The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Naskah Akademik Kajian Manfaat Jaminan Kesehatan Berbasis Kebutuhan Dasar Kesehatan

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by ayundaoktavia, 2021-04-13 04:31:21

Naskah Akademik Kajian Manfaat Jaminan Kesehatan Berbasis Kebutuhan Dasar Kesehatan

Naskah Akademik Kajian Manfaat Jaminan Kesehatan Berbasis Kebutuhan Dasar Kesehatan

MJK-BKDK BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PRAKTIK EMPIRIK 23

b. Sekolah memberikan kondisi belajar yang dapat mendorong
pengembangan kemampuan vital pada anak-anak dan
remaja sehingga mereka dapat memilih keputusan yang
baik

c. Sekolah harus mampu mencegah permasalahan kesehatan
siswa, menanganinya dengan baik. Apabila dibutuhkan
penanganan yang lebih serius dapat merujuk ke fasilitas
kesehatan

Selain itu, upaya meningkatkan self-esteem anak-anak dan
remaja dan mengarahkannya pada aktivitas positif merupakan
upaya yang baik untuk bisa mengurangi kemungkinan siswa
merokok, minum alkohol, atau mengkonsumsi narkotika.
Penguatan karakter anak pada keluarga juga penting sehingga
anak mendapatkan informasi yang baik dalam mengambil
pilihan yang sehat.

Orang pada usia dewasa hingga 65 tahun

Pada penduduk di usia produktif yang menjalankan aktivitas
sebagai penanggung jawab ekonomi keluarga, beban
kesehatan yang sering kali dialami karena aktivitas pekerjaan
dan perubahan gaya hidup yang menjadi tidak sehat seperti
kebiasaan merokok, jarang beraktivitas fisik, dan kebiasaan
mengkonsumsi makanan tidak sehat. Penyebab kematian
pada penduduk usia produktif ini tidak hanya disebabkan oleh
penyakit kronis tidak menular (penyakit kardiovaskuler, kanker,
diabetes, PPOK, kecelakaan) melainkan juga penyakit-penyakit
infeksi yang mematikan (tuberkulosis, HIV/AIDS, penyakit
pernapasan akut). Upaya pencegahan yang masif, penerapan
vaksin, dan pengobatan yang efektif menjadi kegiatan kunci
agar dapat menekan kematian premature dan disabilitas
pada penduduk usia kerja ini. Dalam rangka melindungi hak-
hak khusus wanita, WHO mengembangkan kebijakan terkait
dengan gender dan kesehatan wanita di tempat kerja. Selain itu,
The Global Commission on Women’s Health juga mendorong
upaya kesehatan untuk fokus pada edukasi kesehatan anak
perempuan dan perempuan dewasa, memerangi kekerasan
pada perempuan, menurunkan angka kesakitan dan kematian

24 BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PRAKTIK EMPIRIK MJK-BKDK

pada perempuan dengan penanganan aborsi yang aman,
penerapan program keluarga berencana, pelayanan antenatal
care dan persalinan yang memadai.

Orang pada Usia lanjut

Hidup dengan usia yang panjang merupakan harapan setiap
orang. Namun, tidak hanya usia panjang yang diharapkan,
akan tetapi juga meminimalisasi disabilitas serta hidup yang
berkualitas secara fisik, spiritual, dan mental.

Menurunnya angka kematian anak balita dan pengendalian
penyakit yang baik berdampak pada lamanya angka harapan
hidup setiap manusia. Namun hidup dengan usia yang panjang
ternyata juga memiliki banyak tantangan, seperti tantangan
masalah kesehatan, sosial, individu, dan gender. Dari sisi
kesehatan, penduduk dengan usia lanjut berisiko untuk menderita
penyakit-penyakit kronis seperti kardiovaskuler, diabetes
melitus, hipertensi, kanker, gangguan mental, osteoporosis,
gangguan persendian, serta penurunan kemampuan melihat
dan mengingat informasi. Harapan hidup wanita lebih tinggi
dibandingkan pria karena pria lebih berisiko menderita penyakit
kronis dan tidak menular.

Oleh karena itu, kebutuhan kesehatan pada penduduk usia lanjut
perlu dijamin dengan baik oleh pemerintah. Pada beberapa
negara, diterapkan program paket pelayanan untuk lansia
yang mengintegrasikan program kesehatan dan sosial, seperti
program public long-term care assurance yang dilakukan di
Jepang atau Swedia. Tentunya program ini harus diikuti dengan
penguatan sistem dan pelayanan kesehatan di setiap daerah.

MJK-BKDK BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PRAKTIK EMPIRIK 25

2.4. Kajian Teoritik Pelayanan dan Upaya Kesehatan
(Health Services)

Semua kebutuhan terhadap kesehatan dipenuhi dengan upaya
yang disebut pelayanan kesehatan.

Pelayanan kesehatan menurut Leavell and Clark (1965) dalam
Encyclopedia of Behavioral Medicine (2013) terdiri dari lima tingkatan
pencegahan (17), sebagai berikut:

Gambar 4. Tingkatan Pencegahan Penyakit

Setiap masalah kesehatan atau kebutuhan kesehatan memerlukan
kelima tingkatan pencegahan secara komprehensif. Jadi setiap jenis
penyakit menular, penyakit tidak menular, masalah kesehatan ibu
dan anak dan gangguan gizi, memerlukan kelima jenjang pelayanan
tersebut. Artinya, intervensi untuk mengatasi masalah kesehatan tidak
bisa parsial (misalnya pencegahan saja, skrining saja atau pengobatan
saja). Intervensi yang dilakukan harus bersifat komprehensif meliputi
ke lima jenjang pelayanan tersebut diatas.

Dalam The World Development Report 1993; pelayanan kesehatan
tersebut dibagi dua yaitu (i) Public Health Services dan (ii) Individual
Clinical Services (6).

26 BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PRAKTIK EMPIRIK MJK-BKDK

Mirip dengan Bank Dunia tersebut, di Indonesia (Perpres-72/2012)
upaya kesehatan tersebut juga dibagi dua yaitu (i) Upaya
Kesehatan Masyarakat atau UKM dan (ii) Upaya Kesehatan
Perorangan (UKP). Seperti telah disampaikan dimuka, UKM bersifat
“public goods”, dengan sasaran kelompok masyarakat dan wilayah,
serta diselenggarakan dengan menggerakkan tatanan birokrasi
pemerintah dan tatanan sosial. Sedangkan UKP yang bersifat “private
goods”, sasarannya adalah perorangan dan diselenggarakan pada
institusi pelayanan kesehatan dan institusi rumah tangga.

2.4.1. Pelayanan Kesehatan Dasar (Basic Health Services)

Seperti yang telah dijelaskan diatas, setiap kebutuhan kesehatan akan
membutuhkan pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan dasar
merupakan pelayanan yang disediakan merespon kebutuhan dasar
kesehatan di masyarakat.

Pada tahun 1993 Bank Dunia menjelaskan bahwa pemerintah di
negara berkembang minimal perlu menyediakan pelayanan kesehatan
masyarakat berupa imunisasi, pencegahan AIDS, pelayanan kesehatan
di sekolah, keluarga berencana dan gizi, program penurunan
konsumsi tembakau dan alkohol, serta upaya peningkatan kesehatan
lingkungan rumah. Sedangkan pelayanan esensial klinis minimal
diberikan untuk lima kelompok masalah kesehatan yaitu pelayanan
kesehatan ibu dan anak (sejak pre-natal hingga postpartum), keluarga
berencana, pengendalian tuberculosis, pengendalian penyakit infeksi
menular seksual, serta penyakit-penyakit yang biasa diderita pada
anak-anak (diare, ISPA, campak, malaria, malnutrisi) (6).

MJK-BKDK BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PRAKTIK EMPIRIK 27

Tabel 2. Daftar Pelayanan Kesehatan Dasar (6)

Pelayanan Kesehatan Dasar

Pelayanan Kesehatan Masyarakat Dasar

a. Imunisasi
- Imunisasi DPT untuk mencegah dipteria, pertussis, dan tetanus
- Imunisasi campak
- Imunisasi polio
- Imunisasi BCG untuk mencegah tuberculosis dan leprosy
- Imuniasi TT untuk ibu hamil
- Imunisasi Hepatitis B dan demam kuning
- Imunisasi Hib untuk mencegah meningitis dan pneumonia yang disebabkan virus
Haemophilus influenzae tipe B

b. Pelayanan kesehatan berbasis sekolah
- Penanganan masal infeksi akibat parasit cacing terutama pada anak usia sekolah
melalui perbaikan sanitasi

c. Screening masal dan rujukan
- Deteksi dini penyakit menular seperti tuberculosis dan penyakit tidak menular
khususnya pada penyakit-penyakit dengan prevalensi tinggi sehingga dapat
mendapatkan penanganan segera.

d. Diet dan Gizi
- Pemberian Vit A, yodium, zat besi dan mikronutrien lain
- Edukasi gizi
- Pengendalian parasit pada usus
- Fortifikasi makanan
- Subsidi harga makanan

e. Program Fertilitas
- Penyediaan metode kontrasepsi
- Akses pada aborsi yang aman. di Indonesia, aborsi diatur dalam UU Kesehatan,
dan hanya boleh dilakukan apabila terdapat indikasi medis, atau terdapat implikasi
psikologis yang besar terhadap pasien karena pemerkosaan (18)

f. Pengendalian kesalahan konsumsi tembakau, alcohol, dan obat-obatan
- Edukasi masyarakat dan peringatan bahaya pada kemasan dan iklan rokok
- Penerapan Kawasan tanpa rokok
- Penguranan TAR pada rokok
- Peningkatan pajak

g. Kesehatan Lingkungan
- Kesehatan lingkungan rumah (udara di dalam rumah, air, sanitasi, kondisi
perumahan)
- Kesehatan tempat kerja
- Radiasi dan polusi udara dan air
- Lingkungan jalan dan transportasi

h. Penanganan kasus AIDS
- Pengendalian kasus pada kelompok berisiko dan usia muda
- Penggunaan kondom
- Integrasi pencegahan AIDS dengan infeksi penularan seksual
- Screening dan diagnosis
- Surveilens

28 BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PRAKTIK EMPIRIK MJK-BKDK

Pelayanan Kesehatan Dasar

Pelayanan Esensial Klinis Minimal

a. Prenatal dan pelayanan persalinan
- Edukasi dan komunikasi kepada masyarakat untuk bersalin di fasilitas termasuk
penyediaan alat transportasi
- Community-based obstetrics
- Pelayanan rumah sakit daerah untuk kasus komplikasi

b. Pelayanan keluarga berencana
- Keluarga bersama dan pelayanan aborsi yang aman

c. Manajemen balita sakit terpadu
- Pelayanan kesehatan primer menyediakan pelayanan penegakan diagnosis dan
peresepan yang tepar
- Rujukan kasus dengan cepat jika terjadi komplikasi
- Penanganan diutamakan pada penyakit diare, ISPA, campak, dan malaria

d. Penanganan tuberkulosis
- Pengobatan 6-8 bulan atau 12-18 bulan

e. Penanganan Penyakit infeksi menular seksual
- Penanganan kasus yang teritegrasi dengan AIDS
- Penanganan kelompok berisiko
- Pengembangan pelayanan resisten mikrobiologi

Pada tahun 1978 dalam Deklarasi Alma Ata ditetapkan dua strategi
dalam mencapai tujuan pemerataan kesehatan di seluruh dunia,
yaitu pendekatan pelayanan kesehatan primer (primary health care)
dan pendekatan sistem kesehatan nasional. Dalam deklarasi ini,
pelayanan kesehatan primer didefinisikan sebagai pelayanan
kesehatan esensial yang merupakan kontak pertama antara
individu dan tenaga kesehatan. pelayanan kesehatan primer
merupakan pelayanan yang secara ilmiah dapat dipertanggung
jawabkan, diterima oleh masyarakat secara sosial, mudah diakses
oleh individu dan keluarga, terjangkau secara finansial, melibatkan
peran serta masyarakat, dan juga menitikberatkan pada kemandirian
masyarakat atau disebut dengan self reliance and self determination
(19).

Di Iraq, pelayanan kesehatan dasar didefinisikan sebagai kumpulan
layanan kesehatan esensial minimum yang dibutuhkan oleh semua
penduduk untuk mendapatkan akses yang terjamin. Layanan esensial
adalah layanan kesehatan yang memberikan manfaat maksimal
dalam status kesehatan (di tingkat nasional) dari uang yang telah
dibelanjakan (20).

MJK-BKDK BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PRAKTIK EMPIRIK 29

Menurut Kabir (2019), paket pelayanan kesehatan dasar merupakan
salah satu strategi kunci dalam meningkatkan efektivitas sistem
kesehatan dan memeratakan distribusi sumber daya kesehatan.

Pada dasarnya, pelayanan kesehatan dasar dalam setiap negara
berbeda-beda bergantung pada kondisi sosial, ekonomi, dan pola
demografi dan epidemiologi. Jika manfaat dasar kesehatan sudah
ditetapkan maka negara harus mempersiapkan kemampuan tenaga
kesehatan, obat-obatan, alat dan sumber daya kesehatan lain yang
dibutuhkan dalam memberikan pelayanan kesehatan dasar tersebut.

