Jabatan Pembentuk Peraturan Perundang-undangan ditulis
dalam huruf kapital yang diletakan di tengah margin dan
diakhiri dengan tanda baca koma;
3. Konsideran;
Bahwa pada bagian ini penulis mencoba mendeskripsikan
dengan bahasa Penulis sendiri, sehingga menjadi tampak
berbeda dengan Undang-Undang. Bahwa hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam membuat konsideran adalah sebagai
berikut:
a. pada dasarnya konsideran memuat pokok pikiran yang
menjadi pertimbangan dan alasan pembentukan Peraturan
Perundang-undangan.
b. pokok pikiran pada konsideran Peraturan Perundang-
undangan pada jenis Undang-undang, Peraturan Daerah
Provinsi, atau Peraturan Daerah Kabupaten/Kota,
memuat unsur filosofis, sosiologis dan yuridis secara
berurutan. Penulis menambahkan bahwa jika pada Jenis
Peraturan Perundang-Undangan sebagaimana dimaksud
pada Pasal 8 Undang-Undang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan dapat memuat unsur filosofis,
sosiologis, dan yuridis, jika dasar kewenangan
pembentukan Peraturan Perundang-undangan nya berasal
dari kewenangan Atribusi. Sehingga perintah untuk
93
membuat Peraturan Perundang-undangan tersebut
sebenarnya tidak jelas/seperti tampak tidak ada
kewenangan, namun sesungguhnya berwenang.
1) Unsur filosofis menggambarkan bahwa peraturan
yang dibentuk mempertimbangkan pandangan
hidup, kesadaran, dan cita hukum yang meliputi
suasana kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia
yang bersumber dari Pancasila dan Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
2) Unsur sosiologis menggam-barkan bahwa
peraturan yang dibentuk untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek.
3) Unsur yuridis menggambarkan bahwa peraturan
yang dibentuk untuk mengatasi permasalahan
hukum atau mengisi kekosongan hukum dengan
memper-timbangkan aturan yang telah ada, yang
akan diubah, atau yang akan dicabut guna
menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan
masyarakat.
c. tiap-tiap pokok pikiran diawali dengan huruf abjad, dan
dirumuskan dalam satu kalimat yang diawali dengan kata
bahwa dan diakhiri dengan tanda baca titik koma.
94
d. konsideran Peraturan Pemerintah cukup memuat satu
pertimbangan yang berisi uraian ringkas mengenai
perlunya melaksanakan ketentuan pasal atau beberapa
pasal dari Undang-Undang yang memerintah-kan
pembentukan Peraturan Pemerintah tersebut dengan
menunjuk pasal atau beberapa pasal dari Undang-Undang
yang memerintahkan pembentukannya.
e. konsiderans Peraturan Presiden cukup memuat satu
pertimbangan yang berisi uraian ringkas mengenai
perlunya melaksanakan ketentuan pasal atau beberapa
pasal dari Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah
yang memerintahkan pembentukan Peraturan Presiden
tersebut dengan menunjuk pasal atau beberapa pasal dari
Undang–Undang atau Peraturan Pemerintah yang
memerintahkan pembentukannya.
f. konsiderans Peraturan Presiden untuk menyelenggarakan
kekuasaan
g. pemerintahan memuat unsur filosofis, sosiologis, dan
yuridis yang menjadi pertimbangan dan alasan
pembentukan Peraturan Presiden.
h. konsiderans Peraturan Daerah cukup memuat satu
pertimbangan yang berisi uraian ringkas mengenai
perlunya melaksanakan ketentuan pasal atau beberapa
95
pasal dari Undang–Undang atau Peraturan Pemerintah
yang memerintahkan pembentukan Peraturan Daerah
tersebut dengan menunjuk pasal atau beberapa pasal dari
Undang–Undang atau Peraturan Pemerintah yang
memerintahkan pembentukannya.
4. Dasar Hukum.
a. Dasar hukum diawali dengan kata mengingat. Dasar
hukum pada dasarnya hanya memuat dua hal yaitu:
1) dasar kewenangan pembentukan Peraturan
Perundang-undangan; dan (hal ini sebenarnya
adalah kewenangan atribusi sebagai-mana Penulis
jelaskan di atas).
2) peraturan perundang-undangan yang
memerintahkan pemben-tukan Peraturan
Perundang-undangan. (delegasi)
b. Dasar hukum pembentukan Undang-Undang yang
berasal dari DPR adalah Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
c. Dasar hukum pembentukan Undang-Undang yang
berasal dari Presiden adalah Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
96
d. Dasar hukum pembentukan Undang-Undang yang
berasal dari DPR atas usul DPD adalah Pasal 20 dan
Pasal 22D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
e. Jika Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 memerintahkan langsung untuk membentuk
Undang-Undang, pasal yang memerintahkan
dicantumkan dalam dasar hukum.
f. Jika materi yang diatur dalam Undang-Undang yang akan
dibentuk
g. merupakan penjabaran dari pasal atau beberapa pasal
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, pasal tersebut dicantumkan sebagai dasar
hukum.
h. Dasar hukum pembentukan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang adalah Pasal 22 ayat (1)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
i. Dasar hukum pembentukan Undang-Undang tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang menjadi Undang-Undang adalah Pasal 5 ayat (1),
Pasal 20, dan Pasal 22 ayat (2) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
97
j. Dasar hukum pembentukan Undang-Undang tentang
Pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang adalah Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 22
ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
k. Dasar hukum pembentukan Peraturan Pemerintah adalah
Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
l. Dasar hukum pembentukan Peraturan Presiden adalah
Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
m. Dasar hukum pembentukan Peraturan Daerah adalah
Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang
tentang Pembentukan Daerah dan Undang-Undang
tentang Pemerintahan Daerah.
n. Jika terdapat Peraturan Perundang–undangan di bawah
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 yang memerintahkan secara langsung
pembentukan Peraturan Perundang–undangan, Peraturan
Perundang–undangan tersebut dimuat di dalam dasar
hukum.
