The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

BUKU GURU PENGGERAK MENUJU TRANSFORMASI PENDIDIKAN1

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by startindomediactk, 2022-12-08 12:40:03

BUKU GURU PENGGERAK MENUJU TRANSFORMASI PENDIDIKAN1

BUKU GURU PENGGERAK MENUJU TRANSFORMASI PENDIDIKAN1

1


Jumad, S.Pd., M.Pd

GURU PENGGERAK
LANGKAH BARU MENUJU
TRANSFORMASI PENDIDIKAN

2


GURU PENGGERAK
LANGKAH BARU MENUJU TRANSFORMASI PENDIDIKAN

Penulis :
Jumad

ISBN :
Xxx-xxx-xxx-xxx-x (Dalam Terbitan)

Editor :
Tim Startindomediactk

Layouter :
Tim Statindomediactk

Penyunting :
Tim Startindomediactk

Desain Sampul dan Tata Letak :
Tim StartindoMediactk

Penerbit :
Kun Fayakun
ANGGOTA IKAPI
No. 202/JTI/2018

Redaksi:
Kun Fayakun
Genjong Kidul Sidowarek
Ngoro Jombang
Jawa Timur
61473
Hp. 0856 0755 8802
Email : [email protected]
Web : kunfayakunbooks.blogspot.com
Cetakan Pertama, Desember 2022
Hak cipta dilindungi Undang-undang
Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara apapun tanpa ijin
tertulis dari penerbit
Isi di luar tanggungjawab penulis dan percetakan

3


Karya ini Aku Persembahkan :
Untuk Kedua orang tuaku

(Alm) Bp Nawi dan (Alm) Ibu Asmani
yang telah membesarkan aku bisa seperti saat ini.

Untuk Istriku yang selalu setia mendampingi
Linda Silfi Rosalina, S.Pd

Untuk Kedua permata Hatiku
Kholidah Al Mahmudiyah Juliana Putri

Sultan Ali Fikri Jumad Putra
Semoga Karya ini bisa memotivasi kalian berdua dalam
mengasah hati dan pikiran untuk tetap berada di jalan yang di

Ridhoi Allah SWT.
Untuk Adikku di Pulau garam Madura

Imam Supandi, S.Pd

4


Pengantar Penulis

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan nikmat-Nya sehingga penulisan buku dengan judul “Guru
Penggerak, Langkah Baru Menuju Transformasi Pendidikan” ini bisa
kami selesaikan. Sholawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada
junjungan kita Nabi Muhammad SAW sang Revolusioner dunia.

Buku ini merupakan kumpulan tulisan penulis dalam pendidikan guru
penggerak angkatan 5. Ada yang bersifat refleksi penulis terhadap kegiatan
dalam pendidikan guru penggerak, maupun kegiatan aksi nyata yang telah
penulis lakukan. Selain itu, dalam buku ini juga dituangkan beberapa nuansa
motivasi yang dialami dan dirasakan penulis jauh sebelum mengikuti kegiatan
guru penggerak.

Buku yang terbilang ringkas ini bisa menjadi satu gambaran yang
insyaallah cukup lengkap bagi teman-teman yang mengikuti pendidikan guru
penggerak, dan juga bisa menjadi kajian bagi rekan guru dalam menjalankan
profesinya.

Penulis menyadari bahwa penulisan Buku ini masih jauh dari
sempurna, sehingga penulis berharap arahan, bantuan serta bimbingan dari
semua pihak. Dan bagi semua pihak yang mensupport dalam penulisan buku
ini, penulis sampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga.

Semoga Allah SWT memberikan balasan atas segala pengorbanan
serta bantuan yang telah diberikan sepenuhnya kepada penulis dalam
menyelesaikan buku ini. Penulis mengucapkan terima kasih dan mohon maaf
sebesar-besarnya apabila terdapat kesalahan dalam penyusunan buku ini, dan
semoga buku ini dapat bermanfaat bagi penulis serta para pembaca sekalian.

Malang, Desember 2022

Penulis

5


DAFTAR ISI

Pengantar Penulis 3
Bagian 1 : Paradigma dan Visi Guru Penggerak 7
1.1 Langkah Baru Menuju Transformasi 13

Pembelajaran..………………………………………. 17
1.2 Mendorong Kolaborasi Langkah Sederhana

Pengembangan Diri …………………………………
1.3 Visi Perubahan Menuju Terwujudnya Profil Pelajar

Pancasila Dengan Pendekatan Inkuiri Apresiatif ..
1.4 Pentingnya Budaya Positip Sekolah Untuk

Wujudkan Lingkungan Aman Dan Nyaman Bagi
Murid ..………………………………………………..

Bagian 2 : Praktik Pembelajaran yang Berpihak pada 25
murid 31

2.1 Pembelajaran Berdiferensiasi Sebagai Upaya 35
Peningkatan Kualitas Pembelajaran Yang Berpihak
Pada Murid ..…………………………………………

2.2 Pentingnya Pembelajaran Sosial Dan Emosional
Bagi Guru Dan Murid ……………………………….

2.3 Peran Pendidik Dalam Mewujudkan Filosofi
Pendidikan Ki Hajar Dewantara Dan Profil
Pancasila Pada Murid Dengan Paradigma Inkuiri
Apresiatif ……………………………………………..

6


Bagian 3 : Pemimpin Pembelajaran dalam 41
Pengembangan Sekolah
47
3.1 Pentingnya Nilai-Nilai Kebajikan Sebagai Dasar 53
Pengambilan Keputusan Bagi Seorang Pemimpin..

3.2 Pemimpin Dalam Pengelolaan Sumber Daya
Dengan Pendekatan Pengembangan Berbasis Aset
Sebagai Upaya Meningkatkan Pembelajaran Yang
Berpihak Pada Murid ………………………………..

