Aiden kamu panggilnya bunda aja ya, biar seperti anak bunda
sendiri” ucapnya. Dan kami berbincang-bincang dengan
santai. Bunda nya menceritakan betapa kesepiannya
seorang Aiden, karena ternyata Aiden merupakan anak
tunggal, selama ini Aiden tidak pernah menceritakannya
kepada ku.
“ Aiden ini sering sekali menceritakan tentang dirimu ini
ke bunda, oleh karena itu bunda ingin bertemu denganmu,
seperti apa sih sosok seorang Alvinka yang sering di bangga
-bangga kan oleh Aiden ini. Aiden bilang kamu ini pandai
memasak, sifat mu tulus berteman dengan nya dan selalu
ada di sisi Aiden “ ucap bunda sambil tersenyum
menceritakan apa yang Aiden ceritakan kepada nya. Aiden
yang mendengarkannya hanya bisa menahan rasa malunya.
Belum sempat aku menjawab ucapan bunda Aiden langsung
mengajakku untuk bermain sepeda mengelilingi perumahan
dan bermain badminton.
Sebelum pergi kami berpamitan terlebih dahulu kepada
bunda, Mencium tangan bunda dan memberi salam. Bunda
pun berkata “hati-hati dijalan ya nak”. “siap bun” ucap ku dan
Aiden serentak. Kami pun menaiki sepeda kami masing-
masing dan berjalan menuju lapangan untuk bermain
badminton sekalian mengelilingi perumahan.
Setelah lelah bermain kami mampir ke toko untuk membeli
ice cream dan memakannya bersama di taman . Rasa
hangat berbaur dengan lembutnya hembusan angin sore, tak
terasa jam telah menunjukkan pukul 17.48 kami melihat
senja bersama sambil berbincang-bincang kecil.
Mulai terdengar adzan maghrib Aiden pun mengajak ku
ke masjid untuk melaksanakan sholat maghrib berjamaah.
Aiden itu selain berprestasi ia juga sangat rajin sholat dan
pandai mengaji, Aiden juga selalu mengingatkan ku untuk
sholat 5 waktu. Selesai sholat Aiden mengantar ku sampai di
depan rumahku, padahal aku bisa pulang sendiri namun ia
tetap kekeh dengan kemauannya. Aku menggowes pedal
sepeda ku disamping sepedanya, sepeda kami berjalan
bersampingan, sambil bercanda tawa dibawah gelapnya
langit malam.
Tak terasa kami sudah sampai didepan rumah ku, saat
hendak berpisah kami melihat ada nenek-nenek yang
membawa dagangannya yang masih utuh lewat didepan
rumahku, Aiden pun menghampiri nenek tersebut dan
membeli beberapa dagangan sang nenek. Setelah dibeli oleh
Aiden sang nenek berulang kali mengucapkan terima kasih.
“Vinka ini aku beli buat kamu juga, ternyata nenek jualan
permen kapas lho, pasti kamu suka” ucap Aiden sambil
memberikan permen kapasnya kepadaku. Aku menerima
pemberiannya tersebut dan berkata “wahh permen kapas
enak nih, terima kasih ya Aiden”. “hahaha sama-sama,
yaudah aku pulang dulu ya vinka, kamu masuk rumah gih
salam buat bunda kamu”. “iyaa akan aku sampaikan, hati-
hati yaa”. Aiden pun kembali menggowes pedal sepeda nya
dan kembali kerumah.
“Hai Vinka selamat pagi, pagi-pagi udah lesu aja nih
semangat dong” ucap Aiden sembari duduk disamping ku.
“iya nih aku takut ulangan ips soalnya aku belum belajar
hehe. Materi nya apa si emangnya?” Ucapku sambil
cengegesan. “huh kamu ini kebiasaan ya vin, harus nya kamu
itu belajar kalau tau besok ulangan, katanya mau jadi orang
yang sukses gimana sih”. “iya iya maaf Aidenn, yaudah aku
belajar sekarang deh materinya apa ya aku lupa”. “materinya
aja lupa gimana mau belajar, nanti itu kita bakal ulangan
mengenai adat istiadat. Kisi-kisi nya katanya bakal disuruh
sebutin contoh adat istiadat yang ada di Indonesia” ucap
Aiden. “aku tauu, upacara potong gigi yang ada dibali itu
termasuk kan?” Tanya ku kepada Aiden. “nah iya, upacara itu
biasa disebut mepandes, mesangih, atau metatah yang
merupakan ritual keagamaan yang harus dilaksanakan oleh
semua umat hindu di Bali khususnya bagi yang telah
menginjak masa remaja” terang Aiden kepadaku. “iyaa aku
pernah melihatnya tau waktu aku berada di bali. Proses nya
kelihatan meneganggkan saat pemotongannya, tapi keren
banget karena dibalik itu mereka memiliki makna salah
satunya yaitu sebagai pergantian perilaku untuk menjadi
manusia yang sejati yang dapat mengendalikan diri dari
godaan nafsu, dan ada makna lainnya lagi sih tapi aku lupa
hehe”. “huh kamu ini kebiasaan” .
Kringgg, bel masuk pun berbunyi. Jam pertama adalah
jam ips dan kami diberi waktu selama 10 menit untuk belajar.
“ulangi saja materi yang telah kita pelajari tadi vinka” ucap
Aiden. “siap pakk”. “eh ngomong-ngomong aku bakal tanding
di olimpiade bulu tangkis loh 1 minggu lagi, nanti kamu
nonton aku yaa”. “wah bakal keren banget sih pasti. Dan
pastinya aku bakal nonton dong”. “yeyy asik” ucapnya. 10
menit berlalu dan kertas ulangan pun dibagikan. Setelah
belajar selama beberapa menit tadi dengan Aiden aku
lumayan bisa menjawab soal ulangan ini, karena beberapa
materinya telah diterangkan oleh Aiden.
Kelas dalam keadaan hening, namun tiba-tiba ibu guru
merobek kertas Aiden dan berkata “kan sudah saya bilang
JANGAN MEMBAWA CONTEKAN”. Aku terkejut mendengar
itu, karena tidak mungkin Aiden mencontek sedangkan ia
mampu untuk menjawab soal-soal nya. “tapi bu saya tidak
ada membuat contekan, dari tadi saya mengerjakan sendiri
bu” ucap Aiden dengan terkejut. “lalu ini apa kalau bukan
contekan?” ucap ibu guru sambil menunjuk kertas yang
berisi contekan berada di atas meja Aiden. Aiden pun
semakin terkejut dan berkata “tapi demi Allah bu saya tida-
“ “saya tidak menerima alasan apapun, sekarang kamu
keluar” belum sempat Aiden melanjutkan omongannya ibu
guru sudah memotong pembicaraan Aiden.
Saat Aiden hendak berdiri untuk keluar ruangan Elena
yang berada disamping Aiden berkata “tadi aku melihat
Alvinka yang menaruh kertas itu diam-diam” ucapnya. Aiden
yang terbawa suasana hanya memandang sinis kearah
Vinka dan segera beranjak keluar kelas. Setelah ulangan
selesai Vinka menghampiri Aiden yang berada diluar kelas
dan berkata “aku yakin pasti kamu sebenarnya mengerjakan
dengan jujur kan Aiden, kamu tidak mungkin mencontek”
Aiden tidak menghiraukan ucapanku dan malah pergi
menjauh dari ku. Aku bingung kenapa Aiden sepertinya
marah kepada ku, akhirnya aku menghampirinya namun ia
malah berkata “berhenti mengikuti ku vinka. Sebaiknya kamu
menjauh dari ku” ucapnya dengan dingin. “namun kenapa
Aiden? Apakah aku ada melakukan kesalahan?”. “kamu tidak
usah pura-pura tidak tau ya, kamu kan yang menaruh kertas
itu dimeja ku”. “tidak mungkin aku melakukannya Aiden”
ucapku dengan tegas. “tidak ada maling yang mengaku
mencuri vinka, begitu pula dengan mu” ucap Aiden lalu pegi
meninggalkan ku
6 hari telah berlalu, dan kami masih belum memulai
pembicaraan sejak hari itu. Aku termenung dikasurku
memikirkan bahwa hari Esok adalah hari tanding nya Aiden,
aku ingin melihatnya bermain namun aku juga masih kesal
dengan kejadian pada hari itu, sama saja dia memfitnah ku.
Tak lama bunda masuk kekamar ku dan berkata bahwa
Aiden datang kerumah dan ingin berjumpa dengan ku.
Dengan perasaan yang campur aduk aku segera
menghampiri Aiden. Kami duduk berdua di ruang tamu
rumah ku, dan Aiden membuka percakapan “maaf Vinka
atas kejadian yang waktu itu, aku tidak tau kenyataan aslinya
dan asal menuduhmu. Sebenarnya waktu itu Elena yang
berkata kepadaku kalau kamu yang telah menaruh kertas
tersebut dimejaku, dan bodohnya aku langsung saja percaya
dengan ucapan nya. Mungkin aku juga terbawa suasana dan
jadi asal menuduh mu. Aku baru menyadari kalau Elena
berbohong dari Jason, Jason bilang kalau Elena memang
sudah lama menyukai ku dan dia cemburu karena aku dekat
dengan mu, ia selalu ingin memisahkan kita. Sekali lagi aku
minta maaf telah menuduhmu tanpa mencari tau dulu
kebenarannya” ucap Aiden panjang lebar.
“iya Aiden, aku juga minta maaf selama kejadian kemarin
aku tidak ada niat membujuk mu sama sekali, karena aku
juga kesal. Jadi sekarang kita bisa berteman kembali kan?”
Mendengar penjelasan Aiden aku sangat lega. “pasti dongg,
haduh Elena ini ada ada saja ya tingkahnya”. “sudah ah tidak
usah dibahas lagi masalah itu. Besok kamu tanding kan?
Aku boleh kan hadir disana? Aku akan memberi support
pastinya”. “jelas boleh dong, aku jadi tidak sabar besok bakal
tanding disemangati kamu”
Kami bercanda tawa sampai tak terasa waktu sudah
hampir malam. Aiden pun pamit pulang kepadaku dan orang
tua ku. Keesokan harinya setibanya di tempat pertandingan,
aku menemui Aiden dulu di tempat pelatihannya. namun
saat aku melihat wajahnya, Aiden nampak pucat dan
badannya juga terlihat sangat lemas. “Aiden kamu sakit?
Apa kamu sudah sarapan? Mending ditunda dulu saja yuk,
kamu pucat sekali Aiden” ucap ku penuh kekhawatiran.
“tidak apa-apa kok vinka, udah mau mulai nih mending kamu
kembali ke tempat duduk kamu, nanti jangan lupa
semangatin aku yaa”. Aku pun mau tidak mau menuruti kata
Aiden.
Aku menonton bersama ibunda Aiden, kami duduk
bersebelahan menunggu pertandingan dimulai. Setelah
menunggu selama 15 menit akhirnya pertandingan pertama
dimulai. Aiden mulai masuk ke lapangan. Namun
pertandingan belum mulai saja Aiden sudah terlihat sangat
lemas. Setelah 5 menit berlalu Aiden sudah dapat mencetak
satu poin, namun tak lama dari itu tubuh Aiden terjatuh dan
pertandingan dihentikan sementara. Aku dan bunda
menghampiri Aiden dengan perasaan panik. Aiden dilarikan
kerumah sakit karena tak kunjung bangun dari pingsannya.
Dalam perjalanan bunda hanya menangis melihat Aiden. Tak
kuasa melihat kesedihan bunda, setetes air dari mata ku pun
mulai jatuh.
Sesampai nya dirumah sakit, Aiden dibawa ke ruangan
IGD. Kami hanya bisa menunggu hasil dari dokter, tak lama
ayah Aiden pun datang ke rumah sakit. Bunda tak henti-
hentinya menangis memikirkan anak sematwayangnya itu.
Setelah menunggu cukup lama dokter keluar ruangan
dan mengatakan bahwa Aiden telah terkena kanker otak
stadium 4. “sudah stadium 4? Selama sebulan ini saya kira
Aiden sudah dinyatakan sembuh kan dok? Kenapa jadi
seperti ini” ucap bunda sambil terisak. “Mohon maaf bu,
Anak ibu memang belum sembuh total, ditambah Aiden
tidak mau mengikuti kemoterapi. Jadi resiko penyakitnya
juga semakin tinggi” ucap dokter.
Aku merasa kebingungan dengan semua ini, bunda
bahkan Aiden tidak pernah menceritakannya kepada ku. Saat
keadaan sudah mulai membaik, bunda mulai menceritakan
semuanya kepadaku “nak Aiden itu sudah 2 tahun
belakangan ini terkena penyakit kanker, dan dia tidak mau di
kemoterapi karena tidak mau seluruh rambutnya rontok dan
tidak mau teman-temannya mengetahui bahwa ia memiliki
kanker, bunda sudah memaksa nya berkali kali untuk kemo
itu juga demi kebaikan Aiden, namun ia tetap bersikeras
tidak mau di kemo. Bunda hanya bisa pasrah dan mengikuti
kemauannya saja, tolong ya nak jangan jauhi Aiden”
Mendengar penjelasan bunda air mata ku lagi lagi terjatuh
dengan sangat deras, bunda mengelus rambutku dengan
lembut sembari memelukku. Malam pun tiba rasanya aku
hanya ingin menginap saja di rumah sakit menemani Aiden,
namun bundaku sendirian dirumah. Saat hendak pulang dan
sudah berpamitan dengan orang tua Aiden, tiba-tiba saja
Aiden tersadar dan dokter pun memanggil ku untuk masuk
keruangan rawat inap. Dokter bilang Aiden telah siuman dan
ia ingin bertemu dengan ku. Dengan jantung yang berdegup
dengan kencang perlahan aku membuka pintu dan
memasuki ruangan tersebut.
