i
ii TANTANGAN PERWUJUDAN PROFIL PELAJAR PANCASILA (Buku Fiksi) Erna Kristiani, S.Pd.
iii TANTANGAN PERWUJUDAN PROFIL PELAJAR PANCASILA (Buku Fiksi) UU No 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta Fungsi dan sifat hak cipta Pasal 4 Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a merupakan hak eksklusif yang terdiri atas hak moral dan hak ekonomi. Pembatasan Pelindungan Pasal 26 Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, Pasal 24, dan Pasal 25 tidak berlaku terhadap: i. penggunaan kutipan singkat Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait untuk pelaporan peristiwa aktual yang ditujukan hanya untuk keperluan penyediaan informasi aktual; ii. Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait hanya untuk kepentingan penelitian ilmu pengetahuan; iii. Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait hanya untuk keperluan pengajaran, kecuali pertunjukan dan Fonogram yang telah dilakukan Pengumuman sebagai bahan ajar; dan iv. penggunaan untuk kepentingan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan yang memungkinkan suatu Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait dapat digunakan tanpa izin Pelaku Pertunjukan, Produser Fonogram, atau Lembaga Penyiaran. Sanksi Pelanggaran Pasal 113 1. Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah). 2. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
iv Palembang © 2020, Nama Penulis, M. AP. Editor : Dr. Febrianty, SE, M.Si Perancang Sampul : Jenri Ambarita, M.Pd.K Layouter : ………………………………. Diterbitkan oleh Penerbit Inteligi CV. Interactive Literacy Digital Perumahan griya Sejahtera Sukawintan Blok. M No. 10 Rt/Rw: 87/07 Kel. Sukajaya, Kec. Sukaramai, Kodya. Palembang - Sumsel Telp : 081278354748 Surel : [email protected] Web : http://www.inteligi.org Referensi | Non Fiksi | R/D IX + 101 hlm. ; 15,5 x 23 cm No ISBN : 978-623-………… Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apapun, secara elektronis maupun mekanis termasuk fotokopi, merekam, atau dengan teknik perekaman lainya tanpa izin tertulis dari penerbit.Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta. All right reserved
v KATA PENGANTAR
vi DAFTAR ISI Kata Pengantar..................................................................... Daftar Isi ............................................................................... BAB 1 .................................................................................... BAB 2 .................................................................................... BAB 3 .................................................................................... BAB 4 Tantangan Perwujudan Profil Pelajar Pancasila. BAB 5 .................................................................................... BAB 6 BAB 7 BAB 8 BAB 9 BAB 10 DAFTAR PUSTAKA .......................................................... LAMPIRAN ......................................................................... PROFIL PENULIS ..............................................................
ii
1 BAB 4 TANTANGAN PERWUJUDAN PROFIL PELAJAR PANCASILA A. PENDAHULUAN Keberhasilan dalam dunia pendidikan tidak serta merta berjalan tanpa hambatan, ada banyak tantangan yang menghambat dalam proses pendidikan itu sendiri. Jika ada pertanyaan, apakah pendidikan Indonesia sudah dikatakan berhasil? Mungkin jawabannya keberhasilan tersebut dilihat dari sudut pandang yang mana? Apakah dari segi akademis, ketrampilan atau karakter?. Jika kita melihat pendidikan di negeri ini bisa dikatakan belum 100 % berhasil, mungkin kita bukan praktisi atau pengamat pendidikan namun kita bisa merasakan sejauh mana dunia pendidikan negeri ini mencetak generasi bangsa yang mampu dikatakan unggul sampai saat ini. Pendidikan yang berhasil itu bukan hanya dari salah satu aspek saja, melainkan mencakup seluruh aspek baik dari segi akademis, ketrampilan maupun karakter. Pendidikan yang berhasil adalah pendidikan yang holistik yaitu mencakup segala aspek pendidikan secara menyeluruh. Seperti yang disampaikan oleh Herry
2 Widyastono dalam buku Jurnal pendidikan dan Kebudayaan Muatan Pendidikan Holistik Dalam Kurikulum Pendidikan Dasar dan Menengah mengatakan bahwa Pendidikan holistik merupakan pendidikan yang mengembangkan seluruh potensi pelajar secara harmonis, meliputi potensi intelektual, emosional, phisik, sosial, estetika, dan spiritual. Maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan yang berhasil adalah pendidikan yang mampu mencetak generasi yang unggul dalam segala bidang, sebab kecerdasan tidak hanya diukur pada salah satu aspek saja namun diukur secara holistik. Mewujudkan keberhasilan dalam dunia pendidikan tidak terlepas dari banyak hal yang harus dilewati yang boleh dikatakan dengan tantangan dalam dunia pendidikan. Menghadapi tantangan tersebut diperlukan kolaborasi dari semua pihak-pihak yang terlibat didalamnya. Sehingga tujuan dari pendidikan tercapai. Tantangan dalam dunia pendidikan harus dihadapi, dirumuskan dan dijalankan oleh semua elemen untuk mencapai keberhasilan yang holistik. Keberhasilan pendidikan tidak hanya menjadi tugas guru atau dinas pendidikan saja, namun menjadi tugas orang tua, masyarakat dan pelajar yang akan menjadi generasi penerus bangsa. Dibutuhkan kerjasama pada semua lapisan sehingga tantangan-tantangan tersebut dapat teratasi.
