The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by soedito, 2018-09-11 23:13:35

006_BUKU PENG MAKANAN TERNAK PBMT_75

006_BUKU PENG MAKANAN TERNAK PBMT_75

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang
Tujuan dan Manfaat
Sumber Bahan Makanan Ternak
Istilah-istilah Dalam Ilmu Makanan Ternak
BAB II ANALISA KUALITAS BAHAN MAKANAN TERNAK
Analisa Proksimat

Analisa Air
Analisa Abu
Analisa Protein Kasar
Analisa Lemak Kasar
Analisa Serat Kasar
Bahan Ekstrak tanpa Nitrogen (Beta-N)
Penyajian Data Analisa Proksimat
Analisa Van Soest
Peralatan untuk analisis Van soest
Bahan Kimia
Neutral Detergent Fiber (NDF)
Analisa Energi
Prinsip Dasar
Penggunaan Energi Oleh Ternak

BAB III KIMIA MAKANAN TERNAK
Kualitas Protein

Chemical Score
Secara EAAI = Essential Amino Acid Index
Supplementary Effect

BAB IV BAHAN MAKANAN TERNAK NABATI

Butir-butiran dan Limbahnya
Jagung (Zea mays)
Dedak Padi (Oriza sativa)
Pollard (dedak gandum – Triticum sativum lank)
Ampas Bir
Shorgum (Shorgum bicolor)
Biji Kedele (Glycine max)
Bungkil Kedele
Ampas Tahu
Ampas Kecap
Kacang Tanah (Arachis hypogea)
Bungkil Kacang Tanah

Umbi-umbian dan Limbahnya
Ubi Kayu
Onggok
Daun Ubi Kayu
Ubi Jalar
Jerami Ubi Jalar

Limbah Industri Perkebunan
Bungkil Kelapa (Cocos nucifera)
Limbah Industri Coklat (Theobroma cacao)
Limbah Industri Kelapa Sawit

Limbah Industri Gula (Saccharum officinarum)
Pucuk Tebu
Ampas Tebu (bagasse)
Tetes

Limbah Pengolahan Nanas (Annanas comosus)
Limbah Pertanian
Hijauan

Rumput-rumputan (Graminae)
Rhodesgrass, rumput Rodhes (Chloris gayana Kunt)
Guinea grass, green panic (Panicum maximum Jacq)
Australia grass, Common paspalum (Paspalum
dilatatum poiret)
Elephan grass, Napier grass (Pennisetum
purpureum Schumach)
King grass (Pennisetum purpurhoides)
Signal grass, (Brachiaria decumbens Stapf)
Sudan grass, rumput sudan
Blady grass (Imperata cilindrica (L) Raeuschel)
Rumput lapang, alam, liar

Kacang-kacangan (Leguminosa)
Sentro, butterfly pee (Centrosema pubexcent Benth)
Colopogonium (Colopogonium mucunoides Desv)
Puero (Pueraria phaseoloides (Roxb.) Benth)
Stylo (Stylosanthes guianensis (Aublet) Swartz)
Carribian Stylo (Stylosanthes hamata (L.) Taub)
Glycine wightii (Wight & Arnot)
Calliandra calothyrsus (Messsn)
Gliciridia sepium ( Jacq.)
Leucana leucocephala (Lamk) de Wit
Sesbania grandiflora (L.) Poiret

BAB IV BAHAN MAKANAN TERNAK HEWANI

Asal Ternak dan Limbah Ternak
Tepung Daging
Tepung Darah
Tepung Hati

Susu dan Limbah Pengolahan Susu
Susu Skim
Butter Milk
Whey

Limbah Peternakan Ayam
Tepung Ikan
Tepung Kepala Udang

BAB V BAHAN MAKAN TERNAK INKONVENSIONAL

Klasifikasi Bahan Makanan Ternak Inkonvensional
Bijian dan butiran
Bungkil jagung
Biji Kecipir (Psophocarpus Tetrabonolobus (L.) DC )
Biji Kapuk (Ceiba Petanra)
Bungkil Biji Kapas (Gossypium Irsutum)
Lembah peternakan/hewan
Isi Rumen

Limbah Penetasan

Tepung Limbah Kodok
Tepung Bekicot

Keong Mas

Cacing Tanah (Lumbricus sp.)

Protein sel tunggal (PST)

Organisme Non Photosynthetic

Organisme Photoynthetic

BAB VI PAKAN SUPLEMEN

Suplemen Protein

Suplemen Asam Amino

Suplemen Mineral

Klasifikasi Pakan Mineral

Perlunya Suplemen Mineral

Petunjuk Suplementasi Mineral

Garam (NaCl)

Kalsium (Ca) dan Phosphor (P)

Suplemen Vitamin

Vitamin A

Vitamin D

Vitamin E

Vitamin K
Biotin

Choline

Folacin (Asam Folat)

Inositol

Niacin (asam nikotinat, nicotinamide)

Asam pantothenat (vitamin B3)
Para Amino Benzoic Acid (PABA)

Riboflavin (vtamin B2)
Thiamin (vitamin B1)
Vitamin B6 (pyridoxin, pyridoxal, pyridoxamine)
Vitamin B12 (cobalamin)
Vitamin C (asam askorbat, asam dehydroaskorbat)

BAB VII PAKAN ADITIF

Pengikat Pelet

Bahan Anti Jamur

Probiotik

Enzim

Pigmen

Bahan Flavor

Kontrol Bau
Bahan Pengontrol Cacing

Anticoksidal

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

Ada banyak cara yang digunakan untuk menentukan kualitas bahan makan
ternak. Secara garis besar penentuan kualitas dapat dilakukan secara fisik, kimia
dan biologis. Seorang ahli kimia dalam menentukan kualitas bahan makanan
ternak akan mempertimbangkan kualitas pakan dari segi kandungan protein,
lemak atau kandungan zat makanan lainnya. Lain halnya dengan ahli nutrisi
mereka selanjutnya akan memikirkan juga kualitas makanan berdasarkan biologis
seperti antara lain kecernaaannya dan nilai biologis lainnya. Lebih luas lagi di
industri makanan ternak, manajer industri pakan akan memikirkan hal lain seperti
daya tahan bila dalam bentuk pellet dan stabilitas air apabila disimpan, sedangkan
manajer peternakan lebih banyak mempertimbangkan pengaruhnya terhadap
produksi dan pertumbuhan ternaknya.

Umumnya dalam penentuan bahan makanan ternak secara kimia masih
menggunakan metode analisa proksimat (Weende ) yang telah dikembangkan
mulai 100 tahun lalu. Metode ini tetap merupakan dasar penentuan kualitas yang
banyak digunakan di dunia peternakan. Bahan makanan dibagi dalam 6 fraksi
terdiri dari kadar air, abu, protein kasar, lemak kasar, serat kasar dan bahan
ekstrak tanpa nitrogen (Beta-N). Walaupun perkembangan teknologi dalam
analisa kimia sudah sedemikian maju, namun analisa tersebut merupakan analisa
kelanjutan atau perluasan dari analisa proksimat ini.

Beberapa hal yang menyebabkan analisa komposisi kimia perlu ditentukan
seperti misalnya kadar air bahan makanan. Hal ini sangat berpengaruh untuk
stabilitas penyimpanan disamping dari segi nilai gizinya. Apabila kadar airnya lebih
tinggi daripada kadar air yang seharusnya untuk penyimpanan, maka bahan
makanan itu akan mudah dicemari mikroba yang dapat menghasilkan racun
(mycotoxin) sehingga dapat membahayakan baik untuk ternaknya sendiri ataupun
untuk konsumen hasil produksi ternak tersebut.

Kadar protein kasar makanan yang dianalisa metode Kjeldahl, walaupun
tidak terlalu berarti untuk manusia, akan tetapi masih sangat berguna untuk
menentukan nilai protein bahan makanan yang dapat didegradasi dan yang tidak
dapat didegradasi pada hewan ruminansia. Dengan demikian cara ini masih
merupakan metode yang penting untuk penentuan protein walaupun beberapa
metode telah dikembangkan.

Penentuan serat dengan menggunakan metode serat deterjen asam Van
Soest, dalam beberapa hal lebih baik dariapa penentuan serat kasar dengan
metode Weende. Perbedaan utama antara serat deterjen asam dan serat kasar
adalah sebagian pentosan dari bahan ektrak tanpa nitrogen (Beta-N) akan
teranalisa sebagai serat deterjen asam. Serat deterjen asam dapat digunakan
untuk mengasumsikan kecernaan bahan makanan dengan lebih tepat. Walaupun
demikian keragaman sering terjadi karena nilai ini sangat tergantung pada derajat
lignifikasi dari dinding sel yang menentukan kandungan ligninnya.

Akhir -akhir ini telah banyak digunakan mikroskop untuk pengawasan mutu
bahan makanan ternak. Mikroskop dapat digunakan sebagai pelengkap analisa
kimia dalam uji cepat untuk penentuan ada tidaknya pemalsuan bahan makanan

ternak. Penggunaan mikroskop juga dapat memecahkan masalah untuk bahan
yang mungkin sulit atau tidak mungkin dianalisa secara kimia. Hal lain yang juga
penting adalah untuk mengetahui ada tidaknya kapang dan sporanya dapat
diidentifikasi dengan menggunakan miroskop.

TUJUAN DAN MANFAAT

Tujuan

Setelah memperoleh dan mempelajari mata kuliah ini mahasiswa :
1. Mampu mengerjakan/melakukan uji-uji pakan secara fisik, organoleptik dan

kimiawi.
2. Menyebutkan pakan yang sesuai dengan kelompok pakannya dan

menyebutkan kandungan zat makanan utamanya.
3. Menyebutkan kelemahan/kekurangan/kandungan anti nutrisi pakan-pakan

tertentu.
4. Menyebutkan pakan inkonvensional dan pakan harapan.

Manfaat

Setelah mempelajari PBMT mahasiswa :
1. Mampu memilih pakan yang tepat sesuai dengan tujuan penggunaannya.
2. Mampu mengantisipasi penggunaan pakan yang mengandung anti nutrisi.
3. Mampu memanfaatkan pakan inkonvensional dengan mengantisipasi

kelemahan dan kelebihannya.

Sumber Bahan Makanan Ternak

Berdasarkan kandungan serat kasarnya bahan makanan ternak dapat
dibagi kedalam dua golongan yaitu bahan penguat (konsentrat) dan hijauan.
Konsentrat dapat berasal dari bahan pangan atau dari tanaman seperti serealia
(misalnya jagung, padi atau gandum), kacang-kacangan (misalnya kacang hijau
atau kedelai), umbi-umbian (misalnya ubi kayu atau ubi jalar), dan buah-buahan
(misalnya kelapa atau kelapa sawit). Konsentrat juga dapat berasal dari hewan
seperti tepung daging dan tepung ikan. Disamping itu juga dapat berasal dari
industri kimia seperti protein sel tunggal, limbah atau hasil ikutan dari produksi
bahan pangan seperti dedak padi dan pollard, hasil ikutan proses ekstraksi seperti
bungkil kelapa dan bungkil kedelai, limbah pemotongan hewan seperti tepung
darah dan tepung bulu, dan limbah proses fermentasi seperti ampas bir.

Hijauan dapat berupa rumput-rumputan dan leguminosa segar atau kering
serta silase yang dapat berupa jerami yang berasal dari limbah pangan (jerami
padi, jerami kedelai, pucuk tebu) atau yang berasal dari pohon-pohonan (daun
gamal dan daun lamtoro).

Klasifikasi berdasarkan kandungan gizinya bahan makanan ternak dapat
dibagi atas sumber energi (misalnya dedak ubi kayu), sumber protein yang
berasal dari tanaman (misalnya bungkil kedelai dan bungkil kelapa) dan sumber
protein hewani (tepung darah, tepung bulu dan tepung ikan). Selain sumber
protein dan sumber energi, beberapa bahan makanan dapat digolongkan sebagai
sumber mineral (misalnya tepung tulang, kapur dan garam), serta sumber vitamin
(misalnya ragi dan minyak ikan). Beberapa bahan seperti antibiotika, preparat
hormon, preparat enzim, dan buffer dapat digunakan untuk meningkatkan daya

guna ransum. Bahan-bahan tersebut digolongkan dalam pakan imbuhan (feed
aditif).

Pengelompokan yang lain adalah berdasarkan penggunaannnya. Pakan
berdasarkan penggunaannya dibagi atas bahan makanan konvensional (seperti
bungkil kedelai dan dedak) dan nonkonvensional (seperti ampas nenas dan isi
rumen).

Komposisi kimia bahan makanan ternak sangat beragam karena tergantung
pada varieteas, kondisi tanah, pupuk, iklim, cara pengolahan, lama penyimpanan
dan lain -lain. Berdasarkan penelitian, beberapa padi yang berasal dari beberapa
pola tanam yang berbeda digiling disuatu penggilingan yang sama maka
keragaman dedak padi dari beberapa pola tanam berbeda te rsebut tidak banyak
berbeda komposisinya. Sedangkan bila padi dari beberapa pola tanam yang sama
digiling dibeberapa penggilingan, maka komposisi dedak padi tersebut akan
beragam. Dari hal ini cara pengolahan lebih menyebabkan keragaman komposisi
dedak padi dibandingkan dengan pola tanam.

Umumnya bahan makanan ternak yang berasal dari limbah pertanian/industri
tidak dapat digunakan sebagai bahan satu-satunya (pakan tunggal) dalam ransum
baik untuk hewan ruminansia maupun non ruminansia, oleh karena kandungan
zat-zat makanannya tidak dapat memenuhi standar kebutuhan ternak. Disamping
itu, bahan-bahan makanan tersebut sering mempunyai kendala-kendala baik
berupa racun maupun antinutrisi sehingga penggunaannya pada ternak perlu
dibatasi.

Istilah-istilah Dalam Ilmu Makanan Ternak

Beberapa istilah yang sering dijumpai dalam pengetahuan bahan makanan
ternak diantaranya :

⇒ Ampas : Residu limbah industri pangan yang telah diambil sarinya melalui
proses pengolahan secara basah (ampas kelapa, ampas kecap, ampas tahu,
ampas bir, ampas ubi kayu/onggok).

⇒ Abu / ash / mineral : Sisa pembakaran pakan dalam tungku/tanur 500 – 600
0C sehingga semua bahan organik terbakar habis.

⇒ Analisis proksimat (Proximate analysis ) : Analisa kimiawi pada pakan/bahan
yang berlandaskan cara Weende yang akan menghasilkan air, abu, protein
kasar, lemak dan serat kasar dalam satuan persen.

