The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

FullBook Konsep Dasar Keperawatan Maternitas

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by shunnarirescue, 2022-11-28 20:35:16

FullBook Konsep Dasar Keperawatan Maternitas

FullBook Konsep Dasar Keperawatan Maternitas

94 Konsep Dasar Keperawatan Maternitas

c. Kaji faktor yang dapat menurunkan toleransi terhadap nyeri

Rasional: mengidentifikasi jalan keluar yang harus dilakukan untuk
mengurangi rasa nyeri
d. Kurangi dan hilangkan faktor yang meningkatkan nyeri

Rasional: tidak menambah rasa nyeri pada pasien
e. Jelaskan metode pereda nyeri yang ada seperti relaksasi, massage,

pola pernafasan, pengaturan posisi serta obat – obatan

Rasional: memungkinkan lebih banyak alternative yang dimiliki oleh ibu, oleh
karena dukungan kepada ibu untuk mengendalikan rasa nyerinya (Rajan dalam
Henderson, 2006).
f. Lakukan perubahan posisi sesuai dengan keinginan ibu, jika ibu

menginginkan untuk tetap di tempat tidur anjurkan untuk miring ke
kiri

Rasional: nyeri persalinan bersifat sangat individual sehingga posisi nyaman
tiap individu akan berbeda, miring kiri dianjurkan karena memaksimalkan
curah jantung ibu.
g. Beberapa teknik pengendalian nyeri Relaksasi Massage

Rasional: Bertujuan untuk meminimalkan aktivitas simpatis pada system
otonom sehingga ibu dapat memecah siklus ketegangan-ansietas-nyeri.
Massage yang lebih mudah diingat dan menarik perhatian adalah yang
dilakukan orang lain.
Kelelahan berhubungan dengan peningkatan kebutuhan energi akibat
peningkatan metabolisme sekunder akibat nyeri selama persalinan
Tujuan: Diharapkan ibu tidak mengalami keletihan
Kriteria evaluasi: nadi:60-80x/menit (saat tidak ada his), ibu menyatakan
masih memiliki cukup tenaga

Bab 7 Asuhan Keperawatan Pada Persalinan 95

Intervensi:

1. Kaji tanda – tanda vital yaitu nadi dan tekanan darah

Rasional: nadi dan tekanan darah dapat menjadi indikator terhadap status
hidrasi dan energi ibu.

2. Anjurkan untuk relaksasi dan istirahat di antara kontraksi

Rasional: mengurangi bertambahnya keletihan dan menghemat energi yang
dibutuhkan untuk persalinan

3. Sarankan suami atau keluarga untuk mendampingi ibu

Rasional: dukungan emosional khususnya dari orang–orang yang berarti bagi
ibu dapat memberikan kekuatan dan motivasi bagi ibu

4. Sarankan keluarga untuk menawarkan dan memberikan minuman
atau makanan kepada ibu

Rasional: makanan dan asupan cairan yang cukup akan memberi lebih banyak
energi dan mencegah dehidrasi yang memperlambat kontraksi atau kontraksi
tidak teratur.

7.3.2 Kala II

1. Pengkajian pada kala 1I, meliputi
a. Aktivitas /istirahat
• Adanya kelelahan, ketidak mampuan melakukan dorongan
sendiri/ relaksasi.
• Letargi.
• Lingkaran hitam di bawah mata.
b. Sirkulasi: tekanan darah dapat meningkat 5-10mmHg di antara
kontraksi.
c. Integritas emosional
• Respon emosional dapat meningkat.
• Klien merasa kehilangan kontrol atau kebalikannya seperti
saat ini klien mengejan secara aktif.

96 Konsep Dasar Keperawatan Maternitas

d. Eliminasi.
• Keinginan untuk defekasi, disertai tekanan intraabdominal
dan tekanan uterus.
• Adanya kemungkinan distensi kandung kemih dengan urine
yang dikeluarkan selama upaya mendorong janin untuk
keluar.

e. Nyeri/ Ketidak nyamanan, meliputi: merintih/ meringis selama
kontraksi, timbul rasa terbakar/ meregang dari perineum, kaki
terasa gemetar selama upaya mendorong janin untuk keluar,
kontraksi uterus dapat terjadi secara kuat selama1,5 – 2 mnt dan
berakhir 60-90 detik.

f. Pernafasan: apakah terjadi peningkatan frekuensi pernafasan.
g. Keamanan: apakah diaforesis sering terjadi, apakah Bradikardi

janin dapat terjadi selama kontraksi
h. Pemeriksaan genetalia, meliputi: apakah servik sudah dilatasi

penuh (10 cm) dan apakah penonjolan 100%, apakah terjadi
peningkatan perdarahan vagina, apakah sudah terjadi proses
penonjolan rectal/ perineal disertai dengan turunnya janin,
apakah ketuban sudah pecah, apakaj terjadi peningkatan
pengeluaran cairan amnion selama kontraksi, dan apakah sudah
terjadi Crowning, kaput tampak tepat sebelum kelahiran pada
presentasi vertex (Depkes RI, 1993).
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan tekanan mekanik pada bagian
presentasi, dilatasi/ peregangan jaringan, kompresi saraf, pola
kontraksi semakin intense lama, hiperventilasi maternal.
b. Risiko infeksi maternal saat prosedur invasive berulang, trauma
jaringan, pemajanan terhadap pathogen, persalinan lama atau
pecah ketuban (Sharon J Reeder Et all, 1987).
3. Perencanaan

Nyeri saat tekanan mekanik pada presentasi, dilatasi/peregangan jaringan,
kompresi saraf, pola kontraksi semakin intensif

Bab 7 Asuhan Keperawatan Pada Persalinan 97

Tujuan: diharapkan klien dapat mengontrol rasa nyeri

Kriteria evaluasi:

a. Mengungkapkan penurunan nyeri
b. Menggunakan teknik yang tepat untuk mempertahankan kontrol

nyeri.
c. Istirahat di antara kontraksi

Intervensi:

a. Identifikasi derajat ketidak nyamanan dan sumbernya.
Rasional: Mengklarifikasi kebutuhan sehingga dapat memberikan
asuhan/intervensi yang tepat sesuai dengan kebutuhan klien.

b. Pantau dan catat aktivitas uterus pada setiap kontraksi.
Rasional: Memberikan informasi tentang kemajuan yang terjadi
secara kontinu, dapat membantu identifikasi pada pola kontraksi
abnormal

c. Berikan dukungan dan informasi yang berhubungan dengan
persalinan.
Rasional: Informasi tentang perkiraan kelahiran sehingga
memberikan semangat kepada klien dan optimis untuk dapat
melahirkan secara normal

d. Anjurkan klien untuk mengejan dengan baik sesuai arahan dari
perawat.
Rasional: Upaya mengejan spontan yang tidak terus menerus
menghindari efek negatif berkenaan dengan penurunan kadar oksigen
ibu dan janin.

e. Bantu ibu untuk memilih posisi yang nyaman untuk mengejan
Rasional: Posisi yang tepat dan nyaman dengan relaksasi akan
memudahkan terjadinya kemajuan pada proses persalinan.

f. Kaji dan periksa kandung kemih, kateterisasi bila terlihat distensi.
Rasional: Meningkatkan kenyamanan, memudahkan turunnya janin,
menurunkan risiko trauma kandung kencing serta tidak menghalangi
proses kontraksi.

98 Konsep Dasar Keperawatan Maternitas

Risiko infeksi maternal pada prosedur invasive berulang, trauma jaringan,
pemajanan terhadap pathogen, persalinan lama atau pecah ketuban

Tujuan: diharapkan tidak terjadi infeksi

Kriteria evaluasi: Tidak ditemukan tanda-tanda adanya infeksi.

Intervensi:

a. Lakukan perawatan perineal setiap 4 jam sekali.
Rasional: Membantu meningkatkan kebersihan, mencegah terjadinya
infeksi uterus asenden dan kemungkinan sepsis, karena janin rentan
pada infeksi saluran asenden dan kemungkinan terjadinya sepsis.

b. Catat tanggal dan waktu pecah ketuban.
Rasional: Dalam waktu 4 jam setelah ketuban pecah akan dapat
terjadi infeksi.

c. Lakukan pemeriksaan vagina hanya jika ada indikasi, dengan
menggunakan teknik aseptik
Rasional: Pemeriksaan vagina berulang meningkatkan risiko infeksi
endometrial.

d. Pantau suhu, nadi dan sel darah putih.
Rasional: Peningkatan suhu atau nadi > 100 dpm dapat menandakan
timbulnya infeksi.

e. Gunakan teknik asepsis bedah pada persiapan peralatan.
Rasional: Menurunkan risiko kontaminasi.

Kolaborasi:

Berikan antibiotik sesuai indikasi

Rasional: Digunakan dengan kewaspadaan karena pemakaian antibiotik dapat
merangsang pertumbuhan yang berlebih dari organisme resisten.

Bab 7 Asuhan Keperawatan Pada Persalinan 99

7.3.3 Kala III

1. Pengkajian
a. Aktivitas/istirahat

Perilaku dapat direntang dari senang sampai keletihan.

b. Sirkulasi
(1) Tekanan darah meningkat saat curah jantung meningkat
kemudian kembali ke tingkat normal dengan cepat.
(2) Hipotensi dapat terjadi sebagai respon terhadap analgesik dan
anastesi.
(3) Frekuensi nadi lambat pada respon terhadap perubahan
jantung.
(4) Makanan/cairan: kehilangan darah normal 200-300ml.
(5) Nyeri/ketidaknyamanan: inspeksi manual pada uterus dan
jalan lahir menetukan adanya robekan atau laserasi.
Perluasan episiotomi atau laserasi jalan lahir mungkin ada.
(6) Pemeriksaan vagina: darah yang berwarna hitam dari vagina
terjadi saat plasenta lepas dari endometrium, biasanya dalam
1-5 menit setelah melahirkan bayi. Tali pusat memanjang
pada muara vagina. Uterus berubah dari discoid menjadi
bentuk globular.
(7) Pemeriksaan fisik
• Kondisi umum ibu: tanda vital (tekanan darah, nadi,
respirasi, suhu tubuh), status mental klien.
• Inspeksi: perdarahan aktif dan terus menerus sebelum
atau sesudah melahirkan plasenta.
• Palpasi: tinggi fundus uteri dan konsistensinya baik
sebelum maupun sesudah pengeluaran Plasenta (Sharon J
Reeder Et all, 1987).

2. Diagnosa keperawatan
a. Risiko cedera (maternal) pada posisi selama
melahirkan/pemindahan, kesulitan dengan plasenta.

100 Konsep Dasar Keperawatan Maternitas

b. Nyeri pada trauma jaringan, respon fisiologis setelah melahirkan
(Sharon J Reeder Et all, 1987).

3. Perencanaan

Risiko cedera (maternal) pada posisi selama melahirkan/pemindahan, kesulitan
dengan plasenta.

Tujuan: diharapkan tidak terjadi cedera maternal

Kriteria evaluasi:

a. Tidak terjadi tanda-tanda perdarahan.
b. Kesadaran pasien bagus.
4. Intervensi:

Mandiri

a. Palpasi fundus uteri dan masase secara perlahan.
Rasional: Memudahkan pelepasan plasenta.

b. Masase fundus secara perlahan setelah pengeluaran plasenta dengan
Gerakan sirkuler selama 15 detik.
Rasional: Menghindari rangsangan/trauma berlebihan pada fundus.

c. Kaji irama pernapasan dan pengembangan.
Rasional: Pada pelepasan plasenta. Bahaya ada berupa emboli cairan
amnion dapat masuk ke sirkulasi maternal, menyebabkan emboli
paru.

d. Bersihkan vulva dan perineum dengan air larutan antiseptik, berikan
pembalut perineal steril.
Rasional: Menghilangkan kemungkinan kontaminan yang dapat
mengakibatkan infesi saluran asenden selama periode pasca partum.

e. Rendahkan kaki klien secara simultan dari pijakan kaki.
Rasional: Membantu menghindari regangan otot.

f. Kaji perilaku klien, perhatikan perubahan SSP.
Rasional: Peningkatan tekanan intrakranial selama mendorong dan
peningkatan curah jantung yang cepat membuat klien dengan
aneurisme serebral sebelumnya berisiko terhadap ruptur.

g. Dapatkan sampel darah tali pusat untuk menentukan golongan darah.

Bab 7 Asuhan Keperawatan Pada Persalinan 101

Rasional: Bila bayi Rh-positif dan klien Rh-negatif, klien akan
menerima imunisasi dengan imun globulin Rh (Rh-Ig) pada pasca
partum.

Kolaborasi

a. Gunakan bantuan ventilator bila diperlukan.
Rasional: Kegagalan pernapasan dapat terjadi mengikuti emboli
amnion atau pulmoner.

b. Berikan oksitosin IV, posisikan kembali uterus di bawah pengaruh
anastesi dan berikan ergonovin maleat (ergotrat) setelah penempatan
uterus kembali. Bantu dengan tampon sesuai dengan indikasi.
Rasional: Meningkatkan kontraktilitas miometrium uterus.

c. Berikan antibiotik profilatik.
Rasional: Membatasi potensial infeksi endometrial.

