boat. Dilihatnya Arsyad lagi berbaring sambil mendengarkan
radio.
“Assalamulaikum,” ucap Tan Jamal memberi salam.
“Wa’alaikumus salaam,” jawab Arsyad singkat sambil
menoleh ke belakang. Dilihatnya Tan Jamal sudah datang.
Arsyad bangun lalu duduk sambil mematikan radio.
“Hah, Becik dah lama sampai?” tanya Arsyad lagi.
“Baru aja,” jawab Tan Jamal singkat.
“Engkau mau makan kan Arsyad? Ini ada makanan yang
dikirim menteh dikau ni hah,” kata Tan Jamal sambil
memberikan keranjang berisikan makanan kepada Arsyad.
“Oo, masih kenyang aku, Becik. Pukul 5 sore tadi makan
nasi kuning yang diberikan oleh bapak yang punya kedai tu.
Nasi syukuran sebab cucunya telah selamat lahir,” jawab
Arsyad.
“Oo, gitu. Simpan aja dulu, nanti kalau lapar makanlah,”
jawab Tan Jamal sambil meletakkan pisau candungnya di
sudut bawah setir.
“Engkau mau mandi Arsyad? Kalau mau mandi baliklah
kejap ke rumah. Tu ada aku bawa sepeda,” kata Tan Jamal
lagi kepada Arsyad. “Taklah Becik. Badan aku ni masih terasa
segar dengan air Sungai Kabung waktu kita menyelam tadi,”
kata Arsyad sambil tertawa renyah.
“Hahaha,” Tan Jamal pun tertawa.
“Jadi tak payah mandilah ya?” kata Tan Jamal mengusik
Arsyad.
“Tak payahlah, Becik. Sebab air sungai kabung tu kan
bukan air asin. Macam air perigi juga jadi tak payah
mandilah,” jawab Arsyad lagi.
Bangsal Sagu di Sungai Kabung | 95
Tan Jamal dan Arsyad terus bercakap‐cakap. tanpa terasa
jam sudah menunjukkan pukul 22.00.
“Pukul berapa air pasang, Becik?” tanya Arsyad kepada
Tan Jamal.
“Pukul satu dini hari,” jawab Tan Jamal singkat.
“Oo, jadi langsung nanti kita pindahkan sagu ini ke atas
pelabuhan itu?” tanya Arsyad lagi.
“Iyalah, harus kita pindahkan pas air pasang dalam, jadi
boat kita dekat betul dengan pelabuhan. Jadi kita tidak terlalu
sulit memindahkan sagu‐sagu ini ke atas,” kata Tan Jamal
menjelaskan kepada Arsyad.
“Sekarang ni tidurlah dulu. Nanti pukul satu kita bangun,”
kata Tan Jamal kepada Arsyad lagi.
Arsyad mengangguk sambil berbaring, lalu
menghidupkan kembali radionya. Dia memutar‐mutar
bundaran kecil di atas radio itu, mencari siaran. Dapatlah dia
siaran kegemarannya, yaitu salam muhibah.
Angin malam berhembus sepoi‐sepoi terasa dingin di
kulit. Di langit ribuan bintang bertaburan, tanpa bulan
menemani. Terasa syahdu malam ini. Harumnya bau lautan
memenuhi ruang di dalam rumah boat itu, seperti nyamuk
dan agas, tidak akan tahan mencium aroma yang mematikan
buat mereka para serangga.
Terasa boat sudah bergoyang‐goyang diusik riak‐riak
gelombang air pasang dalam. Tan Jamal mulai terbangun dari
tidurnya, terdengar ombak menghempas dahan‐dahan bakau
yang ada di sekeliling Pelabuhan Renak. Tan Jamal
mengambil senter untuk menyuluh air laut, ternyata sudah
pasang besar. Boat hampir saja berpapasan dengan bibir
pelabuhan. Tan Jamal pun membangunkan Arsyad.
