Pahlawan Perempuan Indonesia
Pahlawan Perempuan Indonesia
Sambutan:
Direktur Jendral Kebudayaan
Kata Pengantar:
Triana Wulandari
Kata Pengantar:
Yani Panigoro
Kurator:
Zusfa Roihan & Danuh Tyas
Penulis:
Ariesa Pandanwangi
Arleti Mochtar Apin
Niken Apriani
Nuning Y Damayanti
Perupa:
Ariesa Pandanwangi
Arleti Mochtar Apin
Arti Sugiarti
Ayoeningsih Dyah Woelandhary
Belinda Sukapura Dewi
Dini Birdieni
Dyah Limaningsih Wariyanti
Endah Purnamasari
Endang Caturwati
Eneng Nani Suryati
Enitria Astriani
Ety Sukaetini
Erni Suryani
Gilang Cempaka
Ika Kurnia Mulyati
Meyhawati Yuyu Julaeha Rasep
Nia Kurniasih
Michelle Wong
Nida Nabilah
Niken Apriani
Nina Irnawati
Nita Dewi Sukmawati
Nuning Y Damayanti
Nurul Primayanti
Risca Nogalesa Pratiwi
Rina Mariana
Shitra Noor Handewi
Siti Sartika
Sri Nuraeni
Sri Rahayu Saptawati
Sri Sulastri
Tessa Eka Darmayanti
Wien Kustiwin Meilina
Yustine
Tata letak:
Komunitas 22 Ibu
Perwajahan:
Jessica Armelia
i
Penerbit dan Redaksi:
Yayasan Bumi Dharma
Nusantara
Jl. Ir. H. Juanda 401 Bandung (40135)
Jawa Barat – Indonesia
Telepon : (022) 2505345
Email : bumidharma.nusantara@gmail.com
ISBN : 978-602-60765-1-9
Cetakan Pertama, 2017
Prima Zentech Kreasindo
Jl. Pungkur No.216T,
Ciateul -Bandung 40252
(022) 5222132
ii
DaftarIsi
Colophon
Daftar Isi
1/
Sambutan Direktur Jendral Kebudayaan
Hilmar Farid
2/
Kata Pengantar Direktur Kesejarahan
Triana Wulandari
5/
Perempuan Indonesia, Nilai-Nilai Luhur, dan Perubahan Zaman
Yani Panigoro
9/
Paras Nan Sani
Zusfa Roihan & Danuh Tyas
ULASAN PENULIS
1. Ariesa Pandanwangi
2. Arleti Mochtar Apin
3. Niken Apriani
4. Nuning Y Damayanti
PAHLAWAN NASIONAL
1. Nyi Ageng Serang
2. Martha Christina Tiahahu
3. Cut Nyak Dien
4. Cut Meutia
5. Maria Walanda Maramis
6. Nyai Walidah Achmad Dahlan
7. Raden Ajeng Kartini
8. Opu Daeng Risau
9. Raden Dewi Sartika
10. HR Rasuna Said
11. Fatmawati Soekarno Putri
12. Raden Ajeng Fatimah Siti Hartinah Suharto
TOKOH PERGERAKAN
1. Raden Ayu Lasminingrat
2. Ratu Zaleha
3. Rohana Kudus
4. Nyi Hajar Dewantara
5. Marie E.Thomas
6. Ina Bala Wattimena
7. Andi Depu Marradia Balanipa
8. Maria Ulfah Santoso
9. Surastri Karma Trimurti
10. IGusti Ida Ayu Ropeg
11. Herawati Dyah
12. Ani Idrus
13. Francisca C. Fangidaej
14. Sandiah (Ibu Kasur)
15. Siti Maryam Salahuddin
16. Herlina Kasim
iii
TOKOH INSPIRATIF
1. Megawati Soekarno Putri
2. Sinta NuriyahWahid
3. Ainun Habibie
4. Kristiani Herawati
5. Iriani Joko Widodo
6. Yohana Yembise
iv
Sambutan
Direktur Jendral Kebudayaan
Pameran “Ibu Bumi dan Pahlawan Perempuan Indonesia ”
Dalam mendukung Penguatan Pendidikan Karakter berbasis Sejarah dengan memperkenalkan pelaku-
pelaku sejarah pada masyarakat dapat mempergunakan berbagai media dan cara, salah satunya melalui
kegiatan Pameran Sejarah “Ibu Bumi dan Pahlawan Perempuan Indonesia” dengan membatik melalui
eksplorasi teknik Gutha Tamarin dalam media kain sutra. Kegiatan pameran sejarah dengan membatik
pahlawan dan tokoh-tokoh yang digoreskan di kain sutra atas inisiatif Direktorat Sejarah, Direktorat Jenderal
Kebudayaan, Kementerian Pendidikandan Kebudayaan bekerjasama dengan Perempuan Pendidik Seni
Indonesia dari Komunitas 22 Ibu.
Pameran Sejarah ini bertujuan menginformasikan kembali atau mengenalkan keberadaan pahlawan dan
tokoh perempuan Indonesia kepada masyarakat melalui visualisasi ekspresi media dalam kain sutra. Ekspresi
pahlawan dan tokoh yang digoreskan dalam media sutra terdiri 12 Pahlawan Nasional yang telah ditetapkan
Pemerintah Republik Indonesia, 16 Tokoh Pejuang Pergerakan, dan 6 tokoh insprasi. Pemilihan tokoh
tersebut mewakili dari daerah-daerah seluruh wilayah Indonesia. Pertimbangan pemilihan tokoh yaitu
pahlawan nasional yang telah ditetapkan pemerintah, tokoh pergerakan dan perjuangan mewakili
kewilayahan Indonesia yang beragam.Tokoh inspirasi yaitu bagaimana sosokperempuan, bukan hanya
sebagai ibu rumah tangga tapi juga sebagai spirit, pendidik dan pengayom bagi pemimpin.
Pameran Sejarah ini merupakan implementasi Penguatan Pendidikan Karakter berbasis sejarah yang
merupakan program strategis Presiden RI. Bahwa belajar sejarah sebagai penguatan nilai-nilai kebangsaan
dan nasionalisme tidak saja dalam bentuk tekstual, namun juga disajikan dalam berbagai media, seperti film,
komik, aplikasi digital, elektronik, sosio-drama, event, lawatan, ekspedisi, dan kali ini melalui visualisasi
ekspresi media dalam kain sutra.
Pameran Sejarah dalam ekspresi media dalam kain sutra lebih jauh juga memberikan ruang apresiasi dan
kreatifitas anak bangsa, khususnya kaum perempuan yang selama ini bergelut dalam seni rupa dan pelestari
nilai-nilai sejarah dan budaya bangsa. Salah satunya ekspresi visual pada kain sutra sebagai sarana dan
media edukasi masyarakat. Dalam ekspresi ini diperkenalkan eksplorasi teknik Gutha Tamarin, yakni melukis
dengan menggunakan bubuk biji asam dicampur dengan mentega, tanpa menggunakan printing cairan lilin
dan canting yang selama ini dipakai dalam teknik membatik tradisional.
Pameran ini akan menampilkan 36 karya tokoh perempuan Indonesia dengan ekspresi yang beragam dari
masing-masing peserta. Pameran juga diisi dengan workshop seni rupa eksplorasi teknik Gutha Tamarin
Dalam Media Kain Sutra yang diperuntukkan bagi masyarakat umum.
Jakarta, Desember 2017
Hilmar Farid
1
Kata Pengantar
Direktur Kesejarahan
Sejarah dan Kiprah Perempuan dalam Perkembangan Budaya Visual di Indonesia
Sebuah gambar dapat menceritakan seribu kata. Seperti pepatah tersebut, dalam sejarah, upaya manusia
untuk berkomunikasi atau menyampaikan pendapatnya tidak hanya dilakukan melalui kata atau tulisan,
melainkan juga melalui gambar atau visual. Budaya visual mencakup beragam aspek kebudayaan yang
menitikberatkan dimensi visual yang terindera oleh mata, termasuk seni rupa, desain, film, busana dan
sebagainya. Budaya visual ini telah berkembang di Nusantara sejak masa prasejarah, dengan ditemukannya
lukisan-lukisan gua di Sulawesi Selatan, Kalimantan Timur, Pulau Muna, Seram, Timor, Kei dan Papua, yang
diperkirakan telah dibuat sejak zaman Mesolitikum atau zaman Batu Tengah.
Dalam perkembangannya, budaya visual di Indonesia berkembang dan mengalami evolusi mengikuti
dinamika zaman yang dialami dan kemudian direfleksikan secara visual oleh para perupa: arca-arca dan
candi-candi di masa Hindu-Buddha; kaligrafi, wayang kulit dan motif arsitektur yang sarat dengan pengaruh
Islam maupun Tiongkok; kreasi masa kolonial dalam bentuk lukisan, pamflet dan busana yang banyak
menyerap pengaruh Barat; hingga lukisan, patung, foto dan film yang dibuat pasca kemerdekaan Indonesia
dan mencerminkan nilai, prinsip, kepentingan, dan selera masyarakat Indonesia dari waktu ke waktu.
Dari sisi perempuan, perkembangan budaya visual Indonesia dapat dipandang sebagai
sesuatu yang positif dan penting bagi perempuan secara khusus dan masyarakat secara
umum. Di satu sisi, budaya visual dimanfaatkan oleh perempuan Indonesia sebagai sarana
penyampaian ide dengan cara yang kreatif sehingga lebih banyak didengar dan mudah
diterima oleh masyarakat yang sering mengabaikan suaranya. Misalnya, Perempuan
Pendidik Seni Indonesia dari Komunitas 22 Ibu bersama Direktorat Sejarah melukis
pahlawan dan tokoh perempuan melalui teknik membatik menggunakan biji asam pada
kain sutra yang ditampilkan di Galeri Nasional Indonesia pada tanggal 7 s.d. 21 Agustus
2017 yang lalu. Ini merupakan salah satu cara perempuan untuk menyampaikan idenya
dengan interpretasi yang kreatif untuk mengingatkan kembali atau memperkenalkan
keberadaan para pahlawan perempuan dan tokoh perempuan Indonesia kepada
masyarakat.
Di sisi lain, budaya visual juga menjadi sarana bagi perempuan Indonesia untuk
memperjuangkan dan mewujudkan aspirasinya. Misalnya, Aleta Baun menggunakan
tenun tradisional dalam upayanya untuk menghentikan kegiatan tambang yang
merusak lingkungan tempat tinggal masyarakat Mollo, Timor Tengah Selatan, Nusa
Tenggara Timur.
Dengan media visual berupa tenun tradisional dan aksi menenun di depan tambang, Mama Aleta mampu
menarik apresiasi media nasional maupun internasional, pemerintah dan masyarakat sekitar hingga
akhirnya tercapai tujuannya dengan dihentikannya kegiatan tambang tersebut. Menurutnya, tenun
merupakan identitas adat dan pekerjaan sehari-hari perempuan Timor dan proses menenun menggunakan
alat dan bahan yang seluruhnya berasal dari alam yang kelangsungannya terancam oleh kegiatan
pertambangan. Tenun yang merupakan wujud visualisasi identitas perempuan Timor menjadi salah satu
instrumen dalam perjuangan mereka melindungi lingkungannya.
2
Saat ini, kita dapat melihat sejumlah tokoh dan seniman perempuan yang memiliki kontribusi signifikan
terhadap perkembangan budaya visual di Indonesia, antara lain Kartika Affandi melalui seni lukis, Mira
Lesmana melalui film, Anne Avantie melalui desain busana, dan Rita Widagdo melalui patung. Karya
keempat perempuan ini tidak hanya menjadi visualisasi ekspresi dari kreativitas perempuan di Indonesia
melainkan juga kreativitas Indonesia di dunia internasional.
Kartika Affandi adalah pelukis perempuan Indonesia yang juga merupakan putri dari
pelukis Indonesia, Affandi. Lukisannya banyak dipamerkan di Museum Affandi, dan
telah dipamerkan di berbagai tempat di dunia, termasuk pameran keliling di negara-
negara sosialis (1958), Brazil (1964), Thailand dan Belanda (1970), Malaysia dan
Singapura (1971), Italia (1972), Jerman dan Belgia (1973), Prancis dan Algeria (1975),
Australia (1979), Belanda (1980), Austria (1981-1983), dan lainnya. Selain melukis,
Kartika juga banyak membuat karya berupa patung. Menariknya, pada tahun 1957
Kartika bersama dengan para seniman perempuan di Yogyakarta telah mengadakan
pameran bersama para pelukis wanita, menunjukkan bahwa kontribusi perempuan
dalam mengembangkan budaya visual Indonesia juga terlihat dalam terjalinnya kerja
sama dan jaringan antara para seniman perempuan Indonesia untuk saling mendukung
dan mendorong peningkatan peran perempuan.
Karya Kartika Affandi yang telah banyak menerima apresiasi dari tanah air dan
mancanegara menjadi motivasi dan inspirasi bagi para seniman perempuan lainnya
yang mengikuti jejaknya mengembangkan budaya visual di Indonesia.
Mira Lesmana bukan nama yang asing bagi masyarakat Indonesia karena karyanya yang amat populer dan
sukses membangkitkan kembali minat terhadap film Indonesia di tengah persaingan dengan film produksi
asing yang mendominasi teater dalam negeri. Film-film karyanya antara lain adalah Kuldesak (1999),
Petualangan Sherina (2000), Ada Apa dengan Cinta? (2002), Gie (2005), Laskar Pelangi (2008), Sang Pemimpi
(2009), dan Sokola Rimba (2013).