Nyeri saat trauma jaringan, respon fisiologis setelah melahirkan.

Tujuan: diharapkan nyeri dapat hilang atau berkurang

Kriteria evaluasi:

a. Menyatakan nyeri berkurang dengan skala (0-3).
b. Wajah tampak tenang.
c. Wajah tampak tidak meringis.

Intervensi:

Mandiri

a. Bantu dengan teknik pernapasan selama perbaikan pembedahan bila
tepat.
Rasional: Pernapasan membantu mengalihkan perhatian langsung
dari ketidaknyamanan, meningkatkan relaksasi.

b. Berikan kompres es pada perineum setelah melahirkan dengan
persetujuan klien.
Rasional: Mengkonstriksikan pembuluh darah, menurunkan edema
dan memberikan kenyamanan dan anastesi lokal.

c. Ganti pakaian dan linen basah.

102 Konsep Dasar Keperawatan Maternitas

Rasional: Meningkatkan kenyamanan, hangat, dan kebersihan.
d. Berikan selimut hangat.

Rasional: Tremor/menggigil pada pasca melahirkan mungkin terjadi
karena hilangnya tekanan secara tiba-tiba pada saraf pelvis atau
kemungkinan dihubungkan dengan tranfusi janin ke ibu yang terjadi
pada pelepasan plasenta.

Kolaborasi

Bantu dalam perbaikan episiotomi bila perlu.

Rasional: Penyambungan pada bagian yang rupture akan memudahkan proses
penyembuhan.

7.3.4 Kala IV

1. Pengkajian pada kala III meliputi
a. Aktivitas / Istirahat
Pasien tampak “berenergi” atau keletihan / kelelahan, mengantuk
b. Sirkulasi:
(1) Nadi biasanya lambat (50 – 70x / menit)
(2) TD bervariasi: mungkin lebih rendah pada respon terhadap
analgesia/anastesia, atau meningkat pada respon terhadap
pemeriksaan oksitosin atau hipertensi karena kehamilan
(3) Edema: bila ada mungkin dependen (misal: pada ekstremitas
bawah), atau dapat juga pada ekstremitas atas dan wajah atau
mungkin umum (tanda hipertensi pada kehamilan)
(4) Cek adanya kehilangan darah selama persalinan dan
kelahiran sampai 400 – 500 ml untuk kelahiran per vagina
atau 600-800 ml untuk kelahiran sesaria
c. Kondisi psikologis
(1) Reaksi emosional bervariasi dan dapat berubah-ubah misal:
eksitasi atau perilaku menunjukkan kurang kedekatan, tidak
berminat (kelelahan), atau kecewa
(2) Dapat mengekspresikan masalah atau meminta maaf untuk
perilaku intrapartum atau kehilangan kontrol, dapat

Bab 7 Asuhan Keperawatan Pada Persalinan 103

mengekspresikan rasa takut mengenai kondisi bayi baru lahir
dan perawatan segera pada neonatal.
d. Eliminasi: apakah ada hemoroid dan menonjol, apakah kandung
kemih teraba penuh atau jika penuh dapat dilakukan pemasangan
kateter urinarius jika belum bisa berkemih secara mandiri,
diuresis dapat terjadi bila tekanan bagian presentasi menghambat
aliran urinarius dan atau cairan IV diberikan selama persalinan
dan kelahiran.
e. Makanan/Cairan apakah klien mengeluh haus, lapar, mual
f. Neurosensori: Hiperrefleksia mungkin ada (menunjukkan
terjadinya dan menetapnya hipertensi, khususnya pada pasien
dengan diabetes mellitus, remaja, atau pasien primipara)
g. Nyeri/Ketidaknyamanan. Pasien melaporkan ketidaknyamanan
dari berbagai sumber misalnya setelah nyeri, trauma jaringan /
perbaikan episiotomi, kandung kemih penuh, atau perasaan
dingin/otot tremor dengan “menggigil”
h. Keamanan: pada awalnya suhu tubuh meningkat sedikit
(dehidrasi), perbaikan episiotomi utuh dengan tepi jaringan
merapat
i. Periksa abdomen dan vagina: apakah fundus teraba keras dan
berkontraksi, pada garis tengah dan terletak setinggi umbilicus:
bagaimana dengan pengeluaran lochia: jumlahnya sedang, merah
gelap dengan hanya beberapa bekuan kecil, apakah perineum
bebas dari infeksi: kemerahan, edema, echimosis, apakan ada
striae pada abdomen, paha, dan payudara. Bagaimana keadaan
payudara lunak dengan puting tegang
j. Pemberian penyuluhan / Pendidikan Kesehatan sesuai dengan
kebutuhan klien
k. Catat obat-obatan yang diberikan, termasuk waktu dan jumlah
l. Pemeriksaan Diagnostik. Hemoglobin/Hematokrit (Hb/Ht),
jumlah darah lengkap, urinalisis. Pemeriksaan lain mungkin
dilakukan sesuai indikasi dari temuan fisik (Sharon J Reeder Et
all, 1987).

104 Konsep Dasar Keperawatan Maternitas

2. Diagnosa keperawatan
a. Nyeri akut karena adanya trauma mekanis/edema jaringan,
kelelahan fisik dan psikologis, ansietas
b. Perubahan proses keluarga karena adanya penambahan jumlah
anggota keluarga.

3. Perencanaan

Nyeri akut karena trauma mekanis/edema jaringan, kelelahan fisik dan
psikologis, ansietas

Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan klien dapat
mengontrol rasa nyeri dan mengurangi rasa nyeri

Kriteria Evaluasi:

a. Pasien melaporkan nyeri berkurang
b. Menunjukkan postur dan ekspresi wajah rileks
c. Pasien merasakan nyeri berkurang pada skala nyeri (0-2)

Intervensi:

a. Kaji sifat dan derajat ketidaknyamanan, jenis melahirkan, sifat
kejadian intrapartal, lama persalinan, dan pemberian anastesia atau
analgesia
Rasional: Membantu mengidentifikasi faktor–faktor yang
memperberat ketidaknyamanan nyeri

b. Berikan informasi yang tepat tentang perawatan rutin selama periode
pascapartum
Rasional: Informasi dapat mengurangi ansietas berkenaan rasa takut
tentang ketidaktahuan, yang dapat memperberat persepsi nyeri

c. Inspeksi perbaikan episiotomi atau laserasi. Evaluasi penyatuan
perbaikan luka, perhatikan adanya edema, hemoroid
Rasional: Trauma dan edema meningkatkan derajat ketidaknyamanan
dan dapat menyebabkan stress pada garis jahitan

d. Berikan kompres dingin (es) dengan persetujuan dari klien
Rasional: Es memberikan anastesia lokal, meningkatkan
vasokontriksi dan menurunkan pembentukan edema

Bab 7 Asuhan Keperawatan Pada Persalinan 105

e. Lakukan tindakan kenyamanan (misalnya: perawatan mulut, mandi
sebagian, linen bersih dan kering, perawatan perineal periodik)
Rasional: Meningkatkan kenyamanan, perasaan bersih

f. Masase uterus dengan perlahan sesuai indikasi. Catat adanya faktor-
faktor yang memperberat hebatnya dan frekuensi afterpain
Rasional: Masase perlahan meningkatkan kontraktilitas tetapi tidak
seharusnya menyebabkan ketidaknyamanan berlebihan. Multipara,
distensi uterus berlebihan, rangsangan oksitosin dan menyusui
meningkatkan derajat after pain berkenaan dengan kontraksi
miometrium

g. Anjurkan penggunaan teknik pernafasan/relaksasi
Rasional: Meningkatkan rasa kontrol dan dapat menurunkan beratnya
ketidaknyamanan berkenaan dengan afterpain (kontraksi) dan masase
fundus

h. Berikan lingkungan yang tenang, anjurkan pasien istirahat
Rasional: Persalinan dan kelahiran merupakan proses yang
melelahkan. Dengan ketenangan dan istirahat dapat mencegah
kelelahan yang tidak perlu

i. Kolaborasi: pemberian analgesik sesuai kebutuhan
Rasional: Analgesik bekerja pada pusat otak, yaitu dengan
menghambat prostaglandin yang merangsang timbulnya nyeri.

Perubahan jumlah anggota keluarga

Tujuan: diharapkan keluarga dapat menerima kehadiran anggota keluarga yang
baru

Kriteria Evaluasi:

a. Menggendong bayi saat kondisi ibu dan bayi dalam kondisi sehat
b. Mendemonstrasikan perilaku kedekatan dengan anak

106 Konsep Dasar Keperawatan Maternitas

Intervensi:

a. Anjurkan pasien untuk menggendong, menyentuh, dan memeriksa
bayi
Rasional: Jam-jam pertama setelah kelahiran memberikan
kesempatan untuk terjadinya ikatan keluarga, karena ibu dan bayi
secara emosional saling menerima isyarat yang menimbulkan
kedekatan dan penerimaan

b. Anjurkan ayah untuk menyentuh dan menggendong bayi dan
membantu dalam perawatan bayi, sesuai kondisi
Rasional: Membantu memfasilitasi ikatan/kedekatan di antara ayah
dan bayi. Ayah yang secara aktif berpartisipasi dalam proses
kelahiran dan aktivitas interaksi pertama dari bayi, secara umum
menyatakan perasaan ikatan khusus pada bayi

c. Observasi dan catat interaksi bayi–keluarga, perhatikan perilaku
untuk menunjukkan ikatan dan kedekatan dalam budaya khusus
Rasional: Kontak mata dengan mata, penggunaan posisi menghadap
wajah, berbicara dengan suara tinggi dan menggendong bayi
dihubungkan dengan kedekatan antara ibu dan bayi

d. Kaji apakah ada perilaku yang menunjukkan kekecewaan terhadap
lahirnya anggota keluarga yang baru
Rasional: Datangnya anggota keluarga baru, bahkan sekalipun sudah
diinginkan menciptakan periode disekulibrium sementara,
memerlukan penggabungan anak baru ke dalam keluarga yang ada.

e. Terima keluarga dan sibling dengan senang hati selama periode
pemulihan bila diinginkan oleh pasien dan dimungkinkan oleh
kondisi ibu/neonatus dan lingkungan
Rasional: Meningkatkan unit keluarga, dan membantu sibling untuk
memulai proses adaptasi positif pada peran baru dan masuknya
anggota baru dalam struktur keluarga.

f. Kaji pelaksanaan pemberian ASI, tergantung pada pilihan pasien dan
keyakinan/praktik budaya

Bab 7 Asuhan Keperawatan Pada Persalinan 107

Rasional: Kontak awal mempunyai efek positif pada durasi
pemberian ASI, kontak kulit dengan kulit, dan mulainya tugas ibu
meningkatkan ikatan
g. Berikan informasi mengenai perawatan segera pasca kelahiran
Rasional: Informasi menghilangkan ansietas yang mungkin
mengganggu ikatan atau hasil dari “self-absorption” lebih dari
perhatian pada bayi baru lahir

108 Konsep Dasar Keperawatan Maternitas

Bab 8

Konsep Dasar Bayi Baru Lahir

8.1 Pendahuluan

Pengertian Bayi Baru Lahir (neonatus) adalah bayi dalam empat minggu
pertama kehidupan (Williamson & Crozier, 2013). Terdapat istilah Bayi Baru
Lahir Normal yang didefinisikan sebagai bayi yang dilahirkan pada usia
kehamilan aterm dengan berat lahir 2500-4000 gram (Sondakh, 2013).
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2015), Bayi Baru Lahir
Normal adalah bayi yang lahir dengan umur kehamilan 37-42 minggu dengan
berat lahir 2500-4000 gram. Dalam konsep lain, Bayi Baru lahir Normal
diartikan sebagai bayi yang lahir dengan presentasi belakang kepala melalui
vagina, tanpa memakai alat, pada usia kehamilan genap 37 minggu sampai 42
minggu, dengan berat badan lahir 2500 - 4000 gram, dengan nilai APGAR > 7
dan tanpa cacat bawaan (Rukiyah & Yulianti, 2012).
Masa neonatal yang berlangsung mulai dari lahir sampai 4 minggu sesudah
kelahiran (28 hari) menjadi dasar pengkategorian bayi baru lahir yaitu: 1)
Neonatus, bayi umur 0 (baru lahir) sampai usia 1 bulan setelah lahir; 2)
Neonatus dini, yaitu bayi berumur 0-7 hari; dan 3) Neonatus lanjut, yaitu bayi
berumur 7-28 hari (Muslihatun, 2010 dalam Manggiasih & Jaya, 2016).
Berdasarkan usia kehamilan, bayi baru lahir diklasifikasikan menjadi: 1) Bayi
Cukup Bulan, yaitu bayi yang dilahirkan setelah usia kehamilan genap
mencapai 37 minggu hingga kurang dari 41 minggu; 2) Bayi Lewat Waktu,

110 Konsep Dasar Keperawatan Maternitas

merupakan bayi yang dilahirkan setelah usia kehamilan melewati 41 minggu
(Johnson et al., 2004).

