The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Kota Luwuk merupakan kota yang memiliki beragam sumber daya, baik yang alami maupun binaan, yang dapat dikembangkan menjadi objek dan atraksi wisata. Salah satu di antara sumber daya wisata yang berada di Kota Luwuk adalah teluk atau Lalong Kota Luwuk (LKL).

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by deborasarang08, 2021-03-14 21:58:57

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA PESISIR

Kota Luwuk merupakan kota yang memiliki beragam sumber daya, baik yang alami maupun binaan, yang dapat dikembangkan menjadi objek dan atraksi wisata. Salah satu di antara sumber daya wisata yang berada di Kota Luwuk adalah teluk atau Lalong Kota Luwuk (LKL).

Debora Budiyono, SP., M.Si.

PERENCANAAN LANSKAP
KAWASAN WISATA PESISIR

ISBN: 978-623-6506-23-3

PERENCANAAN LANSKAP
KAWASAN WISATA PESISIR

Debora Budiyono, SP., M.Si., lahir di Paisubatu

Kabupaten Banggai Sulawesi Tengah pada

Tanggal 08 November 1984. Dosen pada Program

Studi Arsitektur Lanskap Fakultas Pertanian

Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang.

Penulis aktif pada berbagai kegiatan profesi,

organisasi, penelitian dan pengabdian

masyarakat serta publikasi ilmiah tentang

perencanaan lanskap dan wisata.

Penerbit : CV. AA. RIZKY
Alamat : Jl. Raya Cisarua Petir,

E-mail Puri Citra Blok B2 No. 34 Pipitan
Website Kec. Walantaka-Serang Banten
: [email protected]
: www.aarizky.com



Undang-undang No.19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta
Pasal 72

1. Barang siapa dengan sengaja melanggar dan tanpa hak
melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal
ayat (1) atau pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana
dengan pidana penjara masing-masing paling sedikit 1
(satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp.
1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling
lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp.5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan,
mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan
atau barang hasil pelanggaran hak cipta terkait sebagai
dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

PERENCANAAN LANSKAP
KAWASAN WISATA PESISIR

Penulis:
Debora Budiyono, SP., M.Si.

PENERBIT:
CV. AA. RIZKY

PERENCANAAN LANSKAP
KAWASAN WISATA PESISIR

© Penerbit CV. AA RIZKY

Penulis:
Debora Budiyono, SP., M. Si.

Desain Sampul dan Tata Letak:
Tim Kreasi CV. AA. RIZKY

Cetakan Pertama, Juli 2020

Penerbit:
CV. AA. RIZKY
Jl. Raya Ciruas Petir, Puri Citra Blok B2 No. 34
Kecamatan Walantaka, Kota Serang - Banten, 42183
Hp0819-06050622, Website : www.aarizky.com
E-mail: [email protected]

Anggota IKAPI

No. 035/BANTEN/2019

ISBN : 978-623-6506-23-3

xii + 131 hlm, 23 cm x 15,5 cm

Copyright © 2020 CV. AA. RIZKY

Hak cipta dilindungi undang-undang
Dilarang memperbanyak buku ini dalam bentuk dan dengan cara

apapun tanpa ijin tertulis dari penulis dan penerbit.

Isi diluar tanggungjawab Penerbit

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan
Yang Maha Esa sehingga buku ini berhasil diselesaikan. Kota
Luwuk merupakan kota yang memiliki beragam sumber
daya, baik yang alami maupun binaan, yang dapat
dikembangkan menjadi objek dan atraksi wisata. Salah satu
di antara sumber daya wisata yang berada di Kota Luwuk
adalah teluk atau Lalong Kota Luwuk (LKL).

Keberadaan Lalong Kota Luwuk sangat penting bagi
sektor ekonomi masyarakat Kota Luwuk dan hinterland
sebagai penunjang kehidupan dan sarana transportasi. Pada
masa dahulu dan sekarang, Lalong Kota Luwuk berperan
sebagai sarana prasarana yang menghubungkan wilayah Kota
Luwuk dengan pelabuhan dagang di seluruh Kabupaten
Banggai dan antar provinsi.

Kawasan pesisir Lalong Kota Luwuk secara umum
memiliki kepekaan tetapi memiliki daya tarik wisata yang
tinggi untuk dikembangkan sebagai kawasan wisata pesisir.
Oleh karena itu, dibutuhkan upaya implementasi aspek legal
daerah yang dikeluarkan oleh pemerintah melalui RTRW
Kota Luwuk, merelokasi pemukiman liar di kawasan
sempadan pantai dan sekitar kawasan hutan alami dengan
buffer zone serta mengubah orientasi kearah teluk,
menginventarisasi dan melestarikan bangunan-bangunan
yang memiliki nilai sejarah dan jenis kuliner khas lokal yang

Perencanaan Lanskap Kawasan Wisata Pesisir v

merupakan aset Kota Luwuk, dan sosialisasi melalui
pembinaan pada masyarakat lokal yang memiliki kepekaan
apabila dilakukan rencana pengembangan kawasan wisata
pesisir.

Malang, Juli 2020
Penulis

vi Perencanaan Lanskap Kawasan Wisata Pesisir

DAFTAR ISI

PRAKATA ............................................................................. v
DAFTAR ISI ........................................................................vii
DAFTAR TABEL ................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR............................................................. xi
BAB I PROBLEMATIKA PERENCANAAN

LANSKAP KAWASAN WISATA PESISIR........ 1
BAB II PERENCANAAN LANSKAP .............................. 5
BAB III KAWASAN PESISIR.......................................... 11

A. Kawasan Pesisir ............................................ 11
B. Ekosistem Pesisir .......................................... 13
C. Sistem Zonasi Kawasan Pesisir..................... 18
D. Metode Analisis Zonasi Kawasan Pesisir ..... 19
E. Konsep Perencanaan dan Pengelolaan

Kawasan Pesisir Terpadu ............................. 20
BAB IV WISATA PESISIR............................................... 23

A. Pariwisata dan Wisata Pesisir........................ 23
B. Konsep Wisata Pesisir. .................................. 27
C. Zona Wisata Pesisir ....................................... 31
BAB V DAYA DUKUNG WISATA PESISIR................ 33
A. Konsep Daya Dukung ................................... 33
B. Pendugaan Nilai Daya Dukung Kawasan ..... 39
C. Ragam Daya Dukung .................................... 42
D. Daya Dukung Wisata Pesisir......................... 47
BAB VI PEMANFAATAN SISTEM INFORMASI
GEOGRAFI (SIG) ............................................... 51
BAB VII DESKRIPSI HASIL STUDI KASUS.................. 55

Perencanaan Lanskap Kawasan Wisata Pesisir vii

A. Ekosistem Kawasan Pesisir ........................ 55
B. Kepekaan Ekosistem Pesisir....................... 57
C. Daya Tarik Wisata Pesisir LKL ................. 63
D. Dukungan Masyarakat................................ 86
E. Zona Potensial Wisata Pesisir .................... 89
F. Preferensi Stakeholder terhadap Konsep

Lanskap Kawasan Wisata Pesisir LKL ...... 91
G. Zona Pengembangan Kawasan

Wisata Pesisir LKL .................................... 99
H. Daya Dukung Wisata Pesisir

Lalong Kota Luwuk ................................. 103
I. Rencana Pengembangan Kawasan

Wisata Pesisir LKL .................................. 106
J. Rencana Lanskap Kawasan

Wisata Pesisir LKL .................................. 115
BAB VIII KESIMPULAN ............................................... 121
DAFTAR PUSTAKA ........................................................ 123
TENTANG PENULIS........................................................ 131

viii Perencanaan Lanskap Kawasan Wisata Pesisir

DAFTAR TABEL

4.1 Zonasi di Kawasan Ekowisata Bahari ...................... 31
4.2 Kriteria Ekologi, Sosial, dan Ekonomi ..................... 32
5.1 Potensi Ekologis Pengunjung (K) dan Luas Area

Kegiatan (Lt)............................................................. 48
5.2 Waktu yang dibutuhkan untuk Kegiatan Wisata ...... 50
7.1 Luas Ekosistem Kawasan LKL ................................ 55
7.2 Penilaian Kepekaan Ekosistem Teresterial............... 57
7.3 Luas Kepekaan Ekosistem Teresterial...................... 58
7.4 Penilaian Kepekaan Ekosistem Akuatik

Kawasan Pesisir ........................................................ 60
7.5 Luas Kepekaan Ekosistem Akuatik LKL ................. 61
7.6 Potensi Objek dan Atraksi Wisata LKL ................... 64
7.7 Luas Potensi Objek dan Atraksi Wisata Pesisir

