YUK, JADI GAMER CERDAS: BERBAGI INFORMASI MELALUI LITERASI Penulis Ardian Indro Yuwono Rahayu Wisnu Martha Adiputra Syafrizal Irham Nur Anshari Tim Riset Jusuf Ariz Wahyuwono Chairun Nisa Zempi Dessy Kurshardiyanti Dimas Prasetya Hanna Aulia Ilustrator dan Layouter Anung Srihadi Cover luar Gilang Adikara Anung Srihadi Diterbitkan oleh Program Studi Magister Ilmu Komunikasi UGM Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit Cetakan 1, 12 September 2018 ISBN 978-602-71877-5-7 Program Studi Magister Ilmu Komunikasi UGM Gedung BA, Lantai 5, FISIPOL UGM Jalan Sosio Yustisia No. 2, Bulaksumur, Yogyakarta 55281
i PRAKATA GERAKAN NASIONAL LITERASI DIGITAL SIBERKREASI Kemajuan teknologi menciptakan disrupsi pada kehidupan seharihari, mulai dari otomatisasi yang mengancam ragam mata pencaharian, hingga bagaimana masyarakat mencerna dan mengabarkan informasi. Dewasa ini, lebih dari setengah populasi di Indonesia sudah terhubung Internet. Angka penetrasi Internet makin tinggi dari tahun ke tahun. Eric Schmidt, insinyur dari Google, bahkan memprediksikan bahwa tahun 2020 nanti seluruh manusia didunia akan online. Sayangnya, kemajuan inovasi digital dan kemudahan mengakses Internet masih belum diiringi dengan kualitas sumber daya manusia yang memadai. Bak air maupun api, teknologi juga bisa dilihat sebagai anugerah sekaligus ancaman. Jika tidak dikelola dengan baik dan tidak dimanfaatkan dengan bijaksana, ia bisa jadi sangat berbahaya. Maka dari itulah, Seri Buku Literasi Digital hasil kolaborasi para pemangku kepentingan multisektoral ini kami anggap perlu kembali diluncurkan ke publik. Gerakan Nasional Literasi Digital Siberkreasi berterima kasih pada para mitra kami yang tanpa lelah mencurahkan waktu dan tenaganya untuk mengedukasi masyarakat. Kedewasaan, kecakapan, dan keamanan dalam menggunakan media digital sangat perlu diperjuangkan. Di balik jutaan kesempatan bagi masyarakat Indonesia pada era transformasi digital, terdapat masalah serius yang sama banyaknya, mulai dari: penyebaran konten negatif, seperti perundungan siber, ujaran kebencian, radikalisme daring, ketergantungan pada gawai, eksploitasi seksual dan pornografi; hingga keterbatasan kompetensi dasar menuju revolusi industri 4.0. Kami percaya bahwa pendidikan adalah pilar paling penting untuk mencegah dan menanggulangi potensi ancaman yang ditimbulkan oleh penyimpangan pemanfaatan teknologi.
Literasi digital telah menjadi keharusan yang mendesak dilakukan dalam skala nasional secara masif, komprehensif, dan sistematis. Presiden Joko Widodo dalam pidato pada Sidang Tahunan MPR RI 2018 telah secara khusus mendorong institusi pendidikan untuk lekas beradaptasi di era revolusi industri 4.0, salah satunya dengan memantapkan kemampuan literasi digital. Sembari mengawal proses tersebut, SiBerkreasi merasa perlu menyatukan pegiat literasi digital dari berbagai disiplin ilmu dan sektor untuk menyediakan sumber ilmu yang berkualitas, mudah dijangkau, serta bebas biaya. Sasaran literasi digital perlu diperluas, sehingga dalam Seri Buku Literasi Digital kali ini kami dengan bangga mempersembahkan terbitan dari pelbagai kontributor dari bidang keahlian yang majemuk. Tema-tema literasi digital, antara lain: tata kelola digital, pola asuh digital, ekonomi digital, gaya hidup digital, dan kecakapan digital; dapat ditemui untuk dipelajari serta disebarluaskan ke khalayak ramai. Kami harap, para orang tua, siswa, anak-anak, hingga pemerintah daerah, dapat mengambil manfaat penuh dari rangkaian terbitan ini. Akhir kata, kami ucapkan terima kasih pada seluruh pihak yang telah mendukung dan berkontribusi dalam peluncuran Seri Buku Literasi Digital yang kedua. Untuk para pembaca, kami sampaikan selamat menjumpai ilmu baru dan jangan segan menjadi duta literasi digital bagi sekitar. Ketua Umum Siberkreasi Dedy Permadi
ii PRAKATA JARINGAN PEGIAT LITERASI DIGITAL (JAPELIDI) Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) adalah komunitas yang sebagian besar terdiri dari akademisi dan pegiat literasi digital yang tersebar di berbagai perguruan tinggi di Indonesia. Komunitas yang mulai beraktivitas pada tahun 2017 peduli pada beragam upaya untuk meningkatkan kemampuan literasi digital masyarakat Indonesia. Beragam program literasi digital dilakukan baik secara kolaboratif atau di masing-masing perguruan tinggi untuk mengatasi beragam persoalan masyarakat digital. Salah satu pekerjaan kolaboratif Japelidi yang dilakukan tahun 2017 adalah penelitian peta gerakan literasi digital di Indonesia. Penelitian yang dikoordinatori oleh Program Magister Ilmu Komunikasi Universitas Gadjah Mada (UGM) ini memetakan 342 kegiatan literasi digital dengan melibatkan 56 peneliti dari 26 perguruan tinggi. Salah satu temuan yang menarik dari penelitian ini adalah bahwa ragam yang sering dilakukan dalam kegiatan sosialisasi digital adalah sosialisasi. Sedangkan kelompok sasaran yang paling sering menjadi target beragam gerakan literasi digital adalah kaum muda. Untuk mendiskusikan hasil penelitian Japelidi sekaligus memetakan berbagai isu terkini terkait literasi digital di Indonesia, Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) menyelenggarakan Konferensi Nasional Literasi Digital pada tanggal 12 September 2017. Konferensi ini diikuti oleh 30 pemakalah dan 200 peserta. Lebih separuh dari makalah yang disampaikan dalam konferensi ini sudah dan akan diterbitkan di Jurnal Informasi UNY. Berbeda dengan kegiatan pada tahun 2017 yang memfokuskan pada kegiatan penelitian dan konferensi, pada tahun 2018 Japelidi