Bayi Kurang Bulan (prematur) pun memiliki klasifikasi yaitu:

1. Bayi prematur: bayi yang dilahirkan sebelum usia kehamilan genap
37 minggu (England, 2003);

2. Bayi prematur sedang: bayi yang dilahirkan pada usia kehamilan 35-
37 minggu (BLISS, 2004);

3. Bayi sangat prematur: bayi yang dilahirkan pada usia kehamilan 29-
34 minggu (BLISS, 2004);

4. Bayi amat sangat prematur: bayi yang dilahirkan pada usia kehamilan
24-28 minggu (BLISS, 2004).

Berat badan bayi baru lahir juga digunakan untuk mengklasifikasikan kondisi
bayi. Papageorgiou & Bardin (1999) mengelompokkan bayi dengan berat
badan lahir kurang dari rata-rata, menjadi:

1. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), merupakan bayi yang memiliki
berat badan ≤ 2500 gram saat lahir;

2. Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR), merupakan bayi yang
memiliki berat badan < 1500 gram saat lahir;

3. Berat Bayi Lahir Amat Sangat Rendah (BBLASR) adalah bayi yang
memiliki berat badan < 1000 gram saat lahir.

England (2003) membagi jenis bayi berdasarkan berat lahirnya sebagai
berikut:

1. Sesuai Masa Kehamilan (SMK), yaitu bayi yang kecil tetapi memiliki
laju pertumbuhan sesuai usia gestasinya;

2. Kecil Masa Kehamilan (KMK), yaitu bayi yang dilahirkan pada usia
cukup bulan atau lewat waktu, dengan berat badan kurang dari sentil
ke-10 atau lebih dari dua standar deviasi di bawah rata-rata berat
badan yang diperkirakan untuk gestasi tersebut;

3. Kecil Masa Kehamilan dan Kurang Bulan, yaitu bayi yang dilahirkan
sebelum usia kehamilan genap 37 minggu dengan berat badan kurang

Bab 8 Konsep Dasar Bayi Baru Lahir 111

dari sentil ke-10 atau lebih dari dua standar deviasi di bawah rata-rata
berat badan yang diperkirakan untuk gestasi tersebut;
4. Besar Masa Kehamilan, yaitu bayi yang dianggap besar untuk usia
gestasinya karena berat badannya melebihi sentil ke-90 untuk
gestasinya.

Proses kelahiran yang baru saja dialami dan penyesuaian diri dari kehidupan
intra uterin ke kehidupan ekstra uterin merupakan perubahan yang besar
sehingga membuat bayi rentan terhadap berbagai hal. Fungsi dan proses vital
neonatus sangat bergantung pada maturasi, adaptasi dan toleransi. Sementara
aspek transisi pada bayi baru lahir yang paling utama dan berlangsung dengan
cepat adalah pada sistem pernafasan, sirkulasi, dan kemampuan menghasilkan
glukosa.

8.2 Adaptasi Fisiologis Bayi Baru Lahir

Awal kehidupan diluar rahim merupakan salah satu bagian dari siklus
kehidupan manusia. Begitu bayi dilahirkan maka ketergantungan pada ibu
beralih menuju kemandirian secara fisiologis sebagai individu. Wujud
keberhasilan upaya adaptasi bayi baru lahir normal menurut Prawiroharjo
(2002) dimanifestasikan secara klinis dalam bentuk:

1. Bunyi jantung dalam menit pertama ± 180 kali/menit yang
selanjutnya turun hingga 140 – 120 kali/menit pada umur 30 menit;

2. Pernapasan cepat pada menit pertama (± 80 kali/menit) disertai
dengan pernapasan cuping hidung, retraksi suprastenal dan
intercostal, serta rintihan yang berlangsung 10 – 15 menit;

3. Nilai APGAR 7-10;
4. Berat badan lahir 2500-4000 gram;
5. Panjang badan lahir 48-52 cm;
6. Lingkar kepala 33-35 cm;
7. Lingkar dada 30-38 cm;
8. Lingkar lengan atas 11 cm;
9. Reflek isap dan menelan baik;

112 Konsep Dasar Keperawatan Maternitas

10. Reflek Moro baik, bayi memperlihatkan gerakan memeluk jika
dikagetkan;

11. Grasping reflek baik, bayi akan menggenggam jika diletakkan suatu
benda di atas telapak tangannya;

12. Genitalia, pada bayi perempuan labia mayora sudah menutupi labia
minora, dan pada laki-laki testis sudah turun di scrotum;

13. Eliminasi, urin dan mekonium (berwarna cokelat kehijauan) akan
keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran

14. Kesadaran.

Kondisi kesadaran bayi baru lahir dibagi menjadi:

a. Menangis. Kondisi menangis pada bayi menggunakan aktivitas
motorik yang tidak jelas dan aktif. Tangis normal bayi adalah kuat,
keras, dan nyaring.

b. Tidur nyenyak. Keadaan bayi yang tidur tenang, jarang bergerak, dan
bernapas lambat serta teratur

c. Tidur dengan gerakan mata yang cepat (REM=Rapid Eye
Movement). Bayi bernapas tidak teratur, meringis, dan mata bergerak
cepat.

d. Aktif-sadar. Bayi menunjukkan gerakan tubuh yang aktif dengan
ekspresi wajah tenang atau meringis.

e. Tenang-sadar. Bayi sadar tapi relaks, mata terbuka dan fokus.
f. Transisional. Bayi mengalami satu keadaan sadar ke keadaan sadar

lainnya.

Bayi mengalami perubahan kompleks yang dikenal sebagai ”periode transisi”.
Periode ini berlangsung selama 1 bulan atau lebih dan menuntut adaptasi bayi
baru lahir. Kemampuan adaptasi bayi baru lahir dalam penyesuaian fungsional
dari kehidupan intrauterus ke kehidupan diluar uterus dengan mempertahankan
fungsi-fungsi vital yang bersifat dinamis serta dipengaruhi oleh tahap
pertumbuhan dan perkembangan disebut sebagai ”Homeostatis” (Manggiasih
& Jaya, 2016; Rukiah & Yulianti, 2012).

Bab 8 Konsep Dasar Bayi Baru Lahir 113

Proses adaptasi bayi baru lahir dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:

1. Riwayat antepartum ibu dan bayi baru lahir misalnya terpapar zat
toksik, sikap ibu terhadap kehamilannya dan pengalaman pengasuhan
bayi;

2. Riwayat intrapartum ibu dan bayi baru lahir, misalnya lama
persalinan, tipe analgesik atau anestesi intrapartum;

3. Kapasitas fisiologis bayi baru lahir untuk melakukan transisi dari
kehidupan intrauterin ke kehidupan ekstrauterin;

4. Kemampuan petugas kesehatan dalam mengkaji dan merespon
masalah dengan tepat pada saat terjadi (Setiyani, Sukesi, &
Esyuananik, 2016).

Perubahan fisiologis bayi baru lahir terjadi pada:

1. Sistem Pernafasan

Bayi baru lahir normal pertama kali bernafas dalam 30 detik setelah lahir, pada
menit pertama frukensi pernapasan ± 80 x/menit disertai dengan pernapasan
cuping hidung. Pernapasan ini timbul akibat dari aktivitas normal sistem saraf
pusat dan perifer yang di bantu oleh beberapa rangsangan lainnya (Manggiasih
& Jaya, 2016).

Faktor yang berperan dalam rangsangan napas pertama bayi adalah

a. Hipoksia pada akhir persalinan dan rangsangan fisik lingkungan luar
rahim yang merangsang pusat pernapasan di otak.

b. Tekanan dalam dada. Hal ini terjadi melalui pengempisan paru
selama persalinan yang merangsang masuknya udara ke dalam paru
secara mekanik. Interaksi antara sistem pernapasan, sistem
kardiovaskuler, dan susunan saraf pusat menimbulkan pernapasan
yang teratur dan berkesinambungan serta denyut yang diperlukan
untuk kehidupan.

Upaya pernapasan pertama seorang bayi berfungsi untuk mengeluarkan cairan
dari dalam paru-paru dan mengembangkan jaringan alveolus paru-paru untuk
pertama kalinya. Ketidakmatangan paru terutama akan mengurangi peluang
kelangsungan hidup bayi baru lahir sebelum usia 24 minggu. Keadaan ini

114 Konsep Dasar Keperawatan Maternitas

terjadi karena keterbatasan permukaan alveolus, ketidakmatangan sistem
kapiler paru dan tidak adekuatnya jumlah surfaktan.

Agar alveolus dapat berfungsi, harus terdapat surfaktan yang cukup dan aliran
darah yang melalui paru. Surfaktan diproduksi mulai usia kehamilan 20
minggu dan jumlahnya meningkat sampai paru matang sekitar 30-34 minggu.
Surfaktan berfungsi mengurangi tekanan permukaan dan membantu
menstabilkan dinding alveolus sehingga tidak kolaps pada akhir persalinan.
Tanpa adanya surfaktan alveolus akan kolaps setelah tiap siklus pernapasan,
yang menyebabkan sulit bernapas sehingga diperlukan banyak energi
tambahan untuk bernapas. Peningkatan energi memerlukan dan menggunakan
lebih banyak oksigen dan glukosa. Peningkatan ini menimbulkan stress pada
bayi.

Pada saat bayi di dalam uterus telah aterm, terdapat cairan di dalam paru bayi.
Selama persalinan, ketika bayi melalui jalan lahir, sekitar sepertiga cairan ini
diperas keluar dari paru. Bayi yang dilahirkan melalui SC (Sectio Caesarea)
kehilangan mekanisme perasan thorax ini, dan dapat menderita paru basah
dalam jangka waktu lama. Beberapa tarikan napas pertama, membuat udara
memenuhi trachea dan bronkus bayi baru lahir. Sisa cairan di dalam paru
kemudian dikeluarkan dari paru dan diserap oleh pembuluh limfe dan darah.
Semua alveoli akan berkembang terisi udara sesuai berjalannya waktu.

Fungsi pernapasan berkaitan dengan fungsi sirkulasi kardiovaskuler. Karena
oksigenasi merupakan faktor yang sangat penting dalam mempertahankan
kecukupan pertukaran udara, maka apabila terjadi hipoksia, pembuluh darah
paru akan mengalami vasokonstriksi. Kondisi ini berarti, tidak ada pembuluh
darah yang mampu menerima oksigen yang berada dalam alveolus, sehingga
akan terjadi penurunan oksigenasi ke jaringan dan memperburuk hipoksia.
Sebaliknya, jika aliran darah paru meningkat maka akan memperlancar
pertukaran gas dalam alveolus dan menyingkirkan cairan paru, serta
merangsang perubahan sirkulasi janin menjadi sirkulasi luar rahim (Setiyani,
Sukesi, & Esyuananik, 2016).

2. Sistem Sirkulasi

Perkembangan paru-paru mengakibatkan tekanan oksigen di dalam alveolus
meningkat dan tekanan karbondioksida turun. Darah bayi baru lahir harus
melewati paru untuk mengambil oksigen dan mengadakan sirkulasi melalui
tubuh guna mengantarkan oksigen ke jaringan. Terdapat dua mekanisme yang

Bab 8 Konsep Dasar Bayi Baru Lahir 115

mengubah tekanan dalam sistem pembuluh darah: a) Saat tali pusat dipotong,
resistensi pembuluh sistemik meningkat dan tekanan atrium kanan menurun;
b) Tekanan atrium kanan menurun karena berkurangnya aliran darah ke atrium
kanan yang mengurangi volume dan tekanannya (Setiyani, Sukesi, &
Esyuananik, 2016).

Kedua mekanisme tersebut membantu darah dengan kandungan oksigen
sedikit mengalir ke paru untuk proses oksigenasi ulang. Pernapasan pertama
menurunkan resistensi pembuluh paru dan meningkatkan tekanan atrium
kanan. Oksigen pada pernapasan pertama menimbulkan relaksasi dan
terbukanya sistem pembuluh paru (menurunkan resistensi pembuluh paru), hal
ini menyebabkan meningkatnya sirkulasi ke paru sehingga terjadi peningkatan
volume darah pada atrium kanan. Dengan adanya peningkatan tekanan pada
atrium kanan dan penurunan tekanan pada atrium kiri, foramen ovale akan
menutup. Adanya pernapasan membuat kadar oksigen darah meningkat,
sehingga mengakibatkan duktus arteriosus mengalami konstriksi dan menutup.
Dengan demikian sirkulasi janin sekarang berubah menjadi sirkulasi bayi yang
hidup di luar tubuh ibu. Bunyi jantung pada menit pertama 180x/menit yang
semakin Iama akan menurun, dan pada menit ke 30 menjadi 120-140x/menit.
Vena umbilikus, duktus arteriosus dan arteri hipogastrika tali pusat menutup
dalam beberapa menit setelah lahir dan setelah tali pusat diklem, sedangkan
penutupan anatomi jaringan fibrosa berlangsung dalam 2-3 bulan (Rukiyah &
Yulianti, 2012; Setiyani, Sukesi, & Esyuananik, 2016).

3. Sistem Termoregulasi

Belum mampunya bayi baru lahir untuk mengatur suhu membuat bayi
mengalami stress terhadap adanya perubahan suhu lingkungan. Ruang bersalin
merupakan lingkungan yang lebih dingin, saat bayi ada di ruangan bersuhu
dingin menyebabkan menguapnya air ketuban pada kulit, sehingga
menurunkan suhu tubuh bayi. Upaya bayi untuk menaikkan suhu tubuh pada
lingkungan yang dingin adalah dengan menggunakan lemak cokelat yang
dapat memproduksi panas. Timbunan lemak cokelat yang terdapat pada
seluruh tubuh bayi dapat meningkatkan suhu tubuh bayi sebesar 100%.

