The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Naskah Akademik Kajian Manfaat Jaminan Kesehatan Berbasis Kebutuhan Dasar Kesehatan

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by ayundaoktavia, 2021-04-13 04:31:21

Naskah Akademik Kajian Manfaat Jaminan Kesehatan Berbasis Kebutuhan Dasar Kesehatan

Naskah Akademik Kajian Manfaat Jaminan Kesehatan Berbasis Kebutuhan Dasar Kesehatan

MJK-BKDK BAB IV KAJIAN KRITERIA PENETAPAN PAKET MANFAAT DASAR JAMINAN KESEHATAN 73

ii. Non-excludable

Ada barang dan jasa yang bisa dinikmati orang banyak dan
orang tidak bisa dilarang atau dihambat menggunakannya.
Jasa mercusuar atau promosi kesehatan melalui media
massa adalah contoh barang/jasa yang bersifat “non-
excludable”. Maka tanpa membayarpun orang bisa
menikmatinya – dan ini disebut fenomena “free rider”.
Implikasinya, orang enggan dikenakan tarif tertentu untuk
menikmati barang/jasa yang “non-excludable” tersebut.
Dengan perkataan lain mekanisme tarif atau asuransi
tidak bisa diberlakukan.

iii. Non-competitiveness

Ada barang/jasa atau pelayanan kesehatan yang “tidak
pernah habis”, seperti contoh-contoh diatas. Oleh sebab
itu tidak terjadi persaingan untuk mendapatkan barang/
jasa pelayanan tersebut. Sifat inipun menyebabkan orang
merasa tidak perlu mengeluarkan biaya ekstra (seperti
dalam persaingan mendapatkan barang/jasa yang bisa
habis (beras, sepatu, dll).

iv. Large Externality

Ada barang/jasa yang memberikan dampak besar – baik
positif atau negatif – kepada orang banyak. Dampak
besar tersebut disebut eksternalitas. Immunisasi,
penyemprotan nyamuk, promosi kesehatan, kesehatan
lingkungan adalah jenis pelayanan yang mempunyai
“large externality”. Karena untuk jenis pelayanan tersebut
tidak bisa dikenakan tarif atau premi asuransi, maka
harus ada yang “hadir” membiayainya agar eksternalitas
tersebut diatas dapat diperoleh untuk kebaikan publik;
atau sebaliknya harus ada yang “hadir” untuk membiayai
mitigasi eksternalitas negatif yang ditimbulkannya. Inilah
rasional mengapa pemerintah harus hadir membiayai
pelayanan seperti itu.

74 BAB IV KAJIAN KRITERIA PENETAPAN PAKET MANFAAT DASAR JAMINAN KESEHATAN MJK-BKDK

Tabel 11. Perbedaan Barang Publik dan Barang Privat dalam Pelayanan Kesehatan

Komponen Barang Publik Barang Privat

Sifat barang

• Biaya Marginal Tidak ada atau kecil Besar

• Ekskludabilitas Tidak bisa dilarang (free rider) Bisa dicegah

• Persaingan Tidak ada persaingan antara Ada persaingan antara
pengguna (konsumen) pengguna (konsumen)

• Externalitas Manfaat untuk masyarakat Manfaat untuk masyarakat
luas luas yang lebih kecil

Penerima manfaat Masyarakat (komunitas) Individu

Cara penyelenggaraan Menggerakkan mesin sosial Menggerakkan institusi
dan mesin birokrasi fasilitas kesehatan dan
institusi keluarga

Sumber pembiayaan Pajak Skema tarif atau asuransi

Catatan: antara barang publik dan barang privat ada yang mempunyai sifat antara keduanya
yang disebut sebagai merit goods (semi barang publik atau semi barang privat).

Merit goods mempunyai sifat barang publik (ada marginal cost, excludable, dan competitive)
namun mempunyai eksternalitas yang besar. Contohnya adalah pelayanan pengobatan
tuberkulosis. Maka, kebijakan sumber pembiayaan untuk merit goods adalah:

- Merit goods bagi masyarakat miskin dibiayai melalui pajak sedangkan bagi penduduk
mampu melalui skema tarif dan asuransi (46)

Laevel & Clark menyatakan bahwa semua penyakit/gangguan
kesehatan memerlukan intervensi komprehensif yang terdiri
dari 5 jenis upaya/pelayanan, yaitu (i) promosi kesehatan, (ii)
pencegahan, (iii) diagnosis/skrining dini, (iv) pelayanan medis di
institusi pelayanan kesehatan dan (v) rehabilitasi.

Dengan karakteristik barang/jasa publik (public goods) seperti
disampaikan diatas, maka industri swasta umumnya enggan
untuk memproduksi atau menyediakan pelayanan tersebut
karena rendahnya kemungkinan menetapkan tarif terhadap
penggunanya. Oleh karena itu, pemerintah harus hadir
menjamin pelayanan kesehatan yang bersifat publik ini tetap
tersedia. Alasan utamanya adalah karena pelayanan tersebut
memberi manfaat besar (eksternalitas) bagi masyarakat umum.

MJK-BKDK BAB IV KAJIAN KRITERIA PENETAPAN PAKET MANFAAT DASAR JAMINAN KESEHATAN 75

g. Bukan cakupan program lain.

Paket manfaat yang dijamin merupakan pelayanan kesehatan
perorangan yang bukan menjadi manfaat program pemerintah
lainnya sehingga tidak terjadi double funding. Pelayanan
Kesehatan yang dijamin dalam manfaat JKN adalah pelayanan
medis yang bukan merupakan cakupan program/pendanaan
lain karena akan berpotensi menjadi penjaminan ganda atau
tidak tuntasnya penanganan program yang terdiri dari:

i. Bukan cakupan Program Kementerian Kesehatan vertikal
dan pendanaan program dari kelembagaan lain

ii. Bukan pelayanan yang diatur pada Standar Pelayanan
Minimum (SPM)

iii. Bukan Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) yang
dijamin oleh BPJS Ketenagakerjaan/PT. Taspen/ASABRI)

iv. Bukan Kecelakaan lalu lintas dalam batas penjaminan PT.
Jasa Raharja

v. Bukan Kejadian Luar Biasa (KLB), Wabah dan Krisis/
Bencana

h. Bukan alat bantu kesehatan dengan ciri-ciri tertentu:

JKN tidak menjamin alat kesehatan yang tergolong “alat bantu
kesehatan”, dengan ciri-ciri sebagai berikut:

i. Berfungsi bukan untuk menyembuhkan penyakit,
ii. Tidak bertujuan untuk mengembalikan fungsi tubuh,
iii. Hanya berfungsi untuk membantu fungsi tubuh,
iv. Tidak selalu bersifat one-time cost
v. Terjangkau secara finansial
vi. Memilikikepastian(certainty)waktudalampenggunaannya

Contoh alat bantu kesehatan yang tidak dijamin adalah
kacamata, alat bantu dengar, prostesa gigi, prostesa alat gerak
tangan dan kaki palsu, korset tulang belakang, collar neck, kruk
dan alat bantu sejenis. Alat bantu kesehatan tersebut saat ini
masih dijamin pada program JKN sesuai Perpres No. 82 tahun
2018 dan perlu dilakukan perbaikan.

76 BAB IV KAJIAN KRITERIA PENETAPAN PAKET MANFAAT DASAR JAMINAN KESEHATAN MJK-BKDK

Sedangkan alat bantu kesehatan yang dijamin adalah alat
kesehatan yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

i. Berfungsi untuk menyembuhkan penyakit atau
mengembalikan fungsi tubuh

ii. Bersifat One-time cost
iii. Tidak terjangkau secara finansial
iv. Memiliki sifat ketidakpastian (uncertainty) yang tinggi

Bukan alat bantu kesehatan sebagaimana disebutkan diatas
merupakan alat kesehatan yang masuk dalam manfaat jaminan
program JKN (inklusi).

Catatan: Semua pelayanan yang tidak dijamin program JKN
seperti ditetapkan dalam peraturan yang berlaku dan belum
tercakup pada delapan kriteria tersebut diatas, tetap tidak
masuk dalam manfaat program JKN (eksklusi).

Tabel 12. Ringkasan Definisi Kriteria Penentuan Paket Manfaat Dasar

Definisi Kriteria Paket Manfaat Dasar

Uncertainty of loss atau Luas cakupan
ketidakpastian risiko finansial Manfaat program JKN yang dijamin
Kondisi ketidakpastian risiko finansial adalah jika diagnosa/prosedur
(uncertainty of loss), yang dapat memenuhi indikator “luas cakupan”
dihitung probabilitas kerugiannya yaitu (i) kondisi penyakit membutuhkan
penanganan karena bertujuan untuk
Unbearable risk atau risiko yang life saving, (ii) dan/atau mendukung
produktivitas, (iii) serta tidak
tidak tertanggungkan disebabkan kelalaian.

Biaya pelayanan yang diluar

kemampuan peserta dan memiliki

kerugian finansial yang besar yang Bukan public goods

tidak tertanggungkan oleh yang Bukan pelayanan yang bersifat publik

bersangkutan dan berpotensi atau upaya kesehatan masyarakat

memiskinkan masyarakat dengan ciri-ciri: tidak ada marginal

(impoverishment). Kondisi ini dilihat cost, non-excludable, non-

dari (i) frekuensi penggunaan competitiveness, eksternalitas

pelayanan tertentu oleh peserta (high tinggi, diselenggarakan dengan

frequency) dan (ii) besar biaya yang mobilisasi tatanan birokrasi dan

harus dikeluarkan untuk pelayanan tatanan sosial dengan pembiayaan

tersebut (high cost), bersumber dari pemerintah

MJK-BKDK BAB IV KAJIAN KRITERIA PENETAPAN PAKET MANFAAT DASAR JAMINAN KESEHATAN 77

Definisi Kriteria Paket Manfaat Dasar

Pelayanan terstandar/standar Bukan cakupan program lain
klinis. Diagnosa/prosedur bukan merupakan
Pelayanan yang diberikan harus sesuai cakupan program/pendanaan lain,
dengan standar prosedur pelayanan karena akan berpotensi menjadi
seperti termuat dalam PNPK, PPK, penjaminan ganda atau tidak tuntasnya
dan diberikan secara berjenjang tanpa penanganan program.
membedakan peserta dari besaran
iuran yang dibayarkan. Pelayanan Bukan alat bantu kesehatan
standar dilihat dari aspek mutu dan Yaitu alat bantu kesehatan yang
juga jenis pelayanannya sehingga tidak dijamin dengan ciri-ciri sebagai
menjamin efektivitas, kepuasan peserta berikut: (i) Berfungsi bukan untuk
dan pemerataan pelayanan kesehatan menyembuhkan penyakit; (ii) Tidak
sebagai salah satu outcome kesehatan bertujuan untuk mengembalikan
fungsi tubuh; (iii) Hanya berfungsi
Efektivitas biaya untuk membantu fungsi tubuh; (iv)
Pelayanan yang telah terbukti “cost Tidak selalu bersifat one-time cost;
effective”, terbukti secara klinis (v) Terjangkau secara finansial; (vi)
efektivitasnya dan keamanannya serta Memiliki kepastian (certainty) waktu
memiliki value for money yang sesuai dalam penggunaannya.
dengan kemampuan pembayaran oleh
BPJS Kesehatan.

Selanjutnya, kriteria yang telah disepakati diatas digunakan dalam
penentuan pelayanan kesehatan yang masuk dalam manfaat jaminan
kesehatan (pelayanan inklusi) dan pelayanan kesehatan yang
dialihkan pada skema pembiayaan lain (pelayanan eksklusi).
Penentuan daftar paket manfaat ini ditentukan secara bersama
melibatkan berbagai pihak (Kementerian kesehatan, BKKBN, DJSN,
Kementerian Keuangan, BPJS Kesehatan, dan para ahli).

Pada diagnosis yang ditetapkan sebagai manfaat jaminan kesehatan,
akan dikelompokkan menjadi pelayanan inklusi penuh atau
pelayanan inklusi dengan pembatasan. Penentuan apakah
suatu pelayanan medis termasuk inklusi penuh atau inklusi dengan
pembatasan didasari pada pengelompokkan berikut:

78 BAB IV KAJIAN KRITERIA PENETAPAN PAKET MANFAAT DASAR JAMINAN KESEHATAN MJK-BKDK

Tabel 13. Keterangan Restriksi

Kode Klasifikasi Daftar Positif Kode Klasifikasi Daftar Negatif

1a Kuota berdasarkan frekuensi layanan per 0a Program kemkes (gizi, antrax, dsb),
peserta wabah/KLB spesifik

1b Kuota berdasarkan kompetensi tenaga 0b PMS (Penyakit Menular Seksual)
medis
0c Kongenital (yang tidak mengganggu
2a Negatif list pada KLB fungsi)

2b Negatif list pada PAK/KK 0d Fertilitas, estetik, psikososial

2c Negatif list pada kecelakaan lalu-lintas 0e Tuberkulosis

2d Negatif list jika PAE (Preventable Adverse 0f HIV
Event)

3 Negative list tanpa indikasi medis khusus 0g PAK (diagnosis yang sudah spesifik; yang
belum spesifik masuk ke “positive list
dengan restriksi”)

4 Jenis TKP (RI ke RJ) 0h Bayi sehat

5 144 diagnosis (RS ke FKTP) dengan biaya 0i Meninggal mendadak
kapitasi
0j Kehamilan, persalinan dan nifas beserta
5b 144 diagnosis (RS ke FKTP) dengan biaya seluruh gangguannya (semua kode O,
non kapitasi kode Z terkait)

8 Ditentukan oleh diagnosis sekunder dan 0k1 Kasus hukum (penganiayaan, korban
prosedur kekerasan); tidak dalam sedang bekerja
(non-KK)
9 Positive List
0k2 Kasus hukum (penganiayaan, korban
Catatan: kekerasan); dalam kondisi sedang bekerja
Pada poin 1a-8 merupakan kode (Kecelakaan kerja)
klasifikasi daftar positif dengan restriksi
0l PAE (Preventable Adverse Event)
(kelalaian, aktifitas ekstrim, sengaja
melukai diri sendiri, dan sejenisnya)

0m Bencana alam (diagnosis yang sudah
spesifik; yang belum spesifik masuk ke
“positive list dengan restriksi”)

0n Pelayanan kesehatan berbiaya tinggi;
butuh HTA

0o Alat bantu kesehatan

0g/0l PAK pada atlet; PAE pada non atlet

4.2. Aplikasi Kriteria Paket Manfaat pada Pelayanan
Jaminan Kesehatan Saat Ini, International
Classification of Disease 10 (ICD 10), dan ICD 9 CM

Dalam rangka mencermati kembali paket manfaat yang dijamin
oleh BPJS Kesehatan, delapan kriteria yang dijelaskan sebelumnya
diaplikasikan dalam daftar ICD 9 CM dan ICD 10 oleh beberapa
stakeholders.