melakukan program penerbitan serial buku panduan literasi digital. Untuk itu, selain mengadakan serial rapat pra-workshop di Yogyakarta pada tanggal 21 dan 22 Maret 2018, Japelidi menyelenggarakan workshop penulisan pedoman buku literasi digital pada tanggal 27 dan 28 April 2018. Workshop yang dijamu oleh Universitas Lambung Mangkurat (Unlam) ini diikuti oleh 30 peserta dari 13 perguruan tinggi di Indonesia dari 9 kota. Salah satu hasil workshop ini adalah perumusan 23 proposal buku panduan literasi digital yang direncanakan akan disusun dan diproduksi oleh 23 perguruan tinggi dari 11 kota dalam kurun waktu 2018-2019. Tujuan dari penerbitan serial buku panduan Japelidi ini adalah untuk menyediakan pustaka yang memadai sekaligus aplikatif sehingga bisa diterapkan secara langsung oleh kelompok sasaran yang dituju. Dengan begitu, buku-buku tersebut bisa dimanfaatkan untuk baik akademisi, pegiat maupun kelompok sasaran kegiatan literasi digital. Atas terbitnya serial buku panduan literasi digital Japelidi, kami mengucapkan terimakasih yang sebanyak-banyaknya atas bantuan seluruh pihak yang terlibat. Semoga buku-buku ini berhasil menjadi bagian dari meningkatan kemampuan literasi digital masyakarat Indonesia. Yogyakarta, 15 September 2018 Koordinator Japelidi Novi Kurnia
iii Teknologi informasi dan komunikasi berkembang dengan sangat cepat dalam satu dekade terakhir ini. Dampaknya luar biasa. Masyarakat Indonesia seperti tergagap mengejar kemajuan teknologi informasi dan komunikasi dalam beragam sisi. Media baru berkembang tidak lagi sekadar menjadi pendistribusi informasi yang cepat, murah, dan handal, melainkan menjadi arena di mana beragam individu saling berkomunikasi, beropini, dan berekspresi. Media baru adalah wilayah baru yang menjadikan individu harus menguasai kompetensi tertentu agar bisa terus bertahan dan mengambil manfaat dari wilayah tersebut. Sayangnya, banyak individu justru mendapatkan dampak negatif dari kehadiran media baru. Bukti-bukti terungkap di sana-sini. Tersebarnya hoaks, berita rekayasa, dan ujaran kebencian adalah beberapa di antaranya. Belum lagi pencurian data personal, transaksi online ilegal, dan cyberbully. Artinya, di tengah keyakinan bahwa media baru akan mendatangkan dampak positif bagi masyarakat, terungkap fakta akan dampak negatifnya. Media baru berdampak sekaligus di dua sisi. Dengan demikian, literasi digital sangat penting untuk dipahami dan dikuasai oleh masyarakat Indonesia, terutama untuk meningkatkan beragam kompetensi dalam menggunakan media baru. Departemen Ilmu Komunikasi UGM memiliki kewajiban moral untuk ikut serta dalam upaya meminimalkan dampak negatif tersebut demi kemajuan masyarakat ke arah yang lebih baik. Sebagai sebuah departemen dengan prinsip crafting well-informed society, Departemen Ilmu Komunikasi UGM memiliki beragam upaya sistematis untuk ikut berperan dalam menyongsong masyarakat informasi di Indonesia. Untuk mengampanyekan literasi digital dan memperkuat peran civitas academica dalam masyarakat, Departemen Ilmu Komunikasi UGM bersama dengan Japelidi dalam PRAKATA DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI UGM
dua tahun terakhir ini berupaya mengelaborasi literasi digital. Japelidi adalah komunitas yang sebagian besar terdiri dari staf pengajar dari berbagai kampus dan elemen yang lain. Japelidi berupaya berkolaborasi dan bersinergi dengan berbagai pihak agar masyarakat Indonesia yang telah menuju masyarakat digital mendapatkan manfaat optimal dari perkembangan media baru. Departemen Ilmu Komunikasi UGM melalui Program Studi Magister (S2) Ilmu Komunikasi, menjalankan program khusus untuk mengembangkan literasi digital, yaitu program Pengabdian Masyarakat untuk mengenalkan literasi digital pada berbagai komunitas, antara lain di bidang pendidikan. Selain itu, secara aktif Departemen Ilmu Komunikasi UGM bersama Japelidi berkolaborasi untuk merancang dan menyusun buku panduan. Secara akumulatif, Japelidi menyusun dua puluh tiga buku panduan literasi digital. Departemen Ilmu Komunikasi UGM sendiri sejauh ini telah menyusun dua buku panduan literasi digital, yaitu literasi digital untuk game daring dan literasi digital untuk bencana alam. Salah satu dari buku panduan tersebut adalah buku yang tengah Anda baca ini. Paling tidak ini adalah sebuah langkah konkret Departemen Ilmu Komunikasi UGM memberikan kontribusi nyata bagi masyarakat Indonesia dalam menghadapi dinamika media baru dan masyarakat informasi. Semoga buku panduan yang dirilis ini dapat mencapai harapan kita bersama dalam mewujudkan masyarakat informasi yang bermartabat. Salam literasi digital. Ketua Departemen Ilmu Komunikasi UGM Muhamad Sulhan
Daftar Isi KATA PENGANTAR GERAKAN NASIONAL LITERASI DIGITAL SIBERKREASI PRAKATA JARINGAN PEGIAT LITERASI DIGITAL (JAPELIDI) PRAKATA DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI UGM SEKILAS GAME DI INDONESIA APA ITU LITERASI DIGITAL DAN SEPULUH TAHAPAN LITERASI DIGITAL JAPELIDI? AKSES SELEKSI PAHAM ANALISIS VERIFIKASI EVALUASI DISTRIBUSI PRODUKSI PARTISIPASI KOLABORASI JADILAH GAMER CERDAS DAFTAR PUSTAKA TENTANG PENULIS i ii iii 1 6 17 19 23 27 31 33 35 37 39 43 46 48 49
1 P ada akhir tahun 2017 lalu, Newszoo (2017) merilis data jumlah gamer di Indonesia, yang jumlahnya mencapai 43,7 juta dengan jumlah pengeluaran dari gamer yang mencapai USD 880 juta. Dalam ranah Asia Tenggara, besaran jumlah gamer di Indonesia merupakan jumlah gamer terbesar, angka ini diikuti oleh jumlah gamer Vietnam dengan 34,8 Juta, dan gamer Filipina dengan 29,9 juta. Dengan perkiraan penduduk Indonesia ada tahun ini sekitar 260 juta jiwa, jumlah diatas menyatakan bahwa lebih dari 20% dari jumlah populasi di Indonesia merupakan gamer game digital. Sehingga dapat dikatakan bahwa masyarakat Indonesia sudah cukup familiar dengan game digital. Selain itu, dalam besaran jumlah pengeluaran dalam game digital, Indonesia menduduki peringkat ke-16 dari seluruh negara di dunia. Dengan pertumbuhan gamer di Indonesia yang pesat, sudah seharusnya dibutuhkan regulasi oleh negara untuk mengatur perkembangan industri video game dan literasi untuk masyarakat agar cerdas dalam menyikapi kehadiran video game dalam kehidupannya.
