Cerita Rakyat Nusantara
Ratna Manggali
Afiyon Kristiyan
Ilustrasi oleh Janice Natanya Sumantri
Cerita Rakyat Nusantara
dari Daerah Bali
“Ratna Manggali”
Penulis Ulang
Afiyon Kristiyan
Ilustrasi oleh
Janice Natanya Sumantri
Cerita Rakyat Nusantara
Ratna Manggali
Afiyon Kristiyan
Ilustrasi oleh Janice Natanya Sumantri
Penerbit Sekolah Terpadu Pahoa
Cerita Rakyat Nusantara:
Ratna Manggali
Penerbit : Sekolah Terpadu Pahoa
Jl. Ki Hajar Dewantara No.1 Summarecon Serpong, Tangerang
Cet.1, Januari 2017
ISBN: 978-602-60368-9-6
Penulis naskah : Afiyon Kristiyan
Ilustrator : Janice Natanya Sumantri
Editor : Naning Pranoto
Jenny Elfrida Naibaho
Layout : Agung Priambodo
Administrasi : Erlin Shanti Tirta & Faustine Valent
Pembimbing Ilustrasi : Hanta Tan
©2017 Afiyon Kristiyan
Hak Cipta Undang-Undang Hak Cipta no 19 Tahun 2002
Pasal 1 Ayat 1
Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak
ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasanpembatasan menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 72 Ayat 2
Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum
suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Prakata
Buku Cerita Rakyat Nusantara ini merupakan bagian dari proses pembelajaran literasi informasi
yang dilakukan oleh Perpustakaan Sekolah Terpadu Pahoa. Dalam proses penerbitan buku ini,
perpustakaan bekerjasama dengan Naning Pranoto dan Guru Bahasa untuk membimbing siswa dalam
belajar menulis ulang sebuah cerita. Proses pembelajaran ini juga bertujuan untuk mengangkat
kembali Cerita Rakyat Nusantara di kalangan terpelajar, khususnya di lingkungan sekolah.
Proses kreatif buku ini melalui beberapa tahapan. Tahap pertama pelatihan membaca beberapa
sumber cerita, kemudian menulis ulang cerita tersebut. Tahap kedua, agar naskah cerita lebih
menarik dipadukan dengan ilustrasi karya para siswa di kelas manga. Selain buku ini, ada
beberapa buku Cerita Rakyat Nusantara seri lainnya yang ditulis oleh siswa-siswi maupun guru
dari tingkat SD, SMP, dan SMA Pahoa.
Dengan terbitnya buku ini diharapkan para siswa semakin termotivasi untuk membaca dan menulis
cerita sejenis.
Pengantar Cerita
Cerita Ratna Manggali ini bersumber dari kisah legenda Calon Arang dari daerah Bali. Dalam
buku ini, penulis menceritakan legenda Calon Arang dari sudut pandang yang berbeda.
Ratna Manggali adalah seorang gadis yang memiliki paras cantik dan berhati baik. Ia putri
tunggal Calon Arang dari Desa Girah. Namun, sampai usianya beranjak dewasa tidak ada satu
pun pemuda yang mau melamarnya. Alasannya, para pemuda tidak berani melamar karena
takut dengan si Calon Arang yang dikenal memiliki kemampuan sihir jahat. Sampai suatu hari
Calon Arang marah dan membuat bencana bagi seluruh warga Desa Girah. Dari sinilah, sebuah
kisah Calon Arang disajikan dari sudut pandang Ratna Manggali.
Nilai moral yang dapat diambil dari cerita ini adalah agar kita selalu waspada dan berbuat baik
kepada orang lain, supaya kita dapat hidup damai dan sejahtera.
(Etika/Sopan Santun)
Di Desa Girah, hiduplah seorang gadis
berwajah rupawan.
Ia bernama Ratna Manggali, Putri tunggal
dari Mpu Kuturan dengan Calon Arang.
Desa Girah berada di Kerajaan Daha
yang dipimpin oleh Raja Erlangga.
Satu persatu, Ratna Manggali memungut bunga di sekitar pohon
Tanjung. Bunga itu ia kumpulkan untuk dironce dan dibawa ke Pura sebagai
perlengkapan sesaji. Biasanya setelah dari Pura, ia meluangkan waktu
berkeliling desa untuk menolong warga Desa Girah yang membutuhkan
bantuannya.
