The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Kumpulan-Pentigraf-MGMP-SMA-Kabupaten-Jember-Jember

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by 16 Hilman Taris, 2023-03-27 14:32:01

Kumpulan-Pentigraf-MGMP-SMA-Kabupaten-Jember-Jember

Kumpulan-Pentigraf-MGMP-SMA-Kabupaten-Jember-Jember

Menggapai Asa Kumpulan karya cerita pendek tiga paragraf para guru yang tergabung dalam MGMP Bahasa Indonesia 2023


Prakata Alhamdulillah, puji syukur kepada Allah yang Maha Penyayang. Berkat karunia-Nya, naskah buku kumpulan cerita pendek tiga paragraf (pentigraf) ini telah terselesaikan, di sela-sela tugas dan kewajiban para guru yang hadir bersamaan. Sehingga tidaklah berlebihan bila kami mengucapkan rasa terima kasih untuk semua teman-teman penyumbang karya tulisannya. Semoga kumpulan cerita pendek tiga paragraf ini dapat menjadi sumber inspirasi untuk kita semua agar lebih kreatif, bermartabat dan mandiri. Jember, Maret 2023


DAFTAR ISI 1.TANGIS AMARAH DALAM RINDU.............................. 8 Indah Ita Utami, S.S., M.Li. (SMA Muhammadiyah 3 Jember) ............................................................................................. 8 2.SELAMAT JALAN IBU................................................. 11 Mohamad Shodili, S.Pd. (SMAN Kencong)........................ 11 3.CINTA GAIB.................................................................. 12 Ida Kurniawati, S.Pd (SMAN Rambipuji)........................... 12 4.MISUGARU ................................................................... 13 Endah Sulistyawati (SMAN Arjasa Jember )...................... 13 5.PANTAI.......................................................................... 15 Eka Lilik Kurniawati, M.Pd. (SMA Negeri 1 Tanggul) ....... 15 6.SITI SI PEKERJA KERAS.............................................. 16 Arini Widya Rahayu, S.Pd. (SMA Negeri 3 Jember)........... 16 7.DNA ............................................................................... 17 Siti Lailatus S (SMAN Jenggawah) .................................... 17 8.GARA-GARA SI MULUT BESAR................................. 18 Giyastutik, S.S. (SMA Negeri 4 Jember)............................. 18 9.DI PUCUK SENJA ......................................................... 20 Sulistyo Hartini, S.Pd.,M.Pd (SMA Negeri 3 Jember)......... 20 10.ARTI SEBUAH PERSAHABATAN ............................. 21 Krisnijamti,S.Pd (SMA Negeri Arjasa)............................... 21


11.INGKAR....................................................................... 22 Maulida Safitri (SMAN Mumbulsari) ................................. 22 12.SENJA YANG LAIN .................................................... 23 Sari Mustika Sripadma, S.Pd. (SMA Negeri 1 Jember) ....... 23 13.SOTO............................................................................ 25 Esti Budi Rahayu (SMA Negeri Jenggawah)....................... 25 14.KEBAHAGIAAN HAKIKI........................................... 27 Firman Hadi Santoso (SMA NURIS JEMBER) .................. 27 15.MELUKIS TAKDIR ..................................................... 29 Renny Praktika Dewi, S. Pd. (SMAN 2 Tanggul)................ 29 16.AKSI SELEBRASI........................................................ 31 Dyah Ayu Chandra Dewi (SMA Negeri Balung)................. 31 17.SAHABAT KECIL........................................................ 31 Sinjang Wulandari (SMAN 3 Jember) ................................ 31 18.BERAKHIRNYA SEBUAH KISAH ............................. 32 Diah Ragil Rahayu Suwito, S. S. (SMAN Jenggawah) ........ 32 19.BERTAHAN ATAU LEPASKAN................................. 34 Niswakhul Uliyah (SMA Negeri Balung)............................ 34 20.JUMAT BERKAH ........................................................ 35 Wiwik Astutiningsih, S.Pd (SMA Negeri 1 Jember)............ 35 21.KARTU SAKTIKU....................................................... 37 Eri Sutatik, S.Pd (SMAN 2 Tanggul).................................. 37


22.SAMBO TELAH DISHAMPOO................................... 39 Drs.Mustakip, M.Pd (SMAN 2 Tanggul) ........................... 39 23.RINDU.......................................................................... 41 Rohim Tusdiyah Indah, S.Pd (SMA Negeri Mumbulsari).... 41 24.CINTA SETULUS HATI .............................................. 42 Rosalia Purwanti (SMA Negeri Balung) ............................. 42 25.KEBANGGAAN........................................................... 43 Rike Afinda (SMA Negeri Jenggawah)............................... 43 26.“ YU SARIJEM “ .......................................................... 45 Imam Subaweh, S.Pd, M.Pd. (SMAN 1 Tanggul Jember) ... 45 27.AKHIR TANPA BATAS............................................... 51 Sherly Maretnowati, S. Pd. (SMAS Islam Kasiyan) ............ 51 28.BINGKISAN TAK BERTUAN..................................... 53 Indah Sulistyowati, S.Pd (SMA Negeri 3 Jember)............... 53 29.SEMALAM DI BUMI BLAMBANGAN ...................... 54 Ida Ernawati, S.Pd., M.Pd. (SMA Negeri 4 Jember)............ 54


1. TANGIS AMARAH DALAM RINDU Indah Ita Utami, S.S., M.Li. (SMA Muhammadiyah 3 Jember) Seorang anak yang terlahir dari keluarga harmonis dan limpahi kasih sayang dari kedua orang tua kini telah beranjak remaja. Anak tersebut bernama Dani. Kini, dia bersekolah di salah satu SMA swasta atas pilihan ibunya. Di usia 17 tahun, Dani dipaksa harus menerima takdir atas keputusan kedua orang tuanya yang sepakat berpisah. Jika dulu Dani menjadi juara kelas, Dani mulai menjelma menjadi sosok anak nakal yang sering bolos sekolah. Beberapa guru mulai resah akan tingkah laku Dani seolah mencari perhatian dan pendampingan khusus. Ada kalanya terdiam duduk di bangku pojok kelas seorang diri. Ada kalanya membuat onar hingga harus berhadapan dengan guru BK. Dani melangkahkan kaki menuju ruang BK. Dani sudah seringkali keluar-masuk sehingga menjadi suatu hal yang lazim bagi dirinya. Dani tak pernah mengabaikan panggilan dari guru BK. Dia begitu berserah diri menuju tanpa beban harus beralasan apa agar terbebas dari hukuman. Saat itu, Bu Yuli, guru BK Dani, mendekati Dani yang duduk sambil memegang gawai. “Dani, adakah yang akan kamu ceritakan kepada Bu Yuli berkaitan dengan masalah Ibu Dani?” Tanya Bu Yuli.


Seketika Dani menghentikan permainan di gawainya dan meletakkan. Dani mulai menunduk. “Bu Yuli, sudah tahu akan kepergian Ibu Dani ke Malaysia.” Ucap Bu Yuli. Dani masih menunduk. Kali ini, Dani mulai meneteskan air mata. “Dani, marah kepada Ibu?” Tanya Bu Yuli. “Dani marah Bu kepada Ibu. Kenapa Ibu pergi tanpa berpamitan sepatah atau dua kata kepada Dani. Dani diminta membeli oli sepeda. Namun, Ibu sudah tidak ada ketika Dani sampai ke rumah.” Ucap Dani. Dani mulai bercerita sambil sesegukan. “Dani juga kecewa, mengapa Ayah dengan mudahnya menikah setelah Ibu pergi ke Malaysia.” Tambahnya. “Dani tidak boleh bendi Ibu. Dani benci Ibu?” Tanya Ibu Yuli. “Dani tidak benci. Dani hanya marah kepada Ibu.” Katanya “Jika Ibu pulang ke Indonesia, Dani masih mau menerima Ibu?” Tanya Bu Yuli mempertegas sikap Dani. “Iya Bu. Dani masih mau. Dani ingin Ibu Dani pulang.”


