~ Adat istiadat.
Daftar Pusaka
Ans, A. H. ( 2021, Oktober 19). Pengertian Konstitusi Menurut Para Ahli Beserta Jenis
dan Contohnya. Diambil kembali dari -konstitusi-menurut-para-ahli-beserta-jenis-
dan-contohnya: https://tirto.id/pengertian-konstitusi-menurut-para-ahli-beserta-
jenis-dan-contohnya-gjyi
nuraini, t. n. ( 2021, oktober 13 ). Pengertian Konstitusi dan Fungsinya, Dasar Hukum
Negara yang Sangat Penting. Diambil kembali dari pengertian-konstitusi-dan-
fungsinya-dasar-hukum-negara-yang-sangat-penting:
https://www.merdeka.com/trending/pengertian-konstitusi-dan-fungsinya-dasar-
hukum-negara-yang-sangat-penting-kln.html
Tika, E. (2018, juni 23). 3 Fungsi dan Tujuan Rule of Law yang Utama dan Terpenting.
Diambil kembali dari fungsi-rule-of-law: https://guruppkn.com/fungsi-rule-of-law
100
BAB X
SISTEM KETATANEGARAAN INDONNESIA
A. Konstitusi dan Penyelenggaraan Negara
Secara teori, konstitusi diberi makna serta pengertian yang berbedabeda, tergantung
sudut pandang yang digunakan. Hal ini, antara lain, disebabkan konstitusi menjadi obyek
kajian berbagai ilmu, misalnya hukum, dan politik. Cheryl Saunders – Guru Besar Hukum
Tata Negara pada Universitas Melbourne – mengatakan “a constitution is more than a
social contract…it is rather an expression of the general will of a nation. It is a reflection
of its history, fears, concerns, aspirations and indeed, the soul of the nation”. Dalam
pandangan yang hampir serupa, Prof. Muna Ndulo menyebutkan: “Konstitusi sebuah
negara haruslah merupakan catatan kehidupan sebuah bangsa sekaligus mimpi yang belum
terselesaikan. Konstitusi itu haruslah menjadi otobiografi nasional yang mencerminkan.
kemajemukan masyarakatnya, harus menuliskan visi seluruh masyarakat dan bias
meyakinkan bahwa dalam konstitusi itu semua mimpi dan tujuan seluruh masyarakat
dapat tercapai”. Ahli lain, Donald L. Horowitz menjelaskan konstitusi mempunyai dua
karakteristik utama: “mechanical and ideological-aspirational”. Dikatakan mekanik karena
konstitusi mengatur organ-organ atau alat-alat kelengkapan negara, cara bekerjanya organ-
organ tersebut, tugas serta wewenang yang dimiliki oleh alat-alat kelengkapan negara,
termasuk cara mengatasi penyalah gunaan wewenang. Karakter aspirasi ideologi berarti
101
suatu konstitusi memuat tujuan-tujuan bersama yang hendak dicapai oleh sebuah negara.
Tujuan-tujuan tersebut tercantum secara eksplisit atau dapat tersirat dalam pasal-pasal.
Horowitz menyebutnya sebagai “semi-sacred character”. Berkenaan dengan pengertian
konstitusi, K.C. Wheare menyatakan: “The word ‘constitution’ is commonly used in at
least two senses in any ordinary discussion of political affairs. First of all it is used to
describe the whole system of government of a country, the collection of rules which
establish and regulate or govern the government. These rules are partly legal, in the sense
that courts of law will recognize and apply them, and partly non-legal, taking the form of
usages, understandings, customs, or conventions which courts do not recognize as law but
which are not less effective in regulating the government than the rules of
law…. …however, the word ‘constitution’ is used in a narrower sense than this. It is used
to describe not the whole collection of rules, legal and non-legal, but rather a selection of
them which has usually been embodied in one document or in a few closely related
documents. What is more, this selection is almost invariably a selection of legal rules….
‘The Constitution…is a selection of the legal rules which govern the government of that
country and which have been embodied in a document”. Dari pendapat Wheare di atas,
konstitusi dibagi menjadi dua arti, yaitu arti sempit dan arti luas. Konstitusi arti sempit
adalah kumpulan aturan hukum yang tersusun dalam sebuah naskah untuk mengatur
pemerintahan 11 Term of Reference Focus G. suatu negara, yang dikenal sebagai undang-
undang dasar. Adapun konstitusi dalam arti luas berupa kumpulan aturan hukum dan non-
hukum yang menggambarkan keseluruhan sistem pemerintahan suatu negara.
Aturanaturan non-hukum tersebut berupa praktik ketatanegaraan, kebiasaan
ketatanegaraan, dan lain-lain. Konstitusi, dengan demikian, secara umum diartikan sebagai
aturanaturan dasar yang mengatur organisasi negara dengan segala seluk beluknya
sebagaimana dijelaskan oleh Horowitz di atas. Hal-hal yang diatur dalam konstitusi atau
undang-undang dasar dikenal sebagai “materi muatan” yang dapat dikelompokkan ke
dalam beberapa jenis, misalnya, perlindungan hak asasi manusia dan hak-hak warga
negara; susunan ketatanegaraan yang bersifat fundamental; serta pembagian dan
pembatasan tugas-tugas ketatanegaraan yang bersifat fundamental. Dalam praktik,
dijumpai pula materi muatan lainnya, seperti prinsip-prinsip dasar penyelenggaraan negara
sebagaimana diatur dalam Konstitusi Filipina dan Konstitusi India. Sebagai aturan hukum,
umumnya konstitusi diletakkan sebagai peraturan perundang-undangan tertinggi di suatu
negara (the supreme of the land). Hal ini dapat dilihat, misalnya di Indonesia, Amerika
Serikat, Australia, Filipina, dan lain-lain. Konsekuensinya, untuk menjamin dan
melindungi kedudukan ini, maka dikenal adanya mekanisme pengujian untuk memastikan
peraturan perundang-undangan di bawahnya tidak bertentangan dengan konstitusi, baik
bertentangan dalam hal norma materi muatan maupun bertentangan dengan asas-asas yang
ada dalam konstitusi yang bersangkutan. Sebagaimana telah dijelaskan pada Bagian
Pendahuluan, Perubahan UUD 1945 dilatarbelakangi oleh berbagai kelemahan yang
dimiliki oleh UUD 1945. Rangkaian perubahan yang terjadi selama kurun waktu 1999-
2002. memperlihatkan perubahan mendasar materi-materi muatan yang terdapat dalam
UUD 1945. Secara umum, perubahan meliputi: (1) Perubahan paradigma; (2)
102
Menyempurnakan ketentuan yang sudah ada; (3) Meniadakan ketentuan yang
menimbulkan kerancuan, atau dianggap tidak bermanfaat; (4) Menambah ketentuan atau
mengganti ketentuan lama; dan (5) Menegaskan hal-hal yang tidak dapat diubah. Selain
itu, perubahan juga mencakup perubahan yang bersifat penegasan pembatasan kekuasaan,
perimbangan kekuasaan, dan materi yang baru sama sekali. Perubahan paradigma dengan
tujuan membangun paradigm baru terefleksi dalam pasal-pasal mengenai pemerintahan
daerah yang menegaskan prinsip otonomi dan tugas pembantuan sebagai asas-asas
penyelenggaraan pemerintahan daerah. Perubahan status dan kedudukan MPR dari semula
sebagai lembaga negara tertinggi menjadi lembaga yang sejajar dengan lembaga-lembaga
lain, juga dikategorikan sebagai perubahan paradigma. Penyempurnaan ketentuan yang
sudah ada terlihat pada norma mengenai pemilu untuk pengisian jabatan DPR. Ketentuan-
ketentuan mengenai pembentukan MK, DPD, KY merupakan contoh perubahan yang
memasukkan materi baru, sedangkan norma mengenai perimbangan kekuasaan dapat
dilihat pada aturan mengenai kekuasaan konstitusional Presiden dalam memberikan grasi,
amnesti, dan rehabilitasi. Hal serupa dapat ditemukan dalam ketentuan mengenai perlunya
pertimbangan ataupun pendapat DPR untuk hal-hal tertentu, misalnya mengangkat duta
dan konsul. Perubahan yang berkenaan dengan pembatasan kekuasaan, antara lain,
ditemukan dalam Pasal 7 yang membatasi masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden
maksimal dua kali masa jabatan. Penggantian ketentuan lama ditemukan dalam
penghapusan Penjelasan. Penambahan ketentuan yang sudah ada terlihat pada Bab
mengenai HAM. Perubahan materi muatan HAM terlihat masif karena UUD 1945
sebelum perubahan tidak memuat rincian hak-hak asasi manusia. Dalam berbagai tulisan
para ahli dinyatakan bahwa penambahan rincian tersebut dilakukan dengan cara
memasukkan berbagai hak yang dimuat dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia
(Universal Declaration of Human Rights) 1948.17 Penambahan ini sekaligus
memperlihatkan respons Indonesia terhadap tuntutan adanya perlindungan HAM melalui
proteksi konstitusi (constitutional protection) guna memperkuat konstitusionalisme di
Indonesia. Hal yang paling menarik dari aspek materi muatan sebagai akibat perubahan
UUD 1945 adalah dimasukkannya ketentuan baru mengenai pembatasan materi muatan
perubahan sebagaimana diatur dalam Pasal 37 ayat (5) yang menyatakan: “Khusus
mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan”.
Dalam Teori Konstitusi, ketentuan semacam ini dikenal sebagai ‘unamendable provision’.
B. Kelembagaan Negara
1. Jenis dan perkembangan Sebagaimana telah disebutkan di atas, konstitusi atau
undan undang dasar terutama diartikan sebagai tempat mengatur susunan organisasi
negara yang mencakup alat-alat perlengkapan negara, cara mengisi alat-alat perlengkapan
negara, tugas dan wewenang alat perlengkapan negara, serta hubungan antar alat-alat
perlengkapan negara. Kehadiran berbagai alat perlengkapan negara tersebut dipandang
penting karena tujuan-tujuan dan fungsi-fungsi negara akan direalisasikan oleh lembaga-
lembaga tersebut.
103
Secara tradisional, konstitusi negara-negara modern mengatur tiga cabang kekuasaan,
meliputi cabang kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Namun, dalam
perkembangan beberapa dekade terakhir, muncul berbagai lembaga yang mempunyai
fungsi dan karakter yang berbeda dengan ketiga cabang kekuasaan tradisional. Selain
dipengaruhi oleh gerakan demokratisasi, munculnya beragam lembaga baru disebabkan
perubahan paradigma tata kepemerintahan atau governance yang terjadi pada akhir tahun
1990-an. Di banyak negara, lembaga-lembaga negara tidak lagi terbatas pada tiga cabang
kekuasaan tradisional. Indonesia, bahkan, sejak UUD 1945 diberlakukan sejak tanggal 18
Agustus 1945 tidak semata-mata mengenal legislatif, eksekutif, dan yudikatif, melainkan
mengatur pula Dewan Pertimbangan Agung serta Badan Pemeriksa Keuangan. Setelah
Perubahan, lembaga-lembaga negara yang diatur dalam UUD 1945 bertambah, meliputi
Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial, Dewan Perwakilan Daerah. Dewan Pertimbangan
Agung dihapuskan dan diganti oleh sebuah badan pertimbangan yang dibentuk oleh
Presiden yang dikenal dengan sebutan Dewan Pertimbangan Presiden. Selain itu, UUD
1945 mengamanatkan dibentuknya sebuah komisi pemilihan umum yang bersifat nasional
serta sebuah bank sentral. Secara teoritis jenis-jenis lembaga negara dapat ditemukan atas
dasar pendekatan fungsi, pendekatan dasar hukum pembentukan, dan lain-lain. Dalam
kaitan ini, Penulis lebih memilih menggunakan pendekatan fungsi karena lebih
mencerminkan makna lembaga negara. Atas dasar tersebut, lembaga negara dibagi
menjadi beberapa jenis, meliputi: (a) lembaga-lembaga yang memiliki fungsi
ketatanegaraan yang dikenal dengan sebutan alat-alat kelengkapan negara (state’s organs);
(b) lembaga-lembaga yang memiliki fungsi administrasi (administrative agencies);
lembaga-lembaga yang memiliki fungsi pendukung (auxiliaryagencies atau auxiliary
bodies); serta lembaga-lembaga yang berfungsi sementara (ad hoc). Berbeda dengan pada
masa sebelum Perubahan UUD 1945 dimana pengertian lembaga negara lebih
menunjukkan pada pengertian sebagai alat kelengkapan negara (state’s organs) yang
diwujudkan menjadi lembaga tertinggi negara dan lembaga tinggi negara,
perubahanperubahan di masa Reformasi menunjukkan pengertian yang berbeda. Tidak
terdapat lagi sebutan lembaga tertinggi dan lembaga tinggi. Lembaga-lembaga yang diatur
dalam UUD 1945 disebut sebagai lembaga negara, meskipun dari fungsi tidak
melaksanakan fungsi ketatanegaraan, melainkan fungsi pendukung (auxiliary function).
Bahkan, lembaga-lembaga yang disebut sebagai “komisi” atau sebutan lain dikualifikasi
pula sebagai lembaga negara, semata-mata karena undang-undang yang membentuknya
memberikan kualifikasi tersebut. Padahal dilihat dari fungsi, badan-badan tersebut
bukanlah alat kelengkapan negara karena tidak bertindak untuk dan atas nama negara.
Sebagai respons, Bagir Manan menyatakan sebaiknya menggunakan kualifikasi badan
yang bersifat ketatanegaraan dan badan yang tidak bersifat ketatanegaraan. Kualifikasi
tersebut didasarkan pada fungsi, tugas dan wewenang sebagaimana diatur secara substantif
dalam UUD 1945 atau undang-undang mengenai badan tersebut. Atas dasar pendekatan
fungsi tersebut, lembaga-lembaga yang diatur dalam UUD 1945 tidak dengan serta
dikualifikasi sebagai alat kelengkapan negara. Dalam praktik terdapat bermacam
kerancuan atau anomali akibat perubahan pengertian lembaga negara yang mengakibatkan
104
kerancuan pada berbagai aspek dalam kelembagaan negara, terutama hubungan antar
lembaga. Pada saat awal berdirinya Komisi Yudisial terdapat anggapan bahwa Komisi ini
mempunyai kedudukan yang setara dengan Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi
karena diatur dalam Bab Kekuasaan Kehakiman. Akibatnya, sering terjadi “tension”
antara ketiga lembaga tersebut. “Ketegangan” juga seringkali terjadi antara cabang
legislatif dengan eksekutif, atau antara cabang kekuasaan legislatif dengan lembaga
lainnya. Akibat Perubahan UUD 1945, DPR seringkali memperlihatkan dirinya sebagai
lembaga yang sangat dominan dalam penyelenggaraan negara. Untuk “melancarkan”
hubungan dengan DPR, Presiden memilih menteri-menteri dari berbagai partai politik
sehingga menimbulkan apa yang disebut sebagai “Kabinet Koalisi”, suatu praktik
menyimpang dari sistem presidensil yang menghendaki pembentukan kabinet ahli atau
zaken cabinet. Selain itu, contoh terakhir dapat dilihat adanya keinginan beberapa fraksi
DPR yang akan menggunakan hak angket terhadap KPK dengan alasan dalam rangka
menjalankan fungsi pengawasan.
