Untuk memperoleh kopra yang baik, belahan buah harus sudah dikeringkan
dalam waktu 4 jam setelah dibelah. Bila lebih lambat, putih lembaga dapat
mengalami kerusakan karena gangguan mikroorganisme yang dapat
membusukkannya.
3) Mengeringkan
Pengeringan putih lembaga dapat dilakukan melalui 3 cara, yaitu :
pengeringan dengan panas matahari
pengeringan dengan menggarang di atas api atau di dalam rumah asap
pengeringan tidak secara langsung, di dalam ruang tertutup dengan udara yang
dipanaskan (panas buatan)
Di dalam praktek, ketiga cara tersebut dapat dikombinasikan untuk
menghemat bahan bakar atau untuk mendapatkan hasil pengeringan yang lebih
baik.
Adapun perbedaan cara kedua dan ketiga ialah, bahwa pada cara ketiga
kopra tidak terkena asap dari pembakaran di dapur pemanas, sehingga
menghasilkan kopra yang baik warnanya.
Pengeringan dengan panas matahari
Cara pengeringan dengan panas matahari adalah cara yang paling popular
dan sederhana, didalam pembuatan kopra. Tetapi pengeringan yang seluruhnya
menggunakan panas matahari hanya mungkin pada keadaan iklim tertentu,
terutama pada musim kemarau.
Urutan pengeringan adalah sebagai berikut :
Belahan-belahan kelapa ditaruh di atas dasar penjemuran (niru, tampir,
lantai beton dll) dengan bidang belahan yang menghadap ke matahari.
Setelah dijemur selama kira-kira dua hari, putih lembaga telah dapat
dengan mudah dilepaskan dari tempurungnya. Kopra yang masih basah ini
perlu dikeringkan lebih lanjut selama 3-7 hari lagi tergantung pada keadaan cuaca.
146
Sistem ini berlangsung baik jika terdapat paling tidak lima hari berturut-
turut cuaca terang, dalam satu periode pengeringan. Selama proses pengeringan,
pada waktu malam kopra harus ditutup untuk menghindari kemungkinan
kerusakan seandainya turun hujan. Setelah 5-9 hari, pengeringan diakhiri. Kopra
hasil pengeringan dengan cara ini disebut “kopra kering matahari” (sundried
copra).
Pada musim hujan cara ini tidak mungkin dilaksanakan dengan baik. Dalam
keadaan demikian, proses pengeringan dapat dikombinasikan dengan cara
pengeringan memakai panas buatan.
Pengeringan dengan menggarang di atas api atau di dalam rumah asap
Keterangan :
A. Belahan-belahan buah B. Alas penggarangan C. Tembok
Gambar 6.2. Cara Menyusun Belahan-Belahan Kelapa Diatas Alas
Penggarangan
Pada cara ini, belahan-belahan buah langsung ditaruh di atas api, baik di
ruangan terbuka maupun dalam rumah asap. Rumah atau tempat pengasapan
kopra yang sederhana adalah bangunan sederhana dengan lubang-lubang yang
147
dibuat pada lantainya. Lubang-lubang itu bentuknya persegi. Di atas lubang itu
diberi rak yang dibuat dari belahan bambu atau kayu batang kelapa.
Belahan-belahan buah yang masih basah disusun berlapis-lapis di atas rak,
kurang lebih 4-5 lapis. Dua lapisan paling bawah disusun dengan belahan diarahkan
ke atas, dan lapisan-lapisan berikutnya menghadap ke bawah.
Gambar 6.3. Penampang Melintang Rumah Asap yang Banyak Dipakai (atas)
dan Rumah Pengeringan Kopra Bentuk “Comoro” (bawah).
Salah satu bentuk rumah pengeringan yang menggunakan
panas buatan
Cara menyusun demikian itu dimaksudkan agar putih lembaga dari
belahan-belahan buah yang berada pada lapisan pertama dan kedua tidak terlalu
banyak menghisap asap dari bahan bakar, dan juga agar tidak langsung terkena api
yang dapat merusak putih lembaga. Sebagai bahan bakar dapat digunakan
tempurung atau sabut kelapa.
148
Pada saat putih lembaga dapat dengan mudah dilepaskan dari
tempurungnya, pengeringan untuk sementara dihentikan. Belahan-belahan buah
dikeluarkan dari ruang pengasapan, dan putih lembaganya kemudian dilepaskan.
Pengeringan selanjutnya dapat diteruskan di dalam rumah pengasapan ini, atau
dijemur di panas matahari.
Apabila pengeringan dilanjutkan dalam rumah pengasapan tadi, lamanya
pengeringan keseluruhan adalah dua hari. Kapasitas pengeringan yang sederhana
dengan luas lantai 6-7 meter persegi rata-rata 1.000 kg kelapa sekali pengeringan,
atau menghasilkan sekitar 200 kg kopra.
Kopra yang dihasilkan berwarna coklat sampai kelabu hitam dan berbau
asap. Kopra yang demikian dalam perdagangan termasuk dalam kualita Mixed atau
Fair Merchantable (FM).
Pengeringan dengan panas buatan
Bentuk rumah pengeringan yang disebut “pengeringan dengan api secara
tidak langsung” banyak macamnya. Ada yang disebut bentuk Samoa, bentuk Fiji,
bentuk Comoro (dekat Zanzibar), bentuk Groyop (di Malaysia), model Chula, model
Pearson, model Comessa, dan sebagainya.
Pada uraian di bawah ini hanya akan dibicarakan dua tipe saja, mewakili
cara tradisional dan modern, yaitu tipe “plaat oven” dan “yang menggunakan
bahan bakar minyak”.
a) Tipe “plaat oven”
Tipe ini terdiri dari dapur yang tingginya 1 meter dibuat dari bata merah.
Bagian atas dapur ditutup dengan plat-plat besi. Buah yang akan dikeringkan
disusun di atas plat-plat tersebut. Lebar rumah pengeringan 23 meter dan
panjangnya 10 meter.
Bagian dapur terdiri dari ruangan tempat pembakaran kayu atau bahan
bakar lainnya, dan disambung melalui terowongan, dibuat berlubang-lubang.
149
Udara panas dari ruangan dapur dapat dibagi merata melalui plat-plat besi yang
dipasang di atas terowongan itu. Bangunan ini diberi atap genteng atau seng.
b) Tipe dengan bahan bakar minyak
Model ini berkapasitas 20 ton kelapa selama masa prosesing 30 jam. Pada
proses pengeringan ini, pemanasan udara maupun proses pengeringan kopra
berlangsung secara terkontrol. Udara yang dipanaskan dimasukkan ke dalam ruang
pengeringan dengan bantuan kipas-kipas pengisap elektris melalui terowongan-
terowongan. Udara panas dinaikkan melalui lapisan-lapisan buah yang diatur di
atas plat-plat, terletak kira-kira 1 – 1,5 meter di atas terowongan. Tebal lapisan
buah yang sudah dibelah sekitar 0,5 meter dan dapat lebih tebal untuk kopra yang
sudah tidak bertempurung.
Pada proses pengeringan tingkat pertama, suhu dipertahankan secara
konstan pada 70°C selama 8-10 jam. Setelah pelepasan putih lembaga dari
tempurungnya, kopra kembali ditaruh dalam ruang pengeringan, dan suhu
diturunkan sampai 65°C. Pada pengeringan tingkat akhir selama 14-15 jam, suhu
diturunkan perlahan-lahan sampai 55-60°C.
Hasil pengeringan dengan panas buatan menghasilkan kopra yang putih
dengan kualitas yang baik, yang di dalam perdagangan dikenal dengan nama kopra
FMS (Fair Merchantable Sundried) atau “Supergrade copra”.
Dari berbagai cara pengeringan yang diuraikan di atas, dapat disimpulkan
bahwa pengeringan kopra itu umumnya melalui tiga tingkatan, yaitu :
Pengeringan pendahuluan, dimaksudkan untuk memudahkan melepaskan putih
lembaga (endosperm) dari tempurungnya.