LKL ......................................................................... 65
7.8 Potensi Objek dan Atraksi Wisata Pesisir LKL........ 67
7.9 Luas Potensi Kualitas Visual Wisata Pesisir LKL ... 72
7.10 Penilaian Potensi Daya Tarik Wisata Pesisir LKL. .. 74
7.11 Luas Potensi Daya Tarik Wisata Pesisir LKL .......... 75
7.12 Potensi Daya Tarik Wisata Berdasarkan

Kepekaan .................................................................. 78
7.13 Luas Potensi Daya Tarik Berdasarkan Kepekaan..... 79
7.14 Zona Wisata Pesisir Kawasan LKL .......................... 84
7.15 Akseptibilitas Masyarakat pada Wisata Pesisir ........ 87
7.16 Preferensi Masyarakat terhadap Peluang Ekonomi

Wisata Pesisir LKL................................................... 88
7.17 Zona Potensial Wisata Pesisir Kawasan LKL .......... 89

Perencanaan Lanskap Kawasan Wisata Pesisir ix

7.18 Zona Pengembangan Wisata Pesisir Kawasan
LKL ........................................................................ 101

7.19 Daya Dukung Kawasan Wisata Pesisir LKL.......... 104
7.20 Program Pengembangan Wisata Pesisir LKL ........ 114
7.21 Rencana Pengembangan Aktivitas dan Fasilitas .... 119

x Perencanaan Lanskap Kawasan Wisata Pesisir

DAFTAR GAMBAR

3.1 Batas Program Pengelolaan Wilayah Pesisir ............ 11
4.1 Sistem Pariwisata...................................................... 23
4.2 Konsep Ekowisata Bahari......................................... 28
5.1 Hubungan Ekoregion, Jasa Ekosistem,

Daya Dukung, dan Daya Tampung .......................... 34
5.2 Hubungan Teoritis Daya Dukung dengan Populasi

di Alam ..................................................................... 36
5.3 Hubungan Daya Dukung dengan Populasi di Alam

(Alternatif 1) ............................................................. 37
5.4 Hubungan Daya Dukung dengan Populasi di Alam

(Alternatif 2) ............................................................. 37
5.5 The Law of Limiting Factor dari Daya Dukung ....... 37
7.1 Peta Ekosistem Kawasan Wisata Pesisir LKL.......... 57
7.2 Peta Kepekaan Ekosistem Teresterial Kawasan

Pesisir LKL............................................................... 60
7.3 Peta Kepekaan Ekosistem Akuatik

Kawasan Pesisir LKL ............................................... 63
7.4 Peta Potensi Objek dan Atraksi Wisata

Pesisir LKL............................................................... 66
7.5 Grafik Nilai SBE Kawasan Pesisir LKL .................. 69
7.6 Penilaian Kualitas Visual Kawasan Pesisir LKL...... 71
7.7 Peta Kualitas Visual Kawasan Pesisir LKL.............. 73
7.8 Peta Potensi Daya Tarik Wisata Pesisir LKL ........... 77
7.9 Peta Daya Tarik Wisata Berbasis Kepekaan ............ 80
7.10 Peta Rencana BWK Kota Luwuk ............................. 82
7.11 Peta Zona Wisata Pesisir LKL.................................. 86

Perencanaan Lanskap Kawasan Wisata Pesisir xi

7.12 Peta Zona Potensial Kawasan Wisata Pesisir LKL . 90
7.13 Penilaian Bobot dan Prioritas pada Level Kriteria ... 92
7.14 Nilai Bobot Prioritas Utama untuk Kriteria

Pola Ruang................................................................ 92
7.15 Penilaian Bobot dan Prioritas pada Level Kriteria

Penggunaan Lahan.................................................... 93
7.16 Nilai Bobot Prioritas Utama untuk Kriteria

Pola Sirkulasi............................................................ 94
7.17 Nilai Bobot Prioritas Utama untuk Kriteria

Vegetasi dan Satwa................................................... 94
7.18 Nilai Bobot Prioritas Utama untuk Kriteria

Prilaku Sosial............................................................ 95
7.19 Nilai Bobot Prioritas Utama untuk Kriteria

Teknologi.................................................................. 96
7.20 Nilai Bobot Prioritas Utama untuk Kriteria

Bangunan dan Struktur ............................................. 96
7.21 Nilai Bobot Prioritas Utama untuk Kriteria

Institusi ..................................................................... 97
7.22 Penilaian Sintesis Alternatif Kawasan Wisata

Pesisir LKL............................................................... 98
7.23 Peta Zona Pengembangan Kawasan Wisata........... 102
7.24 Peta Rencana Pengembangan Lanskap Kawasan

Wisata Pesisir LKL................................................. 108
7.25 Konsep Rencana Tata Ruang Wisata Pesisir LKL..111
7.26 Konsep Rencana Sirkulasi Wisata Pesisir LKL ..... 113

xii Perencanaan Lanskap Kawasan Wisata Pesisir

BAB I
PROBLEMATIKA
PERENCANAAN LANSKAP
KAWASAN WISATA PESISIR

Lanskap pesisir merupakan lanskap alami yang terdiri
dari ekosistem yang dinamis dan mempunyai kekayaan habitat
yang beragam baik di darat atau laut serta saling berinteraksi
antara habitat tersebut. Lanskap pesisir merupakan suatu
himpunan integral dari komponen hayati dan non hayati.
Lanskap pesisir juga merupakan ekosistem yang paling mudah
terkena dampak kegiatan manusia.

Keberadaan lanskap pesisir yang peka dan rapuh
sehingga mudah rusak apabila dilakukan pengembangan
kawasan tanpa perencanaan yang berkelanjutan. Lanskap
pesisir memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan
dengan tujuan meningkatkan taraf hidup manusia. Aktivitas
pemanfaatan lanskap pesisir tersebut akan mengalami
perubahan-perubahan pada sumberdaya alam yang akan
memberikan pengaruh pada lingkungan hidup.

Semakin tinggi laju pembangunan, semakin besar
perubahan lingkungan hidup. Oleh karena itu dalam
perencanaan pembangunan pada lanskap pesisir perlu
memperhatikan kaidah-kaidah ekologis untuk mengurangi
akibat-akibat negatif yang merugikan bagi kelangsungan
pembangunan secara menyeluruh.

Perencanaan Lanskap Kawasan Wisata Pesisir 1

Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan
dengan jumlah pulau sekitar 17.508 dan panjang pantai kurang
lebih 81.000 km, oleh karena itu Indonesia memiliki potensi
sumberdaya pesisir dan laut yang sangat besar. Berdasarkan
potensi sumberdaya pesisir tersebut memberikan dampak
pengembangan kota-kota di Indonesia berada di kawasan
pesisir. Salah satu kota yang berkembang pesat di kawasan
pesisir yaitu Kota Luwuk, Sulawesi Tengah.

Kota Luwuk merupakan kota yang memiliki beragam
sumber daya alami dan binaan yang dapat dikembangkan
menjadi objek dan atraksi wisata. Salah satu sumber daya
wisata yang berada di Kota Luwuk adalah teluk Lalong Kota
Luwuk. Keberadaan Lalong Kota Luwuk (LKL) sangat
penting bagi sektor ekonomi masyarakat Kota Luwuk dan
hinterland sebagai penunjang kehidupan dan sarana
transportasi yang menghubungkan wilayah Kota Luwuk
dengan pelabuhan dagang di seluruh Kabupaten Banggai dan
antar provinsi (Departemen Perhubungan Laut, 2003).

Pertumbuhan kota dan pertambahan jumlah penduduk
Kota Luwuk cenderung menimbulkan pengaruh negatif
terhadap kondisi LKL. Menurut Dinas Cipta Karya dan Tata
Ruang (2011), pemanfaatan sumber daya kawasan LKL saat
ini adalah sebagai pusat konsentrasi ekonomi atau daerah
central bussiness district (CBD), pemerintahan, pemukiman,
dan pusat rekreasi masyarakat Kota Luwuk. Sebagai
akibatnya, LKL mengalami pencemaran dan sedimentasi
sehingga kualitas fisik lingkungan menjadi buruk, kumuh, dan
produktivitas ikan menurun.

2 Perencanaan Lanskap Kawasan Wisata Pesisir

Berdasarkan kondisi saat ini, perbaikan lingkungan
LKL adalah mengubah image LKL dari back yard menjadi
front yard. Keberadaan LKL dapat menjadi elemen kota yang
menunjukkan kualitas dan karakter pendukung keunikan suatu
kota. Konsep pengembangan perencanaan adalah LKL
menjadi point of view lanskap Kota Luwuk yang berfungsi
sebagai identitas untuk penduduk kota dan pengunjung kota.
Hal ini ditujukan untuk memulihkan, mempertahankan, dan
melestarikan sumber daya alam serta mencegah terjadinya
degradasi sumber daya kawasan pesisir lebih lanjut.

