i
Penulis : Mujito
Tri Cahyo Sepdianto
Editor : Wiwin Martiningsih
Desain Sampul : Eri Setiawan
Tata Letak : Gias Atikasari, S.Pd.
ISBN :
Diterbitkan oleh : EUREKA MEDIA AKSARA, OKTOBER 2021
ANGGOTA IKAPI JAWA TENGAH
NO. 225/JTE/2021
Redaksi:
Jalan Banjaran, Desa Banjaran RT 20 RW 10 Kecamatan Bojongsari
Kabupaten Purbalingga Telp. 0858-5343-1992
Surel : [email protected]
Cetakan Pertama : 2021
All right reserved
Hak Cipta dilindungi undang-undang
Dilarang memperbanyak atau memindahkan sebagian atau seluruh isi
buku ini dalam bentuk apapun dan dengan cara apapun, termasuk
memfotokopi, merekam, atau dengan teknik perekaman lainnya tanpa
seizin tertulis dari penerbit.
ii
PERSEMBAHAN
Buku ini saya persembahkan untuk Gererasi
Muda Anak Bangsa Sukses sebelum usia 30 tahun
iii
KATA PENGANTAR
Promosi kesehatan pada sasaran keluarga merupakan upaya
strategis dalam peningkatan kesehatan masyarakat, karena keluarga
merupakan unit terkecil masyarakat yang berinteraksi satu sama lain,
memiliki tugas dalam pemeliharaan kesehatan anggota keluarganya
yang dipertahankan sebagai budaya.
Pencegahan dan pengendalian hipertensi dengan perilaku
cerdik dalam keluarga merupakan penerapan tugas keluarga di bidang
kesehatan, meliputi: (1) Mengenal masalah hipertensi dalam keluarga,
(2) Memutuskan tindakan yang tepat untuk pencegahan dan
pengendalian hipertensi pada keluarga, (3) Memberikan pelayanan
terhadap anggota keluarga yang mengidap hipertensi, (4)
Memodifikasi lingkungan untuk menjamin keluarga terbebas dari
hipertensi, (5) Menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan dalam
pengendalian hipertensi.
Buku yang berjudul “CEKAL HIPERTENSI PADA
KELUARGA DENGAN TERAPI NON FARMAKOLOGIS DAN
PERILAKU CERDIK”, dibutuhkan sebagai acuan dalam menyusun
bahan promosi kesehatan yang kreatif dan inovatif untuk
meningkatkan perilaku pencegahan hipertensi pada sasaran keluarga.
Buku ini disusun sebagai bahan edukasi pada keluarga untuk
mendukung program “SDGs Desa” yang dicanangkan oleh
pemerintah dalam pencapaian target pembangunan global 2030
tepatnya adalah terget ke-3 “membangun Desa Sehat dan Sejahtera”.
Buku ini dapat digunakan sebagai panduan dalam melaksanakan
promosi kesehatan di keluarga pada lingkungan Posbindu-PTM.
Untuk mewujudkan buku ini Telah dilakukan kajian dari berbagai
sumber pustaka, pengalaman penulis dan masukan para tim pakar.
iv
Ucapan terima kasih dan penghargaan kami sampaikan kepada
semua pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan modul ini
sehingga bisa terwujud prestasi yang membanggakan.
Blitar, 17 Agustus 2021
Direktur Poltekkes Kemenkes Malang,
Ttd
Budi Susatia, S.Kp., M.Kes
NIP. 196503181988031002
v
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena
atas berkat rahmat, taufik dan hidayah-Nya, penulisan Buku “CEKAL
HIPERTENSI PADA KELUARGA DENGAN TERAPI NON
FARMAKOLOGIS DAN PERILAKU CERDIK ini dapat
diselesaikan. Penulisan buku ini merupakan panduan dalam
pelaksanaan pendidikan kesehatan sebagai upaya promosi kesehatan
pada tatanan keluarga bagi tenaga kesehatan, tokoh masyarakat,
kader kesehatan dan mahasiswa serta bagi mereka yang mempunyai
kepentingan agar memudahkan dalam implementasinya.
Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati, penulis
mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak
yang telah memberi bimbingan, arahan serta bantuan kepada penulis
sehingga dapat menunjang dalam penyelesaian buku ini.
Penulis juga menyadari bahwa dalam penulisan buku ini
masih terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu diharapkan kritik
dan saran yang membangun kepada penulis demi kesempurnaan
buku ini dimasa yang akan datang.
Akhir kata, semoga buku ini dapat bermanfaat bagi penulis,
dan bagi para pengguna buku ini.
Blitar, 25 Agustus 2021
Penulis
vi
DAFTAR ISI
PERSEMBAHAN .................................................................................. iii
KATA PENGANTAR............................................................................iv
UCAPAN TERIMA KASIH ..................................................................vi
DAFTAR ISI.......................................................................................... vii
BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................1
A. Latar Belakang.......................................................................1
B. Maksud dan Tujuan...............................................................2
BAB 2 KONSEP KELUARGA ............................................................... 4
A. Pengertian .............................................................................4
B. Perkembangan Keluarga .......................................................4
C. Peran Keluarga ......................................................................5
D. Fungsi Keluarga .....................................................................6
E. Tugas keluarga dalam Bidang Kesehatan..............................6
BAB 3 KONSEP HIPERTENSI ............................................................ 10
A. Pengertian ...........................................................................10
B. Klasifikasi .............................................................................10
C. Patofisiologi.........................................................................11
D. Manifestasi klinis.................................................................13
E. Komplikasi Hipertensi..........................................................13
BAB 4 FAKTOR RISIKO HIPERTENSI.............................................. 16
A. Faktor Risiko yang Tidak Dapat Dikendalikan .....................16
B. Faktor Risiko yang Dapat Dikendalikan ...............................17
BAB 5 DETEKSI DINI HIPERTENSI DI MASYARAKAT............... 20
A. Pemeriksaan Tekanan Darah...............................................21
B. Pengukuran Tingkat Kegemukan Badan..............................29
C. Pemeriksaan Kadar Gula Darah...........................................35
D. Pemeriksaan kadar lipid ......................................................37
BAB 6 PENCEGAHAN HIPERTENSI
SECARA MANDIRI DENGAN PERILAKU CERDIK..................... 41
A. Cek Kesehatan secara Berkala.............................................41
B. Enyahkan Asap Rokok .........................................................43
C. Rajin Aktivitas Fisik ..............................................................50
D. Diet Sehat Gizi Seimbang ....................................................55
vii
E. Istirahat yang Cukup............................................................64
F. Kelola Stres..........................................................................70
BAB 7 PENGENDALIAN HIPERTENSI
MENGGUNAKAN TERAPI NON FARMAKOLOGIS ................... 75
A. Terapi Herbal Alami.............................................................75
B. Terapi Fisika.........................................................................90
C. Terapi Psikologis..................................................................97
BAB 8 MANAGEMEN DIRI KLIEN HIPERTENSI
DALAM MEMPERTAHANKAN PERILAKU HIDUP SEHAT.............. 102
A. Manajemen Diri (Self-Management) ................................102
B. Kepemimpinan Diri (Self Leadership)................................109
BAB 9 PEMBERDAYAAN ENERGY POTENSIAL DIRI .............. 114
A. Pendekatan Spiritual .........................................................114
B. Pendekatan Fisik................................................................118
BAB 10 MANAGEMEN DIRI KLIEN HIPERTENSI
DALAM MEMPERTAHANKAN PERILAKU HIDUP SEHAT.............. 120
A. Definisi...............................................................................120
B. Tujuan................................................................................120
C. Sasaran ..............................................................................121
D. Ruang lingkung kegiatan ...................................................121
E. Prinsip Dasar......................................................................121
F. Tahap asuhan kesehatan...................................................122
G. Pengorganisasian ..............................................................126
H. Pembentukan Kelompok...................................................127
I. Sarana Kegiatan Kelompok................................................129
DAFTAR REFERENSI ........................................................................ 131
INDEKSASI ......................................................................................... 138
GLOSARIUM ...................................................................................... 140
TENTANG PENULIS ......................................................................... 145
viii
BAB
1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
PTM adalah penyakit tidak menular, bukan disebabkan oleh
adanya penularan bakteri, virus atau kuman penyebab lainnya,
tetapi disebabkan karena gaya hidup atau perilaku yang tidak sehat.
