The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by pembakuan.pengujian, 2022-09-29 21:43:09

STANDAR PENGUJIAN POST-MARKET PRODUK RAPID DIAGNOSTIC TEST (RDT) ANTIBODI HIV, ANTIBODI SIFILIS, ANTIGEN COVID-19, ANTIGEN DENGUE NS-1, ANTIGEN HEPATITIS B DAN ANTIGEN MALARIA

E-book Standar Pengujian Post-Market Produk RDT_Ditwas 2022

Keywords: post-market,rdt,ivd,malaria,covid,antigen,antibody,ns1,hepatitis b,sifilis,hiv

Antibodi HIV, Antibodi Sifilis, Antigen COVID-19,
Antigen Dengue NS-1, Antigen Hepatitis B dan Antigen Malaria

DIREKTORAT PENGAWASAN ALAT KESEHATAN
DIREKTORAT JENDERAL KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

KEMENTERIAN KESEHATAN
2022

610.28 Katalog Dalam Terbitan. Kementerian Kesehatan RI
Ind
s Indonesia. Kementerian Kesehatan RI. Direktorat Jenderal
Kefarmasian dan Alat Kesehatan

Standar Pengujian Post-Market Produk Rapid Diagnostic
Test (RDT) : Antibodi HIV, Antibodi Sifilis, Antigen COVID-19,
Antigen Dengue NS-1, Antigen Hepatitis B dan Antigen Malaria.—
Jakarta : Kementerian Kesehatan RI. 2022

1. Judul I. PRODUCT SURVEILLANCE, POSTMARKETING
II. EQUIPMENT AND SUPPLIES
III. LABORATORIES

STANDAR PENGUJIAN POST-MARKET PRODUK RAPID DIAGNOSTIC TEST
(RDT) ANTIBODI HIV, ANTIBODI SIFILIS, ANTIGEN COVID-19, ANTIGEN
DENGUE NS-1, ANTIGEN HEPATITIS B DAN ANTIGEN MALARIA

Penasehat : Dr. Dra. L. Rizka Andalucia, M.Pharm., Apt.

Penanggung Jawab : Dra. Eka Purnamasari, Apt., MKM

Pakar / Narasumber : Prof. Dr. dr. Aryati, M.S., Sp.PK(K)
dr. July Kumalawati, Sp.PK(K). DMM
Dr. dr. Agnes Rengga Indrati, Sp.PK(K), M.Kes.
dr. Munawaroh Fitriah, Sp.PK(K)
dr. Louisa Markus, Sp.PK
dr. Yudhistira, Sp.PK
Dr. Jontari Hutagalung

Tim Penyusun : drg. Melly Juwitasari, MKM.
apt. Rini Sugiyati, M.Farm.
apt. Jojor, S.Si, M.Si.
January Dwidasa Winiyoga, S.Tr.Em.
apt. Tia Andriani Lestari, S.Farm.
Chintya Mortisalma R., S.T.
Adhijasya Satrio, M.H.
Azkia Melisa Fitriana, Amd.

Kontributor : WHO Representatif Indonesia
Direktorat Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan
Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular
Direktorat Surveilans dan Karantina Kesehatan
Direktorat Tata Kelola Kesehatan Masyarakat
BBTKL-PP Jakarta
BBLK Jakarta
Lab Mikrobiologi Klinik FKUI

Editor : drg. Melly Juwitasari, MKM
apt. Rini Sugiyati, M.Farm.
dr. Louisa Markus, Sp.PK

Diterbitkan Oleh:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Hak Cipta dilindungi oleh Undang-Undang.
Dilarang memperbanyak buku ini sebagian atau seluruhnya dalam bentuk dan dengan cara
apapun juga, baik secara mekanik maupun elektronik termasuk fotocopy, rekaman dan lain-
lain tanpa seijin tertulis dari penerbit.

ii

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa atas berkat karuniaNya, buku Standar Pengujian
Post-Market Produk Rapid Diagnostic Test (RDT) Antibodi
HIV, Antibodi Sifilis, Antigen COVID-19, Antigen Dengue
NS-1, Antigen Hepatitis B dan Antigen Malaria dapat
diselesaikan.

Sesuai amanat dari Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, alat
kesehatan yang beredar di Indonesia harus memenuhi standar dan/atau persyaratan
yang ditentukan agar terjamin keamanan, mutu dan manfaatnya. Pengendalian alat
kesehatan menjadi isu penting bagi keselamatan pasien (patient safety) yang bertujuan
untuk menurunkan Kejadian Tidak Diinginkan (KTD) yang dapat menyebabkan cedera
serius atau bahkan kematian pengguna alat kesehatan. Alat kesehatan diagnostik in
vitro sangat dibutuhkan dalam kegiatan pelayanan kesehatan terutama dalam
melakukan pemeriksaan penunjang diagnostik baik dalam rangka penapisan, diagnosis
maupun tatalaksana penyakit. Alat kesehatan diagnostik in vitro juga merupakan salah
satu penunjang program nasional dalam pencegahan dan pengendalian penyakit seperti
HIV dan malaria, serta COVID-19 pada saat pandemi. Mengingat pentingnya manfaat
alat kesehatan diagnostik in vitro, perlu dipastikan mutu, keamanan dan manfaatnya
melalui pengujian di laboratorium.

Salah satu kapasitas yang dirasa perlu ditingkatkan atau dikuatkan adalah
kemampuan dalam melakukan pengujian berdasarkan prosedur uji yang terstandar atau
baku. Oleh karena itu, diperlukan acuan standar pengujian yang dapat digunakan oleh
setiap laboratorium uji. Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan
menetapkan Standar Pengujian Post-Market Produk Rapid Diagnostic Test (RDT)
Antibodi HIV, Antibodi Sifilis, Antigen COVID-19, Antigen Dengue NS-1, Antigen
Hepatitis B dan Antigen Malaria ini sebagai salah satu acuan yang dapat digunakan
dalam pelaksanaan pengujian alat kesehatan diagnostik in vitro di post-market.

Akhir kata, Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan mengucapkan
terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dari lintas program, lintas
sektor dan para pakar/narasumber, sehingga standar ini dapat disusun dengan baik dan
semoga memberikan manfat kepada pihak-pihak yang berkepentingan.

Jakarta, 14 September 2022
Direktur Jenderal,

Dr. Dra. L. Rizka Andalucia, Apt., M.Pharm, MARS
NIP 196802261994032004

iii

Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas rahmat
dan karunia-Nya penyusunan buku “Standar Pengujian Post-market Produk Rapid
Diagnostic Test (RDT) Antibodi HIV, Antibodi Sifilis, Antigen COVID-19, Antigen
Dengue NS-1, Antigen Hepatitis B dan Antigen Malaria” ini dapat diselesaikan dengan
baik.

Laboratorium pengujian yang kompeten dan terakreditasi dalam melakukan
pengujian alat kesehatan termasuk diagnostik in vitro sangat dibutuhkan untuk
mendukung upaya Kementerian Kesehatan dalam mejamin keamanan, mutu dan
manfaat produk alat kesehatan di peredaran (post-market). Tersedianya buku standar
ini diharapkan dapat meningkatkan kompetensi laboratorium pengujian dalam
melakukan pengujian post-market produk RDT berdasarkan prosedur uji yang
terstandar atau baku, dengan ruang lingkup produk RDT Antibodi HIV, Antibodi
Sifilis, Antigen COVID-19, Antigen Dengue NS-1, Antigen Hepatitis B dan Antigen
Malaria.

Kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penyusunan buku “Standar
Pengujian Post-market Produk Rapid Diagnostic Test (RDT) Antibodi HIV, Antibodi
Sifilis, Antigen COVID-19, Antigen Dengue NS-1, Antigen Hepatitis B dan Antigen
Malaria” ini, kami sampaikan terima kasih dan kami terbuka terhadap saran dan kritik
yang membangun demi kesempurnaan buku standar ini.

Direktur Pengawasan Alat Kesehatan

Dra. Eka Purnamasari, Apt., MKM.
NIP. 196706111996032001

iv

TIM PENYUSUN ..............................................................................................ii
SAMBUTAN...................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ...................................................................................... iv
DAFTAR ISI ......................................................................................................v
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................. viii
DAFTAR GAMBAR .........................................................................................x
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................xii

BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ...........................................................................................1
1.2. Dasar Hukum .............................................................................................2
1.3. Ruang Lingkup...........................................................................................3
1.4. Tujuan ........................................................................................................3
1.5. Sasaran .......................................................................................................3

BAB II. PENGUJIAN POST-MARKET PRODUK RAPID DIAGNOSTIC
TEST (RDT)

2.1. Gambaran Umum.......................................................................................4
2.2. Terminologi................................................................................................4
2.3. Syarat Laboratorium Penguji .....................................................................6
2.4. Personel Pengujian Post-Market Produk RDT ..........................................7
2.5. Inspeksi Fisik .............................................................................................8

2.5.1. Parameter Penilaian......................................................................8
2.5.2. Pelaporan......................................................................................8
2.6. Uji Fungsional............................................................................................9
2.6.1. Spesimen ......................................................................................9
2.6.2. Prosedur Pemeriksaan dan Evaluasi ............................................9
2.6.3. Pelaporan......................................................................................9

BAB III. ANTIBODI HIV
3.1. Penggunaan RDT Antibodi HIV................................................................10
3.2. Pengujian RDT Antibodi HIV ...................................................................11

v

3.2.1. Persiapan Spesimen.....................................................................11
3.2.2. Prosedur Pengujian .....................................................................12
3.2.3. Evaluasi Hasil Uji .......................................................................12
3.3. Referensi ...............................................................................................12

BAB IV. ANTIBODI SIFILIS
4.1. Penggunaan RDT Antibodi Sifilis .............................................................14
4.2. Pengujian RDT Antibodi Sifilis.................................................................16
4.2.1. Persiapan Spesimen.....................................................................16
4.2.2. Prosedur Pengujian .....................................................................17
4.2.3. Evaluasi Hasil Uji .......................................................................18
4.3. Referensi ....................................................................................................18