Keberadaan LKL sebagai identitas kota harus didukung
dengan kualitas lingkungan fisik dan kualitas ekologi yang
secara langsung akan meningkatkan kualitas estetika
lingkungan kawasan LKL tersebut. Kawasan LKL dapat
dikembangkan menjadi kawasan wisata pesisir yang
berwawasan lingkungan, yang merupakan bagian dari wisata
perkotaan. Di samping itu, objek dan atraksi yang terdapat di
kawasan wisata LKL juga dapat menjadi potensi daya tarik
kawasan tersebut.

Wisata pada beberapa kota besar dan kota kecil selalu
sukses menjadi atraktif dengan mengkombinasi karakter
dramatik perkotaan dengan atraksi yang spesifik. Wisata kota
pesisir berkelanjutan adalah model penyelenggaraan wisata
yang mengeksplorasi di dalam dan sekitar kota pesisir, dimana
kegiatannya selain menghargai, mengapresiasikan, dan
mengkonservasi sumber daya alam dan budaya kota, juga
berfungsi meningkatkan kualitas ekologis kota, serta
mendorong meningkatnya ekonomi lokal (Inskeep, 1991).

Perencanaan Lanskap Kawasan Wisata Pesisir 3

Menurut Higham dan Luck (2002), pengembangan
wisata perkotaan berkelanjutan akan merestorasi daerah alami,
mengurangi degradasi lingkungan (erosi, kebisingan, dan
polutan), memberi edukasi lingkungan untuk semua latar
belakang sosial yang lebih luas (Okech, 2009), dan
meningkatkan pendapatan ekonomi (Hutabarat et al., 2009)
serta menjaga kebudayaan lokal (Anwar, 2014).

LKL berpotensi sebagai wisata kota pesisir
berkelanjutan yang dapat memperbaiki lingkungan fisik,
meningkatkan pendapatan masyarakat dan PAD pemerintah,
melestarikan budaya, dan meningkatkan kesadaran lingkungan
bagi masyarakat sekitar LKL. Dalam rencana
pengembangannya, objek dan atraksi, aktivitas sosial dan
ekonomi masyarakat setempat dapat ditingkatkan dan
dikembangkan menjadi sumber daya wisata kawasan LKL
berkelanjutan.

*****

4 Perencanaan Lanskap Kawasan Wisata Pesisir

BAB II
PERENCANAAN LANSKAP

Simonds (1983) mendefinisikan lanskap sebagai suatu
bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat
dinikmati oleh seluruh indera manusia, dimana karakter
tersebut menyatu secara harmoni dan alami untuk memperkuat
karakter lanskapnya. Karakteristik tersebut dapat digolongkan
sebagai keindahan apabila memiliki kesatuan harmoni antar
komponen lanskapnya.

Menurut Eckbo (1964) lanskap adalah ruang
disekeliling manusia mencakup segala sesuatu yang dapat
dilihat dan dirasakan serta merupakan pengalaman terus
menerus di sepanjang waktu dan ruang kehidupan manusia.
Menurut Forman dan Godron (1986) bahwa lanskap adalah
area lahan heterogen yang tersusun dari suatu cluster
ekosistem yang saling berinteraksi berulang dalam bentuk
serupa, dapat dikenali, dan secara spasial berulang.

Lanskap adalah totalitas keseluruhan secara fisik,
ekologis, dan geografi serta pengintegrasian seluruh proses-
proses dan pola-pola yang berkaitan dengan manusia dan alam
(Naveh, 1987). Tipe lanskap berdasarkan apresiasi yaitu
kawasan pegunungan (mountains), alam bebas (wilderness),
kawasan pedesaan (the middle landscape atau rural), taman-
taman (gardens), dan lanskap perkotaan (townscape)
(Porteous, 1996).

Perencanaan Lanskap Kawasan Wisata Pesisir 5

Perencanaan merupakan suatu alat yang sistematis dan
dapat digunakan pada suatu keadaan awal dan merupakan cara
terbaik untuk mencapai suatu keadaan tersebut (Gold, 1980).
Perencanaan adalah kegiatan mengumpulkan dan
menginterpretasikan data, memproyeksikannya ke masa
depan, mengidentifikasi masalah, dan memberi pendekatan
yang beralasan untuk memecahkan masalah-masalah tersebut
(Knudson, 1980).

Perencanaan merupakan suatu pendekatan ke masa
depan terhadap lahan dan perencanaan tersebut disertai dengan
imajinasi dan kepekaan terhadap analisis tapak (Laurie, 1986).
Perencanaan merupakan urutan-urutan pekerjaan yang saling
berhubungan dan berkaitan. Semua bagian tersebut tersusun
sedemikian rupa sehingga apabila terjadi perubahan pada suatu
bagian, maka akan memengaruhi bagian lainnya. Tujuan
utama perencanaan untuk menentukan tempat yang sesuai
dengan daya dukung dan keadaan umum masyarakat sekitar
(Simonds, 1983).

Perencanaan adalah kegiatan pemecahan masalah dan
proses pengambilan keputusan atau proses penjabaran
pemikiran dari suatu ide ke arah suatu bentuk yang nyata
(Gold, 1980). Perencanaan adalah menetapkan suatu tujuan
setelah memperhatikan pembatas internal dan pengaruh
eksternal, memilih serta menetapkan langkah-langkah untuk
mencapai tujuan tersebut (Tarigan, 2005). Menurut Simonds
(1983) menyatakan bahwa proses perencanaan terdiri dari
beberapa tahapan yaitu tahap pemberian tugas, inventarisasi,
analisis, synth, construction, dan pemeliharaan.

6 Perencanaan Lanskap Kawasan Wisata Pesisir

Perencanaan lanskap adalah suatu proses yang
dinamis, saling terkait, dan saling mendukung satu dengan
yang lainnya. Dimana proses yang terstruktur dan sistematis
untuk menentukan keadaan awal dan fungsi suatu tapak atau
lanskap dari segi fisik, biofisik, sosial atau budaya. Tahap
selanjutnya adalah menjadikan tapak berbagai rencana
perubahan. Perencanaan menggunakan cara dan pendekatan
yang sesuai dan terbaik untuk mencapai keadaan yang
diinginkan tersebut (Wong, 1991).

Perencanaan lanskap merupakan suatu tindakan menata
dan menyatukan berbagai penggunaan lahan berdasarkan
pengetahuan teknis lahan dan kualitas estetiknya guna
mendukung fungsi yang akan dikembangkan pada kawasan
tersebut (Gold, 1980). Perencanaan lanskap berkelanjutan
adalah perencanaan yang mengidentifikasi dan mengukur
lanskap alami maupun lanskap buatan (Marsh, 2005) serta
harus mencakup pertimbangan dampak tapak terhadap
ekosistem lokal, ekosistem global, dan masa depan (Russ,
2002).

Konsep dasar yang mempengaruhi keputusan dalam
perencanaan lanskap adalah lingkungan fisik (sifat geologi
atau morfologi), flora dan fauna (pelestarian tumbuhan alami
dan satwa liar), tanah (kesuburan tanah), air (sumber air
permukaan dan air tanah), iklim (kenyamanan manusia di luar
ruangan), kualitas udara (polusi udara), keamanan manusia
(area potensi berbahaya atau hazard), keragaman pengalaman
dan habitat manusia (area bersejarah, budaya, dan visual unik)
(Beer dan Higgins, 1999).

Perencanaan Lanskap Kawasan Wisata Pesisir 7

Proses perencanaan lanskap terdiri dari inventarisasi,
analisis, sintesis, dan perencanaan tapak. Pada tahap
inventarisasi dilakukan pengambilan data awal melalui survei
lapang, pengukuran, dan wawancara. Data kemudian dianalisis
secara deskriptif dan spasial untuk mengetahui potensi
pengembangan, kendala, kenyamanan, dan bahaya yang
terdapat pada tapak serta zona-zona kesesuaian pengembangan
lahan. Kemudian tahap sintesis dilakukan pemasukan konsep
yang akan dikembangkan, sehingga menghasilkan rencana
blok. Setelah itu, rencana blok dikembangkan menjadi rencana
lanskap yang disesuaikan dengan tujuan perencanaan (Gold,
1980).

