BAHASA DAN BENDERAKU
1
NASIONALISME SEJATI
1
2
Dewasa ini nilai-nilai dari sebuah
nasionalisme kebangsaan sangat memudar, arus
globalisasai dan teknologi terus menerus
menghantam generasi kita, konflik antar suku,
golongan serta paham radikal sangat
mengkhawatirkan. Indonesia adalah negara yang
memiliki kultur dari berbagai etnik, agama, bahasa,
budaya, dan ras. Mengingat hal tersebut, peran
bidang pendidikan kewarganegaraan sangat penting
untuk menumbuhkan dan mengembangkan budaya
demokrasi agar siswa tumbuh dan berkembang
dalam rahim pendidikan, sadar tentang
pengetahuan, keahlian keterampilan dan nilai-nilai
yang diperlukan untuk menyangga, memelihara dan
melestarikan budaya demokrasi sebagai generasi
penerus bangsa dimasa yang akan datang.
Bangsa Indonesia harus belajar dari sejarah
mengingat bahwa dalam mencapai sebuah
kemerdekan Indonesia dibutuhkan sebuah
3
pengorbanan yang sangat luar biasa dari pejuang-
pejuang kita. Semangat perjuangan inilah yang
harus kita lestarikan dan kita pupuk sepanjang
masa. Hal tersebut tercantum dalam Undang-
Undang Dasar 1945” bahwa kemerdekaan adalah
berkat rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa, oleh
sebab itu maka Rakyat Indonesia menyatakan
dengan ini kemerdekaanya”. Tujuan Indonesia
merdeka adalah melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia ,
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan sosial.
Pendidikan merupakan salah satu sarana
penting dalam menanamkan nasionalisme pada
generasi muda. Pendidikan di sekolah melalui
kegiatan kurikuler maupun ekstrakurikuler berupaya
menumbuhkan pemahaman dan penghayatan nilai-
nilai nasionalisme, misalnya melalui pelajaran
4
kewarganegaraan dan kegiatan upacara bendera.
Karena itu, pendidikan di sekolah seharusnya
mampu menanamkan nilai-nilai nasionalisme pada
peserta didik. Namun kenyataannya dalam proses
pendidikan di sekolah, terkadang guru hanya
menekankan ranah kognitif daripada afektif.
Nasionalisme seringkali disangka akan muncul
secara otomatis ketika siswa mampu menghafal
nama-nama tokoh pejuang kemerdekaan dan aneka
nama budaya bangsa Indonesia. Nasionalisme
bukan sekedar pengetahuan, karena nasionalisme
merupakan kesadaran yang terbangun dari akal dan
rasa. Penanaman nasionalisme melalui pendidikan
harus bertumpu pada ranah afektif yang terus
menerus dipupuk pada siswa sehingga membuat
peserta didik menjadi nasionalis-nasionalis yang
mencintai Indonesia. Semoga dengan adanya
Kurikulum 2013 ini mampu mengedepankan
karakter-karakter positif para peserta didik dan
5
mengembangkan semua ranah baik kognitif, afektif
maupun psikomotorik.
6
GENERASI MILENIAL YANG
CERDAS
2
7
Kemampuan adalah manivestasi diri dalam
kehidupan serta kesanggupan kita untuk menjawab
permasalahan kehidupan bangsa agar bisa tetap
kokoh berdiri dalam setiap masa. Indonesia sebagai
negara bertaburan etnik, agama, bahasa, budaya,
kelompok sosial dan nilai. Tantangan utama adalah
bagaimana menyatukan segala perbedaan, menjadi
suatu tatanan masyarakat yang memiliki sikap
demokratis. Tuntuan agar demokrasi lebih optimal
hanya akan terjadi apabila semua rakyat dapat
mengenal, percaya, dan memiliki komitmen satu
sama lain. sekolah harus bertumpu kepada
masyarakat disekitarnya, namun harus mencegah
masuknya sikap dan perbuatan yang sadar atau
tidak namun dapat menimbulkan pertentangan
antara kita sama kita karena perbedaan suku,
perbedaan agama, perbedaan asal-usul keturunan
dan tingkat sosial ekonomi serta perbedaan paham
politik. Keterlibatan peserta didik dalam bersikap
demokratis di sekolah sangat besar pengaruhnya.
8
Pengaruh tersebut, tidak terlepas dari prestasi
belajar Pendidikan Kewarganegaraan yang diyakini
dapat mencerminkan tingkat pemahaman tentang
demokrasi melingkupi berbagai bidang kehidupan,
termasuk bidang organisasi di sekolah.
Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaran
merupakan pembelajaran yang mempunyai peran
yang sangat penting di sekolah dan dalam
kehidupan sehari-hari pada peserta didik.
Pendidikan Kewarganegaraan adalah suatu mata
pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan
warga negara dan merupakan sarana untuk
membekali peserta didik dengan pengetahuan dan
kemampuan dasar berkenaan dengan hubungan
antar warga negara serta pendidikan yang
berlandaskan bela negara agar menjadi warga
negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan
negara. Oleh karena itu, sangat disayangkan
apabila sejarah kerukunan bangsa Indonesia yang
sudah tumbuh beratus-ratus tahun lamanya ini
9
harus dihancurkan oleh kebencian yang disebabkan
oleh keserakahan dan perebutan kekuasaan di
antara kelompok-kelompok tertentu. Tentunya
perpecahan seperti negara-negara itu tidak kita
inginkan terjadi di negara yang kita cintai ini.
