yang menebang pohon sagu atau pohon lain tanpa izin dari pemilik.
Lahan-lahan sagu yang dimiliki rakyat menguntungkan Kesul-
tanan, karena pemilik lahan membayar cukai setiap tahun.
Keuntungan lainnya Kesultanan mendapatkan keuntungan cukai
dari hasil sagu yang dibawa keluar dari Lingga. Usaha sagu telah
menggerakkan perekonomian rakyat. Para pemilik lahan
mendapatkan keuntungan dari penjualan batang sagu. Sebagian
pemilik mengolah sagu untuk dijual di dalam dan luar daerah.
Pabrik-pabrik pengolahan sagu yang dimiliki oleh Sultan atau para
saudagar menyerap tenaga kerja, sehingga mengurangi angka
pengangguran.
Pengeringan sagu pada masa Sultan Sulaiman Badrul Alam Syah II6
di Kampung Robat, Kelurahan Daik
Sumber: Dokumentasi Tim Penulis
6 Pengeringan sagu ini berbentuk balok persegi panjang berdiri ke atas terbuat dari
bata berspesi kapur dengan bagian luar telah diplester, namun saat ini bangunannya
telah rebah, bagian bawah dan atasnya terdapat profil. Bangunan ini terbuat dari
bata berspesi kapur dan berukuran tebal 1 m.
~ 39 ~
Perkebunan sagu di Lingga hingga kini masih lestari dan bisa
ditemui di berbagai pelosok Lingga. Perbedaannya, apabila pada
masa lalu di kirim ke Singapura, Johor dan Pahang, pada masa
sekarang hasil olahan sagu Lingga banyak diserap di pasar lokal
yaitu Palembang, Jambi atau Medan. Luas total kebun sagu di
kawasan Lingga serta Lingga Utara sampai saat ini mencapai
3.445,5 hektar. Tapi uniknya, meski menempati urutan pertama
hasil perkebunan, selain karet dan lada, sagu di Lingga masih
diproses secara konvensional, baik dari proses pemotongan sampai
pada proses pengolahannya.
Lahan perkebunan sagu tua tetap menjadi tulang punggung
ekonomi sebagian masyarakat Lingga meski tanpa perawatan.
Pertiga bulan sekali, warga pemilik lahan panen batang sagu untuk
kemudian dijual kepada pemilik industri rumah tangga yang
mengolah sagu basah. Ratusan hektar kebun sagu tua yang tumbuh
liar di sepanjang jalan itu tetap memberikan manfaat ekonomi
warga Lingga. Proses dan industri rumah tangga ini memang telah
lama menjadi pekerjaan warga Lingga. Dengan alat sederhana yang
sebagian besar masih manual mereka mengolahnya. Selama ini,
masyarakat petani sagu Lingga masih perorangan dan mandiri.
4. Lokasi Penanaman Sagu
Adapun titik penghasil sagu di Lingga, antara lain, Desa
Merawang, Melukap, Panggak Laut, Nerekeh, Musai, Kerandin,
Keton, Kudung dan Desa Teluk, dan Desa Pekakak. Hingga
penulisan ini dilakukan (2020), tanaman sagu bahkan dijadikan
makanan pokok bagi masyarakat tempatan bahkan masyarakat
Melayu di sekitaranya. Salah seorang warga Desa Pekaka yang
aktif dalam usaha pengelolahan sagu, Agustian (40 tahun) merasa
senang mengolah tanaman tersebut. Selain itu, perawatan tanaman
sagu itu juga sangat mudah.
~ 40 ~
“Kami sangat senang dengan mengolah dari batang sagu sehingga
menjadi saripati sagu ini. Perawatan tanamanya pun sangat mudah
sekali. Karena, tanaman sagu beranak pinak seperti pohon pisang.
Tak susah susah nak dipupuk lagi dan tiap tahun kite tinggal panen
saja,”
Bahkan, tanaman sagu ini juga hidup di lahan rawa paya yang
sebagian besar terletak di Desa Pekaka dan desa desa sekitaran di
wilayah Kabupaten Lingga khususnya di wilayah Kecamatan
Lingga, Lingga Timur dan Lingga Utara. Karena, rata rata tanahnya
rawa datar dan asam. Kemudian, proses penebangan dan
pengolahan sagu tersebut setelah tanamannya dinyatakan sudah
besar dan tinggi dan berisi yaitu lebih kurang pohonnya berusia
dua tahun dengan ciri ciri hujung pohonnya sudah tinggi dan
mengecil serta memutih di pelepahnya.
Selain di Desa Pekakak, tanaman sagu juga tetap menjadi
sumber mata pencaharian khususnya bagi warga Panggak- Lingga
untuk memenuhi kebutuhan hidup. Tanaman ini masih menjadi
andalan masyarakat Panggak Laut untuk mencari nafkah keluarga.
Pekerjaan memotong sagu merupakan warisan keluarga secara
turun temurun.
Sementara itu,untuk memahami sebuah karya sastra, perlu
diperhatikan latar sosial budaya ketika karya tersebut muncul. Hal
tersebut disebabkan, seperti yang diungkapkan Teeuw (1983: 4,
8), karya sastra tidak terlahir dari kekosongan budaya. Dengan
demikian, diperlukan pengetahuan mengenai latar sosial budaya
dari karya tersebut yang secara tidak langsung terungkap dalam
sistem bahasanya (1988: 100). Pradopo (2000: 59) menyatakan
bahwa latar sosial budaya tersebut dapat dilihat di dalam karya
sastra tersebut. Latar tersebut akan tercermin dari tokoh, system
kemasyarakatan, kebiasaan, adat-istiadat, pergaulan, kesenian, dan
benda-benda budaya yang ada di dalam karya tersebut.
Dalam cerita rakyat “Asal Mula Kampung Nerekah”, disebutkan
~ 41 ~
dalam cerita rakyat itu bahwa Desa Nerekeh, terletak di Kecamatan
Daik, Kabupaten Lingga. Desa yang letaknya bersebelahan dengan
Panggak Darat ini memiliki lahan luas yang ditumbuhi pohon sagu.
Pohon sagu tumbuh subur dan lebat, dapat terlihat di kanan dan
kiri jalan daun pohon sagu melambai-lambai, menunjukkan
keramahan udara yang masih segar di Desa Nerekeh, satu di antara
desa-desa yang berada di kaki Gunung Daik. Sedangkan pada
cerita rakyat “Sumpah Orang Barok” disebutkan bahwa sagu
merupakan makanan yang sangat mulia menurut Orang Barok. Hal
ini cukup menggambarkan bahwa sagu sudah cukup melekat dalam
kehidupan masyarakat Lingga sejak masa pemerintahan Sultan
Sulaiman Badrul Alamsyah II.
Perkebunan Sagu di Kampung Budus, Desa Merawang
Sumber : Dokumnetasi Tim Penulis (2020)
5. Kearifan Lokal
Sagu masa Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah II mewarikan
beberapa kearifan lokal. Tidak hanya bagi masyarakat Lingga,
~ 42 ~
tetapi juga pada masyarakat Melayu Kepulauan Riau. Tanaman
sagu memiliki beberapa fungsi, yaitu pertama; berfungsi untuk
mendatangkan air. Kedua, berfungsi untuk menahan pantai dari
serbuan ombak. Oleh karena itu, umumnya sagu ditanam di pinggir
pantai.
Selain dua fungsi di atas, bagian-bagian dari tanaman sagu
hampir semuanya memiliki fungsi yang dapat dimanfaatkan oleh
masyarakat Kepulauan Riau, khususnya masyarakat Lingga.
Bagian-bagian dari tanaman sagu melahirkan bebarapa istilah yang
hanya dikenal oleh masyarakat Melayu Kepulauan Riau dan
memiliki beberapa fungsi. Berikut beberapa istilah Melayu
Kepulauan Riau dan fungsi bagian-bagian dari tanaman sagu yang
dirinci oleh Dato’ H. Said Barakbah Ali (2015) dalam makalahnya
Hakikat Kearifan Budaya Lokal dan Nilai-Nilai .7
1. Akar sagu yang direbus dapat membongkar panas.
2. Batang sagu. Pokok sagu yang siap panen tingginya lebih kurang
8 meter. Setelah ditebang, batang sagu dipotong-potong menjadi
tual. Satu batang sagu bisa mencapai sepuluh tual. Setelah
dikupas kulitnya, batang sagu diparut. Hasil parutan dicampur
dengan air, kemudian dimasukkan ke dalam satu tempat,
keluarlah air sagu yang dialirkan ke satu tempat. Jadilah air
bersih. Tempat menampung sagu dinamakan dengan ube.
7 Makalah disajikan bersempena Pemberdayaan Komunitas Adat yang dilaksanakan
Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Jumat,
11 September 2015, di Comfort Hotel Tanjungpinang. Tema “Upaya Komunitas
Adat Wilayah PErbatasan dalam Melestarikan Adat Istiadat dan Pemenuhan Hak-
Hak Sipil”.
~ 43 ~
Mengambil Batang Sagu di Kampung Budus, Desa Merawang
Batang Sagu Yang Telah Ditual-Tual di Kampung Budus,
Desa Merawang
Sumber : Tim Dokumentasi Tim Penulis (2020)
~ 44 ~
Batang sagu merupakan bagian terpenting karena merupakan
gudang penyimpanan aci atau karbohidrat yang lingkup
penggunaannya dalam industri sangat luas, seperti industri
pangan, pakan, alkohol dan bermacam-macam industri lainnya
(Haryanto dan Pangloli, 1992). Batang sagu berbentuk silinder
yang tingginya dari permukaaan tanah sampai pangkal bunga
berkisar 10-15 meter, dengan diameter batang pada bagian
bawah dapat mencapai 35 samapi 50 cm (Harsanto, 1986),
bahakan dapat mencapai 80 sampai 90 cm (Haryanto dan
Pangloli, 1992). Umumnya diameter batang bagian bawah agak
lebih besar daripada bagian atas, dan batang bagian bawah
umumnya menagndung pati lebih tinggi daripada bagian atas
(Manuputty, 1954 dalam Haryanto dan Pangloli, 1992). Pada
waktu panen berat batang sagu dapat mencapai lebih dari dari
1 ton, kandungan acinya berkisar antara 15 sampai 30 persesn
(berat basa), sehingga satu pohon sagu mampu menghasilkan
150 sampai 300 kg aci basah (Harsanto, 1986; Haryanto
danPangloli, 1992).
3. Sagu bersih. Ada dua jenis sagu bersih yaitu sagu basah dan
sagu kering. Sagu bersih basah dimasukkan ke dalam karung
goni dan langsung dijual. Sagu bersih bisa dikeringkan lalu
dipasarkan.
Menyalur sagu supaya menghasilkan sagu bersih
di Kampung Seranggung, Kelurahan Daik
Sumber: Tim Dokumentasi Tim Penulis (2020)
~ 45 ~
Menyalur sagu supaya menghasilkan sagu bersih
di Kampung Seranggung, Kelurahan Daik
Sumber: Tim Dokumentasi Tim Penulis (2020)
4. Ampas Sagu, dinamakan seqamin. Seqamin bisa digunakan
untuk makanan ternak.
5. Taik sagu, dinamakan Bidat. Bidat adalah sisa sagu bersih yang
merupakan hasil perasan ampas sagu. Biasanya berwarna
kecoklatan. Bidat bisa juga digunakan untuk makanan ternak.
6. Kulit batang sagu. Batang sagu yang telah dipotong-potong
berupa tual, dibuang kulitnya. Kulit batang sagu dibersihkan
dan dapat digunakan untuk lantai pondok. Lantai yang terbuat
dari kulit sagu setelah dibersihkan menurut masyarakat
Kepulauan Riau bernamar ruyung.