Dalam industri film dan profesi produser yang mayoritas laki-laki, Mira Lesmana dengan rumah produksinya,
Miles Productions, menunjukkan kiprah perempuan dalam menciptakan karya visual yang kreatif, menarik
dan sarat makna. Seperti Kartika Affandi, kesuksesan Mira Lesmana juga terus menjadi inspirasi dan
mendorong para sineas perempuan Indonesia lainnya untuk terus berkarya dan membangun budaya visual
di Indonesia.
Seperti Mira Lesmana yang namanya tak asing di dunia perfilman Indonesia, di dunia mode atau desain
busana nama Anne Avantie telah banyak dikenal. Meskipun banyak diminati oleh perempuan, dunia mode
di Indonesia masih didominasi oleh para perancang busana laki-laki, sehingga kehadiran Anne Avantie
dengan karyanya yang dengan kreatif memadukan kebaya tradisional klasik dengan desain modern yang
sesuai dengan tren saat ini.
Selain melalui karyanya, Avantie juga dikenal sebagai aktivis sosial yang banyak memberikan pelatihan
keterampilan dan kewirausahaan untuk berbagai kalangan, sehingga ia beberapa kali diberikan
penghargaan “Kartini Award” oleh Ibu Negara Ani Yudhoyono untuk kontribusinya dalam mengembangkan
usaha kecil dan menengah.
3
Seperti Mira Lesmana yang membangkitkan kembali minat masyarakat yang sebelumnya mengabaikan film
Indonesia, Anne Avantie berkontribusi secara signifikan terhadap budaya visual Indonesia melalui karyanya
yang membangkitkan minat perempuan Indonesia, khususnya generasi muda, untuk kembali menyukai dan
mengenakan kebaya.
Rita Widagdo adalah seniman perempuan asal Jerman yang menetap di Indonesia dan
banyak membuat patung, monumen maupun instalasi seni dengan ciri khas bahan
logam, motif garis dan bentuk abstraknya. Karyanya antara lain adalah Tugu
Parameswara di kota Palembang dan instalasi koin raksasa Bank Indonesia di Bandung.
Karya seni Rita Widagdo merupakan wujud visualisasi ekspresi yang banyak menarik
minat masyarakat, termasuk generasi muda, karena bentuknya yang abstrak dan
karyanya yang berusaha memberikan wujud tri-matra kepada nilai dan makna yang tak
berbentuk, misalnya salah satu patungnya yang diberi judul “Empati”. Karya Widagdo
selalu tampak elegan dan menjadi salah satu wujud kontribusi perempuan dalam
pengembangan budaya visual di Indonesia.
Selain keempat perempuan tersebut, masih banyak perempuan Indonesia lainnya yang turut berkontribusi
dalam pengembangan budaya visual di tanah air. Melalui bahasa visual berupa garis, bidang, warna,
bentuk, tekstur, dan cahaya dalam beragam media termasuk lukisan, patung, pakaian dan film, perempuan
Indonesia dapat menyampaikan makna dan pesannya, menyuarakan ekspresinya dan memperjuangkan
aspirasinya. Visualisasi ekspresi mereka tidak hanya membangun perempuan Indonesia, melainkan bangsa
Indonesia secara keseluruhan, bahkan dunia secara global, karena bahasa visual tidak perlu diterjemahkan
untuk dapat dimengerti oleh semua orang.
Jakarta, Agustus 2017
Triana Wulandari
Direktur Kesejarahan
4
Perempuan Indonesia,
Nilai-Nilai Luhur, dan
Perubahan Zaman
Gempuran kemajuan teknologi informatika, tak terkecuali melanda Indonesia,
membuat banyak sendi yang dengan cepat berubah.
Tugas perempuan Indonesia tidaklah mudah, mereka menjadi penyangga utama perubahan tersebut.
Dengan segala kemampuan, ketegaran, dan daya kreativitasnya melahirkan optimisme
bahwa perempuan Indonesia bisa menjalankan tugas untuk menjadi penjaga nilai-nilai luhur tersebut.
Kemajuan teknologi adalah kunci dari sebuah perubahan zaman. Saya beruntung,
terhitung mulai bekerja pada usia 24 tahun hingga dalam rentang waktu selama 42
tahun sekarang ini, saya mengikuti dan bahkan terlibat di dalam berbagai kemajuan
teknologi di negeri ini yang mau tak mau mengubah cara dan gaya hidup kita.
Di Institut Teknologi Bandung tahun 1970-1974 tempat saya kuliah, terdapat pusat
komputer tapi tidak terlihat. Jadi mahasiswa itu hanya buat program dengan bahasa
komputer FORTRAN IV, diinput, lalu keluar hasilnya. Ketika bekerja di Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI), sekitar tahun 1975-an, saya mengikuti perkembangan
teknologi komputer lebih jauh. Saat itu saya mengenal yang namanya mini komputer.
Mini namanya tapi ukurannya teramat besar untuk sebuah komputer di masa kini.
Mungkin sebesar ruangan kerja di kantor-kantor saat ini. Ruangan itu harus steril dan
harus berada di suhu yang rendah. Masuk ke ruangan itu pun harus lepas sepatu.
Sesuai dengan latar belakang pendidikan di Teknik Elektro, saya mempelajari chip utama komputer yaitu
central processing unit yang menjadi pusat dari sebuah komputer disebut Microprosessor. Saya bersyukur
karena bisa mempelajari hal baru tersebut. Microprosessor inilah yang terus berkembang bersama
perangkat lainnya, sehingga semua alat yang berbasis Microprosessor juga semakin kecil dan semakin
“pandai”. Yang membatasi adalah imajinasi manusia, seperti yang kita lihat dari perkembangan komputer,
handphone, alat-alat kedokteran, alat-alat rumah tangga, mainan anak-anak, kendaraan, pabrik, dan
mesin-mesin di semua bidang. Perkembangan jaringan komputer, terjadi pada pertengahan 1980-an. Saat
jaringan mulai merambah, komputer itu tidak lagi sendirian tapi terkoneksi dalam sebuah jaringan, disebut
local area network atau jaringan lokal yang membuat masing-masing komputer di kantor saling
berhubungan. Begitu pula media transmisi telekomunikasi berkembang dengan pesat, hingga komputer,
telekomunikasi dan control melalui jaringan internet tidak terpisahkan.
Kemajuan teknologi memang patut disyukuri karena kehadiran- nya membuat
pekerjaan kita menjadi relatif mudah dan cepat. Namun, disisi lain, teknologi maju itu
juga menuntut perubahan tatanan yang sebelumnya sudah ajek. Pengalaman itu saya
alami sendiri. Ketika program word processor mulai digunakan, terjadilah berbagai
perubahan. Di kantor pun kehebohan terjadi. Nona-nona sekretaris ternyata kesulitan
untuk mengubah kebiasaan lama mereka. Mereka kesulitan menghadapi perubahan.
Peralatan baru cukup memerlukan waktu adaptasi, karena pada tahun 1980-an
program-program belum user friendly. Namun kali ini, mereka harus menyalakan
komputer, mengetik, dan harus mencetak melalui printer. Bagi mereka saat itu,
prosesnya terlalu panjang dibandingkan dengan mesin ketik. Namun saya katakan
bahwa mereka harus belajar dengan peralatan baru itu. Semua harus bisa mengikuti
perubahan yang terjadi, yang merupakan perubahan tatanan kerja yang tidak bisa
dihindari.
5
Era Perempuan Berkarya
Kini, kemajuan teknologi sudah sedemikian pesar. Berbagai hal yang semula tak terbayangkan, kini
menjadi kenyataan. Beruntunglah kaum perempuan, dalam kemajuan teknologi yang terjadi saat ini, yang
berbasis pada online sangat menguntungkan kaum perempuan. Mereka banyak diuntungkan dengan
teknologi digital ini.
Semisal untuk hal yang ringan saja, yakni mencari resep makanan. Dahulu, harus menunggu di surat kabar
atau majalah, kini cukup browsing diinternet. Ada ribuan resep makanan yang mudah diperoleh dengan
menggunakan telepon pintar. Dalam soal transportasi, keberadaan armada angkutan umum berbasis
online membuat kaum perempuan mendapatkan kemudahan. Memesan taksi tidak perlu lama lagi, hanya
hitungan detik saja. Lebih dari itu kesempatan untuk bekerja dan juga memulai usaha mandiri pun
terbuka. Kaum perempuan tidak lagi perlu bekerja di kantor. Karena untuk pekerjaan tertentu dia bisa dari
rumah, jarak jauh. Misalnya perempuan yang penerjemah, penulis, dan lainnya.
Di luar itu, mereka bahkan dapat membuat usaha sendiri dan membuka lapangan
pekerjaan, yang bisa dilakukan di rumah yakni berbisnis online. Seperti berjualan kue,
baju, atau aksesori. Tentu hal ini mempunyai pengaruh yang besar pada perempuan
muda. Mereka, asal kreatif, tidak perlu repot mencari pekerjaan kantoran. Misalnya
saya punya kenalan seorang pengrajin kulit di Garut, Jawa Barat. Dia membina para
pengrajin itu, tetapi untuk desainnya dia bisa dapatkan referensi dari Google dan lain-
nya. Kemudian dia meminta para pengrajin untuk membuatkan produk sesuai desain
yang dia inginkan. Setelah itu, dia pun tak mengalami kesulitan untuk memasarkannya.
Masukkan saja di market place. Kemudian untuk antar barangnya dia cukup kerja sama
dengan ojek online. Keberadaan mereka yang kreatif yang kemudian membuat pasar
online menjadi semarak. Berbelanja online menjadi pilihan bagi mereka. Ini yang
kemudian membuat banyak toko, gerai, bahkan juga mal kemudian berubah. Ini
terjadi bukan karena daya beli yang menurun. Transaksi kini berpindah di pasar online
yang bisa berlangsung selama 24 jam.
Ini yang membedakan mereka dengan generasi sebelumnya, ter- masuk saya. Bagi saya, misalnya,
berbelanja masih lebih senang untuk datang ke toko. Sepertinya belum sreg bila tidak mengunjungi toko
atau pusat perbelanjaan. Seperti tak berbelanja bila tidak keluar masuk toko. Jumlah orang-orang seperti
saya dan teman-teman lainnya tentu tak semasif mereka perempuan muda yang kini lebih suka berbelanja
online. Mereka yang membuat pasar online menjadi hidup. Saya pernah membaca di koran bahwa dalam
sebulan setidaknya ada 58 juta transaksi, tentu keuntungannya luar biasa. Dan, ini miliknya anak-anak
muda.
Namun, seperti pisau bermata dua. Kemajuan teknologi juga memiliki dampak yang kurang baik jika kita
tak bisa mengendalikannya. Dampak buruknya tentu saja ada. Misalnya dalam belanja online. Berbeda
dengan mal, yang punya waktu buka yang batas hingga pukul 9 malam, di pasar online jam 12 malam (24
jam) mereka bisa berbelanja. Bukannya bisa menghemat tapi justru bisa jebol.
Dibidang lain, teknologi yang maju saat ini juga mengubah gaya hidup kita. Jadilah “Netizen” yang
bijaksana yang menggunakan Facebook, Instagram dll (Social Media) untuk hal yang positif. Disisi lain,
kemajuan teknologi membuat hidup terasa instan. Di hari-hari belakangan ini, hidup kita menjadi semakin
cepat dan kita pun bergegas. Kalau kita semakin cepat, artinya mental kita juga harus disiapkan untuk
mengikuti yang cepat. Apakah itu produk, apakah itu perilaku atau cita-cita. Kita jadi ingin cepat
mencapainya. Dan itu perlu diwaspadai. Jam terbang tetap tak bisa dipercepat. Pengalaman memimpin
tidak mungkin dipercepat. Organisasi mungkin bisa dipercepat dengan grup percakapan WhatsApp
misalnya. Tapi interaksi tetap penting. Karena dalam pekerjaan kita juga perlu body language. Jadi ada
saatnya tidak bisa semuanya diselesaikan dengan teknologi informasi. Ada saatnya kita perlu bertatap
muka.
6
Matikan Gadget, Bercengkerama dengan Keluarga
Di masa kini, gadget seolah menjadi sebuah keharusan. Dia menjadi sumber kehidupan masyarakat saat ini.
Apa pun hampir bisa dilakukan dengan alat itu. Namun dampak buruknya bukan tak ada. Kehebatan yang
ditawarkannya membuat siapa pun menjadi asyik sendiri. Bukan pemandangan baru bila sebuah keluarga
berkumpul bersama tapi mereka larut dengan percakapan di gawainya.
Di sinilah saat kaum perempuan berperan. Semua gadget yang ada di rumah itu,
disimpan dan bermain bersama anak. Gadget milik anaknya pun harus disimpan. Jadi
ibu, bapak, dan anak-anak dan no gadget cukup dua jam saja setiap hari. Saya rasa
perlu ada konsensus untuk menghabiskan waktu bersama. Hal ini bisa menjadi
semacam tradisi makan malam bersama seperti yang terjadi di beberapa dekade silam.
Kaum perempuan harus kreatif untuk cari solusi dirinya dan keluarganya. Banyak hal
yang tidak bisa tergantikan oleh kehadiran gadget. Soal sopan-santun, budi pekerti,
tidak bisa diajarkan dengan gadget.
Melainkan harus dipraktekkan secara langsung. Semisal, ber- salaman yang diajarkan oleh orang tua
dengan memberi contoh ke mereka. Demikian juga dengan belajar antre atau membuang sampah pada
tempatnya. Peran ibu adalah menjaga nilai-nilai baik tersebut.
