The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by fanikristax, 2023-01-09 10:46:39

Cerpen 9E Polos

cerpen dah jadi anyflip

Reuni Berdarah

Dea Sastra Denata/08/9E

Seorang pemuda dengan penampilan yang mencolok berjalan ditengah hiruk pikuk lalang
orang-orang di bandara yang tak pernah sepi itu apalagi ini akhir tahun. Pemuda itu berhenti
tepat di depan pintu masuk bandara, dengan sebuah koper besar yang ia tarik di tanggan
kirinya. Sedangkan tangan kanan nya memegang hadphone, terlihat handphone itu menyalan
melihatkan nama orang di layarnya, sepertinya ia sedang melakukan panggilan dengan orang
lain.

“Hei dimana kau?”

“Aaa… itu, lagi otw nih,” terdengar suara balasan dari handphone pemuda tadi.

Pemuda tadi tak menjawab apa yang di katakan di sebrang telephone. Sepertinya yang
berada di telephone tahu jika itu artinya pemuda tadi tidak setuju denga apa yang ia ucapkan.
Setelah diam cukup lama akhirnya ada balasan suara dari handphone miliknya.

“Ya aku mengaku aku baru saja masuk mobil ini aku masih di rumah. Hehe maaf,” setelah
mendengar jawaban, pemuda tadi langsung mengehla napas.

“Cepat 30 menit!” perintah pemuda tadi.

“Haa 30 menit kata mu, hmm ok ok,” sahut seseorang dalam telephone itu. Setelah itu
pemuda tadi langsung mematikan pangilannya.

Beberapa menit setelah panggilan itu mati terdengar suara teriakan di sertai suara tembakan
dari dalam bandara, suara tadi menarik perhatian pemuda tadi. Tak lama dari itu ada orang
yang keluar dari bandara dengan satpam yanag mengejarnya. Dengan kecerdasan otak-nya
pemuda itu tahu jika orang yang dikejar adalah orang yang menembak di dalam bandara tadi.

Pemuda itu langsung berlari secepat kilat, dan langsung menendang tepat di kepala sang
pencuri. Karena tendangan itu sang pencuri langsung jatuh di tempat(pingsan), dan tepat
sebelum pencuri jatuh terdengar suara benda jatuh, sepertinya itu pistol yang ia pakai tadi.
Beberapa menit setelahnya polisi datang dan langsung mengamankan pencuri tadi. Luka di
kepalanya sepertinya bukan luka yang serius, mungkin pemuda tadi menghidari titik fatal.

“Lapor pak, sepertinya ia mencuri tas salah satu orang di bandar dan… sepertinya ia mencoba
melakukan percobaan pembunuhan,” lapor seorang polisi sambil memperlihatkan foto
seseorang dengan tanda silang berwarna merah di bagian kepalanya, ke plolisi lain yang
sepertinya pemimpinnya.

“Hmm… selidiki siapa orang yang ada di foto itu!” perintah sang atasan

“Hey tuan polisi bisakah aku melihat foto itu,” ucap pemuda tadi

“Hmm… siapa kau?” tanya polisi tadi

“Hee, biar ku kenalkan diri ku ini tuan Yoganta Wishaka Bramanta,” ucap sang pemuda
denagan nada angkuh

“HA! bagaimana kau bisa mengetahui nama lengkap ku,” jawab sang polisi dengan ekspresi
terkejut “siapa kau sebenarnya?” tannya-nya

“Kau tak perlu tahu aku tahu nama mu dari mana, yang penting aku akan menjawab
pertanyaan awalmu,” kata pemuda itu “perkenalkan nama ku adalah Mista Rhardian Morstan”
jawabnya dengan nada bangga.

Setelah Mista mengucapkan nama-nya terlihat seorang pemuda lain yang mencoba
menerobos kerumunan orang di dekat TKP.

“Mistaaa,” panggil pemuda itu.

“Eza, kenapa kau lama sekali!” Mista menjawab dengan nada kesal.

“Maaf semalam aku bekerja sampai larut, jadi aku bangun kesiangan. Ini karena pekerjaan ku
yang tak selesai-selesai,” kata pemuda yang Bernama Eza.

Tiba-tiba polisi lain datang kearah mereka dan berkata jika ia di beritahu satpam jika
pencuri tadi membawa pistol. Tetapi saat di cari di sekitar tempat ia jatuh polisi tadi dan
rekan-rekannya tidak menemukan pistol tadi dimana pun. Hal itu tentu membuat Mista
terkejut, ia bahkan dengan jelas mendengar suara senjata api itu jatuh, tapi kenapa tidak ada
saat di cari.

Setelah kejadian itu Eza dan Mista memilih untuk pergi dari bandara menuju villa temannya.
Perjalanan menuju villa membutuhkan waktu yang cukup lama sekitar 2 jam perjalanan,

akhirnya mereka sampai ke villa. Mobil sudah di masukkan ke parkiran yang ada dan mereka
langsung mendorong koper menuju pintu masuk villa.

Saat ingin menyentuh gagang pintu, tiba-tiba ada yang membukanya lebih dulu. Ternya itu
teman mereka Mentari namanya.

“Akhirnya kalian sampai, yang lain sudah menunggu di dalam,” kata Mentari kepada mereka
berdua.

“Bagaimana dia tahu kalau aku dan Eza sudah sampai, terakhir kita menghubungi-nya
mungkin sekitar 30 menit yang lalu. Apa dia cenayang?” batin Mista.

Mentari pun menyuruh mereka untuk masuk dan mengarahkan mereka ke ruangan,
sepertinya itu ruang berkumpul. Terlihat disana ada 2 orang, pertama seorang pemuda dengan
laptop di depannya, dan terakhir seorang wanita yang sibuk dengan buku bacanya.

“Mista mungkin kau sedikit lupa dengan mereka, benar?” tanya Mentari. Perkata Mentari tadi
membuat 2 orang lainnya mengalihkan pandangannya ke Mista, Mentari dan Eza.

“Ya begitu lah, kalian tampak berbeda setelah pertemuan kita terakhir kalinnya. Tapi aku
masih mengingat Eza karena dia sering menghubungi ku, curhat masalah cinta dan selalu
minta saran ke aku yang bahkan aku belum pernah merasakan kisah romansa,” kata Mista.
Perkataan itu membuat raut wajah Eza seperti berkata apa-apan kau ini, kenapa kau
mengumbar aib ku.

“Kau tak berubah Eza, masih saja gagal urusan percintaan,” ucap wanita dengan bukunya tadi.

“Mista perempuan ini namanya Calla,” ucap Mentari sambil duduk di samping Calla,
memotong percakapan tadi. “dan laki-laki yang mementingkan pekerjaan-nya itu Dirga,”
lanjut Mentari, tapi ia mengucapkannya dengan nada menyindir.

Setelah kejadian tadi meraka lanjut dengan berbincang-bincang, ya walupun ada satu orang
yang lebih sering diam walau pun jika di tanya ia akan menjawab, ya siapa lagi kalau bukan
Dirga. Tak terasa waktu sudah hampir sore. Mentari langsung mengantar semua teman-nya ke
kamar yang sudah disiapkan.

Mereka pun langsung membereskan pakaian-pakaian yang mereka bawa. Setelahnya karena
sebelum di beritahu di mana kamar, meeka di ajak Mentari untuk ke pemandian air panas.

Mereka menghabiskan waktu cukup lama di pemandian air panas, mungkin sekitar 20 menit,
ini karena di pemandian air panas tidak ada jam. Mereka juga tidak membawa jam tangan,
siapa juga yang mandi mengenakai jam tangan.

Setelah selesai dengan berendam di pemandian air panas, mereka dijamu dengan makan
malam yang mewah oleh pelayan di villa Mentari. Tapi sepertinya ada yang kurang di antara
mereka? Calla tidak ada di meja makan.

“Mentari Calla kemana?” tanya Eza kepada Mentari yang ingin mengambil makanan

“Hmm tadi dia bilang ingin istirahat, lelah mungkin dia nya,” jawab Mentari “kalau tak salah
di bilang nya sekitar 10 menit setelah kami berendam,” lanjutnya.

Atas usulan Eza akhirnya Mentari menghampiri Calla ke kamarnya. Tapi tak lama dari itu
terdengar suara teriakan Mentari. Semua yang berada di ruang makan segera menuju ke
tempat asal triakan. Setelah mereka samapi ke kamar Calla merreka di kejutkan dengan Calla
yang berdarah di bagian kepala dan memegang pistol di tanga kiri-nya. Jantung mereka
seakan ingin copot saat melihat keadaan Calla, tapi tidak dengan Mista yang sudah terbiasa
dengan itu.

Mista segera mengecek denyut nadi milik Calla, dan ya ia sudah tiada. Mista berkata
mungkin dia sudah meninggal sekitar 20 menit yang lalu, itu sekitar saat mereka ada di
pemandian. Mereka juga sudah di sruh Mista untuk tidak memegang Calla, kecuali dirinya
karena ia adalah detektif. Setelahnya mereka langsung memanggil polisi, tapi sepertinya
polisiakan datang cukup lama karena villa ini sedikit jauh dari keramaian kota. Dan juga ini
adalah malm tahun baru jadi jalan pasti ramai.

“Aku yakin pembunuhnya di antara kalian,” perktaan Mista membuat yang lain terkejut.

“Jadi maksud mu kau menunduh kami begitu?” tanya Dirga.

“Ya tak di ragukan lagi-,” perkataan Mista di potong oleh Dirga.

“Bagaimana jika ia bunuh diri, dan kenapa kau menuduh kami bagai mana dengan mu
sendiri,”

“Aku memiliki alibi yang kuat untuk itu,” jawab Mista “kalau begitu katakan saja alibi
kalian”

Mereka mengatakan alibi mereka masing-masing. Pertama Dirga mengatakan jika dia ada di
pemandian air panas dan keluar hanya untuk pergi ke toilet dan itu hanya 3/4 menitan. Dan
saat dia kembali Eza dan Mista masih di sana. Kedua Eza yang di pemandian air panas terus
bersama Mista. Lalu Mentari, ia bilang ia berada di pemandian air panas dan tidak keluar,
lalau saat ia sudah selesai berendam ia bertemu yang lain yang sepertinya sudah selesai
berendam.

Dari semua alibi yang sudah mereka sebutkan hanya Dirga yang keluar saat mereka sedang
berendam, jadi ia punya kesempatan untuk membunuh. Tapi mungkin Mentari juga bisa
menjadi tersangka karena tidak ada yang tahu jika ia keluar atau tidak. Pikiran Mista
berkecambuk, ia hanya ingin berkumpul dengan teman-temannya tapi kenapa ada kejadian ini.

