The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Buku Ilmu Kalam merupakan sebuah buku yang membahas sejarah ilmu kalam, ruang lingkup dan aliran-aliran kalam secara dasar.

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by izzasaifudin, 2021-12-01 06:05:31

Ilmu Kalam

Buku Ilmu Kalam merupakan sebuah buku yang membahas sejarah ilmu kalam, ruang lingkup dan aliran-aliran kalam secara dasar.

ILMU KALAM Sebuah Perspektif Menuju Ilahi i

Hak Cipta Pada Penulis

Tidak boleh diproduksi sebagian atau keseluruhannya dalam
bentuk apapapun tanpa izin tertulis dari penulis. Kutipan Pasal 9
Ayat (3) dan Pasal 10 UU No 28 tahun 2014 Tentang Hak Cipta.

1. Pasal 9 Ayat (3) : Setiap orang yang tanpa izin pencipta atau
pemegang hak cipta dilarang melakukan penggandaan dan/atau
penggunaan secara komersial ciptaan”.

2. Pasal 10 : Pengelola tempat perdagangan dilarang membiarkan
penjualan dan/atau penggandaan barang basil pelanggaran Hak
Cipta dan/atau Hak Terkait di tempat perdagangan yang
dikelolannya”

ii ILMU KALAM Sebuah Perspektif Menuju Ilahi

ILMU KALAM Sebuah Perspektif Menuju Ilahi iii

“ILMU KALAM”
Sebuah Perspektif Menuju Ilahi

Penulis:
SAIPUDIN, S.Sy.,MM.

Desain Cover
Team Laduny Creative

Lay Out
Team Laduny Creative

ISBN : 978-623-6031-94-0
16 x 24 cm; x + 110hal

Cetakan Pertama, Oktober 2021

Dicetak dan diterbitkan oleh:
CV. LADUNY ALIFATAMA
(Penerbit Laduny) Anggota IKAPI

Jl. Ki Hajar Dewantara No. 49 Iringmulyo, Metro – Lampung.
Telp. 0725 (7855820) - 085269181545

Email: [email protected]

iv ILMU KALAM Sebuah Perspektif Menuju Ilahi

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah
subhanahuwata’ala, berkat hidayah dan rahmat-Nya penulis
dapat menyelesaikan buku yang berjudul: “ILMU KALAM”
Penulis mengharapkan semoga dengan adanya buku yang
sangat sederhana ini akan dapat membawa manfaat bagi penulis
sendiri dan para pembacanya, dan semoga akan dapat
menjadikan wawasan tambahan mengenai proses pendidikan
terhadap anak. Akhirnya kepada semua pihak yang terlibat
langsung maupun tidak langsung telah membantu dalam
penyelesaian buku ini.
Kritik dan saran yang bersifat konstruktif sangat saya
harapkan dari berbagai pihak demi perbaikan dan kesempurnaan
buku ini. Semoga allah SWT memberi balasan amal jariyah bagi
kita semua. Aamiin.
Akhirnya penulis ucapkan terimakasih yang sebesarnya

Way Kanan, September 2021
Wassalam

PENULIS

ILMU KALAM Sebuah Perspektif Menuju Ilahi v

DAFTAR ISI

BAGIAN PERTAMA
A. Sejarah Ilmu Kalam ........................................................................1
B. Pengertian Ilmu Kalam .................................................................5
C. Ruang Lingkup Ilmu Kalam.........................................................7

BAGIAN KEDUA
A. Akal dan Wahyu...............................................................................9
B. Kebebasan dan Keterpaksaan Manusia..................................15
C. Konsep Iman .....................................................................................17
D. Konsep Tauhid .................................................................................18
E. Sifat-sifat Tuhan ..............................................................................24

BAGIAN KETIGA
A. Khowarij ............................................................................................30
B. Awal Munculnya Dasar-Dasar Pemikiran Khawarij..........31
C. Sejarah Kelahiran Khawarij ........................................................34
D. Latar Belakang Ekstremitas Khawarij ....................................37
E. Sifat-Sifat Khawarij.........................................................................40

BAGIAN KEEMPAT
A. Latar Belakang Kemunculan Murji’ah.....................................44
B. Doktrin-Doktrin Murji’ah.............................................................45
C. Sekte-Sekte Murji’ah ......................................................................... 46

BAGIAN KELIMA
A. Latar Belakang Munculnya Jabariyah .....................................48
B. Tokoh-Tokoh dalam Aliran Jabariyah.....................................50
C. Pemikiran Jabariah.........................................................................50
D. Ajaran-Ajaran Jabariyah.................................................................. 52
E. Refleksi Faham Qadariyah dan Jabariyah............................... 55

BAGIAN KEENAM
A. Sejarah Munculnya Faham Qadariyah ....................................57
B. I’tiqad Qadariyah.............................................................................60
C. Perbandingan Aliran Jabariyah Dan Qadariyah ..................61

vi ILMU KALAM Sebuah Perspektif Menuju Ilahi

D. Pandangan Ahli Kalam Terhadap Aliran Jabariyah
dan Qadariyah ..................................................................................62

BAGIAN KETUJUH
A. Awal Munculnya Golongan Mu’tazilah ...................................64
B. Suasana lahirnya Mu’tazilah.......................................................66
C. Asal Usul Nama Mu’tazilah..........................................................67
D. Corak Pemikiran Mu’tazilah .......................................................69
E. Ajaran-Ajaran Mu’tazilah.............................................................70
F. Tokoh-Tokoh Mu’tazilah..............................................................74
G. Kemunduran Golongan Mu’tazilah ..........................................77

BAGIAN KEDELAPAN
A. Sejarah Syiah.....................................................................................79
B. Ajaran Syiah ......................................................................................80

BAGIAN KESEMBILAN
A. Riwayat Hidup..................................................................................84
B. Kondisi Sosial ...................................................................................85
C. Teologi Antropesentris.................................................................87
D. Oprasionalisasi Teologi Hanafi..................................................88

BAGIAN KESEPULUH
A. Riwayat Hidup Harun Nasution ................................................91
B. Pemikiran Kalam Harun Nasution ...........................................91

BAGIAN KESEBELAS
A. Al-Asy’ari............................................................................................96
B. Al-Maturidi ........................................................................................99

BAGIAN DUABELAS
A. Sejarah Munculnya Ahlussunah ................................................103
B. Pengertian Salaf...............................................................................105

ILMU KALAM Sebuah Perspektif Menuju Ilahi vii

viii ILMU KALAM Sebuah Perspektif Menuju Ilahi

BAGIAN PERTAMA
TENTANG ISTILAH

A. Sejarah Ilmu Kalam
Sama halnya dengan ilmu Islam lainnya ilmu kalam

tumbuh setelah beberapa abad Rasullullah SAW wafat. Tetapi,
lebih dari disiplin ilmuan Islam lainnya, ilmu kalam sangat erat
dengan sikisme dalam Islam. Jadi, dalam penelusuran ke
belakang maka ilmu kalam akan sampai kepada persoalan
pembunuhan khalifah Ustman Bin Affan, sebuah peristiwa
dalam sejarah Islam yang dikenal dengan al fitnah, al qubro
(Fitnah besar).

Banyak kalangan yang menyebut peristiwa ini sebagai
pangkal pertumbuhan masyarakat Islam dalam berbagai
bidang, khususnya masalah sosial, politik, ekonomi, dan paham
keagamaan. Maka ilmu kalam sebagai suatu bentuk penalaran
paham keagamaan yang secara langsung bertolak dari tragedi
ini. Secara harfiah, kata-kata Arab (Kalam berarti pembicaraan)
dan sebagai sebuah istilah, kalam tidaklah dimaksudkan
pembicaraan dalam pengertian sehari-hari melainkan dalam
pengertian pembicaraan yang bernalar dengan menggunakan
logika. Maka ciri utama ilmu kalam ialah rasional dan logis. Ini
disebut kata-kata kalam sendiri memang dimaksudkan sebagai
terjemahan kata dan istilah Yunani logis. Definisi kalam secara
harfiah berarti pembicaraan yang dari kata itulah terambil kata

ILMU KALAM Sebuah Perspektif Menuju Ilahi 1

logika dan logis sebagai drifasinya. Kata Yunani logis juga
disalin dalam bahasa Arab “manthiq” sehingga ilmu logika
khususnya logika formal atau silogisme dinamakan dengan
ilmu manthiq.

Dengan demikian dapat dipahami ilmu kalam adalah yang
memiliki hubungan yang erat dengan ilmu manthiq atau logika.
Bersamaan dengan filsafat ilmu manthiq atau logika mulai
dikenal umat Islam setelah mereka menakhlukkan dan bergaul
dengan bangsa-bangsa yang memiliki latar belakang peradaban
Yunani dan dunia pemikiran Yunani (Hellenisme). Adapun
pusat hellenismnya yakni Damaskus, Antiock, Harran, dan
Alexandria, termasuk Persia dengan Jundisapur sebagai pusat
Helenisme.

Pada awal sejarah pemikiran Islam ilmu kalam tidak sama
seperti ilmu Fiqih. Kurang mendapat perhatian dan bahkan
tidak disetujui dikalangan muslimin. Sikap umat tersebut tidak
lepas dari pengaruh pola pembinaan keimanan di masa awal
Islam itu sendiri, yaitu masa Rasulullah dan para sahabatnya.

Pada masa Rasulullah SAW, penanaman, pembinaan, dan
cara penerimaan keimanan cukup melalui hati, al-tashdiq bi al
qalb. Sementara itu, suatu keimanan sudah dipandang cukup
dengan mengimani apa yang harus diimani secara global, tanpa
membicarakan lebih jauh dan tanpa mempertanyakan secara
detail dan mendalam. Para sahabat pun tidak pernah
mempertanyakan masalah-masalah keimanan mereka telah
puas mengimani melalui pembenahan hati terhadap apa yang
disampaikan oleh Rasulullah, tanpa mempersoalkan dan
mempertimbangkannya melalui analisis akal. Di masa
Rasulullah, tidak seorang pun sahabat mempertanyakan,
misalnya bagaimana cara Allah ber-isti-wa di ‘Aras.

Sekiranya ada yang mempertanyakan hal-hal yang
berkaitan dengan ayat tersebut di atas, maka ada beberapa
pendapat menyatakan bahwa niscahaya ia akan menerima
jawaban seperti jawaban yang dijelaskan dengan jelas oleh

2 ILMU KALAM Sebuah Perspektif Menuju Ilahi

Iman Malik, bahwa istiwa Allah Azzawajalla itu telah jelas,
bagaimananya tidak diketahui, mempertanyakannya adalah
bid’ah dan mengimaninya adalah wajib.

Namun pada Kenyataanya Rasulullah tidak pernah
membicarakan keimanan secara perinci, melainkan
menganjurkan umat cukup mengimaninya tanpa banyak
bertanya, menyebabkan para sahabat dan Tabi’in tidak
berkenaan bahkan melarang membicarakan masalah-masalah
keimanan secara kalam, Dalam arti membicarakannya secara
detail berdasarkan analisis dan argumen.

Bagaimana Imam Malik misalnya salah satu tokoh Tabi’in
menyampaikan fatwa kepada muridnya seraya berkata “Hati-
hatilah kalian terhadap para pelaku bid’ah”. Ditanya siapakah
gerangan itu? Beliau menjawab, “Mereka adalah yang
memperbincangkan perihal nama, sifat, kalam, ilmu dan
kekuasaan Allah; mereka membicarakan apa yang sengaja tidak
dibicarakan oleh para sahabat dan Tabi’in.”

Sikap senada diperlihatkan oleh Iman Abu Hanifah yang
dalam ungkapannya: “Allah melaknat Umar Ibn ‘Ubaid, tokoh
Mu ‘tazilah sezaman Washil, karena ia telah membuka jalan
bagi umat untuk membicarakan masalah – masalah yang tidak
berguna dibicarakan.

Demikian, kalam sama sekali tidak mendapat tempat
dimasa awal Islam. Pada jaman Rasulullah, sahabat dan
generasi Tabi’in, belum ada pembicaraan kaidah dan keimanan
secara kalami yang berdasarkan analisis mendalam dan
argumen rasional. Para sahabat dan Tabi’in mengimani materi
pokok kaidah yang disampaikan oleh Rasulullah secara global
dan sepenuh hati, tanpa mempertanyakan secara detail dan
sangat perinci apalagi mempermasalahkan dan
memperdebatkannya.

