The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara subjective well- being dan organizational citizenship behavior pada anggota Dit Samapta Polda DIY. Subjek dalam penelitian ini adalah 45 anggota Dit Samapta Polda DIY. Instrumen pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini modifikasi dan terjemahan Satisfaction with Life Scale (SWLS) yang dikembangkan oleh Diener, Emmons, Larsen, dan Griffin (1985)) dan Positive Affect Negative Affect Schedule (PANAS) yang dikembangkan oleh Watson, Clark, dan Tellengen (1988), kedua instrumen yang digunakan untuk mengukur SWB. Dan OCB diukur dengan kuesioner dari Podsakoff, MacKenzie, Moorman, dan Fetter (1990). Data yang diperoleh dari ketiga instrumen dianalisis dengan uji korelasi Product- moment Pearson dengan bantuan SPSS for Windows ver. 22. Hasilnya menunjukkan bahwa ada korelasi positif antara SWB dan OCB dengan p = 0,000 (p <0,05) dan r = 0,250. SWB memberikan sumbangan efektif sebanyak 25% sedangkan sisanya 75 % berasal dari faktor lain.

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by ridwanwibow, 2020-08-12 02:07:26

HUBUNGAN ANTARA SUBJECTIVE WELL-BEING DAN ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR PADA ANGGOTA DIT SAMAPTA POLDA DIY

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara subjective well- being dan organizational citizenship behavior pada anggota Dit Samapta Polda DIY. Subjek dalam penelitian ini adalah 45 anggota Dit Samapta Polda DIY. Instrumen pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini modifikasi dan terjemahan Satisfaction with Life Scale (SWLS) yang dikembangkan oleh Diener, Emmons, Larsen, dan Griffin (1985)) dan Positive Affect Negative Affect Schedule (PANAS) yang dikembangkan oleh Watson, Clark, dan Tellengen (1988), kedua instrumen yang digunakan untuk mengukur SWB. Dan OCB diukur dengan kuesioner dari Podsakoff, MacKenzie, Moorman, dan Fetter (1990). Data yang diperoleh dari ketiga instrumen dianalisis dengan uji korelasi Product- moment Pearson dengan bantuan SPSS for Windows ver. 22. Hasilnya menunjukkan bahwa ada korelasi positif antara SWB dan OCB dengan p = 0,000 (p <0,05) dan r = 0,250. SWB memberikan sumbangan efektif sebanyak 25% sedangkan sisanya 75 % berasal dari faktor lain.

Keywords: Organizational Citizenship Behavior, Subjective Well-being, anggota Dit Samapta Polda DIY

HUBUNGAN ANTARA SUBJECTIVE WELL-BEING
DAN ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR PADA

ANGGOTA DIT SAMAPTA POLDA DIY
SKRIPSI

Oleh :
Ridwan Wibowo

16081023

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MERCU BUANA YOGYAKARTA

YOGYAKARTA
2020

HUBUNGAN ANTARA SUBJECTIVE WELL-BEING
DAN ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR PADA

ANGGOTA DIT SAMAPTA POLDA DIY

SKRIPSI

Diajukan kepada :
Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana Yogyakarta

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai derajat
Sarjana Strata Satu (S1)

Oleh :
Ridwan Wibowo

16081023

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MERCU BUANA YOGYAKARTA

YOGYAKARTA
2020

i

HALAMAN PENGESAHAN
HUBUNGAN ANTARA SUBJECTIVE WELL-BEING
DAN ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR PADA

ANGGOTA DIT SAMAPTA POLDA DIY

Oleh :

Ridwan Wibowo

16081023

Telah dipertanggungjawabkan dan diterima
Oleh Tim Penguji pada tanggal
05 Agustus 2020

Dekan, Mengetahui Dosen Pembimbing
2 Dosen Pembimbing 1

Reny Yuniasanti, M.Psi., Psikolog Nur Fachmi Budi S, M.Psi., Psikolog Novia Sinta R, M.Psi., Psikolog
Dosen Penguji

Dr. Sri Muliati Abdullah, M.A.
Psikolog

ii

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat
karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu
Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya
atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang
secara tertulis diacu dalam naskah ini dan diterbitkan dalam daftar pustaka.

Yogyakarta, 29 Februari 2020
Yang menyatakan,
ttd
Ridwan Wibowo

iii

MOTTO
Bismillahirrohmannirrohim

“Maka Maha Tinggi Allah Raja Yang sebenar-benarnya, dan janganlah kamu
tergesa-gesa membaca Al qur’an sebelum disempurnakan mewahyukannya

kepadamu, dan katakanlah: “Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu
pengetahuan”

(QS. Thaha ayat 114)

“Tuntutlah ilmu dari buaian sampai ke liang lahat, tiada harta yang paling
berharga dan abadi di dunia ini selain ilmu yang bermanfaat”
(HR. Bukhori Muslim)

“I'm feeling supersonic”
(Penulis)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Alhamdulillahirabbil’alamin

Karya tulis ini penulis persembahkan bagi,

Allah SWT atas rahmat-Nya
Bapak dan Ibu penulis tersegalanya
Dewi Arfiyanti istri penulis tersupersonic
Teman-teman penulis teristimewa

Almamater penulis

v
UCAPAN TERIMA KASIH

Dengan bersujud kepada Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa
memberi nikmat dan hidayah kepada hamba-NYA, saya sangat bersyukur atas
segala karunia, rahmat, serta keridhoan dapat menyelesaikan penulisan skripsi
ini. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada :

1. Dr. Alimatus Sahrah, M.Si., M.M., selaku Rektor Universitas Mercu Buana
Yogyakarta.

2. Reny Yuniasanti, M.Psi., Psikolog., selaku Dekan Fakultas Psikologi
Universitas Mercu Buana Yogyakarta.

3. Reny Yuniasanti, M.Psi., Psikolog, selaku Dosen Pembimbing Akademik
Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana Yogyakarta.

4. Nur Fachmi Budi Setyawan, S.Psi., M.Psi., Psikolog selaku dosen
pembimbing utama dan Novia Sinta R, M.Psi., Psikolog selaku dosen
pembimbing kedua yang telah sangat membantu, membimbing peneliti
dengan sangat baik dan memberikan segala masukan sehingga
terselesaikannya karya ini.

5. Dr. Sri Muliati Abdullah, M.A. Psikolog, selaku dosen penguji yang telah
memberikan saran serta bimbingan, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan
dengan baik.

vi
6. Seluruh Dosen Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana Yogyakarta

yang telah memberikan ilmu dan pengetahuannya.

7. Seluruh karyawan dan staf Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana
Yogyakarta, yang telah banyak membantu penulis dalam proses perkuliahan
selama ini.

8. Subjek penelitian, yang telah meluangkan waktunya dalam membantu
proses penelitian.

9. Kedua orang tua tercinta, yang tak pernah henti-hentinya memberikan
semangat.

10.Teman-teman terkasih yang selalu mendukung dan memberi motivasi.
11.Kepala dan teman-teman Biro Layanan Psikologi Universitas Mercu Buana

Yogyakarta yang selalu memberi semangat dan motivasi penulis untuk
menyelesaikan penulisan ini.

Semoga skripsi ini memberikan manfaat dan dapat menjadi masukan
bagi peneliti selanjutnya yang berminat terhadap penelitian sejenis.

Aamiin.

Yogyakarta, 29 Februari
2020 Penulis,

Ridwan Wibowo

vii

DAFTAR ISI

HALAMAN
JUDUL………………………………………………………….…..Error! Bookmark
not defined.
HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………………3
PERNYATAAN…………………………………………………………………5
HALAMAN MOTTO……………………………………………………………5
HALAMAN PERSEMBAHAN ……………………………………………..….vi
UCAPAN TERIMAKASIH……………………………………………………..vi
DAFTAR ISI.......................................................................................................viii
ABSTRAK………………………………………………………….……………xi
BAB I...………………………………………………………………….………..1

A. Latar Belakang Masalah……………………………………………….….1
B. Tujuan Penelitian………………………………………………….……..252
C. Manfaat Penelitian…………………………………………………….…252
BAB II……………………………………………………………………….….263
A. Organizational Citizenship Behavior…………………………………………………….……263
B. Subjective Well-being……………………………………………………………………………….….352
C. Dinamika…………………………………………………………….…..26
D. Hipotesis…………………………………………………….…………...453
BAB III………………………………………………………………….……...464

A. Variabel-Variabel……………………………………….…………….464
B. Definisi Variabel-Variabel……………………………….……………464
1. Organizational Citizenship Behavior (OCB)………………………….……………..464
2. Subjective Well-Being (SWB)…………………………………………………….……………464
C. Subjek Penelitian……………………………………………….……..475

viii

D. Metode Pengumpulan Data………………………………………..……476

1. Skala Organizational Citizenship Behavior (OCB)………………………………486

a. Satisfaction With Life Scale (SWLS)……………………………………………………….…40

b. Positive and Negative Schedule (PANAS)……………………………………….…542
E. Pelaksanaan Penelitian………………………………………………......564
F. Metode Analisis Data……………………………………………………575
BAB IV………………………………………………………………………...59
A. Hasil Penelitian………………………………………………………….597

B.Pembahasan................................................................................................52
BAB V………………………………………………………………………....57