Karena kejadian itu meraka langsung saling menuduh tentu saja Mista tak lepas dari
tuduhan itu, mungkin Dirga masih tidak terima dengan perkataannya tadi. Semua it uterus
terjadi sampai suatu kata muncul dari mulut Mentari.

“Eza bukan kah kau dulu pernah berhubungan dengan Calla, apa kau marah karena ia
memutuskan mu secara sepihak? Lalukau melakukan ini untuk bals dendam mu,” perkataan
itu keluar dari mulut Mentari tanpa ia sadari. Seketika Mentari sadar denga napa yang ia
katakan, ia langsung menutup mulutnya dengan tangannya.

Mista yang sedang mengecek Calla dan keadaan kamar-nya terkejut dengan perkataan itu
begitu juga Dirga yang sedang duduk di sofa dekat kasur. Mereka berpikir kenapa Eza dan
Calla menyembunyikan hubungan mereka dan bagaimana Mentari mengetahui hubungan itu.
Karena perkaaan Mentari tadi membuat kecanggungan di antara mereka akhirnya Mista
memilih untuk mengajak mereka ke tempat dimana mereka bertemu pertama kali di villa ini.

Setelah lama berpikir akhirnya Mista mengetahui siapa pembunuhnya di antara 3 temannya.
Siapa pembunuh Calla di antara Eza sang mantan kekasih, Dirga yang keluar saat di
pemandian air panas dan Mentari yang masih belum di ketahui apakah benar ia tidak keluar
saat itu?

“Aku mengetahui siapa yang membunug Calla,” kata Mista dengan nada lantang.

“SIAPA?” ucap mereka bersamaan.

“Ini bukan bunuh diri tapi ini pembunuhan, karena Calla bukan lah seorang kidal jadi tidak
mungkin ia menembak dirinya dengan tangan kiri. Lalu pistol aku yakin itu adalah pistol yang

sama seperti yang di gunakan pencuri di bandara dan juga pistol itu penyok di bagian depan
tempat di mana pistol itu pertama menyentuh tanah,” jelas Mista Panjang lebar dengan
pengucapan yang cepat.

“Tunggu yang menjemput kau adalah Eza saat itu berarti,” kata Dirga sambil melihat Eza.

“Mengaku lah sebelum aku mengatakan bukti lagi Eza,” kata Mista dengan nada yang tegas.

Walau sempat mengelak tapi pada akhirnya ia tetap saja tak bisa lari dari kenyataan. Setelah
ia mengakui mengapa ia melakukan itu adalh karerna ia tak terima jika Calla memutuskannya
karena suatu kesalahan-nya begitu saja dan memilih lelaki lain. Karena itu maksud dari
banyak pekerjaan malam tadi adalah ia sedang memikirkan bagaimana cara ia melakukan hal
tadi.

“Tapi kau tidak melakukan nya sendirikan, kau dibantu oleh orang lain kan.” Kata Mista

“Ti…tidak aku merencanakan ini semua sendiri,” jawabnya dengan gugup.

“Aku tahu, Mentri kau kan yang membantu Mista melakukan ini.” Ucapnya sambil menunjuk
Mentari, “mau bagimana pun ini pertama kalinya kita ke villa ini, dan hanya kau yang paham
seluk beluk villa ini” lanjutnya, “ap aini juga karena cinta?” tanyanya

Mentari yang dari tadi menunduk, akhirnya memperlihat kan mukanya yang sudah penuh
dengan air mata. Ia mengaku bahwa ia memang membantu Eza dalam hal ini karena lelaki
yang dekat dengan Calla adalah lelaki yang ia sukai.

“Huft,” terdengar helaan nafas Mista, “ini semua karena cinta?” lanjutnya, “apakah cinta
begitu kejam sampai harus ada yang tiada dulu?” pikir Mista dalam hati.

Selang 1 jam an akhirnya polisi datang dengan ambulan dan para perawat langsung
mengambil jasad Calla dari kamar. Polisi juga menanyai tentang bagaimana kejadian ini bisa
terjadi. Disana juga ada Polisi yang Mista temui di bandara tadi. Polisi itu berjalan mendekat
ke Mista dan berkata.

“Korbannya teman mu kan, Calla?” tanya Yoganta.

“Ya bagaiman kau bisa tahu dia dan namanya?” tanya Mista.

“Ya tentu saja aku tahu dia dan aku cukup dekat beberapa bulan ini,” katanya

“Heh jadi kau lah lelaki itu,”

Kata Mista membuat Yoganta bingung apa yang terjadi, Mista pun menjelaskan apa yang
terjadi sebenarnya ke Yoganta. Tentu saja Yoganta terkejut denga napa yang di katakan Mista,
ternyata karena dia pertemanan Mista bisa hancur, hanya karena cinta. Ya walaupun memang
benar Yoganta cukup suka dengan Calla yang baik, lemah lembut dan cantik bak malaikat.

Setelah kejadian itu Eza dan Menari pun di siding lebih lanjut dan mendapatkan hukuman
mereka. Lalu Mista kembali ke London dimana ia tinggal dan Dirga kembali ke ibu kota.
Walau ada kejadian yang menimpa pertemanan mereka terkadang Mista dan Dirga masih
berhubungan saling menberikabar atau saling membantu pekerjaan jika ada wktu luang.

Satu bulan kemudia Mista mendapat kabar dari Yoganta, iya Mista dan Yoganta saling
bertukar nomor saat Mista mengatakan yang sebenarnya terjadi. Yonganta mengatakan jika
foto yang pernah di dapat saat di bandara adalah foto dirinya (Mista). Jadi mengapa pencuri
itu membawa foto Mista dengan tanda silang merah di bagian kepalanya? Siapa yang
mengincar Mista?



Pintu Rahasia Sekolah Doni

Seperti biasa, Doni berangkat ke sekolahnya menggunakan sepeda kesayangannya.
Sesampainya di sekolah, bel sekolah juga berbunyi. Doni cepat-cepat masuk ke kelasnya dan
menaruh tasnya di kursi yang tersisa. Orang yang duduk di sebelah Doni yaitu temannya yang
bernama Banu. Banu adalah teman dekat Doni sejak kelas 7. Banu suka bercerita tentang film
horor yang dilihatnya di televisi. Namun hari ini dia tidak bercerita apapun ke Doni.

Beberapa jam pun berlalu, mata pelajaran pertama dan kedua pun selesai berganti ke mata
pelajaran terakhir, yaitu PPKN. Namun guru PPKN tidak masuk pada hari tersebut. Maka saat
itu Doni dan teman-temannya hanya diberi tugas mengerjakan soal dari buku paket. Beberapa
menit berlalu, karena Doni sudah menyelesaikan tugasnya, maka Doni melanjutkan
gambarannya kemarin, yaitu gambar pemandangan. Namun Doni merasa sangat mengantuk
ketika menggambar. Karena bel pulang sekolah masih lama, maka Doni berniat untuk tidur
sebentar. Donipun mengejapkan matanya. Namun tak berselang lama, bel pulang sekolah
terdengar di telinganya. Donipun langsung membuka matanya dan membereskan semua
peralatan sekolahnya dan segera pulang.

Namun di saat Doni berjalan di lorong kelas, Doni melihat ada bayangan yang lewat
didepannya dan masuk ke dalam sebuah dinding tebal. Donipun heran, lalu Doni mencoba
memasukkan tangannya ke dalam dinding tersebut. Betapa kagetnya Doni melihat tangannya
bisa memasuki dinding tersebut. Donipun semakin penasaran dengan apa yang ada di sebalik
dinding tersebut. Tanpa berpikir panjang lebar, Doni langsung masuk ke dalam dinding
tersebut. Namun isi disebalik dinding tersebut sangatlah jauh dari perkiraan Doni. Ternyata
hanya ada terowongan yang sangat panjang dan lampu yang redup.

Tak berselang lama, muncul suara siulan kereta dari jauh yang semakin mendekat. Doni
mencoba untuk masuk ke dalam dinding yang dia lewati tadi, namun hal tersebut sangatlah
sia-sia. Karena dinding tersebut sudah bukan lagi dinding teleportasi, namun sudah menjadi
dinding biasa. Doni tak putus harapan, dia berlari menuju arah berlawanan dengan suara
kereta tersebut berharap bisa keluar dari terowongan tersebut.

Suara kereta semakin mendekat, namun Doni masih belum melihat adanya cahaya dari luar
terowongan. Doni tidak patah semangat, Donipun menambah kecepatan berlarinya. Namun
ditengah perjalanan, Doni malah tersandung batu dan terjatuh. Kereta itu melaju semakin
cepat ke arah Doni. Detak jantung Doni bedetak cepat, Doni sangat ketakutan. Disaat-saat
yang menegangkan tersebut, tiba-tiba saja ada yang menepuk pundak Doni.

“Doni, bangun Don, sudah bel pulang nih,” kata Banu, teman sebangkunya sambil menepuk
pundak Doni.
“Hah, sudah pulang ?” tanya Doni sambil mengusap kedua matanya.
“Iya, tadi kamu ketiduran di kelas, kamu kemarin tidurnya kemalaman ya ?” tanya Banu.
“Ohh, makasih ya dah dibangunin, iya kemarin aku tidurnya kemalaman karena menonton
film horor di televisi, ” sahut Doni.
“Ohh gitu, makanya lain kali jangan tidur kemalaman, biar disekolah tidak mengantuk,” kata
Banu.
“Bener juga kata-katamu, yasudah makasih ya udah diingatkan,” kata Doni.
“Iya, yasudah aku pulang duluan ya,” kata Banu.
“iya, hati-hati dijalan ya Banu,” kata Doni.

Sejak saat itulah Doni sekarang tidak ingin tidur terlalu malam lagi. Doni selalu membatasi
waktu untuk melakukan aktivitas malam, yaitu maksimal hanya sampai jam 9 malam. Setelah
itu Doni langsung tidur dan tidak pernah lagi tertidur ketika disekolah.



Nama: Nabila Dian Saputri
Kelas/No absen: 9E/19

Lembaran Senja

Matahari menampakkan dirinya sempurna. Keadaan pagi ini cukup baik untuk
melakukan aktivitas. Seperti biasa, aku hanyalah seorang anak yang membutuhkan ilmu.
Tentu saja, agendaku adalah bersiap menuju sekolah. Tak seperti hari-hari sebelumnya, aku
merasa lebih bersemangat, api seakan melahap tubuhku. Mungkin saja hal ini terjadi karena
buku tua yang tempo hari aku beli. Entah mengapa aku begitu bersemangat untuk
memamerkannya kepada Asteria, kupastikan dia mengejek buku tua ini.