“Iya. Ibu pasti pulang karena jikapun sudah tua Ibu pasti akan mencari Dani untuk mengurus Ibu. Ibu sayang kok sama Dani. Ibu Dani yang membiayai sekolah. Itu pilihan hidup yang sepertinya Ibu Dani juga tidak menginginkannya,” kata Bu Yuli, “Dani harus berubah menjadi anak yang lebih baik lagi. Jangan mengecewakan Ibu yang harus pontang-panting bekerja demi Dani. Tapi, Dani tidak mengindahkan usaha Ibu.” Tambahnya. “Iya Bu.” Ucap Dani. Setelah peristiwa itu, Dani mulai menunjukkan perubahan. Perubahan yang paling sederhana yaitu tidak bolos sekolah, rajin mengikuti salat, mengerjakan tugas, dan berpenampilan rapi. Begitulah anak, kita perlu sesekali mencari tahu penyebab perubahan dari sikap yang dilakukan. Dani memilih melampiaskan kemarahan dan kekecewaan terhadap orang-orang di sekelilingnya. Kini, Dani menjadi jati dirinya kembali. Dani tetap menantika kepulangan ibunya. Walaupun tidak pernah menerima kabar, hanya menerima uang sekolah. Dani menjadi anak yang bertanggung jawab dengan menjadi siswa terbaik dan tetap menjaga Amanah uang yang diberikan ibunya untuk biaya sekolah. “Tuhan, aku ingin Ibu kembali. Setelah lulus, aku akan bekerja dengan giat agar Ibu tak perlu harus jauh dariku. Aku begitu merindukan Ibu.” Ucap doanya dalam hati.


2. SELAMAT JALAN IBU Mohamad Shodili, S.Pd. (SMAN Kencong) SELAMAT JALAN IBU Wanginya merebak kemana-mana, wangi kenanga dan daun pandan jawa, memenuhi penjuru ruangan yang penuh sesak dengan orang-orang yang sebagian tak kukenal. Beberapa orang menyalamiku, ada juga yang sekedar menepuk bahuku lalu menyampaikan sesuatu entah apa, tak satu pun yang kudengar atau kemengerti, saat itu semua gerak bibir mereka seperti bahasa isyarat saja. Di ujung ruangan, di atas bale-bale kecil membujur kaku sesosok jenazah dengan kain hijau sebagai penutupnya, ujung dari setiap sisi pada kain itu dihiasi renda-renda serupa tali yang diplintir sedemikian rupa berbaris rapi, sementara di bagian tengah dibordir sebuah tulisan kaligrafi arab yang estetik dengan detail yang indah. Melihat pemandangan itu aku berharap ini hanyalah mimpi, sering saat kecil dulu, setelah hampir putus asa karena hampir terkejar penjahat, nyatanya itu hanya mimpi. Sayangnya kali ini aku tidak sedang tidur, aku berada dalam kesadaran penuh, bisa kubaca HP-ku, bisa kucubit tanganku, bahkan kucoba meminum air mineral di depanku, Alhamdulillah bisa. Berarti ini nyata, berarti


ibuku yang tiga hari ini kutunggui opname di rumah sakit, yang selalu kubisikkan padanya aku sangat menyayanginya, yang setiap bersujud kepadaNya selalu kumohonkan kesembuhan untuknya, berarti benar-benar telah berpulang dan meninggalkanku selamanya. Aku terduduk, tiba-tiba terasa sunyi yang mencekam, dunia terasa gelap, Selamat Jalan Ibuku…. 3. CINTA GAIB Ida Kurniawati, S.Pd (SMAN Rambipuji) Pagi tak secerah biasanya, awan mendung begitu tebal, tak terasa bel pergantian jam berbunyi itu pertanda Bu Mince harus masuk ke kelas XI IPA 2 untuk mengajar materi Cerpen. Bu Mince pun memulai pelajaran dengan menyapa murid muridnya terlebih dahulu "Assalamualaikum anak-anak, selamat pagi" sapa Bu Mince. Anak-anak pun menjawab dengan antusias, " walaikumsalam Bu Mince". Selang beberapa waktu sebelum memulai pelajaran tiba-tiba terdengar teriakan dari bangku pojok belakang. "Kamu pemfitnah,kamu tukang adu domba." Suara Adi dengan keras. Tak lama kemudian Sito membalas dengan teriakan" Jangan nuduh tanpa bukti, bisa aku sikat habis mulutmu", teriak Sito. Karena terkejut


akhirnya Bu Mince nyamperin ke dua anak tersebut sambil bertanya, " ada apa ini? Sepagi ini kalian sudah berantem? Ayo kalian berdua sekarang ke ruang BK!" Perintah Bu Mince. Setelah Bu Mince menginterogasi mereka berdua, ternyata Sito dan Adi memang musuh bebuyutan sejak SMP, dan masalah yang tak kunjung selesai itu ternyata berakar dari berebut Cinta, sementara gadis yang diperebutkan saat ini sudah menikah, tamatlah sudah, sebenarnya mereka sedang merebutkan sesuatu yang gaib yang cinta mereka sudah tertolak semuanya. 4. MISUGARU Endah Sulistyawati (SMAN Arjasa Jember ) Notifikasi whatsapp berbunyi. Percakapan lima baris belum terbaca dan ada enam panggilan tak terjawab. Sementara tanganku masih luwes melayani pelanggan batik yang ingin tampil anggun di hari raya nanti. Begitu sepi, jemariku segera mengetik langka-langkah membuat minuman misugaru yang lagi in. Fenomena musik dan drama hallyu dari negeri ginseng telah membuat sebagian masyarakat Indonesia latah untuk mencicipi makanan dan minuman ala Korea, sebut saja kimchi, kimbab,dalgona dan kali ini misugaru. Minuman


biasa yang menjadi fenomenal karena hadir dalam sebuah drama yang digemari masyarakat Indonesia. Aku tidak pernah gagal membuat minuman ini. Suami dan kedua putriku pun sangat antusias sekali jika aku akan membuat minuman ini. Bulan ini menjadi bulan favorit misugaru, karena tiap hari tak bosan - bosannya keluargaku menikmati. Kesibukkanku yang luar biasa di toko batik milik keluarga menjelang hari raya, membuat aku tak sempat mengolah minuman yang sekarang menjadi favorit keluarga kami. Whatsapp suamiku membuat hatiku berbunga - bunga. Ayah anak- anakku ini berinisiatif membuat minuman segar untuk berbuka puasa. Setelah toko tutup, aku pun melenggang menuju rumah dengan hati berbunga karena misugaru segar sudah di depan mata. Sampai di rumah, azan maghrib berkumandang. Aku pun menanyakan hasil belajar singkat membuat misugaru segar pada suamiku. Suamiku menunjukkan tas minuman bertuliskan Green Cafe. Sembari menyodorkan cup minuman dia berkata, "Ada Pak Go Food yang berbaik hati mengatar misugaru ke rumah kita, Ma. Jadi Ayah buatnya kapan-kapan aja."


5. PANTAI Eka Lilik Kurniawati, M.Pd. (SMA Negeri 1 Tanggul) Ombak bergulung-gulung saling berkejaran. Buih berserakan memenuhi pantai. Gemuruh dan deburannya memenuhi gendang telingaku. Kunikmati semilir kencangnya angin laut. Bau asin air laut memenuhi rongga hidungku. Kutenggelam dalam indahnya ciptaan Tuhan. Pikiranku penuh. Dada ini sesak. “Aku sangat merindukannya.” Batin ini berteriak. Sosok yang sekian tahun yang lalu selalu mengisi hari-hariku. Sosok yang selalu mendambaku dan menjadikaku tuan putri di hatinya. Lelaki yang setulus hati memberikan cintanya padaku. “Maafkan aku Edy.” Bisikku dalam hati. Ternyata kau bukan jodohku. Tuhan tidak menakdirkan kita untuk bersama. Aku tidak pantas berada di sampingmu. Kupilih orang tuaku karna memang itu kewajibannku. Kukorbankan perasaanku. Mencoba menghapus bayangmu dalam ingatan, pikiran dan mimpiku.


