The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Pulau Selayar merupakan salah satu pulau di Kabupaten Lingga yang mempunyai cerita sejarah yang cukup panjang. Penamaan selayar menurut tradisi lisan masyarakat setempat diberikan oleh para pelaut Bugis yang datang untuk singgah dari perjalanan mereka ke berbagai wilayah kerajaan Lingga-Riau-Johor-Pahang. Letaknya yang strategis ini lah yang membuat perjalanan sejarah Pulau Selayar cukup kompleks dari era Kesultanan Lingga hingga masa reformasi.

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by Buku Sejarah Lokal Kabupaten Lingga, 2022-10-06 22:29:00

MENELUSURI ZAMAN KEJAYAAN PERKAMPUNGAN DI PULAU SELAYAR

Pulau Selayar merupakan salah satu pulau di Kabupaten Lingga yang mempunyai cerita sejarah yang cukup panjang. Penamaan selayar menurut tradisi lisan masyarakat setempat diberikan oleh para pelaut Bugis yang datang untuk singgah dari perjalanan mereka ke berbagai wilayah kerajaan Lingga-Riau-Johor-Pahang. Letaknya yang strategis ini lah yang membuat perjalanan sejarah Pulau Selayar cukup kompleks dari era Kesultanan Lingga hingga masa reformasi.

Keywords: sejarah,lingga,riau,melayu,selayar,penuba

MENELUSURI ZAMAN KEJAYAAN
PERKAMPUNGAN DI PULAU SELAYAR

EKS. KEWEDANAAN LINGGA

Penulis :
H. Bachtiar Badri Dandan, A.Ma

MENELUSURI ZAMAN
KEJAYAAN PERKAMPUNGAN

DI PULAU SELAYAR
EKS. KEWEDANAAN LINGGA

Penulis :
H. Bachtiar Badri Dandan, A.Ma

DINAS KEBUDAYAAN KABUPATEN LINGGA

MENELUSURI ZAMAN KEJAYAAN
PERKAMPUNGAN DI PULAU SELAYAR

EKS. KEWEDANAAN LINGGA
Penulis:

H. Bachtiar Badri Dandan, A.Ma
Penerbit:

Dinas Kebudayaan Kabupaten Lingga
x + 114 halaman, 14 x 21 cm

Hak Cipta dilindungi Undang-undang
Dilarang mengutip atau memperbanyak
sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit
Isi di luar tanggung jawab percetakan

SEKAPUR SIRIH BUPATI LINGGA

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakutuh
Penerbitan buku Menelusuri Zaman Kejayaan Perkam-

pungan di Pulau Selayar Eks. Kewedanaan Lingga ini sangat
diperlukan. Untuk diketahui para generasi penerus daerah ini,
apa yang sebenarnya telah terjadi dengan berbagai peristiwa
yang menoreh sejarah bangsa di negeri ini.

Budaya, tradisi, dan kearifan lokal di Pulau Selayar menjadi
terkesan membentuk karakter masyarakat setempat, sampai saat
ini masih tersisa dikehidupan masyarakat dari adat istiadat yang
masih dipertahankan.

Dari semua peristiwa yang pernah terjadi di Pulau Selayar
tersebut dapat dibaca melalui buku yang dituliskan secara
sederhana ini. Dengan diterbit buku ini diharapkan para
generasi muda daerah ini terinspirasi dan termotivasi untuk
dapat berbuat sesuatu di daerah kelahirannya yang banyak
terjadi peristiwa perjuangan para orang tua pendahulu kita yang
berkorban untuk bangsa ini.

Adat istiadat, tradisi, kearifan lokal selalu dijunjung tinggi
oleh masyarakat Pulau Selayar. Karena itu, saya menyambut
baik penerbitan buku ini.

iii

Mudah-mudahan buku ini berguna dan dapat menambah
khasanah kepustakaan Kabupaten Lingga. Selamat membaca
dan terima kasih.

Dabo Singkep, 2 September 2019
Bupati Lingga

H. ALIAS WELLO, S.IP.

iv

SAMBUTAN
KEPALA DINAS KEBUDAYAAN

KABUPATEN LINGGA

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakutuh
Penerbitan buku Menelusuri Zaman Kejayaan Perkam-

pungan Di Pulau Selayar Eks. Kewedanaan Lingga ini sangat
bagus. Ini merupakan upaya merekam jejak peristiwa kejadian
yang pernah terjadi di Pulau Selayar. Tulisan ini dapat dibaca
dan diketahui masyarakat secara luas, terutama generasi muda
supaya mereka mengetahui apa sebenarnya peristiwa pernah
terjadi di tempat kelahiran mereka, merupakan sejarah yang
patut diketahui para generasi muda. Apa sebenarnya pernah
terjadi di Pulau Selayar yang perlu diangkat agar mereka semua
mengetahui dengan berbagai kejadian peristiwa yang telah
mengukir sejarah bangsa di negeri Bunda Tanah Melayu ini.

Budaya, tradisi, dan kearifan lokal yang ada di Pulau Selayar
yang masih tersisa dan kiranya dapat dipertahankan oleh
masyarakat setempat sampai hari ini. Dan perlu dilestarikan
kelangsungannya. Peristiwa yang pernah mengukir dalam
perjalanan sejarah di Pulau Selayar tersebut dapat dibaca

v

melalui buku yang ditulis penulis ini dikutip dari berbagai
narasumber yang dapat mengingat kembali atas semua
peristiwa yang pernah terjadi.

Mudah mudahan buku ini dapat menjadi pengetahuan kita
semua dan menambah karya tulis kita di perpustakaan Kabu-
paten Lingga.

Selamat membaca semoga bernafaat dan terima kasih.
Dabo Singkep, 2 September 2019
Kepala Dinas Kebudayaan
Kabupaten Lingga

Ir. H. Muhammad Ishak, MM.

vi

PEMBUKA KATA

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakutuh,
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena

masih diberikan umur yang panjang dan kesehatan yang baik,
sehingga masih diberikan kekuatan dan mendapatkan ide-ide
yang baik didalam pikiran dan terinspirasi penulis untuk
menulis rangkaian cerita yang dapat penulis telusuri jejak kisah
dan jejak rekam yang kalau tidak kita tuangkan dalam bentuk
sebuah tulisan, semua kisah ini akan lenyap dimakan probahan
waktu yang tentunya tidak akan terulang kembali pada porsinya,
banyak hal yang tentunya yang harus diketahui pada generasi
penurus berikutnya, apa yang pernah terjadi pada perjalanan
sejarah tempat mereka dilahirkan, peristiwa peristiwa apa saja
yang dapat mereka simak dan diambil hikmat dari semua
kejadian, merupakan peristiwa sejarah perjuangan dari
penduhulu mereka, hal ini yang perlu kita patrikan pada
pemikiran generasi penerus, agar mereka tahu ada perjuangan
yang dilakukan untuk menatap masa depan mereka, ada kerja
dan usaha keras yang diperjuangkan baru ada hari ini. Dari
peristiwa sejarah dan terbangun kearifan lokal yang membentuk
kerakter manusia di mana mereka dilahirkan dan dibesarkan.
Penulis selalu berfikir untuk generasi penerus yang memimpin

vii

daerah Bunda Tanah Melayu agar selalu berperan aktif disemua
leni dengan selalu berpegang teguh asas perjuangan berfikir
objektif untuk selalu berbuat terbaik dimana tempat kita berada
dan dilahirkan.Tulisan yang penulis tuangkan banyak mengutip
dari informasi hasil beberapa diskusi para orang orang tua kita
yang telah berusia lanjut dan kini ada yang telah tiada, kembali
memenuhi panggilan Allah SWT.

Tentunya dalam tulisan ini banyak sekali kekurangan-
kekurangan, namun hal tidak bisa pula kalau kita tidak mau
mencoba setelah dicoba akan kita ketahui kekurangan-
kekurangan akan terkuak dan kita perbaiki kembali, sumbang
saran dari semua pihak saya perlukan perbaikan-perbaikan
untuk kesempurnaan buku sederhana ini. Atas perhatian
bantuan dari semua pihak, sehingga buku sederhana dapat
dicetak dan diterbitkan, saya mengucapkan terima kasih yang
setinggi-tingginya.

Akhirul kalam wabillah hitaufiq walhidayah Assalamu-
alaikum Wr. Wb.