96 | Rosidah
“Arsyad bangun, air sudah pasang dalam,” kata Tan
Jamal sambil mengoyang‐goyang pundak Arsyad. Arsyad pun
bangun dan mengucek‐ngucek matanya sambil duduk. Lalu
dia mulai beranjak dari tempat duduknya sambil membawa
senter dan mengikatkan di jidatnya. Di lihatnya Tan Jamal
dengan senter di jidat sedang mengambil kereta sorong di
dalam perut boat dan mengeluarkannya. Melihat itu, Arsyad
lalu membantu Tan Jamal mengeluarkan papan tebal yang
ada di haluan boat itu, untuk dijadikan titian yang
menyatukan boat dengan bibir pelabuhan.
Dini hari yang dingin, Tan Jamal dan Arsyad sibuk bekerja
mengeluarkan karung‐karung sagu mentah itu ke pelabuhan.
Tidak ada bicara diantara mereka, sepertinya mereka berdua
sudah paham dengan tugasnya masing‐masing. Dua kereta
sorong dan alat pengukit sagu di gunakan. Tan Jamal dan
Arsyad bergiliran satu per satu mendorong karung sagu
mentah itu ke pelabuhan. Tidak ada orang yang
memperhatikan mereka, hanya ada riak‐riak gelombang air
pasang dalam yang berdesah menghantam pohon‐pohon
bakau yang ada di sekeliling.
Waktu berjalan terus, hampir satu jam Tan Jamal dan
Arsyad melakukan pekerjaannya, akhirnya selesai. Udara
memang terasa dingin, tetapi Tan Jamal dan Arsyad
berkeringat karena mereka berdua baru selesai melakukan
pekerjaan berat. Dingin udara dini hari tidak dapat
mengalahkan kalori yang terbakar di dalam tubuh Tan Jamal
dan Arsyad. Keringat yang keluar dari pori‐pori kulit adalah
bukti terjadinya pembakaran lemak di dalam tubuh.
Setelah semua karung goni sagu mentah itu dipindahkan
ke atas pelabuhan, barulah Arsyad dan Tan Jamal
Bangsal Sagu di Sungai Kabung | 97
membersihkan kotak di dalam perut boat tempat sagu‐sagu
mentah itu diletakkan, menggunakan detergen supaya bau
dari sagu mentah itu hilang. Semuanya beres dikerjakan oleh
Tan Jamal dan Arsyad. Mereka pun istirahat di dalam boat itu
sambil memperhatikan onggokan karung‐karung goni sagu
mentah.
“Terasa lapar ya, Syad,” kata Tan Jamal kepada Arsyad.
“Iya, Becik. Aku juga lapar ni. Baru sekarang terasa
laparnya,” jawab Arsyad sambil memegang perutnya.
“Ayolah kita makan!” kata Tan Jamal lagi sambil
mengambil keranjang berisikan makanan yang dibawanya
dari rumah. Makanan yang ada di dalam keranjang itu belum
tersentuh sama sekali, isinya masih utuh.
Akhirnya makanan itu pun dimakan, setelah mereka
mengangkat karung‐karung goni sagu mentah tadi. Tan Jamal
menghidupkan lagi pelita di dalam boat sebagai penerang
mereka berdua makan. Rasa lapar terbayarkan dengan bekal
makanan tersebut. Mereka kenyang, kemudian menikmati
sebatang rokok sebagai penyedap tekak. Rasa letih pun
hilang seketika.
Terdengar sayup‐sayup suara azan subuh, kokok ayam
bersahut‐sahutan sepertinya bersama‐sama
bertanggungjawab untuk membangun kan manusia dari
peraduannya. Bintang kejora muncul sendiri di langit yang
biru, riak‐riak gelombang masih bermain‐main di tepian pantai
Pelabuhan Renak Kampung Rintis.
Tan Jamal terbangun dari tidurnya, dilihatnya Arsyad pun
lagi sedang tidur. Tan Jamal keluar meninggal boat menuju
salah satu sumur di pelabuhan itu, sekalian mengambil wudu
untuk melaksanakan shalat Subuh.