2. Hubungan kelembagaan dan persoalan dalam praktik Salah satu aspek berkenaan
dengan kelembagaan negara adalah aspek hubungan. Hubungan ini akan ditentukan oleh
kualifikasi sebagai badan ketatanegaraan atau bukan badan ketatanegaraan. Dalam kaitan
ini, Bagir Manan menjelaskan: “Dari tinjauan hukum, hubungan kelembagaan negara
dapat bersifat ketatanegaraan (staatsrechtelijk) atau tidak bersifat ketatanegaraan misalnya
hubungan yang bersifat administratif (administratiefrechtelijk). Tetapi tidak sebaliknya.
Badan-badan yang bukan lembaga kenegaraan tidak dapat melakukan hubungan yang
bersifat ketatanegaraan, karena hubungan itu tidak dilakukan untuk dan atas nama negara.
Kalaupun dalam keadaan tertentu dipandang melakukan tugas yang bersifat
ketatanegaraan, hal itu semata karena suatu “pelimpahan” dari pemegang kekuasaan asli
(original power) ketatanegaraan. Tugas dan wewenang ketatanegaraan badan semacam ini
bersifatderivatif belaka (tidak original). Misalnya kejaksaan yang bertindak untuk dan atas
nama negara, semata-mata karena pelimpahan dari penyelenggara negara dibidang
pemerintahan (eksekutif)”. Lebih lanjut Bagir Manan menjelaskan bahwa dalam praktik
dijumpai beraneka ragam hubungan antar kelembagaan negara, antara lain: (a) Hubungan
kerjasama atau hubungan kolegial sebagaimana diperlihatkan melalui hubungan kerjasama
antara DPR dan Presiden dalam hal pembentukan undang-undang. (b) Hubungan
pertanggungjawaban dalam sistem pemerintahan parlementer dimana cabang kekuasaan
eksekutif bertanggung jawab kepada cabang kekuasaan legislatif. (c) Hubungan checks
and balances Sebagaimana telah disebutkan di atas, berbagai kerancuan pengertian
menimbulkan persoalan-persoalan yang cukup mengganggu hubungan antar lembaga.
DPR muncul sebagai penyelenggara negara yang sangat dominan melalui berbagai hak
yang dimilikinya. Atas dasar alasan melaksanakan fungsi anggaran (hak budget), DPR
ikut menentukan besaran anggaran secara detail yang mengakibatkan terbukanya
kesempatan melakukan korupsi. Fungsi lain yang acapkali digunakan untuk
“mengganggu” cabang kekuasaan lain, adalah fungsi pengawasan. Kewenangan lain yang
juga makin memperkuat dominasi serta pengaruh adalah kewenangan ikut serta
105
menentukan pejabatpejabat publik melalui mekanisme “fit and proper test”. Pengisian
Hakim Konstitusi, misalnya, seringkali diwarnai pengaruh politik untuk menentukan calon
yang dikehendaki atas dasar preferensi politik. Hal serupa terjadi dalam pengisian Hakim
Agung. Keseluruhan persoalan di atas terjadi akibat sistem politik yang tidak sehat yang
mengakibatkan berkurangnya kualitas para anggota DPR. Para anggota seakan-akan
mengalami “political shock” karena memiliki kewenangan yang sangat besar, namun tidak
tahu bagaimana mengelola kewenangan tersebut untuk menjalankan fungsi-fungsi yang
berwujud dalam berbagai hak atas dasar prinsip-prinsip konstitusional serta negara hukum
yang demokratis.
C. Hubungan Negara dan Warga Negara Dalam konteks negara dan warga negara,
hubungan beranjak dari makna warga negara yang menunjuk pada “keanggotaan”
seseorang dalam negara tersebut yang menimbulkan hak dan kewajiban yang bersifat
timbal balik. Apa yang menjadi hak bagi seseorang merupakan kewajiban bagi negara
untuk memenuhinya, sebaliknya negara berhak untuk meminta seseorang melaksanakan
kewajibannya. ‘Are You Being Served: State, Citizen, Governance’ merupakan salah satu
buku menarik yang menggambarkan hubungan negara dan warga negara. Buku ini
diterbitkan pada tahun 2001 dengan editor Glyn Davis dan Patrick Wellar. Para
kontributor artikel dalam buku ini menjelaskan bahwa perubahan paradigma governance
yang terjadi pada akhir 1990-an mengakibatkan relasi antara negara atau pemerintah
dengan warga negara mengalami perubahan. Harapan masyarakat dalam menerima
pelayanan yang diselenggarakan oleh negara atau pemerintah bergeser. Semula sebagai
penerima yang bersifat pasif menjadi penerima yang aktif dalam arti dapat melakukan
“gugatan” jika pelayanan tidak memadai. Perubahan lain berkenaan dengan
penyelenggara pelayanan publik. Sebelum tahun 1990-an, pelayanan publik dilakukan
oleh institusi atau lembaga pemerintah. Dengan alasan efisiensi, negara atau pemerintah
melakukan privatisasi pelayanan publik. Ditinjau dari hubungan antara rakyat dengan
negara, salah satu fungsi mendasar negara modern adalah memberikan pelayanan (the
service state). Pelayanan merupakan salah satu bentuk pekerjaan konkrit pemerintah
terhadap rakyat. Bahkan secara eksplisit Bagir Manan menyatakan ‘pelayanan itu sendiri
dipertalikan dengan kesejahteraan umum, bukan sekedar sebutan the service state atau
verzorgingsstaat’.Pelayanan dapat terselenggara dengan baik apabila pemerintah
mengetahui secara pasti kebutuhan rakyat yang dilayaninya. Selain itu, rakyat juga
menyadari hak-hak yang dimilikinya sehingga apabila merasa tidak puas atas pelayanan
yang diterima mereka dapat “menuntut” pemerintah. Dalam suatu negara yang
berdasarkan prinsip negara hukum yang demokratis, bahkan setiap orang dapat
“memperkarakan” negara atau pemerintah. Pengertian “memperkarakan” tidak semata-
mata berhubungan dengan pengadilan, melainkan termasuk pula melalui mekanisme non-
yudisial, misalnya melalui penyempaian keberatan atau keluhan kepada lembaga-lembaga
yang memiliki kewenangan di bidang tersebut, misalnya Ombudsman. Hubungan negara
dengan para warga negaranya berwujud dalam bentuk hak-hak asasi atau hak-hak
konstitusional warga negara yang dijamin dalam UUD 1945 serta peraturan perundang-
106
undangan lainnya. Sebagaimana telah disebutkan dalam bagian terdahulu, UUD 1945
memuat jaminan hak asasi yang lebih lengkap yang meliputi hak-hak sipil, politik,
ekonomi, sosial serta budaya atau yang dkenal pula sebagai hak-hak substantif. Hak
konstitusi ini bukan saja terdapat dalam Bab X dan XA, melainkan juga dalam Bab
Pemerintahan Daerah yang menjamin hak-hak tradisional masyarakat hukum adat.
Meskipun tidak djamin secara eksplisit dalam UUD 1945, hakhak prosedural dijamin
sebagai “statutory rights” dalam berbagai undangundang, misalnya UU Pelayanan Publik
dan UU Ombudsman Republik Indonesia. Berbagai jaminan hak-hak asasi tersebut dalam
rangka kewajibankewajiban melakukan pemajuan, perlindungan serta pemenuhan.
Kewajiban melakukan penghormatan membawa negara atau pemerintah tidak dapat
secara sewenang-wenang mencampuri baik secara langsung maupun tidak langsung.
Misalnya, berkenaan dengan hak atas pendidikan. Kewajiban menghormati menyebabkan
negara atau pemerintah dilarang melakukan tindakan yang menghalang-halangi
pelaksanaan hak atas pendidikan. Kewajiban melakukan proteksi berarti negara atau
pemerintah harus mengambil langkah-langkah atau tindakan-tindakan yang mencegah
pihak ketiga melakukan pelanggaran, seperti membiarkan pihak swasta menerapkan
ketentuan uang sekolah yang sangat tinggi. Kewajiban melakukan pemenuhan
mengharuskan negara atau pemerintah melakukan tindakan-tindakan tertentu agar hak
mendapatkan sekolah gratis untuk tingkat pendidikan dasar dapat dinikmati oleh semua
orang. Dalam praktik berbagai jaminan konstitusi dan undang-undang tidak dengan serta
menyebabkan pemenuhan berjalan sebagaimana diharapkan. Berbagai hak dasar,
terutama hak-hak ekonomi, sosial dan budaya belum terwujud. Hak atas pendidikan
misalnya, meskipun UUD 1945 telah menentukan 20% APBN untuk keperluan
pendidikan, akan tetapi masih banyak rakyat yang belum menikmati secara wajar,
terutama daerah-daerah terpencil. Hak administrasi yang baik, yang antara lain terwujud
dalam pemberian KTP elektronik belum dinikmati oleh banyak orang akibat dana yang
dikorupsi. Hak atas perumahan yang layak masih dinikmati oleh kalangan dengan tingkat
ekonomi menengah ke atas. Demikian pula hak atas lingkungan hidup yang sehat masih
terkendala oleh lemahnya negara menegakkan aturan-aturan yang melindungi masyarakat
dari pencemaran lingkungan.
PERTANYAAN
1. Apa makna Konstitusi? Dan jelaskan!
= Secara teori, konstitusi diberi makna serta pengertian yang berbedabeda, tergantung
sudut pandang yang digunakan. Hal ini, antara lain, disebabkan konstitusi menjadi obyek
kajian berbagai ilmu, misalnya hukum, dan politik. Cheryl Saunders – Guru Besar Hukum
Tata Negara pada Universitas Melbourne – mengatakan “a constitution is more than a
social contract…it is rather an expression of the general will of a nation. It is a reflection
107
of its history, fears, concerns, aspirations and indeed, the soul of the nation”. Dalam
pandangan yang hampir serupa, Prof. Muna Ndulo menyebutkan: “Konstitusi sebuah
negara haruslah merupakan catatan kehidupan sebuah bangsa sekaligus mimpi yang belum
terselesaikan. Konstitusi itu haruslah menjadi otobiografi nasional yang mencerminkan.
kemajemukan masyarakatnya, harus menuliskan visi seluruh masyarakat dan bias
meyakinkan bahwa dalam konstitusi itu semua mimpi dan tujuan seluruh masyarakat
dapat tercapai”. Ahli lain, Donald L. Horowitz menjelaskan konstitusi mempunyai dua
karakteristik utama: “mechanical and ideological-aspirational”. Dikatakan mekanik karena
konstitusi mengatur organ-organ atau alat-alat kelengkapan negara, cara bekerjanya organ-
organ tersebut, tugas serta wewenang yang dimiliki oleh alat-alat kelengkapan negara,
termasuk cara mengatasi penyalah gunaan wewenang. Karakter aspirasi ideologi berarti
suatu konstitusi memuat tujuan-tujuan bersama yang hendak dicapai oleh sebuah negara.
Tujuan-tujuan tersebut tercantum secara eksplisit atau dapat tersirat dalam pasal-pasal.
Horowitz menyebutnya sebagai “semi-sacred character”. Berkenaan dengan pengertian
konstitusi, K.C. Wheare menyatakan: “The word ‘constitution’ is commonly used in at
least two senses in any ordinary discussion of political affairs. First of all it is used to
describe the whole system of government of a country, the collection of rules which
establish and regulate or govern the government. These rules are partly legal, in the sense
that courts of law will recognize and apply them, and partly non-legal, taking the form of
usages, understandings, customs, or conventions which courts do not recognize as law but
which are not less effective in regulating the government than the rules of
law…. …however, the word ‘constitution’ is used in a narrower sense than this. It is used
to describe not the whole collection of rules, legal and non-legal, but rather a selection of
them which has usually been embodied in one document or in a few closely related
documents. What is more, this selection is almost invariably a selection of legal rules….
‘The Constitution…is a selection of the legal rules which govern the government of that
country and which have been embodied in a document”. Dari pendapat Wheare di atas,
konstitusi dibagi menjadi dua arti, yaitu arti sempit dan arti luas. Konstitusi arti sempit
adalah kumpulan aturan hukum yang tersusun dalam sebuah naskah untuk mengatur
pemerintahan 11 Term of Reference Focus G. suatu negara, yang dikenal sebagai undang-
undang dasar. Adapun konstitusi dalam arti luas berupa kumpulan aturan hukum dan non-
hukum yang menggambarkan keseluruhan sistem pemerintahan suatu negara.
Aturanaturan non-hukum tersebut berupa praktik ketatanegaraan, kebiasaan
ketatanegaraan, dan lain-lain. Konstitusi, dengan demikian, secara umum diartikan sebagai
aturanaturan dasar yang mengatur organisasi negara dengan segala seluk beluknya
2. pembagian dan pembatasan tugas-tugas ketatanegaraan yang bersifat ?
= fundamental.
3. Secara tradisional, konstitusi negara-negara modern mengatur tiga cabang
kekuasaan, yaitu?
= meliputi cabang kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif
108
4. Sebutkan Perubahan UUD 1945 dilatarbelakangi oleh berbagai kelemahan yang
dimiliki oleh UUD 1945. Rangkaian perubahan yang terjadi selama kurun waktu
1999-2002. memperlihatkan perubahan mendasar materi-materi muatan yang
terdapat dalam UUD 1945. Secara umum, perubahan meliputi:
= (1) Perubahan paradigma; (2) Menyempurnakan ketentuan yang sudah ada; (3)
Meniadakan ketentuan yang menimbulkan kerancuan, atau dianggap tidak bermanfaat; (4)
Menambah ketentuan atau mengganti ketentuan lama; dan (5) Menegaskan hal-hal yang
tidak dapat diubah.
5. Menurut Bagir Manan menjelaskan bahwa dalam praktik dijumpai beraneka
ragam hubungan antar kelembagaan negara, antara lain:
= (a) Hubungan kerjasama atau hubungan kolegial sebagaimana diperlihatkan melalui
hubungan kerjasama antara DPR dan Presiden dalam hal pembentukan undang-undang. (b)
Hubungan pertanggungjawaban dalam sistem pemerintahan parlementer dimana cabang
kekuasaan eksekutif bertanggung jawab kepada cabang kekuasaan legislatif. (c) Hubungan
checks and balances Sebagaimana telah disebutkan di atas, berbagai kerancuan pengertian
menimbulkan persoalan-persoalan yang cukup mengganggu hubungan antar lembaga.
