The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

merancang mrogram

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by harismpd45, 2019-09-07 22:18:09

VCS

merancang mrogram

KEGIATAN PEMBELAJARAN 4: PENGKONDISI
SINYAL

A. Tujuan

Setelah mengikuti menyelesaikan materi Pengkondisi Sinyal ini, peserta
diharapkan dapat :

1. Menelaah perbedaan sinyal analog dan digital
2. Menelaah rangkaian pengkondisi sinyal analog dan digital
3. Menelaah tingkatan sensor dalam pengolahannya

B. Indikator Pencapaian Kompetensi

1. Menelaah komponen dan rangkaian elektronika pengolah sinyal analog
(Op-Amp, Schmmit Triger, multiplexer) dan pengolah sinyal digital
(Analog to Digital Computer- ADC dan Digital to Analog Converter -
DAC)

C. Uraian Materi

Pengkondisi sinyal merupakan suatu operasi elektronik untuk mengkonversi sinyal
tersebut menjadi sinyal yang sesuai dengan komponen elektronik lain yang akan
dirangkaikan dalam sistem kontrol. Pengkondisian sinyal dibagi menjadi dua
bagian, yaitu pengkondisi sinyal secara analog dan secara digital. Pengkondisian
secara analog menghasilkan sinyal keluaran yang masih merepresentasikan
sinyal dalam bentuk analog. Sedangkan pada pengkondisi sinyal digital, keluaran
sinyal yang dihasilkan sudah dalam bentuk digital. Pada aplikasi pemrosesan
digital, beberapa pengkondisi sinyal analog tertentu masih diperlukan sebelum
mengerjakan proses konversi analog ke digital.

Sebelum membahas hal di atas, perlu dipahami dulu mengenai representasi dari
sebuah data. Representasi suatu data ditunjukkan bagaimana besarnya beberapa
variabel fisik (variabel proses) yang ada dalam sistem kontrol. Sebagai contoh, jika
besarnya tegangan (Volt) sebagai output sebuah sensor bervariasi bergantung
besarnya temperatur (oC), maka tegangan tersebut merepresentasikan
temperatur. Pada prinsipnya data dalam elektronika dibagi menjadi 2, yaitu data

55

analog dan data digital. Atau bisa juga disebut dengan sinyal analog dan sinyal
digital.

1. SINYAL ANALOG DAN DIGITAL
Sinyal Analog. Representasi analog dari sebuah data berarti bahwa terdapat
variasi yang halus (smooth) dan kontinyu antara nilai variabel yang terukur
(temperatur dalam Volt) terhadap nilai besaran fisiknya (misal temperatur dalam
oC). Gambar “Sinyal Analog dan Digital” di bawah mendeskripsikan kedua sinyal
tersebut. Pada sinyal analog amati variabel c (misal dalam oC) dan
representasinya (dalam Volt), terlihat bahwa setiap nilai c selalu terwakili oleh b.
Secara prinsip, saat perubahan c dalam jumlah yang kecil (c) maka secara
proposional pula perubahan pada b.

Gambar 0.1 Sinyal Analog dan Digital

Sinyal Digital. Konsekuensi pada representasi digital pada sebuah data adalah
tidak terdapatnya variasi yang halus (smooth) dan kontinyu antara nilai variabel
yang terukur (temperatur dalam Volt) terhadap nilai besaran fisiknya (misal
temperatur dalam oC). Representasi digital berupa nilai yang diskrit. Terlihat pada
gambar “Sinyal Analog dan Digital” di atas bagian sinyal digital, bahwa variabel c
(misal dalam Volt atau oC) direpresentasikan ke dalam bentuk sinyal digital N.
Setiap perubahan variasi yang kecil, misal c1 tidak bisa diwakili oleh N, lihat juga
pada c2.

Ini yang menjadi alasan kenapa representasi digital sebuah data mempunyai nilai
terbatas dalam angka digit biner. Sebagai contoh variabel tegangan yang
direpresentasikan secara digital ke dalam data biner 4 digit. Jika setiap bitnya
mewakili nilai 1 Volt, lihat gambar “Pengkodean Data dalam Volt ke Biner” di

56

bawah, maka setiap nilai perubahan Volt tidak bisa diwakili oleh data binernya,
sebagai contoh angka 4.25 Volt dan 4.75 Volt, keduanya sama-sama diwakili oleh
satu angka biner 01002.