Aku menahan tangis ku saat melihat Aiden terbaring
dengan lemas sembari tersenyum kearahku. Ia berkata
“Vinka ini sudah malam kenapa kamu tidak pulang, bunda
kamu pasti sudah ngomel dalam hatinya dimana ini anak
gadis ku, malam-malam tidak ada dirumah haha” Ucapnya
sambil tertawa. Melihatnya bercanda seperti itu dikeadaan
yang seperti ini malah membuatku semakin sedih, namun
aku berusaha menahan air mata ku agar tidak menetes
didepan Aiden, namun aku tidak sanggup untuk menahannya,
pada akhirnya aku menangis dihadapan Aiden. “eh kok
nangis sih? Sudah aku tidak apa-apa, biar ga sedih besok
kamu mau ga ke taman lagi bersamaku? Pokoknya aku tidak
menerima penolakan ya”. Ucapnya sambil mengusap air
mata ku.
Keesokan paginya aku kembali ke rumah sakit untuk
menjenguk Aiden. Hari ini Aiden terlihat lebih sehat dari
kemarin. Saat aku tiba di ruangannya ia langsung
mengajakku untuk pergi ke taman sesuai ajakannya tadi
malam. “tapi Aiden memangnya kamu diizinkan oleh dokter
untuk keluar? Lebih baik kan kamu istirahat saja” ucapku.
“aku sudah dapat izin dari dokter kok, ya walaupun taman
rumah sakit saja, setidaknya kita bisa bersenda gurau
berduaan haha. lagian kan hanya sebentar saja. Ayolah vinka
kamu kan sudah berjanji”. Akhirnya aku menuruti
permintaannya dan kami pun pergi ke taman bersama
setelah mendapat izin dari dokter dan berpamitan kepada
orang tua Aiden.
Sesampainya di taman rumah sakit Aiden benar-benar
sanagat senang sekali. Namun saying nya kami tidak bisa
membeli ice cream seperti pada saat kami pertama kami
pergi ketaman perumahan pada kala itu. Aiden bercerita
banyak hal, kami bercanda tawa. Tiba-tiba Aiden bersandar
di pundakku dan berkata “Alvinka sosok perempuan yang
sangat cantik namun pemalas haha, tapi entah mengapa aku
merasa bahagia bisa bertemu dengan mu. Kamu berbeda
dari teman-teman ku yang lain. Kamu bagaikan malaikat tak
bersayap yang diturunkan tuhan dari surga kepadaku untuk
menemani hari-hari akhir ku”. “kamu ini ngelantur ya haha”
ucapku sambil menahan tangis
“Vinka boleh kah aku tidur dipundakmu untuk terakhir
kalinya? Rasanya aku sangat mengantuk pagi ini, terima
kasih malaikat cantik ku..” air mata ku menetes, Aiden telah
tidur, tertidur untuk selamanya. Aiden tidak merasakan sakit
lagi ia sudah tenang disana. Terimakasih Aiden atas
segalanya.
[ TAMAT ]
By: Calisa Dzihni Aurelia
Kelas: E-Amazing
JERITAN HATI SI RINI
Berjalan-jalan di pasar kami mendengar suara biola yang indah sekali sampai -
sampai aku memaksa ibuku untuk mencari suara biola tersebut.” Ibu, aku mau dengar
musik biola itu bu." kataku, Rini. Jawab ibunya "nanti dulu setelah ibu membeli
kebutuhan keluarga yang diperlukan terlebih dahulu." ( menggunakan bahasa isyarat )
baiklah, bu.", Sahut Rini. Setelah ibu selesai, ibu mengajak Rini mencari musik biola,
setelah melihat permainan biolanya kuhayati, kurasakan, dan akhirnya Rini
memutuskan untuk menjadikannya sebagai cita-cita yang di harapkan.
Saat pulang kerumah, aku pun menceritakan ke ayah apa yang terjadi saat dipasar,
dalam hati kecilku, aku berdoa " Ya Allah terima kasih telah memberiku kedua orang
tua yang baik yang menyayangi aku, walaupun aku bisu dan tuli mereka tetap
menyayangiku." Tiba tiba ayah bertanya ke Rini " Rini, saat kamu beranjak dewasa
nanti, cita citamu mau menjadi apa...? ", Rini menjawab "aku ingin menjadi pemain
biola yang hebat." Jawab Rini. " baiklah kalau begitu ayah akan memanggil guru yang
akan mengajari kamu cara bermain biola.", Rini menjawab " Benarkah, ayah " Rini
mulai berharap. Ayah menjawab " Benar, tetapi kamu harus rajin memainkan biola
dan jangan lupa untuk meningkatkan pelajaran yang ada di sekolah.", Rini menjawab "
Baik, yah." Jawab Rini. Tiba tiba ayah Rini langsung memeluk Rini kemudian disusul
dengan ibunya. Dalam hati kecilnya ia berdoa" Ya Allah kumohon jangan pisahkan
diriku dengan kedua orangtuaku maupun saat aku beranjak dewasa, amin "
Saat beranjak dewasa, kedua orang tua Rini mengalami sakit-sakitan sehingga Rini
khawatir dengan kesehatan orang tuanya. Akhirnya, Rini membawa orang tuanya
kerumah sakit untuk diperiksa kesehatannya. Setelah diperiksa ayah Rini memanggil
Rini " Rini, kemarilah nak ayah mau bilang sesuatu, Suruh ayah " Ya, yah ada urusan apa?,
sebaiknya ayah beristirahat dulu." Kata Rini. " Ya, terima kasih, ayah cuma mau
berpesan ke kamu, untuk menjadi anak yang baik, pandai, dan mengerti." sahut ayah
dengan wajah yang lemas "baik, yah." Jawab Rini. Waktunya Rini pergi kesekolah dan
les biola ia berpamitan dengan ayah dan ibunya " Ayah, ibu aku pergi ke sekolah dulu ya,
nanti setelah pulang les aku akan mampir lagi." Kata Rini " Iya, Rini hati hati di jalan, dan
ibu berpesan juga untuk kamu agar menjadi wanita yang tegar dan jangan malu atas
kekurangan yang engkau miliki." Jawab ibunya dengan suara yang agak lemas.
Saat pergi ke sekolah Rini merasakan ada yang mengganjal di hatinya dan ia takut
untuk di tinggal oleh kedua orang tuanya. Saat pelajaran ia tidak berkonsentrasi
sehingga ia dimarahi gurunya. Setelah les biola Rini cepat cepat menjenguk kedua
orang tuanya, setelah datang ke rumah sakit. Rini heran mengapa ada segerombolan
orang di ruangan ayah dan ibu yang dirawat. Akhirnya Rini masuk kedalam ternyata ayah
dan ibunya meninggal dunia. Ia menangis meronta ronta tanpa ada hentinya. Dokter
yang memeriksa ayah dan ibunya Rini memotivasi Rini agar selalu menjadi wanita yang
tegar (menggunakan bahasa isyarat) " Rini, kamu harus menjadi wanita yang kuat, dan
tegar untuk menghadapi rintangan apapun, ini sudah menjadi ketetapan Tuhan, jadi
jangan menangis, tetap berusaha " Dalam hati kecilnya ia berkata " Ya Allah sebenarnya
sebelum kedua orang tuaku meninggal permintaanku terakhir adalah dipeluk dan dicium
oleh ayah dan ibuku, lalu kumohon kepadamu pesan yang disampaikan oleh ayah dan
ibuku menjadi kenyataan, amin."
Setelah kematian kedua orang tuanya ia tidak bermain biola dan diasuh oleh paman
dan bibinya, mereka sudah mempunyai anak yang bernama Bella, Bella tidak suka
dengan Rini karena sejak diasuh oleh ayah dan ibunya, yang selalu dimanja cuman Rini.
Pamanya Rini bertanya kepada Rini " Rin, kamu mau gak les biola lagi", "aku tidak mau."
Kata Rini. " kalau begitu begini saja, kamu belajar biola bersama Bella saja,
bagaimana?" tanya pamannya lagi. Rini diam sejenak soalnya ayahnya Bella tidak tahu
kalau Bella tidak suka dengan dirinya, tapi Rini ingat dengan pesan yang disampaikan
oleh ayah dan ibunya. " baiklah paman, aku mau bermain dan belajar dengan Bella."
Jawab Rini " kalau begitu besok kamu akan belajar bermain biola dengan Bella." Kata
paman.
Esoknya saat mau pergi belajar bermain biola dengan Bella, Dengan wajah yang
murung ia teringat dengan pelukan ayah dan ibunya. Rini menangis dalam hati, ia mau
di peluk, di sayang, dan di manja lagi oleh ayah dan ibunya ia berbicara kepada hati
kecilnya " aku mohon kuatkanlah diriku, tegarkanlah diriku. dan tabahkanlah diriku
dalam menjalakan hidup ini, tanpa ada ayah dan ibu " Tiba-tiba ada yang menarik tangan
Rini, Rini pun agak kaget karena itu orang yang tidak dikenalnya, kemudian orang itu
bicara kepada Rini, “ adik....tadi ada yang menglakson adik supaya menepi ke jalan
trotoar." "maaf aku tak mendengarnya." ( menggunakan bahasa isyarat )
jawab Rini. "Iya tidak apa-apa dan aku juga minta maaf kalau kondisimu seperti ini."
Sahut orang itu. Akhirnya setelah sampai ke tempat dimana Bella belajar dan bermain
alat musik. Sudah ada Bella yang datang duluan ditempat latihan, tatapan mata
sinisnya Bella ke Rini itu lho yang membuat Rini takut. Tiba-tiba Bella tanya dengan raut
wajah yang marah "mengapa kamu datang kesini, apakah disuruh ayahku?" Rini tidak
menjawab, Rini diam saja, " seekor bebek ingin terbang?, dan seorang yang tuli ingin
memainkan biola, apakah kamu sudah gila?, belajar yang lain saja!" dengan raut wajah
yang sangat marah. Tetapi Rini tidak menjawab apa yang dikatakan oleh Bella.
Walupun Bella adalah anak yang pemarah tetapi ia masih mempunyai hati kecil, jadi Rini
dan Bella pun belajar dan bermain musik bersama sama, yang Rini bermain alat musik
Biola sedangkan Bella bermain piano. Lama-kelamaan Bella marah sekali kepada Rini
karena Rini tidak dapat bermain dengan intruksi yang diberikan Bella “ kamu bagaimana
sih?, aku mengintruksikan kamu untuk bermain dengan nada tinggi bukan nada rendah"
Tanya Bella yang sedang marah sekali. Saat Bella marah sekali Bella akhirnya keluar
keruangan dan membanting kursi piano Bella, dengan wajah murung, Rini juga keluar
keruangan dan pergi ke pasar untuk mengenang masa lalu dengan ibunya,dalam hati
kecilnya ia berkata " ibu, aku mau mengenang masa lalu kita saat berada di pasar yang
bertemu dengan orang yang bermain biola itu "
Tiba-tiba Rini melihat kakek yang memainkan biola saat bersama ibunya, Lalu
kakek itu bertanya " apakah kamu masih bermain biola? " (dengan bahasa isyarat)
Rini pun sedih, karena saat sedang bermain biola dengan Bella, ia dimarahi oleh Bella.
Rini bertanya kepada orang itu “ mengapa aku selalu di benci oleh saudaraku?, dan
mengapa aku beda dengan yang lain? " "Kenapa?, apakah adayang salah dengan
dirimu? dan apakah kamu harus sama seperti saudaramu?" tanya kakek itu kembali.
Rini diam saja tanpa di jawab. " Musik adalah sesuatu yang bisa dilihat, harus
menggunakan hati yang tenang, seperti saat dirimu dipeluk, dan disayang oleh kedua
orang tuamu ”. Akhirnya Rini pun kuat, ia sadar apa yang dikatakan oleh kakek itu.
Rini akhirnya berusaha, berlatih bermain biola dengan baik dan berusaha untuk
menjadikan wanita yang tegar, apa yang dipesankan oleh ibu dan dokter. " pejamkan
mata, kamu akan melihatnya."