Suatu hari, ada seorang pria bernama Rakajasa, putra dari Patih Desa
Girah ingin memikat hati Ratna Manggali.
“Hai Ratna Manggali, maukah kau jadi istriku?” kata Rakajasa sambil
menggoda.
“Maaf, sangat tidak baik seorang lelaki sudah beristri menggoda
perempuan lain,” Ratna Manggali membalasnya.
“Kau berani menolak saya! Dasar perempuan kurang ajar.”
Rakajasa sangat marah ketika ditolak oleh Ratna Manggali. Ia melotot
sambil mengucapkan kata-kata yang tidak sopan.
Saat itu, Calon Arang melihat keributan yang terjadi antara Ratna
Manggali dengan Rakajasa. Dia marah besar melihat putrinya disakiti.
Setiap pagi, Ratna Manggali selalu mencari bunga tanjung di pekarangan rumahnya.
“Awas kau!” Calon Arang membaca mantra dan menyihir Rakajasa.
“Aahhhhh, tolong!” Tiba-tiba, Rakajasa memegang dadanya kesakitan.
Lama-kelamaan wajahnya menjadi pucat. Seluruh tubuhnya berubah
kehitaman tanpa mengetahui penyebabnya.
Warga pun berdatangan untuk menolong Rakajasa, namun mereka tidak
bisa berbuat apa-apa.
Sambil membuka kitab mantra, Calon Arang menyihir tubuh Rakajasa.
Seluruh warga memandang Ratna Manggali. Mereka seakan-akan menuduh
dia sebagai penyebab dari peristiwa keributan tersebut.
“He, apa yang kau lakukan padanya?” Tanya warga.
“Bukan saya yang melakukan itu. Saya tidak tahu apa-apa!” Ia merasa
terpojok dan berlari pulang ke rumahnya.
Sambil menangis, Ratna Manggali berlari menjauh dari kerumunan warga.
Setibanya di rumah, ia memeluk ibunya sambil menangis dan menceritakan
kejadian yang menimpa dirinya.
“Tenanglah, Ibumu akan selalu menjagamu,” kata Calon Arang sambil
membelai kepala Ratna Manggali.
Calon Arang berusaha menenangkan hati putrinya.
Keesokan hari, Ratna Manggali membantu seorang warga yang sedang
sakit.
”Hai, saya mendengar kemarin Rakajasa meninggal dengan tidak wajar.
Itu terjadi setelah ribut dengan anda? Apakah itu benar?” Tanya warga yang
sedang diobati
Ratna Manggali terkejut dan diam seribu bahasa. Ia hanya tersenyum
walaupun hatinya sedih setelah mendengar pertanyaan itu.
Ratna Manggali sedang mengobati tetangganya yang sedang sakit.
Sepanjang hari, warga Desa Girah menggunjingkan Ratna Manggali tentang
peristiwa yang menimpa Rakajasa. Mereka menuduh Ratna Manggali sebagai
perempuan sangat kejam. Akibatnya, para pemuda Desa Girah tidak mau lagi
melamarnya.
Melihat banyaknya warga yang bertindak tidak adil terhadap putrinya,
Calon Arang menaruh dendam kepada warga Desa Girah. Ia berencana
menyebar sihir kepada seluruh warga Desa Girah.
Pada malam hari, Calon Arang membaca mantra dan membakar kemenyan
serta diiringi tarian ritual bersama murid-muridnya untuk memanggil Dewi
Durga. Asap tebal, hujan badai, serta suara petir menggelagar di saat
kedatangan Dewi Durga untuk menemui mereka.
“Ada apa kamu memanggil saya?” tanya Dewi Durga.
“Ampuni hamba, Dewi Durga. Kali ini hamba ingin meminta izin untuk
menghukum warga Desa Girah,” katanya sambil berlutut menyembah Dewi
Durga.
“Saya tahu apa yang kamu inginkan. Baiklah akan saya bantu. Tetapi hanya
berlaku pada mereka yang jahat terhadap putrimu,” jawab Dewi Durga.
“Baik, hamba mengerti, Dewi Durga” lalu , Dewi Durga menghilang.
