The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Pembelajaran yang bermakna bagi peserta didik adalah pembelajaran yang berkaitan dengan lingkungan dan kearifan masyarakat sekitar. Kearifan lokal masyarakat mengandung nilai-nilai positif bagi kehidupan yang dapat menjadi bekal bagi kehidupannya. Pengembangan bahan ajar berbasis kearifan lokal merupakan hal penting karena nilai-nilai dasar budaya yang termuat dalam kearifan lokal melekat pada masyarakat dapat dijadikan kajian dalam pembelajaran dengan tujuan meningkatkan mutu pembelajaran. Sebagaimana tercantum dalam Permendiknas Nomor 22 tahun 2006 menegaskan bahwa setiap satuan pendidikan dapat menawarkan pembelajaran yang sesuai dengan minat dan bakat peserta didik, serta potensi lokal, lingkungan budaya, kondisi ekonomi, dan kebutuhan daerah dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang dikembangkan sendiri sehingga proses pembelajaran lebih bermakna

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by lakeishapenerbit, 2021-09-28 03:47:34

HULU TULUNG KOLAM MEGALITIK PUGUNG RAHARJO Kearifan Lokal Pelestarian Lingkungan Hidup

Pembelajaran yang bermakna bagi peserta didik adalah pembelajaran yang berkaitan dengan lingkungan dan kearifan masyarakat sekitar. Kearifan lokal masyarakat mengandung nilai-nilai positif bagi kehidupan yang dapat menjadi bekal bagi kehidupannya. Pengembangan bahan ajar berbasis kearifan lokal merupakan hal penting karena nilai-nilai dasar budaya yang termuat dalam kearifan lokal melekat pada masyarakat dapat dijadikan kajian dalam pembelajaran dengan tujuan meningkatkan mutu pembelajaran. Sebagaimana tercantum dalam Permendiknas Nomor 22 tahun 2006 menegaskan bahwa setiap satuan pendidikan dapat menawarkan pembelajaran yang sesuai dengan minat dan bakat peserta didik, serta potensi lokal, lingkungan budaya, kondisi ekonomi, dan kebutuhan daerah dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang dikembangkan sendiri sehingga proses pembelajaran lebih bermakna

HULU TULUNG KOLAM

MEGALITIK PUGUNG RAHARJO

Kearifan Lokal Pelestarian Lingkungan Hidup

i

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta
Pasal 1:
1. Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis

berdasakan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam
bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang undangan.
Pasal 9:
2. Pencipta atau Pengarang Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam pasal 8
memiliki hak ekonomi untuk melakukan a.Penerbitan Ciptaan;
b.Penggandaan Ciptaan dalam segala bentuknya; c.Penerjemahan Ciptaan;
d.Pengadaptasian, pengaransemen, atau pentrasformasian Ciptaan;
e.Pendistribusian Ciptaan atau salinan; f.Pertunjukan Ciptaan;
g.Pengumuman Ciptaan; h.Komunikasi Ciptaan; dan i. Penyewaan Ciptaan.
Sanksi Pelanggaran Pasal 113
1. Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan
Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun
dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).
2. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau
pemegang Hak C ipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f,
dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan
pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling
banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

ii

Muhammad Basri, S.Pd., M.Pd.
Sumargono, S.Pd., M.Pd.

Rinaldo Adi Pratama, S.Pd., M.Pd.
Nur Indah Lestari, S.Pd., M.Pd.

HULU TULUNG KOLAM

MEGALITIK PUGUNG RAHARJO

Kearifan Lokal Pelestarian Lingkungan Hidup

Penerbit Lakeisha
2021

iii

HULU TULUNG KOLAM MEGALITIK PUGUNG RAHARJO
Kearifan Lokal Pelestarian Lingkungan Hidup

Penulis :
Muhammad Basri, S.Pd., M.Pd.
Sumargono, S.Pd., M.Pd.
Rinaldo Adi Pratama, S.Pd., M.Pd.
Nur Indah Lestari, S.Pd., M.Pd.

Editor : Andriyanto, S.S., M.Pd.
Layout : Yusuf Deni Kristanto, S.Pd.
Desain Cover : Tim Lakeisha

Cetak I Agustus 2021
14 cm × 20 cm, 38 Halaman
ISBN: 978-623-5536-01-9

Diterbitkan oleh Penerbit Lakeisha
(Anggota IKAPI No.181/JTE/2019)

Redaksi
Srikaton, Rt.003, Rw.001, Pucangmiliran,
Tulung, Klaten, Jawa Tengah
Hp. 08989880852, Email: [email protected]
Website : www.penerbitlakeisha.com

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan
dengan cara apapun tanpa izin tertulis dari penerbit

iv

KATA PENGANTAR

Pembelajaran yang bermakna bagi peserta didik
adalah pembelajaran yang berkaitan dengan
lingkungan dan kearifan masyarakat sekitar.
Kearifan lokal masyarakat mengandung nilai-nilai positif
bagi kehidupan yang dapat menjadi bekal bagi kehidupan-
nya. Pengembangan bahan ajar berbasis kearifan lokal
merupakan hal penting karena nilai-nilai dasar budaya
yang termuat dalam kearifan lokal melekat pada
masyarakat dapat dijadikan kajian dalam pembelajaran
dengan tujuan meningkatkan mutu pembelajaran.
Sebagaimana tercantum dalam Permendiknas Nomor 22
tahun 2006 menegaskan bahwa setiap satuan pendidikan
dapat menawarkan pembelajaran yang sesuai dengan
minat dan bakat peserta didik, serta potensi lokal,
lingkungan budaya, kondisi ekonomi, dan kebutuhan
daerah dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar
yang dikembangkan sendiri sehingga proses pembelajaran
lebih bermakna.

v

Provinsi Lampung memiliki keragaman budaya serta
kearifan local. Kekayaan Kearifan Lokal dan budaya di
Lampung memberi corak pada aktivitas dan kegiatan
masyarakatnya. Kearifan Lokal yang ada di Lampung
telah memberikan konstribusi besar dalam mengembang-
kan pengetahuan lokal yang memiliki nilai-nilai dalam
bidang ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan alam
sehingga menjadi salah satu cara dalam menjaga potensi-
potensi kearifan local yang ada dalam masyarakat sekitar
dan sudah menjadi budaya daerah setempat. Salah satu
bentuk Kearifan Loakal yang terdapat di Provinsi
Lampung ialah “Hulu Tulung”.

Berdasakan hal tersebut, bahan ajar “Hulu Tulung
Kolam Megalitik Pugung Raharjo: Kearifan Lokal
Pelestarian Lingkungan Hidup” ini disusun untuk menjadi
salah satu sumber belajar bagi peserta didik, yang
diharapkan mampu mendorong peserta didik untuk lebih
mengimplementasikan nilai-kearifan lokal. Modul ini
menyertakan nilai-nilai keraifan lokal yang dapat
dijadikan sebagai pembelajaran dalam kehidupan sehari-
hari sehingga sangat bermanfaat untuk meningkatkan
minat belajar peserta didik serta pembentukan karakter
peserta didik.