98
o. Peraturan Perundang-undangan yang digunakan sebagai
dasar hukum hanya Peraturan Perundang-undangan yang
tingkatannya sama atau lebih tinggi.
p. Peraturan Perundang-undangan yang akan dicabut
dengan Peraturan Perundang-undangan yang akan
dibentuk, Peraturan Perundang-undangan yang sudah
diundangkan tetapi belum resmi berlaku, tidak
dicantumkan dalam dasar hukum.
q. Jika jumlah Peraturan Perundang-undangan yang
dijadikan dasar hukum lebih dari satu, urutan
pencantuman perlu memperhatikan tata urutan Peraturan
Perundang–undangan dan jika tingkatannya sama disusun
secara kronologis berdasarkan saat pengundangan atau
penetapannya.
r. Dasar hukum yang diambil dari pasal atau beberapa pasal
dalam Undang–Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 ditulis dengan menyebutkan pasal
atau beberapa pasal. Frasa Undang–Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ditulis sesudah
penyebutan pasal terakhir dan kedua huruf u ditulis
dengan huruf kapital.
s. Dasar hukum yang bukan Undang–Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 tidak perlu
99
mencantumkan pasal, tetapi cukup mencantumkan jenis
dan nama Peraturan Perundang-undangan tanpa
mencantumkan frasa Republik Indonesia.
t. Penulisan jenis Peraturan Perundang-undangan dan
rancangan Peraturan Perundang-undangan,diawali
dengan huruf kapital.
u. Penulisan Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah,
dalam dasar hukum dilengkapi dengan pencantuman
Lembaran Negara Republik Indonesia dan Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia yang diletakkan di
antara tanda baca kurung.
v. Penulisan Peraturan Presiden tentang pengesahan
perjanjian internasional dan Peraturan Presiden tentang
pernyataan keadaan bahaya dalam dasar hukum
dilengkapi dengan pencantuman Lembaran Negara
Republik Indonesia dan Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia yang diletakkan di antara tanda baca
kurung.
w. Penulisan Peraturan Daerah dalam dasar hukum
dilengkapi dengan pencantuman Lembaran Daerah
Provinsi, Kabupaten/Kota dan Tambahan Lembaran
Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota yang diletakkan di
antara tanda baca kurung.
100
x. Jika dasar hukum memuat lebih dari satu Peraturan
Perundang- undangan, tiap dasar hukum diawali dengan
angka Arab 1, 2, 3, dan seterusnya, dan diakhiri dengan
tanda baca titik koma.
5. Diktum
a. Diktum terdiri dari dari:
1) kata memutuskan;
2) kata menetapkan; dan
3) jenis dan nama Peraturan Perundang-undangan.
b. Kata memutuskan ditulis dengan huruf kapital tanpa
spasi diantara suku kata dan diakhiri dengan tanda baca
titik dua serta diletakkan di tengah marjin.
c. Pada Undang-Undang, sebelum kata Memutuskan
dicantumkan Frasa Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK
INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
yang diletakkan di tengah marjin.
d. Kata Menetapkan dicantumkan sesudah kata
Memutuskan yang disejajarkan ke bawah dengan kata
Menimbang dan Mengingat. Huruf awal kata
Menetapkan ditulis dengan huruf kapital dan diakhiri
dengan tanda baca titik dua.
101
e. Jenis dan nama yang tercantum dalam judul Peraturan
Perundang-undangan dicantumkan lagi setelah kata
Menetapkan tanpa frasa Republik Indonesia, serta ditulis
seluruhnya dengan huruf kapital dan diakhiri dengan
tanda baca titik.
f. Jenis dan nama yang tercantum dalam judul Peraturan
Daerah dicantumkan lagi setelah kata Menetapkan tanpa
frasa Provinsi, Kabupaten/Kota, serta ditulis seluruhnya
dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda baca titik.
g. Pembukaan Peraturan Perundang–undangan tingkat pusat
yang tingkatannya lebih rendah daripada Undang-
Undang, antara lain Peraturan Pemerintah, Peraturan
Presiden, Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat, Peraturan
Majelis Permusyawaratan Rakyat, Peraturan Dewan
Perwakilan Daerah, Peraturan Bank Indonesia, Peraturan
Menteri, dan peraturan pejabat yang setingkat, secara,
mutatis mutandis berpedoman pada pembukaan Undang-
Undang.
C. Batang Tubuh
Batang tubuh Peraturan Perundang-undangan memuat semua materi
muatan Peraturan Perundang-undangan yang dirumuskan dalam
102
Pasal atau beberapa pasal. Pada umumnya materi muatan dalam
batang tubuh dikelompokkan ke dalam:
1. Ketentuan Umum;
2. Materi Pokok yang diatur;
3. Ketentuan Pidana; (jika diperlukan)
4. Ketentuan Peralihan; (jika diperlukan) dan
5. Ketentuan Penutup.
Pengelompokkan materi muatan dirumuskan secara lengkap sesuai
dengan kesamaan materi yang bersangkutan dan jika terdapat materi
muatan yang diperlukan tetapi tidak dapat dikelompokkan dalam
ruang lingkup pengaturan yang sudah ada, materi tersebut dimuat
dalam BAB KETENTUAN LAIN LAIN.
