Kasih Sayang Seorang Ibu
Pada suatu desa, terdapat seorang ibu penjual sapu lidi. Ibu Rahma namanya, beliau
sangat ramah dalam melayani pembeli, beliau juga merupakan orang yang sangat baik hati.
Ibu Rahma tinggal pada sebuah rumah kecil bersama anaknya yang bernama Aisya. Aisya
merupakan gadis berusia 16 tahun, dulunya ia merupakan anak yang periang dan hormat
kepada orang tua. Namun, terhitung sejak 5 tahun kepergian ayahnya, Aisya menjadi seorang
yang mudah marah dan selalu murung. Ia juga sering membantah dan bersikap semena-mena
terhadap ibu Rahma.
Ibu Rahma begitu sabar dalam menghadapi anaknya. Beliau memaklumi sikap
anaknya, karena ayahnya sangat berperan penting dalam hidup Aisya. Aisya sendiri juga
mengira bahwa ibunya yang membuat ayahnya meninggal, namun sebenarnya itu adalah
kesalahpahaman.
Dulunya, Aisya selalu dituruti permintaan oleh ayahnya, karena ayahnya bekerja di
sebuah perusahaan, jadi Aisya selalu dimanjakan oleh ayahnya. Namun, sekarang sudah
berbeda, Ibu Rahma hanya penjual sapu lidi di desa. Sebenarnya, untuk kehidupan sehari-hari
saja masih kesusahan, apalagi menuruti segala permintaan Aisya. Walau begitu, Ibu Rahma
tetap semangat untuk rajin berjualan.
Hampir setiap hari, Aisya selalu mengunjungi makam ayahnya. Ia selalu menangis di
depan makam itu dan berharap ayahnya masih hidup. Sudah 5 tahun berlalu, namun Aisya
masih belum bisa menerima keadaan dan kenyataan yang terjadi tentang ayahnya.
Di suatu pagi, ketika Aisya akan berangkat sekolah, Ia menuju dapur untuk sarapan
terlebih dahulu. Aisya hanya sebuah tempe goreng sisa tadi malam. Aisya tak mau makan, Ia
sudah sangat muak dengan tempe. Aisya pun marah dan berteriak, “Kapan, sih, aku bisa
makan enak kayak teman-teman? Aku sangat bosan dengan makanan ini!” sontak ibunya pun
menghampiri Aisya, dengan nada yang sangat lembut, beliau berkata, “Nak, maafkan ibu, ya?
Nanti kalau ibu sudah punya uang lebih, ibu janji akan membuat makanan spesial
untukmu.”, ”sudahlah bu, aku juga bosan mendengar kata maaf dari ibu dan segala janji yang
tak pernah tercapai!” jawab Aisya dengan nada tingginya, Aisya juga bergegas keluar rumah
dan menuju sekolah tanpa sarapan terlebih dahulu.
Saat di sekolah, Aisya merasa sangat kelaparan, tetapi Ia berpikir lebih baik tidak
makan daripada harus makan tempe. Lalu, teman-teman Aisya menghampiri Aisya dan
mengajaknya untuk ke kantin. Begitu di kantin, semuanya memilih untuk membeli mi ayam,
kecuali Aisya sendiri yang tak membeli mi ayam karena uang sakunya tak cukup. “Kenapa
ibu memberi uang saku sedikit, sih. Aku kan juga mau membeli mi ayam seperti teman-teman
yang lain,” gumamnya dalam hati.
Sekarang bel sudah menunjukkan pulang sekolah. Sesampainya di rumah, Aisya
menunggu Ibu Rahma untuk pulang bekerja. Serambi menunggu, Aisya membereskan rumah,
ini merupakan hal yang jarang ia lakukan, ia membereskan rumah hanya untuk mendapatkan
uang saku yang lebih.
Sekitar jam tujuh malam, sang ibu sudah sampai di rumah. Aisya bergegas menemui
ibunya dan mengatakan, “Ibu! Hari ini aku sudah membereskan rumah, jadi ibu tidak perlu
capek-capek lagi. Tapi aku mohon setelah ini uang saku ku dilebihkan ya.”, “wah, terima
kasih banyak sayang! Ibu sangat bahagia dan bangga terhadap kamu. Untuk uang saku, ibu
lebihkan menjadi tujuh ribu ya.” Perasaan bahagia Aisya menjadi pudar, ia pun menjawab,
“Kok hanya sedikit bu? Aku maunya sepuluh ribu!” Ibu Rahma menghela nafasnya, beliau
hanya bisa dia dalam kesabarannya, beliau selalu merasa gagal menjadi orang tua karena
belum bisa memenuhi keinginan anaknya.
Hari-hari sudah berlalu, sang ibu masih tetap sabar dalam menghadapi anaknya.
Hingga pada suatu hari, saat Aisya pulang sekolah, ia menemui ibunya. Ia berkata, “Ibu! Satu
minggu lagi kan aku ulang tahun, jadi aku ingin dibelikan kado. Aku ingin sepatu yang bagus
seperti punya teman-teman ku.”, “nak, memang harga sepatunya berapa? Kalau uang ibu
cukup, ibu pasti akan membelikan sepatu untukmu.” Aisya pun berpikir, sepatu milik
temannya yang ia inginkan berharga tiga ratus ribu, tetapi Aisya ingin mempunyai sepatu
yang lebih bagus dari itu, ia pun menjawab pertanyaan ibunya, “Harganya empat ratus ribu bu,
mohon belikan sepatu itu!” Ibu Rahma benar-benar kaget dengan harga yang diucapkan oleh
Aisya, bagaimana tidak, penghasilannya saja hanya dua puluh hingga tiga puluh ribu per hari,
uang tabungan juga tak banyak, jadi tidak mungkin mendapatkan uang sebanyak itu dalam
waktu seminggu.
Hari sudah berganti, sekarang Ibu Rahma berjualan sapu lidi mulai dari pagi buta
hingga tengah malam. Ini beliau lakukan hanya untuk Aisya. Di saat Aisya mengatakan
keinginannya kemarin, Aisya sebenarnya mengancam jika Ibunya tidak membelikan sepatu,
makan ia akan membenci ibunya. Ibu Rahma tak mau hal itu terjadi, Ibu Rahma terus
memeras keringatnya hingga bisa memenuhi keinginan anaknya.
Waktu berjalan begitu cepat, besok merupakan hari ulang tahun Aisya yang ke tujuh
belas. Ibu Rahma sangat senang karena berhasil mengumpulkan uang dan membeli sepatu
untuk Aisya. Namun, di malam itu penyakit jantung Ibu Rahma kambuh lagi, karena
sepertinya Ibu Rahma terlalu lelah bekerja.