⇒ Analisis Van Soest : Metoda analisa berdasarkan kelarutannya dalam larutan
detergen asam dan detergen netral.

⇒ BETN (Bahan Ekstrak Tanpa N) / NFE (Nitrogen Free Extract) : Karbohidrat
bukan serat kasar. Dihitung sebagai selisih kandungan kerbohidrat dengan
serat kasar. Merupakan tolak ukur secara kasar kandungan karbohidrat pada
suatu pakan/ransum.

⇒ Bahan kering (Dry Matter) : Pakan bebas air. Dihitung dengan cara 100 –
kadar air, di mana kadar air diukur merupakan persen bobot yang hilang
setelah pemanasan pada suhu 105 0C sampai beratnya tetap.

⇒ Bahan makanan ternak / pakan (Feeds, Feedstuff) : Semua bahan yang
dapat dimakan ternak.

⇒ Bahan organik (Organik matter) : Selisih bahan kering dan abu yang secara
kasar merupakan kandungan karbohidrat, lemak dan protein.

⇒ Bahan organik tanpa nitrogen (BOTN) / Non nitrogenous organik matter :

Selisih bahan organik dengan protein kasar yang merupakan gambaran kasar
kandungan karbohidrat dan lemak suatu bahan/pakan.

⇒ Dedak (Bran) : Limbah industri penggilingan bijian yang terdiri dari kulit luar
dan sebagian endosperm seperti dedak padi, dedak gandum (pollard), serta
dedak jagung.

⇒ Energi bruto / Gross energy (GE) : Jumlah kalori (panas) hasil pembakaran
pakan dalam bom kalorimeter.

⇒ Fodder : Hijauan dari kelompok rumput bertekstur kasar seperti jagung dan
sorghum beserta bijinya yang dikeringkan untuk pakan.

⇒ Hijauan makanan ternak (Forage) : Pakan yang berasal dari bagian vegetatif
tumbuhan/tanaman dengan kadar serat kasar > 18 % dan mengandung energi

tinggi.
⇒ Hijauan kering (Hay ) : Hijauan makan ternak (HMT) yang dikeringkan dengan

kadar air biasanya < 10 %.
⇒ Jerami (Straw) : Hijauan limbah pertanian setelah biji dipanen dengan kadar

serat kasar umumnya tinggi, bisa berasal dari gramineae maupun
leguminoceae.

⇒ Karbohidrat : Senyawa C, H dan O bukan lemak. Merupakan selisih BOTN
dan lemak.

⇒ Bungkil : Bahan limbah industri minyak seperti bungkil kelapa, bungkil kacang
tanah, bungkil kedele, dll.

⇒ Lemak kasar (Ether extract) : Semua senyawa pakan/ransum yang dapat larut

dalam pelarut organik.
⇒ Lignin : Bagian serat detergen asam yang tidak larut dalam H2SO4 72 % dan

terbakar habis pada tanur 500 – 600 0C pada metoda analisis Van Soest.
⇒ Pakan imbuhan / Feed additive : Zat yang ditambahkan dalam ransum untuk

memperbaiki daya guna ransum yang bersifat bukan zat makanan.
⇒ Protein kasar (PK) / Crude protein : Kandungan nitrogen pakan/ransum

dikalikan faktor protein rata -rata (6,25) karena rata-rata nitrogen dalam protein

adalah 16 %, sehingga faktor perkalian protein 100/16 = 6,25. Terdiri dari
asam -asam amino yang saling berikatan (ikatan peptida), amida, amina dan
semua bahan organik yang mengandung Nitrogen.
⇒ Ransum (Ration, Diet) : Sejumlah pakan/campuran pakan yang dijatahkan
untuk ternak dalam sehari.

⇒ Ransum konsentrat : Campuran pakan yang mengandung serat kasar < 18 %
dan tinggi protein.

⇒ Selulosa : Rangkaian molekul glukosa dengan ikatan kimia β - 1,4 glukosida
dan terdapat dalam tanaman.

⇒ Se rat detergen asam (SDA, ADF) : Bagian dinding sel tanaman yang tidak
larut dalam detergen asam pada metoda analisis Van Soest.

⇒ Serat kasar (SK) / Crude fiber (CF) : Bagian karbohidrat yang tidak larut
setelah pemasakan berturut-turut, masing-masing 30 menit pada H2SO4 1,25
% (0,255 N) dan NaOH 1,25 % (0,312 N).

⇒ Setara protein telur (Chemical score) : Kadar asam amino esensial pembatas
protein suatu bahan dibandingkan dengan asam amino protein telur sebagai

standar.

⇒ Silase / Silage : Hasil pengawetan hijauan dalam bentuk segar dengan cara
menurunkan pH selama penyimpanan.

⇒ Silika (SiO2) / Insoluble ash : Bagian serat detergen asam yang tidak larut
dalam H2SO4 72 % dan tersisa sebagai abu pada pembakaran 500 – 600 0C
pada metoda analisis Van Soest.

⇒ Zat makanan (Nutrient) : Zat organik dan inorganik dalam pakan yang
dibutuhkan ternak untuk mempertahankan hidup, memelihara keutuhan
tubuhnya dan mencapai prestasi produksinya.

⇒ Pakan tambahan (Feed supplement) : Pakan/campuran pakan yang sangat
tinggi kandungan salah satu zat makanannya, seperti protein suplemen,

mineral suplemen, vitamin suplemen, dll.
⇒ Total digestible nutrient (TDN) : Total energi zat makanan pada ternak yang

disetarakan dengan energi dari karbohidrat. Dapat diperoleh secara uji biologis
ataupun perhitungan menggunakan data hasil analisis proksimat.

⇒ Asam amino esensial (EAA) : Asam amino yang kerangka karbonnya tidak
cukup/tidak dapat dibuat oleh tubuh sehingga harus cukup tersedia dalam
protein makanan/ransum sehari-hari.

⇒ Asam amino pembatas (Limiting amino acid ) : Asam amino esensial yang
paling kurang dalam protein suatu pakan dibandingkan dengan asam amino
tersebut dalam protein telur. Erat kaitannya dengan kualitas protein.

⇒ Probiotik : Kultur mikroorganisme yang dapat merangsang/meningkatkan

pertumbuhan dari mikroorganisme saluran pencernaan yang diinginkan.

BAB II
ANALISA KUALITAS BAHAN MAKANAN TERNAK

Kualitas nutrisi bahan makanan ternak merupakan faktor utama dalam
menentukan kebijakan dalam pemilihan dan penggunaan bahan makanan
tersebut sebagai sumber zat makanan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok
dan produksinya. Kualitas nutrisi bahan pakan terdiri atas komposisi nilai gizi,
serat dan energi serta aplikasinya pada nilai palatabilitas dan daya cerna.
Penentuan komposisi nilai gizi secara garis besarnya dapat dilakukan dengan
analisa proksimat, dimana dapat ditentukan kandungan air, abu, protein kasar,
lemak kasar, serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (Beta-N). Dengan
analisa proksimat komponen-komponen fraksi serat tidak dapat tergambarkan
secara terperinci berdasarkan manfaatnya dan kecernaan pada ternak. Untuk
dapat menyempurnakannnya, komponen-komponen serat tersebut dapat dianalisa
secara terperinci dengan menggunakan analisa Van Soest.

Untuk mengetahui sumbangan energi dari masing-masing komposisi gizi
yang terkandung dalam bahan makanan ternak ataupun ransum dapat ditentukan
dengan kandungan energi bruto (GE) yang dapat diukur dengan menggunakan
analisa energi dengan Bomb Calorimeter.

Untuk mendapatkan hasil analisa yang el bih akurat dan menggambarkan
kondisi kandungan nilai gizi bahan makanan ternak yang sebenarnya, faktor-faktor
yang harus diperhatikan yaitu : pengambilan sample (metode sampling),
penggunaan alat dan bahan kimia yang sesuai, metode analisa dengan tingkat
ketelitian yang tinggi serta satuan hasil analisa. Berdasarkan hasil analisa
kimianya selanjutnya dapat ditentukan klasifikasi bahan makanan sebagai sumber
protein, energi atau mineral dan vitamin. Hal ini sangat diperlukan dalam membuat
formula-formula ransum yang sesuai dengan standar kebutuhan ternak selain juga
tetap mempertimbangkan harga ransum.

1. Analisa Proksimat

Bahan makanan ternak akan selalu terdiri dari zat-zat makanan yang
terutama diperlukan oleh ternak dan harus kita sediakan. Zat makanan utama
antara lain protein, lemak dan karbohidrat perlu diketahui sebelum menyusun
ransum. Untuk itu perlu dilakukan analisa laboratorium guna mengetahuinya.

Henneberg dan Stohmann dari Weende Experiment Station di Jerman
membagi pakan menjadi 6 (enam) fraksi, yaitu : kadar air, abu, protein, lemak
kasar, serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (Beta-N). Pembagian zat
makanan ini kemudian dikenal sebagai Skema Proksimat (Gambar 1).

Untuk melakukan analisa proksimat bahan harus bentuk tepung dengan
ukuran maksimum 1 mm. Bahan berkadar air tinggi misalnya rumput segar perlu
diketahui dahulu berat awal (segar), berat setelah penjemuran/pengeringan oven
70oC agar dapat dihitung komposisi zat makanan dari rumput dalam keadaan
segar dan kering matahari.

Air

BM Abu

Protein
BK Kasar

Lemak
BO Kasar

BOTN SK

Karbohidrat

Beta -N

Keterangan :
BM : Bahan Makanan
BK : Bahan Kering
BO : Bahan Organik
BOTN : Bahan Organik Tanpa Nitrogen
SK : Serat Kasar
Beta-N: Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen = 100% - (air + abu + PK + lemak +

SK)%.

Gambar 1. Skema Pembagian Zat-zat Makanan Menurut Analisa Proksimat

Analisa Air

Analisis kadar air bahan menggunakan oven dengan temperatur sedikit
diatas temperatur didih air yaitu 105o C. Sampel dimasukan ke dalam oven
beberapa waktu sehingga tercapai berat tetap. Kadar air adalah selisih berat awal
dan akhir dalam satuan persen. Umumnya pakan yang telah mengalami
pengeringan matahari/oven 70oC masih mengandung kadar air. Dari analisis ini
akan diperoleh kadar bahan kering (bahan yang sudah bebas air/uap air) dengan
cara 100% dikurangi dengan kadar air.

Analisa Abu

Abu adalah bagian dari sisa pembakaran dalam tanur dengan temperatur
400-600oC yang terdiri atas zat-zat anorganik atau mineral. Dari abu ini dapat
dilanjutkan untuk mengetahui kadar mineral.

Analisa Protein Kasar

Pengertian protein kasar adalah semua zat yang mengandung nitrogen.
Diketahui bahwa dalam protein rata-rata mengandung nitrogen 10% (kisaran 13-
19%). Metode yang sering digunakan dalam analisa protein adalah metode
Kjeldhal yang melalui proses destruksi, destialsi, titrasi dan perhitungan. Dalam

analisis ini yang dianalisis adalah unsur nitrogen bahan, sehingga hasilnya harus
dikalikan dengan faktor protein untuk memperoleh nilai protein kasarnya. Apabila
diketahui secara tepat macam pakan yang dianalisis misal air susu maka faktor

proteinnya adalah 6.38, tetapi secara umum biasanya menggunakan 6.25. Untuk
pakan-pakan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Beberapa faktor protein bahan makanan ternak.

Bahan N dalam Protein (%) Faktor Protein

Jagung 16.0 6.25
Dedak gandum 15.8 6.31
Bungkil kapas 18.9 5.30
Protein Bijian 17.0 5.90
Ikan 16.0 6.25
Susu 15.8 6.38
Telur dan daging 16.0 6.25

Sumber : Crampton (1968)

Analisa Lemak Kasar

Metode yang digunakan antara lain extraksi soxhlet dengan pelarut lemak
petroleum ether. Analisis lemak dipergunakan istilah lemak kasar karena dalam
analisis ini yang diperoleh adalah suatu zat yang larut dalam proses ekstraksi
dengan menggunakan pelarut organik antara lain ether, petroleum ether atau
chloroform. Kemungkinan yang terlarut dalam pelarut organik ini bukan hanya
lemak tetapi juga antara lain : glyserida, chlorophyl, asam lemak terbang,
cholesterol, lechitin dan lain-lain dimana zat-zat tersebut tidak termasuk zat
makanan tetapi terlarut dalam pelarut lemak.

Analisa Serat Kasar

Serat kasar mempunyai pengertian sebagai fraksi dari karbohidrat yang tidak
larut dalam basa dan asam encer setelah pendidihan masing-masing 30 menit.
Termasuk dalam komponen serat kasar ini adalah campuran hemisellulosa,
sellulosa dan lignin yang tidak larut. Dalam analisa ini diperoleh fraksi lignin,
sellulosa dan hemisellulosa yang jus tru perlu diketahui komposisinya khusus
untuk hijauan makanan ternak atau umumnya pakan berserat. Untuk memperoleh
data yang lebih akurat tentang fraksi lignin dan sellulosa dapat dilakukan analisa
lain yang lebih spesifik dengan metode analisa serat Van Soest.

Bahan Ekstrak tanpa Nitrogen (Beta-N)

Untuk memperoleh beta-N adalah dengan cara perhitungan : 100% - (Air +
Abu + Protein Kasar + Lemak Kasar + Serat Kasar)%. Dalam fraksi ini termasuk
karbohidrat yang umumnya mudah tercerna antara lain pati dan gula.

Bahan
Makanan

Air Oven 105 Bahan kering

Isi sel Detergen netral Dinding sel (NDF)

Nitrogen Lignosellulosa
Dinding sel
Detergen asam (ADF)

Sellulosa H2SO 4 72% Lignin tidak larut
pengabuan

Lignin HBr 48% Silika

Gambar 2. Skema Pembagian Fraksi Serat Berdasarkan Analisa Van Soest

Penyajian Data Analisa Proksimat

Dalam menyajikan data komposisi zat makanan dari analisa proximat dapat
dilakukan dalam komposis i persen berdasarkan segar (dikembalikan dengan
menghitung berat awal segar), kering matahari (untuk ransum dan butiran/bijian
serta limbah industrinya) dan berdasarkan bahan kering. Data berdasarkan bahan
kering ini dipergunakan untuk membandingkan kualitas antar bahan makanan
ternak. Manfaat lain dari komposisi data proximat adalah untuk menduga
koefesien cerna (berdasarkan rumus Schneider) dan menghitung TDN
berdasarkan NRC.