MJK-BKDK BAB IV KAJIAN KRITERIA PENETAPAN PAKET MANFAAT DASAR JAMINAN KESEHATAN 79

a. Uncertainty of loss atau ketidakpastian risiko finansial.

Pelayanan yang masuk dalam kategori ini adalah pelayanan
yang membutuhkan biaya medis yang besar, kejadiannya
tidak terprediksi, serta dapat memiskinkan peserta yang sakit.
Namun, risiko finansial ini harus tetap dapat diperkirakan
probabilitas kejadiannya sehingga penjamin dapat
menghitung risiko finansial yang mungkin akan terjadi.

Dalam perjalanan implementasi program JKN, terdapat
pelayanan yang sebenarnya pasti dan sudah terencana oleh si
peserta - namun pelayanan ini justru menguras dana yang ada.
Pelayanan itu antara lain adalah persalinan normal, kunjungan
nifas/post-partum, dan pelayanan pemasangan dan konsultasi
alat kontrasepsi. Pelayanan tersebut memang dibutuhkan
oleh wanita usia subur dan ibu bersalin tetapi pelayanan ini
tidak memenuhi asas ketidakpastian pada asuransi. Di Korea
Selatan misalnya, pelayanan yang pasti seperti ini dibiayai
secara budget dan lembaga NHIS (National Health Insurance)
bertugas sebagai Third Party Administrator (TPA). Selain
itu, kecelakaan lalu lintas misalnya kejadian ini walaupun
memenuhi asas ketidakpastian tetapi probabilitasnya tidak
dapat diperhitungkan oleh pihak penyelenggara program.

Derajat ketidakpastian tersebut dapat dilihat dari frekuensi
utilisasi (utilization rate) oleh peserta selama ini. Utilization
rate yang rendah (jarang) ketidakpastiannya lebih rendah dari
pada utilization rate yang tinggi. Perlu dipertimbangkan bahwa
pelayanan rawat inap di rumah sakit serta pelayanan rawat jalan
tingkat lanjut dengan frekuensi atau pelayanan dengan unit
klaim yang besar perlu dijamin jika memberikan beban finansial
dan dapat membuat peserta masuk ke jurang kemiskinan.

Berikut adalah contoh daftar pelayanan rawat jalan berdasarkan
CBGs dengan biaya besar.

80 BAB IV KAJIAN KRITERIA PENETAPAN PAKET MANFAAT DASAR JAMINAN KESEHATAN MJK-BKDK

Tabel 14. Daftar Klaim Rawat Jalan dengan Biaya per Tahun per Peserta diatas ATP

Kode Nama kunjungan
INA CBG INA CBG RJTL 2018

N-3-15-0 PROSEDUR DIALISIS 4,837,737
423,062
C-3-10-0 KONSULTASI ATAU PEMERIKSAAN LAIN-LAIN 328,801
134,988
H-2-36-0 PENYAKIT AKUT KECIL LAIN-LAIN 30,070
115,212
C-3-13-0 GASTROINTESTINAL AKUT 21,244
17,566
N-2-21-0 BRONKIAL AKUT 87,070
22,259
D-3-10-0 PROSEDUR KECIL PADA KULIT 27,694

H-2-35-0 PROSEDUR LAIN-LAIN PADA GASTROINTESTINAL

C-3-18-0 PROSEDUR SEDANG PADA MATA

Z-3-16-0 KONTAK PELAYANAN KESEHATAN LAIN-LAIN

Z-3-17-0 KEMOTERAPI PADA TUMOR PAYUDARA ATAU OVARIUM

C-3-23-0 RONGENT (PLAIN FILM)

Dari tabel diatas, pelayanan dengan utilization rate, unit klaim
yang besar serta memberikan ketidakpastian beban finansial
perlu ditelaah dan diatur lebih lanjut agar dapat tetap terkendali
dan menjamin kesinambungan keuangan BPJS Kesehatan.

b. Unbearable risk atau risiko yang tidak tertanggungkan

Merujuk pada perhitungan ATP Susenas 2018 yang dilakukan
oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kementerian Kesehatan, rata-rata pengeluaran non
esensial diatas median adalah Rp 1.752.898,00 per
tahun (seperti rokok, alkohol, kosmetik, dan lainnya).
Jika pengeluaran non esensial ini dijadikan sebagai nilai
potong dalam menentukan apakah belanja kesehatan rumah
tangga tergolong terjangkau atau tidak dan kemudian
diaplikasikan pada klaim terbanyak BPJS Kesehatan 2018,
maka terdapat sejumlah klaim rawat jalan masih bisa

MJK-BKDK BAB IV KAJIAN KRITERIA PENETAPAN PAKET MANFAAT DASAR JAMINAN KESEHATAN 81

peserta RJTL klaim RJTL UR 2018 Unit klaim biaya per tahun
2018 2018 2018 per peserta

86,339 4,205,962,496,000 56.03 869,407.02 48,714,514.83

20,763 485,608,732,100 20.38 1,147,842.95 23,388,177.63

250,667 2,185,974,471,500 1.31 6,648,320.63 8,720,631.24

26,154 211,217,683,100 5.16 1,564,714.52 8,075,922.73

17,875 132,009,784,000 1.68 4,390,082.61 7,385,162.74

23,134 144,781,698,900 4.98 1,256,654.68 6,258,394.52

10,726 42,175,788,000 1.98 1,985,303.52 3,932,107.78

2,832 11,057,944,700 6.20 629,508.41 3,904,641.49

82,593 217,469,369,000 1.05 2,497,638.33 2,633,024.22

15,511 36,654,186,700 1.44 1,646,713.09 2,363,109.19

7,569 13,307,623,300 3.66 480,523.70 1,758,174.57

ditanggung oleh peserta, Contohnya adalah perawatan
luka, prosedur ultrasound ginekologik, dan penyakit kronis
kecil lain-lain. Pada kunjungan rawat jalan penyakit kronis
kecil lain-lain, rata-rata pemanfaatan per peserta adalah
3-4 kali dengan unit klaim sebesar Rp 209.446,59 maka
biaya yang dikeluarkan oleh peserta untuk mengakses
pelayanan kesehatan ini dalam setahun adalah sekitar Rp
700.000-840.000. kemudian untuk pelayanan prosedur
USG dengan utilization rate 1-2 kali, peserta mengeluarkan
sekitar Rp 348.101,03 dalam satu tahun. Sedangkan pada
perawatan luka, dengan rata-rata pemanfaatan 1-2 kali
per tahun dan unit klaim adalah sebesar Rp 309.768,00
maka peserta mengeluarkan sekitar Rp 553.747,05. Jika
dibandingkan dengan kemampuan membayar masyarakat
diatas, menunjukkan bahwa ada pelayanan-pelayanan yang
masih dapat dijangkau.

82 BAB IV KAJIAN KRITERIA PENETAPAN PAKET MANFAAT DASAR JAMINAN KESEHATAN MJK-BKDK

Kemudian, alternatif penerapan urun biaya dapat dilakukan
dengan memberlakukan biaya registrasi rawat jalan rumah
sakit. Jika diaplikasikan biaya registrasi adalah Rp 150.000,00
per kunjungan dengan perkiraan kunjungan rawat jalan per
tahun adalah 3-4 kali kunjungan, maka setiap penduduk akan
mengeluarkan Rp 450.000 per tahun (47). Besaran ini masih
lebih rendah jika dibandingkan belanja penduduk untuk rokok
pada rumah tangga non-PBI berdasarkan hasil Susenas 201814.

Penentuan pelayanan yang masih terjangkau ini perlu dilakukan
agar pemanfaatan pelayanan dapat terkendali, pengeluaran
biaya klaim dapat diatur menjadi lebih efisien, sekaligus
mendorong kemandirian dan rasa tanggung jawab peserta
memelihara kesehatannya sesuai amanat UU No. 36 tahun
2009.

c. Pelayanan terstandar/standar klinis.

Penyusunan standarisasi klinis dilakukan oleh para ahli, peneliti,
profesi, serta pemerintah. Hal ini dimaksud agar standarisasi
pelayanan dapat terimplementasi dengan baik dan mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan. Menurut informasi dari
Kementerian Kesehatan, sampai saat ini telah dibuat kurang
lebih 41 PNPK, serta puluhan PPK yang telah disusun oleh
rumah sakit dan perhimpunan. Namun, tantangan terbesar
adalah melakukan pembaharuan PNPK serta menyusun PNPK
baru yang disesuaikan dengan kondisi epidemiologi penyakit di
Indonesia dan perkembangan hasil penelitian. Berikut adalah
rincian PNPK serta tahun pembaharuan terakhir pada tabel 15
dan PPK disertai tahun pembaharuan dan organisasi penyusun
pada Tabel 16:

14 Berdasarkan data Susenas 2018, rentang konsumsi rokok pada rumah tangga terendah (Q1) adalah Rp 51.557 – Rp
234.374 per bulan. Minimum konsumsi rokok pada rumah tangga terkaya (Q5) adalah Rp 618.688

MJK-BKDK BAB IV KAJIAN KRITERIA PENETAPAN PAKET MANFAAT DASAR JAMINAN KESEHATAN 83

Tabel 15. Daftar PNPK Berdasarkan Tahun Pembaharuan Terakhir

No. Daftar PNPK Terakhir
Diperbaharui

Kelompok Anak

1. PNPK Tatalaksana Epilepsi Anak 2017

2. PNPK Tatalaksana Penyakit Hirschprung

3. PNPK Tatalaksana Thalasemia 2018

4. PNPK Tatalaksana Tindakan Resusitasi dan Transpor Bayi Berat Lahir Rendah 2018

5. PNPK Tatalaksana Afiksia 2019

6. PNPK Tatalaksana Hiperbilirubinemia 2019

Kelompok Infeksi dan Trauma

7 PNPK Tatalaksana Sepsis 2017

8. PNPK Tatalaksana Infeksi Intraabdominal 2017

9. PNPK Tatalaksana TB 2018

10. PNPK Tatalaksana Malaria 2019

11. PNPK Tatalaksana Kusta 2019

12. PNPK Tatalaksana HIV 2019

13. PNPK Tatalaksana Luka Bakar 2019

Kelompok Penyakit Dalam

14. PNPK Tatalaksana Penyakit Ginjal Tahap Akhir 2017

15. PNPK Tatalaksana Tonsilitis

Kelompok Saraf dan Jiwa

16. PNPK Kedokteran Jiwa 2015

17. PNPK Tatalaksana Stroke 2019

Kelompok Anestesi

18. PNPK Anestesiologi dan Terapi Intensif 2015

Kelompok Obgyn

19. PNPK Pertumbuhan Janin Terhambat 2016

20. PNPK Perdarahan Pasca Salin 2016

21. PNPK Ketuban Pecah Dini 2016

22. PNPK Preeklamsia 2016

23. PNPK Keganasan Ginekologi 2018

Kelompok Onkologi

24. PNPK Kanker Kolorektal 2018

25. PNPK Kanker Prostat 2018

26. PNPK Kanker Serviks 2018

27. PNPK Kanker Payudara 2018

28. PNPK Osteosarkoma 2019

84 BAB IV KAJIAN KRITERIA PENETAPAN PAKET MANFAAT DASAR JAMINAN KESEHATAN MJK-BKDK

Tabel 16. Daftar PPK yang Telah Disusun Oleh Organisasi Profesi

No. Daftar PPK Organisasi Penyusun Terakhir
Diperbaharui

1. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia 2009
Anak (IDAI)

2. Buku Saku Kesehatan Anak IDAI & World Health 2009

Indonesia Organization (WHO)

3. Penyakit Paru Obstruktif Perhimpunan Dokter Paru 2011

Kronik (PPOK): Diagnosis dan Indonesia (PDPI)

Penatalaksanaan

4. Buku Saku Pelayanan Perkumpulan Obstetri dan 2013
Kesehatan Ibu Ginekologi Indonesia (POGI)
& WHO

5. Konsensus Gastro- Perkumpulan 2013
Esophageal Reflux Disease Gastroenterologi Indonesia
(GERD) (PGI)

6. Panduan Gangguan Depresi Perhimpunan Dokter Spesialis 2013

Mayor Kedokteran Jiwa Indonesia

(PDSKJI)

7. Konsensus Dispepsia PGI 2014

8. Pneumonia Komunitas: PDPI 2014
Diagnosis dan
Penatalaksanaan

9. Pedoman Tatalaksana Perhimpunan Dokter Spesialis 2015
Hipertensi pada Penyakit Kardiovaskular Indonesia
Kardiovaskular (PERKI)

10. Pedoman Tatalaksana PERKI 2015
Sindrom Koroner Akut

11. Pedoman Tatalaksana Gagal PERKI 2015
Jantung

12. Konsensus Diabetes Melitus Perkumpulan Endokrinologi 2015
Indonesia (PERKENI)

13. PPK Neurologi Perhimpunan Dokter Spesialis 2016
Saraf (PERDOSSI)

14. PPK Bagi Dokter Spesialis Perhimpunan Dokter Spesialis 2017
Kulit dan Kelamin di Kulit dan Kelamin Indonesia
Indonesia (PERDOSKI)

