P a g e | i
P a g e | ii Negeri Serpihan Surga Ratna Mutu Manikam Zamrud Khatulistiwa “The Sleeping Giant” Ijo Royo-Royo Gemah Ripah Loh Jinawi
P a g e | iii Sebagai negara dengan kekayaan alam dan budaya yang melimpah, negeri kepulauan terbesar di dunia ini tak dapat dimungkiri memiliki aset-aset yang amat layak jual sebagai destinasi wisata. Potensi yang demikian besar itu sudah selayaknya dikelola dan dimanfaatkan secara optimal oleh berbagai pihak berkepentingan dalam sektor pariwisata; pemerintah, swasta, organisasi dan juga masyarakat.
P a g e | iv Indonesia “For Sale” Bambang Omind Editor : Dino AP. Desain & Tata Letak FIMAKAHA Studio Copyright@2016 Oleh FIMAKAHA MEDIA Hak cipta dilindungi oleh undang-undang Cetakan I9 Maret 2016 Diterbitkan oleh FIMAKAHA MEDIA Komplek Migas XV. No.7 Kelapa Dua, Kebon Jeruk Jakarta-Barat Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku tanpa izin penerbit
P a g e | v DAFTAR ISI PROLOG BAB 1 NEGERI ZAMRUD KHATULISTIWA 01 Indonesia “For Sale”………………………2. 02 Rumah Budaya.............................................7. 03 Hijau nan Kreatif.........................................13 04 Negeri Serpihan Sorga.................................17 05 Memahami Indonesia...................................23 06 Multikulturalisme Indonesia........................29 07 Bonus Demografi Indonesia………………37 08 Sabuk Peradaban Nusantara....................... 43. 09 Batik Warisan Budaya Dunia......................49 BAB 2 INDONESIANA 01 Atlantis Sundaland......................................60 02 Gunung Padang...........................................69.
P a g e | vi 03 Borobudur dan Sulaiman...............................75. 04 Jalan raya Pos................................................83 05 Rumah Sejarah, Saksi Bisu Belanda “Keok”…………………………….91 06 Istiqlal dan Katedral, Sebuah Simbol Kerukunan …………………………………97 07 Kopi Jawa Pernah Mendunia........................105 08 Bersenggama di Gunung, Kaupun Kaya.....111 Lampiran Kode Etik Pariwisata Dunia…………………..121 Kepustakaan
P a g e | vii PROLOG Sebagai seorang pelaku pariwisata— dalam hal ini pemandu wisata (tour guide)—saya selalu berinteraksi dengan bermacam suku bangsa dari berbagai belahan dunia. Selama itu pula amat banyak kesan yang dimunculkan oleh wisatawan yang saya pandu selama perjalanan, mulai dari yang positif obyektif hingga negatif subyektif. Semua itu, bagi saya, merupakan pengalaman yang sungguh amat berharga sehingga mampu memunculkan pernyataan reflektif bahwa betapa selama ini saya tinggal, beranak pinak, dan menghirup udara di sebuah negara yang dalam berbagai aspek begitu unik, menarik dan memesona yang telah sekian lama menimbulkan kekaguman orang asing. Tak pelak, semua itu membuncahkan perasaan saya, menyuburkan rasa nasionalisme, memompa semangat kebangsaan yang lantas menyeruak mewujud dalam bentuk kecintaan yang semakin mendalam terhadap negeri ini dan semakin menumbuhkan rasa bangga menjadi orang Indonesia. Kegiatan utama seorang pemandu wisata, apalagi kalau bukan “menjual” Indonesia dalam arti seluas luasnya, menjual bukan hanya dalam konotasi ekonomi
P a g e | viii semata tetapi juga menyangkut aspek-aspek lain tentang keelokan dan keindahan negeri zamrud khatulistiwa ini. Tugas seorang tour guide bukan hanya memandu sembari memberi informasi mengenai tempattempat yang dituju, tapi lebih dari itu seorang pemandu pada hakekatnya adalah seorang “marketer” yang bertugas mengenalkan, mempromosikan, dan “menjual” negeri ini agar senantiasa menumbuhkan minat orang asing untuk berkunjung, baik dalam rangka bisnis atau wisata. Bahkan juga bisa dikatakan pemandu wisata adalah perwakilan atau duta dari sebuah negara (ambasador of the country). Sebagai duta, laiknya seorang pemandu wisata mestilah dibekali dengan kemampuan berkomunikasi dan diplomasi yang memadai, sehingga dapat mempresentasikan berbagai informasi tentang negaranya sebaik mungkin secara obyektif, tanpa bermaksud menutupi kekurangan atau melebih-lebihkan. Sebagai negara dengan kekayaan alam dan budaya yang melimpah, negeri kepulauan terbesar di dunia ini tak dapat dipungkiri memiliki aset-aset yang amat layak jual sebagai destinasi wisata. Potensi yang demikian besar itu sudah selayaknya dikelola dan dimanfaatkan secara optimal oleh berbagai pihak berkepentingan dalam sektor pariwisata; pemerintah, swasta, organisasi dan juga masyarakat. Kontribusi sektor pariwisata terhadap perolehan devisa negara selama ini cukup signifikan. Sektor pariwisata berada di posisi ke 4 daftar penyumbang devisa setelah sektor migas, batu bara, dan kelapa sawit, yakni sebesar $ 10 milyar (2013). Selain devisa pariwisata
P a g e | ix juga berkontribusi langsung terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 3 persen. Namun, jika dihitung beserta multiplier effect-nya, sektor pariwisata menyumbang sekitar 9 persen. Kontribusi sektor pariwisata bagi pembangunan negeri ini adalah sesuatu yang tak dapat dimung-kiri. Kontribusi itu tentu saja tidak berhenti sampai saat ini tapi akan terus berlanjut dan semakin signi-fikan. Tekad semua stake holders adalah mewujudkan pencapaian 20 juta wisatawan dalam kurun waktu 5 tahun mendatang, semoga bukan pepesan kosong. Kehadiran Arief Yahya sebagai menteri pariwisata tentunya membawa harapan baru. Walau bukan dari kalangan dunia pariwisata, namun bagi seorang pembelajar seperti Arief Yahya, bukanlah sesuatu yang sulit melihat latar belakang yang dimiliki. Justru dengan latar belakang ahli IT, Arief Yahya diyakini akan mampu mendongkrak kinerja sektor pariwisata dengan berbasis teknologi informasi. Pencapaian target 20 juta wisatawan, menurut para ahli, hanya akan tercapai dengan kinerja berbasis IT. Emarketing akan menjadi sangat vital bagi pengembangan sektor pariwisata ke depan. Sebagai profesional, Arief Yahya diharapkan dapat berbuat lebih banyak dengan tidak memikirkan kepentingan tertentu. Tugas beratnya antara lain membangun birokrasi yang lebih ramping, sebagai sarana utama untuk membangun brand destinasi wisata Indonesia di mata dunia.