Setelah selesai bertemu kakek pemain biola, Rini berjalan pulang kerumah, saat
mau sampai kerumah, Rini melihat tulisan yang berada di dinding yang tulisannya
"Classical Music Contest." Dalam hati kecilnya ia berkata " ayah, ibu seandainya kalian
masih hidup saat aku mengikuti lomba, aku ingin sekali kalian datang dan
menyaksikanku dalam kontes, aku pasti akan sangat senang sekali ”. Keesokan
harinya Rini memberitahukan kontes musik itu, kepada kakek si pemain biola, mereka
akhirnya bermain dan berlatih bersama agar permainan biola Rini bagus, saat bermain
mereka disaksikan oleh banyak orang, Bella melihat kejadian itu semua, Bella tidak
suka kalau Rini ikut soalnya Bella takut kalau Rini menang dalam kontes musik
tersebut, Bella menyuruh preman bayaran untuk menyelakakan Rini, kakek, dan biola
Rini. Rini sedih sekali karena pertama biolanya rusak tidak dapat digunakan lagi,
kedua kakek terluka parah saat melindungi Rini. Dalam hati kecil Rini ia berkata " ya
Tuhan aku ingin kakek cepat sembuh, dan aku ingin pada saat kontes musik aku
disaksikan oleh ayah dan ibuku "
Saat kontes berlangsung, Bella menjadi kontestan yang terakhir, ia bermain dengan
bagus sekali sehingga semua penonton terpukau dengan kemampuan dimilikinya.
Akhirnya moderator berbicara siapa yang akan menjadi pemenangnya, " penampilan
luar biasa dari kontestan terakhir kita..., dan sekarang saatnya untuk " ternyata tiba-tiba
moderator memberhentikan bicaranya dan ia melanjutkan kembali " ternyata kita
masih punya satu kontestan lagi " Bella kaget saat moderator berbicara seperti itu.
Ternyata yang menjadi kontestan terakhir adalah Rini ia membawa biola milik kakek si
pemain biola. Selesai memainkan biola tersebut penonton semua terkejut, terpukau
dengan keahlian Rini yang sangat mengagumkan, dan Rini merasakan sesuatu yang
belum pernah ia rasakan ialah melihat orang tuanya yang telah menyaksikan
penampilannya dalam kontes musik tersebut, Rini menangis terharu- haru karena
sudah bertahun tahun ia tidak melihat kedua orang tuanya. Dalam hati kecilnya ia
berkata “ Terima kasih ya Allah yang telah memberiku nikmat yang tak terhingga
walaupun saat aku dilahirkan dengan kondisi cacat, tetapi aku terima kasih banyak
atas karunia-Mu "
Pentingnya keluarga
By : Meidina Agresia N
Kelas : E - Amazing
Ada sebuah keluarga Batak di tepi Danau Toba. Kelurga ini terdiri dari pak Dimas dan Mak
Dimas dan ketempat anak nya yaitu anak pertama Dimas kedua doni ketiga Tiara dan anak
terakhir yaitu Niko.
Pada suatu hari Mak Dimas sangat kesal kepada ketiga anak bujang nya yang
membangkang perintah ayah dan ibunya.
Anak pertama yaitu Dimas yang seharusnya meneruskan marga, malah nekat ingin kawin
dengan wanita Sunda. Kemudian ayah nya menyuruh ibunya untuk mencoba menelepon
Dimas..
Dimas : " kenapa gitu si mak mau Batak mau Sunda kan sama sama manusia"
Mak Dimas : "kau itu anak pertama nak kau yang melanjutkan marga, kau juga yang
melanjutkan Adat kek mana kau mau bertanggung jawab kalau istrimu pun nggak ngerti
adat nak"
Dimas :" aduhh..., Jaman kan udh maju Mak udh bisa hidup tanpa adat"
Mak dimas : "dimas..... Ingat kau orang Batak nak"
Dimas :" jdi kek mna lah ini Mak,, ak mau kawin loh, gamau orang mamak kenalan?"
Mak dimas : " jangan kan kenalan ketemu pun tak mau, kalau kerja mu cuma melawan!"
(Ucap Mak Dimas nada keras)
Anak kedua yaitu Doni juga memilih ingin menjadi seorang pelawak/komedi di layar telivisi,
meski sudah bayar mahal-mahal kuliah sampai lulus sarjana hukum (SH)
Mimpi ayah nya mempunyai anak jaksa atau hakim ternama.Tetapi ayah nya mengaku
kepada sesama teman nya bahwa si Doni hanya sementara menjadi pelawak
Anak terakhir yaitu Niko dia juga menjengkelkan kedua orang tua nya.Sudah lama lulus
setelah kuliah di Jogja, bukannya pulang dan merawat orangtua seperti mestinya bakti
anak bungsu dalam keluarga Batak, ia malah memilih tinggal dengan Pak Pomo, seorang
petani tua yang hidup dengan hasil bumi dari kebun sendiri.
Niko berbohong kepada orang tua nya niko mengaku bahwa selesai tamat kuliah dia
langsung pulang kerumah nyata nya tidak.
Niko: "aku ada usaha mak, ak juga yang harus jaga pak pomok"
Mak dimas :"kenapa pula harus kau yang jaga nak"
Niko : "pak pomok gada anak istrinya juga sudah meninggal Mak"
Mak dimas :" tpi kan kau udh janji sama kami nak,lulus kuliah langsung pulang, kau itu
anak terkahir loh nak.." (sambil mengelus dada)
Niko : "iya ngerti ak Mak, tapi mau kek mana lagi Mak"
Hanya Tiara lah anak ketiga dan satu-satunya perempuan yang tinggal dengan Mamak dan
Bapaknya dengan bekerja sebagai PNS.
Demi memaksa tiga anak bujangnya pulang, Pak Dimas membantu Mak Dimas agar cepat
bertemu dengan ketiga anak bujang nya, walaupun cara ini membohongi ketiga anak
bujang nya. Pak dimas mempunyai ide nanti malam akan pulang malam-malam dari kode
agar dapat membuat Mak Dimas marah besar hingga memutuskan untuk bercerai
Tok.. tok.. tok... (Suara pak dimas mengetuk pintu rumah).
"Sudah jam berapa ini pak dimas kau baru pulang" (ujar Mak dimas sambil membuka pintu
rumah)
Pak dimas :" apaaa!! Knp rupanya!!"
Mak dimas :" ngapain kau pulang?! Kan udah ku bilang lewat jam 12 malam ngga usah
kau pulang !!"
(Tiara terbangun karna mendengar suara dari luar kamar Tiara)
Pak dimas : "biarin lah ini rumah ku"
Mak dimas :" ini juga rumah ku nggak cuma kau yang tinggal di sini!" Ujar Mak dimas
sambil suara tegas
Pak dimas :" orang sertifikat nya nama ku sendiri kok"
Mak dimas :" kalau gamau di atur hidup sendiri kau!"
Pak dimas :" Yasudah! Aku bisa hidup sendiri!"
Mak dimas :" apa maksud mu?! Kau mau kita pisah ?!"
Pak dimas :" kalo iya kenapa?!"
Mak dimas : " yaudh ceraikan aku!"
"Tiara bilang Abang dan adik mu kalau bapak dan mamak mau pisah" ujar Mak dimas
Tiara : "iya Mak" (menahan nangis dan lari ke kamar"
Beberapa menit kemudian Tiara pun menelepon Abang dan adik nya.
Doni :" ada apa dek telfon jam segini"
Tiara : " bapa sama mamak berantem, mamak pun minta cerai, jadi kek mana ini " (sambil
menangis)
Doni : "yaudah biarin aja lah mungkin udah ga cocok lagi mereka"
Dimas : " heh loak, mana ada orang Batak istilah cerai-cerai"
Niko :" bukan soal orang batak juga bang, kita ini Kristen mana ada istilah cerai cerai, kak
bilang dlu sama mamak kalo ada masalah bicarakan baik baik jangan langsung
memikirkan mau cerai"
Tiara : "kalian gamau pulang kerumah ngurus ini, diam aja kalian? Terus aja kalian pikirin
diri sendiri ya gausah pikirin keluarga lagi" (sambil nangis kejer)
Dimas :" yaudah gini aja, kita biarkan saja dulu mereka mungkin ini hanya emosi sesaat,
nanti kalau makin gawat kondisinya nanti kita diskusikan lagi ya dek ya"
(Berurai airmata Tiara, Demi mencegah perpisahan terjadi, semuanya sepakat mudik.)
Akhirnya Tiara pun datang menjemput Abang dan adik nya di bandara dan Tiara pun tak
tahan menahan kerinduan kepada Abang dan adik nya karena sudah lama tidak bertemu,
Tiara pun langsung memeluk Abang nya yaitu bang dimas
Tiara :" bang dimas.. aduh kangen kali ak sama mu loh" (sambil memeluk Dimas)
Tiara :" Doniii .. adek ku yg artis ini.. yang pelawak ini lohh" (sambil memeluk Doni )
Tiara :" Niko... perasaan baru kemarin kau berak minta di cebokin sekarang udah besar aja"
(sambil memeluk Niko)
Mak dimas menunggu di depan gerbang pintu rumah dan tak sabar menunggu kedatangan
anak anak nya yang sudah lama tidak bertemu..
Beberapa saat kemudian datang lah mobil ke depan rumah. Mak Dimas pun langsung lari
dan memeluk anak anak nya sambil menangis.
Kemudian datang lah mereka kepada pak dimas ingin memberi tahu bahwa mereka sudah
sampai. Pak Dimas pun berkata
"Udh sukses sukses kalian ya sampe lupa siapa yang buat sukses" (ujar pak Dimas sambil
di salam oleh ketiga anak nya)
Dimas , Doni dan Niko tidak bisa berkata-kata cuma menghembuskan nafas lalu pergi.
Malam hari pun tiba..
"Dimas... Doni .. Niko... ayo makan" ujar Mak Dimas
Tiara : " bapak Mak?"
Datang lah dimas , Doni , Niko dan langsung menduduki kursi yang ada.
Tiara :" pak.. pak.. Ayo makan pak"
Pak dimas : " aku makan di lapo aja, aku kan ga di ajak sama mamak mu"
Tiara :" udh ayok lah makan sama" (sambil menyuruh pak domu untuk duduk di kursi)
"Emm sedap kali mie gomak buat mamak ini bah, emang masakan mamak gada tanding
nya" (ujar dimas sambil mencicipi mie gomak)
Pak dimas :" tapi masakan mamak mu ini ngga bisa buat kau pulang kan?"
Tiara : "bang Doni pimpin doa makan kita"
Gabe : (memimpin doa )
Setelah semua nya selesai makan Doni pun coba untuk berbicara kepada orang tua nya
Doni :" jdi gini pak, pasti bapak tau kan apa tujuan kami pulang? Aku besok harus balik lagi
ke Jakarta jadi kita selesaikan malam ini juga"
Pak dimas :" selesaikan kek mana maksud mu?"
Niko :" jadi masalah sebenarnya apa pak? Kok bisa sampe kepikiran mau cerai "
Dimas : " pak.. minta maaf lah sama mamak"
Pak dimas :" kok jadi aku yg minta maaf"
Tiara : " tapi bapak gamau cerai kan pak?"
Pak dimas :" ya enggak lah! Malu kita cerai-cerai"
Niko :" mangakanya minta maaf lah pak, kalau ngga cerita lah apa masalah sebenarnya".
Dimas :" Mak apa nya masalah nya, cerita dulu pelan-pelan ke kita"
Mak dimas :" banyak! Banyak sekali masalah nya "
Niko :" kasih tau ke kami Mak, biar tau cari jalan keluar nya"
(Nangis kejer Mak Dimas)
Dimas, Doni , Tiara dan Niko pun lari dan memeluk Mak dimas
"Kalau mamak belum siap menceritakan nya yaudah besok aja lanjut" (ujar dimas sambil
memeluk Mak dimas)
Pak dimas :" yaudah ak ke Lapo ya"
Keesokan hari nya. Suatu pagi sarapan lah mereka
Doni : " gimana Mak udh siap mau cerita ?"
(Mak dimas pun mencoba untuk pelan-6 bercerita tentang masalah mereka walaupun
sambil menangis)
Niko : " gitu cerita nya.. yaudah pak minta maaf ke mama"
"Mak dimas aku minta maaf ya" (ujar pak Dimas sambil memeluk Mak dimas)
Dimas : "ok sudah kelar semua, pak.. mak.. kalau ada masalah jangan langsung
memikirkan perceraian ga baik, bicarakan dulu baik-baik"
Doni : " pak.. Mak.. Tiara.. Abang minta maaf ya sama kalian karena mungkin Abang selalu
memikirkan diri sendiri hingga lupa dengan kelurga.
Dimas : " Dimas juga ya pak, Mak, tiara
Niko : " Niko juga minta maaf "
Tiba lah hari Minggu yang dimana harus ke gereja .
Doni : " ayo berangkat mana si tiara"
Tiara :"iya sebentar dulu!!" (Teriakan Tiara dari dalam rumah)
Di perjalanan mereka ke gereja di pagi hari dengan penuh bahagia. Mereka pun bercanda-
canda tertawa tawa selama perjalanan menuju gereja.
TAMAT.
Nilai - nilai cerpen
1. Nilai agama : - Mimpin doa makan
- Hari Minggu pergi ke gereja
2. Nilai moral : - Niko berbohong kepada kedua orang tua nya selesai kuliah akan pulang
kerumah dan menjaga orang tua nya namun tidak jadi.
