Menurut Harun Nasution, ajaran islam harus dibagi
menjadi 2, yaitu :
a. Ajaran Islam yang bersifat dasar dan bersifat absolut
Ajaran ini hanya sedikit, yakni 4 hal : tidak boleh
dalam pemikiran islam bahwa Allah tidak ada. Tidak
boleh ada kesimpulan dalam pemikiran islam bahwa Al-
Qur’an bukan wahyu. Tidak boleh ada kesimpulan dalam
pemikiran islam bahwa Muhammad bukan Rasul Allah.
Tidak boleh ada kesimpulan dalam pemikiran islam
bahwa hari akhir tidak ada. Malaikat menjadi perdebatan
orang, takdir dan ikhtiar juga menjadi masalah dalam
sejarah pemikiran islam. Jadi, jika ada pemikiran islam
yang menyimpulkan menyimpang dari keempat hal
tersebut, maka itu bukan pemikiran islam lagi.
b. Ajaran Islam yang bersifat pengembangan.
Dalam pemikiran teologi islam modern, seorang
musllim dirangsang untuk berfikir rasional, yakni
pemikiran islam yang tidak takut pada falsafat, tidak
merendahkan kemampuan akal, tidak sempit dan tidak
dogmatis. Meski terkadang terjadi goncangan-goncangan
pemikiran ketika mendiskusikan ilmu kalam, falsafat
islam, tasawuf dan pembaruan dalam islam. Ketika
mendiskusikan masalah kaitan perbuatan manusia
dengan perbuatan atau penciptaan Tuhan, pada
umumnya seorang muslim sudah memiliki pendirian
bahwa paham jabariyah dan lawanya Qadariyah, adalah
dua paham yang salah, dan meyakini bahwa adanya
paham ketiga, yaitu paham kasab, yang diyakini benar,
yang posisinya berada di tengah jabariyah dan Qadariyah.
Diskusi-diskusi tentang ketiga paham tersebut
berujung pada kesimpulan bahwa baik logika paham
Jabariyah maupun Qadariyah mudah mengerti sedang
logika paham kasab yang merupakan petengahan antara
antara Jabariyah dan Qadariayah itu sulit di mengerti
ILMU KALAM Sebuah Perspektif Menuju Ilahi 93
oleh akal. Paham kasab seperti yang diajukan oleh tokoh
Ahl Sunnah, bila dianalisis, sulit dibedakan esensinya dari
paham Jabariyah yang selama ini mereka nilai salah,
sedang yang diajukan oleh sebagian tokoh Ahl Sunnah
yang lain sulit dibedakan fari paham Qadariyah yang juga
selama ini mereka nilai salah. Diskusi mengarah pada
kesimpulan bahwa paham tengah antara Jabariyah dan
Qadariyah out sebenarnya tidak menurut logika akal.
Menurut logika, pilihan untuk umat Islam hanya ada dua,
menganut Jabariyah atau Kasab jabari, atau menganut
Qadariyah atau Kasab Qadari. Diskusi-diskusi demikian
tentu menggonangkan (halim,2002:69)
Diketahui bahwa kaum Mu’tazilah itu sangat
menghargai kemampuan akal. Bagi Mu’tazilah,
seandainya wahyu Tuhan tidak datang (menurut mereka
mustahil Tuhan tidak menurunkan wahyu), manusia
memliki potensi akal yang dapat mengaktual sampai
ketaraf mampu mengetahui adanya Tuhan., mengetahui
adanya kewajiban bersyukur pada Tuhan, menegtahui
baik atau buruknya suatu perbuatan, dan mengetahi
adanya kewajiban aqli untuk melakukan perbuatan baik
dan tidak melaukukan perbuatan buruk, sedangkan bagi
alliran Asy’ariah misalnya, potensi akal hanya bisa
mengaktual sampai ketaraf mengakui adanya Tuhan saja,
baik dan burukny perbuatan manusia, da nada tidaknya
kewajiaban untuk bersyukur pada Tuhan, untuk berbuat
baik dan untuk tidak berbuat buruk, tidaklah dapat
diketahui akal.
Sulit mencari bukti untuk membenarkan anggapan
selama ini bahwa kaum Mu’tazilah itu kurang menghargai
wahyu, atau lebih meninggalkan akal dari pada wahyu.
