Trombositosis/trombositemia sekunder atau trombositosis reaktif. Trombositosis ini
umumnya disebabkan oleh infeksi atau penyakit lain yang sudah ada atau sedang
diderita.
Trombositosis primer atau trombositosis esensial. Trombositosis ini disebabkan oleh
gangguan pada sumsum tulang. Kondisi ini merupakan yang lebih sering menjadi
penyebab penggumpalan darah. Penyebab pasti yang mendasari gangguan pada
sumsum tulang tersebut belum diketahui.
B. Trombositemia :
Trombositemia adalah kelainan darah dimana jumlah trombosit lebih dari normal
(kelainan darah myeloproliferative). Hal ini ditandai dengan produksi trombosit yang banyak
dan berlimpah di sumsum tulang. Terlalu banyak trombosit membuat pembekuan darah
normal sulit dilakukan.
Pada trombositemia terjadi peningkatan jumlah trombosit dalam sirkulasi. Jumlah
trombosit yang sangat tinggi berkaitan dengan peningkatan risiko trombosis (pembekuan)
dalam sistem pembuluh. Trombositemia bergantung pada tempat pembentukan bekuan atau
penangkapan bekuan, dapat terjadi stroke. Trombositemia primer dapat terjadi pada
keganasan, polisitemia vera, dan penyakit sumsum tulang lainnya. Penyebab sekunder
trombositemia antara lain infeksi akut. Trombositemia sekunder akibat keadaan keadaan ini
biasanya berlangsung singkat. Akan tetapi, trombositemia sekunder dapat terjadi setelah
pengangkatan limpa, karena organ ini secara normal menyimpan sebagian trombosit sampai
diperlukan dalam sirkulasi. Penyakit peradangan seperti artritis rematoid juga dapat dikaitkan
dengan trombositemia yang lama.
C. Thrombocytopenia :
Trombositopenia atau kekurangan trombosit adalah istilah medis yang digunakan untuk
penurunan jumlah trombosit di bawah batas minimal. Nilai trombosit yang normal adalah
150.000 hingga 450.000 per mikroliter darah.
Trombosit atau yang sering disebut juga sebagai platelet (keping darah) memiliki fungsi
penting dalam tubuh manusia, yaitu untuk membantu proses pembekuan darah sehingga
perdarahan berlebihan tidak terjadi.
Trombositopenia bisa dialami oleh anak-anak maupun orang dewasa dan akan
menyebabkan penderitanya lebih rentan mengalami perdarahan. Meski jarang terjadi,
trombositopenia yang tidak ditangani dapat memicu perdarahan dalam yang bahkan bisa
berakibat fatal (misalnya perdarahan otak). Terutama jika jumlah trombosit penderita berada
di bawah angka 10.000 per mikroliter darah.
94 Hemostatis
Trombositopenia terkadang tidak menunjukkan gejala apa pun. Apabila ada, gejala
utamanya adalah perdarahan. Indikasi tersebut dapat terjadi di luar maupun di dalam tubuh
dan terkadang sulit dihentikan. Contohnya adalah mimisan, gusi berdarah, dan luka yang terus
berdarah. Gejala-gejala lain yang mungkin menyertai trombositopenia bisa berupa:
Kelelahan.
Menstruasi dengan volume darah berlebihan
Memar-memar pada tubuh.
Bintik-bintik merah keunguan pada kulit.
Pembengkakan pada limpa.
Kelainan fungsi
Trombosit adalah komponen darah berukuran 2-4 mikron berbentuk bulat, opal dan berfungsi
untuk proses hemostasis, yaitu untuk melakukan penghentian perdarahan pada saat
terjadinya luka dengan cara melakukan penempelan pada kolagen (adhesi), dan menempel
dengan trombosit lain (agregasi) membentuk platelet plug.
1. Kelainan adhesi terhadap kolagen
Contohnya : ehlers-danlos syndrome (kelainan vaskuler)
2. Kelainan adhesi terhadap subendotel
Contohnya : sindroma bernard soulier (kelainan trombosit), sindroma von willbrand
(kelainan plasma )
3. Kelainan pelepasan
Contohnya : sindroma hermansky (pudiak), sindromawiskott (aldrich), defisiensi storage
pool, sindroma chediak – higashi, defisiensi cyclo - oxygenase (gangguan mekanik
pelepasan), penyakit glikogen tipe i (gangguan metabolisme nucleotide)
4. Kelainan agregasi adp (kelainan trombosit)
Contohnya : thrombasthenia glanzmann, afibrinogemia
Hemostatis 95
Topik 5
Kelainan Faktor Pembekuan
Kelainan Faktor Pembekuan Bawaan :
3 POLA PEWARISAN :
1. X-LINK RECESSIVE
Warisan resesif yang yang diturunkan terkait dengan X adalah mode pewarisan dimana
mutasi pada gen pada kromosom X menyebabkan fenotip diekspresikan pada laki-laki
(yang pasti hemizygous untuk mutasi gen karena mereka memiliki satu kromosom X
dan satu Y) dan pada waita yang homozigot untuk mutasi gen.
X-linked inheritance berarti gen yang menyebabkan sifat atau kelainan tersebut
berada pada kromosom X. Wanita memiliki dua kromosom X, sedangkan laki-laki
memiliki satu kromosom X dan satu Y. Wanita pembawa yang hanya memiliki satu
salinan mutasi biasanya tidak mengekspresikan fenotipe, walaupun perbedaan
inaktivasi kromosom X dapat menyebabkan berbagai tingkat ekspresi klinis pada
wanita carrier karena beberapa sel akan mengekspresikan satu alel X dan beberapa
akan mengekspresikan yang lain.
Beberapa ilmuwan telah menyarankan untuk menghentikan istilah yang dominan dan
resesif saat merujuk pada pewarisan terkait-X karena beberapa mekanisme yang dapat
menghasilkan ekspresi sifat X-linked pada wanita, yang mencakup ekspresi otonom sel,
inaktivasi X-miring, ekspansi klonal, dan mosaik somatik
DEFISIENSI F.VIII DAN F.IX
85% Defisiensi Faktor VIII ; Haemophili A
12% Defisiensi Faktor IX : Haemophili B
1% Defisiensi Faktor XI : Haemophili C
2. AUTOSOMAL DOMINANT
Gen adalah cetak biru untuk pembuatan protein. Tubuh kita membutuhkan protein
untuk berkembang dan bekerja dengan baik. Kebanyakan gen berpasangan. Yang satu
diwariskan dari ibu dan yang lainnya dari sang ayah. Gen yang diwarisi dari orang tua
kandung kita diungkapkan dengan cara yang spesifik. Salah satu pola dasar ini disebut
autosomal dominant inheritance.
PENYAKIT VON WILLE BRAND
PENYAKIT DISFIBRINOGENEMIA
DEFISIENSI F. XI
96 Hemostatis
3. AUTOSOMAL RECESSIVE
Autosomal resesif: Kondisi genetik yang muncul hanya pada individu yang telah
menerima dua salinan gen autosomal, satu salinan dari masing-masing orang tua. Gen
itu ada pada autosom, sebuah kromosom nonsex. Orang tua adalah pembawa yang
hanya memiliki satu salinan gen dan tidak menunjukkan sifatnya karena gen tersebut
resesif terhadap gen pendamping normal.Jika kedua orang tua adalah pembawa, ada
kemungkinan 25% anak mewarisi kedua gen abnormal dan, akibatnya, menurunkan
penyakit ini. Ada kemungkinan 50% anak yang hanya mewarisi satu gen abnormal dan
menjadi carrier, seperti orang tua, dan ada kemungkinan 25% anak mewarisi gen
normal.
DEFISIENSI F. I, II, V, VII, X, XII, XIII
Latihan
Untuk dapat memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah Latihan
berikut!
1) Istilah Fibrinolisis.
2) Kelainan Hemostasis.
3) Kelainan vaskuler.
4) Kelainan Trombosit.
5) Kelainan Faktor Pembekuan.
Ringkasan
1) Istilah Fibrinolisis.
2) Kelainan Hemostasis.
3) Kelainan vaskuler.
4) Kelainan Trombosit.
5) Kelainan Faktor Pembekuan.
Hemostatis 97
Tes 1
Pilihlah salah satu jawaban yang paling benar!
1) Istilah Fibrinolisis adalah
A. Proses pembentukan Fibrin
B. Proses pemadatan Fibrin
C. Proses Penghancuran Fibrin
D. Proses pengikatan fibrin
E. Proses pemisahan fibrin
2) Yang berperan dalam Fibrinolisis adalah
A. Enzim Tromboksan A2
B. Enzim Plasmin
C. Enzim Trombin
D. Enzim Siklooksigenase
E. Protease
3) Salah satu jenis kondisi yang berkaitan dengan vaskuler adalah
A. Hemophilia
B. Thallasemia
C. Echymosis
D. Vasokonstriksi
E. Vasodilatasi
4) Salah satu jenis kondisi yang berkaitan dengan trombosit adalah
A. Hemophilia
B. Thallasemia
C. Echymosis
D. Vasokonstriksi
E. Trombositopenia
5) Salah satu jenis kondisi yang berkaitan dengan Faktor Pembekuan adalah
A. Hemophilia
B. Thallasemia
C. Echymosis
98 Hemostatis
D. Vasokonstriksi
E. Vasodilatasi
Hemostatis 99
Kunci Jawaban Tes
Test Formatif 1
1) C.
2) B.
3) C.
4) E.
5) A.
100 Hemostatis
Daftar Pustaka
William J. William, Hematology, Fourth edition, Mc.Grow Hill Publishing Company, 1991.
Martin R. Howard, Haematology, Second Edition, Churchill Livingstone, 2002.
Arthur Simmons, Hematology: a Combined Theoritical & Technical Approach, WB Saunders
Company, 1989.
Siti Budina Kresna, Pengantar Hematologi dan Imunohematologi, Fakultas Kedokteran UI,
1988.
Iman Supardiman, Hematologi Klinik, edisi revisi, Bandung, 1993.
Frank Firkin, de grucy’s Clinical Hematology in Medical Practice, Fifth edition, Blackwell
Scientific Publication, 1989.
Ramnik Sood, Medical Laboratory Technology, Methods & Interpretatiom, Jay Pee Brothers
Fourth edition, 1994.
Hemostatis 101
Bab 6
KELAINAN HEMOSTASIS
Dewi Astuti, AMAK., S.Si., M.Biomed.
Pendahuluan
D
alam keadaan normal, darah berada dalam pembuluh darah dan berbentuk cair.
Keadaan ini dapat dipertahankan bila hemostasis dalam batas normal. Tapi perlu
diketahui hemostasis yang adekuat adalah relatif, karena meskipun pembuluh darah,
trombosit dan faktor pembekuan dalam keadaan normal dapat terjadi perdarahan, akibat
proses patologis setempat. Semua perdarahan spontan merupakan suatu keadaan patologis,
kecuali perdarahan yang terjadi selama menstruasi.