Tanggung jawab ini terletak pada kita semua,
terlebih pada bahu dan pundak para generasi muda
yang hidup di zaman now khususnya bagi generasi
milenial.
Generasi milienial yang saat ini berumur antara
18–36 tahun, merupakan generasi di usia produktif.
Generasi yang akan memainkan peranan penting
dalam kelangsungan keidupan berbangsa dan
bernegara. Keunggulan generasi ini memiliki
kreativitas tinggi, penuh percaya diri serta
terkoneksi antara satu dengan lainnya. Namun,
karena hidup di era yang serba otomatis, generasi
ini cenderung menginginkan sesuatu yang serba
instan dan sangat mudah dipengaruhi. Hal inilah
yang menjadi titik kritis bagi masa depan negara
10
dan bangsa kita. Sungguh merupakan suatu ironi di
tengah masifnya perkembangan teknologi
komunikasi saat ini, tetapi di sisi lain, ternyata hal itu
tidak mampu mendekatkan dan menyatukan anak
bangsa. Era komunikasi terbukti memberi jaminan
akses dan kecepatan memperoleh informasi. Akan
tetapi, acapkali menciptakan jarak serta membuat
tidak komunikatif. Bahkan, berujung dengan
rusaknya hubungan interpersonal.
11
BENTENG DIRI DARI PAHAM
INTOLERANSI SERTA RADIKAL
3
12
Anak-anak di sekolah tingkat dasar dan
menengah bahkan taman kanak-kanak berisiko
terpapar ajaran intoleransi dan radikalisme. Para
pendidik Islam perlu menyadari betapa pentingnya
pemberian pemahaman agama Islam dikemukakan
dengan jelas dan rasional kepada peserta didik,
khususnya pada bidang akidah agar kepercayaan
mereka terhadap bahaya potensi radikalisme ini
dapat mereka pahami dengan baik. Walhasil
peserta didik tidak mudah terdoktrin dan terbawa
arus oleh organisasi yang berpotensi radikal.
Guru Pendidikan Agama di sekolah atau
madrasah berperan penting juga dalam memberikan
pemahaman tentang isu-isu atau potensi-potensi
yang terkait dengan adanya radikalisme, sehingga
para generasi muda bisa mendapatkan pemahaman
tentang kecintaan terhadap tanah air, pentingnya
persatuan dan kesatuan, kerukunan hidup
beragama, dan perbedaan pendapat. Melalui
13
pemahaman yang baik terhadap hal-hal tersebut
diharapkan dapat menghindarkan dari paham dan
potensi-potensi yang memicu radikalisme dan
terorisme.
Guru sebagai ujung tombak pendidikan nasional
memiliki peran strategis dalam rangka
“mencerdaskan kehidupan bangsa”, sebagaimana
terkandung dalam Pembukaan UUD 1945. Artinya
siapapun gurunya, apapun mata pelajaran dan
jenjang sekolah tempat mengajar, semestinya
paham, bahwa mereka adalah insan pedagogis
yang sedang melakukan aktivitas kebangsaan,
berlomba-lomba mencapai tujuan bernegara. Tapi
kenyataannya terbalik, ada oknum guru yang justru
mengajarkan kepada siswa untuk memusuhi negara
ini dengan segala konsensus dan simbol-simbol
kebangsaannya. Mengatakan bahwa Pancasila
adalah thogut, UUD 1945 (dan segala perangkat
hukum di bawahnya) adalah buatan manusia
sehingga tak wajib dipatuhi, hormat kepada bendera
14
merah putih adalah haram atau bid’ah bahkan ada
oknum guru yang terlibat aktif menjadi anggota
Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
Para siswa kita hanya dibiasakan menjawab
soal-soal kelas rendah, berupa pilihan ganda (PG)
belaka. Keterampilan berpikir masih tingkat rendah
(lower order thinking skill); mengingat, menghafal
dan memahami. Berhenti pada jenjang memahami
sebuah teks atau peristiwa. Belum bergerak naik
mengaktifkan keterampilan berpikir tingkat tinggi,
menganalisis, membandingkan,
mengkomunikasikan, mengkritisi, problem solving
dan berkreasi (HOTS). Belum terbiasanya guru
mendengarkan argumentasi siswa, guru tahu
segalanya sedangkan siswa tidak tahu, guru selalu
benar, guru adalah sumber belajar satu-satunya.
Akibatnya adalah siswa merasa inferior di hadapan
guru. Siswa takut bicara dan menyampaikan
pendapatanya secara terbuka di depan kelas.
Bahkan jika pun ada siswa yang kritis, maka akan
15
dianggap kurang sopan. Sekolah kurang
memberikan ruang aktualisasi diri kepada siswa.
Pola-pola seperti itulah yang masih lazim terjadi di
dunia persekolahan kita.