- orang tua nya berbohong kepada anak nya demi bertemu dengan mereka.
3. Nilai sosial : - Berdiskusi dengan keluarga untuk menyelesaikan masalah perceraian pak
Dimas dan Mak Dimas
4. Nilai budaya : - Dimas, Doni, dan niko meminta maaf kepada kedua orang tua nya
bahwa mereka hanya mementingkan diri sendiri di banding keluarga.
5. Nilai pendidikan : - Pak Dimas membantu Mak Dimas agar cepat bertemu dengan anak-
anak nya.
PERI KECIL
By : Kamila khairunissa
Diawal umurku baru menginjak 4 tahun,kedua orang tua ku sudah memutuskan untuk
berpisah.Mamah dan ayah ku sering bertengkar hebat ketika malam hari,suara mereka
sangatlah keras,hingga aku sering terbangun dan hanya bisa menangis karena waktu itu aku
tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi.Disaat itu,umurku masi sangat kecil untuk mengerti
apa itu berpisah?,aku hanyalah seorang anak kecil yang selalu menangis setiap harinya.Dan
pada waktu itu,aku menangis histeris ketika mamah dan ayah ku pergi meninggalkanku.Aku
mengira mamah dan ayah ku pergi hanya untuk sementara,tetapi aku salah,mereka pergi
sudah bertahun tahun lamanya,tetapi tidak pernah kembali.
Sampai dimana aku memasuki kelas 4 SD,teman temanku mulai membully dan
mengejek aku.Bayangkan saja,umur sedini itu aku sudah harus merasakan kejamnya
dunia.Mereka selalu menertawakan aku,karena aku tidak mempunyai kedua orang tua.Entah
bagaimana mereka tahu bahwa aku tidak memiliki mereka,mungkin orang tua-orang tua
mereka sering menceritakkan tentang perpisahan ayah dan mamahku,jadi kemungkinan
besar,mereka mendengar dan terpengaruh oleh omongan warga sekitar dan orang
tuanya.Aku mengira orang tua ku sudah meninggal,tetapi kakek nenek ku selalu berkata
mereka sebentar lagi akan pulang.Tapi nyatanya mereka semua bohong,bahkan kedua
kakakku juga tidak tahu mamah dan ayahku kemana,apakah mereka semua berusaha
membohongiku karena umur ku masih sangat labil?.Dimulai dari sanalah,aku benci mamah
dan ayah ku.
Nama ku Raesha Anatasya,aku tinggal di Jawa Barat,tepatnya di Sumedang
Larang.Umurku sekarang menginjak 13 tahun,aku sekarang sudah tumbuh menjadi remaja
SMP kelas 2.Ini adalah masa masa tersulit yang pernah aku hadapi.Aa ku yang paling
besar,sekarang juga sudah pergi,ikut bersama mamah.Awalnya aku ingin ikut bersama
aa,tetapi rasa dendam ku terlalu besar terhadap orang tua ku,jadi aku tidak mau tau lagi
terhadap kabar mamah dan ayah ku,dan juga aku berpikir ingin merawat kakek dan
nenek.Jika ditanya,untuk memilih hidup atau mati,aku memilih untuk mati dan tidak pernah
dilahirkan didalam keluarga yang seperti ini.
Pagi tepatnya pukul 06.05,aku bergegas mandi untuk berangkat ke sekolah.Pagi hari
ku diawali dengan menyapa kakek dan nenek,dan seperti rutinitas sehari hari,kejadian ini
takkan terlewatkan “Teh,aku dulu atuh yang mandi,teteh kan kakak,jadi harus ngalah” Ujarku
sambil terus menarik pintu kamar mandi yang ditahan teteh.”Teteh dulu de,teteh sekolah nya
jauh takut telat”.Sahutnya dan berhasil memasuki pintu kamar mandi terlebih dulu.Aku
berdecak sebal.Pasti selalu teteh yang dapat,tapi ya bagaimana lagi.Aku menghampiri kakek
dan nenek ku di teras luar sambil menunggu teteh selesai mandi.”Emak,bapak,lagi apa atuh
bengong?”Ujarku ketika melihat kakek dan nenek ku sedang melamun.”Engga de, kakek lagi
ngelihat itu diluar sudah mendung,gimana nanti dedek ke sekolah kalau hujan” Sahut kakek
ku khawatir.”Tidak apa apa atuh kek,kan aku sama teteh punya jas hujan jadi ga bakal basah
kok,bapak tenang aja ya” Aku menenangkan kakek ku.Dan benar saja rintik hujan mulai
datang secara perlahan.Aku menyuruh kakek dan nenek ku untuk masuk kedalam karena
diluar angin nya sangat kencang dan dingin.
Aku sudah mandi dan sudah memakai seragam sekolah tinggal pergi menuju
sekolahan ku.Tth sudah duluan pergi,karena pacar tth ku sudah menjemputnya dari tadi,itulah
alasan mengapa aku harus mengalah terus setiap mau mandi untuk berangkat ke
sekolah.Aku pergi ke sekolah memakai motor bekas Aa ku tinggal disini.”Emak,bapak,dedek
berangkat sekolah dulu ya” aku memberi salam kepada mereka berdua.”Iya dek,jangan lupa
mukenah nya dibawa buat sholat dzuhur di sekolah nya”.Ucapan nenek membuat ku
terdiam,aku bertanya pada diri sendiri kapan terakhir aku sholat?.Pasalnya,aku juga memiliki
dendam pribadi terhadap tuhan ku sendiri,karena sewaktu kecil aku diajarkan nenek dan
kakek untuk sholat dan berdoa,dan aku sangat rajin untuk terus mendoakan supaya mamah
dan ayah ku kembali,tetapi ternyata sampai saat ini,tuhan tidak pernah mengabulkan doa
doaku.Dan aku memutuskan untuk tidak pernah solat dan berdoa lagi.”Iya mak,aku sudah
bawa ko”.Timbalku terpaksa berbohong.
Aku sudah sampai di sekolah,tepatnya sudah sampai di neraka.Hari-hariku di
sekolah,terasa seperti kiamat bagi ku.Mereka semua tertawa bahagia diatas
penderitaanku.Aku selalu bertanya satu hal,mengapa orang yang jahat selalu bahagia
hidupnya?apakah itu adil?sebenarnya aku muak harus terus mendapat ejekan dari awal aku
SD sampai SMP.Entah salah ku dimana,sampai mereka sejahat ini padaku.Apakah lahir dari
keluarga broken home sebuah lelucon bagi mereka?semoga saja mereka dapat merasakan
yang lebih dari aku.
“Anak yang ditinggal orang tuanya,kenapa masi bisa sekolah ya?,kan harusnya jatuh
miskin karena ga diurus ayah,mamahnya,ahaha”.Ucap Rachel lantang dari kejauhan.Dia
memang lahir dari keluarga cemara dan bahagia,keuangannya pun sangat lancar dan bisa
disebut orang paling kaya seangkatan ku.Tapi,apakah orang kaya bisa seenaknya menindas
orang yang dibawah nya?bahkan dia lebih cocok disebut sebagai anak dari keluarga utuh tapi
tidak diajarkan sebuah adab dari keluarganya.Aku tidak iri melihatnya,karena faktanya dia
lebih menyedihkan dari pada aku.
Segerombolan anak anak mendekat kepadaku.Aku sudah mencium bau tidak sedap
sejak mereka menghampiriku.Dan benar saja,bau itu berasal dari air bekas pel kamar mandi
yang baru saja disiramkan ke tubuhku.Mereka semua tertawa,aku hanya bisa terdiam dan
menunduk.Entah mengapa aku tidak memiliki keberanian untuk melawan mereka.Sebetulnya
bisa saja,tapi aku memikirkan kakek dan nenek ku,aku tidak mau kakek dan nenek ku merasa
malu mempunyai cucu seperti ku,sudah cukup mereka malu karena anaknya gagal dalam
berumah tangga.Mereka kembali melontarkan kata kata jahat kepadaku.”Ayahnya ko ga tau
diri ya ninggalin anaknya”.Sahut Fiona sambil menunjuk nunjukkan tangan nya pada wajahku.
“Mungkin mamahnya jadi pelacur untuk mencari uang,ahaha”.Timbal Rachel yang
membuatku membulatkan mata lebar.Sekian banyaknya cacian terhadapku,ucapan Rachel
yang membuatku benar benar merasakan getaran hebat di tubuhku.Mata ku benar benar
panas karena menahan tangis dan amarah yang begitu besar.Pikiranku kalut,tubuhku serasa
ditusuk jarum yang sangat besar.Mendapat reaksi ku yang sebentar lagi mengeluarkan air
mata,Rachel malah semakin terbahak bahak melihat aku meneteskan air mata untuk pertama
kalinya dihadapan mereka.”Raesha ko kamu nangis,ututu kasian,kamu pasti membayangkan
mamah kamu jadi pelacur di luar sana kan,AHAHA”.Ucap Rachel tiada kapoknya melontarkan
kata jahatnya kepada ku.”Ayah kamu juga,pasti diluar sana sedang meniduri banyak gadis di
hotel,AHAHA”.Fiona menyauti perkataan Rachel.Aku langsung menangis dan berlari ke luar
sekolah.
Aku berlari sejauh mungkin,tidak menghiraukan orang orang yang menatapku dengan
iba,dan tidak sesekali warga bertanya ada apa dengan ku.Dengan keadaan pakaianku basah
dan kotor,itu memang sangat mustahil jika tidak menjadi bahan perhatian orang
lain,ditambah aku menangis dan berlari kencang.Aku sudah tidak memikirkan bagaimana
keadaan kakek dan nenek ku jika tau keadaan ku seperti ini,karena aku tahu,sebentar lagi
salah satu warga akan memberitahu kakek dan nenek ku.
Aku berhenti di gedung kosong bekas Tadika Mesra.Aku naik ke lantai atas dan duduk
di ujung balkon sampai kaki ku bisa berayun ayun.Aku menatap kosong langit yang
biru.Bahkan disaat aku seperti ini,langit pun masi tetap tersenyum.Aku menangis
histeris,mengapa dan mengapa,mengapa selalu aku?mengapa hanya aku yang harus
menjalani hidup seperti ini.Tuhan benar benar tidak adil,tuhan sangat jahat bisa
mempermainkan takdirku begitu saja.Mengapa tuhan,mengapa?mengapa mamah dan ayah
ku sangat jahat.”MENGAPA DUNIA JAHAT PADA KU,AKU SALAH APA!?,AKU HANYA KORBAN
DARI KEEGOISAN KELUARGAKU,KENAPA HARUS AKU YANG KENA KARMA MEREKA?”.Aku
berteriak sangat keras sambil menangis sesegukkan.Aku sangat lelah harus menjalani hidup
seperti ini,aku sudah muak.Aku semakin membenci ayah,mamah,dan tuhan.Aku berpikir
sejenak,apakah memang benar mamah menjadi pelacur,dan ayah meniduri banyak
wanita?.Perkataan Rachel dan Fiona terus terngiang ngiang di kepalaku.Itu membuatku
sangat rapuh.”Aku,ingin,mati”.Nyatanya,aku sudah berusaha,tetapi luka yang kita terima
sampai kapanpun tidak akan pernah sembuh total.Aku berniat mengakhiri hidupku,aku berdiri
bersiap siap menjatuhkan tubuh rapuhku ke bawah.Sebelum aku menjatuhkan diri ku,aku
berdoa,”semoga mereka juga mati”.
Bruk,darah mengalir di sekujur tubuhnya.Hujan secara perlahan menjatuhkan air
matanya,menyelimuti gadis bernama Raesha yang baru saja mencoba mengakhiri
hidupnya.Naasnya,rencana dia selalu gagal,dia langsung ditemukan oleh warga sekitar dan
langsung dilarikan ke rumah sakit terdekat.