Saran dan Kesimpulan……………………………………………………...57
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….60

LAMPIRAN 1……………………………………………………………...Error!
Bookmark not defined.3

LAMPIRAN 2……………………………………………………………...Error!
Bookmark not defined.9

LAMPIRAN 3 ............................... ..............................................................76

LAMPIRAN 4................................................................................ ..............82
LAMPIRAN 5……………………………………………………………...85
LAMPIRAN 6……………………………………………………………...94
LAMPIRAN 7……………………………………………………………...96
LAMPIRAN 8……………………………………………………………...99
LAMPIRAN 9…………………………………………………………….101

ix

DAFTAR TABEL

TABEL 1………………………………………………………………………..38
TABEL 2………………………………………………………………………..39
TABEL 3………………………………………………………………………..41
TABEL 4………………………………………………………………………..41
TABEL 5………………………………………………………………………..42
TABEL 6………………………………………………………………………..43
TABEL 7………………………………………………………………………..47
TABEL 8………………………………………………………………………..48
TABEL 9………………………………………………………………………..49

x

HUBUNGAN ANTARA SUBJECTIVE WELL-BEING DAN
ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR PADA
ANGGOTA DIT SAMAPTA POLDA DIY
Ridwan Wibowo¹, Nur Fachmi Budi S², Novia Sinta R³

The Faculty Of Psychology Of The University Of Mercu Buana Yogyakarta
¹[email protected]

²[email protected]

³[email protected]

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara
subjective well- being dan organizational citizenship behavior pada anggota
Dit Samapta Polda DIY. Subjek dalam penelitian ini adalah 45 anggota Dit
Samapta Polda DIY. Instrumen pengukuran yang digunakan dalam
penelitian ini modifikasi dan terjemahan Satisfaction with Life Scale
(SWLS) yang dikembangkan oleh Diener, Emmons, Larsen, dan Griffin
(1985)) dan Positive Affect Negative Affect Schedule (PANAS) yang
dikembangkan oleh Watson, Clark, dan Tellengen (1988), kedua instrumen
yang digunakan untuk mengukur SWB. Dan OCB diukur dengan kuesioner
dari Podsakoff, MacKenzie, Moorman, dan Fetter (1990). Data yang
diperoleh dari ketiga instrumen dianalisis dengan uji korelasi Product-
moment Pearson dengan bantuan SPSS for Windows ver. 22. Hasilnya
menunjukkan bahwa ada korelasi positif antara SWB dan OCB dengan p =
0,000 (p <0,05) dan r = 0,250. SWB memberikan sumbangan efektif
sebanyak 25% sedangkan sisanya 75 % berasal dari faktor lain.

Kata kunci: Organizational Citizenship Behavior, Subjective Well-being, anggota Dit
Samapta Polda DIY

xi

RELATIONSHIP BETWEEN SUBJECTIVE WELL-BEING
AND ORGANIZATIONAL CITIZRNSHIP BEHAVIOR ON

MEMBERS OF DIT SAMAPTA POLDA DIY

Ridwan Wibowo¹, Nur Fachmi Budi S², Novia Sinta R³

The Faculty Of Psychology Of The University Of Mercu Buana Yogyakarta
¹[email protected]

²[email protected]

³[email protected]

ABSTRAK
This study aims to determine the relationship between subjective
well-being and organizational citizenship behavior among members of Dit
Samapta Yogyakarta Regional Police. The subjects in this study were 45
members of Dit Samapta Yogyakarta Regional Police. The measurement
instrument used in this study was a modification and translation of the
Satisfaction with Life Scale (SWLS) developed by Diener, Emmons, Larsen,
and Griffin (1985) and Positive Affect Negative Affect Schedule (HEAT)
developed by Watson, Clark, and Tellengen (1988), both instruments are
used to measure SWB. And OCB was measured by a questionnaire from
Podsakoff, MacKenzie, Moorman, and Fetter (1990). Data obtained from the
three instruments were analyzed by Pearson Product-moment correlation test
with the help of SPSS for Windows ver. 22. The results show that there is a
positive correlation between SWB and OCB with p = 0,000 (p <0.05) and r =
0,250. SWB made an effective contribution of 25% while the remaining 75%
came from other factors.

Keyword : Organizational Citizenship Behavior, Subjective Well-being, members of
Dit Samapta Polda DIY

xii

BAB I
A. Latar Belakang Masalah
Era Modern saat ini kemajuan kehidupan diikuti dengan tingginya tingkat
persaingan, tidak hanya antar manusia tetapi juga antar kelompok dan organisasi.
Organisasi Kepolisian dituntut untuk terus melakukan pembaharuan dan
perbaikan dalam berbagai aspek baik teknologi, kebijakan, iklim organisasi,
strategi, maupun sumber daya manusia yang merupakan pihak yang menjalankan
organisasi. Salah satu upaya penting dalam meningkatkan efektifitas, efisiensi,
dan daya saing adalah dengan meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang
dimilikinya. (http://hukum.unsrat.ac.id) (www.tribunnews.com)
Sumber daya manusia merupakan aspek terpenting dari suatu organisasi.
Hal ini dikarenakan sumber daya manusia merupakan perencana, pembuat sistem,
pelaksana sistem, dan pencapai tujuan organisasi. Demi tercapainya keberhasilan
pada suatu organisasi, sangat diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas
karena keberhasilan organisasi bergantung pada pengelolaan sumber dayanya.
Bangun (2012), menyatakan bahwa suatu perusahaan dapat berjalan dengan
efektif jika didukung oleh sumber daya manusia yang mampu untuk
mengembangkan keahlian dan kompetensi yang dimilikinya. Di Indonesia secara
normatif-konstitusional adalah negara yang berdasarkan hukum. Ditengah-tengah
itu, polisi merupakan salah satu pilar yang penting, dikarenakan badan tersebut
mempunyai peranan yang sangat

1

2

penting dalam menjaga harkamtibmas atau keamanan dan ketertiban masyarakat.
Kepolisian sebagai lembaga yang dibentuk untuk melaksanakan tugas tersebut
mengemban amanah yang teramat besar bagi masyarakat. Kepolisian Negara
Republik Indonesia (POLRI) adalah lembaga eksekutif dalam hal keamanan
negara di seluruh wilayah negara Indonesia. POLRI memiliki peran untuk
mewujudkan keamanan dalam hukum, terselenggaranya perlindungan,
pengayoman dan pelayanan masyarakat, serta terbinanya ketentraman masyarakat
dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Demikian pada prinsipnya
pengaturan ketentuan Pasal 2, Pasal 4, dan Pasal 13 UU Nomor 2 Tahun 2002
tentang Kepolisisan Negara Republik Indonesia. (http://hukum.unsrat.ac.id)
(www.tribunnews.com)

Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah Kepolisian Nasional
di Indonesia, yang bertanggung jawab langsung di bawah Presiden. Polri
mempunyai moto Rastra Sewakotama yang artinya Abdi Utama bagi Nusa
Bangsa. POLRI mengemban tugas-tugas kepolisian di seluruh
wilayah Indonesia yaitu memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;
menegakkan hukum; dan memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan
kepada masyarakat.

POLRI dipimpin oleh seorang Kepala Kepolisian Negara Republik
Indonesia (Kapolri). Sejak 13 Juli 2016 jabatan Kapolri dipegang oleh Jenderal
Polisi Tito Karnavian tingkat Mabes POLRI sampai dengan tingkat wilayah yang
paling kecil (Polsek) yang dipimpin Kapolsek. Tugas tetap sama yang se-

3

lalu berhubungan dengan masyarakat, salah satu kewajiban yang mengemban
tugas tersebut adalah Direktorat Samapta Polda DIY, yang sebelumnya berganti
nama dari Dit Sabhara Polda DIY. Dit Sampata merupakan tingkat Polda yang
berada dibawah Mabes Polri. Direktorat Samapta, merupakan unsur pelaksana
tugas Polri berada dibawah Kapolda langsung dan bertugas menyelenggarakan
kegiatan Turjawali Pengaturan, Penjagaan, Pengawalan, Patroli), Dalmas
(Pengendalian massa) , SAR (Seacrh And Rescue) , Bantuan Satwa (k-9). Tugas
Pokok Samapta adalah melaksanakan fungsi kepolisian tugas preventif atau
pencegahan terhadap pelanggaran hukum atau gangguan Kamtibmas dengan
kegiatan penjagaan, pengawalan dan patroli dengan sasaran pokoknya adalah : (1)
Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. (2)
Meniadakan unsur kesempatan atau peluang bagi anggota masyarakat yang
berniat melakukan pelanggaran hukum. (3) Melaksankan tindakan represif tahap
awal serta bentuk gangguan kamtibmas. (4) Melaksanakan penegakan hukum
terbatas (Gakkumtas) contoh : tipiring dan penegakan Perda. (5) Pemberdayaan
dukungan satwa dalam tugas Opsnal Kepolisian. (6) Melaksanakan Search And
Resque (SAR) terbatas. Disamping itu secara umum Dit Samapta bertugas dalam
Pengaturan kegiatan masyarakat dan pemerintahan, Penjagaan, Pengawalan,
Patroli, TPTKP (Tindakan Pertama Tempat Kejadian Perkara), Bansar / Bantuan
SAR, Dalmas (Pengendalian Massa), Negosiasi, Tipiring (Tindak Pidana Ringan).
(jogja.polri.go.id)

4

Tugas yang dilaksanakan Dit Samapta berhubungan dengan lapangan,
dalam ikatan regu ataupun pleton (kelompok). Semakin banyaknya tuntutan dan
target yang menjadi beban Kepolisian seperti sekarang ini, sangat dituntut
fleksibilitas anggotanya, seperti membantu tugas anggota lain dalam tim,
memajukan diri untuk memakukan pekerjaan ekstra, menghindari konflik internal
maupun eksternal, menghormati semangat dan isi peraturan serta dapat mentolelir
kerugian dan gangguan terkait dengan pekerjaan yang terjadi pada Anggota Dit
Samapta Polda DIY. Usaha-usaha yang dilakukan anggota Dit Samapta dalam
melakukan pekerjaan ekstra adalah konsep dari Organizational Citizenship
Behavior (OCB).