Perencanaan lanskap kawasan wisata adalah suatu
proses untuk memperoleh tapak yang cukup serta
mengembangkan tapak tersebut sehingga dapat memberi
pengalaman yang tidak terlupakan bagi pengguna tapak. Hal
penting dalam perencanaan lanskap kawasan wisata, yaitu
kebutuhan pengguna terhadap tapak dan konstruksi tapak yang
diperuntukan bagi pengguna tapak (Tandy, 1966).

Konsep perencanaan wisata dibagi menjadi tiga skala
yaitu perencanaan tapak (site plan), perencanaan daerah tujuan
(destination plan), dan perencanaan regional (regional plan)
(Gunn, 1994). Site plan ialah perencanaan tapak dimana
perencanaan lebih difokuskan pada rancangan yang dapat
dibuat dalam pengembangan wisata. Proses perencanaan tapak
ialah analisis pasar, program statement, seleksi tapak-merevisi
program, analisis tapak, sintesis, konsep rancangan,
kemungkinan, perencanaan akhir dan evaluasi (Gunn, 1994).

8 Perencanaan Lanskap Kawasan Wisata Pesisir

Destination plan merupakan suatu perencanaan dalam
skala yang lebih kecil, termasuk di dalamnya komunitas dan
lingkungan sekitar. Proses perencanaan destinasi terdiri atas 1)
Identifikasi prinsip-prinsip komunitas, 2) Menentukan tujuan
guna mempertinggi kepuasan pengunjung, perlindungan
sumber daya alam dan budaya, keuntungan ekonomi, 3)
Meneliti potensi dan kendala, 4) Rekomendasi untuk
pengembangan, 5) Identifikasi sasaran dan strategi, 6)
Memberikan prioritas dan tanggung jawab, 7) Memberi
petunjuk untuk perkembangan, 8) Memonitor pengaruh umpan
balik (Gunn, 1994).

Regional plan merupakan perencanaan skala besar
seperti skala nasional, propinsi atau kabupaten atau kota.
Proses perencanaan regional dapat dibagi dalam empat fase
utama yaitu 1) Penelitian tentang posisi geografi, kekayaan
geografi, dan bentukan lanskap, 2) Evaluasi potensi termasuk
permintaan dan sintesis, 3) Konsep perencanaan, dan 4)
Implementasi dan rekomendasi yang mengandung empat
aspek dalam pengembangan wisata yaitu pengembangan fisik,
program, kebijakan dan prioritas (Gunn, 1994).

Menurut Gunn (1994) perencanaan wisata yang baik
dapat membuat kehidupan masyarakat lebih baik,
meningkatkan ekonomi, melindungi dan peka terhadap
lingkungan, dan dapat diintegrasikan antara komunitas dengan
dampak negatif lingkungan yang minimal. Hal ini dapat
tercapai dengan perencanaan yang baik yang mengintegrasikan
semua aspek dalam pengembangan wisata yang akan
direncanakan.

Perencanaan Lanskap Kawasan Wisata Pesisir 9

10 Perencanaan Lanskap Kawasan Wisata Pesisir

BAB III
KAWASAN PESISIR

A. Kawasan Pesisir
Pesisir merupakan peralihan antara daratan dan

lautan. Berdasarkan garis pantai (coastline), wilayah pesisir
memiliki dua macam batas (bounderies), yaitu batas yang
sejajar garis pantai (longshore) dan batas tegak lurus
terhadap garis pantai (cross-shore). Untuk keperluan
pengelolaan, penetapan batas-batas wilayah pesisir yang
sejajar dengan garis pantai relatif mudah, sedangkan
penetapan batas suatu wilayah pesisir yang tegak lurus
terhadap garis pantai belum ada kesepakatan (Gambar 3.1).
Hal ini disebabkan oleh batas wilayah pesisir berbeda dari
satu negara ke negara lain (Dahuri et al., 1996).

Gambar 3.1 Batas Program Pengelolaan Wilayah Pesisir
Perencanaan Lanskap Kawasan Wisata Pesisir 11

Kawasan pesisir menurut Undang-Undang Nomor 27
Tahun 2007 diartikan sebagai bagian wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil yang memiliki fungsi tertentu yang
ditetapkan berdasarkan kriteria karakteristik fisik, biologi,
sosial, dan ekonomi untuk dipertahankan keberadaannya.
Kawasan pesisir khususnya di Indonesia adalah daerah
pertemuan antara darat dan laut, meliputi daratan yang masih
dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan
perembesan air asin.

Kawasan pesisir merupakan kawasan yang memiliki
konsentrasi penduduk yang besar dengan ekosistem yang unik.
Kawasan pesisir merupakan kawasan yang vital dan terdapat
banyak industri yang menghubungkan kegiatan ekonomi dari
darat dan laut (Wunani et al., 2013).

Kawasan pesisir terdiri dari ekosistem yang dinamis
dan mempunyai kekayaan habitat yang beragam baik di darat
maupun di laut serta saling berinteraksi antara habitat tersebut.
Wilayah pesisir juga merupakan ekosistem yang paling mudah
terkena dampak kegiatan manusia. Hal ini dikarenakan
kegiatan pembangunan secara langsung atau tidak langsung
berdampak merugikan terhadap ekosistem pesisir (Dahuri et
al., 1996).

Menurut Beatley et al. (1994) bahwa berdasarkan
kesepakatan internasional kawasan pesisir sebagai wilayah
peralihan antara laut dan daratan, ke darat mencakup daerah
yang masih terkena pengaruh percikan air laut atau pasang
surut dan ke arah laut meliputi daerah paparan benua
(continental shelf).

12 Perencanaan Lanskap Kawasan Wisata Pesisir

B. Ekosistem Pesisir
Pesisir Indonesia memiliki ekosistem yang sangat

beragam. Menurut Dahuri et al. (1996) bahwa ekosistem
pesisir terdiri dari ekosistem permanen (berkala tergenangi
air) yaitu hutan mangrove, padang lamun, terumbu karang,
rumput laut, estuari, pantai pasir, pantai berbatu, pulau-
pulau kecil, dan laut terbuka. Sedangkan ekosistem tidak
tergenangi air (uninundated coast) yaitu formasi pascarpae
dan formasi baringtonia.
1. Ekosistem permanen (berkala tergenangi air)

a. Hutan mangrove. Hutan mangrove merupakan tipe
hutan tropika yang tumbuh di sepanjang pantai atau
muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air
laut. Di Indonesia memiliki 89 jenis mangrove berupa
pohon (35 jenis), terna (5 jenis), perdu (9 jenis), liana
(9 jenis), epifit (29 jenis), dan parasit (2 jenis). Jenis
pohon mangrove yaitu bakau (Rhizopora spp), Apiapi
(Avicennia spp), Pedada (Sonneratia spp), Tanjang
(Bruguirea spp), Nyirih (Xylocarpus spp), Tengar
(Ceriops spp), dan Buta-buta (Exoecaria spp). Hutan
mangrove berfungsi meredam gelombang, erosi,
menahan lumpur, angin taufan, sebagai bahan
organik, nursery ground, spawning ground, kayu
bakar, bahan bangunan, bahan baku kertas, peralatan
rumah tangga, pupuk, obat-obatan, dan lainnya.
Parameter lingkungan utama yang mempengaruhi
kelestarian hutan mangrove yaitu suplai air tawar dan
salinitas, pasokan nutrisi, dan stabilitas substrat.

Perencanaan Lanskap Kawasan Wisata Pesisir 13

b . Padang lamun (Sea grass beds). Padang lamun adalah
tumbuhan berbunga yang sudah sepenuhnya
menyesuaikan diri untuk hidup terbenam di dalam
laut. Ekosistem padang lamun ini merupakan
ekosistem yang tinggi produktivitas organiknya.
Ekosistem lamun memiliki fungsi ekologi yaitu
produktivitas primer, sumber makanan bagi
organisme, menstabilitaskan dasar yang lunak,
tempat berlindung organisme, pembesaran bagi
spesies, dan peredam arus. Parameter yang paling
penting untuk ekosistem padang lamun yaitu
kecerahan, temperatur, salinitas, substrat, dan
kecepatan arus perairan.

c. Terumbu karang (Coral reefs). Terumbu terbentuk
dari endapan-endapan masif terutama kalsium
karbonat yang dihasilkan oleh organisme karang.
Terdapat karang hermatifik (jenis karang yang
banyak di daerah tropis) dan ahermatifik. Terdapat
perbedaan pada kedua jenis ini yaitu terletak pada
kemampuan karang dalam menghasilkan terumbu. Di
Indonesia seluas 60.000 Km2 (12,5%) dari luas
terumbu karang dunia. Tipe terumbu karang yang ada
yaitu karang tepi (fringing reef), karang penghalang
(barrier reef), rataan terumbu (patch reef), dan
karang cincin (atol). Distribusi dan stabilitas
ekosistem terumbu karang tergantung kecerahan,
temperatur, salinitas, kecepatan arus air, sirkulasi,
dan sedimentasi.