7. Pelepah sagu. Pelepah sagu bisa dibuat dinding dan lantai
pondok. Kulit pelapah sagu (bintit) dapat dibuat untuk anyaman
(ayak, nyiru, tapis, dan anyaman lai berupa hiasan). Pelepah
sagu yang kering dapat dibuat sangkar burung, dinding sangkar
burung terdiri dari bintit.
~ 46 ~
Pelepah Sagu di Kampung Budus, Desa Merawang
Sumber: Tim Dokumentasi Tim Penulis (2020)
8. Daun sagu. Daun sagu dapat digunakan untuk atap yang trbuat
dari daun sagu yang dianyam sedemikian rupa. Anyaman
tersebut juga dapat digunakan untuk dinding pondok.
Daun sagu berbentuk memanjang (lanceolatus), agak lebar
dan berinduk tulang daun di tengah, bertangkai daun dimana
antara tangkai daun dengan lebar daun terdapat ruas yang mudah
dipatahkan (Harsanto, 1986). Daun sagu mirip dengan daun
kelapa mempunyai pelepah yang menyerupai daun pinang. Pada
waktu muda, pelepah tersusun secara berlapism tetapi setelah
dewasa terlepas dan melekat sendiri-sendiri pada ruas batang
(Harsanto, 1986; Haryanto dan Pangloli, 1992). Menurut Flach
(1983) dalam Haryanto dan Pangloli (1992) menyatakan bahwa
sagu yang tumbuh pada tanah liat dengan penyinaran yang baik,
pada umur dewasa memiliki 18 tangkai daun yang panjangnya
sekitar 5 sampai 7 meter. Dalam setiap tangkai sekitar 50 pasang
daun yang panjangnya bervariasi antara 60 cm sampai 180 cm
~ 47 ~
dan lebarnya sekitar 5 cm. Pada waktu muda daun sagu berwarna
hijau muda yang berangsur-angsur berubah menjadi hijau tua,
kemudian berubah lagi menjadi coklat kemerah-merahan
apabila sudah tua dan matang. Tangkai daun yang sudah tua
akan lepas dari batang (Harsanto, 1986).
9. Buah Sagu. Masyarakat melayu Kepulauan Riau ada yang
memakan buah sagu setelah diolah menjadi makanan ringan.
10.Kuliner yang terbuat bahan Sagu.
a. Sagu basah menjadi bahan utama kuliner lakse, kepurun,
lempeng sagu, dan ongol-ongol
Lakse
Sumber: http://anjasdaik.blogspot.co.id/2011/08/
makanan-khas-lingga.html
Lakse biasanya menjadi makanan favorit di waktu berbuka
puasa,atau upacara-upacara besar tertentu. Lakse dimakan
dengan kuah yang di buat dari santan kelapa yang di masak,di
campur kacang,dan biasanya cukup pedas di tambah sambal
belacan (terbuat dari udang). Resep kuliner lakse adalah
sebagai berikut.
Bahan:
1 Kg Sagu (Rumbia)
~ 48 ~
Bahan untuk kuah:
1½ Buah Kelapa (diparut diambil Santannya)
½ Buah Kelapa (diSangrai dan digiling halus)
500 gr Ikan Tamban Salai atau ikan Bilis/Teri digiling halus
100 gr rempah kari
10 Lembar Daun Kari / daun Kesum
Bumbu untuk kuah :
100 gr Cabe Kering
7 Siung / Ulas Bawang Merah
5 Siung / Ulas Bawang Putih
1 Ruas Jahe
Garam dan Penyedap Rasa Secukupnya
Cara membuat:
Ambil ½ Kg Sagu dan disiram dengan air panas, setelah
masak di uli dengan sagu yang setengahnya lagi lalu canai
dan dipotong-potong. Rebus air sampai mendidih dan
masukkan adonan sagu yang telah dipotong-potong tadi
sampai masak. Setelah masak diangkat dan direndam dengan
air dingin kira-kira 15 menit. Kemudian dibentuk diatas
daun.
Cara membuat kuah:
Tumis Bumbu hingga harum kemudian masukkan rempah
kari, kelapa dan ikan yang telah dihaluskan tadi, aduk sampai
rata kemudian masukkan santan dan terakhir masukkan daun
kari/kesum, masak hingga mendidih.
Kuliner Lakse dapat dijumpai di daerah-daerah bekas
kekuasaan Kesultanan Riau Lingga. Jenisnya pun bervariasi
seperti lakse kuah dan lakse kering. Selain di Kepulauan
Riau, kuliner dari bahan sagu ini juga menyebar ke wilayah
~ 49 ~
Melayu lainnya seperti di Singapura, Johor dan Pahang.
Penyebaran ini didukung oleh perjalanansejarah masa lalu
dimana sagu Lingga diekspor ke wilayah Singapura, Johor
dan Pahang. Pada masa sekarang, Lakse juga dijumpai di
Singapura dan beberapa wilayah di Malaysia. Lakse di
Malaysia yang sangat popular adalah lakse Kedah. Lakse
Kedah menjadi kuliner yang diperjualbelikan pada waktu
sore hari di sepanjang jalan pada sudut-sudut kota
Kualalumpur Malaysia.
Lakse Kedah
Sumber:
Dokumentasi
Anastasia Wiwik
Swastiwi (2015)
Kepurun
Sumber : http://
anjasdaik.
blogspot.co.id/
011/08/makanan-
khas-lingga.html
~ 50 ~
Kepurun berbentuk seperti lem dan kenyal-kenyal di lidah.
Kuahnya terbuat dari gilingan ikan teri yang dicampur
dengan buah belimbing buluh. Bisa juga dicampur dengan
berbagai macam buah, yang penting rasanya asam. Kuliner
kepurun ini nikmat disantap selagi panas.
Lempeng Sagu
Sumber: http://anjasdaik.blogspot.co.id/
2011/08/makanan-khas-lingga.html
Lempeng sagu sangat di gemari oleh masyarakat Kepulauan
Riau khususnya di daerah Lingga. Lempeng sagu di campur
dengan parutan kelapa muda. Cara membuatnya adalah
sebagai berikut.
Bahan:
1/2 kg tepung sagu basah
1 butir kelapa di parut
garam halus secukupnya
air secukupnya
Cara Membuatnya:
Sagu disangrai di kuali besar sampai agak kering tambahkan
~ 51 ~
kelapa parut yang telah diberi garam, kemudian di aduk-
aduk sambil dipercikkan air, kemudian ditekan-tekan dengan
sendok gulai sampai berbentuk pipih melebar dikuali, setelah
agak kekuningan dibalik, setelah matang diangkat. sajikan
dengan sambal terung asam dan ikan asin gembung bakar.
segera disantap.
b. Sagu kering menjadi bahan utama kuliner sagu lenggang,
sagu keretup dan lempeng sagu.
Pengeringan Sagu Tradisional di Kampung Seranggung
Kelurahan Daik
Sumber: Tim Dokumentasi Tim Penulis (2020)
Di Daik, masih berdiri satu pabrik sagu tua yang lazim
disebut dengan bangsal sagu yang terletak di Kampung
Seranggung. Pabrik ini terletak di tepi sungai Tanda, sebelah
kanan arah ke hilir. Pabrik ini di sebut orang sekitar dengan
bangsal hilir. Disebut bangsal hilir karena tidak seberapa jauh
dari pabrik ini terdapat tapak pabrik lama disebelah kiri
sungai arah ke hulu, dan dulunya disebut bangsal hulu.
Pabrik sagu bangsa hilir di Kampung seranggung
~ 52 ~
mengolah sagu menjadi tepung sagu yang sebagian besar
dijual ke luar daerah. Pengolahan sagu masih dilakukan
secara tradisional. Sagu kotor yang dibeli dari masyarakat
oleh pemilik pabrik di olah menjadi sagu bersih. Pengolahan
dari sagu kotor menjadi sagu bersih disebut dengan menyalur.
Sagu dimasukkan ke dalam wadah besar yang dicampur air.
Kemudian di aduk hingga rata, dan air sagu di masukkan
pada saluran kayu. Air yang dimasukkan ke dalam saluran
mengalir ke saluran yang lebih kecil. Sagu bersih akan
mengendap di dasar papan saluran, dan air yang mengalir
ke saluran kecil seterusnya menjadi limbah, yang disebut
bidat.
Sagu bersih yang mengendap di dasar papan selanjutnya
di bawa ke tempat pengeringan. Untuk mengeringkan sagu
masih menggunakan cara tradisional. Sagu basah di letakkan
di atas tempat pengeringan yang berlantai ubin. Di bawah
lantai ada kayu api yang dibakar sebagai pemanas untuk
mengeringkan sagu. Di atas tempat pengeringan, pekerja
menghancurkan bongkahan sagu basah dan ditebarkan
merata di atas lantai. Selanjutnya dalam waktu tertentu sagu
basah yang ditebar di atas lantai akan mengering. Sagu yang
telah kering selanjutnya di ayak untuk dijadikan tepung.8
c. Sagu lenggang menjadi bahan utama kuliner keripik sagu
lenggang. Di samping itu, sagu lenggang juga menjadi bahan
utama kuliner bubur lambok.
8 Walau pun tidak semaju dahulu, di masa kini sagu masih jadi bagian dari sumber
mata pencaharian sebagian masyarakat Lingga. Di beberapa tempat masih ditemukan
usaha pengolahan sagu basah bersih untuk dikirim ke luar daerah. Di Daik, masih
berdiri satu pabrik sagu tua yang lazim disebut dengan bangsal sagu yang terletak di
Kampung Seranggung. Pabrik ini terletak di tepi Sungai Tanda, sebelah kanan arah
ke hilir. Pabrik ini di sebut orang sekitar dengan bangsal hilir. Disebut bangsal hilir
karena tidak seberapa jauh dari pabrik ini terdapat tapak pabrik lama disebelah kiri
sungai arah ke hulu, dan dulunya disebut bangsal hulu.
~ 53 ~
Keripik Sagu Lenggang
Sumber: Dokumentasi Tim Penulis (2020)
d. Sagu bersih kering menjadi bahan utama sagu lemak, sagun-
sagun, dan kue bangkit.
Kue Bangkit
Sumber: http://sismachima.hol.es/karimun/sovenir-dan-oleh-
oleh-khas-karimun/
e. Sagu bersih basah dapat dibuat menjadi gubal. Gubal
merupakan makanan khas masyarakat Melayu Kepulauan
Riau.
~ 54 ~
Gubal
Sumber: http://www.batamtoday.com/berita21896-Memasak-
Gubal-Diperlombakan-di-Desa-Batu-Berdaun.html
Gubal merupakan makanan khas Melayu Lingga yang
berbahan baku sagu. Tak banyak orang mampu membuat
makanan ini, mengingat butuh kemampuan khusus. Biasanya
gubal ini dipadupadankan dengan gulai ikan pari atau ikan
hiu dengan kuah asam pedas. Paduan antara sagu dan kelapa
muda haruslah seimbang, tidak hanya waktu mengaduknya
di atas kuali, tetapi juga harus disesuaikan dengan besarnya
api dan kadar kelembaban saat memasak. Dengan begitu akan
dihasikan gubal yang enak.
Sama seperti nasi, gubal bisa dimakan bersama lauk dan
sayur. Sebagian orang Melayu Pulau Lingga khususnya orang
Daik menyukai gubal yang dimasak dengan campuran
parutan kelapa yang agak muda. Campuran kelapa membuat
gubal terasa lemak dan sedap dimakan. Lauk gubal yang
~ 55 ~
sangat disukai oleh orang Lingga yakni ikan masak asam
pedas dan sambal belacan, ditambah ulam jering dan petai.
Ikan yang disukai untuk dimasak asam pedas, yakni seperti
ikan pari, hiu, sembilang, jahan, seminyak dan lain-lain.
Sambal belacan yang dibuat, ialah dari lada kecil atau cabe
rawit, yang ditumbuk lumat dalam lesung batu, dicampur
belacan dan garam sebagai penyedap rasa.