98 | Rosidah
Tidak berapa lama, Tan Jamal pun kembali lagi ke dalam
boat untuk shalat. Tan Jamal membangunkan Arsyad yang
sedang tidur.
“Syad, bangun Syad! Sudah subuh! Ayo bangun, cuci
mukamu itu,” kata Tan Jamal kepada Arsyad.
Dengan rasa malas, Arsyad pun bangun dan pergi
meninggal boat menuju ke sumur. Tan Jamal mempersiapkan
peralatan shalat yang memang sudah tersedia di dalam
rumah boat itu. Tan Jamal pun melaksanakan shalat dengan
cara duduk.
Cuaca pagi masih sangat dingin, apalagi berada di tepian
laut. Burung‐burung berkicauan menyambut matahari pagi.
Derik‐derik bunyi perahu nelayan, terdengar seolah bermain
di atas gelombang.
Tan Jamal selesai melaksanakan shalat subuhnya,
kemudian dilanjutkan dengan Arsyad.
“Ayo Syad, kita bersiap‐siap pulang ke rumah aku di
kampung Rintis,” kata Tan Jamal kepada Arsyad setelah
selesai menunaikan shalat.
“Sekarang, Becik?” tanya Arsyad lagi.
“Iya, kita harus pulang dulu, kita mandi dan sarapan di
rumah. Setelah itu kita ke sini lagi untuk menyelesaikan sagu‐
sagu mentah supaya sampai ke tuannya,” kata Tan Jamal
kepada Arsyad menjelaskan.
“Baiklah, Becik. Ayolah kita pulang,” jawab Arsyad.
Tan Jamal dan Arsyad pun meninggal Pelabuhan Renak
Kampung Rintis menuju ke rumah. Arsyad memboncengi Tan
Jamal dengan sepeda Reli. Mereka berdua menelusuri jalan
kecil pelabuhan itu. Hari masih sangat pagi, belum ada orang
yang hilir mudik di jalan itu, masih sepi.
Bangsal Sagu di Sungai Kabung | 99
Sesampainya di rumah, Tan Jamal langsung masuk ke
dalam rumah. Dilihatnya emak sedang membawa baju‐baju
kotor di sumur untuk direndam dengan detergen. Arsyad
duduk‐duduk di kursi luar sambil memperhatikan keadaan
sekeliling. Pagi yang indah, katanya dalam hati.
Tan Jamal keluar lagi dan menemui Arsyad sambil
memberikan catatan nama‐nama orang yang memesan sagu
mentah kemarin.
“Syad, ini ada nama‐nama orang yang memesan sagu
mentah kemarin. Aku minta engkau tolong datangi orang‐
orang ini supaya menjemput sagunya di Pelabuhan Renak,”
kata Tan Jamal kepada Arsyad menjelaskan.
“Oo, baiklah, Becik. Aku akan menemui orang‐orang ini,”
jawab Arsyad sambil menerima secarik kertas dari tangan Tan
Jamal.
“Bawalah sepeda Reli itu,” kata ebah lagi.
Mendengar intruksi dari Tan Jamal, Arsyad langsung
mengerjakan tugasnya. Tan Jamal masuk lagi ke dalam rumah
dan menuju ke sumur untuk mandi.
100 | Rosidah
Tan Jamal Superhero
W aktu menunjukkan pukul 10.00. Tan Jamal dan
Arsyad bergegas lagi untuk pergi ke Pelabuhan
Renak Kampung Rintis. Orang‐orang yang telah
memesan sagu mentah pasti sudah menunggu di Pelabuhan
Renak itu. Tan Jamal dan Arsyad pergi mengenderai sepeda
motor. Tan Jamal memiliki sebuah sepeda motor merk
terkenal. Sepeda motor itu jarang digunakan, sekali‐kali bila
Tan Jamal di kampung dan hendak ke pasar atau ke tempat
yang berjarak jauh.