14 Perencanaan Lanskap Kawasan Wisata Pesisir

d. Rumput laut (Sea weeds). Rumput laut tumbuh pada
perairan yang memliki substrat keras yang kokoh
untuk tempat melekat. Tumbuhan rumput laut ini
hanya dapat hidup di perairan dimana tumbuhan
mudanya yang kecil apabila mendapatkan cukup
cahaya. Pada perairan yang jernih rumput laut dapat
tumbuh sampai pada kedalaman 20-30m.
Pertumbuhan rumput laut dipengaruhi oleh suhu
dengan perairan sejuk. Parameter lingkungan utama
untuk ekosistem rumput laut adalah kekeruhan atau
kecerahan air, kandungan padatan terlarut,
tersuspensi, dan arus laut.

e. Estuari. Estuari adalah teluk di pesisir yang sebagian
tertutup, tempat air tawar dan air laut bertemu dan
bercampur. Kebanyakan ekosistem estuaria
didominasi oleh substrat berlumpur. Dimana substrat
berlumpur ini merupakan endapan yang dibawa oleh
air tawar dan air laut. Di antara partikel yang
mengendap di estuari kebanyakan bersifat organik.
Akibatnya substrat di kawasan estuari ini kaya akan
bahan organik. Bahan inilah yang menjadi cadangan
makanan yang besar bagi organisme estuari. Tiga
komponen fauna yaitu lautan, air tawar, dan payau.
Parameter lingkungan utama untuk ekosistem estuari
adalah aliran sungai seperti limbah, toksikan,
sedimen, dan nutrien. Sedangkan parameter untuk
sifat-sifat fisik air laut seperti pasang, surut arus laut,
dan gelombang.

Perencanaan Lanskap Kawasan Wisata Pesisir 15

f. Pantai pasir (Sandy beach). Kebanyakan pantai pasir
terdiri dari kwarsa dan feldspar, bagian yang paling
banyak dan paling keras sisa-sisa pelapukan batu di
gunung. Selain itu pantai pasir berasal dari sisa
pecahan terumbu karang yang dominan. Pantai
berpasir memiliki bahan organik rendah
dibandingkan jenis pantai lainnya sehingga
menyebabkan kesuburan rendah, hal ini dikarenakan
sedimennya kasar. Namun tempat untuk tempat
beberapa biota meletakan telurnya. Parameter pantai
berpasir adalah pola arus yang akan mengangkut pasir
yang halus, gelombang yang akan melepaskan
energinya di pantai, dan angin yang juga merupakan
pengangkut pasir.

g. Pantai berbatu (Rocky beach). Pantai berbatu
merupakan pantai yang berbatu-batu memanjang ke
laut dan terbenam di air. Dimana bebatuan yang
terbenam di air ini menciptakan suatu zonasi habitat
karena adanya perubahan naik turunnya permukaan
air laut akibat proses pasang yang menyebabkan
adanya bagian yang selalu tergenang air, selalu
terbuka terhadap matahari, serta zona diantaranya
yang tergenang pada pasang naik dan terbuka pada
pasang surut. Zonasi habitat ini mengakibatkan
zonasi organisme yang menghuni pada bebatuan.
Parameter utama yang mempengaruhi kondisi
ekosistem pantai berbatu adalah fenomena pasang
dan gelombang laut.

16 Perencanaan Lanskap Kawasan Wisata Pesisir

h. Pulau-pulau kecil (Small islands). Pulau kecil adalah
pulau berukuran kecil yang secara ekologis terpisah
dari pulau induknya (Mainland). Pulau ini akan
mendapatkan tambahan spesies baru dari pulau induk
dan sebaliknya dalam waktu yang bersamaan akan
kehilangan spesies yang sudah ada karena kompetisi
lalu punah. Parameter utama yang mendukung
ekosistem dengan terjaminnya kondisi alam
ekosistem tersebut.

i. Laut terbuka (Lautan). Laut terbuka biasanya sangat
berstratifikasi dan beragam secara horizontal dan
musiman. Organisasi laut terbuka bergantung pada
produksi fitoplankton untuk makanan mereka.
Parameter laut terbuka adalah angin, suhu, dan
cahaya.

2. Ekosistem tidak tergenangi air (Uninundated coast)
a. Formasi pescaprae. Ekosistem pescaprae ini
umumnya terdapat di belakang pantai berpasir.
Formasi pescarpae didominasi oleh vegetasi-vegetasi
pionir, khususnya Impomea pes-caprae (kangkung
laut).
b. Formasi baringtonia. Ekosistem baringtonia ini
berkembang pada pantai berbatu tanpa deposit pasir.
Habitat berbatu ini ditumbuhi oleh komunitas
rerumputan dan belukar dari berbagai species seperti
Casuarina equistifol (cemara laut) dan Callophylum
innopphylum (nyamplung) yang mendominasi dari
komunitas ini.

Perencanaan Lanskap Kawasan Wisata Pesisir 17

C. Sistem Zonasi Kawasan Pesisir
Dalam pengelolaan pesisir dan laut sangat

diperlukan suatu sistem zonasi (Hutabarat et al., 2009).
Pemanfaatan zonasi yaitu:
1. Zonasi memungkinkan kontrol secara selektif berbagai

aktifitas di tempat-tempat yang berbeda, termasuk
perlindungan yang ketat dan berbagai level pemanfaatan.
2. Zonasi dapat menentukan zona inti konservasi (dimana
keanekaragaman sangat tinggi, habitat kritis spesies
yang terancam, dan area penelitian khusus) sebagai area
perlindungan.
3. Zonasi dapat digunakan untuk memisahkan kegiatan-
kegiatan rekreasi yang tidak sesuai (bird watching vs
perburuan, atau ski air vs snorkeling) untuk menambah
kenyamanan dan keamanan dari berbagai tujuan yang
berbeda.
4. Zonasi memungkinkan area yang rusak dipisahkan untuk
dipulihkan.

Dalam zonasi, area pesisir dibagi ke dalam zona-
zona geografi untuk tujuan pengelolaan. Pada sisi
daratan ditentukan berdasarkan jarak daratan dari tepi
air. Zonasi juga dapat didasarkan pada ketinggian di atas
permukaan air laut, dengan perbatasan ditempatkan di
zona yang paling rendah. Sebagai alternatif, zona-zona
juga dapat dirancang menurut tingkat resiko badai surges
dan efek badai lainnya, namun sebagian besar pada
umumnya berdasarkan kondisi ketinggian dan topografi
kawasan pesisir.

18 Perencanaan Lanskap Kawasan Wisata Pesisir

D. Metode Analisis Zonasi Kawasan Pesisir
Pengelolaan zonasi ditujukan dengan

memperhatikan tingkat berbagai pemanfaatan yang harus
didorong (Hutabarat et al., 2009). Kegiatan zonasi
direncanakan berdasarkan tujuan dan sasaran perlindungan.
Penentuan zona yaitu:
1. Penentuan zona inti atau sanctuary. Habitat yang

memiliki nilai konservasi tinggi, rawan terganggu, dan
hanya mentoleransi penggunaan oleh manusia pada
tingkat rendah harus diidentifikasi sebagai zona inti dan
dikelola dengan perlindungan tingkat tinggi.
2. Menentukan zona pemanfaatan. Lokasi yang memiliki
nilai konservasi khusus namun dapat mentoleransi
berbagai berbagai penggunaan oleh manusia, dan cocok
untuk berbagai macam pemanfaatan, adalah kandidat
untuk zona pemanfaatan.
3. Menentukan daerah penyangga. Diperlukan untuk
daerah penyangga yang lebih bebas tapi tetap terkontrol,
dan dapat diijinkan untuk pemanfaatan tertentu. Daerah
penyangga mengelilingi kawasan konservasi dan
keberadaannya dimaksudkan untuk melindungi kawasan
dari pelanggran dan untuk mengatur proses atau kegiatan
yang dapat mempengaruhi ekosistem-ekosistem di
dalam kawasan konservasi.
4. Informasi. Akan sangat membantu jika memetakan
daerah aliran sungai, sungai, arus, laguna, dan muara
yang mempengaruhi kawasan konservasi perairan laut.
Apabila sebagai kawasan konservasi maka kawasan
tercakup di dalam kategori pengelolaan daerah
penyangga atau zona pengaruh.