3.3 Pentingnya Kepemimpinan Murid Dalam Ekosistem
Pendidikan ……………………………………………

Bagian 4 : 59
4.1 Sadarilah, orang tua awal kehidupan kita …............. 63
4.2 Orang tua adalah semangat bagi kita ………………. 67
4.3 Habis gelap terbitlah terang ……………………..…... 71
4.4 Hiduplah dengan wajar ……………………………..... 75
4.5 Ketika kita tak berdaya …………………………..……

Daftar Pustaka 76
Biodata Penulis 77

7


Bagian 1

Paradigma dan visi Guru Penggerak

8


9


LANGKAH BARU MENUJU TRANSFORMASI PENDIDIKAN

“Penting bagi kita untuk selalu merefleksikan sesuatu yang sudah kita jalani agar
mampu memberi makna atas apa yang sudah kita lalui”

Menjadi calon guru penggerak merupakan harapan dan
keinginan banyak guru di indonesia. Terbukti dari banyaknya
pendaftar di setiap angkatan dalam seleksi guru penggerak. Puji
syukur kepada Allah SWT telah memberikan kesemptan kepada saya
hingga lolos dalam seleksi calon guru penggerak angkatan 5. Dalam
proses pendidikan guru penggerak dibutuhkan waktu yang cukup bagi
kita dalam menjalaninya dan melatih kita untuk benar-benar mampu
memenejem waktu sebaik mungkin.

Sebagaimana yang saya alami dalam proses pendidikan calon
guru penggerak banyak menyita waktu saya. Kegiatan eksplorasi
konsep bersama fasilitator yang dilaksanakan secara daring mulai
pukul 15.00 WIB sampai dengan 17.00 WIB membuat saya harus
pulang malam sampe ke rumah. Hal disebabkan karena aktivitas saya
sebagai guru yang menuntut pulang kerja jam 15.15, tidak
memungkinkan saya untuk mengikuti kegiatan daring dari rumah.
Sebab perjalanan saya dari sekolah sampai rumah membutuhkan

10


waktu sekitar 1 jam perjalanan, itupun juga lalu lintasnya lancar, jika
tidak bisa lebih dari itu. Sehingga untuk kegiatan daring yang
dilaksanakan sore hari membuat saya pulang malam sampai ke
rumah.

Namun demikian, hal tersebut tidak menurunkan semangat
saya untuk mengikuti pendidikan guru penggerak ini, sebab banyak
hal positip yang saya dapatkan dari kegiatan ini. Selain bertemu
dengan banyak guru hebat dengan visi yang luar biasa, saya juga
dapat tambahan ilmu dan pengetahun untuk pengembangan diri saya.
Secara teknis hampir tidak ada kendala dalam mengikuti kegiatan
pendidikan guru penggerak ini di minggu ini, kecuali waktu
pembelajaran di sore hari yang membuat saya akhirnya pulang malam
sampai di rumah. Secara teknis tentu itu tidak menjadi persoalan,
tetapi secara sosial hal tersebut bisa menjadi suatu problem yang
harus kita cari solusinya. Waktu bersama keluarga menjadi berkurang,
kegiatan sosial di masyarakat juga sedikit terganggu. Untuk mengatasi
hal tersebut, saya mencoba mengkomunikasikan dengan keluarga
dan alhamdulillah keluarga memberikan support dan dukungan yang
luar biasa. Dalam konteks sosial kemasyarakatan, saya mencoba
menjadwal kegiatan-kegaitan kemasyarakat agar tidak berbenturan
dengan kegiatan guru penggerak.

11


Selama pembelajaran berlangsung dalam pendidikan guru
penggerak, saya sangat senang dan bisa mengikuti dengan baik.
Pembelajaran berlangsung secara serius tapi santai, tidak tegang dan
tidak ada beban. Pembelajaran mengalir secara alami, diskusi dengan
sesama teman calon guru penggerak juga saya menyenangkan.
Selain banyak hal-hal baru yang saya dapatkan, saya juga bisa belajar
bagaimana membangun sebuah komunikasi dengan segala
perbedaan yang ada, belajar untuk saling menghargai satu sama lain,
walaupun pendapat kita berbeda.

Begitu juga pada saat menerapkan aksi nyata di kelas,
perasaan saya begitu bahagia. Hal ini karena melihat peserta didik
saya begitu antusias dan terlihat senang dengan pendekatan baru
yang saya terapkan. Belajar Fisika sambil bernyanyi, itulah aksi nyata
yang coba saya terapkan, mengikuti kodrat alam anak yang senang
bermain. Pemilihan topik bebas dilakukan anak membuat mereka
seolah “merdeka” dalam belajar. Suatu pendekatan yang tampaknya
berbeda jika dilihat dari kebiasaan saat ini, dimana umumnya fisika
diajarkan dengan pendekatan logika matematika.

Dalam proses pendidikan guru penggerak banyak hal yang
saya dapatkan dan saya pelajari. Bahwa kolaborasi adalah satu hal
yang sangat dibutuhkan dalam proses pembelajaran. Dengan

12


kolaborasi banyak hal bisa kita gali, banyak hal yang bisa kita eksplor,
sehingga pemaham kita terhadap sesuatu menjadi lebih lengkap.
Begitu juga dalam proses refleksi, kita bisa mengetahui hal mana
dalam diri kita yang perlu untuk diperbaiki dan diberi penguatan. Tentu
hal ini akan sangat berdampak positip terhadap pengembangan diri
saya. Dengan mengikuti rangkaian pembelajaran dalam pendidikan
guru penggerak, saya menjadi lebih memahami tentang pentingnya
teman sejawat, rekan kerja dalam perannya untuk mengembangkan
diri saya. Bahwa refleksi teman sejawat, rekan kerja sangat kita
butuhkan dalam upaya memperbaiki kualitas pembelajaran.

Prinsip hidup mengajarkan kita bahwa hari ini harus lebih baik
dari hari kemarin. Ini juga menjadi salah satu spirit saya sebagai
seorang pendidik, bahwa saya harus menjadi lebih baik lagi di masa
yang akan datang. Lebih ramah dalam menemani dan menuntun
peserta didik sehingga mereka bisa mencapai keselamatan dan
kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Melakukan transformasi
pembelajaran yang lebih berpihak pada murid, lebih menghargai
keragaman peserta didik serta lebih memahami karakteristik perserta
didik dengan sejuta perbedaannya(Jumad,CGP Angkatan 5 Kab.
Malang).

13


MENDORONG KOLABORASI LANGKAH SEDERHANA
PENGEMBANGAN DIRI

“Sudah menjadi kodrat manusia untuk hidup diantara manusia lainnya, maka
kolaborasi adalah satu keharusan”

Peran dan nilai guru penggerak menjadi topik yang menarik
untuk kita diskusikan. Dalam konsep ini seyognya setiap guru di
indonesia bisa mengembangkan peran dan nilai guru penggerak.
Dengan kata lain peran dan nilai guru penggerak yang kita pelajari di
modul 1.2 seyognya menjadi peran dan nilai guru di seluruh indonesia.
Peran dan nilai guru penggerak ini harus terus ditularkan pada semua
guru, salah satunya dengan cara mendorong kolaborasi antar semua
komponen di sekolah.