15. PPK Keterampilan Klinis Ikatan Dokter Indonesia (IDI) 2017

Masih banyak pelayanan kesehatan yang perlu dirumuskan
standarnya dan ini akan memakan waktu cukup lama. Oleh
sebab itu disarankan agar standar yang ada (PNPK dan PPK)
yang sudah disusun ditelaah oleh para ahli bersangkutan.
Hasilnya kemudian ditetapkan melalui sebuah peraturan
sebagai standar pelayanan yang berlaku. Ini penting agar
penyelenggaraan JKN sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangan, bahwa pelayanan yang dijamin oleh JKN adalah

MJK-BKDK BAB IV KAJIAN KRITERIA PENETAPAN PAKET MANFAAT DASAR JAMINAN KESEHATAN 85

pelayanan yang sudah memiliki standar. Bisa saja standar
tersebut belum sempurna atau perlu disesuaikan dengan
perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran. Oleh sebab itu
ketentuan tentang standar pelayanan tersebut perlu membuka
peluang penyempurnaan; sehingga standar yang ditetapkan
tersebut adalah semacam “living document” yang terbuka
untuk perbaikan.

d. Efektivitas Biaya

Baik secara regulasi maupun telaahan akademis menyatakan
bahwa pelayanan yang dijamin adalah pelayanan yang terbukti
“cost effective”. Perkembangan ilmu dan teknologi kesehatan
menyediakan beberapa pilihan untuk pelayanan diagnostik,
pelayanan tindakan medis/perawatan dan pelayanan farmasi.
Pilihan-pilihan tersebut mempunyai derajat efektivitas, efek
samping/keamanan dan biaya yang berbeda-beda serta
kelayakan pelaksanaan yang juga berbeda. Sebagai contoh,
penentuan pengobatan TBC mengunakan obat oral selama
6 bulan dan meninggalkan pengobatan suntik selama satu
tahun dilakukan setelah ada kajian cost effectiveness. Demikian
juga, pemilihan pengobatan malaria dengan obat artesunate
dibandingkan dengan kina atau primaquine, juga setelah ada
hasil kajian cost-effectiveness. Namun tidak semua pelayanan
yang walau terbukti cost-effective mudah dilakukan. Misalnya,
transplantasi ginjal jauh lebih cost-effective dibandingkan
dengan hemodialis atau peritoneal dialysis (48). Namun tidak
mudah mendapatkan ginjal yang compatible dengan biologi
penerima (recipient) transplantasi.

Untuk menentukan pelayanan mana yang sebaiknya dijamin,
perlu dilakukan proses penilaian yang disebut penilaian
teknologi kesehatan (PTK) atau health technology
assessment (HTA). Di Indonesia, komite PTK sudah dibentuk
dan ditetapkan melalui peraturan Menteri Kesehatan. Proses
PTK memerlukan waktu relatif lama, biaya yang tidak sedikit,
dan sumber data yang terbatas untuk melakukan satu penilaian
teknologi kesehatan. Oleh sebab itu, belum banyak kajian PTK
yang dilakukan dibandingkan sekian banyaknya pilihan-pilihan
yang tersedia.

86 BAB IV KAJIAN KRITERIA PENETAPAN PAKET MANFAAT DASAR JAMINAN KESEHATAN MJK-BKDK

Salah satu solusi adalah menggunakan hasil PTK di luar negeri
yang sudah terbukti validitasnya; misalnya sudah dipublikasikan
di jurnal internasional terakrediasi dan sudah diadopsi oleh
beberapa negara. Tim PTK menetapkan kajian PTK misalnya
untuk pelayanan berbiaya tinggi dan sering dilakukan (high
cost, high frequency). Kemudian mencari hasil PTK yang sudah
dipublikasikan. Hasil kajian luar negeri tersebut kemudian
di telaah oleh para ahli Indonesia dibidang bersangkutan.
Endorsement para ahli tersebut dipergunakan sebagai dasar
regulasi menetapkan pelayanan terpilih tersebut.

e. Luas Cakupan

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, luas cakupan
pelayanan medis yang diberikan harus berdasarkan pada
indikator life saving dan/atau mendukung produktivitas, serta
tidak disebabkan kelalaian.

Data pemanfaatan pelayanan kesehatan program JKN 2014-
2018, menunjukan peningkatan pemanfaatan pelayanan medis
di fasilitas kesehatan. Pada tahun 2018, pemanfaatan layanan
kesehatan khususnya layanan medis berjumlah 233,8 juta;
terdiri dari 147.4 juta kasus di FKTP dan 86 juta dilayani di FKRTL
(49). Jika ditelaah lebih dalam, sekitar 70% belanja kesehatan
program JKN disebabkan besarnya pemanfaatan pelayanan
pada fasilitas kesehatan rujukan khususnya pada grup CBGs:

a. Q (Ambulatory Groups-Episodic),
b. O (Deleiveries Groups)
c. N (Nephro-urinary System Groups),
d. H (Eye and Adnexa Groups),
e. A (Infectious & parasitic diseases Groups)
f. P (Newborns & Neonates Groups)
g. K (Digestive system Groups)
h. L (Skin, subcutaneous tissue & breast Groups)
i. Z (Factors influencing health status & other contacts with

health services Groups)
j. M (Musculoskeletal system & connective tissue Groups)
k. E (Endocrine system, nutrition & metabolism Groups)
l. U (Ear, nose, mouth & throat Groups)
m. C (Myeloproliferative system & neoplasms Groups)

MJK-BKDK BAB IV KAJIAN KRITERIA PENETAPAN PAKET MANFAAT DASAR JAMINAN KESEHATAN 87

Pada dibawah ini dapat dilihat bahwa kode CBGs tertinggi
adalah Q-5-44-O (penyakit kronis lain-lain) dengan peningkatan
klaim sekitar Rp 5 triliun dari tahun 2014 sampai 2018 dengan
lonjakan kasus sebesar 31 juta kunjungan. Kemudian pelayanan
persalinan sesar dengan tingkat keparahan ringan juga terus
melonjak yang pada tahun 2014 total klaimnya sebesar Rp
1,3 triliun menjadi sekitar Rp 4 triliun pada 2018 dengan total
kasus sebesar 736.307 atau meningkat sekitar 500.000 kasus
dari tahun 2014.

Tabel 17. Pelayanan Kesehatan di Fasilitas Rujukan 20 Terbanyak Berdasarkan Total Klaim (Miliar
rupiah)

Kode total klaim (miliar rupiah)
CBGs
No Nama CBGs

2014 2015 2016 2017 2018

1 Q-5-44-0 PENYAKIT KRONIS KECIL 2,946.8 4,545.9 5,942.1 8,463.6 9,776.1
LAIN-LAIN

2 O-6-10-I OPERASI PEMBEDAHAN 1,374.73 2,031.83 2,526.81 3,462.68 4,032.78
CAESAR RINGAN

3 N-3-15-0 PROSEDUR DIALISIS 1,782.0 2,703.7 3,267.6 3,549.3 4,206.0

4 H-2-36-0 PROSEDUR OPERASI 214.7 808.4 1,354.8 2,034.6 2,186.0
KATARAK

5 A-4-14-I PENYAKIT INFEKSI 562.74 856.45 1,169.07 1,028.43 1,113.51
BAKTERI DAN PARASIT
LAIN-LAIN RINGAN

6 P-8-17-I NEONATAL, BBL 96.75 192.60 417.65 1,234.86 1,029.73
GROUP-5 TANPA
PROSEDUR MAYOR
RINGAN

7 K-4-17-I NYERI ABDOMEN & 537.10 727.35 990.11 748.85 895.82

GASTROENTERITIS LAIN-

LAIN (RINGAN)

8 L-1-40-I PROSEDUR PADA KULIT, 156.65 330.57 520.49 788.18 876.93
JARINGAN BAWAH
KULIT DAN PAYUDARA
RINGAN

9 Z-3-23-0 PROSEDUR 120.9 249.1 348.0 617.7 771.3
ULTRASOUND LAIN-
LAIN

88 BAB IV KAJIAN KRITERIA PENETAPAN PAKET MANFAAT DASAR JAMINAN KESEHATAN MJK-BKDK

Kode total klaim (miliar rupiah)
CBGs
No Nama CBGs

2014 2015 2016 2017 2018

10 J-4-16-I SIMPLE PNEUMONIA 238.74 349.92 481.32 677.45 768.99
& WHOOPING COUGH
RINGAN

11 O-6-10-II OPERASI PEMBEDAHAN 256.65 259.34 280.07 651.17 732.66
CAESAR SEDANG

12 H-1-30-I PROSEDUR LENSA DAN 314.02 514.97 606.63 709.33 710.40
INTRA OKULER RINGAN

13 Z-3-25-0 PROSEDUR 146.7 334.3 407.3 540.1 671.2
ULTRASOUND
GINEKOLOGIK

14 M-3-16-0 PROSEDUR THERAPI 187.1 398.5 589.4 623.3 639.2
FISIK DAN PROSEDUR
KECIL MUSKULOSKLETAL

15 L-1-50-I PROSEDUR PADA 268.06 391.78 493.96 651.34 629.72
PAYUDARA RINGAN

16 E-4-10-I PENYAKIT KENCING 163.25 218.07 275.41 504.47 621.27
MANIS & GANGGUAN
NUTRISI/METABOLIK
RINGAN

17 U-3-16-0 PROSEDUR PADA GIGI 103.3 166.7 242.5 467.2 559.8

18 Z-3-27-0 PERAWATAN LUKA 182.5 288.2 363.6 461.5 516.5

19 C-3-10-0 PROSEDUR 195.4 337.2 373.5 441.2 485.6
RADIOTERAPI

20 H-3-12-0 PROSEDUR LAIN-LAIN 65.2 105.8 171.2 360.1 480.9
PADA MATA

Sumber: BPJS Kesehatan (diolah Kembali)

Tren pemanfaatan pelayanan kesehatan juga bisa ditelaah
menurut diagnosis yang sering muncul pada data utilisasi
pelayanan kesehatan. Untuk pelayanan rawat jalan, ada 12
juta kasus ISPA yang ditangani di FKTP pada tahun 2018, batuk
(9,8 juta kasus 2018), dan faringitis akut (2,6 juta kasus di 2018).
Selain itu, kasus hipertensi, gangguan sistem pencernaan, serta
sakit kepala juga masuk menjadi 10 diagnosis terbanyak pada
pelayanan rawat jalan di FKTP.

MJK-BKDK BAB IV KAJIAN KRITERIA PENETAPAN PAKET MANFAAT DASAR JAMINAN KESEHATAN 89

Tabel 18. Diagnosis Primer Terbanyak pada Pelayanan Rawat Jalan di FKTP pada Program JKN
2014-2018

ICD Nama diagnosis Kunjungan RJTP
10 RJTP
2014 2015 2016 2017 2018

J069 Acute upper 2,111,004 5,977,228 9,419,246 12,846,006 12,446,568
respiratory infection,
unspecified

J00 Acute nasopharyngitis 2,102,644 5,123,600 7,673,402 9,840,079 9,825,478
[common cold]

I10 Essential (primary) 1,351,377 3,172,795 6,178,341 7,939,663 8,659,856
hypertension

K30 Dyspepsia 679,514 1,929,163 3,706,543 4,959,077 5,683,350

M791 Myalgia 1,124,973 2,715,465 3,914,329 5,167,085 5,361,519

R51 Headache 610,487 1,654,273 2,697,375 3,654,342 3,921,237

R509 Fever, unspecified 409,282 1,370,188 2,961,192 3,826,456 3,687,576

K297 Gastritis, unspecified 830,500 1,973,509 2,803,911 3,679,841 3,450,327

A09 Diarrhoea and 449,866 1,273,113 2,322,757 2,942,905 3,185,549
gastroenteritis of
presumed infectious
origin

J029 Acute pharyngitis, 496,544 1,424,653 2,320,646 3,127,070 2,617,159
unspecified

Sumber: BPJS Kesehatan (diolah Kembali)

Berbeda dengan pelayanan kesehatan di FKTP, pada pelayanan
rawat jalan di FKRTL diagnosis primer terbanyak adalah Z098
yaitu follow up examination after other treatment sebanyak
lebih dari 39 juta kujungan dengan rata-rata setiap peserta
mendapatkan pelayanan ini sebanyak 3-4 kali setiap tahun.
Kemudian diikuti dengan terapi fisik Z501 dengan rata-rata
utiliasasi 10-11 kali per tahun per peserta dan dialysis (Z491)
sebanyak 2,7 juta kasus pada tahun 2018. Rata-rata peserta
mendapatkan pelayanan dialysis ini 51-52 kali per tahun atau
sekitar 4-5 kali per bulannya, seperti disampaikan pada tabel
dibawah ini:

90 BAB IV KAJIAN KRITERIA PENETAPAN PAKET MANFAAT DASAR JAMINAN KESEHATAN MJK-BKDK

Tabel 19. Diagnosis Primer Pelayanan Rawat Jalan Tingkat Lanjut pada Program JKN tahun
2014-2018

ICD Kunjungan RJTL
10
Nama diagnosis

2014 2015 2016 2017 2018
6,240,640 39,078,794
Z098 Follow-up 15,174,191 22,733,388 32,507,333
examination after
Z501 other treatment for 750,964 1,736,431 2,701,037 3,921,627 4,245,536
Z491 other conditions
Z099 732,338 1,453,409 1,894,986 2,370,283 2,793,201
Other physical
Z090 therapy 405,046 938,173 1,145,604 1,330,323 1,364,704

Z961 Extracorporeal 377,594 696,558 851,433 1,017,616 1,113,724
Z760 dialysis
Z509 189,764 387,858 576,584 779,378 856,668
Follow-up 251,788 517,230 770,468 985,486 852,447
Z480 examination 163,553 339,085 555,004 756,630 770,196
Z992 after unspecified
treatment for other 272,103 442,526 556,650 672,555 716,246
conditions
150,421 309,994 447,478 549,478 680,147
Follow-up
examination after
surgery for other
conditions

Presence of
intraocular lens

Issue of repeat
prescription

Care involving use
of rehabilitation
procedure,
unspecified

Attention to surgical
dressings and
sutures

Dependence on
renal dialysis

Untuk pelayanan rawat inap tingkat lanjut, diagnosis primer
tertinggi adalah demam tipoid (373 ribu di tahun 2018),
gastroenteritis (A099) dengan kasus sekitar 300.000. Diagnosis
ini muncul sebagai 10 diagnosis primer tertinggi pada tahun
2017-2018.

