MADU KALIANDRA PUTIH oleh Apis mellifera Dhiana Wahyu Kusuma Wardhani Prof. Dr. Suratno, M.Si. Dr. Sulifah Aprilya H., S.Pd., M.Pd. Universitas Jember 2023
MADU KALIANDRA PUTIH oleh Apis mellifera Hak Cipta © Dhiana Wahyu Kusuma Wardhani, 2023 Hak Terbit pada Pendidikan Biologi Universitas Jember Pendidikan Biologi Universitas Jember Jalan Kalimantan No. 37, Kampus Tegalboto, Sumbersari, Kabupaten Jember, Jawa Timur 68121 Telepon (0331) 330224, 336870, 337422, 339029 Faks (0331) 339029, 337422 Website www.unej.ac.id Setting & Layout, Dhiana Wahyu Kusuma Wardhani Cover, Dhiana Wahyu Kusuma Wardhani Editor, Dhiana Wahyu Kusuma Wardhani Kontak, Telp. 082322220835 Email, [email protected] Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara apapun, termasuk fotokopi, tanpa izin tertulis dari penulis. Pengutipan harap menyebutkan sumbernya.
PRAKATA Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas rahmatNya buku berjudul “Madu Kaliandra Putih oleh Apis mellifera” ini dapat terselesaikan dengan baik. Buku ini berisikan mengenai tanaman Kaliandra Putih yang dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai pakan lebah madu (Apis mellifera) di Desa Mumbulsari, Kabupaten Jember. Tujuan dari penulisan buku ini adalah untuk membantu pembaca lebih mengenal seperti apakah tanaman Kaliandra Putih dan bagaimana kualitas madu yang dihasilkan oleh lebah madu Apis mellifera, serta syarat mutu madu yang sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI). Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang berperan dalam penulisan buku ini. Penulis juga menyadari bahwa penyusunan buku ini masih jauh dari kata sempurna sehingga masukkan kritik dan saran sangat dibutuhkan agar dapat menjadi acuan dalam perbaikan di masa yang akan datang. Jember, Februari 2023 Penulis
1 Madu kaliandra putih (Zapoteca portoricensis) oleh Apis mellifera DAFTAR ISI DAFTAR ISI ...............................................................1 DAFTAR GAMBAR...................................................2 DAFTAR TABEL .......................................................3 PETUNJUK PENGGUNAAN BUKU.......................4 BAB 1. PENDAHULUAN .........................................5 BAB 2. MADU KALIANDRA PUTIH ......................7 2.1 Lebah Madu (Apis mellifera) ...................................... 7 2.2 Kaliandra Putih (Zapoteca portoricensis) sebagai Sumber Nektar..........................................................10 2.3 Madu ............................................................................13 BAB 3. CARA UJI KUALITAS MADU...................18 BAB 4. HASIL UJI KUALITAS MADU ..................28 BAB 5. PENUTUP ..................................................41 DAFTAR PUSTAKA................................................43 GLOSARIUM............................................................48 INDEKS.....................................................................51
2 Madu kaliandra putih (Zapoteca portoricensis) oleh Apis mellifera DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Lebah Madu (Apis mellifera) ............................................ 7 Gambar 2.2 Tanaman Kaliandra Putih (Zapoteca portoricensis)... 10 Gambar 2.3 Madu Kaliandra Putih..................................................... 14 Gambar 3.1 Contoh penggunaan Refraktometer Madu............... 20 Gambar 3.2 Madu yang mengkristal .................................................. 22 Gambar 4.1 Hasil uji kadar air madu kaliandra putih panen ke-3 dan panen ke-4................................................................. 29 Gambar 4.2 Sampel madu kaliandra putih sebelum dan sesudah titrasi ................................................................................. 31 Gambar 4.3 Sampel madu kaliandra putih saat pengujian aktivitas enzim diastase .................................................................. 39
3 Madu kaliandra putih (Zapoteca portoricensis) oleh Apis mellifera DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Persyaratan Mutu Madu................................................. 18 Tabel 4.1 Hasil Analisis Kadar Air................................................. 30 Tabel 4.2 Hasil Analisis Kadar Keasaman Madu Kaliandra Putih (Zapoteca portoricensis)........................................ 32 Tabel 4.3 Hasil Persentase Kadar Gula, Sebelum Inversi ........ 35 Tabel 4.4 Analisis Kadar Fruktosa dengan Glukosa .................. 36 Tabel 4.5 Hasil Persentase Kadar Gula, Sesudah Inversi ......... 37 Tabel 4.6 Kadar Sukrosa Pada Madu Kaliandra Putih............... 38
4 Madu kaliandra putih (Zapoteca portoricensis) oleh Apis mellifera PETUNJUK PENGGUNAAN BUKU SCAN ME Merupakan fitur tambahan yang memberikan informasi terkait mengenai foto/video di internet. Penderita tekanan darah tinggi disarankan untuk mengkonsumsi madu kaliandra putih karena mengandung glukosa yang lebih tinggi dibanding madu lain. Glukosa dapat langsung dilepaskan ke dalam darah sehingga membantu tubuh dalam memproduksi insulin agar bekerja lebih optimal. INFORMATION !! INFORMATION !! Merupakan fitur tambahan yang memberikan informasi mengenai manfaat maupun kandungan madu Kaliandra Putih
5 Madu kaliandra putih (Zapoteca portoricensis) oleh Apis mellifera BAB 1. PENDAHULUAN Madu merupakan cairan alami yang diproduksi oleh lebah madu dari nektar tanaman yang memiliki warna, aroma serta rasa yang berbeda-beda, tergantung pada jenis tanaman yang banyak tumbuh di sekitar peternakan lebah madu (Hasan et al., 2020). Madu memiliki kandungan gizi hampir sempurna yang dibutuhkan tubuh manusia. Kandungan nutrisi madu sangat kompleks karena mencakup karbohidrat (terdiri atas Fruktosa 38.4%, Glukosa 30.3%, Maltosa 7.3%, Sukrosa 1.3%, dan Serat pangan 1,5%), air (17%), protein (1%), vitamin (9%), mineral (9%) dan enzim-enzim (Ustadi et al., 2017). Namun, komponen utama madu berupa karbohidrat dari golongan monosakarida yang terdiri atas glukosa dan fruktosa. Kualitas madu dapat dilihat dari beberapa uji kualitas madu seperti uji kadar air, gula total, keasaman dan enzim diastase (Tanjung, et al., 2022). Tinggi rendahnya kadar air dalam madu umumnya dipengaruhi oleh iklim, pengelolaan saat panen, dan jenis nektar yang dikumpulkan oleh lebah madu (Da Cunha, et al., 2020). Kelembaban udara yang cukup tinggi di Indonesia menghasilkan madu dengan kandungan kadar air yang cukup tinggi pula. Kadar air madu harus memenuhi standar yang telah ditentukan oleh SNI yaitu yang mengandung kadar air maksimal 22%, semakin tinggi kadar air dan keasaman madu semakin rendah kualitas madu, sedangkan semakin rendah kadar gula semakin
6 Madu kaliandra putih (Zapoteca portoricensis) oleh Apis mellifera rendah kualitas madu (Suranto, 2004). Kadar gula pada madu didominasi oleh fruktosa 38.2% dan glukosa 31.3% (Wibowo, et al., 2016). Salah satu jenis madu yang beredar di masyarakat adalah madu Kaliandra putih. Madu kaliandra putih merupakan madu yang dihasilkan oleh lebah dengan pakan utama berupa tanaman kaliandra putih. Tanaman kaliandra putih (Zapoteca portoricensis) merupakan salah satu tanaman pakan ternak jenis Leguminosa yang memiliki bunga dengan nektar yang sering dikonsumsi oleh lebah madu dengan warna madu yang terang dan memiliki rasa yang manis. Madu kaliandra putih memiliki sifat yang agak berbeda dengan madu lain, yaitu dapat menimbulkan adanya penggumpalan kristal gula jika disimpan dalam waktu tertentu namun tidak mengubah rasa manis dari madu tersebut. Hal ini dikarenakan jumlah kandungan glukosa dalam madu ini lebih tinggi dibandingkan dengan fruktosa (Suranto, 2004).