6. SITI SI PEKERJA KERAS Arini Widya Rahayu, S.Pd. (SMA Negeri 3 Jember) Siti duduk di teras rumahnya, menatap langit yang biru dan awan yang putih. Ia merenungkan tentang kehidupannya yang sederhana. Sebagai seorang petani di desa kecil, ia harus bekerja keras setiap hari untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Namun meskipun hidupnya sederhana, Siti merasa bahagia karena ia memiliki keluarga yang selalu mendukung dan mencintainya. Kehidupan Siti berubah ketika suaminya jatuh sakit. Ia harus mencari uang lebih banyak untuk membiayai pengobatan suaminya. Siti mencoba berbagai cara, seperti menjual sayur-sayuran yang ia tanam, namun uang yang ia dapatkan masih belum cukup. Akhirnya, ia memutuskan untuk bekerja di kota sebagai buruh pabrik. Meskipun ia harus meninggalkan keluarganya di desa, Siti tetap berusaha agar suaminya dapat sembuh dan keluarganya bisa hidup lebih baik di masa depan. Setelah beberapa bulan bekerja di pabrik, Siti merasa semakin kuat dan percaya diri. Meskipun ia harus bekerja keras, ia menikmati pekerjaannya dan merasa bangga dengan dirinya sendiri karena mampu mengumpulkan uang yang cukup untuk membiayai pengobatan suaminya. Kehidupan Siti mengajarkan kita


bahwa meskipun hidup sederhana, dengan kerja keras dan dukungan dari orang-orang terdekat, kita bisa menghadapi tantangan hidup dan meraih kesuksesan. 7. DNA Siti Lailatus S (SMAN Jenggawah) Pagi hari di relung ruang tersuguh gelap gua yang terhalangi terik. Tangan kiri ditarik pisau tanpa mengetam. Pikiran hanya bisa menebangkan kabut untuk segera masuk di dalam dan bersatu, menyelinapkan jiwa yang lemah dengan kekuatan pintar dari sosok temu. Normal adalah kata-kata gurauan saja yang tidak akan jadi nyata, hanya bualan yang tersumpal oleh adu obatobat. Itulah kenapa, gila jejak tercoreng jiwaku ada di muka para pencari kelu garis fana. Seorang jiwa yang hidupnya hanya dibantu deretan kayu-kayu rakitan, tengah jengah. Sedari kecil terpincang-pincang dalam menerka jalan. Senggol dan olokan sudah menjadi makanan khasnya ketika berjumpa dalam lintas pertemanan. Bertahan tegak kokoh untuk sebagian diri ternyata tidak mudah tertahan. Masih ada fase lain untuk terus transfusi berulang kali, sehingga menjadi puncah ujung jari hati mendidihkan nanah


sampai hilir. Tidak salah jika pikir gila merasuk dalam observasi. Jiwa itu merupa lelaki, bersaudara dalam ruang pertemuan dan situasi. Sedari kecil, sama-sama saling berkasih untuk terus menguatkan satu sama lain. Hingga ada eksperimen gila yang mengusung penyatuan DNA manusia dan kelelawar bersemi. Sebagai salah lulusan dokter, eksperimen dalam sains memang perlu mengorbankan beberapa hal dan situasi. Bukan tidak etis dan tidak resmi, penelitian ini hanya lidak lazim demi kelangsungan hidup yang perlu diperjuangkan. Bayangan kelu atau kagum bukan lagi menjadi misi. Berusaha sembuh dengan menendang garis etika, sampai temu adu penawar untuk kesembuhan sakit itu. 8. GARA-GARA SI MULUT BESAR Giyastutik, S.S. (SMA Negeri 4 Jember) Suatu pagi yang cerah, Ayu dan Sinta sedang duduk-duduk di depan kelas sambil melihat ikan-ikan yang berkejaran di kolam depan kelasnya. Tiba-tiba mereka berdua dikejutkan datangnya Si Ani yang terkenal di kelas x 3 sebagai anak yang bermulut besar.


Gayanya yang sok kaya, sok pandai, sok cantik, dan masih banyak sebutan untuk Si Ani. Ani mendekati Ayu dan Sinta yang sedang duduk santai di depan kelas X 3. Si Ani yang berlagak sok itu, menegur mereka berdua dengan gayanya yang penuh kesombongan. “Hai Kalian berdua, apa sudah belajar untuk ulangan kimia hari ini?” Kalau Aku sih gak perlu belajar, karena Aku sudah hafal di luar kepala. “Sinta menjawab dengan santainya. “Woow, bagus kalau gitu, berarti nilai kamu harus 100 ya.” Kalau kita-kita ini perlu belajar untuk berlatih soal dan mengerjakan dengan jujur tanpa menyontek. Lebih baik nilai jelek daripada nilai baik tapi menyontek, sambil mengedipkan mata ke Ayu. Si Ani mendengar jawaban Sinta langsung melengos dan pergi sambil menggerutu. Saat yang ditunggu tiba, bu Geta sebagai guru kimia mulai membagikan soal ulangan kimia sebanyak lima soal. Anak-anak disuruh meletakkan buku catatan dan HP di depan kelas. Si Ani kelihatan menggerutu dan menggaruk-garuk kepala karena dia tidak bisa membuka temannya yang setia yaitu Si Google. Waktu ulangan telah habis dan semua anak mengumpulkan kertas jawaban dan mulai dikoreksi Bersama. Hasil ulangan diumumkan oleh bu Geta dan nilai dari kelas X 3 hasilnya memuaskan. Anak-anak kelas x 3 senang mendengarnya, kecuali Si Ani yang kelihatan sedih dan malu karena dia mendapat nilai jelek atas kesombongannya.


Akhirnya Si Ani menyadari akan dirinya yang merasa sok sombong. Ternyata kesombongan itu tidak membawa kebaikan untuk dirinya, melainkan membawa keburukan dan rasa malu. Si Ani bertekad untuk memperbaiki diri dengan meninggalkan kesombongan pada dirinya. 9. DI PUCUK SENJA Sulistyo Hartini, S.Pd.,M.Pd (SMA Negeri 3 Jember) Kau ayunkan langkah menuju matahari tenggelam. Menyusuri pantai yang tak bertepi. Menapak jalan berpasir, tak beralas kaki, terasa ringan tanpa beban. Terus kau tatap satu titik di sana, di batas penglihatan kala senja kian menyiratkan jingga di tepi pantai. Angin semilir mengusap wajahnya yang semakin lelah. Tak dapat dipaksa, senyum dibibir tipis itu hanyalah sebuah kamuflase. Tak pernah kau tau gumpalan emosi yang terpendam dalam jiwanya. Senyumnya hanyalah hiburan bagi wajah-wajah yang menyapa, walaupun sebenarnya ada sesuatu yang kau sembunyikan di balik keping hati yang kini menganga luka.


