bermakna kadar ureum dan kreatinin sebelum dan sesudah
pemberian formula jamu hiperkolesterolemia hari ke-21
dan hari ke-42. Formula jamu hiperkolesterolemia terbukti
secara klinis aman untuk dikonsumsi.
4. Penyiapan dan Peracikan Ramuan
a. Komposisi Ramuan
Komposisi dari formula ramuan jamu untuk
hiperkolesterolemia ringan terdiri dari simplisia sebagai berikut:
1) Daun jati cina 1g
2) Daun jati belanda 6g
3) Herba tempuyung 6g
4) Daun teh hijau 5g
5) Rimpang temulawak 5g
6) Rimpang kunyit 4g
7) Herba meniran 3g
b. Penyiapan Ramuan
Ramuan disiapkan dengan mengikuti prinsip dasar
pembuatan infusa, yaitu dengan langkah-langkah sebagai berikut
1) Didihkan 5 gelas air
2) Masukkan 1 kemasan ramuan jamu.
3) Tunggu selama ± 15 menit (sampai air tersisa 3 gelas dengan
nyala api kecil dengan sesekali diaduk).
4) Diamkan hingga hangat/dingin.
5) Saringlah dan minum 3 x 1 gelas tiap hari. Pagi, siang dan
malam.
Ramuan ini disiapkan dengan menggunakan alat yang
terbuat dari tanah liat, porselen, stainless steel, atau enamel.
Ramuan ini diminum setelah makan.
90 JAMU SAINTIFIK
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
c. Aturan Minum
Ramuan diminum 3 x sehari 1 gelas setelah makan. Pemakaian
bersamaan dengan obat konvensional dapat dilakukan dengan
selang waktu 2 jam.
d. Peringatan Penggunaan
Selama menjalani terapi disarankan untuk menghindari
mengkonsumsi makanan yang mengandung lemak tinggi.Juga
tidak disarankan mengkonsumsi jamu melebihi aturan yang
ditentukan karena bisa menyebabkan diare. Selama minum jamu
dianjurkan banyak minum air putih karena frekuensi BAB bisa
meningkat dan konsistensi feses menjadi lunak.
JAMU SAINTIFIK 91
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
PUSTAKA
1. Debra AK. Medical nutrition therapy in cardiovascular disease. In:
Mahan LK, EscottStumpS, Editors. Krause’s food nutrition and diet
therapy. 12th Ed. USA: Saunders;2008. p. 838-50.
2. Hardiningsih R,Nurhidayat N.Pengaruh Pemberian Pakan
Hiperkolesterolemia terhadap Bobot Badan Tikus Putih Wistar yang
Diberi Bakteri Asam Laktat. Biodiversitas. 2006;7(2):127-130
3. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Laporan Nasional
Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013. Laporan Nasional 2013.
4. Dewi NCP, Probosari E. Pengaruh Pemberian Ekstrak Kacang Hijau
(Phaseolus Radiatus) Terhadap Kadar Kolesterol LDL Serum Tikus
Hiperkolesterolemia. J Nutr Coll. 2013;2:585–92.
5. Ellon Y, Polancos J. Manfaat jeruk nipis (citrus aurantifolia) dan
olahraga untuk menurunkan kolesterol total klien dewasa.Jurnal
Skolastik Keperawatan. 2015;1(2):148–55.
6. Stapleton PA, Goodwill AG, James ME, Brock RW, Frisbee
JC. Hypercholesterolemia and microvascular dysfunction :
interventional strategies. J In lamm [Internet]. 2010;7(1):54.
Available from: http://www.journal-in lammation.com/
content/7/1/54
7. Sari YD, Prihatini S, Bantas K. Asupan serat makanan dan kadar
kolesterol-LDL Penduduk Berusia 25-65 Tahun di Kelurahan Kebon
Kalapa Bogor. Penelitian Gizi Makanan. 2014;37(1):51–8.
8. Setyaji DY, Mulyati T. Pengaruh Pemberian Nata de Coco terhadap
KadarKolesterol LDL dan HDL pada WanitaDislipidemia. [Skripsi].
Semarang(Indonesia): Universitas Diponegoro.2013
9. PERDOSKI. Pedoman tatalaksana dislipidemia. 2013
92 JAMU SAINTIFIK
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
10. Dyah I, Rhoito F S, Elizabeth M A, Latifah K D. Zingiber cassumunar,
Guazuma ulmifolia, and Murraya paniculata Extracts as Antiobesity:
In Vitro Inhibitory Effect on Pancreatic Lipase Activity. Hayati Journal
of Biosciences 2011;18(1) p : 6-10. http://journal.ipb.ac.id/index.
php/hayati
11. Iswantini D, Darusman LK, Gunawan E, Nurulita Y. 2003. Identi ikasi
senyawa bioaktif daun Guazuma ulmifolia sebagai pelangsing dengan
menggunakan metode enzimatis (enzim lipase). J Ilmiah Pertanian
Gakuryoku 9:138-142
12. Departemen Kesehatan RI, 2008, Farmakope Herbal Indonesia edisi
I, Jakarta, hal 36-40, dan 139-142
13. Rahardjo SS, Ngatijan, Pramono S. In luence of ethanol extract of jati
belanda leaves (Guazuma ulmifolia Lamk) on lipase enzyme activity
of Rattus norvegicus serum Inovasi.2005;4(XVII):48-53
14. Balasankar D, Vanilarasu K, Selva Preetha P, Rajeswari S M.U, Debjit
B. Senna – A Medical Miracle Plant. Journal of Medicinal Plants
Studies Vol. 1 Issue. 3, 2013. www.plantsjournal.com Page | 41
15. Naniek Widyaningrum.. Epigallocatechin-3-Gallate (Egcg) Pada Daun
Teh Hijau Sebagai Anti Jerawat. Majalah Farmasi Dan Farmakologi,
Vol. 17, No.3 2013 Hlm. 95 - 98 (Issn : 1410-7031)
16. Kartika Dewi. Pengaruh Ekstrak Teh Hijau (Camellia Sinensis var.
Assamica) terhadap Penurunan Berat Badan, Nilai Trigliserida dan
Kolesterol Total pada Tikus Jantan Galur Wistar. JKM. Vol.7 No.2
Februari, 2008.
17. Zheng G, Sayama K, Okubo T, Juneja LR, Oguni I. Antiobesity Effects
of Three Major Components of Green Tea, Catechins, Caffeine and
Theanine, in Mice. in vivo, 2004 ; 18 : 55 – 62
18. Sayama K, Lin S, Zheng G, Oguni I.. Effects of Green Tea on Growth,
Food Utilization and Lipid Metabolism in Mice. in vivo ; 14 , 2000:
481 – 484.
JAMU SAINTIFIK 93
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
19. Rahmat Ali Khan. Evaluation of lavonoids and diverse antioxidant
activities of Sonchus arvensis. Chemistry Central Journal. 2012. 6:126
20. Yelvia Nurianti, Rini Hendriani, Elin Yulinah Sukandar, Kusnandar
Anggadiredja. Acute And Subchronic Oral Toxicity Studies Of Ethyl
Acetate Extract Of Sonchus arvensis L. Leaves. International Journal
Of Pharmacy And Pharmaceutical Sciences. 2014 Vol 6, Issue 5.
21. Kementerian Kesehatan. Vademekum Tanaman Obat untuk
Sainti ikasi Jamu. Jilid I (Edisi Revisi). Kementerian Kesehatan RI.
2010
22. Sukandar, E.Y.. Elfahmi, Nurdewi. In luence of Administration of Jati
Belanda (Guazuma ulmifolia Lamk) Leaves on Blood Lipid Level of
Male Rats. Med. J. Maranatha, 8, 2009: 102-112.
23. Mathur, M., Sharma, R., Sharma, J., Pareek, R., & Kamal, R. (2012).
Phytochemical screening and antimicrobial activity of Phyllanthus
niruri Linn. Applied Botany, 46, 8487-8489.
24. Shimizu, M., Horie, S., Terashima, S., Ueno, H., Hayashi, T., Arisawa,
M., ... & Morita, N. (1989). Studies on aldose reductase inhibitors
from natural products. II. Active components of a Paraguayan crude”
Paraparai-mi”, Phyllanthus niruri. Chem. Pharm. Bull (Tokyo), 37,
2591-2532.
25. Maat, S. 1996. Phyllantus niruri L sebagai Immunostimolator pada
mencit. Rangkuman Disertasi. Program Pasca Sarjana. Unair,
Surabaya.