Pengeringan lanjutan, untuk menurunkan kandungan air di dalam kopra secara
berangsur-angsur.
Pengeringan akhir, untuk menurunkan kandungan air dalam kopra sampai sekitar
6-7%.
150
b. Kerusakan-kerusakan pada kopra
Kopra adalah bahan yang mudah dirusakkan oleh berbagai organisma, baik
sewaktu masih dalam proses pengolahan maupun dalam penyiraman. Kerusakan
terutama terjadi bila kadar air dalam kopra melebihi kadar air yang semestinya.
1) Kerusakan karena bakteri
Kerusakan terjadi bila kadar air masih berkisar antara 20-50%. Tanda-
tandanya ialah pada permukaan putih lembaga terlihat becak-becak kuning atau
coklat. Kopra yang terserang disajikan pada Gambar 6.4.
Gambar 6.4. Kopra yang Rusak karena Serangan Bakteri
Kerusakan akan bertambah, bila kelembaban udara mencapai 80% atau
lebih dan suhu atmosfir mencapai 30°C. Penjemuran atau pengeringan segera
setelah membelah buah dapat mencegah terjadinya kerusakan ini.
2) Kerusakan karena cendawan
Kopra dapat dirusak oleh berbagai cendawan :
Rhizopus sp. hidup pada putih lembaga yang basah. Organisma ini bila kondisi
memungkinkan, dapat merusak kandungan minyak dalam kopra menjadi
minyak berkadar asam lemak bebas (free fatty acid) yang tinggi. Kopra yang
demikian tidak dapat digunakan untuk pembuatan minyak goreng.
151
Aspergillus niger menyebabkan warna hitam pada permukaan kopra, dan
hilangnya kadar minyak sampai 40% dari kandungan minyak dalam kopra.
Cendawan ini tumbuh baik pada kopra berkadar air 8-12%.
Aspergillus flavus menyebabkan warna coklat pada permukaan kopra.
Cendawan ini paling banyak menimbulkan kerusakan. Kandungan minyak
dalam kopra dapat hilang lebih dari 40%. Cendawan tumbuh baik pada kopra
yang berkadar air 8-12%.
Penicillium glaucum menyebabkan warna hijau pada permukaan kopra.
Cendawan ini dapat tumbuh meskipun kadar air dalam kopra telah mencapai
6-7%. Benang-benang cendawan dapat dihilangkan dengan disikat, dan tidak
mengakibatkan hilangnya kandungan minyak.
Aspergillus tamari menyebabkan warna kuning pada permukaan kopra.
Kerusakan karena cendawan ini, kira-kira sama dengan akibat cendawan coklat
Aspergillus flavus.
Ketentuan mengenai berbagai macam kualitas kopra disajikan pada Tabel 6.2.
berikut ini.
Tabel 6.2. Ketentuan-Ketentuan Mengenai Macam-Macam Kualitas Kopra
No. Macam Kualitas Keterangan
1. Perfect/Supergrad copra Sama rata, keras, bersih, warna putih, bebas
dari semua kotoran dari luar yang dapat
merusak
2 Highgrade copra Sama rata, keras, bersih, warna putih kelabu,
tidak ada bagian yang berwarna jelek atau
rusak.
3 Fairmerchantable copra Campuran kopra kering kualitas rendah,
tidak ada bagian-bagian yang putih keras,
tetapi banyak yang masih lembek.
4. Mixed copra Kopra yang tidak cukup kering dengan
kualitas tidak tentu
152
5. Lowgrade copra Kopra yang tidak cukup kering, semuanya
gosong, terlalu banyak kena asap, busuk,
dimakan serangga, lembek dan/atau
berlendir, banyak yang pecah dan potongan-
potongan kecil.
2. Minyak Kelapa
Minyak kelapa telah berabad-abad dikenal dalam kehidupan manusia.
Minyak ini memenuhi lebih dari 10% kebutuhan minyak nabati di dunia. Secara
fisik, minyak kelapa berwarna kuning kecoklatan muda. Titik bekunya pada derajat
panas 18-20°C, dan mulai mencair pada 23-26°C. Berat jenis 0,91-0,93, tergantung
suhunya.
Dimanfaatkannya daging buah kelapa sebagai bahan baku pembuatan
minyak, karena mempunyai kandungan lemak atau minyak yang tinggi. Semakin
tua umur buah kelapa semakin tinggi kandungan lemak atau minyaknya. Minyak
kelapa dihasilkan dari pengolahan langsung putih lembaga yang segar, atau dari
bahan baku kopra.
Minyak kelapa mengandung ± 90% asam lemak jenuh, seperti caproic,
caprylic, capric, lauric, myristic, palmitic, stearic, arachidic. Sedang sisanya (9%)
merupakan asam lemak tidak jenuh, yaitu oleic dan linoleic. Dengan adanya asam
laurat (lauric acid), maka minyak kelapa sangat baik untuk bahan pembuatan
sabun.
Kandungan asam lemak jenuh yang cukup tinggi, menyebabkan minyak
kelapa berpengaruh terhadap kandungan kolesterol dalam darah manusia. Kadar
kolesterol yang melebihi normal dalam darah manusia dapat menyebabkan
pengerasan dan penyempitan pembuluh darah, penyakit jantung dan stroke.
Stroke adalah pecahnya pembuluh darah dalam otak yang dapat menyebabkan
kelumpuhan total pada manusia. Sedangkan asam lemak tidak jenuh bila
teroksidasi dapat membentuk senyawa polimer yang disebut “resin” dan resin
153
inilah yang menyebabkan warna gelap setelah minyak digunakan untuk
menggoreng berkali-kali.
Selain untuk bahan baku pembuatan minyak, daging buah kelapa juga biasa
dimanfaatan sebagai bumbu aneka jenis makanan atau minuman, dan terutama
dipakai dalam bentuk santan (juice extract). Kecuali sebagai bumbu, santan kelapa
dapat juga dijadikan sebagai pengganti susu.
Pengolahan kelapa dapat dilakukan dengan cara sederhana sampai cara
modern.
Pengolahan cara sederhana (cara tradisional)
Cara ini dilakukan oleh penduduk atau petani di pedesaan. Dua macam
cara pengolahannya yang sering digunakan yaitu dengan:
a. Cara pemanasan:
- Putih lembaga yang masih segar yang berasal dari buah tua diparut. Kemudian
diremas-remas sambil ditambah air pelarut santannya. Santan kemudian
direbus sampai seluruh kandungan airnya menguap.
- Minyak yang terjadi secara berangsur-angsur mengapung ke atas dalam
rebusan tadi, dan segera diambil untuk dipisahkan dari rebusannya. Rendemen
yang dicapai 58-60%.
b. Cara peragian yaitu dengan bantuan ketam sawah.
Tahapan-tahapan ke dua cara pemrosesan minyak kelapa disajikan pada
Gambar 6.5.
154
a. Pembuatan minyak kelapa b. Pembuatan minyak kelapa
dengan pemanasan dengan peragian
Pembersihan dan pencucian daging Pembersihan dan pencucian daging buah
buah kelapa tua kelapa tua
Pemarutan daging buah kelapa Pemarutan daging buah kelapa
Hasil parutan diremas-remas dengan Pemberian ketam sawah yang telah dibuang
penambahan air sebagai pelarut bagian punggungnya yang keras dan
dihaluskan
Penyaringan untuk pemisahan air
perasan (santan) dengan ampasnya Pencampuran parutan kelapa dengan ketam
sawah halus ( 1 butir kelapa untuk 1-2 ekor
Perebusan santan sampai kandungan
airnya menguap ketam sawah/yuyu)
Pemisahan minyak yang Penyimpanan media campuran selama 12 jam
mengapung dengan endapan minyak untuk proses peragian
dibawahnya (blendo/blondo) Pemeriksaan campuran dengan melihat
adanya perubahan warna kemerah-merahan
dan kondisi adonan menjadi becek
Tuangkan minyak goreng ke Hasil campuran peragian dijemur 2-3 jam,
dalam kemasan yang telah dipres sampai keluar minyak kelapa
disiapkan
Penyaringan dan penyimpanan ke dalam
kemasan yang telah disediakan
Sumber: Elyas, 2006.