Dabo Singkep, 2 April 2019
Penulis,

H. Bachtiar Badri Dandan, A.Ma

viii

Daftar Isi

Sekapur Sirih Bupati Lingga ... iii
Sambutan Kepala Dinas Kebudayaan Kabupaten Lingga ... v
Pembuka Kata ... vii
Daftar Isi ... ix

Mengenal Nama Perkampungan di Pulau Selayar ... i

Sosial Budaya Masyarakat Pulau Selayar ... 11

Mata Pencaharian Masyarakat Pulau Selayar ... 19

Perkembangan Ekonomi Pulau Selayar
Tempoe Doeloe ... 23

Kedatangan Bangsa Belanda ke Teluk Rapang
(Penuba) Pulau Selayar ... 33

Bangunan Tua Peninggalan Colonial Belanda di Desa
Penuba ... 37

Penuba Pernah Manjadi Pusat Pemerintahan Kewedanaan
Lingga ... 43

Perjuangan Para Tokoh Melawan Pemerintahan Colonial
Belanda di Penuba ... 45

Penuba Setelah Terjadinya Konfrontasi dengan Malaysia,
Singapura ... 49

ix

Zaman Pemerintahan Orde Lama ... 53
Penuba Pulau Selayar Setelah Pemerintahan Orde Baru ... 59
Perkembangan Setelah Pemerintahan Era Reformasi ... 67
Perkembangan Pendidikan di Penuba Dari Orde Lama, Orde
Baru, sampai kepada Era Reformasi ... 73
Perkembangan Seni Budaya, Sosial Politik ... 81
Panorama Keindahan Alam Pulau Selayar ... 91
Letak Geografis Sangat Strategis untuk Perkembangan
Berbagai Aspek ke Depan ... 99

x

MENGENAL PERKAMPUNGAN
DI PULAU SELAYAR

Menurut cerita orang orang tua terdahulu asal muasal nama
pulau Selayar diberi nama oleh pelaut pelaut Bugis yang
berasal dari Pulau Selayar Sulawisi Selatan yang memasuki
dan bermukim di pulau ini Mereka membuka perkampungan
yang diberi nama Selayar. Awal kampung ini dijadikan tempat
persinggahan perahu-perahu Bagis yang akan melanjutkan
pelayaran mereka keberbagai wilayah kerajaan Lingga-Riau,
Johor, dan Pahang, pulau todak sebelum pulau tersebut dikuasai
Ingggeris, sekarang Singapura ini bermula pada tahun 1787.
Antara ratusan gugusan pulau di wilayah Kabupaten Lingga
terdapat pulau yang letaknya sangat stratigis dicelah dua pulau
besar yaitu Pulau Lingga dipisahkan dengan Selat Pulau Lima
di sebelahnya ada Pulau Singkep dipisahkan dengan Selat
Penuba. Kedua selat ini arus air lautnya sangat kuat
perputarannya. Pulau ini disebut dengan Pulau Selayar. di Pulau
ini dulunya terbagi atas dua wilayah perdesaan, Desa Selayar
yang pemerintahannya ber-kedudukan di Tanjung Dua dan Desa
Penuba, pemerintahannya berkedudukan di Penuba. Setelah
era reformasi terjadi pemekaran dan terbentuknya Kabupaten

1

Lingga, Pulau Selayar juga melakukan pemekaran desa dan
kecamatan, sekarang Pulau Selayar telah terbagi menjadi empat
desa, desa Penuba, desa Selayar, Desa Pantai Harapan dan Desa
Penuba Timur dengan Kecamatan Selayar, pusat pemerintahan
Kecamatannya, sementara di Penuba. Kecamatan Selayar
pecahan dari pemekaran Kecamatan Lingga berdasarkan
Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Lingga Nomor : 19/2012
Tanggal 25 Juni 2012 tentang pemekaran dan Pembentukan
Kecamatan Selayar. Dengan berdirinya Kecamatan Selayar
pusat pemerintahan yang depinitif sudah ditentukan lahan pusat
kantor pemerintahan di dekat lokasi kampung Selayar.
Masyarakat di Pulau Selayar ini bermukim di bagian pesisir
pantai, luas wilayah daratan Pulau Selayar mencapai kurang
lebih 84.260 persegi. Pulau Selayar memiliki topografi datar
umumnya terbesar di bagian selatan terutama pada kawasan
pantai. Sedangkan wilayah berbukit bukit berada di bagian
barat dan utara Pulau Selayar. Warga masyarakat Pulau Selayar
mata pencahariannya 95 % sebagian besar nelayan pesisir. Di
Desa Penuba yang dulunya disebut Teluk Rapang panorama
keindahan alamnya indah sekali yang diciptakan Yang Maha
Kuasa, patut di syukuri pemberian Yang Maha Kuasa untuk
kita jaga dan kita lestarikan. Kemudian Penuba juga memiliki
pelabuhan yang cukup dalam untuk kapal-kapal ukuran standar
bersandar. Pelabuhan ini cukup stratigi letaknya, pelabuhan ini
berteluk, berhadapan dengan Pulau Lipan selat yang
memisahkan pelabuhan dengan Pulau Lipan, Di pulau tersebut
dihuni mayoritas masyarakat kita suku Laut suku asli

2

Kepulauan Riau. Disebelah Pulau Lipan di sebelah belakang
pulau Lipan itu ada perkampungan Sembuang yang termasuk
desa pemekaran Penuba Timur, dengan dibatasi selat kecil,
dulunya Perkampungan Sembuang ini dibuka Tambang bouksit
sampai hari ini buku ini ditulis kelihatan bukit bukit gundul
pasca penambangan bouksit tersebut, kemudian kedapan selat
kecil menuju kearah kampung suak kunting atau sekarang
disebut dengan Penuba Lama disini pemandangan alam cukup
indah mempersona, dihadapan ujung selat ini dulu ada namanya
perkampungan tanjung Keling kini kampong tersebut telah
ditingalkan karena telah dihancurkan dengan kegiatan
penambangan bouksit sudah di sapuratakan hanya tinggal
kenangan masa lalu saja.

Perkampungan Teluk Rapang sekarang disebut dengan
Penuba tempeo duleo yang awalnya sebuah teluk yang
digenangi air asin tempat ikan-ikan belanak rapang sering
masuk ke teluk itu ketika air pasang besar Teluk Rapang. Oleh
Pemerintahan Colonial Belanda Teluk Rapang itu ditimbun
dengan tanah, tanah perbukitan dikerjakan orang orang kita
hasil timbunan tersebut menjadi daratan dan dibuat masyarakat
rumah tempat tinggal, dan akhirnya lama kelamaan daratan
tersebut mengendap turun menjadi satu hamparan dan dijadikan
perluasan perkampungan yang cukup bagus tertata. Daerah ini
menjadi kawasan pasar banyak di bangun toko-toko, kedai
tempat para pedagang berjualan, tapi dari waktu kewaktu
berjalan kelihatan sekali toko-toko, dan kedai-kedai telah
menjadi bangunan tua yang dibangun dari kayu beberapa puluh

3

tahun yang silam, kelihatan sekali sangat usang.
Sampai saat penulisan ini masih dapat kita lihat keaslian

toko-toko sebagian yang terbuat dari kayu yang sudah lama
sekali, namun aktivitas perdagangan keperluan sehari-hari
masih tetap ramai. Pasar pusat perbelanjaan ini di kelilingi
bukit hanya bagian ke utara ke-laut yang berhadapan dengan
Pulau Lipan sangat stratigis letak geografisnya. Kawasan yang
menuju ke Kelenteng tua tempat ritual peribadatan etnis
Tionghua yang katanya telah cukup lama keberadaannya di
bukit yang sedikit menanjak ini kita dapat melihat alam sekitar
melalui terjal bukit yang berhampiran dengan tebing laut ke
atas ada jalan yang melingkari bukit ke arah utara dapat kita
tempuh dengan kenderaan roda dua menuju ke Kampung
Selayar. Desa Selayar pusat pemerintahannya di Tanjung Dua.
Kemudian ke arah selatan juga dikelilingi bukit berhadapan
dengan Selat Penuba yang jaraknya hanya dibatasi selat dengan
daratan Pulau Singkep yang paling dekat yaitu kampung Jagoh
dengan dua pelabuhannya pelabuhan Roro bongkar muat
barang, dan pelabuhan keberangkatan penumpang ke Batam,
Tanjungpinang dan antara pulau lainnya. Ke arah barat
memanjang ada beberapa kampung yang termasuk wilayah

Desa Penuba sebelum pemekaran, mulai dari Kampung
Tanjung Tungga, Air Bugis, Sungai Tumu, Pangkal Danam,
Teluk Lanjut, Menserai, Teluk Mengkerang dan terakhir
Kampung Padang yang berbatasan dengan desa Selayar, Di
kawasan ini ada pantai yang panoramanya cukup indah hari
hari libur ramai dikunjungi orang-orang berekreasi menikmati

4

keindahan pantai pasirnya putih bersih, air lautnya hijau sangat
indah dipandang mata.

