The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by arifhanafi65, 2022-04-05 14:12:39

Ukur Tanah 1

Ukur Tanah 1

Keywords: UKUR TANAH

Sebelum suatu bangunan didirikan, maka terlebih dahulu harus
dilaksanakan pengukuran tanah dengan tujuan untuk mengetahui
beda tinggi permukaan tanah. Beda tinggi tanah tersebut sangat
diperlukan dalam pemerataan tanah. Dengan mendapatkan beda
tingginya, maka dengan mudah dapat diketahui permukaan tanah
yang akan digali dan tanah yang akan diurug.
Bila akan mendirikan rumah, maka kita harus ada ijin bangunan dari
dinas agraria atau dinas pekerjaan umum. Pada setiap rencana
pembangunan daerah, pembuatan jalan, dan rencana irigasi, terlebih
dahulu tanah yang akan dibangun harus diukur dan disahkan oleh
pemerintah daerah.
Disamping itu, pekerjaan Survei dan Pemetaanmerupakan hal yang
sangat penting dalam merencanakan bangunan karena dapat
memudahkan rencana biaya.

Pengukuran untuk Membuat Peta
Untuk memberi petunjuk berapa jauh jarak dari tempat A ke tempat
B, maka kita harus membuat sket jalan dari tempat A ke tempat B.
Gambar sket tersebut walaupun tidak sempurna dinamakan peta.
Untuk praktisnya, pemerintah mulai dari tingkat desa, kabupaten,
propinsi, bahkan setiap negara mempunyai gambar daerahnya yang
dinamakan peta. Peta tersebut harus digambarkan berdasarkan hasil
pengukuran tanah, baik pengukuran secara teristis maupun secara
fotogrametris.

Kegiatan Belajar 3
a. Tujuan Pembelajaran

Setelah mempelajari kegiatan belajar 3 ini, siswa diharapkan dapat
menjelaskan tentang:
a. Menerapkan fungsi masing – masing baian dari peralatan jenis

optis

91

b. Menerapkan teknik pengoperasian alat sipat datar (leveling) dan
alat sipat rruang (Theodilite)

PENGAMATAN 2
1. Lakukan pengamatan tentang benda-benda disekitar siswa,

bagaimanakah kedudukannya terhadap benda lain antara lain
jaraknya, besarnya (panjangnya, lebarnya, tingginya), perbedaan
ketinggiannya terhadap benda lain, misalnya perbedaan tinggi antara
muka kursi dan muka meja, dsb
2. Amatilah benda-benda tersebut sebanyak-banyaknya, dan tulislah
sebagai hasil pengamatan siswa, yang mana hasil tersebut akan
didiskusikan dengan hasil pengamatan dari siswa yang lainnya.

b. Uraian Materi
Menerapkan pelaksanaan pekerjaan dasar-dasar survei dan
pemetaan dengan alat sipat datar

Prinsip dan Fungsi Pengukuran Beda Tinggi

Pengukuran beda tinggi dilakukan dengan menggunakan alat sipat

datar (waterpass). Alat didirikan pada suatu titik yang diarahkan pada

dua buah rambu yang berdiri vertical. Maka beda tinggi dapat dicari

dengan menggunakan pengurangan antara bacaan muka dan

bacaan belakang.

Rumus beda tinggi antara dua titik :

T = BTB – BTM

Keterangan : T = beda tinggi

BT A = bacaan benang tengah A
BT B = bacaan benang tengah B
Sebelum mendapatkan beda tinggi antara dua titik, diperlukan dulu

pembacaan benang tengah titik tersebut, dengan menggunakan

rumus :

BT = (BA + BB) / 2

92

Keterangan : BT = bacaan benang tengah
BA = bacaan banang atas
BB = bacaan benang bawah
Untuk mencari jarak optis antara dua titik dapat digunakan rumus
sebagai berikut :
J = (BA – BB) x 100
Keterangan : J = jarak datar optis
BA = bacaan benang atas
BB = bacaan benang bawah
100 = konstanta pesawat
Dalam setiap pengukuran tidaklah lepas dari adanya kesalahan
pembacaan angka, sehingga diperlukan adanya koreksi antara hasil
yang didapat di lapangan dengan hasil dari perhitungan.

Kegunaan Pengukuran Tinggi (Pengukuran sipat datar) antara
lain :

1. Perencanaan proyek pengairan
2. Perencanaan pembuatan jalan dan jembatan
3. Pemerataan tanah dan timbunan tanah buat bangunan besar
4. Perencanaan pembuatan jalan kerata api
5. Perencanaan terowongan melalui pengunungan (saluran dalam

tanah)
6. Perencanaan Pengendalian bahaya banjir (pembuatan tanggul-

tanggul) sungai dan saluran-saluran pembuangan (untuk
menghitung rancana anggaran biaya)
7. Perencanaan pembuatan pelabuhan.
8. Perencanaan landasan kapal terbang
9. Perencanaan pengeboran tanah dan lain-lain.

A. Pengukuran beda tinggi antara 2 buah titik di lapangan dengan 3
cara:

93

a. Pengukuran beda tinggi dan jarak optis bila pesawat di antara 2

titik
Ada dua buah titik P1 dan P2 tentukan beda tinggi titik P1 – P2 dan
jarak P1 – P2 (lihat gambar)

Gambar 51

Diantara titik P1 dan titik P 2 :

Data hasil bacaan gambar di atas sbb:

Bacaan belakang Bacaan muka

ba = 1,475 ba = 1,950

bt = 1,375 bt = 1,750

bb = 1,275 bb = 1,550

Penyelesaian:

Kontrol bacaan belakang:

bt  ba  bb
2

1,375  1,475 1,275
2

 2,750
2

 ,1,375 (bacaan benar)

d1 = (1,475 – 1,275) x 100
= 0,20 x 100
= 20 m (pesawat ke P1)

94

d2 = 1,950 – 1,550 . 100
= 0,40 x 100
= 40 m (pesawat ke P2)

D = d1 + d2
= 20 m + 40 m
= 60 m (jarak P1 – P2)

Beda Tinggi ( H) = Bacaan bt belakang – bacaan bt muka

 H P1 – P2 =1,375 – 1,750

= - 0,375 m
= - 37,5 cm (beda tinggi P1 – P2 adalah - 37,5 cm)
Latihan 1:

Diketahui hasil bacaan seebagai berikut:

Bacaan Belakang (P1) Bacaan Muka (P2)
ba = 1,375 ba = 1,475

bt = 0,875 bt = 1,075

bb = 0,375 bb = 0,675

Ditanya :
a. jarak (D)
b. Beda tinggi ( H)

Latihan 2:

Diketahui hasil bacaan sebagai berikut:

Bac. Belakang (P2) Bac. Muka (P3)

ba = 1,755 ba = 1,875

bt = 1,555 bt = ?

bb = ? bb = 1,555

95

Ditanya:
a. Jarak
b. Tinggi

b. Pengkuran jarak optis dan beda tinggi bila pesawat di atas
titik P1

Gambar 52

Jarak P1 – P2 = (ba P1 – bb P2) x 100

 P1 – P2 = ta – bt P2

Contoh:

Bila hasil pengukuran dilapangan, cara diatas titik P 1 = ta = 1,475
Bacaan pesawat di titik P2
ba = 1,950

bt = 1,750

bb = 1,550

jawab:

Beda tinggi ( Y) P1 –P2 =
= ta – bt di P2

 H = 1,475 – 1,750
= - 0,275 m (27,5 cm)

D P1 – P2 = (ba – bb) x 100

96

= (1,950 – 1,550) x 100
= (0,4) x 100
= 40 m

c. Pengukuran beda tinggi bila Pesawat di luar garis ukur ke dua
titik (Polar)

Gambar 53

Contohnya seperti pada gambar di atas.
 H = bt P1 – bt P2
Untuk jarak (D) cara Polar diukur jarak langsung dengan meteran.