Menurut WHO, terdapat empat jastifikasi kunci dalam menentukan
manfaat pelayanan kesehatan dasar yaitu (21):

a. Penentuan prioritas berdasarkan efektivitas dan biaya.
Artinya, intervensi yang dipilih sebisa mungkin berdasarkan pada
pelayanan kesehatan yang cost-effective dengan memberikan
dampak yang besar dalam peningkatan status kesehatan.

b. Penurunan kemiskinan. Beberapa penyakit dapat
menyebabkan suatu keluarga menjadi miskin, diharapkan
dengan manfaat dasar ini dapat mencegah kondisi tersebut

c. Pemerataan. Manfaat dasar kesehatan menjelaskan mengenai
pelayanan minimal yang harus tersedia untuk semua orang
tanpa ada diskriminasi sehingga akan tercapai pemerataan.

d. Pemberdayaan politik dan akuntabilitas. Manfaat dasar
yang harus disediakan untuk semua orang, akan mengikat
berbagai pihak termasuk pemerintah, fasilitas kesehatan, dan
perusahaan asuransi untuk terlibat.

Di Iran, penentuan pelayanan kesehatan dasar ditentukan dengan
menggunakan delapan kriteria utama yaitu prioritas kesehatan,
struktur dan kapasitas pelayanan kesehatan, people demands, cost-
effectiveness, utilization, sumber pembiayaan, penerimaan pelayanan
dari aspek sosial, serta kewajiban atau tuntutan dari prioritas
internasional, nasional, juga politik. Dari kriteria tersebut, terurai
54 sub-kriteria yang menjadi pertimbangan dalam menentukan
pelayanan kesehatan dasar. Keseluruhan kriteria dan sub-kriteria
ini selanjutnya ditentukan beberapa kriteria prioritas oleh para ahli,

30 BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PRAKTIK EMPIRIK MJK-BKDK

pemangku kepentingan, profesi, parlemen, serta perusahaan asuransi.
Dari penilaian ahli ini, didapatkan rangking prioritas kriteria yang yang
dipergunakan dalam penentuan pelayanan dasar. Kriteria tersebut
adalah (1) prioritas kesehatan (beban biaya, morbidity, mortality,
relevant risk factors of disease), (2) people demands (kebutuhan
masyarakat secara umum, kelompok rentan, penyakit menular), (3)
kemampuan sistem (struktur pelayanan, kemampuan SDM, dan tingkat
pelayanan), serta cost-effectiveness (22).

Lebih lanjut WHO menjelaskan bahwa seluruh pelayanan kesehatan
yang telah ditetapkan berdasarkan jastifikasi diatas, dibiayai dengan
model pembiayaan yang berbeda-beda pula antara lain tax-financed
health services, insurance-based system, dan health system with
mixed health financing (21).

2.4.2. Paket Manfaat Dasar pada Jaminan Kesehatan
(Basic Benefit Packages)

Paket Manfaat Dasar (Basic Benefit Packages) adalah sejumlah
layanan perorangan yang dijamin dalam program asuransi
kesehatan sosial. Penetapan Paket Manfaat Dasar atau Basic
Benefit Packages (BBP) menjadi penting untuk mewujudkan
pemerataan pelayanan kesehatan. Paket manfaat yang dijamin
dalam jaminan kesehatan adalah pelayanan komprehensif
sesuai dengan dana yang tersedia. Normand & Weber juga
menjelaskan bahwa asas perlindungan finansial, cost-effectiveness,
dan pelayanan komprehensif menjadi hal yang harus diperhatikan
dalam perencanaan paket manfaat (23).

Pada Konvensi Perlindungan Sosial tahun 1952, diatur bahwa minimal
pelayanan medis yang disediakan pada program ini adalah pelayanan
klinis dengan dokter umum termasuk kunjungan rumah, pelayanan
spesialis rawat inap dan rawat jalan di rumah sakit, pelayanan
kefarmasian, serta hospitalisasi jika dibutuhkan. Kemudian pada artikel
ditambah dengan pelayanan kesehatan ibu hamil sebelum persalinan
dan juga rawat inap oleh dokter maupun bidan.

Menurut World Bank, paket manfaat dasar yang ditetapkan harus
bertujuan untuk meningkatkan tujuan utama kesehatan, memastikan
terjadinya perlindungan finansial, dan merespon kebutuhan

MJK-BKDK BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PRAKTIK EMPIRIK 31

konsumen; atau “health status improvement financial protection
and responsiveness” (24). Selain itu, paket manfaat dasar juga harus
menjamin keberlangsungan program, pemerataan pelayanan, biaya
yang efisien dan terjangkau. Sebelum menentukan paket manfaat
yang akan dijamin dalam program, penting untuk menghitung
pendapatan program. Hal ini dapat dilakukan dengan mengetahui
perkiraan jumlah anggota dikalikan dengan perkiraan kontribusi dari
masing-masing anggota program.

Secara detail, Normand & Weber menjelaskan bahwa setidaknya ada
lima elemen yang harus diperhatikan dalam penentuan paket manfaat
(23), yaitu:

a. Perspektif epidemiologi. Analisis epidemiologi atau distribusi
penyakit membantu untuk mengidentifikasi penyakit yang
paling sering terjadi serta penyakit-penyakit yang menyebabkan
kematian

b. Perspektif cost-effectiveness. Pada World Development
Report 1993 dipublikasikan, Bank Dunia telah mengidentifikasi
pelayanan-pelayanan minimum apa saja yang menunjukkan
hasil cost-effectiveness pada pelayanan kesehatan masyarakat
dan juga pelayanan klinis. Pelayanan esensial klinis minimal
terdiri dari pelayanan anak sakit, keluarga berencana, prenatal
dan pelayanan persalinan, pengobatan kasus tuberkulosis, dan
penyakit menular seksual (6). Selanjutnya, pada deklarasi Alma
Ata 1978 juga dijelaskan bahwa pelayanan kesehatan pada
fasilitas primer merupakan pelayanan kesehatan yang cost-
effectiveness.

c. Perspektif Ekuitas. pelayanan kesehatan yang sama dan
terstandar harus tersedia di fasilitas kesehatan untuk kelompok
masyarakat yang memiliki kebutuhan yang sama (horizontal
equity). Misalnya, ibu yang bersalin di puskesmas di perkotaan
dan pedesaan harus mendapatkan pelayanan persalinan yang
sama. Namun, perbedaan akses menuju fasilitas kesehatan di
perkotaan dan di pedesaan yang lebih sulit menjadi tantangan.

Ada beberapa pelayanan kesehatan yang mahal tidak bisa
dikeluarkan dari paket manfaat karena lebih cost-effective
dalam menurunkan angka kematian dan meningkatkan kualitas

32 BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PRAKTIK EMPIRIK MJK-BKDK

hidup. Selain itu, perlu juga dipertimbangkan pelayanan
kesehatan pada penyakit dan kondisi kesehatan yang kronis
dan parah yang dapat mempengaruhi seseorang memasuki
jurang kemiskinan (vertical equity). Penting juga untuk
mempertimbangkan upaya-upaya pencegahan penyakit pada
tingkat individu dan keluarga sehingga tidak terdorong pada
kemiskinan.

d. Rumusan paket manfaat dan penyedia pelayanan
kesehatan. Pada bagian ini, peran dari penyelenggara program
dan penyedia pelayanan menjadi utama. Penyedia pelayanan
menentukan apa saja pelayanan yang dibutuhkan dan
dibiayai melalui skema asuransi kesehatan sosial sedangkan
penyelenggara program jaminan kesehatan menentukan daftar
pelayanan yang dijamin dan tidak dijamin. Pada pelayanan
yang dijamin, dapat diterapkan skenario pembayaran
yang berbeda-beda pada fasilitas kesehatan.

e. The concept of support value. Pertimbangan lain dalam
asuransi kesehatan berkaitan dengan besarnya beban biaya.
Beban biaya ini meningkat misalnya pada pelayanan
katastropik atau pelayanan kesehatan lain. Hal ini sesuai
dengan tujuan asuransi kesehatan untuk memaksimalkan
support value tanpa melupakan bahwa ada kontribusi yang
harus dikeluarkan oleh masyarakat.

Selain pertimbangan kriteria diatas, penelitian yang dilakukan Hayati
(2018) menunjukkan bahwa paket manfaat dikategorikan
menjadi tiga kategori yaitu intervention-related criteria,
disease-related criteria, dan community-related criteria (25).
Pada ketiga kategori tersebut, kriteria yang sering digunakan
adalah (1) cost-effectiveness, (2) effectiveness, (3) equity, (4) budget
impact, dan (5) necessity and burden of disease.

Berbeda dengan yang dilakukan oleh Hayati (2018), Yongkong
mengungkapkan Multicriteria Decision Analysis yang dilakukan
oleh Thailand pada tahun 2012 (26). Di Thailand, ada enam
kriteria kunci yang diaplikasikan dalam penentuan paket manfaat
pada program jaminan kesehatannya, yaitu (i) besarnya populasi
yang menderita penyakit, (ii) tingkat keparahan penyakit, (iii)
efektivitas intervensi, (iv) variasi implementasi intervensi yang dapat

MJK-BKDK BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PRAKTIK EMPIRIK 33

menyebabkan ketidakmerataan akses pelayanan kesehatan, (v)
dampak ekonomi pada rumah tangga, (vi) ekuitas/dampak sosial.

Dalam merancang paket manfaat asuransi kesehatan sosial, Normand
& Weber menjelaskan terdapat sembilan langkah penyusunan
yaitu (23):

a. Menilai kondisi saat ini untuk bisa menentukan paket manfaat
perlu dilakukan analisis situasi ketersediaan dan kemampuan
infrastruktur yang ada saat ini.

b. Analisis pola pemanfaatan pelayanan. Pola pemanfaatan
pelayanan kesehatan harus bisa menggambarkan penggunaan
layanan di rumah sakit (rawat inap dan rawat jalan), pelayanan
rawat jalan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama. Data ini
tidak hanya dibutuhkan untuk penentuan biaya medis tetapi
juga untuk merencanakan modifikasi infrastruktur kesehatan
dimasa yang akan datang. “The utilization rate” pada dasarnya
dipengaruhi oleh pola kesakitan, praktek klinis, ketersediaan
infrastruktur saat ini, mekanisme pembiayaan, co-payment,
serta budaya dan kebiasaan pasien di rumah.

c. Tentukan tujuan dan prioritas strategis. Pelayanan kesehatan
yang paling sering dipergunakan serta pelayanan katastropik
dengan intervensi cost-effective atau upaya pencegahan
merupakan pelayanan yang masuk dalam positive list. Sejumlah
intervensi dan layanan dengan prioritas tinggi dapat dipilih dari
daftar ini untuk berfungsi sebagai “paket awal” di mana paket
dasar dapat dibangun.

d. Promosi dan edukasi kesehatan. Pada beberapa praktik,
asuransi kesehatan sosial dapat mendukung aktivitas dan
tugas dari organisasi kesehatan masyarakat dalam promosi dan
edukasi kesehatan dalam bentuk:

- Asuransi kesehatan sosial akan membayar fasilitas kesehatan
untuk memenuhi tugas promosi dan edukasi kesehatan

- Penyelenggara akan mengintegrasikan sistem pembayaran
(co-payment atau reimbursements) dengan kebiasaan
berisiko yang dilakukan seperti merokok, olahraga yang
berbahaya, penyalahgunaan obat dan narkoba

34 BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PRAKTIK EMPIRIK MJK-BKDK

- Penyelenggara menerapkan premium tambahan untuk
pekerja yang bekerja di tempat yang berisiko dan tidak sehat.

e. Penyusunan standar untuk diagnosis dan pengobatan.
Setelah Basic Benefit Package didefinisikan, standar pedoman
diagnosis dan pengobatan serta penggunaan obat yang
tepat harus sudah tersedia sebagai bagian dari mekanisme
penjaminan kualitas.

f. Melakukan pemilihan penyedia fasilitas kesehatan
g. Menetapkan paket manfaat dasar
h. Mengembangkan sistem penjaminan kualitas pelayanan

dan
i. Melakukan “scaling up” atau mendorong pertumbuhan

sistem secara keseluruhan.



MJK-BKDK BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT 35

BAB III
EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT

Program jaminan kesehatan merupakan salah satu jaminan sosial
yang bertujuan untuk menjamin manfaat pemeliharaan kesehatan dan
perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan. Sesuai
amanat pasal 19 UU No. 40 tahun 2004, penyelenggaraan program
jaminan kesehatan diimplementasikan dengan prinsip asuransi sosial
dan ekuitas. Artinya, program ini diselenggarakan berbasis hak dan
prinsip asuransi. Adapun penjelasan mengenai kebutuhan dasar
kesehatan, pelayanan kesehatan dasar, dan paket manfaat dasar dari
perspektif regulasi yang ada di Indonesia akan dijelaskan pada bab
ini.

