Pengantar Liturgika PENGARUH DARI BALIK MIMBAR PANDUAN PRAKTIS MELAYANI IBADAH MINGGU SALMON PAH
PENGARUH DARI BALIK MIMBAR Teologia Pratika: Ilmu Liturgika Salmon Pah ISBN: 978-978-19033-0-1 Editor: Rosalyna Desain Sampul : Alfred Lay out: Leonard Cetakan kedua 2015 Penerbit NAFIRI SION Publishing Gelanggang Remaja Bulungan, JL. Bulungan, Kelurahan Kramat Pela, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12130 Email: [email protected] Telp. 081358088815 Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apa pun tanpa izin tertulis dari penulis/penerbit sesuai undangundang hak cipta dan moral kristiani. Hak cipta dilindungi oleh undang-undang Dicetak oleh SUMBERJAYA Isi di luar tanggung jawab percetakan
Disertai rasa syukur dan kasih, buku ini dipersembahkan kepada ………………………………………… Dari ………………………………………… Tanggal …………………………………………
Endorsement Liturgi merupakan Matakuliah yang hampir punah dari Kurikulum STT, pada hal, Ilmu ini memiliki kedudukan kunci untuk meneguhkan Ibadah Gereja. Penulis telah berupaya mengukuhkan peran Liturgi dalam buku: "Pangaruh dari Balik Mimbar. Saya yakin, buku ini sangat bermanfaat sebagai sarana pembelajaran untuk meningkatkan kualitas dan praksis Ibadah Jemaat. Dr. Yakob Tomatala, M.Div. M.Mis,. MA Ketua STT Jaffray Jakarta Panggilan untuk melayani melalui balik mimbar adalah pelayanan yang mulia. Pengalaman mengajar dan juga melayani sebagai pemimpin ibadah Pdt. Salmon Pah, M.Th hadir melalui buku kecil ini untuk membawa pengaruh yang lebih luas lagi. Buku ini sangat direkomendasikan kepada semua yang melayani dari balik mimbar maupun bagi mareka yang berupaya untuk merancang liturgi yang dinamis dan kontekstual. Pdt. Francis Nawa Hoke, MTh. Ketua Sekolah Tinggi Alkitab Nusantara (STAN)-Malang Buku ini sangat bermanfaat bagi semua denominasi gereja. Melalui hasil pengamatan Pdt. Salmon yang dituangkan melalui buku PENGARUH DARI BALIK MIMBAR, telah membahas tuntas semua aspek yang berkaitan dengan corak ibadah jemaat yang berbeda (ada 323 Sinode di Indonesia) dengan tujuan agar terwujudnya keesaan gereja. Dan sekalipun setiap denominasi menerapkan pola ibadah yang berbeda-beda namun sama-sama mempermuliakan Kristus selaku kepala gereja yang hidup. Pdt. Dr. Nus Reimas Ketua umum persekutuan gereja-gereja Dan lembaga-lembaga Injili Indonesia (PGLII) Pada umumnya jemaat Tuhan sangat merindukan sesuatu yang dapat membawa berkat dibalik pelayanan mimbar. Melalui buku "Pengauh Dari Balik Mimbar". Pdt. Salmon Pah memberikan petunjuk-petunjuk praktis agar para pelayan dapat memberikan pelayanan yang terbaik bagi jemaat. Doa harapan saya agar buku ini bermanfaat bagi siapa saja yang menggunakannya. Pdt. Firman Hartadi, STh.,MA. Ketua umum Sinode gereja kristen injili Nusantara Gereja masa kini membutuhkan pedoman dalam merancang dan memimpin ibadah-ibadah umat Tuhan. Karena itu saya merekomendasikan buku ini untuk dibaca, sebagai bekal dalam pelayanan, agar setiap anak Tuhan tampil dengan percaya diri, khususnya dalam melayani ibadah minggu. Pdt. Dr. Timotius Kabul, MA. Gembala sidang gereja Baptis Indonesia Getsemani (GBI Getsemand Kediri). Ketua badan pengurus nasional gabungan gereja Baptis Indonesia (BPN GGBI)
Dalam gereja ada yang hanya menekankan pemberitaan Firman, ada yang hanya menekankan Roh Kudus. Ada gereja yang beribadah dengan dinamis, ada gereja beribadah dengan terikat pada liturgi yang ada sangat kaku. Pdt. Salmon Pah melalui buku PENGARUH DARI BALIK MIMBAR memben Jawaban kepada kedua ekstrim tersebut di atas. Karena buku ini juga memberi jawaban yang tepat waktu gereja harus beribadah berdasarkan konteks Firman Allah. Pdt, Dr. Jae Jung LEe Gembala sidang gereja Korea jemaat iman. Kelapa Gading, Jakarta, utusan misi KEHC (The Korean Evangelical Holiness Churchs) Buku PENGARUH DARI BALIK MIMBAR membahas tuntas tiga aspek dari liturgia gereja yaltu aspek historis, aspek teologis dan aspek praktis. Perlu dipelajari oleh calon-calon hamba Tuhan di sekolah teologia agar kelak dapat melengkapi Jemaatnya dengan baik. Pdt Salmon berupaya juga untuk melengkapi gereja-gereja yang ingin menerapkan liturgi yang kontekstual dan dinamis. Baca segera buku ini. Yunus Doloe, S.Pak, MM. Pembimas Kristen Kanwil Kementrian Agama Prov. Jatim Sudah tidak bisa dipungkiri bahwa setiap gereja memiliki "cara" ibadahnya sendiri, tetapi tidak bisa dipungkiri bahwa gereja yang sanggup membuat susunan Ibadah yang kreatif dan dinamis pasti akan mendapatkan hasil yang optimal. Bagaimanakah membuat Ibadah (Liturgl) yang menarik dan dinamis? Jika ini pertanyaan Anda, maka buku PENGARUH DARI BALIK MIMBAR adalah jawabannya. Selamat membaca. Pdt. Gunar Sahari, M.Th. Direktur Nasional SGM Lifewords Indonesia (SGM - Scripture Gift miss)
Ucapan Terima Kasih ertama-tama beryukur kepada Tuhan Yesus Kristus selalu kepala gereja yang hidup atas karunia-Nya yang ajaib. memberi waktu, pengetahuan dan keterampilan dan segala hal kepada saya untuk menuliskan buku ini. Terwujudnya buku ini atas kontribusi banyak pihak, karena itu layak untuk disebut dan diberi apresiasi dengan tulus antara lain: Kepada keluarga inti yang dibentuk Tuhan, istri yang setia Susane Rosalyna menemani hidup dan pelayanan selama 25 tahun berjalan pernikahan kami. Juga kepada kedua putraku Harold dan Hizkia yang setia ikut aktif melayani setiap minggu dan memberi banyak motivasi. Kepada semua anggota Majelis dan Jemaat GKIN Torsina Surabaya dimana penulis menjadi gembala sidang selama 25 tahun. Majelis-majelis gereja yang setia dan yang aktif adalah Ir. Marcus Remiasa, SE, Msi., Ir. Made Sukaartaya, Andre Hage SE, Ibu Purba, Ibu Suandi, bapak Kristian Nanlohi dan bapak Sugiono. Dan semua pengurus gereja yang tidak sempat disebut satu per satu. Para memain musik, singers dan liturgos, serta semua yang aktif melayani Tuhan. Kepada mahasiswa teologia yang pernah menerima materi ini, baik yang masih aktif maupun yang telah menjadi pelayan-pelayan yang berpengaruh melalui pelayanan mimbar gereja yang memberkati banyak orang di seluruh Nusantara. Kepada rekan-rekan kerja ditingkat pengurus harian Sinode Gereja Kristen Injili Nusantara yang memberi dukungan penuh demi penerbitan buku ini yaitu Pdt. Firman hartadi, S. Th, MA, selaku Ketua Umum Sinode GKIN, Pdt. Adieli Halawa, S.Th., Pdt. Raman Tobutu STh; Pdt. Yakobus Muskita S.Th. Kepada bapak Igrea Siswanto, seorang penulis handal di bidang pengajaran terhadap anak-anak sekolah minggu. Beliaulah yang memperjuangkan penerbitan buku ini dan memberi motivasi bagi penulis. Kepada penerbit Nafiri Sion Publishing yang telah menerbit-kan buku ini. kepada para komentator yang dengan sangat antusias membakar semangat pembaca. Mereka yang layak diberi apresiasi berdasarkan panggilan pelayanan dan status mereka yaitu: kepada Bapak Pdt Dr. Nus Raimas (selaku Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja Dan Lembaga-Lembaga Injili Indonesia); Pdt. Dr. Yakob Tomatala, MDiv.,MIS. MA (sebagai Ketua STT Jaffray Jakarta): Pdt. Dr. Timotius Kabul, MA. Gembala sidang Gereja Baptis Indonesia Getsemani (GBI Getsemani) Kediri juga sebagai Ketua Badan Pengurus Nasional Gabungan Gereja Baptis Indonesia (BPN GGBI): Teman dekat penulis bapak Pdt. Francis Nawa Hoke, M.TH (selaku Ketua Sekolah Tinggi Alkitab Nusantara). Bapak Yunus Doloe, S.PAK, MM. (Selaku Pembimas Kristen Kanwil Kementrian Agama Prov. Jatim): Pdt. Dr. Jae Jung Lee, Gembala sidang gereja Korea jemaat IMAN Kelapa Gading, Jakarta juga sebagai Misi KEHC (The Korean Evangelical Holiness Churchs); kepada bapak Pdt. Gunar Sahari, M.Th selaku sahabat dekat. Kepada semuanya Tuhan Yesus akan memberkati dengan berkat dan hikmat surgawi dalam tugas masing-masing. Semoga buku ini dapat menjadi berkat bagi setiap orang yang terpanggil dalam menjalankan tugas mulia, melalui pelayanan di balik mimbar-mimbar gereja masa kini. Salmon Pah P
Dedikasi Karya tulis yang sederhana ini penulis ingin dedikasikan kepada: Tuhan Yesus Kristus selaku kepala gereja yang hidup yang kepada-Nya segala pujian, hormat dan syukur sampai selama lamanya. Kedua orang tua penulis yang telah pulang ke rumah Bapa untuk selamanya. Saul Pah dan Selfina Magdalena Solukh yang telah membesarkan dengan pelukan kasih untuk melayani Tuhan. Kepada keluarga inti yang menemani dengan perhatian, kasih dan dorongan yaitu istri yang setia Susane Rosalyna dan kedua putraku yang adil membantu pelayanan di gereja Harold Alfred Teofilus Pah dan Hizkia Leonard Pah. Tetapi abu dan isi rumahku kami akan beribadah bepada TUHAN! (Yosua 24 159) "Karena itu saudara-saudara, demi bemurahan Allah aku menasihatkan bumu, supaya bumu mempersembahan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup yang badus dan yang berlanan kepada Allah itu adalah ibadahmu yang sejati” (Roma:1)
Kata Pengantar stilah liturgia (liturgika) tidak asing lagi di teliga para mahasiswa teologia, hambahamba Tuhan (Pendeta) bahkan termasuk kaum awam (yang tidak belajar di sekolah teologia). Oleh karena istilah ini memiliki keterkaitan erat dengan pelayanan ibadah khususnya guna melengkapi calon-calon hamba-hamba Tuhan di gereja-gereja lokal, maka kurikulum di sekolah-sekolah teologia khususnya program studi kependetaan, diwajibkan sebagai salah satu matakuliah yang harus diambil oleh mahasiswa. Tujuannya adalah agar calon-calon hamba-hamba Tuhan ketika terjun ke dunia pelayanan kegerejaan, mereka telah dibekali dengan pengetahuan yang memadai sehingga menjadi terampil dalam pelayanan. Istilah liturgia selalu memiliki keterkaitan erat dengan ibadah jemaat, yaitu berbicara tentang seluruh tata cara umat Tuhan beribadah. Untuk gereja-gereja Luteran, Calvinis atau reformatoris sudah tidak asing lagi dengan istilah "liturgy" sebagai tata cara beribadah atau "liturgos" (pemimpin pujian/ibadah), namun bagi gereja gereja dari denominasi beraliran Pentakosta dan Karismatik lebih familiar dengan istilah "susunan acara ibadah" dan istilah "WORSHIP leader" (WL) atau Song Leader sebagai pemimpin ibadah. Tetapi tetap dengan maksud yang sama yaitu memiliki keterkaitan erat dengan ibadah dan pemimpin ibadah. Istilah liturgi dalam pemahaman awam yaitu tata ibadah saja. Di beberapa denominasi gereja, peranan kaum awam justru sangat mendominasi khususnya sebagai pemimpin liturgi atau pelaku liturgia gereja (misalnya: Song Leader/WORSHIP leader), singers, paduan suara, pemusik) dlsb. Oleh karena itu pengetahuan tentang liturgika kini bukan saja penting bagi mereka yang sedang studi di sekolah teologia, tetapi penting juga bagi mereka yang tidak memiliki kesempatan belajar di sekolah teologia. Hal penting yang dibutuhkan masa kini adalah kita harus belajar memahami kembali apa yang dimaksudkan dengan liturgi itu sendiri. Karena dengan pemahaman yang benar akan menolong seseorang untuk melakukan sesuatu dengan benar, maka sangat penting seseorang mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan ibadah jemaat agar dapat memimpin ibadah dengan benar. Dalam rangka upaya untuk memahami konsep ibadah yang benar, maka kita harus menyoroti semua aspek yang berkaitan dengan liturgi (susunan acara ibadah) baik dari aspek historis, aspek teologis maupun aspek praktis. Dan semuanya ini akan dibahas secara tuntas dalam buku kecil ini. Karena itu diharapkan pemahaman ini tidak hanya dipahami oleh mereka yang belajar di sekolah-sekolah teologia tetapi juga bagi semua orang yang terlibat dapat pelayanan. Penulis sangat berbeban untuk melengkapi setiap orang yang terpanggil untuk menjalankan pelayanan yang mulia ini yaitu bukan hanya memimpin acara ibadah melainkan turut serta dalam merancang sebuah liturgi yang kontekstual berdasarkan perkembangan zaman. Berdasarkan kebutuhan di atas maka penulis tergerak untuk menyajikan karya tulis yang sederhana ini. Dengan harapan dapat melengkapi kebutuhan litelatur yang sangat minim di perpustakaan-perpustakaan sekolah teologia. Juga untuk melengkapi kaum awam yang aktif dalam pelayanan. Dalam upaya mengembangkan pemahaman yang benar tentang liturgia (acara ibadah) gereja, maka buku "Pengaruh Dari Balik Mimbar" hadir untuk menjawab kebutuhan tersebut. I
Istilah "pengaruh digunakan mengingat bahwa liturgi memang memiliki pengaruh yang sangat penting bagi umat Tuhan di seluruh dunia, yang memiliki kewajiban untuk beribadah setiap minggu. Sedangkan pengertian "dari balik mimbar" digunakan karena semua pelayan (pengkhotbah, liturgos/WL, pemusik, para penyanyi) memiliki peran masing-masing demi kelancaran pelaksanaan Ibadah. Jadi dapat disimpulkan bahwa pengaruh dari liturgi sangat besar bagi kehidupan spiritualitas setiap orang yang hadir dalam beribadah. Tulisan ini juga diharapkan dapat memberi kontribusi yang sangat signifikan bagi pemikiran dalam upaya untuk memformulasikan suatu bentuk liturgi yang dapat menjawab kebutuhan umat saat beribadah (yang kontekstual). Selamat melayani gereja Tuhan, selamat beribadah dan kiranya Tuhan Yesus selaku kepala gereja yang hidup akan memberkati gereja-Nya. Penulis Salmon Pah