Selain itu ada nilai universal yang selalu harus dikedepankan yang menjadi kewajiban sebagai perempuan
dan ibu. Diantaranya mengajarkan anak untuk berlaku jujur, senang membaca, mempelajari hal baru,
bertanggung jawab, disiplin dan menghargai perbedaan. Kalau pun bukan ibu yang langsung memberi
contoh, minimal ada pengasuh atau pengganti sosok ibu yang memberikan contoh tentang nilai-nilai
luhur tersebut. Berilah contoh untuk selalu mensyukuri kepadaNya atas apa yang telah kita peroleh
supaya merasa tenang dan lapang.
Selain nilai-nilai itu kita harus selalu meng-upgrade profesi kita, skill kita. Walaupun menjadi ibu di rumah.
Skill masak, skill mendidik norma-norma dan mendidik pelajaran anak di Sekolah. Karena dengan
teknologi informasi ini, ibu-ibu dapat mengetahui pelajaran anak-anaknya dengan cepat, agar gapnya
tidak terlalu jauh.
Perempuan Indonesia, Penyangga Utama Perubahan
Perempuan Indonesia bisa menjadi penyangga utama perubahan
Jumlah perempuan di negeri ini amat banyak. Hampir lebih dari separuh penduduk negeri ini. Yang
menjadi soal adalah tingkat pendidikannya. Jika Pendidikan baik maka bangsa ini juga akan baik pula.
Sebaliknya, hal buruk bisa terjadi. Dengan tingkat pendidikan perempuan yang kurang baik bagaimana
bisa dia memberikan yang terbaik untuk generasi berikutnya. Jadi saya concern sekali dengan
pendidikanperempuan.
Bersyukur saat ini di Indonesia, relatif sudah tak ada lagi perbedaan antara perempuan dan laki-laki.
Saya ambil contoh tahun 1970 masuk ITB, perempuannya hanya10 persen. Mayoritas laki-laki. Kalau
sekarang di ITB hampir 50 persennya perempuan. Jadi artinya ada perubahan, tetapi semua bisa
menerima. Persoalannya bukan lagi soal gender tapi dari sisi profesionalisme. Kita saat ini bisa
melihat tampilnya tokoh-tokoh perempuan hebat di Pemerintahan, Swasta dan Akademisi. Satu hal
yang membedakan adalah reproduksi. Mereka memiliki sedikit jeda karena dia harus merawat bayi.
Karena ketika bayi lahir, mereka harus mengurus bayinya, Tapi bukan berarti perempuan tidak bisa
berkontribusi terhadap pekerjaan yang kompleks.
Perempuan-perempuan masa kini dapat bekerja dengan luar biasa. Kenapa bisa? karena mereka bisa atur
waktu dengan baik. Jadi walaupun dunia ini kompleks tetapi dia bisa mengatur waktu dengan baik, ya
tidak ada bedanya dengan laki-laki, ditambah lagi dengan perangkat teknologi seperti misalnya melalui
CCTV, Ibu bekerja bisa mengontrol keadaan rumah dari kantor.
7
Saat anak-anak beranjak besar, perempuan bisa bekerja di mana saja dan itu tidak jadi masalah. Padahal
ini merupakan soal yang kompleks karena seorang ibu meninggalkan keluarganya. Di masa lalu, biasanya
yang berlaku begitu adalah sang suami. Ke- berhasilannya dalam berkarir dan juga keluarga, menjadi
penguat bahwa perempuan Indonesia tetap bisa menjadi penyangga utama perubahan.
(Yani Panigoro)
8
Paras nan Sani
1
Apakah mengamati sekumpulan lukisan potret bias menjadi pengalaman yang bermakna..? Tentu bisa.
Lukisan potret bukanlah pas foto, meski sama-sama menampilkan paras seseorang. Dalam lukisan selalu
memungkinkan adanya “sesuatu”. Keterampilan tangan ditambah daya kreatif dan imajinasi pelukis, bisa
punya pengaruh yang membuat lukisan paras seseorang bisa jadi tidak serupa paras sebenarnya dalam
segalahal.
Karenanya dalam pameran ini yang nampak adalah keberagaman. Para pelukis mengimba (meniru) paras
para tokoh perempuan Indonesia. Beragam rupa hasil lukisan yang dibuat. Keberagaman itu juga
menunjukan bahwa dalam pameran ini, paras para tokoh itu bukanlah satu-satunya objek perhatianyang
sendiri. Paras itu hadir bersanding dengan berbagai unsur laindi sekitarnya yang juga hadir dalam natar
(bidang gambar).
Maka, kita punya dua cara untuk mengamati lukisan-lukisan ini. Pertama, menikmati rinci paras yang
digambar dan berbagai unsur lainnya secara terpisah. Kedua, menikmati keduanya (paras dan berbagai
unsur lainnya) secara sekaligus.
Memilih cara kedua, berarti melihat lukisan (berbagai unsur di dalam natar) secara keseluruhan sebagai
satu kesatuan. Dengan begitu, kita melihat bagaimana para pelukis “memaknai” tokoh yang dilukis –lewat
parasnya- dengan berbagai unsur di sekelilingnya. Dalam lukisan-lukisan ini, setidaknya kita melihat usaha
memaknai itu, lewat hubungan antara paras para tokoh dengan aneka ragam hias (ornamen, corak atau
motif kain), motif flora dan gaya (cara paras itu dilukiskan).
2
Seluruh lukisan dalam pameran ini, menunjukkan satu dorongan yang sama: dorongan untuk menghias,
untuk mempercantik, menjadikan indah. Tidakkah dibalik dorongan itu ada suatu maksud..? Mungkin
semisal sebuah bentuk penghormatan. Dalam keseharian, tidak jarang kita menyiapkan penampilan yang
rapi, berhias, mempercantik diri untuk menyambut seorang tamu yang kita hormati. Dalam lingkup lebih
luas, lingkungan yang bersolek, diperindah, diperbaiki, ditata tidak jarang ditujukan untuk sebuah
kunjungan dari seorang tamu terhormat, seorang pejabat misalnya. Menghias atau memperindah bisa di
lihat juga sebagai usaha untuk memberikan sesuatu yang terbaik, yang layak sebuah bentuk
penghormatan.
Seorang tokoh, tidak semata dihormati karena status sosialnya, lebih dari itu ada sifat-sifat (nilai-
nilai) luhur yang tercermin dari sikap dan perilaku. Karenanya, dalam pameran ini, tokoh-tokoh yang
dilukiskan memiliki latar belakang yang beragam. Dan berkaitan dengan sifat-sifat luhur itu adalah nilai
keteladanan. Keteladanan boleh jadi adalah nilai-nilai yang tersirat dibalik lukisan potret yang dibuat
para pelukis dalam pameran ini.
Para pelukis juga memaknai para tokoh lewat hubungannya dengan motif atau ornamen ragam hias
yang mereka lukis. Salah satu motif yang banyak dilukiskan para pelukis adalah motif flora, beraneka
jenis flora. Sosok perempuan memang tidak jarang diasosiasikan dengan alam. Maka, kita mengenal
istilah seperti ‘ibu bumi’, ‘ibu pertiwi’, ‘ibu sungai’. Disitu, perempuan diidentifikasi lebih spesifik dilihat
dalam perannya sebagai ibu. Nampaknya, ada kemiripan yang dibayangkan antara peran alam dan
perempuan (ibu): yaitu imaji tentang sesuatu yang melahirkan, mencintai, merawat, menjaga dan
melindungi.
9
Unsur lain yang tidak kalah berpengaruh pada lukisan potret dalam pameran ini adalah bagaimana cara
paras para tokoh itu dilukiskan atau gaya lukisnya. Sebagian besar, paras mereka dilukiskan dengan intensi
mengimba semirip mungkin dengan paras asli. Di situ, kita diajak mengenali para tokoh itu lewat ciri-ciri
personalnya. Pada sebagian lainnya, soal kemiripan nampaknya bukan intensi utama pelukis. Pada lukisan
ini ada gubahan lebih lanjut, dan kita boleh jadi diajak untuk lebih cermat menikmati ekspresi dan kesan.
Lewat gaya inilah, daya kreatif dan imajinasi menampakkan ciri khas personal tiap pelukis.
3
Bagi para perempuan pelukis ini, nampaknya batik adalah hal yang bisa merangkum kesemua hal dan
gagasan di atas. Dalam tradisi masyarakat kita, batik memang memiliki hubungan yang erat dengan
keterampilan kerja tangan para perempuan. Proses kerja yang mengandalkan keterampilan tangan,
dengan sendirinya menuntut ketekunan dan kecermatan kerja dan hal ini bukan tidak mungkin
mendorong munculnya keakraban atau keintiman para pelukis dengan apa yang mereka lukis. Ekspresi
estetik batik juga akrab dengan munculnya penggayaan bentuk dalam wujud ornamen, corak dan motif
ragam hias. Sehubungan dengan material dan bahan, batik punya kaitan erat dengan berbagai bahan dan
material yang berasal dari alam.
Pada pameran ini, diantara banyak teknik batik, para perempuan pelukis ini menjatuhkan ketertarikan
mereka untuk mengekspresikan gagasan pada teknik ‘Batik Gutha Tamarin’. Sebuah teknik yang tidak lagi
menggunakan lilin dalam proses melukis di kain dan sebagai gantinya digunakan bubur tamarin yang
terbuat dari serbuk biji asam.
(Zusfa Roihan & Danuh Tyas)
10
Peran Perempuan Dalam Mengangkat
Potensi Lokal Melalui Batik
Ariesa Pandanwangi
Pendahuluan
Penggunaan material lokal, terutama oleh masyarakat tradisional di pelbagai daerah, tumbuh sebagai
filosofi kearifan lokal, mendekatkan keperluan hidup sehari-hari dengan lingkungan alam sekitarnya (Hasan,
2017). Pernyataan tersebut menegaskan bahwa material lokal dekat dengan kehidupan masyarakat,
sehingga memudahkan mereka untuk dapat menggunakannya. Sebagai contoh di Pulau Jawa banyak
ditanam pohon asam Jawa, produknya banyak digunakan sebagai penyedap masakan, sedangkan bijinya
diolah dengan cara dikeringkan dan dibuat menjadi semacam bubuk/tepung. Tepung ini dapat
dimanfaatkan untuk membuat kue atau roti (R.E., 1997). Tetapi ada satu hal yang tak banyak diketahui oleh
banyak orang, yaitu biji yang sudah menjadi tepung dapat dimanfaatkan sebagai pengganti malam panas
dalam membatik.Bahkan sentra pembatikanpun juga langka yang mengetahui hal ini. Uniknya justru
material ini banyak dijual didaerah Pekalongan, Tasikmalaya yang merupakan area pembatikan. Terlepas
dari penggunaan material alternatif untuk membatik, kita akan menyoroti persoalan bagaimana peran
perempuan dalam mengangkat potensi lokal ke atas selembar batik.
Keberdayaan perempuan di ranah domestik dan ranah publik
Perempuan dengan segala perannya baik sebagai ibu rumah tangga, sebagai istri, bahkan ada juga sebagai
buruh pabrik, ataupun sebagai pekerja di kantor ataupun di luar kantor, merangkap peran sebagai pencari
nafkah, demi keberlanjutan tuntutan roda ekonomi. Waktu 24 jam diatur sedemikian rupa untuk saling
berbagi peran yang disandangnya, agar semua dapat berjalan secara harmoni. Kendala yang kerap muncul
adalah soal pengurusan rumah dan adanya baby yang harus disusui. Sehingga kerap terjadi keluarga
menjadi terbengkalai. Maka tidak heran apabila tuntutan suami kepada para wanita yang bekerja adalah
tidak diperkenankan untuk menelantarkan anak, urusan anak harus saling bahu membahu, kapan
perempuan dapat meninggalkan rumah dan kapan perempuan dapat memberikan kontribusi kasih sayang
dan perhatian kepada keluarga.Kondisi keluarga ketika ditinggalkan bekerja harus aman, damai dan
terkendali.
Perempuan sebagai makhluk sosial, bersosialisasi dengan peer group, dengan komunitas yang
dibangunnya.Perempuan adalah makhluk yang tidak hidup sendiri, ada keluarga, tetangga, teman, juga
sahabat. Dalam kehidupan sosialnya perempuan menjalankan peran sesuai dengan fungsinya.Melalui peran
inilah perempuan menjadi semakin tahu siapa dirinya. Konsep perempuan yang menjelankan peran tentang
dirinya tergantung pada peran yang ia lakukan di masyarakat. (Wahyu, 2011). Hal ini sejalan dengan apa
yang dipaparkan oleh Sosiolog, yaitu Robert Park dari Universitas Chicago bahwa masyarakat
mengorganisasikan, mengintegrasikan, dan mengarahkan kekuatan-kekuatan individu-individu ke dalam
berbagai macam peran (roles) (Wahyu, 2011). Meskipun demikian, menurut Abdullah dalam (Wulansari,
2011) beban perempuan yang berperan sebagai isteri tetaplah yang paling berat, sebab secara garis
besarnya perempuan mempunyai lima kegiatan yaitu : 1) kegiatan domestik di rumah tangganya; 2)
kegiatan di ruang publik, sebagai perempuan yang bekerja di luar rumah; 3) kegiatan bersosialisasi dengan
komunitasnya; 4) kegiatan sosial dan bermasyarakat; dan 5) kegiatan untuk kehidupan pribadinya dan
liburan untuk refreshing. Kelima peran ini kerap diperankan oleh perempuan dan berhasil sekalipun berat
untuk dijalankan. Hal ini menunjukkan keberdayaan perempuan dalam menjalankan perannya.