1. Deskripsi singkat tentang ketentuan umum:
Pada pokoknya ketentuan umum berisi tentang:
a. batasan pengertian atau definisi;
b. singkatan atau akronim yang dituangkan dalam batasan
pengertian atau definisi; dan/atau
c. hal-hal lain yang bersifat umum yang berlaku bagi pasal
atau beberapa pasal berikutnya antara lain ketentuan yang
mencerminkan asas, maksud, dan tujuan tanpa
dirumuskan tersendiri dalam pasal atau bab.
Namun ada hal lain yang perlu diperhatikan dalam perumusan
ketentuan umum diantaranya:
103
d. Kata/istilah yang Kata atau istilah yang dimuat dalam
ketentuan umum hanyalah kata atau istilah yang
digunakan berulang-ulang di dalam pasal atau beberapa
pasal selanjutnya.
e. Apabila rumusan definisi dari suatu Peraturan
Perundang-undangan dirumuskan kembali dalam
Peraturan Perundang-undangan yang akan dibentuk,
rumusan definisi tersebut harus sama dengan rumusan
definisi dalam Peraturan Perundang-undangan yang telah
berlaku tersebut.
f. Rumusan batasan pengertian dari suatu Peraturan
Perundangundangan
dapat berbeda dengan rumusan Peraturan
Perundangundangan yang lain karena disesuaikan dengan
kebutuhan terkait dengan materi muatan yang akan
diatur.
g. suatu kata atau istilah hanya digunakan satu kali, namun
jika kata atau istilah itu diperlukan pengertiannya untuk
suatu bab, bagian atau paragraf tertentu, kata atau istilah
itu diberi definisi.
h. Jika suatu batasan pengertian atau definisi perlu dikutip
kembali di dalam ketentuan umum suatu peraturan
pelaksanaan, maka rumusan batasan pengertian atau
104
definisi di dalam peraturan pelaksanaan harus sama
dengan rumusan batasan pengertian atau definisi yang
terdapat di dalam peraturan lebih tinggi yang
dilaksanakan tersebut
i. Jika ketentuan umum memuat batasan pengertian atau
definisi, singkatan atau akronim lebih dari satu, maka
masing-masing uraiannya diberi nomor urut dengan
angka Arab dan diawali dengan huruf kapital serta
diakhiri dengan tanda baca titik.
j. Urutan penempatan kata atau istilah dalam ketentuan
umum mengikuti ketentuan sebagai berikut:
1) pengertian yang mengatur tentang lingkup umum
ditempatkan lebih dahulu dari yang berlingkup
khusus;
2) pengertian yang terdapat lebih dahulu di dalam
materi pokok yang diatur ditempatkan dalam urutan
yang lebih dahulu; dan
3) pengertian yang mempunyai kaitan dengan
pengertian di atasnya diletakkan berdekatan secara
berurutan.
2. Deskripsi Materi Pokok yang diatur
105
Bahwa Pembagian materi pokok ke dalam kelompok yang
lebih kecil dilakukan menurut kriteria yang dijadikan dasar
pembagian.
3. Deskripsi singkat Ketentuan Pidana. (Jika diperlukan)
a. Bahwa Dalam merumuskan ketentuan pidana perlu
diperhatikan asas-asas umum ketentuan pidana yang
terdapat dalam Buku Kesatu Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana, karena ketentuan dalam Buku Kesatu
berlaku juga bagi perbuatan yang dapat dipidana menurut
peraturan perundang-undangan lain, kecuali jika oleh
Undang-Undang ditentukan lain (Pasal 103 Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana).
b. Ketentuan pidana ditempatkan dalam bab tersendiri, yaitu
bab ketentuan pidana yang letaknya sesudah materi
pokok yang diatur atau sebelum bab ketentuan peralihan.
Jika bab ketentuan peralihan tidak ada, letaknya adalah
sebelum bab ketentuan penutup.
c. Jika di dalam Peraturan Perundang-undangan tidak
diadakan pengelompokan bab per bab, ketentuan pidana
ditempatkan dalam pasal yang terletak langsung sebelum
pasal atau beberapa pasal yang berisi ketentuan
peralihan. Jika tidak ada pasal yang berisi ketentuan
106
peralihan, ketentuan pidana diletakkan sebelum pasal
atau beberapa pasal yang berisi ketentuan penutup.
4. Deskripsi singkat Ketentuan Peralihan (Jika diperlukan)
Bahwa pada dasarnya Ketentuan Peralihan hanya dapat
memuat penyesuaian pengaturan tindakan hukum atau
hubungan hukum yang sudah ada berdasarkan Peraturan
Perundang-undangan yang lama terhadap Peraturan
Perundang-undangan yang baru, yang bertujuan untuk:
a. menghindari terjadinya kekosongan hukum;
b. menjamin kepastian hukum;
c. memberikan perlindungan hukum bagi pihak yang
terkena dampak perubahan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan; dan
d. mengatur hal-hal yang bersifat transisional atau bersifat
sementara.
5. Deskripsi singkat Ketentuan Penutup.
Pada umumnya Ketentuan Penutup memuat ketentuan
mengenai:
a. penunjukan organ atau alat kelengkapan yang
melaksanakan Peraturan Perundang-undangan;
b. nama singkat Peraturan Perundang-undangan;
c. status Peraturan Perundang-undangan yang sudah ada;
dan
107
d. saat mulai berlaku Peraturan Perundang-undangan.
Selain 4 (empat) hal diatas, ketentuan penutup dapat juga
memuat tentang:
Penunjukan organ atau alat kelengkapan yang
melaksanakan Peraturan Perundang-undangan bersifat
menjalankan (eksekutif), misalnya, penunjukan pejabat
tertentu yang diberi kewenangan untuk memberikan izin
dan mengangkat pegawai.
