digambarkan sebagai tempat yang sangat indah, ada pohon-pohon
buah dan sungai yang mengalir. Penulis yakin surga jauh lebih lebih
indah dari bayangan kita yang terindah sekalipun. Informasi tentang
sungai dan pohon buah diberikan untuk membantu kita agar
mendapatkan gambaran tentang kenikmatan di surga. Gambaran
surga yang sesungguhnya tidak dapat kita bayangkan karena kita
tidak memiliki pengetahuan tentang surga yang sesungguhnya.
Karena pengetahuan awal sangat penting untuk belajar, maka
seorang yang memiliki lebih banyak pengetahuan awal akan lebih
berpeluang untuk belajar lebih banyak. Hal ini memberikan efek
berantai karena dia kemudian memiliki pengetahuan awal yang lebih
banyak lagi, peluang yang lebih banyak untuk mengkonstruksi
pengetahuan lebih banyak lagi, dan seterusnya. Keadaan ini dapat
menjelaskan mengapa seorang siswa yang memiliki pengetahuan
yang luas akan semakin luas pengetahuannya. Untuk mengejar
ketertinggalan, seseorang yang memiliki pengetahuan awal yang
kurang harus berusaha jauh lebih keras untuk belajar dan menambah
pengetahuan agar pengetahuannya luas dan memiliki modal untuk
belajar yang makin banyak.
Teori konstruktivis (Schunk, 2012; Widodo, 2004) didasarkan
pada pandangan bahwa setiap individu telah memiliki pengetahuan
awal dan tidak ada orang yang otaknya kosong. Pada saat belajar,
orang tidak menyimpan informasi persis sama seperti apa yang
diterimanya, namun dia secara aktif mengonstruksi pengetahuan
baru berdasarkan informasi yang baru dan pengetahuan yang telah
dimilikinya. Pengalaman yang dimiliki setiap orang tentu berbeda
(bahkan anak kembar sekalipun) sehingga dapat dipastikan
pengetahuan awal setiap orang juga berbeda. Karena pengetahuan
setiap orang berbeda, informasi yang sama akan menghasilkan
konstruksi pengetahuan yang berbeda. Hal ini dapat dengan mudah
dibuktikan. Misalnya, walaupun Anda sama-sama membaca buku ini
namun apabila Anda diminta menuliskan kembali atau menceritakan
isi buku ini penulis sangat yakin apa yang Anda tuliskan akan sangat
beragam. Pengetahuan yang telah kita miliki akan mengarahkan kita
untuk memilih informasi tertentu yang akan diambil sehingga setiap
orang akan mengambil poin-poin yang berbeda. Sekalipun informasi
yang diambil sama, namun bentukan akhirnya akan tetap berbeda
karena pengetahuan yang telah dimiliki berbeda. Oleh karena itu,
sangat kecil kemungkinannya kita menghasilkan kalimat yang sama
walaupun mendapatkan informasi yang sama.
PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN ALAM: Dasar-Dasar untuk Praktik 39
Menurut teori konstruktivis tidak ada transfer pengetahuan. Ketika
guru menjelaskan di kelas, beliau bukan sedang mentransfer
pengetahuan. Guru hanyalah menyampaikan informasi, siswalah
yang akan mengonstruksi pengetahuan di otaknya. Seandainya ada
“transfer pengetahuan” tentu pada saat ujian setiap siswa akan lulus
dan mendapatkan nilai yang sama karena semua tinggal menuliskan
hasil transferan yang diterimanya. Karena hasil konstruksi
pengetahuan setiap siswa berbeda, akibatnya pada saat ujian siswa
mungkin memberikan jawaban yang beragam, mulai dari yang sangat
mirip dengan penjelasan guru hingga yang menyimpang atau bahkan
berbeda dari penjelasan guru. Sebagai guru mungkin kita pernah
bertanya-tanya: “Rasanya saya telah menjelaskan dengan jelas
mengapa jawaban anak-anak berbeda jauh dengan penjelasan saya?”.
Jawaban anak yang berbeda atau bahkan menyimpang jauh dari
penjelasan guru bukan berarti siswa tidak menyimak penjelasan guru
akan tetapi karena pada saat menerima penjelasan dari guru siswa
menangkap pesan yang berbeda dari yang disampaikan guru
sehingga pengetahuan hasil konstruksinya juga berbeda. Sekalipun
pengetahuan hasil konstruksi siswa salah namun siswa tersebut
meyakini sebagai pengetahuan yang benar. Oleh karena itulah
mereka memberikan jawaban tersebut pada waktu ujian. Jawaban
yang salah pada saat ujian tidak selalu berarti bahwa siswa tidak
paham namun boleh jadi karena mereka memandang itulah
pengetahuan yang benar.
Karena siswa telah memiliki pengetahuan awal dan
pengetahuan awal tersebut berperan penting dalam proses belajar,
guru perlu mengidentifikasi pengetahuan awal siswa sehingga
kegiatan belajar dapat disesuaikan dengan pengetahuan awal siswa.
Dalam pembelajaran, guru lebih berperan sebagai fasilitator untuk
memfasilitasi siswa dalam mengonstruksi pengetahuan. Penjelasan
dan kegiatan yang dirancang guru sesungguhnya adalah usaha untuk
menyediakan lingkungan belajar yang dapat mendukung siswa untuk
mengonstruksi pengetahuan.
3.2.2 Teori belajar untuk mempelajari proses ilmiah
Teori belajar sosial sering juga disebut dengan teori belajar pengamatan
(observational learning). Teori belajar sosial dikembangkan oleh Albert
Bandura (1977). Dari hasil penelitiannya, Bandura mengungkapkan bahwa
seorang anak belajar dengan cara meniru perilaku orang lain yang dilihatnya.
Manusia sesungguhnya bukan hanya meniru manusia lain tetapi juga
binatang. Dalam sejarah manusia misalnya, ketika Qobil membunuh
40
PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN ALAM: Dasar-Dasar untuk Praktik
saudaranya Habil, Qobil yang kebingungan kemudian “meniru” perilaku
burung gagak untuk menguburkan mayat saudaranya. Renang gaya kupu-
kupu, beladiri jurus harimau, dan tari merak adalah beberapa contoh yang
menggambarkan manusia meniru binatang.
Menurut teori belajar sosial, ada empat tahapan yang dilalui untuk
meniru. Pertama-tama orang memperhatikan perilaku yang akan ditiru.
Selanjutnya orang akan mengingat-ingat perilaku tersebut dan kemudian
mencobanya. Apabila orang tersebut berhasil mencoba, motivasi akan
tumbuh namun sebaliknya apabila selalu gagal dia akan berkurang atau
hilang motivasinya sehingga berhenti belajar.
Proses ilmiah sesungguhnya melibatkan proses kognitif dan
keterampilan motorik sehingga teori belajar yang terkait adalah teori belajar
kognitif dan teori belajar sosial. Dari enam proses ilmiah sebagaimana
dijelaskan di Bab 2, kegiatan melaksanakan penyelidikan merupakan
kegiatan yang paling banyak menuntut keterampilan motorik sedangkan
lima lainnya lebih dominan kognitif (Tabel 3.1). Untuk proses ilmiah yang
bersifat kognitif, kegiatan pembelajarannya dapat mengacu pada teori
belajar kognitivistik sedangkan proses ilmiah yang bersifat motorik dapat
mengacu pada teori belajar sosial.
Tabel 3.1 Jenis Keterampilan yang dibutuhkan pada tiap jenis proses ilmiah
No Jenis proses ilmiah Kognitif Motorik
1 Merumuskan masalah √ √
2 Merancang penyelidikan √
3 Melaksanakan penyelidikan
4 Menganalisis data √
5 Menarik kesimpulan √
6 Mengomunikasikan √
Mempelajari keterampilan proses yang bersifat motorik, misalnya
cara merangkai dan menggunakan alat, lebih mudah dilakukan dengan
meniru dibandingkan dengan melalui penjelasan. Coba Anda perhatikan
petunjuk cara memasang kartu SIM dan kartu microSD pada telepon
genggam yang disediakan dalam buku panduan.
1. Masukkan pin ejeksi ke dalam lubang di samping tray untuk
melepaskan baki
2. Tarik baki keluar
PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN ALAM: Dasar-Dasar untuk Praktik 41
3. Tekan kartu perlahan ke dalam baki untuk mengencangkannya
kemudian masukkan kembali baki ke tempatnya.
Apakah petunjuk tersebut cukup jelas dan dapat melakukannya?
Walaupun langkah-langkah tersebut sederhana, mungkin Anda masih
kurang yakin bagaimana melakukannya. Coba bandingkan petunjuk tersebut
dengan petunjuk dalam bentuk gambar berikut (Gambar 3.3).
Gambar 3.3 Ilustrasi pemasangan kartu SIM telepon genggam
Manakah yang lebih mudah, mengikuti petunjuk dengan kalimat ataukah
petunjuk dengan gambar?
Dalam pembelajaran IPA, teori belajar sosial sangat cocok untuk
membelajarkan keterampilan, misalnya cara membuat sayatan untuk
diamati di mikroskop, cara merangkai menimbang zat, dan cara
menggunakan alat. Untuk melatihkan keterampilan bekerja di laboratorium
dapat dilakukan dengan cara guru memberikan contoh terlebih dahulu,
misalnya melalui demonstrasi, dan kemudian siswa mencoba melakukan
sendiri.
3.2.3 Teori belajar untuk mempelajari sikap ilmiah
Apakah Anda termasuk orang yang teliti atau mungkin Anda bertemu
dengan seseorang yang sangat teliti? Sebagian orang mengatakan bahwa
sikap teliti adalah bawaan namun penulis berbeda pendapat dalam hal ini.
42
PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN ALAM: Dasar-Dasar untuk Praktik
Sikap teliti bukanlah bawaan tetapi terbentuk karena pembiasaan. Ketika
kita senantiasa dibiasakan untuk teliti maka kita akan terlatih menjadi orang
yang teliti. Teliti adalah bagian dari sikap ilmiah. Seorang ilmuwan harus
teliti dalam merancang penyelidikan, teliti dalam melaksanakan
penyelidikan, dan teliti dalam menganalisis data.
Pengembangan sikap ilmiah melibatkan proses kognitif dan perilaku
sehingga teori belajar yang terkait adalah teori belajar kognitif dan teori
belajar behavioristik. Sikap memang terkait erat dengan kognisi sebab sikap
seseorang terbentuk dari pemikiran. Menurut Piaget, tahapan
perkembangan kognitif dan tahapan perkembangan moral berjalan
berbarengan (Piaget, 1997). Kunci pengembangan sikap adalah konsistensi
pengondisian. Untuk menumbuhkan sikap ilmiah tidak cukup hanya
dijelaskan. Untuk menumbuhkan sikap ilmiah siswa harus terus menerus
dan konsisten dilatih dan dikondisikan untuk peduli, mengamati dan
bertanya-tanya terhadap objek dan fenomena yang ditemui.
Teori belajar yang cocok untuk mengondisikan adalah teori belajar
conditioning (classical conditioning dan operant conditioning). Classical
conditioning menciptakan kondisi dengan cara mengulang-ulang suatu
perilaku yang diinginkan. Dengan diulang-ulang maka akan tumbuh
kebiasaan. Teori belajar operant conditioning pada hakikatnya juga
menggunakan prinsip pembiasaan hanya saja pembiasaannya diperkuat
dengan menggunakan sesuatu (operant). Operant digunakan sebagai
penghargaan (reward) dan hukuman (punishment) karena manusia secara
alamiah berusaha mendapatkan penghargaan dan menghindari hukuman.
Penghargaan dapat berupa benda maupun non benda. Pujian,
perhatian, dan penghargaan lain yang bersifat psikologis seringkali justru
dapat menciptakan kondisi yang diinginkan dengan lebih kuat. Ketika duduk
di SD pernahkah guru Anda memberikan pertanyaan/quiz dan murid yang
dapat menjawab boleh pulang lebih dulu? Pada saat guru mengajukan
pertanyaan siswa berebut untuk dapat menjawab pertanyaan guru. Pada
hakikatnya bukan “boleh pulang lebih cepat” yang menyebabkan siswa
berebut untuk menjawab sebab seringkali siswa yang sudah boleh pulang
kemudian keluar kelas tetapi tidak langsung pulang melainkan mengintip
dari jendela untuk melihat apa yang terjadi di dalam kelas. Jadi, bukan boleh
pulang pertama yang sebenarnya diinginkan akan tetapi kebanggaan bahwa
hari itu dia yang dapat menjawab pertanyaan pertama itulah yang lebih
penting.
Hukuman adalah salah satu bentuk operant untuk mengondisikan
seseorang. Pada ilustrasi di awal bab, bertanya ke siswi di kelas 7 adalah
hukuman yang mengondisikan siswa kelas 8 tersebut untuk belajar dengan
lebih tekun. Walaupun pada mulanya tujuan dia belajar adalah untuk
PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN ALAM: Dasar-Dasar untuk Praktik 43
menghindari hukuman, tetapi belajar dengan tekun pada ujungnya membuat
dia lebih paham dan berprestasi. Pada dasarnya setiap orang berusaha
menghindari hukuman dan sebaliknya berusaha mendapatkan penghargaan.
Oleh karena itu, pemberian penghargaan terhadap perilaku yang diinginkan
dan pemberian hukuman terhadap perilaku yang tidak diinginkan akan
mengondisikan orang untuk berperilaku sebagaimana yang diinginkan.
Bacaan lanjutan
Sejumlah penelitian dan publikasi telah kami lakukan terkait teori belajar,
terutama konstruktivisme. Silakan baca tulisan berikut.
1. Widodo, A. (2004). Constructivist Oriented Science Classrooms:
The Learning Environment and The Teaching and Learning
Process. Frankfurt: Peter Lang.
2. Widodo, A. (2007). Konstruktivisme dan Pembelajaran Sains.
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. 13(1), 91-105.