Lendot
Sumber: http://nazirasandrossa.blogspot.co.id/
Cara membuat Lendot ini amat sederhana. Air direbus
sebanyak lima ratus cc, kemudian sayur pakis-pakisan, bisa
juga sayur lain dimasukkan ke air. Irisan bawang merah,
bawang putih, daun kunyit serta merica dan terasi yang telah
dibakar dan dihaluskan turut dicampur bersama sayuran.
Setelah air mendidih, udang yang sudah dihancurkan juga
dimasukkan bersama penyedap rasa.
Setelah sayur matang, tepung sagu yang sudah dicairkan
dituang ke dalam rebusan tadi. Aduk perlahan hingga
semuanya menyatu. Fungsi ditambahkannya tepung sagu
untuk mengentalkan kuah. Setelah itu diamkan selama
~ 56 ~
sepuluh menit. Sempolet siap disantap dengan taburan
bawang goreng dan seledri di atasnya. Sempolet berkuah
pedas dan hangat bagi tubuh. Cuaca dingin merupakan saat
tepat makan Lendot. Itulah sebab Lendot tidak diperjual-
belikan. Ditinjau dari khasiatnya, bahan dasar Sempolet
banyak mengandung zat berguna bagi tubuh. Dimulai dari
kuah tepung sagu yang kaya karbohidrat. Seratus gram sagu
kering setara dengan 355 kalori. Di dalamnya terkandung
rata-rata 94 gram karbohidrat, sisanya protein dan bahan lain
yang dibutuhkan tubuh. Bahan tambahan lain dalam Lendot
adalah udang. Udang tinggi kadar proteinnya karena banyak
mengandung asam amino. Seratus gram udang mentah
mengandung 20,3 gram protein dan cukup memenuhi
kebutuhan protein harian sebanyak 41 persen. Lendot tak
hanya berfungsi untuk hangatkan tubuh masyarakat alai di
kala cuaca dingin. Ia juga jadi asupan karbohidrat dan protein
yang bermanfaat bagi tubuh.
6. Membuka Penambangan Timah
Selain menggalakkan sagu, Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah
II juga menggalakkan penambangan bijih timah di Pulau Singkep
(Daud Kadir, 2008 : 188). Penambangan timah di Singkep dan
Kolong-kolong Sultan dengan Mandor yang terkenal pada zaman
itu La Abok dan kulinya orang-orang Cina Kek yang menurut
ceritanya nama inilah asal pemberian nama Dabo Singkep.9
9 Nama Dabo Singkep berasal dari nama yang diyakini sebagai pembuka daerah Dabo
yaitu seorang yang bernama La Abo. La Abo kemudian menikah dengan seorang
gadis yang bernama Singkek. Penyebutan Singkek kemudiannya lebih dikenal dengan
nama Singkep. Jadilah kemudiannya, wilayah ini dikenal sebagai daerah Dabo
Singkep. Namun, penamaan wilayahnya hanyalah Dabo, yaitu Kelurahan Dabo.
Makam La Abo yang terletak di Dabo, hingga kini masih terawat. Pada masa lalu,
masyarakat sekitar masih meyakini bila ingin meminta sesuatu mereka berkunjung
ke makam ini. Permintaannya antara lain agar usahanya berjalan lancer, mohon ijin
~ 57 ~
Pulau Singkep merupakan salah satu dari tiga pulau besar
yang ada di Kepulauan Riau. Pulau ini dulunya juga dikenal sebagai
pulau penghasil timah dengan reputasi penambangan selama
hampir dua abad mulai dari tahun 1812-1992 silam. Bahkan, pulau
ini juga dikenal sebagai salah satu pulau yang terdapat tambang
timah terbesar selain Pulau Bangka di Sumatera Selatan. Kala itu,
di Indonesia hanya ada dua pulau penghasil timah yaitu Bangka
Belitung dan Singkep.
Namun demikian, seiring dengan berkembangnya Lingga
sebagai pusat Kesultanan Riau-Lingga dan membaiknya
perekonomian Kesultanan, Belanda semakin berusaha untuk
mengetatkan kendali terhadap perekonomian Kesultanan Riau-
Lingga. Maka pada tanggal 1 Desember 1857 dilaksanakan
perjanjian antara sultan dengan Belanda tentang diizinkannya
pengusaha Belanda untuk membuka tambang timah (Daud Kadir,
2008:171). Perjanjian tersebut antara lain berbunyi :
………
Fasal yang kesepuluh
Maka berdjandjilah Paduka Sri Sultan dan mentri2nja hendaq ia
melebihkan kebadjikan ra’jatnya dan memegang pemerintahan
dengan adil dan memeliharakan perusahaan tanah dan segala
perusahaan orang dan hal perniagaan dan pelajaran kapal dan
perahu didalam keradjaan dan tiada dia hendaq membuat barang
suatu aturan yang boleh memberi kesukaran pada segala perkara
itu.
Fasal yang kesebelas
Maka berdjandjilah Paduka Sri Sultan dan mentri2nja tiada dia
hendaq melepaskan haqnja akan menggali didalam tanah serta
beroleh hasil daripada penggaliannya itu kepada orang jang bukan
agar hajatan yang akan digelar berjalan lancar dan memohon kesembuhan atas
penyakit yang diderita salah satu keluarganya. Apabila permohonan itu terkabul,
mereka kembali berkunjung ke makam La Abo dengan membawa buah pisang. Jenis
pisang yang dibawa antara lain pisang lemak manis dan pisang lantai.
~ 58 ~
anaq buminya djika tiada dengan mupaqat dan sebitjara dengan
wakil Paduka Sri Jang Dipertuan Besar Gubernur Djenderal di
Riau supaja penggalian itu diaturkan dengan ditjahari seboleh2nja
untung Paduka Sri Sultan dan mentri2nja dan dengan tiada diambil
oleh gubernemen sebahagian daripada untung itu hanjalah dengan
menilik kepada pergunaan tanah Hindia Nederland jang sedjati
serta dengan serta keputusan Baginda Sri Maharadja Nederland
jang terputurs pada 24 hari bulan Oktober tahun 1850 ……..
(Arsip Nasional Republik Indonesia, 1970: 96-97)
Penjelasan dari Fasal di atas adalah :
Bahwa inilah titah kita Sri Paduka Baginda Magaradja Willem
Ketiga yang bersemajam dengan segala kebesaran dan kemuliaan
diatas tachta keradjaan negeri Nederland dan segala rantau
ta’luqnja”. Adapun kita telah melakukan aturan jang tersebut
dibawah ini
Fasal jang pertama
Adapun diberi idzin akan buka tambang didalam daerah tanah
Hindia Nederland kepada sekalian orang Welanda kepada sekalian
orang Walanda jang dudu’ dinegeri Nederland atau ditanah Hindia
Nederland jang empunja perolehan tjukup akan pekerdjaan itu
jaitu atas timbangan gubernemen beserta dengan aturan jang
tersebut dibawah ini ja’ni
Fasal jang kedua
Segala perdjandjian hal idzin buka tambang itu akan dibitjarakan
dan ditetap dengan Sri Paduka Jang Dipertuan Besar Gubernur
Djendral dari tanah Hindia Nederland maka segala permintaan
akan membuka tambang itulah akan diatur terus kepada Sri Paduka
Jang Dipertuan Besar itu atau kepada Tuan Menister jang
melakukan hal pemerintahan segala negri jang ta’luq kepada
Nederland
Fasal jang ketiga
Apabila orang minta’ idzin buka tambang jang belum diperiksa
kekajaan tanahnja maka Sri Paduka Jang Dipertuan Besar
Gubernur Djenderal akan suruh periksa kekajaan itu beserta
dengan haq anaq negeri atas tanah tambang itu supaja tahu berapa
patut akan gantinja dan disuruh periksa djuga besarnja modal jang
~ 59 ~
tjukup akan melakukan pembukaan tambang itu dengan patut
maka jang hendaq buka tambang itu boleh djuga menjuruh suruhan
atas belandjanja sendiri ikut pemeriksaan itu bersama2 jang
disuruh oleh gubernemen
Fasal jang keempat
Pekerdjaan buka tambang itu akan dibantu dan dilindungi oleh
Gubernemen dengan segala upaja jang dipikir harus dan
dibitjarakan dengan jang beroleh idzin akan pekerdjaan itu.
Adapaun segala belandja baharu jang dikeluarkan sebab
perbantuan atau lindungan itu akan dibajar oleh jang beroleh idjin
itu dan mereka itu akan diberi tanggungan pembajaran itu maka
sekali2 gubernemen tiada akan memberi pandjaran
Fasal jang keenam
Adapun djika jang diberi idzin buka tambang tiada boleh dapat
orang2 negeri merdeka akan bekerdja tambang itu dengan
perdjandjian jang patut maka gubernemen akan beri idzin
kepadanja akan djemput orang bekerdja merdeka daripada negri
lain dengan aturan supaja tiada berubah ketetapan di dalam negeri
Fasal jang ketudjuh
Adapun pekerdjaan buka tambang itu akan melaku dengan
seharusnja kepada waktu jang ditentukan didalam surat
Perdjanjian..sjahdan apabila pada waktu itu pekerdjaan itu belum
berlaku maka segala perdjanjian djadi sia2 tetapi jang diberi idzin
buka tambang itu akan ganti djuga segala belandja gubernemen
akan pemeriksaan tanah tambang dan idzinnja2
Fasal jang kedelapan
Apabila diberi idzin buka tambang kepada sehimpunan orang
sekutu maka jang djawatan pekerdjaan itu hanjalah orang Welanda
yang dudu’ dinegeri Nederland atau ditanah Hindia Nederland
dan sebagai lagi jang diberi idzin buka tambang baik seorang
sendiri baik sehimpunan orang sekutu ta’ dapat tiada ia angkat
seorang djadi wakil muthlaqnja ditanah Hindia Nederland
Fasal jang kesembilan
Adapun jang telah beroleh idzin buka tambang tiada boleh
serahkan haqnja itu baik semata2 baik sebagianja kepada orang
lain hanjalah dengan idzin gubernemen Hindia Nederland dan
~ 60 ~
sekali2 haq itu tiada boleh pindah kepada barang siapa hanjalah
orang Welanda terberi kepada 24 hari hari bulan Oqtober tahun
1850 bertanda oleh Sri Paduka Maharadja Willew bertanda oleh
Tuan Minister jang melakukan hal pemerintahan segala negri jang
ta’luq kepada negri Nederland
(Arsip Nasional Republik Indonesia, 1970: 96-97)
Dalam perkembangannya, perusahaan Belanda Pulau Singkep
Tin Maatschaappij (SITEM) pada 1934 menggarapnya secara
besar-besaran. Tahun 1959 penambangan timah pun diambil alih
pemerintah sampai akhirnya pulau itu ditinggalkan di awal tahun
90-an. Sejarah panjang ini, membuat penuturan warga Pulau
Singkep sudah menyatu dengan timah. Biji timah membuat mereka
hidup penuh kelimpahmewahan. Kota Dabo menjadi salah satu
kota paling maju di Riau, bahkan lebih maju dari Tanjung Pinang,
ibukota kabupatennya saat itu.Belum lagi kehidupan warga yang
dapat menikmati langsung rezeki timah sebagai karyawan.
Pada 1985 kejayaan timah mulai merosot. Ketika itu terjadi
peristiwa yang disebut tin crash atau malapetaka timah, yang
ditandai dengan ambruknya harga timah di pasaran dunia. Harga
timah anjlok dari 16.000 Dolar AS menjadi 8.000 Dolar AS per
metrik ton. Kemerosotan harga itu, membuat usaha penambangan,
khususnya di Pulau Singkep menjadi lesu. Eksplorasi berkurang,
laba menurun, dan mulailah dampak atas karyawan terasa.