“Aku membelinya di toko barang antik, sampulnya menarik,” kataku berbinar sembari
menggengam sebuah buku tua.

“Mengapa seleramu aneh sekali, kal. Apa hal spesial dari buku itu? Berapa harganya?
Mengapa kamu membelinya?” ucap seorang gadis remeh.

Ya, dia Asteria, orang pertama yang akan mengomentari barang baru milikku.

“Kau berisik sekali, apakah aku harus memberi tahumu apa yang spesial?” balasku sedikit
menggodanya.

“Tidak, tidak, tidak. Aku tak mau tahu alasannya,” jawabnya sembari memasang wajah
malasnya.

“Cuih, kebiasaan,”

Seperti biasa, sekolah akan terlihat seperti lautan manusia di pagi hari. Orang-orang
menunggu bel memberi isyarat kepada mereka, beberapa orang memilih untuk menunggu di
ruangan nuansa putih berukuran cukup besar yang kerap kami sebut “kelas” setiap harinya.
Namun, suatu hal menyita perhatianku. Kulihat seorang gadis duduk pada bangku taman
sembari menggengam bongkahan coklat tua dan sebuah pulpen.

“Buku itu sama seperti milikku,” kataku keheranan.

Segera, aku menepi. Mencari tempat aman untuk memperhatikan gerak-gerik gadis itu.
Netraku menangkap tangan mungilnya bergerak untuk menuliskan sebuah kata. “Keenan”
tangan mungilnya menuliskan nama “Keenan”. Aku pikir gadis itu akan meneruskannya

menjadi sebuah kalimat. Namun, ia menutup buku coklat tuanya. Kejadian itu tak begitu
mengejutkan, namun tetap memunculkan rasa penasaran pada benakku.

“Aih, untuk apa aku menonton hal yang tidak berguna ini,” ucapku setelah gadis berbuku
coklat tua itu beranjak dari duduknya.

Tak terasa waktu berlajan begitu cepat. Aku melangkahkan kaki menuju kelas. Tidak
jauh dari tempatku mengintip, seseorang meneriakkan namaku. Orang itu adalah Ana, teman
masa kecilku. Aku sebenarnya heran mengapa dia membicarakan hal ini. Dia menghampiriku
dan menyuruhku berhati-hati pada gadis berbuku tua bernama Lia yang baru saja aku lihat
terduduk di bangku taman sekolah yang tampak kokoh itu.

“Aku rasa kau perlu berhati-hati, jangan mengintipnya lagi,” kata Ana yang seketika membuat
alisku terangkat.

“Kau melihatku tadi? Memang ada apa dengannya?” Jawabku penasaran.

“Aku dengar sih jika kamu membuat masalah dengan Lia, namamu akan tertulis pada buku
tuanya. Dan biasanya, nama yang tertulis itu, maaf ya kal, akan tertimpa sial, bahkan
parahnya meniggal. Pasti tidak masuk akal untukmu ya? Entah hanya kebetulan atau
bagaimana, namun hal itu sering terjadi,” ucap Ana menjelaskan panjang lebar.

“Hah, benarkah? Tidak, tidak, aku percaya denganmu. Terima kasih penjelasannya, aku ke
kelas duluan ya. Maaf aku terburu-buru,” Jawabku singkat.

Segera aku melangkahkan kaki menuju kelas. Apakah yang dikatakan nenek pemilik
toko barang antik dan Ana itu benar? Pertanyaan itu mulai memenuhi kepalaku. Aku
sebenarnya tidak percaya dengan apa yang dapat buku itu lakukan, terdengar tak masuk akal
memang. Namun aku juga tidak tau kebenarannya. Buku itu memang tampak tua dan kumuh,
namun aku menyukakinya. Entahlah, mungkin itu hanyalah khayalan nenek pemilik toko
antik serta rumor tidak jelas yang beredar di sekolah. Lagipula, aku tidak pernah mendengar
rumor ini sebelumnya.

Waktu yang ditunggu seluruh warga sekolahpun tiba. Sepasang sepatu hitamku
memilih untuk melangkah keluar kelas. Sesaat setelah diriku melangkah keluar, terdengar
seseorang berteriak. Sontak, teriakan itu menyita seluruh perhatian warga sekolah yang berada
tak jauh dari sumber teriakan itu, termasuk diriku. Sama seperti siswa siswi lain, aku
menghampiri sumber suara tersebut. Terlihat sesosok gadis yang pagi hari tadi kulihat
terduduk bersama sebuah buku coklat tua nan kumuh. Terlihat pula seorang pemuda yang
tengah beradu mulut dengan gadis itu. Aku rasa mereka adalah Lia dan Agam.

“Kau tidak seharusnya menulis nama Keenan di buku ini, redamlah emosimu Li!” bentak
Agam sembari membawa buku coklat tua milik lawan adu mulutnya.

“Buku itu milikku, aku bebas melakukan apa saja yang aku inginkan, tak perlu ikut campur,”
balas Lia yang terlihat tak peduli.

“Aku masih ingin melihat Keenan, kau jangan bercanda, hapuslah namanya,” kali ini Agam
membalas dengan nada lebih rendah.

“Terlambat,” saut Lia sembari mengeluarkan telepon gegamnya.

Samar-samar aku memperhatikan telepon genggam itu, Lia mempertontonkan sesuatu
kepada Agam. Netraku tak dapat menangakap dengan jelas apa yang dipertontonkan pada
telepon gengam itu. Namun, dengan sigap Agam merebut dan membuang telepon genggam
milik Lia, tak lupa segelintir kata keluar dari mulutnya.

“Aku kehilangan temanku karena kau, tunggu saja balasanku,” ucapnya lalu berlajan
meninggalkan Lia.

Badan itu berjalan menjauh, bahkan sekarang pucuk kepalanya pun tak nampak oleh
netraku. Kalimat yang keluar dari mulut Agam tentu saja membuat orang yang menonton
kejadian itu terkejut, aku mendengar segelintir orang berkata “kutukan buku itu kembali”.
Runtutan kejadian yang kulihat hari ini cukup aneh, semua berhubungan dengan buku tua
yang Lia miliki serta buku tua yang kumiliki. Lantas, apakah buku itu benar benar
melakukannya? Mungkinkah sebuah buku tua nan kumuh dapat membunuh orang?



Keajaiban Doa

Hari-hari aku menginginkan barang yang ku inginkan. Suatu hari ku melihat
Ardhianto dan teman-temannya sedang bermain bola. Aku pun terkagum-
kagum melihat mereka yang bermain for have fun dengan santainya.
Walau begitu aku juga tak pernah melalaikan shalat wajib sekalipun. Dengan
khusyuknya ku menjalankan shalat 5 waktu setiap hari, dan tak lupa juga ku
berdoa, memohon untuk mendapatkan yang ku inginkan. Tak kunjung lama
hari berlalu, ku lewati pelajaran-pelajaran sekolah yang sangat membuatku
sangat bingung.
Setiap pulang sekolah aku bermain bola bersama Ardhianto dan teman-
temannya, tak lupa juga untuk tetap melaksanakan ibadah atau shalat 5 waktu
bersama teman-temanku.
Selesai shalat kami biasanya membeli makanan ringan di depan sekolah
kami sebelum meninggalkan sekolah atau pulang. Setelah itu aku pulang
bersama Ardhianto dengan naik angkot. Sebelum sampai rumah biasanya aku
istirahat di masjid terdekat dengan rumahku dan juga melaksanakan shalat
ashar.
Sewaktu shalat, aku biasanya melakukan sujud lama di akhir atau sebelum
attahiyat, karena Rosullah Shalallaahu Alaihi Wassalaam bersabda:”keadaan
yang paling dekat antara seorang hamba dan Tuhannya adalah keadaan
sujud, maka perbanyaklah doa kalian di dalamnya.”

Di hari selanjutnya seperti biasa ku menjalankan pelajaran-pelajaran Yang
sangat merepotkan, merepotkan yang ku maksud bukan karna aku malas
untuk belajar tetapi itu membuatku sangat pusing. Tak lama bel pulang
sekolah pun berbunyi. Sepulang sekolah Ardhianto mengajakku untuk
bermain bola bersama temannya. Sesampainya ku berdebat dengan Restu
yaitu temanya Ardhianto hanya karna aku tidak memakai sepatu. Restu
mengatakan “pemain yang tidak memakai sepatu tidak boleh ikut main!”, aku
pun mengatakan “apakah harus jika aku tidak memilikinya?”, “itu kesalahanmu
sendiri!” Saut Restu. Dengan rasa kesal dan sedih sebaiknya aku pulang
kerumah.
Tak terasa hari mulai petang, seperti biasa ku menjalankan shalat 5 waktu
dan berdoa agar ortuku dapat membelikanku sepatu futsal. Hari terasa cepat
dan hari itu hari unik yang ku tunggu tunggu datang. Sekian lama ortuku
memberikanku sepatu baru. Dengan ekspresi senang, dan terkejut entah
bagaimana ini bisa terjadi. Tak lupa bersyukur kepada Allah dan
berterimakasih kepada ortu.
Keesokan harinya seperti biasa dengan pelajaran pelajaran yang sangat
menyenangkan, mungkin. Selesainya pulang sekolah ku bertemu lagi dengan
Restu
. Dengan rasa canggung ku mendekatinya dan meminta maaf, dia pun
membalikkannya dengan rasa bersalah dan egoisnya sampai memarahiku,
dia meminta maaf sebesar-besarnya. Akhirnya aku dengan nya menjadi akrab
dan menjadi sahabat kembali untuk selamanya.



HAKIKAT CINTA

Dua tahun telah berlalu, kami bersama tanpa saling mengenal satu sama lain. Dua tahun dia
menjadi teman sekelasku. Tetapi, kami tidak pernah bertatap muka sama sekali karena
pandemi covid-19 saat itu dan sekolah pun dilakukan secara daring. Aku tak tahu apa rencana
Nya, setelah dua tahun menemani tiba-tiba pandemi pun hilang, pembelajaran yang awalnya
online sekarang sudah mulai dilakukan secara offline, dan ternyata di kelas tiga ini aku dan
dia kembali menjadi teman sekelas.

Pada awalnya memang semuanya biasa saja. Tetapi semua itu berubah ketika aku mulai
tertarik padanya. Jika kau tanya mengapa aku tertarik padanya, sungguh aku tak akan bisa
menjawab pertanyaan itu. Seorang budayawan pernah mengatakan, bahwa cinta itu tak pernah
butuh alasan, jika engkau masih memiliki alasan dalam mencintai, maka itu bukanlah cinta,
tapi kalkulasi. Dan menurutku itu memang benar adanya, karena aku merasakan sendiri
bahwa sebenarnya tak ada alasan untuk aku mencintainya.