44
PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN ALAM: Dasar-Dasar untuk Praktik
BAB IV
PENDEKATAN, MODEL DAN METODE
Seorang guru IPA sedang merencanakan kegiatan pembelajaran
topik perubahan iklim. Topik tersebut bukan hanya sangat
penting untuk diajarkan tetapi juga kontekstual. Beliau bukan
hanya menginginkan agar siswa paham tentang perubahan iklim,
tetapi juga menginginkan agar siswa sadar dan terlibat aktif
dalam usaha pengendalian perubahan iklim. Dari gambaran itu
terlihat bahwa tujuan yang ingin beliau capai mencakup dua area
besar yaitu pengetahuan ilmiah dan sikap ilmiah. Karena area
tujuannya berbeda, beliau berpikir cara yang berbeda untuk
mencapai kedua tujuan tersebut. Beliau mempertimbangkan
beberapa alternatif yang dinilai cocok untuk mencapai tujuan
yang beliau canangkan. Untuk memahamkan siswa tentang
perubahan iklim beliau mempertimbangkan untuk
menugaskan membaca buku dan sumber lainnya serta
menjelaskan materi tersebut. Untuk membuat siswa sadar dan
terlibat dalam usaha pencegahan perubahan iklim beliau berpikir
bahwa siswa harus mendapatkan pengalaman nyata agar dapat
merasakan langsung dampak perubahan iklim. Dengan begitu
diharapkan siswa mau bertindak baik secara individual maupun
kolektif untuk mengurangi laju perubahan iklim.
4.1 Pendekatan pembelajaran
Dari ilustrasi di atas terlihat bahwa tujuan yang ingin dicapai guru mencakup
dua area besar yaitu pengetahuan ilmiah dan sikap ilmiah. Setelah guru
menentukan target/tujuan, langkah berikutnya adalah menentukan cara
untuk mencapai tujuan tersebut (Gambar 4.1). Ketika guru tersebut sedang
memikirkan cara untuk mencapai tujuan, guru belum memikirkan detail
pelaksanaan pembelajaran, misalnya model, metode ataupun media yang
akan digunakan. Pada tahap ini guru lebih fokus pada strategi untuk
mencapai tujuan yang diinginkan atau dengan kata lain guru sedang
memikirkan “pendekatan pembelajaran”. Secara sederhana pendekatan
merupakan strategi untuk mencapai tujuan yang dipilih pada saat
merancang pembelajaran.
Pendekatan berhubungan langsung dengan pencapaian tujuan
sehingga tujuan menjadi penentu pendekatan yang akan dipilih.
Sebagaimana diuraikan di bab 2, IPA mengandung tiga komponen, yaitu
PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN ALAM: Dasar-Dasar untuk Praktik 45
pengetahuan ilmiah, proses ilmiah, dan sikap ilmiah. Oleh karena itu
pembahasan pendekatan juga mengacu pada ketiga komponen tersebut.
Bagaimana cara mencapainya?
Perubahan Membaca? Paham
iklim Dijelaskan? Perubahan iklim
Mengalami langsung? Sadar dan terlibat
Membuat rencana aksi Pencegahan
nyata? perubahan iklim
Gambar 4.1 Proses merancang pembelajaran
4.1.1 Pendekatan untuk menguasai pengetahuan ilmiah
Ada banyak pendekatan dalam pembelajaran tetapi dalam buku ini hanya
akan menyajikan beberapa pendekatan saja yang dinilai cocok untuk
pelajaran IPA dan dapat digunakan guru untuk membantu siswa menguasai
konsep ilmiah.
1. Pendekatan konsep
Salah satu pendekatan yang banyak digunakan yaitu pendekatan
konsep. Pendekatan konsep bermakna guru menggunakan konsep-
konsep yang lain untuk membelajarkan pengetahuan ilmiah yang
dituju. Perubahan iklim misalnya, melibatkan konsep energi, radiasi,
suhu, pola angin, perubahan ekosistem, dan beberapa konsep lain.
Hal ini berarti dalam membelajarkan konsep perubahan iklim, guru
harus membelajarkan semua konsep yang terlibat dengan perubahan
iklim.
2. Pendekatan proses atau pendekatan ilmiah atau pendekatan
proses ilmiah atau pendekatan inkuiri
Sebagaimana diuraikan di bab 2, IPA dikembangkan melalui proses
penyelidikan dengan menggunakan langkah-langkah yang ilmiah
(metode ilmiah) atau dengan kata lain IPA dikembangkan melalui
proses ilmiah. Kegiatan penyelidikan yang dilakukan ilmuwan untuk
mendapatkan dan mengembangkan pengetahuan sering juga disebut
46
PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN ALAM: Dasar-Dasar untuk Praktik
dengan inkuiri. Oleh karena itu, proses kerja ilmiah sebenarnya
adalah juga proses inkuiri.
Pendekatan proses atau pendekatan ilmiah atau pendekatan proses
ilmiah atau pendekatan inkuiri mengandung makna guru
membelajarkan dengan cara siswa melakukan proses penyelidikan.
Sebagaimana disebutkan di awal, konsep perubahan iklim melibatkan
beberapa konsep, misalnya radiasi, suhu, serta beberapa dampak bagi
bumi. Untuk membelajarkan konsep-konsep tersebut, guru dapat
merancang kegiatan yang harus dilakukan siswa sehingga pada
akhirnya siswa memahami konsep tanpa harus dijelaskan.
3. Pendekatan lingkungan
Pendekatan lingkungan mengandung makna guru membelajarkan
pengetahuan ilmiah dengan cara memanfaatkan segala sesuatu yang
ada di lingkungan. Lingkungan sekitar siswa/sekolah bukan hanya
terbatas pada lingkungan dalam pengertian biologi, tetapi lingkungan
dalam pengertian umum. Oleh karena itu, pendekatan lingkungan
pemanfaatannya tidak terbatas hanya untuk membelajarkan konsep
lingkungan.
4. Pendekatan kontekstual
Pengetahuan ilmiah yang akan dibelajarkan seringkali terkait erat
dengan konteks yang ada dalam kehidupan siswa. Pendekatan
kontekstual mengandung arti guru membelajarkan pengetahuan
ilmiah tersebut dengan memanfaatkan konteks tersebut. Kontekstual
tidak selalu berarti bahwa kejadian atau fenomena yang dimaksud
terjadi di sekitar siswa, tetapi kegiatan tersebut bersifat aktual
dengan kondisi saat pembelajaran akan dilaksanakan.
5. Pendekatan terintegratif
Pengetahuan ilmiah pada dasarnya saling berkaitan sama lain.
Keterkaitan tersebut dapat terjadi antar topik dalam satu mata
pelajaran, berbeda mata pelajaran, atau bahkan antara pelajaran
dengan apa yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat.
Melalui pendekatan ini diharapkan pengetahuan yang dimiliki siswa
tidak terkotak-kotak dan terpisah satu sama lain. Pendekatan
integratif juga cocok untuk mengintegrasikan keterampilan
multidisipliner, misalnya keterampilan ilmiah, dan keterampilan
rekayasa.
4.1.2 Pendekatan untuk menguasai proses ilmiah
Sebagaimana diuraikan pada bab sebelumnya, proses ilmiah mencakup
sejumlah keterampilan yang mencakup merumuskan pertanyaan penelitian,
merencanakan penyelidikan, melaksanakan penyelidikan, menganalisis data,
menarik kesimpulan, dan mengomunikasikan hasil. Keterampilan-
PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN ALAM: Dasar-Dasar untuk Praktik 47
keterampilan tersebut dapat saja dikembangkan secara terpisah namun akan
lebih bermakna apabila dikembangkan sekaligus secara utuh dengan
menjalankan proses ilmiah. Untuk dapat menguasai proses tentu siswa harus
melakukan langkah-langkah kegiatan ilmiah tersebut sehingga pendekatan
pembelajaran yang paling sesuai adalah pendekatan proses. Pendekatan
proses sering juga disebut pendekatan ilmiah, pendekatan proses ilmiah,
atau pendekatan inkuiri sebagaimana diuraikan sebelumnya. Dalam
pendekatan proses siswa mencapai tujuan dengan menjalani proses. Artinya
siswa harus mengalami setiap tahapan proses dari tahap merumuskan
pertanyaan penelitian sampai mengomunikasikan hasil.
4.1.3 Pendekatan untuk menumbuhkan sikap ilmiah
Sikap akan lebih mudah terbentuk apabila siswa mengalami langsung dan
merasakan sendiri. Menonton melalui video mungkin dapat menumbuhkan
sikap namun tidak akan sebaik mengalami langsung. Mungkin Anda pernah
menonton video “lucu” orang-orang yang mengalami kecelakaan, misal
terpeleset, jatuh atau terguling. Penulis tidak yakin Anda akan
menganggapnya lucu apabila Anda berada di tempat tersebut dan
menyaksikan apa yang terjadi. Justru sebaliknya, Anda mungkin akan
kasihan dan menolongnya. Untuk memberikan pengalaman langsung
sehingga siswa dapat ikut merasakan apa yang terjadi, guru dapat
menggunakan pendekatan proses sebagaimana telah diuraikan atau
pengalaman langsung (experiential learning). Misalnya, untuk topik
perubahan iklim siswa dapat diminta mengunjungi daerah yang terdampak
perubahan iklim sehingga merasakan sendiri dampak yang ditimbulkan.
4.2 Model pembelajaran
Apabila guru telah menetapkan pendekatan yang akan digunakan, langkah
selanjutnya adalah memilih model pembelajaran yang sesuai. Pendekatan
pembelajaran lebih terkait pada “bagaimana strateginya” sedangkan model
sudah berbicara tentang bagaimana langkah-langkahnya. Model
pembelajaran akan menjadi kerangka dasar pelaksanaan pembelajaran. Dari
Gambar 4.1 misalnya, ada dua tujuan besar yang ingin dicapai guru. Tujuan
pertama merupakan ranah pengetahuan ilmiah sedangkan tujuan kedua
sesungguhnya merupakan gabungan dari ketiga ranah secara utuh yaitu
pengetahuan ilmiah, proses ilmiah, dan sikap ilmiah. Setiap ranah tujuan
memiliki karakteristik yang berbeda sehingga diperlukan model
pembelajaran yang berbeda (Gambar 4.2).
48
PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN ALAM: Dasar-Dasar untuk Praktik
Model untuk kognitif Paham perubahan
iklim
Perubahan
iklim Sadar dan terlibat
pencegahan
Model untuk sikap terintegrasi
perubahan iklim
Gambar 4.2 Penentuan model pembelajaran
Tujuan pendidikan adalah membelajarkan (bukan sekedar mengajar).
Oleh karena itu, pembahasan buku ini hanya fokus pada model
pembelajaran, bukan pada model mengajar. Penulis mendefinisikan model
pembelajaran sebagai tata urutan logis untuk membelajarkan siswa
sedangkan model mengajar adalah tata urutan mengajar yang dilakukan
guru. Walaupun mengajar tentu bermaksud untuk membelajarkan namun
perspektifnya lebih dilihat dari apa yang dilakukan guru, bukan apa yang
terjadi pada siswa. Model pembelajaran di dalamnya tentu mencakup juga
apa yang dilakukan guru dalam mengajar namun dalam model pembelajaran
tahapan mengajar muncul sebagai konsekuensi dari tahapan siswa belajar.
Pada saat kita mengobservasi pembelajaran kita dapat mengamati
perilaku guru dan perilaku siswa, tetapi kita tidak dapat mengamati apa yang
terjadi di otak guru dan di otak siswa. Sebagaimana diuraikan pada
pembahasan tentang teori belajar (terutama teori belajar kognitif), proses
belajar tidak dapat diobservasi karena terjadi di otak. Oleh karena itu, ketika
kita mengobservasi proses pembelajaran kita hanya mengamati interaksi
yang terlihat yaitu perilaku guru dan perilaku siswa. Belajar sebagai proses
yang tidak terlihat tidak dapat kita amati, demikian juga pikiran yang
melandasi tindakan guru dalam mengajar. Dari penjelasan ini, dapat
disimpulkan bahwa dalam proses pembelajaran ada dua proses yang
berlangsung paralel, yang satu dapat diamati dan satu lagi tidak dapat
diamati. Proses yang dapat diamati adalah perilaku guru dan perilaku siswa
sedangkan proses yang tidak dapat diamati adalah proses yang terjadi di otak
guru dan di otak siswa. Oser dan Patry (1990) menggunakan istilah
“Sichtstruktur” (struktur pembelajaran yang terlihat) untuk interaksi yang
terlihat dan “Basisstruktur” (struktur dasar) untuk tahapan pembelajaran
yang tidak terlihat. Dalam buku ini penulis menggunakan istilah struktur
luar untuk perilaku yang dapat diamati dan struktur dalam untuk proses
di otak yang tidak dapat diamati (Gambar 4.3).
PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN ALAM: Dasar-Dasar untuk Praktik 49
Gambar 4.3 Struktur sebuah pembelajaran
Dari Gambar 4.3 terlihat bahwa pada setiap tahapan model
pembelajaran melibatkan struktur dan luar struktur dalam. Keterkaitan
antara struktur dalam dan struktur luar dapat digambarkan sebagai berikut.
1. Guru berpikir tentang pikiran/ide/pemahaman yang dimiliki siswa.
Berdasarkan hal tersebut guru memikirkan kegiatan yang dinilai
dapat membantu siswa belajar.
2. Berdasarkan pemikiran yang dimiliki selanjutnya guru melakukan
suatu tindakan
3. Tindakan pembelajaran yang dilakukan guru selanjutnya memicu
proses belajar di otak siswa.
4. Apa yang terjadi di otak siswa akan menghasilkan respon tertentu
terhadap tindakan guru
5. Respon yang diberikan siswa akan membuat guru berpikir tentang
langkah selanjutnya yang perlu dilakukan.
Dalam pembelajaran, proses 1 - 5 terus berlangsung secara berulang hingga
pembelajaran berakhir.