Berada dalam ruang kolaborasi dalam pendididikan guru
penggerak menajdi momen yang paling penting bagi saya.Dalam
proses pembelajaran mulai modul 1.1 hingga modul 1.2, ruang
kolaborasi adalah hal yang menantang dan menarik bagi saya.
Dengan berkolaborasi banyak hal bisa kita dapatkan. Mulai dari
mengenali potensi diri kita sendiri dibandingkan dengan teman lain

14


dalam ruang kolaborasi hingga mendapatkan inspirasi tentang
bagaimana menjadi pemimpin pembelajaran, menjadi coach bagi guru
lain, mendorong kolaboratif, mewujudkan kepemimpinan murid, dan
menggerakkan komunitas praktisi

Lalu, Apa Kaitan antara modul 1.1 dan 1.2 dalam konteks
mendorong kolaborasi sebagai salah satu peran yang bermakna. Bagi
saya, mempelajari modul 1.1 dalam ruang kolaborasi tentang filosofi
pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang pendidikan yang mampu
menuntun kodrat alam dan kodrat zamannya, membuka cakrawala
berpikir saya tentang murid dan pembelajaran yang seharusnya saya
terapkan di dalam kelas. Di dalam modul 1.2 ini kita mendapat
penguatan tentang bagaimana kita menjadi manusia yang tergerak,
bergerak dan menggerakkan kodrat alam dan kodrat zaman. Dengan
kata lain pembelajaran di modul 1.2 menjadi anumisi untuk bisa
melaksanakan apa yang sudah kita pelajari di modul 1.1

Pada saat berada di ruang kolaborasi, saya sangat senang dan
bahagia karena banyak hal yang secara langsung bisa kita dengar
tentang praktik baik yang dilakukan teman-teman guru hebat di ruang
kolaborasi. Dengan kata lain bahwa ruang kolaborasi adalah
momentum yang bisa kita gunakan untuk menggali pengetahun dan

15


pengalaman dari rekan kerja, teman sejawat yang muara adalah untuk
meningkatkan pengembangan diri kita sendiri.

Sebelum berada di Pendidikan Guru Penggerak ini, sebelum
menjadi calon Guru penggerak angkatan 5 ini, saya merasa telah
melakukan banyak hal baik dalam dunia pendidikan, namun setelah
saya berada di pendidikan guru penggerak ini, terutama berkolaborasi
dengan banyak teman guru hebat, saya mulai sadar bahwa ternyata
banyak hal yang belum secara maksimal saya lakukan, khususnya
membangun kolaborasi dan melakukan refleksi.

Setelah belajar dari modul 1.1 hingga modul 1.2 terutama
dalam berkolaborasi, saya ingin menerapkan dan melakukan
kolaborasi dengan teman sejawat – teman dalam MGMPS Fisika dan
Kolaborasi dengan rekan kerja serta melakukan refleksi. Dengan
kolaborasi dan Refleksi saya berharap bisa menjadi lebih baik lagi
dalam memimpin pembelajaran, menjadi coach bagi guru lain,
mendorong kolaboratif, mewujudkan kepemimpinan murid, dan
menjadi lebih baik lagi dalam menggerakkan orang-orang dalam
komunitas.

Kolaborasi sekaligus mewujudkan kepemimpinan murid dalam
menentukan project based Learning di Akhir semester Genap adalah
hal yang pertama kali saya lakukan setelah mempelajari modul 1.2

16


dalam pendidikan guru penggerak. Melalui pembelajaran Fisika sambil
bernyanyi akan memberikan pengalaman belajar baru bagi murid
dimana murid merasa kompeten, merasa dihargai, merasa
dicintai.serta memiliki kepercayaan diri. Disamping itu murid diberi
kebebasan memilih topik yang akan dijadikan sebagai sebagai tugas
projek dengan batas waktu pengumpulan tugas yang disepakati
bersama. Dengan kata lain selain mendorong kolaborasi, saya juga
berusaha mewujudkan kepemimpinan murid.

Mendorong kolaborasi juga saya wujudkan bersama teman
sejawat dan rekan kerja dalam hal perencanaan pembelajaran di
semester ganjil tahun pelajaran 2022/2023. Mulai dari pembagian
tugas mengajar, pembagian jam, hingga penyusunan perangkat
pembelajaran ditentukan bersama dalam ruang kolaborasi bersama
MGMPS Fisika. Bersama rekan kerja juga saya lakukan dalam
menentukan laporan karakter peserta didik.

Mendorong kolaborasi bersama orang tua siswa juga menjadi
hal yang menarik bagi saya dalam proses pengembangan diri saya.
Bersama paguyuban orang tua siswa kelas XI IPA A saya mencoba
melakukan kolaborasi dalam menyusun program paguyuban seperti
kelas motivasi bagi siswa, orang tua asuh dan anjangsana keluarga
bagi yang sakit, melahirkan dan meningggal. Mendorong kolaborasi

17


bersama orang tua merupakan satu tantangan tersendiri bagi saya
karena biasanya yang saya hadapi adalah siswa dengan segala
keunikannya, bersama orang tentu perlu perlakuan yang sangat
berbeda dan ini menjadi tantangan yang harus saya kelola agar proses
pengembangan diri terus mengarah ke lebih baik lagi.

18


19


VISI PERUBAHAN MENUJU TERWUJUDNYA PROFIL
PELAJAR PANCASILA DENGAN PENDEKATAN INKUIRI

APRESIATIF

“Orang masih hidup walau ia tidak makan seharipun, tetapi orang tidak akan bisa
hidup jika ia tidak punya harapan/visi walau sedtikpun”

Sebagai seorang pendidik peran kita sangat penting dalam
terwujudnya transformasi pendidikan yang lebih baik. Apalagi sebagai
Guru Penggerak, kita memiliki peran untuk mengembangkan diri dan
orang lain, memimpin pembelajaran, memimpin manajemen sekolah,
dan memimpin pengembangan sekolah. Peran ini akan mampu kita
lakukan jika kita memiliki artikulasi yang lebih baik tentang diri kita,
murid-murid kita, teman kerja, sekolah dan bahkan dunia pendidikan
di indonesia.

