Daftar Isi Sambutan Ketua Jurusan Farmasi i Panitia pelaksana.................................................................................................................... iv Dewan Redaksi ...................................................................................................................... iv Topik Seminar....................................................................................................................... v Daftar Isi ................................................................................................................................. xvii Prosiding Hal Pelayanan Swamedikasi Obat Wajib Apotek pada Pasien di Apotek Wilayah Jombang dan Lamongan Self-Medication Services For Patients At Pharmacies In The Jombang And Lamongan Regions Adinugraha Amarullah, Mila Ayu Puji Lestari, Sifa’ Atin Nisa 1 Konsumsi Madu dan Tablet Fe Terhadap Kenaikan Kadar Hb Ibu Hamil Consumption Of Honey And Fe Tablets On The Increase Of Hb Levels Of Pregnant Women Anggraini, Dainty Matenity, Yulina Wati 8 Identifikasi Zat Pewarna Kimia Sintetis Dan Dampak Kesehatan Pengrajin Batik Sasirangan Desa Kertak Hanyar Identification Of Synthetic Chemical Dyes And The Health Impact Of Sasirangan Batik Craftsmen In Kertak Hanyar Village Darini Kurniawati, Nur Hidayah 18 Pengaruh Karakteristik Dengan Medication Beliefs Pada Pasien Diabetes Mellitus The Effect Of Characteristics With Medication Beliefs In Diabetes Mellitus Patients Dian Oktianti, Sikni Retno K., Andrey Wahyudi 28 Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Dan Fraksi Batang Kuning (Fibraurea Tinctoria Lour.) Terhadap Bakteri Eschrichia Coli dan Staphylococcus Aureus Antibacterial Activity Test Of Extract And Fraction Batang Kuning (Fibraurea Tinctoria Lour.) To Escherichia Coli And Staphylococcus Aureus Lusi Mardika Ariyanti, Supomo, Hayatus Sa’adah, Eka Siswanto Syamsul, Kintoko, Hardi Astuti Witasari 35 Pemanfaatan Ekstrak Kulit Buah Naga Merah ( Hylocereus Polyrizus) Dalam Formulasi Tinted Lip Dan Cheek Balm Utilization Of Red Dragon Fruit Skin Extract (Hylocereus Polyrizus) In Formulatin Tinted Lip And Cheek Balm Pradea Indah Lukito, Youstiana Dwi Rusita 47 Perbandingan Metode Ekstraksi Terhadap Aktivitas Antioksidan Dan Flavonoid Total Ekstrak Etanol 70% Daun Tandui (Mangifera Rufocostata Kosterm.) Comparison Of Extraction Methods On Antioxidant Activity And Total Flavonoid Content Of 70% Ethanol Extract Of Tandui Leaves (Mangifera Rufocostata Kosterm.)
Revita Saputri, Eka Fitri Susiani, Zulfa, Dewi Gita Ramadhanty 55 Uji Hedonik Biskuit Bekatul (Rice Bran) Dengan Pewarna Alami Secang (Caesalpinia Sappan L) Hedonic Test Of Bekatul (Rice Bran) Biscuit With Secang (Caesalpinia Sappan L) Natural Dyes Indri Kusuma Dewi, Riska Nur Aini 64 Gambaran Penggunaan Obat Off Label Pada Pasien Rawat Jalan Di Instalasi Farmasi Rumah Sakit The Use Of Off Label Medicines In Outcome Patients In A Hospital Pharmaceutical Installation Rosaria Ika Pratiwi, Adila Prabasiwi, Sari Prabandari 69 Analisis FAKTOR Yang Mempengaruhi Biaya Perawatan Dan Tarif Ina-Cbg’s Pada Pasien Hidrosefalus Anak Dengan Tindakan Ventrikular Shunt (Penelitian Dilakukan Di Rsud Dr. Soetomo Surabaya) Analysis Of Factor Affecting The Total Cost And Ina-Cbgs Claim In Pediatrics Hydrocephalus Patient With Ventricular-Shunt Procedure (Research In Dr. Soetomo Teaching Hospital Surabaya) Shofiatul Fajriyah, Didik Hasmono, Wihasto Suryaningtyas, Nun Zairina 76 Evaluasi Mutu Simplisia Rimpang Temulawak (Curcuma Xanthorrhiza Roxb.) Di Pasar Besar Klaten Quality Evaluation Of Dryed Curcuma Rhizomes (Curcuma Xanthorrhiza Roxb.) In Klaten Traditional Market Sinta Mulia, Sunarmi 86 Uji Sensitivitas Handsanitizer Dengan Kandungan Triclosan Terhadap Bakteri Staphylococcus Aureus Handsanitizer Sensitivity Test With Triclosan Content Against Staphylococcus Aureus Supriani, Muhamad Fauzi Ramadhan, Uswatun Khasanah, Laela Umu Sofiyah, Kholifatun Nadariyah 94 Inovasi Kreatif Produk Pangan Fungsional Granola Bar Dengan Bahan Ikan Gabus Dan Kacang Hijau Sebagai Makanan Tambahan Untuk Mencegah Stunting Creative Innovation Of Functional Food Products Granola Bar With Ingredients Of Snakehead Fish And Green Beans As Additional Foods To Prevent Stunting Pradina Arifah Nurcahyani, Pramita Yuli Pratiwi 99 Persepsi Pasien Menurut B-Ipq (Brief Illness Perception Questionnaire) Versi Indonesia Dan Profil Pengobatan Pasien Cld (Chronic Liver Disease) Di Rumah Sakit Umum Daerah Pontianak Patient's Perception According To B-Ipq (Brief Illness Perception Questionnaire) Indonesian Version And Treatment Profile Of Cld (Chronic Liver Disease) Patients In Pontianak Regional General Hospital M. Akib Yuswar, Eka Kartika Untari, Luh Ketut Purnima, Widyaningsih Bandem 106
Perbandingan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Dan Buah Kapulaga (Amomum compactum) dengan Metode Dpph (1,1-Difenil-2-Pikrilhidrazil) Comparison Of Antioxidant Activity Of Kapulaga’S (Amomum compactum) Leaves And Fruit Ethanol Extract With Dpph Method (1,1-Difenil-2-Picrylhydrazil) Pramita Yuli Pratiwi, Farisya Nurhaeni, Aditya Fitriasari, Tikadyan Herdyaningtyas 118
Prosiding Webinar dan Call For Papers ““ENTREPENEURSHIP KEFARMASIAN DI MASA PANDEMI DENGAN PEMANFAATAN E-COMMERCE” No ISSN : xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx 1 PELAYANAN SWAMEDIKASI OBAT WAJIB APOTEK PADA PASIEN DI APOTEK WILAYAH JOMBANG DAN LAMONGAN SELF-MEDICATION SERVICES FOR PATIENTS AT PHARMACIES IN THE JOMBANG AND LAMONGAN REGIONS Adinugraha Amarullah1*) , Mila Ayu Puji Lestari1) , Sifa’ Atin Nisa1) 1 STIKES Rumah Sakit Anwar Medika , Jl. ByPass Krian KM 33, Sidoarjo, Jawa Timur, Indonesia * e-mail: [email protected] ABSTRAK Pelayanan kefarmasian merupakan salah satu pelayanan medis Indonesia yang perlu mengalihkan fokusnya dari drug-oriented menjadi patient-oriented. Swamedikasi merupakan upaya individu dengan memilih dan menggunakan obat-obatan untuk mengobati penyakit atau gejala yang dikenali sendiri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelayanan swamedikasi obat wajib apotek di apotek kabupaten Jombang dan Lamongan, dengan menggunakan teknik random sampling, sebanyak 49 apotek di lamongan dan 45 apotek di jombang sebagai sampel. Pada pengumpulan data digunakan metode simulasi pasien. Instrumen yang digunakan berupa check list, skenario dan protokol penelitian. Penelitian ini sudah mendapatkan persetujuan izin etik dari Komisi Etika Penelitian Keterangan Kelaikan Etik dengan nomor persetujuan etik 088/HRECC.FODM/III/2021 yang telah dibuat oleh komisi etik penelitian kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Didapatkan hasil, pada tahapan pasien assesment hanya 6 (6,38%) apotek yang melakukan, tahapan penentuan rekomendasi ada 94 (100%) apotek yang melakukan. Dan pada hasil pemberian informasi terdapat 34 (36,17%) apotek yang melakukan. Dari penelitian ini peran apoteker dan tenaga farmasi lainnya dalam melakukan pelayanan swamedikasi obat wajib apotek masih kurang dan perlu ditingkatkan. Kata kunci: Swamedikasi, Obat Wajib Apotek, Simulasi Pasien. ABSTRACT Pharmaceutical services are one of medical services in Indonesia that need to change their focus from drug-oriented to patient-oriented. Self-medication is an individual's effort to choose and use medicines to treat self-recognized diseases or symptoms. This study aims to determine the pharmacy only medicine self-medication services at pharmacies in Jombang and Lamongan districts, using random sampling techniques, as many as 49 pharmacies in Lamongan and 45 pharmacies in Jombang as samples. The data collection method used patient simulation. The instruments used are check lists, scenarios and research protocols. This research has received ethical approval from the Ethics Committee for Research on Ethical Eligibility with the ethical approval number 088/HRECC.FODM/III/2021 which was made by the health research ethics commission of the Faculty of Medicine, Airlangga University. The results were obtained, at the
Prosiding Webinar dan Call For Papers ““ENTREPENEURSHIP KEFARMASIAN DI MASA PANDEMI DENGAN PEMANFAATAN E-COMMERCE” No ISSN : xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx 2 patient assessment stage only 6 (6.38%) pharmacies did, the stage of determining recommendations there were 94 (100%) pharmacies that did. And on the results of providing information there are 34 (36.17%) pharmacies that do. From this research, the role of pharmacists and other pharmacists in performing pharmacy only medicine self-medication services at pharmacies is still lacking and needs to be improved. Keywords: Self-medication, Pharmacy Compulsory Drugs, Patient Simulation. PENDAHULUAN Pelayanan kefarmasian merupakan salah satu pelayanan medis di Indonesia yang perlu diubah fokusnya dari orientasi obat menjadi orientasi pasien. Kegiatan awal pelayanan kefarmasian difokuskan pada pengelolaan obat sebagai komoditas yang harus ditransformasikan menjadi pelayanan yang komprehensif untuk meningkatkan kualitas hidup pasien (Ihsan, 2014). Pengobatan sendiri adalah upaya individu untuk memilih dan menggunakan obat untuk mengobati penyakit atau gejala yang dikenali sendiri. (Aswad, dkk., 2019). Pengobatan sendiri berarti mengobati semua keluhan dengan obat yang dapat dibeli bebas di apotek atau toko obat dengan inisiatif atau disiplin diri tanpa berkonsultasi dengan dokter. Pengobatan sendiri harus dilakukan sesuai dengan penyakit yang mendasarinya, dan penerapannya harus memenuhi sebanyak mungkin kriteria penggunaan obat yang rasional. Kriteria obat yang rasional meliputi ketepatan pemilihan obat, perhitungan dosis yang benar, tidak ada efek samping, tidak ada kontraindikasi, tidak ada interaksi obat, dan tidak ada obat ganda. (Muharni, S., dkk., 2015). Atas dasar hasil Susenas 2019 (penelitian sosial-ekonomi) pada tahun 2019, BPS mengamati bahwa ada 71,46% orang di Indonesia yang melakukan Swamedikasi. Nilai ini relatif lebih tinggi daripada persentase warga yang mereka lihat untuk perawatan dokter 28,54%. Namun, dalam pengobatan sendiri sering terjadi kesalahan, terutama karena obat dan dosis yang tidak tepat. Harahap (2017) menunjukkan bahwa pelaksanaan swamedikasi masih sering dilakukan secara tidak rasional sebesar 40,6% dan rasional sebesar 59,4%. Penggunaan obat secara sewenang-wenang tidak wajar karena kesalahan pemilihan obat 18,7%, dosis obat 34,5%. Jika kesalahan ini terjadi terus menerus dalam waktu lama, bisa berbahaya bagi kesehatan. Pengobatan sendiri sering digunakan untuk mengobati penyakit ringan dan penyakit yang dialami banyak orang, seperti demam, nyeri, flu, pusing, batuk, cacingan, diare, penyakit peradangan lambung, kulit dan penyakit lainnya. Pengobatan sendiri merupakan metode alternatif yang digunakan oleh masyarakat untuk meningkatkan keterjangkauan pengobatan (Husni & Nurul, 2018). Menurut hasil penelitian (Harahap., dkk., 2017) mengatakan bahwa keluhan yang sering dialami pasien pada saat swamedikasi sebesar 51,2% adalah nyeri. Nyeri adalah sensasi yang menandakan bahwa tubuh sedang mengalami kerusakan jaringan, peradangan, atau gangguan yang lebih serius seperti kegagalan sistem saraf. Rasa sakit dapat diatasi dengan mengkonsumsi obat analgesik. Sebanyak 50,6% analgesik-antipiretik digunakan saat swamedikasi pada keluhan nyeri (Harahap., dkk., 2017). Asam mefenamat dan metampiron termasuk analgesik yang sering digunakan untuk swamedikasi nyeri ringan sampai nyeri sedang oleh masyarakat. Asam mefenamat dan metampiron merupakan obat keras dalam daftar obat wajib apotek sehingga dapat dibeli tanpa adanya resep dari dokter (Menteri Kesehatan RI, 1990). Beberapa efek samping yang sering dilaporkan pada penggunaan asam mefenamat yaitu muntah , mual, atau gangguan sistem pencernaan (Panglia., dkk, 2016). Penggunaan
Prosiding Webinar dan Call For Papers ““ENTREPENEURSHIP KEFARMASIAN DI MASA PANDEMI DENGAN PEMANFAATAN E-COMMERCE” No ISSN : xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx 3 obat metampiron secara swamedikasi sebanyak 65,4% lebih banyak daripada penggunaan dengan resep dokter sebesar 32,76% (Kurniawati, dkk., 2012). Oleh karena itu Dalam melakukan pengobatan sendiri, masyarakat berhak mendapatkan informasi yang akurat, benar, lengkap, objektif sehingga masyarakat dapat melakukan pengobatan sendiri secara aman dan efektif. Sehingga, apoteker dan petugas farmasi lainnya berperan penting dalam proses swamedikasi antara pasien dan apoteker. (Muharni, S., et al., 2015). Penelitian dilakukan pada Apotek wilayah Jombang dan Lamongan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan profil tentang pelayanan pengobatan mandiri/ swamedikasi pasien di apotek. Metode simulasi pasien digunakan dalam penelitian ini, karena metode simulasi pasien lebih reliabel untuk mengevaluasi praktek konseling apoteker (Galistaini, G.F., dkk, 2014). METODE Metode penelitian observasional deskriptif dilakukan pada 45 Apotek di wilayah Jombang dan 49 apotek di wilayah Lamongan dengan teknik random sampling. Memiliki populasi yaitu, seluruh apotek yang berada di wilayah Jombang dan Lamongan yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi penelitian. Dari seluruh populasi didapatkan sampel sebanyak 49 apotek sebagai sampel dengan perhitungan menggunakan rumus slovin. Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan februari-april 2021. Metode simulasi pasien digunakan dalam pengambilan data sampel, dengan menggunakan surveyor yang dilatih untuk berkunjung ke apotek dan berperan dalam skenario penelitian. Yang dimaksud dengan seseorang yang dilatih tersebut adalah dari peneliti sendiri yang telah ditraining terlebih dahulu. Analisis data yang digunakan berupa statistik deskriptif dengan pengolahan data menggunakan Microsoft Excel dengan penyajian data dalam tabel, grafik dan diagram. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada tabel 1 menunjukkan distribusi pemberi informasi. Pemberi informasi dalam penelitian ini terdapat 49 petugas apotek yang memberikan informasi obat dengan berbagai macam jenjang terakhir pendidikan, diantaranya 6 (6,38%) Apoteker, 4 (4,2%) S1 Farmasi, 27 (28,72%) DIII Farmasi, 42 (44,68%) SMKF, 3 (3,19%) Bidan, 11 (11,7%) SMA, dan 1 (1,1%) Akuntansi. Tabel 1. Distribusi Pemberi Informasi Pemberi Informasi Kelompok Jombang Lamongan Total Apoteker 5 (11,11%) 1 (2,04%) 6 (6,38%) S1 Farmasi 2 (4,4%) 2 (4,08%) 4 (4,2%) DIII Farmasi 15 (33,33%) 12 (24,49%) 27 (28,72%) SMK Farmasi 19 (42,22%) 23 (46,94%) 42 (44,68%) Bidan - 3 (6,12%) 3 (3,19%) SMA 4 (8,89%) 7 (14,29%) 11 (11,7%) SMK Akuntansi - 1 (2,04%) 1 (1,1%) Jumlah 45 (100%) 49 (100%) 94 (100%) Berdasarkan hasil penelitian terdapat 94 petugas apotek dengan berbagai macam jenjang pendidikan terakhir. Di kabupaten Lamongan sendiri terdapat 4 sekolah
Prosiding Webinar dan Call For Papers ““ENTREPENEURSHIP KEFARMASIAN DI MASA PANDEMI DENGAN PEMANFAATAN E-COMMERCE” No ISSN : xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx 4 menengah kejuruan farmasi sehingga menyebabkan tenaga teknis kefarmasian lebih banyak daripada apoteker. Selanjutnya untuk petugas apotek yang status pendidikannya diluar dari farmasi disebabkan karena untuk mencari tenaga teknis kefarmasian lebih susah, karena tenaga teknis kefarmasian (DIII Farmasi dan S1 Farmasi) Lebih suka bekerja di rumah sakit daripada di apotek dan beberapa orang terus melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi (Muharni S., dkk., 2017). Padahal menurut PERMENKES RI 2016, Pekerjaan kefarmasian di apotek harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki pengetahuan dan kewenangan di bidang kefarmasian, seperti apoteker dan tenaga teknis kefarmasian. Dalam pelayanan pengobatan mandiri, untuk menjamin kualitas pelayanan maka perlu dilakukan tahapan-tahapan pelaksanaan pelayanan tersebut. Langkah-langkah ini dimulai dengan patient assesment, penentuan rekomendasi, penyerahan obat dan pemberian informasi (Muharni, S.,dkk, 2017). Pada tabel 2 menunjukkan distribusi data profil patient assesment. Pada tabel tersebut menunjukkan bahwa terdapat 88 sampel apotek yang tidak melakukan patient assesment dan 6 sampel apotek yang melakukan patient assesment, adapun pertanyaan yang diakses oleh petugas apotek diantaranya 3 (3,2%) menanyakan tentang untuk siapa obat tersebut diberikan?, 2 (2,1%) menanyakan alamat pasien, 6 (6,4%) menanyakan umur pasien, 4 (4,3%) menanyakan apa saja gejala yang timbul, dan 3 (3,2%) menanyakan sudah berapa lama sakitnya. Sedangkan pertanyaan yang tidak diakses sama sekali oleh petugas apotek meliputi, nomor telpon pasien, tindakan apa yang sudah dilakukan, apakah sudah pernah menggunakan obat tersebut, apakah sudah mengetahui cara penggunaanya, apakah pasien mengkonsumsi obat lain, apakah pasien memiliki riwayat alergi obat. Tabel 2. Distribusi Data Profil Patient Assesment Pengumpulan Informasi Dari Pasien Jumlah Apotek Jombang Jumlah Apotek Lamongan Total Ya (%) Tidak (%) Ya (%) Tidak (%) Ya (%) Tidak (%) a. Untuk siapa obat tersebut diberikan ? 1 (2.2%) 44 (97.8%) 2 (4,1%) 47 (95,9%) 3 (3,2%) 91 (96,8) b. Alamat pasien 1 (2.22%) 44 (97.8%) 1 (2%) 48 (98%) 2 (2,1%) 92 (97,9%) c. Nomor telpon pasien 0 (0%) 45 (100%) 0 (0%) 49 (100%) 0 (0%) 94 (100%) d. Umur paisen 4 (8.9%) 41 (91.1%) 2 (4%) 47 (96%) 6 (6,4%) 88 (93,6%) e. Apa saja gejala yang dialami ? 0 (0%) 45 (100%) 4 (8,2%) 45 (91,8%) 4 (4,3%) 90 (95,7%) f. Berapa lama gejala timbul 0 (0%) 45 (100%) 3 (6,1%) 46 (93,9%) 3 (3,2%) 91 (96,8%) g. Tindakan apa yang sudah dilakukan 0 (0%) 45 (100%) 0 (0%) 49 (100%) 0 (0%) 94 (100%) h. Apakah sudah pernah menggunakan terapi obat? 0 (0%) 45 (100%) 0 (0%) 49 (100%) 0 (0%) 94 (100%) i. Apakah mengetahui cara pemakaian obat? 0 (0%) 45 (100%) 0 (0%) 49 (100%) 0 (0%) 94 (100%) j. Apakah Pasien Sedang Mengkonsumsi obat Lain ? 0 (0%) 45 (100%) 0 (0%) 49 (100%) 0 (0%) 94 (100%) k. Apakah Pasien memiliki alergi obat ? 0 (0%) 45 (100%) 0 (0%) 49 (100%) 0 (0%) 94 (100%)
Prosiding Webinar dan Call For Papers ““ENTREPENEURSHIP KEFARMASIAN DI MASA PANDEMI DENGAN PEMANFAATAN E-COMMERCE” No ISSN : xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx 5 Penggalian informasi terkait patient assesment yang kurang dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu kurangnya pemahaman tentang pelaksanaan patient assesment pada pelayanan swamedikasi. Sebagai seorang apoteker harus dapat mengajukan pertanyaan untuk mengumpulkan informasi dari pasien (Blenkinsopp & Paxton, 2002). Faktor lain yang mungkin mempengaruhi dari rendahnya sikap staf apotek dalam melakukan patient assesment dapat terjadi karena Petugas apotek beranggapan bahwa pasien yang datang berobat sendiri sudah memahami penyakit yang dialaminya dan obat yang akan dibelinya. Jadi petugas apotek tidak mengambil informasi dari pasien (Muharni, S., dkk, 2017). Selain itu, dapat disebabkan karena pelayanan swamedikasi tidak dilayani langsung oleh apoteker, sehingga pengetahuan tentang pelayanan obat relatif lebih rendah dari apoteker. Hasil dari penggalian patient assesment dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam penentuan rekomendasi. Berdasarkan hasil penilaian pasien, rekomendasi yang tepat dapat dibuat. Hasil dari penggalian patient assesment dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam penentuan rekomendasi. Pada tabel 3 menunjukkan distribusi data penentuan rekomendasi. Pada tabel tersebut dari 94 sampel apotek, terdapat 33 (67,35%) apotek yang memberikan rekomendasi tentang jumlah obat yang akan diterima, 16 (32,65%) apotek memberikan rekomendasi terkait pergantian obat generik/paten dan 49 (100%) apotek memberikan rekomendasi terkait harga obat. Penentuan rekomendasi terkait jumlah obat, berkaitan dengan kebutuhan obat yang akan digunakan oleh pasien. Pada pergantian merk obat, berkaitan dengan saran pergantian obat dari generik ke paten. Penginformasian harga obat bertujuan untuk memberikan penawaran terkait harga dan juga sebagai persetujuan dalam jual beli. Tabel 3. Distribusi Data Penentuan Rekomendasi Penentuan Rekomendasi Jumlah Apotek Jombang Jumlah Apotek Lamongan Total Ya (%) Tidak (%) Ya (%) Tidak (%) Ya (%) Tidak (%) Jumlah Obat 0 (0%) 45 (100%) 33 (67,4%) 16 (32,6%) 33 (35,1%) 61 (64,9%) Pergantian Merek Obat 24 (53.3%) 21 (46.7%) 16 (32,7%) 33 (67,3%) 40 (42,6%) 54 (57,4%) Harga obat 45 (100%) 0 (0%) 49 (100%) 0 (0%) 94 (100%) 0 (0%) Berdasarkan hasil rekomendasi yang diperoleh, dapat dikatakan sudah tepat. Karena pada skenario penelitian, pasien sedang mengalami nyeri ringan selama 1 hari yang bisa diatasi dengan swamedikasi menggunakan obat metampiron atau asam mefenamat. Asam mefenamat termasuk obat keras yang tergolong dalam daftar obat wajib apotek yang mempunyai khasiat sebagai antiradang, antipiretik dan analgesik (Menteri Kesehatan RI, 1990). Dalam kasus pengobatan sendiri, apoteker harus menyarankan pasien untuk mencari pertolongan medis segera jika perlu, jika pengobatan sendiri dianggap tidak cukup. (DEPKES, 2006). Berdasarkan hasil rekomendasi harga obat yang diperoleh, menunjukkan bahwa harga obat yang direkomendasikan masih dapat dijangkau oleh pasien dan masyarakat umum. Menurut (Trisna, 2016), Peran farmakoekonomi sangat penting dalam pemilihan rekomendasi pengobatan yang tersedia untuk membuat pelayanan kesehatan menjadi lebih efisien dan hemat biaya. Saat ini, informasi terkait farmakoekonomi dianggap sama pentingnya dengan informasi tentang khasiat dan keamanan obat dalam memutuskan obat mana yang akan digunakan.