Bandar Lampung, Agustus 2021

Tim Penyusun

vi

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................... v
DAFTAR ISI ............................................................... vii
KOMPETENSI INTI ................................................... ix
KOMPETENSI DASAR .............................................. xi
PETA KONSEP .......................................................... xii
HULU TULUNG KOLAM MEGALITIK PUGUNG
RAHARJO: KEARIFAN LOKAL PELESTARIAN
LINGKUNGAN HIDUP ............................................... 1

I. Letak dan Sejarah Penemuan Situs Purbakala
Pugung Raharjo........................................................ 1
a. Letak Situs Purbakala Pugung Raharjo ................... 1
b. Sejarah Penemuan Situs Purbakala
Pugung Raharjo ..................................................... 2
c. Latihan................................................................... 6

vii

II. Penemuan Artefak-artefak di Pugung Raharjo ...... 7
a. Kolam Megalitik Pugung Raharjo dan Batu
Berlubang .............................................................. 9
b. Batu Bergores .......................................................14
c. Latihan..................................................................18

III.Kearifan Lokal Hulu Tulung Kolam Megalitik
Pugung Raharjo.......................................................18
a. Definisi Kearifan Lokal (Local Wisdom) ...............18
b. Kearifan Lokal Hulu Tulung .................................20
c. Latihan..................................................................22

IV.Hulu Tulung Kolam Megalitik Pugung
Raharjo dalam Aliran DAS Sekampung ................23
a. Situs Peninggalan Kebudayaan Megalitik
di DAS Sekampung...............................................23
b. Latihan..................................................................25

V. Nilai-nilai Kearifan Lokal Hulu Tulung
Pugung Raharjo sebagai Pelestarian
Lingkungan Hidup ..................................................26
a. Latihan..................................................................31

DAFTAR PUSTAKA ...................................................32
PROFIL PENULIS ......................................................35

viii

HULU TULUNG KOLAM MEGALITIK PUGUNG
RAHARJO: KEARIFAN LOKAL PELESTARIAN

LINGKUNGAN HIDUP

KOMPETENSI INTI

KI 1 : Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang
dianutnya
KI 2 : Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggung
jawab, peduli (gotong royong, kerja sama, toleran, damai),
santun, responsif, dan proaktif sebagai bagian dari solusi
atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara
efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta
menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam
pergaulan dunia
KI 3 : Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan
faktual, konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingin
tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni,
budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan,
kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab
fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan
prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan
bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah

ix

KI 4 : Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah
konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan
dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan
mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan

x

KOMPETENSI DASAR

1.1 Menghayati keteladanan para pemimpin dalam
mengamalkan ajaran agamanya.

1.2 Menunjukkan sikap tanggung jawab, peduli terhadap
berbagai hasil budaya pada masa pra aksara, Hindu-
Buddha dan Islam

3.4 Memahami hasil-hasil dan nilai-nilai budaya
masyarakat praaksara Indonesia dan pengaruhnya
dalam kehidupan lingkungan terdekat

4.4 Menyajikan hasil-hasil dan nilai-nilai budaya
masyarakat praaksara Indonesia dan pengaruhnya
dalam kehidupan lingkungan terdekat dalam bentuk
tulisan

xi

HULU TULUNG KOLAM MEGALITIK PUGUNG
RAHARJO: KEARIFAN LOKAL PELESTARIAN

LINGKUNGAN HIDUP
PETA KONSEP

xii

HULU TULUNG KOLAM MEGALITIK PUGUNG
RAHARJO: KEARIFAN LOKAL PELESTARIAN

LINGKUNGAN HIDUP

I. Letak dan Sejarah Penemuan Situs Purbakala
Pugung Raharjo

Gambar 1. Peta rute perjalanan menuju situs
purbakala Pugung Raharjo

a. Letak Situs Purbakala Pugung Raharjo
Komplek Situs Purbakala Pugung Raharjo yang
terletak di Desa Pugung Raharjo, Kecamatan
Sekampung Udik, Kabupaten Lampung Timur
(kurang lebih 52 km sebelah timur Bandar
Lampung). Letak situs ini berada di daerah datar
berketinggian 80 meter dan dikelilingi oleh tanggul
bekas peninggalan perang zaman dahulu. Situs
arkeologi seluas kurang lebih 30 hektar ini

HULU TULUNG KOLAM MEGALITIK PUGUNG RAHARJO 1
Kearifan Lokal Pelestarian Lingkungan Hidup

merupakan peninggalan zaman megalitik klasik
dan Islam. (Wawancara dengan Bapak Turwidi
selaku penjaga Situs Purbakala Pugung Raharjo,13
Oktober 2019).

b. Sejarah Penemuan Situs Purbakala Pugung
Raharjo

Sejak abad ke 18 M peninggalan-peninggalan
megalitik telah menarik perhatian para peneliti
bidang humaniora karena bentuknya yang unik.
Pada saat itu para peneliti tidak sedikit yang
meragukan tentang bentuk peninggalan ini, bahkan
ada diantaranya yang mengatakan bahwa
kebudayaan megalitik sebagai peninggalan
kebudayaan Hindu-Buddha. Salah satunya adalah
Tombrink dalam salah satu artikelnya mengetani
megalitik pasemah, ia menyebutkan sebagai
peninggalan Hindu-Buddha dengan judul
artikelnya “Hindou Monumenten in de
bovenlanden van Palembang, als bron van
seschiedekunding onderzoek”. Anggapan serupa
juga dikemukakan oleh Westenenk dalam karyanya
“De Hindou-Oudheden in de Pasemah
Hoogvlakte”. Para pelopor yang menganggap
bahwa megalitik asal dari zaman prasejarah adalah
Van Der Hoop, Van Heekeren serta Van Stein
Callenfels. Setelah tokoh-tokoh ini meneliti dan
terjun secara aktif dalam usaha mengungkap

2 HULU TULUNG KOLAM MEGALITIK PUGUNG RAHARJO
Kearifan Lokal Pelestarian Lingkungan Hidup

kebudayaan megalitik, maka hilanglah keraguan
tentang megalitik yang benar-benar sebagai buah
karya masyarakat yang bukan pemeluk Hindu-
Buddha. Dalam rangka penelitian mengenai
tinggalan kebudayaan megalitik ini tak ketinggalan
pula Van Eerde, beliau membongkar dan sekaligus
menggulung pendapat yang telah dikemukakan
oleh Tombrink dan Westenenk (Endjat dan
Hermansyah, 1989: 15).

Tampaknya situs megalitik Pugung Raharjo pada
saat Van Der Hoop (1932) itu belum terjemah,
barulah setelah awal abad ke-20 M ini Pugung
Raharjo mulai dibicarakan orang. Desa Pugung
Raharjo dilalui oleh jalan ramai kendaraan
terutama antara kota Metro-Tanjungkarang. Situs
Pugung Raharjo memiliki luas sekitar 30 hektar
namun yang ada di situs sekarang sekitar 7 hektar
itu yang dilakukan pembebasan oleh pemerintah.
Sejarah taman purbakala Pugung Raharjo sangat
berkaitan erat dengan dibukanya hutan. Jadi, pada
tahun 1950-an ini namanya hutan Pugung. Pugung
berasal dari bahasa Lampung yang artinya dataran
tinggi, sebenarnya bukan pugung, tetapi orang
Lampung asli menyebutnya punggung, namun
sekarang menjadi pugung. Hutan pugung dibuka
tahun 1954 oleh warga biro rekonstruksi nasional
itu dengan mendatangkan warga transmigrasi

HULU TULUNG KOLAM MEGALITIK PUGUNG RAHARJO 3
Kearifan Lokal Pelestarian Lingkungan Hidup

dengan sekitar 78 KK itu untuk membuka hutan
pugung. Kemudian dibuka hutan pugung itu
menjadi sebuah perkampungan karena warga
pendatang transmigrasi itu dari suku Jawa sehingga
ditambah kata raharjo. Jadi artinya pugung raharjo
itu dataran tinggi yang sejahtera. Raharjo itu
artinya sejahtera, baik masyarakatnya maupun
warga di Pugung Raharjo itu yang sampai sekarang
bisa merasakan kesejahteraan dengan dibuatnya
desa ini. Desa ini juga yang merupakan pusat
pemerintahan kecamatan sekampung udik, di Desa
Pugung Raharjo (Wawancara dengan Bapak
Turwidi selaku penjaga situs purbakala Pugung
Raharjo, pada tanggal 13 Oktober 2019).

