Penulis
Amirul Muslim, S.Pd.
Penulis
Amirul Muslim, S.Pd.
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb.
Alhamdulilah segala puji,dan syukur kami ucapkan
kehadirat Allah SWT. serta salawat dan salam kepada
junjungan Nabi Muhammad SAW. karena buku ini telah
selesai disusun. Buku ini di terbitkan untuk
memperkenalkan budaya-budaya yang ada di Aceh Tamiang
baik dari masyarakat Tamiang sendiri maupun masyarakat
luar.
Terima Kasih kepada Kepala SMK Negeri 1
Bendahara,Guru Pembimbing,serta dewan guru dan seluruh
pihak yang telah membantu kami untuk menerbitkan buku
ini.
Kami pun menyadari jika di dalam penyusunan buku ini
mempunyai kekurangan. Namun, meyakini sepenuhnya
bahwa sekecil apa pun buku ini tetap akan memberikan
sebuah manfaat bagi pembaca.
Akhir kata untuk penyempurnaan buku ini, maka kritik
dan saran dari pembaca sangatlah berguna untuk kami ke
depannya.
Aceh Tamiang, Februari 2021
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ………………………………………………… i
DAFTAR ISI .................................................................. Ii
Sirih dan Pinang Tamiangku ......................................... 1
Adat Pernikahan di Aceh Tamiang ............................... 3
Tarian Adat Aceh Tamiang ............................................ 9
“Bungong Jeumpa” Lagu Khas Aceh ............................. 11
Bubur Pedas .................................................................. 13
Adat Perkawinan Aceh Tamiang
”Adat Menghidangkan Makanan” ................................. 15
Asal Usul Bahasa Tamiang ............................................ 17
Senjata Adat .................................................................. 19
Kain Songket Khas Aceh Tamiang .................................. 22
Ikatan Temuling dan Telur Tuntong ............................... 25
Bukit Kerang Aceh Tamiang ........................................... 28
Mengenal Tarian “Sekapur Sirih .................................... 30
Pakaian Aceh ................................................................. 32
Kue Rasidah tamiang Delicious ...................................... 36
Asal Usul Tarian “Ranup Lampuan” ............................... 38
Adat Mempersiapkan Bayi Lahir di Aceh Tamiang ......... 40
Silat Pelintau Khas Tamiang ........................................... 42
Berbagai Bahasa Daerah di Aceh Tamiang .................... 47
ii
Lambang Daerah Aceh Tamiang .................................... 52
Upacara Kebudayaan Peusijeuk
di Aceh Tamiang ............................................................ 55
Senjata Tradisional Aceh ............................................... 63
Tari Tarek Pukat ............................................................. 67
Mengenal Bahasa Khas Aceh Tamiang ......................... 72
Rumah Adat Aceh Tamiang ........................................... 75
Tradisi Tepung Tawar Budaya Tamiang .......................... 79
Bubur Pedas Khas Tamiang ............................................ 82
Berbalas Pantun ............................................................. 84
Tarian Kuntum Mende ................................................... 50
DAFTAR PUSTAKA .......................................................... 90
iii
“Sirih dan Pinang Tamiangku”
Sirih dan pinang adalah salah satu tumbuhan yang
banyak kita jumpai di Aceh. Kedua tanaman ini menjadi
khas masyarakat Aceh. Sirih yang berwarna hijau
tumbuh menjalar di tempat ia menopang hidup.
Pinang yang tumbuh tinggi menjulang keatas sangat
mudah di temui di sekitar tamiang dan juga menjadi
salah satu sumber perekonomian bagi masyarakat
tamiang. Kedua Tanaman ini sering disandingkan
sebagai tanda menyambut serta penghormatan kepada
tamu. Selain itu sirih juga telah menjadi kebiasaan di
kalangan orang tua/nenek kakek yang mengunyah sirih
sebagai salah satu kebiasaan sehari –hari atau sering di
sebut”Menyireh” yang dibungkus dengan daun sirih
dan di isi oleh pinang muda serta kapur.
Tidak hanya itu sirih dan pinang sering dijadikan untuk
acara pertunangan atau pernikahan khas masyarakat
Aceh Tamiang. Dalam adat perkawinan di Aceh
Tamiang ini,sirih dan pinang menjadi salah satu khas
dari adat dalam perkawinan . Sirih pinang juga adalah
sebagai hantaran wajib bagi masyarakat tamiang yang
biasanya di susun cantik dalam kotak/tepak sirih dan di
bawa/junjung di bagian depan ketika adat perkawinan
sedang berlangsung. Selain itu didalam adat
Khumairah N.
1 (TKJ-1)
perkawinan Aceh , sirih dan pinang juga termasuk
dalam salah satu adat di perkawinan khas masyarakat
Aceh yaitu”Lempar Sirih” yang telah menjadi salah
satu tradisi di perkawinan khas Aceh.Dengan begitu
tidak asing lagi kita ketika mendengar kata sirih dan
pinang yang merupakan salah satu budaya khas
masyarakat Aceh Tamiang.
Ayo kita sebagai muda-mudi tamiang ,tetap
melestarikan budaya sirih dan pinang ini,kita wujudkan
nilai cinta terhadap budaya dan khas tamiang dengan
menjaga dan tidak menghilangkan sirih dan pinang
kita.
Khumairah N.
2 (TKJ-1)
“ADAT PERNIKAHAN DI ACEH TAMIANG”
Banyaknya suku bangsa. Dan setiap suku
terdapat bahasa dan adat budayanya tersendiri.