Dalam proses pembakaran lemak cokelat, bayi membutuhkan glukosa agar
memperoleh energi yang dapat mengubah lemak menjadi panas. Setelah lahir,
bayi tidak mampu memproduksi ulang lemak cokelat, sementara cadangan
lemak cokelat akan habis dalam waktu singkat karena stress dingin. Meskipun
usia kehamilan yang lebih lama membuat persediaan lemak cokelat pada bayi

116 Konsep Dasar Keperawatan Maternitas

lebih banyak, bayi yang kedinginan akan tetap mengalami hipoglikemi,
hipoksia dan asidosis jika terpapar suhu dingin terus menerus.

Beberapa mekanisme yang dapat menyebabkan bayi kehilangan panas:

a. Konduksi, yaitu hilangnya panas melalui kontak langsung antara
tubuh bayi dengan permukaan yang dingin, misalnya: menimbang
bayi tanpa alas timbangan, memegang bayi dengan tangan yang
dingin, dan menggunakan stetoskop dingin untuk pemeriksaan bayi
baru lahir (Dewi, 2010);

b. Konveksi, yaitu terpaparnya bayi dengan udara yang lebih dingin,
misalnya melalui kipas angin, hembusan udara, pendingin ruangan,
atau menempatkan bayi di dekat jendela (Dewi, 2010);

c. Evaporasi, yaitu menguapnya cairan ketuban pada permukaan tubuh
bayi karena setelah lahir tidak segera dikeringkan dan diselimuti;

d. Radiasi, terjadi ketika bayi ditempatkan di dekat benda-benda yang
bersuhu lebih rendah dari suhu tubuh bayi, meskipun tidak
bersentuhan secara langsung (JNPK-KR, 2007).

Agar otak bayi berfungsi maka memerlukan sejumlah glukosa, padahal
glukosa turun dengan cepat (1-2jam) setelah bayi lahir. Oleh karena itu
dibutuhkan perbaikan penurunan glukosa darah dengan cara:

a. Memberikan ASI sedini mungkin
b. Menggunakan cadangan glikogen (glikogenolisis)
c. Membuat glukosa dari sumber lain, dalam hal ini lemak

(glukoneogenesis)

Jika nutrisi yang diterima tidak cukup maka tubuh bayi akan membuat glukosa
dari glikogen (glukoneogenesis). Hal tersebut dapat terjadi jika bayi
mempunyai persediaan glikogen yang memadai. Bayi yang sehat akan
menyimpan glukosa dalam bentuk glikogen, terutama dalam hati selama
bulan-bulan terakhir di dalam rahim.

Apabila bayi mengalami hipotermia yang mengakibatkan hipoksia, maka bayi
akan menggunakan persediaan glikogen selama jam pertama kehidupannya.
Ketika persediaan glukosa digunakan pada jam pertama kehidupan bayi, hal
ini akan berbahaya bagi otak bayi, terutama bayi baru lahir yang kurang bulan,

Bab 8 Konsep Dasar Bayi Baru Lahir 117

lewat bulan, memiliki hambatan pertumbuhan dalam rahim/IUGR dan atau
mengalami stress janin. Risikonya menjadi tinggi karena simpanan energi
berkurang atau digunakan sebelum lahir. Bayi dapat mengalami hipoglikemi
dengan gejala: kejang-kejang halus, sianosis, apne, tangis lemah, letargi,
lunglai, dan menolak makanan. Jika hipoglikemia dibiarkan berkepanjangan
maka akan menyebabkan kerusakan yang dapat menyebar ke seluruh sel-sel
otak (Setiyani, Sukesi, & Esyuananik, 2016).

Oleh sebab itu, sangat penting menjaga kehangatan bayi segera setelah lahir.
Pencegahan kehilangan panas menjadi prioritas utama dan petugas wajib
meminimalkan kehilangan panas pada bayi baru lahir.

4. Sistem Gastrointestinal

Di dalam rahim, bayi aterm sudah mampu menghisap dan menelan. Demikian
pula dengan reflek gumoh dan batuk yang sudah mulai terbentuk dengan baik
pada saat lahir. Kemampuan bayi cukup bulan dalam menerima dan menelan
makanan masih terbatas, hubungan esofagus bawah dan lambung belum
sempurna sehingga mudah gumoh terutama bayi baru lahir dan bayi muda.
Kapasitas lambung bayi terbatas, yaitu < 30 cc untuk bayi cukup bulan.
Kapasitas ini akan bertambah bersamaan dengan bertambahnya umur bayi.
Usus bayi masih belum matur sehingga belum mampu melindungi dari zat
berbahaya. Kolon neonatus juga kurang efisien dalam mempertahankan air
dibanding kolon orang dewasa sehingga bayi baru lahir menjadi lebih rentan
terhadap diare. Traktus digestivus bayi telah mengandung mekonium yang
terbentuk sejak 16 minggu kehamilan. Mekonium tersebut akan keluar dalam
10 jam pertama, dan pada usia 4 hari biasanya BAB bayi sudah berbentuk dan
berwarna seperti feses pada umumnya (Setiyani, Sukesi, & Esyuananik, 2016).

5. Sistem Metabolisme

Metabolisme basal bayi baru lahir lebih besar dari pada orang dewasa karena
luas permukaan tubuhnya relatif lebih luas dibandingkan orang dewasa. Pada
jam-jam pertama kehidupan bayi, energi diperoleh dari pembakaran
karbohidrat, sedangkan pada hari kedua berasal dan pembakaran lemak dan
pada hari ke 6 energi 60% diperoleh dari lemak dan 40% diperoleh dari
karbohidrat, karena pada masa ini bayi sudah mendapatkan susu (Manggiasih
& Jaya, 2016).

118 Konsep Dasar Keperawatan Maternitas

6. Sistem Imunologi

Bayi baru lahir belum memiliki sistem imunitas yang matang sehingga rentan
terhadap berbagai infeksi dan alergi. Sistem imunitas yang matang dapat
menunjang kekebalan alami dan buatan. Kekebalan alami berasal dari struktur
tubuh yg mencegah dan meminimalkan infeksi.

Kekebalan alami yang terdapat dalam tubuh berupa:

a. perlindungan oleh kulit membran mukosa
b. fungsi saringan saluran napas
c. pembentukan koloni mikroba oleh kulit dan usus
d. perlindungan kimia oleh asam lambung.

Kekebalan alami juga terdapat pada tingkat sel darah yang membantu bayi
baru lahir membunuh mikroorganisme asing. Sayangnya sel darah masih
belum matang sehingga bayi belum mampu melokalisasi dan memerangi
infeksi secara efisien. Bayi pun belum mampu merespon antigen asing pada
awal kehidupannya. Bayi baru lahir sangat rentan terhadap infeksi, sehingga
tubuh bayi perlu membentuk kekebalan sedini mungkin. Pencegahan terhadap
pajanan mikroba dengan praktik persalinan aman, menyusui ASI dini,
imunisasi dan pengenalan serta pengobatan dini infeksi menjadi sangat penting
(Setiyani, Sukesi, & Esyuananik, 2016).

7. Sistem Urinaria

Ginjal merupakan organ yang penting dalam kehidupan janin hingga lahir.
Kapasitas ginjal kecil hingga setelah lahir. Urine bayi baru lahir encer,
berwarna kekuningan dan tidak berbau. Warna cokelat disebabkan oleh lendir
membrane mukosa dan keasaman, hal tersebut akan hilang setelah bayi banyak
minum. Garam asam urat dapat menimbulkan warna merah jambu pada urine,
namun hal ini tidak berbahaya. Tingkat filtrasi glomerolus bayi baru lahir
rendah dan kemampuan reabsorbsi tubular terbatas. Bayi belum mampu
mengencerkan urine dengan baik saat mendapat asupan cairan, juga belum
dapat mengantisipasi tingkat larutan yang pekat dalam darah. Urine dibuang
dengan cara mengosongkan kandung kemih secara reflek. Urine pertama
dibuang saat lahir dalam 24 jam, dan akan semakin sering dengan banyaknya
cairan yang diminum.

Bab 8 Konsep Dasar Bayi Baru Lahir 119

8.3 Pencegahan Infeksi

Pencegahan infeksi merupakan penatalaksanaan awal pada bayi baru lahir
yang harus dilakukan karena bayi baru lahir sangat rentan terhadap infeksi.
Pada saat penanganan bayi baru lahir, pastikan penolong sudah melakukan
tindakan pencegahan infeksi.

Pencegahan infeksi dapat dilakukan dengan: mencuci tangan secara seksama
sebelum dan setelah melakukan kontak dengan bayi; memakai sarung tangan
bersih pada saat menangani bayi yang belum dimandikan; memastikan semua
peralatan, termasuk klem gunting dan benang tali pusat telah didesinfeksi
tingkat tinggi atau steril, jika menggunakan bola karet penghisap, pakai yang
bersih dan baru, jangan pernah menggunakan bola karet penghisap untuk lebih
dari satu bayi; memastikan bahwa semua pakaian, handuk, selimut serta kain
yang digunakan untuk bayi, telah dalam keadaan bersih; memastikan bahwa
timbangan, pita pengukur, termometer, stetoskop, dan benda-benda lainnya
yang akan bersentuhan dengan bayi dalam keadaan bersih (dekontaminasi dan
cuci setiap kali setelah digunakan); menganjurkan ibu menjaga kebersihan diri,
terutama payudaranya dengan mandi setiap hari (putting susu tidak boleh
disabun); membersihkan muka, pantat dan tali pusat bayi baru lahir dengan air
bersih, hangat dan sabun setiap hari; dan menjaga bayi dari orang-orang yang
menderita infeksi dan memastikan orang yang memegang bayi sudah cuci
tangan sebelumnya (Setiyani, Sukesi, & Esyuananik, 2016).

8.4 Rawat Gabung

Rawat gabung merupakan cara perawatan bayi baru lahir dengan
menempatkan bayi baru lahir dalam satu ruangan bersama ibunya selama 24
jam penuh per harinya sehingga bayi lebih mudah berinteraksi dengan ibunya.
Rawat gabung bertujuan agar bayi dapat segera memperoleh ASI,
meningkatkan hubungan antara ibu dan bayi, dan merangsang produksi ASI
yang lebih optimal. Rawat gabung memungkinkan orang tua bayi
mendapatkan pengalaman merawat bayi segera sesudah bayi lahir. Hubungan
yang erat dapat menunjang psikologis, pertumbuhan dan perkembangan bayi
(Rukiyah & Yulianti, 2012).

120 Konsep Dasar Keperawatan Maternitas

Bab 9

Konsep Dasar Nifas

9.1 Pendahuluan

Periode postpartum adalah periode waktu atau masa sejak bayi lahir sampai
organ-organ reproduksi kembali ke keadaan normal sebelum hamil. Periode ini
berlangsung selama 6 minggu, dan seringkali disebut sebagai masa nifas atau
puerperium (Lowdermilk, Perry and Cashion, 2013). Masa nifas (puerperium)
adalah masa yang dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir saat organ
reproduksi kembali pada keadaan seperti sebelum hamil yang membutuhkan
waktu sekitar 6 minggu (Syafrudin and Hamidah, 2009). Masa nifas atau
disebut dengan puerperium adalah masa yang dibutuhkan untuk pulihnya
kembali alat-alat kandungan seperti sebelum hamil yang dimulai setelah
persalinan dan berlangsung selama 6-8 minggu (Bahiyatun, 2009).
Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa masa nifas atau
puerperium merupakan masa atau periode yang dimulai setelah persalinan
sampai pulihnya kembali organ-organ reproduksi seperti keadaan sebelum
hamil yang membutuhkan waktu selama 6-8 minggu. Masa postpartum
(puerperium) dibagi dalam 3 tahap, yaitu: 1) Periode immediate post
partum/kala IV yaitu periode yang berlangsung dalam 24 jam pertama
postpartum; 2) Early post partum periode yaitu periode yang berlangsung pada
minggu pertama postpartum; dan 3) Late post partum periode yaitu periode
yang berlangsung pada minggu ke-dua sampai ke-6 postpartum. Risiko bahaya

122 Konsep Dasar Keperawatan Maternitas

adalah pada immediate dan early post partum periode, sedangkan perubahan
secara bertahap kebanyakan terjadi pada late post partum periode (Mitayani,
2009).

Komponen perawatan pada awal periode postpartum adalah membantu ibu
beristirahat dan pulih dari proses persalinan dan melahirkan, observasi
perubahan fisiologis dan psikologis, pencegahan komplikasi, pendidikan
kesehatan tentang perawatan ibu dan bayi, mendukung ibu dan pasangannya
pada awal masa transisi menjadi orang tua (Lowdermilk, Perry and Cashion,
2013). Supaya perawat dapat memberikan perawatan yang berkualitas selama
periode postpartum, perawat harus memiliki pengetahuan tentang
adaptasi/perubahan fisiologis dan adaptasi psikososial pada periode
postpartum.