Namun, Calon Arang tidak ingin Ratna Manggali terlibat dalam
dendamnya ini. Calon Arang meminta agar para muridnya
menjaga rahasia.
Sejak saat itu, banyak warga Girah yang sakit dan
mati secara mendadak. Suasana Desa Girah semakin
mencekam. Setiap malam terdengar tangis dan rintihan
orang kesakitan.
Hal itu membuat hati Ratna Manggali sedih. Bencana
yang terjadi di Desa Girah sepertinya karena sihir jahat
yang sangat kuat. Bahkan dirinya tidak sanggup lagi
untuk membantu mengobati warga Desa Girah.
“Ada apa dengan desa ini? Siapakah orang kejam
yang berbuat sejahat ini pada warga?”
Sejenak ia berpikir. Satu-satunya orang di
Desa Girah yang memiliki ilmu sihir yang sangat
kuat hanyalah ibunya.
Berita wabah penyakit itu pun segera tersebar ke desa-desa
lain, bahkan hingga terdengar Raja Erlangga.
Lalu, Raja Erlangga mengutus seorang pengawal
kerajaan untuk menyelidiki siapakah orang jahat
penyebar penyakit itu.
Setelah diselidiki, rupanya ada warga yang
melaporkan bahwa sihir ini mungkin datangnya
dari Calon Arang dan putrinya. Hanya merekalah
orang berilmu tinggi di Desa Girah.
Warga yang lain menambahkan, kemungkinan
Calon Arang gelisah karena Ratna Manggali
belum juga menikah. Selain
itu, sikap para warga yang
menggunjingkan putrinya
sejak peristiwa kematian
Rakajasa.
Raja Erlangga tersentak mendapat laporan dari warga bahwa penyebab
bencana di Desa Girah adalah seorang janda bernama Calon Arang dan
putrinya Ratna Manggali.
Calon Arang dan Ratna Manggali dijaga oleh lima orang pengawal tangguh,
antara lain Lendi, Guyang, Weksirsa, Mahesa, dan Wardana.
Raja Erlangga sangat terkejut karena mengenal para pengawal itu. Mereka
adalah mantan prajurit kepercayaan Raja Udhayana dari Bali.
Berarti, Calon Arang dan Ratna Manggali adalah keluarga Mpu Kuturan
kepercayaan Raja Udhayana yang memiliki ilmu tinggi, pikir raja Erlangga.
Setelah adanya laporan tersebut, Raja Erlangga bertukar pikiran dengan
tokoh Kerajaan Daha tentang bagaimana cara menyelesaikan persoalan itu.
Sihir Calon Arang semakin menjadi-jadi. Warga Girah semakin dibuat
menderita. Dengan berat hati, Raja Erlangga mengutus sepuluh prajurit
terbaiknya untuk menangkap Calon Arang dan pengawalnya hidup ataupun
mati.
Ketika prajurit Daha tiba untuk menangkap mereka, terjadilah perlawanan
dari pengawalnya Calon Arang. Dalam perkelahian, prajurit Kerajaan Daha
tidak berdaya oleh kekuatan sihir Calon Arang sehingga para pengawalnya
dapat menang dengan mudah.
Namun, Calon Arang meminta kepada pengawalnya agar ada satu prajurit
Daha yang dibiarkan hidup dan dilepaskan kembali ke Kerajaan Daha.
“Sampaikan kepada Raja Erlangga, jangan pernah main-main dengan
Calon Arang!” kata Lendi salah seorang pengawal Calon Arang.
Calon Arang dan pengawalnya segera membuang mayat prajurit Daha ke
sungai, kemudianmereka membersihkan diri dan kembali ke rumah.
Lendi melepaskan seorang prajurit Kerajaan Daha..
Calon Arang terkejut saat kembali ke rumah dan melihat putrinya menangis.
Rupanya Ratna Manggali telah mengetahui penyebab sihir jahat yang
menimpa warga Desa Girah.
“Putriku, semua ini terjadi karena mereka jahat kepada kita. Ingatlah
bahwa kamu putri dari Mpu Kuturan kerpecayaan Raja Udhayana! Walaupun
kita sekarang telah menjadi rakyat biasa, mereka tidak boleh meremehkan
kita,” kata Calon Arang.