Para guru mesti menyegarkan keterampilan
mengajarnya. Kewajiban pemerintah sebenarnya
untuk memenuhi tuntutan ini. Praktik pembelajaran
yang menarik, kreatif, berpikir kritis dan berpusat
pada siswa. Inilah tantangan yang mesti dilakukan
guru sekarang. Apalagi yang diajar adalah Generasi
milenial, yang bahasa zamannya berbeda dengan
gurunya yang berasal dari Generasi dahulu bahkan
sebelumnya.
Tinggalkan pembelajaran yang memberi ruang
superioritas bagi guru. Guru jangan lagi mendoktrin
di depan kelas. Mendidik itu bukan proses
doktrinasi. Tapi proses pembangunan karakter
melalui argumen & dialog. Bukan melalui monolog.
Berdasarkan diagnosis masuknya bibit radikalisme
ke sekolah di atas, kepala sekolah/ ketua yayasan
16
berperan penting melakukan pembinaan kepada
guru yang sudah kadung intoleran bahkan radikal.
Kepala sekolah harus memetakan pemahaman
“ideologis” para guru. Apalagi bagi calon guru,
misalnya di swasta. Rekrutmen guru baru tidak
hanya mensyaratkan kompetensi guru, tetapi
menambahnya dengan kemampuan (keterampilan)
wawasan kebangsaan guru.
Sangat penting pemantauan konten
pembelajaran guru di kelas. Bisa dikroscek lewat
siswa. Siswa pun harus berani melaporkan kepada
wali kelas/ kepala sekolah jika ada guru
mengajarkan intoleransi di kelas. Siswa jangan
sungkan apalagi takut menyampaikan/ memprotes
(tentu dengan adab yang baik). Triangulasi
informasi antara kepala sekolah, wali kelas dan
siswa (orang tua) harus dilakukan kontinu. Sekolah
juga harus ketat dan tegas dalam membuat
kegiatan kesiswaan. Ruang aktivitas dan kreativitas
siswa mutlak harus ada, tetapi dengan kontrol yang
17
baik dari sekolah. Agar doktrin radikalisme tidak
terinfiltrasi masuk melalui pihak luar tersebut.
Sudah waktunya bagi Puskurbuk (Pusat
Kurikulum dan Perbukuan) Kemdikbud membuat
“model pembelajaran” bermuatan pencegahan
radikalisme, intoleransi dan terorisme bagi semua
guru mata pelajaran & jenjang. Termasuk pelatihan
yang berjenjang, berkelanjutan dan berkualitas.
Karena tugas untuk mencegah radikalisme di
sekolah itu bukan hanya tugas guru Pendidikan
Agama saja, tapi tugas pokok semua guru.
Untuk membentengi diri dari kehancuran
akibat pesatnya perkembangan teknologi dan
upaya-upaya memecah bangsa, maka bangsa ini
harus kembali kepada Pancasila. Pancasila sebagai
falsafah bangsa Indonesia, telah berkembang
secara alamiah dari perjalanan panjang sejarah,
berisikan pandangan hidup, karakter dan nilai-nilai
luhur bangsa Indonesia. Nilai nilai luhur yang
terkandung di dalam Pancasila itu ialah semangat
18
bersatu, menghormati perbedaan, rela berkorban,
pantang menyerah, gotong royong, patriotisme,
nasionalisme, optimisme, harga diri, kebersamaan,
dan percaya pada diri sendiri. Pancasila harus
dijadikan cara hidup (way of life) seluruh anak
bangsa dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara. Pancasila tidak perlu
lagi diajarkan secara formal dengan tampilan kaku,
tetapi yang terpenting ialah hakikatnya tetap
terpelihara dan diamalkan.
Dalam melaksanakan langkah-langkah itu,
diperlukan sinergisme lintas kelembagaan, untuk
bersama-sama mengaktualisasikan Pancasila
melalui sistem dan dinamika kekinian. Kampus
memegang peranan penting dalam menanamkan
nilai-nilai Pancasila kepada generasi milenial
sehingga tidak ada indikasi perkembangan paham
lain.
Generasi milenial harus berada di depan,
memegang obor untuk mencegah paham-paham
19
yang bertentangan dengan Pancasila agar tidak
masuk ke dalam kampus sehingga masa depan
pendidikan dan nasib generasi penerus bangsa ke
depan tidak berada di jalan yang salah. Arah
perjalanan bangsa ini berada di tangan generasi
milenial, generasi muda yang saat ini tengah
membaca tulisan ini, yang akan menerima tongkat
estafet pembangunan. Mari jaga, rawat dan
senantiasa memelihara nilai-nilai Pancasila dalam
kehidupan kita sehari-hari.
20
BENDERA DAN BAHASAKU
ADALAH NAFASKU
4
21
Sang Merah Putih sebagai identitas bangsa
memiliki perjalanan sejarah yang panjang. Mulai
dari awal pemakaian warna merah putih, dijadikan
sebagai identitas nasional hingga ditetapkan
sebagai bendera nasional. Awal penggunaan warna
merah putih muncul dari rakyat Indonesia sendiri
dan disetujui bersama sebagai bendera kebangsaan
Indonesia.