Pemutusan hubungan kerja dan lainnya. Seiring itu pula,
penambangan timah di Pulau Singkep dan semua akitifitasnya
dipindahkan ke Karimun dan Kundur.Perubahan drastis langsung
menerpa mereka yang mengantungkan hidupnya pada PT Timah.
Berangsur-angsur, 2.400 karyawannya diberhentikan dan diberi
“uang tolak” alias pesangon. Sebagian yang diberhentikan,
meninggalkan Pulau Singkep. Sedangkan pegawai yang tidak
diberhentikan mutasi ke lokasi tambang lain di Bangka, Tanjung
~ 61 ~
Batu dan Tanjungbalai, Karimun. Pulau Singkep, dan khususnya
Kota Dabo mulai terjerembab. Warganya mulai hengkang, terutama
kalangan usahawan, banyak yang pindah ke Tanjungpinang atau
Batam. Anak-anak mudanya berhamburan merantau, mencari
pekerjaan. Akibatnya, Dabo Singkep jadi sepi.
7. Tinggalan Kejayaan Timah
Kondisi geografis Pulau Singkep pasca penambangan timah
terbagi oleh dua jalur pengerukan timah, mulai dari ujung Pantai
Timur hingga ke ujung Pantai Barat. Di wilayah Barat, kondisi ini
kian diperparah dengan aktivitas penambangan pasir yang kian
marak dan sulit dikendalikan. Kolong-kolong sebagai harta karun
peninggalan PT Timah hampir dua abad, kini kian bertambah lebar
dan dalam oleh keperkasaan Penambangan Pasir di pulau tersebut.
Wajah pulau seluas 829 km2 porak poranda. Ratusan lubang yang
menganga bekas tambang timah yang bertebaran di seluruh Pulau
Singkep yang dalamnya belasan meter. Kolong-kolong yang
menyerupai danau itu menjadi sarang empuk nyamuk anopheles,
penyebar malaria. Jika melihat Pulau Singkep dari udara, seakan
pulau ini “disayat-sayat”.
Bangunan infrastruktur yang tersisa dipakai untuk puskesmas,
perumahan, instalasi air minum, serta jaringan jalan. Bangunan
yang terbengkalai antara lain bangunan pengolahan bijih timah
dekat Pasar Dabo. Bangunan itu keropos dan atap sengnya banyak
berlubang. Rumah berarsitektur khas Belanda yang dulu ditempati
para petinggi UPTS (Unit Penambangan Timah Singkep) yang
menjadi ciri khas dan kebanggaan kota itu (karena terletak indah
di atas bukit dilindungi pohon pisang kipas dan pohon rindang),
kini sebagian sudah dijual dengan harga murah kepada yang mau
membeli, dan kebanyakan eks karyawan UPTS dan pejabat
setempat.
Sebuah bank dengan kantor lumayan megah, kini sudah tutup.
~ 62 ~
Memang ada bank, tetapi statusnya berganti dengan kantor unit.
Kantor-kantor bekas PT Timah kosong melompong. Gudang-
gudang dan bengkel yang terlantar, ditumbuhi semak belukar.
Lapangan terbang hanya sesekali disinggahi pesawat udara. Ruko-
ruko yang berjejer di jalan utamanya, boleh dihitung dengan jari
yang masih buka dan diusahakan. Pukul lima sore, semuanya sudah
tutup.
Sebuah rumah sakit yang cukup besar, yang dulunya punya
perlengkapan yang canggih. Bangunannya kini ditempati untuk
puskesmas, namun peralatan kedokteran, seperti alat deteksi
jantung dan perangkat operasi lainnya, tak ada lagi. Akibatnya,
kalau ada pasien yang sakit berat terpaksa dikirim ke Tan-
jungpinang.
8. Pengelolaan Bekas Lahan Timah
Pulau Singkep sebenarnya memiliki potensi lain di bidang
perkebunan. Namun hingga saat ini belum ada investor yang ingin
membuka perkebunan sawit di Pulau Singkep. Padahal potensinya
cukup besar, mencapai lebih dari 20.000 hektar. Juga ada jeruk
yang dikelola warga. Potensi itu juga belum dioptimalkan. Selama
ini perolehan pemerintah setempat hanya dari hasil perikanan,
perkebunan, dan terutama dari penambangan pasir. Ada enam
perusahaan penambang pasir di Dabo-Singkep yang bekerja di atas
lahan seluas 239.282 hektar.
Setiap tahun Pemerintah Kabupaten Lingga memperoleh Rp 2
miliar dari penambangan pasir. Sekitar Rp 70 miliar perolehan
pemerintah dari pajak. Perolehan pemerintah daerah juga masih
seret karena belum ada peraturan daerah tentang retribusi beberapa
kegiatan ekonomi. Seperti misalnya untuk usaha sarang walet yang
saat ini sedang menjamur di Dabo. Pasca kejayaan penambangan
timah yang dulu sempat memakmurkan warga Dabo-Singkep, jika
tidak berhati-hati, kekayaan lainnya pun akan ikut pergi jika tidak
~ 63 ~
dikelola dengan baik. Namun yang pasti warga masih mengais
dan mendulang timah di kolong-kolong tambang timah. Beberapa
aktivitas yang dilakukan untuk pemanfaatan kolong-kolong
tambang timah tersebut antara lain :
1. Pemanfaatan kolong bekas penambangan timah di lembah Bukit
Tumang Kampung Tengah dan di Desa Tangsi Rasep untuk
usaha budidaya sayuran dalam rumah plastik.
2. Budidaya kolam ikan air tawar di kolong-kolong bekas galian
timah.
Namun demikian, usaha-usaha yang masih berskala kecil seperti
tersebut di atas, sangat potensial untuk dikembangkan pada skala
yang lebih besar. Permasalahan klasik yang dihadapi di lapangan
adalah pemasaran dan modal usaha. Padahal, bekas lahan timah
yang ada di Pulau Singkep dapat dimanfaatkan penduduk seperti
sumber air minum dan bahkan bila dikelola dengan baik dapat
dimanfaatkan untuk wisata memancing.
9. Tinggalan Situs Istana Damnah
Istana Damnah diyakini berbentuk panggung, dengan dua buah
pintu masuk dan empat buah tiang penyangga yang terbuat dari
beton. Di depannya ada balairung seri, yang pada masa silam oleh
Kesultanan difungsikan sebagai tempat musyawarah dan
pertemuan- pertemuan penting. Situs bekas Istana Damnah
berada sekitar 2,5 km di sebelah barat Masjid Sultan Lingga,
yang didirikan Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah II pada
tahun 1860 dengan di bantu Raja Muhammad Yusuf (1858-1899)
yang dipertuan muda ke X beserta istrinya Tengku Embung
Fatimah. Istana Damnah dibangun oleh Sultan Sulaiman Badrul
Alamsyah II (1857 – 1883), pada saat Kesultanan Melayu Riau
– Lingga mengalami masa kejayaan. Istana Damnah sekarang
hanya tinggal puing- puingnya saja.
~ 64 ~
Dari sisa-sisa bekas Istana Damnah masih dapat
digambarkan bahwa kompleks Istana Damnah dahulu terdiri dari
dua bangunan, yaitu bangunan istana dan balairung (pendopo).
Berdasarkan sisa- sisa pintunya, bangunan istana menghadap
ke arah timur. Di sebelah timur bekas bangunan istana terletak
bangunan balairung. yang tertinggal berupa bagian tangga
pintu, fondasi tiang, tungku dapur, dan permandian. Tangga pintu
di bagian muka sebanyak dua buah di sisi utara dan selatan
berbentuk sama. Jarak antara kedua tangga pintu adalah 21,50
meter. Tangga pintu pada bagian teratas memiliki ketinggian
1,60 meter dan lebar pintu 2,50 meter . Pada bagian bawah terdiri
dari 5 trap tangga, sedangkan pada bagian atas terdiri dari 3
trap tangga. Antara trap bagian bawah dan bagian atas
terdapat bagian yang datar. Lantai pada anak tangga terbuat
dari tegel bata (terakota) yang berukuran 35 x 35 cm.
Pondasi tiang yang masih tersisa sebanyak 29 buah, yang terbuat
dari susunan bata berlepa. Bekas bangunan balairung yang
tertinggal sekarang hanya bagian pondasi, berukuran 23, 80 x
20 meter. Bekas tangga pintunya berada di sisi Utara, Timur,
Selatan dan Barat. Bagian tengah (lantai) sudah tertutup oleh
tanah sehingga tidak diketahui dengan pasti bahan yang dipakai
untuk lantai. Bagian pondasi terbuat dari bata berlepa, dengan
ketinggian 75 cm dari permukaan tanah sekarang. Sekarang
situs Istana Damanah menjadi tujuan rekreasi turis asing.
~ 65 ~
Situs Tapak Istana Damnah di Daik, Lingga
Sumber: Dokumentasi Tim Penulis (2020)
Replika Istana Damnah di Daik - Lingga
Sumber : Dokumentasi Tim Penulis (2020)
10. Penutup
Wisata kuliner yang dominan di wilayah Kepulauan Riau adalah
kuliner yang terbuat dari bahan sagu. Sagu di Kepulauan Riau
~ 66 ~
pada maa lalu banyak dijumpai didaerah Lingga. Kejayaan Sagu
Lingga, mencuat sejak masa pemerintahan Sultan Riau-Lingga
yaitu Sultan Sulaiman Badrul Alam Syah II (1857-1883). Saat itu,
hasil pengolahan sagu tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat setempat, tapi dikirim ke daerah lain seperti Singapura,
Johor dan Pahang. Seiring perkembangan masyarakatnya, sagu
Lingga tidak begitu populer bagi masyarakat Kepulauan Riau di
masa sekarang.
Tanaman sagu yang telah diolah menjadi saripati, bisa dijadikan
makanan khas Melayu Lingga yang sudah cukup populer ke seluruh
penjuru tanah air. Ragam makanan itu seperti laksa, lempeng,
sagon, gubal, kempurun dan masih banyak lagi. Selain itu, tepung
sagu juga bisa dijadikan bahan campuran untuk membuat kerupuk
ikan atau udang dan kue seperti kue bangkit dan lain-lain.
~ 67 ~
BAB IV
PERAN SULTAN SULAIMAN BADRUL
ALAM SYAH II
DALM BIDANG PENDIDIKAN
1. Pengantar
Dalam kamus besar bahasa Indonesia pendidikan merupakan
proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok
orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan pelatihan; proses, cara, perbuatan mendidik. Dunia
pendidikan sangat penting bagi kehidupan sebuah bangsa, karena
pendidikan berhubungan dengan kemajuan dan sikap perilaku.
Pendidikan mengantarkan manusia untuk menguasai ilmu
pengetahuan dan teknologi. Di samping itu juga, hal yang paling
penting pendidikan melahirkan manusia yang berkarakter baik,
beradab dan terhormat. Pendidikan hal yang teramat penting untuk
menjadikan suatu bangsa yang bertamadun. Dalam alam Melayu,
agama mempunyai peranan penting dalam dunia pendidikan. Lewat
pendidikan agama, manusia diharapkan menjadi beradab dan
bijaksana. Di masa lampau, raja-raja Melayu diberikan bekal
pendidikan agama agar mampu menjalankan pemerintahan negara
dengan bijaksana. Untuk menjalankan pemerintahan dan
menguasai berbagai ilmu pengetahuan, seorang raja, dan para
bangsawan perlu diberikan pendidikan agama oleh para guru
pribadi di istana. Begitu juga rakyat, untuk menjadi rakyat yang
baik dan bermoral diperlukan pendidikan agama.
2. Dari Hindu-Buddha ke Islam
Sebelum alam Melayu menerima agama Islam, agama Hindu-
~ 69 ~
Buddha dari India berhasil menarik perhatian orang Melayu yang
masih kental animisme dan dinamisme atau pun meyakini
kepercayaan lokal turun-temurun. Kerajaan Sriwijaya menurut
sejarawan berada di Palembang merupakan kerajaan yang
menganut agama Buddha. Bukan saja sebagai kerajaan maritim
yg berpengaruh saat itu, namun Kerajaan Sriwijaya juga sebagai
pusat ajaran dan pendidikan agama Buddha terpenting di Asia
Tenggara. I tshing seorang pendeta Buddha dari Cina yang ingin
berangkat menuju India pada tahun 671 telah singgah ke Sriwijaya.