Perdarahan yang terjadi akibat kerusakan pembuluh darah dan trombosit disebut
kelainan hemostasis primer, apabila gangguan terjadi pada faktor koagulasi, maka disebut
kelainan hemostasis sekunder. Gejala klinik yang terlihat pada umumnya berbeda pada
kelainan hemostasis primer dan sekunder. Penentukan letak kelainan hemostasis ini
memerlukan anamnesis yang baik dan teliti, pemeriksaan dan evaluasi manifestasi klinik
perdarahan yang cermat serta pemeriksaan laboratorium yang tepat.
Kelainan pada setiap faktor yang terlibat dalam proses hemostasis baik kelainan
kuantitatif maupun kualitatif dapat mengakibatkan gangguan hemostasis. Derajat gangguan
hemostasis sesuai dengan derajat kelainan faktor hemostasis sendiri. Pada beberapa kasus,
tidak disadari adanya kelainan bahkan baru diketahui setelah secara kebetulan ketika
dilakukan pengujian hemostasis untuk keperluan lain, misalnya sebagai pemeriksaan
prabedah, tindakan obstetrik, dan lain-lain. Gejala yang membawa seorang penderita
memeriksakan diri biasanya perdarahan tidak wajar atau adanya perdarahan bawah kulit yang
timbul berulang kali secara spontan. Saat mulainya gejala perdarahan sering memberikan
petunjuk kearah diagnosis. Perdarahan yang berulang-ulang sejak kecil menunjukkan
kemungkinan kelainan kongenital, sedangkan bila terjadi mendadak atau pada orang dewasa
biasanya kelainan sekunder atau didapat.
Kelainan hemostasis biasanya digolongkan sesuai patogenesis, yaitu:
1. Sistem vaskuler
Peransistem vascular dalammencegahperdarahanmeliputiproses kontraksi pembuluh
darah (vasokonstriksi) serta aktivasi trombosit dan pembekuan darah
102 Hemostatis
2. Sistem trombosit
Trombosit mempunyai peran penting dalam hemostasis yaitu pembentukan stabilisasi
sumbat trombosit. Pembentukan sumbat trombosit terjadi melalui beberapa tahap
yaitu adhesi trombosit, agregasi trombosit dan reaksi pelepasan.
3. Sistem pembekuan darah
Proses pembekuan darah terdiri dari rangkaian reaksi enzimatik yang
melibatkan protein plasma yang disebut sebagai faktor pembekuan darah, fosfolipid
dan ion kalsium. Faktor pembekuan darah dinyatakan dalam angka romawi yang sesuai
dengan urutan ditemukannya.
Kelainan vaskuler atau trombosit sering disebut kelainan purpura karena gejala
perdarahan pada kulit dan mukosa. Petechiae merupakan tanda spesifik untuk kelainan
vaskuler atau trombosit dan jarang dijumpai pada kelainan pembekuan darah. Lesi ini
merupakan perdarahan kapiler kecil, munculnya sekaligus dalam jumlah banyak, begitu pula
menghilangnya. Pada kelainan purpura, petechiae sering dijumpai bersama ekhimosis
superfisial yang multipel. Pada kelainan pembekuan darah, tanda yang karakteristik adalah
hematoma yang besar. Hematoma tersebut dapat timbul spontan atau setelah trauma ringan.
Hemarthrosis adalah perdarahan kedalam rongga sendi dan merupakan gejala yang diagnostik
untuk kelainan pembekuan darah yang bersifat bawaan, sering tanpa perubahan warna
kulit,sehingga gejalanya seperti artritis.
Hemostatis 103
Topik 1
Kelainan Hemostasis Primer
A. PETECHIAE
Merupakan bintik merah kecil dan bulat sempurna yang tidak menonjol akibat
perdarahan intradermal atau submukosa. Petechiae merupakan perdarahan di kulit
atau membran mukosa yang diameternya kurang dari 2 mm. Petechiae dapat terjadi
dari berbagai mekanisme yang mengganggu proses hemostatis tubuh, sebagai contoh
trombositopenia, fungsi platelet yang abnormal, kerusakan faktor von Willebrand,
gangguan dari integritas vaskular seperti cedera endotel. Penyebab paling umum dari
petechiae adalah melalui trauma fisik seperti muntah, batuk darah atau menangis yang
dapat mengakibatkan petechiae wajah terutama disekitar mata. Petechiae dalam hal ini
sama sekali tidak berbahaya dan biasanya hilang dalam beberapa hari. Petechiae
mungkin merupakan tanda trombositopenia yang terjadi ketika fungsi trombosit
dihambat atau defisiensi faktor pembekuan juga dapat menjadi penyebabnya.
Petechiae dapat juga terjadi ketika tekanan yang berlebihan diterapkan pada jaringan
misalnya pada pemakaian torniquet yang lama.
Gambar 54.Petechia dan Purpura
B. PURPURA
Purpura merupakan kondisi dimana terjadi perubahan warna pada kulit atau selaput
lendir karena adanya perdarahan dari pembuluh darah kecil. Purpura mempunyai
ukuran lebih dari sama dengan 3 mm. Terdapat banyak tipe dan klasifikasi dari purpura,
tetapi beberapa penyebab dapat digolongkan menjadi 3 bagian besar yaitu kelainan
platelet (trombosit), kelainan pembuluh darah, dan kelainan pembekuan darah.
104 Hemostatis
Kelainan platelet yang dalam hal ini hancurnya trombosit pada pasien dengan
trombositopenik purpura baik yang bersifat primer (idiopatik / tidak diketahui
penyebabnya) atau sekunder karena faktor eksternal atau internal seperti : obat –
obatan, infeksi, penyakit tertentu.Kelainan vaskular pada pasien dengan non-
trombositopenik purpura, terjadi rembesan darah keluar dari pembuluh darah akibat
kerusakan pada pembuluh darah kecil, peningkatan tekanan dalam pembuluh darah,
dan kurangnya kekuatan pembuluh darah itu sendiri seperti pasien usia tua.
Kelainan pembekuan darah terjadi pada pasien dengan disseminated intravascular
coagulation (DIC) yang memiliki gejala klinis yang beragam mulai dari kelainan yang
berat dan fatal (purpura fulminans) sampai ke kelainan yang relatif ringan. Selain itu,
kondisi kelainan pembekuan darah juga dapat terjadi pada purpura karena antibodi
terhadap heparin (heparin induced thrombocytopenia) dan juga pada purpura karena
kurangnya protein C pada saat terapi dengan warfarin (warfarin induced
thrombocytopenia).
Gambar 55.Petechia, Pupura dan Ekimosis
C. ECCHYMOSES
Ekimosis / memar terjadi akibat berbagai hal seperti trauma terlokalisasi, kelainan
perdarahan, pembedahan dan prosedur kosmetik. Ekimosis memiliki ukuran 1-2 cm,
terjadi akibat darah masuk ke lapisan endothelium hingga jaringan subkutan. Ekimosis
merupakan hasil akhir dariberbagai variasi patofisiologi yang berhubungan dengan
permeabilitas vascular venakutan atau kapiler dermis. Fungsi normal dari sel
endothelial adalah mencegah sejumlah darah keluar dari pembuluh darah. Integritas sel
endotel dapat menurun akibat beberapa faktor yang menyebabkan kerusakan
endotel seperti trauma langsung, toksin pada sepsis, akumulasi asam laktat pada
hipoksia, atau obstruksi mekanis yang meningkatkan tekanan intraluminal. Hasil ini
menyebabkan ekstravasasi dari kapiler yang rusak ke jaringan interstitial yang
menyebabkan reaksi inflamasi. Dalam beberapa saat setelah terjadi lesi, inflamasi akan
Hemostatis 105
menyebabkan edema dan inflamasi lanjutan. Area yang terkena akan berubah warna
dari ungu kehitaman menjadi hitam dan biru, kemudian hijau dan menjadi kuning
seiring dengan hemoglobin yang berdegradasi menjadi bilirubin.
Gambar 56.Ekimosis
Gambar 57.Ekimosis
D. TROMBOSITOPENIA
Trombositopenia atau defisiensi trombosit, merupakan keadaan dimana trombosit
dalam sistim sirkulasi jumlahnya dibawah normal (<150.000/μl darah). Trombositopenia
biasanya dijumpai pada penderita anemia, leukemia, infeksi virus dan protozoa yang
diperantarai oleh sistem imun (Human Infection Virus, demam berdarah dan malaria).
Trombositopenia juga dapat terjadi selama masa kehamilan, pada saat tubuh
mengalami kekurangan vitamin B12 dan asam folat, dan sedang menjalani radioterapi
dan kemoterapi.
Trombositopenia disebabkan oleh beberapa hal antara lain adalah kegagalan
produksi trombosit, peningkatan konsumsi trombosit, distribusi trombosit abnormal,
dan kehilangan akibat dilusi. Penggunaan obat-obat tertentu juga dapat menyebabkan
trombositopenia, salah satunya adalah kotrimoksazol. Suatu mekanisme imunologis
sebagai penyebab sebagian besar trombositopenia yang diinduksi
obat.Trombositopenia yang diinduksi obat didiagnosis dengan mencatat hubungan
106 Hemostatis
waktu antara pemberian obat dan mulai timbulnya trombositopenia. Pengurangan
produksi trombosit dikaitkan dengan penggunaan diuretik tiazid, etanol, esterogen,
trimetropim-sulfamethoxazol, dan agensia kemoterapi. Peningkatan perusakan
trombosit diduga terjadi pada pasien yang diberi obat quinine, quinidine, heparin,
garam-garam emas, rifampin dan sulfonamida
Obat-obatan dapat menyebabkan trombositopenia melalui dua mekanisme berbeda,
yaitu:
1) Penekanan sumsum tulang
Obat-obatan yang digolongkan mengakibatkan depresi sumsum tulang seperti
obat sitostatika (6-merkaptopurin, metotreksat, siklofosfamid) dan mempunyai
efek idiosinkrasi seperti kloramfenikol.
2) Penigkatan penghancuran trombosit
Hal ini terjadi melalui mekanisme imun (drug hapten disease). Obat dengan berat
molekul 500-1000 tidak dapat memulai proses imunitas kecuali berikatan dengan
protein yang disebut hapten. Protein tersebut merupakan komponen trombosit
dan antibodi yang spesifik terhadap komponen trobosit untuk membentuk
hapten. Terdapat beberapa obat yang dapat menyebabkan trombositopenia
melalui mekanisme proses imun.
Penghancuran trombosit secara dini oleh obat-obatan melalui proses imunitas,
dapat dapat terjadi dengan cara :
1. Membentuk kompleks imun-antibodi-obat yang larut dan melekat secara
longgar pada permukaan trombosit, melekat kuat pada komplemen dan
merusak (detruksi) sel.
2. Melekat pada permukaan sel dan bekerja sebagai hapten.
3. Dengan merangsang proses produksi antibodi yang akan bereaksi silang
dengan antibodi permukaan sel yang menimbulkan trombositopenia
autoimun,
Hemostatis 107
E. HEPARIN-INDUCED THROMBOCYTOPENIA (HIT)
Kelainan ini terjadi pada 10% pasien yang mengkonsumsi heparin. Kelainan ini sering
ditemukan pada pasien hitung trombosit rutin dan jarang menyebabkan perdarahan
yang bermakna. Trombositopenia yang berkaitan dengan heparin biasanya terjadi
dalam minggu pertama terapi pada pasien yang sebelumnya memakai heparin.
Trombositopenia ini dapat terjadi setelah pemberian heparin intravena atau subkutan.