2. Analisa Van Soest

Metode ini digunakan untuk mengestimasi kandungan serat dalam pakan dan
fraksi-fraksinya kedalam kelompok-kelompok tertentu didasarkan atas
keterikatanya dengan anion atau kation detergen (metode detergen). Metode ini
dikembangkan oleh Van Soest (1963), kemudian disempurnakan oleh Van Soest
dan Wine (1967) dan oleh Goering dan Van Soest (1970). Tujuan awalnya
metode ini adalah untuk menentukan jumlah kandungan serat dalam pakan
ruminan tetapi kemudaian dapat digunakan juga untuk menentukan kandungan
serat baik untuk nonruminant maupun dalam pangan.

Metode detergen terdiri dari 2 bagian yaitu : Sistem netral untuk mengukur
total serat atau serat yang tidak larut dalam detergen netral (NDF) dan sistem
detergen asam digunakan untuk mengisolasi sellulosa yang tidak larut dan lignin
serta beberapa komponen yang terikat dengan keduanya (ADF).

a. Peralatan untuk analisis Van Soes

Alat yang digunakan untuk menganalisa NDF dan ADF secara umum adalah
sama dengan peralatan yang digunakan untuk penentuan serat kasar (Proximat)
walaupun ada beberapa kekhasan untuk sebagian alat. Hal paling penting adalah

alat untuk memanaskan gelas beaker haruslah ada alat kontrolnya masing-masing
supaya bisa diatur panasnya sesuai kebutuhan juga perlu alat pendingin
(kondensor) dibagian atasnya. Sistem pendingin air juga harus berjalan dengan

baik untuk menghindari kesalahan hasil analisa. Kegagalan dalam sistem ini
akan menghasilkan kesalahan pengukuran dan komponen serat biasanya akan

lebih tinggi dari yang seharusnya. Hal ini disebabkan oleh sampel dalam gelas
beaker akan naik ke dinding gelas dan tidak bisa turun atau tidak bersentuhan lagi
dengan larutan akibat dari alat pendingin yang tidak berfungsi.

Peralatan utama yang diperlukan untuk analisis ini adalah : 1). Gelas beaker :
Kapasitas 600 ml, 2). Hot plate : 400 watt masing-masing untuk satu gelas dengan
alat kontrol, 3). Kondensor : Alat pendingin ini berhubungan dengan air yang
mengalir dan bentuknya biasanya bulat sehingga pas masuk dibagian mulut gelas
beaker 600 ml, 4) Crusibel atau kertas saring. Peralatan pendukung lainnya
adalah sama dengan alat yang digunakan waktu penentuan serat kasar.

Sampel bisa disaring dengan menggunakan gelas saring (crusibel) atau
kertas saring Whatman no. 54 atau 54l. Penggunaan kertas saring akan lebih
mudah apabila tidak diperlukan analisis lebih lanjut seperti penentuan lignin, silika
dll. Kertas saring juga lebih memudahkan apabila ingin meneruskan menganalisa

kandungan N didinding sel karena hasil saringan ini dapat langsung dimasukan
kedalam labu Kjeldahl. Penggunaan crusibel atau kertas akan menghasilkan nilai

analisis yang sama apabila dilakukan dengan benar. Apabila menggunakan kertas
saring biasanya akan ditempatkan pada cawan yang sudah ada bolongan
dibagian bawahnya sehingga akan memudahkan waktu penyaringan dengan

menggunakan vacum. Kehati-hatian sangat diperlukan dengan kertas saring
dibanding dengan crusibel, dimana ketas saring mudah sobek juga ketika akan
diangkat dari tempat penyaringan ketempat pengeringan.

Tanur sebagai alat untuk pengabuan perlu juga diperhatikan dimana
seharusnya suhu yang dicapai tidak melewati 500oC, untuk itu alat pengontrol
suhu sangat diperlukan. Suhu yang melewati 500oC bisa melelehkan crusibel dan
kemungkinan mempengaruhi hasil perhitungan.

b. Bahan Kimia

Pencampuran bahan kimia dalam sistem detergen ini memerlukan
pengukuran yang benar dan tempat yang cukup memadai untuk pembuatan
larutan sesuai dengan yang direncanakan, baik menyangkut volume maupun
beratnya.

Tabel 2. Larutan untuk Neutral-Detergent Fiber (NDF) 1 liter
30 gram
Neutral Detergent Fiber (NDF) 18.61 gram
6.81 gram
1. Distilled water 4.56 gram
2. Sodium lauryl sulfate, lab grade 11.48 gram
3. Disodium ethylenediaminetetraacetate (EDTA) dihydrate crystal, reagent grade
4. Sodium borate decahydrate, reagent grade 10 ml
5. Disodium hydrogen phosphate, anhydrous, reagent grade

Kalau menggunakan yang hydrous 10H2O
6. 2-ethoxyethanol (ethylene glycol monoethyl ether), purified grade

Larutan dibuat pertama dengan cara melarutkan EDTA dan Na2B4O7.10H2O.
Kemudian ditambahkan Na2HPO4 atau Na2HPO4.10H2O, sambil diaduk dengan
menggunakan stirer yang sekaligus berfungsi sebagai hot plate untuk

mempermudah kelarutan. Ethylene glycol monoethyl ether ditambahkan sebagai
mana perlunya untuk mengontrol busa supaya tidak berlebihan. Untuk

memastukan larutan detergen ini netral bisa dilakukan pengecekan pH dan
biasanya akan berkisar antara 6.9 -7.1. Apabila larutan disimpan ditempat yang
suhunya dibawah 18oC deterjen biasanya akan mengendap tetapi dpat dilarutkan
kembali dengan pemanasan. Total larutan akan mencapai lebih dari volume yang
dibuat karena adanya penambahan volume dari bahan kimia. Sebagai contoh

apabila membuat larutan sebanyak 18 liter maka dengan adanya penambahan
kimia tersebut total larutan bisa mencapai 18.5 liter.

Untuk menganalisis bahan pakan ata u pangan yang mengandung patinya
sangat tinggi biasanya ditambahkan enzim pencerna pati seperti :
Amyloglucosidase, hog pancreas amylase, Bacillus subtilis amylase dan
termamyl.

Larutan ADF dibuat dengan cara pertama dibuat dulu larutan asam sulfat 0.5
M (1 N) dan boleh sedikit adanya variasi larutan sebesar 0.98 – 1.02 N. Apabila

menggunakan larutan asam sulfat murni bisa dibuat dengan cara menambahkan
49.0 gram asam sulfat murni kedalam air sehingga didapat sebanyak 1 liter (ini

akan sama dengan larutan 1 N). Kemudian ditambahkan 20 gram CETAB dan
diaduk dengan stirer sampai larut. Penambahan CETAB kedalam larutan asam
sulfat 1 N kemungkinan sedikit akan menaikan volumenya.

Tabel 3. Larutan untuk Acid-Detergent Fiber (ADF) 1 liter
49.04 gram
Acid Detergent Fiber (ADF)
20 gram
1. Sulfuric acid 1 N, reagent grade, sebanyak 1 liter.
Apabila menggunakan H2SO4 murni tiap liter larutan

2. Cetyltrimethylammonium Bromida (CETAB), technical
grade

c. Neutral Detergent Fiber (NDF)

Komponen serat yang tergabung dalam NDF merupakan bahan yang tidak
dapat larut dari matrix dinding sel tanaman. Serat tersebut secara kovalen terikat
sangat kuat dengan ikatan hidrogen, kristallin atau ikatan intramolekular lain yang
mereka sangat resisten terhadap larutan yang masih berada pada tingkat
konsentrasi physiologis. Karena larutan NDS tidak bersifat hidrolitik maka hampir
semua ikatan-ikatan tersebut masih berada dalam residu NDF. Hal ini dapat
dilihat apabila dibandingkan antara nilai daya cerna in vitro dan in vivo dari NDF.
Terdapat sedikit perbedaan daya cerna akibat dari adanya pengahancuran
beberapa komponen seperti silica dan tannin oleh neutral detergen.

Tidak semua komponen dari dinding sel terikat ke dalam matrik. Pektin,
sebagai contoh hampir 90% nya dapat dilarutkan oleh NDS, demikian juga pektin

adalah komponen yang mudah difermentasikan, sehingga hal ini memperlihatkan
tidak adanya pengaruh lignifikasi pada ikatan pektin. Dengan demikian NDF tidak
dapat dinyatakan mewakili komponen dinding sel secara keseluruhanya, tetapi
hanya mewakili sebagai residu dari komponen nutirisi yang mempunyai ikatan
dengan matrix lignin dan secara physik merupakan struktur yang tidak dapat larut
dan mempunyai pengaruh khusus baik pada rumen maupun pada saluran
pencenrnaan non ruminan.

Serat biasanya digunakan sebagai indeks negatif dari kualitas pakan,
dimana secara umum menggambarkan bagian dari komponen pakan yang tidak
dapat dicerna. Meskipun NDF telah mencakup semua komponen yang tidak
dapat dicerna, dibandingkan dengan ADF (NDF - hemiselulosa) atau Serat Kasar
(lignin + hemiselulosa + selulosa), korelasi NDF dengan daya cerna pada ruminan
sering tidak bisa menggambarkan hasil yang diinginkan. Hal ini telah
menyebabkan digunakanya ADF sebagai standar untuk menguji daya cerna
hijauan, meskipun NDF lebih baik hubunganya dengan ruminasi (mamah biak),
efisiensi dan konsumsi pakan. Standar kebutuhan serat untuk ruminansia hanya
bisa dinyatakan dengan nilai NDF, hal ini disebabkan hemiselulosa mempunyai
pengaruh yang besar. Nilai NDF adalah kandungan semua serat yang teranalisis,
dan ini satu-satunya cara yang bisa menggambarkan kandungan serat meskipun
dari bahan hijauan atau konsentrat yang berbeda. Untuk itu NDF adalah satu-
satunya analisis serat yang bisa merangking komponen pakan mulai dari yang
tidak berserat, sedikit mengandung serat sampai pada bahan yang sangat tinggi
seratnya seperti jerami dan selulosa.

Perkembangan lain dengan ditemukanya serat melalui analisis NDF adalah
adanya kenyataan bahwa komponen yang larut mempunyai pengaruh phisiologis
yang berbeda dengan matrik yang tidak larut. Pada ruminan komplek yang terlarut
semuanya dapat difermentasikan, sehingga dalam hal ini juga komponen yang
terlarut oleh larutan detergen netral termasuk didalamnya pati dan gula-gula
terlarut lainya mengalami hal yang sama. Demikian juga NDF telah diakui
sebagai komponen bahan pangan yang diperlukan dalam menu pada makanan
manusia.

Protein NDF. Ekstraksi dengan larutan detergen netral tidak melarukan
semua protein dalam matrik dinding sel, tetapi sebagian tetap terikat secara
kovalen pada polysakarida dinding sel. Sebagian juga terikat akibat adanya
reaksi Maillard akibat pemanasan dan sebagian lagi mungkin terendapkan
bersama tanin. Hanya sebanyak 80 % diperkirakan protein dapat terlarut dengan
larutan detergen netral selebihnya diduga hanya protein yang rendah daya
larutnya atau terikat dengan matrik dinding sel sehingga merupakan bagian yang
tidak dapat dicerna. Untuk alasan tersebut maka bagian prote in yang terlarut
dengan larutan detergen netral dapat digunakan sebagai cara untuk mengetes
protein terlarut dari suatu bahan pakan.

Prosedur analisis. Timbang bahan sampel sebanyak 0.5 – 1 g (kering udara
dan sudah digiling) masukan kedalam gelas beaker 600 ml. Tambahkan 100 ml
larutan detergen netral dan 2-3 tetes decalin. Simpan ditempat pemanasan (hot
plate) tunggu antara 5-6 menit sampai mulai panas kemudaian dihitung waktu
pemanasanya selama 60 menit sambil di reflux dengan aliran air untuk
menghindari sampel yang nempel didinding gelas dan tidak terendam larutan
(Gambar 2). Apabila mengerjakan lebih dari satu sampel bisa ditambah 3 menit

antara satu dengan lainya untuk memberikan semua bahan yang dilarutkan
dimulai dari panas yang cukup. Setelah 60 menit dididihkan baker diambil dari
pemanas dan dibiarkan sebentar supaya bahan padatan mengendap dibawahnya.

Siapkan gelas saring pada tempatnya dan panaskan dengan air mendidih. Bahan
larutan kemudian disaring secara pelan-pelan mulai dari bahan cairan yang

terlarut cukup dengan vaccum yang rendah dayanya. Kemudian bagain
padatanya bisa dimasukan ke saringan sambil dibilas dengan air mendidih sampai
semua sampel habis masuk ke gelas saring. Vaccum bisa ditambah kekuatanya
sesuai dengan kebutuhan. Sampel dicuci sekitar 2 kali dengan air panas, 2 kali
dengan aseton dan kemudian dapat dikeringkan. Crusibel dapat dikeringkan

minimal selama 8 jam (atau disimpan semalam apabila analsis dilanjutkan hari
berikutnya) pada suhu 105oC dalam oven yang dilengkapi dengan sistem kipas.
Setelah ditimbang akan didapatkan berat kering resisu NDF, kemudian sampel
dibakar dalam tanur 500oC cukup selama 3 jam. Pindahkan kedalam oven sampai
suhunya kembali menjadi 105oC kemudain ditimbang. Bahan yang tersisa pada
crusible adalah abu dari dinding sel.

3. Analisa Energi

Kata energi berasal dari bahasa Yunani yaitu : En = in artinya dalam dan
Ergon artinya kerja. Sehingga kata energi diartikan sebagai dalam bentuk kerja.
Energi ada beberapa macam diantaranya :

1. Energi mekanik
2. Energi Cahaya
3. Energi panas
4. Energi nuklir
5. Energi aliran panas dan
6. Energi molekuler atau energi kimia yang sangat berperanan sekali

dalam bidang ilmu makanan ternak dan nutrisi.

Prinsip Dasar

Adanya perubahan energi kimia dalam molekul bahan makanan ke dalam
bentuk energi kinetik dari suatu reaksi metabolic yang dapat menimbulkan kerja

atau panas. Menurut La voisier dan La place tahun 1780 dari Perancis bahwa
panas yang diproduksi hewan berasal dari oksidasi zat organik bahan makanan

yang disuplai, dapat dijadikan sumber energi akibatnya nilai energi yang
dihasilkan dapat dijadikan criteria nilai gizi pakan atau ransum yang dikonsumsi
hewan tersebut.

Pembakaran bahan makanan berlangsung sebagai berikut :

CHO + O2 CO2 + H2O + gas + panas.