Di selat selat yang memisahkan Pulau Selayar dengan pulau
Singkep ini dapat kita lihat kapal, perahu layar, pompong
nelayan mundar mandir lalu lalang di selat yang posisi
geografisnya sangat penting untuk rentang menyatukan pulau
besar dan pulau pulau kecilnya. Pada musim angin barat
memang agak bergejolak selat ini namun di musim musim angin
lain terlindung, airnya tenang seperti biasa perputaran arus di
selat ini sangat kuat karena selatnya dalam dan banyak batu
karang di dasar laut. Selat ini juga tempat nelayan memancing
ikan-ikan yang hidupnya di karang-karang dapat kita lihat kalau
kita dari pelabuhan Jagoh ke Penuba banyak orang memancing
ikan di selat selat itu. Penyemberangan dari pelabuhan Jagoh
ke Penuba hanya kurang lebih 15 menit dengan menggunakan
motor laut pompong pulang pergi, penyemberangan hampir
setiap waktu sampai malam. Yang mengarah ke utara tepatnya
dari Penuba menuju ke kampung Selayar kita akan melalui
bukit bukit yang lumayan ketinggiannya dari sana kita dapat
melihat jelas sekali pulau Selayar teripisah dari pulau Lingga
dibatasi dengan selat pulau Lima dari kejauhan kita dapat
melihat juga Kampung Penarik, Kampung Teluk Empok, dan
hamparan Pantai Pasir Panjang yang berada di pesisir Pulau
Lingga dengan keindahan panorama pemandangannya.
Sebelum ada akses jalan menuju Kampung Selayar dulunya
kita harus memutar melalui perkampungan ke arah selatan
sekarang tidak perlu lagi sejauh itu memutar jalan telah

5

dibangun walaupun baru cuma jalan dibuat dengan sodokan
buolduzer, namun telah dapat dimanfaat oleh masyarakat,
sebelum itu hutan yang jarang dilalui orang karena ada cerita
dulunya di sini terdapat banyak ular yang ukurannya besar besar
yang menghuni sungai dan Gunung Selayar. Gunung Selayar
ini juga banyak batu batuan yang menjulang tinggi.Dulu
sebelum gunung yang berbatuan ini menurut cerita dulu ada
gua dimana didalam gua itu ada binatang babi berantai yang
sewaktu waktu keluar berkeliaran. Dan dulu menurut cerita
pernah disaksikan masyarakat berpergian kehutan sekitar
gunung selayar menurut cerita dulu katanya. Di sebelah lereng
gunung sebelah mata angin selatan di sana banyak dusun durian
milik masyarakat yang sudah berketurunan ratusan tahun yang
lampau, ketika musim durian ramai sekali pemilik dusun itu
masing masing menunggu duriannya jatuh. Mereka bermalam
berhari-hari sampai habis buah durian diatas pohon baru mereka
pulang kekampungnya masing masing sambil membawa durian
yang setiap hari dibawa ke kampung untuk dijual. Mereka juga
membawa makanan lempuk durian yang sudah dimasak seperti
dodol dibungkus dengan upih pinang dan dipanaskan di atas
dapur masak dengan kayu bakar yang aroma rasanya sangat
lezat. Ada lagi masakan tempoyak durian yang jatuh isinya
kurang bagus dikupas isinya dimasuk kedalam tempat tertutup
dibuat mengkasam tempoyak. Banyak orang suka
memakannya, kelihatannya seperti keju dimasak dengan bumbu
rasanya sangat enak. Makanan ini khas orang Melayu
kepulauan Riau.

6

Sekarang hutan hutan Pulau Selayar sama seperti hutan
lainnya tidak luput dari perjarahan hutan penebangan liar yang
tidak dapat dicegah dengan aturan manapun. Beberapa waktu
yang lalu ada perusahaan yang berkeinginan membuka usaha
batu geranit yang tentunya gunung Selayar yang terjal dengan
batu batuan akan diledakkan untuk dijadikan batu geranit. Area-
area yang terkena tanah atau kebun masyarakat diantaranya
ada lahan-lahan yang telah dibayar ganti rugi pembebasan lahan
oleh perusahaan penambangan tersebut, namun rencana usaha
perusahaan penambangan batu geranit tersebut belum
dilaksanakan sampai hari ini. Perkampungan Desa Penuba dan
sekitarnya, khususnya Pulau Selayar hamparan tanahnya
berbukit bukit dan tanahnya kandungan jenis tanah liat kuning
dan pasir putih, Dulunya masyarakat banyak menanam pohon
cengkih secara alami, sampai hari ini masih dapat kita lihat
pohon cengkih yang usianya sudah tua-tua dan pada musimnya
masih tetap produktif berbuah.

Dan juga di Daerah ini banyak juga masyarakat menanam
karet secara alami dan sangat baik pertumbuhannya cukup
subur. Pada tahun 1970-1980 an masyarakat mencoba menanam
pohon cengkih dengan menggunakan bibit cengkih yang sudah
menggunakan pupuk, namun hidupnya tidak bertahan lama lima
sampai tujuh tahun tumbuh subur belum beberapa kali panen
pohonnya mati begitu saja kekeringan, tapi pohon sengkih yang
dulu pohon pohon yang sudah tua masih tetap berbuah ketika
musimnya berbuah. Alam keindahan yang sangat mempersona
dengan berbukit dan bergunung gunung, ada juga kawasan

7

pantai yang landai antara Penuba menuju Kampung Suak
Kunting melalui jalan darat ada tanah yang membusung
memanjang ditanami masyarakat dengan pohon kelapa.
Sekarang tempat ini dijadikan kawasan wisata dengan
pemandangan yang cukup indah berteluk dengan air lautnya
hijau menghadap ke pulau seberang selat yaitu pelabuhan
Jagoh, keindahan perkampungan Penuba dengan pesona alam
yang telah diciptakan Allah Yang Maha Kuasa yang begitu
indah mempersona perlu kita semuamenjagakeindahannya.
Jangan sampai dirusak orang-orang yang tidak bertanggung
jawab dengan mencari keuntungan sesaat.

Gambar 01

8

9

SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT
PULAU SELAYAR

M asyarakat perkampungan di Pulau selayar dan
kawasannya mayoritas didiami suku Melayu sejak dari
turun temurun, ada suku dari keterunan Bugis, Melayu
keturunan Arab (syaid), suku Minang ada etnis Tionghua cina,
dan terakhir setelah masa orde baru saudara kita dari suku
Melayu Bangkinang, Kampar ramai juga tinggal di Penuba
mereka kebanyakan pedagang. Suku suku yang memang

sudah turun temurun tinggal disana dan sangat pasih
menggukan bahasa Melayu mereka bersahabat seperti
bersaudara saling menghormati dan menghargai satu dengan
yang lainnya, sifat kebersamaan dan kerja gotong royong bantu
membantu di daerah ini masih sangat kental. Suku Bangkinang
Kampar, dan etnis Tionghua kebanyakan mereka tinggal di
pasar di Penuba karena keseharian kehidupannya berdagang
di pasar. Suku Melayu asli ataupun keturunan kebanyakan
mereka tinggal di kampung kampung. Dari dulu kala daerah
perkampungan ini bisa menerima dengan suku dan etnis apa
saja, mereka terbuka tidak pernah bicara orang pendatang
dengan pribumi tidak ada perbedaan keseharian, semuanya

11

membuka diri untuk bergaul dengan siapa saja, di sini berbeda
dangan kampung kampung lain yang mungkin berada di
kawasan pulau yang berada di Kabupaten Lingga sekarang ini,
masyarakatnya ramah tamah senang bergaul, dan tidak ada
persoalan perbedaan agama, walaupun di daerah ini ada tiga
pemeluk agama, yaitu Islam, Konghouchu, dan Keristiani.
Masyarakat mayoritas Islam di sini sangat fanatik agama pada
setiap hari hari besar Islam di rayakan di Masjid Masjid, dan
di Surau Surau memperingati, seperti memperingati maulid
Nabi Muhammad Saw. Di kampung kampung mengadakan
secara bergiliran bagian dari perkampungan yang ada di Desa
Penuba kalau hari ini di Masjid Nurul Shalat di Teluk
Mengkerang, besok harinya di Surau kampung Menserai dan
berikut di kampung Teluk Lanjut dan dilanjutkan di Surau
kampung Sebilik begitulah seterusnya. Begitu juga dengan hari
Raya Idul Fitri, dan hari Raya Idul Adha Setiap Masjid dan
Surau bergantian mengadakan pembacaan doa selamat, dengan
hidangan makan ketupat bersama. Jadi mulai hari pertama
sampai hari keempat, kelima, setiap hari kita akan makan
ketupat, tradisi ini sejak dari datok nenek kita sajak dari dulu
melakukan acara ritual seperti itu, hal ini mungkin mempunyai
keistemewaan tersendiri bagi masyarakat perkampungan desa
desa khususnya perkampungan yang berada di P,ulau Selayar.
Acara-acara tradisi masih ada dapat kita saksikan di daerah
perkampungan, seperti ada di kampung sebelah akan
mengadakan pesta perkawinan anaknya, sebelumnya mereka
mengajak sanak keluarga dan seluruh kampung itu untuk