7 Madu kaliandra putih (Zapoteca portoricensis) oleh Apis mellifera BAB 2. MADU KALIANDRA PUTIH 2.1 Lebah Madu (Apis mellifera) Lebah madu merupakan serangga utama yang berperan menghasilkan madu dengan cara mengolah nektar dari bunga lalu hasil olahannya disimpan di dalam sarang lebah (Suranto, 2004). Di Indonesia terdapat 3 jenis lebah madu yang biasa dibudidayakan, diantaranya lebah hutan (Apis dorsata), lebah Australia (Apis mellifera), dan lebah lokal (Apis cerana). Namun, selain dari Eropa, lebah Autralia (Apis mellifera) justru paling banyak dibudidayakan di Indonesia (Mayaut et al., 2020). Seperti yang terlihat pada gambar 2.1, Apis mellifera memiliki ciri-ciri morfologi tubuh berwarna merah atau coklat dengan garis abdomen berwarna hitam dan cincin pada abdomen yang berwarna orange kekuningan, memiliki sedikit rambut di dada (thorax) dan perut (abdomen) jika dibandingkan dengan Genus Apis lainnya, dan memiliki keranjang serbuk sari (pollen basket) pada kaki belakangnya (hind legs) (Mortensen, 2013). Gambar 2.1 Lebah Madu (Apis mellifera) (Sumber: gbif.org)
8 Madu kaliandra putih (Zapoteca portoricensis) oleh Apis mellifera Apis mellifera memiliki sifat yang jinak dibandingkan dengan spesies lebah madu lainnya, serta lebih cepat beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya sehingga lebih mudah untuk dibudidayakan. Peternak lebah akan mengikuti musim bunga sebagai sumber pakan dan menghasilkan madu berdasarkan sumber bunga tersebut (Imaningtyas, 2015). Lebah madu (Apis mellifera) sangat digemari oleh peternak lebah karena mampu beradaptasi dengan perubahan iklim, mudah untuk dibudidayakan, tidak terlalu agresif, serta mampu menghasilkan banyak madu yaitu sekitar 30 hingga 60 kg/tahun. Sekarang, peternakan lebah ini sudah berkembang hampir di seluruh dunia, terutama Amerika Selatan, Amerika Utara dan Australia (Sarwono, 2001). Apis mellifera merupakan jenis hewan yang selalu hidup secara bersama-sama atau yang disebut dengan koloni. Setiap koloni lebah madu dihuni oleh tiga strata, yaitu; strata ratu, strata pejantan dan strata pekerja yang mempunyai tugas sendiri sesuai dengan fungsinya masing-masing (Lamberkaber, 2007). Lebah ratu merupakan pemimpin koloni yang bertanggung jawab untuk bertelur dan mengatur koloni, lebah pejantan bertanggung jawab untuk membuahi lebah ratu. Lebah pekerja merupakan lebah madu yang berukuran paling kecil, tetapi jumlahnya paling banyak dalam sebuah koloni (Imaningtyas, 2015). Pada dasarnya, lebah pekerja merupakan lebah betina yang mengalami modifikasi pada ovipositornya, sehingga menjadi
9 Madu kaliandra putih (Zapoteca portoricensis) oleh Apis mellifera sebuah sengat, ovariumnya kecil dan pada kondisi normal tidak memproduksi telur. Lebah pekerja bertugas memberi pakan royal jelly pada larva ratu dan bertugas memproduksi madu. Menurut Guler, et al., (2018) koloni lebah madu yang berupa larva, pupa, dan dewasa jika diberi pakan cukup (serbuk sari, dan nektar) akan memiliki kualitas tinggi lebih sehat dan lebih produktif. Lebah pekerja juga bertugas dalam mengumpulkan polen, nektar, resin untuk propolis, dan air dari suatu tempat yang kemudian dibawa ke sarang serta bertugas menjaga sarang dengan senjata sengatnya (Kuntadi, 2012). Kemampuan lebah pekerja dalam mengumpulkan nektar tanaman bervariasi dari 25-70 mg/ekor dan ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain kapasitas kantong madu (honey sac) lebah pekerja, jumlah dan konsentrasi gula nektar, keadaan cuaca serta pengalaman lebah pekerja dalam pengumpulan nektar (Mulyantomo, et al., 2022). Adapun klasifikasi lebah madu antara lain: Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Insecta Ordo : Hymenopetra Famili : Apidae Genus : Apis Spesies : Apis mellifera Sumber: gbif.org.
10 Madu kaliandra putih (Zapoteca portoricensis) oleh Apis mellifera 2.2 Kaliandra Putih (Zapoteca portoricensis) sebagai Sumber Nektar Kaliandra merupakan tumbuhan yang berbentuk perdu dan dibedakan dalam dua macam, yaitu kaliandra putih (Zapoteca portoricensis) dan kaliandra merah (Calliandra calothyrsus) (Suryanto & Prasetyawati, 2014). Jenis tanaman sumber pakan lebah yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah kaliandra putih (Zapoteca portoricensis) yang mana tanaman ini dapat berbunga tergantung musim tanamnya. Menurut Agussalim et al., (2017) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa kaliandra dapat berbunga sepanjang tahun bentuk bunganya seperti pada gambar 2.2, sehingga mampu memenuhi kebutuhan pakan lebah madu. Peternak lebah madu dapat menjadikan lokasi tanaman kaliandra sebagai alternatif saat musim bunga. Gambar 2.2 Tanaman Kaliandra Putih (Zapoteca portoricensis) (Sumber: gbif.org)
11 Madu kaliandra putih (Zapoteca portoricensis) oleh Apis mellifera Adapun klasifikasi dari tanaman kaliandra putih (Zapoteca portoricensis), sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Tracheophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Fabales Famili : Fabaceae Genus : Zapoteca Spesies : Zapoteca portoricensis Sumber: gbif.org Tandan bunga kaliandra berkembang dalam posisi terpusat, dan bunganya bergerombol disekitar ujung batang (Maulidani et al., 2020). Jumlah nektar yang dapat dihasilkan oleh tanaman kaliandra putih sangat tergantung pada jumlah ranting dan cabang yang menunjukkan bahwa setiap ranting dan cabang kaliandra dapat menghasilkan bunga. NOTE !! Untuk informasi tambahan mengenai morfologi tanaman Kaliandra Putih (Zapoteca portoricensis) scan QR-code di samping, ya!
12 Madu kaliandra putih (Zapoteca portoricensis) oleh Apis mellifera Pada bunga kaliandra putih, terdapat nektar sebagai sumber pakan utama pada tanaman tersebut. Nektar merupakan bahan utama yang dimanfaatkan oleh serangga seperti lebah untuk mengubahnya menjadi madu (Nasharuddin et al., 2022). Nektar mengandung berbagai karbohidrat yang mana kandungan terbesar adalah sukrosa, glukosa dan fruktosa. Nektar kaliandra berwarna kuning keemasan dan banyak tersedia pada pagi hari dan banyak yang menguap pada siang hingga sore hari. Lebah madu menjadikan nektar sebagai pakan alami yang nantinya diolah dan disimpan dalam sarangnya sehingga terbentuk madu. Adapun tahapan proses pembuatan madu oleh lebah madu yakni dimulai dengan mengumpulkan nektar bunga oleh lebah pekerja. Setelah lebah mengumpulkan nektar bunga atau sudah perut lebah sudah terasa penuh, lebah akan kembali ke sarang. Selama perjalanan pulang, di dalam perut lebah terjadi proses pencampuran cairan madu dengan enzim. Sesampainya di dalam sarang, lebah mengeluarkan madu melalui proboscis (mulut lebah panjangnya yang seperti belalai) dari dalam perut. Untuk kemudian dihisap kembali oleh lebah pekerja muda dan diproses kembali di dalam perut lebah dengan zat enzim. Lebah muda akan mengubah nektar menjadi madu dengan berbagai enzim dari mulutnya, untuk kemudian mengubahnya menjadi madu mentah selama 20 menit. Madu mentah yang masih memiliki kadar air tinggi kemudian disimpan kembali kedalam sarang tempat madu, untuk mengurangi kadar airnya, lebah akan mengepakan sayap hingga berkurang
13 Madu kaliandra putih (Zapoteca portoricensis) oleh Apis mellifera kadar airnya dan menjadi madu yang matang. Madu kemudian ditutupi dengan lilin lebah yang dihasilkan oleh semacam lembaran di bawah perut lebah. Setelah proses panjang tersebut madu siap untuk digunakan oleh koloni lebah madu atau dipanen oleh manusia. Berdasarkan hasil penelitian Mala & Nukma, (2014) dinyatakan bahwa nektar yang dihasilkan bunga kaliandra memiliki kadar glukosa yang lebih tinggi dibandingkan kadar glukosa dari nektar bunga lainnya. Jumlah glukosa dalam madu ini lebih tinggi dibandingkan dengan fruktosa (Suranto, 2004). Hal tersebut menyebabkan madu kaliandra memiliki sifat yang agak berbeda dengan madu lain yaitu cepat mengkristal jika dibiarkan terlalu lama. 2.3 Madu Madu merupakan produk alam yang dihasilkan oleh lebah karena mengandung nutrisi dan kandungan gizi yang cukup melimpah. Madu memiliki warna, aroma serta rasa yang berbedabeda, tergantung pada jenis tanaman yang banyak tumbuh disekitar peternakan lebah madu (Hasan, et al., 2020). Penderita tekanan darah tinggi disarankan untuk mengkonsumsi madu kaliandra putih karena mengandung glukosa yang lebih tinggi dibanding madu lain. Glukosa dapat langsung dilepaskan ke dalam darah sehingga membantu tubuh dalam memproduksi insulin agar bekerja lebih optimal. INFORMATION !!
