sang Gembala Gereja universal. Mereka akan teringat pada
kenangan indah di bulan Oktober 1989 di Jakarta dan mereka
akan merasa setia kawan dengan komunitas-komunitas lainnya
di Indonesia dan di dunia…"
6. Patung Pieta
Patung Pieta yang ditempatkan di dekat salah satu sisi
ruang pengakuan dosa di dalam gedung Gereja Trinitas
merupakan sumbangan kasih
dari seorang umat pada saat
Panitia Pembangunan dan
Pengembangan Trinitas (P3T)
menggalang dana untuk renovasi
Gereja Trinitas.
Patung yang merupakan hasil
pahatan seorang seniman lokal
asal Jawa Tengah ini memiliki
keunikan tersendiri. Batu marmer
sebagai bahan pembuatan
patung merupakan sebongkah
batu besar tanpa sambungan
yang kemudian dipahat secara
manual.
(Sumber: Buku Kenangan 25 Tahun Gereja Katolik Trinitas - dengan
penyesuaian seperlunya.)
62
Pada 08 Agustus 2001, Dewan Paroki Trinitas membentuk “Tim
Gereja Baru” dan menunjuk Bapak dr. Vincentius Hady Syarif
sebagai Ketua Tim Gereja Baru. Tugas utama Tim dengan masa
bakti sampai 31 Desember 2001 adalah untuk mempersiapkan
stasi baru lengkap dengan para pengurusnya. Tim ini juga
melaksanakan berbagai sosialisasi keberadaan bakal gereja
baru lewat kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan seperti
bakti sosial dan bakti kesehatan. Persiapan untuk pembentukan
Stasi Santa Maria Imakulata dilakukan juga dengan mulai
diselenggarakannya Misa Stasi Santa Maria Imakulata sejak
akhir tahun 2008 di Paroki Induk, Gereja Trinitas.
Tujuan Dibentuknya Tim Gereja Baru
Jangka pendek: (1) Terciptanya suatu “gereja baru” dalam
pengertian sekelompok umat yang beriman kepada Yesus yang
tinggal di sekitar rencana gedung gereja baru tersebut; (2)
Terbentuknya komunitas umat Katolik yang memiliki iman yang
kuat dan yang pada akhirnya akan menjadi pelayan-pelayan
63
yang baik bagi gereja baru yang akan dibangun di sana; (3)
Bentuk konkrit dari target ini adalah terciptanya sebuah stasi
baru lengkap dengan para pengurusnya.
Jangka panjang: Berdirinya gedung gereja baru di lokasi terpilih,
sebagai perwujudan dari terbentuknya sebuah paroki baru yang
mandiri.
Tugas-Tugas Tim Gereja Baru: (1) Menyusun program kerja
yang berkaitan dengan pencapain target jangka pendek; (2)
Melaksanakan program kerja yang telah disetujui Dewan Paroki;
(3) Melakukan review berkala atas kegiatan yang dilakukan; (4)
Memonitor keadaan sosial kemasyarakatan di sekitar gereja
baru khususnya terhadap hal-hal yang berkaitan dengan issue
gereja; (5) Memberikan masukan-masukan kepada Dewan
Paroki, baik diminta maupun tidak, terhadap masalah-masalah
yang berkaitan dengan rencana pembentukan stasi baru.
Hasil kerja Tim Gereja Baru
Administrasi Stasi:
Pendataan umat sehubungan dengan pembentukan “Gereja
Baru” dengan target utama Wilayah-Wilayah yang berada di
sekitar lokasi “Gereja Baru” yaitu Wilayah 3, 7 , 9, 10, 12, 13, 14
dan 15.
Keterangan:
Penomoran Wilayah masih menggunakan penomoran Wilayah
64
lama, sebelum adanya keputusan Dewan Paroki untuk mengubah
penomoran Wilayah sesuai dengan kebutuhan perkembangan
Paroki.
Pengembangan Umat: (1) Mengadakan beberapa pertemuan
dengan Sie Liturgi Lingkungan di Wilayah 12 dan 13 dalam
rangka pelatihan “Penyusunan Pelaksanaan Ibadat”; (2)
Merekrut pembimbing komuni pertama di Wilayah 13 dan 14;
(3) Membentuk Kelompok Kitab Suci di Wilayah 9, 13 dan 14; (4)
Menyelenggarakan Seminar Keluarga pada 30 September 2001
di Wilayah 13.
Hubungan Masyarakat: (1) Silahturahmi dengan tokoh
masyarakat sekitar lokasi “gereja baru”; (2) Mengadakan
Bakti Sosial pada Minggu, 12 Agustus 2001, dalam rangka
mengisi acara HUT Kemerdekaan RI bagi masyarakat sekitar
lokasi “Gereja Baru” (RW 02,03 dan 04). Inisiatif datang dari 3
Lingkungan yang berada di Wilayah 13, bekerjasama dengan
RW 013, Citra Garden 3. Sasaran adalah 400 orang, dan pada
akhir kegiatan tercatat ada 470 orang yang datang berobat.
Setelah Tim Gereja Baru menyelesaikan masa baktinya, benih-
benih sosialisasi kemasyarakatan masih terus dijalankan oleh
Wilayah-Wilayah yang berdekatan dengan “gereja baru”.
Minggu, 18 Januari 2009, dalam Misa Stasi Imakulata yang
diselenggarakan di Paroki Trinitas, Cengkareng, dilaksanakan
65
pelantikan Dewan Stasi Santa Maria Imakulata yang pertama.
Dewan Stasi pertama ini terdiri dari Romo Stasi, Ketua dan
Wakil Ketua, Sekretaris, Bendahara, dan 10 Ketua Seksi:
Liturgi, Katekese, PSE, Kerasulan Keluarga, Kerasulan Kitab
Suci, Kepemudaan, Pendataan Umat, Pemeliharaan dan
Pembangunan Lingkungan Gereja (P & P), dan Komunikasi
Sosial (Komsos).
Susunan Dewan Stasi Santa Maria Imakulata I:
Romo Stasi : Romo Widiatmoko OMI,
Ketua : Robertus Yohanes Prabowo
Wakil Ketua : S. Eka Karsono Widjaja
Sekretaris : Y.M. Martin Halim
Bendahara : Theresia Sumarni Syarif
10 Ketua Seksi:
Liturgi : L. Hardi Widjaja
Katekese : Stenly Manoy
PSE : F. Purnomo/Sofia Melitina
Kerasulan Keluarga : Ign. Lesmana & Caecilia Indrijati
Gunawan
Kerasulan Kitab Suci : Vincentius An Eng
Kepemudaan : Stephanus Chik Tjai
Pendataan Umat : Gervasius Franky
Pemeliharaan dan Pembangunan Lingk. Gereja
: A. Suwandi Wijaya
Komunikasi Sosial : F.X. Fermanto Lianto
66
Dewan Stasi mulai memperlengkapi diri dengan pengadaan
Sekretariat Stasi yang diresmikan pada 16 April 2009 berlokasi
di Citra Garden 3 Blok D2/2B. Atas kesediaan seorang umat
Stasi Santa Maria Imakulata, rumah yang biasanya dijadikan
tempat penyelenggaraan kegiatan-kegiatan Wilayah setempat
ini difungsikan juga menjadi kantor Sekretariat Stasi. Seusai
diresmikan penggunaannya, Dewan Stasi Santa Maria Imakulata
mengadakan rapat perdana mereka di kantor barunya.
Pada 20 Februari 2010, Misa Kudus Mingguan di Paroki Trinitas
ditambah satu kali lagi dengan pilihan Sabtu Sore pkl. 16.00.
Misa ini diperuntukkan bagi Stasi Santa Maria Imakulata,
sehingga Misa untuk Stasi diselenggarakan sebanyak 2 x setiap
minggunya.
Meski IMB sudah ada tergenggam di tangan, ternyata jalan
memulai pembangunan gereja tidaklah berjalan dengan
lancar. Beberapa kendala di lapangan perlu disikapi dengan
ketenangan, kesabaran dan kepasrahan kepada Tuhan. Seksi
Liturgi Stasi Imakulata berinisiatif untuk mulai menyelenggarakan
Misa Kudus di lahan bakal gereja. Misa Perdana berlangsung
pada 26 November 2010 secara internal yang juga dimaksudkan
sebagai tindak tirakatan. Menyusul setelah Misa Perdana ini
adalah diselenggarakannya Novena Santa Maria Imakulata pada
30 November – 08 Desember 2010 dengan intensi khusus bagi
kelancaran dan kemudahan pembangunan Gereja Santa Maria
Imakulata. Novena ini hingga sekarang dilaksanakan setiap
tahunnya.