Gambar 6.5. Tahapan-Tahapan Proses Pembuatan Minyak
Kelapa Secara Pemanasan dan Peragian
155
Pengolahan cara modern
Dilakukan di pabrik-pabrik minyak kelapa yang umumnya mempunyai
kapasitas produksi yang besar. Sebagai bahan baku digunakan kopra.
Cara pengolahannya adalah sebagai berikut :
a. Kopra terlebih dahulu dicuci bersih.
b. Kemudian digiling sampai halus (remuk) dan dibasahi dengan air panas. Setelah
dipanaskan kemudian diperas memakai alat peras hidrolik dengan tekanan
tinggi. Dengan cara ini dari tiap kuintal kopra diperoleh rendemen minyak rata-
rata 60-62%.
Ampas minyak yang disebut “bungkil” masih mengandung 8-10% minyak,
digunakan untuk makanan ternak dan lain-lain kegunaan.
Pengolahan dengan cara destilasi
Kopra yang sudah digiling lembut dimasukkan ke dalam mesin-mesin
ekstraksi (ekstraksi dengan bensin). Dengan jalan destilasi, minyak dipisahkan dari
bensin. Rendemen yang dipakai lebih tinggi yaitu sekitar 63-65%.
Kegunaan minyak kelapa adalah sebagai minyak goreng dan bahan baku
industri lainnya. Dewasa ini dengan adanya tuntutan masyarakat internasional
untuk menggunakan bahan bakar yang ramah lingkungan serta kemajuan iptek di
bidang prosesing kelapa maka telah dikembangkan produksi biofuel dari kelapa.
Sejauh ini pemanfaatan minyak kelapa untuk biosolar dan biogas sudah jamak
dilakukan namun bioetanol belum banyak dilakukan untuk skala industri karena
dengan teknologi yang ada masih dinilai tidak ekonomis. Proses pembuatan
bioetanol ada 10 (sepuluh tahap) yaitu:
1. Pembuatan Minyak Kelapa (Cocos nucifera): Buah kelapa diparut kemudian
diperas hingga diperoleh santan dan ampas kelapa. Santan dipanaskan
hingga air menguap dan diperoleh minyak kelapa.
2. Pembuatan Biosolar: Minyak kelapa dipanaskan hingga suhu 55°C, kemudian
ditambahkan metanol yang telah dicampur NaOH. Aduk rata agar terjadi
156
trasesterifikasi pada minyak kelapa. Diamkan beberapa saat hingga diperoleh
dua lapisan. Lapisan bawah adalah gliserol dan lapisan atas adalah fame.
Fame inilah yang kemudian di-blending dengan solar. Untuk membuat
biosolar jenis B-5, dicampurkan 5% fame.
3. Hidrolisis Lignoselulosa Ampas Kelapa: Ampas kelapa berasal dari kelapa
yang telah diambil santannya. Ampas dibungkus dengan kain, direndam
dalam larutan H2SO4 0,1 M selama satu malam. Perendaman ini bertujuan
agar terjadi hidrolisis pada lignoselulosa yang terkandung dalam ampas
kelapa. Produk selulosa lalu dipecah menjadi glukosa, dan hemiselulosa
dipecah menjadi xylose.
4. Fermentasi Ampas Kelapa: Glukosa dan xylose dapat diubah menjadi etanol.
Ampas kelapa dicampur dengan Saccharomyces cerevisiae. Perbandingan
ragi tape dan bahan adalah dua butir untuk setiap 1 kg ampas kelapa.
Campuran ini harus ditutup rapat dan dibiarkan selama tiga hari serta tidak
terkena cahaya matahari langsung.
5. Fermentasi Air Kelapa: Fermentasi air kelapa melalui proses yang agak
berbeda. Karena berbentuk larutan (cairan), dapat digunakan Saccharomyces
telluris, Saccharomyces tuac, atau Zymomonas mobilis. Saccharomyces
telluris didapat dari air perasan buah semu jambu mete. Saccharomyces tuac
dan Zymomonas mobilis didapat dari minuman tuak.
6. Penyulingan 'Badek': Setelah fermentasi, didapatkan larutan "badek", yang
mengandung etanol sekitar 12%. Harus dilakukan penyulingan, karena
bioetanol harus berkadar minimal 95% kalau hendak dijadikan bahan bakar.
Penyulingan dilakukan sampai suhu 78,20°C dan tekanan 1 atm. Alat suling
yang digunakan berkapasitas 250 mL.
7. Pembuatan Slurry dari Limbah Fermentasi Bioetanol:
Slurry adalah bahan baku biogas. Ia didapat dengan mencampur limbah
padat fermentasi bioetanol dengan air dengan perbandingan 1 : 1. Larutan
157
ini memiliki pH sekitar 4,7 dan perlu dinetralkan dengan basa. Penetralan
dilakukan menggunakan kristal NaOH, batu gamping, atau abu.
8. Proses Pembuatan Biogas: Slurry dikumpulkan hingga 100 l, lalu dimasukkan
ke tabung reaktor biogas. Tabung biodigester yang digunakan adalah tipe
batch dengan kapasitas volume yang sama. Larutan dibiarkan selama sebulan
dan dihitung biogas yang dapat diperoleh.
9. Proses Pengolahan Sludge: Sludge--limbah dari biogas--bisa langsung
dimanfaatkan sebagai pupuk organik.
10. Proses Pengujian: Bioetanol yang telah disuling disulut api. Jika menyala,
artinya bioetanol sudah berkadar 95%. Pengujian biogas dilakukan dengan
cara menampungnya dalam plastik besar. Plastik tersebut dilubangi dengan
jarum, kemudian didekatkan ke api. Jika api tersulit, pembuatan biogas
sukses (Yahya dkk., 2009).
3. Nata De Coco
Di Filipina air buah kelapa dimanfaatkan untuk pembuatan Nata de coco,
yaitu suatu makanan berbentuk gelatin yang dihasilkan dengan bantuan bakteri.
Bakteri yang digunakan untuk membuat Nata de coco adalah Leuconostoc
mesenteroides, Acetobacter aceti atau Acetobacter xylinium dan penambahan
asam asetat glasial serta gula pada konsentrasi tertentu. Tempat pembuat nata de
coco di Filipina terutama daerah Laguna dan Quezon. Dewasa ini beberapa negara
telah berhasil membuat bahan makanan ini.
Istilah nata berasal dari bahasa Spanyol yang berarti krim. Kata nata
tersebut kemudian diterjemahkan dalam bahasa latin natare yang artinya
terapung. Sedangkan Ensiclopedia Universal Illustrade, mendefinisikan nata
sebagai suatu lapisan yang berbentuk di atas permukaan media yang mengandung
gula. Dengan demikian, maka nata de coco dapat pula diartikan sebagai krim atau
lapisan yang terapung yang terdapat pada permukaan air kelapa. Proses
pembuatan Nata de Coco disajikan pada Gambar 6.6.