Hitung trombosit kembali normal dalam beberapa hari setelah heparin dihentikan.
Trombositopenia imbas heparin berbeda dengan trombositopenia imbas obat lain
dalam dua hal penting. Pertama, trombositopenia yang terjadi biasanya tidak terlalu
berat, dengan nadir jarang mencapai <20.000/μL. Kedua, trombositopenia imbas
heparin (HIT) tidak berhubungan dengan manifestasi perdarahan dan bahkan justru
meningkatkan risiko trombosis secara bermakna.
HIT disebabkan oleh Heparin yang mengikat platelet factor 4 (PF4) yang dilepaskan oleh
trombosit membentuk platelet factor 4(PF4)-heparin complex dalam sirkulasi darah.
Antibodi antiheparin/PF4 dapat mengaktifkan trombosit melalui reseptor FcγRIIa dan
kadang dapat mengaktifkan sel endothelial sehingga menyebabkan thrombosis
walaupun pada kondisi trombositopenia. Banyak pasien yang terpajan heparin akan
membentuk antibodi heparin/PF4 tetapi tidak ada konsekuensi apapun. Sebagian pasien
yang membentuk antibodi akan mengalami trombositopenia, dan sebagian pasien ini
(sampai dengan 50%) mengalami HIT dan trombosis (HITT).
Gambar 58.Patogenesis HIT
108 Hemostatis
F. THROMBOCYTOPENIC THROMBOTIC PURPURA(TTP)
TTP adalah sindrom klinis dengan mortalitas yang tinggi, ditandai dengan pembentukkan
mikrotrombin pada miskro vascular. Tanda klinis dari TTP adalah; trombositopenia
berat, anemia hemolitik mikroangiopati, demam, gejala neurologic seperti sakit kepala
dan stroke serta kalainan ginjal. Terdapat tiga tipe TTP yaitu; idiopatik, secondary dan
TTP didapat (Upshaw-Shulman). TTP idiopatik berhubungan dengan enzim, ADAMTS13
(A Disintegrin-like And Metalloprotease domain with TromboSpondin-type motifs),
bertanggung jawab untuk memecah vWF multimer. High-molecular-weight vWF pada
pasien TTP mencetus aggregasi trombosit invivo sehingga menimbulkan gejala klinis.
Secondary TTP ditemukan pada pasien dengan riwayat konsumsi obat tertentu, seperti
quinine, immunosuppressants atau beberapa sitotoksin yang digunakan pada obat
kemoterapi. Secondary TTP ditemukan pada pasien HIV, kelainan autoimun dan
transplantasi sumsum tulang allogenik. TTP didapat, merupakan penyakit keturunan
diakibatkan kekurangan ADAMTS13.
Pada keadaan normal, sel endothelial dan megakariosit mengeluarkan vWF multimer ke
dalam plasma. vWF multimer tersebut akan bergabung menjadi multimer besar yang
cukup efektif mencetus adhesi trombosit. Enzim protease plasma ADAMTS13
meregulasi aktivitas vWF dengan memecah multimer besar tersebut menjadi multimer
normal, sehingga mencegah adhesi trombosit. Pada pasien TTP yang kekurangan
ADAMTS13, multimer vWF yang besar akan terakumulasi di dalam plasma, menempel
pada permukaan sel endothelial dan mencetus adhesi trombosit atau aggregasi
trombosit intravascular sehingga mengaktifkan sistem koagulasi. Ikatan trombosit-fibrin
trombi pada mikrosirkulasi dapat menyebabkan iskemia jaringan atau infark yang
merupakan karakteristik TTP.
Gambar 59.Patogenesis TTP
Hemostatis 109
G. IMMUNE THROMBOCYTOPENIC PURPURA/IDIOPATHIC
THROMBOCYTOPENIC PURPURA (ITP)
ITP adalah suatu kondisi autoimun disebabkan oleh antibodi antitrombosit, yang
menyebabkan penurunan masa hidup trombosit. Antibodi tersebut umumnya adalah
IgG dan pada dasarnya ditujukan untuk menyerang antigen trombosit yaitu kompleks
GP IIb/IIIa dan GP Ib/IX. Antibodi antitrombosit tersebut berperan sebagai opsonin yang
akan dikenali oleh reseptor Fc IgG phagosit monoselular dari system RE sehingga
dihancurkan dan menyebabkan trombositopenia. Limpa merupakan lokasi utama
penghancuran trombosit. Semua usia dapat mengalami ITP, lebih sering pada wanita
dewasa muda. Pada usia dewasa, ITP adalah suatu penyakit kronik yang dapat
mengalami remisi dan relaps sepanjang waktu. Banyak pasien tidak membutuhkan
terapi; keputusan memulai terapi bersift individual, tergantung jumlah trombosit,
ada/tidaknya perdarahan dan gaya hidup pasien yang berhubungan dengan risiko
perdarahan. Pada pasien-pasien ITP dengan trombosit >30.000/µL, mortalitas
sehubungan dengan trombositopenianya tidak meningkat.
Gambar 60.Patogenesis ITP
H. BERNARD-SOULIER SYNDROME (BSS)
BSS merupakan kelainan perdarahan didapat/diturunkan secara auotosomal resesif.
Seseorang yang heterozigot seringkali tidak memperlihatkan gejala. BSS terjadi
dikarenakan adanya gangguan fungsi trombosit yang disebabkan oleh kelainan pada gen
untuk glikoprotein Ib/IX/V. Gen ini kode untuk suatu kelompok protein yang terkait
biasanya ditemukan pada permukaan trombosit, glikoprotein Ib/IX/reseptor V (juga
disebut faktor von Willebrand atau reseptor vWF). Karena reseptor ini tidak ada atau
110 Hemostatis
tidak berfungsi sebagaimana mestinya, trombosit tidak menempel pada dinding
pembuluh darah yang terluka sehingga darah tidak dapat membeku secara normal. Pada
pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan giant trombosit, jumlah trombosit pada
batas bawah nilai normal (borderline), adhesi trombosit abnormal, aggregasi ristocentin
abnormal, aggregasi thrombin normal atau menurun, aggregasi respon lainnya normal.
I. GLANZMANN THROMBASTHENIA
Kelainan platelet yang bersifat herediter atau genetik. Kelainan ini diturunkan secara
autosomal resesif. Pada kelainan ini terdapat defisiensi atau disfungsi pada kompleks
glikoprotein IIb/IIIa (GP IIb/IIIa) dari platelet. Gen-gen yang terkait dengan kelainan ini
terletak pada kromosom 17. Defek pada kompleks GP IIb/IIIa berakibat pada gangguan
aggregasi platelet dan memicu perdarahan berikutnya. Walaupun terdapat kelainan,
secara kuantitatif dan morfologi kondisi plalet biasanya normal. Secara klinis, penderita
mudah atau secara spontanmengalami memar, hematoma subkutan dan terdapat
petechia.
Ketika terjadi luka, reseptor GP IIb/IIIa berperan penting dalam proses perlekatan
platelet ke endotel. Saat kompleks GP IIb/IIIa teraktivasi, dia akan mengikat fibrinogen
pada ujungnya dan kompleks GP IIb/IIIa pada platelet lain dapat mengikat fibrinogen
yang sama pada ujung lainnya. Platelet yang berdekatan membentuk cross-linked (GP
IIb/IIIa–fibrinogen–GP IIb/IIIa) dan membentuk gumpalan platelet. Ketika kompleks GP
IIb/IIIa berfungsi secara abnormal atau kurang, platelet akan gagal berikatan satu
dengan yang lainnya sehingga bekuan tidak akan terbentuk.
Gambar 61.Glikoprotein trombosit pada kelainan fungsi trombosit
Hemostatis 111
J. TROMBOSITOSIS
Trombositosis merupakan suatu kondisi dimana jumlah trombosit ≥ 450.000/μL darah.
Evaluasi pasien dengan trombositosis harus mempertimbangkan riwayat pasien, hasil
pemeriksaan hematologi yang lain serta hasil hitung trombosit sebelumnya. Secara umum
trombosis terbagi menjadi trombosis palsu (spurious), reaktif dan klonal.
Trombositosis palsu
Trombosis palsu jarang ditemui. Trombosis palsu dicirikan dengan adanya struktur non
trombosit pada darah yang terhitung sebagai trombosit oleh alat otomatisasi
(hematology analyzer). Struktur yang dapat menyebabkan tromsitosis palsu antara
lain; kristal cryoglobulin yang berbentuk seperti jarum, fragmen sitoplasmik dari sel
leukimia yang beredaran di peredaran darah, bakteri serta mikrovesikel sel eritrosit
pada kondisi luka bakar masif. Untuk mengkonfirmasi adanya trombosis, dapat dilihat
pada sediaan apus darah.
Trombositosis reaktif
Ketika keadaan trombositosis sudah diketahui malalui sediaan apus darah, diagnosa
akan dilakukan untuk menentukan apakah trombositosis tersebut merupakan
trombositosis reaktif atau klonal. Langkah penting untuk diagnosa trombositosis
reaktif adalah melihat penyebab terjadinya kondisi trombosis. Pada pasien dewasa,
infeksi (akut), kerusakan jaringan, kelainan inflamasi kronis dan keganasan merupakan
penyebab trombositosis reaktif yang sering terjadi. Pada anak-anak, trombositosis
reaktif dapat disebabkan oleh hal-hal tersebut, anemia hemolitik terutama karena
Thalassemia merupakan etiologi yang sering. Trombopetin (TPO) merupakan regulator
primer pada proses pembentukkan trombosit, serta sitokin lain seperti IL-1, IL-4, IL-6,
IL-11, dan TNF berperan penting pada pembentukkan trombosit. Beberapa sitokin
tersebut berperan dalam respon inflamasi. Evaluasi trombositosis reaktif dan klonal
dapat dilakukan dengan melihat kadar sitokin tersebut yang beredar diperadaran
darah, IL-6 akan meningkat pada trombositosis reaktif tetapi tidak pada trombositosis
klonal. Pemeriksaan lain dapat dilakukan untuk menunjang diagnosa trombositosis
reaktif, antara lain, C-reactive protein (CRP), ferritin dan laju endap darah (LED),
dimana hasil tes tersebut akan meningkat pada trombositosis reaktif.
Trombositosis klonal
Ketika diagnosa trombositosis reaktif tidak ditemukan dan pasien masih mengalami
trombositosis, maka evaluasi harus dilakukan pada berbagai penyebab trombositosis
klonal. Klasik myeloproliferative neoplasm (MPNs) , chronic myeloid leukimia (CML),
polycythemia vera (PV) dan primary myelofibrosis (PMF) merupakan proses klonal
yang berhubungan dengan trombositosis. Penyakit-penyakit tersebut berhubungan
dengan pematangan sel mieloid dari hematopoetic stem cell.