Prosiding Webinar dan Call For Papers ““ENTREPENEURSHIP KEFARMASIAN DI MASA PANDEMI DENGAN PEMANFAATAN E-COMMERCE” No ISSN : xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx 6 Pada tabel 4 menjelaskan terkait hasil data pemberian informasi, dari 94 apotek yang memberikan penjelasan terkait tujuan terapi obat sebanyak 5 (5,3%), aturan pakai obat 5 (5,3%) dan efek samping obat sebanyak 2 (2,1%). Untuk pemberian informasi terkait nama obat, indikasi obat, cara penyimpanan obat, makanan dan minuman yang harus dihindari tidak ada staf apotek yang menjelaskan sama sekali. Pemberian informasi obat bertujuan untuk mendukung penggunaan obat yang rasional, monitoring penggunaan obat agar mengetahui tujuan akhir serta kemungkingan terjadinya kesalahan pengobatan (medication error). Pemberian informasi obat ini juga merupakan bagian dari edukasi, agar pasien benar-benar mengerti obat apa yang harus digunakan, serta cara menggunakannya dengan benar (Muharni.,dkk, 2015). Tenaga kefarmasian yang berada diapotek harus memberikan informasi yang meliputi, dosis obat, khasiat obat, efek samping, cara pemakaian, waktu pemakaian obat, lama pemakaian, kontra indikasi, hal yang harus diperhatikan saat minum obat, apa yang harus dilakukan jika lupa minum obat, cara menyimpan obat, cara merawat sisa obat, dan cara membedakan obat yang baik dan yang rusak (Depkes RI, 2006). Dalam penelitian ini pemberian informasi obat yang dilakukan oleh staf apotek terbilang kurang. Kurangnya pemberian informasi obat kemungkinan karena staf apotek menganggap bahwa pelaku swamedikasi sudah mengetahui dosis dan aturan pakai obat yang akan dikonsumsi (Muharni, S.,dkk. 2015). Obat ini dapat ditangani dengan dosis yang tepat dan waktu yang tepat. Jadi jika obat digunakan dengan dosis yang berlebihan, akan menyebabkan keracunan. Dan apabila digunakan dengan dosis yang lebih kecil tidak akan dapat menimbulkan efek terapeutik yang bersifat menyembuhkan (Wardoyo & Oktarlina, 2019). Oleh karena itu pentingnya pemberian informasi ini kepada pasien bertujuan untuk mengoptimalkan hasil terapi obat dan tujuan medis agar efek terapi obat dapat tercapai (Abdullah, 2010). Tabel 4. Distribusi Data Pemberian Informasi Pengumpulan informasi pasien Jumlah Apotek Jombang Jumlah Apotek Lamongan Total Ya (%) Tidak (%) Ya (%) Tidak (%) Ya (%) Tidak (%) Nama obat 0 (0%) 45 (100%) 0 (0%) 49 (100%) 0 (0%) 94 (100%) Indikasi obat 0 (0%) 45 (100%) 0 (0%) 49 (100%) 0 (0%) 94 (100%) Tujuan terapi obat 1 (2.2%) 44 (97.8%) 4 (8,2%) 45 (91,8%) 5 (5,3%) 89 (94,7%) Aturan pakai obat 1 (2.2%) 44 (97.8%) 4 (8,2%) 45 (91,8%) 5 (5,3%) 89 (94,7%) Efek samping 0 (0%) 45 (100%) 2 (4,1%) 47 (95,9%) 2 (2,1%) 92 (97,9%) Gejala efek samping 0 (0%) 45 (100%) 1 (2%) 48 (98%) 1 (1%) 94 (100%) Pengatasan efek samping 0 (0%) 45 (100%) 1 (2%) 48 (98%) 1 (1%) 94 (100%) Makanan dan minuman yang harus di hindari 0 (0%) 45 (100%) 0 (0%) 49 (100%) 0 (0%) 94 (100%) Cara penyimpanan obat 0 (0%) 45 (100%) 0 (0%) 49 (100%) 0 (0%) 94 (100%) Saran 0 (0%) 45 (100%) 1 (2%) 48 (98%) 1 (1%) 94 (100%) Apoteker merupakan salah satu profesi medis yang berperan penting sebagai pemberi informasi dalam pemberian pelayanan pengobatan sendiri. (Depkes RI, 2006). Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009, mengatakan bahwa salah satu pekerjaan kefarmasian yang harus dilakukan apoteker adalah pelayanan informasi obat. Apoteker perlu lebih berpengetahuan tentang obat-obatan dan bertanggung jawab untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Karena jika pemberian informasi obat dalam pelayanan pengobatan sendiri tidak dilakukan dengan benar, maka kemungkinan efek
Prosiding Webinar dan Call For Papers ““ENTREPENEURSHIP KEFARMASIAN DI MASA PANDEMI DENGAN PEMANFAATAN E-COMMERCE” No ISSN : xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx 7 terapeutik yang diharapkan tidak akan tercapai dan tidak akan memenuhi harapan pasien. KESIMPULAN Patient assessment yang dilakukan oleh petugas apotek pada pelayanan swamedikasi obat wajib apotek pada pasien di apotek wilayah Jombang dan Lamongan adalah untuk siapa obat tersebut diberikan sebanyak 3, alamat pasien 2, umur pasien 6, apa saja gejala yang timbul 4, dan berapa lama 3. Penentuan rekomendasi yang diberikan pada pelyanan swamedikasi obat wajib apotek pada pasien di apotek wilayah Jombang dan Lamongan adalah jumlah obat yang diterima 33, pergantian obat generik atau paten 40, harga obat 94. Informasi obat yang diberikan pada pelayanan swamedikasi obat wajib apotek pada pasien di apotek wilayah Jombang dan Lamongan adalah tujuan terapi obat 5, aturan pakai 5, efek samping 2, gejala efek samping 1, pengatasan efek samping 1 dan pemberian saran 1. UCAPAN TERIMA KASIH Terimakasih kepada para peneliti yang terjun dalam penelitian dan telah mengeluarkan tenaga serta biayanya demi mendapatkan hasil yang optimal untuk kemajuan profesi apoteker. DAFTAR PUSTAKA Abdullah. (2010). Pengetahuan, Sikap dan Kebutuhan Pengunjung Apotek Terhadap Informasi Obat Di Kota Depok. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan. Vol 13 (4): 344-352. Aswad, P. A., Kharisma, Y., Andriane, Y., Respati, T., Nurhayati, E. (2019). Pengetahuan dan Perilaku Swamedikasi oleh Ibu-Ibu di Kelurahan Tamansari Kota Bandung. Jurnal Integrasi Kesehatan & Sains (JIKS). 1(2): 107–113. Blenkinsopp & Paxton, P. (2009). Symptoms in the Pharmacy: A Guide to the Management of Commin Illnes. Malden: Blackwell Publishing. Badan Pusat Statistik. (2019). Profil Statistik Kesehatan. Jakarta: Badan Pusat Statistik. Departemen Kesehatan RI. (2006). Pedoman Penggunaan Obat Bebas Dan Bebas Terbatas. Jakarta: Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik. Galistaini, G.F., Utaminingrum, W., Rizky, G., Atmana, A. (2014). Evaluasi Konseling Parasetamol Di Apotek Wilayah Kota Purwokerto Dengan Metode Simulated Patient. FARMASAINS. 2(4): 171-176. Harahap, N. A., Khairunnisa, K., Tanuwijaya, J. (2017). Tingkat Pengetahuan Pasien dan Rasionalitas Swamedikasi di Tiga Apotek Kota Panyabungan. Jurnal Sains Farmasi & Klinis. 3(2) :186-192. Husni, S.M & Nurul, F.R. (2018). Description Of Community Behavior In SelfTreatment (Swamedication) For Analgesic Drugs In Pondok Kopi East Jakarta. Jurnal Farmasi Bhumi Husada. 5(1): 72–78. Ihsan, S. (2014). Evaluasi Mutu Pelayanan Di Apotek Komunitas Kota Kendari Berdasarkan Standar Pelayanan Kefarmasian. Jurnal Farmasi dan Ilmu Kefarmasian Indonesia. 1(2): 30–35.
Prosiding Webinar dan Call For Papers ““ENTREPENEURSHIP KEFARMASIAN DI MASA PANDEMI DENGAN PEMANFAATAN E-COMMERCE” No ISSN : xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx 8 Kurniawati, M., Z. Ikawati, dan B. Raharjo. (2012). Evaluasi Penggunaan Metamizol Di Beberapa Tempat Pelayanan Farmasi Di Kabupaten Cilacap. Jurnal Manajemen dan Pelayanan Farmasi, vol. 2 (1): 50-55. Menteri Kesehatan RI Nomor 347. (1990). Obat Wajib Apotik.16 Juli 2020. Jakarta. Muharni, S., Aryani, F., Mizanni, M. (2015). Gambaran Tenaga Kefarmasian dalam Memberikan Informasi Kepada Pelaku Swamedikasi. Jurnal Sains Farmasi & Klinis. 2(1): 47–53. Pangalia, K., Wowor, P.M., Hutagalung, B.S.P. (2016). Perbandingan Efektivitas Pemberian Asam Mefenamat Dan Natrium Diklofenak Sebelum Pencabutan Gigi Terhadap Durasi Ambang Nyeri Setelah Pencabutan Gigi. Jurnal e-GiGi (eG). 4(2): 124-132. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 73. (2016). standart pelayanan kefarmasian di Apotek. Jakarta.
Prosiding Webinar dan Call For Papers ““ENTREPENEURSHIP KEFARMASIAN DI MASA PANDEMI DENGAN PEMANFAATAN E-COMMERCE” No ISSN : xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx 9 KONSUMSI MADU DAN TABLET FE TERHADAP KENAIKAN KADAR HB IBU HAMIL CONSUMPTION OF HONEY AND FE TABLETS ON THE INCREASE OF HB LEVELS OF PREGNANT WOMEN Anggraini 1) Dainty Maternity 1)Yulina Wati 3) 1Program Studi DIV Kebidanan Universitas Malahayati 2Dosen Program Studi DIV Kebidanan Universitas Malahayati 3Mahasiswi DIV Kebidanan Universitas MalahayatI E-mail : [email protected] ABSTRAK Anemia pada ibu hamil dapat meningkatkan risiko kelahiran prematur, kematian ibu dan anak, serta penyakit infeksi. Anemia defisiensi besi pada ibu dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan janin/bayi saat kehamilan maupun setelahnya. Hasil Riskesdas 2018 menyatakan bahwa di Indonesia sebesar 48,9% ibu hamil mengalami anemia. Sebanyak 84,6% anemia pada ibu hamil terjadi pada kelompok umur 15-24 tahun. Untuk mencegah anemia setiap ibu hamil diharapkan mendapatkan tablet tambah darah (TTD) minimal 90 tablet selama kehamilan. Tujuan diketahui efektivitas konsumsi madu dengan kenaikan HB ibu hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Rawat Inap Tanjung Bintang Tahun 2021. Jenis penelitian kuantitatif, metode dengan pendekatan pra Eksperimental dengan pendekatan pretest– posttest with control group. kelompok intervensi madu dan tablet Fe dan pada kelompok kontrol yang hanya diberi madu, sehingga total sampel sebanyak 30 ibu hamil dengan anemia. teknik accidental sampling . analisa univariat dan bivariat menggunakan uji t independent. Kadar Hb ibu hamil pada kelompok yang diberi madu dan Fe di Wilayah Kerja Puskesmas Rawat Inap Tanjung Bintang Tahun 2021, dengan nilai mean 10,553 gr/dl dan setelah diberi intervensi madu dan tablet Fe mengalami peningkatan sebesar 11,153 gr/dl. Kadar Hb ibu hamil pada kelompok yang tidak diberi madu di Wilayah Kerja Puskesmas Rawat Inap Tanjung Bintang Tahun 2021, dengan nilai mean 10,387 gr/dl dan pada hari ke 14 (empat belas) mengalami peningkatan sebesar 10,793 gr/dl. Hasil uji statistik didapatkan nilai p-value = 0.004 (<0,05) yang artinya terdapat perbedaan distribusi frekuensi kadar hb ibu hamil pada kelompok yang diberi madu dan Fe dengan kelompok yang diberi Fe saja. diharapkan untuk menambah wawasan khususnya bagi masyarakat dan ibu hamil yang mengalami anemia, serta perawat komunitas, dan bidan desa yang memiliki lahan praktik dengan melakukan penyuluhan konsumsi madu dan Fe kepada masyarakat Kata Kunci : Madu dan Fe, Anemia, Ibu Hamil ABSTRACT Anemia in pregnant women can increase the risk of premature birth, maternal and child mortality, and infectious diseases. Iron deficiency anemia in the mother can affect the growth and development of the fetus/infant during pregnancy and afterward.