Contoh:

Bila hasil pengukuran dilapangann, cara Polar di luar titik.

Bacaan P1 Bacaan P2
ba = 1,375 ba = 1,475

bt = 0,875 bt = 1,075

bb = 0,375 bb = 0,675

Ditanya:
 t (beda tinggi) P1 – P2

97

Jawab : = bt P1 – bt P2
 t P1 – P2 = 0,875 – 1,075
= - 0,2 m
= - 20 cm

B. Mengelola Pengukuran Sipat Datar Memanjang Bebas
Jika jarak antara dua titik P1 - Px yang harus ditentukan selisih

ketinggiannya menjadi demikian besar, sehingga tidak mungkin diukur
dengan satu kali pesawat berdiri di antara titik atau kondisi medan yang
tidak mungkin diukur satu kali maka pengukuran beda tinggi harus
dilakukan waterpas memanjang dengan beberapa kali berdiri pesawat di
antara titik.

Jarak bidik untuk menghasilkan nilai beda tinggi dan jarak agar
lebih teliti, jarak antara titik ke pesawat ±30-40 m. Untuk menanggulangi
apabila kondisi medan seperti di atas maka pengukurannya harus
dilakukan sebagai berikut.

1. Jumlah slag harus genap
2. Mengggunakan 1 bh rambu ukur
3. Jumlah jarak belakang harus sama dengan jumlah jarak muka

98

Gambar 54

Keterangan :
Slag/ Seksi adalah tiap/satu langkah pengukuran (satu kali stel pesawat,
untuk satu kali bacaan belakang satu kali bacaan muka)
Contoh bila jumlah slag genap, dan jumlah jarak belakang (∑ JBelakang)
harus sama (∑ JMuka) sebagai berikut (lihat gambar di atas)

Misal : d1 = 15m; d3 = 25m; d5 = 30m;
d2 = 15m; d4 = 25m; d6 = 20m;
Jarak P 4 - P X = 60 m
d7 = ? m dan d8 = ? m
Penyelesaian :
d1 + d3 + d5 + d7 = 15m + 25m + 30m + d7 = 70m + d7
d2 + d4 + d6 + (60 - d7) = 15m + 25m + 20m + 60m - d7 = 120m -

d7
70m + d7 =120m - d7
2 d7 = 50m
d7 = 25m

99

Maka d8 = 60m - d7
d8 = 60m – 25m
d8 = 35m.

Kesempulannya, pada slag terakhir Pesawat diletakkan pada jarak 25m
dari titik P4 atau pada jarak 35m dari titik P5.

Contoh Lembaran Laboratorium

Judul Praktek : “MENYIPAT DATAR MEMANJANG”

Nama Pengukur :…………………. Hari/tanggal:………………….

Nama + No. Alat :…………………..…..Waktu

:………………….…….

Lokasi Pengukuran :……………...…..….. Regu : ……………………..….

Stasiun Stand I Stand II Beda Tinggi k
Rata-rata
o

Jarak r Tinggi
e TTK Ket
Alat No. BTB BTM (d) BTB BTM t 1 t t1  t2 k
TTK M 2
2
s

i

2.140 2041
__ P1 2.045 1243 1832
1562 1552
1.950 1864 1321 +10.000

A 1.340 1.950 1445
__ P2 1.240 1.835

1.140 1.735

B 1.660 1.750
__ P3 1.560 1.550

1.460 1.350

C 1.970 1.420
__ P4 1.870 1.320

D 1.770 1.220

__ Px 1.650
1.450

1.250

Untuk hasil pengkuran dilapangan seperti diatas maka langkah kita
untuk menyelesaikan tabel diatas adalah;
Yang harus diselesaikan pengisiannya setelah pengambilan data.
1. d (jarak)

100

2. t1 (beda tinggi)
3. Tinggi titik
Cara penyelesaian untuk mendapatkan jarak P1 – P2 sbb:
1. Cara mencari jarak P , -A(Pesawat)

d P1-A = (2.140-1.950). 100
= 0,190 x 100
= 19 m.

2. Cara mencari jarak P2 - A (Pesawat)

J P2-A = (1.935-1735). 100

= 0,200 x 100

= 20 m

Jadi jarak P1 - P2 = (J P1 - A) + (J P2 - A)
= 19 m + 20 m
= 39 m.

Cara penyelesaian untuk mendapatkan beda tinggi P1 - P2.

∆ t = bt belakang - bt muka .
∆ t = 2,045 -1,835

= 0,210 m = 21 cm
Pekerjaan mencari jarak
P2 – P3 ; P3 – P4 ; P4 – PX dan beda tinggi P2 – P3 ; P3 – P4 ; P4
– PX, kita harus melakukan seperti contoh jarak dan beda
tinggi P1 – P2 di atas.

3. Cara mencari tinggi titik (Tx) sbb:

P2 = P1 +  t P1-P2

P3 = P2 +  t P2-P3

Melihat ketentuan mencari tinggi P2 mempunyai perbedaan
minus (-) dan positif (+), tanda ini menunjukkan untuk

mengurangi atau menambah tinggi dari awal.

101

Contoh :
Bila pada lokasi pengukuran seperti di atas tinggi titik awal (P1)
= + 10,000m maka tinggi titik P2 = P1 ±  t P1 – P2
t P1 - P2 = + 0,210 m
P2 = 10,000m + 0,210m
Tinggi titik P2 = 10,210m
Untuk menyelesaikan tinggi titik P3 - P4 - Px, kerjakan seperti di
atas.

Contoh Hasil Pengukuan Sipat Datar memanjang sbb (lihat
halaman berikut)

4. Cara mencari jarak P , -A(Pesawat)
DP1-A = (2.140-1.950). 100
= 0,190 x 100
= 19 m.

5. Cara mencari jarak P2 - A (Pesawat)
DP2-A = (1.935-1735). 100
= 0,200 x 100
= 20 m
Jadi jarak P1 - P2 = (DP1 - A) + (DP2 - A)
= 19 m + 20 m
= 39 m.
Cara penyelesaian untuk mendapatkan beda tinggi P1 - P2.
t = Bt belakang - Bt muka .
t = 2,045 -1,835
= 0,210 m = 21 cm
Pekerjaan mencari jarak
P2 – P3 ; P3 – P4 ; P4 – PX dan beda tinggi P2 – P3 ; P3 – P4 ; P4
– PX, kita harus melakukan seperti contoh jarak dan beda
tinggi P1 – P2 diatas.

102

6. Cara mencari tinggi titik (Tx) sbb:
P2 = P1  t P1 – P2 atau P2 = P1+  t P1-P2
P2 = P1  t P1 – P2 atau P2 = P1+  t P1-P2
Melihat ketentuan mencari tinggi P2 mempunyai perbedaan
minus (-) dan positif (+), tanda ini menunjukkan untuk
mengurangi atau menambah tinggi dari awal.

Contoh:
Bila pada lokasi pengukuran seperti di atas tinggi titik awal (P1)
= + 10,00 maka tinggi titik P2 = P1, ±  t P1 - P
t P1 - P2 = + 0,210 m
P2 = 10,00 + 0,210

= 10,210 (tinggi titik P2)
Untuk menyelesaikan tinggi titik P3 - P4 - Px, kerjakan seperti di
atas.

C. Pengukuran Sipat Datar Memanjang Double Stand
Pengukuran sipat datar memanjang double stand digunakan untuk
mengelimine kesalahan masuknya statif kedalam tanah (Tanahnya
labil)
Pada dasarnya langkah kerjanya seperti mengukur beda tinggi,
namun pada stand ke dua rambu yang dibidik yang muna terlebih
dulu, setelah itu baru pesawat dibidikkan kearah belakang.
Hasil perhitungan beda tinggi pada stand pertama (I), ditambah hasil
perhitungan beda tinggi stand kedua (II) , kemudian dibagi dua =
beda tinggi rata – rata.