P a g e | x Sebagai negara dengan kekayaan alam dan budaya yang melimpah, negeri kepulauan terbesar di dunia ini tak dapat dipungkiri memiliki aset-aset yang amat layak jual sebagai destinasi wisata. Potensi yang demikian besar itu sudah selayaknya dikelola dan di-manfaatkan secara optimal oleh berbagai pihak berke-pentingan dalam sektor pariwisata; pemerintah, swasta, organisasi dan juga masyarakat.
P a g e | i Negeri Zamrud Khatulistia BEGITU BESAR POTENSI YANG DIKANDUNG UNTUK MENJADI SEBUAH NEGARA BESAR, DIGDAYA, MAKMUR DAN SEJAHTERA, TAK ADA ALASAN SEBENARNYA UNTUK TIDAK MENJADI SEBUAH NEGARA BESAR DAN DISEGANI DI PERCATURAN GLOBAL
P a g e | 12 01 INDONESIA “FOR SALE” asanya tak cukup alasan untuk tidak mengagumi negeri bernama Indonesia. Begitu banyak ungkapan dan sebutan yang menyebut tentang negeri macam apa ini, istilah-istilah zamrud khatulistiwa, ratna mutu manikam, ijo royo-royo, gemah ripah loh jinawi, hingga sebutan The sleeping giant bahkan a small peace of the heaven, cukuplah sudah menunjukkan keelokan dan keunggulan negeri ini. Begitu besar potensi yang dikandung untuk menjadi sebuah negara besar, digdaya, makmur dan sejahtera, tak ada alasan sebenarnya untuk tidak menjadi sebuah negara besar dan disegani di percaturan global Pertanyaannya, apa yang dapat kita lakukan untuk menjadikan negeri ini mampu berbicara lebih lantang di kancah persaingan pariwisata global? Apa yang harus kita lakukan untuk memampukan negeri kepulauan terbesar di dunia ini semakin “layak jual”? Sebuah pertanyaan yang menggelitik pikiran dan hati, utamanya stake holders pariwisata negeri ini untuk semakin menggiatkan peran kreatifnya. Cukup menarik tatkala melihat data faktual menunjukkan bahwa negeri dengan seambrek keelokan dan keragaman daya tarik ini nangkring di peringkat 70 R
P a g e | 13 pariwisata dunia dari 139 negara (World Economic Forum, 2013). Di Asia Tenggara Indonesia masih kalah dibandingkan dengan negara tetangga, seperti Malaysia yang menempati peringkat ke 32, Thailand peringkat ke 42, dan Singapura peringkat ke 16. Pun, di kawasan Asia Pasifik Indonesia hanya menempati urutan ke 9 hanya unggul dari Australia yang menempati urutan ke 10. Selengkapnya adalah; pertama China sebagai tuju-an utama, disusul Malaysia, Hongkong, Thailand, Macau, Singapura, Korea Selatan dan Jepang (data 2012). UNWTO melansir data bahwa tiap tahun sekitar 1 miliar manusia melancong ke seluruh dunia, 20 per-sen yang berarti 200 juta bepergian ke kawasan Asia Pasific. Dari 200 juta ternyata hanya 3-4 persen atau sekitar 8-9 juta yang berkunjung ke Indonesia. Bagaimana meningkatkan jumlah wisatawan agar bertambah secara signifikan sesuai dengan potensi keunggulan yang dimiliki, tiada lain adalah dengan “menjual” Indonesia. Negeri nan elok ini memiliki seabrek aset pariwisata yang amat layak jual, meliputi keindahan alam, kekayaan warisan budaya, keramahan manusianya, dan lain sebagainya. Meramu, mengemas, dan memromosikan semua itu menjadi komoditi yang laris manis di persaingan pasar global adalah tantangan sekaligus peluang. Indonesia “For Sale”, dimaksudkan bukan berarti upaya menggadaikan harga diri bangsa dengan melego aset-aset strategis negara, melainkan perujukan pada sebuah tonggak dalam pemikiran bisnis modern dengan
P a g e | 14 memberkan perhatian lebih besar pada aspek pemasaran, di samping organisasi dan, tentu saja produksi. Paradigma baru dalam dunia pemasaran adalah diperkenalkannya prinsip “pemasaran adalah segalanya dan segalanya adalah pemasaran”, yang menyatakan bahwa pemasaran bukan hanya salah satu fungsi, melainkan adalah cara menjalankan bisnis itu sendiri— yang mesti menjalari seluruh stake holders yang ter-libat dalam industri pariwisata nasional. Seluruh pema-ngku kepentingan di sektor pariwisata nasional; peme-rintah, swasta, dan organisasi, harus dengan kesungguhan hati terlibat secara aktif dan kreatif dalam “menjual” Indonesia. Pariwisata adalah salah satu sektor dengan tingkat pertumbuhan amat dinamis. Bahkan kini industri pariwisata dibanyak negara telah menjadi leading sector dan sukses dalam mendatangkan investasi asing, sehingga mampu menjadi generator pemacu dinamika pembangunan suatu negara. WTO (Organisasi Pariwisata Dunia) bahkan telah memrediksikan bahwa pariwisata merupakan industri terbesar yang tumbuh di abad 21 ini, dengan pertumbuhan diperkirakan mencapai 1,6 miliar wisatawan pada tahun 2020, dengan jumlah angka pembelanjaan mencapai US$ 2 triliun. Angka sejumlah itu tentu sebuah angka yang amat signifikan dan bisa membuat kita ngiler (keluar air liur). Pertanyaan besarnya, dari 1,6 milyar wisatawan berapakah yang akan berkunjung ke Indonesia? Mencermati berbagai fenomena di atas dan dengan melihat peringkat pariwisata Indonesia di dunia,
P a g e | 15 tentunya banyak pekerjaan rumah yang mesti dikerjakan. Industri pariwisata dunia akan dihadapkan pada kompetisi yang semakin ketat, baik aspek pemasaran maupun pengembangan produk. Bagaimana strategi untuk mampu bertahan dan tetap kompetitif di dunia pariwisata regional maupun global, adalah pekerjaan rumah besar para pelaku pariwisata negeri ini. Kiranya salah satu prinsip pemasaran modern yang menyatakan bahwa “pemasaran adalah segalanya, dan segalanya adalah pemasaran,” semakin dan sangat relevan. Ayo....jualan!