Penyakit tersebut antara lain penyakit jantung, diabetes melitus,
kanker, penyakit paru obstruksi kronis gagal ginjal kronis, penyakit
sendi dan gangguan akibat kecelakaan dan tindak kekerasan. Salah
satu target SDGs yang ke-3 adalah memastikan kehidupan yang
sehat dan mendukung kesejahteraan bagi semua untuk semua usia,
yaitu mengurangi sepertiga dari kematian dini yang disebabkan
oleh penyakit tidak menular (PTM) melalui tindakan pencegahan
dan pengobatan. Saat ini kasus-kasus penyakit tidak menular
(PTM) terus meningkat, salah satunya adalah Hipertensi.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018,
Prevalensi penyakit hipertensi di Indonesia masih cukup tinggi,
hasil penelitian menunjukkan adanya penurunan dari 31,7% pada
tahun 2007 menjadi 25,8% pada tahun 2013, dan meningkat lagi
menjadi 34,11% pada tahun 2018. Tetapi prevalensi hipertensi
berdasarkan wawancara mengalami peningkatan dari 7,6% pada
tahun 2007 menjadi 9,5% pada tahun 2013. Tingginya prevalensi
penyakit tidak menular khususnya penyakit hipertensi diakibatkan
oleh faktor risiko yang masih tinggi di Indonesia, salah satunya
adalah perilaku merokok pada usia di atas 15 tahun belum ada
penurunan bahkan cenderung meningkat dari 34,2% tahun 2007
menjadi 36,3% pada tahun 2013 dan diketahui 64,9% adalah laki-
laki dan 2,1% pada perempuan. Tidak minum obat juga merupakan
1
salah satu faktor yang menyebabkan tingginya angka hipertensi ini,
mereka mengatakan sering lupa, obat tidak tersedia, minum obat
tradisional, tidak tahan ESO, tidak mampu beli obat rutin, tidak
rutin berobat, dan bahkan merasa sudah sehat (Kemenkes RI, 2018).
Proporsi aktivitas fisik yang tergolong kurang aktif juga cukup
tinggi mencapai angka 26,1%. Berdasarkan pemantauan biomedis
penduduk usia di atas 15 tahun dengan kolesterol total abnormal
dengan kategori borderline (200-239 mg/dL) dan kategori tinggi (
≥ 240 md/dL) mencapai angka 35,9% dan HDL rendah 22,9% serta
nilai LDL yang tidak optimal mencapai angka 60,3%.
Dengan tingginya prevalensi penyakit tidak menular
khususnya penyakit Hipertensi akan menyebabkan peningkatan
angka kematian dan kecacatan. Usia penderita semakin muda dan
rendahnya pengetahuan msyarakat tentang penyakit hipertensi.
Peningkatan prevalensi penyakit tidak menular menjadi ancaman
yang serius dalam pembangunan, karena mengancam
pertumbuhan ekonomi nasional. Biaya perawatan pada penyakit
kronis juga cukup tinggi yang menjadi beban anggaran bagi negara.
Perlu adanya program pencegahan penyakit tidak menular.
Kesadaran akan pentingnya kesehatan jantung dan
pembuluh darah dengan menerapkan pola hidup sehat harus
dimulai dari lingkup yang terkecil yaitu keluarga. Salah satu cara
menekan faktor risiko penyakit hipertensi dengan memulai
kebiasaan hidup sehat dari lingkup yang terkecil yaitu keluarga.
Dengan memulai kebiasaan sehat di rumah akan dapat menekan
jumlah angka penyakit tidak menular khususnya penyakit
hipertensi pada semua umur. Salah satu kegiatan yang dapat
dilakukan keluarga yaitu dengan perilaku CERDIK yaitu Cek
kesehatan secara rutin, Enyahkan asap rokok, Rajin aktifitas fisik,
Diet seimbang, Istirahat cukup, Kelola stress.
B. Maksud dan Tujuan
Buku ini dimaksudkan sebagai panduan dalam pencegahan
dan pengendalian hipertensi dalam keluarga, sehingga untuk
mengimplementasikannya dapat dilakukan secara efektif, efisien
2
dan sesuai kebutuhan keluarga. Pembahasan materi pencegahan
dan pengendalian hipertensi dalam keluarga bertujuan untuk
memberikan bekal pada keluarga agar memiliki pemahaman
tentang, sebagai berikut:
Bab 1: Pendahuluan
Bab 2: Konsep Keluarga
Bab 3: Konsep Hipertensi
Bab 4: Faktor Risiko Hipertensi
Bab 5: Deteksi Dini Hipertensi di Masyarakat
Bab 6: Pencegahan Hipertensi dengan Perilaku CERDIK
Bab 7: Pengendalian Hipertensi Menggunakan Terapi Non
Farmakologis
Bab 8: Managemen Diri Klien Hipertensi dalam Mempertahankan
Perilaku Hidup sehat
Bab 9: Pemberdayaan Energy Potensial Diri
3
BAB KONSEP
2 KELUARGA
A. Pengertian
Keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang
tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau
pengangkatan dan mereka hidup dalam satu rumah tangga,
berinteraksi satu sama lain dan di dalam perannya masing-masing
menciptakan serta mempertahankan kebudayaan (Friedman, 2010)
B. Perkembangan Keluarga
Tahap perkembangan keluarga yang tidak perlu
diwaspadai terkait kejadian penyakit kardiovakuler termasuk
hipertensi, yaitu tahap: (1) Pasangan baru atau keluarga baru, (2)
Keluarga dengan kelahiran anak pertama, (3) Keluarga dengan
anak pra sekolah, (4) Keluarga dengan anak usia sekolah.
4
Waspadai
Hipertensi
setelah anak
pertama kita remaja
Pola hidup tidak sehat setelah usia 40
tahun tanda dan gejala pengerasan dan
penyumbatan pembuluh darah arteri
mulai dirasakan
Gambar 2.1. Tahap Perkembangan Keluarga
Tahap perkembangan keluarga yang perlu diwaspadai
terkait kejadian penyakit kardiovaskuler termasuk hipertensi,
yaitu tahap: (1) Keluarga dengan anak remaja, (2) Keluarga
dengan anak dewasa atau pelepasan, (3) Keluarga usia
pertengahan, (4) Keluarga usia lanjut.
C. Peran Keluarga
Salah satu peran keluarga adalah peran informal, yaitu
peran yang bersifat implisit, dan sering kali tidak jelas dalam
pembagiannya pada masing-masing anggota keluarga, tetapi
diharapkan dapat memenuhi kebutuhan emosional anggota
keluarga dan atau memelihara keseimbangan keluarga.
Keberadaan peran informal ini sangat diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan integrasi dan adaptasi dari masing-masing
anggota keluarga.
5
D. Fungsi Keluarga
Menurut Friedman (2010) fungsi keluarga dibagi menjadi
lima, yaitu:
1. Fungsi afektif, memfasilitasi stabilisasi kepribadian orang
dewasa, memenuhi kebutuhan psikologis anggota keluarga.
2. Fungsi sosialisasi, memfasilitasi sosialisasi primer anak yang
bertujuan menjadikan anak sebagai anggota masyarakat yang
produktif serta memberikan status pada anggota keluarga.
3. Fungsi reproduksi, untuk mempertahankan kontinuitas
keluarga selama beberapa generasi dan untuk
keberlangsungan hidup masyarakat.
4. Fungsi ekonomi, menyediakan sumber ekonomi yang cukup
dan alokasi efektifnya.
5. Fungsi perawatan kesehatan, menyediakan kebutuhan fisik-
makanan, pakaian, tempat tinggal, perawatan kesehatan.
E. Tugas keluarga dalam Bidang Kesehatan
Maglaya et al (2009) mengemukakan tugas keluarga dalam
bidang kesehatan. Sesuai peran dan fungsi pemeliharaan
kesehatan, keluarga mempunyai tugas di bidang kesehatan yang
perlu dipahami dan dilaksanakan, yaitu:
1. Mengenal masalah kesehatan keluarga
Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak
boleh diabaikan karena akan sangat mempengaruhi seluruh
kekuatan sumber daya dan dana keluarga. Pengambil
keputusan dalam keluarga perlu mengenal keadaan sehat dan
perubahan yang dialami anggota keluarganya. Perubahan
sekecil apapun yang dialami anggota keluarga secara tidak
langsung akan menjadi perhatian dari pengambil keputusan
dalam keluarga.
Krisis keluarga merupakan suatu keadaan kacau dalam
kehidupan keluarga ketika suatu kejadian yang penuh dengan
stres sangat menuntut sumber dan kemampuan koping
keluarga, tanpa ada penyelesaian masalah. Ada 2 tipe krisis
6
keluarga yang dapat mempengaruhi kondisi kesehatan
anggota keluarga, yaitu:
a. Krisis perkembangan, yaitu kejadian stres dalam proses
perkembangan psikososial anggota keluarga dan
merupakan bagian proses kehidupan normal
b. Krisis situasi, yaitu kejadian stres yang tidak biasa /
secara normal diharapkan misalnya kematian orang tua
atau pasangan hidup, pemutusan hubungan kerja,
anggota keluarga masuk rumah sakit.