Daftar Pusaka
https://pusdik.mkri.id/materi/materi_197_SISTEM%20KETATANEGARAAN%20BERD
ASARKAN%20UUD%201945.pdf
109
BAB XI
WAWASAN NUSANTARA
A. Pengertian Wawasan Nusantara
Pengertian wawasan nusantara adalah cara pandang terhadap bangsa dengan tujuan
menjaga persatuan dan kesatuan yang diwujudkan dengan mengutamakan kepentingan
nasional dibanding kepentingan pribadi, kelompok, atau suatu golongan tertentu.
Wawasan nusantara juga biasanya dikenal sebagai wawasan nasional dan wawasan
kebangsaan tentang cara pandang dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan wilayah Indonesia. Tak hanya
itu, menurut sudut pandang geopolitik Indonesia secara mendasar, wawasan nusantara
secara harfiah merupakan konsep kepulauan; secara kontekstual istilah ini lebih tepat
diterjemahkan sebagai “visi kepulauan Indonesia”. Dalam hal ini, wawasan nusantara
adalah cara bangsa Indonesia memandang dirinya sendiri secara geografis, sebagai suku
kesatuan antara ideologi, politik, ekonomi, sosiokultural, serta masalah keamanan dan
pertahanan.
1. Secara Etimologi
110
Secara etimologi, pengertian wawasan nusantara berasal dari bahasa Jawa yakni
“wawas”. Wawas memiliki arti pandangan. Selanjutnya nusa memiliki arti kesatuan
kepulauan dan antara yang bermakna dua samudera. Secara umum, pengertian dari
wawasan nusantara adalah cara pandang atau cara melihat kesatuan kepulauan yang
terletak di antara Asia dan Australia, juga di antara dua samudera, Hindia dan Pasifik.
2. Menurut Tap MPR tahun 1993 dan 1998
Berdasarkan Ketetapan MPR (Tap MPR) tahun 1993 dan 1998 tentang GBHN,
pengertian wawasan nusantara merupakan cara pandang dan sikap bangsa Indonesia.
Wawasan nusantara juga tentang jati diri dan lingkungan yang mengutamakan persatuan
dan kesatuan bangsa, serta kesatuan wilayah demi tercapainya tujuan nasional.
3. Menurut Tap MPR tahun 1999
Sementara itu, bunyi Tap MPR tahun 1999 tentang wawasan nusantara adalah,
“Wawasan nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa mengenai diri dan
lingkungan yang serba beragam dan nilai strategis dengan mengutamakan persatuan
dan kesatuan bangsa serta wilayah dalam menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara dengan tujuan mencapai tujuan nasional”.
Pengertian Wawasan Nusantara Menurut Ahli
Tak hanya secara umum dan sesuai dengan Ketetapan MPR, wawasan nusantara juga
memiliki pengertian tersendiri menurut beberapa ahli. Berikut ini pengertian wawasan
nusantara menurut para ahli.
1. Prof. Wan Usman
Menurut Prof. Wan Usman, Wawasan nusantara merupakan cara pandang bangsa
Indonesia mengenai diri dan tanah air sebagai negara kepulauan dalam segala aspek
kehidupan yang beragam.
2. Munadjat Danusaputro (1981)
Sementara itu, Munadjat Danusaputro berpendapat bahwa wawasan nusantara adalah
cara pandang bangsa Indonesia tentang diri dan lingkungannya dalam eksistensi yang
saling berhubungan serta penerapannya di tengah lingkungan berdasarkan asas nusantara.
Asas nusantara dalam wawasan nusantara ini menurut Munadjat Danusaputro adalah
suatu ketentuan dasar yang harus ditaati, dipatuhi, dan dipelihara agar kepentingan
nasional dapat terwujud.
Sementara itu, cara pandang bangsa Indonesia tentang diri dan lingkungannya juga harus
sesuai dengan ide nasionalis Pancasila, yang mana sebagai aspirasi suatu bangsa yang
merdeka, berdaulat, dan bermartabat di tengah-tengah lingkungan yang mampu
menjiwai tindak kebijaksanaan dalam mencapai tujuan perjuangan bangsa.
111
3. Sumarsono (2002)
Menurut Sumarsono, wawasan nusantara merupakan nilai yang menjiwai segenap
peraturan perundang-undangan pada setiap strata di seluruh wilayah negara, sehingga
menggambarkan sikap dan perilaku, paham, serta semangat kebangsaan atau
nasionalisme yang tinggi yang merupakan identitas atau jati diri bangsa Indonesia.
Sumarsono membagi cara pandang bangsa Indonesia terhadap wawasan nusantara
menjadi tiga unsur:
a. Wadah dari wawasan nusantara
Wadah dari wawasan nusantara menurut Sumarsono adalah wilayah negara kesatuan
Republik Indonesia berupa nusantara dan organisasi negara Republik Indonesia sebagai
kesatuan yang utuh.
b. Isi wawasan nusantara
Selanjutnya, isi wawasan nusantara merupakan inspirasi bangsa Indonesia berupa
terwujudnya cita-cita nasional berdasarkan pancasila dan UUD 1945.
c. Tata laku dari wawasan nusantara
Terakhir, dalam wawasan nusantara terdapat unsur tata laku dari wawasan nusantara
yang artinya merupakan tindakan bangsa Indonesia untuk melaksanakan falsafah
Pancasila dan UUD 1945 yang apabila dilaksanakan dapat menghasilkan wawasan
nusantara.
4. Samsul Wahidin (2010)
Wawasan nusantara menurut pendapat Samsul merupakan cara memahami, cara
menghayati, cara bersikap, cara bertindak, cara berpikir, dan bertingkah laku bagi
bangsa Indonesia sebagai hasil dari interaksi psikologis dan sosiokultural dalam arti luas
dengan aspek-aspek astagatra (aspek geografis, demografi, dan sumber kekayaan).
5. M. Panggabean (1979)
Menurut M. Panggabean, wawasan nusantara merupakan doktrin politik bangsa
Indonesia untuk mempertahankan kelangsungan hidup NKRI berdasarkan Pancasila dan
UUD 1945 dengan mempertimbangkan pengaruh ekonomi, geografi, demografi,
teknologi, dan peluang strategis lainnya.
6. Sabarti Akhadiah MK (1997)
Selanjutnya, wawasan nusantara menurut Sabarti Akhadiah merupakan cara pandang
bangsa Indonesia tentang diri dan lingkungannya yang sesuai dengan Pancasila serta
UUD 1945 sebagai bentuk apresiasi bangsa yang merdeka, berdaulat, dan bermartabat
yang menjiwai kebijakan dalam mencapai tujuan bangsa.
112
7. Srijanti, Kaelan, dan Achmad Zubaidi (2007)
Srijanti, Kaelan, dan Achmad Zubaidi berpendapat bahwa wawasan nusantara adalah
cara pandang bangsa terhadap diri dan lingkungannya berdasarkan Pancasila dan UUD
1945, serta sesuai dengan wilayah geografis nusantara yang menjiwai kehidupan bangsa
demi mencapai tujuan dan cita-cita nasional.
8. Noor Ms Bakry (1996)
Wawasan nusantara menurut Noor Ms Bakry diartikan sebagai cara pandang bangsa
Indonesia tentang diri dan lingkungannya juga harus sesuai dengan ide
nasional Pancasila sebagai aspirasi suatu bangsa yang merdeka, berdaulat, dan
bermartabat di tengah-tengah lingkungannya dan menjiwai tindak kebijaksanaan dalam
mencapai tujuan perjuangan bangsa.
9. Sukrama (1996)
Menurut Sukrama, wawasan nusantara merupakan pandangan hidup bangsa Indonesia
dalam memanfaatkan konstelasi geografis Indonesia, sejarah, dan kondisi sosial budaya
untuk mengejawantahkan segala dorongan dan rangsangan di dalam usaha pencapaian
aspirasi bangsa dan kepentingan tujuan-tujuan nasional.
10. Winarno (2011)
Winarno berpendapat bahwa wawasan nusantara diartikan sebagai cara pandang dan
sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya, dengan mengutamakan
persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah dalam penyelenggaraan
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
B. Konsep Wawasan Nusantara
Konsep wawasan nusantara memperlihatkan sejarah panjang Nusantara bahwa
perpecahan wilayah pada akhirnya justru merugikan bangsa Indonesia sendiri. Oleh
sebab itu muncul suatu kebutuhan yakni persatuan yang lantas digunakan sebagai
konsep wawasan nusantara untuk menyatukan cara pandang nasional. Pasca-
kemerdekaan tepatnya pada 13 Desember 1957 silam, lahirlah Deklarasi Djuanda yang
mengusung konsep wawasan nusantara. Usaha memperjuangkan konsep wawasan
nusantara ditempuh melalui forum regional dan internasional. Hingga akhirnya, konsep
tersebut diterima secara konsensus oleh seluruh bangsa di dunia lewat Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) dan kemudian dipakai sebagai hukum Internasional baru yang
tercantum dalam United Nations Convention on the Law of The Sea (UNCLOS) 1982.
Dalam konsep wawasan nusantara tersebut, Hasim Djalal (2004) mengatakan bahwa laut
tidak boleh lagi dianggap sebagai pemisah antara pulau atau wilayah di Indonesia,
melainkan media yang justru menyatukan pulau dan wilayah Indonesia. Sementara itu,
secara aspek geografis, UUD 1945 pasal 25A, “Negara Kesatuan Republik Indonesia
adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-
batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang”.
113
C. Hakikat Wawasan Nusantara
Hakikat wawasan nusantara adalah kesatuan dan keutuhan nasional negara Indonesia.
Hal tersebut secara luas dapat diartikan sebagai cara pandang yang selalu utuh
menyeluruh dalam lingkup nusantara, demi kepentingan nasional, Dalam hakikat
wawasan nusantara, tiap warga negara tanpa kecuali harus berpikir, bersikap, dan
bertindak secara utuh dan menyeluruh, semata-mata demi kepentingan
nasional. Oleh sebab itu, hakikat wawasan nusantara juga dapat diartikan sebagai
keutuhan serta kesatuan wilayah nasional atau persatuan bangsa dan wilayah. Sementara
itu, secara Garis Besar Haluan Negara (GBHN) menjelaskan jika hakikat wawasan
nusantara diwujudkan dengan pernyataan bahwa kepulauan Nusantara sebagai satu
kesatuan ekonomi, politik, sosial budaya, serta ketahanan keamanan. Dalam hakikat
wawasan nusantara, terdapat landasan hukum yang tercantum dalam Tap MPR berikut
ini:
Tap MPR No. IV/MPR/1973 pada tanggal 22 Maret 1973
Tap MPR. No. IV/1978/22/Maret/1978/ tentang GBHN
Tap MPR. No. II/MPR/1983/12/Maret/1983
D. Asas Wawasan Nusantara
Asas wawasan nusantara merupakan suatu kaidah atau ketentuan dasar yang wajib
dipatuhi, dilakukan, serta dijaga oleh seluruh elemen masyarakat agar tercipta
perdamaian serta keseimbangan di Indonesia. Secara keseluruhan, ada 6 asas wawasan
nusantara yang wajib dipahami berikut ini.
1. Asas Solidaritas
Asas solidaritas dalam wawasan nusantara merupakan perasaan emosional dan moral
yang terbentuk pada hubungan antar-individu atau kelompok berdasarkan rasa saling
percaya, kesamaan tujuan dan cita-cita, serta adanya kesetiakawanan dan rasa
sepenanggungan.
Sikap solidaritas ini merupakan bentuk kepedulian terhadap orang lain yang sudah
selayaknya dijalankan oleh seluruh masyarakat Indonesia tanpa membeda-bedakan dari
dan kepada siapa.
Kemudian, kesetiaan menjadi tonggak utama dalam menciptakan persatuan serta
kesatuan suatu negara. Rasa kesetiakawanan atau solidaritas dapat menjadi kekuatan
tersendiri untuk mewujudkan tujuan dan cita-cita nasional.
2. Asas Kejujuran
Asas kejujuran dalam wawasan nasional adalah kejujuran dalam berpikir serta bertindak
sebagai asas wawasan nusantara yang penting. Berani berpikir dan bertindak hanya yang
114
sesuai dengan fakta serta kenyataan hukumnya wajib dilakukan demi tercapainya
kemajuan bangsa.
3. Asas Kesamaan Tujuan
Memiliki tujuan serta kepentingan yang sama merupakan salah satu asas wawasan
nusantara. Sebagai contohnya, saat masa kemerdekaan silam, semua masyarakat
Indonesia melakukan perjuangan bersama-sama dalam mengusir penjajah.
4. Asas Keadilan
Dalam wawasan nusantara juga terdapat asas keadilan yang artinya seluruh elemen
masyarakat memiliki hak yang sama dalam mendapatkan keadilan dan mewujudkan
tujuan serta cita-cita nasional dan tidak boleh merugikan pihak tertentu maupun
mengutamakan kepentingan kelompok atau golongan tertentu.
Dalam hal ini, asas keadilan pada wawasan nusantara berlaku dalam segala aspek
kehidupan bernegara, baik keadilan secara hukum, ekonomi, politik, serta sosial.
5. Asas Kerja Sama
Selanjutnya, dalam wawasan nusantara juga terdapat asas kerja sama yang merupakan
kesadaran pada tujuan serta kepentingan yang sama untuk menciptakan kerja sama
antar-elemen masyarakat. Asas kerjasama perlu dilandasi dengan koordinasi agar dapat
dilaksanakan atas dasar kesetaraan agar terciptanya efektivitas dalam mencapai tujuan
bersama.
Sebab, gotong royong dan kebersamaan dalam asas kerja sama pada wawasan nusantara
ini dapat memudahkan dan meringankan suatu pekerjaan, termasuk dalam menghadapi
tantangan terhadap implementasi wawasan nusantara.
6. Asas Kepentingan Bersama
Terakhir, dalam wawasan nusantara termuat asas kepentingan bersama yang bertujuan
untuk kepentingan yang sama. Hal ini terlihat dari proses perjuangan mengusir penjajah
untuk meraih kemerdekaan. Saat ini, asas kepentingan bersama dalam wawasan
nusantara juga dapat diterapkan di masa pembangunan.
Tujuan Wawasan Nusantara
Tujuan wawasan nusantara dibagi menjadi dua, yakni tujuan wawasan nusantara ke luar
dan tujuan wawasan nusantara ke dalam.
1. Tujuan wawasan nusantara ke luar
Tujuan wawasan nusantara keluar adalah untuk menjamin kepentingan nasional
dalam era globalisasi yang kian mendunia maupun kehidupan di dalam negeri.
Selanjutnya, tujuan ini dimaksud untuk turut serta melaksanakan ketertiban dunia
115
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, keadilan sosial, dan sikap saling
menghormati.