Indonesia adalah salah satu negara kesatuan
yang mana di dalamnya begitu banyak
keragaman serta kekayaan alam, bahasa, serta
adat. Semua keragaman dan kebudayaan di
setiap kota dan daerahnya berbeda beda,
Budaya merupakan cara hidup yang
berkembang yang tak bisa terpisahkan dari diri
kita. Sehingga, anggap bahwa budaya sebagai
wujud peninggalan yang diwariskan secara
ginetis yaitu dari generasi ke generasi mulai dari
nenek moyang sampai sekarang. Akan tetapi
adakah di zaman yang sudah modern ini adat
budaya yang semakin mulai dilupakan atau
ditinggalkan, lalu bagaimana kita ingin
mengeksplornya kembali kepada anak cucu
nantinya, siapa lagi kalau bukan pewaris
kebudayaan itu sendiri yang melestarikannya.
Oktarisa
3 (TKJ-2)
Bahasa Tamiang memiliki banyak persamaan
dengan bahasa Melayu, sebab suku Tamiang
berserumpun dari dialek melayu yang
sumbernya langsung dari asalnya di Kepulauan
Riau di Bintang yang di bawa oleh Imigran
setelah daerah asalnya di serbu oleh kerajaan
Sriwijaya. Diperkirakan karena faktor geografis
yang dekat dengan Langkat (sumatera utara)
pulau penang dan Langkawi (Malaysia).
Di Kabupaten Aceh Tamiang banyak bahasa
yang sudah bercampur dengan bahasa lain,
karena banyaknya pendantang dari wilayah lain,
seperti dari Jawa dan beberapa daerah di pulau
Sumatera yang mereka menetap di Kabupaten
Aceh Tamiang.
Sistem kepercayaan dan tradisi di Aceh
Tamiang dulunya berada pada jalur lalu lintas
internasional yaitu dari barat ke timur di
sekitaran selat Malaka. Keragaman budaya yang
kita rasakan saat ini, tidak terlepas dari
pengaruh transformasi budaya dari waktu ke-
Oktarisa
4 (TKJ-2)
waktu. Perkemangan keimanan masyarakat
Tamiang semakin tinggi ketika datangnya islam.
Sehingga kebudayaan mereka yang lambat laun
mulai ditinggalkan, khususnya kebudayaan yang
tidak bernapaskan islam.
Setiap insan pasti ingin meneruskan
keturunannya dan tidak putus sampai
kepadanya saja. Salah satu caranya adalah
melalui sebuah walimatul ‘usry (pernikahan). Di
pernikahan juga terdapat adat budaya dan
tradisi yang sangat menonjol dan memang harus
dilakukan sebagai wujud penghormatan dan
rasa cinta untuk melestarikan dan
mengembangkan kembali adat tradisi nenek
moyang.
Adat budaya perkawinan di Tamiang saat ini
semakin ditinggalkan, yaitu seperti pada saat
penghidangan makanan unuk para
undangan.dahulu, tepatnya pada tahun 1980-
1985 cara mereka menghidangkan makanan
untuk para tetamu undangan dengan cara
Oktarisa
5 (TKJ-2)
menghidangkan makanan itu secara langsung
diberikan dengan menggunakan talam (alas)
yang berisi hidangan yang akan dissajikan. Akan
tetapi, tradisi itu seakan hilang dengan
berjalannnya waktu . bahkan, sekarang ini tidak
ada lagi dijumpai di acara pernikahan.
Akan tetapi cara penghidangan tersebut di
ganti dengan cara mereka sendiri dengan
menyediakannya langsung berbagai macam
makanan dihidangkan di luar (halaman) rumah,
kemudian para tamu undangan yang mengambil
makanan itu sendirinya tanpa harus di
hidangakan lagi menggukan talam (alas).
Sampai saat ini tradisi Tamiang yang masih
ada dilakukan saat acara pernikahan adanya
acara tepung tawar. Bahan-bahan untuk tepung
tawar terdiri atas beras padi (beras kuning),
telur disertai dengan air (jika tidak ada telur bisa
digantikan dengan santan kelapa), daun
sedingin, daun ati-ati, dan rumput sambo.
Semua bahan tersebut memiliki makna yang
Oktarisa
6 (TKJ-2)
mendalam dan sangat kuat yang diyakini oleh
masyarakat Tamiang sebagai symbol dari
kehidupan. Misalnya, beras padi (beras kuning)
sebagai simbol kemuliaan dan kebijaksanaan di
masa depan. Daun sedingin melambangkan
kenyamanan dan ketentraman dalam
mengarungi kehidupan berumah tangga.
Selanjutnya, air dimaknai sebagai kondisi
rumah tangga yang sehat, Daun ati-ati memiliki
makna kewaspadaan dan penuh dengan kehati-
hatian (sama seperti namanya). Rumput sambo
memiliki makna harapan kepada Allah agar
memberikan kekuatan kepada pasangan suami-
istri tersebut untuk selalu menghadapi segala
permasalahan berumah tangga secara bersama-
sama.
Ini merupakan suatu bentuk rasa syukur
kepada Allah SWT atas nikmat sekaligus
permohonan dan pengharapan untuk
memperoleh keberkahan dan keselamatan
hidup, serta semoga Allah menguatkan dan
Oktarisa
7 (TKJ-2)
memberikan rahmat-Nya kepada kedua
mempelai. Dengan adanya acara tepung tawar
ini bukan berarti sesuatu yang berupa dilarang
atau syirik, dikarenakan yang dulunya pada
zaman nenek moyang sudah ada dan mulanya
berawal dari agama budha. Tetapi setelah
masuknya islam ke Indonesia, terutama ke
wilayah Aceh, lalu dimasukkanlah ajaran yang
bernilai islami seperti pujian, doa-doa dan
sholawat kepada nabi.
8 Oktarisa
(TKJ-2)
“ TARIAN ADAT ACEH TAMIANG ”
Tarian merupakan gerakan tubuh yang
secara berirama dan senada dengan alunan
musik yang biasa dilakukan di tempat dan waktu
tertentu sebagai keperluan pergaulan,
mengungkapkan perasaan, maksud, dan pikiran.