Sebagai mana yang terjadi didalam sejarah setiap agama,
penanaman dan pembinaan keimanan pada masa awal-awal
Islam sudah dirasa cukup dengan mengimani materi kaidah

ILMU KALAM Sebuah Perspektif Menuju Ilahi 3

secara global dan meyakininya melalui hati. Seseorang
misalnya, cukup mengimani sepenuh hati akan keberadaan
Allah yang Maha Esa, tanpa harus memperbincangkan hakikat
zat Allah, dan tanpa mempertanyakan bagaimana konsep
Keesaan tersebut seharusnya dipahami dan dijelaskan.

Dengan demikian tidak adanya kepedulian membicarakan
masalah-masalah kalam secara teoritis rasional pada peride-
periode awal ini, sangat mungkin bukan karena hal itu
terlarang melainkan karena belum diperlukan. Keberadaan
ilmu kalam ketika itu belum dirasa perlu, karena masalah
bahasanya tidak atau kurang menyentuh kebutuhan
keberagamaan keseharian umat, yang ketika itu lebih
mengutamakan tindakan ketaatan yang bersifat ibadah
amaliyah.

Membuka peluang pembahasan kalam dikalangan muslim
tidak menguntungkan secara sosiologis. Masyarakat muslim
pada masa periode awal ini sangat membutuhkan
persaudaraan dan persatuan, dan ini bisa terancam apabila
muslimin sudah tenggelam dalam saling silang pendapat dan
berbeda hujat yang berpotensi menimbulkan pertentangan dan
perpecahan. Tidak menguntungkan bagi Islam dan umatnya
yang pada tahap awal perkembangannya, sudah harus
menghadapi suasana perbedaan dan silang pendapat yang
dapat menjurus pada perpecahan; laksana tunas yang baru dan
ditanam lalu dilanda hujan deras.

Dengan demikian rasanya lebih tepat jika dipahami
secara kontekstual dari sudut pandang metode pembinaan
umat yang ditempuh oleh Rasulullah dan para sahabat. Pada
masa awal Islam ini, yang diperlukan adalah terwujudnya umat
yang satu dan bersatu di bawah kualitas pemahaman dan
intensitas akidah yang satu pula. Bagaimana pun, pintu dialog
teoritis rasional terhadap masalah-masalah keagamaan, lebih-
lebih masalah akidah yang sangat abstrak, yang dibuka sejak

4 ILMU KALAM Sebuah Perspektif Menuju Ilahi

dini jelas tidak menguntungkan bagi perkembangan Islam yang
baru lahir.

Perbincangan rasional terhadap persoalan keagamaan
otomatis menimbulkan perbedaan, dan perbedaan akan
melahirkan perdebatan, yang pada gilirannya dapat berakibat
perpecahan. Dan pada awal perkembangan Islam, perbedaan
dan perpecahan umat jelas merupakan sebuah petaka. Oleh
sebab itu maka pemahan tentang ilmu kalam ini sangat penting
untuk dibaca dan di pahami secara bijak.

B. Pengertian Ilmu Kalam
Ilmu kalam memiliki beberapa istilah. Adapun dalam

pengertian ilmu kalam ada tiga istilah yang sangat populer
yaitu ilmu kalam, ilmu tauhid, dan teologi. Tiga istilah ini
disinyalir muncul dan berkembang dikarenakan ada beberapa
perbedaan-perbedaan perspektif dalam melihat persoalan ilmu
oleh kalangan ahli zaman dahulu. Maka dari perbedaan-
perbedaan tentang pendefinisian tentang ilmu kalam ini
kemudian muncul ketiga istilah ini muncul dan menjabarkan
tentang beberapa pengertian tentang ilmu kalam.

Pertama, ilmu kalam adalah ilmu yang dikaitkan dengan
Allah, perbuatan dan sifat-sifatnya. Oleh sebab itu, ilmu kalam
biasa juga disebut ilmu usuluddin atau ilmu tauhid, yakni ilmu
yang membahas tentang kaidah diniyah dengan dalil
(petunjuk) yang konkret. Maka, ilmu kalam adalah ranngkaian
argument rasional yang disusun secara sistematis untuk
memperkokoh kebenaran kaidah agama Islam.

Kedua, ilmu kalam dalam bahasa Arab “Kalam” biasa
diartikan kata-kata, yakni sabda Tuhan atau kata-kata manusia.
Di sini ilmu kalam dimaknai dengan ilmu pembicaraan karena
dengan pembicaraan pengetahuan ini dapat dijelaskan, dan
dengan pembicaraan yang tepat kepercayaan yang benar dapat
ditanamkan. Disebut ilmu kalam karena yang dibahas adalah
kalam Tuhan dan kalam manusia.

ILMU KALAM Sebuah Perspektif Menuju Ilahi 5

Jika yang dimaksud kalam adalah firman Tuhan maka
kalam Tuhan (Al-Qur’an) pernah menimbulkan perbedaan
dalam perdebatan dikalangan umat Islam pada abad kedua dan
ketiga Hijriah. Salah satu perdebatan itu ialah tentang apakah
kalam Allah baru atau qadim? Karena firman Tuhan pernah
diperdebatkan, maka dinamakan ilmu kalam.

Jika yang dimaksud kalam adalah kata-kata manusia,
maka kaum teologi dalam Islam selalu menggunakan dalil
logika untuk mempertahankan pendapat dan pendirian
masing-masing. Kaum teologi dalam Islam memang dinamakan
mutakalimin, karena mereka ialah ahli debat yang pintar
memainkan kata-kata.

Ketiga, adapun definisi ilmu kalam seperti yang diajukan
oleh Al-Farabi dan Ibnu Kaldun. Al-arabi, misal menyebutkan
ilmu kalam sebagai disiplin ilmu yang membahas sifat Tuhan
beserta esistensi semua yang mungkin, mulai yang berkenaan
dengan masalah dunia sampai masalah sesudah mati yang
berlandaskan doktrin Islam. Sedangkan Ibnu Kaldun
mendefinisikan ilmu kalam sebagai disiplin ilmu yang
mengandung berbagai argument tentang kaidah iman yang
diperkuat dalil-dalil rasional. Adapun dari pendapat di atas
dapat ditarik kesimpulan bahwa ilmu kalam adalah ilmu yang
membahas berbagai masalah ketuhanan dengan menggunakan
argument logis maupun filosofis.

Empat, kalam juga diistilahkan juga oleh para ahli dengan
beragam antara lain: Abu Hanifah tahun 150 H (797M)
memberi nama dengan Ilmu Fiqih al-Akbar. Kemudian Imam
Asy-Syafi’i tahun 204H (819M), Imam Maliku tahun 179H
(795M), dan Imam Ja’far al-Sodiq tahun 148H (765M) memberi
nama dengan sebutan istilah Ilmu al-Kalam.

Dari beberapa istilah di atas memberikan pemahaman
bahwa ilmu kalam merupakan disiplin ilmu dalam ajaran Islam.
Terkait beberapa argumentasi kaidah ilmu yang diperkuat

6 ILMU KALAM Sebuah Perspektif Menuju Ilahi

dalil- dalil rasional. Istilah tersebut memberikan ruang bagi
perkembangan konten ilmu kalam ke arah yang lebih dinamis.

C. Ruang lingkup Ilmu Kalam
Ilmu kalam ialah membahas tentang ilmu ketuhanan

dengan menggunakan dasar-dasar naqliyah dan
berargumentasi rasional (aqliyah). Argumentasi naqliyah
berasal dari dali-dalil Al-Quran dan Hadis. Sedangkan
argumentasi aqliyah berasal dari pembahasan metode merfikir
Filsafat.

Aspek pokok dalam ilmu kalam adalah keyakinan akan
kebenaran Allah SWT. Adapun ruang lingkup dalam
pembahasan ilmu kalam adalah hal-hal yang berkaitan dengan
Allah SWT yaitu takdir-takdir Allah, hal yang berupa utusan
Allah yaitu, Rosul dan Malaikat, dan sedangkan dengan hari
yang akan datang, yaitu hari kiamat, akhirat, surga, dan neraka.

Ilmu kalam dibagi dalam lima hal yaitu tauhid rububiyah,
tauhid uluhiyah, tauhid sifat, tauhid qauli, dan tauhid amal.
Seedangkan ada hal-hal yang bertentangan dengan ilmu kalam
yaitu kekafiran, kemusyrikan, kemurtadan, dan kemunafikan.
Firqoh ilmu kalam dibagi menjadi empat hal, yaitu:
1. Firqoh Khawarij

Firqoh Khawarij adalah golongan yang keluar dari
golongan Ali Bin Abi Thalib. Golongan ini menentang keras
golongan Ali Bin Abi Thalib dan Mu‘awiyah bin Abu Sufyan
dalam ajaran mereka orang – orang yang melakukan dosa,
baik besar maupun kecil akan dijatuhi hukuman khafir.
Selain itu, mereka juga tidak mengakui jabatan Ali sebagai
khalifah. Sebab mereka meyakini bahwa yang berhak
menduduki jabatan sebagai khalifah adalah orang yang tidak
pernah melakukan dosa.

2. Firqoh Murji’ah

ILMU KALAM Sebuah Perspektif Menuju Ilahi 7

Firqoh Murji’ah adalah golongan yang muncul saat
terjadinya pertikaian Ali. Namun, golongan ini sangat
bersifat netral. Mereka menyakini bahwa perbuatan dosa
yang dilakukan manusia baik besar maupun kecil, tidak
patut dihukum kafir atau mukmin. Semua itu dikembalikan
kepada hak prerogratif Allah di hari kiamat nanti.

3. Firqoh Jabariyah
Firqoh Jabariyah menentang kebijakan politik Bani

Umayyah yang dianggap terlalu kejam. Mereka meyakini
apapun yang dilakukan oleh manusia, yang baik atau buruk,
adalah kuasa Allah. Manusia tidak memiliki daya apapun
untuk menentukkannya.

4. Firqoh Kodariyah
Firqoh Kodariyah muncul bersamaan dengan firqoh

Jabariyah yaitu karena menentang politik Bani Umayyah
yang dianggap terlalu kejam. Dalam ajarannya, mereka
menyakini bahwa Allah itu adil. Jadi, Allah akan menghukum
orang-orang yang berbuat jahat dan memberi kebaikan
kepada orang-orang yang berbuat baik. Sedangkan manusia
bebas menentukan nasibnya sendiri, mau menjadi baik atau
buruk.

8 ILMU KALAM Sebuah Perspektif Menuju Ilahi

BAGIAN KEDUA
KONSEP PEMIKIRAN

A. Akal dan Wahyu
1. Akal dalam Islam
Akal merupakan instrument fundamental yang Allah
berikan kepada diri manusia. Dengan akal, seseorang dapat
bernalar, menganalisis, dan melahirkan ide-ide inovatif, keratif,
dan variatif. Akal sebuah alat sepiritual atau rohaniah manusia
yang berfungsi untuk mebedakan yang benar dan salah dalam
kemampuan untuk menganalisis suatu pengalaman yang luas
sangat tergantung dan tingkat pendidikan, formal atau
informal, pemilikan oleh manusia. Jadi akal adalah kemampuan
pikir manusia sebagai kodrat alami yang dimiliki oleh manusia.
Adapun berpikir adalah perbuatan oprasional yang
mendorong untuk aktif berbuat demi kepentingan dan hidup
manusia. Secara sederhana fungsi akal adalah untuk berfikir.
Kemampuan berfikir manusia mempunyai fungsi mengingat
kembali yang apa yang telah diketahuwi sebagai tugas
dasarnya untuk memecahkan masalah dan akhirnya
membentuk tingkah laku.
Kata akal berasal dari kata dalam bahasa Arab, al-‘aql. Kata
al’aql adalah mahdar dari kata aqola- ya’qilu-aqlan yang

ILMU KALAM Sebuah Perspektif Menuju Ilahi 9

maknanya adalah “fahima wa tadabbaro” yang artiya paham
(tahu, mengerti) dan memikirkan (menimbang). Maka al-aql,
maknanya adalah kemampuan memahami dan memikirkan
sesuatu. Sesuatu itu bisa berupa ungkapan, penjelasan,
fenomena, dan lain-lain. Semua yang ditangkap oleh panca
indra. Akal dijelaskan dalam Al- Qur’an surat Al-Hajj 22 ayat
46.