Dari kisah I tsing dapat diketahui di Sriwijaya terdapat lebih seribu
pendeta Buddha yang hanya mengkaji ajaran Buddha (Hall,
1988:41; Paul Michel Munoz, 2009:166; Suwardono, 2017:46).
Mereka mempelajari pelajaran yang sama seperti di India. Aturan
dan upacara yang dijalankan pendeta Buddha di Sriwijaya juga
sama seperti di India. Pada masa itu para pendeta dari Cina sebelum
berangkat ke India untuk mempelajari agama Buddha, terlebih
dahulu mempersiapkan diri belajar atau menerima pendidikan di
Sriwijaya. Setelah menerima pendidikan ajaran Buddha di
Sriwijaya, para pendeta melanjutkan perjalanan menuju India.
Pada tahun 685 setelah belajar ajaran Buddha di Nalanda India,
I tsing kembali ke Sriwijaya dan tinggal selama lebih kurang empat
tahun. Di Sriwijaya dia menterjemahkan kitab-kitab ajaran Buddha
berbahasa Sanskerta yang dibawa dari India ke dalam bahasa Cina.
Tahun 689 dia berangkat ke Kanton, selanjutnya kembali ke
Sriwijaya, dan ditemani oleh empat orang teman. Di Sriwijaya I
tsing menyelesaikan tulisan tentang agama Buddha pada masa itu.
Tulisan diselesaikan dan dikirim ke Cina pada tahun 692. Pada
tahun 695 I tsing kembali ke Cina, dan di sana dia meninggal.
Pengaruh dari India bukan saja membawa ajaran agama, tetapi
juga bahasa, aksara dan penanggalan. Bahasa sanskerta telahpun
mempengaruhi bahasa Melayu. Begitu juga dengan aksara dari
India yang telah menjadi bagian dari kebudayaan alam Melayu
~ 70 ~
pada masa Hindu-Buddha. Aksara Pallawa dan Pra Nagari dari
India pada masa itu telah dipakai di alam Melayu. Aksara Pallawa
dapat dapat ditemui dalam prasasti-parasasti peninggalan kerajaan
Sriwijaya. Di Kepulauan Riau, tepatnya di pulau Karimun dapat
ditemukan prasasti pantai pasir panjang yang menggunakan aksara
Pra Nagari berbahasa Sanskerta yang berhubungan dengan ajaran
Buddha. Aksara dari India pada masa zaman Hindu-Buddha telah
memberikan kemudahan dalam dunia pendidikan dan urusan
pemerintahan. Berkembangnya penggunaan aksara telah
memberikan kemajuan bagi peradaban suku bangsa Melayu zaman
Hindu-Buddha.
Kerajaan maritim Sriwijaya melemah dan akhirnya runtuh
terpecah belah sekitar abad ke-11 akibat serangan dari Kerajaan
Chola. Akibat runtuhnya kerajaan Sriwijaya, pusat pendidikan
agama Buddha di Sriwijaya mengalami kemunduran dan tidak lagi
mempunyai pengaruh besar di Asia Tenggara. Wilayah Kerajaan
Sriwijaya di Sumatra terpecah belah dan mendapat ancaman dari
kerajaan Singasari di Jawa. Pada tahun 1275, Kertanegara Raja
Singosari mengadakan ekspedisi Pamalayu ke Sumatra untuk
menguasai wilayah Malayu (Paul Michel Munoz, 2009:372;
Suwardono, 2017:170). Penaklukan yang dilakukan Kertanegara
berhasil, dan mengakibatkan sebagian wilayah yang pernah
dikuasai Kerajaan Sriwijaya berada di bawah pengaruh penguasa
dari Jawa. Selepas runtuhnya Singosari, seluruh wilayah kekuasaan
raja-raja Melayu mengalami ancaman dari Kerajaan Majapahit
yang ingin memperluas wilayah taklukan.
Pada masa kerajaan-kerajaan di wilayah Melayu masih
dipengaruhi Hindu-Buddha, dan masih kuat dengan kepercayaan
animisme juga dinamisme, orang-orang Muslim yang sejak lama
telah mengadakan hubungan dengan pelabuhan-pelabuhan di
wilayah-wilayah Kerajaan Sriwijaya semakin berpengaruh di alam
Melayu. Cahaya Islam berhasil menerangi wilayah Lamuri di Aceh.
~ 71 ~
Suwedi Montana (Oetomo, 2008: 89) menyebutkan, “Apa bila
kematian Sultan Sulaiman bin Abdullah bin al-Basyir adalah pada
tahun 680 H (1211 M), berarti jauh sebelum itu Lamreh, lokasi
benteng Kutha Lubuk sudah berkembang ajaran Islam. Hal ini
diketahui dari nama ayah dan kakek Sultan Sulaiman.” Wilayah
Melayu yang selanjutnya satu demi satu menerima cahaya Islam.
Raja Merah Silau penguasa Kerajaan Pasai di Aceh juga masuk
agama Islam, sedangkan di Terengganu pada awal abad ke-13 telah
menerima cahaya Islam.
Pada abad ke-15, Kerajaan Melaka yang dibawah pemerintahan
Raja Kecil Besar menerima Cahaya Islam. Menurut Sulalatus
Salatin, Raja Kecil Besar menerima ajaran Islam dari Syaikh Ismail
seorang pendakwah dari Jedah. Setelah masuk Islam Raja Kecil
Besar berganti nama Sultan Muhammad Syah. Raja-raja Melaka
dalam Sulalatus Salatin dikisahkan keturunan dari Sri Tri Buana
di Palembang. Dalam Sulalatus Salatin, dikisahkan Sri Tri Buana
yang berasal dari kerajaan bawah laut keturunan dari Raja Suran
penguasa dari India telah mendarat bersama tiga saudara laki-
lakinya di Palembang. Mengenai kerajaan bawah laut dapat diduga,
suatu wilayah kerajaan di Kepulauan Melayu.
Di Palembang, Sri Tri Buana telah dilantik menjadi raja oleh
Demang Lebar Daun penguasa Palembang dan selanjutnya
berpindah ke Bintan. Dari Bintan Sri Tri Buana berpindah lagi
mendirikan kerajaan di pulau Tumasik. Pada masa itu pulau
Tumasik telah pun diubah nama menjadi Singapura dan menjadi
bandar perdagangan. Singapura yang diperintah raja Melayu dan
menjadi bandar perdagangan tidak bertahan lama karena diserang
oleh pasukan Majapahit. Dalam Sulalatus Salatin dikisahkan, pada
masa Singapura diperintah oleh Raja Paduka Sri Pikrama Wira
anak dari Sri Tri Buana, pasukan Kerajaan Majapahit mengadakan
serangan, namun gagal karena berhasil ditangkis pasukan perang
Singapura. Pada masa Singapura diperintahan Iskandar Syah cicit
~ 72 ~
dari Sri Tri Buana, pasukan Majapahit berhasil mengadakan
penaklukan terhadap Singapura. Akibat serangan pasukan
Majapahit, Raja Iskandar Syah terpaksa menyingkir ke
semenanjung Tanah Melayu dan mendirikan Kerajaan Melaka.
Sultan Muhammad Syah yang masuk Islam telah menitahkan
seluruh keluarganya, para bangsawan, para penguasa wilayah
taklukan dan rakyat untuk memeluk agama Islam. Pada zaman
pemerintahan Sultan Muhammad Syah, Kerajaan Melaka muncul
sebagai kerajaan maritim yang maju dalam dunia perdagangan dan
mempunyai wilayah kekuasaan yang besar. Kerajaan maritim
Melaka yang berpengaruh besar dalam bidang perdagangan dan
kekuasaan di wilayah Melayu menjadi bagian dari pusat
penyebaran agama Islam di Nusantara. Sejak Islam masuk ke alam
Melayu, seseorang tidak dianggap sebagai orang Melayu jika tidak
memeluk agama Islam. Orang-orang non muslim yang masuk Islam
di wilayah Melayu sering disebut dengan masuk Melayu. Agama
Islam juga menjadi bagian dari indetitas suku bangsa Melayu.
Seluruh wilayah wilayah Melayu yang memeluk agama Islam telah
membawa perubahan dalam hal kepercayaan, dan tentunya juga
pendidikan. Sebagai seorang muslim tentunya orang Melayu perlu
mengetahui ajaran agama Islam. Untuk memahami dan mengetahui
ajaran Islam sehingga bisa dijadikan sebagai pedoman hidup,
diperlukan pendidikan agama. Para ulama memainkan peran
penting dalam pendidikan agama Islam.
Dengan masuknya agama Islam ke wilayah Melayu, telah terjadi
perubahan dalam dunia surat menyurat atau tulis menulis. Agama
Islam yang dibawa dari Arab bukan saja membawa perubahan
dalam ajaran agama atau kepercayaan orang Melayu tetapi juga
dalam bidang aksara, angka dan penanggalan. Al-Quran sebagai
kitab suci agama Islam menggunakan aksara dan bahasa Arab yang
ditulis di lembaran kertas. Untuk menjalankan ibadah dan belajar
agama Islam, orang Melayu wajib belajar membaca Al-Quran. Agar
~ 73 ~
bisa membaca Al-Quran dan beribadah tentunya didahului dengan
mengenal aksara Arab. Aksara Arab juga dipakai untuk urusan
administrasi pemerintahan, perdagangan, pelajaran agama, karya
sastra, dan surat menyurat lainnya dengan tambahan huruf tertentu
yang disesuaikan dengan bahasa Melayu yang disebut dengan Arab
Melayu atau huruf Jawi. Huruf Arab Melayu menjadi aksara resmi
kerajaan-kerajaan Melayu yang dipakai oleh petugas pemerintah
dan rakyat. Masuknya Islam ke alam Melayu telah mengurangi
jumlah rakyat yang buta huruf karena setiap muslim yang memeluk
agama Islam dan beribadah secara benar perlu tahu membaca Al-
Quran. Disamping itu juga dalam mempelajari agama Islam, perlu
tahu membaca kitab-kitab agama yang menggunakan aksara Arab
Melayu.
Untuk memajukan kerajaan penguasa Melayu memerlukan
orang-orang cerdik pandai yang mengetahui berbagai ilmu
pengetahuan tertentu seperti ahli perkapalan, persenjataan,
membangun tempat tinggal, membangun benteng pertahanan,
tabib, juru tulis dan lain-lain. Berbagai ilmu pengetahuan yang
dimiliki tentunya perlu ditunjang dengan ilmu agama sebagai
pedoman dalam menjalani kehidupan. Ilmu agama yang diamalkan
berupaya menjadi manusia Melayu yang lebih beradab dan
bijaksana. Untuk mendapatkan ilmu agama agar bisa diamalkan
diperlukan pendidikan agama. Penguasa Melayu memerlukan para
ulama sebagai pendidik. Para ulama di undang ke istana untuk
mengajarkan ilmu agama untuk raja dan para bangsawan. Rakyat
mendapatkan pendidikan agama di masjid dan rumah para ulama.
