144 Konsep Dasar Keperawatan Maternitas
9.3.3 Kontak Orang Tua dengan Bayi
Kontak Awal
Pada jam-jam atau hari-hari pertama setelah bayi lahir merupakan periode
yang sensitif untuk interkasi orang tua dan bayi. Proses pembentukan
keterikatan di antara orang tua dan anak difasilitasi adanya kontak awal yang
erat atau intens. Kontak yang tertunda bukan berarti menghambat
pembentukan keterikatan tapi memerlukan energi psikis tambahan sehingga
dapat mencapai efek yang sama (Bobak et al., 2005; Lowdermilk, Perry and
Cashion, 2013).
Keuntungan fisiologis yang diperoleh dari kontak awal antara ibu dan bayi
adalah peningkatan kadar hormon oksitosin dan prolaktin pada ibu dan reflek
menghisap dilakukan secara dini pada bayi sehingga memulai proses
pembentukan kekebalan aktif saat bayi melai menelan flora yang berasal dari
kulit ibu (Klaus and Kennel, 1982).
Kontak Lanjutan
Rawat gabung merupakan metode perawatan yang berpusat atau berbasis pada
keluarga, di mana bayi tinggal dalam satu ruangan bersama ibunya. Dengan
rawat gabung perawat dapat melakukan pemeriksaan dan perawatan bersama
terhadap ibu dan bayi. Setelah bayi menunjukkan adaptasi/penyesuaian
kehidupan ekstrauterin yang baik. ayah dianjurkan untuk mengunjungi dan
berpartisipasi dalam perawatan bayi. Selain itu saudara kandung, kakek nenek
juga dianjurkan untuk melakukan kunjungan dan mengenali bayi
(Lowdermilk, Perry and Cashion, 2013). Kontak lanjutan dengan bayi harus
disediakan untuk seluruh orang tua, khususnya untuk mereka yang berisiko
kurang kompeten menjadi orang tua, seperti remaja dan wanita yang
penghasilannya rendah. Oleh karena itu perawat harus mempertimbangkan dan
menganjurkan aktivitas perawatan berbasis keluarga (Perry et al., 2010).
9.3.4 Komunikasi Orang Tua dan Bayi
Hubungan orang tua dan bayi diperkuat melalui penggunaan respon sensual
dan kemampuan pasangan dalam berinterkasi. Respon sensual dan
kemampuan yang digunakan untuk komunikasi orangtua dan anak di
antaranya adalah indra, entrainment, bioritmie, timbal balik dan sinkroni.
Bab 9 Konsep Dasar Nifas 145
Indra
Indra yang digunakan untuk komunikasi antara orang tua dan anak adalah
sentuhan, kontak mata, suara dan bau. Sentuhan atau indra peraba
dipergunakan sebagai suatu cara atau sarana secara ekstensif oleh orang tua
untuk berkenalan dengan bayinya. Ibu akan segera meraih bayi yang baru
dilahirkan dan dipotong tali pusatnya. Ibu akan mengangkat bayi ke dada,
memeluk dan menimang bayi. Bila bayi sudah dekat, ibu mulai melakukan
eksplorasi menggunakan ujung jari dan menggunakan telapak tangan untuk
membelai tubuh bayi dan memeluknya. Pola sentuhan yang sama juga akan
dilakukan oleh ayah/pasangan dan pengasuh yang lain (Lowdermilk, Perry and
Cashion, 2013).
Orang tua akan memperlihatkan ketertarikan terhadap bayi dengan melakukan
kontak mata. Beberapa ibu merasa sangat dekat dengan bayinya jika bayi
melihat ke arah mereka. Saat bayi mampu mempertahankan kontak mata,
orang tua dan bayi menghabiskan waktu untuk saling memandang dan sering
kali dengan posisi bertatapan berjarak 20 cm pada bidang yang sama.
Tempatkan bayi pada perut atau dada ibu dengan wajah bayi dan ibu terletak
pada bidang yang sama untuk memfasilitasi kontak mata (Bobak et al., 2005).
Orang tua dan bayi saling mendengar dan merespon suara satu sama lain.
Orang tua terlihat tegang saat menunggu tangisan pertama bayinya. Saat bayi
menangis, orang tua percaya bahwa bayinya dalam kondisi sehat dan mulai
melakukan tindakan untuk menenangkan bayi. Bayi memberikan respon
terhadap suara yang lebih tinggi dan bayi juga sudah bisa membedakan suara
ibu dengan orang lain segera setelah layir. Bayi menangis ketika lapar, tidak
nyaman, lelah dan bosan. Pengalaman orang tua dapat membantu
membedakan tangisan bayi tersebut. Selain itu orang tua dan bayi akan
memberikan respon terhadap aroma atau bau masing-masing. Ibu memberikan
respon terhadap aroma tubuh bayi saat lahir (setiap bayi mempunyai aroma
atau bau yang berbeda) dan bayi juga belajar untuk membedakan aroma atau
bau ASI (Perry et al., 2010).
Entrainment
Bayi akan bergerak-gerak sesuai dengan struktur pembicaraan orang dewasa.
Bayi mengangkat kepala, menendang dan melambaikan tangan seperti
“menari dengan irama” sesuai struktur pembicaraan orang dewasa. Irama
bersama akan memberikan umpan balik positif terhadap orang tua dan
146 Konsep Dasar Keperawatan Maternitas
menegakkan situasi positif untuk komunikasi efektif (Lowdermilk, Perry and
Cashion, 2013).
Bioritme
Bayi dalam kandungan ritmenya menyesuaikan dengan ritme alamiah ibunya,
seperti denyut jantung. Setelah lahir, ibu dapat menenangkan bayinya yang
menangis dengan memeluk pada posisi yang dapat mendengar denyut jantung
ibunya atau rekamannya. salah satu tugas bayi baru lahir adalah membentuk
ritme personal atau diri sendiri (Biorime). Orang tua dapat membantu proses
ini dengan memberikan kasih sayang dan memanfaatkan waktu ketika bayi
sadar atau bangun untuk mengembangkan perilaku yang responsif sehingga
interaksi sosial dan kesempatan belajar meningkat. Semakin cepat orang tua
mempunyai kemampuan yang kompeten dalam merawat anak, maka semakin
cepat orang tua dapat menggunakan energi psikologis untuk mengobservasi
dan merespon petunjuk komunikasi yang diberikan oleh bayi (Perry et al.,
2010).
Timbal Balik dan Sinkroni
Timbal balik dapat diartikan sebagai gerakan tubuh atau perilaku yang
memberikan isyarat kepada orang tua. Orang tua akan mengartikan petunjuk
yang diberikan oleh bayi dan meresponnya. Timbal baik membutuhkan waktu
beberapa minggu sehingga dapat berkembang pada bayi. Contoh: bila bayi
menangis dan rewel, ibu berespon dengan mengangkat dan menimang bayi
sehingga diam, bangun serta melakukan kontak mata; ibu berbicara, berdecak
dan menyanyi sementara bayi menjaga kontak mata. Bila bayi mengalihkan
pandangannya dan menguap maka ibu hendaknya mengurangi respon aktifnya
karena jika ibu terus menstimulasi, bayi kembali rewel. Sinkroni merupakan
kesesuaian antara isyarat bayi dengan respon orang tua. Interaksi yang sinkron
antara orang tua dan bayi akan membanggakan mereka. Orang tua
membutuhkan waktu sehingga dapat mengartikan isayarat bayi dengan benar
(Lowdermilk, Perry and Cashion, 2013).
Bab 9 Konsep Dasar Nifas 147
9.3.5 Peran Orang Tua setelah Bayi Lahir
Tugas dan tanggung jawab baru akan muncul pada periode postpartum,
sehingga kebiasaan lama harus dirubah dan ditambah dengan kebiasaan baru.
Terdapat 3 periode peran orang tua setelah bayi lahir di antaranya adalah:
1. Periode awal
a. Orang tua hendaknya mengenali hubungan mereka dengan
bayinya.
b. Bayi membutuhkan perawatan, perlindungan dan sosialisasi.
c. Pada periode ini ditandai dengan masa pembelajaran intensif dan
adanya tuntunan untuk mengasuh
d. Waktu atau lama yang dibutuhkan periode ini bervariasi,
biasanya berlansung kira-kira 4 minggu.
2. Periode konsolidasi
a. Periode ini menggambarkan suatu waktu bersama-sama untuk
membangun kesatuan keluarga
b. Meliputi: negosiasi terhadap peran (suami-istri, ibu-ayah, orang
tua-anak, saudara-saudara), stabilisasi dari tugas dan adanya
suatu komitmen.
c. Orang tua lebih kompeten dalam merawat bayi dan lebih sensitif
terhadap perilaku bayi
d. Periode ini berlangsung sekitar 2 bulan.
3. Periode pertumbuhan
a. Orang tua dan anak akan berkembang dalam perannya masing-
masing sampai dipisahkan kematian.
b. Proses interaksi orang tua-anak, berlangsung seumur hidup
dengan perubahan yang konsisten sepanjang perjalanan waktu
(Bobak et al., 2005).
Tugas Dan Tanggung Jawab Orang Tua
1. Orang tua harus bisa menerima kondisi anak yang sebenarnya dan
tidak terbawa oleh khayalan dan impian yang dimilikinya tentang
148 Konsep Dasar Keperawatan Maternitas
figur anak ideal. Dengan demikian orang tua harus menerima
penampilan fisik, temperamen, jenis kelamin dan status fisik bayinya.
2. Orang tua perlu meyakini bahwa bayi yang baru lahir adalah seorang
pribadi yang terpisah dari diri mereka yang berarti bahwa bayi
merupakan individu yang memiliki kebutuhan lebih dan memerlukan
perawatan
3. Orang tua harus kompeten dalam merawat bayi.
4. Orang tua harus menetapkan kriteria evaluasi yang baik dan dapat
dipakai untuk menilai kesuksesan atau kegagalan hal-hal yang
dilakukan pada bayi.
5. Orang tua harus menetapkan suatu tempat bagi bayi baru lahir di
dalam keluarga.
6. Orang tua perlu menetapkan keunggulan hubungan dewasa mereka
untuk mempertahankan keluaga sebagai suatu kelompok.
Menjadi Seorang Ibu (Penyesuaian Maternal)
Menurut Rubin (1961), terdapat tiga fese pencapaian peran ibu yaitu: 1) Fase
bergantung (dependen); 2) Fase bergantung-mandiri (dependen-indipenden);
dan 3) fase saling bergantung (interdependen). Karakteristik fase pencapaian
peran ibu dijelaskan pada tabel 9.7.
Tabel 9.7: Fase Penyesuaian Ibu Postpartum (Rubin, 1961)
Fase Karakteristik
Dependen 1. Berlangsung dalam 24 jam pertama dengan rentang
Fase Taking-in 1 sampai 2 hari
2. Berfokus pada diri dan pemenuhan dasar:
a. Bergantung pada orang lain untuk memenuhi
kebutuhan berupa kenyamanan, istirahat,
kedekatan dan makanan
b. Bersemangat dan aktif ketika berbicara
c. Keinginan meninjau kembali pengalaman
melahirkan
Dependen- 1. Dimulai pada hari ke-dua atau ketiga postpartum,
independen dan berlangsung 10 hari sampai beberapa minggu
Fase Taking 2. Fokus: Perawatan bayi dan kemampuan ibu untuk
Bab 9 Konsep Dasar Nifas 149
Hold mengasuh:
a. Adanya keinginan dari ibu untuk mengambil
Interdependent
Fase Letting-go alih
b. Ibu masih membutuhkan bantuan pengasuhan
dan penerimaan orang lain
c. Adanya keinginan belajar dan berlatih(periode
optimal untuk memberikan health education
3. Mengatasi ketidaknyamanan fisik dan perubahan
emosi
4. Kemungkinan mengalami “Blues”
Fokus: kemajuan interaksi antara anggota keluarga
sebagai kesatuan:
1. Penegasan kembali hubungan dengan pasangan
2. Kembalinya keintiman seksual
3. Resolusi peran individu
Teori “Becoming a Mother” dari Mercer (2004) menggantikan teori
pencapaian peran ibu (maternal role attainment). Menjadi seorang ibu
(Becoming a Mother) menunjukkan lebih dari sekedar pencapaian peran ibu,
meliputi pembelajaran keahlian baru dan meningkatkan rasa percaya diri
ketika ibu menemui tantangan baru dalam merawat bayinya. Terdapat empat
tahap dalam proses menjadi ibu yaitu: 1) Komitmen: yaitu pembentukan
ketertarikan terhadap bayi yang belum lahir, menjadi ibu selama kehamilan
dan persiapan persalinan; 2) Berkenalan dengan bayi, belajar cara merawat
bayi, dan pemulihan fisik selama 2-6 minggu pertama postpartum; 3) Bergerak
menuju keadaan normal baru; dan 4) Mencapai identitas ibu dengan cara
mendefinisikan ulang dirinya untuk menjadi ibu dalam waktu sekitar 4 bulan
(Mercer, 2004). Tiap tahap tersebut waktunya bervariasi dan dapat saling
bertindihan yang dipengaruhi oleh bayi, ibu dan lingkungan soaial.