Bunyi-bunyian yang merupakan musik pengiring
tari akan mengatur gerakan penari dan
memperkuat maksud yang diinginkan
disampaikan. Gerakan sehari–hari berbeda
dengan gerakan tari, seperti berlari, berjalan,
atau bersenam.
Jenis–jenis tari dapat digolongkan menjadi
tari rakyat, tari klasik, dan tari kreasi baru. Tarian
yang berasal dari kebudayaa barat yang di
lakukan berpasangan antara pria-wanita dengan
berpegangan tangan atau berpelukan sambil di
iringi musik disebut dansa. Tarian yang lahir dari
adat dan sebuah daerah disebut tari adat.
9 Oktaria
(TKJ-1)
Yang paling populer dalam tarian adat suku
aceh adalah Tari Saman. Bukan hanya di
Indonesia dan Aceh saja, bahkan sampai keluar
negeri ( Internasional ). Tari Saman menjadi
begitu unik, indah dan sangat disukai orang di
karenakan memiliki beberapa unsur. Sebagai
pengingat, tepukan tangan, dan tepukan pada
dada, dengan alat musik yang mengiringi nya
merupakan andalan khas Tari Saman.
UNESCO sendiri telah mengakui Tari Saman
sebagai salah satu warisan di dunia. Tari Saman
ini pun dibuat oleh etnik Gayo , yang juga
merupakan etnik tertua di Aceh . Selain itu Aceh
juga memiliki tari-tarian lain seperti Tari Ratoh
Duek, Tari Pukat, Tari Meuseukat, Tari Ula-ula
Lembing, dan lain sebagainya.
Saman Seudati Tareuk Puukat
Ula-Ula Lembing Meusekat Ratoh Duek
180 Oktaria
(TKJ-1)
„‟ Bungong Jeumpa‟‟
Lagu Khas Aceh
Salah satu lagu daerah Aceh yang masih
populer dikumandangkan sampai saat ini adalah
lagu Bungong Jeumpa. Lagu tersebut
mempunyai makna yang sangat indah. Bungong
Jeumpa disebut juga bunga cempaka. Dalam
liriknya lagu itu menjelaskan bunga cempaka
yang harum.
Lagu Bungong Jeumpa sudah lama ada di
Aceh hingga lagu tersebut dapat dikatakan
menjadi salah satu ikon provinsi dengan jumlah
penduduk islam terbanyak di Indonesia. Lagu
Bungong Jeumpa ditulis oleh Ibraham Abduh
pada abad ke-7. Lagu Bungong Jeumpa ciptaan
dari Ikhtisar Radja. Setelah itu, lagu Bungong
Jeumpa memiliki irama yang sangat merdu
sehingga rakyat aceh menjadi senang
mendengarkan lagu tersebut.
181 Putri R.
(TKJ-1)
Sebagai generasi muda Aceh, kita patut
melestarikan dengan cara mengenal dan
menyanyikan lagu Bungong Jeumpa dengan
menghasilkan aransemen terbaru agar lagu
daerah kita lebih diminati oleh kalangan remaja.
Berikut merupakan lirik lagu Bungong
Jeumpa.
182 Putri R.
(TKJ-1)
BUBUR PEDAS
Bagi yang tidak menyukainya, tidak ada
salahnya untuk mencicipi makanan ini. Mungkin
akan memunculkan sensasi tersendiri di lidah.
Terkhusus jika Anda berlibur di Aceh Tamiang
jangan lewatkan makanan khas di kota yang
dijuluki Bumi Mude Sedie, yaitu bubur pedas.
Mungkin Anda akan berpikir, rasa bubur ini
akan benar-benar pedas sesuai namanya,
padahal tidak demikian. Sampai saya pun tidak
menyukainya karena awalnya menganggap
bahwa bubur yang berasa pedas. Terasa aneh
ketika mengetahui namanya. Panganan yang
merupakan campuran antara antara bubur nasi
dengan anyang dan sebagainya, sedikit demi
sedikit saya mencicipnya. Dan ternyata tidak
pedas tidak seperti nama populernya, Bubur
Pedas.
Bubur pedas dibuat dari beras yang
ditumbuk halus dan dioseng dengan
ditambahkan rempah-rempah khas aceh dan
183 Yosi M.
(TKJ-1)
ditambahi sayur-sayuran, antara lain kangkung,
pakis, dan daun sekentut. Ikan teri kacang tanah
yang telah digoreng ditaburi pada bagian atas
bubur pedas hingga lebih menarik dan pastinya
menambah cita rasa.
Biasanya, bubur pedas lebih populer pada
bulan Ramadhan. Makanan ini menjadi
santapan yang sangat cocok saat berbuka puasa.
Saat ini, bubur pedas juga sering ditampilkan
atau menjadi hidangan tambahan pada acara-
acara tertentu di Tamiang, seperti pernikahan,
khitanan, dan silaturahim keluarga.
Diharapkan, salah satu warisan budaya khas
Melayu Tamiang ini dapat dilestarikan.
Mengingat, sudah semakin sedikit orang yang
bisa membuat panganan ini. Belajarlah dari
orang-orang tua kita yang terampil membuat
hidangan nikmat si Bubur Pedas.
184 Yosi M.
(TKJ-1)
ADAT PERKAWINAN ACEH TAMIANG
“Adat Menghidangkan Makanan”
Budaya Aceh Tamiang merupakan kumpulan
budaya yang berasal dari Aceh, yaitu yang
berada di suku Aceh, Suku Tamiang, Suku Ulas
dan lain-lain. Adat perkawinan di budaya Aceh
Tamiang, yaitu pada saat acara kenduri (pesta
perkawinan) mereka orang zaman dulu
menghidangkan makanan itu secara langsung di
berikan kepada para tamu undangan dengan
menggunakan talam (alas). Namun fakta yang
sebenarnya di zaman yang sekarang ini adat itu
sudah tidak ada lagi, dikarenakan zaman sudah
modern adat dan budaya pun mulai dilupakan
oleh masyarakat.