158
Pembersihan/penyaringan air kelapa Lanjutan
Pemanasan air kelapa sampai Pempatan cawan-cawan pada rak datar dan
mendidih tunggu proses fermentasi sampai selesai
Pendinginan kembali air kelapa Pemeriksaan hasil fermentasi sbb:
Selang 2 hari akan muncul lapisan di
Pengisian gula 7.5% dan asam cuka
glasial 1.5% dari volume air kelapa. permukaan cawan
Dalam 12-15 hari, terbentuk Nata de
Pengadukan hingga merata
coco dengan ketebalan lapisan akan
Penambahan bakteri starter nata mencapai 1.5 cm
dan pengadukan kembali sampai
Lakukan perendaman Nata de Coco
merata tersebut selama 3 hari dengan penggantian
Penuangan media ke cawan air rendaman setiap hari untuk
/mangkok berdiameter 20-30 cm, menghilangkan asam cuka
isikan sampai media mencapai Pemotongan Nata de Coco kecil-kecil
ketinggian 1.5 cm. berbentuk kotak-kotak dan perebusan
sekitar 30 menit
Angkat dan tiriskan, campurkan satu
bagian berat gula pasir sampai merata
selama 1 malam
Tutup cawan tersebut dengan kain Setelah gula pasir meresap kedalam nata,
bersih yang memungkinkan udara lakukan pengemasan ke dalam botol yang
bersih dan steril. Nata de coco siap
dapat masuk ke cawan dipasarkan
Lanjutan
Sumber: Elyas, 2006
Gambar 6.6. Tahapan-Tahapan Pembuatan Nata De Coco
159
Di Indonesia, Nata de Coco baru mulai diproduksi secara komersial setelah
tahun 1980-an, yakni di Bogor. Sekarang, produk ini sudah pula dibuat di daerah
lain seperti di Jakarta, Cianjur, dan Bandung. Selain itu, Nata de Coco mempunyai
potensi besar sebagai komiditi ekspor, terutama ke negara Amerika Serikat dan
Jepang.
4. Bungkil Kelapa
Bungkil kelapa merupakan ampas dari kopra yang telah diperas untuk
diambil minyaknya. Bungkil kelapa mengandung minyak ± 6%, protein ± 20%,
hidrat arang ± 45%, serat ± 12%, abu ± 5%, dan kadar air ± 11%.
Bungkil kelapa dapat dimanfaatkan untuk :
a. Pembuatan minyak bungkil
b. Ampas bungkil dapat dijadikan pellet untuk bahan makanan ternak
c. Untuk media tumbuh jamur
d. Bahan pembuatan makanan tradisional tertentu seperti tempe bongkrek dan
oncom.
5. Arang Tempurung
Tempurung kelapa memang sangat baik bila dijadikan arang, karena
mempunyai sifat kekerasan yang tinggi. Tingkat ketebalannya pun tidak terlalu
lebar, sehingga memudahkan pada proses pembuatan, pengemasan, dan
pengangkutan arangnya. Tingkat kemasakan bakar dari arang tempurung kelapa
lebih baik bila dibandingkan dengan arang kayu, karena dapat diproses atau
dibakar dalam waktu yang cepat dan merata. Adapun tempurung kelapa yang ideal
untuk dijadikan arang yaitu dari buah kelapa tua (berumur 11-12 bulan), karena
kandungan airnya sudah berkurang sehingga akan mempercepat perambatan
panas ketika proses pengarangan. Gambar arang tempurung disajikan pada
Gambar 6.7. berikut ini.
160
Gambar 6.7. Arang Tempurung
Negara-negara yang selama ini menjadi pembeli tempurung dan arang
tempurung kelapa dari Indonesia adalah Singapura, Jepang, Taiwan, Uni Emirat
Arab, dan Inggris.
Selain dapat dibuat arang, tempurung kelapa juga sangat baik untuk bahan
pembuatan arang aktif.
Pembakaran tempurung kelapa dengan tekanan udara tertentu akan
menghasilkan arang tempurung yang merupakan bahan bakar berkalori tinggi.
Tempurung kelapa sering juga dioleh menjadi arang aktif yang mempunyai
kemampuan untuk mengabsorbsi gas, uap, untuk kedok gas, filter rokok, ekstraksi
bensin dari gas alam, pemurnian gas dan menghilangkan bau air. Arang aktif juga
dapat digunakan untuk menghilangkan warna dalam larutan, misalnya untuk
pemucatan minyak nabati.
6. Parutan Kelapa Kering (Desiccated Coconut)
Desiccated Coconut adalah parutan atau potongan-potongan kecil putih
lembaga segar yang dikeringkan dengan segera. Sebagai bahan baku adalah buah
yang sudah tua/masak.
Srilanka merupakan negara pelopor yang membuat Dessicated Coconut
atau disingkat dengan DCN (1891). Negara lain yang memproduksikan DCN adalah
Filipina, India, Papua Nugini, Indonesia dan Tonga.
161
Khusus di Indonesia, pembuatan DCN baru dikomersialkan dengan
orientasi ekspor pada tahun 1972, tepatnya oleh sebuah pabrik di Manado yang
dikelolan BUMN. Pada tahun 1988 di Lampung juga didirikan pabrik DCN oleh
group Astra dan mulai beroperasi sejak bulan April tahun 1991.
Cara pengolahannya dilakukan secara masinal dengan urutan sebagai
berikut :
mengupas buah
melepaskan putih lembaga dari tempurungnya
membuang kulit luar dari putih lembaga yang berwarna coklat
mencuci
sterilisasi putih lembaga dengan uap pada suhu 80°C
memarut atau memotong-motong putih lembaga menjadi butiran-butiran
halus (fine wet meal), dan mengeringkannya (disintegrating and desiccating).
Pengeringan dilakukan pada suhu 77-82° C selama 40-45 menit
mendinginkan, dan
packing
Kegunaan Desiccated Coconut adalah sebagai berikut :
bahan pengisi kembang gula.
pencampur atau penghias roti, biskuit, es krim.
bahan pembuatan aneka macam kue dan aneka macam makanan jajanan.
Apabila dalam Desiccated Coconut dibubuhkan sedikit air, maka santannya
dapat dimanfaatkan untuk keperluan dapur dan masakan biasa para ibu rumah
tangga.
Contoh Desiccated Coconut disajikan pada Gambar 6.8.
162
Gambar 6.8. Desiccated Coconut
7. Serat Sabut Kelapa (Coir atau Coconut Fibre)
Serat sabut kelapa termasuk golongan serat kasar yang penting sebagai
bahan perdagangan. Industri-industri yang menggunakan bahan baku serat ini
tersebar luas di negara-negara penghasil kelapa. Contoh serat sabut kelapa
disajikan pada Gambar 6.9.
Gambar 6.9. Serat Sabut Kelapa
163
Serat sabut kelapa ini diolah menjadi serat pintal dan serat sikat.
Pengolahan serat sabut kelapa adalah sebagai berikut :
Serat pintal
Sabut kelapa dibusukkan dengan merendam dalam air laut di tepi pantai
atau dalam air tawar di tepi danau dimana keadaan air selalu bergerak. Lamanya
proses perendaman tergantung pada berbagai faktor, misalnya kemasakan buah
kelapa, iklim dan kualitas air. Sabut dari buah yang tua memerlukan waktu yang
lebih lama daripada satu buah yang lebih muda. Proses pembusukan pada musim
panas jauh lebih cepat. Demikian pula pembusukan dalam air tawar lebih cepat
daripada dalam air asin. Rata-rata lamanya proses pembusukan 8-10 bulan di air
asin, dan 4-6 bulan di air tawar.
Walaupun proses pembusukan dalam air asin lebih lambat, tetapi kualitas
hasil seratnya jauh lebih baik. Seratnya lebih kuat dan warnanya baik. Selama
pembusukan, sabut menjadi lunak dan berbagai bahan seperti karbohidrat,
glukosida, tannin dan senyawa-senyawa nitrogen terlarut.
Setelah selesai proses pembusukan, serat kemudian dicuci bersih dan
dijemur. Setelah kering serat dipintal.
Serat sikat
Untuk memperoleh serat sikat, sabut kelapa yang digunakan harus berasal
dari buah yang sudah tua. Sabut digiling, kemudian direndam selama 3-5 hari.
Selesai direndam kemudian digiling lagi untuk kedua kalinya. Serat dipisahkan
secara masinal. Serat sikat digunakan untuk berbagai macam sikat dan sapu. Hasil
sampingannya berupa serat-serat pendek yang disebut serat matras, digunakan
untuk membuat matras, pengisi jok tempat duduk, bantal dan lain-lain.