Responsivitas ibu atau sensitivitas ibu merupakan faktor dominan dalam
interaksi ibu-bayi. Sensitivitas ibu merupakan kualitas perilaku sensitif ibu
yang didasari oleh kewaspadaan, persepsi dan responsivitas terhadap isyarat
dan perilaku bayi. Sensitivitas ibu sangat berpengaruh terhadap perkembangan
fisik, psikososial serta kognitif bayi. Sensitivitas ibu bersifat dinamis dan
berkembang dari waktu ke waktu dalam sebuah hubungan timbal balik
(memberi-menerima) dengan bayi (Shin et al., 2008).
Transisi menjadi seorang ibu membutuhkan adaptasi/penyesuaian dari ibu dan
keluarganya. Gangguan dapat membuat penyesuaian ibu menjadi tidak selaras.
150 Konsep Dasar Keperawatan Maternitas
Masalah yang terjadi pada pemulihan postpartum atau melahirkan bayi
berisiko tinggi dapat menambah gangguan (Lutz and May, 2007). Terdapat
dua proses sosial pada transisi ibu yaitu: 1) Proses utama (keterlibatan), yaitu
membuat suatu komitmen menjadi seorang ibu, aktif merawat dan merasakan
kehadiran anaknya; 2) Proses skunder yaitu ibu merasakan dirinya menjadi
seorang ibu yang mengarah pada pertumbuhan dan transformasi. Selama
proses ibu harus belajar bagaimana menjadi seorang ibu dan beradaptasi
terhadap perubahan hubungannya dengan pasangan, keluarga dan teman-
temannya (Nelson, 2003).
Postpartum “Blues”
Postpartum blues diartikan sebagai perasaan sedih, yang diikuti perasaan kesal
dan cemas, dimulai pada hari ke-dua sampai ke-tiga postpatum dan
menghilang setelah 1 minggu atau 2 minggu postpartum. Postpartum blues
atau “baby blues” dapat terjadi sekitar 50-80% ibu dari semua kelompok etnis
dan ras. Gejala dari postpartum blues di antaranya: secara emosional ibu
menjadi labil dan mudah menangis tanpa alasan yang jelas (keadaan ini
mencapai puncaknya sekitar hari ke-lima dan mereda pada hari ke-sepuluh),
depresi, gelisah, perasaan kecewa, insomnia, kelelahan, sakit kepala, sedih,
cemas, dan marah (Lowdermilk, Perry and Cashion, 2013).
Penyabab pasti postpartum blues belum diketahui, beberapa faktor yang
berpengaruh adalah biokimia, faktor-faktor sosial, psikologi dan budaya. Pada
masa postpartum terjadi perubahan hormon yaitu kadar glukokortikoid dalam
sirkulasi darah rendah, keadaan ini yang mendasari terjadinya postpartum
blues. Pada periode awal postpartum, secara psikologis ibu merasa jenuh dan
banyak tanggung jawab sebagai orang tua. Ibu merasa kehilangan dukungan
perawatan yang diterima dari anggota keluarga dan teman-teman selama
kehamilan. Beberapa ibu juga mengalami perasaan kecewa saat persalinan dan
kelahiran yang lengkap. Kelelahan postpartum dapat terjadi pada sebagian
besar ibu postpartum yang diperparah tangisan bayi yang berlangsung berjam-
jam sehingga memicu perasaan depresi (Lowdermilk, Perry and Cashion,
2013). Kelelahan postpartum dapat meningkatkan risiko gejala depresi
postpartum dan dapat menimbulkan efek negatif terhadap pencapaian peran
ibu (Corwin and Arbour, 2007).
Perawat dapat mengajarkan pasien perawatan mandiri untuk mengatasi
postpartum blues, di antaranya: 1) Ingat bahwa kejadian “blues” adalah normal
sehingga ayah, ibu atau pasangan mungkin akan mengalami; 2) Istirahat
Bab 9 Konsep Dasar Nifas 151
cukup, tidur saat bayi tidur bila memungkinkan. Tidur lebih awal dan
memberitahu keluarga dan teman, kapan waktu berkunjung dan bagaimana
mereka dapat membantu; 3) Gunakan tehnik relaksasi yang dipelajari waktu
kelas melahirkan; 4) Manfaatkan waktu untuk melakukan sesuatu yang
bermanfaat untuk diri sendiri jika bayi dirawat oleh pasangan atau keluarga.
Misal: berendam dalam bak mandi selama 20 menit setara dengan tidur siang
selama 2 jam; 5) Rencanakan sehari keluar rumah dengan bayi atau dengan
teman-teman tanpa bayi; 6) Komunikasikan dengan pasangan tentang perasaan
Anda, bagaimana kelahiran memenuhi harapan Anda dan yang lain yang dapat
membantu Anda; 7) Berikan waktu bagi ibu dan bayi jika sedang menyusui;
dan 8) Cari dan manfaatkan sumber daya yang ada di komunitas (Lowdermilk,
Perry and Cashion, 2013)
Postpartum blues biasanya ringan dan berlangsung singkat tetapi sekitar 10-
15% ibu bisa mengalami sindrom yang lebih parah disebut postpartum
depression (PPD). Gejala PPD dapat berupa gejala ringan sampai berat
sehingga skrining PPD harus dilakukan pada ibu dan ayah. PPD bisa tidak
terdeteksi karena orang tua umumnya tidak mengakui adanya tekanan
emosional secara jujur karena malu, takut dan adanya rasa bersalah
(Lowdermilk, Perry and Cashion, 2013).
Menjadi Seorang Ayah (Penyesuaian Paternal)
Penyesuaian pria menjadi seorang ayah, terbagi dalam empat fase, yaitu: 1)
Fase awal (hubungan mendalam); 2) Fase kedua (menghadapi kenyataan; 3)
Fase ketiga (mengupayakan keterlibatan ayah); dan 4) Fase akhir (mendapat
suatu imbalan) (Goodman, 2005).
Pada fase awal, pria menjadi orang tua dengan niat menjadi ayah yang terlibat
secara emosional (hubungan mendalam) dengan bayi. Fase kedua (periode
menghadapi kenyataan) yaitu saat ayah sadar bahwa harapannya tidak sesuai
dengan kenyataan terhadap bayi baru lahir yang berlangsung selama beberapa
minggu pertama. Perasaan yang menyertai kenyataan ini adalah kebimbangan,
kesedihan, kecemburuan, frustasi akan ketidakmampuan untuk berpartisipasi
dalam memberikan susu, dan adanya keinginan yang besar untuk berpartisipasi
dalam merawat bayi. Beberapa pria merasa bahwa hubungannya dengan bayi
baru lahir terbangun lebih lambat atau perlahan dibanding yang diharapkan.
Dipihak lain ada beberapa ayah dengan mudah dan senang melakukan
perannya secara aktif untuk melakukan perawatan bayi diluar kegiatan
menyusui. Fase ketiga adalah mengupayakan keterlibatan ayah. Pada minggu
152 Konsep Dasar Keperawatan Maternitas
pertama bersama bayi baru lahir menyebabkan ayah menetapkan prioritas
baru, merubah harapannya dan menentukan perannya kembali. Ayah
membangun strategi untuk menyeimbangkan antara pekerjaan, kebutuhan
pasangan, kebutuhan mereka sendiri serta bayinya. Ayah semakin nyaman
dengan perawatan bayi dan akan memperjuangkan pengakuan serta tanggapan
positif dari pasangan, bayi dan orang lain. Fase terakhir adalah mendapatkan
suatu imbalan yaitu timbal balik dengan bayi seperti senyum. Fase ini terjadi
sekitar minggu ke-6 sampai 2 bulan. Peningkatan kemampuan sosial bayi
dapat meningkatkan hubungan ayah dan bayi (Goodman, 2005).
Faktor yang Memengaruhi Respon Orang Tua
Beberapa faktor yang dapat memengaruhi respon orang tua terhadap kelahiran
bayi di antaranya adalah usia, dukungan sosial, budaya, kondisi sosial
ekonomi, budaya dan aspirasi personal.
1. Usia
Pada ibu remaja, egosentrisitas dan kekakuan pikiran dapat mengganggu
kemampuan pengasuhan secara efektif. Angka kematian yang tinggi yang
terjadi pada bayi dan ibu remaja berkaitan dengan kurangnya pengetahuan,
pengalaman dan ketidakmatangan ibu sehingga ibu tidak mampu mengenali
masalah dan mendapatkan sumber daya penting untuk memperbaiki situasi.
Remaja dapat mempelajari keterampilan pengasuhan secara efektif dengan
diberikan dukungan yang memadai dan pengajaran yang sesuai tahap
perkembangan. Transisi menjadi orang tua terasa sulit bagi orang tua remaja
sehingga seringkali mengalami kesulitan dalam memenuhi tahap
perkembangannya dan menghadapi tugas-tugas perkembangan menjadi orang
tua. Beberapa orang tua muda dapat mengalami kesulitan menerima perubahan
gambaran diri serta menyesuaikan peran baru terkait dengan tanggung jawab
dalam perawatan bayi (Lowdermilk, Perry and Cashion, 2013).
Ayah remaja dapat mengalami krisis perkembangan, seperti melengkapi tugas
perkembangan remaja membangun transisi menjadi orang tua dan menikah.
Perawat dapat mulai interaksi dengan ayah remaja selama ANC atau
mendampingi pasangan saat melahirkan. Selama perawatan di rumah sakit,
perawat dapat melibatkan ayah remaja pada setiap pemberian pendidikan
kesehatan tentang perawatan bayi dan menjadi orang tua (Perry et al., 2010).
Ibu yang berusia di atas 35 tahun membutuhkan dukungan dari pasangan
sehingga dapat membantu penyesuaian terkait menjadi orang tua dan melihat
Bab 9 Konsep Dasar Nifas 153
diri mereka tetap kompeten. Selain itu dukungan yang diperoleh dari anggota
keluarga lain dan teman-teman sangat dibutuhkan untuk evaluasi diri secara
positif terhadap kemampuannya sebagai orang tua, kepuasaan dan perasaan
sehat serta bantuan dari tekanan. Isolasi sosial dapat dialami pada ibu yang
hamil pada usia lanjut dengan dukungan keluarga dan sosial lebih rendah
dibandingkan dengan ibu yang lebih muda. Hal ini terjadi karena ibu tidak
tinggal bersama keluarga dan teman sebayanya sibuk dengan karier dan
waktunya terbatas untuk membantu. Selain itu teman-temannya memiliki anak
yang lebih besar dan secara umum sedikit yang menjadi ibu baru (Suplee,
Dawley and Bloch, 2007).
Ayah yang berusia di atas 35 tahun menggambarkan pengalaman menjadi
orang tua yang menyenangkan, meskipun mereka juga mengakui adanya
kekurangan. Segi positif dari ayah yang usia tua (lebih 35 tahun) adalah
meningkatnya komitmen dan rasa cinta kedua orang tua, penguatan mengapa
menikah, perasaan sempurna, seperti menjadi anak lagi pada dirinya, keuangan
lebih stabil, lebih fokus merawat anak dibanding karier (Perry et al., 2010).
2. Dukungan sosial
Dukungan sosial sangat berhubungan dengan penyesuaian positif menjadi
orang tua baru, seperti memberikan dukungan selama masa transisi pada orang
tua remaja. Dukungan sosial merupakan multidimensi meliputi jumlah anggota
dari jaringan sosial individu, bentuk dukungan yang diberikan, dukungan
umum, penerimaan dukungan dan kepuasan dari dukungan yang diterima.
Bentuk dukungan dan kepuasan adalah dua hal yang sangat penting dibanding
jumlah total anggota jaringan. Dukungan situasi khusus lebih dibutuhkan
daripada dukungan secara umum. Dukungan umum ditunjukkan dengan
perasaan cinta, dihormati dan bernilai. Dukungan situasi khusus berkaitan
dengan perhatian praktik, seperti perawatan anak dan kebutuhan khusus
(Lowdermilk, Perry and Cashion, 2013).
3. Budaya
Budaya berpengaruh terhadap interaksi orang tua dengan bayi serta tipe
perawatan yang diberikan oleh orang tua dan keluarga. Pengetahuan tentang
kepercayaan budaya dapat membantu perawat untuk melakukan pengkajian
dengan tepat dan menentukan diagnosis dari observasi sikap orang
tua/pengasuh. Kepercayaan dan nilai budaya dapat memberikan pandangan
terhadap makna kelahiran bagi seorang ibu baru sehingga perawat dapat
154 Konsep Dasar Keperawatan Maternitas
memberikan kesempatan bagi ibu baru untuk mengungkapkan persepsi
tentang makna kelahiran. Dengan demikian, perawat harus memberikan
perwatan yang peka budaya dengan mengikuti prinsip yang memudahkan
praktik perawatan dalam situasi antar budaya (Lowdermilk, Perry and
Cashion, 2013).