“Dek,kamu sudah tumbuh besar ya,mamah senang sekali,ayah kamu juga pasti senang
di sana.Mamah cuma mau bilang,terlepas dari semua yang kamu laluin,kamu sangat hebat
peri kecil mamah,kamu hebat sekali,mamah bangga punya anak seperti kamu,tapi mungkin
dengan mamah menjadi orang tua kamu,itu tidak membuat kamu bangga memiliki
mamah.Dek,kamu harus tahu,mamah ninggalin kamu bukan seperti apa yang kamu pikirkan
dan teman teman kamu pikirkan,mamah hanya ingin mengangkat derajat keluarga kita, yang
saat itu perekonomian keluarga sedang berada di titik terendah,mamah meninggalkan kamu
karena mamah mencari uang jauh di luar kota sana dek.Aa kamu juga disini bersama mamah
berjuang untuk kalian,mungkin kamu saat itu terlalu kecil untuk mengerti apa yang sedang
terjadi terhadap mamah dan ayah.Terlepas dari itu,mamah dan ayah berpisah karena ada
alasan tertentu yang suatu saat kamu juga akan mengerti.Mamah mencari uang bukan
dengan cara yang teman teman kamu katakan dek,mamah disini mencari uang dengan cara
yang halal menurut agama kita.Dek,mamah minta maaf sama kamu,karena mamah dan ayah
kamu terlahir dari keluarga yang tidak kamu inginkan,sampai kamu harus merasakan bully
dari teman teman kamu.Tapi ingat dek,kamu boleh membenci mamah,tapi jangan membenci
tuhan mu.Tuhan bukan mempermainkan takdirmu,tapi tuhan sedang menguji kamu,itu
tandanya tuhan sedang mengangkat derajat kamu,kamu jangan tinggalin solat lagi ya
dek,ingat Allah tidak akan memberi cobaan kepada hambanya di batas kemampuan hamba
hambanya.Jadi mamah bangga sama kmu,Allah memberi cobaan seperti ini,berati kamu
mampu menghadapinya,ingat disetiap kesedihan pasti ada kejutan yang Allah sembunyikam
untuk kamu.Mamah tidak pernah lupa berkabar pada teteh kamu,karena mamah ingin
berkabar dengan kamu,kamu sudah memblokir media sosial mamah,mamah hanya tau kabar
kamu melalui teteh.Dek,kamu jangan putus asa ya,jangan berpikir Cuma kamu yang memiliki
takdir hidup seperti ini,banyak diluar sana yang tidak memiliki orang tua dan tidak sedikit yang
memiliki nasib seperti kamu,kamu harus menjadi golongan golongan orang yang sabar ya
dek.Sekali lagi mamah minta maaf ya dek,telah melahirkan kamu dalam keadaan keluarga
yang tidak utuh.Teruslah menjadi pribadi yang baik ya peri kecilku”.
Aku terbangun dengan mata yang sudah berair,aku menatap sekitar berusaha mencari
keberadaan mamah ku,tetapi yang ku dapat hanyalah teteh ku yang sedang menangis di
samping ranjang kasurku,dan dokter yang menatapku kagum.Aku heran,kenapa ada dokter
disini,dan teteh ku kenapa menangis.”Teh,kenapa tth nangis,ini kenapa aku diinfus?”.Aku
perlahan mengangkat tubuhku agar bisa bersandar di bantal.”DEK,KAMU SUDAH
BANGUN?!,YA ALLAH SYUKURLAH,TERIMA KASIH YA TUHAN”.Ucap teteh ku sambil sedikit
berteriak dan langusung memeluk ku.Aku masi bingung apa yang sebenarnya terjadi.Kepala
ku masi sakit ketika digerakkan.
Teteh menceritakan panjang lebar tentang apa yang sudah terjadi,dimulai dari aku lari
lari sambil menangis,dan ditemukan oleh salah satu warga aku sudah tergeletak di tanah
dengan keadaan tubuhku bergelimang darah,dan aku mengalami koma selama 3 hari.Aku
terkejut mendengar apa yang diceritakan teteh,pasalnya aku tidak mengingat apapun lagi
setelah aku berlari lari.
Setelah hari yang melelahkan berada di Rumah Sakit,aku akhirnya dibolehkan pulang
oleh dokter.Aku sekarang dalam keadaan sudah berwudhu dan tengah menunggu adzan
maghrib.Aku sekarang sudah tersadar oleh perkataan mamah ku yang muncul di mimpi
sewaktu aku koma.Aku sudah banyak melakukan kesalahan dan aku sangat jahat
meninggalkan tuhan dan membenci kedua orang tua ku.Aku sekarang sudah mengerti
kenapa mereka berpisah dan memutuskan untuk melanjutkan perjalanannya masing
masing.Aku tersenyum ketika mengingat perkataan mamahku,sekarang aku sudah
tenang,sudah lagi tidak menyimpan dendam terhadap mereka.Dan aku sekarang, seperti
orang yang paling bahagia di dunia,karena aku sudah menemukan titik terang dalam hidupku
dan para pembully ku kabarnya sudah dipindahkan dari sekolah.Benar ya kata mamah,Allah
maha membolak balikkan perasaan seseorang,dan Allah telah menyimpan kejutan dibalik
cobaan seseorang.
2 tahun kemudian,hari Raya idul fitri telah tiba.Sekarang umur ku sudah masuk 15
tahun.Aku tengah menyiapkan hidangan kue buatan aku dan tetehku di
meja.”Assalamualaikum”. Suara seorang wanita yang berasal dari pintu depan.Aku membuka
pintu,karena ku pikir itu adalah seorang tamu yang ingin bersilaturahim.Aku terkejut ketika
tahu siapa yang datang.Aku menangis dan langsung memeluk orang itu.Iya benar,itu adalah
mamah ,ayah dan aa ku,setelah 11 tahun lamanya aku tidak pernah berjumpa lagi dengan
sosok mamah dan ayahku.Akhirnya sekarang tuhan mempertemukan ku dengan mereka.Aku
tidak berhenti menangis dan mengucap syukur.Meskipun mereka tidak bersama lagi,tetapi
aku sekarang sangat bersyukur masi bisa melihat mereka berdua secara
bersamaan.Sekarang aku percaya,rencana Tuhan memang yang terbaik.Dan Syukurilah derita
di masa lalumu,karena ia adalah penyebab kebahagianmu hari ini.Akhirnya aku si Peri kecil
yang dijuluki orang tuaku,bisa merasakan hidup bahagia seperti orang orang.”Terima kasih
Tuhan”.
Sahabat sampai akhir hayat
Di suatu hari ada seorang kakak dan adik yang sedang mengaji. Kemudian ia melihat anak
baru yang mau mengaji di situ. Sang adik berkata “kayak nya itu teman adik di sekolah
deh...” kemudian sang kakak menjawab “yaudah deketin sana kalau memang teman
sekolah kamu...” adik menjawab “tidak ahh kak takut dia enggak kenal...” Kemudian kakak
menghampiri anak tersebut dan bertanya “hai...kamu sekolah di Altheria school ya?” anak
tersebut menjawab “hehehe..iya emang kenapa?” Kakak dan adik menjawab serentak
“tidak kok nanyak doang...”
Ke esokan hari nya kakak dan adik memberanikan diri ngajak kenalan anak tersebut.
Kakak mulai berkenalan kepada anak tersebut “haii..kenalin namaku Zeliya” sang adik juga
ikut berkenalan “haii.. kenalin juga ya nama ku Maureen” Anak tersebut memperkenalkan
diri nya “haii.. kenalin nama ku Asheira..” Kemudian ia mengaji bersama.
Ke esokan hari nya mereka ber3 mengaji. Setelah pulang mengaji Asheira tak kunjung di
jemput, kemudian Zeliya dan Maureen mengajak Asheira untuk ke rumah nya “Asheira
mau gak nunggu ayah kamu jemput di rumah kami aja?”, tetapi Asheira menolak dengan
lembut “maaf gak bisa karena ayah aku belum tau rumah kalian di mana..” Setelah
beberapa menit ayah nya sudah datang, kemudian Asheira bertanya ke ayah nya “ayah..
apa boleh kita ke rumah Zeliya dan Maureen? jadi kalau ayah lama jemput Asheira main
kerumah mereka..” sang ayah menjawab “boleh dong sayang..” Kemudian Zeliya dan
Maureen menunjukkan rumah nya yang tak jauh dari mesjid tempat mereka mengaji.
Zeliya dan Maureen berkata “Asheira sama om ini ya rumah kami..” Asheira dan ayah nya
menjawab “okey... duluan ya Zeliya, Maureen..” Kedua nya menjawab dengan serentak
“iyaa.. hati-hati yaaa, bayy” sambil melambaikan tangan nya.
Ke esokan hari nya mereka ber3 mengaji lagi. Kemudian, Asheira bilang ke Zeliya dan
Maureen bahwa ayah nya akan jemput lumayan lama jadi main ke rumah mereka dulu.
Zeliya dan Maureen menjawab dengan serentak dan senang hati “yeeaayyyy... kalo lama
juga ga masalah kok hehehe...” Setelah pulang ngaji mereka ber3 pun berjalan ke arah
rumah nya Zeliya dan Maureen. Di tengah perjalanan Mauren menanyakan sesuatu “ehhh..
kalian pengen jajan gak sii?” Zeliya pun menjawab pertanyaan si Maureen “kamu mah
kerjaan nya jajan mulu, bukan Maureen kalau ga jajan” sambil tertawa melihat muka
Maureen tersipu malu. Asheira ikut tertawa sambil berkata “tapi enak juga kalo kita jajan si
hehehe..” Zeliya pun berkata “aduhh... sama aja kalian”. Setelah pulang jajan dan kembali
ke rumah Zeliya dan Maureen tak selang beberapa lama Asheira pun di jemput sang ayah.
Tetiba nya libur ngaji Zeliya dan Maureen pun kaget bahwa Asheira datang ke rumah nya.
Mereka berdua bertanya “ada apa Asheira bukan nya libur ya ngaji nya?” Asheira
menjawab sambil tertewa kecil “bukan atuh mau main aja boleh ga ni? Hehehe” Zeliya dan
Maureen menjawab “engga boleh ni gimana?” sambil tersenyum kecil, Asheira bertanya
sambil merengutkan wajah nya sedikit “yahh makasi deh kalau begitu, babaayyyy” sambil
melambaikan tangan nya, Zeliya dan Mauren tertawa tak karuan melihat Asheira percaya
“hahahhaaaaa..... kamu ini lucu yaaaa, kami bercanda aja kok masih mau main ga ni?”
Asheira menjawab dengan wajah tersipu malu “ihhhh parah banget kalian berdua awas aja
yaa, mau dongg kita kan sahabat hahaha..” Zeliya dan Maureen menjawab dengan
serentak “deall.. harus banget kita sahabat ga ada kata tidak mau.” Mereka pun main di
rumah nya Zeliya dan Maureen.
Ke esokan harinya
Zeliya, Maureen dan Asheira mengaji bersama dan melihat ada anak yang menyindiri, lalu
mereka mengajak anak tersebut main bersama. “Kamu sendiri aja ya? Mau main bareng
gak?” Anak tersebut menjawab “Iya ni, mau dong” Mereka serentak menjawab “Yeaayy” .
Maureen menanyakan nama anak tersebut “Btw nama nya siapa dulu ni biar akrab?” Anak
tersebut menjawab “Kenalin nama ku Sandra” Zeliya berkata “hai kenalin nama aku Zeliya,
yang nanya nama kamu itu Maureen dan yang dari tadi cengengesan itu nama nya
Asheira”, Akhirnya mereka main bersama
Seminggu berlalu
Zeliya, Maureen, Asheira dan Sandra janjian untuk main bersama di rumah Asheira “Shei..
main rumah mu seru kali yaaa” Asheira mengangguk sambil berkata “ayoo dong sepi
banget rumah ku ayah sama bunda kerja paling pulang malam” Maureen tertawa sambil
berkata “asik ni rumah nya kita acak-acak” Asheira menjawab sambil meledek balik “gak
masalah ntar aku kunci kalian” Zeliya memotong omongan mereka berdua “apa apaan ini
malah ribut ayo dong langsung kerumah nya Shei” Akhirnya mereka ber4 sampai
rumahnya si Asheira. Tak lama kemudian mereka ber3 pulang.
Ke esokan harinya
Asheira bertanya kepada Zeliya dan Maureen “kalian kemaren ada yang lihat duit aku
sama charger aku ga yang dekat ruang tv itu?” Zeliya dan Maureen menjawab sambil
kaget “engga Shei ada apa?” Asheira menjelaskan kenapa ia menanyakan hal tersebut
“gini loh kemaren kan kita main di rumah ku, trus hilang duit ku sama charger padahal
sebelum nya ada” Zeliya mengingatkan Asheira “Shei coba kamu ingat terakhir tarok nya
dimana?” Asheira meyakinkan Zeliya bahwa dia tidak keliru “Liya... aku yakin ga mindahin
barang itu, kan kamu lihat barang itu juga kan Liya” Zeliya menjawab sambil kebingungan
“ehhh iyaa ya, Shei aku kok jadi curiga ya sama Sandra” Asheira menjawab “nah ini yang
aku pertanyakan kenapa pas barang kita hilang dia gak ngaji?” Zeliya keheranan “ehhh iya
ya selama ini kita main dirumah Shei ga ada yang hilang, kok sekali si Sandra main di
rumah kamu barang sama duit kamu hilang ya” Maureen berbisik kepada Asheira dan
Zeliya “kemaren aku liat si Sandra ngambil duit kamu sama charger kamu, aku ada bukti
nya”. Maureen menunjukkan foto nya. Asheira kaget dan tak
percaya “ehhh beneran loh dia ambil aku sangka Reren bercanda” Maureen mengatakan
“sudah Shei ihklasin aja yaa, semua perbuatan buruk pasti ada balasan nya” Asheira
menjawab dengan santai “aman itu Reren” Setelah itu mereka pulang mengaji.
Kelakuan Sandra akhirnya kebongkar dengan sendirirnya, akibat dari itu Sandra di jauhi
oleh teman-temannya.