P a g e | 16 Kiranya salah satu prinsip pemasaran modern bahwa “pemasaran adalah segalanya, dan segalanya adalah pemasaran,” semakin dan sangat relevan. Ayo....jualan!
P a g e | 17 02 RUMAH BUDAYA i dunia internasional Indonesia dikenal dan diakui sebagai negara dengan kebudayaan nan adi luhung. Dengan kekayaan dan keragaman budaya melimpah terserak dari barat sampai ke timur, dari Sabang sampai Merauke, negeri zamrud khatulistiwa ini sungguh berpotensi menjadi negara adi daya di bidang kebudayaan dan menjadi rumah budaya dunia. Kekuatan budaya adalah aset nan amat berharga untuk memampukan negeri ini berbicara lebih lantang di kancah persaingan global. Realitas terkini harus diakui bahwa manakala Indonesia harus berkompetisi menjadi negara adidaya bidang ekonomi dan politik, sungguh merupakan sesuatu yang berat, apalagi di bidang teknologi. Secara realistis peluang terbesar untuk menjadikan negeri ini diperhitungkan di dunia adalah dengan melalui strategi budaya dan kebudayaan. Dalam khasanah budaya tampaknya tidak ada di dunia ini negara yang lebih kaya dari Indonesia. Meskipun banyak negara yang memiliki multikultur tapi sejarah kebudayaan mereka tidak sepanjang seperti Indonesia. Ratusan etnis tersebar di saentaro negeri dengan bahasa dan ragam budaya yang berbeda serta tidak saling memahami satu sama lain, yang sudah sekian ratus atau bahkan sekian ribu tahun menetap bersama. Dan yang amat menarik adalah bahwa bangsa ini meski berbeda-beda, bersuku-suku, tapi memiliki rasa D
P a g e | 18 toleransi tinggi. Dengan keunggulan dan potensi budaya yang dimiliki sedemikian itu, sudah selayaknya negeri ribuan pulau ini menjadi negara adidaya kebudayaan dan ditasbihkan sebagai rumah budaya dunia. Berbagai pengakuan internasional, baik yang bendawi (tangible) maupun yang non bendawi (intangible), telah menempatkan Indonesia pada posisi penting dalam serangkaian diskusi dan penelitian kebudayaan tingkat dunia. Beraneka warisan budaya negeri ini telah dinobatkan oleh PBB, UNESCO, sebagai Warisan Budaya Dunia (World Culture Haritage), seperti batik, wayang, keris, angklung, tari saman, Candi Borobudur, Candi Prambanan, dan Situs Sangiran. Semua itu, selain membanggakan, tentu menyertakan keniscayaan akan sebuah tanggung jawab besar sebagai bangsa dalam upaya pelestariannya. Kebudayaan adalah soft power yang ditengarai, di tengah krisis dimensional dewasa ini, mampu membangun peradaban dunia yang lebih baik, sehingga Indonesia perlu berperan aktif dengan memanfaatkan kekuatan budaya yang dimiliki. Melalui diplomasi budaya yang efektif dapat dimanfaatkan sebagai ajang memperkenalkan warisan budaya sekaligus meningkatkan apresiasi masyarakat internasional terhadap aset budaya bangsa. Diplomasi budaya bertujuan untuk memperkuat hubungan kerja sama antar negara, menawarkan jalan perdamaian serta terlibat aktif dalam membangun peradaban dunia. Keberadaan Rumah Budaya Indonesia (RBI) di beberapa negara yang segera menjadi garapan Kemen-
P a g e | 19 dikbud, diharapkan akan menjadi instrumen untuk membangun rasa saling pengertian, menunjukkan itikad baik agar dapat menghilangkan rasa curiga negara lain, sekaligus meningkatkan citra Indonesia di mata dunia. RBI adalah ruang publik untuk memperke-nalkan kekayaan dan keragaman budaya Indonesia kepada dunia dalam rangka meningkatkan citra, apresiasi, dan membangun ikatan budaya masyarakat internasional terhadap Indonesia. Dengan RBI, diharapkan tumbuh kembang ikatan hubungan emosional masyarakat internasional terhadap karya dan nilai budaya Indonesia. Adalah tugas dan kewajiban sebagai anak bangsa untuk merasa bangga, mencintai, dan mengembangkan budaya nasional. Bangsa yang maju adalah bangsa yang masyarakatnya menghargai berbagai aspek dan karya budaya bangsanya sendiri. Mampu menghargai dan menghormati budaya adalah bagian dari prilaku masyarakat beradab yang telah memiliki tingkat apresiasi budaya yang cukup tinggi. Masyarakat dengan tingkat apresiasi budaya takkan mudah begitu saja mengabaikan nilai dan menelantarkan karya budaya bangsa sendiri. Ada rasa bangga, rasa sayang dan rasa memiliki yang tertanam dalam dada, sehingga memunculkan kesadaran betapa amat penting memelihara, mencintai dan mengembangkan semua itu. Bukan hanya ribut dan marah-marah tatkala karya budayanya diklaim oleh pihak lain.
P a g e | 20 Sudah selayaknya negeri ribuan pulau ini menjadi negara adidaya kebudayaan dan ditasbihkan sebagai rumah budaya dunia.