26. Saryanto., Ratnawati G. Uji Praklinik Ramuan Jamu
Antihiperkolesterolemia. B2P2TO2T Tawangmangu. 2012
27. Zulkarnain Z, Astana PRW. Observasi Klinis Formula Jamu Untuk
Hiperkolesterolemia Ringan. B2P2TOOT Tawangmangu. 2014
28. Triyono A, Ardiyanto Danang, Saryanto. Uji Klinis Formula Jamu
Antihiperkolesterolemia. B2P2TO2T Tawangmangu. 2015
94 JAMU SAINTIFIK
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
E
Ramuan Jamu Saintifik Hemoroid
Penyusun:
1. dr. Peristiwan Ridha Widhi Astana
2. Tofan Aries M, S.Farm, Apt
3. Mery Budiarti Supriyadi., M.Si
JAMU SAINTIFIK 95
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
1. Penjelasan Penyakit
Pengertian dari hemoroid menurut kamus besar kedokteran
adalah: “Dilatasi varikosus vena dari plexus hemorrhoidal inferior
dan superior”.1 Plexus hemoroid merupakan jalinan pembuluh darah
normal yang terletak pada bagian ujung rektum. Gangguan pada
hemoroid terjadi ketika plexus ini membesar. Pada dasarnya hemoroid
bukan merupakan keadaan patologik, hanya apabila hemoroid ini
menyebabkan keluhan atau penyulit, maka diperlukan tindakan.2
a. Epidemiologi
Hemoroid atau dikenal juga dengan ambeien/wasir
merupakan salah satu jenis penyakit yang sering dijumpai di
masyarakat, dan telah ada sejak jaman dahulu.Di Amerika jumlah
penderita hemoroid diperkirakan sekitar 4-5% dari seluruh
penduduknya. Sedangkan di Indonesia, lebih dari sepuluh
juta orang menderita hemoroid. Penelitian sebelumnya juga
menunjukkan bahwa ada 1,5 juta resep untuk penyakit hemoroid
setiap tahunnya.3
Sekitar 75% orang akan menderita hemoroid atau ambeien
di satu masa kehidupannya. Biasanya hemoroid ini akan dialami
orang dewasa, dengan puncak usia 45-65 tahun. Perbandingan
risiko terjadinya hemoroid antara laki-laki dan perempuan tidak
menunjukkan jarak yang signi ikan. Walaupun begitu, perempuan
lebih sering terkena hemoroid yang biasanya dikarenakan
kehamilan.4
b. Klasifikasi
Menurut letaknya, hemoroid dapat diklasi ikasikan
menjadi dua yaitu hemoroid eksterna (luar) dan hemoroid
interna (dalam). Hemoroid eksterna merupakan pelebaraan
dan penonjolan pleksus hemoroidalis inferior. Bentuk ini sering
nyeri dan gatal karena ujung-ujung saraf pada kulit merupakan
reseptor nyeri.5
96 JAMU SAINTIFIK
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
Sedangkan hemoroid interna adalah kondisi pelebaran
pleksus v. Hemoroidalis superior di sebelah atas garis mukokutan
dan ditutupi oleh jaringan mukosa. Sumbatan aliran darah pada
bagian ini akan menimbulkan pembengkakan pada anus bagian
dalam. Menurut letaknya, hemoroid interna terdapat pada tiga
posisi utama, yaitu kanan depan (jam 11), kanan belakang (jam
7) dan lateral kiri (jam 3), yang biasa disebut “Three Primary
Haemorrhoidal Areas”.5
Berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, hemoroid
interna dibagi menjadi 4 derajat yaitu :
1) Derajat I, hemoroid mencapai lumen kanalis analis. Gejala
yang timbul antara lain:
a. Terdapat perdarahan merah segar pada rectum pasca
defekasi
b. Tanpa disertai rasa nyeri
c. Tidak terdapat prolaps
d. Pada pemeriksaan anoskopi terlihat permulaan dari
benjolan hemoroid yang menonjol ke dalam lumen
2) Derajat II, hemoroid mencapai s ingter eksternal
menimbulkan gejala :
a. Terdapat perdarahan/tanpa perdarahan sesudah
defekasi
b. Terjadi prolaps hemoroid yang dapat masuk sendiri
(reposisi spontan)
3) Derajat III, hemoroid telah keluar dari kanalis analis
a. Terdapat perdarahan/tanpa perdarahan sesudah
defekasi
b. Terjadi prolaps hemoroid yang tidak dapat masuk sendiri
jadi harus didorong dengan jari (reposisi manual)
4) Derajat IV, hemoroid selalu keluar dan tidak dapat masuk ke
kanalis analis
JAMU SAINTIFIK 97
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
a. Terdapat perdarahan sesudah defekasi
b. Terjadi prolaps hemoroid yang tidak dapat didorong
masuk (meskipun sudah direposisi akan keluar lagi.5
c. Patogenesis dan Faktor Resiko
Penyebab pasti terjadinya hemoroid belum diketahui
secara pasti sampai sekarang. Teori yang paling banyak diakui
adalah rusaknya jaringan plexus hemoroid karena faktor risiko
seperti usia dan berbagai faktor pemburuk (seperti bendungan
sistim porta, kehamilan, PPOK, konstipasi kronik, keadaan yang
menimbulkan tekanan dalam panggul meningkat). Kerusakan
pada jaringan ini akan mengakibatkan plexsus akan menonjol dan
turun keluar karena dorongan gerak usus sehingga menimbulkan
gejala. Teori lain menyatakan bahwa hemoroid ini mirip dengan
suatu malformasi arteri vena, ini dibuktikan dengan adanya
perdarahan yang berwarna merah(bukan hitam) seperti
perdarahan arterial.1
Teori terakhir menyatakan bahwa faktor utama terjadinya
hemoroid adalah kombinasi dari lemahnya jaringan penunjang
plexus hemoroid dan hipertro i (pembesaran) dari otot s inkter
ani (otot yang berfungsi mengatur anus). Pada beberapa individu
terjadi hipertro i otot s inkter ani menyebabkan kanalis analis
(saluran dubur) makin menyempit, sehingga pada saat mengedan
terjadilah penekanan feses pada plexus. Karena terjadi terus
menerus, plexus yang tertekan akan membesar mengakibatkan
benjolan hemoroid.3
Terkait mitos bahwa hemoroid adalah penyakit menurun,
berdasarkan penelitian, tidak ada bukti bahwa keturunan dan
faktor geogra i turut berperan dalam terjadinya hemoroid.4
d. Gambaran Klinis
Gejala klinis hemoroid dapat dibagi berdasarkan
klasi ikasinya. Hemoroid internal pada umumnya akan
98 JAMU SAINTIFIK
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
menimbulkan gejala seperti prolaps dan keluarnya mukus,
perdarahan, rasa tak nyaman, dan gatal. Sedangkan hemoroid
eksternal, gejalanya lebih didominasi dengan rasa terbakar, nyeri
( jika mengalami trombosis), dan gatal.6,7
e. Penatalaksanaan
Seperti kebanyakan penyakit-penyakit yang berhubungan
dengan faktor resiko gaya hidup, timbulnya hemoroid juga dapat
dicegah. Secara khusus, tips-tips untuk mencegah hemoroid
antara lain : hindari terlalu banyak duduk, jangan menahan
kencing dan buang air besar, jangan suka menggosok dan
menggaruk dubur berlebihan, dan jangan mengejan / mengedan
secara berlebihan saat buang air besar.
Kebanyakan penderita hemoroid derajat pertama dan
derajat kedua dapat ditolong dengan tindakan lokal sederhana
disertai nasehat tentang makan.Makanan sebaiknya terdiri atas
makanan berserat tinggi seperti sayur dan buah-buahan.Makanan
ini membuat gumpalan isi usus besar, namun lunak, sehingga
mempermudah buang air besar dan mengurangi keharusan
mengejan berlebihan.Hemoroid interna yang mengalami prolaps
oleh karena udem umumnya dapat dimasukkan kembali secara
perlahan disusul dengan tirah baring dan kompres lokal untuk
mengurangi pembengkakan. Rendam duduk dengan dengan
cairan hangat juga dapat meringankan nyeri.8
Terapi menggunakan obat juga dapat dilakukan menggunakan
obat lebotonik seperti Da lon/Ardium (diosmin dan hesperidin
yang dimikronisasi) atau preparat rutacea dapat meningkatkan
tonus vena sehingga mengurangi kongesti. Walaupun Obat
ini dikatakan aman bahkan pada wanita hamil sekalipun,
penggunaannya harus di bawah pengawasan dari dokter.
Terapi berikutnya adalah dengan “minimal invasive”. Cara ini
dilakukan terhadap penderita yang tidak berhasil dengan cara
JAMU SAINTIFIK 99
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
medik atau penderita yang belum mau dilakukan operasi. Paling
optimal cara ini dilakukan pada penderita hemorroid derajat
2 atau 3. Terapi minimal invasif yang sering dilakukan adalah
Skleroterapi, Rubber band ligation, Dilatasi anus, Bedah krio, Foto
koagulasi infra merah, Elektrokoagulasi, dan Diatermi bipolar.
Untuk hemoroid derajat 4, terapi utamanya adalah tindakan
bedah.6,9
Terapi Hemoroid Menggunakan Herbal/Jamu
Penggunaan tanaman obat untuk terapi hemoroid sudah
dilakukan oleh masyarakat sejak lama.Hemoroid yang dapat
diterapi derajat 1 sampai 3 tergantung berat tidaknya kondisi
klinis.Prinsip terapi menggunakan tanaman obat pada dasarnya
adalah untuk mengurangi obstipasi dengan melunakkan feses.
Tetapi ada beberapa tanaman obat yang dapat berfungsi
untuk meningkatkan tonus pembuluh darah sehingga dapat
menghambat berkembangnya hemoroid. Beberapa tanaman obat
yang sering digunakan untuk hemoroid antara lain daun ungu,
daun duduk, pegagan, daun iler, kelembak dan kangkung.
2. Penyusun Ramuan Jamu Saintifik
a. Daun Ungu (Graptophylum pictum (L.)Griff.)
Daun ungu sudah cukup dikenal masyarakat sebagai bahan
penyembuh wasir atau ambeien. Daun ungu yang bersifat laksatif
ini mengandung lendir yang bermanfaat melunakkan kotoran
sehingga mencegah terjadinya sembelit. Dalam buku Intisari
Tanaman Obat Keluarga daun ungu juga memiliki kegunaan untuk
mengobati batu empedu, menurunkan demam, mendinginkan,
dan dan mengobati bengkak karena terpukul.10
Kandungan kimia pada daun ungu meliputi Alkaloid non
toksik, glikosid steroid, saponin, lendir, tanin galat, antosianin,
leukoantosianin, asam protokatekuat, dan lavonoid (berupa
100 JAMU SAINTIFIK
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
4,5,7-trihidroksi lavonol; 4,4-dihidroksi lavon; 3,4,7-trihidroksi
lavon dan luteolin-7-glukosida). Senyawa aktif lain berupa asam
fenolat, yaitu asam protokatekuat, asam p-hidroksi benzoat, asam
kafeat, asam pkumarat, asam vanilat, asam siringat, dan asam
ferulat ; juga mengandung senyawa golongan saponin, tanin, dan
senyawa serupa alkaloid.11
Hasil penelitian yang dilakukan terhadap tukak buatan
pada membran mukosa anorektum tikus putih menunjukkan
efektivitas daun ungu dalam menurunkan massa benjolan. Daun
ungu mengandung pektin untuk mengembangkan saluran cerna,
sehingga mempermudah buang air besar dan tak menimbulkan
luka atau peradangan.12
Penelitian lain oleh Ozaki et al. Mengenai penggunaan ekstrak
etanol daun ungu per oral pada tikus terinduksi karagenin dan
asam asetat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol
memiliki aktivitas antiin lamasi dan analgesik tertinggi diikuti
fraksi larut air, butanol, dan metanol.13
Efek daun ungu sebagai laksansia dibuktikan dengan
penelitian menggunakan lima kelompok tikus, kelompok A diberi
NaCl isiologis 1 mL/100 g bb (kontrol), kelompok B diberi Oleum
Ricini 1 mL/100 g bb, sedangkan 3 kelompok perlakuan diberi
infusa daun ungu secara per oral masing-masing dengan dosis
16,6, 166 dan 498mg/100 g bb. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa infusa daun ungu dapat digunakan sebagai laksan dengan
parameter frekuensi, konsistensi defekasi, dan massa feses.14
b. Daun Duduk (Desmodium triquetrum L.)