3. Pendidikan Islam
Kerajaan maritim Melaka yang didirikan oleh Raja Iskandar
Syah yang selanjutnya menjadi pusat perdagangan dan mempunyai
wilayah kekuasaan yang luas di wilayah Melayu telah pun menarik
perhatian pihak asing dari Eropa. Tak hanya pihak asing yang jauh
~ 74 ~
di Eropa, tetapi kerajaan yang dikuasai oleh orang Jawa di timur
juga berencana untuk menguasai Melaka. Pelaut Portugis dari
Eropa yang mencari keuntungan dari rempah-rempah dan ingin
mendapatkan keuntungan besar di Nusantara ingin menguasai
Kerajaan Melaka. Dengan menguasai Melaka, pihak Portugis bisa
menguasai perdagangan rempah-rempah di nusantara. Pada tahun
1511, pasukan Portugis yang dipimpin olehAffonso d’Albuquerque
berhasil menguasai Kerajaan Melaka. Sejak itu wilayah Melaka
jatuh ke tangan penjajah asing. Menurut Slamet Muljana (2013:68)
berdasarkan naskah dari Klenteng Sam Po Kong di Semarang, Yat
Sun anak Jin Bun dari Kerajaan Demak telah menyiapkan kapal-
kapal untuk merebut Melaka. Tulisan Slamet Muljana dikutip dari
tulisan Parlindungan yang mengutip dari tulisan Portman. Tulisan
Portman berdasarkan berita dari naskah Klenteng Sam Po Kong
di Semarang. Jin Bun merupakan Raden Patah Raja dari Kerajaan
Demak. Rencana dari Kerajaan Demak gagal karena didahului oleh
Portugis. Walau pun Melaka telah jatuh ke tangan Portugis, Yat
Sun masih tetap mengadakan penyerangan ke Melaka, tapi gagal.
Sejak jatuhnya Melaka ke tangan Portugis, dapat dikatakan
penjajahan bangsa asing mulai bertapak di wilayah Melayu.
Melaka sebagai bagian dari pusat penyebaran agama Islam di
bawah raja-raja Melayu akhirnya jatuh ke tangan Portugis. Walau
pun Melaka yang telah menjadi bagian dari pusat penyebaran
agama Islam telah jatuh ke tangan Portugis namun Kerajaan Islam
Demak di Jawa terus menyebarkan ajaran Islam di tanah Jawa
lewat pengaruh kekuasaan para raja dan ulama. Sultan Mahmud
Syah raja terakhir setelah mengalami beberapa kali pertempuran
dengan Portugis, dari Bintan menyingkir ke Kampar dan pada 1528
mangkat di sana. Sultan Alaudin Riayat Syah II naik tahta
menggantikan ayahnya Sultan Mahmud Syah menjadi raja Johor.
Sultan Alaudin Riayat Syah kembali ke Johor dan membangun
pusat pemerintahan baru sebagai penerus dari raja Kerajaan
~ 75 ~
Melaka. Seorang lagi anak laki-laki Sultan Mahmud Syah yakni
Sultan Muzzafar Syah juga menjadi sultan pertama di Kerajaan
Perak. Walau pun Melaka telah jatuh ke tangan Portugis, namun
wilayah-wilayah taklukan Melaka masih tetap berada di bawah
kekuasaan Sultan Johor. Wilayah Lingga di awal berdirinya
Kerajaan Johor berada dalam pemerintahan Megat Raden Kuning
keturunan penguasa dari Jambi juga berada di bawah takluk raja
Johor.
Pada tahun 1699 Sultan Mahmud Syah II yang berumur lebih
kurang dua puluh empat tahun mangkat dibunuh oleh Megat Sri
Rama. Setelah kemangkatan Sultan Mahmud Syah, Bendahara
Paduka Raja Tun Abdul Jalil naik tahta bergelar Sultan Abdul
Riayat Syah. Dalam masa pemerintahan Sultan Abdul Jalil Riayat
Syah terjadi perpecahan dalam Kerajaan Johor. Raja Kecil yang
mengaku anak dari Sultan Mahmud Syah mengadakan serangan
untuk memperebutkan tahja Kerajaan Johor. Usaha Raja Kecil
berhasil, namun tidak bertahan lama sebab orang-orang Bugis dari
Luwu berhasil membantu Tengku Sulaiman anak dari Sultan Abdul
Jalil Riayat Syah menyingkirkan Raja Kecil dari Kerajaan Johor.
Orang Bugis mendapatkan kekuasaan di Johor dengan gelar Yang
Dipertuan Muda dan menjadikan Riau sebagai pusat pemerintahan
bersama sultan.
Riau di bawah kekuasaan Yang Dipertuan Muda Raja Bugis
mengalami kemajuan dalam bidang perdagangan. Walaupun Riau
berulang kali diserang oleh Raja Kecil, namun dapat ditangkis oleh
pasukan Bugis. Pada masa itu Riau telah menjadi wilayah paling
penting dan berpengaruh di wilayah Kerajaan Johor karena sebagai
pusat pemerintahan dan perdagangan. Riau terus maju ke depan
bersaing dengan Melaka di bawah kekuasaan VOC. Menurut Raja
Ali Haji yang dijelaskannya di dalam Tuhfat al-Nafis, pada masa
Yang Dipertuan Muda Raja Haji (1777-1784) negeri Riau
bertambah ramai dan makmur. Kemakmuran negeri Riau telah pun
~ 76 ~
memberikan kemajuan dalam dunia pendidikan agama Islam. Riau
sebagai negeri yang makmur dan bandar perdagangan internasional
telah menarik perhatian para ulama dari luar kerajaan untuk datang
berdakwah.
Sultan Mahmud Riayat, Yang Dipertuan Muda Raja Haji, para
bangsawan, para pejabat dan para pengusaha di Riau telah pun
memberikan perhatian kepada urusan agama di Riau, sehingga pada
masa itu ulama yang datang sebagai pendakwah dan pendidik telah
pun diberikan berbagai kemudahan. Dengan dukungan Sultan,
Yang Dipertuan Muda Riau, dan pengusaha, urusan pendidikan
agama Islam untuk rakyat yang terutama berpusat di Masjid dan
surau mudah didapatkan. Masjid-masjid dan surau dijadikan pusat
pendidikan agama Islam untuk rakyat, dan rumah-rumah wakaf
dibangun untuk tempat tinggal para pendakwah. Pada masa itu,
Riau yang makmur telah menjadi pusat pendidikan agama Islam
yang berpengaruh di wilayah Kerajaan Johor, Pahang, Riau dan
Lingga. Dalam Tuhfat al-Nafis, Raja Ali Haji mengisahkannya.
“Dan segala tuan-tuan syed pun banyaklah datang dari tanah Arab
apalagi lebai Jawa hingga penuh tumpatlah dirumah wakaf dan
masjid dan segenap surau orang besar-besar itu dan orang kaya-
kaya itu. Apalagi malam Jumat berkumpullah ke dalam semuanya
maulud Nabi, Maka selesai daripada maulud memberi sedekah,
ada yang kena jekketun, ada yang dapat ringgit, ada yang dapat
rupiah,” (Dinas Pariwisata Kabupaten Kepulauan Riau dan
Yayasan Khazanah Melayu, 2002:176).
Kemakmuran Riau dan pengaruh Yang Dipertuan Muda Raja
Haji sebagai kepala pemerintahan telah pun membuat VOC yang
sebenarnya sahabat dari Kerajaan Johor, Pahang, Riau dan Lingga
merasa terancam. Riau yang makmur akhirnya mengalami
kemundurkan akibat perang yang disulut oleh VOC. Tahun 1784
Raja Haji mangkat di Teluk Ketapang Melaka setelah dengan gagah
berani berperang melawan pasukan VOC. Paska mangkatnya Raja
~ 77 ~
Haji, Riau dikuasai VOC, tetapi pada 1787, Sultan Mahmud Riayat
Syah mengadakan penyerangan terhadap garnisun VOC di
Tanjungpinang. Setelah itu Sultan Mahmud Riayat Syah berpindah
ke Lingga. Perang telah membuat Riau yang makmur menjadi
terpuruk. Keterpurukan ekonomi Riau akibat perang berimbas
kepada kemunduran pendidikan rakyat. Riau menjadi sepi setelah
ditinggalkan oleh Sultan Mahmud Riayat Syah ke Lingga.
Sultan Mahmud Riayat Syah menjadikan Lingga sebagai pusat
Kerajaan Johor, Pahang, Riau, dan Lingga. Di Lingga dia
menjadikan Daik sebagai pusat pemerintahan dan pusat perlawanan
terhadap VOC. Pada tahun 1795 suasana kembali tenang dan damai
tanpa perang. Dipermulaan masa damai, Sultan Mahmud Riayat
Syah di Lingga membangun Masjid yang lebih baik lagi. Hal ini
dilakukan untuk memudahkan menjalankan ibadah berjamaah,
kegiatan agama dan pendidikan agama Islam. Yang Dipertuan
Muda Raja Ali (1784-1806) sejak tahun 1784 terpaksa ke luar
daerah akibat kalah perang melawan VOC, kembali lagi ke Riau.
Pada masa itu tarekat Sammaniyah telah masuk ke wilayah Riau
dan berhasil menarik perhatian Yang Dipertuan Muda Raja Ali.
Menurut Raja Ali di dalam Tuhfat al-Nafis, Yang Dipertuan Muda
Raja Ali Haji berguru tarekat Sammaniyah dengan Syaikh Abdul
Ghafur orang Madura.
Tarekat Sammaniyah yang telah berhasil masuk ke wilayah Riau
sebagai bagian dari cara mendidik masyarakat Melayu agar lebih
religius. Tarekat Sammaniyah didirikan oleh Muhammad bin Abdul
Karim al-Quraysyi al-Madani al-Syafi’i dan lebih dikenal dengan
al-Samman (Ilyas Ismail dkk, 2008:1086). Al-Samman dilahirkan
di Madinah pada tahun 1718 dan wafat tahun 1776. Tarekat
Sammaniyah termasuk mendapat perhatian dan berpengaruh di
beberapa wilayah di Nusantara. Beberapa ulama Nusantara telah
menjadi murid dari al-Samman dan setelah kembali ke Nusantara
menyebarkan tarekat Sammaniyah. Beberapa ulama Nusantara
~ 78 ~
yang berguru dengan al-Samman seperti Abdussamad al-
Palembani, Muhammad Muhyuddin al-Palembani, Kemas
Muhammad bin Ahmad dari Palembang, Arsyad al-Banjari, Abdul
Wahab al-Buqisi dari Sulawesi Selatan, Abdul Rahman al-Mashri
al-Batawi, dan Daud bin Abdullah al-Patani dari Thailand Selatan
(Ismail, 2008: 1087).
Jika di Riau berkembang tarekat Sammaniyah, di Lingga tarekat
Syattariyyah juga berhasil menarik perhatian para penduduk yang
berada di Daik. Dalam naskah yang ditulis Encik Pung bertarikh 1
Zulhijah 1219 (3 Maret 1805) tentang silsilah tarekat Syattariyyah,
menyatakan dia tinggal di Daik dan berguru kepada Haji
Muhammad orang Mentaram. Haji Muhammad orang Mentaram
berguru dengan Syaikh Muhammad. Syaikh Muhammad murid
dari Muhammad al-Qusyasyi. Tarekat Syattariyah didirikan oleh
Syaikh Abdullah al-Syaththari di abad ke-15 yang menetap di India.
Tokoh yang berpengaruh di Nusantara dalam menyebarkan tarekat
Syattariyyah yakni Abdurrauf al-Sinkili (1615-1690) di Aceh.
Hanya saja Encik Pung masuk tarekat Syattariyyah tidak lewat
jalur murid Abdurrauf al-Sinkili.
Di Lingga sebagai pusat Kerajaan Johor, Pahang, Riau dan
Lingga pendidikan agama Islam berpusat di istana, rumah para
bangsawan, rumah para pengusaha, Masjid atau Surau dan rumah
para ulama. Raja dan para bangsawan mengundang guru pribadi
ke istana atau rumah mereka untuk mendapatkan pendidikan
agama. Di istana atau rumah bangsawan, para bangsawan
berkumpul mendengarkan ulama mengajarkan hukum-hukum
Islam dan berbagai hal menyangkut urusan agama. Agar bisa lebih
jauh mempelajari berbagai hukum Islam, tafsir Al-Quran dan hadist
diajarkan juga bahasa Arab. Ulama yang mengajar bukan saja
menggunakan kitab agama berbahasa Arab, digunakan juga kitab
berbahasa Melayu yang diterjemahkan dari bahasa Arab atau pun
sengaja disusun oleh penulis menggunakan bahasa Melayu.