Mereka boleh saja disebut kuam rasionalis dalam islam
atau para teolog muslim yang liberal, dengan catatan
bahwa kerasionalan mereka tidak sampai taraf
94 ILMU KALAM Sebuah Perspektif Menuju Ilahi
menyamakan kedudukan akal dengan keuddukan wahyu.
Dan dengan catatan bahwa keliberalan mereka bukanlah
dari ajaran Al-Qur’an dan hadits yang pasti dari nabi
Muhammad, tapi dari pemahaman pihak lain, atau
sebagian dari arti harfiah nash-nash (al-qur’an dan
hadist).Pembicaraan tentang Mu’tazilah itu sesat karena
lebih mempercayai akal dari pada wahyu.
Perbenturan antara rasionalisme dan kehidupan
intuitif untuk menguasai alam fikiran umat Islam, unruk
pertama kalinya terjadi ketika menghadapi berbagai
postulat dari filsafat spekulatif yunani pada masa –msa
pertama sejarah islam. Berbagai konsekuensi intelektual
dari konflik tersebut sangat menentukan. Tidak hanya
berpengaruh pada formulasi teologi silam (ilmu kalam)
tradisional, tetapi juga memberi warna tetap terhadap
kebudayaan muslim, dan hal itu masih terlihat dalam
berbagi konflik yang timbul pada tahun-tahun belakangan
ketika terjadi kontak langsung dengan pemikiran barat
modern.
Para analis pemikiran Islam telah cukup lama
menginventarisasi berbagai tipologi pemikiran Islam
kontemporer, jika dahulu, pada awal abad ini hanya dua
corak pemikiran islam yang popular, yakni pemikiran
islam yang bercorak moderenis dan tradisonalis atau juga
sering disebut “kaum tua” dan “kaum muda” belakangan
tipologi tersebut berkembangan.
Sayyed Hossein Nasr dalam pendapatnya
mencontohkan dan mengklasifikasikan empat tipologi
pemikiran Islam kontemporer, yaitu modernism
,tradisionalisme, fundamentalisme, dah mahdiisme.
ILMU KALAM Sebuah Perspektif Menuju Ilahi 95
BAGIAN SEBELAS
PEMIKIRAN TEOLOGI
AHLUSSUNAH KHALAF
A. Al-Asy’ari
1. Al-Asy’ari
Nama lengkap Al-Asy’ari adalah Abu al-Hasan Ali bin
Abdillah bin Musa bin Bilal bin Abi Burdah bin Abi Musa Al-
asy’ari. Ia lahir di bashrah pada tahun 260H/875M. ketika
berusia 40 tahun, ia hijrah kekota Bagdad dan wafat disana
pada tahun 324H/935M.
Ayah al-asy’ari adalah seorang yang berfaham
ahlusunnah dan ahli hadist.Ia wafat ketika Al-asy’ari masih
kecil. Sebelum wafat ia berwasiat kepada sahabatnya yang
bernama Zakaria bin yahya As-saji agar mendidik Al-asy’ari.
Berkat didikan ayah tirinya, Al-asy’ari kemudian menjadi
tokoh mutazilah.
Menurut Ibnu asakir, Al-asy’ari meningglkan faham
mutazilah karena ia telah bermimpi bertemu dengan
Rasulullah SAW. Sebanyak tiga kali yaitu pada malah ke-10,
20 dan 30 bulan Ramadhan. Dalam mimpinya Rasulullah
mengingatkan agar meninggalkan faham mutazilah dan
beralih kepada faham yang telah diriwayatka dari beliau.
2. Doktrin-Doktrin Teologi Al-Asy’ari
Corak pemikiran yang sintetis ini menurut Watt,
barangkali di pengaruhi teologi kullabiah(teologi sunniyang
96 ILMU KALAM Sebuah Perspektif Menuju Ilahi
dipelopori Ibn Kullab (w 854 M). pemikiran-pemikiran Al-
asy’ari:
a. Tuhan dan sifat-sufatnya
Al-asy’ari dihadapkan pada dua pandangan ekstrim.
Dengan kelompok mujasimah (antropomorfis) dan
kelompok musyabbihah yang berpendapat, Allah
mempunyai semua sifat yang disebutkan dalam Al-Qur’an
dan sunnah, dan sifat-sifat itu harus difahami menurut
harti harfiyahnya. Kelompok mutazilah berpendapat
bahwa sifat-sifat Allah tidak lain adalah esensi-esensinya.