Penggunaan daun duduk dalam pengobatan hemoroid juga
telah lama digunakan.Herba ini rasanya sedikit pahit, sejuk.
Berkhasiat sebagai pereda demam (antiperik), anti radang (anti-
in lamasi), pembunuh parasit (parasitisid), meningkatkan napsu
makan (stomakik), dan peluruh kencing (diuretik).15,16
JAMU SAINTIFIK 101
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
Kandungan kimia daun duduk meliputi tanin, alkaloida
hipaforin, trigonelin, bahan penyamak, asam silikat, dan K20.16
Hasil penelitian laboratorium menunjukkan, lavonoid rutin
pada daun duduk bersifat memperkuat dinding pembuluh darah
kapiler. Sifat inilah yang bisa melengkapi kemampuan daun
duduk dalam pengobatan wasir. Pembuluh darah di rektum
menjadi kuat.17 Selain itu, terdapat hasil penelitian daun duduk
pada hewan uji yang menunjukkan bahwa ekstrak daun duduk
mempunyai efek anti in lamasi paling kuat dibandingkan dengan
kontrol NSAID.18
c. Daun Iler (Coleus atropupureus (L). Benth.)
Iler merupakan tanaman tegak dan merayap tinggi 30-150
cm. Kandungan senyawa aktif daun iler alkaloid, etil salisilat,
metil eugenol, timol, karvakrol,dan mineral.16 Daun iler memiliki
sifat anti bakteri dengan cara menghambaat pertumbuhannya.19
Dalam penelitian lainnya, daun iler terbukti dapat
mempercepat proses penyembuhan luka pada kelinci. Luka insisi
pada kulit kelinci yang diberi daun iler terlihat lebih cepat kering
dan menutup dibandingkan dengan luka yang tidak diberi daun
iler.20
3. Penelitian Ramuan Jamu Saintifik
Penelitian ramuan jamu anti hemoroid terdiri daun ungu,
daun duduk, daun iler, rimpang temulawak, rimpang kunyit, dan
herba meniran dilakukan dalam rangka program Sainti ikasi Jamu.
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan bukti ilmiah manfaat
dan tingkat keamanan penggunaan ramuan jamu tersebut dalam
pengobatan. Efek samping ramuan jamu dianalisis berdasarkan hasil
laboratorium darah meliputi SGOT, SGPT, ureum, dan kreatinin untuk
menilai apakah terjadi gangguan faal hati dan ginjal.
102 JAMU SAINTIFIK
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
a. Studi Pra Klinis
Studi khasiat dan keamanan ramuan ini pada hewan coba
telah dilakukan sebelumnya. Ramuan jamu anti hemoroid dapat
memperbaiki hemoroid buatan pada hewan uji (tikus putih)
pada dosis 0,340 g, 0,510 g, dan 0,680 g/ 200 g bb tikus. Uji
toksisitas akut infusa ramuan jamu anti hemoroid menunjukkan
pemberian dosis tunggal secara oral tidak menimbulkan efek
toksik dengan nilai LD50 lebih besar dari 5 g/kg bb.Uji toksisitas
sub kronik ramuan jamu anti hemoroid selama 3 bulan terlihat
tidak terjadi tanda-tanda toksis pada hewan uji, sehingga ramuan
ini diperkirakan aman digunakan secara berulang dalam jangka
tertentu.21
b. Studi Klinis
Penelitian klinik dengan metode pre dan post pada subjek
hemoroid terhadap ramuan ini juga sudah dilaksanakan
pada 2011.Jumlah sampel yang diambil dan dianalisis untuk
melihat keamanan pemberian intervensi jamu sebanyak 30
subjek. Ramuan jamu anti hemoroid dapat menurunkan gejala
klinis secara bermakna berupa nyeri dan perdarahan setelah
pemberian selama 7 hari, Frekuensi kekambuhan berkurang
setelah pemberian selama 28 hari, dan sifat benjolan/derajat
hemoroid berkurang setelah pemberian selama 56 hari. Setelah
pemberian ramuan jamu tidak terdapat perbedaan terhadap nilai
faal hati (SGOT, SGPT) dan ginjal (ureum, kreatinin).22
Penelitian untuk memperkuat dalam menilai khasiat dan
keamanan, digunakan metode Randomized controlled trial (RCT).
Ramuan jamu hemoroid disiapkan oleh B2P2TO2T dengan metode
yang menjamin mutu bahan baku dan sediaannya. Penelitian ini
menggunakan 126 subjek penelitian dengan menggunakan obat
pembanding yang mengandung Diosmin 90% dan Hesperidin.
JAMU SAINTIFIK 103
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ramuan jamu
hemoroid dapat menaikkan skor sikirov subjek penelitian
secara signi ikan sejak hari ke-7 sampai hari ke-56 (p<0,05).
Efektivitas ramuan jamu hemoroid dalam menaikkan skor sikirov
sebanding efektivitas obat pembanding (p>0,05). Intervensi
ramuan jamu hemoroid pada subjek penelitian menurunkan
frekuensi kekambuhan setiap minggunya. Penurunan frekuensi
kekambuhan oleh ramuan jamu hemoroid sebanding dengan
penurunan frekuensi kekambuhan oleh obat pembanding
(p>0,05). Intervensi ramuan jamu hemoroid pada subjek
penelitian menaikkan skor kualitas hidup SF36 sebanding
dengan kenaikan skor kualitas hidup SF36 akibat intervensi obat
pembanding (p>0,05). Pemberian ramuan jamu anti hemoroid
selama 56 hari intervensi dan obat pembanding, tidak ditemukan
gejala atau efek samping yang serius. Jamu anti hemoroid dan
obat pembanding tidak mengganggu faal hati dan ginjal.23
4. Penyiapan dan Peracikan Ramuan
a. Komposisi Ramuan
Daun Ungu 15 g
Daun Duduk 12 g
Daun Iler 9g
Rimpang Temulawak 3 g
Rimpang Kunyit 3g
Herba Meniran 3g
b. Peracikan
1.) Untuk memudahkan dalam penyiapan bahan jamu, ramuan
dapat dikemas untuk setiap satu hari pemakaian yaitu : daun
ungu (15 gram); daun duduk (12 gram); daun iler (9 gram);
rimpang temulawak (3 gram); rimpang kunyit (3 gram) dan
herba meniran (3 gram) dimasukkan dalam kantong plastik,
kemudian disegel.
104 JAMU SAINTIFIK
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
2.) Satu kemasan ramuan jamu digunakan untuk satu hari, yang
disiapkan pada pagi hari untuk pemakaian pada hari yang
sama.
3.) Satu kemasan ramuan jamu direbus dengan 1 liter (5 gelas
belimbing) air dalam panci atau kendil bertutup. Perebusan
dilakukan dengan api kecil hingga mendidih. Setelah
mendidih perebusan dilanjutkan selama 15 menit.
4.) Setelah mendidih 15 menit, panci diangkat dan didiamkan
hingga dingin (suhu ruang) dilanjutkan dengan penyaringan
menggunakan saringan teh.
c. Aturan Minum
Air rebusan yang diperoleh dibagi menjadi 3 bagian, untuk
diminum 3 kali pada hari yang sama yaitu pagi, siang dan malam.
d. Peringatan Penggunaan
Disarankan melakukan kunjungan ke dokter untuk
pemeriksaan isik setidaknya 1 bulan sekali.
JAMU SAINTIFIK 105
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
PUSTAKA
1. Dorland, W.A Newman. Kamus Kedokteran Dorland Ed.31(Alih
Bahasa : Albertus Agung Mahode). Jakarta : EGC. 2010.
2. Felix. Duduk, Salah, Berdiri, Juga Salah. Farmacia Majalah Kedokteran
dan Farmasi, Jakarta. Available from: http://www.majalah-farmacia.
com/rubrik/one_news.asp?IDNews=278. 2006.
3. Schrock TR. Examination of anorectum and disases anorectum
dalam Gastrointestinal disease: Pathophysiology/diagnosis/
management. edisi 5.Sleisenger MH,Fordtrand JS(ed.).WB Sauders
Co.Philadelphia.1993:1499-1502
4. Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M,.dan Setiati,
S. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta. 2006: 92.
5. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. Hemoroid . Dalam: Buku Ajar Ilmu
Bedah, Ed.2. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2004: 672 –
675
6. Williams NS. Haemorrhoidal disease. dalam : Keighley MRB, Williams
NS. Surgery of the anus, rectum and colon. WB Saunders. London.
1993 : 295-363.
7. Mansjur A dkk ( editor ). Kapita selekta Kedokteran. Jilid II, Edisi III.
FK UI. Jakarta. 1999 : 321 – 324.
8. Altomare, D. F., et al. The treatment of hemorrhoids: guidelines of the
Italian Society of Colorectal Surgery. Techniques in coloproctology
10.3 (2006): 181-186.
9. Arullani A and Capello G. Diagnosis and Current treatment of
hemorrhoidal disease. Angiology. 1994;45:560-565
10. Anonim. Tanaman Obat Keluarga, Intisari Jilid 1. PT Intisari
Mediatama. Jakarta. 1999.