Gambar 0.2 Pengkodean Data dalam Volt ke Biner

2. PENGKONDISI SINYAL ANALOG
Sebuah sensor menghasilkan nilai variabel besaran listrik tertentu. Besarnya nilai
sinyal ini dipengaruhi oleh karakteristik materialnya. Kita tidak bisa merubah
karakteristik tersebut, karena sudah menjadi satu kesatuan yang terintegrasi.
Hanya industri pembuat sensor yang mampu merubahnya. Oleh karena itu
diperlukan proses pengkondisi sinyal agar keluaran sebuah sensor bisa diterapkan
ke sistem kontrol. Sebagai contoh adalah cadmium sulfida mempunyai nilai
resistansi yang bervariasi yang berkebalikan dan tidak linear berdasarkan
intensitas cahaya. Pengkondisi sinyal secara analog diperlukan dalam kasus ini
untuk merubah sinyal yang dihasilkannya untuk dihubungkan dengan komponen
lain dalam sebuah sistem kontrol. Tentunya konversi ini dilakukan secara elektrik.
Secara matematis pengkondisian sinyal membentuk suatu fungsi transfer
matematika tertentu.

2.1. PENGUBAH LEVEL SINYAL
Metode sederhana rangkaian pengkondisi sinyal adalah merubah level atau nilai
dari sinyal tersebut. Contoh yang sering dipakai adalah penguatan (amplifier) dan
pelemahan (attenuate) level tegangan. Secara umum, aplikasi sistem kontrol
dengan sinyal DC atau frekuensi rendah dapat dikuatkan dengan mudah. Faktor

57

penting untuk memilih rangkaian penguatan adalah mengenai impedansi keluaran
sensor.

Gambar 0.3 Rangkaian Pembagi Tegangan yang Sederhana

Pembagi tegangan dasar pada gambar di atas seringkali digunakan untuk

mengkonversi nilai resistansi (R1/R2 - Ohm) atau tegangan (Vs - Volt) menjadi

tegangan (Vd - Volt). Hubungan tegangan keluaran dari rangkaian pembagi VD ,

resistor ( R1 , R2 ) dan tegangan sumber (VS ) adalah

VD  R2Vs , dimana Vs = tegangan sumber, R1 , R2 = reistor
R1  R2

pembagi

2.2. LINEARISASI

Seringkali hubungan yang tidak linear antara masukan dan keluaran. Bahkan
sensor yang mendekati linearpun masih bisa menjadi masalah ketika diperlukan
pengukuran presisi untuk variabel yang diperlukan. Sebagai contoh lihat gambar
di bawah, gambar (a) menjelaskan tidak linearnya hubungan input-output sebuah
sensor dan gambar (c) menjelaskan hubungan input-output yang linear setelah
keluaran sinyal dari sensor melalui rangkaian pada gambar (b).

Kadang kala sebuah sensor menghasilkan sinyal dengan ketidaklinearan yang
sulit diatasi untuk dibuatkan sinyal pengkondisi sinyal. Pendekatan modern untuk
masalah ini adalah menjadikan sinyal yang tidak linear tersebut sebagai masukan
komputer dan proses linearisasi dilakukan dengan sebuah software.

58

Gambar 0.4 Proses Linearisasi

2.3. KONVERSI
Seringkali pengkondisi sinyal digunakan untuk mengkonversi dari besaran listrik
ke besaran listrik yang lain. Misalnya pada sensor temperatur mesin dengan
keluaran sensor berupa besaran resistansi (Ohm). Rangkaian pembagi tegangan
yang sederhana diperlukan untuk merubah resistansi sensor menjadi besaran
tegangan (Volt), lihat gambar “Rangkaian Jembatan Wheatstone Dasar” di bawah.
Jika perubahan resistansinya kecil maka diperlukan rangkaian jembatan untuk
mengkonversinya, lihat gambar di bawah. Rangkaian jembatan ini digunakan
untuk mendapatkan pengukuran dengan sensitivitas yang tinggi dan pada
pengukuran yang presisi.

Gambar 0.5 Rangkaian Jembatan Wheatstone Dasar

Pemakaian komputer atau mikrokomputer dalam sistem kontrol memerlukan
pengkonversian data analog ke digital oleh rangkaian yang terintegrasi. Rangkaian
ini disebut Analog to Digital Converter (ADC). Sebagai contoh, ADC memerlukan
sinyal masukan antara 0 s/d 5 Volt, tetapi sensor memberikan sinyal yang
bervariasi antara 30 s/d 80 mV. Rangkaian pengkonversi sinyal ini diperlukan
untuk menghasilkan sinyal tegangan dengan rentang yang diperlukan sebagai
masukan ADC.

59

2.4. FILTER DAN PENYESUAI IMPEDANSI
Ada dua pengkondisi sinyal lainnya yang diperlukan, yaitu pemfilteran (filtering)
dan penyesuaian impedansi (matching impedance). Seringkali sinyal informasi
yang dijumpai di dunia industri sekarang ini berfrekuensi 60 Hz. Medan
elektromagnetik motor listrik saat di start dan dari sistem pengapian mobil
menyebabkan sinyal noise (sinyal yang tidak diinginkan). Pada banyak kasus,
seringkali memerlukan pemakaian filter high-pass (HPF), low-pass (LPF) atau
lainnya untuk mengurangi atau menghilangkan sinyal yang tidak diinginkan
tersebut. Contoh rangkaian filter pasif bisa dibuat hanya dengan memakai resistor,
kapasitor, dan induktor. Sedangkan pada filter aktif, dengan adanya unsur
penguatan dan balikan (feedback), diperlukan sebuah Op-Amp.