Warna merah putih yang dijadikan sebagai
warna bendera nasional memiliki makna yang suci.
Warna merah bermakna keberanian dan warna
putih bermakna kesucian. Selain memiliki
makna, Sang Merah Putih juga memiliki fungsi dan
kedudukan sebagai identitas dan jati diri bangsa,
kedaulatan bangsa dan lambang tertinggi negara.
Sejak duduk di bangku Sekolah Dasar, kita
telah dipaksa untuk menerima pemaknaan warna
bendera Indonesia, merah artinya berani dan putih
22
artinya suci. Rasanya tidak ada pengajar atau guru
yang mendorong kita untuk mengkritisi pemaknaan
simbolik tersebut, atau untuk memaparkan sudut
pandang lain tentang warna tersebut. Hal ini guru
harus mengupayakan memberikan pengetahuan
kepada anak didiknya untuk menanamkan
pemahaman makna dari warna bendera kita.
Sejak pendidikan dasar telah diajarkan
bahwa makna bendera Indonesia yang duplikatnya
harus diberi penghormatan saat upacara hari Senin
dan hari besar nasional itu merupakan simbol yang
merepresentasikan gagasan ‘berani’ dan ‘suci’ yang
dinyatakan sebagai falsafah sosial dan masyarakat
Indonesia. Namun gambaran yang agak berbeda
dalam pemaknaan warna merah saya temui di luar
kelas, yakni di antara masyarakat umum. Salah
satunya adalah klasifikasi yang digunakan
masyarakat untuk menjelaskan umat muslim yang
masih memegang dan menerapkan kepercayaan
23
dan praktik kebudayaan Jawa dalam ritual
agamanya.
Istilah abangan secara harfiah berarti
merah, yang merujuk pada masyarakat Jawa yang
memasukkan unsur-unsur budaya Jawa yang
cenderung berakar dari tradisi Hindu Buddha,
sehingga dalam ritual pun masih dapat ditemui
adanya sinkretisme aspek-aspek kebudayaan
dalam implementasi praktik agama seperti upacara
kematian.
Masyarakat Jawa yang disebut kaum
abangan akan memiliki perhitungan hari yang
berdasarkan pada tradisi weton Jawa untuk
menentukan hari pelaksanaan pengajian, dan juga
menggunakan unsur-unsur seperti bunga dan
sesajen dalam rangkaian upacara kematian. Di sisi
lain, mereka yang menerapkan ajaran Islam
ortodoks dalam ritual agama disebut dengan
24
kelompok ‘putih’, biasanya terdiri dari para pemuka
agama yang menempuh pendidikan agama Islam di
pondok pesantren. Fenomena dikotomi abangan
dan putih tersebut bisa ditemui pada hampir seluruh
lapisan masyarakat di daerah Jawa yang notabene
didominasi oleh penganut agama Islam.
Pada fenomena sosial tersebut, warna
digunakan sebagai simbol yang menyimpan makna
yang berkaitan dengan kehidupan spiritual
masyarakat Jawa. Yang menarik adalah bagaimana
simbolisme warna merah telah berubah, tidak lagi
‘berani’ dalam kerangka heroisme, namun
berhubungan dengan makna “bid’ah” dari kacamata
ajaran Islam ortodoks karena menyisipkan tradisi di
luar tatanan teologis. Sehingga terjadi pergeseran
makna dari warna merah yang ada di dalam
masyarakat Jawa. Menurut saya di tanah Jawa tidak
bermaksud untuk memecah belah masyarakat,
karena tidak ditemukan adanya upaya atau
25
pendapat yang menjurus ke arah tersebut . Yang
dilakukannya hanyalah membuat klasifikasi untuk
memudahkan analisis tentang bagaimana
masyarakat Jawa, dalam sinkretisme unsur-unsur
tradisi Jawa dalam praktik agama Islam. Namun
yang menarik di sini adalah bagaimana dikotomi
merah-putih tersebut dijadikan suatu bentuk stigma
sosial.
Demikian halnya Burung Garuda yang
menjadi lambang dan simbol NKRI, sepatutnya
memiliki makna yang mewakili nilai filosofi dari
kelima sila Pancasila. Sayangnya, seiring
perkembangan zaman yang kian mengglobal dalam
pengaruh budaya dunia yang universal,
pemahaman akan simbol-simbol yang membentuk
jati diri bangsa Indonesia tersebut terlihat mulai
luntur dan merosot. Kondisi tersebut diperparah
oleh lemahnya program pewarisan nilai, sehingga
nilai-nilai luhur yang terwakili oleh lambang Burung
26
Garuda mulai berkarat dan mengeropos. Remaja
dan anak-anak masa kini, jangankan
mengamalkannya nilai-nilai luhur Pancasila, sila-sila
dalam Pancasila pun bahkan ada yang tidak
mengetahuinya, apalagi menghafalkannya.
Padahal, keberadaan identitas nasional dan jati diri
suatu bangsa harus dijaga agar bangsa tersebut
tidak mudah ditindas oleh bangsa lain dan menjadi
bangsa yang kuat. Hal itu justru diawali dengan
pemahaman akan makna yang terdapat dalam
simbol atau lambang negara, dalam hal ini bendera
dan Garuda Pancasila.