103

Tabel 5
Contoh Data Hasil Pengukuran Beda Tinggi Cara Double Stand

“MENYIPAT DATAR MEMANJANG DOUBLE STAND
TERBUKA BEBAS”

Nama Pengukur : …………………..
Nama + No. Alat : …………………..
Lokasi Pengukuran : …………………..

Stasiu Stand I Stand II Beda Tinggi k
n BTB BTM Rata-rata
o
a
l No. Jarak BTB BTM t 1 t 2 t1  t2 r Tinggi Ket
a TTK (d) 2 e TTK
t M k

s

i

2.140

_ P1 2.045 2041
_
++ +
1.950 1243 1832 0,210 0.209 0.210 +10.000
1.340 1.950 19 + 20
A 1.240 1.835 39 -- -
1562 1552 0,310 0.309 0.310
_
++ +
_ P2 1864 1321 0.240 0.241 0.341

1.140 1.735 ++ + +10.210
1.660 1.750 1445 0.420 0.419 0.420
B 1.560 1.550 20 + 40
60
_

_ P3

1.460 1.350 +9.900
1.970 1.420
C 1.870 1.320 20 + 20
40
_

_ P4

D 1.770 1.220 +10.141
1.650 20 + 40
_ 1.450 60

_ Px

1.250 +10.561

b. Dari hasil perhitungan tabel diatas:
d P1 – P2 = 39 m
d P2 – P3 = 60 m
d P3 – P4 = 39 m
d P4 – Px = 39 m

104

c. Beda tinggi (t) P1 - Px
t P1 – Px = 10,00 – 10,560 = -0,560
Beda tinggi t P1 - Px dari hasil pengkuran waterpas memanjang
diatas dari hasil perhitungan dengan tabel mendapatkan nilai:

d. 0,560 m = -56 cm, artinya t P1 lebih rendah 56 vcm terhadap Px

D. Fungsi Gambar hasil sipat datar/Waterpass Memanjang
Penggambaran sipat datar/waterpass memanjang adalah suatu gambar
dari pengukuran sipat datar/waterpass yang dilakukan di lapangan.
Penggambaran dapat dilakukan apabila tinggi titik t P1 - Px sudah dicari
tinggi titiknya dengan menggunakan tabel ukur atau dengan uraian.
Penggambaran waterpas memanjang berfungsi untuk melihat
permukaan tanah yang sebenarnya dan untuk perencanaan selanjutnya
apakah lebar tersebut sudah baik, tidakterkena bagian atau untuk
perencanaan galian dan timbunan.
Adapun penggambaran waterpas memanjang ini data yang harus ada
adalah jarak antara P1 - P2 ; P2 - P3 ; P4 - Px dan hasil perhitungan
ketinggian titik-titik yang ada p1 - P2 - P3 - P4 - Px.

Dalam penggambaran waterpas memanjang menggunakan dua skala:
1. Skala jarak ( panjang ) antara titik.
2. Skala tinggi masing-masing titik.
Skala jarak digunakan 1 : ......... sesuai panjang antara titik, misal DP1 - P2
= 40 m
maka skala jarak 1 : 1000, jarak di atas lantai 4000 : 1000 = 4 cm dan
seterusnya.
Skala tinggi digunakan 1 : 200 ; 1 : 100 ; 1 : 50 Sesuai tinggi titik yang
didapat di lapangan.

105

Cara Pengambaran Waterpass Memanjang

Gambar 55

E. Mengelola Pengukuran Beda Tinggi Double Stand Keliling
(Tertutup)

1. Menghitung beda tinggi antara titik (H)
 H = BTBelakang  BTMuka
 HStand.I P0_P1 = BTBelakang  BTMuka
= (0702  3921)/1000
= 3,219
 HStand.II P0_P1 = BTBelakang  BTMuka
= (0705  3922)/1000
= 3,217
 HStand.I P1_P2 = BTBelakang  BTMuka
= (0647  1941)/1000
= 1,294
106

 HStand.II P1_P2 = BTBelakang  BTMuka

 H P2_P3 = BTBelakang  BTMuka ………………..…. dst.

 H P6_P0 = BTBelakang  BTMuka

2. Menghitung H rata-rata atau

H rata-rata P0_P1 = H Stand.1  H Stand.2
2

= - 3,219 - 3,217

2

= 3,218

H rata-rata P1_P2 = H Stand.1  H Stand.2
2

= -1,297 -1,299

2

= 1,298

H rata-rata P2_P3 = H Stand.1  H Stand.2 ………………..….
dst. 2

H rata-rata P6_P0 = H Stand.1  H Stand.2
2

3. Menghitung koreksi H

 Dengan menjumlahkan H, karena keliling/tertutup, maka H

= 0 atau Tinggi awal = Tinggi akhir

H = Tx awal + H)  Tx akhir

H = (20,000 + 0,004)  20,000
= 20,004  20,00
= +0,004

107

dibagi pada jarak terpanjang dengan tiap titik 0,001 atau 1mm,
karena slagnya 6, maka dibagi 4 slag saja, sedangkan 2 slag
lagi tidak ada koreksi.
H dan (+) berarti jumlah beda tingginya berlebih, maka harus
dikurangi atau tanda (), begitu juga sebaliknya.

4. Menghitung tinggi titik elevasi (Tx)

Txberikut = Txawal + H + 

Tx P1 = TxP0 + HP0_P1

= 20 + (3,219) + 0,000

= 16,782

Tx P2 = TxP1 + HP1_P2

= 16,782 + (3,219) + (0,001)

= 15,485

Tx P3 = TxP2 + HP2_P3 ………………..…. dst.

Tx P6 = TxP6 + HP5_P6

5. Menghitung Toleransi
Untuk pengukuran jalur utama (kerangka luar)
= 10 d = 10 d ⟶ d dalam Km.
= 10 d = 10 0,298 = 5,5 mm

Hasil pengukuran 5 mm  5,5 mm, hasil pengukuran oke

Gambar kerja :

108

PENAMPANG MEMANJA

20 19.700
18 16.432
16 15.135
14 15.718
12 15.996

+10.00m 100.00 125.10 45.96 51.09
Elevasi (m)

Jarak (m)

Skala H 1:100
Skala V 1:100

ANG KELILING (Tertutup)

15.355
18.079
19.700

102.05 125.27 150.00

Gambar 56

109

F. Mengelola Pengukuran Beda tinggi/ Sipat Datar Double Stand
Tebuka Terikat Sempurna

Pengukuran beda tinggi terikat sempurna adalah ketinggiaan awal dan
akhir sudah diketahui.

1. Menghitung beda tinggi antara titik (H)

 H = BTBelakang  BTMuka

 HStand.I P0_BP = BTBelakang  BTMuka
= (0822  3950)/1000
= 3,128

 HStand.II P0_BP = BTBelakang  BTMuka
= (0704  3831)/1000
= 3,127

 HStand.I PB_R1 = BTBelakang  BTMuka

= (0869  1025)/1000

= 0,156

 HStand.II PB_R1 = BTBelakang  BTMuka

 H R1_R2 = BTBelakang  BTMuka ………………..…. dst.

 H R4_P0 = BTBelakang  BTMuka

2. Menghitung H rata-rata atau
H rata-rata P0_PB = H Stand.1  H Stand.2
2

= - 3,128 - 3,127

2
= 3,128

H rata-rata PB_R1 = H Stand.1  H Stand.2
2

= - 2,131 - 2,132

2

= 2,132

H rata-rata P2_P3 =

H Stand.1  H Stand.2 ……………dst.
2

110

H rata-rata P6_P0 = H Stand.1  H Stand.2
2

3. Menghitung koreksi H

Dengan menjumlahkan H dari table perhitungan, diperoleh H =

4,351 dan tinggi titik awal (Tx awal = 20,000 m) dan tinggi titik akhir (Tx

akhir = 15,655 m, maka koreksi (H) dengan menjumlahkan H

H = Tx awal + H)  Tx akhir

H = (20,000 + (4,351)  15,655)

= (20,000  4,351)  15,655

= 15,650  15,655

= 0,005

Dibagikan pada jarak terpanjang dengan tiap titik 0,001 atau 1mm,

karena slagnya 6, maka dibagi 5 slag saja, sedangkan 1 slag lagi

tidak ada koreksi.