11
Peran perempuan di masyarakat
Ada perempuan yang memutuskan dalam hidupnya bahwa iaakan berperan sebagai perajin batik. Berarti ia
akan bekerja dan menghasilkan batik yang berbahan dasar dari kain mori, sutra, katun ataupun jenis
primisima. Mereka memiliki jam kerja fleksibel, karena ada dua pilihan, yaitu bekerja regular dengan upah
mingguan, atau upah borongan dan pekerjaan membatik dapat dikerjakan di rumah, sambil mengerjakan
kerjaan domestik lainnya. Sistem upah borongan ini menjadi pilihan beberapa perempuan yang masih
mempunyai bayi di rumahnya. Upah yang diterima kerap kurang memenuhi harapan kecukupan biaya
minimal untuk hidup, sehingga menurut Huda, sekarang tidak banyak generasi muda menjadi perajin batik
(Huda, 2018). Dengan upah yang jauh dari mencukupi, sebenarnya apa peran apa yang dilakukan oleh
perajin batik ketika memulai membuat batik? Langkah awal dalam membuat batik yang dikerjakan oleh
tangan adalah membuat motif-motif yang sudah disediakan polanya oleh pemesan.Lalu perajin
menjiplaknya diatas kain. Langkah selanjutnya pemberian malam panas dengan menggunakan canting.
Disinilah improvisasi para perajin, mereka ada yang menambahkan motif baik berupa bunga, kisah yang
berasal dari mitologi ataupun memberi isen-isen pada motif batik yang sudah dirancang. Proses tersebut
untuk membuat sehelai batik tulis yang bermutu membutuhkan waktu berbulan-bulan, bahkan sampai
setahun lebih. Berbeda dengan batik cap dengan perajin laki-laki, dapat dikerjakan dalam waktu relative
singkat. Berbeda juga ketika jenis motif batik di print menggunakan mesin besar, dalam satu hari dapat
menghasilkan puluhan meter batik (Sumarsono, Ishwara, Yahya, & Moeis, 2013). Di pesisir Jawa, perajin
batik juga mendapat ilham dengan meniru berbagai motif dari berbagai sumber, misalnya meniru ide dari
motif kain dari India, sulaman dari negeri China, cerita pewayangan, gambar bercerita dari Eropa, dan masih
banyak lagi (Sumarsono, Ishwara, Yahya, & Moeis, 2013, p. 67).
Dalam perjalanan sejarah perajin perempuan yang membuat batik pada awalnya di lingkungan istana atau
keraton seiring dengan banyaknya pengaruh dari luar maka muncul nama-nama yang masuk dalam
perjalanan sejarah, seperti nama Nona Josephina Carolina von Fraquemont, seorang wanita keturunan
German, yang mempelopori batik Belanda dengan cara membuat batik bercerita yang diinspirasi dari
dongeng-dongeng di Barat. (Sumarsono, Ishwara, Yahya, & Moeis, 2013, p. 68). Batik yang memiliki cerita
ternyata juga sudah ada sejak jaman dahulu kala.Misalnya batik yang diinspirasi dari cerita pewayangan,
ataupun dari kisah Mahabarata. Di beberapa daerah batik juga ada yang dikaitkan dengan simbol
kepercayaan sebagai penyembuh beberapa penyakit ataupun sebagai pengusir bala.
Selain sebagai perajin perempuan juga ada yang memilih peran sebagai pendidik, baik sebagai dosen
ataupun sebagai guru yang bergerak dalam bidang seni rupa. Peran perempuan sebagai guru atau dosen
dituntut dalam proses pembelajaran untuk dapat berinovasi dalam media pembelajaran di kelas dengan
memanfaatkan lingkungan sekitar dan teknologi. Menurut Hamalik bahwa mengajar berarti menyampaikan
pengetahuan kepada peserta didik atau murid di sekolah, sekaligus mewariskan kebudayaan kepada
generasi muda melalui lembaga pendidikan sekolah (Hamalik, 2011, p. 47).Hal ini berarti mengkondisikan
siswa menjadi warga Negara yang baik dan siap untuk dapat memenuhi harapan masyarakat ke depannya
(Hamalik, 2011, p. 52).
Adapun salah satu pendidik yang berhasil mengembangkan material untuk media pembelajaran adalah Ibu
Guru Niken yang kini sudah menjadi Kepala Sekolah di Bandung. Selama ± 7 tahun bereksplorasi terhadap
material dan teknik membatik. Hingga akhirnya berhasil menemukan jenis bubuk asam Jawa yang dicampur
dengan sejenis mentega. Agar campuran ini dapat digunakan dalam jangka waktu lama dicampur dengan
sejenis material untuk pengawetnya. Material ini ramah lingkungan dan sangat aman untuk diperkenalkan
bagi anak-anak. Selain bereksplorasi terhadap material juga mengembangkan beberapa teknik dalam
12
membatik. Kini keahliannya terus menerus dikembangkan dan disebarkan oleh sebuah kelompok yang
terdiri atas perempuan pendidik seni Indonesia yang tergabung dalam sebuah komunitas 22 Ibu.
Batik di tangan perempuan
Karya-karya batik yang dihasilkan oleh perajin batik diantaranya adalah kain panjang dengan ukuran 240-
270 cm. Kain ini dililitkan sekeliling badan bagian bawah hingga mata kaki (Sumarsono, Ishwara, Yahya, &
Moeis, 2013, p. 27). Sedangkan kain sarung panjangnya 200 cm dan pada bagian tepi kiri dan kanan
dipertemukan untuk disambungkan dengan cara dijahit rapi. Selain perajin tentu peran dari pemilik juga
sangat besar bagi perkembangan batik.Sebagai contoh lihat gambar 1 berupa sarung batik pada bagian
badan berupa motif Buketan latar galarandengan bagian pada kepalaberupa motif Dlorong.Istilah Buketan
merupakan istilah popular yang diambil dari buket bunga yang dipopulerkan oleh E.van Zuylen ((Ishwara,
Yahya, & Moeis, 2011, p. 90).
Gambar 1. Sarung batik pengaruh Belanda. 210 x 107 cm. Pembatikan: E. van
Zuylen. Asal: Pekalongan. Sumber: (Ishwara, Yahya, & Moeis, 2011, p. 92)
Perempuan sebagai pemilik pembatikan dari jaman dahulu berupaya agar batik mereka tidak mudah ditiru.
Salah satunya dengan menerakan tanda tangan pemiliknya di atas kain batik. Hal ini ditemukan pada batik-
batik yang menerakan tanda tangan Oey Siok Kiem, ditambahi tulisan M.D. E.van Zulyen, artinya model dari
E. van Zulyen (Ishwara, Yahya, & Moeis, 2011, p. 72). Selain itu juga, Eliza van Zuylen, dari awal proses
pembatikan sudah menandatangani batiknya, bahkan juga dengan cap tinta cina (lihat gambar 2 dan
gambar 3).
Gambar 2. Batik Belanda yang di tanda Gambar 3. Batik Belanda yang di beri
tangani. Pembatikan: E. van Zuylen. Asal: stempel dengan menggunakan tinta cina
Pekalongan. Sumber: (Ishwara, Yahya, & Pembatikan: E. van Zuylen. Asal:
Moeis, 2011, p. 244) Pekalongan. Sumber: (Ishwara, Yahya, &
Moeis, 2011, p. 244)
Saat ini untuk mengamankan hak cipta terkait dengan desain batik sudah difasilitasi oleh pemerintah
melalui lembaga yang berwenang. Kain batik tersebut diatas hingga kini terus dikembangkan dengan
berbagai motif yang menarik bahkan juga menginspirasi perempuan yang berprofesi sebagai pendidik seni
juga sebagai perupa. Salah satunya adalah Tessa yang membuat karya yang didominasi dengan motif batik
(lihat gambar 4). Penempatan motif batik yang mengarah diagonal dan sengaja di cropping untuk
penempatan vocal point pada figure Nyai Walidah, seorang pahlawan nasional yang akan di tonjolkan.
Warna merah yang dipilih sepintas mengingatkan akan warna merah yang terdapat pada batik Lasem.
13
Gambar 4. Nyai Walidah Achmad Gambar 5. Ani Idrus karya Erni Suryani.
Dahlan karya Tessa Eka Darmayanti. 2017. Ukuran 200 x 115 cm. Teknik Lilin
2017. Ukuran 200 x 115 cm. Teknik Lilin Dingin. Dokumentasi: Erni Suryani
Dingin.
Dokumentasi: Tessa Eka Darmayanti
Pada gambar 5 kita akan menjumpai sosok Ibu Ani Idrus seorang tokoh pergerakan. Dalam perjalanan
sejarah Beliau tercatat sebagai kontributor di Majalah Pandji Pustaka Jakarta, Sinar Deli dan Pewarta Deli,
Medan. Selanjutnya terjun ke dunia politik, bergabung dengan Indonesia Muda cabang Medan. Bersama
dengan suaminya meneruskan penerbitan Pewarta Deli, kemudian mendirikan majalah Wanita dan diikuti
oleh penerbitan harian Waspada di Medan. Gagasan karya ini berasal dari sebuah pas foto yang dilukiskan
dengan latar kain panjang. Pada bagian sisinya ditempatkan mengarah ke arah horizontal, mengingatkan
kita pada pinggir kain panjang batik garutan yang dihiasi dengan motif sisi tilu (sisi tiga) berupa sebaris gigi
walang (Sumartono, Ishwara, Yahya, & Moeis, 2016, pp. 68, 70). Pada karya Erni sisi tiga ditempatkan ke arah
veritikal. Olahan visual pada karya ini menempatkan motif dasar batik berupa bunga-bunga dengan latar
warna hitam yang dipadukan dengan teknik realis pada visualisasi sang tokoh. Pelukisan batik yang
dipadukan dengan karya seni lukis menjadi identitas visual pada subject matter karya ini. Kedua karya ini
merupakan contoh bagi pembelajaran sejarah melalui visual. Sekali tepuk dua tiga pulau terlampaui. Belajar
sejarah sekaligus belajar seni rupa melalui visualisasi batik.
Penutup
Perempuan dalam kehidupannya memiliki ruang domestik dan ruang publik, keduanya dijalankan sesuai
dengan perannya. Pilihannya ini membawa konsekuensi yang tidak ringan; tuntutan keluarga berupa
perhatian dan kasih sayang menjadi tantangan tersendiri untuk memenuhi hal tersebut. Pilihan peran baik
sebagai perajin batik, pendidik seni, ataupun perupa perempuan adalah ranah publik yang berhubungan
dengan dunia luar dan juga kemajuan teknologi. Perjalanan sejarah pembatikan yang awalnya didominasi
oleh perempuan membuktikan bahwa mereka adalah ujung tombak pengembangan motif batik dan juga
masalah hak cipta. Di ranah pendidikan juga ujung tombak untuk pengenalan batik, pelestarian batik,
sekaligus upaya inovasi dalam pengembangan teknik dan eksplorasi material batik di proses pembelajaran,
sebagai perupa perempuan juga sebagai ujung tombak pelestarian batik melalui visualisasi kekaryaan.
14
Daftar Pustaka
Hamalik, O. (2011). Proses Belajar Mengajar. Jakarta, DKI Jakarta, Indonesia: Bumi Aksara. Retrieved 2018,
from https://www.scribd.com/doc/194745737/Pengertian-Pendidikan-Mendidik-Pembelajaran-Mengajar
Hasan, A. (2017). Galeri: Media Komunikasi Gaeri Nsional Indonesia. Europalia: lalu, Kini [Budaya
Bendawi/Material Culture], p. 63. Retrieved February 15, 2018
Huda, M. (2018).
https://www.academia.edu/7427374/ANALISIS_FENOMENA_SOSIAL_DENGAN_TEORI_KARL_MARX_Marxist.
Retrieved 2018, from
https://www.academia.edu/7427374/ANALISIS_FENOMENA_SOSIAL_DENGAN_TEORI_KARL_MARX_Marxist
Ishwara, H., Yahya, L. S., & Moeis, X. (2011). Batik Pesisir Pusaka Indonesia. Jakarta, DKI Jakarta, Indonesia:
Kepustakaan Populer Gramedia. Retrieved 2018
R.E., C. (1997). Buah-buahan Yang Dapat Dimakan. Jakarta: Gramedia. Retrieved 2018, from
https://id.wikipedia.org/wiki/Asam_jawa
redaksi. (2016, April 8). Retrieved Februari 2018, from http://seni.co.id/2016/04/08/sepuluh-perempuan-
yang-paling-subversi-dalam-sejarah-seni-rupa/: http://seni.co.id/2016/04/08/sepuluh-perempuan-yang-
paling-subversi-dalam-sejarah-seni-rupa/
Sumarsono, H., Ishwara, H., Yahya, L. S., & Moeis, X. (2013). Benang Raja: Menyimpul Keelokan Batik Pesisir.
Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. Retrieved 2018
Sumartono, H., Ishwara, H., Yahya, L. S., & Moeis, X. (2016). Batik Garutan. Jakarta, DKI Jakarta, Indonesia:
PT Gramedia. Retrieved 2018
Wahyu, R. (2011, February). https://rinawahyu42.wordpress.com/2011/06/07/teori-peran-rhole-theory/.
Retrieved from https://rinawahyu42.wordpress.com/2011/06/07/teori-peran-rhole-theory/
Wibowo, A. B. (1996). Perspektif sejarah dan budaya terhadap perempuan (Aceh) . Wacana perempuan
Indonesia, p. 2.