Pelantikan Dewan Paroki Pleno XII dilaksanakan pada 30
Oktober 2011 dalam Misa Kudus yang dipimpin oleh Vikaris
Jenderal Keuskupan Agung Jakarta, Romo Yohanes Subagyo,
Pr. Dewan Stasi Santa Maria Imakulata kedua yang ikut
dilantik pada kesempatan ini memiliki komposisi Dewan Stasi
Harian dan 10 Seksi/Bagian: Liturgi, Katekese, PSE, Kerasulan
Keluarga, Kerasulan Kitab Suci, Kepemudaan, Pendataan Umat,
Pemeliharaan dan Pembangunan Lingkungan Gereja (P & P),
67
Hubungan Antar Agama dan Kepercayaan dan Kerasulan Awam
(HAK & Kerawam), dan Komunikasi Sosial (Komsos).
Setelah resmi dilantik, Dewan Stasi Santa Maria Imakulata II ini
mendapat kewenangan yang lebih besar untuk melaksanakan
reksa pastoralnya – yaitu mengerjakan anggaran kebutuhan
Seksi (budgeting), bertindak mewakili/membantu Dewan Harian
Trinitas untuk reksa pastoral khusus di wilayah Stasi Santa Maria
Imakulata seperti kunjungan rutin Dewan Stasi ke Wilayah-
Wilayah yang ada di dalam Stasi Santa Maria Imakulata, memiliki
peran lebih besar dalam 3 Seksi yang menjadi pilar Gereja, yaitu
Seksi Liturgi (Leitourgia), Seksi Katekese (Kerygma), dan Seksi
PSE (Diakoinia).
Dewan Stasi Santa Maria Imakulata II:
Romo Stasi : Romo Antonius Widiatmoko, OMI
Ketua : Yakobus Sugiharto
Wakil Ketua : Y.M. Martin Halim
Sekretaris 1 : Petrus Tio Brammawan Suki
Sekretaris 2 : Theresia Sumarni Syarif
Bendahara 1 : Johanes David Setiabudi
Bendahara 2 : Annina Fransisca
Anggota 1 : Kristoforus Herry Susanto
68
Anggota 2 : F.X. Fermanto Lianto
Anggota 3 : Ignatius Liemesak
Dengan selesainya masa bakti Dewan Paroki Pleno XII, maka
selesai pula masa bakti Dewan Stasi Santa Maria Imakulata II.
Pada 12 Juni 2014, bertempat di Aula Kasih Gereja Stasi Santa
Maria Imakulata, diadakan Rapat Dewan Stasi Pleno dengan
agenda pemilihan anggota Dewan Stasi Santa Maria Imakulata
ke-3 periode 2014-2017. Setelah melalui pemungutan suara
yang ketat untuk 12 calon yang telah ditetapkan oleh Panitia
Pemilihan, akhirnya terpilih 9 orang menjadi Anggota Dewan
Stasi Santa Maria Imakulata periode 2014-2017. Dari 9 nama
tersebut, 4 orang diantaranya sudah menjabat anggota Dewan
Stasi Pleno 2011-2014, sementara 5 nama lainnya merupakan
anggota baru.
Dewan Stasi Santa Maria Imakulata III:
Ketua : Romo Peter Kurniawan Subagyo, OMI
Wakil Ketua : Yacobus Sugiharto
Sekretaris 1 : Yohanes Verry Darang
Sekretaris 2 : Margaretha Ira W.
Bendahara 1 : Yohanes Muljanto Waluyo
Bendahara 2 : Eugenis Kurniati Sulaiman
Anggota 1 : Ignatius Liemesak
Anggota 2 : Johanes David Setiabudi
Anggota 3 : Kristoforus Herry Susanto
Anggota 4 : Felicianus Roy Supriadi
Ketekunan dalam mempersiapkan Stasi Santa Maria Imakulata
menjadi Paroki baru pada akhirnya berbuah indah. Setelah
kunjungan Tim Keuskupan Agung Jakarta untuk meninjau
kesiapan dan persiapan Stasi Santa Maria Imakulata menjadi
Paroki baru pada 18 Oktober 2014, Bapa Uskup Agung Jakarta
lewat Surat Keputusannya bernomor 204/3.14.3/2015 tertanggal
01 Juni 2015 menetapkan dan mengangkat untuk pertama
kalinya Pengurus dari Badan Hukum Gereja Katolik “Pengurus
Gereja dan Dana Papa Roma Katolik” (disingkat PGDP) Santa
Maria Imakulata dengan personalia sebagai berikut:
69
Ketua Umum/Pastor Kepala:
Pastor Antonius Andri Atmaka, OMI
Ketua I/Pastor Rekan:
Pastor Ignatius Wasono Putro, OMI
Ketua II/Pastor Rekan:
Pastor Peter Kurniawan Subagyo, OMI
Wakil Ketua : Bapak Yacobus Sugiharto
Sekretaris I : Bapak Stefanus Chik Tjai
Sekretaris II : Ibu Margaretha Ira Widyawati
Bendahara I : Bapak Yohanes Muljanto Waluyo
Bendahara II : Ibu Eugenia Kurniati Sulaiman
Anggota: (1) Bapak Antonius Robbyanto Lumenta; (2) Bapak
Christofus Gunawan Wiranta; (3) Bapak F.Y. Roy Supriyadi; (4)
Bapak Ignatius Liemesak; (5) Bapak Johanes Ignatius David
Setiabudi; (6) Bapak Kritoforus Herry Susanto; (7) Bapak
Yohanes Verry Darang
Dengan demikian, terhitung mulai 01 Juni 2015, Stasi Sta.
Maria Imakulata secara yuridis/hukum telah berubah status
menjadi “PAROKI”. Setelah rapat bersama dengan semua
pihak yang terkait, maka para Romo dan Dewan Paroki sepakat
untuk menggunakan masa transisi perubahan status “Stasi”
menjadi “Paroki” untuk Sta. Maria Imakulata ini sebagai waktu
untuk menyiapkan dan mengerjakan segala hal yang diperlukan
supaya semuanya selesai pada saat peresmian Sta. Maria
Imakulata sebagai Paroki ke-65 Keuskupan Agung Jakarta pada
22 Agustus 2015.
70
Gereja Katolik Paroki Trinitas, Cengkareng saat ini memiliki
lebih dari 20.000 umat atau ada sekitar 6.000 Keluarga Katolik.
Penyebaran umat mencakup wilayah Kecamatan Cengkareng,
Kecamatan Kalideres, dan sebagian wilayah Tangerang yang
berbatasan dengan Jakarta Barat. Dikarenakan luasnya teritori
Paroki Trinitas, Cengkareng dengan jumlah umat yang tersebar
di 2 Kecamatan itu, maka Paroki ini harus menyelenggarakan
Misa pada hari Minggu di 4 tempat, yakni Gereja Trinitas, Kapel
Kodam Jaya - Kalideres, Sekolah Seraphine Bakti Utama –
Cengkareng Timur, dan di Kapel St. Vincentius Pallotti – Dadap.
Dengan begitu banyak umat yang makin hari makin bertambah
jumlahnya datang ke gereja untuk beribadah, membuat
keadaan gereja menjadi sungguh penuh dan terkadang bahkan
membuat umat menjadi tidak nyaman dalam melaksanakan
ibadahnya. Pada masa hari-hari raya khusus seperti Pekan Suci
(Paskah) dan Natal, umat terpaksa harus rela datang jauh lebih
awal demi untuk mendapat tempat duduk. Belum lagi masalah
terbatasnya lahan parkir yang menyebabkan sulitnya mendapat
tempat parkir kendaraan yang dibawa umat dan kemacetan
berkepanjangan saat pulang beribadah.
Perkembangan pembangunan perumahan di Cengkareng
yang kian hari kian banyak, menjadi salah satu buah pemikiran
Dewan Paroki Trinitas yang kemudian berinisiatif murni untuk
memekarkan dirinya. Maka
di awal tahun 1999 Dewan
Paroki Trinitas membeli
sebidang tanah seluas 8.710
m2 di Perumahan CitraGarden
City 3, Pegadungan, untuk
dibangun gereja. Sejak itu,
segala persiapan ke arah
pembangunan gereja baru mulai
dilakukan oleh Dewan Paroki
Trinitas, salah satunya adalah
melantik Panitia Pembangunan
Gereja (PPG) pada 02 Maret
2003. PPG mulai melakukan
langkah awal dengan menyusun
program kerja, sosialiasi kepada
masyarakat/tokoh warga di
71
sekitar wilayah bakal gereja baru, dan mempelajari tata cara
serta surat-surat yang dibutuhkan untuk mengurus perizinan
membangun tempat ibadah sesuai prosedur yang berlaku.
Geliat kegembiraan menyelimuti Paroki Cengkareng saat Izin
Prinsip Pembangunan gereja baru didapat pada 24 Maret
2009. Lebih bersukacita lagi saat Izin Mendirikan Bangunan
(IMB) yang selama ini ditunggu-tunggu akhirnya tergenggam di
tangan. IMB bernomor 550/IMB/2010 keluar pada 18 Januari
2010. Sungguh suatu mukjizat bagi Paroki Cengkareng yang
dengan tekun melambungkan doa-doa permohonannya pada
Allah Tritunggal Mahakudus lewat Bunda Maria Imakulata.