Pembakaran makanan tersebut menggunakan oksigen (O2) dan menghasilkan
energi bruto atau gross energi (GE). Pengukuran energi brotu ini menggunakan

alat Bomb Calorimeter (perubahan suhu akibat pembakaran pakan dengan
oksigen). Pengukuran energi bahan makanan ternak atau ransum menggunakan
satuan-satuan atau indicator angka sebagai jumlah energi yang dinyatakan dalam
satuan :

1. Kalori (kal) yaitu jumlah panas yang dibutuhkan untuk meningkatkan
temperatur 1 gram air dari suhu 14.5oC menjadi 15.5oC.

2. Them adalah jumlah panas yang dibituhkan untuk menaikkan suhu 1 ton air
1oC.

3. British Them Unit = BTU adalah jumlah panas yang dibutuhkan untuk
menaikkan suhu 1 liter air 1oF.

4. Joule = 107 Erg adalah jumlah panas yang dibituhkan untuk memindahkan
1 liter air/barang sejauh 0.7375 kaki.

Nilai setara kalori untuk energi adalah sebagai berikut :
1. 1 kalori (kal) setara 4.184 Joule (J) Crampton
2. 1 kalori (kal) setara 5.183 Internasional Joule (Kleiber)
3. 1 BTU setara 0.252 kkal.
4. 1 kilo kalori (kkal) setara 3.96 BTU.

Setiap kandungan nutrien mempunyai nilai setara kalor (energi) yang
berbeda yaitu :

1. Protein setara 5.65 kkal/g
2. Karbohidrat setara 4.10 kkal/g
3. Lemak setara 9.45 kkal/g
Sehingga rasio sumbangan energi kandungan nutrien tersebut (Protein : KH :
Lemak) adalah 1 : 1 :2.5 kali.

Kalorimeter ada 2 macam yaitu :
1. Bomb Calorimeter terdiri dari : Adiabatic Calorimeter dan Isotermik

Calorimeter.
2. Animal Calorimeter untuk mengukur energi metabolic seperti : Basal

Metabolic Rate (BMR), RQ dan NE.

Karakteristik Adiabatic Bomb Calorimeter :
1. Panas tidak langsung, tidak ada panas yang menyeberang.
2. Mempunyai 2 suhu, sehingga perlu menyamakan suhu dan disetarakan

sehingga tidak saling mempengaruhi.

Sedangkan karakteristik Isothermic Bomb Calorimeter adalah panas
bersambung, dan hanya ada satu suhu.

Komponen Bomb Calorimeter adalah :
1. Jacket
2. Bucket untuk tempat air (suhu konstan)
3. Bomb berisikan cawan, kawat platina dan sample dalam bentuk pellet,

kemudian dialirkan oksigen untuk p embakarannya.

Pengukuran energi bahan makanan ternak atau ransum menggunakan Bomb
Calorimeter yang dikoreksi dengan beberapa faktor koreksi yaitu :

a. Koreksi penggunaan asam, 1 ml Na2CO3 = 1 kalori.
b. Koreksi kawat terbakar, 1 cm kawat = 2.3 kalori.
c. Koreksi sulfur (S), bila kandungan S bahan makanan ternak lebih besar dari

0.1% dimana 1 gram S = 1.4 kkal.

Tabel 4. Kandungan energi bruto beberapa bahan pakan.

Bahan Energi Bruto (kkal/g)

Jagung 4.43
Kacang kedelai 2.52
Dedak Gandum 4.54

Glukosa 3.76
Karbohidrat 3.75- 4.25
Lemak babi
9.48
Casei n
5.86

Sebelum dilakukan analisa energi, Bomb Calorimeter disetarakan dulu
dengan memperhitungkan faktor koreksi tersebut. Kandungan energi bruto (Gross

Energi = GE) beberapa bahan makanan ternak bisa dilihat pada tabel 2.

Nilai GE dari karbohidrat berkisar antara 3.75 – 4.25 kkal, sedangkan nilai

GE untuk protein lebih tinggi daripada karbohidrat, tetapi di dalam tubuh ternak,
energi protein tidak dapat dipergunakan seluruhnya, energi ini akan keluar dalam
bentuk ikatan asam urat atau urea yang masih mengandung GE sekitar 1.25 kkal,
sehingga energi yang akan didapat dalam tubuh ternak yang berasal dari protein
hampir sama dengan karbohidrat yaitu : 4.25 kkal (5.50-1.25). Nilai energi bruto

(GE) untuk macam -macam protein dan lemak diperlihatkan pada tabel 3 (nilai
rata -rata GE protein = 5.20 kkal dan rata-rata GE lemak = 9.35 kkal).

Tabel 5. Kandungan energi bruto bahan sumber protein dan lemak.

Bahan Energi Bruto (kkal/g)

Daging sapi 5.65
Gelatin 5.60
Albumin telur 5.71
Kuning telur 5.84
Kacang -kacangan 5.70
Sayur-sayuran 5.80
Lemak daging, ikan dan telur 9.50
Lemak hasil ternak perah 9.25
Lemak butiram 9.30

Penggunaan Energi Oleh Ternak

Energi karbohidrat digunakan ternak sebanyak 95% sedangkan energi
protein hanya 70%, sehingga penggunaan energi karbohidrat lebih efisien
dibandingkan protein dan lemak. Diantara gizi lainnya, lemak mempunyai
kandungan energi paling tinggi yaitu sebesar 2.25 kali karbohidrat dan protein.
Perbedaan ini disebabkan oleh kandungan oksigen dalam molekul. Dalam molekul
karbohidrat terdapat cukup oksigen untuk pembakaran hydrogen yang
dikandungnya, sehingga panas yang dikeluarkan hanya dari pembakaran atau
oksidasi karbon (C). Pada lemak relatif sedikit oksigen, sehingga memerlukan
oksigen lebih banyak untuk pembakaran hydrogen (H) da karbon (C). Untuk
pembakaran 1 gram H menghasilkan panas 4 kali lebih banyak dari pembakaran
C, sehingga panas yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan denagan protein da n
karbohidrat. Dalam lemak kasar, selain lemak murni tergolong dalam trigliserida,
terdapat juga zat-zat lain yang larut dalam ether. Zat-zat tersebut akan
mengurangi manfaat lemak sebagai sumber energi untuk ternak atau hewan
lainnya.

BAB III
KIMIA MAKANAN TERNAK

KUALITAS PROTEIN

Kegunaan dari protein bahan makanan relatif tergantung pada keperluan
hewan terhadap banyaknya protein, sedang pada beberapa hewan seperti ayam
dan babi juga tergantung pada asam -asam amino esensial yang terdapat dalam
bahan makanan tersebut. Pada hewan-hewan tersebut asam-asam amino tertentu
harus tersedia dalam ransum. Asam-asam amino ini disebut asam-asam amino
esensial. Bahan makanan dikatakan mempunyai kualitas protein yang baik apabila
bahan makanan tersebut dapat menyediakan seluruh asam-asam amino esensial
dalam perbandingan hampir mendekati sama dengan yang ada pada protein yang
akan dibentuk, ditambah sumber N yang lain untuk membentuk asam amino yang
tidak esensial. Sedang yang dikatakan asam amino esensial yaitu asam -asam
amino yang tidak dapat disintesis dalam tubuh hewan dalam kecepatan yang
diperlukan untuk pertumbuhan yang normal. Misalnya arginine untuk tikus adalah
esensial, walaupun asam amino ini dapat dibentuk oleh tubuh tikus, tapi tidak
dalam kecepatan yang cukup untuk pertumbuhannya.

Penentuan kualitas protein dapat berdasarkan :
1. Kimia
2. Biologis, yaitu dengan BV, PER, Replacement Value, dll.

Secara kimia, penentuan protein diperhitungkan secara :

1. Chemical Score

Menurut Block & Mitchell, kualitas protein ditentukan oleh asam -asam amino
yang relatif paling kekurangan. Di sini protein standar yaitu protein telur.

Dengan membandingkan tiap-tiap asam amino dari bahan tersebut kita akan
mendekati asam amino yang paling defisien.

Tabel 6. Perbandingan komposisi asam amino telur dan gandum

Asam amino % AA dalam % AA dalam % AA defisien

protein telur protein gandum dalam gandum

Arginine 6,4 4,2 -34

Histidine 2,1 2,1 0

Lysine 7,2 2,7 -63

Tryptophan 1,5 1,2 -20

Tyrosine 4,5 4,4 -2

Phenilalanine 6,3 5,7 -10

Cystine 2,4 1,8 -25

Methionine 4,1 2,4 -39

Cystine & Methionine 6,5 4,3 -34

Threonine 4,9 3,3 -33

Leucine 9,2 6,8 -26

Isoleucine 8 3,6 -55

Valine 7,3 4,5 -37

Asam amino yang paling defisien adalah Lysine. Chemical Score dari protein

gandum 100 – 63 = 37.

2. Secara EAAI = Essential Amino Acid Index

Oser mengembangkan pendapat Block dan Mitchell, ia berpendapat bahwa
seharusnya dalam menentukan kualitas protein tidak saja asam amino esensial
yang paling defisien yang harus diperhatikan tapi seluruh asam amino esensial
dari bahan tersebut harus dipertimbangkan. Juga dipakai sebagai protein standar
adalah protein telur.

EAAI =10 100a × 100b × 100c × .........× 100n
ae be ce ne

a – n = % asam amino dari protein yang dinilai
ae – ne= % asam amino dari protein telur

untuk memudahkannya :

log EAAI = 1  log 100a + log 100b + .......... + log 100n 
10 ae be ne

a – n = % asam amino dari protein yang dinilai
ae – ne= % asam amino dari protein telur

untuk memudahkannya :

log EAAI = 1  log 100a + log 100b + .......... + log 100n 
10 ae be ne

3. Supplementary Effect

Apabila beberapa protein yang mempunyai kekurangan asam amino
dikombinasikan, maka secara biologis protein campuran ini akan bertambah nilai
biologisnya oleh karena adanya supplementary effect.

Misalnya suatu protein tubuh harus dibentuk asam-asam amino A, B, C, D, E
dengan perbandingan 48, 10, 4, 32, 6. Jadi mempunyai susunan A48B10C4D32E6.

Apabila sumber protein yang diberikan :
Protein I dengan susunan A26B28C2D34E10 kegunaan protein ini tergantung
daripada C. Selama C hanya mempunyai persediaan 2, maka protein tubuh yang
dibentuk :

A24B5C2D16E3 (= ½ x A48B10C4D32E6).
Jadi protein I hanya digunakan 50 %, sisanya A2B23C8D18E7 (A26B28C2D34E10 –
A24B5C2D16E3) akan dibakar sebagai energi. Dalam hal ini kita dapat
memperbaikinya dengan :
1. Penambahan asam-asam amino murni
2. Memberikan campuran dengan protein
Misalkan kita berikan campuran protein ke -II yang mempunyai susunan
A46B18C6D20E10.

Jadi : Ideal A48B10C4D32E6
Protein I A26B28C2D34E10
Protein II A46B18C6D20E10

Camp. I + II A36B23C4D27E10

Protein untuk sintesis protein tubuh : A36B7C3D24E5 = 75 %
Penggunaan untuk energi : A0B16C1D3E5 = 25 %

Pada umumnya protein tumbuh-tumbuhan mempunyai kadar lysine rendah
sedangkan tepung darah walaupun tidak kaya asam-asam amino, akan tetapi

mempunyai kadar lysine yang tinggi sehingga baik dipergunakan sebagai
suplemen pada protein tumbuh-tumbuhan. Perbedaan ku alitas protein nabati dan
hewani dilihat dari segi asam amino yang dikandungnya terlihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Asam Amino dari Protein Nabati dan Hewani

Asam amino Butir-butiran* Protein hewani+ Standar
telur

Arginine 4,8 5,7 6,4

Histidine 2,1 3,3 2,1

Lysine 3,1 7,7 7,2

Tyrosine 4,8 3,9 4,5

Tryptophane 1,2 1,1 1,5

Phenilalanine 5,7 5,4 6,3

Cystine 1,7 1,2 2,4

Methionine 2,3 2,6 4,5

Threonine 3,4 4,5 4,9

Leucine 7,1** 9,2 9,2

Isoleucine 4,3 4,9 8,0

Valine 5,2 6,6 7,3

*Wheat, jagung, rye, oats

**Tidak termasuk dalam rate ini : Jagung
+Tankage, tepung darah, ikan, susu

Susu, telur dan daging dapat menyediakan asam amino dalam perbandingan

yang hampir mendekati kesempurnaan untuk digunakan.

BAB IV
BAHAN MAKANAN TERNAK NABATI

Pakan berperanan sangat penting dalam menentukan produktivitas ternak.
Kira -kira 25% dari perbedaan produksi ternak dikarenakan oleh keturunan
sedangkan 75% sisanya ditentukan oleh faktor lingkungan dengan pakan sebagai
faktor penentu terbesar.

Konsentrat adalah pakan yang tinggi kandungan ekstrak tiada nitrogen (Beta-
N) dan rendah kandungan serat kasar (SK) yaitu lebih rendah dari 18%.
Kandungan protein pakan dapat dibagi 2 yaitu : (1) Konsentrat sumber energi, (2)
konsentrat sumber energi da protein.

Karena konsentrat realtif mengandung serat kasar yang rendah, maka
hampir semua konsentrat mempunyai kecernaan yang tinggi. Butiran
mengandung sejumlah besar pati yang dengan mudah dapat dicerna dan diserap
ternak. Sebaliknya protein dari butiran kebanyakan defisiensi akan asam amino
lisin. Hal ini tidak masalah yang besar untuk ternak ruminansia, tetapi akan
bermasalah pada ternak nonruminansia yang makanan utamanya berasal dari
butiran.

Dalam bab hijauan ditekankan pentingnya hijauan yang berkualitas baik.
Tetapi untuk mengefisienkan produksi ternak, konsentrat biasanya diperlukan
sebagai bahan tambahan pada hijauan. Hal ini karena pada ternak yang diberi
hijauan saja tidak dapat memenuhi kebutuhannya untuk produksi yang tinggi
mengingat hijauan mempunyai kecernaan dan energi neto yang rendah.

A. BUTIR-BUTIRAN DAN LIMBAHNYA

Konsentrat sumber energi adalah bahan makanan ternak yang tinggi
kandungan energi dan rendah kandungan serat kasar (<18%), serta umumnya
mengandung protein yang lebih rendah dari 20%.