112 Hemostatis
Gambar 62.Sediaan apus darah trombositosis
K. TROMBOSIS
Berdasarkan trias Virchow’s, trombosis dapat terjadi karena adanya disfungsi dinding
pembuluh darah, aliran darah dan komponen darah. Peningkatan enzim koagulasi baik dengan
atau tanpa muatan negatif dari phospholipid, dapat membentuk trombin. Pertama kali
trombosis dapat terbentuk karena ketidakseimbangan faktor pembekuan darah akibat
kelainan molekular didapat ataupun keturunan. Kedua, gangguan aliran darah akan
memperlambat aliran inhibitor faktor pembekuan darah, sehingga mencegah berkurangnya
faktor pembekuan darah yang aktif dan memyebabkan trombosit kontak dengan
endothelium. Ketiga, kerusakan endothelial akan terpapar pada zat-zat yang trombogenik
sehingga terjadi proses adhesi dan aktivasi trombosit serta faktor jaringan yang mengaktivasi
proses koagulasi. Terdapat beberapa mekanisme pembentukkan trombus, diantaranya :
Peranan sel darah pada pembentukkan trombosis vena
Selain zat-zat pro dan antikoagulan dari endothelium, hipoksia dapat meregulasi ekspresi
dari P-selectin pada endothelium sehingga mengaktivasi sel lekosit atau mikropartikel
lekosit yang mengandung faktor jaringan yang dapat menjadi nidus inisiasi dari respon
trombotik. Mikropartikel yang mengandung faktor jaringan berperan penting dalam
pembentukkan trombus karena dapat menginisiasi respon koagulasi.
Mekanisme stasis yang menginduksi trombosis
Banyak jalur antikoagulan alami yang diinduksi oleh komponen permukaan sel endothelial
seperti trombomodulin, EPCR, inhibitor faktor jaringan, heparin like proteoglycans. EPCR
dan trombin berikatan dengan trombomodulin menginisiasi jalur protein C sehingga
menginaktivasi kofaktor Va dan VIIIa, inaktivasi faktor jaringan yang menghalangi faktor
jaringan menginisiasi koagulasi dan heparin like proteoglycans menstimulasi aktivitas
inhibitor antitrombin melalui enzim koagulasi seperti trombin. Konsentrasi protein-
protein tersebut bervariasi sesuai rasio permukaan sel endothelial dengan volume darah.
Hemostatis 113
Oleh karena itu, ketika darah mengalir dari pembuluh darah yang besar ke pembuluh
darah kecil, kinerja antikoagulan alami meningkat drastis, karena area sel endothelial
yang terpapar lebih luas ketika di pembuluh darah kapiler dibandingkan dengan
pembuluh darah arteri dan vena. Kondisi stasis meningkatkan waktu paparan pada
pembuluh darah besar, mekanisme alami untuk mengkontrol koagulasi berdasarkan
interaksi antikoagulan pada mikrosirkulasi menjadi rusak dan cenderung membentuk
trombin.
Perubahan faktor koagulasi
Peningkatan faktor antikoagulan seperti faktor VIII, vWF, faktor VII dan protrombin,
berhubungan dengan peningkatan risiko trombosis. Meningkatnya risiko trombosis pada
peningkatan faktor VIII dikarenakan aktivasi yang tidak stabil, sehingga membentuk
trombus. Protrombin merupakan inhibitor efektif terhadap antikoagulan almi protein C.
Peningkatan protrombin dapat meningkatkan pembentukkan trombin serta menurunkan
aktivasi inhibisi protrombin.
Pengaruh usia pada risiko trombosis
Risiko trombosis terkait usia, dikarenakan peningkatan kadar proantikoagulan yang tidak
diikuti peningkatan antikoagulan alami.
Kehamilan
Kehamilan meningkatkan risiko trombosis vena. Peningkatan risiko terjada pada tiap
trisemester kehamilan dan masa setelah melahirkan. Faktor yang mempengaruhi risiko
trombosis adalah gangguan aliran darah dan perubahan hormonal.
Kanker
Kanker dapat meningkatkan risiko trombosis vena 6-10 kali. Partikel membran tumor
mengandung aktivitas prokoagulan seperti faktor jaringan, membran lipid yang
menstimulus respon koagulasi.
Antikoagulan lupus
Antikoagulan lupus dapat meningkatkan risiko trombosis dikarenakan antibodi mengikat
trombosit dan endothelium sehingga menimbulkan reaksi inflamasi. Antibodi tersebut
juga mengaktivasi komplemen. Reaksi inflamasi dapat meningkatkan risiko trambosis
arteri ataupun vena.
Trombosis paska operasi
Trombosis paska trombosis merupakan komplikasi operasi khusunya operasi pada lutut,
pinggul dan kanker. Pada operasi lutut dan pinggul, kerusakan pembuluh darah vena dan
kondisi stasis merupakan faktor yang berperan penting pada pembentukkan trombosis.
Zat-zat yang dilepaskan oleh daerah operasi pada aliran darah, dapat meningkatkan
proses koagulasi. Pada operasi pasien kanker, trombosis dapat terjadi karena lepasnya
proantikoagulan tumor, respon inflamasi pasien serta respon kemoterapi.
114 Hemostatis
Latihan
Untuk dapat memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah Latihan
berikut!
1) Jelaskan perbedaan petechial, purpura dan ekimosis
2) Jelaskan kelainan hemostasis Bernard-Soulier Syndrome
3) Jelaskan kelainan hemostasis Glanzmann Thrombasthenia
Ringkasan
1. Kelainan hemostasis biasanya digolongkan sesuai patogenesis, yaitu sistem vaskuler,
sistem trombosit dan sistem pembekuan darah.
2. Kelainan hemostasis terbagi atas kelainan hemostasis primer (perdarahan terjadi akibat
kerusakan pembuluh darah dan trombosit) dan kelainan hemostasis (bila terjadi
gangguan pada faktor koagulasi).
3. Petechiae merupakan bintik merah kecil dan bulat sempurna yang tidak menonjol akibat
perdarahan intradermal atau submukosa berdiameter kurang dari 2 mm.
4. Purpura merupakan kondisi dimana terjadi perubahan warna pada kulit atau selaput
lendir karena adanya perdarahan dari pembuluh darah kecil dengan ukuran lebih dari
sama dengan 3 mm.
5. Ekimosis terjadi akibat darah masuk ke lapisan endothelium hingga jaringan subkutan,
memiliki ukuran 1-2 cm.
6. Trombositopenia atau defisiensi trombosit, merupakan keadaan dimana trombosit
dalam sistim sirkulasi jumlahnya dibawah normal (<150.000/μl darah), biasanya
dijumpai pada penderita anemia, leukemia, infeksi virus dan protozoa yang diperantarai
oleh sistem imun.
7. Heparin-Induced Thrombocytopenia (HIT) merupakan keadaan trombositopenia yang
dapat terjadi setelah pemberian heparin intravena atau subkutan. Hitung trombosit
kembali normal dalam beberapa hari setelah heparin dihentikan.
8. Thrombocytopenic Thrombotic Purpura(TTP) ditandai dengan pembentukkan
mikrotrombin pada miskro vascular. Terdapat tiga tipe TTP yaitu; idiopatik, secondary
dan TTP didapat (Upshaw-Shulman).
Hemostatis 115
9. Immune Thrombocytopenic Purpura/Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP) adalah
suatu kondisi autoimun disebabkan oleh antibodi antitrombosit yang menyerang
antigen trombosit yaitu kompleks GP IIb/IIIa dan GP Ib/IX. Sehingga menyebabkan
penurunan masa hidup trombosit.
10. Bernard-Soulier Syndrome (BSS) merupakan kelainan perdarahan didapat/diturunkan
secara auotosomal dimanaterdapat gangguan fungsi trombosit yang disebabkan oleh
kelainan pada gen untuk glikoprotein Ib/IX/V.
11. Glanzmann Thrombasthenia merupakan kelainan platelet yang bersifat herediter atau
genetik yang diturunkan secara autosomal resesif dimana terdapat defisiensi atau
disfungsi pada kompleks glikoprotein IIb/IIIa (GP IIb/IIIa) dari platelet.
12. Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) adalah suatu keadaan dimana bekuan-
bekuan darah kecil tersebar di seluruh aliran darah, menyebabkan penyumbatan pada
pembuluh darah kecil dan berkurangnya faktor pembekuan yang diperlukan untuk
mengendalikan perdarahan.
116 Hemostatis
Tes 1
Pilihlah salah satu jawaban yang paling benar!
1) Immune Thrombocytopenic Purpura/Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP)
adalah suatu kondisi autoimun disebabkan oleh antibodi antitrombosit yang
menyerang antigen trombosit yaitu …
A. kompleks GP IIb/IIIa dan GP Ib/IX
B. glikoprotein Ib/IX/V
C. glikoprotein IIb/IIIa
D. faktor VIII
E. faktor IX
2) Bernard-Soulier Syndrome (BSS) merupakan kelainan perdarahan didapat/diturunkan
secara auotosomal dimana terdapat gangguan fungsi trombosit yang disebabkan oleh
kelainan pada ….
A. kompleks GP IIb/IIIa dan GP Ib/IX
B. glikoprotein Ib/IX/V
C. glikoprotein IIb/IIIa
D. faktor VIII
E. faktor IX
3) Glanzmann Thrombasthenia merupakan kelainan platelet yang bersifat herediter atau
genetik yang diturunkan secara autosomal resesif dimana terdapat defisiensi atau
disfungsi pada ….
A. kompleks GP IIb/IIIa dan GP Ib/IX
B. glikoprotein Ib/IX/V
C. glikoprotein IIb/IIIa
D. faktor VIII
E. faktor IX
Hemostatis 117
Topik 2
Kelainan Hemostasis Sekunder
A. VON WILLEBRAND’S FACTOR (VWF)
Penyakit von Willebrand bisa merupakan kelainan didapat ataupun keturunan yang
diturunkan secara autosomal. Kelainan pada penyakit von Willebrand berhubungan
dengan kurangnya gen vWF pada kromosom 12 dan ditandai dengan fungsi trombosit
yang tidak normal serta masa perdarahan yang memanjang.
vWF merupakan glikoprotein yang disintesis oleh sel endothelial dan megakariosit.
Sekitar 15% vWF yang bersirkulasi diproduksi oleh megakarosit. VWF pada trombosit
disimpan dalam granula alpha dan dikeluarkan ketika terdapat agonis sehingga
berikatan dengan komplek GP IIb/IIIa. vWF mempunyai dua fungsi dalam hemostasis,
yaitu mengaktivasi adhesi trombosit pada permukaan yang bersifat trombogenik,
seperti adhesi trombost pada pemukaan sel subendothelial ketika terjadi kerusakan
vaskuler atau adhesi antar trombosit pada pembentukkan thrombus serta berfungsi
sebagai carrier F VIII. Patogenitas penyakit vWF berdasarkan pada kelainan vWF secara
kuantitatif, kualitatif ataupun keduanya. Ketika terjadi kelainan pada vWF, maka masa
hidup F VIII akan berkurang apabila tidak terdapat vWF dikarenakan reaksi degradasi.
Penyakit vWF terbagi atas penyakit vWF keturunan, didapat dan pseudo-vWF.
B. HEMOPHILIA A
Hemophilia A disebut Hemofilia Klasik. Hemophilia A merupakan penyakit keturunan X-
linked resesif dimana terdapat kekurangan jumlah atau aktifitas factor VIII. Faktor VIII
merupakan kofaktor dari factor IX untuk mengaktivasi factor X pada proses koagulasi.
