CARBON TRADING DI KAWASAN TRANSMIGRASI DUKUNG INDONESIA MENJADI CARBON CAPTURE & STORAGE HUB ASIA TENGGARA Laporan Utama BAPPENAS DUKUNG USULAN LOKASI PRIORITAS TRANSMIGRASI RPJMN 2025-2029 Directorate's Update RAPAT KOORDINASI TRANSMIGRASi KOLABORASI DAN KOMITMEN LINTAS K/L TUNTASKAN TARGET RPJMN TRANSMIGRASI Highlight ISSN 2963-7732 | VOLUME III | EDISI 1 | JUNI 2024 TRANSMIGRASI DALAM PUSARAN AGENDA GLOBAL TRANSMIGRASI DALAM PUSARAN AGENDA GLOBAL
SALAM REDAKSI Salam Transpolitan, P uji syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang maha pengasih dan peyayang, atas rahmat dan berkah-Nya Tim TRANSPOLITAN dapat menyajikan Edisi Pertama di tahun 2024 kepada para pembaca sekalian. Mengawali edisi di tahun 2024, majalah kita tercinta mengupas terkait Transmigrasi di era globalisasi yang mau tidak mau telah mengubah tatanan dari berbagai aspek dalam kehidupan kita. Pusaran peradaban dunia belakangan ini secara signifikan juga memberikan dampak terhadap program transmigrasi di Indonesia. Sejak diperkenalkan pada era kolonial Belanda dan terus dikembangkan pasca-kemerdekaan, transmigrasi telah menjadi strategi untuk mengatasi ketimpangan regional, mengurangi tekanan populasi di daerah padat penduduk, serta memperluas penetrasi pemerintah di wilayah-wilayah yang terpencil. Namun, dalam konteks globalisasi dan perubahan dinamika sosial-ekonomi, program transmigrasi mengalami tantangan. Pembaca Budiman, Dengan semakin terbukanya akses informasi, program transmigrasi kerap dikritik karena dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan yang belum selalu terkelola dengan baik. Namun di sisi lain, pusaran peradaban dunia juga membawa peluang untuk mengadaptasi dan memperbarui program transmigrasi agar lebih sesuai dengan realitas zaman. Integrasi teknologi, pengembangan sumber daya manusia, dan pendekatan berbasis masyarakat menjadi aspek penting yang dapat dioptimalkan dalam konteks perubahan global saat ini. Selain itu, dengan mempertimbangkan isu-isu seperti ketahanan pangan, keberlanjutan lingkungan, dan pemberdayaan ekonomi lokal, program transmigrasi dapat direformasi untuk lebih responsif terhadap tuntutan zaman dan aspirasi masyarakat lokal, sambil tetap menghormati nilai-nilai budaya dan keberagaman Indonesia. Lebih jauh mengulas terkait transformasi transmigrasi, kali ini Tim TRANSPOLITAN mengetengahkan wawancara dengan Prof. Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr. Doktor di bidang Regional Planning, division of Environmental Science and Technology, Graduate School of Agriculture Kyoto University yang juga Kepala Lembaga Pengembangan Institut IPB dan Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat IPB dengan judul “Bukan Sekadar Pemindahan Penduduk tetapi Mengalirkan Inovasi Budaya Unggul”. Sobat Transpolitan, Selain melaporkan berbagai program yang dilaksanakan oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi khususnya di Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Transmigrasi, edisi kali ini juga memberikan tempat khusus bagi para pegawai yang telah memiliki paper yang telah direviu oleh Bappenas dan lembaga terkait sebagai syarat untuk kenaikan pangkat/jabatan untuk dipublikasikan. Halaman ini diharapkan dapat memacu kreativitas dan inisiatif seluruh insan kementerian untuk terus produktif dan inovatif. Tak perlu berpanjang lebar, akhir kata kami ucapkan selamat membuka halaman demi halaman, semoga apa yang tertulis dan dibaca dapat dijadikan sebagai tambahan pengetahuan yang mencerahkan sekaligus memperluas wawasan. Tak lupa kritik dan saran tetap kami harapkan untuk dapat digunakan sebagai amunisi perbaikan ke depan. Selamat Membaca! Dr. R. Bambang Widyatmiko, S.Si., M.T. Direktur Perencanaan Perwujudan Kawasan Transmigrasi; Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Transmigrasi; Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. VOLUME III | EDISI 1 | JUNI 2024 VOLUME III | EDISI 1 | JUNI 2024 3
DIRECTORATE'S UPDATE CARBON TRADING DI KAWASAN TRANSMIGRASI DUKUNG INDONESIA MENJADI CARBON CAPTURE & STORAGE HUB ASIA TENGGARA Laporan Utama BAPPENAS DUKUNG USULAN LOKASI PRIORITAS TRANSMIGRASI RPJMN 2025-2029 Directorate's Update RAPAT KOORDINASI TRANSMIGRASi KOLABORASI DAN KOMITMEN LINTAS K/L TUNTASKAN TARGET RPJMN TRANSMIGRASI Highlight ISSN 2963-7732 | VOLUME III | EDISI 1 | JUNI 2024 TRANSMIGRASI DALAM PUSARAN AGENDA GLOBAL TRANSMIGRASI DALAM PUSARAN AGENDA GLOBAL ULASAN TRANSFORMASI TRANSMIGRASI PROGRAM DAN DAMPAKNYA PADA PEMBANGUNAN NASIONAL 6 POLICY BRIEF JELAS ARAHNYA, BESAR ANGGARANNYA 8 POLICY PAPER OPTIMALISASI PERAN DAERAH TUJUAN GUNA MENDUKUNG PENINGKATAN STATUS PERKEMBANGAN KAWASAN TRANSMIGRASI 12 NEWS PERJANJIAN KERJA BERSAMA DITJEN PPKTRANS DENGAN UGM UNTUK KEGIATAN TAHUN 2024 28 PENGAMBILAN GAMBAR SEBAGAI BAHAN INFORMASI DI SATUAN PERMUKIMAN TRANSMIGRASI 28 PAMERAN SIPUKAT DAN SIBARDUKTRANS DALAM RAPAT KOORDINASI TRANSMIGRASI 2024 29 HIGHLIGHT RAPAT KOORDINASI TRANSMIGRASI KOLABORASI DAN KOMITMEN LINTAS K/L TUNTASKAN TARGET RPJMN TRANSMIGRASI 30 APRESIASI BAGI PENERIMA PENGHARGAAN TRANSMIGRASI TRANSMIGRASI DARI, OLEH, DAN UNTUK INDONESIA 33 LAPORAN UTAMA TRANSMIGRASI DALAM PUSARAN AGENDA GLOBAL 34 TRANSFORMASI PENJARINGAN USULAN PROGRAM TRANSMIGRASI MENGUKIR MASA DEPAN JAYA INDONESIA 38 ENLIGHTENING THE DIMMING LIGHT MEREDUPNYA KILAU TAJI TRANSMIGRASI 40 GOLONGAN TUA DAN GOLONGAN MUDA REBORN SUDUT PANDANG SANG PEMANGKU KEBIJAKAN 44 TILIK TRANSMIGRAN DI BUMI SERAPAT SERASAN 46 DAFTAR ISI BAPPENAS DUKUNG USULAN LOKASI PRIORITAS TRANSMIGRASI RPJMN 2025-2029 KEBANGKITAN DATA HPL TRANSMIGRASI INDONESIA HARUS SEGERA DIMULAI UPAYA PENINGKATAN KOMPETENSI TEKNIS DENGAN BIMBINGAN TEKNIS PENGAWAS LAPANGAN BIDANG PEMBANGUNAN PERMUKIMAN TRANSMIGRASI TRANSMIGRAN BERKUALITAS KUNCI KEBERHASILAN TRANSMIGRASI BIMTEK PEMETAAN DAN GEODATABASE MENGATASI PERMASALAHAN DATA DAN INFORMASI PEMETAAN KABUPATEN BANYUASIN, PILOT PROJECT PELAKSANAAN TRANSMIGRASI SWAKARSA MANDIRI 16 18 20 22 24 26 4 VOLUME III | EDISI 1 | JUNI 2024
Pengarah Danton Ginting Munthe Rr. Aisyah Gamawati Pemimpin Redaksi R. Bambang Widyatmiko Dewan Redaksi Sigit Mustofa Nurudin Nirwan Ahmad Helmi Wibowo Puji Raharjo H. Rosyid Althaf Rajumber Prihatin Redaksi Zarotunisak Fantri Ferliyani Mardiyan Indri Lestari Andy Aryawan Nuzul Fitriawaty Basri Suratmi Panca Okta Hutabrina Purna Anayanti Emilla Melati Salsabila Daniastri Aminus Sarip Ridwan Kurniadi Sinta Utami Beatrix Thesha Sabathini Peggy Indra Pertiwi Widha Lovendrianti Laga Chrisdhidaya Kania Ernawati Ratna Widya Lestari Angga Patria Adiwisesa Jl. TMP. Kalibata No.17, Pancoran, Jakarta Selatan SINERGI PEMBANGUNAN FISIK TRANSFORMASI KAWASAN TRANSMIGRASI SELAPARANG MELALUI KEK MANDALIKA 50 MENENGOK POTENSI PERTANIAN DI SP PIRIAN TAPIKO LOKASI TRANSMIGRASI KAWASAN PENYANGGA IBU KOTA NUSANTARA 54 CARBON TRADING DI KAWASAN TRANSMIGRASI DUKUNG INDONESIA MENJADI CARBON CAPTURE & STORAGE HUB ASIA TENGGARA 58 TRANSMIGRASI DARI MASA KE MASA 62 WAWANCARA STRATEGI DAN TANTANGAN PENYELENGGARAAN TRANSMIGRASI DI WILAYAH 3T 64 BUKAN SEKADAR PEMINDAHAN PENDUDUK TETAPI MENGALIRKAN INOVASI BUDAYA UNGGUL 68 OPINI TRANSFORMASI PENGEMBANGAN KAWASAN TRANSMIGRASI VS KAWASAN PERKOTAAN BARU 72 INSIGHT PELAKSANAAN REFORMA AGRARIA SEBAGAI UPAYA AKSELERASI PENERBITAN SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH TRANSMIGRASI 76 PEGAWAI PURNA TUGAS DAN PENGHARGAAN SATYALANCANA WIRA KARYA 78 BEST EMPLOYEE OF THE MONTH DIREKTORAT JENDERAL PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN KAWASAN TRANSMIGRASI BULAN DESEMBER TAHUN 2023, DAN BULAN JANUARI S.D MARET TAHUN 2024 79 GALERY 80 DAFTAR NAMA PENULIS MAJALAH TRANSPOLITAN DITJEN PPKTRANS EDISI 1 TAHUN 2024 85 VOLUME III | EDISI 1 | JUNI 2024 5
TRANSFORMASI TRANSMIGRASI PROGRAM DAN DAMPAKNYA PADA PEMBANGUNAN NASIONAL ULASAN K ondisi politik, sosial kemasyarakatan yang terus berubah, disadari bersama berpengaruh terhadap program dan kebijakan pemerintah. Birokrasi terus dituntut untuk mampu membaca perubahan yang ada baik di level nasional maupun global untuk kemudian menyesuaikan dengan program dan kebijakan yang ada, serta mentransformasikan program tersebut sesuai kondisi dan tantangan yang ada. Mengacu pada perubahanperubahan signifikan dari waktu ke waktu, program transmigrasi mengalami berbagai transformasi sejak program ini diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1905. Transformasi berlangsung mulai dari perubahan dalam tujuan, pendekatan, fokus, serta implementasi dari program transmigrasi itu sendiri. Beberapa aspek kunci mengalami perubahan cukup signifikan. Dari tujuan utama yang adalah untuk mengurangi kepadatan penduduk di Jawa dan Bali, di sisi lain juga untuk mengisi daerah-daerah perbatasan dengan penduduk baru, seiring berjalannya waktu, program transmigrasi bertransformasi dengan lebih beragam tujuan, mencakup pembangunan ekonomi regional, pemberdayaan masyarakat lokal, dan peningkatan kesejahteraan penduduk transmigran. Selain itu juga terjadi perubahan dalam pendekatan dan metode implementasi program transmigrasi. Program yang awalnya kerapkali dilakukan secara terpusat, kini pendekatan dilakukan dengan lebih terbuka dan partisipatif, yaitu melibatkan partisipasi masyarakat setempat dan penduduk yang akan dipindahkan. Transmigrasi yang dalam sejarah Indonesia semula dirancang untuk pemerataan distribusi penduduk dan perluasan kesempatan kerja, kini berkembang menjadi instrumen penting dalam pembangunan nasional. Transmigrasi merupakan program relokasi penduduk yang direncanakan oleh pemerintah dari daerah yang padat penduduknya ke daerah yang penduduknya lebih sedikit. Tujuan utama program ini adalah pemerataan persebaran penduduk, perluasan kesempatan kerja, percepatan pembangunan daerah, pemerataan sumber daya alam dan manusia, serta peningkatan taraf hidup masyarakat dan penguatan ketahanan nasional. Program transmigrasi di Indonesia dimulai pada masa kolonial pada tahun 1905 dan berlanjut setelah Indonesia merdeka. Puncaknya antara tahun 1979 dan 1984, hampir 2,5 juta orang berpindah melalui program transmigrasi. Transformasi transmigrasi membawa pemikiran baru dalam pembangunan nasional, khususnya dalam konteks pembangunan manusia Indonesia. Program ini juga berkontribusi terhadap pembangunan daerah yang lebih berkeadilan, dengan mengurangi kesenjangan antar daerah yang memicu kesenjangan dan ketidakadilan sosial. Dalam upaya memajukan kawasan transmigrasi, peran pimpinan gubernur dan pemerintah provinsi sangat penting. Transmigrasi biasanya dilakukan antar pulau, seperti dari Pulau Jawa ke Pulau Sumatera dan pulau-pulau lainnya. Program ini merupakan langkah nyata untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Transformasi transmigrasi tidak hanya berdampak pada persebaran penduduk dan pembangunan infrastruktur, namun juga aspek sosial dan budaya. Dengan adanya transmigrasi terjadi pertukaran budaya dan pengetahuan antara masyarakat adat dan pendatang sehingga berkontribusi terhadap keanekaragaman dan kekayaan budaya Indonesia. Namun transformasi transmigrasi juga menimbulkan tantangan dan permasalahan baru. Misalnya konflik antara masyarakat adat dan pendatang, permasalahan lingkungan akibat perubahan penggunaan lahan, dan tantangan integrasi sosial dan ekonomi penduduk transmigran. Meski demikian, dengan pengelolaan yang baik dan pendekatan inklusif, transmigrasi dapat menjadi alat yang efektif bagi pembangunan nasional dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Transformasi transmigrasi menunjukkan bahwa perubahan dan adaptasi merupakan bagian penting dalam proses pembangunan, dan setiap tantangan dapat menjadi peluang untuk belajar dan berkembang. Dengan demikian, transformasi transmigrasi merupakan cerminan dinamika dan evolusi pembangunan Ir. Danton Ginting Munthe, M.M. Direktur Jenderal Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Transmigrasi, Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi 6 VOLUME III | EDISI 1 | JUNI 2024
Indonesia. Hal tersebut merupakan bukti bahwa Indonesia terus bergerak maju, beradaptasi terhadap perubahan, dan berupaya mencapai tujuan pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan. Transformasi transmigrasi adalah perkembangan dan perubahan yang terjadi dalam program transmigrasi di Indonesia. Program transmigrasi sendiri adalah kebijakan pemerintah Indonesia yang bertujuan untuk memindahkan penduduk dari daerah yang padat penduduknya ke daerah yang jarang penduduknya, dengan tujuan untuk pemerataan penduduk dan pengembangan kawasan baru. Periodisasi Transmigrasi Ada beberapa periode dalam sejarah transmigrasi di Indonesia, yaitu periode kolonisasi, periode pelita, dan periode transformasi. Periode kolonisasi terjadi pada masa penjajahan Belanda, di mana penduduk Jawa dipindahkan ke daerah-daerah tertentu. Periode pelita berlangsung dari tahun 1969 hingga 1999, di mana program transmigrasi dilaksanakan oleh Departemen Transmigrasi dan Koperasi. Sedangkan periode transformasi dimulai pada tahun 2000 hingga sekarang. Dalam periode transformasi, program transmigrasi dilakukan dengan sistem baru yang berdasarkan undangundang. Tujuan dari program ini antara lain adalah pemerataan penduduk, pengembangan kawasan baru, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Program transmigrasi juga berkontribusi pada pengembangan wilayah yang lebih adil. Dalam transformasi transmigrasi, terdapat perubahan dalam pendekatan dan pelaksanaan program. Fokusnya tidak hanya pada pemindahan penduduk, tetapi juga pada pembangunan infrastruktur, pemberdayaan masyarakat, dan peningkatan kualitas hidup transmigran. Berkelanjutan dan Inklusif Pemerintah terus berupaya untuk memperhatikan aspek sosial dan budaya setempat dalam pelaksanaan program transmigrasi. Program transmigrasi di Indonesia menghadapi sejumlah tantangan yang perlu diatasi. Penduduk transmigran sering mengalami kesulitan dalam beradaptasi dengan lingkungan baru dan mencari pekerjaan yang stabil. Konflik sering terjadi antara penduduk transmigran dan masyarakat lokal terkait dengan hak atas tanah dan sumber daya alam. Selain itu, transformasi lahan untuk program transmigrasi dapat menyebabkan perubahan lingkungan yang merugikan, seperti deforestasi dan penurunan kualitas air. Penting bagi pemerintah untuk melindungi hak-hak masyarakat adat, memperkuat integrasi sosial dan ekonomi antara penduduk transmigran dan lokal, serta memperhatikan dampak lingkungan dari program ini. Transformasi transmigrasi juga mencakup perubahan fokus program, yang kini lebih menekankan pada pengembangan potensi lokal, peningkatan akses terhadap layanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan, serta pembangunan infrastruktur yang mendukung. Salah satu aspek penting dalam transformasi ini adalah penggunaan lahan komunal dan keterlibatan badan usaha dalam pembangunan dan pengembangan kawasan transmigrasi. Terakhir, ada peningkatan dalam pemantauan dan evaluasi program transmigrasi secara berkelanjutan. Dengan melakukan evaluasi yang terus-menerus, program dapat terus disesuaikan dengan kebutuhan dan tantangan yang muncul, sehingga mencapai hasil yang lebih baik dalam jangka panjang. Transformasi ini mencerminkan komitmen Pemerintah Indonesia untuk memperbaiki dan meningkatkan efektivitas program transmigrasi guna mendukung pembangunan berkelanjutan dan inklusif di seluruh negeri. Dampak pada Pembangunan Nasional Program transmigrasi di Indonesia telah memberikan dampak positif yang signifikan terhadap pembangunan nasional, terutama dalam hal pemerataan penduduk dan pengembangan wilayah perbatasan. Sejak awal program ini diperkenalkan, jumlah penduduk yang dipindahkan dari Pulau Jawa ke daerah-daerah transmigrasi di luar Jawa telah mencapai jutaan orang. Hal ini telah membantu mengurangi tekanan penduduk di Pulau Jawa, yang merupakan salah satu pulau dengan penduduk terpadat di Indonesia, sementara juga membantu mengembangkan wilayah-wilayah terpencil dan perbatasan yang sebelumnya kurang berkembang. n Transformasi transmigrasi merupakan respons terhadap perubahan kondisi sosial, ekonomi, politik, dan lingkungan, serta pembelajaran dari pengalaman masa lalu dalam implementasi program tersebut. VOLUME III | EDISI 1 | JUNI 2024 7