Menurut Luthans (Luthans, 2011), OCB berhubungan dengan efektivitas
kinerja kelompok dan organisasi. Hal ini karena meskipun perilaku ini tidak
terdeteksi oleh sistem reward, tetapi karyawan yang memiliki OCB tinggi terbukti
memiliki kinerja yang lebih baik dan mendapatkan nilai yang tinggi dalam
evaluasi kinerja. Organ, Podsakoff dan MacKenzie (2006) membagi dimensi
OCB menjadi lima, yaitu Altruism, Conscientiousness, Sportmanship, Courtesy
dan Civic Virtue.

OCB lebih berkaitan dengan manifestasi seorang anggota Dit Samapta
Polda DIY sebagai makhluk sosial. OCB juga merupakan suatu kegiatan sukarela
yang dilakukan mendukung fungsi organisasi sehingga perilaku ini bersifat
altruistik (menolong) yang diekspresikan dalam segala bentuk hirarki anggota di
lingkungan Dit Samapta Polda DIY yang menunjukkan sikap tidak mementingkan
diri sendiri. Dalam menghadapi tugas lapangan sebagai

5

tugas pokok Dit Samapta akan lebih ekstra diluar kewajiban dalam SOP yang ada
dengan sukarela.

Hasil wawancara dengan 10 masyarakat yang ditemui pagi hari pukul 07.00-
09.00 dalam kurun waktu 1 minggu di awal bulan Oktober saat memulai aktifitas
pekerjaannya, dalam tugas sehari-hari yaitu pengaturan jalan atau Commander
Wish di Jalan Affandi lokasi dimana Anggota Dit Samapta melaksanakan tugas
pengaturan penggal jalan, menceritakan pada saat anggota polri melaksanakan
tugas. OCB penting untuk dimiliki oleh anggota Dit Samapta. Dikarenakan
disamping tugas sehari-hari sebagai rutinitas yang wajib untuk dipenuhi seperti
kegiatan pengaturan lalu-lintas setiap paginya. Menjamin kelancaran arus jalan
dan keamanan para pengendara bermotor, sepeda ataupun pejalan kaki. Dengan
situasi yang tidak bisa diprediksi pada saat melaksanakan tugas tersebut sering
kali mendapatkan laporan masyarakat pada saat itu juga telah terjadi tindak
kriminal, kekerasan ataupun laka lantas. Hal tersebut memerlukan tindakan ekstra
untuk segera menindaklanjuti, sebelum diserahkan kepada anggota polisi yang
lebih berwenang dalam menangani kejadian tersebut yang sesuai tugasnya. Akan
tetapi pada kenyataannya, hasil wawancara dalam bulan Oktober pagi harinya
sehabis apel pagi pukul 07.30-09.00 saat tugas jaga Mako sebagian anggota
Ditsampta di Polda DIY masih banyak yang belum memiliki OCB yang optimal
dalam dirinya. Hal ini dapat dilihat salah satunya dari contoh disisi lain adanya
perasaan tidak tenang dan was-was saat konsolidasi sewaktu-waktu atau panggilan
darurat pada jam istirahat saat malam hari, saat lepas dinas hingga saat waktu
bersama keluarga. Panggilan tersebut dari pimpinan dalam ikatan -

6

pleton (Danton) atau setingkat diatasnya yaitu kompi (Danki) pada Direktorat
Samapta. Hal ini tentu tidak sesuai dengan aspek sportsmanship dalam OCB
dimana anggota Dit Samapta seharusnya memiliki perilaku toleransi terhadap hal
yang kurang ideal dari organisasi.

Data yang diperoleh dari Kaur Binplin Kompol Agus Mulono Bidpropam
Polda DIY pada jam kerja 08.00-10.00 hari senin 07 Oktober mengenai absensi
dan catatan hartib atau tentang kedisiplinan dan ketertiban anggota bahwa
Anggota Dit Samapta Polda DIY masih banyak tercatat tidak hadir pada apel pagi
rutinitas setiap pukul 07.00 WIB. Rata-rata bulan September ketidakhadiran tanpa
keterangan lebih banyak dari ketidakhadiran dengan keterangan sebanyak 8% dari
jumlah Anggota Dit Samapta Polda DIY. Hal ini ditandai dengan rendahnya
perilaku Civic Virtue atau perilaku yang menunjukkan partisipasi secara sukarela
terhadap kegiatan-kegitan organisasi, dan kepedulian terhadap kelangsungan
hidup organisasi. Perilaku ini dilakukan untuk turut serta dalam mendukung
fungsi-fungsi organisasi dan untuk menimbulkan kesan baik bagi organisasi.

Berdasarkan hasil wawancara dengan 10 anggota Dit Samapta Polda DIY.
Anggota pada saat piket di penjagaan Mako Paingan siang hari waktu tugas jaga,
didapatkan bahwa masih terdapat anggota Dit Samapta yang memiliki tingkat
OCB yang rendah. Hal ini ditandai dengan rendahnya perilaku conscientiousness
atau perilaku kerja melebihi standar, salah satunya adalah terkadang mereka masih
menggunakan waktu istirahat berlebihan sehingga-

7

agak terlambat untuk kembali ke kantor. Selain itu, mereka juga tidak selalu
datang kerja tepat pada waktunya. Ada kalanya mereka akan datang sedikit
terlambat dengan berbagai alasan. Selain itu, kurangnya perilaku altruism juga
ditemukan dengan adanya anggota Dit Samapta yang jarang membantu
menyelesaikan beban kerja rekan kerjanya. Pihak Kasubbagrenmin atau bagian
administrasi bagian anggota Dit Samapta Polda DIY juga menyatakan bahwa
tidak banyak anggota polri yang memiliki perilaku kerja yang luar biasa atau
melebihi standar dan tuntutan organisasi. Kebanyakan anggota memiliki kinerja
yang tergolong standar, bahkan terdapat sebagian kecil anggota yang cenderung
pasif dan kurang memberikan konstribusi atau sumbangan pemikiran misalnya
pada apel kesatuan. Hal ini menunjukkan adanya anggota Dit Samapta yang masih
memiliki tingkat OCB yang rendah.

Menurut Organ (dalam Spector, 2008) terdapat sejumlah faktor yang
mempengaruhi munculnya OCB yaitu kepuasan kerja karyawan, komitmen
afektif yang tinggi, perlakuan yang adil, dan hubungan yang baik dengan
supervisior atau atasan. Menurut Pramita (2010) berdasarkan penelitian yang
dilakukan pada pegawai kontrak di lingkungan Universitas Diponegoro,
diperoleh hasil kepuasan kerja dan budaya organisasi sangat berpengaruh
terhadap motivasi kerja, sedangkan faktor motivasi kerja secara signifikan
berpengaruh hadap OCB pada pegawai kontrak.

Menurut Judge (2008) mengemukakan bahwa kepuasan terhadap kualitas
kehidupan kerja adalah penentu utama OCB dari seorang karyawan. Kepuasan
hidup dalam bekerja menurut Diener (2005) yaitu kebahagiaan merupakan -

8

konsep yang luas, seperti emosi positif atau pengalaman yang menyenangkan,
rendahnya mood yang negatif, dan memiliki kepuasan hidup yang tinggi.
Kebahagiaan juga dapat dikatakan sebagai pengalaman positif, kenikmatan yang
tinggi, dan motivator utama dari segala tingkah laku manusia, Bekhet (2008).
Kebahagiaan sendiri sering disamakan dengan istilah Subjective Well-Being
(SWB).

Diener (2003) mengartikan SWB sebagai penilaian pribadi individu
mengenai hidupnya, bukan berdasarkan penilaian dari ahli, termasuk didalamnya
mengenai kepuasan (baik secara umum, maupun pada aspek spesifik), afek yang
menyenangkan, dan rendahnya tingkat afek yang tidak menyenangkan, Diener
(2003). Hal tersebut akhirnya oleh Diener dijadikan sebagai komponen-komponen
spesifik yang dapat menentukan tingkat SWB seseorang. Anggota Dit Samapta
yang sudah diwawancarai mengalami pengalaman yang tidak menyenangkan saat
bertugas dan memiliki suasana hati (mood) yang kurang baik pada saat atensi
pimpinan hingga terjun ke lapangan. Komponen-komponen tersebut antara lain:
emosi yang menyenangkan, emosi yang tidak menyenangkan, kepuasan hidup
secara global, dan aspek-aspek kepuasan, Diener (2003). Kepuasan hidup, afek
negatif dan afek positif merupakan aspek subjective well-being (SWB) menurut
Diener, Lucas, dan Oishi (2002).