Tak terasa sudah 4 tahun persahabatan Zeliya, Maureen dan Asheira
Maureen mengetahui apa yang sedang di derita Asheira dari ayah nya. Lalu Maureen
bertanya kepada ayah nya Asheira “kenapa dia enggak mau bilang keteman nya tentang
penyakit apa yang Asheira alami om?” Ayah Asheira menjawab dengan wajah yang
murung “Asheira takut nak kalau kalian jauhin dia karena penyakit nya tersebut” Maureen
menjawab dengan menahan air mata nya “tidak om sudah 4 tahun kami jalanin
persahabatan, susah senang harus bareng” Ayah Asheira menguatkan Maureen. Maureen
bertanya kepada ayah Asheira tentang penyakit nya Asheira dengan nada yang pelan
“maaf om, emang penyakit yang di alami oleh Asheira apa?” Ayah nya menjawab
“Leukimia nak” Maureen tidak sanggup menahan air matanya dan nangis di pelukan ayah
Asheira.
Maureen memberitahu kepada Zeliya bahwa salah satu sahabat nya yaitu Asheira kena
penyakit Leukimia “Zel si Asheira sakit Leukimia” sambil menangis, Zeliya kaget dan tidak
menyangka “Reen yang bener, penyakit enggak bisa di buat bercanda” sambil menahan air
mata dan tidak masih menyangka, Maureen menjawab dengan seseguhan “beneran Zel
aku lagi ga bercanda” Zeliya dan Maureen nangis berdua. Zeliya berkata “Reen ayoo jenguk
si Asheira” Maureen menjawab dengan pelan “Zel sabar ya tunggu si Asheira sadar dan
pulang dari Rumah Sakit”
Zeliya menanyakan keberadaan RS yang di datangi Asheira “Reen kamu tau ga RS nya
dimana?” Maureen menjawab pertanyaan tersebut “maaf yaa Zel aku gak tau” Kemudian
mereka menunggu kabar Asheira dari ayah nya dan Medsos nya
Selang beberapa bulan Maureen dan Zeliya mendengar bahwa Asheira makin parah dan
ngedrop setiap hari nya. Maureen dan Zeliya berusaha ngechat lewat Medsos nya Asheira
tetapi tidak membuahkan hasil, Asheira sudah menarik diri dari lingkungan pertemanan.
Beberapa minggu setelah itu Asheira pulang ke rumah nya. Maureen dan Zeliya bergegas
ke esokan hari nya, untuk menjenguk Asheira dan bercerita maupun mendengarkan cerita
nya. Ternyata Asheira sudah kanker darah stadium 4, Maureen dan Zeliya memeluk dan
menguatkan Asheira untuk optimis bisa sembuh dari kanker yang sedang di alami nya.
Ke esokan hari nya, Asheira ngajak main kerumah nya. Asheira bilang kepada Maureen dan
Zeliya “ihhhh dilangit kayak ada yang manggil-manggil suruh ke situ” Maureen dan Zeliya
jawab serentak “ehhhhh Asheira itu hayalan kamu aja ayoo cerita-cerita aja” Asheira
meyakinkan ke Maureen dan Zeliya bahwa apa yang ia lihat benar “orang nya baju putih
panjang manggil-manggil suruh ke situ sama awan nya bagus banget pengen main ke
sana” Maureen dan Zeliya “iyaa nanti kita main ke sana ya, yang penting Asheira sembuh
dulu, okey?” Asheira “okey dehhhh”
Tiga hari kemudian Asheira kambuh dan drop lagi. Maureen dan Zeliya mendo’a kan
Asheira agar di beri kekuatan.
Dua hari kemudian Maureen dan Zeliya mendapatkan kabar bahwa Asheira sudah tidak
ada pagi tadi. Maureen dan Zeliya bergegas secepatnya untuk kerumah Asheira.
Sesampainya Maureen dan Zeliya melihat tubuh Asheira untuk terakhir kalinya, Zeliya tidak
kuat lagi akhir nya jatuh pingsan kemudian di bawa ke rumah nya untuk istirahat dan
Maureen nangis sejadi-jadinya. Mama Asheira yang melihat keberadaan Maureen di
belakang punggung nya kemudian memeluk Maureen sekuat-kuat nya lalu bertanya “Nak
mau mencium Asheira untuk terakhir kalinya?” Maureen hanya mengangguk kemudian
mencium kening dan pipi nya Asheira. Asheira di solat kan pada siang hari di masjid dekat
rumah nya, Maureen yang melihat betapa banyak nya orang yang berdatangan untuk
mendo’a kan Asheira mulai ikhlas dan tabah.
Nilai-nilai dalam cerpen
1) Nilai agama
› Menjalan kan kewajiban sebagai umat muslim
( Seorang kakak dan adik mengaji)
2) Nilai budaya
› Perbuatan buruk pasti akan ada balasannya
( Sifat Sandra akhirnya kebongkar dengan sendirirnya, akibat dari itu Sandra di jauhi
oleh teman-temannya)
3) Nilai moral
› Jangan pernah berbohong
( Sandra tidak jujur bahwa ia mengambil barang nya Asheira)
4) Nilai pendidikan
› Memaafkan teman dengan ihklas
( Sudah Shei ihklasin aja yaa, semua perbuatan buruk pasti ada balasan nya )
5) Nilai sosial
Kritik dan Usaha
Tinggal di dalam lingkungan yang penuh kritikan itu memang sangat membuat kita tidak
nyaman. Banyak orang hanya bisa mengkritik hidup orang lain tanpa memikirkan diri mereka
sendiri, apakah mereka lebih baik atau pun tidak. Kita hanya tinggal dalam sebuah lingkungan
yang seolah-olah menuntut kita untuk menjadi sempurna yang tanpa mereka sadari bahwa
kesempurnaan hanyalah milik Tuhan.
Terkadang hal inilah yang membuat kita insecure dan pesimis kepada orang lain. Mendengar
kritikan orang lain kadang membuat kita patah hati dan tidak lagi memiliki semangat. Namun,
sebenarnya kritikan bukanlah hal yang seperti itu, kritikan tercipta untuk membuat kita
mengerti kesalahan kita agar kita bisa memperbaikinya. Hal itulah yang selalu Talya simpan
dalam dirinya. Ia teringat pesan ibunya saat Talya menangis dan menceritakan perihal
gurunya yang memarahinya dan mengkritiknya dengan sangat tegas di depan teman
sekelasnya dulu.
“ Apa yang kamu alami itu memang sangat menyakitkan nak, tapi satu hal yang harus kamu
simpan dalam diri kamu adalah kamu harus kuat dalam menghadapi sebuah kritikan. Guru
kamu mengkritikmu bukan karena guru kamu nggak suka tapi dia mengkritikmu agar kamu
bisa tahu dimana letak kesalahan kamu berada dan kamu bisa memperbaikinya.” Ucap
Mauren, ibu Talya kala itu. Melihat anak gadisnya bersedih saat bercerita kepadanya
membuat ia turut merasakan kesedihan tersebut. Namun Mauren tetap memberikan dia
sebuah pencerahan agar Talya tidak putus asa dalam menghadapi kritikan.
“Tapi bu, karena itu teman-temanku sering mengataiku bodoh dan nggak ada gunanya di
kelompok, setiap hal yang Talya lakuin itu salah, Talya juga nggak bisa nyelesaiin masalah
Talya dengan benar.” Talya menangis lagi.
“Semuanya butuh usaha, kamu nggak bakalan bisa berhasil kalau kamu hanya menangis dan
nggak mau berusaha lagi. Usaha itu bukan cuman satu atau dua kali aja. Usaha itu dilakukan
terus menerus sampai kamu berhasil.” Sekejap Talya tidak lagi terisak, dia terdiam seolah-
olah tertampar oleh kata-kata ibunya. Mauren tersenyum. “Sekarang ibu tanya, Talya udah
usaha belum? Kalau cuma satu atau dua kali itu namanya bukan usaha tapi menyerah. Ibu
nggak mau ya kalau anak ibu gampang nyerah kayak gitu.” Ucapnya lagi. Talya menggeleng.
Dia sadar bahwa dia mengibarkan bendera putih di tengah jalan.
“Nah kan. Tau nggak nak? Orang sukses di luaran sana menjalani hidup yang sangat berat
sebelum mereka bisa naik keatas. Hinaan, cacian, makian, dan dikritik secara tidak
manusiawi sudah menjadi makanan mereka sehari hari. Tapi mereka tetap bisa berusaha,
mereka memperbaiki kesalahan mereka, berusaha siang dan malam sampai akhirnya mereka
bisa sukses. Kesuksesan tidak semudah itu banyak tantangan yang harus kamu lewatin.
Contohnya ayah kamu.”
“Ayah kenapa?” Tanya Talya.
“Ayah kamu nggak bisa jadi Letnan Jenderal seperti ini kalau bukan karena didikan keras dari
opa kamu dulu. Ayah kamu sama seperti kamu waktu itu, sering bercerita tentang bagaimana
kerasnya dunia perTNI-an. Dia selalu di marahi dan dikritik tapi sekarang? Kamu bisa lihat kan
ayah kamu seperti apa sekarang? Itu semua karena ayah kamu tetap bangkit dan mencoba
untuk berusaha. Jadi sekarang ibu mau kamu kayak begitu. Jangan mudah menyerah nak,
kegagalan hanya milik orang yang mudah menyerah dan ibu nggak mau kamu kayak gitu.”
Talya tersenyum, sudah sepuluh tahun ucapan ibu tidak pernah hilang di pikiran Talya.
Ucapan itu seolah-olah terus berputar di telinganya. Dan sekarang cukup kalian ketahui
bahwa, dia tengah berdiri di depan sebuah cermin dengan setelan jas Dokter kebanggan
miliknya. Setelah melewati berbagai masalah dan memahami semua kritikan yang terlontar
untuknya,Talya jadi banyak belajar bahwa sukses memerlukan sebuah kritikan dan sukses
memerlukan sebuah usaha. Seandainya dahulu gurunya tidak memarahinya dan tidak
memberikannya sebuah kritikan mungkin Talya tidak akan bisa sampai sekarang. Peran ibu
juga sangat penting dalam kesuksesnnya, dia bersyukur memiliki seorang ibu seperti Mauren
yang tidak pernah lelah memberikan pengertian tentang usaha dan juga kritikan.
Lama berkutik di depan cermin, Ponselnya tiba-tiba berdering, satu pesan masuk dari
kekasihnya, Ken.
“Besok pagi sibuk nggak?”
“Nggak, kenapa Ken?”
“Kalau besok aku lamar kamu, kamu udah siap apa belum?”
Satu pesan tersebut sukses membuat Talya kaget namun dengan seketika dia tersenyum.
“kok buru-buru?”
“Soalnya ayah udah pengen aku nikah, dia juga kepengen ketemu sama kamu. Kalau kamu
belum siap nggak apa-apa kok. Aku bisa jelasin sama ayah nanti.”
Cukup Talya akui bahwa selama Ken membawanya ke rumah, ia tidak pernah bertemu
dengan ayahnya sekali pun, hanya ibunya saja dan ibunya memang benar-benar baik
kepadanya. Jadi tanpa menyia-nyiakan kesempatan dan niat baik dari kekasihnya itu ia
kemudian memutuskan untuk menyetujuinya.
Hari telah berganti, dan seperti apa yang dikatakan oleh Ken kemarin, Cowok itu kini sudah
datang kerumah dengan beberapa orang dan juga orang tuanya. Cowok itu membawa
beberapa makanan dan juga hantaran. Sederhana namun Talya suka. Lalu dengan senyuman
manis dan memperlihatkan kedua lesung pipinya ia memandang kearah kanan Ken, di sana ia
melihat seorang pria paruh baya yang tak asing baginya. “Kita bertemu lagi.” Ucap Pria paruh
baya itu sambil tersenyum.
“Pak Yulius?” Ujar Talya yang langsung meraih tangan kanannya untuk menyalimnya.
“Kamu kenal ayah aku?” Ucap Ken yang kebingungan. Lebih tepatnya bukan cuman Ken
namun orang lain yang berada di sana juga. “Kenal. Beliau adalah salah satu orang yang
sangat berpengaruh penting dalam perjalanan hidup aku.” Jawab Talya sedikit terharu.
“Maksud kamu?”
“Ayah kamu itu guru aku pas SMA Ken, guru yang sering aku ceritain sama kamu.” Jawab
Talya lagi yang berhasil menerbitkan senyuman dari wajah Pak Yulius.
“Jadi, kapan nih kami dipersilahkan masuk?” Tanya Pak Yulius tiba-tiba setelah sekian lama
terdiam.
Mauren tertawa pelan, sekejap mempersilahkan keluarga Ken untuk masuk kedalam rumah.
“Lama tidak bertemu ya nak Talya. Saya dengar-dengar kamu sekarang sudah jadi dokter
muda?”
Talya mengangguk antusias. Dia sedikit tidak menyangka jika Ken adalah anak dari gurunya
waktu SMA. Sebuah kebetulan yang sangat indah.
“Jangan mau jadi gerobak yang perlu didorong terus supaya bisa maju.” Sebuah kalimat dari
Pak Yulius yang selalu Talya simpan hingga saat ini.
