86 Dasar-Dasar Manajemen Internasional
menggunakan ponsel pintar. Terkait hal itu, korelasinya adalah dengan
meningkatnya jumlah pengguna teknologi dan layanan digital maka hal
tersebut juga disertai perilaku konsumen yang menginginkan pengalaman
digital yang lebih baik. Selain beberapa hal di atas, beberapa hal lain
menunjukkan, adanya kemauan konsumen dalam membagikan data
pribadinya kepada pihak lain secara daring (Nainggolan et al., 2020).
Bab 7
Komunikasi Pemasaran
Terpadu dan Iklan
Internasional
7.1 Pendahuluan
Persaingan antar perusahaan semakin meningkat secara drastis, baik di pasar
domestik maupun di pasar internasional. Saat ini, masalah utama yang
dihadapi perusahaan bukanlah kurangnya produk atau layanan, tetapi
kurangnya konsumen. Dalam kondisi seperti inilah komunikasi pemasaran
terpadu yang dapat membuat perusahaan kompetitif dalam operasionalnya
dengan menjalin hubungan jangka panjang dengan konsumen (Descotes and
Delassus, 2015). Perusahaan tidak bertanya-tanya apakah akan berkomunikasi
dengan konsumen tetapi bagaimana berkomunikasi, bagaimana membedakan
diri mereka dari orang lain dan seberapa sering berkomunikasi dengan
kelompok sasaran.
Untuk membedakan diri dari perusahaan lain mereka harus membuat pesan
yang akan menargetkan kelompok sasaran. Tujuan utama komunikasi adalah
untuk menyampaikan pesan dan untuk mendapatkan dan mempertahankan
konsumen (Malthouse et al., 2004).
88 Dasar-Dasar Manajemen Internasional
Komunikasi adalah proses yang kompleks, dan kualitas komunikasi sangat
tergantung pada kualitas hubungan bisnis antara perusahaan dan konsumen.
Tujuan perusahaan adalah untuk membangun hubungan jangka panjang
dengan konsumen, dan untuk itu perlu komunikasi yang jelas, baik secara
tradisional maupun dalam produk elektronik. Konsep Komunikasi Pemasaran
Terpadu membantu manajer untuk mengatasi tuntutan yang dipaksakan oleh
lingkungan kepada mereka (Blazheska, Ristovska and Klimoska, 2021).
Pakar pemasaran terus mengikuti tren baru, yang menurut pengetahuan teoretis
sering kali belum dijelaskan dan dikategorikan dengan baik. Berbicara tentang
tren paling khas dalam beberapa tahun terakhir, kita dapat menyebutkan aliran
pemasaran kontemporer seperti pemasaran konten, pemasaran digital,
pemasaran media sosial, pemasaran buzz, yaitu fenomena yang terkait erat
dengan pengembangan teknologi baru dan alat pemasaran Internet. Pendekatan
operasional (instrumental) untuk komunikasi pemasaran mendominasi
penelitian, saat ini tidak dapat dibenarkan dari sudut pandang persyaratan
untuk kegiatan komunikasi yang efisien dari sebuah perusahaan, atau merek.
Itu sebabnya bagian pertama dari makalah ini dikhususkan untuk apa yang
disebut Komunikasi Pemasaran Terpadu, perannya dalam strategi umum
fungsi perusahaan dan hubungan dengan fungsi lain dalam suatu organisasi.
Aspek lain yang menjadi pertimbangan adalah operasionalisasi model
komunikasi pemasaran perusahaan dan merek. Kami juga akan
mempertimbangkan "model komunikasi 360°", yang dipahami sebagai
kemungkinan penggunaan saluran komunikasi yang tersedia secara lebih
penuh dalam komunikasi pemasaran baik saluran tradisional (offline) maupun
saluran Internet (online). Dalam prakteknya sulit dan mahal bagi sebuah
perusahaan, terutama bila itu berarti pemanfaatan semua, atau hampir semua
saluran dan alat komunikasi. Dengan demikian, kami akan memperhatikan
persyaratan pendekatan praktis untuk model 360 derajat (Pluta-Olearnik,
2018).
Semua perusahaan menggunakan komunikasi pemasaran sampai tingkat
tertentu, dan tidak peduli apakah upaya mereka diarahkan pada konsumen
yaitu, orang-orang seperti kita dalam aktivitas konsumsi kita sehari-hari atau
berfokus pada pelanggan bisnis lain. Perhatikan contoh program komunikasi
pemasaran terpadu berikut ini. Contoh pertama adalah dalam konteks
business-to-consumer (B2C), yang kedua dalam lingkungan business-to-
business (B2B), dan yang ketiga merupakan program komunikasi pemasaran
yang diprakarsai melalui kemitraan antara lembaga pemerintah, non-profit.
Bab 7 Komunikasi Pemasaran Terpadu dan Iklan Internasional 89
kelompok, dan biro iklan untuk konsumen (Rumondang et al., 2020; Sari et
al., 2020).
Kampanye komunikasi pemasaran juga dapat membantu mengatasi masalah di
masyarakat melalui kemitraan antara lembaga pemerintah, nirlaba, dan
lembaga komunikasi pemasaran. Karena peningkatan penggunaan narkoba
remaja pada 1990-an, Kantor Kebijakan Pengendalian Obat Nasional Gedung
Putih (ONDCP) memberlakukan kampanye iklan kesehatan masyarakat
terbesar dalam sejarah AS. Fase pertama kampanye dimulai pada 1999,
menggunakan merek My Anti-Drug, dan bermitra dengan biro iklan Ogilvy &
Mather, Kemitraan untuk Amerika Bebas Narkoba, Dewan Periklanan, dan
Fleishman-Hilliard Communications. Meskipun sebagian besar dari $180 juta
yang dihabiskan setiap tahun untuk iklan TV nasional (dengan tema
keterampilan perlawanan, intervensi teman sebaya, konsekuensi negatif, dan
pemodelan perilaku positif), hubungan masyarakat yang penting dan upaya
iklan online dilakukan untuk remaja 11 hingga 13 tahun. tahun dan orang tua
(www.whatsyourantidrug.com). Fase kedua (dan berkelanjutan) dimulai pada
tahun 2005 dengan pengembangan merek, Above the Influence
(www.abovetheinfluence.org), yang menargetkan remaja berusia 12 hingga 17
tahun. Pengujian salinan iklan TV yang ketat hanya memungkinkan tempat-
tempat yang secara signifikan meningkatkan keyakinan anti-narkoba dan/atau
mengurangi niat untuk menggunakan narkoba versus kontrol untuk muncul di
media televisi. Meskipun ada kritik terhadap kampanye karena tidak
memasukkan ukuran dasar awal, penelitian terbaru menunjukkan bahwa
paparan yang lebih besar terhadap iklan anti-narkoba menghasilkan tingkat
penggunaan (ganja) yang lebih rendah untuk anak perempuan kelas delapan
dalam satu penelitian, dan untuk semua remaja dalam studi lain, yang
menggabungkan kampanye iklan dengan intervensi komunitas di sekolah
(Shimp and Andrews, 2013).
Ada minat yang berkembang dalam komunikasi pemasaran terpadu di antara
para sarjana dan praktisi pemasaran. Khususnya, fragmentasi pasar dan
keragaman alat promosi adalah alasan kuat bagi organisasi untuk mengadopsi
komunikasi pemasaran terpadu untuk memastikan pesan yang konsisten
kepada semua pemangku kepentingan (Gronstedt and Siracuse, 1998).
Secara tradisional, organisasi berfokus pada pemasaran massal dengan
penekanan pada penjualan barang dan jasa terlepas dari kebutuhan pelanggan.
Namun, dengan meningkatnya persaingan di pasar, organisasi di semua sektor
dipaksa untuk merangkul Komunikasi Pemasaran Terpadu sebagai pendekatan
90 Dasar-Dasar Manajemen Internasional
pemasaran. Komunikasi Pemasaran Terpadu merupakan pergeseran
paradigma dari era mass marketing ke era orientasi konsumen. Pendekatan
pemasaran baru, sebagaimana diwujudkan dalam Komunikasi Pemasaran
Terpadu, menekankan isu-isu seperti pemasaran hubungan, pemasaran retensi
dan pemasaran basis data (Iacobucci and Calder, 2003).
“Seorang pemasar yang berhasil di lingkungan baru akan menjadi orang yang
mengoordinasikan bauran komunikasi begitu erat sehingga kita dapat melihat
dari (iklan) medium ke medium, dari acara program ke acara program dan
langsung melihat bahwa merek berbicara dengan satu suara”. Komunikasi
Pemasaran Terpadu penting untuk memastikan konsistensi pesan dan dampak
komunikasi yang maksimal (Shimp, 2003). Komunikasi pemasaran terpadu
“memberikan kesempatan bagi organisasi untuk meningkatkan hubungan
merek mereka dengan pelanggan dan pemangku kepentingan lainnya” (Gurău,
2008).
7.1.1 Evolusi Historis Komunikasi Pemasaran Terpadu
Integrasi komunikasi bukanlah konsep baru dan, pada kenyataannya, konsep
integrasi komunikasi muncul pada awal tahun 1930-an. Selama periode ini
perwakilan penjualan akan berkolaborasi dengan tim periklanan sementara,
pada tahun 1966, para sarjana telah merekomendasikan penggunaan gabungan
alat promosi untuk memastikan sinergi.
Akhir 1970-an dan 1980-an melihat peningkatan aktivitas merger di industri
periklanan. Tren ini muncul sebagai hasil dari upaya seluruh industri untuk
menawarkan lebih dari sekadar iklan dan untuk menyediakan layanan satu atap
kepada klien. Pada akhir 1980-an, integrasi baru ini diberi label "iklan baru".
Namun, ini menimbulkan protes dari akademisi hubungan masyarakat, yang
melihat konsep baru sebagai, apa yang mereka sebut, imperialisme pemasaran
dan, bagi mereka; konsep baru ini berarti dominasi pemasaran atas hubungan
masyarakat (Thorson and Moore, 1996).
Tahun 1990-an melihat komunikasi pemasaran terpadu menjadi salah satu isu
pemasaran yang paling topikal (Percy, 1997). Terlebih lagi, pada 1990-an
komunikasi pemasaran terpadu muncul sebagai sebuah disiplin (Kerr et al.,
2008); (Holm, 2006). Nama-nama yang mungkin diusulkan untuk disiplin
baru termasuk komunikasi terpadu, komunikasi total dan komunikasi
pemasaran terpadu dengan yang terakhir muncul sebagai istilah yang paling
disukai (Kerr et al., 2008).
Bab 7 Komunikasi Pemasaran Terpadu dan Iklan Internasional 91
Disandingkan dengan pandangan bahwa komunikasi terpadu adalah istilah
alternatif untuk komunikasi pemasaran terpadu, komunikasi terpadu berbeda
dari komunikasi pemasaran terpadu. Komunikasi pemasaran terpadu berurusan
dengan integrasi dalam "bidang pemasaran", sementara komunikasi terpadu
melampaui pemasaran untuk memasukkan bidang komunikasi seperti desain
perusahaan, hubungan masyarakat dan komunikasi perusahaan (Rensburg and
Cant, 2009).
7.1.2 Mendefinisikan Komunikasi Pemasaran Terpadu
Meskipun kebingungan dan ambiguitas, beberapa sarjana, bagaimanapun,
mengusulkan definisi konsep Komunikasi Pemasaran Terpadu. Tabel 7.1
menyajikan berbagai definisi seperti yang ditawarkan oleh beberapa suara
otoritatif pada konsep: Tabel 7.1. Dapat disimpulkan dari definisi di atas
bahwa Komunikasi Pemasaran Terpadu adalah tentang penggunaan gabungan
alat promosi untuk membawa "kejelasan, konsistensi, dan dampak komunikasi
yang maksimal" (Schultz and Schultz, 2003). Namun, sepertinya tidak ada
kesepakatan tentang definisi Komunikasi Pemasaran Terpadu yang terlihat.
Selain itu, dapat dimengerti, kurangnya definisi yang jelas dan dasar teori yang
kuat telah mengakibatkan Komunikasi Pemasaran Terpadu menjadi disiplin
yang didefinisikan dengan buruk (Kerr et al., 2008); (Fitzpatrick,
2005;McGrath, 2005). Dibutuhkan peran pesan Komunikasi Pemasaran
Terpadu dalam pengembangan strategi komunikasi. Definisi tersebut
menunjukkan bahwa organisasi harus mengontrol (direncanakan) dan
memengaruhi pesan (tidak direncanakan, produk, layanan) pesan untuk
menciptakan dan memelihara hubungan pemangku kepentingan. Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa tipologi pesan Komunikasi Pemasaran
Terpadu secara keseluruhan menyediakan kerangka kerja di mana suatu
organisasi harus berkomunikasi dengan para pemangku kepentingannya.
Selanjutnya, ada pesan yang dapat dikendalikan oleh organisasi (direncanakan)
dan ada yang hanya dapat dipengaruhi oleh organisasi. Selain itu, ada
perdebatan ilmiah yang gencar tentang apakah Komunikasi Pemasaran
Terpadu adalah konsep baru, dengan tiga kelompok cendekiawan yang
berlawanan mengambil bagian. Kelompok pertama menganggap Komunikasi
Pemasaran Terpadu sebagai disiplin baru sedangkan kelompok kedua
menganggap Komunikasi Pemasaran Terpadu sebagai disiplin lama. Dengan
kata lain, kelompok kedua melihat Komunikasi Pemasaran Terpadu sebagai
ide lama dengan kedok label baru dengan kelompok ini dengan alasan bahwa,
pada awal 1950-an, biro iklan seperti Leo Burnett mempraktikkan Komunikasi
92 Dasar-Dasar Manajemen Internasional
Pemasaran Terpadu (Thorson and Moore, 1996). Kelompok ketiga mengklaim
bahwa Komunikasi Pemasaran Terpadu tidak relevan (Kerr et al., 2008).