Kemudian, terdapat diagnosis pada kasus rawat inap di FKRTL
yang sama dengan perawatan di FKTP. Misalnya gastroenteritis
dan dyspepsia atau kasus rujukan seperti demam berdarah atau
pneumonia.

MJK-BKDK BAB IV KAJIAN KRITERIA PENETAPAN PAKET MANFAAT DASAR JAMINAN KESEHATAN 91

Tabel 20. Diagnosis Primer Pelayanan Rawat Inap Tingkat Lanjut pada Program JKN tahun
2014-2018

ICD Kunjungan RITL
10
Nama diagnosis

2014 2015 2016 2017 2018
153,453 373,615
A010 Typhoid fever 252,596 364,952 362,884 346,960

A099 Gastroenteritis and colitis of 240,469
unspecified origin
141,409 193,880 160,177 207,016 312,846
K30 Dyspepsia 29,659 83,744 155,426 280,505 216,238

P034 Fetus and newborn affected by 101,165 161,343 170,505 183,324 181,081
caesarean delivery
14,860 46,962 70,941 118,380 155,489
Z511 Chemotherapy session for
neoplasm 47,361 69,059 91,299 133,243 148,077
95,049 158,586 332,876 118,276 142,052
O342 Maternal care due to uterine scar 71,170 110,370 120,295 130,275
from previous surgery 40,871 94,626 106,995 123,419
61,622 77,706
J180 Bronchopneumonia, unspecified

A91 Dengue hemorrhagic fever

I500 Congestive heart failure

J189 Pneumonia, unspecified

Sumber: BPJS Kesehatan (diolah Kembali)

Tingkat keparahan suatu penyakit di rawat jalan atau rawat inap,
pada tingkat keparahan ringan atau sedang, perlu ditelaah lebih
lanjut agar manfaat program JKN ini sesuai dengan kebutuhan
medis serta beban finansial masyarakat. Penetapan keparahan
suatu penyakit dilakukan bersama dengan ahli dan klinisi.
Selain itu, penyakit-penyakit yang menyerap klaim banyak perlu
juga disinkronisasikan dengan prioritas masalah kesehatan di
Indonesia dengan melihat epidemiologi penyakitnya. Hal seperti
ini yang perlu ditelaah dalam menentukan paket manfaat
pelayanan yang dijamin dalam program JKN.

92 BAB IV KAJIAN KRITERIA PENETAPAN PAKET MANFAAT DASAR JAMINAN KESEHATAN MJK-BKDK

f. Bukan barang publik

Sesuai ketentuan dalam Perpres No. 72 tahun 2012, pelayanan
kesehatan masyarakat menjadi tanggung jawab pemerintah
sedangkan pelayanan perorangan dibiayai dalam program
jaminan yang diatur pada SJSN. Artinya, program jaminan
kesehatan hanya akan mengatur pelayanan yang bersifat
perorangan saja.

Namun, menurut pasal 48 Perpres No. 82 tahun 2018; upaya
promotif dan preventif seperti imunisasi rutin, pelayanan
keluarga berencana, dan skrining kesehatan, serta kunjungan
rumah pada kinerja kapitasi merupakan pelayanan yang
beririsan dengan pelayanan kesehatan masyarakat. Imunisasi
rutin merupakan program wajib nasional dengan tujuan
mencegah terjadinya penyakit infeksi terutama pada anak-
anak. Meskipun ada marginal cost yang terjadi dan dan
juga persaingan untuk mendapatkan imunisasi, namun
program ini memberikan eksternalitas positif yang tinggi.
Begitu juga kegiatan kunjungan sehat ke rumah yang menjadi
penilaian kinerja kapitasi FKTP. Program ini juga ada pada skema
program pemerintah pusat dengan nama kunjungan rumah PIS-
PK (Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga).

Dalam konsep ekonomi, sifat suatu komoditas (barang dan jasa)
ada yang disebut “pure public goods” seperti disampaikan
dimuka; ada pula yang disebut “merit goods” atau “semi
public goods”. “Merit goods” adalah barang atau jasa yang
mempunyai sifat seperti “private goods” (ada marginal cost,
excludable dan competitive), akan tetapi memilki eksternalitas
yang tinggi. Dalam pelayanan kesehatan, yang termasuk “merit
goods” misalnya adalah immunisasi, pengobatan tuberkulosis,
malaria, penyakit menular seksual, dll. Beberapa negara
mengambil kebijakan untuk membiayai seluruh kegiatan
program untuk penyakit-penyakit tersebut, termasuk kegiatan
promosi kesehatan, pencegahan, skrining, dan pengobatannya.

MJK-BKDK BAB IV KAJIAN KRITERIA PENETAPAN PAKET MANFAAT DASAR JAMINAN KESEHATAN 93

Namun dalam konteks Indonesia, perlu dilakukan pemilahan
mana intervensi yang bersifat “public goods” dan mana yang
bersifat “private goods” dalam menangani masing-masing
penyakit tersebut; kemudian ditetapkan cara pembiayaannya
sesuai dengan regulasi (4).

Sebagai contoh, dalam program malaria ada sederetan kegiatan
standar yang perlu dilakukan; yaitu (i) surveilans epidemiologi
malaria, (ii) KIE (komunikasi informasi dan edukasi), (iii) dan
pengobatan kasus di FKTP dan FKRL, (iv) pembasmian nyamuk/
sarang nyamuk melalui outdoor spraying dan indoor residual
spraying (IRS), (v) pembasmian tempat bertelur, dan (vi)
pembagian kelambu yang sudah diberi permetrin (50). Sebagian
besar kegiatan tersebut bersifat “public goods”, kecuali kegiatan
pengobatan di FKTP dan FKRL. Dengan demikian pembiayaan
program malaria adalah melalui skema “mix financing system”,
ada yang dibiayai melalui JKN dan ada yang melalui APBN/APBD.

Dalam penatalaksanaan tuberkulosis, dilakukan serangkaian
kegiatan sesuai Peraturan Menteri Kesehatan No. 67 tahun
2016: (i) promosi kesehatan, (ii) surveilans, (iii) pengendalian
faktor risiko, (iv) penemuan dan penanganan kasus, (v)
pemberian kekebalan yaitu imunisasi BCG dan (vi) pemberian
obat pencegahan (51). Seperti terlihat dalam tabel berikut, jenis
pelayanan untuk program TBC juga beragam; ada yang bersifat
public goods (sebagian besar) dan ada yang bersifat private
goods. Oleh karena itu pembiayaan program tuberkulosis juga
bersifat kombinasi, yaitu pembiayaan dari sumber APBN/APBD
dan pembiayaan dari program JKN. Dalam hal ini, pelayanan yang
dimasukkan dalam jaminan JKN adalah (i) penanganan penyakit
penyerta TBC; dan penerapan pencegahan dan pengendalian
infeksi TBC di Fasilitas Pelayanan Kesehatan; (ii) Penemuan
kasus TBC secara pasif dilakukan melalui pemeriksaan pasien
yang datang ke fasilitas pelayanan kesehatan; (iii) kegiatan tata
laksana kasus untuk memutus mata rantai penularan dan/
atau pengobatan pasien; (iv) pengobatan dan penanganan
efek samping di fasilitas pelayanan kesehatan; (v) pengawasan
kepatuhan menelan obat; dan (vi) pemantauan kemajuan
pengobatan dan hasil pengobatan dan/atau pelacakan kasus
mangkir.

94 BAB IV KAJIAN KRITERIA PENETAPAN PAKET MANFAAT DASAR JAMINAN KESEHATAN MJK-BKDK

Analisis seperti diatas untuk malaria dan TBC perlu dilakukan
terhadap semua penyakit, baik penyakit menular (PM) dan
penyakit tidak menular (PTM). Umumnya untuk berbagai macam
penyakit sudah ada pedoman bakunya dan diatur dalam regulasi
resmi. Dalam lampiran naskah akademik ini disampaikan table-
tabel tentang pedoman penanganan beberapa penyakit lain,
seperti KIA/KB, HIV/AIDS. Intinya adalah semua penyakit/
gangguan kesehatan memerlukan intervensi komprehensif baik
UKM maupun UKP dan oleh karenanya memerlukan sistem
pendanaan campuran antara APBN/APBD dan JKN.

Tabel 21. Penanggulangan Tuberkulosis (Permenkes 67 Tahun 2016)

Jenis Uraian Jenis
Kegiatan Barang/
Promosi Bertujuan untuk:
kesehatan a. Meningkatkan komitmen para pengambil Jasa

Surveilans kejiakanmelalui advokasi, Public
b. meningkatkan keterpaduan program melalui program goods

kemitraan lintas program dan lintas sektor, serta
c. Pemberdayaan masyarakat melalui kegiatan

menginformasikan, mempengaruhi, dan membantu
masyarakat agar berperan aktif dalam rangka
mencegah penularan TBC, meningkatkan perilaku
hidup bersih dan sehat, serta menghilangkan
diskriminasi terhadap pasien TBC

a. Surveilans berbasis indikator ditujukan untuk Pubic
memperoleh gambaran yang akan digunakan dalam goods
perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian program
Penanggulangan TBC

b. Surveilans berbasis kejadian untuk meningkatkan
kewaspadaan dini dan tindakan respon terhadap
terjadinya peningkatan TBC resistan obat.

Dalam penyelenggaraan, surveilans dapat dilakukan
secara aktif (dari masyarakat atau sumber lain) dan pasif
(dilakukan di fasilitas kesehatan)

MJK-BKDK BAB IV KAJIAN KRITERIA PENETAPAN PAKET MANFAAT DASAR JAMINAN KESEHATAN 95

Jenis Uraian Jenis
Kegiatan Barang/

Pengendalian Pengendalian faktor risiko TBC dilakukan dengan cara: Jasa
Faktor Risiko a. Membudayakan perilaku hidup bersih dan sehat;
b. Membudayakan perilaku etika berbatuk; Sebagian
c. Melakukan pemeliharaan dan perbaikan kualitas public
goods
perumahan dan lingkungannya sesuai dengan Sebagian
standar rumah sehat; private
d. Peningkatan daya tahan tubuh; goods
e. Penanganan penyakit penyerta TBC; dan
f. Penerapan pencegahan dan pengendalian infeksi
TBC di fasilitas pelayanan kesehatan, dan di luar
Fasilitas Pelayanan Kesehatan.

Penemuan i. Penemuan kasus TBC secara aktif dilakukan Sebagian
dan melalui: public
penanganan a. investigasi dan pemeriksaan kasus kontak; goods dan
kasus b. skrining secara massal terutama pada kelompok Sebagian
rentan dan kelompok berisiko; dan private
c. skrining pada kondisi situasi khusus. goods

ii. Penemuan kasus TBC secara pasif dilakukan melalui
pemeriksaan pasien yang datang ke Fasilitas
Pelayanan Kesehatan.

iii. Penemuan kasus TBC ditentukan setelah dilakukan
penegakan diagnosis, penetapan klasifikasi dan tipe
pasien TBC

iv. Penanganan kasus dalam Penanggulangan TBC
dilakukan melalui kegiatan tata laksana kasus
untuk memutus mata rantai penularan dan/atau
pengobatan pasien.

v. Tata laksana kasus menurut PNPK terdiri atas:
a. pengobatan dan penanganan efek samping di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan;
b. pengawasan kepatuhan menelan obat;
c. pemantauan kemajuan pengobatan dan hasil
pengobatan; dan/atau
d. pelacakan kasus mangkir

Pemberian Pemberian kekebalan dalam rangka penanggulangan Public
kekebalan TBC dilakukan melalui imunisasi BCG terhadap bayi untuk goods
mengurangi risiko tingkat keparahan TBC atau
private
goods (*)

96 BAB IV KAJIAN KRITERIA PENETAPAN PAKET MANFAAT DASAR JAMINAN KESEHATAN MJK-BKDK

Jenis Uraian Jenis
Kegiatan Barang/

Pemberian Pemberian obat pencegahan dilakukan kepada: Jasa
obat a. anak usia di bawah 5 (lima) tahun yang kontak erat
pencegahan Private
dengan pasien TBC aktif; goods
b. orang dengan HIV dan AIDS (ODHA) yang tidak

terdiagnosa TBC; atau
c. populasi tertentu lainnya.

Sebagai catatan, ada kebijakan yang menempatkan
penyakit menular menjadi tanggung jawab sektor publik
(pemerintah). Alasan pokok mengapa penyakit-penyakit
tersebut sebaiknya menjadi tanggung jawab sektor publik
adalah karena penyakit-penyakit tersebut (i) menimbulkan
kerugian ekonomi yang sangat besar, (ii) bedampak buruk
terhadap produktivitas angkatan kerja, (iii) merupakan perangkap
kemiskinan atau “poverty trap”, (iv) mempengaruhi mutu modal
manusia jangka panjang dan (v) bisa menular luas kalau tidak
dikendalikan. Oleh karena itu, kesepakatan PBB menyatakan
bahwa penanganan penyakit ini dibiayai melalui pajak
pemerintah. Di Rusia misalnya, penanganan dan pembiayaan
program TBC seluruhnya ditetapkan menjadi tanggung jawab
pemerintah. Di Thailand, penanganan HIV juga merupakan
program vertikal pemerintah pusat. National Health Security
Office (NHSO) berfungsi sebagai Third Party Administrator
dan mendapatkan sejumlah budget untuk dikelola diluar dari
dana amanat asuransi sosialnya (52). Kemudian pada negara
berpenghasilan rendah (low-middle income countries), Global
Fund (GF-ATM) menyediakan bantuan dana untuk eliminasi
AIDS, Tuberkulosis dan Malaria.