Tak berlama-lama membuang kesempatan, PPG
bergerak cepat. Pemberkatan lahan sekaligus
peletakan batu pertama dijadwalkan secepat mungkin
terlaksana. Pada 13 Maret 2010, diselenggarakan
Ibadat Syukur dan Peletakkan Batu Pertama Gereja Sta.
Maria Imakulata yang dipimpin oleh Romo Roy Djakaria,
Pr, sebagai wakil dari Keuskupan Agung Jakarta (KAJ).
Ternyata, ujian masih datang juga. Terjadi hambatan
dalam pelaksanaan proses pembangunan selanjutnya.
Romo A. Widiatmoko, OMI sebagai Romo Pendamping
PPG dan Stasi Sta. Maria Imakulata saat itu berujar: “…
saya minta seluruh umat tetap tenang dan tidak terbawa
arus emosi. Sudah ada bagian-bagian di PPG yang
menangani hal ini. Sudah dari dulu kita punya hubungan
baik dan penuh persaudaraan dengan masyarakat
sekitar. Pembangunan gereja Sta. Maria Imakulata sudah
mendapat izin resmi dari Pemerintah Negara kita, ini
berarti kita berjalan di dalam jalur hukum ketatanegaraan
yang tidak melenceng. Kita ingin pembangunan gereja
berjalan dengan damai dan tanpa friksi.”
Waktu terus berjalan. Meski
kepastian dimulainya
pembangunan fisik gereja
belum juga terlihat, PPG
terus giat berupaya
keras menggalang dana
pembangunan gereja lewat
berbagai macam program
- baik untuk tingkat internal
Paroki maupun eksternal
Paroki Cengkareng. Sadar
bahwa di satu sisi program-
program penggalangan dana
mungkin saja menjadi seperti
72
sebuah beban tersendiri untuk umat, tetapi di sisi lainnya umat
pun perlu menyadari bahwa berdirinya sebuah gereja adalah
karena kerjasama penggalangan dana dari seluruh umat juga.
Program-program penggalangan dana terus berlangsung
hingga kebutuhan dana pembangunan tercukupi, dan inilah
tugas utama Seksi Dana PPG untuk selalu memikirkan dan
menuangkan ide-ide kreatif cara pengumpulan dana menjadi
satu kegiatan yang tidak membuat jenuh.
Banyak umat yang bertanya-tanya, bahkan ada yang mulai ragu
kalau-kalau gereja dapat dibangun. Di akhir bulan November
2010, Romo A. Widiatmoko, OMI dan Seksi Liturgi PPG
mengajak peranserta seluruh umat untuk mengadakan Novena
Sta. Maria Imakulata dengan ujud khusus bagi pembangunan
gereja baru. Tuhan mendengarkan doa orang beriman – begitu
Pemazmur berujar, dan memang demikianlah adanya.
73
Di pertengahan bulan Januari 2011, mulai tampak kegiatan
di lokasi gereja baru. Beberapa orang sibuk menata rumput-
rumput. Kegiatan terus berlanjut dengan pembangunan bedeng
kontraktor bangunan dan mulai masuknya alat-alat berat
penunjang pembangunan. Semua berjalan dengan baik dan
lancar dalam suasana kondusif. Segala kegiatan ini memiliki
muara yang satu, persiapan pemancangan tiang pertama tanda
dimulainya pembangunan gereja yang memang terjadi pada 31
Januari 2011. Ibadat Pemberkatan dan Pemancangan Tiang
Pertama digelar di lokasi gereja baru dengan dihadiri sejumlah
undangan dan umat Paroki Cengkareng. Ibadat berjalan rapih
dan lancar. Tiang pertama pun berhasil dipancang dengan teknik
baru – bukan lagi dipalu melainkan ditekan masuk menghujam
bumi. Dari hari pemancangan tiang pertama pembangunan
gereja baru dapat berjalan dan terus berlanjut tanpa hambatan.
Perkembangan pembangunan pun dapat dengan mudah terlihat
mata. Harapan utama tentulah agar pembangunan gereja impian
bersama ini dapat selesai sesuai garis rencana tanpa hambatan
dan nantinya dapat pula menjadi Gereja yang membanggakan.
Inilah sebuah pekerjaan rumah besar untuk Gereja Katolik Paroki
Trinitas, Cengkareng.
Ternyata, tangan Sang Maha Kuasa sendiri yang ikut berkarya
dalam pembangunan RumahNya ini. Pembangunan dapat
berjalan dalam suasana tenang dan kondusif, jauh dari aral
rintangan dan permasalahan berat. “Topping off” atau
pemasangan atap bangunan dilaksanakan pada 10 September
2011. “Topping off” menjadi hal yang tidak pernah dilewatkan
dalam mendirikan sebuah bangunan karena hal ini berarti
pembangunan fisik akan segera mencapai garis akhir dan
lalu masuk dalam tahap “finishing” bangunan yang berupa
pengecatan ruang, pemasangan pintu dan jendela, penempatan
perlengkapan ruangan, serta pekerjaan mekanikal/elektrikal.
Setelah keluarnya Izin Penggunaan Bangunan, maka gereja
Santa Maria Imakulata siap digunakan untuk peribadatan.
Dewan Paroki dan Panitia Pembangunan Gereja tidak menyia-
nyiakan kesempatan ini. Panitia Peresmian dan Pemberkatan
Gereja pun dibentuk dengan tugas utama menyelenggarakan 2
pokok acara penting ini. Pada 08 September 2012, Gereja Santa
Maria Imakulata diresmikan oleh Gubernur DKI Jakarta saat itu,
Bapak Fauzi Bowo, dan pada 08 Desember 2012, gereja yang
sama diberkati secara meriah oleh Bapa Uskup Agung Jakarta,
Mgr. Ignatius Suharyo.
Pada akhirnya, hanya tarikan nafas lega dan rasa haru bangga
yang membahana dalam dada: Rumah Tuhan dambaan bersama
terwujud sudah.
74
1. Rancang Bangun Gedung Gereja Santa Maria
Imakulata
Bentuk bangunan Gereja Santa Maria Imakulata adalah oval
dengan celah terbuka di salah satu ujungnya. Penentuan
tampilan gedung yang demikian ini mempunyai arti tersendiri yaitu
mengambil bentuk rahim seorang wanita yang melavmbangkan
bahwa Bunda Maria telah dipilih dan ditetapkan Allah Bapa
untuk menjadi ibu dari PuteraNya sebelum ia dijadikan sehingga
saat Bunda Maria dikandung dan dilahirkan oleh ibunya, Bunda
Maria adalah suci tanpa noda.
2. Kaca Patri Sekeliling Gedung Gereja
Melangkah sedikit ke dalam gedung gereja, terlihat deretan kaca
patri di kanan dan kiri jendela-jendela besar yang menyerupai
pintu. Pada kaca-kaca patri itu tergambar perjalanan hidup
seorang Bunda Maria. Jika ingin membaca gambar-gambar
tersebut, menolehlah pertama ke arah kiri yang menyajikan 18
75
jendela yang mewakili 10 peristiwa dalam hidup Bunda Maria:
1. Maria dipersembahkan ke Bait Allah (1 jendela)
2. Maria mendapat kabar dari Malaikat Gabriel (2 jendela)
3. Maria mengunjungi Elisabeth (1 jendela)
4. Maria melahirkan Yesus (1 jendela)
5. Bersama gembala (2 jendela)
6. Tiga orang Majus (2 jendela)
7. Santo Yosef diingatkan oleh malaikat (3 jendela)
8. Maria dalam perjalanan (2 jendela)
9. Mempersembahkan Yesus ke Bait Allah (2 jendela)
10. Perjalanan ke Bait Allah (2 jendela)
Setelah selesai dengan seri pertama kisah hidup Bunda Maria,
maka menolehlah ke arah kanan untuk melanjutkan membaca
gambar-gambar seri kedua yang dituangkan ke dalam 17
jendela:
1. Yesus ditemukan di Bait Allah (2 jendela)
2. Bersama keluarga (2 jendela)
3. Maria di pesta Kanaan (1 jendela)
4. Berjumpa dengan Yesus (3 jendela)
5. Di saat Yesus wafat di salib (3 jendela)
6. Saat Yesus diturunkan dari salib (2 jendela)
7. Saat Yesus dimakamkan (2 jendela)
8. Saat Roh Kudus turun atas para rasul (2 jendela)
Sebenarnya masih ada kelanjutan dari kisah hidup Bunda
Maria, yang dipatrikan ke 4 kaca yang berada di depan pintu
keluar gereja yang mengarah ke Sakristi. Keempat kaca ini
mengandung 2 Peristiwa Mulia terakhir dalam rangkaian Rosario:
76
Bunda Maria diangkat ke surga dan Bunda Maria dimahkotai di
surga.