Tabel 7.1: Definisi Komunikasi Pemasaran Terpadu (Kerr et al., 2008)
Pengarang Tahun Definisi
Asosiasi 1989
Agen “Sebuah konsep perencanaan komunikasi
Periklanan 1991 pemasaran yang mengakui nilai tambah
Amerika 1992 dalam program yang mengintegrasikan
1999 berbagai disiplin strategis – misal periklanan
Schultz umum, tanggapan langsung, promosi
2002 penjualan, dan hubungan masyarakat dan
Keegan menggabungkan disiplin ini untuk
memberikan kejelasan, konsistensi, dan
Kotler dampak komunikasi yang maksimal”
Duncan “Proses mengelola semua sumber informasi
tentang produk/jasa yang diperlihatkan
kepada pelanggan atau calon pelanggan dan
yang, secara perilaku, menggerakkan
pelanggan menuju penjualan dan
mempertahankan loyalitas pelanggan”
“Koordinasi strategis dari semua pesan dan
media oleh suatu organisasi untuk
memengaruhi nilai merek yang dirasakannya
secara kolektif”
“Komunikasi Pemasaran Terpadu adalah
konsep di mana perusahaan secara hati-hati
mengintegrasikan dan mengoordinasikan
banyak saluran komunikasinya untuk
menyampaikan pesan yang jelas, konsisten,
dan menarik tentang organisasi dan
pesannya”
“Sebuah proses lintas fungsi untuk
menciptakan dan memelihara hubungan yang
menguntungkan dengan pelanggan dan
pemangku kepentingan lainnya dengan
mengendalikan atau memengaruhi secara
Bab 7 Komunikasi Pemasaran Terpadu dan Iklan Internasional 93
strategis semua pesan yang dikirim ke grup-
grup ini dan mendorong dialog yang
didorong oleh data dan bertujuan”
Schultz dan 2004 “Komunikasi Pemasaran Terpadu adalah
Schultz
proses strategis yang digunakan untuk
Kliatchko 2005
merencanakan, mengembangkan,
melaksanakan, dan mengevaluasi program
komunikasi merek yang terkoordinasi,
terukur, persuasif dari waktu ke waktu
dengan konsumen, pelanggan, prospek, dan
audiens internal dan eksternal lain yang
ditargetkan dan relevan”
“Komunikasi Pemasaran Terpadu adalah
konsep dan proses pengelolaan strategis
program komunikasi merek yang berfokus
pada audiens, berpusat pada saluran, dan
berorientasi pada hasil dari waktu ke waktu”
7.1.3 Tipologi Pesan Komunikasi Pemasaran Terpadu
Tipologi pesan Komunikasi Pemasaran Terpadu menyajikan kerangka kerja
yang baik untuk tujuan perencanaan komunikasi. Tipologi pesan Komunikasi
Pemasaran Terpadu (pesan terencana, tidak terencana, produk dan layanan)
“merupakan struktur logis untuk mengembangkan strategi komunikasi
pemangku kepentingan” karena organisasi harus memenuhi atau melampaui
harapan pelanggan yang diciptakan melalui pesan yang direncanakan dengan
kinerja aktual yang tercermin dalam pesan produk dan layanan yang tidak
direncanakan (Moriarty, 1994). Komunikasi Pemasaran Terpadu telah
“muncul sebagai strategi untuk memperoleh keunggulan kompetitif”
(Hawkins, Bulmer and Eagle, 2011). Dengan demikian, organisasi seperti itu
harus menggunakan Komunikasi Pemasaran Terpadu sebagai strategi untuk
bertahan dalam lingkungan yang sangat kompetitif. Untuk membuat janji
merek, organisasi harus mengirim pesan yang direncanakan kepada pelanggan
dan prospeknya. Pesan yang direncanakan, adalah pesan yang dikirim melalui
elemen tradisional dari bauran komunikasi pemasaran, yaitu periklanan,
penjualan pribadi, hubungan masyarakat, promosi penjualan, dan sponsor
(Duncan and Moriarty, 1997; Dahlén, Lange and Smith, 2010).
94 Dasar-Dasar Manajemen Internasional
Namun, ada juga berbagai kegiatan komunikasi yang tidak terencana yang
menjadi penentu utama sikap dan perilaku konsumen. Kegiatan tersebut
meliputi komunikasi dari mulut ke mulut atau interpersonal, komunikasi
intrapersonal dan komunikasi perantara (Dahlén, Lange and Smith, 2010;
Melewar and Karaosmanoglu, 2006). Dampak komunikasi dari mulut ke
mulut sangat signifikan karena individu yang memiliki pengalaman pribadi
dengan penyedia layanan dapat dianggap sebagai sumber informasi yang
objektif. Referensi dan testimonial mewakili cara aktif di mana organisasi
seperti museum dapat menggunakan komunikasi positif dari mulut ke mulut
dalam strategi pemasarannya (Hackey, 2010; Melewar and Karaosmanoglu,
2006). Selain itu, berita positif atau negatif yang disebarkan oleh media massa,
lembaga swadaya masyarakat (LSM), karyawan dan lain-lain juga dapat
memengaruhi persepsi konsumen terhadap organisasi (Melewar and
Karaosmanoglu, 2006).
Untuk memastikan konsistensi pesan, organisasi harus memengaruhi pesan
produk. Pesan produk berasal dari atribut produk, misalnya, harga, daya tahan,
jaringan distribusi, bentuk, fitur, kinerja, kesesuaian, kualitas, keandalan,
reparabilitas dan gaya (Venter and Rensburg, 2009); (Aaker, 1995); (Kotler
and Keller, 2009); (Little and Marandi, 2003). Produk adalah komponen
pertama dari bauran pemasaran dan, karenanya, harus menjadi dasar keputusan
komunikasi (Van der et al., 1996).
Dalam upaya untuk memaksimalkan dampak komunikasi, organisasi harus
memastikan bahwa harapan pelanggan konsisten dengan pesan layanannya.
Pesan layanan "berasal dari interaksi dengan karyawan organisasi". Jelasnya,
untuk memenuhi harapan pelanggan, karyawan museum harus kompeten,
dapat diandalkan, dan responsif (Duncan and Moriarty, 1997).
7.1.4 Tahapan Komunikasi Pemasaran Terpadu
Proses integrasi Komunikasi Pemasaran Terpadu terdiri dari tahapan-tahapan
berikut, yaitu kesadaran, integrasi citra, integrasi fungsional, integrasi
terkoordinasi, integrasi berbasis konsumen, integrasi pemangku kepentingan,
dan integrasi manajemen hubungan (Thorson and Moore, 1996).
1. Kesadaran
Lingkungan bisnis bersifat dinamis. Dengan kata lain, faktor
ekonomi, sosial, teknologi, dan budaya semuanya berdampak pada
Bab 7 Komunikasi Pemasaran Terpadu dan Iklan Internasional 95
keberadaan organisasi dan merupakan alasan kuat untuk pindah ke
sistem pemasaran terpadu yang baru.
2. Integrasi Citra
Adalah penting bahwa sebuah organisasi menyajikan "pesan,
tampilan dan nuansa yang konsisten". Dengan kata lain, pesan kepada
semua pemangku kepentingan dan presentasi fisik mereka harus
konsisten, karena konsistensi citra dan pesan menghilangkan
kontradiksi internal dan citra yang terfragmentasi.
3. Integrasi fungsional
Sebelum integrasi fungsional, kekuatan dan kelemahan semua alat
komunikasi pemasaran harus dianalisis. Alat-alat ini termasuk
hubungan masyarakat, periklanan, promosi penjualan dan pemasaran
langsung. Yang menarik adalah kenyataan bahwa semua alat ini
saling melengkapi. Seperti yang disarankan, "humas memungkinkan
organisasi untuk menggunakan kredibilitas pihak ketiga dengan
penargetan yang cermat dan penempatan toko yang layak diberitakan
di media sementara iklan memungkinkan pesan untuk diulang" Oleh
karena itu, campuran alat yang tepat harus dipilih untuk memastikan
konsistensi pesan dan dampak komunikasi maksimum dengan
kebijakan tertulis, manual dan pedoman yang digunakan untuk
mencapai hasil yang diinginkan. Selain itu, komunikasi lintas fungsi
penting untuk memastikan integrasi yang sukses.
4. Integrasi terkoordinasi
Integrasi komunikasi dapat didorong oleh salah satu organisasi atau
lembaga komunikasi. Dalam kasus organisasi, masing-masing
disiplin komunikasi dapat memimpin integrasi, tergantung pada
tujuan dan sasaran pemasaran organisasi. Perekat yang mengikat
disiplin komunikasi dalam sebuah organisasi “adalah anggaran
bersama, ukuran kinerja bersama, dan hasil”. Dalam kasus lembaga
yang mendorong integrasi komunikasi, direkomendasikan bahwa
lembaga terpadu, sebagai lawan dari lembaga tradisional, digunakan.
96 Dasar-Dasar Manajemen Internasional
5. Integrasi berbasis konsumen
Selama tahap ini, organisasi mengumpulkan informasi tentang
pelanggan dan prospek dengan maksud untuk meningkatkan upaya
komunikasinya dengan profil pelanggan dan prospek menjadi
pertimbangan penting ketika menentukan bauran komunikasi. Untuk
tujuan ini, disarankan agar database dibuat karena database ini akan
memungkinkan organisasi untuk mencocokkan penawaran pasarnya
dengan kebutuhan pelanggannya. Ini, pada gilirannya, akan
memungkinkan organisasi untuk meningkatkan tingkat retensi
pelanggan dan untuk menarik calon pelanggan.
6. Integrasi pemangku kepentingan
Pelanggan adalah alasan utama mengapa sebuah organisasi ada.
Namun, pemangku kepentingan non pelanggan juga merupakan
bagian penting dari komunitas pemangku kepentingan dari suatu
organisasi dengan pemangku kepentingan non pelanggan ini
termasuk karyawan, masyarakat, pemerintah, pers, vendor, dan
pemasok. Karyawan menjadi jantung dari implementasi komunikasi
pemasaran terpadu karena mereka adalah perwujudan dari brand.
Oleh karena itu, penting bagi karyawan untuk “menghidupi merek”.
Semakin pentingnya karyawan memperkuat pandangan bahwa
komunikasi internal merupakan alat penting dalam re-orientasi
karyawan sejalan dengan budaya komunikasi pemasaran terpadu,
bersamaan dengan perubahan nilai dan keyakinan (Fill, 2001).
7. Integrasi manajemen hubungan
Tahap ini melibatkan pengukuran efektivitas upaya komunikasi
pemasaran dan peran yang dimainkan oleh para profesional
komunikasi dalam arah strategis organisasi. Komunikasi Pemasaran
Terpadu mengangkat profesional komunikasi ke tingkat strategis di
mana mereka mampu memberikan kontribusi yang berarti bagi arah
strategis organisasi. Misalnya, mereka dapat membantu dalam
pelaksanaan program seperti manajemen kualitas total. Secara
signifikan, mereka juga dapat memberikan kontribusi ketika sebuah
organisasi memasuki aliansi strategis dengan organisasi lain.
Bab 7 Komunikasi Pemasaran Terpadu dan Iklan Internasional 97
7.1.5 Prinsip-prinsip Komunikasi Pemasaran Terpadu
Ada delapan prinsip pedoman dalam penerapan komunikasi pemasaran
terpadu (Schultz and Schultz, 2003). Prinsip-prinsip ini termasuk yang berikut:
menjadi organisasi yang berpusat pada pelanggan, menggunakan perencanaan
luar-dalam, fokus pada pengalaman pelanggan total, menyelaraskan tujuan
konsumen dengan tujuan perusahaan, menetapkan tujuan perilaku pelanggan,
memperlakukan pelanggan sebagai aset, merampingkan aktivitas fungsional
dan menyatu kegiatan komunikasi pemasaran.
Masing-masing dari delapan prinsip ini sekarang akan dijelaskan secara
singkat:
1. Menjadi organisasi yang berpusat pada pelanggan
Sangat penting bahwa kegiatan organisasi berkisar pada konsumen
akhir karena pelangganlah yang merupakan sumber kehidupan
organisasi. Kegagalan untuk memenuhi kebutuhan konsumen yang
selalu berubah dapat menandakan kematian suatu organisasi.
"Kecuali sebuah perusahaan sukses secara finansial, itu tidak dapat
memberi penghargaan kepada pemegang saham, manajemen, dan
masyarakat." Oleh karena itu, dapat dinyatakan dengan tegas bahwa
suatu organisasi harus berusaha keras dalam memenuhi kebutuhan
pasar sasarannya.
2. Gunakan perencanaan luar-dalam
Jika suatu organisasi ingin menjadi organisasi yang berpusat pada
pelanggan, maka organisasi tersebut harus menerapkan sistem
perencanaan luar-dalam. Dalam hal sistem seperti itu, organisasi
diinformasikan oleh kebutuhan pelanggannya dan menentukan baik
tujuannya maupun cara di mana tujuan ini akan diterjemahkan
menjadi kenyataan. Signifikansi khusus adalah kenyataan bahwa
sistem seperti itu menghubungkan tujuan keuangan organisasi dengan
tingkat pengeluaran pemasaran. Oleh karena itu, jika suatu organisasi
menginginkan pengembalian investasi yang tinggi, maka organisasi
tersebut harus mengeluarkan lebih banyak untuk komunikasi
pemasaran.
98 Dasar-Dasar Manajemen Internasional
3. Fokus pada total pengalaman pelanggan
Pengalaman pemasaran total pelanggan tidak terbatas pada aktivitas
komunikasi pemasaran suatu organisasi tetapi mencakup, antara lain,
interaksi pelanggan dengan perantara. Akibatnya, mitra organisasi
sangat penting dalam memastikan integrasi komunikasi.
4. Menyelaraskan tujuan konsumen dengan tujuan perusahaan
Kebutuhan konsumen selalu berubah dan, dengan demikian, untuk
menjaga kepuasan pelanggan mereka, penting bagi organisasi untuk
menyelaraskan tujuan perusahaan mereka dengan kebutuhan
pelanggan mereka. Dengan kata lain, arah strategis suatu organisasi
harus ditentukan oleh kebutuhan pelanggan dan bukan sebaliknya.
5. Tetapkan tujuan perilaku pelanggan
Sebuah organisasi harus menetapkan tujuan perilaku pelanggan
berikut dalam upaya untuk menarik dan mempertahankan pelanggan
memperoleh pelanggan baru, mempertahankan dan mempertahankan
pelanggan saat ini, mempertahankan dan menumbuhkan penjualan
dan memigrasikan pelanggan yang sudah ada melalui portofolio
produk atau layanan perusahaan.