12

bekerja sama kerja gotong royong atau istilah dikampung
dengan istilah kerja beganjal. Pertama orang orang yang datang
diajak pergi kehutan menebang kayu secukupnya mengambil
kayu bakar untuk masak, menebang kayu untuk membuat
bangsal tempat acara pesta perkawinan, setalah diangkut
dengan cara memikul kayu kayu untuk membuat tempat masak.
Menebang pohon kelapa untuk membuat tungku masak dari
batang pohon kelapa, yang memang sengaja ditebang pada hari
itu juga, membuat tempat menaroh pinggan mangkok, gelas
dan lainnya, membuat pelaminan tempat pengantin bersanding,
untuk atap dapat dipinjam siapa saja dikampung itu yang akan
membangun rumah alat alat seng, kayu lainnya yang diperlukan
dipinjamkan dulu kepada tetangga yang mau menikahkan
anaknya, selesai baru dikembalikan secara bergotong royong.
Makan, minum yang disajikan pada acara beganjal itu tidaklah
terlalu berlebihan ada sayur pucuk belinjau, sayur umbutan
kelapa yang ditebang untuk buat tungku batangnya di buat
tungku tempulor atau umbutannya disayur lemak dangan
santan, ikan asin dan sambal belacan kadang ada ikan tamban
salainya, makan bersama dengan tidak mengurangi nikmatnya.
Mereka makan bersama sambil bergurau senda atau becerita
kehidupan sehari-hari yang mereka semua jalani. Disini
menggambarkan bahwa kearifan lokal masih hidup di
perkampungan perkampungan khususnya di Pulau Salayar.
Setelah mulai hari pesta pernikahan dua hari sebelum itu yang
punya hajat sekali lagi berkumpul kerja beganjal mengacau
dodol bermacam jenis dodol tergantung tuan rumah yang punya

13

hajat merencanakannya dodol apa saja yang akan dibuat, dodol
keledek, Ubi, pulut, bigan, atau labu, apa saja menurut yang
punya hajat, mereka bekerja bersama sama (beganjal)
mengacaunya sampai dodol itu matang benar. Mengerjakan
ini memerlukan kebiasaan pengalaman mengacau dodol itu di
dalam kuali besar atau kawah dikacau menggunakan kayu yang
dibuat seperti kelibat (dayung sampan) diaduk (dikacau) dua
orang atau lebih, biasanya dimulai mengacau dodol tersebut
jam 15.00 wib.sore selesai jam 22.00 wib. malam dikerjakan
secara bergantian. Meminjam pinggan, piring, mangkok, sudu,
gelas dan apa saja peralatan yang mereka yang punya hajat
boleh pinjam dengan tetangga yang punya ataupun di kampung
sebelah, ini sudah menjadi adat siapa saja di kampung yang
punya hajat. Kalau beberapa puluh tahun dulu katanya sebelum
mau pesta penikahan, mengawinkan anaknya yang perempuan
mereka bergotong royong pergi ke laut mencari ikan untuk lauk
pauk untuk pesta kenduri pernikahan anaknya, meraka lakukan
semua pekerjaan mulai dari, mencari kayu bakar untuk masak,
kayu untuk membuat bangsal tempat orang masak, untuk
jemputan tamu, mengacau dodol, masak nasi, sampai kepada
mencari lauk pauk dan sebagainya, selalu dilakukan dengan
bekersama, gotong royong. Jadi setiap acara apa saja di
kampung selalu dikerjakan bersama, begitulah tingginya
solidaritas orang orang kampung ketika dulu, rasa senasib
sepenanggungan, kebersamaan masih sangat kuat, kalaulah hal
begini masih dipertahankan sampai sekarang ini di mana mana
tidak akan ada orang kerkelahi tauran antara kampung.

14

Keramah tamahan masyarakat diperkampungan
Pulau Selayar masih dapat kita lihat sampai hari ini. Adat

istiadat masih tetap mereka junjung tinggi, hormat-meng-
hormati kepada orang orang yang lebih tua masih tetap mereka
lakukan, kalau ada warga kampung yang sakit mereka datang
berkunjung melihat dan berbincang bincang dengan keluarga
yang sakit, hal hal yang begini pada saat sekarang sudah
semakin sulit kita temukan mereka sudah bergaya hidup seperti
di kota kota besar yang moderen, adat istiadat dan tradisi di
kampung dianggap sudah kuno, sudah tidak layak lagi
dipertahankan. Sebenarnya adat tradisi yang dulu di kampung
kampung sangat berguna membentuk krakter insan manusia
yang berakhlak mulia, berbudi pekerti yang baik, sekarang ini
kelihatan sudah semakin memudar generasi, ke generasi
seharusnya kita pertahankan jangan sampai hilang semua sekali
ditelan bumi. Di perkampungan Penuba khususnya perkam-
pungan di pesisir yang ada di pulau Selayar mereka sebagain
besar hidup sebagai nelayan dengan kehidupan sederhana, tapi
mereka selalu tetap dengan prinsip hidup yang kuat, mereka
yang kerja sebagai nelayan ke laut atau yang aktivitas kerjanya
darat atau di hutan, tapi hari Jum’at mereka tidak melakukan
aktivitas sampai selesai shalat jum’at barulah mereka
melakukan aktivitas kembali. Sebagai orang kampung yang
mayoritas muslim sangat patuh dan taat dengan hukum hukum
Islam, jangan coba coba ada orang luar yang menghina agama
Islam dihadapan mereka, mereka cepat marah dan akibatnya
sangat fatal, walaupun di kampung itu ada agama lain seperti

15

agama konghouchu, Kristiani, yang tinggal di pasar pasar tapi
mereka tetap akur dan damai tidak pernah ada perselisihan
antara umat beragama, mereka saling menghormati satu sama
lain.

Di perkampungan perkampungan yang masuk sekarang
Wilayah Desa Penuba jarang kita dengar mereka berebut tanah
atau persengketaan sempadan tanah, walaupun tanah tanah
mereka kadang dulunya tidak punya batas tanah tembok dan
sebagainya, kadang tidak punya surat tanah, tapi mereka tidak
pernah bersengketa cukup dengan tanda tanda pohon kayu atau
kelapa yang mereka tanam, masing masing punya tanah dan
masing masing mengerti batas batas tanah yang memang milik
mereka.

Tidaklah seperti sekarang yang telah punya surat tanah saja
dengan batas batasnya bisa bergeser, dan selalu dijadikan
sengketa, tak jarang pula terjadi perkelahian dan perkelahian
dengan demikian harus berurusan dengan pihak yang berwajib,
sifat dan prilaku manusia selalu terjadi berubah sama dengan
perubahan zaman dulu dan sekarang sangat jauh berbeda.
Akibat dari tuntutan gaya hidup dan keperluan hidup yang
semakin tinggi sehingga semakin memudarnya rasa kepekaan
terhadap sesamanya sekampung, sesama tetangga, bahkan
saudaranya sendiri, hanya saja perkampungan perkampungan
seperti di Pulau Selayar saat ini belumlah separah seperti di
beberapa kampung di daerah lain. Ada beberapa kampung yang
termasuk di wilayah Desa Penuba yang tidak diizinkan main
joget sejak dari dulu hingga sekarang warga masyarakat di