RINGKASAN EKSEKUTIF K oordinasi Integrasi Penyelenggaraan Transmigrasi (KIPT) merupakan mandat dari Perpres 50/2018 dalam penyelenggaraan transmigrasi untuk mewujudkan kawasan transmigrasi yang berdaya saing. Akar masalah dari belum tercapainya tujuan KIPT tersebut adalah output intervensi program dan stakeholder yang terlibat dalam penyelenggaraan transmigrasi belum terlihat jelas dalam dokumen perencanaan transmigrasi. Penyusunan dan Pengesahan Dokumen Kebijakan Nasional Transmigrasi merupakan pilihan kebijakan yang terbaik dalam menjawab akar masalah kebijakan ini. Adanya dasar regulasi yang kuat dan jelas sebagai panduan bagi lintas K/L dan daerah sebagai anggota KIPT akan sangat membantu terwujudnya KIPT dalam mendukung penyelenggaraan transmigrasi PENDAHULUAN Sampai saat ini penyelenggaraan Transmigrasi telah berkontribusi melalui pembangunan 3.606 satuan pemukiman transmigrasi yang berada di 619 kawasan transmigrasi. Lokasi permukiman transmigrasi telah berkembang menjadi 1.567 desa definitif, 466 ibu kota kecamatan, 116 eks satuan per transmigrasi mendukung Ibu kota kabupaten, serta 3 (tiga) ibu kota provinsi (1) . Upaya-upaya strategis sejalan dengan amanat regulasi terus dilakukan dalam penyelenggaraan transmigrasi dalam mewujudkan kawasan transmigrasi yang berdaya saing. Hadirnya Perpres 50/2018 tentang Koordinasi dan Integrasi Penyelenggaraan Transmigrasi (KIPT) merupakan salah satu bentuk upaya strategis tersebut. KIPT ini dibentuk untuk mensinergikan program dan kegiatan dari pusat dan daerah dalam pembangunan transmigrasi yang lebih optimal. Lebih lanjut, guna mendukung kelancaran pelaksanaan KIPT dibentuklah Tim KIPT di level Nasional dan daerah. Berdasarkan hal tersebut, setidaknya ada 2 (dua) indikator keberhasilan KIPT yaitu jumlah dukungan lintas sektor serta prosentase tersusunnya tim KIPT Nasional dan daerah. Berkaitan dengan indikator pertama, trend anggaran lintas sektor menunjukkan penurunan. Tahun 2022 tercatat sejumlah Rp4,2 T, dukungan APBN lintas K/L dan APBD Pemerintah Daerah (Pemda) Provinsi Kabupaten/Kota untuk program dan kegiatan transmigrasi. Namun, alokasi anggarannya mengalami penurunan menjadi kurang dari Rp800 Miliar pada Tahun Anggaran 2023. Indikator pertama terkait dengan jumlah dukungan lintas sektor berarti menunjukkan penurunan. Lebih lanjut, dalam dokumen RPJMN 2020-2024 menjelaskan tentang 1 Laporan Kinerja Ditjen PPKTrans Tahun 2023 ANDY ARYAWAN Perencana Ahli Muda pada Sekretariat Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Transmigrasi Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi JELAS ARAHNYA, BESAR ANGGARANNYA PERAN KEBIJAKAN NASIONAL TRANSMIGRASI MENDUKUNG KOORDINASI DAN INTEGRASI PENYELENGGARAAN TRANSMIGRASI (KIPT) Tulisan ini sudah disetujui oleh : Tim Penilai Bappenas Tulisan ini sudah direviu oleh : Prof. Agus Heri Purnomo dari Pusat Riset Masyarakat dan Budaya BRIN dan oleh Dr. R. Bambang Widyatmiko, S.Si, M.T dari Direktorat Perencanaan Perwujudan Kawasan Transmigrasi, Ditjen PPKTrans POLICY BRIEF 8 VOLUME III | EDISI 1 | JUNI 2024
fokus pembangunan transmigrasi yang diarahkan pada 52 kawasan transmigrasi. Kawasan-kawasan prioritas tadi terletak di 49 kabupaten di 23 provinsi. Dari jumlah tersebut, hanya 9 provinsi, dan 4 kabupaten/kota saja yang sudah membentuk Tim KIPT daerah. Hal ini menunjukkan indikator kedua keberhasilan KIPT terkait prosentase tersusunnya Tim KIPT Nasional dan daerah masih rendah. Kurangnya partisipasi dan komitmen Pemda sebagai anggota KIPT daerah, dan Kementerian/Lembaga sebagai anggota KIPT Nasional setidaknya disebabkan oleh tiga hal yaitu informasi tentang KIPT belum tersosialisasi sepenuhnya ke daerah (2) , mis-persepsi konsepsi urusan pemerintahan konkuren pilihan (3) dan pelaksanaan KIPT menjadi tanggung jawab Menteri yang menangani ketransmigrasian (4) . Hal ini disebabkan program transmigrasi hanya dianggap menjadi kewenangan Dinas dan Kementerian yang menangani ketransmigrasian saja. Adapun akar masalah dari hal tersebut adalah “output intervensi program dan stakeholder yang terlibat dalam penyelenggaraan transmigrasi belum terlihat jelas dalam dokumen perencanaan transmigrasi”. Gambar pohon masalah berikut akan memperlihatkan akar masalah dari belum tercapainya tujuan KIPT 2 Atasi Masalah Transmigrasi, Disnakertrans ajak kedepankan pendekatan persuasif. - Dinas Tenaga Kerja & Transmigrasi Provinsi Nusa Tenggara Barat (ntbprov.go.id) 3 Transmigrasi Bukan Urusan Wajib, Namun Kesejahteraan Adalah Hak Transmigran - Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (kemenkopmk.go.id) 4 Perpres 50/2018 sebagaimana mandat Perpres 50/2018 dalam mendukung penyelenggaraan transmigrasi. Tujuan dari penulisan ini adalah merekomendasikan pilihan kebijakan yang sesuai untuk mendeskripsikan output intervensi program dan stakeholder yang jelas dalam dokumen perencanaan transmigrasi. TELAAHAN KEBIJAKAN UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan bahwa transmigrasi termasuk ke dalam urusan pemerintahan konkuren pilihan. Redaksi kata “pilihan” ini seringkali disalahartikan dalam menempatkan transmigrasi sebagai program kelas dua oleh pemerintah daerah, dalam hal prioritas program dan anggaran. Pada regulasi yang sama sudah didefinisikan bahwa kata “pilihan” mengandung arti tetap wajib diselenggarakan oleh pemerintah daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki daerah. Amanat wajib inilah yang seringkali tidak terinformasikan dengan jelas yang berakibat terhadap kurangnya partisipasi dan komitmen Pemda sebagai anggota KIPT daerah. Salah satu poin kritis dalam Perpres 50/2018 tentang KIPT terkait dengan tanggung jawab keberhasilan Tim KIPT oleh Menteri Desa, PDTT. Beban tanggung jawab yang hanya diberikan kepada Menteri yang menangani ketransmigrasian inilah yang antara lain berpengaruh terhadap kurangnya komitmen dan partisipasi anggota tim lainnya terhadap tujuan dari KIPT itu sendiri. Permendesa PDT Transmigrasi No.4 Tahun 2019 tentang Susunan Organisasi, Tugas, Fungsi, Hubungandan Tata Kerja serta Perlaporan Tim KIPT Tingkat Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/ Output intervensi program dan stakeholder yang terlibat dalam penyelenggaraan Transmigrasi belum terlihat jelas dalam dokumen perencanaan transmigrasi Program Transmigrasi hanya dianggap menjadi kewenangan Dinas dan Kementerian yang menangani ketransmigrasian Pelaksanaan KIPT menjadi tanggung-jawab Menteri yang menangani ketransmigrasian Mis-persepsi konsepsi urusan pemerintahan konkuren pilihan Belum tercapainya tujuan KIPT sebagaimana mandat Perpres 50/2018 dalam mendukung penyelenggaraan transmigrasi Belum tercapainya tujuan penyelenggaraan transmigrasi dalam mewujudkan Kawasan transmigrasi yang berdaya saing Kurangnya partisipasi dan komitmen Pemda anggota KIPT Daerah Kurangnya partisipasi dan komitmen K/L anggota KIPT Nasional Informasi tentang KIPT belum tersosialisasi sepenuhnya ke daerah AKIBAT SEBAB Gambar 1. Analisa Pohon Masalah (Duffy,dalam (Masniadi, Angkasa, Karmeli & Esabella, 2020)) VOLUME III | EDISI 1 | JUNI 2024 9
Kota menjelaskan lebih lanjut tentang Perpres KIPT. Poin kritis yang menarik dari regulasi ini adalah regulasi ini mengatur lintas pihak (K/L), namun regulasi dibuat dan dipimpin oleh Menteri teknis bukan Menteri Koordinator yang terkait, atau jabatan yang lebih tinggi (Presiden/Wapres). Hal ini tentu akan berpengaruh terhadap “kekuatan” dari regulasi yang ada dalam teknis koordinasi K/L anggota Tim KIPT Pusat dan daerah dalam mensinergikan program. Model perencanaan komunikatif merupakan jenis perencanaan yang berkembang di Indonesia setelah model perencanaan komprehensif yang muncul di tahun 1960an (Fanstein, 2000 dalam Priyani, 2007). Kata kunci kesepakatan dan hubungan komunikasi penting dalam model perencanaan ini, dibanding model yang terlalu normatif yang berimplikasi terhadap kesulitan pelaksanaan. Hal penting lain adalah terkait dengan birokrasi. Sebagai komponen kunci dalam sistem administrasi modern, birokrasi mendukung proses pemerintahan. Legitimasinya berakar pada penggunaan pengetahuan, rasionalitas, dan teknologi. Birokrasi adalah entitas yang peka terhadap manajemen berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi (Ashshiddiqi et.all, 2022). Lebih lanjut model perencanaan induk sektoral/tematik penting sebagai acuan bagi stakeholder terkait dalam mencapai tujuan yang diinginkan (Liu, Dou, Li & Cai, 2020). PILIHAN KEBIJAKAN Ada 4 (empat) alternatif yang diusulkan untuk menjawab permasalahan kebijakan ini, sebagai berikut: 1. Revisi Perpres KIPT dengan menetapkan Wakil Presiden (Wapres) sebagai Ketua KIPT. Hal ini mengadopsi dari susunan organisasi dari Tim Koordinasi Strategis Lintas Sektor Penyelenggaraan Kepariwisataan dalam Perpres 26/2022 (5) . Revisi Perpres 50/2018 terkait dengan penggantian Ketua KIPT dari Menteri Desa,PDTT dengan posisi lain yang lebih kuat, misal Wapres, akan memperkuat legitimasi KIPT itu sendiri. Menteri Desa, PDTT bisa ditetapkan sebagai Pelaksana Harian yang membantu Wapres sebagai Ketua KIPT. 2. Penyusunan dan Pengesahan Dokumen Kebijakan Nasional Transmigrasi Hal ini mengadopsi dari Kebijakan Industri Nasional yang ditetapkan melalui Perpres 74/2022. Belum adanya dokumen kebijakan nasional transmigrasi dan dukungan regulasi yang relevan (Perpres) membuat KIPT sulit menyusun rencana kerja yang akan dilakukan untuk mencapai target Nasional. Pada dokumen kebijakan tersebut juga perlu dijelaskan output dan stakeholder pelaksana yang terkait. Alternatif kebijakan ini ada 2 tahapan yang perlu dilakukan yaitu terkait penyusunan dokumen kebijakan dan legalisasi (legal drafting) dokumen menjadi Perpres kebijakan nasional transmigrasi. Kebijakan nasional tadi penting sebagai panduan formal dan legal di pusat dan daerah (Liu, Dou, Li & Cai, 2020). 3. Mendorong Dokumen Rencana Aksi (Renaksi) Transmigrasi dalam pembahasan di forum Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang). Dokumen Renaksi Transmigrasi yang telah disusun saat ini hanya menjadi bahan diskusi di internal Kemendesa, PDTT saja. Lebih lanjut, tahapan perencanaan pembangunan yang dibahas secara reguler di forum Musrenbang baik pusat maupun daerah merupakan forum yang strategis (6) . Adanya dorongan dokumen Renaksi Transmigrasi menjadi salah satu 5 Perlu Koordinasi dan Sinergi untuk Kembangkan Pariwisata Berkualitas - Wakil Presiden Republik Indonesia (wapresri.go.id) 6 Bappenas Bahas Strategi Transformasi Dalam Musrenbangnas RPJPN 2025-2045 - Kementerian PPN/Bappenas REVISI PEPRES DOKUMEN KEBIJAKAN NASIONAL TRANSMIGRASI RENAKSI TRANSMIGRASI DAN MUSRENBANG INPRES TRANSMIGRASI Kelayakan Teknis 1 2 1 2 Kelayakan Ekonomis 1 2 1 1 Kelayakan Politik 2 2 2 2 Administrasi Operasional 0 1 1 1 Total Skor 4 7 6 6 Tabel 1. Kriteria Pemilihan Kebijakan. Analisis, 2024 POLICY PAPER 10 VOLUME III | EDISI 1 | JUNI 2024
topik pembahasan dalam Musrenbang akan mengangkat nilai strategis bidang transmigrasi menjadi prioritas program pemerintah. Proses perencanaan komunikatif penting dilakukan pada pelaksanaan Musrenbang nantinya. 4. Penetapan Inpres Transmigrasi Hal ini mengadopsi dari konektivitas jalan yang ditetapkan menjadi Inpres 3/2023 (7) yang memiliki implikasi strategis. Transmigrasi memiliki posisi strategis dalam Grand Design Pembangunan Kependudukan (GDPK), mendukung ketahanan pangan nasional dan secara kewilayahan mendukung pusat-pusat pertumbuhan di seluruh Indonesia. Adanya penetapan bidang transmigrasi menjadi Inpres dengan langsung menunjuk unit pelaksana yang terkait sesuai kewenangan akan memperkuat legitimasi pembangunan transmigrasi sekaligus membantu anggota KIPT untuk mencapai target yang ditetapkan. KRITERIA PEMILIHAN KEBIJAKAN Dalam penentuan rekomendasi kebijakan menggunakan 4 kriteria yaitu kelayakan teknis, kelayakan ekonomis, kelayakan politik dan faktor administrasi operasional (Bardach,E, 2012) dengan menggunakan skoring rendah (0), sedang (1), dan tinggi (2). Kategori rendah berarti alternatif kebijakan memiliki faktor penentu yang rendah dari kriteria-kriteria yang digunakan. Kategori sedang berarti alternatif kebijakan memiliki faktor penentu yang sedang dari kriteria-kriteria yang digunakan. Kategori tinggi berarti alternatif kebijakan memiliki faktor penentu yang tinggi dari kriteria-kriteria yang digunakan. Rekomendasi kebijakan akan dipilih berdasarkan skor tertinggi dari penjumlahan skoring yang disusun. REKOMENDASI KEBIJAKAN Alternatif kedua yaitu Penyusunan dan Pengesahan Dokumen Kebijakan Nasional Bidang Transmigrasi menjadi kebijakan terpilih yang direkomendasikan dengan skor 7 berdasar kriteria pemilihan pada Tabel 1. Adapun penjelasan masing-masing kriteria sebagai berikut: 1. Kelayakan teknis tinggi, karena dokumen kebijakan nasional berperan sebagai pedoman kebijakan dan operasional bagi anggota KIPT untuk melakukan sinergi program dan kegiatan sesuai kewenangannya berdasar target yang ditetapkan dalam kebijakan nasional. Adanya petunjuk yang jelas dengan dilengkapi output jenis intervensi dan pelaksana kegiatan akan mampu memecahkan akar masalah dalam policy brief ini. 2. Kelayakan ekonomis tinggi, karena dalam penyusunan dan legal drafting menjadi Perpres relatif tidak membutuhkan anggaran baru yang besar. Semua pihak yang yang terlibat memiliki alokasi anggaran sesuai dengan kewenangan masing-masing. 3. Kelayakan politik tinggi, karena transmigrasi memiliki urgensi yang tinggi untuk diprioritaskan sebagai Program 7 Sekretariat Kabinet Republik Indonesia - Presiden Jokowi Resmikan Pelaksanaan Inpres Jalan Daerah di Sumut (setkab.go.id) Strategis Nasional dengan pertimbangan bonus demografi, tekanan penduduk besar di Pulau Jawa dan tantangan ketahanan pangan global. Transmigrasi juga memiliki dasar regulasi yang lengkap antara lain UU 29/2009, PP 19/2024 dan Perpres 50/2018 tentang KIPT. 4. Administrasi operasional sedang, karena penyusunan dokumen kebijakan bisa langsung dilakukan oleh unit teknis yang tersedia saat ini. Namun, pengajuan dokumen kebijakan menjadi Perpres memiliki tantangan tersendiri bagi usulan kebijakan nantinya. DAFTAR PUSTAKA • Ashshiddiqi, et.all, 2022. Perspektif Legitimasi dalam Manajemen Pemerintahan. Juarnal Dialekta: Jurnal Ilmu Sosial, Vol.19/No.1, 2022. • Bardach, E, 2012. A Practical Guide for Policy Analysis the Eight-Fold Path To • More Effective Problem Solving (4th edition), Sage, Washington DC. • Liu, Dou, Li & Cai. 2020. Analysing government role in rural tourism development: An empirical investigation from China. Journal of Rural Studies, Volume 79. October 2020, Pages 177-188. doi: 10.1016/j. jrurstud.2020.08.046. • Masniadi, Angkasa, Karmeli & Esabella. 2008. Telaah Kritis Ketahanan Pangan Kabupaten Sumbawa dalam Menghadapi Pandemi Covid-19. Indonesian Journal of Social Sciences and Humanities, Vol.1 No.2, 2020: 109- 120. Retrieved from https://journal.publication-center. com/index.php/ijssh/article/view/111/52 • Priyani, R. 2007. Pluralitas dalam teori perencanaan. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, Vol.18/No.3 Desember 2007, hal.23-27. Transmigrasi memiliki posisi strategis dalam Grand Design Pembangunan Kependudukan (GDPK), mendukung ketahanan pangan nasional dan secara kewilayahan mendukung pusatpusat pertumbuhan di seluruh Indonesia. VOLUME III | EDISI 1 | JUNI 2024 11
MAKALAH KEBIJAKAN OPTIMALISASI PERAN DAERAH TUJUAN GUNA MENDUKUNG PENINGKATAN STATUS PERKEMBANGAN KAWASAN TRANSMIGRASI POLICY PAPER RINGKASAN EKSEKUTIF Merujuk capaian status perkembangan pada 152 kawasan transmigrasi yang ditetapkan belum mengalami peningkatan yang signifikan. Hasil evaluasi tahun 2023, dari 52 kawasan prioritas nasional didapatkan persentase kawasan transmigrasi prioritas nasional adalah 5,76% kawasan berdaya saing, 65,38% kawasan mandiri dan 28% kawasan berkembang. Sedangkan 100 kawasan prioritas kementerian didapatkan kawasan transmigrasi prioritas kementerian adalah 0% kawasan berdaya saing, 23% kawasan mandiri dan 77% kawasan berkembang. Oleh karena itu, perlu dilaksanakan langkah-langkah konkret untuk meningkatkan status perkembangan kawasan transmigrasi baik dari keselarasan regulasi, dukungan pemerintah daerah serta sinergi dan kolaborasi antar pemangku kepentingan Program Transmigrasi sebagai salah satu program pengembangan wilayah yang sudah teruji dan sebagai urusan pemerintahan pilihan sudah seharusnya diberi ruang gerak yang seluas-luasnya bagi daerah untuk mengembangkan wilayah untuk mengurangi kesenjangan wilayah untuk terciptanya pemerataan yang berkeadilan. Revisi atas lampiran Undangundang 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah adalah sebuah keniscayaan agar selaras dengan Undang-Undang 29 tahun 2009 tentang Ketransmigrasian untuk memberi peran dan ruang gerak pemerintah daerah yang lebih luas dalam mengembangkan wilayah yang merata dan berkeadilan. 1. LATAR BELAKANG Merujuk hasil evaluasi perkembangan kawasan transmigrasi tahun 2023 didapatkan hasil: • Persentase kawasan dengan status berdaya sangat kecil dari 152 kawasan (52 kawasan prioritas nasional dan 100 kawasan prioritas kementerian), masih tergolong sangat kecil • Persentase kawasan transmigrasi prioritas nasional adalah 5,76% kawasan berdaya saing, 65,38% kawasan mandiri dan 28% kawasan berkembang • Persentase kawasan transmigrasi prioritas kementerian adalah 0% kawasan berdaya saing, 23% kawasan mandiri dan 77% kawasan berkembang • Kenaikan capaian nilai rata-rata IPKT 100 kawasan transmigrasi prioritas kementerian sangat kecil yaitu sebesar 0,08. Sedangkan kawasan dengan status berdaya saing hanya 0 kawasan dari 100 kawasan Permasalahan utama belum meningkatnya status perkembangan kawasan transmigrasi secara signifikan adalah regulasi lampiran UU 23/2014 tentang Pemerintah Daerah urusan transmigrasi, yang menyebabkan terbatasnya kewenangan pemerintahan daerah dalam mengembangkan wilayahnya melalui penyelenggaraan urusan transmigrasi, Urgensi dari penyusunan makalah kebijakan ‘’Optimalisasi Peran Daerah Tujuan Guna Mendukung Peningkatan Status Perkembangan Kawasan Transmigrasi’ adalah belum meningkatnya status perkembangan kawasan transmigrasi secara signifikan. Tujuan dari penulisan untuk memberikan rekomendasi kebijakan agar kawasan transmigrasi dapat meningkat status perkembangannya secara baik dan terukur. IRFAN PRIYADI, S.T., M.Si. Perencana Ahli Muda, Biro Perencanaan dan Kerja Sama Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi Tulisan ini sudah disetujui oleh : Tim penilai dari Bappenas Tulisan ini sudah direviu oleh : Prof. Agus Heri Purnomo dari Pusat Riset Masyarakat dan Budaya BRIN dan oleh Ir. Rajumber Prihatin, M.Si dari Direktorat Pengembangan Kawasan Transmigrasi, Ditjen PPKTrans 12 VOLUME III | EDISI 1 | JUNI 2024