Pada tanggal 14 Agustus awal mula adanya situs di
taman purbakala Pugung Raharjo. Pada 14 Agustus
1957, itu salah seorang yang bernama Bapak
Kadiran itu menemukan sebuah cagar budaya arca
Boddhisatwa batu Putri Badaria. Dari hasil
penemuan yang ditemukan pada tanggal 14
Agustus 1957, kemudian tahun 1968 hasil
penemuan tersebut dilaporkan ke lembaga taman
purbakala nasional atau LTPN dilaporkan ke
Jakarta. Dari hasil laporan tersebut kemudian
dilakukan penelitian ternyata sangat luar biasa situs
yang ada di taman purbakala Pugung Raharjo ini.
Yang kemudian ditindaklanjuti penelitian dari

4 HULU TULUNG KOLAM MEGALITIK PUGUNG RAHARJO
Kearifan Lokal Pelestarian Lingkungan Hidup

lembaga purbakala nasional bekerja sama dengan
Pensylvania Museum University dari Amerika
Serikat dengan mendatangkan arkeolog yaitu Mr.
Bernard Bronson dan Jand Wasman.

Arkeolog Mahi Suhadi dan Basuki melakukan
penelitian, pemetaan di area situs purbakala. Dari
hasil penelitian tersebut diindentifikasi bahwasanya
situs taman purbakala Pugung Raharjo itu terdapat
3 masa atau 3 zaman peninggalan. Yaitu yang
pertama zaman prasejarah, zaman prasejarah atau
zaman megalitik sekitar 2500 SM. Pada zaman itu
sudah ada kehidupan di zaman ini. Yang kedua
zaman klasik adad 7 sampai abad 14. Kemudian
yang ketiga zaman Islam di Lampung. Adapun
peninggalan zama megalitikum di Pugung Raharjo
ini ada beberapa batu. Ada batu bergores, batu
berlubang, fosil kayu, manik-manik prasejarah,
yang sekarang disimpan di museum ini karena
takut terjadi perusakan oleh manusia yang tidak
bertanggung jawab, jadi diamankan di sini
(Hidayatullah, 2016).

Pada bulan Maret 1977, penelitian dilanjutkan oleh
Drs. Hari Sukendar. Penelitian makin meluas
dengan ditemukan beberapa batu berlubang dan
batu bergores. Pada tahun 1980, pada bulan April
kegiatan penelitian dilakukan dengan ekskavasi

HULU TULUNG KOLAM MEGALITIK PUGUNG RAHARJO 5
Kearifan Lokal Pelestarian Lingkungan Hidup

(penggalian) pada situs kompleks batu mayat
(komplek Batu Kandang) dengan membuka 5
kotak galian. Dari hasil serangkaian penelitian
tersebut dapat disimpulkan bahwa kompleks
megalitik Pugung Raharjo meliputi luas kurang
lebih 30 hektar yang dikelilingi benteng parit di
sebelah utara dan sungai di sebelah selatan. Bukti-
bukti peninggalan benda cagar budaya Pugung
Raharjo pada zaman prasejarah meliputi benteng
tanah, punden berundak, batu berlubang, kompleks
batu mayat, kolam megalitik, dan dolmen. Benteng
pada situs ini merupakan gundukan tanah dari
benteng dan parit pada satu sisi berupa anak sungai
sekampung (way sekampung). Ukuran benteng
tinggi 2 sampai 3,5 meter panjang benteng sebelah
timur 1200 meter, dan sebelah barat 300 meter.
Fungsi benteng tersebut adalah untuk berlindung
dari serangan binatang buas dan musuh
(Hidayatullah,2016).

c. Latihan

1. Deskripsikanlah letak situs purbakala Pugung
Raharjo!

2. Bagaimana sejarah penemuan situs purbakala
Pugung Raharjo?

3. Tuliskan apa saja peninggalan cagar budaya
yang ditemukan oleh para peneliti di situs
Pugung Raharjo?

6 HULU TULUNG KOLAM MEGALITIK PUGUNG RAHARJO
Kearifan Lokal Pelestarian Lingkungan Hidup

II. Penemuan Artefak-artefak di Pugung Raharjo

Berdasarkan data fisik diketahui bahwa situs Pugung
Raharjo merupakan situs paling luas (21 ha) dan
paling besar dalam jumlah dan variasi temuan. Dari
keseluruhan jumlah artefak yang ditemukan di situs
DAS Sekampung yakni 30 jenis, 26 jenis diantaranya
adalah artefak yang berada di situs Pugung Raharjo,
yang 19 diantara 26 ini termasuk jenis artefak yang
digunakan untuk upacara.

Terdapat beberapa artefak upacara yang juga bisa
dimasukkan ke dalam temuan kategori bukan artefak
upacara, seperti porselin, tembikar, manik-manik, alat
bantu dan lubang batu. Di situs Pugung Raharjo
ditemukan artefak yang termasuk dalam kategori
bukan artefak upacara yang jumlahnya sama dengan
jumlah artefak dalam kategori artefak upacara
meliputi punden, menhir, kolam megalitik, lumpang
batu, dolmen, batu datar, batu bergores, batu bulat,
batu mayat, batu berlubang, batu dakon, arca,
porselin, tembikar, manik-manik, batu pipisan, gelang
perunggu, alat batu dan kliningan. Artefak-artefak
yang termasuk dalam kategori bukan artefak upacara
berupa lumping batu, batu bergores, batu berlubang,
batu pondasi, batu bertulis, porselin, tembikar, manik-
manik, bahan manik-manik, kerak besi, alat batu,

HULU TULUNG KOLAM MEGALITIK PUGUNG RAHARJO 7
Kearifan Lokal Pelestarian Lingkungan Hidup

gelang perunggu, mata uang, mata tombak, bandul

jala, batu pipisan, tembikar halus, kolam dan batu

bulat.

No. Temuan Artefak Situs Pugung Raharjo

Tidak Bergerak 8
1. Punden

2. Gumuk -

3. Menhir 6
4. Kolam 1
5. Lumpang Batu 3
6. Dolmen 1

7. Batu Datar -
8. Batu Bergores 8

9. Batu Bulat ±20

10. Batu Berjajar -

11. Batu Mayat 1
12. Batu Berlubang 20
13. Batu Dakon 1

14. Makam -

15. Arca 3

16. Umpak Batu 12

17. Batu Fondasi 15

18. Batu Bertulis 1

Bergerak 97
19. Porselen Batuan 39
20. Tembikar

21. Manik-anik ±205

22. Bahan manik-manik 2

23. Kerak Besi 1500 gr
24. Alat Batu ±7

25. Klintingan 15
26. Gelang Perunggu 3
27. Mata uang 6

8 HULU TULUNG KOLAM MEGALITIK PUGUNG RAHARJO
Kearifan Lokal Pelestarian Lingkungan Hidup

28. Mata tombak 2

29. Bandul jala 3

30. Batu pipisan 13

Tabel 1. Temuan Artefak di Situs Pugung Raharjo

(Triwurjani, 2011: 116)

Dari paparan di atas dapat diketahui bahwa situs
Pugung Raharjo merupakan situs yang memiliki
temuan artefak lebih dari 20 jenis baik temuan artefak
tidak bergerak maupun bergerak yang menunjukkan
bahwa kemungkinan besar situs purbakala Pugung
Raharjo dahulunya menjadi memiliki kedudukan yang
tinggi sebagai pusat aktivitas masyarakat, baik
aktivitas keagamaan maupun sosial pada saat itu
karena temuan artefaknya yang bervariasi dan cukup
lengkap. Pada kesempatan kali ini, kita akan lebih
spesifik membahas dan mempelajari tiga jenis temuan
artefak yang ada di situs purbakala Pugung Raharjo
yaitu sebagai berikut.