8. Nira dan Gula Kelapa
Nira adalah cairan manis yang diperoleh dengan melaksanakan perlakuan
khusus terhadap mayang kelapa (spatha) yang belum membuka pada stadia umur
tertentu. Adapun gula kelapa adalah bahan pemanis yang merupakan hasil olahan
164
nira yang sejak dahulu hingga saat ini merupakan bahan perdagangan yang penting
bagi rakyat pedesaan.
a. Nira
Nira diperoleh dengan jalan melaksanakan perlakuan khusus yang disebut
penyadapan terhadap mayang kelapa yang belum membuka pada stadia umur
tertentu. Ada berbagai cara dalam melaksanakan penyadapan mayang kelapa,
tergantung pada kebiasaan setempat. Salah satu cara dapat diuraikan sebagai
berikut:
memilih mayang
Pilihlah mayang yang akan disadap. Ikatlah mayang tersebut dengan tali
yang dibuat dari pelepah daun kelapa ataupun bahan pengikat lainnya untuk
mencegah agar mayang tidak mekar. Selanjutnya mayang dimemarkan dengan
memukul secara perlahan-lahan dengan sepotong kayu selama 5-8 menit mulai
dari pangkal sampai ke ujung. Bila letak mayang agak tegak, setiap hari setelah
pememaran mayang ditarik ke arah bawah untuk memudahkan nira menetes dan
untuk memudahkan meletakkan wadah penampung nira.
perlakuan terhadap mayang
Sebelum penyadapan dilaksanakan secara rutin, mayang dipotong mulai
dari ujung sebanyak beberapa kali. Pemotongan ujung mayang dilakukan pada hari
kedua setelah pemeraman dilakukan. Selanjutnya, setiap hari ujung mayang
dipotong sepanjang 0,5 cm dan diikuti dengan pememaran berikutnya. Biasanya
perlakuan tersebut diulangi sampai sekitar 10 kali, sampai akhirnya mayang mulai
mengeluarkan nira.
penyadapan
Setelah mayang mengeluarkan nira, penyadapan dapat dilaksanakan secara
rutin, biasanya dikerjakan pagi dan sore. Setiap kali menyadap, ujung mayang
dipotong sepanjang ± 0,5 cm. Hasil nira yang diperoleh mula-mula sedikit, tetapi
kemudian berangsur-angsur meningkat. Pada puncak produksi, setiap pohon dapat
165
menghasilkan 3-4 liter nira per hari. Mayang dapat berproduksi dengan baik
(maksimal) selama ± 15 hari, dan setelah itu produksi mulai menurun.
Nira yang dihasilkan dapat ditampung dengan bumbung bambu
penampung nira atau dapat pula menggunakan “pot” yang terbuat dari tanah liat,
yang diikatkan pada ujung mayang. Setelah nira berhenti menetes, alat
penampung diambil dan nira hasil penyadapan dikumpulkan. Contoh bambu
penampung nira disajikan pada Gambar 6.10.
Gambar 6.10. Bambu-Bambu Penampung Nira
Setiap kali mayang muncul pada ketiak daun dan sudah waktunya disadap
maka penyadap akan mengerjakannya seperti pada mayang sebelumnya.
Manfaat nira kelapa
Nira kelapa segar mempunyai komposisi seperti terlihat pada Tabel 6.3.
berikut ini.
166
Tabel 6.3. Komposisi Nira Kelapa Segar
Komposisi bahan Kadar kandungan
(g/100 ml)
Total padatan
Sukrosa 15,20 – 19,70
Abu 12,30 – 17,40
Protein 0,11 – 0,41
Vitamin C 0,23 – 0,32
Berat jenis pada 29°C 16,0 – 30,0
Sumber : Thampan, 1981 1,058 – 1,077
Oleh karena nira mengandung sukrosa yang cukup tinggi, cairan nira
memiliki rasa manis dan menyegarkan. Oleh karena itu, nira dapat dimanfaatkan
sebagai minuman segar. Di India, nira segar digunakan sebagai :
Minuman segar yang dikantongkan
Nira yang dikumpulkan oleh petani dibeli oleh pabrik. Nira ini kemudian
dimasukkan ke dalam mesin khusus yang disebut “prepack machine”. Rangkaian
mesin tersebut mempunyai unit penyaringan, pendinginan dan pengantongan.
Kantong yang digunakan adalah kantong plastik transparan. Setelah melalui
penyaringan dan pendinginan sampai suhu 5 – 7°C, nira kemudian dikemas dalam
kantong-kantong plastic sebanyak 200 ml per kantong. Nira yang dingin dan segar
ini kemudian dijual kepada para konsumen. Mesin tersebut dapat menghasilkan
6.000 kantong per hari.
Minuman yang dibotolkan
Bahan baku pembuatan minuman ringan ini adalah sirup dari nira kelapa.
Setiap botol (volume 200 ml) mengandung 35 ml sirup, 165 ml air hangat, gas CO2
dan ekstrak cola atau lemon. Sesuai dengan merk yang dikeluarkan pabrik, yang
menggunakan ekstrak cola diberi merk “Palmcola”, sedangkan yang menggunakan
campuran lemon mereknya “Palmta”. Pembuatan minuman segar ini dilaksanakan
menggunakan mesin buatan lokal.
167
Minuman segar : “lahang” atau “legen”
Di Indonesia, terutama di daerah kelapa pedesaan, nira kelapa digunakan
sebagai minuman segar dengan nama lokal seperti “lahang” di Jawa Barat, atau
“legen” di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
b. Gula Kelapa
Apabila nira yang diperoleh akan dibuat gula, sebelum bumbung bambu
atau “pot” tanah dipasang untuk menampung nira hasil penyadapan, ke dalam
bumbung terlebih dahulu dibubuhkan suatu bahan yang disebut “laru”. Bila tidak
tersedia “laru” dapat menggunakan kapur sirih saja. Pemberian “laru” ini
dimasuksudkan untuk mencegah agar nira tidak menjadi masam. Bila nira menjadi
masam, pemasakan nira menjadi gula sulit, karena masakan nira tidak mengental
secara baik atau tidak dapat dicetak menjadi gula merah. Sebaliknya, apabila
pemberian laru terlalu banyak, dapat menyebabkan warna dan rasa gula kurang
menarik, sehingga menyebabkan rendahnya kualitas dan harga jual gula tersebut.
Pengolahan nira di Indonesia baru terbatas pada pembuatan gula merah,
sedangkan di India telah dapat menghasilkan gula semut, gula merah dan permen.
Pembuatan gula semut
Untuk pembuatan gula semut, nira yang mempunyai pH 8 – 9 harus
diturunkan sehingga memiliki pH netral. Biasanya hanya nira yang disadap pagi hari
yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan gula semut. Proses pembuatan
gula semut adalah sebagai berikut :
- Nira mula-mula disaring kemudian dimasak dengan menggunakan wadah (panci)
yang terbuka.
- Setelah mendidih diberi sedikit TSP (Triple Super Phosphate) untuk menurunkan
pH.
- Kemudian dilakukan pemeriksaan pH dengan menggunakan ketas lakmus.
Apabila pH telah mencapai sekitar netral, cairan disaring kembali dan
168
dipindahkan ke panci yang lebih besar yang dapat menampung nira dari
beberapa panci kecil.
- Cairan dimasak sampai kental kemudian dipindahkan lagi ke “jaggerypan”. Pada
tahap ini api pemanas mulai dikurangi dan masakan gula harus seringkali diaduk.
- Bila telah mencapai kekentalan tertentu, kemudian dituangkan ke panci plastik
dan disimpan di dalam lemari pendingin selama satu sampai dua hari sampai
mengkristal.