Perencanaan Lanskap Kawasan Wisata Pesisir 19

E. Konsep Perencanaan dan Pengelolaan Kawasan Pesisir
Terpadu
Perencanaan terpadu biasanya dimaksudkan sebagai
suatu upaya secara terprogram untuk mencapai tujuan yang
dapat mengharmoniskan dan mengoptimalkan antara
kepentingan untuk memelihara lingkungan, keterlibatan
masyarakat, dan pembangunan ekonomi. Keterpaduan juga
diartikan sebagai koordinasi antara tahapan pembangunan
di wilayah pesisir dan lautan yang meliputi pengumpulan
dan analisis data, perencanaan, implementasi, dan kegiatan
konstruksi (Sorensen dan McCreary, 1990).
Dalam konteks perencanaan pembangunan sumber
daya alam yang lebih luas bahwa perencanaan sumber daya
secara terpadu sebagai suatu upaya secara bertahap dan
terprogram untuk mencapai tingkat pemanfaatan sistem
sumber daya alam secara optimal dengan memperhatikan
semua dampak lintas sektoral (Dahuri et al., 1996).
Lang (1986) menyarankan keterpaduan dalam
perencanaan dan pengelolaan sumber daya alam, seperti
pesisir dan lautan, hendaknya dilakukan pada tataran teknis,
konsultatif, dan koordinasi. Pada tataran teknis, segenap
pertimbangan teknis, ekonomis, sosial, dan lingkungan
hendaknya secara proporsional dimasukkan ke dalam setiap
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan pesisir.
Menurut Warnken dan Mosadeg (2018), perlu menerapkan
pengelolaan pesisir terintegrasi dalam perencanaan
peraturan, pengendalian polusi, pengelolaan sumber daya
alam dan program konservasi keanekaragaman hayati.

20 Perencanaan Lanskap Kawasan Wisata Pesisir

Sedangkan pengelolaan kawasan pesisir secara
terpadu adalah suatu pendekatan pengelolaan kawasan
pesisir yang melibatkan dua atau lebih ekosistem, sumber
daya, dan kegiatan pemanfaatan (pembangunan) secara
terpadu (integrated) guna mencapai pembangunan wilayah
pesisir secara berkelanjutan. Dimana keterpaduan
(integration) mengandung tiga dimensi yaitu sektoral,
bidang ilmu, dan keterkaitan ekologis (Dahuri et al., 1996).

Perencanaan dan pengelolaan wilayah pesisir secara
terpadu memiliki pengertian bahwa pengelolaan sumber
daya alam dan jasa-jasa lingkungan pesisir dilakukan
melalui penilaian secara menyeluruh (comprehensive
assessment), merencanakan tujuan dan sasaran, kemudian
merencanakan serta mengelola segenap kegiatan
pemanfaatannya guna mencapai pembangunan yang
optimal dan berkelanjutan. Konsep keterpaduan
perencanaan dan pengelolaan wilayah pesisir mencakup
empat aspek yaitu keterpaduan wilayah ekologis,
keterpaduan sektor, keterpaduan disiplin ilmu, dan
keterpaduan stakeholder (Hutabarat et al., 2009).

Seperti diuraikan di atas, bahwa wilayah pesisir
pada dasarnya tersusun dari berbagai macam ekosistem
yang satu sama lainnya saling terkait. Oleh karena itu
dibutuhkan suatu pengelolaan secara menyeluruh atau
terpadu. Mengingat bahwa suatu pengelolaan
(management) terdiri dari tiga tahap utama yaitu
perencanaan, implementasi, monitoring, dan evaluasi
(Hutabarat et al., 2009).

Perencanaan Lanskap Kawasan Wisata Pesisir 21

22 Perencanaan Lanskap Kawasan Wisata Pesisir

BAB IV
WISATA PESISIR

A. Pariwisata dan Wisata Pesisir
Pariwisata merupakan suatu kegiatan manusia

yang melakukan perjalanan ke dan tinggal di daerah
tujuan di luar lingkungan kesehariannya (WTO, 1991).
Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan
didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan
oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan pemerintah
daerah (Undang-Undang Dasar Nomor 10 Tahun 2009).
Menurut Leiper (2004), sistem pariwisata adalah tatanan
komponen dalam industri pariwisata dimana masing-
masing komponen saling berhubungan dan bersifat
menyeluruh (Gambar 4.1).

Gambar 4.1 Sistem Pariwisata (Leiper, 2004)
Perencanaan Lanskap Kawasan Wisata Pesisir 23

Sistem pariwisata terdiri dari komponen manusia
dengan unsur pengunjung, komponen industri yang terdiri dari
unsur organisasi dan industri, dan komponen spasial atau
geografis yang terdiri dari unsur wilayah penghasil pelaku
wisata, tempat atau rute transit dan tempat tujuan wisata.
Komponen tersebut dipengaruhi oleh lingkungan eksternal
yaitu seperti hukum, ekonomi, lingkungan, politik, teknologi,
dan sosial (Leiper, 2004). Menurut Holden (2000) pariwisata
adalah perpindahan sementara wisatawan menuju suatu
destinasi di luar rumah dan tempat kerja kesehariannya,
mencakup berbagai aktifitas yang dilakukannya selama
kunjungan dan berbagai fasilitas yang dikreasikan untuk
menyediakan kebutuhan dari wisatawan tersebut.

Wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh
seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat
tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi,
mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi
dalam jangka waktu sementara (Undang-Undang Dasar Nomor
10 Tahun 2009). Selain itu wisata sebagai suatu perjalanan
yang dilakukan semata-mata untuk menikmati perjalanan
tersebut guna bertamasya dan rekreasi atau untuk memenuhi
keinginan yang beraneka ragam (Yoeti, 2008).

Wisata merupakan suatu pergerakan temporal manusia
menuju tempat selain dari tempat yang biasa mereka tinggal
dan bekerja, selama mereka tinggal di tempat tersebut mereka
melakukan kegiatan, dan diciptakan fasilitas untuk
mengakomodasi kebutuhan mereka. Bentuk-bentuk wisata
dikembangkan dan direncanakan (Gunn, 1994) yaitu:

24 Perencanaan Lanskap Kawasan Wisata Pesisir

1. Kepemilikan (ownership) areal wisata yang dapat
dikelompokkan tiga sektor, yaitu badan pemerintahan,
organisasi nirlaba, dan perusahaan komersial.

2. Sumberdaya (resource), yaitu alam (natural) dan budaya
(cultural).

3. Perjalanan wisata atau lama tinggal (touring atau
longstay).

4. Tempat kegiatan, yaitu di dalam ruangan (indoor), di
luar ruangan (outdoor).

5. Wisata utama atau wisata penunjang (primary atau
secondary).

6. Daya dukung (carrying capacity) tapak dengan tingkat
penggunaan pengunjung, yaitu intensif, semi intensif,
dan ekstensif.
Menurut Pendit (2006) bahwa dalam melakukan

aktivitas wisatanya, terdapat 4 tujuan yang hendak dicapai:
1. Something to see, adalah di daerah tujuan wisata terdapat

daya tarik khusus disamping atraksi wisata yang
menjadi interestnya.
2. Something to do, adalah bahwa selain banyak yang dapat
disaksikan, harus terdapat fasilitas rekreasi yang
membuat wisatawan betah tinggal di objek itu.
3. Something to buy, adalah bahwa di tempat wisata harus
tersedia fasilitas untuk berbelanja souvenir atau hasil
kerajinan untuk oleh-oleh.
4. Something to know, adalah bahwa objek wisata selain
memberikan ketiga hal di atas, juga dapat memberi nilai
edukasi bagi wisatawan.

Perencanaan Lanskap Kawasan Wisata Pesisir 25

Pertumbuhan pariwisata terkait oleh tiga faktor utama,
yaitu 1) Peningkatan pendapatan personal dan leisure time, 2)
Perbaikan sistem transportasi, 3) Kesadaran masyarakat yang
besar terhadap area lain di dunia sebagai akibat adanya
perbaikan komunikasi. Dalam pengembangan wisata pesisir,
maka wisata pesisir harus dapat mengaitkan antara komponen
penawaran dan permintaan. Komponen penawaran terdiri dari
obyek dan daya tarik wisata atraksi, pelayanan, transportasi,
informasi, dan promosi. Sedangkan komponen permintaan
terdiri dari wisatawan baik lokal, domestik, maupun
mancanegara (Gunn, 1994).