Wulansari, P. (2011). http://mbaawoeland.blogspot.co.id/2011/12/peran-ganda-perempuan.html. Retrieved
2018, from http://mbaawoeland.blogspot.co.id/2011/12/peran-ganda-perempuan.html
15
15
Kekuatan Tersembunyi
Arleti Mochtar Apin
Terkait dengan tema pameran dari Direktur Sejarah yang menyoroti pahlawan dan tokoh perempuan, tentu
bukan sekedar bicara gender. Alasan utama adalah memperkenalkan sejarah atau pembelajaran sejarah
melalui media yang tak kaku,dalam hal ini adalah lukisan. Teknik yang dipilih juga merupakan pembelajaran
dari teknik batik yang telah lama ada di negeri kita ini.
Menarik dan menantang.
Ada beberapa daya tarik dalam tema ini;
Pertama : Sejarah , yang selalu dianggap membosankan, usang dan tidak menarik. Pada
umumnya orang mendengar kata sejarah, akan bereaksi meremehkan, sebab menggali
sesuatu yang sudah terkubur. Atau selalu dikaitkan dengan tekanan pelajaran sejarah
semasa sekolah , dipenuhi angka tahun tahun, sederet nama tokoh yang terdengar
kurang akrab. Sulit diingat padahal harus ingat untuk bisa lulus pelajaran sejarah. Lebih
banyak keluhan dari pada kekaguman dalam pelajaran sejarah, paling tidak ini kondisi
umum yang terjadi di masyarakat kita.
Kedua: Batik
Memang benar batik dimasa sekarang ini telah memperoleh pengakuan Unesco sebagai
warisan dunia. Lalu apa setelah itu? Tentu bukan euforia saja, melainkan suatu gerak
nyata yang perlu diambil. Batik memang dahulu berjaya ditanah air kita ini, pasang surut
dalam dunia yang berhubungan dengan batik.Banyak upaya yang dilakukan berbagai
pihak untuk mempertahan batik. Dari sisi teknik batik ttelah diupayakan banyak sekali
cara untuk membuat orang merasa batik itu tidak rumit pengerjaannya.
Lalu di sisi pengembangan fungsi, pengembangan ragam hias dan lainnya, tetap saja belum mampu
membuat batik memperoleh tempat yang terhormat di tanahnya sendiri.
Sebenarnya masih ada lagi beberapa daya tarik lain tapi kiranya telah terwakili oleh kedua pokok di atas.
Kami ditantang untuk melukiskan pahlawan perempuan dengan menggunakan teknik batik tamarin.Antara
senang dan gentar sejujurnya.
Belum lagi tantangan selanjutnya adalah ukuran yang besar sekali, paling tidak untuk saya pribadi, ukuran
yang diajukan itu besar sekali. Dan harus dibuat di atas kain sutra.Rasanya tantangan tersebut bertubi- tubi,
hingga menimbulkkan rasa ragu serta takut akan kegagalan. Karena pengalaman dalam teknik ini belum
terlalu dikuasai, juga diatas kain berlainan sekali dengan kertas.Tiap kesalahan tak dapat begitu saja
dikoreksi. Coretan yang salah tak akan bisa ditutupi.
Tapi pada akhirnya dapat dilihat dalam pameran.
Terlibat dalam kegiatan ini, telah membuka peluang untuk mempelajari sejarah.Paling tidak saya pribadi
harus membuka buku dan internet untuk mencari tahu tentang para pahlawan tersebut. Dan cukup
mengejutkan datanya, pahlawan Perempuan yang telah diakui Indonesia secara resmi hanya 12 saja.
16
Dalam benak saya terlintas pertanyaan;
benarkah hanya sekian itu jumlah pahlawan perempuan?
Beberapa tokoh dan pahlawan perempuan dari data Direktorat sejarah berhasil dihimpun. Dari sekian
banyak nama, ternyata cukup banyak yang asing, bahkan baru pertama kali mendengar namanya. Terutama
tokoh perempuan yang berasal dari daerah yang selama ini kurang diperbincangkan, tokoh inspiratif yang
banyak berbuat untuk daerahnya.Jasa mereka amat besar, sayang sekali tak cukup diberitakan hingga
banyak sekali yang tak dikenal umum.
Bertugas menggambarkan tokoh terpilih, tentu tak cukup hanya melihat gambar wajah yang bersangkutan,
perlu mengenali lebih jauh agar dapat menampilkan watak yang sesuai dengan tokohnya.Untuk beberapa
tokoh pahlawan yang telah banyak dipelajari semasa sekolah, tentu lebih mudah karena tak terlalu
asing.Banyak tulisan maupun buku yang menuliskan tokoh tersebut. Tetapi banyak sekali tokoh yang minim
data hingga sulit sekali memperoleh gambaran yang mendekati. Termasuk dari data dari sumber internet
yang tidak banyak menjelaskan baik perupaan maupun bahasan tulisan.
Lukisan Ida Ayu Rapeg dan foto aslinya oleh Arleti M Apin
Ternyata tanpa disadari, upaya mengenali tokoh yang harus dilukis, telah membuat kami belajar dan
mencari informasi sejauh mungkin.Dari kumpulan data tersebut, mulai terbangun gambaran mengenai para
tokoh, hingga timbul kekaguman atas jasa mereka yang telah dilakukan. Sebagai contoh, tokoh Ida Ayu
Rapeg, terdengar asing di telinga. Benar benar baru pertama kali mendengar nama beliau. Beliau adalah
orang yang amat peduli dengan kondisi masyarakat Bali, khususnya para wanita.
Menurut Darma Putra, wanita terpelajar Bali tahun 1930-an, ketika Indonesia masih dijajah Belanda,
berani tampil membentuk organisasi Poetri Bali Sadar (PBS) yang gerakannya ditujukan secara khusus
untuk membantu kaum wanita agar bisa meraih kemajuan seperti kaum laki-laki.
Pembentukan PBS merupakan reaksi dari dua kenyataan.Pertama, tahun 1930-an, banyak wanita Bali
yang masih buta huruf, tidak mau bersekolah karena bagi mereka dan masyarakat umumnya, wanita
tidak perlu sekolah.Tugas utama mereka adalah mengurus anak dan rumah tangga.Kedua, PBS
dibentuk karena organisasi Bali Darma Laksana yang terlebih dahulu ada terlalu memfokuskan
kegiatannya untuk laki-laki.“Wanita terpelajar yang aktif di Bali Darma Laksana akhirnya membentuk
organisasinya sendiri. Berdirilah Poetri Bali Sadar, 1 Oktober 1936,” ujar Darma Putra.
Salah satu tokoh pendiri PBS yang masih hidup sampai sekarang adalah I Gusti Ayu Rapeg, istri
mantan pejabat Gubernur Bali I Gusti Putu Merta.Namun, ketika membentuk organisasi itu, Rapeg
masih sangat muda, baru pulang dari sekolah di Blitar, Jawa Timur.Dia dan aktivis PBS kebanyakan
bekerja sebagai guru.
17
Menurut Darma Putra, keberanian wanita Bali “tempo doeloe” juga besar artinya kalau dilihat dari
kerasnya tekanan penjajah Belanda. “Belanda tidak ingin ada organisasi dinamis, yang membuat
masyarakat sadar bahwa penjajah itu jelek.Tetapi, wanita terpelajar kita waktu itu bisa mendirikan
organisasi, bukankah mereka hebat?” tambah Darma Putra mencoba memberikan persepsi baru citra
wanita Bali.Aktivis PBS juga memprotes poligami, memprotes eksploitasi wanita telanjang dada untuk
promosi pariwisata seperti muncul dalam sejumlah postcard.Protes mereka disampaikan dalam artikel
yang dimuat di majalah waktu itu.“Memang banyak wanita Bali yang menjadi penulis waktu itu,” kata
Darma Putra.
(https://dasarbali.wordpress.com/2008/05/31/wanita-bali-tempo-doeloe-itu-pemberani/)
Kutipan yang tak banyak tapi cukup memberikan gambaran sepak terjang beliau semasa muda. Telah
punya kesadaran tentang pentingnya pendidikan bagi kaum wanita, bukan untuk bersaing, melainkan untuk
dapat melaksanakan tugas sebai ibu dan wanita secara lebih baik. Berpikir panjang menyelamatkan
martabat , secara khusus para wanita agar terhormat, tidak dimanfaatkan oleh pihak yang kurang
bertanggungjawab.
Dilematis
Beliau berusaha agar para wanita itu dapat bangkit dan tak tinggal diam menghadapi kondisi pemanfaatan
wanita (eksploitasi seksual). Karena peran wanita amat penting bagi bangsanya, hingga perlu diingatkan
bahwa wanita terutama para ibu harus sehat mental spiritual untuk dapat menopang perkembangan
keluarganya. Pasti bukan hal yang mudah dilakukan saat itu karena pendidikan formal lebih banyak
didominasi pria, sebesar apa pun upaya yang dilakukan, tetapi beliau telah membuktikan baktinya bagi
masyarakat, utamanya di Bali.
Sebagai generasi yang sekarang, kehidupan telah berbeda jauh. Pendidikan bukan lagi
milik kaum pria, semua boleh dan berhak menikmati pendidikan hingga perguruan
tinggi sekalipun. Peluang beraktivitas juga terbuka luas, hampir tak ada bidang yang tak
bisa diikuti kaum wanita. Ibu rumah tangga sambil bekerja juga bukan hal yang aneh,
bahkan amat banyak dijumpai. Dengan perkembangan teknologi, banyak kemudahan
yang dapat meringankan tugas rumah tangga bagi para ibu, bila ingin serta mempunyai
kemampuan memadai untuk memilikinya. Ditambah lagi banyak usaha yang melayani
pekerjaan rumah tangga sehari hari. Bukankah ini membuka kesempatan yang luas bagi
para wanita untuk dapat berkegiatan?
Bekerja (karir) dan mengurus rumah tangga, bukan mudah karena masing masing mempunyai tanggung
jawab dan kinerja sendiri. Keputusan untuk Ibu bekerja kebanyakan didesak oleh kondisi ekonomi yang
memerlukan tambahan, atau kesempatan berpihak pada pihak wanita. Kesempatan kerja atau karir bisa saja
lebih terbuka bagi salah satu pihak, dan cukup banyak wanita yang tak rela melepas peluang ini, hingga
keputusan untuk makin intens dalam kerjanya. Peluang karir pasangan kurang besar dibandingkan
dengannya, hingga menunjukkan besar pendapatan pasangan wanita yang lebih daripada pasangan pria.
Atau posisi jabatan yang tinggi serta terpandang malah didapat oleh para wanita.
Spirit Inspiratif
Semangat bukan hal yang ditunggu, diberi apalagi datang sendiri, melainkan harus di upayakan oleh diri
sendiri. Jadi dalam mengisi kehidupan yang amat singkat ini tentunya adalah terus berkarya dalam bidang
masing- masing.Makin berguna untuk sesama, makin baik.Tak mudah menyerah, berusaha bangkit kala
terjatuh. Jatuh 7 kali harus bisa bangkit 8 kali. Betapa kuat dan gigih upaya yang mereka lakukan hingga
pada ahkirnya menunjukkan hasil yang berguna bagi masyarakat. Sering kali dihadang cemooh atau
pertentangan dari banyak pihak, tapi ketika ditekuni, maka akan membuahkan suatu hasil yang luar biasa.
Bercermin dari pengabdian para tokoh, semangatnya, kreativitasnya, tekadnya, amat memotivasi generasi
18
yang sekarang. Tak berpamrih tak berharap apa pun, mereka secara spontan terdorong untuk memberikan
baktinya, bukan untuk imbalan. Bagi kaum wanita yang lahir dimasa ini tentu tak perlu menghadapi
tantangan yang sama dengan para pahlawan dan tokoh yang mengalami masa sulit sebelum kemerdekaan.
Kini cukup banyak kemudahan dan kesempatan yang dapat dipergunakan oleh wanita. Tetapi bukan berarti
pula bahwa jaman ini serba mudah.Tiap masa tiap jaman memiliki karakteristiknya sendiri. Persoalan yang
dihadapi juga ada dan tidak sedikit.Berbeda? Tentu saja , sebab ruang dan waktunya telah bergeser,
kepentingan, tantangan juga berubah sesuai dengan jaman. Kegiatan yang amat tinggi tingkat
kesibukannya seolah menjadi hal yang lumrah di jaman sekarang ini. Kaum wanita juga mengalami
perjuangan dengan situasi yang berbeda, cara yang digunakan pun tak sama, tapi watak alamiah wanita tak
dapat dipungkiri, senantiasa menjaga dan berjuang. Menjaga keluarga dan kewilayahannya,
mempertahankannya sekuat mungkin. Memajukan, mengantarkan anak atau generasi yang lebih muda
untuk selamat serta mampu melewati rintangan. .
Peran wanita, ibu secara alamiah ternyata tak jauh beda, dari masa ke masa. Jadi manfaat dari para tokoh
pendahulu untuk selalu semangat berjuang dan berjuang di bidang apa pun agar bangsa kita dapat selamat
dengan segala warisan berupa fisik alam maupun nilai budayanya. Kita harus malu bila tak melakukan upaya
apalgi bila sama sekali tak melakukan apapun, daripada sia-sia, tentu sekecil apapun upaya pasti akan
membuahkan hasil.
Terima Kasih pada Ida Ayu Rapeg dan Ibu Megawati Soekarno Putri yang membuat saya pribadi mengenal
lebih jauh watak dan sepak terjangnya, wanita perkasa lainnya juga luar biasa.
Majulah wanita, majulah bangsaku.