Sekarang sudah tepat hari ulang tahun Aisya. Pagi ini Ibu Rahma memberi kejutan,
beliau membawa kue ulang tahun dan sepatu keinginan Aisya. Aisya sangat bahagia kala itu,
rasa kebencian terhadap ibunya seperti luntur seketika. Namun, di tengah kebahagiaan, Ibu
Rahma tiba-tiba jatuh pingsan. Aisya sangat terkejut, sontak ia langsung meminta bantuan
kepada tetangga untuk mengantarkan ibunya ke rumah sakit.
Saat di rumah sakit, Aisya mendapat kabar buruk. Nyatanya, Ibu Rahma dinyatakan
pergi untuk selamanya, menyusul suaminya. Aisya Rapuh, jatuh-sejatuhnya, Ia tak percaya, Ia
masih belum bisa mencerna keadaan. Hati Aisya sangat hancur berkeping-keping setelah
kepergian ibunya. Ia sangat menyesali perbuatan yang telah Ia perbuat. Aisya merasa dia
begitu melukai hati ibunya, padahal ibunya sudah bekerja keras untuknya.
Hari berganti hari dan Aisya sudah mencoba untuk menerima keadaan. Ia selalu
mendoakan Ibu dan Ayahnya kapan pun dan di mana pun. Sekarang Aisya hidup sebatang
kara, Ia merasa sangat sedih dan kesepian. Namun, takdir tak dapat diubah, Aisya selalu
dihantui rasa bersalah terhadap ibunya.
Nasi sudah menjadi bubur, jika semuanya sudah berlalu, kita hanya bisa menyesali
perbuatan yang buruk di masa lalu. Begitu kamu mulai menyesal, itu sudah terlambat. Dan
nyatanya, akan selalu ada penyesalan setelah kehilangan sesuatu yang selama ini kamu sia-
siakan. Namun, dengan adanya penyesalan, itu menyadarkan bahwa waktu yang telah berlalu
tidak dapat diulang. Jangan pernah menyia-nyiakan kesempatan waktu dan umur yang telah
diberikan oleh Tuhan, karena kita tak akan pernah tahu berapa lama seseorang diberi waktu.
Hargai selagi masih ada, jangan sampai menyesal di akhir.
Tamat
Nama : Raisa Kamila D.
Kelas : 9E
No. Absen : 24
Hanya Ingin
Karya : Nasywa Bunga Anisa/9E/22
Sekarang ini kehidupan seorang Matteo sedang berada pada titik terendahnya. Matteo
Robinson seorang mahasiswa di sebuah kampus bergengsi di negara orang, Inggris tepatnya.
Usianya 20 tahun, sedang berkuliah untuk mendapat gelar sarjana dengan beasiswa.
Dulu ia mengira, ketika sudah keluar dari bayangan ayahnya dan berada di luar negeri, ia akan
merasa sangat bahagia. Namun apaan ini, setelah dua tahun disini ternyata kehidupan sehari-
harinya malah diisi oleh kegiatan ataupun tindakan, yang tidak berguna dan akan disesalinya
dikemudian hari. Seperti membuang-buang waktu yang ada, dengan terlalu banyak bermain
game, tidak segera mengerjakan tugas kuliahnya, dan begadang hingga pagi. Kehidupannya
yang sekarang benar benar seperti dalam lingkaran setan.
Dulu dirinya tak begini, dengan adanya Sang Ayah yang menekankan bahwa Matteo tak
boleh bermain-main dengan waktu, harus selalu belajar, tak boleh terlalu banyak main, apa
lagi jika satu hari penuh jadwal Matteo rusak karena tindakan cerobohnya. Jika diingat
kembali, ia juga ingin kembali seperti dirinya yang dulu, menjadi yang pertama. Hanya ingin
saja.
-
Sesaat sesudah keluar dari dalam gedung kampus dan berjalan pulang menuju asrama siang
itu. Telepon genggamnya berdenyut dan berdering, pertanda bahwa ada yang meneleponnya.
Karena sedang berada dalam perjalanan pulang, maka ia hanya mengecek siapa yang
menghubunginya lalu seketika menolak sambungan telepon tersebut. Ternyata hanya Sang
Ayah, tak apa beliau akan mengerti jika dengan alasan sedang berada dalam perjalanan
pulang, pikirnya. Setelah berhenti sejenak dan memberitahu Ayahnya alasan tersebut via chat
dan berjanji akan menelepon kembali setelah sampai di kamarnya, Matteo pun lanjut berjalan
kembali.
Setelah masuk kamar asramanya, Matteo pun segera mengganti pakaiannya karena sudah
dipakai seharian. Lalu sesaat setelah menikmati pemandangan Universitas Oxford lewat balik
jendela asrama, Matteo memutuskan bahwa ia akan menelepon Ayahnya saat itu. Setelah
panggilan telepon tersebut terhubung ada sedikit percakapan yang berlangsung.
“Halo?” ucap Matteo mengawali percakapan jarak jauh mereka
“Halo Matteo, bagaimana kabarmu nak?” balas Ayah menanggapi “sebenarnya ayah ingin
bilang sesuatu padamu,” lanjut Ayah
“Baik Yah. Tak ada yang perlu dikhawatirkan,” jawab Matteo bohong, tak perlu
dikhawatirkan katanya “apa yah? apa yang ingin ayah bicarakan?” lanjut Matteo
“Sepertinya Ayah tak bisa kirim uang bulan ini. Keuangan Ayah sedang tidak stabil,” jawab
ayah “sebenarnya sih, Ayah sudah dipecat. Maka dari itu jangan main-main dengan nilai
sekolahmu ya, agar beasiswa mu tidak dicabut. Bagaimana nantinya jika ternyata anak satu-
satu ku ini tidak jadi mendapat gelar sarjananya? Tidak mungkin kan,” lanjut ayah
Matteo sempat bingung sejenak, mencerna apa yang barusan dikatakan Ayahnya. Tapi
akhirnya dia telah membuat pilihan, tak akan menambah beban pikiran Sang Ayah. Semoga
ini yang terbaik.
Hingga akhirnya Matteo berkata “Tentu, itu bukan masalah Yah, ada sejumlah tunjangan
beasiswa dan tabunganku disini. Lagipula yang benar saja aku main-main dengan nilai, aku
akan selalu berusaha menjadi yang terbaik dalam hal itu!” lumayan berseru memang
perkataan terakhirnya, seperti mencoba menenangkan Sang Ayah
Setelah mendengar balasan seperti itu dari Matteo, Ayah lansung berkata “Dan Ayah tahu
itu!”