6. Perlakukan pelanggan sebagai aset
Adalah penting bahwa organisasi seperti museum berorientasi pada
konsumen karena organisasi yang tidak memenuhi kebutuhan
pelanggannya pasti akan gagal di pasar. Harus diingat bahwa
pelanggan adalah sumber pendapatan suatu organisasi sedangkan
kegiatan lain dalam suatu organisasi terutama merupakan pusat biaya.
Oleh karena itu, organisasi harus berinvestasi pada pelanggannya
sebagai aset.
7. Merampingkan kegiatan fungsional
Sebuah organisasi harus menyebarkan pesan dan memberikan
insentif kepada pelanggan dan prospek. Pesan-pesan ini dapat dikirim
melalui alat komunikasi pemasaran seperti iklan dan hubungan
masyarakat sementara insentif dalam bentuk kegiatan promosi
penjualan dapat menarik pelanggan dan calon pelanggan.
Bab 7 Komunikasi Pemasaran Terpadu dan Iklan Internasional 99
8. Menyatukan kegiatan komunikasi pemasaran
Kegiatan komunikasi pemasaran harus dikonvergensi untuk
menghasilkan integrasi. Seperti yang ditunjukkan sebelumnya,
integrasi menghasilkan konsistensi pesan dan memaksimalkan
dampak komunikasi (Mudzanani, 2015).
7.2 Merencanakan Kampanye
Komunikasi Pemasaran Terpadu
Kampanye komunikasi pemasaran terpadu diambil dari semua elemen bauran
promosi yang telah dibahas dalam bab ini. Tujuan komunikasi bisnis mungkin
tidak banyak berubah dari waktu ke waktu. Namun, kampanye promosi dapat
berjalan selama beberapa minggu, terkadang bahkan selama beberapa tahun.
Akibatnya, kampanye promosi secara keseluruhan biasanya didasarkan pada
strategi yang jelas yang akan membantu bisnis masing-masing mencapai
tujuan dan sasarannya. Alat pemasaran yang berbeda berbeda satu sama lain
dalam hal tujuannya. Namun, mereka dapat digunakan bersama-sama sesuatu
yang lebih mudah diucapkan daripada dilakukan. Oleh karena itu, manajer
pemasaran dihadapkan pada keputusan penting sehubungan dengan
perencanaan, organisasi, implementasi, dan pengendalian komunikasi
pemasaran terpadu mereka. Mereka perlu mengoordinasikan berbagai kegiatan
promosi ke dalam kampanye promosi yang terpadu dan terorganisir. Mereka
harus mengalokasikan sumber daya keuangan untuk mendukung setiap alat
pemasaran; dan mengoordinasikan pengeluaran mereka sehingga semua titik
kontak pelanggan mendapatkan pesan yang konsisten. Kegiatan komunikasi
pemasaran akan direncanakan menurut rentang waktu yang ditentukan, yang
menguraikan tanggal di mana bisnis berharap untuk mencapai semua atau
sebagian dari tujuan promosinya.
Ada banyak alat komunikasi pemasaran, termasuk media digital dan saluran
tradisional. Manajer juga harus memastikan bahwa setiap kegiatan promosi
mereka benar-benar mewakili produk atau layanan mereka, secara konsisten.
Hal terburuk yang dapat terjadi adalah memiliki media yang berbeda
menyampaikan pesan pemasaran yang bertentangan. Perbedaan tersebut dapat
membingungkan pelanggan dan merusak merek. Salah satu cara praktis untuk
100 Dasar-Dasar Manajemen Internasional
menghindari inkonsistensi adalah dengan meninjau program Komunikasi
Pemasaran Terpadu secara berkala.
Tugas menentukan bauran komunikasi yang tepat telah berkembang menjadi
lebih kompleks hanya karena banyaknya pilihan, variasi dan kombinasi yang
harus dipertimbangkan. Biasanya, sebagian besar anggaran komunikasi
pemasaran terpadu didedikasikan untuk agensi periklanan atau media.
Misalnya, iklan TV benar-benar merupakan pesan satu arah; itu dapat
menciptakan kesadaran, dan dapat memberikan informasi tentang fitur dan
manfaat produk. Penjualan pribadi, melibatkan percakapan dua arah di mana
penjual dapat menggambarkan fitur dan atribut produk atau layanan mereka.
Pada saat yang sama, pelanggan dapat meminta informasi spesifik, atau
mungkin menyuarakan keprihatinan mereka tentang masalah tertentu. Penjual
dan pembeli dapat bernegosiasi dan mungkin menyimpulkan dengan transaksi.
Oleh karena itu, metode komunikasi dua arah efektif dalam menggerakkan
pembeli di sepanjang langkah terakhir dari saluran pemasaran. Dalam nada
yang sama, pemasaran langsung dan komunikasi interaktif, menawarkan
beberapa keuntungan dari komunikasi dua arah.
Singkatnya, tantangan pemasar adalah berkomunikasi dengan pelanggan
dengan cara yang memicu keputusan pembelian mereka. Pada saat yang sama,
mereka harus mengoptimalkan alokasi sumber daya mereka di antara semua
kegiatan promosi, seefektif mungkin. Mereka mungkin harus
mempertimbangkan 6M berikut setiap kali mereka menggunakan alat
komunikasi pemasaran mereka:
1. Market
Market terdiri dari pelanggan, termasuk perantara lainnya; pengecer
atau grosir, serta konsumen.
2. Mission
Tujuan pemasaran dapat mencakup peningkatan volume penjualan,
pangsa pasar, laba atas investasi, dan profitabilitas. Tujuan
komunikasi dapat mencakup; meningkatkan kesadaran akan produk
atau layanan, meningkatkan pengetahuan konsumen tentang fitur dan
atribut produk, meningkatkan preferensi dan keyakinan konsumen
terhadap produk, menarik pelanggan untuk membuat keputusan
pembelian. Tujuan terakhir ini terkait dengan model hierarki efek,
yang memetakan proses respons calon pelanggan sebelum pembelian
Bab 7 Komunikasi Pemasaran Terpadu dan Iklan Internasional 101
mereka yang sebenarnya. Salah satu premis dari proses ini adalah
bahwa komunikasi membutuhkan waktu untuk menghasilkan hasil.
Aspek lain dari model ini adalah; elemen yang berbeda dari
komunikasi pemasaran terpadu bisa sangat efektif dan secara khusus
ditargetkan pada langkah-langkah integral dalam proses respon.
Misalnya, iklan adalah alat yang sangat baik untuk meningkatkan
kesadaran dan menyampaikan informasi tentang suatu produk atau
layanan. Hubungan masyarakat dapat digunakan untuk
membangkitkan minat dan keinginan. Penjualan pribadi (yang
memerlukan interaksi tatap muka) dapat digunakan untuk mengubah
preferensi dan keyakinan menjadi perilaku pembelian.
3. Message
Konsumen mungkin tertarik pada fitur dan manfaat produk atau
layanan. Sementara perantara (jika ada) mungkin ingin tahu lebih
banyak tentang persyaratan perdagangan, keandalan pengiriman,
diskon volume, dan tentang upaya bisnis untuk menghasilkan
permintaan melalui iklan.
4. Media
Alat komunikasi apa yang harus digunakan untuk mempromosikan
produk atau layanan bisnis? Satu media jarang cukup untuk
menjangkau segmen.
5. Money
Berapa banyak yang akan dianggarkan untuk setiap alat pemasaran?
6. Measurement
Bagaimana bisnis menilai dampak dari komunikasi pemasaran
terpadunya? Dalam banyak kasus, komunikasi korporat biasanya
ditujukan pada lebih dari satu segmen pasar, dan mungkin akan
melibatkan lebih dari satu sarana komunikasi. Faktanya, bisnis
diharapkan menggunakan pesan yang konsisten di berbagai alat
pemasaran untuk menargetkan segmen konsumen yang mereka pilih.
Secara khusus, langkah-langkah yang terlibat dalam perencanaan
kampanye pemasaran terpadu diilustrasikan pada Tabel 7.2.
102 Dasar-Dasar Manajemen Internasional
Tabel 7.2: Rencana Komunikasi Pemasaran Terpadu (Camilleri, 2018)
Ringkasan Bisnis Plan
Daftar isi
I. Analisis Situasi
Tinjauan pasar, persaingan, faktor lingkungan (yang terkait dengan
masalah komunikasi pemasaran) dan pelanggan / prospek
II. Tujuan & Strategi Strategis
Komunikasi Pemasaran Terpadu / Tujuan komunikasi, tentukan
target pasar untuk komunikasi, pemosisian produk / citra merek
III. Program Komunikasi Pemasaran Terpadu
Alat pemasaran meliputi: Periklanan, Pemasaran Langsung,
Pemasaran Interaktif, Promosi Penjualan, Hubungan Masyarakat, dan
Penjualan Pribadi (jika relevan) Tetapkan tujuan, kembangkan pesan,
dan strategi media
IV. Tentukan Anggaran (untuk setiap alat pemasaran)
V. Jadwal Pelaksanaan
VI. Mengukur Efektivitas
Pertama, bisnis harus melakukan analisis situasi untuk mendapatkan gambaran
yang baik tentang pasar, persaingan, faktor lingkungan (yang terkait dengan
masalah komunikasi pemasaran terpadu) dan pelanggan / prospek. Dengan
cara ini, bisnis dapat mengidentifikasi setiap peluang dan ancaman di
lingkungan pemasaran (Kotler and Keller, 2009).
Setelah penelitian ini dilakukan, tujuan strategis akan ditetapkan, dan tujuan
Komunikasi Pemasaran Terpadu / komunikasi akan menentukan pasar sasaran.
Positioning produk/citra merek dapat dijabarkan dan dikomunikasikan kepada
seluruh karyawan pemasaran.
Setelah itu manajer pemasaran harus memutuskan kombinasi alat promosi apa
yang paling berhasil dalam mencapai tujuan promosi. Dengan kata lain,
mereka harus memutuskan bauran komunikasi yang paling cocok. Alat
pemasaran meliputi: Periklanan, Pemasaran Langsung, Pemasaran Interaktif,
Bab 7 Komunikasi Pemasaran Terpadu dan Iklan Internasional 103
Promosi Penjualan, Hubungan Masyarakat dan Penjualan Pribadi (jika
relevan). Anggaran harus ditentukan untuk setiap alat pemasaran.
Bisnis harus sangat jelas tentang berapa banyak yang mampu dan berapa
banyak yang ingin dibelanjakan untuk promosi. Metode tugas dan investasi
umumnya dianggap paling tepat untuk anggaran promosi. Metode ini terkait
dengan tujuan Komunikasi Pemasaran Terpadu dan perusahaan. Bisnis harus
sangat jelas tentang seberapa mampu dan berapa banyak yang ingin
dikeluarkan untuk promosi. Metode tugas dan investasi umumnya dianggap
paling tepat untuk anggaran promosi. Metode ini terkait dengan tujuan
komunikasi pemasaran terpadu dan strategi Komunikasi Pemasaran
Terintegrasi 21 perusahaan. Oleh karena itu, anggaran promosi didasarkan
pada tujuan tertentu, daripada memilih jumlah yang sewenang-wenang atau
mendasarkan anggaran pemasaran pada pendapatan atau proyeksi penjualan
saja. Kesimpulannya, bisnis harus mengukur efektivitas setiap alat pemasaran,
dengan menggunakan metrik kuantitatif dan kualitatif.
Bisnis harus sangat jelas tentang berapa banyak yang mampu dan berapa
banyak yang ingin dibelanjakan untuk promosi. Metode tugas dan investasi
umumnya dianggap paling tepat untuk anggaran promosi. Metode ini terkait
dengan tujuan Komunikasi Pemasaran Terpadu dan strategi perusahaan. Oleh
karena itu, anggaran promosi didasarkan pada tujuan tertentu, daripada
memilih jumlah yang sewenang-wenang atau mendasarkan anggaran
pemasaran pada pendapatan atau proyeksi penjualan saja. Kesimpulannya,
bisnis harus mengukur efektivitas setiap alat pemasaran, dengan menggunakan
metrik kuantitatif dan kualitatif (Camilleri, 2018).
7.3 Periklanan Internasional
Periklanan Internasional Sejak pergantian abad, pertumbuhan pengeluaran
iklan global telah melambat, terutama selama resesi global 2008–2009. Selama
tahun 2008, 100 pengiklan global terbesar meningkatkan pengeluaran
keseluruhan sebesar 3,1 persen menjadi $117,9 miliar, meskipun ada
penurunan 3,7 persen di Amerika Serikat. Di tengah lingkungan ekonomi
global yang tumbuh lambat dan perubahan teknologi yang cepat, industri
periklanan terus mengalami restrukturisasi substansial. Juga terkait dengan
revolusi teknologi di media adalah teka-teki umum tentang berhitung. Artinya,
104 Dasar-Dasar Manajemen Internasional
melacak 100 pengiklan terbesar dan agensi mereka adalah masalah pencatatan
dan pelaporan yang relatif sederhana. Tetapi karena sifat, penggunaan, dan
pemantauan churn media, menjadi lebih sulit untuk menentukan dasar
perbandingan yang mendukung analisis yang berguna.
Periklanan media massa global adalah alat yang ampuh untuk perubahan
budaya (Zhao and Belk, 2008), dan karena itu, ia menerima pengawasan terus-
menerus oleh berbagai institusi. Satu studi penting telah menunjukkan bahwa
pengeluaran iklan umumnya bersifat siklus, meskipun kurang begitu di negara-
negara yang berorientasi pada hubungan di mana manajer dan regulator
menyukai stabilitas dan kinerja jangka panjang (Deleersnyder et al., 2009).
Sebagian besar sarjana setuju bahwa kita baru mulai memahami beberapa isu
kunci yang terlibat dalam periklanan internasional, tetapi pengetahuan kita
akan terus menjadi sangat rusak seiring dengan berlanjutnya revolusi.
Dari semua elemen bauran pemasaran, keputusan yang melibatkan periklanan
adalah yang paling sering dipengaruhi oleh perbedaan budaya di antara pasar
negara. Konsumen merespon dalam hal budaya, gaya, perasaan, sistem nilai,
sikap, keyakinan, dan persepsi mereka. Karena fungsi periklanan adalah untuk
menafsirkan atau menerjemahkan kualitas produk dan jasa dalam hal
kebutuhan, keinginan, keinginan, dan aspirasi konsumen, daya tarik
emosional, simbol, pendekatan persuasif, dan karakteristik lain dari sebuah
iklan harus sesuai dengan norma budaya jika iklan tersebut adalah menjadi
efektif.