Al-asy’ari berpendapat bahwa Allah memang memiliki
sifat-sifat itu, seperti mempunyai tangan dan kaki dan ini
tidak boleh diartikan secara hartiah, sifat-sifat Allah itu
unik sehingga tidak dapat dibandingkan dengan sifat-sifat
manusia yang tampaknya mirip.
b. Kebebsan dalam berkehendak (free will)
Dari dua pendapat yang ekstrim, yakni jabariyah dan
fatalistic dan penganut faham pradterminisme semata-
mata dan mutazilah yang menganut faham kebebasan
mutlak dan berpendapat bahwa manusia menciptakan
perbuatanya sendiri.Al-asy’ari membedakan antara khaliq
dan kasb. Menurutnya, Allah adalah pencipta (khaliq)
perbuatan manusia, sedangkan manusia sendiri yang
mengupayakannya (muktasib), hanya Allah lah yang
mampu menciptakan segala sesuatu (termasuk keinginan
manusia)
c. Akal dan wahyu dan kriteria baik dan buruk
Walaupun Al-asy’ari dan orang-orang mutazilah
mengikuti pentingnya akan dua wahyu, mereka berbeda
dalam menghadapi persoalan yang memperoleh penjelasan
kontradiktif dari akal dan wahyu. Al-asy’ari mengutamakan
wahyu, sementara mutazilah mengutamakan akal.
ILMU KALAM Sebuah Perspektif Menuju Ilahi 97
d. Qadimnya Al-Qur’an
Mutazilah mengatakan bahwa Al-Qur’an diciptakan
(makhluk) sehingga tak qadim serta pandangan madzhab
Hambali dan Zahiriah yang mengatakan bahwa Al-Qur’an
adalah kalam Allah (yang qadim dan tidak
dicptakan).Zahiriah bahkan berpendapat bahwa semua
huruf, kata dan bunyi Al-Qur’an adalah qadim.Dalam
rangka mendamaikan kedua pandangan yang saling
bertentangan itu Al-asy’ari mengatakan bahwa walaupun
Al-Qur’an terdiri dari kata-kata, huruf dan bunyi, semua itu
tidak melekat pada esensi Allah dan kerenanya tidak
qadim. Nasution mengatakan bahwa Al-Qur’an bagi Al-
asy’ari tidaklah diciptakan sebab kalau ia dicptakan, sesuai
dengan ayat : Artinya : jika kami menghendaki sesuatu
kami bersabda “terjadilah” maka ia pun terjadi”.
e. Melihat Allah
Al-asy’ari tida sependapat dengan kelompok ortodoks
ekstrim, terutama zahiriyah yang menyatakan bahwa Allah
bersemayam di Arsy. Selain itu ia tidak sependapat dengam
mutazilah yang mengingkari ru’yatullah (melihat Allah) di
akherat. Al-asy’ari yakin bahwa Allah dapat dilihat atau bila
mana ia mencptakan kemampuan penglihatan manusia
untuk melihatnya.
f. Keadilan
Pada dasarnya Al-asy’ari dan mutazilah menyetujui
bahwa Allah itu adil. Al-asy’ari tidak sependapat dengan
mutazilah yang mengharuskan Allah berbuat adil sehingga
ia harus menyiksa orang yang salah dan memberi pahala
kepada orang yang berbuat baik. Menurutnya, Allah tidak
memiliki keharusan apapun karena ia penguasa mutlaq.
98 ILMU KALAM Sebuah Perspektif Menuju Ilahi
g. Kedudukan orang berdosa
Menurut Al-Asy’ari mukmin yang berbuat dosa besar
adalah mukmin yang fasik, sebab iman tida mungkin hilang
karena dosa selain kufur.
B. Al-Maturidi
1. Al-Maturidi
Abu Manshur Muhammad bin Muhammad bin Mahmud
Al-Maturidi. Ia dilahirkan disebuah kota kecil didaerah
samarkan yang bernama Maturid, di wilayah Trmsoxiana di
Asiah Tengah, daerah yang sekarang disebut Uzbekistan. Tahun
kelahiranya tidak diketahui pasti, hanya diperkirakan sekitar
pertengahan abad ke-3 hijriyah. Ia wafat pada tahun 333
H/944 M. Gurunya dalam bidang fiqih dan teologi yang
bernama Nasyr bin Yahya Al-Balakhi, ia wafat pada tahun 268
H. Al-Maturidi hidup pada masa khalifah Al-Mutawakil yang
memerintah pada tahun 232-274 H/847-861 M.