Sepeda motor meluncur menuju ke Pelabuhan Renak.
Tidak memakan waktu yang lama untuk sampai ke sana
dengan menggunakan sepeda motor. Di pelabuhan sudah
ada beberapa orang yang sedang menunggu kedatangan Tan
Jamal untuk menyerahkan sagu mentah hasil pesanannya.
Sesampainya di sana, Tan Jamal langsung mematikan
mesin sepeda motor dan meletakkannya di sudut jalan
pelabuhan. Tan Jamal bergegas menuju rombongan orang‐
orang yang sedang menunggunya, di ikuti Arsyad dari
belakang.
“Asalamualaikum, Becik! Apa kabar? Lama tak tampak,
Becik ni,” sapa salah seorang dari pembeli sagu mentah itu.
“Wa’alaikumus salaam, Alahamdulilah aku sehat,” jawab
Tan Jamal lagi sambil berjabatan tangan dengan semua
orang‐orang yang menunggu di situ. Tanpa basa‐basi yang
Panjang, Tan Jamal langsung mengeluarkan catatan pesanan
Bangsal Sagu di Sungai Kabung | 101
sagu mentahnya. Tan Jamal mulai mengelompokkan sagu‐
sagu mentah itu sesuai pesanan. Semuanya tercatat rapi dan
benar. Empat puluh karung goni sagu mentah sudah habis
dibagikan, ebah pun mendapat uang dari penjualan itu.
“Katanya kemaren hari Kamis sagu mentah ni sampai,
tetapi hari Selasa pulak ni sampai,” kata salah seorang dari
pembeli sagu berjenis kelamin perempuan.
“Iya betul, tapi karena ada sesuatu hal yang tidak bisa
dielakkan makanya aku percepat pesanan sagu mentah yang
kalian punya dulu, yang lainnya insyallah hari Jum’at kalau
tidak hari sabtu,” kata Tan Jamal menjelaskannya.
“Malam dini hari ini, aku dan Arsyad berangkat lagi ke
bangsal sagu tu,” kata Tan Jamal melanjutkan.
Semua orang yang ada di situ mengerti dengan apa yang
Tan Jamal maksudkan, dan mereka mengangguk‐anggukkan
kepalanya.
Selesailah sudah urusan Tan Jamal dengan sagu‐sagu
mentah itu. Semuanya sudah diserahkan kepada si pemesan.
Tan Jamal dan Arsyad pun meninggalkan Pelabuhan Renak
Kampung Rintis itu dan langsung menuju ke rumah lagi.
Tiba di rumah, Tan Jamal dan Arsyad mengganti pakaian,
dan langsung pergi ke pasar untuk membeli sesuatu yang
akan dibawa lagi ke bangsal sagu Sungai Kabung malam dini
hari ini. Arsyad membawa dua gelen kosong dan duduk di
belakang Tan Jamal. Mereka pun terus menuju ke pasar.
Pukul 13.30, sampailah Tan Jamal dan Arsyad di rumah
lagi dengan barang‐barang keperluan yang dibelikan tadi.
Semua barang‐barang itu sudah dimasukkan ke dalam kotak
dan terikat rapi. Kotak besar dan dua gelen minyak solar.
102 | Rosidah
Perut mereka pun sudah keroncongan karena bekerja
mencapai target dan harus tepat waktu.
Saatnya mereka berdua makan dan istirahat
menghilangkan lelah, sambil duduk‐duduk di depan televisi
menonton cerita Drama Malaysia, dan menikmati sebatang
rokok. Tan Jamal bercakap‐cakap dengan Arsyad.
“Nanti setelah shalat Asar, engkau hantar barang‐barang
yang kita belikan tadi ke dalam boat dulu Syad,” kata Tan
Jamal menyuruh Arsyad.
“Hantarkan dulu dua gelen minyak solar, kemudian
setelah itu, engkau hantarkan lagi dua kotak besar yang
berisikan makanan keperluan harian kita di bangsa sagu,”
lanjut Tan Jamal lagi.