Sungguh pikiran Matteo berkecamuk sekarang, lalu Matteo sadar setelah mata nya melihat
jam dinding. Perbedaan waktu mereka. Matteo pun berkata “Pasti sudah malam kan Yah
disana? Waktunya Ayah tidur,”
“Wahhh, kau benar sekali!” jawab Ayah “ya sudah kau pasti ada keperluan bukan, sampai
mengkode agar percakapan kita selesai. Ayah sungguh minta maaf atas semua yang terjadi ini
Teo, sungguh” lanjut Ayah
“Ahahahah ya ada tugas yang tidak akan mengerjaan diri mereka sendiri sebenarnya. Dan
juga tak perlu khawatir dengan ku Yah, aku mengerti dan baik-baik saja. Ayah juga harus
sehat disana” jawab Matteo
“Baiklah jika begitu. Kerjakan tugas-tugasmu dengan benar! Sungguh aku tak akan suka jika
kau
tak jadi lulusan kampus itu nantinya, lakukan yang terbaik Teo” ingat Ayah kepada Matteo
Matteo pun menjawab “Iya Yah iya, tenang saja”
“Yasudah Ayah tutup telepon nya ya. Ayo Teo bersemangat lah!” seru Ayah kepada Teo
“Semangat!” seru Matteo, lalu percakapan itu pun selesai
-
Matteo benar-benar menepati janjinya dia tidak hanya ingin kembali seperti dirinya yang dulu,
menjadi yang pertama. Namun mulai pada hari itu juga untuk berubah. Jujur saja itu sulit
karena harus keluar dari zona nyaman. Tapi Teo selalu ingat bahwa tidak ada yang sulit ketika
kau menjadikannya kebiasaan.
Teo menjadi yang terbaik yang dia bisa, tapi itu tidak cukup. Dia seperti dikalahkan oleh
pikirannya sendiri. Menjadikan Teo duduk disini, disebuah taman yang juga terdapat tempat
bermain untuk anak-anak. Entahlah dirinya butuh suasana baru. Sebenarnya sih rindu masa
kecilnya. Dimana dunianya belum sesulit ini untuk ditangani. Saat sedang menikmati suasana,
mata Teo mulai memperhatikan seorang anak yang sepertinya, sedang menantang dirinya
sendiri untuk melampaui jarak yang sebelumnya ia capai sesaat sesudah melompat dari
ayunan yang dimainkannya. Teo juga pernah melakukan itu. Teo terus memperhatikannya,
tidak secara terang terangan pastinya, hanya beberapa kali mengerling untuk melihat.
Lalu pada akhirnya sepertinya anak itu sudah sangat frustasi, hingga menghentakkan kakinya.
Kenapa dia yang sudah terus menerus mencoba pada akhirnya tidak melebihi garis tersebut.
Padahal ia sudah sempat terjatuh tadi saat sedang bersungguh-sungguh melompat untuk
melebihi garis. Saat anak itu sedang mengayun ayunan lebih cepat lagi, Teo bingung kenapa
secara tiba-tiba anak itu malah terlihat mengerem ayunan tersebut agar tidak berayun lagi.
Ternyata setelah ayunan itu berhenti berayun, anak itu memilih berdiri, berjalan mendekati
garis yang ia buat sendiri tadi, lalu melompat melewati garis itu begitu saja. Dan berjalan
dengan senang, dan sepertinya ia akan pulang, karena melihat matahari sepertinya sebentar
lagi senja.
-
Dalam pikirnya anak tadi seperti menunjukan bahwa, mungkin benar kita harus berusaha
sekuat tenaga untuk melampaui kita yang sebelumnya, namun tidak harus menggunakan cara
yang sama bukan? Sungguh, Matteo akan selalu mengingat pelajarannya kali ini. Teo akan
menggunakan cara yang lain.
Matteo benar-benar akan melakukannya. Ia akan mencoba kembali oh tidak, ia akan terus
mencoba lebih keras, tidak peduli apa masalahnya, pasti ada jalan keluarnya. Teo akan
mencoba kerja paruh waktu. Terus mengerjakan tugas kampus dengan benar, aktif dalam
kelas. Mulai mengatur jadwal setiap harinya. Mengatur jam tidurnya. Dan dia yakin semua
akan berjalan sesuai yang diharapkan, atau mungkin tidak karena Tuhan tidak menghendaki,
tetapi memang bisanya manusia hanya merencanakan bukan.
Setidaknya sekarang Teo bisa mengirimkan uang untuk Sang Ayah. Memang benar,
keinginan saja tidak cukup, paling tidak kau harus mencoba untuk mulai. Dan kalimat banyak
cara menuju tujuan yang sama itu, benar adanya.
Lupa Bersyukur
Di sebuah desa ada seorang anak perempuan umurnya kira-kira 15 tahun. Dia seorang anak
yang pintar tapi sayangnya dia memiliki sifat suka mengeluh ketika ada masalah datang
menghampirinya. Sekecil apapun masalah itu dia selalu mengeluh dan menggerutu.
Suatu pagi dia sedang berjalan menuju sekolah, tiba-tiba lewat seorang teman sekolahnya
dengan mengendarai sepeda baru. Dia menatap temannya yang sedang mengendarai sepeda
sambil mengeluhkan dirinya yang cuma berjalan kaki. Sesampainya di rumah dia pun
mengeluhkan hal ini kepada ibunya. "Bu, aku capek jika setiap hari harus berjalan kaki ke
sekolah, kenapa ibu tidak membelikan aku sepeda baru supaya aku tidak perlu capek-capek
berjalan kaki" ucapnya.
Dia merasa dalam hidup ini hanya dia seorang yang selalu mendapat masalah tidak seperti
teman-temannya yang lain yang bisa hidup enak dan tidak pernah punya masalah. Padahal
nyatanya semua manusia di muka bumi tidak pernah lepas dari masalah.
Ibunya mulai resah dengan sikap anaknya yang selalu mengeluh dan menggerutu. Hingga di
suatu hari, Ibu anak ini mengajaknya ke sebuah tempat. Di tempat ini berisi banyak anak anak
yang kekurangan. Ibu berkata "Disini bahkan untuk makan saja terkadang mereka masih
susah nak." Ya benar, Ibu mengajaknya ke Panti Asuhan.
Panti asuhan adalah sebuah lembaga sosial yang sedianya merupakan tempat bernaungnya
anak-anak terlantar, yatim piatu, dan yang berkekurangan terutama secara materi. Ditempat
ini mereka diasuh, dibimbing, diberi makanan dan pakaian, serta diarahkan menjadi pribadi
yang baik dan bertanggung jawab.
"Untuk apa kita ke tempat ini ibu?" tanya si anak dengan bingung. Sang ibu pun berkata "
apakah kamu tidak mengerti kenapa ibu mengajakmu kesini?"
Si anak pun menjawab "tidak tahu bu, memangnya kenapa?"
"Nak, ibu mengajakmu kesini agar kamu melihat bahwa diluar sana ada banyak orang yang
kurang beruntung dan kekurangan, tapi mereka tidak mudah mengeluh, mereka selalu
bersyukur bahkan atas hal sekecil apapun." jawab ibu
Setelah Ibu menjelaskan dengan panjang lebar mulut anak itu terkunci rapat, badannya
seketika membatu. Ia mulai sadar dengan perbuatannya selama ini, yang sering menggerutu
dan banyak mengeluh.