4. Kondisi sosial ekonomi
Orang tua dengan kondisi sosial ekonomi rendah, kelahiran seorang bayi
merupakan beban finansial yang dapat meningkatkan stres. Stres yang
ditimbulkan dapat mengganggu perilaku orang tua sehingga masa transisi
menjadi orang tua lebih sulit (Bobak et al., 2005).
5. Aspirasi personal
Menjadi orang tua pada beberapa wanita dapat mengganggu kebebasan pribadi
atau kemajuan karier. Kekecewaan dapat timbul akibat tidak mencapai
kenaikan jabatan. Rasa kecewa yang tidak tertangani berdampak pada cara ibu
mengasuh dan merawat bayinya dan bahkan ibu dapat menelantarkan bayinya.
Intervensi keperwatan yang diberikan adalah dengan memberi kesempatan
pada orang tua untuk mengungkapkan perasaannya secara bebas,
membicarakan tindakan yang dapat memberikan peluang untuk pertumbuhan
pribadi (misalnya dengan bekerja paruh waktu) dan belajar tentang perawatan
bayi (Bobak et al., 2005).
9.3.6 Adaptasi Saudara Kandung
Keluarga merupakan suatu unit interaksi yang terbuka, penambahan anggota
keluarga baru akan berpengaruh terhadap anggota keluarga yang lain. Saudara
kandung harus dapat menerima posisi baru dalam hirarki keluarga. Orang tua
harus membagi perhatian terhadap anak yang baru lahir dan saudara kandung
dengan adil (Bobak et al., 2005). Reaksi saudara kandung terbentuk
berdasarkan pemisahan bertahap dari ibu, sikap ibu dan ayah serta respon
saudara kandung pada bayi yang baru pulang. Ketertarikan, perhatian pada
bayi dan peningkatan kemandirian merupakan bentuk dari perubahan sikap
positif dari saudara kandung. Beberapa saudara kandung juga dapat
menunjukkan perubahan sikap negatif, di antaranya kemunduran dalam
toileting dan kebiasaan tidur, menyerang bayi, dan menunjukkan peningkatan
perhatian, merengek dan tidak mau makan sendiri (Bobak et al., 2005;
Lowdermilk, Perry and Cashion, 2013).
Bab 9 Konsep Dasar Nifas 155
Sikap orang tua terhadap penerimaan bayi dapat menimbukan reaksi dari
saudara kandung. Apabila bayi lebih banyak menyita waktu dan perhatian
orang tua pada kehidupan saudara kandung atau anak yang lain dapat
mengakibatkan persaingan saudara (sibling rivalry). Orang tua, terutama ibu
akan menghabiskan waktu dan tenaga lebih banyak untuk mengenalkan bayi
sehingga saudara kandung bisa menerima. Saudara kandung akan terlibat
secara aktif untuk persiapan kedatangan bayi dan setelah bayi lahir
keterlibatannya akan meningkat. Tugas orang tua terkait penyesuaian dan
permusuhan antar saudara, meliputi: 1) Membuat anak yang lebih tua merasa
dikasihi dan diinginkan; 2) Mengatasi rasa bersalah yang terjadi akibat
pemikiran bahwa anak yang lebih tua mendapatkan perhatian dan waktu yang
kurang; 3) Meningkatkan rasa percaya diri terkait kemampuan mengasuh anak
lebih dari satu; 4) menyesuaikan waktu dan ruang untuk bayi baru lahir; dan 5)
Mengawasi anak yang lebih tua terhadap bayi yang lemah dan mengalihkan
perilaku agresif (Bobak et al., 2005).
Beberapa strategi yang dapat memfasilitasi saudara kandung menerima bayi,
meliputi: 1) Libatkan saudara kandung atau kakak saat berkeliling ruangan
rumah sakit dan berikan penjelasan titik persamaan antara kelahirannya
dengan dengan kelahiran bayi; 2) Berikan hadiah kecil dari bayi kepada kakak
setiap berkunjung ke rumah sakit; 3) Berikan baju kaos pada kakak yang
bertuliskan “ Saya adalah kakak; 4) Aturlah bahwa kakak adalah orang
pertama yang melihat adik bayinya; 5) Saat kakak berkunjung pertama kali,
pastikan ibu tidak sedang memegang bayi, ibu harus menyambung dan
memperlihatkan sikap perhatian kepada kakak; 6) Rencanakan waktu pribadi
untuk masing-masing anak. Ayah dapat menghabiskan waktu bersama kakak,
saat ibu merawat bayi dan sebaliknya; dan 7) Berikan boneka bayi kepada
kakak usia bermain atau usia sekolah awal (Lowdermilk, Perry and Cashion,
2013).
Proses perkenalan saudara kandung terhadap bayi tergantung pada informasi
yang diberikan pada saat bayi belum lahir dan tingkat perkembangan
pengetahuannya. Penyesuaian awal kakak terhadap kehadiran anggota baru
(adik) membutuhkan waktu dan bimbingan orang tua untuk berinteraksi sesuai
dengan cara mereka sendiri daripada memaksanya untuk berinteraksi
(Lowdermilk, Perry and Cashion, 2013).
156 Konsep Dasar Keperawatan Maternitas
9.3.7 Adaptasi Kakek-Nenek
Keterlibatan kakek-nenek dalam merawat bayi tergantung pada beberapa
faktor, yaitu adanya keinginan kakek-nenek untuk terlibat, kedekatan
hubungan kakek-nenek dan peran kakek-nenek sesuai dengan konteks budaya
dan etnik yang bersangkutan (Bobak et al., 2005). Hubungan antar generasi
telah mengalami perubahan dan kakek-nenek harus dapat beradaptasi terhadap
perubahan terkait tindakan dan sikap tentang kelahiran, pengasuhan serta peran
pria dan wanita di rumah atau tempat kerja. Tingkat pemahaman dan
penerimaan dari kakek-nenek terhadap parktik yang ada saat ini dapat
berpengaruh terhadap dukungan yang diberikan kakek-nenek terhadap
anaknya. Kelas menjadi kakek-nenek dapat digunakan sebagai jembatan
antargenerasi dan membantu memahami konsep pengasuhan anak. Kelas
kakek-nenek juga dapat memberikan informasi tentang praktik pengasuhan,
keluarga sebagai pusat perawatan, memberi makan bayi, perawatan bayi, serta
penjelasan peran kakek-nenek dalam keluarga (Lowdermilk, Perry and
Cashion, 2013).
Bab 10
Asuhan Keperawatan Pada Ibu
Nifas
10.1 Pendahuluan
Asuhan keperawatan pada ibu nifas di mulai dengan melaksanakan pengkajian
pada ibu nifas, setelah itu dilanjutkan dengan merumuskan permasalahan
keperawatan sehingga kita bisa merumuskan diagnosa keperawatan pada ibu
nifas, kemudian langkah selanjutnya membuat intervensi asuhan keperawatan
pada ibu nifas dan dilanjutkan dengan implementasi keperawatan pada ibu
nifas serta di diakhiri dengan evaluasi keperawatan pada ibu nifas serta
dilengkapi dengan pendokumentasi keperawatan.
Periode nifas ataupun postpartum merupakan selang waktu antara kelahiran
bayi hingga dengan pulihnya organ reproduksi saat sebelum hamil. Periode ini
sering disebut masa nifas (puerperium), ataupun trimester keempat kehamilan,
masa nifas umumnya berkisar antara 6 minggu ataupun lebih bermacam-
macam antara ibu satu dengan ibu yang lainnya (Bobak et al., 2005). Periode
ini bisa terbagi menjadi tiga kategori, yaitu pertama immediate postpartum
(setelah plasenta lahir hingga dengan 24 jam setelah proses persalinan), kedua
early postpartum (24 jam hingga satu minggu setelah persalinan: dan ketiga
158 Konsep Dasar Keperawatan Maternitas
late postpartum (satu minggu hingga lima minggu setelah persalinan) (Saleha,
2009).
Menurut Ricci (2013) periode postpartum ataupun masa nifas ialah masa
transisi kritis i seorang perempuan, bayinya, serta keluarganya pada tingkat
fisiologis serta psikologis. Masa nifas diawali setelah plasenta lahir serta
berlangsung sekitar 6 minggu. Sepanjang periode ini tubuh perempuan mulai
kembali ke kondisi saat sebelum hamil, serta perubahan ini umumnya hilang
pada minggu keenam setelah melahirkan. Periode pasca persalinan yang
sesungguhnya dapat berlangsung antara 9 dan 12 bulan sebab ibu bekerja
untuk menurunkan berat badan yang didapatnya pada saat hamil, penyesuaian
secara psikologis dengan perubahan dalam hidupnya, serta mengambil peran
baru sebagai ibu.
Menurut Butkus (2014) periode postpartum ataupun nifas mengacu pada
periode 6 – 8 minggu setelah persalinan di mana tubuh ibu kembali ke kondisi
tidak hamil. Banyak perubahan yang terjadi selama periode nifas ini, baik
perubahan fisiologis maupun psikologis pada ibu. Nifas atau puerperium
merupakan kondisi yang diawali setelah persalinan berakhir serta pada saat
alat-alat kandungan mengalami perubahan seperti kondisi saat sebelum hamil
dalam kurun waktu selama 6 minggu (Wahyuningsih, 2019).
10.2 Pengkajian Ibu Nifas
Pengkajian pada pasien dengan post partum meliputi pengkajian riwayat
pasien dan pemeriksaan fisik (Butkus, 2014).
10.2.1 Riwayat Pasien
Mengkaji identitas ibu, life style/gaya hidup ibu serta keluarganya, termasuk
sistem pendukung, riwayat anak sebelumnya, pekerjaan ibu, pendidikan
terakhir ibu, tempat tinggal ibu dan keluarga yang tinggal serumah dengan ibu,
keadaan lingkungan serta sosial ekonomi di lingkungan tempat tinggal ibu.
Dalam mengkaji riwayat pasien post partum fokuskan pada riwayat
kehamilan, persalinan, dan peristiwa kelahiran pasien. Selain itu perlu dikaji
mengenai riwayat penyakit pasien sebelumnya (apakah memiliki riwayat
penyakit hipertensi gestasional selama kehamilan atau diabetes gestasional?),
jenis analgesik atau anestesi yang digunakan, lama persalinan, waktu
Bab 10 Asuhan Keperawatan Pada Ibu Nifas 159
kelahiran, waktu pengeluaran plasenta, jenis kelamin bayi yang lahir, BB bayi
serta keadaan bayi. Data-data tersebut sangat dibutuhkan perawat untuk dapat
merencanakan perawatan ibu post partum serta melakukan bonding
attachment antara ikatan ibu dan bayi.
Menurut Wahyuningsih (2019) anamnesa pada ibu nifas meliputi:
1. Mengkaji Biodata ibu (nama, umur, agama, suku/bangsa, pendidikan,
pekerjaan, dan alamat
2. Mengkaji biodata suami ibu (nama, umur, agama, suku/bangsa,
pendidikan, pekerjaan, dan alamat
3. Keluhan utama ibu
4. Menanyakan status pernikahan (umur pada saat menikah, sejak kapan
menikah, pernikahan ke-, dan status)
5. Menanyakan riwayat hamil terakhir (pemeriksaan kehamilan,
keluhan pada saat kehamilan mulai trimester 1 sampai dengan
trimester 3, kelainan pada saat hamil, kebiasaan mengonsumsi jamu-
jamuan atau obat-obatan.
6. Kondisi persalinan saat ini (Kala I, II, III, dan IV terdiri dari
durasinya, apakah ada kelainan, dan intervensu pada saat melahirkan)
dan kondisi bayi (waktu lahir bayi, jenis kelamin, apakah ada
gangguan yang menyertai bayi baru lahir, rooming in, Inisiasi
menyusui dini)
7. Menanyakan riwayat kehamilan, persalinan, postpartum sebelumnya
yang terdiri dari: jumlah kehamilan, jumlah persalinan, jumlah
abortus, jumlah anak lahir hidup, jumlah kelahiran mati, jumlah
kelahiran prematur, persalinan dengan tindakan SC, vakum, forcep,
induksi/stimulasi, riwayat HPP/perdarahan postpartum, berat bayi
lahir, masalah janin, komplikasi postpartum, laktasi)
8. Menanyakan riwayat penggunaan KB/keluarga berencana (tempat
pelayanan, alat Kb yang di gunakan , waktu penggunaan, alasan
berhenti menggunakan KB, keluhan selama menggunakan KB) dan
rencana KB
160 Konsep Dasar Keperawatan Maternitas
9. Menanyakan tentang riwayat pola ADL /Activity Daily Living
(nutrisi, eliminasi, aktivitas/mobilisasi, pola tidur, kebiasaan sehari-
hari: merokok, jamu, obat-obatan, aktivitas seksual)
10. Menanyakan riwayat kesehatan saat ini (alergi jenis makanan tertentu
atau obat, penyakit jantung, penyakit malaria, infeksi menular
sexsual, HIV/AIDS, asma, tuberculosa, diabetes mellitus, hipertensi,
TORCH)
11. Menanyakan riwayat kesehatan keluarga (alergi makanan/obat,
kardiovaskuler/jantung, malaria, IMS, HIV/AIDS, asma, TBC, DM,
hipertensi, TORCH)
12. Menanyakan riwayat psikososial (taking in, taking hold, letting go)
Menurut Ricci (2013) pengkajian psikososial meliputi:
a) Status emosional
Mengkaji status emosional dengan mengamati bagaimana ibu berinteraksi
dengan keluarganya, tingkat kemandiriannya, tingkat energi, kontak mata
dengan bayinya, postur dan tingkat kenyamanan saat menggendong bayi baru
lahir, dan pola tidur & istirahat. Waspada terhadap perubahan suasana hati ibu,
mudah tersinggung, atau menangis
b) Bonding & attachment
Bonding atau ikatan yaitu ketertarikan emosional yang erat pada bayi baru
lahir oleh ibu yang terjadi selama 30 – 60 menit pertama setelah kelahiran.