3.1. Regulasi Mengenai Hak Kesehatan
sebagai Bagian dari Hak Hidup Layak

Berdasarkan UUD 1945 pasal 28H dijelaskan bahwa setiap
orang berhak hidup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal, dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak
memperoleh pelayanan kesehatan. Hak atas pelayanan kesehatan ini
lebih lanjut diatur pada pasal 9 ayat 3 UU No. 39 tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia. Lebih lanjut pada undang-undang ini diatur
bahwa wanita dan anak memiliki hak khusus (27). Wanita memiliki hak
untuk mendapatkan perlindungan khusus dalam pekerjaannya yang
dapat mengancam keselamatan dan atau berkenaan dengan fungsi
reproduksinya7 yang merupakan pelayanan kesehatan yang berkaitan
dengan haid, hamil, melahirkan, dan pemberian kesempatan untuk
menyusui anak. Kemudian pada pasal 62 pada undang-undang
yang sama juga diuraikan mengenai hak anak untuk memperoleh
pelayanan kesehatan dan jaminan sosial yang layak sesuai kebutuhan

7 Pasal 49 ayat 2 UU No 39 tahun 1999, “Wanita berhak untuk mendapatkan perlindungan khusus dalam pelaksanaan
pekerjaan atau profesinya terhadap hal-hal yang dapat mengancam keselamatan dan atau kesehatannya berkenaan
dengan fungsi reproduksi wanita.”

36 BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT MJK-BKDK

fisik dan mental spiritual8. Adapun pada UU No. 36 tahun 2009
pasal 5 dijelaskan bahwa pelayanan kesehatan yang menjadi hak
setiap orang merupakan pelayanan kesehatan yang aman, bermutu,
dan terjangkau.

Kesehatan merupakan keadaan sehat, baik secara fisik,
mental, dan spiritual maupun sosial yang memungkinkan
setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomi
(9). Untuk dapat mencapai kondisi kesehatan yang paripurna,
pemerintah bertanggungjawab untuk merencanakan, mengatur,
menyelenggarakan, membina, dan mengawasi penyelenggaraan
upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat
termasuk menyelenggarakan jaminan kesehatan nasional. Sedangkan
setiap masyarakat berkewajiban untuk dapat menghormati hak orang
lain dalam upaya memperoleh lingkungan yang sehat9, berperilaku
hidup sehat10, menjaga dan meningkatkan derajat kesehatan11, serta
berpartisipasi dalam program jaminan kesehatan sosial12.

3.2. Regulasi Mengenai Jaminan Kesehatan
dan Asuransi Sosial

Dalam rangka menyelenggarakan pelayanan kesehatan, sumber
pembiayaan dapat berasal dari pemerintah, pemerintah daerah,
masyarakat, swasta, dan sumber lain. Sesuai pasal 172 UU No.
36 tahun 2009, pembiayaan yang dialokasikan oleh pemerintah
ditujukan pada pelayanan kesehatan yang bersifat publik terutama
bagi penduduk miskin, kelompok lanjut usia, dan anak terlantar.
Sedangkan alokasi pembiayaan kesehatan yang bersumber swasta
dikelola melalui sistem jaminan sosial nasional sesuai UU No. 40
tahun 2004 tentang SJSN dan/atau asuransi komersial berdasarkan
UU No. 3 Tahun 1992 j.o UU No. 40 tahun 2014.

8 Pasal 62 UU No. 39 tahun 1999, “Setiap anak berhak untuk memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial
secara layak, sesuai dengan kebutuhan fisik dan mental spiritualnya.”

9 Pasal 10 UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, “Setiap orang berkewajiban menghormati hak orang lain dalam
upaya memperoleh lingkungan yang sehat, baik fisik, biologi, maupun sosial.”

10 Pasal 11 UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, “Setiap orang berkewajiban berperilaku hidup sehat untuk
mewujudkan, mempertahankan, dan memajukan kesehatan yang setinggi-tingginya.”

11 Pasal 12 UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, “Setiap orang berkewajiban menjaga dan meningkatkan derajat
kesehatan bagi orang lain yang menjadi tanggung jawabnya.”

12 Pasal 13 ayat 1 UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, “Setiap orang berkewajiban turut serta dalam program
jaminan kesehatan sosial.”

MJK-BKDK BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT 37

Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) pada UU No. 40 tahun 2004
mengatur mengenai program jaminan sosial yang salah satunya adalah
program jaminan kesehatan. Program jaminan kesehatan bertujuan
untuk menjamin seluruh peserta program memperoleh pemeliharaan
kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar
kesehatannya (28). Peserta program adalah seluruh warga negara
yang telah membayar iuran atau iuran dibayarkan oleh pemerintah.
Penyelenggaraan program berlandaskan pada prinsip asuransi sosial
dan ekuitas. Prinsip asuransi sosial merupakan program asuransi
dengan tujuan memberikan perlindungan finansial, risiko yang
dialihkan dapat terhitung, risiko biaya tidak tertanggung (unbearable
risk) (13) dan juga prinsip asuransi sosial sesuai UU No. 40 tahun
2004 yaitu kegotong-royongan antar peserta, kepesertaan bersifat
wajib tanpa seleksi, iuran berdasarkan persentase upah, dan bersifat
nirlaba. Sedangkan prinsip ekuitas adalah prinsip kesamaan
dalam memperoleh pelayanan kesehatan terstandar sesuai dengan
kebutuhan medis setiap peserta (28).

Selain itu, menurut UU No. 24 tahun 2011, dalam menyelenggarakan
program jaminan sosial Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
berlandaskan pada prinsip (29):

a. Kegotongtoyongan, prinsip kebersamaan antar seluruh peserta
dalam menanggung beban biaya jaminan sosial. Artinya, setiap
peserta wajib membayar premi sesuai dengan tingkat upah/
penghasilan.

b. Nirlaba, prinsip yang mengutamakan pengelolaan
usaha mengutamakan hasil pengembangan dana untuk
kebermanfaatan peserta

c. Keterbukaan, prinsip memudahkan peserta untuk mengakses
informasi dengan lengkap, benar, dan jelas

d. Kehati-hatian, prinsip pengelolaan dana secara cermat, teliti,
aman, dan tertib

e. Akuntabilitas, penyelenggaraan program dan pengelolaan
keuangan dilakukan dengan akurat dan dapat
dipertanggungjawabkan.

f. Portabilitas, memberikan jaminan peserta dapat mengakses
pelayanan kesehatan meskipun peserta pindah tempat kerja
atau tempat tinggal di dalam kesatuan wilayah NKRI

38 BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT MJK-BKDK

g. Kepesertaan bersifat wajib, seluruh penduduk harus menjadi
peserta program secara bertahap

h. Dana amanat, iuran dan dana hasil pengembangannya
merupakan titipan dari peserta yang digunakan untuk
kepentingan peserta sebesar-besarnya, serta

i. Seluruh hasil pengelolaan dana jaminan sosial diperuntukan
untuk pengembangan program dan sebesar-besarnya untuk
kepentingan peserta

Adapun, manfaat program jaminan kesehatan merupakan pelayanan
perseorangan yang terdiri dari pelayanan promotif, preventif, kuratif,
dan rehabilitatif termasuk obat dan bahan medis habis pakai sesuai
dengan yang diperlukan peserta. Pada lampiran pasal 22 UU No. 40
tahun 2004, pelayanan kesehatan yang menjadi manfaat program
terdiri dari pelayanan dan penyuluhan kesehatan, imunisasi,
pelayanan keluarga berencana, rawat jalan, rawat inap, pelayanan
gawat darurat dan tindakan medis lainnya termasuk cuci darah
dan operasi jantung. Seluruh pelayanan kesehatan diberikan sesuai
mutu dan jenis pelayanan yang terstandar dalam rangka menjamin
kesinambungan program dan kepuasan peserta. Namun, luas
pelayanan kesehatan tersebut disesuaikan dengan kebutuhan
peserta yang dapat berubah dan kemampuan keuangan BPJS
sehingga diperlukan kehati-hatian.

3.3. Telaah Kontekstual Mengenai Kebutuhan
Kesehatan (Health Needs)

Kebutuhan kesehatan dasar pada setiap manusia ditentukan dari
struktur demografi dan epidemiologi. Struktur demografi dibagi
setidaknya lima kelompok umur yaitu balita (0-59 bulan), anak usia
sekolah (5-14 tahun), dewasa awal (15-49 tahun), dewasa (50-
69 tahun), serta usia lanjut (diatas 70 tahun). Kondisi epidemologi
menggambarkan magnitude permasalahan kesehatan yang
bersumber dari mortalitas (angka kematian) dan morbiditas (angka
kesakitan).

MJK-BKDK BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT 39

BALITA

Pada penduduk usia dibawah lima tahun sekitar 36% besar
kematiannya disebabkan oleh gangguan maternal dan neonatal
pada usia dibawah 2 tahun. Selain itu, penyakit infeksi seperti
ISPA, TBC, diare, tipoid, tetanus, campak dan sebagainya juga
memiliki andil dalam terjadinya mortalitas pada balita (30). Oleh
karenanya, sebesar 12% balita menderita diare dan ISPA. Kondisi
kesehatan yang tidak baik juga dipengaruhi oleh status gizi yang
memprihatinkan. Pada tahun 2018 saja, menurut hasil riskesdas
sebanyak 30,8% balita stunting, 10% wasting, 17.7% gizi buruk
dan kurang, serta 8% gemuk (31). Kompleksnya permasalahan
gizi balita serta besarnya angka kesakitan ini perlu ditangani
dengan komprehensif oleh pemerintah dengan pelayanan
kesehatan yang adekuat sejak ibu hamil, pemeriksaan ibu hamil
dan balita secara berkala, imunisasi dan pemberian suplemen
(vit A, tablet Fe, yodium) sampai penanganan balita sakit yang
terintegrasi harus tersedia di fasilitas kesehatan (32).

ANAK 5-14 TAHUN

Tidak jauh berbeda dengan balita, faktor penyebab angka
kematian anak usia 5-14 tahun di Indonesia juga disebabkan
oleh penyakit infeksi. Selain itu, sekitar 12,6% kasus kematian
juga disebabkan oleh kecelakaan seperti jatuh atau tenggelam.
Pada beberapa kasus, kematian juga disebabkan oleh penyakit
neoplasma (11,28%) dan penyakit ini meningkat pada tahun
2017 (30). Selain itu, status gizi pada usia anak sekolah ini juga
perlu diperhatikan pasalnya sebesar 70,8% anak usia 5-14
tahun sangat kurus dan 23,6% pendek.

Kondisi kesehatan dan status gizi yang bermasalah pada usia
anak sekolah akan mempengaruhi kinerja belajarnya di sekolah
dan menurunkan kekebalan tubuh sehingga mudah sakit. Oleh
karena itu, strategi pelayanan kesehatan di sekolah merupakan
upaya yang efektif. Kerjasama antara puskesmas dan sekolah
harus berjalan dengan kondusif diikuti dengan adanya program
kesehatan masyarakat seperti imunisasi anak sekolah, penguatan
sanitasi dan air bersih sekolah, bimbingan konseling kesehatan
reproduksi, dan sebagainya sesuai dengan kebutuhan anak di
sekolah.

40 BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT MJK-BKDK

PENDUDUK USIA 15-49 TAHUN

Permasalahan pada penyakit tidak menular mulai diderita pada
penduduk usia ≥ 15 tahun di Indonesia. Hal ini dapat dilihat
dari penyakit yang menyebabkan kematian penduduk usia 15-
49 tahun pada tahun 2018. Seperempat dari kasus kematian
penduduk 15-49 tahun disebabkan oleh penyakit kardiovaskular,
neoplasma (13,6%), diabetes 9,6%, penyakit sistem pencernaan
sebesar 9,4% serta penyakit infeksi pernapasan dan tuberkulosis
sebesar 9,2%. selain menyebabkan kematian, penyakit tidak
menular seperti kardiovaskular, penyakit mental, diabetes
melitus, dan neoplasma ini juga meningkatkan angka Disability
Adjusted Life Years (DALY).

Pada usia demikian yang masa merupakah usia produktif untuk
sekolah dan bekerja, perlu mendapatkan pelayanan kesehatan
yang komprehensif mulai dari upaya kesehatan masyarakat
seperti pemantauan tekanan darah, glukosa darah, kolesterol,
dan faktor risiko PTM lainnya, pelayanan konsultasi psikologis,
serta pelayanan pengobatan guna mencegah disabilitas dan
kematian prematur akibat suatu penyakit. Selain itu, pelayanan
kesehatan pada wanita usia subur juga menjadi kunci karena
akan berpengaruh pada kondisi kesehatan anak di masa yang
akan datang.