14 Madu kaliandra putih (Zapoteca portoricensis) oleh Apis mellifera Komposisi madu sangat ditentukan oleh asal nektar madu dan jenis lebah yang menghasilkan sekresi madu (Da Silva, et al., 2016). Nektar merupakan sumber karbohidrat bagi lebah madu karena di dalamnya mengandung sukrosa, fruktosa, dan glukosa sebagai komponen utama, disamping zat-zat gula lainnya dalam konsentrasi yang lebih sedikit (Suranto, 2004). Nektar dipengaruhi beberapa faktor, yaitu tanah, jenis tanaman, dan kelembaban udara. Oleh karena itu, madu dari sari bunga yang berbeda memiliki rasa, warna, aroma, dan manfaat berbeda. Gambar 2.3 Madu Kaliandra Putih Sumber: Dokumentasi pribadi. Di Indonesia, terdapat berbagai jenis madu yang berasal dari tanaman yang berbeda, salah satunya adalah madu kaliandra putih yang diperoleh dari nektar bunga kaliandra putih (Zapoteca portoricensis). Madu kaliandra putih biasanya dikenal dengan madu putih namun ada juga yang menyebutnya sebagai madu kuning
15 Madu kaliandra putih (Zapoteca portoricensis) oleh Apis mellifera karena memiliki warna yang cenderung kuning cerah serta memiliki rasa yang khas (Wulandari, 2017). Menurut Chayati (2008), madu kaliandra memiliki warna yang paling terang diantara jenis madu lain, hal ini ditunjukkan dengan intensitas warna merah paling kecil dan intensitas warna kuning yang paling besar. Semakin tinggi intensitas warna merah (semakin tua warna madu), maka madu semakin kental. Madu dari bunga kaliandra yang menghasilkan madu yang berwarna kuning cerah agak bening karena proses biokimia dari warna bunga kaliandra putih kaya akan senyawa fitokimia (zat warna tanaman dan mineral-mineral yang sangat dibutuhkan oleh tubuh). Menurut situs maduasli.co.id, madu kaliandra putih mengandung bioflavonoid yang mana merupakan senyawa antioksidan yang memiliki manfaat untuk proses penyembuhan tubuh dan jaringan tubuh seperti melancarkan proses pencernaan dan membantu mengatasi tekanan darah tinggi karena memiliki kandungan glukosa yang lebih tinggi dibanding madu jenis lain sehingga dapat membantu tubuh dalam memproduksi insulin secara optimal. Selain itu, berdasarkan hasil penelitian Puspita & Sari (2020), madu kaliandra juga memiliki sifat Menurut islam, Madu adalah obat terbaik. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT: “dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacammacam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia” (QS. An-Nahl: 69). INFORMATION !!
16 Madu kaliandra putih (Zapoteca portoricensis) oleh Apis mellifera antibakterial yang tinggi dibanding dengan madu lainnya serta memiliki kandungan vitamin C dan kinerja enzim peroksida berperan sebagai antioksidan dan dapat melindungi sel. Menurut (Da Silva et al., 2016) kualitas suatu madu dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: a) Gula Madu memiliki kandungan gula paling banyak di antara komposisi lainnya. Monosakarida merupakan karbohidrat yang paling umum ditemukan dalam madu, berkisar 65-80% dari total padatan terlarut, fruktosa (sekitar 38,5%) dan glukosa (sekitar 31,0%). Rasio rata-rata fruktosa dan glukosa sangat bergantung pada sumber nektar dari mana madu diekstraksi. Selain itu, jumlah sukrosa (disakarida) merupakan parameter yang sangat penting dalam mengevaluasi kematangan madu. b) Kadar air Air pada madu merupakan komposisi terbesar kedua. Kadar air yang terdapat pada madu berpengaruh pada kualitas madu. Madu yang baik memiliki kadar air maksimal 22%, sedangkan jika lebih dari itu dapat menyebabkan madu cepat terfermentasi dan memiliki tekstur yang kental. Hal ini tergantung pada asal bunga, tingkat kematangan madu dalam sarang, teknik pemrosesan madu, dan kondisi penyimpanan. c) Keasaman Madu merupakan cairan manis yang bersifat asam karena memiliki tingkat pH antara 3,2 dan 4,5. Keasaman alami pada madu
17 Madu kaliandra putih (Zapoteca portoricensis) oleh Apis mellifera akan menghambat pertumbuhan mikroorganisme (Hidayati et al., 2020). Keasaman dapat dijadikan parameter untuk menentukan kemurnian suatu madu, di mana madu tersebut termasuk madu asli atau telah mengalami penambahan gula atau sirup jagung yang mengandung fruktosa tinggi. Madu palsu yang telah ditambah dengan pemanis buatan dapat menyebabkan pH madu meningkat secara signifikan dibandingkan madu murni. d) Enzim Diastase Enzim diastase yang terdapat di dalam madu dihasilkan pada saat proses pematangan madu oleh lebah. Menurut Ariandi (2016), enzim diastase pada lebah biasanya terdapat dalam kandungan air liur. Diastase (amilase) mencerna pati maltosa dan relatif stabil terhadap panas dan lama penyimpanan. Enzim ini banyak mengkatalis konversi gula lainnya dan bertanggung jawab untuk mengatur pola gula pada madu. Enzim diastase yang terdapat pada madu dapat digunakan untuk mengetahui indikator lama penyimpanan pada madu dan pernah tidaknya terkena suhu tinggi. Menurut Susanto (2007), suatu madu yang telah lama disimpan dan terkena suhu panas akan berkurang sehingga enzim diastase yang terkandung pada madu sedikit. Madu dengan kandungan enzim yang lebih rendah dihasilkan dari nektar muda (Wulandari, 2017). Nektar muda memiliki kandungan yang lebih tinggi dan kurangnya aktivitas lebah selama pematangan madunya.