Attachment atau kelekatan yaitu perkembangan kasih sayang yang kuat antara
bayi dan keluarganya atau orang terdekat (ibu, ayah, saudara kandung, dan
pengasuh).
Bab 10 Asuhan Keperawatan Pada Ibu Nifas 161
Gambar 10.1: Bounding & attachment antara ibu dan bayi (Ricci, 2013)
Gambar 10.2: Anggota keluarga yang menjalankan peran dengan baik: (A)
Seorang bibi yang mengagumi si kecil sebagai anggota keluarga baru (B)
Seorang ayah menggendong bayinya dengan erat di dadanya (C) Kakek &
nenek yang menyambut si kecil sebagai anggota keluarga baru (Ricci, 2013)
Gambar 10.3: Seorang ayah membantu memandikan bayinya (Ricci, 2013)
162 Konsep Dasar Keperawatan Maternitas
13. Menanyakan tentang status ekonomi penghasilan perbulan
14. Menanyakan tentang pengetahuan ibu mengenai masa nifas (nutrisi
ibu nifas: gizi seimbang, penambahan kalori bagi ibu menyusui,
personal hygiene: kebersihan alat kelamin, penggunaan pembalut,
cara membersihkan alat kelamin, perawatan luka perineum, pakaian:
bahan menyerap keringat, BH yang menyangga, pemberian ASI on
demand, cara menyusui, cara pengeluaran ASI, pemerahan ASI, cara
menyimpan ASI, tanda bahaya pada masa nifas, kebutuhan polas
tidur & aktivitas termasuk early ambulation dan mobilisasi dini).
10.2.2 Pemeriksaan Fisik
Pada pengkajian postpartum terdiri dari pemeriksaan tanda-tanda vital dan
pemeriksaan fisik, juga perlu untuk mengkaji anggota keluarga lainnya dan
bagaimana ikatan bonding attachment dengan bayi yang baru lahir. Meskipun
standar protokol yang tepat mungkin berbeda di setiap fasilitas kesehatan,
pengkajian postpartum biasanya dilakukan pada waktu berikut (Ricci, 2013):
a. Selama 1 jam pertama: setiap 15 menit
b. Selama 1 jam kedua: setiap 30 menit
c. Selama 24 jam pertama: setiap 4 jam
d. Setelah 24 jam: setiap 8 jam
Menurut Butkus (2014) pengkajian postpartum meliputi: (1) Keadaan umum
(2) Kulit (3) Tingkat energi, termasuk tingkat aktivitas dan kelelahan (4) Nyeri,
termasuk lokasi nyeri, tingkat keparahan, dan faktor yang memperberat nyeri,
seperti duduk dan berjalan (5) Asupan cairan (6) Eliminasi dan pencernaan
pasien, termasuk bising usus, flatus (kentut), dan wasir (7) Eliminasi urine
termasuk waktu dan jumlah output (8) Sirkulasi perifer (9) Payudara (10)
Uterus (11) Lochia (12) Perineum. Pengkajian secara berkelanjutan sangat
penting selama periode post partum. Terus kaji tanda-tanda vital pasien, fundus
uterus, lochia, payudara, dan perineum pasien. Berikan obat sesuai perintah
untuk meredakan ketidaknyamanan akibat episiotomi atau kontraksi uterus,
nyeri insisional, ataupun pembengkakan payudara dan kaji efektivitas
terapeutik. Dorong pasien untuk beristirahat setelah melahirkan dan selama
periode postpartum untuk mencegah kelelahan.
Bab 10 Asuhan Keperawatan Pada Ibu Nifas 163
Pengkajian post partum pada ibu meliputi tanda-tanda vital, tingkat nyeri, kaji
adanya tanda-tanda infeksi, dan pemeriksaan fisik sistematis head to toe.
Pedoman pengkajian head to toe yang dapat digunakan BUBBLE-EEE yaitu:
Breast, Uterus, Bladder, Bowels, Lochia, Episiotomy/Perineum/Epidural Site,
Extremities & Emosional Status (Ricci, 2013).
Pemeriksaan fisik pada ibu dengan postpartum meliputi (Wahyuningsih,
2019):
1. Kondisi umum dan Vital Sign (Blood Pressure, Pulse, suhu,
Respirasi)
2. Melakukan pemeriksaan kepala mengkaji kondisi rambut (kondisi
rambut, kondisi apakah terjadi rontok)
3. Melakukan Pemeriksaan telinga, periksa kondisi telinga (kebersihan,
sekresi, kelainan)
4. Melakukan Pemeriksaan wajah, identifikasi kondisi anemis,
preeklamsia/eklamsia postpartum
a. observasi wajah : warna kulit wajah dan edema pada wajah dan
palpebra
b. Konjungtiva: anemis atau tidak
c. Sclera: ikterik atau tidak
5. Melakukan Pemeriksaan hidung, observasi kondisi hidung (polip,
sekret)
6. Melakukan Pemeriksaan mulut, observasi kondisi mulut (kebersihan,
kelembaban bibir, apte, karies pada gigi, warna gusi)
7. Pemeriksaan leher.
Cara kerja:
a. Inspeksi leher: benjolan, kesimetrisan, pergerakan
b. Palpasi: palpasi pada kelenjar thyroid dan getah bening dengan
cara meletakkan ujung jari kedua tangan pemeriksa di kelenjar
dengan posisi pemeriksaan ikut gerakan menelan.
8. Melakukan Pemeriksaan dada, observasi suara wheezing, ronchi,
rales pada paru-paru, bunyi mur-mur dan palpitasi pada jantung
9. Melakukan Pemeriksaan payudara
164 Konsep Dasar Keperawatan Maternitas
a. Observasi kolostrum dan ASI
b. Observasi adanya kelainan pada proses laktasi: puting susu lecet,
tidak menonol bendungan payudara, mastitis, atau abses
c. Melakukan observasi payudara: kolostrum, ASI, pus dan darah,
lesi, vaskularisasi, oedem, puting lecet, puting tidak menonjol
d. Melakukan Palpasi payudara: ibu tidur terlentang dengan lengan
tangan kiri dan lengan tangan kanan ke atas secara sistematis
lakukan perabaan payudara sebelah kiri sampai axila, lalu
mengulangi pemeriksaan yang sama pada payudara kanan,
perhatikan apakah ada benjolan, pembesaran kelenjar getah
bening, abses pada payudara, kemudian kaji nyeri tekan
10. Melakukan Pemeriksaan abdomen
Cara kerja:
a. Inspeksi: kondisi apakah terdapat luka operasi, apakah terdapat
perdarahan, infeksi
b. Palpasi: pemeriksaan tinggi fundus uteri, observasi involusio
uteri dan observasi kontraksi uterus
11. Melakukan Pemeriksaan ekstremitas
Cara kerja:
a. Inspeksi: kondisi warna kulit bagian ekstremitas
b. Palpasi: varises, oedema, reflek patella, nyeri tekan, dan panas
pada betis (tanda homan positif)
12. Melakukan Pemeriksaan genetalia eksterna
Cara Kerja
a. Memasang pengalas
b. Mencuci tangan
c. Membantu merubah posisi ibu dorsal recumbent
d. Mempersiapkan kapas DTT/Detoksifikasi Tingkat Tinggi pada
kom, mendekatkan neirbeken dan memakai handscoon
Bab 10 Asuhan Keperawatan Pada Ibu Nifas 165
e. Melakukan vulva hygiene dengan menggunakan kapas
DTT/Detoksifikasi Tingkat Tinggi
f. Memeriksa anogenital apakah terjadi varises, hematoma, oedem,
infeksi, periksa luka jahitan (terdapat pus atau luka jahitan yang
terbuka), periksa lokhia (warna, konsistensinya, bau), adanya
tanda perdarahan postpartum.
Menurut Ricci (2013) jumlah lokia pada umumnya sebagai berikut:
a. Sedikit: lokhia di daerah bantalan perineum (softex) atau sekitar 10
mL
b. Ringan atau kecil: lokhia sekitar 4 inci (dalam softex) atau sekitar 25
mL
c. Sedang: lokhia sekitar 4 – 6 inci (dalam softex) atau sekitar 25 – 50
mL
d. Besar atau berat: pembalut (softex) penuh dalam 1 jam setelah diganti
Gambar 10.4: Pengkajian lokhia pada ibu setelah melahirkan (Ricci, 2013).
13. Pemeriksaan kandung kemih
Kandung kemih dilakukan pemeriksaan kondisi kandung kemih ibu berisi
penuh atau tidak, apabila kandung kemih berisi penuh anjurkan ibu buang air
kecil dan jika ibu mengalami kesulitan secara spontan, melakukan
166 Konsep Dasar Keperawatan Maternitas
perangsangan dengan mengusap bagian vulva menggunakan air, selain itu
dengan cara mendengarkan suara air mengalir, jika belum teratasi buang air
kecil selama spontan, harus dilakukan kateterisasi
Gambar 10.5: (A) Mengkaji pengisian kandung kemih dengan palpasi (B)
Mengkaji pengisian kandung kemih dengan perkusi (Silbert-Flagg & Pillitteri,
2018)
14. Pemeriksaan anus
Pemeriksaan pada area anus apakah terdapat haemorroid atau tidak
Gambar 10.6: Inspeksi pada perineum & pengkajian adanya haemorroid
(Ricci, 2013)
Bab 10 Asuhan Keperawatan Pada Ibu Nifas 167
Sumber: (Ricci, 2013; Wahyuningsih, 2019)
Sumber: (Ricci, 2013; Wahyuningsih, 2019)
168 Konsep Dasar Keperawatan Maternitas
10.3 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat di rumuskan pada ibu dengan postpartum
atau pasca persalinan adalah sebagai berikut (Tim Pokja SDKI DPP PPNI,
2017):
1. Nyeri Akut (D.0077)
Etiologi: Kemungkinan berhubungan dengan: agen pencedera fisik (misal
trauma, procedur operasi)
Symptomps: Ditandai dengan:
a. Kondisi pembedahan
b. Cedera traumatis
2. Ketidaknyamanan pasca partum (D.0075)
Etiologi: Kemungkinan berhubungan dengan:
a. Trauma perineum selama persalinan dan kelahiran
b. Involusi uterus, proses pengembalian ukuran rahim ke ukuran semula
c. Pembengkakan payudara di mana alveoli mulai terisi ASI
d. Kekurangan dukungan dari keluarga dan tenaga kesehatan
e. Ketidaktepatan posisi duduk
f. Faktor budaya
Symptomps: Ditandai dengan: kondisi pasca persalinan
3. Menyusui Efektif (D.0028)
Etiologi: Kemungkinan berhubungan dengan:
a. Hormon oksitosin dan prolaktin adekuat
b. Payudara membesar, alveoli mulai terisi ASI
c. Tidak ada kelainan pada struktur payudara
d. Puting menonjol
e. Bayi aterm
f. Tidak ada kelainan bentuk pada mulut bayi
g. Rawat gabung
Bab 10 Asuhan Keperawatan Pada Ibu Nifas 169
h. Dukungan keluarga dan tenaga kesehatan adekuat
i. Faktor budaya
Symptomps: Ditandai dengan:
a. Status kesehatan ibu baik
b. Status kesehatan bayi baik
4. Menyusui Tidak Efektif (D.0029)
Etiologi: Kemungkinan berhubungan dengan:
a. Ketidakadekuatan suplai ASI
b. Hambatan pada neonatus (misal prematuritas, sumbing)
c. Anomali payudara ibu (misal puting yang masuk ke dalam)
d. Ketidakadekuatan refleks oksitosin
e. Ketidakadekuatan refleks menghisap bayi
Symptomps: Ditandai dengan:
a. Abses payudara
b. Mastitis
c. Carpal tunnel syndrome (tangan ibu terasa nyeri dan tidak nyaman,
ibu mengalami kesulitan dalam memposisikan bayinya untuk
menyusui).