Mendamaikan kampanye periklanan internasional dengan keunikan budaya
pasar adalah tantangan yang dihadapi pemasar internasional atau global.
Kerangka dasar dan konsep periklanan internasional pada dasarnya sama di
mana pun digunakan.
Tujuh langkah yang terlibat:
1. Melakukan riset pemasaran.
2. Tentukan tujuan komunikasi.
3. Kembangkan pesan yang paling efektif untuk segmen pasar yang
dipilih.
4. Pilih media yang efektif.
5. Menyusun dan mengamankan anggaran berdasarkan apa yang
diperlukan untuk memenuhi tujuan.
6. Jalankan kampanye.
Bab 7 Komunikasi Pemasaran Terpadu dan Iklan Internasional 105
7. Evaluasi kampanye relatif terhadap sasaran yang ditentukan.
Dari tujuh langkah ini, mengembangkan pesan hampir selalu merupakan tugas
paling berat bagi manajer pemasaran internasional. Jadi, topik itu ditekankan di
sini. Nuansa media internasional kemudian dibahas. Agen periklanan biasanya
terlibat dalam semua tujuh langkah dan merupakan subjek dari bagian yang
terpisah.
7.3.1 Strategi dan Sasaran Periklanan
Tujuan periklanan di seluruh dunia sangat bervariasi. Misalnya, pabrikan
China membangun merek baru seiring dengan berkembangnya ekonomi
mereka; Unilever memperkenalkan perluasan lini produk baru, Dove
Shampoo, di pasar Asia Timur; dan maskapai penerbangan Rusia Aeroflot
sedang berusaha meningkatkan citra kualitasnya. Semua masalah pemasaran
ini memerlukan riset pemasaran yang cermat dan kampanye iklan yang kreatif
dan bijaksana di pasar negara, regional, dan global.
Persaingan yang ketat untuk pasar dunia dan meningkatnya kecanggihan
konsumen asing telah menyebabkan perlunya strategi periklanan yang lebih
canggih. Peningkatan biaya, masalah koordinasi program periklanan di banyak
negara, dan keinginan untuk citra perusahaan atau produk yang lebih luas telah
menyebabkan perusahaan multinasional mencari kontrol dan efisiensi yang
lebih besar tanpa mengorbankan daya tanggap lokal. Dalam upaya untuk
program promosi yang lebih efektif dan responsif, kebijakan yang mencakup
otoritas terpusat atau terdesentralisasi, penggunaan lembaga asing atau
domestik tunggal atau ganda, prosedur apropriasi dan alokasi, salinan, media,
dan penelitian sedang diperiksa. Semakin banyak perusahaan multinasional
terlihat mengelola keseimbangan antara standarisasi tema iklan dan
penyesuaian (Kanso and Nelson, 2002; Taylor, 2006; Hung, Li and Belk,
2007)
Contohnya adalah Gillette Company, yang menjual 800 produk di lebih dari
200 negara. Gillette memiliki citra dunia yang konsisten sebagai perusahaan
maskulin yang berorientasi pada olahraga, tetapi produknya tidak memiliki
citra yang konsisten seperti itu. Pisau cukur, pisau, perlengkapan mandi, dan
kosmetiknya dikenal dengan banyak nama. Blade Trac II di Amerika Serikat
lebih dikenal di seluruh dunia sebagai G-II, dan blade Atra disebut Contour di
Eropa dan Asia. Kondisioner rambut Silkience dikenal sebagai Soyance di
Prancis, Sientel di Italia, dan Silkience di Jerman. Apakah nama merek global
106 Dasar-Dasar Manajemen Internasional
dapat dipilih untuk banyak produk Gillette yang ada atau tidak, masih
spekulatif. Namun, filosofi globalisasi perusahaan Gillette saat ini memberikan
pernyataan umum, "Gillette, yang Terbaik yang Dapat Dilakukan Manusia," di
semua iklan untuk produk perlengkapan mandi pria dengan harapan dapat
memberikan gambaran umum.
Situasi serupa terjadi pada Unilever, yang menjual cairan pembersih bernama
Vif di Swiss, Viss di Jerman, Jif di Inggris dan Yunani, dan Cif di Prancis.
Situasi ini merupakan akibat dari pemasaran Unilever secara terpisah ke
masing-masing negara tersebut. Pada titik ini, akan sulit bagi Gillette atau
Unilever untuk membakukan nama merek mereka, karena setiap merek
didirikan di pasarnya dan oleh karena itu memiliki ekuitas. Nortel Networks
telah menggunakan pendekatan "pahlawan lokal" dalam iklan
internasionalnya. Perusahaan memilih selebriti lokal untuk menyampaikan
pesan standar di pasar nasional untuk layanan telekomunikasi mereka.
Dalam banyak kasus, produk standar dapat dipasarkan secara global. Tetapi
karena perbedaan budaya, mereka masih membutuhkan daya tarik iklan yang
berbeda di pasar yang berbeda. Misalnya, model iklan Ford bervariasi menurut
negara karena bahasa dan nuansa sosial. Ford mengiklankan keterjangkauan
Escort-nya di Amerika Serikat, di mana mobil ini dipandang sebagai entry
level. Namun di India, Ford meluncurkan Escort sebagai mobil premium.
“Bukan hal yang aneh melihat Escort dengan sopir di sana,” kata seorang
eksekutif Ford.
7.3.2 Periklanan Global dan Proses Komunikasi
Komunikasi internasional mungkin gagal karena berbagai alasan: Sebuah
pesan mungkin tidak tersampaikan karena ketidakcukupan media, pesan
mungkin diterima oleh audiens yang dituju tetapi tidak dipahami karena
interpretasi budaya yang berbeda, atau pesan dapat mencapai audiens yang
dituju dan dipahami tetapi tidak berpengaruh karena pemasar tidak benar
menilai kebutuhan dan keinginan atau bahkan proses berpikir pasar sasaran
(Aaker, 2000).
Dalam proses komunikasi internasional, masing-masing dari tujuh langkah
yang dapat diidentifikasi pada akhirnya dapat memengaruhi keakuratan proses.
Prosesnya terdiri dari sebagai berikut:
1. Sumber informasi. Seorang eksekutif pemasaran internasional dengan
pesan produk untuk dikomunikasikan.
Bab 7 Komunikasi Pemasaran Terpadu dan Iklan Internasional 107
2. Pengkodean. Pesan dari sumber diubah menjadi simbolisme yang
efektif untuk dikirimkan ke penerima.
3. Saluran pesan. Tenaga penjualan dan/atau media periklanan yang
menyampaikan pesan yang disandikan kepada penerima yang dituju.
4. Penguraian kode. Penafsiran oleh penerima simbolisme yang
ditransmisikan dari sumber informasi.
5. Penerima. Tindakan konsumen oleh mereka yang menerima pesan
dan menjadi sasaran pemikiran yang ditransmisikan.
6. Umpan Balik. Informasi tentang efektivitas pesan yang mengalir dari
penerima (target yang dituju) kembali ke sumber informasi untuk
evaluasi efektivitas proses.
7. Noise. Pengaruh tak terkendali dan tak terduga seperti kegiatan
kompetitif dan kebingungan yang mengurangi proses dan
memengaruhi salah satu atau semua dari enam langkah lainnya.
Sayangnya, prosesnya tidak sesederhana hanya mengirim pesan melalui media
ke penerima dan memastikan bahwa pesan yang dikirim sama dengan yang
dirasakan oleh penerima. Langkah-langkah proses komunikasi terbungkus
dalam Konteks Budaya A dan Konteks Budaya B untuk mengilustrasikan
pengaruh yang memperumit proses ketika pesan dikodekan dalam satu budaya
dan diterjemahkan di budaya lain. Jika tidak dipertimbangkan dengan benar,
konteks budaya yang berbeda dapat meningkatkan kemungkinan
kesalahpahaman. Penelitian di bidang ini menunjukkan bahwa komunikasi
yang efektif menuntut adanya "tumpang tindih psikologis" antara pengirim dan
penerima; jika tidak, pesan yang berada di luar bidang persepsi penerima dapat
mengirimkan makna yang tidak diinginkan. Di area inilah bahkan perusahaan
yang paling berpengalaman pun membuat kesalahan.
Sebagian besar kesalahan promosi atau kesalahan dalam pemasaran
internasional disebabkan oleh satu atau beberapa langkah ini yang tidak
mencerminkan pengaruh budaya atau kurangnya pengetahuan umum tentang
pasar sasaran. Sumber informasinya adalah pemasar dengan produk yang akan
dijual ke target pasar tertentu. Pesan produk yang ingin disampaikan harus
mencerminkan kebutuhan dan keinginan pasar sasaran; namun, seringkali
kebutuhan pasar yang sebenarnya dan persepsi pemasar tentangnya tidak
sesuai. Keterputusan ini terutama benar ketika pemasar lebih mengandalkan
kriteria referensi diri daripada pada penelitian yang efektif. Tidak pernah dapat
108 Dasar-Dasar Manajemen Internasional
diasumsikan bahwa "jika terjual dengan baik di satu negara, itu akan terjual di
negara lain." Misalnya, sepeda yang dirancang dan dijual di Amerika Serikat
kepada konsumen yang memenuhi kebutuhan olahraga rekreasi tidak dijual
secara efektif untuk alasan yang sama di pasar di mana penggunaan utama
sepeda adalah transportasi. Pasta gigi berfluoride pengurang rongga terjual
dengan baik di Amerika Serikat, di mana gigi yang sehat dianggap penting,
tetapi memiliki daya tarik yang terbatas di pasar seperti Inggris Raya dan
wilayah Prancis di Kanada, di mana alasan untuk membeli pasta gigi adalah
pengendalian napas. Sejak awal proses komunikasi, jika kebutuhan dasar
didefinisikan secara tidak benar, komunikasi gagal karena pesan yang diterima
salah atau tidak berarti, meskipun langkah-langkah yang tersisa dalam proses
dijalankan dengan benar (Cateora, Gilly and Graham, 2011).
Bab 8
Etika dan Tanggung Jawab
Sosial
8.1 Pendahuluan
Dasar-Dasar Manajemen harus memahami etika dan tanggung jawab sosial
sebagai hal yang penting sebelum perilaku manajemen cenderung menjadi
lebih etis dan mencerminkan tanggung jawab sosial yang lebih besar. Namun,
sedikit penelitian telah dilakukan mengenai persepsi dasar-dasar manajemen
mengenai pentingnya etika dan tanggung jawab sosial sebagai komponen
keputusan bisnis. Tujuan dari penelitian terkait manajemen, etika dan tanggung
jawab sosial adalah untuk mengembangkan skala yang andal dan valid untuk
mengukur persepsi dasar-dasar manajemen tentang pentingnya etika dan
tanggung jawab sosial.
Berbagai penulis telah menyerukan praktik dasar manajemen, etika dan
tanggung jawab sosial misalnya, (William C. Frederick, James E. Post, 1991);
(Luthans Fred, Hodgetts, Richard M., Thompson, 1972). Selain itu, praktik
bisnis yang paling mungkin menerima kritik terkait etika dan tanggung jawab
sosial adalah praktik yang terkait dengan manajemen dan bisnis. Faktanya,
seperti yang ditunjukkan (Robin and Reidenbach, 1987) pada saat itu, hanya
ada adopsi terbatas tanggung jawab sosial dan etika manajemen oleh praktisi
110 Dasar-Dasar Manajemen Internasional
manajermen dan bisnis. Dengan demikian, mereka merekomendasikan bahwa
organisasi memasukkan konsep-konsep ini ke dalam proses perencanaan
strategis bisnis mereka. Rekomendasi mereka tetap berlaku sampai dengan
hari ini.
Namun, untuk secara efektif menggabungkan konsep-konsep ke dalam proses
manajemen dan perencanaan strategis bisnis, pemahaman tentang proses
keputusan manajemen dan bisnis dalam situasi yang melibatkan etika dan
tanggung jawab sosial sangat penting.
8.2 Hubungan Etika dan Tanggung
Jawab Sosial
Studi etika dan tanggung jawab sosial mengeksplorasi beberapa hubungan
yang diusulkan antara standar etika profesional, tanggung jawab sosial
perusahaan, dan peran yang dirasakan dari etika dan tanggung jawab sosial.
Data dikumpulkan dari 313 manajer bisnis yang terdaftar dengan penelitian
profesional besar yang terkait dengan kuesioner laporan diri yang dikirimkan.
Analisis regresi termediasi menunjukkan bahwa persepsi tanggung jawab
sosial perusahaan sebagian dimediasi hubungan positif antara standar etika
profesional yang dirasakan dan pentingnya diyakini etika dan tanggung jawab
sosial. Persepsi tanggung jawab sosial perusahaan juga sepenuhnya memediasi
hubungan negatif antara standar etika profesional yang dirasakan dan
subordinasi etika dan tanggung jawab sosial. Hasil menyarankan bahwa
profesi harus mengembangkan standar etika untuk mendorong tanggung jawab
sosial karena tindakan ini terkait dengan peningkatan sikap etis manajemen
dan karyawan (Valentine and Fleischman, 2008a).
Perhatian terhadap etika dan tanggung jawab sosial manajemen atau
perusahaan (CSR) penting karena skandal baru-baru ini menunjukkan bahwa
nilai-nilai bisnis sedang menurun (misalnya, (Andrews, 1989); (Finn, Ckonko
and Hunt, 1988); (Higgs-Kleyn and Kapelianis, 1999); (Jamal and Bowie,
1995);(Jones, 1980); (Joyner and Payne, 2002); (Neale, 1996); (Valentine and
Fleischman, 2008b)). Praktik bisnis yang dipertanyakan mewajibkan
manajemen untuk menekankan etika bisnis dan mengembangkan program
yang mencegah perilaku buruk di masa depan ((Linda K. Trevino, 2021);
(Wartick and Cochran, 1985)). Organisasi juga memiliki “tanggung jawab
Bab 8 Etika dan Tanggung Jawab Sosial 111
untuk, atau setidaknya kewajiban, terhadap pemecahan masalah yang menjadi
perhatian public” (Etheredge, 1999). Melakukan hal itu tidak hanya dapat
memperkuat hubungan dengan pemangku kepentingan, masyarakat umum,
dan pers, tetapi juga dapat meningkatkan posisi keuangan perusahaan
((Etheredge, 1999); (Joyner and Payne, 2002); (Quazi, 2015); (Linda K.