Untuk itu dibutuhkan sebuah impian tentang bagaimana semua
itu akan kita raih. Impian itu yang kemudian kita menyebutnya sebagai
sebuah visi. Visi sangat kita butuhkan agar mampu menggerakkan,
menyemangati perjalanan kita sebagai seorang pendidik. Mimpi besar
yang kita bangun sudah seharusnya lebih memberikan kemanfaatan
dan kebermaknaan bagi peserta didik kita. Dengan kata lain visi kita

20


tentang pendidikan seyognya bisa selaras dengan pemikiran filosofis
Pendidikan Ki Hajar Dewantara.

Pendidikan yang menghamba pada murid, pendidikan yang
sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zaman pada anak, lingkungan
belajar yang aman dan nyaman serta pendidikan yang mampu
mewujudkan keselamatan dan kebahagian bagi murid. Itulah
pemikiran filosofis Ki Hajar Dewantara yang harus mampu kita
wujudkan dalam dunia pendidikan kita saat ini. Untuk itu dibutuhkan
orang-orang yang bersedia untuk terus berinovasi dan terbuka
terhadap perubahan zaman. Dengan kata lain, dibutuhkan partisipasi
dari semua warga sekolah.

Selain itu, sebagai seorang pendidik kita harus menyadari
bahwa tujuan akhir segala pembelajaran, program dan kegiatan di
sekolah adalah terwujudnya profil pelajar pancasila. Profil pelajar
pancasila merupakan sejumlah karakter dan kompetensi yang
diharapkan untuk diraih oleh peserta didik, yang didasarkan pada nilai-
nilai luhur pancasila. Profil Pelajar Pancasila memiliki 6 dimensi dan
beberapa elemen yaitu beriman dan bertaqwa kepada tuhan yang
maha esa dan berakhlak mulia, berkebhinekaan global, mandiri,
bergotong royong, bernalar kritis dan kreatif.

21


Semua hal tersebut di atas akan terwujud jika kita sebagai
pendidik memiliki visi atau impian. Untuk itu dibutuhkan suatu
pendekatan atau paradigma sebagai alat untuk mencapai tujuan.salah
satu pendekatan yang dapat membantu membebaskan potensi
inovatif dan kreatif, serta menyatukan orang -orang adalah
pendekatan inkuiri apresiatif. Pendekatan inkuiri apresiatif
menekankan pada kekuatan yang dimiliki setiap anggota dan
menyatukannya untuk menghasilkan kekuatan tertinggi. Pendekatan
inkuiri apresiatif juga dipandang sebagai suatu pendekatan
manajemen perubahan kolaboratif dan berbasis kekuatan.

Pendekatan Inkuiri Apresiatif percaya bahwa setiap orang
memiliki potensi dan merupakan aset organisasi. Oleh karena itu hal
pertama dalam menerapkan pendekatan inkuiri apresiatif adalah
menggali hal-hal positip, mendata keberhasilan yang telah dicapai dan
kekuatan yang dimiliki organisasi. Bila organisasi lebih banyak
membangun sisi positif yang dimilikinya, maka kekuatan sumber daya
manusia dalam organisasi tersebut dipastikan akan meningkat dan
kemudian organisasi akan berkembang secara berkelanjutan.

Dengan menggunakan pendekatan inkuiri apresiatif, maka
kelemahan, kekurangan yang ada dalam organisasi atau sekolah
menjadi tidak relevan lagi. Untuk menerapkan pendekatan inkuiri

22


apresiatif bisa dilakukan dengan menggunakan tahapan BAGJA,
sebuah singkatan dari buat pertanyaan, ambil pelajaran, Gali Mimpi,
Jabarkan Rencana dan Atur eksekusi.

Tahapan BAGJA ini diawali dengan prakarsa perubahan apa
yang ingin diciptakan dalam lingkungan sekolah. Prakarsa perubahan
itu berawal dari visi yang ingin kita wujudkan dalam lingkungan sekolah
kita. Sebagai contoh berikut ini 5 (lima) perubahan yang menurut saya
diperlukan demi mewujudkan visi murid merdeka dengan lebih efektif
yaitu (1) menciptakan pembelajaran yang berpihak pada murid; (2)
menciptakan lingkungan sekolah yang aman dan nyaman bagi murid;
(3) menciptakan budaya sekolah saling menghargai dan
bertanggungjawab; (4) menciptakan penguatan profil pelajar pancasila
bagi murid; dan (5) menciptakan kolaborasi pembelajaran antar teman
sejawat dan rekan kerja. (*)

23


PENTINGNYA BUDAYA POSITIP SEKOLAH UNTUK
WUJUDKAN LINGKUNGAN AMAN DAN NYAMAN BAGI

MURID

“Lakukan hal-hal baik sekecil apapun dalam hidupmu sesering mungkin, maka kau
akan mewujud menjadi pribadi yang hebat di masa depan”

Sebagai pendidik, Saya menyadari salah satu tugas dan
tanggungjawab saya adalah menciptakan budaya positip di sekolah
dengan cara menghilangkan atau mencabut gangguan-gangguan
yang menghalangi proses pengembangan potensi murid. Salah satu
gangguan yang amat vital bagi saya, jauh sebelum mengikuti
Pendidikan guru penggerak adalah memandang murid sebagai obyek
pembelajaran. Murid harus selalu patuh atas apa saja yang sudah
saya skenariokan untuk mereka tanpa saya tau apa yang
sesungguhnya yang mereka harapkan dari saya sebagai guru.
Dengan paradigma seperti itu, sudah barang tentu murid tidak akan
pernah berkembang potensinya. Murid hanya mengikuti ritme yang
sudah guru rancang walau sesungguhnya hal itu mungkin tidak
diinginkan.

24


Setelah hamper dua bulan lebih berada dalam komunitas calon
guru penggerak Angkatan 5, khususnya setelah mempelajari modul
tentang pentingnya budaya positip di sekolah, saya semakin
menyadari makna guru menghamba pada murid. Bahwa murid
bukanlah obyek pembelajaran, tetapi mereka adalah subyek
pembelajaran yang harus kita hargai, harus kita dengar keinginan dan
harapan-harapannya. Dan semua itu amat sesuai dengan filosofi
pemikiran Ki Hajar Dewantara.

Saya semakin menyadari, Sebagai pendidik hal yang paling
penting bagi saya adalah perlunya menghilangkan rasa takut dalam
diri murid-murid sehingga mereka merasa aman dan nyaman berada
di sekolah, dan bahwa membuat kesalahan adalah suatu proses
pembelajaran itu sendiri. Membuat keyakinan kelas yang berpihak
pada murid dengan tidak memberikan hukuman atau penghargaan
serta mengambil posisi kontrol sebagai manajer bagi murid. Hanya
dengan demikian, semua murid dapat belajar dengan rasa tenang,
tanpa tekanan dan nyaman.