PENDUDUK USIA 50-69 TAHUN

Sama dengan penduduk usia 15-49 tahun, penduduk
usia ini yang sudah menuju lanjut usia juga dihadapkan
dengan penyakit-penyakit dengan DALYs yang tinggi seperti
kardiovaskuler, neoplasma, diabetes, dan PPOK. Selain itu,
penyakit infeksi seperti infeksi pernapasan, tuberkulosis, dan
infeksi pada pencernaan juga ditemukan. Mayoritas penyebab
kematian pada kelompok usia ini 40% disebabkan oleh penyakit
kardiovaskuler, 16% disebabkan oleh neoplasma seperti kanker,
dan sekitar 8% disebabkan oleh diabetes serta penyakit sistem
pencernaan. Meskipun hanya sekitar 2%, kematian akibat
kecelakaan transportasi juga ditemukan pada kelompok usia
ini. Regulasi yang kuat untuk mengontrol pola hidup perlu
ditetapkan oleh pemerintah seperti peraturan pengendalian
konsumsi produk tembakau dan rokok elektronik, makanan

MJK-BKDK BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT 41

dan minuman bergula tinggi dan sebagainya, upaya skrining
untuk pencegahan penyakit serta pengobatan sejak dini pada
kelompok berisiko tidak boleh terhindari agar penyakit tidak
berkembang semakin kompleks.

PENDUDUK USIA 70+ TAHUN

Penyakit tidak menular semakin banyak diderita oleh penduduk
lanjut usia terutama penyakit kardiovaskuler. Berdasarkan
data IHME 2018, didapatkan bahwa 43% penyebab kematian
penduduk lansia adalah penyakit kardiovaskuler dan diikuti
dengan neoplasma seperti tumor, kista, atau kanker (30). Pada
kelompok usia ini, pelayanan kesehatan yang harus disediakan
bukan hanya pelayanan medis di rumah sakit saja melainkan
perlu ada pelayanan long term care, home care atau home
visit. Hal ini dikarenakan keterbatasan mobilisasi pasien karena
kondisi kesehatan yang semakin menurun. Upaya home care
atau long term care menjadi penting untuk tetap menjaga
kualitas hidup penduduk dan mencegah dari komplikasi atau
penyakit lain. Penyediaan pelayanan tersebut juga disertai
dengan tersedianya sarana untuk aktivitas fisik, ketersediaan
pangan yang sehat dan bergizi, serta lingkungan rumah yang
bersih dan sehat agar tidak memicu terjangkitnya penyakit atau
komplikasi.

3.4. Regulasi Mengenai Pelayanan dan Upaya Kesehatan
(Health Services)

Dalam mencapai derajat kesehatan setinggi-tingginya, penyelenggaraan
pelayanan kesehatan harus didukung oleh sumber daya kesehatan
yang memadai. Pelayanan kesehatan yang diselenggarakan terdiri
atas pelayanan kesehatan perseorangan dan pelayanan kesehatan
masyarakat. Kedua kategori pelayanan kesehatan ini mencakup
kegiatan pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif
(18). Pelayanan kesehatan perseorangan merupakan upaya yang
ditujukan untuk menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan
seseorang sedangkan pelayanan kesehatan masyarakat ditujukan
untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan di masyarakat atau
suatu kelompok termasuk mencegah penyebaran penyakit. Untuk

42 BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT MJK-BKDK

mencapai derajat kesehatan setinggi-tingginya, UU No. 36 tahun
2009 mengamanatkan setidaknya pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan terdiri atas:

Tabel 3. Daftar Pelayanan Kesehatan Berdasarkan UU No. 36 Tahun 2009

No Upaya Kesehatan Pasal

1 Pelayanan kesehatan Pasal 52-58
A. Pelayanan kesehatan perseorangan
B. Pelayanan kesehatan masyarakat

2 Pelayanan kesehatan tradisional Pasal 59-61
A. Pelayanan menggunakan ketrampilan
B. Pelayanan menggunakan ramuan

3 Peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit Pasal 62

4 Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan Pasal 63-70
melalui transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh,
implan obat dan/atau alat kesehatan, bedah plastik dan
rekonstruksi, serta penggunaan sel punca

5 Kesehatan reproduksi Pasal 71-77
A. Saat sebelum hamil, hamil, melahirkan, dan sesudah
melahirkan;
B. Pengaturan kehamilan, alat konstrasepsi, dan
kesehatan seksual; dan
C. Kesehatan sistem reproduksi.

6 Keluarga berencana Pasal 78

7 Kesehatan sekolah Pasal 79

8 Kesehatan olahraga Pasal 80-81

9 Pelayanan kesehatan pada bencana Pasal 82-85
A. Pelayanan kesehatan pada tanggap darurat
B. Pelayanan kesehatan pascabencana

10 Pelayanan darah Pasal 86-92

11 Kesehatan gigi dan mulut Pasal 93-94
A. Pelayanan kesehatan gigi perseorangan, pelayanan
B. Kesehatan gigi masyarakat,
C. Usaha kesehatan gigi sekolah.

12 Penanggulangan gangguan penglihatan dan gangguan Pasal 95-96
pendengaran

13 Kesehatan mata Pasal 97

14 Pengamanan dan penggunaan sediaan farmasi dan alat Pasal 98-108
kesehatan

15 Pengamanan makanan dan minuman Pasal 109-112

MJK-BKDK BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT 43

No Upaya Kesehatan Pasal
Pasal 113-116
16 Pengamanan zat adiktif Pasal 117-125
Pasal 126-135
17 Bedah mayat
Pasal 136-137
18 Kesehatan Ibu, bayi, dan anak Pasal 138-140
A. Masa kehamilan Pasal 141-143
B. Asi eksklusif 6 bulan
C. Imunisasi lengkap Pasal 144-151
D. Pengasuhan Pasal 152-161
E. Perlindungan dari diskriminasi dan kekerasan Pasal 162-163
Pasal 164-166
19 Kesehatan remaja

20 Kesehatan lanjut usia dan penyandang cacat

21 Gizi untuk seluruh siklus kehidupan sejak dalam
kandungan
A. Perbaikan pola konsumsi makanan yang sesuai
dengan gizi seimbang;
B. Perbaikan perilaku sadar gizi, aktivitas fisik, dan
kesehatan;
C. Peningkatan akses dan mutu pelayanan gizi yang
sesuai dengan kemajuan ilmu dan teknologi; dan
D. Peningkatan sistem kewaspadaan pangan dan gizi.

22 Kesehatan jiwa

23 Penyakit menular dan tidak menular

24 Kesehatan lingkungan

25 Kesehatan kerja

Lebih lanjut pada Peraturan Presiden No. 72 tahun 2012
tentang Sistem Kesehatan Nasional, dijelaskan bahwa upaya
kesehatan merupakan pelayanan kesehatan yang meliputi
peningkatan, pencegahan, pengobatan, dan pemulihan baik
dengan pelayanan kesehatan konvensional maupun tradisional,
alternatif dan komplementer melalui pendidikan dan pelatihan
yang selalu mengutamakan keamanan, kualitas, dan bermanfaat.
Upaya kesehatan ini diutamakan pada upaya-upaya yang memiliki
daya ungkit besar dalam mencapai tujuan pembangunan kesehatan
khususnya pada kelompok rentan seperti ibu, bayi, anak, penduduk
usia lanjut, dan masyarakat miskin. Pada regulasi ini, upaya kesehatan
dibagi atas tiga tingkatan upaya dan diselenggarakan secara terpadu,
berkesinambungan, serta paripurna dalam satu kesatuan sistem
pelayanan rujukan.

44 BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT MJK-BKDK

Tabel 4. Penjelasan Subsistem Upaya Kesehatan Berdasarkan Perpres No. 72 Tahun 2012

Komponen Upaya Kesehatan Upaya Kesehatan
Perorangan Masyarakat

Upaya Tingkat Pertama/Primer

Uraian Pelayanan pengobatan, Pelayanan peningkatan
Pelayanan pemulihan tanpa dan pencegahan tanpa
mengabaikan upaya mengabaikan pengobatan
peningkatan dan dan pemulihan dengan
pencegahan, termasuk sasaran keluarga, kelompok,
di dalamnya pelayanan dan masyarakat.
kebugaran dan gaya hidup
sehat

Cara Pelayanan yang bergerak Pelayanan kesehatan
penyelenggaraan (ambulatory) atau menetap, masyarakat primer
dapat dikaitkan dengan didukung kegiatan
tempat kerja lainnya, seperti surveilans,
pencatatan, dan pelaporan
yang diselenggarakan oleh
institusi kesehatan dan
mendukung upaya berbasis
masyarakat

Upaya Tingkat Kedua/Sekunder

Uraian Pelayanan kesehatan Pelayanan rujukan
Pelayanan spesialistik yang menerima kesehatan dari pelayanan
rujukan dari pelayanan kesehatan masyarakat
kesehatan perorangan primer dan memberikan
primer, meliputi rujukan fasilitasi dalam bentuk
kasus, spesimen, dan ilmu sarana, teknologi, dan
pengetahuan serta dapat sumber daya manusia
merujuk kembali ke fasilitas kesehatan serta didukung
pelayanan kesehatan yang oleh pelayanan kesehatan
merujuk masyarakat tersier

MJK-BKDK BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT 45

Komponen Upaya Kesehatan Upaya Kesehatan
Perorangan Masyarakat

Cara • Dilaksanakan di tempat Dalam penanggulangan
penyelenggaraan kerja maupun fasilitas penyakit menular yang
pelayanan kesehatan tidak terbatas pada suatu
perorangan sekunder batas wilayah administrasi
baik rumah sakit setara pemerintahan (lintas
kelas C serta fasilitas kabupaten/kota), maka
pelayanan kesehatan. tingkat yang lebih tinggi
(provinsi) yang harus
• Pelayanan diberikan menanganinya
oleh dokter spesialis
atau dokter yang
sudah mendapatkan
pendidikan khusus,
mempunyai izin praktik
serta didukung tenaga
kesehatan lainnya

Tingkat Ketiga/Tersier

Uraian Pelayanan Rujukan sub-spesialistik • Rujukan kesehatan dari
dari pelayanan kesehatan pelayanan kesehatan
di bawahnya, dan dapat masyarakat sekunder
merujuk kembali ke fasilitas dan memberikan
pelayanan kesehatan yang fasilitasi dalam bentuk
merujuk. sarana, teknologi,
sumber daya manusia
kesehatan, dan rujukan
operasional, serta
melakukan penelitian
dan pengembangan
bidang kesehatan
masyarakat dan
penapisan teknologi
dan produk teknologi
yang terkait

46 BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT MJK-BKDK

Komponen Upaya Kesehatan Upaya Kesehatan
Perorangan Masyarakat
Cara
penyelenggaraan • Dilaksanakan di • Pelaksana pelayanan
rumah sakit umum, kesehatan masyarakat
rumah sakit khusus tersier adalah dinas
setara kelas A dan B, kesehatan provinsi, unit
juga termasuk klinik kerja terkait di tingkat
khusus, seperti pusat provinsi, kementerian
radioterapi. kesehatan, dan unit
kerja terkait di tingkat
• Pelayanan dilaksanakan nasional
oleh dokter sub-
spesialis atau dokter
spesialis yang
telah mendapatkan
pendidikan khusus
atau pelatihan dan
mempunyai izin praktik
dan didukung oleh
tenaga kesehatan
lainnya yang diperlukan.

Seluruh pelayanan kesehatan yang sudah disebutkan diatas
dapat dibiayai oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah,
masyarakat, swasta, dan sumber lain (18). Sesuai amanat Pasal
171 ayat 3 UU No. 36 tahun 2009, alokasi pembiayaan yang
bersumber dari pemerintah diprioritaskan untuk pelayanan kesehatan
yang bersifat publik khususnya untuk penduduk miskin, lanjut usia,
dan anak terlantar, dengan besaran sekurang-kurangnya 2/3
dari total anggaran kesehatan. Sedangkan pelayanan kesehatan
perorangan merupakan pelayanan kesehatan yang bersifat privat.
Artinya, pembiayaan pelayanan ini diselenggarakan dengan skema
asuransi sosial, kecuali penduduk miskin dan tidak mampu akan

menjadi tanggung jawab pemerintah (18).

MJK-BKDK BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT 47

3.4.1. Pelayanan Kesehatan Dasar (Basic Health Services)

Di Indonesia, penetapan pelayanan kesehatan dasar mengalami
perkembangan pada beberapa tahun terakhir. Pertama, ditetapkan
delapan belas program utama yang harus diselenggarakan oleh
puskesmas, atau dikenal dengan “18 program pokok” (33).

Delapan belas program pokok ini dikategorikan menjadi 12 pelayanan
dasar dan 6 pelayanan tambahan, terdiri dari:

a. Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA);
b. Program Keluarga Berencana (KB);
c. Program perawatan kesehatan masyarakat;
d. Program penyuluhan kesehatan masyarakat;
e. Program pemberantasan penyakit;
f. Program gizi;
g. Program kesehatan lingkungan;
h. Program pengobatan;
i. Program kesehatan gigi dan mulut;
j. Program penanganan gawat darurat;
k. Program laboratorium sederhana;
l. Program Usaha Kesehatan Sekolah (UKS);
m. Program usia lanjut (Usila);
n. Program kesehatan kerja;
o. Program kesehatan jiwa;
p. Program kesehatan mata;
q. Program kesehatan olahraga;
r. Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas (SP2TP).