Dalam mengenal masalah kesehatan keluarga,
pengambil keputusan dituntut untuk mampu mengenal
kondisi anggota keluarga baik sehat maupun sakit. Dalam
mengidentifikasi kondisi kesehatan para anggota keluarga
untuk pencegahan dan pengendalian hipertensi di rumah,
maka pengambil keputusan diharapkan mampu mengenal:
a. Penyakit Hipertensi, meliputi: pengertian, penyebab,
kelainan fisiologi tubuh dan tanda klinis.
b. Faktor Risiko Hipertensi, meliputi: tidak dapat
dimodifikasi dan dapat dimodifikasi.
c. Deteksi Dini Hipertensi, meliputi: pengukuran tekanan
darah, pengukuran tingkat kegemukan, perhitungan
indeks masa tubuh (IMT).
d. Pengendalian Hipertensi, meliputi: farmakologis dan non
farmakologis.
e. Pencegahan Hipertensi dengan Perilaku Cerdik, meliputi:
pengertian, Cek kesehatan, Enyahkan asap rokok, Rajin
aktifitas fisik, Diet seimbang, Istirahat cukup, Kelola
stress.
2. Memutuskan tindakan perawatan yang tepat bagi keluarga
Upaya keluarga yang utama untuk mencari
pertolongan yang tepat sesuai kondisi keluarga dan ketepatan
pengambilan keputusan diantara anggota keluarga yang
mempunyai pengaruh untuk memutuskan tindakan yang
tepat. Friedman, (1998) menyatakan kontak keluarga dengan
7
sistem akan melibatkan lembaga kesehatan profesional
ataupun praktisi lokal dan hal ini sangat bergantung pada,
yaitu:
a. Apakah masalah dirasakan oleh keluarga?
b. Apakah kepala keluarga merasa menyerah terhadap
masalah yang dihadapi salah satu anggota keluarga?
c. Apakah kepala keluarga sudah memperhitungkan untung
dan rugi akibat dari terapi yang dilakukan terhadap salah
satu anggota keluarganya?
d. Apakah kepala keluarga percaya terhadap petugas
kesehatan?
e. Apakah keluarga mempunyai sumber daya untuk
menjangkau fasilitas kesehatan?
3. Memberikan pelayanan perawatan terhadap anggota
keluarga yang membutuhkan
Pemberian perawatan secara fisik merupakan beban
paling berat yang dirasakan keluarga (Friedman, 1998).
Suprajitno (2004) menyatakan bahwa keluarga memiliki
keterbatasan dalam mengatasi masalah perawatan keluarga.
Keluarga memiliki kemampuan dalam melakukan
pengendalian sebagai pertolongan pertama dan juga
melakukan pencegahan. Tugas yang wajib dilakukan oleh
keluarga, yaitu:
a. Melakukan deteksi dini hipertensi, meliputi: pengukuran
tekanan darah, pengukuran tingkat kegemukan,
perhitungan indeks masa tubuh (IMT).
b. Melalukan pengendalian hipertensi, melalui kegiatan
pengawasan minum obat pada anggota keluarga yang
terkena hipertensi dan melakukan tindakan non
farmakologis yang dapat meringankan hipertensi.
c. Melakukan pencegahan faktor risiko hipertensi dengan
Perilaku Cerdik, melalui kegiatan mengontrol kesehatan
secara rutin, mencegah paparan asap rokok, tetap aktif
melakukan latihan fisik dan aktivitas fisik secara teratur
8
dan terukur, menjaga berat badan tetap proporsional,
menyediakan makanan yang berserat, mengurangi
konsumsi lemak jenuh, mengurangi konsumsi garam,
mengkonsumsi ikan laut yang kaya minyak ikan, cukup
istirahat, serta mengelola stress secara konstruktif.
4. Memodifikasi lingkungan untuk menjamin kesehatan
keluarga
Untuk melakukan memodifikasi lingkungan dalam
menjamin kesehatan keluarga, diharapkan memiliki, yaitu:
a. Kemampuan dalam memanfaatkan sumber yang dimiliki
disekitar lingkungan rumah
b. Pengetahuan tentang pentingnya sanitasi lingkungan dan
manfaatnya untuk melindungi kesehatan anggota keluarga.
c. Kemampuan untuk membudayakan nilai-nilai
kebersamaan dalam meningkatkan dan memelihara
lingkungan rumah yang menunjang kesehatan anggota
keluarga.
5. Menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan untuk keluarga
Untuk menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan,
keluarga diharapkan memiliki, yaitu:
a. Pengetahuan tentang fasilitas kesehatan yang dapat
dijangkau keluarga
b. Mempertimbangan dari segi keuntungan dan kerugian
dalam memanfaatkan fasilitas kesehatan.
c. Kepercayaan terhadap fasilitas kesehatan yang akan
dimanfaatkan
d. Kemampuan untuk menjangkau fasilitas pelayanan
kesehatan dari segi materi maupun jarak dengan tempat
domisili keluarga.
9
BAB KONSEP
3 HIPERTENSI
A. Pengertian
Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), seseorang
dikatakan terdiagnosis tekanan darah tinggi bila setelah
dilakukan pengukuran dua kali pada saat yang berbeda, tekanan
darah >140/90 mmHg. Artinya tekanan saat jantung memompa
darah ke seluruh tubuh sebagai tekanan sistolik yaitu 140 mmHg
dan tekanan saat otot jantung relaksasi dan menerima darah yang
kembali dari seluruh tubuh sebagai tekanan diastole yaitu 90
mmHg (WHO, 2020).
B. Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dikelompokan
menjadi 2 macam, yaitu:
1. Hipertensi esensial atau hipertensi primer, yaitu tidak dapat
diketahui penyebabnya sebesar 90%
2. Hipertensi sekunder, yaitu penyebabnya dapat ditentukan
sebesar 10% antara lain adanya kelainan pembuluh darah
ginjal, hipersekresi kelenjar tiroid, gangguan kelenjar
adrenal.
Berdasarkan kondisi berat ringan atau derajat hipertensi
terdiri 4 tingkatan sesuai table 1.
10
Tabel 3.1. Klasifikasi Tekanan Darah untuk dewasa umur > 18
tahun.
JNC 7 ESC/ISH 2007
Klasifikasi TD TD Klasifikasi TD TD
Sistolik Diastolik Sistolik Diastolik
(mmHg) (mmHg) (mmHg) (mmHg)
Normal < 120 <80 Optimal < 120 < 80
Pre- 120-139 80-89 Normal 120-129 80-84
Hipertensi
Hipertensi 140-159 80-99 Normal 130-139 85-89
Stage-1 Tinggi
Hipertensi >160 > 100 Tingkat 1 140-159 90-99
Stage-2
Tingkat 2 160-179 100-109
Tingkat 3 >180 >110
Hipertensi >140 < 90
Sistolik
C. Patofisiologi
Menurut Lumbantobing, (2008) dalam Isnaini Herawati dan
Wahyuni, (2016), tekanan darah merupakan kondisi fisiologis
dalam memindahkan darah melalui sistem sirkulasi yang
disebabkan oleh aksi jantung sebagai pompa dan irama arteri.
Sistem sirkulasi berfungsi sebagai sarana transportasi untuk
menyalurkan darah dari dan ke jantung yang membawa oksigen
dan nutrisi, distribusi cairan dan elektrolit, signaling hormone,
serta eliminasi produk metabolism yang tidak diperlukan tubuh.
Hipertensi merupakan suatu kondisi terjadi abnormalitas dari
faktor pompa (jantung) dan irama arteri. Beberapa proses
fisiologis terlibat dalam mempertahankan tekanan darah yang
normal dan gangguan pada proses tersebut dapat menyebabkan
terjadinya hipertensi esensial. Beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi proses fisiologis tekanan darah dan telah banyak
dilakukan penelitian antara lain asupan garam, obesitas, resistensi
insulin, sistem renin-angiotensin dan sistem saraf simpatis.
11
Dalam mempertahankan tekanan darah agar tetap normal,
ada dua sistem yang terlibat yaitu sistem saraf simpatis dan sistem
hormonal. Sistem saraf simpatis melepaskan kimia darah antara
lain adrenalin dan noradrenalin yang mengatur vasodilatasi dan
vasokonstriksi pembuluh darah. Pada sistem hormonal, rennin
yang dihasilkan oleh ginjal akan mengaktifkan enzim Angiotensin
II. Enzim Angiotensin II dapat menyebabkan konstriksi vascular
dan menstimulasi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron
menyebabkan retensi air dan natrium oleh ginjal dan selanjutnya
akan meningkatkan tekanan darah.
Secara umum, seseorang dikatakan hipertensi bila tekanan
darah sistolik/diastolic lebih dari 140/90 mmHg. Hipertensi
dapat digolongkan ke dalam dua kategori besar, yaitu hipertensi
primer (esensial) dan sekunder. Dikatakan hipertensi primer bila
penyebabnya belum pasti, sedangkan hipertensi sekunder bila
penyebabnya sudah pasti. Menurut Sherwood, (2014), ada
beberapa faktor yang terlibat dalam terjadinya hipertensi primer
atau esensial, yaitu: kerentanan faktor genetic, hiperaktivitas
system saraf simpatik, gangguan transport membrane Na/K,
kelebihan asupan garam, gangguan sistem rennin angiotensin
aldosteron, gangguan senyawa vasodilatasi (Nitrit Oksidase).