Artinya: Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi,
lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat
memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka
dapat mendengar. Karena sesugguhnya bukanya mata itu yang
buta, tetapi yang buta,ialah hati hati yang didalam dada.

Maka kita tau bahwa al-aql itu dalam al-qolb, karena
seperti yang dikatakan ayat tersebut, memahami dan
memikirkan (ya’qilu) itu dengan al-qolb dan kerja memahami
dan memikirkan itudilakukan oleh al–aql maka tentu al-aql ada
di dalam al-qolb, dan al-qolb ada di dalam dada. Yang dimaksut
al-qolb tentu adalah jantung, bukanlah hati dalam arti yang
sebenarnya padanan katanya dalam bahasa Arab adalah al-
kabd.

Adapun Ibrahim Musthafa dan kawan-kawan menyebutkan
bahwa ‘aqala ya’qilu ‘aqlan” bermakna mengetahui sesuatu
dengan sebenarnya. Di samping itu kata al-‘Aql bermakna
antonym dari kata al-Gharizah (naluri) yang tidak mampu
memilih. Oleh karena itu, manusia disebut dengan hewan yang
berakal (yang mampu memilih).

Menurutnya, akal dapat didefinisikan dengan sesuatu yang
berfungsi untuk berpikir, berdalil, dan menyusun gambaran-
gambaran (suatu masalah) dan pembenaran –pembenarannya.
Akal juga dapat diartikan dengan suatu sarana yang dapat
membedakan antara yang bagus dan jelek, antara baik dan
buruk, dan antara yang hak dan yang batil.

10 ILMU KALAM Sebuah Perspektif Menuju Ilahi

Akal juga bermakna al- Qalb (hati) ,al- Diyah (ganti rugi),
al-Hishn (benteng), dan al-Malja (tempat berlindung).

Dari penjabaran di atas, maka makna akal secara bahasa
adalah sesuatu yang dijadikan manusia sebagai sarana untuk
berpikir, mengingat, dan mendeskripsikan suatu gambaran
tentang suatu masalah dan membedakan antara yang baik dan
buruk.

Beberapa pendapat juga mengaartikan bahwa Akal juga
diartikan sebagai benteng dan tempat berlindung, dikarenakan
ketika seseorang menggunakannya secara efektif, maka akan
melindunginya dari kesalahan dan kecelakaan serta efek
negatif.

Contohnya adalah pakaian yang dikenakan antara orang
yang berakal dengan orang gila. Dalam mengenakan pakaian,
orang berakal akan memilih pakaian yang dapat melindungi
bagian-bagian organ tubuhnya atau dengan kata lain pakaian
yang dapat menutupi auratnya. Karena ia berfikir dengan
akalnya, bahwa dengan pakaian seperti itu akan membuat
kulitnya terlindungi, begitu juga akan terhindar dari komentar
– komentar negative yang datang dari masyarakat sekitarnya
dikarenakan oleh pakaiannya.

Berbeda dengan orang gila, terkadang ia memakai pakaian
yang tidak menutup aurat. Bahkan pada tataran tertentu
kemaluannya tidak tertutupi oleh pakaiannya. Kondisi ini tentu
tidak melindunginya, baik dari situasi panas atau dingin
maupun komentar negative dari orang lain. Walaupun
komentar itu pada akhirnya tidak berguna baginya, karena ia
adalah orang yang tidak berakal.

Sedangkan kata akal secara etimologi maka penulis akan
mengutip apa yang dikemukakan oleh Ibnu Taimiyah dan Al-
Ghazali.

Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa pendapat yang benar
tentang definisi akal adalah mencakup ilmu-ilmu eksakta, dan
mengamalkan kosekuensi dari ilmu-ilmu tersebut. Di samping

ILMU KALAM Sebuah Perspektif Menuju Ilahi 11

itu, akal juga dapat bermakna naluri atau insting yang ada pada
diri manusia, yang dengannya ia dapat mengetahui dna
membedakan serta menghendaki perkara yang bermanfaat
bukan yang berbahaya. Sebagaimana yang dikatakan oleh
Imam Ahmad dan Al- Harits Al-Muhasibi.

Adapun Al-Ghazali menyebutkan bahwa akal adalah
sebuah ungkapan yang ketika diangkat mencakup empat
makna,yaitu:

a. Akal adalah sebuah sifat yang menjadikan manusia
berbeda dengan semua binatang. Dan itulah akal yang telah
siap menerima teori-teori ilmu, dan memenej produk-
produk yang tersembunyi di alam pikir. Dan inilah definisi
akal yang dijabarkan oleh Al – Harits ibn Asad Al-Muhasibi.

b. Akal adalah ilmu-ilmu yang mewujut dalam realitas
dikalangan anak kecil yang mampu membedakan antara
perkara-perkara yang tidak mungkin. Seperti ilmu tentang
angka dua itu lebih banyak dari angka satu. Dan satu orang
tidak dapat menempuh dua tempat dalam satu waktu. Dan
inilah yang dimaksud akal oleh oleh ulama Kalam.

c. Akal adalah ilmu yang diserap dari al-Tajarub
(percobaan/pengalaman) terhadap situasi-situasi yang
pernah dialaminya. Karena sesungguhnya siapa saja yang
pernah mengalami percobaan dan menyerap aliran-aliran
yang ditemuinya. Maka orang tersebut disebut Aqil (orang
berakal), dan siapa saja yang tidak memiliki sifat ini maka
ia disebut Ghabiy (orang bodoh). Maka ini adalah corak lain
diantara ilmu-ilmu yang disebut dengan akal.

d. Akal adalah kekuatan naluri yang telah mencapai tinggkat
yang mampu mengetahui segala kosekuensi perbuatan-
pebuatanya. Dan mampu membendung serta mengekang
syahwat yang mengajak kenikmatan semua. Apabila
tingkatan ini sudah dapat dicapai maka orang tersebut
dinamakan Aqal (orang berakal).

12 ILMU KALAM Sebuah Perspektif Menuju Ilahi

Kemudian Imam Al-Ghazali membuat konklusi tentang
empat makna akal diatas dengan mengataan:

Jadi, makna akal yang pertama adalah pokok pangkalnya
(dari makna akal) dan yang kedua adalah cabang yang terdekat.
Dan yang ketiga adalah cabang dari makna yang pertama dan
ke dua. Karena dengan kemampuan naluri dengan ilmu-ilmu
eksakta dapat bermanfaat untuk ilmu-ilmu al-Tajarub
(eksperimen). Sedangkan makna akal yang keempat adalah
hasil akhirnya atau tujuan utamanya. Maka dua nama akal yang
pertama bersifat pembawaan, sedangkan makna dua makna
lainya harus diupayakan.

2. Wahyu dalam Islam
Kata wahyu padadasrnya berasal dari bahasa Arab. Namun

kata ini sudah diserap oleh bahasa Indonesia. Oleh karena itu,
sebagai Madhal (pintu gerbang) sebelum menguraikan kata
wahyu baik dalam tinjauan etimologi maupun terminologinya
dalam perspektif Al-Qur’an. Maka alangkah baiknya jika
disebut secara singkat tentang makna wahyu dalam bahasa
Indonesia adalah petunjuk dari Allah SWT yang diturunkan
oleh Nabi dan Rosul melalui mimpi dan sebaganya. Seperti
ungkapan “Nabi Muhammad SAW, nenerima wahyu pertama
kali ketika beliau berusia empat puluh tahun”.

Dalam Al-Qur’an , kata wahyu dan derivasinya disebut
sebanyak 78 atau 79 kali. Adapun wahyu secara etimologi yang
dikorelasikan dengan kata-kata wahyu dan derivasinya yang
termaktub dalam Al- Qur’an Adalah sebagai berikut:

a. Wahyu bermakna ilham fitri kepada manusia, seperti
wahyu Allah kepada Ibunya Nabi Musa.

b. Wahyu bermakna ilham naluri kepa bintang, seperti wahyu
Allah kepada lebah

c. Istarat cepat yang di demonstrasikan berupa symbol
maupun lambang, seperti isyarat yang didemontrasikan
oleh Nabi Zakariya dalam Al-Quran

ILMU KALAM Sebuah Perspektif Menuju Ilahi 13

d. Wahyu bermakna bisikan setan dan menjadikan perbuatan
buruk terasa indah dalam jiwa manusia

e. Wahyu bermakna pesan yang Allah sampekan kepada
malaikat berupa perintah supaya dikerjakan oleh mereka

Dari penjabaran wahyu secara bahasa paling tidak ada dua
konlusi yang dapat diuraikan. Yang pertama: bahwa makna
wahyu secara gelobal dalam perpektif etimologi adalah sebuah
pesan yang disampekan pihak pertama kepada pihak kedua.
Baik melalui prantara ataupun tidak. Diamping itu, pesan ini
juga berupa isyarat, tulisa maupun lisan. Kedua: bahwa wahyu
secara etimologiyang dikorelasikan dengan trem wahyu yang
ada dalam Al-Qur’an mempunyai ruang lingkup yang lebih luas
dari defenisi wahyu secara terminologi. Dimana wahyu tidak
khusus disampekan kepada Nabi Allah saja, tetapi juga dialami
oleh selainnya. Seperti kepada lebah, kepada Ibunya Musa. Atau
juga bermakna bisikan-bisikan setan kepada sekutunya.
Walaupun kata wahyu diangkat secar mutlak, maka makna
yang dimaksut adalaah dalam perspektif terminoliginya.

Sedangkan definisi wahyu secara terminology yang disebut
oleh Al-Qur’an yang dinukil dari para ulama adalah firman
Allahyang diturunkan dari salah satu Nabinya. Kemudian ia
menyebutkan defenisi wahyu dalam pandangan menurut
Muhammad Abduh dalam Risalah al-Tauhid berpendapat
wahyu adalah pengetahuan yang didapat oleh seseorang dalam
dirinya sendiri disertai keyakinan bahwa semuai itu datang
dari Allah SWT, Baik melaui perantara maupun tanpa
perantara. Baik menjelma seperti suara yang masuk dalam
telinga maupun lainya.

Dari dua definisi di atas, tentang pandangan wahyu diatas
lebih sependapat dengan yang pertama. Karena yang kedua
masih memiliki makna yang biasa. Dan wahyu dengan
pandangan seperti ini tidak jauh berbeda dengan makna
wahyudari sudut pandang bahasa. Sedangkan yang kedua,

14 ILMU KALAM Sebuah Perspektif Menuju Ilahi

ensinya sangat eksplisit. Dan inilah makna wahyu dalam
tinjauan syar’i. yaitu segala firman Allah SWT yang disampekan
kepada Nabi dan Rosul-nya.

Jadi, dapat di pahami bahwa wahyu adalah segala firman
Allah SWT yang disampaikan kepada Nabi-Nya baik melalui
perantara maupun tidak. Dan wahyu yang Allah turunkan
kepada Nabi Muhammad SAW sebagai nabi terakhir
termanifestasikan dalam dua warisan utamanya, yaitu Al-
Qur’an dan Hadist Rasulullah SAW.

B. Kebebasan dan Keterpaksaan Manusia
Manusia adalah ciptaan Tuhan sebagai pencipta

mempunyai prioritas utama untuk berkehendak dan berkuasa
atas makhluk ciptaanNya. Maka, tuhan berkehendak pula
memberi Anugerah utama bagi manusia, yaitu akal yang
berfungsi sebagai bakal untuk menjadi khalifah di bumi maka
dari itu tuhan telah menciptakan dan membekali manusia
dengan akal sebagai bagian dari penyempurnaan diri manusia.