Perlakuan terhadap Sang Merah Putih
berbeda dengan kain lain. Penghormatan
terhadapnya pun patut dilakukan sebagai
perwujudan kecintaan terhadap tanah air dan
penghargaan atas jasa para pejuang bangsa.
Identitas Nasional adalah jati diri yang telah dimiliki
suatu bangsa, yang juga diadopsi dari nilai-nilai
27
budaya, agama, dan sejarah. Identitas Nasional
dapat dilihat dari pola perilaku yang nampak dalam
suatu masyarakat, lambang-lambang yang
menjadi ciri bangsa dan negara, termasuk bendera
nasional.
Bendera bangsa Indonesia yang disebut
Sang Saka Merah Putih mengandung sejarah yang
panjang mulai dari asal usulnya hingga kini. Dalam
sejarah, merah putih diambil dari mitologi
Austronesia yang melambangkan tanah dan langit
dan ternyata pada zaman kerajaan dahulu pernah
dipakai oleh kerajaan-kerajaan kuno di Indonesia.
Karena merupakan identitas nasional, bendera
Merah Putih tidak dapat digunakan seenaknya,
terdapat undang-undang yang membahas tentang
identitas nasional yang meliputi bendera, bahasa,
lambang negara, dan lagu kebangsaan.
28
Bendera negara merupakan manifestasi
sejarah dan juga ciri khas suatu negara, yang harus
dihormati oleh setiap warga negara. Harus ada
sanksi apabila warga negara menghina dan
merendahkan bendera negara. Selanjutnya yang
tidak kalah penting untuk dilakukan adalah
meneguhkan dan mengaktualisasikan kembali
budaya bangsa yang diyakini mampu meningkatkan
semangat kebangsaan, contohnya seperti
membudayakan upacara bendera, dan
menanamkan nasionalisme serta patriotisme,
sehingga masyarakat dengan sendirinya
mempertahankan identitas nasional karena
kecintaannya terhadap tanah air.
Selanjutnya tentang bahasa yaitu bahasa
Indonesia. Bahasa Indonesia mempunyai 2
kedudukan yang pertama berkedudukan sebagai
bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi
sebagai: (1) bahasa resmi kenegaraan; (2) bahasa
29
pengantar dunia pendidikan; (3) alat perhubungan
dalam tingkat nasional untuk kepentingan
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan
nasional serta kepentingan pemerintah; dan (4) alat
pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan,
dan teknologi.
Pemakaian bahasa Indonesia oleh warga
masyarakat kita di dalam hubungan dengan
upacara, peristiwa, dan kegiatan kenegaraan.
Dengan kata lain, komunikasi timbal balik
antarpemerintah dan masyarakat berlangsung
dengan mempergunakan bahasa Indonesia. Untuk
melaksanakan fungsinya sebagai bahasa resmi
kenegaraan dengan sebaik-baiknya, pemakaian
bahasa Indonesia perlu senantiasa dibina dan
dikembangkan, penguasaan bahasa Indonesia perlu
dijadikan salah satu faktor yang menentukan di
dalam pengembangan dalam berbagai aspek yang
dimulai dari dunia pendidikan karena bahasa
30
Indonesia berfungsi pula sebagai bahasa pengantar
di lembaga-lembaga pendidikan mulai dari taman
kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi di
seluruh Indonesia.
Penggunaan bahasa di sekolah dilakukan
melalui pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah.
Dari sekolah dasar sampai sekolah tingkat atas
bahkan perguruan tinggi memperoleh pelajaran
bahasa Indonesia. Jika penyampaian materi
pelajaran bervariasi dan menarik, tentu selain
mereka memperoleh pengetahuan tentang bahasa
Indonesia, mereka juga memiliki sikap positif
terhadap bahasa Indonesia. Disamping pemberian
materi pelajaran, pembinaan dan
menumbuhkembangkan sikap positif dapat
dilakukan dengan cara memberi kesempatan
peserta didik untuk membuat majalah dinding,
menulis artikel-artikel yang dimuat dalam majalah
dinding, dan kegiatan menulis kreatif yang lain.
31
Memberi kesempatan kepada peserta dalam
kegiatan penulisan karya ilmiah remaja dan lomba
karya ilmiah akan menumbukan sikap positif mereka
terhadap bahasa Indonesia. Mengembangkan
metode pembelajaran yang dapat meningkatkan
kemampuan siswa berbicara, sehingga mereka
kelak akan mampu menyuarakan apa yang ada
dalam hati nurani dan pikiran mereka.
Sebagai alat pengembang kebudayaan
nasional, ilmu pengetahuan, dan teknologi, bahasa
Indonesia adalah satu-satunya bahasa yang
digunakan untuk membina dan mengembangkan
kebudayaan nasional yang memiliki ciri-ciri dan
identitas sendiri. Selain itu, bahasa Indonesia
digunakan untuk memperluas ilmu pengetahuan
dan teknologi modern baik melalui penulisan buku-
buku teks dan non teks, penerjemahan, penyajian
pelajaran di lembaga-lembaga pendidikan umum
32
maupun melalui sarana-sarana lain di luar lembaga
pendidikan.