9

Individu yang merasakan afek positif lebih sering daripada afek negatifnya
dikenali sebagai individu dengan Subjective well-being yang tinggi. Menurut
Diener (2009) subjective well being (SWB) adalah situasi yang mengacu padan
kenyataan bahwa individu secara subyektif percaya bahwa kehidupannya adalah
sesuatu yang diinginkan, menyenangkan dan baik. SWB merupakan kondisi yang
mengacu pada evaluasi individu terhadap hidupnya Diener dalam Nelson dan
Cooper (2007). Evaluasi ini dilakukan secara kognitif dan afektif, bentuk evaluasi
kognitif dari individu adalah kepuasan menyeluruh terhadap kehidupannya,
sedangkan evaluasi afektif terlihat dengan lebih seringnya dirasakan emosi positif
seperti kesenangan dan kebahagiaan dan lebih sedikit mengalami emosi-emosi
negatif seperti kesedihan dan kemarahan, Diener, Sandvick dan Pavot, dalam
Baker & Oerlemans (2010).

SWB merupakan persepsi tentang kehidupan yang meliputi evaluasi
secara kognitif dan emosional atau afektif yang sering dikenal dengan istilah
kebahagiaan, ketentraman, keberfungsian penuh, dan kepuasan hidup, Diener,
Lucas dan Oishi (2003). Diener, Lucas dan Oishi (2002) menyatakan aspek SWB
terdiri dari aspek kognitif berupa kepuasan hidup dan afektif terdiri dari afektif
positif dan afektif negatif. SWB terdiri dari tiga aspek pembangun yaitu afek
positif dan afek negatif serta kepuasan hidup. Afek positif dan negatif merupakan
bagian dari aspek afektif, sedangkan kepuasan hidup merupakan aspek yang
merepresentasikan aspek kognitif individu.

10

Diener dalam Eid dan Larsen (2008, h.97) menambahkan kepuasan terhadap
domain spesifik sebagai salah satu aspek SWB. Komponen kognitif SWB meliputi
kepuasan hidup secara keseluruhan dan kepuasan terhadap domain spesifik dalam
kehidupan individu.

Penelitian Filsafati dan Ratnaningsih (2016) yang berjudul Hubungan
antara SWB dan OCB pada Karyawan PT. Jateng Sinar Agung Sentosa Jawa
Tengah & DIY. Subjek pada penelitian ini adalah 66 orang karyawan dan
penenun. Pada penelitian ini peneliti menggunakan metode penelitian kuantitatif.
Pada penelitian ini peneliti menggunakan teori SWB menurut Diener dan teori
OCB menurut Organ, Podsakoff, & MacKenzie. Hasil penelitian ini menunjukkan
terdapat hubungan yang positif antara SWB dan OCB.

Agho, Price, Mueller (Somech & Ron, 2007) menjelaskan hubungan antara
afek negatif dengan OCB, dimana afek negatif cenderung menekan atau
menghambat perilaku altruistik atau perilaku membantu. Individu yang memiliki
tingkat afek negatif yang tinggi cenderung memiliki pandangan negatif terhadap
diri sendiri, orang lain, dan dunia di sekitar mereka. Individu tersebut cenderung
meningkatkan jarak psikologis antara diri sendiri dan orang lain, sehingga hal
tersebut akan mengurangi keinginan mereka untuk menunjukkan tindakan
membantu dan prososial.

11

Filsafati dan Ratnaningsih (2016) juga menemukan bahwa SWB memiliki
hubungan yang positif dengan OCB. SWB merupakan persepsi tentang kehidupan
yang meliputi evaluasi secara kognitif dan emosional atau afektif yang sering
dikenal dengan istilah kebahagiaan, ketentraman, keberfungsian penuh, dan
kepuasan hidup, Diener, Lucas dan Oishi (2003). SWB terdiri dari afek negatif,
afek positif dan kepuasan hidup (Diener, Lucas, & Oishi, 2002). Afek positif
merefleksikan emosi yang menyenangkan dan reaksi-reaksi individu terhadap
peristiwa yang menunjukkan bahwa kehidupannya berjalan sesuai yang
diinginkan. Wright dan Sablynski (2008) menyatakan bahwa aspek affective
dalam diri seseorang yang terdiri dari fenomena seperti suasana hati dan emosi,
telah terbukti terkait dengan OCB. Afek positif menjadikan individu ingin
melakukan hal-hal di luar tanggung jawabnya yang dimanifestasikan dalam OCB.
Tingginya kepuasan hidup dan lebih sering dirasakannya afek positif dalam
kehidupan individu daripada afek negatif didefinisikan sebagai SWB, sehingga
dapat disimpulkan bahwa individu dengan SWB yang tinggi akan memiliki OCB
yang lebih tinggi. Begitu pula sebaliknya, pada individu dengan SWB yang rendah
akan memiliki OCB yang rendah. Didasarkan pada hal tersebut, ada hubungan
antara Subjective Well-Being dan Organizational Citizenship Behavior pada
Anggota Dit Samapta Polda DIY.

Penelitian yang sudah pernah dilakukan Filsafati dan Ratnaningsih
(2016) yang berjudul Hubungan antara SWB dan OCB pada Karyawan PT. Jateng
Sinar Agung Sentosa Jawa Tengah & DIY dengan Karyawan penenun yang
bekerja secara terjadwal berbeda pada Anggota Dit Samapta Polda DIY adalah
tugas pokok kepolisian yang tidak ada waktu libur, adanya yaitu lepas dinas.
Berbeda dengan waktu kerja -

12

dari penelitian sebelum-sebelumnya yang terjadwal. Dengan tugas yang diemban
Anggota Dit Samapta selama 24 jam setiap harinya jika sewaktu-waktu
dibutuhkan harus siap memenuhi panggilan.

B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara SWB dan OCB

pada Anggota Dit Samapta Polda DIY.
C. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Praktis
Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi Dit

Samapta Polda DIY dan Anggota Polri untuk bisa meningkatkan SWB dan OCB
yang dimilikinya demi tercapainya kinerja organisasi yang lebih baik.

2. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan
teori sikap, terutama dengan kaitannya bidang Organisasi Dit Samapta Polda DIY
yang akan menambah wawasan mengenai pentingnya memiliki OCB yang tinggi
untuk mencapai kesejahteraan subjektif.

BAB II
Tinjauan Pustaka
A. Organizational Citizenship Behavior
1. Pengertian Organizational Citizenship Behavior
Organ, Podsakoff, dan MacKenzie (2006) mengungkapkan bahwa
OCB adalah kebebasan individu dalam berperilaku yang secara tidak langsung
diakui system reward, serta perilaku ini dapat meningkatkan efisiensi dan
efektivitas pada perusahaan. Robin dan Judge (2012) mendefinisikan OCB
sebagai perilaku yang bersifat sukarela yang berkontribusi terhadap lingkungan
psikologis dan sosial di tempat kerja. Menurut Spector (2008) OCB adalah
perilaku yang melampaui persyaratan tugas inti dari pekerjaan (tugas yang
tercantum dalam deskripsi pekerjaan) dan bermanfaat bagi organisasi.
Jex dan Britt (2008) mendefinisikan OCB sebagai perilaku yang bukan
merupakan bagian dari diskripsi formal pekerjaan karyawan atau perilaku dimana
karyawan tidak diberi imbalan secara formal. Perilaku yang dimaksud seperti
membantu pekerjaan rekan kerja yang tidak hadir dan bersikap sopan kepada
orang lain. OCB juga didefinisikan sebagai kesediaan untuk membantu karyawan
lain yang mengalami overloaded pada pekerjaannya, kesediaan untuk bertukar
hari libur, selalu menjaga sikap sportif dan salaing menghormati, dan sikap-sikap
postif lainnya (Purwito, Nurtjahjanti, & Ariati, 2012).

13

14

Kusumajati (2014) mendefinisikan OCB sebagai perilaku sukarela yang
melebihi kebutuhan dasar dari pekerjaan seperti membantu rekan kerja dan
bersikap sopan kepada orang lain, dimana perilaku tersebut menguntungkan
organisasi akan tetapi tidak berkaitan dengan sistem reward. Berdasarkan
penjelasan, secara umum peneliti mengambil kesimpulan bahwa OCB merupakan
perilaku sesesorang yang sifatnya sukarela tanpa ada harapan pamrih, tidak dalam
kewajiban pekerjaan formal yang dimilikinya, dan tidak langsung diakui sistem
reward, dimana perilaku tersebut dapat mendukung efektivitas Dit Samapta Polda
DIY.

2. Aspek-aspek Organizational Citizenship Behavior
Organ (Jex & Britt, 2008) menyatakan terdapat lima dimensi dari
organizational citizenship behavior yaitu altruism, conscientiousness,
sportsmanship, courtesy, dan civic virtue.
a. Altruism
Perilaku meringankan pekerjaan karyawan lain yang dilakukan dengan
memberikan pertolongan kepada rekan kerja yang mengalami kesulitan dalam
situasi yang sedang dihadapi baik mengenai tugas-tugas yang berkaitan erat
dengan operasi-operasi organisasional maupun masalah pribadi orang lain, tanpa
adanya paksaan. Salah satu contoh perilaku altruism dalam OCB adalah karyawan
yang secara sukarela membantu rekan kerja yang mengalami kesulitan dalam
mengoperasikan komputernya (Jex & Britt, 2008).