1. Jagung (Zea mays)

Tinggi rendahnya produksi jagung tergantung pada tipe jagung yang dipakai,
pemupukan serta cuaca. Jagung merupakan pakan yang sangat baik untuk
ternak. Jagung sangat disukai ternak dan pemakaiannya dalam ransum ternak
tidak ada pembatasan, kecuali untuk ternak yang akan dipakai sebagai bibit.
Pemakaian yang berlebihan untuk ternak ini dapat menyebabakan kelebihan
lemak.

Jagung tidak mempunyai anti nutrisi dan sifat pencahar. Walaupun demikian
pemakaian dalam ransum ternak terutama untuk bibit perlu dibatasi karena
penggunaan jagung yang tinggi dapat mengakibatkan sulitnya ternak untuk
berproduksi. Disamping itu penggunaannya pada ternak muda yang akan dipakai
bibit perlu dibatasi karena selain tidak ekonomis bila dipergunakan tinggi dalam
ransum juga karena penggunaan yang terlampau tinggi dapat menyulitkan ternak
tersebut untuk berproduksi.

Secara kualitatif kualitas butiran jagung dapat diuji dengan menggunakan
bulk density ataupun uji apung. Bulk density butiran jagung yang baik adalah
626.6 g/liter, sedangkan untuk jagung giling yang baik berkisar antara 701.8 –
722.9 g/liter. Makin banyak jagung yang mengapung berarti makin banyak jagung

yang rusak. Selain itu uji organoleptik seperti tekstur, rasa, warna, dan bau dapat
dipakai untuk mengetahui kualitas jagung yang baik.

Kualitas jagung scara kuantitatif dapat dilakukan diaboratorium dengan
menggunakan metode proksimat (tabel 8). Minmum data kadar bahan kering,
protein kasar dan serat kasar harus diketahui setiap kali pengiriman jagung.

Gambar 3. Pohon Jagung dan Jagung kuning pipilan

Jagung merupakan butiran yang mempunyai total nutrien tercerna (TDN) dan
net energi (NE) yang tinggi. Kandungan TDN yang tinggi (81.9%) adalah karena :
(1) jagung sangat kaya akan bahan ekstrak tanpa nitrogen (Beta-N) yang hampir
semuanya pati, (2) jagung mengandung lemak yang tinggi dibandingkan semua
butiran kecuali oat, (3) jagung mengandung sangat rendah serat kasar, oleh
karena itu mudah dicerna. Kandungan protein jagung rendah dan defisiensi asam
amino lisin. Dari butiran yang ada, hanya jagung kuning yang mengandung
karoten. Kandungan karoten jagung akanmenurun dan atau hilang selama
penyimpanan.

2. Dedak Padi (Oriza sativa)
Dedak padi diperoleh dari penggilingan padi menjadi beras. Banyaknya

dedak padi yang dihasilkan tergantung pada cara pengolahan. Sebanyak 14.44%
dedak kasar, 26.99% dedak halus, 3% bekatul dan 1 -17% menir dapat dihasilkan
dari berat gabah kering.

Dedak padi cukup disenangi ternak. Pemakaian dedak padi dalam ransum
ternak umumnya sampai 25% dari campuran konsentrat. Walaupun tidak
mengandung zat antinutrisi, pembatasan dilakukan karena pemakaian dedak padi
dalam jumlah besar dapat menyebabkan susahnya pengosongan saluran
pencernaan karena sifat pencahar pada dedak. Tambahan lagi pemakaian dedak
padi dalam jumlah besar dalam campuran konsentrat dapat memungkinkan
ransum tersebut mudah mengalami ketengikan selama penyimpanan.

Secara kualitatif kualitas dedak padi dapat diuji dengan menggunakan bulk
density ataupun uji apung. Bulk density dedak padi yang baik adalah 337.2 –
350.7 g/l. Makin banyak dedak padi yang mengapung, makin jelek kualitas dedak
padi tersebut. Selain itu uji organoleptik seperti tekstur, rasa, warna, bau dan uji

sekam (flouroglusinol) dapat dipakai untuk mengetahui kualitas dedak padi yang
baik. Bau tengik merupakan indikasi yang baik untuk dedak yang mengalami
kerusakan.

Gambar 4. Dedak padi
Kualitas dedak padi secara kuantitatif dapat dilakukan dilaborotorium dengan
menggunakan metode proksimat (tabel 8).
Dedak padi yang berkualitas baik mempunyai protein rata-rata dalam bahan
kering adalah 12.4%, lemak 13.6% dan serat kasar 11.6%. Dedak padi
menyediakan protein yang lebih berkualitas dibandingkan dengan jagung. Dedak
padi kaya akan thiamin dan sangat tingi dalam niasin.
3. Pollard (dedak gandum – Triticum sativum lank)
Pollard merupakan limbah dari penggilingan gandum menjadi terigu. Angka
konversi pollard dari bahan baku sekitar 25-26%. Pollard merupakan pakan yang
popular dan penting pada pakan ternak, karena palatabilitanya cukup tinggi.
Pollard tidak mempunyai antinutrisi, tetapi penggunaan pollard perlu dibatasi
mengingat adanya sifat pencahar yang ada pada pollard. Karena danya sifat
pencahar, maka pollard akan bernilai apabila diberikan pada ternak yang baru
atau setelah melahirkan. Pollard juga akan bernilai sangat baik apabila diberikan
pada ternak-ternak dara.
Secara kualitatif kualitas pollard dapat diuji dengan menggunakan uji bulk
density ataupun uji apung. Bulk density pollard adalah 208.7 g/l. Bulk density yang
lebih besar atau lebih kecil dapat berarti adanya kontaminasi atau pemalsuan.
Makin banyak pollard yang mengapung, makin banyak sekam yang terdapat pada
pollard tersebut. Uji flouroglunicol dapat juga dipakai untuk menguji sekam pollard.
Selain itu juga uji organoleptik seperti tekstur, raa, warna dan bau dapat dipakai
untuk mengetahui pollard yang baik. Kualitas pollard secara kuantitatif dapat
dilakukan dilaboratorium dengan mengunakan metode proksimat (tabel 8).

Gambar 5. Pollard halus (giling)

Pollard merupakan salah satu pakan ternak yang popular, dan nilai produksi
yang dihasilkan tampaknya lebih besar daripada yang diperkirakan dari
kandungan protein dan kecernaan nilai zat makanannya. Pemberian pollard
biasanya dicampur dengan butiran dan dengan pakan yang kaya protein seperti
bungkil-bungkilan. Pollard mempunyai nilai yang tinggi ketika dipakai lebih dari ¼
bagian konsentrat.

Kualitas protein pollard lebih baik dari jagung, tetapi rendah daripada kualitas
protein bungkil kedelai, susu, ikan dan daging. Pollard kaya akan phospor (P)
feerum (fe) tetapi miskin akan kalsium (Ca). Pollard mengandung 1.29% P, tetapi
hanya mengandung 0.13% Ca. Bagian terbesar dari P ada dalam bentuk phitin
phospor. Pollard tidak mengandung vitamin A atau vitamin, tetapi kaya akan niacin
dan thiamin.

4. Ampas Bir

Bir dibuat dari bahan baku yang terdiri dari gandum, beras dan jagung. Untuk
setiap kilogram bahan baku akan menghasilkan limbah yang sama banyaknya
yaitu satu kilogram. Ampas bir cukup disukai ternak, sedangkan ampas segar
yang telah disimpan tanpa perlakuan yang baik dapat menurunkan palatabilitas.

Ampas bir yang dibuat dari bijian yang tidak mengandung antinutrisi, maka
ampas bir juga tidak mengandung antinutrisi. Ampas bir yang dibuat dari bahan
baku gandum akan mempunyai sifat pencahar, sedangkan bila dipergunakan
butiran lain yang tidak mempunyai sifat pencahar, maka ampas bir yang
dihasilkannya pun tidak mempunyai sifat pencahar.

Secara kualitatif kualitas tepung ampas bir dapat diuji dengan menggunakan
bulk density ataupun uji apung. Selain itu juga organoleptik seperti tekstur, rasa,
warna dan bau dapat dipakai untuk mengetahui kualitas ampas bir, analisa PK
dan SK perlu dilakukan.

5. Shorgum (Shorgum bicolor)

Kulaitas shorgum hampir mirip dengan jagung (tabel 8), walaupun ukuran
butirannya lebih kecil. Proteinnya umumnya lebih tinggi daripada jagung, tapi

lemaknya lebih rendah. Kandungan methioninnya hampir sama dengan jagung,
namun lisinnya lebih rendah.

Kandungan serat kasar shorgum cukup rendah sehingga dapat diberikan
pada unggas, tapi bila pengunaannya menggantikan jagung perlu diperhatikan
karena shorgum tidak mempunyai xanthopyll. Penggunaan shorgum perlu
mendapatkan perhatian karena kandungan tanninnnya yang tinggi. Diduga
kandungan tannin ini dapat menyebabkan gangguan pada ternak.

Gambar 6. Shorgum

6. Biji Kedele (Glycine max)
Produksi per hektar tergantung tipe kedele, jenis tanah, pemupukan serta

cuaca. Biji kedele sangat disukai ternak. Pemakaian yang terlalu tinggi tanpa
diikuti dengan penambahan hijauan berkualitas baik akan berdampak negatif pada
kandungan vitamin A dan warna kuning lemak mentega yang dihasilkan.

Biji kedelai mengandung zat penghambat protease yang bila bergabung
dengan trypsin akan membentuk senyawa kompleks yang tidak aktif. Penghambat
ini dapat menyebabkan hipertropy pada pancreas. Mode aksi dari penghambat ini
adalah dihambatnya sekresi enzym pancreas. Perlakuan pemanasan pada
temperatur yang tepat (250oF selama 2.5-3.5 menit) dapat menghancurkan bahan
ini. Anti vitamin B-12 merupakan cara yang terbaik untuk menanggulangi masalah
ini. Goitrogens merupakan bahan yang menghampbat penyrapan yodium.

Secara kualitatif kualitas tepung kedele dapat diuji dengan menggunakan
bulk density ataupun uji apung. Bulk density tepung kedelai tidak dikuliti yang baik
adalah 642.3 g/l. Makin banyak bahan yang mengambang pada uji apung
menandakan, makin banyak biji yang rusak yang terdapat pada biji kedele
tersebut. Selain itu uji organoleptik seperti tekstur, rasa, warna dan bau dapat
dipakai untuk mengetahui kualitas tepung kedele yang baik.

Gambar 7. Pohon Kedelai

Kualitas tepung kedele secara kuantitatif dapat dilakukan dilaboratorium
dengan menggunakan metode proksimat (tabel 8).

Tepung kedelai mengandung protein yang tin ggi dibandingkan dengan bijian
lainnya yang umum dipakai untuk pakan. Kandungan protein kasar rata -rata
tepung kedele adalah 37.9%.

Tepung kedele juga tinggi kandungan lemaknya (18%) dan rendah
kandungan serat kasarnya (5%). TDN tepung kedele lebih tingg i dari jagung. Hal
ini dapat dimengerti karena tingginya kadar lemak pada kedele. Varietas kedele
hitam mengandung lemak yang lebih rendah dari varietas kuning.

Kedele agak rendak kandungan Ca (0.25%). Kandungan phospor kedele
juga randah (0.59) bila dibandingkan dengan kandungan phospor pada bungkil
kapas dan gandum. Seperti halnyabijian lainnya, kedele defisiensi vitamin D dan
tidak mengandung caroten. Walaupun kedele mengandung riboflavin yang
rendah, kandungan ini masih lebih tinggi dari jagung dan oat.

7. Bungkil Kedele

Bungkil kedele merupakan limbah dari industri minyak biji kedele. Bungkil ini
sangat disukai oleh ternak. Namun penggunaannya perlu diperhatikan karena zat
penghambat trypsin mungkin masih tersisa pada bungkil kedele yang diproduksi
dengan pemakaian suhu yang rendah.

Secara kualitatif kualitas bungkil kedelai dapat diuji dengan menggunakan
bulk density ataupun uji apung. Bulk density bungkil kedele yang baik adalah
594.1-610.2 gr/l. Selain itu uji organoleptik seperti tekstur, rasa, warna dan bau
dapat dipakai untuk mengetahui kualitas bungkil kedelai yang baik. Uji sekam
dengan larutan flouroglusinol dapat juga dilakukan untuk mengevaluasi kualitas
bungkil kedele.

Gambar 8. Bungkil Kedelai dan Penyimpanannya

Kualitas bungkil kedele secara kuantitatif dapat dilakuakan dilaboratorium
dengan menggunakan metode proksimat (tabel 8). Kandungan protein bungkil
kedele yang diperoleh dengan cara mekanik adalah 41% dan mempunyai
kandungan lemak 4.8%, sedangkan yang diperoleh dengan pelarutan mempunyai
kandungan lemak sebesar 1.32%. Bungkil kedele mengandung serat kasar lebih
rendah dibandingkan bungkil biji kapas.

Bungkil kedele agak rendah mengadung kalsium (0.27%). Kandungan
phospor lebih rendah dibandingkan dengan bungkil biji kapas yaitu rata-rata
0.63%. Seperti biji kedele, bungkil kedele tidak menyediakan carotin dan vitamin
D. Bungkil kedele tidak kaya riboflavin tetapi kandungannya lebih tinggi
dibandingkan dengan jagung dan butiran lainnya. Kandungan niacin tidak tinggi.
Kandungan thiamin bungkil kedele sama dengan butiran lainnya.

8. Ampas Tahu

Ampas tahu merupakan limbah dari pabrik tahu yang jumlahnya bervariasi
tergantung dari proses pembuatan. Jumlah ampas tahu yang dihasilkan berselang
dari 25% sampai 67% dengan rata-rata adalah 39.2%. Ampas ini cukup disukai
ternak terutama yang masih segar.

Ampas tahu berasal dari kedele dan oleh karena itu anti nutrisi yang terdapat
pada ampas tahu adalah sama dengan kedele hanya konsentrasinya lebih sedikit
karena telah mengalami pengolahan. Ampas tahu tidak mempunyai sifat
pencahar. Akan tetapi penanganan ampas tahu segar harus sebaik mungkin,
Penanganan yang tidak baik terhadap ampas tahu segar dapat mengakibattkan
penurunan nilai nutrisi dan juga menurunkan palatabilitas.

Secara kualitatif ampas tahu dapat diuji dengan bulk density. Selain itu uji
oragnoleptik seperti tekstur, rasa, warna dan bau dapat dipakai untuk mengetahui
kualitas ampas tahu yang baik. Kualitas ampas tahu secara kuantitatif dapat
dilakukan dilaboratorium d engan metode proksimat (tabel 8).