Kedua, berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 43 Tahun
2019 tentang Puskesmas, pelayanan kesehatan di puskesmas
ditujukan untuk mencapai standar pelayanan kesehatan minimal
kabupaten/kota, program Indonesia Sehat, serta kinerja puskesmas
pada program JKN.

48 BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT MJK-BKDK

Tabel 5. Rincian Pelayanan Dasar di Puskesmas (34)

Rincian Pelayanan Dasar di Puskesmas

UKM Esensial

1. Pelayanan promosi kesehatan
2. Pelayanan kesehatan lingkungan
3. Pelayanan kesehatan keluarga bersifat UKM
4. Pelayanan gizi bersifat UKM
5. Pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit
6. Pelayanan keperawatan masyarakat

UKM Pengembangan

7. Pelayanan kesehatan gigi masyarakat
8. Pelayanan kesehatan tradisional komplementer
9. Pelayanan kesehatan olahraga
10. Pelayanan kesehatan kerja
11. Pelayanan kesehatan lain sesuai kebutuhan setempat

Upaya Kesehatan Perorangan

12. Pemeriksaan umum rawat jalan (kunjungan sehat maupun kunjungan
sakit)

13. Pelayanan kesehatan gigi dan mulut
14. Pelayanan gawat darurat
15. Pelayanan gizi bersifat UKP
16. Pelayanan persalinan normal
17. Perawatan kunjungan rumah bersifat UKP seperti (home care)
18. Pelayanan Kefarmasian
19. Pelayanan laboratorium
20. Rawat inap berdasarkan pertimbangan kebutuhan pelayanan

Kegiatan Penunjang

21. Manajemen Puskesmas
22. Kunjungan keluarga

Ketiga, Dalam penyelenggaraan pemerintahan, pemerintah pusat
dibantu oleh pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota.
Penerapan desentralisasi pemerintah dilakukan dengan memberikan
kewenangan politik, fungsi, dan fiskal dari pemerintah pusat ke
pemerintah daerah. Untuk menjamin penyelenggaraan urusan berjalan
dengan baik dan terstandar, pemerintah pusat harus menerbitkan
norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan pada Peraturan
Pemerintah No. 2 tahun 2018 tentang standar pelayanan minimum
(SPM) (35). Di tingkat provinsi, standar pelayanan minimum kesehatan
pada terdiri dari dua pelayanan yaitu pelayanan kesehatan pada

MJK-BKDK BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT 49

penduduk terdampak krisis kesehatan akibat bencana serta pelayanan
kesehatan pada kondisi kejadian luar biasa (36). Untuk pelayanan
kesehatan di tingkat kabupaten/kota, terdapat minimal 12 pelayanan
dasar yang bersifat peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit.
Secara rinci dijelaskan teknis pelaksanaannya pada PMK No. 4 tahun
2019 seperti pada tabel berikut:

Tabel 6. Standar Pelayanan Minimum Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota (37)

Pelayanan Uraian Kegiatan Standar
Kesehatan
Kunjungan 4 kali selama periode kehamilan (K4)
a. Pelayanan Pelayanan 10 T:
kesehatan ibu a. Pengukuran berat badan.
hamil; b. Pengukuran tekanan darah.
c. Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LILA).
d. Pengukuran tinggi puncak rahim (fundus uteri).
e. Penentuan Presentasi Janin dan Denyut Jantung Janin (DJJ).
f. Pemberian imunisasi sesuai dengan status imunisasi.
g. Pemberian tablet tambah darah minimal 90 tablet.
h. Tes Laboratorium.
i. Tatalaksana/penanganan kasus.
j. Temu wicara (konseling).

b. Pelayanan 1. Standar persalinan normal adalah Acuan Persalinan Normal
kesehatan ibu (APN) sesuai standar:
bersalin;
- Dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan.

- Tenaga penolong minimal 2 orang, terdiri dari:

1) Dokter dan bidan, atau

2) 2 orang bidan, atau

3) Bidan dan perawat.

2. Standar persalinan komplikasi mengacu pada Buku Saku
Pelayanan Kesehatan Ibu di fasilitas pelayanan kesehatan
Dasar dan Rujukan

50 BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT MJK-BKDK

Pelayanan Uraian Kegiatan Standar
Kesehatan
1. Standar kuantitas adalah kunjungan minimal 3 kali selama
c. Pelayanan periode neonatal
kesehatan bayi
baru lahir; 2. Standar kualitas:
a) Pelayanan Neonatal Esensial saat lahir (0-6 jam).
Perawatan neonatal esensial saat lahir meliputi:
- Pemotongan dan perawatan tali pusat.
- Inisiasi Menyusu Dini (IMD).
- Injeksi vitamin K1.
- Pemberian salep/tetes mata antibiotic.
- Pemberian imunisasi (injeksi vaksin Hepatitis B0).
b) Pelayanan Neonatal Esensial setelah lahir (6 jam-28 hari).
Perawatan neonatal esensial setelah lahir meliputi:
- Konseling perawatan bayi baru lahir dan ASI eksklusif.
- Memeriksa kesehatan dengan menggunakan
pendekatan MTBM.
- Pemberian vitamin K1 bagi yang lahir tidak di fasilitas
pelayanan kesehatan atau belum mendapatkan
injeksi vitamin K1.
- Imunisasi Hepatitis B injeksi untuk bayi usia < 24 jam
yang lahir tidak ditolong tenaga kesehatan.
- Penanganan dan rujukan kasus neonatal komplikasi.

d. Pelayanan 1. Pelayanan kesehatan Balita usia 0-11 bulan:
kesehatan balita; a) Penimbangan minimal 8 kali setahun.
b) Pengukuran panjang/tinggi badan minimal 2 kali/tahun.
c) Pemantauan perkembangan minimal 2 kali/tahun.
d) Pemberian kapsul vitamin A pada usia 6-11 bulan 1 kali
setahun.
e) Pemberian imunisasi dasar lengkap.

2. Pelayanan kesehatan Balita usia 12-23 bulan:
a) Penimbangan minimal 8 kali setahun (minimal 4 kali
dalam kurun waktu 6 bulan).
b) Pengukuran panjang/tinggi badan minimal 2 kali/tahun
c) Pemantauan perkembangan minimal 2 kali/tahun.
d) Pemberian kapsul vitamin A sebanyak 2 kali setahun.
e) Pemberian Imunisasi Lanjutan.

3. Pelayanan kesehatan Balita usia 24-59 bulan:
a) Penimbangan minimal 8 kali setahun (minimal 4 kali
dalam kurun waktu 6 bulan).
b) Pengukuran panjang/tinggi badan minimal 2 kali/tahun.
c) Pemantauan perkembangan minimal 2 kali/tahun.
d) Pemberian kapsul vitamin A sebanyak 2 kali setahun.

4. Pemantauan perkembangan balita.
5. Pemberian kapsul vitamin A.
6. Pemberian imunisasi dasar lengkap.
7. Pemberian imunisasi lanjutan.
8. Pengukuran berat badan dan panjang/tinggi badan.
9. Edukasi dan informasi.
10. Pelayanan kesehatan balita sakit adalah pelayanan balita

menggunakan pendekatan manajemen terpadu balita sakit
(MTBS).

MJK-BKDK BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT 51

Pelayanan Uraian Kegiatan Standar
Kesehatan

e. Pelayanan 1. skrining kesehatan
kesehatan pada a) Penilaian status gizi.
usia pendidikan b) Penilaian tanda vital.
dasar; c) Penilaian kesehatan gigi dan mulut.
d) Penilaian ketajaman indera.
e) Penilaian kesehatan reproduksi

2. Tindaklanjut hasil skrining kesehatan.
a) Memberikan umpan balik hasil skrining kesehatan
b) Melakukan rujukan jika diperlukan
c) Memberikan penyuluhan kesehatan

f. Pelayanan 1. Edukasi kesehatan termasuk keluarga berencana.
kesehatan pada 2. Skrining faktor risiko penyakit menular dan penyakit tidak
usia produktif;
menular
a) Pengukuran tinggi badan, berat badan dan lingkar perut.
b) Pengukuran tekanan darah.
c) Pemeriksaan gula darah.
d) Anamnesa perilaku berisiko

g. Pelayanan 1. Edukasi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.
kesehatan pada 2. Skrining faktor risiko penyakit menular dan penyakit tidak
usia lanjut;
menular
a) Pengukuran tinggi badan, berat badan dan lingkar perut
b) Pengukuran tekanan darah
c) Pemeriksaan gula darah
d) Pemeriksaan gangguan mental
e) Pemeriksaan gangguan kognitif
f) Pemeriksaan tingkat kemandirian usia lanjut
g) Anamnesa perilaku berisiko

h. Pelayanan 1. Pengukuran tekanan darah dilakukan minimal satu kali
kesehatan sebulan di fasilitas pelayanan kesehatan
penderita
hipertensi; 2. Edukasi perubahan gaya hidup dan/atau kepatuhan minum
obat

3. Melakukan rujukan jika diperlukan

i. Pelayanan 1. Pengukuran gula darah dilakukan minimal satu kali sebulan di
kesehatan fasilitas pelayanan kesehatan
penderita
diabetes melitus; 2. Edukasi perubahan gaya hidup dan/atau nutrisi
3. Melakukan rujukan jika diperlukan

j. Pelayanan 1. Pemeriksaan status mental
kesehatan orang 2. Wawancara
dengan gangguan 3. Edukasi kepatuhan minum obat.
jiwa berat; 4. Melakukan rujukan jika diperlukan

k. Pelayanan 1. Pemeriksaan klinis Pelayanan klinis terduga TBC dilakukan
kesehatan minimal 1 kali dalam setahun, adalah pemeriksaan gejala dan
orang terduga tanda
tuberkulosis; dan
2. Pemeriksaan penunjang, adalah pemeriksaan dahak dan/atau
bakteriologis dan/atau radiologis

3. Edukasi perilaku berisiko dan pencegahan penularan.
4. Melakukan rujukan jika diperlukan

52 BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT MJK-BKDK

Pelayanan Uraian Kegiatan Standar
Kesehatan

l. Pelayanan 1. Edukasi perilaku berisiko dan pencegahan penularan kepada
kesehatan orang kelompok berisiko terinfeksi HIV (penderita TBC, IMS, penjaja
dengan risiko seks, LSL, transgender, WBP, dan ibu hamil).
terinfeksi virus
yang melemahkan 2. Skrining dilakukan dengan pemeriksaan Tes Cepat HIV
daya tahan tubuh minimal 1 kali dalam setahun.
manusia (Human
Immunodeficiency 3. Melakukan rujukan jika diperlukan.
Virus).

Keempat, pelayanan kesehatan dasar di Indonesia juga merujuk
pada Peraturan Menteri Kesehatan No. 39 tahun 2016 tentang
Program Indonesia Sehat. Pada pasal 3 peraturan tersebut
ditetapkan 12 indikator penentu status kesehatan keluarga (38)
yaitu:

i. Keluarga mengikuti program Keluarga Berencana (KB);
ii. Ibu melakukan persalinan di fasilitas kesehatan;
iii. Bayi mendapat imunisasi dasar lengkap;
iv. Bayi mendapat Air Susu Ibu (ASI) eksklusif;
v. Balita mendapatkan pemantauan pertumbuhan;
vi. Penderita tuberkulosis paru mendapatkan pengobatan sesuai

standar;
vii. Penderita hipertensi melakukan pengobatan secara teratur;
viii. Penderita gangguan jiwa mendapatkan pengobatan dan tidak

ditelantarkan;
ix. Anggota keluarga tidak ada yang merokok;
x. Keluarga sudah menjadi anggota Jaminan Kesehatan Nasional

(JKN);
xi. Keluarga mempunyai akses sarana air bersih; dan
xii. Keluarga mempunyai akses atau menggunakan jamban sehat

Merujuk pada uraian-uraian diatas dapat disimpulkan bahwa
pelayanan kesehatan dasar di Indonesia tidak hanya terpaku
pada pelayanan klinis medis tetapi juga pelayanan kesehatan
masyarakat serta determinan kesehatan.