“Senjaku telah dibawanya, hilang bersamanya”. Katamu padaku. Suami yang dirindunya tak pernah akan bisa mengembalikan senjanya. Senja yang dia bawa bersama jasadnya yang telah dikubur beberapa tahun yang lalu. Bersama luka hatinya. Bersama janjinya yang akan selalu bersama selamanya. 10. ARTI SEBUAH PERSAHABATAN Krisnijamti,S.Pd (SMA Negeri Arjasa) Malam ini terasa sepi sekali seperti sepinya hatiku yang menyimpan banyak masalah. Andai tubuh ini bukan ciptaanMu ya Allah mungkin aku sudah hancur karena banyaknya masalah yang ku pikul. Aku tak bisa cerita dan tidak boleh cerita.tekanan dari sana sini yang membuat aku tersiksa. Pagi itu aku disidang beberapa temanku hanya masalah sepele yang aku tidak tahu akan menjadi fatal untukku.aku ternyata dianggap melakukan kesalahan. Padahal aku sudah melakukan apa yang meraka minta tapi kesalahan selalu di timpakan ke saya. Akhirnya aku berjanji pada diriku sendiri kalo aku harus berubah,aku tidak ingin di remehkan oleh mereka,ku berusaha menahan diri aku rubah segala yang biasa aku lakukan. Aku yang biasa ramai jadi


pendiam,aku malas ngomong aku tidak lagi ceria seperti dulu, temanku bertanya ada apa dengan perubahen sikapku aku cuma tersenyum,senyum pahit yang ku tahan. Ada rasa getir tersisa aku bergelut dengan perasaanku ada apakah aku ini . Apakah aku sudah benar benar kecewa dan benar benar putus asa. Aku merasa sudah tidak di percaya lagi. untung ada salah satu sahabatku yang selalu memberi perhatian dan semangat padaku dia sosok yang sangat cuek dan mengajariku menjadi pribadi yang kuat. 11. INGKAR Maulida Safitri (SMAN Mumbulsari) “Masih nggak nyangka ya Mas, akhirnya kita pada titik ini.” Sembari menarik nafas panjang ku ucapkan kalimat itu. Duduk berdua kami di sebuah bangku yang masih sama bentuk dan letaknya seperti dulu. Seperti kita memulai untuk saling berjanji dan menyepakati perasaan kami. Ku lirik ia, masih saja dengan mata teduhnya memandang jauh kehamparan kebun kopi. Tanpa sepatah kata pun. Kami duduk bersebelahan, tanpa saling memandang. Kami sibuk dengan persaan dan pikiran kami masing-masing. Senja ini sepertinya akan menjadi


senja terakhir kami melewatinya bersama. Tidak seperti senja sebelumnya. “Terimakasih ya, terimakasih untuk semua, jangan anggap ini sia-sia.” Kalimat pertama dan terakhir yang kamu ucapkan setelah dua jam kami saling diam. Tak perlu panjang untuk menjelaskan. Kau yang berjuang meyakinkan aku waktu itu, kau yang menguatkan aku lewat kalimatmu sendiri bahwa aku adalah satu-satunya milikmu, dan kau yang ucapkan janji untuk tetap seperti ini. Nyatanya kamu ingkar. 12. SENJA YANG LAIN Sari Mustika Sripadma, S.Pd. (SMA Negeri 1 Jember) Senja tak hanya hadir kala penghujung hari menghampiri. Mentari pun enggan melewati. Kemegahan Tuhan yang diciptakan adalah Senja. Senja yang tak selalu menyingsing di tahta langit, namun bintang lapangan pencetak gol indah setiap pertandingan. Senja terus menggiring bola hingga merobek gawang lawan. Striker dengan gerak kaki yang tak pernah salah arah menjalankan tugas sebagai pencetak gol. Bola ibarat kekasih yang tak ingin menjauh dari kaki lincahnya. Pemain terbaik diraihnya


setiap pertandingan yang ia kantongi agar dapat menembus impiannya menjadi pemain Timnas Indonesia. Surat kabar tak pernah absen memampang aksi permainan Senja di setiap pertandingan. Matahari terik menjadi saksi pertandingan Senja untuk kesekian kalinya. Pertandingan kali ini adalah kesempatan emas Senja menembus impiannya. Senja berhasil mencetak tiga gol di 15 menit babak pertama. Bola terus setia padanya pada setiap menitnya. “Aduh! Sakit sekali!” Senja tergeletak tepat di atas terik matahari. Segera petugas kesehatan membawa pandu. Senja terus mengerang kesakitan yang tak tertahankan. Senja dilarikan ke rumah sakit untuk penanganan selanjutnya. Dokter perlahan menjelaskan keadaan Senja. Impian Senja terhenti ketika dokter memberikan hasil pemeriksaan scan kakinya. Bias jingganya tak lagi menawan. Ibunya tak tega dan memeluknya. “Pasti semua pecanduku akan menuangkan rasa rindu diantara jinggaku, bu.” Seiring waktu berjalan, Senja tetap menjadi kemegahan Tuhan. Tak lagi jadi pencetak gol indah, namun pencipta Senja yang lain.


13. SOTO Esti Budi Rahayu (SMA Negeri Jenggawah) Kanan kirinya penuh, saling berdesakan orang-orang yang bernasib sama dengannya, tengah meneduh menghindar dari derasnya hujan kota sore itu. Menolehkan kepala ke belakang, warung soto dengan interior ruangan berwarna hijau muda itu cukup ramai, ada beberapa manusia yang tengah menyantap hidangan, ada pula yang hanya berdiam diri memandang ke arah luar dengan setumpuk mangkok kosong di hadapannya. Dilihatnya beberapa manusia yang bernasib sama sepertinya, satu persatu mulai melangkah masuk ke dalam warung, setelah sebelumnya singgah memesan kepada sang penjual dibalik gerobak kayu mahoni di bagian depan warung. Buah bentuk kesopanan, El Nino pun menghela napas panjang kemudian ikut melangkahkan kaki mendekat ke gerobak mahoni yang sedari awal sudah menjadi perhatiannya. “Pesan soto satu, pak.” Tidak ada sahutan, hanya respon anggukan yang dilihat El Nino membuat lelaki berumur awal dua puluhan itu memicing agak sinis. Kuah bening, aroma perpaduan rempah yang khas, serta keserasian warna yang begitu menarik perhatian mata membuat El Nino mampu tertegun cukup lama. Ingatannya seperti ditarik ke hari di beberapa bulan belakangan. Senyum seorang wanita paruh baya yang masih terlihat sangat


indah sedang bertanya dihadapannya. “Enak Le, rasanya?” El Nino dengan potongan rambut cepak mengangguk semangat, “Enak buk, mantap tenan, inilo soto yang aku pengenin, gurih dan seger,” katanya. “Permisi Mas, ini sotonya.” “Astaghfirullahaladzim, istighfar No, sadar,” ucapnya pada diri sendiri seraya menekan telapak tangan pada dada yang berdebar. Satu suap, dua suap, sial, rasanya sangat mirip. Begitu mirip hingga hampir membuat El Nino meneteskan air mata. Padahal jelas, tidak ada sesendok pun sambal yang dituangkannya ke mangkok bergambar ayam jago itu. Tidak sampai sepuluh menit, tandas sudah satu mangkok penuh soto lengkap dengan nasi dan pendamping-pendampingnya. Matanya menyayu seperti siap mengeluarkan tetes air menyaingi derasnya hujan yang menjadi alasannya singgah. El Nino tersenyum kemudian, sekonyong-konyong senyum dengan raut rindu yang tercetak tidak dapat dibendungnya lagi. Pingpong. Lelaki itu berjengit mendengar nada dering pesan masuk beserta getaran kecil di paha kanannya. Buru-buru lelaki itu meletakkan mangkok kosongnya ganti merogoh benda elektronik pipih di saku celana kanannya. Dibukanya satu pop up pesan dari teman sedarah serahimnya, detik berikutnya senyum selebar logo kumon terbit saat membaca isi pesan, Ditunggu kepulangannya, bro, ibuk sudah masak soto. Serta merta membuat kepalanya sontak tertoleh


pada pemandangan bias jingga di luar warung yang disinggahinya. Dibacanya lagi pesan dari sang Sebandung putri, kebahagiaan sempurna telah menyelimuti, semoga setelah ini tiada halangan bagi langkah pulangnya pergi. 14. KEBAHAGIAAN HAKIKI Firman Hadi Santoso (SMA NURIS JEMBER) Upah seorang buruh dari sebuah perusahaan sekolah swasta tidaklah cukup jika dihitung matematika, upah yang jauh dari kata UMR teruntuk sebuah perusahaan sekolah swasta ternama berbanding terbalik dengan nama yang disandanngnya, bagaimana tidak setiapkali ditanya kerja diman?, jawaban selalu terngiang “wah enak ya!” mungkin mereka beranggapan pekerjaan seorang pembeo seperti saya dimanapun adalah profesi yang sangat mulia maka mungkin mereka mengannggap hidup seorang saya minimal lebih dari cukup. Ya emang cukup sih, cukup rumah KPR, cukup istri satu, cukup anak empat dan segalanya dicukup-cukupkan. Sebagai singgel fighter menghidupi istri, 4 anak dan tentunya juga dirinya sendiri bukan perkara mudah harus putar otak bagaimana hidup keluarganya bisa berjalan. Menempati hunian rumah KPR membuatnya