Daftar Isi Endorsement................................................................................................ 6 Ucapan Terima Kasih................................................................................... 9 Dedikasi ....................................................................................................... 12 Kata Pengantar ............................................................................................ 13 Daftar Isi....................................................................................................... 17 Pendahuluan ................................................................................................ 21 Bagian Pertama Aspek Historis Liturgia Gereja Bab I Penggunaan Istilah Liturgia Gereja................................................... 25 A. Penggunaan Istilah Liturgia Secara Umum........................... 26 B. Penggunaan Istilah Liturgia Secara khusus ......................... 27 Bab II Sejarah Perkembangan Liturgia Gereja............................................ 33 A. Liturgia Zaman Permulaan .................................................... 33 B. Liturgia Pada Zaman Keemasan (Tahun 313-500) .............. 39 C. Liturgia Zaman Pertengahan (Tahun 600-1500) ................... 41 D. Liturgia Zaman Reformasi (Tahun 1600-1700) ..................... 43 E. Liturgia Sesudah Reformasi ................................................. 45 F. Liturgia Masa Kini.................................................................. 46 Bab III Spirit Ibadah dari Masa ke Masa....................................................... 48 A. Spirit Ibadah Perjanjian Lama................................................. 48 B. Spirit Ibadah Perjanjian Baru .................................................. 52 C. Spirit Ibadah Reformasi .......................................................... 54 D. Spirit Ibadah Masa Kini........................................................... 56 Bagian Kedua Aspek Teologis Liturgia Gereja Bab IV Pedoman Merancang Liturgia Gereja yang Kontekstual ................. 63 A. Jadikan Alkitab Sebagai Dasar Beribadah.............................. 64 B. Ikuti Dogma Gereja Masing-Masing........................................ 65 C. Pertahankan Nilai Persekutuan .............................................. 66 D. Jangan Lupakan Sejarah........................................................ 67 E. Wujudkan Misi Gereja............................................................. 68 F. Pertimbangkan Budaya Lokal ................................................. 69 G. Ikuti Dinamika Kehidupan Jemaat .......................................... 69 Bab V Bentuk-bentuk Liturgia Gereja Masa Kini .......................................... 71 A. Bentuk Liturgia Formal............................................................ 71 B. Bentuk Liturgia Bebas............................................................. 79 C. Bentuk Liturgia Fleksibel......................................................... 83
Bab VI Unsur-unsur Penting Dalam Liturgia Gereja..................................... 86 A. Votum dan Salam ................................................................... 87 B. Introitus................................................................................... 88 C. Doa-Doa ................................................................................. 89 D. Berita Anugerah Ddn Petunjuk Hidup Baru............................. 91 E. Nyanyian Jemaat .................................................................... 91 F. Pembacaan Alkitab Dan Kotbah ............................................. 92 G. Korban Persembahan............................................................. 92 H. Pengakuan Iman..................................................................... 93 I. Berkat ..................................................................................... 93 Bagian Ketiga Aspek Praktis Liturgia Gereja Bab VII Liturgia Pada Hari-hari Khusus........................................................ 97 A. Hari-Hari Nasional .................................................................. 97 B. Tahun Gerejani/Kelender Gereja ............................................ 98 Bab VIII Simbol-simbol Liturgia Gereja........................................................ 104 A. Peralatan Ibadah..................................................................... 105 B. Pakaian Liturgia ...................................................................... 106 C. Warna Dalam Liturgia ............................................................. 108 D. Logo Dalam Liturgia ................................................................ 110 Bab IX Jenis-jenis Liturgia Gereja ................................................................ 119 A. Liturgia Perjamuan Kudus....................................................... 119 B. Liturgia Baptisan/Sidi .............................................................. 122 C. Liturgia Penyerahan Anak Atau Baptisan Anak ...................... 125 D. Liturgia Pernikahan................................................................. 126 E. Liturgia Peneguhan Pengurus Gereja..................................... 131 F. Liturgia Pentahbisan Gedung Gereja...................................... 133 G. Liturgia Perkabungan.............................................................. 136 Bab X Pelaku pelaku Liturgia Gereja............................................................ 138 A. Pemimpin Ibadah.................................................................... 138 B. Pangkhotbah........................................................................... 141 C. Para Penyanyi Khusus............................................................ 145 D. Pengiring Musik ...................................................................... 148 Kepustakaan ................................................................................................ 152 Lampiran 1 Doa Bapa Kami ......................................................................... 155 Lampiran 2 Pengakuan Iman Rasuli ............................................................ 156 Lampiran 3 Pengakuan Iman Nicea-Konstantinopel .................................... 158 Lampiran 4 Contoh Tata Ibadah Bentuk Formal .......................................... 160 Lampiran 5 Contoh Tata Ibadah Bentuk Bebas ........................................... 169 Lampiran 6 Contoh Tata Ibadah Bentuk Fleksibel ....................................... 172 Tentang Penulis ........................................................................................... 175
Pendahuluan enyadari akan pentingnya peran seorang pemimpin yang dapat mengatur dan dengan penuh tangung jawab dapat melaksanakan ibadah umat Allah (Jemaat) pada setiap hari minggu, maka masalah ibadah baik secara teknis (persiapan) maupun secara prinsip (pemahaman teologis) perlu mendapat perhatian yang serius. Artinya baik sebelum atau pada saat dan sesudah pelaksanaan ibadah harus dipersiapkan atau diatur dengan sebaik-baiknya. Karena itu semua unsur yang terkait dalam pelayanan ibadah tetap dipandang sama pentingnya dan harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab. Tugas dan tanggung jawab memimpin ibadah pada setiap hari minggu sangat penting. Di beberapa gereja tertentu masalah ibadah bukan hanya menjadi tanggung jawab Pendeta/Hamba Tuhan saja, tetapi juga melibatkan majelis atau jemaat (awam) dalam memimpin ibadah (sebagai liturgos atau Song Leader). Berdasarkan pengalaman penulis sebagai dosen liturgika di sekolah teologia, maka dirasa pentingnya sebuah buku panduan bukan hanya bagi mahasiwa teologia tetapi juga bagi para pelayan (pendeta, majelis, penatua, diaken, pemimpin pujian) agar dapat tampil dengan terampil dalam menjalankan pelayanan gereja. Ibadah Jemaat harus dipandang sebagai hal yang sangat vital dalam kehidupan umat Tuhan, hal ini terbukti dengan waktu beribadah sebagai hal yang wajib dilakukan setiap minggu di setiap gereja. Hari minggu dapat dipandang dari dua sisi yaitu hani sabat (perhentian untuk berbakti dan menyembah nama tetapi juga juga sebagai hari kemenangan Kristus yang telah bangkit. Hari minggu menjadi hari yang sangat penting apalagi bagi umat Tuhan yang berada di kota besar yang sibuk dengan rutinitas kehidupan. Dari latar belakang pemahaman inilah maka setiap pelaksanaan ibadah harus diatur dengan baik. Pengaturan ibadah yang baik (liturgi) akan berdampak pada terwujudnya hubungan yang intim antara Allah dan manusia sehingga memberi spirit baru memasuki hari demi hari. Demi tujuan di atas, maka penulis berupaya semaksimalmmungkin untuk melengkapi para pemimpin (para pelayan jemaat) gereja agar memiliki wawasan dan keterampilan dalam melaksanakan pelayanan di bidang ibadah jemaat. Pada bagian pertama memuat pengertian dan sejarah liturgia (dari abad permulaan sampai masa kini). Bagian kedua, membahas tentang landasan teologis sebagai patokan dasar dalam upaya penerapan liturgia gereja yang kontekstual. Sedangkan pada bagian ketiga buku ini mengungkapkan tetang penerapan aspek praktis dalam kebanyakan gereja masa kini termasuk menjelaskan tentang tugas, kualifikasi dan persiapan dari para pelaku liturgia. Pada akhir buku ini penulis lampirkan Pengakuan Iman", "Doa Bapa Kami" dan contoh liturgia bentuk formal, bebas dan bentuk fleksibel. Besar harapan penulis bahwa materi ini bermanfaat bagi siapa saja yang terpanggil dalam menjalankan pelayanan ibadah jemaat. Karya tulis yang sederhana ini tidak lepas dari kekurangan oleh sebab itu berbagai kritik, saran yang membangun sangat diharapkan guna penyempurnaannya. Selamat melayani demi kemuliaan Namna Yesus Kristus selaku Kepala gereja yang hidup. Salmon Pah P
BAGIAN PERTAMA ASPEK HISTORIS LITURGIA GEREJA Bab 1 Penggunaan istilah liturgia gereja Bab 2 Sejarah perkembangan liturgia gereja Bab 3 Spirit ibadah dari masa ke masa
BAB 1 PENGGUNAAN ISTILAH LITURGIA GEREJA unia selalu berubah-ubah mengikuti perkembangan zaman dan perubahan selalu terlihat dalam berbagai aspek kehidupan. Gereja masa kini dituntut harus mampu mengantisipasi semua perubahan yang terus terjadi dengan tetap mempertahankan panggilan gereja dalam hal: Koinonia (bersekutu), Marturia (bersaksi) dan Diakonia (melayani). Berkaitan dengan panggilan gereja maka gereja harus dapat menerapkan liturgia yang kontekstual. Karena itu sebelum menerapkan liturgl yang kontekstual dibutuhkan pemahaman yang jelas dan mendalam tentang semua aspek yang berkaitan dengan liturgia gereja. Istilah Liturgia di kalangan kekristenan memang tidak asing lagi, bahkan sampai pada tingkat jemaat awam pun memahami bahwa liturgi selalu berkaitan dengan ibadah jemaat, baik yang berhubungan dengan ibadah minggu maupun pada harihari lain di sepanjang minggu. Dengan memahami penggunaan istilah liturgia maka akan memudahkan kita nantinya dalam merancang sebuah model liturgia yang relevan dengan kebutuhan kita dalam hal beribadah. Karena itu melalui bab ini penulis mengajak pembaca untuk mendalami penggunaan istilah baik secara umum maupun secara khusus. Penggunaan secara umum yaitu penggunaan istilah di luar dunia kekristenan, sedangkan penggunaan secara khusus yaitu pengunaan istilah di lingkungan kekristenan baik sejak perjanjian lama, perjanjian baru hingga masa kini. A. Penggunaan istilah liturgia secara umum Untuk memberikan suatu gambaran secara umum bagi kita, maka penggunaan istilah liturgia harus dipahami berdasarkan konteks, kapan istilah itu digunakan. Karena itu kita akan mencoba memahaminya berdasarkan konteks zaman pemerintahan Romawi dan menurut Aristoteles serta penggunaan dalam sejarah perkembangannya hingga saat ini. 1. Penggunaan Istilah Pada Zaman Pemerintahan Romawi Secara etimologi istilah liturgia berasal dari bahasa Yunani: leitourgia. Kata leitourgia berasal dari dua kata, yaitu ergon artinya melayani atau bekerja demi kepentingan bangsa dan laos, artinya bangsa, masyarakat, persekutuan umat. kata laos dan D
ergon diambil dari kehidupan masyarakat Yunani kuno sebagai kerja nyata rakyat kepada bangsa dan Negara. Jadi leitourgia dapat diartikan “pekerjaan rakyat demi kepentingan bangsanya atau bakti rakyat". Karena itu pada masa pemerintahan Kaisar-Kaisar Roma, liturgia itu diperluas pengertiannya menjadi suatu sistim pajak yang diwajibkan sehingga tidak dirasakan lagi oleh rakyat sebagai suatu karya bakti atau pelayanan kepada masyarakat tetapi suatu beban yang berat. Pada zaman dahulu warga negara yang kaya selain membayar pajak kekayaan kepada pemerintah tetapi juga melayani (liturgia) masyarakat. Secara praktis kita melihat peran masyarakat (yang kaya) berupa membayar pajak. membela negara dari ancaman musuh atau wajib militer. Hal ini termasuk liturgia yang diwajibkan dalam pemerintahan Romawi. 2. Penggunaan istilah liturgia menurut Aristoles Aristoteles (seorang filsuf) menggunakan istilah liturgia dalam arti pelayanan biasa yaitu pelayanan budak-budak untuk tuan mereka; pelayanan tenaga-tenaga buruh untuk majikan. Suatu pelayanan yang dilakukan oleh mereka yang dari level bawah kepada mereka yang berada pada level atas. 3. Penggunaan istilah liturgia dalam perkembangannya Dalam perkembangan lebih lanjut istilah liturgia mendapat arti baru yang berkaitan dengan arti kultis. Penggunaannya berkaitan dengan pelayanan ibadah (kultus) kepada dewa-dewa (persembahan korban). Demi keselamatan, maka rakyat perlu mempersembahkan korban kepada dewa-dewa, hal ini dipandang sebagai liturgia (pelayanan kepada dewa-dewa). Oleh karena istilah liturgia memiliki keterkaitan dengan pelayanan terhadap dewa-dewa, maka orang kristen mula-mulapun menggunakan istilah ini dalam keterkaitan dengan pelayanan. B. Penggunaan istilah liturgia secara khusus Penggunaan istilah liturgia tidak hanya dipahami secara umum tatapi juga secara khusus. Penggunaan istilah secara khusus yang dimaksudkan adalah penggunaan istilah liturgia dalam konteks zaman perjanjian lama oleh orang Lewi dan para Imam dan penggunaan pada zaman perjanjian baru/zaman gereja hingga zaman reformasi sampai masa kini. 1. Penggunaan istilah liturgia dalam perjanjian lama Dalam perjanjian lama (Septuaginta: Perjanjian lama yang diterjemahkan dalam bahasa Yunani), memberi beberapa keterangan yang dapat diartikan sebagai liturgia (pelayanan) antara lain: a. Orang-orang Lewi: Suku Lewi adalah suku yang secara khusus ditugaskan untuk melayani seluruh umat Allah. Mereka melakukan pelayanan (leitourgein) sebagai imam (Bilangan 8:22; 18:21-23). Orang Lewi bertugas untuk menyelenggerakan kebaktian dan "melayani" (Ulangan 18:7). b. Imam-Imam: Para Imam bertugas sebagai "pelayan" (leitourgein) untuk melayani mezbah dalam nama Tuhan (Yoel 1:13).