3 1. Pengertian Tantangan Apakah yang terlintas didalam pikiran kita saat mendengar kata tantangan?. Sejenak mungkin kita berpikir ada semacam tenaga fisik yang akan kita keluarkan karena ada pergolakan secara fisik yang membutuhkan tenaga, atau mungkin kita berpikir ada huru hara yang terjadi. Sehingga kita butuh tenaga yang kuat untuk menghadapinya. Tidaklah salah andai kita berpikir seperti itu, sebab tantangan itu membutuhkan tidak hanya tenaga fisik saja untuk menghadapinya namun dibutuhkan pemikiran yang kristis dan realistis. Sebenarnya apa yang dimaksud dengan tantangan? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), tantangan adalah hal atau objek yang menggugah tekad untuk meningkatkan kemampuan mengatasi masalah. Dicontohkan sebagai rangsangan untuk bekerja lebih giat dan sebagainya. Tantangan adalah hal atau objek yang perlu ditanggulangi dan dihadapi untuk mencapai keberhasilan yang diharapkan. Maka dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa menghadapi tantangan dibutuhkan tenaga dan pikiran serta kerjasama yang baik terhadap pihak-pihak terkait. Karena tantangan merupakan
4 sebuah proses untuk mencapai keberhasilan. Tanpa tantangan maka keberhasilan tidak akan pernah tercapai dan terwujud. Tantangan merupakan perubahan yang konsisten untuk mencapai tahapan-tahapan dalam proses yang akan dicapai. Kuncinya adalah sikap kita dalam menghadapi tantangan yaitu sikap mau berubah, berupah kearah yang positif. Jika kita kita mau berubah, maka tantangan hanya akan tetap menjadi tantangan yang membuat kita putus asa dan gagal. Lalu apa bedanya tantangan dengan hambatan? Hambatan adalah sesuatu hal yang bersifat melemahkan atau menghalangi secara tidak konsepsional dapat berasal dari dalam atau luar diri. Jadi, tantangan adalah sebuah usaha yang bertujuan untuk menggugah kemampuan, maka menuntut kita bersikap aktif untuk mencapai tujuan kita. Hambatan dapat melemahkan kita dalam mencapai tujuan yang akan kita capai jika kita tidak mampu mengatasi. Keduanya membutuhkan sikap proaktif namun tantangan menuntut kita lebih semangat mencapai tujuan dengan mengalahkan segala hambatannya. Hal sederhana yang kita temui sehari-hari dalam bidang tehnologi. Manusia era modern seperti sekarang ini tidak terlepas dari penggunaan tehnologi. Contoh tehnologi
5 komunikasi, penggunaan gadget atau gawai menjadi sebuah kebutuhan primer bukan lagi sekunder. Awalnya orang mengabaikan, yang penting bisa digunakan sebagai alat komunikasi. Namun sekarang orang bisa bekerja lewat gengaman tangan dan bahkan menghasilkan pundi-pundi uang dari gengaman tangan lewat gawai yang kita gengam. Bukan hanya sebagai alat komunikasi saja, melainkan dapat membantu memudahkan pekerjaan. Apakah saat kita belajar menggunakan gawai kita tidak dibutuhkan perubahan? Perubahan dari pola pikir yang menganggap gawai hanya alat komunikasi menjadi gawai yang bisa menghasilkan uang. Kita tertantang untuk belajar, perubahan itulah tantangan dan tantangan dibutuhkan perubahan. Perubahan yang membutuhkan pemikiran yang kritis dan kreatif. Lalu apakah tantangan itu hanya dalam bidang tehnologi? Tentu tidak! Ada banyak tantangan dalam kehidupan manusia, tantangan dalam bidang ekonomi, tantangan dalam bidang kesehatan, tantangan dalam bidang politik dan tidak kalah pentingnya adalah tantangan dalam bidang pendidikan. Tantangan dalam bidang pendidikan lebih kompleks. Mengapa? Karena semua bidang perkembangan dalam Negara
6 ini berawal dari pendidikan. Tidak ada politisi-politisi hebat tanpa pendidikan. Tidak ada pakar-pakar ekonomi yang luar biasa tanpa pendidikan. Tidak ada dokter-dokter yang hebat tanpa pendidikan, dan masih banyak lagi yang tidak akan terwujud tanpa pendidikan. Oleh sebab itu, tantangan yang ada dalam dunia pendidikan harus dihadapi, dicarikan solusi dan ditangani dengan pemikiran yang terus mau berubah untuk mencapai tujuan pendidikan yang sempurna. Mengahadapi tantangan dalam dunia pendidikan harus diperlukan kerjasama yang kuat dari semua elemen yang terkait, sistem pendidikan dan undang-undang yang jelas sehingga tujuan tersebut dapat tercapai. 2. Tantangan Dalam Dunia Pendidikan Pada penjabaran diatas telah dijelaskan bahwa keberhasilan dalam dunia pendidikan diperlukan kolaborasi dan kerjasama dari berbagai elemen dan dalam mewujudkan keberhasilan dalam dunia pendidikan tidak terlepas dari tantangan. Tantangan dalam berbagai segi terutama dalam penyusunan model kurikulum yang digunakan. Dikutip dari jurnal Finka Julfitiah Fadillah menjelaskan Kurikulum pendidikan adalah perangkat mata pelajaran dan program pendidikan yang di
7 berikan oleh suatu lembaga penyelenggara pendidikan yang berisikan rancangan pelajaran yang akan diberikan kepada peserta pelajaran dalam satu periode jenjang pendidikan. Adapun pengertian kurikulum dari beberapa sumber diantaranya: Menurut UU No.20 tahun 2003 Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan sebuah pengaturan berkaitan dengan tujuan, isi, bahan ajar dan cara yang digunakan sebagai pedoman dalam penyelenggara kegiatan pembelajaran untuk mencapai sebuah tujuan pendidikan nasional. Menurut Prof. DR. S. Nasution, M. A. Kurikulum sebagai suatu rencana yang disusun untuk melancarkan proses kegiatan belajar mengajar di bawah naungan, bimbingan dan tanggung jawab sekolah/lembaga pendidikan dan menurut George A. Beaucham (1976) Kurikulum diartikan sebagai dokumen tertulis yang berisikan seluruh mata pelajaran yang akan diajarkan kepada peserta didik melalui pilihan berbagai disiplin ilmu dan rumusan masalah dalam kehidupan seharihari. Kurikulum pendidikan disusun untuk mengatur tatanan dalam dunia pendidikan dalam mencapai keberhasilan yang gemilang dalam dunia pendidikan. Dalam penyususan
8 kurikulum pendidikan di Indonesia pastinya banyak sekali tantangan yang dihadapi. Perubahan kurikulum dari waktu ke waktu bukan tanpa alasan dan landasan yang jelas, sebab perubahan ini disemangati oleh keinginan untuk terus memperbaiki, mengembangkan, dan meningkatkan kualitas sistem pendidikan nasional. Sekolah sebagai ujung tombak dalam implementasi kurikulum dituntut untuk memahami dan mengaplikasikannya secara optimal dan penuh kesungguhan, sebab mutu penyelenggaraan proses pendidikan salah satunya dilihat dari hal tersebut. Perubahan kurikulum pendidikan di Indonesia dilakukan agar pendidikan di negeri ini semakin lebih baik. Tentunya perubahan kurikulum dari masa-ke masa memiliki tantangan tersendiri. Seperti contoh Kurikulum Rencana Pembelajaran 1947 yang baru bisa diterapkan di tahun 1950. Pada kurikulum ini lebih ditekankan pada pembentukan karakter manusia Indonesia merdeka, berdaulat, dan sejajar dengan bangsa lain di muka bumi ini. Fokus Rencana Pelajaran 1947 tidak menekankan pendidikan pikiran, melainkan hanya pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat. Tentunya