Bagi nama Peraturan Perundang-undangan yang panjang
dapat dimuat ketentuan mengenai nama singkat dengan
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. nomor dan tahun pengeluaran peraturan yang
bersangkutan tidak dicantumkan;
b. nama singkat bukan berupa singkatan atau
akronim, kecuali jika singkatan atau akronim itu
sudah sangat dikenal dan tidak menimbulkan salah
pengertian.
D. Penutup
Terdapat perbedaan antara Ketentuan Penutup dan Penutup.
Ketentuan Penutup masih menjadi bagian dari Batang Tubuh sebuah
Peraturan Perundang-Undangan, sedangkan Penutup menjadi bagian
108
tersendiri, dimana pada umumnya kalimat pada bagian penutup
sudah bersifat baku.
Penutup merupakan bagian akhir Peraturan Perundang-undangan
yang memuat:
1. rumusan perintah pengundangan dan penempatan Peraturan
Perundang-undangan dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia, Berita Negara Republik Indonesia, Lembaran
Daerah Provinsi, Lembaran Daerah Kabupaten/Kota, Berita
Daerah Provinsi atau Berita Daerah Kabupaten/Kota;
Penempatan dalam LN, BN dan LD dimaksud dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. Adapun Peraturan Perundang-undangan yang
ditempatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia
adalah:
1) Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang;
2) Peraturan Pemerintah;
3) Peraturan Presiden;
4) Peraturan Perundang-undangan lain yang menurut
Peraturan Perundang-undangan yang berlaku harus
diundangkan dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.
109
Sementara itu penjelasan Peraturan Perundang-undangan
diatas ditempatkan dalam Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia.
b. Adapun Peraturan Perundang-undangan yang
ditempatkan dalam Berita Negara Republik Indonesia
adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan
oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah,
Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Komisi
Yudisial, Menteri, badan lembaga atau komisi yang
setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau
Pemerintah atas perintah Undang-Undang ataupun
berdasarkan kewenangan. Sementara Penjelasan
Peraturan Perundang-undangan tersebut ditempatkan
dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia.
c. Adapun Peraturan Perundang-undangan yang
ditempatkan dalam Lembaran Daerah adalah Peraturan
Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota;
d. Adapun Peraturan Perundang-undangan yang
ditempatkan dalam Berita Daerah adalah Peraturan
Gubernur dan Peraturan Bupati;
2. penandatanganan pengesahan atau penetapan Peraturan
Perundang-undangan;
110
3. pengundangan atau Penetapan Peraturan Perundang-
undangan;dan
4. akhir bagian penutup.
Adapun rumusan perintah pengundangan dan penempatan Peraturan
Perundang-undangan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia
yang berbunyi sebagai berikut:
Contoh:
Agar setiap orang mengetahuinya, meme-rintahkan pengundangan …
(jenis Peraturan Perundang-undangan) ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
E. Penjelasan (Jika Diperlukan)
Beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan dalam membuat
Penjelasan adalah sebagai berikut:
1. Jenis Perundang-undangan yang diberi penjelasan antara lain
Undang-Undang, Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota, sementara itu Peraturan Perundang-
undangan di bawah Undang-Undang (selain Peraturan Daerah
Provinsi dan Kabupaten/Kota) dapat diberi penjelasan jika
diperlukan.
2. Penjelasan berfungsi sebagai tafsir resmi pembentuk Peraturan
Perundang-undangan atas norma tertentu dalam batang tubuh.
111
Oleh karena itu, penjelasan hanya memuat uraian terhadap
kata, frasa, kalimat atau padanan kata/istilah asing dalam
norma yang dapat disertai dengan contoh. Penjelasan sebagai
sarana untuk memperjelas norma dalam batang tubuh tidak
boleh mengakibatkan terjadinya ketidakjelasan dari norma
yang dimaksud.
3. Penjelasan tidak dapat digunakan sebagai dasar hukum untuk
membuat peraturan lebih lanjut dan tidak boleh mencantumkan
rumusan yang berisi norma.
4. Penjelasan tidak menggunakan rumusan yang isinya memuat
perubahan terselubung terhadap ketentuan Peraturan
Perundangundangan.
5. Rumusan penjelasan pasal demi pasal memperhatikan hal
sebagai berikut:
a. tidak bertentangan dengan materi pokok yang diatur
dalam batang tubuh;
b. tidak memperluas, mempersempit atau menambah
pengertian norma yang ada dalam batang tubuh;
c. tidak melakukan pengulangan atas materi pokok yang
diatur dalam batang tubuh;
d. tidak mengulangi uraian kata, istilah, frasa, atau
pengertian yang telah dimuat di dalam ketentuan umum;
dan/atau
112
e. tidak memuat rumusan pendelegasian
6. Ketentuan umum yang memuat batasan pengertian atau definisi
dari kata atau istilah, tidak perlu diberikan penjelasan.
F. Lampiran (Jika Diperlukan)
Bahwa beberapa ketentuan dalam membuat lampiran adalah sebagai
berikut:
1. Dalam hal Dalam hal Peraturan Perundang-undangan
memerlukan lam-piran, hal tersebut dinyatakan dalam batang
tubuh bahwa lampiran dimaksud merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Peraturan Perundang-undangan.
2. Lampiran dapat memuat antara lain uraian, daftar, tabel,
gambar, peta, dan sketsa.