9.2 Adaptasi Fisiologis Postpartum

Adaptasi fisiologis postpartum terjadi pada berbagai sistem organ di antaranya
adalah: 1) Sistem reproduksi dan struktur yang terkait; 2) Sistem endokrin; 3)
Abdomen; 4) Sistem perkemihan; 5) Sistem pencernaan; 6) Payudara; 7)
Sistem Kardiovaskuler; 8) Sistem syaraf; 9) Sistem muskuloskeletal; 10)
Sistem Integumen; dan 11) Sistem Imun.

9.2.1 Sistem Reproduksi dan Struktur yang Berhubungan

Uterus

1. Proses involusi

Prosesi involusi adalah proses kembalinya uterus pada keadaan sebelum hamil
setelah melahirkan. Proses involusi ini dimulai segera setelah
ekspulsi/keluarnya plasenta dengan kontraksi otot polos uterus (Lowdermilk,
Perry and Cashion, 2013). Segera setelah plasenta lahir, dinding depan dan
belakang uterus yang tebal saling menutup yang berakibat rongga bagian
tengah merata dan uterus menjadi massa jaringan yang hampir padat. Ukuran
uterus selama 2 hari pertama postpartum tetap sama, setelah itu ukuran
berkurang secara cepat karena involusi. Involusi terjadi akibat kontraksi dan
retraksi otot uterus serta autolisis (Reeder, Martin and Koniak-Griffin, 2011).

Bab 9 Konsep Dasar Nifas 123

Pada saat hamil akan terjadi peningkatan kadar estrogen dan progesteron yang
berperan dalam menstimulasi pertumbuhan uterus secara massive.
Pertumbuhan uterus pada saat hamil (prenatal) hasil dari penambahan sel
(hiperplasia) dan membesarnya ukuran sel (hipertropi). Kedua hormon tersebut
setelah melahirkan terjadi penurunan sehingga menyebabkan penghancuran
diri sendiri pada jaringan yang mengalami hipertropi (autolisis). Pada setiap
kehamilan ukuran uterus terjadi sedikit pembesaran karena menetapnya sel
tambahan yang terjadi pada saat kehamilan (Perry et al., 2010). Tertinggalnya
sebagian plasenta dan infeksi dapat menyebabkan terjadinya subinvolusi atau
suatu kondisi di mana uterus gagal untuk mengecil kembali ke ukuran dan
keadaan normal seperti sebelum hamil (Lowdermilk, Perry and Cashion,
2013). Tabel 9.1 menjelaskan tingkat involusi uteri dan perubahan ukuran dan
bentuk uterus postpartum ditunjukkan pada gambar 9.1

Tabel 9.1: Tingkat Involusi Uteri (Perry et al., 2010)

Waktu Sejak Posisi Fundus Uteri (FU) Berat
Melahirkan Uterus

Akhir kala III Uterus berada di tengah, sekitar 2 cm di 1000
persalinan bawah umbilikus dengan fundus berada
pada promontorium sakrum. TFU sama 500 gr
12 Jam dengan uterus usia kehamilan 16 minggu 350 gr
setelah 60-80 gr
melahirkan FU naik setinggi umbilikus atau sedikit di
1 Minggu bawah atau di atas umbilikus. Selanjutnya
2 minggu FU turun sekitar 1 cm/24 jam
6 minggu
FU berada 4-5 jari di bawah umbilikus

Uterus tidak bisa dipalpasi dari abdomen

Kembali ke keadaan normal seperti
sebelum hamil

Gambar 9.1: Perubahan Ukuran dan Bentuk Uterus Postpartum. (A) Uterus
Postpartum. (B) Uterus Hari ke-6, (C) Uterus Tidak Hamil (Reeder, Martin

and Koniak-Griffin, 2011).

124 Konsep Dasar Keperawatan Maternitas

2. Kontraksi Uterus

Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah bayi
lahir. Hal ini dibutuhkan untuk tercapainya hemostasis postpartum. Hemostasis
postpartum dicapai ketika otot uterus berkontraksi sehingga terjadi kompresi
pembuluh darah dalam miometrium. Dengan demikian kondisi ini terjadi
bukan karena agregrasi trombosit dan pembentukan pembekuan darah
(Lowdermilk, Perry and Cashion, 2013).

Pelepasan hormon oksitosin dari kelenjar hipofisis akan memperkuat dan
mengatur kontraksi uterus dan membantu hemostasis postpartum. Intensitas
kontraksi uterus akan berkurang dan menjadi tidak teratur dalam waktu 1-2
jam pertama postpartum. Supaya uterus tetap berkontraksi dengan baik dan
kuat, berikan suntikan oksitosin eksogen (pitosin) setelah plasenta lahir secara
intravena atau intramuskular dan sarankan ibu untuk segera menyusui bayinya
karena dengan menyusui akan menstimulasi pelepasan oksitosin akibat dari
isapan pada puting susu oleh bayi (Perry et al., 2010).

3. Afterpains

Afterpain adalah rasa sakit yang mencekram (kram) pada abdomen bagian
bawah yang dialami oleh ibu multipara selama 3 – 4 hari pertama post partum.
Pada primipara tonus uterus biasanya masih baik, fundus tetap keras dan kram
yang dialami oleh ibu biasanya ringan. Pada multipara uterus lebih kendor
daripada uterus primipara dengan demikian harus berkontraksi lebih kuat
untuk menghasilkan involusi sehingga mengakibatkan afterpain (Perry et al.,
2010). Afterpain sering terjadi ketika ibu sedang menyusui, karena hisapan
putting menimbulkan pelepasan oksitosin yang membuat uterus berkontraksi
dan pemberian oksitosin eksogen (Lowdermilk, Perry and Cashion, 2013).

4. Tempat Plasenta

Proses penyembuhan luka pada endometrium berbeda dengan proses
penyembuhan luka pada umumnya. Hal ini terjadi karena segera setelah
plasenta dan selaputnya keluar, konstriksi pembuluh darah dan trombosis akan
membuat tempat melekatnya plasenta menjadi tempat atau area bernodul
ireguler dan meninggi. Pertumbuhan endometrium ini dapa mengakibatkan
lepasnya jaringan yang mengalami nekrosis dan mencegah pembentukan
jaringan parut yang menunjukkan ciri khas/normal penyembuhan luka. Proses
penyembuhan luka tersebut mengakibatkan endometrium dapat kembali pada

Bab 9 Konsep Dasar Nifas 125

siklus perubahan yang biasa terjadi dan bisa tetap menjadi tempat implantasi
plasenta pada kehamilan berikutnya. Regenerasi/perbaikan endometrium
selesai pada hari ke-16 postpartum, kecuali pada tempat implantasi plasenta.
Regenerasi pada tempat implantasi plasenta terjadi secara perlahan dan bisanya
selesai sampai 6 minggu postpartum (Blackburn, 2007).

5. Lokia

Lokia adalah cairan yang keluar dari uterus setelah melahirkan. Lokia mula-
mula berwarna merah, dan mengandung bekuan darah kecil. Dalam 2 jam
pertama postpartum, jumlah lokia kurang lebih sama dengan jumlah darah
pada menstruasi yang banyak dan setelah itu, aliran lokia akan berkurang
(Lowdermilk, Perry and Cashion, 2013).

Lokia dibagi dalam tiga tahap di antaranya adalah:

a. Lokia rubra, dengan karakteristik rabas berwarna merah terang yang
berlangsung selama 3 hari yang terdiri atas darah dengan sedikit
lendir, partikel desidua dan sisa sel darah dari plasenta.

b. Lokia serosa dengan karakteristik rabas cair berwarna merah mudah
atau kecoklatan, kondisi ini terjadi akibat berkurangnya perdarahan
pada endometrium. Lokia serosa berlangsung sampai 10 hari
postpartum yang terdiri dari darah, lekosit, serum dan sisa jaringan.

c. Lokia alba dengan karakteristik rabas coklat keputihan, lebih encer
dan transparan. Lokia alba terjadi setelah hari ke-10 postpartum yang
terdiri dari leukosit, lendir, sel-sel epitel serum dan desidua. Lokia
alba berlangsung sampai 6 minggu setelah postpartum (Reeder,
Martin and Koniak-Griffin, 2011).

Jumlah lokia pada persalinan dengan operasi cesar lebih sedikit. Jumlah aliran
lokia akan meningkat pada saat ambulasi dan menyusui, cenderung
menggenang bila ibu berbaring dan aliran darah lebih banyak saat berdiri
(Lowdermilk, Perry and Cashion, 2013). Lokia memiliki bau yang khas dan
tidak berbau busuk, bila pengeluaran lokia dengan jumlah yang besar disertai
bau yang menyengat, demam, malaise menunjukkan adanya infeksi
intrauterine (Coad and Dunstall, 2007).

126 Konsep Dasar Keperawatan Maternitas

Perdarahan postpartum dari vagina tidak semua adalah lokia, tapi bisa juga
akibat laserasi vagina atau serviks yang tidak diperbaiki. Berikut perbedaan
perdarahan lokia dan perdarahan bukan lokia Tabel 9.2).

Tabel 9.2: Perbedaan Lokia dan Perdarahan Bukan Lokia (Lowdermilk, Perry
and Cashion, 2013)

Perdarahan Lokia Perdarahan Bukan Lokia

Lokia biasanya mengalir dari lubang Apabila aliran darah keluar dari
vagina. Ketika uterus berkontraksi, vagina, kerusakan pembuluh darah
aliran akan meningkat bisa terjadi saat melahirkan,
sehingga sebagian perdarahan
mungkin bukan hanya berasal dari
aliran lokia yang normal

Masase uterus dapat meningkatkan Apabila jumlah perdarahan banyak
aliran lokia. Jumlah lokia akan secara terus-menerus dan berwarna
berkurang menjadi tetesan lokia merah terang , kemungkinan akibat
berwarna merah terang pada awal robekan di serviks atau vagina.
masa nifas dan berwarna gelap, jika
menggenang pada vagina yang
berelaksasi.

Serviks

Segera setelah melahirkan serviks mendatar dan sedikit tonus, teraba lunak.
Ektoserviks setelah postpartum terlihat memar, edema dan mengalami laserasi
kecil. Ukuran serviks dapat mencapai 2 jari dan tebal sekitar 1 cm. Serviks
memendek serta lebih keras dan tebal dalam waktu 24 jam. Pada hari ke-2 atau
ke-3 setelah melahirkan, mulut serviks menutup secara bertahap dengan
ukuran 2-3 cm dan dalam satu minggu mencapai 1 cm (Blackburn, 2007).

Pemeriksaan histologi pada serviks segera setelah melahirkan menunjukkan
adanya edema dan perdarahan. Epitel endoserviks dalam kondisi utuh, dengan
diselingi area setengah terkelupas. Hipertropi dan hiperplasi glandular yang
terjadi selama kehamilan akan menyusut dan perdarahan interstitial
direabsorbsi pada hari keempat. Involusi serviks berlanjut lebih dari 6 minggu,
edema dn infiltrasi sel bundar dapat berlangsung selama 3-4 bulan (Reeder,
Martin and Koniak-Griffin, 2011).

Bab 9 Konsep Dasar Nifas 127

Pemeriksaan Kolposkopi pada serviks menunjukkan adanya memar, laserasi,
ulserasi dan area kuning dengan ukuran kurang dari 4 mm dalam beberapa hari
setelah postpartum dan kondisi ini biasanya dijumpai pada primipara.
Penyembuhan sempurna dicapai dalam waktu 6-12 minggu, hal ini terjadi
karena reepitalisasi yang cepat dari jaringan yang trauma. Penyembuhan
laserari serviks dengan proses proliferasi fibroblast (Reeder, Martin and
Koniak-Griffin, 2011). Pada awal masa postpartum terdapat berbagai retraksi
epitelium kolumnar eversi (ektropion). Penyembuhan osteum serviks eksterna
tidak terlihat seperti sebelum hamil dengan bentuk tidak bulat, mulutnya mulut
serviks lebih lebar, membentuk celah melintang yang disebut sebagai mulut
ikan, seperti terlihat pada gambar 9.2 (Reeder, Martin and Koniak-Griffin,
2011; Lowdermilk, Perry and Cashion, 2013).

Gambar 9.2: (A) Mulut Serviks Nulipara, (B) Mulut Serviks Parous

Vagina dan Perineum

Penurunan estrogen berperan dalam penipisan mukosa vagina dan hilangnya
rugae. Vagina yang mengalami distensi dengan dengan dinding yang halus,
perlahan mengecil dan tonusnya kembali, meskipun tidak seperti sebelum
hamil (Blackburn, 2007).

Rugae kembali dalam 3-4 minggu walaupun tidak akan menonjol seperti pada
wanita nulipara, kebanyakan rugae akan berbentuk gepeng secara permanen.
Pada ibu yang menyusui mukosa akan tetap atropi sampai menstruasi kembali.
Penebalan mukosa vagina terjadi seiring pemulihan fungsi ovarium. Defisiensi
estrogen berdampak pada sedikitnya lubrikan di vagina sehingga vagina kering
dan rasa tidak nyaman saat berhubungan seksual (disparenia) yang menetap
sampai fungsi ovarium dan menstruasi kembali (Lowdermilk, Perry and
Cashion, 2013).