5. Pencapaian Menjadi Orang Tua (D.0126)
Etiologi: Kemungkinan berhubungan dengan: kelahiran anggota keluarga baru
Symptomps: Ditandai dengan:
a. Status kesehatan ibu
b. Status kesehatan bayi.
6. Risiko Infeksi (D.0142)
Etiologi: Kemungkinan berhubungan dengan:
170 Konsep Dasar Keperawatan Maternitas
a. Penyakit yang kronis (misal diabetes melitus)
b. Efek dari procedur invasif
c. Malnutrisi
d. Terpapar organisme patogen lingkungan
e. Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer
f. Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder
Symptomps: Ditandai dengan:
a. Tindakan invasif
b. Penyalahgunaan obat-obat an
c. Ketuban Pecah Sebelum Waktunya (KPSW)
Diagnosa keperawatan lain yang dapat dirumuskan antara lain:
1. Keletihan (D.0057)
Etiologi: Kemungkinan berhubungan dengan: kondisi fisiologis
Symptomps: Ditandai dengan:
a. Tampak lesu
b. Tidak mampu mempertahankan aktivitas rutin
c. Kebutuhan istirahat meningkat
2. Gangguan pola tidur (D.0055)
Etiologi: Kemungkinan berhubungan dengan: hambatan lingkungan (jadwal
pemantauan/pemeriksaan/tindakan)
Symptomps: Ditandai dengan:
a. Nyeri
b. Periode pasca partum.
3. Gangguan citra tubuh (D.0083)
Etiologi: Kemungkinan berhubungan dengan:
a. Perubahan struktur/bentuk tubuh,
Bab 10 Asuhan Keperawatan Pada Ibu Nifas 171
b. Efek tindakan.
Symptomps: Ditandai dengan: hiperpegmintasi pada kehamilan
4. Konstipasi (D.0049)
Etiologi: Kemungkinan berhubungan dengan: penurunan motilitas
gastrointestinal
Symptomps: Ditandai dengan:
a. Distensi abdomen
b. Peristaltik usus menurun.
5. Retensi urin (D.0050)
Etiologi: Kemungkinan berhubungan dengan: peningkatan tekanan uretra
Symptomps: Ditandai dengan:
a. Distensi kandung kemih
b. Pembengkakan perineal.
6. Defisit pengetahuan (D.0111)
Etiologi: Kemungkinan berhubungan dengan: kurang terpapar informasi
Symptomps: Ditandai dengan: Kondisi klinis yang baru dihadapi oleh klien
yang meliputi: Kesehatan maternal pasca melahirkan, Manajemen nyeri,
Menyusui, Peran menjadi orang tua, Perawatan bayi, Seksualitas, Sex aman,
dan Program latihan
7. Kesiapan peningkatan pengetahuan (D.0113)
Etiologi: Kemungkinan berhubungan dengan: peningkatan informasi
kesehatan
Symptomps: Ditandai dengan: perilaku upaya peningkatan kesehatan
8. Risiko ketidakseimbangan cairan (D.0036)
Etiologi: Kemungkinan berhubungan dengan: trauma/perdarahan
172 Konsep Dasar Keperawatan Maternitas
Symptomps: Ditandai dengan: perdarahan
9. Risiko gangguan perlekatan (D.0127)
Etiologi: Kemungkinan berhubungan dengan:
a. Kekhawatiran menjalankan peran sebagai orang tua
b. Perpisahan antara ibu dan bayi akibat hospitalisasi
c. Penghalang fisik (misal inkubator, baby warmer)
d. Ketidakmampuan orang tua memenuhi kebutuhan bayi
e. Perawatan dalam ruang isolasi
f. Prematuritas
g. Perilaku bayi tidak terkoordinasi
Symptomps: Ditandai dengan:
a. Hospitalisasi
b. Prematuritas
c. Komplikasi maternal
d. Sakit selama periode hamil dan melahirkan
e. Postpartum blues.
10. Risiko proses pengasuhan tidak efektif (D.0128)
Etiologi: Kemungkinan berhubungan dengan:
a. Kehamilan tidak diinginkan/direncanakan
b. Kurang terpapar informasi tentang proses persalinan/pengasuhan
c. Ketidakberdayaan maternal
d. Ketidakadekuatan manajemen ketidaknyamanan selama persalinan
e. Ketidaksesuaian kondisi bayi dengan harapan
f. Ketidakamanan lingkungan untuk bayi
g. Symptomps: Ditandai dengan:
h. Gangguan pertumbuhan janin
i. Gangguan kesehatan fisik dan psikologis ibu.
Bab 10 Asuhan Keperawatan Pada Ibu Nifas 173
11. Berduka (D.0081)
Etiologi: Kemungkinan berhubungan dengan: kematian bayi
Symptomps: Ditandai dengan:
a. Kematian anggota keluarga (bayi)
b. Kondisi kehilangan perinatal
12. Distres spiritual (D.0082)
Etiologi: Kemungkinan berhubungan dengan:
a. Kematian bayi
b. Kejadian hidup yang tidak diharapkan
Symptomps: Ditandai dengan:
a. Sudden infant death
b. Kelahiran mati, kematian janin, keguguran
10.4 Intervensi Keperawatan
Menurut Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018) dan (Pokja SLKI DPP PPNI,
2017) Intervensi pada ibu nifas adalah sebagai berikut:
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Keperawatan (SIKI) Rasional
No Keperawatan Hasil (SLKI)
(SDKI)
1 Nyeri Akut Luaran Utama: Tingkat Manajemen Nyeri (I.08238) 1. Dokumentasi kondisi
Nyeri (L.08066) pasien dan mengenali
(D.0077) b.d agen Observasi
Luaran tambahan: Fungsi karakteristik nyeri
pencedera fisik Gastrointestinal, Kontrol
pasien
(trauma persalinan) - Mengkaji lokasi, 2. Mengetahui skala
Nyeri, Mobilitas Fisik, karakteristik, durasi, nyeri pasien untuk
Penyembuhan Luka, frekuensi, kualitas, memberikan
Perfusi Miokard, Perfusi intensitas nyeri penanganan yang
Perifer, Pola Tidur, Status - Mengkaji tingkat nyeri tepat
Kenyamanan, Tingkat - Mengkaji respons nyeri 3. Contoh
non verbal isyarat
Cedera nonverbal termasuk
Terapeutik wajah meringis,
mengerang, dan
Setelah dilakukan - Lakukan teknik non ketegangan otot
intervensi keperawatan farmakologis mengurangi ekstremitas
rasa nyeri (misal TENS,
dalam waktu 3x24 jam mengindikasikan
hipnosis, akupressur,
respons nyeri pasien
174 Konsep Dasar Keperawatan Maternitas
diharapkan tingkat nyeri terapi musik, biofeedback, 4. Pemberian teknik
menurun dengan kriteria massage, aromaterapi, relaksasi seperti
hasil : imajinasi terbimbing, pernapasan mampu
a. Keluhan nyeri kompres hangat / dingin, mengurangi
menurun terapi bermain) ketegangan otot dan
b. Meringis - Pertimbangkan rasa nyeri
menurun karakteristik dan sumber 5. Mengetahui sumber
c. Perineum terasa nyeri dalam penggunaan dan jenis nyeri akan
tertekan strategi meredakan nyeri memengaruhi strategi
menurun
Edukasi pemilihan
penanganan yang
d. Uterus teraba
- Berikan informasi tepat dalam
e. membulat
f. menurun penyebab, periode, dan mengurangi nyeri
Frekuensi nadi pemicu nyeri 6. Penjelasan mengenai
membaik
- Berikan informasi cara nyeri pasien tidak
Pola napas
teknik meredakan nyeri hanya memberikan
membaik informasi yang akurat
g. Tekanan darah tetapi juga dapat
membaik mengurangi stres bagi
h. Fungsi berkemih pasien dengan
membaik mengatasi
kebingungan
mengenai nyeri yang
dirasakan pasien
(Swearingen & L,
2016)
2 Ketidaknyamanan Luaran Utama: Status Manajemen Nyeri (I.08238) 1. Dokumentasi kondisi
pasca partum Kenyamanan Pasca pasien dan mengenali
(D.0075) b.d agen Partum (L.07061) Observasi
pencedera fisik karakteristik nyeri
(trauma persalinan) Luaran tambahan: - Mengkaji lokasi, 2.
Dukungan Keluarga, karakteristik, durasi, pasien
Mengetahui skala
frekuensi, kualitas,
nyeri pasien untuk
Kontrol Gejala, Pola intensitas nyeri memberikan
Tidur, Status penanganan yang
Kenyamanan, Tingkat - Mengkaji tingkat nyeri
tepat
Keletihan, Tingkat Nyeri - Mengkaji respons nyeri 3. Contoh
non verbal isyarat
nonverbal termasuk
Terapeutik wajah meringis,
Setelah dilakukan mengerang, dan
intervensi keperawatan - Lakukan teknik non ketegangan otot
selama 3x24 jam farmakologis untuk ekstremitas
diharapkan status mengatasi rasa nyeri mengindikasikan
kenyamanan pasca (misal TENS, hipnosis, respons nyeri pasien
partum meningkat dengan accupresur, teraphy 4. Pemberian teknik
kriteria hasil : music, biofeedback, relaksasi seperti
massage, aromaterapi, pernapasan mampu
a. Keluhan tidak teknik imajinasi mengurangi
b. nyaman menurun ketegangan otot dan
c. terbimbing, kompres
d. Meringis rasa nyeri
e. menurun hangat/dingin, terapi Mengetahui sumber
f.
g. Luka episiotomi bermain) 5. dan jenis nyeri akan
menurun memengaruhi strategi
- Pertimbangkan jenis dan
Berkeringat pemilihan
menurun sumber nyeri dalam penanganan yang
Menangis pemilihan strategi tepat dalam
menurun
meredakan nyeri mengurangi nyeri
Merintih Penjelasan mengenai
Edukasi
menurun nyeri pasien berguna
Hemoroid - Beri penjelasan tentang 6. untuk memberikan
menurun penyebab, durasi, dan informasi yang akurat
serta dapat
pemicu nyeri
- Beri penjelasan strategi
Bab 10 Asuhan Keperawatan Pada Ibu Nifas 175
h. Kontraksi uterus meredakan nyeri mengurangi stres bagi
membaik pasien dengan
i. Payudara mengatasi
bengkak Edukasi Perawatan Perineum kebingungan
membaik (I.08238) mengenai nyeri yang
j. Tekanan darah Observasi dirasakan pasien
membaik (Swearingen & L,
k. Frekuensi nadi - Identifikasi kesiapan dan 2016)
membaik kemampuan menerima
informasi
- Identifikasi pengetahuan
ibu tentang perawatan
perineal pasca persalinan
Terapeutik
- Siapkan materi informasi
dan media pendidikan
kesehatan
- Lakukan Health
Education sesuai
kesepakatan
- Lakukan diskusi
Edukasi
- Jelaskan prosedur
perineal hygiene yang
benar
- Jelaskan tanda-tanda
infeksi pada perineum
- Anjurkan selalu menjaga
area genital agar tidak
lembab
- Anjurkan menghindari
menggunakan bahan
apapun ketika
membersihkan area
genitalia (kecuali air
bersih)
- Anjurkan sesering
mungkin mengganti
celana dalam (setiap 4
jam)
- Ajarkan cara penggunaan
celana dalam yang aman
- Ajarkan cara penggunaan
pembalut
- Ajarkan menilai
perdarahan postpartum
abnormal
3 Menyusui Efektif Luaran Utama: Status Promosi Laktasi (I.08238) 1. Keluarga yang sehat
Menyusui (L.03029)
(D.0028) b.d (ibu dan bayi)
hormon oksitosin Observasi memerlukan adaptasi
dan prolaktin Luaran tambahan: - Identifikasi kebutuhan dalam perawatan bayi
laktasi bagi ibu dan bayi
adekuat, payudara Dukungan Keluarga, baru lahir dalam
membesar, alveoli Dukungan Sosial, Kinerja memberikan nutrisi
mulai terisi ASI, Pengasuhan, Perlekatan, Terapeutik bayi/ASI
tidak ada kelainan Status Nutrisi Bayi 2. Memberikan
pada struktur - Fasilitasi ibu saat dukungan bagi ibu
payudara, puting melakukan IMD untuk dapat
- Fasilitasi ibu untuk rawat melakukan IMD
176 Konsep Dasar Keperawatan Maternitas
menonjol, bayi Setelah dilakukan gabung atau rooming in 3. Memberikan
aterm, tidak ada Edukasi
intervensi keperawatan dukungan untuk
kelainan bentuk
selama 3x24 jam rawat
pada mulut bayi
diharapkan status - Jelaskan pentingnya gabung/rooming in
menyusui membaik menyusui sampai 2 tahun bagi ibu dan bayi
dengan kriteria hasil : - Jelaskan manfaat rawat sehat
gabung atau rooming in 4.
a. Perlekatan bayi Informasi yang
pada payudara - Anjurkan ibu menjaga diberikan dapat
ibu meningkat produksi ASI dengan menjadi promosi
b. Kemampuan ibu memerah ASI kesehatan untuk
memposisikan - Anjurkan ibu untuk menguatkan sistem
bayi dengan memberikan nutrisi kesehatan keluarga
benar meningkat kepada bayi hanya dengan 5. Informasi yang
c. Miksi bayi lebih ASI eksklusif selama 6 diberikan dapat
dari 8 kali/24 bulan dan dilanjutkan menjadi promosi
jam meningkat sampai 2 tahun kesehatan untuk
d. Berat badan bayi - Anjurkan ibu menyusui menguatkan sistem
meningkat sesering mungkin segera kesehatan keluarga
e. Tetesan/pancaran setelah lahir sesuai 6. Informasi yang
ASI meningkat kebutuhan bayi diberikan dapat
f. Suplai ASI menjadi promosi
adekuat kesehatan untuk
meningkat menguatkan sistem
g. Putting tidak kesehatan keluarga
lecet setelah 2 7. Informasi yang
minggu diberikan dapat
melahirkan menjadi promosi
meningkat kesehatan untuk
h. Kepercayaan diri menguatkan sistem
ibu meningkat kesehatan keluarga
i. Bayi tidur 8. Informasi yang
setelah menyusu diberikan merupakan
meningkat sebuah promosi
j. Intake bayi kesehatan untuk
meningkat menguatkan sistem
k. Hisapan bayi kesehatan keluarga
meningkat (Swearingen & L,
l. Lecet pada 2016)(
puting menurun Promosi ASI Eksklusif 1.