- Gula kristal kemudian dimasukkan ke dalam alat sentifuse untuk memecah dan
memperkecil butiran. Dengan menambah air sedikit demi sedikit dan alat
sentifuse dijalankan, maka akan terbentuk gula semut yaitu butiran-butiran gula
halus, yang diinginkan di pasaran.
- Rendemen gula semut adalah sebesar 7% (1kg nira menghasilkan 70 gram gula
semut).
Pembuatan gula merah
Pembuatan gula merah prosesnya sama dengan gula semut, hanya saja
pada tahap akhir sewaktu cairan yang dimasak telah kental dan mulai mengeras,
pada saat itu masakan gula dituangkan ke dalam cetakannya yang biasanya terbuat
dari tempurung kelapa. Rendemen gula merah adalah 10% (1kg nira menghasilkan
100 gram gula merah). Kegiatan pembuatan gula merah disajikan pada Gambar
6.11.
169
Gambar 6.11. Kegiatan Pembuatan Gula Merah
Besarnya hasil nira yang diperoleh dari penyadapan tergantung dari
beberapa faktor, diantaranya adalah:
Iklim
Keadaan iklim mempengaruhi banyaknya hasil nira. Penyadapan yang
dilakukan pada dua mayang pada musim penghujan menghasilkan jumlah nira
yang sama dengan penyadapan tiga mayang dalam musim kemarau.
Umur tanaman
Hasil nira dari pohon-pohon yang lebih muda lebih tinggi dibandingkan
dengan hasil dari pohon-pohon yang lebih tua. Diperkirakan hal ini disebabkan
oleh perbedaan proses pertumbuhan tanaman.
Keterampilan menyadap
Diduga bahwa keterampilan penyadap sangat memegang peranan penting
tidak mencapai hasil yang optimal. Di India penyadapan kelapa telah dilakukan
sejak dahulu kala. Para petani telah menguasai teknik penyadapan kelapa,
170
sehingga hasil yang diperolehnya lebih tinggi. Sedangkan di Indonesia, teknik
penyadapan kelapa masih belum dikuasai secara merata oleh para petani.
Pemanfaatan hasilnya pun masih terbatas untuk konsumsi sendiri, dan bila ada
kelebihan saja baru dipasarkan. Akhir-akhir ini para petani peserta PIRBUN V di
Jawa Barat telah dilatih keterampilan menyadap kelapa, yang merupakan usaha
dari PT Perkebunan XI untuk mendiversifikasi hasil kelapa dan untuk menolong
petani karena harga kelapa yang sangat rendah.
9. Kegunaan Lain Bagian-Bagian dari Pohon Kelapa dan Buah Kelapa
Sudah lama akar kelapa dimanfaatkan sebagai obat tradisional. Akar kelapa
antara lain dapat digunakan sebagai obat demam dan mencret. Sedang batang
kelapa sering digunakan sebagai bahan bangunan atau tiang pancang, jembatan
dan kayu bakar. Umbutnya yang berada di puncak batang, dapat digunakan
sebagai bahan makanan, baik mentah atau diolah dahulu menjadi sayur.
Pelepah daun kelapa di daerah pedesaan banyak dipakai sebagai pagar
pembatas kebuh dan halaman rumah. Sedang pelepah yang sudah kering banyak
digunakan untuk kayu bakar. Penggunaan daun kelapa dalam kehidupan sehari-
hari sudah tidak asing lagi. Bagian ini sering dibuat sebagai pembungkus makanan
tradisional, bahan ketupat, pembungkus gula kelapa dan bahan untuk hiasan atau
janur, daun yang sudah kering untuk kayu bakar. Lidinya dapat dibuat menjadi
sapu, tusuk sate, atau sujen. Pada acara-acara pernikahan secara adat, daun tua
dan muda dan juga buah kelapa dijadikan bagian dari dekorasi yang mempunyai
nilai artistik yang tinggi. Contoh penggunaan bagian tanaman kelapa untuk
keperluan dekorasi disajikan pada Gambar 6.12.
171
Gambar 6.12. Aneka Dekorasi dari Bagian Tanaman Kelapa
Dalam dunia pengobatan tradisional ternyata kelapa banyak khasiatnya. Air
kelapa sering digunakan untuk menyembuhkan penderita keracunan makanan,
seperti akibat makan jengkol. Dengan mencampurkan ramuan yang lain, air kelapa
dapat dipakai sebagai obat demam berdarah, kencing batu, demam, kolera,
tuberkulosis, sifilis, pelancar haid, dan untuk memudahkan proses melahirkan.
Dalam perang Vietnam, air kelapa malah digunakan untuk transfusi darah.
Campuran minyak kelapa dengan kapur sirih dapat merangsang
pertumbuhan rambut. Berbagai campuran minyak tertentu yang berkhasiat
biasanya ditambah dengan minyak kelapa, seperti minyak sumbawa (obat nyeri),
minyak besi (obat luka tusukan), minyak kaselok (obat salah urat), dan lain-lain.
Air dan daging buah kelapa muda juga banyak dikonsumsi dalam keadaan
segar terutama pada saat buka puasa di bulan Ramadhan. Selain itu ada juga yang
menyukai buah kelapa muda bakar. Buah kelapa muda tersebut secara utuh
dibakar lewat alat pembakaran selama lebih kurang satu jam. Setelah itu, kelapa
dikupas dan dipangkas bagian atasnya. Disajikan dengan dicampur gula merah atau
gula pasir dan dihidangkan dalam keadaan hangat. Dewasa ini cukup mudah
menemukan warung atau restaurant yang menyediakan buah kelapa muda bakar.
Kegiatan pembakaran buah kelapa muda disajikan pada Gambar 6.13.
172
Keterangan:
(a) Tumpukan buah kelapa muda
(b) Pembakaran buah kelapa muda selama kurang lebih 1 jam
(c) Buah kelapa muda bakar siap diminum setelah dicampur gula jawa/gula
pasir.
Gambar 6.13. Pembakaran Buah Kelapa Muda
Minyak dari tempurung kelapa yang dibakar dan digulung bersama kapas
dapat dimanfaatkan untuk menutupi gigi berlubang yang sakit. Sedangkan akar
kelapa yang rasanya kecut dapat dipakai untuk mengobati mejan, demikian pula
pucuk bunganya. Ekstrak akar kelapa yang masih muda dan dicampur pulosari
cukup ampuh untuk obat demam dan mencret menahun.
Dalam kegiatan usaha tani, air kelapa dapat digunakan sebagai bahan
untuk mengasamkan tanah yang memiliki pH tinggi (basa).
Tempurung kelapa banyak dimanfaatkan orang secara tradisional untuk
berbagai jenis bahan pembuatan perabotan seperti gayung, gelas air minum,
tatakan gelas atau piring, dan aneka kerajinan. Dalam kegiatan sehari-hari,
tempurung kelapa biasa digunakan sebagai sumber air panas, misalnya dalam
industri pembuatan tempe tahu, pengasapan dalam industri sale pisang, dan lain
sebagainya.
173
B. Simpulan
1. Setelah melewati masa tanam dan menunggu beberapa waktu 3 s.d. 6 tahun maka
panen kelapa merupakan hal-hal yang ditunggu oleh petani dan pengelola kebun
kelapa. Kegiatan ini penting karena berhubungan langsung dengan hasil yang
umumnya merupakan tahap akhir dari siklus pembudidayaan tanaman kelapa
tersebut.
2. Dalam pemanenan kelapa, beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu a.l. umur
tanaman, saat panen yang tepat, interval panen, cara panen dan banyaknya hasil
panenan.
3. Sebelum buah kelapa hasil panenan dibuat kopra dilakukan penyimpanan buah
dengan maksud agar: pengupasan/pelepasan sabut lebih mudah; penyungkilan
putih lembaga dari tempurung lebih mudah dan lebih bersih; tempurung yang
diperoleh adalah kering, keras, dan bila digunakan sebagai bahan bakar,
menyalanya baik dan sedikit sekali asapnya; kandungan air dari putih lembaga
berkurang dan ketebalan lapisan putih lembaga tersebut bertambah sehingga akan
didapatkan hasil kopra dan minyak yang lebih tinggi; kualitas kopra yang dihasilkan
juga akan lebih tinggi.