9 tantangan ini lebih berat di terapkan mengingat bangsa Indonesia baru saja merdeka. Tantangan lain dalam kurikulum pendidikan di Indonesia adalah hadirnya Kurikulum 1952, kehadiran kurikulum ini merupakan penyempurnaan kurikulum sebelumnya, dengan merinci setiap mata pelajaran sehingga dinamakan Rencana Pelajaran Terurai 1952. Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan Indonesia, seperti setiap pelajaran dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari. Silabus mata pelajaran menunjukkan secara jelas bahwa seorang guru hanya mengajar satu mata pelajaran. Pada kurikulum ini memiliki tantangan ganda diantaranya selain menyiapkan pelajarnya, guru-gurunya harus menguasai satu mata pelajaran yang khusus diampunya. Tantangan berikutnya pada kurikulum pendidikan bangsa ini adalah Kurikulum 1964, pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum pada 1964, yang dinamakan Rencana Pendidikan 1964. Kurikulum ini bercirikan bahwa pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD. Sehingga pembelajaran dipusatkan pada
10 program Pancawardhana, yaitu pengembangan moral, kecerdasan, emosional atau artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmani. Tantangan yang dihadapi tentunya lebih kompleks dari kurikulum sebelumnya kerena kembali menyingkronkan kurikulum pertama yaitu Kurikulum Rencana Pelajaran 1947 dimana karakter yang lebih ditekankan bahkan ditambah skill dan kesehatan secara jasmani. Dilanjutkan dengan Kurikulum 1968, kurikulum pertama pada era orde baru. Bersifat politis dan dimaksudkan untuk menggantikan Rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk orde lama. Kurikulum ini bertujuan membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni. Cirinya, muatan materi pelajaran bersifat teoritis, tidak mengaitkan dengan permasalahan faktual di lapangan. Titik beratnya pada materi apa saja yang tepat diberikan kepada siswa di setiap jenjang pendidikan. Isi pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta
11 mengembangkan fisik sehat dan kuat. Tentunya tantangan pada masa ini lebih kompleks dan mungkin dapat dikatakan kurikulum yang rancu karena pelajar ditekakan pada nilai kecerdasan dengan materi yang bersifat teoritis. Selanjutnya pemerintah kemudian menyempurnakan kurikulum 1968 pada tahun 1975. Kurikulum ini menekankan pendidikan lebih efektif dan efisien. Menurut Mudjito, Direktur Pembinaan TK dan SD Departemen Pendidikan kala itu, kurikulum ini lahir karena pengaruh konsep di bidang manajemen MBO (management by objective). Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI), dikenal dengan istilah satuan pelajaran, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Pada setiap kurikulum yang diterapkan di Indonesia memiliki tantangan-tantangan tersendiri. Kurikulum di Indonesia mungkin terkesan tidak paten, hal ini dimaksudkan agar pendidikan di Indonesia lebih terarah dan memiliki ciri khas dalam menjawab setiap perubahan zaman. Tentunya jika kurikulum bersifat paten tanpa mengalami perubahan tidak akan menciptakan gererasi bangasa yang dapat bersaing sesuai dengan era dan masanya. Kurikulum di Indonesia selalu
12 mengalami perubahan dari masa kemasa dengan tantangan terrsendiri yang menjadi ciri khas masing-masing kurikulum. a. Pendidikan Indonesia Era 1980-1990 Penjelasan pada pokok bahasan diatas menghantarkan kita bagaimana kita akan memahami tentang kurikulum era 1980-1990-an, dimana era bangsa Indonesia sudah mulai membenahi diri dalam mewujudkan pendidikan yang seutuhnya. Pada masa ini tentunya juga tidak terlepas dari tantangan yang dihadapi dalam dunia pendidikan. Membahas tentang kurikulum era 80-an kita akan mengenal Kurikulum 1975 yang Disempurnakan yaitu Kurikulum 1984 mengusung pendekatan proses keahlian. Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting, karena itu Kurikulum ini juga sering disebut dengan Kurikulum 1975 Disempurnakan. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar, yaitu dari mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA). Pada kurikulum ini juga memiliki tantangan bagaimana proses pembelajaran mengarahkan pelajar untuk
13 aktif balam pembelajaran. Namun sayangnya lagi-lagi gurulah yang menjadi pusat dari kegiatan belajar mengajar. Terkadang Kurikulum CBSA ini sering diplesetkan dengan singkatan Catat Buku Sampai Abis karena memang orientasinya masih lebih menekankan bidang akademik yang lebih dominan. Pelajar lebih ditekankan untuk mengafal teori-teori dan proses penilaiannya. Kemudian pada tahun 1994 pemerintah memperbarui kurikulum sebagai upaya memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya, terutama Kurikulum 1975 dan 1984. Namun, perpaduan antara tujuan dan proses nampaknya belum berhasil. Akibatnya banyak kritik berdatangan, disebabkan oleh beban belajar pelajar dinilai terlalu berat, dari muatan nasional sampai muatan lokal, seperti bahasa daerah, kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain. Kembali lagi penekanan pembelajaran masih berada pada level hafal- menghafal. Pembelajaran belum sepenuhnya mengajak pelajar untuk mengeksplor diri dalam mengembangkan pembelajaran dikelas. Peringkat atau rangking hanya dilihat dari nilai pengetahuannya saja
14 tanpa menilai dari kecerdasan spiritual, sosial dan kertampilan. b. Pendidikan Indonesia Era 1990-2000 Berkaca dari kurikulum 1994, kembali pemerintah pada tahun 2004 meluncurkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) sebagai pengganti Kurikulum 1994. Suatu program pendidikan berbasis kompetensi yang harus mengandung tiga unsur pokok, yaitu pemilihan kompetensi sesuai spesifikasi, indikator-indikator evaluasi untuk menentukan keberhasilan pencapaian kompetensi, dan pengembangan pembelajaran. Kurikulum Berbasis Kompetensi memiliki ciri-ciri yang menekankan pada ketercapaian kompetensi pelajar baik secara individual maupun klasikal, berorientasi pada hasil belajar dan keberagaman. Kegiatan belajar menggunakan pendekatan dan metode bervariasi, sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif. Pada kurikulum ini kegiatan belajar mengajar di kelas mulai menerapkan guru
15 bukanlah satu-satunya sumber belajar. Namun pelajar mulai mengekplorasi diri untuk menemukan hal-hal baru sehingga dapat berkolaborasi dan bekerja sama dalam proses pembelajaran. Tetapi kurikulum ini tidak begitu saja dengan mudah diterapkan mengingat gurupun belum sepenuhnya dapat berpindah dari kebiasaan menjadi pusat segalanya dalam pembelajaran. Kurikulum Berbasis Kompetensi ini hampir mirip dengan Kurikulum 2004. Perbedaan menonjol terletak pada kewenangan dalam penyusunannya, yaitu mengacu pada jiwa dari desentralisasi sistem pendidikan Indonesia. Pada Kurikulum 2006, pemerintah pusat menetapkan standar kompetensi dan kompetensi dasar. Guru dituntut mampu mengembangkan sendiri silabus dan penilaian sesuai kondisi sekolah dan daerahnya. Hasil pengembangan dari semua mata pelajaran dihimpun menjadi sebuah perangkat. Kurikulum ini juga dinamakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Tantangan yang dihadapi dalam kurikulum ini adalah proses penilaiannya masih tetap pengetahuan yang mendominasi.