16

kampung itu tidak mau main joget yang biasanya di kampung
kampung lain melakukan itu ketika ada pesta perkawinan atau
syukuran lainnya. Ada dua kampung yang sampai saat ini masih
tetap mempertahan tidak mau main joget, yaitu kampung Teluk
Lanjut yang kampung ini dihuni oleh keturunan Arab syaid,
mereka sangat patuh dengan pantang larang agama Islam dan
kampung Teluk Mengkerang di sini dulunya ada beberapa orang
tua yang terkenal memang fanatik agama, seperti H. Abdul
Moetalib, H. Abdoel Ramid. Beliau juga Guru agama yang
banyak murid yang datang belajar di kampung itu, menurut
cerita cerita terdahulu penjajahan Colonial Belanda sangat
segan dan hormat dengan Tuan Guru yang ada dikampung ini,
mereka tidak berani melakukan tindakan tindakan sem-
barangan, mereka tahu bahwa para Tuan Guru ini sangat fanatik
agama dan juga berpengaruh di masyarakat di kawasan Pulau
Selayar dan sekitarnya. Jadi dua buah kampung ini sampai saat
ini tidak mau mengadakan permainan joget.karena dari dulunya
tidak pernah bermain joget di kampung itu sampai sekarang
tetap mereka pertahankan. Tradisi di kampung Teluk
Mengkerang ini sewaktu zaman dulu dilaksanakan setiap bulan
Syafar pada hari Rabu terakhir bulan Syafar oleh Tuan Guru
diadakan mandi Syafar bersama pada hari rabu terakhir, dari
semua kampung yang ada din sebelah, berkumpul mandi syafar
dengan tujuan melepaskan semua mara bahaya mengintai warga
kampung, setelah selesai mandi syafar dengan merendam surat
syafar disalah satu sungai yang airnya mengalir, secara
bergantian warga kampung mandi, setelah semuanya selesai

17

mandi dibacakan do’a selamat dengan harapan menghindarkan
dari semua mara bahaya, ditempat tanah lapang semuanya
berkumpul, dan masing membawa makanan untuk dimakan
bersama, dan hari itu satu hari itu tidak ada yang bekerja
semuanya meninggalkan semua aktivitas pekerjaan sehari
harinya. Tradisi ini kelihatan tidak lagi yang melakukan,
kalaupun ada yang dilakukan hanya dirumah rumah pribadi
saja tidak dilakukan seperti dulu secara bersama serentak.

18

MATA PENCAHARIAN MASYARAKAT
PULAU SELAYAR

M asyarakat di kampung-kampung yang hampir
seluruhnya tinggal di pesisir pantai, 95% masyara-
katnya dengan mata pencaharian meraka sebagai nelayan dan
petani karet (istilah di sana motong getah atau menoreh karet).
Itulah mata pencaharian meraka. Hanya saja akhir-akhir setelah
era reformasi diberbagai daerah memekarkan daerahnya tidak
ketinggalan juga Pulau Selayar ikut juga dimekarkan terdiri
dari dua desa yang telah ada dua desa baru yang dimekarkan
jadi empat desa satu kecamatan yang diberi nama Kecamatan
Selayar.

Dengan demikian anak-anak yang punya pendidikan
dapatlah diterima bekerja di Kantor Camat dan Kantor di Desa-
Desa yang baru dimekarkan. Pada era Orde Baru nelayan
nelayan pukat harimau berpangkalan di pelabuhan Penuba yang
strategis itu, dan menampung ikan-ikan pukat harimau setelah
di-sotir yang jenis ikan sotong, udang dan lainnya yang layak
dijual, setelah di pack lansung di ekspor ke Singapura melalui
pelabuhan Penuba, Nelayan yang punya modal dengan pukat
harimau tidak juga bertahan lama dengan usaha ini dilarang

19

pemerintah karena merusak habitat, terumbu karang, tempat
ikan bermain anak anak ikan besar kecil habis terpukat, apabila
pukat harimau tersebut terus dibiarkan sangat mengganggu
nelayan-nelayan kecil yang mencari ikan yang masih
menggunakan alat tangkap tradisional. Dulu masyarakat
menangkap ikan dengan memancing, ada juga menangkap ikan
dengan menggunakan bubu kawat, dipasang di selat selat yang
banyak karangnya di situ banyak ikan ikan bermain, tapi
sekarang sangat sulit harus ketempat tempat jauh. Nelayan di
sana berbagai alat tangkap sederhana yang dibuat nelayan ada
yang namanya alat nyandat, menyumik cumi-cumi menangkap
cumi cumi, pinto, kepiting alat sederhana yang dibuat warga
nelayan menangkap kepiting cuma alat alat pekerjaan ini ada
waktu dan musim nya baru dapat di pergunakan. Dia tidak dapat
diguna setiap waktu hanya tergantung pada musim. Di Pulau
Selayar ini ada juga musim musim warga masyarakat membuat
kelong belat kelong ini selalunya dibuat menjelang tahun baru
Cina untuk menangkap ikan dingkis, ikan yang digunakan etnis
Tionghua makanan untuk sembahyang agama khonghochu,
tidak hanya ikan dingkis ikan lain juga masuk ke kelong belat
kelong ini dibuat tidak terlalu jauh dari permukaan pantai.

Pada musim air laut kering jauh warga masyarakat turun
mengambil sejenis siput isi karang laut seperti isi kupang, biji
buah. Isi cukas sudah dibersihkan di isi didalam botol ditarok
garam dijadikan mengkasam, ada juga sejenis kerang berukuran
besar lazim disebut masyarakat pulau Selayar kima diambil
didasar laut isinya dijadikan mengkasam, ada siput gonggong

20

dan bermacam jenis siput lainnya makanan ini laris dijual di
pasar Penuba untuk dijual keluar daerah, Namun akhir akhir
ini sejenis kerang dan isi karang lainnya sudah mulai susah
juga dicari karena terpupus termakan waktu begitu lama sedang
warga masyarakat terus mencari sebagai mata pencaharian
tambahan mereka. Pulau Selayar juga ada penghasilan cengkeh
batang batang cengkeh dulu sudah tua tua namun produktif,
tiap tahun berbuah setelah cukup waktunya dipetik kemudian
dijemur sampai kering baru dijual namun saat sekarang ini
banyak Batang cengkeh yang telah tua-tua itu mati. Ada
penanaman baru bibit cengkeh yang gunakan pupuk tumbuh
subur 6-7 tahun pohonnya mati kadang kadang belum sempat
panen batangnya sudah mati, Memang belum ada upaya upaya
penelitian yang datang untuk pengembangan tanaman cengkeh
ini. Akhir-akhir ini ada juga warga yang menanam pohon gaharu
di kawasan hutan kampung Pangkal Danam kelihatan tumbuh
subur perkembangannya. Hanya saja menanaman pohon gaharu
ini memerlukan biaya tinggi dengan berbagai ketentuannya dan
memerlukan juga perawatan yang baik dan rutinitas, saat sudah
ada juga warga yang menanamnya pertumbuhannya cukup baik.
Pulau Selayar pernah dibuka pertambangan bouksit di kawasan
kampung Sembuang, kampung Tanjung Dua, Tanjung Keling
dan terakhir direncanakan di kawasan kampung Pangkal Danam
dan Kampung Teluk Lanjut di daerah ini baru persiapan
pembukaan tambang, keluar peraturan pemerintah melarang
penambangan yang ada diseluruh Indonesia. Keberadaan
perusahaan tambang ini di Pulau Selayar tidak juga dapat

21

dinikmati seluruh masyarakat, tidak banyak beberapa orang
warga masyarakat yang dapat bekerja di perusahaan bouksit
tersebut. Ada juga perusahaan batu besi di Pulau Barok di
wilayah Desa Selayar namun warga masyarakat tidak banyak
dapat merasakan hasil kandungan perut bumi mereka yang kaya
dengan berbagai hasil tambang terkuras, jalan yang seharian
dipergunakan warga di kampung yang sangat mengharapkan
bisa di bangaun, tidak terealisasi sampai perusahaan hengkang
dari Pulau Selayar. Direncanakan Pemerintah Daerah telah
merencanakan pengaspalan jalan yang memang sangat
dibutuhkan masyarakat Pulau Selayar.