3. Relief Jalan Salib Gereja Santa Maria Imakulata
“Kalau untuk Tuhan, maka segalanya harus yang serba luar
biasa dan lain dari pada yang lain,” begitu yang ada di benak
seorang umat yang berpikir lain dari biasanya. Ide yang ada di
kepalanya adalah membuat relief Jalan Salib yang akan terlihat
megah dan mewah dengan bahan yang berasal dari alam. Ide
itu kemudian diwujudnyatakan dengan menggandeng seorang
pemahat berpengalaman yang masih temannya satu daerah.
Relief Jalan Salib yang ada di dalam gedung gereja terbuat dari
batu marmer asal Blora, Jawa Tengah. Setiap relief dipahat
dengan seksama sehingga memunculkan detil-detil hidup
dari setiap gambar sengsara Yesus Kristus. Bahkan untuk
perhentian ke-12: Yesus Wafat di Kayu Salib, batu marmer yang
digunakan dipilih yang berwarna abu-abu tua untuk melukiskan
“kegelapan yang menyelimuti seluruh daerah tempat Yesus
Kristus disalibkan mulai dari jam 12 sampai jam 3.” (bdk. Matius
27:45)
Dengan ukuran 50 x 70 x 20 cm, setiap relief Jalan Salib
dapat mencapai berat hingga 200 kilogram. Maka pada saat
pemasangan relief-relief ini pada tempatnya yang sekarang di
dalam gereja, dibutuhkan hingga 7 orang untuk mengangkat
dan menahan relief supaya dapat tepat terpampang di tempat
yang telah disediakan.
77
4. Patung Pieta di Ruang Devosi Gereja Santa Maria
Imakulata
Dalam ruang devosi yang dapat menampung nyaman 30 orang
ini terdapat replika patung Pieta karya maha agung aliran
Renaissance dari pemahat terkenal dunia Michelangelo yang
menciptakannya pada tahun 1499. Patung terbuat dari fiber
berukuran tinggi 1,7 meter mampu membawa yang menatapnya
untuk merenung dan berefleksi. BundaMaria yang memangku
jasad Anaknya yang baru saja diturunkan dari salib. Bunda
Maria menatap Puteranya dengan dukacita mendalam namun
tetap pasrah pada kehendak Bapa di surga. Patung Pieta selalu
mengingatkan kita pada salah satu gelar Bunda Maria: Bunda
Dukacita.
Gelar “Bunda Dukacita” diberikan kepada Bunda Maria dengan
menitikberatkan pada sengsara dan dukacitanya yang luar
biasa selama sengsara dan wafat Kristus. Menurut tradisi,
sengsara Bunda Maria ini tidak terbatas hanya pada peristiwa-
peristiwa sengsara dan wafat Kristus; melainkan meliputi “tujuh
dukacita” Maria, seperti yang dinubuatkan Nabi Simeon yang
memaklumkannya kepada Maria, “Sesungguhnya Anak ini
ditentukan untuk menjatuhkan atau membangkitkan banyak
orang di Israel dan untuk menjadi suatu tanda yang menimbulkan
perbantahan - dan suatu pedang akan menembus jiwamu
sendiri -, supaya menjadi nyata pikiran hati banyak orang.”
(Lukas 2:34-35). Tujuh Dukacita Bunda Maria meliputi Nubuat
Simeon, Pengungsian Keluarga Kudus ke Mesir; Kanak-kanak
Yesus Hilang dan Diketemukan di Bait Allah; Bunda Maria
Berjumpa dengan Yesus dalam Perjalanan-Nya ke Kalvari;
Bunda Maria berdiri di kaki Salib ketika Yesus Disalibkan; Bunda
Maria Memangku Jenasah Yesus setelah Ia Diturunkan dari
Salib; dan kemudian Yesus Dimakamkan. Secara keseluruhan,
nubuat Simeon bahwa sebilah pedang akan menembus hati
Bunda Maria digenapi dalam peristiwa-peristiwa tersebut.
Oleh sebab itu, Bunda Maria terkadang dilukiskan dengan
hatinya terbuka dengan tujuh pedang menembusinya. Dan
yang terpenting ialah bahwa setiap dukacita diterima Bunda
Maria dengan gagah berani, dengan penuh kasih, dan dengan
penuh kepercayaan, seperti digemakan dalam Fiat-nya, “Jadilah
78
padaku menurut perkataan Tuhan,” yang
diucapkannya pertama kali dalam peristiwa
Kabar Sukacita.
...
St. Bernardus (wafat tahun 1153)
menulis, “Sungguh, ya Bunda Maria,
sebilah pedang telah menembus
hatimu…. Ia wafat secara jasmani
oleh karena kasih yang jauh lebih
besar daripada yang dapat dipahami
manusia. Bunda-Nya wafat secara
rohani oleh karena kasih seperti
yang tak dapat dibandingkan selain
dengan kasih-Nya.” (De duodecim
praerogatativs BVM).
Dengan menekankan belas kasihan Bunda Maria, Bapa
Suci kita, Paus Yohanes Paulus II, mengingatkan umat
beriman, “Bunda Maria yang Tersuci senantiasa menjadi
penghibur yang penuh kasih bagi mereka yang mengalami
berbagai penderitaan, baik fisik maupun moral, yang
menyengsarakan serta menyiksa umat manusia. Ia
memahami segala sengsara dan derita kita, sebab ia
sendiri juga menderita, dari Betlehem hingga Kalvari. 'Dan
jiwa mereka pula akan ditembusi sebilah pedang.' Bunda
Maria adalah Bunda Rohani kita, dan seorang ibunda
senantiasa memahami anak-anaknya serta menghibur
dalam penderitaan mereka. Dengan demikian, Bunda
Maria mengemban suatu misi istimewa untuk mencintai
kita, misi yang diterimanya dari Yesus yang tergantung
di Salib, untuk mencintai kita selalu dan senantiasa, dan
untuk menyelamatkan kita! Lebih dari segalanya, Bunda
Maria menghibur kita dengan menunjuk pada Dia Yang
Tersalib dan Firdaus!” (1980).
Dikutip dari sumber di bawah ini dengan penambahan paragraph awal.
“Straight Answers: Mother of Sorrows” by Fr. William P. Saunders;
Arlington Catholic Herald, Inc; Copyright ©2003 Arlington Catholic
Herald. All rights reserved; www.catholicherald.com
Diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin The
Arlington Catholic Herald.
79
5. Patung Santa Maria Imakulata – Kesucian
Mengalahkan yang Jahat
Tampilan patung Santa Maria Imakulata besar dari bahan fiber
dengan tinggi 2,7 meter yang diletakkan di depan areal masuk
gedung gereja memang menjadi daya tarik tersendiri. Bunda
Maria terlihat berpakaian kuning keemasan, bermahkotakan
12 bintang. Wajahnya menengadah sekaligus menatap jauh
ke depan, dengan tangan kanan yang ditaruh di dadanya, dan
tangan kiri yang terulur seperti ingin memberikan sesuatu.
Bunda Maria berdiri di atas bumi, menginjak bulan dengan salah
satu kakinya dan dengan kaki lainnya menginjak ular besar yang
sedang menggigit buah.
“Maka tampaklah suatu tanda besar di langit. Seorang
perempuan berselubungkan matahari, dengan bulan di bawah
kakinya dan sebuah mahkota dari dua belas bintang di atas
kepalanya. ” (Wahyu 12:1)
Kutipan Kitab Wahyu di atas dan ayat-ayat selanjutnya dapat
menjadi penggambaran jelas Santa Maria Imakulata sebagai
seorang perempuan yang terberkati sejak dari dalam kandungan
ibunya, yang sudah dipersiapkan Allah sejak sebelum dilahirkan
untuk menjadi ibu bagi Putera TunggalNya yang diutus ke dalam
dunia mengambil rupa manusia demi penebusan bangsa-
bangsa.
Perempuan yang berselubungkan matahari, membuat dirinya
tersiram cahaya matahari yang terang benderang, apalagi
dengan bermahkotakan 12 bintang yang juga memancarkan
sinar. Maka Bunda Maria tampak berkilauan dalam sinar
matahari dan bintang, membawanya menjadi terlihat berwarna
kuning keemasan. Bunda Maria menginjak ular besar yang
sedang menggigit buah. Tentu ini mengacu pada Kitab Kejadian
saat manusia pertama jatuh ke dalam dosa (Kejadian Bab 3).
Dalam Kitab Wahyu Bab 12, iblis/kekuatan yang jahat yang
selalu ingin menghancurkan kesucian digambarkan dengan
“naga merah padam yang besar…”
Ada kisah lain di balik pemilihan tampilan patung Bunda Maria
80
Imakulata ini. Patung berjenis sama terdapat di Kapel Rumah
Jenderal Pemimpin Tarekat Oblat Maria Imakulata (OMI) di
Roma, Italia. Bagi para Oblat, patung ini memiliki nilai historis
perjalanan Tarekat mereka, bahkan memiliki karisma dan daya
kekuatan penyertaan Bunda Maria Imakulata bagi Tarekat
OMI. Patung di Kapel Rumah Jenderal OMI di Roma ini dikenal
dengan sebutan “Oblate Madonna”.