a. Kolam Megalitik Pugung Raharjo dan Batu
Berlubang

Pada area situs Pugung Raharjo, di sebelah
tenggara punden berundak terdapat kolam
megalitik, yang dimaksud dengan kolam megalitik
adalah suatu kolam yang mengandung benda-
benda megalitik dan sudah dapat dipastikan bahwa

HULU TULUNG KOLAM MEGALITIK PUGUNG RAHARJO 9
Kearifan Lokal Pelestarian Lingkungan Hidup

kolam ini telah digunakan sejak masa prasejarah.
Kolam megalitik terletak di bagian timur situs,
tepatnya di sebelah barat punden yang paling
timur atau sering disebut dengan punden arca.
Situs megalitik yang ada yang ada kolamnya juga
ternyata dapat dijumpai pula di situs megalitik
Citaman, Desa Curug, Kecamatan Menes
Kabupaten Pandeglang, Jawa Barat. Di Citaman
ini pun terdapat peninggalan benda-benda
megalitik yang oleh penduduk disebut batu gong,
yang mana keadaan kolam di situs Citaman ini
mirip dengan kolam megalitik yang ada di situs
Pugung Raharjo keduanya merupakan sumber
mata air dan di dalamnya tersimpan batu-batu
berlubang (Endjat dan Hermansyah, 1989:33).

Gambar 2. Kolam Megalitik di Situs Purbakala
Pugung Raharjo

Di situs kolam megalitik ini terdapat sebuah
motologi yaitu jika seseorang mencuci muka
atau bahkan meminum air yang mengalir dari
sumber mata air yang ada di kolam megalitik ini

10 HULU TULUNG KOLAM MEGALITIK PUGUNG RAHARJO
Kearifan Lokal Pelestarian Lingkungan Hidup

maka dipercaya dapat awet muda dan mudah
jodoh. Sampai saat ini masih banyak orang yang
percaya akan hal ini, ini dapat dilihat karena
adanya bekas sesaji di dekat mata air kolam
megalitik. Di kolam ini juga tedapat ikan-ikan
kecil sebagai terapi dimana jika kita merendam
kaki di tepi kolam dan banyak ikan yang
mendekat kemudian menggigiti kulit kaki maka
dipercaya orang tersebut memiliki atau sedang
mengidap penyakit.

Di sekitar kolam megalitik terdapat beberapa
batu termasuk dalam peninggalan kebudayaan
megalitik yang dinamakan batu berlubang,
karena memiliki ciri khas pada permukaaan batu
terdapat 1-3 lubang. Berdasarkan penelitian
yang telah dilakukan, yang dimaksudkan
dengan batu berlubang adalah sebuah batu yang
memiliki sejumlah lubang, biasanya jumlah dan
letak lubang tidak beraturan pada permukaan
batu tadi. Jumlah batu ini diperkirakan telah
ditemukan sebanyak 19 buah. Penemuan batu
berlubang adalah untuk membedakan dengan
batu lumping dan batu dakon (Endjat dan
Hermansyah, 1989: 32).

HULU TULUNG KOLAM MEGALITIK PUGUNG RAHARJO 11
Kearifan Lokal Pelestarian Lingkungan Hidup

Gambar 3. Batu Berlubang di Situs Kolam
Megalitik

Gambar di atas merupakan visual batu
berlubang yang masih terjaga dengan baik dan
masih di lokasi asli ditemukan pertama kali
yakni di dekat kolam megalitik karena tidak
memungkinkan untuk dipindahkan. Ada juga
baberapa batu bergores yang disimpan rumah
informasi.

Gambar 4. Batu berlubang yang tersimpan di
rumah informasi situs Pugung Raharjo

12 HULU TULUNG KOLAM MEGALITIK PUGUNG RAHARJO
Kearifan Lokal Pelestarian Lingkungan Hidup

Pada kolam megalitik terdapat beberapa batu
berlubang, batu berlubang yang hampir mirip
dengan lumpang batu. Perbedaannya antara batu
berlubang dengan lumpang batu adalah jika pada
batu berlubang ukuran lubangnya lebih kecil jika
dibandingkan dengan dengan lubang yang
terdapat pada lumpang batu (Prasetyo, 2015:
141).

Fungsi dari batu berlubang di kolam megalitik
situs Pugung Raharjo dapat ditelusuri pada
beberapa situs permukiman di Lampung. Pada
permukiman kuna di Lampung, misalnya terdapat
tempat yang disebut dengan kuwayan yang
berfungsi sebagai tempat mandi umum yang
sering dijumpai adanya batu berlubang.
Kemudian di Dusun Tamanbaru, Desa Pesuruhan,
Kecamatan Penengahan, Lmapung Selatan
terdapat satu lokasi yang disebut dengan Candi
Bulu yang terdapat kolam mata air yang berfungsi
sebagai kuwayan, pada tepi kolam terdapat batu
berlubang dengan jumlah lubangnya ada dua
buah.

Berdasarkan perbandingan dengan kuwayan yang
terdapat di Desa Tamanbaru, Kolam Megalitik di
Pugung Raharjo berfungsi sebagai tempat mandi.
Beberapa batu berlubang yang terdapat di kolam
tersebut merupakan jejak pemanfaatan kolam

HULU TULUNG KOLAM MEGALITIK PUGUNG RAHARJO 13
Kearifan Lokal Pelestarian Lingkungan Hidup

dalam aktivitas membersihkan diri. Lubang pada
batu sebagai jejak aktivitas menumbuk sesuatu
bahan, mungkin seperti halnya kuwayan Desa
Tamanbaru yaitu untuk menumbuk arang batok
kelapa dan daging kelapa yang sudah dibakar
untuk menghasilkan kulutuk. Menurut keterangan
Hasanuddin Pengiran Betaro Rajo, sesepuh dan
mantan Kepala Desa Bojong, sebelah barat
Pugung Raharjo berjarak sekitar 2 km, kolam di
Pugung Raharjo adalah bekas tempat para putri
raja yang berkuasa di Pugung Raharjo pada masa
itu. Dengan demikian fungsi kolam tersebut
bersifat profan dan tidak berkaitan dengan
pemujaan terhadap roh leluhur melainkan
digunakan sebagai tempat untuk membersihkan
diri.

b. Batu Bergores

Batu bergores banyak ditemukan pada zaman
prasejarah di Indonesia. Salah satu penemuan
batu bergores yaitu di situs purbakala yang
ditemukan di Desa Pugung Raharjo beraneka
bentuk yang hampir semuanya berasal dari batu.
Salah satu batu yang ditemukan yaitu batu
bergores. Batu bergores ini ditemukan di tepi
sungai kecil 100 m di bagian selatan situs
purbakala. Jumlah batu yang ditemukan sebanyak
4 (empat) buah dan tidak jauh dari tempat batu

14 HULU TULUNG KOLAM MEGALITIK PUGUNG RAHARJO
Kearifan Lokal Pelestarian Lingkungan Hidup

bergores ditemukan juga batu berlubang. Satu di
antara batu 4 batu bergores yang ditemukan di
sebelah menhir sebelah selatan. Batu tersebut
bergoreskan huruf “T” ini yang melambangkan
kesuburan (wanita). Selain itu, lambang huruf
tersebut melambangkan arah timur dan barat.
Sedangkan 3 buah batu ditemukan kurang lebih
25 m dari sumber mata air dengan posisi arah
barat daya. Bentuk goresan lainnya hanya berupa
garis-garis lurus yang menunjukan hasil karya
tangan manusia pada zaman megalitikum. Pada
sebuah batu ada yang terdapat 4 goresan dan ada
yang banyak terdapat goresan.