harus serba mandiri. Tidak mudah rumah KPR dihuni 6 manusia dan timbah minimnya sarana hidup membuat sakit baik jiwa maupun raga. Jika pas merasa baik saja selalu berucap syukur namun sebagai manusia pendosa hampir setiap hari mengeluh akan cerita hidupnya yang sedemikian sulit ditambah tahun ajaran baru depan si bungsu mulai masuk sekolah. otomatis semakin bertambabhnya jenjang usia kebutuhan akan biaya pendidikan semakin besar. Anehnya setiap kawan terdekatnya selalu menyangjungnya dengan kata “enak ya rumahnya rame!” ada juga yang bilang “anda hebat bisa bertahan.” Sampai sekarang Masih belum paham apa yang dimaksud dengan “bertahan” apa mungkin bahasa lain dari “kok kuat ya!”, memliki anak terbanyak jika dibandingkan dengan teman sekantornya meskipun dengan gaji segitu, istri masih setia walaupun gaji alakadarnya, anak-anak yang bahagia meskipun tidak berserakan mainan, masih bertahan diperusahaan ini meskipun tertekan dengan gaji minimalis, ....... atau apalah lagi. Yang menurut saya yang enak itu ya mereka punya keluarga, gaji banyak, rumah mencukupi, mobil. Saya Cuma berpikiran “Enak anda toh punya banyak harta!”, Enak apanya pak, saya kalau harta cukuplah tapi keluarga saya ada yang sakit-sakitan, saya ada harta belum tapi belum dikasi momongan, saya cukup harta tapi belum menikah, saya cukuplah tapi masih kumpul mertua, saya semua ada istri saya selingkuh. Mungkin


apa yang saya anggap uang adalah kebahagiaan yang hakiki ternyata tidak berlaku bagi orang lain. Mungkin ini yang dikatakan hidup itu sawang sinawang, hidup ini ujian, ujian setiap orang tidak sama mungkin saja saya hari ini diuji kekurangan harta benda, mungkin juga yang lain diuji keluarga, kesehatan, anak, jodoh, dll. Secara tidak langsung menggugurkan keegoan saya bahwasannya harta adalah kebahagiaan sebenarnya. Layaknya seorang guru, guru tidak pernah memberikan ujian yang tidak mampu dikerjakan murid kalupun ada murid yang tidak bisa mengerjakan mungkin ada yang salah dari belajarnya. Mungkin Benar jika kebahagian bukan terletak dari apa yang nampak tetapi apa yang ada dihati kita, yaitu Syukur. 15. MELUKIS TAKDIR Renny Praktika Dewi, S. Pd. (SMAN 2 Tanggul) Srettt..srettt.. Terdengar suara langkah kaki pria 30 tahunan yang tergopoh-gopoh menyusuri jalan pagi itu. Keringatnya bercucuran, raut wajahnya menunjukkan kegelisahan, dan garis-garis di wajahnya semakin terlihat tatkala ia terpaksa harus berlari dan segera menuju rumahnya mencari selang kecil sambil mengingat-ingat di mana letak ia menaruhnya. Dia bingung, bahagia


yang baru saja ia rasakan, harus sedikit bercampur dengan kegelisahan. Pria itu bernama Bahar dan istrinya melahirkan pagi ini. Bahar yang saat itu bahagia, harus tiba-tiba menjelma pria tangguh yang menahan air matanya. Satu jam sebelumnya, masih teringat jelas bagaimana ia berlari menuju klinik dan menunggu dengan gelisah di depan pintu ruang bersalin. Lalu, bidan memanggilnya karena sang bayi telah lahir. Bayi perempuan lucu yang baru saja diazani olehnya harus mengalami penyumbatan jalan napas, bayi tak berdosa itu membiru. Wajahnya yang gelisah tak dapat disembunyikan, namun ia tetap berusaha tenang sambil berpikir. Ia mencoba mengamati sambil berpikir bagaimana bayinya yang tiba-tiba sesak seakan kesulitan bernapas. Ya, hidup tak semulus kulit bayi itu, orang tua harus berjuang sejak muncul dua garis pada alat tes kehamilan. Tentu berusaha keras lalu ikhlas lebih baik daripada diam dan merelakan. Bayi itu selamat. Ia selamat karena usaha keras orang tuanya. Selang kecil yang Bahar temukan di rumah adalah perantaranya. Takdir Tuhan itu ketetapan, namun kau dapat mengubahnya dengan kesiapan.


16. AKSI SELEBRASI Dyah Ayu Chandra Dewi (SMA Negeri Balung) Marda terlihat gagah hari itu. Pemuda 20-an tahun itu, tak ingin tampil biasa saja di momen yang ia nantikan. Sepatu koleksi terbaiknya terpasang di kedua kakinya. Marda terlihat tidak sabar untuk menunjukkan bakat dan keberaniannya di depan penonton. Pun dengan penonton yang tak kalah antusias mengabadikan momen itu dengan kamera ponsel dan teriakan provokatifnya. Berkali-kali Marda melakukan tendangan tepat di sasaran yang ia mau. Setelahnya, dengan percaya diri dia melakukan selebrasi bak CR7, bintang lapangan hijau dunia. "Nggak takut gue anak orang mati, lapor, lapor anjing", ia tutup aksinya dengan gelegar kesombongan tepat di depan David, remaja yang telah babak belur karena tendangan di kepala dan lehernya. 17. SAHABAT KECIL Sinjang Wulandari (SMAN 3 Jember) Santi merupakan salah satu siswi yang pandai di sekolahnya. Santi memiliki teman yang sangat banyak. Namun, Santi tetap merasa ada yang kurang dalam


hidupnya, karena sebenarnya ia memiliki sahabat yang sudah menemaninya sejak kecil. Santi benar-benar menyayangi sahabatnya, mereka sudah tidak bertemu selama 12 tahun. Sahabat Santi bernama Rahma, mereka terpisah karena Rahma harus ikut orang tuanya yang pindah kerja. Suatu hari Santi memikirkan sahabatnya itu, dia sangat merindukan sahabatnya, lalu memutuskan untuk mencarinya. Dengan uang yang dia punya, Santi memutuskan untuk pergi mencari sahabatnya. Sore itu, Santi mengutarakan keinginan kepada ibunya untuk menemui sahabat kecilnya. Namun, ibunya mencegah Santi untuk pergi. Ibu Santi berkata tak perlu lagi mencari Rahma sahabat kecilnya, karena sahabatnya sudah pergi untuk selamanya. Rahma mengalami kecelakaan bersama dengan keluarganya. Seketika Santi menangis dan menjerit berusaha menolak dan tidak percaya apa yang sudah ibunya ucapkan. Namun ibunya terus berusaha menenangkan anaknya dan berbicara lirih. “Sabar dan tenanglah anakku doakan sahabatmu agar mendapat tempat terbaik di sisi Tuhan YME”. 18. BERAKHIRNYA SEBUAH KISAH Diah Ragil Rahayu Suwito, S. S. (SMAN Jenggawah) Dari sisi manapun aku memikirkan, menimbang dan mencoba memahami mereka, tetap tak bisa kuterima.