4. Kopra merupakan putih lembaga yang telah dikeringkan, proses pengeringan putih
lembaga dilakukan melalui tiga cara yaitu: pengeringan dengan panas matahari,
dengan menggarang di atas api, atau secara tidak langsung atau melalui panas
buatan.
5. Pengolahan buah kelapa dalam negeri pada saat ini masih didominasi oleh produk
setengah jadi berupa kopra dan Coconut Crude Oil (CCO) yang nilai jualnya masih
rendah. Untuk mendapatkan nilai tambah, perlu diupayakan agar kelapa dalam
negeri diolah lebih lanjut dalam bentuk: Virgin Coconut Oil (VCO), Nata de Coco,
Oleochemical (OC), Desicated Coconut (DC), Coconut Milk (CM), Coconut Cream
(CC), Coconut Charcoal ( CCL), Coconut Fiber (CF) dll.
174
6. Minyak kelapa dapat diperoleh melalui pengolahan cara tradisional yaitu
pemanasan dan peragian maupun secara modern yang dilakukan di pabrik-pabrik
minyak kelapa.
7. Produk olahan kelapa lainnya yaitu Nata de Coco. Produk ini merupakan , suatu
makanan berbentuk gelatin yang dihasilkan dengan bantuan bakteri yaitu:
Leuconostoc mesenteroides, Acetobacter aceti atau Acetobacter xylinium dan
penambahan asam asetat glasial serta gula pada konsentrasi tertentu. Di
Indonesia, Nata de Coco baru mulai diproduksi secara komersial setelah tahun
1980-an, yakni di Bogor dan sekarang telah diproduksi di kota-kota lain untuk
tujuan ekspor ke luar negri terutama Amerika Serikat dan Jepang.
8. Nira yang diperoleh dari hasil penyadapan mayang kelapa dapat dipakai sebagai
minuman segar ataupun diolah lebih lanjut menjadi gula semut dan gula merah.
9. Kegunaan lain bagian-bagian tanaman dari pohon dan buah kelapa cukup banyak
ragamnya seperti: akar kelapa dimanfaatkan sebagai obat tradisional, batang
kelapa sering digunakan sebagai bahan bangunan atau tiang pancang, jembatan
dan kayu bakar, pelepah daun kelapa di daerah pedesaan banyak dipakai sebagai
pagar pembatas kebun, halaman rumah dan kayu bakar, daun kelapa untuk
pembungkus makanan tradisional, bahan ketupat, pembungkus gula kelapa dan
bahan untuk hiasan atau janur, daun yang sudah kering untuk kayu bakar. Lidinya
dapat dibuat menjadi sapu, tusuk sate, atau sujen. Pada acara-acara pernikahan
secara adat, daun tua dan muda dan juga buah kelapa dijadikan bagian dari
dekorasi yang mempunyai nilai artistik yang tinggi.
175
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah dan Luntungan. 1978. Pengadaan dan Penyaluran Bibit kelapa Didalam
Repelita III. Pemberitaan LPTI No.29. Bogor.
Branton,R.I. dan J.Blake (1983).New Sci.98,554-557
Buletin Balitka 8 Mei 1989. Balai Penelitian Kelapa, Manado.
Darwis,SN. 1986. Tanaman Kelapa dan Lingkungan Pertumbuhannya. Balai
Penelitian Kelapa Manado.
Deptan, Ditjen BP Perkebunan, 2004. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis
Kelapa.(www.deptan.go.id)
Elyas, N. 2006. Menjadi Jutawan Melalui Home Industry: Aneka Olahan Kelapa.
Penerbit Absoulut, Yogyakarta.
Filippone P.T., 2007. Coconut are the largest seed known.
(http://homecooking.about.com/od/food history/a/coconut history.htm)
Diunduh Januari 2008
Harold W.Byrd. 1968. Seed Technology Handbook. Mississipi.
Mansur,M. 1978. Pengaruh Naungan dan Mulch terhadap Pertumbuhan gibit
Kelapa. Pemberitaan LPTI No.28. Bogor.
Purseglove, J.W. (1981) Tropical Crops: Monoctyledons. Longmann Group
Limited,U.K.,607 pp
Suhardiman. 1985. Kelapa Hibrida. PT Penebar Swadaya. Jakarta.
Suhardiyono. 1988. Tanaman Kelapa Budidaya dan Pemanfaatannya. Kanisius.
Yogyakarta.
Sukamto, ITN, 2001. Kelapa Kopyor Pembibitan dan Budidaya. Penebar Swadaya.
Jakarta
Taulu, Dina B., 1989. Penyadapan dan Pemanfaatan Nira Kelapa di India.
Thampan, P.K. 1981. Handbook on Coconut Palm. Oxford dan IBH Publishing Co.
New Delhi-Bombay-Calcuta.
Von Uexkull. 1980. Potassium Requirements of Some Tropical Tree Crops.
International Potash Institute. Switzerland.
Yahya, M.W., Purwo, A dan Sari, D.S. 2009. Optimalisasi Produksi Biofuel dari
Kelapa dengan Pengolahan Bertingkat (http://www.lipi.go.id/kompetisi/
kompetesi.cgi?media&1251256830&12&2009). Diunduh Maret 2011.
176
Akar adventif GLOSARIUM
Akar primer
Akar sekunder : Akar liar
Akar tersier : Akar pertama yang tumbuh dari batang utama.
Akllimatisasi : Akar yang tumbuh dari akar primer
Alela : Akar yang tumbuh dari akar sekunder.
Benih ilegitim : Penyesuaian terhadap perubahan iklim atau
Benih siap salur lingkungan baru.
Bobokor : Salah satu bentuk alternatif dari gen.
: Benih yang tidak diketahui baik tetua jantan maupun
Bungkil
Circle weeding tetua betinanya.
Clean weeding : Benih siap tanam.
Cross pollination : Diambil dari bahasa daerah; penggemburan tanah dan
Ekstensifikasi
Emaskulasi pembersihan gulma di sekeliling areal tanaman pokok
(± seluas tajuk tanaman).
Gen dominan : Ampas biji-bijian yang telah diproses untuk diambil
Gen resesif minyaknya.
Genus : Pembersihan gulma yang tumbuh di sekitar pohon
secara melingkar dengan radius 75 - 200 cm.
Herbisida kontak : Pembersihan seluruh areal pertanaman dari gulma
Herbisida sistemik yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman pokok.
: Penyerbukan yang serbuk sarinya berasal dari tanaman
lain.
: Usaha untuk meningkatkan produksi dengan perluasan
areal budidaya.
: Kastrasi, perlakuan terhadap bunga sempurna dengan
cara membuang benang sari sebelum serbuk sari
terlepas dari kotaknya agar tidak terjadi penyerbukan
sendiri, kemudian dilakukan penyerbukan dengan
serbuk sari dari bunga lain.
: Gen yang ekspresinya menutupi ekspresi alelnya jika
berpasangan dalam sel tubuh.
: Gen yang ekspresi fenotipenya dihalangi oleh alel
dominan.
: Marga, klasifikasi tumbuhan di bawah rumpun atau
kebanyakan di bawah suku yang anggotanya
menunjukkan kesamaan ciri.
: Herbisida yang membunuh bagian tanaman yang
terkena saja, tidak ditranslokasikan ke bagian tanaman.
: Herbisida yang dapat menyebar ke seluruh bagian
tanaman dan mematikan seluruh bagian tanaman.
177
Heterosis : Hibrid kuat dengan produksi generasi F1 melebihi rata-
rata dari tetua (genetik heterosis) atau lebih tinggi dari
Homozygot tetua (ekonomik heterosis).