Gambar 5 : Batu bergores tiga tersimpan di
rumah informasi situs Pugung Raharjo

HULU TULUNG KOLAM MEGALITIK PUGUNG RAHARJO 15
Kearifan Lokal Pelestarian Lingkungan Hidup

Gambar 6 : Batu bergores huruf T yang terdapat
di situs purbakala Pugung Raharjo

Gambar 7: Batu bergores tersimpan di rumah
informasi situs Pugung Raharjo

16 HULU TULUNG KOLAM MEGALITIK PUGUNG RAHARJO
Kearifan Lokal Pelestarian Lingkungan Hidup

Adapun ukuran masing-masing batu bergores
yaitu:

a. Panjang : 35 cm, Lebar : 27 cm, Tebal :
15 cm.

b. Panjang : 2,5 cm, Lebar : 17 cm, Tebal
: 17,5 cm.

c. Panjang : 19 cm, Lebar : 15,5 cm,
Tebal : 12,5 cm.

d. Panjang : 65 cm, Lebar : 55 cm, Tebal :
20 cm.

Menurut Keudern dalam Laili (2019: 123), batu
bergores merupakan alat yang digunakan sebagai
sarana pemberian kekuatan gaib terhadap suatu
alat (senjata tajam) seperti pisau dan parang yang
akan digunakan. Batu bergores yang ada di situs
Pugung Raharjo digunakan dengan mengasahkan
senjata kepada batu tersebut. Berdasarkan
pengamatan beberapa ahli, temuan batu bergores
yang berada di sekitar temuan megalitik lain
seperti menhir, dolmen menunjukkan bahwa batu
bergores berkaitan dengan pemujaan. Adanya
torehan yang pada batu bergores sebagai
visualisasi dari konsep arwah leluhur. Dalam hal
ini torehan yang dimaksudkan adalah interaksi
antara yang hidup dengan leluhur untuk
mendapatkan kekuatan dengan menggunakan
batu bergores.

HULU TULUNG KOLAM MEGALITIK PUGUNG RAHARJO 17
Kearifan Lokal Pelestarian Lingkungan Hidup

c. Latihan
1. Ada berapakah jumlah keseluruhan jenis
temuan yang ada di situs purbakala Pugung
Raharjo dan sebutkan nama-nama temuannya?
2. Apakah yang dimaksud dengan kolam
megalitik? Serta mitologi apa yang ada pada
situs kolam megalitik Pugung Raharjo?
3. Jelaskan yang dimaksud dengan batu
berlubang batu bergores?

III. Kearifan Lokal Hulu Tulung Kolam Megalitik
Pugung Raharjo
a. Definisi Kearifan Lokal (Local Wisdom)
Kearifan lokal (local wisdom) memiliki kajian
mengenai pengetahuan lokal maupun potensi lokal
yang ada di suatu daerah tertentu dalam suatu
kehidupan masyarakat. Menurut Sartini (2004:111)
menyatakan bahwa local wisdom (kearifan
setempat) dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan
setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh
kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti
oleh anggota masyarakatnya. Kearifan lokal atau
“Local Genius” merupakan istilah yang diperkenal-
kan oleh Wales dalam Ayatrohaedi (1986: 30),
yaitu “the sum of the cultural characteristic swhich
the vast majority of a people have in common as a

18 HULU TULUNG KOLAM MEGALITIK PUGUNG RAHARJO
Kearifan Lokal Pelestarian Lingkungan Hidup

result of their experiences in early life”. Kearifan
lokal juga dapat dikatakan sebagai suatu
pandangan hidup serta suatu ilmu pengetahuan
serta berbagai strategi kehidupan yang terwujud
dalam aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat
lokal dalam menjawab berbagai masalah dalam
pemenuhan kebutuhan mereka dalam lingkungan-
nya. Dalam bahasa asing sering juga dikonsepsikan
sebagai kebijakan setempat Local Wisdom atau
pengetahuan setempat “Local Knowledge” atau
kecerdasan setempat Local Genious.

Menurut Rahyono (2009:11), kearifan lokal
merupakan kecerdasan manusia yang dimiliki oleh
kelompok etnis tertentu yang diperoleh melalui
pengalaman masyarakat. Artinya, kearifan lokal
adalah hasil dari masyarakat tertentu melalui
pengalaman mereka dan belum tentu dialami oleh
masyarakat yang lain. Nilai-nilai tersebut akan
melekat sangat kuat pada masyarakat tertentu dan
nilai itu sudah melalui perjalanan waktu yang
panjang, sepanjang keberadaan masyarakat
tersebut. Hal tersebut sejalan dengan pendapat
Wagiran (2012). Kearifan lokal dapat dimaknai
sebagai sebuah pemikiran tentang hidup yang
dilandasi nalar jernih, budi yang baik dan memuat
hal-hal positif dan dapat diterjemahkan sebagai

HULU TULUNG KOLAM MEGALITIK PUGUNG RAHARJO 19
Kearifan Lokal Pelestarian Lingkungan Hidup

karya akal budi, perasaan mendalam, tabiat, bentuk
perangai, dan anjuran untuk kemuliaan manusia.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat
digarisbawahi kearifan lokal (local wisdom)
merupakan sebuah pengetahuan asli (Indigineous
Knowledge) atau sebuah kecerdasan lokal (local
genius) yang terdapat dan ditemukan dalam suatu
masyarakat dan bersumber dari nilai luhur serta
tradisi budaya untuk mengatur tatanan kehidupan
masyarakat dalam rangka mencapai kemajuan
suatu komunitas baik dalam penciptaan kedamaian
maupun peningkatan kesejahteraan masyarakat
tersebut.

b. Kearifan Lokal Hulu Tulung
Provinsi Lampung memiliki keragaman
kebudayaan serta kearifan lokal yang sangat
beragam. Kekayaan Kearifan Lokal dan budaya di
Lampung memberi corak pada aktivitas dan
kegiatan masyarakatnya, salah satu kearifan lokal
Lampung yang sangat memiliki pengaruh besar
dalam usaha menjaga pelestarian lingkungan hidup
yang dikenal sebagai "Hulu Tulung", yang dalam
kesempatan kali ini Hulu Tulung yang akan dikaji
adalah kearifan lokal Hulu Tulung pada kolam

20 HULU TULUNG KOLAM MEGALITIK PUGUNG RAHARJO
Kearifan Lokal Pelestarian Lingkungan Hidup

megalitik yang ada pada situs purbakala Pugung
Raharjo.

Menurut Dewi (2019:29) Hulu Tulung terdiri dari
dua suku kata Hulu dan Tulung memiliki makna
kepala dan tulung memiliki makna menolong.
Menolong terhadap alam seperti menjaga tempat
keberadaan air yaitu mata air yang memberikan
banyak manfaat bagi kehidupan. Baik keberadaan
hewan, tumbuhan, dan manusia memerlukan air.
Area Hulu Tulung menurut masyarakat Lampung
adalah area keramat jika sampai merusak atau
mengganggu area Hulu Tulung maka mereka
percaya akan mendapatkan teguran dari Tuhan
maupun nenek moyang.