2. ANALISA DAN PEMBAHASAN PERMASALAHAN Merujuk Keputusan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Nomor 117 Tahun 2021 Tentang Indeks Perkembangan Kawasan Transmigrasi, pengukuran ketercapaian perkembangan kawasan transmigrasi adalah dengan menggunakan indeks perkembangan kawasan transmigrasi (IPKT), dengan melihat dari beberapa aspek dimensi yaitu: kawasan transmigrasi berkembang dengan IPKT < 50 (Berkembang), kawasan transmigrasi mandiri dengan nilai 50 ≤ IPKT < 75 (Mandiri), kawasan transmigrasi berdaya saing dengan IPKT ≥ 75 (berdaya saing). Sedangkan variabel dan pembentuk indikator status perkembangan transmigrasi yang terdiri dari 5 (lima) dimensi yaitu : dimensi ekonomi, dimensi jejaring sarana prasarana, dimensi sosial budaya, dimensi lingkungan dan dimensi kelembagaan a. Analisa atas lampiran UU Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, Urusan Transmigrasi Tabel 1. Lampiran UU 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah Urusan Transmigrasi Tabel 1, kewenangan pemerintah daerah selaku daerah tujuan transmigrasi sangat terbatas dalam mendukung status perkembangan kawasan transmigrasi. Sedangkan kewenangan pemerintah pusat sangat besar mulai perencanaan kawasan, pembangunan kawasan sampai dengan pengembangan kawasan transmigrasi. Ini berdampak alokasi dukungan APBD untuk mendukung status perkembangan kawasan transmigrasi menjadi sangat terbatas. Sedangkan alokasi dukungan APBN cenderung mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Transmigrasi sebagai urusan pilihan daerah sudah semestinya memberikan ruang yang seluas-luasnya kepada daerah untuk merencanakan, membangun dan mengembangkan kawasan transmigrasi yang masih dalam lingkup wilayah kabupaten/kota sehingga akan me-leverage serta meningkatkan status kawasan transmigrasi dapat lebih cepat, tepat dan terukur. b. Analisa status/tingkat perkembangan kawasan transmigrasi hasil evaluasi perkembangan kawasan transmigrasi Merujuk hasil evaluasi perkembangan kawasan transmigrasi tahun 2023 disimpulkan hasil, yaitu: 1. Capaian rata-rata nilai indeks perkembangan 52 kawasan transmigrasi prioritas nasional yang direvitalisasi tahun 2023 dari target 55,31 realisasi 55,35 2. Hasil evaluasi 52 kawasan transmigrasi prioritas nasional didapatkan 3 kawasan berdaya saing, 34 kawasan mandiri dan 15 kawasan berkembang 3. Kawasan transmigrasi prioritas nasional masuk VOLUME III | EDISI 1 | JUNI 2024 13
RPJMN 2020-2024 dengan status berdaya saing ada 3 kawasan yaitu: Kawasan Rasau Jaya, Kawasan Lunang Silaut dan Kawasan Lagita 4. Capaian rata-rata nilai indeks perkembangan 100 kawasan transmigrasi prioritas kementerian yang direvitalisasi dari target 39,78, realisasi 39,86 Hasil evaluasi 100 kawasan transmigrasi prioritas kementerian didapatkan 0 kawasan berdaya saing, 23 kawasan mandiri dan 77 kawasan berkembang Analisa hasil evaluasi perkembangan kawasan transmigrasi di atas dapat disimpulkan: 1. Kenaikan capaian nilai rata-rata IPKT 52 kawasan transmigrasi prioritas nasional sangat kecil yaitu sebesar 0,04. Sedangkan kawasan dengan status berdaya saing hanya 3 kawasan dari 52 kawasan atau hanya sebesar 5,76% (sangat kecil) 2. Persentase kawasan transmigrasi prioritas nasional adalah 5,76% kawasan berdaya saing, 65,38% kawasan mandiri dan 28% kawasan berkembang 3. Kenaikan capaian nilai rata-rata IPKT 100 kawasan transmigrasi prioritas kementerian sangat kecil yaitu sebesar 0,08. Sedangkan kawasan dengan status berdaya saing hanya 0 kawasan dari 100 kawasan 4. Persentase kawasan transmigrasi prioritas kementerian adalah 0% kawasan berdaya saing, 23% kawasan mandiri dan 77% kawasan berkembang 5. Persentase kawasan dengan status berdaya sangat kecil dari 152 kawasan (prioritas nasional dan prioritas kementerian), sedangkan kenaikan nilai IPKT juga masih tergolong sangat kecil Tabel 2. Target dan Capaian Rata-Rata Nilai IPKT 52 Kawasan Transmigrasi Prioritas Nasional NO. TAHUN TARGET RATA-RATA NILAI IPKT 52 KTPN CAPAIAN SATUAN KETERANGAN 1 2020 48,74 48,74 Nilai Target 7 Kawasan Berdaya Saing, 33 Kawasan Mandiri dan 12 Kawasan Berkembang Dimensi Pembentuk rata-rata Indeks Perkembangan Kawasan Transmigrasi yaitu: Ekonomi, Jejaring Sarana Prasarana, Lingkungan, Sosial Budaya dan Kelembagaan 2 2021 50,93 51,85 Nilai 3 2022 53,12 53,66 Nilai 4 2023 55,31 55,35 Nilai 5 2024 57,50 - Nilai Tabel 3. Target dan capaian Rata-Rata Nilai IPKT 100 Kawasan Transmigrasi Prioritas Kementerian NO. TAHUN TARGET RATA-RATA NILAI IPKT 100 KTPN CAPAIAN SATUAN KETERANGAN 1 2020 38,28 38,28 Nilai Dimensi Pembentuk rata-rata Indeks Perkembangan Kawasan Transmigrasi yaitu: Ekonomi, Jejaring Sarana Prasarana, Lingkungan, Sosial Budaya dan Kelembagaan 2 2021 38,78 39,23 Nilai 3 2022 39,28 39,94 Nilai 4 2023 39,78 39,86 Nilai 5 2024 40,28 Nilai c. Belum tersediannya dokumen roadmap/peta jalan Belum tersedianya dokumen roadmap disebabkan belum teridentifikasinya kebutuhan prioritas pada skala SP, SKP, KPB maupun Kawasan yang berbasis 5(lima) dimensi. Dukungan pemerintah daerah menjadi terbatas karena kewenangan yang dimandatkan UU 23/2014. d. Koordinasi antar pemangku kepentingan yang menangani transmigrasi belum optimal Mandat dari Perpres 50 tahun 2018 belum sepenuhnya dapat ditindaklanjuti yaitu pembentukan tim task force atau tim koordinasi penyelenggaraan transmigrasi pada level pusat dan daerah yang terintegrasi. Kalaupun tim telah terbentuk, implementasi di lapangan kurang optimal dalam mendukung peningkatan status perkembangan kawasan transmigrasi e. Dukungan anggaran kementerian cenderung mengalami penurunan Dukungan penganggaran pusat masih minim disebabkan ruang fiskal APBN yang terbatas oleh program dan kegiatan prioritas nasional lain serta kegiatan Direktif Presiden. Anggaran urusan ketransmigrasian dalam kurun waktu 5 tahun terakhir cenderung mengalami penurunan. 3. ALTERNATIF PIIHAN KEBIJAKAN Hasil Analisa atas permasalahan direkomendasikan beberapa alternatif kebijakan, yaitu: 1. Revisi atas lampiran UU 23/2014 urusan transmigrasi POLICY PAPER 14 VOLUME III | EDISI 1 | JUNI 2024
2. Pembentukan dan penguatan task force/ Tim Koordinasi dan Integrasi Penyelenggaraan Transmigrasi 3. Penguatan Peran Daerah Tujuan melalui dukungan APBD melalui identifikasi kebutuhan Prioritas dengan basis pembentuk perkembangan kawasan. 4. Penyusunan roadmap pembangunan dan pengembangan kawasan transmigrasi yang ditetapkan melalui Peraturan/Keputusan Presiden. 4. KRITERIA PEMILIHAN KEBIJAKAN Dalam penentuan rekomendasi kebijakan menggunakan 4 (empat) kriteria yaitu kelayakan teknis, kelayakan ekonomis, kelayakan politik dan faktor administrasi operasional (Bardach,E, 2012) dengan menggunakan skoring rendah (0), sedang (1), dan tinggi (2). Kategori rendah berarti alternatif kebijakan memiliki faktor penentu yang rendah dari kriteria-kriteria yang digunakan. Kategori sedang berarti alternatif kebijakan memiliki faktor penentu yang sedang dari kriteria-kriteria yang digunakan. Kategori tinggi berarti alternatif kebijakan memiliki faktor penentu yang tinggi dari kriteria kriteria yang digunakan. Rekomendasi kebijakan akan dipilih berdasarkan skor tertinggi dari penjumlahan skoring yang disusun. Tabel 4. Kriteria Pemilihan Kebijakan REVISI LAMPIRAN UU 23/2014 URUSAN TRANSMIGRASI PEMBENTUKAN TASK FORCE PENGUATAN PERAN DAERAH TUJUAN MELALUI DUKUNGAN APBD MELALUI IDENTIFIKASI KEBUTUHAN PRIORITAS PENYUSUNAN DOKUMEN ROADMAP/ PETA JALAN PEMBANGUN YANG DITETAPKAN MELALUI KEPUTUSAN PRESIDEN Kelayakan Teknis 2 2 1 2 Kelayakan Ekonomis 2 2 0 1 Kelayakan politik 2 2 2 2 Administrasi operasional 2 1 1 1 Total Skor 8 7 5 6 5. REKOMENDASI KEBIJAKAN 1. Rekomendasi kebijakan terpilih ke-1 revisi lampiran UU 23/2014 urusan transmigrasi menjadi kebijakan terpilih pertama yang direkomendasikan dengan skor 8. Berdasar kriteria pemilihan pada Tabel 4 di atas. adapun penjelasan masing-masing kriteria sebagai berikut: 1. Kelayakan teknis tinggi, karena revisi lampiran UU 23/2014 merupakan akar permasalahan yang perlu diselesaikan lebih dahulu sehingga kewenangan pemerintah daerah dapat lebih luas dalam mengembangkan wilayah yang menjadi tanggung jawabnya 2. Kelayakan ekonomis tinggi, karena Kementerian yang menangani ketransmigrasian hanya menginisiasi dan menyampaikan kepada Kementerian yang berwenang menangani terkait pemerintahan daerah cq. Kementerian Dalam Negeri melalui Menteri atau Dirjen yang menangani ketransmigrasian terhadap pentingnya revisi lampiran UU 23/2014 urusan transmigrasi 3. Kelayakan politik tinggi, karena transmigrasi memiliki urgensi yang tinggi untuk diprioritaskan dengan pertimbangan bonus demografi, tekanan penduduk besar di Pulau Jawa dan tantangan ketahanan pangan global, dukungan security border batas lintas negara, serta program pengembangan wilayah yang telah teruji 4. Administrasi operasional tinggi, karena penyusunan daftar inventarisasi masalah atas revisi lampiran UU 23/2014 bisa langsung dilakukan oleh sumberdaya di unit organisasi yang menangani ketransmigrasian kepada Kementerian Dalam Negeri. Namun, pengajuan revisi lampiran UU 23/2014 merupakan tantangan atas usulan rekomendasi kebijakan ini. 2. Rekomendasi kebijakan terpilih ke-2 adalah Pembentukan dan penguatan Tim Terpadu Integrasi dan Koordinasi Penyelenggaraan Transmigrasi pada level pusat dan daerah yang ditetapkan oleh Menteri atau pejabat terkait yang berwenang. Rekomendasi kebijakan tersebut sebagai pendukung rekomendasi pertama. 6. DAFTAR PUSTAKA 1. UU Nomor 15 Tahun 1997 tentang Ketransmigrasian sebagaimana diubah dengan UU Nomor 29 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas UU Nomor 15 Tahun 1997 tentang Ketransmigrasian. 2. UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. 3. UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. 4. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 15 Tahun 1997 tentang Ketransmigrasian sebagaimana diubah dengan UU Nomor 29 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas UU Nomor 15 Tahun 1997 tentang Ketransmigrasian. 5. Peraturan Presiden Nomor 50 tahun 2018 Tentang Koordinasi dan Integrasi Penyelenggaraan Transmigrasi. 6. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Nomor 17 Tahun 2020 Tentang Rencana Strategis Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi 7. Keputusan Menteri Desa Nomor 117 Tahun 2021 Tentang Indeks Perkembangan Kawasan Transmigrasi 8. Surat Keputusan Dirjen Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Transmigrasi Nomor 266 Tahun 2023 Tentang Penetapan Indeks Perkembangan Kawasan Transmigrasi 9. Surat Dirjen Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Transmigrasi kepada kepada Bappeda Propinsi dan Dinas yang menangani ketransmigrasian Propinsi dan Kabupaten /Kota Nomor 17/PKT.04.04/I/2024 hal penyampaian hasil evaluasi perkembangan kawasan transmigrasi 10. Universitas Gadjah Mada, (2023) Transmigrasi Transpolitan Membangun Indonesia Sentris untuk Indonesia Emas 2045 11. Bardach, E, 2012. Panduan praktis analisis kebijakan-Pemecahan masalah lebih efektif edisi ke-4 (A Practical Guide for Policy Analysis the Eight-Fold Path To More Effective Problem Solving (4th edition), Sage, Washington DC VOLUME III | EDISI 1 | JUNI 2024 15
SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL PPKTrans DIRECTORATE'S UPDATE Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Transmigrasi telah melaksanakan Rapat Lanjutan Pembahasan Indikasi Lokasi Prioritas Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Transmigrasi pada RPJMN Tahun 2025-2029 di Jakarta (03/04/2024). Rapat tersebut diselenggarakan oleh Sekretariat Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Transmigrasi. Turut hadir sebagai peserta antara lain Kepala Biro Perencanaan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT,) Kepala Pusat Pelayanan Terpadu Badan Pengembangan dan Informasi Desa (BPI), Sekretaris Jenderal Diektorat Jenderal Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Transmigrasi (Sesditjen PPKTrans), Direktur Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Transmigrasi (P2KT), Direktur Pembangunan Kawasan Transmigrasi (PKT), Direktur Fasilitasi Penataan Persebaran Penduduk di Kawasan Transmigrasi (FP3KT), dan Direktur Pembangunan Kawasan Transmigrasi (PKTrans), serta perwakilan dari Unit Kerja Eselon (UKE) II di lingkungan Ditjen PPKTrans. Selain itu, rapat ini juga mengundang narasumber dari 2 (dua) instansi yaitu dari Direktorat Regional III Kementerian PPN/Bappenas dan Tenaga Ahli dari UGM. Biro Perencanaan Kemendesa PDTT selaku peserta yang hadir menyampaikan beberapa hal penting yaitu telah disepakatinya 34 (tiga puluh empat) lokasi prioritas (lokpri) kawasan transmigrasi dengan kriteria penyangga bagi pusat-pusat pertumbuhan dan pusat-pusat pertumbuhan lokal, terdapat kriteria teknis penentuan lokpri yaitu adanya kawasan sebagai upaya migrasi buatan untuk mengurangi kepadatan penduduk di Jawa, jumlah total kawasan transmigrasi yang telah diusulkan menjadi prioritas adalah sebanyak 45 (empat puluh lima) kawasan. Apabila terdapat kawasan-kawasan yang tidak masuk dalam prioritas nasional, maka akan ditampung menjadi prioritas kementerian melalui Rencana Strategis (Renstra). Selain itu, keberhasilan transmigrasi tidak dapat diseragamkan menggunakan IPKTrans, serta perlu adanya pendefinisian ulang terhadap regenerasi petani, apakah secara usia atau kapasitas. Transmigrasi milenial hanya bagian kecil dari keseluruhan BAPPENAS DUKUNG USULAN LOKASI PRIORITAS TRANSMIGRASI RPJMN 2025-2029 16 VOLUME III | EDISI 1 | JUNI 2024
program transmigrasi, sehingga menggadang-gadang transmigrasi sebagai regenerasi petani nampaknya sedikit terlalu jauh. Alternatifnya, selain dari branding regenerasi petani, yang relevan untuk transmigrasi adalah pangan nabati (yang masih berupa usulan dari Bappenas). Kementerian PPN/Bappenas selaku narasumber menyampaikan beberapa hal penting yaitu salah satu kriteria lokpri yang disampaikan Deputi Pengembangan Regional adalah adanya wilayah potensial yang mendukung swasembada pangan melalui cetak sawah baru (calon petani calon lokasi/CPCL). Bappenas menilai transmigrasi termasuk dalam kriteria tersebut. Arah kebijakan yang sudah ditetapkan yaitu migrasi buatan, pusat pertumbuhan lokal, dan kawasan penyangga. Terdapat 34 (tiga puluh empat) lokasi yang telah disepakati dianggap tidak ada overlap. Ketika ditampilkan dalam RPJMN, leveling yang dirumuskan tidak perlu diungkap, leveling ini nanti akan ada kaitannya dengan pendanaan. Selanjutnya, narasumber yang berasal dari Tenaga Ahli UGM menyampaikan bahwa 11 (sebelas) kawasan yang diusulkan agar mempertimbangkan daya tampung penduduk. Berdasarkan kajian yang telah dilakukan, terdapat 5 (lima) provinsi yang menjadi lokasi kawasan transmigrasi yang sudah melebihi daya tampung kependudukan menurut standar ruang hidup WHO. Alternatif solusi yang dapat diambil adalah dengan menyelenggarakan transmigrasi lokal. Jadi, selain membangun dan mengembangkan wilayah/kawasan, perlu juga memberikan perhatian khusus untuk penduduk (konteks transmigrasi adalah dalam penataan persebaran). Beberapa hal penting yang didapatkan melalui Rapat Lanjutan Pembahasan Indikasi Lokasi Prioritas Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Transmigrasi Pada RPJMN Tahun 2025-2029 yaitu telah disepakati 45 (empat puluh lima) usulan kawasan transmigrasi prioritas RPJMN 2025- 2029, perlunya dilengkapi 45 (empat puluh lima) lokasi tersebut dengan profil kawasan transmigrasi sebagai data pendukung. Selain itu, indikator kawasan transmigrasi merupakan hal penting untuk menilai keberhasilan pembangunan kawasan. Penentuan indikator tetap harus memerhatikan kriteria SMART. Kemudian, internal Kementerian PPN/Bappenas akan melakukan konsolidasi terkait dengan urgensi program transmigrasi ke depan, relevansinya dengan target pencapaian Indonesia Emas 2045 dan sinkronisasi urusan transmigrasi dengan urusan sektoral lainnya. n Corry Prisilia VOLUME III | EDISI 1 | JUNI 2024 17
KEBANGKITAN DATA HPL TRANSMIGRASI INDONESIA HARUS SEGERA DIMULAI Pimpinan Tinggi Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Transmigrasi (Ditjen. PPKTrans) bersama dengan Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta serta Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional (STPN) Yogyakarta telah menghadiri Diskusi Rencana Inventarisasi Tanah Hak Pengelolaan (HPL) Transmigrasi pada Jumát, 16 Februari 2024 di Ruang Siti Nurbaya Center Lantai 5, Gedung KLMB, Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Diskusi ini merupakan tindak lanjut dari catatan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), bahwa HPL transmigrasi dapat dicatat dalam neraca aset/Barang Milik Negara (BMN), sedangkan data/ dokumen HPL transmigrasi tidak dukung dengan data yang lengkap seperti SK, Sertipikat dan Peta HPL transmigrasi dan sebagian besar terindikasi permasalahan seperti tumpang tindih penguasaan/ pemanfaatan tanah bukan untuk kepentingan transmigasi. Oleh sebab itu, perlu melibatkan unsur dari akademisi (UGM dan STPN) untuk memperoleh terobosan sehingga dengan cepat dapat menangani permasalahan HPL transmigrasi dan mengetahui kondisi terkini HPL transmigrasi yang tersebar di seluruh Indonesia. Pada kegiatan tersebut Prof. Suratman, Guru Besar Fakultas Geografi UGM menyampaikan kebangkitan data HPL transmigrasi di Indonesia harus segera dimulai meskipun sudah sangat terlambat dikarenakan data-data HPL transmigrasi belum mendapat pengakuan secara nasional sehingga diperlukan penguatan basis data HPL transmigrasi yang terintegrasi secara nasional oleh pemangku kebijakan lintas sektor, serta dapat diakses oleh Policy Maker, Decision Maker, Planner, dan Public. Dr. Sigit Mustofa Nurudin, S.T., M.M., Sekretaris Ditjen. PPKTrans, menyampaikan bahwa perlu segera dilakukan pengumpulan data baik data tekstual maupun data spasial pada seluruh HPL transmigrasi yang masuk dalam 152 kawasan transmigrasi baik prioritas nasional maupun prioritas kementerian. Adapun HPL transmigrasi yang telah terbit sebagian besar berada di luar 152 kawasan transmigrasi. DIREKTORAT PERENCANAAN PERWUJUDAN KAWASAN TRANSMIGRASI (P2KT) DIRECTORATE'S UPDATE 18 VOLUME III | EDISI 1 | JUNI 2024