Dengan akal manusia menjadi cerdas mengolah apa yang
telah diciptakan Tuhan. Bahkan untuk memikirkan akal, ciri
dan eksistensi manusia sendiri, manusia mampu apapun yang
ada di bumi, berkemampuan mewujudkan ide-ide dalam
bentuk yang bermacam-macam, menguasai wilayah,
menemukan teori-teori serta teologi baru dan sebagainya. Jadi
hal tersebut tidak luput dari pembahasan dalam ilmu kalam.

Dalam kaitanya dengan teologi, leibiniz perkenalkan
theodice, sebagai pandangan filsafat ke dalam filsafat
ketuhanan. Theodice yang dimaksud nya yaitu membenarkan
kepercayaan akan Tuhan yang mahakuasa, maha bijaksana,
berhadapan dengan kejahatan yang merajalela di dunia ini.

Kebebasan merupakan serangkaian perilaku atau tindakan
setiap makhluk yang ada di alam jagat raya (khususnya
manusia), yang tidak dibatasi atau tidak terbebani dengan
aturan-aturan yang mengikat dari hukum yang dibuat oleh

ILMU KALAM Sebuah Perspektif Menuju Ilahi 15

manusia, dalam konteks ini, menjelaskan betapa dalam bro-
teologi. Apakah manusia memiliki kebebasan sebesar-besarnya
ada batasan tersendiri dalam realitasnya, namun bukan berarti
kebebasan berteologi akan disamakan dengan kebebasan
binatang dalam menggambarkan Tuhan mereka dalam konsep
cara binatang mengenal Tuhannya.

Dalam aliran teologi kebebasan aliran ini menganggap
sendiri memiliki kemampuan yang terlepas dari takdir yang
diberikan oleh Tuhan, dengan kata lain manusia memiliki
kemampuan secara pribadi tanpa harus digerakkan oleh
Tuhan, tuhan hanya menilai saja apa yang dilakukan oleh
manusia, dan Tuhan tidak sepenuhnya mengatur apa yang akan
dilakukan oleh manusia, sehingga dalam hal ini manusia
dianggap dapat memakai akalnya secara optimal dan tidak
selalu terikat dan tertekan keadaan wahyu, manusia dapat
melihat sendiri jalan yang ia mau sesuai dengan kehendaknya
terlepas dari pengamatan Tuhan.

Keterpaksaan sendiri berasal dari kata terpaksa, yang
bermakna tidak bebas atau terkekang atau tidak merdeka,
maksud dari hal ini yang berhubungan dengan masalah teologi
salah terpaksa dalam arti ketidak bebasan manusia secara lahir
maupun batin dalam melakukan tindakan sesuai dengan
kemampuannya sendiri. Hal ini bertolak belakang dengan
aliran Qodariah dan Mu'tazilah, mereka beranggapan bahwa
manusia dengan sepenuhnya dapat bertindak sesuai dengan
kemauan mereka sendiri ada campur tangan dari Tuhan.

Dengan demikian aliran keterpaksaan merupakan aliran
yang membatasi segala upaya dalam berbuat, dan menganggap
apa yang terjadi kepada manusia semuanya adalah sudah
kehendak dari Tuhan, manusia hanya diberi hak untuk
menjalankan apa yang telah ditakdirkan oleh Tuhan saja,
dengan kata lain apa yang dilakukan oleh manusia telah ditulis
oleh Tuhan, dan manusia tidak memiliki wewenang untuk
merubahnya.

16 ILMU KALAM Sebuah Perspektif Menuju Ilahi

C. Konsep Iman
Iman berasal dari bahasa Arab dari kata dasar aman yu

minum iman. Artinya beriman atau percaya. Percaya dalam
bahasa Indonesia artinya meyakini atau yakin bahwa sesuatu
(yang dipercaya) itu memang benar atau nyata adanya. Iman
dapat di iktiraf, membenarkan, mengakui, membenarkan yang
bersifat khusus. Menurut bahasa Iman berarti pembenaran
hati, sedangkan menurut istilah iman itu ialah."Membenarkan
dengan hati mengikrarkan dengan lisan dan mengamalkan
dengan badan" Membenarkan dengan hati menerima ajaran
Rasulullah SAW. Lalu yang dimaksud dengan mengikrarkan
dengan lisan adalah, mengucapkan dua kalimat syahadat( tiada
Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah).

Lalu yang dimaksud dengan mengamalkan dengan anggota
badan adalah, hati meyakini anggota badan mengamalkan
beribadah sesuai dengan fungsinya. Yang sesuai dengan firman
Allah:

َ‫َويَقُ ْىلُ ْى َو ٰا َم َّىابِاللّٰ ِه َىبِال َّس ُس ْى ِل َىاَ َط ْع َىاثُ َّم َيتَ َىلّٰىفَ ِس ْيقٌ ِّم ْى ُه ْم ِّم ْۢ ْىبَ ْع ِد ٰذ ِل ََۗك َى َمآاُو ٰٰۤل ِٕى َكَ ِبا ْل ُم ْؤ ِم ِى ْي َه‬
Artinya: Kata kami telah beriman kepada Allah dan Rasul.
dan kami menaati keduanya. kemudian sebagian mereka
berpaling sesudah itu sekali-kali. mereka itu bukanlah orang-
orang yang beriman (Surat QS.al-Nur : 47).

Jadi sangat jelas bahwa Iman itu tidak hanya membenarkan
di hati, dengan lisan tetapi juga harus diikuti oleh perbuatan.
Apabila seseorang membenarkan Dalam hati saja tanpa
mengucapkan dengan lisan maka orang itu kafir, dan
sebaliknya orang yang mengucapkan dengan lisan, sedangkan
dia tidak membenarkan di dalam hatinya maka orang itu
tergolong dalam orang yang munafik.

Adapun dengan masalah amal perbuatan apakah iya dapat
mempengaruhi imannya atau tidak Dan apakah dengan amal

ILMU KALAM Sebuah Perspektif Menuju Ilahi 17

perbuatannya yang durhaka Apakah ia masih disebut seorang
mukmin ataukah dia bukan orang muslim. Ini menjadi
perdebatan dapat ulama. Tapi mayoritas ulama berpendapat
bahwa apabila seseorang membenarkan di dalam hati, dan
mengucapkan dengan lisan, tetapi tidak dibarengi dengan amal
perbuatan yang baik. Maka orang itu masih dalam keadaan
muslim tetapi ia bukan disebut orang mukmin. Ulama
mengatakan bahwa orang muslim yang meninggal dalam
keadaan khasiat dan belum sempat bertaubat, nasibnya
ditentukan oleh Allah. Bisa jadi dosanya diampuni atau diberi
Syafaat dan bisa jadi pulang ia disiksa dengan api neraka sesuai
dengan dosa-dosanya.

Iman ialah jika engkau beriman kepada Allah, para
malaikatnya, kitab-kitab nya, rasul-rasulnya, hari akhirat,
beriman kepada Qadar yang baik dan yang buruk"

Bedakan ini dijelaskan hadits Umar yang diriwayatkan oleh
Muslim. Hadits Jibril ini menjelaskan bahwa Nabi Muhammad
SAW menjadikan agama pada singkatan. Yang paling tinggi
adalah ihsan, pertengahan adalah iman, dan yang paling bawah
adalah Islam. Siap muhsin adalah mukmin, setiap Mukmin
adalah muslim, tidak setiap Mukmin adalah muhsin, dan tidak
setiap muslim adalah mukmin.

Jadi jelas menurut jumhur ulama bahwa iman itu berbeda
islam. Mereka melihat bahwa iman dan Islam mempunyai arti
masing-masing. Islam semacam pengucapan dua kalimat
syahadat dengan pengakuan hati sanubari, sedangkan Iman
merupakan ketaatan secara totalitas kepada sang pencipta
tanpa keraguan keraguan terhadapnya, atau Iman merupakan
aplikasi Amaliah.

D. Konsep Tauhid
Secara harafiah Tauhid memiliki akar yang sama dengan

wahid, atau wahhada – yuwahhidu. Bermakna, Satu, atau
menjadikan sesuatu itu satu, dengan peniadaan dan penetapan

18 ILMU KALAM Sebuah Perspektif Menuju Ilahi

yaitu meniadakan suatu hukum selain pada apa yang di-esakan
dan menetapkan hukum tersebut hanya pada yang diesakan
tersebut.

Sebagaimana lafadz syahadat ُ‫ ََل َ ِإ َلهَ َإِ ََّل َالَل‬tiada Tuhan (yang
patut disembah), kecuali Allah. Mengandung makna
meniadakan hakikat dan sifat-sifat ketuhanan sekaligus
menetapkan hakikat, sifat, dna kemutlakan hanya pada Allah
SWT sebagai Tuhan Yang Maha Tunggal.Secara istilah, Tauhid
dimaknai dengan keesaan Allah dalam kita beribadah yakni
dengan menyembah Allah SWT.

Tauhid adalah kesucian batin, ketulusan sikap, dan
kemurnian niat hidup dan mati seorang hamba yang
mengharapkan ridho dari Penciptanya, Allah SWT.Demikian
Tauhid begitu esensial dalam menentukan keselamatan
seseorang di dunia dan akhirat. Dalam Tauhid diperlukan ilmu.
Ilmu yang merupakan panduan mengenai hal – hal tentang
Allah SWT, yang wajib diyakini sesuai dengan Al –Qur’an dan
sunnah Nabi Saw.

Dr.H.Abdul Karim Amrullah mengemukanakn terdapat
beberapa poin-poin yang mengindikasikan konsep ketauhidan
dalam pandangannya, Ia juga menjelaskan bahwa ‘Ilm at-
Tauhid (Ilmu Keesaan atau Teologi) menurutnya merupakan
ilmu penting dan besar dalam Islam. Oleh karena pentingnya
ilmu ini, maka pembahasan tentang permasalahan-
permasalahan keimanan tidak bisa dilepaskan dari ilmu
tersebut. Di lain pihak, menurut Abdul Karim Amrullah juga
ingin menunjukkan kepada sesama muslimin di Indonesia
bahwa, dari sudut pandangan agama, bangsa Jepang dan
bangsa Indonesia dipisahkan oleh lembah yang tak dapat
dijembatani. Pembahasannya adalah sebagai berikut:
1. Predikat Tuhan

Kepercayaan masyarakat Jepang yang mencoba
melakukan penyematan predikat Tuhan pada dzat yang
memiliki sifat-sifat makhluk. Padahal sifat-sifat makhluk

ILMU KALAM Sebuah Perspektif Menuju Ilahi 19

memiliki keterbatasan dan ketergantungan, sedangkan
Tuhan tidak. Maka penyematan predikat Tuhan yang benar
seharusnya adalah pada Dzat lain yang wajibul wujud (wajib
adanya) yang tidak mempunyai sifat-sifat makhluk. Dalam
padangannya Abdul Karim Amrullah, penyematan predikat
Tuhan pada makhluk yang dilahirkan, memiliki sifat-sifat tua
dan sakit, serta akan menemui ajal merupakan upaya
meletakkan sesuatu tidak pada tempatnya, sekalipun
mereka mengaku sebagai sebuah bangsa yang beragama.

Pada saat yang sama Abdul Karim Amrullah juga
mengkritik kepercayaan Jepang yang menyebutkan bahwa
“adanya negeri Nippon karena adanya Tenno Haika”.
Pernyataan yang demikian mengandung sebuah kaidah
kausalitas yang menempatkan Tenno Haika sebagai Causa
Prima (sebab atas segala sesuatu). Padahal konsep yang
demikian ini bertentangan dengan konsep keimanan pada
Islam yang menempatkan Allah SWT sebagai Causa Prima
tersebut.

Abdul Karim Amrullah berhasil memberikan pemaparan
yang jelas untuk membantah pendapat tersebut dengan
menyebutkan bahwa bangsa Jepang telah ada sebelum
Tenno Haika (terdahulu) lahir ke dunia. Oleh karenanya,
pernyataan bahwa “adanya negeri Nippon karena adanya
Tenno Haika” terbantah dengan jalannya sejarah bangsa
Jepang sendiri. Selain itu, Abdul Karim Amrullah juga
memberikan penegasan bahwa dengan terbantahnya teori
tersebut, maka karunia akan segala sesuatu tidak datang
dari Tenno Haika atau Maharaja yang lain, melainkan dari
Allah SWT semata.