(I.03135)
m. Kelelahan Keluarga yang sehat
maternal (ibu dan bayi)
menurun Observasi memerlukan adaptasi
n. Kecemasan dalam perawatan bayi
maternal - Identifikasi kebutuhan baru lahir dalam
menurun laktasi bagi ibu pada memberikan nutrisi
o. Bayi rewel antenatal, intranatal dan bayi/ASI
menurun postnatal 2. Memberikan
p. Bayi menangis Terapeutik dukungan bagi ibu
setelah menyusu untuk dapat
menurun - Fasilitasi ibu melakukan melakukan IMD
IMD (inisiasi menyusu 3.
q. Frekuensi miksi Memberikan
bayi membaik dini) dukungan untuk
- Fasilitasi ibu untuk rawat rawat
gabung atau rooming in gabung/rooming in
- Pakai sendok dan cangkir bagi ibu dan bayi
apabila bayi belum bisa sehat
menyusui 4. Pasien mungkin
- Dukung ibu menyusui membutuhkan
dengan mendampingi ibu bantuan dalam
perawatan diri,
Bab 10 Asuhan Keperawatan Pada Ibu Nifas 177
selama kegiatan menyusui perawatan bayi/baru
berlangsung lahir serta pemberian
Edukasi ASI bagi bayi baru
lahir
- Berikan Informasi tentang 5. Memberikan
dukungan bagi ibu
manfaat menyusui bagi
dalam menyusui bayi
ibu dan bayi
pentingnya 6-13.
- Jelaskan
menyusui di malam hari Informasi yang
untuk mempertahankan diberikan merupakan
dan meningkatkan sebuah promosi
produksi ASI
kesehatan untuk
- Jelaskan tanda-tanda bayi
cukup ASI (mis. berat menguatkan sistem
badan meningkat, BAK kesehatan keluarga
lebih dari 10 kali/hari,
(Swearingen & L,
warna urine tidak pekat)
2016)
- Jelaskan manfaat rawat
gabung (rooming in)
- Anjurkan ibu menyusui
sesegera mungkin setelah
melahirkan
- Anjurkan ibu memberikan
nutrisi kepasa bayi hanya
dengan ASI
- Anjurkan ibu menyusui
sesering mungkin setelah
lahir sesuai kebutuhan
bayi
- Anjurkan ibu menjaga
produksi ASI denganm
memerah, walaupun
kondisi ibu atau bayi
terpisah
4 Menyusui Tidak Luaran Utama: Status Konseling Laktasi (I.03093) 1. Antisipasi keadaan
Menyusui (L.03029)
Efektif (D.0029) pasien dalam
b.d Observasi memberikan
ketidakadekuatan Luaran tambahan: - Identifikasi keadaan 2. perawatan
suplai ASI, Dukungan Keluarga, emosional ibu saat akan Promosi efektif dan
hambatan pada Dukungan Sosial, Kinerja dilakukan konseling komunikasi
neonatus (misal Pengasuhan, Perlekatan, menyusui terapeutik serta
prematuritas, Status Koping, Status - Identifikasi keinginan dan dukungan dapat
sumbing), anomali Menelan, Status Nutrisi tujuan menyusui membantu ibu dalam
payudara ibu (misal Bayi, Tingkat Nyeri - Identifikasi permasalahan 3. memberikan ASI
puting yang masuk yang ibu alami selama Promosi efektif dan
ke dalam), proses menyusui komunikasi
ketidakadekuatan Setelah dilakukan terapeutik serta
refleks menghisap intervensi keperawatan Terapeutik dukungan dapat
bayi, payudara selama 3x24 jam membantu ibu dalam
bengkak, riwayat diharapkan status - Gunakan teknik memberikan ASI
operasi payudara, menyusui membaik mendengarkan aktif (mis. 4. Dukungan bagi ibu
tidak rawat gabung, dengan kriteria hasil : duduk sama tinggi, dapat memberikan
kurangnya terpapar dengarkan permasalahan motivasi
informasi tentang a. Perlekatan bayi ibu) 5. Dukungan dan pujian
pada payudara
pentingnya - Berikan pujian terhadap bagi ibu dapat
ibu meningkat
menyusui dan atau b. Kemampuan ibu perilaku ibu yang benar meningkatkan
metode menyusui memposisikan Edukasi kesehatan ibu dan
bayi
bayi dengan - Jelaskan manfaat 6-9.
menyusui bagi ibu dan
benar meningkat
178 Konsep Dasar Keperawatan Maternitas
c. Miksi bayi lebih bayi Informasi yang
dari 8 kali/24 - Ajarkan 4 (empat) posisi diberikan merupakan
jam meningkat menyusui dan perlekatan sebuah promosi
d. Berat badan bayi (lacth on) dengan benar kesehatan untuk
meningkat - Ajarkan perawatan menguatkan sistem
e. Tetesan/pancaran payudara antepartum kesehatan keluarga
ASI meningkat dengan mengkompres (Swearingen & L,
f. Suplai ASI dengan kapas yang telah 2016)
adekuat deberi minyak kelapa
meningkat - Ajarkan perawatan
g. Putting tidak payudara postpartum
lecet setelah 2 (mis. memerah ASI, pijat
minggu payuara, pijat oksitosin)
melahirkan
meningkat
h. Kepercayaan diri
ibu meningkat Edukasi Menyusui (I.12393) 1. Evaluasi dan kaji
i. Bayi tidur
j. setelah menyusu Observasi kesiapan ibu dalam
k.
l. meningkat menerima informasi
m.
Intake bayi - Identifikasi kesiapan dan 2. Informasi yang
n.
meningkat kemampuan menerima diberikan merupakan
o.
p. Hisapan bayi informasi sebuah promosi
meningkat Terapeutik kesehatan untuk
menguatkan sistem
Lecet pada
puting menurun - Sediakan materi dan kesehatan keluarga
Kelelahan media pendidikan 3. Dukungan perawat
maternal kesehatan dalam memberikan
menurun - Berikan kesempatan edukasi kesehatan
Kecemasan untuk bertanya pasien
maternal - Dukung ibu 4. Dukungan bagi ibu
menurun meningkatkan dapat meningkatkan
Bayi rewel kepercayaan diri dalam motivasi
menurun menyusui 5-6.
Bayi menangis
setelah menyusu Edukasi
Informasi yang
menurun
q. - Berikan konseling diberikan merupakan
Frekuensi miksi perawatan
bayi membaik menyusui sebuah promosi
- Ajarkan
kesehatan untuk
payudara post partum menguatkan sistem
kesehatan keluarga
(Swearingen & L,
2016)
5 Pencapaian Peran Luaran Utama: Peran Promosi Pengasuhan (I.13495) 1. Pasien mungkin
Menjadi Orang Tua membutuhkan
Menjadi Orang (L.02011) Observasi
Tua (D.0126) b.d bantuan dalam
Luaran tambahan: - Identifikasi keluarga
kelahiran bayi perawatan diri,
pengasuhan
risiko tinggi dalam
Dukungan Keluarga, anak/bayi baru
program tindak lanjut
Dukungan Sosial, lahir
Sosial, - Monitor status kesehatan 2. Evaluasi dan
Keterlibatan anak dan status imunisasi monitor status
Tingkat Pengetahuan anak kesehatan bayi
Terapeutik 3. Dukungan bagi ibu
Setelah dilakukan - Dukung Ibu menerima dapat
dan melakukan perawatan meningkatkan
intervensi keperawatan
pre natal secara teratur motivasi
selama 3x 24 jam peran dan sedini mungkin 4. Memberikan
menjadi orang tua dukungan dan
membaik dengan kriteria
Bab 10 Asuhan Keperawatan Pada Ibu Nifas 179
hasil : - Fasilitasi orang tua dalam motivasi bagi
a. Bounding memiliki harapan yang keluarga untuk
realistis sesuai tingkat menguatkan sistem
attachment
kemampuan dan kesehatan keluarga
meningkat
perkembangan anak 5. Dukungan bagi ibu
b. Perilaku positif
- Fasilitasi orang tua dalam dan keluarga dapat
menjadi orang menerima transisi peran meningkatkan
tua meningkat - Berikan bimbingan motivasi
c. Interaksi antisipasi yang diperlukan 6-14.
sesuai dengan tahapan
perawatan bayi
meningkat usia perkembangan anak Memberikan
d. Verbalisasi - Fasilitasi orang tua dalam dukungan bagi ibu
kepuasan mengidentifikasi dan keluarga dapat
memiliki bayi temperamen unik bayi meningkatkan
meningkat - Tingkatkan interaksi motivasi dalam
e. Anak atau orang tua-anak dan menguatkan
keluarga berikan contoh sistem kesehatan
verbalisasi - Fasilitasi orang tua dalam keluarga
harapan yang mendapatkan dukungan,
realistis dan berpartisipasi dalam 15. Informasi yang
meningkat parent group programs diberikan merupakan
- Fasilitasi orang tua dalam sebuah promosi
kesehatan untuk
mengembangkan dan
menguatkan sistem
memelihara sistem
kesehatan keluarga
dukungan sosial (Swearingen & L,
- Sediakan media untuk 2016)
mengembangkan
keterampilan pengasuhan
- Fasilitasi orang tua 1. Kaji dan evaluasi
mengembangkan
- keadaan bayi
- keterampilan sosial dan 2. Memonitor tanda
koping
vital bayi secara
Fasilitasi mengatur kontinyu
penitipan anak, jika perlu 3. Meningkatkan ikatan
Fasilitasi penggunaan antara ibu dan bayi
kontrasepsi 4-7.
Edukasi
- Ajarkan orang tua untuk Informasi yang
menanggapi isyarat bayi
diberikan merupakan
sebuah promosi
kesehatan untuk
meningkatkan
kesehatan keluarga
Perawatan Neonatus (I.03132) 1. Mengidentifikasi
Observasi adanya bantuan yang
diperlukan
- Identifikasi kondisi awal 2-6.
bayi Memberikan
- Monitor tanda vital bayi
perawatan personal
(terutama suhu)
hygiene pada bayi
Terapeutik 7-8.