MJK-BKDK BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT 53

3.4.2. Manfaat Jaminan Kesehatan Dasar
(Basic Benefit Package)

a. Peraturan Presiden No. 82 tahun 2018 j.o Peraturan Presiden
No. 75 tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan

Komponen Perpres 82/2018
yang Diatur
Pasal 46:
Manfaat Manfaat jaminan kesehatan bersifat pelayanan kesehatan
perorangan mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif,
dan rehabilitatif termasuk pelayanan obat, alat kesehatan, dan
bahan medis habis pakai sesuai kebutuhan medis. Manfaat
jaminan terdiri atas manfaat medis dan manfaat nonmedis.
Pasal 47:
a. Pelayanan kesehatan tingkat pertama meliputi

nonspesialistik yang mencakup
- administrasi pelayanan,
- pelayanan promotif dan preventif (penyuluhan

perorangan, imunisasi rutin, KB, skrining riwayat
kesehatan dan penapisan, peningkatan kesehatan
penderita penyakit kronis)
- pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis
- tindakan medis nonspesialistik, operatif maupun
nonoperatif
- pelayanan obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai
- pemeriksaan diagnostik lab tingkat pertama
- rawat inap tingkat pertama sesuai indikasi medis
b. pelayanan kesehatan tingkat lanjut mencakup:
- administrasi pelayanan
- pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis dasar
(pada unit gawat darurat)
- pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi spesialistik
- tindakan medis spesialistik, bedah dan nonbedah
- pelayanan obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai
- pemeriksaan penunjang diagnostik sesuai indikasi
medis
- rehabilitasi medis
- pelayanan darah
- pemulasaran jenazah peserta yang meninggal di
fasilitas kesehatan
- pelayanan keluarga berencana (diluar yang telah
dibiayai pemerintah pusat)
- perawatan inap nonintensif
- perawatan inap intensif
c. Ambulans darat atau air

54 BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT MJK-BKDK

Komponen Perpres 82/2018
yang Diatur
Pasal 52:
Pelayanan
yang tidak a. Pelayanan yang tidak sesuai dengan ketentuan
dijamin perundangan

b. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di fasilitas kesehatan
yang tidak bekerja sama dengan BPJS Kesehatan, kecuali
keadaan darurat

c. Pelayanan kesehatan terhadap penyakit atau cedera
akibat kecelakaan kerja atau hubungan kerja yang telah
dijamin program jaminan kecelakaan kerja

d. Pelayanan kesehatan yang dijamin oleh program jaminan
kecelakaan lalu lintas sampai nilai yang ditanggung oleh
program jaminan kecelakaan lalu lintas

e. Pelayanan yang dilakukan di luar negeri

f. Pelayanan estetik

g. Pelayanan mengatasi infertilitas

h. Pelayanan meratakan gigi atau ortodonsi

i. Gangguan kesehatan akibat ketergantungan obat dan/
atau alkohol

j. Gangguan kesehatan akibat sengaja menyakiti diri sendiri

k. Pengobatan komplementer, alternatif, dan tradisional, yang
belum dinyatakan efektif

l. Pengobatan dan tindakan medis sebagai eksperimen

m. Alat dan obat kontrasepsi, kosmetik

n. Perbekalan kesehatan rumah tangga

o. Pelayanan kesehatan akibat bencana

p. Pelayanan kesehatan pada kejadian tak diharapkan yang
dapat dicegah

q. Pelayanan kesehatan dalam rangka bakti sosial

r. Pelayanan kesehatan akibat tindak penganiayaan,
kekerasan seksual, korban terorisme, dan tidakan
perdagangan

s. Pelayanan kesehatan berkaitan dengan Kementerian
Pertahanan, TNI, dan Kepolisian

t. Pelayanan yang tidak ada hubungan dengan manfaat
jaminan kesehatan

u. Pelayanan yang sudah ditanggung dalam program lain.

MJK-BKDK BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT 55

Selain program JKN, terdapat pula program jaminan lain yang
memberikan manfaat dalam pelayanan kesehatan dan beririsan
dengan program JKN seperti jaminan kecelakaan lalu lintas dari PT.
Jasa Raharja; jaminan kecelakaan kerja dari BPJS Ketenagakerjaan,
perlindungan penyakit akibat kerja dari BPJS Ketenagakerjaan dan PT.
Taspen diantaranya merujuk pada peraturan perundangan berikut:

a. Perpres No. 107 Tahun 2013 tentang pelayanan kesehatan
tertentu berkaitan dengan kegiatan operasional Kementerian
Pertahanan, TNI dan Kepolisian Negara RI

b. PP No. 70 Tahun 2015 tentang Jaminan Kecelakaan Kerja dan
Jaminan Kematian Bagi ASN

c. PP No. 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program JKK
dan Jaminan Kematian

d. PP No. 102 Tahun 2015 tentang Asuransi Sosial Prajurit dan TNI,
Anggota Kepolisian Negara RI dan Pegawai ASN dilingkungan
Kementerian Pertahanan dan Kepolisian Negara RI

e. PMK No. 56 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Pelayanan
PAK

f. PMK No. 64 Tahun 2016 tentang Perubahan PMK Nomor 52
Tahun 2016 Tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan Dalam
Penyelenggaraan Program JKN

g. Perpres 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan
h. PMK No. 4 Tahun 2019 tentang Standar Teknis Pemenuhan

Mutu Pelayanan Dasar Pada Standar Pelayanan Minimal Bidang
Kesehatan

Dengan masih berlakukan program-program jaminan sosial yang
berkaitan dengan manfaat program JKN serta mengoptimalkan
pemanfaatan program agar tidak ada tumpang tindih pendanaan,
Kementerian Keuangan mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan
No. 141-PMK.02-2018 tentang Koordinasi antar penyelenggara
Jaminan dalam Pemberian Manfaat Pelayanan Kesehatan.
Dalam peraturan ini dijelaskan mekanisme koordinasi manfaat
program dan juga manfaat jaminan apa saja yang kemungkinan
menjadi tanggungan oleh BPJS Kesehatan pada jaminan kecelakaan
lalu lintas dan jaminan kecelakaan kerja, yaitu:

56 BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT MJK-BKDK

Tabel 7. Peran BPJS Kesehatan sebagai Penjamin Pada Dugaan Kasus Kecelakaan Lalu Lintas

Dugaan Kasus Kepesertaan Penjamin
I II
No Kecelakaan Jamkes Jaminan
Kecelakaan Kerja Kecelakaan
Lalu lintas
Kerja

1. Ya Ya Ya Ya PT Jasa Raharja BPJS

Ketenagakerjaan/

PT Taspen/

PT Asabri

2. Ya Ya Ya Tidak PT Jasa Raharja Pemberi kerja/

BPJS Kesehatan

3. Ya Ya Tidak Tidak PT Jasa Raharja Pasien/korban/

keluarga/wali

keluarga pasien/

korban sesuai

peraturan

perundangan

4. Ya Ya Tidak Ya PT Jasa Raharja BPJS
Ketenagakerjaan/
PT Taspen/
PT Asabri

5. Ya Tidak Ya Ya PT Jasa Raharja BPJS Kesehatan

6. Ya Tidak Ya Tidak PT Jasa Raharja BPJS Kesehatan

7. Ya Tidak Tidak Tidak PT Jasa Raharja Pasien/korban/
keluarga/wali
keluarga pasien/
korban sesuai

peraturan
perundangan

8. Ya Tidak Tidak Ya PT Jasa Raharja Pemberi kerja*)/
Pasien/korban/
keluarga/wali
keluarga pasien/
korban sesuai
peraturan
perundangan

9. Tidak Ya Ya Ya BPJS -

Ketenagakerjaan/

PT Taspen/

PT Asabri

MJK-BKDK BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT 57

Dugaan Kasus Kepesertaan Penjamin
I II
No Kecelakaan Jamkes Jaminan
Kecelakaan Kerja Kecelakaan
Lalu lintas
Kerja

10. Tidak Ya Ya Tidak Pemberik -

kerja*)/

BPJS Kesehatan

11. Tidak Ya Tidak Tidak Pemberi kerja*)/ -

Pasien/korban/

keluarga/wali

keluarga pasien/

korban sesuai

peraturan

perundangan

12. Tidak Ya Tidak Ya BPJS -

Ketenagakerjaan

13. Tidak Tidak Ya Ya BPJS Kesehatan -
-
14. Tidak Tidak Ya Tidak BPJS Kesehatan

15. Tidak Tidak Tidak Ya Pasien/korban/ -
keluarga/wali

keluarga pasien/
korban sesuai
peraturan
perundangan

16. Tidak Tidak Tidak Tidak Pasien/korban/ -
keluarga/wali
keluarga pasien/
korban sesuai

peraturan
perundangan

*) jika pasien adalah pekerja penerima upah

BPJS Kesehatan berperan sebagai penjamin kedua jika dalam
penjaminan kasus yang telah ditangani oleh fasilitas kesehatan biaya
layanan yang harus dijamin melebihi nilai plafon manfaat yang dijamin
oleh PT. Jasa Raharja.

58 BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT MJK-BKDK

Tabel 8. Peran BPJS Kesehatan sebagai Penjamin Pada Dugaan Kasus Kecelakaan Kerja

Kepesertaan

Dugaan Pekerja Penjamin
No. Kecelakaan Penerima Jaminan
Kerja Upah Kecelakaan Jamkes BPJS
Ketenagakerjaan/PT
Kerja
Taspen/PT Asabri
1 Ya Ya Ya Ya
Pemberi kerja
2 Ya Ya Tidak Ya
3 Ya Tidak Ya Ya BPJS
Ketenagakerjaan
4 Ya Tidak Tidak Ya
5 Ya Ya Ya Tidak BPJS Kesehatan

6 Ya Ya Tidak Tidak BPJS
7 Ya Tidak Ya Tidak Ketenagakerjaan/PT

8 Ya Tidak Tidak Tidak Taspen/PT Asabri

9 Tidak Ya Ya Ya Pemberi kerja
10 Tidak Ya Tidak Ya
11 Tidak Tidak Ya BPJS
12 Tidak Tidak Ya Ya Ketenagakerjaan
13 Tidak Ya Tidak Tidak
Pasien/korban/
Ya keluarga/wali
keluarga pasien/
korban sesuai

peraturan
perundangan

BPJS Kesehatan

BPJS Kesehatan

BPJS Kesehatan

BPJS Kesehatan

Pemberi kerja/
Pasien/korban/
keluarga/wali
keluarga pasien/
korban sesuai

peraturan
perundangan

MJK-BKDK BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT 59

Kepesertaan

Dugaan Pekerja
No. Kecelakaan Penerima Jaminan Penjamin
Kerja Upah Kecelakaan Jamkes
Pemberi kerja/
Kerja Pasien/korban/
keluarga/wali
14 Tidak Ya Tidak Tidak keluarga pasien/
korban sesuai
15 Tidak Tidak Ya tidak
peraturan
16 Tidak Tidak Tidak Tidak perundangan

Pemberi kerja/
Pasien/korban/
keluarga/wali
keluarga pasien/
korban sesuai

peraturan
perundangan

Pemberi kerja/
Pasien/korban/
keluarga/wali
keluarga pasien/
korban sesuai

peraturan
perundangan

Kemudian, pada pelayanan kesehatan lain selain pelayanan klinis
seperti yang tertuang dalam SPM dan program nasional, skema
pembiayaannya pun harus dikoordinasikan dan ditetapkan dengan
jelas agar hak setiap manusia akan kesehatan dapat dijamin dengan
sebaik-baiknya. Sesuai dengan Peraturan Presiden No. 72 tahun 2012
serta PP No. 2 tahun 2018 dijelaskan bahwa pelayanan kesehatan
masyarakat menjadi tanggung jawab pemerintah yang mana sumber
pendanaannya dapat berasal dari pajak, pinjaman, atau hibah luar
negeri.

60 BAB IV KAJIAN KRITERIA PENETAPAN PAKET MANFAAT DASAR JAMINAN KESEHATAN MJK-BKDK

BAB IV
KAJIAN KRITERIA PENETAPAN
PAKET MANFAAT DASAR
JAMINAN KESEHATAN

4.1. Kriteria Penyusunan Paket Manfaat Dasar pada
Jaminan Kesehatan

Untuk menyusun paket manfaat dasar pelayanan jaminan kesehatan,
ada beberapa penelitian dan pedoman internasional telah
dipublikasikan, yang berisi petunjuk tentang pengembangan paket
manfaat pelayanan dasar dalam jaminan kesehatan. Di Indonesia,
pengembangan paket manfaat dasar dilakukan pada awal 2020
sesuai dengan amanat peraturan perundang-undangan.