Berkurangnya jumlah atau fungsi faktor VIII dapat menyebabkan perdarahan
dikarenakan proses koagulasi yang tidak adekuat serta proses fibrinolisis yang tidak
berjalan dengan baik. Hemophilia merupakan penyakit sex-linked resesif, dimana gen
untuk factor VIII terdapat pada lengn panjang dari kromosom X. Hemophilia tidak akan
diturunkan ketika masih terdapat kromosom X yang normal. Hemophilia A
berkarakteristik perdarahan berlebihan sebagian besar bagian tubuh. Hematoma dan
Hemarthroses dapat terjadi pada penyakit ini. Gejala klinis dapat berupa perdarahan
spontan yang berulang dalam sendi, otot, maupun anggota tubuh yang lain. Hal ini dapat
berakibat kecacatan pada sendi dan otot, bahkan perdarahan berlanjut dapat
menyebabkan kematian pada usia dini. Apabila terjadilukasobek di permukaankulit,
darah akan terlihat mengalir keluar perlahan kemudian pasti menjadi kumpulan darah
yang lembek. Tetapi bila lukanya di bawah kulit, akan terjadi memar atau lebam
118 Hemostatis
kebiruan kendati luka itu berasal dari benturan. Bila perdarahan terjadi di persendian
dan otot, jaringan di sekitarnya dapat rusak, oleh karena itu hemofilia dapat
menyebabkan kelumpuhan.
Gambar 63.Pola keturunan Hemophilia
C. HEMOPHILIA B
Hemophilia B disebut juga dengan Christmas Disease. Ditemukan untuk pertama kalinya
pada seorang bernama Steven Christmas yang berasal dari Kanada. Pada Christmas
Disease ini, dijumpai defisiensi atau tidak adanya aktivitas faktor IX. Dibandingkan
dengan hemofilia A, kelainan ini lebih jarang ditemukan. Kelainan ini juga diturunkan
secara X-linked recessive dan gambaran kliniknya mirip Hemofilia A.
Seperti hemofilia A, penyakit ini ada yang disebabkan gangguan fungsional F IX (CRM+)
dan ada yang karena defisiensi F IX (CRM -). Pada pemeriksaan laboratorium juga
dijumpai masa tromboplastin parsial teraktivasi (APTT) yang memanjang, masa
protrombin plasma dan masa trombin normal. Untuk membedakan dengan hemofilia A
dilakukan pemeriksaan Thromboplastin Genetation Test (TGT). Pada Hemofilia B, hasil
TGT akan abnormal pada serum penderita.
Hemofilia A dan B mirip secara genetik, secara klinis, dan secara molekuler. Faktor
VIIIa (u/ hemofilia A) dan Faktor IXa (u/ hemofilia B) sama-sama berinteraksi secara
kooperatif untuk mengaktivasi Faktor X. Keduanya memiliki pola pewarisan yang terkait
gen X yang sama. Gen yang mengkode Faktor IX terletak dekat dengan gen Faktor VIII
Hemostatis 119
pada lengan panjang kromosom X. Faktor VIII menjadi kofaktor yang efektif untuk faktor
IX yang aktif, faktor VIII aktif, faktor IX aktif, fosfolipid dan juga kalsium bekerja sama
untuk membentuk fungsional aktifasi faktor X yang kompleks (”Xase”), sehingga
hilangnya atau kekurangan kedua faktor ini dapat mengakibatkan kehilangan atau
berkurangnya aktifitas faktor X yang aktif dimana berfungsi mengaktifkan protrombin
menjadi trombin, sehingga jiaka trombin mengalami penurunan pembekuan yang
dibentuk mudah pecah dan tidak bertahan mengakibatkan pendarahan yang berlebihan
dan sulit dalam penyembuhan luka.
D. FACTOR V LEIDEN TROMBOPHILIA
Trombophilia Factor V Leiden merupakan kelainan genetik yang ditandai dengan
respons antikoagulan yang buruk terhadap protein C (APC) yang diaktifkan dan
peningkatan risiko tromboemboli vena (VTE). APC merupakan protein antikoagulan
alami yang bekerja dengan cara memotong dan menginaktivasi prokoagulan factor Va
dan VIIIa sehingga menghentikan pembentukan thrombin. APC menginaktivasi factor Va
dengan memotong tiga bagian asam amino yang berbeda yaitu R (arginine) 306, R 506,
danR 679. Pada factor V Leiden substitusi asam amino arginine 506 oleh glutamin
sehingga factor Va resisten terhadap APC, proses inaktivasi menjadi lebih lambat 10 kali
lipatdan pembentukan thrombin meningkat. Pemotongan factor V pada posisi 506 juga
berfungsi sebagai cofactor (bersama dengan protein S) APC yang menginfaktivasi factor
VIIIa. Kurangnya aktivitas factor V dapat menyebabkan pembentukkan thrombin. Deep
vein thrombosis (DVT) adalah VTE yang paling umum, dengan kaki menjadi tempat yang
paling umum. Trombosis di tempat yang tidak umum jarang terjadi. Bukti menunjukkan
bahwa heterozigositas untuk varian Leiden paling banyak memiliki efek sederhana pada
risiko trombosis rekuren setelah pengobatan awal VTE pertama. Tidak mungkin faktor V
Leiden thrombophilia (yaitu heterozigositas atau homozigositas untuk varian Leiden)
merupakan faktor utama yang menyebabkan hilangnya kehamilan dan hasil kehamilan
buruk lainnya (preeklampsia, pembatasan pertumbuhan janin, dan abrupsio plasenta).
Ekspresi klinis faktor V Leiden thrombophilia dipengaruhi oleh berikut ini: Jumlah
varian Leiden (heterozigot memiliki sedikit peningkatan risiko trombosis vena;
homozigot memiliki risiko trombotik yang jauh lebih besar). Gangguan trombofilik
genetik yang ada, yang memiliki efek supra-aditif pada keseluruhan risiko trombotik.
Gangguan trombofilia yang diperoleh: sindrom antibodi antifosfolipid (APLA),
hemoglobinuria nokturnal paroksismal, gangguan mieloproliferatif, dan peningkatan
faktor penggumpalan darah. Faktor risiko yang luas termasuk namun tidak terbatas pada
kehamilan, kateter vena sentral, perjalanan, penggunaan kontrasepsi oral kombinasi
120 Hemostatis
kombinasi kombinasi kontrasepsi oral, HRT, modulator reseptor estrogen selektif
(SERMs), obesitas, cedera kaki, dan usia lanjut.
Trombofilia Factor V Leiden dicurigai pada individu dengan riwayat tromboemboli
vena (VTE) yang terwujud sebagai DVT atau emboli paru, terutama pada wanita dengan
riwayat VTE selama kehamilan atau berhubungan dengan penggunaan kontrasepsi
estrogen dan pada individu dengan riwayat trombosis rekuren pribadi atau keluarga.
Diagnosis faktor V Leiden thrombophilia dibentuk dalam sebuah proband dengan
identifikasi varian heterozigot atau homozigot c.1691G> varian (disebut varian faktor V
Leiden pada F5, faktor pengkodean gen V) bersamaan dengan tes koagulasi seperti uji
ketahanan APC.
E. DISSEMINATED INTRAVASCULAR COAGULATION (DIC)
Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) adalah suatu keadaan dimana
bekuan-bekuan darah kecil tersebar di seluruh aliran darah, menyebabkan
penyumbatan pada pembuluh darah kecil dan berkurangnya faktor pembekuan yang
diperlukan untuk mengendalikan perdarahan. Secara klinis, DIC ditandai oleh
thrombosis maupun perdarahan. DIC dihasilkan oleh aktivasi koagulasi lokal atau
sistemik yang tidak terkendali, yang menyebabkan deplesi faktor-faktor koagulasi dan
fibrinogen sampai dengan trombositopenia karena trombosit diaktifkan dan
dikonsumsi.
DIC merupakan komplikasi suatu penyakit. Berbagai penyakit yang mendasari DIC
yaitu, sepsis (koagulasi diaktifkan karena adanya lipopolisakarida), leukemia akut,
kanker, trauma, luka bakar, emboli cairan ketuban atau kematian pada kehamilan
(dilepasnya factor jaringan/tissue faktor). Aneurisma aorta dan hemangioma
kavernosum dapat memicu DIC melalui stasis vaskuler, bias gigitan ular dapat
menyebabkan DIC akibat adanya toksin eksogen.
Pada DIC awal, jumlah trombosit dan kadar fibrinogen masih dalam interval
normal, meskipun turun. Terjadi trombositopenia yang progresif (jarang sampai berat),
pemanjangan aPTT dan PT serta kadar fibrinogen yang rendah. Kadar D-dimer
umumnya akan meningkat akibat aktivasi koagulasi dan fibrin yang saling terhubung
secara difus. Tidak semua DIC digolongkan dalam darurat medis, hanya DIC fulminan
atau akut, sedang DIC dengan derajat yang terendah atau kompensasi bukan suatu
keadaan darurat. Namun perlu diwaspadai bahwa DIC derajat rendah dapat berubah
menjadi DIC fulminan, sehingga memerlukan pengobatan segera.
Hemostatis 121
Gambar 64.Patogenesis thrombosis, nekrosis iskemik jaringan dan perdarahan pada DIC
Latihan
Untuk dapat memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah Latihan
berikut!
1) Jelaskan perbedaan antara hemophilia A dan B
2) Bagaimana kelainan Factor V Leiden Trombophilia dapat menyebabkan VTE
3) Jelaskan mekanisme terjadinya DIC
Ringkasan
1. Hemophilia A merupakan penyakit keturunan X-linked resesif disebut juga dengan
hemophilia Klasik dimana terdapat kekurangan jumlah atau aktifitas faktor VIII.
2. Hemophilia Bmerupakan penyakit keturunan X-linked resesif disebut juga dengan
Christmas Disease, dimana terjadi defisiensi atau tidak adanya aktivitas faktor IX.
3. Trombophilia Factor V Leiden merupakan kelainan genetik yang ditandai dengan respons
antikoagulan yang buruk terhadap protein C (APC) yang diaktifkan dan peningkatan risiko
tromboemboli vena (VTE).
4. Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) adalah suatu keadaan dimana bekuan-
bekuan darah kecil tersebar di seluruh aliran darah, menyebabkan penyumbatan pada
pembuluh darah kecil dan berkurangnya faktor pembekuan yang diperlukan untuk
mengendalikan perdarahan.
122 Hemostatis
Tes 2
Pilihlah salah satu jawaban yang paling benar!
1) Hemophilia klasik terjadi karena adanya defisiensi jumlah atau aktivitas paktor
pembekuan …
A. VIII
B. IX
C. X
D. XI
E. XII
2) Kelainan trombophilia Factor V Leiden terjadi karena substitusi asam amino arginine
oleh asam amino …
A. Guanine
B. Glycine
C. Leucine
D. glutamin
E. Cysteine
3) Secara klinis Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) ditandai dengan adanya …
A. Trombus
B. Trombosis
C. Trombosit
D. Trombositosis
E. Trombin
Hemostatis 123
Kunci Jawaban Tes
Test Formatif 1
1) A.
2) B.
3) C.
Test Formatif 2
1) A.
2) D.
3) A.