Dalam sebuah model pembelajaran, struktur luar sesungguhnya tidak
terlalu penting sebab struktur luar dapat berbeda sekalipun struktur
dalamnya sama. Dua orang guru yang menggunakan satu model dengan
struktur dalam yang sama, tidak mungkin akan menghasilkan struktur luar
yang sama. Sekalipun seorang guru yang menggunakan struktur dalam yang
sama namun apabila mengajar di kelas yang berbeda akan memunculkan
struktur luar yang berbeda. Oleh karena itu, struktur dalamlah yang
sesungguhnya merupakan bagian esensial dari sebuah model pembelajaran.
Dari struktur dalam sebuah model, pikiran siswalah yang lebih penting
karena model pembelajaran pada hakikatnya adalah untuk siswa. Tata
50
PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN ALAM: Dasar-Dasar untuk Praktik
urutan untuk membangun pikiran siswa haruslah logis dan sesuai dengan
prinsip keilmuan, misalnya teori belajar.
Dari uraian yang telah disampaikan, nama model dan nama tahapan
model pembelajaran sesungguhnya tidak terlalu penting. Bagian yang paling
penting dari sebuah model pembelajaran adalah tata urutan yang ada dalam
pikiran siswa. Oleh karena itu, penilaian utama sebuah model adalah tata
urutan pikiran siswa. Dengan menggunakan kriteria ini, maka apapun yang
tidak memiliki struktur dalam, terutama urutan logis tentang apa yang
terjadi pada pikiran siswa, tidak dikategorikan sebagai model pembelajaran.
Semua model pembelajaran pada dasarnya dirancang untuk
membantu siswa mencapai tujuan, misalnya menguasai pengetahuan ilmiah.
Oleh karena itu, sebuah model pembelajaran sesungguhnya berbicara
tentang tahapan yang terjadi di otak siswa, bukan tahapan mengajar.
Tahapan mengajar (struktur luar) hanyalah konsekuensi dari struktur dalam.
Sebuah model memiliki tahapan tertentu yang dipandang merupakan
tahapan yang paling logis untuk terjadinya proses belajar sehingga mencapai
tujuan. Ukuran logis pada model pembelajaran didasarkan pada teori belajar
atau logika pengembang model. Sebagaimana dijelaskan pada pembahasan
tentang teori belajar, setiap teori belajar memberikan penjelasan tentang
bagaimana proses belajar berlangsung. Dari satu teori belajar dapat
dikembangkan satu atau beberapa model tergantung dari penafsiran
pengembang model. Sebagai ilustrasi, berikut digambarkan beberapa model
yang sama-sama dikembangkan dari teori konstruktivisme. Salah satu model
pembelajaran yang didasarkan pada konstruktivisme adalah Learning Cycle
(Lawson, Abraham, & Renner, 1989) yang terdiri dari tiga tahap yaitu
eksplorasi, pengenalan istilah, dan aplikasi konsep. Walaupun sama-sama
didasarkan pada teori konstruktivisme, Driver (1989) mengusulkan model
dengan empat tahapan yaitu orientasi, pengaktifan ide, restrukturisasi ide,
aplikasi ide, dan review perubahan ide. Perbedaan model dan tahapan yang
diusulkan memang dimungkinkan karena kedua model tersebut sama-sama
logis dan sejalan dengan konstruktivisme. Dalam literatur masih ada lagi
beberapa model pembelajaran yang didasarkan pada teori konstruktivisme,
misalnya Widodo (2004). Berdasarkan kriteria di atas, berikut disajikan
beberapa model pembelajaran yang cocok untuk pembelajaran IPA.
4.2.1 Model pembelajaran untuk menguasai pengetahuan ilmiah
Ada sejumlah model pembelajaran yang didasarkan pada teori belajar
kognitif yang dapat digunakan untuk membelajarkan pengetahuan ilmiah.
1. Model pembelajaran berbasis Teori Bruner
Selama hidup Anda, adakah pengetahuan yang telah Anda temukan
sendiri? Kemungkinan besar Anda memiliki beberapa pengetahuan
PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN ALAM: Dasar-Dasar untuk Praktik 51
yang Anda temukan sendiri, baik itu hal yang sederhana atau bahkan
sangat berharga. Mungkin Anda tidak menyadarinya namun
pengetahuan yang Anda temukan sendiri pada umumnya berkesan
sehingga tidak mudah terlupakan. Sebagaimana diuraikan di bab 3,
Bruner menyatakan bahwa belajar akan bermakna apabila anak
menemukan sendiri (to discover) konsep yang dipelajari, bukan
dijelaskan oleh guru. Pembelajaran dengan mengondisikan anak
untuk menemukan sendiri konsep sering disebut discovery learning.
Agar siswa menemukan tentu siswa harus melakukan proses
penyelidikan. Tanpa melakukan suatu kegiatan penyelidikan tentu
tidak mungkin menemukan sesuatu. Tahapan discovery learning
kurang lebih sebagai berikut (Gambar 4.4).
Struktur dalam siswa Tahapan Struktur dalam guru
Ingin tahu dan Orientasi Memunculkan kondisi
bertanya-tanya tentang yang memancing rasa
fenomena yang ditemui
ingin tahu siswa
Memikirkan bukti Pengumpulan Merancang dan
untuk menjawab data membimbing
penyelidikan
pertanyaan
Menganalisis Analisis data Membimbing
kesesuaian bukti pemaknaan hasil
dengan pertanyaan
Merumuskan Generalisasi Membimbing
temuan berdasarkan penyimpulan hasil
bukti
Gambar 4.4 Model pembelajaran penemuan
Di akhir proses pembelajaran siswa diharapkan dapat menemukan
sendiri konsep yang harus dipelajari. Karena konsep tersebut
ditemukan sendiri diharapkan konsep tersebut lebih bermakna dan
tidak mudah terlupakan.
2. Model pembelajaran berbasis Teori Ausubel
Model pembelajaran berbasis Teori Ausubel relatif tidak terlalu
populer, namun penggunaan peta konsep yang juga diturunkan dari
52
PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN ALAM: Dasar-Dasar untuk Praktik
Teori Ausubel banyak dikenal dan digunakan. Teori Ausubel tidak
secara khusus merekomendasikan model belajar tertentu, tetapi
secara umum Teori Ausubel menyatakan bahwa di awal pembelajaran
siswa harus berusaha mengaktifkan pengetahuan yang dimiliki dan
mengaitkan dengan informasi yang diberikan oleh guru kemudian
diakhiri dengan menguatkan keterkaitan antar konsep.
Agar siswa mengaktifkan pengetahuan awal yang dimiliki dan
agar siswa lebih terarah dalam mengonstruksi pengetahuan, sebelum
menyampaikan informasi guru harus membantu siswa mengorganisir
pikirannya atau dikenal dengan istilah pemberian advance
organizers. Tahapan model pembelajaran berbasis Teori Ausubel
mencakup tahap sebagai berikut (Gambar 4.5).
Struktur dalam siswa Tahapan Struktur dalam guru
Mengaktifkan Advance Memberikan arahan
pengetahuan yang telah organizer untuk membantu siswa
dimiliki belajar
Menggabungkan informasi Presentasi Menyajikan materi
baru dengan struktur
pengetahuan yang telah
dimiliki
Menata struktur Penguatan Mengarahkan siswa
pengetahuan baru membangun hubungan
antar konsep
Gambar 4.5 Model pembelajaran berbasis Teori Ausubel
Pada tahap terakhir model pembelajaran, peta konsep dapat berperan
penting untuk membantu siswa memperjelas keterkaitan antar
konsep. Pada tahap ini siswa dapat diminta membuat peta konsep
untuk merepresentasikan apa yang telah dipelajari. Perlu
diperhatikan bahwa peta konsep bukanlah pendekatan pembelajaran,
model pembelajaran, maupun media pembelajaran sebab peta
konsep merupakan representasi keterkaitan konsep yang dimiliki
seseorang.
PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN ALAM: Dasar-Dasar untuk Praktik 53
3. Model pembelajaran berbasis Teori Gagne
Sebagaimana diuraikan pada pembahasan tentang teori belajar,
beberapa bagian dari Teori Gagne banyak diterapkan dalam
pelaksanaan pembelajaran di Indonesia (Gambar 4.6).
Struktur dalam siswa Tahapan Struktur dalam guru
Memfokuskan pikiran model Menarik perhatian
Perhatian
Menetapkan target tujuan Tujuan Mengomunikasikan
yang harus dicapai tujuan
Mengaktifkan Pengetahuan Mengaktifkan
pengetahuan yang telah awal pengetahuan awal
dimiliki
Memilih dan memilah Stimulus Menyajikan informasi
informasi yang diterima
Menata informasi dan Bimbingan Memberikan
menyimpan dalam bimbingan dalam
mempelajari konsep
memori jangka panjang
Melatih pengetahuan yang Latihan Melatih konsep yang
baru baru dipelajari
Memperbaiki konstruksi Umpan balik Memberikan masukan
pengetahuan yang baru hasil latihan
Menilai kesesuaian Asesmen Menilai hasil belajar
pencapaian dengan tujuan
Menggunakan Transfer Penguatan dan
pengetahuan yang baru transfer pada bidang
pada konteks yang lain
berbeda
Gambar 4.6 Model pembelajaran berbasis teori Gagne
54
PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN ALAM: Dasar-Dasar untuk Praktik
Dalam melaksanakan pembelajaran guru diajurkan untuk mengikuti
langkah-langkah tertentu dalam membuka dan menutup pelajaran.
Dalam membuka pelajaran misalnya, guru perlu menarik perhatian,
memotivasi, mengaitkan dengan materi sebelumnya, dan
mengomunikasikan tujuan yang keempatnya sesungguhnya diambil
dari Teori Gagne. Demikian juga dengan tahap menutup pelajaran
(mengevaluasi, memberikan umpan balik, dan memberikan tugas)
pada dasarnya juga diambil dari Teori Gagne.
4. Model pembelajaran berbasis Teori Dewey
Sebagaimana dibahas pada bab 3, Dewey sangat menekankan
pentingnya pengalaman langsung karena mengalami langsung
memberikan pelajaran yang utuh dan bermakna. Beberapa orang
menggunakan istilah “learning by doing” untuk menggambarkan
perlunya mengalami dalam belajar. Dengan menggabungkan ide
Dewey dan beberapa tokoh lain, Kolb (2015) mengembangkan
experiential learning (belajar dengan mengalami langsung). Kolb
mendefinisikan experiential learning sebagai satu bentuk belajar dari
pengalaman nyata sehingga siswa memiliki pengalaman berinteraksi
langsung dengan apa yang dipelajarinya. Model pembelajaran
experiential learning terdiri dari empat tahapan (Gambar 4.7).
Struktur dalam siswa Tahapan Struktur dalam guru
Memikirkan situasi model Menyajikan pengalaman
yang menuntut berpikir
yang dialami Pengalaman
nyata
Mengaitkan Observasi Membantu siswa
pengalaman yang reflektif memaknai situasi
telah dimiliki dengan dengan pengalaman yang
situasi yang ada
telah dimiliki
Membangun konsep Konseptual- Membantu siswa
isasi mengidentifikasi
pelajaran yang dipetik
Mengimplementasi- Eksperimen- Menyajikan konteks baru
kan konsep yang baru tasi untuk
dipelajari dalam mengimplementasikan
konteks baru konsep yang baru
Gambar 4.7 Model pembelajaran experiential learning
PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN ALAM: Dasar-Dasar untuk Praktik 55
Sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 4.7, Experiential
learning yang terdiri dari tahap 1) perolehan pengalaman nyata, 2)
Observasi reflektif, 3) Konseptualisasi, dan 4) Eksperimentasi
sesungguhnya merupakan suatu siklus belajar yang berhubungan erat
dengan inkuiri dan problem solving. Pengalaman yang diperoleh
melalui experiential learning akan mendorong siswa untuk
melakukan inkuiri dan problem solving.
5. Model-model pembelajaran berbasis Teori Piaget dan
konstruktivisme
Sebagaimana disampaikan di bab 3, Teori Piaget banyak dipandang
sebagai cikal bakal teori konstruktivisme. Teori Piaget tidak secara
khusus menyajikan model pembelajaran. Oleh karena itu,
pembahasan tentang model pembelajaran menurut Teori Piaget dan
konstruktivisme disatukan.
Sebagaimana telah disebutkan di awal bab, dalam literatur
tentang model-model pembelajaran berbasis konstruktivisme
terdapat beberapa versi tahapan model, walaupun ada beberapa
kemiripan (Tabel 4.1).
Tabel 4.1 Perbandingan beberapa model pembelajaran berbasis
konstruktivisme
Contact strategy Constructivist Learning cycle Constructivist
(Biemans & Simons, teaching (Lawson et al., Teaching
1999) sequence (Driver, 1989) Sequences
1989) (Widodo, 2004)
1. Mencari konsepsi 1. Orientasi 1. Eksplorasi 1. Pendahuluan
2. Eksplorasi
yang dimiliki 2. Elisitasi 2. Pengenalan 3. Restrukturi-
2. Membandingkan 3. Restrukturi- istilah sasi
4. Aplikasi
konsepsi awal sasi 3. Penerapan 5. Review
dengan informasi 4. Penerapan ide konsep
baru 5. Review
3. Memformula- perubahan ide
sikan konsepsi
baru
4. Menerapkan
konsepsi baru
5. Mengevaluasi
konsepsi baru
Dari Gambar 4.1 terlihat bahwa sekalipun ada perbedaan jumlah
tahapan dari setiap model akan tetapi secara umum esensi dari keseluruhan
56
PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN ALAM: Dasar-Dasar untuk Praktik
model tersebut sama. Beberapa model memberikan tambahan tahapan
untuk lebih mengelaborasi atau lebih menekan pentingnya suatu kondisi
untuk belajar. Sebagaimana disampaikan pada pembahasan tentang
konstruktivisme, ciri utama model pembelajaran konstruktivisme adalah
pemanfaatan pengetahuan awal siswa. Oleh karena itu, pengetahuan awal
siswa perlu dieksplorasi untuk selanjutnya direstrukturisasi. Apabila telah
berhasil direstrukturisasi, pengetahuan baru tersebut selanjutnya dicoba
untuk diaplikasikan. Beberapa model memasukkan tahap review sedangkan
sebagian lain tidak. Berikut disajikan salah satu model pembelajaran
konstruktivisme (Gambar 4.8) yang dikembangkan oleh Widodo (2004).