Contohnya di zaman sekarang sudah tidak
ada lagi kita lihat adat seperti zaman dulu. Yang
kita lihat di zaman yang sekarang yaitu, mereka
para tuan rumah (ahli bait) hanya menyediakan
berbagai makan makanan di luar rumah (di
halaman), kemudian para undanganlah yang
185 Epa S.
(TKJ-1)
mengambil makanan itu sendiri, tanpa tidak
dihidangkan lagi. Namun sedikit dari masyarakat
masih ada yang peduli dengan adat zaman dulu,
tetapi lebih banyak yang tindak peduli, padahal
yang sebenarnya masyarakat itu tahu tentang
adat zaman dulu. Dikarenakan zaman yang
modern ini masyarakat tidak mau repot- repot
dalam membuat acara (pesta perkawinan).
Maka dari itulah kita generasi muda bangsa
Indonesia, ayo kita lestarikan kembali adat
budaya yang sudah ditinggalkan, untuk
ditunjukan kepada anak cucu kita nantinya,
siapa lagi kalau bukan kita.
186 Epa S.
(TKJ-1)
Asal Usul Bahasa Tamiang
Bahasa Tamiang adalah bahasa yang
termasuk ke dalam bahasa melayu. Bahasa
tamiang ditandai dengan pengucapan r jadi gh.
misal, kata orang diucapa dalam bahasa
Tamiang menjadi oghang. Masyarakat tamiang
tidak tajam, mereka berkelompok atau ada yg
dianggap bangsawan, yang ditandai dengan
gelar yang mereka pakai. Orang kebayakan
disebut ughang bepake. Karena ada dukungan
pendidikan tinggi kekayaan yang menaikan
martabat.
Hubungan kekerabatan masyarakat tamiang
ini dapat disimpulkan motto; “Utang Sama
Ditanggung, Malu Sama Ditudung”. Di mana
ada pihak laki atau perempuan harus sama
menanggulangi beban kekerabatan. Masyarakat
ini ada ambivalase system kekerabatan. Kerabat
yang mengandalkan kerja sama adalah garis
keturunan ibu di atas. Wali kurung atau kaum
187 Nur A.
(TKJ-1)
biak, sifat matrivokal. Mereka melembagakan
penghormatan leluhur disebut ondatu, dengan
mengaitkan silsilah diri dengan kedatuan , misal
dengan datu empat suku, datu delapan suku,
dua belas pihak, dan tiga puluh kerabat.
Masyarakat tamiang terdiri dari keluarga inti
yang mempunyai rumah tangga sendiri, sekitar
lingkungan keluarga asalnya. Mereka mengakui
bentuk keluarga luas disebut kaum biak.
Keluarga menjadi dua paroh, yaitu belah ayah
dan belah ibu. Kehidupan sosial mereka
memiliki prinsip kerabat bilaterial. Dalam
warisan garis keturunan mereka memakai
sistem patrilineal. Anak laki yang paling tua
berperan dalam keluarga. Kekerabatan mereka
mempunyai istilah pangilan menurut urutan
lahir, anak pertama diberi nama ulung, anak
kedua diberi nama ngah, anak ketiga, alang,
anak keempat, andak, anak kelima, uteh, dan
yang paling bungsu, uncu.
188 Nur A.
(TKJ-1)
SENJATA ADAT
Sabtu, 7 Nopember 2020, di Kota Kuala
Simpang ada seorang pelajar yang bernama
Andi. Beliau adalah seorang pelajar yang baik
dan rajin. Suatu hari Andi diperintahkan oleh
kepala sekolah agar mengikuti lomba
memainkan sebuah senjanta yang bernama
rencong.
Andi adalah seorang anak dari orang tua
yang sederhana, ayahnya bekerja sebagai petani
dan ibunya bekerja sebagai ibu rumah tangga.
Andi memiliki adik perempuan yang bernama
Aisyah. Andi adalah seorang pelajar yang
memiliki bakat dalam memainkan senjata adat
tersebut. Dia bisa memainkan senjata adat
karena ayahnya dulu sering menggunakan
senjata adat yaitu rencong, di saat ada acara
perkawinan. Kemudian, sampai sekarang Andi
masih suka memainkan senjata tersebut.
Senjata rencong sudah lama ada di Aceh hingga
sejata tersebut sudah menjadi senjata adat Aceh
189 NurHIDAYAH
(TKJ-1)
Dahulu kenapa ada senjata rencong karena
ada terjadi penjajahan di Aceh dan rakyat Aceh
menggunakan rencong untuk melawan para
penjajah. Di Aceh Tamiang ada beberapa senjata
yang saya ketahui yaitu rencong dan pedang.
Menjaga senjata adat daerah sendiri adalah
suatu hal yang sangat penting agar anak bangsa
ke depannya bisa mengenali senjata tersebut.
Rencong adalah senjata tradisional yang pernah
digunakan oleh kesultanan Aceh sejak jaman
pemerintahan Sultan Ali Mughayat Syah yaitu
adalah Sultan Aceh yang pertama menurut
catatan sejarah Aceh. Kedudukan senjata adat
Rencong di Aceh sangatlah penting, rencong
selalu diselipkan di pinggang Sultan aceh.
Rencong adalah simbol keberanian dan
kegagahan masyarakat Aceh. Bagi warga Aceh
siapa saja yang memegang rencong, akan
merasa lebih berani menghadapi musuh, jika
ada yang ingin melukai diri kita maka kita bisa
menggunakan senjata rencong tersebut.