Gambar 9. Ampas Tahu

Ampas tahu tersedia dalam bentuk basah. Kandungan air ampas tahu tinggi
yaitu sekitar 89.96%. Komposisi kimia ampas tahu bervariasi yang salah satunya
tergantung pada proses pembuatan yang beragam. Ampas tahu sudah banyak
digunakan untuk pakan ternak. Dilapangan ampas tahu digunakan berkisar 12%
sampai 95% dari campuran konsentrat. Berdasarkan perhitungan kadar air yang
ada pada ampas tahu, maka sebaiknya ampas tahu basah tidak diberikan ke
ternak lebih dari 41%. Kandungan TDN ampas tahu berkisar antara 21-24%
tergantung pada cara pengolahan dan kualitas bahan baku.

9. Ampas Kecap

Bahan baku untuk membuat kecap adalah biji kedele. Ampas kecap
dihasilkan sebesar 59.7% dari bahan baku kedele. Ampas ini cukup disukai oleh
ternak.

Ampas kecap berasal dari kedele dan oleh karena itu anti nutrisi yang
terdapat pada ampas kecap adalah sama dengan kedele hanya konsentrasinya
lebih sedikit karena telah mengalami pengolahan. Ampas kecap tidak mempunyai
sifat pencahar. Tetapi perlakuan yang tidak baik terhadap ampas kecap
khususnya ampas kecap segar dapat mengakibatkan tumbuhnya jamur yang
selanjutnya dapat mengakibatkan menurunnya nilai nutrisi ampas tersebut.

Secara kualitatif kualitas ampas kecap dapat diuji dengan menggunakan bulk
density ataupun uji apung. Selain itu uji organoleptik seperti tekstur, rasa, warna
dan bau dapat dipakai untuk mengetahui kualitas ampas kecap yang baik.
Kualitas ampas kecap secara kualitatif dapat dilakukan dilaboratorium dengan
menggunakan metode proksimat (tabel 8).

Ampas kecap masih mempunyai nilai gizi yang baik. Oleh karena itu
dibeberapa daerah ampas kecap masih dipergunakan untuk makanan manusia.
Ampas kecap mempunyai kandungan protein berkisar antara 21-34% tergantung
pada proses pengolahan dan kualitas bahan baku yang digunakan.

10. Kacang Tanah (Arachis hypogea)
Produksi per hektar tergantung pada jenis kacang tanah, jenis tanah,

pemupukan dan cuaca. Kacang ini disukai ternak dan merupakan pakan
suplementasi protein dari tumbuhan yang secara luas dipakai untuk ternak.

Goitrogens adalah antinutrisi yang terdapat pada kacang tanah. Anti nutrisi
ini dapat mengakibatkan thyroid membesar. Perlakuan panas dan pemberian
yodium (I) yang cukup merupakan metode yang baik untuk menanggulangi
masalah anti nutrisi ini. Selain kacang tanah mempunyai sifat pencahar, sehingga
perlu pembatasan penggunaannya dalam ransum.

Gambar 10. Kacang Tanah

Secara kualitaitif kualitas kacang tanah dapat diuji dengan menggunakan
bulk density. Sela in itu uji organoleptik seperti tekstur. Rasa, warna dan bau dapat
dipakai untuk mengetahui kualitas kacang tanah yang baik. Kualitas kacang tanah
secara kuantitatif dapat dialkuka dilaboratorium dengan menggunakan metode
prosimat.

Meskipun kacang tanah yang tidak dikuliti mengandung serat kasar tinggi,
mereka mempunyai TDN yang tinggi karena tingginya kandungan lemak (36%).
Seperti kedele, kacang tanah juga defisien dalam carotin, vitamin D, kalsium (Ca)
dan mengandung phospor yang tidak terlalu tinggi.

11. Bungkil Kacang Tanah
Bungkil kacang tanah adalah merupakan limbah dari pengolahan minyak

kacang tanah. Bungkil kacang tanah disukai ternak dan merupakan supplemen
protein tumbuhan yang berkualitas baik. Tapi bungkil ini mempunyai anti nutrisi
yang dapat mengakibatkan kelenjar thyroid membesar dan juga mempunyai sifat
pencahar, tapi pengaruhnya lebih randah dibandingkan dengan kacang tanah.

Secara kualitatif kualitas bungkil kacang tanah dapat diuji dengan uji bulk
density ataupun uji apung. Bulk density bungkil kacang tanah adalah 465.6 g/l.
Selain itu juga uji organoleptik seperti tekstur, rasa, warna dan bau dapat dipakai
untuk mengetahui kualitas bungkil kacang tanah yang baik. Uji sekam dengan
flouroglucinol dapat juga dilakukan. Kualitas bungkil kacang tanah secara
kuantitatif dapat dilakukan dilaboratorium dengan menggunakan metode
proksimat (tabel 8).

Bungkil kacang tanah mengandung protein sekitar 46.62% dan serat kasar
5.5%. Bila serat kasar lebih tinggi maka telah terjadi pemalsuan sekam dan
karena itu produk tersebut tidak dapat disebut bungkil kacang tanah tetapi bungkil

kacang tanah dan sekam.

Bungkil kacang tanah mempunyai protein tercerna (DP) 42.4% dan TDN
84.5%. Nilai ini lebih tinggi dari bungkil kedele. Bungkil kacang tanah dan sekam
mengandung protein kasar (PK) 41%, protein tercerna 36.6% dan total nutrien
tercerna (TDN) 73.3% lebih tinggi dari PK, DP dan TDN bungkil biji kapas.

Tabel 8. Komposisi kimia butir -butiran dan limbahnya (%BK)

Bahan BK Abu PK Lemak SK BetaN Ca P

Jagung 88.0 2.41 10.82 5.89 3.37 77.49 0.05 0.31
Dedak kasar 89.6 15.87 6.53 2.36 29.81 34.89 0.14 0.60
Dedak halus 88.2 12.28 9.80 4.81 15.86 45.80 0.09 1.09
Bekatul 88.2 10.04 11.37 7.03 8.24 52.04 0.07 1.06
Menir 89.2 3.00 7.31 1.70 4.07 72.87 0.03 2.23
Shorgum 89.0 2.40 11.00 3.40 2.08 81.10 0.03 2.23
Pollard 88.0 3.60 16.90 4.10 7.40 67.60 0.09 0.75
Bungkil kedelai 88.0 6.97 47.12 3.80 8.69 33.29 0.27 0.68
Bk. K. anah 89.2 5.51 35.78 11.13 7.42 33.29 0.29 0.52
Kacang tanah 36.00 0.22 0.66
Ampas tahu - - - 26.81 - - 0.47 0.18
Ampas Kecap 11.0 11.04 3.26 17.79 7.79 43.93 0.46 0.43
Ampas Bir 12.0 12.00 29.31 9.80 6.35 20.55 0.18 0.48
23.7 23.70 5.81 14.60 34.86

Kualitas protein bungkil kacang tanah adalah baik dan hampir sama dengan
bungkil kedele. Tetapi bungkil kacang tanah biasanya mengandung lisin yang
lebih rendah daripada bungkil kedele. Bungkil kacang tanah mengandung kalsium

(Ca) yang rendah dan kandungan phospornya (P) adalah setengah dari
kandungan bungkil biji kapas. Selain itu bungkil kacang tanah kurang karotin,

vitamin D, thiamin, riboflavin,tetapi kaya akan niacin dan asam pantotenat.
Direkomendasikan untuk memberikan bungkil kacang tanah ke ternak sebanyak
kurang lebih ¼ dari total konsentrat.

B. UMBI-UMBIAN DAN LIMBAHNYA

Umbi-umbian merupakan sumber energi makanan didaerah yang masih
berkembang. Umumnya umbi-umbian mengandung energi tinggi, akan tetapi
kandungan proteinnya rendah. Walaupun demikian produktivitas protein dan
energi umbi-umbian per hektarnya dibandingkan dengan butri-butira n lebih tinggi,
kecuali untuk produktivitas protein dari umbi kayu. Komposisi umbi-umbian dan
limbah/ hasil ikutan industrinya terlihat pada tabel 5.

1. Ubi Kayu : Manihot utilisima pohl
Manihot esculenta crantz
Manihot alpi
Manihot dulcis
Manihot palmate

Merupakan tanaman pertanian yang paling penting didaerah tropis.
Indonesia, Nigeria, Zaire, Thailand dan India adalah negara-negara penghasil ubi
kayu yang penting. Di Indonesia ubi kayu merupakan makanan pokok dalam
urutan ketiga setelah nasi dan jagung. Kandungan protein ubi kayu sangat rendah
dibandingkan dengan jagung. Apabila ubi kayu digunakan sebagai sumber energi
dalam ransum, harus diimbangi dengan sumber protein yang lebih tinggi. Kadar
kalsium dan phosfor cukup, akan tetapi karena kandungan asam oksalat yang
tinggi (0.1-0.31%) sehingga akan mempengaruhi penyerapan Ca dan Zn.

Suatu faktor pembatas dalam penggunaan ubi kayu adalah racun asam
sianida (HCN) yang terdapat dalam bentuk glikosida sianogenik. Dua macam
glikosida sianogenik dalam ubi kayu yaitu lanamarine (±95% dari bentuk glikosida
sianogenik) dan bentuk lotaustarin. Pada proses detoksifikasi asam sianida dalam
tubuh ternak diperlukan sulfur yang dapat dari asam amino tersebut akan
meningkat. Sulfur untuk detoksifikasi ini dapat juga berasal dari sulfur inorganik.
Penggunaan ubi kayu dalam ransum berdasarkan beberapa peneliti untuk ungas
5-10%, babi 40-70% dan rumiansia 40-90%.

2. Onggok

Onggok merupakan limbah pabrik tapioca dan gula. Angka konversi ubi kayu
menjadi onggok berkisar antara 60-65%. Sebagai sumber energi, onggok lebih
rendah dibandingkan dengan jagung dan ubi kayu akan tetapi lebih tinggi dari
pada dedak. Walaupun komposisi tepung ubi kayu lebih tinggi daripada gaplek
akan tetapi kadar HCN tepung ubi kayu lebih tinggi daripada onggok. Penggunaan
onggok dalam ransum unggas paling tinggi 5% dari ransum, untuk babi 25-30%
dan untuk ruminansia 40% dari ransum.

3. Daun Ubi Kayu

Produksi ubi kayu segar 10-40 ton/ha/tahun. Dari tanaman ubi kayu, 10-40%
terdiri dari daun. Sebanyak 75% dari protein daun adalah murni dan mempunyai
nilai gizi yang cukup tinggi. Asam amino daun ubi kayu ternyata hampir sama
dengan bungkil kedelai walaupun jumlahnya berbeda. Daun ubi kayu defisien
asam amino esensial yang mengandung sulfur yaitu methionin dan sistin.
Kelemahan lain adalah adanya racun HCN dan kandungan serat kasar yang
tinggi. Kandungan HCN pada daun muda berkisar antara 427-542 mg/kg,
sedangkan pada daun tua kandungannya labih rendah yaitu berkisar antara 343-
379 mg/kg.

4. Ubi Jalar

Varietasnya sangat banyak, menyebabkan perbedaan rasa, ukuran, bentuk,
warna dan nilai gizi. Produksi ubi jalar antara 2.5 – 15 ton segar/ha/tahun. Ubi
jalar merupakan sumber energi dan untuk ubi jalar yang berwarna kuning
mengandung provitamin A dan karotenoid yang cukup. Asa amino pembatas ubi
jalar adalah luecine. Seperti umumnya umbi-umbian yang mempunyai kandungan
protein yang rendah, pemberian ubi jalar perlu diimbangi pemberian kandungan
protein yang tinggi. Apabila digunakan lebih dari 90% pengganti jagung dalam
ransum unggas sering terjadi luka-luka pada usus unggas yang dapat diikuti
dengan kematian, Pada ransum ruminansia umumnya digunakan pengganti
jagung sebanyak 50%.

5. Jerami Ubi Jalar

Produksi jerami dalam bentuk segar berkisar antara 10-12.5% ton/ha/ta hun.
Berdasarkan penelitian Kempton dan Leng pemberian jerami ubi jalar sebagai
pengganti pucuk tebu pada ransum sapi perah dapat meningkatkan konsumsi
ransum dan produksi susu. Akan tetapi percabaan Nuraeni mendapatkan hasil
penggantian rumput lapangan dengan jerami ubi jalar lebih dari 1/3 bagian dapat
menyebabkan kadar lemak susu menurun.

Tabel 9. Komposisi kimia ubi dan ikutannya.

Bahan BK % dari bahan kering P TDN
Abu PK SK LK Beta-N Ca

Ubi kayu 35 2.3 2.9 4.9 0.7 89.2 0.18 0.09 79
Onggok 83.8 1.3 7.8 14.9 0.4 81.6 0.2 0.05 78.3
Daun ubi kayu 21.6 12.1 24.1 22.1 4.7 0.7 0.31 72.3
37
Ubi jalar 31 3.6 5 6 1.3 0.09 0.13 80
Jerami ubi jalar 16.3 16.1 19.2 16.2 2.6 84.1 0.44 0.55 60
45.9

C. LIMBAH INDUSTRI PERKEBUNAN

1. Bungkil Kelapa (Cocos nucifera)

Limbah industri kelapa yang dapat dimanfaatkan ternak terutama adalah
bungkil kelapa. Kualitas bungkil kelapa bervariasi tergantung pada cara
pengolahan dan mutu bahan baku. Berdasarkan komposisi kimianya, bungkil
kelapa termasuk sumber protein untuk ternak. Dalam pemakaian terutama untuk
monogastrik perlu diperhatikan keseimbangan asam aminonya, karena bungkil
kelapa kekurangan asam amino lisin dan histidin. Bungkil kelapa bisa digunakan
untuk unggas sebaiknya tidak lebih dari 20%, babi 40 -50% dan ruminansia 30%.

2. Limbah Industri Coklat (Theobroma cacao)

Limbah industri coklat adalah kulit buah, kulit biji dan Lumpur coklat. Kulit
buah merupakan 71% dari buah sedangkan kulit biji coklat sekitar 15%.

Limbah industri coklat merupakan sumber protein yang baik untuk ternak
ruminansia karena tidak mudah untuk didegradsi dalam rumen. Namun bahan ini
mengandung zat racun.

Kulit coklat buah mengandung protein rendah dan serat kasar yang tinggi
sehingga penggunaannya terbatas hanya untuk ruminansia. Akan tetapi kulit biji
coklat mengandung protein yang cukup tinggi sehingga bisa digunakan untuk
semua jenis ternak. Penggunaan kulit buah coklat pada ungas dan babi bisa
sekitar 10-24%, sedangkan pada ruminansia bisa sekitar 30-40%.