Hari-hari di sekolah telah kami lewati bersama. Sejuta katapun tak akan mampu mewakili
rasa kekagumanku padanya. Pertama kali aku merasa cinta sedalam ini, aku tak berdaya
mengendalikan gejolak rasa. Hari-hariku selalu teringatnya.

Rasa ini sungguh luar biasa. Disaat itulah aku percaya bahwa pertemuan yang singkat
terkadang memberikan kenangan yang hebat. Dari situlah aku memutuskan untuk mendekati
dan mengenalnya lebih jauh. Dan untuk mendekati dan mengenalnya lebih jauh aku perlu
mendapatkan perhatiannya. Berbagai cara dan usaha aku lakukan untuk mendapatkan
perhatiannya. Seiring berjalannya waktu kamipun semakin dekat.

Terlalu dalam hingga aku nyaris tenggelam dalam lautan cinta itu. Hal itu membulatkan
tekadku untuk mengungkapkan rasa ini padanya. Aku berpikir bahwa mengungkapkan
perasaan tanpa mengharapkan feedback dari lawan jenis, tidak akan menjadi masalah yang
cukup serius. Lalu tanpa ragu ahirnya pun aku mengungkapkan perasaan ini padanya.

Dan ternyata aku salah, justru hal itu membuat kami menjadi canggung setelahya. Siapa yang
tau, penyesalan selalu datang di ahir. Naskah sutradara kita tahu di depan, naskah tuhan siapa
yang tau? Perasaan yang awalnya menyenangkan seketika berubah menjadi mimpi buruk
yang sangat mengerikan bagiku. Dari sini aku menjadi paham, bahwa disetiap perasaan pasti
ada harapan. Dan harapan berbanding lurus dengan kekecewaan, semakin besar harapan
semakin besar juga kekecewaan yang akan dirasakan.

Tak kunjung tersampaikan semua, dan berharap lewat patahan-patahan kata ini aku bisa
mengungkapkan sisa rasa yang masih tersimpan rapi di hati ini. Tak akan pernah dia tahu
sehancur apa aku malam itu. Bahkan jika teringat pun, sakit itu menghampiriku lagi, sakit
dengan rasa yang masih sama. Kurasa serendah itu aku baginya, padahal aku menyayanginya
habis-habisan. Aku berharap hal yang sama tak terjadi padanya. Dan mungkin dia tak akan
pernah sadar, bahwa sikapnya telah menghancurkanku. Entah apa yang ku pikirkan saat itu,
tapi rasanya gundah sekali.

“Ada sebuah dongeng tentang bulan dan matahari yang saling mencintai namun tidak pernah
bisa berjumpa. Kemudian Allah ciptakan gerhana untuk diperlihatkan kepada semua orang
bahwa tidak ada yang mustahil untuk cinta. Hanya saja saling menjaga jarak itu lebih baik
sambil menunggu waktunya tiba untuk dipersatukan. Akan ada masanya Allah menguji masa
mudamu dengan mendatangkan orang yang membuatmu jatuh hati. Tidak ada yang melarang
kita untuk jatuh cinta. Siapapun bisa jatuh cinta, namun hanya orang yang kuat yang akan
menjaga cinta itu tetap halal. Sejatinya yang berusaha sekuat mungkin pun akan kalah dengan
apa yang Allah takdirkan. Cinta yang tulus tidak berisik di bumi melainkan berisik di langit.
Kosongkan hatimu, jangan dulu dekati ciptaanNya tetapi dekatilah dahulu
penciptanya.Sesungguhnya sesuatu yang telah Allah takdirkan menjadi milikmu akan tetap
menjadi milikmu dan akan mencari jalannya untuk menemukanmu. Begitu pula sebaliknya,
sesuatu yang tidak Allah takdirkan untuk menjadi milikmu, kelak akan terlepas dari tanganmu
sekalipun kau menggegamnya erat sepanjang waku.Seorang muslim itu terlalu indah untuk
kekasih yang belum pasti. Kurangi ekspektasi, lebihkan perbaikan diri. Jangan resah perihal
waktu. Allah mempercepat dan memperlambat sesuatu bukan tanpa alasan. Barangkali
sesuatu di tunda karena hendak disempurnakan, dibatalkan karena hendak diganti dengan
yang lebih utama, di tolak karena hendak diganti dengan yang lebih baik.” kata seorang ustad
di penggalan video yang tak sengaja ku lihat malam itu. Bagai cahaya rembulan dalam
kegelapan, kata-kata itu sedikit mengobati kegundahan yang tadinya ku rasakan.

Bagi pembaca, bersyukurlah atas cinta yang ditanamkan tuhan di hatimu. Hargailah apa yang
telah diberikan kepadamu, karna cinta yang sesungguhnya adalah mengikhklaskan apa yang
kau cintai. Penutup cerita ini dengan harapan yang sangat besar, kecanggungan ini segera
berahir dan ayo temenan kaya dulu lagi, lupakan aku yang pernah menyukaimu.



VITO ADAM ARITAMA/29/9E

Roda Kehidupan Terus Berputar

Bayu adalah seorang siswa kelas 8 yang sekolah di SMPN 1 Salatiga. Pada
suatu pagi Bayu ingin berangkat ke sekolah menggunakan sepeda baru yang
telah dibelikan ibunya. Kemudian ia berpamit kepada ibunya untuk berangkat
sekolah. Ibunya mengijinkannya akan tetapi ibunya berpesan agar mengemudi
sepedanya dengan hati-hati.

Karena sudah hampir telat dan jam sudah menunjukan pukul 06.40 WIB, Bayu
lupa dengan pesan ibu yang menyuruhnya untuk berhati-hati. Bayu
mengemudi sepeda layaknya citah yang berlari agar tidak terlambat masuk ke
kelasnya. Akan tetapi ditengah perjalanan ia tidak sengaja menyerempet
seseorang yang juga ingin pergi kesekolah. Karena Bayu tak ingin terlambat
masuk ke kelas, Bayu meninggalkan orang yang telah ia serempet.

Akan tetapi setelah sampai ke sekolah gerbang telah ditutup oleh satpam.
Bayu memohon kepada satpam agar membukakan gerbang untuknya.
Kemudian satpam membukakan gerbangnya dan menghukum Bayu untuk lari
mengelilingi lapangan 50x putaran sebelum ia masuk ke kelasnya. Bayu pun
mengiyakan perintah satpam agar bisa masuk ke kelasnya..

Setalah pulang sekolah ia kaget karena melihat bendera hitam dengan tulisan
“Lelayu” berkibar di depan rumahnya. Ia bertanya kepada tetangga yang
sedang mendirikan tenda di depan rumahnya, “ Maaf pak ini ada apa ya kok
rame-rame dirumah saya?” tetangga Bayu pun menjawab, “anu bayu, ibumu
tadi kecelakaan saat ingin berangkat bekerja”. Setelah mendengar jawaban
tetangganya tak terasa air mata bayu keluar dari matanya. Bayu
mengikhlaskan kepergian ibunya karena dia tahu bahwa semua orang akan
pergi pada waktunya.

Setelah ditinggal ibunya, perusahaan milik ibunya bangkrut karena tidak ada
yang bisa mengelola perusahaanya. Karena kejadian tersebut kehidupan Bayu
berubah drastis, yang dulu biasanya kehidupannya serba mewah sekarang
hidup susah bersama ayahnya. Pada suatu pagi, Bayu pergi ke sekolah akan
tetapi teman-teman bayu menjahuinya karena sekarang bayu sudah tidak
punya apa-apa. Pada saat itu juga Ayah datang ke sekolah Bayu dan
mengajak Bayu untuk berpamitan untuk meninggalkan sekolahnya. Bayu pun
kaget dan bertanya kepada ayahnya, “Yah, kenapa ayah mengajak Bayu
meninggalkan sekolah ini?”. Ayahpun menjawab, “maaf bayu rumah kita sudah
disita, dan kita terpaksa harus pindah ke rumah nenek di kampung” . Bayu
kemudian meninggalkan sekolah itu dengan penuh kesedihan.

Pada saat Bayu berangkat ke sekolah barunya yang berada tidak jauh dari
rumah nenek, ia bertemu dengan Ilham. Ilham adalah orang yeng pernah Bayu
serempet saat Bayu pergi ke sekolahnya. Ilham kemudian menghampiri Bayu

dengan penuh amarah karena dulu pernah disrempet dan tidak ditolong Bayu.
Ilham bertanya, “Kamu orang yang dulu pernah menyerempet saya ya?”. Bayu
menjawab dengan ketakutan, “ee iya, maaf dulu tidak sengaja karena sedang
terburu-buru pergi ke sekolah.” Ilham bertanya kembali, “kenapa kamu tidak
menolongku?, padahal jika menolongku aku tidak akan memarahimu.” Bayu
tertunduk dengan penuh penyesalan. Kemudian Ilham mengajak Bayu untuk
belajar mempelajari agama agar bayu bisa merubah sifatnya.

Setelah ia belajar dengan Ilham, Bayu pun mulai sadar dan menyadari bahwa
perbuatannya itu salah. Kemudian Bayu meminta maaf kembali kepada Ilham.
Ilham pun memaafkan perbuatan Bayu waktu itu. Pada saat itulah kemudian
Bayu berubah menjadi pribadi yang lebih baik.



Pangeran dan Penyihir

Di Suatu malam yang gelap hiduplah seorang pangeran kecil.
“Tidur nak ini sudah malam” kata sang ayah.
“Baik yah” jawab pangeran kecil.
Pangeran langsung pergi ke kamar tidurnya, tetapi saat pangeran melihat ke jendela di
luar ada kupu-kupu berwarna biru yang sangat indah.

Tanpa diketahui pangeran kecil itu keluar dan mengejar kupu-kupu itu. Tanpa melihat
kearah mana pangeran itu mengejar kupu-kupu, dia terus berlari mengejar. Setelah
kupu-kupu itu menghilang barulah pangeran kecil tersadar dan hanya bisa menangis
karena ternyata pangeran sudah berada jauh di dalam hutan dan jauh dari istananya.

Hutan itu gelap karena di malam hari dan cahaya yang ada hanyalah cahaya bulan.
Pangeran kecil hanya bisa menangis sampai akhirnya seseorang mendatanginya.
Pertamanya pangeran kecil mengira itu adalah manusia tetapi semakin lama semakin
jelas dan ternyata seseorang itu adalah bayangan hitam dengan mata yang merah.