P a g e | 21 Kebudayaan adalah soft power yang ditengarai, di tengah krisis dimensional dewasa ini, mampu membangun peradaban dunia yang lebih baik
P a g e | 22 Halaman Kosong
P a g e | 23 03 HIJAU NAN KREATIF enasbihan tema “Green and Creative Tourism” sebagai tema pokok pariwisata Indonesia, bukanlah tanpa alasan. Green tourism adalah kegiatan pariwisata yang lekat dengan kelestarian lingkungan, dimana tema hijau telah menjadi trend global yang tidak hanya telah menjadi kepentingan nasional tapi juga seluruh umat manusia. Jadi green tourism sangat sesuai dengan kecenderungan global yang terjadi selama ini. Sementara creative tourism berkaitan dengan upaya pengembangan ekonomi kreatif, yakni bentuk kegiatan ekonomi yang berbasiskan pada kreativitas sumber daya manusia. Sebagai negara dengan kekayaan dan keelokan alam melimpah sudah selayaknya tema hijau dalam pengertian yang luas menjadi perhatian semua pihak. Tema hijau tidak hanya berkaitan dengan kelestarian lingkungan secara lokal, tapi juga telah menjadi trend global yang kini kian marak. Kondisi alam semakin melorot sebagai akibat dari pemanasan global dan perubahan iklim, menyadarkan banyak pihak untuk semakin memperhatikan dan menjadikan kelestarian alam sebagai salah satu ikon penting keberlanjutan kehidupan dunia. P
P a g e | 24 Pariwisata alam hingga saat ini tak dimungkiri menjadi ikon utama daya tarik wisata di negeri ini. Dengan kondisi alam yang begitu luas dan indah, beragam destinasi wisata yang bisa dinikmati, menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara dengan destinasi wisata alam terbaik di dunia (peringkat 6 menurut survey WEF, 2012). Ini adalah keunggulan komparatif yang harus dimanfaatkan seoptimal mungkin. Implementasi tema hijau tentu saja tidak hanya menyangkut tentang wisata alam secara konvensional, tapi lebih penting dari itu adalah bagaimana “menghijaukan” manusianya. Kesadaran akan lingkungan menjadi amat krusial manakala kelestarian lingkungan hidup amat terkait dengan keharmonisan hubungan antara manusia dan lingkungan. Sekali lagi, konsep green tourism tentu saja tidak semata-mata menyangkut tentang keindahan dan pesona alam an sich, yang lebih penting adalah bagaimana menjadikan tema hijau sebagai sebuah gerakan nasi-onal dalam berbagai bidang, hijau dalam maknanya yang luas; kelestarian, keindahan, kebersihan, dan ketertiban. Sementara creative tourism amat erat terkait dengan kreativitas manusia-manusia dimana kegiatan pariwisata berlangsung. Dalam hal ini tentu kreativitas menjadi amat penting manakala keberlangsungan hidup sebuah destinasi pariwisata amat tergantung pada orangorang yang mengelola dan masyarakat sekitarnya. Oleh karena itu, bagi pengelola dan masyarakat di sekitar, kreativitas harus dimaknai sebagai keberlangsungan hidup destinasi wisata bersangkutan yang
P a g e | 25 pada gilirannya pula menyangkut hajat hidup masyarakat secara lebih luas. Kreatif dapat diartikan sebagai sebuah sikap yang berani keluar dari suatu pola yang ada dan baku (out of the box), sehingga seseorang mampu meng-hasilkan sesuatu yang belum ada sebelumnya (into being something that was not before) atau cara yang lebih baik dalam melakukan sesuatu ( better ways of doing something). Kreativitas dalam dunia yang semakin maju dan berkembang merupakan suatu keharusan bagi individu, organisasi dan semua kegi-atan usaha tak terkecuali. Tema Green and Creative Tourism diharapkan akan menjadi pemicu bagi semakin bertumbuh dan berkembangnya dunia pariwisata Indonesia menjadi salah satu ikon pariwisata dunia dengan kelestarian dan keelokan alam, keanekaragaman budaya, karamahtamahan dan kreativitas manusianya, dan tentu saja infrastruktur yang canggih. Sehingga green and creative tourism akan menjadi kenyataan, seperti “Incredible Hulk” kuat, hijau dan kreatif. Dan yang pasti menarik banyak orang untuk melihat.
P a g e | 26 Kreatif dapat diartikan sebagai sebuah sikap yang berani keluar dari suatu pola yang ada dan baku (out of the box), sehingga seseorang mampu menghasilkan sesuatu yang belum ada sebelumnya (into being something that was not before) atau cara yang lebih baik dalam melakukan sesuatu ( better ways of doing something).
P a g e | 27 04 NEGERI SERPIHAN “SURGA” pa yang tak bisa diperoleh di negeri ini? Nyaris semua kebutuhan demi kelangsu-ngan hidup rakyatnya dapat dihasilkan. Berbagai istilah yang disematkan keharibaan bumi pertiwi ini cukuplah sudah memberi gambaran semua itu dan memberi penasbihan tentang negeri macam ini. Zamrud Khatulistwa, Ratna Mutu Manikam, Gemah Ripah Loh Jinawi, hingga The Sleeping Giant, bahkan A Small Peace Of The Heaven: serpihan surga, wow,....amboy! Istilah hanyalah istilah yang hanya rangkaian kata tanpa makna, ruang kosong, dan muspro, jika hanya disikapi sebagai asesoris semata, tanpa dibarengi dengan pemaknaan yang hakiki dan membumi. Negeri dengan seambrek daya pesona dan sumber daya ini tentu akan menjadi merana dan semakin merana pabila manusiamanusia yang menghirup udara di atasnya—utamanya para pemimpin—tidak mampu memaknai hakekat sesungguhnya dari ungkapan-ungkapan tersebut, terlebih pabila lantas bersikap menutup sebelah mata, menuruti hawa nafsu, berprilaku salah, ngawur dan eksploitatif. 69 tahun merdeka rakyat negeri ini belum juga memperoleh kemakmuran dan kesejahteraan yang sudah sekian lama diidamkan. Alih-alih makmur dan sejahtera, malahan bertubi-tubi persoalan menyapa, A
P a g e | 28 menimpa, dan mendera jiwa yang sungguh menguras energi dan stamina. Bencana moral; korupsi, manipulasi, pornografi dan konco-konco-nya hingga bencana alam; gempa bumi, gunung meletus, banjir, kebakaran, belum lagi ditingkahi dengan arogansi dan sikap tak tahu malu para penyelenggara negara, pun berbagai persoalan sosial ekonomi yang membelit kehidupan rakyat, sungguh memprihatinkan dan memerihkan. Benar, dibalik semua persoalan yang ada —tak dipungkiri—tentu ada hal-hal yang positif dan kontruktif. Namun, ibarat kata pepatah “nila setitik merusak susu sebelanga” dapat menjadi gambaran menilai sebuah persoalan, apalagi jika nilanya bukan cuma setitik, tapi semangkok bakso full. Hajatan politik nasional negeri ini terus berlangsung. Rakyat senantiasa berbondong-bondong memilih wakil dan pemimpinnya. Pemimpin yang amat sangat diharapkan mampu memberikan asa baru, membangkitkan rasa nasionalisme, mengubah paradigma berpikir rakyatnya bahwa negeri ini adalah negeri dengan seambrek potensi dan sumber daya: alam, manusia, dan budaya, sehingga amat layak menjadi negara maju, berjaya, kaya, digdaya dan disegani di dunia. Pemimpin suri tauladan, sudi hidup sederhana, mementingkan semua golongan, tidak nyolongan. Adalah sudah pada kondratnya, bahwa setiap bangsa senantiasa menghadapi berbagai permasalahan dalam laku kehidupannya. Bahkan, proses kehidupannya merupakan serangkaian tindakan untuk mengelola berbagai permasalahan tersebut.