128 Konsep Dasar Keperawatan Maternitas

Introitus vagina mengalami edema dan eritematosa segera setelah postpartum.
Kondisi ini diperparah jika terdapat laserasi atau episiotomi. Perineum dan
introitus akan sembuh dengan cepat apabila tidak terdapat infeksi. Pada
beberapa wanita, nyeri perineal berlangsung sampai lebih 6 bulan dan secara
umum nyeri menghilang setelah satu bulan postpartum. Aktivitas seksual
kembali pada 2 bulan postpartum pada lebih dari separuh wanita (Reeder,
Martin and Koniak-Griffin, 2011).

Tuba Falopii dan Ligamen

Perubahan histologik yang terjadi pada tuba falopii ditunjukkan dengan
pengurangan sel-sel skretorik, penurunan jumlah dan ukuran sel-sel silia dan
atropi epitelium tuba. Epitelium mencapai kondisi fase folikular pada awal
siklus menstruasi setelah 6-8 minggu. Ligamen yang menyokong ovarium,
tuba falopii dan uterus setelah mengalami ketegangan dan tarikan yang kuat
mengalami relaksasi setelah melahirkan dan kembali ke ukuran serta posisi
normal, membutuhkan waktu sekitar 2-3 bulan (Reeder, Martin and Koniak-
Griffin, 2011).

Otot Penyokong Panggul

Struktur penyokong pada otot dan fasia uterus serta vagina akan mengalami
cidera selama proses kelahiran anak yang dapat menyebabkan relaksasi
panggul sehingga melemahkan dan memanjangkan struktur otot uterus,
dinding vagina, uretra, kandung kemih dan rektum. Tanda dan gejala relaksasi
panggul akan muncul sekitar menopause pada saat terjadi perubahan atropik
fasia serta pengurangan efek tonik estrogen pada jaringan panggul. Tipe
relaksasi panggul yang paling sering adalah enterokel, rektokel, prolaps uteri,
sistokel dan eretrokel. Persalinan berulang akan meningkatkan risiko relaksasi
otot panggul (Reeder, Martin and Koniak-Griffin, 2011).

Jaringan penyokong dasar panggul yang mengalami regangan/relaksasi akan
mendapatkan tonusnya kembali membutuhkan waktu selama 6 bulan (Perry et
al., 2010). Perbaikan kekuatan otot panggul lebih cepat pada wanita yang
melakukan latihan otot panggul daripada wanita yang tidak melakukan latihan
tersebut. Latihan kegel disarankan untuk membantu pemulihan panggul serta
otot panggul. Latihan ini juga dapat digunakan pada klien yang mengalami
gangguan penyokong panggul seperti sistokel, inkontinensia stres dan prolaps
uterus (Reeder, Martin and Koniak-Griffin, 2011).

Bab 9 Konsep Dasar Nifas 129

9.2.2 Sistem Endokrin

Hormon Plasenta

Pada periode postpartum terjadi perubahan hormon yang signifikan. Lahirnya
plasenta menyebabkan penurunan produksi hormon secara drastis. Penurunan
hormon human chorionic somatotropin, estrogen, kortisol, dan enzim insulin
plasenta berdampak pada perbaikan diabetogenik kehamilan sehingga pada
masa nifas kadar gula darah relatif rendah (Lowdermilk, Perry and Cashion,
2013).

Segera setelah plasenta lahir terjadi penurunan kadar estrogen dan progesteron
dan kadar terendah dicapai dalam waktu 1 minggu postpartum. Penurunan
kadar estrogen menyebabkan deuresis cairan ekstrasel berlebihan yang
terakumulasi selama kehamilan. Kadar estrogen mulai meningkat dalam waktu
2 minggu postpartum dan menjadi jauh lebih tinggi pada hari ke-17
postpartum pada ibu yang tidak menyusui dibandingkan dengan ibu yang
menyusui (Katz, 2007). Perubahan endokrin postpartum secara rinci dijelaskan
pada tabel 9.3.

Hormon-Hipotalamus-Hipofisis-Ovarium

Waktu terjadinya ovulasi dan kembalinya menstruasi terdapat perbedaan
antara ibu yang menyusui dan tidak menyusui. Pada ibu yang menyusui akan
terjadi peningkatan kadar prolaktin serum yang menetap sehingga bisa
menekan ovulasi (Katz, 2007). Selama kehamilan kadar prolaktin meningkat
secara progresif dan tetap meningkat pada ibu yang menyusui (Lawrence and
Lawrence, 2009). Durasi anovulasi dapat dipengaruhi oleh frekuensi
menyusui, durasi pada setiap menyusui dan derajat kebutuhan pemberian
makanan tambahan (Katz, 2007). Kadar prolaktin akan berkurang setelah
melahirkan pada ibu yang tidak menyusui dan kembali pada kadar seperti
sebelum hamil pada minggu ke-3 postpartum (Lowdermilk, Perry and
Cashion, 2013).

Ovulasi bisa terjadi sejak hari ke-27 postpartum, waktu rata-rata sekitar 70-75
hari. Pada ibu yang tidak menyusui menstruasi terjadi setelah 4-6 minggu
postpartum. Pada ibu yang menyusui, ovulasi kembali sekitar 6 bulan
(Blackburn, 2007). Faktor yang berpengaruh terhadap kembalinya ovulasi dan
menstruasi pada ibu menyusui adalah durasi dan frekuensi menyusui
(Blackburn, 2007). Pada beberapa ibu akan terjadi ovulasi sebelum menstruasi

130 Konsep Dasar Keperawatan Maternitas

postpartum sehingga pilihan kontrasepsi harus didiskusikan pada awal masa
nifas (Cunningham et al., 2005; Blackburn, 2007).

Tabel 9.3: Perubahan Endokrin Postpartum (Reeder, Martin and Koniak-
Griffin, 2011)

Hormon Perubahan Setelah Melahirkan: Jangka Waktu

Human Plasental Menurun dengan cepat sampai kadar yang tidak

Lactogen dapat terdeteksi dalam 24 jam

Human chorionik Setelah melahirkan menurun dengan cepat dan tetap

gonadotropin rendah setelah terjadi ovulasi

Estrogen Dalam 3 jam menurun hingga 90%, kadar terendah
pada hari ke-7, dalam 3 minggu kembali ke kadar
folikuler

Progesteron Menurun dalam 3 hari di bawah kadar fase luteal
dan pada hari ke-7 tidak dapat terdeteksi, kadarnya
meningkat setelah ovulasi

Follicle stimulating Kadar selama 10-12 hari rendah, setelah ovulasi

hormone kadar meningkat

Prolaktin Menurun ke kadar sebelum hamil pada wanita tidak
menyusui

Hormon Selama beberapa hari tetap rendah
pertumbuhan

Hormon tiroid Tetap tidak berubah

Kortikosteroid Dalam waktu 1 minggu kembali ke kadar sebelum
hamil

Renin Angiotensin II Dalam waktu 2 jam menurun ke kadar sebelum
hamil

Bab 9 Konsep Dasar Nifas 131

9.2.3 Abdomen

Abdomen akan menonjol dan kelihatan seperti hamil pada hari-hari pertama
postpartum saat berdiri. Setelah melahirkan, dinding abdomen relaksasi selama
dua minggu postpartum dan membutuhkan waktu sekitar 6 minggu supaya
dinding abdomen kembali pada keadaan sebelum hamil (Perry et al., 2010).

Kulit akan mendapatkan elastisitasnya kembali, namun beberapa striae tetap
menetap karena ruptur pada serat elastis kutis. Striae terlihat samar karena
penampakan yang berwarna perak. Waktu yang dibutuhkan untuk proses
involusi pada struktur abdomen minimal 6 minggu. Pengembalian tonus otot
dinding abdomen terjadi secara bertahap tergantung pada tonus sebelum hamil,
latihan dan jumlah jaringan lemak/adiposa. Jika otot tersebut mengalami
regangan yang berlebihan sampai kehilangan tonus ototnya dapat
mengakibatkan pemisahan yang jelas disebut sebagai diastesis rektus
abdominus (Reeder, Martin and Koniak-Griffin, 2011).

9.2.4 Sistem Perkemihan

Fungsi Ginjal

Kadar hormon steroid yang tinggi sewaktu hamil berperan meningkatkan
fungsi ginjal. Setelah melahirkan kadar steroid berkurang sehingga terjadi
penurunan fungsi ginjal. Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu 1 bulan
postpartum. Hipotonia dan dilatasi struktur saluran kemih tetap berlanjut
sampai lebih dari 3 bulan (Cunningham et al., 2005). Ureter dan piala ginjal
tetap dilatasi setelah melahirkan dan kembali kondisi normal dalam waktu 3-6
minggu bahkan bisa berlangsung 8 sampai 12 minggu. Dilatasi traktus
urinarius dapat menetap selama 3 bulan pada sebagian kecil wanita sehingga
meningkatkan infeksi traktus urinarius (Lowdermilk, Perry and Cashion,
2013). Laju filtrasi glomerolus (GFR), aliran plasma ginjal, kadar nitrogen dan
kreatinin serum kembali ke keadaan normal pra-hamil dalam waktu 6 minggu
postpartum (Reeder, Martin and Koniak-Griffin, 2011).

Diuresis Postpartum

Ibu mulai kehilangan cairan berlebih yang berakumulasi di jaringan selama
kehamilan yaitu pada 12 jam postpartum. Deuresis postpatum terjadi akibat
berkurangnya kadar estrogen, tidak adanya tekanan vena yang meningkat saat
hamil pada ekstremitas bawah dan hilangnya peningkatan volume darah akibat
kehamilan. Diaforesis sering terjadi pada 2-3 hari pertama postpartum

132 Konsep Dasar Keperawatan Maternitas

terutama pada malam hari. Hilangnya cairan lewat keringat dan peningkatan
urine menyebabkan penurunan berat badan sekitar 2,25 kg pada periode
postpartum (Lowdermilk, Perry and Cashion, 2013).

Kandung Kemih dan Uretra

Pada postpartum dini perlu evaluasi fungsi kandung kemih. Selama persalinan
dapat menyebabkan trauma pada kandung kemih sehingga menyebabkan
hiperemia dan edema pada kandung kemih. Beberapa faktor yang dapat
meningkatkan dampak pada kandung kemih di antaranya adalah persalinan
yang berlangsung lama (partus lama), persalinan yang dibantu dengan forsep,
tekanan oleh bagian presentasi janin selama persalinan serta prosedur analgesia
dan anestetik. Hilangnya sensasi kandung kemih dapat mengakibatkan
peregangan yang berlebihan dan pengosongan inadekuat yang berlangsung
selama beberapa hari sampai beberapa minggu. Perubahan yang terjadi pada
kandung kemih dapat meningkatkan risiko infeksi postpartum. Selain itu,
trauma yang terjadi pada sfingter kandung kemih dapat meningkatkan risiko
terjadi inkontinensia stres, ditandai dengan kebocoran urine yang terjadi pada
saat pasien tertawa, batuk, berolahraga atau melakukan gerakan mendadak
(Coad and Dunstall, 2007). Kembalinya tonus otot kandung kemih secara
normal dalam waktu 5-7 hari postpartum sehingga pengosongan menjadi
adekuat (Lowdermilk, Perry and Cashion, 2013).

Apabila pada pemeriksaan abdomen didapatkan uetrus teraba tinggi atau
bergeser ke sisi kanan atau kiri, hal ini menunjukkan adanya retensi urine,
kondisi ini diperberat dengan adanya peningkatan deuresis yang terjadi pada
masa postpartum. Upaya yang dilakukan bila fungsi kandung kemih terganggu
yaitu dengan pemasangan kateter menetap (indwelling cateter) dengan tujuan
supaya jaringan yang rusak dapat pulih, tetapi perlu diingat kateterisasi juga
dapat meningkatkan risiko infeksi saluran kemih (ISK) (Coad and Dunstall,
2007).

Komponen Urine

Glikosuria yang terjadi akibat kehamilan dapat menghilang pada 1 minggu
setelah persalinan (Blackburn, 2007). Lactosuria normal akan didapatkan pada
ibu yang menyusui (Reeder, Martin and Koniak-Griffin, 2011). Adanya
autolisis pada saat proses involusi uterus menyebabkan nitrogen urea
meningkat, yang akan kembali normal seperti kondisi pra-hamil dalam waktu
2-3 minggu postpartum. Protein urine yang terjadi akibat pemecahan protein
berlebih pada sel otot uterus menghilang pada 6 minggu poatpartum

Bab 9 Konsep Dasar Nifas 133

(Blackburn, 2007). Ketonuria pada periode postpartum dapat terjadi pada ibu
yang bersalin tanpa komplikasi atau akibat persalinan yang berlangsung lama
dengan dehidrasi (Lowdermilk, Perry and Cashion, 2013).

9.2.5 Sitem Pencernaan

Selama periode persalinan, motilitas lambung berkurang akibat rasa nyeri,
takut dan pemberian narkotik. Penurunan motilitas lambung, penurunan tonus
sfingter oesofagus bawah dan asam lambung yang meningkat dapat
menyebabkan pengosongan lambung mengalami perlambatan. Tonus dan
tekanan sfingter oesofagus bawah akan kembali normal dalam waktu 6
minggu postpartum. Penurunan motilitas usus dan motilitas saluran cerna
dapat mengakibatkan relaksasi abdomen, peningkatan distensi gas dan
konstipasi segera setelah melahirkan (Coad and Dunstall, 2007).