Sebagai pemimpin pembelajaran, saya akan berkolaborasi
berbagai komunitas praktik yang ada di sekolah, dengan rekan kerja
untuk mewujudkan budaya positip di sekolah. Hal ini sudah barang
tentu bisa terlaksana jika visi dan misi yang dibangun bersama semua

25


stakeholder sekolah. adanya kesepahaman diantara para pendidik
serta kemandirian para pendidik itu sendiri juga merupakan hal amat
dibutuhkan.

Banyak hal menarik setelah mempelajari modul ini dan diluar
dugaan, terutama pada konsep tentang teori kontrol, pemberian
hukuman dan penghargaan serta segitiga restitusi. Saya lebih bisa
menempatkan diri sebagai pendidik hubungannya dengan kebutuhan
murid ketika mempelajari teori kontrol dan memahami posisi kontrol
yang baik dalam melayani murid yaitu sebagai manajer. Konsep
Hukuman dan penghargaan, pada awalnya saya yakini sebagai
sesuatu yang bisa mengontrol murid dan menjadikan murid menjadi
lebih baik, ternyata setelah mempelajari modul ini, hal tersebut adalah
ilusi. Bahwa ada motivasi tertentu yang menyebabkan perilaku murid
bukan hanya karena hukuman ataupun penghargaan. Dan lebih
bermakna bagi saya adalah konsep dalam tahapan segitiga restitusi
sebagai suatu pendekatan menangani murid yang memiliki kendala
agar bisa kembali ke kelompoknya dengan karakter yang lebih kuat.

Perubahan cara pandang saya terhadap perilaku murid yang
bisa saya kendalikan dengan menerapkan hukuman dan reward serta
posisi kontrol saya terhadap murid itu sendiri. Awalnya saya berpikir
bahwa dengan hukuman dan penghargaan, murid bisa saya

26


kendalikan dan bisa lebih disiplin ternyata semuanya salah setelah
mempelajari modul ini. Begitu juga posisi kontrol saya, sebelumnya
saya berpikir bahwa dengan menempatkan diri sebagai pemberi
hukuman dan pembuat merasa bersalah akan memberikan efek jera
sehingga murid menjadi lebih baik, ternyata tidak begitu setelah saya
mempelajari modul 1.4 ini.

Pada saat saya menerapkan tiga tahap dalam segitiga restitusi
siswa mendapatkan pengalaman yang sangat menarik bahwa siswa
merasa lebih terlayani dengan baik dan merasa tidak “direndahkan”
atau dicabut kemerdekaannya. Siswa menyadari dan dengan tulus
mampu memahami kesalahannya serta merekapun tau bagaimana
seharusnya mereka bersikap selanjutnya. Menurut saya, inilah yang
seharusnya dikedapankan, melayani tanpa merendahkan harkat dan
martabat siswa. Senada dengan filosofi pemikiran Ki Hajar Dewantara
bahwa murid bukanah obyek tetapi mereka adalah subyek dalam
pembelajaran.

Saya sangat senang sekali dan berusaha untuk terus mencoba
konsep-konsep ini dalam melayani murid. Pada saat menerapkan
segitiga restitusi dampaknya sangat bagus bagi murid. Murid mampu
menemukan dan menyadari kesalahannya tanpa merasa direndahkan
oleh guru. Menurut saya tahapan dalam segitiga restitusi mulai dari

27


menstabilkan identitas, validasi tindakan yang salah dan menanyakan
keyakinan sudah sangat bagus tinggal bagaimana kita membangun
komunikasi yang efektif dengan murid.

Sebelum mempelajari modul ini, posisi kontrol yang sering
saya gunakan adalah pembuat merasa bersalah. Saya merasa
senang karena telah menunjukkan kepada murid bagaimana
seharusnya mereka bersikap sehingga tidak salah untuk di kemudian
hari. Setelah mempelajari modul ini, posisi kontrol yang sering saya
gunakan adalah sebagai manajer. Saya merasa senang karena anak
bisa menyadari kesalahannya dan bisa memahami apa yang
seharusnya murid lakukan. Rasa senang saya alami sebelum dan
sesudah mempelajari modul ini bedanya sebelumnya dengan
sesudahnya adalah jika sebelumnya rasa senang saya telah membuat
siswa merasa bersalah dan terkesan “menjatuhkan” harkat murid,
sesudah mempelajari modul ini, rasa senang saya tanpa diliputi
perasaan bersalah pada murid karena murid menemukan sendiri dan
menyadari kesalahannya dan tidak ada kesan “menjatuhkan” harkat
da martabat murid.

Sebelum mempelajari modul 1.4 tentang budaya positip, saya
belum pernah menerapkan segitiga restitusi karena memang belum
tau konsep segitiga restitusi. Pengalaman dalam menerapkan segitiga

28


restitusi yaitu menangani siswa yang terlambat dan bermain HP saat
ada temannya presentasi merupakan hal yang pertama kali saya
lakukan setelah mempelajari modul 4.1 ini.

Menurut saya penting juga memahami tentang cara
membangun komunikasi yang efektif dalam menciptakan budaya
positip di lingkungan kelas maupun lingkungan sekolah. Konsep
membangun komunikasi yang efektif menurut saya perlu ditambahkan
dalam menciptakan budaya positip agar semua stakeholder yang ada
di sekolah bergerak bersama untuk mewujudkannya.

29


Bagian 2

Praktik Pembelajaran yang
Berpihak pada Murid

30


31


PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI SEBAGAI UPAYA
PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN YANG
BERPIHAK PADA MURID

“mencoba memahami apa yang dirasakan orang lain adalah cara bijak agar kita tidak
mudah Berburuk sangka pada orang lain”

Peran saya sebagai coach di sekolah saya terapkan pada
murid dan guru lain baik teman sejawat, rekan kerja dalam satu
rumpun mata pelajaran maupun guru mata pelajaran yang
lain. Pendekatan komunikasi dengan proses coaching merupakan
cara yang saya lakukan saat berinteraksi dengan murid maupun dalam
membangun relasi dengan guru lain.

Filosofi pemikiran Ki Hajar Dewantara mengajarkan kita
sebagai pendidik agar menuntun segala kodrat anak untuk mencapai
kebahagian dan keselamatan. Untuk itu penting bagi kita
mengembangkan keterampilan coaching sebagai komunikasi
pembelajaran dengan murid berupa pemberian ruang kebebasan bagi
murid untuk menemukan kekuatan dirinya. Dengan demikian, segala
kodrat anak baik kodrat alam maupun kodrat zaman bisa tumbuh dan

32


berkembang secara optimal tanpa dihantui bayangan ketakutan yang
membahayakan dirinya.