2. Keesaan hanya milik Allah SWT
Yang Maha Esa dalam konsep keagamaan Jepang yang

menyematkan ke-maha-Esa-an tersebut kepada Tenno
Haika. Pada saat yang sama kepercayaan Jepang ini juga

20 ILMU KALAM Sebuah Perspektif Menuju Ilahi

menganggap bahwa Tenno Haika adalah pusat dari seluruh
Asia Raya. Abdul Karim Amrullah mengritik kepercayaan
Jepang, dalam membicarakan sifat Keesaan Tuhan ia
mengambil satu ayat Al-Quran dari Surah Al-Ikhlas, surah ke
– 112. Allahu Ahad dalam surah ini harus ditafsirkan sebagai
Allah, yang Maha Esa.

Allah tidak terdiri dari berbagai unsur. Karena jika
demikian, ia dapat dibagi-bagi dalam bagian-bagian kecil
atau disentuh oleh salah satu panca indra dan dengan
demikian tidak bisa berupa Maha Esa. Abdul Karim Amrullah
menambahkan, Allah adalah Maha Esa dalam Zat-Nya, diri-
Nya, sifat-Nya, perbuatan-Nya, hak-Nya, dan tentu saja Esa
dengan sifat-sifat ketuhanan. Ia merupakan satu-satu-Nya
yang berhak melarang atau menganjurkan semua urusan
syar’i.

Tidak satu pun di antara makhluk ciptaannya walaupun
ia seorang Nabi dan Rasul, boleh menolak hukum yang
ditetapkan Allah. Abdul KarimAmrullah juga menjelaskan
bahwa pemahaman Jepang dalam hal keesaan Tuhan tidak
senada dengan Islam.

3. Konsep Keagungan Tuhan
Dalam konsep keagungan Tuhan, masyarakat Jepang

secara umum telah salah mengartikan tentang makna Tuhan
dan keesaan itu sendiri, sehingga kesalahan ini berimplikasi
pada kesalahan dalam menetapkan keagungan atau
ketinggian sesuatu hal. Dalam konteks keislaman, segala
sesuatu yang memiliki sifat makhluk (yaitu berawal dan
berakhir, serta bergantung pada sesuatu yang lain) tidak
mungkin menyandang predikat sebagai Tuhan. Maka Abdul
Karim Amrullah mengkritik kepercayaan masyarakat Jepang
yang menyatakan bahwa Tenno Heikamenyandang predikat
sebagai Maha Esa dan Maha Tinggi di dalam cakrawala, dan
menguasai cakrawala tersebut.

ILMU KALAM Sebuah Perspektif Menuju Ilahi 21

Abdul Karim Amrullah menjelaskan bahwa sebelum
Tenno Heika saat itu berkuasa, telah ada Tenno-Tenno yang
lain secara berketurunan menjadi penguasa di Jepang. Oleh
Karenanya setiap Tenno memiliki sifat-sifat makhluk,
dengan demikian menegasikan sifat khalik pada saat yang
sama. Maka pemahaman atas konsep keagungan ini harus
diletakkan pada tempat yang tepat, penyematan ke-Maha
Agung-an Tenno Heika hanya tepat diletakkan pada wilayah
Jepang dan daerah jajahannya, dan terbatas pada waktu
tertentu pula.

Pandangan ini logis dikemukakan oleh Abdul Karim
Amrullah, mengingat tidak seluruh manusia di ‘alam
cakrawala’ tunduk dan patuh kepada Tenno Heika. Terdapat
pula suatu bangsa yang bertentangan paham pada daerah-
daerah di luar kekuasaan Tenno Heika, seperti bangsa Eropa,
Amerika, dan Australia yang jumlahnya tidak sedikit pula.

Selain itu, pandangan atas konsep ‘alam cakrawala’ juga
sebenarnya telah memasukkan makhluk gaib mampu
mengendalikan seluruh manusia yang berada di bawah
kekuasaannya saja. Oleh karenanya, meletakkan istilah
keagungan pada ‘alam cakrawala’dalam arti yang
sebenarnya di bawah kekuasaan Tenno Heika adalah tidak
tepat. Namun demikian, Abdul Karim Amrullah berusaha
meletakkan ketinggian/keagungan Tenno Heika pada tempat
yang tepat yaitu ‘Maha Mulia pada Kerajaan Dai Nippon atau
di dalam segala negeri yang ditaklukkannya.

4. Konsep Keimanan dan Pengorbanan
Dalam konsep keikhlasan bangsa Jepang yang (harus)

memberikan nyawa untuk negeri dan Tenno Heika.
Pemahaman tersebut tidak tepat jika dibandingkan dengan
konsep keikhlasan dalam agama Islam. Sekalipun terlihat
konseptual, namun jika dibandingkan dengan pengorbanan
dalam Islam belumlah seberapa, karena Islam mensyaratkan

22 ILMU KALAM Sebuah Perspektif Menuju Ilahi

semua pemeluknya untuk mengikhlaskan segala sesuatu
yang diberikan oleh Allah SWT kepadanya. Padahal dalam
konsep keislaman, karunia/ pemberian dari Allah SWT, tidak
hanya berupa nyawa saja, namun juga harta dan semua
pemberian darinya.

Menurut Abdul Karim Amrullah bahwa dalam Islam
semua pengorbanan, baik material maupun spiritual
hendaknya dipersembahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
Karena Dia merupakan Yang Tunggal, yang memberi
imbalan atas pengorbanan para pengikut-Nya di akhirat. Ia
menyarankan bangsa Jepang untuk memenuhi semua
perintah Kaisar Tenno Heika, tetapi di lain pihak ia juga
menginginkan mereka untuk membersihkan hati dari semua
kepercayaan yang salah dan praktek yang tidak benar, yang
bisa mengalihkan kepercayaan kepada Tuhan.

5. Penghambaan kepada Allah SWT dan ketaatan kepada
pemimpin
Bangsa Jepang yang telah salah dalam meletakkan
keesaan dan ke-Agung-an pada Tenno Heika , walhasil
berimplikasi pula pada kesalahan terhadap kepada
penghambaan terhadap yang Esa tersebut. Bangsa Jepang
meletakkan penghambaan hanya kepada Tenno Heika yang
tentu tidak sepaham dengan konsep penghambaan dalam
Islam. Bagi Abdul Karim Amrullah penghambaan hanya
boleh diberikan kepada Tuhan Yang Tunggal (Esa), yang
kepada-Nya-lah manusia harus menyerahkan seluruh
hidupnya, tidak kepada raja, presiden, atau kaisar dari
segala kaisar.
Ia menjelaskan bahwa ketaatan tidak sama dengan
penghambaan, oleh karena itu harus diletakkan pada tempat
yang tepat. Ketaatan kepada seorang pemimpin, tidak lantas
menjadikannya setaraf dengan Tuhan yang kemudian
berhak diberikan sujud maupu ruku’. Menurut Abdul Karim

ILMU KALAM Sebuah Perspektif Menuju Ilahi 23

Amrullah bahwa ruku’ maupun sujud kepada makhluk dapat
mengeluarkan seoarang Muslim dari Islam, seperti yang
dibahas oleh ulama-ulama fiqh dalam bab al-Riddah.

Berdasarkan dari penjelasan berikut ini, yang berhak
diberikan ruku’ dan sujud hanya Allah SWT saja. Hal inilah
yang nantinya berimplikasi pada ketidakbolehan seorang
Muslim dalam memberi salam (membungkuk) kepada Tenno
Heika.

6. Pemberian Salam yang Tepat
Seikeirei menurut kebudayaan bangsa Jepang disebut

sebagai sebuah cara untuk memberi salam dengan
membungkukkan diri yang juga disambut dengan
membungkukan diri pula. Dalam pandangan menurut Abdul
Karim Amrullah, bahwa membungkukkan diri tidak bisa
disebut sebagai memberi salam, karena esensi dari salam
adalah penghormatan seseorang kepada orang lain yang
melambangkan persaudaraan, persatuan sesama manusia,
kejujuran hati, dan kesetiaan.

E. Sifat-sifat Tuhan
Permasalahan yang muncul dalam hal sifat-sifat Tuhan

yaitu apakah Tuhan memiliki sifat atau tidak. Keyakinan umat
Islam, sebelum timbulnya permasalahan ini adalah bahwa
Tuhan memiliki sifat-sifat itu. Namun, setelah Abu Muhriz Jahm
Ibn Shafwan (w.128 H/745 M), tokoh paham jabariyyah,
membawa pemikiran yang menafikan sifat-sifat bagi Allah,
umat Islam pun terbagi kepada dua golongan; pertama,
shifatiyyah yaitu golongan yang mengakui keberadaan sifat-
sifat bagi Tuhan dan kedua mu’aththilah yaitu golongan yang
munafikan keberadaan sifat-sifat bagi-Nya. Mutazillah
berpandangan bahwa Tuhan tidak memiliki sifat yang berdiri
sendiri. Paham ini didasarkan pada Tauhid, yakni mensucikan
Allah dari syirik. Dalam hal ini tidak dapat diartikan bahwa

24 ILMU KALAM Sebuah Perspektif Menuju Ilahi

Mu’tazillah tidak mengakui Allah yang Qadir, Alim, dan
sebagainya. Tetapi mereka menolak esistensi sifat-sifat Tuhan
sebagai sesuatu yang kekal (Qadim) di samping dzat-Nya yang
kekal.

Sedangkan aliran Asy’ariah berpendapat bahwa Tuhan
memiliki sifat-sifat.adanya sifat tersebuat menurut Abu al-
Hasan al-Asy’ari dapat diamati melalui kejadian alam ini adalah
bukti dari adanya sifat-sifatnya. Semua sifat Allah bersifat
kekal(Qadim). Ia berada pada dzat Allah menjadi sifat dzat-nya.
Menurut Al-Ghazali memperjelas sifat-sifat Allah dengan
menyatakan bahwa semua sifat Allah bersifat kekal dan tidak
mungkin pada dzat yang kekal berada pada sifat yang tidak
kekal.

Pembahasan dalam ilmu kalam ini menimbulkan
perdebatan diantara Aliran- Aliran kalam. Masing-masing
berkeyakinan bahwa paham dan pendapatnya dapat
menyucikan dan memelihara keesaan Allah Swt, meningkatkan
kepercayaan keagamaan dengan bukti-bukti dan dasar-dasar
yang meyakinkan atau kuat. Perbedaan paham antar aliran
kalam mengenai sifat-sifat Tuhan tidak terbatas hanya pada
persoalan apakah Tuhan memiliki sifat atau tidak. Perbedaan
paham antar aliran tersebut sampai kepada perdebatan pada
persoalan-persoalan cabang sifat-sifat Allah Swt, seperti
melihat Tuhan dan esensi Al-Qur'an.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa
Tuhan berarti sesuatu yang diyakini, dipuja dan disembah oleh
manusia sebagai yang Mahakuasa dan Mahaperkasa. Tuhan
adalah merupakan suatu Zat yang "Maha Tinggi" yang tidak
satupun orang menyamai bahkan segala sesuatu yang ada di
dalam jagat raya ini, terlihat maupun tersembunyi (gaib)
semuanya tergantung kepada-Nya. Dalam Islam, Al-Qur'an
telah diyakini sebagai wahyu yang Qat'i Al-wurud. Selain itu, al-
Qur'an merupakan petunjuk bagi umat manusia dalam segala
aspek kehidupan manusia, walaupun sebagian petunjuknya

ILMU KALAM Sebuah Perspektif Menuju Ilahi 25

masih bersifat universal. Dalam hal nama-nama Tuhan (sifat-
sifat), salah satu firman Allah. sebagai berikut: Surat Al-A'raf
ayat (180)

َۖ ‫َو ِللّٰ ِها َْلَ ْس َم ٰۤا ُءا ْل ُح ْس ٰىىفَا ْد ُع ْى ُهبِ َه ۖا َوذَ ُزواا َلّ ِر ْي َىيُ ْل ِحدُ ْووَ ِف ْٓياَ ْس َم ٰۤا ِٕى َۗه َسيُ ْج َز ْو َو َما َكاوُ ْىا َي َْع َملُ ْى َن‬
Artinya: Dan Allah memiliki Asma'ul-husna (nama-nama
yang terbaik), maka bermohonlah kepada-Nya dengan
menyebutnya Asma'ul-husna itu dan tinggalkanlah orang-orang
yang menyalahartikan nama-nama-Nya. Mereka kelak akan
mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.