Pangeran kecil itu seketika terdiam dan hanya bisa melihat. Pangeran kecil berusaha
untuk kabur tetapi dia tidak bisa menggerakkan seluruh tubuhnya dan hanya bisa
melihat. Sampai bayangan itu begitu dekat dan pangeran mengedipkan matanya,
seketika bayangan itu hilang. Namun pangeran malang itu tidak tahu bahwa bayangan
itu telah merasukinya.

Di dalam kendali si bayangan hitam pangeran bisa keluar dari hutan dan dapat
menemukan istananya. Tetapi sikap sang pangeran telah berubah, dari yang biasanya
ceria dan periang sekarang hanya diam dengan muka lesu.

Setiap hari setelah kejadian itu sang pangeran selalu diam dan bermuka lesu bahkan
terkadang marah.

Sampai suatu hari penyihir yang tinggal di ujung kota dituduh telah menyihir sang
pangeran. Dan karena itu penyihir dipenjara di puncak kastil.

Bertahun-tahun penyihir itu telah dipenjara bahkan pernah penyihir itu hampir
dihukum mati dengan harapan pangeran bisa seperti dulu kala kembali. Tetapi hukum
mati itu tidak jadi dilakukan karena belum ada bukti pasti jika pangeran telah disihir
oleh penyihir itu.

Sampai suatu hari di malam gerhana bulan terjadilah kebakaran. Dan yang membakar
istana itu adalah sang pangeran dan tanpa diketahui warga. Setelah membakar,
pangeran langsung pergi ke dalam hutan. Orang yang melihat kebakaran itu langsung
lari dan menyembunyikan lonceng di tengah kota untuk menandakan kebakaran.
Semua warga terbangun dan langsung pergi untuk menyelamatkan diri.
Akhirnya hanya ada satu orang lagi yang belum pergi yaitu si penyihir. Sang penyihir
hanya bisa menerima dan melihat keadaan. Tetapi di luar istana ada pohon yang begitu
besar. Pohon itu melihat penyihir yang dipenjara dan merasa kasihan.

Dengan keajaiban tiba-tiba pohon itu tercabut dari akarnya dan memiliki tangan dan
kaki. Pohon itu segera bergegas menyelamatkan sang penyihir.

Setelah sang penyihir diselamatkan dia bertanya
“Sebenarnya makhluk apa kamu ini dan kenapa kamu menyelamatkanku ?”
“Aku adalah pohon dan aku menyelamatkanmu karena merasa kasihan padamu”
jawab pohon itu.
“Apakah kamu sudah memiliki nama ?” tanya sang penyihir.
“Belum” jawab sang pohon.
“Kalau begitu aku akan menamaimu Ent” jawab penyihir.

Sejak kejadian tersebut Ent dan penyihir menjadi teman baik dan hidup di tengah
hutan sehingga tidak ada warga yang tahu dimana keberadaan sang penyihir itu. Dan
juga pangeran yang tidak pernah kembali ke istananya lagi.



Nama : Azzahra Maura H
Kelas/Absen : 9E/05

Life and Choices

Bintang-bintang menghiasi langit malam yang sangat indah, tetapi tidak untuk Audrey
Belinda. Baginya malam ini adalah malam yang sangat membosankan hingga ia ingin mencari
angin diluar. Balkon kamarnya yang terbuka lebar itu tidak cukup baginya. Tetapi apa daya
dirinya sendiri tidak diperbolehkan untuk keluar rumah terlalu malam kecuali ketika sedang
bersama keluarganya atau sahabatnya sekaligus anak dari rekan kerja orang tuanya.

Kini Audrey sedang duduk di meja belajarnya untuk membaca buku yang selalu diberikan
oleh ayah tirinya, Robert. Sebetulnya ia sangat muak untuk selalu membaca buku yang setiap
harinya berbeda judul. Itu pun harus selesai di hari itu juga.

Sejak ibu dan ayah kandungnya bercerai hingga ibunya menikah lagi dengan orang asing
yang telah menjadi ayah tirinya saat ini, Audrey selalu di tuntut oleh Robert untuk selalu
belajar setiap harinya. Namun itu juga demi kebaikannya selama ia masih bersama orang
tuanya saat ini.

Sungguh, perasaan ingin keluar rumah melanda hati dan pikirannya. Sebetulnya ia bisa saja
kabur dari rumah melewati pintu belakang. Hanya saja CCTV yang mengelilingi rumahnya
itu membuat Audrey perlu berpikir berkali-kali apakah dirinya benar perlu kabur atau berdiam
diri di kamarnya saja?

Suara dering dari ponsel memecah keheningan yang ada di kamarnya. Audrey pun
menjawab panggilan tersebut.

“Halo?” jawab Audrey dengan wajah bingung karena yang menelponnya adalah nomor
tidak dikenal.

“Au, ini kakak. Hpku tiba-tiba mati, ini pakai Hp temen,” ujarnya. Rupanya itu adalah
kakaknya, Andrew.

“Oh, kok tumben telpon larut malam begini?” tanya Audrey sembari menutup bukunya.

Terjadi keributan kecil di seberang sana, mungkin jika diperhatikan ada sekitar 2 hingga 3
suara meributkan sesuatu. Audrey tidak terlalu jelas mendengarnya karena suara angin malam
yang lumayan besar. Audrey sedikit khawatir kepada kakaknya dan apa yang terjadi di sana
saat ini.

“Kak…?”
“Au, papa di rumah nggak?”
Khawatirnya kepada Andrew tidak sia-sia. Ia sudah memiliki firasat buruk sejak awal.
“Papa sama mama belum pulang. I don’t know why soalnya enggak dikasih tahu. Aku aja
pulang sekolah tadi di rumah cuma ada Bi Naya doang.” Andrew menghela nafasnya berat.
“Aku mau tanya papa tapi Hpku mati.”
“Dm di Instagram aja,” ujar Audrey.
“Malas login, kamu aja dong, dek. Tolong ya?” Audrey sedikit geli jika kakaknya berkata
dengan nada seperti itu.

Setelah beberapa menit kemudian, Audrey menyampaikan kepada Andrew bahwa orang
tuanya akan pergi hingga dua hari kedepan karena masalah pekerjaan yang perlu diselesaikan
diluar kota.

“Oke, makasih. Aku sama temen otw ke rumah,” jawab Andrew lalu telepon terputus
secara sepihak.

Audrey menghela nafas kesekian kalinya karena ulah kakaknya itu. Namun, dirinya tidak
peduli jika Andrew membawa temannya kemari. Ia hanya akan berdoa agar kakak dan teman-
temannya itu tidak terkena masalah dengan ayah tirinya.

Sebetulnya Robert tidak se-posesif itu dengan Audrey dan Andrew. Hanya saja ingin
menjadikan anak-anaknya sebagai contoh kepada orang-orang. Tetapi cara mengajarinya saja
yang terlalu menekan.

Setelah selesai membaca semua buku pelajaran yang sangat tebal itu, Audrey merebahkan
dirinya di kasur. Butuh waktu berjam-jam agar dirinya dapat beristirahat dengan tenang tanpa
ada gangguan apapun. Ia berharap hanya kakaknya saja yang menelpon dirinya menggunakan
nomor temannya.

Drrtt…
Bunyi notifikasi terdengar dari ponsel Audrey. Terlihat sebuah pesan yang dikirim oleh
seseorang. Awalnya Audrey ingin mengabaikan pesan tersebut lalu beralih ke film yang
sedang ia pilih saat ini. Namun, pesan yang dikirim itu dari sahabatnya sendiri.

“Audrey, can I take you out tomorrow?”

***

Burung bernyanyi diikuti oleh sinar matahari yang mulai muncul. Audrey terbangun karena
suara alarm yang berbunyi sangat keras. Ia mengumpulkan nyawa dan semangatnya terlebih
dahulu sebelum memulai harinya.

Rencana Audrey hari ini adalah pergi mencari buku untuk persiapan dirinya kuliah di
universitas impiannya yang berada di Australia. Sebenarnya sejak awal Audrey bercerita
bahwa akan melanjutkan pendidikannya di University of Melbourne kepada keluarganya,
tetapi ia tidak mendapatkan izin dari kedua orang tuanya. Namun, Audrey bertekad untuk
mendaftarkan diri di universitas tersebut tanpa sepengetahuan orang tuanya.

Memang ini sangat mengambil resiko karena orang tuanya pasti akan marah besar jika tau
Audrey mendaftar universitas di luar negeri. Robert dan Alesya ingin Audrey berkuliah di
Universitas Indonesia saja karena akan lebih mudah membuat Audrey menjadi penerus ibunya.
Andrew sendiri saat ini sedang trial menjadi CEO perusahaan milik ayah tirinya.

Tak lama kemudian, Audrey sudah berada di mobil sahabatnya, Jordan. Temannya sejak
kecilnya yang dikenalkan oleh orang tua mereka saat makan malam di salah satu restoran
ternama di Jakarta. Di perjalanan, tidak ada yang berbicara di antara mereka. Hanya ada suara
musik yang menemani kecanggungan Audrey dan Jordan.

Sampai di lokasi, mereka pun segera turun dari mobil dan bergegas masuk ke dalam toko
buku tersebut untuk mencari buku yang diperlukan belajar nanti. Ia tak lupa membeli
peralatan alat tulis lengkap untuk berjaga-jaga saat sedang bepergian.

“Kamu beli apa aja, Au?” tanya Jordan sambil menghampiri Audrey.
“Cuma ini sih, aku nggak beli banyak-banyak buat kebutuhan kuliah nanti,” jawabnya.

Jordan hanya terdiam ketika memandang buku-buku yang dibeli oleh Audrey. Tak perlu
berpikir banyak karena pasti sahabatnya ini akan melanjutkan pendidikannya di tempat yang
sama. Sejak kecil mereka selalu begitu, itu pun karena orang tua mereka juga.

Audrey melihat laki-laki yang berada disampingnya saat ini memandang sesuatu dengan
pandangan kosong. Ia tidak tahu apa yang sedang dipikirkan oleh Jordan saat ini. Tiba-tiba
ponsel Audrey berbunyi membuat Jordan terkejut dan tersadar bahwa dirinya sejak tadi
melamun. Audrey mengangkat telepon tersebut yang ternyata dari ayah tirinya sendiri.

“Audrey, pulang. Papa mau ngomong sama kamu sekarang,” ucap Robert.

Kalimat yang diucapkan oleh ayah tirinya membuat dirinya merasa tidak tenang.
Bukankah ini belum saatnya Robert serta Alesya pulang ke rumah? Namun, mengapa Robert
ingin berbicara kepadanya dengan nada yang sepertinya sangat serius?