H dan (+) berarti jumlah beda tingginya berlebih, maka harus

dikurangi atau tanda (), begitu juga sebaliknya.

SKET KERJA

Tgb

P0

Tgb

PB Tgb Tgb
R1
R2 R3
Gambar 57

Pengukuran Beda Tinggi Terikat Sempurna (Kerangka dalam)

111

Tabel 6

PENYIPAT DATAR PROFIL MEMANJANG TERIKAT SEMPURNA

LOKASI : PENAMPANG : HALAMAN :
DARI : NAMA ALAT : NO. ALAT :
KE : NAMA PENGUKUR : TANGGAL :
STAND I STAND II
ELEVASI
TEMPAT BENANG B. ATAS ∆H BENANG B. ATAS ∆H RATA-
BERDIRI TARGET TENGAH TENGAH B. RATA KOREKSI DI ATAS MUKA
B. BAWAH PATOK TANAH
ALAT BAWAH

0.30 P0 822 704 20.000 19.700

-3.128 -3.127 -3.128

PB 3950 3831 16.873 16.673
0.20

. PB 748 -2.131 650 -2.132 -2.132 0.001 16.873
0.27 R1 2879 2782 14.742
14.472

R1 869 -0.156 770 -0.159 -0.158 0.001 14.742
0.25 R2 1025 929 14.586
14.336

R2 919 -0.011 827 -0.010 -0.011 0.001 14.586
R3 930 837 14.576
0.23 14.346

R3 787 0.219 785 0.222 0.221 0.001 14.576
0.22 R4 568 563 14.798
14.578

R4 2081 0.858 2041 0.855 0.857 0.001 14.798
0.30 P5 1223 1186 15.655
15.355

JUMLAH BACAAN -4.349 BACAAN -4.351 -4.350
SKETCH BELAKAN NO. TITIK :
BACAAN BELAKAN
BACAAN
MUKA
MUKA
P.0

B.T

P.1

R.1

P.6 R.2
R.3

R.4 P.2
P.3
P.5
P.4

112

PENAMPANG MEMANJANG (Kerangka dalam)

20

20

18

16

14

+12.00m
Elevasi (m)
19.700
16.432
15.133
15.718
15.996
15.355
18.079

Jarak (m) 82.62 62.92 39.15 53.84 53.84 59.59

Skala H 1:100
Skala V 1:100

Gambar 58

113

G. Contoh Laporan Praktek Profil Memanjang

Jenis Tugas : Pengukuran Profil Memanjang.
Alat Pengukuran : 1. Pesawat PPD WILD NK 05

Diukur oleh 2. Statif + Payung
Hari / Tanggal 3. Rambu ukur + nivo kotak
4. Rol meter
5. Data board
: ……………………………….. Grup : ………………
: ………………………………..

Langkah Kerja :

1. Buat sket daerah pengukuran

2. Tentukan titik-titi pengukuran P1 , P2 dan titik detail
3. Tempatkan pesawat diantara slag pertama atau antara titik P1 dan

P2.
4. Setel pesawat hingga siap pakai dan sekaligus mengukur tinggi alat

(pesawat)

5. Arahkan teropong ke titik P1 untuk melakukan bacaan belakang titik
P1 yang telah ditentukan ketinggian titiknya

6. Putar skrup lensa okuler untuk mendapatkan benas silang tampak

jelas

7. Putar skrup lensa diaframa agar mendapat bayangan rambu

tampak jelas

8. Putar skrup pengarah sehingga benang tegak silang berimpit

dengan rambu ukur

9. Lakukan membacaan BA, BT, BB untuk rambu di titik P1, dan
kontrol bacaan dengan menggunakan rumus BA  BB  BT
2

10. Untuk menentukan jarak dapat dilakukan dengan jarak optis

dengan rumus (BABB)x100/1000

11. Catat hasil bacaan rambu pada table

12. Pindahkan rambu ukur ke titik rincikan memanjang antara P1 dan P2
yaitu titik rincikan a, kemudian lakukan pembacaan rambu BA, BT

dan BB catat pada table

 Pindahkan rambu ukur ke depan titik a untuk pengukuran titik b,

c dst yang caranya sama dengan pengukuran pada titik a tadi.

114

 Putar teropong kira-kira 1800 ke titik P2 untuk melakukan
pembacaan BA, BT dan BB sebagai bacaan muka, catat pada
table setelah itu pindahkan rambu ke belakang titik P2 untuk
pembacaan titik rincikan, carannya sama dengan pengukuran
pada titik rincikan di titik a dan b tadi.

13. Pindahkan pesawat ke titik berikutnya yaitu titik P2 dan P3 untuk
melakukan pengukuran profil memanjang dan pengukuran sampai
titik terakhir yang telah ditentukan, perinsip kerjanya sama seperti
pada titik-titik P1 dan P2 tadi, yang tersebut di atas.

14. Bila pada satu rincikan tidak dapat dibaca atau rambu ukur tidak
nampak karena terlampau dalam, maka pesawat dipindahkan dan
ditempatkan diatas titik rincikan sebagai titik bantu, kemudian
melakukan pengukuran terhadap titik tersebut diperoleh dengan
menjumlahkan tinggi/kedalaman dengan bacaan rambu pada titik
bantu.

15. Hitunglah tinggi garis bidik dengan menjumlahkan tinggi titik P1 +
bacaan benang tengah rambu di atas titik P1 atau TGB = TX P1+ Bt
P1
Tinggi titik rincikan = tinggi garis bidik dikurangi dengan bacaan
rambu benang tengah pada titik rincikan a atau TX a= Tgb – Bta

Gambar Kerja :

Tgb

P1 a b cd e

Gambar 59 P2

115

H. Contoh Laporan Praktek Profil Melintang

Jenis Tugas : Pengukuran Profil Melintang Pada Titik Profil
Alat Pengukuran Memanjang.

Diukur oleh : 1. Pesawat Penyipat Datar Topcon AT-D2 No. A113 +
Hari / Tanggal statif + unting-unting

2. Rambu ukur dan yalon
3. Pita ukur
4. Patok kayu + palu
5. Alat tulis + table pengukuran
: ……………………………….. Grup : ………………
: ………………………………..

Langkah Kerja :

1. Jelajahi lokasi pengukuran yang akan diukur dan membuat sket situasi

lokasi tersebut.

2. Lakukan pengukuran profil memanjang untuk menghitung ketinggian titik-

titik untuk profil melintang, dengan cara pesawat ditempatkan diantara dua

titik.

3. Jika pengukuran profil memanjang selesai, maka dilanjutkan pengukuran

profil melintang dengan 3 cara, yaitu :

a. Pengukuran dilakukan, pesawat diatas titik

1). Menempatkan statif + pesawat di atas titik P1 (titik ikat profil
memanjang yang telah ditentukan ketinggiannya, Stel pesawat dan

mengatur unting-unting sehingga tepat berada di atas titik P1,
kemudian kenyetel nivo kotak agar gelembung berada di tengah-

tengah dengan mempergunakan skrup A, B dan C.

2). Bidik teropong pesawat ke titik P0(arah belakang), sehingga garis
bidik teropong sejajar dengan sumbu profil memanjang kemudian
stel sudut mendatar 0000.

3). Setelah selesai bacaan kebelakang,kemudian putar lagi teropong
pesawat 900 searah jarum jam, untuk menentukan garis profil

melintang.