22

PERKEMBANGAN EKONOMI
PULAU SELAYAR TEMPOE DOLOE

Pulau Selayar dulunya pernah memberikan kontribusi luar
biasa untuk daerah kepulauan Riau, Senayang, Lingga, dan
Singkep dengan berbagai potensi yang dimiliki cukup
diperhitungkan pada perputaran perdagangan pada zaman
penjajahan Belanda sampai kepada telah meraih kemerdekaan
Indonesia terbentuklah Kewedanaan Lingga yang ketika itu
pusat pemerintahan dari Tanjung Buton Daik Lingga
dipindahkan ke Teluk Rapang yang disebut sekarang dengan
Penuba. Penuba memiliki pelabuhan yang sangat strategis
letaknya untuk arus perdagangan antar pulau menjual hasil
tangkapan ikan, ikan asin, kepiting, cumi cumi dengan dan
berbagai jenis ikan bilis dan lainnya yang hidup maupun ikan
yang telah diasinkan, karet, kopra, dan cengkeh pada waktu
dulunya dibeli pedagang pedagang di pasar Penuba, kemudian
hasilnya dibawa kapal dari Tanjung Pinang yang setiap
minggunya datang langsung barang barang tersebut dibawa ke
Singapura kemudian Barang-barang dagangan lainnya dari
Singapura ke Penuba Pedagang-pedagang dari pulau lain datang
membeli dan menjual barang dagangannya ke Penuba. Di

23

Penuba ketika itu ada pedagang besar (toke) yang menampung
barang yang bersekala besar beras, gula, tepung trigu dan
berbagai barang kebutuhan sehari-harinya. Beras gula ada juga
yang datang dari Sumatera yang dibawa pedagang dengan
menggunakan perahu layar. Waktu itu Penuba menjadi sentra
perdagangan antar pulau yang luar biasa sibuknya, Buruh-buruh
pelabuhan siang malam bongkar muat barang dagangan yang
masuk maupun yang keluar dari pelabuhan Penuba, setelah
kemerdekaan RI dan berdirinya pemerintahan Provinsi Riau.
Terbentuklah Kewedanaan Lingga, pusat pemerintahan
kewedanaan Lingga sebelumnya di Tanjung Buton Daik Lingga
namun dilihat dari letak geografis yang sangat stragis pelabuhan
Penuba untuk memeberikan memudahan pelayanan para
pedagang pedagang antara pulau. Oleh pemerintah kolonial
Belanda maupun setelah pemerintah Kewedanaan Lingga maka
didirikanlah kantor kantor pemerintah Kantor Ekspor Impor,
Bea & Cukai, kesahbandaran, mantri garam, mantri candu dan
kantor Resort Kehutanan Kewedanaan Lingga ada di Penuba
ini berlangsung cukup lama dari tahun 1938 kolonial Belanda
sampai pemerintahan Kewedanaan Lingga tahun 1965.
Dulunya Pulau Selayar ini cukup berpotensi mulai dari hasil
laut dengan berbagai jenis spice yang berkualitas untuk di
ekspor ke Singapura, kemudian dengan hasil karet, cengkeh,
dan hutannya dengan kayu kapur, kayu seraya, resak jenis
jenis kayu yang berkualitas ketika itu. Kayu kayu tersebut
dijual dan dikumpulkan dari pulau pulau lain untuk kemudian
di jual keberbagai daerah di Tanjung Pinang ke Sumatera,

24

melalui pelabuhan Kuala Tungkal, Kuala Enok dan daerah
daerah lainnya yang datang keluar masuk Pelabuhan Penuba
membawa kayu kayu hasil olahan masyarakat yang dikerjakan
secara manual dengan menggesek kayu memakai gergaji gesek
tangan berukuran panjang kemudian belakangan setelah itu ada
beberapa pengusaha kilang papan membuka usahanya di
Tanjung Botak, setelah beberapa lama kegiatan penebangan
dan pengolahan kayu dengan mesin kilang yang bertahun tahun
berjalan siang malam, kayu kayu semakin sulit dan akhirnya
pemerintah mengeluarkan larangan kilang kilang papan harus
ditutup pertimbangannya merusak hutan dan dampak
lingkungan yang sangat dikuatirkan pemerintah ketika itu.
Kemudian pemerintah di era reformasi mengizin penambangan
bouksit, dan batu besi di pulau selayar, para pengusaha
penambangan berdatangan melakukan eksplorasi dan ekplotasi
bouksit batu besi, dan batu geranit, ada beberapa wilayah
dilakukan penambangan Desa Selayar lokasi Tanjung Dua
penambangan bouksit, Pulau Barok lokasi perairan laut Tanjung
Dua batu besi, Tanjung Keling desa Penuba ketika itu sebelum
pemekaran Desa Penuba Timur dengan tambang bouksit dan
Sembuang wilayah Desa Penuba sebelum pemekaran Desa
Penuba Timur dengan tambang bousit. Hanya saja penam-
bangan batu geranit sampai tulisan ini ditulis belum pernah
melakukan eksplotasi batu geranit lokasi kampong selayar
wilayah Desa Selayar. Masyarakat Pulau Selayar sangat riskan
pertambangan batu geranit ini karena akan merusak sumber
air bersih yang sekarang direncanakan akan diolah PDAM air

25

bersih untuk melayani kebutuhan seluruh masyarakat Pulau
Selayar. Pada tahun 2016 telah dibangun Pemerintah Pusat
tempat bak pengolahar air bersih serta dengan bangunan labor
dan perkantorannya lengkap dengan berbagai pasilitas untuk
pencernaan air bersih.

Dulunya di Penuba ada kilang pengolahan karet di lokasi
Tanjung Tungga Desa Penuba, karet-karet yang akan dibawa
ke Singapura diolah di kilang karet itu. Baru kemudian di paket
setelah itu diangkut kepelabuhan Penuba untuk diekspor ke
Singapura. Ada juga di daerah ini disebut dengan getah merah,
dulunya getah merah ini banyak sekali tumbuh di hutan dan
juga diperkebunan masyarakat. Ada juga karet jelutung, karet
jelutung ini tumbuh secara alami di hutan-hutan. Untuk
mengambil getah jelutung itu dengan cara menoreh pohon dari
mulai batang sampai ke dahan-dahannya dengan memanjat
pohon tersebut. Usaha perdagangan antara Penuba, Tanjung
Pinang, dan Singapura berlangsung cukup lama. Setelah terjadi
komfrontasi Indonesia Malaysia termasuk juga Singapura
hubungan dagang mulai terhenti. Sewaktu itu perdagangan
dilakukan dengan cara semokel meng hindari petugas petugas
di laut. Inipun tidak bertahan begitu lama semakin tegangnya
hubungan Indonesia dengan Malaysia maupun Singapura.
Ketika itu hampir seluruh riau kepulauan ini masyarakat
berbelanja masih menggunakan mata uang dollar Singapura.
Setelah terjadi komfrontasi itulah pemerintah Indonesia
menggantikan uang dollar Singapura dengan uang Kepulauan
Riau (KR), disaat itu perdagangan mulai lesu. Ekonami sangat

26

sulit dirasakan masyarakat khususnya masyarakat Pulau
Selayar. Yang biasanya beli beras, minyak makan dan lain lain
kebutuhan hidup, semua dibawa dari Singapura melalui KM.
Tanjung Pinang Pelabuhan Penuba. Pada saat itu Penuba
memegang peranan penting sebagai pintu pemasok barang
barang kebutuhan untuk kawasan tiga pulau besar, Lingga,
Singkep, dan Senayang. Pada saat keadaan sulit seperti itu,
khusus masyarakat Pulau Selayar makanan pokok selain dari
beras yang sulit untuk membelinya pemerintah membuat
kebijkan dengan beras kupon masyarakat beras membeli diatur
satu keluarga mendapatkan satu kupon 5 kg beras bulgur, untuk
satu bulan, selebihnya masyarakat makan sagu yang ketika itu
Daik Lingga banyaknya sekali memproduksi sagunya malah
dijual keluar daerah sebagai makanan pokok. Masyarakat hidup
sangat sulit ada uang tapi tidak ada barang mau dibelanjakan,
di kampung kampung gula saja sulit dicari, sebagai arternatif
masyarakat menyadap pohon kelapa untuk mengambil gula dari
tandan kelapa kemudian baru dimasak diolah menjadi gula
merah, sering disebut orang dikampung dengan gula tapak. Jjadi
sewaktu minum kopi atau teh, sembil menghirup kopi atau teh
sambil mengigit gula merah atau gula tapak yang telah siap
dihidangkan ibu rumah tangga. Sebelum hutan-hutan di Pulau
Selayar dibuka tambang bouksit, dan penebangan perambahan
hutan, banyak sekali satwa-satwa yang hidup di hutan Selayar
di antaranya kancil disebut didaerah ini dengan, nama pelanduk.
Pelanduk jenis besar disebut mengkunong, napoh itu semuanya
sejenis kancil tapi badannya berukuran besar, dagingnya enak