Jadi dapat disimpulkan bahwa peranan kaum Lewi dan para Imam sangat menonjol dalam mengatur pelayanan sesempurna mungkin. Karena itu dalam Septuaginta kata kerja leitourgia berarti "melayani" yaitu dalam ibadah kepada Allah. Dalam konteks perjanjian lama pelayanan yang dilakukan berdasarkan cata/aturan yang berlaku pada zaman itu dan bila dibandingkan dengan zaman sekarang maka liturgi di rumah ibadat zaman dahulu lebih ketat. Konsep penyembahan terhadap YAHWE yang hidup harus dibedakan dengan penyembahan terhadap ilah-ilah zaman itu. Konsep ibadah dalam perjanjian lama yang dilakukan oleh umat Israel yang diwariskan oleh para leluhur mereka (Abraham, Ishak dan Yakub). Dari ibadah yang tadinya tidak memiliki tempat ibadah permanen namun berkembang dengan menggunakan tempat permanen. Dari ibadah di tenda-tenda hingga di Bait Allah. Umat Allah memandang Allah sebagai pusat kehadiran Allah, Karena itu semua orang harus datang beribadah dengan rasa hormat dan takut di Bait Allah. Karena ibadah dalam perjanjian lama lebih menekankan ibadah formal (terikat pada aturan) dan dijalankan denganpenuh hormat tanpa cacat atau cela. Kerena itu apabila kita memperhatikan konteks ibadah perjanjian lama, maka dapat kita jadikan acuan untuk memperoleh pengertian yang jelas tentang liturgia gereja. 2. Penggunaan istilah liturgia dalam perjanjian baru Dalam perjanjian baru kita temui ada beberapa istilah yang digunakan dalam kaitan erat dengan liturgia antara lain: Latreia artinya pekerjaan upahan atau pelayanan kepada dewa-dewa (Roma 1:25); Para Imam masuk ke bait Allah untuk melayani (Ibrani 9.1, 6); persembahan seluruh hidup sebagai korban kepada Allah (Roma 12:1). Tneskeia artinya pemujaan, penyembahan (Kisah Para Rasul 26:5; Kolose 2:18) atau menyambah. Douleuin artinya bekerja atau melayani sebagai seorang hamba (menggambarkan hubungan antara tuan/Allah dan hamba/manusia). Leitourgia artinya pelayanan untuk bangsa, pelayanan umat kepada Allah, sesama dan dunia. Dokter Lukas menggunakan istilah liturgia sebagai suatu ibadah, doa dan puasa (Lukas 1:23). Paulus sendiri mengunakan istilah liturgia sebagai pekerjaan pelayanan kepada bangsa-bangsa bukan Yahudi (Roma 15:27; 2 Korintus 9.12) serta sebagai pekerjaan kerasulan Paulus (Filipi 2:17). Penulis Ibrani menggunakan beberapa istilah yang berkaitan dengan pelayanan dan Ibadah (Ibrani 8:6, 9:21. 10:11). Dari penyelasan di atas dapat disimpulkan bahwa penggunaan istilah liturgia dalam perjanjian baru lebih luas artinya yaitumemiliki keterkaitan dengan beribadah, melayani dan menyembah dan semuanya dalam keterkaitan antara manusia dengan Allah yang hidup. 3. Penggunaan istilah liturgia dalam lingkungan reformasi
Dalam perkembangan lebih lanjut istilah liturgia dipakai untuk menunjuk kepada kehidupan orang Kristen Menunjuk pada tugas dan jabatan Penatua atau Uskup dalam menjalankan pelayanan pelayanan. Selanjutnya pada zaman reformasi (1550) istilah liturgia diambil alih dari gereja Anglikan dan Ortodoks Yunani dan dipakai dalam lingkungan reformasi. Oleh para reformator selanjutnya menggunakan istilah "leiturgia" dalam gereja lebih ditekankan pada "tata ibadah". 4. Penggunaan istilah liturgia dalam dunia Theologia Penggunaan istilah liturgia dalam dunia theologia sebagai istilah teknis untuk menunjuk pada "tata aturan dalam hal ibadah jemaat", khususnya ibadah pada hari minggu (ibadah Raya) serta ibadah-ibadah lainnya yang behubungan dengan keseluruhan umat. Matakuliah liturgika sebagai salah satu matakuliah yang diwajibkan bagi semua sekolah theologia di Indonesia, dengan tujuan agar dapat meperlengkapi mahasiswa sebagai calon pelayan-pelayan yang akan melayani gereja Tuhan. 5. Penggunaan istilah liturgia pada masa kini. Selain istilah liturgia, kata dalam bahasa Indonesia yang sejajar ialah "kebaktian". Ke-bakti-an dari bahasa Sansekerta, "bhakti" ialah perbuatan yang menyatakan setia dan hormat seluruh umat Kristiani. Istilah ini telah diterima dalam kaitan erat dengan ibadah-ibadah Kristen (tata ibadah). Kata liturgia sendiri baru dimasukkan sebagai perayaan ibadah gereja sekitar abad ke-12. Selalin kata "bhakti" kita juga gunakan kata "ibadah". Kata ibadah, berasal dari bahasa Arab, yakni ebdu atau abdu (abdi =hamba). Kata ini sejajar dengan bahasa Ibrani, yakni abodah (ebed = hamba). Artinya perbuatan untuk menyatakan bakti kepada Tuhan. Ibadah terkait serat-eratnya dengan suatu kegiatan manusia kepada Allah, yakni dengan pelayanan kepada Tuhan. Orang Kristen masa kini (awam), memahami Liturgia sebagai "susunan acara ibadah", sekalipun demikian haruslah dipertahankan arti kultis di dalamnya yaitu sebagai wujud ibadah kepada Allah yang hidup. Kita dipanggil secara khusus untuk mengabdi dan melayani Allah karena itu dalam hal melayani perlu ada aturan yang jelas sehingga pelayanan itu dijalankan dengan terampil dan efektif. Dalam pengertian inilah, maka liturgia dapat dilihat sebagai hal yang penting dalam ibadah Kristen masa kini.
BAB II SEJARAH PERKEMBANGAN LITURGIA GEREJA etelah kita memperoleh gambaran rinci tentang penggunaan istilah liturgia dalam berbagai konteks sejak abad pertama hingga kini maka sebaiknya kita telusuri lebih dalam tentang format liturgia sejak awal sampai masa kini. Untuk memahami sejarah perkembangan liturgia, maka pada bagian ini akan dijelaskan secara singkat sejarah liturgia dari zaman Yesus, gereja mula-mula sampai abad pertengahan dan masuk ke zaman reformasi serta perkembangannya hingga masa kini. Penelusuran terhadap sejarah liturgia akan bermanfaat bagi kita untuk selalu menghargai nilai-nilai sejarah dan menolong kita dalam upaya merekonstuksi sebuah tata ibadah yang relevan dengan perkembangan zaman. A. Liturgia Zaman Permulaan Mempelajari liturgia zaman perjanjian baru sangat menarik karena kita mengenal sebuah proses sejarah dari zaman Yesus sampai lahirnya gereja dan zaman bapakbapak gereja, liturgia masih memiliki format yang sama dan hanya mengalami sedikit perubahan. 1. Liturgia Sinagoge Sinagoge terdapat di hampir seluruh kekaisaran Romawi, disinilah tempat untuk berkumpul umat Yahudi untuk beribadah setiap hari Sabat. Yesus bersama muridmurid-Nya pun dengan setia selalu datang ke Sinagoge-sinagoge, bahkan Yesus sendiri turut mengambil bagian dalam liturgi Sinagoge. Dalam Lukas 4:15-21 menjelaskan bahwa Yesus diberi gulungan kitab Yesaya untuk dibacakan. Tuhan Yesus sudah terbiasa dengan format liturgia yang digunakan pada masa itu. Sangat menarik bahwa Tuhan Yesus tidak menolak format atau bentuk liturgia yang sudah ada. Informasi yang kita peroleh bahwa seperti biasanya Yesus masuk ke rumah ibadat. Lukas 4:15-21. "Sementara itu la mengajar di rumah-rumah ibadat di situ dan semua orang memuji Dia 16 la datang ke Nazaret tempat la dibesarkan, dan menurut kebiasaan-Nya pada hari Sabat la masuk ke rumah ibadat, lalu berdiri hendak membaca dari Alkitab. 17 Kepada-Nya diberikan kitab nabi Yesaya dan setelah dibuka-Nya, la menemukan nas, di mana ada tertulis: 18 "Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab la telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orangorang miskin; dan la telah mengutus Aku 19 untuk memberitakan pembebasan S
kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang." 20 Kemudian la menutup kitab itu, memberikannya kembali kepada pejabat. lalu duduk, dan mata semua orang dalam rumah ibadat itu tertuju kepada-Nya. 21 Lalu la memulai mengajar mereka, kata-Nya: "Pada hari ini genaplah nas ini sewaktu kamu mendengarnya." Contoh bentuk liturgia Sinagoge pada zaman Tuhan Yesus: a. Doa pembukaan b. Pembacaan kitab Taurat c. Nyanyian Mazmur d. Pembacaan kitab Nabi-Nabi e. Pelayanan Firman f. Pengakuan Iman g. Pujian (Yesaya 6:3) h. Berkat (Bilangan 6:24-26) Liturgia Yahudi ini berfokus pada pelayanan Firman, unsur pujian hanya dua kali. Harus dipahami juga bahwa liturgi ini merupakan kebiasaan umat Yahudi pada zaman Tuhan Yesus. 2. Liturgia gereja perjanjian baru (abad pertama) Sumber-sumber acuan bagi liturgi gereja perjanjian baru masih mengacu pada teladan Yesus, dan kebiasaan liturgia Yudaisme serta praktek keagamaan Romawi (Yunani). Sumber- sumber Yunani misalnya: Tentang baptisan, pengusiran Setan dan pengurapan. Karena itu kita harus akui bahwa liturgia gereja mula-mula masih memiliki keterkaitan dengan liturgia Sinagoge. Liturgia gereja terus berkembang berdasarkan sifat Injil Kristus. dengan spirit bahwa Tuhan Yesus selalu hadir dimana dua atau tiga orang berkumpul dalam nama-Nya yang didasarkan pada Matius 18 20 ("Sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka"). Perkembangan liturgia gereja dapat terlihat melalui tempat ibadah bagi umat Perjanjian Baru di tiga tempat yang berbeda antara lain: oBait Allah (Kisah Para Rasul 3.1.3:26:21). oSinagoge (Lukas 4:15: Kisah Para Rasul 13:14) oRumah Lukas 24:33; Kisah para rasul 12:12; Kolose 4:15. Ada beberapa unsur dalam ibadah pada zaman perjanjian baru yang dianjurkan (tidak berurutan) yang kita kenal sampai masa kini antara lain: a. Doa syafaat (1 Timotius 2:1, 2; Galatia 4:6; Roma 8:15) b. Syukur (1 Timotius 1:18; 1 Tesalonika 5:18) c. Pengakuan Iman (Filipi 2:6-11: Roma 10:4; 1 Korintus 15:3-4) d. Pujian (Roma 8:31-34; 11:33-36) e. Nyanyian (Efesus 5:19; Kolose 3:16) f. Baptisan (Roma 6:3, 4; Efesus 4:14) g. Perjamuan (1 Korintus 10:21: 11:20) h. Amin (1 Korintus 14:16; Wahyu 5:14)
Dalam 1 Korintus 14:26 Paulus memberi nasehat agar dalam Setiap pertemuan (ibadah) hendaklah tiap-tiap jemaat mempersembahkan sesuatu antara lain : Yang seorang Mazmur (nyanyian puji-pujian), yang lain pengajaran (khotbah) atau penyataan (Wahyu) Allah, bahasa roh (glosolali) dan penafsiran bahasa roh. Apabila dikombinasikan unsur-unsur yang diambil dari zaman Tuhan Yesus dan dari zaman gereja mula-mula maka akan terbentuk suatu formula tata ibadah yang bermanfaat berdasarkan perkembangan zaman. Tetapi secara prinsip semuanya harus berjalan dengan “sopan dan teratur dan untuk membangun iman jemaat”. 3. Liturgia zaman bapak-bapak gereja Melalui ajaran bapa-bapa gereja kita memperoleh data tentang sejarah perkembangan liturgia. a. Ajaran ke 12 rasul (Didakhe) Didakhe (Yun: pengajaran) dikarang kira-kira Tuhan. 100 M sebagai buku "Katekismus", terdiri dari 15 pasal. Dalam buku ini kita jumpai pengajaran tentang baptisan, puasa, doa, ibadah dan perjamuan kudus. b. Surat dari Plinius Plinius sebagai Gubernur di propinsi Pontus dan Bitinia menulis surat kepada Kaisar Trayanus tentang perjamuan kudus yang diadakan orang Kristen serta ibadah Kristen yang pada hari minggu pagi dan Sore. Plinus ingin menjelaskan bahwa orang Kristen bukan pemakan daging dan peminum darah manusia seperti yang dituduhkan. c. Yustinus Martir (Thn. 100-165) Yustinus adalah seorang filsuf aliran platonisme yang mati syahit kurang lebih thn.165. Sebagaimana Plinus, maka Yustinus Martir juga menulis surat pembelaan kepada Kaisar tentang ibadah orang Kristen. la menulis surat tentang Baptisan, Perjamuan Kudus dan Ibadah Minggu. Pembacaan Injil-Injil, surat-surat rasuli, kitab-kitab nabi sehingga muncul sebuah format liturgia yang ditawarkan sebagai berikut: o Penjelasan kitab yang dibaca (khotbah) o Doa bersama o Perjamuan kudus o Doa pribadi o Persembahan o Amin . d. Klemens Romanus Klemens hidup di Roma pada akhir abad pertama diangap sebagal uskup ke-3 setelah Petrus. Klemens menulis surat kepada jemaat di Korintus karena adanya perselisihan dalam jemaat. Die menekankan agar jemaat mau merendahkan diri dan jangan memberontak kepada pejabat-pejabat gereja, sikap ini sebagai korban yang benar seperti yang ditekankan Mazmur 50:14,15 dan Kristus yang telah menjadi korban bagi kita. Nasehat Klemens Romanus dapat dijadikan patokan bagi gereja untuk menghormati korban Kristus (Perjamuan Kudus dimasukkan dalam liturgi Kristen).
e. Ignatius dari Anthiokia (Tahun 69-115) Ignatius menjadi uskup di Sina dan menjadi martir di Roma. Ignatius menulis surat kepada jemaat jemaat dengan mengunakan kata "ekaristi" = Perjamuan Kudus, sebagai pemberian kasih" dari Allah kepada manusia. Karena itu manusia pun haru mempersembahkan korban pada Allah yaitu dengan jalan takluk kepada pejabat-pejabat gereja dan kepada Allah. Mengacu pada surat Ignatius, maka unsur "Korban dimasukkan pada tata ibadah (liturgi) gereja". f. Hipolitus la sebagai uskup di Roma pada tahun 220 menjadi martir kira- kira tahun 235. la menulis sebuah buku dengan judul "Apostolike Paradosis" (Pengajaran rasulrasul) yang berisi tata cara baptisan. Imam-imam dan Diaken, katekismus, puasa, ibadat harian dan lain-lain. Buku Hipolitus ini sangat menolong penyusun liturgia zaman itu g. Ireneus Ireneus adalah uskup di Lion (Perancis), ia adalah murid dari Polikarpus (135- 202). Ireneus menekankan pentingnya ajaran bahwa alam semesta ini adalah ciptaan Allah. Dan seluruh ciptaan Allah digenapi dalam diri Kristus yang telah dipersembahkan sebagai korban, untuk itu sifat dari Perjamuan Kudus adalah sebagai korban. Sampai pada abad ke-3 kita masih menemukan format liturgi bagi gereja antara lain : o Pembacaan PL, PB o Kotbah o Doa jemaat o Perjamuan Kudus o Pengucapan syukur o Nyanyian di antara setiap unsur B. Liturgia pada zaman keemasan (tahun 313-500) Pada masa ini kita namakan zaman ke-emasan karena pada masa-masa inilah gereja semakin diberi kebebasan untuk beribadah. gereja mulai diakui oleh Negara (tidak seperti masa-masa sebelumnya dimana gereja mengalami banyak penganiayaan). 1. Dukungan Kaisar Kaisar Roma yaitu Kaisar Konstantin, memindahkan pusat kekuasaannya dari Roma ke Bisantium dan mulai memberi kebebasan penuh kepada gereja. Agama Kristen menjadi agama yang penting sekali dalam kekaisarannya dan ia menetapkan hari Minggu sebagai hari libur umum dalam kekaisarannya. Banyak pejabat Negara yang menjadi Kristen; gereja dibangun dimana-mana, inilah zaman keemasan gereja. Tampilnya kaisar Konstantin mengakibatkan perubahan secara besar-besaran dalam segala aspek yang berhubungan dengan gereja termasuk dalam hal liturgia (tata ibadah) gereja.