Struktur dalam siswa Tahapan Struktur dalam guru
Menyiapkan pikiran model Mengondisikan siswa
untuk belajar Pendahuluan untuk belajar
Mengaktifkan Eksplorasi Menggali pengetahuan
pengetahuan awal awal siswa
yang telah dimiliki
Menata pengetahuan Restrukturisasi Memberikan
awal menjadi informasi untuk
konstruksi baru membangun
pengetahuan
Menerapkan Aplikasi Mengondisikan siswa
pengetahuan yang menerapkan konsep
baru
Menilai ketepatan Review Mendorong siswa
pengetahuan yang melakukan refleksi
baru
Gambar 4.8 Model pembelajaran konstruktivisme
4.2.2 Model pembelajaran untuk menguasai proses ilmiah
Cara terbaik untuk menguasai keterampilan proses ilmiah adalah
dengan melakukan proses ilmiah. Ada beberapa model pembelajaran yang
cocok untuk membelajarkan proses ilmiah. Pada bagian ini disajikan tiga
model pembelajaran yaitu: 1) model pembelajaran inkuiri, 2) model
PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN ALAM: Dasar-Dasar untuk Praktik 57
pembelajaran pemecahan masalah, dan 3) model pembelajaran berbasis
teori belajar sosial.
1. Model pembelajaran inkuiri
Sebagaimana dijelaskan pada bab sebelumnya, proses ilmiah
melibatkan proses kognitif dan keterampilan motorik. Meskipun
demikian, model pembelajaran untuk mengembangkan penguasaan
proses memiliki karakteristik yang berbeda dengan model
pembelajaran untuk pengembangan pengetahuan ilmiah. Aspek
kognitif pada proses ilmiah merupakan bagian dari proses ilmiah
sehingga pengembangannya sebaiknya dilakukan secara terintegrasi.
Model pembelajaran yang cocok untuk mengembangkan kemampuan
proses ilmiah tentunya model yang sama dengan langkah-langkah
metode ilmiah atau langkah-langkah inkuiri.
Proses penyelidikan ilmiah sering juga disebut inkuiri
(inquiry). Oleh karena itu, penyelidikan ilmiah dan inkuiri ilmiah
adalah dua istilah yang merujuk pada kegiatan yang sama. Karena
penyelidikan ilmiah dan inkuiri ilmiah adalah hal yang sama maka
metode yang digunakan dalam penyelidikan ilmiah dan inkuiri
adalah sama, yaitu metode ilmiah.
Kegiatan ilmuwan melakukan penyelidikan adalah kegiatan
inkuiri yang sesungguhnya sedangkan kegiatan inkuiri yang
dilakukan siswa adalah “inkuiri latihan” yang tujuannya melatih
siswa agar dapat melakukan inkuiri. Karena yang dilakukan siswa
adalah “latihan”, maka penekanannya adalah untuk melatihkan
keterampilan bekerja ilmiah, bukan untuk menghasilkan temuan.
Meskipun demikian, mungkin saja inkuiri yang dilakukan siswa
menghasilkan temuan penting.
Tidak seperti inkuiri yang dilakukan oleh ilmuwan yang tema
penelitiannya sangat bebas dan beragam serta tidak memerlukan
bantuan pembimbing, “inkuiri latihan” yang dilakukan siswa pada
umumnya dilakukan pada tema yang sudah diarahkan guru serta
pelaksanaannya juga dibimbing oleh guru atau pihak lain. Pola dasar
model pembelajaran inkuiri dapat dilihat pada Gambar 4.9. Dari
gambar tersebut pembelajaran inkuiri dimulai dari merumuskan
pertanyaan yang akan diteliti dan diakhiri dengan implementasi
kemampuan inkuri. Penulis secara khusus memasukkan tahap
“implementasi keterampilan inkuiri” untuk menegaskan bahwa
tujuan akhir model pembelajaran inkuiri adalah pengembangan
keterampilan inkuiri siswa.
58
PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN ALAM: Dasar-Dasar untuk Praktik
Struktur dalam siswa Tahapan model Struktur dalam guru
Memikirkan dan bertanya- Merumuskan Memunculkan kondisi
tanya tentang suatu pertanyaan yang menimbulkan
fenomena kemudian penelitian rasa ingin tahu siswa
menentukan pertanyaan
yang akan dicari tahu
jawabannya
Merencanakan langkah- Merencanakan Mengarahkan
langkah untuk menjawab penyelidikan rancangan penelitian
akan dilakukan siswa
pertanyaan yang ingin
diketahui jawabannya
Mengumpulkan bukti yang Melaksanakan Membimbing siswa
dibutuhkan untuk penyelidikan melaksanakan
menjawab pertanyaan penyelidikan dan
pengambilan data
Menganalisis kesesuaian Menganalisis Mengarahkan cara
bukti yang diperoleh data memaknai bukti yang
dengan pertanyaan
diperoleh siswa
Membuat kesimpulan Menarik Membantu
berdasarkan bukti yang kesimpulan menemukan pola dan
keterkaitan data yang
diperoleh
dimiliki siswa
Mengomunikasikan hasil Mengomuni- Membimbing bentuk
yang diperoleh kasikan hasil dan cara penyajian
hasil
Menggunakan Implementasi Memunculkan
keterampilan inkuiri keterampilan permasalahan baru
untuk menguatkan
inkuiri keterampilan inkuiri
yang telah dipelajari
Gambar 4.9 Model pembelajaran inkuiri
Berdasarkan sifat permasalahan yang diteliti dan tingkat
bimbingan yang diberikan, “inkuiri latihan” di sekolah dapat
dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu inkuiri terstruktur,
inkuiri terbimbing dan inkuiri bebas. Beberapa orang memasukkan
PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN ALAM: Dasar-Dasar untuk Praktik 59
“inkuiri konfirmasi” (confirmation inquiry) sebagai kategori keempat
akan tetapi penulis sengaja tidak memasukkan inkuiri konfirmasi
karena dalam inkuiri konfirmasi siswa hanya sekedar menjalankan
kegiatan penyelidikan tanpa berpikir tentang permasalahan dan
bagaimana menelitinya. Oleh karena itu, inkuiri konfirmasi penulis
nilai hanya sebagai praktikum biasa, bukan inkuiri.
• Pada inkuiri terstruktur siswa diberi permasalahan yang
harus diteliti dan juga dibantu dalam merumuskan langkah-
langkah penelitiannya namun hasil inkuiri sama-sama belum
diketahui. Inkuiri terstruktur termasuk salah satu “inkuiri
latihan” yang cocok dilakukan siswa yang belum pernah
melakukan “inkuiri latihan”.
• Pada inkuiri terbimbing siswa ditunjukkan permasalahan
yang harus diteliti tetapi siswa tidak dibantu terkait
bagaimana menelitinya. Siswa harus mengembangkan
sendiri langkah-langkah penelitian. Hasil inkuiri sama-sama
belum diketahui oleh siswa maupun guru. Inkuiri terbimbing
cocok dilakukan apabila siswa sudah terbiasa berlatih
inkuiri.
• Pada inkuiri terbuka siswa tidak diberi arahan terkait
permasalahan maupun metode penelitiannya. Karena
permasalahan bersifat terbuka siswa dapat melakukan
penyelidikan sesuai minat masing-masing. Sekalipun bersifat
terbuka tetapi siswa tetap mendapat bimbingan.
Sekali lagi perlu ditekankan bahwa ketiga inkuiri tersebut
tetaplah “inkuiri latihan” yang tujuannya untuk mengembangkan
kemampuan proses ilmiah siswa. Inkuiri yang sesungguhnya adalah
inkuiri yang dilakukan ilmuwan. Inkuiri yang dilakukan siswa
sesungguhnya adalah “inkuiri latihan” yang bertujuan untuk melatih
kemampuan berinkuiri, oleh karena itu setelah menyelesaikan satu
proses inkuiri sebaiknya disajikan permasalahan baru sehingga siswa
dapat mengimplementasikan kemampuan inkuiri yang telah
dipelajarinya.
2. Model pembelajaran pemecahan masalah
Sebagaimana disampaikan pada pembahasan tentang Teori Gagne,
selain mengemukakan tentang sembilan tahapan belajar, Gagne juga
mengemukakan delapan tingkatan belajar. Tingkatan belajar yang
paling tinggi adalah belajar pemecahan masalah. Belajar pemecahan
masalah tujuan utamanya bukan untuk memecahkan masalah yang
sedang dihadapi, tetapi mempelajari keterampilan memecahkan
60
PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN ALAM: Dasar-Dasar untuk Praktik
masalah sehingga apabila menghadapi masalah baru siswa dapat
memecahkannya. Belajar memecahkan masalah pada hakikatnya
mirip dengan belajar berinkuiri. Tujuan utamanya bukan
terpecahkannya masalah tetapi tumbuhnya kemampuan
memecahkan masalah. Oleh karena itu, untuk melatihkan
keterampilan memecahkan masalah hendaknya menggunakan
masalahan yang dapat dipecahkan siswa, bukan masalah yang harus
dipecahkan orang dewasa atau ahli. Tugas memecahkan masalah
banjir misalnya, tidak cocok diberikan ke siswa karena bukan
kapasitas mereka untuk memecahkannya. Jangankan siswa, ahli dan
pemerintah saja masih kesulitan memecahkannya.
Permasalahan untuk inkuiri berbeda dengan permasalahan
untuk pemecahan masalah. Berikut ilustrasi perbedaan antara
keduanya. Seorang anak memperhatikan bahwa lebah yang
dipelihara di rumahnya tidak pernah salah masuk ke sarang lebah
lain yang letaknya berdampingan. Dia betul-betul penasaran
bagaimana lebah tersebut mengenali sarangnya sehingga dia
menukar posisi sarang lebah tersebut. Ketika dia amati ternyata lebah
tetap dapat menemukan sarangnya walaupun pada mulanya sempat
hampir salah masuk. Selain permasalahan lebah, anak tersebut juga
sering mengamati kerupuk yang melempem (tidak renyah lagi). Dia
mengamati kerupuk yang dibiarkan tergeletak di meja tidak lagi
renyah. Dia ingin agar kerupuk yang tergeletak di meja tetap renyah
walaupun dibiarkan semalaman. Dia mencoba beberapa cara namun
hingga saat ini belum berhasil.
Permasalahan tentang lebah yang tidak tersesat berbeda
dengan masalah kerupuk yang melempem. Permasalahan tentang
lebah yang tidak tersesat bukanlah masalah yang akan menimbulkan
kerugian apabila tidak dipecahkan. Permasalahan tersebut lebih
bersifat keingintahuan. Sebaliknya, permasalahan terkait kerupuk
yang melempem akan menjadi masalah yang merugikan apabila tidak
dipecahkan sebab kerupuk yang seharusnya renyah menjadi
melempem dan kurang nikmat untuk dimakan. Berdasarkan uraian
ini dapat disimpulkan bahwa permasalahan pada inkuiri tidak
menimbulkan kerugian sedangkan masalah dalam problem solving
akan merugikan apabila tidak dipecahkan. Berikut tahapan model
pembelajaran pemecahan masalah (Gambar 4.10).
PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN ALAM: Dasar-Dasar untuk Praktik 61
Struktur dalam siswa Tahapan model Struktur dalam guru
Memikirkan kondisi Identifikasi Memunculkan
yang tidak sesuai masalah permasalahan yang
dengan harapan
akan dipecahkan
sehingga harus dicari
pemecahannya
Mengidentifikasi Merumuskan Membantu
sumber permasalahan masalah memfokuskan
permasalahan
Menyusun langkah- Merencanakan Mengarahkan
langkah untuk penyelidikan rancangan penelitian
akan dilakukan siswa
mengumpulkan bukti
Mengumpulkan bukti Melaksanakan Membimbing siswa
penyelidikan melaksanakan
penyelidikan dan
pengambilan data
Menganalisis Menganalisis Mengarahkan cara
kesesuaian bukti yang data memaknai bukti yang
diperoleh dengan diperoleh siswa
permasalahan
Membuat kesimpulan Menarik Membantu
berdasarkan bukti kesimpulan menemukan pola dan
yang diperoleh keterkaitan data yang
dimiliki siswa dan
Menggunakan implementasi Memunculkan
keterampilan masalah baru untuk
pemecahan masalah
yang telah dipelajari menguatkan
kemampuan
memecahkan masalah
yang telah dipelajari
Gambar 4.10 Model pembelajaran pemecahan masalah
62
PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN ALAM: Dasar-Dasar untuk Praktik
Model pembelajaran inkuiri dan model pembelajaran
pemecahan masalah memiliki beberapa kemiripan dalam tahapan
pelaksanaan, tetapi keduanya berbeda dalam tujuan. Model
pembelajaran inkuiri dirancang untuk melatih siswa bertindak
seperti ilmuwan sehingga dapat menemukan pengetahuan baru
sedangkan model pembelajaran pemecahan masalah dirancang untuk
melatih siswa memecahkan masalah. Permasalahan yang dikaji
melalui model pemecahan masalah merupakan suatu kondisi yang
dapat menimbulkan kerugian atau bahaya sedangkan permasalahan
dalam inkuiri merupakan sesuatu yang belum diketahui dan ingin
diketahui.
Sebagaimana telah disampaikan sebelumnya, tujuan model
pembelajaran pemecahan masalah adalah untuk melatih siswa
memecahkan masalah sehingga keterampilan memecahkan masalah
merupakan hasil belajarnya. Oleh karena itu, setelah siswa berlatih
memecahkan satu masalah sebaiknya siswa diberikan permasalahan
lain untuk mengimplementasikan keterampilan memecahkan
masalah yang telah dipelajarinya. Permasalahan yang digunakan
sebaiknya permasalahan yang berbeda sehingga betul-betul terlihat
penggunaan keterampilan memecahkan masalah.