113
BAB IX
FORMAT/KERANGKA KAJIAN PENANGANAN
PELANGGARAN DAN PUTUSAN PENANGANAN
PELANGGARAN BERDASARKAN PERATURAN BAWASLU
Sebagimana telah dijelaskan diatas, penyusunan buku ini
dimaksudkan untuk dijadikan panduan dalam penyusunan produk
hukum dan kajian dalam rangka mempermudah pelaksanaan tugas
penanganan pelanggaran di lingkungan Bawaslu Provinsi
D.I.Yogyakarta. Berdasarkan Undang-undang yang mengatur tentang
Pemilihan Umum dan Pemilihan Kepala Daerah, Bawaslu tingkat
Provinsi memiliki kewenangan untuk membuat produk hukum, salah
satunya adalah Putusan Penanganan Pelanggaran dan Kajian
Penanganan Pelanggaran. Untuk itu teknik dan metode yang
digunakan dalam penyusunan Peraturan Perundang-Undangan sama
dengan teknik dan metode yang digunakan dalam penyusunan
putusan penanganan pelanggaran dan kajian penanganan
pelanggaran.
114
A. Susunan Kajian Penanganan Pelanggaran pada Pemilihan
Kepala Daerah.
Formulir Kajian Penanganan Pelanggaran pada pemilihan
kepala Daerah terakhir kali diatur dalam Peraturan Bawaslu
Nomor 8 Tahun 2020 dengan format sebagai berikut:
Formulir A.4
KAJIAN AWAL DUGAAN PELANGGARAN
NOMOR:………….*
I. Bahwa terhadap Laporan dugaan Pelanggaran yang
disampaikan oleh:
a. Nama :
b. Alamat :
c. Pekerjaan :
II. Uraian peristiwa dugaan pelanggaran yang dilaporkan
(dugaan pasal yang dilanggar)
……………………………………………………………
……………………………..
III. Dilakukan analisis terhadap syarat laporan sebagai
berikut:
a. Syarat
Formal.......................................................................
b. Syarat
Materiel.....................................................................
c. Jenis Dugaan
Pelanggaran..........................................................
115
d. Tempat
Terjadinya.................................................................
IV. Kesimpulan
Laporan memenuhi syarat formal dan materiel, atau
Laporan tidak memenuhi syarat formal dan/atau
materiel, atau
Laporan tidak dapat diregistrasi karena telah
dilaporkan pada Pengawas Pemilihan ditingkatan
tertentu**
Laporan dilimpahkan ke...**
Laporan Merupakan sengketa pemilihan atau
Dugaan Pelanggaran Administrasi Pemilihan TSM
V. Rekomendasi
Laporan diregistrasi dengan nomor...
Agar Pelapor segera memenuhi kelengkapan syarat
formal/atau materiel laporan paling lambat 2 Hari
terhitung sejak pemberitahuan hasil kajian awal
disampaikan.....***
Laporan tidak diregistrasi
Laporan dilimpahkan ke....**
Merupakan sengketa Pemilihan atau Dugaan
Pelanggaran Administrasi Pemilihan TSM dan
disampaikan kepada Pelapor
116
-----------------,----------- **** PENGAWAS
PEMILIHAN..............****
...............................
CAP
.............................................
Keterangan:
* Nomor sama dengan nomor tanda bukti penyampaian
laporan.
** Disesuaikan dengan tingkatan pengawas pemilihan.
*** Disesuaikan dengan syarat formal/materiel yang
belum dilengkapi oleh Pelapor.
**** Disesuaikan dengan nama lembaga.
117
Formulir A.11
KAJIAN DUGAAN PELANGGARAN
*Nomor .....................
Nasional : ………….
Provinsi : ………….
Kabupaten/Kota : ………….
Kecamatan : ………….
Desa/Kelurahan : ………….
I. Kasus Posisi :
………………………………………………….
……………………………………………………………
II. D a t a :
1. Pelapor/Penemu ** : ..............................................
2. Pekerjaan/Jabatan : ..............................................
3. Alamat : ..............................................
4. Terlapor/Pelaku*** : ..............................................
5. Pekerjaan : ..............................................
6. Alamat : ..............................................
7. Tanggal Laporan/Temuan :
..............................................
8. Tanggal Peristiwa dan diketahui :
..............................................
118
9. Bukti-Bukti : ..............................................
III. Kajian
1. Dasar Hukum :
………………………….....……………….
2. Fakta : ………………………….....……………….
3. Analisis
a. Tentang Waktu Laporan atau Temuan
: .......................................
b. Tentang dugaan pelanggaran :
........................................
IV. Kesimpulan :
…………………………………….....……….
V. Rekomendasi :
………………………………….....………….
……………………….., ****
PENGAWAS PEMILIHAN..............*****
............................******
CAP
.............................................
119
Keterangan
* Nomor sama dengan form penerimaan laporan/Temuan form
A-5 /A-2.
** Pelapor untuk Laporan Pelanggaran Pemilihan, dan
Pengawas Pemilihan untuk Temuan Dugaan Pelanggaran.
*** Terlapor untuk Laporan Pelanggaran Pemilihan, dan
Pelaku untuk Temuan Dugaan Pelanggaran.
**** Tempat, tanggal, bulan, tahun.
***** Disesuaikan dengan nama lembaga.
******Bidang Penanganan Pelanggaran.
B. Susunan Kajian Penanganan Pelanggaran pada Pemilihan
Umum Presiden dan Legislatif.
Formulir Kajian Penanganan Pelanggaran pada pemilihan
Umum Presiden dan Legislatif terakhir kali diatur dalam
Peraturan Bawaslu Nomor 7 Tahun 2018 dengan format
sebagai berikut:
FORMULIR MODEL B.10
KAJIAN DUGAAN PELANGGARAN
Nomor: .....................*
Nasional : ………….