Tahun 380 gereja resmi menjadi gereja Negara. Gereja sebagai alat Negara (gereja negara). Uskup diberi gelar, tanda- tanda pangkat, hak istimewa sesuai dengan tingkat mereka. Sebagai uskup disamakan dengan pejabat tinggi negara, sehingga layak menerima tanda kebesaran misalnya : Jubah, Sarbet upacara, kaos kaki khusus, tutup kepala khusus, cincin emas dll. Juga menerima hak-hak khusus misalnya : Hak atas tanah, hak atas takhta, hak dikawal dengan obor dan dayang, hak untuk menerima salam (kecupan tangan). Uskup menerima martabat yang hampir setingkat dengan kaisar sehingga uskup menuntut hak agar potretnya dipasang di gedung-gedung umum (di gereja-gereja) supaya kedatangannya disambut dengan paduan suara (dari sinilah asal mula nyanyian pembukaan perayaan ekaristi). Hal-hal yang berkaitan secara kenegaraan, gereja selalu dikaitkan. Dari sinilah unsur-unsur dalam liturgi berakar pada hak-hak kekaisaran yang diberikan kepada gereja. 2. Hasil konsili Konsili di Nicea (325) menghasilkan pengakuan iman = Kredo. Pengakuan iman ini bertujuan mempertahankan ke-Allahan Yesus Kristus. Tahun 381 diadakan lagi konsili ke-2 di Konstantinopel untuk merumuskan pengakuan iman tentang Roh Kudus. Kemudian tahun 451 diadakan kosili oikumenis ke-3 di Chaldecon untuk menggabungkan kedua hasil konsili di atas sehinga menghasilkan pengakuan iman" Pada akhirnya pengakuan iman selalu menjadi unsur penting dalam ibadah dan selalu diucapkan bersama-sama. 3. Gereja timur dan barat Gereja timur yang berpusat di Konstantinopel (sebagai gereja ortodoks timur) memiliki corak ibadah yang berbeda dengan gereja barat (di Roma). Gereja di Roma berkembang menjadi gereja Katolik Roma - gereja-gereja Protestan). Timur dan barat hanya dalam pengertian geografis, tetapi juga dapat berarti rohani (dilihat dari corak gereja). Liturgia gereja timur makin berkembang dengan banyak corak ibadah misalnya : Pembacaan Alkitab, doa, ucapan sambutan - menyambut antara imam dlaken dan jemaat Pakaian para imam sangat bagus, cara berbicara disesuaikan dengan cara berbicara di istana kaisar. Demikian juga dengan liturgi gereja barat, terus berkembang dengan coraknya tersendiri menuju wilayah Eropa dan negara-negara sebelah barat kota Roma. Perbedaan kedua gereja ini adalah sebagai berikut: gereja timur menekankan hubungan antara sorga dan bumi dan penyatuan mistis dengan Kristus yang menekankan penampakan Yesus (Epifani) dan kebangkitan-Nya (Paskah). Sedangkan Gereja Barat menekankan penjelmaan Kristus menjadi manusia (Natal) dan perdamaian di kayu salib (Jumat Agung).
C. Liturgia zaman pertengahan (tahun 600-1500) Pada masa-masa kejayaan, gereja terlihat begitu bebas mengatur liturginya, namun setelah masa kejayaan gereja mulai membatasi diri dengan berbagai aturan (tata ibadah). Pada masa-masa ini terbit beberapa buku yang mengatur tentang tata ibadah umat, beberapa diantaranya adalah: Sakramentaria: Buku ini mengatur tentang pembacaan nats doa syafaat, doa persembahan, baptisan dan peneguhan Jabatan-jabatan dalam gereja. Lesionaria: Buku ini mengatur khusus tentang bacaan Alkitab menurut urutan tertentu (perjanjian lama dan perjanjian baru). Mungkin disesuaikan juga dengan tahun gerejani. Antifonaria: Buku ini mengatur khusus tentang bagaimana menyanyikan Mazmur dan nyanyian-nyanyian rohani dalamjemaat. Missale Plenum: Buku ini ditetapkan oleh konsili di Trent tahun 1562 sebagai buku pegangan yang lengkap yang memuat semua bentuk/tata cara ibadah dan sebagai gabungan dari sakramentaria, leksionari dan anti fonari. Breviarum: Buku ini yang mengatur khusus tentang doa setiap hari : pagi, siang, malam. Jadi baik gereja di barat maupun gereja di timur berbenah diri untuk menyempurnakan/mengembangkan liturgi masing-masing. Tahun 590-609 Paus Gregonius Agung, berupaya untuk mengumpulkan dan mengatur nyanyian dalam liturgi bahkan ia mendirikan sekolah menyanyi. Pola liturgia barat menjadi sorotan kita, mengingat kebanyakan liturgia di Indonesia berasal dari barat (khususnya bagi gereja-gereja protestan). Bentuk liturgia gereja protestan barat sebagai berikut : I. PERSIAPAN Proses masuk ibadah Introitus (nyanyian/Mazmur) Ucapan berbalas-balasan Nyanyian bersama II. PELAYANAN FIRMAN Doa Pembacaan nats/surat Nyanyian Mazmur Pembacaan Injil Kotbah III. KREDO (pengakuan iman) IV. EKARISTI Persembahan Doa Bapa Kami Pemecahan roti Perkembangan lebih lanjut tidak menggembirakan karena lama-kelamaan gereja menerapkan pola yang tidak lagi berdasarkan prinsip-prinsip Alkitab, maka
munculnya ketidakpuasan dari banyak pihak dan mencapai puncaknya yaitu terjadinya reformasi secara besar-besaran di gereja barat. D. Liturgia zaman reformasi (tahun 1600-1700) Dua tokoh utama reformasi yang kita kenal adalah Luther dan Kalvin: mereka berupaya memperbaharul kembali gereja Tuhan baik dalam segi ajaran (dogma) gereja maupun dalam segi-segi praktis kehidupan orang percaya (hal ibadah/liturgia gereja). 1. Liturgia zaman Martin Luther Luther menempatkan firman Allah sebagai hal yang sentral dalam liturgia/badah, yaitu seluruh liturgi harus berubah menjadi pekabaran Injil. Pikiran-pikiran Luther yang berkaitan dengan liturgia antara lain : Luther menekankan pelayanan firman yang harus dimengerti semua orang. Karena itu pelayanan Firman menjadi sentral dalam ibadah. Apapun unsur liturgi semuanya harus mengarah pada pemberitaan Firman. Luther menulis nyanyian nyanyian rohani yang mempunyai makna teologis, bahkan ia menulis sekitar 37 nyanyian rohani dengan spirit pembaharuan bagi gereja. Semakin berkembang ajaran Luther berdasarkan 95 Dalil, diikuti juga dengan semakin berubah corak dan bentuk fiturgi. Contoh liturgia semasa Luther: o Nyanylan Mazmur atau nyanyian rohani o Kyrie Eleison dan Gloria o Doa Mingguan (doa kolekta) o Pumbacaan Surat o Nyanyian Mazmur o Pembacaan Injil o Kredo (dinyanyilan) o Khotbah o Doa Bapa Kami (dinyanyikan) o Nasihat o Kata kata penetapan Perjamuan Kudus o Pembagian Roti dan Anggur Jemaat menyanyikan o Sanctus berdasarkan Yes. 6:1) dan Agnus Dei artinya o Kristus, ya Anak Domba Allah o Pengucapan Syukur o Berkat 2. Liturgia zaman Yohanes Calvin Calvin memperbaharul liturgl gereja Katholik Roma dengan prinsip harus kembali pada patokan liturgi gereja purba (gereja mula-mula). Pemikiran-pemikiran Calvin berkaitan dengan liturgi adalah sebagai berikut :
Firman Allah harus mendapat tempat di hati anggota jema'at karena itu, selain dibacakan dikotbahkan tetapi juga dinyanyikan. Calvin mengarang sejumlah lagu-lagu rohani, ada yang berasal dari ibadah Katholik Roma, ada yang diambil dan lagu-lagu rakyat. Calvin menyerukan agar bentuk dan unsur-unsur liturgi haruslah mencerminkan semangat kesetiaan pada Alkitab. 3. Liturgia dalam tradisi reformasi Secara Historis kita ketahui bahwa reformasi berpusat di Jenewa, Swiss pada abad ke XVI, dapat dikatakan bahwa hal itu adalah peristiwa politis dan peristiwa teologis tetapi juga selaku peristiwa liturgis. Hal ini terlihat dari sebagian besar dokumendokumen reformasi berkenaan dengan kritik terhadap beberapa ungkapanungkapan kebaktian yang lumrah di Eropa pada abad ke-XVI. Hal yang penting dalam upaya para reformator adalah prosesnya dan bukan hasilnya. Prosesnya yang harus kita masuki dan lanjutkan, sehingga liturgia selalu menjawab kebutuhan zaman dimana gereja berada. Para reformator bersama pengikut-pengikutnya menyusun kembali liturgia yang baru, namun mereka tetap berpedoman pada liturgia sebelumnya yang disesuaikan dengan kebutuhan gereja masing-masing. E.Liturgia Sesudah Reformasi Perlu disadari bahwa sesudah reformasi masing-masing gereja sibuk dengan persoalan-persoalannya sendiri sehingga tetap menggunakan liturgia "tambal sulam karena tidak serius dalam memperhatikan masalah liturgi. Liturgia sekarang khususnya dalam gereja-gereja protestan kebanyakan adalah import dari gerejagereja barat yang tidak mengalami perubahan. Semang at reformasi harus diakui bahwa pada akhirnya dalam tubuh gereja-gereja Protestan muncul begitu banyak aliran gereja dengan corak ibadah yang beraneka ragam. Di pihak gereja Khatolik Roma tidak banyak mengalami perubahan karena semua hal yang berkaitan dengan ibadah / liturgia harus mendapat persetujuan dari Paus di Roma; sedangkan di pihak Protestan muncul berbagai corak liturgia berdasarkan warna theologi/aliran gereja. Aliran-aliran yang kita kenal misalnya: Lutheran, Calvinis, Methodis, Baptis, Pantekosta dan lain sebagainya. Setiap alian gereja tetap terikat dengan tata gereja masing-masing yang di dalamnya memuat pedomanpedoman tentang jemaat (liturgia). F. Liturgia Masa Kini Pada masa kini dengan adanya banyak aliran gereja baik itu aliran Protestan. Pentakosta, Karismatik, Advend dan lain sebagainya, menampilkan bentuk yang barmacam-macam namun semuanya dengan tujuan adalah ingin berjumpa dengan Allah, memuji dan menyembah Dia sebagai Allah yang hidup Harus diakui bahwa semangat pembaruan ibadah terus berkembang dan bergulir hampir keseluruh Eropa yang memunculkan sembilan bentuk-bentuk baru dari liturgia yang semuanya berasal dari induk tradisional liturgi barat (Roma), yaitu liturgia Lutheran, Reformed
(Calvinis), Anabaptis, Anglikan, Puritan Metodis, dan Pentakostal kesembilan bentuk liturgia tenebut mewamal liturgia Gereja gereja Protestan hingga saat ini termasuk pereja-greja di Indonesia. Oleh karena prinsip perubahan tidak diperhatikan oleh para utusan ini yang datang ke Indonesia pada zaman penjajahan Belanda, maka sebagai akibatnya sampai han ini gereja-gereja protestan di Indonesia banyak yang masih menggunakan format liturgi zaman reformasi. Termasuk di dalam menyanyikan lagu-lagu dan irama bahkan penggunaan alat musik masih dengan spirit reformasi abad pertengahan. Seharusnya gereja masa kini telah mengikuti perkembangan zaman yaitu dengan berubahnya dinamika kehidupan gereja dan masyarakat dimana gereja berada Pada bab VI nanti kita akan membahas bentuk-bentuk liturgia gereja masa kini khususnya yang nampak pada gereja-gereja di Indonesia.