- Lakukan inisiasi Memberikan
kenyamanan
menyusui dini (IMD) pada
bayi
Edukasi
- Anjurkan tidak
180 Konsep Dasar Keperawatan Maternitas
membubuhi apapun pada 9-11.
tali pusat Informasikan yang
- Anjurkan ibu mencuci diberikan merupakan
tangan sebelum sebuah promosi
menyentuh bayi kesehatan untuk
- Anjurkan ibu menyusui meningkatkan kesehatan
bayi setiap 2 jam keluarga
- Anjurkan ibu
menyendawakan bayi
setelah disusui
Perawatan Bayi (I.10338)
Observasi
- Identifikasi kebutuhan
laktasi bagi ibu dan bayi
Terapeutik
- Mandikan bayi dengan
suhu ruangan 21-24 °C
- Mandikan bayi dalam
waktu 5-10 menit dan 2
kali dalam sehari
- Rawat tali pusat secara
terbuka (tali pusat tidak
dibungkus apapun)
- Bersihkan pangkal tali
pusat lidi kapas yang
telah diberi air matang
- Kenakan popok bayi di
bawah umbilikus jika tali
pusat belum terlepas
- Lakukan pemijatan bayi
- Kenakan pakaian bayi
dari bahan katun
Edukasi
- Anjurkan ibu menyusui
sesuai kebutuhan bayi
- Ajarkan ibu cara merawat
bayi di rumah
- Ajarkan cara pemberian
makanan pendamping
ASI pada bayi >6 bulan
6 Risiko Infeksi Luaran Utama: Tingkat Pencegahan Infeksi (I.14539) 1. Mengetahui
Infeksi (L.14137) 2. kondisi pasien
(D.0142) b.d efek Observasi
prosedur invasif, Luaran tambahan: secara kontinu
- Monitor tanda dan gejala dalam pencegahan
peningkatan Integritas Kulit dan infeksi lokal dan sistemik
paparan organisme terjadinya infeksi
jaringan, Kontrol risiko, Terapeutik Mengurangi risiko
patogen lingkungan
Status imun, Status nutrisi HAIs
3. Memperbaiki
- Batasi jumlah pengunjung keadaan kulit
Setelah dilakukan - Berikan perawatan kulit 4. Mengurangi risiko
HAIs
intervensi keperawatan pada area edema
5-9.
dalam waktu 3x24 jam - Mencuci Tangan sebelum
Informasi yang diberikan
tingkat infeksi menurun dan sesudah melakukan
intervensi kontak
langsung dengan pasien merupakan sebuah
Bab 10 Asuhan Keperawatan Pada Ibu Nifas 181
dengan kriteria hasil : dan lingkungan pasien promosi kesehatan untuk
menguatkan sistem
a. Kebersihan Edukasi kesehatan keluarga
tangan
meningkat - Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
b. Kebersihan
badan meningkat - Ajarkan cara mencuci
tangan dengan benar
c. Demam menurun
d. Kemerahan - Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka atau luka
menurun operasi
e. Nyeri menurun
f. Bengkak - Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
menurun
g. Kadar sel darah - Anjurkan meningkatkan
asupan cairan
putih membaik
10.5 Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tahapan pengelolaan dan perwujudan dari rencana
atau intervensi keperawatan yang telah di buat pada tahapan perencanaan
keperawatan. Tindakan keperawatan yang diberikan kepada klien terkait
dengan dukungan, pengobatan, tindakan untuk memperbaiki kondisi,
pendidikan untuk klien/keluarga, atau tindakan untuk mencegah masalah
kesehatan yang mungkin muncul dikemudian hari.
Komponen pada tahapan implementasi adalah :
1. Tindakan keperawatan yang dilakukan sesuai rencana keperawatan
untuk menangani masalah keperawatan yang sesuai dengan Standar
Intervensi Keperawatan Indonesia/SIKI (Tim Pokja SIKI DPP PPNI,
2018)
a. Tindakan Observasi,
b. Tindakan Terapeutik,
c. Tindakan Edukasi, dan
d. Tindakan Kolaborasi
2. Pendokumentasian seluruh tindakan keperawatan dan dokumentasi
respon verbal mauapun respon non verbal pada klien.
182 Konsep Dasar Keperawatan Maternitas
10.6 Evaluasi Keperawatan
Tahapan evaluasi merupakan langkah akhir dari asuhan keperawatan dengan
membandingkan hasil yang diamati dengan kriteria hasil yang telah disusun
pada tahapan intervensi atau perencanaan keperawatan. Evaluasi asuhan
keperawatan pada ibu nifas atau postpartum, berdasarkan kriteria hasil pada
tujuan keperawatan yaitu Standar Luaran Keperawatan Indonesia (Pokja SLKI
DPP PPNI, 2017).
a. Tingkat nyeri menurun
b. Status kenyamanan pasca partum meningkat
c. Status menyusui membaik
d. Peran menjadi orang tua membaik
e. Tidak terjadi infeksi
10.7 Discaharge Planning
Beberapa hal yang harus diperhatikan dan disampaikan kepada ibu/keluarga
sebelum pulang/keluar dari rumah sakit adalah sebagai berikut (Silbert-Flagg
& Pillitteri, 2018):
1. Pastikan untuk mendiskusikan perawatan di rumah
2. Diskusikan perlunya bantuan yang memadai pada perawatan bayi di
rumah
3. Pastikan ibu mengerti mengenai batasan aktivitas serta olahraga yang
harus diikuti, larang ibu untuk mengangkat beban yang berat (> 10 lb
/ 4,53 kg) atau naik tangga lebih dari sekali selama 2 minggu pertama
setelah melahirkan
4. Ajarkan mengenai tanda-tanda kemungkinan terjadinya komplikasi
setelah persalinan, antara lain:
a. Adanya kemerahan pada luka jalan lahir
b. Lochia lebih berat daripada menstruasi normal
c. Sakit perut , nyeri atau rasa tidak nyaman
d. Suhu tubuh > 38°C / 100,4°F
Bab 10 Asuhan Keperawatan Pada Ibu Nifas 183
e. Sensasi rasa terbakar saat buang air kecil (BAK)
5. Pastikan untuk mendiskusikan tentang bagaimana hubungan suami
istri setelah persalinan
6. Pastikan untuk mendiskusikan mengenai informasi kontrasepsi
7. Pastikan untuk mendiskusikan kunjungan atau sesuai janji temu
selanjutnya dengan pelayanan kesehatan untuk ibu (dalam 2 – 4
minggu) dan bayinya.
184 Konsep Dasar Keperawatan Maternitas
Bab 11
Konsep Dasar Keluarga
Berencana (KB)
11.1 Sejarah Keluarga Berencana
Pada awalnya, Keluarga Berencana muncul sebagai prakarsa pemikiran
terhadap masalah kesehatan ibu. Di Inggris, Marie Stopes (1880-1950)
melontarkan pemikiran dan anjuran untuk mengatur kehamilan dikalangan
wanita buruh. Di Amerika Serikat, program “birth control” yang dianggap
sebagai pelopor KB modern digulirkan oleh Margareth Sanger (1883-1966).
Akhirnya, National Brith Control League didirikan pada tahun 1917 yang
kemudian diikuti dengan kegiatan American National Birth Control
Conference yang pertama pada tahun 1921. Pada tahun 1925 Margareth
Sanger mengorganisir kegiatan International Conference di New York dan
membentuk International Federation of Birth Control League. Aktivitas
Margareth Sanger terus berkembang dan pada tahun 1948 ikut membentuk
International Committee on Planned Parenthood dan akhirnya meresmikan
terbentuknya International Planned Parenthood Federation (IPPF) dalam
konferensi di New Delhi tahun 1952 dan Margareth Sanger bersama Lady
Rama Ran terpilih sebagai pemimpinnya. Setelah itu, cabang-cabang IPPF
mulai banyak didirikan di berbagai negara, termasuk juga di Indonesia.
186 Konsep Dasar Keperawatan Maternitas
Di Indonesia, Perkumpulan Keluarga Berencana telah didirikan sejak tahun
1957 dan akhirnya berkembang menjadi Perkumpulan Keluarga Berencana
Indonesia (PKBI). Pada saat itu kegiatan PKBI dalam penerangan dan
pelayanan masih dilakukan dengan lingkup yang terbatas mengingat sebagai
organisasi sosial yang bergerak dalam bidang KB, PKBI masih mendapat
kesulitan dan hambatan, terutama terkait KUHP pasal 283 yang melarang
penyebarluasan gagasan terkait kehamilan dan keluarga berencana (KB). Pada
tahun 1967 PKBI diakui sebagai badan hukum oleh Departemen Kehakiman.
Pada tahun 1967 tersebut Presiden Soeharto menandatangani Deklarasi
Kependudukan Dunia yang pada intinya menunjukkan kesadaran bahwa upaya
untuk mengatur dan/atau merencanakan jumlah anak serta menjarangkan
kelahiran dalam keluarga merupakan hak asasi manusia. Dalam pidatonya
tanggal 16 Agustus 1967, Presiden Soeharto menyatakan: “Oleh karena itu kita
harus menaruh perhatian secara serius mengenai usaha-usaha pembatasan
kelahiran, dengan konsepsi keluarga berencana yang dapat dibenarkan oleh
moral agama dan moral Pancasila”. Pada tanggal 7 September 1968 Presiden
Soeharto mengeluarkan Instruksi Presiden No. 26 tahun 1968 kepada Menteri
Kesejahteraan Rakyat (Menkesra) yang isinya antara lain:
1. Membimbing, mengkoordinir serta mengawasi segala aspirasi yang
ada di dalam masyarakat di bidang Keluarga Berencana.
2. Mengusahakan segala terbentuknya suatu Badan atau Lembaga yang
dapat menghimpun segala kegiatan di bidang Keluarga Berencana,
serta terdiri atas unsur Pemerintah dan masyarakat (Manuaba, 1998).
Dengan berdasar pada Instruksi Presiden tersebut maka Menkesra pada
tanggal 11 Oktober 1968 menerbitkan Surat Keputusan No.
35/KPTS/Kesra/X/1968 tentang Pembentukan Tim persiapan Pembentukan
Lembaga Keluarga Berencana. Dengan Surat Keputusan No.
36/KPTS/Kesra/X/1968 maka pada tanggal 17 Oktober 1968 terbentuklah
Lembaga Keluarga Berencana Nasional (LKBN) dengan status sebagai
Lembaga Semi Pemerintah (Puri Kusuma Dwi Putri, 2019).
Pada periode Pembangunan Lima Tahun (Pelita) tahap I (1969-1974), dengan
berdasarkan pada Keppres No. 8 Tahun 1970 dibentuk Badan Koordinasi
Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dengan dr. Suwardjo Suryaningrat
sebagai Kepala BKKBN. Organisasi dan tata kerja BKKBN kemudian
disempurnakan dengan Keppres No. 33 Tahun 1972 dan status badan ini
Bab 11 Konsep Dasar Keluarga Berencana (KB) 187
berubah menjadi Lembaga Pemerintah Non Departemen yang berkedudukan
dibawah Presiden. Mengingat pada periode Pelita I ini tantangan dan hambatan
terhadap pemikiran Keluarga Berencana (KB) masih sangat kuat, maka
dikembangkan metode pendekatan melalui sudut pandang kesehatan dengan
mengembangkan Pendekatan Klinik (Clinical Approach)..
Dengan dikeluarkannya Keppres No. 38 Tahun 1978 maka kedudukan
BKKBN adalah sebagai lembaga pemerintah non-departemen yang berada di
bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Tugas pokok BKKBN saat itu
adalah mempersiapkan kebijaksanaan umum dan mengoordinasikan
pelaksanaan program KB nasional dan kependudukan yang mendukungnya,
baik ditingkat pusat maupun ditingkat daerah serta mengoordinasikan
penyelenggaraan pelaksanaan di lapangan. Pada periode ini pembinaan dan
pendekatan program BKKBN mulai dipadukan dengan sektor-sektor
pembangunan lainnya dan tidak hanya sektor kesehatan. Pola pendekatan ini
dikenal dengan Pendekatan Integratif (Beyond Family Planning).
Pada tanggal 28 Januari 1987 dalam acara penerimaan peserta KB Lestari di
Taman Mini Indonesia Indah oleh Presiden Soeharto, dicanangkan pula
Program KB Mandiri yang kemudian dipopulerkan dengan kampanye
Lingkaran Biru (LIBI). Lingkaran Biru dipopulerkan dengan tujuan
memperkenalkan tempat-tempat pelayanan dengan logo Lingkaran Biru KB.
Strategi gerakan KB nasional kembali mengalami penyesuaian arah dengan
ditetapkannya UU No. 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan
dan Pembangunan Keluarga Sejahtera dan Garis-Garis Besar Haluan Negara
(GBHN) 1993 khususnya sub sektor Keluarga Sejahtera dan Kependudukan.
Sejak itu maka strategi gerakan KB nasional diarahkan untuk mewujudkan
keluarga Kecil yang sejahtera melalui penundaan usia perkawinan,
penjarangan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga dan peningkatan
kesejahteraan keluarga (Wilopo, 1997).
BKKBN akhirnya kembali mengalami perubahan dari Badan Koordinasi
Keluarga Berencana Nasional menjadi Badan Kependudukan dan Keluarga
Berencana Nasional (BKKBN) sejak diterbitkannya Undang Undang No. 52
Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan
Keluarga. Dengan posisi tersebut maka BKKBN kemudian direstrukturisasi
menjadi badan kependudukan, bukan lagi badan koordinasi (Ida Prijatni,
2016).
188 Konsep Dasar Keperawatan Maternitas
11.2 Ruang Lingkup Program KB
“Hak reproduksi meliputi beberapa hak asasi manusia tertentu yang sudah
tercantum di dalam hukum hukum nasional, dokumen-dokumen internasional
hak asasi manusia, serta berbagai dokumen konsensus terkait lainnya. Hak
asasi ini dilandasi oleh pemahaman akan hak asasi semua pasangan dan
individu untuk secara bebas dan bertanggungjawab menentukan jumlah, jarak,
serta waktu kelahiran anak dan untuk memperoleh informasi serta fasilitas
untuk melakukan hal tersebut, serta hak untuk memperoleh standar kesehatan
reproduksi dan seksual yang tertinggi.”