280 NurHIDAYAH
(TKJ-1)
Pada masa sekarang, senjata ini memang
sudah sering tidak digunakan lagi sebagai
senjata penyerang. Jika Rencong masih
digunakan sebagai sebuah simbolis dari
keberanian, ketangguhan dan kejantanan dari
masyarakat Aceh. Pemakaian benda ini lebih
mengarah kepada simbol dari keberanian
seorang laki – laki dalam memimpin keluarga
setelah menikah.
281 NurHIDAYAH
(TKJ-1)
KAIN SONGKET KHAS ACEH TAMIANG
Kain songket adalah kain tenun tradisional
khas Melayu, Kain songket ini merupakan
kerajinan tangan yang di buat oleh masyarakat
Tamiang. sekaligus ini juga merupakan salah satu
mata pencaharian perempuan untuk membantu
perekonomian keluarga. koleksi motif yang
mereka buat bermacam macam, seperti motif
pucuk rebung yang kini dijadikan lambang
Kabupaten Aceh Tamiang. Motif lainnya tambok
manggis, susun sirih, awan berarak, dan empat
datuk. Semua motif tersebut bisa di bilang
sangat unik dan indah.
Keseluruhan motif
songket Tamiang ini dibordir
menjadi kain songket tenun
yang indah melambangkan
kabupaten berjulukan Bumi
Muda Sedia Betuah. Motif
Tamiang memiliki ciri
282 eLIDA
(TKJ-3)
tersendiri dengan sisi yang agak jarang dan kaku
dibanding dengan motif songket dari daerah
lain, hasil kebudayaan berupa songket tersebut
menjadi identitas masyarakat Tamiang, misalnya
motif pucuk rebung melambangkan harapan
baik. Motif pucuk rebung selalu ada dalam
setiap kain songket sebagai kepala kain atau
tumpal kain. Tetapi sayangnya sekarang hanya
sebagian kecil orang yang masih membuat
kerajinan kain songket tenun tersebut, karena
kurangnya antusias dari masyarakat Aceh
Tamiang sendiri.
Motif tersebut dimaksudkan agar si
pemakai selalu mempunyai keberuntungan dan
harapan baik dalam setiap langkah hidup.
Kerajinan tangan tersebut yang tujuannya
supaya masyarakat luar terkhusus dari Aceh
Tamiang sendiri lebih mengenal khas dan makna
kain songket tenun tersebut. Dan dengan
adanya kreativitas kerajinan tangan olah
masyarakat Tamiang sendiri, perempuan yang
tidak bekerja bisa turut ikut serta membantu
283 eLIDA
(TKJ-3)
pembuatan kain songket tenun tersebut.
Sehingga perempuan yang tidak bekerja bisa
mendapatkan penghasilan. Harapan doa nya,
semoga ke depannya kain songket tenun khas
Aceh Tamiang bisa lebih dikenal oleh khalayak
ramai. Amin.
284 eLIDA
(TKJ-3)
Ikatan Temuling dan Telur Tuntong
Tamiang merupakan salah satu Suku Melayu
yang ada di provinsi Aceh. Penduduknya
didominasi oleh suku bangsa melayu. Melayu
Tamiang dan masyarakat melayu yang tinggal di
Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, memiliki
kesamaan dialek dan bahasa.
Kebudayaan yang beragam, menjadi ciri
khas kabupaten yang dijuluki dengan Bumi
Mude Sedie. Salah satunya adalah soal kudapan
temuling atau vla (saus) dengan isi srikaya
sebagai pelengkat ketupat ketan putih (beras
pulot) yang dibuat berukuran mini.
Kecamatan Seruway dan Bendahara
merupakan dua kecamatan di Kabupaten Aceh
Tamiang yang secara geografis berada di pesisir
pantai, sangat populer dengan kue yang berasa
manisini. Temuling dijadikana sebagai panganan
harian yang selalu dirindu oleh penikmat kuliner
ini. Lebaran menjadi momentum yang tepat
285 Nurfarahdiba
(TKJ-2)
memanjakan lidah akan nikmatnya kue
temuling. Bahkan, sensasi berbeda akan
dirasakan ketika kue manis ini dicampur dengan
telur tuntong. Tentu rasanya akan lebih
istimewa.
Namun, kelezatan temuling yang dipadukan
dengan telur tuntong sudah sulit untuk
dinikmati oleh masyarakat Aceh Tamiang.
Sekarang, jika ingin menyantap kue khas itu,
masyarakat Tamiang mengganti telur tuntong
tersebut dengan telur ayam yang lebih mudah
untuk didapatkan. Hal ini dikarenakan, sulit
untuk mendapatkan telur tuntong. Sebagai
akibat dari semakin menurunnya populasi
tuntong itu sendiri.
Namun, saat ini para pencinta lingkungan
bersama warga setempat melakukan konservasi
terhadap perkembangbiakan hewan yang
termasuk pada penyu ini. Sehingga komponen
pelezat kue temuling yang menjadi makanan
khas masyarakat Tamiang akan tetap bisa
dinikmati oleh anak cucu. Sosialisasi juga
286 Nurfarahdiba
(TKJ-2)
kerap dilakukan terkait pemeliharaan komoditas
hewan air asin ini untuk tidak diperjualbelikan.
Di samping itu, guna mendukung program
konservasi terhadap tuntong, PT Pertamina EP
Asset 1 Rantau Field, sejak tahun 2013, yang
berkordinasi dengan segenap pemangku
kepentingan, seperti pejabat pemerintah
daerah, serta Badan Konservasi Sumberdaya
Alam Aceh Tamiang memberikan operasional
terhadap kegiatan pelestarian tuntong di pesisir
pantai Kabupaten Aceh Tamiang.
Selama empat tahun belakangan ini,
sebanyak 1204 tuntong yang sudah menetas
dilepasliarkan, serta 73 tuntong betina dewasa
telah dikembalikan ke habitatnya. Dengan
harapan, hewan langka ini dapat dilestarikan
bersamaan dengan lestarinya kue temuling.