“Aku mau mencari pembeli sagu mentah lagi nanti
setelah shalat Asar. Aku akan pergi ke tempat ibu‐ibu
mengolah sagu rendang itu,” kata Tan Jamal menjelaskan
panjang lebar kepada Arsyad.
“Baiklah, Becik,” jawab Arsyad penuh dengan kesiapan.
Cuaca terasa sangat panas. Tidak ada tiupan angin, hanya
ada bunyi kipas angin yang dari tadi berputar ke kiri dan ke
kanan memberi rasa sejuk kepada Tan Jamal dan Arsyad.
Rumah sepi tidak ada suara riuh rendah anak‐anak Tan Jamal
karena mereka dibawa emak berjalan‐jalan ke rumah Uwo
yang jaraknya hampir 600 meter dari rumah Tan Jamal. Tan
Jamal dan Arsyad menikmati istirahatnya menjelang azan asar
tiba.
“Memang sedap makan malam ni,” kata Arsyad sambil
mengelap mulutnya dengan serbet yang ada di depannya.
Bangsal Sagu di Sungai Kabung | 103
“Dah lama aku tak makan sambal belacan ni, sekali
makan habis dua pinggan,” lanjut Arsyad lagi sambil
tersenyum renyah.
Emak dan Tan Jamal tersenyum‐senyum mendengar
ucapan Arsyad. Makan malam bersama memang sangat
membahagiakan bagi siapa saja.
Setelah selesai makan, Tan Jamal dan Arsyad duduk‐
duduk di ruang depan, sementara emak dan Rozi
membersihkan meja makan dan membereskan piring‐piring
yang kotor. Lalu emak pun duduk bersama Tan Jamal dan
Arsyad di ruang depan sambil bercakap‐cakap.
Tan Jamal menyampaikan kepada emak bahwa malam ini
pukul satu dini hari nanti, akan berangkat ke bangsal sagu
Sungai Kabung karena air pasang dalam jam segitu. Emak pun
mengerti dan paham dengan pekerjaan Tan Jamal, jika harus
berangkat tidak bisa ditunda kerena berhubungan dengan
penjualan sagu‐sagu mentah.
“Ada yang mau membeli sagu mentah kita lagi Bah Rozi?”
tanya emak kepada Tan Jamal.
“Ada, orang tu minta 15 karung goni lagi, dan Biyah minta
ditambah 5 karung goni lagi, jadi 15 karung goni untuk Biyah
pada penghantaran tahap dua.
“Siapa yang minta 15 karung goni sagu mentah tu?” tanya
emak penasaran.
“Nyah Dara, tadi aku ke sana ke tempat orang tu
mengolah sagu rendang, sengaja mencari pembeli sebab
masih 30 karung goni lagi sagu mentah itu tidak belum
bertuan,” jawab Tan Jamal menjelaskan kepada emak.
104 | Rosidah
“Sekarang ni ada 10 karung goni sagu mentah yang
belum ada pembelinya, mudah‐mudahan itu pun nanti habis
terjual,” lanjut ebah lagi.
“Oo, gitu. Menteh Ram mungkin mau tak? kata emak
memberi informasi kepada Tan Jamal.
“Entahlah sebab aku tak ketemu dengan Menteh Ram tu
tadi”, jawab Tan Jamal lagi.
“Tapi tak apalah, mudah‐mudahan habis terjual nantinya.
Lagi pun sagu‐sagu mentah tu kalau sudah di masukkan
dalam karung goni, tak masalah pun berlama‐lama,” kata Tan
Jamal melanjutkan lagi.
Percakapan mereka terus memecahkan kesunyian
malam. Akhirnya. tiba saat untuk istirahat merebahkan diri di
kamar.
Jam menunjukkan pukul 01.00. Ebah dan Arsyad siap‐saip
mau berangkat ke Pelabuhan Renak Kampung Rintis. Dini hari
ini mereka berdua harus berangkat ke bangsal sagu Sungai
Kabung.