MJK-BKDK BAB IV KAJIAN KRITERIA PENETAPAN PAKET MANFAAT DASAR JAMINAN KESEHATAN 97

Ada dua opsi skema pembiayaan untuk penyakit-penyakit
tersebut. Skema pertama, dilakukan pemilahan intervensi atau
kegiatan seperti disampaikan dimuka, kemudian ditetapkan
bahwa yang masuk dalam JKN adalah kegiatan atau pelayanan
yang bersifat private goods, sedangkan kegiatan lain didanai
melalui APBN/APBD sesuai dengan ketentuan Perpres No. 72
tahun 2012.

Skema kedua semua pembiayaannya ditanggung oleh APBN/
APBD. Porsi untuk pendanaan intervensi kesehatan masyarakat
dialokasikan ke instansi yang bertanggug jawab (Dinas Kesehatan
dan puskesmas). Sisanya porsi untuk intervensi pelayanan
klinis dipegang oleh pemerintah (Kemenkes dan Pemda/
Dinkes Provinsi sebagai perpanjangan tangan pusat). Kemudian
BPJS berfungsi sebagai TPA (Third Party Administrator);
melakukan verifikasi pelayanan klinis yang dilakukan fasilitas
kesehatan. Kemudian Faskes bersangkutan mengajukan seperti
ini sudah dilaksanakan untuk pembiayaan program penanganan
pandemi COVID-19.

g. Bukan cakupan program lain

Dalam pembiayaan pelayanan kesehatan di Indonesia, skema
yang digunakan tidak hanya satu sumber. Akibatnya, ada
pelayanan kesehatan yang mendapatkan pembiayaan
ganda. Dalam rangka melakukan efisiensi dan penggunaan
dana yang rasional, perlu ditetapkan pemilahan pelayanan
kesehatan dengan skema pembiayaan lainnya. Sebagai
contoh, pada kasus penyakit demam berdarah dengue, biaya
pengobatan penyakit ini dapat menjadi jaminan BPJS Kesehatan
tetapi pada keadaan wabah semestinya menjadi tanggung jawab
pemerintah. Namun, pada implementasinya jika pemerintah
belum menyatakan bahwa penyakit tersebut adalah wabah
di suatu daerah, pelayanan medis ini akhirnya masih menjadi
tanggung jawab BPJS Kesehatan. Selain itu, pelayanan lain yang
sudah mendapat pendanaan dari sumber lain perlu ditelaah
dan ditetapkan juga aktivitas apa saja yang dibiayai dari sumber
lain (misalkan pemerintah atau donor) dan mana yang dijamin
oleh BPJS Kesehatan.

98 BAB IV KAJIAN KRITERIA PENETAPAN PAKET MANFAAT DASAR JAMINAN KESEHATAN MJK-BKDK

Kemudian, pada Peraturan Menteri Keuangan No. 141/PMK-
02/2018, manfaat jaminan kecelakaan lalu lintas dan kecelakaan
kerja ditetapkan menjadi tanggung jawab PT. Jasa Raharja, dan
BPJS Ketenagakerjaan/PT. Taspen/Asabri. Lalu pada Perpres
No.82 tahun 2018 ditetapkan bahwa pelayanan kecelakaan
lalu lintas menjadi tanggung jawab PT Jasa Raharja pada batas
tertentu. Hal ini masih membuka ruang bahwa manfaat jaminan
sosial lain ini masih ada yang menjadi tanggung jawab BPJS
Kesehatan. Oleh karena itu, perlu dilakukan telaah lebih lanjut
terkait peran BPJS Kesehatan pada program jaminan sosial
lain karena umumnya pada pelayanan kesehatan kasus-kasus
kecelakaan lalu lintas dan kecelakaan kerja sulit untuk dihitung
risiko finansialnya secara aktuaria.

h. Bukan alat bantu kesehatan

Pada Peraturan Menteri Kesehatan No. 52 tahun 2016 tentang
Standar Tarif Pelayanan Kesehatan dalam Penyelenggaraan JKN,
diatur bahwa alat bantu kesehatan kacamata, kruk, prostesa
gigi, korset tulang belakang, collar neck, alat bantu dengar,
prostesa kaki masih menjadi manfaat jaminan yang ditanggung
oleh BPJS Kesehatan. Kacamata misalnya, merupakan alat
bantu kesehatan yang berfungsi untuk membantu fungsi tubuh
(penglihatan) bukan untuk menyembuhkan kelainan refraksinya.
Kacamata juga bersifat one-time cost dengan harga yang relatif
terjangkau di pasaran. Jika dibandingkan dengan ability to
pay (ATP) masyarakat (Rp 1.752.898), kacamata termasuk alat
bantu kesehatan yang masih terjangkau (bearable) dengan
kemampuan membayar peserta dan tidak memberikan
kerugian finansial karena penggunaan manfaat tersebut dapat
direncanakan sehingga kacamata sebaiknya tidak dijamin
dalam jaminan program JKN.

Sedangkan pada pemasangan ring jantung, alat kesehatan ini
berfungsi untuk menyembuhkan penyakit, biasanya bersifat sekali
pasang, membutuhkan biaya besar untuk menggunakannya,
serta ada ketidakpastian penggunaan. Contoh ini merupakan
contoh dari bukan alat bantu kesehatan yang termasuk dalam
jaminan kesehatan nasional.

MJK-BKDK BAB IV KAJIAN KRITERIA PENETAPAN PAKET MANFAAT DASAR JAMINAN KESEHATAN 99

Untuk menilai lebih lanjut alat kesehatan yang selama ini
digunakan oleh peserta JKN, perlu ditelaah lebih lanjut sesuai
dengan kriteria “bukan alat bantu kesehatan”.

4.3. Kategorisasi ICD 10 dan ICD 9 CM berdasarkan
Kriteria menggunakan Data Tahun 2017-2019

Diatas telah disampaikan delapan kriteria untuk menentukan pelayanan
yang perlu masuk dalam paket pelayanan yang dijamin dalam JKN.
Aplikasi delapan kriteria diatas disusun dengan mengembangkan
algoritma penetapan suatu diagnosis masuk pada kelompok inklusi
atau ekslusi manfaat pelayanan JKN berdasarkan pola logic grouper
diagnosis ICD 10 dan ICD 9 CM serta kaidah koding pada aplikasi INA
CBG yang dimiliki Kementerian Kesehatan. Berdasarkan pola logic
grouper dan kaidah koding, seluruh diagnosis ICD 10 dan ICD 9 CM
dikategorikan menjadi tiga kategori utama yaitu:

a) Kategori List Benefit A (KLBA) adalah kelompok ICD 10
yang bisa diinput sebagai diagnosis utama. Pada kelompok ini
terdapat 12.691 kode ICD 10.

b) Kategori List Benefit B (KLBB) adalah kelompok ICD 10 yang
hanya bisa diinput sebagai diagnosis sekunder yaitu ICD 10
yang diidentifikasi sebagai additional codes, external causes,
dan asterisk. Pada kategori ini terdapat sebanyak 24.942 kode
ICD 10.

c) Kategori List Benefit C (KLBC) adalah ICD 9 CM yang terdiri
dari 4.625 kode ICD 9 CM.

Kemudian, dilakukan telaah pada 39.413 diagnosis ICD X versi 2010.
Dari hasil pemetaan berdasarkan 8 (delapan) kriteria, terdapat 7.772
diagnosis utama dari 12.691 diagnosis pada ICD 10 yang masuk ke
dalam daftar positif yang akan dijamin oleh BPJS Kesehatan. Untuk
menetapkan daftar negatif dan daftar positif dengan pembatasan
dilakukan 2 (dua) skenario simulasi pemetaan, yaitu:

100 BAB IV KAJIAN KRITERIA PENETAPAN PAKET MANFAAT DASAR JAMINAN KESEHATAN MJK-BKDK

(i) Pada skenario pertama simulasi, hanya kasus persalinan
normal tanpa komplikasi dengan kode O yang dimasukkan
kedalam daftar negatif

(ii) Pada skenario kedua, menetapkan seluruh pelayanan
kehamilan, persalinan, dan nifas sebagai daftar negatif.

Pada simulasi skenario 1, sebanyak 3.745 diagnosis dikelompokkan
kedalam daftar positif dengan pembatasan, dan diagnosis negatif
yang akan dialihkan ke skema pembiayaan lain sebanyak 1.174
diagnosis (Gambar 5). Sedangkan pada skenario 2, terdapat 3.321
diagnosis termasuk daftar positif dengan pembatasan dan diagnosis
negatif yang akan dialihkan ke skema pembiayaan lain sebanyak 1.598
diagnosis (Gambar 6). Pada diagnosis sekunder di kedua skenario,
terdapat 1.699 diagnosis yang masuk pada daftar diagnosis positif
penuh dan 11.286 dikelompokkan dalam daftar diagnosis negatif.

SKENARIO ICD 10 2010
1 39.413

VALID UNTUK DIKODING TIDAK VALID UNTUK DIKODING
DALAM INA-CBG DALAM INA-CBG
37.633 1.780

KELOMPOK ICD 10 YANG BISA KELOMPOK ICD 10 YANG HANYA BISA • Additional code
DIKODING SEBAGAI DIAGNOSA UTAMA DIKODING SEBAGAI DIAGNOSA SEKUNDER • External cause
• Asterisk
12.691 24.942

DAFTAR POSITIF DAFTAR POSITIF DAFTAR NEGATIF DAFTAR POSITIF DAFTAR POSITIF DAFTAR NEGATIF
7.772 DENGAN 1.174 1.699 DENGAN 11.286

PEMBATASAN PEMBATASAN
3.745 11.957

Gambar 5. Simulasi Rincian Klasifikasi ICD 10 pada Daftar Manfaat Jaminan Program JKN (Skenario 1)

MJK-BKDK BAB IV KAJIAN KRITERIA PENETAPAN PAKET MANFAAT DASAR JAMINAN KESEHATAN 101

SKENARIO ICD 10 2010
2 39.413

VALID UNTUK DIKODING TIDAK VALID UNTUK DIKODING
DALAM INA-CBG DALAM INA-CBG
37.633 1.780

KELOMPOK ICD 10 YANG BISA KELOMPOK ICD 10 YANG HANYA BISA • Additional code
DIKODING SEBAGAI DIAGNOSA UTAMA DIKODING SEBAGAI DIAGNOSA SEKUNDER • External cause
• Asterisk
12.691 24.942

DAFTAR POSITIF DAFTAR POSITIF DAFTAR NEGATIF DAFTAR POSITIF DAFTAR POSITIF DAFTAR NEGATIF
7.772 DENGAN 1.598 1.699 DENGAN 11.286

PEMBATASAN PEMBATASAN
3.321 11.957

Gambar 6. Simulasi Rincian Klasifikasi ICD 10 pada Daftar Manfaat Jaminan Program JKN (Skenario 2)

Sedangkan dari 4.625 diagnosis prosedural pada ICD 9 CM, terdapat
1.845 diagnosis yang termasuk pada daftar positif, 2.358 diagnosis
dikategorikan dalam daftar positif dengan pembatasan, serta 422
diagnosis termasuk pada daftar negatif.

ICD 9 CM 2010
4.625

Daftar positif Daftar positif Daftar negatif
dengan 2.358 422

pembatasan
1.845

Gambar 7. Simulasi Rincian Klasifikasi ICD 9 CM pada Daftar Manfaat Jaminan Program JKN

102 BAB IV KAJIAN KRITERIA PENETAPAN PAKET MANFAAT DASAR JAMINAN KESEHATAN MJK-BKDK

Perumusan inklusi dan eksklusi dalam manfaat JKN berdasarkan jenis
kategori list benefit positif atau negatif mengacu pada perumusan
sesuai Gambar 8. Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa inklusi
pada manfaat JKN dapat terjadi hanya jika seluruh KLBA, KLBB, dan
KLBC merupakan daftar positif. Apabila salah satu KLBA, KLBB, atau
KLBC merupakan daftar negatif, maka penetapan akhirnya adalah
sebagai eksklusi (di luar manfaat JKN). Contoh simulasi penerapan
perumusan ini dapat dilihat pada Tabel 22 yang menggambarkan
proses penetapan sebagai manfaat inklusi atau eksklusi berdasarkan
inputan diagnosis utama, diagnosis sekunder, dan prosedur pada
suatu klaim INA CBG.

Gambar 8. Perumusan Inklusi & Eksklusi dalam Manfaat JKN berdasarkan Daftar Positif dan Negatif

MJK-BKDK BAB IV KAJIAN KRITERIA PENETAPAN PAKET MANFAAT DASAR JAMINAN KESEHATAN 103

Tabel 22. Simulasi Perumusan Inklusi dan Eksklusi dalam Manfaat JKN berdasarkan Kategori
List Benefit

ICD 10 ICD 9 CM
DIAGNOSA SEKUNDER
DIAGNOSA UTAMA PROSEDUR INKLUSI (+)/ KETERANGAN
KLBA (+) KLBA (-) KLBB (+) KLBB (-) EKSKLUSI (-)

KLBA (+) KLBA (-) KLBC (+) KLBC (-)

K02.8 Other K06.0 23.5 EKSKLUSI (-) DI LUAR
dental Gingival Implantation MANFAAT JKN
caries recession of tooth
(EKSKLUSI)

K01.1 K02.8 Other 23.19 Other INKLUSI (+) DALAM
Impacted dental surgical MANFAAT JKN
Teeth caries tooth
(INKLUSI)

Q3.69 Clef lip 27.54 Repair EKSKLUSI (-) DI LUAR
unilateral of cleft lip MANFAAT JKN

(EKSKLUSI)

K10.0 Z57.5 24.7 EKSKLUSI (-) DI LUAR
Developmental Occupational Application of MANFAAT JKN
disorder of exposure to orthodontic
jaws toxic agents appliance (EKSKLUSI)
in other
industries

Tabel 22 di atas menunjukkan bahwa dalam satu klaim INA CBG dapat
memiliki seluruh kategori list benefit (KLBA, KLBB, KLBC) positif atau
negatif. Jika pada diagnosis utama, diagnosis sekunder, dan prosedur
suatu klaim terdapat ICD 10/ICD 9 CM yang merupakan KLBA/KLBB/
KLBC negatif (negative list), maka klaim INA CBG tersebut ditetapkan
sebagai eksklusi (di luar manfaat JKN).