2 Di Indonesia, baru ada beberapa regulasi yang terkait langsung dengan video game, salahsatunya peraturan Menteri Kominfo Nomor 11 Tahun 2016 tentang Klasifikasi Permainan Interaktif Elektronik sekaligus pengenalan Indonesia Game Rating System (IGRS) kepada masyarakat (KOMINFO, 2016). Penetapan IGRS ini dilakukan sebagai suatu sistem rating yang menetapkan aturan akses kepada suatu game berdasarkan kriteria umur menjadi langkah awal dalam mengatur peredaran dan akses game digital di Indonesia. Hal yang serupa sudah dilakukan oleh pemerintah Singapura delapan tahun lalu, dimana melalui InfoCom Media Development Authority (IMDA) memperkenalkan Video Game Classification System pada tahun 2008. Melalui kebijakan ini, pemerintah Singapura sudah menetapkan sistem untuk mengatur peredaran dan akses terhadap game digital (IMDA, 2017). Regulasi sistem IGRS yang dicanangkan ini memang dibutuhkan untuk membatasi akses dan mengatur peredaran game di Indonesia. Namun kehadirannya saat ini dinilai terlambat, mengingat jumlah gamer di Indonesia yang sudah cukup besar dan telah mengakses game digital tanpa adanya regulasi. Faktor-faktor yang telah disebutkan di atas (regulasi dan pembajakan) memiliki pengaruh signifikan terhadap perkembangan budaya bermain game di Indonesia. Pembajakan dan peredaran game yang bebas regulasi merupakan dua faktor utama yang mendorong jumlah masyarakat Indonesia yang bermain game, selayaknya pada data disebutkan bahwa lebih dari 20% dari populasi Indonesia merupakan gamer game digital dan besaran jumlah gamer game Indonesia merupakan jumlah gamer game terbesar di Asia Tenggara (Newszoo, 2017).
3 Kehadiran video game di Indonesia saat ini didominasi oleh game digital yang dimainkan melalui gadget (Newszoo, 2017). Video game mobile, yang selanjutnya akan disebut dengan game, berkembang cukup pesat di Indonesia mengikuti perkembangan teknologi gadget canggih yang ada di pasaran. Bahkan beberapa merek gadget (gawai) canggih ini dijual cukup murah sehingga banyak diminati para pengguna gadget awal salah satunya remaja. Hal ini yang membuat gamer di Indonesia jumlahnya berkembang secara drastis, mudah, murah dan personal. Game memiliki konten yang mirip dengan produk media hiburan pada umumnya. Konten dalam game bisa memiliki konsekuensi efek yang positif maupun negatif, efek yang sesuai dengan norma dan regulasi di Indonesia maupun yang tidak. Kekerasan, pornografi, adalah sedikit dari banyak muatan konten dalam game yang harus dapat disikapi dengan bijak oleh para gamer di Indonesia. Problem bermain video game di Indonesia tidak hanya berasal dari kontennya saja akan tetapi dari para gamer (pemain game) dan lingkungan sekitarannya. Salah satu contohnya adalah orangtua dari gamer yang belum memahami game. Orang tua ini melihat game sebatas media hiburan dan cenderung memberi kebebasan bermain bagi anak-anaknya. Minimnya peran orang tua dalam mengarahkan anak dalam bermain game menjadikan anak tumbuh besar dengan beragam konten dalam game. Tidak jarang kemudian muncul pemberitaan, seorang anak yang kecanduan bermain game hingga meninggal dunia (Budianto, 2017), anak yang kecanduan bermain game hingga sakit jiwa (Rachelea, 2017), atau anak yang mencuri untuk bermain
4 game online (Ilham, 2016). Tidak dapat dipungkiri bahwa game digital memiliki peran dalam merubah keadaan sosio kultural masyarakat baik secara postif maupun negatif. Problem video game di Indonesia berikutnya adalah para anak-anak dan remaja yang memiliki ketergantungan cukup tinggi dengan video game mobile (game) sebagai bagian dari kehidupan sosial mereka di masyarakat. Ketergantungan pada kehadiran video game ini menciptakan sebuah budaya bermain diantara mereka, sebagai bagian dari aktualisasi diri dalam pergaulan. Budaya bermain ini tercipta tidak lepas dari kehadiran gadget yang semakin canggih dengan harga yang relatif terjangkau (Russel, 2017). Banyak remaja bermain game melalui gadget handal mereka walaupun harganya cukup murah. Beberapa game online multiplayer yang dapat diakses dengan “gratis” di toko aplikasi gadget menjadi kerisauan kami dalam menulis buku ini. Beberapa game dengan judul Mobile Legend: Bang Bang, Arena of Valor, Clash Royal dan Clash of Clan merupakan sedikit dari banyak ragam jenis game yang memiliki potensi masalah pada pengaksesnya, masalah ini diantaranya ketercanduan, komunikasi negatif, lupa waktu, dan pemborosan keuangan. Buku ini memberikan panduan untuk gamer remaja awal yang berumur 13 tahun sampai 18 tahun. Gamer yang menjadi fokus target audiens/pembaca buku ini merupakan para pemain dan pengakses game melalui gadget atau telefon seluler. Panduan akan berisi mengenai beragam cara dalam menyikapi
5 kehadiran game portabel melalui perangkat komunikasi anak muda. Dalam buku ini kita akan menjumpai sepuluh tahapan kompetensi literasi digital Japelidi. Kesepuluh tahapan ini berisi beragam informasi dan tips bagi gamer remaja yang terpapar secara langsung dan kontinyu dalam bermain game onlinemelalui gadget mereka. Informasi ini diantaranya berisi mulai dari menyikapi cara gamer remaja mengakses dan menyeleksi permainan, menganalisis konten permainan, memahami logika game gratis tapi berbayar, sampai pada berpartisipasi dan berkolaborasi dengan para gamer remaja lain untuk ikut meliterasi lingkungan sekitarnya.