106 JAMU SAINTIFIK
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
11. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Vademekum
Tanaman Obat untuk Sainti ikasi Jamu Jilid I. Jakarta. 2010:65-71.
12. Wiryowidagdo S, AI Mahmud, B Taebe, F Tobo, dan EF Sabu.
Perbandingan pengaruh perasan, infusa dan ekstrak metanol daun
ungu (Graptophyllum pictum) terhadap tukak anurektum pada
tikus putih,Laporan Penelitian, Jurusan Farmasi, FMIPA, Universitas
Hasanudin, Ujung Pandang. 1998.
13. Ozaki Y, S Sekita, S Sudigdo, and M Harada, Antiin lamatory Effect of
Graptophyllum pictum (L.) Griff. Chem. Pharm. Bull. 1989. 37(10):
2799-2802.
14. Nuratmi B dan YN Astuti. Khasiat daun handeuleum (Graptophyllum
pictum) sebagai laksansia. Puslitbang Farmasi. Balitbangkes. 1998.
15. Dharma, A. P. Tanaman obat tradisional Indonesia. Balai Pustaka,
1985.
16. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Vademekum
Tanaman Obat untuk Sainti ikasi Jamu Jilid III. Jakarta. 2012.
17. Arun, Mittal, Sardana Satish, and Pandey Anima. Herbal boon for
wounds. wounds 6.7. 2013: 8.
18. Kalyani, G. A., et al. Anti-in lammatory and in vitro antioxidant activity
of Desmodium triquetrum (L.). Indian journal of pharmacology 43.6.
2011: 740.
19. Mpila, Deby, Fatimawali Fatimawali, and Weny Wiyono. Uji Aktivitas
Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Mayana (Coleus Atropurpureus
[L] Benth) Terhadap Staphylococcus Aureus, Escherichia Coli Dan
Pseudomonas Aeruginosa Secara In-Vitro. Pharmacon 1.1. 2012.
20. Tari, Rudianto, Jimmy Posangi, and P. M. Wowor. Uji Efek Daun Iler
(Coleus atropurpureus [L.] Benth.) Terhadap Penyembuhan Luka Insisi
Pada Kulit Kelinci (Oryctolagus cuniculus). Jurnal e-Biomedik 1.1.
2013.
JAMU SAINTIFIK 107
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
21. Saryanto, Danang Ardiyanto. Praclinical Study of Anti Hemmoroid
Jamu Formula, Proceeding of International Conference of Indonesia
Chemical Society. Yogyakarta. 2013.
22. Widhi Astana Agus Triyono. Clinical Observation of Jamu Formula
For Hemmoroid Treatment, Proceeding of International Seminar on:
Spice, Medicinal, and Aromatic Plants. Jakarta. 2012.
23. Astana, Peristiwan Ridha Widhi, et al. Uji Keamanan dan Manfaat
Ramuan Jamu untuk Hemoroid Dibandingkan dengan Diosmin
Hisperidin. Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan 27.1.
2017: 57-64.
108 JAMU SAINTIFIK
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
F
Ramuan Jamu Saintifik Hepatoprotektor
Penyusun:
1. dr. Zuraida Zulkarnain
2. Rochmat Mujahid, M.Sc, Apt
3. Amalia Damayanti, M.Si
JAMU SAINTIFIK 109
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
1. Penjelasan Penyakit
Hepar/liver/hati merupakan organ tubuh yang memiliki fungsi
kompleks. Fungsi hati dibagi menjadi empat.1,2
1) Fungsi pembentukan dan ekskresi empedu
Hati mengekskresikan sekitar 1 liter empedu tiap hari. Saluran
empedu mengalirkan, sedangkan kandung empedu berfungsi
menyimpan dan mengeluarkan cairan empedu ke dalam usus
halus.Unsur-unsur cairan empedu adalah air, elektrolit, garam
empedu fosfolipid, kolesterol, dan pigmen empedu. Garam
empedu penting untuk pencernaan dan absorbsi lemak dalam
usus halus.
2) Fungsi metabolik
Hati memegang peranan penting pada metabolisme karbohidrat,
lemak, protein dan vitamin.
3) Fungsi pertahanan tubuh
Fungsi pertahanan tubuh hati terdiri dari fungsi detoksi ikasi
dan fungsi perlindungan. Fungsi detoksi ikasi dilakukan oleh
enzim-enzim hati yang melakukan oksidasi, reduksi, hidrolisis,
atau konjugasi zat yang kemungkinan membahayakan, dan
mengubahnya menjadi zat yang secara isiologis tidak aktif.
Fungsi perlindungan dilakukan oleh sel Kupffer yang terdapat di
dinding sinusoid hati.
4) Fungsi vaskuler hati
Hati menerima 25 % dari total aliran darah yang dipompa oleh
jantung. Pada orang dewasa jumlah aliran darah ke hati bervariasi
antara 800 – 1200 cc/menit.
Berdasarkan letaknya yang strategis dan fungsinya yang
kompleks, hati mudah mengalami gangguan.
a. Epidemiologi
Penyakit hati masih menjadi masalah kesehatan utama
di dunia dengan tingginya angka endemik terutama di negara
110 JAMU SAINTIFIK
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
berkembang.3 Berdasarkan estimasi WHO, terdapat 170 juta
orang terinfeksi hepatitis C kronis dan 5 juta orang menderita
HBV akut, dan akan terus bertambah hingga 3-4 juta orang per
tahun4. Di samping itu insiden perlemakan hati baik karena
alkohol maupun non alkohol juga diperkirakan akan meningkat5.
b. Klasifikasi Gangguan Fungsi Hati
Enzim SGPT-SGOT digunakan sebagai indikator pada
pemeriksaan fungsi hati, dimana kadar dalam darah akan
meningkat ketika sel-sel hati mengalami kerusakan. Nilai normal
SGPT adalah 5-35 U/L, sedangkan nilai normal untuk SGOT
adalah 5-35 U/L.6
Klasi ikasi gangguan fungsi hati dapat dibagi menjadi 2
berdasarkan faktor penyebabnya, yaitu1,5,7
1) Intra hepatal:
a) Hepatitis/peradangan hati yang dapat disebabkan oleh
virus, bakteri, toksin atau obat. Nilai SGOT dan SGPT 5-10
kali nilai normal dengan kenaikan bilirubin, penurunan
albumin dan indikator kerusakan hati lainnya.
b) Perlemakan hati/fatty liver karena alkoholisme maupun
non alkoholisme, seperti pada resistensi insulin dan
obesitas (sindroma metabolik) serta malnutrisi
c) Hepatoma (kanker hati) dan karsinoma metastase
d) Sirosis hepatis
2) Ekstra hepatal
Penyebab gangguan berasal dari luar organ hati, seperti
pada:
a) Kondisi tersumbatnya saluran empedu karena batu
saluran empedu, tumor saluran empedu dan tumor kaput
pankreas. Sumbatan ini menyebabkan peningkatan
kadar bilirubin yang bisa merusak sel hati.
JAMU SAINTIFIK 111
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
b) Kondisi payah jantung yang menyebabkan terjadinya
bendungan aliran darah dalam vena porta sehingga
terjadi pembesaran kelenjar hati dan kerusakan sel hati.
c. Patogenesis dan Faktor Risiko
Pada gangguan fungsi hati biasanya terjadi kelainan enzim.
Sel hati banyak sekali menghasilkan enzim antara lain: laktat
dehidrogenase, serum transaminase (SGPT, SGOT), gamma
glutamyl transpeptidase (γGT), dan alkali phosphatase (ALP).
Apabila terjadi kerusakan sel atau peningkatan permeabilitas
membran sel, enzim akan banyak keluar ke ruang ekstraseluler
dan dapat digunakan sebagai sarana diagnosis.1,7
Pemeriksaan penyaring pada tes fungsi hati dengan melihat
kadar enzim SGPT dan SGOT. Peningkatan 2x atau lebih dari nilai
normal SGPT yang disertai dengan peningkatan SGOT merupakan
tanda pasti adanya kerusakan sel hati.1,7
Faktor risiko terjadinya kerusakan sel hati adalah sebagai
berikut:3
1) Infeksi virus dan bakteri
2) Konsumsi obat-obatan atau toksin yang menyebabkan
hepatitis (a latoksin)
3) Hepatoma/karsinoma metastatik
4) Konsumsi alkohol
5) Kegemukan
6) Sindroma metabolik dan malnutrisi
7) Genetik, seperti pada kondisi hemokromatosis (yaitu
gangguan metabolisme besi yang ditandai dengan terjadinya
penumpukan zat besi yang berlebihan pada jaringan tubuh)
d. Gambaran Klinis
Gangguan fungsi hati kadang-kadang tidak menimbulkan
gejala dan diketahui dari pemeriksaan laboratorium SGPT dan
SGOT yang meningkat (> 2 kali nilai normal). Gejala-gejala yang
112 JAMU SAINTIFIK
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
mungkin muncul bila ada gangguan fungsi hati, antara lain : mual,
muntah, nafsu makan berkurang, mata dan kulit menjadi kuning,
BAK warna seperti teh, BAB pucat (warna seperti dempul),
perut terasa sebah, mudah capek dan pusing. Pada kasus-kasus
berat seperti pada pengerasan hati (sirosis hepatis) perut akan
membesar karena berisi cairan asites.8
e. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan gangguan fungsi hati dibagi menjadi 2, yaitu:8
1) Non farmakologis
a) Istirahat cukup dan hindari stres
b) Menghindari makanan yang berminyak dan berlemak
c) Menghentikan konsumsi alkohol dan obat yang menjadi
pemicu gangguan fungsi hati
d) Diet dengan gizi seimbang
2) Farmakologis
Gangguan fungsi hati dengan sebab spesi ik seperti
virus, bakteri, sumbatan empedu, kanker, payah jantung,
sindroma metabolik dan malnutrisi harus dilakukan terapi
de initif untuk mengobati penyebab tetap.
Salah satu upaya pencegahan terhadap infeksi virus
hepatitis B dapat dilakukan dengan vaksinasi.