Pada 15 Agustus 1822, St. Eugenius de Mazenod, Bapa Pendiri
Tarekat OMI, memberkati patung Santa Maria
Imakulata di gereja Aix-en-Provence, Perancis.
St. Eugenius begitu mengagumi tampilan
patung itu dan menulis dalam catatannya:
“Kepalanya dimahkotai dengan 12 bintang,
terarah ke surga dalam sikap berdoa. Bunda
mengenakan kerudung emas, sama dengan
warna emas baju dan jubahnya. Bunda
menggambarkan Konsep Maria Imakulata
yang jelas: satu kaki di atas bulan sabit, yang
lainnya menghancurkan ular. Tangan kanannya
ada pada hatinya, sedang yang satunya lagi
terulur untuk menebarkan berkat bagi anak-
anak yang berdoa padanya.”
Tradisi di kalangan para Oblat juga
menyebutkan bahwa saat St. Eugenius
memberkati patung Maria Imakulata itu sedang
dalam keadaan cemas akan kelangsungan
hidup Tarekat OMI yang didirikannya. Begitu
banyak yang bergabung, tetapi begitu banyak
juga yang pergi meninggalkan Tarekat itu.
Pada saat St. Eugenius memberkati patung
itu, ia melihat Bunda Maria Imakulata yang
tersenyum padanya. Bunda membuka
matanya dan mengangguk pada St. Eugenius.
Penglihatan ini menjadi sebuah kekuatan besar
bagi St. Eugenius untuk yakin dan percaya
bahwa segala yang telah dikerjakannya bagi
Tarekatnya adalah berasal dari Tuhan dan
direstui sepenuhnya oleh Tuhan. Tradisi ini
81
begitu kuat hidup dalam Tarekat OMI yang memang menjadikan
Santa Maria Imakulata sebagai Pelindung Tarekat bahkan nama
diri Tarekat itu sendiri.
Di bawah patung Bunda Maria Imakulata yang ada di Gereja
Sta. Maria Imakulata, terdapat tulisan kata-kata Fiat Bunda
Maria, “Non mea, sed voluntas Tua” – “Sesungguhnya aku ini
adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu.”
(Lukas 1:38) Ucapan Bunda Maria ini menjadi puncak imannya
sekaligus sebagai titik awal dimulainya peziarahan imannya.
Lewat kata-kata itu Bunda Maria mempersembahkan seluruh
dirinya kepada Allah tanpa syarat, penuh kebebasan dalam
ketaatan dan kesetiaan.
Saat tiba di Gereja Santa Maria Imakulata, kita disambut oleh
Bunda Maria Imakulata dengan kata-kata Fiatnya. Semoga kita
semua mampu meneladan Bunda Maria yang selalu taat dan
setia kepada segala rencana Tuhan bagi dirinya. Setia dan taat
pada jalan panggilan hidup kita masing-masing senantiasa.
(disusun dengan bantuan situs omiworld.org, dan berbagai
sumber lainnya)
6. Salib Benediktus di Altar Gereja Sta. Maria
Imakulata
Saat kita masuk ke Gereja Santa Maria Imakulata, maka yang
paling pertama akan menarik perhatian mata kita adalah Salib
Benediktus yang tergantung di Altar. Salib berukuran cukup
besar serasa mendominasi Altar dan memancarkan karisma
tersendiri. Mengapa Salib Benediktus?
Salib di Altar Gereja Trinitas menyimpan kenangan indah
kunjungan Bapa Paus Yohanes Paulus II ke Indonesia di tahun
1989. Salib yang mengambil bentuk dari tongkat kegembalaan
Bapa Paus Yohanes Paulus II itu diberkati langsung oleh Bapa
Paus sendiri saat memimpin Misa Kudus pada 09 Oktober 1989.
Mengingat kenangan akan Salib Trinitas itulah maka para Romo
Paroki bersepakat dengan Dewan Paroki dan PPG Sta. Maria
Imakulata untuk menetapkan Salib Benediktus sebagai salib di
Panti Imam Gereja Sta. Maria Imakulata. Selain sesuai dengan
nama gembala yang dipilih oleh Bapa Paus yang sekarang,
82
Paus Benediktus XVI, salib ini juga
memiliki latar belakang sejarah yang
mengagumkan.
Salib Benediktus adalah Salib
dengan Kristus yang tergantung
padanya (Corpus Christi) yang
memiliki latarbelakang Medali St.
Benediktus, seorang Rahib yang lahir
di Italia pada tahun 480 dan wafat
di tahun 547. Selama hidupnya,
St. Benediktus dikenal banyak
melakukan mukjizat, memiliki devosi
yang kuat pada Salib Kristus, dan
melakukan banyak mukjizat lewat
Tanda Salib yang dibuatnya.
St. Benediktus yang tak kenal lelah
mewartakan Sabda Kristus memiliki
banyak pengikut. Pada waktu
yang sama, iblis selalu mencoba
menggodanya lewat orang-orang di
sekitarnya. Sekelompok orang yang
tak menyukai pewartaannya mencoba membunuhnya lewat
racun yang ditaruh dalam anggur yang akan diminumnya. Saat
St. Benediktus memberkati makanan yang hendak disantapnya
itu dengan Tanda Salib, tiba-tiba gelas anggur beracun itu
pecah berantakan. Banyak mukjizat yang dilakukannya selama
hidupnya tak lepas dari imannya yang kuat akan Salib Kristus.
Bagian depan dari Medali St. Benediktus adalah gambar diri dari
Santo tersebut yang sedang memegang Salib Kristus di tangan
kanannya dan Buku Aturan Hidup di tangan kirinya. Disebelah
kanannya tampak gambar gelas dengan anggur beracun yang
pecah saat ia memberkatinya dengan Tanda Salib. Di bagian
kirinya tergambar sebongkah roti beracun yang dibawa pergi
oleh seekor burung gagak – suatu tanda kelepasan Santo
Benediktus atas percobaan pembunuhannya lewat racun yang
ditaruh di dalam roti.
83
Gambar Santo Benediktus dilingkari dengan tulisan dalam
Bahasa Latin: “Eius in obitu nostroprasentia muniamur!” atau
dalam Bahasa Indonesia berarti “Semoga kita dikuatkan dengan
kehadiranNya di saat kematian kita.” Di bawah kaki Santo
Benediktus ada tertulis dalam Bahasa Latin: “ex SM Casino
MDCCCLXXX” yang berarti “Dari Monte Cassino yang kudus,
1880”. Medali Santo Benediktus memang pertama kali dibuat
di tahun 1880 untuk memperingati ulang tahun St. Benediktus
yang ke-1.400.
Tampak depan medali St. Benediktus ini tidak terlihat di bagian
muka dari Salib, karena memang biasanya tampak depan
medali diletakkan di belakang Salib. Yang terpampang di bagian
muka dari Salib justru adalah tampak belakang dari medali St.
Benediktus yang sebenarnya merupakan rumusan doa kuat
kuasa terhadap serangan dan godaan si jahat.
Huruf “C.S.P.B” yang ada di pinggir kanan dan kiri salib adalah
Bahasa Latin dari “Crux S. Patris Benedicti” – “Salib dari Bapa
Suci kita, Benediktus”.
Huruf “C.S.S.M.L” yang tertulis di batang vertikal salib adalah
Bahasa Latin dari “Crux Sacra Sit Mihi Lux” – “Salib Suci jadilah
penerangku”
Huruf “N.D.S.M.D” pada batang salib horisontal adalah Bahasa
Latin dari “Non Draco Sit Mihi Dux” – “Pemimpinku bukanlah si
jahat”.
Lalu kita membaca huruf-huruf selanjutnya yang mengitari salib
yang kesemuanya berasal dari Bahasa Latin:
Di atas salib tertulis “PAX” – “Damai”.
Mulailah membaca seturut perputaran arah jarum jam, yaitu dari
kanan ke kiri:
“V.R.S.” – “Vade Retro Satana” – “Mundurlah, hai iblis”.
“N.S.M.V.” – “Numquam Suade Mibi Vana” - “Jangan biarkan
aku tergoda dengan kesombonganmu (iblis)”.
“S.M.Q.L.” – “Sunt Mala Quae Libas” – “Kejahatan adalah
minumanmu (iblis)” (yang engkau tawarkan padaku adalah
jahat.)
“I.V.B.” - Ipse Venena Bibas” – “Minumlah sendiri racun itu.”
Salib St. Benediktus biasanya dibawa dalam saku atau dikenakan
di leher. Ada juga kebiasaan sementara orang beriman untuk
84
meletakkan Salib St. Benediktus pada saat mereka hendak
membangun pondasi rumah atau gedung, menaruh Salib ini di
dalam mobil untuk menjadi berkat Tuhan dan perlindungan dari
St. Benediktus sendiri. Dengan mengenakan Salib Benediktus,
seseorang telah berdoa dalam hening untuk kedamaian dan
penolakan terhadap godaan si jahat.