287 Nurfarahdiba
(TKJ-2)
Bukit Kerang Aceh Tamiang
Bukit kerang
adalah salah satu
tempat wisata yang
berada di aceh
tamiang. Lokasinya
sangat amat
tersembunyi karena
berada di sebuah
perkebunan sawit dan
di kelilingi oleh pohon-pohon sawit, jaraknya
tidak jauh dari tower Sunga Iyu. Bukit kerang ini
banyak yang tidak mengetahui lokasinya, karena
tempatnya yang sangat sunyi dan jarang sekali
orang atau kendaraan yang lewat jalur tersebut.
Objek wisata sejarah, Bukit Kerang ini juga
tidak terawat serta dikelilingi pohon sawit.
Untuk menuju ke lokasinya pun kita harus
melewati jembatan yang hanya berukuran
setapak kaki saja. Jika tempat ini terawat, tentu
288 Khairun Nisa
(TKJ-2)
akan sangat banyak manfaat bagi Kabupaten
Aceh Tamiang, terkhusus masyarakat sekitar.
Halangan menuju wisata bukit kerang
1. Lokasinya berada di pedalaman dan
dikelilingi oleh pohon sawit.
2. Akses Jalannya yang sangat rusak.
3. Daerahnya sangat sepi
Di sisi lain, nuansa mistis juga sampai
sekarang juga belum ada yang tahu. Sebagian
masyarakat menyarankan agar tidak
mengunjungi objek wisata ini sendirian,
hendaklah mengajak teman, dua atau tiga orang
atau bahkan lebih.
Mudah-mudahan, perhatian pemerintah
khususnya pejabat terkait terhadap pelestarian
situs purbakala ini lebih ditingkatkan.
289 Khairun Nisa
(TKJ-2)
Mengenal Tarian
“Sikapur Sirih”
Tarian ini merupakan salah satu tarian
daerah yang berasal dari kabupaten Aceh
Tamiang. Tarian Sikapur Sirih sudah ada sejak
tahun 1960, yang merupakan salah satu bentuk
tarian persembahan yang digunakan untuk
menyambut tamu.
Tarian ini sekarang ini jarang ditampilkan
dan jarang dijumpai karena kurangnya antusiasi
dari masyarakatnya. Akibatnya anak jaman
sekarang kurang tahu bahkan tidak dapat
menarikan tarian tersebut. Maka dari itu, perlu
dibuat pertunjukan
kebudayaan tarian agar
menumbuhkan jiwa,
bakat, dan minat anak
jaman sekarang agar
terarik untuk
melestarikan tarian
daerahnya.
380 M. ADITYA
(NKPI-2)
Kurangnya kepedulian dari masyarakat
daerah serta partisipasi dari anak remaja sangat
rendah, mengakibatkan memudarnya Tari
Sikapur Sirih. Maka dari itu kita sebagai
masyarakat dari Kabupaten Aceh Tamiang harus
mengatasi hal ini dengan cara ikut berpartisipasi
dan mengajak masyarakat, terutama kalangan
remaja untuk menumbuhkan minat dan
kepedulian terhadap tarian kebudayaan dan
menjadi kebanggaan Kabupaten Aceh Tamiang.
Alangkah baiknya kita membuat pertunjukan
kebudayaan daerah dengan cara menarikan Tari
Sikapur Sirih pada acara apapun.
381 M. ADITYA
(NKPI-2)
“PAKAIAN ACEH”
Dalam budaya masyarakat, pakain
merupakan salah satu ciri khas di suatu daerah
dan memiliki makna tersendiri, dari warna,
bentuk hingga ke acssesoris-nya. Pakaian adat
serinng digunakan dalam acara-acara penting
untuk mewakili kebudayaan atau identitas suatu
daerah,seperti acara pernikahan, pameran baju
adat, hari besar suatu daerah , dan masih
banyak juga lainnya.
Pada saat ini pakaian adat memang
berkembang sangat pesat mengikuti zaman.
Selalu ada sesuatu yang baru dari desainer
sekarang ini sehingga menghasilkan produk
fashion yang banyak digemari.
Pakaian adat aceh merupakan salah satu
peninggalan sejaran dari Kerajaan Perlak dan
Samudra Pasai. Pakaian adat pria biasanya
disebut dengan baju Linto Baro. Pakaian ini
terdiri dari tiga bagian, yaitu atas, tengan, dan
bawah yang dilengkapi senjata tradisional
sebagai pelengkap penampilan.
382 SAFRIZAL
(TKJ-2)
Di bagian atas terdapat meukeutop yang
fungsinya sebagai penutup kepala atau mahkota
kaum pria yang berbentuk lonjong ke atas.
Meukuetop dilengkapi dengan lilitan dari bahan
sutra dan memiliki pola berbentuk bintang
persegi delapan yang terbuat dari kuningan atau
emas. Lilitan tersebut biasanya disebut dengan
tengkulok. Mahkota tersebut memiliki 5 warna
yang mengandung makna tertentu. Merah
diartikan dengan kepahlawanan, hijau yang
diartikan dengan agama islam, kuning yang
berarati kesultanan, hitam yang berarti
ketegasan, serta putih berarti kesucian.
Pada bagian tengah yaitu muekasah
merupakan bagian yang paling penting yang
terbuat dari benang sutra yang ditenun.
Selanjutnya sileuweu dikenal dengan istilah
celana cekak berwarna hitam yang terbuat dari
kain katun yang ditenun. Tidak lupa yang
terakhir dilengkapi dengan rencong. Konon
katanya, senjata ini biasa dipakai oleh para
sultan.
383 SAFRIZAL
(TKJ-2)
Sedangkan pakaian adat aceh untuk wanita
biasanya disebut dengan Daro Baro. Karena
memiliki warna yang lebih cerah dari pakaian
Linto Baro. Beberapa warna yang sering
digunakan adalah warna kuning, merah, hijau,
atau ungu. Adapun untuk desainnya sendiri
pakaian ini terbilang sangat islami dan cukup
tertutup.