7 P erkembangan pengguna internet di Indonesia termasuk cepat. Pada tahun 2017 jumlah pengguna internet diperkirakan sekitar 50% dari 262 juta penduduk Indonesia atau sekitar 153, 3 juta jiwa. Terdapat kenaikan sekitar 20 juta jiwa dari tahun sebelumnya yang berjumlah sekitar 132,7 juta jiwa. Berdasarkan usia pengguna internet di Indonesia, pengguna dalam kategori usia 19 – 34 tahun adalah sekitar 49,52%, usia 13 – 18 tahun adalah 16,68%, dan usia 35 – 54 tahun adalah sekitar 29,55% (APJII, 2017). Dengan demikian penduduk berusia muda adalah pengguna terbesar dari media baru. Data ini semakin menunjukkan arti penting literasi digital bagi penduduk berusia muda. Walau begitu, penduduk yang dikategorikan berusia dewasa juga tidak bisa dinafikkan sebagai pengguna karena pengaruhnya pada anak-anak mereka dan penduduk berusia muda di tempat tinggal masingmasing. Selama ini literasi digital sebagai sekumpulan kompetensi belum sepenuhnya dikuasai oleh penduduk berusia muda. Ketidakpahaman tersebut menyebabkan efek negatif dari media baru lebih sering muncul di kalangan anak muda, misalnya saja tiga pelajar SMP yang membobol TK karena kecanduan game daring (Sindonews, 7 April 2016) atau bagaimana media sosial dimanfaatkan oleh teroris untuk menyebarkan ideologinya (CNNIndonesia.com, 6 Juni 2018). Anak muda adalah kelompok usia yang rentan terpapar ideologi terorisme. Belum lagi kecanduan belanja online yang melampaui penghasilan, yang juga termasuk dampak negatif karena maraknya bisnis jual-beli online yang luar biasa.
8 Tindakan yang keras dan berfokus pada pelarangan akses media baru kepada warga tentu saja sulit atau bahkan tidak bisa dilakukan oleh pemerintah pada era demokrasi seperti sekarang. Cara paling tepat yang dapat dilakukan oleh negara dan pemerintah adalah menyebarkan pendidikan mengenai literasi digital pada seluruh warga Indonesia. Hal ini dilakukan untuk memperkuat demokrasi yang dinikmati oleh warga Indonesia sejak tahun 1998 yang notabene akan memperkuat kebebasan beropini, berekspresi dan juga kebebasan pers yang telah dijamin oleh Konstitusi. Pada tingkat individu literasi digital akan menjadikan warga dapat menggunakan media baru dengan lebih baik untuk kepentingan hidupnya. Sayangnya, setelah dua dekade era demokrasi berjalan, literasi digital belum sepenuhnya berkembang di masyarakat. Berdasarkan riset Japelidi pada tahun 2017, kegiatan yang berkaitan dengan literasi digital di Indonesia masih lebih banyak berfokus di lembaga pendidikan, bukan di masyarakat secara langsung. Selain itu, kegiatan literasi digital masih berlangsung pada tahap pengenalan dengan metode penyuluhan pada target sasaran yang bersifat umum. Literasi digital belum berfokus pada lahirnya serangkaian kompetensi pada warga (Kurnia & Astuti, 2017). Masih diperlukan banyak upaya agar literasi digital semakin menyebar dan dikuasai dengan baik oleh seluruh warga negara. Suatu upaya yang tentunya tidak ringan dan memerlukan kerjasama berbagai pihak, antara lain pihak pemerintah, kampus, para penggiat, termasuk para pengembang aplikasi.
9 Memahami Literasi Digital Perkembangan media baru yang dimulai dari internet dalam bentuknya yang paling awal sampai dengan yang paling mutakhir, yaitu media sosial sekarang ini, menunjukkan bahwa media baru berkembang dengan dinamis dan sangat cepat. Berdasarkan perkembangannya, terdapat tiga fase perkembangan internet sampai dengan munculnya media sosial. Perkembangan itu adalah sebagai berikut: fase web 1.0, adalah sistem berjaringan berbasis komputer dari kognisi manusia. Internet pada fase ini tidak berbeda jauh dengan media massa yang lebih berfungsi mendistribusikan konten dan tidak memberikan kesempatan bagi pihak lain berperan dalam produksi konten yang sama. Konten yang ada tidak bisa dikomentari dan disebarkan kembali dengan cepat. Produsen dan pengguna konten juga masih terpisah dan posisi keduanya tidak bisa dipertukarkan. Fase web 2.0 adalah sistem berjaringan berbasis komputer dari komunikasi manusia. Pada fase ini internet memungkinkan terjadinya komunikasi secara langsung berbagai pihak dengan fleksibel. Konten sudah bisa diberi feedback dengan langsung dan disebarkan kembali. Posisi produsen dan pengguna konten dapat saling bertukar peran. Fase web 3.0 adalah sistem berjaringan berbasis komputer dari kerjasama (co-operation) manusia. Pada fase ini satu individu bisa berkomunikasi dengan banyak pengguna lain dalam suatu ketika. Para pengguna secara kolektif dapat memproduksi konten dalam skala besar, terbentuk juga suatu sistem di mana para pengguna bisa saling berbagi informasi dan bertransaksi. Era berbagi
10 melalui berbagai aplikasi dan media sosial termasuk dalam fase terakhir dari perkembangan internet (Fuchs, 2014: 44). Dengan demikian, literasi digital berkaitan dengan media baru yang memiliki karakter sebagai berikut: (1) digitization dan konvergensi; (2) interaktivitas; dan (3) network dan networking (Flew, 2014). Ketiga karakter tersebut adalah fungsi yang memperluas fungsi media massa di mana konvergensi, interaktivitas, dan keberadaan jaringan membawa konsekuensi baru ketika berkomunikasi. Literasi digital, seperti halnya literasi media, memiliki tiga elemen (Potter, 2004; Potter, 2014). Elemen pertama adalah kompetensi atau kecakapan yang mesti dimiliki oleh individu ketika mengakses media baru. Kecakapan ini adalah unsur utama dan terpenting. Elemen kedua adalah lokus personal, yaitu individu yang berinteraksi dengan individu lain. Pada titik ini, konsekuensi sosial dari literasi digital menjadi sangat penting. Literasi digital berguna ketika individu memerlukannya. Misalnya, literasi game daring akan lebih berguna untuk para remaja yang mengakses game daring, bukan untuk orang dewasa yang tidak atau jarang mengakses game daring. Lokus personal tidak hanya berkaitan dengan diri melainkan juga dengan individu berinteraksi dengan individu lain dan komunitas. Dengan demikian lokus personal juga memiliki konsekuensi sosial. Ketika berhadapan dengan media baru, individu dapat memiliki tiga posisi yaitu: individu yang termediasi, individu yang virtual, dan individu yang berjaringan (berbagi dan kolaborasi dengan individu lain melalui media baru)