Trevino, 2021); (Daniel B. Turban, 1996)).
Memang, “...kesadaran telah terjadi bahwa bisnis harus berpartisipasi dalam
masyarakat dengan cara simbiosis etis,'' dan ''...bisnis harus mengakui
keberadaan masyarakat dan permintaan masyarakat yang meningkat akan
praktik bisnis yang bertanggung jawab secara etis” (Joyner and Payne, 2002).
Karena konsep CSR tidak banyak diteliti dari sudut pandang empiris, beberapa
penelitian berusaha untuk mengisi kesenjangan ini dengan menguji hubungan
yang diusulkan antara standar etika profesional, CSR, dan peran etika dan
tanggung jawab sosial yang dirasakan. Menurut (WOOD, 2013), penting
untuk memastikan ''sejauh mana prinsip-prinsip tanggung jawab sosial
memotivasi tindakan atas nama perusahaan, sejauh mana perusahaan
menggunakan proses tanggung jawab sosial, keberadaan dan sifat kebijakan
dan program yang dirancang untuk mengelola hubungan sosial perusahaan,
dan dampak sosial (yaitu, hasil yang dapat diamati) dari tindakan, program,
dan kebijakan perusahaan.'' Memanfaatkan pendekatan multi-level untuk
kerangka kinerja sosial (WOOD, 2013), beberapa peneliti menguji
kemungkinan dampak etika profesional pada CSR dan peran yang dirasakan
dari etika dan tanggung jawab sosial, serta dampak CSR yang lebih langsung
pada sikap etis. Peneliti tersebut penting karena kegiatan CSR mungkin lebih
baik dikelola dengan melembagakan nilai-nilai etika dalam profesi, dan CSR
dapat disalurkan untuk meningkatkan keyakinan etis karyawan. Lebih penting
lagi, keyakinan tersebut bisa menjadi katalisator untuk peningkatan etika
individu. Memang, para profesional ''pertama-tama harus memahami etika dan
tanggung jawab sosial sebagai hal yang penting sebelum perilaku mereka
cenderung menjadi lebih etis dan mencerminkan tanggung jawab sosial yang
lebih besar '' (Singhapakdi et al., 1996).
8.2.1 Standar Etika Profesional dan Hasil Terkait CSR
Standar profesional kemungkinan meningkatkan pengembangan etika dan
aktivitas CSR perusahaan (misalnya, (Dean, 1997);(Higgs-Kleyn and
Kapelianis, 1999); (Joyner and Payne, 2002); (Schlachter, 1990); (WOOD,
2013)). Teori ekonomi institusional (misalnya, (Meyer and Rowan, 2011);
112 Dasar-Dasar Manajemen Internasional
(North, 2016)) memberikan beberapa pemahaman tentang bagaimana
institusi/profesi, perusahaan, dan individu berinteraksi dalam kerangka kinerja
sosial (WOOD, 2013). Ekonomi institusional menunjukkan bahwa faktor
budaya dalam masyarakat berdampak pada pembentukan standar pekerjaan
dan organisasi, dan bahwa standar ini pada akhirnya mengatur perilaku
profesional berdasarkan norma yang diakui ((Commons John. R., 1931);
(Meyer and Rowan, 2011); (North, 2016)). Asosiasi menegakkan standar ini
dengan pendidikan, perizinan, dan proses sertifikasi (Meyer and Rowan,
2011), dan keselarasan perusahaan dengan pedoman yang dilembagakan
sangat dianjurkan (DiMaggio and Powell, 1983).
Oleh karena itu, profesional menyoroti “tujuan publik, tradisi intelektual, dan
hubungan fidusia” yang terlibat dalam pekerjaan atau pengaturan pekerjaan
tertentu (Higgs-Kleyn and Kapelianis, 1999); (Lennertz, 1991)). Menurut
(Pavalko, 1988), “profesi menjadi kelompok referensi normatif utama yang
norma, nilai, dan definisi perilaku [profesional] yang tepat berfungsi sebagai
panduan di mana praktisi individu mengatur dan melakukan pekerjaannya
sendiri”. Karena publik mengharapkan profesi, perusahaan, dan karyawan
mereka untuk mematuhi standar etika (misalnya, (Backof and Martin, 1991);
(Cohen and Pant, 1991); (Dean, 1997); (Fisher, Gunz and McCutcheon, 2001);
(Frankel, 1989); (Gaumnitz and Lere, 2002); (Higgs-Kleyn and Kapelianis,
1999);(Jamal and Bowie, 1995);(Neale, 1996);(Savan, 1989)), perusahaan
harus lebih siap fokus pada CSR. Standar etika profesional juga harus
menanamkan penghargaan yang lebih besar kepada karyawan (atau anggota
profesi) untuk etika dan tanggung jawab sosial, sehingga meningkatkan
komitmen individu terhadap norma perilaku etis yang ditentukan dalam suatu
pekerjaan. (Neale, 1996) mengacu pada pertimbangan ''hak'' dan kepentingan
orang lain ini sebagai ''keseimbangan perilaku profesional.''
8.3 Pentingnya Etika dan Tanggung
Jawab Sosial
Era pemasaran global saat ini, karena semakin banyak perusahaan memasuki
pasar internasional, masalah etika cenderung meningkat. Ketika perusahaan
dan manajer berurusan dengan rekan-rekan kerja di negara yang berbeda, ada
kebutuhan untuk memahami proses pengambilan keputusan etis yang terakhir.
Bab 8 Etika dan Tanggung Jawab Sosial 113
Perbedaan perilaku etis dan sikap profesional manajemen pemasaran lintas
budaya dapat dijelaskan, antara lain, oleh perbedaan persepsi tentang
pentingnya etika dan tanggung jawab sosial dalam mencapai efektivitas
organisasi. Studi ini meneliti variasi persepsi tersebut di antara para profesional
pemasaran dari Australia, Malaysia, Afrika Selatan, dan Amerika Serikat.
Variasi tersebut dijelaskan oleh perbedaan negara (perbedaan budaya,
perbedaan lingkungan ekonomi, dan perbedaan lingkungan hukum/politik),
iklim etika organisasi, dan karakteristik demografis terpilih dari pemasar
(gender dan usia) (Anusorn Singhapakdi, Kiran Karande, C.P. Rao, 1999).
Studi tentang etika menjadi semakin penting dengan ekspansi bisnis global,
karena peningkatan tanggung jawab etika dan sosial ± kekhawatiran yang
dihadapi bisnis di lingkungan negara yang berbeda. Namun, terdapat
perbedaan yang luas dalam tingkat kepentingan yang melekat pada kedua
masalah ini di negara yang berbeda (Michael R. Czinkota, Ilkka A. Ronkainen,
1998). Selain itu, ada perbedaan besar dari satu negara ke negara lain dalam
perkembangan ekonomi, standar budaya, sistem hukum/politik, dan harapan
mengenai perilaku bisnis (Wotruba, 1997). Selain itu, ada perbedaan besar
dalam penegakan kebijakan (Mittelstaedt and Mittelstaedt, 1997).
Dalam literatur etika bisnis, variasi etika di antara pemasar/manajer dari negara
yang berbeda didokumentasikan dalam banyak studi empiris tentang berbagai
jenis masalah etika (misalnya (Robert W. Armstrong, Bruce W. Stening, John
K. Ryans, Larry Marks, 1990); (Graham, 1985); (Becker, H. and Fritzsche,
1987)). Variasi dalam etika lintas budaya dibuktikan dalam studi lintas-
nasional tenaga penjualan industri oleh (Alan J Dubinsky, Marvin A Jolson,
Masaaki Kotabe, 1991) di mana beberapa perbedaan signifikan dalam persepsi
etika ditemukan di antara manajer pemasaran dari Jepang, Korea, dan Amerika
Serikat. Sebuah studi oleh (Singhapakdi, Vitell and Leelakulthanit, 1994) juga
mengungkapkan bahwa pemasar Amerika dan Thailand berbeda dalam
berbagai komponen proses pengambilan keputusan etis mereka.
Namun, peneliti internasional belum meneliti perbedaan sejauh mana pemasar
dari berbagai negara percaya bahwa etika dan tanggung jawab sosial penting
untuk efektivitas organisasi. Persepsi individu apakah etika dan tanggung
jawab sosial berkontribusi pada efektivitas organisasi mungkin menjadi
anteseden kritis apakah dia bahkan merasakan masalah etika dalam situasi
tertentu (Singhapakdi, Anusorn, Kenneth L. Kraft, Scott J. Vitell, 1995). Ini
adalah pandangan pragmatis yang didasarkan pada argumen bahwa manajer
pertama-tama harus memahami etika dan tanggung jawab sosial sebagai vital
114 Dasar-Dasar Manajemen Internasional
bagi efektivitas organisasi sebelum perilaku mereka menjadi lebih etis dan
mencerminkan tanggung jawab sosial yang lebih besar.
Pandangan ini konsisten dengan penggambaran (Hunt and Vitell, 1986)
tentang penilaian etis sebagai termasuk evaluasi teleologis ketika seorang
individu mengevaluasi tindakan alternatif dengan menimbang probabilitas
yang dirasakan dan keinginan konsekuensi. Pada dasarnya, pilihan perilaku
manajer dalam situasi yang memiliki konten etis bermasalah akan didasarkan
pada persepsinya tentang kemungkinan tindakan tersebut akan membawa hasil
yang diinginkan. Pandangan ini juga konsisten dengan model masalah-
kontingen (Jones, 1991) di mana didalilkan bahwa ``probabilitas efek'' yang
didefinisikan sebagai ``probabilitas bahwa tindakan yang bersangkutan akan
benar-benar terjadi dan tindakan yang dimaksud justru akan menimbulkan
kerugian(benefit/manfaat)''((Jones, 1991), hlm. 375) akan memengaruhi
pengambilan keputusan etis individu.
Secara intuitif, etika dan tanggung jawab sosial harus berdampak positif pada
keberhasilan suatu organisasi, karena konsumen membuat penilaian etis yang
kemungkinan besar akan memengaruhi pembelian mereka. Seperti yang
dikatakan (Eugene R Laczniak, 1993): “Konsumen dari waktu ke waktu
biasanya akan mengenali organisasi yang berusaha untuk responsif terhadap
berbagai faktor etika dan sosial di pasar”
Oleh karena itu, sangat penting bagi pemasar untuk memasukkan
pertimbangan etis dan sosial dalam pekerjaan mereka. Dengan demikian,
tujuan dari penelitian tentang pentingnya etika dan tanggung jawab sosial ini
adalah untuk meneliti apakah pemasar dari Australia, Malaysia, Afrika
Selatan, dan Amerika Serikat berbeda dalam sejauh mana mereka percaya
bahwa praktik yang bertanggung jawab secara etis dan sosial penting dalam
kaitannya dengan berbagai aspek efektivitas organisasi seperti kualitas,
komunikasi, keuntungan, daya saing, kelangsungan hidup, efisiensi, dan
kepuasan pemangku kepentingan (Anusorn Singhapakdi, Kiran Karande, C.P.
Rao, 1999). Berdasarkan literatur masa lalu yang menekankan faktor budaya,
budaya perusahaan, dan karakteristik individu (misalnya (Hunt and Vitell,
1986); (Ferrell and Gresham, 1985)), variasi lintas budaya dalam persepsi
pentingnya etika dan tanggung jawab sosial manajemen pemasaran dalam
mencapai efektivitas organisasi adalah dijelaskan oleh perbedaan negara
(termasuk perbedaan budaya dan perbedaan dalam lingkungan ekonomi),
iklim etika organisasi, dan karakteristik demografis yang dipilih dari pemasar
individu. Keempat negara yang termasuk dinilai tepat karena mereka terpisah
Bab 8 Etika dan Tanggung Jawab Sosial 115
secara geografis dan menunjukkan perbedaan dalam hal lima dimensi budaya
(Hofsted, 1980) dan tingkat perkembangan ekonomi, yang digunakan untuk
mendukung hipotesis tentang perbedaan negara.
8.3.1 Landasan Teori dan Hipotesis
Pada bagian ini, diusulkan bahwa variasi dalam persepsi pentingnya etika dan
tanggung jawab sosial sebagai penentu efektivitas organisasi dijelaskan oleh
perbedaan negara (termasuk perbedaan budaya dan perbedaan dalam
lingkungan ekonomi), iklim etika organisasi, dan karakteristik individu gender.
dan usia. Gambar 10.1 merangkum kerangka yang diusulkan.
Perbedaan budaya (Hofsted, 1980) dan (Hofstede and Bond, 1988)
mengusulkan tipologi untuk mengklasifikasikan budaya berdasarkan lima
dimensi:
1. Individualisme;
2. Penghindaran Ketidakpastian;
Gambar 8.1: Kerangka Teoritis (Anusorn Singhapakdi, Kiran Karande, C.P.
Rao, 1999)
3. Jarak Kekuasaan;
4. Maskulinitas; Dan
5. Dinamisme Konfusianisme.
116 Dasar-Dasar Manajemen Internasional
Dihipotesiskan bahwa dimensi budaya ini berkontribusi pada perbedaan dalam
persepsi pentingnya etika dan tanggung jawab sosial. Misalnya, manajemen
pemasaran di negara-negara kolektivistik (seperti Malaysia) diharapkan lebih
setia kepada organisasi mereka karena ketergantungan yang lebih besar (Geert
Hofstede, 1983), dan oleh karena itu, memperhatikan kesejahteraan organisasi
mereka ketika membuat keputusan yang meningkatkan efektivitas organisasi.
Akibatnya, budaya kolektivistik akan lebih mementingkan pencapaian kinerja
organisasi yang unggul daripada etika dan tanggung jawab sosial.