Bangsa Indonesia harus terus-menerus melakukan upaya mengamankan dan menjaga
kepentingan nasionalnya dalam kehidupan internasional dalam semua aspek, baik
kehidupan, politik, ekonomi, sosial budaya, maupun pertahanan dan keamanan demi
tercapainya tujuan nasional yang tertera dalam UUD 1945.
2. Tujuan wawasan nusantara ke dalam
Selanjutnya, tujuan wawasan nusantara ke dalam adalah untuk menjamin
berlangsungnya persatuan dan kesatuan di segenap aspek kehidupan nasional, baik aspek
alamiah maupun aspek sosial.
Bangsa Indonesia diharapkan mampu meningkatkan kepekaannya dan berupaya untuk
mencegah faktor-faktor penyebab timbulnya disintegrasi bangsa sedini mungkin dan
terus mengupayakan terjaganya persatuan dan kesatuan dalam kebhinekaan.
Fungsi Adanya Wawasan Nusantara
Fungsi adanya wawasan nusantara bagi masyarakat Indonesia adalah sebagai
pedoman, motivasi, dorongan, serta rambu-rambu dalam menentukan segala
kebijaksanaan, keputusan, tindakan, dan perbuatan bagi penyelenggara negara di tingkat
pusat dan daerah maupun bagi seluruh rakyat Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.
Aspek Trigatra
Di dalam wawasan nusantara, harus memiliki landasan penting untuk Ketahanan
Nasional. Ketahanan nasional merupakan konsepsi pisau analisis untuk memecahkan
problem atau masalah kehidupan berbangsa melalui pendekatan delapan aspek
kehidupan nasional yang disebut Astagatra.
Astagatra terdiri atas Trigatra dan Pancagatra. Dan berikut ini aspek Trigatra yang
menjadi bagian dalam aspek Ketahanan Nasional dalam wawasan nusantara.
116
1. Letak dan Bentuk Geografis
Dalam wawasan nusantara, terdapat letak geografis wilayah Indonesia dalam peta dunia
yang menampilkan bahwa wilayah negara Indonesia merupakan suatu kepulauan yang
menurut wujud terdiri dari daerah air dengan ribuan pulau di dalamnya.
Dalam bahasa asing, hal tersebut disebut sebagai suatu archipelago kelvar. Kepulauan
disebut archipelago yang terletak antara Benua Asia di sebelah utara dan Benua
Australia di sebelah selatan. Ada pula Samudera Indonesia di sebelah barat dan
Samudera Pasifik di sebelah timur.
Letak geografisnya terletak pada 6 LU-11 LS, 95 BT-141 BT dan dilalui garis
khatulistiwa yang di tengah-tengahnya terbentang garis ekuator sehingga Indonesia
memiliki 2 musim, yakni musim hujan dan kemarau.
2. Keadaan dan kemampuan penduduk
Pada wawasan nusantara, terdapat aspek keadaan dan kemampuan penduduk. Faktor
penduduk yang mempengaruhi ketahanan nasional adalah sebagai berikut:
a. Faktor yang mempengaruhi komposisi penduduk
Komposisi penduduk dalam wawasan nusantara merupakan susunan penduduk menurut
umur, kelamin, agama, suku bangsa, tingkat pendidikan, dan sebagainya. Susunan
penduduk itu dipengaruhi oleh moralitas, fertilitas, dan migrasi.
Sejauh ini, fertilitas jadi unsur yang paling berpengaruh terhadap umur dan jenis
penduduk golongan muda yang bisa menimbulkan persoalan penyediaan fasilitas
pendidikan, perluasan lapangan kerja, dan sebagainya yang mempengaruhi komposisi
penduduk pada wawasan nusantara.
b. Faktor yang mempengaruhi distribusi penduduk
Selanjutnya, dalam wawasan nusantara juga memiliki faktor yang mempengaruhi
distribusi penduduk. Distribusi penduduk ideal adalah yang memenuhi persyaratan
kesejahteraan dan keamanan yakni penyebaran merata Oleh sebab itu, pemerintah perlu
117
memberikan kebijakan yang mengatur penyebaran penduduk, misal transmigrasi,
mendirikan pusat pengembangan, pusat industri, dan sebagainya. Sementara itu,
kemampuan penduduk yang tidak seimbang dengan pertumbuhannya menimbulkan
berbagai ancaman terhadap pertahanan nasional.
3. Keadaan dan Kekayaan Alam
Kekayaan sumber-sumber alam sebenarnya terdapat di atmosfer, di permukaan bumi,
laut, perairan, dan di dalam bumi. Dalam wawasan nusantara, sumber alam
sesungguhnya memiliki arti yang sangat luas karena Indonesia dikenal sebagai negara
yang kaya akan sumber alam, meliputi pelican atau mineral, flora, dan fauna, serta
sumber lainnya. Sifat unik tersebut jumlahnya terbatas dan penyebarannya tidak merata
sehingga menimbulkan ketergantungan dari dan oleh negara dan bangsa lain. Dan
berikut ini bentuk sumber daya yang terdapat di Indonesia sebagai wawasan nusantara
dibagi menjadi tiga prinsip asas:
a. Asas maksimal
Asas maksimal merupakan sumber daya alam yang dikelola atau dimanfaatkan dan
harus benar-benar menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.
b. Asas lestari
Asas lestari berarti pengolahan sumber daya alam pada wawasan nusantara tidak boleh
menimbulkan kerusakan lingkungan dan harus turut menjaga keseimbangan alam
c. Asas berdaya saing
Asas dalam wawasan nusantara ini maksudnya hasil sumber daya alam harus bisa
bersaing dengan sumber daya alam di negara lain.
Implementasi Wawasan Nusantara
Implementasi atau penerapan wawasan nusantara harus tecermin pada pola pikir, sikap,
dan tindakan yang senantiasa mendahulukan kepentingan bangsa daripada kepentingan
118
pribadi atau suatu golongan. Oleh sebab itu, berikut ini implementasi wawasan
nusantara yang berorientasi pada kepentingan masyarakat dan wilayah Indonesia.
1. Dalam Kehidupan Pertahanan Keamanan
Implementasi wawasan nusantara dalam kehidupan pertahanan dan keamanan akan
menumbuhkan kesadaran cinta Tanah Air dan membela sikap bela negara setiap
masyarakat Indonesia. Kesadaran dan sifat bela negara ini menjadi modal utama untuk
menggerakkan partisipasi setiap warga negara Indonesia dalam menanggapi berbagai
bentuk ancaman yang membahayakan keselamatan dan kedaulatan bangsa.
2. Dalam Kehidupan Politik
Implementasi wawasan nusantara dalam kehidupan politik akan terus menciptakan iklim
penyelenggaraan negara yang sehat dan dinamis. Hal ini akan nampak terwujud menjadi
pemerintahan yang kuat, aspiratif, dan terpercaya yang dibangun sebagai kedaulatan
rakyat.
119
3. Dalam Geopolitik
Implementasi wawasan nusantara dalam geopolitik terdiri atas ekonomi, letak geografis,
dan sosial budayanya. Dalam hal ekonomi, di dalam implementasi wawasan nusantara
harus menciptakan tatanan ekonomi yang menjamin pemenuhan dan peningkatan
kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara merata dan adil. Implementasi wawasan
nusantara dalam hal ekonomi harus mampu mencerminkan tanggung jawab pengelolaan
sumber daya alam yang memperhatikan kebutuhan masyarakat antar-daerah secara
timbal balik serta menjaga kelestarian sumber daya alam itu sendiri. (Abdhul, 2022)
Kesimpulan
Secara etimologi, pengertian wawasan nusantara berasal dari bahasa Jawa yakni
«wawas». Wawas memiliki arti pandangan. Selanjutnya nusa memiliki arti kesatuan
kepulauan dan antara yang bermakna dua samudera. Secara umum, pengertian dari
wawasan nusantara adalah cara pandang atau cara melihat kesatuan kepulauan yang
terletak di antara Asia dan Australia, juga di antara dua samudera, Hindia dan Pasifik.
Oleh sebab itu muncul suatu kebutuhan yakni persatuan yang lantas digunakan sebagai
konsep wawasan nusantara untuk menyatukan cara pandang nasional. Pasca-kemerdekaan
tepatnya pada 13 Desember 1957 silam, lahirlah Deklarasi Djuanda yang mengusung
konsep wawasan nusantara. Usaha memperjuangkan konsep wawasan nusantara ditempuh
melalui forum regional dan internasional. Fungsi adanya wawasan nusantara bagi
masyarakat Indonesia adalah sebagai pedoman, motivasi, dorongan, serta rambu-rambu
dalam menentukan segala kebijaksanaan, keputusan, tindakan, dan perbuatan bagi
penyelenggara negara di tingkat pusat dan daerah maupun bagi seluruh rakyat Indonesia
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Pertanyaan dan Jawaban
1. Sebutkan maksud wawasan nusantar menurut 3 ahli!
1. Munadjat Danusaputro (1981)
Sementara itu, Munadjat Danusaputro berpendapat bahwa wawasan nusantara
adalah cara pandang bangsa Indonesia tentang diri dan lingkungannya dalam
eksistensi yang saling berhubungan serta penerapannya di tengah lingkungan
berdasarkan asas nusantara.
Asas nusantara dalam wawasan nusantara ini menurut Munadjat Danusaputro
adalah suatu ketentuan dasar yang harus ditaati, dipatuhi, dan dipelihara agar
kepentingan nasional dapat terwujud.
Sementara itu, cara pandang bangsa Indonesia tentang diri dan lingkungannya
juga harus sesuai dengan ide nasionalis Pancasila, yang mana sebagai aspirasi
suatu bangsa yang merdeka, berdaulat, dan bermartabat di tengah-tengah
120
lingkungan yang mampu menjiwai tindak kebijaksanaan dalam mencapai tujuan
perjuangan bangsa.
2. Sumarsono (2002)
Menurut Sumarsono, wawasan nusantara merupakan nilai yang menjiwai
segenap peraturan perundang-undangan pada setiap strata di seluruh wilayah
negara, sehingga menggambarkan sikap dan perilaku, paham, serta semangat
kebangsaan atau nasionalisme yang tinggi yang merupakan identitas atau jati
diri bangsa Indonesia.
Sumarsono membagi cara pandang bangsa Indonesia terhadap wawasan
nusantara menjadi tiga unsur:
a. Wadah dari wawasan nusantara
Wadah dari wawasan nusantara menurut Sumarsono adalah wilayah negara
kesatuan Republik Indonesia berupa nusantara dan organisasi negara Republik
Indonesia sebagai kesatuan yang utuh.
b. Isi wawasan nusantara
Selanjutnya, isi wawasan nusantara merupakan inspirasi bangsa Indonesia
berupa terwujudnya cita-cita nasional berdasarkan pancasila dan UUD 1945.
c. Tata laku dari wawasan nusantara
Terakhir, dalam wawasan nusantara terdapat unsur tata laku dari wawasan
nusantara yang artinya merupakan tindakan bangsa Indonesia untuk
melaksanakan falsafah Pancasila dan UUD 1945 yang apabila dilaksanakan
dapat menghasilkan wawasan nusantara.
3. Samsul Wahidin (2010)
Wawasan nusantara menurut pendapat Samsul merupakan cara memahami, cara
menghayati, cara bersikap, cara bertindak, cara berpikir, dan bertingkah laku
bagi bangsa Indonesia sebagai hasil dari interaksi psikologis dan sosiokultural
dalam arti luas dengan aspek-aspek astagatra (aspek geografis, demografi, dan
sumber kekayaan).
2. Sebutkan konsep wawasan nusantara!
Konsep wawasan nusantara memperlihatkan sejarah panjang Nusantara bahwa
perpecahan wilayah pada akhirnya justru merugikan bangsa Indonesia sendiri.
Oleh sebab itu muncul suatu kebutuhan yakni persatuan yang lantas digunakan
sebagai konsep wawasan nusantara untuk menyatukan cara pandang nasional.
Pasca-kemerdekaan tepatnya pada 13 Desember 1957 silam, lahirlah Deklarasi
Djuanda yang mengusung konsep wawasan nusantara. Usaha memperjuangkan
konsep wawasan nusantara ditempuh melalui forum regional dan internasional.
Hingga akhirnya, konsep tersebut diterima secara konsensus oleh seluruh bangsa
di dunia lewat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan kemudian dipakai
sebagai hukum Internasional baru yang tercantum dalam United Nations
Convention on the Law of The Sea (UNCLOS) 1982. Dalam konsep wawasan
121
nusantara tersebut, Hasim Djalal (2004) mengatakan bahwa laut tidak boleh lagi
dianggap sebagai pemisah antara pulau atau wilayah di Indonesia, melainkan
media yang justru menyatukan pulau dan wilayah Indonesia. Sementara itu,
secara aspek geografis, UUD 1945 pasal 25A, “Negara Kesatuan Republik
Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan
wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang”.
3. Sebutkan 3 asas wawasan nusantara!
1. Asas Solidaritas
Asas solidaritas dalam wawasan nusantara merupakan perasaan emosional dan
moral yang terbentuk pada hubungan antar-individu atau kelompok berdasarkan
rasa saling percaya, kesamaan tujuan dan cita-cita, serta adanya kesetiakawanan
dan rasa sepenanggungan.
Sikap solidaritas ini merupakan bentuk kepedulian terhadap orang lain yang
sudah selayaknya dijalankan oleh seluruh masyarakat Indonesia tanpa
membeda-bedakan dari dan kepada siapa.
Kemudian, kesetiaan menjadi tonggak utama dalam menciptakan persatuan serta
kesatuan suatu negara. Rasa kesetiakawanan atau solidaritas dapat menjadi
kekuatan tersendiri untuk mewujudkan tujuan dan cita-cita nasional.
2. Asas Kejujuran
Asas kejujuran dalam wawasan nasional adalah kejujuran dalam berpikir serta
bertindak sebagai asas wawasan nusantara yang penting. Berani berpikir dan
bertindak hanya yang sesuai dengan fakta serta kenyataan hukumnya wajib
dilakukan demi tercapainya kemajuan bangsa.
3. Asas Kesamaan Tujuan
Memiliki tujuan serta kepentingan yang sama merupakan salah satu asas
wawasan nusantara. Sebagai contohnya, saat masa kemerdekaan silam, semua
masyarakat Indonesia melakukan perjuangan bersama-sama dalam mengusir
penjajah.
4. Sebutkan 2 bagian tujuan wawasan nusantara
1. Tujuan wawasan nusantara ke luar
Tujuan wawasan nusantara keluar adalah untuk menjamin kepentingan nasional
dalam era globalisasi yang kian mendunia maupun kehidupan di dalam negeri.
Selanjutnya, tujuan ini dimaksud untuk turut serta melaksanakan ketertiban
dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, keadilan sosial, dan sikap
saling menghormati.
122
Bangsa Indonesia harus terus-menerus melakukan upaya mengamankan dan
menjaga kepentingan nasionalnya dalam kehidupan internasional dalam semua
aspek, baik kehidupan, politik, ekonomi, sosial budaya, maupun pertahanan dan
keamanan demi tercapainya tujuan nasional yang tertera dalam UUD 1945.