11 (Bolter & Grusin, 1999). Elemen ketiga adalah struktur pengetahuan. Literasi digital pada akhirnya akan menjadi-kan individu memiliki pengetahuan yang baik mengenai informasi dan dunia sosial yang dijalaninya. Sepuluh Tahapan Kompetensi Literasi Digital Japelidi Kompetensi adalah elemen terpenting dalam literasi digital. Kompetensi dapat dipelajari dan dikuasai oleh individu. Kompetensi juga merupakan keterampilan yang bertahap dan penguasaan kompetensi yang lebih mendasar diperlukan untuk menguasai kompetensi selanjutnya. Kompetensi literasi digital terdiri dari dua jenis, yaitu literasi digital fungsional dan literasi digital kritis (Chen, Wu, & Wang, 2011; Lin, Li, Deng, & Lee, 2013). Walaupun bersumber utama dari artikel Chen, Wu, dan Wang, Japelidi melakukan review khusus dengan memberikan penekanan yang berbeda pada masingmasing kompetensi dan memberikan nama baru untuk kompetensi kesembilan dan kesepuluh. Berikut ini adalah sepuluh kompetensi literasi digital Japelidi yang digunakan di dalam buku panduan ini: 1. Mengakses 6. Mengevaluasi 2. Menyeleksi 7. Mendistribusikan 3. Memahami 8. Memproduksi 4. Menganalisis 9. Berpartisipasi 5. Memverifikasi 10. Berkolaborasi Kompetensi pertama adalah mengakses. Kompetensi mengakses mengacu pada serangkaian keterampilan teknis yang diperlukan bagi seorang individu ketika
12 berinteraksi dengan media baru. Contohnya adalah seorang individu membutuhkan informasi mengenai cara mengoperasikan komputer sebelum mengolah konten yang akan diunggah di media baru, bagaimana untuk mencari/menemukan informasi, bagaimana menggunakan teknologi informasi (misalnya internet), dan sebagainya. Menyeleksi adalah kompetensi kedua. Kompetensi ini adalah kemampuan individu untuk memilih dan memilah informasi yang didapatkannya dari media baru. Individu yang menguasai kompetensi ini akan membuang informasi yang tidak diperlukan atau informasi yang tidak benar. Kompetensi ketiga adalah memahami. Memahami adalah kompetensi yang mengacu pada kemampuan individu untuk memahami makna dari konten di media baru pada tingkat literal. Contohnya kemampuan untuk menangkap pesan orang lain, juga ide-ide individu yang dipublikasikan pada platform yang berbeda (misalnya buku, video, blog, Facebook, dll), dan untuk menafsirkan makna dalam bentuk pendek baru atau emoticon. Secara khusus, individu harus mampu bereksperimen dengan lingkungan mereka untuk memecahkan masalah, untuk menafsirkan dan membangun model dinamis, untuk memindai lingkungan mereka dan pergeseran fleksibel ke informasi penting, dan untuk menangani arus informasi di berbagai jenis dan media. Kompetensi berikutnya adalah menganalisis. Kompetensi keempat ini mengacu pada kemampuan
13 individu untuk mendekonstruksi konten di media baru. Kompetensi ini dapat dilihat sebagai analisis tekstual semiotik yang berfokus pada bahasa, genre, dan kode beberapa jenis dan media. Kompetensi ini menjadikan individu menyadari cara produksi konten, format (misalnya pengembangan konten media yang menggunakan bahasa kreatif dengan aturan tertentu), dan audiens atau pengguna (misalnya interpretasi pesan media akan bervariasi pada seluruh individu) ketika mereka mendekonstruksi pesan media. Kompetensi ini secara konsisten menekankan bahwa individu seharusnya tidak hanya melihat konten di dalam media baru sebagai pengamat netral realitas, tetapi mengakui produksi konten sebagai proses subjektif dan sosial. Kompetensi kelima adalah memverifikasi. Kompetensi memverifikasi mengacu pada kemampuan individu untuk mengkombinasi konten di media baru dengan mengintegrasikan sudut pandang mereka sendiri dan untuk merekonstruksi pesan media. Misalnya, individu diharapkan untuk membandingkan berita dengan tema yang sama dari sumber yang berbeda. Kompetensi ini mengacu pada kemampuan untuk mengambil cuplikan konten dan menggabungkannya dengan makna tertentu. Ketika individu memadukan konten media, mereka akan menghargai “struktur dan makna terpendam” dari konten atau bahasa. Mengevaluasi adalah kompetensi yang keenam. Kecakapan ini mencakup kemampuan individu untuk mempertanyakan, mengkritik, dan menguji kredibilitas
14 konten di media baru. Kecakapan ini merupakan kecakapan dengan level yang lebih tinggi dibandingkan dengan dua kecakapan sebelumnya dan membutuhkan kritisisme individu penggunanya. Kecakapan ini membutuhkan kemampuan individu untuk memaknai konten di media baru dengan mempertimbangkan isuisu seperti identitas, relasi kuasa, dan ideologi. Lebih penting lagi, evaluasi juga melibatkan proses pengambilan keputusan. Misalnya, membandingkan harga dari vendor yang berbeda melalui internet adalah tindakan sintesis, sementara membuat keputusan vendor mana yang akan dibeli adalah tindakan evaluasi. Kompetensi berikutnya adalah mendistribusikan. Kompetensi mendistribusikan berkaitan dengan kemampuan individu untuk menyebarkan informasi yang ada di tangan mereka. Dibandingkan dengan kecakapan prosumsi, kecakapan ini biasanya melibatkan proses berbagi. Contoh yang relevan termasuk kemampuan individu untuk menggunakan fungsi build-in pada situs jaringan sosial untuk berbagi perasaan mereka (misalnya seperti suka/tidak suka), untuk berbagi pesan media, dan untuk menilai/orang untuk produk/jasa. Kecakapan ini juga berfokus pada “kemampuan untuk mencari, mensintesis, dan menyebarkan informasi” dalam jaringan. Kompetensi kedelapan adalah memproduksi. Kecakapan ini melibatkan kemampuan untuk menduplikasi (sebagian atau seluruhnya) konten. Tindakan produksi termasuk pemindaian (atau