Karir pendidikan Al-Maturidi lebih dikonsentrasikan
untuk menekuni bidang teologi dari pada fiqih. Pemikan-
pemikiranya banyak dituangkan dalam bentuk karya tulis,
diantaranya adalah kitab Tauhid, Ta’wil Al-Qur’an Makhas Asy-
Syaran’I, Al-jald,dll. Selain itu adapula karangan-karangan yang
diduga ditulis oleh Al-Maturidi, yaitu Risalah fi Al-aqaid dan
syarh Fiqh Al-akbar.
2. Doktrin-Doktrin Teologi Al-Maturidi
a. Akal dan wahyu
Dalam pemikiran teologinya, Al-Maturidi mendasarkan
pada Al-Qur’an dan akal dalam bab ini ia sama dengan Al-
Asy’ari. Menurut Al-Maturidi, mengetahui Tuhan dan
kewajiban mengetahui Tuhan dapat diketahui dengan akal.
Kemampuan akal dalam mengetahui dua hal tersebut sesuai
dengan ayat-ayat Al-Qur’an yang memerintahkan agar
manusia menggunakan akal dalam usaha memperoleh
ILMU KALAM Sebuah Perspektif Menuju Ilahi 99
pengetahuan dan keimanannya terhadap Allah melalui
pengamatan dan pemikiran yang mendalam tentang
makhluk ciptaannya.
Kalau akal tidak mempunyai kemampuan memperoleh
pengetahuan tersebut, tentunya Allah tidak akan menyuruh
manusia untuk melakukannya. Dan orang yang tidak mau
menggunakan akal untuk memperoleh iman dan
pengetahuan mengenai Allah berarti meninggalkan
kewajiban yang di perintah ayat-ayat tersebut.Namun akal
menurut Al-Maturidi, tidak mampu mengetahui kewajiban-
kewajiban lainya.
Dalam masalah baik dan buruk, Al-Maturidi
berpendapat bahwa penentu baik dan buruk sesuatu itu
terletak pada suatu itu sendiri, sedangkan perintah atau
larangan syari’ah hanyalah mengikuti ketentuan akal
mengenai baik dan buruknya sesuatu.Dalam kondisi
demikian, wahyu diperoleh untuk dijadikan sebagai
pembimbing. Al-Maturidi membagiakan kaitan sesuatu
dengan akal pada tiga macam, yaitu: akal dengan sendirinya
hanya mengetahui kebaikan sesuatu itu; akal dengan
sendirinya hanya mengetahui kebutuhan sesuatu itu; akal
tidak mengetahui kebaikan dan keburukan sesuatu, kecuali
dengan petunjuk ajaran wahyu.
Jadi, yang baik itu baik karena diperintah Allah, dan
yang buruk itu buruk karena larangan Allah.Pada korteks ini,
Al-Maturidi berada pada posisi tengah dari Mutazilah dan
Al-Asy’ari.
b. Perbuatan manusia
Menurut Al-Maturidi perbuatan manusia adalah ciptaan
Tuhan karena segala sesuatu dala wujud ini adalah
ciptaanya.Dalan gal ini, Al-Maturidi mempertemukan antara
ikhtiar sebagai perbuatn manusia dan qudrat Tuhan sebagai
pencipta perbuatan manusia.
100 ILMU KALAM Sebuah Perspektif Menuju Ilahi
c. Kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan
Menurut Al-Maturidi qudrat Tuhan tidak sewenang-
wenang (absolut), tetapi perbuatan dan kehendaknya itu
berlangsung sesuai dengan hikman dan keadilan yang sudah
ditetapkanya sendiri.
d. Sifat Tuhan
Dalam hal ini faham Al-Maturidi cenderung mendekati
faham Mutazilah.Perbedaan keduanya terletak pada
pengakuan Al-maturidi tentang adanya sifat-sifat Tuhan,
sedangkan mutazilah menolak adanya sifat-sifat Tuhan.
e. Melihat Tuhan
Al-Maturidi mengatakan bahwa manusia dapat melihat
Tuhan. Hal ini diberitahukan oleh Al-Qur’an antara lain
dalam firman Allah surah Al-Qiyamah ayat 22 dan 23.