27

sekali untuk dimakan. Dulu banyak sekali orang dari luar Pulau
Selayar datang berburu binatang ini. Sebelumnya kerusakan
kerusakan hutan satwa ini banyak sekali hidup berkembang
biak di hutan Pulau Seyar. Sekarang satwa-satwa ini boleh
dikatakan punah setelah adanya penebangan hutan dan juga
dibukanya tambang-tambang bouksit, tambang pasir di Desa
Pantai Harapan Pulau Selayar, Nelayan Pulau Selayar hampir
seluruhnya bermukin di pesisr pantai, kebanyakan mereka
hidup dengan mata pencarian dari hasil laut, dengan berbagai
jenis alat tangkap seperti jaring dengan berbagai jenis jaring
tangkapan, pukat, bubu, kelong darat sering disebut dengan
belat, kelong ikan dingkis, apalagi pada musim menjelang tahun
baru warga Tionghua ikan ini dijual dengan harga mahal sekali,
kelong ikan bilis. Kelong betawi kelong ini berukuran besar
yang penjaga kelong bisa bermalam disana ada rumah jaga di
situ. Hasilnya tidak hanya ikan bilis, cumi cumi, dan sejenis
apa saja ikan bila masuk ke kadut kelong dia akan tertangkap
dengan cara mengangkat kadut yang telah terbentang
menunggu mangsanya. Berbagai alat tangkap cumi-cumi orang
kampung di sini lebih dikenal dengan sebutan nos,(cumi-cumi)
ada nama alat tangkap cumi-cumi ini candat, alat ini dipasang
dengan tali senar dikaitkan dengan umpan yang menyerupai
cumi-cumi yang terbuat dari bahan plastik, pada musim tertentu
nelayan menyumik cumi-cumi atau nos mereka mendayungkan
sampan dengan membawa pitromac, atau lampu setrongkeng
cumi-cumi melihat cahaya lampu yang terang benderang cumi-
cumi datang berombongan saat itu nelayan menciduk cumi-

28

cumi tersebut. Ada juga alat tangkap kepiting yang diberinama
pinto kandulan dibuat dari jaringan yang dibuat sedemikian
rupa. Pinto-pinto tersebut diletak umpan dan dipancangkan di
laut di mana tempat tempat kepiting bermain. Berbagai cara
warga nelayan membuat alat tangkapan yang mereka gunakan
untuk menangkap satwa laut, sebagai mata pencarian hidup
merek. Alat-alat ini juga tidak bisa di gunakan setiap saat ada
kala musim musim tertentu adakala musim musimnya baru bisa
alat-alat tersebut dapat diperganakan.

Banyak sekali hasil laut yang dapat dikerjakan warga
masyarakat Pulau Selayar ketika itu, termasuk juga warga
masyarakat suku asli yang bermukim di pulau Lipan di seberang
pelabuhan Penuba. Mereka nelayan tradisional sederhana
dengan menggunakan pancing, turah atau sejenis serampang
mereka pergunakan untuk menangkap ikan, dan lainnya di laut.
Alat yang diberi nama turah atau serampang ini mereka bawa
kelaut untuk menangkap ikan mereka berdiri diposisi sampan
apabila kelihatan ikan berlalu mereka melemparkan tombak
atau turah mereka dengan kecakapan meraka. Mereka selalu
berhasil dengan lemparan turah tersebut. Suku asli ini juga
pencari gamat, kuda laut, di dalam dasar laut. Mereka
menggunakan sampan mengelilingi Pulau Selayar menangkap
satwa laut yang bisa mereka jual, kuda laut harga jualnya mahal
sekali hanya saja mencarinya sangat sulit. Namun, nelayan-
nelayan yang tinggal di pesisir Pulau Selayar pada saat sekarang
ini sudah mulai susah melaut. Hasilnya sangat berkurang tidak
seperti dulu lagi. Mungkin saja hasil laut ini dengan populasi

29

yang semakin berkurang. Terumbu-terumbu karang tempat ikan
ikan bermain sudah banyak yang telah rusak akibat dari
kecerobohan manusia itu sendiri. Terakhir ini setelah
Pemerintahan Orde Baru dan masuk pada era reformasi
sekarang ini pemerintah menggalakkan masyarakat warga
Pulau Selayar memelihara ikan yang befkualitas ekspor dengan
membuat keramba. Selain dari tanaman karet sejak lama, ada
juga tanaman pohon gerharu juga cukup bagus pertumbuhannya
ada juga warga masyarakat yang coba menanam kayu gaharu
di beberapa lokasi di Pulau Selayar. Hanya saja tanaman ini
memerlukan biaya tinggi pada penyuburan dan perawatannya.
Tanaman ini memang subur di tanami di Pulau Selayar, buahnya
yang jatuh dapat di jadikan obat untuk menyembuhkan berbagai
penyakit dalam. Untuk panen hasil tanaman ini memang
memakan waktu yang cukup lama, setelah ukuran kayunya
cukup baru bisa di tebang.untuk diambil gerharunya yang nilai
jual dipasaran lumayan mahal harganya. Ini memerlukan
ketekunan karena begitu lama perawatannya baru bisa di panen
dan biaya pupuk pengobatannya. Karekteristik tanah di Pulau
Selayar ini subur dengan beberapa jenis tanaman palawija yang
cocok untuk ditanami, namun ada kendala sering tanaman di
serang babi hutan yang sering berkeliaran di malam hari.
Tanaman keras yang bisa dilakukan warga masyrakat, tanaman
karet, jenis jenis mangga dan lainnya, tanaman kelapa juga
sering dibongkar umbinya di makan babi pada malam hari.
Bentuk usaha yang di lakukan warga masyarat Pulau Selayar
dalam upaya mengolah tanah menjadikan lahan pertanian yang

30

di tanami dengan berbagai jenis tanaman yang dapat
menghasilkan suatu bahan makanan yang dapat memenuhi
kebutuhan. memang belum ada upaya upaya itu dilakukan
warga masyarakat Pulau Selayar. Namun kalau memang ada
usaha intensifikasi pertanian ini diwilayah ini yang mana hanya
memiliki lahan tidak terlalu luas untuk dijadikan perkebunan
yang luas menanam jenis tanaman yang bisa dijadikan produk
handalan.

31

KEDATANGAN BANGSA BELANDA
KETELUK RAPANG ( PENUBA) PULAU

SELAYAR

Setelah kepindahan Sultan Lingga dari Daik ke Pulau
Penyengat tahun 1900, kemudian diikuti pula dengan
pindahnya kedudukan Asisten Residen Van Riouw dari Tanjung
Buton Daik ke Rengat. Setelah peristiwa itu, Penuba Pulau
Selayar berubah menjadi salah satu tempat, ditunjuk sebagai
tempat kedudukan sementara (voorloopige standdplaats)
Kepala Pemerintahan Onderafdeeling Lingga yang dipimpin
oleh seorang controeur (setingkat kecamatan) berdasarkan
besluit 18 Juli 1904. Empat tahun kemudian, pusat peme-
rintahan sementara yang di kawasan Teluk Radjang, antara
Tandjong Toenggar dan pemukiman orang Tionghoa di Penoeba
itu ditetapkan sebagai tempat kedudukan resmi controleur
Onderafdeeling Lingga berdasarkan beswluit 19 April 1900
M. Gedung dan fasilitas pemerintahan dibangun. Ketika itu
Penuba berkembang menjadi daerah yang makmur dan ramai
hingga zaman setelah kemerdekaan jejak jejak masa lalu dapat
dilihat di Penuba pada hari ini.

Masuknya Bangsa Belanda di Teluk Rapang sekarang
Penuba, jauh sebelum kemerdekaan Negara Kesatuan Republik

33

Indonesia (NKRI). Belanda pindah dari pusat pemerintahannya
dari Tanjung Buton Daik Lingga ke Penuba nama aslinya Teluk
Rapang, pada tahun 1912 Controleur Belanda datang ke Punuba
membangun pusat pemerintahannya berupa kantor-kantor dan
sentra ekonomi dari pulau pulau sekitar Penuba sekarang serta
menyimpanan amonisi tentara colonial Belanda (VOC). Teluk
Rapang dijadikan pusat permerintahan dan pertahanan angkatan
laut VOC marinir Belanda. Teluk Rapang dijadikan colonial
Belanda pusat pemerintahan dan pertahanan Belanda nomor
dua setelah Tandjoeng Pinang yang pada saat itu merupakan
pusat keresidenan Belanda di Riaow. Di teluk Rapang masa
itu oleh controleur Belanda di dam teluknya. Sebelumnya, teluk
ini dimasuki air asin tempat ikan rapang bermain. Setelah
Belanda mengerahkan tenaga kerja tenaga-kerja paksa tawanan
colonial Belanda, orang orang yang menentang kebijakan
colonial Belanda baik tawanan politik, maupun orang orang
tahanan biasa seperti merampok, pencuri, penyeludup semokel
barang barang, dan orang orang yang bermasalah dengan
colonial Belanda. Menurut cerita orang tua tua dulu tahanan
yang bekerja kakinya dirantai oleh Tentara Colonial Belanda.
Pembangunan yang dilakukan oleh Colonial Belanda
mengedam Teluk Rapang pada tahun 1827, akhirnya berhasil
juga dengan timbunan tanah di bukit bukit teluk rapang tersebut
diruntuhkan ke dalam Teluk Rapang. Timbunanan di dam yang
sekarang ini pasar Penuba.