Selanjutnya Dr. Bambang Widyatmiko, S.Si., M.T., Direktur Perencanaan Perwujudan Kawasan Transmigrasi (P2KT) menambahkan, bahwa masih tetap diperlukan pelaksanaan kegiatan inventarisasi tanah HPL transmigrasi untuk mengetahui legalitas HPL transmigrasi yang lengkap beserta kondisi status HPL yang terdiri dari pemanfaatan, penguasaan, pemilikan dan pengunaannya (IP4T) sehingga dapat diklasterisasi berdasarkan kelompok kelengkapan dokumen sesuai data yang diperoleh dan hasil klasterisasi tersebut dapat digunakan sebagai bahan masukan dan pertimbangan untuk menentukan kebijakan selanjutnya oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi dan lintas sektor terkait. Output yang diharapkan pada pelaksanaan kegiatan inventarisasi tanah HPL transmigrasi adalah mendapatkan informasi kondisi aktual HPL transmigrasi sebanyak mungkin baik berupa dokumen dan data HPL di seluruh Indonesia yang selanjutnya HPL transmigrasi tersebut akan ditindaklanjuti dengan dicatatkan dalam catatan penting lainnya sesuai saran dan masukan dari BPK RI. n Hendra Prasetyawan VOLUME III | EDISI 1 | JUNI 2024 19
Direktorat Pembangunan Kawasan Transmigrasi melalui Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Transmigrasi telah melaksanakan kegiatan Bimbingan Teknis Petugas Lapangan Bidang Pembangunan Permukiman Transmigrasi pada tanggal 6-8 Maret 2024 di Hariston Hotel & Suits, Jalan Terusan Bandengan Utara No.1, Jakarta Utara. Kegiatan ini dihadiri oleh 101 (seratus satu) peserta yang terdiri dari petugas pusat, petugas daerah, narasumber serta panitia penyelenggara. Adapun petugas daerah yang diundang adalah para Pejabat Pembuat Komitmen atau Petugas Pengawas Lapangan dari dinas yang membidangi ketransmigrasian di provinsi serta dinas yang membidangi ketransmigrasian di kabupaten/kota. Petugas pusat yang diundang adalah para pegawai Direktorat Pembangunan Kawasan Transmigrasi dan perwakilan dari Direktorat lain yang mengawal pembangunan kawasan transmigrasi dengan berkoordinasi dengan petugas daerah. Tujuan dari kegiatan bimbingan teknis ini adalah agar petugas pengawas lapangan mampu memahami pelaksanaan pekerjaan mulai dari penyiapan lahan, pembangunan prasarana dan pembangunan sarana di permukiman transmigrasi, evaluasi kelayakan permukiman, as built drawing, peta perwujudaan ruang serta manajemen proyek, penggunaan GPS, pengendalian pelaksanaan kontrak dan pemeriksaaan pelaksanaan pekerjaan pembangunan kawasan transmigrasi. Hal ini meliputi pengenalan dokumen teknis dan acuan dokumen lainnya pada pekerjaan pembangunan, pengendalian pelaksanaan supervisi serta pengendalian pekerjaan oleh pengawas lapangan. Kegiatan ini dilaksanakan dengan dua metode, yaitu diskusi panel mengenai materi bimbingan teknis dan serta pembahasan desk terkait program kegiatan pembangunan kawasan transmigrasi tahun 2024. DIREKTORAT PEMBANGUNAN KAWASAN TRANSMIGRASI (PKT) DIRECTORATE'S UPDATE UPAYA PENINGKATAN KOMPETENSI TEKNIS DENGAN BIMBINGAN TEKNIS PENGAWAS LAPANGAN BIDANG PEMBANGUNAN PERMUKIMAN TRANSMIGRASI 20 VOLUME III | EDISI 1 | JUNI 2024
Materi yang disampaikan pada diskusi panel terstruktur dan menyeluruh mulai dari peran perencanaan perwujudan kawasan transmigrasi pada kegiatan pembangunan kawasan transmigrasi oleh Direktorat Perencanaan Perwujudan Kawasan Transmigrasi serta penanganan kontrak kritis dari Direktur Advokasi Pemerintah, LKPP. Pada hari kedua pemaparan dilanjutkan dengan materi peran POLRI dalam penegakan hukum pengadaan barang/jasa oleh Polres Sumba Timur, pengendalian pelaksanaan pekerjaan pembangunan prasarana permukiman transmigrasi oleh Direktorat Pengembangan Jasa Kontruksi, Ditjen Bina Konstruksi, PUPR, pengendalian pelaksanaan pekerjaan pembangunan sarana permukiman transmigrasi oleh Dosen Sekolah vokasi UGM, materi pemeriksaan dan dokumen pertanggungjawaban pelaksanaan pekerjaan pembangunan kawasan transmigrasi oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi Wilayah III, lalu dilanjutkan dengan materi , evaluasi kelayakan permukiman pada Satuan Permukiman (SP) serta penyusunan peta perwujudan ruang. Adapun pembahasan desk dilakukan dengan pemaparan program kegiatan tahun 2024 dan penyusunan kurva S oleh peserta daerah. Dengan pelaksanaan Bimbingan Teknis Petugas Lapangan Bidang Pembangunan Permukiman Transmigrasi Tahun 2024 diharapkan dapat meningkatkan pemahaman para petugas dalam bidang pembangunan kawasan transmigrasi, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan sampai dengan pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan. Melalui sumber daya manusia pelaksana yang mumpuni, pekerjaan pembangunan kawasan transmigrasi diharapkan dapat terlaksana dengan lancar, efektif, efisien, sesuai target dan sasaran serta tercipta kawasan transmigrasi yang layak huni, layak usaha dan layak berkembang sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan transmigran dan masyarakat sekitar. n Suratmi VOLUME III | EDISI 1 | JUNI 2024 21
DIREKTORAT FASILITASI PENATAAN PERSEBARAN PENDUDUK DI KAWASAN TRANSMIGRASI (FP3KT) DIRECTORATE'S UPDATE Keberhasilan program transmigrasi tidak lepas dari pembangunan sumber daya manusianya, dalam hal ini transmigran. Untuk mewujudkan transmigran yang berkualitas, dimulai dari penyiapan calon transmigran. Dibutuhkan seleksi yang ketat dalam memilih calon transmigran yang akan ditempatkan di satuan permukiman. Sebab, calon transmigran inilah nantinya yang akan mengelola sumber daya alam yang tersedia di lokasi transmigrasi. Oleh karena itu, penyiapan calon transmigran sebagai pendukung perpindahan dan penempatan transmigrasi harus dilaksanakan secara efektif dan efisien melalui tahapan yang sistematis sehingga didapatkan calon transmigran yang kompeten, berkualitas, dan dapat memenuhi kebutuhan di kawasan transmigrasi. Direktorat Fasilitasi Penataan Persebaran Penduduk di Kawasan Transmigrasi yang memiliki tugas memfasilitasi penyelenggaraan kegiatan penyiapan calon transmigran telah menurunkan timnya untuk melakukan monitoring pendaftaran dan seleksi calon transmigran secara langsung di enam daerah asal. Keenam daerah asal tersebut terdiri dari tiga Kabupaten di Provinsi Jawa Barat yaitu Cianjur, Sumedang, Sukabumi, dan tiga Kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yaitu Batang, Semarang, Pekalongan. Saat melakukan monitoring pendaftaran dan seleksi calon transmigran di Kabupaten Cianjur, tim bertemu dengan salah seorang calon transmigran asal Kecamatan Ciranjang yang telah dinyatakan lulus seleksi administrasi, Deni (42). Calon transmigran tersebut mendatangi Kantor Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi setempat bersama isteri dan anaknya untuk mengikuti seleksi berikutnya yaitu tes tulis dan wawancara pada Selasa (28/5) lalu. Dari hasil tes tersebut diketahui bahwa tujuan Deni mengikuti program transmigrasi adalah ingin mengubah hidup lebih baik lagi. Di hari lain paska dilakukannya dua tes tersebut, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Barat melakukan identifikasi ke rumah Deni untuk melihat kondisi keluarga dan kehidupan sehari-harinya. Untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, Deni bekerja sebagai buruh harian lepas. Selain bertani, Bapak lima anak ini juga memiliki keterampilan mekanik yaitu teknisi mesin berat di proyek bangunan. Adapun rumah yang ditempati Deni dan keluarganya saat ini merupakan rumah milik sendiri. Di belakang rumahnya terdapat kandang domba yang berisi 40 ekor dan tumpukan karung berisi pakan yang diurus oleh anaknya. Namun domba tersebut sudah dijual untuk persiapan berangkat ke lokasi transmigrasi. Sementara anaknya yang lain juga memiliki keterampilan yaitu bengkel motor. Menurut petugas dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Barat, Qorib, kegiatan identifikasi ke rumah calon transmigran ini sebenarnya bukanlah merupakan tahapan dari seleksi, namun hanyalah kewenangan TRANSMIGRAN BERKUALITAS KUNCI KEBERHASILAN TRANSMIGRASI 22 VOLUME III | EDISI 1 | JUNI 2024
dari pimpinan. “Kegiatan identifikasi ini salah satunya untuk mengetahui lebih jauh kondisi yang sebenarnya dari calon transmigran,” ujarnya saat ditemui di Jakarta akhir Mei lalu. Beda cerita dengan Deni, calon transmigran lain asal Kabupaten Sumedang, Koswara, merasa sangat senang saat mengetahui akan diberikan bantuan alat pertanian dan pertukangan berupa chainsaw. Tak hanya itu, saat wawancara Koswara juga menanyakan perihal boleh tidaknya membawa hewan peliharaannya yaitu kucing yang sudah dianggap seperti keluarga sendiri. Namun, karena aturan dari maskapai penerbangan, maka barang bawaaan berupa hewan peliharaan tidak diperbolehkan dibawa. Setelah mengetahui hal tersebut, anak dari Koswara yang ikut wawancara bersamanya dan masih berusia lima tahun terlihat sedih lalu bersembunyi dibawah kolong meja. Tahapan Seleksi Proses penyiapan calon transmigran sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Nomor 11 Tahun 2017 tentang Penataan Persebaran Penduduk di Kawasan Transmigasi meliputi aspek pelayanan informasi, pendaftaran dan seleksi, pelayanan pendidikan dan pelatihan calon transmigran, serta penetapan sebagai transmigran. Pada tahapan seleksi, berdasarkan petunjuk teknis pelaksanaan penyiapan calon transmigran dan penduduk setempat, bahwa pelaksanaan seleksi teknis calon transmigran secara garis besar dilaksanakan dalam dua tahap yakni tes tertulis dan wawancara. Tes tertulis berupa pengisian kuesioner self assessment untuk mengetahui persepsi calon transmigran mengenai pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya berdasarkan pola transmigrasi daerah tujuan. Penilaian ini merupakan persepsi diri dari calon transmigran mengenai tingkat kompetensi yang mencakup pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki sesuai kebutuhan di kawasan transmigrasi berdasarkan pola transmigrasi yaitu Transmigrasi Pola Tanaman Pangan Lahan Kering/Basah dan Transmigrasi Pola Nelayan. Sedangkan pada tahapan seleksi teknis wawancara, dilakukan dengan metode In Depth Interview untuk menggali karakteristik individu calon transmigran. Terdapat empat bagian dalam wawancara yang akan ditanyakan ke calon transmigran yaitu data demografi calon transmigran, pengetahuan mengenai transmigrasi, aspek psikologi berupa motivasi dan kemampuan adaptasi, dan informasi penunjang berupa dukungan lingkungan keluarga, harapan dan rencana setelah mengikuti program transmigrasi. Karakteristik Yang Dibutuhkan Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 11 Tahun 2017 tentang Penataan Persebaran Penduduk di Kawasan Transmigrasi menyebutkan bahwa salah satu persyaratan menjadi calon transmigran adalah memiliki semangat dan tekad yang kuat untuk membangun kawasan transmigrasi. Karakteristik individu inilah yang kemudian dijadikan acuan untuk menjabarkan kriteria calon transmigran ke dalam karakteristik yang lebih spesifik untuk menunjang kebutuhan di kawasan transmigrasi. Karakteristik tersebut adalah memiliki pengetahuan mengenai proses transmigrasi secara umum; memiliki motivasi berupa komitmen, ketangguhan dalam menghadapi kesulitan, kesediaan mengambil risiko, keuletan, dan kesediaan belajar; memiliki kemampuan adaptasi atau menyesuaikan diri dengan lingkungan seperti fleksibel, manajemen stres, dan kemampuan kerja sama; serta memiliki keterampilan dasar yang dibutuhkan di kawasan transmigrasi. Dengan memiliki keempat karakteristik tersebut, maka akan diperoleh calon transmigran yang berkualitas serta dapat mendukung pencapaian sasaran penyelenggaraan transmigrasi seperti yang diamanatkan dalam Undang-Undang No. 15 Tahun 1997 tentang Ketransmigrasian sebagaimana diubah dengan UndangUndang No 29 Tahun 2009 bahwa sasaran penyelenggaraan transmigrasi adalah meningkatnya kemampuan dan produktivitas masyarakat transmigrasi, membangun kemandirian, dan mewujudkan integrasi di permukiman transmigrasi sehingga ekonomi dan sosial budaya mampu tumbuh dan berkembang secara berkelanjutan. n Panca Okta Hutabrina VOLUME III | EDISI 1 | JUNI 2024 23
DIREKTORAT PENGEMBANGAN SATUAN PERMUKIMAN DAN PUSAT SATUAN KAWASAN PENGEMBANGAN (PSP DAN PSKP) DIRECTORATE'S UPDATE Direktorat Pengembangan Satuan Permukiman (SP) dan Pusat Satuan Kawasan Pengembangan (SKP) telah sukses menyelenggarakan Bimbingan Teknis (Bimtek) Pemetaan dan Geodatabase pada Tanggal 6 s/d 9 Maret 2024 di Lorin Sentul Hotel yang diikuti oleh peserta pusat dan daerah serta narasumber dari kementerian/lembaga terkait. Kegiatan ini diselenggarakan salah satunya untuk mengatasi permasalahan yang ada terkait dengan data dan informasi pemetaan. Data dan informasi yang tersedia saat ini hanya sebagian kecil yang dapat dianalisis, baik secara atribut maupun spasial, karena belum semuanya terdapat basis data yang terintegrasi. Sementara itu, data-data tersebut penting di antaranya sebagai input dalam perencanaan program, penyelesaian permasalahan pertanahan, serta penyelesaian beban tugas dalam fasilitas penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) transmigrasi. Oleh karena itu, diperlukan penyediaan akses data dan informasi yang cepat dan akurat, mengenai data ekonomi, sosial budaya, lingkungan, jejaring prasarana dan sarana, kelembagaan, serta pertanahan sesuai dengan kondisi riil di lapangan. Salah satu upaya untuk menjawab kebutuhan tersebut adalah penyajian segala data dalam bentuk data geografis yang terintegrasi dan disajikan dalam bentuk peta, sehingga mampu memenuhi kebutuhan informasi dan analisis, khususnya analisis spasial. Peta tersebut, yang telah terisi berbagai informasi dan telah diolah menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) dapat digunakan sebagai basis data yang akurat dalam perencanaan pengembangan SP dan Pusat SKP. Pelatihan ini juga didesain untuk mempelajari secara teknis penggunaan drone dalam bidang pemetaan baik pemetaan area kecil hingga sedang, dan skala besar. Pemanfaatan drone untuk pemetaan telah banyak digunakan dalam berbagai bidang, antara lain tata ruang, kehutanan, kelautan, dll. Pelatihan difokuskan untuk melakukan pemetaan secara profesional dengan hasil yang akurat. Diharapkan setelah mengikuti pelatihan drone pemetaan ini peserta mampu melakukan pemetaan dengan menggunakan drone. Direktur Pengembangan Satuan Permukiman dan Pusat Satuan Kawasan Pengembangan dalam sambutannya salah satunya menyampaikan bahwa melalui bimbingan teknis ini diharapkan dapat meningkatkan kapasitas aparatur dalam penggunaan drone di bidang pemetaan serta mampu mengelola data yang diperoleh dengan akurat dan detail, karena data yang cepat dan tepat merupakan modal utama dalam pengambilan keputusan dan keberhasilan perencanaan suatu pekerjaan. Selama 4 hari peserta menerima materi dari berbagai narasumber. Metode pembelajarannya adalah melalui presentasi dan diskusi di kelas MENGATASI PERMASALAHAN DATA DAN INFORMASI PEMETAAN BIMTEK PEMETAAN DAN GEODATABASE 24 VOLUME III | EDISI 1 | JUNI 2024
serta praktik langsung di lapangan. Sebagai pengantar, peserta akan diberikan pemahaman awal tentang ketransmigrasian oleh praktisi ketransmigrasian di mana peserta akan diingatkan kembali tentang tujuan penyelenggaraan transmigrasi, tantangan transmigrasi dari waktu ke waktu dan transmigrasi berbasis kawasan. Selanjutnya secara bergantian narasumber dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertahanan Nasional (ATR/BPN) dan Badan Informasi Geospasial (BIG) memaparkan tentang “Pemanfaatan Drone dalam Bidang Pemetaan dan Ruang” serta “Pentingnya Sistem Informasi Geospasial. Narasumber dari Kementerian ATR/BPN menjelaskan bahwa telah terjadi perubahan paradigma pengukuran terkait orientasi hasil, metode, data dan ketelitian. Selain itu juga dijelaskan mengenai pemanfaatan drone untuk pemetaan bidang tanah. Narasumber dari BIG menjelaskan gambaran mengenai SIG itu sendiri dan apakah SIG menjadi penyebab atau solusi masalah keruangan serta peranan peta dasar nasional. Narasumber terakhir adalah dari PT. Cipta Wahana terkait materi dan praktik drone. Materi yang diberikan di antaranya tentang fotogrametri, dasar dan pemanfaatan drone, praktik terbang drone dan pengolahan data. Pelatihan difokuskan untuk melakukan pemetaan secara professional dengan hasil yang akurat. Selain karena mudah, murah dan praktis, pemetaan menggunakan drone mampu menyelesaikan permasalahan di lapangan seperti saat harus berhadapan dengan medan yang sulit dijangkau melalui jalan darat. Dalam pelatihan drone mapping ini, peserta diajarkan pengenalan bagianbagian drone dan trouble shoot hingga menangani berbagai kasus kerusakan, kemudian peserta diajarkan bagaimana konsep jalur penerbangan, auto pilot sehingga peserta dapat melakukan pemetaan dengan aman dan akurasi yang baik. Hasil dari pelatihan diharapkan peserta mampu memproses hasil pemotretan udara menjadi sebuah informasi peta digital yang dapat bermanfaat dan dapat digunakan untuk berbagai bidang. Dalam praktik pengambilan data spasial menggunakan drone dilakukan dengan praktik lapangan langsung di area sekitar hotel. Peserta mengambil gambar lokasi seputar hotel dengan menggunakan Drone DJI Mavic Pro. Hasil pengambilan data tersebut kemudian diolah dengan menggunakan software GIS yaitu Agisoft Photoscan dan ArcGis sehingga menghasilkan peta digital wilayah yang akurat, informatif dan komunikatif. Akhirnya setelah hari keempat, acara bimtek Pemetaan dan Geodatabase ditutup oleh Direktur Pengembangan Satuan permukiman dan Pusat Satuan Kawasan Pengembangan. Direktur dalam sambutannya menyampaikan terima kasih kepada segenap pihak yang telah berkontribusi sehingga acara dapat terselenggara dengan baik dan tidak lupa berpesan kepada peserta pelatihan agar dapat memanfaatkan ilmu yang didapat dari kegiatan ini dengan baik di unit kerja masing-masing. n Purna Anayanti VOLUME III | EDISI 1 | JUNI 2024 25