18 Madu kaliandra putih (Zapoteca portoricensis) oleh Apis mellifera BAB 3. CARA UJI KUALITAS MADU Berdasarkan SNI 8664-2018, terdapat parameter yang bisa digunakan untuk mengetahui kualitas madu diantaranya warna, bau, kadar gula, kadar air, keasaman, dan adanya aktivitas enzim diastase (Lopes et al., 2018). Kualitas mutu madu sesuai SNI ditunjukkan dalam tabel 3.1 berikut: Tabel 3.1 Persyaratan Mutu Madu (Sumber: SNI 8664-2018) No. Jenis uji Satuan Persyaratan A. Uji organoleptik 1. Bau Khas madu 2. Rasa Khas madu B. Uji laboratoris 1. Aktivitas enzim diastase DN Min 3 2. Hidroksilmetilfurfural (HMF) mg/kg Maks 40 3. Kadar air % b/b Maks 22 4. Gula pereduksi (dihitung sebagai glukosa) % b/b Min 65 5. Sukrosa % b/b Maks 5 6. Keasaman ml NaOH/kg Maks 50 7. Padatan tak larut dalam air % b/b Maks 0,5 8. Abu % b/b Maks 0,5 9. Cemaran logam 9.1 Timbal (Pb) mg/kg Maks 1,0 9.2 Cadmium (Cd) mg/kg Maks 0,2 9.3 Merkuri (Hg) mg/kg Maks 0,03 10. Cemaran arsen (As) mg/kg Maks 1,0 Sebelum melakukan pengujian kualitas madu, perlu mempersiapkan sampel terlebih dahulu. Pengambilan sampel madu dilakukan dengan cara pemerasan (strained honey) pada sisiran
19 Madu kaliandra putih (Zapoteca portoricensis) oleh Apis mellifera madu yang sudah matang yang dilakukan secara manual menggunakan kain saring yang bersih dan kemudian ditempatkan di wadah penampungan. Tujuan dilakukannya penyaringan madu yaitu untuk memisahkan madu dengan sisiran lebah, debu, dan lebah. Kemudian, sebaiknya sampel madu kaliandra putih dimasukkan ke dalam botol dan disimpan disuhu ruang agar kualitas madu tetap terjaga. Selanjutnya, dapat dilakukan pengujian pada kadar air madu, keasaman, gula pereduksi dan kadar sukrosa serta aktivitas enzim diastase. Berdasarkan pendapat Da Silva et al., (2016), kualitas madu dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya gula, kadar air, keasaman dan enzim diastase. Hal tersebut menjadi alasan penelitian ini hanya dilakukan dengan 4 kriteria pengujian kualitas madu meskipun menurut SNI terdapat beberapa syarat untuk memenuhi mutu madu. Pengujian kualitas madu dilakukan dengan cara sebagai berikut: a) Uji kadar air Uji kadar air menggunakan alat refraktometer brix atau yang lebih dikenal dengan refraktometer madu. Langkah dalam melakukan pengujian kadar air madu tampak seperti gambar 3.1 yaitu dengan mengkalibrasi refraktometer tersebut menggunakan aquades yang dituangkan kepada plat cahaya yang berwarna biru, kemudian dikeringkan secara lembut. Tahap selanjutnya yaitu meletakkan sampel madu sebanyak 2-3 tetes pada plat cahaya (1), lalu menutup tutup dari plat cahaya (2) kemudian mengintip pada
20 Madu kaliandra putih (Zapoteca portoricensis) oleh Apis mellifera bagian teropongnya hingga terlihat kandungan air pada sampel madu tersebut (3), terakhir membersihkannya kembali menggunakan akuades dan dikeringkan secara lembut (4). Ilustrasi cara penggunaan refraktomter terlihat pada gambar 3.1 berikut. Gambar 3.1 Contoh penggunaan Refraktometer Madu Sumber: google.com/tneutron.net b) Uji keasaman Keasaman madu diperoleh dengan cara sampel madu masingmasing ditimbang sebanyak 10 gram, dimasukkan dalam gelas erlenmeyer 250 mL dan ditambahkan dengan 75 mL akuades. Larutan madu kemudian ditambahkan dengan indikator PP sebanyak 4 tetes dan dititrasi dengan larutan NaOH yang sudah distandardisasi hingga terjadi perubahan warna. Volume larutan NaOH yang dibutuhkan dicatat dan dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali. Nilai keasaman madu dihitung dengan rumus: Keasaman (ml N NaOH/kg) : × × 1000
21 Madu kaliandra putih (Zapoteca portoricensis) oleh Apis mellifera Keterangan : a adalah volume NaOH 0,1 N yang digunakan dalam titrasi (ml). b adalah normalitas NaOH 0,1 N. c adalah bobot contoh (gram). c) Uji kadar gula pereduksi dan kadar sukrosa Gula Pereduksi merupakan salah satu yang menentukan kualitas madu menurut SNI, karena termasuk komponen utama penyusun madu yang terdiri dari atas glukosa dan fruktosa. Glukosa dan fruktosa merupakan gula yang dominan terdapat dalam semua jenis madu. Komposisi gula berpengaruh terhadap sifat-sifat fungsional madu, yaitu kemampuan madu untuk menahan air dan memperpanjang masa simpan, aktivitas mikrobia dan kemampuan dalam pengembangan warna dan rasa (Minarti et al., 2016). Madu kaliandra mempunyai kadar fruktosa yang rendah. Menurut penelitian Chayati (2008), didapatkan hasil bahwa beberapa jenis madu mempunyai rasio fruktosa : glukosa yang berbeda nyata. Madu kaliandra mempunyai rasio fruktosa : glukosa paling kecil dibandingkan madu jenis lain sehingga diperkirakan madu kaliandra paling cepat mengkristal dibandingkan tiga jenis madu yang lain. Karena madu rambutan, klengkeng, dan randu mempunyai rasio fruktosa : glukosa > 1,64, maka ketiganya tidak mengkristal, sedangkan madu kaliandra kemungkinan mengalami kristalisasi jika kondisi penyimpanan tidak tepat, terutama pada
22 Madu kaliandra putih (Zapoteca portoricensis) oleh Apis mellifera suhu rendah. Perbedaan gula dalam beberapa jenis madu ini disebabkan oleh sumber nektar bunga (Holt et al., 2002). Proses kristalisasi dalam madu merupakan hal alami dan tidak ada perbedaan nilai gizi antara madu cair dengan madu yang mengkristal. Contoh madu yang mengkristal terlihat seperti gambar 3.2 berikut. Gambar 3.2 Madu yang mengkristal Sumber: Dokumentasi pribadi. Tahap awal yang perlu dilakukan untuk mengetahui kadar gula pereduksi pada madu kaliandra putih yaitu dengan menyiapkan larutan Natrium Tiosulfat (Na2S2O3) yang telah distandarisasi. Kemudian dilakukan preparasi sampel dengan cara menyiapkan sebanyak 2 gram madu ditimbang lalu dilarutkan dalam aquades. Larutan dimasukkan ke dalam labu takar 250 mL lalu diaduk. Sebanyak 5 mL larutan Pb asetat ditambahkan dan 15 mL ammonium hidrogen fosfat ditambahkan lalu labu digoyangkan. Setelah itu, larutan ditambahkan aquades sampai tanda tera, Kristal pada madu (seperti bercak putih yang menempel)
23 Madu kaliandra putih (Zapoteca portoricensis) oleh Apis mellifera dikocok sebanyak 12 kali, dan didiamkan sampai terpisah antara filtrat dan endapan kemudian larutan disaring. Untuk mendapatkan kadar gula pereduksi, maka perlu dilakukan tahap analisis gula sebelum inversi (Lubis et al., 2022), dengan cara sebanyak 5 mL filtrat (preparasi sampel) dimasukkan ke dalam Erlenmeyer lalu ditambahkan 15 mL aquades, 25 mL larutan Luff Schoorl. Erlenmeyer kemudian dipanaskan sampai mendidih selama 10 menit. Setelah itu, larutan didinginkan dalam penangas es. Setelah dingin, larutan ditambahkan 10 mL larutan KI 20% dan 25 mL asam sulfat 25% kemudian larutan dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat. Larutan kanji 0,5% ditambahkan sebagai indikator ketika larutan akan mencapai titik akhir. Larutan blanko dilakukan seperti prosedur di atas akan tetapi sampel diganti dengan air akuades. Setelah itu dilakukan perhitungan dengan rumus yang telah ditetapkan: Faktor pengenceran (Fp) = 1 % gula = 1 × × 100% Keterangan : W1 = glukosa (mg) Fp = faktor pengenceran W = bobot contoh (mg)
24 Madu kaliandra putih (Zapoteca portoricensis) oleh Apis mellifera Sesuai dengan standar mutu madu yang telah ditetapkan SNI 8664:2018, syarat mutu gula pereduksi, sebagai gula sebelum inversi minimal 65%. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa kedua sampel madu kaliandra putih memiliki kadar gula pereduksi yang memenuhi kriteria SNI, yang mana sampel madu memiliki kadar gula pereduksi rata-rata diatas 65%. Namun, pada madu dengan jenis yang sama bisa saja memiliki kandungan kadar gula pereduksi yang berbeda. Menurut Kucuk et al., (2007) perbedaan kandungan gula pereduksi dapat terjadi karena madu yang belum matang sudah dipanen padahal proses inversi oleh enzim invertase lebah dari sukrosa nektar menjadi glukosa dan fruktosa pada madu belum sempurna. Setelah dilakukan analisis sebelum inversi, perlu dilakukan analisis setelah inversi untuk mendapatkan kadar sukrosa pada sampel madu. Cara melakukan analisis setelah inversi yaitu sebanyak 25 mL filtrat (preparasi sampel) dimasukkan ke dalam Erlenmeyer lalu ditambahkan 12,5 mL HCl 25% dan termometer dipasang. Kemudian dilakukan hidrolisis di atas penangas air pada suhu 70°C selama 10 menit. Setelah itu, larutan didinginkan dalam penangas es. Larutan yang telah dingin kemudian ditambahkan NaOH sampai netral dengan indikator fenolftalin (indiktor PP) sehingga terjadi perubahan warna dari tidak berwarna menjadi merah muda. Setelah netral, larutan dimasukkan ke dalam labu takar, ditambahkan air suling sampai tanda tera, dan dikocok sebanyak