Ramuan jamu untuk mengatasi gangguan fungsi hati
bekerja dengan cara memperbaiki dan melindungi sel-
sel hati dari kerusakan lebih lanjut. Ramuan Jamu dapat
diberikan sebagai terapi komplementer untuk mendukung
terapi de initif. Jarak waktu minum jamu dengan obat lain
kurang lebih 2 jam.
Pada kondisi gangguan fungsi hati ringan dengan kadar
SGOT-SGPT 2-3 kali normal tanpa sebab yang jelas, ramuan
jamu untuk mengatasi gangguan fungsi hati dapat diberikan
dengan selalu mengevaluasi kondisi klinis dan kadar SGPT-
JAMU SAINTIFIK 113
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
SGOT pasien setiap 1 minggu sekali. Pemeriksaan penunjang
untuk mengetahui penyebab pasti gangguan fungsi hati tetap
harus dilakukan.
2. Tanaman Penyusun Ramuan Jamu Saintifik
Ramuan jamu untuk mengatasi gangguan fungsi hati yang
tersainti ikasi terdiri atas rimpang temulawak, rimpang kunyit dan
daun jombang.
a. Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb)
Secara tradisional temulawak digunakan pada berbagai
gangguan perut, gangguan hati (penyakit kuning), batu empedu
dan meningkatkan sekresi empedu.9
Temulawak mengandung kurkuminoid dan senyawa aktif
jenis bisabolen seperti α-kurkumen, ar-turmeron dan xantorizol.
Selain kurkumin aktivitas hepatoprotektif temulawak juga
ditentukan oleh xantorizol. Xantorizol adalah komponen utama
minyak atsiri temulawak.10
Pemberian kurkuminoid temulawak pada kelinci berbobot
1,5-2,5 kg, dengan dosis 5,10,15,20, 31dan 25 mg/ekor secara
peroral, setiap hari selama 42 hari, dapat menaikkan kadar asam
empedu darah. 10
Pemberian temulawak dosis 500 mg/kg bbpada tikus putih
galur SD dengan induksi etanol terbukti dapat menurunkan
kadarSGPT-SGOT, ALP dan protein darah, serta menunjukkan
perbaikan histopatologi jaringan hati.11
Ekstrak air temulawak 10% dengan dosis 6, 8 dan 10 mL/
hari dapat menurunkan kadar SGOT dan SGPT darah kelinci yang
terinfeksi virus hepatitis B. 10
Khasiat antihepatotoksik kurkumin telah diteliti
dengan melakukaninduksi hepatotoksik karbon tetraklorida
dangalaktosamin. Pemberian kurkumin dosis 1 mg/kg bb dapat
114 JAMU SAINTIFIK
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
mengurangi aktivitas SGOT sebesar 53%, serta menurunkan
aktivitas SGPT sebesar 20%.12
Uji toksisitas akut ekstrak etanol temulawak pada dosis 7,5
g/kg bb pada mencit tidak ada kematian dan efek toksik yang
bermakna. 13
b. Jombang (Taraxacum ofϔicinale Weber ex Wiggers)
Secara tradisional daun jombang digunakan untuk gangguan
fungsi hati.14
Daun jombang mengandung senyawa asam sikorat yang
memiliki aktivitas menghambat penetrasi sel virus ke dalam
sel dan mencegah oksidasi kolagen. Jombang juga mengandung
asam klorogenat yang bersifat kolagogum, membantu kelancaran
aliran empedu. Aktivitas tersebut mendukung potensi jombang
untuk mengatasi gangguan fungsi hati.15
Induksi dengan karbon tetra klorida (CCl4) pada tikus yang
diberi rebusan daun jombang yang dihilangkan lemaknya, pada
dosis 500 mg/kg bb dan 2 g/kg bb terbukti dapat menaikkan
glutation peroksidase, glutation reduktase, super okside
dismutase, dan menurunkan sitokrom p450.16
c. Kunyit (Curcuma domestica Val.)
Secara tradisional digunakan sebagai kolagogum dan
demam-kuning disamping untuk indikasi-indikasi yang lain.10
Kunyit mengandung kurkuminoid yaitu kurkumin,
desmetoksi kurkumin, bisdesmetoksi kurkumin, resin, minyak
atsiri termasuk α dan β tumeron, artumeron, α dan atlanton,
kurlon, zingiberen, dan kurkumol.17
Hasil penelitian pada tikus yang diberikan parasetamol 600
mg/kg bbbersamaan denganekstrak etanol kunyit (100 mg/kg
bb) menunjukkan adanya penurunan akti itas enzim SGPT-SGOT
dan ALP.18
JAMU SAINTIFIK 115
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
Kurkumin menghambat aktivitas HSC dengan meningkatkan
regulasi ekspresi dan stimulasi signaling gen PPAR-ɣ. Kurkumin
menekan proses in lamasi sel hati melalui penurunan level sitokin
in lamasi termasuk interferon-ɣ, TNF-α, dan interleukin-6.19
Minyak atsiri maupun natrium kurkuminat dari kunyit dapat
meningkatkan sekresi empedu setelah pemberian secara intra
vena pada anjing.20
Pemberian rimpang kunyit secara oral tidak menimbulkan
efek teratogenik pada tikus. Secara farmakologi dinyatakan
aman. Tidak ditemukan adanya tanda toksisitas pada pemberian
per oral dosis tunggal ekstrak etanol rimpang kunyit pada dosis
0,5, 1 atau 3 g/kg bb pada mencit atau serbuk kunyit pada 2,5 g/
kg bb atau ekstrak etanol pada dosis 300 mg/kg bb pada tikus,
marmut dan monyet. Dosis per oral kurkumin pada dosis 1-5 g/
kg bb tidak menimbulkan efek toksik pada tikus. 21,22,23,24
Kurkumin relatif tidak toksik, dosis 5 g/kg bb tidak
menyebabkan kematian pada tikus.25
3. Penelitian Ramuan Jamu Saintifik Hepatoprotektor
a. Studi Pra Klinis
Pemberian infusaramuan jamu yang terdiri dari rimpang
temulawak, daun jombang dan rimpang kunyit dengan
perbandingan 5:2:1 dan dosis 1, 2, 4 dan 8 g/kg bbyang
diberikan pada tikus bersama dengan parasetamol selama 7
hari memberikan efek hepatoprotektif, berupa penghambatan
kenaikan kadar SGPT-SGOT, MDA dan ALP, serta gambaran sel
hati yang lebih baik dibandingkan kontrol. Hasil uji toksisitas
akut menunjukkan bahwa ramuan jamu tersebut termasuk ke
dalam kategori praktis tidak toksik. Dosis tertinggi yang masih
dapat diberikan adalah 100 g/kg bb. Hasil uji toksisitas subkronis
menunjukkan bahwa ramuan jamu yang digunakan memberikan
116 JAMU SAINTIFIK
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
perubahan yang tidak berbeda nyata dengan kontrol tanpa
perlakuan, terhadap parameter yang diukur yaitu SGPT-SGOT,
BUN, ureum dan kreatinin serta gambaran histopatologi.26
b. Studi Klinis
1). Studi Klinis Pre-Post
Studi klinis pre-post terhadap ramuan jamu untuk
mengatasi gangguan fungsi hati yang terdiri dari 28 gram
temulawak, 12 gram jombang dan 6 gram kunyit, dengan
kontrol positif silimarin 2 x sehari 140 mg telah dilakukan
di klinik Hortus Medicus pada tahun 2012. Studi klinis ini
melibatkan 14 subjek minum jamu dan 13 subjek minum
silimarin selama 28 hari. Hasil yang didapat rerata SGPT
subjek minum jamu turun dari 131,64 U/L menjadi 49,28
U/L berbeda tidak bermakna dengan rerata SGPT subjek
minum silimarin yang turun dari 103,31 U/L menjadi 54,76
U/L. Rerata SGOT subjek minum jamu juga turun dari 108,14
U/L menjadi 38,21 U/L berbeda tidak bermakna dengan
rerata SGOT subjek minum silimarin yang turun dari 103,62
U/L menjadi 39,15 U/L (P = 0,5).27
2). Studi Klinis
Studi klinis multi senter ramuan jamu untuk mengatasi
gangguan fungsi hati melibatkan 50 dokter anggota jejaring
SJ yang dilakukan pada tahun 2015. Jumlah subjek penelitian
adalah 200 orang dengan ganguan fungsi hati ringan (nilai
SGPT 75-105 U/L). Seratus subjek minum jamu dan 100
subjek minum silimarin 2 x sehari 140 mg semala 42 hari.
Ramuan jamu yang terdiri dari 28 gram rimpang temulawak,
6 gram rimpang kunyit dan 12 gram daun jombang
memberikan hasil sebagai berikut :28
1) Menurunkan rerata nilai SGPT-SGOT sebanding dengan
silimarin
JAMU SAINTIFIK 117
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
2) Menurunkan nilai rata-rata SGPT sebesar 57,43 IU/L
dan SGOT 43,21 IU/L
3) Probabilitas nilai SGPT untuk menjadi normal sebesar
54,26%.
4) Meredakan gejala klinis karena gangguan fungsi hati
sebanding dengan silimarin.
5) Tidak menimbulkan efek samping
6) Tidak mengganggu atau mengubah fungsi ginjal,
hemoglobin, angka leukosit dan trombosit.
7) Menaikkan kualitas hidup secara bermakna sebanding
dengan silimarin.
4. Penyiapan dan Peracikan Ramuan
a. Komposisi Ramuan
Gangguan fungsi hati dengan kadar SGPT-SGOT 2-3 x nilai
normal dapat di diterapi dengan ramuan jamu yang terdiri dari
simplisia sebagai berikut :
1) Rimpang temulawak 28 g
2) Daun jombang 12 g
3) Rimpang kunyit 6g
b. Penyiapan Ramuan
Ramuan disiapkan dengan mengikuti prinsip pembuatan
infusa, dengan langkah-langkah sebagai berikut
1) Panaskan 4 gelas air hingga mendidih.
2) Masukkan ramuan jamu.
3) Tunggu selama ± 15 menit (sampai air tersisa 2 gelas dengan
nyala api kecil dengan sesekali diaduk).
4) Diamkan hingga hangat/dingin.