Asmaul Husnah adalah nama-nama Tuhan yang telah
popular di kalangan umat Islam yang berjumlah 99 nama,
sekaligus nama-nama tersebut mengandung pensifatan
kepadan-Nya. ( Surat Al-A'raf ayat 54).

Artinya: Sungguh, Tuhanmu (adalah) Allah yang
menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia
bersemayam di atas ‘Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang
yang mengikutinya dengan cepat. (Dia ciptakan) matahari,
bulan dan bintang-bintang tunduk kepada perintah-Nya.
Ingatlah! Segala penciptaan dan urusan menjadi hak-Nya.
Mahasuci Allah, Tuhan seluruh alam.

Sungguh, Tuhanmu (adalah) Allah yang menciptakan langit
dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas 'Arsy.
Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya
dengan cepat. (Dia ciptakan) matahari, bulan dan bintang-
bintang tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah! Segala
penciptaan dan urusan menjadi hak-Nya. Mahasuci Allah,
Tuhan seluruh alam.

Sifat Allah yang ditetapkan di dalam Al-Quran dan hadis
jika diperhatikan akan terbagi menjadi dua macam, yaitu sifat
Dhtiyah dan sifat fi'liyah.: pertama sifat Dhtiyah adalah sifat

26 ILMU KALAM Sebuah Perspektif Menuju Ilahi

yang senantiasa mensifati Allah, ada yang termasuk ke dalam
sifat ma'nawiyah seperti sifat Al-'Ilmu (ilmu), Al-Qudrah
(mampu), Al-Sam'u (mendengar), Al-Baar (melihat). kedua sifat
Fi'liyah adalah sifat yang berkaitan dengan kehendak Allah, jika
Allah berkehendak mengerjakannya maka Allah
mengerjakannya dan apabila tidak maka tidak; seperti ber-
Istiw di atas 'Arsh, dan turun kelangit dunia disetiap sepertiga
malam terakhir.

Sifat-sifat Tuhan Menurut Aliran Mu'tazilah
Aliran Mu'tazilah berpendapat bahwa Tuhan itu Esa dan
tidak memiliki sifat-sifat. Aliran mu'tazilah memandang dirinya
sebagai aliran Ahlut Tauhid wal 'adil dengan menafikan sifat-
sifat Tuhan, tujuannya adalah untuk menyucikan keesaan
Tuhan. Tuhan mengetahui dengan pengetahuan dan
pengetahuan itu adalah Tuhan itu sendiri. Washil bin Atha'
menegaskan bahwa siapa saja yang menetapkan adanya sifat
qadim bagi Allah Swt, ia telah menetapkan adanya dua Tuhan.
Mu'tazilah berpendapat bahwa Tuhan tidak memiliki sifat,
sebab apabila tuhan memiliki sifat, sifat tersebut harus kekal
seperti halnya zat Tuhan. Jika sifat-sifat itu kekal, maka yang
kekal bukan hanya satu tetapi banyak. Dengan kata lain,
ayatayat Al-Qur'an yang menggambarkan Tuhan bersifat
jasmani ditakwil dengan pengertian yang layak bagi kebesaran
dan keagungan Allah.
Sifat-sifat Allah Menurut Aliran Asy'ariyah
Menurut aliran Asy'ariyah, Tuhan memiliki sifat karena
perbuatan-perbuatannya. Mereka juga mengatakan bahwa
Tuhan mengetahui, berkuasa, menghendaki dan sebagainya
serta memiliki pengetahuan, kemauan dan daya. Asy'ariyah
berpendapat bahwa sifat-sifat Tuhan itu tidak dapat
dibandingkan dengan sifat-sifat manusia. Pendapat Asy'ariyah
ini berlawanan dengan paham Mu'tazilah yang menyatakan
bahwa Tuhan tidak memiliki sifat. Ayat-ayat al-Qur'an yang

ILMU KALAM Sebuah Perspektif Menuju Ilahi 27

menggambarkan Tuhan memiliki sifat jasmani, tidak boleh
ditakwilkan tetapi harus diterima sebagaimana makna
harfiahnya. Oleh sebab itu, Tuhan dalam pandangan Asy'ariyah
mempunyai mata, wajah, tangan serta bersemayam di
singgasana. Tetapi, semua dikatakan la yukayyaf wa la yuhadd
(tanpa diketahui bagaimana cara dan batasnya). Asy'ari
berpendapat bahwa Tuhan dapat dilihat dengan mata kepala
kelak di akhirat.

Sifat-sifat Allah Menurut Aliran Maturidiyah.
Pendapat aliran Maturidiyah mengenai sifat Tuhan sama
dengan pendapat Asy'ariyah yang menyatakan bahwa Tuhan
memiliki sifat. Maturidiyah berpendapat bahwa sifat sifat
Tuhan itu Mulazamah ada bersama zat tanpa terpisah (innaha
lam takun ain al-zat wa la hiya ghairuhu). Maturidiyah maknai
sifat Tuhan cenderung mendekati paham Mu'tazilah.
Perbedaannya, al-Maturidi mengakui adanya sifat-sifat Tuhan,
sedangkan Mu'tazilah menolak adanya sifat-sifat Tuhan.
Menurut Maturidi Samarkand, dalam menghadapi ayat-ayat
yang memberi gambaran Tuhan memiliki sifat jasmani, mereka
mengatakan bahwa yang dimaksud dengan tangan, muka, mata
dan kaki adalah kekuasaan Tuhan. Pendapat aliran Samarkand
ini kelihatannya tidak sepaham dengan Mu'tazilah karena al-
Maturidi mengatakan bahwa sifat bukanlah tuhan, akan tetapi
juga tidak lain dari tuhan. Aliran Maturidiyah Bukhara
sependapat dengan Asy'ariyah dan Maturidi Samarkand bahwa
Tuhan dapat dilihat dengan mata kepala. Al-Bazdawi tokoh
Maturidiyah Bukhara mengatakan bahwa Tuhan kelak
memperlihatkan dirinya untuk kita lihat dengan mata kepala,
sesuai dengan apa yang Tuhan kehendak.

Sifat-sifat Allah Menurut Aliran Syi'ah Rafidhah.
Syi'ah menilai bahwa pengetahuan itu bersifat baru, tidak
qadim. Mereka berpendapat bahwa Tuhan tidak tahu terhadap

28 ILMU KALAM Sebuah Perspektif Menuju Ilahi

sesuatu sebelum kemunculannya. Sebagian dari mereka
berpendapat bahwa pengetahuan merupakan sifat zat tuhan
dan bahwa Tuhan tahu tentang dirinya sendiri, tetapi Tuhan
tidak dapat disifati tahu terhadap sesuatu sebelum sesuatu itu
ada. Sebagian yang lain berpendapat bahwa tuhan senantiasa
mengetahui dan pengetahuannya merupakan sifat zatnya.
Tuhan tidak dapat bersifat tahu terhadap sesuatu sebelum
sesuatu itu ada, sebagaimana manusia tidak dapat bersifat
melihat dan mendengar sesuatu sebelum bertemu dengan
sesuatu itu sendiri. Mayoritas tokoh Syi'ah Rafidhah mensifati
Tuhan dengan bada (perubahan). Mereka beranggapan bahwa
Tuhan mengalami banyak perubahan. Sebagian mereka
mengatakan bahwa Tuhan terkadang memerintahkan sesuatu
lalu mengubahnya. Terkadang tuhan menghendaki melakukan
sesuatu kemudian mengurungkannya karena ada perubahan
pada dirinya. Perubahan ini bukan dalam arti naskh, tetapi
dalam arti bahwa pada waktu yang pertama tuhan tidak tahu
apa yang akan terjadi pada waktu yang kedua

ILMU KALAM Sebuah Perspektif Menuju Ilahi 29

BAGIAN KETIGA
KHAWARIJ

A. KHAWARIJ
Secara bahasa kata khawarij berarti berarti orang-orang

yang telah keluar. Kata ini dipergunakan oleh kalangan islam
untuk menyebut sekelompok orang yang keluar dari barisan Ali
bin Abi Thalib r.a. karena kekecewaan mereka terhadap
sikapnya yang telah menerima tawaran tahkim (arbitrase) dari
kelompok mu’awiyyah yang dikomandoi oleh Amr bin Ash
dalam perang (37H/657).

Jadi, nama khawarij bukanlah berasal dari kelompok ini.
Mereka sendiri lebih suka menamakan diri dengan Syurah atau
para penjual, yaitu orang orang yang menjual (mengorbankan)
jiwa raga mereka demi keridhaan Allah, sesuai dengan firman
Allah QS. Al-Baqarah : 207. Selain itu, ada juga istilah lain yang
dipredikatkan kepada mereka, seperti haruriah, yang
dinisbatkan pada nama desa di kufah, yaitu harura, dan
muhakkimah, karena seringnya kelompok ini mendasarkan diri
pada kalimat ” la hukma illalillah” (tidak ada hukum selain
hukum Allah).

Secara historis khawarij adalah firqah Bathil yang perma
muncul dalam islam sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu
Taimiyah dalam kitabnya Al-Fatawa, “Bid’ah yang pertama
muncul dalam islam adalah bid’ah khawarij.”

30 ILMU KALAM Sebuah Perspektif Menuju Ilahi

Kemudian hadits-hadits yang berkaitan dengan firaq dan
sanadnnya benar adalah hadits-hadits yang berkaitan dengan
khawarij sedang yang berkaitan Mu’tazilah dan Syi’ah atau
yang lainnya hanya terdapat dalam Atsar sahabat atau hadits
lemah, ini menunjukan begitu besarnya tingkat bahaya
Khawarij dan fenomenanya yang sudah ada pada masa
Rasulullah saw. Di samping itu Khawarij masih ada sampai
sekarang baik secara nama maupun sebutan (laqob), secara
nama masih terdapa di daerah Oman dan Afrika Utara
sedangkan secara laqob berada di mana-mana. Hal seperti
inilah yang membuat pembahasan tentanng firqah khawarij
begitu sangat pentingnya apalagi buku-buku yang membahas
masalah ini masih sangat sedikit, apalagi Rasulullah saw.
Menyuruh kita agar berhati-hati terhadap firqah ini.

B. Awal Mula Munculnya Dasar-Dasar Pemikiran Khawarij
Sebenarnya awal mula kemunculan pemikiran khawarij,

bermula saat masa Rasulullah SAW. Ketika Rasulullah
shalallahu ‘alaihiwasallam membagi-bagikan harta rampasan
perang di desa ju’ronah –pasca perang Hunain- beliau
memberikan seratus ekor unta kepada aqra’ bin Habis dan
Uyainah bin Harits. Beliau juga memberikan kepada beberapa
orang dari tokoh quraisy dan pemuka pemuka arab lebih
banyak dari yang diberikan kepada yang lainnya.

Melihat hal ini, seseorang (yang disebut Dzul
Khuwaisirah) dengan mata melotot dan urat lehernya
menggelembung berkata: “Demi Allah ini adalah pembagian
yang tidak adil dan tidak mengharapkan wajah Allah”, atau
dalam riwayat lain dia mengatakan kepada Rasulullah
shalalullah’alaihi wasallam: “Berbuat adilah, karena
sesungguhnya engkau belum berbuat adil!”.