Bahasa indonesia sebagai bahasa nasional.
sebagai bahasa nasional berarti bahasa Indonesia
tidak mengikat pemakainya untuk sesuai dg kaidah
baku dan dasar. Bahasa Indonesia digunakan
dalam acara tidak resmi ataupun santai. Yang
terpenting komunikasi dalam pergaulan dan
hubungan antar warga maksud dapat dipahami atau
tersampaikan maknanya. pemakai bahasa
Indonesia dalam konteks bahasa nasional bebas
menggunakan ujaran baik lisan, tulisan, maupun
lewat kinesik atau gerakannya. Kebebasan
penggunaan ujaran itu juga ditentukan oleh konteks
pembicaraan tergantung kepada siapa, untuk apa
dan dimana komunikasi terjadi.
Bahasa Indonesia menunjukan proses
sosial, budaya, dan politik yang menjadi sikap
33
bersama sebagai bangsa Indonesia. Bahasa
Indonesia juga dapat dianggap sebagai cerminan
sikap kebangsaan untuk memajukan Bhineka
Tunggal Ika. Sebagai sebuah produk sosial-budaya
yang bhineka. Bahasa daerah dan bahasa asing
dalam pendidikan harus dapat meningkatkan peran
bahasa Indonesia sebagai peneguh identitas
bangsa yang menyatukan keberagaman suku
bangsa di Indonesia. Dalam interaksi antarsuku
bangsa di Indonesia, bahasa Indonesia memegang
peranan penting dalam menjembatani komunikasi
penduduk berbeda suku, baik dalam satu pulau
maupun antarpulau.
Luas penyebaran suatu bahasa
menunjukkan bahwa bahasa tersebut banyak
disenangi oleh para komunikator, lalu bahasa
tersebut mudah dipelajari dan enak digunakan. Dan
juga masyarakat penggunanya adalah orang-orang
yang memiliki wibawa, prestasi dan prestise yang
34
tinggi sehingga masyarakat dari luar bahasa itu
berasal akan merasa bangga jika menggunakan
bahasa tersebut. Sebagai warga negara Indonesia
yang baik, mencintai dan menjunjung martabat
bangsa dan negara menjadi kewajiban yang harus
selalu dilaksanakan. Bangga menggunakan bahasa
Indonesia yang baik dan benar adalah merupakan
salah satu cara menjaga martabat bangsa dan
negara dihadapan bangsa-bangsa lain.
Bahasa indonesia perlu mendapatkan
perhatian khusus terutama bagi pembelajaran
bahasa Indonesia. Guru sebagai sumber utama
posisi pembelajaran bahasa Indonesia sehingga
bahasa Indonesia tidak akan terpinggirkan oleh
bahasa asing karena dalam sejarah bangsa
Indonesia sendiri, bahasa indonesia adalah bahasa
persatuan. Indonesia adalah negara yang memiliki
beragam bahasa dan budaya, maka harus ada
bahasa pemersatu diantara semua itu. Seperti misal
35
digunakannya bahasa Indonesia dalam berbagai
macam media komunikasi. Misalnya saja Acara
televise, koran, majalah, buku, komik, spanduk,
baliho, iklan, siaran radio, website, dll.
Proses pendidikan penanaman ideologi
pancasila mengacu pada filosofis bendera dan
bahasa dimulai dari lingkungan sekolah. Hal ini
dimaksudkan untuk mencegah pemikiran intoleransi
serta bibit radikalisme yang menyimpang baik
secara formal maupun tidak formal serta dapat
menghindari dan mengantisipasi penyebarannya.
Hal yang dapat dilakukan untuk menanamkan nilai-
nilai nasionalisme di lingkungan sekolah dalam
rangka menangkal paham dan ajaran intoleransi
serta paham radikalisme, mengembangkan metode
pembelajaran yang terkait dalam paham
nasionalisme seperti, pendidikan kewarganegaraan
dan studium general dengan mengadakan tugas
yang mewajibkan budaya literasi sebelum beropini
36
maupun bertindak sebagai warga negara Indonesia.
Menyelenggarakan kegiatan kolaborasi karya antar
siswa dari berbagai sekolah sekolah di Indonesia
sebagai bentuk praktik menyikapi keberagaman
ideologi dan budaya di negeri sendiri juga dapat
dilakukan dengan mengadakan suatu acara yang
mencakup sosialisasi ideologi pancasila seperti,
screening film yang membawa pesan moral
mencakup ideologi pancasila sebagai landasan
hidup dalam negara Indonesia.
Menurut saya tidak ada artinya apabila
tidak dilakukan pembiasaan dari diri sendiri terlebih
dahulu dan diperlukan keyakinan yang utuh bahwa
ideologi pancasila merupakan ideologi yang ideal
untuk Indonesia. Terlepas dari hal diatas kita
menyadari perlunya penelitian lebih lanjut dalam
mengidentifikasi pemahaman akan radikalisme dan
upaya pencegahan di kalangan anak didk kita
sekolah seperti, menggunakan metode penelitian
37
berupa wawancara yang melibatkan subjek yang
berinteraksi dengan siswa dan lingkup sekolah atau
observasi langsung.