Prosiding Webinar dan Call For Papers ““ENTREPENEURSHIP KEFARMASIAN DI MASA PANDEMI DENGAN PEMANFAATAN E-COMMERCE” No ISSN : xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx 10 The results of Riskesdas 2018 state that in Indonesia 48.9% of pregnant women experience anemia. As many as 84.6% of anemia in pregnant women occurred in the age group 15-24 years. To prevent anemia, every pregnant woman is expected to get a blood-added tablet (TTD) of at least 90 tablets during pregnancy. The aim is to know the effectiveness of honey consumption by increasing the HB of pregnant women in the Tanjung Bintang Inpatient Health Center Work Area in 2021. This type of research is quantitative, with a pre-experimental approach with a pretest–posttest approach with a control group. the intervention group was honey and FE tablets and the control group was given only honey, so the total sample was 30 pregnant women with anemia. accidental sampling technique. univariate and bivariate analysis using independent t test. The Hb level of pregnant women in the group that was given honey and Fe in the Tanjung Bintang Inpatient Health Center Working Area in 2021, with a mean value of 10,553 gr/dl and after being given the intervention of honey and Fe tablets increased by 11,153 gr/dl. The Hb level of pregnant women in the group that was not given honey in the Tanjung Bintang Inpatient Health Center Working Area in 2021, with a mean value of 10.387 gr/dl and on day 14 (fourteen) increased by 10.793 gr/dl. The results of statistical tests obtained p-value = 0.004 (<0.05), which means that there is a difference in the frequency distribution of pregnant women's Hb levels in the group that was given honey and Fe and the group that was given Fe alone. It is expected to add insight, especially for the community and pregnant women who experience anemia, as well as community nurses, and village midwives who have practice areas by conducting counseling on the consumption of honey and Fe to the community. Keywords : Honey and Fe, Anemia, Pregnant Women PENDAHULUAN Anemia merupakan suatu keadaan adanya penurunan kadar hemoglobin, hematokrit dan jumlah eritreosit dibawah nilai normal. Pada penderita anemia, lebih sering disebut kurang darah, kadar sel darah merah (hemoglobin) dibawah nilai normal. Penyebabnya bisa karena kurang zat gizi untuk pembentukan darah, misalnya zat besi, asam folat dan vitamin B12. Tetapi yang sering terjadi adalah anemia karena kekurangan zat besi (Rukiyah, 2015). Menurut data dari World Health Organization (WHO) tahun 2012 secara global prevalensi anemia pada ibu hamil di dunia adalah 41,8%. Diketahui prevalensi anemia pada ibu hamil di Asia sebesar 48,2%. Prevalensi anemia pada ibu hamil di Indonesia meningkat dibandingkan dengan tahun 2013, pada tahun 2013 sebanyak 37,1% ibu hamil anemia sedangkan pada tahun 2018 meningkat menjadi 48,9% (Riskesdas, 2018). Penanganan yang biasa dilakukan pada orang dewasa yang mengalami anemia adalah dengan pemberian tablet zatbesi (Fe), mulanya program pemberian suplementasi besi direkomendasikan oleh World Health Organization (WHO) kepada ibu hamil, namun seiring berjalannya waktu sasaran program ditambah menjadi balita, anak usia sekolah dan wanita usia subur (Depkes RI, 2013). Anemia pada ibu hamil dapat meningkatkan risiko kelahiran prematur, kematian ibu dan anak, serta penyakit infeksi. Anemia defisiensi besi pada ibu dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan janin/bayi saat kehamilan maupun setelahnya. Hasil Riskesdas 2018 menyatakan bahwa di Indonesia sebesar 48,9% ibu hamil mengalami anemia. Sebanyak 84,6% anemia pada ibu hamil terjadi pada
Prosiding Webinar dan Call For Papers ““ENTREPENEURSHIP KEFARMASIAN DI MASA PANDEMI DENGAN PEMANFAATAN E-COMMERCE” No ISSN : xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx 11 kelompok umur 15-24 tahun. Untuk mencegah anemia setiap ibu hamil diharapkan mendapatkan tablet tambah darah (TTD) minimal 90 tablet selama kehamilan (Kemenkes RI, 2018). Melihat trend Cakupan table Fe pada ibu Hamil pada tahun 2019 di Provinsi terjadi peningkatan dari tahun sebelumnya dengan capaian sebesar 98,7% dimana capaian ini sudah mencapai target yang diharapkan yaitu > 95% untuk Fe3. Pemberian Fe sangat tergantung dari ketaatan dan keteraturan ibu hamil dalam mengkonsumsi tablet Fe. Hal ini tentu sangat dipe ngaruhi oleh peran keluarga, petugas pelayanan kesehatan agar dapat memotifasi ibu dan meningkatkan pengetahuan ibu hamil akan pentingnya tablet Fe. Capaian Fe3 tertinggi ada di Kabupaten Pringsewu, Pesawaran serta Kota Metro dan terendah ada di Kabupaten Way Kanan, seperti terlihat pada grafik. (Dinkes Prov Lampung, 2019). Pada wanita hamil anemia meningkatkan frekuensi komplikasi pada kehamilan dan persalinan. Secara umum, salah satu penyebab anemia defisiensi zat besi yaitu asupan zat besi tidak cukup dan penyerapan tidak adekuat (Widyastuti, 2005; Putri, 2015). Penyerapan zat besi sangat dipengaruhi oleh ketersediaan vitamin C dalam tubuh ibu. Peranan Vitamin C dapat membantu mereduksi besi feri (Fe3+) menjadi ferro (Fe2+) dalam usus halus sehingga mudah diabsorbsi, proses reduksi tersebut akan semakin besar bila pH didalam lambung semakin asam. Vitamin C dapat menambah keasaman sehingga dapat meningkatkan penyerapan zat besi hingga 30% (Nurhidayati,2013). Penyerapan besi dapat dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya adalah kecukupan Protein hewani dan vitamin C untuk meningkatkan penyerapan. Zat besi dengan vitamin C membentuk askorbat besi kompleks yang larut dan mudah diserap oleh organ-organ pada tubuh manusia (Beck, 2011). Vitamin C sangat berperan dalam pembentukan hemoglobin. Selain itu vitamin C dapat membantu absorpsi kalium dengan menjaga agar kalium tetap dalam bentuk larutan. Kebutuhan pada ibu hamil meningkat 10 mg/hari, sehingga kebutuhan perharinya menjadi 70-85 mg/hari. Madu merupakan cairan gula supernatan. Madu memiliki kandungan zat gula berupa fruktosa dan glukosa yang merupakan jenis gula monosakarida yang mudah diserap oleh usus. Selain itu, madu mengandung vitamin, mineral, asam amino, hormon, antibiotik dan bahan-bahan aromatik. Pada umumnya madu tersusun atas 17,1% air, 82,4% karbohidrat total, 0,5% protein, asam amino, vitamin dan mineral. Selain asam amino nonesensial ada juga asam amino esensial di antaranya lysin, histadin, triptofan, dll (Pratiwi, 2015). Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Cholifa (2018) Aplikasi Pemberian Madu Terhadap Peningkatan Hemoglobin (Hb) Pada Remaja Putri Yang Mengalami Anemia. Hasil penelitian kadar Hb kelompok intervensi sebelum diberikan madu hutan terendah adalah 10,00 gr/dl dan kadar Hb tertinggi adalah 11,40 gr/dl. Kadar Hb kelompok intervensi sesudah diberikan madu hutan terendah adalah 12,10 gr/dl dan kadar Hb tertinggi adalah 13,40 gr/dl. Kadar Hb kelompok kontrol terendah adalah 9,40 gr/dl dan kadar Hb tertinggi adalah 10,70 gr/dl. Kadar Hb kelompok kontrol sesudah terendah adalah 9,40 gr/dl dan kadar Hb tertinggi adalah 10,90 gr/dl. METODE Jenis penelitian kuantitatif, metode dengan pendekatan pra Eksperimental dengan pendekatan pretest–posttest with control group. kelompok intervensi madu dan
Prosiding Webinar dan Call For Papers ““ENTREPENEURSHIP KEFARMASIAN DI MASA PANDEMI DENGAN PEMANFAATAN E-COMMERCE” No ISSN : xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx 12 tablet FE dan pada kelompok kontrol yang hanya diberi madu, sehingga total sampel sebanyak 30 ibu hamil dengan anemia. teknik accidental sampling . analisa univariat dan bivariat menggunakan uji t independent (Notoatmodjo, 2018) HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel1. Rata-Rata Karakteristik Ibu Hamil Di Wilayah Kerja Puskesmas Rawat Inap Tanjung Bintang Tahun 2021 Kelompok Intervensi Mean p-value Usia f Persentase Pretes Postes Usia Tidak Beresiko (20- 35 Tahun) Usia Beresiko (<20 dan > 35 Tahun) 15 0 100 0 10,553 11.153 0,000 Paritas f Persentase Pretes Postes p-value Multipara Primipara 7 8 46,7 53,3 10,529 10,575 11,114 11,188 0,000 Pekerjaan f Persentase Pretes Postes p-value Ibu Rumah Tangga Wiraswasta 10 5 66,7 33,3 10,410 10,840 11,090 11,280 0,000 Kelompok Kontrol Mean p-value Usia f Persentase Pretes Postes Usia Tidak Beresiko (20- 35 Tahun) Usia Beresiko (<20 dan > 35 Tahun) 15 0 100 0 10,387 10,793 0,000 Paritas f Persentase Pretes Postes p-value Multipara Primipara 8 7 53,3 46,7 10,313 10,471 10,713 10,886 0,000 Pekerjaan f Persentase Pretes Postes p-value Ibu Rumah Tangga Wiraswasta 8 7 53,3 46,7 10,563 10,186 10,938 10,629 0,000 Total 15 100 - - - Berdasarkan tabel 4.1 diatas diketahui karakteristik responden pada kelompok intervensi berdasarkan usia terabnyak adalah usia tidak beresiko (20-35 Tahun) sebanyak 15 responden (100%) dengan mean pretes 10,553 mean postes 11,153, paritas terbanyak primipara 8 responden (53,3%) dengan mean pretes 10,575 mean postes 11,188, ibu rumah tangga sebanyak 10 responden (66,7%) dengan mean pretes 10,840 mean postes 11,280. Karakteristik responden pada kelompok kontrol berdasarkan usia terabnyak adalah usia tidak beresiko (20-35 Tahun) sebanyak 15 responden (100%) dengan mean pretes 10,553 mean postes 11,153, paritas terbanyak multipara 8 responden (53,3%) dengan mean pretes 10,313 mean postes 10,713 ibu rumah tangga sebanyak 8 responden (53,3%) dengan mean pretes 10,563 mean postes 10,629. Analisa Univariat Tabel 2. Distribusi Frekuensi Kadar Hb Ibu Hamil Pada Kelompok Yang Diberi Madu Dan FE Di Wilayah Kerja Puskesmas Rawat Inap Tanjung Bintang Tahun 2021
Prosiding Webinar dan Call For Papers ““ENTREPENEURSHIP KEFARMASIAN DI MASA PANDEMI DENGAN PEMANFAATAN E-COMMERCE” No ISSN : xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx 13 Madu Dan Fe N Mean Min-Max Std. Dev Std, Eror CI-95% Pretes 15 10,553 9,8-10,9 0,4121 0,1064 -0,1249-0,4582 Postes 15 11,153 10,8-11,5 0,2326 0,0601 0,1648-0,5552 Dari tabel 4.2 diatas dapat diketahui bahwa distribusi frekuensi kadar Hb ibu hamil pada kelompok yang diberi madu dan Fe di Wilayah Kerja Puskesmas Rawat Inap Tanjung Bintang Tahun 2021, dengan nilai mean 10,553 gr/dl dan setelah diberi intervensi madu dan tablet Fe mengalami peningkatan sebesar 11,153 gr/dl. Tabel 3. Distribusi Frekuensi Kadar Hb Ibu Hamil Pada Kelompok Yang Tidak Diberi Madu Dan FE Di Wilayah Kerja Puskesmas Rawat Inap Tanjung Bintang Tahun 2021 Tablet Fe N Mean Min-Max Std. Dev Std, Eror CI-95% Pretes 15 10,387 9,8-10,9 0,3662 0,0945 -0,1251-0,4584 Postes 15 10,793 10,2-11,3 0,2865 0,0740 0,1644-0,5556 Dari tabel 4.3 diatas dapat diketahui bahwa bahwa distribusi frekuensi kadar Hb ibu hamil pada kelompok yang tidak diberi madu di Wilayah Kerja Puskesmas Rawat Inap Tanjung Bintang Tahun 2021, dengan nilai mean 10,387 gr/dl dan pada hari ke 14 (empat belas) mengalami peningkatan sebesar 10,793 gr/dl. Analisis Bivariat Tabel 4.4 Perbedaan Distribusi Frekuensi Kadar Hb Ibu Hamil Pada Kelompok Yang Diberi Madu Dan FE Dengan Kelompok Yang Diberi FE Saja Di Wilayah Kerja Puskesmas Rawat Inap Tanjung Bintang Tahun 2021 Setelah Intervensi N Mean Std. Dev SE P -Value CI-95% Madu Dan Fe 15 11,153 0,2326 0,0601 0,004 0,1377- Tablet Fe 15 10,793 0, 2865 0,0740 0,5823 Dari tabel 4.4 terlihat bahwa perbedaan distribusi frekuensi kadar Hb ibu hamil pada kelompok yang diberi madu dan Fe dengan kelompok yang diberi Fe saja yaitu didapat nilai mean 11,153 gr/dl pada kelompok madu dan Fe sedangkn pada kelompok Tablet Fe saja didapat nilai mean 10,793 gr/dl. Hasil uji statistik didapatkan nilai p-value = 0.004 (<0,05) yang artinya terdapat perbedaan distribusi frekuensi kadar hb ibu hamil pada kelompok yang diberi madu dan Fe dengan kelompok yang diberi Fe saja di Wilayah Kerja Puskesmas Rawat Inap Tanjung Bintang Tahun 2021. Pembahasan Analisis Univariat Distribusi Frekuensi Kadar Hb Ibu Hamil Pada Kelompok Yang Diberi Madu Dan FE Di Wilayah Kerja Puskesmas Rawat Inap Tanjung Bintang Tahun 2021 Diketahui bahwa distribusi frekuensi kadar Hb ibu hamil pada kelompok yang diberi madu dan Fe di Wilayah Kerja Puskesmas Rawat Inap Tanjung Bintang Tahun 2021, dengan nilai mean 10,553 gr/dl dan setelah diberi intervensi madu dan tablet Fe mengalami peningkatan sebesar 11,153 gr/dl. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Cholifah (2018) dengan judul “Aplikasi Pemberian Madu Terhadap Peningkatan Hemoglobin (Hb) Pada Remaja Putri Yang Mengalami Anemia” Hasil Kadar Hb kelompok intervensi sebelum diberikan madu hutan terendah adalah 10,00 gr/dl dan kadar Hb tertinggi adalah 11,40 gr/dl.
Prosiding Webinar dan Call For Papers ““ENTREPENEURSHIP KEFARMASIAN DI MASA PANDEMI DENGAN PEMANFAATAN E-COMMERCE” No ISSN : xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx 14 Kadar Hb kelompok intervensi sesudah diberikan madu hutan terendah adalah 12,10 gr/dl dan kadar Hb tertinggi adalah 13,40 gr/dl. Kadar Hb kelompok kontrol terendah adalah 9,40 gr/dl dan kadar Hb tertinggi adalah 10,70 gr/dl. Kadar Hb kelompok kontrol sesudah terendah adalah 9,40 gr/dl dan kadar Hb tertinggi adalah 10,90 gr/dl. Sejalan dengan teori Manuaba (2010) Anemia ialah keadaan dimana massa eritrosit dan/atau massa hemoglobin yang beredar tidak dapat memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh. Secara laboratorik dijabarkan sebagai penurunan di bawah normal kadar hemoglobin hitung eritrosit dan hematokrit (packed red cell) Kurang dari normal. Anemia merupakan keadaan menurunnya kadar haemoglobin, hematokrit, dan jumlah sel darah merah di bawah 11 gr/dl. Zat besi merupakan mikroelemen yang esensial bagi tubuh. Zat ini terutama diperlukan dalam hemopoboesis (pembentukan darah) yaitu sintesis hemoglobin (Hb). Hemoglobin (Hb) yaitu suatu oksigen yang mengantarkan eritrosit berfungsi penting bagi tubuh. Hemoglobin terdiri dari Fe (zat besi), protoporfirin, dan globin (1/3 berat Hb terdiri dari Fe). (Depkes RI, 2008; Anggraini, 2020) Anemia merupakan keadaan dimana masa eritrosit dan atau masa Hb yang beredar tidak dapat memenuhi funginya untuk men yediakan oksigen bagi jaringan tubuh. Secara laboratorik dijabarkan sebagai penurunan dibawah normal kadar hemoglobin. Hitung eritrosit dan hematokrit (Packed red cal) (Bakta, 2017) Peningkatan masa sel darah merah tidak cukup memadai untuk mengimbangi peningkatan volume plasma yang menyebabkan terjadinya hidrenia kehamilan atau hemod elusi yang menyebabkan perunurunan hematokrit (20-30%), sehingga hemoglobin dari hematokrit lebih rendah secara nyata daripada keadaan tidak hamil (Riswan, 2003; Yuni, 2015) Menurut peneliti anaemia adalah kondisi dimana kadar Hb ibu dibawah dari normal. Kandungan Hb yang rendah dapat mengindekasikan anemia, dengan gejala berupa lemah, kurang nafsu makan, kurang energi, konsenstrasi menurun, sakit kepala, mudah trinfeksi penyakit, mata kunang-kunang, selain itu kelopak mata, bibir, dan kuku tampak pucat. Penanggulangan ibu hamil dapat dilakukan dengan cara pemberian tablet besi serta peningkatan kualitas makanan sehari-hari. Menurut peneliti hasil penelitian ini, nilai kadar Hb terendah sebelum di beri perlakuan adalah 9,8 gr/dl yang masuk ke dalam anemia sedang, hal tersebut mempengaruhi kegiatan ibu hamil dalam menjalankan aktivitas rumah tangga, seperti masak, dan membereskan rumah, dan paling tinggi 10,9 gr/dl yang artinya ibu mengalami anemia ringan, dari keseluruhan responden terdapat 15 ibu hamil rata-rata mengalami anemia ringan. Distribusi Frekuensi Kadar Hb Ibu Hamil Pada Kelompok Yang Diberi FE Di Wilayah Kerja Puskesmas Rawat Inap Tanjung Bintang Tahun 2021 Diketahui bahwa bahwa distribusi frekuensi kadar Hb ibu hamil pada kelompok yang tidak diberi madu di Wilayah Kerja Puskesmas Rawat Inap Tanjung Bintang Tahun 2021, dengan nilai mean 10,387 gr/dl dan pada hari ke 14 (empat belas) mengalami peningkatan sebesar 10,793 gr/dl. Sejalan dengan hasil penelitian Laili (2020) Pengaruh Pemberian Madu terhadap Peningkatan Kadar Hemoglobin pada Wanita Hamil Anemia. Penelitian ini menggunakan uji Wilcoxon dan memperoleh nilai p = 0,002 (p< 0,05) Berdasarkan
Prosiding Webinar dan Call For Papers ““ENTREPENEURSHIP KEFARMASIAN DI MASA PANDEMI DENGAN PEMANFAATAN E-COMMERCE” No ISSN : xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx 15 hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kadar Hb ibu hamil sebelum dan sesudah mengkonsumsi madu yang bermakna. Sejalan dengan teori Manuaba (2010) dikatakan anemia bila kadar Hb pada wanita hamil trimester I < 11 gr/dl, trimester II < 10,5 gr/dl dan trimester III < 10 gr/dl. Kadar Hb ibu hamil terjadi jika produksi sel darah merah meningkat, nilai normal haemoglobin (12 sampai 16 gr/%) dan nilai normal hematokrit (37% sampai 47%) menurun secara menyolok. Penurunan lebih jelas terlihat selama trimester kedua, saat terjadi ekspansi volume darah yang cepat. Apabila nilai hematokrit turun sampai 35% atau lebih, wanita dalam keadaan anemia (Benson, 2009). Kadar Hb pada darah dikatakan anemia apabila kadar Hb dasar pada pria <13 gr/%, wanita < 12 gr/% dan pada ibu hamil < 11 gr/% (Saifuddin, 2008). Pada kelompok yang tidak diberi madu dan hanya megkonsumsi tablet Fe saja atau menggunakan Fe generik yang dibagikan oleh Puskesmas didapat nilai mean 10,387 gr/dl dan pada hari ke 14 (empat belas) mengalami peningkatan sebesar 10,793 gr/dl. Hb pada kelompok ini mengalami peningkatan akan tetapi tidak signifikan seperti pada kelompok yang diberi tambahan madu. Hal ini membuktikan bahwa kandungan zat besi dan juga Vit C pada madu dapat membantu penyerapan absorbsi besi pada makanan ataupun minuman yang dikonsumsi oleh ibu hamil. Analisa Bivariat Perbedaan Distribusi Frekuensi Kadar Hb Ibu Hamil Pada Kelompok Yang Diberi Madu Dan FE Dengan Kelompok Yang Diberi FE Saja Di Wilayah Kerja Puskesmas Rawat Inap Tanjung Bintang Tahun 2021 Perbedaan distribusi frekuensi kadar Hb ibu hamil pada kelompok yang diberi madu dan Fe dengan kelompok yang diberi Fe saja yaitu didapat nilai mean 11,153 gr/dl pada kelompok madu dan Fe sedangkn pada kelompok Tablet Fe saja didapat nilai mean 10,793 gr/dl. Hasil uji statistik didapatkan nilai p-value = 0.004 (<0,05) yang artinya terdapat perbedaan distribusi frekuensi kadar hb ibu hamil pada kelompok yang diberi madu dan Fe dengan kelompok yang diberi Fe saja di Wilayah Kerja Puskesmas Rawat Inap Tanjung Bintang Tahun 2021. Sejalan dengan hasil penelitian Wenda Islamiyah (2017) Pengaruh Madu Terhadap Kadar Hemoglobin Remaja Putri Kelas X Yang Mengalami Anemia Di SMKN 01 Mempawah Hilir. Hasil analisis uji T berpasangan diperoleh hasil p value sebesar 0,002 (p<0,05). Kesimpulan terdapat pengaruh madu terhadap kadar hemoglobin remaja putri kelas X yang mengalami anemia di SMKN 01 Mempawah Hilir. Sehingga dapat diedukasikan kandungan madu sebagai pemenuhan nutrisi terhadap remaja yang mengalami penurunan kadar hemoglobin. Sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Islamiyah (2017) Madu mengandung zat besi (Fe), yang merupakan mikromineral yang sangat penting di dalam tubuh karena dapat berfungsi sebagai pembentuk sel darah merah. Kandungan zat besi dapat mensintesis pembentukan heme yang dapat memacu kadar Hemoglobin. Kandungan lain madu yang berperan penting dalam melarutkan zat besi yaitu vitamin C. Vitamin C berperan dalam pembentukan substansi antara sel dari berbagai jaringan, meningkatkan daya tahan tubuh, meningkatkan aktifitas fagositosis sel darah putih, meningkatkan absorpsi zat besi dalam usus, serta transportasi besi dari transferin dalam darah ke feritin dalam sumsum tulang, hati dan limpa. Vitamin C sangat