DIREKTORAT PENGEMBANGAN KAWASAN TRANSMIGRASI (PKTrans) DIRECTORATE'S UPDATE Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional ( RPJPN) 2025 dalam menyongsong Indonesia Emas 2045 menuntut kita untuk melakukan transformasi dalam pelaksanaan kegiatannya. Keterbatasan anggaran yang dialami Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi terutama dalam penyelenggaraan program transmigrasi diharapkan tidak menjadi hambatan utama untuk keberhasilan program ini. Dalam kaitannya dengan transformasi ekonomi yang diamanatkan dalam RPJPN, diharapkan akan ada transformasi tata kelola dalam penyelenggaraan transmigrasi. Salah satu program yang menjadi pilot project transformasi ini adalah pelaksanaan Transmigrasi Swakarsa Mandiri (TSM). TSM adalah jenis transmigrasi yang merupakan prakarsa transmigran yang bersangkutan atas arahan, layanan, dan bantuan pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi, dan/ atau pemerintah daerah kabupaten/ kota bagi penduduk yang telah memiliki kemampuan. TSM dilaksanakan dengan bekerja sama dengan badan usaha berdasarkan perjanjian kerja sama maupun tidak bekerja sama dengan badan usaha yang dilakukan oleh transmigran bersangkutan. TSM merupakan salah satu terobosan yang merupakan pengembangan dari sebelumnya, namun masih menyesuaikan dengan regulasi yang ada. Pelaksanaan TSM yang saat ini direncanakan harapannya akan berbeda dengan pelaksanaan TSM yang lama. Pelaksanaan TSM yang lama mendapat bantuan jaminan hidup (jadup) dan lahan pertanian sedangkan TSM yang baru ini akan mendapatkan bantuan uang muka rumah, dilaksanakan di pusat Kawasan Perkotaan Baru (KPB) maupun pusat Satuan Kawasan Pengembangan (SKP) di zona permukiman dengan menggunakan pola usaha tersier dan sekunder. Pilot project Transmigrasi Swakarsa Mandiri (TSM) Kawasan Perkotaan Baru Telang di Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan. Pada tanggal 20 Maret 2024, Penjabat Bupati Kabupaten Banyuasin beserta jajarannya menghadiri rapat pembahasan Pilot Project TSM di Kawasan Perkotaan Baru Telang dan Studi Kelayakan Tim Perum Perumnas (Persero). Selain Dirjen PPKTrans dan jajarannya, dalam rapat KABUPATEN BANYUASIN, PILOT PROJECT PELAKSANAAN TRANSMIGRASI SWAKARSA MANDIRI 26 VOLUME III | EDISI 1 | JUNI 2024
tersebut dihadiri pula Direktur Rumah Umum dan Komersial, Kementerian PUPR, Kepala Divisi Pengembangan Bisnis Direktorat Pemasaran UP Perumnas, perwakilan Bank Tabungan Negara (BTN) serta akademisi dari Universitas Gadjah Mada (UGM). Pj Bupati menyampaikan bahwa Pemerintah Banyuasin siap mendukung setiap rencana yang berdampak positif di Kab. Banyuasin termasuk rencana TSM ini, karena daerah Telang memang potensial untuk menjadi kawasan transpolitan. Di KPB Telang terdapat lahan 3 ha yang dekat dengan pusat kegiatan ekonomi juga fasilitasi publik lainnya. Secara aksesibilitas juga dekat dengan ibukota Provinsi, Sumatera Selatan, juga dengan pusat kecamatan sehingga KPB Telang ini sangat berpotensi untuk dikembangkan Pemerintah sedang berupaya mencari pola sumber pembiayaan selain APBN, yaitu melalui kolaborasi dengan pemerintah daerah, perbankan, dan badan usaha serta prakarsa dari masyarakat itu sendiri. TSM merupakan kegiatan transmigrasi dengan prakarsa dari masyarakat itu sendiri bagi masyarakat yang memiliki kemampuan, yaitu kemampuan skill dan kompetensi serta modal usaha awal, karena nantinya mereka dituntut untuk membeli rumahnya secara kredit Perumnas sudah melakukan survei lahan pelaksanaan TSM ini. Rencana lahan yang akan dibangun adalah dengan luasan 3 ha dan 2 ha. Kondisi lahan relatif datar, sehingga cukup dilakukan pemadatan tanah. Area ini juga bebas dari banjir. Di sekitar pengembangan TSM ini ada pusat bisnis, pasar, masjid, ponpes, SD, SMP, SMA, sehingga standar pelayanan minimum bagi calon peserta TSM sudah terpenuhi. Dalam radius 10-15 km ada industri yang cukup besar, kurang lebih 6 perusahaan. Asumsi kemampuan cicilan bagi peserta TSM berdasarkan survei adalah Rp1.064.323/bulan, yaitu 30% dari upah minimun Kab. Banyuasin dengan asumsi cicilan rumah subidi dengan harga Rp166.000.000 adalah Rp873.378/bulan. Perumnas membuat 2 siteplan alternatif, yaitu: a) 3 ha lahan dikembangkan menjadi 186 unit rumah type 30/105, dan b) dari 3 ha lahan menjadi 160 unit rumah type 30/120. Di setiap siteplan ada ruang komunal untuk kegiatan bersosialisasi bagi penduduk TSM. Manfaat Besar Dalam rapat tersebut, Kementerian PUPR menyampaikan bahwa multiplier effect dari TSM ini begitu besar manfaatnya, maka akan tumbuh sekitar 135 sektor industri turunan yang didorong dari sektor perumahan baik secara langsung maupun tidak langsung. Rencana pengembangan TSM ini bisa membuka lapangan pekerjaan baru baik untuk transmigran ataupun daerah sekitar, menumbuhkan kawasan ekonomi baru sehingga meningkatkan pendapatan daerah dari Produk Domestik Bruto (PDB) dan retribusi dan menambah investasi di daerah, serta menambah aset fasilitas umum di pemerintah daerah. Salah satu upaya Ditjen Perumahan PUPR yaitu ada bantuan prasarana, sarana dan utilitas umum (PSU), meliputi bantuan jalan (lingkungan, penghubung, dan akses), drainase, sistem penyediaan air minum (SPAM), dan prasarana dan sarana persampahan. Besaran bantuan maksimal 50% dari daya tampung rumah umum. Persyaratan pengajuan permohonan dilakukan melalui aplikasi “Sibaru” milik PUPR oleh developer. Dari sisi perbankan juga menyebutkann bahwa secara pembiayaan Bank BTN siap mendukung terutama untuk masyarakat berpenghasilan rendah. Harga jual yang ditawarkan masih sesuai dengan KPR subsidi BTN. Produk & segmentasi subsidi tahun 2024 dari Bank BTN adalah Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) yang merupakan fasilitas yang disediakan oleh pemerintah serta Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari KPR bersubsidi skema FLPP sepanjang masih terdapat dana (SBUM) dari pemerintah. Batasan penghasilan untuk penerima KPR ini adalah sampai dengan Rp7 juta untuk yang belum menikah, dan Rp8 juta bagi yang sudah menikah dengan besar SBUM senilai 4 juta Rupiah. Untuk uang muka minimal 1% dari harga jual rumah untuk jangka waktu 20 tahun cicilan. Suku bunga nya 5% sepanjang tenor KPR subsidinya dengan maksimal jangka waktu kredit adalah 20 tahun dengan harga jual sesuai ketentuan aturan dari Kementerian PUPR. Dari sisi akademisi pun menyampaikan bahwa program besar ini memiliki tanggung jawab yang besar dan harus berhasil, karena ini konsep baru. Namun dari UGM ada beberapa optimisme, karena yang disasar adalah masyarakat pada usia produktif sehingga menjadi sangat potensial untuk berkembang. Seyogyanya pendampingan secara terus menerus bagi transmigran ini perlu disampaikan dengan baik supaya kemampuan ekonomi mereka stabil khususnya untuk mencicil rumah. Pendekatan pendekatan sosiologis, ekonomi, pemberdayaan masyarakat secara reguler kita lakukan bersama, agar peserta TSM ini sesuai dengan cita–cita kita bersama. Terkait aspek sustainibility, jaminan yang ditawarkan Perumnas meskipun TSM ini swakarsa, diharapkan peserta program ini bukan orang yang hopeless, diharapkan mereka adalah orang orang yang berjiwa explorer dan milenial, sehingga ekosistem nya bisa disesuaikan dengan ekosistem anak muda. n Emilla Melati dan Awanda Sentosa VOLUME III | EDISI 1 | JUNI 2024 27
NEWS PERJANJIAN KERJA BERSAMA DITJEN PPKTRANS DENGAN UGM UNTUK KEGIATAN TAHUN 2024 Dalam rangka mensinergikan komitmen Pembangunan Transmigrasi berkelanjutan dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi, pada tanggal 26 April 2024 bertempat di Universitas Gadjah Mada dilaksanakan penandatanganan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) Ditjen PPKTrans dengan Fakultas Geografi dan Dit. Pengabdian Kepada Masyarakat UGM. Beberapa ruang lingkup dalam PKB tersebut meliputi Bimtek Bidang Perencanaan Pembangunan, Konsultasi Teknis Perumusan Penanganan Permasalahan Pertanahan, dan Pelaksanaan Magang bagi Mahasiswa. Hal tersebut merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh jajaran Ditjen PPKTrans dalam meningkatkan perekonomian mewujudkan kesejahteraan masyarakat khususnya di kawasan transmigrasi. n Tim Majalah Transpolitan PENGAMBILAN GAMBAR SEBAGAI BAHAN INFORMASI DI SATUAN PERMUKIMAN TRANSMIGRASI T im Direktorat Fasilitasi Penataan Persebaran Penduduk di Kawasan Transmigrasi melaksanakan pengambilan gambar untuk bahan informasi di satuan permukiman transmigrasi kepada calon transmigran di daerah asal program penempatan tahun 2024 pada Februari sampai dengan Maret 2024 lalu. Lokasi tersebut antara lain Padang Tarok Kabupaten Sijunjung Provinsi Sumatera Barat, Mahalona Kabupaten Luwu Timur Provinsi Sulawesi Selatan, Lagading Kabupaten Sidrap Provinsi Sulawesi Selatan, Torire Kabupaten Poso Provinsi Sulawesi Tengah, Puuhialu Kabupaten Konawe Utara Provinsi Sulawesi Tenggara, dan Tanjung Cina Kabupaten Pasangkayu Provinsi Sulawesi Barat. n Tim Majalah Transpolitan 28 VOLUME III | EDISI 1 | JUNI 2024
NEWS PAMERAN SIPUKAT DAN SIBARDUKTRANS DALAM RAPAT KOORDINASI TRANSMIGRASI 2024 Dalam Rapat Koordinasi Nasional Transmigrasi Tahun 2024 yang diselenggarakan pada tanggal 5 – 8 Mei 2024 dengan tema “Penuntasan Sasaran Program RPJMN 2020-2024 Mewujudkan Kawasan Transmigrasi Mandiri dan Berdaya Saing” di Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan. Digelar juga pameran Sistem Informasi Peta Terpadu Kawasan Transmigrasi (SIPUKAT) yang bertujuan mengedukasi para stakeholder mengenai 152 kawasan transmigrasi beserta update fitur terbaru yang ada di aplikasi SIPUKAT. Di pameran ini, para stakeholder sangat antusias dalam menjalankan aplikasi SIPUKAT dalam TV demo yang disediakan dan mengikuti kuis dalam bentuk roulette wheel untuk mendapatkan merchandise menarik. Selain itu pada Kegiatan Rakornas Transmigrasi juga dipamerkan Aplikasi Sistem Penataan Persebaran Penduduk di Kawasan Transmigrasi atau disingkat dengan SIBARDUKTrans. Aplikasi ini merupakan sebuah database kependudukan yang memuat data penduduk di permukiman transmigrasi yang kini juga dilengkapi dengan layanan pendaftaran transmigran online, sehingga memungkinkan masyarakat dapat mendaftar secara mandiri untuk mengikuti program transmigrasi secara online. Dan hal ini juga memberikan kemudahan kepada dinas yang membidangi transmigrasi di daerah untuk memperoleh calon transmigran berkualitas sesuai kriteria yang dibutuhkan. n Tim Majalah Transpolitan VOLUME III | EDISI 1 | JUNI 2024 29
HIGHLIGHT Rapat koordinasi transmigrasi merupakan agenda rutin tahunan bidang transmigrasi, namun halhal baru selalu dihasilkan dari agenda strategis ini. Setelah dua tahun terakhir dilaksanakan di Pulau Jawa, pada tahun 2024 Rapat Kordinasi Transmigrasi dilaksanakan di luar Jawa, tepatnya di Kota Makassar Provinsi Sulawesi Selatan. Rapat yang dilaksanakan pada tanggal 5 s.d 8 Mei di Hotel Four Point membawa sejumlah agenda penting yang sedikit berbeda dengan tema rakor di tahun-tahun sebelumnya, hal ini dikarenakan rapat kali ini dilaksanakan pada tahun terakhir pelaksanaan RPJMN 2020-2024 yang artinya ada beberapa target atau capaian yang harus dituntaskan sebelum periode ini berakhir. Rapat Koordinasi Transmigrasi 2024 membawa tema Penuntasan Sasaran Program RPJMN 2020-2024 : “Mewujudkan Kawasan Transmigrasi Mandiri dan Berdaya Saing”. Adapun rapat kordinasi ini dihadiri oleh lebih dari 300 peserta, yang terdiri dari sejumlah kepala dinas provinsi/kota yang membidangi ketransmigrasian, perwakilan kementerian/lembaga yang masuk ke dalam Tim Koordinasi dan Integrasi Penyelenggaraan Transmigrasi (KIPT), dan peserta internal dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. Tingginya jumlah peserta adalah salah satu indikator bahwa program transmigrasi masih sangat diperlukan sebagai salah satu solusi mencapai pemerataan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT) Prof. Dr. Drs. H. Abdul Halim Iskandar atau yang akrab dipanggil Gus Menteri, membuka secara resmi Rapat Koordinasi Transmigrasi Tahun 2024 pada tanggal 6 Mei 2024 di Ballroom Hotel Four Point Kota Makassar yang dihadiri seluruh tamu undangan. Pada kesempatan tersebut, Gus Menteri mengapresiasi pelaksanaan rapat ini yang diharapkan dapat mengonsolidasikan kinerja lintas instansi dalam menuntaskan target RPJMN 2O2O-2O24. Melalui rapat ini pula, Gus Menteri mengungkapkan perlunya inovasi dan pendekatan yang lebih modern dalam “mengurusi” transmigrasi. Salah satu wujud pendekatan modern KOLABORASI DAN KOMITMEN LINTAS K/L TUNTASKAN TARGET RPJMN TRANSMIGRASI RAPAT KOORDINASI TRANSMIGRASI 30 VOLUME III | EDISI 1 | JUNI 2024
yang dimaksud adalah transmigrasi transpolitan, yaitu mempercepat kawasan transmigrasi menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru. Konsep transpolitan itu dianggap efektif dan efisien dalam pengembangan lahan pertanian secara modern, dan mendorong peningkatan sektor perdagangan di lingkungan sekitarnya. Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya Rapat Koordinasi Transmigrasi 2024 selain berkonsentrasi pada penuntasan target RPJMN 2020- 2024, yaitu memenuhi 7 kawasan transmigrasi mencapai status berdaya saing, yang mana saat ini telah tercapai 3 kawasan memiliki status tersebut. Adapun agenda lain yang tak kalah pentingnya untuk menjadi bahan diskusi antara lain menginventarisir usulan program transmigrasi untuk tahun 2025, dan mempercepat fasilitasi penyelesaian permasalahan pertanahan dan HPL transmigrasi, selain tentu saja merespon apa yang diutarakan oleh Gus Menteri yaitu melakukan inovasi terhadap metode ketransmigrasian untuk memenuhi tuntutan zaman dewasa ini. Pada rakor ini juga dilaksanakan beberapa kelas sidang (desk) yang terdiri dari sidang dinas daerah untuk menghimpun berbagai data, dukungan APBD, matriks dan usulan program tahun 2024. Sidang yang lain ialah pertemuan tahunan Tim KIPT Nasional, yaitu kementerian/ lembaga saling berdiskusi dengan pokok bahasan berupa intervensi program/ kegiatan masing-masing di 152 kawasan transmigrasi. Adapula desk tematik yang khusus untuk membahas transmigrasi transpolitan dan Transmigrasi Swakarsa Mandiri (TSM) yang melibatkan akademisi serta pihak BUMN dalam pembahasannya. Rapat Koordinasi Transmigrasi 2024 ditutup pelaksanaanya pada tanggal 8 Mei 2024, pada kesempatan kali ini Wakil Menteri Desa Prof. Paiman berkesempatan menutup acara rakor tersebut. Seperti halnya Gus Menteri, Prof. Paiman juga sangat mengapresiasi terlaksana dengan baiknya rapat ini dan diharapkan menelurkan beberapa kesepakatan yang dapat dijadikan pedoman untuk menjalankan kebijakan ketransmigrasian yang lebih baik ke depannya. Prof. Paiman menekankan pencapaian target kinerja bidang VOLUME III | EDISI 1 | JUNI 2024 31
HIGHLIGHT transmigrasi adalah tentang mempertahankan eksistensi dan menuntaskan janji memberikan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pada acara penutupan dibacakan beberapa kesepakatan hasil sidang (desk) yang telah dilaksanakan selama rapat berlangsung, Kadis Nakertrans Provinsi Sulawesi Selatan berkesempatan membacakan hasil kesepakatan tersebut. Adapun garis besar hasil kesepakatan yang dibacakan pada acara penutupan antara lain, Kemendesa PDTT melalui Ditjen PPKTrans akan melakukan peningkatan kolaborasi secara lebih intensif dengan stakeholder pada forum KIPT sesuai PP No. 50 Tahun 2018 guna menuntaskan target RPJMN 2020-2024. Mengenai permasalahan pertanahan diperoleh kesepakatan lokasi transmigrasi yang pembinaannya telah diserahkan kepada pemda dan belum HPL maka penyelesaian permasalahannya menjadi kewenangan pemda, begitu juga sebaliknya untuk lokasi transmigrasi yang menjadi wewenang Kemendesa PDTT adalah yang telah diserahkan kepada pemda tetapi lokasi tersebut masih dalam koridor pembinaan. Diskusi terkait bagaimana mewujudkan transmigrasi transpolitan juga menghasilkan beberapa poin kesepakatan yaitu diperlukan langkah awal menyusun regulasi untuk mengimplementasikan program tersebut di samping juga komitmen antara para pemangku kebijakan, baik pusat, daerah dan pihak swasta dalam hal ini BUMN. Berbicara rapat koordinasi transmigrasi kita tentu berbicara pula terkait bagaimana usulan program transmigrasi ke depannya, dalam hal ini tahun 2025. Pada rakor kali ini berhasil terhimpun usulan program pembangunan dan pengembangan kawasan transmigrasi untuk tahun 2025 dari beberapa daerah dengan nilai usulan keseluruhan sebesar Rp3.9 triliun yang mana akan menjadi perhatian dalam menyusun program transmigrasi ke depannya. Hal terakhir yang menjadi komitmen bersama adalah terkait pengelolaan anggaran, yaitu akan melaksanakan percepatan anggaran dengan mempercepat proses pelelangan paling lambat minggu kedua Juni 2024. Pembangunan transmigrasi ke depan tentu saja tidak hanya ditentukan oleh kesuksesan pelaksanaan rakor semata. Rakor Makassar merupakan momentum awal bagi proses transformasi pembangunan transmigrasi ke depan, khususnya di era pemerintahan baru. Kesuksesan transmigrasi adalah hasil orkestrasi kolaborasi pentahelix yang tidak hanya berasal dari anggota KIPT Nasional, namun juga pelibatan masyarakat, akademisi, termasuk insan media dalam terus menggaungkan transmigrasi ke seluruh negeri. n Giovanni Daniel Sirait Rakor Makassar merupakan momentum awal bagi proses transformasi pembangunan transmigrasi ke depan, khususnya di era pemerintahan baru. 32 VOLUME III | EDISI 1 | JUNI 2024