Provinsi :………….
Kabupaten/Kota: ………….
Kecamatan : ………….
120
Desa/Kelurahan:………….
I. Kasus Posisi :
…………………………………………
II. Data :
1. Pelapor/Penemu** : ……………………………………
2. Pekerjaan/Jabatan : ……………………………………
3. Alamat : ……………………………………
4. Terlapor : ……………………………………
5. Pekerjaan : ……………………………………
6. Alamat : ……………………………………
7. Tanggal Laporan/Temuan:
……………………………….
8. Tanggal Peristiwa : …………………………………….
9. Bukti-Bukti : …………………………………….
III. Kajian : ……………………………….
1. Dasar Hukum : ………………………………
2. Fakta : ……………………………….
3. Analisis
a. Tentang Temuan/Laporan : ………
121
b. Tentang Penemu/Pelapor : …………
c. Tentang Terlapor : …………
d. Tentang Pihak Yang diduga : ………....
sebagai Pelaku*** : ………....
e. Tentang Waktu Temuan/Laporan : ……
f. Tentang dugaan pelanggaran: …………
IV. Kesimpulan : …………………………………….
V. Rekomendasi : ……………………………………
, ****
PENGAWAS PEMILU..............*****
............................******
.............................................
122
Keterangan:
* Nomor sama dengan formulir penerimaan
laporan/Temuan
** Pelapor untuk Laporan Pelanggaran Pemilu, dan
Pengawas Pemilu untuk Temuan Dugaan Pelanggaran.
*** diisi jika ada pihak yang diduga sebagai Pelaku
yang melakukan pelanggaran selain Terlapor
**** Tempat, tanggal, bulan, tahun.
***** Disesuaikan dengan nama lembaga.
****** Bidang Penanganan Pelanggaran.
123
C. Susunan Putusan Pelanggaran Yang Terjadi Secara
Terstruktur, Sistematis dan Massif pada Pemilihan Kepala
Daerah.
Formulir Putusan Pelanggaran yang terjadi secara tersturktur,
sistematis dan massif pada pemilihan Kepala Daerah terakhir
kali diatur dalam Peraturan Bawaslu Nomor 9 Tahun 2020
dengan format sebagai berikut:
FORMULIR MODEL TSM.GBW-11
BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM
PROVINSI ...**
PUTUSAN
NOMOR: …*
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG
MAHA ESA
Menimbang : a. Bahwa Badan Pengawas Pemilihan Umum
Provinsi …** telah menerima penyampaian
laporan pelanggaran administrasi pemilihan
TSM yang disampaikan oleh:
Nama :
Umur :
Pekerjaan :
Alamat :
Nomor :
124
Telp/HP
Dengan surat laporan tanggal … telah diterima
dan dicatatkan dalam buku register dengan nomor
laporan: ... tanggal …
Selanjutnya disebut sebagai Pelapor.
Melaporkan,
Nama :
Kedudukan : Calon Gubernur ...***/Calon
Alamat Bupati ...***
/Calon Wali Kota ...***
:
dan/atau
Nama :
Kedudukan :
Alamat Calon Wakil Gubernur
...***/Calon Wakil
: Bupati ...***/Calon Wakil
Wali Kota ...***
Selanjutnya disebut sebagai Terlapor.
Telah membaca laporan Pelapor;
Mendengar Keterangan Pelapor;
Mendengar jawaban dan keterangan Terlapor;
Mendengar Keterangan Saksi-Saksi;
Mendengar Keterangan Ahli; dan
Memeriksa dan mempelajari dengan seksama
125
segala bukti-bukti yang diajukan Pelapor dan
Terlapor.
b. Bahwa Bawaslu Provinsi …** melalui Mejelis
Pemeriksa telah melakukan pemeriksaan
terhadap laporan a quo dengan hasil sebagai
berikut:
1. (uraian Laporan Pelapor)
2. (keterangan Pelapor dalam sidang)
3. (bukti-bukti Pelapor)
4. (keterangan saksi/ahli yang dihadirkan
Pelapor)
5. (uraian jawaban Terlapor)
6. (Keterangan Terlapor dalam sidang)
7. (bukti-bukti Terlapor)
8. (keterangan saksi/ ahli yang dihadirkan
Terlapor)
9. (keterangan Lembaga Terkait)
10. (pertimbangan Majelis Pemeriksa):
a. (fakta-fakta yang terungkap di dalam
sidangpemeriksaan).
b. (penilaian dan pendapat dari Majelis
Pemeriksa)
c. Bahwa Bawaslu terhadap hasil pemeriksaan
sebagaimana dimaksud huruf b, mengambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. …
2. …
3. dst
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
126
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang
Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota
menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 23,
Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5656) sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan
sebagaimana telah beberapa kali diubah,
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor
2 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang
Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota
menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 193,
Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 6547);
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang
Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
6109);
3. Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum
Nomor 9 Tahun 2020 tentang Tata Cara
Penanganan Pelanggaran Administrasi
Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur,
Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan
Wakil Wali Kota Yang Terjadi Secara
Terstruktur, Sistematis, dan Masif (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2020
Nomor 1113).