Prosiding Webinar dan Call For Papers ““ENTREPENEURSHIP KEFARMASIAN DI MASA PANDEMI DENGAN PEMANFAATAN E-COMMERCE” No ISSN : xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx 16 membantu penyerapan besi-nonheme dengan berubah bentuk feri menjadi bentuk fero.seperti telah di jelaskan bentuk fero lebih mudah diserap. Vitamin C disamping itu membentuk gugus besi askorbat yang tetap larut pada pH lebih tinggi dalam duodenum. Oleh karena itu sangat di anjurkan memakan makanan sumper vitamin C tiap kali makan (Rosmiyati, 2018). Menurut peneliti anemia pada ibu hamil dapat dikurangi dengan memberikan asupan nutrisi yang cukup dan baik, seperti mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung vitamin, protein dan sumber zat besi, karena pembentukan darah memerlukan rangkaian gizi tersebut. Pada penelitian ini didapat peningkatan kadar Hb yang signifikan dengan peningkatan nilai Hb sebesar 1,00 pada perlakuan madu dan tablet Fe. Peningkatan yang kurang signifikan dapat disebabkan karena pengaruh stress, pola istirahat, serta pola makan yang tidak baik, seperti makan dengan porsi sedikit selama kehamilan. Pada penelitian ini didapat nilai kadar Hb setelah diperlakuan dengan menggunakan madu selama 14 hari, mengalami peningkatan 10,553 gr/dl menjadi 11,153 gr/dl, dibandingkan dengan kelompok yang hanya diberi tablet Fe saja yaitu 10,387 gr/dl menjadi 10,793 gr/dl. Pada kelompok madu dan Tablet Fe mengalami peningkatan lebih baik dibandingkn kelompok tablet Fe saja. Artinya ibu berhasil melakukan terapi yang diajarkan oleh peneliti dan sesuai dengan standar prosedur, selain itu responden juga mengkonsumsi makanan perhari yang mengandung zat besi seperti, bayam, daun singkong, ikan asin, jenis olahan ikan segar, dan juga konsumsi madu. Sedangkan hasil penelitian ini terdapat beberapa orang yang masih mengalami anemia ringan, disebabkan oleh waktu uji coba hanya 14 hari sehingga memerlukan waktu yang lebih lama. Menurut peneliti peningktan kadar Hb pada ibu hamil sangat dipengaruhi oleh asupan nutrisi dan pola istirahat yang cukup, serta konsumsi makanan yang banyak mengandung vit c karena dapat membantu penyerapan zat besi yang terdapat pada makanan atau minuman yang dikonsumsi ibu selama terapi dan kehamilan. Madu mengandung vitamin C dua sampai empat kali lipat di banding jeruk. Keasaman di lambung yang terjadi karena vitamin C dapat membantu meningkatkan penyerapan zat besi sebanyak 30%. Berdasarkan hasil penelitian Harjuna (2019). Madu merupakan salah satu carauntuk meningkatkan hemoglobin dan tidakmemiliki efek samping dalammengonsumsinya. Madu memilikikandungan besi 1 gram dalam setiap 100gram. Peningkatan kadar Hb dipengaruhikarena madu 45 ml mengandung energy136,8 kkal, protein 0,1 g, karbohidrat 37,1g, vit C 0,4 mg, sodium 1,8 mg, potassium23,4 mg, kalsium 2,7 mg, magnesium 0,9mg, iron 0,2 mg, dan zinc 0,1 mg. Madu mengandung garam mineral sebesar 18%. Meski kecil jumlahnya, namun ia memiliki peran yang besar. Garam mineral ini membuat madu memiliki interaksi alkali yang anti keasaman. Garam ini sangat penting dalam mengobati berbagai penyakit alat pencernaan yang disertai dengan naiknya kadar keasamam dan luka. Di antara unsur-unsur mineral terpenting di dalam madu adalah potasium, belerang, kalsium, sodium, fosfor, magnesium, besi dan mangan. Semuanya adalah unsur unsur mineral yang penting dalam proses jaringan tubuh manusia dan pembentukannya (Aden, 2010). Berdasarkan hasil penelitian ini, peneliti berpendapat bahwa Hb ibu hamil setelah dilakukan intervensi nilai mean kelompok intervensi dan kontrol memiliki selisih rata-rata Hb sebesar 0,6gr lebih besar pada kelompok interensi madu dan Fe
Prosiding Webinar dan Call For Papers ““ENTREPENEURSHIP KEFARMASIAN DI MASA PANDEMI DENGAN PEMANFAATAN E-COMMERCE” No ISSN : xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx 17 selama 14 hari, dengan demikian peneliti berasumsi jika madu dan Fe apabila diuberikan secara bersamaan dapat meningkatkan Hb ibu hamil, hal ini disebabkan karena madu mengandung tinggi vitamin C yang dapat membantu absorbsi zat besi dan juga madu memiliki kandungan zat besi yang cukup untuk membantu pembentukan darah Kebutuhan zat besi selama trimester I relatif sedikit yaitu 0,8 mg/hari, kemudian meningkat tajam. selama trimester II dan III, yaitu 6,3 mg/hari (Arisman, 2010; Maternity, 2020). Selama kehamilan, wanita hamil mengalami peningkatan plasma darah hingga 30%, sel darah 18%, tetapi Hb hanya bertambah 19%. Akibatnya, frekuensi anemia pada kehamilan cukup tinggi (Irianto, 2014; Maternity, 2020). Madu mengandung zat besi (Fe), yang merupakan mikromineral yang sangat penting di dalam tubuh karena dapat berfungsi sebagai pembentuk sel darah merah. Kandungan zat besi dapat mensintesis pembentukan heme yang dapat memacu kadar Hemoglobin. Kandungan lain madu yang berperan penting dalam melarutkan zat besi yaitu vitamin C. Zat besi dengan vitamin C membentuk askorbat besi kompleks yang larut dan mudah untuk diserap oleh organ-organ pada tubuh manusia. Pengubahan zat besi non-heme dalam bentuk senyawa etabolis Ferri menjadi Ferro akan semakin besar bila pH di dalam lambung semakin asam. Vitamin C dapat menambah keasaman sehingga membantu meningkatkan penyerapan zat besi sebanyak 30%. Selain itu, adanya asam folat yang juga penting untuk pembentukan sel baru, sehingga dapat mempengaruhi Fe dalam darah dan diharapkan terjadinya peningkatan hemoglobin (Arisma, 2010). KESIMPULAN Kadar Hb ibu hamil pada kelompok yang diberi madu dan Fe dengan nilai mean 10,553 gr/dl dan setelah diberi intervensi madu dan tablet Fe mengalami peningkatan sebesar 11,153 gr/dl. Kadar Hb ibu hamil pada kelompok yang tidak diberi madu dengan nilai mean 10,387 gr/dl dan pada hari ke 14 (empat belas) mengalami peningkatan sebesar 10,793 gr/dl. Hasil uji statistik didapatkan nilai p-value = 0.004 (<0,05) yang artinya terdapat perbedaan distribusi frekuensi kadar hb ibu hamil pada kelompok yang diberi madu dan Fe dengan kelompok yang diberi Fe saja di Wilayah Kerja Puskesmas Rawat Inap Tanjung Bintang Tahun 2021. DAFTAR PUSTAKA Aden, R, (2010). Manfaat Dan Khasiat Madu. Yogyakarta:Hanggar Kreator. Arisman. (2010). Gizi Dalam Daur Kehidupan: Buku Ajar Ilmu Gizi. Jakarta: Egc. Bakta, (2017). Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: Egc. Beck, M, (2011). Ilmu Gizi Dan Diet Hubungannya Dengan Penyakit-Penyakit Untuk Perawat Dan Dokter. Yogyakarta: Yayasan Essentia Medica. Cholifah, (2018). Aplikasi Pemberia Madu Terhadap Peningkatan Hemoglobin (Hb) Pada Remaja Putri Yang Mengalami Anemia. Https://Repository.Orecol.Org. Diakses Pada Tanggal 10 Januari 2021 Pukul 20:00 Wib. Depkes Ri, (2013). Profil Kesehatan Indonesia 2013. Jakarta. Dinkes Prov Lampung, (2019). Profil Kesehatan Lampung Tahun 2019. Bandar Lampung. Harjuna, (2019). Efektivitas Pemberian Madu Terhadap Peningkatan Kadar Hemoglobin (Hb) Pada Pekerja Wanita Di Pt. Maruki International Indonesia.
Prosiding Webinar dan Call For Papers ““ENTREPENEURSHIP KEFARMASIAN DI MASA PANDEMI DENGAN PEMANFAATAN E-COMMERCE” No ISSN : xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx 18 Https://Jurnal.Stikesnh.Ac.Id. Diakses Pada Tanggal 10 Januari 2021 Pukul 20:20 Wib. Islamiyah, 2017. Pengaruh Madu Terhadap Kadar Hemoglobin Remaja Putri Kelas X Yang Mengalami Anemia Di Smkn 01 Mempawah Hilir. Laili, F. (2020, October). The Effect Of Administering Honey On The Increasing Of Hemoglobin Level In Pregnant Woman With Anemia. In The 2nd Strada International Conference On Health (Vol. 2, No. 1, Pp. 49-52). Manuaba, Ibg. (2010). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan Dan Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: Egc. Notoatmojo,S. (2018). Metodelogi Penelitian Kesehatan Rineka Cipta: Jakarta. Pratiwi, W. (2015). Honey To Prevent Iron Deficiency Anemia In Pregnancy. Lampung University. Rukiyah, Ai, Yeyeh. (2019) Asuhan Kebidanan Patologi Kebidanan 4. Jakarta: Trans Infomedia. National Institutes Of Health U.S. Departement Of Health And Human Services.Your Guide To Anemia. Geneva: World Health Organization [Online]. Putri, L. E. A. A. (2017). Efektivitas Jus Jambu Biji Terhadap Perubahan Kadar Hb Pada Ibu Hamil Trimester Iii Di Wilayah Kerja Puskesmas Bacem Kabupaten Blitar Tahun 2015. Strada Jurnal Ilmiah Kesehatan, 6(1), 9-13. Riskesdas 2018 [Internet]. Kementrian Kesehatan. Republik Indonesia. Kemkes Ri; 2018 [Cited 2019oct23]. Available From: Saifuddin 2008. Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Jakarta : Bina Pustaka. Nurhidayati, N., Hastuti, P., Sukini, T., & Arfiana, A. (2020). Konsumsi Sukun Membantu Penyerapan Tablet Fe Dalam Perubahan Kadar Hemoglobin Ibu Hamil. Jurnal Sains Kebidanan, 2(1), 8-13. Yuni, Natalia Erlia (2015). Kelainan Darah. Yogyakarta : Nuha Medika. Agusmayanti, R., Farich, A., & Anggraini, A. (2020). Pemberian Vitamin C Dapat Meningkatkan Kadar Hemoglobin Pada Ibu Hamil Anemia. Jkm (Jurnal Kebidanan Malahayati), 6(3), 342-348. Maternity, D., & Putri, R. D. (2020). Jaga Ibu Dari Anemia Dan Jaga Hipertensi (Jamini Jati) Di Desa Sukaraja. Jurnal Perak Malahayati, 2(2), 71-77. Rosmiyati, R. (2018). Pengaruh Pemberian Tablet Besi Plus Vitamin C Terhadap Kadar Hemoglobin Ibu Hamil Di Puskesmas Ambarawa Kabupaten Pringsewu Tahun 2017. Jkm (Jurnal Kebidanan Malahayati), 4(1).
Prosiding Webinar dan Call For Papers ““ENTREPENEURSHIP KEFARMASIAN DI MASA PANDEMI DENGAN PEMANFAATAN E-COMMERCE” No ISSN : xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx 19 IDENTIFIKASI ZAT PEWARNA KIMIA SINTETIS DAN DAMPAK KESEHATAN PENGRAJIN BATIK SASIRANGAN DESA KERTAK HANYAR IDENTIFICATION OF SYNTHETIC CHEMICAL DYES AND THE HEALTH IMPACT OF SASIRANGAN BATIK CRAFTSMEN IN KERTAK HANYAR VILLAGE Darini Kurniawati1*) , Nur Hidayah1) 1)Program Studi Farmasi,Fakultas Kesehatan Universitas Sari Mulia *Korespondensi:[email protected] ABSTRAK Batik Sasirangan merupakan batik khas Kalimantan Selatan. Secara turuntemurun masyarakat membatik secara tradisional dan tidak menggunakan alat pelindung diri serta limbah produksi langsung dibuang di lingkungan sekitar. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi zat pewarna kimia batik sasirangan yang bisa menjadi potensi limbah cair zat pewarna sasirangan terhadap pencemaran lingkungan desa Kertak Hanyar 2 Kabupaten Banjar. Metode penelitian disusun secara deskriptif dengan sampel penelitian dilakukan secara purposive sampling dengan mengambil sampel dari dua pengrajin besar batik sasirangan di desa Kertak Hanyar 2 kabupaten Banjar Provinsi Kalimantan Selatan dengan parameter biologi, fisika dan kimia kandungan logam berat Cromium dan Cadmium dibandingkan dengan batas ambang sesuai Peraturan Gubernur Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 04 Tahun 2007. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas industri sasirangan di Kota Banjarmasin telah dimulai sejak tahun 1996 dan massif (86%) digeluti pada Tahun 2007-sekarang, Kegiatan industri batik sasirangan mayoritas (57%) berstatus sebagai pengrajin dan distributor, 43% (distributor), 100% menggunakan zat bahan pewarna kimia sintetis. Indikator biologi, fisika, dan kimia secara umum masih berada di bawah ambang batas yang diizinkan sesuai Peraturan Gubernur Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 04 Tahun 2007, dengan beberapa parameter yang melebihi baku mutu Kadar logam berat kromium di dalam ikan gabus sebesar 0,0161mg/kg, parameter Fisika (warna) menunjukkan nilai 508 TCU, parameter Kimia yakni COD (satu sampel) dengan nilai COD 963,8 mg/L. Kesimpulan: Kesimpulan: Zat pewarna kimia sintesis 100% digunakan dalam proses produksi batik sasirangan akan berdampak bagi kesehatan seperti alergi, penyakit saluran pernapasan maupun ginjal Kata kunci : zat pewarna kimia, limbah, sasirangan ABSTRACT Sasirangan batik is a typical batik from South Kalimantan. For generations, people make traditional batik and do not use personal protective equipment and production waste is directly disposed of in the surrounding environment. The purpose of this study was to identify chemical dyes for sasirangan batik which could be a potential liquid waste for sasirangan dyes to pollute the environment in Kertak Hanyar 2 village,
Prosiding Webinar dan Call For Papers ““ENTREPENEURSHIP KEFARMASIAN DI MASA PANDEMI DENGAN PEMANFAATAN E-COMMERCE” No ISSN : xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx 20 Banjar Regency. The research method was prepared descriptively with the research sample carried out by purposive sampling by taking samples from three large Sasirangan batik craftsmen in Kertak Hanyar Village 2, Banjar Regency, South Kalimantan Province with biological, physical and chemical parameters of heavy metal chromium content compared to the threshold according to the Provincial Governor Regulation. South Kalimantan Number 04 of 2007. The results show that the activity of the sasirangan industry in Banjarmasin City has been started since 1986 and massive (86%) has been cultivated in 2007-present, the majority of the sasirangan batik industry (57%) are craftsmen and distributors 43% (distributor), 100% using chemical dyes. Biological, physical, and chemical indicators in general are still below the permitted threshold according to the Regulation of the Governor of South Kalimantan Province Number 04 of 2007, with several parameters that exceed the quality standard The concentration of chromium heavy metal in snakehead fish is 0,016 mg/kg, parameter Physics (color) shows a value of 508TCU, chemical parameters namely COD (one sample) with a COD value of 963,8 mg/L. Conclusion: 100% synthetic chemical dyes used in the Sasirangan batik production process will have an impact on health such as allergies, respiratory and kidney diseases Keywords : chemical coloring agent,waste, sasirangan PENDAHULUAN Desa Batik Sasirangan Kertak Hanyar 2 merupakan salah satu desa di Kecamatan Kertak Hanyar Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan, dengan luas wilayah 364 Ha. Wilayah ini merupakan tanah pemukiman dan tanah persawahan padi dan palawija.Sebelum tahun 1980 , desa Kertak Hanyar dipimpin oleh Kepala Kampung, setelah tahun 1980 dipimpin oleh Pembakal , sudah beberapa kali berganti dan saat ini dipimpin oleh Pembakal Mardani. Jumlah penduduk sampai pada akhir Desember 2020 sebanyak 6735 orang dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 1703 KK. , terdapat 30 pengrajin Batik Sasirangan dan terdapat 7 pengrajin Sasirangan besar dikelola keluarga : Sukma Sasirangan, Iwan Sasirangan, Diqi Sasirangan, Qutby Sasirangan, Anas Sasirangan, Dhika Sasirangan dan Mutia Sasirangan (Profil Desa Kertak Hanyar 2, 2021). Batik Sasirangan berasal dari kata “sa” dan “sirang” yang berarti satu jelujur, diambil dari proses pembuatannya yang dijelujur dan disimpulkan menjadi satu (Tonny Aries Wijaya, 2015). Batik Sasirangan dibuat secara turun – temurun dari nenek moyang masyarakat di Kalimantan Selatan, Batik Sasirangan terbuat dari kain katun biasa sampai dengan kain sutera, sehingga bisa digunakan oleh masyarakat ekonomi rendah sampai ekonomi tinggi sesuai dengan jenis kainnya (Yunita Fitri Andriana, 2018). Pengusaha dan pengrajin Batik Sasirangan masih melakukan produksinya secara sederhana. Dengan menggunakan alat sederhana dari pencetakan motif masih menggunakan meja seadanya, kertas gambar sederhana untuk motif batik . Terdapat 27 motif batik sasirangan tetapi yang sering dibuat yaitu motif sari gading, klasik, gradasi dan rainbow. Perendaman proses pewarnaan dengan ember seadanya, zat pewarna kimia ditaruh disembarang tempat, air limbah perendaman batik Sasirangan mayoritas langsung dibuang di lingkungan sekitar, baru sebagian yang dibuang di kolam penampungan tetapi hanya kecil disekitarnya diberi tanah. Berdasarkan latar belakang dapat dirumuskan permasalahan bagaimana proses kegiatan pengrajin sasirangan dalam menghasilkan limbah cair zat pewarna ? Tujuan Penelitian ini untuk mengidentifikasi
Prosiding Webinar dan Call For Papers ““ENTREPENEURSHIP KEFARMASIAN DI MASA PANDEMI DENGAN PEMANFAATAN E-COMMERCE” No ISSN : xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx 21 potensi limbah cair zat pewarna sasirangan dan potensi limbah cair zat pewarna pengrajin sasirangan di desa Kertak Hanyar 2 Kabupaten Banjar. METODE Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif eksperimental dengan pengambilan sampel secara purposive sampling. Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat wilayah desa Kertak Hanyar 2 yang berusaha sebagai pengrajin batik Sasirangan dengan jumlah populasi sebesar 30, Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah pengrajin sasirangan yang memenuhi kriteria inklusi yitu pengrajin batik Sasirangan yang bersedia menjadi responden, sudah menjadi pengrajin batik Sasirangan lebih dari 1 tahun, dan sudah memasarkan produksinya. Dimulai dengan melakukan penggalian data untuk mengidentifikasi proses kegiatan pengrajin Sasirangan desa Kertak Hanyar 2 kabupaten Banjar melalui metode wawancara. Indikator/parameternya meliputi jenis zat pewarna yang digunakan, proses pengolahan dan pembuangan limbah cair zat pewarna . Dilanjutkan melakukan pengukuran pemeriksaaan laboratorium dengan indikator/parameter fisika yang terdiri dari uji laboratorium untuk suhu dan warna, dan indikator/parameter kimia yang terdiri dari uji laboratorium untuk kadar COD, krom total (Cr), kadar Cadmium dan pH. HASIL DANPEMBAHASAN Jumlah pengrajin sasirangan di desa Kertak Hanyar 2 Kabupaten Banjar yang memenuhi kriteria inklusi ada 7 yaitu Sukma Sasirangan, Iwan Sasirangan, Diqi Sasirangan, Qutby Sasirangan, Anas Sasirangan, Dhika Sasirangan dan Mutia Sasirangan telah ada sejak 1996 sampai dengan saat ini tahun 2021, dengan jumlah pengrajin terbanyak di bangun pada tahun 2007 sampai dengan tahun 2020. Proses pengolahan pengrajin sasirangan di desa Kertak Hanyar 2 Kabupaten Banjar secara umum, sebagai berikut: Melakukan pemotongan kain putih menjadi berukuran 2 meter per lembar, membuat pola dari kain tersebut sesuai dengan motif yang diinginkan, melakukan penjahitan (sirang) dengan jahit jelujur sesuai dengan bentukan pola yang telah digambar, melakukan penyisitan (sisit) satu-persatu jahitan tersebut agar pola/motif terbentuk rapi dan tidak tercampur nanti saat di warna, kain yang sudah di jahit seluruhnya kemudian siap untuk di warna (di celup, di colet, atau keduanya). sesuai dengan warna yang diminta/diinginkan. Pencelupan biasanya didiamkan beberapa jam atau ada yang sampai 1 malam (untuk memperoleh warna yang cerah dan tajam), Teknik pencelupan untuk memperoleh satu warna saja, yaitu dengan cara mencelupkan kain ke dalam larutan zat pewarna, kecuali pada bagian kain yang dijelujur. Bagian yang dijelujur akan tetap berwarna putih, Teknik Pencoletan dilakukan apabila motif yang dibuat memerlukan lebih dari satu warna, Teknik Pencelupan dan pencoletan untuk memperoleh warna dasar yang bagus kain dicelup terlebih dahulu kemudian dicolet dengan variasi warna sebagaimana telah direncanakan, Setelah seselai di warna, limbah air bekas pencelupan sasirangan dibuang ke tanah lingkungan sekitar atau kolong bawah rumah, melepas jahitan jelujur satu-persatu secara perlahan agar kain tidak rusak, kain dibilas/dicuci hingga bersih kemudian dijemur hingga kering, Kain di setrika dan siap dijual (Nasrudin, 2018). Jenis motif yang lazim di buat oleh pengrajin Sasirangan yakni Sarigading, Klasik, Gradasi dan Rainbow. Jumlah pengolahan (lembar/hari) menurut jenis motif kain sasirangan dengan volume rata-rata tertinggi yakni 30- 50 lembar/ hari motif klasik gradasi, volume 50-100 lembar / hari untuk motif rainbow,dan 0 – 5 lembar /hari untuk motif motif sarigading.