Masyarakat maskulin mendorong individu untuk menjadi ambisius dan
kompetitif, dan berjuang untuk kesuksesan materi (Hofsted, 1980), yang
mungkin menggoda manajemen pemasaran dari negara-negara peringkat
tinggi pada maskulinitas untuk mencapai efisiensi yang lebih besar, di semua
biaya. Oleh karena itu, mereka akan kurang mementingkan etika dan tanggung
jawab sosial daripada efisiensi, daya saing, dan kelangsungan hidup jangka
panjang. Individu dari budaya dengan jarak kekuasaan yang tinggi (seperti
Negara Tetangga) biasanya menerima ketidaksetaraan kekuasaan, melihat
perbedaan antara atasan dan bawahan, enggan untuk tidak setuju dengan
atasan dan percaya bahwa atasan berhak atas hak istimewa (Geert Hofstede,
1983). Akibatnya, manajemen pemasaran dari negara dengan jarak kekuasaan
yang tinggi cenderung merasakan kebutuhan untuk meminimalkan
ketidaksepakatan dengan atasan dan memuaskan atasan melalui peningkatan
kinerja. Dengan kata lain, kinerja organisasi cenderung relatif lebih penting
bagi mereka relatif terhadap sejauh mana keputusan etis dan bertanggung
jawab secara sosial. Orientasi pengambil risiko manajemen pemasaran dari
negara-negara yang menghindari ketidakpastian rendah akan membuat mereka
percaya bahwa mungkin perlu mengambil risiko tindakan tidak etis untuk
meningkatkan efisiensi dan daya saing. Oleh karena itu, manajemen
pemasaran dari negara penghindaran ketidakpastian yang rendah cenderung
kurang mementingkan etika dan tanggung jawab sosial dalam mencapai
efektivitas organisasi. Orang-orang di negara-negara yang memiliki peringkat
tinggi dalam dinamika Konfusianisme cenderung menganut ajaran Konfusius
yang lebih berorientasi masa depan; mereka yang berasal dari negara-negara
dengan peringkat rendah dalam dinamisme Konfusianisme cenderung lebih
berorientasi pada masa kini dan masa lalu (Hofstede and Bond, 1988). Dari
perspektif penelitian, manajemen pemasaran dari budaya yang memiliki
peringkat tinggi dalam dinamisme Konfusianisme memiliki rasa malu yang
kuat dan cenderung waspada terhadap tindakan yang tidak pantas atau
memalukan. Manajemen Pemasaran dari negara-negara dinamisme
Bab 8 Etika dan Tanggung Jawab Sosial 117
Konfusianisme tinggi (seperti Hong Kong, Taiwan, Jepang, dan Korea) oleh
karena itu, percaya bahwa tindakan apa pun yang membawa aib dan aib bagi
perusahaan akan merugikan kinerja organisasi. Ini juga konsisten dengan
orientasi masa depan yang lebih besar dari individu-individu dari negara-
negara ini. Atau, mungkin juga bahwa manajemen pemasaran dari negara-
negara dinamisme Konfusianisme yang tinggi mungkin peka terhadap rasa
malu yang timbul dari kinerja yang lebih rendah dan oleh karena itu mungkin
percaya bahwa efisiensi dan keuntungan yang lebih besar adalah penting
dengan mengorbankan etika dan tanggung jawab sosial. Dengan kata lain, efek
dinamisme Konfusianisme mungkin diharapkan di kedua arah (Anusorn
Singhapakdi, Kiran Karande, C.P. Rao, 1999).
Tabel 8.1 merangkum peringkat Hofstede dari empat negara pada lima
dimensi budaya (Hofsted, 1980);(Hofstede and Bond, 1988)). Jelas bahwa,
secara umum, orang Australia, Amerika, dan Afrika Selatan lebih tinggi dalam
individualisme dan maskulinitas dan lebih rendah dalam penghindaran
ketidakpastian dan jarak kekuasaan daripada orang Malaysia. Dalam dinamika
Konfusianisme, peringkat AS dan Australia sangat dekat. Meskipun tidak ada
peringkat yang tersedia untuk Afrika Selatan dan Malaysia, orang Malaysia
dapat diharapkan peringkat lebih tinggi karena pengaruh Cina yang kuat,
terutama di sektor bisnis (Hong Kong dan Taiwan peringkat pertama dan
kedua pada dinamisme Konfusianisme). Berdasarkan individualisme, jarak
kekuasaan, dan penghindaran ketidakpastian, manajemen pemasaran Malaysia
diharapkan memiliki persepsi pentingnya etika dan tanggung jawab sosial
yang lebih rendah daripada manajemen pemasaran dari Australia, Afrika
Selatan, dan Amerika Serikat. Berdasarkan maskulinitas, diharapkan manajer
Malaysia akan memiliki persepsi yang lebih besar tentang pentingnya etika
dan tanggung jawab sosial dalam mencapai efektivitas organisasi daripada
mereka yang berasal dari tiga negara lainnya, sedangkan berdasarkan
dinamisme Konfusianisme hanya mungkin untuk menghipotesiskan
perbedaan. Oleh karena itu, berdasarkan perbedaan budaya yang diuraikan di
atas, para peneliti mengharapkan pemasar Australia, Malaysia, AS, dan Afrika
Selatan untuk melampirkan tingkat kepentingan yang berbeda pada etika dan
tanggung jawab sosial dalam mencapai efektivitas organisasi (Anusorn
Singhapakdi, Kiran Karande, C.P. Rao, 1999).
Perbedaan lingkungan ekonomi. Negara juga memiliki lingkungan ekonomi
dan bisnis yang berbeda, termasuk lingkungan hukum dan ekspektasi
masyarakat tentang etika bisnis di negara tertentu. Di negara maju (seperti
118 Dasar-Dasar Manajemen Internasional
Amerika Serikat dan Australia), lingkungan bisnis biasanya dicirikan oleh
perusahaan bisnis yang kuat, lingkungan hukum yang bertujuan untuk
memunculkan perilaku etis dari pihak bisnis, dan harapan masyarakat bahwa
bisnis harus lebih etis dan bertanggung jawab secara sosial. Kekuatan
lingkungan ini dapat membuat manajemen pemasaran di negara maju lebih
mementingkan tanggung jawab etika dan sosial dari bisnis mereka masing-
masing. Di negara berkembang, di sisi lain (misalnya Malaysia dan Afrika
Selatan), kekuatan lingkungan bisnis dan ekonomi masih berkembang dan
karenanya persepsi pentingnya etika bisnis dan tanggung jawab sosial
manajemen pemasaran mungkin lebih rendah dibandingkan rekan-rekan
mereka di negara maju. Dari perspektif lain, di negara maju pasar cenderung
lebih kompetitif, dan oleh karena itu, masalah layanan dan kepuasan pelanggan
mungkin relatif lebih penting. Oleh karena itu, dalam mengambil keputusan,
manajemen pemasaran dari negara maju cenderung tidak melakukan tindakan
yang merugikan reputasi perusahaan, takut regulasi, serta ketidakpuasan
konsumen. Dalam konteks penelitian etika dan tanggung jawab sosial,
manajemen pemasaran dari Amerika Serikat dan Australia harus lebih
mementingkan etika dan tanggung jawab sosial sebagai penentu efektivitas
organisasi daripada manajemen pemasaran dari Afrika Selatan dan Malaysia.
Tabel 8.1: Skor (dan peringkat) untuk empat negara pada dimensi Hofstede
((Hofsted, 1980);(Hofstede and Bond, 1988))
Negara Jarak Individualism Maskulinitas Penghindaran Dinamisme
kekuasaan e
ketidakpastian Konfusianisme
Australia 36 (41) 90 (2) 61 (16) 51 (37) 31 (11-12)
Malaysia 104 (1) 26 (36) 50 (25-26) 26 (46)
Afrika 49 (36- 65 (16) 63 (13-14) 49 (39-40)
Selatan 37)
Amerika 40 (38) 91 (1) 62 (15) 46 (43) 29 (14)
Serikat
Perbedaan lingkungan hukum/politik. Dalam model (Hunt, S.D. and Vitell,
1993), lingkungan hukum/politik digambarkan sebagai variabel yang
memengaruhi pengambilan keputusan etis. Hubungan antara lingkungan
hukum dan etika telah diakui oleh banyak sarjana etika bisnis. Misalnya,
(Bowie, T. L. Beauchamp, 1993) mencatat bahwa: “Hukum adalah lembaga
publik untuk menerjemahkan moralitas ke dalam pedoman dan praktik sosial
yang eksplisit dan menetapkan pelanggaran”
Bab 8 Etika dan Tanggung Jawab Sosial 119
(De George, 1994) mencatat bahwa: “Bisnis adalah perusahaan sosial. Mandat
dan batasannya ditentukan oleh masyarakat. Batas-batasnya sering kali bersifat
moral, tetapi juga sering ditulis dalam undang-undang”
(Dunfee, 1996) menyatakan bahwa sistem hukum terkadang diperlukan untuk
memelihara atau menerapkan preferensi moral masyarakat, khususnya yang
mengacu pada larangan moral universal terhadap bahaya fisik. Dia juga
berpendapat bahwa di mana pandangan moral belum menyatu menuju
konsensus yang cukup luas, hukum dapat membantu membawa perubahan
sikap. Dalam konteks penelitian, diskusi ini menyiratkan bahwa kerangka
hukum/politik dalam suatu negara dapat diharapkan berdampak pada persepsi
manajer tentang etika dan tanggung jawab sosial.
Sarjana etika bisnis juga telah mencatat bahwa sistem hukum/politik bervariasi
antar negara (misalnya (Vogel, 1992)). Dalam analisisnya tentang Amerika
Serikat, Eropa Barat, dan Jepang, (Vogel, 1992) mencatat bahwa terlepas dari
globalisasi, norma-norma bisnis (serta kepentingan bisnis dan akademis)
dalam etika secara substansial lebih tinggi di Amerika Serikat daripada di
negara kapitalis maju lainnya. negara. Dia menghubungkan ini dengan
lingkungan kelembagaan, hukum, sosial, dan budaya yang khas di AS. Dalam
konteks penelitian etika dan tanggung jawab sosial, perbedaan dapat
diharapkan dalam lingkungan hukum/politik di Amerika Serikat, Australia,
Malaysia, dan Afrika Selatan. Sementara di AS sistem hukum/politik relatif
berkembang dengan baik (dan di Australia sampai tingkat tertentu),
lingkungan peraturan di Malaysia dan Afrika Selatan berkembang, dan oleh
karena itu, keberadaan serta kekhususan hukum dapat bervariasi di empat
negara dan seluruh negara lainnya.
Pentingnya etika juga dipengaruhi oleh tingkat penegakan hukum, di mana kita
juga dapat mengharapkan perbedaan di keempat negara. Sementara sistem
hukum/politik yang rumit berlaku untuk penegakan di Amerika Serikat,
mereka relatif kurang lazim (dan pada tingkat yang berbeda-beda) di Australia,
Malaysia, dan Afrika Selatan. (Vogel, 1992) menunjukkan bahwa bahkan
dibandingkan dengan negara-negara maju lainnya, penegakan hukum di
Amerika Serikat lebih ketat, dan memberikan contoh berikut,
“Di Amerika Serikat setiap terungkap pelanggaran baru bisnis memicu
gelombang baru kemarahan publik, disertai dengan banyak artikel di bisnis
dan pers populer yang meratapi penurunan umum dalam perilaku etis manajer
dan berusaha menjelaskan “apa yang salah'' di kasus terbaru. Hal ini sering
120 Dasar-Dasar Manajemen Internasional
diikuti oleh dengar pendapat Kongres yang menampilkan politisi yang
menuntut penuntutan yang lebih waspada terhadap penjahat kerah putih;
segera setelah itu, standar peraturan diperketat, hukuman ditingkatkan, dan
upaya penegakan diperkuat”
Harus diakui bahwa potensi pengaruh lingkungan hukum/politik lebih
kompleks daripada yang dibahas di sini, karena berbagai masalah yang terlibat
serta aspek lingkungan yang tidak dapat diukur secara langsung, seperti
penegakan sistem regulasi. Namun, ada perbedaan antara empat negara dalam
lingkungan hukum/politik, yang diharapkan dapat memengaruhi persepsi
pentingnya manajer terhadap etika dan tanggung jawab sosial relatif terhadap
efektivitas organisasi.
Untuk meringkas, tulisan etika dan tanggung jawab sosial ini, pertanyaan
penelitian apakah manajemen pemasaran dari Australia, Malaysia, Afrika
Selatan, dan Amerika Serikat berbeda dalam keyakinan mereka mengenai
pentingnya etika dan tanggung jawab sosial sebagai penentu efektivitas
organisasi. Studi ini didasarkan pada pendekatan alternatif untuk mempelajari
persepsi tentang masalah etika dan masalah dalam bisnis. Secara tradisional
peneliti lintas budaya telah mengevaluasi persepsi, sikap, dan niat etis yang
berkaitan dengan praktik bisnis/manajemen pemasaran tertentu yang
melibatkan masalah etika. Di sini, peneliti meneliti perbedaan dalam persepsi
pentingnya etika dan tanggung jawab sosial dalam kaitannya dengan berbagai
aspek efektivitas organisasi seperti kualitas, komunikasi, keuntungan, daya
saing, kelangsungan hidup, efisiensi, dan kepuasan pemangku kepentingan.
Hasil penelitian ini penting karena persepsi pentingnya etika dan tanggung
jawab sosial telah terbukti memengaruhi niat etis, ketika manajer dihadapkan
pada situasi etis (Singhapakdi, 1999).
Hasil menunjukkan bahwa perbedaan dalam persepsi pentingnya etika dan
tanggung jawab sosial di antara manajemen pemasaran dari empat negara ada
karena:
1. Perbedaan negara dalam budaya, pembangunan ekonomi, dan
lingkungan hukum/politik;
2. Perbedaan dalam iklim etika organisasi; dan
3. Perbedaan jenis kelamin.
Tidak ada perbedaan karena usia. Keseluruhan persamaan dan perbedaan di
antara keempat negara muncul pada dimensi spesifik dari efektivitas bisnis.
Bab 8 Etika dan Tanggung Jawab Sosial 121
Pada dimensi kualitas output dan daya saing, tidak ada perbedaan di antara
keempat negara tersebut. Perbedaan antar negara ditemukan pada dimensi
komunikasi, efisiensi, keuntungan, kelangsungan hidup, dan kepuasan
pemangku kepentingan. Temuan mengenai persamaan dan perbedaan lintas
budaya ini berguna dalam memajukan pemahaman dan pengelolaan etika dan
tanggung jawab sosial kita dalam konteks internasional.
122 Dasar-Dasar Manajemen Internasional
Daftar Pustaka
Aaker, D. (1995) Strategic market management. New York: John Wiley.
Aaker, J. (2000) ‘“Accessibility or Diagnosticity? Disentangling the Infl uence
of Culture on Persuasion Processes and Attitudes,”’ Journal of Consumer
Research, 26(4), pp. 340–57.