127
MEMUTUSKAN:
1. Menyatakan terlapor terbukti secara sah dan
meyakinkan melakukan pelanggaran secara
terstruktur, sistematis, dan masif berupa
perbuatan menjanjikan dan/atau memberikan
uang atau materi lainnya untuk
mempengaruhi penyelenggara Pemilihan
dan/atau Pemilih;
2. Menyatakan membatalkan pasangan calon
Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil
Bupati, atau Wali Kota/Wakil Wali Kota; dan
3. Memerintahkan kepada KPU Provinsi atau
KPU Kabupaten/Kota untuk membatalkan
keputusan KPU Provinsi atau KPU
Kabupaten/Kota terkait penetapan terlapor
sebagai pasangan calon dalam Pemilihan.
atau;
Menyatakan terlapor tidak terbukti secara sah
dan meyakinkan, menjanjikan dan/atau
memberikan uang atau materi lainnya untuk
mempengaruhi penyelenggara Pemilihan
dan/atau Pemilih pelanggaran secara
terstruktur, sistematis, dan masif.
Demikian diputuskan pada rapat Pleno Bawaslu Provinsi …** oleh
…**** masing-masing sebagai Ketua merangkap Anggota dan
Anggota Bawaslu Provinsi …**, pada hari …, tanggal …, bulan …
tahun …, dan dibacakan secara terbuka pada hari … tanggal … ,
bulan …, tahun …
128
Ketua
(nama jelas dan tandatangan)
Anggota***** Anggota*****
(nama jelas dan tandatangan) (nama jelas dan tandatangan)
Sekretaris Majelis Pemeriksa
(nama jelas dan tandatangan)
Keterangan:
*Nomor sama dengan penomoran registrasi laporan.
**Diisi sesuai dengan wilayah kerja Bawaslu Provinsi.
***Diisi sesuai dengan daerah Pemilihan.
****Diisi sesuai dengan jumlah Anggota Bawaslu Provinsi.
*****Jumlah tanda tangan disesuaikan dengan jumlah Anggota
Provinsi.
129
D. Susunan Putusan Pelanggaran Yang Terjadi Secara
Terstruktur, Sistematis dan Massif pada Pemilihan Umum
Presiden dan Legislatif.
Formulir Putusan Pelanggaran yang terjadi secara tersturktur,
sistematis dan massif pada pemilihan Umum Presiden dan
Legislatif terakhir kali diatur dalam Peraturan Bawaslu Nomor
8 Tahun 2018 dengan format sebagai berikut:
FORMULIR MODEL ADM-13 PUTUSAN
Logo
Pengawas
BADAN PEGAWAS PEMILIHAN UMUM
PROVINSI….
PUTUSAN
NOMOR: …/…/…/…
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG
MAHA ESA
Menimbang a. Bahwa Bawaslu/Bawasl Prov/Bawaslu
Kab/Kota......................., telah mencatat dalam
Buku Registrasi Laporan Dugaan Pelanggaran
Administratif Pemilu/Pelanggaran Administratif
Pemilu TSM, laporan dari:
130
Nama : ...........………………
No.KTP/SIM/Paspor : ……………………….
Alamat/Tempat Tinggal: ………………………
Tempat, Tanggal, Lahir: ……………………….
MELAPORKAN
Komisi Pemilihan Umum/Calon Anggota
DPR/Calon Anggota DPD/Calon Anggota
DPRD Provinsi/Calon Anggota DPRD
Kabupaten/Kota/Pasangan Calon Presiden Dan
Wakil Presiden/Tim Kampanye; dan/atau
Penyelengara Pemilu.
(untuk terlapor dugaan Pelanggaran
Administratif Pemilu)
Atau
Calon Anggota DPR/Calon Anggota
DPD/Calon Anggota DPRD
Provinsi/Calon Anggota DPRD
Kabupaten/Kota;dan/atau Pasangan Calon
Presiden Dan Wakil Presiden (untuk
terlapor dugaan Pelanggaran
Administratif PemiluTSM)
131
dengan laporan bertanggal …..,
memberikan kuasa kepada...... dan
dicatat dalam Buku Registrasi Laporan
Dugaan Pelanggaran Administratif
Pemilu/Pelanggaran Administratif Pemilu
TSM Nomor…………
Telah membaca Laporan Pelapor;
Mendengar Keterangan Pelapor;
Mendengar Jawaban Terlapor;
Mendengar Keterangan Saksi-Saksi;
Mendengar Keterangan Ahli; dan
Memeriksa dan mempelajari dengan
seksama segala bukti-bukti yang diajukan
Pelapor dan Terlapor.
b. bahwa Bawaslu telah memeriksa Laporan
DugaanPelanggaran Administratif
Pemilu/Pelanggaran Administrati Pemilu*)
dengan hasil sebagai berikut:
a. (uraian Laporan Pelapor)
b. (bukti-bukti Pelapor)
132
c. (keterangan saksi/ahli yang diajukan
Pelapor)*
d. (uraian jawaban Terlapor)
e. (bukti-bukti Terlapor)
f. (keterangan saksi/ ahli yang diajukan
Terlapor)*
g. (keterangan Lembaga Terkait)*
h. (pertimbangan Mejelis Pemeriksa:
a) fakta-fakta yang terungkap
didalam sidangpemeriksaan;
b) penilaian dan pendapat dari
Majelis Pemeriksa (dikaitkan
dengan Fakta Pemeriksaan, Alat
Bukti dan Peraturan perundang-
undangan)
c. bahwa Bawaslu/Bawaslu Prov/Bawaslu
Kab/Kota terhadap hasil pemeriksaan
sebagaimana dimaksud huruf c, mengambil
kesimpulan sebagai berikut:……………….
133
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7
Tahun 2017 tentang
PemilihanUmum;
2. Peraturan Badan Pengawas
Pemilihan Umum Nomor
....... Tentang Penyelesaian
Pelanggaran Administratif
Pemilu
MENGADILI
1. Menyatakan terlapor terbukti secara sah
dan meyakinkan melakukan pelanggaran
terhadap tata cara, prosedur, atau
mekanisme.