124 Hemostatis
Glosarium
Autosomal : kromosom yang bukan kromosom seks
Gen resesif : gen lemah yang tidak dapat menunjukkan sifat yang dibawa jika berpasangan
dengan alela yang dominan ataupun normal
Opsonin : antibody yang bekerja merangsang sel lekosit untuk memfagosit antigen
atau kuman
Agonis : zat yang mengikat reseptor sehingga reseptor teraktivasi dan menghasilkan
respon biologis
Hemostatis 125
Daftar Pustaka
Esmon Charles T.,2009. Basic Mechanism and Pathogenesis of Venous Thrombosis, Howard
Hudges Medical Institute, September; 23(5): 225-229.
Fulllard John F.,2004. The role of the platelet glycoprotein IIb/IIIa in thrombosis and
haemostasis, Current Pharmaceutical Design vol. 10 Issue 14.
IDAI, 2005. Buku Ajar Hematologi-Onkologi Anak Jakarta: Balai Penerbit IDAI
Kujovich Jody Lynn, 2011. Factor V Leiden Trombophilia. Journal Genetics in Medicine volume
13, number 1, January.
Kumar David R., et al., 2010. Virchow’s Contribution to the Understanding of Thrombosis and
Cellular Biology, Clinical Medicine & Researsh Volume 8, Number ¾: 168-172.
Molenda MA, Sroa N, Campbell SM, Becthel MA, Opremack EM., 2010. Peroxide asa Novel
Treatment for Ecchymoses. J ClinAesthetDermatol. Nov; 3(11):36-383.
Nayak Ramadas et al., 2012. Essential in Hematology and Clinical Pathology, India: Jaypee
Brothers Medical Publisher.
Setiabudy, Rahajuningsih D., 2009. Hemostasis dan Trombosis Edisi Keempat, Jakarta:Balai
Penerbit FKUI.
Sianipar Nicholas Benedictus, 2014. Trombositopenia dan Berbagai Penyebabnya, Malang:
CDK-217/vol 41 no. 6.
Sona P.S., Lingam Muthu, 2010. Hemophilia – an Overview, International Journal of
Pharmaceutical Science Review and Research. Volume 5, Issue 1, November-
December; Article 004.
Sylvia A.Price., Lloraine M.Wilson., 2003. Patofisiologi klinik proses-proses penyakit vol. 1,
Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC.
Turgeon Mary Louise, 2012. Clinical Hematology Theory and Procedures Fifth edition,
PHILADELPHIA: Lippincott Williams & Wilkins
126 Hemostatis
Bab 7
PENGANTAR PEMERIKSAAN
HEMOSTASIS
Dewi Astuti,AMAK.,S.Si.,M.Biomed
Pendahuluan
S
eperti yang telah anda pelajari pada bab sebelumnya, hemostasis merupakan
mekanisme yang penting pada tubuh. Hemostasis merupakan proses yang penting
dalam mencegah perdarahan dalam tubuh seseorang.Seperti yang telah diterangkan
pada bab sebelumnya, proses hemostasis dipengaruhi oleh kemampuan vaskular pembuluh
darah dalam melakukan proses vasokonstriksi, fungsi selular yang dipengaruhi jumlah dan
fungsi trombosit, fungsi biokimia hemostasis dalam membentuk benang fibrin dan poses
fibrinolisis.
Untuk mengetahui tentang kemampuan mekanisme hemostasis pada tubuh seseorang,
maka dapat dilakukan pemeriksaan yang dapat menilai fungsi vaskular, selular dan biokimia.
Pada bab ini akan dibahas tentang jenis-jenis pemeriksaan hemostasis yang dapat menilai
fungsi vaskular, selular dan biokimia. Selain jenis pemeriksaan, akan dibahas juga tentang
persiapan alat dan bahan yang diperlukan pada pemeriksaan tersebut.
Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan jenis-jenis
pemeriksaan hemostasis, memilih bahan penunjang yang dibutuhkan untuk persiapan dan
pengelolaan spesimen, memilih reagensia yang akan digunakan untuk pemeriksaan
hemostasis, mengevaluasi spesimen darah sesuai kriteria untuk analisis di laboratorium serta
memilih peralatan yang akan digunakan untuk analisis darah.
Hemostatis 127
Topik 1
Jenis-jenis pemeriksaan hemostasis
A. PEMERIKSAAN FUNGSI VASKULAR
A. 1. Pemeriksaan Rumple leede
Seperti yang anda pelajari pada bab sebelumnya, ketika terjadi perdarahan, maka
pembuluh darah akan mengeluarkan zat-zat seperti serotonin, epinefrin, dan5-
hidroksitriptamin sehingga pembuluh darah akan menyempit (vasokontriksi) yang
menyebabkan volume darah yang keluar dari tubuh menjadi lebih sedikit (gambar 65). Untuk
menilai kemampuan vaskular pada tubuh seseorang terhadap mekanisme tersebut, maka
dapat dilakukan pemeriksaan rumple leede dan masa perdarahan.
Gambar 65.Vasokontriksi pembuluh darah
Pemeriksaan rumple leede merupakan pemeriksaan dimana pembuluh darah
dibendung menggunakan spignomanometer pada tekanan tertentu selama 10 menit. Apabila
pembuluh vaskuler tidak kuat menahan tekanan yang diberikan, maka darah akan akan keluar
dari pembuluh darah dan terlihat sebagai bercak merah pada permukaan kulit (petechia)
(Gambar 66).Tekanan darah pada saat pembendungan merupakan nilai tengah antara
tekanan darah sistole dengan diastole.
Contoh : Pemeriksaan tekanan darah seorang pasien yang akan melakukan pemeriksaan
rumple leede adalah 120/80 mmHg (sistole 120 mmHg, diastole 80 mmHg),
120+80
maka tekanan spigmomanometer pada uji rumple leede = = 100 mmHg.
2
128 Hemostatis
Gambar 66. Petechia dan purpura
Pada pemeriksaan rumple leede hasil positif dapat diketahui jika pada lingkaran
berdiameter 5 cm, kira-kira 4 cm distal dari fossa cubiti terbentuk petechia (bercak merah)
sebanyak lebih dari 10 petechia.Hasil positif juga dapat disimpulkan apabila terdapat banyak
pechia pada bagian daerah distal sekitar pergelangan tangan. Hasil positif memperlihatkan
bahwa kemampuan vaskuler pasien tidak baik ketika terjadi tekanan pada pembuluh darah.
Hasil negatif dapat disimpulkan apabila tidak terdapat petechia pada lingkaran
berdiameter 5 cm, kira-kira4 cm distal dari fossa cubiti. Hal tersebut memperlihatkan bahwa
kemampuan vaskuler pasien tersebut baik, ketika terjadi tekanan pada pembuluh darah.
Hasil pemeriksaan rumple leede tidak hanya dipengaruhi oleh kemampuan vaskular,
akan tetapi dipengaruhi juga oleh jumlah dan fungsi trombosit. Pada pemeriksaan rumple
leede, pembuluh vaskuler ditekan pada tekanan tertentu menggunakan spigmomanometer,
ketika pembuluh darah tidak kuat menahan tekanan, maka darah akan keluar dari pembuluh
darah dan terlihat sebagai bercak merah. Hal tersebut dapat dihambat apabila pasien tersebut
mempunyai trombosit dengan jumlah dan fungsi yang normal/baik. Ketika darah akan keluar
dari pembuluh darah, maka trombosit akan membentuk sumbat trombosit, sehingga tidak
terlihat petechia pada permukaan kulit pasien. Akan tetapi ketika jumlah ataupun fungsi
trombosit tidak berfungsi normal, maka akan lebih mudah terbentuk petechia.
Uji rumple leede dapat positif ketika dilakukan pada pasien dengan kondisi
trombositopenia, seperti pasien demam berdarah. Uji tidak boleh dilakukan apabila sebelum
pelaksaan pemeriksaan, pasien sudah mengalami pupura atau ekimosis. Apabila uji rumple
leede dilakukan setelah pemeriksaan masa perdarahan metode Ivy, maka waktu
pembendungan dilakukan selama lima menit.
A. 2. Pemeriksaan masa perdarahan
Selain pemeriksaan rumple leede, kemampuan vaskuler pada proses hemostasis dapat
dilakukan dengan menguji masa perdarahan. Pemeriksaan masa perdarahan dilakukan untuk
menentukan lamanya perdarahan ketika terjadi perlukaan pada pembuluh darah
kapiler.Terdapat dua metode pemeriksaan masa perdarahan, yaitu metode Duke dan Ivy.
Metode duke, perlukaan pembuluh darah kapiler dilakukan pada daerah cuping telinga,
sedangkan metode Ivy, perlukaan dilakukan pada bagian voler lengan. Seperti uji rumple
leede, pemeriksaan masa perdarahan dapat dilakukan untuk menilai kemampuan vaskuler
pembuluh darah ketika terjadi perdarahan, akan tetapi uji ini dipengaruhi juga oleh jumlah
serta fungsi trombosit.
Pemeriksaan masa perdarahan metode Duke, dilakukan penusukan pembuluh kapiler
pada anak daun telinga, setelah anak daun telinga tersebut diantisepsis menggunakan kapas
alkohol 70%. Ketika tetes darah keluar dari daerah tusukan, maka stopwatch dinyalakan. Tetes
Hemostatis 129
darah tersebut diserap menggunakan kertas saring setiap 30 detik hingga luka tertutup (tidak
terdapat darah pada kertas saring). Pada metode ini, kondisi pasien normal jika luka pada
pasien terhenti antara 1-3 menit.
Pemeriksaan masa perdarahan metode Ivy, dilakukan pembendungan pada lengan yang
akan diuji menggunakan spigmomanometer pada tekanan 40 mmHg. Setelah dilakukan
pembendungan, bagian voler lengan diantisepsis menggunakan alkohol 70% dan dibiarkan
mengering. Setelah alkohol mengering, dilakukan penusukan bagian voler lengan pasien.
Ketika terlihat tetes darah pertama pada daerah tusukan, makastopwatch dinyalakan. Tetes
darah tersebut diserap menggunakan kertas saring setiap 30 detik hingga luka tertutup (tidak
terdapat darah pada kertas saring). Pada metode ini, kondisi pasien normal jika luka pada
pasien terhenti antara 1-6 menit.
Pada metode Ivy, tetes darah pertama harus memiliki diameter 5 mm. Ketika diameter
tetes pertama < 5mm, maka dikhawatirkan tusukan kurang dalam. Jika diameter tetes
pertama < 5mm, maka perlu dilakukan penusukan ulang. Selain dari dimeter tusukan pertama,
tusukan yang kurang dalam dapat diketahui ketika masa perdarahan kurang dari satu menit.
Apabila pada pemeriksaan masa perdarahan metode Ivy didapat hasil lebih dari 10
menit, maka pemeriksaan perlu diulang. Hal tersebut dikarenakan kekhawatiran tertusuknya
pembuluh darah vena ketika penusukan bagian voler lengan pasien. Apabila hasil uji ulang
masih didapat masa perdarahan lebih dari 10 menit, maka dapat membuktikan terdapatnya
kelainan pada proses hemostasis.