Tekanan yang diperlukan untuk mengalirkan darah
melalui sistem sirkulasi dilakukan oleh aksi jantung dalam
memompa (cardiac output/CO) dan dukungan pembuluh arteri
(peripheral resistance/PR). Kaplan (1998) menyatakan bahwa fungsi
kerja masing-masing penentu tekanan darah dipengaruhi oleh
interaksi dari berbagai faktor yang kompleks. Hipertensi
sesungguhnya merupakan abnormalitas dari berbagai faktor yang
kompleks tersebut, yang ditandai dengan peningkatan curah
jantung dan atau peningkatan ketahanan peripheral.
Brook and Julius (2000), menyatakan bahwa penyebab
terbesar terjadinya hipertensi adalah adanya ketidakseimbangan
sistem otonom. Ketidakseimbangan ini ditandai dengan
peningkatan aktivitas saraf simpatis dengan penurunan aktivitas
saraf parasimpatis. Salah satu mekanisme yang berhubungan
12
dengan ketidakseimbangan sistem otonom adalah penurunan
sensitivitas barorefleks.
D. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis pada klien hipertensi menurut Elizabeth
J. Corwin sebagian besar timbul setelah mengalami hipertensi
bertahun-tahun dan dapat berupa:
1. Nyeri kepala saat terjaga, kadang disertai mual dan muntah
akibat peningkatan tekanan darah intra kranium
2. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina
3. Ayunan langkah tidak mantap karena kerusakan susunan saraf
4. Nokturia atau peningkatan urine pada malam hari karena
peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus
5. Edema dependen akibat peningkatan tekanan kapiler
6. Keterlibatan pembuluh darah otak dapat menimbulkan stroke
atau serangan iskemik transien yang bermanifestasi sebagai
paralisis sementara pada satu sisi atau hemiplegia atau
gangguan tajam penglihatan.
7. Gejala lain yang sering ditemukan adalah epistaksis, mudah
marah, telinga berdengung, rasa berat di tengkuk, sukar tidur,
dan mata berkunang-kunang.
E. Komplikasi Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor resiko utama untuk
terjadinya penyakit jantung, gagal jantung kongesif, stroke,
gangguan penglihatan dan penyakit ginjal. Kondisi hipertensi
yang tidak dikelola dengan baik sangat berisiko menimbulkan
gangguan sistem organ sehingga memperpendek umur harapan
hidup sebesar 10-20 tahun. Mortalitas pada klien hipertensi lebih
cepat bila tidak terkontrol dan telah menimbulkan komplikasi ke
beberapa organ vital. Sebab kematian yang sering terjadi adalah
penyakit jantung dengan atau tanpa disertai stroke serta gagal
ginjal.
Komplikasi pada hipertensi sedang biasanya dapat
mengganggu organ mata, ginjal, jantung dan otak. Pada mata
13
berupa perdarahan retina, gangguan penglihatan sampai
kebutaan. Gagal jantung merupakan kelainan yang sering
ditemukan pada hipertensi berat selain kelainan koroner dan
miokard. Pada otak sering terjadi stroke perdarahan yang
disebabkan oleh pecahnya mikroaneurisma yang dapat
mengakibakan kematian. Kelainan lain yang dapat terjadi adalah
proses tromboemboli dan serangan iskemia otak sementara
(Transient Ischemic Attack/TIA). Gagal ginjal sering dijumpai
sebagai komplikasi hipertensi kronis ataupun akut pada
hipertensi maligna.
Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh,
baik secara langsung maupun tidak langsung. Beberapa penelitian
menemukan bahwa penyebab kerusakan organ dapat melalui
akibat langsung dari kenaikan tekanan darah pada organ, atau
karena efek tidak langsung, antara lain adanya autoantibodi
terhadap reseptor angiotensin II dan stress oksidatif. Penelitian
lain juga membuktikan bahwa diet tinggi garam dan sensitivitas
terhadap garam berperan besar dalam menimbulkan kerusakan
organ target, misalnya kerusakan pembuluh darah.
1. Komplikasi pada Otak
Stroke karena perdarahan, tekanan intra kranial yang
meninggi, atau akibat embolus yang terlepas dari pembuluh
non otak yang terpajan tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi
pada hipertensi kronik bila arteri yang berada di otak
mengalami hipertropi atau penebalan, sehingga aliran darah
yang menuju cel otak berkurang. Fungsi arteri yang berada di
otak menjadi lemah karena mengalami arterosklerosis
sehingga berisiko terbentuk aneurisma. Tekanan yang tinggi
pada arteri yang mengalami sklerosis menyebabkan
peningkatan tekanan kapiler sehingga mendorong cairan
masuk ke dalam ruang interstisium di seluruh susunan saraf
pusat. Hal tersebut menyebabkan neuron di sekitarnya kolap
dan terjadi koma bahkan kematian.
14
2. Komplikasi pada Kardiovaskular
Infark miokard dapat terjadi bila arteri koroner
mengalami sklerosis atau terbentuk thrombus yang
menghambat aliran darah jantung, sehingga miokardium tidak
mendapatkan suplai oksigen yang cukup. Kebutuhan oksigen
miokardium yang tidak terpenuhi menyebabkan iskemia
jantung sehingga berakibat terjadinya infark.
3. Komplikasi pada Ginjal
Penyakit ginjal kronik dapat terjadi karena kerusakan
progresif akibat tekanan tinggi pada kapiler ginjal dan
glomerolus. Kerusakan glomerulus mengakibatkan darah
yang mengalir ke unit fungsional ginjal (nefron) akan
mengalami gangguan dan berlanjut menjadi hipoksia sehingga
berdampak kematian organ ginjal. Hipertensi kronik juga
dapat menimbulkan kerusakan membran glomerulus dan
berdampak keluarnya protein melalui urin. Tekanan osmotik
koloid plasma yang berkurang mengakibatkan terjadi edema
anasarca dan bila kondisi berlajut maka timbul edama seluruh
tubuh.
4. Komplikasi pada Mata
Kelainan pada retina atau retinopati yang terjadi akibat
tekanan darah yang tinggi adalah iskemik optik neuropati atau
kerusakan pada saraf mata akibat aliran darah yang buruk,
oklusi arteri dan vena retina akibat penyumbatan aliran darah
pada arteri dan vena retina. Klien retinopati hipertensif pada
awalnya tidak menunjukkan gejala, tetapi akhirnya dapat
menjadi kebutaan pada stadium akhir.
15
BAB FAKTOR RISIKO
4 HIPERTENSI
Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau
peningkatan tekanan perifer. Risiko terjadinya hipertensi secara relatif
tergantung pada jumlah dan tingkat keparahan dari faktor risiko.
Beberapa faktor risiko yang mempengaruhi seseorang mengalami
hipertensi yaitu: (1) Faktor yang tidak dapat dikendalikan dan (2)
Faktor yang dapat dikendalikan.
A. Faktor Risiko yang Tidak Dapat Dikendalikan
Faktro risiko yang melekat pada diri klien hipertensi dan
tidak dapat diubah, antara lain umur, jenis kelamin dan genetik.
1. Faktor Umur
ABertambahnya umur risiko terkena hipertensi menjadi
lebih besar. Menurut hasil Riskesdas 2007 pada kelompok
umur >55 tahun prevalensi hipertensi mencapai >55%. Pada
usia lanjut hipertensi terutama ditemukan hanya berupa
kenaikan tekanan darah sistolik. Hal ini terjadi karena adanya
perubahan struktur pembuluh darah besar.
2. Faktor Jenis kelamin
Laki-laki mempunyai risiko 2,3 kali lebih banyak
mengalami peningkatan tekanan darah sistolik dibandingkan
dengan perempuan, karena laki-laki memiliki gaya hidup yang
cenderung meningkatkan tekanan darah. Perempuan yang
belum mengalami menopause dilindungi oleh hormon
estrogen yang berperan dalam meningkatkan kadar High
16
Density Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL yang tinggi
merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya
proses aterosklerosis. Pada perempuan premenopause mulai
kehilangan sedikit demi sedikit hormone estrogen yang selama
ini melindungi pembuluh darah dari kerusakan. Proses ini
terus berlanjut dimana hormone estrogen berubah
kuantitasnya dan umumnya mulai terjadi pada perempuan
umur 45-55 tahun. Memasuki periode menopause prevalensi
hipertensi pada perempuan meningkat dan setelah usia 65
tahun lebih tinggi dibandingkan laki-laki.
3. Faktor Genetik
Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi juga
meningkatkan risiko hipertensi terutama hipertensi primer.