BAB V. ANTIGEN COVID-19
5.1. Penggunaan RDT Antibodi Sifilis .............................................................19
5.2. Pengujian RDT Antibodi Sifilis.................................................................20
5.2.1. Persiapan Spesimen.....................................................................20
5.2.2. Prosedur Pengujian .....................................................................20
5.2.3. Evaluasi Hasil Uji .......................................................................21
5.3. Referensi ....................................................................................................22

BAB VI. ANTIGEN DENGUE NS-1
6.1. Penggunaan RDT Antigen Dengue NS-1 ..................................................23
6.2. Pengujian RDT Antigen Dengue NS-1......................................................23
6.2.1. Persiapan Spesimen ....................................................................23
6.2.2. Prosedur Pengujian .....................................................................24
6.2.3. Evaluasi Hasil Uji .......................................................................25
6.3. Referensi ....................................................................................................25

BAB VII. ANTIGEN HEPATITIS B
7.1. Penggunaan RDT Antigen Hepatitis B......................................................26
7.2. Pengujian RDT Antigen Hepatitis B .........................................................26
7.2.1. Persiapan Spesimen.....................................................................26
7.2.2. Prosedur Pengujian .....................................................................27

vi

7.2.3. Evaluasi Hasil Uji .......................................................................28
7.3. Referensi ....................................................................................................28
BAB VIII. ANTIGEN MALARIA
8.1. Penggunaan RDT Antigen Malaria............................................................29
8.2. Pengujian RDT Antigen Malaria ...............................................................30

8.2.1. Persiapan Bahan dan Peralatan Pengujian ..................................30
8.2.2. Persiapan RDT ............................................................................30
8.2.3. Persiapan Spesimen.....................................................................31
8.2.4. Pengelolaan Spesimen Malaria ...................................................32
8.2.5. Prosedur Pengujian .....................................................................33
8.2.6. Evaluasi Hasil Uji .......................................................................34
8.2.7. Pemantapan Mutu Panel Spesimen .............................................34
8.3. Referensi ....................................................................................................35
LAMPIRAN.......................................................................................................36

vii

AIDS : Acquired Immune Deficiency Syndrome

APD : Alat Pelindung Diri

BHP : Bahan Habis Pakai

CFR : Case Fatality Rate

CLIA : Chemiluminescent Immunoassay

CLSI : Clinical and Laboratory Standards Institute

CMIA : Chemiluminescent Microparticle Immunoassay

COVID-19 : Corona Virus Disease 2019

DBD : Demam Berdarah Dengue

DBS : Dried Blood Spot

ECLIA : Electrochemiluminescent Immunoassay

EIA : Enzyme Immunoassay

ELFA : Enzyme Linked Fluorescent Assay

ELISA : Enzyme Linked Immunosorbent Assay

FKTP : Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama

FTA-ABS : Fluorescent Treponemal Antibody Absorption

GDP : Good Distribution Practice / standar mutu distribusi

GMP : Good Manufacturing Practice / standar mutu produksi

HBsAg : Hepatitis B Surface Antigen

HIV : Human Immunodeficiency Virus

IgG : Imunoglobulin G

IgM : Imunoglobulin M

IR : Incidence Rate

ISO : International Standard of Organization

KTD : Kejadian Tidak Diinginkan

NAAT : Nucleic Acid Amplification Test

p/μL : parasit per mikroliter

Pf : Plasmodium falciparum

PKRT : Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga

PME : Pemantapan Mutu Eksternal

PQ : Pre-qualification

Pv : Plasmodium vivax

RDT : Rapid Diagnostic Test

viii

RDT-Ag : Rapid Diagnostic Test Antigen
RPR : Rapid Plasma Reagin
RT-PCR : Real Time-Polymerase Chain Reaction
TP Rapid : Treponema Pallidum Rapid
TP-PA : Treponema Pallidum Particle Agglutination Assay
TPHA : Treponema Pallidum Haemagglutination Assay
VDRL : Veneral Disease Research Laboratory
VHB : Virus Hepatitis B
VTM : Viral Transportation Media
WHO : World Health Organization

ix

Gambar 1. Prosedur Pengujian RDT Antigen Pf.....................................................33
Gambar 2. Prosedur Pengujian RDT Antigen Combo (Pf dan Pv)...........................34

x

Tabel 3.1. Rekomendasi WHO mengenai penggunaan strategi pemeriksaan
HIV ........................................................................................................11

Tabel 4.1. Tanda dan gejala sifilis pada dewasa.......................................................15
Tabel 4.2. Tanda dan gejala sifilis kongenital ........................................................15
Tabel 8.1. Konsentrasi pengenceran pada kepadatan 200 p/μL..............................32
Tabel 8.2. Konsentrasi pengenceran untuk pengujian lot berjumlah besar

pada kepadatan 200 p/μL .......................................................................32

xi

Lampiran 1. Formulir Pelaporan Hasil ...................................................................36
Lampiran 2. Formulir Pelaporan Hasil Uji RDT Antigen Malaria .........................38
Lampiran 3. Pelaporan Hasil Uji Fungsional (Lulus Uji).......................................39
Lampiran 4. Contoh Pengisian Tabel Pelaporan Hasil Uji Fungsional (Tidak Lulus

Uji)......................................................................................................42

xii

1.1. Latar Belakang
Alat kesehatan sebagai bagian dari sumber daya kesehatan sangat dibutuhkan

dalam meningkatkan akses dan mutu layanan primer dan layanan rujukan serta
kesiapan sistem ketahanan kesehatan. Pengendalian alat kesehatan menjadi isu penting
bagi keselamatan pasien (patient safety) yang bertujuan untuk menurunkan Kejadian
Tidak Diinginkan (KTD) yang dapat menyebabkan cedera serius atau bahkan kematian
pada pengguna alat kesehatan. Kejadian tersebut dapat diakibatkan salah satunya oleh
alat kesehatan yang kurang berkualitas dan tidak sesuai standar. Mengingat risiko yang
fatal ini, alat kesehatan di beberapa negara diatur di jajaran pengawas atau pembuat
peraturan (highly regulated) tahap pengembangan, pemenuhan standar mutu produksi
(Good Manufacturing Practice/GMP) dan distribusi (Good Distribution
Practice/GDP), pengujian produk sampai dengan penggunaannya.

Alat kesehatan kelompok alat kesehatan diagnostik in vitro sangat dibutuhkan
dalam kegiatan pelayanan kesehatan terutama dalam pemeriksaan penunjang baik
dalam rangka pencegahan, penyembuhan, ataupun rehabilitasi. Alat kesehatan
diagnostik in vitro juga menunjang program nasional seperti HIV dan malaria, serta
COVID-19. Mengingat pentingnya manfaat alat kesehatan diagnostik in vitro dalam
menunjang upaya pencegahan dan pengendalian penyakit, peredaran alat kesehatan
diagnostik in vitro harus tetap terjamin mutu, keamanan dan manfaatnya untuk
mencegah risiko terjadinya KTD karena hasil pemeriksaan yang tidak valid dan akurat.
KTD yang ditimbulkan umumnya tidak berdampak cedera langsung pada pasien,
namun terhadap kesalahan penegakan diagnosis yang menyebabkan kesalahan
tatalaksana medis (tindakan atau keputusan) yang dapat mempengaruhi kesehatan dan
keselamatan pasien.

Dalam hal menjamin mutu, keamanan dan kemanfaatan alat kesehatan diagnostik
in vitro, Kementerian Kesehatan melaksanakan kegiatan sampling dan pengujian post-
market yang terdiri dari tahapan pengambilan sampel di peredaran, pengujian pada
laboratorium uji yang terakreditasi, analisis dan tindaklanjut hasil pengujian.

Pada tahun 2022 sampai dengan tahun 2024 ini, Kementerian Kesehatan melalui
Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan menyelenggarakan penguatan

1

jejaring laboratorium pengujian alat kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan
kapasitas laboratorium pengujian alat kesehatan baik dari segi kuantitas maupun
kualitas. Salah satu kapasitas yang ditingkatkan/dikuatkan adalah kemampuan dalam
melakukan pengujian berdasarkan prosedur uji yang terstandar atau baku yang disusun
secara bertahap. Pada tahun 2022 ini disusun Standar Pengujian Post-Market Produk
Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro dengan prioritas pada produk Rapid Diagnostic
Test (RDT) antibodi HIV, antibodi sifilis, antigen COVID-19, antigen dengue NS-1,
antigen hepatitis B dan antigen malaria.

Pengujian post-market sendiri diperlukan meskipun setiap kit yang telah
didistribusikan umumnya telah melewati rangkaian uji pre-market mengingat adanya
risiko kegagalan fungsi yang melibatkan berbagai faktor (variabilitas produk,
lingkungan, faktor pengguna hingga kerusakan alat). Pengujian post-market sendiri
dilakukan untuk memastikan bahwa kit yang telah beredar dan digunakan terjaga
mutunya.

1.2. Dasar Hukum
Dasar hukum penyusunan Standar Pengujian Post-Market Produk Alat Kesehatan

Produk Rapid Diagnostic Test (RDT) Antibodi HIV, Antibodi Sifilis, Antigen COVID-
19, Antigen Dengue NS-1, Antigen Hepatitis B dan Antigen Malaria adalah sebagai
berikut:

1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen;
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;
3. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian

Kesesuaian;
4. Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2016 tentang Percepatan Pengembangan

Industri Farmasi dan Alat Kesehatan;
5. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan

Farmasi dan Alat Kesehatan;
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2015 Tentang

Pelayanan Laboratorium Pemeriksa HIV dan Infeksi Oportunistik;
7. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 17 Tahun 2017 tentang Rencana Aksi

Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan;

2

8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 62 Tahun 2017 tentang Izin Edar Alat
Kesehatan, Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro dan Perbekalan Kesehatan
Rumah Tangga;

9. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan
Berusaha Berbasis Risiko;

10. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 14 Tahun 2021 tentang Standar Kegiatan
Usaha Dan Produk Pada Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko
Sektor Kesehatan; dan

11. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 5 Tahun 2022 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kementerian Kesehatan.