19
Pengembangan Media Pembelajaran
Pendidikan Seni Budaya,
Membatik Berbasis Kearifan Lokal
(Bubur biji tamarind sebagai media pengganti malam / lilin yang ramah lingkungan)
Niken Apriani
Batik sarat akan muatan nilai-nilai yang diangkat dari akar budaya daerah, baik dari sisi kearifan lokal,
proses akulturasi budaya Jawa, Hindu, dan Islam ataupun juga pengaruh budaya pendatang.
Batik terus berkembang baik dalam bentuk motif maupun teknik pembatikannya.
Batik terus berkembang, ada teknik rintang tanpa malam atau lilin, dengan proses yang hampir sama
dengan membatik pada umumnya, yang membedakan adalah penggunaan material untuk perintang.
Keragaman proses pembuatannya merupakan salah satu munculnya batik modern. Batik Modern adalah
batik yang diolah dengan teknik baru, dapat juga disebut sebagai batik kreasi baru. Proses pembuatan
batik modern dihasilkan dari berbagai eksplorasi yang dilakukan oleh seniman batik, baik ekplorasi dalam
media maupun tehnik. Dalam perjalanan waktu, batik menjadi bagian dari media pembelajaran untuk
siswa dalam dunia pendidikan.
Sebagai contoh yang sudah saya implementasikan terhadap praktik dalam dunia pendidikan adalah
ekplorasi pengolahan material pengganti malam panas. Di bawah ini adalah gambaran bagaimana
mengimplementasikan pendidikan seni yang terintegrasi dan berbasiskan potensi sumber daya, dan
kearifan lokal.
Sebagai guru saya tertantang untuk mengenalkan dan praktik membuat batik
kepada siswa. Proses membatik tradisional yang akan diperkenalkan kepada
siswa dirasakan banyak kendala, diantaranya penggunaan kompor sangat
beresiko, karena digunakan di sekolah, belum pembuangan limbah dalam
proses pewarnaan dan pelorotan, selain itu, proses ini memerlukan air yang
tidak sedikit, sekolah belum mampu memanajemen limbah dengan baik.
Kesulitan saat mengajar ini yang menuntut saya untuk mencari alternatif
media lain dalam memberikan pelajaran membatik.
Sehingga beberapa alternatif saya cobakan. Material yang saya eksplorasi
adalah manotex. Fungsi manotex atau manutex atau Sodium Alginate
adalah untuk membuat pewarna batik menjadi kental. Manotek (manutex)
atau sodium alginate ini tidak memberikan efek apapun selain hanya
membuat larutan pewarna batik menjadi kental. Untuk itu, fungsi manotek
hanyalah sebatas sebagai pengental pewarna saja. Masalah dengan bahan
ini cukup mahal harganya selain itu kandungannya belum saya ketahui.
Saat akan berbelanja bahan ke Tasikmalaya koperasi mitra batik justru diberi tahu sang pedagang untuk
menggunakan bubuk biji asam atau tamarin sebagai pengganti manotex. Saya mencoba menggunaan
bahan tepung tamarin untuk mengganti fungsi perintang warna lilin malam dalam proses membatik
tradisional. Padahal Bubuk tamarin sebagai perintang tidak pernah dilakukan sebelumnya. Eskplorasi
20
dengan bahan ini dicoba dan diperaktikan untuk lebih mendapatkan kepraktisan dalam proses berkarya
kriya tekstil dan juga sebagai pengembangan dari proses batik tradisional.
Setelah itu saya mulai mempelajarinya, dan ternyata pengolahannya cukup mudah, ada beberapa
postingan di google yang ternyata bubuk tamarind ini selain sebagai pengental warna juga sangat aman,
bisa untuk mengobati luka. Dari sini, sayapun mulai berpikir untuk menggunakan tamarin sebagai
pengganti lilin. Bubuk biji tamarind ini memiliki tekstur seperti tepung terigu uniknya ketika dicampur
dengan air panas dia akan mengental. Kadar kekentalan tergantung dengan kebutuhan, untuk kain yang
cederung tebal, pembuatan bubur biji tamarind dibuat lebih encer, tetapi untuk kain yang tipis agak di
kentalkan.
Dalam pembuatan adonan bubur biji tamarind ini saya bereksperimen dengan
menambahkan sedikit margarin untuk memperhalus dan memberi sedikit kandungan
minyak. Tujuannya agar proses pewarnaan ada perintang minyak yang tentu akan
membantu merintangi ketika proses pewarnaan dan memudahkan proses pelorotan.
Ternyata efeknya sangat baik, hasil adonan menjadi sangat lembut dan menghasilkan
tekstur yang halus.
Penggunaan Gutha tamarin tidak terbatas pada jenis kain tertentu.
Pewarna disesuaikan dengan jenis kainnya. Untuk kain yang terbuat dari
serat sintetis menggunakan jenis pewarna disperse. Untuk jenis kain dari
serat alam bisa dengan pewarna alam misal kunyit, daun suji atau pewarna
jenis pewarna reaktif. Bahkan untuk membuat guratan yang dihasilkan dari
Gutha tamarin juga dapat ditambahkan pewarna, sehingga alur garis yang
dihasilkan juga berwarna.
Di bawah ini adalah tahapan tahapan proses batik dengan bubuk tamarin sebagai bahan rintang serta
langkah kerjanya:
Peralatan dan Material
Alat:
Pembidangan Spanram Plastik segitiga (masukan bubur
tamarind)
Perlengkapan lainnya adalah pensil, hekter, kwas berbagai ukuran, mangkuk tempat cat, kukusan
(untuk kain dari serat alam ), Setrika (untuk kain serat sintetis )
Material :
1. Tekstil / kain yang terbagi 2 jenis
a. Terbuat dari serat alam ( sutra, katun )
b. Terbuat dari serat sintetis ( jenis polyester )
21
2. Pewarna tekstil
a. Pewarna disperse campur dengan air panas untuk tekstil dari serat sintetis
b. Pewarna reaktif atau pewarna alam campur dengan air panas untuk tekstil dari serat alam.
3. Cara mengolah tepung biji tamarind.
Bubuk biji tamarind + margarin + air panas dan dingin = Bubur biji tamarind
Tepung biji tamarin 30 gram = sedikit margarin ( seujung sendok / 3 gram ) + air panas 100ml
aduk + 100ml air dingin aduk sehingga tercampur membentuk bubur tamarind
4. Proses kerja:
Bentangkan kain pada Pewarnaan sesuaikan dengan Finishing sesuaikan dengan
spanram, Pindahkan desain ke jenis kain. jenis kain,
atas kain, beri kontur pada kain poliyester disetrika,
desain dengan bubur tamarin apabila kain
yang sudah di masukan pada
jenis serat alam di kukus.
plastik segitiga.
Untuk kain jenis serat sintetis di panaskan dengan setrika: 1) Siapkan setrika dalam ondisi panas, 2)
Lapisi kain dengan kertas, 3) Panasi kain berlahan dengan setrika
5. Cara pengukusan untuk kain dari jenis serat alam
Kain lapisi kertas Lipat seperti membuat Gulung lipatan dan Letakan pada
koran bagian atas dan kipas Bungkus dengan kain kukusan yang
sudah dipanasi,
bawah atau dengan Tutup dengan kain
alumunium foil / handuk. Kukus
dengan ± 1 jam.
Apabila kain sudah selesai dikukus maka keringkan dengan cara diangin anginkan,
setelah selesai maka proses pelorotan dengan cara mencuci dengan air bersih.
22
Dari proses diatas dapat disimpulkan :
1. Penggunaan tepung biji tamarind sebagai bahan perintang lebih mudah dilakukan, karena
tidak menggunakan canting dan pemanas(kompor).
2. Limbah tamarin setelah pelorotan lebih ramah lingkungan.
3. Proses membatik menjadi lebih mudah bisa dilakukan oleh anak-anak atau orang dewasa.
4. Bisa diaplikasikan kedalam berbagai jenis tekstil baik dari serat alam maupun sintetis.
Eksplorasi penggunaan tepung biji tamarind dilakukan untuk lebih membudayakan batik hingga lebih
dikenal oleh berbagai masyarakat, memperkaya keragaman hasil kriya tekstil sehingga merupakan
alternatif berkarya kriya tekstil. Dengan berjalannya waktu, penggunaan biji tamarind ini sudah saya
praktikan di sekolah sekitar 7 tahun yang lalu hingga saat ini.
Penggunaan gutha tamarin dalam proses membatik lebih ramah lingkungan daripada dengan
penggunakan lilin atau malam. Selain itu, proses pewarnaannya tak serumit teknik batik umumnya pada
proses pewarnaan harus melalui proses pencelupan dan itu pun tak cukup sekali. Sehingga, limbah sisa
proses bisa mencemari lingkungan jika tak dikelola dengan baik. Dalam proses pewarnaan dalam teknik
gutha tamarin dilakukan layaknya melukis pada kanvas. Kemudahan dan keunikan ini juga saya
sharingkan melalui komunitas 22 Ibu, di Kota Bandung. Bahkan beberapa workshop di tingkat nasional
bahkan juga ke India pernah dilaksanakan bersama dengan komunitas seni tersebut.
Meski belum digunakan dalam industri tekstil dalam skala besar, saya optimis penggunaan gutha
tamarin akan semakin berkembang. Selain mengajar, kini saya juga disibukkan memberikan pelatihan
teknik gutha tamarin pada Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) dan sekolah-sekolah di wilayah
Jawa Barat, antara lain SMA N 8 Bandung, SMA 4 Cimahi, SMP 4 Cimahi, SMP 11 Bandung dan SMP
Margasih Kabupaten Bandung, juga beberapa stasiun TV lokal. Nyaris hampir seluruh sekolah di
lingkungan Cimahi mengajarkan batik kepada siswanya dengan menggunakan material biji tamarin yang
dicampur dengan mentega. Guru-guru sudah dapat mengajarkan membatik dengan lebih mudah, murah
dan ramah lingkungan. Harapan saya kedepannya, material yang berasal dari alam Indonesia yaitu
bubuk asam jawa yang dikombinasikan dengan hasil eksperimen saya yaitu dengan mentega, dapat
terus berkembang sebagai media pembelajaran.
23
Seni Rupa Sebagai Media Pembelajaran
Sejarah Pahlawan dan Tokoh Perempuan,
Membawa Misi Pembaharuan Dalam
Memahami Sejarah dan Membangun
Karakter Anak Bangsa
Nuning Yanti Damayanti
Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai Pahlawan, Sejarah dan Budaya leluhurnya.
(Soekarno,1957)
Prolog
Proses pengalihan pengetahuan dari satu generasi kegenerasi terjadi pada setiap zaman. Proses
pembelajaran berbagai ilmu pengetahuan secara turun temurun pada suatu komunitas masyarakat atau
bangsa. Pengetahuan tersebut akan tetap dijalankan apabila masih ada pendukungnya dan apabila budaya
tersebut masih memiliki nilai-nilai yang selaras dengan perkembangan zaman. Pengalihan Budaya modern
dilakukan dengan pendidikan formal di sekolah dan atau pendidikan informal. Proses pembelajaran informal
biasanya alih pengetahuan yang dilakukan secara turun temurun melalui keluarga atau lingkungan
masyarakat terdekatnya. Proses belajar dalam masyarakat Tradisi di Indonesia sebagian dilakukan melalui
media kesenian yang biasanya mengandung nilai nilai dan simbol simbol sosial masyarakatnya, yang
berkaitan jati diri bangsa dan filsafat hidupnya. Akan tetapi makna dan nilai nilai tersebut mulai memudar
karena tergerus oleh perkembangan zaman, arus modernisasi dan globalisasi yang gencar masuk ke wilayah
Indonesia.
Modernisasi masa kini selain berdampak positif bagi kehidupan masyarakat Indonesia
juga menyebabkan tergerusnya nilai nilai budaya bangsa, sehingga banyak yang tidak
dipahami lagi oleh generasi sekarang. Untuk itu dalam pendidikan formal penelitian
mengenai produk budaya kesenian adalah salah satu upaya yang sangat penting untuk
merekam dan memahami nilai nilai hidup manusia Indonesia, yang telah teruji
sepanjang masa. Kelak hasil penelitian penelitan tentunya akan sangat berguna untuk
pembelajaran bagi generasi masa depan. Kontribusi bidang Seni dalam proses alih
budaya serta pendidikan di Indonesia diharapkan bisa membawa misi pembaharuan
membangun martabat bangsa yang memiliki karakter dan jati diri.
Sejarah juga mencatat proses belajar mengajar dalam masyarakat Tradisi di Indonesia banyak dilakukan
melalui media kesenian. Kesenian adalah hasil olah rasa dan karsa manusia yangsarat dengan nilai nilai
kehidupan masyarakat penciptanya dan berkaitan dengan jati diri serta filsafat hidupnya.
Gambar 1. Tari Tarek Pukat, dari Aceh
Tari ini mempelajari kehidupan Nelayan di perairan Indonesia.
24
Gambar 2. Rampak Gending
Mempelajari nada, kekompakan, tepa salira, toleransi, tidak egois
Proses pembelajaran itu diperkaya dengan adanya interaksi dengan budaya bangsa lain. Sejarah bangsa
Indonesia tidak pernah lepas dari interaksi dengan bangsa-bangsa lain, karena posisinya yang strategis
wilayah persimpangan antar benua hingga saat ini. Arus modernisasi dan globalisasi yang gencar masuk ke
wilayah Indonesia selain berdampak positif bagi kehidupan masyarakat Indonesia, juga berdampak negatif
apabila kita tidak memiliki akar jati diri yang kuat sebagai benteng penyaring arus gobalisasi yang kurang
tepat bagi bangsa yang mana bisa menyebabkan tergerusnya nilai nilai budaya dan penghayatan akan
filsafat hidup serta lunturnya pemahaman sejarah bangsa. Kita bisa melihat fenomena perubahan
bagaimana sejarah dan kiprah keteladanan leluhur bangsa mulai terlupakan, sehingga tidak dipahami lagi
secara lengkap oleh generasi sekarang. Penyebab lainnya kemungkinan proses pembelajaran sejarah yang
kurang mengikuti perkembangan zaman sehingga belajar sejarah hanya sekedar hafalan menjadi kurang
menarik dan membosankan.