Ia melihat sekitar, anak ini mulai mengerti bahwa setiap orang di atas bumi ini pasti punya
masalah entah itu masalah yang besar atau masalah yang kecil, tetapi jika kita menghadapinya
dengan lapang dada, maka sebesar apapun masalah yang menimpa tidak akan mengubah kita
menjadi orang yang suka mengeluh dan lupa untuk bersyukur.
-Amera Tsaqifa Y
04/9E
Almira Ainun Nuhaa/03/9E
Roda Kehidupan
Di sebuah desa, ada seorang warga yang bernama Bu Rini. Bu Rini seorang janda
berkekurangan yang hidup hanya bersama anak semata wayangnya, ia bekerja keras
memenuhi kebutuhan sehari-hari dan bercita-cita agar anaknya bisa sekolah tinggi kelak. Ia
sering berjualan di desa hingga desa-desa sebelah, namun sering kali Bu Rini terlihat lemas
dan pusing karena penyakit yang ia derita. Hana, putri dari Bu Rini, duduk di kelas 2 SMP. Ia
selalu mengikuti nasehat ibunya. Hana sering membantu ibunya berjualan jika ada waktu
luang, tetapi sepulang sekolah Hana selalu pergi unuk bantu-bantu di toko bunga milik Bu
Dina.
Suatu hari saat Bu Rini sedang berjualan keliling desa, Bu Rini mulai merasakan
pusing yang kuat sehingga ia jatuh pingsan. Pak Bagus yang sedang mengendarai mobil
seketika berhenti karena melihat Bu Rini yang terbaring di pinggir jalan.
“Ya Allah Bu Rini,” ujar Pak Bagus yang terkejut melihat Bu Rini yang pingsan.
Pak Bagus pun langsung membawa Bu Rini pulang ke rumah Bu Rini. Saat di rumah Bu Rini,
Hana seketika menangis kencang melihat ibunya pingsan.
Pak Bagus pun langsung menyuruh Hana untuk membawa Bu Rini ke rumah sakit.
Tetapi Hana menolak, karena Hana tahu kalau dia tidak punya cukup uang untuk pergi ke
rumah sakit. “Pentingkan kondisi ibumu Han, bawa saja ke rumah sakit, masalah bayar jangan
khawatir, biar saya yang bayarkan,” ujar Pak Bagus.
"Yasudah kalau begitu, terima kasih banyak ya pak,” jawab Hana.
Sesampainya di rumah sakit, Bu Rini pun langsung diperiksa dan ternyata Bu Rini
lemas dan pingsan karena sakit yang lama ia derita. Selama ini Hana tidak pernah tahu
penyakit apa yang diderita ibunya. Yang Hana tahu, kalau ibunya lemas dan pingsan itu
karena telat makan.
“Kenapa ibu sering pingsan dan lemas begini?” tanya Hana sambil menangis.
“Sudah jangan menangis, ibu tidak apa-apa, hanya telat makan saja kok," jawab Bu Rini
sambil menenangkan Hana.
Keesokan harinya, saat Bu Rini hendak berjualan, Hana melarangnya. Karena Hana
tahu kalau ibunya belum benar-benar sehat.
"Jangan dipaksakan bu, lebih baik ibu istirahat saja di rumah, biar Hana saja yang berjualan
nanti," ujar Hana.
"Yasudah kalau itu maumu, kamu jangan capek – capek ya nak, utamakan sekolah dulu,”
jawab Bu Rini.
"Siap bu.” jawabku dengan lantang.
Sepulang dari sekolah, Hana pun langsung bergegas pergi ke toko bunga Bu Dina
sambil membawa jualan ibunya. Sebenarnya Hana lelah karena dia harus bekerja, tapi ini
demi mencukupi kebutuhan Hana dan ibunya. Saat Hana pulang, ternyata ibunya tidak ada di
rumah. Hana panik sambil mencari-cari ibunya.
"Permisi Pak Bagus, bapak tau ibu saya ada dimana tidak?” tanya Hana ke Pak Bagus yang
kebetulan lewat.
“Owhh... ibumu tadi pergi ke klinik sebentar katanya,” jawab Pak Bagus.
Mendengar jawaban itu, Hana pun tenang karena ibunya hanya pergi ke klinik sebentar.
Beberapa menit kemudian, ibunya pun datang. Seketika Hana langsung memeluk erat
ibunya, karena Hana sangat khawatir pada ibunya. Malam pun tiba, mereka hendak
melakukan sholat Isya' berjamaah. Bu Rini mulai merasakan sakit yang parah. Hana
kebingungan dan berusaha mencari bantuan untuk kesembuhan ibunya. Perasaan Hana terus
tak tenang, karena ibunya perlu dirawat di rumah sakit.
Hana memutuskan untuk menelpon Bu Dina dan meminta tolong podanya. Beberapa
menit kemudian Bu Dina pun sampai. Mereka pun bergegas ke rumah sakit agar Bu Rini bisa
di tidak lanjuti. Tetapi Tuhan berkehendak lain. Bu Rini pun meninggal dunia karena
penyakitnya. Hana terpukul dan shock karena satu-satunya keluarga yang ia punya adalah
ibunya. Hana tak berhenti menangis dan nampak kehilangan arah. Namun Bu Dina selalu
disamping Hana untuk menenangkannya.
Hana terkejut dan bertanya-tanya kepada dokter, apa penyebab ibunya meninggal.
Dokter pun menjawab kalau penyebabnya yaitu penyakit kanker yang sudah lamer Bu Rini
derita. Hari untuk mengantarkan Bu Rini ke tempat peristirahatan terakhirnya pun tiba. Hana
tak henti-henti meneteskan air matanya.
"Sudah jangan nangis berkelanjutan. Biarkan ibumu tenang disana ya nak,” ujar Bu Dina.
“Tetapi bu. Hana bingung harus tinggal bersama siapa,” jawab Hana.
"Tidak usah pikirkan itu, mulai sekarang kamu tinggal sama saya ya, mau kan?” tanya Bu
Dina. “Terimakasih banyak, maaf sudah sering merepotkan,” jawab Hana dengan terharu.
Akhirnya, Hana tinggal dan diasuh oleh Bu Dina yang sudah sayang dan akrab dengan Hana.
Safaana Kirana Ramadhani/26/9E
Sahabat Sejati
Alkisah terdapat sepasang sahabat, Tata dan Dina namanya. Mereka telah menjalin
persahabatan 7 tahun lamanya. Mereka telah bersahabat sejak duduk di bangku SD. Sekarang
mereka sudah duduk di bangku SMP dan kebetulan mereka berada dikelas yang sama.
Hingga suatu ketika teman sekelas mereka bernama Rita tidak suka dengan persahabatan Tata
dan Dina. Ia berusaha merusak persahabatan Tata dan Dina. Rita membuat rencana untuk
merusak persahabatan tersebut. Rita mencoba untuk mengadu domba mereka. Ia mengambil
dompet milik Tata lalu menyimpannya pada tas Dina agar terlihat seolah olah dinalah yang
mengambil dompet milik Tata.