4.4. Perhitungan Budget Impact pada Penerapan
Kriteria Manfaat Jaminan Kesehatan berbasis
Kebutuhan Dasar Kesehatan (MJK-BKDK)

Dari hasil pemetaan di atas, kemudian dilakukan, perhitungan dampak
biaya (budget impact) dengan dua skenario hasil pemetaan seperti
yang telah diuraikan sebelumnya. Budget Impact yang dilakukan
baru menghitung klaim pelayanan kesehatan di FKRTL saja. Dengan
hasil pemetaan kedua skenario, realisasi biaya klaim FKRTL tahun 2017
s.d 2019 berdasarkan ICD 10 sebagai diagnosis utama dapat dilihat
pada tabel 23 dan tabel 24. Dari total klaim sebesar Rp 241,4 Triliun,
terdapat efisiensi biaya sebesar Rp 14,1 Triliun jika merujuk pada
hasil pemetaan skenario 1 (tabel 23). Namun, jika menggunakan
hasil pemetaan skenario 2, efisiensi biaya yang diperoleh adalah
sebesar Rp 35,0 Triliun (tabel 24).

104 BAB IV KAJIAN KRITERIA PENETAPAN PAKET MANFAAT DASAR JAMINAN KESEHATAN MJK-BKDK

Dari daftar negatif dalam kelompok ICD 10 yang bisa dikoding
sebagai diagnosa utama (KLBA) pada uraian sebelumnya, terdapat
32 diagnosis yang belum ada utilisasinya pada program JKN. Pada
Gambar 5 terlihat bahwa terdapat 1.780 ICD 10 yang tidak dapat
dikoding dalam INA CBG. Dengan demikian, total kode diagnosis ICD
10 yang terdapat utilisasi pada seluruh klaim FKRTL tahun 2017 s.d
2019 hanya sejumlah 12.408 ICD 10 dengan 1.142 kode ICD 10 pada
skenario 1 dan 1.506 kode ICD 10 pada skenario 2 merupakan daftar
negatif.

Tabel 23. Simulasi Rekapitulasi Biaya FKRTL Tahun 2017 s.d 2019 berdasarkan Status
Penjaminan (Skenario 1)

SKENARIO Jumlah ICD Jumlah Jumlah Biaya
1 10 Peserta Kunjungan 2017-2019
Tahun
Status Penjaminan dengan 2017-2019 Tahun 14,131,599,460,095
Utilisasi 2017-2019
2017-2019 3,024,963,242
64,294,762,070
NEGATIVE LIST PADA DX UTAMA 127,956,072,349,762

Kelompok ICD 10 Yang Bisa Dikoding 1,142 11,417,357 20,134,411 14,612,291
Sebagai Diagnosa Utama 176,200

POSITIVE LIST 99,101,622,857,927

Additional codes 29 2,709 2,778 130,167,105,309
292,900
Asterisk 50 28,375 31,930
241,386,796,579,796
Kelompok ICD 10 Yang Bisa Dikoding 7,457 72,729,468 189,416,402
Sebagai Diagnosa Utama

POSITIVE LIST DENGAN RESTRIKSI

Asterisk 4 41 42

External Causes 111

Kelompok ICD 10 Yang Bisa Dikoding 3,684 38,359,956 76,547,026
Sebagai Diagnosa Utama

TIDAK BOLEH DIGUNAKAN (UNGROUPER)

3-character categories 40 102,369 104,568

3-character categories & asterisk 111

Total 12,408 122,640,277 286,237,159

MJK-BKDK BAB IV KAJIAN KRITERIA PENETAPAN PAKET MANFAAT DASAR JAMINAN KESEHATAN 105

Tabel 24. Simulasi Rekapitulasi Biaya FKRTL Tahun 2017 s.d 2019 berdasarkan Status
Penjaminan (Skenario 2)

SKENARIO Jumlah ICD Jumlah Jumlah Biaya
2 10 Peserta Kunjungan 2017-2019
Tahun
Status Penjaminan dengan 2017-2019 Tahun 35,007,669,822,628
Utilisasi 2017-2019
2017-2019 3,024,963,242
64,294,762,070
NEGATIVE LIST PADA DX UTAMA 127,956,072,349,762

Kelompok ICD 10 Yang Bisa Dikoding 1,566 17,478,581 26,400,200 14,612,291
Sebagai Diagnosa Utama 176,200

POSITIVE LIST 78,225,552,495,394

Additional codes 29 2,709 2,778 130,167,105,309
292,900
Asterisk 50 28,375 31,930
241,386,796,579,796
Kelompok ICD 10 Yang Bisa Dikoding 7,457 72,729,468 189,416,402
Sebagai Diagnosa Utama

POSITIVE LIST DENGAN RESTRIKSI

Asterisk 4 41 42

External Causes 111

Kelompok ICD 10 Yang Bisa Dikoding 3,260 32,298,732 70,281,237
Sebagai Diagnosa Utama

TIDAK BOLEH DIGUNAKAN (UNGROUPER)

3-character categories 40 102,369 104,568

3-character categories & asterisk 111

Total 12,408 122,640,277 286,237,159

Kemudian, tabel 25 dan tabel 26 memperlihatkan perbandingan
dampak biaya klaim INA CBG selama 3 (tiga) tahun dan pada
tahun terakhir (2019) berdasarkan pengelompokan kode restriksi
daftar negatif. Kode restriksi adalah pengkodean yang dibuat
untuk mengelompokkan daftar negatif dan daftar positif dengan
pembatasan berdasarkan kelompok penyebabnya. Setelah dilakukan
telaah, terdapat potensi efisensi biaya sebesar Rp 4,9 Triliun dari
daftar negatif pada skenario 1 (Tabel 25) dan sebesar Rp 12,6 Triliun
pada skenario 2 (Tabel 26) pada tahun 2019.

106 BAB IV KAJIAN KRITERIA PENETAPAN PAKET MANFAAT DASAR JAMINAN KESEHATAN MJK-BKDK

Tabel 25. Simulasi Rekapitulasi Daftar Negatif (Jumlah ICD-10, utilisasi, dan Biaya) (Skenario 1)
Pada kelompok ICD 10 Yang Bisa Dikoding Sebagai Diagnosa Utama Dengan Utilisasi
Tahun 2017 s.d 2019

SKENARIO Total Negative Utilisasi RJTL 2017-2019 Utilisasi RITL
1 List Pada 2017-2019
Deskripsi
Kode Kode kelompok ICD Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah
Restriksi Restriksi 10 Yang Bisa Peserta Kunjungan Peserta Kunjungan
Dikoding Sebagai
Diagnosa Utama Biaya Biaya
Dengan Utilisasi

0a Program kemkes (gizi, 242 109,851 125,663 31,311,545,583 82,389 89,160 274,772,067,982
antrax,dsb), wabah/KLB
spesifik

0b PMS (Penyakit Menular 33 18,055 20,866 4,596,853,794 4,392 4,568 21,438,566,299
Seksual)

0c Kongenital (yang tidak 128 18,341 20,783 5,366,919,123 15,756 16,390 121,188,470,581
mengganggu fungsi)

0d Fertilitas, estetik, 505 4,635,031 11,038,126 2,280,256,910,891 127,008 141,815 521,446,257,455
psikososial

0e TB 43 663,224 833,529 189,828,226,571 608,206 654,996 3,614,584,048,349

0f HIV 28 52,916 111,541 25,431,021,096 65,546 73,033 1,023,186,496,453

0g PAK (diagnosis yang 42 3,927 4,957 1,556,550,182 522 536 4,082,104,295
sudah spesifik; yang
belum spesifik masuk
ke “positive list dengan
restriksi”)

0h Bayi sehat 53 51,423 52,318 13,991,527,385 800,956 801,242 3,243,286,760,665

0i Meninggal mendadak 5 12,558 12,564 3,562,086,150 367 367 1,139,716,880

0j Seluruh kehamilan, 62 3,479,629 5,464,197 1,506,904,403,534 666,833 667,214 1,243,565,402,203
persalinan dan nifas
beserta seluruh
gangguannya (kode O,
kode Z terkait)

0l PAE (Preventable Adverse 1 423 542 99,801,324 4 4 3,723,300
Event) (kelalaian,
aktifitas ekstrim, sengaja
melukai diri sendiri, dan
sejenisnya)

Total 1,142 9,045,378 17,685,086 4,062,905,845,633 2,371,979 2,449,325 10,068,693,614,462

MJK-BKDK BAB IV KAJIAN KRITERIA PENETAPAN PAKET MANFAAT DASAR JAMINAN KESEHATAN 107

Total Utilisasi RJTL + RITL Utilisasi RJTL Utilisasi RITL Total Utilisasi RJTL + RITL
2017-2019 2019 2019 2019

Jumlah Jumlah Biaya Jumlah Jumlah Biaya Jumlah Jumlah Biaya Jumlah Jumlah Biaya
Peserta Kunjungan Peserta Kunjungan Peserta Kunjungan Peserta Kunjungan

192,240 214,823 306,083,613,565 33,208 37,511 9,181,138,184 22,084 23,832 74,622,294,851 55,292 61,343 83,803,433,035

22,447 25,434 26,035,420,093 6,127 7,054 1,548,685,100 1,372 1,420 6,550,992,576 7,499 8,474 8,099,677,676

34,097 37,173 126,555,389,704 6,601 7,492 1,952,921,700 5,637 5,875 43,228,547,929 12,238 13,367 45,181,469,629

4,762,039 11,179,941 2,801,703,168,346 1,658,024 3,877,522 787,995,609,639 41,106 45,925 167,809,443,677 1,699,130 3,923,447 955,805,053,316

1,271,430 1,488,525 3,804,412,274,920 243,838 305,415 69,011,459,281 218,944 236,134 1,313,662,940,135 462,782 541,549 1,382,674,399,416

118,462 184,574 1,048,617,517,549 21,989 45,893 10,317,697,400 23,851 26,522 367,611,032,804 45,840 72,415 377,928,730,204

4,449 5,493 5,638,654,477 1,844 2,287 713,539,124 185 190 1,752,641,500 2,029 2,477 2,466,180,624

852,379 853,560 3,257,278,288,050 15,375 15,576 4,110,080,200 271,768 271,848 1,088,745,437,015 287,143 287,424 1,092,855,517,215

12,925 12,931 4,701,803,030 4,700 4,703 1,295,265,200 86 86 248,120,000 4,786 4,789 1,543,385,200

4,146,462 6,131,411 2,750,469,805,737 1,269,943 1,970,031 539,868,437,308 236,934 237,042 441,833,695,250 1,506,877 2,207,073 981,702,132,558

427 546 103,524,624 250 358 65,619,800 - - - 250 358 65,619,800

11,417,357 20,134,411 14,131,599,460,095 3,261,899 6,273,842 1,426,060,452,936 821,967 848,874 3,506,065,145,737 4,083,866 7,122,716 4,932,125,598,673

108 BAB IV KAJIAN KRITERIA PENETAPAN PAKET MANFAAT DASAR JAMINAN KESEHATAN MJK-BKDK

Tabel 26. Simulasi Rekapitulasi Daftar Negatif (Jumlah ICD-10, utilisasi, dan Biaya) (Skenario 2)
Pada kelompok ICD 10 Yang Bisa Dikoding Sebagai Diagnosa Utama Dengan Utilisasi
Tahun 2017 s.d 2019

SKENARIO Total Negative List Utilisasi RJTL 2017-2019 Utilisasi RITL
2 Pada kelompok 2017-2019
Deskripsi ICD 10 Yang Bisa
Kode Kode Dikoding Sebagai Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah
Restriksi Restriksi Diagnosa Utama Peserta Kunjungan Peserta Kunjungan
Dengan Utilisasi
Biaya Biaya

0a Program kemkes (gizi, 242 109,851 125,663 31,311,545,583 82,389 89,160 274,772,067,982
antrax,dsb), wabah/KLB
spesifik

0b PMS (Penyakit Menular 33 18,055 20,866 4,596,853,794 4,392 4,568 21,438,566,299
Seksual)

0c Kongenital (yang tidak 128 18,341 20,783 5,366,919,123 15,756 16,390 121,188,470,581
mengganggu fungsi)

0d Fertilitas, estetik, psikososial 505 4,635,031 11,038,126 2,280,256,910,891 127,008 141,815 521,446,257,455

0e TB 43 663,224 833,529 189,828,226,571 608,206 654,996 3,614,584,048,349

0f HIV 28 52,916 111,541 25,431,021,096 65,546 73,033 1,023,186,496,453

0g PAK (diagnosis yang sudah 42 3,927 4,957 1,556,550,182 522 536 4,082,104,295
spesifik; yang belum spesifik
masuk ke “positive list
dengan restriksi”)

0h Bayi sehat 53 51,423 52,318 13,991,527,385 800,956 801,242 3,243,286,760,665

0i Meninggal mendadak 5 12,558 12,564 3,562,086,150 367 367 1,139,716,880

0j Seluruh kehamilan, 486 4,384,252 6,472,835 1,787,372,270,848 5,823,434 5,924,365 21,839,167,897,422
persalinan dan nifas beserta
seluruh gangguannya (kode
O, kode Z terkait)

0l PAE (Preventable Adverse 1 423 542 99,801,324 4 4 3,723,300
Event) (kelalaian, aktifitas
ekstrim, sengaja melukai diri
sendiri, dan sejenisnya)