3. Model pembelajaran teori belajar sosial
Sebagaimana diuraikan pada pembahasan tentang teori belajar, salah
satu teori belajar yang cocok untuk pengembangan keterampilan
adalah teori belajar sosial. Teori Belajar sosial yang dikembangkan
oleh Bandura (1977) ini menekankan pada belajar melalui kegiatan
mengamati dan kemudian menirukan, sehingga cocok untuk
membelajarkan keterampilan.
Dalam IPA banyak keterampilan dasar bekerja di
laboratorium yang bersifat motorik yang perlu dikuasai siswa,
misalnya mengukur, menimbang, merangkai alat, menggunakan alat,
dan merawat alat. Keterampilan-keterampilan dasar tersebut sangat
penting untuk menunjang pelaksanaan penyelidikan. Dalam
membelajarkan keterampilan-keterampilan tersebut biasanya guru
mendemonstrasikan dan setelah itu siswa mencoba sendiri di bawah
pengawasan guru. Tahapan model pembelajaran yang didasarkan
pada teori belajar sosial dapat dilihat pada gambar berikut (Gambar
4.11).
PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN ALAM: Dasar-Dasar untuk Praktik 63
Struktur dalam siswa Tahapan Struktur dalam guru
Memperhatikan model Menunjukkan
fenomena yang fenomena atau
ditemui Perhatian perilaku
Menyimpan dalam Retensi Memberikan petunjuk
memori untuk membantu
mengingat
Menggunakan Mencoba Membimbing siswa
informasi dalam dalam usaha mencoba
memori untuk
mencoba
Terbentuk motivasi Motivasi (atau Menjaga motivasi
atau berkurang demotivasi)
motivasi
Gambar 4.11 Model pembelajaran berbasis teori belajar sosial
Menurut teori belajar sosial, seseorang dapat bertambah
motivasinya atau sebaliknya hilang motivasinya karena faktor
keberhasilan atau kegagalan. Seorang anak yang sudah berulang kali
mencoba tetapi selalu gagal dapat hilang motivasinya dan tidak mau
lagi mencoba. Sebaliknya, seorang anak yang berhasil pada saat
mencoba akan bertambah motivasinya sehingga dia terus
berkembang menekuninya. Oleh karena itu, dalam menggunakan
model pembelajaran ini guru hendaknya menjaga agar siswa
merasakan keberhasilan sehingga tumbuh motivasi.
4.2.3 Model pembelajaran untuk menguasai sikap ilmiah
Sikap ilmiah kurang bermakna apabila dikembangkan secara terpisah dari
pengembangan proses dan pengetahuan ilmiah. Rasa ingin tahu misalnya,
tidak cukup hanya dilakukan dengan menasehati siswa untuk “peduli, selalu
bertanya-tanya dan ingin tahu” tentang alam. Rasa ingin tahu tidak hanya
muncul di awal saja. Boleh jadi ketika siswa sedang merancang percobaan
muncul rasa ingin tahu tentang hal lain, boleh jadi juga ketika sedang
melaksanakan percobaan, ataupun pada tahapan yang lain. Oleh karena itu,
pengembangan sikap ilmiah sebaiknya memang dilakukan secara
terintegrasi dengan pengembangan proses ilmiah (Gambar 4.12).
64
PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN ALAM: Dasar-Dasar untuk Praktik
Struktur dalam siswa dengan Tahapan Struktur dalam guru dengan
model tambahan sikap ilmiah
tambahan sikap ilmiah
Merumus- Memunculkan Menanamkan
Menyadari Memikirkan kan kondisi yang pentingnya
pentingnya dan bertanya menimbulkan rasa ingin tahu
pertanyaan rasa ingin tahu
rasa ingin tahu tanya tentang penelitian
fenomena
Menyadari Merencanakan Merencana Mengarahkan Menanamkan
pentingnya langkah- kan penyusunan pentingnya
kebaruan, langkah rancangan kebaruan,
kreativitas, penyeli- penelitian kreativitas,
dan ketelitian penyelidikan dikan dan ketelitian
Menyadari Mengumpul- Melaksana- Membimbing Menanamkan
pentingnya kan bukti yang kan pelaksanaan pentingnya
kerja keras, penyelidikan kerja keras,
ketelitian, dibutuhkan penyelidi- ketelitian,
kejujuran, dan untuk kan dan kejujuran, dan
pantang pengambilan pantang
menyerah menjawab menyerah
pertanyaan data
Menyadari Menganalisis Menganali- Mengarahkan Menanamkan
pentingnya kesesuaian sis data cara pentingnya
rasa ingin bukti dengan rasa ingin
tahu, pertanyaan memaknai tahu,
ketelitian, dan bukti yang ketelitian, dan
kejujuran diperoleh kejujuran
Menyadari Membuat Menarik Membantu Menanamkan
pentingnya kesimpulan kesimpulan menemukan ketelitian, dan
ketelitian, dan berdasarkan kejujuran
kejujuran bukti yang pola dan
diperoleh keterkaitan
data
Menyadari Mengomuni- Mengomu- Membimbing Menanamkan
pentingnya kasikan hasil nikasikan bentuk dan pentingnya
keterbukaan yang diperoleh cara penyajian keterbukaan
dan kesopanan hasil dan kesopanan
hasil
Menyadari Menggunakan Implemen- Memunculkan Menanamkan
pentingnya keterampilan tasi permasalahan pentingnya
rasa ingin tahu rasa ingin tahu
dan kerja inkuiri baru untuk dan kerja
keras menguatkan keras
keterampilan
inkuiri
Gambar 4.12 Model pembelajaran sikap ilmiah terintegrasi
PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN ALAM: Dasar-Dasar untuk Praktik 65
Gambar 4.12 menunjukkan bahwa pengembangan sikap ilmiah
sebaiknya diintegrasikan dengan pengembangan proses ilmiah. Perlu
diperhatikan agar dalam setiap tahapan proses tersebut guru selalu
menanamkan sikap ilmiah yang relevan. Misalnya, di awal tahapan ketika
guru menyajikan permasalahan, guru hendaknya menanamkan pentingnya
rasa ingin tahu. Pada saat siswa sedang merancang penyelidikan, guru dapat
menanamkan pentingnya kebaruan dan ketelitian. Demikian seterusnya
sehingga dari awal kegiatan sampai dengan akhir kegiatan, guru secara
bertahap menanamkan sikap-sikap ilmiah.
Sikap ilmiah yang ditanamkan guru pada setiap tahap inkuiri tentu
saja tidak harus sama dan terbatas dengan yang disampaikan di Gambar
4.12. Guru dapat menyesuaikan dengan jenis kegiatan dan kemampuan
masing-masing siswa. Untuk siswa yang kurang teliti guru dapat
menekankan pentingnya ketelitian sedangkan pada siswa yang telah teliti,
guru misalnya dapat menekankan pada sikap ilmiah lain yang masih kurang
pada diri siswa tersebut.
4.2.4 Model pembelajaran integratif
Sebagaimana dibahas di bagian pendekatan, ada pendekatan integratif yang
dimaksudkan untuk membangun pengetahuan IPA terintegrasi antar topik,
antara IPA dengan mata pelajaran lain, bahkan antara IPA dengan
kehidupan sehari hari. Pendekatan integratif juga cocok untuk
mengembangkan keterampilan lintas disiplin ilmu, misalnya keterampilan
proses sains dan keterampilan rekayasa.
Model pembelajaran Science Technology Engineering and
Mathematics (STEM) atau Science Technology Engineering Arts and
Mathematics (STEAM) penulis kategorikan sebagai model pembelajaran
integratif karena STEM/STEAM mengintegrasikan beberapa mata pelajaran,
bahkan dengan teknologi dan rekayasa. Sebagaimana disampaikan dalam
pembahasan hakikat IPA, teknologi tidak dimasukkan sebagai hakikat IPA
karena metode pengembangan teknologi berbeda dengan metode
pengembangan IPA. IPA dikembangkan dengan metode ilmiah sedangkan
teknologi dikembangkan melalui rekayasa (engineering).
Model pembelajaran STEM/STEAM sesungguhnya mengikuti pola
dasar model pembelajaran pemecahan masalah meskipun ada perbedaan
dalam bentuk solusi yang dihasilkan. Solusi yang dihasilkan dalam model
pemecahan masalah dapat berupa ide, kebijakan, atau tindakan sedangkan
solusi yang dihasilkan oleh STEM/STEAM adalah produk teknologi yang
dihasilkan dari proses rekayasa. Secara umum model pembelajaran
66
PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN ALAM: Dasar-Dasar untuk Praktik
STEM/STEAM mengikuti model rekayasa, yaitu merumuskan masalah,
memikirkan solusi dalam bentuk teknologi, mendesain teknologi yang akan
dikembangkan, membuat produk teknologi, menguji produk teknologi, dan
menyempurnakan teknologi dengan memperbaiki desain awal (Gambar 4.13)
Struktur dalam siswa Tahapan Struktur dalam guru
model
Mengidentifikasi Menyajikan permasalahan
permasalahan yang dapat Perumusan yang solusinya berupa
masalah teknologi
diselesaikan dengan
pengembangan teknologi
Memikirkan bentuk Pikir Mengarahkan teknologi yang
teknologi dapat dikembangkan
Merancang desain Desain Membimbing pembuatan
teknologi rancangan
Membuat teknologi Buat Membimbing pembuatan
produk teknologi
Mengidentifikasi kelebihan Uji Mengarahkan siswa
dan kekurangan teknologi mengevaluasi kelebihan dan
yang dikembangkan kekurangan teknologi yang
dibuat
Memperbaiki desain Perbaikan Membimbing perbaikan
teknologi desain desain
Gambar 4.13 Model pembelajaran STEM/STEAM
Tahapan model pembelajaran STEM/STEAM merupakan sebuah
siklus sehingga proses tersebut dapat terus berulang hingga dihasilkan
produk akhir teknologi yang diinginkan. Model pembelajaran STEM/STEAM
selain cocok untuk mengembangkan kemampuan integratif juga cocok untuk
mengembangkan kreativitas sebab pembuatan produk sangat menuntut
kreativitas. Sekali lagi perlu ditekankan bahwa tujuan model pembelajaram
STEM/STEM bukanlah agar siswa menghasilkan teknologi akan tetapi agar
siswa memiliki pengetahuan yang terpadu dan menguasai keterampilan
memecahkan masalah melalui pengembangan teknologi.
PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN ALAM: Dasar-Dasar untuk Praktik 67
4.3 Metode pembelajaran
Apabila model pembelajaran merupakan kerangka dasar pembelajaran,
teknis pelaksanaannya adalah metode. Metode merupakan teknis untuk
membelajarkan siswa, artinya siswa mendapatkan pelajaran melalui
pelaksanaan metode pembelajaran. Walaupun suatu model tidak
mempersyaratkan penggunaan metode tertentu, akan tetapi pemilihan
metode hendaknya mempertimbangkan model. Misalnya, apabila guru akan
menggunakan model inkuiri tentu saja metode ceramah bukanlah pilihan
yang tepat.
Penulis memandang metode sebagai “cara membelajarkan” sehingga
hal-hal lain yang tidak “membantu siswa mendapatkan pelajaran” tidak
dikategorikan sebagai metode pembelajaran. Berikut beberapa metode
pembelajaran yang dapat digunakan untuk membelajarkan IPA.
1. Metode ceramah
Ceramah merupakan penyampaian informasi dari guru ke siswa.
Ceramah cocok digunakan untuk menyampaikan pesan yang sifatnya
informatif, misalnya pengetahuan ilmiah, tetapi tidak cocok untuk
mengembangkan proses ilmiah.
2. Metode diskusi
Diskusi merupakan cara agar siswa mempelajari kemampuan
berkomunikasi, berargumentasi, dan menghadapi orang yang
beraneka ragam. Tentu saja diskusi dapat juga digunakan untuk
mempelajari pengetahuan ilmiah, akan tetapi bukan pengetahuan
ilmiah yang sudah pasti kebenarannya. Diskusi sebagai metode
pembelajaran bermakna bahwa siswa mendapatkan pelajarannya dari
proses diskusi tersebut, bukan sebelum berdiskusi. Dalam diskusi,
permasalahan yang didiskusikan hendaknya permasalahan yang
terbuka jawabannya, bukan masalah dengan satu jawaban benar.
Misalnya, siswa dapat diminta berdiskusi tentang komposisi
minuman yang enak, tetapi bukan berdiskusi mengenai bagian lidah
mana yang peka terhadap rasa manis, pahit, asam, dan asin.
Penggunaan metode diskusi sesungguhnya memiliki manfaat
ganda. Di satu sisi metode diskusi dapat digunakan untuk
membelajarkan pengetahuan namun di sisi yang lain pengalaman
berdiskusi juga sangat berharga bagi siswa. Pengalaman bertukar
pendapat dalam diskusi mengajarkan cara berkomunikasi dan
bernegosiasi untuk mencapai tujuan bersama dengan tetap saling
menghargai.
3. Metode debat
Diskusi boleh jadi dilakukan oleh beberapa orang dengan tujuan
menemukan kesepakatan terbaik. Hal ini berbeda dengan debat
karena pihak-pihak yang terlibat memang berbeda pandangan. Oleh
68
PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN ALAM: Dasar-Dasar untuk Praktik
karena itu, dalam debat fokus utamanya adalah untuk meyakinkan
pihak lain bahwa ide atau pandangan kita lebih baik. Dengan
demikian debat sangat cocok untuk melatih kemampuan
berargumentasi dan bernalar.
4. Metode tanya jawab
Tanya jawab merupakan metode pembelajaran yang melibatkan
interaksi intensif bertanya dan menjawab antara guru dengan siswa.
Guru membelajarkan melalui serangkaian pertanyaan. Metode tanya
jawab bukan sekedar guru bertanya dan siswa menjawab atau siswa
bertanya guru menjawab. Berikut ilustrasi metode tanya jawab.