Sesampainya Audrey dirumah, ia menginjakkan kakinya ke dalam rumahnya. Robert dan
Alesya sudah menunggunya di ruang tamu dengan selembar kertas yang Audrey tidak tahu
apa isi dari kertas tersebut. Perasaan Audrey mulai memanas. Ia berkeringat hingga sulit
untuk mengatakan satu kalimat yang biasa diucapkan ketika masuk kedalam rumahnya.

Ia melihat ayah tirinya melemparkan kertas tersebut sambil berkata, “Kenapa kamu
mendaftarkan dirimu di universitas itu tanpa sepengetahuan kami?”

Seketika Audrey terdiam seperti patung. Ini salahnya pada saat dirinya ingin mendaftar
tanpa tahu bagaimana resiko yang akan ia tanggung selanjutnya.

“Why Audrey? Kenapa kamu diam saja?” ujar Robert.

Audrey tidak dapat melakukan apapun selain diam saat ini. Jika dirinya membantah,
pasti rumah ini sudah terbakar habis oleh ayah tirinya itu. Ia menebak bahwa ayah tirinya
akan marah kepadanya. Walaupun Audrey belum pernah dimarahi seperti singa ketika sedang
bertengkar dengan musuhnya, ia tidak dapat membayangkan betapa seramnya itu.

“Lihat, Alesya. Anakmu seketika membisu mendengar perkataan saya,” kata Robert
kepada Alesya.

“Iya, Pa. Aku mendaftarkan diri di University of Melbourne tanpa sepengetahuan kalian.
Aku tidak perlu menjelaskannya terlalu detail mengapa aku tidak memberitahu kalian karena
Audrey sendiri memiliki rencana masa depan di sana,” jawab Audrey tidak terima dengan
perkataan ayah tirinya.

“Papa sudah bilang ke kamu kalau kamu tidak perlu susah payah untuk mencari
pendidikan yang lebih tinggi. Cukup ikuti perkataan saya.”

“Bagaimana dengan mimpiku? Aku bukan tidak ingin meneruskan mama menjadi CEO di
perusahaannya, tapi aku ingin menjadi model. Hanya itu saja, apakah tidak boleh, Pa?”

“Oh wow, seorang anak sepertimu memiliki mimpi? Saya bilang cukup ikuti perkataan
saya! Jangan ubah masa depanmu yang sudah saya atur agar kamu tidak menjadi beban saya
dan Alesya,” ujar Robert dengan nada tinggi lalu pergi meninggalkan Audrey. Perasaan tak
terima Audrey membuat dirinya ingin pergi dari rumah itu.

Disisi lain, Jordan menunggu Audrey di mobilnya karena tidak ingin mengganggu
privasi Audrey. Ia beberapa kali mendengar teriakan dari dalam rumah teman perempuannya
itu. Ia tidak ingin mengganggu apa yang sedang diributkan oleh keluarga mereka saat ini.
Seringkali dirinya mendengar keluarga Audrey bertengkar. Itu pun sudah menjadi keseharian
Audrey jika ada hal yang memancing keributan antara Audrey dan keluarganya.

Tampak Audrey dari kejauhan sedang berjalan menuju mobil Jordan. Mungkin
Audrey dan keluarganya sudah menyelesaikan masalah tersebut. Setelah Audrey masuk
kedalam mobilnya, Jordan bertanya, “Masalah apalagi yang diributin sama keluarga kamu?”
dengan wajah yang merah, badan yang lesu seperti kehabisan tenaga, Audrey menjawab,
“papa sama mama tau kalo aku daftar di universitas lain.”

Tentu saja Jordan terkejut dengan perkataan Audrey. Jika ia mendaftar di universitas
pilihannya, lalu di mana universitas pilihannya itu berada? Apakah di luar kota? Atau di luar
negeri? Jika di luar angkasa tidak mungkin. Jordan mencoba untuk memancing Audrey agar
ia dapat tahu di mana lokasi universitas pilihannya itu berada.

Tetapi hal yang tak disangka terjadi, Robert mengeluarkan koper-koper yang sudah
dipersiapkan oleh Audrey beberapa hari yang lalu. Tentu saja Audrey keluar dari mobil lalu
menghampiri Robert yang membanting koper-koper tersebut.

“Papa! What are you doing?” teriak Audrey. Ayah tirinya mengabaikan putrinya yang
mencoba untuk menghentikan ayah tirinya itu.

“Papa, stop it! Please?”
“Saya berhenti jika kamu keluar dari universitas itu,” ucap Robert sembari membanting
koper-koper itu.
“I can’t, Pa. Itu sudah jadi keputusan aku buat kuliah di sana.”
“Jika keputusanmu seperti itu, keluar dari rumah ini dan tinggal di sana!”

***

3,5 Tahun berlalu dengan sangat cepat, tepat pada hari ini Audrey dinyatakan lulus S1
kuliah di University of Melbourne, universitas impiannya sejak kecil. Dirinya juga telah
menjadi model sukses di Australia. Tak hanya menjadi model, kini profesinya menambah
menjadi solo singer. Semenjak dirinya tinggal di Australia, ia juga mengikuti kelas model
yang lokasinya tidak jauh dari rumahnya.

Oh ya, untuk masalah Jordan, Audrey sudah berjanji padanya bahwa akan membawa
namanya sebagai model terkenal dan sekarang ia menepati janjinya. Saat pulang ke Indonesia
nanti, pasti Jordan akan bangga padanya.

Saat para MC memanggil wisudawan untuk maju ke depan mengambil penghargaan
khusus, ponsel Audrey berbunyi. Tentu saja Audrey melihat ponselnya karena suara tersebut.
Layar itu menampilkan pesan dari seseorang yang sangat spesial menurut dirinya.

“Hello, Audrey. How was your day? Ah, today is a very meaningful day for you. Happy
graduation day, Audrey. I await your arrival here :D.”

Tanpa ia sadari, sebuah senyuman terlukis di wajahnya saat membaca pesan tersebut.
Temannya yang duduk di sampingnya juga tersenyum ketika membaca pesan dari Jordan. Ya,
orang yang mengirim pesan itu adalah Jordan.

“Pacar kamu lucu amat, Au,” ujar temannya—Rebecca, yang juga merupakan orang
Indonesia.

“Bukan pacar aku ya!” jawab Audrey.
“Bukan pacar tapi soon to be your boyfriend,” balas Rebecca dan akhirnya mereka
tertawa.

Setelah sekitar 7 jam menempuh perjalanan dari Melbourne ke Jakarta, Audrey sampai di
bandara dan siap untuk dijemput oleh Jordan. Ia masih menggunakan baju Toga nya dari
Australia. Walaupun ia merasakan udara yang panas, tetapi Audrey tetap menggunakan baju

tersebut. Kebetulan juga Audrey akan mengambil cuti selama 2 minggu karena ingin bertemu
kakaknya, Andrew.

Audrey dan Jordan mengunjungi tempat pertama kali mereka bertemu. Mereka
bercerita tentang masa kecilnya, hitung-hitung sekalian bernostalgia saat mereka masih kecil.
Tidak hanya tentang masa kecil mereka, tetapi pengalaman mereka pada saat kuliah,
mendapatkan pekerjaan sesuai dengan cita-cita mereka, kesehariannya, dan masih banyak lagi.
Sampai tiba-tiba ada seorang ibu menghampiri meja mereka berdua lalu berkata, “Audrey?”

Tentu saja Audrey dan Jordan terkejut mendengar nama Audrey diucapkan oleh ibu
itu. Setelah menghadap ke ibu tersebut, rupanya itu adalah Alesya, ibu kandungnya. Audrey
tidak tahu harus menangis atau berekspresi seolah tidak ada apa-apa saat ini. Jordan
mempersilahkan Alesya untuk duduk di bangku sebelah Audrey.

“Nak, apa kabar?” tanya Alesya.
“Aku baik, Ma. Mama gimana?” tanya Audrey balik.
“Mama baik, Nak. Papa kamu sudah meninggalkan mama. Entah di mana dia sekarang.”
Keheningan terjadi pada saat Alesya mengatakan bahwa Robert sudah meninggalkan
Alesya. Andrew tidak pernah mengatakan apapun tentang hal ini.
“Audrey, mama sangat minta maaf sama kamu. Selama ini, mama sadar bahwa mama
selalu membiarkanmu hidup diatur oleh Robert. Mama sangat menyesal sekarang. Mama tahu
itu akan menjadi luka tak berdarah yang kamu alami selama ini. Bertahun-tahun mama seperti
di hipnotis agar tidak mencampuri urusannya. Padahal jika mama pikir lagi, kamu dan
kakakmu adalah hadiah dari Tuhan yang harus mama jaga selama mama masih kuat menjaga
anak-anak mama. Mama harusnya menahan Robert agar dirinya tidak bertindak sembarangan
kepadamu dan kakakmu. Mama sangat-sangat meminta maaf yang sebesar-besarnya sama
kamu dan Andrew. Dan sepertinya kamu tidak akan memaafkan mama karena sikap mama
yang terlalu ceroboh dalam menjaga kalian,” ujar Alesya panjang lebar.

Setiap kata yang diucapkan oleh Alesya sangat bermakna baginya. Ia baru pertama kali
ini mendengar Alesya meminta maaf kepadanya. Air mata muncul dari kelopak mata secara
tiba-tiba dari kedua orang tersebut.

“Ma, Audrey udah maafin mama sama papa dari lama kok. Jangan nangis, aku sama
kakak baik-baik saja. Don’t worry about me and kak Andrew,” balas Audrey.

“Audrey, sebelumnya mama minta maaf. Selama kamu masih di Indonesia, bisakah tidak
perlu menginap di hotel? Menginap lah di rumah mama, ada kakakmu juga,” tanya Alesya
secara tiba-tiba.

“Em, Ma. Maaf Audrey butuh waktu untuk memikirkan ini, nanti Audrey kabarin lewat
kakak saja,” jawabnya. Ibunya hanya mengangguk karena ia pasti tahu bahwa Audrey tidak
secepat itu untuk mengikhlaskan masa lalunya.

Tidak ada angin dan tidak ada hujan, entah ada apa yang terjadi di otak jordan saat ini
hingga dirinya tiba-tiba memutar posisi tubuhnya menjadi menghadap ke Alesya.

“Tante, izin suka Audrey boleh nggak, tan?” ucapan Jordan yang diucapkan barusan
membuat dirinya tersedak minuman. Dan dengan santainya, Alesya menjawab, “waduh
silahkan, Jor. Pacarin aja juga nggak masalah tante mah.”