St. Benediktus memiliki kecintaan besar terhadap Salib yang
dikatakan Beliau sebagai simbol imannya akan Tuhan Yesus dan
Roh Kudus, devosinya terhadap kekristenan, dan panggilannya
yang menyala-nyala untuk membawa terang dan Roh Tuhan
kepada semua orang yang ditemuinya. Baginya, Salib Yesus
adalah symbol dari jalan hidup Yesus Kristus saat Ia berjalan
bersama kita dalam rupa manusia di dunia ini, kematian ego diri
dan kelahiran kembali/kebangkitan dari Roh Tuhan.
St. Benediktus menggunakan Salib untuk mengusir si jahat
dan melepaskan orang yang kerasukan. Salib St. Benediktus
menjadi pengingat terus-menerus bagi umat Kristiani untuk
menolak godaan si jahat, berjuang untuk terus menjadi suci,
terus berbelas kasih dan berkeadilan terhadap sesama. Salib
St. Benediktus menjadi pengingat kita akan panggilan Yesus
Kristus untuk memanggul salib dan mengikuti Dia dalam jalan
cinta, belas kasih, dan persatuan. (disusun dengan bantuan
berbagai sumber situs St. Benediktus)
85
7. Gua Maria dan Prosesi Jalan Salib
Ada keunikan dari tampilan Gua Maria di Gereja Santa Maria
Imakulata. Dengan dilatarbelakangi untuk mendapatkan disain
Gua Maria yang terbaik yang sesuai dengan inspirasi umat Paroki
Trinitas, Cengkareng dan agar umat juga mendapat kesempatan
untuk sumbangsih ide dan kreasinya atas Gua Maria di gereja
baru, maka Kolegial Perencanaan dan Pembangunan, PPG Sta.
Maria Imakulata (PPG SMI) mengadakan Lomba Disain Gua
Maria Gereja Santa Maria Imakulata.
Setelah melalui beberapa tahapan lomba, terjaring 11 peserta
yang memasukkan karya/ disainnya. Lewat penjurian yang
ketat oleh Dewan Juri, maka ditetapkan Pemenang I adalah Sdr.
Stefanus Lauw, Pemenang II adalah Bpk. Gregorius Gun Ho
dan Bpk. Timotius Eko Sethiono (Wilayah 28), dan Pemenang III
adalah Sdri. Michelle Nawang. Melihat keistimewaan tersendiri
dari 2 disain pemenang, maka Dewan Juri sepakat untuk
menggabungkan 2 disain tersebut untuk diwujudnyatakan
di lokasi, yaitu disain Gua Maria dari Pemenang I dan disain
tata ruang luar dan prosesi Jalan Salib dari Pemenang II. Para
pemenang ini juga diajak terlibat dalam masa pra-konstruksi dan
konstruksi dengan membantu mempersiapkan gambar-gambar
kerja dan supervisi di lapangan.
86
Apa yang menarik dari disain Gua Maria ini?
“Gua Maria merupakan pengejawantahan
detil yang ada di Rosario. 3 anak tangga
mencerminkan 3 butir pertama dari
rangkaian Rosario yang dipersembahkan
untuk Bunda Maria: Salam Puteri Allah
Bapa, Salam Bunda Allah Putera, Salam
Mempelai Allah Roh Kudus. 4 pilar
menggambarkan 4 Peristiwa: Peristiwa
Gembira, Peristiwa Sedih, Peristiwa Mulia,
Peristiwa Terang. Model atap dan dinding
Gua saya sesuaikan dengan model yang
dipakai pada bangunan gereja,” jelas Sdr.
Stefanus.
Taman Prosesi Jalan Salib yang diambil
dari disain Bpk. Gregorius Gun Ho dan
Bpk. Timotius Eko Sethiono mengambil
konsep go green. Prosesi Jalan Salib
dibuat berbentuk salib dengan kepala salib
menjadi tempat keberadaan Gua Maria. 14
Perhentian Jalan Salib dibuat berkeliling dengan Perhentian ke-
12 – Yesus Wafat di Kayu Salib - dibuat berupa sebuah salib
besar yang letaknya bertepatan dengan sudut lekukan lahan
gereja. “Kami mencoba menerapkan konsep ramah lingkungan
– go green – dengan prosesi Jalan Salib yang berada di tengah-
tengah nuansa taman dengan pohon-pohon yang asri, hijau
dan rindang sehingga berkesan teduh dan damai,” terang Pak
Gun Ho yang mengatakan bahwa prosesi Jalan Salib di taman
ini nantinya dapat dilakukan oleh sekelompok kecil orang
saja, “Antara 5-6 orang, tetapi akan kami usahakan untuk bisa
dilakukan hingga maksimal 10 orang.”
(Sumber: Buku Kenangan Pemberkatan Gereja Santa Maria Imakulata –
dengan penyelarasan seperlunya.)
87
Pada tahun 1985-1990, Romo Peter Kurniawan Subagyo, OMI
mendapat tugas untuk berkarya di Paroki Trinitas, Cengkareng.
Pada masa karya pelayanannya itulah gedung gereja idaman umat
Cengkareng berhasil diwujudkan. “Saya pribadi bersyukur atas
pengalaman 5 tahun di Paroki Trinitas, Cengkareng. Waktu itu saya
masih sangat hijau – maksudnya saya tidak tahu banyak. Saya
baru 2 tahun tiba di Indonesia dan menetap di Yogyakarta. Bahasa
Indonesia saya masih jelek sekali, usia saya juga masih muda,
pengetahuan budaya Indonesia saya juga kurang. Ini adalah tugas
saya yang pertama sebagai Pastor Kepala Paroki.
“ Saat itu keadaan Paroki masih memprihatinkan, fasilitas, bangunan,
dan lain-lainnya kurang atau belum ada. Saya masih ingat jelas
perjuangan Pengurus Gereja dan umat Trinitas. Semangat dan
persatuan kuat saya rasakan, juga keberanian dari Pengurus Gereja
dan umat untuk dengan gigih mengusahakan yang terbaik supaya
akhirnya bangunan fisik gereja terwujud. Ingatan yang membuat
saya tersenyum adalah beberapa kegiatan yang diadakan dalam
rangka pencarian dana pembangunan gereja. Saya juga punya
kenangan khusus saat itu dengan kegiatan kaum muda – Felix
Wiratmo dan kawan-kawan - dan merasa mendapat dukungan
sekali dari seluruh umat, khususnya Pak Alex Nahan, Pak Yanto
Wijaya, Pak R.Y. Prabowo, Pak Agus Supaat – dan juga banyak
yang lain yang tak mungkin saya sebutkan satu per satu, termasuk
juga persaudaraan kaum muda. Dari Panitia Bagian Teknis: Bapak
dan Ibu Basuki, Arsitek, Pak Indradi Kusuma dan kawan-kawannya.
Juga Dewan Paroki waktu itu: Pak Bob Danaatmadja yang selalu
dipakai untuk mewakili Gereja karena saya belum boleh tanda
tangan sebab saya belum menjadi Warga Negara Indonesia.
“Pada 1-2 tahun pertama saya di Cengkareng, belum ada titik terang
untuk memulai pembangunan gereja. Tetapi semangat selalu pada
diri setiap umat, semua tidak kenal lelah untuk menapak selangkah
demi selangkah ke arah dimulainya pembangunan gereja. Bapa
Uskup Agung waktu itu, Alm. Mgr. Leo Soekoto, SJ, memberikan
banyak dukungan kepada kami. Saya masih ingat perasaan
bersyukur yang mendalam dan bangga luar biasa, saat tiang baja
baru saja dipancangkan di bulan Mei 1989 sebagai tanda dimulainya
pembangunan gedung gereja Trinitas. Terima kasih kepada kawan
sekerja, Alm. Romo Jim Kalchthaler, MM. Beliau sungguh sangat
banyak membantu saya dalam pembangunan gereja Trinitas.
SANTA MARIA IMAKULATA
88
Kalau saya hanya sendirian, tentu sangat berat. Kami banyak
menghabiskan waktu bersama membahas gambar-gambar rencana
bangunan Trinitas. Beliau banyak memberi masukan, karena Beliau
juga sering ikut rapat Panitia Pembangunan Gereja (PPG).
“Peresmian dan Pemberkatan Gedung Gereja Trinitas berlangsung
lancar. Saya seperti bermimpi. Panitia yang mengatur semuanya,
saya hanya tinggal ikuti saja. Rasa hati ini senang sekali,
apalagi pembangunan yang menelan biaya sekitar Rp 600 juta
itu berlangsung tanpa meninggalkan hutang. Semuanya bisa
terkumpul berkat dana yang sudah sekian tahun sebelumnya
diminta oleh Romo Patrick Moroney, OMI kepada KAJ yang juga
mencari dari pihak luar. Dana itu sangat membantu kelancaran
pembangunan. Juga ada beberapa mata acara penggalangan
dana, yang sangat kreatif dan berani, seperti Operet “Aku Cinta
Rumah Idaman” dan “Cinderella dan Sepatu Kaca”, lalu sumbangan
wajib umat per bulannya, sumbangan dari donatur berupa uang
maupun material bangunan seperti semen, ubin, kaca, kayu, cat,
peralatan listrik, marmer, pintu, dan lainnya, juga barang-barang
pengisi gereja seperti salib, bangku, lampu, dan lainnya. Tapi yang
juga paling mengesankan adalah Salib Trinitas yang ada di Panti
Imam diberkati oleh Bapa Paus yang sekarang sudah menjadi
Orang Kudus Gereja.”