4). Tempatkan rambu ukur pada garis ukur profil melintang untuk

pembacaan rincikan sepanjang garis ukur tersebut.

116

5). Untuk pembacaan rincian titik a, rambu ukur digeser-geser sesuai
dengan perintah orang yang membidik hingga benang tegak
diaframa berimpit dengan sumbu rambu ukur.

6). Membaca benang atas (BA), benang tengah (BT) dan benang
bawah (BB), kemudian dikoreksi dengan BA + BB = 2 BT, dan
setelah dioreksi catat pada daftar pengukuran.

7). Ukur jarak dari titik P1 ke titik a, bias dengan jarak optis (BA-
BB)x100 atau dengan mengukur langsung dengan pita ukur.

8). Pindah rambu ukur ke depan titik a, untuk mengukur titik b, c, dst,
yang caranya sama dengan pengukuran pada titik a.

9). Putar teropong 1800 untuk melakukan pengukuran titik rincikan
sebelah kiri titik P1. Cara pengukuran sama dengan pengukuran
pada rincian sebelah kanan atau titik a.

10).Bila pada satu rincikan tidak dapat dibaca atau rambu ukur tidak
nampak karena terlampau dalam, maka pesawat dipindahkan dan
ditempatkan di atas titik rincikan sebagai titik bantu atau bias juga di
luar titik rincikan, dengan syarat rambu ukur yang ditempatkan di
atas titik rincikan dan sebagai bacaan belakang, kemudian
melakukan pengukuran terhadap titik tersebut.
Tinggi garis bidik pada titik tersebut diperoleh dengan
menjumlahkan tinggi/kedalaman dengan bacaan rambu pada titik
bantu.

11).Pindahkan pesawat ke titik P2, untuk melakukan pengukuran profil
melintang pada titik tersebut dengan cara yang sama.

12).Tinggi garis bidik (TGB) = tinggi titik + tinggi pesawat = TGB = TX +
Ta.
Tinggi titik rincikan = Tinggi garis bidik  bacaan rambu (btx)
= Tx = Tgb  Btx

117

Gambar Kerja :

Tgb

g d c ba P1 h
f i
e j

Tgb = TP1 + ta Tgb = Txi + btx
Tx = Tgb  tx Txj = Tgb  btx

Keterangan : Tx = Tinggi titik x (rincikan)
Tgb = Tinggi garis bidik btx = Bacaan benang tengah ramb
TP1 = Tinggi titik P1
Ta = Tinggi pesawat

Tgb Tgb p
n o

m
l
k

Gambar 60

bu
118

b. Pengukuran dengan pesawat di luar titik
1). Tempatkan statif + pesawat di atas titik P4.
2). Stel pesawat/nivo kotak dengan mempergunakan skrup A, B dan C.
3). Bidik pesawat ke titik P3, kemudian menyetel sudut mendatar pada
0000.
4). Memutar teropong sesuai dengan arah jarum jam dan bidikan ke titik P5,
dan baca besar sudut.
5). Putar teropong setengah sudut terbaca dari langkah kerja no. 4 untuk
mendapatkan garis ukur profil melintang.
6). Dengan menggunakan yalon digeser-geser hingga berimpit dengan
benang tegak pada yalon tersebut.
7). Pindah pesawat di atas patok, kemudian di stel nivo kotak dengan skrup
A, B dan C.
8). Letakkan rambu di atas titik P4 kemudian baca BA, BT dan BB dan
mengoreksi dengan BA + BB = 2 BT. Setelah dikoreksi kemudian dicatat
pada table pengukuran.
9). Lakukan pengukuran atau baca rambu pada titik rincikan sepanjang
garis ukur profil melintang, kemudian ukur jarak titik-titik rincikan
terhadap titik P4.
10).Putarkan teropong 1800 untuk melakukan bacaan rambu pada titik
rincikan di belakang titik P4.
11).Pindah pesawat ke titik P5 untuk pengukuran profil melintang dengan
cara yang sama
12).Gambar kerja :

Tgb

c ba P4 g Tgb
h
Gambar 61 m
i

j l
k

Tgb = TP4 + btP4
Tx = Tgb  btx

119

c. Pengukuran dengan cara polar
1). Buatlah garis ukur profil melintang pada titik P6, dengan langkah kerja
sebagai berikut :
 Tempatkan pesawat di atas titk P6 dan stel hingga siap pakai.
 Arahkan teropong ke titik P5 dan stel sudut mendatar 0000, kemudian
putar teropong dan arahkan ke titik P1, lalu baca sudut yang terjadi.
 Putar teropong kembali setengah sudut yang terbaca tadi, kemudian
menamcapkan yalon yang posisinya harus berimpit dengan benang
tegak benang silang dan beri patok.
 Tentukan titik-titik rincikan sepanjang garis ukur profil melintang dan
memberi tanda dengan patok.
2). Pindahkan pesawat di luar garis ukur profil melintang, dan tempatkan
pesawat hingga dapat membidik semua titik rincikan.
3). Stel pesawat hingga siap pakai.
4). Letakkan rambu ukur di atas titik P6, kemudian baca BA, BT dan BB
kemudian mengecek bacaan tadi dan catat lagi pada tabel.
5). Dengan cara yang sama, lakukan pembacaan rambu ukur di atas titik
rincikan a, b, c, d, e dan seterusnya.
6). Ukur jarak dari titik-titik rincikan ke titik P6, dan catat pada tabel.
7). Dengan cara yang sama, lakukan pengukuran cara polar pada profil
melintang titik selanjutnya.
8). Tinggi garis bidik dapat dihitung dengan menjumlahkan tinggi titik P6 +
bacaan rambu di atas titik P6 atau Tgb = TX + btX
Tinggi titik rincikan = tinggi garis bidi di kurang dengan rambu benang
tengah pada titik rincikan tersebut atau TX = Tgb  btX.

Gambar kerja

Tgb

f e d c b a P6 g h n
i m
j
l
k

Gambar 62

120

tgb = TP6 + bt P6
Tx = Tgb  btX
Keterangan :
Tgb = Tinggi garis bidik Tx = Tinggi titik x (titik rincikan)
TP6 = Tinggi titik P6
Bt P6 = Bacaan benang tengah pada titik P6
btx = Bacaan benang tengah pada titik X (rincikan)

121

Tabel 7

DAFTAR PENGUKUR SUDUT DENGAN PPD

NAMA PENGUKUR : AHMAD ZARKASYI HARI / TANGGAL :
WAKTU :
NAMA & NO. ALAT : PPD TOPCON NO. 2/AII3 REGU :

LOKASI :

NO. TITIK PEMBACAAN RAMBU BESAR JARAK BEDA TINGGI TINGGI TITIK KETERANGAN
P1 SUDUT +- 750.000
P2 BM 0 25.700
P3 00 17.900 0.560 750.560
P4 1492 163 30 28.900
P5 1435 198 45 34.800 0.742 751.302
P6 1377 178 30 10.800
P7 1534 0947 180 00 12.000 -0.266 751.036
P8 1486 0875 173 00 23.600
P9 1438 0803 188 00 23.900 0.462 751.498
P10 1535 0788 149 30 21.000
P11 1496 0744 228 00 20.400 0.318 751.816
P12 1437 0700 190 00 17.000
P13 1791 1853 153 30 9.000 1.410 753.226
P14 1680 1762 192 00 10.500
P15 1569 1672 170 00 22.000 0.784 754.010
P16 2763 1288 166 30 13.5
P17 2684 1218 183 00 24.2 1.152 755.162
2605 1148 315.2
183 00 0.090 755.252
2387
2366 0.988 756.240
2355
1821 1318 0.867 757.107
1757 1274
1693 1231 1.114 758.221
1881 1027
1780 0973 0.631 758.852
1670 0920
1444 0663 0.178 759.030
1396 0628
1348 0693 0.242 759.272
2010 1366
1925 1306 0.005 759.277
1840 1246
1570 0997
1518 0937
1464 0877
1802 0705
1776 0651
1752 0596
1830 0683
1791 0662
1752 0641
1577 1202
1523 1160
1464 1118
1326 1405
1291 1345