2. Tujuan wawasan nusantara ke dalam
Selanjutnya, tujuan wawasan nusantara ke dalam adalah untuk menjamin
berlangsungnya persatuan dan kesatuan di segenap aspek kehidupan nasional,
baik aspek alamiah maupun aspek sosial.
Bangsa Indonesia diharapkan mampu meningkatkan kepekaannya dan berupaya
untuk mencegah faktor-faktor penyebab timbulnya disintegrasi bangsa sedini
mungkin dan terus mengupayakan terjaganya persatuan dan kesatuan dalam
kebhinekaan.
5. Sebutkan 3 aspek ketahanan wawasan nusantara!
Astagatra terdiri atas Trigatra dan Pancagatra. Dan berikut ini aspek Trigatra
yang menjadi bagian dalam aspek Ketahanan Nasional dalam wawasan
nusantara.
1. Letak dan Bentuk Geografis
Dalam wawasan nusantara, terdapat letak geografis wilayah Indonesia dalam
peta dunia yang menampilkan bahwa wilayah negara Indonesia merupakan
suatu kepulauan yang menurut wujud terdiri dari daerah air dengan ribuan pulau
di dalamnya.
Dalam bahasa asing, hal tersebut disebut sebagai suatu archipelago kelvar.
Kepulauan disebut archipelago yang terletak antara Benua Asia di sebelah utara
dan Benua Australia di sebelah selatan. Ada pula Samudera Indonesia di sebelah
barat dan Samudera Pasifik di sebelah timur.
Letak geografisnya terletak pada 6 LU-11 LS, 95 BT-141 BT dan dilalui garis
khatulistiwa yang di tengah-tengahnya terbentang garis ekuator sehingga
Indonesia memiliki 2 musim, yakni musim hujan dan kemarau.
123
2. Keadaan dan kemampuan penduduk
Pada wawasan nusantara, terdapat aspek keadaan dan kemampuan penduduk.
Faktor penduduk yang mempengaruhi ketahanan nasional adalah sebagai berikut:
a. Faktor yang mempengaruhi komposisi penduduk
Komposisi penduduk dalam wawasan nusantara merupakan susunan penduduk
menurut umur, kelamin, agama, suku bangsa, tingkat pendidikan, dan
sebagainya. Susunan penduduk itu dipengaruhi oleh moralitas, fertilitas, dan
migrasi.
Sejauh ini, fertilitas jadi unsur yang paling berpengaruh terhadap umur dan jenis
penduduk golongan muda yang bisa menimbulkan persoalan penyediaan
fasilitas pendidikan, perluasan lapangan kerja, dan sebagainya yang
mempengaruhi komposisi penduduk pada wawasan nusantara.
b. Faktor yang mempengaruhi distribusi penduduk
Selanjutnya, dalam wawasan nusantara juga memiliki faktor yang
mempengaruhi distribusi penduduk. Distribusi penduduk ideal adalah yang
memenuhi persyaratan kesejahteraan dan keamanan yakni penyebaran merata
Oleh sebab itu, pemerintah perlu memberikan kebijakan yang mengatur
penyebaran penduduk, misal transmigrasi, mendirikan pusat pengembangan,
pusat industri, dan sebagainya. Sementara itu, kemampuan penduduk yang tidak
seimbang dengan pertumbuhannya menimbulkan berbagai ancaman terhadap
pertahanan nasional.
3. Keadaan dan Kekayaan Alam
Kekayaan sumber-sumber alam sebenarnya terdapat di atmosfer, di permukaan
bumi, laut, perairan, dan di dalam bumi. Dalam wawasan nusantara, sumber
alam sesungguhnya memiliki arti yang sangat luas karena Indonesia dikenal
sebagai negara yang kaya akan sumber alam, meliputi pelican atau mineral,
flora, dan fauna, serta sumber lainnya.
124
Sifat unik tersebut jumlahnya terbatas dan penyebarannya tidak merata sehingga
menimbulkan ketergantungan dari dan oleh negara dan bangsa lain. Dan berikut
ini bentuk sumber daya yang terdapat di Indonesia sebagai wawasan nusantara
dibagi menjadi tiga prinsip asas:
a. Asas maksimal
Asas maksimal merupakan sumber daya alam yang dikelola atau dimanfaatkan
dan harus benar-benar menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.
b. Asas lestari
Asas lestari berarti pengolahan sumber daya alam pada wawasan nusantara tidak
boleh menimbulkan kerusakan lingkungan dan harus turut menjaga
keseimbangan alam
c. Asas berdaya saing
Asas dalam wawasan nusantara ini maksudnya hasil sumber daya alam harus
bisa bersaing dengan sumber daya alam di negara lain.
125
Daftar Pusaka
Abdhul, Y. (2022, juni 30). Wawasan Nusantara, Pengertian, Hakikat Dan Implementasi.
Diambil kembali dari wawasan-nusantara:
https://deepublishstore.com/materi/wawasan-
nusantara/#:~:text=Berdasarkan%20Ketetapan%20MPR%20(Tap%20MPR,wilaya
h%20demi%20tercapainya%20tujuan%20nasional.
126
BAB XII
KONSEP KETAHANAN NASIONAL
A. Pengertian Ketahanan Nasional
Menurut Sigit Dwi Kusrahmadi, istilah ketahanan nasional adalah hal-hal yang berkaitan
dengan keteguhan hati untuk memperjuangkan kepentingan nasional. Ketahanan nasional
adalah kondisi dinamis sebuah negara, yang berisi keuletan dan keinginan untuk
menghadapi segala tantangan dan hambatan yang mengancam identitas, integritas, serta
kehidupan berbangsa negara. Keadaan dan kondisi negara akan menghadapi berbagai
perkembangan dan perubahan, sehingga ketahanan nasional harus dipertahankan dan
dibina supaya menyesuaikan keadaan. Apabila mengkaji ketahanan nasional secara luas,
maka kita akan menemui tiga "wajah" ketahanan nasional, yang meliputi:
1. Ketahanan nasional sebagai keadaan dinamis yang mengacu pada kondisi nyata yang
ada di lingkungan masyarakat dan dapat diamati dengan panca indra manusia.
2. Ketahanan nasional sebagai konsepsi pengaturan dan penyelenggaraan negara, sehingga
membutuhkan aspek kesejahteraan dan keamanan.
3. Ketahanan nasional sebagai metode berfikir, artinya pertahanan nasional dapat
dijadikan pendekatan khas untuk membedakan metode berpikir lainnya. Dalam hal ini,
ketahanan nasional memandang gatra sebagai sebagai satu kesatuan yang utuh dan
menyeluruh.
B. Fungsi Ketahanan Nasional
Berikut ini adalah fungsi dari adanya ketahanan nasional negara:
1. Ketahanan nasional dalam fungsinya sebagai doktrin dasar nasional.
2. Ketahanan nasional berfungsi sebagai pola dasar pembangunan nasional.
3. Ketahanan nasional dalam fungsinya sebagai metode pembinaan kehidupan nasional.
Dengan kata lain, konsepsi ketahanan nasional dalam fungsinya digunakan sebagai sarana
untuk meningkatkan ketangguhan bangsa dan mengembangkan kekuatan nasional.
C. Ciri-ciri Ketahanan Nasional
Sedangkan ciri-ciri ketahanan nasional adalah sebagai berikut:
1. Kondisi yang dijadikan syarat utama bagi negara berkembang.
127
2. Fokus untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan perkembangan warga negara
dalam mengembangkan kehidupan.
3. Adanya solusi dan keinginan untuk mengatasi segala macam tantangan dan hambatan
yang membahayakan kelangsungan hidup bernegara.
4. Berdasarkan pada metode astagatra.
5. Pedoman mengacu pada wawasan nasional.
6. Secara umum, pola operatif yang digunakan didasari pada falsafah negara dan wawasan
nasional, diselenggarakan secara realistis dan percaya kekuatan sendiri.
D. 5 contoh Ketahanan Nasional
Berikut ini adalah lima contoh ketahanan nasional yang nyata dan terjadi dalam kehidupan
sehari-hari:
1. Berlakunya Hukum yang Tegas dan Adil
Hukum yang tegas dan adil dapat menjaga ketahanan nasional, baik ancaman yang berasal
dari dalam maupun luar negeri. Apabila hukum sudah berlaku dengan adil dan tidak
pandang bulu, rakyat menjadi taat dan menghormati hukum. Sehingga dapat menciptakan
lingkungan yang aman bagi kehidupan bernegara.
2. Karakter Generasi Muda yang Kuat
Perkembangan dan perubahan yang terjadi seringkali mempengaruhi generasi muda.
Padahal, tidak semua hal yang sedang tren sesuai dengan norma dan aturan yang ada di
Indonesia. Sehingga solusi yang dapat dilakukan adalah memperkuat karakter generasi
muda dan mendorong mereka lebih bijak dalam menghadapi segala perubahan.
3. Sistem Perekonomian yang Teratur
Dalam hal ini, pemerintah harus mengeluarkan undang-undang yang berhubungan dengan
perekonomian negara. Apalagi hal tersebut menyangkut kepentingan orang banyak, salah
satunya adalah pemanfaatan sumber daya yang ada di negara. Sebagai contoh kekayaan
alam yang beragam dikelola untuk menjamin kemakmuran seluruh rakyat Indonesia.
4. Keamanan Lingkungan yang Terjaga
Contoh ketahanan nasional lainnya juga dapat kita temukan adalah keamanan di
lingkungan sekitar rumah. Contohnya, melaporkan kepada RT/RW setempat apabila
menemui hal-hal yang mencurigakan dan mencegah terjadinya tindakan kriminal, seperti:
perampokan, pencurian, pungutan liar, dan lain-lain.
128
5. Pengelolaan yang Baik terhadap Masalah Kependudukan
Apabila penduduk yang jumlahnya sangat banyak ini tidak dikelola dengan baik, maka
dapat menimbulkan permasalahan negara, seperti: pengangguran, aksi kekerasan,
pemberontakan, dan hal-hal yang membahayakan ketahanan nasional itu sendiri.
E. Sifat-sifat Ketahanan Nasional
Berdasarkan makalah kewarganegaraan yang berjudul Ketahanan Nasional di Indonesia
oleh Sitti Halimatus Sadiyah, sifat-sifat ketahanan nasional di antara lain:
1. Manunggal
Manunggal adalah sifat antara trigatra (aspek alamiah) dan pancagatra (aspek sosial),
seluruh aspek sosial dapat dicampuradukkan tetapi integrasi harus dilaksanakan selaras
dan serasi.
2. Marwa ke dalam
Marwa kedalam adalah arahan kepada diri negara bangsa itu sendiri dan bertujuan untuk
mewujudkan sifat dan hakikat nasional.
3. Berkewibawaan
Kewibawaan harus dipertimbangkan oleh pihak lain dan memiliki daya pencegah.
4. Berubah Menurut Waktu
Artinya, suatu bangsa tidak terus-menerus tetap melainkan dapat meningkat dan menurun
sesuai kondisi negara itu sendiri.
5. Tidak Membenarkan Adanya Adu Kekuasaan dan Kekuatan
Ketahanan nasional ada baiknya tidak mengandalkan kekuatan fisik saja melainkan
kekuatan lainnya, seperti kekuatan moral.
6. Percaya pada Kekuatan Sendiri
Artinya, ketahanan nasional dapat dikembangkan dengan kekuatan sendiri dan tidak
bergantung pada pihak lain.
F. Asas Ketahanan Nasional
Sedangkan asas ketahanan nasional meliputi hal-hal berikut:
1. Asas Kesejahteraan dan Keamanan
129
Asas ini adalah kebutuhan dasar dan wajib dipenuhi bagi individu, masyarakat, dan
kelompok. Unsur kesejahteraan dan keamanan menjadi tolak ukur berhasil tidaknya
ketahanan nasional sebuah negara.
2. Asas Komprehensif yang Menyeluruh dan Terpadu
Artinya, ketahanan nasional harus mencakup seluruh aspek kehidupan yang membentuk
perpaduan dan kesatuan masyarakat.
3. Asas Kekeluargaan
Asas kekeluargaan mengutamakan sikap keadilan, kesamaan, gotong royong,
kebersamaan, dan tanggung jawab bersama.
G. Unsur-unsur Ketahanan Nasional
Unsur dalam ketahanan nasional meliputi konsepsi, pedoman, dan kesejahteraan serta
keamanan. Berikut adalah penjelasannya:
1. Konsepsi ketahanan nasional adalah pedoman untuk meningkatkan kekuatan nasional
dengan menggunakan pendekatan kesejahteraan namun tidak melepaskan aspek keamanan.
2. Pedomanan yang digunakan adalah astagatra, yaitu sebuah hubungan yang saling terkait
satu sama lain dalam membentuk sikap dan perilaku masyarakat.
3. Kesejahteraan adalah kemampuan bangsa untuk menciptakan kemakmuran bagi warga
negaranya secara adil dan merata. Sedangkan keamanan adalah kemampuan bangsa dalam
memberikan perlindungan terhadap masyarakat.
H. Cara Memperkuat Ketahanan Nasional
Apa yang bisa dilakukan untuk memperkuat ketahanan nasional? Dilansir dari Sampoerna
Academy, cara mempertahankan ketahanan nasional dapat dilakukan pada berbagai aspek
berikut:
1. Geografi
Pahami potensi wilayah udara, laut, dan iklim tropis sebagai ruang hidup yang strategis
dan pahami kelemahannya.
2. Sumber Kekayaan Alam
Sumber potensi dapat ditemukan melalui daratan, dirgantara, dan lautan, baik yang
bersifat hayati atau non-hayati. Sumber daya tersebut harus dikelola dan dijaga
keamanannya dengan baik.
130
3. Demografi
Dilihat dari aspek demografi, pertumbuhan penduduk bangsa Indonesia termasuk cepat
dan negara harus memastikan tingkat kesehatan, harapan hidup, dan kualitas fisik terus
meningkat.
4. Ideologi
Pancasila adalah ideologi yang diterima dan satu-satunya asas dalam kehidupan bernegara,
berbangsa, dan bermasyarakat. Pembudayaan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari harus
terus dilakukan dan diperkuat.
5. Politik
Memastikan bahwa pelaksanaan politik sudah berlandaskan demokrasi, terutama pada
mekanisme dan struktur politiknya.
6. Ekonomi
Ketahanan nasional juga harus memperhatikan perkembangan ekonomi yang terletak pada
berbagai sektor. Baik itu pertanian, industri, dan jasa.
7. Sosial Budaya
Ketahanan nasional juga perlu membina kemajemukan dan kebhinekaan masyarakat.
Sebab, kekuatan bangsa Indonesia terletak pada berbagai perbedaan namun dapat hidup
selaras dan berdampingan.