Impermeabel
Insektisida sistemik : Individu (hewan atau tumbuhan) yang sifatnya dibentuk
oleh gen yang sama.
Intensifikasi
Intercropping : Tidak tembus udara atau air.
: Insektisida yang dapat menyebar ke seluruh bagian
In-vitro
Kalus tanaman dan dapat mematikan seluruh bagian
tanaman
Ketiak daun : Usaha peningkatan produksi melalui peningkatan
Kitri produktivitas lahan.
Konsentrat : Tumpang sari, sistem penanaman lebih dari satu
macam tanaman secara serempak pada lahan yang
Kopra sama.
: Istilah yang digunakan pada reaksi-reaksi atau proses
Kowakan yang terjadi di luar sel.
: Sel yang pertumbuhannya menyerupai tumor, tidak
Kultivar beraturan ; terbentuk karena auksin dan sitokinin
Kultur embrio tinggi.
: Sudut teratas yang terbentuk dari tangkai daun atau
Laru tangkai bunga dengan batang atau tangkai pendukung.
Mulching : Cikal bibit kelapa yang sudah siap ditanam di lapangan.
: Sekumpulan bahan makanan unggas berserat kasar
rendah yang mengandung gizi tertentu yang jumlahnya
lebih tinggi dari kebutuhan unggas.
: Daging buah kelapa yang dikeringkan dengan panas
matahari atau panas buatan hingga kadar airnya 6-8 %
dan kadar minyaknya 60-65%; digunakan sebagai bahan
baku minyak kelapa.
: Lubang-lubang yang dibuat pada pohon kelapa untuk
memudahkan pemanjatan dalam mengambil buah
kelapa.
: Varietas yang dibudidayakan.
: Teknik biakan tanaman yang berasal dari lembaga atau
sporofit muda bakal tumbuhan baru yang terdapat
dalam biji.
: Campuran yang terdiri dari kapur sirih dan irisan buah
manggis.
: Penutupan tanah dengan menggunakan bahan organik
yang ditempatkan di sekeliling tanaman atau baris
tanaman yang berfungsi melindungi tanah dari terpaan
butiran hujan, mengurangi jumlah dan kecepatan aliran
178
Mulsa permukaan, menaikkan kapasitas infiltrasi tanah,
meningkatkan permeabilitas tanah, mengurangi
PIR evaporasi dan menaikkan simpanan air tanah.
Planlet : Serasah, bahan yang digunakan sebagai penutup tanah
Plasma nutfah yang berfungsi melindungi tanah dari terpaan butiran
hujan, mengurangi jumlah don kecepatan aliran
Pneumatophora permukaan, menaikkan kapasitas inf iltrasi tanah,
Rehabilitasi meningkatkan permeabilitas tanah, mengurangi
Resin evaporasi dan menaikkan simpanan air tanah.
Seedling : Pola Inti Rakyat, Pola kemitraan usaha antara
Self polllination perusahaan besar dengan rakyat dimana perusahaan
Senil sebagai inti dan rakyat sebagai plasmanya.
Sistem kontur : Anakan tumbuhan.
Tajuk daun : Substansi sebagai sumber sifat keturunan yang
terdapat dalam setiap kelompok organisme yang dapat
Tumpang gilir dimanfaatkan dan dikembangkan atau dirakit agar
tercipta suatu jenis unggul atau kultivar baru.
: Akar nafas.
: Kegiatan pemulihan kemampuan produktivitas
sumberdaya pertanian yang kritis
: Kelompok bahan kimia hasil sekresi tanaman yang
susunan kimianya sangat kompleks, padat, transparan
dan kompak.
: Hasil perbanyakan dengan biji.
: Penyerbukan yang serbuk sarinya berasal dari bunga itu
sendiri atau bunga lain pada tangkai yang sama.
: Tingkat pertumbuhan tanaman yang telah mencapai 8
tingkat akhir sehingga tidak dapat berproduksi lagi.
: Penanaman tanaman dalam baris dengan arah
horizontal memotong lereng.
: Paduan cabang, ranting dan daun yang membentuk
lapisan atas dari suatu tegakan atau pohon. Sistem
penanaman lebih dari satu macam tanaman secara
berurutan pada lahan tertentu dimana penanaman
tanaman kedua dilakukan saat tanaman pertama
mencapai pertumbuhan reproduksi sebelum panen.
: Sistem penanaman lebih dari satu macam tanaman
secara berurutan pada lahan tertentu dimana
penanaman tanaman kedua dilakukan saat tanaman
pertama mencapai pertumbuhan reproduksi sebelum
panen.
179
Unduhan : Buah kelapa yang segera dikupas sesudah selesai
dipanen.
Upgraded
Varietas : Tingkat kualitas yang tinggi
: Klasifikasi tumbuhan di bawah jenis yang menunjukkan
varian jenis dengan perbedaan warna atau habitat yang
morfologinya tanpa mengaitkan masalah distribusinya.
180
RIWAYAT HIDUP PENULIS
GUN MARDIATMOKO, Dr.Ir.MP. lahir di Yogyakarta 6 April 1959,
menamatkan pendidikan S-1 di Fak. Kehutanan UGM pada tahun 1982,
S-2 pada Program Pasca Sarjana UGM Jurusan Manajemen Hutan pada
tahun 1997 dan S-3 di USAMV, Bukarest-Romania. Pertama kali meniti
karier sebagai Kabag. Perencanaan Hutan PT. Wai Hitam, Sumatera
Selatan pada tahun 1982-1983 dan periode tahun 1984-2000 sebagai
dosen tetap Fak. Pertanian Univ. Pattimura Ambon. Akibat dampak
kerusuhan massal yang terjadi di Ambon-Maluku, Januari 1999 maka
pada tahun 2001 pindah tugas sementara ke Fak. Pertanian Univ.
Padjadjaran Bandung, pada Jurusan Budidaya Pertanian dan mengajar
manajemen produksi tanaman perkebunan. Selanjutnya kembali
mengajar di Fak. Pertanian Univ. Pattimura mulai tahun 2007 s.d.saat ini.
Selama bekerja sebagai dosen di Maluku, juga menjadi tenaga ahli pada
Divisi Litbang HPH PT. Mangole Timber Producers, Maluku dengan
aktivitas a.l. perencanaan dan pengembangan HPH Bina Desa Hutan
melalui upaya intensifikasi budidaya tanaman sengon, kelapa, coklat,
karet dll. Penulis banyak menulis artikel bidang kehutanan/pertanian a.l.
pada Buletin Salawaku-Ambon dan Surat Kabar Suara Maluku dan Pos
Maluku serta tulisan pada berbagai seminar naional dari tahun 1986 s.d.
saat ini.
MIRA ARIYANTI, SP.MP. lahir di Bandung pada tanggal 8 Maret 1977.
Pendidikan penulis adalah sebagai berikut:
- Tahun 1983 – 1989: SD Negeri 2 Bandung
- Tahun 1989 – 1992: SMP Negeri 2 Bandung
- Tahun 1992 – 1995: SMA Negeri 5 Bandung
- Tahun 1995 – 2000: Fakutas Pertanian UNPAD
181
Selepas masa studi, penulis aktif sebagai asisten dosen serta memberikan
praktikum untuk mata kuliah berbagai komoditi perkebunan, teristimewa
kelapa, kelapa sawit, karet, teh, kakao dan lain-lain pada Program Studi
Agronomi, Jurusan Budidaya Pertanian – Fakultas Pertanian Universitas
Padjadjaran. Pada tahun 2002, penulis melanjutkan studi untuk meraih
gelar Master di Universitas Gadjah Mada (UGM) dan selesai padan tahun
2004. Sejak tahun 2006 sampai dengan sekarang, penulis tercatat
sebagai salah satu staf pengajar di Jurusan Budidaya Pertanian – Fakultas
Pertanian Universitas Padjadjaran, Bandung.
===================================
182
View publication stats