Faktor genetik juga berkaitan dengan metabolisme sodium
intraseluler dan rendahnya rasio antara potassium terhadap
sodium individu dengan orang tua hipertensi. Menurut
Davidson bila kedua orang tuanya menderita hipertensi, maka
sekitar 45% akan menurun ke anaknya dan bila salah satu
orang tuanya yang menderita hipertensi maka sekitar 30%
akan turun ke anaknya.
B. Faktor Risiko yang Dapat Dikendalikan
Faktor yang dapat dikendalikan sehingga dapat
dimodifikasi dengan berbagai cara agar tekanan darah menjadi
normal.
1. Faktor Merokok
Merokok dapat mengaktivasi radikal bebas yang
terkandung di dalam asap rokok. Merokok meningkatkan
respon inflamasi dengan menginduksi vasomotor, sehingga
menyebabkan disfungsi endothelium, proliferasi otot polos,
platelet dan disfungsi trombohemostatik, yang dapat
mempercepat proses aterosklerosis. Nikotin yang
17
terkandung dalam rokok juga berperan sebagai penyebab
utama keluarnya adrenalin. Efek utama pada kardiovaskular
akibat paparan nikotin dalam tubuh, antara lain yaitu:
a. Stimulasi sistem saraf simpatis
b. Peningkatan pelepasan katekolamin (akut)
c. Peningkatan tekanan darah sistolik (akut)
d. Peningkatan denyut jantung (akut)
Merokok dapat mengubah profil lipid, meningkatkan
oksidasi dari Low Density Lipoprotein (LDL), menurunkan level
High Density Lipoprotein (HDL), dan mengubah rasio
HDL/LDL. Merokok dapat meningkatkan denyut jantung,
tekanan darah, dan menstimulasi aktivitas simpatis secara
tiba-tiba. Berhenti merokok dapat menurunkan morbiditas
dan mortalitas risiko kardiovaskular secara signifikan.
2. Faktor Obesitas
Berat badan merupakan salah satu faktor penentu
terjadinya hipertensi pada semua kelompok umur dan
diperkirakan 60-70% hipertensi pada dewasa berkaitan
dengan kegemukan. Menurut National Institutes for Health
USA (NIH,1998), prevalensi tekanan darah tinggi pada orang
dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) >30 (obesitas) adalah 38%
untuk laki-laki dan 32% untuk perempuan, dibandingkan
dengan yang memiliki IMT <25 (status gizi normal menurut
standar internasional) yaitu prevalensi 18% untuk laki-laki
dan 17% untuk perempuan. Menurut Hall (1994) perubahan
fisiologis dapat menjelaskan hubungan antara kelebihan
berat badan dengan tekanan darah, yaitu terjadinya resistensi
insulin dan hiperinsulinemia, aktivasi saraf simpatis dan
sistem reninangiotensin, serta perubahan fisik pada ginjal.
Beberapa mekanisme terjadinya hipertensi yang
berhubungan dengan obesitas, antara lain perubahan dari
system RAA (renin-angiotensin-aldosterone), yang
meningkatkan aktifitas sistem saraf simpatik, resistensi
insulin, resistensi leptin, perubahan faktor koagulasi,
18
inflamasi, dan disfungsi endotel. Obesitas juga dapat memicu
hipertensi dengan meningkatkan re-absorpsi natrium di
renal dan mengganggu ekskresi natrium.
3. Faktor Dislipidemia
Dislipidemia dapat mengubah mekanisme vasomotor
oleh nitric oxide, yang dapat mengakibatkan disfungsi
endotel. Dislipidemia dapat menyebabkan kerusakan pada
mikrovaskular ginjal, yang berdampak terhadap terjadinya
hipertensi.
4. Faktor Stres
Kondisi stress akan memicu akumulasi epinefrin dan
norepinefrin dalam sirkulasi darah sehingga mengaktivasi
Renin-Angiotensin-Aldosterone System (RAA) dan berdampak
pada peningkatan tekanan darah. Aktivasi sistem
hipotalamus dan pitutari akan berdampak pada pelepasan
corticotropin-releasing hormone (CRH) dan adrenocorticotropic
hormone (ACTH) dan kortisol. Terdapat beberapa faktor
risiko psikososial dan kardiovaskular yang sudah dilaporkan
pada beberapa penelitian, di mana rendahnya status
ekonomi, stress pekerjaan, mood yang depresif, gangguan
cemas dan pola kepribadian individu berperan dalam
meningkatkan risiko kardiovaskular.
5. Faktor Kurang Latihan fisik
Olahraga isotonik yang teratur dapat menurunkan
tahanan perifer sehingga menurunkan tekanan darah pada
individu yang mengalami hipertensi. Selain itu olah raga
dapat melatih dan membiasakan otot jantung untuk
melakukan pekerjaan yang lebih berat. Kurangnya aktivitas
fisik dan latihan fisik menaikan risiko hipertensi karena
kondisi fisik semakin bertambah gemuk. Individu yang tidak
aktif cenderung mempunyai detak jantung lebih cepat dan
otot jantung harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi,
19
semakin keras dan sering jantung harus memompa, semakin
besar pula kekuatan yang mendesak arteri.
6. Faktor Pola Asupan Garam dalam Diet
World Health Organization (WHO) merekomendasikan
pola konsumsi garam yang dapat mengurangi risiko
terjadinya hipertensi. Kadar sodium yang direkomendasikan
adalah tidak lebih dari 100 mmol perhari yaitu sekitar 2,4 gr
sodium atau 6 gr garam. Konsumsi natrium yang berlebih
menyebabkan konsentrasi natrium di dalam cairan
ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya cairan
intraseluler ditarik ke luar, sehingga volume cairan
ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume cairan
ekstraseluler menyebabkan meningkatnya volume darah
sehingga berdampak tekanan darah meningkat.
7. Faktor Diabetes
Bukti epidemiologi menunjukkan adanya hubungan
antara hipertensi dengan resistensi insulin. Lebih dari 75%
klien diabetes dewasa memiliki tekanan darah >130/80
mmHg. Pada diabetes tipe 1, peningkatan tekanan darah
menjadi prediktor terjadinya nefropati dan penurunan fungsi
ginjal di kemudian hari. Sedangkan pada diabetes tipe 2,
hipertensi sudah terjadi pada sebagian besar klien ketika
terdiagnosis. Tidak ada perbedaan implikasi hipertensi pada
risiko kardiovaskular yang terjadi pada diabetes tipe 1
maupun tipe 2. Mortalitas meningkat 7.2 kali lipat ketika
hipertensi muncul pada klien diabetes.
20
BAB DETEKSI DINI
5 HIPERTENSI DI
MASYARAKAT
Skrining faktor risiko Hipertensi dapat dilakukan oleh
masyarakat secara mandiri dengan bimbingan tenaga kesehatan.
Kegiatan skrining untuk deteksi dini hipertensi dapat dilakukan di
masyarakat melalui kegiatan Posbindu-PTM atau melalui kelompok
keluarga peduli hipertensi yang dilakukan oleh tenaga kader yang
telah dilatih. Pemeriksaan tekanan darah dilakukan dengan
menggunakan alat tensimeter digital maupun aneroid. Monitoring
tekanan darah juga dapat dilakukan secara mandiri di rumah, sehingga
tidak perlu datang ke fasilitas pelayanan kesehatan.
Dalam melaksanakan skrining deteksi dini dan faktor risiko
hipertensi dilakukan melalui beberapa tahapan sebagai berikut:
1. Wawancara menggunakan kuesioner yang meliputi identitas diri,
riwayat penyakit dan riwayat keluarga yang menderita hipertensi,
diabetes dan penyakit jantung coroner serta dislipidemia.
2. Pengukuran tekanan darah dan denyut nadi.
3. Pengukuran indeks antropometri yang meliputi pengukuran berat
badan, tingi badan, lingkar pinggang dan lingkar pinggul.
4. Penghitungan IMT (Indeks Masa Tubuh).
A. Pemeriksaan Tekanan Darah
Pemeriksaan tekanan darah dapat dilakukan oleh kader
maupun keluarga yanag telah dilatih. Pengukuran dilakukan
sesuai standar British Society of Hypertension, menggunakan alat
sphygmomanometer anaeroid maupun digital yang telah ditera.
21
1. Pengertian
Pemeriksaan menggunakan alat sphygmomanometer
untuk mengukur tekanan pada pembuluh darah arteri ketika
jantung berdenyut sebagai salah satu tanda vital yang dapat
menggambarkan normalitas fungsi tubuh seseorang.
2. Tujuan
Dilakukan sebagai bagian dari pemeriksaan rutin
kesehatan dan sebagai alat pantau klien dengan kondisi
hipertensi, hipotensi, atau gangguan jantung. Tekanan darah
penting diperiksa karena kebanyakan klien dengan
hipertensi maupun hipotensi tidak mengalami gejala apapun.