16 Pendidikan di Indonesia kembali menyempurnakan kurikulum yang digunakan pada satuan pendidikan. Kurikulum KTSP diganti dengan Kurikulum 2013 yang memiliki memiliki tiga aspek penilaian, yaitu aspek pengetahuan, aspek keterampilan, dan aspek sikap dan perilaku. Pada Kurikulum 2013, terutama di dalam materi pembelajaran terdapat materi yang dirampingkan dan materi yang ditambahkan. Materi yang dirampingkan terlihat ada di materi Bahasa Indonesia, IPS, PPKn, dsb, sedangkan materi yang ditambahkan adalah materi Matematika. Proses pembelajaran di kelas mengkolaborasikan dengan empat macam penilaian yaitu penilaian spiritual yang berhubungan dengan kerohanian, penilaian sosial yang berhubungan dengan kemampuan berelasai dan bekerjasama, penilaian pengetahuan yang berhubungan dengan kecerdasan secara akademik dan penilaian ketrampilan yang berkaitan dengan skill yang harus dicapai dalam setiap kompetensi dasar. Pada proses kegiatan belajar mengajar panduan yang digunakan ada silabus, kompetensi
17 inti dan kompetensi dasar. Kompetensi inti dan kompetensi dasar pada setiap mata pelajaran memiliki capaian sesuai dengan karaktersistik mata pelajarannya. Kompetensi inti 1 diturunkan menjadi kompetensi dasar 1.1, 1.2, 1.3, 1.4 yang merangkum ketercapaian pembelajaran dari segi spiritual. Kompetensi inti 2 diturunkan menjadi kompetensi dasar 2.1, 2.2, 2.3, 2.4 yang merangkum ketercapaian pembelajaran dari segi sosial. Kompetensi inti 3 diturunkan menjadi kompetensi dasar 3.1, 3.2, 3.3, 3.4 yang merangkum ketercapaian pembelajaran dari segi pengetahuan. Kompetensi inti 4 diturunkan menjadi kompetensi dasar 4.1, 4.2, 4.3, 4.4 yang merangkum ketercapaian pembelajaran dari segi ketrampilan. Namun setiap mata pelajaran memiliki capaian pada kompetensi dasar berbeda-beda bergantung pada luasnya materi yang akan dipelajari. Tantangan yang dihadapi pada kurikulum ini antara lain: proses pembelajar dikelas lebih menyenangkan karena pelajar lebih di fokuskan untuk menemukan hal-hal baru sehingga pengetahuan pelajar makin luas. Guru hanya sebagai mentor dalam proses pembelajaran. Setelah
18 menemukan hal baru dalam belajar, semua pelajar berdiskusi membahas hasil pembelajaran sehingga mengerucut pada kompetensi dasar yang akan dicapai pada mata pelajaran tersebut. Hal ini merupakan tantangan yang baru yang harus dihadapi pada proses belajar mengajar yang semula pelajar hanya pasif mendengar penjelasan materi dari guru, namun pada kurikulum ini pelajar di wajibkan aktif belajar mandiri. Hal ini membutuhkan kreatifitas dari guru sebagi mentor dalam proses belajar mengajar. Diharapkan dari proses belajar seperti ini, pelajar mampu mengedapankan Tuhan sebagai pusat dari segala ilmu pengetahuan, bekerjasama dengan teman dalam pembelajaran, mengeksplor pengetahuan yang dimiliki dengan mencari hal-hal baru dalam pembelajaran secara mandiri dan mengasah ketrampilan yang dimiliki sebagai puncak dari kegiatan pembelajaran sesuai dengan mata pelajaran yang dipelajari. Tantangan selanjutnya adalah dalam proses penilaian. Guru harus menilai dari 4 aspek yang sudah dicapai dalam proses belajar mengajar sehingga anak tidak
19 hanya cerdas dalam bidang akademik saja namun mampu menujukan kecerdasan dalam 4 aspek yang sudah dicapai yaitu kecerdasan spiritual, kecerdasan sosial, kecerdasan akademik atau pengetahuan dan kecerdasan ketrampilan. Karena kurikulum-kurikulum sebelumnya lebih menekankan bidang akademik, maka tantangan lain yang dihadapi adalah menjelaskan kepada orang tua bagaimana anak dikatakan cerdas, karena orang tua masih mengatakan anaknya tidak bisa atau kurang mampu pada bidang pengetahuan dan masih menanyakan rangking berapa? Padahal kecerdasan anak tidak hanya dalam bidang akademik saja. Hal ini kemungkinan membutuhkan waktu yang lama untuk membiasakan bagaimana orang tua memahami cara melihat kecerdasan anak-anak. c. Pendidikan Indonesia Era 4.0 Berdasarkan penjelasan pada masing-masing perubahan kurikulum dari masa ke masa, sekarang pendidikan di Indonesia dihadapkan pada pendidikan yang bersaing dengan kemajuan tehnologi. Perkembangan teknologi pembelajaran dewasa ini telah berkembang pesat
20 mengiringi perkembangan kemajuan teknologi canggih. Keberadaannya menawarkan banyak potensi dan manfaat, untuk mewujudkannya diperlukan keterlibatan akademik dalam bentuk riset atau penelitian yang mengarah pada bagaimana mengkolaborasikan pendidikan yang mampu mengikuti perkembangan zaman dan bersaing dengan kemajuan tehnologi Penelitian dalam dunia pendidikan bertujuan untuk memaparkan pendidikan Indonesia menyongsong era revolusi industri 4.0. Hadirnya era revolusi industri 4.0 sangat berpengaruh pada bidang pekerjaan yang mayoritas akan dikendalikan oleh kemajuan teknologi. Perubahan tersebut menuntut dunia pendidikan untuk menggeser sistem pendidikannya menghasilkan lulusan dengan keterampilan yang dibutuhkan pada era ini. Oleh sebab itu, bangsa Indonesia dalam kesiapan menghadapi perkembangan pendidikan era revolusi industri 4.0 adalah segera meningkatkan kemampuan dan keterampilan sumberdaya manusia melalui pengembangan kurikulum yang harus dilengkapi dengan kemampuan dalam dimensi akademik, keterampilan lain seperti keterampilan