1.3. Ruang Lingkup
Buku Standar Pengujian Post-Market RDT ini mencakup pengujian post-market

produk yang terdiri dari 2 pengujian (inspeksi fisik dan uji fungsional) terhadap produk
RDT antibodi HIV, antibodi sifilis, antigen COVID-19, antigen dengue NS-1, antigen
hepatitis-B dan antigen malaria.

1.4. Tujuan
Tujuan buku Standar Pengujian Post-Market RDT adalah sebagai acuan bagi

laboratorium pengujian dalam melaksanakan pengujian post-market alat kesehatan
diagnostik in vitro; khususnya untuk antibodi HIV, antibodi sifilis, antigen COVID-19,
antigen dengue NS-1, antigen hepatitis B dan antigen malaria.

1.5. Sasaran
Sasaran buku Standar Pengujian Post-Market RDT ini adalah:

1. Kementerian Kesehatan;
2. Laboratorium pengujian;
3. Pihak lain yang terkait.

3

2.1. Gambaran Umum
Secara umum, pengujian post-market produk RDT di standar ini meliputi 2

komponen pemeriksaan utama yaitu inspeksi fisik dan uji fungsional. Uji fungsional
atau pengujian RDT dilakukan terhadap sampel dengan jumlah kit device mengikuti
ketentuan yang dibahas untuk setiap jenis RDT.

2.2. Terminologi

Terminologi merupakan defisinisi dari istilah-istilah yang akan digunakan dalam

buku standar ini, dengan tujuan menyamakan persepsi dan pemahaman dari setiap

pembaca sehingga proses pengerjaan dapat memenuhi standar yang disusun. Beberapa

istilah yang membutuhkan kesepemahaman adalah sebagai berikut:

Analit : zat yang akan diperiksa kadar dan/atau keberadaannya dalam spesimen

atau bahan uji.

CLIA : (chemiluminescent immunoassay) merupakan metode pemeriksaan

imunologi berdasarkan reaksi ikatan antigen-antibodi yang akan

menghasilkan molekul berpendar dengan label chemiluminescent yang

menggambarkan kadar analit.

CMIA : (chemiluminescent microparticle immunoassay) merupakan metode

pemeriksaan imunologi berdasarkan reaksi ikatan antigen-antibodi

dengan mikropartikel menggunakan label chemiluminescent yang akan

berpendar dan menggambarkan kadar analit.

ECLIA : (electro-chemiluminescent immunoassay) merupakan metode

pemeriksaan imunologi berdasarkan reaksi ikatan antigen-antibodi

yang mencetuskan reaksi elektrokimiawi dengan label

chemiluminescent yang memproduksi sinyal pendaran yang

menggambarkan kadar analit.

ELFA : (enzyme-linked-fluorescence assay) merupakan metode pemeriksaan

imunologi berdasarkan reaksi ikatan antigen-antibodi yang

4

menggunakan kombinasi enzim dan zat fluoresensi untuk
menggambarkan kadar analit.
ELISA : (enzyme linked immunosorbent assay) merupakan metode pemeriksaan
imunologi berdasarkan reaksi ikatan antigen-antibodi yang diperantarai
enzim dan mencetuskan reaksi kimiawi yang menyebabkan perubahan
warna yang menggambarkan kadar analit.
Kesesuaian : keselarasan atau kesamaan antara kesimpulan hasil pemeriksaan RDT
dan status spesimen dari pemeriksaan yang dianggap sebagai baku
mutu seperti tertuang dalam standar ini.
Kit : kesatuan kemasan yang berisi kit device dan komponen pendukung (kit
insert, buffer, dan lainnya).
Kit device : produk satuan RDT untuk pemeriksaan terhadap spesimen.
Kit insert : atau instruction for use (IFU) merupakan informasi yang disediakan
oleh pihak manufaktur bagi pengguna produk RDT terkait kegunaan
dan prosedur pengerjaan serta kewaspadaan yang diperlukan dalam
pemeriksaan.
Lot : Keterangan yang menandakan sejumlah kit device dianggap seragam
dan/atau diproduksi secara bersamaan.
Pemeriksaan: Pemeriksaan yang menilai kadar antibodi atau antigen.
Imunologi : imunologi dalam standar ini meliputi pemeriksaan berbasis label enzim
(ELISA, ELFA) atau label chemiluminescent (CLIA, CMIA, ECLIA).
RT-PCR : (real time-polymerase chain reaction) merupakan salah satu metode
pemeriksaan materi genetik.
Sampel : Sejumlah kit device dengan lot yang sama yang akan diuji.
Spesimen : Darah atau cairan tubuh atau bahan lain dari manusia yang akan
diperiksa menggunakan RDT maupun uji lain untuk diketahui
keberadaan atau kadar suatu zat yang terkandung.

5

2.3. Syarat Laboratorium Penguji
Beberapa syarat untuk laboratorium yang melakukan uji post-market RDT adalah:

- Ditunjuk oleh Kementerian Kesehatan dan memiliki sumber daya yang mumpuni
dan mampu mengerjakan pemeriksaan-pemeriksaan yang menjadi baku mutu
untuk masing-masing parameter;

- Memenuhi baku mutu internasional (misal: terakreditasi ISO 17025:2017),
- Telah melakukan dan lulus Pemantapan Mutu Eksternal (PME) oleh lembaga

yang diakui di Indonesia;
- Memiliki spesimen sebagai panel uji sesuai dengan ketentuan dalam standar;
- Memiliki Alat Pelindung Diri (APD) dan alat laboratorium minimal:

o jas / gaun laboratorium,
o sarung tangan disposable,
o masker medis dan/atau di atasnya,
o penutup wajah,
o kacamata googles,
o wadah limbah tajam / safety box,
o wadah limbah infeksius.
- Syarat minimal peralatan untuk laboratorium penguji adalah:
o biosafety cabinet (BSC) kelas II-A dan mikropipet yang terpelihara dan

terkalibrasi,
o kulkas / refrigerator untuk penyimpanan spesimen atau kit RDT dengan

pencatatan suhu harian menggunakan termometer yang terkalibrasi,
o freezer dan/atau deep freezer untuk penyimpanan spesimen dengan

pencatatan suhu harian menggunakan termometer yang terkalibrasi,
o Alat pemeriksaan imunologi dan/atau RT-PCR sebagai alat penentu status

spesimen yang terpelihara dan terkalibrasi,
o BHP sesuai dengan peralatan untuk pemeriksaan.
- Memenuhi kondisi lingkungan pengujian, di antaranya adalah:
o Pencahayaan minimal 600 lux untuk dapat melakukan pengujian dengan

aman dan akurat, serta membaca hasil dengan baik. Jika cahaya alami atau
ruangan tidak cukup terang untuk membaca hasil, sebaiknya menggunakan
lampu untuk meningkatkan cahaya.

6

o Suhu lingkungan pengujian berada pada rentang 20-24oC atau sesuai yang
ditentukan oleh produsen. Suhu lingkungan terdokumentasi dengan baik.

o Kelembapan ruang pengujian di rentang 40-60% dan terdokumentasi.
o Area memadai dan bersih. Makanan dan minuman tidak boleh berada di

area pengujian.

2.4. Personel Pengujian Post-Market Produk RDT
Personel yang melakukan pengujian post-market produk RDT harus memenuhi

kualifikasi dan memiliki kompetensi untuk mengerjakan prosedur pemeriksaan secara
tepat. Bukti kompetensi dan kualifikasi wajib didokumentasikan untuk masing-masing
personel. Seluruh personel harus memahami dan yakin dengan setiap aspek dari
prosedur pengerjaan sebelum memulai proses pengujian. Seluruh personel juga
diwajibkan untuk mengerjakan pemantapan mutu sebelum melakukan proses
pengujian. Personel dibagi menjadi 2 kelompok utama, yaitu:

a. Pengawas teknis dengan lingkup pekerjaan yaitu:
- Memastikan personel penguji melakukan pemeriksaan tanpa mengetahui
hasil yang sebenarnya (blind testing),
- Mengawasi pelaksanaan dan hasil pemeriksaan,
- Mengumpulkan data dari teknisi setiap hari dan memberi tanda tangan
sebagai bukti,
- Memverifikasi hasil akhir pengujian yang akan dilaporkan ke Kementerian
Kesehatan.

b. Teknisi dengan lingkup pekerjaan yaitu:
- Melakukan prosedur pemeriksaan sesuai dengan ketentuan dari produsen
yang umumnya tertuang dalam kit insert,
- Mencatat hasil pemeriksaan dalam formulir data,
- Menyimpan formulir data dalam suatu folder.

7

2.5. Inspeksi Fisik
2.5.1. Parameter Penilaian
Inspeksi fisik dilakukan terhadap keseluruhan kualitas dan kelengkapan
pengemasan dari masing-masing lot kit / device dan juga masing-masing kit.
Penilaian inspeksi fisik meliputi:
- Kit insert yang menyediakan informasi dasar untuk inspeksi fisik maupun uji
fungsional; dimana pemeriksaan meliputi:
o Tersedia / tidak tersedia,
o Informasi komponen kit lengkap / tidak lengkap,
o Informasi prosedur analitik pemeriksaan lengkap / tidak lengkap,
o Informasi mudah dimengerti / sulit dimengerti (dapat ditambahkan
keterangan apabila dilengkap dengan gambar alur).
- Kualitas pengemasan baik kemasan primer (untuk satuan kit device)
maupun kemasan luaran (kemasan untuk 1 kit yang berisi sejumlah kit
device), meliputi:
o Baik / rusak (utuh / robek / rusak / bocor),
o Kelengkapan seluruh komponen seperti yang tercantum dalam kit
insert seperti larutan buffer, dessicant, peralatan transport spesimen
serta perlengkapan opsional seperti lanset dan alcohol swab,
- Kualitas kit device meliputi:
o Baik / cacat (patah / retak / berubah bentuk / berubah warna),
o Risiko cedera personel dari proses dekontaminasi kit device.