Namun melihat Tuhan, kelak diakhirat tidak dalam
bentuknya (bila kaifa), karena keadaan diakhirat tidak sama
dengan keadaan di dunia.
f. Kalam Tuhan
Al-Maturidi membedakan antara kalam yang tersusun
dengan huruf dan bersuara dalam kalam nafsi (sabda yang
sebenarnya atau kalam abstrak).Kalam nafsi adalah sifat
qadim bagi Allah, sedangkan kalam yang tersususn dari
huruf dan suara adalah baharu (hadist).
g. Perbuatan manusia
Menurut Al-Maturidi, tidak ada sesuatu yang terdapat
dalam wujud ini, kecuali semuanya atas kehendak Tuhan,
dan tidak ada yang memaksa atau membatasi kehendak
tuhan kecuali karena ada hikmah dan keadilan yang
ditentukan oleh kehendak-Nya sendiri.
ILMU KALAM Sebuah Perspektif Menuju Ilahi 101
h. Pengutusan Rasul
Pendangan Al-Maturidi tidak jauh beda dengan
pandangan mutazilah yang berpendapat bahwa pengutusan
Rasul ketengah-tengah umanya adalah kewajiban Tuhan
agar manusia dapat berbuat baikdan terbaik dalam
kehidupannya.
i. Pelaku dosa besar
Al-maturidi berpendapat bahwa orang yang berdosa
besar tidak kafir dan tidak kekal di dalam neraka walaupun
ia mati sebelum bertobat.
102 ILMU KALAM Sebuah Perspektif Menuju Ilahi
BAGIAN DUABELAS
PEMIKIRAN TEOLOGI SALAF
A. Sejarah Munculnya Ahlussunah
Ahlussunnah adalah mereka yang senantiasa tegak diatas
islam berdasarkan Al-Qur’an dan Hadist yang Shahih dengan
pemahaman para sahabat, tabi’in, dan tabi’it tabi’in. penamaan
istilah Ahlus sunnah ini sudah ada sejak generasi pertama islam
pada kurun yang dimuliakan Allah yaitu generasi Sahabat,
Tabi’in dan Tabiut tabi’in.
Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu ‘annhu berkata ketika
menafsirkan firman Allah Subhanahuwa Ta’ala :”
Artinya: pada hari yang diwaktu itu ada muka yang putih
berseri, da nada pula muka yang hitam muram. Adapun orang-
orang yang hitam muram mukanya (kepada mereka dikatakan):
kenapa kamu kafir sesudah kamu beriman? Karena itu rasakan
adzab disebabkan kekafiranmu itu.” [Ali Imran:106].
Adapun orang yang putih wajah nya mereka adalah Ahlus
Sunnah Wal Jama’ah, adapun orang yang hitam wajahnya
mereka adalah Ahlu bid’ah dan sesat”
Kemudian Istilah Ahlus Sunnah ini diikuti oleh kebanyakan
ulama Salaf rahimahullah diantaranya:
1. Ayyub as-Sikhtiyani Rahimahullah (wafat 131 H), ia berkata,
“Apabila aku dikabrkan tentang meninggalnya seorang dari
Ahlus Sunnah solah-olah hilang salah satu anggota tubuhku.”
ILMU KALAM Sebuah Perspektif Menuju Ilahi 103
2. Sfyan ats-Tsaury Rahimahullah (wafat 161 H) berkata: “Aku
wasiatkan kalian tetap berpegang kepada Ahlus Sunnah
dengan baik, karena mereka adalah al-ghuraba’ (orang yang
terasing). Alangkah sedikitnya Ahlus Sunnah wal Jama’ah.”
3. Fudhail bin ‘Iyadh Rahimahullah [4] (wafat 187 H) berkata:
“… berkata Ahlus Sunnah : Iman itu keyakinan, perkataan
dan perbuatan.”