Prosiding Webinar dan Call For Papers ““ENTREPENEURSHIP KEFARMASIAN DI MASA PANDEMI DENGAN PEMANFAATAN E-COMMERCE” No ISSN : xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx 22 Pewarnaan merupakan proses yang cukup rumit sehingga membutuhkan keahlian khusus. Pewarnaan tidak bisa dilakukan dengan sembarangan, tetapi harus dilakukan secara teliti dan cermat berdasarkan kepada jenis kain dan kombinasi warna yang akan dibuat. Pembuatan batik sasirangan dalam pembuatannya sebagaimana pembuatan tekstil lainnya banyak melibatkan proses pewarnaan dan pencelupan. Dalam pewarnaan, digunakan bahan-bahan pewarna sintetik seperti pewarnaan seperti naphtol, indigosol, reaktif dan indanthreen yang akan menghasilkan limbah cair berwarna pekat dalam jumlah yang cukup besar (Nintasari dan Amaliyah, 2016). Mekanisme pembuangan limbah pengrajin sasirangan di desa Kertak Hanyar 2 Kabupaten Banjar ini langsung dibuang ke kolong rumah atau di halaman rumah tanpa adanya pengolahan limbah. Hal ini senada dengan penelitian Mizwar, Anndy , Diena dan Nurin Nisa Farah yang dilakukan di Kota Banjarmasin , pembuangan dilakukan secara sembarangan baik dalam proses pewarnaan atau pencucian yang langsung ke bawah kolong rumah dan memiliki akses langsung dengan Sungai Martapura. Limbah ini dibuang secara langsung ke tanah atau sungai terdekat oleh masyarakat yang membuat batik sasiranngan. Hal ini menyebabkan limbah cair yang dihasilkan mengandung berbagai macam pencemar (Mizwar, Andy. Diena, Nurin Nisa Farah. 2012) (Tribunbanjarmasin.Com). Tabel 1. Zat pewarna kain batik sasirangan yang digunakan oleh pengrajin batik sasirangan adalah zat pewarna sintetik Pengrajin batik sasirangan di desa Kertak Hanyar 2 Kabupaten Banjar, semuanya smenggunakan zat pewarna sintesis. Batik memerlukan bahan pewarna. Pewarna batik sampai dengan saat ini masih didominasi oleh pewarna sintetis. Mengapa Nomor Nama zat pewarna batik sasirangan Jenis pewarnanya 1 NAFTOL (khusus air dingin) 1. NAFTOL AS G 2. NAFTOL AS LB 3. NAFTOL AS 4. NAFTOL ASD 5. NAFTOL AS BS 6. NAFTOL AS BO 7. NAFTOL AS BR 8. KUNING 9. ORANGE GC 10. MERAH GG 11. MERAH B 12. VIOLET B 13. BIRU B 14. BIRU BB 15. HITAM B 16. TRO 2 INDHANTHRENE (Khusus Air Panas) 1. YELLOW FG 2. GOLD YELLOW 3. BROWN 4. GRAY 5. VIOLET 2R/4R 6. BLACK 7. RED 8. GREEN B 9. RSN 10. BLUE KR
Prosiding Webinar dan Call For Papers ““ENTREPENEURSHIP KEFARMASIAN DI MASA PANDEMI DENGAN PEMANFAATAN E-COMMERCE” No ISSN : xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx 23 menggunakan pewarna sintetis? Ada beberapa alasan yang mendukung pemakaian warna sintetis ini. Warna sintetis tersedia di pasaran dalam bentuk bubuk yang siap digunakan. Warna sintetis tak terbatas. Hasil pewarnaan stabil (tidak luntur) dan menghasilkan warna warna yang cemerlang. Warna alami tidak tersedia di pasaran. Menghasilkan warna tidak cemerlang (kusam) dan mudah luntur. Pengetahuan mengenai zat warna baik sintetis mapum zat warna alami masih belum banyak dibahas di dalam literatur sehingga penting untuk sedikit meninjau zat warna dari sisi ilmiahnya (Mahreni, 2016). Zat warna Naphtol merupakan zat warna yang tidak larut dalam air. Untuk melarutkannya diperlukan zat pembantu kostik soda. Pencelupan napthol dikerjakan dalam 2 tingkat. Pertama pencelupan dengan larutan naptholnya sendiri (penaptholan). Pada pencelupan pertama ini belum diperoleh warna atau warna belum timbul. Kemudian dicelup tahap kedua/dibangkitkan dengan larutan garam diazodium akan diperoleh warna yang dikehendaki. Tua muda warna tergantung pada banyaknya napthol yang diserap oleh serat. Dalam pewarnaan batik zat warna ini digunakan untuk mendapatkan warna-warna tua/dop dan hanya dipakai secara pencelupan. Untuk menghasilkan warna turunan dibutuhkan percampuran warna (Mahreni,2016) Gambar 1. Pewarnaan selang-seling hitam putih pada kain jelujur dilakukan di atas meja yang sudah didesain dengan jaring-jaring dengan tujuan supaya warna yang tidak terserap bisa menetes langsung ke bawah pada tempat pembuangan limbah yang terbuat dari kayu ulin. Gambar 2. Pewarnaan kain dengan dua ember diberi warna berbeda Pewarnaan kain dengan dua ember diberi warna berbeda, ember satu dengan warna kuning dan ember kedua dengan warna merah melalui pencelupan zat pewarna sintesis Naphtol yang sudah dilarutkan dengan air dengan formulasi 4 sendok pewarna merah dilarutkan dalam 2 gayung air besar, sedangkan pewarnaan untuk kuning dengan menyiapkan 1 ons serbuk Naphtol kuning dilarutkan dalam satu ember tanggung. Pencelupan pewarnaan selang-seling di warna kuning 5 menit kemudian di warna merah 5 menit , diulang-ulang sampai 3 kali serasa warna tidak meresap lagi.
Prosiding Webinar dan Call For Papers ““ENTREPENEURSHIP KEFARMASIAN DI MASA PANDEMI DENGAN PEMANFAATAN E-COMMERCE” No ISSN : xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx 24 Gambar 3. Ember berisi air untuk pembilasan kain batik sasirangan, dilakukan berulang-ulang sampai air bilasan terang. Gambar 4. Air bilasan pewarnaan dan pembilasan dibuang ke kolam penampungan limbah dibawah rumah produksi yang telah digali 1 meter dan diberi siring kayu ulin dan pasir. Gambar 5. Siring kolam limbah dibawah rumah produksi yang dibuat dari kayu ulin yaitu jenis kayu yang tahan terhadap air. Zat warna Naftol termasuk dalam golongan senyawa Azo. Senyawa azo merupakan bahan kimia yang berbahaya apabila masuk ke dalam tubuh dan terakumulasi. Senyawa Azo dapat tereduksi menjadi senyawa Benzidine dan arylamines yang dapat menimbulkan alergi pada kulit (Mahreni,2016). Pewarnaan dengan Naphtol memerlukan bahan penyempurna yaitu pewarna kimia pembantu berupa garam diazium dan natrium hidroksida sebagai pembantu pelekatan zat warna ke dalam kain (Mahreni,2016). Sedangkan zat pewarna kimia sintetis endantren menggunakan air panas. Zat warna indanthrene normal termasuk golongan zat warna bejana yang tidak larut dalam air. proses pencelupannya tidak perlu penambahan elektrolit karena mempuyai daya
Prosiding Webinar dan Call For Papers ““ENTREPENEURSHIP KEFARMASIAN DI MASA PANDEMI DENGAN PEMANFAATAN E-COMMERCE” No ISSN : xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx 25 serap yang tinggi. Pemakaian reduktor dan alkali banyak dan dicelup pada suhu (40- 60°C). Cara pewarnaan : Kain ditimbang kemudiaan celup kedalam larutan TRO dan tiriskan. Timbang zat warna dan obat bantunya, sesuai resep untuk pencelupan. Celupkan kain yang akan diwarna selama 60 menit, kemudian cuci dingin dan oksidasi sesuai Setelah selesai segera cuci dingin dan cuci panas selama 15 menit, cuci dingin dan keringkan (Tutik Riyanto, 2016). Proses sintetik pewarnaan yang digunakan biasanya menggunakan pewarna Naphtol (ASLB, AS, ASG, ASGR) dan senyawa garam (orange GG, biru BB, merah B, merah GG, violet B, biru B dan yellow GL (Hardini, 2009). Zat warna tekstil merupakan gabungan dari senyawa organik tidak jenuh, kromofor dan auksokrom sebagai pengaktif kerja kromofor dan pengikat antara warna dengan serat. Sebagai bahan pembantu untuk menimbulkan dan menguatkan warna dipergunakan antara lain adalah jeruk nipis, jeruk sitrun, cuka, sendawa, tawas, air kapur, terusi, garam diazonium, NaOH, spiritus, asam sulfat, dan lain-lain, sedangkan untuk pencucian digunakan detergen (Nora, 2000). Pemakaian bahan pewarna sintetik ini mengakibatkan limbah cair yang dihasilkan sebagai buangan yang mengandung berbagai bahan pencemar seperti fenol, senyawa organik sintetis serta logam berat (Hardini, 2009). Melihat dari kegiatan industri yang masih bersifat tradisional, sebagian besar para pengrajin batik sasirangan belum melakukan upaya pengolahan terhadap limbah yang dihasilkan dan langsung membuang ke badan perairan. Kolam yang dibuat sedalam satu meter dengan dikelilingi siring kayu ulin apabila terkena air hujan maka akan meluap ke lingkungan sekitarnya, demikian pula apabila sedang produksi dalam jumlah besar maka kolam penampungan limbah tidak mampu menampung dan akan meluap di lingkungan sekitar. Gambar 6. Kolam limbah penampungan produksi batik Sukma Sasirangan Kolam limbah penampungan produksi batik Sukma Sasirangan yang berada di belakang rumah produksi , hanya sebatas kolam penampungan yang apabila hujan lebat maka kolam penampungan limbah ini bisa meluap di lingkungan sekitar. Gambar 7. Kolam penampungan limbah batik Iwan Sasirangan berada dibawah papan kayu ulin
Prosiding Webinar dan Call For Papers ““ENTREPENEURSHIP KEFARMASIAN DI MASA PANDEMI DENGAN PEMANFAATAN E-COMMERCE” No ISSN : xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx 26 Gambar kolam penampungan limbah batik Iwan Sasirangan berada dibawah papan kayu ulin ini, sehingga air limbah pewarnaan maupun pembilasan langsung dituang pada papan kayu ulin ini turun melalui sela-sela papan kayu ulin ini. Kolam sedalam satu meter ini akan cepat penuh dan meluap karena proses produksi batik Iwan Sasirangan dalam jumlah besar, apalagi adanya air hujan yang deras akan mempercepat peluapan air limbah pada penampungan ini dan akan meluap di lingkungan sekitar yang masih berupa air rawa. Terkadang banyak muncul ikan banyak hidup dalam air rawa di sekitar lingkungan rumah produksi ini. Potensi limbah cair zat pewarna pengrajin sasirangan dilakukan pengukuran dengan parameter yang diukur meliputi 3 (tiga) indikator utama yakni biologi, fisika dan kimia yang disesuaikan dengan Peraturan Gubernur Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 04 Tahun 2007 Lampiran 1.10 tentang Baku Mutu Limbah Cair Indutri Tekstil. Indikator biologi yang diukur dalam penelitian ini yakni unsur logam berat Cr (Krom Total) dan Cd (Kadmium) pada satuan mg/ekor ikan. Jenis ikan yang dipilih yakni Ikan Gabus sebagai salah satu jenis ikan khas yang hidup di sungai Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan. Logam berat dapat terakumulasi di dalam tubuh suatu organisme dan tetap tinggal dalam tubuh untuk jangka waktu yang lama sebagai racun yang terakumulasi (Nani Apriyani, 2018). Bioakumulasi logam berat pada ikan di lingkungan perairan dapat terjadi melalui 3 cara akumulasi (Martuti, 2012), yaitu akumulasi logam berat dari partikulat tersuspensi (sedimen), akumulasi logam berat dari makanan ikan (sistem rantai makanan) dan, akumulasi dari logam berat yang terlarut dalam air. Tabel 2. Kandungan logam berat zat pewarna batik sasirangan desa Kertak Hanyar 2 Kabupaten Banjar Nomor Kandungan unsur logam Satuan Kadar maksimal Hasil Metoda 1 (Cr) Krom total Mg/Kg 0,1*) 0,0161 SNI6989-82.2018 2 (Cd) Kadmium Mg/Kg 1,0**) <0,0015 SNI6989-82.2018 *). Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.00.06.1.52.4011 tentang Penetapan Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Kimia dalam Makanan **). SNI 7387:2009 tentang Batas Maksimum Cemaran Logam Berat Dalam Pangan Tabel di atas menunjukkan bahwa parameter kandungan logam Krom Total (Cr) nasih di bawah ambang batas maksimum menurut Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.00.06.1.52.4011 tentang Penetapan Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Kimia dalam Makanan yakni 0,1 Mg/Kg, sedangkan Kadmium (Cd) berada di bawah ambang batas aman konsumsi, menurut SNI 7387:2009 tentang Batas Maksimum cemaran logam berat dalam pangan.Kadmium adalah suatu unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki lambang Cd dan nomor atom 48. Logam lunak dan putih kebiruan ini secara kimiawi serupa dengan dua logam stabil lainnya pada golongan 12, seng dan raksa (Permenkes No 416 Tahun 1990 dan PP No 81 Tahun 2001). Kadmium atau Logam berat pada dasarnya memang berdampak tidak baik bagi mahkluk hidup terlebih jika terkonsumsi oleh manusia. Kadmium dapat terkandung melalui aliran limbah yang memasuki aliran sungai dan terkontaminasi dengan daerah sungai sehingga ekosistem hewan maupun tumbuhan menjadi dampak oleh logam berat (Nani Apriyani, 2018). Unsur kromium pada badan perairan dapat masuk melalui dua cara, yaitu secara alamiah dan non lamiah, masuknya kromium secara alamiah dapat disebabkan oleh beberapa faktor fisika, seperti erosi yang terjadi pada batuan mineral. Masukan
Prosiding Webinar dan Call For Papers ““ENTREPENEURSHIP KEFARMASIAN DI MASA PANDEMI DENGAN PEMANFAATAN E-COMMERCE” No ISSN : xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx 27 kromium yang terjadi secara nonalamiah lebih merupakan dampak atau efek dari aktivitas yang dilakukan manusia (Hening Widowati, 2015). Parameter kimia dalam mengetahui potensi potensi limbah cair zat pewarna sasirangan berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 4 Tahun 2007 yakni Krom Total. Logam krom (Cr) adalah salah satu jenis polutan logam berat yang bersifat toksik, dalam tubuh logam krom biasanya berada dalam keadaan sebagai ion Cr3+. Krom dapat menyebabkan kanker paru-paru, kerusakan hati (liver) dan ginjal. Jika kontak dengan kulit menyebabkan iritasi dan jika tertelan dapat menyebabkan sakit perut dan muntah. Berdasarkan parameter biologi yang telah dijelaskan di atas diketahui bahwa kandungan unsur logam berat pada jenis ikan Gabus di Sungai Kabupaten Banjar yakni 0,456 mg/Kg untuk unsur Krom Total (Cr) atau melebihi batas ambang batas aman konsumsi yang mempersyaratkan 0,1 Mg/Kg menurut Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.00.06.1.52.4011 tentang Penetapan Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Kimia dalam Makanan, sedangkan unsur Kadmium (Cd) atau masih berada dalam batas ambang aman konsumsi yakni batas maksimum yakni 1,0 mg/kg menurut BPOM No.03725/B/SK/89 dan SNI 7387:2009 tentang Batas Maksimum Cemaran Logam Berat Dalam Pangan. Warna pada air disebabkan oleh adanya partikel hasil pembusukan bahan organik, ion-ion metal alam (besi dan mangan), plankton, humus, buangan industri, dan tanaman air. Adanya oksida besi menyebabkan air berwarna kemerahan, sedangkan oksida mangan menyebabkan air berwarna kecoklatan atau kehitaman. Kadar besi sebanyak 0,3 mg/l dan kadar mangan sebanyak 0,05 mg/l sudah cukup dapat menimbulkan warna pada perairan (Putra, 2011). Salah satu contoh zat warna yang banyak dipakai industri tekstil adalah remazol black, red dan golden yellow. Dalam pewarnaan, senyawa ini hanya digunakan sekitar 5% sedangkan sisanya yaitu 95% akan dibuang sebagai limbah. Senyawa ini cukup stabil sehingga sangat sulit untuk terdegradasi di alam dan berbahaya bagi lingkungan apalagi dalam konsentrasi yang sangat besar karena dapat menaikkan COD (Chemical Oxygen Demand) . COD adalah adalah jumlah oksigen yang diperlukan untuk mengurai seluruh bahan organik yang terkandung dalam air (Putra, 2011). Tabel 3. Nilai COD hasil pemeriksaan laboratorium Nomor Pengrajin sasirangan Batas maksimal Hasil pemeriksaan Metode 1 Iwan sasirangan 100 963,8 SNI 6989.2-2019 2 Sukma sasirangan 100 51,284 SNI 6989.2-2019 Tabel di atas menjelaskan bahwa parameter COD menunjukkan 1 lokasi berada di bawah ambang batas menurut Peratutan Gubernur Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 4 tahun 2007 tentang Baku Mutu Air Limbah Cair Industri Tekstil yakni 100 mg/L dan satu sampel dengan nilai di atas ambang batas dengan nilai COD 963,8 mg/L. COD atau kebutuhan oksigen kimia adalah jumlah oksigen yang diperlukan agar limbah organik yang ada di dalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia. Nilai COD merupakan ukuran bagi tingkat pencermaran oleh bahan organik (Nani Apriyani, 2018)
Prosiding Webinar dan Call For Papers ““ENTREPENEURSHIP KEFARMASIAN DI MASA PANDEMI DENGAN PEMANFAATAN E-COMMERCE” No ISSN : xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx 28 Gambar 8. Koordinasi Tim dengan Pembakal desa Kertak Hanyar 2 Kabupaten Banjar Gambar 9. Wawancara dengan pengrajin sasirangan pak Apan pembuat batik Sasirangan dari pengusaha Iwan Sasirangan Gambar 10. Pewarnaan batik sasirangan oleh pak Apan dari Iwan Sasirangan Gambar 11. Penjemuran setelah pencelupan pewarnaan oleh pak Apan dari Iwan Sasirangan
Prosiding Webinar dan Call For Papers ““ENTREPENEURSHIP KEFARMASIAN DI MASA PANDEMI DENGAN PEMANFAATAN E-COMMERCE” No ISSN : xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx 29 Gambar 12. Wawancara Tim dengan Sukma Sasirangan Gambar 12. Wawancara Tm dengan pengrajin Diqi Sasirangan didampingi petugas/aparatur desa Kertak Hanyar 2 Kabupaten Banjar KESIMPULAN Pengrajin batik Sasirangan di desa Kertak Hanyar 2 kabupaten Bamjar Kalimantan Selatan masih sederhana dalam proses produksinya, menggunakan zat 100% zat pewarna kimia sintesis dan belum ada pengolahan limbah cair penggunaan zat pewarna tersebut sehingga akan berdampak pada kesehatan manusia seperti alergi kulit, penyakit saluran pernapasan dan ginjal serta pencemaran lingkungan karena terdapat logam berat Kromium melebihi batas ambang yang diperbolehkan. Demikian pula COD nya melebihi batas ambang yang diperbolehkan. UCAPAN TERIMAKASIH Kepada LPPM Universitas Sari Mulia yang telah mengawal penelitian ini dari awal sampai dengan selesainya penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA. Hening Widowati, 2015, Profil Logam Berat Cd, Cr pada Lokasi Berbeda di Provinsi Lampung serta Bioakumulasinya pada Tanaman Pangan. Martuti, N.K.T. 2012. Kandungan Logam Berat Cu dalam Ikan Bandeng Studi Kasus di Tambak Wilayah Tapak Semarang. Dalam Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan. Semarang, 11 September 2012. Mizwar, Andy., Diena, Nurin Nisa Farah. 2012. Penyisihan Warna Pada Limbah Cair Industri Sasirangan dengan Adsorpsi Karbon Aktif. Info Teknik, Volume 13 No. 1 Juli 2012
Prosiding Webinar dan Call For Papers ““ENTREPENEURSHIP KEFARMASIAN DI MASA PANDEMI DENGAN PEMANFAATAN E-COMMERCE” No ISSN : xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx 30 Nani Apriyani, 2018, Industri Batik: Kandungan Limbah Cair dan Metode Pengolahannya, Media Ilmiah Teknik Lingkungan, vol 3, nomor 1, Februari 2018 Article Review, hal: 21-29 Nasrudin, 2018, Identifikasi Potensi Limbah Cair Zat Pewarna Sasirangan terhadap Pencemaran di Kota Banjarmasin Nintasari, Rinne., Amaliyah, Desi Mustika. 2016. Ektraksi Zat Warna Alam dari Kayu Ulin (Eusideroxylon Zwageri), Kayu Secang (Caesalpinia Sp) dan Kayu Mengkudu (Morinda Citrifolia) untuk Bahan Warna Kain Sasirangan. Jurnal Riset Industri Hasil Hutan Vol.8, No.1, Juni 2016: 25 – 32 Peraturan Pemerintah, 2002, Peraturan Pemerintah nomor 81 tahun 2001 tentang Alat dan Mesin Budidaya Tanaman Peraturan Kepala BPOM, 2009, Peraturan Kepala BPOM nomor HK 00061524011 tentang Penetapan Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Kimia dalam Makanan. Permenkes RI, 1990, Permenkes nomor 416/ Men.Kes/PER/IX. 1990 tentang Syaratsyarat dan Pengawasan Kualitas Air. Peraturan Gubernur Kalimantan Selatan No. 4 Tahun 2007. Baku Mutu Limbah Cair bagi Kegiatan Industri, Hotel, Restoran, Rumah Sakit, Domestik, dan Pertambangan Profil Desa Kertak Hanyar 2, 2021 Putra, M.R.A, 2011. Analisis Peranan Industri Kain Sasirangan terhadap Perekonomian Kota Banjarmasin dan Strategi Pengembangannya. Tesis. Departemen Ilmu Ekonomi Institut Pertanian Bogor. Bogor. Standar Nasional Indonesia, 2009, Standar Nasional Indonesi nomor 7387 tentang Batas Maksimum Cemaran Logam Berat dalam Pangan. Tonny Aries Wijaya, Fianto, Hidayat, 2015 Penciptaan Buku Ilustrasi Kain Sasirangan sebagai Upaya Promosi Seni Budaya Komunikasi Visual, volume 4, nomor 2, Art Nouveau, 1-10 Tribunbanjarmasin.com PD PAL Tak Bisa Olah Langsung Limbah Cair Sasirangan, Harusnya diperlakukan Begini. (online) http://banjarmasin.tribunnews.com/2018/10/22/pd-pal-tak-bisa-olahlangsunglimbah-cair-sasirangan-harusnya-diperlakukan-begini. Diakses pada tanggal 25 november 2018 Yunita Fitri Andriana, 2018, Pergeseran Fungsi dan Makna Simbolis Kain Sasirangan, Jurnal Rupa volume 3, Edisi 2 nomor 1, Desember 2018:77-92 PENGARUH KARAKTERISTIK DENGAN MEDICATION BELIEFS PADA PASIEN DIABETES MELLITUS THE EFFECT OF CHARACTERISTICS WITH MEDICATION BELIEFS IN DIABETES MELLITUS PATIENTS Dian Oktianti 1*), Sikni Retno K. 1), Andrey Wahyudi 1) 1 Universitas Ngudi Waluyofiliasi, Ungaran, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Indonesia * e-mail: [email protected] ABSTRAK Diabetes Mellitus tipe II dan hipertensi adalah kedua penyakit kronis yang saling berhubungan satu sama lain. Perkembangan hipertensi pada pasien DM tidak hanya