15

b. Conscientiousness
Conscientiousness mengacu pada perilaku karyawan dalam mengerjakan

tugas yang diberikan, dimana tugas dilakukan dengan cara melebihi atau diatas
apa yang disyaratkan atau diharapkan oleh organisasi. Perilaku ini bersifat
sukarela dan bukan merupakan bagian dari tanggung jawabnya. Salah satu contoh
perilaku conscientiousness menganbil tanggung jawab ekstra, tepat waktu, dan
lain-lain.

c. Sportsmanship
Perilaku toleransi terhadap keadaan yang kurang menyenangkan atau

kurang ideal dalam organisasi tanpa mengajukan keberatan. Contoh perilaku dari
dimensi ini adalah tidak mencari-cari kesalahan organisasi, tidak membesar -
besarkan permasalahan dalam organisasi, dan tidak mengeluh tentang segala hal.

d. Courtesy
Perilaku menjaga hubungan baik dengan rekan kerja agar terhindar dari

masalah interpersonal. Perilaku ini bersifat sukarela dan bertujuan untuk
mencegah permasalahan dengan orang lain. Salah satu contoh dari perilaku ini
adalah membiarkan orang lain tahu bagaimana cara menghubunginya jika
memerlukan bantuan.

e. Civic Virtue
Perilaku yang menunjukkan partisipasi secara sukarela terhadap

kegiatan-kegitan organisasi, dan kepedulian terhadap kelangsungan hidup
organisasi. Perilaku ini dilakukan untuk turut serta dalam mendukung fungsi-

16

fungsi organisasi dan untuk menimbulkan kesan baik bagi organisasi.
Contoh perilaku ini antara lain menghadiri rapat, menjawab email yang
berhubungan dengan pekerjaan, menghadiri acara amal yang disponsori oleh
organisasi dan selalu mengikuti isu-isu terbaru yang menyangkut organisasi.

Beberapa pengukuran tentang OCB seseorang telah dikembangkan.
Skala Morrison merupakan salah satu pengukuran yang sudah disempurnakan dan
memiliki kemampuan psikometrik yang baik (Aldag & Resckhe, 1997:4-5). Skala
ini mengukur kelima dimensi OCB sebagai berikut :

Dimensi 1 : Altruism - perilaku membantu orang tertentu Menggantikan
rekan kerja yang tidak masuk atau istirahat, membantu orang lain yang
pekerjaannya overload, membantu proses orientasi karyawan baru meskipun tidak
diminta, membantu mengerjakan tugas orang lain pada saat mereka tidak masuk,
meluangkan waktu untuk membantu orang lain berkaitan dengan permasalahan-
permasalahan pekerjaan, menjadi volunteer untuk mengerjakan sesuatu tanpa
diminta, membantu orang lain di luar departemen ketika memiliki permasalahan,
membantu pelanggan dan para tamu jika mereka membutuhkan bantuan.

Dimensi 2 : Conscientiousness - perilaku yang melebihi prasyarat
minimum seperti kehadiran, kepatuhan terhadap aturan, tiba lebih awal, sehingga
siap bekerja pada saat jadwal kerja dimulai dan selalu tepat waktu setiap hari,
tidak menghabiskan waktu untuk pembicaraan di luar pekerjaan, datang segera
jika dibutuhkan, tidak mengambil kelebihan waktu meskipun memiliki ekstra 6
hari.

17

Dimensi 3 : Sportmanship – kemauan untuk bertoleransi tanpa mengeluh,
menahan diri dari aktivitas-aktivitas mengeluh dan mengumpat, tidak menemukan
kesalahan dalam organisasi. Tidak mengeluh tentang segala sesuatu, tidak
membesar-besarkan permasalahan di luar proporsinya.

Dimensi 4 : Keterlibatan dalam fungsi-fungsi organisasi Memberikan
perhatian terhadap fungsi-fungsi yang membantu image organisasi, memberikan
perhatian terhadap pertemuanpertemuan yang dianggap penting, membantu
mengatur kebersamaan secara departemental.

Dimensi 5 : Menyimpan informasi tentang kejadian-kejadian maupun
adanya perubahan- perubahan dalam organisasi, mengikuti perubahanperubahan
dan perkembangan-perkembangan dalam organisasi, membaca dan mengikuti
pengumuman- pengumuman organisasi dan membuat pertimbangan dalam
menilai apa yang terbaik untuk organisasi.

Sedangkan Graham ( dalam Bolino, Turnley dan Bloodgood, 2002: 508)
memberikan konseptualisasi OCB yang berbasis pada filosofi politik dan teori
politik modern. Dengan menggunakan perspektif teoritis ini, Graham
mengemukakan tiga bentuk OCB yaitu:

a. Ketaatan (obedience) yang menggambarkan kemauan karyawan untuk
menerima dan mematuhi peraturan dan prosedur organisasi.

b. Loyalitas (loyality) yang menggambarkan kemauan karyawan untuk
menempatkan kepentingan pribadi mereka untuk keuntungan serta kelangsungan
organisasi.

c. Partisipasi (participation) yang menggambarkan kemauan karyawan
untuk secara aktif mengembangkan seluruh aspek kehidupan organisasi.

18

Partisipasi terdiri dari: Partisipasi sosial yang menggambarkan keterlibatan
karyawan dalam urusan- urusan organisasi dan dalam aktivitas

sosial organisasi. Partisipasi advokasi, yang menggambarkan kemauan
karyawan untuk mengembangkan organisasi dengan memberikan dukungan dan
pemikiran inovatif. Partisipasi fungsional, yang menggambarkan kontribusi
karyawan yang melebihi standar kerja yang diwajibkan.

Berdasarkan uraian tersebut, pada penelitain ini, peneliti menggunakan aspek
OCB menurut Organ (Jex & Britt, 2008) yang meliputi altruism,
conscientiousness, sportsmanship, courtesy, dan civic virtue. Dengan alasan
Anggota Dit Samapta Polda DIY saat hasil wawancara dengan beberapa anggota
Dit Samapta Polda DIY pada saat piket di penjagaan Mako Paingan siang hari,
didapatkan bahwa masih terdapat anggota Dit Samapta yang memiliki tingkat
OCB yang rendah. Hal ini ditandai dengan rendahnya perilaku conscientiousness
atau perilaku kerja melebihi standar, salah satunya adalah terkadang mereka
masih menggunakan waktu istirahat berlebihan sehingga agak terlambat untuk
kembali ke kantor. Selain itu, mereka juga tidak selalu datang kerja tepat pada
waktunya. Ada kalanya mereka akan datang sedikit terlambat dengan berbagai
alasan. Selain itu, kurangnya perilaku altruism juga ditemukan dengan adanya
anggota Dit Samapta yang jarang membantu menyelesaikan beban kerja rekan
kerjanya. Pihak Kasubbagrenmin atau bagian administrasi bagian anggota Dit
Samapta Polda DIY juga menyatakan bahwa tidak banyak anggota polri yang
memiliki perilaku kerja yang luar biasa atau melebihi standar dan tuntutan
organisasi.

19

Kebanyakan anggota memiliki kinerja yang tergolong standar, bahkan
terdapat sebagian kecil anggota yang cenderung pasif dan kurang memberikan
konstribusi atau sumbangan pemikiran misalnya pada apel kesatuan.

3. Faktor-faktor Organizational Citizenship Behavior
Podsakoff, dkk (2000) menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi

OCB terdiri dari empat faktor, diantaranya:
a. Karakteristik Individu Anggota Dit Samapta Polda DIY
Podsakoff, dkk (2000) menjelaskan faktor ini meliputi kepuasan

karyawan, komitmen organisasional, persepsi keadilan, pengalaman, kemampuan,
dan persepsi akan dukungan pemimpin. Beberapa faktor disposisi, seperti
kesesuaian (agreeableness), kesadaran (conscientiousness), afek positif, dan afek
negatif juga disebutkan sebagai kontributor tidak langsung dari OCB. Dimana
kesadaran (conscientiousness), dan kesesuaian berhubungan secara signifikan
dengan altruisme dan kepatuhan umum, sementara afek positif berhubungan
positif untuk altruisme.

b. Karakteristik Organisasi Dit Samapta Polda DIY
Meliputi formalisasi organisasi, ketidakfleksibilitasan organisasi,
dukungan staf, atau jarak ruang kerja (spasial distance). Selain itu, kohesifitas
kelompok dalam organisasi juga berhubungan signifikan dengan altruism,
courtesy, conscientiousness, sportsmanship, dan civic virtue.