34

Gambar 2

Pasar Penuba sekiarang ini

Meskipun sekarang sudah sekian lama sudah berubah sesuai
zaman sudah sangat berubah mengikuti perkembangan waktu.
Pemerintah Colonial Belanda memang sangat jeli melihat
keadaan alam yang akan dibangun mereka. Teluk Rapang atau
Penuba sekarang ini, Kita semua tahu zaman penjajahan
Belanda atau situasi yang bagai manapun etnis Thionghua tetap
menguasai lokasi lokasi pasar untuk tempatnya berdagang.
Beda dengan orang orang kita Melayu sebagai penduduk asli
Pulau Selayar pergi ketempat tempat lain melarikan diri mencari
aman, mereka menghindar dari kejaran militer Belanda kalau
tertangkap harus kerja paksa kalau tidak mau dipenjara oleh
Pemerintah Colonial Belanda.

Pemuda tempatan ketika itu diharuskan menjadi tentara
Belanda ataupun jadi Polisi Belanda, ada yang dikirim ke

35

Malaysia,Siam Birma, mereka yang masih hidup dapat kembali
ke kampung halamannya setelah Indonesia merdeka. Teluk
Rapang mempunyai pelabuhan yang sangat stratigis dikurnai
oleh Allah Yang Maha Esa dengan alam panorama yang sangat
indah. Teluk Rapang Pulau Selayar dimasa kerajaan Lingga
merupakan pulau yang tidak banyak dihuni orang, raja, Sultan
Lingga, hanya dijadikan tempat persinggahan para nelayan
maupun para pedagang untuk menuju tempat tujuan mereka.

36

BANGUNAN TUA PENINGGALAN
KOLONIAL BELANDA
DI DESA PENUBA

Di Penuba yang sekarang dijadikan Pusat Pemerintahan
Kecamatan Selayar di sini bila kita berjalan di sekitarnya
kita akan menemui bangunan bangunan tua peninggalan
Pemerintah Colonial Belanda. Sarana prasarana yang dibangun
Colonial Belanda, bangunan rumah, perkantoran, rumah
tahanan (rumah Jil) benteng benteng pertahanan Colonial
Belanda yang masih dapat kita lihat keutuhannya walaupun
saat ini sudah cukup usang sarana dan prasarana yang ditinggal
colonial Belanda, namun peninggalan ini menjadikan sejarah
masa lalu bagi wilayah Pulau Selayar dari sekalian wilayah
yang ada di pulau pulau di Kepulauan Riau, Pulau Selayar ini
yang dijadikan pusat Pemerintahan Colonial Belanda, artinya
disini Pulau Selayar Penuba Colonial Belanda menjalankan
peran strategi sebagai daerah jajahannya. Untuk menguasai
bagian barat Indonesia, Kantor Controlier Belanda dulu setelah
merdeka dijadikan kantor Syahbandar, setelah itu dijadikan
kantor Kepala Desa Penuba, sekarang bangunan itu. setelah
pemekaran kecamatan gedung tersebut digunakan sementara
kantor Camat Selayar, zaman penjajahan Belanda ada beberapa

37

bangunan yang dibangunan Pemerintahan Belanda ketika itu
dijadikan kantor Manteri Candu, Manteri Karet, Kantor Eksport
and import, kontor Polisi Belanda, rumah tahanan, rumah rumah
dinas Controlier Belanda.

Gambar 3

Photo Bachtiar Badri : Bangunan bangunan colonial
Belanda di Penuba

Bangunan ini sekarang kelihatan sudah sangat usang tidak
ada perawatan, sekarang bangunan bangunan tua itu termasuk
bangunan bersejarah di bawah pengusaan Pagaruyung Batu
Sangkar Sematra Barat. Pada zaman itu, rumah jil Belanda
mempenjarakan orang orang yang tersangkut masalah
pelanggaran hukum, dan orang orang yang coba melawan
Colonial Belanda ditahan disitu Kawasan wilayah Lingga
tahanannya semuanya ditempatkan di Penuba Banyak juga
pejuang kita yang dicebloskan di rumah jill colonial di zaman
38

itu. Bagi yang menentang kebijakan kebijakan yang dikeluarkan
kolonial Belanda masyarakat sangat ngeri masuk penjara jill
yang luasnya Cuma 2 x 3 meter luasnya dalamnya gelap sekali.
Sekarang ruangan jil masih utuh lagi telah menoreh sejarah
yang cukup meninggalkan kenangan yang mengharukan.
Sekarang pelaku pelaku sejarah tersebut telah banyak yang
meninggal dunia dengan meninggalkan berbagai kenangan
yang perlu kita ingat, karena meninggalkan sejarah panjang
yang perlu diketahui generasi mendatang.

Gambar 4

Rumah Jil zaman jajahan Belanda ukuran dalam kamarnya
2x3 meter

Controleur Belanda yang pertama membangun pusat
pemerintahan berupa kantor kantor dan sentra ekonomi dari
pulau ke pulau sekitar Penuba serta penyimpanan amonisi
tentara Belanda (VOC).Teluk Rapang atau Penuba dijadikan

39

pusat pertahanan angkatan laut VOC Marinir Belanda. Tempat
gudang senjata masih ada bekas lokasi bangunan gudangnya.

Banyak sekali yang dijadikan situs situs bangunan sejarah
peninggalan koloniol Belanda yang kita lihat sudah sangat
usang sekali yang umur bangunan tersebut ratusan tahun yang
lalu. Namun harus ada perhatian pihak yang berkempeten untuk
mengadakan pemugaran bangunan bangunan yang telah usang
itu tentunya tidak boleh merubah keaslian bangunan tersebut.
Bangunan peninggalan Colonial Belanda ini perlu kita jaga
dan dilestarikan karena merupakan situs bersejarah yang dapat
diketahui generasi generasi kita sekarang dan yang akan datang.
Supaya mereka semua tau apa sebenarnya yang pernah terjadi
di tempat kelahiran mereka sekarang ini, Bagaimana susahnya
perjuangan para pahlawan kita yang memperjuangkan
kemerdekanan dari penjajahan Colonial Bangsa Belanda dari
negeri yang kita cintai ini. Bangsa yang besar selalu mengenang
jasa jasa para pahlawannya. Jika kita telusuri di sekitar SD
Negeri 01 Selayar di Penuba yang sekarang ini, dibawah
perbukitan SD ini akan kita temui bekas bekas serpihan
bangunan pertahanan yang di bangun Colonial Belanda sebagai
tempat pertahanan militer Belanda dan ada bangunan lobang
bertangga ke bawah tanah sebagai benteng pertahanan.

Kemudian dapat kita telusuri di atas perbukitan SMP Negeri
1 Selayar Penuba masih dapat kita lihat bekas bangunan fasilitas
fasilitas bangunan Colonial Belanda, ada sebagian yang masih
utuh, hanya saja terkesan tidak ada perawatan. Seharus ini bisa
di jaga dan dirawat sebagai situs yang sangat bersejarah. Boleh

40

dijadikan untuk kunjungan wisata bersejarah, akan bisa
mendatang omset daerah. Pengelolaan bisa dilakukan Dinas
Parwisata Kabupaten bekerja sama dengan kecamatan maupun
pemerintah desa. Mudah mudahan yang akan datang peme-
rintah maupun Masyarakat dapat mengelola situs ini dengan
baik. Ada pasilitas Colonial Belanda yang sampai saat dapat
di manafaatkan masyarakat Desa Penuba Sebuah sumur ditepi
laut yang air-nya sangat bersih sampai hari ini dapat digunakan
Masyarakat yang tinggal disekitar situ. Air-nya putih bersih
tidak pernah kering walaupun di musim kemarau panjang.

Gambar 5

Photo Bachtiar Badri diambil ditempat bangunan
peninggalan colonial Belanda di Penuba

Posisi sumur tersebut pas ditepi bibir pantai namun tidak
tercemar dengan air asin, rasanya tidak sedikitpun payau atau

41


Click to View FlipBook Version