Prosiding Webinar dan Call For Papers ““ENTREPENEURSHIP KEFARMASIAN DI MASA PANDEMI DENGAN PEMANFAATAN E-COMMERCE” No ISSN : xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx 31 menyebabkan kompleksitas pada strategi terapi dan meningkatkan biaya terapi tapi juga akan meningkatkan resiko pada komplikasi pada pembuluh darah mikrovaskuler dan makrovaskuler. Pengobtan penyakit kronis umumnya secara jangka panjang dan kepercayaan pasien terhadap pengobatannya akan meningkatkan kepatuhan pasien dalam minum obat.. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan karakteristik dengan kepercayaan terhadap pengobatan (medication beliefs) pada pasien DM tipe II dengan hipertensi. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif noneksperimental dengan rancangan deskriptif analitik menggunakan pendekatan cross sectional. Kuesioner untuk mengukur tingkat kepercayaan pasien tentang pengobatan (medication beliefs) digunakan kuesioner BMQ (Beliefs about Medicines Questionnaires). Hasil yang diperoleh adalah responden yang dimasukkan dalan penelitian ini adalah pasien diabetes mellitus yang mendapatkan terapi hipertensi. Hasil yang diperoleh dari 79 responden sebagian besar memiliki skor necessity dan concern yang tinggi,dan sebagian besar tidak mengalami efek samping. Nilai korelasi antara usia, jenis kelamin, dan pendidikan mendekati nol dengan nilai signifikansi > 0,05. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa hubungan antara karakteristik dengan medication beliefs pada pasien diabetes mellitus lemah dan pengaruhnya tidak bermakna Kata kunci: medication beliefs, diabetes mellitus, usia, jenis kelamin, pendidikan ABSTRACT Diabetes Mellitus type II and hypertension are both chronic diseases that are related to each other. The development of hypertension in DM patients will not only cost the therapeutic strategy and increase the risk of therapy but will also increase the microvascular and macrovascular complications. The treatment is generally in the long term and trust in treatment will increase patient compliance in taking medication. This study was to determine the characteristics of belief in treatment (belief in treatment) in type II DM patients with hypertension. This research is a non-experimental quantitative research by designing descriptive analytic using a cross sectional approach. The questionnaire to measure the patient's level of confidence about the treatment was used the BMQ questionnaire (Beliefs about Medicines Questionnaires). The results obtained are that the respondents included in this study were patients with diabetes mellitus who received hypertension therapy. The results obtained from 79 respondents mostly had high necessity and concern scores, and most of the respondent did not experience side effects. The correlation value between age, gender, and education is close to zero with a significance value > 0.05. Conclusion based on this study, the relationship between characteristics and treatment confidence in patients with diabetes mellitus is weak and the effect is not significant Keywords: not more than 5 words or phrases, separated by commas (,), that it’s important, spesific, or representative for the article PENDAHULUAN Diabetes Mellitus atau yang sering dikenal dengan penyakit DM merupakan penyakit yang disebabkan oleh gangguan metabolisme yang terjadi pada sistem organ
Prosiding Webinar dan Call For Papers ““ENTREPENEURSHIP KEFARMASIAN DI MASA PANDEMI DENGAN PEMANFAATAN E-COMMERCE” No ISSN : xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx 32 pankreas dan ditandai dengan meningkatnya kadar gula darah atau kondisi hiperglikemia, penyebabnya karena menurunnya jumlah insulin yang dihasilkan oleh pankreas (ADA, 2012). Penyakit DM dapat menimbulkan berbagai komplikasi penyakit baik makrovaskuler maupun mikrovaskuler (Isnaini dan Ratnasari, 2018). Peningkatan tekanan darah sering dijumpai pada pasien DM, hal ini disebabkan karena efek dari resistensi insulin dan perubahan pembuluh darah pada ginjal (Perreault, 2017). Perkembangan hipertensi pada pasien DM tidak hanya menyebabkan kompleksitas pada strategi terapi dan meningkatkan biaya terapi tapi juga akan meningkatkan resiko pada komplikasi pada pembuluh darah mikrovaskuler dan makrovaskuler ( Tsimihodimos et al, 2017). Salah satu hal penting dari tujuan terapi adalah untuk meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita suatu penyakit. Pada kondisi pasien dengan penyakit kronis seperti hipertensi dan DM, kualitas hidup merupakan suatu hasil outcome terapi yang penting untuk kelangsungan kehidupannya dan hal ini membutuhkan pengaturan setiap harinya (Poljicanin et al, 2010). Pengobatan pada penyakit kronis umumnya mencakup penggunaan farmakoterapi secara jangka panjang. Meskipun obat-obatan ini efektif dalam mengobati penyakit tersebut, manfaatnya tidak secara penuh disadari oleh para penderita. Hal ini salah satunya disebabkan karena kepatuhan pasien dalam minum obat yang cukup rendah (Brown & Bussel, 2011). Kepatuhan minum obat minum obat dipengaruhi oleh keyakinan pasien terhadap pengobatan yang diterimanya. Sehingga sangat penting untuk meningkatkan keyakinan pasien mengenai pengobatan yang diterima, utamanya untuk pasien penyakit kronis (Schuz et al, 2011). Kepercayaan pasien terhadap terapi yang diterimanya biasanya akan berkorelasi dengan kepatuhan pasien terhadap terapinya (Horne et al, 2013). Penelitian terbaru menunjukkan bahwa kepercayaan sangat penting untuk membedakan orientasi masyarakat terhadap obatobatan secara umum (Horne et al, 2004). Dengan demikian keyakinan terhadap pengobatan akan mempengaruhi orientasi awal pasien terhadap perlaku kepatuhan minum obat dan kemungkincn besar terkait dengan oandangan pribadi tentang obat yang diresepkan (Anderson et al, 2016). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan karakteristik penderita diabetes mellitus dengan keyakinan pasien terhadap pengobatannya. METODE Penelitian dilakukan di Kecamatan Tapin Utara Kabupaten Tapin dan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang pada tahun 2020. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif non eksperimental dengan rancangan deskriptif analitik yang bersifat prospektif dan menggunakan pendekatan cross sectional. Sampel akan diambil dengan teknik “nonprobability sampling”. Pengambilan sampel berdasar pada kriteria inklusi dan kriteria eksklusi. Kuesioner untuk mengukur tingkat kepercayaan pasien tentang pengobatan (medication belief) digunakan kuesioner BMQ (Beliefs about Medicines Questionnaires). Teknik pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan program SPSS (Statical Product and Service Solution) Kriteria Inklusi 1) Pasien DM tipe II yang disertai penyakit hipertensi. 2) Pasien yang bersedia mengisi kuesioner. 3) Pasien yang bisa membaca dan menulis. Kriteria eksklusi pada penelitian ini yaitu : 1) Kuesioner yang tidak lengkap.
Prosiding Webinar dan Call For Papers ““ENTREPENEURSHIP KEFARMASIAN DI MASA PANDEMI DENGAN PEMANFAATAN E-COMMERCE” No ISSN : xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx 33 2) Kuesioner yang tidak terbaca dengan jelas. 3) Data laboratorium tidak lengkap. 4) Pasien dengan gangguan hati, gangguan ginjal, dan gangguan jantung. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan dengan mebagikan kuesioner dalam bentuk google form kepada responden yang mengidap penyakit DM tipe II disertai dengan hipertensi rawat jalan di wilayah Kabupaten Tapin periode 2020 dengan jumlah responden sebanyak 40 orang dan di Kecamatan Ungaran Timur ada 39 responden. Karakteristik Responden Karakteristik responden pada penelitian ini yaitu jenis kelamin, usia dan tingkat pendidikan terakhir pasien DM tipe II dengan penyakit penyerta hipertensi di Kabupaten Tapin sebanyak 40 orang. Tabel 1. Karakteristik Responden Kategori Kecamata n Tapin Utara Kecamatan Ungaran Timur Jumlah Persentas e Jumlah Persentase Jenis Kelamin Laki-laki 17 42,5 24 61,54 Perempua n 23 57,5 15 38,46 Total 40 100 39 Usia (tahun) 17-25 1 2,5 0 0 26-35 2 5 11 28,20 36-45 5 12,5 5 12,82 46-55 18 45 15 38,46 56-65 11 27,5 4 10,26 >65 3 7,5 4 10,26 Total 40 100 39 Pendidika n SD 9 22,5 2 5,12 SMP 7 17,5 2 5,12 SMA 17 42,5 13 33,34 Universita s 7 17,5 22 56,42 Total 40 100 39 100 Karakteristik responden merupakan hal yang penting pada penelitian ini. Karakteristik yang utama dan berkaitan dengan analisis medication beliefs dan kepatuhan ada 3 yaitu jenis kelamin, usia, dan pendidikan terakhir responden. Hasil yang didapat berdasarkan dari tabel 1 menunjukkan responden atau pasien DM tipe II di wilayah Kecamatan Tapin Utara dan Kecamatan Ungaran Timur berjumlah 40 dan 39 orang dengan karakteristiek yang juga seragam. Karakteristik berdasarkan usia ada perbedaan antara 2 lokasi penelitian tersebut. Di Kecamatan Tapin Utara responden paling besar adalah perempuan berjumlah 23 orang (57,5%). Jumlah responden yang menderita penyakit DM tipe II dengan hipertensi lebih banyak diderita oleh perempuan
Prosiding Webinar dan Call For Papers ““ENTREPENEURSHIP KEFARMASIAN DI MASA PANDEMI DENGAN PEMANFAATAN E-COMMERCE” No ISSN : xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx 34 dibandingkan laki-laki. Hal tersebut juga dijelaskan oleh Kruse (2011) dalam penelitian yang dilakukan oleh Wahid et al (2019) bahwa hormon testosteron pada laki-laki menyebabkan laki-laki mengalami lebih sedikit DM tipe II dibandingkan dengan perempuan. Selain itu perempuan lebih rentan karena perempuan mempunyai body mass index lebih besar dan mempunyai premenstrual syndrome sehingga lebih berisiko terkena penyakit DM tipe II (Mokolomban et al., 2018). Akan tetapi hal ini berbeda dengan Kecamatan Ungaran Timur respondenya lebih banyak laki-laki sebanyak 24 orang (61,53%). Menurut Gale & Gillespie (2001) sekarang ini adalah hal yang lazim penderita diabetes mellitus dapat dialami oleh perempuan dan laki-laki utamanya pada usia paruh baya. Hal ini dipengaruhi oleh kurangnya aktivitas, obesitas dan sensitivitas insulin. Usia responden terbanyak yang menderita penyakit DM tipe II dengan hipertensi adalah usia kisaran 46-55 tahun. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Betteng (2014) menyebutkan bahwa seseorang dengan usia > 45 tahun rentan terkena diabetes dan intoleransi glukosa yang disebabkan faktor degeneratif yaitu menurunnya fungsi tubuh khususnya kemampuan dari sel β pankreas dalam menghasilkan insulin untuk metabolisme glukosa dalam tubuh. Tingkat pendidikan responden menunjukkan hasil responden dengan tingkat pendidikan SD, SMP dan SMA ada 33 orang (82,5%) dari jumlah total keseluruhan responden, sedangkan untuk responden dengan tingkat pendidikan universitas ada 7 orang (17,5%). Tingkat pendidikan juga berpengaruh terhadap seseorang dalam menerapkan perilaku sehat terutama dalam mencegah penyakit DM tipe II dan hipertensi, karena semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin tinggi juga kemampuan seseorang dalam menjaga pola hidupnya agar tetap sehat (Mokolomban et al., 2018). Hasil Medication Beliefs Medication beliefs dilakukan untuk mengetahui tingkat kepercayaan pasien atau responden terhadap pengobatannya. Kepercayaan pengobatan dikaitkan dengan kepatuhan pasien dalam pengobatan. Kepercayaan dalam pengobatan menggambarkan bahwa dapat menawarkan prediktabilitas yang lebih besar daripada faktor klinis atau sosial lainnya (Park et al., 2018). Medication beliefs dari 11 pertanyaan dibagi menjadi 3 skala yaitu necessity, concern dan side effect. Skala necessity berguna untuk mengetahui pentingnya obat bagi pasien atau responden, skala concern untuk mengukur kekhawatiran terhadap efek buruk dari obat yang digunakan, dan side effect untuk mengetahui apakah ada efek samping yang ditimbulkan oleh obat. Tabel 2. Hasil Medication Beliefs Medicatio n Beliefs Kecamatan Tapin Utara Kecamatan Ungaran Timur Kategori Kategori Rendah Tinggi Rendah Tinggi Necessity 20 (50%) 20 (50%) 0 (0%) 39 (100%) Concern 11 (27,5%) 29 (72,5%) 0 (0%) 39 (100%) Ada Tidak Side Effect 5 (12,5%) 35 (87,5%) 16 (41%) 23 (59%) Pada tabel 2 analisis medication beliefs pada responden di kedua tempat lokasi penelitian menunjukkan hal berbeda pada skala necessty dan concern. Responden di Kecamatan Tapin Utara hanya 50 % yang menganggap penting terhadap terapi yang
Prosiding Webinar dan Call For Papers ““ENTREPENEURSHIP KEFARMASIAN DI MASA PANDEMI DENGAN PEMANFAATAN E-COMMERCE” No ISSN : xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx 35 diterimanya, sedangkan di Kecamatan Ungaran Timur 100% responden mengangap bahwa terapi yang diterimanya penting. Tingginya skor pada skala necessity menunjukkan bahwa responden merasakan pentingnya obat tersebut untuk menjaga kesehatannya. Menurut skala concern pada dua lokasi penelitian menunjukkan bahwa responden memiliki kekhawatiran terhadap efek samping dari terapi yang diterimanya. Di Kecamatan Tapin Utara terdapat 29 (72,5%) responden memiliki skala concern yang tinggi dan di Kecamatan Ungaran Timur 39 (100%) responden memiliki skala concern yang tinggi. Skor skala concern yang tinggi pada dua lokasi penelitian menunjukkan bahwa responden sangat mengkhawatirakan efek buruk yang mungkin ditimbulkan oleh obat yang sedan ia minum. Berdasarkan pertanyaan mengenai side effect (efek samping) yang dirasakan, responden dari dua lokasi sebagian besar menjawab tidak ada efek samping yang dirasakan. Hal ini tidak sejalan dengan kehawatiran yang dirasakan oleh responden. Hal ini dapat dipengaruhi oleh kurangnya informasi yang diterima oleh responden. Tabel 3. Nilai korelasi Medication Beliefs dengan Usia, Jenis Kelamin, dan Pendidikan Terakhir Kecamatan Tapin Utara Kecamatan Ungaran Timur Koefisien korelasi Sig (2-tailed) Koefisien korelasi Sig (2-tailed) Usia 0,155 0,338 0,138 0,403 Jenis Kelamin -0,115 0,481 0,124 0,452 Pendidikan Terakhir 0,050 0,759 0,046 0,779 Untuk melihat ada tidaknya hubungan antara karakteristik dilakukan uji korelasi. Hubungan antara medication beliefs atau tingkat kepercayaan dengan karakteristik responden (usia, jenis kelamin, dan pendidikan terakhir) di dua lokasi penelitian diperoleh nilai korelasi yang mendekati nilai 0. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara karakteristik dengan medication beliefs yang lemah. Berdasarkan nilai signifikansi diperoleh nilai > 0,05, artinya pengaruh karakteristik terhadap medication beliefs tidak bermakna. Menurut Lemay et al (2018) jenis kelamin tidak mempengaruhi terhadap medication beliefs dan kepatuhan minum obat. Kepercayaan terhadap pengobatan adalah masalah yang kompleks dan beragam, dan nantinya akan mempengaruhi terhadap tingkat kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatannya. Pada penelitian ini responden rata-rata memiliki tingkat pendidikan sekolah atas dan perguruan tinggi akan terapi memiliki hubungan yang lemah dengan medication beliefs, hal ini sejalan dengan penelitian Morgado & Rolo (2012) yang menyatakan bahwa pada masyarakat dengan tingkat pemahaman mengenai kesehatan baik dan memiliki tingkat pendidikan yang tinggi tidak ada hubungannya dengan keyakinan terhadap pengobatan. Meskipun pendidikan merupakan faktor penting akan tetapi pendidikan yang tinggi tidak akan menjamin kepatuhan minum obat akan meningkat. Perlu pendekatan multidisiplin untuk meningkatkan kepercayaan pasien terhadap pengobatan. Untuk membuat pendekatan yang lebih efektif, profesional kesehatan dengan keahlian dan pengetahuan khusus mengenai obat-obatan seperti apoteker memiliki peran yang sangat penting sebagai pendidik bagi pasien dan dapat
Prosiding Webinar dan Call For Papers ““ENTREPENEURSHIP KEFARMASIAN DI MASA PANDEMI DENGAN PEMANFAATAN E-COMMERCE” No ISSN : xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx 36 mengintervensi pada berbagai kondisi pasien dengan penyakit kronis. Selanjutnya apoteker berfungsi sebagai penghubung yang penting antara pasien dan dokter. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diketahui bahawa hubungan antara karakteristik dengan medication beliefs pada pasien diabetes mellitus lemah dan pengaruhnya tidak bermakna. Untuk penebitian selanjutnya dapat dilakukan penelitian yang meaghubungkan medication beliefs dengan tingkat kepatuhan sehingga nantinya out come terapi dapat tercapai. UCAPAN TERIMA KASIH Terimakasih kepada Puskesmas Kecamatan Ungaran Timur dan Kecamatan Tapin Utara atas bantuannya selama proses penelitian. Terimakasih kepada LPPM Universitas Ngudi Waluyo atas pendanaan penelitian. DAFTAR PUSTAKA American Diabetic Assosiation (ADA). (2019). Standars of Medical Care in Diabetes.The Journal of Clinical and A&pplied Research and Education.Vol.42. Suppl.1. AlHewiti, A., 2014, Adherence to Long-Term Therapies and Beliefs about Medications, International Journal of Family Medicine, 2014 (2014): e479596. Andersson, K.; Jonsson, A.K., 2016, Beliefs about medicines are strongly associated with medicine-use patterns among the general population. Int. J. Clin. Pract. 70, 277–285. Betteng, R., Pangemanan, D., Nelly, M., 2014, Analisis Faktor Resiko Penyebab Terjadinya Diabetes Mellitus Tipe 2 Pada Wanita Usia Produktif Di Puskesmas Wawonasa, Jurnal e-Biomedik (eBM). Vol.2. No.2 Brown, M.T., and Bussel, J.K., 2011, Medication Adherence: Who cares?, Mayo Clinic Proceeding, Vol 86, issue 4, https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0025619611600074 Gale E.A.M & Gillespie, K.M., 2001, Diabetes and Gender, Diabetologia, 44, pages 3– 15. Horne, R.; Chapman, S.C.E.; Parham, R.; Freemantle, N.; Forbes, A.; Cooper, V. , 2013, Understanding patients ’adherence-related beliefs about medicines prescribed for long-term conditions: A meta-analytic review of the necessityconcerns framework. PLoS ONE, 8, e80633. Horne, R.; Graupner, L.d.; Frost, S.; Weinman, J.; Wright, S.M.; Hankins, M. Medicine in a multi-cultural society: The effect of cultural background on beliefs about medications. Soc. Sci. Med. 2004, 59, 1307–1313. Isnaini, R & Ratnasari. (2018). Faktor Risiko Mempengaruhi Kejadian Diabetes Mellitus tipe dua. Jurnal Keperawatan dan Kebidanan Aisyiyah. Vol 14, No. 1.ISSN :2477-8184. Lemay J., Waheedi M., Al-Sharqawi, A., Bayoud T., 2018, Medication adherence in chronic illness: do beliefs about medications play a role?, Patient Prefer Adherence, 12: 1686-1698.