Pada 2-3 hari pertama postpartum ibu mengeluh sangat haus, hal ini terjadi
akibat deuresis dan pembatasan cairan selama melahirkan. Setelah persalinan,
kebanyakan ibu mengeluh lapar dan dapat diberikan kudapan serta minum.
Nafsu makan ibu akan meningkat pesat setelah pulih dari pengaruh dari
analgesia, anastesia dan kelelahan (Reeder, Martin and Koniak-Griffin, 2011).
Pada periode postpartum awal dapat terjadi konstipasi. Hal ini terjadi akibat
relaksasi usus dan distensi otot abdomen, pembatasan makanan dan cairan
selama persalinan, enema sebelum melahirkan. Nyeri yang terjadi akibat
episiotomi, laserasi perineum dan hemoroid semakin menghambat defikasi
sehingga dapat diberikan laksatif untuk memperlancar eliminasi. Defikasi
spontan terjadi dalam waktu 2-3 hari postpartum (Reeder, Martin and Koniak-
Griffin, 2011).

9.2.6 Payudara

Perkembangan payudara selama kehamilan terjadi akibat peningkatan hormon
estrogen, progesteron, hCG, kortisol, prolaktin dan insulin. Setelah postpartum
kadar hormon tersebut menurun dan kembali pada kadar sebelum hamil yang
ditentukan oleh apakah ibu menyusui atau tidak menyusui (Lowdermilk, Perry
and Cashion, 2013).

Ibu Menyusui

Setelah pengeluaran plasenta, kadar hormon estrogen, progesteron dan hPL
menurun dengan cepat, dan terjadi peningkatan sekresi prolaktin oleh kelenjar
hipofisis anterior. Sintesis dan sekresi ASI terjadi akibat hilangnya pengaruh

134 Konsep Dasar Keperawatan Maternitas

inhibitorik estrogen dan progesteron serta peningkatan hormon prolaktin
(Reeder, Martin and Koniak-Griffin, 2011).
Sekresi atau pengeluaran ASI dimulai dari dasar sel-sel alveolar dan kemudian
bermigrasi ke membran sel. Pengeluaran ASI (let-down refleks) merupakan
proses kontraksi mioepitel payudara yang mendorong air susu melalui saluran
dan masuk ke dalam sinus laktiferus yang terletak dibawah areola sehingga
ASI dikeluarkan. Isapan bayi pada puting susu merupakan stimulus aferen
utama, refleks let down juga dapat diaktifkan oleh stimulus pendengaran
misalnya tangisan bayi, dan stimulus visual dengan melihat bayi. Kontraksi
sel-sel mioepitel payudara terjadi akibat pelepasan hormon oksitosin yang
dikeluarkan oleh hipofisis posterior. Alur (Reeder, Martin and Koniak-Griffin,
2011). Refleks let-down dapat dihambat oleh kecemasan dan ketegangan,
kedinginan dan nyeri sehingga mengurangi pengeluaran ASI. Proses laktasi
dan pengeluaran ASI diilustrasikan pada gambar 9.3.

Gambar 9.3: Jaras Neurohormonal yang Memengaruhi Lactasi dan Refleks
Let-Down (Reeder, Martin and Koniak-Griffin, 2011)

Bab 9 Konsep Dasar Nifas 135

Kolostrum disekresi dalam jumlah kecil pada saat kehamilan lanjut dan terjadi
peningkatan produksi selama 3-4 hari pertama pospartum. Kandungan
kolostrum lebih banyak garam-garam anorganik dan protein, sedangkan
karbohidrat dan protein jumlahnya sedikit dibandingkan dengan ASI.
Kandungan nilai gizi kolostrum lebih rendah bila dibandingkan dengan nilai
gizi ASI, tetapi sangat sangat tepat untuk sistem pencernaan pada bayi baru
lahir. Kolostrum juga mengandung imunoglobulin A yang memberikan
perlindungan imunologik pada bayi baru lahir (Reeder, Martin and Koniak-
Griffin, 2011).

ASI mulai diproduksi pada hari ke-3 atau ke-4 postpartum. Produksi ASI ini
ditandai dengan adanya perubahan warna yaitu putih kebiruan, payudara
menjadi lebih keras, dan lebih besar sehingga ibu merasakan nyeri berdenyut
pada ke-dua payudara sampai aksila. Menyusui yang teratur dan perawatan
yang tepat dapat mengurangi pembengkan atau kongesti pada payudara dalam
waktu 1-2 hari (Lowdermilk, Perry and Cashion, 2013). Kandungan ASI di
antaranya adalah protein, lemak, vitamin, mineral dan gula yang sesuai dengan
kebutuhan gizi bayi baru lahir (Reeder, Martin and Koniak-Griffin, 2011).

Kualitas dan kuantitas ASI bervariasi pada tiap individu, begitu pula pada
individu yang sama dalam waktu yang beda. Produksi ASI akan meningkat
seiring dengan meningkatnya kebutuhan bayi. Apabila bayi baru lahir
diberikan ASI secara konsisten sampai pada akhir minggu pertama, ibu yang
sehat memproduksi ASI sebanyak 200-300 ml/hari. Jumlah produksi ASI
bertambah 2 kali lipat pada sampai akhir minggu ke-4 mencapai 600 ml/hari.
Produksi ASI meningkat sesuai dengan kebutuhan bayi dan seiring dengan
pertumbuhan bayi produksi ASI perhari mencapai 900 ml (Reeder, Martin and
Koniak-Griffin, 2011). Produksi ASI dapat ditingkatkan dengan pemberian
akupresur dan pijat oksitosin pada ibu postpartum. Kedua tindakan tersebut
dapat merangsang hipotalamus dan berlanjut ke hipofisis anterior untuk
melepaskan hormonprolaktin dan hipofisis posterior untuk melepaskan
hormon oksitosin, sehingga produksi dan pengeluaran ASI meningkat
(Khabibah and Mukhoirotin, 2019).

Ibu yang Tidak Menyusui

Kadar hormon prolaktin akan menurun dengan cepat pada ibu yang tidak
menyusui dan tidak menggunakan obat antilaktogenik. Selama beberapa hari
pertama postpartum sekresi dan ekskresi kolostrum menetap. Pada hari ke-2
dan ke-3 payudara terasa nyeri saat di palpasi dan pada hari ke-3 atau ke-4

136 Konsep Dasar Keperawatan Maternitas

postpartum terjadi pembengkakan (engorgement). Payudara keras, bengkat,
nyeri dan hangat bila dipalpasi. Pembengkakan atau distensi payudara ini
terjadi akibat bendungan/kongesti sementara pembuluh darah dan limfatik, dan
bukan diakibatkan oleh penimbunan air susu (Bobak et al., 2005). Rasa tidak
nyaman berkurang dan pembengkakan payudara menghilang dalam waktu 24-
36 jam. Laktasi akan berhenti dalam beberapa hari pada ibu yang tidak
menyusui (Reeder, Martin and Koniak-Griffin, 2011; Lowdermilk, Perry and
Cashion, 2013).

9.2.7 Sistem Kardiovaskuler

Volume Darah

Perubahan volume darah pada periode postpartum dipengaruhi oleh: 1)
Hilangnya darah saat melahirkan; dan 2) Mobilisasi dan ekskresi cairan
ekstraseluler. Hipervolume akibat kehamilan (penambahan volume darah
sejumlah 35% dari volume sebelumnya yang mendekati aterm) dapat
membuat ibu mentoleransi kehilangan darah saat melahirkan. Kehilangan
darah pada persalinan pervaginam dapat mencapai 500 ml (10% Volume
darah) dan 1000 ml (15% sampai 30% volume darah) pada persalinan dengan
operasi cesar. Beberapa hari postpartum terjadi penurunan plasma akibat
diuresis (Blackburn, 2007).

Terdapat perbedaan respon pada wanita tidak hamil dan periode awal
postpartum terhadap kehilangan darah. Beberapa perubahan fisiologis
postpartum yang melindungi wanita dari syok hipovolumik yang biasa terjadi
pada kehilangan darah normal, di antaranya: 1) Tidak adanya sirkulasi
uteroplasenta sehingga mengurangi ukuran jaringan pembuluh darah maternal
10 sampai 20%; 2) Tidak adanya fungsi endokrin plasenta sehingga
rangsangan pelebaran pembuluh darah (vasodilatasi) menghilang; dan 3)
Perpindahan (mobilisasi) cairan ekstravaskuler yang disimpan selama hamil.
Volume plasma dapat kembali pada hari ke-3 postpartum saat cairan
ekstravaskuler masuk ke dalam pembuluh darah (Katz, 2007).

Curah Jantung

Selama kehamilan volume sekuncup, frekuensi denyut jantung dan curah
jantung mengalami peningkatan. Curah jantung tetap mengalami peningkatan
sampai 2 hari postpartum akibat peningkatan volume sekuncup. Penyebab
peningkatan volume sekuncup adalah kembalinya darah ke dalam sirkulasi ibu
akibat penurunan cepat dari aliran darah uterus dan perpindahan cairan

Bab 9 Konsep Dasar Nifas 137

ekstravaskuler (Blackburn, 2007). Dalam waktu 2 minggu postpartum curah
jantung menurun sekitar 30 % dan berkurang secara perlahan mencapai
kondisi seperti sebelum hamil dalam waktu 6-12 minggu postpartum pada
sebagian besar wanita dan pada beberapa wanita volume sekuncup, curah
jantung, volume akhir diastolik, dan resistensi pembuluh darah sistemik tetap
meningkat sampai 12 minggu bahkan lebih (Blackburn, 2007).

Tanda Vital

Perubahan yang terjadi pada tanda-tanda vital seringkali terlihat pada keadaan
normal. Tekanan darah dan denyut jantung kembali ke nilai pra-hamil dalam
beberapa hari postpartum (Katz, 2007). Respirasi juga kembali pada kondisi
pra-hamil dengan cepat setelah melahirkan (Blackburn, 2007). Perubahan
tanda vital secara detail dijelaskan pada tabel 9.4.

Tabel 9.4: Perubahan Tanda-Tanda Vital Postpartum (Lowdermilk, Perry and
Cashion, 2013).

Temuan Normal Penyimpangan dari Nilai Normal dan
Penyebab
Suhu meningkat selama 24 jam
pertama sampai 380C yang Apabila terjadi peningkatan suhu tubuh sampai
disebabkan oleh efek dehidrasi 380C setelah 24 jam dan menetap selama 2 hari
selama persalinan atau efek maka diagnosis sepsis puerperium harus
samping anestesi epidural. Demam ditegakkan. Penyebab lain adalah endometritis,
seharusnya menghilang setelah 24 infeksi saluran kemih, mastitis dan infeksi
jam sistemik lainnya.
Nadi kembali ke nilai pra-hamil
dalam beberapa hari postpartum Bila terjadi hipovolemia akibat perdarahan,
dan bervariasi pada setiap wanita frekuensi nadi meningkat.
Respirasi (frekuensi pernafasan)
menurun sampai normal sebelum Pemberian blok subarakhnoid yang tinggi atau
melahirkan pemberian sedasi narkotika lewat epidural pada
persalinan operasi cesar mengakibatkan
Tekanan darah tidak berubah atau hipoventilasi.
sedikit berubah. Bisa terjadi Bila terjadi hipovolemia, tekanan darah
hipotensi ortostatik dalam 48 jam menurun. Peningkatan tekanan darah terjadi
pertama akibat pembesaran akibat penggunaan oksitosin berlebih atau obat
splangnik yang terjadi saat vasopresor. Peningkatan tekanan darah juga
melahirkan didapatkan pada preeklampsia yang menetap
atau terjadi pada periode pospartum, sehingga
diperlukan evaluasi tekanan darah secara rutin.

138 Konsep Dasar Keperawatan Maternitas

Komponen Darah

Volume darah total setelah melahirkan berkurang sekitar 16% dari nilai
sebelum melahirkan yang mengakibatkan anemi. Jumlah sel darah meningkat
pada 8 minggu postpartum dan sebagian besar maternal mempunyai
hamatokrit normal (Katz, 2007). Leukositosis normal selama kehamilan rata-
rata sekitar 12.000/mm3Nilai leukosit 20.000-25.000/mm3 pada 10-12 hari
pertama postpartum. Leukositosis yang disertai peningkatan laju endap darah
dapat mengaburkan diagnosis infeksi akut yang terjadi (Lowdermilk, Perry
and Cashion, 2013).

Selama kehamilan faktor pembekuan dan fibrinogen meningkat dan tetap
meningkat pada periode awal postpartum. Kerusakan pembuluh darah,
hiperkoagulasi dan imobilitas meningkatkan risiko tromboembolisme,
terutama pada ibu setelah melahirkan dengan operasi cesar. Selama 1-4 hari
postpartum, aktivitas fibrinolitik juga meningkat (Katz, 2007). Hemoroid
(varises di sekitar anus) dan varises di tungkai yang terjadi selama kehamilan,
segera mengecil setelah melahirkan. Regresi total atau hampir total terjadi pada
masa postpartum sehingga tidak dipertimbangkan perbaikan secara bedah
selama kehamilan (Lowdermilk, Perry and Cashion, 2013).