Alan J Dubinsky, Marvin A Jolson, Masaaki Kotabe, C. U. L. (1991) ‘A Cross-
National Investigation of Industrial Salespeople’s Ethical Perceptions’,
Journal of International Business Studies, Palgrave Macmillan;Academy
of International Business, 22(4), pp. 651–670. Available at:
https://ideas.repec.org/a/pal/jintbs/v22y1991i4p651-670.html.
Alma, Buchari. (2004). ”Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa”,
Bandung: Alfabeta.
Andrea Lidwina (2020) Pertumbuhan Ekonomi Negara - negara di Asia
Melambat. Jurnalisme Data, Diakses 16 Oktober 2020, from
http://katadata.co.id/ariayudhistira/infografik/5f066c591f0da/pertumbuh
an-ekonomi-negara-negara-di-asia-melambat.
Andrews, K. R. (1989) Ethics in Practice, Harvard Business Review. New York.
Available at: https://hbr.org/1989/09/ethics-in-practice.
Anusorn Singhapakdi, Kiran Karande, C.P. Rao, S. J. V. (1999) ‘How important
are ethics and social responsibility? A multinational study of marketing
professionals’, European Journal of Marketing, 35(1), pp. 133–152.
Available at:
http://search.ebscohost.com/login.aspx?direct=true&db=bsh&AN=5475
798&site=ehost-live.
124 Dasar-Dasar Manajemen Internasional
Ardhani, P & Ardiyanto,M.D (2011) Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi,
Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum Dan Dana Alokasi
Khusus Terhadap Pengalokasian Anggaran, Belanja Modal (Studi Pada
Pemerintah Kabupaten/Kota Di Jawa Tengah). Journal Of Accounting ,
16.
Arief Budiyanto. S. E. I., M. M. and Denok Sunarsi, S. P. M. M. C. H. (2019)
Pemasaran Jasa: Pengertian Dan Perkembangan. Cipta Media Nusantara
(CMN).
Aripin, Z. (2021) Marketing Management. Deepublish.
Arora, A. K. and Srinivasan, R. (2020) ‘Impact of Pandemic COVID-19 on the
Teaching–Learning Process: A Study of Higher Education Teachers’,
Prabandhan: Indian Journal of Management, 13(4), pp. 43–56.
Backof, J. F. and Martin, C. L. J. (1991) ‘Historical Perspectives: Development
of the Codes of Ethics’, Journal of Business Ethics, 10, p. 99. Available
at:
http://search.proquest.com/docview/198098789?accountid=14549%5Cn
http://hl5yy6xn2p.search.serialssolutions.com/?genre=article&sid=ProQ
:&atitle=Historical+Perspectives:+Development+of+the+Codes+of+Eth
ics&title=Journal+of+Business+Ethics&issn=01674544&date=1.
Basri, H. (2013) ‘Landasan pendidikan’, Bandung: Pustaka Setia.
Becker, H. and Fritzsche, D. J. (1987) ‘A comparison of the ethical behavior of
American, French and German managers’, Columbia Journal of World
Business, 22(4), pp. 87–95. Available at:
http://www.sciepub.com/reference/11239.
Bjørnskov, C., & Schröder, P. J. H. (2022). Press freedom, market information,
and international trade. European Journal of Political Economy.
doi:10.1016/j.ejpoleco.2022.102236
Blazheska, D., Ristovska, N. and Klimoska, A. M. (2021) ‘The impact of
Borsky, S., & Leiter, A. M. (2022). International trade in rough diamonds and
the Kimberley Process Certification Scheme. World Development, 152.
doi:10.1016/j.worlddev.2021.105786
Bowie, T. L. Beauchamp, N. E. (1993) Ethical theory and business / edited by
Tom. L. Beauchamp, Norman E. Bowie. 4th ed. New Jersey: Prentice
Hall.
Daftar Pustaka 125
Boyd, Walker & Larrece. (2000). “Manajemen Pemasaran (Alih Bahasa: Imam
Nuemawan).” Jakarta: Penerbit Erlangga.
Camilleri, M. A. (2018) Integrated Marketing Communications. In Travel
Marketing, Tourism Economics and the Airline Product (Chapter 5).
Cham, Switzerland: Springer Nature.
Caporale, G. M., Sova, A. D., & Sova, R. (2022). The direct and indirect effects
of financial development on international trade: Evidence from the
CEEC-6. Journal of International Financial Markets, Institutions and
Money, 78. doi:10.1016/j.intfin.2022.101550
Carballo, J., Rodriguez Chatruc, M., Salas Santa, C., & Volpe Martincus, C.
(2022). Online business platforms and international trade. Journal of
International Economics, 137. doi:10.1016/j.jinteco.2022.103599
Cateora, P. R., Gilly, M. C. and Graham, J. L. (2011) International Marketing.
15th ed. New York: McGraw-Hill/Irwin.
Chengliang Liu, Jiaqi Xu, Hong Zhang. (2018). Competitiveness or
Complementarity? A Dynamic Network Analysis of International Agri-
Trade along the Belt and Road. Applied Spatial Analysis and Policy
(2020) 13:349–374. https://doi.org/10.1007/s12061-019-09307-
5Conrad, K. (2012). Trade bans: a perfect storm for poaching?
Mongabay.com Open Access Journal - Tropical Conservation Science,
5(3).
Cohen, J. R. and Pant, L. W. (1991) ‘Beyond bean counting: Establishing high
ethical standards in the public accounting profession’, Journal of Business
Ethics, 10(1), pp. 45–56. doi: 10.1007/BF00383692.
Commons John. R. (1931) ‘Institutional Economic Theory’, American
Economic Review, 21, pp. 648–657.
Dahlén, M., Lange, F. and Smith, T. (2010) Marketing communications: a brand
narrative approach. West Sussex. UK: John Wiley & Sons.
DANIEL B. TURBAN, D. W. G. (1996) ‘Organizational Attractiveness To’,
Academy of Management Journal, 40(3), pp. 658–672.
Darmadji dan Fakhruddin (2011) Pasar Modal Indonesia (Edisi 3). Jakarta :
Salemba Empat.
126 Dasar-Dasar Manajemen Internasional
Darwanto & Yulia Yustikasari (2007) Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi,
Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap
Pengalokasian Anggaran Belanja Modal . Simposium Nasional
Akuntansi X.
Davina. (2008) “ Persepsi Target Audience Terhadap Brand Image dalam Iklan
yang Menggunakan Celebrity Endorser ” ,
http://one.indoskripsi.com/node/850 Tgl 2 Oktober
De George, R. T. (1994) ‘A History of Business Ethics’, Business Ethics
Quarterly, 4(1), pp. 337–359.
Dean, P. J. (1997) ‘Examining the profession and the practice of business
ethics’, Journal of Business Ethics, 16(15), pp. 1637–1649. doi:
10.1023/A:1005744827506.
Deaton, M. (2005) ‘An Overview of Online Learning’, Technical
Communication, 52(2), p. 224.
Dedi Junaidi dan Faisal Salistia (2020) Dampak Pandemi Covid 19 terhadap
Pasar Modal di Indonesia: Studi Kasus Indeks Saham Komposit (IHSG).
Jurnal Ekonomi, Keuangan & Bisnis 2(2): 2-3.
Deleersnyder, B. et al. (2009) ‘“The Role of National Culture in Advertising’s
Sensitivity to Business Cycles: An Investigation across Continents,”’
Journal of Marketing Research, 46(5), pp. 623–36.
Deprez, & Sophie. (2018). The Strategic Vision behind Vietnam’s International
Trade Integration. Journal of Current Southeast Asian Affairs, 37(2).
Descotes, M. R. and Delassus, V. P. (2015) ‘The impact of consumer resistance
to brand substitution on brand relationship’, Journal of Consumer
Marketing, 32(1), pp. 34–42.
DiMaggio, P. J. and Powell, W. W. (1983) ‘The Iron Cage Revisited:
Institutional Isomorphism in Organizational Fields’, American
Sociological Review, 48(2), pp. 147–160.
Doole, Isobel, and R. L. (2008) International Marketing Strategy, 5th Edition,
International Marketing. Cengage Learning EMEA. doi: 10.1007/978-1-
137-28789-2_1.
Daftar Pustaka 127
Dr. Astrid Puspaningrum, S. E. M. M. (2021) KEPUASAN DAN
LOYALITAS PELANGGAN: Kajian Perilaku Pelanggan Hypermart.
Media Nusa Creative (MNC Publishing).
Dr. H. Muhammad Yusuf Saleh, S. E. M. S. et al. (2019) Konsep dan Strategi
Pemasaran: Marketing Concepts and Strategies. SAH MEDIA (1).
Duncan, T. and Moriarty, S. (1997) Driving brand value: using integrated
marketing to manage profitable stakeholder relationships. New York:
McGraw-Hill.
Dunfee, T. W. (1996) ‘On the synergistic, interdependent relationship of
business ethics and law’, American Business Law Journal, 34(2), pp.
317–325. doi: 10.1111/j.1744-1714.1996.tb00703.x.
Etheredge, J. M. (1999) ‘The perceived role of ethics and social responsibility:
An alternative scale structure’, Journal of Business Ethics, 18(1), pp. 51–
64. doi: 10.1023/A:1006077708197.
Eugene R Laczniak, P. E. M. (1993) Ethical marketing decisions. Boston: Allyn
and Baco.
Faiza Muklisa (2016) Perkembangan dan Tantangan Pasar Modal Indonesia.
3(2): 65.
Febriani, N. and Dewi, W. W. A. (2019) Perilaku Konsumen di Era Digital:
Beserta Studi Kasus. Universitas Brawijaya Press.
Ferrell, O. C. and Gresham, L. G. (1985) ‘A Contingency Framework for
Understanding Ethical Decision Making in Marketing’, Journal of
Marketing, 49(3), p. 87. doi: 10.2307/1251618.
Fill, C. (2001) ‘Essentially a matter of consistency: integrated marketing
communications’, Market. Rev., 1, pp. 409–455.
Finn, D. W., Ckonko, L. B. and Hunt, S. D. (1988) ‘He has published
extensively in Journal of Marketing Research’, Journal of Marketing, 7.
Firmansyah, D. F. A. (2019) Pemasaran Jasa: (Strategi, Mengukur Kepuasan
Dan Loyalitas Pelanggan). Deepublish.
Fisher, J., Gunz, S. and McCutcheon, J. (2001) ‘Private/public interest and the
enforcement of a code of professional conduct’, Journal of Business
Ethics, 31(3), pp. 191–207. doi: 10.1023/A:1010792810713.
128 Dasar-Dasar Manajemen Internasional
Fitriyani, Y., Fauzi, I. and Sari, M. Z. (2020) ‘Motivasi Belajar Mahasiswa Pada
Pembelajaran Daring Selama Pandemik Covid-19’, Jurnal Kependidikan:
Jurnal Hasil Penelitian dan Kajian Kepustakaan di Bidang Pendidikan,
Pengajaran dan Pembelajaran, 6(2), pp. 165–175.
Fitzpatrick, K. (2005) ‘The legal challenge of integrated marketing
communication: integrated commercial and political speech’, J.
Advertising, 34(4), pp. 93–102.
Frankel, M. S. (1989) ‘Professional codes: Why, how, and with what impact?’,
Journal of Business Ethics, 8(2–3), pp. 109–115. doi:
10.1007/BF00382575.
Gaumnitz, B. R. and Lere, J. C. (2002) ‘Contents of codes of ethics of
professional business organizations in the United States’, Journal of
Business Ethics, 35(1), pp. 35–49. doi: 10.1023/A:1012718103007.
Geert Hofstede (1983) ‘Motivation. Leadership and Organization’, Do
American Theories Apply Abroad, pp. 42–63.
Graham, J. L. (1985) ‘The Influence of Culture on the Process of Business
Negotiations: An Exploratory Study’, Journal of International Business
Studies, 16(1), pp. 81–96. doi: 10.1108/00197850710829058.
Gronstedt, A. and Siracuse, L. (1998) The ABC’s of IMC: building blocks for
integrated marketing communications. New York: Advertising Research
Foundation.
Gurău, C. (2008) ‘Integrated online marketing communication: implementation
and management’, J. Commun. Manage, 12(2), pp. 169–184.
Hackey, C. (2010) Advertising and promotion: an integrated marketing
communications approach. London: Sage Publications.
Han, Y., Pang, X., Zhang, X., Han, R., & Liang, Z. (2022). Resource
sustainability and challenges: Status and competitiveness of international
trade in licorice extracts under the Belt and Road Initiative. Global
Ecology and Conservation, 34. doi:10.1016/j.gecco.2022.e02014
Harmadji, D. E. et al. (2022) Manajemen Pemasaran Jasa (Konsep Dasar).
Hawkins, J., Bulmer, S. and Eagle, L. (2011) ‘Evidence of IMC in social
marketing’, J Soc. Mark, 1(3), pp. 228–239.
Daftar Pustaka 129
Higgs-Kleyn, N. and Kapelianis, D. (1999) ‘The role of professional codes in
regulating ethical conduct’, Journal of Business Ethics, 19(4), pp. 363–
374. doi: 10.1023/A:1005899517191.
Hinsa Siahaan (2008) Instrumen Derivatif. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo. Ifa Nurmasari (2020) Dampak Covid 19 Terhadap
Perubahan Harga Saham Dan
Hofsted, G. (1980) ‘NATIONAL CULTURES IN FOUR DIMENSIONS A
Research-based Theory of Cultural Differences among Nations’,
International Studies of Management and Organization, 13(1–2), pp. 46–
74.
Hofstede, G. and Bond, M. H. (1988) ‘The Confucius Connection : From
Cultural Roots’, Organizational Dynamics, 16(4), pp. 4–21.
Holm, O. (2006) ‘Integrated marketing communication: from tactics to
strategy’, Corporate communications: Int. J., 11(1), pp. 23–33.
Humairah, H. and Awaru, A. O. T. (2017) ‘PENGGUNAAN MEDIA
PEMBELAJARAN AUDIO VISUAL DALAM MENINGKATKAN
KEAKTIFAN BELAJAR SOSIOLOGI SISWA KELAS XI IPS DI
MADRASAH ALYIAH BUNTU BARANA KABUPATEN
ENREKANG’, JURNAL SOSIALISASI, pp. 61–64.