Prosiding Webinar dan Call For Papers ““ENTREPENEURSHIP KEFARMASIAN DI MASA PANDEMI DENGAN PEMANFAATAN E-COMMERCE” No ISSN : xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx 37 Morgado, M.; Rolo, S., 2012, Factors influencing medication adherence and hypertension management revisited: Recent insights from cancer survivors. Hypertens. Res., 35, 894–896. doi: 10.1038/hr.2012.100. Mokolomban, C., Wiyono, W. I., Deby, A. M. (2018). Kepatuhan Minum Obat Pada Paien Diabetes Mellitus Tipe 2 Disertai Hipertensi Dengan Menggunakan Metode MMAS-8. Jurnal Ilmiah Farmasi. Vol.7. No.4. ISSN : 2302-2493. Park, H. Y., Seo, S. A., Yoo, H., & Lee, K. (2018). Medication Adherence and Beliefs About Medication in Elderly Patients Living Alone with Chronic Diseases. Journal of Patient Preference and Adherence.Vol.12 : 175-181. Perreault L, Pan Q, Aroda VR, Barrett-Connor E, Dabelea D, Dagogo-Jack S, Hamman RF, Kahn SE, Mather KJ, Knowler WC; Diabetes Prevention Program Research Group. Exploring residual risk for diabetes and microvascular disease in the Diabetes Prevention Program Outcomes Study (DPPOS).Diabet Med. 2017; 34:1747–1755. doi: 10.1111/dme.13453. Poljicanin, T., Ajdukovic, D., Sekerija, M., Pibernik-Okanovic, M., Metelko, Z., Mavrinac, G.V., 2010, Diabetes mellitus and hypertension have comparable adverse effects on health-related quality of life, BMC Public Health, https://bmcpublichealth.biomedcentral.com/articles/10.1186/1471-2458-10-12. Schuz, B., Marx, C., Wurm, S., Warner, L.M., Zielgelmann, J.P., Schwarzer, R., Romer, C. T., 2011, Medication beliefs predict medication adherence in older adults with multiple illnesses, Journal of Psycosomatic Research, https://doi.org/10.1016/j.jpsychores.2010.07.014 Tsimihodis, V., Gonzalez-Vilalpando,C., Meigs, J.B., Ferranannini, E., 2017, Hypertension and Diabetes Mellitus: Corprediction and Time Trajectories, Journal of The American Heart Association, https://www.ahajournals.org/doi/10.1161/HYPERTENSIONAHA.117.10546
Prosiding Webinar dan Call For Papers ““ENTREPENEURSHIP KEFARMASIAN DI MASA PANDEMI DENGAN PEMANFAATAN E-COMMERCE” No ISSN : xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx 38 UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAN FRAKSI BATANG KUNING (Fibraurea tinctoria Lour.) TERHADAP BAKTERI Eschrichia coli dan Staphylococcus aureus ANTIBACTERIAL ACTIVITY TEST OF EXTRACT AND FRACTION BATANG KUNING (Fibraurea tinctoria Lour.) TO Escherichia coli AND Staphylococcus aureus Lusi Mardika Ariyanti1 , Supomo1 , Hayatus Sa’adah1 , Eka Siswanto Syamsul1 , Kintoko2 ,Hardi Astuti Witasari2 1 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Samarinda 2 Fakultas Farmasi Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta *e-mail: [email protected] ABSTRAK Akar kuning (Fibraurea tinctoria Lour.) merupakan tumbuhan khas yang dapat dijumpai di Kalimantan. Akar kuning biasa dimanfaatkan oleh masyarakat setempat sebagai obat gatal, penyakit kuning dan diare. Salah satu senyawa kimia yang terkandung dalam akar kuning adalah berberin yang berpotensi memiliki khasiat sebagai antidiabetes, antivirus, antibakteri dan antiinflamasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi tumbuhan Akar Kuning (Fibraurea tinctoria Lour.) sebagai antibakteri terhadap bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental, dengan tahapan penelitan meliputi determinasi sampel berupa tumbuhan segar, pengumpulan sampel, pembuatan simplisia, pembuatan ekstrak, fraksinasi dan uji aktivitas antibakteri menggunakan metode disc diffusion. Ekstrak etanol difraksinasi dengan menggunakan pelarut n-heksan dan etilasetat, ekstrak dan fraksi yang telah didapat ditimbang dengan konsentrasi 2,5%, 5% dan 10%. Kontrol positif yang digunakan yaitu amoxicillin dan DMSO sebagai kontrol negatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ektrak etanol dan fraksi akar kuning (Fibraurea tinctoria Lour.) memiliki potensi untuk menghambat pertumbuhan bakteri. Aktivitas zona hambat terbesar yang terbentuk pada ekstrak etanol yaitu pada konsentrasi 10% dengan diameter zona hambat 9,18 mm terhadap bakteri Escherichia coli dan 12,16 mm terhadap bakteri Staphylococcus aureus sedangkan fraksi batang akar kuning yang memiliki aktivitas antibakteri paling kuat terhadap bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus yaitu fraksi sisa. Staphylococcus aureus memiliki sensitifitas lebih tinggi terhadap akar kuning (Fibraurea tinctoria Lour.) dari pada bakteri Escherichia coli. Kata kunci: antibakteri, akar kuning, berberin, Fibraurea tinctoria Lour. ABSTRACT Akar kuning (Fibraurea tinctoria Lour.) is typically plant that can be found in Kalimantan. Akar kuning are usually used by local people as itch medicine, jaundice and diarrhea. Berberin, one of the chemical compounds contained in the akar kuning, berberin has the potential to act as an anti-diabetic, antiviral, antibacterial, and antiinflammatory. This study aimed to determine the activity of akar kuning as an
Prosiding Webinar dan Call For Papers ““ENTREPENEURSHIP KEFARMASIAN DI MASA PANDEMI DENGAN PEMANFAATAN E-COMMERCE” No ISSN : xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx 39 antibacterial against Escherichia coli and Staphylococcus aureus. The research conducted as experimental research, with the research phase are determination of sample with fresh herbs, sample collecting, Simplisia making, extract making, fractionation and antibacterial activity test using the disc diffusion method. Ethanol extract are fractionated using n-Heksan and Etilasetat solvents, the obtained of extract and fraction are weighed to 2,5%, 5% and 10%. Positive control antibacterial used amoxicillin and DMSO as negative control. The results showed that ethanol extracts and fraction of akar kuning (Fibraurea tinctoria Lour.) are have potential to inhibited bacteria growth. The highest antibacterial activity that showed at 10% concentration of ethanol extract with diameter inhibition is 9,18 mm to Escherichia coli and 12,16 mm to Staphylococcus aureus while the fraction of akar kuning which has the stronger antibacterial activity to Escherichia coli and Staphylococcus aureus is the rest fraction. Staphylococcus aureus were more susceptible to akar kuning (Fibraurea tinctoria Lour.) extract and fraction than Escherichia coli. Keywords: antibacterial, akar kuning, berberin, Fibraurea tinctoria Lour. PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati terbesar di dunia dengan lebih dari 30 ribu spesies tanaman berkhasiat mengobati melalui penelitian ilmiah. Hanya sekitar 180 spesies telah dimanfaatkan sebagai obat tradisional oleh industri obat tradisional Indonesia (Depkes, 2000). Selama berabad-abad berbagai kebudayaan di seluruh dunia telah mengenal, mempelajari dan memanfaatkan tumbuhan untuk pengobatan dan kesehatan (Petrovska, 2012). Demikian pula sejumlah suku yang mendiami wilayah Kalimantan seperti Suku Dayak, Kutai, Banjar, maupun Melayu juga memiliki pengetahuan tradisional yangmencakup sistem pengobatan tradisional dan penggunaan tumbuhan obat untuk kesehatan (Noorcahyati et al, 2010). Pemerintah Republik Indonesia juga memberikan perhatian yang sangat besar menyangkut produk obat tradisional melalui program Saintifikasi Jamu sebagai upaya pemanfaatan kekayaan sumber daya hayati dan kekayaan kesehatan tradisional agar dapat terintegrasi dalam sistem kesehatan formal (Permenkes RI, 2013). Penyakit infeksi merupakan salah satu penyakit yang sering terjadi di negaranegara berkembang salah satunya Indonesia. Infeksi merupakan penyakit yang dapat ditularkan dari satu orang ke orang lain atau suatu hewan ke manusia. Infeksi ini biasa disebabkan oleh berbagai mikroorganisme antara lain bakteri, virus, riketsia, jamur dan protozoa (Fahdi, 2019). Pemberian antibiotik merupakan salah satu alternatif dalam pengobatan infeksi, akan tetapi jika penggunaan antibiotik yang tidak rasional akan menjadi sebab utama penyebaran resistensi secara global, sehingga terjadi bakteri yang multiresisten terhadap sekelompok antibiotik (Niasono, 2019). Oleh sebab itu untuk mengatasi resistensi antibiotik yang terbuat dari zat kimia diperlukan pengembangan antibiotik dari bahan alam yang cenderung memiliki resiko efek samping yang lebih rendah dibandingkan antibiotik sintetis. Salah satu tumbuhan obat yang saat ini kian sulit ditemui di alam adalah batang kuning (Fibraurea tinctoria Lour.). beberapa masyarakat menyebutnya dengan akar kuning. Terdapat tiga spesies yang dikenal sebagai akar kuning, yaitu Arcangelisia flava, Coscinium fenestratum dan Fibraurea tinctoria. Dua jenis terakhir merupakan jenis yang banyak dimanfaatkan oleh etnis di Kalimantan sebagai obat tradisional
Prosiding Webinar dan Call For Papers ““ENTREPENEURSHIP KEFARMASIAN DI MASA PANDEMI DENGAN PEMANFAATAN E-COMMERCE” No ISSN : xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx 40 seperti obat sakit kuning dan malaria. Pemanfaatan secara tradisional untuk pengobatan pada tumbuhan ini adalah bagian batangnya (Noorcahyati dkk, 2016). Fibraurea tinctoria dan Coscinium fenestratum termasuk dalam keluarga Menispermaceae. Habitatnya berupa liana panjangnya mencapai 20 meter dan umumnya tumbuh secara liar di hutan sekunder atau semak belukar. Daerah sebarannya meliputi Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Halmahera, Filipina, Thailand, Indocina dan Malaya. Akar kuning dapat dijumpai pada ketinggian tempat yang beragam dari dataran rendah hingga ketinggian 1000 mdpl (Tan et al, 2020). Pada penelitian ini digunakan jenis Fibraurea tinctoria untuk mengetahui potensinya sebagai antibakteri, karena penelitian terkait antibakteri belum banyak dilaporkan. Salah satu senyawa metabolit sekunder dari akar kuning yang potensial sebagai obat adalah berberin. Senyawa golongan alkaloid ini dilaporkan memiliki aktivitas antimikroba, antidiare, penghambat infeksi parasit usus, antihipertensi, antitumor, antiinflamasi, hepatoprotektor, antimalaria dan antikanker (Wongbutdee, 2009). Penelitian Supomo dkk (2020) menyebutkan bahwa akar kuning (Fibraurea tinctoria) mengandung senyawa kimia antara lain alkaloid, flavanoid, tanin, saponin, steroid/triterpenoid. Hasil penelitian Utami dkk (2017) akar kuning (Fibraurea tinctoria Lour) mengandung senyawa berberin 25,8%. Senyawa berberin merupakan salah satu jenis alkaloid isoquinoline yang berfungsi sebagai antivirus, antibakteri dan juga sebagai antiinflamasi (Roy et al, 2018). Senyawa berberin yang terkandung pada batang akar kuning diyakini mampu mengatasi masalah resistensi yang terjadi akibat antibiotik sintetis, hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian Galappathie et al (2014) bahwa ekstrak daun dan batang akar kuning memiliki kekuatan menghambat bakteri pada kategori sedang dengan konsentrasi ekstrak 400 µg/disc pada Bacillus cereus sebesar 10 mm, sedangkan pada bakteri Staphylococcus aureus zona hambat yang terbentuk sebesar 10 mm. Penelitian sebelumnya menujukkan bahwa ekstrak etanol akar kuning (Fibraurea tinctoria Lour.) memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Eschericia coli dengan nilai zona hambat 10 mm pada konsentrasi ekstrak etanol 10% (Zalizar, 2019). Potensi akar kuning sebagai tumbuhan obat berbagai penyakit sangat besar untuk menjadi obat modern. Sampai saat ini pengembangan dan pemanfaatan tumbuhan ini sangat minim padahal manfaat tumbuhan ini sudah lama dirasakan masyarakat Kalimantan. Berdasarkan uraian diatas maka dilakukan penelitian terhadap ekstrak etanol dengan ekstraksi cair-cair menggunakan pelarut dengan kepolaran bertingkat, yaitu pelarut n-heksan dan etilasetat. Ekstrak etanol mengandung senyawa yang bersifat polar maupun semipolar sehingga masih bersifat ekstrak kasar, oleh karena itu perlu dilakukan fraksinasi untuk mendapatkan senyawa yang lebih spesifik berdasarkan tingkat kepolarannya. METODE Sampel dan Teknik Sampling Sampel yang digunakan adalah batang akar kuning. Batang akar kuning diperoleh dari Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KDKT) Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Teknik sampling digunakan purposive sampling dimana pengambilan sampel disesuaikan dengan jenis spesies akar kuning yang akan diteliti.
Prosiding Webinar dan Call For Papers ““ENTREPENEURSHIP KEFARMASIAN DI MASA PANDEMI DENGAN PEMANFAATAN E-COMMERCE” No ISSN : xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx 41 Gambar 1. Fibraurea tinctoria Lour. (Sumber: BKSDA Samboja, 2016) Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas (Pyrex®), blender (Maspion®), vortex, hotplate (IECR), cotton swap, sendok tanduk, pinset, kertas coklat, kertas cakram, lampu spiritus, autoclave (Isuzu®), incubator (Sanyo®), magnetic stirer, timbangan analitik (Ohaus®), jangka sorong (Enzo®), penangas air, laminar airflow cabinet (Streamline®), spektrofotometer UV-Vis (Shimadzu®). Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Batang akar kuning (Fibraurea tinctoria Lour), biakan bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus, aluminium foil, tissue, kapas steril, biakan bakteri, etanol 70%, n-Heksan, etil asetat, nutrient agar, aquadest, kain kasa, tablet amoxicillin. Determinasi Tumbuhan Determinasi tumbuhan dilakukan di Herbarium Wanariset Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Samboja Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Pembuatan Simplisia Akar kuning yang telah didapat disortasi basah, dicuci dengan air mengalir, dikeringkan dengan cara diangin-anginkan terlindung dari sinar matahari langsung dan dilakukan perajangan (Supomo dkk, 2020). Pembuatan Ekstrak Simplisia yang didapat dimaserasi selama 3 hari dengan menggunakan etanol 70%. Dilakukan remaserasi terhadap ampas simplisia, kemudian disaring untuk mendapatkan maserat, lalu dievaporasi dengan rotary evaporator dan diuapkan diatas waterbathhingga diperoleh ekstrak kental (Mujipradhana dkk, 2018). Fraksinasi Ditimbang 5 gram ekstrak dipartisi menggunakan aquades dan n-heksan dengan perbandingan 1:1 v/v. Sampel dikocok berulangkali dalam corong pisah hingga homogen dan dibiarkan hingga terbentuk lapisan air dan lapisan n-heksan. Lapisan nheksan ditampung di dalam wadah yang berbeda. Lapisan n-heksan selanjutnya ditangas di atas waterbath hingga kental dan diperoleh fraksi n-heksan. Lapisan air dipartisi kembali menggunakan etilasetat dengan perbandingan 1:1 v/v, Setelah itu dikocok dalam corong pisah hingga homogen, didiamkan hingga terbentuk dua lapisan yaitu lapisan air dan lapisan etilasetat. Masing-masing lapisan ditampung ke dalam wadah yang berbeda, ditangas sampai kental dan diperoleh fraksi etilasetat dan fraksi sisa (Mujipradhana dkk, 2018).