BAB III SPIRIT IBADAH DARI MASA KE MASA erbicara tentang liturgia berarti kita berbicara tentang ibadah yaitu bagaimana cara kita mengatur agar seluruh ibadah dapat berjalan dengan baik. Ibadah dapat berjalan dengan baik apabila dilandasi spirit rohani yang baik. Setelah memahami latar belakang penggunaan istilah liturgia dan penggunaannya dalam lingkup gereja serta melihat sejarah perkembangan liturgia itu sendiri, maka pada bab ini, penting juga untuk dibahas spirit ibadah dari masa ke masa. Perlu disadari bahwa spirit ibadah akan menjadi acuan yang sangat penting dalam merumuskan suatu bentuk liturgia yang kontekstual. Oleh sebab itu kita akan membahas spirit ibadah dalam perjanjian lama dan perjanjian baru serta spirit ibadah zaman reformasi. Spirit ibadah berdasarkan tiga masa waktu tersebut dapat dijadikan dasar acuan bagi seluruh ibadah masa kini. A.Spirit Ibadah Perjanjian Lama Bila kita mengamati seluruh corak ibadah di Bait Suci pada masa Perjanjian Lama, maka ibadah selalu memberi spirit bagi umat yang datang beribadah. Ibadah di Bait suci sungguh-sungguh hidup, karena sesudah Bait suci, kaum buangan masih menganggap perlu untuk selalu beribadat di bait suci. 1. Bentuk Ibadah Nyanyian dan doa mendapat tempat di Bait suci. Di halaman Bait suci orang mendengar pidato dan khotbah para Nabi (Yeremia 26:2). Bentuk ibadah Perjanjian Lama adalah sebagai tanggapan terhadap penyingkapan Allah (hati yang terbuka). Dalam Keluaran 20:24 Allah yang menentukan umat-Nya dengan tujuan agar hubungan antara Allah dan Umat-Nya dapat diteguhkan dan diperbaharui melalui bentuk ibadah. Bentuk upacara ibadah Israel merupakan pengungkapan yang nyata dari iman mereka kepada Allah. Ulangan 30:16, menjelaskan bahwa umat Allah terkenal karena menjalankan kewajiban-kewajibannya. Bentuk ibadah hanyalah sebagai sarana untuk menyatakan realitas Allah. Allah ményediakan jalan melalui perdamaian dan penebusan sebagai pusat dari ibadah. B
2. Simbol-simbol dan lambang Perjanjian Lama menekankan bentuk ibadah lahiriah yaitu melalui simbol-simbol dan lambang-lambang. Upacara ibadah (liturgia) dalam Perjanjian Lama adalah simbolis dalam arti bahwa ibadah dinyatakan dalam bentuk yang kelihatan untuk menyatakan realitas persekutuan rohani dengan Allah. Simbol adalah suatu obyek atau tindakan yang mengarahkan oran lambang yang menunjukkan masa yang akan datang, misalnya: Bait Allah dalam Perjanjian Lama sebagai lambang yang akan digenapi dalam Wahyu 21:3 (Kemah Allah). 3. Tempat Kudus Dalam Perjanjian Lama Allah memilih tempat-tempat tertentu untuk bertemu dengan umat-Nya misalnya: Yakub di Betel= Rumah Allah (Kej.28:19); Musa di gunung Sinai= sebagai tempat suci (Kel. 19:11); Kemah Suci= kehadiran Allah (Bil. 14:10); Bait Suci= Allah tinggal di sana (1 Raj. 8:29); Apa yang dapat kita pahami tentang tempat-tempat khusus tersebut diatas? Kesetiaan pada suatu tempat dapat diartikan sebagai pernyataan iman kepada Allah yang menuntun umat-Nya dalam dalam sejarah. Pertemuan dengan Allah ada persyaratannya, misalnya Yesaya merasa takut melihat Tuhan (Yes. 6:5); Daud bertanya: "siapakah yang boleh naik ke gunung Tuhan ?" (Maz. 15:1). Karena itu tempat-tempat khusus dimana Allah bertemu dengan umat-Nya, melambangkan pertemuan dengan Allah dan berdiri dihadiratNya sebagai tujuan tertinggi kehidupan manusia dan puncak kebahagiaan (Maz. 15,24). Pada masa kini, gereja sebagai tempat pertemuan antara Allah dan umatNya. Kerena itu ibadah masa kini juga harus diatur sebaik mungkin dengan syaratsyarat khusus demi menjaga kekudusan dan kehadiran Allah yang maha kudus. Allah yang sama yang kita sembah dalam Kristus Yesus. 4. Hari-hari kudus Dalam Perjanjian Lama, umat Allah menentukan hari-hari khusus yang dianggap sebagai hari kudus. kita kenal hari-hari kudus bagi bangsa Israel misalnya: a. Hari raya roti tak beragi: Bulan pertama tiap tahun, yang di kenal dengan Paskah (Im. 31:5; Kel. 23:14-15; Yes. 5:20-12; Kel. 12:21-27). Tujuh hari lamanya mereka memakan roti tidak beragi, mengingat kembali penyelamatan Allah. b. Hari raya tujuh minggu: Hari raya menuai atau hari hulu hasil(sebagai hasil pertama di ladang dipersembahkan kepada korban pada hari khusus karena Kristus telah menggenapi semua korbah di kayu salib, satu kali untuk selamanya. Beberapa kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan spirit ibadah perjanjian lama adalah: Tuhan) juga disebut Pentakosta, 150 hari setelah permulaan panen, sebagai hari sukaria karena berkat dari Tuhan (Kel. 23:16; Bil. 28:26-31; Ul. 16:19-12). 5. Hari Sabat Setiap hari ketujuh (untuk berhenti dan beribadah – hari perhentian dalam Ul. 5:12 - 15; Kel. 23:12). Alah yang telah membawa mereka dari Mesir sehingga mereka harus merayakan hari Sabat (Ul. 5:15). Pada masa kini, hampir seluruh umat Kristen
di seluruh dunia menentukan Hari Minggu sebagai hari khusus/ sabat; hari berbakti/beribadah pada Allah yang hidup. 6. Hari Upacara Korban Istilah korban (bhs. Ibrani: kipper) mempunyai arti menutupi/menghapuskan (Imamat 1:14) atau mendamaikan. Korban (Ibr: koper) berkaitan dengan harga tebusan sehingga upacara-upacara korban lebih menitik beratkan pada penghapusan dosa umat. Sebagai harga penebusan, maka diadakan upacara korban, karena itu ada beberapa macam korban yang ditekankan dalam Perjanjian Lama, misalnya: a. Korban bakaran b. Korban sajian (Ibr.menhah) Imamat 2. c. Korban keselamatan (Ibr.:zebah/selamim) Imamat 7:11-18 d. Korban penebus salah/penebus dosa (Ibr.'asam atau hatta't) 7. Penerapan untuk ibadah masa kini Bagi umat Kristen, tidak lagi merayakan atau mengadakan korban pada hari khusus karena Kristus telah menggenapi semua korban di kayu Salib, satu kali untuk selamanya. Beberapa kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan spirit ibadah perjanjian lama adalah: a. Berdasarkan bentuk ibadah Israel dan symbol-simbol serta lambang-lambang dalam ibadah Israel, maka upaya kita dalam mewujudkan disiplin ibadah (liturgi harus dapat dipandang menjadi prioritas). b. Tempat kudus bagi umat Allah sebagai sarana pertemuan dengan Allah (sebelum umat itu bertemu dengan Allah tentu ada aturan-aturan yang harus dipenuhi). Aturan-aturan itu (liturgia) akan menolong umat Allah untuk bertemu dengan Allah. c. Hari-hari khusus dirayakan sebagai wujud ketaatan umat Allah, oleh sebab itu berbagai persiapan harus disiapakan dengan baik (pentingnya liturgi). d. Para pemimpin gereja harus mengambil keputusan tentang tata cara umat Tuhan beribadah yaitu dengan memberikan kebijakan dalam merencanakan dan mempermudah terlaksananya ibadah/kebaktian. e. Melalui liturgia yang jelas kepercayaan umat dapat dituangkan dalam bentuk komunal (persekutuan selaku tubuh Kristus). B.Spirit Ibadah Perjanjian Baru Bentuk ibadah tidak hanya dinyatakan oleh Perjanjian Lama, tetapi Perjanjian Baru pun mengungkapkannya. Pemahaman secara komprehensif spirit ibadah dalam perjanjian baru akan menolong kita untuk memebentuk suatu pola ibadah yang memiliki dasar teologia yang dapat dipertanggung jawabkan. Beberapa fakta ibadah dalam perjanjian baru yang dapat kita pelajari adalah: 1. Yesus menggenapi ibadah perjanjian lama
Kita harus percaya bahwa dengan kedatangan Tuhan Yesus ke dunia ini, maka semua upacara dan berlambangan dari perjanjan lama diwajibkan oleh hokum Taurat telah di genapi. Yesus telah menggenapi perjanjian lama oleh karena itu kita tidak lagi beribadah menurut tata cara upacara-upacara perjanjian lama. 2. Konsep bait Allah berubah Yesus mengatakan: "Rombaklah bait Allah ini dan dalam tiga hari Aku akan mendirikannya kembali" (Yoh. 2:19). Dalam perjanjian lama bait Allah adalah tempat yang sakral dimana umat Allah beribadah secara rutin dan disanalah Allah dapat bertemu dengan umat-Nya. Dalam perjanjian baru bait Allah adalah orang percaya (Ef. 2:20-21). Fungsi bait Allah pun berubah karena Yesus telah masuk ke dalam ruang maha kudus dan telah mempersembahkan korban yaitu diri-Nya sendiri seperti yang ditekankan perjanjian lama. Jadi berdasarkan perubahan ini, maka pelayanan perdamaian dalam perjanjian baru bukan lagi berfokus pada bentukbentuk upacara, melainkan dalam bentuk pemberitaan Firman pendamaian (2 Kor. 5:18-19). 3. Bentuk yang baru ditekankan Setelah kenaikan Yesus ke sorga, maka lahirlah gereja dan mulai saat itu berbagai pelayanan dijalankan oleh rasul-rasul (orang percaya). Dalam perjanjian baru kita melihat bahwa bentuk ibadah yang baru telah ditekankan antara lain : a. Perjanjian baru menekankan ibadah yang benar kepada Allah tetapi harus pula dengan cara yang benar (Roma 1:21, 23,25). Penyerahan secara total itulah ibadah kepada Allah (Roma 12:1, 2). b. Ibadah perjanjian baru didasarkan pada kemenangan Kristus di kayu Salib bagi setiap orang tebusan yang telah didamaikan dengan Allah. c. Ibadah perjanjian baru menekankan adanya pertobatan dan percaya kepada Kristus sebagai syarat yang harus dipenuhi (Kisah para rasul 17:30, 31). d. Ibadah perjanjian baru bukanlah sesuatu yang bersifat pasif, tetapi dinamis karena merupakan bagian dari sejarah penyelamatan Allah. e. Segala sesuatu yang terjadi dalam ibadah, misalnya: Pembacaan Firman, Baptisan, Perjamuan, Doa dan pujian semuanya berlangsung di dalam gerakan sejarah keselamatan. 4. Penerapan untuk ibadah masa kini Berdasarkan spirit ibadah dalam perjanjian baru, maka dapat kita simpulkan beberpa pemahaman baru yang dapat diterapkan dalam ibadah masa kini adalah sebagai berikut: a. Bahwa spirit ibadah Perjanjian Baru selalu bersifat kontekstual. Tidak lagi terikat pada tempat tertentu atau hari-hari khusus. b. Perjanjian Baru lebih menekankan pada isi berita yaitu keselamatan di dalam Kristus. Berita itu harus diterima dan diberitakan keseluruh dunia dengan berbagai cara. c. Perjanjian Baru menekankan kehadiran Kristus yang tidak terbatas sehingga ibadah dapat diterapkan dimana saja. Janji-Nya dimana dua atau tiga orang bersekutu dalam Nama-Nya, la ada diantara mereka. Janji-Nya bahwa la menyertai sampai kesudahan alam (Matius 28:20).
d. Gereja masa kini tetap membutuhkan pedoman-pedoman di dalam pembinaan kebaktian-kebaktian Kristen dewasa ini. e. Gereja tetap membutuhkan prinsip-prinsip dasar dalam upaya mewujudkan kontekstualisasi liturgia gereja. C.SPIRIT IBADAH REFORMASI Peristiwa reformasi pada abad pertengahan memberi arah baru bagi gereja untuk tidak lagi bersifat legalistik (terikat pada aturan-aturan/tradisi yang kaku yang tidak memberi dampak bagi kehidupan melainkan kembali pada pada Alkitab (spirit ibadah perjanjian baru). Para reformator menggaris bawahi terutama hari Tuhan (Minggu), hari peringatan mingguan (setiap Minggu) dilihat dipandang selaku yang utama dan yang sentral. Pada hari minggu kita memperoleh dorongan pembaharuan, pertobatan pengampunan, evaluasi diri sedangkan pada hari senin sampai dengan sabtu kita berhadapan dengan pergumulan hhidup (rumah tangga peerjaan, study dan lain sebagainya). Kita menghadapi kehidupan sehari-hari berdasarkan kekuatan yang kita peroleh pada hari minggu oleh sebab itu liturgy ibadah minggu perlu dipersiapkan dengan baik. Peristiwa reformasi tidak perlu dibahas lagi, namun spirit ibadah yang dihasilkan itulah yang perlu dijadikan acuan dalam merumuskan sebuah model liturgia pada masa kini. 1. Oleh karena tradisi reformasi tidak memandang tata ibadah dari suatu zaman atau dari suatu tempat tertentu selaku hal yang normatif maka gereja perlu mempertimbangkan setiap unsur berdasarkan kebutuhan gereja. 2. Tidak ada bentuk kebaktian yang ideal yang harus diikuti dalam segala zaman dan semua tempat. Hal ini disebabkan karena masyarakat selalu berubah-ubah dari satu zaman ke zaman yang lain. Ada unsur yang harus tetap ada tetapi ada unsur yang perlu dipertimbangkan untuk diterapkan mengingat bahwa masyarakat dimana kita berada selalu berubah. 3. Bentuk kebaktian kita haruslah senantiasa berada dalam proses reformasi (pembaharuan). Karena setiap unsur dalam ibadah merupakan pengungkapan iman pada generasi itu maka dibutuhkan penilaian theologis yang segar pada generasi 4. Dalam setiap waktu yang baru terdapat pula unsur-unsur dari masa lampau yang cocok dengan masa sekarang. Tetapi hal yang semacam it uterus berubah. Halhal yang kita terima dari masa ke masa lampau tidak harus diterima berdasarkan kegemaran pribadi atau pertimbangan pribadi belaka. harus diperundingkan dan diputuskan bersama berdasarkan pertimbangan teologis demi kepentingan umat menyembah Allah yang hidup. D. Spirit Ibadah Masa Kini Teologi ibadah yang benar sangat dibutuhkan guna merumuskan suatu model liturgi yang dapat menjawab kebutuhan umat Tuhan dalam beribadah. Berikut ini akan dijelaskan tentang konsep ibadah yang harus diterapkan dalam upaya merumuskan sebuah bentuk liturgi dalam ibadah Jemaat. Apa yang diperoleh setiap orang yang