3. Limbah Industri Kelapa Sawit

Ada dua tahap pengolahan kelapa sawit. Tahap pertama pengolahan sawit
dari buah sawit yang menghasilkan minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil), inti
kelapa sawit, serat kelapa sawit dan lumpur kelapa sawit. Tahap kedua adalah
pengolahan inti kelapa sawit yang akan menghasilkan minyak inti sawit dan
bungkil kelapa sawit.

Tiga jenis limbah industri kelapa sawit yang dapat dimanfaatkan oleh ternak
adalah, bungkil kelapa sawit, lumpur kelapa sawit dan serat kelapa sawit. Angka
konversi dari Lumpur sawit adalah 30% dan serat 20%, sedangkan bungkil inti

sawit 40-60% dari inti.

Gambar 11. Bungkil Inti Sawit

Komposisi bungkil kelapa sawit sangat bervariasi dalam kandungan serat
kasar dan lemak kasar, tergantung pada cara pengolahan dan bahan baku yang
dipaka i. Dibandingkan dengan bungkil kelapa, bungkil kelapa sawit mempunyai
kadar protein yang rendah. Kadar asam amino yang menjadi faktor pembatas
adalah methionin, sedangkan keseimbangan asam amino lain cukup baik.

Bungkil kelapa sawit bisa diberikan sebanya k 20% pada unggas dan babi,
dan 30—40% pada ruminansia.

Serat kelapa sawit mengandung kadar serat kasar yang tinggi sehingga
hanya dapat digunakan untuk ransum ternak ruminansia. Serat kelapa sawit dapat
diberikan pada ruminansia sebanyak 15-35% dari ransum.

Tabel 11. Komposisi kimia limbah perkebunan dan ikutannya.

Bahan BK Abu PK Lemak SK Beta-N Ca P

Bungkil Kelapa 88.5 6.36 18.58 12.55 15.38 37.26 0.08 0.52
Limbah coklat
93.47 11.63 8.01 1.28 40.08 38.49 0.58 0.18
• Kulit buah 88.10 7.57 16.16 8.36 20.94 46.80 0.34 0.39
• Kulit biji
Limbah kelapa sawit 90.5 8.56 8.56 24.10 32.40 2.10 --
88.32 15.83 15.83 2.94 33.01 43.21 0.40 0.71
• Lumpur sawit 91.45 7.02 7.02 35.18 0.48 0.18
• Bk. Sawit 14.67 36.14
• Serat sawit 24.77 5.47 5.47 45.06 0.47 0.34
Limbah Gula 87.1 1.45 1.45 1.37 37.90 44.55 0.09 0.08
0.70 48.00
• Pucuk tebu 82.4 3.95 3.95 0.29 0.40 84.40 0.89 0.14
• Baggase 89.6 4.5 4.5 15.8 1.60 63.9 --
• Tetes
Pengolahan Nanas

Produk utama dari industri kelapa sawit yaitu Crude Palm Oil (CPO)
merupakan sumber lemak yang sudah banyak digunakan untuk pakan ayam baik
broiler maupun layer. Penggunaan CPO ini menggantikan minyak ikan dan beef
tallow yang sudah mulai ditinggalkan karena harganya yang lebih mahal. Selain
murah penggu naan CPO dalam pakan juga dapat meningkatkan warna kuning
dalam pakan sehingga menambah nilai jual karena pakan yang berwarna kuning
lebih disukai peternak dibandingkan dengan warna yang pucat sehingga
penggunaannya dapat menurunkan penggunaan pewarna. CPO yang baik
mempunyai kandungan lemak 99.5%, kandungan air tidak lebih dari 0.5% dan
kandungan free fatty acid (FFA) tidak lebih dari 5%.

Gambar 12. Crude Palm Oil (CPO)

4. Limbah Industri Gula (Saccharum officinarum)
Limbah indusri gula dapat dimanfa atkan sebagai pakan ternak adalah seperti

pucuk tebu, tetes, ampas tebu (bagasse) dan blotong.
Pucuk Tebu

Pucuk tebu digunakan sebagai hujauan makanan ternak pengganti rumput
gajah tanpa ada pengaruh negatif pada ternak ruminansia. Komposisi kimianya
dapat dilihat pada tabel 11.
Ampas Tebu (bagasse)

Begasse merupakan hasil limbah kasar setelah tebu digiling yang
mengandung serat kasar yang tinggi yang terdiri dari sellulosa, pentosan dan
lignin.

Mengingat tingginya serat kasar. Ampas tebu hanya bisa digunakan untuk
ternak ruminansia sebanyak 25%. Komposisi kimia ampas tebu bisa dilihat pada
tabel 11.

Tetes

Tetes bisa diberikan pada ternak secara langsung setelah melalui proses
pengolahan menjadi protein sel tunggal dan asam amino. Keuntungan tetes untuk
pakan ternak adalah kadar karbohidratnya tinggi (48 – 60% sebagai gula), kadar
mineral dan rasanya disukai ternak. Tetes juga mengandung vitamin B kompleks
dan unsure mikro yang dibutuhkan ternak seperti cobalt, boron, iodium, tembaga,
mangan dan seng. Kelemahannya adalah kadar kaliumnya yang tinggi dapat
menyebabkan diare jika dikonsumsi terlalu banyak. Tetes dapat digunakan dalam
ransum unggas sebesar 5 -6% serta babi dan ruminansia sebesar 15%.

5. Limbah Pengolahan Nanas (Annanas comosus)

Industri pengalengan nanas menghasilkan limbah berupa kulit, mahkota daun
dan hati buah nanas sebanyak 30-40%. Bila buah nanas tersebut diproses
menjadi juice atau sirup akan diperoleh limbah lagi yaitu ampas nanas. Ampas
nanas masih mengandung kadar gula yang tinggi dan serat kasarnya juga cukup
tinggi, tetapi proteinnnya rendah.

D. LIMBAH PERTANIAN

Limbah pertanian adalah bagian tanaman diatas atau pucuknya yang tersisa
setelah panen atau diambil hasil utamanya.

Limbah pertnian umumnya mempunyai kualitas yang rendah (tabel 12)
sehingga penambahan konsentrat dalam ransum merupakan salah satu cara
untuk menanggulanginya. Kendala utama pemanfaatan limbah pertanian adalah
penggunaannya sebagai pupuk atau bahan bakar, lokasinya yang tersebar,
teknologi penggunaannnya untuk ternak, umumnya mempunyai protein dan
kecernaan yang rendah dan fluktuasi panen yang sering terjadi pada tanaman
pangan.

Agar limbah dapat dimanfaatkan secara efisien, maka harus ada
pengumpulan kemudian diproses secara kooperatif. Dalam pemberiannya perlu
ditambahkan suplemen untuk menyeimbangkan nilai gizinya.

Tabel 12. Komposisi kimia limbah pertanian (%BK)

Bahan Abu PK Lemak SK Beta-N

Jerami jagung 8.42 4.77 1.06 30.53 55.82
Jerami padi 19.97 4.51 1.51 28.79 45.21
29.92 38.21
Jerami kacang tanah 18.69 11.06 1.80 36.28
42.8
Jerami kedelai 7.56 10.56 2.82

E. HIJAUAN

Bahan pakan alami untuk ternak ruminansia adalah hijauan baik berupa
rumput-rumputan maupun leguminosa. Sebagian hijauan terutama leguminosa
juga bisa diberikan pada ternak monogastrik (unggas) dalam jumlah tertentu
setelah mengalami pengolahan sebelumnya (pengeringan dan penggilingan).
Tanaman hijauan makanan ternak yang secara garis besar dapat dibagi menjadi

dua bagian yaitu ; 1. Tanaman hijauan makanan ternak yang tidak dibudidayakan
seperti rumput lapang, padang rumput alami, semak dan pohon-pohonan, 2.
Tanaman hijauan makanan ternak yang secra sengaja dibudidayakan baik secara
permanen ataupun temporer. Padang rumput alami umumnya mancakup berbagai
jenis/species rumput-rumputan atau leguminosa, sedangkan padang rumput yang
dibudidayakan biasanya hanya terdiri dari satu jenis/species atau campuran dari
hanya beberapa/sedikit jenis saja.

Di negara yang bermusim dingin (temperate) rumput-rumputan mulai tumbuh
pada saat suhu tanah mencapai 4-6o C (musim bunga) yang mencapai puncak
pertumbuhannya pada saat musim panas. Sedangkan di negara tropis karena
suhu tanah cukup panas rumput-rumputan bisa tumbuh sepanjang tahun. Karena
hanya terbagi musim hujan dan kemarau, biasanya puncak produksinya terjadi
pada saat musim hujan.

Komposisi nutrisi hijauan makanan ternak sangat bervariasi dan tergantung
pada banyak hal diantaranya adalah : species tanaman, umur tanaman, iklim dan
pemupukan. Sebagai contoh kandungan protein kasar bisa dibawah 3% pada
rumput yang sudah tua sebaliknya pada rumput yang masih muda dengan
pemupukan yang intensif bisa mencapai lebih dari 30%. Kandungan air hijauan
makanan ternak juga sangat penting diperhatikan pada saat pemanenan terutama
apabila mau diawetkan baik menjadi silase ataupun hay. Pada tanaman yang
masih muda kandungan airnya bisa mencapai 75-90% dan menurun pada
tanaman yang tua (65%).

Kandungan karbohidrat mudah larut dalam air (Water Soluble Carbohydrate
atau WSC) pada rumput-rumputan umumnya adalah fruktan dan beberapa
komponen gula seperti glukosa, sukrosa dan raffinosa. Rumput-rumputan asal
temperate kandungan karbohidratnya lebih banyak dalam bentuk fruktan sebagai
bahan yang mudah larut dala air (WSC) yang umumnya disimpan dalam batang,
sedangkan jenis rumput-rumputan asal tropis dan subtropics umumnya lebih
banyak mengandung karbohidrat dalam bentuk pati daripada fruktan dan
umumnya disimpan dalam bagian daun. Dibanding fruktan, pati lebih sulit larut
dalam air sehingga kandungan WSC rumput-rumputan asal tropis sangat rendah
(<6%) dibandingkan rumput-rumputan asal temperate (>7%). Kandungan nutrisi
hijauan tersebut perlu diperhatikan sehubungan dengan proses pengawetan
hijauan baik berupa pengawetan kering (hay) maupun pada proses pengawetan
basah/segar (silase).

Rumput-rumputan (Graminae)

1. Rhodesgrass, rumput Rodhes (Chloris gayana Kunt)

Indonesia : Ada di Jawa, Irian dan Sumut.
Asal : Afrika timur, tengah dan selatan.

Gambar 13. Chloris gayana Kunt

Protein kasar umumnya berkisar antara 4-13%, walaupun demikian daun
yang muda bisa mencapai 16-17% dan yang paling rendah kandungannya 3%.
Kandungan protein kasar ini tergantung pada umur, cuaca dan pemupukan
nitrogen. Serat kasarnya bervariasi antara 30-40%, tetapi bisa mencapai 25%
pada saat pemotongan awal dan bisa mencapai lebih dari 45% pada pemotongan
akhir. Beta -N umumnya berkisar antara 40-50% dengan lemak kasar antara 1.0-
2.5%. Kandungan karoten umumnya tersedia cukup tinggi untuk kebutuhan sapi.
Kalsium (Ca) dan phosphor (P) konsentrasinya sama dengan rumput tropis
lainnya, tetapi kandungan K dan Mg umumnya rendah. Palatabilitasnya umumnya
baik dengan kecernaan bahan kering yang cukup rendah yaitu sekitar 40-60%.

2. Guinea grass, green panic (Panicum maximum Jacq)
Indonesia : Rumput benggala, suket londo.
Asal : Afrika tersebar ke Asia, Australia dan Eropa.

Gambar 14. Panicum maximum Jacq

Rumput ini sangat disukai ternak. Protein kasarnya (PK) berkisar 4-14%
dengan serat kasar (SK) antara 28-36%. Kandungan PK dan SK ini tergantung
pada frekwens i pemotongan serta umur tanaman. Beta-N bervariasi dari 40-50%

dan lemak kasar 0.6-2.8%. Kandungan P umumnya lebih besar dari 0.15% dan
sudah memenuhi kebutuhan sapi pada umumnya. Kandungan TDN bervariasi dari
38-61% dengan kecernaan bahan kering (BK) sekitar 40-62%.
3. Australia grass, Common paspalum (Paspalum dilatatum poiret)
Indonesia : rumput australi, rumput dallies.
Asal : Brazil, Argentina, Uruguay (Amerika Selatan).

Gambar 15. Paspalum dilatatum poiret
Kandungan protein kasar berkisar antara 13.4 -18.5%, lemak kasar 1.3 -2.4%,
serat kasar 24.4-34.8% dan Beta-N 40.1 -48.6%. Hijauan ini mempunyai
kecernaan BK sekitar 50-63%. Rumput dallis pernah dilaporkan memberikan
pengaruh yang berbahaya pada domba karena pengaruh dari cyanogenic
glucosides dalam rumput ini walaupun HCNnya relatif rendah (42 ppm). Kelebihan
konsumsi dapat mengakibatkan ternak mengalami diare.
4. Elephan grass, Napier grass (Pennisetum purpureum Schumach)
Indonesia : Rumput gajah.
Asal : Afrika daerah tengah.

Gambar 16. Pennisetum purpureum Schumach

Rumput gajah umumnya mengandung Bahan Kering yang rendah yaitu 12-
18%, tetapi kandungan BK ini dengan cepat meningkat seiring dengan
meningkatnya umur tanaman. Kandungan serat kasar berkisar dari 26.0-40.5%,
Beta-N sekitar 30.4 -49.6% dengan kandungan lemak kasar 1.0-3.6%. Kandungan
Phosphornya cukup tinggi yaitu 0.28-0.39% dan pada batang 0.38-0.52%.
Sedangkan Ca masing-masing 0.43-048% dan 0.14-0.23% pada daun dan
batang. Kandungan TDN berkisar dari 40-67% dengan kecernaan Bahan Kering
sekitar 48-71%.

5. King grass (Pennisetum purpurhoides)
Persilangan P. purpureum dan P. americanum (Amerika tropis)
Indonesia : rumput raja
Asal : Afrika daerah tropis.

Kualitas hijauan ini lebih tinggi dibandingkan dengan rumput gajah terutama
protein kasarnya 25% lebih tinggi dari rumput gajah demikian juga dengan
kandungan gulanya yang lebih tinggi. Kandungan protein kasar berkisar 5.3-
22.8%, tapi ada juga yang melaporkan sekitar 8-11%. Kecernaan BK hijauan ini
adalah sekitar 65.6%.