2. Memerintahkan Kepada KPU/..../..../
untuk melakukan perbaikan
administrasi terhadap tata cara,
prosedur, atau mekanisme sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
3. Memerintahkan Kepada KPU/.../..../
134
untuk memberikan peringatan tertulis
kepada............................
4. Memerintahkan Kepada KPU/...../...../
untuk tidak mengikutkan Peserta Pemilu
(anggota DPR,DPD,DPRD dan Presiden
dan Wakil Predisen) pada tahapan
tertentu dalam Penyelenggaraan Pemilu.
Atau
Menyatakan Laporan tidak terbukti secara sah dan
meyakinkan melakukanperbuatan Pelanggaran
Administratif Pemilu.
Atau
1. Menyatakan Terlapor ...(nama terlapor)...
terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan
Pelanggaran secara terstruktur, sistematis, dan
massif berupa perbuatan menjanjikan dan/atau
memberikan uang atau materi lainnya untuk
mempengaruhi Penyelenggara Pemilu dan/atau
Pemilih.
2. Memerintahkan KPU/KPU Prov/KIP/KPU
Kab/Kota untuk membatalkan Terlapor …(nama
135
Terlapor)…. Calon Anggota DPR/DPD/DPRD
atau Presiden dan Wakil Presiden pada
Pemilihan Umum****).
3. Memerintahkan kepada KPU/KPU Provinsi/KIP
Aceh atau KPU/KIP Kabupaten/Kota untuk
membatalkan Keputusan KPU Provinsi/KIP
Aceh/KPU/KIPKabupaten/Kota,**) Nomor,
Tentang....................
Atau
Menyatakan Terlapor .........................., tidak
terbukti secara sah dan meyakinkan
melakukan perbuatan...................................
Demikian diputuskan pada rapat Majelis Pemeriksa
dalam forum rapat pleno Bawaslu............... oleh
1)…..,sebagai Ketua Majelis Pemeriksa 2)…...,
sebagai anggota Majelis Pemeriksa 3)….., sebagai
Anggota Majelis Pemeriksa, masing- masing sebagai
Anggota Bawaslu/Bawaslu Provinsi/Bawaslu
Kab/Kota......................., dan diucapkan dihadapan
para pihak serta terbuka untuk umum pada hari…
tanggal….
136
Ketua dan Anggota Majelis Pemeriksa
Bawaslu………
Ketua,
Ttd
(….)
Anggota Anggota
Ttd Ttd
(…………….) (…………….)
Anggota Anggota
Ttd Ttd
(…………….) (…………….)
137
BAB X
FORMAT BAKU PENULISAN (JENIS KERTAS, UKURAN
HURUF, DAN BATAS MARGIN)
Pada saat Penulis menyusun buku ini, peraturan teknis yang
mengatur hal ini adalah Peraturan Hukum dan Hak Asasi Manusia
Nomor 31 Tahun 2017 tentang Perubahan Peraturan Menteri Hukum
dan Hak Asasi Manusia Nomor 16 tahun 2015 Tentang Tata Cara
Pengundangan Peraturan Perundang-undangan dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia, Berita Negara Republik Indonesia, dan Tambahan Berita
Negara Republik Indonesia. Namun pada saat yang bersamaan
penulisan buku ini, terdapat Putusan Mahkamah Agung Nomor 51
P/HUM/2019. Adapun putusan tersebut adalah menerima gugatan uji
materiil terhadap Pasal 6 ayat (2) huruf b, Pasal 8 ayat (3), Pasal 9
ayat (3), Pasal 11A, Pasal 13 Peraturan Hukum dan HAM in casu
untuk dicabut. Pasal yang dicabut tersebut berkaitan dengan pokok
persoalan bahwa Kementerian Hukum dan HAM tidak melakukan
harmonisasi secara subtansi akibat adanya Pasal in casu. Dengan
demikian penulis masih dapat mengutip Peraturan Hukum dan Hak
Asasi Manusia In casu sepanjang tidak berkenaan dengan beberapa
Pasal yang dianggap bertentangan dengan Peraturan Perundang-
undangan yang lebih tinggi.
138
Pada pokoknya hukum penulisan terhadap Penyusunan
Peraturan Perundang-undangan berlaku juga terhadap pembentukan
Produk hukum Sebuah Instansi sebagaimana penulis jelaskan di
awal. Aturan teknis dalam menyusun Surat Keputusan, Surat Edaran
maupun Putusan sebaiknya mengacu juga kepada aturan teknis
Peraturan Perundang-Undangan. Inilah yang disebut sebagai
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang sebenarnya
bukan merupakan jenis peraturan, namun dianggap sebagai peraturan
sehingga disebut dengan istilah legislasi semu.
Bahwa terhadap format baku penulisan terhadap rancangan
Peraturan Perundang-undangan dapat dilihat pada Pasal 7 ayat (1)
dan (2).
Pasal 7 Peraturan Kementerian Hukum dan HAM tersebut
menyatakan bahwa:
Pasal 7
(1) Pengajuan permohonan Pengundangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 dan Pasal 6 disampaikan secara langsung oleh
Petugas yang ditunjuk disertai dengan:
a. 2 (dua) naskah asli; dan
b. 1 (satu) softcopy naskah asli.
(2) Naskah asli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diketik
dengan jenis huruf bookman old style, ukuran huruf 12 (dua
belas), dan di atas kertas F4.
139
Selain pengaturan mengenai Jenis huruf, ukuran huruf, dan ukuran
kertas, Lampiran dalam Peraturan Hukum dan HAM in casu juga
mengatur mengenai batas margin dan enter dengan ketentuan
sebagai berikut:
140
141
142