APRESIASI BAGI PENERIMA PENGHARGAAN TRANSMIGRASI TRANSMIGRASI DARI, OLEH, DAN UNTUK INDONESIA Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT) memberikan penghargaan kepada para pihak yang berjasa dalam mendukung penyelenggaraan transmigrasi di Forum Rakor Transmigrasi di Makassar pada tanggal 6 Mei 2028. Penghargaan yang diberikan langsung oleh Menteri Desa PDTT Prof. Dr. Drs. H. Abdul Halim Iskandar atau yang akrab disapa Gus Halim ini diberikan kepada 18 personal dan instansi atas kontribusinya dalam mendukung pembangunan transmigrasi di seluruh wilayah Indonesia. Pada sambutannya, Menteri Halim menyampaikan apresiasinya atas kontribusi dan dedikasi para penerima penghargaan tersebut. Kepala Daerah yang mendapat penghargaan yaitu Bupati Ogan Komering Ulu Timur, Pj Bupati Madiun, Pj Bupati Barito Kuala dan Pj.Bupati Banyuasin. Kontribusi mereka dalam penatausahaan aset BMN Transmigrasi, penyiapan SDM calon transmigran berbasis Iptek serta peran aktif dalam penerbitan SHM transmigrasi diharapkan mampu menjadi inspirasi kepala daerah lainnya dalam membangun transmigrasi. Apresiasi juga diberikan kepada kalangan akademisi yaitu Rektor Universitas Jenderal Soedirman, Universitas Islam Negeri Raden Fatah, Universitas Islam Negeri Datokarama, Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia Jakarta, Dekan Fakultas Geografi UGM, Direktur Pengabdian kepada Masyarakat UGM, Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM. Dukungan akademisi dalam mendukung program penjaringan siswa berprestasi di kawasan transmigrasi, inisiator model transmigrasi modern transpolitan, kuliah kerja nyata tematik, dan Program Global Gotong Royong Tetrapreneur di kawasan transmigrasi selaras dengan mandat PP 19 Tahun 2024 tentang transmigrasi tentang model baru transmigrasi dan kolaborasi lintas pihak. Perusahaan BUMN juga tidak kalah dalam memberikan kontribusi bagi kemajuan kawasan, khususnya di Kawasan Transmigrasi Telang Kabupaten Banyuasin. PT Pertamina, PT Pupuk Sriwidjaja dan PT Bank Mandiri juga mendapat apresiasi dan penghargaan dari kementerian atas kontribusinya mendorong kawasan menjadi berdaya saing. Pegawai di lingkungan Ditjen PPKTrans juga mendapat apresiasi tinggi atas kontribusinya pada pelayanan publik bidang ketransmigrasian. Aplikasi SIPUKAT yang dikembangkan sejak awal 2018 ini telah terbukti menjadi contoh baik bagi penerapan digitalisasi layanan publik, khususnya di bidang transmigrasi. Tokoh masyarakat dan kreator konten dari Kabupaten Bulungan Provinsi Kalimantan Utara juga mendapatkan pujian dan penghargaan dari Gus Menteri. Dukungan dan sifat relawan mereka dalam membantu transmigran di wilayah Kabupaten Bulungan terbukti mendapat respon positif dari masyarakat setempat dan perbincangan positif di dunia digital. Transmigrasi merupakan program kolaborasi. Transmigrasi bukan hanya kewajiban dari kementerian yang menangani urusan ketransmigrasian semata. Peran nyata dan langsung para penerima penghargaan di atas menjadi bukti bahwa transmigrasi dicintai dan didukung oleh banyak pihak dengan latar belakang yang berbeda-beda. Maju terus program transmigrasi. Transmigrasi untuk Indonesia. n Andy Aryawan HIGHLIGHT VOLUME III | EDISI 1 | JUNI 2024 33
LAPORAN UTAMA TRANSMIGRASI DALAM PUSARAN AGENDA GLOBAL Paradigma pemberdayaan masyarakat yang mengedepankan kaum marginal, kesetaraan gender dan transformasi ekonomi serta isu lingkungan telah menjadi fokus global. Adalah SDGs yang telah disepakati dan menjadi diskursus dalam mewujudkan “No One Left Behind”. Tentu dalam perspektif agenda global proses implementasinya melalui dialektika yang diupayakan dapat mewadahi beragam kepentingan kelompok sosial yang kerap termarginalkan, sehingga upaya ini terus digaungkan dalam berbagai lapisan. Sebut saja konsep (environmental, social and governance) atau yang kerap dikenal sebagai ESG telah mengedepankan bentuk usaha yang mengintegrasikan arah menuju konsep ekonomi hijau, selain itu arah lembagalembaga donor juga mengarah pada pemberdayaan inklusif bagi kaum marginal dan juga kesetaraan gender. Suatu hal yang menarik untuk ditelusuri terkait fenomena ini yakni, “mengapa fokus peradaban saat ini bisa mengarah pada konsep yang berkelanjutan dan ekonomi hijau dan inklusif?” Dalam Seri The Marketing X.0 Trilogy (2010 – 2021), khususnya pada judul Marketing 3.0, Kotler, Kertajaya & Setiawan menerangkan bahwa pola Marketing 3.0 tidak hanya berfokus pada produk maupun preferensi customer saja, namun telah mengarah pada dampak yang diberikan produk terhadap lingkungan dan komunitas sosial yang berdampak bagi penciptaan manfaat sosial positif bagi karakter pelanggan. Kondisi ini dapat ditafsirkan, bahwa telah terjadi disrupsi dalam kondisi masyarakat, di mana masyarakat saat ini lebih cenderung memikirkan sesuatu yang sustainable dan yang berdampak image positif bagi lingkungan dan sosial kemasyarakatan. Kondisi di atas menyatakan peluang yang sangat besar bagi investasi di sektor tersebut. Kontribusi Transmigrasi Adalah program transmigrasi yang tampaknya juga memiliki peluang yang besar di era disrupsi ini. Realitas para transmigran sangat berkaitan erat dengan konsep global saat ini, baik dari sudut pandang pencapaian SDGs maupun bentuk transformasi ekonomi. Secara pengertian transmigrasi dimaknai sebagai pemerataan penduduk di mana masyarakat akan berpindah dari daerah yang padat penduduknya ke daerah yang jarang penduduknya yang bertujuan untuk peningkatan taraf hidup masyarakat. Adapun relasi nyata dari program transmigrasi dengan tren agenda global tercermin pada salah satu buku panduan pemanfaatan lahan pertanian program pelatihan transmigrasi dari Pusat Pelatihan Masyarakat – Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi yang memiliki fokus antara lain, adaptasi dengan lingkungan; teknik komunikasi; kerjasama Gambar 1. SDGs – Agenda Global 34 VOLUME III | EDISI 1 | JUNI 2024
dalam kelompok; pengorganisasian pekerjaan; pengorganisasian kelompok; penataan lahan pekarangan; penentuan kalender pertanian; pengolahan lahan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan tanaman pangan serta pengolahan hasilnya. Buku panduan ini menggambarkan suatu susunan target capaian dari transmigran dalam keterkaitan relasi lingkungan, sosial tata kelola kemasyarakatannya (ESG) dan tentunya juga bidang wirausaha dalam mencapai transformasi ekonomi. Transmigran dibekali kompetensi (skill, attitude & knowledge) baik sebelum maupun pasca penempatan yang dimaksudkan agar mampu beradaptasi dan juga mengelola lahan pekarangan dan lahan usahanya demi mencapai kemandirian dan juga peningkatan taraf hidupnya melalui kewirausahaan. Tak jarang pula didapati kondisi setempat yang cukup menantang sehingga dibutuhkan trik untuk mengatasi permasalahan tersebut, sebut saja masalah air, yang kemudian transmigran dapat dibekali dengan berbagai alternatif solusi seperti pembuatan pompa hydraulic ram (hidram). Dampak Terhadap ESG Dalam konteks global, khususnya pada era digitalisasi ini, permasalahan lapangan pekerjaan (Sosial) acapkali digaungkan. Industri 4.0 telah mengubah tatanan kerja dan efisiensi yang berlebihan hingga berdampak pada terkikisnya jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan. Kondisi ini tercermin dari perusahaan terbesar AS pada tahun 2017 (Apple) yang memiliki kapitalisasi pasar empat puluh kali lipat lebih tinggi dibandingkan perusahaan AS terbesar pada tahun 1962 (AT&T), namun jumlah lapangan kerja bagi tenaga kerja di negara ini hanya seperlima dari jumlah pekerja yang ada (Quareshi & Woo, 2022). Maka daripada itu investasi sumber daya manusia sangat penting dalam mengantisipasi kurangnya lapangan pekerjaan khususnya bagi SDM yang berada dalam kelompok marginal, sehingga dapat meminimalisir terjadinya persaingan berlebih dan terkonsentrasi pada suatu sektor lapangan pekerjaan saja. Masyarakat transmigran perlu dibekali pemahaman untuk dapat memaksimalkan berbagai potensi yang masih belum dikembangkan dan dapat diarahkan untuk mempelajari teknologi tepat guna, serta teknologi pengolahan di bidang pertanian dan peternakan. Gambar 2. Upaya transmigran yang berdampak pada lingkungan Gambar 3. Pemberdayaan bagi transmigran dalam mengatasi tantangan VOLUME III | EDISI 1 | JUNI 2024 35
Banyak hal yang dapat dilakukan, mulai dari intensifikasi lahan pekarangan dengan kombinasi antara pertanian dan peternakan yang dapat menghasilkan life cycle yang sustainable. Kondisi ini selain dapat mengurangi perebutan lapangan pekerjaan, dapat juga menghasilkan lapangan pekerjaan baru. Tak jarang diberitakan kisah-kisah para transmigran yang sudah sukses dan berdaya di dalam hidupnya sehingga tidak harus bersaing langsung untuk menjadi pekerja. Teknologi sederhana dalam pertanian, nyatanya sangat efektif baik dalam perspektif ekonomi maupun lingkungan secara berkelanjutan (Environmental), seperti pembuatan mikro organisme lokal secara praktis dengan memanfaatkan sumber daya di sekitar juga memegang peranan yang sangat penting, karena dapat menekan pengeluaran yang tidak dibutuhkan, selain itu dapat menghasilkan pupuk organik maupun juga untuk pengawetan pakan ternak maupun peningkatan nutrisi bagi pakan ternak selain itu dampaknya bagi lingkungan sangatlah positif. Berbagai pembekalan yang diberikan pada transmigran ini tentunya bermuara pada peningkatan taraf hidupnya dan juga transformasi pada lingkungan di mana transmigran ini berkarya. Bentukbentuk pemberdayaan dalam lingkup transmigrasi ini akan berdampak luas terhadap agenda global, khususnya SDGs, di mana masyarakat marginal dapat berdaya, isu lingkungan dapat diatasi dengan mekanisme pertanian dan peternakan yang sustainable, isu ekonomi dapat dicapai melalui produksi pertanian dan juga kewirausahan dari para transmigran. Dalam aspek tata kelola (Governance), walaupun pemukiman transmigrasi diawali dengan bentuk Unit Permukiman Transmigrasi (UPT), dengan tata kelola dan nilai kemasyarakatan yang dibangun, UPT tersebut akan bertransformasi menjadi desa, dengan demikian terdapat suatu peluang lagi dalam memaksimalkan potensi dan kontribusi lebih terhadap ekonomi hijau yakni dengan Desa Wisata. Industri pariwisata perdesaan dianggap mampu menstimulasikan pertumbuhan ekonomi Gambar 4. Upaya pemberdayaan pertanian dan peternakan yang sustainable LAPORAN UTAMA 36 VOLUME III | EDISI 1 | JUNI 2024
Gambar 5. Upaya pembuatan MOL dan pengolahan secara organik Gambar 6. Pembuatan pakan ternak lokal dan perubahan sosial yang berperan pada pengentasan kemiskinan dan kelestarian budaya (Suwanan et al, 2023). Adapun mekanisme inklusivitas juga dapat mengkonstruksikan identitas suatu wilayah bahkan negara dalam pengalaman wisata budaya inovatif yang menyajikan attraction dan pertukaran experience. Pemanfaatan limbah pertanian dan peternakan dapat menjadi peluang dan nilai tambah pula, baik secara ekonomi langsung maupun sebagai brand-image baru. Sebuah studi di Thailand tentang waste management dan partisipasi inklusif masyarakat perdesaan telah bertransformasi menjadi budaya dan identitas baru terkait kepedulian lingkungan yang melekat hingga menjadi daya tarik wisata (Sakcharoen et al, 2023). Kondisi ini berkaitan erat dengan motivasi wisatawan untuk mempelajari dan mengalami atraksi atau produk budaya yang menjadi identitasnya termasuk nilai, gaya hidup dan tradisinya. Dengan demikian maka dapat dinyatakan bahwa program transmigrasi dapat berkontribusi luas terhadap pusaran agenda global dan menjadi landasan dalam peluang ekonomi hijau dan pemberdayaan masyarakat inklusif, sehingga perlu untuk selalu mendukung, memberdayakan dan membangun landasan ini agar semua pihak dapat berpartisipasi dalam target “No One Left Behind”. n Ancelmus Andi Pratama Dengan demikian maka dapat dinyatakan bahwa program transmigrasi dapat berkontribusi luas terhadap pusaran agenda global dan menjadi landasan dalam peluang ekonomi hijau. VOLUME III | EDISI 1 | JUNI 2024 37
S ebagaimana amanat UU 29/2009 tentang perubahan atas UU 15/1997 tentang ketransmigrasian bahwa transmigrasi adalah program yang diselenggarakan oleh pemerintah (pusat dan daerah) sehingga mengimplikasikan bahwa program ini menjadi tanggung jawab pusat dan daerah sesuai kewenangannya. Adanya keterbatasan anggaran, kewenangan dan kompetensi oleh pemerintah daerah, dukungan pemerintah pusat menjadi sumber anggaran utama bagi daerah untuk mengembangkan transmigrasi, meskipun alokasi anggaran di pusat mengalami tren penurunan dan terbatas. Hal inilah yang menjadi salah satu alasan dilakukannya kegiatan penjaringan usulan program oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT) (melalui Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Transmigrasi (Ditjen PPKTrans) tiap tahunnya. Selama beberapa tahun terakhir, kegiatan penjaringan tersebut diselenggarakan bersamaan dengan Rakornas (Rapat Koordinasi Nasional) Transmigrasi. Peserta yang mayoritas satker aktif Ditjen PPKTrans (Provinsi/ Kabupaten/Kota) menyampaikan usulan dan dibahas oleh Tim Teknis yang ada di lingkungan Ditjen PPKTrans. Hal yang perlu dicatat adalah dalam pengusulan tersebut masih menggunakan dasar Permenakertrans No.12/Men/IV/2006 tentang tata cara pengajuan usulan program bidang ketenagakerjaan dan ketransmigrasian. Regulasi yang mengatur usulan bidang tenaga kerja dan transmigrasi tersebut mensyaratkan usulan program disetujui oleh sekda kabupaten/kota/provinsi yang dilengkapi dengan Kerangka Acuan Kerja (KAK) dan Rencana Anggaran Biaya (RAB). Pada Rancangan Akhir Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045 ada 8 agenda pembangunan, 3 di antaranya mewujudkan transformasi sosial, ekonomi, dan tata kelola. Hal ini menyiratkan bahwa proses transformasi merupakan hal penting dan sangat strategis untuk ditindaklanjuti oleh program dan kebijakan sektor pemerintahan yang ada, termasuk transmigrasi. Penjaringan program merupakan forum skala nasional yang penting dalam menemukenali kebutuhan dan atau keinginan pemerintah daerah untuk mengembangkan transmigrasi. Peran strategis forum ini kiranya juga penting untuk dilakukan transformasi sehingga tetap sejalan dengan arah kebijakan nasional dan tantangan program yang terus berkembang. Transformasi Regulasi Meskipun sudah sangat terlambat, regulasi terkait pengusulan program harus segera diubah. Tanpa adanya dasar regulasi yang mengatur usulan tersebut, akan berpengaruh terhadap legalitas dan validitas administrasi usulan program itu LAPORAN UTAMA TRANSFORMASI PENJARINGAN USULAN PROGRAM TRANSMIGRASI MENGUKIR MASA DEPAN JAYA INDONESIA 38 VOLUME III | EDISI 1 | JUNI 2024
sendiri. Peraturan menteri yang mengatur secara umum tentang persyaratan usulan juga perlu didukung dengan regulasi terkait yang mengatur teknis dan kelengkapan usulan yang lebih mendetail dan sejalan dengan arah kebijakan nasional ke depan. Transformasi Peserta Peserta Forum Penjaringan biasanya hanya melibatkan organisasi perangkat daerah (OPD) bidang ketransmigrasian saja, baik di provinsi maupun kabupaten/kota. Posisi program transmigrasi yang merupakan salah satu strategi dalam pengembangan wilayah, termasuk pelaksanaan mandat Perpres 50/2018 tentang Koordinasi dan Integrasi Penyelenggaraan Transmigrasi memerlukan instansi koordinator pembangunan di daerah yaitu Bappeda. Kehadiran dan partisipasi aktif Bappeda diharapkan akan mampu mengorkestrasi usulan dari bidang ketransmigrasian dengan program prioritas lain yang akan dikembangkan di kabupaten/kota. Lebih lanjut, dengan adanya keterbatasan ruang fiskal pemerintah (APBD/APBN) maka inovasi sumber pendanaan lain dalam bidang transmigrasi menjadi penting dilakukan. Keterlibatan pihak swasta/calon investor di kawasan transmigrasi bisa dilakukan untuk mensinergikan potensi ekonomi di kawasan dengan sektor hulu (produksi) dan hilir (pemasaran) yang melibatkan investor, dan juga membuka ruang bagi pembangunan sarana prasarana pendukung yang dibangun oleh swasta ataupun BUMD (Badan Usaha Milik Daerah). Transformasi Teknis Pelaksanaan Peserta penjaringan biasa mengisi dan melengkapi form yang telah disiapkan oleh Ditjen PPKTrans. Form tersebut bentuknya berupa numerik dan teks saja. Bentuk usulan yang dilengkapi dengan data spasial merupakan salah satu transformasi teknis pelaksanaan yang bisa dilakukan. Adanya usulan dengan format data spasial tadi akan membantu dalam presisi data dan memudahkan interoperability data dengan rencana spasial lainnya di daerah. Usulan-usulan tranformasi tadi tidak akan bisa berjalan dengan baik tanpa adanya komitmen dan dukungan dari semua pihak yang terkait dengan pembangunan ketransmigrasian. Meskipun anggaran transmigrasi yang semakin menurun di tengah target kinerja yang tinggi, sebagai Insan Transmigrasi hendaknya kita selalu ingat akan pesan founding father kita, Presiden RI I, Ir. Soekarno “Transmigrasi adalah mati hidup bangsa Indonesia”. Transmigrasi “Mengukir Masa Depan Jaya”, bukan hanya sekedar branding baru transmigrasi semata, melainkan proses transformasi menjadi bentuk baru transmigrasi yang mampu menjawab tantangan dan kebutuhan masa kini dan masa mendatang bangsa Indonesia. n Andy Aryawan Keterlibatan pihak swasta/calon investor di kawasan transmigrasi bisa dilakukan untuk mensinergikan potensi ekonomi di kawasan dengan sektor hulu (produksi) dan hilir (pemasaran) yang melibatkan investor. VOLUME III | EDISI 1 | JUNI 2024 39