Hung, K. H., Li, S. Y. and Belk, R. W. (2007) ‘“Global Understandings: Female
Readers’ Perceptions of the New Woman in Chinese Advertising,”’,
Journal of International Business Studies, 38, pp. 1034–51.
Hunt, S. D. and Vitell, S. (1986) ‘A General Theory of Marketing Ethics’,
Journal of Macromarketing, 6(1), pp. 5–16. doi:
10.1177/027614678600600103.
Hunt, S.D. and Vitell, S. J. (1993) ‘The general theory of marketing ethics: a
retrospective and revision, in Smith, N.C. and Quelch, J.A. (Eds), Ethics
in Marketing’, Homewood, 53(September 2012), pp. 775–84.
Iacobucci, D. and Calder, B. (2003) Kellogg on integrated marketing. New
Jersey: John Wiley & Sons.
Ihya Ulum Aladin (2019) Naik 1,7% Selama 2019 IHSG Kalah Oleh 3 Bursa
Negara Di Asia Tenggara. Finansial, Diakses 16 Oktober 2020, from
130 Dasar-Dasar Manajemen Internasional
https://katadata.co.id/happyfajrian/finansial/5e9a4c3ca5bc3/naik-17-
selama-2019-ihsg-kalah-oleh-3-bursa-negara-di-asia-tenggara.
integrated marketing communication on customer behavior’, UTMS Journal of
Economics, 40–50(12), p. 1.
Jamal, K. and Bowie, N. E. (1995) ‘Theoretical considerations for a meaningful
code of professional ethics’, Journal of Business Ethics, 14(9), pp. 703–
714. doi: 10.1007/BF00872324.
Jones, M. T. (1980) ‘Corporate Social Responsibility & Ethics Corporate Social
Responsibility & Ethics’, iBusiness, 22(03), pp. 59–67. Available at:
https://journals.sagepub.com/doi/abs/10.2307/41164877?journalCode=c
mra.
Jones, T. M. (1991) ‘Ethical Decision Making by Individuals in Organizations:
An Issue-Contingent Model’, Academy of Management Review, 16(2),
pp. 366–395. doi: 10.5465/amr.1991.4278958.
Joyner, B. E. and Payne, D. (2002) ‘Evolution and implementation: A study of
values, business ethics and corporate social responsibility’, Journal of
Business Ethics, 41(4), pp. 297–311. doi: 10.1023/A:1021237420663.
Kadek Subrata dan Desak Nyoman Sri Werastuti (2020) Analisis Reaksi Pasar
Modal Pada Penetapan Status Darurat Global Ke Level Tertinggi Terkait
Virus Corona Oleh WHO (World Health Organization) Pada Bursa Efek
Indonesia. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Akuntansi.
Kanso, A. and Nelson, R. A. (2002) ‘“Advertising Localization Overshadows
Standardization,”’ Journal of Advertising Research, 42(1), pp. 79–89.
Kasmir (2014) Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya (Edisi Revisi). Jakarta:
PT RajaGrafindo Persada.
Keegan, Warren J. (2003). “Manajemen Pemasaran Global”, Edisi keenam,
penerbit: PT. IndeksGramedia, Jakarta.
Kerr, G. et al. (2008) ‘An inside-out approach to integrated marketing
communication: an international analysis’, J. Advertising, 27(4), pp. 511–
548.
Khan, B. H. (1997) Web-based instruction. Educational Technology.
Kim, M. (2015). Enduring trade disputes: Disguised protectionism and duration
and recurrence of international trade disputes. The Review of
Daftar Pustaka 131
International Organizations, 11(3), 283-310. doi:10.1007/s11558-015-
9230-z
Kotler, P. (2012) Kotler On Marketing. Simon \& Schuster UK.
Kotler, P. and Keller, K. (2009) Marketing management. New York: Prentice-
Hall.
Kotler, P., Bowen, J. T. and Makens, J. C. (2002) Pemasaran, perhotelan dan
keparawisataan. Prehallindo (Pemasaran, perhotelan dan
keparawisataan).
Kotler, Philip & Amstrong, Gary. (2010). “Principles of Marketing.” New York:
Prentice Hall Inc.
Kusuma, G. P. E. et al. (2021) Perilaku Konsumen (Tinjauan Kosenptual Dan
Praktis). Media Sains Indonesia.
Latief, Z. and Okta, W. (2010) 50 Bisnis Jasa Menguntungkan: Modal Tekad
Untung Berlipat. VisiMedia.
Lennertz, J. E. (1991) ‘Ethics and the professional responsibility of lawyers
(commentary)’, Journal of Business Ethics, 10(8), pp. 577–579. doi:
10.1007/BF00382875.
Linda K. Trevino, K. A. N. (2021) Managing Business Ethics: Straight Talk
about How to Do It Right. John Wiley & Sons.
Little, E. and Marandi, E. (2003) Relationship Marketing Management.
London: Thomson Learning.
LUTHANS Fred, HODGETTS, Richard M., THOMPSON, K. R. (1972) Social
Issues In Business: Strategic And Public Policy Perspectives. 6th edn.
New York: Comp. : NEW YORK., 1972. Available at:
http://repo.unikadelasalle.ac.id/index.php?p=show_detail&id=1280&ke
ywords=.
Majid, A. (2008) ‘Perencanaan pembelajaran’, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Malthouse, E. C. et al. (2004) ‘Customer Satisfaction Across Organizational
Units’, Journal of Service Research, 6(3), pp. 231–242.
132 Dasar-Dasar Manajemen Internasional
Mariasinta, M. and Riady, I. (2019) ‘BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Produk
1. Definisi Produk’, Journal of Chemical Information and Modeling,
53(9), pp. 1689–1699. Available at: http://e-journal.uajy.ac.id/2639/.
McGrath, J. (2005) ‘A pilot study testing aspects of integrated marketing
communication concept’, J Mark. Commun., 11(3), pp. 191–214.
Melewar, T. and Karaosmanoglu, E. (2006) ‘Seven dimensions of corporate
identity: a categorisation from the practitioners’ perspective’, European J.
Mark, 40(7), pp. 846–869.
Meyer, J. and Rowan, B. (2011) ‘Institutionalized Organizations: Formal
Structure as Myth and Ceremony (translated by Igor Chirikov)’, Journal
of Economic Sociology, 12(1), pp. 43–67. doi: 10.17323/1726-3247-
2011-1-43-67.
Michael R. Czinkota, Ilkka A. Ronkainen, M. H. M. (1998) The International
Business Imperative. Edited by L. Johnson. India: John Wiley & Sons,
Inc.
Mittelstaedt, J. D. and Mittelstaedt, R. A. (1997) ‘The protection of intellectual
property: Issues of origination and ownership’, Journal of Public Policy
and Marketing, 16(1), pp. 14–25. doi: 10.1177/074391569701600103.
Moriarty, S. (1994) ‘PR and IMC: the benefits of integration’, Public Relat.
Quart, 39, pp. 38–44.
Mosharraf, B. F. and F. (208AD) Foundations of Computer Science, 2nd
edition, Cengage Learning EMEA. doi: 0-495-91356-1.
Mudzanani, T. (2015) ‘A review and analysis of the role of integrated marketing
communication message typology in the development of communication
strategies’, African Journal of Marketing Management, 7(8), pp. 90–97.
doi: 10.5897/AJMM2015.0475.
Mulyasa, E. (2013) ‘Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013.
Bandung: Remaja Rosdakarya’, Dinamika Hidrosfer Di Kelas X IPS 2
SMA Negeri 16 Surabaya.
Munsarif, M. et al. (2022) Pengantar E-Commerce. Yayasan Kita Menulis.
Nainggolan, N. T. et al. (2020) Perilaku Konsumen Di Era Digital. Yayasan Kita
Menulis.
Daftar Pustaka 133
Neale, A. (1996) ‘Professional conduct and professional misconduct: A
framework and its application to the accounting profession’, Journal of
Business Ethics, 15(2), pp. 219–226. doi: 10.1007/BF00705589.
North, D. C. (2016) ‘Institutions and Economic Theory’, American Economist,
61(1), pp. 72–76. doi: 10.1177/0569434516630194.
Pandana Pasaribu, Wilson RL Tobing dan Haymans Manurung (2009).
Pengaruh Variabel Makro Ekonomi Terhadap IHSG. Jurnal
keuangan.2008
Pavalko, R. M. (1988) Sociology of occupations and professions. 2nd ed. Edited
by Peacock. Itasca: Wadsworth.
Pavel, C. E. (2020). Hume’s Dynamic Coordination and International Law.
Political Theory, 49(2), 215-242. doi:10.1177/0090591720921831
Pedoman Usulan Penelitian (2019). Palembang: Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Palembang.
Pellegrino, J. W. (2004) The evolution of educational assessment: Considering
the past and imagining the future. Educational Testing Service, Policy
Evaluation and Research Center, Policy ….
Percy, L. (1997) Strategies for implementing integrated marketing
communications. Chicago: NTC Business Books.
Permana, D.Y., & Rahardjo, S.N. (2013) Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi,
Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus
terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal (Studi pada
Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah). Journal of Accounting,
2(4): 4.
Pietro Castagno Ll.M, N. (2014). Sustainable development and the international
trade law paradigm. Journal of International Trade Law and Policy, 13(2),
136-166. doi:10.1108/jitlp-11-2013-0032
Pluta-Olearnik, M. (2018) ‘INTEGRATED MARKETING
COMMUNICATION — CONCEPTS, PRACTICE, NEW
CHALLENGES’, MINIB, 28(2), pp. 121–138.
Popkova, E.G. (2022), "International Trade in the Era of Neo-Globalization:
Disintegration vs Digital Partnership". Current Problems of the World
Economy and International Trade (Research in Economic Anthropology,
134 Dasar-Dasar Manajemen Internasional
Vol. 42), Emerald Publishing Limited, Bingley, pp. 7-13. https://doi-
org.ezproxy.ugm.ac.id/10.1108/S0190-128120220000042001Yin, H.,
Chao, P., & Ma, C. (2009). International integration: a hope for a greener
China? International Marketing Review, 26(3), 348-367.
doi:10.1108/02651330910960825
Porter, Michael E. (2007). “Strategi Bersaing (Competitive Strategy) - Teknik
Menganalisis Industri dan Pesaing.” Tangerang: Karisma Publishing
Group.
Prasetio, A. et al. (2021) Konsep Dasar E-Commerce. Yayasan Kita Menulis.
Putra, Charisma, B. (2020) ‘Perilaku Konsumen Dalam Dunia Digital’, p. 4.
Quazi, A. M. (2015) ‘Social Responsibility Environments : Attitudes in
Managerial’, 16(4), pp. 67–84.
Rensburg, R. and Cant, M. (2009) Public relations: South African perspectives.
Cape Town: Heinemann.
Rismiati, E. C. and Suratno, I. B. (2001) Pemasaran barang dan jasa. Penerbit
Kanisius.
Robert W. Armstrong, Bruce W. Stening, John K. Ryans, Larry Marks, M. M.
(1990) ‘Internastional Marketing Ethics:Problems Encountered by
Australian Firms’, European Journal of Marketing, 24(10), pp. 5–18. doi:
https://doi.org/10.1108/03090569010005787.
Robin, D. P. and Reidenbach, R. E. (1987) ‘Social Responsibility, Ethics, and
Marketing Strategy: Closing the Gap between Concept and Application’,
Journal of Marketing, 51(1), p. 44. doi: 10.2307/1251143.
Santyasa, I. W. (2005) ‘Model Pembelajaran inovatif dalam implementasi
kurikulum berbasis kompetensi’, Makalah disampaikan Dalam Penataran
Guru-Guru SMP, SMA, dan SMK se Kabupaten JembranaJuni–Juli.
Sarathy (2006) International Marketing. Northcoast. Available at:
https://www.amazon.com/International-Marketing-Sarathy-Terpstra-
Paperback/dp/B008YTKO9Q#:~:text=by-,Sarathy,-(Author).
Savan, B. (1989) ‘Beyond Professional Ethics : Issuesand Agendas’.
Schlachter, P. J. (1990) ‘Organizational influences on individual ethical
behavior in public accounting’, Journal of Business Ethics, 9(11), pp.
839–853. doi: 10.1007/BF00382908.
Daftar Pustaka 135
Schultz, D. and Schultz, H. (2003) IMC – the next generation: five steps for
delivering value and measuring returns using marketing communication.
New York: McGraw-Hill.
Shimp, T. (2003) Advertising, promotion and supplemental aspects of
integrated marketing communications. Ohio, USA: Thomson Learning.
Shimp, T. A. and Andrews, J. C. (2013) Advertising, Promotion, and other
aspects of Integrated Marketing Communications. South-Western:
Cengage Learning.
Singhapakdi, A. (1999) ‘Perceived Importance of Ethics and Ethical Decisions
in Marketing’, Journal of Business Research, Elsevier, 45(1), pp. 89–99.
Singhapakdi, A. et al. (1996) ‘The perceived role of ethics and social
responsibility: A scale development’, Journal of Business Ethics, 15(11),
pp. 1131–1140. doi: 10.1007/BF00412812.
Singhapakdi, A., Vitell, S. J. and Leelakulthanit, O. (1994) ‘A Crosscultural
Study of Moral Philosophies, Ethical Perceptions and Judgements A
Comparison of American and Thai Marketers’, International Marketing
Review, 11(6), pp. 65–78. doi: 10.1108/02651339410073015.
Singhapakdi, Anusorn, Kenneth L. Kraft, Scott J. Vitell, K. C. R. (1995) ‘The
Perceived Importance of Ethics and Social Responsibility on
Organizational Effectiveness: A Survey of Marketers’, Journal of the
Academy of Marketing Science., 23(1), pp. 49–56.
Sinulingga, N. A. B., Sihotang, H. T. and Sihotang, D. (2021) Perilaku
Konsumen: Strategi dan Teori. IOCS Publisher (1).
Spillan, J. E. (2008) ‘A Review of “International Marketing Ninth Edition”’,
Journal of Global Marketing, 21(2), pp. 173–174. doi:
10.1080/08911760802135608.
Suad Husnan (2001) Dasar - Dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas.
Yogyakarta: UPP AMP YKPN.
Suad Husnan (2005) Dasar- Dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas (Edisi
5). Yogyakarta: UPP AMP YKPN.
Sugiyono (2017) Metode Penelitian Pendekatan Kualitatif, Kunatitatif dan
R&D. Bandung: Alfabeta.