25 Madu kaliandra putih (Zapoteca portoricensis) oleh Apis mellifera 12 kali. Sebanyak 10 mL larutan dipipet ke dalam Erlenmeyer lalu ditambahkan 15 mL air suling, 25 mL larutan Luff Schoorl. Erlenmeyer kemudian dipanaskan sampai mendidih selama 10 menit. Setelah itu, larutan didinginkan dalam penangas es. Setelah dingin, larutan ditambahkan 10 mL larutan KI 20% dan 25 mL asam sulfat 25% kemudian larutan dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat. Larutan kanji 0,5% kanji ditambahkan sebagai indikator ketika larutan akan mencapai titik akhir. Larutan blanko dilakukan seperti prosedur di atas akan tetapi sampel yang telah dihidrolisis diganti dengan air akuades. Dilakukan perhitungan dengan cara yang sama seperti analisis sebelum inversi namun dengan rumus yang sedikit berbeda pada faktor pengencerannya, yakni: Fp = 1 1 × 2 2 % gula = 1 × × 100% Keterangan: W1 = glukosa (mg) Fp = faktor pengenceran W = bobot contoh (mg) Setelah dilakukan analisis sebelum dan sesudah inversi, barulah bisa menghitung kadar sukrosa pada sampel. Menurut SNI 01-2892-1992 penetapan kadar sukrosa merupakan selisih dari persen gula sesudah inversi dan persen gula sebelum inversi yang dikalikan faktor kimia 0,95. Faktor kimia tersebut diperoleh dari perbandingan bobot molekul sukrosa dengan bobot molekul dua
26 Madu kaliandra putih (Zapoteca portoricensis) oleh Apis mellifera molekul gula pereduksi yaitu glukosa dan fruktosa. Jumlah gula sesudah inversi lebih besar dibandingkan dengan sebelum inversi. Hal ini disebabkan karena pada tahap sesudah inversi dilakukan hidrolisis sehingga lebih banyak gula pereduksi yang terbentuk. Rumus dalam perhitungan sukrosa yaitu: % Kadar Sukrosa Madu = 0,95 × % Gula (sesudah–sebelum inversi) d) Uji aktivitas enzim diastase Penentuan aktivitas enzim diastase merupakan salah satu parameter penting dalam penentuan kualitas madu. Analisis aktivitas enzim diastase pada penelitian ini dilakukan secara kualitatif yaitu hanya menguji adanya aktivitas enzim diastase pada madu. Apabila di dalam sampel madu ditemukan adanya enzim diastase maka diberikan nilai positif, semakin banyak nilai positif maka semakin tinggi aktivitas enzim diastase pada madu dan begitu juga sebaliknya. Menurut SNI 8664-2018, madu yang baik secara kuantitatif mempunyai aktivitas enzim diastase minimal 3 DN. Secara kualitatif madu yang memiliki aktivitas enzim diastase bernilai positif jika mengalami perubahan warna. Kekurangan dari pengujian aktivitas enzim diastase secara kuantitatif adalah hanya bisa dilakukan oleh para ahli seperti ahli dalam teknologi pangan karena cara pengujiannya yang cukup rumit dan perhitungannya yang sulit membuat pengujian dengan cara kualitatif lebih mudah
27 Madu kaliandra putih (Zapoteca portoricensis) oleh Apis mellifera diaplikasikan. Sedangkan kekurangan pengujian aktivitas enzim diastase secara kualitatif yaitu nilai DN (Diastase Number) tidak dapat diketahui secara pasti sehingga hanya bisa mengetahui ada atau tidaknya aktivitas enzim diastase pada madu yang diuji. Pada tahapan ini, hanya dijelaskan cara untuk menguji aktivitas enzim diastase secara kualitatif yaitu dengan cara menimbang 5 gram sampel lalu dimasukkan ke dalam beaker glass berukuran 50 ml dan ditambahkan 15 ml aquades sebagai pelarut. Kemudian sebanyak 10 ml larutan sampel dimasukkan ke dalam beaker glass berukuran 25 ml dengan menambahkan larutan pati sebanyak 1 ml. Selanjutnya larutan dipanaskan pada suhu 40°C selama 5-10 menit kemudian larutan didinginkan pada suhu ruang. Setelah larutan dalam keadaan dingin, ditambahkan larutan iodine. Pengamatan dilakukan dengan melihat perubahan yang terjadi pada sampel, jika pada pengamatan terjadi perubahan warna pada larutan sampel dari warna kuning kecoklatan menjadi biru dan berubah kembali ke warna semula yaitu kuning kecoklatan, disimpulkan bahwa sampel positif mengandung enzim diastase, namun jika warna biru pada sampel tidak berubah maka disimpulkan bahwa sampel tidak mengandung enzim diastase.
28 Madu kaliandra putih (Zapoteca portoricensis) oleh Apis mellifera BAB 4. HASIL UJI KUALITAS MADU KALIANDRA PUTIH (Zapoteca portoricensis) Pengujian kualitas madu kaliandra putih dilakukan di Laboratorium Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Prodi Pendidikan Biologi Universitas Jember. Metode yang dilakukan seperti yang telah dijabarkan pada bab 3 mengenai cara uji kualitas madu. Penelitian ini menggunakan 2 sampel yakni madu kaliandra putih panen ke-3 dan madu kaliandra putih panen ke-4. Alasan menggunakan waktu panen yang berbeda adalah karena tiap panen, madu memiliki kualitas yang berbeda meskipun merupakan jenis madu yang sama. Kualitas madu yang berbeda dapat disebabkan oleh iklim, kelembaban udara, suhu (Mledenovic & Radus, 2014). Kualitas madu yang diuji meliputi kadar air, keasaman, kadar gula pereduksi dan kadar sukrosa, serta aktivitas enzim diastase. Berikut penjelasan beserta hasil yang didapatkan dari penelitian yang telah dilakukan. a) Kadar Air Kadar air dalam madu menentukan kualitas madu, jika kadar airnya tinggi maka kualitas madu menjadi rendah. Kadar air madu dipengaruhi oleh iklim, dan penanganan pasca panen (Gairola et al., 2013). Indonesia mempunyai kelembaban yang tinggi yakni berkisar 60-90% (Sihombing, 2005). Kadar air madu dipengaruhi kelembaban lingkungan yang ada. Hal ini disebabkan karena madu mempunyai sifat higroskopis, yang mana mudah menyerap air.
29 Madu kaliandra putih (Zapoteca portoricensis) oleh Apis mellifera Semakin tinggi kelembaban lingkungan maka kadar air madu akan semakin tinggi pula (Ariandi & Khaerati, 2017). Gambar 4.1 Hasil uji kadar air madu kaliandra putih panen ke-3 (kiri) dan panen ke-4 (kanan). Sumber: Dokumentasi pribadi. Terdapat tiga skala yang ditunjukkan pada refraktometer madu yang digunakan, yaitu skala derajat Baume (Be) untuk mengetahui massa jenis cairan, skala % brix untuk mengetahui kadar gula yang terkandung, dan skala kadar air (water %) untuk mengetahui kandungan kadar air dalam madu (terlihat pada Gambar 4.1, kiri). Cara membaca skala pada refraktometer yaitu dengan melihat batas warna biru muda yang ditunjukkan pada skala (terlihat pada Gambar 4.1, kanan). Standar Nasional Indonesia (SNI 8664:2018) menyebutkan bahwa kadar air madu yang baik yaitu maksimal 22%. Pada pengujian kadar air madu kaliandra putih yang telah dilakukan, derajat Baume (Be) Skala % brix Kadar air Skala yang dibaca
30 Madu kaliandra putih (Zapoteca portoricensis) oleh Apis mellifera berdasarkan Tabel 4.1, didapatkan hasil berupa madu kaliandra putih panen ke-3 memiliki kadar air sebesar 22,5% yang mana masih belum memenuhi syarat mutu SNI, sedangkan madu kaliandra putih panen ke-4 memiliki kadar air 20,5% yang mana sudah memenuhi syarat mutu SNI (dibawah batas maksimal 22%). Tabel 4.1 Hasil Analisis Kadar Air Sampel SNI Rata-rata Kadar air (%) Keterangan Panen ke3 Maks. 22% 22,5% Tidak memenuhi syarat mutu SNI Panen ke4 20,5% Memenuhi syarat mutu SNI Pada dasarnya, tingginya kadar air pada madu panen ke-3 tidak mengindikasikasikan adanya pemalsuan madu dengan penambahan air, tetapi dapat dipengaruhi oleh umur panen dan kondisi kelembaban saat panen. Prasetyo (2014) menjelaskan bahwa umur panen mempengaruhi komposisi air pada madu. Madu yang dipanen pada umur tua mempunyai kadar air lebih sedikit daripada madu yang dipanen pada umur yang lebih muda. Semakin lama madu dalam sarang lebah maka penguapan kadar air pada madu akan semakin sempurna. Kadar air pada madu juga dapat dipengaruhi oleh masa penyimpanan yang lama. Sebelum dilakukan pengukuran kadar air, sampel madu yang akan diukur disimpan terlebih dahulu di dalam baskom berisi air agar semut tidak menghampiri. Tetapi hal ini dapat menyebabkan bertambahnya kelembaban pada kemasan madu, sehingga membuat kadar air pada madu menjadi tinggi. Hal
31 Madu kaliandra putih (Zapoteca portoricensis) oleh Apis mellifera ini juga diperkuat oleh penelitian Suranto (2007) yang menyatakan bahwa bervariasinya kadar air dalam madu disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya kelembapan udara, jenis nektar, proses produksi dan penyimpanan. b) Kadar keasaman Tingkat keasaman madu perlu diperhatikan untuk menjaga agar kualitas madu tetep higenis dan aman untuk dikonsumsi. Keasaman yang rendah pada madu dapat menyebabkan bakteri bisa tumbuh dan berkembang sehingga madu akan cepat rusak. Namun, semakin tinggi kadar keasaman juga dapat mengindikasi terjadinya proses fermentasi dan proses transformasi alkohol menjadi asam organik (Karnia et al., 2020). Proses pengujian keasaman madu kaliandra putih dilakukan dengan cara dititrasi dengan mengamati penambahan volume titran berupa NaOH pada sampel madu kaliandra putih hingga sampel berubah warna menjadi merah muda yang menandakan jumlah keasaman yang didapatkan (Gambar 4.2) berikut. Gambar 4.2 Sampel madu kaliandra putih sebelum (a) dan sesudah (b) dititrasi. (Sumber: Dokumentasi pribadi).