20

c. Karakteristik Tugas
Faktor ini meliputi timbal balik tugas, rutinitas tugas, dan tugas yang
secara intrinsik memuaskan. Ketiga hal tersebut secara signifikan terkait dengan
altruism, courtesy, conscientiousness, sportsmanship, dan civic virtue.
d. Perilaku Kepemimpinan/ Karakteristik Kepemimpinan
Secara garis besar, semua karakteristik kepemimpinan berhubungan
dengan OCB. Seabagai contoh perilaku kepemimpinan transformational
berhubungan secara positif dan signifikan dengan altruism, courtesy,
conscientiousness, sportsmanship,dan civic virtue. Sementara kedua bentuk
perilaku kepemimpinan transksional berhubungan dengan altruism, courtesy,
conscientiousness, sportsmanship, dan civic virtue.
Kusumajati (2014) menyimpulkan terdapat enam faktor-faktor yang
mempengaruhi OCB berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya dari para ahli,
diantaranya:
a. Budaya dan Iklim Organisasi
Karyawan yang merasa puas akan pekerjaannya dan iklim dalam
organisasinya akan memberikan umpan balik berupa perilaku positif seperti
organizational citizenship.
b. Kepribadian dan Suasana Hati
Kepribadian individu sangat mempengaruhi perilaku kerjanya, termasuk
perilaku OCB. Karyawan yang semakin terikat secara emosional dengan
perusahaan akan cenderung lebih mudah berperilaku citizenship.

21

c. Dukungan Organisasional
Presepsi terhadap dukungan organisasi dapat mendukung OCB.

Karyawan yang merasa didukung oleh organisasinya akan memeberikan umpan
balik berupa perilaku citizenship.
d. Kualitas Interaksi antara Atasan dan Bawahan

Semakin tinggi persepsi karyawan terhadap kualitas interaksi antara
atasan dan bawahan, maka akan semakin tinggi pula OCB karyawan tersebut.
e. Masa Kerja

Masa kerja juga mempengaruhi OCB karyawan. Hal ini dikarenakan
masa kerja sebagai perwujudtan investasi karyawan pada perusahaan.
f. Jenis Kelamin

Wanita lebih cenderung menganggap OCB sebagai perilau in-role
mereka jika dibandingkan pria.

Berdasarkan uraian diatas, salah satu faktor yang mempengaruhi OCB
menurut Podsakoff, dkk (2000) adalah karakteristik individual karyawan berupa
afek negatif dan afek positif yang merupakan prediktor tidak langsung dari OCB.
Kusumajati (2014) juga menyatakan bahwa suasana hati mempengaruhi OCB.
Afek negatif dan Afek positif merupakan aspek SWB menurut Diener, Lucas, dan
Oishi (2002). Dengan alasan hasil bentuk evaluasi kognitif dari individu adalah
kepuasan menyeluruh terhadap kehidupannya, sedangkan evaluasi afektif terlihat
dengan lebih seringnya dirasakan emosi positif seperti kesenangan dan
kebahagiaan dan lebih sedikit mengalami emosi-emosi negatif seperti kesedihan
dan kemarahan (Diener, Sandvick dan Pavot, dalam Baker & Oerlemans, 2010,
h.4).

22

B. Subjective Well-being

1. Pengertian Subjective Well-being
Subjective well-being merupakan evaluasi subyektif seseorang mengenai

kehidupan termasuk konsep-konsep seperti kepuasan hidup, emosi
menyenangkan, fulfilment, kepuasan terhadap area-area seperti pernikahan dan
pekerjaan, tingkat emosi tidak menyenangkan yang rendah (Diener, 2006).
Subjective well-being menunjukkan kepuasan hidup dan evaluasi terhadap
domain-domain kehidupan yang penting seperti pekerjaan, kesehatan, dan
hubungan. Juga termasuk emosi mereka, seperti keceriaan dan keterlibatan, dan
pengalaman emosi yang negatif, seperti kemarahan, kesedihan, dan ketakutan
yang sedikit.

Menurut Diener (2006) definisi dari subjective well-being dan
kebahagiaan dapat dibuat menjadi tiga kategori. Pertama, subjective well-being
bukanlah sebuah pernyataan subjektif tetapi merupakan beberapa keinginan
berkualitas yang ingin dimiliki setiap orang. Kedua, subjective well-being
merupakan sebuah penilaian secara menyeluruh dari kehidupan seseorang yang
merujuk pada berbagai macam kriteria. Arti ketiga dari subjective well-being jika
digunakan dalam percakapan sehari-hari yaitu perasaan positif lebih besar
daripada perasaan negatif.

23

Menurut Proctor, Maltby, dan Linley (2011) SWB mengacu pada
persepsi personal dan pengalaman tentang respon emosi yang positif, negatif dan
umum dan evaluasi domain kognitif yang spesifik tentang kepuasan terhadap
hidup. Menurut Diponegoro dan Ru’iya (2013), SWB adalah hasil evaluasi
kognitif seorang individu yang mengandung dimensi kepuasan hidup dan afek
positif maupun negatif mengenai kehidupan yang dimilikinya.

Bradhsaw, Keung, Rees, dan Goswami (2009) menyatakan SWB sebagai
suatu konsep multidimentional yang terdiri dari komponen kognitif dan afektif.
Ryan dan Deci (2001) menjelaskan bahwa dalam konsep SWB, individu dapat
dikatakan sejahtera apabila individu tersebut merasakan perasaan kebagiaan
dalam hidupnya secara subjektif.

Berdasarkan faktor yang mempengaruhi subjective well being di atas
dapat disimpulkan bahwa individu yang memiliki harga diri yang tinggi, adanya
kontrol kesadaran dalam diri, sifat terbuka atau ekstrovert, perasaan optimis
terhadap akan hidup, memiliki hubungan positif, dan memiliki tujuan dalam
hidup maka akan terbentuklah subjective well being yang tinggi dari dalam diri
individu.

2. Aspek-aspek Subjective Well-being
Diener (2002) membagi SWB kedalam dua komponen penting yaitu

aspek kognitif dan aspek afektif. Aspek kognitif berupa kepuasan hidup dan
aspek afektif terdiri dari afek positif dan afek negatif.

24

a. Afek Positif
Afek positif merupakan bagian dari aspek afektif pada SWB. Afek positif

merefleksikan emosi yang menyenangkan dan reaksi-reaksi individu terhadap
peristiwa yang menunjukkan bahwa kehidupannya berjalan sesuai yang
diinginkan. Afek positif meliputi emosi seperti rasa percaya, ketertarikan,
harapan, rasa senang, kegembiraan, kebangaan, kasih sayang, dan lain-lain.

b. Afek Negatif
Afek negatif juga merupakan bagian dari aspek afektif pada SWB. Afek
negatif merepresentasikan perasaan yang tidak menyenangkan dan refleksi dari
emosi negatif yang merupakan reaksi atas pengalaman atau peristiwa hidup yang
tidak sesuai yang diharapkan. Afek negatif meliputi emosi seperti kemarahan,
kebencian, menyalahkan diri sendiri, kesedihan, ketakutan, rasa bersalah, gelisah,
menarik diri, dan lain-lain.
c. Kepuasan Hidup
Kepuasan hidup merupakan bagian dari aspek kognitif dalam SWB.
Kepuasan hidup melibatkan persepsi individu tentang hidupnya jika dibandingkan
dengan standar atau kriteria yang telah mereka tentukan. Kepuasan hidup adalah
evaluasi individu mengenai kualitas kehidupannya ditinjau dari berbagai aspek
dalam kehidupannya.
Samman (Farid & Lazarus, 2008), menyatakan SWB terbagi menjadi
empat aspek, yaitu:

25

a. Makna dalam kehidupan
Sejauh mana individu memahami arti dan tujuan hidupnya. Individu
dikatakan memiliki makna dalam kehidupan ketika mereka memahami diri
mereka dan dunia, memahami keunikan mereka di dunia, dan mengidentifikasi
apa yang ingin mereka capai dalam kehidupan mereka.
b. Self-determination
Karakteristik seseorang yang membuat mereka membuat pilihan dan
keputusan berdasarkan preferensi dan minat mereka sendiri, untuk memantau dan
mengatur tindakan mereka sendiri dan berorientasi pada tujuan dan mengarahkan
diri sendiri.
c. Domain Spesifik dan Kepuasan Hidup
Kepuasan individu terhadap kehidupannya mengacu pada berbagai aspek
kehidupan yang spesifik seperti materi, kesehatan, produktivitas, keamanan,
intimacy, komunitas, maupun agama.
d. Kebahagiaan
Kebahagiaan adalah perasaan positif sebagai respon dari peristiwa yang
menyenangkan. Kebahagiaan juga bisa diartikan sebagai adanya pengaruh yang
lebih besar pada efek positif dibandingkan efek negatif terhadap suatu hal atau
peristiwa.
Berdasarkan uraian di atas, pada penelitian ini peneliti menggunakan
aspek SWB dari Diener, Lucas, dan Oishi (2002), dimana aspek SWB meliputi
afek negatif, afek positif, dan kepuasan hidup. Dikarenakan kepuasan hidup
dalam bekerja menurut Diener, Lucas, Oishi (2005) yaitu kebahagiaan merupakan

26

konsep yang luas, seperti emosi positif atau pengalaman yang menyenangkan,
rendahnya mood yang negatif, dan memiliki kepuasan hidup yang tinggi. SWB
pada individu dapat ditandai dengan tingginya afek positif dan kepuasan hidup
serta rendahnya afek negatif.