“Tetapi, seharusnya ibu tidak perlu bertindak sejauh itu! Kasihanilah
mereka. Jangan ibu teruskan menyiksa mereka,” kata Ratna Manggali sambil
memalingkan muka.
“Kamu terlalu baik kepada mereka. Tidak sepantasnya mereka menyakiti-
mu!” Calon Arang dengan nada tinggi menegur Ratna Manggali.
Calon Arang menjelaskan bahwa semua yang dia lakukan hanya untuk melindungi putrinya
Raja Erlangga semakin sedih setelah mendengar keterangan dari
prajuritnya yang kembali dengan kekalahan dalam melawan Calon Arang dan
pengawalnya.
Raja Erlangga berpikir, bagaimana caranya bisa melawan ilmu Calon
Arang?. Raja Erlangga berdiskusi dengan para tokoh agama dan masyarakat.
Mereka mengusulkan agar Raja Erlangga bertemu dengan Mpu Baradah
dari Desa Lemah Tulis. Dia seorang pertapa yang memiliki ilmu tinggi, saudara
dari Mpu Kuturan.
Mpu Baradah juga memiliki seorang putra bernama Bahula, pemuda yang
gagah dan berilmu tinggi.
Tanpa menunggu terlalu lama, Raja Erlangga memerintahkan pengawalnya
untuk meminta Mpu Baradah datang ke Kerajaan Daha.
Saat pengawal menemui Mpu Baradah di Lemah Tulis, mereka menceritakan
maksud kedatangannya. Pengawal menceritakan masalah yang sedang
dihadapi Raja Erlangga tentang sihir yang disebarkan oleh Calon Arang.
Menurut keterangan warga setempat, Calon Arang gelisah memikirkan
Ratna Manggali yang belum menikah.
Dia juga marah kepada warga yang
sering meremehkan keluarganya.
“Kenapa tidak ada laki-laki yang berani melamar putrinya?” Tanya Mpu
Baradah kepada pengawal.
“Sudah pernah ada beberapa lelaki melamar putrinya, namun ditolaknya.
Bahkan ada seorang yang meninggal misterius,” jawab salah satu pengawal.
“Calon Arang juga memiliki kekuatan mantra dari sebuah kitab yang
ditulis di daun lontar. Dia selalu membawanya ke mana-mana. Jadi hati-hati
jangan sampai membuatnya marah,” pengawal lainnya memperingatkan Mpu
Baradah.
Kitab Sihir Calon Arang
Setelah berpikir panjang, Mpu Baradah mengutus Bahula putranya untuk
mencuri kitab tesebut dengan cara melamar Ratna Manggali.
Bahula tidak keberatan dan bersedia menjalankan tugasnya tersebut.
Mpu Baradah berpesan kepada putranya untuk berhati-hati jika berbicara dengan Calon Arang.
Tiba saatnya Bahula pergi untuk melamar Ratna Manggali. Kedatangannya
langsung diterima oleh Calon Arang. Di ruang tamu, ia disambut dengan segelas
minuman dan sepiring singkong goreng sebagai teman dalam percakapan
mereka.
Bahula menjelaskan maksud kedatangannya untuk melamar Ratna
Manggali. Calon Arang gembira karena ada seorang pemuda gagah datang
untuk melamar putrinya. Perasaan berbunga-bunga terpancar di wajah Calon
Arang.
Namun, perbincangan mereka berhenti ketika Ratna Manggali tiba-tiba
datang dari ruang dapur.
Kecantikan dan keanggunan Ratna Manggali memikat hati Bahula, seakan
tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Begitu juga, Ratna Manggali, merasa
senang dengan kehadiran seorang pemuda gagah yang ingin melamarnya.
Calon Arang memperhatikan tatapan mata keduanya. Dia merasakan
kebahagiaan di wajah putrinya dan Bahula.
Ratna Manggali meminta izin kepada Calon Arang untuk berbincang-
bincang berdua sebentar dengan Bahula di luar rumah.
Calon Arang pun mengizinkan mereka keluar.
“Baiklah, jika itu yang kalian mau. Silakan saja kalian berbicara di luar
sana.”
Ratna Manggali terpesona melihat kewibawaan Bahula
Percakapan di antara dua sejoli pun dimulai.