2.5.2. Pelaporan
• Inspeksi fisik dilaporkan menggunakan formulir pada Lampiran 1.
• Kit RDT dianggap baik bila:
- Kit insert memenuhi kriteria, dan
- Kualitas pengemasan maupun kit device minimal 80% dari jumlah total
Kit device yang diuji dalam keadaan baik.
• Kit device harus lolos inspeksi fisik untuk dapat dilakukan uji fungsional.

8

2.6. Uji Fungsional
Uji fungsional dapat dilakukan pada kit device RDT yang baik dan tidak cacat.

2.6.1. Spesimen
Uji fungsional dilakukan dengan menggunakan panel uji berupa spesimen yang
telah diketahui statusnya sebagai reaktif (beserta kadar/indeksnya secara
kuantitatif) dan non-reaktif melalui pemeriksaan yang dianggap sebagai baku
mutu. Jumlah spesimen dan metode pemeriksaan akan dibahas lebih lanjut dalam
pembahasan masing-masing jenis RDT.

2.6.2. Prosedur Pemeriksaan dan Evaluasi
• Spesimen dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok reaktif/positif dan non-
reaktif/negatif; kecuali untuk antigen COVID-19 dan malaria.
• Teknisi melakukan uji fungsional terhadap spesimen tanpa mengetahui
kelompok spesimen.
• Langkah prosedur dan evaluasi hasil pemeriksaan akan dibahas dalam
pembahasan masing-masing jenis RDT.

2.6.3. Pelaporan
Uji Fungsional dilaporkan menggunakan formulir pada Lampiran 1 (untuk RDT
antigen COVID-19 harus dilakukan perhitungan kesesuaian dan validitas (nilai
sensitivitas dan spesifisitas)), atau Lampiran 2 (untuk RDT antigen malaria).

9

3.1. Penggunaan RDT Antibodi HIV
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala atau

penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi oleh
Human Immunodeficiency Virus (HIV). Terdapat beberapa pemeriksaan laboratorium
untuk menentukan status infeksi HIV; di antaranya adalah pemeriksaan RDT (metode
imunokromatografi), Western Blot serta berbagai pemeriksaan imunologi yang
meliputi metode Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA), Chemiluminescent
Immunoassay (CLIA), Chemiluminescent Microparticle Immunoassay (CMIA),
Electro Chemiluminescent Immunoassay (ECLIA). Pemeriksaan RDT antibodi HIV
menjadi pilihan utama untuk pemeriksaan skrining maupun penegakan diagnosis di
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) mengingat efisiensi dan efektivitas biaya
serta waktu pelayanan, karena pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cepat (kurang
dari 30 menit) serta tidak membutuhkan sarana prasarana yang rumit ataupun mahal.

RDT antibodi HIV dapat digunakan untuk proses skrining hingga penegakan
diagnosis. (Tabel 3.1) Reagen yang dipilih untuk penegakan diagnosis menggunakan
strategi III didasarkan pada sensitivitas dan spesifisitas tiap jenis reagen dengan
persyaratan sebagai berikut:

• Sensitivitas reagen pertama ≥ 99%;
• Spesifisitas reagen kedua ≥ 98% dan lebih tinggi dari spesifisitas reagen pertama;
• Spesifisitas reagen ketiga ≥ 99% dan lebih tinggi dari spesifisitas reagen pertama

dan kedua;
• Asal antigen atau prinsip tes dari reagen 1, 2 dan 3 tidak sama;
• Kombinasi reagen dengan hasil indeterminate ≤ 5%.

Untuk itu, produk RDT antibodi HIV yang telah beredar perlu dipastikan tetap
sesuai dengan standar yang ditetapkan. Saat ini jumlah produk RDT antibodi HIV yang
memiliki izin edar di Indonesia sebanyak 49 produk, dimana sebanyak 6 produk dalam
negeri dan sebanyak 43 produk impor.

10

Tabel 3.1. Rekomendasi WHO mengenai penggunaan strategi pemeriksaan HIV.

Tujuan Prevalensi Faktor Strategi Pemilihan Reagen
Pemeriksaan Infeksi Risiko Pemeriksaan
Keamanan transfusi / Sensitivitas &
transplantasi Semua I spesifisitas ≥ 99%
Surveilans prevalensi
I Sensitivitas ≥ 99%
> 10% II Spesifisitas ≥ 98%
≤ 10%

Diagnosis Gejala klinis > 30% + I
infeksi HIV (+) ≤ 30% - II
+ II
Tanpa gejala > 10% III
klinis infeksi ≤ 10%
HIV

3.2. Pengujian RDT Antibodi HIV
3.2.1. Persiapan Spesimen
• Spesimen yang akan digunakan untuk uji fungsi RDT antibodi HIV
diperiksa terlebih dahulu menggunakan pemeriksaan imunologi berbasis
label enzim atau chemiluminescent untuk menentukan status spesimen
sebagai kelompok positif atau negatif, serta mengetahui indeks analit.
• Spesimen yang perlu disediakan adalah sebagai berikut:
- 10 spesimen positif yang indeksnya 2-3x cut-off yang disebutkan oleh
pihak manufaktur yang terdiri dari:
o 5 spesimen serum atau plasma,
o 5 spesimen whole blood (bila tidak ada dapat digantikan dengan
tambahan 5 spesimen serum atau plasma).
- 10 spesimen negatif yang terdiri dari:
o 5 spesimen serum atau plasma,
o 5 spesimen whole blood (bila tidak ada dapat digantikan dengan
tambahan 5 spesimen serum atau plasma).
• Masing-masing spesimen kemudian dibagi ke dalam 4 cryotube sebanyak
500 μL (3 cryotube untuk pengulangan pemeriksaan setiap spesimen
sebanyak total 3x pemeriksaan dan 1 cryotube untuk cadangan spesimen),
beri label menggunakan huruf atau nomor tanpa identitas dan status
spesimen.

11

3.2.2. Prosedur Pengujian
• Siapkan 80 buah kit device RDT antibodi HIV dengan lot yang sama yang
akan digunakan (30 untuk spesimen positif, 30 untuk spesimen negatif, 20
untuk cadangan).
• Lakukan inspeksi fisik seperti pada poin 2.5. Pisahkan dan catat kit device
yang rusak, berubah warna, dan/atau terkontaminasi.
• Siapkan bahan habis pakai (BHP) tambahan sesuai kit insert.
• Setiap spesimen dari kedua kelompok akan diuji oleh 3 teknisi yang berbeda
yang tidak mengetahui status spesimen.
• Hasil interpretasi pemeriksaan RDT setiap teknisi dicatat di lembar kerja
masing-masing kemudian dikumpulkan kepada pengawas teknis.

3.2.3. Evaluasi Hasil Uji
• Pengawas teknis mengevaluasi hasil interpretasi dengan mengambil hasil
yang sama dari minimal 2 teknisi untuk masing-masing spesimen.
• Kesimpulan hasil pemeriksaan RDT disandingkan dengan status spesimen
(positif/negatif) dan diberi keterangan “Sesuai” atau “Tidak sesuai”.
• Hasil uji dinyatakan baik bila nilai kesesuaian minimal 80% untuk masing-
masing kelompok spesimen; dengan perhitungan jumlah sesuai dibagi total
jumlah pemeriksaan dikali 100%.
• Evaluasi dan laporkan hasil uji RDT (inspeksi fisik dan uji fungsional)
sesuai dengan formulir pada Lampiran 1.
• Jika diperlukan untuk menghitung validitas RDT, maka jumlah sampel uji
(sample size) harus menyesuaikan dengan standar jumlah sampel uji di
pengujian pre-market.

3.3. Referensi
BS EN 13612: 2002: Performance Evaluation of In Vitro Diagnostic Medical Devices.
CLSI EP12-A2: 2008 User Protocol for Evaluation of Qualitative Test Performance.
CLSI EP17-A2: 2012 Evaluation of Detection Capability for Clinical Laboratory.
Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 241/Menkes/SK/IV/2006 tentang Standar
Pelayanan Laboratorium Kesehatan Pemeriksa HIV dan Infeksi Oportunistik.

12

Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 21 tahun 2013 tentang Penanggulangan HIV
AIDS.

Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 87 tahun 2014 tentang Pedoman Pengobatan
Antiretroviral.

Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 15 tahun 2015 tentang Laboratorium HIV dan
Infeksi Oportunistik.

World Health Organization: Consolidated Guidelines On HIV Testing Services, 2019.
World Health Organization: Guidance for post-market surveillance and market

surveillance of medical devices, including in vitro diagnostics, 2020.

13

4.1. Penggunaan RDT Antibodi Sifilis
Sifilis merupakan infeksi sistemik yang disebabkan oleh Treponema pallidum (T.

pallidum) dan merupakan salah satu bentuk infeksi menular seksual yang dapat
menimbulkan kondisi cukup parah seperti infeksi otak (neurosifilis) dan kecacatan
tubuh (gumma), serta meningkatkan risiko tertular HIV. Pada populasi ibu hamil yang
terinfeksi sifilis, bila tidak diobati dengan adekuat, akan menyebabkan 67% kehamilan
berakhir dengan abortus, lahir mati atau infeksi neonatus (sifilis kongenital).