3. Kriteria Klien
Semua individu berusia 18 tahun ke atas perlu
dilakukan pemeriksaan tekanan darah secara rutin sebagai
bagian dari pemeriksaan rutin kesehatan, yang meliputi:
a. Individu berusia 40 tahun ke atas dan atau individu yang
berisiko hipertensi, antara lain memiliki berat badan
berlebih atau tekanan darah sistolik 130-139 mmHg dan
atau diastolik 85-89 mmHg pemeriksaan tekanan darah
perlu dilakukan satu kali setahun.
b. Individu berusia 18-39 tahun dengan tensi di bawah
130/85 mmHg dan tidak memiliki faktor risiko hipertensi,
pemeriksaan tekanan darah perlu dilakukan 3-5 tahun
sekali.
c. Individu yang terdiagnosis hipertensi atau hipotensi
pemeriksaan tekanan darah dilakukan secara rutin setiap
bulan.
22
4. Prosedur pengukuran tekanan darah
Prosedur 1: Persiapan Klien
Sebelum pengukuran:
a. Kondisikan klien 30 menit sebelumnya untuk tidak
mengkonsumsi kopi, alkohol dan rokok
b. Kondisikan klien untuk mengosongkan kandung kemih
c. Kondisikan klien pada atmosfir yang nyaman dan tenang
d. Persilahkan klien istirahat dengan duduk 3-5 menit
Prosedur 2: Persiapan alat
a. Pastikan baterai tensimeter digital diganti sebelum
melakukan pengukuran
b. Gunakan manset yang ukurannya sesuai
c. Letakan maset bagian bawah pada posisi 2,5 cm diatas
siku
Prosedur 3: Pelaksanaan pengukuran ke 1
a. Melakukan pengukuran TD dengan kondisi sebagai
berikut:
b. Posisikan duduk klien bersandar dan rileks
c. Posisikan lengan di atas meja dengan ketinggian selevel
posisi jantung
d. Posisikan kaki tidak menyilang dan telapak kaki rata
menyentuh lantai
e. Bebaskan hambatan aliran darah lengan dari baju yang
berlengan panjang atau ketat
f. Selama pengukuran dilarang bergerak dan berbicara
Prosedur 4: Pelaksanaan pengukuran ke 2 (validasi)
a. Lakukan validasi pengukuran TD dengan mengulang
b. Berikan jeda waktu 1-2 menit dari pengukuran ke 1
c. Lakukan validasi pengukuran ke 3 bila hasil pengukuran
ke 2 terjadi selisih 5 mmHg dengan pengukuran ke 1
23
d. Pertimbangkan penggunaan nilai rerata TD jika dianggap
lebih tepat
Prosedur 5: Penetapan lokasi pengukuran pada kunjungan
berikutnya
Kunjungan pertama:
a. Lakukan pengukuran TD pada kedua lengan untuk
mendeteksi kemungkinan adanya perbedaan
b. Lakukan pengukuran selanjutnya pada lengan yang hasil
pengukurannya tertinggi sebagai referensi
5. Prosedur pengukuran tekanan darah dengan Tensimeter
Digital
Langkah prosedur yang harus dikerjakan
a. Persiapan alat
1) Tensimeter Digital
2) Mancet besar
3) Batu baterai AA
b. Prosedur yang harus dikerjakan
1) Sebelum pengukuran
a) Pemasangan baterai
- Balikkan alat, hingga bagian bawah menghadap
keatas.
- Buka tutup baterai sesuai tanda panah.
- Masukkan 4 buah baterai “AA” sesuai arah yang
benar (Lihat Gambar 5.1).
Gambar 5.1. Pemasangan Baterai Tensimeter Digital
24
b) Penggantian baterai
- Matikan alat sebelum mengganti baterai
- Keluarkan baterai jika alat tidak akan digunakan > 3
bulan
- Jika baterai dikeluarkan >30 detik, maka
tanggal/waktu perlu disetting kembali
- Buang baterai yang sudah tidak terpakai pada
tempat yang sesuai
- Jika ada tanda baterai bersilang, segera ganti baterai
baru
- Jika ada tanda baterai bergaris, masih dapat
digunakan sesaat, setelah itu segera diganti.
2) Prosedur pengukuran
a) Tekan tombol “START/STOP” untuk mengaktifkan
alat (Lihat Gambar 5.2).
b) Sebelum pengukuran TD, klien sebaiknya
menghindari aktivitas fisik seperti olah raga, merokok,
dan makan, minimal 30 menit sebelum pengukuran.
Duduk beristirahat setidaknya 5-15 menit sebelum
pengukuran.
Gambar 5.2. Cara Mengaktifkan Tensimeter Digital
c) Hindari melakukan pengukuran dalam kondisi stres.
Pengukuran sebaiknya dilakukan dalam ruang dan
kondisi yang tenang serta dapat dalam posisi duduk.
d) Pastikan klien duduk pada posisi kaki tidak menyilang
tetapi kedua telapak kaki datar menyentuh lantai.
Letakkan lengan kanan klien di atas meja sehinga
25
mancet yang sudah terpasang sejajar dengan jantung
klien.
e) Singsingkan lengan baju pada lengan bagian kanan
klien dan meminta untuk tetap duduk tanpa banyak
gerak, dan tidak berbicara pada saat pengukuran. Bila
klien menggunakan baju berlengan panjang,
singsingkan lengan baju ke atas tetapi pastikan lipatan
baju tidak terlalu ketat sehingga tidak menghambat
aliran darah.
f) Biarkan lengan dalam posisi tidak tegang dengan
telapak tangan terbuka ke atas. Pastikan tidak ada
lekukan pada pipa mancet.
g) Ikuti posisi tubuh, lihat gambar dibawah (Gambar 5.3).
Gambar 5.3. Posisi Pengukuran Tekanan Darah
h) Jika pengukuran selesai, manset akan mengempis
kembali dan hasil pengukuran akan muncul. Alat akan
menyimpan hasil pengukuran secara otomatis.
26
i) Tekan “START/STOP” untuk mematikan alat. Jika
Anda lupa untuk mematikan alat, maka alat akan mati
dengan sendirinya dalam 5 menit.
Gambar 5.4 Posisi Pengukuran Tekanan Darah yang
salah
3) Prosedur penggunaan manset
a) Masukkan ujung pipa manset pada bagian alat.
b) Perhatikan arah masuknya perekat manset.
c) Pakai manset, perhatikan arah selang (Gambar 5.5)
d) Perhatikan jarak manset dengan garis siku lengan ± 1
~ 2 cm.
Gambar 5.5 Cara Pemasangan Manset pada Tensimeter
Digital
e) Pastikan selang sejajar dengan jari tengah, dan posisi
lengan terbuka keatas.
f) Rekatkan manset yang sudah terpasang dengan benar
g) Pastikan cara menggunakan manset dengan baik dan
benar, sehingga menghasilkan pengukuran yang
akurat.
27
Gambar 5.6 Cara Pemasangan Manset pada Lengan
h) Catat angka sistolik, diastolik dan denyut nadi hasil
pengukuran tersebut pada formulIr hasil pengukuran
dan pemeriksaan (Gambar5.7).
Gambar 5.7 Contoh Angka Hasil Pengukuran
Tensimeter Digital
i) Pengukuran dilakukan dua kali, jarak antara dua
pengukuran sebaiknya antara 2 menit dengan
melepaskan mancet pada lengan.
j) Bila hasil pengukuran satu dan kedua terdapat selisih
>10 mmHg, ulangi pengukuran ketiga setelah istirahat
selama 10 menit dengan melepaskan mancet pada
lengan.
k) Bila responden tidak bisa duduk, pengukuran dapat
dilakukan dengan posisi berbaring, dan catat kondisi
tersebut di lembar catatan.
4) Interpretasi
Interpretasi h asil p engukuran t ekanan d arah (JNC VII,
28
2003) (Tabel 2).
Tabel 2. Interpretasi Hasil Pengukuran Tekanan Darah
(JNC VII, 2003)
No Tekanan Darah Klasifikasi
1 <120/<80 mmHg Normal
2 120-139/80-90 mmHg Prehipertensi
3 140-150/90-99 mmHg Hipertensi derajat 1
4 >160/>100 mmHg Hipertensi derajat 2
B. Pengukuran Tingkat Kegemukan Badan
Pengukuran kegemukan (obesitas), diperlukan data berat
badan (BB), tinggi badan (TB), dan lingkar perut. Dengan
mengetahui BB dan TB, maka dapat dihitung Indek Massa Tubuh
(IMT).
1. Teknik Ukur Berat Badan (BB)
Timbangan berat badan sangat sederhana
penggunaannya, namun diperlukan latihan dalam
penggunaannya agar keluarga atau kader Posbindu-PTM
dapat menggunakan secara baik dan benar. Pedoman
penggunaan timbangan berat badan harus dipelajari dengan
benar untuk mendapatkan hasil pengukuran yang optimal.
Langkah prosedur yang harus dikerjakan:
a. Persiapan
1) Ambil timbangan dari kotak karton dan keluarkan dari
bungkus plastiknya.