4. Abu ‘Ubaid al-Qasim bin Sallaam Rahimahullah (157-224 H)
berkata dalam muqaddimah kitabnya, al-Imaan : “… Maka
kesungguhanya apabila engkau bertanya kepada ku tentang
iman, perselisihan umat tentang kesempurnaan Iman,
bertambah dan berkurangnya iman dan engkau
menyebutkan seolah-olah engkau berkeinginan sekali untuk
mengetahui tentang iman menurut Ahlus Sunnah dari yang
demikian….”
5. Imam Ahmad bin Hanbal Rahimahullah [6] (164-241 H),
beliau berkata dalam muqaddimah kitabnya, as-Sunnah :
“Inilah madzhab Ahlul ‘Ilmi, Ash-habul Atsar dan Ahlus
Sunnah, yang mereka dikenal sebagi pengikut Sunnah Rasul
dan para sahabatnya, dari semenjak zaman para Sahabat
Radhiyallahhu Ajmai’in hingga pada masa sekarang ini…....”
6. Imam Ibnu Jarir ath-Thabary Rahimahullah (wafat 310 H)
berkata : “…. Adapun yang benar dari perkataan tentang
keyakinan bahwa kaum mukminin akan melihat Allah pada
hari kiamat, maka itu merupakan agama yang kami
beragama denganya, dan kami mengetahui bahwa ahli Surga
akan melihat Allah sesuai berita yang Shahih dari Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
7. Imam Abu Ja’far Ahmad bin Muhammad ath-Thahawy
Rahimahullah (239- 321 H). Beliau berkata dalam
muqaddiman kitab ‘aqidahnya yang masyhur (‘Aqidah
Thahawiyah): …”ini adalah penjelasan tentang ‘aqidah Ahlus
Sunnah wal Jama’ah.”
104 ILMU KALAM Sebuah Perspektif Menuju Ilahi
Dengan penukilan tersebut, maka jelaslah bagi kita bahwa
lafazh (generasi awal umat ini) dan para ulama
sesudahnya.Istilah Ahlus Sunnah merupakan istilah yang
mutlak untuk melawan Ahlul Bid’ah. Para ulama Ahlus Sunnah
menulis penjelasan tentang ‘aqidah yang benar dan untuk
membedakan antara mereka dengan Ahlu Bid’ah. Sebagai mana
telah dilakukan imam Ahmad bin Hanbal, Imam al-Barbahary,
Imam ath-Thahawy serta yang lainya. Dan ini juga sebagai
bantahan kepada orang yang berpendapat bahwa istilah Ahlus
Sunnah pertama kali dipakai oleh golongan Asy’ariyah, padahal
Asy’ariyah timbul pada abad ke-3 dan ke-4 Hijjriyah.
B. Pengertian Salaf
Pengertian salaf secara bahasa (Etimologi) yaitu, apa
yang telah berlalu dan mendahului, seperti ungkapan: “Salafa
asy-syai-u”, “Salaf” artinya sekelompok pendahulu atau suatu
kuam yang mendahului dalam perjalanan.
Allah Ta’ala berfirman,
Artinya: “Maka tatkala mereka membuat kami murka,
kami menghukum mereka lalu kami tenggelamkan mereka
semuanya (di laut), dan kami jadikan mereka sebagai contoh
dan pelajaran bagi orang-orang yang kemudian.” (Az-Zukhruuf:
55-56).
Maksudnya adalah kami (Allah) menjadikan orang-
orang terdahulu itu sebagai contoh bagi orang yang hendak
berbuat seperti perbuatan mereka, agar generasi setelah
mereka menngambil pelajaran dan teladan dirinya. Jadi makna
Salaf adalah orang yang telah mendahului anda baik itu nenek
moyang maupun kerabat keluarga anda, dimana mereka diatas
anda baik dari segi umur ataupun kebaiknya.Oleh karena itu,
generasi pertama dari kalangan Tabi’in dinamakan “as-Salafush
Shalih. (liha kamus bahasa Arab : Taajul ‘Aruus, Lisaanul ‘Arab
dan al-Qaamuusul Muhuth: (bab:Salafa).