Dua belas Desember 2023 yang lalu, bertepatan dengan Hari Bhakti Transmigrasi ke-73, saat sedang sibuk-sibuknya memantau progres kegiatan pengembangan sarana dan prasarana di berbagai kawasan transmigrasi, hampir-hampir ruangan Eks Kelompok Substansi Fasilitasi Pengembangan Konektivitas, Direktorat Pengembangan Kawasan Transmigrasi kosong, karena sebagian personel sedang berpencar. Kala itu, satu di antara kami sedang meninjau kegiatan pembangunan pagar Islamic Center di Kota Terpadu Mandiri (KTM) Lagita, Kabupaten Bengkulu Utara dan yang lainnya sedang meninjau kegiatan peningkatan jalan di Senggi, Kabupaten Keerom, dengan tim masing-masing. Suasana saat itu seakan membawa kembali pada momen pertama di mana langkah ini dimulai, saat 25 KK dari Jawa Tengah diberangkatkan menuju Lampung untuk melaksanakan program transmigrasi pertama di bawah Pemerintah Indonesia pascakemerdekaan. Sebelumnya, program pemindahan penduduk dalam rangka pemerataan atas membludaknya penduduk yang ada di Pulau Jawa sudah dilakukan sejak awal abad ke-20, saat Indonesia masih berada dalam jajahan Belanda. Perjalanan dinas di pekan kedua Desember yang lalu sedikit memberi suasana yang berbeda; dengan momentum 73 tahun Transmigrasi, kami berkesempatan untuk melakukan napak tilas ke berbagai wilayah yang katanya turut ambil andil dalam membangun dan menyatukan negeri melalui pemindahan penduduk dan pengembangan berbasis wilayah. Lalu, di tengah menginjakkan kaki di berbagai kawasan transmigrasi, timbul pertanyaan dalam benak diri, “Apakah transmigrasi masih relevan sebagai sebuah langkah transformasi?” Pasang Surut Berbagai rekam jejak dapat kita temukan di dunia digital, mengatakan bahwa betapa bersinarnya transmigrasi di era Presiden Soeharto, yakni Orde Baru. Tak tanggung-tanggung, jumlah transmigran dalam satu tahun pemindahan dapat mencapai angka 2,5 juta penduduk pada periode 1980-an. Warisan dari perpindahan masif tersebut masih dapat dirasakan hingga saat ini, di mana berdasarkan sensus, terdapat 15,5 juta transmigran di Sumatera dengan lebih dari sepertiganya (5,7 juta) berada di Lampung, sekitar 2,6 juta transmigran di Kalimantan, dan sekitar 1 juta transmigran di Papua, dan total jumlah seluruh transmigran di negeri ini mencapai sekitar 20 juta jiwa. Lalu, bagaimana kilau taji transmigrasi empat dekade berselang? Pada tahun 2023, pemindahan penduduk dilakukan hanya sebanyak 120 KK, atau hanya setara dengan 0,024% dari perpindahan besar-besaran yang dilakukan pada era Soeharto silam (dengan asumsi 1 KK berjumlah 5 orang). Beberapa pertanyaan kembali muncul, mengikuti pertanyaan pokok terkait relevansi yang muncul pertama kali, “Ternyata transmigrasi masih ada, ya?” LAPORAN UTAMA ENLIGHTENING THE DIMMING LIGHT MEREDUPNYA KILAU TAJI TRANSMIGRASI 40 VOLUME III | EDISI 1 | JUNI 2024
“Memangnya masih ada yang mau ikut jika transmigrasi diselenggarakan?” “Bukannya transmigrasi bagian dari proyek para elit politik saja, ya?” “Kok lebih banyak pegawai yang mengurusi transmigrannya daripada yang dipindahkan?” Tidak usah memandang jauh berpuluh-puluh tahun ke belakang. Mari kita mengambil sedikit cuplikan data dari APBN dari tiga tahun terakhir, di mana Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi hanya mendapat pagu alokasi berkisar Rp2,9 triliun pada 2022, Rp3,1 triliun pada 2023, dan Rp2,7 triliun pada 2024. Angka-angka tersebut tentu sudah cukup jauh dibandingkan dengan pagu pada tahun-tahun sebelumnya, katakanlah pada salah satu periode sebelum COVID-19, yaitu di tahun 2019, di mana pagu yang diperoleh oleh Kementerian adalah sebesar Rp4,3 triliun serta Rp5,1 triliun pada satu tahun sebelumnya di tahun 2018. Tren menurun ini tentu saja bukan hal yang diharapkan oleh semua pihak, terlebih lagi kita mengingat bahwa Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi memiliki banyak ruang sentuh yang erat dengan upaya Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) pascapandemi COVID-19, termasuk di dalamnya pemenuhan target penurunan angka stunting serta pengentasan kemiskinan dan kemiskinan ekstrem yang distribusinya jauh lebih banyak di daerah perdesaan dibandingkan perkotaan. Seharusnya, banyak ruang kreasi yang muncul untuk turut andil dalam mencapai banyak tujuan negara dan tujuan global lewat intervensi-intervensi yang diberikan pada masyarakat desa, termasuk di dalamnya instrumen transmigrasi yang melibatkan perpindahan penduduk dan pembangunan wilayah. Namun, sebelum berlari dan terbang tinggi, tentu kita harus belajar berjalan terlebih dahulu untuk menyatukan langkah dan menciptakan harmoni transformasi. Langkah ke depan tentu saja tidak bisa dicapai dengan satu kaki menapak ke kanan dan kaki yang lain menapak ke belakang. Artinya, dalam melakukan pengambilan keputusan, dibutuhkan kesepakatan dan satu suara yang utuh tentang ke mana langkah organisasi akan dibawa, dalam hal ini adalah untuk terus menjaga marwah dan terang cahaya yang mulai meredup di dalam ruh transmigrasi republik ini. Pelajaran dari Success Story Sebagaimana yang tertuang dalam buku berjudul Revitalisasi Ekonomi & Ekologi Menuju Transmigrasi 4.0 oleh Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi 2019-2024, Abdul Halim Iskandar, transmigrasi di Indonesia melalui beberapa kali pergeseran paradigma, yang secara garis besar dapat disimpulkan adalah dimulai dari sekadar pemindahan penduduk untuk tujuan pemerataan hingga yang saat ini berkembang dan terus digaungkan adalah pengembangan berbasis wilayah. Saat ini, berbagai faktor dan variabel yang terlibat dalam keberjalanan transmigrasi saling dipadukan untuk mengembangkan sebuah wilayah yang selanjutnya disebut Kawasan Transmigrasi dan berbagai turunannya, seperti Kawasan Perkotaan Baru (yang sebelumnya dikenal dengan Kota Terpadu Mandiri atau KTM), Pusat Satuan Kawasan Pengembangan, Satuan Kawasan Pengembangan, hingga Satuan Permukiman sebagai unit terkecil yang ada di dalam sebuah Kawasan Transmigrasi. Perpindahan penduduk yang dilakukan tidak lagi dipandang sekadar untuk memenuhi daya tampung Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi memiliki banyak ruang sentuh yang erat dengan upaya Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) pascapandemi COVID-19, termasuk di dalamnya pemenuhan target penurunan angka stunting serta pengentasan kemiskinan dan kemiskinan ekstrem yang distribusinya jauh lebih banyak di daerah perdesaan dibandingkan perkotaan. VOLUME III | EDISI 1 | JUNI 2024 41
LAPORAN UTAMA yang ada pada suatu satuan permukiman. Lebih dari itu, para transmigran nantinya akan dibina dalam proses “penggarapan” potensi lokal yang ada, melalui fasilitasi Lahan Usaha (LU) I dan II di samping fasilitas mandatory yang mereka dapatkan seperti Rumah Transmigrasi dan Jamban Keluarga (RTJK) serta jaminan hidup (jadup). Bola liar berikutnya muncul, “Wah, enak banget, ya? Itu terjamin nggak, tuh, kalau mereka mampu menjaga fasilitas yang diberikan? Apa nggak tanahnya dijual, lalu mereka pulang kampung lagi?” beberapa permasalahan klasik seputar transmigrasi, memang adalah bagaimana tentang mengontrol keberjalanannya sendiri. Maka dari itu, dalam proses pembinaan 5 tahun pertama, sesuai dengan amanah yang tertuang dalam payung hukum ketransmigrasian. Lantas, bagaimana bijaknya kita memandang transmigrasi saat ini? Apakah harus pesimis dengan following the trend yang mulai abai dengan eksistensinya, atau tetap optimis dengan keep unveiling its potential hingga kembali pada puncak kejayaan di masa Soeharto setengah abad yang lalu? Merujuk Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, transmigrasi sendiri merupakan salah satu urusan pilihan dan bukan termasuk urusan wajib. Artinya, transmigrasi merupakan salah satu instrumen optional yang dapat dipilih oleh pemerintah daerah dalam rangka mengembangkan wilayah yang dinaunginya. Sebagai salah satu urusan konkuren, transmigrasi wajib mendapat perhatian dari berbagai pemangku kepentingan, once it is selected to take a part of the regional development. Keterlibatan multisektor dan multiaktor juga diperkuat melalui Peraturan Presiden Nomor 50 Tahun 2018 tentang Koordinasi dan Integrasi Penyelenggaraan Transmigrasi (KIPT), yang semakin menegaskan tentang peran-peran yang dapat diambil dan menjadi tunggangan di pundak pemerintah, pemerintah daerah tingkat I, maupun pemerintah daerah tingkat II. Namun, sudah seberapa jauh implementasi KIPT ini dilaksanakan? Apabila kita meninjau pada salah satu Peraturan Presiden yang juga terbit pada tahun yang sama, yakni Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria, sepertinya “rumput sebelah” jauh lebih hijau. Lagi-lagi, apakah cahaya dalam ruh transmigrasi memang sudah meredup? Untuk tetap menghadirkan sesuatu yang positif atas segala lika-liku yang kita dapatkan sebelumnya, berikut ini adalah success story dari keberjalanan transmigrasi di republik ini. Berdasarkan pemekaran wilayah paling mutakhir di Indonesia, yang kini menjadi 38 provinsi dengan adanya beberapa Daerah Otonom Baru (DOB) di Papua, transmigrasi dapat dikatakan secara signifikan berperan dalam menciptakan 3 titik pertumbuhan baru yang selanjutnya menjadi ibukota provinsi. Provinsi pertama, yakni Sulawesi Barat, yang secara resmi mekar pada 5 Oktober 2002 melalui Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2004. Provinsi Sulawesi Barat terdiri dari 6 kabupaten dan seluruh kabupaten melibatkan program transmigrasi dalam pengembangan wilayahnya; Kawasan Transmigrasi Kalukku di Kabupaten Mamuju (ibukota provinsi), Kawasan Transmigrasi Tobadak di Kabupaten Mamuju Tengah (yang kini masuk dalam prioritas pencapaian indeks kawasan transmigrasi berdaya saing mendukung capaian RPJMN 2020-2024), Kawasan Transmigrasi Sarudu Baras di Kabupaten Pasangkayu, Kawasan Transmigrasi Tubbi Taramanu di Kabupaten Polewali Mandar, Kawasan Transmigrasi Ulumanda di Kabupaten Majene, dan Kawasan Transmigrasi Mambi Mehalaan di Kabupaten Mamasa. Program transmigrasi di Sulawesi Barat kini juga diproyeksikan ambil andil dalam supply chain kebutuhan-kebutuhan yang ada dalam pembangunan Ibukota Nusantara (IKN) yang ada di Kabupaten Penajem Paser Utara, Kalimantan Timur. Provinsi berikunya adalah Kalimantan Utara, yang resmi mekar pada 22 April 42 VOLUME III | EDISI 1 | JUNI 2024
2013 melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2012. Saat ini, ibukota Kalimantan Utara terletak di Tanjung Selor, Kabupaten Bulungan. Berdasarkan informasi yang diperoleh saat berkunjung pada Agustus 2022 lalu, Tanjung Selor sedang dalam proses pengajuan menjadi kota administratif. Kawasan transmigrasi di Kalimantan Utara antara lain Kawasan Transmigrasi Salimbatu di Kabupaten Bulungan dan Kawasan Transmigrasi Seimenggaris di Kabupaten Nunukan. Provinsi teranyar adalah Papua Selatan, yang resmi mekar pada 25 Juli 2022 melalui Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2022. Provinsi Papua Selatan beribukota di Merauke. Kabupaten Merauke sendiri memiliki 2 kawasan transmigrasi dan keduanya merupakan prioritas nasional, yakni Salor dan Muting. Lahirnya Merauke sebagai ibukota sangat erat kaitannya dengan perkembangan kawasan transmigrasi yang ada di kabupaten tersebut. Pembangunan Berkelanjutan Sebagaimana telah disinggung pada bagian sebelumnya, instrumen transmigrasi memiliki kaitan erat dengan upaya pembangunan nasional dan global, termasuk yang tertuang dalam Sustainable Development Goals (SDGs) dan SDGs Desa, sebuah instrumen pendukung dalam pencapaian SDGs yang telah disusun untuk dapat dilakukan dalam lingkup lokal, khususnya di desa. Mari kita pelajari salah satu dari 17 tujuan yang tertuang dalam SDGs: Tujuan 1, yakni Tanpa Kemiskinan. Beberapa indikator pengukuran dalam pencapaian tujuan ini sangat berkaitan dengan intervensi yang dapat dilakukan di desa, termasuk melalui program transmigrasi, seperti Tingkat Kemiskinan Ekstrem yaitu proporsi sumber daya yang dialokasikan oleh pemerintah secara langsung untuk program pemberantasan kemiskinan dan pengeluaran untuk layanan pokok (pendidikan, kesehatan, dan perlindungan sosial) sebagai persentasi dari total belanja pemerintah. Kemudian proporsi pengeluaran anggaran yang berpihak pada kelompok masyarakat miskin (pendidikan, kesehatan, dan transfer langsung) terhadap pengeluaran pemerintah. Sebagai contoh, program padat karya pembangunan dan pengembangan kawasan transmigrasi tentu saja dapat masuk dalam menunjang ketercapaian indikator. Pada tahun 2022, Direktur Jenderal Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Transmigrasi mengeluarkan Keputusan Direktur Jenderal Nomor 244 Tahun 2022 tentang Petunjuk Teknis Kegiatan Bantuan Pemerintah dengan Model Padat Karya. Akan tetapi, dalam keberjalanannya, alokasi anggaran untuk program padat karya pengembangan kawasan transmigrasi sendiri, jika dibandingkan dengan alokasi anggaran untuk pengembangan prasarana konektivitasnya di tahun yang sama, yakni 2023, hanya sebesar 3,02% (Rp600.000.000 dari Rp19.883.650.000) dan dilaksanakan hanya pada 4 desa di 3 kabupaten dengan alokasi anggaran masing-masing Rp150.000.000. Lokuslokus tersebut di antaranya 2 desa di Kabupaten Bengkulu Utara, 1 desa di Kabupaten Mamuju, dan 1 desa di Kabupaten Wajo. Seluruh padat karya yang dikerjakan berkaitan dengan jalan usaha tani, di mana pekerjaan tersebut pada akhirnya memberi manfaat yang sangat baik bagi masyarakat desa dalam mempermudah akses menuju pasar. Masyarakat dan perangkat desa juga mengucapkan terima kasih atas manfaat yang mereka terima melalui padat karya pembangunan dan pengembangan kawasan transmigrasi ini. Namun, dengan refleksi pada upaya kita yang hanya menyentuh 3,02% saja di salah satu faktor, di mana kita akan menaruh fokus kita untuk dapat berkontribusi bagi target pencapaian SDGs? Apakah pada faktor-faktor lainnya, dengan sudah mempertimbangkan manfaat dan keselarasannya dengan tujuan pemerintah yang sedang dituju saat ini? n Emilla Melati dan Rafi Refinaldi VOLUME III | EDISI 1 | JUNI 2024 43
GOLONGAN TUA DAN GOLONGAN MUDA REBORN SUDUT PANDANG SANG PEMANGKU KEBIJAKAN Adanya Transmigrasi Swakarsa Mandiri memberi sedikit angin segar bagi penyelenggaraan transmigrasi, terutama dalam menyelipkan berbagai inovasi dan transformasi sebagai gebrakan untuk menciptakan wajah baru dan segar bagi transmigrasi di republik ini. Akan tetapi, sekali lagi mengambil langkah haruslah selaras, dan itu semua membutuhkan suatu komando dari seorang pemimpin yang berani mengambil resiko dari celah yang ada. Pada tahun 2011, kawasan transmigrasi yang dinaungi pemerintah mencapai jumlah 619 kawasan transmigrasi. Lalu, pada RPJMN 2019- 2024, revitalisasi hanya difokuskan pada 152 kawasan transmigrasi dengan 52 di antaranya merupakan prioritas nasional. Menjelang RPJMN 2025-2029 mendatang, kawasan transmigrasi prioritas nasional berpotensi turun menjadi 45. Pertanyaannya, apakah transmigrasi sudah tidak menarik lagi untuk ditangani dalam skala nasional? Apakah cahaya transmigrasi benar-benar perlahan meredup? Apakah sebaiknya kita mengurungkan segala hasrat dan cita-cita besar, lalu berfokus pada exit strategy seperti permasalahan tanah dan hal mandatory lainnya? Pada akhirnya, instrumen ini adalah perhatian bersama yang hendaknya terus diperjuangkan, karena kita tidak sekadar berbicara tentang data dan angka; lebih dari itu, kita berbicara tentang manusia dan potensi masa depan bangsa. Indonesia Emas 2045 Menjelang berakhirnya RPJMN 2020-2024 sekaligus RPJPN 2005-2025, dan dalam rangka menyambut satu abad kemerdekaan Republik Indonesia, pemerintah mencanangkan RPJPN 2025-2045 dengan tajuk Indonesia Emas 2045. Berbagai upaya ditetapkan dalam mencapai tujuan-tujuan yang diagendakan, termasuk penyelarasan pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs) pada tahun 2030. Dari 8 misi dan 17 arah pembangunan menyongsong Indonesia Emas 2045, pembangunan serta pengembangan kawasan perdesaan (termasuk di dalamnya revitalisasi kawasan transmigrasi) berkaitan dengan Misi 2: Transformasi Ekonomi, dan secara spesifik dengan Indonesia Emas (atau selanjutnya disebut IE) 8 terkait perkotaan dan perdesaan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi. Langkahlangkah melibatkan kawasan perdesaan dan kawasan transmigrasi tentunya merupakan hasil refleksi dari agenda pembangunan yang telah dilaksanakan pada periode RPJPN 2005-2025. Berdasarkan peninjauan agenda pembangunan yang telah dilakukan, secara garis besar dapat dilihat bahwa belum terdapat keterkaitan antara kota dan desa. Dalam beberapa tahun terakhir, pembangunan di Indonesia berfokus pada mega urban, sehingga ruang kreativitas dalam pembangunan dan pengembangan desa dapat dikatakan minim. Desa-desa di Indonesia masih bergulat dengan rendahnya daya saing, produktivitas, serta ketahanan perekonomian (resiliensi terhadap bencana). Keterbatasan fisik dan aktivitas digital juga masih menjadi isu utama di desa. Permasalahan lainnya yang terkesan klasik (namun begitulah adanya, seperti sangat sulit untuk dituntaskan) adalah penyediaan sarana dan prasarana LAPORAN UTAMA 44 VOLUME III | EDISI 1 | JUNI 2024