Pada siang harinya Tata melapor kepada wali kelas bahwa ia kehilangan dompet. Bu Sinta,
wali kelas mereka memutuskan untuk melakukan penggeledahan tas untuk menemukan siapa
pelaku yang mengambil dompet milik Tata. Benar saja, setelah penggeledahan dilakukan,
dompet Tata ditemukan pada tas Dina. Dina sangat terkejut karena ia sama sekali tidak pernah
menyentuh dompet milik Tata. Tata tidak menyangka sahabatnya sendiri yang melakukan hal
tersebut. Belum sempat mendengar penjelasan dari Dina, Tata memutus untuk pergi
meninggalkan ruang kelas dengan perasaan kecewa.
Keesokan harinya Dina mengajak Tata berbicara 4 mata untuk memberi penjelasan tentang
kejadian kemarin. Tibalah mereka di taman sekolah untuk membicarakan hal tersebut. Dina
menceritakan kronologi kejadian dan bersumpah bahwa bukan dia yang mengambil dompet
milik Tata. Setelah mendengar penjelasaan kronologi kejadian dari Dina, Tata merasa ada
sesuatu yang ganjal. Ia pun memutuskan untuk menelusuri siapakah pelaku yang mengambil
dan memasukkan dompet miliknya kedalam tas Dina.
Setelah ditelusuri melalui rekaman cctv kelas, ternyata Rita-lah pelakunya. Ia pun dimintai
keterangan mengapa melakukan Tindakan tidak terpuji seperti itu. Rita akhirnya mengakui
bahwa ia melakukan hal tersebut karena iri dengan persahabatan Tata dan Dina mereka yang
bertahan lama. Sejujurnya Rita juga ingin memiliki seorang sahabat. Rita melakukan hal
tersebut untuk merusak persahabatan mereka sehingga Rita dapat merebut Tata dari Dina.
“Aku menyesal melakukan hal tersebut, aku minta maaf.” Ucap Rita penuh penyesalan.
Meskipun merasa kesal dan kecewa terhadap Rita, mereka tetap memaafkan Rita karena
sudah berkata jujur dan mengakui kesalahan.
Mendengar alasan Rita melakukan hal tersebut, Dina merasa kasihan. Dina menawarkan Rita
untuk berteman dengannya dan Tata. “Rita, aku dan Tata bersedia menjadi temanmu,”
“apakah kamu mau menjadi teman kami?” tanya Dina. Rita sangat senang mendengar hal
tersebut. Rita pun menerima ajakan Dina, “iya aku mau, aku berjanji akan menjadi teman
yang baik dan tidak akan mengulangi perbuatan tidak terpuji seperti itu lagi.” Kini mereka
bertiga bershabat dengan baik.
Maafkan Aku, Dudu
Di suatu hari. Bubu sedang berkumpul dengan teman-teman. Mereka sedang berbincang dan
bercerita mengenai pasangannya. Teman-teman Bubu menceritakan baik buruk pasangannya.
Akan tetapi Bubu berbeda dengan teman-teman, Bubu tidak suka menceritakan pasangan
secara berlebihan karena menurutnya tidak baik. Disaat mereka asik bercerita salah satu
teman Bubu berkata “eh teman-teman, ayo kita main ke tempat wisata baru yang lagi viral itu,
bagaimana kalau besok hari kamis kita-kita free.” Teman-teman yang lain pun mengangguk
dan menyetujui ide temannya itu.
Keesokan harinya. Di pagi hari yang cerah Bubu sedang asik bermain tiktok, karena Bubu
merasa bosan sekali ia mencoba menelepon Dudu agar ditemani mengobrol. Mereka sangat
asik mengobrol sampai-sampai tidak sadar kalau mereka telefon sudah lama, akhirnya mereka
mengakhiri telefonnya dan melanjutkan untuk mengobrol di chat saja. Namun tak lama dari
itu bubu pun tertidur.
Saat bubu terbangun ia terkejut mendapat pesan dari temannya mengajak main, ia lupa kalau
sore ini mereka akan pergi ke tempat wisata baru itu. Bubu tergesa-gesa mengabari temannya
itu bahwa ia tertidur siang hari tadi, bubu pun mencoba meminta izin dudu untuk pergi
bermain bersama teman-temannya. Namun sayangnya dudu tidak mengizinkan bubu bermain
karena dia sudah sering bermain di minggu-minggu ini dan sering lupa waktu.
Mengerti jawaban dudu seperti itu, bubu merasa kesal dan membantah ia bersikeras memaksa
agar dibolehkan bermain bersama teman-temannya itu. “pokoknya aku pergi bermain
sekarang! Aku sudah di tunggu teman-teman.” Kata bubu membantah. Ia mengabaikan
omongan dudu dan pergi begitu saja tanpa sepengetahuan dudu. Bubu sangat licik dia selalu
mematikan handphonenya agar tidak terganggu notif dari dudu.
Dudu sebenarnya sudah tau sifat bubu selalu seperti itu, akhirnya dia mengalah dan
mengizinkan bubu bersenang-senang dengan teman-temannya. Dudu mencoba sabar
menunggu kabar dari bubu, akan tetapi dudu tidak mendapat kabar sama sekali. “ini benar-
benar sudah keterlaluan! Akanku cari anak itu sampai ketemu.” Kata bubu dengan sangat
marah.
Dudu sangat khawatir dan mencoba menghubungi bubu berkali-kali tetapi tetap saja tidak ada
jawaban. Ia sempat berfikir untuk mencari dan menyusul bubu, namun sayangnya dudu tidak
tau ia bermain dimana. Disaat dudu kebingungan mencari bubu tiba-tiba ia mendapat pesan
dari temannya bahwa ia melihat bubu bermain di tempat wisata yang baru itu. Tau begitu
dudu segera mencari alamat tempat wisata itu dan segera ia menyusul bubu bersama teman-
temannya.
Diperjalanan dudu merasa kesal dan marah. Ia mengendarai motor dengan emosinya yang
tinggi. Di tengah perjalanan belum jauh dari rumahnya, dudu terjatuh dari motor untungnya ia
pergi bersama teman-temannya. Segera teman-temannya membantu dudu dan membawanya
pulang kerumah. Disaat kejadian itu terjadi bubu masih asik bermain bersama teman-
temannya.
Ditengah-tengah bubu sedang asik mengobrol, bubu mempunyai firasat buruk. Tiba-tiba ia
panik dan khawatir, jantungnya berdegup kencang. Namun ia mengabaikan perasaannya itu
dan melanjutkan mengobrol dengan temannya. Selang beberapa menit bubu mencoba
menghidupkan handphonenya, ternyata ia mendapat banyak pesan dari dudu. Saat melihat
pesan terakhir dudu, betapa terkejutnya bubu mendapat kabar kalau dudu terjatuh dari motor,
bergegas ia pergi ke rumah dudu.