2) Letakan alat timbang pada lantai yang keras dan datar.
3) Klien yang akan ditimbang diminta membuka alas
kaki dan jaket serta mengeluarkan isi kantong yang
berat seperti kunci dan HP.
4) Pastikan timbangan pada nilai pengukuran pada
angka 0.
b. Prosedur penimbangan
1) Klien diminta naik ke alat timbang dengan posisi kaki
29
tepat ditengah alat timbang tetapi tidak menutupi
jendela baca.
2) Perhatikan posisi kaki tepat di tengah alat timbang,
sikap tenang/ tidak bergerak-gerak dan kepala
memandang lurus kedepan.
3) Jarum dijendela alat timbang akan bergerak dan
tunggu sampai tidak berubah.
4) Catat angka pada posisi yang ditunjuk jarum setelah
berhenti dan catat /isikan ke dalam Buku Monitoring
FR PTM.
5) Minta klien turun dari alat timbang.
6) Jarum pada alat timbang akan berada pada posisi 0
secara otomatis.
2. Teknik Ukur Tinggi Badan (TB)
Pengukuran TB dimaksudkan untuk mendapatkan
data tinggi badan dalam senti meter.
Langkah prosedur yang harus dikerjakan:
a. Persiapan
Alat pengukur TB atau microtoise kapasitas ukur 2 meter
dengan ketelitian 0,1 cm.
b. Prosedur Pengukuran Tinggi Badan
1) Minta klien melepaskan alas kaki, topi atau penutup
kepala.
2) Pastikan alat geser berada diposisi atas.
3) Klien diminta berdiri tegak, persis di bawah alat geser.
4) Posisi kepala dan bahu bagian belakang, lengan,
pantat dan tumit menempel pada dinding tempat
microtoise di pasang.
5) Pandangan lurus ke depan, dan tangan dalam
posisi tergantung bebas.
6) Gerakan alat geser sampai menyentuh bagian atas
kepala responden. Pastikan alat geser berada tepat di
tengah kepala. Dalam keadaan ini bagian belakang
30
alat geser harus tetap menempel pada dinding.
7) Baca angka tinggi badan pada jendela baca ke arah
angka yang lebih besar (ke bawah). Pembacaan
dilakukan tepat di depan angka (skala) pada garis
merah, sejajar dengan mata pemeriksa.
8) Apabila pengukur lebih rendah dari yang diukur,
pengukur harus berdiri di atas bangku agar hasil
pembacaan benar.
9) Pencatatan dilakukan dengan ketelitian sampai satu
angka dibelakang koma (0,1 cm). Contoh 157,3 cm;
160,0 cm; 163,9 cm dan catat /isikan ke dalam Buku
Monitoring FR PTM.
10) Perlu diperhatikan:
a) Posisi kepala,
punggung,
pantat, betis
dan tumit yang
benar.
b) Pandangan
lurus kedepan.
c) Keterbatasan
microtoise
adalah
memerlukan
tempat dengan
permukaan
lantai dan
dinding yang
rata, serta tegak Gambar 5.8 Pengukuran
lurus. Tinggi Badan
3. Teknik Hitung Indeks Massa Tubuh (IMT)
Indeks massa tubuh (IMT) adalah hasil pembagian berat
badan dalam kilogram dengan tinggi badan kuadrat dalam
meter (BB (kg)/TB2(m2)). Klasifikasi IMT seperti dalam tabel 3.
31
Contoh:
Diketahui: BB=50 kg, TB=160 cm, (1,6m),
Ditanyakan berapakah IMTnya?
Dikerjakan: (BB (kg)/TB2(m2))
=50/1,62
=50/2,56
=19,53 kg/m2
Tabel 3. Nilai IMT dan Risiko Penyakit Tidak Menular
NO Nilai IMT Klasifikasi Risiko
(kg/m2) PTM
1 ≤18,5 BB Kurang Rendah
2 18,5-22,9 BB Normal Rata-rata
3 23-24,9 Gemuk dengan Meningkat
risiko
4 25,0-29,9 Obesitas Tingkat I Sedang
5 ≥30 Obesitas Tingkat II Berbahaya
Merujuk standar WHO WPR/IASO/IOTF dalam
The Asia-Pasific Perspective: Redefining Obesity
and its Treatment, dan diadop oleh Perkeni tahun
2006.
4. Teknik Ukur Lingkar Perut
Pengukuran lingkar perut dilakukan untuk
mengetahui ada tidaknya obesitas abdominal/ sentral. Jenis
obesitas ini sangat berpengaruh terhadap kejadian penyakit
kardiovaskular dan diabetes mellitus. Lingkar Perut dan risko
PTM (Tabel 4).
Tabel 4. Lingkar Perut dan Risiko PTM
NO Lingkar Perut Jenis Kelamin Risiko PTM
1 ≥ 90 cm Laki-laki Meningkat
2 ≥102 cm Laki-laki Sangat meningkat
3 ≥ 80 cm Perempuan Meningkat
4 ≥ 88 cm Perempuan Sangat meningkat
32
a. Alat yang dibutuhkan
1) Ruangan yang tertutup dari pandangan umum,
2) Pita pengukur,
3) Spidol/pulpen.
b. Hal yang perlu diperhatikan:
1) Pengukuran Lingkar Perut yang benar dilakukan
dengan menempelkan pita pengukur diatas kulit
langsung. Pengukuran di atas pakaian sangat tidak
dibenarkan
2) Bila klien tidak bersedia membuka/menyingkap
pakaian bagian atasnya, pengukuran dengan
menggunakan pakaian yang sangat tipis (kain nilon,
silk, dan lain-lain) diperbolehkan dan beri catatan
pada kuesioner
3) Bila klien tetap menolak untuk diukur, pengukuran
Lingkar Perut tidak boleh dipaksakan dan beri catatan
pada kuesioner.
c. Cara pengukuran Lingkar Perut Gambar
No Prosedur
1 Jelaskan pada klien tujuan
pengukuran lingkar perut dan
tindakan apa saja yang akan
dilakukan dalam pengukuran
2 Untuk pengukuran ini klien
diminta dengan cara yang
santun untuk membuka
pakaian bagian atas atau
menyingkapkan pakaian
bagian atas dan raba tulang
rusuk terakhir klien untuk
menetapkan titik pengukuran
33
No Prosedur Gambar
3 Tetapkan titik batas tepi tulang
rusuk paling bawah, beri tanda
titik dengan spidol (bagian
kiri).
4 Tetapkan batas atas ujung
lengkung tulang pangkal
panggul, beri tanda titik
dengan spidol.
5 Tetapkan titik tengah antara
titik tulang rusuk terakhir dan
titik ujung lengkung tulang
pangkal panggul dan beri
tanda titik dengan spidol.
Lakukan pada sisi tubuh yang
kanan.
6 Lakukan pengukuran lingkar
perut saat akhir mengeluarkan
nafas, dimulai dari titik tengah
kemudian secara sejajar
mendatar ke kanan melingkari
pinggang melewati perut dan
sampai bagian kiri.
34
No Prosedur Gambar
7 Bila klien mempunyai perut
yang gendut ke bawah,
pengukuran mengambil
bagian yang paling buncit
8 kemudian berakhir pada titik
9 tengah, terus kembali pada sisi
lainnya.
Baca dan catat angka yang
tertera pada alat ukur.
Pita pengukur tidak boleh
melipat dan ukur lingkar
pinggang mendekati angka 0,1
cm.
C. Pemeriksaan Kadar Gula Darah
Pemeriksaan kadar gula darah menunjukkan kadar glukosa
dalam darah yang digunakan untuk mendeteksi diabetes melitus.
Hasil tes normal jika kadar gula dalam darah 80-144 mg/dL.
Langkah prosedur yang harus dikerjakan:
1. Persiapan
a. Alat pemeriksaan kadar gula darah lipid (Analyzer)
b. Test strip gula darah dan kolesterol
c. Auto lancet (Autoclix)
d. Lancet, pipet ukuran 40uL untuk panel test strip dan 15
uL untuk single test strip
e. Alkohol 70%, kapas dan tissue kering
2. Prosedur kerja penggunaan autoclix (Gambar 5.9)
a. Putar ujung penutup autoclix ke angka yang sesuai
tebal tipisnya kulit jari tangan
b. Lepaskan penutup instrument
c. Masukkan autoclix lancet ke dalam tempat lancet. Putar
35
pelindung penutup lancet.
d. Pasang penutup instrumen dan putar pada posisinya.
Bunyi klik menandakan autoclix siap digunakan
e. Tempelkan dan tekan autoclix pada bagian pinggir ujung
jari tangan
f. Lepaskan penutup dan lancet yang telah digunakan.