Setelah berpamitan dengan emak, mereka pun pergi.
Tengah malam yang mencekam, Tan Jamal dan Arysad jalan
kaki dengan langkah yang agak cepat. Lampu senter masing‐
masing ada di jidat mereka sebagai penerangnya. Keadaan
sepi dan sunyi, tidak ada orang yang berjumpa di jalan. Hanya
suara langkah kaki Tan Jamal dan Arsyad yang terdengar
seperti terburu‐buru. Seperti inilah kehidupan yang Tan Jamal
jalani. Tidak kenal lelah dan lemah saat harus mencari nafkah,
menghidupi istri dan anak‐anaknya.
Adakalanya Tan Jamal sendirian tanpa yang menemani,
semua diurus sendiri. Rasa takut itu sudah tidak bersama dia
Bangsal Sagu di Sungai Kabung | 105
lagi, rasa cemas itu sudah tidak bersamanya lagi. Setiap ada
masalah yang datang, Tan Jamal dengan tenang
menjalaninya. Berpikir positif adalah moto hidupnya. Tidak
pernah berkeluh kesah, tidak pernah membahas masalah
yang tidak penting, berpikir cerdas dan teliti adalah
kepribadiannya. Selalu memberi, suka tersenyum kepada
siapa saja, suka menolong dan tenggang rasa itu adalah
sikapnya. Seorang pejuang yang tangguh, gigih, dan ulet
dalam menciptakan keluarga bahagia. Tan Jamal Superhero.
Terima Kasih
106 | Rosidah
PROFIL PENULIS
ROSIDAH, S.Pd., lahir pada 7 Januari 1974, hari Rabu di
Rintis, Kecamatan Tebing Tinggi Kabupaten Kepulauan
Meranti Provinsi Riau. Penulis adalah anak ketiga dari enam
bersaudara, yang memiliki darah Melayu.
Penulis pernah mengenyam pendidikan di SD Negeri 017
Banglas (1981–1987), SMP Negeri 3 Selatpanjang (1987–1990),
dan SMA Negeri 1 Selatpanjang (1990–1993).
Setelah tamat sekolah, penulis melanjutkan pendidikan
ke Perguruan Tinggi Negeri Universitas Riau (1993–1998), di
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Jurusan PMP‐
KN.
Sekarang ini penulis adalah pegawai negeri sipil yang
mengajar di SMK Negeri 1 Tebing Tinggi, Kabupaten
Kepulauan Meranti. Selama penulis menjadi guru di SMK
Negeri 1 Tebing Tinggi Kabupaten Kepulauan Meranti, penulis
pernah menduduki jabatan Wakil Kepala Sekolah Bidang
Kesiswaan dari tahun 2010 s.d. 2020.
Adapun pengalaman kerja yang penulis peroleh selama
menjadi Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswan adalah:
menjadi Wakil Ketua Sekolah Adiwiyata, yang memperoleh
sertifikat Sekolah Adiwiyata Tingkat Kabupaten (2014),
Sekolah Adiwiyata Tingkat Provinsi (2015), dan mendapat
sertifikat Sekolah Adiwiyata Nasional (2016).
Penulis juga menjadi Ketua Sekolah Responsif Gender
yang mendapat juara 1 se‐Provinsi Riau (2017), menjadi asesor
Bangsal Sagu di Sungai Kabung | 107
tim penilai sekolah adiwiyata tingkat kabupaten (2018 s.d
sekarang), menjadi Ketua Koordinator Bank Sampah Sekolah
kabupaten (2018 s.d sekarang). Pernah menjadi Ketua
Koperasi NU Kecamatan Tebing Tinggi (2014 s.d 2017).
Bagi yang ingin berkenalan lebih lanjut, dapat
menghubungi penulis di akun email
[email protected], facebook: Rosidahidah.
Instagram: @rosidah5742. Senang berkenalan dengan teman‐
teman semua! Salam Literasi!
108 | Rosidah