32 Madu kaliandra putih (Zapoteca portoricensis) oleh Apis mellifera Hasil perhitungan pengujian keasaman madu kaliandra putih panen ke-3 dan madu kaliandra putih panen ke-4 disajikan pada tabel 4.2 berikut. Tabel 4.2 Hasil Analisis Kadar Keasaman Madu Kaliandra Putih (Zapoteca portoricensis) Sampel Ratarata SNI Ket. Panen ke-3 39,08 ± 0,847 Maks. 50 mL NaOH/Kg Memenuhi syarat mutu SNI Panen ke-4 40,55 ± 1,001 Memenuhi syarat mutu SNI Syarat mutu SNI menetapkan kadar keasaman madu maksimal adalah 50 mL NaOH/Kg. Berdsarkan hasil peneilitan (Tabel 4.2), baik madu kaliandra putih panen ke-3 dan madu panen ke-4 keduanya memenuhi standar SNI karena keduanya masih berada dibawah ketetapan maksimal SNI. Kadar keasaman ratarata madu kaliandra putih panen ke-3 mencapai 39,08 mL NaOH/Kg, sedangkan madu kaliandra putih panen ke-4 mencapai 40,55 mL NaOH/Kg. Tinggi rendahnya tingkat keasaman pada madu dapat terjadi dikarenakan madu mengalami proses fermentasi sehingga nilai keasamannya pun berbeda dikarenakan kandungan pada masingmasing madu juga berbeda seperti mineral, vitamin dan enzim (Wulandari, 2017). Tekstur madu kaliandra putih yang encer juga mempengaruhi kadar keasaman. Keenceran madu menunjukkan
33 Madu kaliandra putih (Zapoteca portoricensis) oleh Apis mellifera tingginya kadar air dalam madu tersebut yang mana mengakibatkan proses fermentasi mudah terjadi dan mempengaruhi tingkat keasaman dalam madu tersebut. Pada sampel madu kaliandra putih panen ke-4, diduga belum lama telah terjadi fermentasi pada madu tersebut. Hal itu dapat diketahui dari saat botol berisi madu kaliandra putih terguncang, yang mana dapat terlihat munculnya busa pada botol yang berisi madu. Busa tersebut adalah gas hasil fermentasi yang mana merupahkan hasil campuran gelembung udara dan bibit kristal yang terbentuk saat madu diganggu. Saat tutup botol madu dibuka, terjadi letupan seperti saat membuka minuman berkarbonasi. Letupan ini diakibatkan oleh tekanan gas yang dihasilkan ragi alami yang dikandung oleh madu yang merupakan pertanda bahwa madu sudah sedikit terfermentasi. Hal tersebut yang menyebabkan tingginya kadar keasaman pada madu kaliandra putih panen ke-4. Fermentasi madu dapat terjadi karena proses alami dan karena cara penyimpanan madu yang salah seperti tidak menutup tutp botol madu dengan rapat, sehingga madu berpeluang besar terjadi fermentasi. Faktor lain yang mempengaruhi kadar keasaman pada madu adalah suhu. Pada suhu ruang, tingkat keasaman madu meningkat dibanding dengan penyimpanan madu pada suhu rendah (penyimpanan di lemari es). Sifat higroskopis madu menyebabkan kadar air madu meningkat jika disimpan pada suhu ruang, sehingga mudah menyebabkan terjadinya fermentasi. Penyimpanan madu
34 Madu kaliandra putih (Zapoteca portoricensis) oleh Apis mellifera pada suhu dingin (10-20°C) lebih disarankan dibandingkan dengan menyimpan madu pada suhu ruangan, dikarenakan suhu ruang memiliki tingkat kelembapan lebih tinggi sehingga dapat menghambat proses fermentasi (Savitri, et al., 2017). Menurut Krell (1996), ruang penyimpanan madu secara optimal dapat disimpan pada suhu mendekati 20°C dan kelembaban relatif kurang dari 65%. Penyimpanan madu pada suhu lebih dari 25°C menyebabkan kualitas madu berkurang seiring waktu, karena perubahan kimia dan enzimatik yang progresif. c) Kadar gula pereduksi dan kadar sukrosa Glukosa dan fruktosa mempengaruhi kecenderungan madu untuk mengkristal. Secara umum, madu akan lebih cepat mengkristal jika disimpan pada suhu yang rendah, meskipun begitu kualitas madu tidak akan menurun walaupun disimpan didalam freezer, hanya saja akan membuat madu mengental sehingga merubah warna dan teksturnya. Menurut Chayati (2008), madu yang mengalami pengkristalan disebabkan oleh glukosa yang berubah menjadi monohidrat. Jika glukosa mengkristal, maka madu akan memadat (granula). Sesuai dengan standar mutu madu yang telah ditetapkan SNI 8664:2018, syarat mutu gula pereduksi, sebagai gula sebelum inversi minimal 65%. Hasil penelitian ditunjukkan oleh Tabel 4.3 berikut.
35 Madu kaliandra putih (Zapoteca portoricensis) oleh Apis mellifera Tabel 4.3 Hasil Persentase Kadar Gula, Sebelum Inversi Sampel Ulangan % gula Ratarata SNI Ket. Panen ke3 1 76,04 76,2 ± 0,39 Min. 65% Memenuhi syarat mutu SNI 2 76,04 3 76,71 Panen ke4 1 78,34 77,9 ± 0,77 Memenuhi syarat mutu SNI 2 78,34 3 77,00 Berdasarkan hasil penelitian (Tabel 4.3), diketahui bahwa kedua sampel madu kaliandra putih memiliki kadar gula pereduksi yang memenuhi kriteria SNI, yang mana sampel madu kaliandra putih panen ke-3 memiliki kadar gula pereduksi sebesar 76,2% sedangkan madu kaliandra putih panen ke-4 memiliki kadar gula pereduksi sebesar 77,9%. Persentase kedua kadar madu tersebut, juga sama dengan kadar brix (kemanisan) yang ditunjukkan oleh termometer madu. Meskipun kedua sampel madu memiliki kadar kemanisan gula pereduksi yang berbeda, namun keduanya memenuhi standar syarat mutu madu sesuai SNI. Kucuk et al., (2007) juga menyatakan bahwa perbedaan kandungan gula pereduksi dapat terjadi karena madu yang belum matang sudah dipanen padahal proses inversi oleh enzim invertase lebah dari sukrosa nektar menjadi glukosa dan fruktosa pada madu belum sempurna. Setelah didapatkan kadar gula pereduksi sebelum inversi, dilakukan penetapan pada rasio fruktosa dan glukosa yang mempengaruhi kristalisasi pada madu. Hasil analisis kandungan
36 Madu kaliandra putih (Zapoteca portoricensis) oleh Apis mellifera fruktosa : glukosa pada madu kaliandra putih terlihat pada Tabel 4.4 berikut. Tabel 4.4 Analisis Kadar Fruktosa dengan Glukosa Sampel Rata-rata Gula Keterangan Pereduksi Fruktosa Glukosa Panen ke-3 30,66 12,12 18,54 Sesuai Panen ke-4 31,47 12,44 19,03 Sesuai Menurut penelitian Chayati (2008), didapatkan hasil bahwa beberapa jenis madu mempunyai rasio fruktosa : glukosa yang berbeda. Umumnya, semakin tinggi glukosa, madu semakin cepat mengkristal dan semakin tinggi fruktosa, semakin lambat mengkristal (Chayati, 2008). Madu kaliandra mempunyai rasio fruktosa : glukosa paling kecil dibandingkan madu jenis lain sehingga diperkirakan madu kaliandra paling cepat mengkristal dibandingkan tiga jenis madu yang lain. Berdasarkan hasil penelitian (Tabel 4.4) yang diperkut dengan penelitian Chayati (2008), madu kaliandra lebih cepat mengkristal dibandingkan madu jenis lain karena madu kaliandra memiliki kadar fruktosa yang rendah (Chayati, 2008). Setelah didapatkan kadar gula pereduksi dan rasio fruktosa dengan glukosa, tahap selanjutnya yaitu penetapan kadar gula sesudah inversi yang nantinya akan dihitung untuk menentukan kadar sukrosa pada madu kaliandra putih.