pelayanan dasar yang menjadi kebutuhan utama di desa. Jalan sebagai tulang rusuk keterhubungan aktivitas perekonomian masyarakat lokal tentu saja berperan vital dalam terlaksananya konektivitas bagi masyarakat di desa dan kawasan transmigrasi, baik di dalam lingkup masyarakat mereka secara internal maupun dalam rangka pemasaran produk atau komoditas unggulan yang mereka punya. Berbagai pemenuhan lainnya tentu juga sangat menunjang kelayakan hidup dan kemampuan masyarakat untuk berusaha, seperti pemenuhan rasio elektrifikasi di desa dengan memastikan setiap rumah memiliki sambungan terhadap listrik dari PT PLN (Persero), atau pemenuhan pelayanan air minum dan sanitasi yang layak sebagai upaya menjaga kesehatan dan pencegahan stunting di desa dan kawasan transmigrasi. Dalam rangka berkolaborasi dan mencari ruang bersinergi yang lebih luas sebagai upaya pemenuhan kebutuhan pelayanan dasar di atas, Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Transmigrasi dalam 2 tahun terakhir mencoba menjalin komunikasi multisektor yang cukup intens sebagai implementasi kebijakan-kebijakan berikut: Peraturan Menteri ESDM Nomor 3 Tahun 2022 tentang Bantuan Pasang Baru Listrik bagi Rumah Tangga Tidak Mampu. Dalam rangka mendorong pemenuhan elektrifikasi di kawasan transmigrasi, Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Transmigrasi melakukan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) dengan PT PLN (Persero) serta MoU dengan Kementerian ESDM terkait pertukaran data kebutuhan pengaliran listrik di desa serta pemenuhan kebutuhan sebagai pelanggan (dalam satuan Kepala Keluarga/KK atau Satuan Rumah Tangga/SR). Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2023 tentang Percepatan Peningkatan Konektivitas Jalan Daerah. Dalam rangka mendorong peningkatan ruas jalan yang melayani kawasan transmigrasi, Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Transmigrasi melalukan komunikasi yang intens dengan Bappenas/Kementerian PPN, Kementerian PUPR, serta pemerintah daerah yang terdiri atas Bappeda, Dinas PUPR, dan dinas yang membidangi urusan ketransmigrasian dalam rangka mendukung pengusulan peningkatan ruas jalan yang ada di kawasan transmigrasi melalui aplikasi SiTIA. Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2023 tentang Percepatan Penyediaan Air Minum dan Layanan Pengelolaan Air Limbah Domestik. Dalam rangka mendorong tersedianya Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) dan sanitasi yang layak di kawasan transmigrasi, Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Transmigrasi melalukan komunikasi yang intens dengan Bappenas/Kementerian PPN, Kementerian PUPR, serta pemerintah daerah yang terdiri atas Bappeda, dinas yang membidangi urusan Sumber Daya Air (SDA), dan dinas yang membidangi urusan ketransmigrasian dalam rangka mendukung pengusulan penyediaan SPAM yang ada di kawasan transmigrasi melalui aplikasi SiPPA. Menyadari ruang-ruang perkotaan akan mencapai batas maksimum dalam menjalankan perannya sebagai pusatpusat pertumbuhan ekonomi, Indonesia harus mulai melimpahkan kebijakan perencanaan untuk memanfaatkan ruang-ruang perdesaan untuk mendukung perkotaan dalam rangka menyambut Indonesia Emas 2045. Sudah saatnya perencanaan pembangunan dan pengembangan desa, termasuk di dalamnya kawasan transmigrasi, dilaksanakan dengan kebijakan asimetris serta menitikberatkan proses perencanaan dengan menemukenali potensi yang ada di masing-masing wilayah otonom terkecil tersebut. Pembangunan dan pengembangan desa juga hendaknya memperhatikan keselarasan antarwilayah, dalam hal ini adalah kesetaraan pemenuhan antara desa dan kota, Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI), serta pemenuhan kebutuhan antarkelompok pendapatan yang tinggal di desa. Pada dasarnya, dalam rangka menyambut 100 tahun kemerdekaan nanti, perencanaan desa memang akan berfokus pada penguatan hal-hal mendasar: peningkatan kualitas dan kesejahteraan hidup masyarakat, termasuk pengentasan kemiskinan. Hal tersebut berbeda dengan perencanaan perkotaan yang akan terus berfokus dalam penguatan peran perkotaan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi serta mewujudkan tata ruang yang layak huni. Pembangunan dan pengembangan desa pada RPJPN 2025-2045 akan berfokus pada peran desa sebagai sentra produksi yang akan memberikan supply pada kebutuhan-kebutuhan daerah di sekitarnya hingga ke perkotaan. Proses ini akan dimulai dari titik paling awal, yakni perencanaan, termasuk di dalamnya perwujudan keterkaitan desa dan kota dalam penataan ruang sehingga pelaksanaannya dapat dilakukan secara terpadu. Kawasan perdesaan, termasuk kawasan transmigrasi dan pusat pesisir, dikembangkan sebagai pusat pertumbuhan lokal berdasarkan peningkatan nilai tambah dan diversifikasi aktivitas ekonomi perdesaan strategis yang berkelanjutan. Secara khusus, pengembangan kawasan transmigrasi diarahkan sebagai daerah penyangga bagi pusat-pusat pertumbuhan yang disertai dengan penataan desa dan persebaran penduduk, penyediaan tenaga kerja terampil dan pelaku usaha berdaya saing, penyediaan sumber bahan pangan, dan redistribusi tanah (penataan aset) transmigrasi. n Emilla Melati dan Rafi Refinaldi VOLUME III | EDISI 1 | JUNI 2024 45
LAPORAN UTAMA TILIK TRANSMIGRAN DI BUMI SERAPAT SERASAN Program transmigrasi di Indonesia telah menjadi salah satu kebijakan strategis pemerintah untuk mengatasi ketimpangan pembangunan antarwilayah serta memperluas cakupan pembangunan ke daerah-daerah terpencil dan terpinggirkan. Diperkenalkan pertama kali pada era Presiden Soekarno pada tahun 1950- an, program ini memiliki tujuan utama untuk mengurangi tekanan penduduk di wilayah yang padat serta memperkuat integrasi nasional melalui pengalihan penduduk dari daerah yang padat ke daerah yang masih jarang penduduknya. Namun, seiring berjalannya waktu, program transmigrasi mengalami perkembangan yang signifikan dan mendapat sorotan tajam terkait dengan dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan yang dihasilkan. Peta Kab. PALI Foto Bersama Alumni Pelatihan Catrans BBPPM Yogyakarta dan Wujud Rumah Transmigrasi. Pada awal pelaksanaannya, transmigrasi dirancang sebagai upaya untuk mengurangi ketimpangan pembangunan antarwilayah serta memperkuat integrasi nasional melalui pengalihan penduduk dari daerah yang padat ke daerah yang masih jarang penduduknya. Meskipun demikian, seiring berjalannya waktu, program ini tidak luput dari kritik dan kontroversi, terutama terkait dengan dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan yang dihasilkan. Dalam konteks globalisasi dan dinamika sosial-ekonomi yang terus berubah, peran transmigrasi dalam pengembangan wilayah dan mitigasi 46 VOLUME III | EDISI 1 | JUNI 2024
ketimpangan regional kini menjadi sorotan penting. Tantangan baru yang muncul, seperti perubahan iklim, urbanisasi, dan ketidaksetaraan akses terhadap sumber daya, menuntut pendekatan yang lebih holistik dan berkelanjutan dalam merancang dan melaksanakan program transmigrasi. Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI) di Provinsi Sumatera Selatan menjadi fokus baru dan menarik dalam konteks program transmigrasi. Dengan julukan "Bumi Serapat Serasan", Kabupaten PALI mencerminkan keragaman budaya dan potensi alam yang melimpah. Kabupaten ini memiliki luas wilayah mencapai 1.840 km2 dan jumlah penduduk sebesar 171.084 jiwa (berdasarkan data tahun 2021), yang tersebar di 5 kecamatan, 6 kelurahan, dan 65 desa. Kabupaten PALI memiliki peran penting dalam peta administratif Provinsi Sumatera Selatan, menjadi salah satu pusat kegiatan ekonomi dan sosial di sekitarnya. Eksplorasi di PALI Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI), merupakan salah satu wilayah lahan transmigrasi baru yang menarik untuk ditelusuri. Nama "Penukal Abab Lematang Ilir" sendiri masih menyimpan misteri maknanya, namun kemungkinan berasal dari tiga nama sungai yang membelahnya, yaitu Sungai Penukal, Sungai Abab, dan Sungai Lematang Ilir. Kabupaten PALI memiliki julukan yang kental dengan identitasnya, yakni "Bumi Serapat Serasan”, menandakan keragaman budaya dan potensi alam yang dimiliki. Luas wilayahnya bisa mencapai 3.300 ha dengan jumlah penduduk 4.434 jiwa. Rencana program transmigrasi di PALI sempat di demo oleh mahasiswa Pali (HIMAPALI) pada tahun 2019, namun banyak tokoh masyarakat yang tetap mendukung adanya program ini karena diharapkan dapat memberikan dampak yang signifikan dalam peningkatan akses penduduk terhadap lahan dan sumber daya alam. Melansir data dari Dinas Transmigrasi Kabupaten PALI penerjunan perdana warga transmigrasi adalah tahun 2022 tercatat ada 21 Keluarga Transmigran (KK), di mana 9 KK berasal dari Kendal, Semarang, Sidoarjo dan Yogyakarta dan 12 KK dari penduduk lokal. Pada tahun 2023, terdapat sebanyak 10 KK yang ditempatkan di lokasi UPT Tempirai Selatan Kabupaten PALI, terdiri dari 6 KK penduduk setempat (TPS) dan 4 KK Penduduk Asal (TPA) Kabupaten Demak, Grobogan, Sleman dan Gunungkidul. Selain itu, program ini memberikan bantuan kepada transmigran berupa Jaminan Hidup (Jadup) selama 18 bulan dan pembinaan selama 5 tahun. Transmigran juga dijanjikan mendapatkan alokasi lahan dengan status hak milik, terdiri dari lahan pekarangan 0,25 ha/KK, lahan usaha I 0,75 ha/KK, dan lahan usaha II 1,00 ha/KK. Untuk menilik alumni peserta pelatihan catrans BBPPM Yogyakarta menempuh perjalanan dari bandara Palembang menuju Kab. PALI sekitar 2-3 jam karena sudah ada jalur TOL. Kemudian dari PALI menuju Tempirai sekitar 60 menit hingga 1,5 jam perjalanan bila tidak hujan. Semua jalan darat sudah beraspal mentok hingga di depan area transmigran. Fasilitas umum di lokasi transmigrasi Satuan Permukiman (SP) 1 Tempirai Selatan, seperti rumah kepala UPT, gudang unit, balai desa, dan rumah transmigrasi, menjadi infrastruktur pendukung bagi kehidupan transmigran di PALI. Namun, tantangan infrastruktur dan aksesibilitas, seperti jarak yang cukup jauh dari ibukota kabupaten ke lokasi transmigrasi, serta kondisi Transmigran Alumni BBPPM Yogyakarta berhasil panen ketika banjir VOLUME III | EDISI 1 | JUNI 2024 47
LAPORAN UTAMA geografis yang cenderung basah menjadi hambatan dalam implementasi program transmigrasi di PALI. Walaupun demikian lokasi transmigrasi ini sangat banyak peminatnya, dari hasil interview menceritakan ada beberapa orang yang datang secara illegal dan dijanjikan mendapatkan rumah tetapi ternyata mereka adalah korban penipuan dari oknum, sangat miris karena untuk mencapai di Bumi Serapan Serasan mereka sudah menjual sapi, sawah di kampung bahkan ada yang berhutang kepada tetangganya. Mereka sudah malu untuk pulang kembali karena keberangkatan mereka pun sudah dirayakan di kampung. Manfaat Program Melansir laman resmi Kemenko PMK RI, program transmigrasi memiliki tujuan antara lain: 1). Meningkatkan ketahanan pangan ; 2). Pemberdayaan masyarakat; 3). Pemerataan pembangunan wilayah melalui persebaran penduduk; 4). Menjaga batas dan kedaulatan negara; 5). Berkontribusi pada peningkatan kesejahteraan rakyat; 6). Mewujudkan desa-desa definitif, kecamatan dan kabupaten baru; dan 7). Melahirkan beberapa kepala daerah baru. Manfaat adanya program transmigrasi di PALI adalah bahwa transmigrasi tidak lagi merupakan program pemindahan penduduk, melainkan upaya untuk pengembangan wilayah. Metodenya tidak lagi bersifat sentralistik dan top down dari kementerian, melainkan berdasarkan kerjasama antar daerah pengirim transmigran dengan daerah tujuan transmigrasi. Penduduk setempat semakin diberi kesempatan besar untuk menjadi transmigran penduduk setempat (TPS), proporsinya 60:40 dengan transmigran Penduduk Asal (TPA). Program transmigrasi di PALI tidak hanya memberikan manfaat ekonomi bagi penduduk setempat, tetapi juga meningkatkan ketahanan pangan dan akses terhadap lahan. Selain itu, program ini juga mendorong pemberdayaan masyarakat lokal melalui kerja sama antar daerah pengirim transmigran dengan daerah tujuan transmigrasi. Syarat menjadi transmigran SP 1 Tempirai Selatan, seperti warga negara Indonesia, berkeluarga, berusia antara 18 hingga 50 tahun, belum pernah bertransmigrasi, memiliki e-KTP, berbadan sehat, memiliki keterampilan sesuai dengan kebutuhan untuk mengembangkan potensi sumber daya yang tersedia di lokasi tujuan, dan lulus seleksi, menjadi pedoman bagi calon transmigran yang ingin bergabung dalam program ini. Dengan luas lahan transmigrasi sebesar 900 ha dan daya tampung 300 KK, program transmigrasi di PALI menawarkan peluang besar bagi pengembangan wilayah dan redistribusi penduduk. Namun, untuk meningkatkan efektivitas program, diperlukan langkahlangkah konkret, seperti peningkatan infrastruktur dan aksesibilitas, penyuluhan dan bantuan teknis bagi petani transmigran, serta kolaborasi antar berbagai pihak terkait. Tantangan dan Harapan Program transmigrasi di PALI menjanjikan manfaat yang signifikan, namun terdapat sejumlah tantangan yang perlu diatasi. Salah satunya adalah masalah pupuk yang mahal, terbatasnya infrastruktur dan aksesibilitas, seperti akses listrik di tiap rumah ataupun jarak Alumni pelatihan catrans sudah melakukan budidaya sayuran, peternakan di lahan pekarangan masing-masing Bersama Alumni catrans di UPT Tempirai Selatan Kab. Pali Manfaat adanya program transmigrasi di PALI adalah bahwa transmigrasi tidak lagi merupakan program pemindahan penduduk, melainkan upaya untuk pengembangan wilayah. 48 VOLUME III | EDISI 1 | JUNI 2024
Keterangan Clean terdiri dari ; 1. Bebas Tumpang Tindih 2. Bebas Kawasan Hutan 3. Status HPL 4. SK Pencadangan 5. Dukungan Masyarakat Clear terdiri dari ; 1. Letak 2. Luas 3. Batas Fisik Layak, terdiri dari : Layak Huni; ketersediaan air bersih, fasilitas pelayanan umum dan sosial serta terbukanya aksesibilitas dengan pusat pemasaran. Layak Usaha; tersedianya kesempatan kerja dan peluang usaha yang menjamin kehidupan transmigrasi. Layak Berkembang; tersedianya sarana dan prasarana usaha yang mampu meningkatkan kesejahteraan transmigrasi. yang cukup jauh dari ibukota kabupaten ke lokasi transmigrasi, yang mencapai sekitar 53 km. Selain itu, kondisi geografis yang cenderung basah juga menjadi tantangan tersendiri, terutama saat kemarau terjadi kebakaran lahan dan saat musim hujan terjadi banjir. Meskipun demikian, terdapat harapan besar ke depan, alumni pelatihan catrans BBPPM Yogyakarta telah menunjukkan keberhasilan dalam bertani dengan memanfaatkan lahan lokal, yakni baru 3 bulan bisa panen sayur sayuran, baik kacang panjang, kangkung dan labu madu serta berhasil panen buah-buahan holtikultura seperti semangka, melon, blewah, dengan alternatif menanam di pekarangan warga setempat. Hal ini menunjukkan semangat antusias transmigran untuk berpartisipasi dalam memajukan ekonomi daerah, meskipun mereka masih dihadapkan pada kendalakendala seperti banjir tahunan. Para transmigran belum bisa berbuat banyak di lahan transmigrasi di karenakan banjir tahunan, warga transmigrasi hanya bisa memulai menanam di bulan Juni - Oktober jadi hanya ada waktu 5 bulan, itupun tidak dapat dipastikan sebab banjir karena kiriman atau luapan sungai. Rencana Kerja Tindak Lanjut (RKTL) yang telah dibuat di akhir pelatihan, telah dilaksanakan di lokasi yaitu kegiatan pembersihan lahan, pembuatan drainase, penanaman, dan pemanenan. Tidak hanya itu, minimnya air bersih untuk keperluan mandi juga menjadi masalah serius, menyebabkan banyak warga mengalami gatal-gatal akibat menggunakan air gambut. Selain itu, anak-anak sekolah juga terhambat karena kondisi jalan utama di depan rumah transmigran yang seringkali becek atau tergenang air. Waktu, tenaga, dana dan bibit sudah habis dilanda bencana namun semangat dan doa harapan masih tersisa. Transmigran bergantung pada bantuan pemerintah untuk bertahan hidup, namun hal ini tidak selalu mencukupi. Beberapa transmigran, meski dalam jumlah yang terbatas, telah berhasil mengembangkan keterampilan seperti pembuatan tempe yang dapat dijual di pasar desa terdekat. Namun, banyak transmigran lainnya masih menghadapi kesulitan yang besar. Dalam menghadapi tantangan sosial, ekonomi, dan lingkungan ini, transmigran berharap mendapatkan solusi dari pemerintah daerah. Mereka mengharapkan upaya konkret dalam menangani banjir musiman, penyediaan listrik yang memadai, dan pengembangan keterampilan tambahan seperti menjahit. Pendekatan kolaboratif antar daerah menjadi kunci dalam menjaga keberlanjutan program transmigrasi, dengan melibatkan masyarakat setempat secara aktif. Dalam konteks ini, strategi transmigrasi yang berkelanjutan harus memperhatikan mitigasi bencana dan pembangunan ketahanan komunitas. Dengan melibatkan semua pihak terkait, termasuk Pemerintah Daerah, program ini dapat menjadi lebih responsif terhadap kebutuhan lokal dan tantangan global yang semakin kompleks. Pengembangan Mengacu pada UU Nomor 29 Tahun 2009 dan PP Nomor 3 Tahun 2014, Program Transmigrasi harus dibangun pada tanah yang Clean and Clear serta layak huni, layak usaha dan layak berkembang. n Andi Indriani dan Syamfikri Ghadafi 01 PROGRAM TRANSMIGRASI CLEAR LAYAK CLEAN VOLUME III | EDISI 1 | JUNI 2024 49
LAPORAN UTAMA Dalam upaya pemerintah Indonesia untuk meningkatkan pembangunan regional dan pertumbuhan ekonomi, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) ditetapkan sebagai salah satu instrumen penting. Pada proses perkembangan tersebut, integrasi KEK dengan kawasan transmigrasi kemudian menjadi fokus yang semakin diperhatikan, terutama dalam rancangan akhir Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045. Di dalam rancangan akhir RPJPN 2025-2045, kawasan transmigrasi ditetapkan sebagai penyangga pusat pertumbuhan yang mencakup peranan penting dalam mendukung KEK dalam peningkatan produksi dan nilai tambah hasil pangan. Adapun terkait dengan hal tersebut, sinergi antara kawasan transmigrasi dan KEK tidak hanya terbatas sebagai strategi pembangunan ekonomi, namun juga menjadi titik sentral dalam mempercepat pencapaian tujuan pembangunan nasional. Di Provinsi Nusa Tenggara Barat, khususnya di Pulau Lombok, terdapat KEK Mandalika yang terletak di Kabupaten Lombok Tengah dan Kawasan Transmigrasi Selaparang yang terletak di Kabupaten Lombok Timur. Pentingnya pembangunan infrastruktur di kedua kawasan ini akan akan menjadi kunci utama dalam mendukung pertumbuhan ekonomi. Tulisan ini akan membahas bagaimana integrasi antara Kawasan Transmigrasi Selaparang dan KEK Mandalika yang didukung oleh pembangunan infrastruktur, dapat menjadi kunci dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan mempercepatan pencapaian tujuan pembangunan nasional, terutama dalam sektor produksi dan nilai tambah hasil pangan. Kawasan Transmigrasi Selaparang Kawasan Transmigrasi Selaparang terletak di Kabupaten Lombok Timur, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Kawasan transmigrasi ini ditetapkan melalui Keputusan Menteri No. 87 tahun 2019, dengan status kawasan transmigrasi berkembang. Kawasan ini terdiri atas 23 desa yang terbagi atas 7 desa mandiri, 13 desa maju, dan 3 desa berkembang. Kawasan ini didirikan sebagai bagian dari TRANSFORMASI KAWASAN TRANSMIGRASI SELAPARANG MELALUI KEK MANDALIKA SINERGI PEMBANGUNAN FISIK Sumber: sports.okezone.com 50 VOLUME III | EDISI 1 | JUNI 2024