Di perjalanan bubu cemas ia panik bukan main. Saat sampai di rumah dudu, dia lemas
badannya gemetar melihat kondisi dudu seperti itu. Bubu menangis sejadi-jadinya. Ia
menyesal sudah menyepelekan omongan dudu, sekarang dudu sudah jadi seperti ini. Dimalam
harinya dudu dibawa ke rumah sakit untuk mengobati luka-luka di badannya. Berhari-hari
bubu menemani dan merawat dudu. Kini dudu sudah membaik dan dapat menjalankan
aktivitas seperti biasanya
Namun sampai sekarang bubu masih merasa sangat bersalah ia terus berfikir kejadian yang di
alami dudu itu disebabkan karenanya. Bubu benar-benar menyesal sekali karena sudah
membantah dan tidak mau mendengarkan perkataan dudu. Ia kapok dan tidak akan
mengulanginya lagi.
Nama : Melvara Hayyu Maharani
Kelas : IX E
Absen : 15
Nama:Candra Putra Pratama
Kelas: IX
NO: 07
BELAJAR NAIK SEPEDA MOTOR
Pada suatu hari yaitu hari minggu, dimana waktu libur sekolah saat itu saya sedang berumur
kurang lebih 13 tahunanlah saat 7 SMP, ketika itu saya mau belajar sepeda motor karena saya
melihat teman-teman saya sudah banyak bisa pakek sepeda motor kemudian saya bilang ke
ayah kalau saya mau belajar sepeda motor dan pada saat itu ayah bilang ke saya kalau saya
belum waktunya untuk mengendarai sepeda motor.
Dan keeosokan harinya saya bilang lagi ke ayah dengan semangat-nya tapi ayah tetep tidak
bolehin saya. Dan selang beberapa minggu kemudian saya bilang lagi, akhirnya saya
dibolehin belajar sepeda motor, hari pertama saya belajar ditemani oleh ayah saya, saat itu
sama ayah cuma belajar nyetir saja karena katanya ayah kalau belajar memasukkan atau
mengubah gigi rantainya itu gampang yang penting saya bisa nyetir dulu.
Saya belajar nyetir dulu soal-nya kaki saya belum nyampek ke tananh dan belum begitu kuat
untuk menahan sepeda motor-nya, dan silang hari ke dua, saya belajar lagi tapi pada saat itu
saya belajar sama kakak sepupu saya, pada saat itu saya belajar mengubah gigi rantainya
Alhamdulillah saya sudah mulai bisa dikit demi sedikit pada waktu itu dan saya terus
mengulanginya dengan berkali-kali.
Saat itu saya yang belajar sepeda motor saya belajar di jalan di desa saya, dan pada saat saya
belajar sepeda teman-teman saya memberi semangat dan juga tetangga saya, nah pada saat itu
saya belajar sama kakak sepupu saya hampir menabrak pagarnya orang dan untungnya kakak
sepupu saya langsung memegang tangan saya dan membelokkan setirnya, pada saat itu
jantungku mau copot.
Saya belajar lagi sama kakak sepupu dan saya sudah mulai bisa dan keesokan harinya saya
belajar lagi sama kakak sepupu, setelah sama kakak saya belajar sendirian dan untungnya
saya bisa, dan silang beberapa minggu saya belajar sendirian walaupun kaki belum nyampek
ke tanah saat itu saya nekat belajar sendirian dengan nekatnya saya nabrak pohon pisang yang
ada dibelokan mau masuk ke halaman rumah soalnya masih belum fasih untuk belokan,
Gguuubraaaaaaaaaaaakkkkk... dan Alhamdulillah yang rusak hanya lampu retingnya dan pada
saat itu-lah saya lebih berani lagi bersepeda.
Mimpi Sang Dewi
Pagi menjelang saat seorang gadis yang biasa dipanggil dengan nama Dewi mulai menjerang
air untuk membuat segelas teh panas. Dewi, ialah gadis yang hidup dengan sejuta mimpi di
dalam sebuah rumah berdinding tinggi.
Dewimerupakan gadis yang tumbuh di dalam keluarga berkecukupan, bahkan bisa dibilang
sangat kaya. Namun sayangnya Dewi tidak bisa menopang tubuhnya sendiri tanpa
menggunakan bantuan kursi roda, sehingga merasa diacuhkan bahkan saat berada di istana
mewah tersebut Kedua orang tua Dewi selalu mengacuhkannya karena merasa tidak ada yang
bisa diharapkan dari gadis dengan kursi roda tersebut. Sementara kakaknya mungkin saja
malu mempunyai adik dengan kondisi seperti Dewi. Setiap hari Dewi hanya menghabiskan
waktunya di dalam kamar dan sesekali mengarahkan kursi rodanya menuju arah taman. Gadis
yang berusia 17 tahun tersebut sangat senang untuk menggambar di taman guna
menghilangkan pikiran buruknya yang menyesali keadaannya.
Suatu pagi Dewi jatuh dari kursi rodanya, namun tidak ada seorangpun di dalam rumah
tersebut mendekat untuk menolongnya. Rasa kecewanya terhadap hal tersebut membuat Dewi
memiliki kekuatan untuk menggerakan kursi rodanya ke arah taman kompleks, berniat
menenangkan diri.
Saat sedang terisak di taman, tiba-tiba Dara dihampiri oleh seorang gadis seusianya dengan
kondisi yang sama. Gadis tersebut mengulurkan tangan untuk Dara dan mulai menyebutkan
namanya, yaitu Hana. mereka berdua mudah sekali akrab, mungkin karena keduanya saling
mengerti kondisi masing-masing.
Tiba-tiba Hana Berkata, “Dewi, ingatlah bahwa tidak ada seorangpun di dunia ini yang
terlahir sia-sia. Mungkin kita tidak bisa berdiri tegak layaknya manusia lain. Tapi, kita masih
punya hak untuk merasakan bahagia. Cobalah untuk menerima dirimu sendiri, Dewi.” lalu,
akhirnya gadis itu berpamitan pada Dewi. Semenjak pertemuannya di taman dengan Hana,
Dara mulai merenungi kata-kata yang diucapkan oleh gadis tersebut. Dewi berpikir
bagaimana ia bisa seutuhnya menerima dirinya ketika orang di dekatnya tidak mendukungnya
sama sekali.
Dewi mencoba mencerna perkataan dari Hana secara perlahan, meskipun seringkali ia
menangis ketika teringat kenyataan bahwa ia hanyalah seorang gadis yang diacuhkan. Hal
yang dipikirkan oleh Dewi adalah bagaimana ia bisa mewujudkan mimpinya dengan kondisi
tersebut.
Mimpi Dewi adalah menjadi seorang pelukis yang karyanya bisa dipajang di dalam pameran
besar. Hal yang dilakukan Dara untuk memulainya adalah rajin membuat lukisan. Kesibukan
tersebut juga dilakukan Dewi untuk tidak memikirkan mengenai dirinya yang selalu
diacuhkan dan mulai memahami perkataan Hana.