Sifilis secara umum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. sifilis yang didapat / acquired (ditularkan melalui hubungan seks atau jarum

suntik dan produk darah yang tercemar) yang terbagi menjadi:
- sifilis dini mudah menular dan merespon pengobatan dengan baik

i) sifilis stadium primer,
ii) sifilis stadium sekunder,
iii) sifilis laten diri (diderita selama kurang dari 1 tahun).
- sifilis lanjut
i) sifilis laten lanjut (telah diderita selama lebih dari 1 tahun),
ii) sifilis tersier: gumma, neurosifilis dan sifilis kardiovaskular.
b. sifilis kongenital (ditularkan dari ibu ke janin selama dalam kandungan) yang
terbagi menjadi:
- sifilis kongenital dini yang terjadi dalam dua tahun pertama kehidupan
bayi,
- sifilis kongenital lanjut yang berlanjut sampai setelah usia 2 tahun.
Gejala dan tanda sifilis dapat dibagi berdasarkan kelompok usia, yaitu:
a. Gejala dan tanda sifilis pada populasi dewasa yang terbagi berdasarkan
stadiumnya (Tabel 4.1).
b. Gejala dan tanda sifilis pada populasi anak (Tabel 4.2.).

14

Tabel 4.1. Tanda dan gejala sifilis pada dewasa.

Stadium Manifestasi Klinis Durasi
Primer 3 minggu
Sekunder Ulkus/luka/tukak, biasanya soliter,
tidak nyeri dengan batas tegas, ada 2-12 minggu
Laten indurasi dengan pembesaran kelenjar
getah bening regional (limfadenopati) Dini (< 1 tahun) atau
lanjut (> 1 tahun)
Bercak merah polimorfik biasanya di 1-46 tahun
telapak tangan dan telapak kaki, lesi 10-30 tahun
kulit papuloskuamosa dan mukosa, > 2 tahun-20 tahun
demam, malaise, limfadenopati
generalisata, kondiloma lata, patchy
alopecia, meningitis, uveitis, retinitis

Asimtomatik

Tersier Destruksi jaringan di organ dan
Gumma lokasi yang terinfeksi

Sifilis Aneurisma aorta, regurgitasi aorta,
kardiovaskular stenosis osteum
Neurosifilis
Bervariasi dari asimtomatis sampai
nyeri kepala, vertigo, perubahan
kepribadian, demensia, ataksia, pupil
Argyll Robertson

Tabel 4.2. Tanda dan gejala sifilis kongenital.

Stadium Manifestasi Klinis Durasi
Dini Dari lahir sampai < 2 tahun
• 70% asimtomatis;
• Pada bayi berusia < 1 bulan dapat Persisten lebih dari 2 tahun
setelah kelahiran
ditemukan kelainan kulit
berbentuk vesikel dan/atau bula;
• Infeksi fulminan dan tersebar, lesi
mukokutaneous, osteokondritis,
anemia, hepatosplenomegaly,
neurosifilis.

Lanjut Keratitis interstisial, limfadenopati,
hepatosplenomegaly, kerusakan
tulang, anemia, gigi Hutchinson,
neurosifilis.

15

Penegakan diagnosis sifilis di FKTP dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu
berdasarkan gejala dan pemeriksaan serologis. Secara umum, pemeriksaan serologis
sifilis terdiri dari dua jenis, yaitu:
a. Tes non-treponema yang meliputi pemeriksaan Rapid Plasma Reagin (RPR) dan

Veneral Disease Research Laboratory (VDRL). Tes serologi yang termasuk tes
non-treponema ini bekerja dengan mendeteksi imunoglobulin yang merupakan
antibodi terhadap bahan-bahan lipid sel-sel T. pallidum yang hancur.
b. Tes spesifik treponema yang meliputi pemeriksaan Treponema Pallidum
Haemagglutination Assay (TPHA), Treponema Pallidum Rapid (TP Rapid),
Treponema Pallidum Particle Agglutination Assay (TP-PA) serta Fluorescent
Treponemal Antibody Absorption (FTA-ABS). Tes spesifik Treponema bekerja
dengan mendeteksi antibodi yang bersifat spesifik terhadap Treponema.

Mengingat tingginya prevalensi sifilis dan tingginya jumlah kasus sifilis yang
tidak bergejala, diperlukan metode skrining yang dapat dikerjakan secara rutin di
masyarakat. Penggunaan RDT antibodi sifilis yaitu tes spesifik treponema (RDT TP
Antibodi / TP Rapid) dinilai dapat membantu peningkatan akses skrining sifilis. Selain
mudah dikerjakan, hasil RDT antibodi sifilis diperoleh dalam waktu yang lebih singkat
sehingga mengurangi waktu tunggu pasien. Penggunaan RDT antibodi sifilis tetap
harus didahului dengan pemeriksaan RPR. Hasil positif dari pemeriksaan RPR perlu
dilanjutkan dengan pemeriksaan titer RPR untuk penegakan diagnosis dan penentuan
tatalaksana lanjutan.

Saat ini, jumlah produk RDT antibodi sifilis yang memiliki izin edar di Indonesia
adalah sebanyak 52 produk; dimana 8 produk di antaranya adalah hasil produksi dalam
negeri dan 44 produk lainnya merupakan produk impor.

4.2. Pengujian RDT Antibodi Sifilis
4.2.1. Persiapan Spesimen
• Spesimen yang akan digunakan untuk uji fungsional
• RDT antibodi sifilis diperiksa terlebih dahulu menggunakan pemeriksaan
spesifik treponema (TPHA atau FTA-ABS) untuk menentukan status
spesimen untuk menentukan status spesimen sebagai kelompok positif atau
negatif, serta mengetahui kadar analit.

16

• Spesimen yang perlu disediakan adalah sebagai berikut:
- 10 spesimen positif yang kadarnya mendekati batas cut-off yang
disebutkan oleh pihak manufaktur yang terdiri dari:
o 5 spesimen serum atau plasma,
o 5 spesimen whole blood (bila tidak ada dapat digantikan dengan
tambahan 5 spesimen serum atau plasma).
- 10 spesimen negatif yang terdiri dari:
o 5 spesimen serum atau plasma,
o 5 spesimen whole blood atau (bila tidak ada dapat digantikan dengan
tambahan 5 spesimen serum atau plasma).

• Masing-masing spesimen kemudian dibagi ke dalam 4 cryotube sebanyak
500 μL (3 cryotube untuk pengulangan pemeriksaan setiap spesimen
sebanyak total 3x pemeriksaan dan 1 cryotube untuk cadangan spesimen),
beri label menggunakan huruf atau nomor tanpa identitas dan status
spesimen.

4.2.2. Prosedur Pengujian
• Siapkan 80 buah kit device RDT antibodi sifilis dengan lot yang sama yang

akan digunakan (30 untuk spesimen positif, 30 untuk spesimen negatif, 20
untuk cadangan).
• Lakukan inspeksi fisik seperti pada poin 2.5. Pisahkan dan catat kit device
yang rusak, berubah warna, dan/atau terkontaminasi.
• Siapkan bahan habis pakai (BHP) tambahan sesuai kit insert.
• Pengujian dilakukan oleh 3 teknisi berbeda tanpa mengetahui kelompok
spesimen.
• Setiap spesimen dari kedua kelompok akan digunakan untuk uji oleh 3 teknisi
yang berbeda.
• Hasil interpretasi pemeriksaan RDT setiap teknisi dicatat di lembar kerja
masing-masing kemudian dikumpulkan kepada pengawas teknis.

17

4.2.3. Evaluasi Hasil Uji
• Pengawas teknis mengevaluasi hasil interpretasi dengan mengambil hasil
yang sama dari minimal 2 teknisi untuk masing-masing spesimen.
• Kesimpulan hasil pemeriksaan RDT disandingkan dengan status spesimen
(positif/negatif) dan diberi keterangan “Sesuai” atau “Tidak sesuai”.
• Hasil uji dinyatakan baik bila nilai kesesuaian minimal 80% untuk masing-
masing kelompok spesimen; dengan perhitungan jumlah sesuai dibagi total
jumlah pemeriksaan dikali 100%.
• Evaluasi dan laporkan hasil uji RDT (inspeksi fisik dan uji fungsional)
sesuai dengan formulir pada Lampiran 1.
• Jika diperlukan untuk menghitung validitas RDT, maka jumlah sampel uji
(sample size) harus menyesuaikan dengan standar jumlah sampel uji di
pengujian pre-market.

4.3. Referensi
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Tata Laksana Sifilis untuk
Pengendalian Sifilis di Layanan Kesehatan Dasar. 2013.
Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 241/Menkes/SK/IV/2006 tentang Standar
Pelayanan Laboratorium Kesehatan Pemeriksa HIV dan Infeksi Oportunistik.
Wisconsin Department of Health Service: Rapid Syphilis Testing Protocol. Diakses
dari: https://www.dhs.wisconsin.gov/publications/p01832.pdf
World Health Organization: The Use of Rapid Syphilis TEsts, 2006. Diakses dari:
https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/43590/TDR_SDI_06.1_eng.pdf;jse
ssionid=A5C9810A6376D8B2F795F2BAC5B63178?sequence=1
World Health Organization: Technical Specifications Series for Submission to WHO
Prequalification -Diagnostic Assessment: Syphilis Rapid Diagnostic Test, 2018.
Diakses dari: https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/277285/
9789241515160-eng.pdf?sequence=1&isAllowed=y
World Health Organization: Guidance for post-market surveillance and market
surveillance of medical devices, including in vitro diagnostics, 2020.

18

5.1. Penggunaan RDT Antigen COVID-19
Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit menular yang

disebabkan oleh SARS-CoV-2, salah satu jenis virus Corona. Penderita COVID-19
dapat mengalami demam, batuk kering, dan kesulitan bernafas.