Kita sebagai rakyat Indonesia terkhusus
sebagai seorang pendidik, mari mulai berbenah diri
membangun negeri tercinta ini Indonesia agar
negara kita kedepan bisa menjadi bangsa yang
bermartabat, mandiri, disegani, makmur, adil dan
sejahtera, meskipun bisa kita mulai dari hal-hal yang
sederhana dari lingkungan keluarga menuju
lingkungan sekolah, lanjut ke lingkungan
masyarakat, kemudian menuju lingkungan
pekerjaan dan seterusnya.
38
PERAN PENDIDIK SAAT INI
5
39
Guru sebagai pendidik serta para akedemisi
berperan penting dalam pencapaikan pendidikan
serta pengembangan potensi siswa saat ini. Konsep
pendidikan akan sangat penting ketika seseorang
harus memasuki kehidupan masyarakat dan dunia
kerja bahwa pendidikan merupakan upaya yang
terorganisir, berencana dan berlangsung kontinyu
(terus menerus sepanjang hayat) ke arah
membina manusia/ peserta didik menjadi insan
paripurna, dewasa dan berbudaya. Dengan
demikian pendidikan sebagai upaya pengembangan
potensi siswa harus dilakukan dalam usaha sadar
manusia dengan dasar dan tujuan jelas, ada
tahapannya dan ada komitmen bersama di dalam
proses pendidikan.
Saat ini salah satu masalah yang dihadapi
Pendidikan adalah lemahnya kualitas proses
pembelajaran. Proses pembelajaran masih
menekankan pada fakta dan informasi, di kelas
40
diarahkan kepada kemampuan anak untuk
menghapal, lebih mementingkan isi daripada
proses, menganggap apa yang diketahui dapat
diamalkan siswa serta siswa kurang diarahkan
kepada pembelajaran yang menghubungkan dirinya
dengan kehidupan sehari-hari. Kesiapan pendidik
menetukan keberhasilan dalam pembelajaran
terkadang masalah pembelajaran tidak dilibatkan
dalam isu-isu kontemporer, kompentensi guru serta
sarana prasarana yang sangat minim materi
pembelajaran yang kurang serta lingkungan sekolah
yang tidak baik.
Pembelajaran-pembelajaran seperti halnya
tentang pendidikan kewarganegaraan pada jenjang
persekolahan akan mampu membentuk karakter jika
dilakukan secara kontekstual, bukan tekstual. Bukan
suatu rahasia lagi, bahwa pembelajaran selama ini
lebih menitikberatkan pada tekstual daripada
kontekstual dan diberikan secara indoktrinasi,
41
sehingga pembelajaran hanya terjadi informasi dan
komunikasi satu arah, siswa pasif dan hanya
mendengarkan apa yang diceramahkan oleh guru,
akibatnya siswa hanya memperoleh materi yang
sifatnya hafalan saja yang tidak banyak memberikan
kesempatan pada siswa untuk mengemukakan
gagasan pikiran-pikirannya.
Penyelenggaraan belajar ini harus sesuai
dengan Tujuan Pendidikan Nasional yang
dirumuskan dalam Undang-Undang No. 20 tahun
2003, Pasal 3 yang mengembangkan potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuahn Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga Negara yang
demokratis serta bertanggung jawab. Dalam hal ini
Khusus Pendidikan Kewarganegaraan, di dalam UU
Sisdiknas No. 20 tahun 2003 tersebut ditegaskan
bahwa materi kajian Pendidikan Kewarganegaraan
42
wajib termuat baik dalam kurikulum Pendidikan
Dasar dan Menengah maupun kurikulum
Pendidikan Tinggi (pasal 37). Pendidikan
Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang
memfokuskan pada pembentukan
kewarganegaraan yang memahami dan mampu
melaksanakan hak-hak dan kewajiban untuk
menjadi warganegara Indonesia yang cerdas,
terampil dan berkarakter yang diamanatkan oleh
Pancasila dan UUD 1945.
Konsep ini adalah bahwa suatu sistem
pembelajaran kewarganegaraan merupakan mata
pelajaran secara kurikuler dirancang sebagai subjek
pembelajaran yang bertujuan agar peserta didik
mampu: (a) berpikir secara kritis, rasional dan
kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan; (b)
berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab,
dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta
43
anti korupsi; (c) berkembang secara positif dan
demokratis untuk membentuk diri berdasarkan
karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat
hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya; (d)
berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam
percaturan dunia secara langsung atau tidak
langsung dengan memanfaatkan tehnologi informasi
dan komunikasi.
Penekanan akan konsep cinta tanah air jiwa
patriotisme serta wawasan kebangsaan sangat
diperlukan serta pemahaman akan agama yang
luas berorientasi pada toleransi serta kegotong
royongan sebagai nilai falsafah bangsa.