“Tidak perlu menunggu waktu lama. Jadi kedatangan kami kesini adalah untuk menimang
anak bapak dan ibu sebagai menantu di keluarga kami dan sebagai istri dari anak kami Ken.”
Ucap Pak Yulius langsung pada intinya. Beliau memang tidak pernah berubah, dia tidak
menyukai basa-basi katanya basa-basi hanya membuang buang waktu dan waktu sangatlah
berharga.
Lalu dengan satu tarikan napas Talya dan sekeluarga pun menerimanya. Kegiatan pelamaran
kemudian dilakukan dengan sederhana namun sungguh sangat berkesan bagi Talya. Tuhan
memang memilikiscenario yang sangat indah, dia bersyukur bisa bertemu dengan keluarga
Ken dan menjadi bagian dari sana. Kini Talya menandai hari itu dengan hari yang paling
bersejarah dalam hidupnya.
Dita Ratna Natasha
E-Amazing
Badai yang reda
By: awanda maryamah
Fase : e amazing
Puluhan layang-layang yang berada di atas kepalaku terlihat seperti rangkaian burung yang sedang
bermigrasi. Angin pantai yang berhembus kencang membuat mereka terbang lebih jauh dan tinggi,
tapi tetap di bawah kendali kekangan tali kenur. Aku ingin seperti layang-layang. Walau beberapa
orang yang kukenal mengatakan, hidup seperti layang-layang tidak sepenuhnya bebas. Sekilas
terlihat bebas, tapi sebuah tali tipis namun kuat mengaturnya.
Tapi aku tetap ingin menjadi layang-layang yang terbang tinggi di langit Pangandaran yang
cerah ini.
Aku melihat sekeliling, pertengahan bulan Juli memang puncak liburan di mana-mana.
Banyak wisatawan asing yang sedang bermain di Pantai Selatan ini. Entah itu bermain layang-
layang atau hanya sekadar duduk-duduk menikmati pemandangan Pantai Pangandaran yang cerah
ini. Aku sendiri sedang duduk di depan kios Uwak Imas yang berjualan pakaian. Bau amis khas laut
(dan juga karena pabrik ikan asin yang tidak jauh dari tempatku sekarang) sudah menjadi udara
sehari-hari yang kuhirup. Sinar matahari yang terik menyentuh kulitku dengan ganas, tapi aku tetap
bertahan duduk di luar kios. Pasalnya, Uwak Imas tengah sibuk melayani turis asing yang ingin
membeli dagangannya. Aku tidak mau masuk, karena pasti Uwak Imas akan menyuruhku untuk
melayani turis-turis itu, walaupun dia tahu kalau aku hanya bisa “yes” dan “no”.
Ketika aku mengalihkan pandangan dari layang-layang, aku melihat Bapak dan tiga orang
lainnya berada di bibir pantai, bersiap untuk berlayar. Seingatku, Bapak sudah berlayar tadi malam,
dan baru kembali tadi subuh. Kenapa sekarang mereka siap-siap ingin berlayar lagi? Apa tiba-tiba
radar di kapal milik Haji Miun menangkap segerombolan ikan tuna di tengah laut sana? Eiy ... itu
pemikiran bodoh! Satu-satunya alat canggih yang mereka gunakan adalah naluri nelayan mereka
yang sudah berpuluh-puluh tahun lamanya.
Kakiku bergerak ke arah mereka. Angin berhembus sangat keras di telingaku. Dibesarkan di
pesisir pantai membuat aku memiliki ketakutan yang berbeda dari orang lain. Di saat orang lain
ketakutan melihat keluarganya terombang-ambing ombak, aku merasakan hal yang jauh daripada
itu. Aku takut membenci laut. Aku takut jika laut yang selama ini kuanggap teman, berbalik
menjadi musuhku dan melenyapkan segala yang kucintai.
Bagiku laut adalah rumah, dan rumahku adalah laut.
Saat aku sudah berada dekat dengan bibir pantai, Bapak melambai padaku sambil tersenyum.
Kulitnya hitam karena terbakar matahari, rambutnya sudah memudar—bukan karena uban tapi
karena sering terkena air laut. Bapakku masih terlihat segar, meski wajahnya sudah dipenuhi
keriput. Mata Bapak yang berwarna hitam pekat tampak bercahaya saat melihatku, seperti air laut
yang memantulkan sinar matahari. Aku selalu suka Bapak yang tersenyum seperti itu, tapi entah
kenapa kakiku bergetar melihat Beliau sekarang.
“Bapak bade ka laut deui (Bapak mau ngelaut lagi)?”
Bapak meletakkan jaring yang baru selesai ia rapikan ke dalam perahu. “Sanes, Jang. Iyeu Pak
Sudir ngajak museup, mempeung cuacana sae (enggak, Jang. Ini Pak Sudir ngajak mancing,
mumpung cerah katanya).”
“Ujang bade ngiring moal (Ujang mau ikut juga)?”
Sejenak aku ragu dengan ajakan Pak Sudir itu. Tidak, bukannya aku takut laut, hanya saja...
seperti ada yang mengganjal di hatiku. Jujur saja, perasaan seperti ini sudah sangat sering
kurasakan—terutama saat melihat Bapak pergi berlayar tengah malam. Tapi tetap saja aku merasa
asing dengan rasa takut ini. Seperti perahu di tengah badai, di tengah laut.
“Ah... atos wae, atuh maneh jaga kios Uwak bae lah (udah, kamu jagain kios Uwak-mu
sana).”
Aku tidak bisa menjawab kata-kata terakhir Bapak sebelum Beliau naik ke atas perahu dan
berlayar bersama tiga orang pria lainnya. Rasanya... sama seperti melihat Ibu meninggalkan rumah
di hari itu. Umurku saat itu sudah menginjak dua belas tahun, cukup mengerti tentang situasi
macam itu. Dan sejak saat itu aku tidak pernah menangis lagi untuk Ibu, karena air mata ini tidak
cukup untuk membawanya kembali.
Tapi, apakah aku harus menangis hari ini? Untuk membuat perahu yang ditumpangi Bapak
berbalik lagi?
Konyol! Harusnya aku ingat, umurku sudah menginjak tujuh belas tahun.
Aku tidak meninggalkan bibir pantai dan terus menatap perahu Bapak yang sudah tidak
terlihat mata. Sesekali ombak menerpa kakiku. Tidak peduli dengan sinar menyengat matahari
Pantai Selatan dan turis-turis yang masih memadati sisi pantai sebelah sana, aku tetap duduk di atas
bebatuan. Sesekali mataku menangkap keluarga yang asik bermain air atau hanya duduk-duduk di
atas pasir. Aku mungkin sama seperti mereka jika tidak dibesarkan di laut—menganggap laut
sebagai tempat menyenangkan. Tapi aku tidak bisa tertawa seperti itu, sekalipun aku menganggap
laut adalah rumah dan temanku. Laut menyimpan banyak ketakutan dan kekhawatiran.
Aku menutup mata, berdoa sambil merasakan angin menerpa tubuhku dan ombak yang terus
membasahi kakiku. Kumohon... kali ini pun, jaga Bapak.
Hari semakin sore, matahari pun sudah tidak seterik sebelumnya. Meski kekhawatiran itu
masih ada, aku beranjak dari bebatuan dan kembali ke kios Uwak Imas. Begitu aku sampai di sana,
Uwak Imas langsung menyambutku dengan semprotan mulut bawelnya. Aku hanya nyengir, tidak
mau melawan sekaligus menutupi kekhawatiranku. Aku baru akan merasa lega kalau sudah melihat
Bapak kembali.
Karena sudah tidak ada lagi orang bule yang mendatangi kios Uwak, hanya turis domestik,
aku pun mulai membantunya di kios. Aku hampir melempar uang koin lima ratusan ke wajah
pembeli yang baru selesai membayar ini saat suara Uwak Imas tiba-tiba memekik keras di depan
kios. Aku dan pembeli itu pun melihat ke arah luar, dan kemudian menghampiri Uwak Imas.
Ternyata Uwak Imas tidak sendiri, ada Bi Iyah dan Mang Satya—penjual pakaian lainnya sekaligus
tetanggaku—juga.
“Suara naon eta? Saumur hirup nembe ngadangu sora ombak sepertos kitu (suara apa itu?
seumur hidup baru dengar suara ombak seperti itu).”
Ucapan Uwak Imas ditanggapi dua orang lainnya dengan heboh. Aku mengabaikan mereka
dan memilih memandangi pantai dari tempatku. Tadi di kios Uwak suara radio dipasang keras-
keras, jadi aku tidak bisa mendengar jelas suara yang Uwak bilang. Benarkah suara ombak sekeras
itu?
Mataku memicing. Kios ini tidak jauh dari titik keramaian pantai, oleh sebab itu Uwak tidak
pernah sepi pembeli. Keramaian di sana tidak jauh berbeda dari beberapa saat lalu, saat aku duduk
di atas bebatuan. Suara teriakan bahagia terdengar sampai sini. Namun beberapa detik kemudian,
teriakan bahagia itu menjadi pekikkan ketakutan.
“Allahu Akbar! Ombak! Ombak!”
Teriakan itu bersahut-sahutan. Gemuruh yang—mungkin—hanya didengar Uwak Imas, kini
aku bisa mendengarnya juga. Orang-orang berlari ke arah kami. Tidak, lebih tepatnya menjauh dari
bibir pantai ke tempat sejauh mungkin. Tapi aku tidak bisa bergerak meski keadaan sangat kacau di
sekitarku. Suaraku hanya tertahan sampai tenggorokan, dan mataku hanya bergerak ke atas,
mengikuti gerakkan ombak di atas kepalaku. Telingaku teredam. Seluruh tubuhku bergerak
mengikuti alur, terhempas. Nafasku terasa begitu perih, dan itu menjulur ke semua bagian tubuhku.
“Bapak...”
Dengan sisa kekuatanku, aku berucap pada diri sendiri.
Di dalam kegelapan pandanganku.
***
Suara pedih mengelilingiku. Bagai asap pekat yang menyesakkan dada, tidak mudah hilang
meski aku meniupnya terus menerus, tetap menyerang paru-paru, serapat apapun aku menutup
hidung. Suara orang-orang bersahutan, saling berteriak. Seolah waktu terus mengejar mereka tanpa
lelah, mereka pun tidak berhenti bergerak.
Dalam kericuhan itu, kulihat sosok ringkih yang kusayangi berdiri dengan mata memerah di
ujung sana. Aku tahu Beliau menangis, tapi aku tidak bisa mendengar suaranya. Kaos belel yang ia
dapat dari kampanye partai politik beberapa tahun yang lalu tampak basah kuyup, begitu juga
dengan celana kain hitamnya. Ia meremas topi yang tadi siang ia kenakan.
Langit malam di belakangnya, seperti latar belakang yang menggambarkan kehampaannya.
Dan aku hanya bisa berdiri di sini, tanpa bisa mengucapkan kata atau bahkan menggerakan kaki
untuk mendekatinya. Kakinya yang gemetar, perlahan menekuk, berjongkok di depan sosok kurus
yang terbujur kaku. Lalu, seluruh tubuhnya bergetar, tanpa terkecuali. Bapak terus menunduk, tidak
mengucapkan apapun, dan lama kelamaan aku bisa merasakan hujan membasahi tubuhku sangat
deras, seperti air mata Bapak yang tidak bisa berhenti. Tangannya menggapai-gapai sesuatu dengan
isak tangis pilunya memenuhi paru-paru.
Seseorang datang setelahnya, berusaha menghentikan Bapak yang seperti rela berbaring di
sana untuk menemani sosok itu. Sekuat apapun Bapak berteriak, semua tidak akan kembali. Dan
bodohnya, aku hanya bisa berdiri di sini.
Aku tidak bisa berbuat apa-apa.
Hanya membiarkan mereka menutup kantong kuning yang membungkus tubuhku,
menyisakan tangis pedih Bapak di antara huru-hara yang terjadi di sana. Kegelapan itu pun berubah
menjadi cahaya terang.
Berjalan menuju cahaya menyilaukan itu, sekali lagi aku berharap. Laut, kumohon kali ini—
tidak, maksudku selamanya—jaga Bapak.
Meraih cita-cita dan Asa
By: Mario Agustin Syahputra
Namaku Ramadhan Sanata,biasa dipanggil sanata.Aku merupakan anak kedua dari dua
bersaudara dan
Berasal dari keluarga yang sederhana,pada saat aku berumur 7 tahun,aku selalu diajarkan
oleh orang tuaku tentang arti kehidupan,di dalam hatiku aku sering berkata “Betapa enak
menjadi orang kaya,semua serba ada,segala keinginan terpenuhi karena semua tersedia”.Aku
sering menghayal,seandainya aku jadi orang kaya,pasti aku sangat senang sekali,tapi orang
tuaku selalu berkata:”Bahwa dengan menuntut ilmu dan berusaha dengan sungguh-sungguh
pasti apa yang kita inginkan akan tercapai”.Itupun juga pernah dikatakan oleh guru
ngajiku”MAN JADDA WAJADA”yang artinya”Barang siapa yang bersungguh sungguh semua
keinginan pasti akan tercapai”,itu yang selalu kutanamkan dalam hatiku sampai sekarang
untuk itu aku selalu berusaha dengan sekuat tenaga untuk bisa mengejar cita-citaku yaitu
ingin menjadi gubernur.Sewaktu seketika pada malam harinya aku diajak paman kerumahnya
Pamanku:”San,hari minggu besok kamu ada kerjaan gak”
Aku:”Tidak ada,emang kenapa paman”
Pamanku:”Besok saja kamu datang”
Aku:”Emang ada apa paman?”