Hal ini juga selaras dengan paradigma pembelajaran
berdiferensiasi yang ingin pkita kembangkan dalam kelas
pembelajaran kita. Bahwa pembelajaran diferensiasi untuk adalah
upaya untuk menyesuaikan pembelajaran sesuai dengan kebutuhan
murid dan sebagai guru kita bisa lebih memahami kebutuhan belajar
murid melalui komunikasi pembelajaran yang berbasis coaching.

Pada awal mempraktekkan proses coaching bersama dengan
siswa masih terdapat beberapa kendala yang dialami. Sebagai coach,
saya masih kesulitan dalam mengarahkan coachee mengindentifikasi
permasalahan yang dihadapi. Setiap kali pertanyaan identifikasi
diberikan coachee tampak bingung menjawabnya. Sebagai rencana
tindak lanjut berdasarkan hasil refleksi,maka saya sebagai coach perlu
mengembangkan kembali tahapan alur tirta terutama pada
mengidentifikasi masalah, agar mampu membimbing coachee
menemukan inti permasalahannya.

Setelah mempelajari tentang pembelajaran berdiferensi, saya
mencoba mempraktekkannya di kelas pembelajaran yang saya ampu.
Saya mencoba menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran
dengan memperhatikan kebutuhan belajar murid. Setelah proses

33


pembelajaran, saya melakukan refleksi dan dari hasil refleksi diperoleh
bahwa siswa merasa senang dengan pembelajaran yang telah
dilakukan dan merasa terbimbing serta tertantang untuk lebih memiliki
kepercayaan diri. Hal lain yang diungkapkan siswa dalam sesi refleksi
adalah siswa merasa sedikit “tertekan” dengan batasan durasi yang
diberikan pada saat pembelajaran. Sebagai tindak lanjut dari hasil
refleksi ini, maka saya akan mencoba mengatur durasi pembelajaran
yang lebih memperhatikan kecepatan belajar siswa.

Sebagai coach bagi guru lain, tugas kita adalah meningkatkan
kualitas pembelajaran yang berpihak pada murid. Melalui pendekatan
proses coaching, kita membantu guru lain untuk menemukan kekuatan
dirinya dalam pembelajaran sehingga bisa menuntun segala kodrat
anak. Untuk itu, kita harus mampu memberdayakan diri kita sendiri
melalui refleksi atas pengalaman pembelajaran kita di kelas dengan
terus membangun kolaborasi dengan teman sejawat dan rekan kerja.

Dalam proses coaching dengan guru lain ada beberapa hal
yang harus kita perhatikan yaitu posisi kita sebagai coach dan guru
lain sebagai coachee harus dipandang sebagai mitra belajar kita.
Karena sebagai mitra maka posisi kita dengan guru lain adalah setara
atau sama. Dengan demikian akan terjalin relasi yang apresiatif yang

34


dapat memberikan perspektif keselarasan dalam berinteraksi dan
berdialog antara kita sebagai coach dan guru lain sebagai cochee.

Disamping sebagai mitra belajar, proses coaching yang terjadi
antara kita dengan guru lain harus terjalin dengan diliputi rasa kasih
dan persaudaraan, membuka ruang emansipatif dan merupakan
ruang perjumpaan pribadi antara kita sebagai coach dan guru lain
sebagai coachee. Dengan kondisi yang seperti itu maka kebebasan
akan tercipta melalui pertanyaan-pertanyaan rekflektif sehingga
mampu menguatkan kekuatan diri coachee.

Beberapa prinsip dalam menerapkan coaching dengan guru lain akan
bisa terlaksananya jika kita memiliiki kompetensi sosial dan emosional
yang baik. Dengan kata lain bahwa kompetensi sosial dan emosioanal
kita dalam menerapakan coaching dengan guru sangat penting agar
mampu membangun suatu komunikasi yang saling menghargai dan
bermakna satu sama lain. Jelas disini ada kaitan erat antara konsep
kita sebagai coach dengan pentingnya diri kita memiliki kompetensi
sosial dan emosional.

Sebagai pemimpin pembelajaran, maka kita menjalankan
filosofi among Ki Hadjar Dewantara yaitu ing ngarso sung tulodo, ing
madyo mangun karso dan tut wuri handayani. Disamping itu juga, kita

35


menerapkan pola pikir inkuiri apresiatif dalam memimpin perubahan
sehingga mereka lugas dalam mengemas pertanyaan-pertanyaan
pemantik dialog yang mengungkap potensi, kekuatan atau aset
individu maupun sekolah demi pencapaian visi bersama. Disinilah
pentingnya proses coaching dalam kaitannya dengan peran kita
sebagai pemimpin pembelajaran. Sebagai pemimpin pembelajaran
penting bagi kita untuk menguasai dan menerapkan coaching agar
mampu mengembangkan kekuatan dan potensi diri kita. Dengan
demikian, kita sebagi coach dan guru lain sebagai coachee akan
sama-sama dapat tergali potensi dan kekuatan dirinya.

Pengalaman menjadi coach bagi guru lain sangat menarik bagi
saya dan saya merasa cukup puas karena coachee merasa terbantu
dan mampu menentukan rencana aksi yang akan dilakukan dengan
penuh komitmen dan tanggungjawab. Hal yang perlu ditingkatkan
dalam proses coaching bagi guru lain adalah keterampilan
memberikan pertanyaan berbobot bagi coachee khususnya pada
tahapan identifikasi dalam alur percakapan Tirta.

36


37


PENTINGNYA PEMBELAJARAN SOSIAL DAN EMOSIONAL
BAGI GURU DAN MURID

“Penting bagi kita untuk mengenali siapa diri kita yang sesungguhnya”

Kompetensi sosial dan emosional penting bagi seorang guru
dalam melayani murid-muridnya. Hal ini dimaksudkan agar guru
sebagai pendidik memiliki kesadaran diri, mampu memenejemen
dirinya secara baik, memiliki kesadaran sosial yang tinggi, memiliki
keterampilan berelasi yang baik, dan bisa mengambil keputusan yang
bertanggungjawab, dimana hal itu sangat dibutuhkan guru agar bisa
menuntun anak atau murid sesuai dengan kodrat alam dan kodrat
zamannya sebagaimana filosofi pemikiran Ki Hajar Dewantara.