21 interpersonal, berfikir global, dan literasi media dan informasi. Selain itu, kurikulum harus membentuk siswa dengan penekanan STEM (Science, Technology, Engineering dan Math) yaitu suatu pembelajaran secara terintegrasi antara sains, teknologi, teknik, dan matematika untuk mengembangkan kreativitas pelajar melalui proses pemecahan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Pada saat ini dunia telah memasuki era revolusi industri generasi ke empat (revolusi industri 4.0) yang bisa ditandai dengan meningkatnya konektivitas, interaksi serta perkembangan sistem digital, kecerdasan artifisial, dan visual. Jika kita melihat sejarah tentang bagaimana munculnya Era Revolusi Industri, maka Revolusi Industri dimulai dari Revolusi Industri 1.0 yaitu sekitar abad ke-18, Revolusi Industri 2.0 pada abad ke 19-20, Revolusi Industri 3.0 sekitar tahun 1970- an dan kemudian Revolusi Industri 4.0 yang dimulai pada tahun 2010-an hingga kini. Revolusi industri mengalami perkembangan, perubahan dan keunggulan pada tahapan masing-masing. Tidak terkecuali pada revolusi industry 4.0. Pada perkembangan revolusi industri 4.0 semua dituntut pada setiap elemen bidang pekerjaan tak kerkecuali
22 dalam dunia pendidikan menggunakan rekayasa intelegensia dan internet of thing sebagai pundi-pundi pergerakan dan konektivitas manusia dan mesin. Indonesia telah memasuki era revolusi industri 4.0 sejak tahun 2018. Berbagai perubahan yang muncul dan usaha-usaha yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk menghadapi dampak dari revolusi industri 4.0. Oleh sebab itu, Aspek yang sangat berperan untuk menyiapkan generasi dalam menghadapi tantangan era disrupsi atau era revolusi industri 4.0 yaitu pendidikan. Seperti yang telah dijelaskan bada bagian diatas, era Revolusi Industri 4.0 membawa tuntutan tersendiri bagi dunia pendidikan. Ibarat kata dunia pendidikan itu seperti diperkosa, mau tidak mau, suka tidak suka perkembangan dunia pendidikan di Indonesia harus tetap menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi yang ada. Banyak dampak yang muncul di era ini seperti halnya pada satuan pendidikan telah menerapkan teknologi digital dalam proses pengajaran, yang kapasitasnya mampu menembus tembok ruang kelas, batas-batas sekolah, dan bahkan Negara. Sering dikatakan dunia dalam genggaman. Apapun
23 dapat kita pelajari tanpa pembimbingan guru secara bertatap muka. Perubahan dan perkembangan yang terus melaju pesat ini tidak dapat dihindari oleh siapapun. Sehingga dibutuhkan penyiapan sumber daya manusia (SDM) yang memadai dengan keterampilan yang kompeten agar siap menyesuaikan dan mampu bersaing dalam lingkup skala global. Pemberdayaan serta peningkatan SDM melalui jalur pendidikan dasar dan menengah hingga ke perguruan tinggi merupakan salah satu kunci untuk mampu mengikuti perkembangan revolusi industri 4.0. Inilah sebagian tantangan dalam dunia pendidikan memasuki era 4.0. Tantangan yang muncul dalam dunia pendidikan di Indonesia semakin kompleks saat pembelajaran dengan pemanfaatan teknologi komputer dan internet yang super canggih secara tidak langsung telah memicu perubahan proses pembelajaran di Indonesia yang sedang berlangsung di sekolah. Untuk menghadapi perkembangan ini, diperlukan pendidikan yang dapat mencetak generasi yang kreatif, inovatif, serta kompetitif. Pencapaian ini bisa diperoleh secara maksimal dengan cara mengoptimalisasi
24 penggunaan teknologi sebagai alat bantu dalam pendidikan yang diharapkan nantinya bisa menghasilkan output yang dapat mengikuti atau mengubah zaman menjadi lebih baik. Namun tantangan lain kembali muncul, dengan adanya kecanggihan dan kemajuan dalam bidang tehnologi tidak menuntut kemungkinan kegagalan pendidikan dari segi pendidikan karakter pelajar. Pelajar di era milenial ini lebih cenderung individualis bahkan terkesan egois karena dituntut kehidupan yang serba cepat. Nilai sopan santun dan tata karma mulai tergeser dengan kecanggihan tehnologi. Inilah tantangan dalam dunia pendidikan dalam hal pendidikan berkarakter. Bagaiamana pendidikan mensejajarkan nilai-nilai karakter, pengetahuan dan penggunaan tehnologi dalam pembelajaran. Melihat kenyataan kecanggihan tehnologi pada abad ini, negara Indonesia sangat perlu meningkatkan kualitas lulusan dengan kompetensi yang unggul sesuai dengan dunia kerja dan tuntutan teknologi dunia digital. Karena pendidikan sebagai pendongkrak gagasan ilmu pengetahuan salah satunya akan mencetak operator dan analisis handal bidang manajemen pendidikan untuk
25 meningkatkan kemajuan pendidikan berbasis teknologi informasi yang akan menjawab tantangan revolusi industri 4.0 yang terus melaju pesat. Kebijakan yang diberikan manajemen pendidikan saat ini memberikan manfaat untuk seluruh level pendidikan. Karena itulah kurikulum pendidikan dalam rangka menyambut Era Pevolusi 4.0 di susun dengan nama Kurikulum Merdeka Belajar. Menurut BSNP atau Badan Standar Nasional Pendidikan, pengertian Kurikulum Merdeka Belajar adalah suatu kurikulum pembelajaran yang mengacu pada pendekatan bakat dan minat. Di sini, para pelajar (baik siswa maupun mahasiswa) dapat memilih pelajaran apa saja yang ingin dipelajari sesuai dengan bakat dan minatnya. Kurikulum ini disusun sebagai tindak evaluasi perbaikan Kurikulum 2013 yang diluncurkan oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim. Pelaksana kurikulum ini disebut sebagai Sekolah Penggerak meskipun pada akhirnya semua sekolah di Indonesia akan menjadi Sekolah Penggerak. Penerapan Kurikulum Merdeka Mengajar pada setiap satuan pendidikan tentunya mengalami tantangan