1255 1285

1320
1257
1194

1312
1252

1192

122

NAMA PENGUKUR : PENYIPAT DATAR PROFIL MELINTANG HARI/TGL :
NAMA / NO. ALAT : WAKTU :
LOKASI : Tabel 8 REGU :

TINGGI TERHADAP TITIK
STASIUN ALAT
NO. TITIK

TINGGI ALAT (TA)
(BABB).100
/ D RANTAI

KOREKSI MM
NO TITIK
KETERANGAN
BAGAN
BENANG TENGAH (BT) B ATAS JARAK NOL
B BAWAH
BA+BB SUDUT TGB = TINGGI
BT 2 BA + BB
 TX + BTX TITIK (TX)
(CONTROL)
TX + TA TGBBTX

0.547
2 0.420 25.70 0 0

0.293

1 1.00 750.000 750.000
1.00

751.000

1.322 749.756
a 1.244 15.60 90 0
749.902
1.166
750.077
1.254
b 1.098 15.65 750.200

0.942 750.945

1.102
c 0.923 4.60

0.744

1.000
d 0.800 4.20

0.600

0.264
e 0.055 1.80

3.318 747.694
f 3.306 2.40 270 0
747.167
3.294

3.858
g 3.833 2.70

3.807

2.177 747.167

g 2.150 2.150 747.167

2.123 749.317

2.937

h 2.919 1.70 746.398

2.901

3.273

i 3.259 0.64 746.058

3.244

3.336

j 3.324 1.65 745.993

3.311

1.270

k 1.260 748.057

1.250

2.888 748.057

k 2.872 1.38 270 0 2.872 748.057

2.853 750.929

1.558

l 1.547 6.33 749.382

1.536

0.352 123

m 0.332 750.597

0.312

NAMA PENGUKUR : PENYIPAT DATAR PROFIL MELINTANG HARI/TGL :
NAMA / NO. ALAT : WAKTU :
LOKASI : Lanjutan Tabel 8 REGU :

TINGGI TERHADAP TITIK
STASIUN ALAT
NO. TITIK

TINGGI ALAT (TA)
(BABB).100
/ D RANTAI

KOREKSI MM
NO TITIK
KETERANGAN
BAGAN
BENANG TENGAH (BT) B ATAS JARAK NOL

BA+BB B BAWAH SUDUT TGB = TINGGI
BT 2
 TX + BTX TITIK (TX)
(CONTROL)
BA + BB TX + TA TGBBTX

3.034 750.597 750.597
m 3.014 1.62 270 0 3.01

2.994 753.611

2.427 751.204
n 2.407
753.197
2.387

0.436
o 0.414 1.58

0.392

124

“MENYIPAT DATAR MEMANJANG DOUBLE STAND”

Nama Pengukur : …………………..

Nama + No. Alat : ………………….. Tabel 9

Lokasi Pengukuran : …………………..

Stasiun Stand I Stand II Beda Tinggi k
Rata-rata o

a No Jarak BT t 2 t1  t2 r K
l. (d) BTM t 1 2 Tinggi et
BTM M
BTB B e
a TT TTK
tK
k

s

i

2.140 2.0
__ 2.045 41

P1

1.950 +10.000

A 1.340 1.95 19+ 21.5= +++
__ 1.240 0 40.5 124 1.832
1.83
P2 5 0,210 0.209 0.210
3

1.140 1.73 +10.210

5

B 1.660 1.75 20 + 40= ---
__ 1.560 0 60 156 1552
1.55
P3 0 0,310 0.309 0.310
2

1.460 1.35 +9.900

0

C 1.970 1.42 20 + 20= +++
__ P4 1.870 0 40 186 1321
1.32
0 0.240 0.241 0.341
4

D 1.770 1.22 +10.241

125

__ 0 20 + 40= +++
1.65 60 1445
Px 0
1.45 0.420 0.419 0.420
0
1.25 +10.661
0

3. Dari hasil perhitungan tabel diatas:

d P1 – P2 = 39 m
d P2 – P3 = 60 m

d P3 – P4 = 39 m
d P4 – Px = 39 m

4. Beda tinggi (t) P1 - Px
t P1 – Px = 10,00 – 10,560 = -0,560
Beda tinggi t P1 - Px dari hasil pengkuran waterpas memanjang diatas dari hasil
perhitungan dengan tabel mendapatkan nilai:

5. 0,560 m = -56 cm, artinya t P1 lebih rendah 56 cm terhadap Px

I. Mengelola Alat Sipat Ruang/ Theodolite Topcon Tl –6 DE
1. Pasang statif sesuai dengan tinggi si pengukur dan mengusahakan kepala
statif sedatar mungkin.
2. Pasang pesawat diatas statif serta menguncinya dengan skrup di bawah
kepala statif.
3. Sambil melihat - melihat melalui lup centre point dua kaki statif diangkat dan
sambil menggerakkan hingga titik mendekati berada didalam lingkaran centre
point, kemudian kedua statif ditancapkan ketanah.
4. Setel nivo kotak dengan menggunakan skrup penyetel datar atau skrup A, B,
dan C sehingga gelembung nivo berada di tengah-tengah lingkaran.
5. Melihat kembali melalui centre point apakah titik keluar dari lingkaran centre
point, jika bergeser maka membuka kunci bagian pesawat atau skrup bawah
126

kepala statif, lalu menggeser pesawat hingga titik berada kembali dalam
lingkaran centre point, kemudian dengan menggunakan skrup A, B, C
mengetengahkan nivo tabung.

6. Sambil melihat kedalam teropong, memutar skrup okuler sehingga benang

silang tampak jelas.

7. Membaca sudut mendatar.
a. Arahkan teropong kesuatu titik P, kemudian memutar skrup diafragma hingga

target tampak jelas.

b. Dengan menggunakan penggerak halus horizontal dan penggerak halus

vertikal tepatkan benang silang vertical dengan target titik P.

c. Buka jendela cermin cahaya sambil melihat ke lup bacaan sudut dan

kemudian memutar mikrometer atau tromol sehingga garis strip pada skala
harus benar-benar ditengah dua strip dibawah angka menit, angka ini

menunjukkan menit dalam puluhan, sedangkan angka satuan menit dan detik

dapat dibaca pada kotak kecil di bawah skala derajat dan menit (puluhan).

Untuk jelasnya, dapat di lihat pada gambar pembacaan sudut dalam lup

bacaan sudut pada halaman berikut. Hasil bacaan diatas adalah bacaan biasa

(posisi lop bacaan sudut disebelah kanan teropong).
d. Untuk bacaan luar biasa, teropong dibalik dan diputar searah jarum jam dan

arahkan kembali ketitik P.

e. Dengan menggunakan skrup penggerak halus horizontal dan penggerak halus

vertikal impitkan benang silang vertikal dengan target pada titik P.
f. Dengan cara yang sama dengan pembacaan sudut biasa akan menghasilkan

bacaan luar biasa, dimana kedua bacaan berselisih 1800 .

g. Hasil bacaan rata-rata adalah : bacaan biasa di tambah dengan luar biasa,

dikurangi 1800 kemudian dibagi dua.