Kompetensi sosial dan emosional juga sangat penting bagi
murid agar murid bisa berkembang sesuai dengan kodrat yang ada
pada dirinya. Untuk itu, dibutuhkan bimbingan, tuntunan seorang guru
dalam membekali murid memilki kompetesi sosial dan emosionalnya.
Sebagai seorang penuntun dan pembimbing sudah barang tentu guru
harus mampu menjadi teladan bagi murid-muridnya.

Pembelajaran sosial dan emosional diberikan kepada murid
dengan perencanaan yang dibuat oleh guru. Pembelajaran sosial dan

38


emosional bisa diimplementasikan secara terintegrasi dalam
pembelajaran di kelas. Artinya Kompetensi sosial dan emosional
(KSE) bisa diajarkan Bersama dengan perencanaan pembelajaran kita
di kelas. Kita bisa memilih satu atau lebih KSE yang ingin kita ajarkan
tentu dengan memperhatikan kesesuaian dengan tujuan
pembelajaran, metode pembelajaran yang kita gunakan, keluasan
materi pelajaran yang ingin kita sampaikan dan lain sebagainya.

Pembelajaran sosial dan emosional juga bisa diajarkan dengan
menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, lingkungan belajar
yang aman dan nyaman bagi murid sehingga mampu meningkatkan
kompetensi akademik maupun kesejahteraan psikologis. Untuik itu
dibutuhkan tiga hal mendasar yaitu (1) pemahaman tentang konsep
pembelajaran sosial dan emosional; (2) pemahaman tentang konsep
kesadaran penuh (mindfulness); dan (3) pemahaman tentang
implementasi pembelajaran sosial dan emosional di kelas dan di
sekolah.

Pembelajaran Kompetensi sosial dan emosional bisa
diterapkan di tingkat kelas maupun di tingkat sekolah. Di tingkat kelas,
pembelajaran KSE dikhususkan untuk murid dan di tingkat sekolah
bisa diwujudkan pada rekan kerja atau teman sejawat baik pendidik
maupun tenaga kependidikan. Sebagai contoh Perubahan yang akan

39


saya terapkan di kelas untuk murid-murid saya dan perubahan di
tingkat sekolah untuk rekan sejawat adalah berupaya untuk
mengembangkan murid untuk memiliki kompetensi sosial dan
emosional yang pada proses pembentukannya akan saya integrasikan
dalam pembelajaran di kelas serta bagi rekan sejawat berupa
keteladanan dan berkolborasi dengan mereka untuk belajar Bersama
mengembangkan kompetensi sosial dan emosional.

Selama ini, ternyata banyak paradigma yang kurang tepat
tentang pembelajaran kompetensi sosial dan emosional. Banyak
anggapan bahwa kompetensi sosial dan emosional hanya
disampaikan dalam mata pelajaran tertentu saja seperti Pendidikan
agama, Pendidikan kewarganegaraan dan mapel sejenis lainnya
ataupun kolaborasi diantara beberapa mata pelajaran tersebut. Selain
itu juga masih ada anggapan bahwa pembelajaran kompetensi sosial
dan emosional tidak perlu diajarkan dengan perencanaan
pembelajaran terlebih dahulu, tetapi secara langsung dicontohkan
atau disampaikan dalam pembelajaran di kelas ataupun di luar
kelas.(*)

40


41


PERAN PENDIDIK DALAM MEWUJUDKAN FILOSOFI
PENDIDIKAN KI HAJAR DEWANTARA DAN PROFIL
PANCASILA PADA MURID DENGAN PARADIGMA INKUIRI

APRESIATIF

“Terwujudnya Profil Pelajar Pancasila adalah tujuan akhir yang ingin kita capai
melalui pembelajaran”

Sebagai seorang pendidik peran kita sangat penting dalam
terwujudnya transformasi pendidikan yang lebih baik. Apalagi sebagai
Guru Penggerak, kita memiliki peran untuk mengembangkan diri dan
orang lain, memimpin pembelajaran, memimpin manajemen sekolah,
dan memimpin pengembangan sekolah. Peran ini akan mampu kita
lakukan jika kita memiliki artikulasi yang lebih baik tentang diri kita,
murid-murid kita, teman kerja, sekolah dan bahkan dunia pendidikan
di indonesia.

Untuk itu dibutuhkan sebuah impian tentang bagaimana semua
itu akan kita raih. Impian itu yang kemudian kita menyebutnya sebagai
sebuah visi. Visi sangat kita butuhkan agar mampu menggerakkan,
menyemangati perjalanan kita sebagai seorang pendidik. Mimpi besar
yang kita bangun sudah seharusnya lebih memberikan kemanfaatan
dan kebermaknaan bagi peserta didik kita. Dengan kata lain visi kita

42


tentang pendidikan seyognya bisa selaras dengan pemikiran filosofis
Pendidikan Ki Hajar Dewantara.

Pendidikan yang menghamba pada murid, pendidikan yang
sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zaman pada anak, lingkungan
belajar yang aman dan nyaman serta pendidikan yang mampu
mewujudkan keselamatan dan kebahagian bagi murid. Itulah
pemikiran filosofis Ki Hajar Dewantara yang harus mampu kita
wujudkan dalam dunia pendidikan kita saat ini. Untuk itu dibutuhkan
orang-orang yang bersedia untuk terus berinovasi dan terbuka
terhadap perubahan zaman. Dengan kata lain, dibutuhkan partisipasi
dari semua warga sekolah.

Selain itu, sebagai seorang pendidik kita harus menyadari
bahwa tujuan akhir segala pembelajaran, program dan kegiatan di
sekolah adalah terwujudnya profil pelajar pancasila. Profil pelajar
pancasila merupakan sejumlah karakter dan kompetensi yang
diharapkan untuk diraih oleh peserta didik, yang didasarkan pada nilai-
nilai luhur pancasila. Profil Pelajar Pancasila memiliki 6 dimensi dan
beberapa elemen yaitu beriman dan bertaqwa kepada tuhan yang
maha esa dan berakhlak mulia, berkebhinekaan global, mandiri,
bergotong royong, bernalar kritis dan kreatif.