~ 79 ~
Disamping itu juga ulama atau pun guru tertentu mengajarkan
aksara Jawi agar memudahkan yang belajar membaca kitab-kitab
agama dan menulis.
Di Lingga dapat ditemukan kitab-kitab hasil terjemahan dari
bahasa Arab ke bahasa Melayu, seperti kitab Durrah al-Manzumah
fi sihhati al-I’Tiqadi wa al-Iman koleksi Museum Linggam Cahaya.
Kitab ini diterjemahkan oleh Haji Abbas bin Haji Ishak al-Jawi al-
Fatani, pada 15 Zulhijah 1264 H (11 November 1848) di Lingga.
Kitab ini berisikan tentang saran agar mencari guru yang cerdik
dalam i’tiqad ahlussunnah wal jama’ah dan penjelasan tentang sifat
20. Dalam kolofon kitab penterjemah disebutkan sebagai berikut.
“Telah selesailah oleh faqir yang haqir daripada menterjemahkan
risalah ini dengan tangan yang berlumur dengan taqsir dan
beberapa dosa dan atham sebab kurang adab dan sedikit ilmu dan
faham, daripada sangat berkehendak akan pahala dan tsawab
daripada Tuhan yang maliku al-wahhab bijahi sayyidi al-mawwab
balla Allahu wa Sallama ‘alayhi yaitu faqir al-$aj ‘Abbas ibnu
Is%aq al-Jawi al-Famani balad, gafara Allahu lahu wa
liwalidayhi wa ikhwanihi al-muslimina al-maghfirah ‘ammah,
yaitu pada hari Ahad jam pukul sembilan pada lima belas hari
bulan Dhulhijjah di dalam negeri Lingga, pada hijrah nabi ‘alayhi
afdal al-salah wa azka al-salim yaitu seribu dua ratus enam puluh
empat tahun, 1264 sanah.”
Dalam bidang tasauf, ulama di Lingga juga menyalin terjemahan
kitab tasauf seperti kitab Tuhfat al-Mursalah ila al-Nabi. Kitab ini
disalin ulang oleh Encik Basuk di Lingga. Pada kolofon kitab
penulis menyebutkan “Haza Kitab Tu%fah al-Mursalah al-haqiqah
telah tamatlah kitab ini di dalam negeri Lingga dan menyurat dia
Encik Basuk, amin ya rabbal ‘alamin, tm, amin.” Dalam kitab ini
dicatat dimiliki oleh seorang bernama Said bin Mahmuda pada
tahun 1236 H (1820/1821). Kitab Tuhfat al-Mursalah ila al-Nabi
dikarang Syaikh Muhammad bin Fadlillah pada tahun 1590 (Azra,
2002: 112). Satu kitab hukum tajwid Al-Fatihah berbahasa Arab
~ 80 ~
yang ditulis ulama dari zaman Sultan Mahmud Muzzafar Syah
(1841-1857) pernah menjadi bagian dari rujukan kitab “Risalah
tajwid Al-Fatihah pada menyatakan memolekkan dan membetulkan
hukum membaca Fatihah” karangan Abu Husin Muhammad Saleh
(Tengku Muhammad Saleh Damnah) yang selesai ditulis 3 Syakban
1371 H (27 April 1952) dan dicetak di Matba’ah al-Ahmadiyah,
Singapura. Dalam pendahuluan kitab ini Tengku Muhammad Saleh
menyebutkan sebagai berikut.
“Kemudian daripada telah memuji Allah dan selawat dan salam
atas Saidina Rasulullah Salallahu ‘alaihiwassalam dan
keluarganya dan sahabat2nya sekalian, rasanya patutlah
mendahulukan sedikit perkataan sekiranya tidaklah menjadi apa
kesalahan, yaitu asalnya tajwid Al-Fatihah itu hamba dapatkan
dia pada bahasa Arab di dalam suatu naqal naskah orang tua2
dahulu, yaitu yang disuratkan dia mulai dari selat Sambur disudahi
di kuala Sekanak tatkala mengiringkan Engku Raja Jumat
dititahkan oleh Yang Dipertuan Muda pada tarikh sanah 1259
hijriah yaitulah masa Raja Abdul Rahman bin Jakfar Yang
Dipertuan Muda Riau yang ke tujuh dan Yang Dipertuan Besar
Sultan Mahmud Muzzafar Syah Sultan Lingga-Riau yang
keempat. Maka tidaklah hamba dapatkan daripada siapakah
merekanya yang mengarang akan dia.”
Kitab Tuhfat al-Mursalah ila Al-Nabi yang disalin
oleh Encik Basuk di Lingga
Koleksi: Museum Linggam Cahaya
~ 81 ~
Dalam urusan penyalinan Al-Quran, Lingga menjadi bagian dari
pusat penyalinan Al-Quran di Kerajaan Lingga-Riau. Sejak Sultan
Mahmud Riayat Syah berpindah dari Riau ke Lingga tahun 1787,
untuk keperluan pendidikan agama Islam, ibadah, dan penegakan
hukum Islam, para pakar penyalin Al-Quran sangat diperlukan di
Lingga. Al-Quran tulisan tangan yang disalin oleh para penyalin
sangat dibutuhkan dalam pendidikan agama Islam. Untuk
melaksanakan ibadah dan belajar agama, perlu belajar mengaji
Al-Quran. Di Museum Linggam Cahaya dapat ditemukan satu
manuskrip Al-Quran yang selesai disalin oleh Haji Abdul Karim
bin Abbas bin Abdul Rahman bin Abdullah Al-Banjar pada hari
Jumat 13 Jumadil awal 1249 (27 September 1833) di Lingga zaman
Sultan Muhammad Syah (1832-1841). Pada bagian belakang Al-
Quran penulis menyatakan,
Wa kana al-faraq min naktubu haza al-mushaf al-mubarak fi
jazirah Singkep allazi huwa da’irah bandar ballad Dai fi
hijratinnabi sallallahu ‘alaihuwassalam sanah 1249 13 hari bulan
Jumadil Awwal pada hari Jumat waktu Ashar wa katibuha al-
faqir al-haqir ilallahi rabbihi al-qadir al-Hajj Abdul Karim ibnu
Abbas ibnu Abdurrahman ibnu Abdullah al-Banjar gafarallahu
lahu amin waliwalidaih amin.
Manuskrif Al-
Quran salinan
Haji Abdul
Karim bin Abbas
Selesai disalin 27
September 1833
Koleksi: Museum
Linggam Cahaya
~ 82 ~
Pendidikan agama di istana dapat melahirkan raja atau sultan
serta bangsawan-bangsawan yang religius dan bijaksana. Abdul
Rahman Syah (1812-1832) Sultan Johor, Pahang, Riau dan Lingga
yang terakhir dan sekaligus sultan Lingga-Riau pertama, muncul
sebagai sultan yang alim. Dia telah mendapatkan pendidikan agama
yang baik di istana dan sangat menghormati para ulama. Pada masa
pemerintahannya, dia sangat peduli pada urusan agama dan ibadah.
Dia juga seorang raja yang merakyat. Pada masa itu juga, Yang
Dipertuan Muda Raja Jakfar (1806-1831) turut juga memberikan
perhatian kepada urusan pendidikan agama. Yang Dipertuan Muda
Raja Jakfar sangat menggiatkan dunia pendidikan agama Islam di
istananya. Raja Ali Haji dalam Tuhfat al-Nafis mengisahkan
sebagai berikut.
“Dan suka ia akan ulama serta kuat menuntut ilmu seperti
membaca kitab-kitab yang bahasa Melayu seperti Usul al-Din dan
kitab Mirat al-Tullab kepadanya gurunya satu ulama yang besar
pada masa itu, yaitu al-Haji Abd al-Wahab serta suka mendengar-
dengar tuan-tuan syed berceritakan hikayat raja-raja yang dahulu-
dahulu yang disebelah atas angin. Dan suka ia akan orang yang
baik-baik baca dan bacaan pada mengaji Quran jikalau datang
kari yang pandai mengaji Quran di dalam negeri Riau, maka
dipegangnyalah dua tiga bulan. Maka mengajilah ia serta
disuruhkannya anak-anaknya dan pegawai-pegawainya mengaji.
Apabila khatam diberinya kari itu wang beratus-ratus ringgit. Dan
lagi ia tiada takabur daripada bertanya barang yang tiada dapat
kepada orang yang kurang daripadanya atau yang muda hingga
pada anaknya sekalipun bertanyalah ia daripada hukum, syarak,
sah, batal, haram,” (Dinas Pariwisata Kabupaten Kepulauan Riau
dan Yayasan Khazanah Melayu, 2002: 247-248).
Anak-anak Yang Dipertuan Muda Raja Jakfar terus menggiatkan
pendidikan agama Islam di istana, bahkan melibatkan diri masuk
tarekat. Dalam Tuhfat al-Nafis dikisahkan Raja Abdullah anak dari
Yang Dipertuan Muda Raja Jakfar sangat menggiatkan dirinya
~ 83 ~
belajar agama Islam bersama dengan Raja Ali Haji. Dia
mempelajari berbagai kitab agama Islam seperti Bidayah al-
Hidayah dan Minhaj al-Abidin. Dia juga pergi ke Mekah untuk
melaksanakan umrah dan berhaji. Untuk memperdalam ilmu
agama, dia juga telah tinggal selama lebih kurang setahun untuk
belajar agama Islam dan mengaji Al-Quran dengan para ulama di
sana. Dari Mekah Raja Abdullah membawa dua orang ulama ke
Riau yakni Syeikh Ahmad Jibrati dan Syahab al-Din anak dari
Syaikh Muhammad Arsyad al-Banjari. Pendidikan agama Islam
dilingkungan istana Raja Muda semakin bertambah hidup dan maju
dengan adanya Syaikh Syahab al-Din yang sangat alim dan pakar
dalam hukum agama.
Bangsawan yang mempunyai peran penting lainnya dalam dunia
pendidikan dilingkungan istana ialah Engku Puteri. Dia mempunyai
peran penting dalam pendidikan budi pekerti anak-anak perempuan
dilingkungan tempat tinggalnya yang disebut “Dalam besar.”
Menurut Yunus (2002: 5) “Di ‘Dalam besar’, tempat kediamannya
kepedulian terhadap pembacaan sejarah leluhur, maulud, berzanji,
tadarus, pembacaan hikayat dan syair tidak sunyi-sunyi.” Menurut
Yunus, berdasarkan catatan Raja Haji Daud, tabib kerajaan di
“Dalam besar” tempat kediaman Engku Puteri ditulis risalah
Nisya’i Sifat al-Zakir yang membahas pengertian istilah perempuan
berdasarkan makna setiap huruf jawi dari kata perempuan.
Disamping itu, Engku Puteri juga mendidik dengan tunjuk ajar
untuk kaum perempuan yang berkenaan dengan moral dan etika
Melayu.
Yang Dipertuan Muda Abdul Rahman (1833-1843) sama seperti
ayahnya Yang Dipertuan Muda Raja Jakfar suka menuntut ilmu
agama. Dia sangat mendukung adiknya Raja Abdullah yang
menggalakkan pendidikan agama Islam di lingkungan istana.
Dalam Tuhfat al-Nafis diketahui, setelah kembali ke Penyengat
dari Lingga, Yang Dipertuan Muda Raja Abdul Rahman
~ 84 ~
membangun masjid dan menggalakkan dirinya menuntut ilmu
agama. Pada masa itu di Riau berkumpul ulama-ulama yang
menjadi guru agama kalangan istana dan rakyat. Dalam Tuhfat al-
Nafis disebutkan nama-nama ulama yakni Habib Syeikh Syakaf,
Said Hasan al-Hadad, Tuan Kiai Beranjang, Haji Syahab al-Din
anak dari Syaikh Muhammad Arsyad al-Banjari, Haji Abu Bakar
Bugis, dan Syaikh Ahmad Jibrati.