Bertahun-tahun Audrey mengalami masa tersulitnya bersama keluarganya itu.
Walaupun keluarganya sejak ia lahir adalah keluarga berada, tetapi ia merasa di keluarga ini
sangat banyak kurangnya. Dirinya tak butuh uang, hanya butuh kasih sayang. Tetapi, banyak
hal yang diajarkan oleh orang tuanya dan ajaran tersebut masih ia terapkan sampai detik ini.
Jika masalah kepintaran, orang tua Audrey juga sangat pintar dan juga bijak. Tentu saja
menurun pada anak-anaknya.

Waktu hidup seseorang di dunia tidak akan selama itu. Tetapi terkadang, banyak
orang yang menyepelekan hal tersebut, padahal itu sangat tidak boleh. Banyak ujian dan
pilihan dalam hidup yang perlu dilewati dan dipilih, manakah pilihan yang terbaik dan
manakah pilihan yang terburuk. Audrey belajar agar dirinya tidak menyia-nyiakan sebuah hal
dalam hidupnya seperti. Menggunakan otak secara bijak itu juga sangat penting, tetapi
gunakanlah untuk niat kebaikan, bukan untuk kejahatan. Penyesalan pun pasti datang di akhir.

Kini Audrey melanjutkan pekerjaan yaitu sebagai model dan solo singer, sedangkan
Jordan melanjutkan pekerjaannya sebagai pengacara. Walaupun sekarang mereka harus

bertemu secara virtual, tetapi itu tidak membuat mereka berdua berhenti mengejar cita-citanya.
Terkadang jika salah satu dari mereka libur, ia akan menghampirinya ke Indonesia, maupun
ke Australia. Mungkin kisah Audrey dan Jordan akan berhenti sampai disini saja. Sebetulnya
banyak sekali cerita masa hidup yang dialami oleh Audrey dari awal bertemu Jordan hingga
melanjutkan profesinya sebagai model dan solo singer.



Perjalanan Karirku

Guru itu digugu dan ditiru. Kata-kata itu selalu ada dibenakku , sejak dulu sampai
sekarang. Sejak kecil aku kepingin jadi dokter dan guru.Mungkin cita-cita itu muncul dari apa
yang aku lihat dalam kehidupan di keluargaku. Ayahku seorang Perawat dan Ibuku seorang
Guru. Masih ingat dalam benakku sejak kecil aku sering diajak ke kantor ayahku.di sebuah
Rumah Sakit besar di kota Solo.walau umurku waktu itu masih lima tahun, tapi sampai
sekarang masih termemori di pikiranku tentang berbagai hal yang aku jumpai di rumah sakit.
Aku melihat beberapa orang antri untuk periksa, ada juga yang terbaring lemah menahan sakit
di bed ,bangsal perawatan. Beberapa anak kecil menangis takut di suntik. Para Dokter dan
Perawat berlau Lalang menangani pasien. Dan…sejak itu rasa naluriku bicara , aku ingin
menjadi dokter. Sejak kecil pula kalau bibik tidak berangkat kerja, aku diajak Ibuku
mengajar .Di sebuah SD yang letaknya di sebuah kampung pinggiran di Kabupaten.Pasti yang
aku lihat jauh berbeda dengan kantor ayahku. Di sini aku lihat hiruk pikuk para siswa bermain,
berkejar -kejaran ada juga yang jajan di depan sekolah saat jam istirahat. Begitu terdengar bel
mereka berlarian menuju kelas masing-masing. Aku hanya bengong kala itu, hanya bisa
melihat kegembiraan mereka.waktu itu usiaku lima tahun.aku belum sekolah, karena dulu di
kampungku belum ada TK. Jadi aku dulu sekolahnya mulai dari SD. Dan itupun aku mulai
bersekolah sudah berumur tujuh tahun.Pada waktu itu, karena di sebuah desa jadi para siswa
tidak memakai sepatu.mereka telanjang kakinya.kasihan ya….beda banget dengan jaman
sekarang. Dua sisi pengalaman itulah yang sering membawa anganku membawa khayalanku
untuk menjadi seorang dokter atau guru.

“ Sa, ayo main sama aku”, ajak Ratna. “ sebentar Na, aku lagi disuruh beli gula sama
ibukku “. Setelah usai belanja aku pergi kerumah Ratna teman bermainnya di rumah. “ na,
aku dating “ teriakku memanggil Ratna. “ ayo masuk Raissa, kiat bermain guru-guruan yuks.
“ ayo Na, aku yang jadi gurunya kamu muridnya ya?”. Kami berdua asyik bermain guru-
guruan sampai sore hari. Begitulah kegiatanku di siang hingga sore selalu bermain dengan
Ratna. Di kehidupan sehari-hari pun, aku sering bermain dengan teman sebayaku.Bermain
jadi Guru atau bermain jadi Dokter. Aku yang selalu jadi dokter, sementara teman-temanku
yang jadi pasiennya.Aku yang selalu jadi guru dan temanku yang jadi siswanya. Jadi geli
kalau ingat masa lalu, anak-anak masih begitu lugunya dengan keadaan disekitarnya. Jaman
dulu belum ada Hp, televisi saja sekampung yang punya hanya satu orang.Jadi tiap hari
hiburannya hanya mendengarkan radio dan suara katak yang nyaring bersahut-sahutan di tepi

kolam. Permainan jaman dulupun tidak secanggih seperti sekarang. Tidak ada yang Namanya
game.yang ada permainan gobak sodor, bentik , jugah mandah , kalau malam hari terang
bulan aku dan temen-temen main jamuran Seneng ya kalau mengingat masa kecil dulu.

Saat itu usiaku tujuh tahun, aku mulai sekolah di SD. Tiap hari aku gonjeng Ibuku ke
sekolah, kebetulan aku bersekolah di tempat Ibuku mengajar.Dengan sepeda buntutnya Ibu
selalu memboncengkan aku setiap harinya.Tanpa mengenal Lelah Ibu selalu mengajariku,
membaca, menulis, menggambar dengan penuh perhatian dan ketelitiannya. Enam tahun
sudah aku mengenyam Pendidikan di sekolah dasar. Meski aku harus bersekolah di tiga SD
yang berbeda, karena mengikuti tugas ayahku yang berpindah-pindah. Dari Sd aku
melanjutkan ke SMP, yang tiga tahun aku lalui dengan hasil yang memuaskan. Kemudian aku
lanjut ke SMA, waktu tiga tahunpun aku lalui dengan lancer. Tiba saatnya untuk masuk ke
perguruan tinggi. Waktu itu aku mendaftar melalui UMPTN di Universitas ternama di kotaku.
Tapi sayang, aku belum berhasil akhirnya aku kuliah di Universitas swasta dan aku
mengambil jurusan keguruan.Sudah mantap tekadku, bahwa aku ingin menjadi guru.Apapun
kata orang waktu itu, yang mengatakan bahwa gaji guru itu kecil. Aku tak peduli, tekadku
sudah bulat , aku ingin menjadi seorang guru yang kelak bisa mengajari anak-anak didikku
dengan Ilmu yang aku peroleh tentunya dengan tulus dan ikhlas.

Aku mengambil jurusan Biologi, walau aku dulu sewaktu SMA jurusanku A1 atau
fisika. Dak tahu kenapa aku sangat suka sekali dengan Ilmu IPA. Mungkin aku dulu suka
berpetualang bermain dengan alam. Mandi di kali, bantu nenek menanam padi disawah,
memanen padi saat musim panen, membantu teman mencari kayu kering di kebun untuk
menanak nasi. Oh iya, jaman dulu belum ada kompor gas, yang ada hanya kompor minyak
itupun jarang yang punya. Hamper tiap rumah di desaku menggunakan pawon. Pawon itu
tempat untuk memasak, dibuat dari batu bata yang ditumpuk kemudian bahan bakarnya
berupa kayu. Bisa di bayangkan tentu lama ya memasaknya.

Empat tahun tepat aku tempuh di bangku kuliah. Suka dan duka sudah aku lalui.
Banyak Ilmu yang aku peroleh di kampusku tercinta. Terimakasih ya Allah, atas segala
nikmat yang telah Engkau berikan.Dengan berbekal IP yang lumayan, aku mencoba untuk
melamar di berbagai sekolah di kotaku.Satu persatu sekolah aku mencoba untuk memasukkan
lamaran. Tanpa mengenal Lelah dan putus asa. Aku yakin setiap usaha itu pasti ada hasilnya.
Alhamdulilah aku di terima di sekolah menengah pertama swasta di kota kecamatanku. Setiap
hari aku mengajar dengan naik angkot. Turun dari angkot masih jalan kurang lebih sepuluh
menit. Hari pertama mengajar, aku kaget juga. Kenapa anak-anaknya banyak yang
bandel.Tapi hal ini tidak menyurutkan semangatku mengajar. Justru menjadi tantangan

bagiku.Disela – sela istirahat aku temui mereka, aku tanya satu persatu, kenapa bandel? Atau
kenapa pada males belajar. Pertama – tama mereka cuek, tapi aku tidak pantang mundur.terus
aku ajak bicara, terkadang diskusi, Alhamdulillah satu persatu mereka menuruti nasehatku.

Baru lima bulan aku mengajar, aku mendapat surat bahwa aku diterima mengajar di
sebuah Sekolah Menengah Atas di daerah pinggiran di sebuah kabupaten. Akhirnya aku
sanggupi dan aku harus mengajar di dua tempat. Tiga hari mengajar di SMP dan tiga hari
mengajar di SMA.Tidak ada terbayang saat itu bagaimana aku harus membagi waktuku.
Bagaimana aku harus mempersiapkan materi mengajarku dengan mengajar di dua jenjang
yang berbeda. Yang ada saat itu kemauanku untuk bisa mengajar.

Butuh waktu satu jam untuk bisa sampai di tempat mengajarku yang SMA. Namun
saat itu aku belum punya motor, jadi tiap hari aku harus naik angkota desa. Angdes yang
menuju sekolahkupun masih jarang, jadi aku harus bener-bener berangkat pagi kalau tidak
mau ketinggalan angdes. Setiap pagi pukul 05.30 aku sudah siap didepan rumah untuk
menunggu angdes. Terkadang cepat, terkadang lambat, tidak tentu angdes nya lewat,butuh
waktu sepuluh sampai limabelas menit aku menunggunya. Walaupun seperti itu keadaannya
tidak menyurutkan tekadku untuk mengajar sebagai guru Tidak Tetap. Aku yakin disetiap
usaha pasti ada hasilnya. Siapa yang menanam dia yang akan memetik. Keberhasilan tidak
akan mengkhianati sebuah usaha, aku yakin suatu saat pasti aku akan merasakan jerih
payahku ini asal kita lakukan dengan tulus dan ikhlas. Allah pasti akan selalu mendengar do’a
– do’a kita.