P a g e | 29 Dalam mengolah berbagai persoalan, ada masalah-masalah—yang secara alamiah—setiap bangsa memiliki insting untuk bertahan dan menghadapinya. Pun, ada masalah-masalah yang harus melalui proses pencarian dan pembelajaran sebelum akhirnya menemukan solusi terbaik dalam upaya penyelesaiannya. Bangsa ini memiliki pengalaman panjang dan berpeluh-peluh dalam menghadapi persoalan mulai dari era sebelum merdeka hingga sekarang ini. Rakyat sudah terlatih dan terbiasa mengalami berbagai persoalan yang mendera dan mengharubiru kehidupan. Deraan yang telah sekian lama dialami oleh bangsa ini, menjadikan rakyat bangsa ini kuat, tahan banting, dan sela-lu siap menerima kondisi terburuk seperti apapun. Rakyat negeri ini—dalam sejarahnya—tidak mudah menyerah dalam menghadapi berbagai persoalan yang menimpa. Rakyat Indonesia siap untuk diajak menderita dan sengsara demi menjaga nama baik dan harga diri bangsa. Rakyat siap berjuang demi meraih kejayaan dan kebesaran bangsa ini. Rakyat rela berkorban apa saja demi kemajuan Indonesia. Pertanyaannya, mampukah kita —di negeri ini— mencari sosok yang akan memimpin untuk mencapai semua itu? Pilpres adalah pilihan logis dari sebuah negara demokrasi, walau tidak selalu memunculkan pemimpin terbaik. Negeri ini tidak boleh berhenti berjuang dan berikhtiar untuk mencari putera-putera terbaik bangsa, tidak boleh lelah dan menyerah dengan keadaan yang tidak menentu, karena kita yakin jalan menuju ke arah
P a g e | 30 lebih baik tidaklah buntu. Kebuntuan hanya ada dalam alam pikiran, tapi dalam alam nyata tidak pernah ada kebuntuan, selalu ada jalan keluar! Negeri “Serpihan Surga” ini kini tengah menanti datangnya pemimpin sejati yang akan memimin dengan sepenuh pikiran dan hati, bukan pemimpin palsu yang memimpin dengan palu dan nafsu. Dibutuhkan kearifan, kejernihan dan kecerdasan berpikir segenap komponen anak bangsa untuk memperoleh anugerah pemimpin yang cerdas, amanah, jujur, dapat dipercaya dan akuntabel. Seorang pemimpin dari “Surga”. Bangsa ini butuh pemimpin. Pemimpin suri tauladan, sudi hidup sederhana, mementingkan semua golongan, tidak nyolongan dan mencintai sepenuh hati negeri ini dan rakyatnya. Pemimpin sejati yang memimpin dengan pikiran dan hati. Bukan pemimpin palsu yang memimpin dengan palu dan nafsu.
P a g e | 31 A Small Peace Of The Heaven
P a g e | 32 Bangsa ini memiliki pengalaman panjang dan berpeluh-peluh dalam menghadapi persoalan mulai dari era sebelum merdeka hingga sekarang ini. Rakyat sudah terlatih dan terbiasa mengalami berbagai persoalan yang mendera dan mengharu biru kehidupan. Deraan yang telah sekian lama dialami oleh bangsa ini, menjadikan rakyat bangsa ini kuat, tahan banting, dan sela-lu siap menerima kondisi terburuk seperti apapun.
P a g e | 33 05 MEMBACA INDONESIA ndonesia adalah sebuah negara besar, bukan ha-nya dalam jumlah populasi yang kini mencapai 240 juta dan akan terus bertumbuh, melainkan juga karena wilayahnya yang luas. Jika direntangkan di atas Benua Eropa, negeri kepulauan terbesar di dunia ini akan menutupi wilayah Inggris hingga Turki. Jika dibentangkan di daratan Amerika Serikat, Indonesia akan membuat negara yang dianggap Super Power itu tidak terlihat. Kekayaan sumber daya alam yang melimpah membuat negeri ini nyaris memiliki semua apa yang diperlukan oleh banyak negara di dunia demi kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu, tidaklah heran pabila negara zamrud khatulistiwa ini menjadi incaran banyak pihak, utamanya negara-negara maju. Gambaran sederhana mengenai kekayaan alam Indonesia adalah akan lebih sulit menyebutkan apa yang tidak ada di negeri ini ketimbang menyebutkan apa yang ada. Hampir semua yang dibutuhkan demi kelangsungan hidup masyarakat dunia tersedia di sini. Begitupun, Indonesia memiliki berbagai keunikan dan keragaman yang tidak dipunyai negara lain. Ada banyak variabel khusus yang membuat negeri ini berbeda dibandingkan dengan negara lain. Sebut, I
P a g e | 34 keberagaman karakterisik budaya, adat istiadat dan agama yang melingkupi seluruh wilayah dari Barat sampai ke Timur, dari Sabang sampai Merauke, menunjukkan betapa kehidupan masyarakat Indonesia selama ini diwarnai oleh perbedaan yang amat intens dengan ciri dan kekhasan masing-masing. Perbedaan SARA telah menjadi menu harian dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang plural dan majemuk. Menyikapi sebuah keberagaman bukanlah sebuah perkara mudah dan sederhana. Dibutuhkan kearifan dan sikap toleran dengan Intensitas tinggi untuk melakukan itu, sehingga tidak memunculkan persoalan yang berakibat kontra produktif bagi keberlangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara. Perbedaan harus dikelola secara tepat dan seksama agar tidak menimbulkan konflik yang hanya akan merugikan kita semua sebagai sebuah bangsa. Realitas yang terjadi selama ini, terbukti bangsa dengan pluralitas amat tinggi ini mampu melakukan semua itu dengan baik. Bangsa Indonesia telah relatif berhasil dalam mengelola keberagaman dan menunjukkan toleransi nan amat tinggi terhadap berbagai perbedaan yang ada selama ini. Riak-riak konflik soalan SARA dalam kehidupan masyarakat yang terjadi selama ini—walau kita tidak menghendaki—adalah dinamika kehidupan dalam bernegara yang akan mendewasakan selama itu tidak menjurus ke arah disintegrasi bangsa. Dan kita bersyukur—dengan kearifan lokal yang dimiliki—bangsa ini mampu melakukan itu.