Sejalan dengan pendapat tersebut dikutip dari
Hasan dalam m.lampost.co (Post:15 April 2018)
yang menyatakan bahwa masyarakat adat
Lampung sejak dahulu mengenal istilah Hulu
Tulung, yaitu suatu tempat atau wilayah
merupakan tempat sumber mata air atau tempat air
berasal yang juga sebagai tempat berkembang
biaknya flora dan fauna yang dijaga dan dipelihara
kelestariannya oleh masyarakat adat. Menurut
Hasan juga menyampaikan pendapatnya yang
dimuat di Lampost, Lampung Tumbai sebanyak 3
Edisi (16 April 2017, 23 April 2017, 30 April

HULU TULUNG KOLAM MEGALITIK PUGUNG RAHARJO 21
Kearifan Lokal Pelestarian Lingkungan Hidup

2017) konsep Hulu Tulung adalah sebuah konsep
kearifan lokal masyarakat adat Lampung terhadap
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
untuk pembangunan berkelanjutan dan ber-
wawasan lingkungan yang saat ini sudah mulai
dilupakan, perlu digali kembali dan menerapkan
pelaksanaan konsep ini dalam bentuk pembangun-
an hukum, pembangunan manusia dan jiwanya
serta pembangunan fisik yang sesungguhnya
sehingga keberlangsungan dan kelestarian alam
dapat tetap tercapai seusai dengan nilai-nilai
budaya yang memang sudah ratusan tahun telah
turun-temurun tertanam, hidup dan berkembang
dalam masyarakat Lampung itu sendiri.

c. Latihan
1. Deskripsikan secara komprehensi bagai-
mana kearifan lokal Hulu Tulung!
2. Deskripsikan makna hulu tulung bagi
masyarakat Lampung?
3. Mengapa situs kolam megalitik Pugung
Raharjo menjadi salah satu kearifan lokal
hulu tulung masyarakat Lampung yang
harus dijaga?

22 HULU TULUNG KOLAM MEGALITIK PUGUNG RAHARJO
Kearifan Lokal Pelestarian Lingkungan Hidup

IV. Hulu Tulung Kolam Megalitik Pugung Raharjo
dalam Aliran DAS Sekampung

a. Situs Peninggalan Kebudayaan Megalitik di DAS
Sekampung

Di DAS Sekampung terdapat situs-situs peninggalan
kebudayaan megalitik yang tebagi dalam situs
memiliki ciri khas masing-masing, yang terangkum
dalam tabel berikut:

No. Nama Situs Keletakan Keletakan Kemiri Ketingg Luas
1. Gelombang Terhadap Terhadap DAS ngan gian (ha)
Sungai Anak m dpl
Sungai Utama Sungai
60 % 280 2.1
Punggungan -V
bukit

2. Pejambon Meander V - 16-25% 80 4.1

3. Pugung Dataran - V 9-15% 90 21
Raharjo

4. Gedik Meander V - 0-2% 25 4.3

5. Parigi Meander V - 0-2% 25 2.8

6. Meris Meander V - 0-2% 8 4.2

7. Cicilik Rawa (mata - V 0-2% 8 1.4
air)

8. Bentengsari Rawa - V 0-2% 20 3
(daratan
bagian atas)

Tabel. Letak Situs di DAS Sekampung (Triwurjani,

2011:68)

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa situs
purbakala Pugung Raharjo memiliki kedudukan
khusus dalam DAS Sekampung dibandingkan dengan
situs-situs yang lain. Salah satunya adalah karena situs
Pugung Raharjo merupakan situs yang dihuni paling

HULU TULUNG KOLAM MEGALITIK PUGUNG RAHARJO 23
Kearifan Lokal Pelestarian Lingkungan Hidup

panjang dengan rentang hunian dari abad ke-10
hingga abad ke-20 M dilihat dari kronologi porselin
yang paling tua dan pada sekitar abad 12-14 M
menjadi waktu hunian terlama dibandingkan dengan
situs-situs lain di DAS Sekampung (Triwurjani, 2011:
126).

Adapun faktor yang mempengaruhi situs Pugung
Raharjo ini dapat bertahan lama, yakni faktor internal
yang berasal dari dalam lingkungan alam situs sendiri
dan faktor eksternal yang berasal dari luar yang dalam
hal ini berasal dari budaya masyarakatnya dan hal-hal
pendukung lainnya. Selain itu, karena situs Pugung
Raharjo merupakan satu-satunya situs yang berada
dalam satu daratan yang cukup luas yakni sekitar 21
ha. Letaknya juga dikategorikan pada tengah sungai
Sekampung memudahkan orang-orang dari luar dan
sepanjang DAS Sekampung (hulu dan hilir)
mengunjungi tempat tersebut untuk berbagai kegiatan,
termasuk kegiatan keagamaan terbukti dengan adanya
temuan punden besar di luar batas gundukan dan parit
untuk kegiatan keagamaan yang dihadiri banyak
orang. Selain melakukan kegiatan keagamaan mereka
juga dapat melakukan transaksi barter/jual-beli atau
bertemu, berbincang/interaksi sosial tentang berbagai
hal. Faktor inilah yang membuat situs Pugung Raharjo
dapat bertahan lama. Belum lagi di bagian sisi sebelah
luar yang tidak dibatasi oleh benteng. Dataran ini

24 HULU TULUNG KOLAM MEGALITIK PUGUNG RAHARJO
Kearifan Lokal Pelestarian Lingkungan Hidup

sangat subur, dikelilingi oleh mata air yang
membentuk sungai-sungai kecil, yang memungkinkan
orang-orang yang tinggal disana dapat bercocok
tanam dengan mudah dan bermukim dengan nyaman.

Pugung Raharjo memiliki kedudukan paling tinggi
dalam situs-situs DAS Sekampung terlebih lagi di
kawasan ini terdapat sebuah situs bernama kolam
megalitik yang kini menjadi hulu tulung-nya
masyarakat Lampung menambah poin plus bahwa di
sekitar situs Pugung Raharjo khususnya yang dekat
dengan situs kolam megalitik pada saat itu ada
permukiman/menjadi tempat berkumpulnya orang-
orang untuk melakukan beragam kegiatan sosial
dibuktikan dengan adanya temuan pecahan porselin
dan menjadi pusat aktivitas keagamaan dibuktikan
dengan adanya temuan punden berundak di dekat
kolam.

b. Latihan

1. Sebutkan benda-benda peninggalan apa saja
yang ditemukan pada kawasan DAS
Sekampung!

2. Buatlah piramida letak situs DAS Sekampung!
3. Bagaimana upaya yang dilakukan agar situs

purbakala Pugung Raharjo eksistensinya dapat
terjaga sampai saat ini?

HULU TULUNG KOLAM MEGALITIK PUGUNG RAHARJO 25
Kearifan Lokal Pelestarian Lingkungan Hidup

4. Mengapa situs Pugung Raharjo memiliki
kedudukan khusus bagi DAS Sekampung?

V. Nilai-nilai Kearifan Lokal Hulu Tulung Pugung
Raharjo sebagai Pelestarian Lingkungan Hidup
Provinsi Lampung memiliki keragaman kebudayaan
serta kearifan lokal yang sangat beragam. Kekayaan
kearifan lokal dan budaya di Lampung memberi corak
pada aktivitas dan kegiatan masyarakatnya. Kearifan
lokal yang ada di Lampung telah memberikan
kontribusi besar dalam mengembangkan pengetahuan
lokal yang memiliki nilai-nilai dalam bidang ilmu
pengetahuan yang berhubungan dengan alam
sehingga menjadi salah satu cara dalam menjaga
potensi-potensi kearifan lokal yang ada dalam
masyarakat sekitar dan sudah menjadi budaya daerah
setempat. Salah satu bentuk kearifan lokal yang
terdapat di Provinsi Lampung ialah “Hulu Tulung”.
Hulu Tulung terdiri dari dua suku kata, yakni kata
Hulu yang bermakna kepala dan kata Tulung yang
berakna menolong. Jadi Hulu Tulung dapat dimaknai
pusat/kepala menolong, menolong yang dimaksudkan
disini adalah menolong alam dengan cara menjaga
keberadaan dan kelestarian mata air yang memberikan
begitu banyak manfaat kehidupan, baik manfaat untuk
hewan, tumbuhan dan manusia yang semua
memerlukan air untuk keberlangsungan hidupnya.