Penetapan paket manfaat dasar dilakukan melalui tiga tahap utama
yaitu (i) tinjauan kepustakaan, (ii) analisis utilisasi pelayanan, serta (iii)
konsensus para pihak yang berkepentingan dan ahli. Berdasarkan
tinjauan kepustakaan, terdapat empat jurnal yang menggambarkan
kriteria paket manfaat dasar. Dari empat publikasi tersebut seluruhnya
ada 25 kriteria yang diterapkan di beberapa negara. Dari 25 kriteria
ini, delapan kriteria yang paling sering dikemukakan yaitu (i) cost-
effectiveness, (ii) effectiveness, (iii) budget impact, (iv) comprehensive,
(v) burden of disease, (vi) severity of disease, (vii) equity, dan (viii) social
values. Tabel 9 merupakan sintesa kriteria paket manfaat berdasarkan
beberapa penelitian:

MJK-BKDK BAB IV KAJIAN KRITERIA PENETAPAN PAKET MANFAAT DASAR JAMINAN KESEHATAN 61

Tabel 9. Daftar Kriteria Penentuan Paket Manfaat beberapa Penelitian

Kriteria Hayati Youngkong Lazarevik V Normand &
et al. et al. et al. Weber et
1. Cost-effectiveness (2018) (2012) (2018) al. (2009)
2. Effectiveness
3. Budget impact  
4. Necessity 
5. Safety  
6. Sustainability 
7. Feasibility  
8. Costs of intervention 
9. Comprehensive  

10. Maximizing the  
improvement of 
population health status 

11. Scaling up  
12. Innovation  
13. Burden of Diseases  
14. Externalities 
15. Severity of Disease  
16. Equity  
17. Affordability  
18. Social Values  
19. Access 
20. Practice variation
21. Economic impact on

households
22. Scope of Services
23. Service level
24. Access Controls
25. Provider Network

62 BAB IV KAJIAN KRITERIA PENETAPAN PAKET MANFAAT DASAR JAMINAN KESEHATAN MJK-BKDK

Sedangkan dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia
tertulis beberapa ketentuan yang merupakan kriteria penentuan
manfaat jaminan kesehatan, seperti disampaikan dalam tabel berikut:

Tabel 10. Kata Kunci Kriteria Penentuan Paket Manfaat berdasarkan Perundang-
Undangan

Kata kunci UU 40/2004 UU 24/2011 PMK 28/2014 Perpres 82/2018

Prinsip Pasal 19 Pasal 2 butir
asuransi Jaminan kesehatan c, “Pelayanan
sosial diselenggarakan terstruktur,
secara nasional berjenjang dengan
dengan prinsip portabilitas dan
asuransi sosial dan ekuitas.”
ekuitas.
Penjelasan:
Prinsip asuransi
sosial meliputi
kegotongroyongan,
kepesertaan
bersifat wajib, iuran
berdasarkan upah,
dan bersifat nirlaba

Efektivitas • Penjelasan pasal Penjelasan pasal Pasal 2 butir b,
biaya 22, “luas pelayanan 2 butir b, ”..asas “prinsip JKN yang
sesuai kebutuhan manfaat adalah mengacu pada
peserta dan asas yang bersifat SJSN: Menyeluruh
kemampuan operasional (komprehensif)
keuangan BPJS menggambarkan sesuai dengan
Kesehatan” pengelolaan yang standar pelayanan
efisien dan efektif.” medik yang cost
• Penjelasan pasal effective dan
25, “penetapan rasional.”
daftar dan harga
mempertimbangkan
perkembangan
kebutuhan medik
serta efektivitas
dan efisiensi obat
atau bahan habis
pakai”

Pelayanan Penjelasan pasal 22 • “pelayanan Pasal 46 ayat 3,
dengan ayat 1, “pelayanan kesehatan “Manfaat medis…
mutu sesuai standar baik diberikan secara diberikan sesuai
terstandar/ mutu maupun jenis berjenjang, efektif dengan indikasi
standar pelayanan” dan efisien dengan medis dan standar
klinis menerapkan pelayanan serta
prinsip kendali tidak dibedakan
mutu dan kendali berdasarkan besaran
biaya” Iuran Peserta.”

• Manfaat tidak
dijamin “Pelayanan
kesehatan yang
dilakukan tanpa
melalui prosedur”

MJK-BKDK BAB IV KAJIAN KRITERIA PENETAPAN PAKET MANFAAT DASAR JAMINAN KESEHATAN 63

Kata kunci UU 40/2004 UU 24/2011 PMK 28/2014 Perpres 82/2018

Luas Penjelasan pasal Penjelasan pasal • Ketentuan Pasal 46, “pelayanan
pelayanan 22 ayat 1, “luas 3, “Yang dimaksud umum “…bersifat kesehatan ….
sesuai pelayanan sesuai dengan kebutuhan menyeluruh Sesuai dengan
kebutuhan/ kebutuhan peserta” dasar hidup adalah (komprehensif) kebutuhan medis
luas kebutuhan esensial berdasarkan yang diperlukan.”
cakupan setiap orang agar kebutuhan medis
dapat hidup layak,” yang diperlukan.”

• Manfaat tidak
dijamin “Biaya
pelayanan
kesehatan pada
kejadian tak
diharapkan yang
dapat dicegah
(preventable
adverse events)”

Bukan Pasal 22 Pasal 46
public Manfaat jaminan Setiap peserta
goods kesehatan bersifat berhak memperoleh
pelayanan manfaat jaminan
perorangan kesehatan yang
bersifat pelayanan
perorangan

Bukan Manfaat tidak dijamin • Pasal 47 ayat
cakupan
program “yang telah dijamin 4, “pelayanan
lain
oleh program kesehatan tidak

jaminan kecelakaan termasuk

lalu lintas yang pelayanan

bersifat wajib sampai keluarga

nilai yang ditanggung berencana yang

oleh program telah dibiayai

jaminan kecelakaan Pemerintah”

lalu lintas;” • Pasal 52 ayat

1 butir a,

“pelayanan

kesehatan

terhadap

penyakit atau

cedera akibat

Kecelakaan Kerja

atau hubungan

kerja yang telah

dijamin oleh

program jaminan

Kecelakaan Kerja

atau menjadi

tanggungan

Pemberi Kerja;”

• Butir O,

“pelayanan

kesehatan akibat

bencana pada

masa tanggap

darurat, kejadian

luar biasa/wabah”

64 BAB IV KAJIAN KRITERIA PENETAPAN PAKET MANFAAT DASAR JAMINAN KESEHATAN MJK-BKDK

Kata kunci UU 40/2004 UU 24/2011 PMK 28/2014 Perpres 82/2018

Bukan • Butir S, “pelayanan
alat bantu kesehatan
kesehatan tertentu yang
berkaitan dengan
Kementerian
Pertahanan,
Tentara Nasional
Indonesia, dan
Kepolisian
Negara Republik
Indonesia”

• Butir U,
”pelayanan yang
sudah ditanggung
dalam program
lain.”

Pasal 47 ayat 3,
“Alat kesehatan
merupakan seluruh
alat kesehatan
yang digunakan
dalam rangka
penyembuhan,
termasuk alat bantu
kesehatan.”

Sebagai tambahan, Perpres No. 72 tahun 2012 tentang Sistem
Kesehatan Nasional (SKN) menetapkan bahwa upaya kesehatan
masyarakat yang merupakan barang public (public goods) serta
pelayanan kesehatan perorangan (bersifat private goods) bagi
penduduk miskin dibiayai oleh anggaran pemerintah (Pasal-114).
Kemudian upaya/pelayanan kesehatan perorangan (private goods)
bagi bukan penduduk miskin; dibiayai melalui asuransi sosial dan tarif
(Pasal-115) (4).

Kriteria-kriteria yang telah diidentifikasi dari kepustakaan dan
peraturan perundangan, selanjutnya diskusikan dengan para pelaku
yang terlibat dalam penyelenggaraan program JKN antara lain BPJS
Kesehatan, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Kementerian
Kesehatan, Staf Ahli Menteri Kesehatan, profesi kesehatan serta
akademisi. Dalam penetapan kriteria penentuan paket manfaat dasar,
disepakati 8 (delapan) kriteria, yang terdiri dari penjelasan berikut:

MJK-BKDK BAB IV KAJIAN KRITERIA PENETAPAN PAKET MANFAAT DASAR JAMINAN KESEHATAN 65

a. Uncertainty of loss atau ketidakpastian risiko finansial.

Seperti disampaikan dimuka, jaminan sosial (social security)
didorong oleh kehendak untuk memenuhi hak-hak sosial
masyarakat (right based approach), termasuk hak kesehatan.
Hak kesehatan seperti dikutip dimuka bersifat sangat
terbuka dan sangat luas. Namun frasa “jaminan kesehatan
diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi
sosial dan prinsip ekuitas” seperti ditetapkan dalam pasal 19
UU No 40 tahun 2004 menyiratkan bahwa untuk memenuhi
hak kesehatan tersebut perlu dilakukan telaah ilmiah tentang
probabilitas terjadinya risiko kesehatan serta beban finansial
yang ditimbulkannya (risk-based approach).

Probalitas adalah suatu ukuran ketidakpastian. Maka
paket manfaat dasar jaminan kesehatan harus bertujuan
untuk melindungi masyarakat dari ketidakpastian risiko
finansial (uncertainty of loss), yang dapat dihitung
probabilitas kerugiannya.

Dengan perkataan lain, kejadian-kejadian yang “sudah pasti”
seperti misalnya kebutuhan alat KB setiap bulan, kehamilan
dan kelahiran normal, medical check-up rutin, adalah contoh-
contoh pelayanan atau kejadian yang sudah dapat diduga
sebelumnya (certainty) sehingga tidak tepat jika masuk dalam
manfaat jaminan. Untuk pelayanan yang sudah dapat diduga
seperti ini, skema budget lebih tepat untuk diterapkan.

b. Unbearable risk atau risiko yang tidak tertanggungkan

Kemudian, paket manfaat tersebut di luar kemampuan
membayar (ability to pay) masyarakat. Artinya “financial
loss” yang terjadi tidak tertanggungkan (unbearable)
oleh masyarakat dan berpotensi memiskinkan masyarakat
(impoverishment). Beban biaya yang tidak tertanggungkan
dilihat dari (i) frekuensi penggunaan pelayanan tertentu
oleh peserta (high frequency) dan (ii) besar biaya yang harus
dikeluarkan untuk pelayanan tersebut (high cost).

66 BAB IV KAJIAN KRITERIA PENETAPAN PAKET MANFAAT DASAR JAMINAN KESEHATAN MJK-BKDK

Sesuai dengan prinsipnya, asuransi akan menjamin risiko kerugian
yang cukup besar yang tidak dapat ditanggung oleh peserta
(13). Misalnya, seseorang tidak akan membeli polis asuransi
untuk melindungi dirinya dari kehilangan pulpen atau kacamata
yang murah, karena jika pulpen atau kacamata tersebut rusak
atau bahkan hilang, orang tersebut dapat menggantinya tanpa
menimbulkan kerugian finansial yang besar. Namun, untuk
pelayanan medis yang membutuhkan biaya yang besar seperti
operasi jantung, perawatan penyakit kronis dan sebagainya,
banyak orang yang bisa menjadi miskin dan kehilangan aset
yang dimilikinya. Selain itu, penjaminan perawatan/intervensi
dengan biaya yang rendah dapat membuat penyelenggara
asuransi (dalam hal ini BPJS Kesehatan) tidak efisien karena
beban biaya administrasi untuk pelayanan yang frekuensi
utilisasinya tinggi, secara total menjadi besar. Oleh karena itu,
WHO merekomendasikan untuk mengeluarkan dari paket
manfaat pelayanan-pelayanan yang mudah dijangkau dan
bisa dibayar melalui skema out of pocket bahkan oleh
peserta pada kelompok miskin dan hampir miskin (39).

Menurut WHO, suatu rumah Box 3. Penerapan Urun Biaya
tangga dapat dikatakan
mengalami bencana finansial Penerapan urun biaya
atau katastropik ketika harus Penentuan besaran nilai
mengeluarkan biaya kesehatan urun biaya ditetapkan
lebih besar atau sama dengan sesuai dengan kemampuan
40% dari total belanja rumah membayar iuran (ability to
tangga setelah dikurangi belanja pay) yang dihitung dari rata-
esensial13 (40). Hal ini dapat terjadi rata belanja non-esensial
akibat tiga faktor utama yaitu (rokok, alkohol, kosmetik, dan
adanya pelayanan kesehatan sebagainya).
yang membutuhkan pembayaran Manfaat penerapkan urun
secara out-of-pocket, rendahnya biaya (cost-sharing).
kapasitas finansial keluarga 1. P e n g e n d a l i a n
untuk membayar, dan kurangnya
mekanisme pre-payment untuk pemanfaatan pelayanan
menampung risiko finansial ini. kesehatan
2. M e n i n g k a t k a n
kemandirian dan tanggung
jawab masyarakat (UU
No.36/2009)
3. Pengurangan besaran
iuran

13 “catastrophic whenever it is greater than or equal to 40% of a household’s non-subsistence income, i.e. income available
after basic needs have been met”

MJK-BKDK BAB IV KAJIAN KRITERIA PENETAPAN PAKET MANFAAT DASAR JAMINAN KESEHATAN 67

Pada pelayanan yang masih terjangkau oleh masyarakat,
penerapan urun biaya dapat diterapkan untuk tujuan
(i) Pengendalian pemanfaatan pelayanan kesehatan, (ii)
meningkatkan kemandirian dan tanggung jawab masyarakat
(18), dan (iii) pengurangan besaran iuran.

c. Pelayanan terstandar/standar klinis.

Pelayanan yang diberikan harus sesuai dengan standar
prosedur pelayanan seperti termuat dalam PNPK, PPK,
dan diberikan secara berjenjang tanpa membedakan
peserta dari besaran iuran yang dibayarkan. Pelayanan
yang tidak terstandar selain sulit menghitung “financial loss”
yang akan terjadi juga melanggar hak pasien (peserta) terhadap
pelayanan yang bermutu.

Paket manfaat yang terstandar merupakan amanat perundang-
undangan dalam penyelenggaraan program jaminan kesehatan
nasional. Pada UU No. 40 tahun 2004, pelayanan standar
dilihat dari aspek mutu dan juga jenis pelayanannya
sehingga menjamin efektivitas, kepuasan peserta dan
pemerataan pelayanan kesehatan sebagai salah satu
outcome kesehatan.