Perlahan mimpi sang Dewi mulai terwujud saat diam-diam ia sering memposting lukisannya
melalui media sosial. Hingga suatu hari ada seseorang datang ke rumah Dewi untuk menemui
gadis itu guna mengajaknya untuk bergabung di dalam sebuah pameran lukisan.
Kedua orang tua Dewi terperangah mendengar ucapan pria tersebut, sebab tidak menyangka
bahwa Dewi si gadis kursi roda bisa menghasilkan karya lukisan yang indah. Dewi hanya
tersenyum melihat respon kedua orang tuanya dan memilih menerima tawaran pameran
tersebut.Berbagai lukisan indah dipajang dalam pameran yang diberi tema Mimpi Sang Dewi.
Orang tua Dara menghadiri pameran tersebut dan merasa terharu atas pencapaian putri yang
selama ini diacuhkannya. Sementara Dewi merasa lega bisa menerima keadaan fisiknya dan
memanfaatkan apa yang dimiliki.
Surat Rahasia
Amplop berwarna biru sampai ke depan rumahnya. Dhea sangat terheran, di era
seperti ini masih ada yang mengirim surat. Ketika ia mengambil surat itu, betapa kagetnya ia
ketika namanya tertera sebagai penerima dengan alamat lengkap rumahnya. Hanya saja ia tak
menemui siapa pengirim surat tersebut.
Betapa kagetnya ia ketika isi surat tersebut ialah suruhan untuk menjauhi teman-
temannya. Dhea adalah pekerja kantoran yang sangat disenangi oleh teman-teman kantornya.
Ada Indah, Kia, dan Lola. Mereka dari tim yang sama dengan Dhea.
“Jauhi Indah karena ia menjelekanmu kepada tim lain. Jauhi Kia karena ia tak pantas jadi
tempat curhat masalah keluargamu. Dan jauhi Lola karena ia menyukai pacarmu.”
Awalnya Dhea tak memedulikan surat tersebut. Namun, berhari-hari berlalu,
semesta pun menunjukan kebenarannya. Alhasil Dhea dijauhi oleh tim lain, keluarganya
menjadi omongan di kantor, terlebih lagi, pacarnya makin susah untuk dihubungi dan
berujung dengan kata ‘putus’. Hanya saja, teman-temannya masih bersikap seperti biasa dan
seolah tak terjadi apa-apa. Hingga suatu hari, ia merasa muak berpura-pura.
“Aku salah apa hah sama kalian?”
“Ada. Hidupmu terlalu sempurna. Kami iri saja dengan hidupmu” ujar Lola lalu diikuti
dengan anggukan yang lain.
“Hahah klise dan kekanak-kanakan! Memang ya, orang yang menusuk pedang itu adalah
orang terdekat!” “tegas Dhea lalu berjalan membelakangi mereka bertiga.
Saat sampai rumah, ia tak menangis. Segera ia melihat surat beramplop biru tersebut,
membaca isi surat, dan mencermatinya baik-baik. Ia berusaha menebak siapa pengirim surat
tersebut. Hingga, ia menemukan paraf kecil di ujung kertas dan ia mengetahui siapa penulis
surat tersebut, yaitu Mbak Hanum. Bosnya yang menyebalkan dan membuatnya risih karena
rentatan tugas yang tak henti-henti. Ia tak menyangka orang yang memerhatikannya ialah
orang yang ia benci. Sejak saat itu, Dhea menjadi paham, antara kehidupan selalu
menunjukan seseorang yang terbaik untuknya.
Berpisah dengan Sahabat
Lia dan Rini bersahabat sejak masih kecil. Mereka berdua tidak pernah berpisah dan selalu
bareng kemanapun pergi. Namun kebersamaan Lia dan Rini sebentar lagi akan hilang, karena
Lia akan pindah rumah ikut dengan dinas ayahnya bekerja.
Rini yang mendengar tentang kepindahan Lia merasa sangat sedih. Setiap malam Rini
menangis di kamarnya karena harus ditinggal sahabat kecilnya. Karena Lia tau kesedihan
yang Rini rasakan, Lia berkunjung ke rumah Rini dan menghibur dia. Rini tidak bisa
menyembunyikan rasa sedih itu, saat Lia menghiburnya, Rini justru semakin menangis.
"Kamu besok sudah tidak disini lagi dan aku sudah tidak mempunyai teman" Ucap Rini
dengan sesegukan. Lia yang sedih pun mengatakan "Rin jangan sedih, akupun tidak ada
teman disana karena itu lingkungan baru untuk aku. Kita berdua masih bisa saling komunikasi
dan kita berlibur bersama". Setelah Lia mengatakan hal tersebut, Rini menjadi terdiam dan
berpikir jika yang dikatakan Lia ada benarnya.
"Karena besok kamu sudah pindah, hari ini kita main seharian" Ucap Rini. "Nah gitu dong,
ayo kita main bareng". Mereka berdua pergi bersama menghabiskan waktu berdua. Mereka
ketaman bermain, jalan-jalan ke mall, menonton film, dan lain-lain. Tidak terasa waktu sudah
malam dan mereka berdua harus pulang ke rumah. Keesokannya Lia berpamitan kepada Rini
dan keluarga Rini. Rini sudah terlihat lebih tenang dan mulai mengikhlaskan kepindahan Lia.
Willson A.A.A/IX-E/30 (B.Indonesia)
Bola Adikku Kempis
Pada pukul 11 siang.Aku,adikku,ayah,dan kakakku suka berolahraga bersama.Minggu
kemarin,kami bermain bola voli.Sekarang adikku baru saja membeli bola sepak.Dan kami pun
bermain sepak bola bersama,saat menentukan tim.Aku setim dengan kakak,dan ayah setim
dengan adik.Lalu permainan pun dimulai.Aku dan kakak mencoba menyerang pertahanan dari
ayah dan terus berusaha untuk mencetak gol.Tetapi usaha aku dan kakak selalu
gagal,walaupun begitu kakakku tetap bersemangat “Jangan nyerah,kita masih ada
kesempatan!” kata kakak kepadaku dengan semangat yang membara seperti kobaran
api.Akupun berdiri dan tetap berusaha seperti kakakku.
Selama beberapa menit kami selalu fokus meyerang pada akhirnya tetap saja pertahanan
ayah dan adik tak runtuh dan tak tembus bagaikan menghadap 2 gajah liar.Lalu akupun emosi
dan lengah,langsung menendang ke arah gawang dan ditangkap oleh adik.Saat kelengahanku
itu ayah langsung maju kedepan gawang dan adik berteriak “Ini yah,ambil bolanya!” Ayah
pun mengambil bola dari lemparan yang diberikan oleh adik dan langsung menendang bola ke
arah gawang ku dan kakakku.lalu masuk dengan begitu mudahnya.