43


Semua hal tersebut di atas akan terwujud jika kita sebagai
pendidik memiliki visi atau impian. Untuk itu dibutuhkan suatu
pendekatan atau paradigma sebagai alat untuk mencapai tujuan.salah
satu pendekatan yang dapat membantu membebaskan potensi
inovatif dan kreatif, serta menyatukan orang -orang adalah
pendekatan inkuiri apresiatif. Pendekatan inkuiri apresiatif
menekankan pada kekuatan yang dimiliki setiap anggota dan
menyatukannya untuk menghasilkan kekuatan tertinggi. Pendekatan
inkuiri apresiatif juga dipandang sebagai suatu pendekatan
manajemen perubahan kolaboratif dan berbasis kekuatan.

Pendekatan Inkuiri Apresiatif percaya bahwa setiap orang
memiliki potensi dan merupakan aset organisasi. Oleh karena itu hal
pertama dalam menerapkan pendekatan inkuiri apresiatif adalah
menggali hal-hal positip, mendata keberhasilan yang telah dicapai dan
kekuatan yang dimiliki organisasi. Bila organisasi lebih banyak
membangun sisi positif yang dimilikinya, maka kekuatan sumber daya
manusia dalam organisasi tersebut dipastikan akan meningkat dan
kemudian organisasi akan berkembang secara berkelanjutan.

Dengan menggunakan pendekatan inkuiri apresiatif, maka
kelemahan, kekurangan yang ada dalam organisasi atau sekolah
menjadi tidak relevan lagi. Untuk menerapkan pendekatan inkuiri

44


apresiatif bisa dilakukan dengan menggunakan tahapan BAGJA,
sebuah singkatan dari buat pertanyaan, ambil pelajaran, Gali Mimpi,
Jabarkan Rencana dan Atur eksekusi.

Untuk lebih memperjelas penerapan tahapan BAGJA dalam
inkuiri apresiatif berikut contoh yang telah saya lakukan di sekolah.
Berawal dari prakarsa perubahan yaitu menciptakan pembelajaran
fisika yang menarik bagi siswa, maka tahapan BAGJA saya susun
menjadi sebagai berikut. (lihat Lampiran)

45


Bagian 3

Pemimpin Pembelajaran dalam
Pengembangan Sekolah

46


47


PENTINGNYA NILAI-NILAI KEBAJIKAN SEBAGAI DASAR
PENGAMBILAN KEPUTUSAN BAGI SEORANG PEMIMPIN

“Sadarilah keputusan yang kita ambil tak akan pernah mampu memuaskan
semuanya, tapi pastikan bahwa keputusan yang kita ambil berlandaskan nilai-nilai

kebajikan universal”

Guru dalam Terminologi jawa berarti digugu dan ditiru, artinya
guru adalah pribadi yang dijadikan contoh, teladan, dan siap dijadikan
model baik oleh murid-muridnya di kelas maupun dalam lingkungan
masyarakat dimana guru tersebut ada. Paradigma ini sudah melekat
sejak lama bagi kita sebagai seorang guru, karenanya mau tidak mau,
suka atau tidak suka, peran kita akan selalu dikontrol dan dikoreksi.
Cara kita pun dalam mengambil keputusan akan menjadi cerminan
integritas kita yang akan dicontoh oleh mereka.

Seiring dengan pandangan di atas, Ki Hajar Dewantara dalam
patrap triloka yang menjadi jiwa pendidikan nasional kita mengatakan,
ing ngarso sung tulodho, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani.
Dalam pandangan KHD, seorang guru atau pemimpin pembelajaran
harus mampu menempatkan diri dengan sebaik baiknya, apakah dia
berada di depan murid-muridnya, diantara murid-muridnya atau

48


dibelakang murid-muridnya. Saat berada di depan, maka kita siap
menjadi teladan, saat ditengah diantara/bersama murid-murid kita,
maka kita siap membangkitkan motivasi mereka, dan pada saat kita
berada di belakang, maka kita siap mendorong murid-murid kita
mencapai kesuksesan masa depannya. Pemahaman kita tentang
patrap triloka ini menjadi spirit bagi kita dalam pengambilan keputusan
yang memberikan hasil akhir terbaik bagi murid-murid kita.

Sejalan dengan pandangan KHD, Shapiro, J.P dan Stefkovich,
J.A dalam bukunya Ethical Leadership and Decision Making in
Education mengatakan bahwa Pada abad ke 21, seorang pendidik
perlu untuk mengembangkan, membina dan memimpin sekolah untuk
lebih toleran, demokratis dan lebih menghargai keberagaman. Untuk
itu seorang pendidik perlu mengedepankan etika dan moral yang
berbasis dari nilai-nilai kebajikan universal dalam mengambil
keputusan. Dan juga seorang pemimpin pendidikan masa depan akan
lebih siap dalam mengenali, berefleksi, serta menghargai berbagai
perbedaan yang ada sebagai satu kekuatan aset untuk memajukan
pendidikan.
Jika kita sependapat dengan pernyataan shapiro dan stefkovich, maka
Sebagai pemimpin pembelajaran di masa yang akan datang, kita
harus siap menjadi sekolah sebagai institusi moral. Sekolah sebagai

49


pusat terbangunnya budaya, nilai-nilai kebajikan, dan moralitas dalam
diri murid-murid kita. Untuk itu semua stakeholder yang ada dalam
sekolah tersebut harus siap menegakkan dan menerapkan nilai-nilai
kebajikan yang kita yakini bersama.
Sudah barang tentu akan banyak sekali tantangan dan rintangan
dalam menerapkan nilai-nilai kebajikan. Karena bisa saja terjadi antara
satu nilai kebajikan dengan nilai kebajikan yang lain saing
berseberangan satu sama lain. Pada saat itu, keputusan yang kita
ambil akan diliputi rasa dilema. Oleh karena itu menjadi penting bagi
kita untuk mengingat kembali nilai-nilai kebajikan apa saja yang telah
kita sepakati dan kita junjung tinggi karena nilai-niai itu merefleksikan
integritas sekolah kita dan keputusan yang nantinya kita ambil akan
menjadi rujukan atau teladan bagi murid-murid kita di masa depan.

Disamping bersifat dilema, suatu keputusan juga akan menjadi
sulit untuk kita putuskan karena banyaknya kepentingan yang saling
bersinggungan. Dalam konteks ini, sudah barang tentu akan ada
pihak-pihak yang akan dirugikan atau merasa tidak puas dengan
keputusan yang kita ambil. Namun, sesulit apapun keputusan itu akan
diambil, sebagai pemimpin pembelajaran kita harus selau berani
mengambil keputusan sulit tersebut dengan senantiasa mendasarkan
keputusan pada tiga unsur yaitu berpihak pada murid, berdasarkan

50


Click to View FlipBook Version