Setelah menyelesaikan karya perutusannya di Cengkareng, Romo
Peter kemudian berpindah karya ke Yogyakarta, masuk dalam Tim
Formasi sebagai Rektor Seminari Tinggi OMI “Wisma de Mazenod”
(1990-1996). Pada tahun 1996, Romo Peter kembali diutus berkarya
di Jakarta, di Paroki Kalvari, Pondok Gede, sebagai Pastor Kepala
Paroki hingga tahun 2007. Siapa sangka, pada tahun 2007, Romo
Peter kembali diutus berkarya sebagai Pastor Kepala Paroki Trinitas,
Cengkareng. Pada waktu itu, Trinitas juga sedang mengusahakan
membangun gereja di Citra Garden 3, sebagai inisiatif pemekaran
dirinya.
“Pembangunan gereja Santa Maria Imakulata – saya sebut “SMI”
supaya lebih singkat – membutuhkan waktu 14 tahun. Bukan waktu
singkat, sudah ada terjadi pergantian Dewan Paroki beberapa kali,
termasuk juga Pastor Kepala Parokinya, bahkan juga pergantian
Bapa Uskup dan Bapa Suci. Saya melihatnya sebagai sebuah
ujian iman untuk kita semua. Iman bahwa Allah Bapa senantiasa
mendampingi umatNya dalam situasi sesulit apa pun, khususnya
bagi mereka yang membangun Rumah Tuhan bagiNya. Secara
khusus, saya merasakan tangan Tuhan bekerja lewat kehadiran
saudara-saudari kita yang tergabung dalam PPG Santa Maria
Imakulata.
“Persiapan dan perjuangan panjang teman-teman di PPG SMI,
termasuk keputusan untuk merevitalisasi PPG menandakan
keseriusan Dewan Paroki dalam menanggapi mimpi Gereja
untuk memiliki sarana ibadah yang memadai dan juga dimulainya
persiapan untuk pemekaran menjadi paroki baru nantinya.
Formasi tim PPG SMI yang baru dengan 3 Ketua Kolegial: Pak
5 WINDU MISI OMI DI KAJ MEMBUAHKAN PAROKI BARU KE-65
89
Erwin Intan untuk Kolegial Perencanaan dan Pembangunan, Pak
Julius Husen untuk Kolegial Dana, Komsos, dan Logistik, dan Pak
Albertus Suriata untuk Kolegial Liturgi dan Perizinan, menyusun
metode kerja yang terencana dan jelas. Kami bersyukur ada Pak
Suriata yang memiliki relasi luas dengan banyak pihak, sehingga
memperlancar proses perizinan mendirikan gereja yang waktu
memakai sistim “SK 2 Menteri”. Perjuangan yang dengan gigih
dan ulet seperti saat membangun Trinitas harus dilakukan. Kami
berjalan langkah demi langkah. Kalau dulu saya banyak dibantu
Romo Jim, saat pembagunan SMI, saya sangat dibantu Romo
Antonius Widiatmoko, OMI. Saya minta Romo Widi yang menjadi
Romo Pendamping PPG SMI, jadi Beliau yang banyak ikuti rapat-
rapat, tentu hasilnya dilaporkan ke saya sebagai Kepala Paroki.
Saya tidak terlalu terlibat langsung dalam pembagunan gereja
SMI, apalagi PPG SMI juga setia mengawal proses pembangunan
dari dimulai hingga selesai. Saya juga bersyukur karena Dewan
Pendamping PPG SMI, Pak Lekso Wibowo, mampu berperan baik
sehingga dapat menjadi jembatan penghubung antara Dewan dan
PPG. Hal ini jarang terjadi, biasanya, Dewan dan PPG memiliki
program yang berbeda. Tetapi saat membangun SMI, Dewan dan
PPG SMI bisa berjalan beriringan tanpa menimbulkan masalah
berarti.”
Gedung gereja Sta. Maria Imakulata selesai dibangun pada
petengahan tahun 2012. Peresmian dilaksanakan pada 08
September 2012 oleh Bapak Fauzi Bowo, Gubernur DKI Jakarta
kala itu. Pemberkatan gereja berlangsung pada 08 Desember
2012 dengan sederhana namun meriah. Apakah sudah selesai
semuanya? Ternyata, dari jauh-jauh
hari, Romo Peter mempunyai impian:
peremajaan gedung Trinitas!
“Saya masih ingat, saat memulai proyek
pembangunan gedung SMI, saya katakan
untuk tidak melupakan Trinitas. Mengapa?
Karena Trinitas adalah induk. Istilah saya
adalah “Ibu” yang “melahirkan anak – SMI”
- tak boleh ada anak yang melupakan
ibunya. Saya juga masih ingat, pada tahun
1992 sudah ada rencana – bahkan sudah
keluar izin membangun – untuk renovasi
pasturan. Jadi, sebenarnya sudah ada
rencana peremajaan Trinitas dari dahulu.
Tapi karena situasi ekonomi yang tak
bagus, krisis di tahun 1998, maka rencana
tersebut diurungkan. Malahan dana yang
tersedia kemudian dibelikan tanah yang
sekarang menjadi lahan bangunan SMI.
Pasturan akhirnya direnovasi seperlunya
saja.
“Tentu kita semua tidak boleh lupa dengan
Trinitas. Karena umat Trinitas bahu-
SANTA MARIA IMAKULATA
90
membahu menggalang dana dan memberikan dukungan penuh
untuk pembangunan SMI, maka menjadi momen yang tepat untuk
kita semua – khususnya umat Paroki baru, Santa Maria Imakulata,
Kalideres, untuk terlibat aktif memberi dukungan penuh untuk
peremajaan Trinitas.”
Seorang Misionaris Oblat Maria Imakulata memang tidak melekat
pada tempat dan karya pelayanannya. Setiap saat, selalu siap
sedia untuk ditugaskan berkarya di tempat lainnya. Sebagai
seorang misionaris Oblat, Romo Peter memahami hal ini. Masa
karya Beliau di Paroki Trinitas dinyatakan selesai oleh Bapa Uskup
Agung Jakarta per 01 Juni 2015, dan kemudian Beliau mendapat
SK dari Bapa Uskup Agung Jakarta untuk melanjutkan berkarya
di Paroki Sta. Maria Imakulata, Kalideres. Ternyata, Provinsial
OMI Indonesia akan memberikan perutusan baru kepada Romo
Peter. Per Oktober 2015, Romo Peter akan berkarya di Paroki St.
Stephanus, Cilacap, Jawa Tengah.
“Terima kasih atas kebersamaan selama 13 tahun – masa 2 x
saya berkarya di Trinitas. Saya bersyukur mendapat kesempatan
berperan serta dalam mimpi umat untuk memiliki tempat ibadah.
Lebih bangga dan sukacita lagi bahwa saya diperkenankan terlibat
bersama umat untuk mewujudkan mimpi tersebut.
“Kita semua membutuhkan tempat beribadah, tapi kita juga harus
ingat bahwa kita sebagai Gereja harus menjadi garam. Jangan kita
sudah puas dengan memiliki bangunan gereja saja dan menjadi lupa
akan tugas kita untuk terlibat di dalam masyarakat. Keterlibatan
bermasyarakat itu banyak macamnya. Bisa lewat kepedulian
lingkungan hidup, aktif dalam kepengurusan RT/RW – bukan untuk
kristenisasi, tapi sebagai wujud pelayanan kita sebagai gembala
baik kepada semua orang.
“Juga perlu kita pikirkan bersama masalah ramah lingkungan
buat gereja sehingga bisa memangkas biaya pemeliharaan dan
perawatan gedung. Kita tidak ingin melihat Trinitas dan SMI di
tahun 2050 yang ditinggalkan umat, bukan karena jumlah umatnya
berkurang, tetapi karena bangunan yang tidak terpelihara. Perlu
dipikirkan cara baru, mekanisme dan terobosan teknologi baru
yang ramah lingkungan sehingga bangunan bisa terus bertahan
untuk waktu yang panjang.
“Sekali lagi, terima kasih yang tulus kepada seluruh umat juga para
Suster dari Kongregasi Amalkasih Darah Mulia (ADM) dan Jesus
Maria Joseph (JMJ) atas 2 x karya saya di Paroki Trinitas yang
termasuk di dalamnya Paroki Sta. Maria Imakulata dan Stasi St.
Vincentius Pallotti. Terima kasih atas persaudaraan dari umat yang
membantu saya tumbuh dalam iman, harapan dan kasih. Sekaligus
saya pamit dari Cengkareng dan Kalideres, siapa tahu saya bisa
ditugaskan kembali ke jakarta suatu saat nanti.”