P a g e | 35 Membaca Indonesia tidak seyogyanya diartikan sebagai membaca secara literal akan apa yang ada dan apa yang dimiliki di bumi pertiwi ini secara kasat mata an sich. Membaca Indonesia seyogyanya juga berarti memahami, menelaah, dan menguliti secara mendalam segala sesuatu yang terdapat di bumi pertiwi ini bukan hanya dalam pengertian fisikal geografis namun juga psikis psikilogis sebagai sebuah bangsa yang multikultur dengan banyak dimensi. Membaca Indonesia dengan cara tidak utuh hanya akan menimbulkan distorsi pemahaman tentang bangsa dengan kebhinekaan ini. Pemahaman yang terdistorsi dan tidak utuh tidak akan mampu melahirkan sebuah kebijakan yang membumi dan memberi kemaslahatan pada masyarakat. Adalah sebuah kekeliruan yang mendasar tatkala mencoba membaca Indonesia tapi menggunakan cara pandang yang sama dan sebangun dengan membaca negara lain yang notabene memiliki perbedaan dalam ranah kebudayaan, adat istiadat dan kondisi alam. Kekeliruan pembacaan dalam memahami Indonesia akan berimplikasi pada kesalahan- kesalahan dalam cara menangani dan mengurus bangsa ini. Penanganan yang keliru tentu saja berakibat pada semakin banyak persoalan yang tak terselesaikan yang justru semakin ruwet dan komplek. Tampaknya kesalahan demikian kesalahan demikian telah berlangsung sekian lama sehingga persoalan yang melanda negeri ini tak kunjung usai dan tuntas. Dibutuhkan perubahan radikal dengan meluruskan cara membaca dan memahami Indonesia sebagaimana mestinya sehingga bangsa ini mampu kembali ke arah gerak yang
P a g e | 36 sesuai dengan cita-cita para pendidi bangsa dan negeri ini tidak kehilangan jati diri. Apa yang kita harapkan untuk Indonesia ke depan adalah negeri ini tidak dipimpin oleh orang-orang yang “buta huruf” sehingga keliru dalam mem-baca Indonesia. Apa yang kita harapkan untuk Indonesia ke depan adalah bahwa kita mendambakan para pemimpin yang memahami hingga berakar akan khasanah kebhinekaan yang telah menjadi urat nadi bangsa ini. Jangan sampai bangsa ini menjadi bangsa yang tercerabut akar budayanya yang telah ribuan tahun bersemayam di bumi pertiwi dan lantas tertancap di atas buminya sendiri budaya-budaya asing yang sesungguhnya tidak sesuai. Sebagai sebuah bangsa besar dengan konteks realitas yang sarat dengan kebhinekaan, Indonesia— dengan pengalaman yang ada—diharapkan mampu menjadi panutan tentang bagaimana mengelola negeri dengan keberagaman sara tingkat tinggi tapi, hingga detik ini, mampu bersatu dalam bingkai sebuah negara kesatuan. Adalah sebuah prestasi yang luar biasa di tengah-tengah berbagai konflik etnis yang melanda di berbagai belahan dunia, negeri ribuan pulau ini masih mampu menunjukkan jatidiri sebagai sebuah bangsa dengan persatuan dan kesatuan yang tetap utuh. Tentu kita tidak ingin Indonesia mengalami situasi yang sering disebut dengan balkanisasi. Kita berharap para nisasi. Kita berharap para pemimpin bangsa ini ke depan bukanlah orang-orang yang “buta
P a g e | 37 huruf” sehingga salah dalam membaca dan memahami Indonesia. Jangan sampai bangsa ini menjadi bangsa yang tercerabut akar budayanya yang telah ribuan tahun bersemayam di bumi pertiwi dan lantas tertancap di atas buminya sendiri budaya-budaya asing yang sesungguhnya tidak sesuai. Perbedaan SARA telah menjadi menu harian dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang plural dan majemuk. Menyikapi keberagaman bukanlah sebuah perkara mudah dan sederhana. Dibutuhkan kearifan dan sikap toleran intensitas tinggi untuk melakukan itu.
P a g e | 38 Membaca Indonesia dengan cara tidak utuh hanya akan menimbulkan distorsi pemahaman tentang bangsa dengan kebhinekaan ini.