Prosiding Webinar dan Call For Papers ““ENTREPENEURSHIP KEFARMASIAN DI MASA PANDEMI DENGAN PEMANFAATAN E-COMMERCE” No ISSN : xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx 42 Pengujian Antibakteri 1. Pembuatan kontrol positif dan negatif Kontrol positif yang digunakan pada penelitian ini adalah amoxicillin 0,1 % dan kontrol negatif yang digunakan yaitu DMSO 1%. 2. Pembuatan seri konsentrasi ekstrak dan fraksi batang kuning Penelitian ini menggunakan seri konsentrasi ekstrak dan fraksi batang kuning yaitu sebesar 2,5%, 5% dan 10% dengan perhitungan (b/v), menggunakan DMSO 1% sebagai pelarut. 3. Sterilisasi alat Alat-alat gelas yang digunakan dalam penelitian aktivitas antimikroba ini disterilkan terlebih dahulu dengan menggunakan autoklaf pada suhu 121 ºC selama 15 menit, pinset dibakar dengan pembakaran di atas api langsung (Mujipradhana dkk, 2018). 4. Pembuatan media a. Pembuatan media NA Ditimbang Nutrien Agar (NA) sebanyak 5 g, dilarutkan dalam aquades sebanyak 250 mL (20 g/1.000 mL). Media yang telah homogen kemudian disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121˚C selama 15 menit (Mujipradhana dkk, 2018). b. Pembuatan media agar miring Dituang 5 ml media NA kedalam tabung reaksi, didiamkan Nutrient Agar pada suhu kamar sampai sediaan memadat pada posisi miring 45 derajat selama 10 menit (Mujipradhana dkk, 2018). 5. Peremajaan bakteri Bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus diswabkan kedalam media agar miring, diinkubasi dalam inkubator dengan suhu 37ºC selama 2x24 jam (Mujipradhana dkk, 2018). 6. Pembuatan larutan mac. farland Larutan H2SO4 1% sebanyak 0,25 ml dicampurkan dengan larutan BaCl2 1% sebanyak 0,1 gram dalam erlenmeyer. Kemudian dikocok sampai terbentuk larutan yang keruh, lalu diukur standar kekeruhan dengan spektrofotometer (Mujipradhana dkk, 2018). 7. Pembuatan suspensi mikroba uji Mikroba uji diambil ± 1 ose kemudian disuspensikan ke dalam tabung yang berisi 10 ml larutan NaCl 0,9%. Larutan kemudian diukur kekeruhannya menggunakan spektrofotometer uv-vis dengan absorbansi yang sudah ditentukan dengan larutan standar Mac.Farland pada panjang gelombang 600 nm (Mujipradhana dkk, 2018; Kuete, 2011). 8. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol, Fraksi n-Heksan, Fraksi Etilasetat dan Fraksi Sisa Pengujian aktivitas antibakteri terhadap fraksi n-heksan, etilasetat dan fraksi sisa dilakukan dengan metode difusi agar menggunakan kertas cakram, Media NA yang telah jadi dituang kedalam cawan petri sebanyak 10 ml selanjutnya didiamkan hingga memadat, media yang sudah memadat diswap suspensi bakteri menggunakan cotton swap hingga bercampur rata. Kemudian diambil kertas cakram menggunakan pinset diletakkan ke dalam larutan uji dengan konsentrasi yang berbeda-beda, yaitu 2,5%, 5%, 10% dan kontrol positif Amoxicillin 0,1%. Diinkubasi pada suhu 37°C selama 24-48 jam (Mujipradhana dkk, 2018). 9. Penentuan zona hambat bakteri
Prosiding Webinar dan Call For Papers ““ENTREPENEURSHIP KEFARMASIAN DI MASA PANDEMI DENGAN PEMANFAATAN E-COMMERCE” No ISSN : xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx 43 Pengamatan dilakukan setelah 24 jam masa inkubasi. Daerah pada sekitaran cakram menunjukkan kepekaan mikroba terhadap antibiotik atau bahan antimikroba yang digunakan sebagai bahan uji yang dinyatakan dengan diameter zona bening. Diameter zona bening diukur dalam satuan millimeter (mm) menggunakkan jangka sorong (Mujipradhana dkk, 2018). Berikut rumus perhiungan zona hambat bakteri: Keterangan: d1 = Diameter Zona Bening Horisontal d2 = Diameter Zona Bening Vertikal HASIL DAN PEMBAHASAN Determinasi Tumbuhan Hasil determinasi tumbuhan menunjukkan bahwa sampel yang digunakan benar tumbuhan Fibraurea tinctoria Lour. Yang berasal dari family Menispermaceae. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol dan Fraksi Akar Kuning (Fibraurea tinctoria Lour.) Terhadap Bakteri Escherichia coli dan Staphylococcous aureus Bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus merupakan bakteri patogen, dimana bakteri Escherichia coli merupakan bakteri yang dapat menyebabkan disentri, mual dan juga sakit perut, sedangkan bakteri Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang dapat memicu terjadinya berbagai jenis infeksi mulai dari infeksi kulit ringan, keracunan makanan sampai dengan infeksi sistemik. Infeksi kulit yang dapat disebabkan oleh S. aureus yaitu impetigo, selulitis, folikulitis, dan abses. Beberapa infeksi yang tergolong berat yang disebabkan oleh S. aureus diantaranya pneumonia, mastitis, infeksi saluran kemih, dan endokarditis. Staphylococcus aureus juga merupakan penyebab utama sindrom syok toksik (Rahmi dkk, 2015). Dalam penelitian ini pengujian antibakteri menggunakan beberapa seri konsentrasi yaitu 2,5%, 5% dan 10% dari ekstrak etanol dan fraksi batang akar kuning. Penggunaan seri konsentrasi bertujuan untuk mengetahui pengaruh daya hambat masing-masing konsentrasi terhadap bakteri E. coli dan S. aureus. Kontrol positif pada penelitian ini yaitu menggunakan amoxicillin dengan konsentrasi 0,1% hal ini mengacu pada penelitian sebelumnya bahwa dengan konsentrasi 0,1% amoxicillin dapat menghambat pertumbuhan bakteri E. coli dan S. aureus (Sumampouw, 2018). Uji aktivitas antibakteri ini menggunakan metode difusi cakram, metode ini juga dikenal sebagai metode Kirby-baurer. Alasan pemilihan metode ini karena memiliki kelebihan yaitu mudah dilakukan, tidak memerlukan peralatan khusus dan relatif murah. Sedangkan kelemahannya adalah ukuran zona hambat yang terbentuk tergantung oleh kondisi inkubasi serta ketebalan media bakteri yang dioleskan diatas media agar (Jawetz dkk, 2008). Tahapan proses uji antibakteri yaitu sejumlah bakteri uji dioleskan pada media agar yang telah diuji kekeruhan suspensi bakteri dengan spektrofotometri pada panjang gelombang 600 nm (Kuete, 2011). Cakram yang telah mengandung sampel uji diletakkan pada permukaan media agar dan diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam. Zona hambat ditandai dengan adanya zona bening yang digunakan sebagai acuan ada tidaknya aktivitas antibakteri, dimana semakin besar diameter zona bening yang Rata-rata zona hambat= d1+d2 2
Prosiding Webinar dan Call For Papers ““ENTREPENEURSHIP KEFARMASIAN DI MASA PANDEMI DENGAN PEMANFAATAN E-COMMERCE” No ISSN : xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx 44 terbentuk, maka semakin kuat kemampuan senyawa dalam menghambat pertumbuhan bakteri. Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol dan fraksi batang akar kuning terhadap bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus dengan konsentrasi yang digunakan yaitu 2,5%, 5%, dan 10% dapat dilihat pada tabel 2 sebagai berikut: Tabel 2. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Rata-rata Zona Hambat (mm) Bakteri Uji Perlakuan Rata-rata Diameter Zona Hambat (mm) 2,5% 5% 10% E. coli Ekstrak Akar Kuning 6,96 7,11 9,18 Fraksi n-Heksan 7,2 7,22 6,79 Fraksi Etilasetat 7,44 8,76 7,83 Fraksi Sisa 9,03 9 10,16 Amoxicillin 0,1% 16,75 DMS0 1% 0 S. aureus Ekstrak akar kuning 8,21 8,95 12,16 Fraksi n-Heksan 7,06 6,64 7,96 Fraksi Etilasetat 7,20 7,37 7,83 Fraksi Sisa 10,3 13,71 11,09 Amoxicillin 0,1% 22,27 DMSO 1% 0 Pada pengujian antibakteri seluruh variasi konsentrasi menunjukkan bahwa ekstrak dan fraksi batang akar kuning memiliki respon daya hambat yang sangat aktif terhadap pertumbuhan bakteri Eschericia coli dan Staphylococcus aureus. Berdasarkan hasil pengukuran zona hambat bakteri menunjukan bahwa bakteri Staphylococcus aureus yang merupakan jenis bakteri gram positif memiliki zona hambat yang lebih besar dari bakteri Escherichia coli, hal ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya oleh Galappathie (2014) dan Zalizar (2020) bahwa ekstrak batang akar kuning memiliki aktivitas antibakteri lebih sensitif terhadap bakteri gram positif. Perbedaan zona hambat yang terbentuk pada uji aktivitas antibakteri dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu adanya variasi konsentrasi sampel uji, suhu dan waktu inkubasi dan jenis pelarut yang digunakan. Hasil yang didapat pada variasi konsentrasi ekstrak batang akar kuning menunjukkan zona hambat terbesar yaitu pada konsentrasi 10% dengan nilai 9,18 mm terhadap bakteri Escherichia coli dan 12,16 mm terhadap bakteri Staphylococcus aureus, hal ini menunjukkan bahwa ekstrak akar kuning dapat menghambat bakteri Escherichia coli dengan kategori sedang, sedangkan terhadap bakteri Staphylococcus aureus dengan kategori kuat. Menurut Christiani (2015) apabila zona hambat yang terbentuk memiliki diameter 5-10 mm maka daya hambat bakteri sedang dan apabila zona hambat yang terbentuk 10- 20 mm maka zona hambat bakteri tergolong kuat. Pada penelitian sebelumnya ekstrak etanol batang akar kuning (Fibraurea tinctoria Lour.) dengan konsentrasi 10% dapat menghambat bakteri dengan kategori sangat kuat terhadap bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus dengan nilai zona hambat sebesar 20,8 mm dan 14,2 mm (Santoso dkk, 2020). Hasil pada penelitian ini memiliki nilai daya hambat yang berbeda dengan penelitian santoso dkk (2020) yang menyatakan nilai daya hambat ekstrak etanol akar kuning dalam kategori sangat kuat terhadap bakteri E. coli dan S. Aureus, hal ini dikarenakan adanya perbedaan tempat lingkungan tumbuh, tekstur tanah pada tempat
Prosiding Webinar dan Call For Papers ““ENTREPENEURSHIP KEFARMASIAN DI MASA PANDEMI DENGAN PEMANFAATAN E-COMMERCE” No ISSN : xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx 45 tumbuh tanaman serta dapat dipengaruhi oleh kecukupan unsur hara dalam tanah sehingga semakin banyak unsur hara yang terkandung dalam tanah maka senyawa metabolit yang terkandung dalam tumbuhan akan lebih baik dan kuantitas metabolit sekunder yang lebih banyak (Salim, 2016). Terbentuknya zona hambat pada masing-masing variasi konsentrasi ekstrak diduga karena adanya senyawa aktif berupa senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam akar kuning. Pada penelitian Supomo dkk (2020) akar kuning (Fibraura tinctoria Lour.) memiliki kandungan senyawa metobolit sekunder antara lain alkaloid, flavanoid, saponin dan terpenoid. Senyawa metabolit yang terkandung dapat menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara merusak susunan dan menghambat sintesis pembentukan membran sel bakteri (Santoso dkk, 2020). Pada uji antibakteri fraksi n-heksan batang akar kuning (Fibraurea tictoria Lour.) hasil zona hambat yang terbentuk pada bakteri E. coli dan S. aureus tergolong sedang dengan nilai rata-rata zona hambat terbesar pada konsentrasi 10% terhadap bakteri S. aureus dengan nilai 7,96 mm. terbentuknya zona hambat pada perlakuan fraksi nheksan diduga karena adanya senyawa alkaloid berberin dan terpenoid yang berhasil ditarik oleh pelarut n-heksan pada proses fraksinasi. Menurut Hanani (2015) Alkaloid isoquinolin merupakan alkaloid dalam bentuk basa yang sifat kelarutannya dalam pelarut non polar sedangkan senyawa terpenoid merupakan komponen penting dari banyak ekstrak kayu yang diperoleh dengan pelarut non polar (Furi dkk, 2015). Akar kuning (Fibraurea tinctoria Lour.) mengandung senyawa berberin 25,8%. Senyawa berberin merupakan salah satu jenis alkaloid isoquinolin yang berfungsi sebagai antivirus, antibakteri dan juga sebagai antiinflamasi (Roy et al, 2018, Utami dkk, 2017). Perbedaan kepekaan antara kedua bakteri uji pada penelitian ini dipengaruhi oleh perbedaan struktur membran sel bakteri, seperti jumlah peptidoglikan dan jumlah lipid, serta adanya enzim pendegradasi yang mampu memecah senyawa aktif yang ada dalam fraksi uji. E. coli mempunyai membran sel dengan kandungan lipid yang tinggi (11-22 %) dan struktur membran sel yang berlapis tiga (multilayer) yaitu lipoprotein, membran luar fosfolipid (lapisan dalam), dan lipopolisakarida (lapisan luar) tersusun atas lipid yang bersifat non polar. Senyawa aktif yang terkandung dalam fraksi uji memiliki sifat semi polar sehingga lebih mudah menembus lapisan peptidoglikan yang bersifat polar dari pada lapisan lipid non polar. Hal ini yang menyebabkan senyawa tersebut lebih sulit untuk masuk ke dalam membran sel bakteri E. coli, sehingga bakteri ini lebih tahan terhadap pengaruh fraksi uji. Selain itu bakteri E. coli memiliki membran luar fosfolipid yang berfungsi sebagai pertahanan selektif senyawa-senyawa yang keluar atau masuk sel dan menyebabkan efek toksik, sehingga dapat mengurangi masuknya zat antibakteri ke dalam sel (Jawetz et al, 2005). Senyawa terpenoid menghambat pertumbuhan bakteri dengan mekanisme penghambatan terhadap sintesis protein, karena terjadinya penumpukan menyebabkan perubahan komponen-komponen penyusun sel bakteri itu sendiri. Senyawa terpenoid mudah larut dalam lipid sifat inilah yang mengakibatkan senyawa ini lebih mudah menembus dinding sel bakteri gram positif dan gram negatif (Sarfina dkk, 2017). Pada pengukuran diameter zona hambat ekstrak etanol dan faksi n-heksan batang akar kuning menunjukkan peningkatan zona hambat pertumbuhan bakteri yang terbentuk seiring kenaikan konsentrasi sediaan uji. Hal ini disebabkan semakin banyak senyawa aktif yang terkandung. Semakin tinggi konsentrasi maka zona hambat yang
Prosiding Webinar dan Call For Papers ““ENTREPENEURSHIP KEFARMASIAN DI MASA PANDEMI DENGAN PEMANFAATAN E-COMMERCE” No ISSN : xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx 46 terbentuk akan semakin luas sehingga semakin banyak sel mikroba yang terhambat atau mengalami kematian sel (Ifriana, 2018). Pengujian antibakteri pada fraksi etilasetat didapatkan nilai rata-rata zona hambat paling besar yaitu 8,76 mm pada konsentrasi 5% terhadap bakteri E. coli dengan kategori sedang hal ini diduga karena adanya senyawa flavanoid yang berhasil ditarik oleh pelarut etilasetat dalam proses fraksinasi. Senyawa flavanoid merupakan senyawa yang berikatan dengan gula membentuk glikosida yang menyebabkan senyawa flavanoid lebih mudah larut dalam pelarut polar seperti etilasetat (Hanani, 2015). Senyawa flavanoid memiliki aktivitas antibakteri yang baik karena adanya gugus fenol. Mekanisme kerja flavanoid sebagai antibakteri yaitu dengan pembentukan ikatan komplek fenol dengan DNA bakteri sehingga terjadi kerusakan permeabilitas dinding sel bakteri. Ikatan komplek yang terbentuk kemudian terurai dan menembus kedalam sel sehingga menyebabkan terjadinya koagulasi protein dan menyebabkan enzim bakteri tidak aktif sehingga membran sel bakteri tidak terbentuk dengan baik dan terjadi kebocoran sel bakteri yang menyebabkan bakteri mati (Sarfina dkk, 2017). Uji antibakteri pada fraksi sisa yang mengandung pelarut etanol dan air menunjukkan nilai zona hambat terbesar yaitu 13,71 mm pada konsentrasi 5% terhadap bakteri S. aureus. Adanya aktivitas antibakteri yang terbentuk diduga karena adanya senyawa saponin dan flavanoid yang masih terkandung dalam fraksi sisa. Ekstrak batang akar kuning mengandung senyawa saponin ditandai dengan terbentuknya busa permanen 1,5 cm pada proses skrining fitokimia (Supomo dkk, 2020). senyawa saponin merupakan senyawa yang ditemukan dalam bentuk glikosida yang memiliki sifat hodrofilik dan lipofilik serta senyawa ini mudah larut dalam air sedangkan pada senyawa flavanoid berikatan dengan glikosida sehingga mudah larut dalam pelarut polar (Hanani 2015; Nugroho 2017). Mekanisme kerja saponin sebagai antibakteri yaitu saponin memiliki molekul yang dapat menarik lemak dan molekul yang dapat menarik air sehingga saponin dapat menurunkan permukaan sel bakteri. Saponin berdifusi melalui membran luar dan dinding sel yang rentan, kemudian mengikat membran sitoplasma yang menyebabkan kurangnya kestabilan sel. Sitoplasma bocor keluar sel yang mengakibatkan kematian bakteri (Alfiah, 2016). Hasil uji antibakteri pada fraksi sisa memiliki nilai zona hambat terbesar dibandingkan dengan fraksi n-heksan dan fraksi etilasestat, hal ini diduga karena dalam fraksi sisa banyak mengandung air yang lebih besar. Penggunaan etanol 70% dalam proses ekstraksi masih mengandung cukup banyak air yaitu 30% sehingga senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam batang akar kuning lebih cenderung larut dalam pelarut polar (Melodita, 2011). Hal ini sesuai dengan hasil uji sari larut ekstrak batang akar kuning menunjukkan bahwa ekstrak batang akar kuning yang terlarut dalam air memiliki nilai lebih besar 8,17% dari pada jumlah senyawa yang terlarut dalam etanol dengan nilai 6,69% (Supomo dkk, 2020). Penetapan kadar sari larut etanol dan air dapat memberikan gambaran awal jumlah kandungan senyawa kimia yang bersifat polar atau non polar yang dapat kita tarik dalam proses ekstraksi (Supriningrum dkk, 2019). Hal yang menarik pada hasil penelitian aktivitas antibakteri pada fraksi etil asetat dan fraksi sisa yaitu adanya hasil diameter zona hambat terbesar terdapat pada konsentrasi 5% dibandingkan 10%. Penurunan diameter ini diduga disebabkan ketidakmampuan sampel uji melakukan difusi, tingginya konsentrasi menyebabkan sampel sulit untuk berdifusi secara maksimal kedalam medium inokulum, hal ini terjadi