Misal (1) Bacaan biasa 200 23' 25"

Bacaan luar biasa 2000 23' 40"

Bacaan rata-rata = 20023'25"(200023'40"1800 )
2

= 200 23' 32,5"

Misal (2) Bacaan biasa  2250 50 ' 20"

Bacaan luar biasa  750 50 ' 22"

  225050'20" 75050'22"1800 127
2

Maka bacaan rata-rata

 225050'21"

8. Membaca sudut vertikal

a. Ukurlah tinggi pesawat untuk bacaan benang tengah rambu ukur.

b. Arahkan teropong pada rambu ukur pada angka setinggi pesawat

c. Membaca bacaan sama caranya dengan membaca bacaan sudut datar

sedang untuk derajat lihat pada bagian atas atau huruf V, dan satuan

menit dan detik pada kotak bagian bawah.

d. Untuk bacaan luar biasa teropong dibalik dan diputar dan arahkan pada

rambu semula, dan darri bacaan biasa akan menghasil bacaan luar biasa.

e. Bacaan biasa dan luar biasa jika dijumlahkan hasilnya 360 0 (untuk TL 6DE)

f. Misal bacaan biasa dan luar biasa sbb :

Biasa  810 06' 37"

Luar biasa  2780 53' 30"

Bacaan rata-rata  81006'37"(3600  278053'30")
2

 810 06 ' 33,5"

Sudut zenith  90000'81006'33"

 80 53' 26" naik 

1) Bacaan biasa  1050 47 ' 22"

Bacaan luar biasa  2540 12' 33"

Bacaan rata-rata  105047'22"(3600  254012'33")
2

 1050 47 ' 24,5"

Sudut zenith = < 90 - 105˚ 47′ 24,5″
= -15˚ 47′ 24,5″ (Permukaan tanah turun)

Demikianlah seterusnya untuk pembacaan titik-titik yang dengan cara

yang sama seperti di atas.

128

Pembacaan sudut vertikal/lereng theodelite topcon TL-6 DE
0 0 00

1.

2700 81006'37" 900 278053'30"
900 2700

1800 1800

Gambar 63A

Bacaan biasa : 810 06 ' 37" Bacaan luar biasa : 2780 53' 30"

Bacaan rata-rata  81006'37'(3600  278053'30")
Sudut lereng 2

= 81˚ 06′ 33,5″
= < 90o – 81o 06′ 33,5″
= +8o 53′ 26,5″ (naik)

Permukaan tanah naik.

00 00
2.

1800 900 900 2700
105047'22" 254012'33"

2700 Gambar 63B 1800

Bacaan biasa : 1050 47 ' 22" Bacaan luar biasa : 2540 12' 33"

Bacaan rata-rata   105047'22" 3600  254012'33"
2

Sudut lereng  1050 47 '24,5"
= < 90 - 105˚ 47′ 24,5″

129

= -15˚ 47′ 24,5″ (Permukaan tanah turun).
J. Contoh Laporan Pengukuran Situasi Cara Polar Koordinat

Jenis tugas : Pengukuran Situasi Cara Polar Koordinat Metode
Tacheometry

Tanpa Magnit.

Alat pengukuran : Pesawat Theodolit TL 6 DE
Statif
Rol meter
Palu
Rambu ukur
Daftar pengukuran
Data board
Patok/paku

Keselamatan kerja :
1. Periksa alat-alat pengukuran sebelum dibawa ketempat pengukuran.
2. Periksa lokasi pengukuran dari keadaan/lalu lintas kendaraan agar tidak
mengganggu pengukuran.
3. Melakukan kerja sama yang baik dengan teman agar pengukurannya
ketelitian.
4. Menyeberang jalan menunggu kendaraan/lalu lintas aman.
5. Lindungi pesawat theodelite dari sinar matahari.
6. Bersihkan alat-alat sebelum dikembalikan.

Langkah kerja :
1. Perhatikan lokasi pengukuran serta membuat sket situasi pengukuran.
2. Tentukan tempat berdiri pesawat agar semua titik-titik yang diukur dapat
terbidik semua (tidak terhalang).
3. Tentukan titik-titik pengukuran sebanyak 25 titik dengan diberi tanda dengan
paku di pinggir jalan atau batas-batas pengukuran.
4. Setel pesawat di atas titik yang telah ditentukan.
5. Bidiklah teropong ketitik P, dengan menyetel derajat mendatar pada 00 0' 0" .

130

6. Bacalah sudut vertikal pada bacaan biasa dan mencatat pada daftar ( sewaktu
membaca sudut vertikal terlebih dahulu benang silang tengah dihimpitkan pada
bacaan rambu di atas titik P1 setinggi pesawat).

7. Baca bacaan pada rambu benang atas dan benang bawah, lalu catat pada
daftar.

8. Balikkan teropong dan membidikan kembali ketitik P1 kemudian membaca
sudut datar bacaan luar biasa dan sudut vertikal luar biasa.

9. Setelah mengembalikan posisi teropong dengan mengimpitkan benang silang
tengah pada rambu yang sama dengan tinggi pesawat, (Ta=BT) atau boleh
tidak sama tinggi pesawat dengan benang tengah(Ta≠BT) lalu membaca sudut
vertikal (bacaan biasa), dan kemudian membaca benang atas dan benang
bawah (BA dan BB).

10. Gerakkan teropong dengan mengimpitkan benang silang tengah pada angka
rambu yang sama dengan tinggi pesawat, lalu membaca sudut vertikal (bacaan
biasa), dan kemudian membaca benang atas dan benang bawah.

11. Balikan teropong dan diputar searah jarum jam lalu membidikan kembali ketitik
P1 untuk membaca sudut datar dan vertikal luar biasa.

12. Dengan cara yang sama lakukan langkah kerja seperti di atas untuk titik-titik
berikut, hingga pengukuran berakhir.
Perhitungan dengan cara tachymetri
:

Inklinasi BT
B
B
131
BT dBA Inklinasi dAB
A
A

Gambar 64

a. Jarak miring : dm = (BA – BB) x 100

b. Sudut Zenith : < 90 - < Vertikal

c. Jarak datar : dAB = dm cos z0  z0 sudut zenith

d. Beda tinggi : H = dm sin z0 +Ta-Bt

Bila z0  50  dm = dm cos 2 sin z0

H = dm cos m 0 sin z0 sin z0

= dm 1 sin 2 z0 +Ta - Bt atau
2

H = < V x 2 = sin x 0.5 x dm = + Ta - Bt

Tinggi Titik : Tx detail =Tx awal + H

a. Jarak miring /jarak optis dm B-a = (BABB) x 100/1000

= (30100190) x 100/1000

= 282,000

b. Sudut Zenith dm B-b = (BABB) x 100/1000
(18450755) x 100/1000

= 109 m
< Zº = < 90º - 910 35 27 = 10 35 27

c. Jarak datar : dh = dm . cos² z 0  z0 sudut zenith
= 282. cos² 10 35 27
= 281,783 m

Jarak datar:dh = dm .cos² z 0  z0 sudut zenith
= 109. cos² 00 58 28

= 108,968 m ...... dan seterusnya
d. Beda tinggi = H = dm sin z0 +Ta-Bt

Kalau z0 > 50  dm = dm cos 2 sin z0
H = dm cos m 0 sin z0 sin z0

= dm 1 sin 2 z0 +Ta-Bt
2

H = zº x 2 = sin x 0,5 x dm = + Ta – Bt
= 910 35 27x2=sin 0,5x282=+1,4-1,6

= - 8,026 m  (tanah turun) dst......

e. Tinggi Titik : Tx a detail =Tx A + H A-a
= 60,000+(- 8,026)
= 51,974 m

Tx b detail =Tx A + H A-a

132

= 60,000+(- 1,753)

= 58,247 m ...... dan seterusnya

Menghitung absis (X ) dan kordinat (Y)

Bila diketahui Koordinat titik B (246293 ; 430526)

Koordinat : Menghitung X dan Y

 pada titik a

X = dh Ba . sin  B-a = 281,783. sin 930 38 06

= 281,216 m

Y = dh Ba . cos  B-a = 281,783. cos 930 38 06

= -17,865 m

 pada titik b

XB-a = dh Bb . sin  B-b = 108,968 sin 1150 26 45

= 98,398 m

Y B-b = dh Bb . cos  B-b = 108,968 cos 1150 26 45

= -46,819 m ........dstrnya

 pada titik a

Koord. Xa = XB + X = 246293,000 + 281,216

= 246574,216 m

Koord. Ya = Y + Y = 430526,000 + (-17,865)

= 430508,135 m

 pada titik b

Koord. Xb = X + X = 246293,000 + 98,398
= 246391,398 m

Koord. Yb = Y + Y = 430526,000 + (- 46,819)

=430479,181 m ........dstrnya

Untuk menghitung besar sudut antara titik-titik, jika diperlukan untuk menghitung

luas.