B. PEMERIKSAAN FUNGSI SELULAR
Sesuai dengan pembahasan pada bab sebelumnya, trombosit merupakan bagian sel
yang berperan dalam proses pembekuan darah dengan melakukan proses adhesi, agregasi
primer, agregasi sekunder dan reaksi pelepasan. Apabila jumlah ataupun fungsi dari trombosit
tidak normal, maka proses pembekuan darah dapat terhambat dan masa perdarahan akan
memanjang. Untuk mengetahui hal tersebut, maka perlu dilakukan pemeriksaan terhadap
jumlah serta fungsi dari trombosit.
B. 1. Pemeriksaan jumlah trombosit
Jumlah trombosit dapat diketahui dengan melakukan perhitungan sel trombosit, baik
menggunakan alat otomatisasi ataupun menggunakan metode manual. Perhitungan sel
trombosit pada alat otomatisas dapatmenggunakan berbagai macam metode, seperti
electrical impedance, flowcitometri dan flowresensi flowsitometri
Metode electrical impedance disebut juga dengan Coulter principle. Alat otomatisasi
dengan metode impedance, menghitung sel berdasarkan ukuran sel. Pada metode electrical
impedance sel dihitung berdasarkan ukuran sel. Sel dalam darah akan melewati oriface/celah,
dimana sel yang tersebut akan melewati celah satu persatu dan mengganggu aliran listrik
130 Hemostatis
ketika melewati celah. Besar gangguan aliran listrik sebanding dengan ukuran sel. Metode ini
mempunyai kekurangan yaitu, apabila sel trombosit yang melalui oriface (celah) lebih besar
dari normal (giant trombosit), maka alat dapat salah melakukan pembacaan, sel trombosit
akan dihitung sebagai sel eritrosit atau lekosit. Kesalahan pembacaan dapat juga terjadi ketika
terdapat kelainan sel eritrosit seperti sel eritrosit terfragmentasi. Pada kondisi tersebut, sel
eritrosit terfragmentasi dapat terbaca sebagai sel trombosit. Untuk menghindari kesalahan-
kesalahan pembacaan, maka dapat dilihat flaging pada alat otomatisasi tersebut.
Gambar 67.Prinsip kerja metode electrical impedance
Alat otomatisasi metode flowcitometri menghitung sel menggunakan sinar laser. Setiap
sel dalam darah sampel akan melewati celah yang disinari oleh sinar laser. Sinar laser tersebut
akan diserap oleh sel dan sinar yang berpendar akan dideteksi oleh alat dari beberapa sudut.
Pada alat ini dapat diketahui diameter serta morfologi sel lekosit (granula dan kompleksitas),
oleh karena itu alat ini dapat menghitung jenis sel lekosit 5 jenis.
Gambar 68.Prinsip kerja metode flowcytometri
Alat otomatisasi metode flouresensi flowsitometri mempunyai prinsip seperti alat
flowsitometri, hanya saja dilakukan penambahan reagensia flowresensi untuk menghitung sel
Hemostatis 131
spesifik. Pewarnaan flowresensi akan menginformasikan rasio inti sel dan plasma dari setiap
sel yang diwarnai, sehingga berguna dalam membedakan sel trombosit, eritrosit berinti dan
retikulosit.
Gambar 69.Prinsip kerja metode Flouresensi flowcitometri
Penghitungan jumlah trombosit, selain menggunakan alat otomatisasi, dapat juga
dilakukan secara manual. Perhitungan secara menual dilakukan dengan mengencerkan darah
sampel menggunakan larutan tertentu. Pelarut yang digunakan antara lain, amonium oxalat
dan Rees Ecker. Setelah dilakukan pengenceran, sel trombosit akan dihitung menggunakan
2
bilik hitung Improved Neubauer dengan luas lapang pandang 1mm . Jumlah sel trombosit
setiap mikroliter darah dihitung berdasarkan volume pengenceran dan volume lapang
pandang perhitungan sel. Pada penggunaan larutan amonium oxalat, sel lain selain trombosit
akan lisis, sedangkan pada penggunaan larutan Rees ecker sel yang tidak dilisiskan adalah sel
trombosit dan sel eritrosit. Perhitungan jumlah sel trombosit secara manual, selain dihitung
secara langsung menggunakan pelarut tertentu, dapat juga dilakukan dengan menggunakan
metode tidak langsung, yaitu menghitung sel trombosit pada SAD (sediaan apus darah). Pada
metode tersebut, sel trombosit dihitung terhadap 1000 sel eritrosit. Metode tersebut,
dikatakan sebagai metode manual tak langsung, karena untuk menentukan jumlah sel
trombosit/μL darah, selain menghitung sel darah pada SAD per 1000 sel eritrosit, TLM juga
harus menghitung jumlah eritrosit /μL darah.
B. 2. Pemeriksaan fungsi trombosit
132 Hemostatis
Pada proses hemostasis, trombosit berfungsi untuk membentuk sumbat trombosit, agar
perdarahan dapat terhenti. Untuk mengetahui fungsi trombosit, dapat dilakukan pemeriksaan
agregasi trombosit. Pemeriksaan agregasi trombosit dapat dilakukan menggunakan alat
aggregometer. Selain untuk menilai fungsi trombosit, pemeriksaan agregasi trombosit dapat
digunakan untuk membantu diagnosa hyperkoagulasi yang dapat menyebabkan trombosis
akibat terbentuknya trombus.
C. PEMERIKSAAN FUNGSI BIOKIMIA
Pada proses hemostasis, selain vaskuler dan sel trombosit, faktor pembekuan darah juga
berperan penting proses pembentukkan benang fibrin. Faktor pembekuan darah antara lain :
Tabel 1. Faktor pembekuan darah
I Fibrinogen
II Protrombin
III Jaringan tromboplastin
IV Kalsium
V Faktor labil, proakselerin
VI -
VII Faktor stabil, prokonvertin
VIII Globulin antihemolifilik (AHG), faktor A antihemofilik
IX Faktor Chrismas, komponen tromboplastin plasma (PTC)
X Faktor Stuart, Faktor Prower
XI Plasma tromboplastin antecedent, Faktor Antihemofilik C
XII Faktor Hageman, Faktor kontak
XIII Faktor penstabil fibrin, Fibrinase
High Molucular Weight Kininogen (HMWK), Faktor Fitzgerald
Prekalikrein, faktor Fletcher
Pembentukaan benang fibrin dapat distimulus oleh jalur intrinsik ataupun jalur ekstrinsik.
Jalur Intrinsik meliputi fase kontak dan pembentukkan kompleks aktivator F.X. Adanya kontak
antara F.XII dengan permukaan asing seperti serat kolagen akan mengaktivasi F.XII menjadi
FXIIa. Dengan adanya kofaktor HMWK, F.XIIa akan mengubah prekalikrein menjadi kalikrein.
F.XIIa akan mengubah F. XI menjadi XIa. F.XIa dengan bantuan ion kalsium akan mengubah
F.IX menjadi F.IXa. Reaksi terakhir jalur ekstinsik adalah interaksi non enzimatik antara F.IXa,
PF.3, F.VIII dan ion kalsium membentuk kompleks yang mengaktifkan F.X. Jalur ekstrinsik
terdiri dari reaksi tunggal dimana F.VII akan diaktifkan menjadi F.VIIa dengan adanya ion
Hemostatis 133
kalsium dan tromboplastin jaringan yang dikeluarkan oleh pembuluh darah yang luka.
Selanjutnya F.VIIa akan mengaktifkan F.X menjadi F.Xa. Jalur bersama meliputi pembentukkan
protrombin converting complex (protrombinase), aktivasi protrombin dan pembentukkan
fibrin. Reaksi pertama pada jalur bersama adalah perubahan F.X menjadi F.Xa. FXa bersama
F.V, PF.3, dan ion kalsium membentuk protrombin converting complex yang akan mengubah
protrombin menjadi trombin. Trombin selanjutnya akan mengubah fibrinogen menjadi fibrin.
Gambar 70.Pembentukkan benang fibrin
C. 1. Pemeriksaan kelainan jalur intrinsik
Koagulasi jalur intrinsik melibatkan aktivasi faktor kontak prekalikrein, HMWK, faktor XII
dan XI. Faktor-faktor ini berinteraksi pada permukaan untuk mengaktifkan faktor IX menjadi
IXa. Faktor IXa bereaksi dengan faktor VIII, PF3, dan kalsium untuk mengaktifkan faktor X
menjadi Xa. Bersama faktor V, faktor Xa mengaktifkan protrombin (faktor II) menjadi trombin,
yang selanjutnya mengubah fibrinogen menjadi fibrin. Pemeriksaan kelainan jalur intrinsik
dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat kelainan pada faktor-faktor pembekuan darah
pada jalur ini, seperti faktor XII, IX, X, VIII, V, II, I. Jenis pemeriksaan yang dapat dilakukan
antara lain pemeriksaan aPTT (activated Partial Tromboplastin Time).
C. 2. Pemeriksaan kelainan jalur ekstrinsik
134 Hemostatis
Koagulasi jalur ekstrinsik distimulus oleh masuknya tromboplastin jaringan ke dalam
sirkulasi darah. Tromboplastin jaringan berasal dari phospolipoprotein dan membran organel
dari sel-sel jaringan yang terganggu. Faktor VII akan mengikat fosfolipid pada membran seldan
jaringan membentuk faktor VIIa, yang merupakan enzim kuat yang mampu mengaktifkan
faktor X menjadi Xa bersama dengan ion kalsium terionisasi. Pemeriksaan kelainan jalur
ekstrinsik dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat kelainan pada faktor-faktor
pembekuan darah pada jalur ini. Jenis pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain
pemeriksaan PT (Protrombin Time).
Latihan
Untuk dapat memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah Latihan
berikut!
1) Proses hemostasis dipengaruhi oleh tiga hal, sebutkan !
2) Penilaian fungsi vaskuler dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan ?
3) Pemeriksaan jumlah sel trombosit dapat dilakukan dengan mengencerkan darah
menggunakan larutan .... dan ...., jelaskan perbedaan hasil pada penggunaan kedua
larutan tersebut.
4) Pembentukkan benang-benang fibrin dapat terstimulus oleh jalur intrinsik ataupun
jalur ekstrinsik. Jalur ekstrinsik dicetus pertama kali oleh faktor ...
Ringkasan
1. Proses hemostasis dipengaruhi oleh vaskular, selular dan biokimia, untuk mengetahui/
membantu diagnosa kelainan hemostasis, maka ketiga faktor tersebut harus diperiksa.
2. Uji kemampuan vaskular dapat dilaksanakan dengan melakukan uji Rumple leede dan
masa perdarahan
3. Uji selular dilakukan dengan menghitung jumlah trombosit, baik menggunakan metode
manual ataupun menggunakan alat otomatisasi.
4. Selain melakukan hitung jumlah trombosit, uji selular dapat dilakukan dengan menguji
fungsi trombosit (uji agregasi trombosit).
Hemostatis 135
5. Uji biokimia dilakukan dengan menguji faktor intrinsik dan ekstrinsik, seperti melakukan
uji aPTT, PT, PRT, Trombin time, Fibrinogen.
Tes 1
Pilihlah salah satu jawaban yang paling benar!
1) Pada proses perdarahan, tubuh akan mengeluarkan zat serotonin, epinefrin, dan
5-hidroksitriptamin yang menyebabkan ....