8. Keamanan dan Pertahanan
Pertahanan dan keamanan negara sudah dikelola berdasarkan sistem pertahanan dan
keamanan rakyat semesta, salah satunya yang tertuang pada UU No 20 Tahun 1982
tentang Pertahanan dan Keamanan Negara. (Ditamei, 2020)
KESIMPULAN : Dari pembahasan tersebut dapat disimpulkan bahwa, Ketahanan
nasional adalah kondisi dinamis sebuah negara, yang berisi keuletan dan keinginan untuk
menghadapi segala tantangan dan hambatan yang mengancam identitas, integritas, serta
kehidupan berbangsa negara. Keadaan dan kondisi negara akan menghadapi berbagai
perkembangan dan perubahan, sehingga ketahanan nasional harus dipertahankan dan
dibina supaya menyesuaikan keadaan.
131
PERTANYAAN
1. Apa pengertian dari Ketahanan Nasional?
= Ketahanan nasional adalah kondisi dinamis sebuah negara, yang berisi keuletan dan
keinginan untuk menghadapi segala tantangan dan hambatan yang mengancam identitas,
integritas, serta kehidupan berbangsa negara. Keadaan dan kondisi negara akan
menghadapi berbagai perkembangan dan perubahan, sehingga ketahanan nasional harus
dipertahankan dan dibina supaya menyesuaikan keadaan.
2. Sebutkan fungsi-fungsi ketahanan nasional!
1. Ketahanan nasional dalam fungsinya sebagai doktrin dasar nasional.
2. Ketahanan nasional berfungsi sebagai pola dasar pembangunan nasional.
3. Ketahanan nasional dalam fungsinya sebagai metode pembinaan kehidupan nasional.
3. Mengapa Ketahanan nasional perlu membina kemajemukan dan kebhinekaan
masyarakat?
= Sebab, kekuatan bangsa Indonesia terletak pada berbagai perbedaan namun dapat hidup
selaras dan berdampingan.
4. Sebutkan dan jelaskan sifat-sifat ketahanan nasional!
= 1. Manunggal
Manunggal adalah sifat antara trigatra (aspek alamiah) dan pancagatra (aspek sosial),
seluruh aspek sosial dapat dicampuradukkan tetapi integrasi harus dilaksanakan selaras
dan serasi.
2. Marwa ke dalam
Marwa kedalam adalah arahan kepada diri negara bangsa itu sendiri dan bertujuan untuk
mewujudkan sifat dan hakikat nasional.
3. Berkewibawaan
Kewibawaan harus dipertimbangkan oleh pihak lain dan memiliki daya pencegah.
4. Berubah Menurut Waktu
Artinya, suatu bangsa tidak terus-menerus tetap melainkan dapat meningkat dan menurun
sesuai kondisi negara itu sendiri.
132
5. Tidak Membenarkan Adanya Adu Kekuasaan dan Kekuatan
Ketahanan nasional ada baiknya tidak mengandalkan kekuatan fisik saja melainkan
kekuatan lainnya, seperti kekuatan moral.
6. Percaya pada Kekuatan Sendiri
Artinya, ketahanan nasional dapat dikembangkan dengan kekuatan sendiri dan tidak
bergantung pada pihak lain.
5. Sebutkan 2 contoh ketahanan nasional!
= 1. Berlakunya Hukum yang Tegas dan Adil
Hukum yang tegas dan adil dapat menjaga ketahanan nasional, baik ancaman yang berasal
dari dalam maupun luar negeri. Apabila hukum sudah berlaku dengan adil dan tidak
pandang bulu, rakyat menjadi taat dan menghormati hukum. Sehingga dapat menciptakan
lingkungan yang aman bagi kehidupan bernegara.
2. Karakter Generasi Muda yang Kuat
Perkembangan dan perubahan yang terjadi seringkali mempengaruhi generasi muda.
Padahal, tidak semua hal yang sedang tren sesuai dengan norma dan aturan yang ada di
Indonesia. Sehingga solusi yang dapat dilakukan adalah memperkuat karakter generasi
muda dan mendorong mereka lebih bijak dalam menghadapi segala perubahan.
133
Daftar Pusaka
`
Ditamei, S. (2020, agustus 26). Pengertian Ketahanan Nasional Adalah: Fungsi, Contoh,
dan Cara Memperkuatnya. Diambil kembali dari pengertian-ketahanan-nasional-
adalah-fungsi-contoh-dan-cara-memperkuatnya:
https://www.detik.com/jabar/berita/d-6254212/pengertian-ketahanan-nasional-
adalah-fungsi-contoh-dan-cara-
memperkuatnya#:~:text=Konsepsi%20ketahanan%20nasional%20adalah%20pedo
man,membentuk%20sikap%20dan%20perilaku%20masyarakat
134
BAB XIII
Hubungan Negara dengan Agama
A. Definisi Agama
Sebagian besar manusia di dunia menganut agama alias kepercayaan,
meskipun ada pula yang tidak terlalu relijius. Lantas, apa itu sebenarnya agama
menurut para ahli, dan bagaimana sejarah, macam-macam, serta
perkembangannya? Agama atau religi mengenalkan bahwa di dunia ini terdapat
hal yang berkuasa atas segala sesuatu dan memiliki kekuatan kendali. Terdapat
beberapa ahli yang memberikan definisi mengenai agama atau kepercayaan.
Secara umum, agama dapat didefisinikan sebagai sistem yang mengatur
kepercayaan dan peribadatan Kepada Tuhan serta tata kaidah yang berhubungan
dengan budaya, serta pandangan dunia yang menghubungkan manusia dengan
tatan kehidupan. Masing-masing agama biasanya mempunyai mitologi, simbol,
atau sejarah untuk menjelaskan makna hidup dan asal-usul kehidupan atau alam
semesta. Kenneth Shouler dalam The Everything World's Religions Book (2010)
memperkirakan ada sekitar 4.200 agama di dunia.
Edward Burnett Tylor, dikutip dari Seven Theories of Religion (1996)
karya Daniel L. Pals, definisi agama adalah kepercayaan seseorang terhadap
makhluk spiritual, misalnya roh, jiwa, dan hal-hal lain yang punya peran dalam
kehidupan manusia. James George Frazer dalam bukunya berjudul The Golden
Bough cenderung sepakat dengan Tylor, namun ia membedakan sihir dengan
agama. Menurutnya, agama adalah keyakinan bahwa dunia alam dikuasai oleh satu
atau lebih dewa dengan karakteristik pribadi dengan siapa bisa mengaku, bukan
oleh hukum.
Secara umum, dikutip dari Antropologi: Mengungkap Keragaman Budaya
(2007) yang ditulis Tedi Sutardi, agama dikategorikan menjadi dua jenis, yaitu
Agama Bumi atau Agama Alam dan Agama Wahyu atau Agama Langit. Agama
Bumi disebut sebagai kepercayaan pada sesuatu yang ada di alam bumi. Mereka
merasa yakin terhadap benda apa pun di permukaan bumi punya kekuatan magis
atau spiritual. Biasanya, agama ini dianut oleh masyarakat tradisional yang masih
menghargai kepercayaan nenek moyang. Dalam perkembangannya, Agama Bumi
kental dengan budaya dan adat setempat. Upacara atau ritual keagamaan dilakukan
dengan cara sesuai keadaan aturan daerahnya.
Sedangkan Agama Wahyu didefinisikan sebagai agama yang dianut oleh
masyarakat dunia berdasarkan rasa percaya terhadap adanya wahyu Tuhan. Orang
yang pertama kali menyampaikan wahyu atau perintah Tuhan ini disebut dengan
Nabi. Penganut Agama Wahyu percaya bahwa Tuhan mengatur seluruh aspek
135
kehidupan, baik di bumi maupun semesta lainnya. Kekuatan yang dimiliki
penguasa jagat raya ini tidak ada tandingan. Jadi, seluruh manusia wajib mengikuti
wahyu yang diajarkan-Nya melalui Nabi untuk menjalankan kebenaran. Dalam
perkembangan, terdapat beberapa agama yang termasuk Agama Wahyu atau yang
disebut juga Agama Samawi. Ada Yahudi, Katolik, Kristen, Islam, dan lain
sebagainya. Masing-masing agama punya aturan untuk ketika menjalani kehidupan
yang ditulis sedemikian rupa dalam sebuah literasi yang disebut “Kitab Suci”.
Fungsi Agama Secara Umum
Kehadiran agama memiliki peran dan fungsi yang cukup banyak dalam kehidupan
manusia. Adapun beberapa fungsi agama adalah sebagai berikut:
Sebagai pedoman hidup manusia dalam kehidupan sehari-hari, baik secara
individu maupun kelompok.
Sebagai sumber aturan tata cara hubungan manusia dengan Tuhannya, dan
juga sesama manusia.
Sebagai pedoman bagi manusia dalam mengungkapkan rasa kebersamaan
dengan sesama manusia.
Sebagai pedoman perasaan keyakinan manusia terhadap sesuatu yang luar
biasa (supranatural) di luar dirinya.
Sebagai cara manusia mengungkapkan estetika/ keindahan alam semesta
dan segala isinya.
Sebagai cara untuk memberikan identitas kepada manusia sebagai umat
dari suatu agama.
Tujuan Agama
Suatu agama tercipta karena manusia ingin mencapai tujuan tertentu di dalam
hidupnya, dan agama dianggap dapat membantu mencapai tujuan tersebut. Adapun
beberapa tujuan agama adalah sebagai berikut:
Untuk membimbing manusia dalam menjalani kehidupannya dengan cara
lebih baik melalui pengajaran dan aturan, dimana ajaran dan aturan tersebut
dipercaya berasal dari Tuhan.
Untuk menyampaikan firman Tuhan kepada umat beragama, berupa ajaran-
ajaran kebaikan dan aturan berperilaku bagi manusia.
Untuk membimbing manusia menjadi individu yang berakal baik dan dapat
menemukan kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Untuk membuka jalan bagi manusia yang ingin bertemu dengan
penciptanya, yaitu Tuhan Yang Maha Esa, ketika mati kelak.
136
B. Keteraitan Agama dan Negara
Hubungan antara agama dan negara menimbulkan perdebatan yang terus
berkelanjutan dikalangan para ahli. Pada hakikatnya, negara merupakan suatu
persekutuan hidup bersama sebagai penjelmaan sifat kodrati manusia sebagai
makhluk individu dan makhluk sosial. Oleh karena itu sifat dasar kodrat manusia
tersebut merupakan sifat dasar negara pula, sehingga negara sebagai manifestasi
kodrat manusia secara horizontal dalam hubungan manusia dengan manusia lain
untuk mencapai tujuan bersama. Dengan demikian, negara memiliki sebab akibat
langsung dengan manusia karena manusia adalah pendiri negara itu sendiri
( Kaelani, 1999: 91-93).
Manusia sebagai warga negara, adalah juga makhluk sosial dan makhlk
Tuhan. Sebagai makhluk sosial, manusia mempunyai kebebasan untuk memenuhi
dan memanifestasikan kodrat kemanusiaannya. Namun, sebagai makhluk Tuhan,
manusia juga mempunyai kewajiban untuk mengabdi kepadanya dalam bentuk
penyembahan atau ibadah yang diajarkan oleh agama atau keyakinan yang
dianutnya. Hal-hal yang berkaitan dengan negara adalah manifestasi dari
kesepakatan manusia. Sedangkan hubungan dengan Tuhan yang tertuang dalam
ajaran agama adalah wahyu dari Tuhan. Oleh karena itu ada benang emas yang
menghubungkan antara agama dan negara. ( Dede Rosyada, 2000: 124).
Ketegangan perdebatan tentang hubungan agama dan Negara ini di ilhami oleh
hubungan yang agak canggung antara islam. Sebagai agama(din) dan Negara
(dawlah), agama dan Negara merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan. Keduanya merupakan dua lembaga politik dan sekaligus lembaga
agama.
Beberapa pendapat tentang konsep dan hubungan Agama dan negara sebagai
berikut:
1. Paradigma Integralistik
Agama dan Negara merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Keduanya merupakan dua lembaga yang menyatu dan dinyatakan bahwa negara
merupakan suatu lembaga.
2. Paradigma Simbiotik
Antara agama dan Negara merupakan dua identitas yang berbeda. Tetapi saling
membutuhkan oleh karenanya, konstitusi yang berlaku dalam paradigma ini tidak
saja berasal dari adanya social contract, tetapi bisa saja diwarnai oleh hukum
agama (syari’at).
137
3. Paradigma Sekularistik
Agama dan Negara merupakan dua bentuk yang berbeda dan satu sama lain
memiliki dan satu sama lain memiliki garapannya bidangnya masing-masing.
Sehingga keberadaannya harus di pisahkan dan tidak boleh satu sama lain
melakukan intervensi berdasar pada pemahaman yang dikotomis ini. Maka hukum
positif yang berlaku adalah hukum yang betul-betul berasal dari kesepakatan
manusia.
Berbicara mengenai hubungan agama dan negara di Indonesia merupakan
persoalan yang menarik untuk dibahas, penyebabnya bukan karena penduduk
Indonesia mayoritas islam tetapi karena persoalan yang muncul sehingga menjadi
perdebatan di kalangan beberapa ahli.
Untuk mengkaji lebih dalam mengenai hal tersebut maka hubungan agam dan
negara dapat digolongkan menjadi 2 :
1. Hubungan Agama dan Negara yang Bersifat Antagonistik
Maksud hubungan antagonistik adalah sifat hubungan yang mencirikan
adanya ketegangan antar negara dengan islam sebagai sebuah agama. Sebagai
contohnya adalah pada masa kemedekaan dan sampai pada masa revolusi politik
islam pernah dianggap sebagai pesaing kekuasaan yang dapat mengusik basis
kebangsaan negara. Sehingga pesepsi tersebut membawa implikasi keinginan
negara untuk berusaha menghalangi dan melakukan domestika terhadap idiologi
politik islam. Hail itu disebabkan pada tahun 1945 dan dekade 1950-an ada 2 kubu
ideologi yang memperebutkan negara Indonesia, yaitu gerakan islam dan
nasionalis.
Gerakan nasionalis dimulai dengan pembentukan sejumlah kelompok belajar yang
bersekolah di Belanda. Mahasiswa hasil didikan Belanda ini sangat berbakat dan
merasa terkesan dengan kemajuan teknis di Barat. Pada waktu itu pengetahuan
agama sangat dangkal sehingga mahasiswa cenderung menganggap bahwa agama
tidak mampu menyelesaikan berbagai persoalan. Sehingga untuk menuju
kemerdekaan, nasionalis mengambil jalan tengah dengan mengikuti tren sekuler
barat dan membatasi peran agama dalam wilayah kepercayaan dan agama individu.