Daro Baro memiliki banyak aksesoris berupa
perhiasan sebagai pelengkap pakaian. Pertama
baju kurung. Desain bajunya dipengaruhi oleh
budaya Arab, Melayu, dan Cina, tak heran jika
bajunnya terlihat longgar utuk menutupi lekuk
tubuh wanita. Penggunaan baju kurungnya di
lengkapi dengan sarung songket yang berfungsi
untuk menutupi pinggul wanita. Songket diikat
dengan tali pinggang yang terbuat dari perak
atau emas, yaitu Taloe Ki Leng Patah Sikureung.
Dan bagian leher dikenakan perhiasan yang
bernama Boh Dokma. Para wanita juga
menggunakan celana cekak namun memiliki
beragam warna dibanding milik pria.
384 SAFRIZAL
(TKJ-2)
Selanjutnya perhiasan, seperti Patam Dhoe
yang merupakan perhiasan berbentuk mahkota,
subang atau anting – anting, dan Taloe Takoe
Bieung Muih yang merupakan perhiasan berupa
kalung. Patam Dhoe merupakan mahkota yang
dikelilingi dengan motif bunga dan bulat bulatan
biasa masyarakat aceh menyebutnya Bungoh
Kalimah. Mahkota ini mengartikan bahwa
wanita tersebut sudah menikah dan telah
menjadi tanggung jawab suaminya. Tak hanya
itu, Taloe Takoe Bieung Meuih atau perhiasan
berupa kalung emas yang memiliki enam batu
berbentuk hati dan satu batu berbentuk
kepiting.
Jadi bisa disimpulkan
bahwa pakain adat untuk
pria lebih sederhana, namun
berkesan berwibawa.
Sedangkan pakaian untuk
wanita lebih berkesan yang
kaya akan keindahan serta
pesona bagi pemakainya.
385 SAFRIZAL
(TKJ-2)
Kue Rasidah Tamiang Delicious
Makanan khas
Aceh Tamiang salah
satunya adalah kue
rasidah. Kue rasidah
sudah ada sejak pada
masa kejayaan
Kerajaan Tamiang.
Biasanya merupakan makanan khusus keluarga
Kerajaan. Dan menjadi salah satu peunajoh atau
makanan khas Raja Peurlak dan Tamiang.
Namun seiring berkembangnya zaman , kue
rasidah dihidangkan pada saat acara-acara
penting termasuk makan hadap-hadap , dan kue
rasidah juga bisa dijadikan pengganti inti untuk
pulut bale yang biasa dibuat untuk acara turun
tanah.
Cara membuat kue rasidah sangat mudah.
Pertama kupas bawang merah lalu diiris dan
digoreng sebagai bawang gorengnya. Lalu
tepung, gula, dan air secukupnya diaduk
menjadi adonan. Langkah selanjutnya adalah
386 FADHILLATUL
(TKJ-1)
adonan ke dalam minyak panas , aduk sampai
mengkilap. Tambahkan sedikit mentega, sambil
terus diaduk sampai matang. Setelah matang,
tuangkan dalam wadah lalu buat motif sesuai
selera. Kemudian taburi bawang goreng. Rasidah
pun siap disajikan.
Oleh karena itu, sebagai masyarakat dan
muda-mudi Tamiang, kita harus lebih tahu dan
mencintai makanan daerah kita. Bahkan masih
banyak lagi makanan khas Aceh Tamiang seperti
bubur pedas, lepat, buah malaka , manisan pala,
dan lain-lain.
387 FADHILLATUL
(TKJ-1)
ASAL USUL TARIAN RANUP LAMPUAN
Indonesia adalah Negara Kepulauan, di
dalamnya terdapat keanekaragaman yang salah
satunya adalah tarian.
Tarian Ranup Lampuan adalah salah satu
jenis Tarian Tradisional Khas Aceh dalam
penyambutan tamu terhormat ataupun pada
acara yang dianggap penting atau sakral.
Tarian ini dibawakan
oleh 5-7 penari wanita yang
memakai baju Adat Aceh
dan setiap gerakan yang
dilakukan oleh penari
memiliki makna tersendiri
yang bertujuan untuk
menghormati tamu dalam
acara tersebut.
Sejarah tarian ini sendiri untuk pertama
kalinya diciptakan oleh seorang Seniman yang
berasal dari Aceh yang bernama YUSRIZAL pada
tahun 1959.
388 RAHAYU C.
(TKJ-1)
Kata ranup berarti “sirih” dan lampuan
diartikan “tempat/wadah khusus sirih khas
Aceh”. Tarian ini sudah mengalami perubahan
seperti lagunya, gerakannya, bahkan
pakaiannya. Tarian ini juga sudah banyak anak
anak yang bisa menguasai gerakannya bukan
hanya orang dewasa saja.
Pengembangan tari ranup lampuan ini tidak
berhenti begitu saja. Pada tahun 1972, tarian ini
mengalami perubahan lagi yaitu pada musiknya.
Iringian musiknya yang awalnya merupakan
music orchestra atau band kemudian diganti
dengan alat musik tradisionalnya seperti
gendrang, dan lain-lainnya. Setelah berbagai
perubahan tersebut, kemudian menjadi
bentuknya yang sekarang.
389 RAHAYU C.
(TKJ-1)
Adat Mempersiapkan Bayi Lahir
di Aceh Tamiang
Salah satu tradisi adat istiadat yang masih
hidup di kalangan masyarakat Aceh Tamiang
adalah persiapan bayi yang baru lahir. kelahiran
bayi merupakan saat-saat yang ditunggu bagi
keluarga, bagi masyarakat Aceh Tamiang
biasanya untuk menunggu kelahiran bayi
pertamanya pengantin baru tinggal di rumah
mertua (orang tua pihak perempuan) sampai
menunggu kelahiran.