9.2.8 Sistem Neurologi

Ketidaknyamanan neurologis yang terjadi pada saat hamil akan menghilang
setelah melahirkan. Edema fisiologis menghilang akibat diuresis, dan “sindrom
carpal tunnel” menghilang sehingga mengurangi kompresi pada saraf median.
Rasa kesemutan dan baal pada jari yang terjadi pada 5% ibu hamil juga
menghilang. Apabila terdapat keluhan nyeri kepala diperlukan pemeriksaan
yang adekuat. Durasi keluhan nyeri kepala bervariasi dari 1-3 hari bahkan
sampai beberapa minggu tergantung pada penyebab dan efektivitas terapi atau
pengobatan (Lowdermilk, Perry and Cashion, 2013).

9.2.9 Sistem Muskuloskeletal

Adaptasi muskulosketal pada periode postpartum di antaranya adalah relaksasi
dan hipermobilitas sendi serta perubahan pusat gravitasi ibu sebagai respon
dari pembesaran uterus. Stabilisasi sendi diperoleh pada minggu ke-6 sampai
ke-8 postpartum. Semua sendi kembali ke keadaan pra-hamil, kecuali pada
sendi kaki sehingga ibu memerlukan ukuran sepatu yang lebih besar (Bobak et
al., 2005; Lowdermilk, Perry and Cashion, 2013).

Bab 9 Konsep Dasar Nifas 139

9.2.10 Sistem Integumen

Peningkatan aktivitas melanin saat hamil menyebabkan hiperpigmentasi
areola, puting dan linea nigra akan menghilang secara bertahap setelah
melahirkan. Meskipun warna gelap dapat memudar, tetapi tidak kembali pada
kondisi pra-hamil. Kloasma (topeng kehamilan) juga membaik walaupun tidak
menghilang secara sempurna (Reeder, Martin and Koniak-Griffin, 2011).
Striae gravidarum (stretch marks) pada abdomen, payudara, panggul, dan paha
akan memudar dan biasanya tidak menghilang (Lowdermilk, Perry and
Cashion, 2013). Abnormalitas/kelainan pembuluh darah yang terjadi di
antaranya spider angioma (nevi), epulis dan eritema palmar akan menghilang
akibat penurunan estrogen setelah melahirkan. Spider nevi akan menetap pada
beberapa wanita (Lowdermilk, Perry and Cashion, 2013).

Pada periode postpartum pertumbuhan rambut menjadi lambat dan beberapa
wanita dapat mengalami rambut rontok dengan perbandingan yang lebih
banyak rambut rontok daripada rambut yang tumbuh. Setelah melahirkan,
rambut-rambut halus yang tumbuh saat hamil juga menghilang dan rambut
kasar yang tumbuh selama kehamilan biasanya menetap. Kuku kembali pada
konsistensi dan kekuatannya seperti pra-hamil (Lowdermilk, Perry and
Cashion, 2013)

9.2.11 Sistem Imun

Pada sistem imun tidak ada perubahan pada periode postpartum. Ibu
membutuhkan vaksinasi rubella atau pencegahan isoimunisasi Rh
(Lowdermilk, Perry and Cashion, 2013).

9.3 Adaptasi Psikososial Postpartum

Kehamilan dan menjadi orang tua merupakan transisi peran. Perubahan yang
mencolok biasanya terjadi saat anak lahir dan anggapan suatu peran baru
bersamaan dengan ketidakstabilan yang terjadi sampai peran baru dan anggota
baru bisa berintegrasi. Transisi merupakan suatu proses yang berlangsung
ketika orang tua dan bayi berkembang serta berubah (Reeder, Martin and
Koniak-Griffin, 2011; Lowdermilk, Perry and Cashion, 2013). Perawat harus
memahami proses menjadi orang tua, bonding attachment, kontak orang tua
dengan bayi, komunikasi antara orang tua dengan bayi, peran orang tua setelah

140 Konsep Dasar Keperawatan Maternitas

bayi lahir, adaptasi saudara kandung dan adaptasi kakek nenek sehingga dapat
membantu anggota keluarga pada masa transisi untuk menjadi orang tua.

9.3.1 Proses Menjadi Orang Tua

Menurut Steele dan Pollack (1968), peran menjadi orang tua (tugas, tanggung
jawab dan sikap) merupakan fungsi menjadi ibu (mothering function), yaitu
suatu proses orang dewasa yang mempunyai pribadi matang, penyayang,
mampu dan mandiri untuk mulai mengasuh seorang bayi yaitu pribadi yang
belum matang, tidak berdaya, dan tergantung pada orang lain. Setiap orang tua
dapat menunjukkan sifat keibuannya. Sifat keibuan merupakan sebagai suatu
kemampuan yang tidak berhubungan dengan jenis kelamin tertentu. Sifat
keibuan ini ditunjukkan dengan kemampuan yang memperlihatkan kasih
sayang, kelembutan, pengertian dan mendahulukan kepentingan orang lain
daripada kepentingan diri sendiri yang tidak hanya terbatas pada wanita. Ini
menunjukkan ciri atau karakteristik seseorang/individu (Bobak et al., 2005)

Dua komponen menjadi orang tua menurut Steele dan Pollack (1968), yaitu: 1)
Komponen pertama yang melibatkan keterampilan kognitif dan motorik; dan
2) Komponen kedua yang melibatkan keterampilan afektif dan kognitif.

1. Keterampilan Kognitif-Motorik
a. Bersifat praktis atau mekanis
b. Melibatkan aktivitas perawatan anak, seperti memberi makan,
menggendong, mengenakan pakaian, memandikan bayi, dan
menjaganya dari bahaya.
c. Pengalaman pribadi dan budaya berpengaruh terhadap
keterampilan ini dan orang tua harus belajar untuk melakukan
tugas ini.

2. Keterampilan Afektif-Motorik
a. Bersifat emosional
b. Komponen psikologis menjadi orang tua, sifat keibuan atau
kebapakan bersumber dari pengalaman orang tua pada masa kecil
saat mengalami dan menerima kasih sayang dari ibunya.
c. Keterampilan ini meliputi sikap yang lembut, waspada dan
memberi perhatian terhadap kebutuhan dan keinginan anak
(Bobak et al., 2005).

Bab 9 Konsep Dasar Nifas 141

9.3.2 Keterikatan, Ikatan dan Pengenalan Orang Tua

Bonding (ikatan), menurut Brazelton (1978) adalah suatu ketertarikan bersama
(mutual) pertama antar individu (misalnya antara orang tua dan anak) saat
mereka pertama kali bertemu. Attachment (keterikatan) adalah suatu proses di
mana orang tua mencintai serta menerima anaknya dan sebaliknya
(Lowdermilk, Perry and Cashion, 2013). Menurut Klaus & Kennell, (1982),
Attachment adalah suatu perasaan menyayangi atau loyalitas yang mengikat
individu satu dengan individu lain yang bersifat unik, spesifik dan bertahan
lama (Bobak et al., 2005).

Konsep ikatan diperluas menjadi menjadi “Mutualitas” yang berarti suatu
perilaku dan karakteristik bayi yang menimbulkan suatu perilaku dan
karakteristik maternal yang sesuai. Bayi akan memperlihatkan perilaku isyarat
seperti: tersenyum, menangis, dan bersuara untuk memulai kontak sehingga
membuat maternal mendatangi bayi. Pengasuh akan tertarik kepada bayi yang
responsif, suka memeluk, sering bangun dan tidak tertarik pada bayi yang
tampak acuh dan gelisah (Lowdermilk, Perry and Cashion, 2013). Tabel 9.5
menunjukkan perilaku bayi yang memengaruhi keterikatan orang tua dan
Tabel 9.6 menunjukkan perilaku orang tua yang memengaruhi keterikatan
bayi.

Menurut Mercer (1982), ada beberapa kondisi yang memengaruhi ikatan di
antaranya adalah: 1) Kesehatan emosional orang tua (kemampuan untuk
percaya pada orang lain); 2) Sistem dukungan sosial dari pasangan hidup,
keluarga, dan teman; 3) Tingkat keterampilan dalam berkomunikasi serta
memberikan asuhan yang kompeten; 4) Kedekatan orang tua dengan bayi; 5)
Kesesuaian orang tua-bayi termasuk penampilan, temperamen dan jenis
kelamin bayi (Bobak et al., 2005). Prinsip dari bonding adalah menit dan jam
pertama kehidupan merupakan periode yang sensitif sehingga perlu kontak
yang lebih dekat antara ibu, ayah dan bayi untuk perkembangan selanjutnya
(Klaus and Kennell, 1976).

Komponen yang terpenting dari suatu ikatan adalah perkenalan (acquaintance).
Orang tua akan melakukan kontak mata, berbicara, menyentuh, dan
mengeksplorasi untuk mengenali bayinya pada periode awal postpartum.
Keluarga akan mengobservasi bayi terkait kemiripan, perbedaan dengan
anggota keluarga dan keunikan bayi. Ini merupakan proses yang menyatakan
kepemilikan. Selain itu ada beberapa ibu yang bereaksi negatif terhadap
bayinya akibat ketidaknyamanan atau nyeri yang ditimbulkan bayi. Respon

142 Konsep Dasar Keperawatan Maternitas

negatif ini ditunjukkan dengan perasaan tidak suka, acuh, tidak mau
memeluk/menyentuh untuk memenangkan bayi (Lowdermilk, Perry and
Cashion, 2013).

Tabel 9.5: Perilaku Bayi yang Memengaruhi Keterikatan Orang Tua (Gerson,
1993 dalam Lowdermilk, Perry and Cashion, 2013)

Perilaku yang Memfasilitasi Perilaku yang Menghambat

Kontak mata, bangun, mengikuti Bayi mengantuk, mata tertutup lebih

wajah orang tua sering, pandangan yang mudah dialihkan

Wajah menarik, pergerakan tubuh Bayi mirip dengan orang yang tidak

yang memperlihatkan rasa tidak disukai orang tua, bayi tersentak apabila

berdaya disentuh dan gerakan tubuh gelisah

Vokalisasi: menangis bila Ekspresi bayi datar, dan jarang tersenyum,
popoknya basah atau lapar bayi rewel, menangis berjam-jam tanpa
henti
Adanya refleks menggenggam
Adanya refleks motorik yang berlebihan
Perilaku bayi dalam
mengantisipasi pemberian makan: Bayi susah makan, gumo/muntah
mudah diberi makan dan dapat
menghisap dengan baik

Bayi menikmati gendongan dan Bayi menolak dipeluk atau digendong bila
pelukan menangis, badan bayi menegang

Bayi yang mudah ditenangkan Bayi sulit ditenangkan dan tidak responsif
kepada orang tua
Aktivitas dan kebiasan bayi yang
mudah ditebak Bayi tidak memperhatikan wajah orang tua

Perhatian cukup besar yang Bayi tidak menunjukkan kedekatan dengan
berfokus pada orang tua orang tua

Pergerakan yang mendekat Bayi tidak responsif jika didekati orang tua

Bayi melekat dan memeluk leher Mencari perhatian dari semua orang di
orang tua menggunakan lengan dalam ruangan

Bayi mengangkat tangan untuk Bayi tidak peduli orang tua
memberikan salam pada orang tua

Bab 9 Konsep Dasar Nifas 143

Tabel 9.6: Perilaku Orang Tua yang Memengaruhi Keterikatan Bayi (Mercer,
1982 dalam Lowdermilk, Perry and Cashion, 2013)

Perilaku yang Memfasilitasi Perilaku yang Menghambat

Adanya kemiripan ciri fisik Menghindar dan tidak berusaha

dengan bayi, posisi tatap muka dan mendekati bayi, menolak menggendong

kontak mata bayi saat diberi kesempatan

Mendekat, menghampiri, Mengidentifikasi bayi dengan orang

memberikan perhatian dan yang tidak disukai dan gagal mengenali

menunjuk bayi keunikan bayi

Memberi nama bayi dan Bayi tidak bisa ditempatkan dalam

menyatakan bayi sebagai anggota konteks keluarga, kesulitan memberi

keluarga nama

Menyentuh bayi dari ujung jari, Tidak mengganti sentuhan dengan

jari dan telapak tangan ujung jari menjadi genggaman telapak

tangan atau pelukan

Tersenyum pada bayi Wajah datar dan merengut pada bayi

Berbicara dan bernyanyi untuk Membangunkan bayi, kasar, pemberian

bayi makan dipercepat dengan

menggerakkan puting

Memperlihatkan rasa bangga Tidak suka pada bayi dan

terhadap bayi memperlihatkan rasa kecewa

Perilaku bayi dihubungkan dengan Tidak memasukkan bayi dalam

sesuatu yang familier kehidupannya

Mengartikan aktivitas dan Tidak berusaha mengartikan aktivitas

kebutuhan bayi secara peka dan kebutuhan bayi

Melihat penampilan dan perilaku Tidak kooperatif, melihat perilaku bayi
sebagai eksploitasi, Menganggap bayi
bayi dari segi positif
jelek dan tidak sesuai harapan


Click to View FlipBook Version