Tokoh tokoh pahlawan dan figur-figur teladan bangsa dalam sejarah Indonesia tidak
lagi banyak diingat dengan baik, tergantikan oleh figur masa kini atau bahkan figur
asing yang ditampilkan lebih atraktif dan menarik. Pada akhirnya sejarah tokoh-tokoh
teladan dan panutan tergeser oleh penampilan tokoh-tokoh hero asing yang menjadi
panutan generasi muda masa kini. Dapat dibayangkan bila tidak ada perubahan
generasi muda kemudian hari semakin tidak akan mengenal sejarah pahlawan dan
tokoh-tokoh teladan leluhurnya sendiri.
Bangsa yang tidak mengenal leluhurnya akan menjadi bangsa tidak percaya diri dan
tidak bisa bergaul dalam lingkungan global, karena mereka tidak lagi mengenai asal
usul jati dirinya sendiri. Bila kelak terjadi kondisi seperti itu tentunya sangat
memprihatinkan. Upaya upaya mengenali kembali dan membangkitkan keinginan tahu
mengenai sejarah bangsa dan leluhur bangsa bisa dilakukan dengan sangat strategis
karena didukung oleh program Presiden Republik Indonesia sekarang Program
pemerintah focus dibidang pendidikan dalam pembelajaran membangun karakter anak
bangsa adalah hal yang mendesak harus dilaksanakan.
Dalam mendukung program pemerintah salah satu inisiatif yang sangat baik dari Direktorat Sejarah,
Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yaitu proses pembelajaran
sejarah melalui wujud kesenian, menjadi alternatif yang berbeda dengan proses pembelajaran formal di
Sekolah. Khususnya berkaitan dengan upaya mengenalkan perjuangan para pahlawan dan tokoh teladan
Indonesia kepada generasi muda dan masyarakat melalui wujud seni rupa.
25
Adalah prakarsa Direktur Sejarah yang berinisiatif mengajak Perempuan Pendidik Seni Indonesia dari
Komunitas 22 Ibu untuk bekerjasama mengenalkan serta mengakrabkan kembali karakter pahlawan,
biografi tokoh bersejarah dan kiprah figur teladan dalam kesempatan ini difokuskan pada tokoh
perempuan.
Gambar 3. Lukisan Rasuna Said dalam Buku Pahlawan
dan Tokoh Perempuan Dalam Bingkai Kebudayaan.
(Foto Koleksi pribadi )
Sejumlah pengunjung surprise melihat lukisan pahlawan Rasuna Said saat dipamerkan di Galeri Nasional
selama ini menduga Rasuna Said itu laki-laki, kemudian mereka merasa mendapat informasi yang baru dan
lebih lengkap lagi ketika membaca buku Pahlawan dan tokoh perempuan Indonesia diekspresikan dalam
wujud visual karya seni rupa dibuat dengan teknik lilin dingin dengan bahan dasar pengganti lilin panas
yaitu Gutha Tamarin pada media kain sutra.
Ekspresi wujud visual pahlawan dan tokoh yang digoreskan pada media sutra terdiri dari 12 Pahlawan
Perempuan yang dianugrahi gelar pahlawan Nasional oleh Pemerintah Republik Indonesia, kemudian 16
Tokoh Pejuang Pergerakan Indonesia, dan 6 tokoh teladan perempuan yang dinilai bisa memberi inspirasi
kepada masyarakat. Pemilihan tokoh tersebut telah ditetapkan dan dipilih oleh Direktorat Sejarah tentunya
dengan berbagai pertimbangan khusus, mewakili daerah-daerah seluruh wilayah Indonesia.
Sesuatu yang memiliki nilai lebih dari gagasan ini adalah kolaborasi bidang sejarah dan bidang seni rupa
yang bukan hanya mempublikasikan lukisan pahlawan dan tokoh perempuan Indonesia dalam kegiatan
pameran. Upaya lainnya adalah menerbitkan buku yang memuat paparan sejarah dan biografi pahlawan
serta tokoh tokoh nasional perempuan tersebut, tapi juga sekaligus disandingkan dengan lukisan tokoh-
tokoh yang dibuat dengan teknik batik hasil pengembangan yaitu teknik batik lilin dingin, yang lebih
sederhana dan lebih mudah dipraktekan.
Gambar 4. Perempuan Pahlawan SK Trimurti, Maria Martha Tiahahu, Maria Ulfah, Rohana Kudus
(Foto koleksi Pribadi)
26
Sehingga buku tersebut memberikan informasi yang lengkap dalam upaya mensosialisasikan dan
mengenalkan kembali sejarah kepahlawanan dan kehadiran tokoh-tokoh perempuan yang telah
menginspirasi masyarakat karena kiprahnya yang nyata. Selain itu juga memperkenalkan teknik melukis
hasil pengembangan yang berakar dari kekayaan dan kearifan lokal yaitu teknik Batik yang sudah
dikukuhkan tahun 1997 menjadi warisan dunia oleh Unesco.
Jadi seperti yang telah ditulis sebelumnya nilai lebih dari gagasan ini adalah karena ada tiga unsur
kebudayaan dimuat dalam buku ini yaitu unsur ilmu pengetahuan yaitu sejarah, unsur kesenian yaitu seni
rupa, dan unsur teknologi yaitu pengembangan teknologi melukis Batik dengan mempergunakan Gutha
Tamarin yang terbuat dari tepung biji asam menggantikan malam/lilin cair panas pada Teknik Batik
tradisional. Ketiga unsur kebudayaan menjadi satu kesatuan yang utuh berakar dari hasil olah rasa, olah
pikir dan olah karsa warisan leluhur bangsa Indonesia, tentunya selaras dengan program pemerintah
mendukung pembelajaran yang membangun karakter bangsa melalui pendekatan menyeluruh berbasis akar
jati diri bangsa.
Gbr.5 Buku Pahlawan dan Tokoh Perempuan
Dalam Bingkai Kebudayaan.
(Foto Koleksi pribadi )
Misi dari penulisan buku sejarah dan kegiatan publikasi melalui pameran sekaligus juga pembelajaran
sejarah pada masyarakat ini dirancang sangat inovatif menjadi kolaborasi sinergi yang sangat baik dan unik
antara bidang kebudayaan dan pendidikan dengan para pendidik seni. Tujuannya agar tercapai proses
pembelajaran yang diharapkan akan mempermudah dan menyenangkan dalam mengenal sejarah para
pahlawan bangsa sekaligus merasa bangga dengan warisan leluhur yang tetap bisa tampil dengan kekinian
sesuai dengan perkembangan zaman.
Buku yang memuat gambaran Pahlawan dan Tokoh Nasional Perempuan Indonesia yang diekspresikan
melalui Teknik Batik Gutha Tamarin, tentunya dengan harapan nantinya akan menjadi bacaan yang menarik
bagi siapapun, karena selain penampilannya yang unik juga memuat narasi penggalan sejarah Indonesia
yang terbaca dalam biografi dan kiprah para tokoh tersebut. Disamping nilai-nilai kehidupan dan moral
yang disampaikan melalui narasi , visualisasi figur-figur dalam karya ini, akan menjadi bagian dari proses
apresiasi untuk melatih kepekaan rasa pada unsur-unsur rupa juga pembelajaran nilai-nilai estetik dalam
berkesenian.
27
Epilog
Kesenian di sebagian masyarakat Indonesia sejauh ini masih menjadi media pembelajaran tentang
keseharian, hidup bersosialisasi, alat mengasah kepekaan rasa, nalar dan nilai-nilai social. Dengan kesenian
masyrakat mempelajari masa lalu, masa kini dan hidup memprediksi masa depan. Kesenian menyatu dalam
kehidupan sehari-hari membangun karakter dan jati diri, kehidupan bermasyarakat ini masih terlihat di
wilayah Bali meskipun pengaruh modernisasi dan perkembangan teknologi tinggi serta industrialisasi yang
materialistik dan pengaruh budaya asing lainnya, sangat gencar memasuki wilayah Indonesia
mengakibatkan berbagai benturan-benturan dalam kebudayaan, sejauh ini masyarakat Bali masih mampu
menempatkan nilai-nilai budaya seni sebagai transendensi estetik, dengan segala keunikan dan
keberagamannya sehingga seni tidak menjadi semata materalistik saja. Karakteristik tersebut banyak
menarik perhatian bangsa lain yang kemudian membangkitkan kesadaran kita semua, khususnya terhadap
seni tradisi di Indonesia dsan berupaya untuk menggali kembali nilai-nilai luhur bangsa, sejarah dan para
luluhur. Salah satu yang direalisasikan dalam kehidupan nyata adalah kegiatan pameran mengenal
pahlawan perempuan, dengan menggunakan teknik Batik yang sudah dikembangkan. Dengan harapan kita
bisa menghayati perjuangan pahlawan dan kiprah tokoh perempuan inspiratif Indonesia diharapkan
nasionalisme serta penghayatan mengenai karakter bangsa Indonesia secara bertahap dan
berkesinambungan bisa terbangun.
28
PAHLAWAN
NASIONAL
Yanti Dyah Limaningsih
YANTI DYAH LIMANINGSIH || Nyi Ageng Serang
Nyi Ageng Serang (1752 – 1834)
Raden Adjeng Kustiyah Wujaningsih Retno Edi yang disebut Puteri Serang atau Nyi Ageng Serang lahir
pada tahun 1752 di Desa Serang, Purwodadi. Dibesarkan di lingkungan keluarga pejuang yang gigih
menentang penjajah, dengan latar keagamaan yang kuat. Nyi Ageng Serang tumbuh menjadi seorang
wanita yang berpribadian kuat, berdarah patriotik, anti penjajahan dan anti pengaruh asing. Nyi Ageng
Serang seorang ahli siasat perang dan penentu strategi dalam perang Pangeran Diponegoro. Empat
tahun setelah berakhirnya perang Diponegoro, tepatnya pada tahun 1834 Nyi Ageng Serang wafat
dalam usia 76 tahun. Jenazahnya dimakamkan di desa Beku, Kabupaten Kulonprogo, Yogyakarta. Nyi
Ageng Serang mendapat gelar Pahlawan Nasional melalui Surat Keputusan Presiden RI
no084/TK/1974.
30
Rina Mariana
RINA MARIANA || Nyi Martha Christina Tiahahu
Martha Christina Tiahahu (1800-1818)
Martha Christina Tiahahu lahir 4 Januari 1800 di Desa Abubu, Nusalaut, Maluku. Ia kerap mengikuti
ayahnya dalam rapat-rapat pembentukan kubu-kubu pertahanan hingga pada perang Pattimura di
tahun 1817. Ia turut melawan Belanda di desa Ouw, Ullath, Pulau Saparua, dalam pertempuran itu, ia
memimpin pasukan perang wanita dan mendampingi pasukan laki-laki dalam perebutan wilayah
Maluku dari penjajah, menggunakan bambu runcing dengan ikat kepala melingkar di kepala. Martha
Christina bersama pejuang lainnya yang tertangkap, diberangkatkan ke Pulau Jawa untuk dipekerjakan
secara paksa di perkebunan kopi. Marta Christina Tiahahu meninggal pada 2 Januari 1818. Pemerintah
Indonesia memberikannya gelar Pahlawan Nasional melalui Keppres No. 012/TK/1969, Tgl. 20 Mei 1969.
31
Shitra Noor Handewi
SHITRA NOOR HANDEWI || Cut Nyak Dhien
Cut Nyak Dhien (1848-1908)
Pahlawan Kemerdekaan Nasional kelahiran Lampadang, Aceh, tahun 1848, ini sampai akhir hayatnya
teguh memperjuangkan kemerdekaan bangsanya. Perlawanannya dilakukan secara bergerilya, hingga
dirasakan Belanda sangat mengganggu bahkan membahayakan pendudukan mereka di tanah Aceh.
Cut Nyak Dien merupakan salah satu dari perempuan berhati baja yang di usianya yang lanjut masih
mencabut rencong dan berusaha melawan pasukan Belanda sebelum ia akhirnya ditangkap dan
dibawa ke Sumedang bersama dengan tahanan politik Aceh lain. Pada 6 November 1908, Cut Nyak
Dhien meninggal. Pemerintahan Soekarno menganugerahinya sebagai Pahlawan Nasional Indonesia
melalui SK Presiden RI No.106 Tahun 1964 tepatnya pada tanggal 2 Mei 1964.
32
Ariesa Pandanwangi
ARIESA PANDANWANGI || Cut Meutia
Cut Meutia (1870-1907)
Cut Mutia lahir di Pirak, Keureutoe, Aceh Utara tahun 1870. Cut Mutia bersama dengan suaminya,
dengan cerdik menggunakan taktik gerilya untuk mengecoh penjajah Belanda. Mereka bersama
sejumlah pejuang lain berhasil merebut satu persatu pos milik Belanda dan melucuti logistiknya.