datang ke rumah Tuhan? Demi terwujudnya ibadah yang inspiratif pada masa kini, maka ibadah masa kini harus didesain berdasarkan patokan-patokan berikut ini: 1. Jemaat harus dapat menikmati indahnya hubungan dengan Allah Dalam Maz 27:4 Daud mengatakan bahwa ia ingin tinggal di rumah Tuhan, ia ingin tinggal di rumah Tuhan seumur hidupnya; sebab di rumah Tuhan ia dapat memandang Tuhan, melihat kekuatan dan kemuliaan-Nya dan menyaksikan kemurahan-Nya. Saat kita beribadah itulah saat dimana kita bertemu dengan Allah, maka dalam ibadah kita harus dapat "melihat" hal-hal sebagai berikut : Kekuatan Allah semesta alam Kemuliaan Allah dan kekudusan-Nya Kasih setian-Nya yang kekal Allah sebagai Bapa kita Kasih Kristus yang menyelamatkan Kristus yang membebaskan, yang memberi kehidupan Biarlah orang yang mencintal-Mu mendapat sentosa ..."(Mazmur 122:6.7). lercipta rasa tenang dan sentosa setelah manusia bertemu dengan Allah: segala beban. kesukaran telah berlalu karena kehadiran Tuhan. Dalam ibadah harus ada suasana tenang. tidak seperti yang di hadapi dalam suasana di luar gereja yang penuh dengan ketegangan sehingga jiwa kita tidak merasa tenang. Kristus mengundang, marilah semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu (Matius 11:28, 29). Banyak hal dapat terjadi dalam kehidupan orang percaya, karena itu harus dihindari suasana: Bosan karena panjangnya kebaktian Khotbah yang bertele-tele Musik yang jelek Nyanyian yang tidak dikenal 2. Jemaat harus dapat melihat cermin kehadiran Allah Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Korintus mengatakan: narena sekarang kita melihat dalam cermin suatu gambaran yang Samar-samar, tetapi nanti kita akan melihat muka dengan muka. Sekarang aku hanya mengenal dengan tidak sempurna, teap anti aku akan mengenal dengan sempurna, sepertit aku sena dikenal" (1 Korintus 13:12). Cermin kehidupan orang percaya Ibadah kita seperti cermin. Dalam cemin dosadosa pun nampak. Ibadah memperlihatkan pengampunan dosa; kehidupan orang percaya harus tercermin dalam ibadah, karena dalam ibadah Allah berfirman dan manusia memberi jawaban. Jawaban kita berupa rasa syukur, pertobatanpengakuan iman, rasa hormat pada Tuhan. Karena itu ibadah harus diatur (liturgi) sedemikian rupa sehingga: o Jemaat rindu mengikuti setiap minggu o Jemaat dapat melihat dan memandang Injil di dalamnya
o Jemaat semakin berkilauan (disempurnakan) karena Injil 3. Jemaat harus memahami arti pesekutuan dengan Allah Apa makna persekutuan bagi orang percaya? Makna persekutuan bagi orang percaya yaitu: Bersekutu (Koinonia) adalah panggilan gereja: Istilah "gereja" (eklesia) yang berarti umat yang dipanggil untuk berumpul). Pangilan untuk bersekutu harus ditepati. "Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita..."(Ibrani 10:25). Bersekutu adalah untuk menyatakan pengakuan iman bersama (pengakuan Iman Rasuli). Jadi dalam ibadah kita dapat bersekutu dengan Allah yang hidup; kita dapat persembahkan korban dan kita pun dapat melayani orang lain. Untuk apa kita berkumpul? kita berkumpul bukan untuk mencari suatu kepentingan pribadi ditempat ibadah, bukan untuk menyenangkan diri, bukan karena tertarik oleh sikap-sikap anggota serta bukan untuk memperalat anggota lain, melainkan kita berkumpul karena kehendak Yesus Kristus, yang telah menjadi Bapa kita dan yang telah senang melihat umat-Nya berkumpul karena Allah yang memelihara dan tinggal bersama umat-Nya (Immanuel). Jemaat bersekutu dengan dasar Efesus 4:4-5 "Satu tubuh dan satu Roh, satu Tuhan, satu iman, satu baptisan, satu Allah dan Bapa dari semua". Dari keistimewaan yang dimiliki dalam persekutuan orang percaya, maka ibadah (tata ibadah/liturgi) harus diatur secara teliti serta harus dipahami dan didukung oleh semua anggota jemaat. Kebaktian harus didasarkan atas partisipasi umat Allah secara langsung aktif dan penuh semangat, 1 Korintus 14 masing-masing mempunyai karunia yang dapat disumbangkan. Para reformator menekankan partisipasi dari pihak yang bukan pendeta di dalam menangani pelayanan kebaktian. Penatua atau diaken (Majelis) dapat berperan aktif dalam liturgi gereja. 4. Membuat jemaat harus terlibat dalam pelayanan Dalam septuaginta kata "leitourgla" dipakai untuk menunjukkan pelayanan imamimam Yahudi dalam kemah suci dan di dalam Bait Allah. Istilah "leitourgia" dalam perjanjian baru mengandung arti dinas, yakni "pelayanan untuk rakyat". Pelayanan Kristus di Sorga : penulis Ibrani mengungkapkan bahwa "...kita mempunyai Imam Besar ...yang melayani ibadah (liturgi) di tempat kudus yang lebih agung" (Ibrani 8.1- 26). Pelayanan di dunia : pelayanan Kristus di sorga mempunyai kaitan dengan pelayanan di dunia ini Pelayanan di dunia adalah pelayanan pendamaian, pelayanan pendamaian ini dilaksanakan oleh hamba-hamba Tuhan (2 Korintus 5:18, 20). Kristus ikut berkarya di dalam, karena itu orang percaya perlu dilengkapi bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus. Kristus pula yang mengutus/memberikan hamba-hamba-Nya (Efesus 4:11-13). Oleh sebab itu dalam ibadah masa kini harus tercakup tiga segi ini : Pelayanan Kristus kepada kita : dalam pelayanan Firman dan sakramen di dalamnya kita beroleh pembenaran dan kehidupan yang kekal. (2 Korintus 3:6, 8, 9, 5:18, Efesus 3:7; Kolose 1:25). Pelayanan kita kepada Allah dalam doa, persembahan dan ucapan syukur.
Pelayanan kita kepada sesama : Dalam ibadah kita saling melayani, saling mendoakan, saling menguatkan dan lain sebagainya. Pelayanan yang mengikat dua pihak yaitu Tuhan dan manusia untuk memperbaharui janji kedua belah pihak, kedua pihak bertemu dalam kebaktian. Sehingga tiap-tiap kebaktian merupakan pembaharuan perjanjian Anugerah antara Tuhan dan manusia. Umat Tuhan/jemaat patut menerima berkat, penghiburan dan peneguhan iman. 5. Membuat jemaat harus siap menghadapi persoalan sepanjang minggu Pengertian yang kita peroleh dari kata "liturgi", tidak hanya terbatas pemakaiannya dalam hal ibadah, melainkan mencakup seluruh aspek kehidupan orang percaya. Ibadah yang sejati adalah menyerahkan seluruh aspek kehidupan kepada Tuhan (Roma 12.1). Dalam kehidupan sehari-hari apa saja yang terjadi, yang dihadapi baik dalam keluarga, lingkungan masyarakat haruslah merupakan cermin dari hubungan kita dengan Allah pada hari Minggu.
BAGIAN KEDUA ASPEK TEOLOGIS LITURGIA GEREJA Bab 4 Pedoman merancang liturgia gereja yang kontekstual Bab 5 Bentuk-bentuk liturgia gereja masa kini Bab 6 Unsur-unsur penting dalam liturgia gereja
BAB IV PEDOMAN MERANCANG LITURGIA GEREJA YANG KONTEKSTUAL ereja sebaiknya tidak mengutip atau menerapkan suatu bentuk liturgi tanpa memahami konteks dimana gereja berada. Liturgi harus bersifat kontekstual yaitu dengan mempertimbangkan berbagai faktor yang terkait dengan kehidupan orang percaya di suatu tempat (dimana gereja sedang berada). Dalam upaya untuk menerapkan liturgi yang kontekstual bagi gereja masa kini maka Griemer dalam buku Cermin Injil mengusulkan beberapa faktor yang harus dipertimbangkan agar dapat menghasilkan format yang dapat dipahami serta dapat diterima oleh semua orang percaya di manapun berada. Faktor-faktor tersebut adalah faktor Alkitab, dogma gereja, persekutuan gereja, sejarah gereja, misioner, kebudayaan, etnologis dan antropologis serta faktor dunia gereja. Senada dengan Griemer pertimbangkan beberapa pikiran berikut ini untuk merancang liturgi yang konteksual. A. Jadikan Alkitab sebagai dasar beribadah Mengapa Alkitab menjadi faktor penting dalam penerapan liturgi gereja? Belajar dari para reformator ada tiga alasan penting mengapa Alkitab mempengaruhi seluruh liturgi gereja. 1. Alkitab sebagai ukuran wibawa ibadah gereja Alkitab harus ditempatkan sebagai ukuran untuk menilai atau membentuk sebuah liturgi. Salah satu semboyan reformasi adalah "Sola Scriptura" (hanya Firman). Semboyan ini mewarnai gerakan reformasi agar gereja kembali kepada kebenaran Firman Allah (Alkitab). Alkitab memiliki wibawa mutlak dalam menentukan sebuah tata ibadah (liturgi) gereja. Melalui Alkitab kita dapat menentukan prinsip-prinsip dasar bagi liturgi Gereja. Kita harus dapat menilai setiap unsur dalam liturgi apakah penting untuk dipertahankan ataukah tidak. Alkitablah yang menilai kebaktian kita dan di samping Alkitab tidak ada wibawa yang lebih besar lagi. 2. Alkitab adalah dokumen liturgis yang utama. G
Para reformator menekankan pembacaan Alkitab beberapa kali dalam liturgia misalnya di awal ibadah ada nats pembimbing. nats tentang pengampunan dosa, ada nats petujuk hidup baru dan ada nats untuk persembahan bahkan yang paling penting adalah pengkhotbah harus mengkhotbahkan Firman Allah. Khotbah atau pengajaran adalah penjelasan dan penerapan Firman Allah kepada keadaan sekarang. 3. Alkitab menjadi terang dalam beribadah Para reformator menghedaki agar seluruh kebaktian Kristen dibekali dengan bahanbahan dari Alkitab. Ajaran tentang "Sola Scriptura mempunyai penerapan asasinya dalam pengarahan kebaktian Kristen. Alkitab haruslah menjadi terang dalam upacara gerejani, dalam tindakan-tindakan, dalam musik dan doa, dalam drama yang menjelaskan Firman Allah, yang terjadi selama kebaktian. Penyelenggaraan kebaktian diatur sedemikian rupa, sehingga Alkitab menjadi hidup bagi jemaat yang berbakti. Jadi faktor Alkitab akan menjadi dasar bagi setiap unsur Liturgi. Hampir setiap unsur ada pembacaan nats Alkitab yang diperdengarkan. Perhatikan contoh liturgi bentuk formal yang diterapkan di gereja-gereja Lutheran dan Calvinis atau pada liturgi gereja-gereja yang beraliran protestan dan juga sebagian gereja Injili. B. Ikuti dogma gereja masing-masing Pertimbangan dogmatika sangat penting dalam merumuskan suatu bentuk liturgi. Gereja lokal harus setia dengan dogma yang dianut induk organisasi gerejanya. Apa alasannya? 1. Dogma adalah ciri khas dari sebuah gereja Setiap denominasi Gereja memiliki ciri khas tersendiri (penekanan ajaran/dogma tersendiri) ada Gereja yang lebih menekankan Roh Kudus, ada Gereja yang lebih menekankan Baptisan; ada yang menekankan pemberitaan Firman, ada yang lebih menekankan persekutuan/perjamuan sakramen. Penekanan- penekanan semacam ini akan mempengaruhi format liturgi dari masing-masing Gereja. Dari awal sampai akhir ibadah ada unsur tertentu dalam ibadah yang sangat diprioritaskan. Penekanan ini termasuk akan mempengaruhi alokasi waktu dalam beribadah. 2. Dogma adalah hasil interpetasi terdahap Alkitab Dari segi dogmatis kita tidak harus mempersoalkan mana yang benar atau mana yang salah. Karena harus disadari bahwa Semua dogma dalam gereja berdasarkan hasil interpretasi (cara menafsirkan yang berbeda-beda). Rumusan-rumusan dogma telah ditetapkan melalui hasil pleno persidangan-persidangan sinode gereja masingmasing. Dan setiap gereja lokal harus melaksanakan secara konsekwen termasuk dalam merumuskan sebuah tata ibadah harus berdasarkan spirit dogma yang dianut gereja.