Dengan alasan kurang adanya pengakuan terhadap suatu profesi pada
dasarnya ditunjukkan dengan adanya penghargaan meskipun tidak dalam bentuk
finansial (uang) melainkan dapat berupa status sosial. Penghargaan yang diterima
seorang anggota saat selesai melaksanakan tugas sesuai dengan pengakuan status
sosialnya, tetapi secara umum anggota akan mendapatkan imbalan gaji dan
tunjangan kinerja.

C. Dinamika Psikologis antara Subjective Well-being dan Organizational
Citizenship Behavior pada Anggota Dit Samapta Polda DIY

Organ, Podsakoff, dan MacKenzie (2006) mengungkapkan bahwa OCB
adalah kebebasan individu dalam berperilaku yang secara tidak langsung diakui
system reward, serta perilaku ini dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas
pada perusahaan. Menurut Luthans (2011), OCB berhubungan dengan efektivitas
kinerja kelompok dan organisasi. Anggota Dit Samapta yang memiliki tingkat
OCB yang tinggi akan memiliki kinerja yang lebih baik yang unggul dalam
penilain kinerja.

Filsafati dan Ratnaningsih (2016) juga menemukan bahwa SWB
memiliki hubungan yang positif dengan OCB. SWB merupakan persepsi tentang
kehidupan yang meliputi evaluasi secara kognitif dan emosional atau

27

afektif yang sering dikenal dengan istilah kebahagiaan, ketentraman,
keberfungsian penuh, dan kepuasan hidup (Diener, Oishi, & Lucas, 2003).

SWB terdiri dari afek negatif, afek positif dan kepuasan hidup (Diener,
Lucas, & Oishi, 2002). Afek positif merefleksikan emosi yang menyenangkan dan
reaksi-reaksi individu terhadap peristiwa yang menunjukkan bahwa kehidupannya
berjalan sesuai yang diinginkan. Wright dan Sablynski (2008) menyatakan bahwa
aspek affective dalam diri seseorang yang terdiri dari fenomena seperti suasana
hati dan emosi, telah terbukti terkait dengan OCB. Afek positif menjadikan
individu ingin melakukan hal-hal di luar tanggung jawabnya yang
dimanifestasikan dalam OCB.

Organ (Jex & Britt, 2008) menyatakan terdapat lima dimensi dari
organizational citizenship behavior yaitu altruism, conscientiousness,
sportsmanship, courtesy, dan civic virtue. Altruism, perilaku meringankan
pekerjaan karyawan lain yang dilakukan dengan memberikan pertolongan kepada
rekan kerja yang mengalami kesulitan dalam situasi yang sedang dihadapi baik
mengenai tugas-tugas yang berkaitan erat dengan operasi-operasi organisasional
maupun masalah pribadi orang lain, tanpa adanya paksaan. Salah satu contoh
perilaku altruism dalam OCB adalah karyawan yang secara sukarela membantu
rekan kerja yang mengalami kesulitan dalam mengoperasikan komputernya (Jex
& Britt, 2008). Hal yang dilakukan salah seorang anggota Dit Samapta Polda DIY
saat melaksanakan tugas menawarkan untuk membantu rekannya yang sedang
kesulitan mengerjakan laporan harian pertanggung jawaban patroli merupakan
sebuah ketertarikan sesama anggota

28

untuk saling membantu yang merupakan bagian dari kebahagian diri yaitu
bagian afek positif.

Forest, Clark, Mills, dan Isen (William, 1999) menyatakan bahwa
ketertarikan karyawan kepada orang lain dan pekerjaan dengan pandangan yang
menguntungkan atau positif dapat mempengaruhi karyawan untuk menunjukkan
perilaku yang menguntungkan anggota organisasi, meningkatkan outcome
organisasi, ataupun keduanya. Forest, Clark, Mills, dan Isen (William, 1999)
menambahkan bahwa keadaan afek positif dapat mengarah pada peningkatan
kesadaran sosial sehingga karyawan akan lebih bersedia untuk menampilkan
perilaku prososial, dan karyawan yang mengalami suasana hati yang baik dapat
menunjukkan perilaku OCB sebagai sarana untuk melindungi atau
memperpanjang keadaan emosi positif mereka. Sehingga perilaku OCB akan
meningkat saat keadaan afeksi Anggota Dit Samapta menjadi lebih positif.

Conscientiousness, merupakan perilaku yang ditunjukkan dengan
berusaha melebihi yang diharapkan perusahaan. Dimensi ini menjangkau jauh di
atas dan jauh ke depan dari panggilan tugas. Seseorang yang sadar akan tanggung
jawabnya secara sukarela mengambil tanggung jawab ekstra, tepat waktu,
menempatkan kepentingan pada keterperincian dan kualitas tugas, dan secara
umum mengerjakan di atas dan jauh melebihi panggilan tugas. Anggota Dit
Samapta Polda DIY yang lepas dinas tidak langsung pulang kerumah saat
dibutuhkan masyarakat untuk membantu ketika ada yang kecelakaan dijalan dan
membawanya ke rumah sakit terdekat, hal tersebut menunjukkan perilaku yang
melebihi dari prasyarat minimum yang ada.

29

Menurut Organ (dalam Spector, 2008), faktor yang memengaruhi
munculnya OCB yang dimiliki oleh seorang karyawan adalah kepuasan kerja
karyawan, komitmen afektif yang tinggi, perlakuan yang adil dan hubungan yang
baik dengan atasan. SWB merupakan bagian dari faktor internal yang
menggambarkan sejauh mana individu merasakan kepuasan terhadap
pekerjaannya. Yuniar, Nurtjahjanti & Rusmawati (2011), juga membuktikan
bahwa kepuasan kerja yang dirasakan oleh seseorang akan memengaruhi tingkat
OCB yang dilakukannya di tempat ia bekerja. Hal ini didukung pula oleh
penelitian yang dilakukan oleh Sena (2011), yang juga membuktikan adanya
hubungan yang positif antara kepuasan kerja dengan OCB.

Sportsmanship adalah perilaku yang memberikan toleransi terhadap
keadaan yang kurang ideal dalam organisasi tanpa mengajukan keberatan–
keberatan. Seseorang yang mempunyai tingkatan yang tinggi dalam
sportsmanship akan meningkatkan iklim yang positif di antara anggota Dit
Samapta. Anggota Dit Samapta Polda DIY lebih sopan dan bekerja sama dengan
yang lain bersama-sama dalam tugas sehingga akan menciptakan lingkungan
kerja yang lebih menyenangkan. Situasi yang menyenangkan adalah bagian dari
aspek afek positif. Afek positif merefleksikan emosi yang menyenangkan dan
reaksi-reaksi individu terhadap peristiwa yang menunjukkan bahwa kehidupannya
berjalan sesuai yang diinginkan. Afek positif meliputi emosi seperti rasa percaya,
ketertarikan, harapan, rasa senang, kegembiraan, kebangaan, kasih sayang, dan
lain-lain.

30

Dalam penelitian Limbert (2004) juga mengungkapkan bahwa berpikir positif
mempunyai peran membuat seseorang dapat menerima situasi yang tengah
dihadapi dengan lebih positif. Pemikiran seseorang yang baik akan mendorong
harapan yang positif bagi kehidupan.

Courtesy adalah menjaga hubungan baik dengan rekan kerjanya agar
terhindar dari masalah interpersonal. Jex (2002) menjelaskan bahwa kepuasan
kerja membuat karyawan memiliki perasaan positif terhadap perusahaan. Ketika
Anggota memiliki perasaan yang positif terhadap lingkungan yang ada di Dit
Samapta, hal ini akan cenderung memunculkan perilaku OCB. Dengan saling
menjaga hubungan baik sesama anggota Dit Samapta Polda DIY harus
menunjukkan keramahan dalam kinerja yang merupakan bagian dari afek positif.

Sedangkan menurut Jex & Britt (2008), faktor yang memengaruhi
kinerja seseorang adalah afek positif, evaluasi positif dan disposisi. SWB
merupakan bagian dari faktor afek positif dimana individu yang merasakan afek
positif lebih sering daripada afek negatifnya disebut sebagai individu dengan SWB
yang tinggi. Titisari (2014), mengatakan bahwa terdapat faktor internal yang
memengaruhi OCB berupa kepuasan kerja, komitmen organisasi, kepribadian,
moral karyawan dan motivasi. Selain itu terdapat pula faktor eksternal berupa
kepemimpinan situasional, kepercayaan pada pemimpin,budaya organisasi dan
kepemimpinan transformasional.

31

Ramadhani, Ancok, dan Andrianson (2017) juga menemukan bahwa OCB
dipengaruhi secara signifikan oleh faktor affective. Afek positif yang tinggi dan
afek negatif yang redah akan menghasilkan OCB yang tinggi. Sedangkan
tingginya tingkat afek negatif akan mengasilkan OCB yang rendah. Afek
negatif merepresentasikan perasaan yang tidak menyenangkan dan refleksi dari
emosi negatif yang merupakan reaksi atas pengalaman atau peristiwa hidup
yang tidak sesuai yang diharapkan (Diener, Lucas, & Oishi, 2002). Agho,
Price, Mueller (Somech & Ron, 2007) menjelaskan hubungan antara afek
negatif dengan OCB, dimana afek negatif cenderung menekan atau
menghambat perilaku altruistik atau perilaku membantu. Individu yang
memiliki tingkat afek negatif yang tinggi cenderung memiliki pandangan
negatif terhadap diri sendiri, orang lain, dan dunia di sekitar mereka. Individu
tersebut cenderung meningkatkan jarak psikologis antara diri sendiri dan orang
lain, sehingga hal tersebut akan mengurangi keinginan mereka untuk
menunjukkan tindakan membantu dan prososial.