P a g e | 39 06 MULTIKULTURALISME INDONESIA ebagai sebuah negara dengan keanekaragaman dan kemajemukan dalam banyak hal, ditengarai Indonesia rawan akan konflik antar warganya. Konflik adalah suatu hal yang amat niscaya dalam sebuah negara dengan berbagai perbedaan sedemikian itu. Sejatinya—jika saja kita menyadari—perbedaan yang memang sudah ada sejak lama di negara ini, bukanlah suatu hal yang harus dipertentangkan. Justru semua itu adalah kekayaan atau aset bangsa yang mesti disyukuri sebagai sebuah rahmat. Bangsa Indonesia sudah ribuah tahun terbiasa hidup dalam perbedaan. Masalah SARA telah menjadi menu harian kehidupan masyarakat yang majemuk. Namun toh demikian, hingga sekarang bangsa ini ma-sih tetap utuh berdiri tegak dalam bingkai NKRI. Hal ini menandakan bahwa rakyat Indonesia telah memiliki kesadaran cukup tinggi akan semangat multikulturalisme. Meski terkadang masih ditingkahi riak-riak peristiwa berbau sara, itu adalah dinamika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Menyadari akan potensi konflik yang bisa muncul sewaktu-waktu, kita tetap harus selalu waspada dengan menjaga kesatuan dan kerukunan antar warga negara dalam berbagai aspek. S
P a g e | 40 Multikulturalisme berasal dari dua kata, yaitu multi (banyak/beragam) dan kultural (budaya atau kebudayaan), yang secara etimologi dapat berarti keberagaman budaya. Budaya yang mesti dipahami, adalah bukan budaya dalam arti sempit, melainkan mesti dipahami sebagai semua bagian manusia terhadap kehidupannya yang kemudian melahirkan banyak wajah, seperti sejarah, pemikiran, budaya verbal, bahasa dan lain-lain. Istilah multikulturalisme juga acapkali digunakan untuk menggambarkan kesatuan berbagai et-nis yang berbeda dalam satu negara. Multikulturalisme adalah sebuah filosofi yang juga terkadang ditafsirkan sebagai ideologi yang menghendaki adanya persatuan dari berbagai kelompok kebudayaan dengan hak dan status sosial politik yang sama dalam masyarakat modern. Istilah multikulturalisme dengan cepat berkembang sebagai objek perdebatan yang menarik untuk dikaji dan didiskusikan karena memperdebatkan keragaman etnis dan budaya, serta penerimaan kaum imigran di suatu negara, yang pada awalnya hanya dikenal dengan istilah pluralisme yang mengacu pada keragaman etnis dan budaya dalam suatu daerah atau negara. Baru pada sekitar pertengahan abad ke-20, mulai berkembang istilah multikulturalisme. Istilah ini setidaknya memiliki tiga unsur, yaitu: budaya, keragaman budaya, dan cara khusus untuk mengantisipasi keanekaragaman budaya tersebut Bangsa Indonesia melalui para founding father, dengan amat briliant dan dengan kearifan telah lama mencermati dan mengantisipasi adanya berbagai per-
P a g e | 41 bedaan tersebut. Mereka telah merumuskan konsep multikulturalsime dalam bingkai nan amat elok melalui semboyan “Bhineka Tunggal Ika”. Sebuah konsep yang mengandung makna yang luar biasa, baik makna secara eksplisit maupun implisit. Secara eksplisit, semboyan tersebut merujuk pada keanekaragaman yang dimiliki oleh bangsa ini, sebagai sebuah bangsa yang multikultural akan tetapi bersatu dalam satu kesatuan yang kokoh. Secara implisit “Bhineka Tunggal Ika” mampu memberikan dorongan moral dan spiritual kepada bangsa Indonesia untuk senantiasa bersatu padu melawan segala bentuk ketidakadilan dan rongrongan dari pihak luar yang mencoba mengobok-obok bangsa ini. Pancasila Sebagai Perekat Indonesia sebagai bangsa merdeka dan berdau-lat dengan bangga selalu mengemukakan Pancasila sebagai ideologi bangsa. Pancasila adalah sebuah ke-nyataan sejarah yang tak dapat dipungkiri telah ber-kontribusi amat besar terhadap keberlangsungan bangsa hingga saat ini. Melalui Pancasila—bangsa Indonesia—dengan sila-sila yang terkandung di dalamnya, mampu menampilkan sistesis harmonis antara berbagai keragaman yang ada dinegeri ini; pluralitas agama, multikultural, kemajemukan etnis, serta ideologi sosial pilitik. Pancasila—sebagai sebuah ideologi—oleh karenanya sangat diharapkan mampu menjadi jalan tengah sekaligus jembatan yang akan menjembatani perbe-daan yang ada. Mampu mengakomodasikan seluruh
P a g e | 42 kepentingan kelompok sosial yang multi etnis dan agama. Termasuk membuka diri dalam memberikan ruang berkembangnya ideologi sosial politik yang pluralistik. Tatkala Indonesia mengalami transisi menuju demokrasi tahun 1998-1999, negara memberi ruang yang lebih luas kepada masyarakat untuk mengekspresikan identitas ideologis sosial politik yang diinginkan menurut kepentingan masing-masing. Segenap warga bangsa menyambut hal ini dengan penuh semangat dan suka cita, dikarenakan memperoleh kebebasan yang selama ini didambakan. Dilain pihak muncul kekawatiran sementara pihak hal tersebut akan memunculkan ketegangan dan gesekan antar golongan. Bahkan sementara pengamat Barat meramalkan bahwa bangsa Indonesia berpotensi untuk mengalami “Balkanisasi”. Kenyataannya hingga saat ini bangsa Indonesia masih kokoh bertahan dengan identitas kebangsaannya sebagai bangsa yang majemuk dengan beragam perbedaan dan tetap berdiri tegak sebagai negara kesatuan yang berdaulat. Hal ini menunjukkan bahwa multikulturalisme telah lama berakar dan mendarah daging di benak warga bangsa Indonesia. Landasan Multikulturalisme Memperhatikan kondisi bangsa Indonesia ter-kini dan untuk mengantisipasi terjadinya disintegrasi bangsa, tampaknya pemerkuatan multikulturalisme merupakan hal yang mendesak.
P a g e | 43 Multikulturalisme memberi ruang kepada segenap komponen bangsa untuk memiliki semangat penghargaan terhadap heterogenitas, dialog kultural, toleransi, dan keterbukaan yang kritis. Memampukan diri untuk memandang sesama anak bangsa sebagai sau-dara yang harus dirang-kul, bukan sebagai musuh yang harus dipukul apalagi dihancurkan. Pemerkuatan multikultularisme agar berjalan efektif dan berdaya guna, kiranya perlu berlandaskan pada lima pilar berikut; Pertama, berpegang pada kebenaran dan beru-saha memperjuangkannya. Pengungkapan kebenaran mesti dalam rangka kebaikan bersama tanpa mengorbankan pihak lain. Kebenaran yang dipraktekkan dengan cara demikian akan dapat mengatasi sekat-sekat perbedaan paham, aspirasi, ras, suku, ideologi bahkan keyakinan agama. Kedua, melakukan tugas dan kewajiban dengan orientasi demi kepentingan dan kebaikan masyarakat, bukan pribadi dan golongan. Menumbuhkan kesadaran akan pentingnya rasa cinta dan sikap patriot terhadap tanah air, bangsa dan negara. Ketiga, menyebarkan rasa damai setiap saat yang bersumber dari kesadaran dan ketulusan. Memiliki visi Bangsa Indonesia sudah ribuah tahun terbiasa hidup dalam perbedaan. Semua itu adalah kekayaan atau aset bangsa yang mesti disyukuri sebagai sebuah rahmat.