26 tersendiri karena setiap sekolah memiliki karakter pelajar yang berbeda-beda, lingkungan yang berbeda dan tentunya factor pendukung juga berbeda-beda. Apalagi pada kurikulum ini sangat berdampingan erat dengan pengunaan tehnologi sehingga masing-masing satuan pendidikan juga harus menyiapkan sarana dan prasarana yang memadahi untuk mendukung proses pembelajaran. Untuk mendukung ketercapaian pada penerapan kurikulum ini pemerintah pun berupaya mengembangkan kurikulum ini secara lebih lanjut demi penyesuaian strategi belajar di masa pandemi COVID-19. Peluncuran kurikulum merdeka juga diiringin dengan peluncuran platform Merdeka Mengajar sebagai dukungannya. Kurikulum Merdeka Belajar disusun dengan harapan dapat menjawab tantangan dalam dunia pendidikan untuk memasuki era revolusi 4.0 dengan mewujudkan Profil Pelajar Pancasila. Pelajar yang mampu bersaing dengan kemajuan tehnologi tanpa mengeser nilai-nilai Pancasila. Meskipun banyak yang masih harus dibenahi untuk mewujudkan pelajar yang mampu mengembangkan diri sesuai dengan bakat dan minatnya. Tantangan yang tidak hanya dihadapi oleh guru akan tetapi juga tantangan yang
27 harus dihadapi oleh pelajar dan orang tua dengan lingkungan yang mendukung. B. TANTANGAN DALAM MEWUJUDKAN PROFIL PELAJAR PANCASILA 1. Tantangan Dari Dalam Pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa untuk mewujudkan keberhasilan dalam dunia pendidikan tidak terlepas dari tantangan yang dihadapi pada setiap penerapan kurikulum pembelajarannya. Seperti tantangan yang dihadapi dunia pendidikan saat ini adalah bagaimana mewujudkan keberhasilan pendidikan yang bernilai Pancasila. Pelajar yang mampu bersaing dengan kecanggihan tehnologi namun tidak mengeser nilai-nilai luhur pancasila. Dimensi profil pelajar Pancasila itu sendiri terdiri atas 6 yaitu: beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berahlak mulia, berkebinekaan global, bergotong royong, mandiri, bernalar kritis dan kreatif. Untuk mewujudkan ke enam profil tersebut tentunya banyak sekali tantangan-tantangan yang dihadapi pada setiap satuan pendidikan. Tantangan bisa berasal dari dalam satuan pendidikan dan dari luar satuan pendidikan.
28 Pada pembahasan poin ini kita akan mencoba melihat bagaimana tantangan itu terjadi. Tantangan paling kompleks justru berasal dari dalam satuan pendidikan dimana pelajar dan pendidik yang terlibat langsung dalam penerapan kurikulum untuk mencapai keberhasilan dalam pembelajaran. a. Kondisi Pelajar Setiap satuan pendidikan memiliki pelajar yang berbeda-beda dengan kemampuan dan kapasitas yang berbeda pula. Contoh, kemampuan dan kebiasaan pelajar dipedesaan tentunya berbeda dengan pelajar yang berada didaerah perkotaan. Kondisi pelajar yang berbeda menjadikan tantangan tersendiri dalam mewujudkan profil pelajar Pancasila. Keadaan seperti ini sebenarnya dapat disiasati dengan pemerataan sarana dan prasana yang dipercepat kelengkapannya secara merata. Sehingga kemampuan bertehnologi antara pelajar pedesaan tidak jauh tertinggal. Kondisi pelajar dipedesaan dalam hal bergotong royong dan kreatif terkadang lebih unggul dari pada pelajar diperkotaan. Hal ini disebabkan kehidupan di desa lebih menekankan nilai kegotongroyongan dan kreatifitas dengan
29 berbagai keterbatasan. Namun disbanding dengan pelajar di daerah perkotaan dalam hal kemahiran menggunakan tehnologi pasti jelas tertinggal sangat jauh. Penerapan elemen yang lain dapat dipastikan pelajar baik diperkotaan maupun dipedesaan dapat berjalan dengan baik. Bergantung pada bagaimana satuan pendidikan memprioritaskan pelajar pada satuan pendidikan dapat menerapkan setiap bagian pada tujuan yang akan dicapai dalam profil pelajar Pancasila. Kuncinya tantangan untuk memeratakan perwujudan profil pelajar Pancasila adalah bagaimana pemerintah memfasilitasi sarana dan prasarana yang memadahi sehingga tujuannya dapat tercapai. Kondisi pelajar dapat teratasi jika semua terfasilitasi. b. Kompetensi Pendidik Pada Satuan pendidikan Perwujudan profil pelajar Pancasila juga sangat bergantung pada kompetensi pendidik atau guru pada satuan pendidikan. Terkadang guru sebagai pelaksana perubahan kurikulum mungkin akan mengeluh dengan berbagai kebijakan yang diambil. Ibarat kata, kurikulum satu baru mau terasa perubahannya sudah diganti dengan
30 kurikulum baru dan kebijakan yang baru. Mungkin juga ada kata lelah untuk terus beradaptasi dengan berbagai perubahan. Namun itulah tugas dari seorang guru, bukan hanya mengajar tetapi juga mendidik dan terus belajar. Termasuk belajar dari setiuap perubahan yang ada. Perwujudan profil pelajar pancasila tidak hanya mampu menghafal 5 sila dalam Pancasila, tetapi dibutuhkan keteladanan dari pendidik dalam hal ini tidak hanya guru namun semua warga satuan pendidikan. Penerapanprofil pelajar Pancasila bertujuan menghasilkan pelajar Indonesia yang berakhlak mulia, mempertahankan budaya luhur, lokalitas, dan identitas. Selain itu pelajar memiliki kemampuan gotong royong, pelajar mandiri, bernalar kritis, dan juga menjadi pelajar yang kreatif. Sealin itu, Pendidikan karakter juga memberikan sebuah fondasi kepada pelajar agar dalam jangka panjang pelajar bisa berkembang secara holistik sesuai kodratnya, kodrat alam, dan tantangan pada zamannya. Mengutip pidato Presiden Joko Widodo bahwa” Pendidikan karakter itu akan menghasilkan kebijaksanaan. Sebuah investasi jangka panjang,".