Sungguh, kalimat tersebut bagaikan petir disiang
bolong.Pada masa generasi terbaik dan dihadapan manusia
terbaik pula, ada seseorang yang berani berbuat lancang dan

ILMU KALAM Sebuah Perspektif Menuju Ilahi 31

menuduh bahwa Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam tidak
berbuat adli.Mendengar ucapan ini Rasulullah shalallahu ‘alaihi
wasallam dengan wajah yang memerah bersabda : “Siapakah
yang akan berbuat adil jika Allah dan rasul-Nya tidak berbuat
adil? Semoga Allah merahmati Musa.Dia disakiti lebih dari pada
ini, namun dia bersabar.”(HR. Bukhari Muslim)

Saat itu Umar bin Khathab radhiallahu’anhu meminta izin
untuk membunuhnya, namun Rasulullah shalallahu ‘alaihi
wasallam melarangnya. Beliau mengabarkan akan munculnya
dari turunan orang ini kaum reaksioner (khawarij)
sebagaimana disebutkan dalam riwayat berikutnya :

Artinya : Sesungguhnya orang ini dan para pengikutnya,
salah seorang di antara kalian akan merasa kalah shalatnya
dibandingkan dengan shalat mereka; puasanya dengan puasa
mereka;mereka keluar dari agama seperti keluarnya anak
panah dari busurnya. “(HR. al-Ajurri, lihat asy-Syari’ah, hal. 33)

Demikianlah Rasulullah salallahu ‘alaihi wasallam
mensinyari akan munculnya generasi semisal Dzul
Khuwaisirah –sang munafiq-. Yaitu suatu kaum yang tidak
pernah puas dengan penguasa manapun, menentang
penguasannya walaupun sebaik Rasulullah shalallahu ‘alaihi
wasallam.

Dikatakan oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam
bahwa mereka akan keluar dari agama ini seperti keluarnya
anak panah dari busurnya. Yaitu masuk dari satu sisi dan
keluar dari sisi yang lain dengan tidak terlihat bekas-bekas
darah maupun kotorannya, padahal ia telah melewati darah
dan kotoran hewan buruan tersebut.

Dalam riwayat lain disebutkan bahwa mereka adalah
orang-orang yang bagus bacaan al-Qur’annya, namun ia tidak
mengambil faedah dari apa yang mereka baca.

Artinya : Sesungguhnya sepeninggalku akan ada dari
kaumku, orang yang membaca al-Qur’an tapi tidak melewati

32 ILMU KALAM Sebuah Perspektif Menuju Ilahi

krongkongan mereka. Mereka akan keluar dari islam ini
sebagaimana keluarnya anak panah dari busurnya. Kemudian
mereka tidak akan kembali padanya. Mereka adalah sejelek-
jelek makhluk. “(HR. Muslim)

Dari riwayat ini, kita mendapatkan ciri-ciri kaum
khawarij, yakni mereka dapat membaca al-Qur’an dengan baik
dan indah; tapi tidak memahaminya tapi tidak sampai ke dalam
hatinya.Mereka berjalan hanya dengan hawa nafsu dan
emosinya.

Ciri khas mereka lainnya adalah: “mereka membunuh
kaum muslimin dan membiarkan orang-orang kafir”
sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut:

Artinya: Sesungguhnya akan keluar dari keturunan orang
ini satu kaum; yang membaca al-Qur’an, namun tidak melewati
krongkongannya. Mereka membunuh kaum muslimin dan
membiarkan para penyembah berhala. Mereka akan keluar dari
islam ini sebagai mana keluarnya anak panah dari busurnnya.
Jika sekiranya aku menemui mereka, pasti aku bunuh mereka
seperti terbunhnya kaum ‘Aad.”(HR. Bukhari Muslim)

Sebagaimana yang telah mereka lakukan terhadap
seorang yang shalih dan keluarganya yaitu Abdullah anak dari
sahabat khabbab bin Art radhiallahu ‘anhu. Mereka
membantainya, merobek perut istrinya dan mengeluarkan
janinnya.Setelah itu dalam keadaan pedang masih berlumuran
darah, mereka mendatangi kebun kurma milik seorang Yahudi.
Pemilik kebun ketakutan seraya berkata : “Ambilah seluruhnya
apa yang kalian mau!” pimpinan khawarij itu menjawab dengan
arif : “kami tidak akan mengambilnya kecuali dengan
membayar harganya”. (Lihat al-Milal wan Nihal)

Maka kelompok-kelompok ini sunngguh sangat
membahayakan bagi kaum muslimin, terlepas dari niat mereka
dan kesungguhan mereka dalam beribadah. Kelompok mereka
menghalalkan darah kaum muslimin dengan kebodohan. Untuk

ILMU KALAM Sebuah Perspektif Menuju Ilahi 33

itu mereka tidak segan-segan melakukan teror, pembunuhan,
pembantaian dan sejenisnya terhadap kaum muslimin sendiri.

Ciri berikutnya adalah: kebanyakan diantara mereka
berusia muda, dan bodoh pemikirannnya karena kurangnya
kedewasaan mereka. Mereka hanya mengandalkan semangat
dan emosinya, tanpa dilandasi oleh ilmu dan pertimbangan
yang matang. Sebagaimana yang terdapat dalam riwayat
lainnya, ketika Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda
:

Artinya: Akan keluar di akhir zaman, suatu kaum yang
masih muda umurnya,bodoh pemikirannya. Mereka berbicara
seperi perkataan manusia yang paling baik.Keimanan mereka
tidak melewati kerongkongannya, mereka keluar dari agama ini
seperti keluarnya anak panah dari busurnya. Di mana saja
kalian temui mereka, bunuhlah mereka. Sesungguhnya
membunuh mereka akan mendapatkan pahala pada hari
kiamat.” (HR. Muslim)

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam menjuluki mereka
dengan gelaran yang sangat jelek yaitu “anjing-anjing neraka”
sebagaimana diriwayatkan dari Ibnu Abi Aufa bahwa dia
mendengan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

Artinya: Khawarij adalah anjing-anjing neraka.” (HR. Ibnu
Abi Ashim dalam As Sunnah dan dishahihkan oleh al-Albani
dalam Dlilalul Jannah).

C. Sejarah Kelahiran Khawarij
Seperti yang disinggung sebelumnya dalam pendahuluan

bahwa khawarij lahir dari komponen paling berpengaruh
dalam khilafah Ali ra. yaitu dari tubuh militer pimpinan Ali ra.
Sendiri.Pada saat kondisi politik yang makin tidak terkendali
dan dirasa sulit untuk mereda dengan prinsip masing-masing.
Maka kubu Mu’awiyah ra. yang merasa akan dikalahkan dalam
perang syiffin menawarkan untuk mengakhiri perang saudara
itu dengan “Tahkim dibawah Al-Qur’an”.

34 ILMU KALAM Sebuah Perspektif Menuju Ilahi

Semula Ali ra, tidak menyetujui tawaran ini, dengan
prinsip bahwa kekuatan hukum kekhilafahannya sudah jelas
dan tidak dapat dipungkiri. Namun sebagian kecil dari
kelompok milite pimpinannya memaksa Ali ra. Menerima
ajakan kubu Mu’awiyah ra.Kelompok ini terbukti dapat
mempengaruhi pendirian Ali ra Bahkan saat keputusan yang
diambil Ali ra. untuk mengutus Abdullah bin Abbas ra.
menghadapi utusan kubu lawannya Amar bin al-Ash dalam
tahkim, Ali ra. malah mengalah pada nama Abu Musa al-Asy’ary
yang diajukan kelompok itu menggantikan Abdullan bin Abbas
ra.

Anehnya, kelompok ini yang sebelumnya memaksa Ali
ra.Untuk menyetujui tawaran kubu Mu’awiyah ra. untuk
mengakhiri perseteruannya dengan jalan tahkim. Pada
akhirnya setelah tahkim berlalu dengan hasil pengangkatan
Mu’awiyah ra.Sebagai khilafah menggantikan Ali ra. Mereka
kemudian menilai dengan sepihak bahwa genjatan senjata
dengan cara tahkim tidak dapat dibenarkan dan illegal dalam
hukum Islam.

Artinya menurut mereka, semua kelompok bahkan setiap
individu yang telah mengikuti proses itu telah melanggar
ketentuan syara’, karena telah melanggar prinsip dasar bahwa
setiap keputusan berada pada kekuasaan Tuhan (la hukma illa
lillah). ( Abu Zahrah:60)

Dan sesuai dengan pokok-pokok pikiran mereka bahwa
setiap yang berdosa maka ia telah kafir, maka mereka menilai
bahwa setiap individu yang telah melanggar prinsip tersebut
telah kafir, termasuk Ali ra. sehingga mereka memaksanya
untuk bertobat atas dosanya itu sebagaimana mereka telah
betobat karena ikut andil dalam proses Tahkim. (Abu
Zahrah:60)

Demikian watak dasar kelompok ini, yaitu keras kepala
dan dikenal kelompok paling keras memegang teguh
prinsipnya. Inilah yang sebenarnya menjadi penyebab utama

ILMU KALAM Sebuah Perspektif Menuju Ilahi 35

lahirnya kelompok ini (syalabi: 333). Khawarij adalah
kelompok yang didalamnya dibentuk oleh mayoritas orang-
orang Arab pedalaman (a’rabu al-badiyah). Mereka cendrung
primitive, tradisional dan kebanyakan dari golongan ekonomi
rendah, namun keadaan ekonomi yang dibawah standar tidak
mendorong mereka untuk meningkatkan pendapatan.

Ada sifat lain yang sangat kontradiksi dengan sifat
sebelumnya, yaitu kesederhanaan dan keikhlasan dalam
memperjuangkan prinsip dasar kelompoknya.

Walaupun keikhlasan itu ditutupi keberpihakan dan
fanatisme buta.Dengan komposisi seperti itu, kelompok ini
cendrung sempit wawasan dank eras pendirian.Prinsip dasar
bahwa “Tidak ada hukum, kecuali hukum Tuhan” mereka
tafsirkan secara dzohir saja. (Abu Zahrah: 63)

Bukan hanya itu, sebenernya ada kepentingan lain yang
mendorang dualisme sifat dari kelompok ini yakni;
kecemburuan atas kepemimpinan golongan Quraisy. Dan pada
saatnya kemudian Khawarij memilih Abdullah bin Wahab ar-
Rasiby yang diluar golongan Quraisy sebagai khalifah. Bahkan
al-Yazidiyah salah satu sekte dalam khawarij, menyatakan
bahwa Allah sebenarnya juga mengutus seorang nabi dari
golongan Ajam (diluar golongan Arab) yang kemudian
menghapus Syari’at Nabi Muhammad SAW. (Abu Zahrah: 63-
64).

Nama khawarij diberikan pada kelompok ini karena
mereka dengan sengaja keluar dari barisan Ali ra. dan tidak
mendukung barisan Mu’awiyah ra. Namun dari mereka
menganggap bahwa nama itu berasal dari kata dasar kharaja
yang terdapat pada QS: 4,100. Yang merujuk pada seseorang
yang keluar dari rumahnya untuk hijrah dijalan Allah dan
Rasul-Nya (Nasution :13).

Selanjutnya mereka juga menyebut kelompoknya sebagai
syrah yang berasal dari kata yasyri (menjual), sebagaimana
disebut dalam QS : 2, 207. Tentang seseorang yang menjual

36 ILMU KALAM Sebuah Perspektif Menuju Ilahi

dirinya untuk mendapatkan ridha dari Allah (Nasution: 13,
Syalabi: 309). Selain itu mereka juga disebut “Haruriyah” yang
merujuk pada “Harurah” sebuah tempat dipinggiran sungai
Furat dekat kota Riqqah.

Ditempat ini mereka memisahkan dirib dari barisan
pasukan Ali ra.Saat pulang dari perang syiffin.Kelompok ini
juga dkenal sebagai kelompok “Muhakkimah”.Sebagai
kelompok dengan prinsip dasar “la hukma illa lillah”.
(Syalabi:309).

D. Latar Belakang Ekstremitas Khawarij
Seperti yang sudah diungkapkan diatas, Khawarij

memiliki pemikiran dan sikap yang ekstream, keras, radikal
dan cendrung kejam.Misalnya, mereka menilai ‘Ali bin Abi
Thalib salah karena menyetujui dan kesalahan itu membuat Ali
menjadi kafir. Mereka memaksa Ali untuk mengakui kesalahan
dan kekufurannya untuk kemudian bertaubat. Begitu Ali
menolak pandangan mereka walaupun dengan mengemukakan
argumentasi, mereka menyatakan keluar dari pasukan Ali dan
kemudian melakukan pembrontakan dan kekejaman-
kekejaman yang menjadi sasaran pengkafirannya tidak hanya
Ali bin Abi Thalib sendiri, tapi juga Mu’awiyah bin Abi Sufyan,
Amru bin Ash, Abu Musa al-Asy’ari dan lain-lain yang
mendukung mereka. Dalam perkembangan selanjutnya mereka
perdebatkan apakah Ali hanya kafir atau musyrik.