Dalam Tuhfat al-Nafis dapat juga diketahui mengenai Raja Ali
Haji bin Raja Ahmad yang berpengaruh dalam dunia pendidikan
Islam di istana. Walaun pun dilingkungan istana dikelilingi para
ulama, Yang Dipertuan Muda Raja Abdul Rahman dan adiknya
Raja Abdullah tetap meminta pendapat Raja Ali Haji tentang
hukum-hukum agama. Raja Ali Haji merupakan tokoh penting
zaman itu hingga masa pemerintahan Sultan Sulaiman Badrul Alam
Syah. Raja Ali Haji anak dari Raja Ahmad bin Raja Haji
Fisabilillah. Raja Ali Haji seorang ulama, budayawan, sastrawan,
sejarawan dan pejabat Kerajaan Lingga-Riau. Dia telah melahirkan
karya sejarah, sastra dan bahasa. Karya sastranya sangat penting
karena mengandungi nilai-nilai pendidikan agama untuk raja, para
bangsawan dan rakyat. Raja Ali Haji juga seorang guru agama
yang mengajarkan ilmu fiqh dan tata bahasa Arab untuk lingkungan
keluarganya. Di pulau Pengujan yang diduga tempat dia
mengasingkan diri untuk bekerja dengan tenang, Raja Ali Haji
membuat pondok-pondok untuk tempat anak-anak belajar mengaji.
Raja Ali adik dari Yang Dipertuan Muda Raja Abdul Rahman
juga seorang yang sangat peduli dengan urusan pendidikan agama
Islam. Semasa berada di Lingga sebagai wakil abangnya Yang
Dipertuan Muda Raja Abdul Rahman, dengan kesepakan Raja Ali
Haji, dia telah berguru dengan Haji Hamin orang Banjar. Di Lingga
Raja Ali menggalakkan para bangsawan dan rakyat untuk peduli
pada pendidikan agama Islam. Setelah Yang Dipertuan Muda Raja
Abdul Rahman Syah mangkat tahun 1843, Raja Ali naik tahta
~ 85 ~
sebagai Yang Dipertuan Muda Riau-Lingga. Dia yang sebelumnya
peduli kepada pendidikan agama Islam semakin menggiatkan
kalangan istana dan rakyat untuk belajar agama. Dengan didukung
oleh Raja Ali Haji, Yang Dipertuan Muda Raja Ali mendatangkan
para ulama untuk mengajar agama di Riau. Dia telah mengeluarkan
anggaran belanja untuk nafkah para ulama yang mengajar di pulau
Penyengat.
Yang Dipertuan Muda Raja Ali pada masa itu sangat
memperhatikan urusan ibadah rakyat seperti mendirikan Shalat
Jumat. Dia menitahkan seluruh kaum perempuan muslim
bertudung kepala menutup aurat. Yang Dipertuan Muda Raja Ali
sangat keras melarang kebiasaan sebagian orang Melayu yang suka
menyabung ayam dan berjudi. Pada masa pemerintahannya, dia
menyelesaikan pembangunan Masjid yang belum selesai dibangun
almarhum abangnya Yang Dipertuan Muda Raja Abdul Rahman.
Dalam Tuhfat al-Nafis, dikisahkan Yang Dipertuan Muda Raja Ali
mengundang Syaikh Ismail seorang ulama besar yang sedang
berada di Singapura untuk mengajar di Riau. Yang Dipertuan Muda
Raja Ali dan adiknya Raja Abdullah masuk tarekat Naqsabandiyah
berguru dengan Syaikh Ismail. Pada masa itu Raja Abdullah
menjadi mursyid tarekat Naqsabandiyah di Riau.
Pada masa Yang Dipertuan Muda Raja Ali (1843-1857) Tarekat
Naqsyabandiyah telah memainkan peran penting dalam dunia
pendidikan Islam di Lingga-Riau. Kalangan istana bukan saja
belajar hukum syariat tetapi juga melibatkan diri mengikuti tarekat.
Tarekat Naqsyabandiyah didirikan oleh Muhammad bin
Muhammad Baha al-Din al-Bukhari Naqsyabandi (1318-1389)
yang lahir di sebuah desa Qashrul Arifah, kurang lebih 4 mil dari
Bukhara tempat lahir Imam Bukhari (Sajaroh, 2011: 89). Tarekat
Naqsyabandiyah masuk ke Riau di bawa Syaikh Ismail, berhasil
menarik perhatian Yang Dipertuan Muda Raja Ali dan para
bangsawan. Syaikh Ismail berasal dari Simabur Sumatera Barat
~ 86 ~
dan pernah tinggal di Mekah untuk belajar dan mengajar.
(Bruinessen, 1992: 98). Syaikh Ismail juga menyebarkan tarekat
Naqsyabandiyah di Singapura
Pada masa Yang Dipertuan Muda Raja Ali, yang menjadi Sultan
Lingga-Riau yakni Sultan Mahmud Muzzafar Syah (1841-1857).
Pada masa itu Kerajaan Lingga-Riau menerbitkan kitab pelajaran
agama Islam untuk anak-anak di wilayah Kerajaan Lingga-Riau.
Kitab pelajaran agama diberi judul Malqutussyar iyyah lita’limi
asshabiyya wasshabiyyah dan oleh penyusun diberikan judul dalam
bahasa Melayu yakni “Inilah Kitab pungutan dari bangsa syarak
karena mengajarkan kanak-kanak yang laki-laki dan kanak-kanak
yang perempuan seperti barang yang tersebut tiga puluh pasal di
dalamnya.” Kitab ini selesai disusun pada 22 Jumadil Awwal 1273
H (19 Januari 1857). Kemungkinan kitab ini dicetak di percetakan
milik Kerajaan Lingga-Riau di Daik. Dengan terbitnya kitab ini,
menunjukkan Kerajaan Lingga-Riau telah memberikan perhatian
besar kepada pendidikan agama Islam untuk anak-anak. Kitab
pelajaran agama terus dipakai sampai zaman Sultan Sulaiman
Badrul Alam Syah.
4. Sekolah Resmi untuk Rakyat
Sejak Portugis berhasil menguasai Melaka, kerajaan-kerajaan
Melayu terutama Kerajaan Johor terpaksa bersaing keras dengan
Portugis dalam urusan ekonomi dan pertahanan. Portugis di
Nusantara bukan saja sebagai pedagang dan penakluk, tetapi
menurut William Marsden (1999:239-230) “Saudagar Arab dan
Persia telah melukiskan mereka kepada sang Sultan pendeskripsian
bangsa Portugis sebagai bajak laut liar (suatu gambaran yang tak
jauh menyimpang dari kebenaran).” Jalur perdagangan selat
Melaka tidak lagi sepenuhnya berada dalam kekuasaan raja-raja
Melayu tetapi sebagian berada di bawah kekuasaan Portugis.
Keuntungan perdagangan di selat Melaka tidak saja dinikmati
~ 87 ~
penguasa Melayu tetapi sebagian telah masuk ke kantong Portugis,
dan selanjutnya di bawa ke Eropah. Portugis menjadi saingan juga
musuh berbahaya bagi raja-raja Melayu dalam hal perdagangan
dan kedaulatan wilayah.
Kerajaan Johor sebagai pewaris Kerajaan Melaka terus berupaya
merebut Melaka dari tangan Portugis tetapi selalu gagal. Pasukan
Kerajaan Demak di Jawa pernah mengadakan serangan ke Melaka
di bawah pimpinan Adipati Unus tetapi gagal. Kerajaan Aceh yang
bangkit di bawah pemerintahan Iskandar Mahkota Alam juga gagal
menguasai Melaka dari tangan Portugis. Kebangkitan Kerajaan
Aceh di bawah pemerintahan Sultan Iskandar Mahkota Alam malah
mengancam wilayah Kerajaan Johor. Pada tahun 1641, Vereenigde
Oostindische Compagnie (VOC) yang dibantu oleh Kerajaan Johor
berhasil menguasai Melaka dari tangan Portugis. Setelah Portugis
pergi, VOC menjadi sahabat dan saingan dagang Johor. Bukan
saja VOC, pihak East India Company (EIC) atau Kompeni Inggris
yang mula-mula jadi sahabat akhirnya menjadi ancaman bagi
kerajaan Johor.
Masuknya VOC dan EIC di wilayah Nusantara dan khususnya
daerah-daerah yang pernah dikuasai raja-raja Melayu telah
menimbulkan suatu perubahan dalam urusan perdagangan, dan
politik kerajaan Melayu. VOC dan EIC dengan kekuatan militer
dan ekonomi begitu mudah mencari kesempatan untuk men-
dapatkan keuntungan dari wilayah-wilayah kekuasaaan raja-raja
Melayu. Raja-raja Melayu Melayu perlu bertahan dan
mengimbangi pengaruh VOC dan EIC di wilayahnya sendiri. Di
Indonesia VOC yang kantor pusatnya di Batavia lebih unggul dari
EIC dalam urusan menguasai wilayah, hanya mencari keuntungan
dari perdagangan juga memperluas wilayah kekuasaan tanpa
membawa perubahan dalam dalam memajukan dunia pendidikan
anak-anak pribumi di wilayah-wilayah yang mereka kuasai. Dalam
dunia pendidikan VOC hanya mendirikan sekolah untuk
~ 88 ~
kepentingan penerimaan para pegawai dan penyebaran agama
mereka.
VOC yang telah berhasil mendapatkan wilayah kekuasaan di
Indonesia dan kantor pusatnya berada di Batavia, tidak saja
memerlukan pegawai-pegawai yang datang dari Belanda, namun
juga dari wilayah-wilayah yang mereka diduduki. Untuk
mendapatkan pegawai-pegawai yang berpendidikan, pada tahun
1630, VOC membuka sekolah pertama di Batavia untuk anak-anak
Belanda dan Jawa. Sekolah yang didirikan terus berkembang sesuai
dengan kebutuhan dan kepentingan VOC. Tahun 1636 sekolah
bertambah menjadi tiga buah dan tahun 1706 terdapat 34 guru,
dan 4873 murid (Nasution, 2014:5). Sekolah yang didirikan terbuka
bagi semua anak tanpa perbedaan kebangsaan. Sekolah yang
didirikan VOC berhubungan erat dengan gereja yang bertujuan
menyebarkan luaskan agama Kristen. Sekolah-sekolah yang dibuka
VOC mendidik murid-murid untuk belajar membaca, menulis,
berhitung, dan mengetahui berbagai ilmu pengetahuan lainnya dan
pendidikan agama Kristen.
Untuk menjalankan pemerintahan dan menghadapi VOC,
tentunya Kerajaan Johor, Pahang , Riau dan Lingga memerlukan
orang-orang terdidik sebagai petugas-petugas administrasi dan
militer kerajaan. Sama seperti masa-masa sebelumnya, kerajaan
belum mendirikan sekolah-sekolah resmi untuk rakyat yang
disiapkan sebagai pegawai kerajaan. Sekolah-sekolah resmi untuk
pendidikan rakyat juga belum didirikan. Pegawai-pegawai penting
pemerintah di bawah Sultan, Raja Muda, Bendahara, Temenggung
yang mengurusi urusan militer dan pemerintahan sipil dijabat oleh
kaum bangsawan dan orang-orang yang mempunyai hubungan
dekat dengan keluarga raja. Selebihnya petugas-petugas bawahan
seperti juru tulis, dan prajurit dapat diisi oleh orang kebanyakan
atau rakyat jelata.
Walau pun Kerajaan Johor, Pahang, Riau dan Lingga tidak
~ 89 ~