26 HULU TULUNG KOLAM MEGALITIK PUGUNG RAHARJO
Kearifan Lokal Pelestarian Lingkungan Hidup

Menurut pendapat Hasan dalam lampost.com (Post:15
April 2018) menyatakan bahwa masyarakat adat
Lampung sejak dahulu mengenal istilah Hulu Tulung,
yaitu suatu tempat atau wilayah merupakan tempat
sumber mata air atau tempat air berasal yang juga
sebagai tempat berkembangbiaknya flora dan fauna
yang dijaga dan dipelihara kelestariannya oleh
masyarakat adat. Menurut Hasan juga menyampaikan
pendapatnya yang dimuat di Lampost, Lampung
Tumbai sebanyak 3 Edisi (16 April 2017, 23 April
2017, 30 April 2017) konsep Hulu Tulung adalah
sebuah konsep kearifan lokal masyarakat adat
Lampung terhadap perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup untuk pembangunan berkelanjutan
dan berwawasan lingkungan yang saat ini sudah mulai
dilupakan, perlu digali kembali dan menerapkan
pelaksanaan konsep ini dalam bentuk pembangunan
hukum, pembangunan manusia dan jiwanya serta
pembangunan fisik yang sesungguhnya sehingga
keberlangsungan dan kelestarian alam dapat tetap
tercapai seusai dengan nilai-nilai budaya yang
memang sudah ratusan tahun telah turun-temurun
tertanam, hidup dan berkembang dalam masyarakat
Lampung itu sendiri.

Salah satu tempat yang dapat dijadikan sebagai
kearifan lokal Lampung adalah kearifan Hulu Tulung

HULU TULUNG KOLAM MEGALITIK PUGUNG RAHARJO 27
Kearifan Lokal Pelestarian Lingkungan Hidup

kolam megalitik yang juga merupakan salah satu
warisan budaya masa megalitikum yang terdapat di
kawasan situs purbakala Pugung Raharjo yang begitu
banyak mengandung nilai budaya dan sejarah
peradaban manusia pada masa megalitik yang patut
kita kelola dan jaga kelestariannya sebagai salah satu
upaya pelestarian lingkungan hidup.

Lingkungan hidup menurut UU No. 32 Tahun 2009
adalah kesatuan ruang dengan semua benda atau
kesatuan makhluk hidup termasuk di dalamnya ada
manusia dan segala tingkah lakunya demi
melangsungkan perikehidupan dan kesejahteraan
manusia maupun makhluk hidup lainnya yang ada di
sekitarnya. Hal tersebut sejalan dengan Pendapat Aziz
(2013:41) yang menyatakan bahwa lingkungan hidup
adalah sebuah kombinasi antara kondisi fisik yang
mencakup keadaan sumber daya alam seperti tanah.
Air, energi, mineral serta flora dan fauna yang hidup
di atas maupun di dalam tanah maupun lautan dengan
kelembagaan yang meliputi penciptaan manusia
seperti bagaimana keputusan menggunakan
lingkungan fisik tersebut.

Pelestarian terhadap sebuah lingkungan hidup
sangatlah diperlukan dalam rangka menjaga keutuhan
sebuah kehidupan, hal ini dikarenakan kehidupan
manusia dalam suatu masyarakat tidak dapat

28 HULU TULUNG KOLAM MEGALITIK PUGUNG RAHARJO
Kearifan Lokal Pelestarian Lingkungan Hidup

dipisahkan dengan lingkungannya. Edukasi mengenai
pelestarian lingkungan menjadi langkah strategis
untuk menjaga kelestarian lingkungan karena dengan
melalui pelestarian dan pengelolaan lingkungan hidup
secara bijaksana dapat menyelamatkan dan me-
lestarikan lingkungan hidup, juga dapat menjamin
kebutuhan dan kemakmuran umat manusia itu sendiri.
Hal tersebut sejalan dengan pendapat Setyobudi dan
Saliman (2018:5) menyatakan bahwa lingkungan bagi
manusia merupakan unsur yang sangat penting dalam
menjunjung kehidupan. Lingkungan tidak hanya
berperan sebagai tempat tinggal manusia, tapi juga
mendukung kehidupan manusia.

Sikap dan perilaku manusia akan menentukan baik
dan buruknya kondisi suatu lingkungan. Berdasarkan
pendapat para ahli di atas dapat digaris bawahi bahwa
pelestarian lingkungan hidup merupakan serangkaian
upaya untuk melindungi kemampuan lingkungan
hidup terhadap tekanan perubahan dan dampak
negatif yang ditimbulkan oleh beragam fenomena
agar tetap mampu mendukung kehidupan makhluk
hidup. Upaya pelestarian dijalankan agar sumber daya
pada lingkungan hidup bisa bertahan selama mungkin
dan bisa dinikmati atau dirasakan oleh generasi yang
akan datang atau berkelanjutan. Langkah nyata yang
dapat dilakukan dalam edukasi pelestarian lingkungan
hidup adalah melalui pendidikan, dan pembelajaran

HULU TULUNG KOLAM MEGALITIK PUGUNG RAHARJO 29
Kearifan Lokal Pelestarian Lingkungan Hidup

sejarah melalui cerita rakyat dan sejarah Hulu Tulung
kolam megalitik Pugung Raharjo merupakan salah
satu upaya pewarisan nilai-nilai kearifan lokal
masyarakat Lampung dalam pelestarian lingkungan
hidup.

Situs Hulu Tulung kolam megalitik Pugung Raharjo
merupakan salah satu bagian dari sejarah lokal
Lampung yang jika dipelajari tentunya dapat
menambah kecintaan dan penghargaan pada jasa orang
terdahulu, dan mengambil nilai arif sehingga berperan
aktif meregenerasi nilai arif tersebut di masa
selanjutnya. Hulu Tulung Pugung Raharjo merupakan
salah satu bentuk Local Wisdom atau kearifan
masyarakat Lampung yang memiliki makna sumber
mata air yang dijadikan sebagai penolong kehidupan
karena menjadi tempat air berasal dan tempat
berkembang biaknya flora dan fauna yang “dijaga”
dan dipelihara kelestariannya oleh masyarakat adat
sekaligus menjadi warisan peninggalan kebudayaan
megalitikum di Lampung yang patut dikelola dan
dijaga kelestariannya. Perlindungan yang dilakukan
masyarakat Lampung ini sudah berlangsung sejak
lama yang memeiliki nilai religious tersendiri melalui
sarana kepercayaan orang Lampung tentang pantangan
memasuki daerah tersebut hal ini dikarenakan daerah
Hulu Tulung dianggap kerahmat (keramat) yang
apabila dilanggar pantangan tersebut makan orang

30 HULU TULUNG KOLAM MEGALITIK PUGUNG RAHARJO
Kearifan Lokal Pelestarian Lingkungan Hidup

yang melanggar akan mendapatkan bala’ dari Tuhan
atau tegur-teguran dari nenek moyang.

a. Latihan
1. Bagaimana kedudukan situs Hulu Tulung bagi
masyarakat Lampung?
2. Nilai-nilai kearifan lokal apa saja yang dapat
diimplementasikan dalam kehidupan saat ini?
3. Upaya apa saja yang dapat dilakukan untuk
menjaga eksistensi situs Hulu Tulung?