(Disusun dari wawancara dengan Romo Peter K. Subagyo, OMI)
5 WINDU MISI OMI DI KAJ MEMBUAHKAN PAROKI BARU KE-65
92
Pada 07 September 1994, Pastor Kepala Paroki Cililitan, Romo
V. Suryatma Suryawiyata SJ (Romo Suryo) menghadap Bapa
Uskup Agung Jakarta kala itu, Mgr. Leo Soekoto, SJ, untuk
mengusulkan pengangkatan seorang Pastor bagi calon Paroki
Kalvari. Bapa Uskup menyarankan kepada Romo Suryo untuk
menghubungi Provinsial Jesuit.
Pada 14 September 1994 Romo Suryo yang meminta konfirmasi
kepada Romo Superior Jesuit Jakarta mendapat ketegasan
bahwa Jesuit belum berencana untuk menerima paroki baru.
Kongregasi lain yang dihubungi ialah Oblat Maria Imakulata
(OMI) yang mempunyai rumah komunitas dan berkarya di Paroki
Cengkareng. Salah seorang Imamnya, Pastor Petrus John
McLaughlin, OMI berkarya di Keuskupan Agung Jakarta untuk
mendampingi Kelompok Kategorial Artis dan Wartawan. Atas
persetujuan Keuskupan Agung Jakarta dan izin dari Provinsial
OMI waktu itu, Romo Mario Bertoli, OMI, Romo Petrus
ditempatkan dan menjadi Pastor Kepala calon Paroki Kalvari.
Setelah menjadi Pastor Kepala, Romo Petrus mulai mempelajari
dari dekat kondisi wilayah dan umat Kalvari, mengikuti rapat-
rapat dan memberi berbagai gagasan tentang visi Paroki. Pada
bulan Maret 1995, Romo Petrus mulai menempati "pastoran"
yang berupa sebuah rumah luas milik keluarga F.X. Sugiharto
Gunawan yang juga pemilik paviliun yang selama ini dipakai
sebagai pastoran dan kegiatan Dewan. Pastoran baru itu terletak
di Jln. Wijaya II No. 1, dipinjamkan oleh Bapak Sugiharto kepada
Paroki untuk waktu yang tak terbatas.
Sebagai salah satu langkah persiapan penting menjelang
berdirinya Paroki, dipersiapkan sumber daya awam yang akan
menangani reksa pastoral. Pada 11-12 Maret 1995, bersama
93
Dewan Paroki Cililitan, para Pengurus Gereja Kalvari dan
anggota Dewan Pleno mengadakan lokakarya di Wisma LPPS
KWI Pondok Labu. Lokakarya itu menghasilkan Program Kerja
Dewan Paroki Kalvari untuk periode 1995 1996.
Dalam bulan Maret hingga Juni 1995, terjadi beberapa kali
Rapat Tingkat Dekenat maupun konsultasi dengan Keuskupan
Agung Jakarta atas prospek calon Paroki Kalvari dan penegasan
wilayah pelayanan calon Paroki baru tersebut. Pada 25 Maret
1995, Romo Suryo mengirim surat kepada Bapa Uskup dengan
menguraikan secara panjang lebar semua hal yang menyangkut
perkembangan umat, kondisi sosial ekonomi umat, prospek
perkembangan wilayah paroki, program kerja Dewan Paroki,
peranannya bagi masyarakat sekitar, prospek perizinan gedung
gereja, Calon Kongregasi Imam Oblat Maria Imakulata yang
akan melayani Paroki, dan garis perbatasannya dengan Paroki
94
tetangga. Laporan itu juga memuat susunan PGDP Kalvari.
Dalam surat yang tembusannya dikirim juga ke Romo Deken
Bekasi, Romo Suryo sekaligus mengajukan permohonan resmi
kepada Bapa Uskup untuk segera merestui berdirinya Paroki
Kalvari.
Pada 15 Mei 1995, dalam pertemuan bulanan para Pastor se-
KAJ, Bapa Uskup mengumumkan bahwa akan berdiri 3 Paroki
baru di tahun 1995 yaitu Paroki Pulo Gebang, Paroki Taman
Galaxi dan Paroki Kalvari.
Harapan dan kerinduan umat Kalvari untuk membangun Paroki
sendiri akhirnya terkabulkan. Pada Pesta Darah Tuhan Yesus
Yang Maha Suci, Sabtu, 01 Juli 1995, Uskup Agung Jakarta,
Mgr. Leo Sukoto, SJ menandatangani Akta Pendirian Paroki
Kalvari dan mengangkat Badan Pengurus Gereja/PGDP yang
pertama dengan susunan sebagai berikut :
Ketua: Pastor Petrus John Mc Loughlin OMI
Wakil Ketua: F.X. Soeyatno
Sekretaris: F.X. Soemarno
Bendahara: Heribertus Sarmin
Bendahara II: Pastor Antonius Andri Atmaka OMI
Anggota:
Agustinus Soemasta
Yohanes Sri Nirbito
Wenceslaus Wenas Zahnidam
95
Pada 22 Juli 1995, Bapa Uskup Agung Jakarta,
Mgr. Leo Sukoto, SJ, dalam kondisi kesehatan
yang rapuh, meresmikan berdirinya Paroki Kalvari
dalam Perayaan Ekaristi di bedeng yang diberkati
Beliau sendiri dua tahun silam. Sebuah ziarah
panjang, baru saja dimulai.
Pembangunan gedung gereja memang menjadi
salah satu prioritas utama Paroki muda ini.
Maka setelah melakukan persiapan yang cukup
matang. pada tahun 1996 dilaksanakan Upacara
Peletakan Batu Pertama pembangunan Gereja
Kalvari. Sayangnya, kegiatan pembangunan
gereja terpaksa dihentikan karena adanya seorang
oknum yang memanasi warga setempat. Untuk meredakan
suasana yang memanas, maka Ekaristi kemudian diadakan
sementara di aula SD/SMP St. Markus II.
Penggembalaan Oblat Maria Imakulata atas Paroki Kalvari terus
berlangsung di tengah naik turunnya suasana kurang bersahabat
dari warga sekitar akan diteruskannya pembangunan gedung
gereja. Misa Kudus kembali dapat diadakan di bedeng “gereja”
Paroki Kalvari untuk Misa Harian dan Misa Mingguan, disamping
Perayaan Ekaristi 2 x pada hari Minggu di Gereja Stasi Sta.
Catharina, Kompleks TMII, yang menjadi bagian dari pelayanan
Paroki Kalvari. Pertambahan jumlah umat terus meningkat
yang dikarenakan pembukaan beberapa perumahan baru di
dalam wilayah Paroki. Iman umat dan tanggapan akan hidup
menggereja juga berkembang. Hal ini terlihat dari bertambahnya
Seksi/Kelompok Kategorial yang ada di Paroki Kalvari sebagai
upaya untuk mencoba memenuhi kebutuhan pelayanan bagi
umat.
Atas pertimbangan dan pemikiran yang matang, Provinsial
OMI Indonesia saat itu, Romo Antonius Andri Atmaka, OMI,
dengan berat hati mengembalikan Paroki Kalvari ke Keuskupan
Agung Jakarta supaya Kongregasi OMI dapat lebih fokus
mengembangkan Paroki Trinitas, Cengkareng, yang mungkin
96
di masa depan dapat membuahkan beberapa Paroki baru.
Pertimbangan ini diambil setelah melihat perkembangan sangat
pesat Paroki Trinitas, Cengkareng dan jarak antara 2 Paroki
(Cengkareng dan Pondok Gede) yang cukup jauh – di sebelah
Barat dan Timur Jakarta – yang menjadikan kesulitan tersendiri
untuk bisa saling membantu dalam hal tenaga imam. Maka pada
bulan Juni 2007, Romo Peter K. Subagyo, OMI secara resmi
menyerahkan Paroki Kalvari kepada Romo Diosesan Keuskupan
Agung Jakarta yang melanjutkan karya penggembalaan umat di
Paroki Kalvari.
Para Pastor OMI yang pernah berkarya di Paroki Kalvari:
Tahun Pastor Kepala Pastor Rekan
1995 Petrus McLaughlin, OMI Antonius Andri Atmaka, OMI
1996 Peter K. Subagyo, OMI Antonius Andri Atmaka, OMI
1997 Peter K. Subagyo, OMI F.X. Rudi Rahkitojati, OMI
2000 Peter K. Subagyo, OMI Patrick McAnally, OMI
2002 Peter K. Subagyo, OMI Bernardus Agus Rukmono, OMI
Kemudian digantikan oleh
John O’Doherty, OMI
2005 Peter K. Subagyo, OMI Henricus Asodo, OMI
(Disusun dari tulisan yang dipersiapkan oleh Bpk. Wenceslaus Wenas
Zahnidam, Buku Kenangan Pemberkatan Gereja Sta. Maria Imakulata,
Buku 200 Tahun Gereja Katolik di Jakarta, Facebook Penerbit Obor,
dengan penambahan seperlunya)