Untuk meningkatkan testing dan tracing, pemerintah menetapkan penggunaan
RDT Antigen sebagai salah satu metode dalam pelacakan kontak, penegakan diagnosis
dan skrining COVID-19 dalam kondisi tertentu. Berdasarkan Keputusan Menteri
Kesehatan NOMOR HK.01.07/MENKES/4794/2021 Tentang Perubahan Kedua Atas
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor Hk.01.07/Menkes/446/2021 Tentang Penggunaan
Rapid Diagnostic Test Antigen Dalam Pemeriksaan Corona Virus Disease 2019 (Covid-
19), Rapid Diagnostic Test Antigen (RDT-Ag) dijadikan sebagai salah satu metode
pemeriksaan COVID-19 untuk penegakan diagnosis, pelacakan kontak dan skrining.

RDT-Ag digunakan dengan memperhatikan akses serta kecepatan jika
dibandingkan dengan pemeriksaan NAAT (Nucleic Acid Amplification Test) seperti
RT-PCR. Kriteria akses berupa waktu pengiriman yaitu waktu dari pengambilan swab
sampai sampel diterima laboratorium dan kriteria kecepatan pemeriksaan
menggunakan waktu tunggu yaitu waktu dari sampel diterima sampai keluar hasil
pemeriksaan.

RDT-Ag untuk skrining COVID-19 merupakan metode deteksi SARS-CoV-2
yang cepat dan lebih akurat daripada rapid test antibodi. Dengan penggunaan RDT-Ag
sebagai metode diagnosis, diharapkan dapat terjadi peningkatan jumlah tes pada daerah
yang masih belum mencapai standar.

Saat ini jumlah produk RDT-Ag yang memiliki izin edar di Indonesia sebanyak
172 produk, dimana sebanyak 39 produk dalam negeri dan sebanyak 133 produk impor.

19

5.2. Pengujian RDT Antigen COVID-19
5.2.1. Persiapan Spesimen
• Spesimen yang akan digunakan untuk uji fungsi RDT Ag COVID-19
adalah spesimen VTM (yang tidak mengandung lisis buffer) dengan umur
penyimpanan maksimal 48 jam.
• Bila spesimen positif yang baru diambil tidak tersedia, digunakan spesimen
swab naso/orofaring yang tersimpan baik pada suhu -80oC dan tidak
mengalami proses freeze-thawing lebih dari 2 (dua) dengan masa simpan
maksimal 3 (tiga) bulan.
• Spesimen yang perlu disediakan adalah sebagai berikut:
- 30 spesimen positif dengan nilai CT ≤ 25;
- 30 spesimen positif dengan nilai CT > 25;
- 30 spesimen negatif.
• Untuk kit RDT-Ag yang memiliki prasyarat khusus (misalnya swab
langsung dari nasofaring, menggunakan buffer khusus, swab nasal,
spesimen saliva) maka pengambilan spesimen dilakukan khusus pada
waktu bersamaan dengan pengambilan swab nasofaring untuk RT-PCR.
• Masing-masing spesimen kemudian diberi label menggunakan huruf atau
nomor, tanpa identitas.

5.2.2. Prosedur Pengujian
• Siapkan 100 buah kit device RDT-Ag COVID-19 dengan lot yang sama yang

akan digunakan (90 untuk spesimen positif dan negatif, serta 10 untuk
cadangan).
• Lakukan inspeksi fisik seperti pada poin 2.5. Pisahkan dan catat kit device yang
rusak, berubah warna, dan/atau terkontaminasi.
• Siapkan bahan habis pakai (BHP) tambahan sesuai kit insert.
• Pengujian dilakukan oleh teknisi tanpa mengetahui kelompok spesimen.
• Pembacaan dan interpretasi pemeriksaan RDT dilakukan kemudian dicatat di
lembar kerja dan dikumpulkan kepada pengawas teknis.

20

5.2.3. Evaluasi Hasil Uji
• Kesimpulan hasil pemeriksaan RDT disandingkan dengan status spesimen
(positif/negatif) dan diberi keterangan “Sesuai” atau “Tidak sesuai”.
• Pengawas teknis mengevaluasi hasil interpretasi dan melakukan perhitungan
kesesuaian serta validitas (sensitivitas dan spesifisitas) dari masing-masing
status spesimen
• Pengawas teknis melakukan penilaian dan perhitungan jumlah:
o Kesesuaian dengan membagi jumlah hasil yang sesuai terhadap total
jumlah pemeriksaan dikali 100%;
o Positif sebenarnya (true positive / TP) untuk hasil RDT positif dari
spesimen positif;
o Positif palsu (false positive / FP) untuk hasil RDT negatif dari
spesimen positif;
o Negatif sebenarnya (true negative / TN) untuk hasil RDT negatif dari
spesimen negatif; dan
o Negatif palsu (false negative / FN) untuk hasil RDT negatif dari
spesimen negatif.
o Sensitivitas dengan membagi jumlah TP dengan penjumlahan FN dan
TP;
o Spesifisitas dengan membagi jumlah TN dengan penjumlahan FP dan
TN.
• Hasil uji dinyatakan baik bila nilai kesesuaian minimal 80% untuk masing-
masing kelompok spesimen, nilai sensitivitas minimal adalah 80% dan nilai
spesifisitas minimal adalah 97%.
• Evaluasi dan laporkan hasil uji RDT (inspeksi fisik dan uji fungsional)
sesuai dengan formulir pada Lampiran 1.

21

5.3. Referensi
Keputusan Menteri Kesehatan No.HK.01.07/MENKES/477/2021 tentang
Laboratorium Penguji Validitas Rapid Diagnostic Test Antigen (RDT-Ag) Republik
Indonesia.
World Health Organization. Interim Guidance: Antigen-detection in the diagnosis of
SARS-CoV-2 infection using rapid immunoassays, 2020.
World Health Organization: Guidance for post-market surveillance and market
surveillance of medical devices, including in vitro diagnostics, 2020.

22

6.1. Penggunaan RDT Antigen Dengue NS-1
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh

virus Dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan
Aedes albopictus yang terjadi di daerah tropis dan subtropis di dunia. Kementerian
Kesehatan mencatat dalam 5 tahun terakhir, kasus DBD berfluktuatif setiap tahunnya
dengan rata-rata kasus 90.791 pertahun. Jumlah kumulatif kasus Dengue di Indonesia
sampai Minggu ke-33 tahun 2022 dilaporkan 79.732 kasus dengan Incidence Rate (IR)
29,01 per 100.000 penduduk. Sementara jumlah kematian akibat DBD mencapai 743
kasus, Case Fatality Rate (CFR) 0,93%. Pemeriksaan laboratorium untuk mendeteksi
penularan penyakit dengue dilakukan dengan beberapa cara antara lain RDT-Ag NS1,
RDT IgG-IgM, RDT combo, RT-PCR, dan tes IgM ELISA. Semua itu bertujuan untuk
menemukan secara dini kasus DBD agar dapat dilakukan upaya pengobatan terhadap
penderita secepatnya serta upaya pengendalian penyakit di masyarakat.

RDT-Ag Dengue NS1 berperan dalam program pengendalian DBD terutama di
FKTP untuk mendeteksi antigen virus DBD saat gejala baru muncul. RDT dapat
mempermudah dan mempercepat diagnosis penyakit DBD karena RDT tidak
membutuhkan tenaga kerja yang banyak atau keahlian khusus. RDT-Ag Dengue NS1
adalah suatu tes dengan teknik pengujian imunokromatografi untuk menentukan
keberadaan antigen NS secara kualitatif.

Saat ini jumlah produk RDT-Ag Dengue NS1 yang memiliki izin edar di Indonesia
sebanyak 84 produk, dimana sebanyak 7 produk alat kesehatan dalam negeri dan
sebanyak 77 produk alat kesehatan impor.

6.2. Pengujian RDT Antigen Dengue NS-1
6.2.1. Persiapan Spesimen
• Spesimen yang akan digunakan untuk uji fungsional RDT Ag Dengue NS-1
diperiksa terlebih dahulu menggunakan pemeriksaan imunologi berbasis label
enzim atau chemiluminescent dan/atau RT-PCR untuk menentukan status
spesimen sebagai kelompok positif atau negatif, serta mengetahui kadar analit.

23

• Spesimen yang perlu disediakan adalah sebagai berikut:
- 10 spesimen positif yang kadarnya mendekati batas cut-off yang
disebutkan oleh pihak manufaktur yang terdiri dari:
o 5 spesimen serum atau plasma,
o 5 spesimen whole blood (bila tidak ada dapat digantikan dengan
tambahan 5 spesimen serum atau plasma).
- 10 spesimen negatif yang terdiri dari:
o 5 spesimen serum atau plasma,
o 5 spesimen whole blood (bila tidak ada dapat digantikan dengan
tambahan 5 spesimen serum atau plasma).

• Masing-masing spesimen kemudian dibagi ke dalam 4 cryotube sebanyak 500
μL (3 cryotube untuk pengulangan pemeriksaan setiap spesimen sebanyak
total 3x pemeriksaan dan 1 cryotube untuk cadangan spesimen), beri label
menggunakan huruf atau nomor tanpa identitas dan status spesimen.

6.2.2. Prosedur Pengujian
• Siapkan 80 buah kit device RDT-Ag Dengue NS-1 dengan lot yang sama yang

akan digunakan (30 buah untuk spesimen positif, 30 buah untuk spesimen
negatif, serta 20 untuk cadangan).
• Lakukan inspeksi fisik seperti pada poin 2.5. Pisahkan dan catat kit device
yang rusak, berubah warna, dan/atau terkontaminasi.
• Siapkan bahan habis pakai (BHP) tambahan sesuai kit insert.
• Pengujian dilakukan oleh 3 teknisi berbeda tanpa mengetahui kelompok
spesimen.
• Setiap spesimen dari kedua kelompok akan digunakan untuk uji oleh 3 teknisi
yang berbeda.
• Hasil interpretasi pemeriksaan RDT setiap teknisi dicatat di lembar kerja
masing-masing kemudian dikumpulkan kepada pengawas teknis.