Gambar 5.9 Cara Penggunaan Autoclix
3. Pemeriksaan dengan Glukometer (disesuaikan jenis
gluko-meter)
a. Masukkan tes strip bila gambar strip tes muncul.
b. Bersihkan ujung jari (jari manis/jari tengah/telunjuk)
dengan kapas yang telah diberi alkohol 70%, dan
keringkan.
c. Tusukkan lancet/autoclix pada ujung jari secara tegak
lurus, cepat dan tidak terlalu dalam.
d. Usap dengan kapas steril kering setelah darah keluar
dari ujung jari. Tekan ujung jari ke arah luar
e. Sentuhkan satu/dua tetes darah sampai memenuhi
tengah medan tes.
f. Baca hasil glukosa darah yang muncul (Gambar 5.10).
36
Gambar 5.10 Cara Penggunaan Glucometer
D. Pemeriksaan kadar lipid
Total kolesterol darah adalah pengukuran dari kolesterol
LDL, kolesterol HDL, dan komponen lipid lainnya. Kriteria kadar
kolesterol total normal bila <200.
Langkah prosedur yang harus dikerjakan:
1. Persiapan alat Analyzer
a. Pasang lancet pada auto lancet (siap untuk dipakai)
b. Tekan salah satu tombol pada analyzer, tombol kiri (yes)
atau kanan (next).
c. Pada layar akan keluar tampilan “INSTALL MEMOCHIP “
d. Masukkan Memo Chip pada port bagian atas analyzer. Tekan
dengan mantap arah ke dalam sampai masuk dengan
benar, tapi jangan sampai terlalu keras
e. Pada layar akan keluar tampilan “USE CODE” dan angka
Nomor Lot tes strip. Angka tersebut harus sama dengan
Lot Number yang tertulis pada belakang MEMOCHIP atau
tertulis pada botol TEST STRIP. Kalau tidak sama berarti
memasukkan memo chip yang salah.
f. Setelah itu akan keluar tampilan “INSERT TEST STRIP”.
Kalau tulisan tersebut tidak keluar kita tekan tombol “yes”
37
g. Masukkan tes strip pada port (ada pada bagian bawah
analyzer). Posisi tes strip jangan sampai salah.
h. Pada layar akan keluar tampilan “APPLY SAMPLE”.
2. Cara pengambilan darah
a. Bersihkan salah satu ujung jari klien (jari manis, jari tengah,
jari telunjuk) dengan kapas yang telah diberi alkohol 70%,
sebelum jari tangan ditusuk dengan lancet.
b. Tusuk jari klien dengan auto lancet yang telah dipasangi
lancet. Tusuk jari pada bagian pinggir samping agak
kedepan.
c. Tetesan darah pertama dibuang dengan tissue kering.
d. Tetesan selanjutnya akan dijadikan sample. Bantu
kelancaran darah untuk sample tersebut dengan
melakukan pijitan/ tekanan dari telapak tangan mengarah
ke jung jari. Jangan memencet-mencet bagian ujung jari
terlalu keras sekitar tetesan darah karena sample darah
yang keluar sudah tidak murni lagi.
Gambar 5.11 Prosedur Pemeriksaan Lipid Darah
38
e. Ambil darah dengan pipet sampai batas garis warna hitam/
merah. Saat mengambil darah dari jari tangan, tempelkan
saja ujung pipet tersebut, darah akan mengalir masuk
sendiri ke dalam pipet (pipet jangan dipencet).
f. Panel Test Strips: Harus pakai pipet 40 uL. Tempelkan
ujung Pipet disamping darah yang telah terkumpul di
ujung jari pada posisi horizontal atau sekitar 45° (jangan
pada posisi vertikal). Pipet jangan dipencet saat mengambil
darah. Single Test Strip : Tidak harus pakai pipet (teteskan
darah yg telah terkumpul cukup banyak pada test strip
yang telah terpasang di Analyzer atau teteskan darah pada
test strips lebih dulu baru test strips dimasukkan pada
analyzer), walaupun dianjurkan memakai pipet ukuran 15
uL
g. Lakukan prosedur pemeriksaan sesuai instruksi alat
periksa (analyzer)
3. Cara Meneteskan Darah
a. Teteskan darah pada test strip secara baik, merata dan
sampai habis masuk dalam lubang pengetesan (port blood
drop area). Artinya jangan ada yang tertinggal didalam pipet
atau keluar dari lubang pengetesan.
b. Kalau belum cukup sampai batas volume yang diharuskan,
lakukan pijitan lagi dari telapak tangan mengarah ke jari
dan darah akan keluar. Darah diambil lagi dengan pipet
sampai garis batas yang ada pada pipet.
4. Tunggu Hasil
a. Tampilan pada layar akan keluar TESTING dan ada
seperti jarum jam bergerak memutar. Dalam hitungan
antara 1 sampai 2 menit hasil akan tampil dilayar.
b. Jika melakukan pemeriksaan dengan Lipid Panel, maka
akan keluar hasil satu persatu. Misal akan keluar CHOL
Kemudian tekan tombol “next” akan keluar HDL dan
seterusnya tekan tombol “next” sampai semua parameter
39
keluar.
c. Setelah hasil dibaca, cabut test strip dan biasakan lihat
bagian bawah test strips. Ada 3 lubang dibagian bawah
test strip. Kalau ketiga lubang tersebut telah berubah
warna menjadi biru muda, berarti sample darah tadi sudah
masuk secara merata. Kalau tidak merata dapat
mengakibatkan hasil tidak akurat.
5. Hal-hal yang selalu perlu diingat
Jika hasil tes rendah di luar dugaan, yang harus dilakukan
adalah:
a. Mungkin darah tidak mengenai lubang pengetesan (Blood
Drop Area) dari tes strip secara merata maka ulangi
prosedur pemeriksaan dengan strip yang baru
b. Lihat ke belakang dari daerah reaksi, jika area tersebut tidak
seluruhnya berwarna maka ulangi prosedur pemeriksaan
dengan strip yang baru
Jika hasil tes tinggi di luar dugaan, yang harus dilakukan
adalah: mungkin terlalu banyak darah di lubang pengetesan.
Jika ya, maka ulangi prosedur pemeriksaan dengan strip yang
baru.
40
BAB PENCEGAHAN
HIPERTENSI
6 SECARA MANDIRI
DENGAN PERILAKU
CERDIK
Pencegahan dan pngendalian faktor risiko PTM termasuk
Hipertensi lebih ditekankan pada aspek promotif preventif melalui
aksi perilaku CERDIK yaitu:
A. Cek Kesehatan secara Berkala
Pemeriksaan kesehatan secara berkala dapat mendeteksi
dini gejala penyakit yang ada di dalam tubuh. Ada beberapa
pemeriksaan kesehatan (p2ptm.kemkes.go.id), diantaranya:
1. Cek berat badan (BB) dan tinggi badan (TB)
Mengukur berat badan dan tinggi badan berguna
mendapatkan nilai indeks massa tubuh (IMT) yang digunakan
dalam menentukan tingkat risiko terkena PTM, untuk
melakukan cek berat badan dan tinggi badan dilakukan
sebulan sekali. Rumus IMT yaitu Berat badan (kg) / (Tinggi
badan (m))2. IMT terbagi menjadi beberapa kategori yaitu:
a. Perempuan, kategori:
1) kurus: <17 kg/m2,
2) normal: 17-23 kg/m2,
3) kegemukan: 23-27 kg/m2,
4) obesitas: >27 kg/m
b. Laki-laki, kategori:
1) kurus: <18 kg/m2,
2) normal: 18-25 kg/m2,
3) kegemukan: 25-27 kg/m2,
41
4) obesitas: >27 kg/m2.
2. Cek lingkar perut
Lemak perut jika berlebihan akan memicu masalah
kesehatan yang serius, seperti serangan jantung, stroke, dan
diabetes. Batas lingkar perut untuk laki-laki 90 cm dan
perempuan 80 cm. Cek lingkar perut sebaiknya dilakukan
sebulan sekali.
3. Cek tekanan darah
Tekanan darah adalah salah satu cara deteksi dini risiko
hipertensi, stroke, dan penyakit jantung. Angka hasil
pemeriksaan normal jika dibawah 140/90 mmHg. Cek tekanan
darah sebaiknya dilakukan sebulan sekali.
Tabel 6.1 Klasifikasi Hipertensi (JNC-VII, 2003)
Klasifikasi Sistolik Diastolic (mmHg)
(mmHg)
Normal <120 <80
Prehipertensi 120-139 80-89
Hipertensi derajat 1 140-159 90-99
Hipertensi derajat 2 ≥160 ≥100
4. Cek kadar gula darah
Cek kadar gula darah menunjukkan kadar glukosa
dalam darah yang digunakan untuk mendeteksi diabetes
melitus. Hasil tes normal jika kadar gula dalam darah 80-144
mg/dL. Cek kadar gula darah bagi individu sehat dilakukan
minimal 3 tahun sekali dan bagi yang telah mempunyai faktor
risiko PTM dilakukan 1 tahun sekali serta untuk penyandang
diabetes melitus dilakukan satu bulan sekali
42