Pamanku:”Besok saja kamu datang”
Aku:”Oke deh”
Keesokan harinya aku langsung pergi kerumah pamanku yang ada di panam,tanpa pamit
kepada orang tuaku,pamanku lansgung meminta aku duduk di pondok disamping
rumahnya,aku langsung duduk.Tanpa basa bassi pamanku langsung memberikanku sebuah
buku yang berjudul “kisah Abu zar Al ghifari”di dalam hatiku aku selalu bertanya untuk apa
paman mengasih buku ini.Setelah itu pamanku langsung menjelaskan bahwa Abu zar Al
ghifari itu merupakan sahabat nabi Muhammad SAW,dia dulunya miskin tetapi dia berusaha
dengan sungguh-sungguh dia menjadi orang kaya yang sukses,hartanya ada dimana mana
“setelah pamanku bercerita panjang lebar,bibiku datang
“San,ibumu mencarimu kemana mana,dia naik pitam,dan takut kalau kamu itu di
culikorang”kata bibiku.Akupun langsung pamit kepada pamanku ,tapi sebelum aku pamit
pamanku menyuruh untuk datang kerumahnya besok.Dan keesokan harinya setelah aku
pulang sekolah aku langsung pamit kepada orang tuaku untuk pergi kerumah pamanku.
Aku: “Ma,aku mau pergi kerumah paman,nanti sore aku pulang”
Ibuku: “iya,tapi kamu jangan terlambat pulang”
Aku: “Iya,aku pamit dulu,Assalamualaikum”
Ibuku: “Waalaikumussalam
Setelah sampai di rumah pamanku dan mempersilahkan aku duduk,pamanku mulai ngobrol
denganku.
Paman: “San,setelah kamu lulus dari smp,kamu ingin melanjutkan dimana?”
Aku: “Aku ingin sekolah di SMA Negeri 15 Pekanbaru,karena itu merupakan imipianku sejak
kecil”
Paman: “kenapa nggak kamu coba memilih di tengah kota,misalnya SMA Negeri 8
Pekanbaru?”
Aku: “Aku sih mau,tapi aku ingin sekolah di SMA Negeri 15 yang lebih dekat dengan rumah
dan menghemat biaya transportasi”hehe.selain itu sekolah mana saja sama kok,yang penting
niatnya
Pamanku: “Ohh,baguslah kalau begitu.Kamu mau ngak menjaga kebun paman”
Aku: “Aku gak bisa menjaga kebun,tapi insyaallah akan ku usahin”
Pada malam harinya setelah solat magrib aku membaca buku tentang kisah seorang Abu zar
al ghifari yang dikasih paman,setelah membacanya hatiku merasa tergerak dan termotivasi
supaya aku berusaha dengan tekun supaya cita-citaku bisa terwujud,di dalam hatiku berkata
“Memang betul pilihanku untuk menjaga kebun pamanku kan nanti uangnya aku bisa tabung
untuk keperluan sekolahkaku”. Setelah semiggu atau sebulan bekerja pamanku memberikan
aku uang,dan uang itu langsung aku tabung untuk keperluan sekolahku.Di sekolah aku
mempunyai dua kawan yang sangat dekat dengan ku yang selalu memotivasiku dan
menemaniku di saat senang ataupun sedih yang bernama sambo dan yosua.
Sambo: “San,kamu mau gak besok kita ke pantai,kan besok hari libur”
Yosua: “Kan kamu kerja melulu gak ada waktu luangmu”kata Yosua meyakinkanku
Setelah terdiam sejenak aku menyetujuinya.Dan keesokan harinya aku minta ijin ke pamanku
untuk berlibur ke pantai yaitu pantai cinta,dan pamanku mengijinkanku.Tepat ada pukul 08.00
WIB kami berangkat menggunakan sepeda motor,di dalam perjalann yang menempuh sekitar
36 menit aku merasa senang sekali karena telah sekian lama aku tidak pergi ke
pantai.Setelah samapi di sana aku membaca puisi karyaku yang berjudul pantai:
Pantai
Hamparan passirmu indah mempesona
Tak letih mata memandang dari ujung pengharapan
Adakah engkau tahu wahai pantai……
Engkau mempesona diriku……
Mentari pagi terbit dan tenggelam disisimu oh….pantai
Hembusan angin menerbangkan pasir putihmu
Tahukah engkau senangnya hatiku…..
Pantai oh pantai biarpun engkau di cintai
Tapi engkau tetap angkuh dan tak peduli
Kalau engaku marah semua menderita
Tapu engkau seolah tidak tahu engkau tetap tenang
Bagai air yang tenang tapi menghayuntukan
Ombak mu adalah lidahmu
Yang kadang mendatangkan bencana
Walaupun begitu engkau tetap dipuja dan disanjung
Oh pantai sampaikan salam ku lewat angin….
Sampaikan kesahku lewat deburanmu….
Setelah kurang lebih 1 tahun lamanya aku menjaga kebun,aku memutuskan untuk berhenti
menjaga kebun karena aku fokus untuk sekolah dan melanjutkan sekolahku di SMA Negeri 15
Pekanbaru,setelah aku mengutarakan keinginanku akhirnya pamanku mengijinkanku untuk
berhenti menjaga kebun karena dia tahu bahwa tidak selamanya aku bekerja menjaga
kebun,kan aku harus meneruskan sekolahku untuk menggapai cita-citaku.Setelah aku lulus
dari SMP islam al azhar 37 Pekanbaru dan alhamdulillah juga aku sangat bersyukur karena
bisa diterima di SMA Negeri 15 Pekanbaru yang terkenal di kawasan panam. Masalah yang
selalu hinggap dalam benak pikiranku yaitu tentang masalah biaya,Alhamdulillah dengan kerja
kerasku selama ini aku bisa membayarnya dan juga dapat membeli seragam sekolah dan
kelengkapan lainnya dengan di bantu juga oleh orang tuaku , dan juga aku selalu ingat kisah
sahabat Nabi Muhammad SAW yaitu Abu zar al ghifari yang kerja dengan sungguh-sungguh
hingga dia menjadi orang kaya yang harta dan kekayaannya ada di mana-mana, itu
membuatku semangat lagi dalam menggapai cita citaku yaitu ingin menjadi Gubernur dan
juga ingin orang yang sukses seperti kisah Abu zar Al ghifari.
Selain itu juga kisah Abu zar Al ghifari sebagai inspirasi hidupku dan kata “ Man JaddaWajada
”akan selalu ku ingat dan melaksanakannya dalam menggapai cita citaku dan aku selalu
berdoa kepada Allah SWT agar cita citaku bisa terwujud dan menjadi orang yang sukses di
kemudian hari Amin amin ya robbal alamin.
TAMAT
ARTI PERSAHABATAN
Nama : Deni Erlangga Putra
Kelas : E Amazing
Mura dan Cobra merupakan sahabat dari kecil yang selalu bermain
Bersama dan hampir tidak dipisahkan.
Selain itu juga mereka merupakan siswa yang terkenal
disekolahnya karena prestasi yang selalu
mereka dapatkan di ajang olimpiade beladiri . Meskipun mereka
banyak mendapatkan prestasi
tetapi mereka tidak sombong , selalu rendah Hati dan selalu
menolong orang lain.
Disuatu hari mereka telah lulus dari sekolahnya dan harus
melanjutkan Pendidikan ke smk dan sma
diwaktu inilah mereka harus berpisah pertama kali karena jurusan
yang berbeda.
Suasana menjadi hening. Mura berkata “tidak apa apa jika kita
tidak berada disekolah yang sama ,
ini demi masa depan kita. Cobra “hmm iya mura,jangan lupakan
persahabatan kita ya ,walaupun berbeda sekolah dan
akan mendapatkan teman yang baru ,kau adalah sahabat sejati
yang pernah kutemui .“Iyaa” kata Mura.
Beberapa waktu telah berlalu disana mereka mendapatkan teman
dan lingkungan yang baru ,
tentunya dengan hal tersebut dapat mempengaruhi diri mereka.
Mura yang sedang bermain Bersama teman barunya teringat
sahabatnya yaitu Cobra,
lalu Mura menceritakan hal tersebut kepada temannya
“Hai apa kalian tau,dulu waktu aku smp aku mempunyai sahabat
yang begitu dekat ia anak yang begitu baik”
Disuatu saat Ketika lulus aku ingin bertemu lagi dengannya. wah
kalo begitu,
Kami juga ikut kita juga ingin Tau seperti apa dia.
Perubahan telah terjadi semenjak Cobra masuk di sekolah smk
,dia selalu mendapatkan masalah ,sebab sikapnya
Yang begitu baik, dan suka menolong orang lain.Suatu Ketika
Cobra sedang berjalan
ia pun melihat segerombolan remaja yang sedang berkumpul dan
Memarahi seorang anak kecil , melihat hal tersebut cobra ingin
mendatanginya
Tetapi kedahuluan seorang remaja putri yang seumuran dirinya ,ia
pun lasung meminta maaf atas apa yang telah terjadi
kepada segerombolan Remaja tersebut,ternyata ia adalah kakanya.
remaja itupun mengatakan “apa kau tau apa yang dia perbuat haa
,dia telah menumpahkan minuman ke pada kami!, apa dengan
meminta maaf
Sudah cukup?” gadis itu hanya diam dan sedikit ketakutan .salah
satu remaja mengatakan “hmm bagaimana jika kau ikut dengan
Kami ?maka masalah ini akan kami anggab selesai sambil
menggoda dan menarik narik tangan gadis tersebut.
Melihat hal tersebut Cobra tak tinggal diam dan lasung
melepaskan tangan pria itu dari gadis tadi.
“Kau siapanya dia,jangan pernah ikut campur urusan kami ya” kata
remaja itu sambil berteriak.
Perkelahian pun terjadi antara keduanya,Cobra sangat kesusahan
melawan remaja remaja itu
Karena banyaknya yang ia lawan dan harus melindungi dua orang
sekaligus.
Tetapi pada akhirnya teman teman Cobra dan para warga melerai
perkelahian dan menyuruh remaja remaja itu untuk pergi.
Para wagra mengatakan kepada obra “kau tak apa apa ?.” iyaa
hanya luka sedikit” kata Cobra.
Mereka adalah pelajar dari sekolah smk wira yang selalu bikin onar
dan bikin masalah di berbagai tempat.
Padahal sudah di ingatkan berkali kali tetapi tetap saja mereka
selalu melakukan hal tersebut,nak kalian harus
Berhati hati ya apalagi jika berurusan sama mereka ,masalah tidak
akan cepat selesai.
Dengan menenangkan diri gadis tersebut berterimaksih kepada
orang orang yang membantunya.
Setelah kejadian tadi mereka pun pergi, sisa Cobra dan teman
temannya.
Teman temanya memperingatkan Cobra “kau harus berhati hati
dan selalu waspada Cobra,
mereka adalah anak brandalan masalah tadi pasti tidak akan
selesai sampai disini,Jika kau terlibat masalah lagi
kami siap membantumu ,Cobra meng iyaa kan perkataan mereka
dan Berterimakasih atas kepeludiannya terhadap dirinya.
Keesokan harinya Cobra berangkat kesekolah ,diperjalanan ia
dihampiri seorang gadis
Ternyata gadis tersebut adalah gadis yang kemaren dia tolong .
“mengapa kamu menolongku pada waktu itu ?” kata gadis
tersebut.
Cobra menjawab dan tersenyum “memang seharusnya kita
sebagai manusia harus saling tolong melolong”
Tetapi aku takut dan khawatir jika nntinya orang tersebut akan
membalasmu karena kejadian kemaren.
Tidak apa apa walaupun mereka banyak dan kuat tapi pertolongan
allah selalu ada ,Cobra mengatakan
Hal tersebut kepada sang gadis,gadis tersebutpun tercengang
atas jawaban tersebut dan menjadi tertarik kepada Cobra.
Haii ,sepertinya baju itu sama seperti bajuku,apa kamu juga
bersekolah di smk oya?
Haa sambil terkejut dan tersipu malu ia mengatakan iyaa . “wahh
kebetulan sekali ya”Kata Cobra.
hmmm iyaaa ya gadis itu menjawab. mereka pun berangkat
Bersama menuju sekolahnya.
“ouh iyaa nama kamu siapa ?” kata Cobra
“Eh iya kan kita blom tau nama satu sama lain ya hehe..nama aku
mandaa ,kalo kamu siapa ?”
Cobra : “nama aku Cobra salam kenal yaa”
Manda : “iyaaa”.mereka pun semakin dekat karena kejadian
tersebut.
Para brandalan smk wira melapor kejadian yang mereka hadapi