Keputusan-keputusan gila yang seakan tak berdampak bagi orang lain nyatanya memulai fenomena baru. Sedalam apapun coba kupendam tak bisa kuacuhkan. Mereka pembuat keputusan dan kamilah yang terdampak akan hasilnya. Kau dan kau bisa pergi begitu saja lalu tak menolah seakan kami tak ada. Kau ke barat dan kau ke timur, mencari asa jelasmu dan jelasmu. Demi kami, masa depan kami, asa kami nantinya. Hei.... ingin sekali aku berteriak menangkal semua alasan kalian. Hidup seakan anak yatim piatu, disisihkan dari setiap kesempatan yang ada, di pandang tak lengkap karena timpang tanpa ayah dan ibu. Dianggap sakit karena tak mendapat kasih sayang dari yang namanya orang tua. Dianggap hina karena tak memiliki lengkapnya keluarga. Pernahkah kalian pikirkan rusaknya pikiran kami, sakitnya hati kami, pedihnya luka ini dan sepinya perjalanan kami. Ayah dan ibuku telah memilih menjadi asing disaat usiaku satu tahun setengah dan kakakku berusia dua tahun setengah. Perekonomian yang sulit membuat mereka terpaksa berpisah. Kalian kira aku peduli dengan alasan kalian apapun itu. Bahkan awalnya kupikir aku lahir dari rahim kedua


wanita tua yang merawatku. Dan sempat kupanggil kau tante ketika datang untuk pertama kalinya. Ingat betul aku tak pernah memanggil sebutan untuk orang tuaku. Kemudian saat aku berusia genap dengan pemahaman keluarga barulah aku merasakan sakit. Sakit yang mudah sekali untuk dijabarkan tapi sia-sia untuk kuucapkan. Jika diingat sewaktu sekolah dasar selalu ada tugas setelah lebaran untuk menceritakan pengalaman liburan bersama keluarga. Sedangkan kau tahu apa yang kami lakukan? oiya kau tidak pernah tahu dan tidak akan peduli juga. Rupanya kisahku telah lama berakhir, bahkan jauh sebelum aku memulainya. 19. BERTAHAN ATAU LEPASKAN Niswakhul Uliyah (SMA Negeri Balung) Hai Ran, ingat Khan ke aku? Suara nyaring terdengar yg terbiasa di telinga. Bagaimana aku bisa lupa dengan luka yg kau tancapkan tanpa belati dan sakit tanpa berdarah.jawabku dengan lirih penuh sindiran entahlah dia merasa atau tidak. Yang pasti paling tidak rasa kecewaku terwakili.


Bukankah kita tidak berjodoh RAN ? Kita sudah berusaha menyatukan rasa dalam suatu mahligai cinta ,tapi takdir berkata lain .Ayolah bukankah dulu kita sepakat bertemu dalam rasa suka berpisah dengan rasa ikhlas. Celoteh yang semua orang bisa berkata tapi belum tentu bisa menjalani dengan sepenuh hati Baiklah aku pamit semoga yang menjadi pilihan mu akan merubah hidup dan nasibmu karena aku sekedar sebagai pewarna hidupmu ,”kataku lirih sambil tersenyum . Mulai hari ini aku sadar bahwa apa yang menjadi impian dan aku perhankan benar -benar lepas , sambil berjalan tak terasa butiran bening menetes dari mataku masa depanku lebih penting dari orang yg tidak menghargaikku 20. JUMAT BERKAH Wiwik Astutiningsih, S.Pd (SMA Negeri 1 Jember) Jika mendengar kata “Jumat Berkah” beberapa dari kita, pasti mengasosiasikannya dengan nasi gratis setelah salat Jumat. Kegiatan Jumat berkah ini, tentunya sangat membantu untuk kami anak-anak indekos. Apalagi saat tanggal tua, kegiatan Jumat berkah ini selalu berhasil menolong kami. Tak jarang kami sering mengambil dua nasi bungkus yang disediakan masjid, satu untuk makan


siang dan satunya lagi jatah makan malam. Merasa bersalah namun merasa tertolong juga saat itu. Kejadian jama'ah yang tidak dapat porsi nasi berkah karena kehabisan, adalah hal yang biasa terjadi. Jama'ah bocil kerap menjadi dalang dibalik habisnya nasi berkah. Bocil-bocil biasanya sengaja duduk dan salat di dekat meja yang sudah tersuguh nasi berkah masjid, kemudian selesai salam mereka langsung menyerbu. Adu mekanik dengan bocil merupakan sebuah tantangan bagi kami anak indekos. Tetapi kami memang kalah lincah dari para bocil tersebut.Terkadang, hidangan nasi berkah membuyarkan konsentrasi ibadah kami untuk menyempurnakan ibadah melalui dzikir dan salat sunah, dan malah berdoa, "Ya Allah, semoga aku kebagian nasi berkah. Hanya kepada-Mu aku berserah diri dapat atau tidaknya." “Tidak kebagian lagi?” Dani terbahak, melihat kami pulang tanpa membawa apa-apa. “Sudahlah, hari Minggu kalian ke rumahku saja. Ada pesta rawon.” “Benar nih?” Aku antusias menanggapi. Membayangkan rawon, sontak aku langsung lapar. Dengan sajian kecambah muda, telur asin, tempe goreng, berpadu sambal terasi. Hmm mantap. “Benar dong, jangan khawatir kehabisan.”Ujarnya serius. Minggu pagi grup WA ramai mengabarkan berita, Dani mengalami kecelakaan, kondisinya kritis. Berita terakhir mengabarkan dia meninggal dunia. Aku


menghela nafas panjang, bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi, lalu memutuskan bergegas pergi ke rumahnya. Rumah Dani tampak ramai dengan orang takziah. Aku tertegun, disana tersaji rawon untuk hidangan orang yang berkabung menyampaikan ucapan duka. 21. KARTU SAKTIKU Eri Sutatik, S.Pd (SMAN 2 Tanggul) Ting tung ting tung ting tung … ting tung ting tung tung.. tung..tung..tanda ujian hari pertama dibunyikan. Anak-anak hiruk pikuk masuk kelas dan mencari kartu ujian, tiada terkecuali diriku. Mereka masuk dengan tertib bersama kartu ujian sebagi bukti ia siap secara mental dan administrasi. Semua pasang badan untuk melahap setiap soal yang disajikan secara on line. Link soal dan password soal sudah dituliskan dan dibacakan oleh pengawas ujian walaupun share link dan password sudah dilakukan oleh operator secara sentral. Kutatap wajah pengawas dan teman-temanku dan kutemukan ekspesi yang beraneka rupa. Pandanganku menyelidik dan ekor mataku mencuri keberadaan pengawas yang berkeliling kelas. Kepanikanku menjalar dan konsentrasiku hilang… ketika pengawas berputar


pada deretan bangku kedua. Bagaimana tidak … kartuku hilang entah dimana sementara pengawas tiga langkah lagi sudah tiba di depan bangkuku.Ketika langkah kedua dari tiga langkah yang tersisa untuk sampai di bangkuku…tiba-tiba ada uluk salam dari petugas piket yang mencacat kehadiran siswa saat ujian. Lega rasanya tidak jadi diinspeksi. “Masuk bu” pintanya pada petugas piket serta menyodorkan lembar kehadiran siswa dengan keterangan nihil. “Terimaksih bu” ucapnya sebelum permisi. Selepas petugas keliling, pengawas duduk di kursi pengawas. “merdeka “ pekikku dalam hati dan aku kembali konsentrasi dengan soal. Tak berapa lama pengawas mulai turun dan menuruti langkah kakinya yang tidak mau duduk diam. Aku bergidik lagi dan kecemasan menjalariku…benar tidak meleset bu Riri mengecek nomor ujian kembali. Teman yang ada di depanku menyodorkan kartu ujian secara reflek pada bu Riri selaku pengawas. Beliau mengamati…kartu itu karena takut dipalsukan dengan kecanggihan teknologi… . “ kartumu mana ?…pertanyaan dan suara lembut tetapi serasa halilintar yang mulai tadi kutakutkan sampai di daun telingaku.. aku bingung dan menjawab …ketinggalan Bu!.... “Bohong kamu”…. Be..bbetul bu….jawabku bergetar … Boohoong ..la ini apa…betapa malunya aku dan kuteriak busyet memaki diriku sendiri di dalam hatiku. Ternyata no ujianku saya taruh di bawa HP ku dan