ILMU KALAM Sebuah Perspektif Menuju Ilahi 105
Sedangkan Salaf Secara Istilah (Terminologi): Kata
“Salaf” menurut kalangan ulama Aqidah, terminologinya sekitar
‘Sahabat’, atau ‘Sahabat Tabi’in dan Tabi’ut Tabi’in’ yang hidup
dimasa (tiga abad pertama) yang di muliakan dari kalangan
para imam yang telah diakui keimananya, kebaikannya,
kepahamannya terhadap As-Sunnah dan ketangguhannya
dalam menjadikan as-Sunnah sebagi pedoman hidupnya,
menjauhi bid’ah, dan dari orang-orang yang telah disepakati
oleh ummat tentang keimanan mereka serta keagungan
kedudukan mereka dalam agama. Oleh karena itu, generai
permulaan Islam dinamakan “as-Salafush Shalih”.
Allah Ta’ala berfirman,
Artinya: “Dan barang siapa yang menentang Rasul
sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang
bukan jalan orang-orang mukmin, kami biarkan ia leluasa
terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan kami
memasukkan ia kedalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-
buruk tempat kembali.” (An-Nisaa: 115).
Firman-Nya pula, “Orang-orang yang terdahulu lagi yang
pertama tama (masuk islam) diantara orang orang muhajirin
dan anshar serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan
baik, Allah Ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada
Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang
mengalir sungai-sungai didalamnya; mereka kekal didalamnya
selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.”(At-Taubah:
100).
Nabi Muhammad SAW bersabda, ”sebaik-baik manusia
adalah (orang yang hidup) pada masaku ini (yaitu generasi
Sahabat), kemudian yang sesudahnya (generasi Tabi’in),
kemudian yang sesudahnya (generasi Tabi’ut Tabi’in).” (HR. Al-
Bukhari dan Muslim).(HR. Al-Bukhari no. 2652 dan Muslim no.
2533(212), dari Sahabat ‘Abdullah bin Mas’ud r.a).
106 ILMU KALAM Sebuah Perspektif Menuju Ilahi
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Rozak, Rasihon Anwar, ilmu kalam(Bandung: Pustaka
Setia, 2007)
Abuddin Nata, Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasawuf, Jakarta: Raja
Grafindo Persada. 1995.
Afrizal M, Ibn Rusyid Tujuh Perdebatan Utama dalam Teologi
Islam. (Jakarta: Erlangga)
Al Farqu baina al Firaq, Abdul Qahir bin Thahir bin Muhammad.
Memahami Manhaj Islam: Membedah Ummahatul Firaq,
Romly Qamaruddin Abu Yazid. Jakarta: Al Bahr Press, 2008
Anwar, Rosihon. Abdul Rozak. Ilmu kalam, Bandung: Pustaka
Setia. 2003.
Asmuni,Yusran,ilmu Tauhid. Jakarta: Raja Grafindo
Persada,1993.
Dhiauddin Rais, Muhammad.Teori politik Islam. Jakarta: Gema
Insani Press, 2001.
Hanafi, Ahmad. Theology Islam.1974. Jakarta: Bulan Bintang
1974.
Hanafi, Hasan, Muqaddimah fi ilm Al-Istighodh. Kairo: Dar Al-
Faniyah. 1981
Harahab, Syahrin. Al-qur’an dan Sekularisasi ajian Kritis
Terhadap pemikiran Taha Husain.Yogyakarta : Tiara
Wacana. 1994.
ILMU KALAM Sebuah Perspektif Menuju Ilahi 107
Harun Nasution, Teologi Islam: aliran-aliran, sejarah, analisa dan
perbandingan, Jakarta: UI Press. 1986.
Harun Nasution, Teologi Islam, Jakarta: UI-Press, Cet.V Isalam.
Izutsu, Toshihiko. Konsep kepercayaan dalam
Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya. 1994.
Jeje Zaenuddin Abu Himam, Akar Konflik Umat Islam,
Bandung:Persis Press, 2008.
Lihat MAT dinuki dari Al Imam Al Barbahari: Syarhu as-Sunnah,
Tahqiq: asy-Syaikh Abu Yasir Khalaid ar-Radadi.
Luqman bin Muhammad ba’abduh, mereka adalah Teroris,.
Malang:Pustaka Qaulan Sadida, 2005. Cet.II
Madkour, Ibrahim. Aliran dan Teori Filsafat Islam. Jakarta : Bumi
Aksara, 2009.
Mu’in, Taib Thahir Abdul. Ilmu kalam, Jakarta: Widjaya. 1986.