Titik a Sudut H blk =120 49 36

Titik a Sudut H mk =340 38 15

Maka < ß = Bacaan < H muka –Bacaan < H belakang

= 340 38 15- 120 49 36

133

= 210 48 39

Untuk menghitung luas hasil pengukuran ada 3 cara yaitu :

1. Dengan rumus segitiga L= 1 ab sin 
2

2. Dengan rumus

L  s(s  a)(s  b)(s  c)

dimana S  abc

2. Cara koordinat : 2  1  yi xi 1   xi yi  1
L 2

Contoh cara 1.

Contoh : a = 281,783 m ,b=108,968 m dan
 = 210 48 39

Maka luas nya adalah:

L  1 . a.b sin 
2

 1 .281,783.108,968.sin 21048'39"
L 25704,181 m 2 ……..dst

Kegiatan Belajar 4
a. Tujuan Pembelajaran

Setelah mempelajari setiap unit kegiatan belajar 3 ini, siswa diharapkan dapat :
1. Menjelaskan Cara Merawat Jenis - Jenis Peralatan Survei Dan Pemetaan.
2. Menjelaskan Cara Memeriksa Jenis - Jenis Peralatan Survei Dan
Pemetaan
3. Mengelola hasil proses pengecekan kebenaran data pengukuran

b. Uraian Materi
1. Merawat jenis-jenis Peralatan Survei dan Pemetaan

Merawat dan memeriksa alat merupakan dua kegiatan yang tidak kalah pentingnya
dari membuat, memperbaiki dan menggunakannya.
Merawat alat dimaksudkan sebagai memelihara alat dengan tujuan :
a. Agar alat dapat digunakan dalam jangka waktu yang cukup lama

134

b. Agar alat dapat digunakan dengan lancar tidak terjadi hambatan, seperti
macet atau bagian tertentu lepas

c. Untuk mencegah terjadinya kerusakan, agar alat selalu dapat digunakan.

Dalam melakukan perawatan alat alangkah baiknya bila sekaligus dilakuka
pemeriksaan terhadap alat tersebut apakah masih laik atau tidak untuk digunakan.
Dari hasil pemeriksaan akan diketahui selain laik atau tidaknya untuk digunakan atau
dioperasikan juga diketahui perlunya melakukan perbaikan, agar kerusakan yang
terjadi tidak lebih parah.

Beberapa kerusakan yang mengakibatkan tidak atau kurang laiknya dari beberapa
alat, antara lain seperti tersaji pada Tabel berikut

Tabel. 5 Di bawah ini menjelaskan beberapa kerusakan dan atau kurang laiknya

beberapa alat.

Dari hasil pemeriksaan akan diketahui selain layak atau tidaknya alat untuk

digunakan atau dioperasikan, juga diketahui perlunya dilakukan perbaikan agar

kerusakan yang terjadi tidak menjadi lebih parah.

Beberapa kerusakan yang mengakibatkan tidak atau kurang layaknya dari

beberapa alat, antara lain sebagai berikut :

Jenis Alat Jenis Kerusakan

Pita Ukur - Seluruh atau sebagian skala

angkanya sudah tidak terlihat jelas

atau terhapus

- Ujungnya awal pita ukur/ meteran

sudah terputus, hingga awalnya tidak

nol lagi

Kompas - - Jarum magnit sudah tiddak dapat

bergerak secara bebas lagi

diporosnya. Hal ini dapat terjadi

karena porosnya rusak atau cairan

yang tadinya ada di dalam kompas

sebagian atau seluruhnya sudah habis

135

keluar/ menguap

- - Skala angkanya sebagian atau

seluruhnya sudah tidak terlihat jelas

lagi.

Odometer - Rodanya sudah tidak bulat lagi
Klinometer
Sipat Datar - Rodanya sering macet/ tidak berputar

Sipat Ruang/ Theodolite - Bunyi atau alat penghitungnya sudah

rusak.

- Nivonya rusak, atau sebagian airnya

keluar, sehingga bentuk gelembung

nivonya tidak ada

- Kaca yang ada benang silang untuk

melakukan pembidikan rusak atau

goresan benang silangnya sudah tidak

jelas/ tidak ada.

- Setengah lingkaran

berskala/klinometernya rusak

- Garis bidik tidak sejajar dengan garis

arah nivo

- Sumbu kesatu tidak tegak

- Diafragma horizontal tidak mendatar,

atau diafragma vertical tidak tegak

- Lensa teropong rusak atau kotor/

berjamur

- Teropong tidak bias diputar

- Nivo kotak rusak

- Bacaan sudut tidak terlihat

- Sekrup sekrup penyetel focus dan

penggerak halus horizontal tidak

berfungsi

- Sumbu kesatu tidak tegak

- Sumbu kedua tidak mendatar

- Diafragma horizontal tidak mendatar

136

atau diafragma vertical tidak tegak
- Lensa teropong rusak atau kotor/

berjamur
- Teropong tidak bisa diputar
- Nivo kotak dan atau nivo tabung rusak
- Bacaan sudut horizontal dan atau

vertical tidak telihat
- Sekrup sekrup penyetel focus dan

gerakan halus horizontal dan atau
vertical tidak berfungsi

Adapun pemeliharaan atau perawatan yang dilakukan terhadap alat alat di atas

antara lain seperti tersaji pada Tabel berikut.

Jenis Alat Jenis Perawatan

Meteran Kain Linen - Gulungan pada rolnya diatur serapih

mungkin

- Meminyaki alat pemutar rolnya

Meteran Baja - Gulungan meteran pada rolnya perlu

diminyaki agar tidak berkarat dan

mudah digulung kedalam atau ditarik

keluar

- Meminyaki alat pemutar rolnya

- Selalu dalam keadaan bersih

Kompas - Dibersihkan

Odometer - Menjaga selalu dalam keadaan bersih

- Meminyaki poros rodanya

Klinometer - Menjaga selalu dalam keadaan bersih

- Selalu tersimpan pada kotak

tempatnya

- Meminyaki poros setengah

lingkarannya

Sipat Datar - Menjaga selalu dalam kedaan bersih

- Bila terkena hujan segera dikeingkan

137

Sipat Ruang/Theodolite - Tersimpan di tempat yang kering
(dilemari yang diberi lampu agar
temperaturnya konstan)

- Meminyaki bagian gerakan horizontal,
sekrup pemfokus dan gerakan halus
horizontal

- Menjaga selalu dalam keadaan bersih
- Bila terkena hujan segera dikeringkan
- Tersimpan di tempat yang kering

(dilemari yang diberi lampu agar
temperaturnya konstan)
- Meminyaki bagian gerakan horizontal
dan vetikal, sekrup-sekrup pemfokus
dan gerakan halus horizontal dan
vertikal

2. Mengelola Hasil Perawatan Beberapa Alat Survei dan Pemetaan
Lembar Kerja
1. Merawat Beberapa Alat Survei dan Pemetaan
1.1. Alat :

1) Meteran Kain Linen
2) Meteran Baja
3) Kompas
4) Odometer
5) Klinometer
6) Sipat Datar
7) Sipat Ruang

1.2. Bahan
1) Kain Lap
2) Air dan Ember
3) Minyak Kelapa/ Sawit

1.3. Kesehatan dan Keselamatan Kerja

138


Click to View FlipBook Version