kukemas pada tempat yang transparan itu. Serasa minum kopi pahit pagiku ini….sambil senyum senyum dan marah pada ketololanku aku bahagia. 22. SAMBO TELAH DISHAMPOO Drs.Mustakip, M.Pd (SMAN 2 Tanggul) Mendung pekat menyelimuti langit Nusantara siang itu menjadi gelap. Dunia Kepolisian yang seharusnya menjadi pelindung dan pengayom masyarakat akhirnya harus sekarat lantaran olah Sang Jenderal yang keparat dan yang tak bermartabat. Sambo namanya, Jenderal Polisi, keparat yang tak bermartabat itu harus berhadapan dengan pihak aparat lantaran menjadi otak pembunuhan Yosua sang ajudan. Tak pelak ini menjadi tranding topik berita hangat pembicaraan tiada henti-hentinya di seluruh jagat. Tak ketinggalan peran media, baik cetak maupun elektronik selalu mengangkat topik sang jenderal keparat itu. Akhirnya, masyarakat yang ada di sudut-sudut kota maupun di pelosok desa pun tak ketinggalan terlibat diskusi-diskusi kecil tentang Sang Jenderal keparat. ***


Bom waktu pun tiba. Sang Jenderal harus duduk di kursi pesakitan. Beberapa pasang mata pun memelototi layar kaca bak menonton tayangan TV Timnas sepak bola Indonesia VS Timnas Malaysia. Rasa dag dig dug der terasa menyesak di dalam dada. Rasa cemas, pesimis, dan kuatir menyelimuti pada pikiran masing-masing penonton, warga negara Indonesia. Semua berharap hakim harus adil, tidak boleh berpihak meski tersangka seorang Jenderal. Karena sudah bukan rahasia umum jika tersangka seorang kuat, maka keputusan hakim pun bisa tersesat. *** Akhirnya, palu pun dikethokkan sang Wakil Tuhan di bumi.Seluruh warga negara pun kembali diselimuti rasa cemas lantaran ingin tahu nasib Sang Jenderal keparat itu. "Jangan, jangan, Sambo bebas" guman sebagian penonton TV. Palu pun dikethokkan dan dinyatakan Sang Jenderal harus dihukum Mati. Sepontan ruang sidang dan pemirsa TV gemuruh, ada yang bertepuk tangan, ada yang berpelukan, dan ada yang bersujud syukur. " Alhamdulillah " teriak pemirsa TV ternyata keadilan masih ada di bumi Pertiwi ini.


23. RINDU Rohim Tusdiyah Indah, S.Pd (SMA Negeri Mumbulsari) Panas sekali siang ini, seluruh tubuhku berkeringat,gerah, kerongkongan terasa kering. Aku naik motor menuju jalan pulang sambil membayangkan andai minum es mungkin segar namun kubuang jauh jauh keinginan itu karena minum es disaat cuaca panas memang nikmat namun efeknya bikin tenggorokan protes, itu juga yang selalu diingatkan ibu, jangan minum es saat panas nduk. Deg...!! ibu...ibu lagi yang terlintas dipikiranku. Semenjak ibu berpulang, entah kenapa setiap apa yang akan kulakukan selalu ingat kata kata ibu. Begitu kuat pengaruh seorang ibu di hidupku, hingga aku sulit melupakan semua kenangan bersamanya bahkan semua nasehat dan semua kebiasaan ibu. Tak terasa motorku sudah memasuki halaman rumah. Aku bergegas masuk rumah, biasanya ibu menyambutku tapi kali ini semua terasa sunyi, cepat cepat kuganti seragam dinas dengan baju rumahan. Mencoba merebahkan diriku di kasur ternyamanku. Pikiranku mulai mengingat kembali kenangan bersama ibu. Bayangan ibu berkelebat di mataku, menerobos masuk memoriku dan kembali aku mengenang ibu, semua kenangan ada di setiap sudut rumahku.


Kini aku paham dunia ini sepi tanpa kehadiran seorang ibu. Rindu yang semakin membuncah ini semakin menjadi. Sayup-sayup kudengar suara adzan Isya’ terdengar dari kejauhan. Aku pun bergegas bangun dari tidurku dan mengambil air wudhu, kemudian segera sholat Ashar dan menumpahkan semua rindu ini dalam doa. 24. CINTA SETULUS HATI Rosalia Purwanti (SMA Negeri Balung) Seandainya aku bisa mengatakan betapa kamu sangat berarti dalam hidupku. Setiap kali aku menatap wajahmu, rasa cinta itu tak dapat terbendung. Tapi tatapanku selalu kalah dengan pandangan matamu, dari situ aku layu tertunduk dan tersipu malu. AKU SANGAT MENCINTAIMU.................... Cinta bukanlah matematika yang bisa dihitung Cinta bukanlah PPKN yang selalu diatur oleh pasal Cinta bukanlah ekonomi yang kadang untung dan rugi Cinta bukanlah Bahasa puitis yang mengandalkan bahasa kiasan tapi cinta adalah pemenang hati dikala kesepian.


Jiwa-jiwa kosong hampa redup tanpa adanya cinta seperti suasana hatiku ..... Kekasih dengarlah jeritan hatiku ...... nafas cinta Mengalir indah lembut menusuk sanubari Berlahan-lahan sang angin membawa menuju ke hatimu ......... Tak kau rasakan kah indah gemuruh cintaku ........ Kemarilah kekasihku biarlah ku dekap dirimu untuk menghangatkan dinginnya tubuh dan hatiku dengan dekapan kasih dan sayangmu...... 25. KEBANGGAAN Rike Afinda (SMA Negeri Jenggawah) “Buk, Buk, anak kita sudah sarjana, Buk!, Hai, hai, semua orang, anakku sudah sarjana, anakku pinter!” teriak Bapak dengan bangga keluar rumah sambal berlari kesana kemari seperti anak kecil yang dibelikan mainan. Tetangga-tetanggaku hanya senyum, dan tertawa melihat tingkah lucu Bapakku. Sungguh memang Bapak sangat bangga melihatku selesai kuliah dan sekarang menjadi


sarjana. Ahmad Nur, S.P., adalah gelar yang menjadi kebanggaan Bapakku. “Sing penting kamu jadi pegawai, Nur!” Mosok sudah sarjana kok dadi petani, apa gunanya ilmumu itu?” Setiap hari kerjanya di sawah saja, biar Bapak yang ngurus sawah, kamu kerja kantoran saja. Dengan mengeryitkan alisnya, Bapak setengah berteriak padaku. Aku diam tidak membantahnya sepatah kata pun. “Begini saja, Bapak akan carikan kamu pekerjaan di desa. Bapak besok mau menemui, Pak Kades, biar kamu diberi pekerjaan di kantor desa. Malu aku, Nur, kalau kamu tidak jadi pegawai. Sudah tidak usah membantah lagi, pusing Bapakmu ini, dengan nada marah Bapak pergi meninggalkanku di halaman belakang. Berita di televisi pagi ini, “Memang Mas Nur ini sangat pandai. Ilmu pertaniannya bermanfaat sekali. Buktiya hasil panen padi kita sekarang melimpah, 3 kali lipat daripada panen padi biasanya. Terima kasih, Mas Nur,” kata Bupati Karanganyar menyampaikanya di depan media televisi nasional. Sontak saja Bapak menangis dan terharu melihatku tersiar di televisi nasional. “Maafkan Bapak, Nak, Bapak tidak mengerti ternyata kamu memang sarjana serba bisa. Bapak sungguh bangga sekali padamu,” sambil memeluk Ibu, Bapak merasa bersalah kepadaku.