Menurut Inskeep (1991), objek wisata adalah suatu
keadaan alam dan perwujudan ciptaan manusia, tata hidup,
seni budaya, sejarah, dan tempat yg memiliki daya tarik untuk
dikunjungi wisatawan. Sedangkan atraksi wisata adalah semua
perwujudan, sajian alam, dan kebudayaan yang dapat
dinikmati (dilihat, didengar, dan dirasakan) keberadaannya
oleh wisatawan, yang alami dan man made, melalui suatu
bentuk pertunjukkan atau kebiasaan (pasif dan aktif) yang
khusus diselenggarakan untuk wisatawan di kawasan wisata.

Sumberdaya pesisir memiliki potensi yang dapat
dimanfaatkan untuk kepentingan wisata. Aktifitas wisata
merupakan suatu bentuk pemanfaatan sumberdaya alam yng
mengandalkan jasa alam untuk kepuasan manusia. Kebutuhan
kegiatan wisata terhadap sumberdaya alam semakin meningkat
seiring dengan bertambah banyak sumberdaya yang
mengalami kerusakan atau degradasi baik secara kualitas
maupun kuantitas (Hutabarat et al., 2009).

26 Perencanaan Lanskap Kawasan Wisata Pesisir

B. Konsep Wisata Pesisir
Menurut Hutabarat et al. (2009) bahwa konsep

pengelolaan wisata pesisir harus memenuhi tiga unsur
keberlanjutan dalam implementasinya yaitu aspek ekologi
merupakan bahan baku sumberdaya merupakan syarat
utama yang harus dipenuhi bagi pengembangan wisata
alam. Aspek sosial sebagai pelaku wisata (manusia yang
mengelola, terlibat, menikmati jasa) yang dapat
menentukan implementasi kegiatan wisata. Sedangkan
aspek ekonomi melalui pendekatan industri.

Wisata yang lebih mengandalkan karakter
sumberdaya alam dari pada sumberdaya lainnya adalah
ekowisata (Hutabarat et al., 2009). Menurut Wood (1999)
bahwa ekowisata merupakan bentuk dari perjalanan yang
bertanggung jawab ke daerah alami dan berpetualang serta
dapat menciptakan industri pariwisata. Dimana ekowisata
merupakan wisata yang berorientasi pada lingkungan untuk
menjembatani kepentingan perlindungan sumberdaya alam
dan industri pariwisata.

Ekowisata bahari merupakan kegiatan wisata pesisir
dan laut yang dikembangkan dengan pendekatan konservasi
laut. Konsep pengembangan ekowisata dengan tujuan
antara lain: 1) Menjaga tetap berlangsungnya proses
ekologis yang tetap mendukung sistem kehidupan, 2)
Melindungi keanekaragaman hayati, 3) Menjamin
kelestarian dan pemanfaatan spesies dan ekosistemnya, dan
4) Memberikan kontribusi kepada kesejahteraan
masyarakat (Hutabarat et al., 2009).

Perencanaan Lanskap Kawasan Wisata Pesisir 27

Gambar 4.2 Konsep Ekowisata Bahari

Objek ekowisata bahari dikelompokan berdasarkan
tiga objek yaitu komoditi, ekosistem, dan kegiatan. Objek
komoditi terdiri dari spesies biota laut dan material non hayati
yang memiliki dayak tarik wisata (penyu, duyung, paus,
lumba-lumba, hiu, spesies endemik, pasir putih, dan ombak
laut) (Gambar 4.2). Objek ekosistem pesisir yang memiliki
daya tarik habitat dan lingkungan (terumbu karang, mangrove,
lamun, goba, dan pantai). Sedangkan objek kegiatan yang
terintegrasi di dalam kawasan yang memiliki daya tarik wisata
(perikanan tangkap, perikanan budidaya, sosial-budaya, dan
peninggalan sejarah) (Hutabarat et al., 2009).

28 Perencanaan Lanskap Kawasan Wisata Pesisir

Kegiatan wisata yang dapat dikembangkan dengan
konsep ekowisata dapat dikelompokan yaitu wisata pantai
dan wisata bahari. Wisata pantai adalah kegiatan wisata
yang mengutamakan sumberdaya pantai dan lingkungan
pantai seperti rekreasi, olahraga, menikmati pemandangan,
dan iklim. Sedangkan wisata bahari adalah kegiatan wisata
yang mengutamakan sumberdaya bawah laut dan dinamika
air laut (Hutabarat et al., 2009).

Kegiatan ekowisata yang dapat dikembangkan
wisata pantai yaitu rekreasi, panorama, resort, berenang,
berjemur, olahraga pantai (volley pantai, jalan pantai,
lempar cakram), berperahu, memancing, dan wisata
mangrove. Wisata bahari yaitu rekreasi pantai dan laut,
resort, diving dan snorkling, selancar, jet ski, banana boat,
perahu kaca, kapal selam, wisata ekosistem lamun, wisata
nelayan, wisata pulau, wisata pendidikan, wisata pancing,
wisata satwa (penyu, duyung, paus, lumba-lumba, burung,
mamalia, dan budaya) (Hutabarat et al., 2009).

Menurut World Tourism Organisation (WTO)
sustainable tourism development mempertemukan
kebutuhan wisatawan dan tuan rumah (host region) namun
tetap menjaga dan meningkatkan kesempatan bagi masa
yang akan datang. Sustainable coastal development
dipandang sebagai acuan terhadap pengelolaan seluruh
sumber daya yaitu ekonomi, kebutuhan sosial, dan estetika
sehingga dapat terpenuhi, sedangkan integritas budaya,
proses ekologi yang esensial, keanekaragaman biologi dan
sistem pendukung kehidupan dapat terpelihara.

Perencanaan Lanskap Kawasan Wisata Pesisir 29

Permasalahan terhadap alam apabila sebuah pariwisata
dikembangkan tanpa memperhatikan keberlanjutan, yaitu: 1)
Dampak lingkungan, 2) Dampak dari keanekaragaman, 3)
Tekanan pada sumber daya air, 4) Degradasi lahan, 5) Polusi
udara dan suara, 6) Pemakaian energi, 7) Polusi air, 8) Polusi
Estetika, dan 9) Erosi pesisir. Dampak sosial budaya, yaitu: 1)
Berubahnya identitas lokal, 2) Pertentangan budaya, 3)
Pengaruh fisik yang menyebabkan stres sosial, 4) Kriminal, 5)
Penurunan pekerjaan dan kondisi ketenagakerjaan. Sedangkan
dampak ekonomi, yaitu: 1) Kebocoran, 2) Biaya infrastruktur,
3) Naiknya harga, 4) Ketergantungan ekonomi terhadap
wisata, 5) Karakter pekerjaan musiman (Wong et al., 2011,
Polnyotee dan Thadaniti, 2015, dan Khamung, 2018).

Menurut Inskeep (1991), wisata pada beberapa kota
besar dan kota kecil selalu sukses menjadi atraktif dengan
mengkombinasi karakter dramatik perkotaan dengan atraksi
yang spesifik. Wisata kota pesisir berkelanjutan adalah model
penyelenggaraan wisata yang mengeksplorasi di dalam dan
sekitar kota pesisir, dimana kegiatannya selain menghargai,
mengapresiasikan, dan mengkonservasi sumber daya alam dan
budaya kota, juga berfungsi meningkatkan kualitas ekologis
kota, serta mendorong ekonomi lokal.

Menurut Higham dan Luck (2002), pengembangan
wisata perkotaan berkelanjutan akan merestorasi daerah alami,
mengurangi degradasi lingkungan (erosi, kebisingan, dan
polutan), memberi edukasi lingkungan untuk semua latar
belakang sosial yang lebih luas (Okech, 2009), dan
meningkatkan pendapatan serta menjaga kebudayaan lokal.

30 Perencanaan Lanskap Kawasan Wisata Pesisir

C. Zona Wisata Pesisir
Pariwisata yang berada di dalam kawasan

konservasi harus memperhatikan prinsip konservasi
ditujukan untuk mempertahankan keseimbangan alam.
Sistem zonasi merupakan salah satu upaya untuk
melindungi sumberdaya alam dan mempermudah
pelaksanaan perencanaan atau pengelolaan. Menurut
(Hutabarat et al., 2009) bahwa zonasi ekowisata bahari
dapat ditentukan sebagai zona inti, zon khusus, zona
penyangga, dan zona pemanfaatan (Tabel 4.1).