Total 1,566 9,950,001 18,693,724 4,343,373,712,947 7,528,580 7,706,476 30,664,296,109,681

MJK-BKDK BAB IV KAJIAN KRITERIA PENETAPAN PAKET MANFAAT DASAR JAMINAN KESEHATAN 109

Total Utilisasi RJTL + RITL Utilisasi RJTL Utilisasi RITL Total Utilisasi RJTL + RITL
2017-2019 2019 2019 2019

Jumlah Jumlah Biaya Jumlah Jumlah Biaya Jumlah Jumlah Biaya Jumlah Jumlah Biaya
Peserta Kunjungan Peserta Kunjungan Peserta Kunjungan Peserta Kunjungan

192,240 214,823 306,083,613,565 33,208 37,511 9,181,138,184 22,084 23,832 74,622,294,851 55,292 61,343 83,803,433,035

22,447 25,434 26,035,420,093 6,127 7,054 1,548,685,100 1,372 1,420 6,550,992,576 7,499 8,474 8,099,677,676

34,097 37,173 126,555,389,704 6,601 7,492 1,952,921,700 5,637 5,875 43,228,547,929 12,238 13,367 45,181,469,629

4,762,039 11,179,941 2,801,703,168,346 1,658,024 3,877,522 787,995,609,639 41,106 45,925 167,809,443,677 1,699,130 3,923,447 955,805,053,316

1,271,430 1,488,525 3,804,412,274,920 243,838 305,415 69,011,459,281 218,944 236,134 1,313,662,940,135 462,782 541,549 1,382,674,399,416

118,462 184,574 1,048,617,517,549 21,989 45,893 10,317,697,400 23,851 26,522 367,611,032,804 45,840 72,415 377,928,730,204

4,449 5,493 5,638,654,477 1,844 2,287 713,539,124 185 190 1,752,641,500 2,029 2,477 2,466,180,624

852,379 853,560 3,257,278,288,050 15,375 15,576 4,110,080,200 271,768 271,848 1,088,745,437,015 287,143 287,424 1,092,855,517,215

12,925 12,931 4,701,803,030 4,700 4,703 1,295,265,200 86 86 248,120,000 4,786 4,789 1,543,385,200

10,207,686 12,397,200 23,626,540,168,270 1,618,916 2,358,221 647,204,941,767 2,136,243 2,173,561 7,997,498,636,014 3,755,159 4,531,782 8,644,703,577,781

427 546 103,524,624 250 358 65,619,800 - - - 250 358 65,619,800

17,478,581 26,400,200 35,007,669,822,628 3,610,872 6,662,032 1,533,396,957,395 2,721,276 2,785,393 11,061,730,086,501 6,332,148 9,447,425 12,595,127,043,896

110 BAB IV KAJIAN KRITERIA PENETAPAN PAKET MANFAAT DASAR JAMINAN KESEHATAN MJK-BKDK

Namun, daftar pelayanan inklusi dan eksklusi pada program
jaminan kesehatan yang coba diaplikasikan dari delapan
kriteria diatas, masih memiliki keterbatasan. Hal ini dikarenakan,
pertama, pemilahan diagnosis berdasarkan ability to pay (ATP) dari
hasil penelitian Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
(Balitbangkes) belum sempurna dilakukan. Hal ini dikarenakan belum
memisahkan ATP pada peserta yang telah memilih kelas perawatan 1, 2,
atau 3. Kedua, penentuan daftar inklusi dan eksklusi manfaat jaminan
kesehatan yang disimulasikan saat ini merujuk pada ketersediaan 40
PNPK tetapi belum menelaah PPK yang telah disusun seluruh rumah
sakit. Ketiga, penelitian penilaian teknologi kesehatan juga masih
terbatas sehingga dokumen daftar manfaat jaminan kesehatan ini
merupakan “living document”, terbuka untuk perbaikan, dan dapat
diperbaharui sewaktu-waktu sesuai dengan perkembangan kebijakan.



MJK-BKDK BAB V LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS DAN YURIDIS 111

BAB V
LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS
DAN YURIDIS

5.1. Landasan Filosofis

Kesehatan merupakan hak hidup setiap manusia yang harus dijamin
oleh pemerintah. Sehat merupakan kondisi lengkap secara fisik, mental,
dan kesejahteraan serta terhindar dari penyakit dan kelemahan.

Dalam memenuhi tanggung jawab tersebut, pemerintah harus
menentukan kebutuhan dasar kesehatan seluruh penduduk dengan
mengidentifikasi morbiditas dan mortalitas dari setiap kelompok umur
penduduk. Persebaran penyakit secara epidemiologi inilah yang disebut
dengan kebutuhan dasar kesehatan (KDK). Setiap kebutuhan
dasar kesehatan pada kelompok umur penduduk akan membutuhkan
pelayanan kesehatan yang berbeda.

Oleh karena itu, perlu ditentukan pelayanan kesehatan yang
sesuai dengan kebutuhan penduduk. Pelayanan kesehatan yang
ditentukan dan disediakan oleh pemerintah juga harus komprehensif
dan berkelanjutan sehingga dapat mempertahankan kesehatan
masyarakat, mencegah adanya kasus baru dan juga mengobati pasien
yang sudah menderita.

Pada UU No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan, telah disebutkan
pelayanan-pelayanan kesehatan yang diatur dalam sistem kesehatan
nasional yang harus disediakan oleh pemerintah langsung ataupun
melibatkan sektor swasta. Pada pasal 170 UU No. 36 tahun 2009 juga
dijelaskan bahwa pembiayaan pelayanan kesehatan tidak seluruhnya
bersumber dari dana pemerintah melainkan juga bersumber dari
masyarakat dan swasta termasuk jaminan sosial dan asuransi
komersil. Lebih lanjut ditetapkan bahwa pelayanan kesehatan yang
ditanggung oleh pemerintah adalah pelayanan kesehatan
yang bersifat barang publik dan memberikan eksternalitas
yang besar. Pemerintah pusat dalam hal ini melimpahkan urusan

112 BAB V LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS DAN YURIDIS MJK-BKDK

pemerintahan wajib bidang kesehatan kepada pemerintah daerah
untuk dapat memenuhi kebutuhan akan pelayanan kesehatan sesuai
kebutuhan penduduk di masing-masing daerah. Pelimpahan ini sesuai
dengan asas desentralisasi sehingga pemerintah pusat menetapkan
standar pelayanan minimal PP No. 2 tahun 2018 yang sesuai dengan
pelayanan kesehatan dasar.

Sedangkan pelayanan kesehatan perorangan dibiayai oleh
masyarakat melalui skema jaminan sosial atau asuransi
kesehatan. Pada prakteknya, tidak semua masyarakat dapat
mengakses pelayanan kesehatan perorangan/pengobatan karena
berbagai hambatan salah satu yang signifikan adalah hambatan
finansial. Oleh karena itu, pemerintah perlu menyelenggarakan
program jaminan kesehatan sesuai UU No. 40 tahun 2004
untuk memberikan perlindungan risiko finansial dalam
mengakses pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan medis.
Dalam penyelenggaraannya, program jaminan kesehatan
harus berlandaskan pada prinsip asuransi sosial dan ekuitas.

Pada prinsip asuransi sosial, pendefinisian paket manfaat adalah tahap
yang penting. Pemerintah dan penyelenggara harus menentukan paket
manfaat yang memiliki risiko finansial yang tinggi bagi peserta
(unbearable risk) serta risiko ini dapat dikalkulasikan dengan
perhitungan aktuaria sehingga lembaga penyelenggara (dalam hal ini
BPJS Kesehatan) dapat mengetahui pelayanan kesehatan mana saja
yang harus dibiayai sesuai amanat Perpres 82 tahun 2018 pasal 1,

“Jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta
memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan
perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan
yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar
Iuran Jaminan Kesehatan atau Iuran Jaminan Kesehatannya
dibayar oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah.”

MenurutWHOselainmemperhatikan kebutuhan peserta program,
penentuan paket manfaat jaminan juga harus memperhatikan
ketersediaan kapasitas fiskal atau dana yang terkumpul serta
ketersediaan fasilitas kesehatan yang memadai (23). Pada
Perpres No. 82 tahun 2018, sebenarnya manfaat jaminan kesehatan

MJK-BKDK BAB V LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS DAN YURIDIS 113

sudah diatur hanya saja dalam regulasi tersebut masih bersifat
normatif. Oleh karena itu, kajian paket manfaat jaminan kesehatan
berdasarkan kebutuhan dasar kesehatan ini dilakukan guna
mendefinisikan kembali manfaat pemeliharaan kesehatan yang
detail sesuai kebutuhan dasar medis peserta serta menjamin
keberlangsungan finansial program ini.

5.2. Landasan Sosiologis

Jaminan kesehatan merupakan program yang dikembangkan
berlandaskan hak asasi manusia untuk bisa mendapatkan pelayanan
kesehatan. Keterbatasan finansial untuk dapat mengakses pelayanan
kesehatan menjadi dasar program ini diselenggarakan. Terlebih
lagi, tidak sedikit masyarakat jatuh miskin karena membayar biaya
pelayanan medis yang mahal. Oleh karena itu, penyelenggaraan
program jaminan kesehatan menerapkan prinsip asuransi sosial yang
mana prinsip kepesertaan wajib dan kegotongroyongan antarpeserta
menjadi kunci. Seluruh kontribusi yang dibayarkan oleh peserta
dengan sosial ekonomi menengah ke atas maupun peserta yang tidak
mampu dikumpulkan dalam satu kantong yang dikelola oleh BPJS
Kesehatan. Kemudian, dikarenakan tidak dilakukannya aktivitas under-
writing atau penilaian risiko peserta program jaminan kesehatan
sehingga kontribusi antarpeserta seragam. Risiko yang dimiliki oleh
setiap peserta dikumpulkan menjadi satu sehingga risiko finansial yag
dimiliki oleh satu peserta menjadi dibagi kepada peserta yang lainnya
(spreading financial risk). Dari kontribusi yang telah terkumpul tadi
akan memberikan jaminan dari risiko finansial pada peserta yang
membutuhkan pelayanan kesehatan (15).

Dari penjelasan diatas, terlihat jelas bahwa gotong-royong antar
peserta dalam membantu menyelamatkan risiko finansial peserta
yang membutuhkan pelayanan medis adalah hal yang mutlak terutama
pada peserta yang mampu secara tidak langsung akan membantu
mensubsidi peserta yang tidak mampu dalam mengakses pelayanan
medis yang selama ini sulit untuk didapatkan (7).

114 BAB V LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS DAN YURIDIS MJK-BKDK

Kemudian, pelaksanaan program jaminan kesehatan ini juga
berlandaskan pada prinsip ekuitas. Artinya, pemerataan dan
keadilan pelayanan kesehatan untuk seluruh peserta harus
terwujud meskipun kontribusi antara peserta yang mampu dan
tidak mampu berbeda. Perbedaan kontribusi dalam asuransi
sosial bukan berarti menunjukkan ketidakadilan melainkan
mendorong solidaritas sosial antar peserta.

Untuk dapat menjamin hal tersebut, penetapan paket manfaat
jaminan kesehatan juga perlu penilaian ketersediaan distribusi
dan kualitas fasilitas kesehatan juga penting. Hal ini bertujuan
untuk tidak adanya hambatan infrastruktur dalam menjamin pemerataan
pelayanan kesehatan. Disparitas derajat kesehatan dan akses pada
pelayanan kesehatan antara wilayah (pemerataan horizontal) dan antara
strata sosial-ekonomi (pemerataan vertikal) pada setiap kelompok
penduduk adalah keadaan yang tidak bisa diterima dari perspektif
sosial. Pengelolaan program jaminan kesehatan yang baik adalah salah
satu instrument untuk mewujudkan pemerataan dan keadilan tersebut.

Selain itu, penentuan paket manfaat juga didesain untuk
mendorong pola perilaku masyarakat yang rasional dalam
memanfaatkan pelayanan kesehatan. Upaya moral hazard harus
dapat diantisipasi sehingga tidak ada peserta yang memanfaatkan
program ini berlebihan melampaui kebutuhan medisnya sehingga yang
berakibat peserta lain yang membutuhkan tidak bisa memanfaatkan
dengan baik. Begitu juga fasilitas kesehatan yang mungkin saja
memanfaatkan program ini untuk memiliki jaminan pendapatan di
fasilitas kesehatannya. Oleh karena itu, penentuan paket manfaat
dengan restriksi atau dengan kombinasi skema co-payments
bisa diterapkan. Co-payment dapat diterapkan untuk:

a. Mendorong atau mengendalikan konsumsi pelayanan kesehatan
tertentu seperti peresepan obat atau manfaat non-medis yang
tidak dijamin dalam program

b. Meningkatkan kemandirian dan tanggung jawab masyarakat
sesuai UU No. 36 tahun 2009

c. Pengurangan besaran iuran program

MJK-BKDK BAB V LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS DAN YURIDIS 115

5.3. Landasan Yuridis

Penyusunan kajian akademik ini dilakukan sebagai dasar rujukan
penyusunan peraturan mengenai paket manfaat dasar program jaminan
kesehatan sesuai dengan amanat Perpres No. 64 tahun 2020
tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 82
Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Regulasi ini seharusnya
sudah disusun segera sehingga dapat menjadi acuan dalam
penanganan kesinambungan finansial program dan menghindari
adanya tumpang tindih pembiayaan kesehatan.