Kemudian,akupun tak terima karena sudah usaha tapi malah dapat pahitnya,akupun maju
sendiri dan tak peduli dengan rencana kerja sama yang diberikan oleh kakakku, “Jangan maju
sendiri,nanti kita kebobolan lagi lho,” kata kakakku.Akupun tetap langsung lari menggiring
bola dan menendang dengan sangat keras ke gawang adikku.Tetapi,bola itu tiba-tiba
mengarah ke atas pohon durian dan nyangkut diatas pohon,”Yah,bolanya malah
nyangkut.Jangan gegabah,kita harus tetap bekerja sama,” kata kakakku “yaudah biar kakak
aja yang ambil.” kakak langsung memanjat pohon dan mengambil bola itu.”Maaf ya
kak,hehehe,” Maaf ku.
Sambil menunggu kakak mencari dan mengambil bola di pohon,ibu sudah menyajikan
makanan lezat untuk kami santap,”Ayah,anak-anak,makan dulu.Udah siap nih makanannya.”
panggil ibu.Lalu Ayah,aku,dan adikku bergegas mengambil piring di dapur dan menyantap
makanan yang dimasak oleh ibu,sehingga lupa memberi tau ke kakak,
“Woi,pada mau kemana.Tungguin la adoooh!” teriak kakak sambil pelukan dengan
pohon.Kakakku turun dengan membawa bola dan lari dengan cepat bagaikan kilat petir
karena ga mau kehabisan makanan
Beberapa menit kemudian,setelah kami makan bersama dan zuhur bersama.Kami
melanjutkan permainan dan sudah mengatur strategi untuk membobolkan gawang lawan.Saat
permainan mau dimulai.Tanpa disadari ternyata bola adik telah kempis.Lalu ayah mengecek
bagian mana yang menyebabkan bola kempis itu,ternyata ada lubang kecil dan lubang itu
disebabkan oleh tusukan dari durian,dan bola itu tak bisa di pompa lagi.Mendengar hal
itu,adikku sedih karena baru saja ia membeli bola malah sudah rusak karena nyangkut di
pohon durian tadi.
Akupun merasa bersalah dan meminta maaf kepada adikku karena ulahku yang
ceroboh,”Maaf in aku ya dik,aku sudah merusak bolamu” kataku dengan penuh rasa bersalah
dan perasaan yang ga enak “nanti ku gantiin deh bolanya dengan yang lebih bagus dan baru.”
adik pun menyetujuinya dan keesokan harinya,aku pergi ke toko peralatan olahraga dan
menanyakan harga-harga bola kepada si penjual.Akupun terkejut,ternyata bola itu mahal dan
melebihi uang yang aku miliki.Kemudian,aku pun tawar menawar dengan si penjual dan
tentu saja ditolak olehnya.Akupun mempunyai rencana untuk sedikit memengaruhi si penjual
toko dengan bercerita tentang bola adiknya yang kempis.”duh,gimana nih pasti adik sangat
sedih karena bolanya kempis,” kataku dengan pelan berniat untuk menyentuh hati si
penjual.Dengan penasaran si penjual bertanya,”Emang ada apa sama bola adik mu itu?”
akupun bercerita menghabiskan beberapa menit bersama si penjual.Kemudian pada akhirnya
si penjual tersentuh dan bukannya mengasih harga yang lebih murah,malah memberi bola
sepak itu dengan gratis.lalu aku mengucapkan terimakasih kepada si penjual,”Terimakasih
pak,saya bersyukur banget bisa beli bola ini buat adik saya karena kesalahan saya.” si penjual
menjawab,”Sama - sama nak,semoga adikmu senang dengan bola baru itu.”
Kemudian,akupun kembali ke rumah dan diam-diam menaruh bola di depan pintu kamar
adikku dan meninggalkan surat permintaan maafku.Kemudian adikku keluar dari kamar dan
senang mendapat bola baru itu.
Nama: Rajendra Farrel
Kelas: IX-E
No: 25
Hobi Bermain Futsal
Hobi bermain sepak bola adalah hobi saya sejak kecil. Sewaktu SD mungkin hampir setiap
hari bermain bola. saya dan teman-teman biasanya bermain bola dilapang voly, di sawah
yang sudah di panen, di lahan kosong yang tidak terpakai dimanapun yang penting ada
tempat yang cukup luas untuk bermain bola. biasanya kami mulai bermain bola sesudah
shalat ashar hingga azdan magrib berkumandang yang merupakan waktu tanda berakhirnya
bermain sepak bola untuk kami. bola yang kami gunakan biasanya bola plastik (maklumlah
anak-anak kampung hehe) bola plastik cukup sulit untuk dikendalikan karena bolanya ringan.
Bermain boal juga tidak menggunakan tiang gawang, hanya menggunakan batu dengan
ukuran sedang, atau pake sandal sebagai penanda kanan dan kiri gawang. Bola yang
melewati penanda dinyatakan gol.
Karena keterbatasan dana, selain sering menggunakan bola plastik, kami juga bermain
tanpa alas alias “nyeker”. walaupun kaki sering terluka namun semangat kami bermain bola
tidak pernah padam. Saya bermain bola dengan teman-teman sebaya seperti ini hingga
menginjak bangku SMP.
Untuk menyalurkan hobi sepakbola biasanya saya juga bermain sepakbola melalui game
atau terkenal dengan nama Playstation. Saya bisa memainkan tim kesayangan melalui
Playstation.
Saya mengenal Futsal ketika SD saat itu futsal juga sudah mulai marak. Bahkan saya juga
masuk ke dalam ekstrakulikuler futsal di sekolah, (ya walaupun jadi cadangan hehe). Dulu
saya berpikir futsal sama dengan permainan sepakbola. Namun setelah bermain futsal
cukup lama, banyak sekali perbedaan antara futsal dan sepakbola, yang paling menonjol
adalah di futsal tidak ada lemparan ke dalam bila bola keluar lapangan. Dalam peraturan
futsal menggunakan istilah kick-in atau tendangan ke dalam.
Sejak saat itu, hobi saya berganti menjadi bermain futsal. Mungkin alasannya sama dengan
Anda yaitu sulitnya untuk menyalurkan hobi bermain sepakbola karena lapangan sepakbola
yang semakin susah ditemukan, selain itu perkembangan olahraga futsal yang semakin
bagus di Indonesia. Ini dibuktikan dengan banyaknya penyewaan lapangan futsal yang
mengadakan berbagai macam turnamen untuk mempopulerkan olahraga ini. Di sekolah-
sekolah juga sudah mulai marak ekskul futsal, serta kompetisi antar sekolah yang semakin
banyak di adakan. Mungkin melalui hobi bermain futsal yang makin populer di Indonesia,
dapat memunculkan atle-atlet futsal sehingga olahraga futsal dapat memberikan prestasi
bagi Indonesia.
TAMAT