C. Pertahankan nilai persekutuan Faktor persekutuan yang dimaksud adalah ikatan persekutuan antara orang percaya dalam jemaat lokal maupun antar jemaat dalam satu denominasi gereja. Persekutuan antara anggota gereja hanya untuk membuktikan bahwa gereja adalah organisme yang hidup dan gereja adalah tubuh Kristus Liturgi gereja harus mempertimbangkan faktor persekutuan dalam gereja. 1. Gereja adalah organisme yang hidup. Calvin mengatakan bahwa : Tidak akan diadakan perhimpunan gerejani tanpa pemberitaan Firman, menaikkan doa, mengadakan pelayanan Perjauan Kudus dan memberikan persembahan (Calvin=Institut). Dalam kebaktian kita duduk bersama; saling pergumulan sesama; saling mendukung sebagai tubuh Kristus. Kebaktian yang benar ialah apabila umat Allah berhimpun memuji Dia, dengan mendengarkan Firman-Nya, dengan duduk sekitar meja-Nya, dengan berdoa, dengan memberikan persembahan dan dengan saling memberikan pengalaman-pengalaman. Inilah liturgi (pekerjaan umat gereja). 2. Gereja adalah tubuh Kristus (ikatan persekutuan) Setiap denominasi memiliki format masing-masing sesuai dengan ikatan persekutuan gereja lokal serta berdasarkan tata gereja masing-masing. Ada gereja yang memiliki keseragaman liturgi dengan gereja-gereja seazas (sealiran), ada gereja yang memiliki keseragaman bersifat simbolik tetapi ada gereja yang diizinkan menetapkan liturgi bebas, sesuai dengan kebutuhan Jemaat setempat. Keterikatan persekutuan dari tingkat lokal, regional sampai tingkat Internasional Jelas akan mempengaruhi pembentukan sebuah liturgi gereja. D. Jangan lupakan sejarah Faktor sejarah yang dimaksud adalah sejarah gereja, dimana gereja perlu memiliki sikap kritis untuk terus mengkaji dan belajar dari sejarah gereja masa lampau. Gereja masa kini masih terus belajar dari gereja abad permulaan dan zaman reformasi tetapi juga terus mengkaji perkembangan zaman (pendekatan kontektual) guna menerapkan liturgi yang relevan. 1. Belajar dari gereja mula-mula. Sekalipun gereja di dunia belum sempurna namun warisan- warisan yang ditinggalkan oleh bapa-bapa gereja atau para pendahulu kita memiliki nilai historis yang dapat digunakan sebagai acuan dalam merancang atau menciptakan liturgi yang baru. Yohanes Calvin (1542) menulis buku bahwa tata kebaktian kita sesuai dengan kebiasaan gereja purba. Samuel Milka (1835) menulis bahwa praktek dari
kebaktian kita berdasarkan pola masa lalu. Dr. Old menunjukkan bahwa para reformator abad ke-XVI secara serius berpikir untuk tetap konsisten terhadap tradisi gereja mula-mula dalam praktek-praktek kebaktian mereka dan di dalam theologia mereka. Bagaimanapun kebaktian kita harus berpedoman pada model zaman rasuli karya bapa-bapa gereja dan teristimewa pada Alkitab; sehingga semakin mendalam seseorang mempelajari zaman apostolis, semakin nyatalah kebenaran bentukbentuk kebaktian dari proses perkembangannya. 2. Belajar dari zaman pertengahan Masih segar dalam ingatan kita bahwa gereja pada abad pertengahan mengalami reformasi bukan hanya secara teologis tetapi juga secara liturgis. Karena itu setelah reformasi, pola ibadah termasuk nyanyian-nyanyian memiliki semangat. Bahkan masih banyak gereja masa kini yang menyayikan nyanyian dengan spirit reformasi abad. E. Wujudkan misi gereja Faktor misi sangat memegang peranan penting dalam memformulasikan sebuah tata ibadah dengan demikian maka gereja dapat menjalankan misinya dengan tepat yaitu menjadi gereja yang terbuka untuk semua orang dan gereja juga mau mengubah tata ibadahnya dan tidak kaku dengan salah satu tata ibadah saja. 1. Gereja terbuka untuk semua orang Gereja harus memenuhi panggilan-Nya di dunia ini yaitu bersekutu, melayani dan bersaksi. Dalam rangka bersaksi (Marturia) inilah, maka gereja harus membuka diri lebar-lebar untuk kehadiran semua orang. Siapa saja boleh hadir dalam ibadah kita, dengan harapan bahwa setelah mengikuti seluruh rangkaian tata ibadah (liturgi), maka orang akan kembali dengan sukacita, bertumbuh iman, pengharapan dan kasih. Jiwa misioner gereja akan tercermin melalui bentuk tata ibadah (liturgi) yang diterapkan masing-masing gereja. 2. Gereja mengubah tata ibadah Biasanya gereja lebih bergairah untuk mengubah tata ibadah demi misi yaitu menjangkau sebanyak mungkin orang. Belakangan ini format tata ibadah di gerejagereja tradisi mulai mengalami perubahan dengan menawarkan beberapa bentuk tata ibadah. Perubahan tata ibadah hanya dengan tujuan agar ibadah bagi kaum muda mungkin berbeda dengan generasi tu. Ibadah dengan menggunakan alat music lengkap atau hanya menggunakan salah satu alat music juga harus dipertimbangkan. F. Pertimbangkan budaya lokal Budaya menjadi faktor pertimbangan dalam upaya penerapan liturgi yang kontekstual. Bagaimana kita memandang sebuah kebudayaan? Dalam Alkitab kita belajar bahwa Allahpun menggunakan budaya untuk menyatakan diri-Nya pada
manusia. Dalam PL ada kebudayaan Ibrani sedangkan dalam PB ada kebudayaan Yunani. Sehingga Alkitab kita pahami melalui kedua kebudayaan tersebut. Bagaimanapun juga Injil harus disampaikan kepada semua bangsa sesuai dengan amanat Agung Tuhan Yesus dalam Matius 28:19-20 "Pergilah jadikanlah semua bangsa murid-Ku". Semua bangsa meliputi kebudayaan setempat dimana Injil diberitakan, misalnya dalam hal menyanyikan nyanyian rohani kita dapat menggunakan bahasa masyarakat setempat atau khotbah dalam bahasa daerah setempat termasuk tata cara ibadah (liturgi) dapat disesuaikan dengan kebudayaan Gereja berada. Dalam hal ini perlu dipertimbangkan pendekatan-pendekatan yang bersifat kontekstual. Faktor ini lebih menitik beratkan pada masalah emosi, cara berpikir dan pandangan tentang dunia dari suatu etnis atau kelompok tertentu. Faktor ini perlu dipertimbangkan guna memperoleh identitas yang sesuai dengan identitas suatu bangsa misalnya bentuk pujian, cara penyajiannya, cara berdoa dan lain sebagainya termasuk cara berpikir budaya timur yang beda dengan budaya barat. G. Ikuti dinamika kehidupan jemaat Sikap dimana gereja berada sangat penting dan dapat mempengaruhi cara beribadah jemaat setempat antara lain : Situasi ekonomi : Bila anggota gereja dari latar belakang ekonomi lemah, maka semua sarana penunjang ibadah pun sangat sederhana dan hal ini akan mempengaruhi cara beribadah. Situasi iklim : Hal ini terlihat dalam bentuk ibadah. Apakah di daerah iklim tropis atau musim dingin. Sering model gedungpun dapat mempengaruhi cara beribadah (arsitektur). Situasi politik : Apakah ada dukungan atau kebebasan bagi gereja untuk beribadah ataukah tidak. Bila tidak ada kebebasan, maka bentuk ibadah tentu lebih sederhana karena kekuatiran akan menimbulkan persoalan bagi lingkungan. Perlu disadari bahwa kedelapan faktor yang telah dipaparkan tidak semua faktor mendapat tekanan yang sama dalam hal pembentukan sebuah liturgi gereja. Ada gereja yang telah mengimport bentuk dan unsur liturgi dari Negara lain tanpa mempertimbangkan faktor setempat, tetapi ada gereja yang mulai mencari bentuk baru yang disesuaikan dengan kondisi dimana gereja berada. Bahkan sangat sulit untuk mengubah, menciptakan suatu format baru bila gereja telah lama menggunakan bentuk yang diimport dari Negara lain. Bila gereja ingin menemukan format yang baru, maka ke delapan faktor di atas perlu dipertimbangkan secara serius. Setelah memperoleh gambaran yang jelas tentang faktor- faktor yang mempengaruhi pembentukan format liturgi maka kini kita dapat mengambil kesimpulan bahwa liturgi bukan sebuah produk yang statis melainkan dinamis mengikuti perkembangan zaman. Liturgi harus diformulasikan berdasarkan kebutuhan orang percaya (liturgi yang kontekstual) dimanapun berada guna mengungkapkan hubungan timbal balik antara Allah dan manusia.
BAB V BENTUK-BENTUK LITURGIA GEREJA MASA KINI erdasarkan pengalaman dan pengamatan di berbagai denominasi maka penulis akan memaparkan beberapa bentuk liturgi yang dapat dijadikan pedoman di dalam melaksanakan ibadah raya khususnya pada hari minggu. Yang dimaksud dengan bentuk liturgi yaitu suatu format dasar yang digunakan dan menjadi acuan dalam menata setiap unsur liturgi sehingga membentuk suatu formulasi tata ibadah yang diharapkan. Setiap denominasi gereja memiliki acuan tersendiri berdasarkan pengaruh dari berbagai faktor pembentukan liturgi. Dari berbagai penerapan model liturgi di berbagai denominasi gereja kita dapat membaginya dalam tiga bentuk yaitu bentuk formal, bentuk bebas dan bentuk flesibel. A. Bentuk liturgia formal Apa yang dimaksudkan dengan bentuk liturgia formal? Bentuk liturgia formal yaitu suatu bentuk yang teratur secara urutan sejak awal ibadah sampai akhir ibadah. Setiap unsur yang telah ditetapkan tidak boleh mengalami perubahan. Pada gereja tertentu, bentuk ibadah tersebut (termasuk setiap unsur liturgy) telah ditetapkan melalui hasil sidang Sinode, kerena semua gereja lokal harus mentaatinya. Tata ibadah setiap minggu tidak boleh dirubah oleh siapapun, pemimpin liturgi harus taat pada aturan gereja dan tidak bebas memberi komentar. Bentuk liturgi formal bersifat mengikat namun teratur dan terarah. Dari “votum hingga berkat" (dari awal sampai akhir ibadah) bagaikan mata rantai yang tak terpisahkan. Kebiasaan beribadah berdasarkan liturgia formal telah diterima oleh seluruh umat yang beribadah bahkan telah berlangsung dari generasi ke generasi. (lihat lampiran liturgia formal). 1. Ciri-ciri liturgia formal Liturgi bentuk formal memiliki beberapa ciri berikut ini antara lain: B
a. Teratur: Semua unsur liturgi disiapkan dengan saksama dan telah ditetapkan secara terperinci sehingga tidak perlu ada komentar tambahan (sesuai dengan keinginan pemimpin ibadah). b. Dipimpin oleh orang-orang khusus: Liturgi formal pada umumnya dipimpin langsung oleh Pendeta sebagai sebuah paket pelayanan. Dalam perkembangan lebih lanjut liturgi dipimpin oleh sang liturgos tersendiri (Penatua atau Diaken). c. Iringan musik yang sederhana: Iringan musik dalam ibadah hanya menggunakan piano atau organ (satu suara). Nyanyian yang dinyanyikan tanpa alat music lengkap juga tanpa tepuk tangan (sakral). d. Suasana ibadah tenang: Semua ibadah berjalan penuh hikmat (sacral). Pada umumnya bentuk liturgi formal digunakan oleh gereja- gereja beraliran protestan. Dan semua bentuk ibadah beserta semua unsur-unsurnya telah ditetapkan berdasarkan keputusan sidang sinode gereja masing-masing. Karena itu perubahan tata ibadah harus melalui persidangan sinode, baik gereja yang bersifat sinodal maupun gereja yang presbiterial atau gereja yang bersifal kongregasional (ada yang kongregasional-sinodal). 2. Pola dasar liturgi formal Apabila kita mengamati pelaksanaan ibadah di berbagai gereja maka kita memperoleh suatu gambaran bahwa liturgi formal selalu memiliki pola dasar yang sama. Penulis memiliki pengalaman bertahun-tahun menjadi anggota gereja yang menerapkan liturgi bentuk formal. Dalam bentuk liturgi formal seluruh acara dapat dibagi dalam empat bagian dengan pola dasar sebagai berikut : MENGHADAP ALLAH PELAYANAN FIRMAN DAN SAKRAMEN PENGUCAPAN SYUKUR PENGUTUSAN 3. Contoh liturgi formal Untuk setiap bagian ini akan dikembangkan lagi dengan beberapa unsur yang akhirnya terbentuklah sebuah format yang sempurna sebagai berikut: Bagian pertama: MENGHADAP TUHAN 1. Nyanyian umat datang menghadap Allah 2. Votum 3. Nats pembimbing/introitus/Mazmur 4. Salam 5. Nyanyian umat 6. Pengakuan dosa 7. Berita pengampunan/Anugerah 8. Nyanyian sambutan umat 9. Amanat hidup baru 10. Paduan suara Bagian kedua: PELAYANAN FIRMAN DAN SAKRAMEN 1. Doa mohon bimbingan Roh Kudus 2. Pembacaan Alkitab
3. Pemberitaan Firman : Khotbah/Perjamuan Kudus 4. Nyanyian jemaat 5. Pengakuan iman 6. Doa syafaat 7. Paduan suara Bagian ketiga: PENGUCAPAN SYUKUR 1. Persembahan Syukur (nyanyian jemaat & doa) 2. Paduan suara Bagian keempat: PENGUTUSAN 1. Warta jemaat 2. Amanat pengutusan 3. Nyanyian pengutusan 4. Berkat 5. Saat teduh 4. Petunjuk pelaksanaan ibadah formal Ada tiga bagian besar dalam liturgi bentuk formal yang perlu dijelaskan sebagai petunjuk pelaksanaan. Tiga bagian tersebut adalah: Bagian pertama: Menghadap Tuhan (berhimpun) Ibadah dimulai dengan langkah berhimpun, yang bertujuan untuk mempersatukan hati jemaat. Prosesnya dimulai saat jemaat memasuki ruang ibadah. Orang perlu mengambil waktu sejenak untuk berdiam diri agar ia dapat menyadari kehadiran Allah. Kesadaran ini akan membuat hatinya terbuka dan siap untuk berdialog dengan Tuhan dalam ibadah. a. Ibadah dimulai dengan nyanyian. Pilihlah nyanyian berfungsi menyatukan hati semua yang hadir untuk datang kehadapan Tuhan (Contoh: KJ 15 - "Berhimpun Semua"). Sesuai dengan tradisi gereja Reformasi, diadakan seremoni penyerahan Alkitab (entry of the Bible) dari salah seorang majelis kepada Pendeta. Tujuannya untuk menunjukkan bahwa ibadah kita didasari oleh Firman Tuhan. b. Pendeta (liturgos) lalu mengawali ibadah dengan mengucapkan Votum yaitu dengan mengutip Maz. 124:8 "Pertolongan kita adalah dalam nama TUHAN, yang menjadikan langit dan bumi." Setelah Votum diucapkan, jemaat mengakui bahwa mereka dapat beribadah hanya karena Tuhan memanggil dan menolong mereka: menghimpun mereka menjadi satu. Pengakuan itu diaminkan dengan nyanyian "Amin." c. Selanjutnya, Pendeta sebagai hamba Kristus menyampaikan "Salam" (greeting /saluation) untuk mengingatkan jemaat bahwa Kristus hadir di tengah-tengah mereka. d. Lalu, untuk lebih menyatukan jemaat dan memfokuskan perhatian mereka pada ibadah, Pendeta memberikan kata pembuka. Wujudnya bisa dalam bentuk
membacakan Nats pengantar yang akan mewarnai topik dialog pada ibadah hari itu, atau dapat juga disampaikan informasi tentang tema, tahun liturgi, atau memperkenalkan pengkhotbah tamu dari jemaat/gereja lain. Dengan cara ini, pelayan ibadah dari jemaat/gereja lain tidak lagi menjadi orang asing, melainkan dihimpun dan dipersatukan dengan jemaat. e. Setelah jemaat dipersatukan, kini mereka dibawa menghadap hadirat Tuhan dalam doa. Ketika berhadapan dengan-Nya, jemaat menyadari bahwa mereka adalah pendosa yang berhadapan dengan Allah yang suci. Oleh sebab itu jemaat memasuki ritual Pengakuan Dosa. Melaluinya jemaat memohon pengampunan, sebab tanpa pengampunan dosa, mereka tidak akan dapat berdamai dengan Allah dan menerima Firman-Nya. f. Setelah doa pengakuan dipanjatkan, Berita Anugerah (assurance of pardon) disampaikan. Pendeta sebagai hamba Allah menyatakan janji pengampunan Tuhan yang obyektif (tertera di dalam Alkitab), bukan subyekif (diampuni karena kuasa gereja). Ketika menerima pengampunan dosa, jemaat diperdamaikan kembali dengan Allah dan sesamanya. Oleh sebab itu, mereka lalu saling bersalaman sambil berkata "Damai besertamu" (Peace be with you) dalam ritus Salam Damai (peace). g. Setelah itu, sebuah lagu syukur dinaikkan sebagai tanda terima kasih kepada Tuhan. Sekarang jemaat telah berhimpun dan membereskan dosa-dosanya. Mereka siap menerima Firman Tuhan. Bagian kedua: Pelayanan firman dan sakramen a. Sebelum Firman Tuhan dibacakan, jemaat perlu menaikkan Doa Epiklese (prayer of illumination). Mengapa? Karena untuk dapat mengerti Firman Tuhan, diperlukan bantuan Roh Kudus untuk membuka pikiran dan hati mereka (2 Kor 3:14-16). b. Setelah itu barulah diadakan pembacaan Alkitab. Di banyak gereja saat ini bacaan Alkitab terdiri dari satu set bacaan yang diambil dari daftar bacaan (leksionari). Tradisi ini sudah muncul sejak orang beribadah di Sinagoge. Beberapa bagian kitab dibacakan, diselingi dengan saat hening atau menyanyikan Mazmur. c. Setelah itu, khotbah disampaikan. Gereja reformasi berpandangan bahwa Allah menyatakan diri-Nya dalam ibadah lewat Alkitab yang dibacakan dan dikhotbahkan. Saat Firman dibacakan dan dikhotbahkan, Yesus Kristus sendiri hadir di tengah jemaat dan menyapa jemaat. Tugas pengkhotbah adalah menghidupkan" kata-kata dalam Alkitab hingga menjadi relevan bagi pendengar masa kini sehingga orang merasa disapa oleh Tuhan lewat kata-kata di dalam Alkitab. d. Setelah mendengarkan firman, jemaat memberi tiga jenis respons: yang pertama, respons pribadi dalam bentuk saat teduh: Jemaat masuk dalam keheningan untuk merenungkan apa makna firman yang baru disampaikan bagi mereka. Respons kedua, respon bersama dalam bentuk pengakuan iman (Affirmation of Faith). Pengakuan Iman berisi rangkuman seluruh isi Injil. Ketika mengucapkannya, jemaat menegaskan kembali bahwa mereka yakin ("Aku percaya") akan firman Tuhan yang telah diberitakan. Pengakuan Iman juga mempersatukan jemaat sebagai bagian dari
gereja segala abad dan tempat. Respons ketiga, respon bersama sebagai Imamat Rajani di dunia ini, dengan menaikkan Doa Syafaat (Prayers of the People). Sebagai Imam bagi dunia, jemaat perlu maniaikan doa untuk seluruh umat manusia di muka bumi . Lewat doa syafat jemaat “menjangkau dunia.” Oleh sebab itu doa syafat hendaknya tidak hanya bersifat lokal, melainkan “seluas kasih Tuhan dan sama spesifik belas kasihan-Nya pada orang yang terlemah diantara kita .” Doa syafat bisa ditutup dengan doa bapa kami yang merupakan segala induk dari doa. Bagian Ketiga: Pengucapan Syukur a. Setelah menerima Firman, jemaat perlu mengucap syukur. Langkah ini diawali dengan memberi persembahan. Di jemaat mula-mula, orang Kristen membawa roti dan air anggur sebagai persembahan, yang ditaruh di dekat pintu masuk. Ketika ibadah berlangsung, para diaken menyisihkan sebagian dari persembahan itu untuk dipakai pada Perjamuan Kudus. b. Setelah pemberitaan firman selesai, roti dan air anggur dibawa masuk menuju meja altar dan Perjamuan Kudus pun dimulai. Roti dan anggur adalah makanan dan minuman sehari-hari masyarakat Timur Tengah. Mempersembahkan makanan dan minuman ke altar merupakan lambang persembahan hidup jemaat untuk melayani Kristus (Roma 12:1). Melaluinya jemaat mengakui: “Dari pada-Mulah segala-galanya dan dari Mu." (1Taw. 29:14). Selain roti dan air anggur, jemaat mula-tangan-Mu sendirilah persembahan yang kami berikan kepada- mula juga mengumpulkan persembahan uang untuk orang miskin sesudah kebaktian selesai (di kotak persembahan). Uang itu, beserta roti dan air anggur yang tidak dipakai, dibagibagikan kepada orang miskin. Bagian keempat: Pengutusan Langkah terakhir dalam liturgi adalah mempersiapkan jemaat kembali berkiprah dalam dunia sehari-hari. Ibarat mobil yang sudah diservis, jemaat sudah diberi makanan rohani dan berdialog dengan Tuhan. Kini mereka harus diutus ke dalam dunia. Ibadah di gedung gereja harus dilanjutkan dengan ibadah dalam hidup seharihari. a. Untuk menyiapkannya, dinyanyi-kan nyanyian pengutusan yang berfungsi menegaskan kembali pesan Firman Tuhan hari itu lewat nyanyian, sekaligus mengekspresikan tekad jemaat untuk siap diutus ke dalam dunia. b. Lalu Pendeta memberikan kalimat Pengutusan (charge) yang biasanya berupa perintah/komando untuk melakukan Firman Tuhan. Agar sanggup melakukan tugas pengutusannya, jemaat membutuhkan berkat Tuhan. Itulah sebabnya Pengutusan disusul dengan pengucapan Berkat (blessing benediction), yang biasanya diambil dari Ulangan 6:24-26 atau Rom 15:13 c. Berkat disambut dengan aklamasi "Haleluya!" (atau "Hosiana!"/"Maranatha!" sesuai tahun liturgi). Pada akhir ibadah, diadakan penyerahan kembali Alkitab yang menandai kebaktian telah dijalankan berlandaskan Firman Tuhan.