P a g e | 44 yang memancarkan kesucian jiwa yang meng-hasilkan kedamaian dan kebahagiaan bagi semua. Tiada lagi perasaan iri hati dan dengki, serta bisa memperlakukan semua anak bangsa secara adil tanpa dibayangi ikatan primordialisme. Keempat, memupuk cinta kasih murni tanpa ego. Berjiwa besar, mengakui persaudaraan antar manusia, memperlakukan semua orang sebagai saudara dan mencintai sesama sebagaimana mencintai diri sendiri. Kelima, cinta damai dan anti kekerasan. Kekerasan hanya akan mengundang munculnya kekerasan baru. Dengan anti kekerasan setiap orang atau kelompok sebagai komponen bangsa ini akan dapat menata diri secara inklusif, mengedepankan penerimaan tanpa diskriminasi, serta menghindari persaingan yang memicu konfik kepentingan. Perbedaan akan selalu muncul sebagai akibat adanya pluralitas budaya, etnis, sistem nilai dan agama. Perbedaan mesti disikapi dengan dialog demi menemukan titik temu dan konsensus bukan dengan kekerasan atau penghancuran satu dengan lainnya. Dalam konteks ini multikulturalisme relevan untuk diterapkan dalam masyarakat majemuk seperti Indonesia.
P a g e | 45 Mereka (founding fathers) telah merumuskan konsep multikulturalsime dalam bingkai nan amat elok melalui semboyan “Bhineka Tunggal Ika”. Sebuah konsep yang mengandung makna luar biasa, baik makna secara eksplisit maupun implisit.
P a g e | 46 Memampukan diri untuk memandang sesama anak bangsa sebagai saudara yang harus dirangkul, bukan sebagai musuh yang harus dipukul apalagi dihancurkan.
P a g e | 47 07 BONUS DEMOGRAFI INDONESIA alah satu tantangan berat bagi bangsa Indo-nesia dewasa ini adalah masalah demografi. Dengan penduduk 240 juta lebih, Indonesia dewasa ini menempati urutan ke 4 sebagai negara terpadat di dunia, setelah China, India, dan Amerika Serikat, sekaligus tercatat sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Tantangan bahkan semakin pelik dan komplek tatkala saat ini negara kepulauan tersebar di dunia ini tengah dan akan menikmati apa yang disebut sebagai bonus demografi. Jumlah penduduk usia produktif akan semakin bertambah secara signifikan. Seiring dengan pertambahan tersebut menyimpan sebuah pertanyakan besar, apakah dengan adanya bonus demo-grafi akan semakin menyejahterakan masyarakat atau sebaliknya? Apa Itu Bonus Demografi Bonus demografi adalah potensi manfaat eko-nomi yang bisa diperoleh karena penduduk didonimasi oleh usia produktif. Tepatnya, tatkala rasio keterganungan di bawah 50, yang artinya setiap 100 orang penduduk usia produktif menanggung kurang dari 50 orang usia nonproduktif. Penduduk usia produktif adalah mereka yang berusia antara 15 hingga 64 tahun. Sedangkan penduS
P a g e | 48 duk usia non-produktif adalah penduduk yang berusia di bawah 15 tahun dan di atas 64 tahun. Bonus demografi merupakan jembatan konsep yang menghubungkan antara demografi dengan ekonomi. Indonesia saat ini sudah dalam periode bonus demografi dengan rasio ketergantungan sekitar 48 orang (100 orang usia produktif menanggung sekitar 48 orang usia nonproduktif). Perlu digarisbawahi bahwa bonus demografi tidak selamanya terjadi dan kemungkinan besar periode ini tidak akan pernah datang kembali. Untuk Indonesia, periode bonus demo-grafi diperkirakan akan berlangsung selama 2012 hingga 2040. Karunia atau Petaka? Sebuah pertanyaan mendasar nan amat menggelitik, apakah bonus demogafi yang didapat negeri ini mampu menjadi karunia atau justru mendatangkan pe-taka? Sebuah pertanyaan yang amat wajar terlontar tatkala kita melihat betapa selama ini permasalahan sekitar kependudukan, utamanya masalah kualitas dan produktivitas tenaga kerja masih menjadi PR besar negeri ini, ditambah lagi masalah pengangguran. Apa jadinya pabila angka pengangguran di sebuah negara tinggi? Tak sulit untuk menjawab; akan muncul permasalahan sosial yang akut. Kekerasan akan muncul dimana-mana kejahatan merajalela. Pendeknya, keresahan masyarakat meluas, yang sewaktu-waktu bisa meledak kapan saja dan dimana saja Pertanyaan lanjutan, tatkala Indonesia menikmati bonus demografi mampukan mengatasi berbagai
P a g e | 49 persoalan ketenagakerjaan yang ada? Jika tidak, bonus demografi justru malah bisa menjadi ancaman serius dan menjadi bom waktu meledaknya persoalan sosial di negeri ini. Hal ini bisa terjadi justru pabila golongan penduduk usia produktif tidak memiliki kualitas, karena mayoritas adalah tenaga kerja tidak terampil, tidak terdidik, dan tidak sehat, akibatnya terjadi pembengkakan jumlah pengangguran kelompok usia produktif. Saat ini begitu banyak permasalahan yang menyangkut kondisi ketenagakerjaan belum tertangani dengan baik. Apa yang akan terjadi pabila pemerintah tidak segera menangani secara amat serius menghadapi era bonus demografi. Mari kita simak fakta komposisi kependudukan Indonesia saat ini. Data BPS (Februari 2014), jumlah penduduk pada jenjang pendidikan SD ke bawah masih tetap mendominasi, yaitu sebanyak 55,3 juta orang (46,80 persen). Sedangkan, penduduk yang bekerja dengan pendidikan diploma sebanyak 3,1 juta orang (2,65 persen), dan penduduk yang bekerja dengan pendidikan universitas hanya sebanyak 8,8 juta (7,49 persen). Melihat data tersebut ternyata tenaga kerja dengan tingkat pendidikan dan keterampilan rendah masih mendominasi. Perlu digarisbawahi bahwa bonus demografi tidak selamanya terjadi dan kemungkinan besar periode ini tidak akan pernah datang kembali. Untuk Indonesia, periode bonus demografi diperkirakan akan berlangsung selama 2012 hingga 2040.