“Bahula, dari mana asalmu?”
“Saya dari Desa Lemah Tulis. Jaraknya satu hari perjalanan agar bisa
sampai di sini.”
“Apa yang kamu ketahui tentang saya?”
“Saya mendengar kabar bahwa Calon Arang memiliki putri yang cantik
dan baik hati, namun warga di sini takut karena Calon Arang terkenal sebagai
tukang sihir yang kejam.”
“Bahula, kenapa kamu berani melamar saya?”
“Selain cantik, kamu juga memiliki hati baik. Saya yakin bahwa niat tulus
untuk memperistri kamu akan diterima oleh Calon Arang.”
“Apa kamu tidak takut pada ibuku, Calon Arang?”
“Dengan pernikahan kita, Calon Arang akan menjadi baik hati. Selama ini,
dia hanya ingin putrinya bahagia.”
Ratna Manggali dan Bahula berbicara di bawah pohon tanjung di depan rumahnya.
Ratna Manggali mulai paham dengan niat Bahula. Sejenak, ia merenung
untuk mengambil keputusan akan lamaran Bahula.
“Baiklah, saya terima lamaranmu. Namun ingat, kamu harus menerima
Calon Arang sebagai ibumu juga, ya?”
“Baiklah, saya berjanji,” kata Bahula.
Saat mereka kembali, Ratna Manggali dan Bahula telah sepakat untuk
menikah.
“Ibu, saya setuju menikah dengan Bahula,” kata Ratna Manggali berkata
kepada ibunya.
Mendengar perkataan itu perasaan Calon Arang sangat senang. Tanpa
menunggu lama, Calon Arang ingin segera menikahkan mereka.
Aura bahagia terpancar di wajah Ratna Manggali dan Bahula.
Seminggu berikutnya, pesta pernikahan pun dilaksanakan secara besar-
besaran. Warga Desa Girah, juga turut bahagia dan hadir dalam pernikahan.
Mereka mengira akan terbebas dari sihir Calon Arang.
Pernikahan antara Ratna Manggali dengan Bahula.
Setelah menikah, Bahula dan Ratna Manggali tinggal satu rumah dengan
Calon Arang. Setiap malam, Bahula mendengar suara Calon Arang dan
pengawalnya membaca mantra di Pura depan rumahnya.
Sampai suatu malam, Bahula diam–diam masuk ke kamar Calon Arang dan
berhasil mengambil kitab mantra tersebut.
Setelah berhasil mengambil kitab mantra itu, Bahula pergi bersama Ratna
manggali menuju pertapaan Mpu Baradah untuk menyerahkan kitab mantra
itu.
Saat bangun dari tidurnya, Calon Arang terkejut karena kitabnya hilang.
Kemarahan semakin bertambah saat melihat Ratna Manggali dan Bahula pergi
dari rumah.
“Kurang ajar, berani sekali kalian mengkhianati saya! Awas, kalian tidak
mungkin kulepaskan,” kata Calon Arang sambil membangunkan pengawalnya.
Mereka pun pergi bergegas menuju Desa Lemah Tulis untuk mengambil
kembali kitabnya.
Bahula menyusup ke kamar Calon Arang dan mengambil kitab sihir Calon Arang.
Kekhawatiran Ratna Manggali semakin bertambah saat Calon Arang murka
mendatangi tempat pertapaan Mpu Baradah.
Calon Arang mencari kitabnya sambil berteriak memanggil Mpu Baradah
dan Bahula. Di dalam pura, para pengawalnya merusak segala perabotan dan
alat sembahyang di Pura.
Akhirnya, Mpu Baradah turun dari pertapaan untuk menemui Calon Arang.
Mpu Baradah meminta agar Calon Arang menghentikan perbuatannya
menyebar sihir kepada warga Girah.
Namun, Calon Arang tidak mempedulikannya. Bahkan dia semakin marah
dan menantang Mpu Baradah untuk bertarung.
Tanpa menunggu perintah, saat itu juga pengawal Calon Arang langsung
menyerang Mpu Baradah.
Calon Arang mengeluarkan segala mantranya, tetapi anehnya mantra itu
tidak sanggup melukai Mpu Baradah.