The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Kumpulan-Pentigraf-MGMP-SMA-Kabupaten-Jember-Jember

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by 16 Hilman Taris, 2023-03-27 14:32:01

Kumpulan-Pentigraf-MGMP-SMA-Kabupaten-Jember-Jember

Kumpulan-Pentigraf-MGMP-SMA-Kabupaten-Jember-Jember

hidangkan kini bahkan bervariasi. Apalagi dengan ia suka menolong masyarakat sekitar dan bergaya hidup sederhana membuat usahanya semakin maju. Pertemuanku dengan Yu Sarijem benar-benar tidak sia-sia karena aku dapat mengambil pelajaran dari perjalanan hidupnya yang tidak mudah apalagi sejak ditinggal mati oleh suaminya. Perbuatan baik yang pernah aku terima waktu kecil dari Yu Sarijem merupakan cerminan dari kehidupan yang dia jalani dan kini ia dan Lestari telah memetik hasilnya. 27. AKHIR TANPA BATAS Sherly Maretnowati, S. Pd. (SMAS Islam Kasiyan) Dreeet dreeet dreeet…. Sudah tiga kali telepon genggam tak bernada itu berteriak agar segera disapa. Acuh pagi ini, hingga dia pun meninggalkan getaran itu dalam laci meja kerja. Entah apa lagi, pertengkaran yang bagaimana lagi. Berkali-kali telah dia sampaikan pada penjuru, jika tak lagi berhubungan dengan Mr. Boy. Seseorang yang mencintai bagaikan tanpa batas meski selalu dia akhiri. Lelaki yang telah terpaut hati dengan Bu Halimah meski keduanya memiliki rumah untuk pulang, namun mereka memiliki tempat yang saling membuat nyaman dan merindu setiap waktu.


“Bu Halimah, maaf, bukan saya ingin mencampuri, tapi dari tadi laci Bu Halimah terdengar bergetar.” Sesaat memperhatikan asal suara itu, namun segera berbalik dan mengambil telepon genggamnya. Benar saja, masih Mr. Boy dalam panggilan. Dengan rasa dongkol penuh kegeraman dia menjawab. “Apalagi sekarang? Aku tidak bisa memberi semua waktuku untukmu. Oke.” Singkat dan jelas terdengar seperti luapan yang berapi-api. Dia yang mengakhirinya kali ini. Meski ada bekas penyesalan dalam dadanya. “Mengapa aku akhiri? Mengapa aku memutuskannya?” Terdiam dan terpaku seolah dunianya runtuh seketika. Mr. Boy yang diam-diam dia cintai telah membuat hatinya terluka lagi dan lagi. Sekeras apapun dia menghindari hubungan yang rumit ini, tetap saja dia masih kembali pada batas yang tak terlihat. Masih dengan asal suara yang sama. “Apakah Bu Halimah tidak apa-apa?” Tanpa memberi isyarat atau jawaban sepatah kata pun, dia sontak beranjak pergi. Dia mencoba meninggalkan segala rasa kecewa dan sakit. Betapa besar harapan untuk terus bersama pujaan hati, meski ada rasa yang terluka.


28. BINGKISAN TAK BERTUAN Indah Sulistyowati, S.Pd (SMA Negeri 3 Jember) Kembali Tya menemukan sebuah bingkisan didepan pintu rumahnya. Ia semakin binggung karena sudah lima hari bingkisan yang sama selalu ada didepan pintu rumahnya. Awalnya is berpikir bingkisan itu adalah ulah iseng anak-anak yang selalu ramai bemain disamping rumahnya. Kemungkinan tertinggal sewaktu bermain. Ia mencoba hari ini bertanya kepada kakak dan adiknya. Apakah bingkisan itu milik mereka. Jawabnya pasti sudah bisa ditebak bahwa bingkisan itu juga bukan miliknya. “Apakah itu untuk Ibu”, tanya Tya pada ibunya pula. Ibunya pun menjawab bukan. Ibu kan sudah lama ditinggal Ayah kalian. Iya memang kami hanya berempat tinggal dirumah. Ibu, Aku, kakak, dan adikku. Ayah sudah lama meninggalkan kami. Kata Ibu Ayah sudah meninggal. Kuburnya ada di Papua. Sedangkan kami hidup di Jawa. Aku mulai memberanikan diri untuk membuka bingkisan yang pertama. Isinya surat dari Ayah. Ternyata Ayahku masih hidup......


29. SEMALAM DI BUMI BLAMBANGAN Ida Ernawati, S.Pd., M.Pd. (SMA Negeri 4 Jember) Saat di dalam angkotan kota aku merasa lelah sekali, kepalaku pusing, perut mual beradu menjadi satu seakan ingin menghabiskan semua energiku. Sesampai di rumah Bu Ranty aku langsung turun dan melangkahkan kaki menuju pintu. Belum sampai di pintu aku sudah terjatuh. Aku berusaha melawan sesuatu yang tidak kutahu. Terasa menyakitkan di sekujur tubuhku, aku menangis dan ingin menyerah saja. “Jangan mengajak Aina!” kata sahabat kecilku. “Tidak bisa! Kalian di sini hanya menumpang, kalian sudah membuat kegaduhan. bicara kalian sangat kotor!” jawabnya. “Aina sebagai tahanan kami! Dia tidak akan bisa pulang!” Terus saja tubuh Aina mengejang, bahkan berusaha melepaskan diri dari pegangan kami. Dia benturkan kepalanya ke lantai, mencengkeram tanganku hingga membiru. Kakinya menendang dada Afdhal yang berusaha menahan kakinya. Afdhal kesakitan, ia mundur digantikan Bu Ranty. Terus saja ia menyuarakan “Kalian di sini hanya menumpang, kalian sudah membuat kegaduhan. bicara kalian sangat kotor! Aina sebagai tahanan kami! Dia tidak akan bisa pulang!” aku tidak tahu harus bagaimana. Bu Ranty sebagai pemilik rumah mendengar suara dari mulut Aina bergeser mendekati kepala Aina. “Saya minta maaf ya, anak-anak saya sudah


ramai, berbicara kotor. Jangan tahan Aina, Lepaskan, Dia! Kami tidak akan mengganggumu lagi!” Tiba-tiba Aina menangis dan perlahan membuka matanya. Dia pucat dan lemah sekali. Acara refresh kelas ke ujung timur pulau Jawa diawali dengan perjalanan dengan kereta dari kota Jember ke bumi Blambangan. Kami menginap di rumah Bu Ranty yang jarang dihuni karena Bu Ranty sudah pindah tugas di sekolah kami. Sejak datang ke rumah ini kami sangat riang gembira hingga rumah yang biasanya sepi menjadi ramai oleh canda, tawa, dan bahagia kami. Tidak jarang suara keras dan kata-kata bernada sumbang terselip di sana. Wah … rupanya ada yang terganggu dengan kahadiran kami. Pada prinsipnya, kita harus bersikap baik dan sopan di mana pun berada.*


Click to View FlipBook Version