15 mengetik) dokumen hardcopy ke dalam format digital, memproduksi klip video dengan menggabungkan gambar dan materi audio, dan menulis daring melalui blog atau Facebook. Kecakapan ini mengacu pada kemampuan untuk berinteraksi secara bermakna dengan perangkat yang memperluas kapasitas mental, juga pada kemampuan untuk menangani alur informasi dan narasi di beberapa jenis konten dan sumber media. Kompetensi kesembilan adalah berpartisipasi. Kecakapan ini dekat dengan budaya partisipatif yang mengacu pada kemampuan untuk terlibat secara interaktif dan kritis dalam lingkungan media baru. Misalnya, individu diharapkan untuk secara aktif ikut membangun dan memperbaiki salah satu ide-ide orang lain dalam media platform tertentu (misalnya blog, chat room, Skype, Facebook, dll). Dengan kata lain, kecakapan ini menyatukan pengetahuan dan membandingkan catatan dengan orang lain untuk mencapai tujuan bersama. Berpartisipasi akan membutuhkan keterlibatan individu yang konstan dan interaktif untuk konstruksi konten. Diba ndi ngk a n de nga n de l apa n ke c a k apa n sebelumnya, berpartisipasi berfokus secara eksplisit pada koneksi sosial yang menghargai kontribusi masing-masing individu. Kompetensi kesepuluh atau terakhir adalah berkolaborasi. Kecakapan ini mengacu pada kemampuan untuk membuat konten di media baru, terutama berkaitan dengan pemahaman kritis dan
mengacu pada nilai-nilai sosial budaya dan masalah ideologi. Tidak seperti kecakapan berpartisipasi, kecakapan berkreasi biasanya membutuhkan inisiatif dari individu sendiri dibandingkan dengan interaksi bilateral antara individu. Misalnya, inisiasi pertama dari sebuah thread dengan kekritisan akan penciptaan; sedangkan refleksi berikutnya (komentar/ reaksi dari thread tersebut) akan dilihat sebagai tindakan partisipasi. Kompetensi berpartisipasi dan berkolaborasi adalah kompetensi yang unik dan khas yang diformulasikan oleh Japelidi dan sangat berkaitan dengan konsekuensi sosial dari literasi digital. Kompetensi ini tidak hanya berguna bagi kompetensi individu semata, tetapi juga bagi kompetensi kolektif (sosial).
17 Sebelum masuk ke dalam dunia mobile game Saat kamu ingin memainkan sebuah gamemungkin yang terlintas di pikiranmu adalah keseruannya: gameplay dan kemenangan. Sebagian orang cenderung mengabaikan dampaknya. Sayangnya, bermain game bukan hanya soal ada perangkat untuk bermain (device), teman bermain, paket data internet yang memadai dan segala kesenangannya. Oleh sebab itu, sebelum kamu bermain sebaiknya pertimbangkan beberapa hal berikut ini: · Apakah konten game yang akan kamu mainkan aman untuk remaja seusiamu? · Apakah waktu untuk memainkannya akan menguras waktumu untuk kegiatan lain? · Apa manfaatnya bagi kehidupan sehari-harimu? · Apakah tidak akan mengganggu hubunganmu dengan keluarga dan teman-temanmu?
18 Perlu juga disimak bahwa sebagian besar remaja umumnya belum memiliki penghasilan sendiri. Maka, ada kemungkinan ketika akan memainkan mobile games kita memaksa orangtua membelikan ponsel dan menggunakan uang jajan untuk membeli paket data internet. Cepat atau lambat hal ini akan menimbulkan masalah baru, bukan? Sebelum kamu memutuskan untuk memainkan sebuah mobile game hal utama yang perlu kamu pikirkan adalah manfaat dan dampaknya pada dirimu. Berikut ini beberapa langkah yang dapat membantumu menjadi gamer mobile games yang lebih bijak: · Perhatikan rating Entertainment Software Rating Board (ESRB) atau kategori usia gamer di Google Play: apakah sesuai dengan usia dan kebutuhanmu. · Baca beberapa ulasan (review) tentang game yang akan kamu mainkan agar kamu tahu konsekuensinya. · Pastikan game tersebut tidak akan menggunakan paket data yang besar dan akan menguras uangmu. · Putuskan sejak awal jika bermain game hanya untuk mengisi waktu luangmu - bukan menjadi aktivitas rutinmu. · Sebaiknya kamu tidak bermain game karena ingin dianggap kekinian dan ingin eksis di mata temantemanmu.
19 Game selalu menjanjikan hiburan. Tetapi hiburan yang berlebihan akan membuatmu hanyut dan tenggelam dalam waktu. Sebab itu, saat akan memainkannya sebaiknya kamu pilih terlebih dahulu mana yang akan memberi manfaat lebih bagimu. Kadang-kadang kita memilih game hanya sekadar mengikuti tren tanpa memahami beragam game seperti apa yang dapat memberi dampak positif pada gamernya. Supaya kamu tidak bingung, beberapa peneliti memaparkan beberapa ciri-ciri game yang layak untuk kamu pilih. Check this out! · Game yang dapat membantumu belajar menyelesaikan masalah dengan strategis. Untuk ini kamu dapat mencoba game strategi, seperti Age of Empire dan Command and Conquer.
20 · Game yang mengakti an pikiranmu. Game tekateki silang dan Sudoku walau terkesan sangat sederhana ternyata telah terbukti mampu mengasah daya ingat dan konsentrasi. · Game yang dapat meningkatkan kemampuan visualmu. Elemen-elemen visual yang rumit dan menyembunyikan fungsi-fungsi tertentu dapat memantik rasa ingin tahumu dan menuntutmu menjadi gamer yang jeli. · Game yang dapat membantumu membuat keputusan dengan cepat dan akurat. Gamegame dengan gameplay yang kompleks dan membutuhkan kerjasama tim mewakili ciri-ciri ini. · Game yang dapat mengasah kemampuanmu mengerjakan beberapa tugas dalam satu waktu (multitasking). Meski tersedia begitu banyak game yang dapat meningkat-kan kemampuanmu namun semua itu baru akan dirasakan manfaatnya bila kamu menerapkan prinsip: bermain untuk belajar.