Pelayanan kesehatan reproduksi dan seksual, termasuk pemberian informasi
dan layanan keluarga berencana, merupakan bagian dari hak asasi manusia
selain juga sebagai intervensi utama untuk meningkatkan kesehatan
perempuan dan anak. Dengan dasar konsep ini maka setiap individu berhak
untuk mengakses, menentukan, serta mendapatkan manfaat dari metode
keluarga berencana. Dengan cara pandang pendekatan penyediaan kontrasepsi
berdasar pada hak asasi (rights-based) ini, maka klien ditempatkan dan
dilayani secara utuh/ holistik. Hal ini juga termasuk mempertimbangkan
kebutuhan klien terhadap layanan kesehatan reproduksi dan seksual serta
mempertimbangkan seluruh kriteria kelayakan dan berbagai rekomendasi
praktik yang tepat untuk membantu klien dalam menentukan dan
menggunakan suatu metode keluarga berencana (Indriani K, 2007).
Salah satu upaya untuk mendapatkan kesejahteraan dengan cara menyediakan
layanan nasehat perkawinan, penanganan terhadap kemandulan, dan
pengaturan terhadap jarak kelahiran adalah melalui program keluarga
berencana. Layanan ini merupakan tindakan untuk membantu klien (dalam hal
ini pasangan suami istri) dalam mencegah kehamilan yang tidak direncanakan,
atau menghasilkan kehamilan yang memang diharapkan, dan juga mengatur
jarak kehamilan. Program Keluarga Berencana ini dilakukan dengan niat dan
kesadaran penuh oleh pasangan tersebut. Melalui pengendalian kehamilan,
kelahiran, dan pengendalian pertambahan penduduk maka tujuan dari program
Keluarga Berencana untuk meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak serta
menciptakan kehidupan keluarga kecil yang sejahtera dan bahagia akan dapat
terwujud. Disamping itu, program Keluarga Berencana juga diharapkan akan
dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga serta mewujudkan masyarakat
sebagai sumber daya manusia yang berkualitas. Sasaran dari program
Keluarga Berencana meliputi sasaran langsung dan tidak langsung. Yang
Bab 11 Konsep Dasar Keluarga Berencana (KB) 189
menjadi sasaran langsung yaitu pasangan usia subur yang ditargetkan untuk
menggunakan kontrasepsi untuk menurunkan tingkat kehamilan dan kelahiran.
Adapun sasaran tidak langsungnya adalah pelaksana dan pengelola Keluarga
Berencana melalui pendekatan kebijaksanaan program kependudukan secara
terpadu untuk mewujudkan keluarga yang sejahtera dan berkualitas.
Jadi, lingkup aktivitas dari program Keluarga Berencana tidak hanya masalah
kontrasepsi dan/atau alat kontrasepsi saja, namun juga meliputi:
a. Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE);
b. Pelayanan Konseling;
c. Pelayanan gangguan fertilitas (infertilitas);
d. Pendidikan seks;
e. Konsultasi pra perkawinan dan perkawinan; dan
f. Konsultasi masalah genetik. (WHO, 2008)
Pasal 2 Peraturan Menteri Kesehatan nomor 97 tahun 2014 tentang pelayanan
kesehatan masa sebelum hamil, masa hamil, persalinan, dan masa sesudah
melahirkan, penyelenggaraan pelayanan kontrasepsi, serta pelayanan
kesehatan seksual menyebutkan bahwa pelayanan yang diberikan memiliki
tujuan :
a. menjamin kesehatan ibu agar bisa melahirkan keturunan yang
berkualitas dan sehat;
b. menurunkan angka kesakitan dan angka kematian ibu (AKI) serta
angka kematian bayi baru lahir;
c. menjamin terwujudnya hidup berkualitas dan terpenuhinya hak-hak
reproduksi; dan
d. mempertahankan dan terus meningkatkan mutu pelayanan kesehatan
bagi ibu dan bayi baru lahir yang berkualitas, bermanfaat, dan aman
sesuai dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus
berkembang.
Pelayanan kesehatan terhadap ibu pada masa sebelum hamil dimaksudkan
untuk menyiapkan ibu dalam menjalani masa kehamilan dan menyiapkan
persalinan yang sehat dan selamat agar mendapatkan bayi yang sehat.
Pelayanan pada tahap ini dilakukan terhadap kelompok remaja, calon
pengantin, dan/atau pasangan usia subur. Kegiatan yang diberikan meliputi
190 Konsep Dasar Keperawatan Maternitas
pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, pelayanan imunisasi, pemberian
suplementasi gizi, pelayanan konsultasi masalah kesehatan, serta pelayanan
terkait kesehatan lainnya.
Bentuk pelayanan kesehatan pada masa hamil diberikan sebagai bentuk
pemenuhan hak setiap ibu hamil untuk mendapatkan pelayanan kesehatan
yang bermutu sehingga bisa menjalani masa kehamilannya dengan sehat,
melahirkan dengan selamat, dan menghasilkan bayi yang berkualitas dan
sehat. Pelayanan dalam periode ini dilaksanakan sejak terjadinya konsepsi
sampai sebelum dimulainya proses persalinan. Pelayanan dilakukan dalam
bentuk pelayanan antenatal terpadu yang merupakan pelayanan kesehatan
berkualitas dan komprehensif yang meliputi:
a. konseling kesehatan termasuk stimulasi dan gizi supaya kehamilan
dapat berlangsung dengan sehat dan melahirkan bayi yang cerdas dan
sehat;
b. pelayanan deteksi dini terhadap adanya masalah, penyakit atau
penyulit dan komplikasi pada kehamilan;
c. penyiapan proses persalinan yang aman, sehat, dan bersih;
d. perencanaan untuk mengantisipasi dan menyiapkan secara dini
kebutuhan rujukan apabila diperlukan;
e. penatalaksanaan kasus dan pelaksanaan rujukan yang tepat dan cepat
apabila diperlukan; dan
f. melibatkan ibu hamil, suami, serta keluarganya untuk menjaga
kesehatan dan gizi ibu hamil, menyiapkan kebutuhan melahirkan dan
kesiagaan bila terjadi komplikasi atau penyulit persalinan.
Pelayanan kesehatan pada masa setelah melahirkan terdiri dari pelayanan
kesehatan untuk ibu dan untuk bayi baru lahir. Pelayanan kesehatan untuk ibu
minimal dilakukan 3 (tiga) kali selama masa nifas dengan pengaturan :
1. 1x pada periode 6 (enam) jam hingga 3 (tiga) hari setelah melahirkan;
2. 1x pada periode 4 (empat) hari hingga 28 (dua puluh delapan) hari
setelah melahirkan; dan
3. 1x pada periode 29 (dua puluh sembilan) hari hingga 42 (empat puluh
dua) hari setelah melahirkan.
Bab 11 Konsep Dasar Keluarga Berencana (KB) 191
Pelayanan kesehatan untuk ibu pada masa nifas ini meliputi:
a. pemeriksaan tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu;
b. pemeriksaan tinggi fundus uteri;
c. pemeriksaan lokhia dan perdarahan;
d. pemeriksaan jalan lahir;
e. pemeriksaan payudara dan anjuran pemberian ASI eksklusif;
f. pemberian kapsul vitamin A;
g. pelayanan kontrasepsi pascapersalinan;
h. konseling; dan
i. penanganan risiko tinggi serta komplikasi pada nifas.
Pelayanan kesehatan untuk bayi baru lahir dilaksanakan sesuai dengan
peraturan perundangan-undangan yang berlaku. Pelayanan kontrasepsi pasca
persalinan dimaksudkan untuk menjaga jarak terjadinya kehamilan berikutnya
dan/atau untuk membatasi jumlah anak sesuai yang diharapkan. Selain sesuai
pilihan dan kesepakatan pasangan suami istri, pelayanan kontrasepsi dalam
masa nifas ini juga harus sesuai dengan indikasi, dan tidak memengaruhi
produksi Air Susu Ibu. Pelayanan kontrasepsi diberikan melalui prosedur yang
dapat dipertanggung jawabkan baik dari segi kesehatan, hukum, etika, norma
budaya, maupun agama.
Pelayanan ini meliputi :
a. pergerakan pelayanan kontrasepsi, dilaksanakan sebelum pelayanan
kontrasepsi diberikan sampai dengan pasangan klien memutuskan
untuk memilih suatu metode kontrasepsi;
b. pemasangan atau pemberian kontrasepsi yang harus didahului dengan
konseling (komunikasi, informasi, dan edukasi tentang metode
kontrasepsi) yang harus diberikan secara lengkap agar klien dapat
mengambil keputusan untuk memilih metoda kontrasepsi yang akan
digunakan (informed choise) dan dilanjutkan dengan persetujuan
tindakan medik (Informed Consent); dan
c. penanganan terhadap efek samping (yaitu efek yang tidak diharapkan
dan timbul akibat dari penggunaan atau pemasangan alat kontrasepsi
tetapi tidak sampai mengakibatkan hal yang serius), komplikasi
(yaitu gangguan kesehatan ringan sampai berat yang terjadi akibat
192 Konsep Dasar Keperawatan Maternitas
proses penggunaan atau pemasangan kontrasepsi), dan kegagalan
kontrasepsi (yaitu kejadian hamil pada akseptor KB aktif yang pada
saat hamil tersebut masih menggunakan suatu metode kontrasepsi)
yang dapat berupa konseling, pelayanan yang sesuai dengan standar,
dan/atau melakukan rujukan ke fasilitas pelayanan kesehatan
lanjutan.
Dalam memilih metode kontrasepsi yang akan digunakan, pasangan suami
istri harus mempertimbangkan faktor umur, jumlah kehamilan (paritas),
jumlah anak yang telah dimiliki, kondisi kesehatan klien, dan norma agama
yang diyakini. Metode kontrasepsi dipilih secara rasional dan sesuai dengan
fase yang dihadapi dan dijalani oleh pasangan suami istri meliputi :
a. fase menunda kehamilan, yaitu pada pasangan muda atau ibu yang
belum mencapai usia 20 tahun;
b. fase menjarangkan kehamilan, yaitu pada pasangan suami istri yang
telah berusia antara 20 tahun sampai 35 tahun; atau
c. fase tidak menghendaki kehamilan lagi, yaitu pada pasangan suami
istri yang sudah berusia lebih dari 35 tahun.
Pilihan metode kontrasepsi dapat berupa:
a. metode kontrasepsi untuk jangka pendek (misalnya pil, kondom, dan
suntik); dan
b. metode kontrasepsi untuk jangka panjang (misalnya AKDR/ Alat
Kontrasepsi Dalam Rahim, implan/ Alat Kontrasepsi Bawah Kulit,
MOP/ Metode Operasi Pria, dan MOW/ Metode Operasi Wanita)
Kontrasepsi darurat dapat diberikan kepada wanita yang tidak terlindungi
kontrasepsi pada saat berhubungan seksual atau kepada korban perkosaan
untuk mencegah kehamilan. Wanita yang tidak terlindungi kontrasepsi pada
saat berhubungan seksual misalnya pada kondisi:
a. kondom lepas, bocor, atau salah cara menggunakannya;
b. diafragma robek, pecah, atau terlalu cepat diangkat;
c. kegagalan dalam senggama terputus (misal : terlanjur ejakulasi di
dalam vagina atau pada ejakulasi di area genitalia externa)
Bab 11 Konsep Dasar Keluarga Berencana (KB) 193
d. salah menghitung periode masa subur;
e. AKDR/ alat kontrasepsi dalam rahim mengalami ekspulsi (keluar/
lepas);
f. lupa atau terlewat untuk minum pil KB lebih dari 2 tablet;
g. terlambat atau terlewat untuk suntik ulang lebih dari 1 minggu untuk
akseptor KB metode suntik bulanan; dan
h. terlambat atau terlewat untuk suntik ulang lebih dari 2 minggu untuk
akseptor KB metode suntik tiga bulanan (Kemenkes, 2014).
11.3 Pelayanan Kesehatan Seksual
Pelayanan kesehatan seksual diberikan dengan tujuan agar setiap wanita bisa
menjalani kehidupan seksual dengan pasangannya yang sah yang
memungkinkannya untuk bisa menikmati hubungan seksual yang sehat, tanpa
paksaan dan diskriminasi, aman, terbebas dari rasa bersalah, kekerasan, malu,
dan rasa takut.
Kesehatan seksual yang dimaksud disini meliputi aspek kehidupan seksual
yang:
a. terbebas dari infeksi menular seksual;
b. terbebas dari disfungsi dan gangguan orientasi seksual;
c. terbebas dari kekerasan fisik dan mental;
d. mampu mengatur kehamilan; dan
e. sesuai dengan etika dan moralitas.
Pelayanan kesehatan seksual dapat dilaksanakan di fasilitas pelayanan
kesehatan tingkat pertama maupun tingkat lanjutan. Pelayanan ini dapat
diintegrasikan dengan pelayanan kesehatan atau program promosi kesehatan
lainnya dan diutamakan pada:
a. program pelayanan kesehatan peduli remaja;
b. program pelayanan kesehatan reproduksi dan kontrasepsi;
c. program pelayanan antenatal; dan
d. program pelayanan kesehatan terhadap infeksi menular seksual.