Peraturan perundang-undangan yang digunakan mengatur pada
regulasi tentang pelayanan kesehatan khususnya pada program
jaminan kesehatan, antara lain:

a. UUD 1945
b. UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
c. UU No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
d. UU No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
e. UU No. 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggaran Jaminan

Sosial
f. Peraturan Presiden No. 72 tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan

Nasional
g. Peraturan Presiden No 12 tahun 2013 j.o Peraturan Presiden

No. 111 tahun 2013 j.o Peraturan Presiden No. 19 Tahun 2016
j.o Peraturan Presiden No. 28 tahun 2016 tentang Jaminan
Kesehatan
h. Peraturan Presiden No. 82 tahun 2018 j.o Peraturan Presiden
No. 75 tahun 2019 j.o Peraturan Presiden No. 64 tahun 2020
tentang Jaminan Kesehatan
i. Peraturan Menteri Kesehatan No. 28 tahun 2014 tentang
Pedoman Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan
j. Peraturan Menteri Keuangan No. 141/PMK. 02/2018 tentang
Koordinasi Antar Penyelenggara Jaminan dalam Pemberian
Manfaat Pelayanan Kesehatan



116 BAB VI JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP PERATURAN MJK-BKDK

BAB VI
JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN,
DAN RUANG LINGKUP PERATURAN

6.1. Jangkauan

Naskah kajian ini disusun sebagai dasar dalam penyusunan paket
manfaat jaminan kesehatan dasar sesuai dengan kebutuhan
dasar kesehatan (MJK-BKDK) sesuai amanat Peraturan Presiden
No. 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Perpres No. 82 Tahun 2018
tentang Jaminan Kesehatan (2). Manfaat jaminan kesehatan dasar
yang akan diatur pada peraturan ini adalah pelayanan kesehatan
perorangan yang dibiayai dengan skema asuransi sosial,
ditetapkan berdasarkan kriteria penentuan, dan dikelola oleh
BPJS Kesehatan. Naskah ini akan menjangkau pelayanan di seluruh
Indonesia secara terpusat.

6.2. Arah Pengaturan

Arah pengaturan regulasi ini akan menjadi dasar dalam peninjauan
manfaat jaminan kesehatan sesuai amanat Peraturan Presiden No. 64
tahun 2020 mengenai program jaminan kesehatan. Dalam pengaturan
manfaat jaminan kesehatan yang akan tertuang dalam peraturan
peraturan presiden ini akan berisi mengenai:

a. Mendapatkan kesepakatan definisi dan ruang lingkup
Manfaat Jaminan Kesehatan sesuai kebutuhan dasar
kesehatan

b. Kriteria paket manfaat yang dijamin pada program JKN

c. Terpetakan jenis Manfaat Jaminan Kesehatan

MJK-BKDK BAB VI JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP PERATURAN 117

d. Hasil kajian menjadi referensi utama pada kajian lanjutan
terkait dengan paket manfaat dan skema pembayaran
pelayanan kesehatan antara BPJS Kesehatan ke penyedia
pelayanan kesehatan seperti kajian kelas standar, iuran tunggal,
dan sebagainya.

e. Penerapan urun biaya dapat dilakukan sebagai upaya
pengendalian pemanfaatan pelayanan medis selama masih
sesuai dengan kemampuan membayar masyarakat. Namun,
pada peraturan perundangan yang sudah ada penerapan urun
biaya hanya diberlakukan pada pelayanan yang berpotensi
penyalahgunaan. Oleh karena itu, pasal tersebut perlu ditelaah
kembali dan dilakukan harmonisasi.

6.3. Ruang Lingkup Peraturan Presiden

6.3.1. Ketentuan Umum

Dalam ketentuan umum, akan diatur mengenai definisi istilah yang
akan tertuang dalam peraturan mengenai manfaat jaminan kesehatan.

a. Kebutuhan kesehatan dasar (KDK) adalah bagian kebutuhan
kesehatan yang didasari pada pola epidemiologi dan faktor
determinannya yang ditentukan berdasarkan siklus hidup

b. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian
kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintregasi dan
berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan
penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan
pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan/atau masyarakat.

c. Pelayanan kesehatan dasar adalah upaya kesehatan minimal
yang diselenggarakan di suatu negara yang terdiri dari pelayanan
kesehatan masyarakat dasar dan pelayanan kesehatan
perorangan untuk memenuhi kebutuhan kesehatan dasar

d. Pelayanan kesehatan masyarakat dasar sesuai dengan standar
pelayanan minimal bidang kesehatan yang telah diatur dalam
peraturan perundangan

118 BAB VI JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP PERATURAN MJK-BKDK

e. Paket manfaat jaminan kesehatan dasar merupakan pelayanan
kesehatan perorangan dasar yang dijamin dalam program
jaminan kesehatan nasional dalam rangka memenuhi kebutuhan
kesehatan dasar

f. Uncertainty of loss atau ketidakpastian risiko finansial
merupakan Kondisi ketidakpastian risiko finansial (uncertainty
of loss), yang dapat dihitung probabilitas kerugiannya

g. Unbearable risk atau risiko yang tidak tertanggungkan
merupakan risiko akibat biaya pelayanan yang diluar kemampuan
peserta dan memiliki kerugian finansial yang besar yang tidak
tertanggungkan (unbearable) oleh yang bersangkutan dan
berpotensi memiskinkan masyarakat (impoverishment). Kondisi
ini dilihat dari (i) frekuensi penggunaan pelayanan tertentu
oleh peserta (high frequency) dan (ii) besar biaya yang harus
dikeluarkan untuk pelayanan tersebut (high cost),

h. Pelayanan terstandar/standar klinis merupakan pelayanan
kesehatan yang sesuai dengan standar prosedur pelayanan
seperti termuat dalam PNPK, PPK, dan diberikan secara
berjenjang tanpa membedakan peserta dari besaran iuran yang
dibayarkan. pelayanan standar dilihat dari aspek mutu dan juga
jenis pelayanannya sehingga menjamin efektifitas, kepuasan
peserta dan pemerataan pelayanan kesehatan sebagai salah
satu outcome kesehatan

i. Efektivitas biaya merupakan pelayanan kesehatan yang telah
terbukti “cost effective”, terbukti secara klinis efektivitasnya
dan keamanannya serta memiliki value for money yang sesuai
dengan kemampuan pembayaran oleh BPJS Kesehatan.

j. Luas Cakupan merupakan kriteria batasan pelayanan medis
yang diberikan berdasarkan kebutuhan medis peserta dengan
memperhatikan indikator life saving, dan/atau mendukung
produktivitas, serta tidak disebabkan kelalaian baik yang
dilakukan oleh penyedia pelayanan dan/atau peserta.

MJK-BKDK BAB VI JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP PERATURAN 119

k. Bukan public goods atau barang publik merupakan bukan
pelayanan yang bersifat publik atau upaya kesehatan masyarakat
dengan ciri-ciri: tidak ada marginal cost, non-excludable,
non-competitiveness, eksternalitas tinggi, diselenggarakan
dengan mobilisasi tatanan birokrasi dan tatanan sosial dengan
pembiayaan bersumber dari pemerintah

l. Bukan cakupan program lain merupakan bukan pelayanan yang
telah didanai dengan skema pembiayaan lain seperti program
Jasa Raharja atau Lembaga donor.

m. “Bukan alat bantu kesehatan” yang masuk dalam manfaat
JKN (inklusi), yaitu alat kesehatan yang bertujuan untuk
menyembuhkan penyakit, bersifat one-time cost, tidak
terjangkau secara finansial sehingga memiliki ketidakpastian
risiko biaya yang tinggi (uncertainty of financial loss).
Sedangkan alat bantu kesehatan adalah alat kesehatan yang
berfungsi untuk membantu fungsi tubuh, tidak bersifat one-
time cost, serta terjangkau secara finansial sehingga memiliki
sifat kepastian (certainty), maka tidak termasuk dalam manfaat
JKN (eksklusi).

n. Manfaat Jaminan Kesehatan Berbasis Kebutuhan Dasar
Kesehatan (MJK-BKDK) adalah manfaat dalam program
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sebagai bagian dari pelayanan
esensial untuk memelihara Kesehatan dan menghilangkan
gangguan kesehatan yang berlandaskan pada kriteria tertentu.

6.3.2. Materi yang Akan Diatur

Pada bagian ini, materi yang akan diatur adalah kriteria dalam
penentuan paket manfaat jaminan kesehatan, daftar manfaat yang
dijamin dan tidak dijamin, serta peraturan peralihan.

Ketentuan mengenai penetapan Paket manfaat dasar

Penetapan paket manfaat dasar yang dijamin dalam program
JKN dilandaskan pada prinsip asuransi sosial dan ekuitas

Manfaat jaminan kesehatan merupakan pelayanan perorangan
yang terdiri dari promotif, preventif, pengobatan, dan rehabilitasi.

120 BAB VI JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP PERATURAN MJK-BKDK

Kriteria penetapan manfaat jaminan kesehatan terdiri dari:
- Uncertainty of loss atau ketidakpastian risiko finansial.
- Unbearable risk atau risiko yang tidak tertanggungkan
- Pelayanan terstandar/standar klinis.
- Efektivitas biaya
- Luas Cakupan
- Bukan public goods atau barang publik
- Bukan cakupan program lain
- Bukan alat bantu kesehatan

Ketentuan mengenai daftar pelayanan yang dijamin
Daftar pelayanan yang dijamin terlampir dalam dokumen yang
tidak terpisahkan dalam peraturan perundangan
Daftar pelayanan yang termasuk manfaat jaminan kesehatan
dapat berubah sewaktu-waktu secara dinamis
Penerapan urun biaya diterapkan dalam rangka mengendalikan
angka pemanfaatan layanan kesehatan

Ketentuan mengenai daftar pelayanan yang tidak dijamin
Manfaat yang tidak dijamin oleh program JKN merupakan
pelayanan kesehatan yang dibutuhkan masyarakat dan telah
dibiayai dengan skema pembiayaan lain

Ketentuan peralihan
Untuk pelayanan perorangan yang pada saat peraturan ini
disahkan dibiayai dengan skema pembiayaan lain, dapat
berubah sewaktu-waktu
Pelayanan perorangan sesuai pada butir diatas perlu disesuaikan
dengan skema pembiayaan yang diterapkan pada saat disusun.



MJK-BKDK BAB VII PENUTUP 121

BAB VII
PENUTUP

7.1. Kesimpulan

a. Hak atas kesehatan (Health Rights) merupakan hak asasi
manusia - yang di uraikan dalam sejumlah kebutuhan kesehatan
- harus dipenuhi oleh pemerintah.

b. Kebutuhan kesehatan (Health Needs) merupakan seluruh
kebutuhan hidup sehat yang ditentukan berdasarkan pola
epidemiologi dan faktor determinannya pada setiap siklus
hidup manusia. Kebutuhan Dasar Kesehatan/KDK (Basic
Health Needs) merupakan bagian kebutuhan kesehatan yang
didasari pada pola epidemiologi dan faktor determinannya yang
mendasar dan spesifik untuk masing-masing kelompok umur
dalam siklus hidup manusia.

c. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau
serangkaian kegiatan yang dilakukan secara menyeluruh,
terpadu/terintregasi dan berkesinambungan untuk memelihara
dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk
peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan
penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan/atau
masyarakat. Upaya kesehatan terbagi menjadi Upaya Kesehatan
Masyarakat (UKM) dan Upaya Kesehatan Perorangan (UKP).

d. Pelayanan kesehatan dasar merupakan sejumlah pelayanan
kesehatan masyarakat dan pelayanan kesehatan perorangan
yang bersifat esensial dan minimal yang perlu disediakan oleh
pemerintah dalam merespon kebutuhan dasar kesehatan.

e. Paket manfaat dasar jaminan kesehatan merupakan sejumlah
manfaat yang dijamin oleh program jaminan kesehatan sebagai
bagian dari pemenuhan kebutuhan dasar kesehatan.

122 BAB VII PENUTUP MJK-BKDK

f. Paket manfaat dasar jaminan kesehatan disusun dengan
mengedepankan prinsip asuransi sosial yang realistik dan
kebutuhan dasar kesehatan yang jelas.

g. Pemenuhan kebutuhan kesehatan dilakukan dengan penyediaan
pelayanan kesehatan masyarakat dan pelayanan kesehatan
perorangan

h. Paket Manfaat Jaminan Kesehatan Berbasis Kebutuhan
Dasar Kesehatan (MJK-BKDK) ditetapkan dengan menerapkan
delapan kriteria yaitu (i) uncertainty of loss, (ii) unbearable of
risk, (iii) standar klinis, (iv) pelayanan yang cost-effective, (v) luas
cakupan, (vi) bukan pelayanan public goods, (vii) bukan program
yang didanai dengan pembiayaan lain, dan (viii) bukan alat
bantu kesehatan.

i. Dari hasil telaah terbaru per November 2020, dilakukan dua
skenario pemetaan ICD X dan ICX IX CM sesuai dengan delapan
kriteria. Pada skenario 1, terdapat 7.772 dari 12.691 kelompok
ICD 10 yang bisa diinput sebagai diagnosis utama (Kelompok
List Benefit A - KLBA) yang masuk kedalam daftar positif yang
akan dijamin oleh BPJS Kesehatan, sebanyak 3.745 diagnosis
termasuk daftar positif dengan pembatasan dan daftar negatif
yang akan dialihkan ke skema pembiayaan lain sebanyak
1.174 diagnosis. Sedangkan pada skenario 2, terdapat 3.321
diagnosis termasuk daftar positif dengan pembatasan dan
daftar negatif yang akan dialihkan ke skema pembiayaan lain
sebanyak 1.598 diagnosis. Kemudian, pada kelompok ICD
10 yang hanya bisa diinputasi sebagai diagnosis sekunder
(Kelompok List Benefit B - KLBB) terdapat 1.699 diagnosis
yang masuk pada daftar positif penuh, 11.957 diagnosis
termasuk daftar positif dengan pembatasan, dan 11.286
diagnosis dikelompokkan dalam daftar negatif. Sedangkan dari
4.625 diagnosis prosedural pada ICD 9 CM (Kelompok List
Benefit C - KLBC), terdapat 1.845 diagnosis yang termasuk
pada daftar positif, 2.358 diagnosis dikategorikan dalam daftar
positif dengan pembatasan, serta 422 diagnosis termasuk pada
daftar negatif.


Click to View FlipBook Version