Guru : Ada berapa rasa yang dapat dirasakan lidah kita?
Siswa : Empat, yaitu manis, asam, asin, dan pahit
Guru : Bagaimana dengan pedas, apakah pedas bukan rasa?
Siswa : Oh, iya. Ada lima rasa, ditambah pedas
Guru : Betulkah pedas termasuk rasa?
Siswa : Iya, pedas termasuk rasa. Kan cabe rasanya pedas
Guru : Bagian lidah yang mana yang merasakan pedas?
Siswa : Setelah dicoba ternyata semua bagian lidah dapat
perasakan pedas
Guru : Jika cabe terkena bibir apakah juga terasa pedas?
Siswa : Iya, bibir juga merasakan pedas
Guru : Apakah bibir dapat merasakan?
Siswa : Tidak, lidah yang merasakan
Guru : Jadi apa yang dirasakan bibir?
Siswa : Panas
Guru : Apakah jika cabe terkena kulit juga akan panas?
Siswa : Iya, kulit juga panas
Guru : Jadi apa yang sesungguhnya dirasakan lidah saat
terkena cabe?
Siswa : Panas
Guru : Kalau begitu, apakah pedas itu rasa?
Siswa : Bukan
Guru : Jadi ada berapa sesungguhnya rasa?
Siswa : Empat
Guru : Yakinkah kalian bahwa hanya ada empat rasa?
Dari ilustrasi tersebut, guru membelajarkan tentang “rasa”
melalui serangkaian pertanyaan. Guru sama sekali tidak menjelaskan
dan siswa belajar dari proses tanya jawab tersebut. Tanya jawab
sebagai metode pembelajaran merupakan “cara membelajarkan”
PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN ALAM: Dasar-Dasar untuk Praktik 69
(seperti halnya ceramah), namun guru tidak menyampaikan
informasi.
5. Metode praktik
Bayangkan Anda akan belajar mengendarai sepeda. Instruktur Anda
telah menjelaskan secara rinci semua hal tentang teknik mengendarai
sepeda dan Anda juga sudah betul-betul menguasai penjelasan
tersebut. Hanya saja sepedanya belum ada sehingga Anda belum
pernah praktik mengendarai sepeda. Apakah kira-kira Anda dapat
mengendarai sepeda tanpa pernah praktik?
Praktik merupakan metode pembelajaran yang paling sesuai
untuk membelajarkan keterampilan proses IPA, terutama yang
membutuhkan keterampilan motorik, misalnya menggunakan alat.
Sebagaimana dijelaskan pada saat pembahasan tentang inkuiri,
praktik sebaiknya dilakukan dalam bentuk inkuiri dan bukan praktik
yang bersifat pembuktian. Oleh karena itu, materi hendaknya tidak
dijelaskan dulu baru praktik, namun siswa mempelajari semuanya
melalui praktik.
6. Metode demonstrasi
Demonstrasi artinya menunjukkan atau memperagakan suatu. Pada
metode demonstrasi, berarti guru membelajarkan siswa dengan cara
menunjukkan atau memperagakan pelajaran. Demonstrasi cocok
untuk membelajarkan suatu cara atau teknik. Demonstrasi tidak
harus selalu dilakukan langsung oleh guru. Demonstrasi dapat
dilakukan dengan merekam hal yang didemonstrasikan dan video
rekaman tersebut kemudian diamati oleh siswa. Masih ingatkah
Anda dengan teori belajar sosial? Metode demonstrasi sangat cocok
sebagai metode untuk model pembelajaran berbasis teori belajar
sosial.
7. Metode bermain peran
Bermain peran sebagai metode pembelajaran mengandung arti siswa
belajar melalui proses bermain peran. Oleh karena itu, apabila siswa
belajar dulu baru kemudian bermain peran, maka sesungguhnya
bermain peran yang dilakukan bukan untuk belajar karena siswa
telah belajar sebelumnya. Metode bermain peran berarti siswa belajar
melalui aktivitas mereka bermain peran. Misalnya, untuk
membelajarkan konsep arus listrik, elektron, energi, dan hambatan
pada bola lampu (bohlam) yang dinyalakan dengan batu baterai dan
kabel, guru dapat menjelaskan dengan gambar/animasi tetapi guru
dapat pula mengajak siswa bermain peran. Siswa dapat memainkan
peran sebagai elektron yang membawa energi dari batu baterai. Pada
saat melewati bohlam energi diberikan oleh elektron sehingga
70
PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN ALAM: Dasar-Dasar untuk Praktik
bohlam menyala, dan selanjutnya elektron tersebut kembali lagi ke
batu baterai. Begitu seterusnya hingga energi di batu baterai habis.
8. Metode studi lapangan
Objek pelajaran IPA adalah alam semesta dengan isinya. Objek yang
dipelajari begitu beragam sehingga tidak semua dapat dihadirkan di
ruang kelas. Oleh karena itu, siswalah yang pergi ke lokasi dimana
objek tersebut berada. Mungkin juga objek yang dipelajari
sesungguhnya dapat dibawa ke ruang kelas akan tetapi apabila objek
dibawa ke ruang kelas siswa tidak dapat mempelajari secara utuh
karena objek terpisah dari lingkungannya. Misalnya, pelajaran
tentang laba-laba dapat saja dilakukan dengan membawa seekor
laba-laba yang disimpan dalam botol. Namun demikian, cara tersebut
tidak memungkinkan siswa untuk mengamati sarang laba-laba dan
cara laba-laba menangkap mangsanya.
9. Metode proyek
Penulis mengategorikan proyek sebagai metode pembelajaran karena
proyek pada hakikatnya merupakan cara agar siswa belajar. Metode
proyek dapat digunakan untuk model pembelajaran yang
memerlukan waktu yang relatif lama dan tidak dapat dituntaskan
pada jam pelajaran. Model inkuiri misalnya, mungkin memerlukan
waktu pengerjaan selama beberapa hari atau bahkan beberapa
minggu sehingga cocok apabila dilakukan dengan metode
proyek. Selain itu, kegiatan inkuri boleh jadi memerlukan
pengamatan di luar jam pelajaran sehingga lebih cocok untuk
dilakukan dengan metode proyek.
4.4 Struktur pembelajaran
Di Indonesia struktur pembelajaran pada umumnya dibagi menjadi tiga
tahap yaitu pembukaan, inti, dan penutup. Penulis tidak menemukan teori
belajar atau rujukan bahwa sebuah pembelajaran harus dibagi dalam tiga
bagian tersebut. Meskipun demikian, tidak berarti bahwa struktur tersebut
tidak dapat digunakan. Untuk kepentingan yang sifatnya administratif,
misalnya agar guru dapat mengelola waktu pembelajaran dengan baik, tentu
saja struktur tersebut dapat digunakan. Struktur pembelajaran hendaknya
tidak menyebabkan terganggunya implementasi model pembelajaran yang
telah dipilih.
Salah satu pertanyaan yang sering ditanyakan adalah: “Bagaimana
menempatkan model pembelajaran dengan tahapan pembelajaran?”.
Misalnya, bagaimana menempatkan tahap pertama suatu model, apakah di
tahap “membuka pelajaran” ataukah di tahap “inti”? Struktur pembelajaran
(membuka - inti - penutup) hendaknya tidak dimaknai secara kaku karena
PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN ALAM: Dasar-Dasar untuk Praktik 71
struktur pembelajaran bukan model melainkan pembagian alokasi waktu
untuk pelaksanaan pembelajaran. Berikut disajikan alternatif dalam
menyandingkan tahapan pembelajaran dengan beberapa model
pembelajaran (Tabel 4. 2).
Tabel 4.2 Penempatan model pembelajaran dalam struktur pembelajaran
Struktur Model Gagne Model inkuiri Model experiential
pembelajaran
1. Perhatian 1. Merumuskan 1. Menyajikan
Pendahuluan 2. Tujuan pertanyaan pengalaman
3. Pengetahu- penelitian yang menuntut
berpikir
an awal
2. Membantu
4. Stimulus 2. Merencanakan siswa memaknai
situasi dengan
5. Bimbingan penyelidikan pengalaman yang
relevan yang
3. Melaksanakan pernah dimiliki
penyelidikan 3. Membantu siswa
mengidentifikasi
Inti 4. Menganalisis pelajaran yang
dipetik
data
4. Menyajikan konteks
5. Menarik baru untuk
implementasikan
kesimpulan konsep yang baru
dipelajari
Penutup 6. Latihan 6. Mengomuni-
7. Umpan kasikan hasil
balik 7. Transfer
8. Asesmen
9. Transfer
Dari ilustrasi pada Tabel 4.2 terlihat bahwa tahap membuka
pembelajaran dapat berisi tiga tahapan model pembelajaran Gagne (menarik
perhatian, mengomunikasikan tujuan, dan mengaktifkan pengetahuan awal
siswa), dapat juga berisi tahapan merumuskan permasalahan pada model
pembelajaran inkuiri atau kegiatan menyajikan pengalaman yang menuntut
berpikir dari model pembelajaran experiential learning. Hal ini
menunjukkan bahwa tahap “membuka pelajaran” dapat mencakup satu atau
lebih tahapan model pembelajaran. Demikian juga tahap inti dan
penutup. Oleh karena itu, guru harus lebih fokus pada model pembelajaran.
Di lapangan seringkali tahap membuka pelajaran diisi dengan
kegiatan administratif, misalnya mengucapkan salam, memeriksa kehadiran
72
PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN ALAM: Dasar-Dasar untuk Praktik
siswa, dan menanyakan kabar. Tentu saja hal-hal tersebut tidak salah tetapi
membuka pelajaran sesungguhnya bukan hanya untuk administrastif. Fungsi
utama tahap membuka pelajaran adalah untuk menyiapkan siswa untuk
belajar. Demikian juga halnya dengan tahap menutup pelajaran yang
seringkali hanya diisi dengan mengucapkan salam penutup. Tahap menutup
pelajaran sangat tergantung pada tahapan implementasi model. Apabila
pada saat menjelang jam pelajaran berakhir model yang dijalankan belum
tuntas, maka tahap penutup berisi informasi tahapan kegiatan berikutnya
sesuai tahapan model.
Satu tatap muka pembelajaran (baik satu jam pelajaran atau lebih)
hanya terdiri dari satu tahap pembukaan, satu tahap inti, dan satu tahap
penutup. Satu tatap muka tidak berarti hanya menuntaskan satu model
pembelajaran. Satu tatap muka mungkin berisi satu siklus model, dua siklus
atau bahkan lebih. Sebaliknya juga satu model pembelajaran mungkin
memerlukan lebih dari satu kali pertemuan tatap muka. Misalnya, ketika
guru dalam satu pertemuan tatap muka mengajarkan panca indera (indera
pembau, perasa, peraba, penglihatan, dan pendengaran) dengan
menggunakan model konstruktivisme, kelima topik tersebut tentu
memerlukan lima kali pelaksanaan model atau lima siklus. Contohnya, mula-
mula guru membelajarkan indera pembau dengan model konstruktivisme
hingga tuntas. Dikarenakan waktu masih tersedia, guru mengajarkan topik
berikutnya yaitu indera perasa. Untuk membelajarkan indera perasa tentu
guru harus sekali lagi menjalankan model pelajaran dari tahap pertama
model. Begitu seterusnya hingga jam pelajaran berakhir. Walaupun terjadi
lima kali siklus model pembelajaran tentu tidak logis apabila tahap
pembukaan dilakukan berulang sebanyak lima kali. Sebaliknya, ketika guru
menggunakan model inkuiri yang menuntut siswa melakukan penyelidikan,
kegiatan tersebut mungkin saja tidak cukup hanya dengan satu kali
pertemuan sehingga harus dilanjutkan pada pertemuan-pertemuan
berikutnya. Pada pertemuan-pertemuan berikutnya tentu saja ada tahap
membuka pelajaran dan bukan berarti bahwa model pembelajarannya
dimulai lagi dari tahap pertama. Dari penjelasan ini jelas bahwa tahapan
pembelajaran “pembukaan - inti - penutup” tidak ada kaitannya dengan
model pembelajaran.
Bacaan lanjutan
Sejumlah penelitian tentang pendekatan, model dan metode telah kami
lakukan. Silakan baca tulisan-tulisan berikut.
1. Gustiani, I., Widodo, A., & Suwarma, I. R. (2017). Development
and validation of science, technology, engineering and
mathematics (STEM) based instructional material. AIP
PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN ALAM: Dasar-Dasar untuk Praktik 73
Conference Proceedings, 1848(1), 060001.
doi:10.1063/1.4983969
2. Kartini, D., & Widodo, A. (2020). Exploring Elementary
Teachers', Students' Beliefs and Readiness toward STEAM
Education. Mimbar Sekolah Dasar, 7(1), 54-65.
doi:10.17509/mimbar-sd.v7i1.22453
3. Kartini, F. S., Widodo, A., & Winarno, N. (2021). STEM project-
based learning on student’s STEM literacy: the case of teaching
earth layer and disaster. Journal of Physics: Conference Series,
1806 012221.
4. Kartini, F. S., Widodo, A., Winarno, N., & Astuti, L. (2021).
Promoting Student's Problem-Solving Skills through STEM
Project-Based Learning in Earth Layer and Disasters Topic.
Journal of Science Learning, 4(3), 257-266.
5. Mutanaffisah, R., Ningrum, R. & Widodo, A. (2021). Ketepatan
pemilihan pendekatan, metode, dan media terhadap karakteristik
materi IPA. Jurnal Inovasi Pendidikan IPA, 7(1),
6. Nugraha, I., Suratno, T., Kadarohman, A., Widodo, A., &
Darmawan, I. G. (2020). The Relation between Gender, Reasons
to Participate in STEM-Related Subjects, Programs and The
University Supports On First-Year University Student’s
Satisfaction: A Structural Equation Model. Journal of Science
Learning, 3(2), 117-123. doi:10.17509/jsl.v3i2.21593
7. Rahmawati, S., Widodo, A., & Eliyawati, E. (2021). STEM
learning on environmental pollution topic: identifying science
selfefficacy instrument using Rasch model analysis. Journal of
Physics: Conference Series, 1806 012218, 1-6.