31 Usaha menanamkan pendidikan karakter kepada pelajar merupakan sebuah tantangan besar. Sebab, hal ini berupaya bagaimana menanamkan sebuah kebiasaan, nilai, dan cara pandang terhadap sesuatu . Hal ini dapat membantu anak agar mampu survive (bertahan) pada masa mendatang. Tentunya ini semua berkaitan erat dengan kompetensi pendidik yang juga harus dibekali dengan berbagai macam pelatihan untuk menerapkan pembelajaran yang MERRDEKA (M = Mulai dari Diri, E = Ekspolasi Konsep, R = Ruang Kolaborasi, R=Refleksi Terbimbing, D = Demonstrasi Kontekstual, E = Ekplorasi Pemahaman, K = Koneksi Antar Materi, A = Aksi Nyata) Kompetensi pendidik juga pasti berbeda antara daerah perkotaan dan pedesaan. Di kota akses internet mudah dijangkau, pendidik bisa bereksplorasi belajar mandiri sementara pendidik dipedesaan dan dipelosok pastinya membutuhkan pendampingan dan pelatihan secara langsung. Selain itu, kompetensi pendidik juga harus didukung dengan sarana dan prasarana yang memadai mengingat pembelajaran Kurikulum Merdeka juga mengunakan plattfom Merdeka Mengajar yang harus
32 menggunakan akses internet. Pelatihan juga tidak hanya pada proses pembelajarannya namun bagaimana menggunakan semua aplikasi yang di gunakan dalam mewujudkan profil pelajar Pancasila. 2. Tantangan Dari Luar Pada pemaparan sebelumnya, untuk mewujudkan profil pelajar Pancasila ada berbagai tatangan. Tantangan dari dalam dan tantangan dari luar. Tantangan dari dalam berkaitan dengan kondisi pelajar dan kompetensi pendidik sementara tantangan dari luar beraitan dengan faktor keluarga dan faktor lingkungan yang sangat berpengaruh dalam mendukung keberhasilan perwujudan profil pelajar Pancasila. a. Faktor Keluarga Pelajar yang ada pada satuan pendidikan berasal dari latar belakang keluarga yang berbeda-beda, tidak menuntut kemungkinan karakter yang terbentuk juga berbeda-beda. Seperti dikutib dalam buku karya Efendy (2005) keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan. Jika dikatakan salaing ketergantungan satu
33 sama lain maka dapat disimpulkan bahwa keluarga memegang peranan penting dalam pendidikan anak. Anak yang disebut sebagai pelajar pada satuan pendidikan. Keluarga merupakan tempat pendidikan pertama bagi anak-anak. Keteladanan dan pembiasaan yang baik dari orang tua merupakan modal utama dalam mewujudkan penerapan profil pelajar Pancasila dalam dunia pendidikan. Namun tidak jarang keluarga terutama orang tua bersikap masa bodoh dengan pendidikan anakanaknya. Hal ini dapat disebabkan karena factor kesibukan orang tua sehingga tidak adanya komunikasi yang terjalin dengan baik sehingga anak-anak tumbuh menjadi pribadi yang hidup tanpa aturan. Padahal pendidikan kerohanian dan pembiasaan karakter merupakan tanggung jawab oran tua untuk mengenalkan nilai-nilai keagamaan dan normanorma serta pembiasan yang baik. Sekolah merupakan lembaga pendukung dalam keberhasilan pendidikan karakter. Maka dari fakta seperti ini tantangan pembentukan nilai-nilai karakter dalam perwujudan profil pelajar Pancasila diperlukan kolaborasi antara sekolah dan keluarga terutama dalam hal komunikasi, pendidikan
34 agama dan kebebasan berpendapat agar pelajar dapat mengekprorasi diri serta berkerjasama dan mengahargai orang lain. b. Faktor Lingkungan Menurut Emil Salim (1976 ), lingkungan diartikan sebagai segala benda, kondisi, keadaan dan pengaruh yang terdapat dalam ruangan yang kita tempat dan mempengaruhi hal yang hidup termasuk kehidupan manusia. Salah satu pendukung keberhasilan pendidikan di Negara ini adalah faktor lingkungan. Lingkungan berperan aktif dalam pembentukan karakter anak. Anak yang berasal dari keluarga baik bisa menjadi rusak karena lingkungan tidak mendukung pengembangan karakter anak. Maka dapat dipastikan lingkungan yang baik akan membentuk pembiasaan karakter yang baik juga. Tujuan yang akan dicapai pada pewujudan profil pelajar Pancasila dimana ke enam elemen harus tercapai. Pelajar mampu meniliki keimanan yang baik apabila lingkungannya juga mendukung dalam beribadah dan menjaga lisan. Pelajar juga harus dituntun dan didukung agar melestarian budaya dan menghargai budaya bangsa
35 lain. Dukungan lingkungan juga mampu memberikan teladan dalam berkerja sama dan bergotong royong, bukan hanya sebagai rutinitas saja namun benar-benar menjadi pelajaran dan pembiasaan yang baik . Lingkungan juga dapat mendukung pelajar untuk mandiri, bernalar kristis dan mengembangkan kreativitas yang bernilai positif Tantangan yang dihadapi pada faktor lingkungan adalah menyatukan pandangan masyarakat tentang bagaimana penerapan pembiasan yang positif dalam mewujudkan profil pelajar Pancasila pada masing-masing satuan pendidikan agar mendukung dalam proses pembelajarannya tercapai sesuai tujuan . C. KIAT-KIAT MEWUJUDKAN PROFIL PELAJAR PANCASILA Ki Hajar Dewantara pernah berkata “Pendidikan adalah tempat persemaian segala benih-benih kebudayaan yang hidup dalam masyarakat kebangsaan. Dengan maksud agar segala unsur peradaban dan kebudayaan tadi dapat tumbuh dengan sebaik-baiknya. Dan dapat kita teruskan kepada anak cucu kita yang akan datang.” Pendidikan yang sesungguhnya adalah pembelajaran yang
36 menghamba kepada pelajar. Artinya pelajaran yang diberikan kepada pelajar adalah apa yang dibutuhkan mereka bukan apa yang pengajar miliki atau bahkan keinginan pengajar. Pengajar harusnya menjadi mentor dalam pembelajaran dengan mempotensikan apa yang ada pada pelajar sehingga mereka dapat mengembangkan potensinya sesuai dengan kodratnya. Kurikulum Merdeka Belajar dengan Profil Pelajar Pancasila memiliki tujuan bagaimana pelajar mampu mengembangkan kodratnya. Kodrat disin yang dimaksudkan adalah potensi yang dimiliki oleh pelajar. Berbicara masalah kodrat, maka pembelajaran pada setiap satuan pendidikan harus disesuaikan dengan kodrat alam yang dapat diartikan bahwa kita sebagai guru harus membekali keterampilan kepada siswa sesuai zamannya agar mereka bisa hidup, berkarya dan menyesuaikan diri. Mengacu pada 6 dimensi Profil Pelajar Pancasila, maka dapat dijabarkan tentang kiat-kiat mewujudkan Profil Pelajar Pancasila antara lain: 1. Beriman Bertakwa Kepada Tuhan Yang Maha Esa Dan Berakhlak Mulia Pelajar pada dimensi profil ini diharapkan dapat mengamalkan nilai-nilai agama dan