5) Saringlah dan minum 2 x sehari 1 gelas pagi dan sore.
Ramuan ini disiapkan dengan menggunakan alat yang
118 JAMU SAINTIFIK
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
terbuat dari tanah liat, porselen, stainless steel, atau enamel.
c. Aturan Minum
Ramuan di minum 2 x sehari 1 gelas setelah makan. Pemakaian
bersamaan dengan obat konvensional dapat dilakukan dengan
selang waktu 2 jam.
d. Peringatan penggunaan
Selama pengobatan disarankan untuk banyak beristirahat
(tidak melakukan pekerjaan berat), menghindari makanan yang
berminyak, berlemak dan mengandung pengawet atau pemanis
buatan dan alkohol.
JAMU SAINTIFIK 119
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
PUSTAKA
1. Noer S, Wasradji S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I, Edisi ke-3,
Jakarta, Balai Penerbit FKUI. 1996:224-95.
2. Eipel C, Abshagen K, Vollmar B. Regulation of hepatic blood low:
the hepatic arterial buffer response revisited. World J Gastroenterol.
2010 Dec 28;16(48):6046-57.
3. Adewusi EA, Afolayan AJ. A review of natural products with
hepatoprotective activity. Journal of medicinal plants research. 2010
Jul 4;4(13):1318-34.
4. Negi AS, Kumar JK, Luqman S, Shanker K, Gupta MM, Khanuja SP.
Recent advances in plant hepatoprotectives: a chemical and biological
pro ile of some important leads. Medicinal research reviews. 2008
Sep 1;28(5):746-72
5. Nurman A. Perlemakan hati non alkoholik. Universa Medicina. 2016
Apr 27;26(4):205-15.
6. Indonesia KK. Pedoman interpretasi data klinik. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia. 2011: 58-9.
7. Thapa BR, Walia A. Liver function tests and their interpretation.
Indian Journal of Pediatrics. 2007 Jul 1;74(7):663-71.
8. Depkes RI. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Hati. Jakarta:
Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. 2007.
9. de Guzman, C.C., and Siemonsa, J.S., ed. Plant Resources of South-
East Asia, 12 (1), Medicinal and Poisonous Plants 1,. 12(1) ed. 1999,
Medical Backhuys Publisher: Leiden. 218-9
120 JAMU SAINTIFIK
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
10. Vademikum Tanaman Obat untuk Sainti ikasi Jamu Jilid 1 Edisi Revisi
hal 51. 2015, Jakarta: Kementerian Kesehatan RI
11. Devaraj S., Ismail S., Ramanathan S., Marimuthu S., and Mun Y. 2010.
Evaluation of the hepatoprotective activity of standardized ethanolic
extract of Curcuma
12. Acuan Sediaan Herbal. 1 ed. Vol. 2. 2006, Jakarta: Badan Pengawas
Obat dan Makanan Republik Indonesia.
13. Katrin E, Susanto dan Winarno H, Toksisitas Akut Ekstrak Etanol
Temulawak (Curcuma xanthorrizha Roxb.) Iradiasi yang Mempunyai
Aktivitas Antikanker, Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi A
Scienti ic Journal for The Applications of Isotopes and Radiation Vol.
7 No. 1 Juni 2011
14. Kumar V, Sanjeev T, Ajay S, S. Kumar S and Anil S, A Review on
Hepatoprotective Activity of Medicinal Plants, International Journal
of Advanced Research in Pharmaceutical & Biosciences, Vol.2 (1):31-
38
15. Singh A., Malhotra S. and Subban R. 2008. Plant Review: Dandelion
(Taraxacum of icinale) - Hepatoprotective Herb with Therapeutic
Potential. Phcog Rev. Vol 2, Issue 3
16. Park C., Zhou Y. and SongY. 2007. Hepatoprotective effect of
dandelion(Taraxacum of icinale) against acute liver injury induced
by Carbon tetrachloride in Sprague-Dawley rats. The FASEB Journal
21:862.8
17. Ammon HP, MA Wahl, 1991. Pharmacology of Curcuma longa, Planta
Med, 57: 1-7
18. Somchit M.N., Zuraini A, Bustamam AA, Somchit N., Sulaiman M.R.,
And Noratunlina R. 2005. Protective Activity Of Turmeric (Curcuma
longa) in Paracetamol-Induced Hepatotoxicity In Rats. International
Journal of Pharmacology I (3): 252-256
JAMU SAINTIFIK 121
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
19. Fu Y., Zheng S., Lin J., Ryerse J., And Chen A. 2008. Curcumin
Protects The Rat Liver From CCl4-Caused Injury And ibrogenesis
By Attenuating Oxidative Stress and Suppressing In lammation Mol
Pharmacol 73:399–409
20. WHO, 1999. Monographs on Selected Medicinal Plants, vol. I, Geneva
21. Ferreira LA, Henriques OB, Andreoni AA, Vital GR, Campos MM,
Habermehl CG, de Moraes VL, 1992. Toxicity Studies on Alpinia
galanga and Curcuma longa, Planta Med., 30: 1211-8
22. Qureshi S, AH Shah, AM Agee, 1992. Toxicity studies on Alpinia
galanga and Curcuma longa, Planta Med., 58: 124-127
23. Wahlstom B, G Blennow, 1978. A Study on the Fate of Curcumin in
the Rats, Acta Pharmacol. Toxicol., 43: 86-92
24. Bhavani Shankar TN, NV Shanta, HP Ramesh, IAS Murthy, VS Murthy,
1980. Toxicity Studies on Turmeric (Curcuma longa): Acute Toxicity
Studies on Rats, Guinea Pigs and Monkeys, Indian J. Exp. Biol. 18:
73-5
25. Sharma RA., Gescher AJ., and Steward WP. 2005. Curcumin: The story
so far. European journal of Cancer . 41 p. 1955-1968.
26. Haryanti S., Ratnawati G., Dewi APK . 2012. Studi Praklinik
Potensi Hepatoprotektif Ramuan Jamu (Rimpang Temulawak,
Rimpang Kunyit, dan Herba Jombang). B2P2TO2T Tawangmangu.
27. Zulkarnain Z, Astana PRW. 2013. Studi Klinis Formula Jamu sebagai
Hepatoprotektor. Prosiding Seminar Nasional Diabetes Mellitus
Universitas Setia Budi. Surakarta.. Hal: 30-35.
28. Zulkarnain Z, Ardiyanto Danang, Saryanto. 2015. Uji Klinis Fase 2
Formula Jamu untuk Hepatoprotektor. B2P2TO2T Tawangmangu
122 JAMU SAINTIFIK
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
G
Ramuan Jamu Saintifik Dispepsia
Penyusun:
1. dr. Ulfa Fitriani
2. Santoso, S.Farm
3. dr. David Abiyoso
JAMU SAINTIFIK 123
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
1. Penjelasan penyakit
Gangguan fungsi lambung atau dalam istilah kedokteran biasa
disebut dispepsia berasal dari bahasa Yunani, yaitu dys-(buruk) dan
peptein-(pencernaan).1 Dispepsia merupakan rasa tidak nyaman yang
berasal dari daerah perut bagian atas. Rasa tidak nyaman tersebut
dapat berupa salah satu atau beberapa gejala berikut yaitu: nyeri
epigastrium, rasa terbakar di epigastrium, rasa penuh setelah makan,
cepat kenyang, rasa kembung pada saluran cerna atas, mual, muntah,
dan sendawa. Infeksi Helicobacter pylori (Hp) saat ini dipandang
sebagai salah satu faktor penting dalam menangani dispepsia,
baik organik maupun fungsional, sehingga pembahasan mengenai
dispepsia perlu dihubungkan dengan penanganan infeksi Hp.2
a. Epidemiologi
Prevalensi pasien dispepsia di pelayanan kesehatan
mencakup 30% dari pelayanan dokter umum dan 50% dari
pelayanan dokter spesialis gastroenterologi. Mayoritas pasien
Asia dengan dispepsia yang belum diinvestigasi dan tanpa tanda
bahaya, merupakan dispepsia fungsional. Dispepsia fungsional,
pada tahun 2010, dilaporkan memiliki tingkat prevalensi tinggi,
yakni 5% dari seluruh kunjungan ke sarana layanan kesehatan
primer.1 Berdasarkan hasil penelitian di negara-negara Asia
(Cina, Hong Kong, Indonesia, Korea, Malaysia, Singapura, Taiwan,
Thailand, dan Vietnam) didapatkan 43-79,5% pasien dengan
dispepsia fungsional. Di Indonesia, data prevalensi infeksi Hp
pada pasien ulkus peptikum (tanpa riwayat pemakaian obat-
obatan anti-in lamasi non-steroid/OAINS) bervariasi dari 90-
100% dan untuk pasien dispepsia fungsional sebanyak 20-40%
dengan berbagai metode diagnostik (pemeriksaan serologi,
kultur, dan histopatologi).2
124 JAMU SAINTIFIK
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
b. Klasifikasi
Dispepsia terdiri atas dispepsia organik dan fungsional.
Dispepsia organik terdiri atas ulkus gaster, ulkus duodenum,
gastritis erosi, gastritis, duodenitis dan proses keganasan.
Dispepsia fungsional dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu
postprandial distress syndrome dan epigastric pain syndrome.
Postprandial distress syndrome mewakili kelompok dengan
perasaan “begah” setelah makan dan perasaan cepat kenyang,
sedangkan epigastric pain syndrome merupakan rasa nyeri yang
lebih konstan dirasakan dan tidak begitu terkait dengan makan.1
c. Patogenesis dan Faktor Resiko
Dispepsia organik disebabkan oleh ketidakseimbangan faktor
perusak (asam lambung) dan faktor pelindung (mucous dinding
lambung).Dispepsia fungsional disebabkan oleh beberapa faktor
utama yaitu1,2:
1) Gangguan motilitas gastroduodenal
Gangguan ini terdiri atas penurunan kapasitas lambung
dalam menerima makanan, inkoordinasi antroduodenal,
dan perlambatan pengosongan lambung. Gangguan ini
berkaitan dengan perasaan begah setelah makan, yang dapat
berupa distensi abdomen, kembung, dan rasa penuh.