Sudah menjadi kebiaasaan bagi suku
perkampungan Tamiang di saat usia kehamilan 5
sampai 7 bulan maka
emak dari pihak laki-
laki beserta keluarga
dari pihak laki-laki
datatang untuk
menjenguk menantu
yang sedang hamil
membawa nasi dan
lauk pauknya.
480 PUJA M.
(TKJ-2)
Berikut beberapa adat persiapan bayi lahir;
1. Sejuk 7 bulanan bagi ibu hamil
2. Waktu bayi lahir di azankan
3. Potong pusat
4. Cukur rambut
5. Turun tanah
Bagi ibu yang baru melahirkan tidak boleh
keluar rumah selama 44 hari (sebelum turun
tanah). Banyak larangan atau pantangan yang
harus dilalui bagi ibu yang melahirkan bayi dan
itu semua harus dipatuhi karena sudah menjadi
tradisi turun-temurun bagi masyarakat Aceh
Tamiang .
481 PUJA M.
(TKJ-2)
Silat Pelintau Khas Tamiang
Pada tahun 2019 akhirnya
Indonesia menetapkan
Silat Pelintau Khas
Tamiang menjadi Waris-
an Budaya Tak Benda
(WBTB). Tanggal 13 s.d.
16 Agustus 2019, tepatnya
di Hotel Millenium, Jakarta,
penetapan WBTB tersebut
dilaksankan. Sebelumnya, ada 11 karya budaya
yang diusulkan oleh Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata Aceh bersama Balai Pelestarian Nilai
Budaya (BPNB) Aceh untuk ditetapkan menjadi
Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Indonesia,
setelah Tim Ahli WBTB melakukan verifikasi
maka ditetapkan hanya 4 karya budaya asal
Aceh yang memenuhi syarat sebagai Warisan
Budaya Tak Benda Indonesia, dan termasuklah
Silat Pelintau salah satunya.
Kabid. Sejarah Nilai Budaya,Kasie Nilai
Budaya serta perwakilan dari Tim Ahli Aceh,
482 NURZIANA
(TKJ-2)
Salman Yoga, dan Irini Dewiwanti mendampingi
Kepada BPNB Aceh turut hadir pada sidang
penetapan karya budaya kemarin. Maka hasil
sidang menetapkan empat Karya Budaya asal
Aceh yang menjadi WBTB Indonesia adalah
Memek; domain kemahiran dan kerajinan
tradisional Simelue, Gutel; domain kemahiran
dan kerajinan tradisional Aceh
Tengah, Sining; domain seni
pertunjukan aceh tengah,
serta Silat Pelintau; domain
tradisi dan ekspresi lisan
Aceh Tamiang. Jumlah
karya budaya Aceh yang
telah menjadi Warisan
BudayaTak Benda Indonesia
menjadi 34 Karya Budaya
setelah ditetapkannya 4 karya
budaya tersebut.
Bukan suatu perjalanan yang mudah Silat
Pelintau untuk ditetapkan sebagai Warisan
Budaya Tak Benda.Itu berawal dari medio 2017,
ketika komunikasi para tokoh adat dan
483 NURZIANA
(TKJ-2)
kebudayaanMelayu Tamiang bersama Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan Aceh Tamiang
mengusulkannya ke Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata Aceh untuk ditetapkan sebagai
WBTB. Karena memiliki kesamaan dengan seni
bela diri nusantara lainnya usulan penetapan
awalnya sempat ditolak. Namun karena bukti-
bukti otentik akan kekhasan seni Silat Pelintau
berhasil dikumpulkan oleh tim yang terdiri dari
pegiat budaya, tokoh adat dan dinas terkait, dan
akhirnya BPNB Aceh bersama Dinas Kebudayaan
dan Pariwisata Aceh mengusulkan kembali Silat
Pelintau sebagai Warisan Budaya Tak Benda ke
Tim Ahli WBTB Indonesia.
Bagi orang Tamiang tempo dulu Silat
Pelintau Tamiang adalah pencak silat seni yang
lebih menonjolkan keindahan serta seni bela
diri. Pelintau lahir dari kearifan alam Tamiang,
begitu filosofinya. Dari lingkungan sekitarlah
para pendahulu belajar. Maka hasilnya,
terciptalah budaya Silat Pelintau yang maknanya
memapah kehidupan dan terdapat juga di
dalamnya Silat Song-Song dan Rebas Tebang.
484 NURZIANA
(TKJ-2)
Pencak Silat Pelintau dilengkapi dengan senjata
tarung jarak dekat, seperti pedang, toya, dan
pisau serta dimainkan oleh beberapa pesilat
laki-laki dan pesilat wanita. Silat ini ada yang
memiliki makna, namun ada juga yang tidak
memiliki makna. Silat Pelintau memiliki empat
gerakan utama dan beberapa variasi gerak
lainnya. Alat musik yang mengiringi Silat Pelintau
biasanya seperti gendang, biola, dan akordion.
Iringan tempo musik silat ini sedang dan cepat.
Secara keseluruhan gerakan Silat Pelintau ini
memiliki makna lebih kepada ucapan selamat
datang yang ditujukan kepada para tamu, dan
menghadapi musuh dari luar dengan cara
membela diri. Bahkan sekarang Silat Pelintau
identik ada di acara pernikahan sebagai
penyambut tamu laki-laki (Linto Baro), biasanya
di acara pernikahan setelah adat Silat Pelintau
pengantin laki-laki (Linto Baro) disambut lagi
dengan adat marhaban, tarian khas Tamiang dan
adat berbalas pantun khas Tamiang.
Salah satu bentuk perlindungan yang dilaku-
kan oleh pemerintah pusat melalui
485 NURZIANA
(TKJ-2)