21 Sebelum kamu menekan tombol 'install' di layar ponselmu sebaiknya kamu berpikir dengan tenang untuk memutuskan pilihanmu. Tips berikut ini mungkin dapat membantumu: · Mulailah kebiasaan baru sebelum bermain dengan membaca ulasan-ulasan game yang ringan dan mudah kamu pahami. Beberapa situsweb yang layak kamu simak misalnya, Gamespot, Metacritic, IGN dan Common Sense Media. · Kenali minatmu: strategy games, first person shooter, sport, educational, atau action role playing games. · Utamakan game yang dimainkan dalam tim agar kamu dapat belajar berkerjasama dan berkolaborasi. · Batasi pilihan game yang akan kamu install. Semakin banyak game, semakin besar godaan untuk bermain dan kamu akan kehilangan waktu untuk bersama orangorang di lingkunganmu. · Hindari memilih game-game yang menyajikan konten kekerasan, kriminal, dan adegan seksual. · Kenali beberapa daftar hitam game bagi remaja: Grand Theft Auto V, Diablo III, South Park-The Stick of Truth, Watch Dog, Mafia II dan Naughty Bear.
22 “Game ini tidak seburuk yang dibayangkan” Kenyataannya, game itu memang buruk. “Tetapi orang-orang memainkannya” Kenyataannya, tidak semua orang memainkannya.
23 Permainan game selalu dikesankan sebagai hal yang sepele; tidak penting dan tidak perlu disikapi dengan serius. Namun ada banyak penelitian yang telah membuktikan bahwa game merupakan fenomena yang kompleks dan perlu dipahami dengan cermat. Bagi remaja setidaknya perlu memahami beberapa isu berikut ini: · Game dapat memengaruhi pola kehidupan pemainnya. Waktu bermain game yang berlebihan dapat mengurangi aktivitas di luar rumah. Kondisi ini kemudian dapat memengaruhi kesehatanmu dan hubunganmu dengan orang lain. · Game membawa nilai-nilai baru yang tidak selalu sesuai dengan nilai-nilai dalam kehidupan kita. Sejumlah game memuat konten kekerasan, baik dalam bentuk tindakan atau kata-kata. Ada pula visual yang vulgar dan mengerikan, serta cara-cara menyelesaikan masalah yang tidak sesuai dengan kenyataan.
24 · Bermain game dapat menimbulkan efek kecanduan (adiktif). Ada beberapa tanda kecanduan game yang perlu kamu simak: - Menghabiskan banyak waktu untuk bermain game hingga larut malam. - Mulai merasakan lelah dan mengantuk ketika akan ke sekolah. - Waktu bermain dengan teman semakin berkurang. - Menunjukkan sikap mudah marah dan agresif kepada orang-orang terdekat. - Mulai mengabaikan aktivitas makan, dan enggan berkomunikasi dengan orang lain. · Game merupakan bagian dari bisnis dan tujuannya untuk meraih keuntungan ekonomi. Oleh sebab itu, kamu harus menyikapinya dengan hati-hati. Beberapa game akan mendapatkan keuntungan melalui penjualan paket installer dan item-item dalam permainan. Sementara yang lain memanfaatkan rasa penasaran dan waktu bermainmu untuk mendapatkan iklan dalam game.
25 Untuk membantumu memahami dampak permainan game dan cara mengantisipasinya, sila simak beberapa tips berikut ini: · Bermainlah dengan waktu yang wajar dan seimbangkan dengan aktivitas di luar ruang. · Hindari permainan yang berjam-jam sebab aktivitas menatap layar ponsel dapat memengaruhi kesehatan matamu. Selain itu, posisi duduk dan berbaring yang terlalu saat bermain game juga akan memengaruhi struktur tubuhmu. · Saat menemukan game yang memuat nilai-nilai yang negatif sebaiknya segera putuskan untuk berhenti. Sebab bila kamu lanjutkan, kamu akan menganggap-nya sebagai hal yang biasa - lumrah. · Simak tanda-tanda kecanduan game. Bila kamu mengalaminya, cobalah untuk berhenti sejenak dan ubah pola kehidupan sehari-harimu. · Sadari sejak awal bahwa bermain online game dalam banyak kasus akan menghabiskan paket data internetmu. Hal ini tentunya membutuhkan biaya dan kamu perlu mengantisipasinya.
26 Adik-adik ini kalau main game sebaiknya jangan lupa waktu. Kalau ada temannya mau sholat atau makan ya jangan malah dimusuhi. Malah bagus to, bisa istirahat sebentar. (Risang, gamer senior) ” “
27 Sebagai gamer yang melek media, kamu sebaiknya tidak hanya jago bermain game. Kamu juga dituntut untuk paham hal-hal di balik game tersebut. Simpelnya, analisis adalah upaya memahami pesan di balik game. Ada dua aspek utama yang bisa dianalisis dalam game. · Pertama, analisis terhadap semua hal yang nampak dalam game. Aspek ini meliputi cerita serta karakter dalam game. · Kedua, analisis terhadap aspek yang tidak nampak dalam game. Aspek ini meliputi siapa produsen game serta bagaimana sistem ekonomi game.Indonesia, Mobile Legend duluan masuk (daripada Arena of Valor), jadi itu yang duluan terkenal.” (Simson, Indonesian ESport Asociation, Yogyakarta)
28 · Perhatikan secara umum inti jalan cerita dari game. Misalnya: Apa misi utama game PUBG? Bagaimana gamer bisa jadi pemenang? Bagaimana jika misi dalam game PUBG terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari? · Perhatikan karakter dalam game. Karakter seperti apa yang digambarkan sebagai pihak protagonist (jagoan)? Karakter seperti apa yang digambarkan sebagai pihak antagonis (musuh)? Dalam beberapa game, isu ras misalnya menjadi salah satu perhatian utama. Apakah karakter jagoan berkulit putih dan karakter musuh berkulit hitam? · Ketika menemukan game yang asyik kamu mainkan, cek secara umum siapa pihak di balik produksi game tersebut. Apakah game tersebut merupakan buatan dalam negeri atau luar negeri? Apakah ada game sejenis yang lebih populer di wilayah lain? Game Mobile Legend misalnya merupakan game yang formatnya sama dengan game Arena of Valor. Sementara Mobile Legend sangat populer di Indonesia, Arena of Valor di negara lain seperti Cina, Korea, dan Rusia.
29 · Apakah game yang kamu mainkan dapat dimainkan gratis atau membutuhkan biaya? Banyak game saat ini misalnya yang dapat dimainkan gratis tapi memiliki sistem transaksi mikro. Dalam sistem ini gamer digiring untuk mengeluarkan uang lebih guna membeli fitur tertentu dalam game. Misalnya membeli “mask” dalam Mobile Legend. Kita harus cermat memahami sistem ekonomi ini supaya tidak malah bangkrut dalam bermain game. Bagiamanapun, sebagian besar game dibuat dengan tujuan komersial.