2) Infeksi Hp
Prevalensi infeksi Hp pasien dispepsia fungsional sekitar
39%-87%. Hubungan infeksi Hp dengan ganggguan
motilitas tidak konsisten akan tetapi eradikasi Hp dapat
memperbaiki gejala-gejala dispepsia fungsional.
3) Asam lambung
Asam lambung dapat berperan pada munculnya dispepsia
fungsional. Hal ini didasari pada efektivitas terapi anti-
sekretorik asam dari beberapa penelitian pasien dispepsia
fungsional.
JAMU SAINTIFIK 125
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
4) Hipersensitivitas viseral
Hipersensitivitas viseral berperan dalam peningkatan
sensitivitas saraf sensorik perifer dan sentral terhadap
rangsangan reseptor kimiawi dan reseptor mekanik
intraluminal lambung bagian proksimal sehingga dapat
menimbulkan atau memperberat gejala dispepsia.
5) Faktor psikologis
Gangguan psikologis bisa meliputi depresi dan ansietas.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa depresi dan
ansietas berperan pada terjadinya dispepsia fungsional.
Berikut ini adalah beberapa karakteristik individu yang
berisiko mengalami dispepsia :
1) Genetik
2) Konsumsi kafein berlebihan
3) Minuman beralkohol
4) Merokok
5) Konsumsi steroid dan OAINS
6) Berdomisili di daerah dengan prevalensi Hp tinggi
7) Riwayat infeksi gastrointestinal sebelumnya
8) Tingkat stress yang berlebihan
d. Gambaran Klinis
Berikut ini adalah gambaran klinis dispepsia menurut
Kriteria Roma III1
a. Dispepsia Fungsional
Dikatakan dispepsia fungsional, bila memenuhi 2 hal di
bawah ini :
1.) Salah satu atau lebih dari gejala-gejala di bawah ini:
a. Rasa penuh setelah makan yang mengganggu
b. Perasaan cepat kenyang
c. Nyeri ulu hati
d. Rasa terbakar di daerah ulu hati/epigastrium
126 JAMU SAINTIFIK
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
2.) Tidak ditemukan bukti adanya kelainan struktural
yang menyebabkan timbulnya gejala (termasuk yang
terdeteksi saat endoskopi saluran cerna bagian atas
[SCBA]). Kriteria terpenuhi bila gejala-gejala di atas
terjadi sedikitnya dalam 3 bulan terakhir, dengan awal
mula gejala timbul sedikitnya 6 bulan sebelum diagnosis.
b. Postprandial distress syndrome
Kriteria terpenuhi bila terjadi 2 hal di bawah ini :
1.) Rasa penuh setelah makan yang mengganggu, terjadi
setelah makan dengan porsi biasa, sedikitnya terjadi
beberapa kali seminggu
2.) Perasaan cepat kenyang yang membuat tidak mampu
menghabiskan porsi makan biasa, sedikitnya terjadi
beberapa kali seminggu
Kriteria terpenuhi bila gejala-gejala di atas
terjadisedikitnya dalam 3 bulan terakhir, dengan awal
mula gejala timbul sedikitnya 6 bulan sebelum diagnosis.
Kriteria penunjang :
1. Adanya rasa kembung di daerah perut bagian atas atau
mual setelah makan atau bersendawa yang berlebihan
2. Dapat timbul bersamaan dengan sindrom nyeri
epigastrium.
c. Epigastric pain syndrome
Kriteria terpenuhi bila 5 poin di bawah ini seluruhnya
terpenuhi:
1) Nyeri atau rasa terbakar yang terlokalisasi di daerah
epigastrium dengan tingkat keparahan moderat/sedang,
paling sedikit terjadi sekali dalam seminggu
2) Nyeri timbul berulang
3) Tidak menjalar atau terlokalisasi di daerah perut atau
dada selain daerah perut bagian atas/epigastrium
4) Tidak berkurang dengan BAB atau buang angin
JAMU SAINTIFIK 127
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
5) Gejala-gejala yang ada tidak memenuhi kriteria kelainan
kandung empedu dan s ingter Oddi
Kriteria terpenuhi bila gejala-gejala di atas terjadi
sedikitnya dalam 3 bulan terakhir, dengan awal mula
gejala timbul sedikitnya 6 bulan sebelum diagnosis.
Kriteria penunjang :
1. Nyeri epigastrium dapat berupa rasa terbakar, namun
tanpa menjalar ke daerah retrosternal
2. Nyeri umumnya ditimbulkan atau berkurang dengan
makan, namun mungkin timbul saat puasa
3. Dapat timbul bersamaan dengan sindrom distres setelah
makan.
e. Penatalaksanaan
Tatalaksana dispepsia ada dua yaitu :
1) Terapi Non Farmakologis, meliputi :
a. Diet (rendah lemak, menghindari makan terlalu banyak
di malam hari dan membagi asupan makanan sehari-
hari menjadi beberapa makanan kecil)
b. Menghindari stres
2) Terapi Farmakologis.
a. Tata laksana akan optimal pada fase awal yaitu dengan
memberikan terapi empiris selama 1-4 minggu, dengan
catatan sebelumnya dilakukan pemeriksaan adanya
infeksi Hp. Obat yang digunakan seperti antasida,
antisekresi asam lambung (PPI misalnya omeprazole,
rabeprazole dan lansoprazole dan/atau H2-Receptor
Antagonist [H2RA]), prokinetik, dan sitoprotektor
(misalnya rebamipide), dimana pilihan ditentukan
berdasarkan dominasi keluhan dan riwayat pengobatan
pasien sebelumnya.
b. Apabila setelah dilakukan endoskopi tidak ditemukan
128 JAMU SAINTIFIK
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
kerusakan mukosa, terapi dapat diberikan sesuai dengan
gangguan fungsional yang ada.Penggunaan prokinetik
seperti metoklopramid, domperidon, cisaprid, itoprid
dan lain sebagainya dapat memberikan perbaikan gejala
pada beberapa pasien dengan dispepsia fungsional. Hal
ini terkait dengan perlambatan pengosongan lambung
sebagai salah satu pato isiologi dispepsia fungsional.
Kewaspadaan harus diterapkan pada penggunaan
cisaprid oleh karena potensi komplikasi kardiovaskular.
c. Pengobatan dispepsia dapat juga dilakukan dengan
ramuan jamu sainti ik dalam bentuk sediaan rebusan
simplisia. Ramuan tersebut tersusun atas kunyit, jahe,
jinten hitam dan sembung.
2. Tanaman Penyusun Ramuan Jamu Saintifik Dispepsia
Ramuan jamu Dispepsia yang tersainti ikasi terdiri atas kunyit
(Curcuma domestica), jahe (Zingiber of icinale), jinten hitam (Nigella
sativa) dan sembung (Blumea balsamifera).
a. Kunyit (Curcuma domestica Val.)
Kandungan kimia : kurkuminoid termasuk kurkumin,
desmetoksikurkumin, bisdesmetoksi kurkumin, resin, minyak
atsiri termasuk α dan β tumeron, artumeron, α dan ¥ atlanton,
kurlon, zingiberen,dan kurkumol.3
Penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa kunyit dengan
dosis 100 mg/kg bb pada tikus mampu sebagai gastroprotektif.4
Kunyit mengandung kurkumin, pada dosis 20 mg/kg bb
mampu melindungi mukosa lambung terhadap iritasi dengan
meningkatkan sekresi musin.5
b. Jahe (Zingiber ofϔicinale Roscoe)
Rimpang jahe mengandung minyak atsiri dan oleoresin.
Komponen utama minyak atsiri adalah seskuiterpen
JAMU SAINTIFIK 129
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
hidrokarbonmeliputi zingiberen, (l)-ar-kurkumen,
β-seskuifelandren dan β-bisabolen, juga mengandung monoterpen
aldehid dan alkohol. Senyawa lain yang teridenti ikasi yaitu
1-(3’-metoksi-4’-hidroksifenil)-5-hidroksialkan-3-on, juga
dikenal sebagai [3-6]-, [8]-,[10]-, dan [12]-gingerol (berturut -
turut dengan rantai samping karbon 7-10, 12, 14, atau 16).
Selain itu terdapat juga amilum, vitamin (A, B, dan C), asam-asam
organik seperti asam malat, asam oksalat, senyawa lavonoid dan
polifenol3.
Pada kajian sistematik review penelitian untuk menilai
kemanfaatan jahe sebagai anti mual pada ibu hamil, terdapat
enam penelitian double-blind Randomized Controlled Trials
(RCT) dengan total 675 relawan dan sebuah studi prospective
observational cohort (n= 187) yang memenuhi kriteria inklusi
dan eksklusi. Pada 4 RCT (n= 246) menunjukkan perbedaan
signi ikan antara jahe dan plasebo, 2 RCT (n=429)
mengindikasikan bahwa jahe lebih efektif dibanding vitamin
B6 dalam mengatasi mual dan muntah.6 Penelitian lain terhadap
jahe juga membuktikan bahwa ekstrak jahe dapat menghambat
kerusakan lambung pada tikus yang diiduksi oleh indomethacin.7
c. Jinten Hitam (Nigella sativa L.)
Kandungan kimia jinten hitam terdiri atas asam lemak jenuh
(asam palmitat 12,5%) dan asam lemak tak jenuh (asam linoleat
55,6% dan asam oleat 23,4%)8. Selain itu juga mengandung asam
miristat, miristoleat, palmitoleat, margarat, margaroleat, stearat,
linolenat, arakidat, eikosenoat, behenat dan asam lignoserat.9
Telah dilakukan penelitian untuk menguji efek anti radang
lambung, menggunakan hewan uji tikus dan pembanding
ranitidin.Kesimpulan dari penelitian tersebut menunjukkan
bahwa jinten hitam secara bermakna dapat menurunkan volume
sekresi asam lambung, free and total acidity, serta memiliki
aktivitas melawan pembentukan ulkus di lambung tikus. Diduga
130 JAMU SAINTIFIK
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
efek ini timbul karena kandungan lavonoid di dalam jinten
hitam.10
d. Sembung (Blumea balsamifera (L.) DC.)