6. Signal grass, (Brachiaria decumbens Stapf)
Indonesia : Rumput signal (Malaysia), rumput BD (Jabar).
Asal : Afrika Timur (Uganda, Rwanda, Tanzania dll)

Gambar 17. Brachiaria decumbens Stapf
Kualitas yang baik pernah dilaporkan dari hampir semua negara yang pernah
melakukan percobaan dengan rumput ini. Kandungan protein kasarnya 6.1-10.1%,
tergantung pada pemupukan nitrogen yang digunakan. Serat kasarnya bisa
mencapai 37%.

7. Sudan grass, rumput sudan

Shorgum x Drummoncodii (steud) Millsp & Chase.
Asal : Arfika Tropis.

Rumput sudan mempunyai kandungan protein berkisar 12-16%. Kecernaan
proteinnya juga tinggi sekitar 65-70%. Kandungan Beta-N umumnya berkisar 40-
45%, dengan serat kasar yang tidak terlalu tinggi dan jarang melebihi 30%.
Rumput ini sangat disukai ternak khususnya sapi. Sama seperti shorgum, rumput
sudan mengandung HC N yang dapat berbahaya bagi tern ak (sekitar 750 ppm),
namun kandungannya pada rumput sudan jarang mencapai level yang
membahayakan. Kandungan HCN ini akan meningkat dengan adanya pemupukan
nitrogen.

8. Blady grass (Imperata cilindrica (L) Raeuschel)

Indonesia : Alang-alang, ilalang.
Asal : Tropis dunia.

Komposisi kimia rumput ilalang umumnya bervariasi. Laboratorium
Agrostrologi Fapet-IPB melaporkan bahwa rumput lapang umumnya mengandung
protein kasar yang cukup tinggi yaitu 8.20-12.49% dengan kandungan serat kasar
berkisar 31.7 -32.97%. Kandungan Beta-Nnya berkisar 39.76-44.16%.

Gambar 18. Alang-alang

9. Rumput lapang, alam, liar

Kandungan nutrisi : bervariasi tergantung komposisi rumputnya.
Komposisi rumput lapang : (sumber : Lab. Agrostrologi) \

1. Gigirinting 4.2% 6. Sintrong 4.9% 11. Eragrotis Sp 15%
2. Teki 1.0% 7. Jukut kebo 24.68% 12. Digitaria Sp 14.5%
3. Putri malu 4.3% 8. Paspalium 5.0% 13. bereg -bereg 5.0%
4. Babadotan 4.4% 9. Jukut jampang 1.9% 14. Jukut lampuyang 5.0%
5. Jukut ibun 3.8% 10. Brachiaria Sp. 2.6% 15. Lain-lain 3.8%

Gambar 19. Rumput Lapang
Kacang-kacangan (Leguminosa)
1. Sentro, butterfly pee (Centrosema pubescent Benth)
Indonesia : Kacang sentro
Asal : Amerika tengah dan selatan tropis.

Gambar 20. Centrosema pubescent
Sangat disukai ternak dan merupakan Green manure. Hijauan ini
mengandung protein kasar 11-24%. Sentro mengandung oxalat sekitar 2.27%,
tetapi hanya 0.1% yang berbentuk oxalat larut air.

2. Calopogonium (Colopogonium mucunoides Desv)
Indonesia : Kacang asu.
Asal : Amerika tropis

Gambar 21. Colopogonium mucunoides Desv
Hijauan ini mengandung protein kasar sekitar 15% dengan kandungan serat
kasar yang cukup tinggi sekitar 35.20%. Colopo ini kurang disukai ternak sapi
karena adanya bulu-bulu pada batang dan daunnya.
3. Puero (Pueraria phaseoloides (Roxb.) Benth)
Tropik kudzu.
Indonesia : Kacang-kacangan (Jawa)
Asal : Asia timur dan tenggara.

Gambar 22. Pueraria phaseoloides (Roxb.) Benth

Kandungan protein kasarnya bervariasi dari 11.8-19% dengan kandungan
serat kasar yang tinggi yaitu 36.9-41.1%. Konsentrasi Ca dan P adalah masing-
masing 0.85% dan 0.25%. Walaupun tanaman ini berbulu, tapi masih cukup
disukai ternak sapi.
4. Stylo (Stylosanthes guianensis (Aublet) Swartz)
Indonesia : Kacang stilo
Asal : Bagian utara Argentina sampai ke mexico.

Kandungan protein kasarnya tidak terlalu tinggi berkisar 12-18% dari BK.
Stylo juga mengandung oxalat sekitar 1.72% dimana oxalat yang laru t air cukup
rendah yaitu 0.15%. Palatabilitasnya bervariasi, tapi umumnya hijauan muda
kurang disukai ternak. Kecernaan BK-nya bervariasi 40% pada hijauan tua dan
bisa mencapai 70% pada hijauan yang masih muda.
5. Carribian Stylo (Stylosanthes hamata (L.) Taub)
Indonesia : Kacang verano
Asal : P. Carribia, Amerika tengah dan selatan.

Hijuan ini kualitasnya hampir mirip dengan stylo dan cukup disukai oleh
ternak. Kecernaan Bahan Keringnya berkisar 60.8-66.9%.

6. Glycine wightii (Wight & Arnot)
Indonesia : Glycine javanica
Asal : Afrika dan Asia.

Gambar 23. Glycine wightii

Tanaman ini mengandung protein kasar yang umumnya tinggi yaitu sekitar
11-20%. Bahkan kadang-kadang bisa mencapai 30%. Serat kasarnya umumnya
cukup tinggi dimana bisa mencapai 42.6% dengan beta-N bisa mencapai 40%.
Kandungan Ca dan P adalah masing-masing 1.5% dan 0.29%. Selain rumput
untuk digembalakan tanaman ini bisa juga diberikan dalam bentuk segar atau hay.
TDN hijauan segar adalah 57.3% sedangkan dalam bentuk hay 53.3%. Hijauan ini
sangat disukai ternak ruminansia.

7. Calliandra calothyrsus (Messn)
Indonesia : Kaliandra
Asal : Amerika tengah

Gambar 24. Calliandra calothyrsus
Kaliandra merupakan tanaman yang sudah tersebar ke seluruh Indonesia.
Proteinnya cukup tinggi terutama daunnya yaitu sekitar 24%, sedangkan serat
kasarnya sekitar 27%. Umumnya tidak mengandung racun, kecuali adanya tannin
yang cukup tinggi yang bisa mencapai 11%.
8. Gliciridia sepium ( Jacq.)
Indonesia : Gamal, Liriksidia.
Asal Amerika Tengah.

Gambar 25. Gliciridia sepium ( Jacq.)

Gamal mempunyai kualitas yang bervariasi tergantung pada umur, bagian
tanaman, cuaca dan genotif. Kandungan proteinnya sekitar 18.8%, dimana
kandungan protein ini akan menurun dengan bertambahnya umur, namun

demikian kandungan serat kasarnya akan mengalami peningkatan. Palatabilitas
daun gamal merupakan masalah karena adanya kandungan antinutrisi flavano 1

– 3.5% dan total phenol sekitar 3-5% berdasarkan BK. Ruminansia yang tidak
bisaa mengkonsumsi daun gamal umumnya tidak akan memakannnya untuk yang
pertama kali bila dicampurkan pada ransum. Dalam pemberiannya sebaiknya
dilayukan dulu. Kecernaan BK daun gamal adalah 48-77%.

9. Leucana leucocephala (Lamk) de Wit

Indonesia : Klandingan, Lamtoro.
Asal Guatemala.

Lamtoro mempunyai kandungan protein kasar berkisar antara 14 – 19%,
sedangkan kandungan serat kasarnya umumnya berfluktuasi dari 33 hingga 66%,
dengan kandungan Beta-N berkisar antara 35 – 44%. Daun lamtoro umumnya
defisien asam amino yang mengandung sulfur. Kandungan vitamin A dan C
biasanya tinggi.

Tabel 13. Komposisi kimia rumput-rumputan

Nama Bahan BK Abu PK Lemak SK Beta Ca P
-N

A. Rumput-rumputan.

1. Rumput Rhodes 25.8 9.54 6.84 1.73 38.2 43.7 0.43 0.24
2.3 39.4 42.8 0.38 0.31
(Chloris gayana kunt.) 2.1 38.2 45.0 0.12 0.18
2.36 28.9 51.8 0.24 0.18
2. Rumput benggala 26.0 10.6 4.9 1.0 35.4 48.2 0.13 0.09
1.46 32.5 42.8 0.40 0.25
( Panicum maximum jacq)

3. Rumput gajah 28.0 10.0 4.6

( Pennisetum purpereum schumach)

4. Rumput signal 27.5 7.07 9.83

( Brachiaria decumbens Staps)

5. Alang-alang 50.0 10.0 5.4

(Imperata silindrica (L) R)

6. Rumput lapang 23.5 14.3 8.82

B. Kacang- kacangan. 24.0 9.43 16.8 4.04 33.2 36.5 1.20 0.38
1. Kacang Sentro 29.4 8.81 15.8 3.24 33.7 38.4 1.21 0.23
21.4 8.86 15.6 2.09 31.8 41.6 1.16 0.42
(Centrosema pubescen Benth) 31.0 7.01 7.5 2.23 6.9 36.3 0.7 0.19
2. Kacang Asu 25.0 10.2 19.2 2.9 33.1 34.7 1.88 0.37
36.0 5.9 25.0 2.48 19.8 47.2 0.77 0.35
(Colopogonium mucunoides Desv) 27.0 9.7 19.1 3.0 18.0 50.2 0.67 0.19
3. Kacang Stilo 25.4 7.6 24.3 3.68 22.1 42.2 1.68 0.22
18.3 10.2 29.2 3.41 17.1 40.1 1.60 0.53
(Stylosantes quianensis Sw artz)
4. Rumput Kudzu

(Pueraria phaseoloides Benth)
5. Kacang Bulu

(Glicine weightii)
6. Kaliandra

(Caliandra calothyrsus)

7. Gamal
(Gliricidia sepuem (Jacq))

8. Lamtoro
(Leucaena leucephala de wit)

9. Turi
(Sesbania glandifora (L) Poiret)

Gambar 26. Leucana leucocephala (Lamk) de Wit

Biji dan daun lamtoro mengandung galactomannan yang dapat membentuk
ekstraksi protein dari kemungkinan penggunaannya oleh ternak. Zat ini mungkin
mempunyai potensi sebagai bahan biomedical.

Lamtoro juga mengandung racun asam mimosin yang mempunyai efek anti
mitotic dan depilatory pada ternak. Sehingga daun lamtoro tidak aman diberikan
pada ternak non ruminansia pada level diatas 5%. Pada ruminansia mimosin
dapat diubah menjadi 3 hidroxy-4(H) -pyridone (DHP) bersifat goitrogenik dan jika
tidak didegradasi dapat menimbulka n rendahnya level thyroxine dalam serum
darah, ulceration dari oesophagus dan retikulorumen, saliva berlebihan dan
pertambahan bobot badan rendah, khususnya bila diberikan lebih dari 30% dalam
ransum. Walaupun demikian mikroba rumen dapat menghilangkan racun mimosin
dan DHP.

10. Sesbania grandiflora (L.) Poiret

Indonesia : Turi, Toroy, Tuwi.
Asal : Asia tenggara

Daun sesbania sangat disukai ternak ruminansia. Kandungan protein
kasarnya cukup tinggi, sehingga bisa membantu untuk memperbaiki kualitas
ransum yang jelek. Kecernaan Bknya juga cukup tinggi yaitu 65-73% dengan serat
kasar yang rendah yaitu 5 – 18%. Kandungan P cukup tinggi berkisar 0.30 –
0.45%. Hujauan ini mengandung saponin dan tannin yang pada ruminansia tidak
memperlihatkan tanda-tanda keracunan. Meskipun demikian bila diberikan pada
monogastrik seperti pada unggas dapat menyebabkan meningkatnya mortalitas.

Gambar 27. Sesbania grandiflora (L.) Poiret

BAB IV
BAHAN MAKANAN TERNAK HEWANI

Telah diketahui bahwa pakan nabati dari bijian dan limbah industrinya sering
dipergunakan sebagai sumber protein dalam ransum ternak. Pakan ternak berasal
dari hewani biasanya dipergunakan untuk meningkatkan kadar protein pada
ransum basal karena pakan nabati merupakan sumber protein yang biasanya
miskin asam amino antara lain lysine dan methionin. Sumber protein hewani dapat
berasal dari ternak darat (ruminansia dan unggas serta limbahnya) dan hewan air
beserta limbahnya. Ciri -ciri spesifik dari sumber protein hewani antara lain kadar
protein kasar berselang 34-82% dan lemak kasar 0 -15% dan kandungan Ca dan P
pada beberapa jenis tinggi.

Bahan makanan ternak sumber protein adalah bahan pakan yang
mengandung protein lebih dari 20%. Sumber protein terbagi dua yaitu sumber
protein nabati dan hewani, Sumber protein hewani berasal dari hewan dan hewan
air. Bahan makanan ternak sumber protein berasal darat diantaranya tepung
daging, tepung daging dan tulang (meat bone meal/MBM); limbah rumah potong
hewan yaitu tepung darah, tepung hati; susu dan limbah pengolahannya; dan
tepung bulu ayam.

I. Asal Ternak dan Limbah Ternak
1. Tepung Daging
Tepung daging berasal dari sisa-sisa daging yang tidak dikonsumsi manusia,

biasanya melekat pada ku lit dan tulang dalam bentuk tetelan sehingga seringkali
dalam bentuk tepung daging dan tulang (MBM). Pengolahan tepung daging dapat
dilakukan dengan :

a. Dibuat dengan pemasakan dengan tangki terbuka (Meat Scrap)
Dengan pengolahan ini air dapat terus keluar, setelah itu bahan baku
diperas, dikeringkan dan digiling. Kandungan protein meat scrap berkisar
50-55% dan bila meat scrap ini mengandung mineral phosphor sebanyak
>4.4% maka namanya meat and bone scrap.

Gambar 28. Tepung Daging dan Tulang serta Penyimpanannya

b. Bahan Baku dimasak pada tangki tertutup. (Tankage)
Setelah dimasak dalam ta ngki tertutup kemudian disaring lalu residu
diperas. Filtrat diuapkan akan didapat serbuk-serbuk. Residu yang diperas


Click to View FlipBook Version