Tabel 4.1 Zonasi di Kawasan Ekowisata Bahari

Zona Tujuan Keterangan

Inti Melindungi satwa dan Dilarang untuk masuk
(10-20%) ekosistem yang sangat ke dalam.
Khusus rentan.
(10-20%) Pemanfaatan terbatas Jumlah pengunjung
dengan tujuan khusus terbatas dengan ijin
Penyangga (peneliti, pencipta alam, dan aturan-aturan
(40-60%) petualang, penyelam). khusus agar tidak
menimbulkan
Sebagai kawasan gangguan terhadap
penyangga yang dibuat ekosistem.
untuk perlindungan
terhadap zona-zona inti Dapat dimanfaatkan
dan khusus terbatas untuk
ekowisata dengan
batasan minimal
gangguan terhadap
zona inti dan khusus.

Pemanfaatan Pengembangan Persyaratan: kestabilan
(10-20%) kepariwisataan alam, bentang alam dan
termasuk pengembangan ekosistem, resisten
fasilitas-fasilitas wisata terhadap berbagai
alam. kegiatan manusia yang
berlangsung
di dalamnya.

Perencanaan Lanskap Kawasan Wisata Pesisir 31

Penentuan zonasi dilakukan dengan

mempertimbangkan faktor ekologi, sosial, dan ekonomi (Tabel

4.2). Faktor ekologi yang dipertimbangkan adalah keberadaan

satwa yang dilindungi dan kerentanan habitat atau ekosistem,

serta tingkat ancaman kerusakan (misalnya zona inti berada di

tengah kawasan, atau jauh dari sumber kegiatan manusia).

Faktor sosial mempertimbangkan kegiatan masyarakat dan

pengunjung, serta gangguan yang ditimbulkannya. Sedangkan

faktor ekonomi yang dipertimbangkan nilai manfaat ekowisata

yang dapat dikembangkan secara berkelanjutan. Pembagian

zona sesuai dengan fungsinya, maka zona inti terletak di

tengah kawasan sehingga sistem perlidungan dapat berjalan

dengan baik. Sedangkan zona penyangga memiliki area yang
paling luas untuk pemanfaatan semi komersial sesuai konsep

konservasi.
Tabel 4.2 Kriteria Ekologi, Sosial, dan Ekonomi

Zona Ekologi Kriteria Ekonomi
Sosial

Inti Sangat alami, Tiak ada keTgiidaatakn Tidak ada
Khusus aktifitas
Penyangga belum terganggu, manusia ekonomi
Pemanfaatan Pemanfaatan
spawning ground non
komersial
Alami, Interaksi sosial
Pemanfaatan
potensi tinggi rendah semi
komersial
(< 5 orang/10
Pemanfaatan
ha per hari) komersial

Alami, potensi Interaksi sosialP

relatif tinggi, rendah

agak luas (5-25 orang/10 ha

per hari)

Tidak rentan, Interaksi sosial

sebaran luas tinggi

(>25 orang/10 ha

per hari

32 Perencanaan Lanskap Kawasan Wisata Pesisir

BAB V
DAYA DUKUNG WISATA PESISIR

A. Konsep Daya Dukung
Daya dukung lingkungan (carrying capacity) dalam

konteks ekologis adalah jumlah populasi atau komunitas
yang dapat didukung oleh sumberdaya dan jasa yang
tersedia dalam ekosistem tersebut (Rees, 1990). Sedangkan
Undang-Undang No 32 Tahun 2009, menyatakan daya
dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan
hidup untuk mendukung perikehidupan manusia, makhluk
hidup lain, dan keseimbangan antar keduanya.

Menurut Lenzen (2003), daya dukung lingkungan
adalah kebutuhan hidup manusia dari lingkungan dapat
dinyatakan dalam luas area yang dibutuhkan untuk
mendukung kehidupan manusia. Luas area untuk
mendukung kehidupan manusia disebut ecological
footprint.

Konsep daya dukung dapat digambarkan melalui
framework sisi permintaan yang didasarkan pada kebutuhan
dan pola konsumsi akan sumber daya alam dan jasa
lingkungan seperti lahan, air, dan sumber daya alam
lainnya. Sedangkan sisi penawaran digambarkan dengan
neraca air, neraca sumber daya, lingkungan, potensi lahan
untuk memenuhi kebutuhan produksi setara beras
(Kementerian Lingkungan Hidup, 2014).

Perencanaan Lanskap Kawasan Wisata Pesisir 33

Daya dukung dan daya tampung lingkungan dalam
perencanaan tata ruang dimaksudkan agar pemanfaatan ruang
berdasarkan tata ruang nantinya tidak sampai melampaui
batas-batas kemampuan lingkungan hidup dalam mendukung
dan menampung aktivitas manusia tanpa mengakibatkan
kerusakan lingkungan. Kemampuan tersebut mencakup
kemampuan dalam menyediakan ruang, kemampuan dalam
menyediakan sumberdaya alam, dan kemampuan untuk
melakukan perbaikan kualitas lingkungan apabila terdapat
dampak yang mengganggu keseimbangan ekosistem
(Kementerian Lingkungan Hidup, 2014).

Menurut Undang-Undang No 32 Tahun 2009,
penentuan daya dukung dan daya tampung berdasarkan pada
inventarisasi lingkungan hidup dan ekoregion. Inventarisasi
lingkungan hidup dilaksanakan untuk memperoleh data dan
informasi mengenai sumber daya alam. Hubungan antara
ekoregion dengan daya dukung dan daya tampung dapat dilihat
pada Gambar 5.1.

Gambar 5.1 Hubungan Ekoregion, Jasa Ekosistem, Daya
Dukung, dan Daya Tampung

34 Perencanaan Lanskap Kawasan Wisata Pesisir

Pada ekosistem terdapat struktur dan proses.
Struktur ekosistem adalah berbagai elemen biotik dan
abiotik yang terdapat pada ekosistem tersebut. Sedangkan
proses pada ekosistem adalah interaksi antar elemen
tersebut yang biasanya berupa aliran materi, aliran energi,
dan aliran informasi. Konsep ekoregion dapat dikatakan
sebagai bentuk implementasi konsep ekosistem.

Peta ekoregion yang sudah dikembangkan pada saat
ini didasarkan pada karakteristik bentang alam, berupa
geomorfologi dan morfogenesa. Peta ekoregion telah
mampu mendeliniasi batas-batas karakteristik tersebut,
sehingga dapat terlihat perbedaan karakteristiknya. Sebagai
ekosistem, setiap karakteristik ekoregion akan membentuk
ekosistem dengan fungsi ekosistem yang berbeda menurut
karakteristiknya.

Klasifikasi fungsi ekosistem ada empat yaitu: fungsi
pengaturan, fungsi habitat, fungsi produksi, dan fungsi
informasi. Jika dikaitkan dengan daya dukung dan daya
tampung, bahwa daya dukung dan daya tampung
merupakan kapasitas fungsi ekosistem dan jasa ekosistem
dalam mendukung perikehidupan manusia berada pada
suatu lokasi tertentu (ekoregion).

Penggunaan sumber daya oleh manusia untuk
kepentingan manusia disebut dengan jasa ekosistem.
Kesejahteraan manusia dapat menjadi indikator kesehatan
ekosistem atau lingkungan hidup pada suatu wilayah.
Pemetaan jasa ekosistem berbasiskan pada data spasial akan
menguntungan karena disintesiskan dengan peta ekoregion.

Perencanaan Lanskap Kawasan Wisata Pesisir 35

Knudson (1980) menyatakan bahwa daya dukung
merupakan pemggunaan secara lestari dan produktif dari suatu
sumberdaya yang dapat diperbaharui. Daya dukung dapat
dinyatakan sebagai jumlah biomas atau organism atau populasi
tertinggi yang dapat hidup, tumbuh dan berkembang pada
suatu lingkungan pada kondisi tertentu (Gambar 5.2). Pada
kondisi makanan dan sumberdaya alam lain yang melimpah
yang dapat digambarkan dalam bentuk kurva pertumbuhan
eksponensial. Tetapi pada saat terjadi keterbatasan
sumberdaya maka kurva pertumbuhan asimpotik.

Fenomena pengaturan populasi dalam dalam kondisi
lingkungan alam yang stabil, dimana populasi cenderung akan
naik atau turun sesuai dengan ketersediaan sumberdaya alam
(Gambar 5.3 dan Gambar 5.4). Di dalam alam dikenal dengan
the law of limiting factors, yang menyatakan adanya batas
minimum dan maksimum dalam alam (Gambar 5.5). Di luar
batas toleransi ini, maka akan terjadi kerusakan dari
sumberdaya alam dan ekosistem ini bahkan berpeluang untuk
terjadi kehancuran sumberdaya dan ekosistem ini.

Gambar 5.2 Hubungan Teoritis Daya Dukung
dengan Populasi di Alam

36 Perencanaan Lanskap Kawasan Wisata Pesisir


Click to View FlipBook Version