Selain itu, standarisasi manfaat sangat penting untuk
mengendalikan penyalahgunaan pelayanan yang bisa diinisiasi
oleh peserta maupun penyedia pelayanan kesehatan. Hal ini
dikarenakan adanya informasi asimetris antara peserta dan
tenaga kesehatan. Peserta sepenuhnya percaya pada pelayanan
yang disarankan oleh tenaga kesehatan karena tidak memahami
masalah medis. Alhasil, kejadian seperti pemulangan dini pasien
(bloody discharge) pada pasien rawat inap kerap terjadi agar
pasien berobat kembali (readmisi) (41). Pemulangan pasien lebih
dini dari kebutuhan perawatan juga bisa terjadi akibat alokasi
biaya suatu perawatan sudah habis jika dibandingkan dengan tarif
CBGs yang ditentukan. Kejadian readmisi atau kunjungan ulang
juga dapat terjadi akibat pelayanan pasien yang terfragmentasi
(unbundling) terutama pada pelayanan rawat jalan. Fenomena
supply induced demand dapat berdampak pada kebocoran
belanja pelayanan yang harus ditanggung oleh penyelenggara.

68 BAB IV KAJIAN KRITERIA PENETAPAN PAKET MANFAAT DASAR JAMINAN KESEHATAN MJK-BKDK

Standar pelayanan juga Box 4. Kondisi Penerapan
Pelayanan Terstandar
sangat diperlukan untuk

program kendali mutu • Undang-undang menetapkan

dan kendali biaya dalam bahwa pelayanan yang dijamin

pelaksanaan program adalah pelayanan yang sudah

JKN. Standar pelayanan ditetapkan standarnya dalam

diatur dalam pedoman bentuk PNPK

pelayanan (PNPK, PPK, • Namun, masih banyak pelayanan
yang belum ditetapkan dalam PNPK

dan clinical pathway) di • Dalam kenyataan, rumah sakit telah
banyak merumuskan PPK (Panduan
tingkat nasional maupun Praktek Klinis) rumah sakit

fasilitas kesehatan. Standar • Oleh karena itu, disarahkan agar
PPK yang telah disusun oleh
pelayanan klinis setidaknya rumah sakit (yang jumlahnya cukup
banyak) dapat di-review oleh tim
terdiri dari standar ahli

penegakan diagnosis,

standar penatalaksanaan • Hasil review tim ahli dapat
ditetapkan sebagai standar
kasus, standar terapi, pelayanan

dan standar monitoring

evaluasi.

Penyusunan pedoman harus merujuk pada Pedoman
Penyusunan Standar Pelayanan Kesehatan yang dibuat oleh
Kementerian Kesehatan pada tahun 2014 dengan melibatkan
peran peneliti dan ahli. Hasil dari diskusi tersebut kemudian
diseleksi oleh tim Penilaian Teknologi Kesehatan (PTK)
untuk memilah berbagai alternatif pelayanan atau tindakan
yang ditawarkan, mana yang sebaiknya dipilih. Selanjutnya,
hasil penilaian tim PTK akan ditranslasi menjadi Pedoman
Nasional Pelayanan Kesehatan (PNPK), Pedoman Praktis
Klinis (PPK), Clinical Pathway (CP), dan seterusnya (42).

Dalam penyusunan PNPK, prioritas diberikan pada (1) kasus
dengan jumlah yang banyak, (2) kasus dengan risiko tinggi,
dan (3) kasus dengan biaya yang besar. Selain itu, penyusunan
PNPK membutuhkan waktu yang lama karena melibatkan pakar
multidisiplin serta membutuhkan diskusi yang dilaksanakan
berulang kali (43). PPK disisi lain dapat menjadi dokumen
alternatif dalam penyusunan paket manfaat (42). PPK dapat
ditranslasi dari PNPK yang sudah tersedia, maupun dibuat dari
awal. PPK dapat disusun oleh masing-masing RS ataupun oleh
perhimpunan seperti Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit

MJK-BKDK BAB IV KAJIAN KRITERIA PENETAPAN PAKET MANFAAT DASAR JAMINAN KESEHATAN 69

Dalam Indonesia (PAPDI) atau Perhimpunan Dokter Spesialis
Kardiovaskular Indonesia (PERKI). Dengan adanya PPK, terutama
yang dibuat oleh perhimpunan, banyak tenaga kesehatan yang
terbantu dalam menyelesaikan masalah kesehatan di Indonesia.
Penyusunan paket manfaat JKN yang menggunakan PPK sebagai
dokumen dasar dapat menjadi lebih dinamis, mengingat bahwa
PPK jauh lebih sering diperbaharui dibandingkan dengan PNPK.

d. Efektivitas biaya.

Selain terstandar, pelayanan yang dijamin hendaknya sudah
terbukti “cost effective”, sudah terbukti secara klinis
efektivitasnya dan keamanannya serta memiliki value for
money yang sesuai dengan kemampuan pembayaran oleh
BPJS Kesehatan.

Di negara yang memiliki Box 5. Kondisi Pelayanan dengan
sumber daya tidak terbatas dan Efektivitas Klinis dan Biaya
pelayanan kesehatan yang baik,
paket manfaat yang terjamin bisa • U n d a n g - u n d a n g
bersifat komprehensif mengikuti
perkembangan medis dan menetapkan bahwa
kebutuhan pasien (23). Namun,
kondisi finansial yang terbatas pelayanan yang dijamin
mengharuskan pembatasan atau
rasionalisasi pemberian pelayanan adalah pelayanan yang
kesehatan melalui beberapa skema.
Ini terutama dihadapi oleh negara sudah terbukti efetifikas
dengan pelayanan kesehatan
terbatas dan hambatan geografis klinis dan biayanya
serta keterbatasan finansial.
Pengobatan yang diberikan (cost-effective) seperti
kepada pasien secara rasional
dapat membantu membatasi ditetapkan pada proses
pengeluaran yang tidak perlu
sementara tetap mempertahankan PTK (penilaian teknologi
pelayanan yang esensial. Selain
itu, pemberian pelayanan medis kesehatan)
yang tidak cost-effective akan
mempengaruhi kesuksesan dari • Namun, masih banyak
program asuransi sosial (40). pelayanan yang belum
melewati proses PTK

• Salah satu alternatif

adalah menggunakan

hasil PTK yang

dilaksanakan di

negara lain dan sudah

diakui validitas (sudah

dipublikasikan dalam

jurnal internasional

terakreditasi atau telah

diakui oleh negara

bersangkutan)

• Namun demikian, hasil
PTK dari negara lain perlu
di-review oleh tim ahli di
Indonesia yang mendapat
mandate dari pemerintah

70 BAB IV KAJIAN KRITERIA PENETAPAN PAKET MANFAAT DASAR JAMINAN KESEHATAN MJK-BKDK

Penetapan apakah suatu tindakan/intervensi memiliki nilai
ekonomi (value for money) dilakukan melalui proses penilaian
teknologi kesehatan (PTK). Kriteria untuk menentukan nilai
ekonomi suatu intervensi merujuk pada maksimalisasi manfaat
kesehatan yang diberikan dengan menggunakan sejumlah nilai
uang atau budget. Cost effectiveness analysis adalah suatu
metode evaluasi ekonomi yang membandingkan alternatif/
pilihan intervensi kesehatan; yaitu membandingkan besar biaya
satuan untuk menghasilkan satu unit kualitas hidup melalui
“alternatif-a” dan melalui “alternatif-b”. Selisih biaya tersebut
disebut incremental cost-effectiveness ratio (ICER) (26).
Pengukuran kualitas hidup dilakukan dengan instrumen khusus
seperti EuroQal EQ5D5L – yaitu penggunaan skala Likert (Likert
scale) untuk menilai persepsi responden tentang beberapa
elemen kegiatan hidup sehari-hari (makan, berjalan, mandi, dan
seterusnya) (44).

e. Luas Cakupan

Luas cakupan pelayanan kesehatan ditetapkan atas dasar
kebutuhan kesehatan (needs) peserta dan bukan berdasarkan
keinginan peserta (wants). Pelayanan medis yang dijamin pada
program JKN adalah pelayanan atas dasar keperluan medis
(necessary) dan bukan akibat dari tindak kelalaian (28).
Dengan demikian, manfaat program JKN yang dijamin adalah
jika diagnosa/prosedur memenuhi kriteria “luas cakupan”
dimana terdapat 3 (tiga) indikator yaitu kondisi penyakit yang
membutuhkan penanganan dikarenakan kondisi life saving
dan/atau mendukung produktivitas, serta tidak disebabkan
kelalaian. Secara rinci yang dimaksud dengan tiga indikator
tersebut adalah:

(i) Life saving (penyelamatan nyawa). Artinya, jika
suatu pelayanan medis tidak diberikan maka akan
menyebabkan hilangnya nyawa pasien, seperti tindakan
pada hidrosefalus, kraniektomi pada cedera kepala berat,
atau stroke.

MJK-BKDK BAB IV KAJIAN KRITERIA PENETAPAN PAKET MANFAAT DASAR JAMINAN KESEHATAN 71

(ii) Mendukung produktivitas berarti jika suatu pelayanan
medis tidak diberikan maka akan menyebabkan penurunan
produktivitas sosial ekonomi dari pasien. Contohnya: labio
palate gnato skisis, kondisi gaduh gelisah pada pasien
Skizofrenia.

(iii) Tidak disebabkan kelalaian; yaitu kondisi yang
membutuhkan penanganan medis harus bukan
disebabkan oleh kelalaian, baik kelalaian pasien sendiri
atau kelalaian petugas medis.

a. Kelalaian yang disebabkan pasien sendiri
antara lain kecelakaan yang disebabkan kelalaian
diri sendiri termasuk lalai dalam mematuhi tata-
tertib dan/atau aturan keselamatan yang berlaku
(misal cedera kepala karena tidak memakai helm,
jatuh dari motor/kecelakaan tunggal karena
melebihi kecepatan yang diperbolehkan), gangguan
kesehatan/penyakit akibat ketergantungan
obat dan/atau alkohol, gangguan kesehatan
akibat sengaja menyakiti diri sendiri atau akibat
melakukan hobi yang membahayakan diri sendiri,
infeksi karena upaya terkait kosmetik/bukan indikasi
medis, dan hal lain yang sejenis.

b. Kelalaian yang disebabkan tenaga medis yang
terdiri dari PAE – Prevent Adverse Event (misalnya
operasi ulang karena gunting operasi tertinggal di
dalam perut pasien) dan kasus terbukti malpraktek
lain.

Untuk biaya penjaminan penanganan medis pada kasus
yang disebabkan kelalaian menjadi tanggung jawab pihak
yang melakukan kelalaian.

Pada peraturan Menteri Kesehatan No. 28 tahun
2014, Kejadian yang disebut PAE adalah cedera
yang berhubungan dengan kesalahan/kelalaian
penatalaksanaan medis termasuk kesalahan terapi dan
diagnosis, ketidaklayakan alat dan lain-lain sebagaimana
kecuali komplikasi penyakit terkait, biaya pelayanannya

72 BAB IV KAJIAN KRITERIA PENETAPAN PAKET MANFAAT DASAR JAMINAN KESEHATAN MJK-BKDK

tidak dijamin pada program JKN (45). Pelayanan pada
kejadian ini ditetapkan bahwa tidak dijamin sebagai
manfaat program JKN. Namun, kejadian kelalaian yang
disebabkan oleh pasien/diri sendiri belum diatur lebih
lanjut pada pada peraturan perundang-undangan.

f. Bukan public goods atau bukan barang publik

Pelayanan kesehatan yang bersifat “public goods” sulit
dihitung probabilitas dan financial loss yang diakibatkannya.
Disamping itu pelayanan yang bersifat public goods tidak bisa
dibiayai melalui skema tarif dan asuransi. Skrining massal,
immunisasi masal, promosi kesehatan bagi masyarakat luas,
dan pengendalian vektor yang berdampak luas di masyarakat,
adalah pelayanan yang tergolong “public goods”. Skema
pembiayaanya sudah ditetapkan dalam Perpres No.72 tahun
2012, yaitu melalui anggaran pemerintah (APBN dan APBD)
atau tax-based financing. Adapun pelayanan kesehatan yang
merupakan barang publik memiliki setidaknya empat kriteria
yaitu (5):

i. No marginal cost

Artinya, untuk memproduksi atau mendapatkan satu unit
pelayanan tersebut tidak diperlukan (tidak ada) biaya
tambahan (marginal cost). Mercusuar adalah contoh
barang/jasa yang tidak menimbulkan “marginal cost” apa
setiap ada tambahan satu kapai yang memanfaatkan jasa
mercu suar tersebut. Promosi kesehatan, penyemprotan
nyamuk malaria dan DBD adalah contoh pelayanan
kesehatan yang tidak menimbulkan biaya marginal.
Konsumer yang rasional akan mengatakan “If I didn’t
create cost, why do I have to pay”. Maka pada barang
atau jasa pelayanan yang mempunyai sifat “no-marginal
cost” sulit diterapkan mekanisme tarif atau asuransi untuk
membiayainya.


Click to View FlipBook Version