Sampai akhirnya peristiwa pertempuran di Alue Kurieng pada tanggal 24 Oktober 1910
merenggut nyawanya. Cut Meutia wafat oleh peluru yang ditembakkan oleh pasukan Belanda. Ia
menjadi pahlawan nasional Indonesia berdasarkan Surat Keputusan Presiden Nomor 107/1964
pada tahun 1964. Pemerintah Indonesia juga menunjukan penghormatan tertinggi atas
perjuangan Cut Meutia melalui mata uang rupiah dengan nilai nominal Rp 1000,- Dimana sosok
Cut Meutia menjadi satu-satunya tokoh perempuan dari dua belas tokoh sejarah yang terpilih
menghiasi mata uang edisi terbaru yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia.
33
Arti Sugiarti
ARTI SUGIARTI|| Maria Walanda Maramis
Maria Walanda Maramis (1872-1924)
Maria Yosephin Catherine Maramis, demikian nama asli Maria Walanda Maramis Lahir di Kema,
Kabupaten Minahasa , Sulawesi Utara pada 1 Desember 1872. Ia merupakan pendobrak adat, pejuang
kemajuan, dan emansipasi perempuan di dunia politik dan pendidikan. Maria menulis artikel di surat
kabar manado, tjahaya siang, tentang pentingnya peranan ibu dalam keluarga, seperti mengasuh dan
menjaga kesehatan keluarga, dam member pendidikan awal pada anaknya. Maria bersama beberapa
orang mendirikan pencinta Percintaan Ibu Kepada Anak Turunannya (PIKAT), pada tanggal 8 juli 1917
dengan tujuan mendidik perempuan yang tamat sekolah dasar. Pada tanggal 22 april 1924 di usia 51
tahun, Maria Walanda Maramis meninggal dunia. Untuk menghargai peranannya, ia dianugerahi gelar
Pahlawan Pergerakan Nasional pada tanggal 20 Mei 1969 oleh pemerintah Indonesia.
34
Tessa Eka Darmayanti
TESSA EKA DARMAYANTI || Nyai Walidah Achmad Dahlan
Nyai Walidah Achmad Dahlan (1872-1946)
Siti Walidah lahir pada tahun 1872 di Kauman, Yogyakarta.Semasa hidupnya, Nyai Walidah
mengembangkan gerakan perempuan berbasis agama, bernama Aisyiyah, organisasi perempuan dari
Muhammadiyah. Melalui Aisyiyah, Walidah mendirikan sekolah untuk perempuan, asrama putri,
melakukan pemberantasan buta huruf, pemberantasan kawin paksa, dan memberikan pendidikan
Islam bagi perempuan. Walidah juga memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dengan menggu-
nakan rumahnya sebagai dapur untuk para tentara, mempromosikan dinas militer kepada para murid
dan lulusan Muhammadiyah, serta mengajarkan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan kepada
murid-murid di sekolah-sekolahnya. Nyai Walidah wafat pada 31 Mei 1946, di Yogyakarta. Beliau
mendapatkan gelar Pahlawan Nasional pada tanggal 10 November 1971 dari Presiden Soeharto
melalui Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 1971.
35
Endang Caturwati
ENDANG CATURWATI || R. A Kartini
R. A. Kartini (1879-1904)
Raden Ajeng Kartini lahir di Jepara pada 21 April 1879. Ia dikenal sebagai pelopor kebangkitan
perempuan, yang memperjuangkan emansipasi antara pria dan wanita. Kartini menuangkan
keresahannya akan nasib bangsa, terutama perempuan melalui surat-suratnya kepada para
sahabatnya yang kemudian dibukukan dengan judul Habis Gelap Terbitlah Terang. Kartini
membuka sekolah di pendopo Kabupaten Rembang setelah menikah dengan Raden Adipati
Joyodoningrat. Perhatian Kartini bukan hanya pada masalah pendidikan dan kesetaraan relasi laki-
laki dan perempuan, dia juga menaruh perhatian kepada kesejahteraan masyarakat. Kartini wafat
pada 17 September 1904. Pemerintah Republik Indonesia memberikan anugerah gelar Pahlawan
Nasional berdasarkan pada Keputusan Presdien RI No. 108 Tahun 1964 Tanggal 2 Mei 1964.
36
Sri Rahayu Saptawati
SRI RAHAYU SAPTAWATI || Opu Daeng Risaju
Opu Daeng Risaju (1880-1964)
Opu Daeng Risadju merupakah pahlawan nasional dari Luwu, Sulawesi Selatan.Ia lahir pada 1880
di Luwu, dan wafat pada 10 Februari 1964 di Palopo, Sulawesi Selatan. Ia berjuang untuk
kemerdekaan Indonesia. Ia terjun ke dunia politik melalui Partai Syarikat Islam Indonesia. Opu
Daeng Risaju dan pengikutnya juga melakukan perlawanan fisik dalam meperjuangkan dan
mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Atas sepak terjangnya, perempuan ini harus merasakan
dinginnya penjara dan dikucilkan oleh para bangsawan keluarganya. Atas jasa dan perjuangan
yang begitu besar bagi bangsa Indonesia, Pemerintah Republik Indonesia pada akhirnya
menetapkan Opu Daeng Risaju Sebagai Pahlawan Nasional berdasarkan SK Presiden RI No.
085/TK/Tahun 2006, tanggal 3 November 2006
37
Meyhawati Yuyu Julaeha Rasep
MEYHAWATI YUYU JULAEHA RASEP || R Dewi Sartika
R Dewi Sartika (1884-1946)
Dewi Sartika lahir di Cicalengka, Bandung, 4 Desember 1884. Dewi Sartika memulai perjuangannya
didunia pendidikan sejak tahun 1902 dengan mengajarkan membaca, menulis, memasak, dan
menjahit bagi kaum perempuan. Tanggal 16 Juli 1904, Raden Dewi Sartika mendirikan Sekolah Istri
atau Sekolah Perempuan pertama di Hindia Belanda. Tahun 1914, berubah namanya menjadi
Sekolah Kautamaan Istri, lalu Sakola Kautamaan Isteri diubah namanya menjadi Sakola Raden Dewi
pada tahun 1929, dan menyebar ke wilayah priangan dan luar Jawa. Keberhasilan sekolah
perempuan Dewi Sartika bisa mencetak lulusan-lulusan perempuan yang haknya sama dengan
kedudukan laki-laki. Dewi Sartika wafat tepatnya pada 11 September 1947 di Cineam, Tasikmalaya.
Beliau mendapat gelar Pahlawan Nasional dari pemerintah Indonesia melelui Keppres No. 252
Tahun 1966.
38
Nurul Primayanti
NURUL PRIMAYANTI || R Dewi Sartika
R. Dewi Sartika (1884-1946)
Dewi Sartika lahir di Cicalengka, Bandung, 4 Desember 1884. Dewi Sartika memulai perjuangannya
didunia pendidikan sejak tahun 1902 dengan mengajarkan membaca, menulis, memasak, dan
menjahit bagi kaum perempuan. Tanggal 16 Juli 1904, Raden Dewi Sartika mendirikan Sekolah Istri
atau Sekolah Perempuan pertama di Hindia Belanda. Tahun 1914, berubah namanya menjadi
Sekolah Kautamaan Istri, lalu Sakola Kautamaan Isteri diubah namanya menjadi Sakola Raden Dewi
pada tahun 1929, dan menyebar ke wilayah priangan dan luar Jawa. Keberhasilan sekolah
perempuan Dewi Sartika bisa mencetak lulusan-lulusan perempuan yang haknya sama dengan
kedudukan laki-laki. Dewi Sartika wafat tepatnya pada 11 September 1947 di Cineam, Tasikmalaya.
Beliau mendapat gelar Pahlawan Nasional dari pemerintah Indonesia melelui Keppres No. 252
Tahun 1966.
39
Endah Purnamasari
ENDAH PURNAMASARI || HR. Rasuna Said
HR Rasuna Said (1990-1965)
Rasuna Said lahir di Maninjau, Agam, Sumatera barat pada tanggal 14 September 1910. Rasuna
Said adalah wanita yang aktif berjuang melalui Sarekat Rakyat. Ia juga dikenal peranannya dalam
Persatuan Muslim Indonesia (PERMI). Rasuna Said terkenal sebagai seorang orator ulung,
kepiawaiannya dalam berpidato membuatnya dijuluki sebagai “Singa Mimbar”. Setelah proklamasi
kemerdekaan bergema, ia kembali aktif dalam dunia politik. Ia menjabat sebagai Dewan
Perwakilan Sumatra mewakili Sumatra Barat. Kemudian ia terpilih sebagai anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Serikat (DPR RIS). Karir politiknya terus menanjak hingga ia
menjabat sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung sampai akhir hayatnya. Rasuna Said wafat
pada 2 November 1965. Tanggal 13 Desember 1974 Ia diangkat menjadi pahlawan nasional.
berdasarkan Surat Keputusan Presiden R.I. No. 084/TK/Tahun 1974.
40
Nuning Y Damayanti
NUNING Y DAMAYANTI || Fatmawati Soekarno
Fatmawati Soekarno(1923-1980)
Fatmawati yang bernama asli Fatimah lahir pada 5 Februari 1923. Ia menikah dengan Bung Karno pada 1
Juni 1943 di Bengkulu. Fatmawati memberikan teladan yang baik bagi kaum perempuan Indonesia baik
dalam bersikap, bertingkah laku maupun dalam berpakaian. Tanggal 17 Agustus 1945, ketika Bung
Karno dan Bung Hatta membacakan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di halaman rumah Jl.
Pegangsaan Timur, Fatmawati merupakan salah seorang saksi mata dari peristiwa bersejarah tersebut.
Ketika itu pulalah bendera Merah Putih, yang dijahit Fatmawati, pertama kali dikibarkan. Tanggal 14 Mei
1980 di Kuala Lumpur, Malaysia, Ibu Fatmawati menghembuskan napas terakhirnya dalam perjalanan
pulang umroh dari Mekah. Ia kemudian dimakamkan di Karet Bivak, Jakarta. Ia diberi gelar pahlawan
nasional pada 4 November 2000 melalui SK Presiden Republik Indonesia No. 118/TK/Tahun2000.
41
Eneng Nani Suryati
ENENG NANI SURYATI || Raden Ajeng Fatimah Siti hartinah
Raden Ajeng Fatimah Siti Hartinah (1923-1996)
Ibu Tien bernama lengkap Hj. R.A. Fatimah Siti Hartinah adalah istri Presiden Indonesia kedua,
Jenderal Purnawirawan Suharto. Beliau akrab dipanggil dengan nama Ibu Tien. Lahir di Desa Janten,
Surakarta, Jawa Tengah tanggal 23 Agustus 1923. IbuTien bertemu Pak Harto dan menikah tanggal
26 Desember 1947. Pada tahun 1967, melalui Sidang Istimewa MPRS, Suharto diangkat menjadi
presiden. Sebagai Ibu Negara, tentu saja Ibu Tien mengemban banyak tugas yang tidak ringan.
Salah satu kontribusi terbesar dari Ibu Tien adalah membangun Taman Mini Indonesia Indah (TMII).
Setelah kurang lebih selama 47 tahun mendampingi suaminya Soeharto, tepat pada hari Minggu,
28 April 1996, Siti Hartinah wafat di Jakarta. Ibu Tien mendapatkan gelar Pahlawan Nasional melalui
Keppres No. 060/TK/1996, Tgl. 30 Juli 1996.
42
TOKOH
PERGERAKAN
Nida Nabilah
NIDA NABILAH || Raden Ayu Lasminingrat
Raden Ayu Lasminingrat (1843-1948)
Raden Ayu Lasminingrat adalah seorang tokoh perempuan di bidang kesusastraan Sunda dan tokoh
pendidikan untuk kaum perempuan. Ia dilahirkan pada Lahir di Garut pada tahun 1843 dari pasangan
Raden Haji Moehammad Moesa dan Raden Ayu Riya dan wafat pada 10 April 1948, dimakamkan di
kawasan Masjid Agung Garut. Ia melakukan penerjemahan buku-buku cerita berbahasa asing ke dalam
bahasa Sunda yang disusunnya, ia membuka wawasan dan mencerdaskan masyarakat (terutama kaum
perempuan) pada zamannya. Mempertimbangkan keadaan perempuan dalam pendidikan pada masa
itu, ia mendirikan sekolah untuk kaum perempuan pada 1909, dengan nama Sakola Kautamaan Istri di
ruang gamelan pendopo Kabupaten Garut. Ia tidak hanya menjadi bagian dari ingatan kolektif di
dalam masyarakat Garut atau Jawa Barat, tetapi juga masyarakat Indonesia dalam aspek perjuangannya
mendidik kaum perempuan pribumi.
44
Siti Sartika
SITI SARTIKA || Ratu Zaleha
Ratu Zaleha (1880-1953)
Ratu Zaleha adalah tokoh emansipasi wanita dari Kalimantan, dilahirkan di Muara Lawung, 1880
wafat pada 24 September 1953. Ia adalah anak dari Sultan Muhamad Sema, Putra Pangeran
Antasari. Ratu Zaleha menikah dengan Gusti Muhammad Arsyad. Bersama suaminya ia berjuang
melawan penjajah di tanah Banjar, meneruskan perjuangan leluhurnya dalam perang Banjar yang
berlangsung pada 1859–1905. Sejak kecil, Ratu Zaleha telah berjibaku bersama ayahnya melawan
kolonialisme Belanda di tanah Banjar. Ia mewarisi ketangguhannya sang kakek, Pengeran Antasari.
Perjuangannya berakhir pada 1905, Belanda menangkapnya dan diasingkan di Bogor selama 31
tahun.
45