Civic virtue merupakan perilaku yang mengindikasikan tanggung jawab
pada kehidupan organisasi (mengikuti perubahan dalam organisasi, mengambil
inisiatif untuk merekomendasikan bagaimana operasi atau prosedur–prosedur
organisasi dapat diperbaiki dan melindungi sumber–sumber yang dimiliki oleh
organisasi). Dimensi ini mengarah pada tanggung jawab yang diberikan
organisasi kepada seorang untuk meningkatkan kualitas bidang pekerjaan yang
ditekuni.

32

Contoh perilaku adalah menghadiri pertemuan, membaca dan menjawab email
yang berhubungan dengan pekerjaan, dan berpartisipasi dalam kegiatan organisasi
(Organ et al., 2006). Perilaku tersebut merupakan hal penting dalam pekerjaan
anggota Dit Samapta Polda DIY yang berhubungan dengan yang dikemukakan
Robbins dan Judge (2008:105) mengemukakan bahwa kepuasan terhadap kualitas
kehidupan kerja adalah penentu utama OCB dari seorang karyawan. Pekerjaan
adalah bagian penting dari kehidupan sehari-hari orang dewasa, orang yang puas
dengan pekerjaan mereka akan memiliki kepuasan keseluruhan yang lebih besar
dengan kehidupan mereka (Heller, Judge, & Watson, 2002). Hal ini menunjukkan
bahwa kepusan kerja seseorang mempengaruhi kepuasan hidupnya secara
menyeluruh. Judge dan Watanabe (Unanue, Gomez, Cortez, Oyanedel,& Seguel,
2017) menemukan bahwa kepuasan kerja dan kepuasan hidup terkait secara
signifikan dan timbal balik. Foote dan Tang (Talachi, Gorji, & Boerhannoeddin,
2014) menemukan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara job
satisfaction dan OCB.

D. Hipotesis
Berdasarkan kerangka teori yang telah dikemukakan, maka hipotesis
pada penelitian ini adalah terdapat hubungan yang positif antara SWB dan OCB
pada Anggota Dit Samapta Polda DIY. Semakin tinggi tingkat SWB yang dimiliki
oleh seseorang maka semakin tinggi pula tingkat OCB yang dimilikinya.
Sebaliknya, semakin rendah tingkat SWB yang dimiliki oleh seseorang maka
semakin rendah pula tingkat OCB yang dimilikinya.

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Variabel-Variabel
1. Variabel Tergantung: Organizational Citizenship Behavior (OCB)
2. Variabel Bebas : Subjective Well-Being (SWB)

B. Definisi Variabel-Variabel
1. Organizational Citizenship Behavior (OCB)

OCB adalah perilaku seseorang yang sifatnya sukarela, tidak termasuk
dalam deskripsi formal pekerjaan yang dimilikinya, dan tidak berkaitan dengan
sistem reward, dimana perilaku tersebut dapat mendukung efektivitas
organisasi/perusahaan. Aspek-aspek OCB dalam penelitian ini menggunakan
aspek dari Organ (Jex & Britt, 2008) yang terdiri dari altruism,
conscientiousness, sportsmanship, courtesy, dan civic virtue. OCB diketahui
dari skor subjek penelitian berdasarkan Organizational Citizenship Behavior
Scale (OCBS) yang dikembangkan oleh Podsakoff, MacKenzie, Moorman,
dkk (1990). Semakin tinggi skor yang diperoleh subjek, maka semakin tinggi
pula tingkat OCB yang dimilikinya.
2. Subjective Well-Being (SWB)

SWB adalah evaluasi secara keseluruhan yang dilakukan oleh individu
mengenai kehidupan dan pengalamannya yang mencakup evalusi secara
kognitif dan afektif.

33

34

Aspek-aspek SWB terdiri dari afek positif, afek negatif dan kepuasan hidup
(Diener, Lucas, & Oishi, 2002). SWB yang tinggi ditandai dengan tingginya
aspek afek positif dan kepuasan hidup serta rendahnya afek negatif. SWB
diketahui dari skor subjek penelitian berdasarkan Satisfaction With Life Scale
(SWLS) yang dikembangkan oleh Diener, dkk (1985) dan Positive and
Negative Schedule (PANAS) yang dikembangkan oleh Watson Clark, dan
Tellengen (1988).

C. Subjek Penelitian
Adapun karakteristik subjek pada penelitian ini, yaitu:
1. Anggota Dit Samapta Polda DIY.
2. Usia rentang usia 19 – 56 tahun. Masa dinas Anggota Polri hingga
pensiun.
3. Memiliki pengalaman kerja minimal 1 tahun. Hal ini didukung oleh
Muflichatun, (2006) yakni semakin lama masa kerja, tenaga kerja semakin
berpengalaman dalam melaksanakan pekerjaannya. Hal senada juga
diungkapkan oleh Sedarmayanti, (2009) yakni karyawan dengan masa
kerja minimal 1 tahun atau lebih memiliki banyak pengalaman kerja dan
memiliki kecukupan dalam berinterksi dilingkungan pekerjaannya.

D. Metode Pengumpulan Data
Data penelitian ini dikumpulkan dengan alat ukur berupa skala. Skala
merupakan alat pengumpulan data yang berupa pertanyaan atau pernyataan,
yang diberikan kepada subjek penelitian dan subjek merespon secara tertulis
sehingga mampu menangkap indikator yang digunakan.

35

Alasan menggunakan skala dalam penelitian ini adalah data yang diungkap
berupa konstruk psikologis yang mengambarkan aspek kepribadian individu
dan pernyataan pada skala stimulus yang tertuju pada indikator perilaku serta
tujuan untuk merangsang subjek agar dapat mengungkapkan keadaan dirinya
yang tidak disadarinya (Azwar, 2011). Menurut Azwar (2011) sebagai alat
ukur psikologi skala memiliki karakteristik yaitu :
1. Aitem skala berupa pernyataan yang tidak langsung mengungkap

indikator perilaku dari yang hendak diukur.
2. Jawaban subjek terhadap suatu aitem hanya merupakan sebagian dari

banyak mengenai atribut yang hendak diukur.
3. Merespon subjek tidak diklasifikasikan sebagai jawaban yang benar atau

salah.
Skala yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua skala
pengukuran yaitu skala OCB dan SWB . Adapun kedua skala tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Skala Organizational Citizenship Behavior (OCB)
Skala OCB digunakan untuk mengungkap sejauh mana tingkat perilaku
citizenship yang dimiliki oleh subjek penelitian. OCB pada penelitian ini diukur
dengan menggunakan Organizational Citizenship Behavior Scale (OCBS) yang
dikembangkan oleh Podsakoff, MacKenzie, Moorman, dkk (1990) berdasarkan
aspek-aspek OCB menurut Organ (Jex & Britt, 2008). Adapun aspek-aspek OCB
tersebut adalah sebagai berikut:
a.Altruism, perilaku meringankan pekerjaan karyawan lain yang dilakukan

dengan memberikan pertolongan kepada rekan kerja.

36

b. Conscientiousness, perilaku karyawan dalam mengerjakan tugas yang
diberikan, dimana tugas dilakukan dengan cara melebihi atau di atas apa
yang disyaratkan atau diharapkan oleh organisasi

c. Sportsmanship, perilaku toleransi terhadap keadaan yang kurang
menyenangkan atau kurang ideal dalam organisasi tanpa mengajukan
keberatan

d. Courtesy, perilaku menjaga hubungan baik dengan rekan kerja agar
terhindar dari masalah interpersonal.

e. Civic Virtue, perilaku yang menunjukkan partisipasi secara sukarela
terhadap kegiatan-kegiatan organisasi, dan kepedulian terhadap
kelangsungan hidup organisasi

Peneliti melakukan adaptasi pada skala OCBS ini yaitu berupa
penerjemahan pernyataan dalam skala ke dalam Bahasa Indonesia. Skala ini
terdiri dari aitem favorable dan aitem unfavorable. Skala OCBS terdiri dari 25
aitem dengan 25 aitem favorable dan 0 aitem unfavorable.

Skala dalam penelitian ini menggunkan format Likert dimana setiap aitem
terdiri dari lima pilihan jawaban, yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Cukup
Sesuai (CS), Tidak Sesuai (TS), Sangat Tidak Sesuai (STS). Pada aitem favorable
jawaban Sangat Sesuai (SS) mendapat nilai 5, jawaban Sesuai (S) mendapat nilai
4, jawaban Cukup Sesuai (CS) mendapat nilai 3, jawaban Tidak Sesuai (TS)
mendapat nilai 2, dan jawaban Sangat Tidak Sesuai (STS) mendapat nilai 1.
Sedangkan pada pernyataan yang bersifat unfavourable penilaian yang diberikan
adalah jawaban Sangat Sesuai (SS) mendapat nilai 1,


Click to View FlipBook Version