HULU TULUNG KOLAM MEGALITIK PUGUNG RAHARJO 31
Kearifan Lokal Pelestarian Lingkungan Hidup

DAFTAR PUSTAKA

Ayatrohaedi.1986. Kepribadian Budaya Bangsa (Local
Genius). Jakarta: Pustaka Pelajar.

Aziz, Erwati. 2013. Upaya Pelestarian Lingkungan Hidup.
Pustaka Pelajar. Yogyakarta

Dewi komala. 2014. Pengembangan Modul Biologi
Berbasis Kearifan Lokal Lampung Barat Pada Mata
Pelajaran Biologi Kelas X Ditingkat SMA/MA .
Bandar Lampung. Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung
Tahun 1441 H/2019 M. Hal.29.

Endjat dan Hermansyah. 1989. Sejarah Pugung Raharjo
dan Kepurbakalaannya. Bandarlampung: Palapa
Jaya.

32 HULU TULUNG KOLAM MEGALITIK PUGUNG RAHARJO
Kearifan Lokal Pelestarian Lingkungan Hidup

Laili, Nurul. (2019). Fungsi dan Peranan Batu Bergores
dalam Tradisi Megalitik: Studi Kasus Temuan di
Provinsi Lampung. Panalungtik: Jurnal Arkeologi
Balai Arkeologi Jawa Barat, Vol. 1, No. 2, Juni
2019: 117-124.

Prasetyo, B. (2015). Megalitik: Fenomena yang
Berkembang di Indonesia. Yogyakarta: Galangpress.

Rahyono, FX. 2009. Kearifan Budaya dalam Kata.
Jakarta: Wedatama Widyasastra.

Riyan hidayatullah.2016.Pugung raharjo warisan budaya
lampung. Diunduh Pada tanggal 20/10/2019 dilaman
web: staff.unila.ac.id

Sartini. 2004. Menggali Kearifan Lokal Nusantara Sebuah
Kajian Filsafat. Jurnal Filsafat, Agustus 2004, Jilid
37, Nomor 2. Fakultas Filsafat UGM.

Setyobudi afauzi, Saliman. 2018. Pendidikan Lingkungan
Hidup Di SMP Negeri 3 Kebumen Jawa Tengah.
Jurusan Pendidikan IPS FIS Universitas Negeri
Yogyakarta. JIPSINDO No. 1, Volume 5.

Triwurjani. 2011. Situs-situs Megalitik Di DAS
Sekampung. Jakarta: Wedatama Widya Sastra.

Wagiran. 2012. Pengembangan Karakter Berbasis
Kearifan Lokal Hamemayu Hayuning Bawana
(Identifikasi Nilai-nilai Karakter Berbasis Budaya).
Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

HULU TULUNG KOLAM MEGALITIK PUGUNG RAHARJO 33
Kearifan Lokal Pelestarian Lingkungan Hidup

Wawancara dengan Bapak Turwidi selaku penjaga Situs
Purbakala Pugung Raharjo. Pada tanggal 13 Oktober
2019

Surat kabar:
Hasan.m.lampost.co. Edisi:15 April 2018.
. Lampung Post, Lampung tumbai. Edisi: 16 April 2017,

23 April 2017, 30 April 2017.

34 HULU TULUNG KOLAM MEGALITIK PUGUNG RAHARJO
Kearifan Lokal Pelestarian Lingkungan Hidup

PROFIL PENULIS

Muhammad Basri lahir di Sukadana,
Kecamatan Sukadana, Kabupaten
Lampung Timur pada tanggal 20
November 1973. Ia menyelesaikan
pendidikannya di SD Negeri 2
Kampung Baru, Kedaton Bandar
Lampung, SMP Tunas Harapan,
Kedaton Bandar Lampung, SMA
Negeri 5 Way Halim Bandar Lampung lulus pada tahun
1991. Gelar Sarjana Pendidikan diperoleh tahun 1997 dari
Program Studi Pendidikan Sejarah, Jurusan Ilmu
Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan (FKIP) Universitas Lampung. Gelar Magister
Pendidikan pada bidang Teknologi Pendidikan diperoleh
pada tahun 2005 dari Pascasarjana FKIP Universitas
Lampung. Pengalaman kerja dimulai dari tahun 1998

HULU TULUNG KOLAM MEGALITIK PUGUNG RAHARJO 35
Kearifan Lokal Pelestarian Lingkungan Hidup

menjadi dosen swasta di STBA Yunisla dan STBA
Teknokrat Lampung sampai tahun 2008, dan pada tahun
2005 penulis diterima menjadi Dosen Universitas
Lampung di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
(FKIP) Jurusan Pendidikan IPS, Program Studi
Pendidikan Sejarah sampai sekarang.

Sumargono lahir di Jakarta pada
tanggal 08 Januari 1988. Ia
menyelesaikan pendidikannya di SD
Negeri 2 Pule, SMP Negeri 1
Wonogiri, SMA Negeri 1 Wonogiri.
Penulis merupakan alumnus S1
Pendidikan Sejarah Universitas
Sebelas Maret Surakarta Tahun 2010
dan menyelesaikan S2 Pendidikan Sejarah Universitas
Sebelas Maret Surakarta pada Tahun 2014.
Saat ini ia mengabdi di Prodi Pendidikan Sejarah FKIP
Universitas Lampung sejak tahun 2018, yang sebelumnya
pernah mengajar di SMA Warga Surakarta, SMK Farmasi
Nasional Surakarta, SMA Negeri 2 Surakarta, dan SMA
Negeri 1 Surakarta.
Sebagai pengajar, karya buku yang sudah pernah di buat
adalah Buku Pengayaan Sejarah Untuk SMA (2017);
Buku sejarah lokal yang berjudul “Grebeg Sudiro : Wujud
Keberagaman Masyarakat di Surakarta” (2017); Media
Pembelajaran Sejarah (2018); Toponimi Kampung-

36 HULU TULUNG KOLAM MEGALITIK PUGUNG RAHARJO
Kearifan Lokal Pelestarian Lingkungan Hidup

kampung Transmigrasi di Lampung (2019); Iqra’ Aksara
Lampung (2020); Mitigasi Bencana Kebakaran Hutan Dan
Lahan Berbasis Kearifan Lokal Pengelolaan Hutan
Masyarakat Ulun Saibatin Lampung Barat (2020);
Lampung : Daerah Tempat Tinggalku (2020); Kearifan
Lokal Megou Pa’ Tulang Bawang : Upaya Preventif
Kehamilan di Luar Nikah (2021); Mitigasi Bencana Banjir
Berbasis Kearifan Lokal Kebudayaan Ngoyok Pada
Masyarakat Kampung Bugis Tulang Bawang (2021); Situs
Megalithikum Lampung (2021); dan Hulu Tulung Kolam
Megalitik Pugung Raharjo: Kearifan Lokal Pelestarian
Lingkungan Hidup (2021).

Rinaldo Adi Pratama lahir di

Kuningan pada 29 Januari 1993.

Gelar sarjana diperoleh tahun 2015

dari Departemen Pendidikan Sejarah,

Fakultas Pendidikan Ilmu

Pengetahuan Sosial, Universitas

Pendidikan Indonesia. Gelar Magister

Pendidikan diperoleh tahun 2018 dari

Program Studi Pendidikan Sejarah, Program Pascasarjana,

Universitas Negeri Jakarta. Saat ini penulis mengajar di

Program Studi Pendidikan Sejarah, Jurusan Ilmu

Pengetahuan Sosial, Universitas Lampung sejak tahun

2019, sebelumnya penulis pernah mengajar di SMK

Negeri 7 Kabupaten Tangerang.

HULU TULUNG KOLAM MEGALITIK PUGUNG RAHARJO 37
Kearifan Lokal Pelestarian Lingkungan Hidup


Click to View FlipBook Version