Radikalisme dapat dikatakan suatu faham atau cara
fikir yang menjadi landasan untuk melakukan
geralan kriminal atau teror . Dalam dunia pendidikan
tidak bisa terhindar dari fenomena fenomena
kekerasan yang menjadikan tujuan pendidikan
gagal di raih. Radikalisme bisa muncul dari berbagai
44
elemen dalam pendidikan. Secara umum fenomena
radikalisme dalam pendidikan lahir dari guru kepada
siswa, dari siswa kepada guru dan juga dari orang
tua/masyarakat kepada elemen elemen yang ada di
dalam pendidikan.
Perubahan situasi dan lingkungan serta
suasana pendidikan yang melahirkan perubahan
orientasi tersebut bukanlah tanpa sebab. Justru
perubahan atau pergeseran itu merupakan akibat
dari perkembangan atau dinamika budaya yang
menerpa masyarakat. Artinya masing masing
elemen dalam pendidikan tidak mampu mengambil
nilai nilai positif atau manfaat akibat perkembangan
ilmu pengetahuan, teknologi dan kebudayaan.
Mayoritas masyarakat justru mengambil makna
negatif dari perubahan dan perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi dan kebudayaan.
Transparansi yang dimaksudkan untuk sarana
pertanggung jawaban tugas dan perannya malah
45
berubah menjadi ajang mencari cari kesalahan
orang lain yang akhirnya menyengsarakan pihak
pihak tertentu. Sikap humanis atau memanusiaan
orang lain yang dimaksudkan sebagai bagian dari
upaya saling menghargai dan menghormati malah
berubah menjadi realitas saling menyepelekan yang
berujung tidak ada kepatuhan satu dengan lainnya.
Seperti kebiasaan terdahulu akan nilai sopan
santun Etika yang seharusnya dijunjung tinggi
semua pihak, tetapi di lembaga pendidikan seperti
sekolah seakan akan tidak ada lagi saling hormat
antar guru, antara siswa kepada guru dan antara
guru dengan pimpinan. Siswa instan, sekolah serba
mudah, cepat dan meraih hasil yang memuaskan.
Guru juga selalu mengharap pekerjaan yang serba
mudah sehingga terkesan tidak mau repot dalam
menjalankan tugas dan fungsinya sebagai pendidik.
Orang tua yang seharusnya mendukung penuh
proses pendidikan dan pembelajaran anaknya
46
disekolah juga terkesan kurang perhatian atau
kurang mendukung sehingga seolah olah sekolah
dibiarkan menjalankan tugas tugas pendidikan.
Sebagai upaya dalam membendung gerakan
radikalisme dalam pendidikan adalah dengan cara
memerkuat pola jaringan kerjasama internal sekolah
dan jaringan eksternal antara sekolah dengan
masyarakat dan orang tua siswa. Kerjasama
internal adalah kerjasama yang rapi dan kompak
antara pimpinan kepada guru, antar sesama guru
dalam menghadapi, memahami dan menyelesaikan
persoalan siswa. Langkah-langkah yang dilakukan
antara guru satu dengan lainnya, antara pimpinan
satu dengan yang lain harus singkron sehingga
tidak muncul kesan berbeda beda dalam melihat
persoalan siswa. Kerjasama antar sekolah dengan
masyarakat dan orang tua adalah pola koordinasi
secara rutin dan sistematis jika terdapat persoalan
yang muncul. Kerjasama dilakukan sesuai dengan
47
jenis problem dan kepentingan yang ada, dan
kerjasama tidak hanya dilakukan dalam konteks
memberikan solusi atas persoalan yang muncul
tetapi juga harus dilakukan dengan tujuan antisipasi
atau pencegahan munculnya persoalan dalam
pendidikan.
Ancaman sangat berbahaya dalam
mewujudkan kelangsungan kualitas pendidikan.
Radikalisme bisa muncul kapan saja, dari mana
saja dan dapat dilakukan oleh siapa saja. Oleh
sebab itu radikalsime perlu di sikapi secara utuh dan
komprehensif yang meliputi berbagai aspek
melakukan sinergi secara rapi dan tepat.
Radikalisme menyangkut persoalan cara pikir,
kepribadian dan sikap perilaku, oleh sebab itu cara
untuk mengeliminir munculnya radikalisme dimulai
dari pemahaman yang kontekstual Radikalisme.
Dalam melihat fenomena yang ada di dapam
kehidupan sosial. Cara pikir dan kepribadian
tawazun, moderat dan mengedepankan kebenaran
48
universal adalah langkah pertama dan utama untuk
mengeleminir gerakan radikalisme. Langkah teknis
lainnya berbagai elemen pendidikan yang
berwewenang harus segera melakukan langkah
langkah strategis dan teknis untuk menyusun
peraturan tentang perlindungan guru, agar guru
tidak mudah memperoleh perlakuan yang
dikriminatif, ancaman dari pihak manapun. Dengan
pemberlakuan peraturan perlindungann maka guru
dalam menjalankan tugasnya juga tidak akan
sewenang wenang kepada siapapun terutama
kepada Peserta didik. Pemberlakuan peraturan
pemberlakuan perlindungan guru harus diimbangi
dengan kerjasama intensis, utuh dan menyeluruh
dari berbagai pihak sehingga dalam realitasmya
benar benar sesuai harapan yaitu menangkal atau
menghilangkan radikalisme dalam pendidikan.
49
PENDIDIKAN PATRIOT
6
50