Mengajar anak – anak SMA memang tidak semudah seperti yang kita bayangkan.
Terkadang kita memposisikan sebagai guru, kitapun harus bisa memposisikan sebagai teman.
Kita harus tahu dan paham karakter masing – masing anak. Walaupun aku bukan guru BK
namun aku berprinsip bahwa setiap anak itu dilahirkan dalam keadaan cerdas tidak bodoh.
Namun kita harus sadar bahwa anak yang satu dengan yang lain pasti berbeda, karena mereka
terlahir dan tumbuh dari keluarga yang berbeda. Untuk itulah kita harus memahami sifat dan
watak masing – masing anak. Terkadang aku menemui anak yang bandel. Kenapa bandel?
Pasti ada sebabnya. Nah, tugas ku sebagai guru untuk mengetahui masalah apa yang sedang
dihadapi hingga si anak menjadi anak yang bandel. Di sela – sela waktu mengajar ataupun
anak – anak baru diskusi , aku dekati anak-anak yang bermasalah. Aku tanya apa yang
menyebabkannya hingga dia menjadi anak yang bandel. Ternyata anak-anak kalau kita ajak
ngomong, kita ajak sharing mereka juga akan terbuka kok. Dari pendekatan seperti itu kita
jadi tahu permasalahan yang baru dihadapi si anak. Kita cari jalan keluarnya, supaya anak
bisa lebih tenang dan menemukan jati dirinya.

Terdengar bunyi lonceng pulang yang sangat keras di ujung kelasku. Saat yang
kutunggu – tunggu untuk saatnya pulang. Tepat pukul 14.00 aku keluar dari kelas yang paling
pojok di sudut sekolah. Kulangkahkan kakiku menyusuri koridor sekolah yang sangat Panjang.
Kebetulan sekolah tempatku mengajar termasuk sekolah baru, jadi gedungnya pun masih baru.
Berada di tepi sawah, dan hamparan padang rerumputan. Seusai aku berbenah di ruang guru,
langsung aku ambil tas tidak sabar rasanya pingin pulang . Di depan sudah berjejer angkutan
desa. Satu persatu anak-anak masuk kedalam angkutan. Setelah penuh baru berangkat, kalau
belum ya nunggu penuh dulu.

Hari-hari aku lalui mengajar di dua tempat, SMP dan SMA. Aku nikmati, aku jalani
dan aku syukuri. Aku tidak memandang berapa gajiku saat itu. Mungkin kalau secara
matematika tidak cukup untuk ongkos naik angkutan. Tapi aku tidak mempermasalahkannya,
yang penting aku mengajar, ada kegiatan dan bisa menularkan ilmuku di bangku kuliah
tentunya.

Waktu terus berlalu, dan pada akhirnya di bulan September tahun 1994, aku menikah.
Setelah menikah aku harus ikut suamiku. Dengan berat hati aku harus keluar mengajar dari dua
sekolah tempatku mengajar. Sedih rasanya harus meninggalkan anak-anak yang sudah terlanjur
akrab. Tapi bagaimana lagi, aku harus mengikuti suamiku di kota dingin yang ada di Jawa
Tengah.

Di kota suamiku, akupun berusaha memasukkan beberapa lamaran. Dari Sekolah
menengah pertama sampai Sekolah Menegah Atas. Beberapa waktu aku menunggunya, tapi
belum juga ada panggilan. Hampir delapan bulan aku menunggu dan Alhamdulillah aku
mendapat panggilan untuk mengajar di Madrasah Aliyah Negeri (MAN).saat itu aku lagi hamil
tujuh bulan namun tidak menyurutkanku untuk mengajar.Aku tetap semangat tetap optimis tidak
akan menyerah apalagi putus asa.



Jelly Pelangi Untuk Mama

Muka Ravin cemberut. Kakinya dihentakkan dengan kasar. Mendung bergayut sedari pagi.
Langit kelabu. Siang ini Ravin janji untuk mendatangi rumah Nay. Ravin akan membantu
Nay menanam jahe. Tapi Ravin takut nanti akan hujan deras sehingga besok tidak mungkin
kerumah Nay. "Ravin, kamu jadi pergi ke rumah Nay? tanya Mami. Ini mendung sekali lho,
mau hujan. Apa Nay ada di rumah ?" sambung Mami. Mami meneruskan mengaduk-aduk
rempah-rempah di besek." Wah, ternyata persediaan jahe mami habis nih. Padahal Mami mau
membuat kue jahe. Kan kalau dingin dingin dingin kaya gini enaknya makan kue jahe yang
bisa bikin badan hangat,” Mami tampak kecewa Jahenya habis.

Siang itu gerimis rintik -rintik. Tik…tik…tik… Ravin senang mendengar suaranya. Ravin
berlari ke teras rumah, ia sangat senang karena aroma udara berbau tanah saat hujan pertama.
Mami berkata, bahwa musim hujan telah tiba. Ravin memandang langit penuh asa.

Pandangan Ravin beralih ke pojok kanan halaman. Ada Sepetak tanah kosong. Ravin teringat
ada bungkusan di dapur, lalu bergegaslah ia mengambil bungkusan itu Ternyata itu mangga &
tunas mangga pemberian bunda Fiwi. Mangga itu rasanya manis & harum. Ravin sangat suka
mangga itu.

"Mami, mami, mami, bantu Ravin dong menanam tunas mangga ini,” ajak Ravin. "Cepat
mami, nanti keburu hujan reda."

Bergegaslah mereka menanam tunas mangga itu dipojok halaman tanah kosong. Ravin
memandangi langit tanpa berkedip mata. “ Vin, akar tanaman ini masih kecil & belum kuat.
Tanamannya belum bisa berdiri tegak, jadi tunasnya agak miring,“ ucap Mami.

"Pakai tongkat saja mami, agar berdiri tegak,” sahut Ravin. ” Tanamnya seperti pegangan
agar tidak roboh,” ucap Ravin

Ravin melihat tanamannya dengan serius dan berharap pelangi muncul, karena Ravin sangat
menyukai warna-warni yang indah itu.." Tunggu disini ya Ravin, Mami punya kejutan buat
Ravin," senyum mami penuh rahasia.

Lalu Mami masuk ke dapur dengan membawa Kantong belanjaanya untuk diberikan kepada
Ravin. Saat Sore, Ravin berdiri di depan pintu. Tidak ada Nay disitu. Ravin kesal dengan Nay
karena Seharusnya ia berjanji menunggu di depan pintu. Tiba-tiba pintu itu terbuka. Nay
mempersilahkan Ravin untuk masuk. “Aku telat janjian dengan mu karena aku baru selesai
membuat jelly.” Baju dan dapur Nay sangat berantakan, penuh dengan adonan. "Tara.... ini
jelly buatan Nay." Ravin heran dan bertanya kepada Nay, “Susah ga buatnya?". Nay
tersenyum, "Gampang kok vin buatnya.”

“Tolong ajarin aku cara buatnya,” jawab Ravin. Lalu Nay mengajak Ravin untuk makan jelly
buatan Nay. Karena suka warna pelangi ingin membuat jelly pelangi untuk maminya.

Akhirnya Nay dan Ravin membuat jelly pelangi dengan hati senang. Jelly itu dimasukkan
kedalam wadah yang sudah disiapkan oleh mereka.

Pulanglah Ravin ke rumah untuk memberi kejutan kepada maminya yaitu sebuah jelly Pelangi
yang khusus dibuat oleh Ravin.

Maminya meneteskan air mata karena terharu kepada Ravin yang secara tulus membuat
sebuah kejutan. Mami berkata, “Terimakasih atas kejutan ulang tahun buat Mami.”

Lalu Mami memeluk erat badan Ravin sambil Ravin mengucapkan," Selamat ulang tahun
Mamiku Sayang. "

Nafisa Rengganis L/20/IXE



A Day In My Life

Pada hari minggu, aku bangun dari tempat tidurku tepat pada jam 4 pagi.Lalu aku
bersiap-siap untuk mandi lalu sholat shubuh di masjid.Pada saat aku perjalanan ke
masjid aku bertemu dengan teman ku yang bernama Andra (Si koplo), lalu aku
menyapa "Hai Andra" ucapku, "Ia kanapa Evan" Jawab joko."kamu mau kemana
ndra" tanya ku, "Aku mau ke masjid Van" Jawab Andra. "kalu begitu ayo kita
berangkat bersama" ajak ku, "Yaudah ayo" jawab andra.

Sesampainya di masjid Aku dan Andra berwudhu.Sesudah berwudhu Aku pun
menunggu iqamah.Selang beberapa menit iqamahpun dikumandangkan.Setelah
sholat shubuh Aku dan Joko pulang kerumah masing-masing.

Sesampainya dirumah aku melanjutkan untuk mengaji sampai jam 6.sesudah
mengaji aku bersiap siap untuk lari pagi ke pancasila.pada saat mau berangkat aku
baru sadar ternyata ban sepeda ku bocor.mau tidak mau aku tidak lari hari ini. Aku
pun pergi ke bengkel untuk menambal ban sepeda. setelah menambal ban, aku
memiliki ide untuk berjalan-jalan keliling kampung. Pada saat perjalanan aku melihat
kakek-kakek yang sedang mencari botol bekas. Dengan hati dermawan aku
membelikan buah tangan untuk si kakek. Sesudah membeli buah tangan aku pun
memberikan kepada sang kakek.

Betapa bahagianya sang kakek menerima buah tangan yang aku beri. Dan kakek itu
berkata "Terima kasih nak", "Sama-sama" Jawab ku. Setelah memberi buah tangan
aku pun melanjutkan perjalanan untuk berjalan-jalan. Sesudah puas berjalan-jalan
aku pun pulang kerumah.

Sesampainya di rumah, Aku mendengar adzan dzuhur. Lalu aku bersiap siap unruk
sholat dzuhur di masjid. Sesampainya di masjid aku pun berwudhu. Sesudah
berwudhu aku pun melanjutkan untuk sholat sunnah terlebih dahulu. Setelah sholat
sunnah iqamah pun dikumandang kan. Aku dan jamaah lainnya sholat dzuhur
bersama. Sesudah sholat dzuhur aku pun melanjutkan untuk berzikir. Setelah
berzikir aku pun pulang kerumah. Sesampainya dirumah aku pun berniat untuk tidur
siang.


Click to View FlipBook Version