37 Madu kaliandra putih (Zapoteca portoricensis) oleh Apis mellifera Tabel 4.5 Hasil Persentase Kadar Gula, Sesudah Inversi Sampel Ulangan % gula Ratarata % gula SNI Ket. Panen ke-3 1 80,59 80,2 ± 0,72 Min. 65% Memenuhi syarat mutu SNI 2 80,59 3 79,35 Panen ke-4 1 80,19 79,4 ± 0,71 Memenuhi syarat mutu SNI 2 78,96 3 78,96 Pada pengujian kadar gula pereduksi sesudah inversi (Tabel 4.5), didapatkan hasil berupa sampel madu kaliandra putih panen ke-3 memiliki kadar gula pereduksi sebesar 80,2% sedangkan madu kaliandra putih panen ke-4 memiliki kadar gula pereduksi sebesar 79,4%. Setelah didapatkan kadar gula pereduksi, selanjutnya menentukan kadar sukrosa pada sampel madu. Penetapan kadar sukrosa ini menggunakan larutan Luff Schoorl. Indikator yang digunakan pada pengujian ini yaitu larutan amilum 0,5% sedangkan oksidator yang digunakan dalam pengujian ini adalah asam sulfat (Lubis et al., 2022). Menurut SNI 01-3545-2004, penetapan kadar sukrosa merupakan selisih dari persen gula sesudah inversi dan persen gula sebelum inversi yang dikalikan faktor kimia 0,95. Faktor kimia tersebut diperoleh dari perbandingan bobot molekul sukrosa dengan bobot molekul dua molekul gula pereduksi yaitu glukosa dan fruktosa. Jumlah gula sesudah inversi lebih besar dibandingkan dengan sebelum inversi. Hal ini disebabkan karena pada tahap
38 Madu kaliandra putih (Zapoteca portoricensis) oleh Apis mellifera sesudah inversi dilakukan hidrolisis sehingga lebih banyak gula pereduksi yang terbentuk. % Kadar Sukrosa Madu = % Gula (sesudah–sebelum inversi)×0,95 Menurut SNI 01-3545-2004, persentasi syarat mutu kadar maksimum sukrosa madu sebesar 5%. Berdasarkan penelitian, didapatkan hasil seperti pada Tabel 4.6 berikut. Tabel 4.6 Kadar Sukrosa Pada Madu Kaliandra Putih Sampel SNI % Kadar Sukrosa Keterangan Panen ke-3 Maks. 5% 3,80 Memenuhi syarat mutu SNI Panen ke-4 1,43 Memenuhi syarat mutu SNI Berdasarkan Tabel 4.6, persentase kadar sukrosa pada madu kaliandra putih panen ke-3 sebesar 3,80% dan madu kaliandra putih panen ke-4 sebesar 1,43%. Hal ini menunjukkan bahwa kedua sampel madu kaliandra putih memiliki persentasi kadar sukrosa dibawah batas maksimum dan telah memenuhi syarat standar mutu madu sehingga termasuk madu yang memiliki kualitas baik sesuai SNI. d) Aktivitas enzim diastase Berdasarkan hasil pengujian aktivitas enzim diastase secara kualitatif, didapatkan hasil bahwa aktivitas enzim diastase pada kedua sampel madu memiliki hasil yang sedikit berbeda namun keduanya masih menunjukkan hasil positif. Bedanya, sampel madu
39 Madu kaliandra putih (Zapoteca portoricensis) oleh Apis mellifera kaliandra putih panen ke-3 memiliki aktivitas enzim diastase yang lebih sedikit dibandingkan dengan sampel madu kaliandra putih panen ke-4. Hal ini ditandai dengan adanya aktivitas enzim diastase warna biru pada larutan pati yang menghilang yang ditunjukkan oleh Gambar 4.3. Semakin tinggi aktivitas enzim, maka semakin cepat hilangnya warna biru dari pati (Ichsan et al., 2022). Warna biru pada sampel madu disebabkan karena larutan pati yang ditambahkan dengan iodine akan menghasilkan warna biru yang mana enzim diastase akan mengubah pati menjadi gula (Tulandi et al., 2019). Gambar 4.3 Sampel madu kaliandra putih saat pengujian aktivitas enzim diastase Keterangan: Sampel madu kaliandra putih saat ditetesi larutan iodine (a), tampak gumpalan warna biru yang menandakan bahwa madu mampu menghidrolisis pati dan adanya aktivitas enzim diastase pada madu tersebut. Sesaat setelah ditetesi larutan iodine (b), gumpalan warna biru menghilang yang menandakan tingginya aktivitas enzim diastase pada madu. Semakin cepat warna biru menghilang maka semakin tinggi kandungan enzim diastase di dalam madu. (a) (b)
40 Madu kaliandra putih (Zapoteca portoricensis) oleh Apis mellifera Reaksi positif ditandai dengan perubahan warna dari biru (saat ditetesi larutan iodine) kembali menjadi kecoklatan seperti keadaan sebelum ditetesi iodine. Hal ini dipengaruhi oleh aktivitas enzim diastase yang tinggi yang menghidrolisis sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa. Menurut Karnia et al., (2019) enzim diastase pada madu mampu mengubah pati menjadi glukosa dengan bantuan iodine yang akan merubah warna larutan. Enzim diastase ditambahkan oleh lebah pada saat pematangan madu dan hanya terdapat pada madu yang baru dipanen atau madu murni tanpa pengolahan karena Enzim ini ditamahkan oleh lebah pada saat proses pematangan madu. Enzim diastase berfungsi untuk merubah karbohidrat kompleks menjadi karbohidrat yang sederhana dalam madu (Suranto, 2004). Aktivitas enzim diastase dapat digunakan sebagai indikator untuk mendeteksi perlakuan panas pada madu (Winarni, 2019). Penyimpanan madu murni pada suhu panas (50°C) menyebabkan enzim diastase akan menjadi rusak (tidak ada aktivitas) (Tulandi, 2019).
41 Madu kaliandra putih (Zapoteca portoricensis) oleh Apis mellifera BAB 5. PENUTUP Madu kaliandra putih merupakan madu yang dihasilkan oleh lebah madu (Apis mellifera) dengan pakan utama berupa tanaman kaliandra putih (Zapoteca portoricensis). Terdapat beberapa parameter yang bisa digunakan untuk mengetahui kualitas kimia madu diantaranya dengan uji kadar air, uji keasaman, uji kadar gula pereduksi dan sukrosa, serta uji aktivitas enzim diastase baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Kadar air madu dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya kelembaban lingkungan, jenis nektar, proses produksi dan penyimpanan madu. Standar Nasional Indonesia (SNI 8664:2018) menyebutkan bahwa kadar air madu yang baik yaitu maksimal 22%. Pada penelitian ini, disimpulkan bahwa madu kaliandra putih panen ke-3 memiliki kadar air yang belum memenuhi syarat mutu madu sesuai SNI yaitu sebesar 22,5% sedangkan madu kaliandra putih panen ke-4 sudah memenuhi syarat mutu SNI dengan kadar air sebesar 20,5%. Syarat mutu SNI menatapkan kadar keasaman madu maksimal adalah 50 ml NaOH/Kg. Tinggi rendahnya tingkat keasaman pada madu dapat terjadi dikarenakan madu mengalami proses fermentasi sehingga nilai keasamannya pun berbeda. Tekstur madu kaliandra putih yang encer juga mempengaruhi kadar keasaman karena sifat encer pada madu dapat mempercepat proses fermentasi yang mengakibatkan keasaman pada madu
42 Madu kaliandra putih (Zapoteca portoricensis) oleh Apis mellifera menjadi meningkat. Pada penelitian ini, kadar keasaman madu kaliandra putih sudah memenuhi syarat mutu madu sesuai SNI. Gula Pereduksi merupakan termasuk komponen utama penyusun madu yang terdiri dari atas glukosa dan fruktosa. Semakin tinggi glukosa, madu semakin cepat mengkristal dan semakin tinggi fruktosa, semakin lambat mengkristal. Madu kaliandra merupakan jenis madu yang cepat mengkristal dibandingkan madu jenis lain karena madu kaliandra memiliki kadar fruktosa yang rendah. Enzim diastase ditambahkan oleh lebah pada saat pematangan madu dan hanya terdapat pada madu yang baru dipanen atau madu murni tanpa pengolahan yang mana menandakan bahwa madu tersebut adalah madu asli. Pada proses pengujian, madu kaliandra putih menunjukkan adanya aktivitas enzim diastase yang ditandai dengan perubahan warna larutan yang ditetesi iodine secara cepat yakni dari semula kecoklatan menjadi kebiruan dan kembali ke warna kecoklatan seperti semula.