Akibatnya, aktivis politik Islam gagal untuk menjadikan Islam sebagai ideologi
atau agama negara pada 1945 serta pada dekade 1950-an, mereka juga sering
disebut sebagai kelompok yang secara politik “minoritas” atau “outsider.” Di
Indonesia, akar antagonisme hubungan politik antara Islam dan negara tak dapat
dilepaskan dari konteks kecenderungan pemahaman keagamaan yang berbeda.
Awal hubungan yang antagonistik ini dapat ditelusuri dari masa pergerakan
138
kebangsaan ketika elit politik nasional terlibat dalam perdebatan tentang
kedudukan Islam di alam Indonesia merdeka. Upaya untuk menciptakan sebuah
sintesis yangmemungkinkan antara Islam dan negara terus bergulir hingga periode
kemerdekaan dan pasca-revolusi. Kendatipun ada upaya-upaya untuk mencarikan
jalan keluar dari ketegangan ini pada awal tahun 1970-an, kecenderungan
legalistik, formalistik dan simbolistik itu masih berkembang pada sebagian aktivis
Islam pada dua dasawarsa pertama pemerintahan Orde Baru ( kurang lebih pada
1967-1987).
Hubungan agama dan negara pada masa ini dikenal dengan antagonistik, di mana
negara betul-betul mencurigai Islam sebagai kekuatan potensial dalam menandingi
eksistensi negara. Di sisi lain, umat Islam sendiri pada masa itu memiliki ghirah
atau semangat yang tinggi untuk mewujudkan Islam sebagai sumber ideologi
dalam menjalankan pemerintahan.
2. Hubungan Agama dan Negara yang bersifat Akomodatif
Maksud hubungan akomodatif adalah sifat hubungan dimana negara dan
agama satu sama lain saling mengisi bahkan ada kecenderungan memiliki
kesamaan untuk mengurangi konflik ( M. Imam Aziz et.al.,1993: 105). Pemerintah
menyadari bahwa umat islam merupakan kekuatan politik yang potensial, sehingga
Negara mengakomodasi islam.Jika islam ditempatkan sebagai out-side Negara
maka konflik akan sulit dihindari yang akhirnya akan mempengaruhi NKRI. Sejak
pertengahan tahun 1980-an, ada indikasi bahwa hubungan antara Islam dan negara
mulai mencair, menjadi lebih akomodatif dan integratif.
Hal ini ditandai dengan semakin dilonggarkannya wacana politik Islam serta
dirumuskannya sejumlah kebijakan yang dianggap positif oleh sebagian (besar)
masyarakat Islam. Kebijakan-kebijakan itu berspektrum luas, ada yang bersifat:
Struktural , yaitu dengan semakin terbukanya kesempatan bagi para aktivis
Islam untuk terintegrasikan ke dalam Negara.
Legislatif , misalnya disahkannya sejumlah undang-undang yang dinilai
akomodatif terhadap kepentingan Islam.
Infrastruktur, yaitu dengan semakin tersedianya infrastruktur-infrastruktur
yang diperlukan umat Islam dalam menjalankan “tugas-tugas” keagamaan.
Kultural, misalnya menyangkut akomodasi Negara terhadap islam yaitu
menggunakan idiom-idiom perbendaharaan bahasa pranata ideologis
maupun politik negara.
C. Penerapan Agama di Indonesia
Indonesia adalah negara demokratis yang sekular mayoritas pemeluk
agama Islam. Konstitusi Indonesia menjamin kebebasan beragama kepada semua
139
orang, masing-masing menurut agama atau keyakinan sendiri. Konstitusi ini juga
menetapkan bahwa negara Indonesia harus didasarkan pada keyakinan kepada
Ketuhanan Yang Maha Esa (kondisi tersebut juga merupakan prinsip pertama
Pancasila, yaitu filosofi negara Indonesia yang dibeberkan presiden Soekarno pada
tahun 1945). Kedua kondisi ini tampaknya agak kontradiktif,
namun Soekarno memecahkan permasalahan ini dengan hipotesa bahwa setiap
agama (termasuk Hindu) pada dasarnya mempunyai satu Ketuhanan tertinggi.
Meskipun Indonesia bukan negara Islam, namun prinsip-prinsip Islam memang
mempengaruhi kebijakan politik. Selain itu, kelompok-kelompok Muslim radikal
tertentu terbukti kadang-kadang mempengaruhi kebijakan politik dan yudisial
dengan ancaman kekerasan.
Sebuah keganjilan dari sikap pemerintah Indonesia terhadap kebebasan
agama di dalam negara ini adalah bahwa pemerintah mengakui hanya enam agama
saja (yaitu Islam, Protestantisme, Katolisisme, Hinduisme, Buddhisme dan
Konghucu). Setiap orang Indonesia wajib untuk merangkul salah satu agama
tersebut yang merupakan data pribadi yang disebutkan di dalam dokumen resmi
seperti paspor dan kartu identitas lain.
Ateisme tidak merupakan suatu pilihan. Bahkan ateisme merupakan sebuah
filsafat yang secara umum tidak diterima oleh masyarakat. Dalam beberapa tahun
terakhir ini pernah terjadinya kasus orang Indonesia mengumumkan pandangan
ateisme di media sosial yang kemudian berujung pada ancaman dari masyarakat
setempat dan penangkapan oleh polisi atas dasar penghinaan Tuhan.
Ada enam agama yang diakui oleh pemerintah di Indonesia. Keenam
agama tersebut, yakni Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Budha, dan
Khonghucu. Setiap warga negara pun berhak untuk memeluk agama sesuai
keyakinan masing-masing. Tak hanya itu, negara juga tidak bisa melarang aliran
atau agama apapun yang masuk dan berkembang di Indonesia. Namun, dengan
syarat, harus sesuai dengan prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa dan tidak
menyinggung prinsip dan kepercayaan umat agama lain.
Aturan kebebasan beragama di Indonesia Pasal yang berisi tentang
kebebasan memeluk agama dan beribadat menurut agamanya adalah isi pasal 28E
Ayat 1 UUD 1945. Pasal tersebut berbunyi, “Setiap orang bebas memeluk agama
dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih
pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara
dan meninggalkannya, serta berhak kembali.” Sementara Ayat 2 berbunyi, “Setiap
orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan
sikap, sesuai dengan hati nuraninya.” Kebebasan dalam memeluk agama juga
dituangkan dalam Pasal 29 Ayat 2. Pasal 29 Ayat 2 UUD 1945 berbunyi, “Negara
menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-
masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.” Sebagai
hak asasi manusia, kemerdekaan dalam memeluk agama tentu tercantum pula
dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Pasal 22 ayat 1
140
menyatakan, “Setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk
beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu.” Ayat 2 berbunyi, “Negara
menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya masing-masing dan
untuk beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu.” Kontroversi
kebebasan beragama di Indonesia Semakin majunya kebebasan beragama tentu
akan menimbulkan masalah yang lebih kompleks. Hal ini dikarenakan kebebasan
beragama beriringan juga dengan kebebasan berekspresi dan berpendapat. Baca
juga: Akibat Hak Warga Negara di Bidang Agama Berikut kontroversi kebebasan
beragama yang masih terjadi hingga kini. Bebas berekspresi dan berpendapat Salah
satu konflik kebebasan beragama di Indonesia adalah munculnya kelompok aliran
tertentu yang sebelumnya tidak berani berbicara dan menyampaikan pendapatnya
di publik. Pada akhir 2009, tujuh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
mendaftarkan gugatan Uji Materi Undang-Undang Nomor 1/PNPS/1965 tentang
Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama ke Mahkamah Konstitusi
(MK). Para pemohon diwakili Tim Advokasi kebebasan Beragama menyatakan
pasal-pasal dalam undang-undang tersebut inskonstitusional. Menariknya, muncul
24 kelompok pemohon intervensi, yakni pihak ketiga yang ikut serta dalam proses
perkara karena merasa ada kepentingannya yang terganggu.
Setelah persidangan yang berlangsung hingga enam bulan, MK
memutuskan menolak permohonan pemohon dengan alasan tidak memiliki dasar.
Dalil yang diajukan pun dinilai tidak beralasan hukum. Dalam salah satu
argumentasi dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang yang diwakili oleh
Chairuman Harahap sebagai pihak pemohon intervensi, UU Nomor 1/PNPS/1965
dianggap masih relevan untuk diberlakukan saat ini. DPR menilai, penyimpangan
penafsiran agama dan munculnya berbagai aliran sesat telah menimbulkan
keresahan dan penolakan dari masyarakat karena telah menodai ajaran agama yang
diyakini dan ada di masyarakat. Selain itu, kebebasan berpikir dalam menjalankan
agama bukan berarti kebebasan mutlak yang tanpa batas. Melainkan dapat dibatasi
berdasarkan hukum, salah satunya UU Nomor 1/PNPS/1965 yang sejalan dengan
pasal 28J Ayat 2 UUD 1945. Pasal 28J Ayat 2 UUD 1945 berbunyi, “Dalam
menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan
yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk
menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan
untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai
agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.”
Konflik pendirian rumah ibadah Konflik pendirian rumah ibadah merupakan
kontroversi kebebasan beragama selanjutnya. Secara prinsip, kebebasan beragama
dan berkeyakinan mencakup hak untuk beribadah. Sayangnya, konflik pendirian
rumah ibadah masih terjadi hingga saat ini. Salah satu konflik yang terjadi adalah
penolakan dan pelarangan pendirian rumah ibadah. Contoh kasusnya, yakni
penolakan dan pelarangan yang dilakukan jemaat Gereja Protestan Maluku
Elpaputih terhadap pembangunan Gereja Bethel Indonesia (GBI) Jemaat Siloam
141
Elpaputih di Maluku pada 2018. Tindakan tersebut mengakibatkan terjadinya
tindak pidana berupa penganiayaan, perusakan dan pembakaran.
Kesimpulan
Sebagian besar manusia di dunia menganut agama alias kepercayaan, meskipun
ada pula yang tidak terlalu relijius. Agama atau religi mengenalkan bahwa di dunia
ini terdapat hal yang berkuasa atas segala sesuatu dan memiliki kekuatan
kendali. Terdapat beberapa ahli yang memberikan definisi mengenai agama atau
kepercayaan. Secara umum, agama dapat didefisinikan sebagai sistem yang
mengatur kepercayaan dan peribadatan Kepada Tuhan serta tata kaidah yang
berhubungan dengan budaya, serta pandangan dunia yang menghubungkan
manusia dengan tatan kehidupan.
Masing-masing agama biasanya mempunyai mitologi, simbol, atau sejarah untuk
menjelaskan makna hidup dan asal-usul kehidupan atau alam semesta. Kenneth
Shouler dalam The Everything World's Religions Book memperkirakan ada sekitar
4.200 agama di dunia. Hubungan antara agama dan negara menimbulkan
perdebatan yang terus berkelanjutan dikalangan para ahli. Namun, sebagai
makhluk Tuhan, manusia juga mempunyai kewajiban untuk mengabdi kepadanya
dalam bentuk penyembahan atau ibadah yang diajarkan oleh agama atau keyakinan
yang dianutnya.
Hal-hal yang berkaitan dengan negara adalah manifestasi dari kesepakatan
manusia. Sedangkan hubungan dengan Tuhan yang tertuang dalam ajaran agama
adalah wahyu dari Tuhan. Oleh karena itu ada benang emas yang menghubungkan
antara agama dan negara. Keduanya merupakan dua lembaga politik dan sekaligus
lembaga agama. Indonesia adalah negara demokratis yang sekular mayoritas
pemeluk agama Islam. Konstitusi Indonesia menjamin kebebasan beragama
kepada semua orang, masing-masing menurut agama atau keyakinan
sendiri. Konstitusi ini juga menetapkan bahwa negara Indonesia harus didasarkan
pada keyakinan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa . Kedua kondisi ini tampaknya
agak kontradiktif, namun Soekarno memecahkan permasalahan ini dengan
hipotesa bahwa setiap agama pada dasarnya mempunyai satu Ketuhanan tertinggi.
Pertanyaan dan Jawaban
1. Ada berapa kategori agama? Sebutkan !
agama dikategorikan menjadi dua jenis, yaitu Agama Bumi atau Agama Alam
dan Agama Wahyu atau Agama Langit. Agama Bumi disebut sebagai kepercayaan
pada sesuatu yang ada di alam bumi. Mereka merasa yakin terhadap benda apa pun
142
di permukaan bumi punya kekuatan magis atau spiritual. Biasanya, agama ini
dianut oleh masyarakat tradisional yang masih menghargai kepercayaan nenek
moyang. Dalam perkembangannya, Agama Bumi kental dengan budaya dan adat
setempat. Upacara atau ritual keagamaan dilakukan dengan cara sesuai keadaan
aturan daerahnya.
Sedangkan Agama Wahyu didefinisikan sebagai agama yang dianut oleh
masyarakat dunia berdasarkan rasa percaya terhadap adanya wahyu Tuhan. Orang
yang pertama kali menyampaikan wahyu atau perintah Tuhan ini disebut dengan
Nabi. Penganut Agama Wahyu percaya bahwa Tuhan mengatur seluruh aspek
kehidupan, baik di bumi maupun semesta lainnya. Kekuatan yang dimiliki
penguasa jagat raya ini tidak ada tandingan. Jadi, seluruh manusia wajib mengikuti
wahyu yang diajarkan-Nya melalui Nabi untuk menjalankan kebenaran. Dalam
perkembangan, terdapat beberapa agama yang termasuk Agama Wahyu atau yang
disebut juga Agama Samawi. Ada Yahudi, Katolik, Kristen, Islam, dan lain
sebagainya. Masing-masing agama punya aturan untuk ketika menjalani kehidupan
yang ditulis sedemikian rupa dalam sebuah literasi yang disebut “Kitab Suci”.
2. Apa kaitannya agama dan negara?
Manusia sebagai warga negara, adalah juga makhluk sosial dan makhlk
Tuhan. Sebagai makhluk sosial, manusia mempunyai kebebasan untuk memenuhi
dan memanifestasikan kodrat kemanusiaannya. Namun, sebagai makhluk Tuhan,
manusia juga mempunyai kewajiban untuk mengabdi kepadanya dalam bentuk
penyembahan atau ibadah yang diajarkan oleh agama atau keyakinan yang
dianutnya. Hal-hal yang berkaitan dengan negara adalah manifestasi dari
kesepakatan manusia. Sedangkan hubungan dengan Tuhan yang tertuang dalam
ajaran agama adalah wahyu dari Tuhan. Oleh karena itu ada benang emas yang
menghubungkan antara agama dan negara. ( Dede Rosyada, 2000: 124).
Ketegangan perdebatan tentang hubungan agama dan Negara ini di ilhami oleh
hubungan yang agak canggung antara islam. Sebagai agama(din) dan Negara
(dawlah), agama dan Negara merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan. Keduanya merupakan dua lembaga politik dan sekaligus lembaga
agama.