8. Saptarani, D., Widodo, A., & Purwianingsih, W. (2019). Biology
teachers and high school students perceptions about STEM
learning. Journal of Physics: Conf. Series, 1157 042007.
9. Sekarwinahyu, M., Rustaman, N.Y., Widodo, A., Riandi. (2019).
Development Of Problem Based Learning For Online Tutorial
Program In Plant Development Using Gibbs’ Reflective Cycle And
E-Portfolio To Enhance Reflective Thinking Skills. Journal of
Physics: Conference Series, 1157(2): 022-099.
10. Widodo, A. & Duit, R. (2005). Konstruktivistische Lehr-Lern-
Sequencen und die Praxis des Physikunterrichts. Zeitschrift für
Didaktik der Naturwissenschaften, 11, 131-146.
74
PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN ALAM: Dasar-Dasar untuk Praktik
BAB V
MATERI PELAJARAN IPA
Berikut disajikan cuplikan satu halaman buku pelajaran IPA SD yang
dikembangkan berdasarkan tiga kurikulum yang berbeda, yaitu Kurikulum
1994, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), dan Kurikulum 2013.
Sumber: Hadiat (1994, p. 29)
Gambar 5.1 Cuplikan buku pelajaran IPA berdasarkan Kurikulum 1994
PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN ALAM: Dasar-Dasar untuk Praktik 75
Sumber: Priyono, Martini & Amin (2009, p. 19)
Gambar 5.2 Cuplikan buku pelajaran IPA berdasarkan KTSP
76
PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN ALAM: Dasar-Dasar untuk Praktik
Sumber: Susilawati (2017, p. 14)
Gambar 5.3 Cuplikan buku pelajaran IPA berdasarkan Kurikulum 2013
PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN ALAM: Dasar-Dasar untuk Praktik 77
Sebagaimana dituliskan di bab 2, salah satu komponen IPA adalah
pengetahuan ilmiah. Dalam pembelajaran IPA, pengetahuan ilmiah sering
disebut dengan istilah “materi pelajaran” atau “konten”. Sesungguhnya
materi pelajaran bukan hanya pengetahuan ilmiah, tetapi juga mencakup
proses ilmiah dan sikap ilmiah. Pada bab 2 juga sudah dijelaskan bahwa
pengetahuan ilmiah dapat berupa fakta, konsep, generalisasi, hukum, dan
teori. Oleh karena itu, “materi pelajaran” atau “konten” tentunya mencakup
kelima bentuk pengetahuan ilmiah tersebut.
Cuplikan ketiga buku yang disajikan di awal bab ini dikembangkan
berdasarkan tiga kurikulum yang berbeda, yaitu kurikulum 1994 yang
dikembangkan pada tahun 1994, KTSP yang dikembangkan pada tahun
2006, dan Kurikulum 2013 yang dikembangkan pada tahun 2013. Buku-
buku tersebut dikembangkan berdasarkan rumusan tujuan atau rumusan
kompetensi yang tercantum dalam masing masing kurikulum. KTSP dan
Kurikulum 2013 merupakan kurikulum berbasis kompetensi sehingga materi
terdapat dalam rumusan kompetensi sedangkan dalam Kurikulum 1994
materi tercantum dalam rumusan tujuan (Tabel 5.1).
Tabel 5.1 Perbandingan materi “makanan dan sistem pencernaan” dalam tiga
kurikulum yang berbeda
Kurikulum Rumusan tujuan/kompetensi
1994 Siswa mengenal hubungan antara makanan, alat
KTSP pencernaan, dan kesehatan, dengan menafsirkan
informasi dan hasil pengamatannya
Mengidentifikasi fungsi organ pencernaan manusia dan
hubungannya dengan makanan dan kesehatan
2013 Menjelaskan organ pencernaan dan fungsinya pada hewan
dan manusia serta cara memelihara kesehatan organ
pencernaan manusia
Menyajikan karya tentang konsep organ dan fungsi
pencernaan pada hewan atau manusia.
Rumusan tujuan/kompetensi untuk materi makanan dan sistem
pencernaan dalam ketiga kurikulum tersebut ternyata tidak jauh berbeda.
Ketiganya menyatakan bahwa materi yang harus dibelajarkan adalah
“makanan”, “organ pencernaan dan fungsinya” dan “pentingnya menjaga
kesehatan organ pencernaan”. Artinya, walaupun ketiga kurikulum tersebut
dikembangkan dalam tiga dekade yang berbeda tetapi tuntutan materi dalam
kurikulum-kurikulum tersebut relatif sama. Dalam ketiga kurikulum
tersebut materi makanan dan sistem pencernaan semuanya sama-sama
ditempatkan di kelas lima.
Setiap kurikulum senantiasa diikuti dengan penulisan buku ajar
siswa. Rumusan materi dalam kurikulum yang bersifat umum memberikan
78
PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN ALAM: Dasar-Dasar untuk Praktik
peluang pada penulis buku untuk menentukan materi apa saja yang akan
dituliskan. Masih ingatkah Anda pembahasan kita tentang hakikat IPA,
bahwa pengetahuan IPA bersifat subjektif dan bahwa IPA dipengaruhi sosial
dan budaya? Penulisan buku ajar siswa adalah salah satu contoh nyata
bahwa subjektivitas penulis dapat memengaruhi materi IPA yang
berkembang dan tidak berkembang. Selain itu penentuan orang yang diberi
tugas untuk menulis atau mengapa suatu buku ditetapkan untuk digunakan
tentu juga mengandung subjektivitas. Hal ini sama sekali tidak salah,
memang begitulah IPA, walaupun diusahakan untuk objektif namun tetap
ada peluang untuk subjektif.
Kini Anda tahu proses pengembangan buku ajar siswa. Dapatkah
Anda mengidentifikasi persamaan dan perbedaan materi yang disajikan
dalam ketiga buku tersebut? Apabila kita cermati, materi yang disajikan
dalam ketiga buku tersebut relatif sama hanya saja bentuk penyajiannya
yang berbeda. Anda juga dapat membandingkan materi-materi lain dari
jenjang sekolah yang berbeda. Kesamaan materi dapat dimengerti sebab
pengetahuan ilmiah tentang sistem pencernaan sudah relatif stabil dan
kalaupun ada perkembangan yang lebih canggih, perkembangan tersebut
terlalu tinggi untuk tingkat sekolah. Cobalah kaji buku ajar dari berbagai
kurikulum yang pernah berlaku di Indonesia dan temukan persamaan
maupun perbedaan materi yang dibahas.
5.1 Materi utama pelajaran IPA
Cobalah Anda ingat-ingat lagi materi apa saja yang Anda pelajari saat di
sekolah dari SD sampai dengan SMA? Anda boleh menuliskannya di tempat
yang disediakan berikut.
Materi pelajaran IPA yang pernah dipelajari waktu di sekolah
Apabila Anda seorang guru, cobalah bandingkan antara materi yang pernah
Anda pelajari dengan materi yang Anda ajarkan ke murid Anda? Anda dapat
menuliskan materi yang Anda ajarkan di tempat yang disediakan berikut ini.
PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN ALAM: Dasar-Dasar untuk Praktik 79
Materi pelajaran IPA yang Anda ajarkan saat ini
Apakah perbedaan materi pelajaran IPA yang dulu Anda pelajari dengan
materi pelajaran IPA yang sekarang?
Materi IPA apa sajakah yang seharusnya dipelajari di sekolah?
Sungguh tidak mudah menjawab pertanyaan tersebut. Tentunya
pengembang kurikulumlah yang paling dapat menjawab pertanyaan tersebut
sebab pada saat menentukan materi-materi yang akan dimasukkan dalam
kurikulum tentunya didasarkan pada pertimbangan tertentu. Beberapa
tokoh pendidikan IPA mencoba merumuskan materi IPA apa saja yang harus
dipelajari anak sehingga anak mendapatkan manfaat baik selagi sekolah
maupun setelah mereka menamatkan sekolah (Harlen, 2015). Mereka
mengidentifikasi 10 materi utama yang harus dipelajari siswa di sekolah.
1. Semua benda yang ada di alam semesta ini tersusun dari partikel
yang sangat kecil
Semua benda, baik itu yang hidup maupun yang tak hidup, tersusun
dari atom. Susunan dan perilaku atom pada suatu benda
berpengaruh terhadap sifat-sifat suatu benda. Dalam reaksi kimia
atom membentuk susunan baru sehingga terbentuklah zat baru.
Setiap atom memiliki inti yang terdiri dari netron dan proton yang
dikelilingi oleh elektron. Muatan listrik yang berbeda antara proton
dan elektron saling tarik menarik dan hal ini juga menyebabkan
terbentuknya molekul.
2. Suatu benda dapat memengaruhi benda lain bahkan yang
berjauhan
Semua benda dapat memengaruhi benda lain tanpa harus adanya
kontak langsung. Dalam beberapa kasus efek yang dihasilkan oleh
suatu sumber diterima oleh benda lainnya dalam bentuk radiasi.
Dalam kasus yang lain, pengaruh terjadi melalui terbentuknya medan
pengaruh, misalnya medan magnet, listrik, dan gravitasi. Gravitasi
80
PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN ALAM: Dasar-Dasar untuk Praktik
merupakan gaya tarik antar benda, baik benda berukuran besar
maupun berukuran kecil. Gravitasi menyebabkan planet berputar
mengelilingi matahari dan gravitasi bumi menyebabkan benda-benda
jatuh mengarah ke inti bumi.
3. Untuk terjadinya perubahan gerak suatu benda diperlukan gaya
yang lebih besar terhadap gaya yang sedang berpengaruh terhadap
benda tersebut
Gaya yang mengenai suatu benda tidak dapat langsung dirasakan
namun dapat dilihat dari efek yang ditimbulkannya terhadap gerakan
atau bentuk benda tersebut. Apabila sebuah benda tidak bergerak
berarti gaya yang mengenai benda tersebut arahnya saling
berlawanan dan kekuatannya sama. Karena gravitasi berpengaruh
terhadap semua benda yang ada di bumi, apabila sebuah benda
dalam keadaan diam maka berarti ada gaya lain yang berlawanan
dengan gravitasi. Gaya yang berlawanan namun kekuatannya tidak
sama menyebabkan benda bergerak ke arah yang gayanya yang lebih
kecil. Apabila gaya yang berlawanan mengenai suatu benda tetapi
tidak segaris maka akan menyebabkan benda berputar atau terpilin.
4. Jumlah energi di alam semesta selalu tetap akan tetapi energi
dapat berpindah dari satu bentuk ke bentuk lainnya
Banyak proses atau kejadian melibatkan perubahan energi dan juga
memerlukan energi. Energi dapat ditransfer dari benda satu ke benda
yang lain melalui berbagai cara. Energi tidak dapat diciptakan
maupun dimusnahkan. Apabila energi telah terlepas dari proses
pembakaran, sebagian energi tidak lagi dalam bentuk yang dapat
digunakan.
5. Komposisi bumi dan atmosfernya dan proses-proses yang terjadi
pada bumi dan atmosfer berpengaruh terhadap permukaan bumi dan
iklim
Radiasi dari matahari memanaskan permukaan bumi dan
menyebabkan terjadinya konveksi di udara dan di lautan, sehingga
terciptalah iklim. Panas dari inti bumi menyebabkan pergerakan
magma bumi yang pada gilirannya menyebabkan pergerakan
lempeng bumi sehingga mengakibatkan terjadinya gunung berapi dan
gempa bumi. Permukaan bumi senantiasa mengalami perubahan
karena pembentukan dan pelapukan batuan.
6. Sistem tata surya merupakan bagian sangat kecil dari triliunan
galaksi di jagat raya
Sistem tata surya terdiri dari matahari, planet, dan benda langit
lainnya yang mengelilingi planet-planet tersebut. Siang dan malam,
dan pergantian musim terjadi karena posisi dan rotasi bumi pada saat
PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN ALAM: Dasar-Dasar untuk Praktik 81
bumi mengelilingi matahari. Sistem tata surya merupakan bagian
dari galaksi bintang-bintang yang ada di jagat raya yang sangat luas.
7. Organisme tersusun dari sel dan memiliki masa hidup yang
tertentu.
Setiap organisme tersusun oleh satu atau banyak sel. Sel-sel pada
organisme multiseluler terdiferensiasi sesuai dengan fungsinya.
Fungsi-fungsi dasar kehidupan merupakan hasil dari proses yang
terjadi di dalam sel yang menyusun organisme tersebut.
Pertumbuhan merupakan akibat dari pembelahan sel.
8. Banyak organisme mendapatkan sumber energi dan materi dari
organisme lain
Makanan merupakan sumber energi dan materi bagi organisme
untuk menjalankan fungsi-fungsi hidup dan untuk pertumbuhan.
Tumbuhan dan beberapa bakteri dapat menggunakan energi
matahari untuk menyusun molekul makanan. Binatang mendapatkan
energi dengan cara menguraikan makanan sehingga semua binatang
sesungguhnya tergantung pada tumbuhan. Dalam setiap ekosistem
selalu terjadi kompetisi antar species untuk mendapatkan energi dan
berkembang biak.
9. Informasi genetik diturunkan dari satu generasi ke generasi
berikutnya
Informasi genetik tersimpan dalam bentuk DNA. Gen menentukan
perkembangan dan struktur organisme. Pada reproduksi aseksual
(tak kawin), semua gen yang dimiliki anak berasal dari satu induk.
Pada reproduksi seksual (kawin), anak mendapatkan gen setengah
dari induk jantan dan setengah lagi dari induk betina
10. Evolusi menyebabkan terjadinya keanekaragaman organisme,
kelangsungan hidup, dan kepunahan
Semua makhluk hidup yang ada saat ini berasal dari nenek moyang
yang sama, yaitu organisme satu sel. Perubahan terus terjadi karena
keragaman dalam suatu species menyebabkan terjadinya seleksi
sehingga terbentuklah organisme yang paling sesuai dengan kondisi
yang ada. Species yang tidak dapat menyesuaikan diri dengan
perubahan lingkungan mengalami kepunahan.