B. Bentuk liturgia bebas Setelah kita membahas tentang liturgi bentuk formal dengan segala keunikannya, maka kini kita akan mencoba mendiskusikan tentang liturgi bentuk bebas. Apakah liturgi bebas itu? Liturgi bentuk bebas adalah liturgi yang tidak terikat seperti liturgi formal. Liturgi bentuk bebas bukan berarti bebas tanpa format dasar. Namun bebas yang dimaksudkan adalah kekebasan bagi liturgos (pemimpin ibadah) untuk menambah kalimat-kalimat baik untuk mendorong/memotivasi/memberi semangat bagi semua sedang beribadah untuk memuji Tuhan atau beribadah. Kalimat-kalimat disampaikan secara spontan berdasarkan kebebasan tetapi umat Tuhanpun diberi kebebasan untuk situasi ibadah saat itu. Selain pemimpin ibadah memiliki mengungkapkan ekspesi sukacitanya atau penyembahannya pada Tuhan saat beribadah. Dalam pelaksanaan ibadah tergantung pada Song Leader (pemimpin acara ibadah). Umat Tuhan bebas mengungkapkan pengalamannya dalam menemukan kehadiran Allah dengan meluapkan ekspresi melalui doa, nyanyian dan kata-kata (kadang-kadang menggunakan bahasa lidah), dan umat sering menjawab: "Oh...... Yesus.....", "Amin..........", "Haleluya........ah". Ibadah ibadah dirancang keterlibatan seluruh anggota jemaat yang hadir. Bebas bertepuk tangan, menari, angkat tangan dan dengan seruan-seruan sukacita. Mazmur 150 dan 1 Kor.12-14 menjadi aspirasi tentang gaya ibadah ini. Harus tetap diakui bahwa bentuk liturgi bebas tetap memfokuskan penyembahannya pada Tuhan Yesus Kristus selaku kepala Gereja yang hidup. (Lihat lampiran liturgi bebas). 1. Ciri-ciri liturgi bentuk bebas Pada umumnya bentuk liturgi bebas digunakan oleh gereja-gereja beraliran Karismatik dan Pentakostal, termasuk juga sebagian kaum Injili.Liturgi bentuk bebas memiliki beberapa ciri berikut ini: a. Semua unsur liturgi di atas disiapkan dengan baik namun pemimpin punjian (Song Leader) bebas berkomentar sesuai dengan keinginan pemimpin ibadah. Dalam hal ini harus hati-hati dalam memberikan komentar agar seluruh acara tetap mengalir dalam keterkaitan yang erat. b. Liturgi bebas pada umumnya dipimpin langsung oleh kemampuan memimpin ibadah dengan baik. e. Iringan musik dalam ibadah menggunakan semua alat musik lengkap bahkan dengan tari/danser. Nyanyian dinyanyikan dengan tepuk tangan yang meriah ( pujian dan penyembahan). f. keseluruhan ibadah diwarnai dengan pujian dan penyembahan (dengan memberi kesempatan bagi karya Roh Kudus untuk memanifestasikan karunia-karuniaNya). 2. Pola Dasar Liturgi Bebas
Bentuk liturgi bebas membagi seluruh ibadahnya dalam lima bagian besar, dengan pola dasar sebagai berikut : PROLOG (Memulai ibadah) PRAISE (Pujian) WORSHIP (Penyembahan) SERMON (Pelayanan Firman) EPILOG (Mengakhiri ibadah) 3. Contoh liturgi bentuk bebas Liturgi bentuk bebas memiliki empat bagian besar yaitu PROLOG, PRAISE, WORSHIP, SERMON dan EPILOG. Bagian- bagian tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: Bagian pertama: PROLOG 1. Instrumen (persiapan ibadah) 2. Salam pembuka dari pemimpin ibadah 3. Pujian 1 4. Mengajarkan lagu baru 5. Doa pembukaan Bagian kedua: PRAISE 1. Pujian II 2. Kesaksian 3. Vokal group/koor 4. Pujian III Bagian ketiga: WORSHIP 1. Transisi pujian ke penyembahan 2. Nyanyian spontan yang lembut Bagian keempat: SERMON 1. Doa Firman 2. Khotbah 3. Altar call Bagian kelima: EPILOG 4. Pujian IV 5. Persembahan dan pengumuman 6. Doa penutup + berkat 7. Pujian V Perhatikan bahwa dalam pelaksanaan tata ibadah bentuk bebas, hampir semua unsur utama memiliki kesamaan dengan liturgi bentuk formal. Karena itu menurut hemat penulis, hanya ada perbedaan istilah pada pola dasar tetapi intinya sama dan perbedaan pada kebebasan memberi komentar saat beribadah. Jadi apapun bentuk ibadah yang penting adalah Allah hadir dalam ibadah dan umat meresponi dengan kegaguman, pujian dan ormat. Penulis hanya ingin memperkenalkan kepada pembaca bahwa sebagai umat Tuhan yang terdiri dari banyak anggota, ternyata setiap anggota memiliki keunikan tersendiri.
C. Bentuk Liturgia Fleksibel Di samping liturgi bentuk formal dan liturgi bentuk bebas ternyata dalam pengamatan penulis ada lagi satu bentuk liturgi yang diterapkan dalam gereja yaitu liturgi bentuk fleksibel. Kemungkinan ada gereja yang memiliki anggota jemaat yang beragam latar belakang. Ada yang berasal dari latar belakang gereja yang menganut liturgi formal, namun ada yang berasal dari gereja yang menganut liturgi bebas. Maka sebagai solusinya adalah penerapan liturgi bentuk fleksibel. Selain faktor latar belakang jemaat tetapi juga demi pendekatan-pendekatan pelayanan yang kontekstual maka dimungkinkan adanya penerapan model liturgi yang baru. Formulasi baru atau yang kita sebut liturgi fleksibel. Apakah liturgi fleksibel itu? Bentuk liturgia fleksibel adalah suatu bentuk ibadah yang mengkombinasikan antara bentuk formal dan bentuk bebas. Pola ibadah dicancang berdasarkam kombinasi dari kedua pola yang dijelaskan sebelumnya. Tetapi yang menarik juga adalah ada gereja yang menerapkan bentuk formal untuk ibadah pertama (pagi pkl. 7.00) bagi generasi tua dan menerapkan liturgi bebas untuk ibadah kedua (Pkl. 9.00) bagi generasi muda, serta liturgi kombinasi dari kedua bentuk (bentuk fleksibel) untuk ibadah ketiga (Pkl.17.00) yang dihadiri oleh generasi tua maupun muda. 1. Ciri-ciri liturgi fleksibel Berdasarkan pengggabungan kedua bentuk di atas maka kita dapat simpulkan bahwa pola untuk liturgi fleksibel tetap menggunakan sebuah pola dasar hanya dengan sebutan yang berbedah tetapi dengan maksud yang sama. a. Penempatan unsur Votum (di awal ibadah) dan unsur Berkat (di akhir ibadah) sama dengan liturgia formal. b. Penempatan nyanyian selalu ada di sela-sela setiap unsur penting. c. Penenpatan unsur persembahan (korban) dapat diletakkan sebelum khotbah atau sesudah khotbah. d. Unsur Pengakuan Iman dan Doa Bapa kami (lihat lampiran) kadang-kadang ada kadang-kadang tidak ada. Maksudnya agar tidak mengarah pada sesuatu yang hanya bersifat formalitas tanpa makna. Karena itu gereja-gereja yang menerapkan liturgi fleksibel tidak memaksakan unsur-unsur ini di masukkan dalam ibadah minggu. 2. Contoh bentuk liturgia fleksibel Liturgi fleksibel mengkombinasi dua bentuk liturgi maka bentuk yang disajikan dalam ibadah selalu bervariasi. Kadang kadang pada ibadah sakral akan menggunakan bentuk formal sedangkan pada ibadah minggu biasa dapat menggunakan bentuk bebas. Berikut ini bentuk yang umum yang sering digunakan antara lain: 1. PROLOG/MENGHADAP ALLAH
Nyanyian Menggunakan doa pembukaan dan votum II PRAISE&WORSHIP Full memuji dan menyenbah Tuhan melalui nyanyian Doa syukur III SERMON/PELAYANAN FIRMAN Nyanyian Doa syafaat (Doa Bapa Kami) Nyanyian Persembahan IV EPILOG Nyanyian Doa penutup dan berkat Apapun bentuk liturgi yang diterapkan dalam ibadah sebaiknya berdasarkan pertimbangan-pertimbangan teologis dan praktis yaitu demi pertumbuhan iman jemaat. Umat Tuhan datang ke ibadah setiap hari minggu hanya dengan tujuan ingin memuji, menyembah, mengucap syukur dan mendengarkan Firman Allah. Setiap orang harus mengalami perjumpaan dengan Allah yang hidup sehingga terjadi komunikasi dua arah: Manusia berbicara dengan Allah dan Allah berbicara dengan manusia. Kita berbicara dengan Allah melalui nyanyian dan doa sedangkan Allah berbicara dengan kita melalui Firman-Nya.
BAB VI UNSUR-UNSUR PENTING DALAM LITURGIA GEREJA nsur-unsur liturgia adalah unsur-unsur yang terkandung dalam sebuah bentuk liturgi dan tetap dipertahankan sebagai menempatkan urutan liturgi berdasarkan unsur yang akan dijelaskan, melainkan penulis hanya bermaksud untuk membahas unsur-unsur penting yang ada dalam liturgi masa kini karena setiap unsur harus memiliki landasan teologis yang benar. Sangat menarik bahwa baik ibadah bentuk formal, bentuk bebas maupun bentuk fleksibel tetap menggunakan beberapa unsur penting dalam setiap ibadah jemaat. Ada yang menghilangkan beberapa unsur, ada yang menambahkan/memodifikasi beberapa unsur berdasarkan warna teologia atau warna denominasi gereja yang dianut. Bentuk liturgi apapun yang diterapkan dalam ibadah jemaat, disarankan agar selalu mempertimbangkan aspek teologis yang benar. Dengan demikian maka unsur-unsur liturgi tersebut tidak hanya sekedar dilaksanakan menurut kemauan pribadi atau hanya sebuah aturan yang bersifat formalitas tanpa spirit kehadiran Allah dalam sebuah ibadah. Abineno dalam bukunya tentang "liturgia gereja" juga membahas unsur-unsur liturgi secara rinci, karena itu penulis pun setuju dengan pikiran Abineno, bahwa unsurunsur liturgi dalam sebuah gereja harus memiliki makna teologis. Beberapa unsur penting yang yang perlu mendapat sorotan teologis adalah: Votum dan Salam, Nats pembimbing/introitus, Doa-doa, Berita Anugerah dan Petunjuk Hidup baru, Nyanyian jemaat, Pembacaan Alkitab dan Khotbah, Korban/persembahan, Pengakuan iman dan Berkat. A. Votum dan Salam Votum dan salam selalu dirangkai menjadi satu kesatuan diucapkan pada awal ibadah. Ini adalah sebuah tradisi gereja yang sudah berlangsung sejak ibadah perjanjian lama hingga kini. 1. Votum Kata votum dalam bahasa latin, berarti "keinginan". Pada abad pertengahan kita ini dipakai untuk orang awam yang mempunyai keinginan untuk melayani Tuhan. Pada zaman reformasi votum dipakai untuk memulai ibadah, yaitu mengakui pertolongan U