A. Perdarahan terhenti
B. Agregasi trombosit
C. Stimulus perlekatan trombosit ke daerah luka
D. Vasokontriksi
E. Fibrinolisis
2) Pemeriksaan Rumple leede dilakukan pada pasien dengan tekanan darah 120/80 mmHg,
maka pembendungan lengan pasien dilakukan pada tekanan ... mmHg
A. 50
B. 60
C. 80
D. 100
E. 120
3) Pemeriksaan masa perdarahan metode Ivy, dilakukan perlukaan pada bagian voler
lengan. Pemeriksaan harus dilakukan ulang apabila diameter tetes pertama .... mm
A. < 5
B. 5
C. > 5
D. < 10
E. 10
4) Pemeriksaan masa perdarahan metode Ivy, dilakukan pembendungan pada bagian voler
lengan. Pembendungan lengan pasien dilakukan pada tekanan ... mmHg
A. 10
B. 20
C. 30
136 Hemostatis
D. 40
E. 50
5) Pada pemeriksaan hitung jumlah trombosit, larutan pengencer yang dapat digunakan
adalah ...
A. Turk
B. Rees Ecker
C. Hayem
D. New methilen blue
E. Eosin
Hemostatis 137
Topik 2
Persiapan alat pemeriksaan hemostasis
A. PERSIAPAN ALAT PENGAMBILAN DARAH SPESIMEN UJI HEMOSTASIS
Pemeriksaan hemostasis meliputi pemeriksaan terhadap vaskular, selular dan biokimia.
Pada pemeriksaan vaskular dilakukan perlukaan pada pembuluh kapiler sedangkan pada
pemeriksaan selular dan biokimia dilakukan pengambilan darah pembuluh darah vena.
A.1. Perlukaan pembuluh darah kapiler pada pemeriksaan masa perdarahan
Perlukaan pembuluh darah kapiler dilakukan dengan menggunakan alat dan bahan
sebagai berikut :
i. Kapas alkohol
ii. Lancet
iii. Autoklik
Tahapan perlukaan pembuluh darah kapiler adalah sebagai berikut :
a. Alat dan bahan disiapkan.
b. Bagian yang akan ditusuk diantisepsis menggunakan kapas alkohol.
c. Bagian yang akan ditusuk difiksasi, lalu dilakukan penusukan pembuluh darah kapiler.
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada perlukaan pembuluh darah kapiler antara lain :
Jarum dan kapas alkohol yang digunakan steril dan disposible (satu kali pakai)
Antisepsis daerah tusukan dilakukan dengan cara melingkar satu arah dari bagian
dalam ke luar.
Tusukan harus cukup dalam (diameter serapan tetes pertama minimal 5mm)
A.2. Pengambilan darah vena
Pengambilan darah vena menggunakan Evacuate tube system (ETS) dilakukan dengan
menggunakan alat dan bahan sebagai berikut :
i. Torniquette
ii. Kapas alkohol
iii. Holder
iv. Jarum
v. Tabung vakum berisi antikoagulan Na-Sitrat
vi. Kasa kering
138 Hemostatis
Tahapan pengambilan darah vena adalah sebagai berikut :
a. Alat dan bahan disiapkan.
b. Torniquette dipasang di bagian atas lengan lalu dilakukan palpasi untuk menentukan
posisi vena
c. Torniquette dikendurkan lalu bagian yang akan ditusuk diantisepsis menggunakan
kapas alkohol.
d. Torniquette dikencangkan kembali, lalu bagian yang akan ditusuk difiksasi dan
dilakukan penusukan pembuluh darah vena.
e. Ketika jarum masuk kedalam pembuluh darah vena, tabung ETS ditusukkan ke sisi
jarum yang lain.
f. Ketika darah mengalir ke dalam tabung, torniqutte dikendurkan.
g. Posisi jarum dipertahankan hingga tabung vacuatte terisi sesuai volume (batas tabung)
h. Ketika volume tabung terisi, kapas bersih dan kering diletakkan dibagian atas tusukan
jarum, tabung dilepaskan dari jarum lalu jarum dikeluarkan dari lumen vena dan bekas
luka tusukan ditutup dengan kapas bersih dan kering.
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pengambilan darah vena antara lain :
Jarum dan kapas alkohol yang digunakan steril dan disposible (satu kali pakai)
Antisepsis daerah tusukan dilakukan dengan cara melingkar satu arah dari bagian
dalam ke luar.
Torniquette harus dilepaskan atau dikendurkan secepatnya setelah tabung pertama
terisi (pembendungan kurang dari satu menit)
Tusukan yang dilakukan harus clean venipunture (tanpa reposisi)
Antikoagulan yang digunakan sesuai baik jenis ataupun takaran
Penampung yang digunakan terbuat dari plastik atau gelas yang dilapisi silikon
Disarankan menggunakan ukuran jarum minimal 20G
Homogenisasi tabung dilakukan sesuai agar tidak terdapat bekuan darah.
Urutan pengambilan darah harus sesuai dengan anjuran WHO/ICSH. Urutan tabung
adalah tabung kultur/steril, tabung koagulasi, tabung tanpa antikoagulan lalu tabung
dengan antikoagulan
Pembuangan tabung pertama ketika pengambilan sampel pemeriksaan hemostasis
dilakukan ketika sampel diambil menggunakan butterfly system atau menggunakan
alat kateter intravena.
Volume tabung harus terisi >90%
Tabung diberi label identitas, seperti nama pasien, tanggal lahir pasien dan nomor
laboratorium
Darah diambil pada pasien yang telah berpuasa selama 8 jam
Hemostatis 139
Pasien tidak diambil darah dalam keadaan stres
B. PERSIAPAN ALAT UJI SAMPEL UJI HEMOSTASIS
B.1. Pemeriksaan vaskular
Pemeriksaan vaskular meliputi pemeriksaan rumple leede dan masa perdarahan. Pada
pemeriksaan tersebut harus dipastikan alat-alat yang digunakan berfungsi dengan baik. Untuk
alat yang digunakan untuk perlukaan pembuluh darah kapiler, alat harus steril. Sebelum
digunakan, alat harus diuji terlebih dahulu dan sebaiknya dikalibrasi secara berkala. Alat-alat
yang digunakan untuk pemeriksaan rumple leede antara lain :
a. Sfigmomanometer
Digunakan untuk melakukan pembendungan pembuluh darah kapiler selama waktu
tertentu. Sfigmomanometer air raksa sebelum penggunaannya, harus dilihat apakah
air raksa dalam keadaan baik (tidak pecah). Perlu diuji juga apakah tekanan
Sfigmomanometer stabil (tidak turun selama dilakukan penahan pada posisi tertentu)
Gambar 71.Sfigmomanometer
b. Timer
Digunakan untuk mengatur waktu pembendungan, sehingga pembendungan
dilakukan dengan waktu yang sesuai. Timer yang akan digunakan, harus dipastikan
berfungsi dengan baik. Cara penggunaan tombol timer (start/mulai serta
stop/berhenti) serta waktu setiap putaran harus diperhatikan agar tidak terjadi
kesalahan penggunaan ketika proses pemeriksaan pasien.
140 Hemostatis
Gambar 72.Timer
Alat-alat yang digunakan untuk pemeriksaan masa perdarahan metode Ivy antara lain :
a. Sfigmomanometer
Digunakan untuk melakukan pembendungan pembuluh darah kapiler selama waktu
tertentu. Sfigmomanometer air raksa sebelum penggunaannya, harus dilihat apakah
air raksa dalam keadaan baik (tidak pecah). Perlu diuji juga apakah tekanan
Sfigmomanometer stabil (tidak turun selama dilakukan penahan pada posisi tertentu)
b. Timer
Digunakan untuk menghitung waktu perdarahan hingga perdarahan berhenti.
Sebelum digunakan, harus dipastikan timer berfungsi baik. Cara penggunaan tombol
timer (start/mulai serta stop/berhenti) serta waktu setiap putaran harus diperhatikan
agar tidak terjadi kesalahan penggunaan ketika proses pemeriksaan pasien.
c. Lancet
Digunakan untuk menusuk pembuluh darah kapiler. Lancet yang digunakan harus steril
dan hanya digunakan untuk satu kali penusukan
Gambar 73.Lancet
d. Autoklik
Merupakan alat bantu untuk melakukan penusukan pembuluh darah kapiler. Perlu
diperhatikan jenis autoklik yang digunakan serta kedalaman tusukan. Aturan
kedalaman tusukan disesuaikan dengan kondisi pasien, seperti pasien bayi penusukan
tidak sedalam pasien dewasa. Kedalaman tusukan dapat disesuaikan dengan mengatur
angka pada bagian atas autoklik, semakin besar angka yang dipilih, maka tusukan
jarum akan semakin dalam.
Hemostatis 141
Gambar 74.Autoklik
e. Kertas saring
Digunakan untuk menyerap setiap tetesan darah yang dikeluarkan oleh luka akibat
penusukan pembuluh darah kapiler.
Gambar 75.Kertas saring
B.2. Pemeriksaan selular
Pemeriksaan selular terkait dengan fungsi hemostasis, dapat dilakukan dengan
menghitung jumlah trombosit dan menilai fungsi trombosit.
Alat-alat yang digunakan untuk pemeriksaan hitung jumlah trombosit antara lain :
a. Mikropipet
Digunakan untuk melakukan pengenceran sampel oleh larutan pengencer (amonium
oxalat / Rees Ecker). Mikropipet harus dikalibrasi secara berkala. Terdapat berbagai
macam jenis miikropipet, fix micropipette dan adjustable micropipette. Fix
micropipette adalah jenis mikropipette dengan satu jenis ukuran, misalnya mikropipet
20 μL dapat mengambil cairan dengan volume 20 μL saja. Adjustable micropipette
merupkan jenis mikropipet yang dapat digunakan untuk mengambil beberapa ukuran
volume cairan, seperti adjustablemicropipette 100 - 1000 μL, dapat digunakan untuk
mengambil cairan dengan volume 100 sampai dengan 1000 μL.
142 Hemostatis
Gambar 76.Mikropipet
b. Tip
Digunakan sebagai wadah cairan ketika mengambil cairan menggunakan mikropipet.
Terdapat berbagai macam ukuran tip, mulai dari tip putih yang digunakan untuk
mengambil cairan dengan volume yang kecil sekali (0,5 μL), Tip kuning dapat digunakan
untuk mengambil cairan mulai dari 10 μL hingga 200 μL dan tip biru yang digunakan
untuk mengambil cairan mulai dari 100 μL hingga 1000 μL.Tip sebaiknya digunakan
hanya satu kali (Disposible) untuk menghindari kontaminasi sampel.
Gambar 77.Tip
c. Tabung reaksi
Digunakan untuk menampung sampel dan larutan pengencer ketika proses
pengenceran. Tabung reaksi yang digunakan harus dalam keadaan bersih dan kering.
Gambar 78. Tabung reaksi
d. Hemocitometer
Hemocitometer merupakan alat hitung jumlah sel darah seperti sel lekosit, eritrosit
dan trombosit. Hemositometer terdiri atas bilik hitung Improved Neubauer, pipet
Thoma dengan bola merah, pipet Thoma dengan bola putih, selang dan kaca penutup.
Hemostatis 143