3. Jelaskan Hubungan Agama dan Negara yang Bersifat Antagonistik!
Maksud hubungan antagonistik adalah sifat hubungan yang mencirikan
adanya ketegangan antar negara dengan islam sebagai sebuah agama. Sebagai
contohnya adalah pada masa kemedekaan dan sampai pada masa revolusi
politik islam pernah dianggap sebagai pesaing kekuasaan yang dapat mengusik
basis kebangsaan negara. Sehingga pesepsi tersebut membawa implikasi
keinginan negara untuk berusaha menghalangi dan melakukan domestika
terhadap idiologi politik islam. Hail itu disebabkan pada tahun 1945 dan
143
dekade 1950-an ada 2 kubu ideologi yang memperebutkan negara Indonesia,
yaitu gerakan islam dan nasionalis. Gerakan nasionalis dimulai dengan
pembentukan sejumlah kelompok belajar yang bersekolah di Belanda.
Mahasiswa hasil didikan Belanda ini sangat berbakat dan merasa terkesan
dengan kemajuan teknis di Barat. Pada waktu itu pengetahuan agama sangat
dangkal sehingga mahasiswa cenderung menganggap bahwa agama tidak
mampu menyelesaikan berbagai persoalan. Sehingga untuk menuju
kemerdekaan, nasionalis mengambil jalan tengah dengan mengikuti tren
sekuler barat dan membatasi peran agama dalam wilayah kepercayaan dan
agama individu. Akibatnya, aktivis politik Islam gagal untuk menjadikan Islam
sebagai ideologi atau agama negara pada 1945 serta pada dekade 1950-an,
mereka juga sering disebut sebagai kelompok yang secara politik “minoritas”
atau “outsider.” Di Indonesia, akar antagonisme hubungan politik antara Islam
dan negara tak dapat dilepaskan dari konteks kecenderungan pemahaman
keagamaan yang berbeda. Awal hubungan yang antagonistik ini dapat
ditelusuri dari masa pergerakan kebangsaan ketika elit politik nasional terlibat
dalam perdebatan tentang kedudukan Islam di alam Indonesia merdeka.
4. Tuliskan Pasal-Pasal tentang kebebasan beragama di Indonesia
Aturan kebebasan beragama di Indonesia Pasal yang berisi tentang
kebebasan memeluk agama dan beribadat menurut agamanya adalah isi pasal
28E Ayat 1 UUD 1945. Pasal tersebut berbunyi, “Setiap orang bebas memeluk
agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran,
memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di
wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.” Sementara Ayat
2 berbunyi, “Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan,
menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.” Kebebasan
dalam memeluk agama juga dituangkan dalam Pasal 29 Ayat 2. Pasal 29 Ayat
2 UUD 1945 berbunyi, “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk
untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut
agamanya dan kepercayaannya itu.” Sebagai hak asasi manusia, kemerdekaan
dalam memeluk agama tentu tercantum pula dalam UU Nomor 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia. Pasal 22 ayat 1 menyatakan, “Setiap orang bebas
memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agamanya
dan kepercayaannya itu.” Ayat 2 berbunyi, “Negara menjamin kemerdekaan
setiap orang memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut
agamanya dan kepercayaannya itu.”
144
5. Sebutkan pendapat tentang konsep dan hubungan Agama dan negara
Paradigma Integralistik
Agama dan Negara merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Keduanya merupakan dua lembaga yang menyatu dan dinyatakan bahwa negara
merupakan suatu lembaga.
Paradigma Simbiotik
Antara agama dan Negara merupakan dua identitas yang berbeda. Tetapi saling
membutuhkan oleh karenanya, konstitusi yang berlaku dalam paradigma ini tidak
saja berasal dari adanya social contract, tetapi bisa saja diwarnai oleh hukum
agama (syari’at).
Paradigma Sekularistik
Agama dan Negara merupakan dua bentuk yang berbeda dan satu sama lain
memiliki dan satu sama lain memiliki garapannya bidangnya masing-masing.
Sehingga keberadaannya harus di pisahkan dan tidak boleh satu sama lain
melakukan intervensi berdasar pada pemahaman yang dikotomis ini. Maka hukum
positif yang berlaku adalah hukum yang betul-betul berasal dari kesepakatan
manusia.
145
Daftar Pustaka
https://nasional.kompas.com/read/2022/04/28/01450001/kebebasan-beragama-di-
indonesia--aturan-dan-
kontroversinya#:~:text=Setiap%20warga%20negara%20pun%20berhak%20untuk
%20memeluk%20agama,tidak%20menyinggung%20prinsip%20dan%20kepercay
aan%20umat%20agama%20lain.
https://www.maxmanroe.com/vid/umum/pengertian-agama.html
https://tirto.id/apa-itu-agama-menurut-para-ahli-sejarah-macam-perkembangan-
gaHK
https://ahmadbinhanbal.com/hubungan-agama-dan-
negara/#:~:text=Ketegangan%20perdebatan%20tentang%20hubungan%20agama
%20dan%20Negara%20ini,merupakan%20dua%20lembaga%20politik%20dan%2
0sekaligus%20lembaga%20agama.
146
BAB XIV
INDONESIA DALAM PERDAMAIAN DUNIA
A. Pengertian Perdamaian Dunia
Pengertian Perdamaian Dunia Perdamaian Dunia adalah sebuah gagasan kebebasan,
perdamaian, dan kebahagian bagi seluruh Negara dan bangsa.Perdamaian Dunia melintasi
perbatasan melalui hak asasi manusia, teknologi, pendidikan, teknik, pengobatan,
diplomat dan pengakhiran bentuk pertikaian. Sejak 1945, Perserikatan Bangsa-Bangsa dan
lima anggota permanen Majelis Keamanannya (AS, Rusia, China, Prancis, dan Tritania
Raya) bekerja untuk menyelesaikan konflik tanpa perang atau deklarasi perang. Namun,
Negara-Negara telah memasuki sejumlah konflik militer sejak masa itu. Perdamaian
Dunia Dalam studi perdamaian, perdamaian dipahami dalam dua pengertian.Pertama,
perdamaian adalah kondisi tidak adanya atau berkurangnya segala jenis kekerasan.Kedua,
perdamaian adalah transformasi konflik kreatif non-kekerasan. Dari dua definisi di atas
dapat disimpulkan bahwa perdamaian adalah apa yang kita miliki ketika transformasi
konflik yang kreatif berlangsung secara tanpa kekerasan. Perdamaian selain merupakan
sebuah keadaan, juga merupakan suatu proses kreatif tanpa kekerasan yang dialami dalam
transformasi (fase perkembangan) suatu konflik. Umumnya pemahaman tentang
kekerasan hanya merujuk pada tindakan yang dilakukan secara fisik dan mempunyai
akibat secara langsung.Batasan seperti ini terlalu minimalistis karena rujukannya berfokus
pada peniadaan atau perusakan fisik semata.Kendati pun demikian, pengertian perdamaian
tidak berhenti di situ.Perdamaian bukan sekedar soal ketiadaan kekerasan atau pun situasi
yang anti kekerasan.Lebih jauh dari itu perdamaian seharusnya mengandung pengertian
keadilan dan kemajuan. Perdamaian dunia tidak akan dicapai bila tingkat penyebaran
penyakit, ketidakadilan, kemiskinan dan keadaan putus harapan tidak diminimalisir.
Perdamaian bukan soal penggunaan metode kreatif nonkekerasan terhadap setiap bentuk
kekerasan, tapi semestinya dapat menciptakan sebuah situasi yang seimbang dan harmoni,
yang tidak berat sebelah bagi pihak yang kuat tetapi sama-sama sederajat dan seimbang
bagi semua pihak. Jadi perdamaian dunia merupakan tiadanya kekerasan, kesenjangan,
terjadinya konflik antar negara di seluruh dunia .
Indonesia Dalam Perdamaian Dunia Indonesia dalam Perdamaian Dunia ditegaskan
dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi : “Bahwa sesungguhnya
kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan diatas
dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”.
Dalam alenia keempat pembukaan Undang-Undang dasar ’45 dengan meletakkan
kewajiban atas pemerintahan untuk serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.Pernyataan Indonesia dalam
perdamaian dunia juga termasuk kedalam tujuan bangsa Indonesia.
147
B. Partisipasi Indonesia dalam Perdamaian Dunia
Indonesia disebut sebagai sebuah negara yang memiliki peran penting dalam perdamaian
dunia.Hal ini dikarenakan Indonesia menjadi negara demokrasi terbesar ketiga di dunia.
Selain itu, juga menjadi negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, dan menjadi
negara penyumbang personel misi pemeliharaan perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa
terbesar ke-12 dari 122 negara dengan 2.764 personel. Indonesia tidak hanya memiliki
peran penting dalam mewujudkan perdamaian dunia karena sistem dan jumlah umat
muslimnya yang terbanyak.Akan tetapi, peran tersebut juga turut tercermin pada setiap
kedutaan Indonesia di luar negeri.Dari kedutaan-kedutaan tersebut, tercermin bahwa
Indonesia tidak mengklasifikasikan keistimewaan tertentu bagi masing-masing perwakilan
negaranya di luar.Dengan adanya kedutaan-kedutaan Indonesia di luar negeri itu pula,
sebenarnya kita memiliki kesempatan untuk bisa ikut berperan dalam mewujudkan
perdamaian dunia. Jika dalam politik luar negeri bebas aktif, tujuan dari bebas yaitu untuk
menentukan sikap dan kebijaksanaan terhadap permasalahan internasional, dan tidak
mengikatkan diri secara apriori pada satu kekuatan dunia.Selain itu, sebuah negara juga
memiliki kesempatan untuk turut aktif memberikan sumbangan, baik dalam bentuk
pemikiran maupun partisipasi aktif dalam menyelesaikan konflik, sengketa dan
permasalahan dunia lainnya, demi terwujudnya ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
C. Perwujudan Indonesia Dalam Perdamaian Dunia
Menurut Cipto Wardoyo yang harus dilakukan demi mewujudkan perdamaian dunia,
antara lain:
• Melalui Pendekatan Cultural (Budaya) Menurut penulis untuk mewujudkan perdamaian
kita harus mengetahui budaya tiap-tiap masyarakat ataupun sebuah Negara. Jika tidak
akan percuma saja segala upaya kita. Dengan mengetahui budaya tiap-tiap masyarakat
atau sebuah Negara maka kita bisa memahami karakteristik dari masyarakat atau Negara
tersebut.Atas dasar budaya dan karakteristik masyarakat atau suatu Negara, kita bisa
mengambil langkah-langkah yang tepat dan efektif dalam mewujudkan perdamaian disana.
Menurut penuulis pendekatan budaya ini merupakan cara yang paling efektif dalam
mewujudkan perdamaian di masyarakat Indonesia serta dunia.
• Melalui Pendekatan Sosial dan Ekonomi Dalam hal ini pendekatan sosial dan ekonomi
yang penulis maksudkan terkait masalah kesejahteraan dan factor-factor sosial di
masyarakat yang turut berpengaruh terhadap upaya perwujudan perdamaian dunia.Ketika
masyarakatnya kurang sejahtera tentu saja lebih rawan konflik dan kekerasan di dalamnya.
Masyarakat atau Negara yang kurang sejahtera biasanya akan “cuek” atas isu dan seruan
perdamaian. “Boro-boro mikirin perdamaian dunia, buat makan untuk hidup sehari-hari
saja susahnya minta ampun”, begitu fikir mereka yang kurang sejahtera.Maka untuk
mendukung upaya perwujudan perdamaian dunia yang harus dilakukan terlebih dahulu
148
adalah meningkatkan pemerataan kesejahteraan seluruh masyarakat dan Negara di dunia
ini.
• Melalui Pendekatan Politik Menurut analisis penulis, melalui pendekatan budaya dan
sosial ekonomi saja belum cukup efektif untuk mewujudkan perdamaian dunia.Perlu
adanya campur tangan politik, dalam artian ada agenda politik yang menekankan dan
menyerukan terwujudnya perdamaian dunia.Terlebih lagi bagi Negara-negara maju dan
adidaya yang memiliki power atau pengaruh dimata dunia.Negara-negara maju pada saat-
saat tertentu harus berani menggunakan power-nya untuk “melakukan sedikit penekanan”
pada Negara-negara yang saling berkonflik agar bersedia berdamai kembali.Bukan justru
membuat situasi semakin panas, dengan niatan agar persenjataan mereka terus dibeli. Ini
tentu sekali lagi butuh kesadaran dan komitmen bersama.Yang jadi pertanyaan dibenak
penulis terhadap Negara-negara adidaya, katanya cinta damai tapi mengapa terus
berlomba-lomba membuat senjata perang yang super canggih dan mematikan yang
bersifat masal.
• Melalui Pendekatan Religius (Agama) Pada hakikatnya seluruh umat beragama di dunia
ini pasti menginginkan adanya perdamaian.Sebab saya kira tidak ada agama yang
mengajarkan kejahatan, kekerasan ataupun peperangan.Semua Negara mengajarkan
kebaikan, yang diantaranaya kepedulian dan perdamaian.Maka dari itu setiap kita yang
mengaku beragama dan berTuhan tentu harus memiliki kepedulian dalam turut serta
mewujudkan perdamaian di masyarakat maupun di kancah dunia. Para tokoh agama yang
dianggap memiliki charisma dan pengaruh besar di masyarakat harus ikut serta aktif
menyerukan perdamaian.
Indonesia dan Perserikatan Bangsa-Bangsa
Perserikatan Bangsa-Bangsa disingkat sebagai PBB adalah organisasi Internasional
yang didirikan pada tanggal 24 Oktober 1945 untuk mendorong kerjasama
internasional.Badan ini merupakan pengganti Liga Bangsa Bangsa dan didirikan setelah
Perang Dunia II untuk mencegah terjadinya konflik serupa.Pada saat didirikan, PBB
memiliki 51 negara anggota; saat ini terdapat 193 anggota. Selain negara anggota,
beberapa organisasi internasional, dan organisasi antar-negara mendapat tempat sebagai
pengamat permanen yang mempunyai kantor di Markas Besar PBB, dan ada juga yang
hanya berstatus sebagai pengamat.[2] Palestina dan Vatikan adalah negara bukan anggota
(non-member states) dan termasuk pengamat permanen (Tahta Suci mempunyai wakil
permanen di PBB, sedangkan Palestina mempunyai kantor permanen di PBB. Indonesia
resmi menjadi anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa ke-60 tanggal 28 September 1950,
yang ditetapkan dengan resolusi Majelis Umum PBB Nomor A/RES/491 (V) tentang
“Penerimaan Republik Indonesia dalam keanggotaan di PBB”.Kurang dari satu tahun
setelah pengakuan kedaulatan Indonesia oleh belanda dalam konferensi Meja Bundar di
Den Haag (23 Agustus – 2 November, 1949). Pada masa konfrontasi Indonesia – Malaysia
pada Januari 1965, sebagai reaksi atas terpilihnya Malaysia sebagai anggota tidak tetap
149