26. “ YU SARIJEM “ Imam Subaweh, S.Pd, M.Pd. (SMAN 1 Tanggul Jember) Suatu hari aku lagi bengong sendiri. Bosan karena tidak ada aktivitas apa pun yang mesti kulakukan. Dalam kesendirian itu aku teringat masa kecilku dulu. Ketika itu kedua orang tuaku masih berkumpul dengan nenekku di kampung. Sekedar diketahui bahwa kepindahan kami sekeluarga dari kampung halaman nenek karena ayahku mendapat tugas kerja di luar daerah. Kini 10 tahun sudah kami sekeluarga tinggal di tempat ini. Sejak nenekku meninggal 5 tahun yang lalu, kami sudah lama tidak lagi berkunjung ke kampung halaman nenekku. Ingatanku tertuju ketika aku masih kecil saat kami masih tinggal bersama nenekku. Nenekku mempunyai seorang pembantu yang sangat setia. Orang tersebut sudah lama kulupakan dan tiba-tiba sosok ini kuingat. Yu Sarijem namanya. Mengapa sosok, seperti Yu Sarijem tiba-tiba kuingat ? Sewaktu aku kecil Yu Sarijem suka mengasuh aku, memperlakukan aku seperti anaknya. Setiap ia pergi ke mana pun termasuk ke pasar ia sering mengajakku. Bahkan walaupun aku sudah bisa makan sendiri ia tetap memanjakanku dengan menyuapi aku makan. Bahkan


aku sering tidur di rumahnya yang dindingnya terbuat dari gedhek (anyaman bambu) dan atapnya dari daduk (anyaman daun tebu). Sewaktu aku berada dalam asuhannya aku diperlakukan sangat baik olehnya. Dia suka memberi nasihat dan petuah, suka bercerita, bahkan kalau malam hari sering mengajariku mengaji. Dia memang tipe keibuan. Dia mempunyai anak yang seumuran denganku namanya Lestari. Lestari bagiku seperti saudaraku sendiri. Aku banyak bermain dengan dia, sering tidur bersamanya dan bahkan kerap makan satu piring dengannya. “ Putri, kita hidup harus banyak bersabar, suka menolong sesama, bekerja keras tapi jangan lupa selalu berdoa ! “ Begitulah nasehat yang sering Yu Sarijem sampaikan kepadaku. Teringat Yu Sarijem, tiba-tiba aku ingin ke kampung nenekku. Aku ingin bertemu Yu Sarijem dan keluarganya. Bagaimana kehidupannya dan keluarganya sekarang. “ Bu, liburan sekolah nanti saya ingin pergi ke kampung nenek. Saya rindu suasana masa kecil sewaktu masih di kampung dulu, ” Aku bicara pada ibuku mengutarakan keinginanku.


“ Ya sudah nanti ibu yang akan menemanimu ke kampung nenekmu.” Sahut ibu. Aku gembira sekali mendengar jawaban ibuku karena bukan hanya mendukung keinginanku tetapi bahkan siap menemaniku ke kampung nenek. Setelah pembagian rapor kenaikan kelas yang lalu alhamdulillah aku naik kelas ke kelas IX. Bahkan aku dinyatakan peringkat satu di kelasku. Tentu hal ini membuat bangga ayah, ibu, dan keluargaku. Liburan sekolah telah tiba. Aku pun menanyakan kepada ibu. “ Bu, apakah kita jadi liburan ke rumah nenek di kampung ? “ “ Oo, sudah pasti kita jadi pergi. Itungitung sebagai hadiah bagi prestasi belajarmu yang cukup membanggakan keluargamu ini. Di samping itu Ibu juga rindu kakekmu. “ Sahut ibu. Hari yang kutunggu telah tiba. Kini kami bersiap-siap bersama ibuku menuju ke rumah nenek di kampung. Semua barang yang ingin kubawa betul betul kupersiapkan dengan baik. Setiba di rumah kakek aku langsung menanyakan di mana keberadaan Yu Sarijem pada kakekku. “ Sudahlah, Nduk. Istirahat dulu. Kan kamu masih capek ? Nanti kalau sudah hilang capeknya akan kakek


ceritakan tentang Yu Sarijem padamu. “ Hibur kakekku. Kata-kata kakekku semakin membuat penasaran hatiku untuk ingin segera tahu tentang Yu Sarijem bahkan ingin segera menemuinya. “ Ayolah Kek, ceritakan padaku tentang Yu Sarijem. Ada di mana dia sekarang ? Anaknya bernama Lestari juga ada di mana ? Dulu kan bekerja di sini ? Apakah sekarang masih berada di sini ? “ Begitulah aku memberondong kakekku dengan banyak pertanyaan. “ Wah..wah.. Cucu kakek rupanya kangen betul sama Sarijem dan Lestari.” Kata kakekku sambil menggelenggelengkan kepalanya. “ Itulah salah satu alasan Putri merengek terus menerus minta diajak ke sini Pak ? Kata ibu. “ Baiklah. Kalau itu kemauan cucuku. Mari kakek antar ke tempat Sarijem berada .” Kakekku mengalah. Dengan naik sepeda onthel aku diantar kakekku ke tempat Yu Sarijem. Setelah berkeliling kampung sampailah kami di sebuah warung nasi yang begitu ramainya. Ada banyak kendaraan terparkir di depan warung. Ada sepeda onthel, sepeda motor , bahkan mobil dan truk. “ Kek, pagi ini Putri sedang malas sarapan. Putri hanya mau ketemu Yu Sarijem.” Kataku karena kakek


memarkir sepedanya di depan warung itu. “ Sudahlah. Ayo ikut kakek.” Ucap kakekku. Aku pun turun dari sepeda dan mengikuti kakekku dari belakang. Ketika sampai di depan pintu warung pandanganku langsung tertuju pada seorang perempuan seusiaku yang sibuk mengemasi piring dan gelas yang sudah kosong. Setelah kutatap baik-baik aku merasa seperti mengenalnya. Lestari, ya sepertinya gadis itu Lestari. Teman sepermainanku waktu kecil. Belum habis keterkejutanku pada gadis itu, saat kepalaku menoleh ke samping kiri aku melihat lagi sesosok perempuan yang sibuk memasukkan nasi ke dalam piring meladeni pembeli yang makan di warung itu. Bagiku wajah itu juga tidak begitu asing. Apakah wanita ini Yu Sarijem ? Yu Sarijem yang kukekal waktu aku masih kecil dulu ? “ Yu Sarijem ! “ Teriakku tanpa sadar. “ Apa ini Non Putri ? Anak Pak Imam ? “ Perempuan itu tidak kalah nyaringnya dari suara teriakanku. “ Benar. Dia Putri anak Imam dan Susilawati. “ Sahut kakekku. “ Lestari ! Ini ada Non Putri teman sepermainanmu dulu ! “ Teriak Yu Sarijem. Kami bertiga pun saling menangis bahagia sambil berpelukan satu sama lain karena kerinduan yang begitu


dalam. Begitu lamanya kami berangkulan tanpa memperdulikan orang-orang yang sedang makan di warung ini tersenyum memperhatikan kami. “ Non Putri sekarang sudah besar ya ? Sudah beranjak remaja dan cantik sekali ! “ Puji Yu Sarijem. “ Ah, bisa aja Yu Sarijem memuji. Lalu Lestari sekolahnya kelas berapa ? “ tanyaku. “ Kelas IX M.Ts. Non Putri. Tapi sekolah suasta. Maklum di desa Non.” Sahut Lestari. Lama aku berada di warung Yu Sarijem. Sambil melayani pembeli Yu Sarijem dan Lestari menceritakan asal-usul ia berjualan nasi dengan pelanggan yang begitu banyak. Ia bercerita sejak meninggalnya nenekku ia mencoba berjualan nasi pecel dengan modal yang berasal dari pemberian nenekku karena kesetiaannya pada keluarga nenekku. Karena rasa nasi pecel Yu Sarijem begitu istimewa dan harganya murah dan terjangkau semua lapisan masyarakat desa serta mampu menjaga kebersihan baik makanan maupun meja makannya maka warung nasi pecel Yu Sarijem cepat dikenal banyak orang. Berkat kegigihan dan kerja keras serta kemampuan mengatur keuangannya menu makanan yang ia


Click to View FlipBook Version