6.2.3. Evaluasi Hasil Uji
• Pengawas teknis mengevaluasi hasil interpretasi dengan mengambil hasil

yang sama dari minimal 2 teknisi untuk masing-masing spesimen.

24

• Kesimpulan hasil pemeriksaan RDT disandingkan dengan status spesimen
(positif/negatif) dan diberi keterangan “Sesuai” atau “Tidak sesuai”.

• Hasil uji dinyatakan baik bila nilai kesesuaian minimal 80% untuk masing-
masing kelompok spesimen; dengan perhitungan jumlah sesuai dibagi total
jumlah pemeriksaan dikali 100%.

• Evaluasi dan laporkan hasil uji RDT (inspeksi fisik dan uji fungsional)
sesuai dengan formulir pada Lampiran 1.

• Jika diperlukan untuk menghitung validitas RDT, maka jumlah sampel uji
(sample size) harus menyesuaikan dengan standar jumlah sampel uji di
pengujian pre-market.

6.3. Referensi
BS EN 13612: Performance evaluation of in vitro diagnostic medical devices. 2002.
CLSI EP12-A2: User Protocol for Evaluation of Qualitative Test Performance. 2008.
CLSI EP17-A2: Evaluation of Detection Capability for Clinical Laboratory
Measurement Procedures: Approved Guideline -Second Edition. 2012.
World Health Organization: Guidance for post-market surveillance and market
surveillance of medical devices, including in vitro diagnostics, 2020.

25

7.1. Penggunaan RDT Antigen Hepatitis B
Hepatitis B adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh Virus Hepatitis B

(VHB), suatu anggota famili Hepadnaviridae yang dapat menyebabkan peradangan
hati akut atau menahun yang pada sebagian kecil kasus dapat berlanjut menjadi sirosis
hati atau kanker hati. Virus ini tidak menyebar melalui makanan atau kontak biasa,
tetapi dapat menyebar melalui darah atau cairan tubuh dari penderita yang terinfeksi.
Untuk mendiagnosis hepatitis B dilakukan pemeriksaan fisik, tes fungsi hati dan
serologi hepatitis B yang meliputi pemeriksaan Hepatitis B surface antigen (HBsAg)
melalui sampel darah. Sebagai langkah deteksi dan penanganan dini, tes HBsAg pada
ibu hamil dan bayi baru lahir juga penting dilakukan.

Rapid Diagnostic Test (RDT) HBsAg merupakan tes serologi untuk mendeteksi
HBsAg yang sudah secara luas digunakan dalam mendiagnosis dan skrining penyakit
Hepatitis B terutama di tingkat fasilitas kesehatan primer. Kelebihan metode rapid
adalah waktu yang diperlukan untuk pengujian relatif singkat, tidak memerlukan
keterampilan khusus dan hasil uji dapat dilihat secara langsung. Walaupun metode ini
lebih sederhana dan mudah dibandingkan metode lainnya, akan tetapi memiliki
sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi terhadap antigen. Prinsip dasar RDT HBsAg
adalah pengikatan antigen oleh antibodi monoklonal yang spesifik.

Saat ini jumlah produk RDT HBsAg yang memiliki izin edar di Indonesia
sebanyak 121 produk, dimana sebanyak 10 produk dalam negeri dan sebanyak 111
produk impor.

7.2. Pengujian RDT Antigen Hepatitis B
7.2.1. Persiapan Spesimen
• Spesimen yang akan digunakan untuk uji fungsi RDT-Ag Hepatitis B
diperiksa terlebih dahulu menggunakan pemeriksaan imunologi berbasis
label enzim atau chemiluminescent dan/atau RT-PCR untuk menentukan
status spesimen sebagai kelompok positif atau negatif, serta mengetahui
kadar analit.

26

• Spesimen yang perlu disediakan adalah sebagai berikut:
- 10 spesimen positif yang kadarnya mendekati batas cut-off yang
disebutkan oleh pihak manufaktur yang terdiri dari:
o 5 spesimen serum atau plasma,
o 5 spesimen whole blood (bila tidak ada dapat digantikan dengan
tambahan 5 spesimen serum atau plasma).
- 10 spesimen negatif yang terdiri dari:
o 5 spesimen serum atau plasma,
o 5 spesimen whole blood (bila tidak ada dapat digantikan dengan
tambahan 5 spesimen serum atau plasma).

• Masing-masing spesimen kemudian dibagi ke dalam 4 cryotube sebanyak
500 μL (3 cryotube untuk pengulangan pemeriksaan setiap spesimen
sebanyak total 3x pemeriksaan dan 1 cryotube untuk cadangan
spesimen), beri label menggunakan huruf atau nomor tanpa identitas dan
status spesimen.

7.2.2. Prosedur Pengujian
• Siapkan 80 buah kit device RDT HBSAg dengan lot yang sama yang akan

digunakan (30 buah untuk spesimen positif, 30 buah untuk spesimen negatif,
serta 10 untuk cadangan).
• Lakukan inspeksi fisik seperti pada poin 2.5. Pisahkan dan catat kit device
yang rusak, berubah warna, dan/atau terkontaminasi.
• Siapkan bahan habis pakai (BHP) tambahan sesuai kit insert.
• Pengujian dilakukan oleh 3 teknisi berbeda tanpa mengetahui kelompok
spesimen.
• Setiap spesimen dari kedua kelompok akan digunakan untuk uji oleh 3 teknisi
yang berbeda.
• Hasil interpretasi pemeriksaan RDT HBs-Ag setiap teknisi dicatat di lembar
kerja masing-masing kemudian dikumpulkan kepada pengawas teknis.

27

7.2.3. Evaluasi Hasil Uji
• Pengawas teknis mengevaluasi hasil interpretasi dengan mengambil hasil
yang sama dari minimal 2 teknisi untuk masing-masing spesimen.
• Kesimpulan hasil pemeriksaan RDT disandingkan dengan status spesimen
(positif/negatif) dan diberi keterangan “Sesuai” atau “Tidak sesuai”.
• Hasil uji dinyatakan baik bila nilai kesesuaian minimal 80% untuk masing-
masing kelompok spesimen; dengan perhitungan jumlah sesuai dibagi total
jumlah pemeriksaan dikali 100%.
• Evaluasi dan laporkan hasil uji RDT (inspeksi fisik dan uji fungsional)
sesuai dengan formulir pada Lampiran 1.
• Jika diperlukan untuk menghitung validitas RDT, maka jumlah sampel uji
(sample size) harus menyesuaikan dengan standar jumlah sampel uji di
pengujian pre-market.

7.3. Referensi
BS EN 13612: Performance evaluation of in vitro diagnostic medical devices. 2002.
CLSI EP12-A2: User Protocol for Evaluation of Qualitative Test Performance. 2008.
CLSI EP17-A2: Evaluation of Detection Capability for Clinical Laboratory
Measurement Procedures: Approved Guideline -Second Edition. 2012.
Ministry of Health and Family Welfare, Government of India: National Laboratory
Guidelines for Testing of Viral Hepatitis, 2018.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2015 tentang
Penanggulangan Hepatitis Virus.
World Health Organization: Guidance for post-market surveillance and market
surveillance of medical devices, including in vitro diagnostics, 2020.

28

8.1. Penggunaan RDT Antigen Malaria
Malaria merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat karena dapat

menyebabkan kematian terutama pada kelompok risiko tinggi yaitu bayi, balita dan ibu
hamil. Penyakit ini disebabkan oleh parasit Plasmodium sp. dan ditularkan melalui
gigitan nyamuk Anopheles. Malaria menjadi penyakit dengan penyebaran paling luas
di dunia dan menjadi endemis terutama di daerah tropis dan subtropis.

Di Indonesia, angka kesakitan penyakit ini relatif masih cukup tinggi terutama di
kawasan Indonesia bagian timur (Kementerian Kesehatan RI, 2017). Pemeriksaan
laboratorium untuk mendeteksi penularan penyakit malaria dilakukan dengan beberapa
cara antara lain pemeriksaan mikroskopik, RDT dan RT-PCR. Semua itu bertujuan
untuk menemukan secara dini kasus malaria, kemudian secepatnya dilakukan upaya
pengobatan terhadap penderita dan upaya pengendalian penyakit di masyarakat.

RDT antigen malaria berperan dalam program pengendalian malaria terutama di
fasilitas pelayanan kesehatan dengan keterbatasan akses layanan mikroskop berkualitas
baik, pada Unit Gawat Darurat di pelayanan medis dan ketika terjadi kejadian luar biasa
malaria. RDT dapat mempermudah dan mempercepat diagnosis penyakit malaria
dibandingkan diagnosis secara mikroskopik karena RDT tidak membutuhkan tenaga
kerja yang banyak atau keahlian khusus. RDT malaria mendeteksi antigen parasit
malaria di dalam darah dengan menggunakan prinsip imunokromatografi antara
antibodi monoklonal yang terdapat pada membran tes dengan antigen dari parasit.

Saat ini jumlah produk RDT Malaria yang memiliki izin edar di Indonesia
sebanyak 90 produk, dimana sebanyak 8 diantaranya adalah produk dalam negeri dan
82 lainnya merupakan produk impor. Pengujian RDT malaria bertujuan untuk menguji
validitas produk RDT malaria dengan kinerja minimal yang ditetapkan WHO yaitu
sensitivitas > 95% untuk HRP-2 dan pLDH serta spesifisitas > 95% untuk HRP-2 dan
pLDH.

29

8.2. Pengujian RDT Antigen Malaria

8.2.1. Persiapan Bahan dan Peralatan Pengujian

• Bahan Pengujian, meliputi:
o Darah kapiler,
o Giemsa stock,
o Buffer pH 7,2,
o Metanol,
o Kertas saring Whatman No. 3,
o Kit RDT antibodi HIV dan HBsAg.