30 Jadi di Indonesia itu trennya siapa yang duluan masuk, dia yang unggul. Dota 2 lebih duluan masuk daripada League of Legends, jadi Dota yang populer. Di Indonesia, Mobile Legend duluan masuk (daripada Arena of Valor), jadi itu yang duluan terkenal. ” “ (Simson, Indonesian E-Sport Asociation, Yogyakarta)
31 Verifikasi: Periksa ulang! Sebagai gamer, kamu seharusnya terlibat dalam melakukan verifikasi terhadap peraturan penggunaan (EULA) yang dikenakan kepada objek/judul game tertentu diantaranya informasi mengenai rating, adanya konten kekerasan dan sejenisnya. Berbagai hal ini bisa kamu temui di dalam panduan yang tertulis pada laman aplikasi sebelum kamu dapat melakukan download. Kamu sebaiknya memahami dan mengikuti restriksi/peraturan batasan terhadap umur, konten kekerasan dan kemungkinan adanya konten seksual. Kenapa sih ini perlu? Karena ini akan melindungi kamu sebagai gamer dari konten video game yang sifatnya negatif.
32 · Sebelum melakukan proses download game melalui aplikasi kamu harus baca terlebih dahulu informasi awal tentang game. · Baca informasi teknis game seperti kapasitas, syarat perangkat, versi dan sebagainya. · Periksa informasi konten dalam game misal umur minimum gamer yang diperbolehkan, berapa jumlah gamernya dan berbagai hal lainnya. · Aktivitas ini bisa juga dilakukan dengan bantuan aplikasi lain misalnya mencari informasi melalui laman Google atau melihat review dan permainan melalui Youtube.
33 Sebagai gamer bukan berarti kamu nggak kritis! Kamu harus mampu melakukan evaluasi terhadap sebuah game yang sedang kamu mainkan. Banyak game yang tersedia dalam laman penyedia aplikasi di gadgetmu itu belum tentu sesuai dengan gaya hidupmu. Kadang game yang sepertinya keren belum tentu asyik bu a tmu , s eba l i k n y a game y a ng sepertinya biasa justru bisa jadi yang cocok buat dimainkan.
34 · Kamu bisa lakukan evaluasi dengan melihat positif dan negatif ketika bermain sebuah game. Apakah game tersebut memberikan pengaruh yang baik bagimu atau justru sebaliknya? Misalnya kamu akhirnya senang ketika bermain atau justru menjadi stress dan marah-marah sendiri? · Saat ini ada banyak game yang sifatnya gratis akan tetapi pada dasarnya tidak semua! Kamu dipaksa untuk beli beragam hal dalam game mulai dari level, nyawa, equipment dan sebagainya. Bahkan beberapa game tidak bisa diselesaikan tanpa menggunakan uang sungguhan. Pikirkanlah bahwa ada game yang bisa dimainkan hanya dengan uang dalam game, namun ada (banyak) yang hanya membuatmu kehabisan uang. · Apa efek game terhadap kehidupanmu baik di dalam maupun di luar game? Kamu harus bisa membagi waktu dalam bermain game, apakah game tersebut mengambil banyak waktumu? apakah game tersebut mengganggu proses belajarmu? apakah game tersebut menjauhkanmu dari lingkungan sosial? terakhir, apakah game tersebut layak kamu mainkan?
35 Jadilah inspirator! Jadilah gamer yang menginspirasi keluarga, teman dan lingkungan kalian. Gamer yang cerdas mampu mengajak keluarga dan teman untuk ikut belajar dalam memahami dinamika dalam bermain game. Kamu sebagai bagian dari gamer cerdas harus mampu mengedukasi adik, teman dan gamer lainnya untuk mengikuti kalian menjadi gamer cerdas. Ajari mereka berinteraksi dalam game bukan sekadar bermain saja tetapi juga belajar melalui game.
36 · Bagikan pengalaman bermain game positif kalian ke keluarga, teman dekat dan lingkungan kalian. Ajaklah mereka untuk jadi gamer cerdas. · Ajak keluarga kalian melihat sisi positif dalam bermain game, bahwa kita bisa belajar melalui game.
37 Memproduksi pengetahuan dan pesan positif mengenai sebuah game menjadi sangat penting lho buat kamu untuk mengedukasi lingkungan tempat kamu hidup dan bergaul. Kamu harus mampu menciptakan pengetahuan melalui hasil verivikasi konten game mobile yang bisa kamu sesuaikan dan bandingkan dengan norma, hukum dan undang undang yang berlaku di Indonesia. Untuk memulainya kalian harus memahami aturan-aturan yang dibuat oleh developer game yang memiliki variasi berbeda pada tiap judul/konten game. Selain konten game kalian harus memahami bahwa di dalam permainan adalah percakapan yang terjadi selama kalian bermain online. Percakapan dalam game online melalui gadget kadang tidak bersifat positif. Misalnya dalam berbagai game MOBA atau Battle Royale yang kerap diisi oleh percakapan bullying dan komenkomen negatif karena kemarahan para gamernya.
38 · Pahami bahwa bermain game itu mengasyikkan, pahami juga bahwa game banyak memberikan peluang banyak-nya muatan konten negatif. · Buatlah daftar berbagai judul game yang tidak sesuai dimainkan oleh anak/remaja seumuran kalian. “Saya lebih suka main game bikinan developer independen atau lokal. Menurut saya, isi dari game indie lokal itu muatannya lebih positf dan biasanya memperkenalkan muatan ke-Indonesia-annya” (Leo, jurnalis game)
39 Tahukah kamu jika berpartisipasi dalam literasi game dapat membantu orang lain mendapatkan manfaat positif dan juga menghindarkan efek negatif dari game online. Kalian mesti paham apa yang dimaksud dengan berpartisipasi dalam literasi game. Berpartisipasi dalam literasi game berarti kalian menyampaikan pengetahuan kritis dan skill atau keterampilan tentang game online kepada orang lain. Kalian dapat menyampaikan pengetahuan dan skill berdasarkan pengalaman sendiri. Misalnya, kalian yang merupakan gamer game dapat menceritakan hal-hal positif yang bermanfaat dan hal-hal negatif yang dapat merugikan dari bermain game online serta menyampaikan cara-cara bagaimana mengatasinya kepada orang lain. Di sini orang lain akan belajar dari pengalaman kalian.