Muhaimin, M. Ilmu Kalam, sejarah dan aliran-aliran.Yogyakarta :
Pustaka Pelajar. 1996.
Muhammad Dhiauddin Rais, Teori politik Islam (Jakarta : Gema
Insani Press, 2001.
Nasution, Harun. Teologi Islam. Jakarta: Penerbin Universitas
Indonesia (UI-Press) 1986.
Nasution, Harun. Islam Rasional, gagasan dan pemikiran.
Bandung: Mizan,1995.
Rasihon Anwar, dkk, Ilmu Kalam, Bandung: Pustaka Setia. 2006.
108 ILMU KALAM Sebuah Perspektif Menuju Ilahi
Sirajuddin Zar, Teologi Islam: aliran dan ajarannya, Padang: IAIN
Press.2003.
Soleh, A.Khudori. Wacana Baru Filsafat Islam.Yogyakarta :
Pustaka Pelajar.2004.
Sumaryono, Hermeneutic sebuah Metode Filsafat. Yogyakarta:
Kanisius, 1993.
Syukur, Prof. Asywadie. Al Milal wa Al Nihal. Surabaya: PT Bina
Ilmu, 2003.
Thoshihiko Izutsu, konsep Kepercayaan dalam Teologi Islam,
Tim Ulin Nuha Ma’had Ali An Nuur: Dirasatul Firaq: Kajian
Tentang aliran-aliran sesat dalam Islam, Solo: Pustaka
Arafah, 2003 Cet.III Imam Abi al Fath Muhammad ibnu al
Karim asy Syahrastani, Al Milal wa Nihal, mu’allaq: Ahmad
Fahmi, Beirut : Daar as Salam, 1948, cet.I
Umar Hasyim, Apakah anda termasuk golongan Ahli Sunnah wa
al-Jamaah?, Surabaya: PT.Bina Ilmu, 1982,cet.II Abu Fida
Isma’il bin katsir, al Bidayah wa Nihayah, Beirut : Dar el
Maeefah, 1999 Cet, V jilid.IV,
ILMU KALAM Sebuah Perspektif Menuju Ilahi 109
BIODATA PENULIS
Penulis dilahirkan di Kampung Bengkulu
Kecamatan Gunung Labuhan Kabupaten Way
Kanan Provinsi Lampung pada tanggal 05
September 1990, dari pasangan pernikahan
Bapak Suwardi (Alm) dan Ibu Lami. Penulis
menempuh Pendidikan dasar pada SDN 2
Bengkulu lulus pada tahun 2002, kemudian
melajutkan di SMPN 2 Gunung Labuhan dan
lulus pada tahun 2005, kemudian pada jenjang SLTA penulis
melanjutkan pada Madarasah Aliyah (MA) Pondok Pesantren
Futuhiyyah 1 Bukit Kemuning lampung Utara dan lulus pada
tahun 2008 penulis melanjutkan studi pada perguruan tinggi yaitu
Institut Agama Islam Maarif (IAIM ) NU Metro Lampung lulus
pada tahun 2013 mendapatkan gelar Sarjana Syariah (S.Sy),
setelah lulus kuliah kemudian penulis menikah dengan seorang
gadis yang bernama Sri Asih Miati, S.Pd.I dan dikaruniai seorang
anak laki-laki yang diberinama Muhammad Izza Asyauqi,
kemudian penulis melanjutkan studi pada pascasarjana Sekolah
Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) School Of Management (ISM)
Tangerang dan lulus pada tahun 2015.
Awal karier dalam duania akademik penulis menjadi dewan
pengajar (Dosen) pada Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Al-
Ma’arif Way Kanan, dan pada tahun 2017 hingga saat ini penulis
menjabat sebagai Ketua Progrm Studi Hukum Keluarga Islam
(HKI) Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Al-Ma’arif Way Kanan.
Selain aktif dibidang akademik penulis juga aktif dibeberapa
organisasi kemasyarakatan seperti Nahdhatul Ulama, Pergerakan
Mahassiswa Islam Indonesia (PMII), Pengurus Kelompok Sadar
Keamanan ketertiban masyarakat (POKDAR) Khamtibmas Polres
Way Kanan, Pengurus Daerah Masyarakat EkonomiSyari’ah (MES)
kabupaten Way Kanan.
110 ILMU KALAM Sebuah Perspektif Menuju Ilahi