Untuk mendukung pandangan mereka baik dalam politik
maupun teologi, mereka menggunakan ayat-ayat Al-Qur’an
misalnya: kelompok al-Azariqah, tidak hanya menyatakan Ali
kafir, tapi juga mengatakan ayat; (Wa min an-nasi man
yu’jibuka qauluhu fi al-hayah ad-dunya wa yusyhidullah ala ma
fi qalbihi wa huwa aladdu al-khsham) diturunkan Allah
mengenai Ali sedangkan tentang Abdurrahman bin Muljam
yang membunuh Ali Allah menurunkan ayat (wa minannasi
man yasyri nafsahu ibtighaa mardhatillah). Mereka gampang

ILMU KALAM Sebuah Perspektif Menuju Ilahi 37

sekali menggunakan ayat-ayat Al-Qur’an untuk menguatkan
pendapat-pendapat mereka.

Yang menarik kita teliti adalah, latar belakang apa yang
menyebabkan mereka memilliki pandangan seperti itu, untuk
menjawab pertanyaan tersebut kita perlu melakukan
analisisterhadap pengertian istilah Qurra atau Ahl al-Qurra,
sebutan mereka sebelum menjadi khawarij. Apakah istilah ini
berarti para penghafal Al-Qur’an atau orang-orang
kampong.Kalau sekiranya yang benar adalah yang pertama
maka persoalannya adalah persoala teologis murni (persoalan
interpretasi yang sempit dan picik), tapi kalau yang benar
adalah yang kedua persoalannya adalah persoalan sosial
politik.Penulis kira inilah kata kunci yang dapat membantu kita
memahami latar belakang ekstremitas Khawarij.

Uraian panjang lebar dan agak memuaskan tentang
pengertian istilah al-Qurra’ ditulis oleh Mahayadin Haji Yahaya
dalam bukunya sejarah awal perpecahan umat islam (11-78
H/632-698 M) yang berasal dari desertasi doctor yang
bersangkutan di Exterter University, England dengan judul
bahasa inggris The Origins of The Khawarij. Mennurut yahaya
para sejarawan seperti syaf, at-Thabary dan Ibn ‘Atsam
cendrung mengartikan al-Qurra sebagai penghafal Al-
Qur’an.Kekeliruan itu mungkin muncul terpengaruh ddengan
ucapan Sa’idi bin ‘Ash dalam sebuah khutbah di masjid besar di
kuffah yang mengatakan; “Ahabbukum ilayya akramukum li
kitabillah.”

Istilah-istilah lain yang dipakai oleh para sejarawan
menunjukkan kelompok yang sama yang melakukan
pembrontakan di kufah waktu itu adalah asyraf, wujuh, sufaha,
rijal min qara’ ahli al-kufah, khyar ahli al-kufah, jama’ah ahli al-
kufah dan lain-lain yang tidak satupun yang menunjukkan
makna penghafal-penghafal Al-Qur’an. Tetapi yang jelas ialah
bahwa al-Qurra’ itu ialah golongan manusia di kufah, atau
sebagian dari golongan asyraf, orang-orang kenamaan dan

38 ILMU KALAM Sebuah Perspektif Menuju Ilahi

pemimpin-pemimpin kufah yang tinggal atau menguasai
kampung-kampungdi Irak dan disifatkan sebagai orang-orang
yang bodoh.Sebagian dari mereka ini telah disingkirkan dari
jabatan-jabatan penting dalam masa pemerintahan khalifah
Utsman.

Sejalan dengan itu harun Nasution menulis bahwa kaum
khawarij pada umum nya terdiri dari orang-orang Arab Badawi.
Hidup dipadang pasir yang tandus membuat mereka bersifat
sederhana dalam cara hidup dan pemikiran, tetapi keras hati
serta berani, dan bersikap merdeka, mereka tetap bersifat
bengis, suka kekerasan dan tak gentar mati. Sebagai orang
Badawi mereka tetap jauh dari ilmu pengetahuan. Ajaran-
ajaran Islam sebagai mana terdapat dalam Al-Qur’an dan
Hadits, mereka artikan menurut lafaznyadan harus dilaksankan
sepenuhnya. Oleh karena itu iman dan paham mereka
merupakan iman dan paham orang sederhana dalam pemikiran
lagi sempit akal serta fanatik.Iman yang tebal, tetapi sempit,
ditambah lagi sifat fanatic ini membuat mereka tidak bisa
mentolelir penyimpangan terhadap ajaran Islam menurut
paham mereka, walaupun penyimpangan dalam bentuk kecil.
Disinilah letak penjelasannya, bagaimana mudahnya kaum
khawarij terpecah belah menjadi golongan-golongan kecil serta
dapat pula dimengerti tentang sikap mereka yang terus
menerus mengadakan perlawan terhadap penguasa-penguasa
islam dan umat islam yang ada di zaman mereka.

Khawarij tidak hanya mengkafirkan Alli bi Abi Thalib tapi
juga khalifah Utsman bin Affan mulai taun ketujuh
pemerintahannya. Pengkafiran terhadap Utsman (masalah
teologis) juga berlatar belakang politik (kepentingan),
tepatnnya masalah tanah-tanah sawad yang luas diwilayah
sasaniyah yang ditinggalkan oleh para pemiliknya. Di sekitar
tanah yang ditinggalkannya itu, tulis shaban, konflik itu
terpusatkan. Tanah-tanah itu tidak dibagi-bagi, tetapi dikelola
oleh kelompok Qurra dan penghasilannya dibagi-bagi antara

ILMU KALAM Sebuah Perspektif Menuju Ilahi 39

para veteran perang penaklukan terhadap wilayah
tersebut.Kelompok Qurra’ itu menganggap diri mereka sendiri
hampir-hampir pemilik sah atas kekayaan-kekayaan yang
sangat besar ini.Utsman tidak berani menentang hak yangn
dirampas ini secara terbuka tetapi menggunakan pendekatan
secara berangsur-angsur. Antara lan Utsman menyatakan
bahwa para vetran yang telah kembali ke Mekah dan Madinah
tidak lantas kehilangan hak-haknya atas tanah-tanah sawad ini.

Pada kelompok Qurra’ dalam jawabannya menegaskan
bahwa tanpa kehadiran mereka secara berkesinambungan di
Irak kekayaan-kekayaan ini sama sekali tidak akan pernah
terkumpulkan, dengan demikian membuktikan bahwa para
veteran kufah tidak memiliki hak lebih besar atas tanah ini.
Akibat dari pelaksanaan kebijksaan Utsaman itu kelompok
Qurra’ belakangan mengetahui bahwa landasan kekuatan
ekonomi mereka sedang dihancurkan karena tanah-tanah
mereka dibagi-bagi, tanpa mempertimbangkan hak-hak
mereka.

Sebagai manifestasi perlawanan mereka pada Utsman,
kelompok ini menghalang-halangi kedatangan Sa’id bin Ash
gubernur yang ditunjuk oleh Utsman memasuki kufah. Mereka
memilih Abu Musa al-Asy’ary sebagai gubernur dan memaksa
Utsman mengakui tindakan kekerasan ini.

E. Sifat-Sifat Khawarij
Adapun beberapa sifat khawarij adalah sebagai berikut :

1. Mencela dan Menyesatkan
Orang-orang khawarij sangat mudah mencela dan

menggap sesat muslim lain, bahkan Rasul saw. Sendiri di
anggap tidak adil dalam pembagian ghanimah. Kalau terhadap
Rasul sebagai pemimpin umat berani berkata sekasar itu,
apalagi terhadap muslim lainnya, tentu dengan mudahnya
mereka menganggap kafir. Mereka mengkafirkan Ali,
Mu’awiyah, dan sahabat yang lain. Fenomena ini sekarang

40 ILMU KALAM Sebuah Perspektif Menuju Ilahi

banyak bermunculan efek dari mudahnya mereka saling
mengkafirkan adalah kelompok mereka mudah pecah
disebabkan kesalahan keci yang mereka perbuat.
2. Buruk Sangka

Fenomena sejarah membuktikan bahwa orang-orang
khawarij adalah kaum yang paling mudah berburk sangka.
Mereka berburuk sangka kepada Rasulullah saw. Bahwa beliau
tidak adil dalam pembagian ghanimah, bahkan menuduh
Rasulullah tidak mencari Ridha Allah. Mereka tidak cukup
sabar menanyakan tujuan Rasulullah saw. Melebihkan
pembesar-pembesar dibandinng yang lainnya. Padahal itu
dilakukan Rasulullah saw. Dalam rangka dakwah dan ta’liful
qulub.Mereka juga menuduh Utsman sebagai nepotism dan
menuduh Ali tidak mempunyai visi kepemimpinan yang jelas.

3. Berlebih-lebihan dalam Ibadah
Ini dibuktikan oleh kesaksian Ibnu Abbas. Mereka adalah

orang yang sangat sederhana, pakaian mereka sampai terlihat
serat-seratnya karena cuman satu dan sering dicuci, muka
mereka pucat karena jarang tidur malam, jidat mereka hitam
karena lama dalam sujud, tangan dan kaki mereka ‘kapalan’.
Mereka disebut quro’ Karena bacaan Al-Qur’annya bagus dan
lama. Bahkan Rasulullah saw. Sendiri membandingkan ibadah
orang-orang khawarij dengan sahabat yang lainnya, termasuk
Umar bin Khatab, masih tidak ada apa-apanya, apalagi kalau
dibandingkan dengan kita. Ini menunjukkan betapa sangat
berlebihan ibadah mereka. Karena iu mereka menanggap
ibadah kaum yang lain belum ada apa-apanya.

4. Keras pada Sesama Muslim dan Memudahkan yang
Lainnya
Hadits Rasulullah saw. Menyebutkan bahwa mereka

mudah membunuh orang islam, tetapi membiarkan
menyembah berhala. Ibnu Abdil Bar meriwayatkan, “ketika

ILMU KALAM Sebuah Perspektif Menuju Ilahi 41

Abdullah bin Habbab bin Al- Art berjalan dengan istrinya
bertemu dengan orang khawarij dan mereka meminta kepada
Abdullah untuk menyampaikan hadits-hadits yang didengar
dari Rasulullah saw., kemudian Abdullah menyampaikan hadits
tentang terjadinya fitnah, “yang duduk pada waktu itu lebih baik
dari yang berdiri, yang berdiri lebih baik dari yang berjalan….”

Mereka bertanya, “apakah anda mendengar ini dari
Rasulullah?” “Ya,” jawab Abdullah. Maka serta merta mereka
langsung memenggal Abdullah.Dan istrinya dibunuh dengan
mengeluarkan janin diperutnya.

Disisi lain tatkala mereka dikebun kurma da nada satu biji
yang jatuh kemudian salah seorang dari mereka memakannya,
tetapi setelah yang lain mengingatkan bahwa kurma itu bukan
miliknya, langsung saja orang itu memuntahkan kurma yang
dimakannya. Dan ketika mereka di kuffah melihat babi dan
langsung mereka bunuh, tetapi setelah diingatkan bahwa babi
itu milik orang kafir ahli dzimmah, langsung saja yang
membunuh babi tadi langsung mencari orang yang mempunyai
babi tersebut, meminta maaf dan membayar tebusan.

5. Sedikit Pengalamannya
Hal ini digambarkan oleh Hadits bahwa orang-orang

khawarij umurnya masih muda-muda yang hanya mempunyai
bekal semangat.

6. Sedikit Pemahamannya
Disebutkan dalam hadits dengan sebutan sufahaa-ul

ahlaam (orang bodoh), berdakwah pada manusia untuk
mengamalkan Al-Qur’an dan kembali padanya, tetapi mereka
sendiri tidak mengamalkannya dan tidak memahaminya.
Merasa bahwa Al-Qur’an akan menolongnya di akhirat, padahal
sebaliknnya akan membahayakannya.

42 ILMU KALAM Sebuah Perspektif Menuju Ilahi


Click to View FlipBook Version