37 kepercayaannya sebagai bentuk religiusitasnya, percaya dan menghayati keberadaan Tuhan serta memperdalam ajaran agamanya yang tercermin dalam perilakunya sehari-hari sebagai bentuk penerapan pemahaman terhadap ajaran agamanya. Dalam usahanya memperkuat iman dan ketakwaannya kepada Tuhan Yang Maha Esa, murid dengan profil ini juga menghargai segala bentuk ciptaan Nya, baik itu alam tempat tinggal dirinya dan manusia lain Dengan menghargai hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, dirinya sendiri, orang lain, serta alam, maka seorang pelajar dapat memenuhi dimensi ini. Pada poin ini kiat yang dilakukan pada Satuan Pendidikan antara lain: a. Meningkatkan Akhlak Beragama Pada poin ini pelajar diharapkan mampu untuk: Mengenal dan mencintai Tuhan Yang Maha Esa Pemahaman agama/kepercayaan Pelaksanaan ajaran agama/kepercayaan Satuan Pendidikan dan keluarga saling berkolaborasi untuk membiasakan pelajar memiliki pembiasaan untuk melaksanakan ibadah sesuai dengan ajaran agama yang
38 dianutnya. Pembiasaan beribadah tidak hanya dilakukan di rumah saja atau sebaliknya. Namun harus konsisten pada kedua tempat tersebut agar menjadi sebuah kebiasaan yang baik. b. Meningkatkan Akhlak Pribadi Pada dasarnya setiap individu akan dinilai dari akhlak yang dimiliki, maka pada poin ini berarti seorang pelajar mampu menunjukkan ataupun memiliki: Integritas (sebagai bentuk penghormatan terhadap diri sendiri dalam relasi dengan orang lain) Merawat diri secara fisik, mental, dan spiritual Satuan pendidikan mampu menciptakan pembiasaan yang positif lewat cara-cara praktis untuk menujukan bahwa pelajar tersebut mampu menunjukan kualitas pribadinya dalam pembiasaan karakter dengan nilai-nilai sopan santun dan pendisiplinan diri dalam berpakaian, berkata-kata dan bertindak. Terdapat aturan yang jelas sehingga tidak ada pelanggaran yang dilakukan oleh pelajar. c. Meningkatkan Akhlak Sebagai Manusia
39 Pada elemen ini diharapkan pelajar mampu menunjukkan sikap: Mengutamakan persamaan dengan orang lain dan menghargai perbedaan Berempati kepada orang lain Maka pada poin ini setiap satuan pendidikan harus mampu menciptakan suasana pembelajaran yang bersahabat bisa dikatakan sekolah yang ramah anak. Sehingga pelajar mampu berelasi dengan baik dengan sesama pelajar yang lainnya. Tidak ada perbedaan semua anggota sekolah diperlakukan sama dan saling menghargai. d. Meningkatkan Akhlak Kepada Alam Pada elemen diharapkan setiap pelajar mampu menunjukan: Menjaga lingkungan Memahami keterhubungan ekosistem bumi Menjaga alam adalah tugas manusia sebagai madat dari Tuhan. Satuan pendidikan dapat berkerjasama dengan masyarakat dan keluarga untuk mendidik dan membiasakan pelajar dalam menjaga dan melestarikan alam
40 dengan program Sekolah Hijau. Pembiasaan menjaga kebersihan dengan piket bersama dan di rumahpun pelajar dibiasaan untuk menjaga kebersihan dan pada lingkungan masyarakat juga dapat menerapkan program hidup bersih dengan menjaga lingkungan. Dengan demikian pembiasaan menjaga alam tidak hanya terjadi di sekolah saja melainkan di semua lini dalam kehidupan pelajar. e. Meningkatkan Akhlak Sebagai Warga Negara Pada elemen ini setiap pelajar mampu menunjukkan sikap: Melaksanakan hak dan kewajiban sebagai warga Negara Bangga sebagai warga Negara Indonesia Satuan pendidikan mampu membiasakan tentang bagaimana pelajar dapat melaksanakan hak dan kewajibannya sebagai warga Negara yang baik dengan kegiatan-kegiatan yang bersifat nasionalis. Bangga sebgai warga Negara Indonesia dengan menerapkan sikap mencintai produk-produk dalam negri. 2. Berkebinekaan Global Pelajar pada dimensi profil ini merupakan seorang pelajar yang berbudaya, memiliki identitas diri yang matang,
41 mampu menunjukkan dirinya sebagai representasi budaya luhur bangsanya, serta terbuka terhadap keberagaman budaya daerah, nasional, global. Hal ini dapat diwujudkan dengan kemampuan berinteraksi secara positif antar sesama, memiliki kemampuan komunikasi interkultural, serta mampu memaknai pengalamannya di lingkungan majemuk sebagai kesempatan pegembangan dirinya. Berikut eleman yang harus dicapai pada dimensi Berkebinekaan Global antara lain: a. Mengenal dan menghargai budaya Pada elemen ini diharapkan setiap pelajar mampu: Mendalami budaya dan identitas budaya Mengeksplorasi dan membandingkan pengetahuan budaya, kepercayaan, serta praktiknya Menumbuhkan rasa menghormati terhadap keanekaragaman budaya Satuan pendidikan mampu mewadahi setiap kelebihan pelajar dalam hal seni dan budaya dengan kegiatan pembelajaran yang dikolaborasikan dengan praktek dan menghasilkan karya yang positif tentang pelestarian budaya
42 bangsa serta terbuka dengan kebudayaan luar dengan pemanfaatan ITE. Satuan pendidikan dapat berkolaborasi dengan lembaga-lembaga yang terkait dengan peleatarian budaya bangsa sehinga pelajar dapat menemukan hal-hal baru dalam mengembangkan potensinya. b. Komunikasi dan interaksi antar budaya pada elemen ini diharapkan setiap pelajar mampu menunjukkan: Berkomunikasi antar budaya Mempertimbangkan dan menumbuhkan berbagai perspektif Adakalanya satuan pendidikan juga harus mengajak pelajar untuk melihat dan belajar budaya daerah lain sehingga wawasan mereka terbuka terhadap budaya daerah lain. Hal ini dapat dilakukan dengan pertukaran pelajar antar daerah. Satuan pendidikan dapat bekerjasama dengan sekolah antar daerah sehingga dapat mempelajari budaya setempat c. Refleksi dan tanggung jawab terhadap pengalaman kebinekaan.