• Alat Pengujian, meliputi:
o Set pipet otomatis, mikroskop binokular dan centrifuge,
o pH meter (jika pewarnaan Giemsa disiapkan oleh laboratorium),
o Slide dryer dengan staining station,
o Alat ELISA dan/atau PCR,
o Inkubator CO2,
o Waterbath,
o Termometer dan vortex mixer,
o Deep freezer (-80oC) untuk penyimpanan spesimen dengan alarm dan
catu daya tak terputus (UPS), genset,
o Lanset dan autoklik,
o Book slide,
o RDT malaria dengan lot yang sama,
o Tempat sampah medis,
o Box slide,
o Paper lens (kertas pembersih lensa),
o Hand counter atau tally counter,
o Timer,
o Label dan alat tulis.

8.2.2. Persiapan RDT
• Pemeriksaan RDT Plasmodium falciparum (Pf) membutuhkan 100 buah
RDT dengan nomor lot yang sama (24 RDT untuk pengujian spesimen

30

positif, 10 RDT untuk pengujian spesimen negatif dan 66 RDT untuk
pengujian tahap 2 jika diperlukan.
• Pemeriksaan RDT Combo (Pf dan Plasmodium vivax / Pv) membutuhkan
150 buah RDT dengan nomor lot yang sama (24 RDT untuk pengujian panel
Pf, 24 RDT untuk pengujian panel Pv, 10 RDT untuk pengujian spesimen
negatif dan 92 RDT untuk pengujian tahap 2 jika dibutuhkan.
• Pengujian harus dilakukan dalam rentang 7-14 hari sejak RDT diterima oleh
laboratorium penguji.

8.2.3. Persiapan Spesimen
• Spesimen positif merupakan spesimen wholeblood dengan infeksi tunggal
(single infection) Plasmodium falciparum (Pf) dan infeksi tunggal
Plasmodium vivax (Pv) berdasarkan pemeriksaan mikroskopis, dengan
jumlah hitung parasit antara 2.000-5.000 p/μL.
• Spesimen negatif merupakan spesimen darah dari individu yang memenuhi
kriteria sebagai berikut:
- tidak terinfeksi malaria;
- tidak memiliki riwayat bepergian ke daerah endemis malaria minimal 3
bulan.
• Seluruh spesimen (kedua kelompok spesimen positif dan spesimen negatif)
harus bebas HIV, Hepatitis B dan DBD.
• Seluruh spesimen diperiksa ulang untuk memastikan spesies (Pf dan Pv)
serta status negatif dengan menggunakan metode mikroskopis dan RT-PCR.
• Spesimen darah yang sudah terkonfirmasi dimasukkan ke dalam tabung dan
dapat disimpan di freezer suhu -20oC untuk pengukuran kadar antigen
dengan metode ELISA.
• Panel uji RDT dibagi menjadi:
- Panel-1 : spesimen positif infeksi Pf dengan jumlah hitung parasit
≥ 200 p/μL sebanyak 4 tabung (label A, B, C dan D).
- Panel-2 : spesimen positif infeksi Pv dengan jumlah hitung parasit ≥
200 p/μL sebanyak 4 tabung (label E, F, G dan H).
- Panel-3 : spesimen negatif sebanyak 10 tabung (label I-R).

31

• Spesimen panel pengujian yang telah diberi label kemudian disimpan pada
suhu -70oC.

8.2.4. Pengelolaan Spesimen Malaria
Kriteria spesimen malaria yang digunakan untuk pengujian RDT antigen malaria
adalah sebagai berikut:
• Infeksi spesies tunggal saja dan telah dikonfirmasi oleh mikroskopis dan/atau
RT-PCR.
• Hasil kuantifikasi ELISA yang konsisten yang diperoleh dengan ≥ 3
pengujian ELISA dilakukan untuk masing-masing dari tiga antigen dan setiap
pengenceran, dengan hasil yang diperoleh pada kepadatan 200 p/μL dan 2.000
p/μL juga konsisten satu sama lain (faktor koefisien sekitar 10 antar hasil).
• Konsentrasi antigen pengenceran pada 200 p/μL harus berada dalam kisaran
yang sama dengan panel wild-type yang dipilih untuk pengujian produk RDT
antigen malaria (putaran 1 hingga 5) (Tabel 8.1.)

Tabel 8.1. Konsentrasi pengenceran pada kepadatan 200 p/μL.

HRP-2 Pf LDH Pf Pv LDH Pv
aldolase aldolase

Min. 0,6 ng/mL 0,2 ng/mL 0 ng/mL 1,6 ng/mL 1,7 ng/mL

Max. 75 ng/mL 53,5 ng/mL 9,9 ng/mL 47,9 ng/mL 15 g/mL

• Jika kumpulan spesimen yang tersedia untuk pengujian lot cukup besar
jumlahnya, maka kisaran konsentrasi antigen pada pengenceran 200 p/μL
harus dibatasi pada kisaran berikut (Tabel 8.2.)

Tabel 8.2. Konsentrasi pengenceran untuk pengujian lot berjumlah besar
pada kepadatan 200 p/μL.

HRP-2 Pf LDH Pf Pv LDH Pv
Min. 5,0 ng/mL 10,8 ng/mL aldolase 15 ng/mL aldolase

0 ng/mL 1,7 ng/mL

Max. 9,5 ng/mL 53,5 ng/mL 9,9 ng/mL 47,9 ng/mL 15 ng/mL

32

• Spesimen harus dipilih sesuai dengan konsentrasi antigennya untuk antigen
yang ditargetkan oleh RDT malaria yang diuji. Namun bisa keluar rentang
yang direkomendasikan untuk antigen lain yang TIDAK ditargetkan oleh
RDT.

8.2.5. Prosedur Pengujian
A. RDT Antigen Pf
• Prosedur pengujian RDT disesuaikan dengan manual atau SOP yang
tercantum dalam kit insert RDT malaria yang akan diuji.
• Persiapkan panel-1 (spesimen Pf) dan panel-3 (spesimen negatif).
• Panel-1 (4 tabung) masing-masing akan diuji terhadap 6 RDT sehingga total
menggunakan 24 RDT, sedangkan panel-2 (10 tabung) masing-masing akan
diuji terhadap 1 RDT sehingga total menggunakan 10 RDT. (Gambar 1)
• Hasil pengujian dicatat dalam formulir hasil pengujian.

Gambar 1. Prosedur pengujian RDT Antigen Pf.
B. RDT Antigen Combo (Pf dan Pv)

• Prosedur pengujian RDT disesuaikan dengan manual atau SOP yang
tercantum dalam kit insert RDT malaria yang akan diuji.

• Persiapkan panel-1 (spesimen Pf), panel-2 (spesimen Pv) dan panel-3
(spesimen negatif).

33

• Panel-1 (4 tabung) dan panel-2 (4 tabung) masing-masing akan diuji terhadap
6 RDT sehingga total menggunakan 48 RDT, sedangkan panel-2 (10 tabung)
masing-masing akan diuji terhadap 1 RDT sehingga total menggunakan 10
RDT. (Gambar 2)

• Hasil pengujian dicatat dalam formulir hasil pengujian.

Gambar 2. Prosedur pengujian RDT Antigen Combo (Pf dan Pv).

8.2.6. Evaluasi Hasil Uji
• Kesimpulan hasil pemeriksaan RDT:

- Pass / Lulus bila hasil uji panel positif 100% dan hasil uji negatif 100%.
- Deffered / Ditunda jika salah satu hasil uji panel positif < 100% dan/atau

hasil uji negatif < 100% dan direkomendasikan untuk diuji ulang oleh
laboratorium penguji lain.
- Fail / Gagal jika hasil uji kedua (dari institusi lain) mendapatkan hasil uji
panel positif < 100% dan/atau hasil uji negatif < 100% dan
direkomendasikan RDT tidak untuk digunakan.
- Invalid / Repeat test / pengulangan tes jika dari hasil pengujian dalam satu
panel positif atau negatif terdapat perbedaan hasil. Pengulangan atau
pengujian dilakukan hanya pada panel yang berbeda.
• Evaluasi dan laporkan hasil uji RDT sesuai formulir Lampiran 2.

8.2.7. Pemantapan Mutu Panel Spesimen
• Pengujian rekombinan dari panel spesimen pemeriksaan RDT antigen malaria

dilakukan di laboratorium yang terdaftar pada PQ WHO.

34

8.3. Referensi
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 2015 tentang
Pedoman Jejaring dan Pemantapan Mutu Laboratorium Malaria.
World Health Organization: Malaria Rapid Diagnostic Test Performance: Summary
result of WHO product testing of Malaria RDTs: round 1-8 (2008-2018).
World Health Organization: Methods Manual for Laboratory Quality Control Testing
of Malaria Rapid Diagnostic Tests, 2020.
World Health Organization: Guidance for post-market surveillance and market
surveillance of medical devices, including in vitro diagnostics, 2020.

35

LAMPIRAN 1. Formulir Pelaporan Hasil Inspeksi Fisik Dan Uji Fungsional.

I. Laboratorium Penguji** :
Nama Laboratorium Penguji :
Alamat Laboratorium Penguji

Penanggung Jawab Laboratorium :

II. Informasi Produk yang Diuji**

Pemohon/Konsumen/Pemilik :

Nama Produk :

Nomor NIE (Nomor Izin Edar) :

Nomor Lot/Batch :

Tanggal Penerimaan Kit Device :

Jumlah Kit Device yang Diterima :

Keterangan Penerimaan :

(diisi bila ada kerusakan)

Tanggal Produksi Kit Device :

Tanggal Kedaluwarsa Kit Device :

Kelengkapan Kit Device :

Keterangan Lain :

III. Hasil Inspeksi Fisik** : Lolos / Tidak Lolos
Kit Insert :
Jumlah Kit Device bermasalah :
Keterangan

**) Dapat disesuaikan dengan formulir pada masing-masing laboratorium

36


Click to View FlipBook Version