Daun sembung mengandung 3,4’,5-trihidroksi-3’,7-
dimetoksi lavanon dan senyawa bi lavonoid yaitu 3-O-7’-
biluteolin.3
Daun sembung memiliki indikasi untuk mengatasi gangguan
pencernaan, gangguan lambung, tukak peptik dan kolik. Penelitian
yang dilakukan terhadap ekstrak daun sembung menunjukkan
bahwa campuran ekstrak daun sembung, pulasari dan akar manis
memiliki potensi penghambat terjadinya kerusakan mukosa,
peningkatan jumlah sel mast dan eosino il pada lambung tikus
yang diinduksi aspirin.11
3. Penelitian Ramuan Jamu Saintifik Dispepsia
a. Studi Pra-Klinis
Uji aktivitas ramuan air rebusan yang terdiri dari kunyit, jahe,
jinten hitam dan sembung memberikan efek penurunan skor
ulkus gaster (bersifat gastroprotektif) setelah induksi dengan
asetosal 72 mg/ekor. Rebusan di atas juga termasuk dalam
kategori praktis tidak toksik pada uji toksisitas akut (LD50=5 g/
kg bb).12
b. Studi Klinis
1) Studi Klinis Pre-Post
Penelitian pada 30 pasien dispepsia yang diberi ramuan
jamu anti dispepsia Hasil penelitian pada 30 pasien yang
menunjukkan 13 :
a) Frekuensi kekambuhan menurun dari rata-rata 9 kali
menjadi 4 kali setiap bulan.
JAMU SAINTIFIK 131
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
b) Intensitas nyeri menurun dari nyeri berat menjadi nyeri
sedang.
c) Pemberian ramuan jamu tidak mempengaruhi fungsi
hati, fungsi ginjal dan gambaran pemeriksaan hematologi
sehingga aman digunakan
2) Uji Klinis
Hasil penelitian uji klinik multi senter ramuan jamu dispepsia
dibanding obat standar (simetidin) menunjukkan13:
a) Pemberian ramuan jamu yang terdiri dari rimpang
kunyit 7 g, rimpang jahe 7 g, herba sembung 7 g dan
biji jinten hitam 2 g dapat menurunkan frekuensi
kekambuhan serangan maag dari 4 kali menjadi 2 kali
sebulan
b) Pemberian ramuan jamu dapat meningkatkan skor
Nepean Dispepsia Indeks
c) Pemberian ramuan jamu dapat meningkatkan skor
Wellness Index
d) Ramuan jamu dapat mengurangi intensitas gejala
dispepsia yaitu perih, mual dan rasa penuh pada perut
tengah bagian atas.
e) Rasa ramuan jamu dispepsia tidak pahit, tidak ada
subyek yang mengeluh tidak nyaman dan tidak ada
keluhan tambahan setelah mengkonsumsi jamu.
f) Pemberian ramuan jamu dispepsia selama 2 bulan
berturut-turut tidak mempengaruhi fungsi hati, fungsi
ginjal sehingga aman digunakan.
4. Penyiapan dan Peracikan Ramuan
a. Komposisi Ramuan
Ramuan jamu untuk mengatasi gangguan fungsi lambung
terdiri atas simplisia sebagai berikut:
132 JAMU SAINTIFIK
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
Rimpang kunyit 7 g,
Rimpang jahe 7 g,
Herba sembung 7 g,
Biji jinten hitam 2g
b. Peracikan
Ramuan disiapkan dengan mengikuti prinsip pembuatan
infusa, dengan langkah-langkah sebagai berikut
1) Panaskan 5 gelas (200 cc) air hingga mendidih.
2) Masukkan ramuan jamu.
3) Tunggu selama ± 15 menit (sampai air tersisa 3 gelas dengan
nyala api kecil dengan sesekali diaduk).
4) Diamkan hingga hangat/dingin.
5) Saringlah dan minum 3 x sehari, @ 1 gelas pada pagi, siang
dan sore.
Ramuan ini disiapkan dengan menggunakan alat yang
terbuat dari tanah liat, porselen, stainless steel, atau enamel.
c. Aturan Minum
Ramuan di minum 3x sehari 1 gelas setelah makan.Pemakaian
bersamaan dengan obat konvensional dapat dilakukan dengan
selang waktu 2 jam.
d. Peringatan Penggunaan
Selama pengobatan disarankan untuk cukup beristirahat,
menghindari stres dan makanan pedas, asam, kecut serta
berminyak.
JAMU SAINTIFIK 133
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
PUSTAKA
1. Murdani Abdullah, Jeffri Gunawan, 2012. Dispepsia. Cermin Dunia
Kedokteran-197/Vol.39 No 9 Tahun 2012
2. Marcellus Simadibrata, Dadang Makmun, Murdani Abdullah, Ari
Fahrial Syam, Achmad Fauzi, Kaka Renaldi, Hasan Maulahela, Amanda
P Utari, 2014. Konsensus Nasional Penatalaksanaan Dispepsia dan
Infeksi Helicobacter Pylori.
3. Vademekum Tanaman Obat untuk Sainti ikasi Jamu Jilid 1. 2012,
Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
4. Somchit MN, Shukriyah MHN, Bustamam AA, Zuraini A. 2005.
Antipyretic and analgesic activity of Zingiber zerumbet. Int. J. Pharm.
1(3): 277-280.
5. Chattopadhyay, I., K. Biswas, U. Bandyopadhyay and R.K. Banerjee.
2004. Turmeric and curcumin: Biological actions and medicinal
applications. Curr. Sci., 87: 44-53.
6. Borrelli F, G Aviello, MH Pittler, and AA Izzo. 2000. Efectiveness and
safety of ginger in the treatment of pregnancy induced nausea and
vomiting. Obstet Gynecol, 106(3): 640
7. Sameer Uz Zaman, Mrutyunjay M. Mirje and S. Ramabhimaiah,
2014. Evaluation of the anti-ulcerogenic effect of Zingiber of icinale
(Ginger) root in Rats. International Journal of Current Microbiology
and Applied Sciences Volume 3 Number 1 (2014)pp 347-354
8. Nickavar B, F. Mojab, K. Javidnia, M.A.R. Amoli, 2003. Chemical
composition of ixed and volatile oils of Nigella sativa L. from Iran; Z.
Naturforsch. 58c:629-631
9. Salma, C.R., B. Souhail, H. Basma, B. Christophe, D. Claude, and
A. Hamadi; 2007. Chemical composition and physicochemical
134 JAMU SAINTIFIK
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
characteristics of lipid fraction; Journal Food Chemistry, Vol.
101(2)):673-681
10. Agus Triyono dan Sunu Pamadyo, 2013. Studi Klinis Ramuan Jamu
untuk Dispepsia. Prosiding Seminar Nasional Diabetes Mellitus si
Manis berujung Kronis. Universitas Setia Budi, Surakarta. 2013. Hal
57.
11. Agung Endro Nugroho, Agustin Wijayanti, Muthmainah, Rina
Susilowati dan Nuning rahmawati, 2016. Gastroprotective Effect of
Combination of Hot Water Extracts of Licorice (Glycyrrhiza glabra),
Pulasari Stem Bark (Alyxia reinwardtii), and Sembung Leaf (Blumea
balsamifera) Against Aspirin-Induced Gastric Ulcer Model Rats.
Journal of Evidence-Based Complementary & Alternative Medicine.
12. Nuning Rahmawati dan Saryanto, 2012. Uji Praklinik Ramuan
jamu sebagai Gastroprotektif. Jurnal Tumbuhan Obat Indonesia.
Yogyakarta. 2012. Hal 41.
13. Sunu Pamadyo dkk, 2015. Laporan Penelitian Uji Multisenter
Ramuan Jamu Dispepsia dibandingakan Obat Standar. B2P2TOOT
Tawangmangu.
JAMU SAINTIFIK 135
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
JAMU SAINTIFIK 137
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu
Pemanfaatan jamu masih menjadi pilihan masyarakat dalam
mengobati dan menjaga kesehatannya terutama untuk penyakit
degenerative dan kronis. Pada upaya pelayanan kesahatan formal
sediaan yang sudah mempuyai bukti ilmiah (evidence based) yang dapat
dimanfaatkan, sehingga hanya kelompok itofarmaka yang masuk dalam
katagori tersebut.
Khasiat dan keamanan jamu sebagian besar masih diyakini empiris,
sedangkan penelitian pra klinis banyak dilakukan terhadap ramuan baru
dan bahkan ramuan tunggal yang tidak sama persis dengan ramuan jamu
warisan budaya empiris tersebut. Hal ini yang mengakibatkan sedikitnya
jamu dimanfaatkan dalam pelayanan kesehatan formal.
Balai besar Litbang Tanaman Obat dan Obat Tradisional sebagai
lembaga penelitian berupaya untuk terus menerus memberikan bukti
ilmiah dari ramuan-ramuan yang telah diyakini oleh masyarakat sehingga
dapat dimanfaatkan dalam pelayanan kesehatan. Tujuh (7) jenis ramuan
telah selesai dilakukan penelitian dari pra klinis hingga uji klinis, ramuan
tersebut adalah untuk penyakit Hiperurisemia, Hipertensi ringan,
Osteoartritis, Hiperkolesterolemia, Hemoroid, Hepatoprotektor, dan
Dispepsia. Dengan telah tersedianya bukti ilmiah maka ketujuh ramuan
tersebut diharapkan dapat dimanfaatkan dalam pelayanan kesehatan
formal oleh para tenaga kesehatan (dokter dan apoteker sainti ikasi jamu).
Semoga buku ini dapat menjadi acuan dan sumber inspirasi untuk terus
meneliti, mengembangkan, dan memanfaatkan jamu dalam pelayanan
kesehatan. Kritik dan saran sangat diharapkan guna penyempurnaan
buku ini dan semoga bermanfaat bagi kita semua dan masyarakat
Indonesia.
JAMU SAINTIFIK 139
Suatu Lompatan Ilmiah Pengembangan Jamu