Kesepuluh materi utama tersebut mestinya diajarkan sejak SD hingga
SMA, hanya saja kedalaman dan keluasannya yang berbeda. Cobalah Anda
kaji apakah ada dari kesepuluh materi utama tadi yang belum tercakup
dalam kurikulum dan belum dibelajarkan di sekolah.
82
PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN ALAM: Dasar-Dasar untuk Praktik
5.2 Ciri-ciri materi IPA
Sebagaimana diuraikan di bab 2, IPA dapat tersusun dari komponen produk,
proses, dan sikap. Produk IPA memiliki sifat-sifat tertentu, misalnya tentatif
dan subjektif. Bagian ini akan dibahas ciri-ciri materi IPA. Untuk
memperjelas apa yang dimaksud dengan ciri, penulis menggunakan analogi
berikut. Seekor singa memiliki beberapa ciri, antara lain kakinya dua pasang,
taring dan kukunya tajam, dan singa jantan memiliki surai tebal. Singa
memiliki sifat agresif dan teritorial (sangat menjaga wilayahnya). Dengan
analogi tersebut mudah-mudahan Anda paham perbedaan antara sifat dan
ciri pengetahuan ilmiah.
Setiap bentuk pengetahuan memiliki ciri tertentu dan hal itu
membawa konsekuensi pada cara membelajarkannya. Misalnya,
membelajarkan materi yang abstrak tentu berbeda dengan membelajarkan
materi yang konkret. Berikut beberapa ciri materi IPA (White, 1994).
1. Tingkat keabstrakan
Seringkali kita menyatakan abstrak adalah lawan konkret. Tingkat
keabstrakan materi tidak dapat begitu saja dikelompokkan menjadi
abstrak atau konkret sebab keduanya bukanlah sebuah dikotomi
namun lebih merupakan sebuah gradasi. Misalnya, gajah adalah
konkret. Bagaimana dengan bakteri? Bakteri tentu saja konkret, kita
dapat mengamatinya dengan menggunakan mikroskop cahaya
berkekuatan tinggi. Bagaimana dengan virus dan DNA? Virus dan
DNA sesungguhnya juga konkret hanya saja ukurannya sangat kecil
sehingga dengan menggunakan mikroskop cahaya yang paling kuat
sekalipun kita tidak dapat mengamatinya. Hal ini menunjukkan
bahwa “konkret” pun berbeda tingkatannya. Bagaimana dengan
fotosintesis, dapatkah kita mengamatinya dengan mikroskop?
Sekalipun dengan menggunakan mikroskop elektron kita tidak dapat
mengamati fotosintesis sebab fotosintesis merupakan istilah untuk
menggambarkan serangkaian proses pembentukan karbohidrat dari
bahan yang berupa air dan karbon dioksida. Oleh karena itu,
fotosintesis merupakan konsep abstrak yang tidak akan dapat
diamati. Tentu saja kita dapat mengamati produk fotosintesis
(misalnya dihasilkannya amilum) dan beberapa fenomena terkait
fotosintesis (misalnya dihasilkannya oksigen) tetapi tentu saja itu
bukan fotosintesis.
2. Keterkaitan dengan kehidupan sehari-hari
Ciri ini juga tidak bersifat ya atau tidak tetapi merupakan sebuah
gradasi. Misalnya, pada beberapa bagian materi “pencernaan
makanan”, sangat terkait erat dengan kehidupan sehari hari
contohnya proses mengunyah. Meskipun demikian, beberapa bagian
PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN ALAM: Dasar-Dasar untuk Praktik 83
yang lain kurang terkait dengan kehidupan sehari-hari, contohnya
enzim-enzim pencernaan. Tentu saja sekalipun enzim kurang terkait
dengan kehidupan sehari-hari namun lebih dikenal dibandingkan
materi “teori atom”.
3. Terminologi atau istilah
Dalam IPA ada beberapa istilah yang juga digunakan dalam
komunikasi sehari-hari, tetapi ada juga istilah yang hanya digunakan
pada pembahasan materi tertentu saja. Misalnya, istilah hambatan
selain digunakan dalam materi listrik juga biasa digunakan dalam
komunikasi sehari-hari. Istilah “hambatan” pada kedua konteks pada
dasarnya bermakna sama, yaitu sesuatu yang mengganggu atau
menghambat atau menghalangi. Dalam konteks umum, hambatan
tidak dapat dihitung, tetapi dalam materi listrik dapat dihitung
dengan cara membagi tegangan dengan kuat arus. Ada juga istilah
yang hanya digunakan dalam pembahasan materi IPA dan tidak
digunakan dalam kehidupan sehari hari, misalnya glikolisis,
metagenesis, dan dekarboksilasi oksidatif sehingga tidak banyak
dikenal oleh siswa.
4. Kompleksitas
Materi memiliki tingkat kompleksitas yang berbeda-beda. Beberapa
materi relatif sederhana, misalnya materi massa jenis sebagaimana
dalam kisah tentang Archimedes. Materi massa jenis hanya
melibatkan konsep massa dan volume. Materi kemagnetan tentu
lebih kompleks karena melibatkan lebih banyak konsep. Materi
kelistrikan lebih kompleks lagi karena melibatkan lebih banyak lagi
konsep.
5. Keterkaitan dengan sosial, budaya, dan agama
Beberapa materi IPA tidak terkait langsung dengan aspek sosial,
budaya, dan agama namun ada materi tertentu yang terkait erat
dengan sosial, budaya dan agama. Misalnya, materi tentang teori
atom, asam dan basa, serta metabolism kurang terkait dengan sosial,
budaya, dan agama sedangkan materi tentang sistem reproduksi dan
lingkungan lebih terkait erat. Di sisi lain ada materi yang sangat
terkait erat dengan sosial, budaya, dan agama, misalnya evolusi,
astronomi, dan rekayasa genetika. Keterkaitan dengan sosial, budaya,
dan agama dapat membawa konsekuensi pada penerimaan atau
penolakan suatu materi.
Materi yang konkret, terkait dengan kehidupan sehari-hari,
menggunakan terminologi yang juga digunakan dalam komunikasi sehari-
hari, serta terkait dengan dengan sosial, budaya, dan agama kemungkinan
sudah banyak tertanam dalam pengetahuan awal siswa walaupun belum
tentu pengetahuan awalnya benar. Oleh karena itu, pada saat akan
mengajarkan materi yang memiliki ciri-ciri tersebut guru harus mengetahui
84
PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN ALAM: Dasar-Dasar untuk Praktik
apa yang sudah dipahami siswa. Pembahasan tentang bagaimana menggali
pengetahuan awal siswa akan dibahas pada buku berikutnya.
Bacaan lanjutan
Beberapa publikasi hasil penelitian tentang materi pelajaran IPA telah kami
lakukan. Silakan baca tulisan-tulisan berikut.
1. Anam, R.S., Widodo, A., Sopandi, W. (2017). Representation of
Elementary School Teachers on Concept of Heat Transfer.
Journal of Physics: Conference Series 895(1).
2. Anggoro, S., Widodo, A., Suhandi, A. (2017). Pre-service
Elementary Teachers Understanding on Force and Motion.
Journal of Physics: Conference Series 895(1).
3. Anisa, A., Widodo, A., Riandi, & Muslim, M. (2019). Genetics in
socio scientific issues: measuring rebuttal abilities in scientific
argumentation. Journal of Physics: Conference Series, 1280
032002.
4. Hamid, R., Widodo, A., Sopandi, W. (2017). Pattern of Students’
Conceptual Change on Magnetic Field Based on Students’ Mental
Models. AIP Conference Proceedings 1848(1).
5. Muchyar, L. D. H., Widodo, A., & Riandi. (2015). Profil
perubahan Konseptual Siswa pada Materi Kependudukan dan
Pencemaran Lingkungan. Jurnal Pengajaran MIPA, 20(1), 65-
75.
6. Widodo, A., Rochintaniawati, D., & Riandi. (2017). Primary
School Teachers' Understanding of Essential Science Concepts.
Cakrawala Pendidikan, 36(3), 522-527.
PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN ALAM: Dasar-Dasar untuk Praktik 85
BAB VI
PEMBELAJARAN IPA DAN BERPIKIR
Seorang mahasiswa yang baru saja selesai kuliah menumpang
angkutan umum untuk pulang ke rumah. Ternyata dia satu
satunya penumpang angkutan umum tersebut. Saat itu sedang
hujan sehingga jalanan agak lengang dan kendaraan dapat
melaju agak cepat. Tiba-tiba seseorang dengan pakaian yang
tidak layak pakai menyeberang begitu saja tanpa melihat dan
memedulikan kendaraan yang melaju. Pada saat kendaraan
direm, ternyata kendaraan tidak berhenti seperti yang
diharapkan oleh sopir. Beruntung sopir dapat membelokkan
kendaraan sehingga semua selamat. Sopir berteriak: “Dasar
orang … tidak punya pikiran!” Setelah keadaan membaik sopir
berkata kepada penumpang “Kalau hujan mobil lebih susah
direm, untung saja tadi tidak tertabrak.” Ketika sopir berkata
demikian, terpikir oleh mahasiswa tadi tentang gaya gesek antara
roda dan jalan. Ketiga orang yang terlibat dalam kasus ini
mempunyai pikiran yang berbeda. Penyeberang jalan boleh
dikatakan “tidak berpikir”. Sopir berpikir tentang mobil lebih
sulit direm pada saat hujan meskipun tidak memahami
penjelasannya. Mahasiswa berpikir tentang gaya gesek yang
bekerja pada saat pengereman di jalanan yang basah.
6.1 Kedudukan setiap jenis berpikir
Apabila kita ditanya apakah kemampuan berpikir penting? Hampir
semua orang pasti akan menjawab “Iya”. Kemampuan berpikir diperlukan
oleh setiap orang yang normal setiap saat karena pada dasarnya setiap
kegiatan manusia memerlukan berpikir. Berpikir merupakan proses kognitif
yang terjadi di otak. Apakah semua orang dapat menjalankan proses berpikir
yang sama? Apakah yang menyebabkan seseorang mampu menjalankan
proses berpikir tertentu? Apakah setiap orang memiliki beragam
kemampuan berpikir? Banyak sekali pertanyaan tentang berpikir yang
menuntut kita berpikir.
Beberapa orang sering mengelompokkan kemampuan berpikir ke
dalam kemampuan berpikir tingkat rendah dan kemampuan berpikir tingkat
tinggi. Kemampuan berpikir tingkat rendah digambarkan sebagai jenis
86
PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN ALAM: Dasar-Dasar untuk Praktik
kemampuan berpikir yang tidak memerlukan proses berpikir yang kompleks,
misalnya menghafal, sedangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi
digambarkan sebagai kemampuan berpikir yang menuntut proses berpikir
yang kompleks, misalnya menganalisis. Pengelompokan berpikir menjadi
berpikir tingkat tinggi dan berpikir tingkat rendah sebenarnya masih dapat
diperdebatkan. Coba Anda pikirkan bagaimana menentukan urutan dari
berpikir paling rendah ke berpikir paling tinggi untuk jenis-jenis berpikir
berikut (Gambar 6.1).
Kreatif
Kritis Deduktif
Sistem Induktif
Konver-
gen
Gambar 6.1 Jenis-jenis berpikir
Bagaimana Anda akan meranking jenis-jenis berpikir
tersebut? Penulis yakin tidak mudah bagi Anda untuk meranking jenis-jenis
berpikir tersebut. Mungkin sebagian dari kita terbiasa dengan taksonomi
berpikir menurut Bloom (Anderson et al., 2001; Bloom, Engelhart, Furst,
Hill, & Krathwohl, 1956) yang mengelompokkan berpikir secara berjenjang
dari menghafal hingga mencipta (Gambar 6.2).
Mencipta (Create)
Mengevaluasi (Evaluate)
Menganalisis (Analyze)
Menerapkan (Apply)
Memaham (Understand)
Menghafal (Remember)
Gambar 6.2 Taksonomi berpikir menurut Bloom 87
PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN ALAM: Dasar-Dasar untuk Praktik
Taksonomi berpikir menurut Bloom dirancang untuk
menggambarkan penjenjangan tingkat berpikir dari yang rendah ke yang
tinggi. Menghafal merupakan jenjang berpikir paling rendah sedangkan
mencipta merupakan jenjang berpikir paling tinggi. Betulkah demikian?
Bagaimanakah Anda akan mengategorikan berpikir tingkat rendah
dan berpikir tingkat tinggi? Kita mengenal berpikir menghafal dan berpikir
kreatif. Manakah yang lebih tinggi tingkatannya, berpikir menghafal ataukah
berpikir kreatif? Mungkin Anda akan menyatakan bahwa berpikir kreatif
lebih tinggi tingkatannya dibandingkan berpikir menghafal. Betulkah
demikian? Pada saat kita belajar kimia di sekolah, kita dikenalkan dengan
tabel periodik. Tabel periodik disusun sedemikian rupa sehingga tabel
tersebut sangat bermanfaat. Di tabel tersebut setiap atom selain
dicantumkan nomor atom dan juga disertai dengan informasi massa atom.
Semua informasi dalam tabel periodik ternyata sangat berguna dalam
banyak hal, misalnya untuk mempelajari sifat suatu atom (Gambar 6.3).
Sumber: https://www.pinterest.com/pin/313352086576054278/
Gambar 6.3 Tabel periodik
Apakah Anda termasuk orang yang sanggup menghafal tabel periodik
tersebut? Apakah kesulitannya sehingga banyak dari kita tidak sanggup
menghafal tabel periodik yang hanya satu halaman? Ternyata menghafal
bukanlah tugas yang mudah. Sekalipun menghafal dianggap sebagai proses
kognitif yang rendah, ternyata menghafal tidaklah mudah dilakukan.
88
PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN ALAM: Dasar-Dasar untuk Praktik