43 Madu kaliandra putih (Zapoteca portoricensis) oleh Apis mellifera DAFTAR PUSTAKA Agussalim, A., Agus, A., Umami, N., & Budisatria, I. G. S. 2017. Variation of honeybees forages as source of nectar and pollen based on altitude in Yogyakarta. Buletin Peternakan. 41(4): 448-460. Ariandi & Khaerati. 2017. Uji aktivitas enzim diastase, hidroksimetilfurfural (hmfHMF), kadar gula pereduksi, dan kadar air pada madu hutan batang. Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) Unit Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat Politeknik Negeri Ujung Pandang. 1-4. Ariandi. 2016. Pengenalan Enzim Amilase (Alpha-Amylase) dan Reaksi Enzimatisnya Menghidrolisis Amilosa Pati Menjadi Glukosa. Dinamika. 7(1): 74-82. Chayati, I. 2008. Sifat fisikokimia madu monoflora dari daerah istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah. Agritech. 28(1). Da Cunha, Y. V. Y., Salosso, Y., & Liufeto, F. C. 2020. Eksplorasi Aktivitas Antibakteri Madu Hutan Asal Pulau Timor Terhadap Bakteri Vibrio Algynoliticus Secara In Vitro. Jurnal Aquatik. 3(2): 79-85. Da Silva, P. M., Gauche, C., Gonzaga, L. V., Costa, A. C. O., & Fett, R. 2016. Honey: Chemical composition, stability and authenticity. Food Chemistry. 196: 309–323. https://doi.org/10.1016/j.foodchem.2015.09.051 Gairola A, Tiwari P, & Tiwari JK. 2013. Physico-chemical properties of Apis cerana-indica f, honey from Uttarkashi district of Uttarakhand,India. J.Global Biosci. 2(1): 20 –25 Guler, A., Ekinci, D., Biyik, S., Garipoglu, A. V., Onder, H., & Kocaokutgen, H. 2018. Effects of feeding honey bees (Hymenoptera: Apidae). Journal of economic entomology
44 Madu kaliandra putih (Zapoteca portoricensis) oleh Apis mellifera industrial sugars produced by plants using different photosynthetic cycles (carbon C3 and C4) on the colony. Hasan, A. E. Z., Herawati, H., Purnomo, P., & Amalia, L. 2020. fisikokimia madu multiflora asal riau dan potensinya sebagai antibakteri escherichia coli dan staphylococcus aureus. Chemistry Progress. 13(2). Hidayati, N., Widodo, S., Suedy, A., Darmanti, S., Struktur, L. B., & Tumbuhan, F. 2020. Kualitas Madu Lokal Dari Lima Wilayah Di Kabupaten Boyolali. Jurnal Pro-Life. 7(3). Holt, S. H. A., V. de Jong, Brand Miller, J.C. & J. Arcot. 2002. The Glycaemic and Insulin Index Values of a Range of Australian Honeys. Asia Pacific Journal of Clinical Nutrition (Supll). 11: S310. Ichsan, D. S., Hafidzah, T. S., Putri, S. B., Aurene, S. V., & Nurdin, I. 2022. Deteksi Madu Palsu Dan Kualitas Madu Dengan Enzim Diastase. Poltekita: Jurnal Ilmu Kesehatan. 16(3): 278- 283 Imaningtyas, P. 2015. Pengaruh Pemberian Pakan Tambahan “(Bee Feed)” Terhadap Aktivitas Lebah Pekerja Membawa Nektar Dan Luas Sisiran Madu Pada Lebah Madu (Apis Mellifera) Menjelang Musim Bunga (Doctoral dissertation, Universitas Brawijaya). Karnia, I., Hamidah, S., & Thamrin, G. A. R. 2020. Pengaruh masa simpan madu kelulut (trigona sp) terhadap kadar gula pereduksi dan keasaman. Jurnal Sylva Scienteae. 2(6): 1093- 1099. Krell, R. 1996. Value-added products from beekeeping (No. 124). Rome: Food & Agriculture Org. Küçük, M., Kolaylı, S., Karaoğlu, Ş., Ulusoy, E., Baltacı, C., & Candan, F. 2007. Biological activities and chemical composition of three honeys ofdifferent types from Anatolia. Food Chemistry. 100(2): 526-534
45 Madu kaliandra putih (Zapoteca portoricensis) oleh Apis mellifera Kuntadi. 2008. Pengembangan Budidaya Lebah Madu Dan Permasalahannya. Jurnal Pusat Penelitian dan Pengembangan Konsevasi dan Rehabilitasi Badan penelitian dan Pengembangan kehutanan, Bogor. Lamberkabel, J. S. A. 2007. Lebah Madu, Cara Budidaya dan Manfaatnya. Seminar Nasional “ Akselerasi Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi Mendukung Ketahanan Pangan di Wilayah Kepulauan”. Lopes, M., Falcão, S. I., Dimou, M., Thrasyvoulou, A., & Vilas-Boas, M. 2018. Impact of traditional and modern beekeeping technologies on the quality of honey of Guinea-Bissau. Journal of Apicultural Research. 57(3): 406–417. https://doi.org/10.1080/00218839.2018.1430979. Mala, D. G., & l Nukma, N. 2014. Kandungan Glukosa Nektar dan Madu Sebagai Sumber Pakan Lebah Pada Lokasi yang Berbeda. In Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Teknologi Pertanian. Maulidani, A., Hatta, G. M., & Arifin, Y. F. 2020. Studi Daya Dan Kualitas Hidup Kaliandra Merah (Calliandra calothyrsus) Pada Tiga Jenis Tanah Di Areal Reklamasi Bekas Penambangan Semen. Jurnal Sylva Scienteae. 2(3): 540-547. Mayaut, G., Nindatu, M., & de Kock, R. H. 2020. Beda Waktu Metamorfosis Lebah Madu Apis Mellifera Di Pulau Romang. Rumphius: Pattimura Biological Journal. 2(2): 023-028. Minarti, S., Jaya, F., & Merlina, P. A. 2017. Pengaruh masa panen madu lebah pada area tanaman kaliandra (Calliandra calothyrsus) terhadap jumlah produksi kadar air, viskositas dan kadar gula madu. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak (JITEK). 11(1): 46-51. Mledenovic, M., & Radus, R. 2014. Corelation between the strength of colony the honey area and pollen area of the observed lines of yellow honey bee in Vosvodina,
46 Madu kaliandra putih (Zapoteca portoricensis) oleh Apis mellifera Biotechnology and Biotechnological Equipment. 24(2): 423- 426. https://doi.org/10.1080/13102818.2010.10817876 Mortensen, A. N., Schmehl, D. R., & Ellis, J. 2013. European Honey Bee Apis mellifera Linnaeus and subspecies (Insecta: Hymenoptera: Apidae). Izvor: https://edis.ifas.ufl.edu/pdf/IN/IN100500.pdf. Mulyantomo, E., Sulistyawati, A. I. S. I., & Mulya, V. D. A. 2022. Mengungkap Rahasia Kesuksesan Manis Legitnya Madu Peternak Lebah Di Desa Gadu Kec. Gunungwungkal Kab. Pati Jawa Tengah”(Studi Kasus Usaha Ternak Lebah Madu Di Desa Gadu Kec. Gunungwungkal Kab. Pati Jawa. Solusi. 20(3): 208-219. Nasharuddin, N. A., Sunaryo, S., & Puspitarini, O. R. 2022. Analisa Kualitas Madu Akasia, Karet dan Randu Produksi PT Kembang Joyo Sriwijaya. Dinamika Rekasatwa: Jurnal Ilmiah (eJournal). 5(02). Prasetyo, B. A. 2014. Perbandingan mutu madu lebah Apis mellifera berdasarkan kandungan gula pereduksi dan non pereduksi di kawasan karet (Hevea brasiliensis) dan rambutan (Nephelium lappaceum) (Doctoral dissertation, Universitas Brawijaya). Purbaya R. 2002. Mengenal dan Memanfaatkan Khasiat Madu Alami. Bandung (ID): Pionir Jaya Sarwono, B. 2001. Lebah Madu (ed. Revisi). Jakarta: AgroMedia Pustaka. Savitri, N. P. T., Hastuti, E. D., & Suedy, S. W. A. 2017. Kualitas madu lokal dari beberapa wilayah di Kabupaten Temanggung. Buletin Anatomi dan Fisiologi (Bulletin Anatomy and Physiology). 2(1): 58-66. Sihombing, D. T. H. 2005. Ilmu Ternak Lebah Madu. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.