Penyesuaian impedansi adalah elemen yang penting untuk mengkondisikan sinyal
ketika impedansi internal dari sensor atau impedansi saluran transmisi dapat
menyebabkan kesalahan (error) dalam pengukuran variabel. Rangkaian dengan
komponen aktif dan pasif digunakan untuk mendapatkan penyesuaian impedansi
tersebut.

2.5. KONSEP PEMBEBANAN
Salah satu yang menjadi perhatian utama pengkondisian sinyal analog adalah
pembebanan satu rangkaian oleh rangkaian lainnya. Disini dikenalkan adanya
ketidakpastian amplitudo dari suatu sinyal tegangan. Jika tegangan ini
merepresentasikan beberapa variabel, maka ada ketidakpastian dalam nilai
variabel tersebut.

Pembebanan dapat dijelaskan sebagai berikut. Sebagai misal keluaran dari
rangkaian terbuka dari beberapa komponen elektronika menghasilkan suatu

tegangan Vy1  Vx , sesuai gambar di bawah. Rangkaian terbuka berarti tidak

terhubung dengan rangkaian yang lain. Pembebanan terjadi ketika kita
menhubungkannya dengan sebuah beban atau rangkaian terintegrasi yang
ditambahkan ke keluaran tadi dan tegangan keluaran menjadi turun beberapa volt

jika debandingkan dengan rangkaian yang terbuka sebelumnya, dimana Vy2 < Vy1

60

. Pembebanan yang berbeda akan menghasilkan pengurangan (drop) tegangan

yang berbeda pula. Nilai Vy1 jika diukur dengan voltmeter akan menunjukkan

sebesar Vy1  Vx . Berbeda dengan dengan sewaktu kita beri beban sesuai

Gambar 2.25 (b), maka nilai Vy2 yang ditunjukkan oleh voltmeter sebesar

Vy2  Vx ( RL RL Rx ) , atau sebesar Vy2  Vx (1  Rx ) .
 RL  Rx

Gambar 0.6 Konsep Pembebanan

Pada besaran listrik dengan sinyal yang berfrekuensi atau pada sinyal digital,
pembebanan bukan merupakan suatu masalah. Pembebanan sangat penting
ketika besaran yang dipakai pada sinyal adalah amplitudonya.

2.6. PETUNJUK PENDESAIANAN PENGKONDISI SINYAL ANALOG
Pada bagian ini dibahas mengenai sesuatu hal yang harus dipertimbangkan
sewaktu mendesain sebuah pengkondisi sinyal analog. Tidak semua petunjuk di
bawah menjadi penting dalam setiap pendesainannya, bisa saja beberapa tidak
sesuai dengan aplikasi yang kita buat. Gambar di atas menunjukkan model
pengukuran dan pengkondisi sinyal. Pemilihan sensor hingga mendesain
pengkondisi sinyal diperlukan dalam proses pembuatan sistem kontrol. Sensor
dipilih, desain dibuat secara aktual dan benar-benar untuk pengkondisi sinyal yang
sesuai. Petunjuk tersebuat adalah sebagai berikut :

61

Gambar 0.7 Model dari Pengukuran dan Pengkondisi Sinyal

1. Definisikan apa yang menjadi tujuan pengukuran.
 Parameter: Apa yang menjadi sifat alami dari variabel yang diukur ?
tekanan, temperatur, aliran, level, tegangan, arus, resistansi atau lainnya?
Daerah kerja (range): Berapa daerah kerja dari pengukuran? 100 s/d 200
oC, 45 s/d 85 psi, 2 s/d 4 Volt atau lainnya?
 Akurasi (accuracy): Berapa akurasi yang diperlukan ? 5% Full Scale (FS),
3%, lainnya ?
 Linearitas (Linearity): Apakah keluaran output harus linear ?
 Noise: Apa yang menjadi noise dalam hal level dan frekuensi pada
lingkungan pengukuran?

2. Memilih sensor (jika bisa diterapkan).
 Parameter: Apa yang menjadi sifat alami dari keluaran sensor ? resistansi,
tegangan atau lainnya?
 Fungsi transfer (transfer function): Bagaimana hubungan antar keluaran
sensor dengan variabel terukur ? linear, grafis, persamaan, akurasi atau
lainnya ?
 Waktu respon (response time): Bagaimana waktu repon dari sensor ?
lambat atau cepat ?
 Daerah kerja (range) : Bagaimana daerah kerja keluaran sensor untuk
daerah kerja pengukuran yang diberikan.
 Daya (Power): Apa yang menjadi spesifikasi daya dari sensor ? disipasi
resistansi maksimum, arus yang diserap atau lainnya ?

62

3. Mendesain pengondisi sinyal analog (SC – Signal Conditioning)
 Parameter: Apa yang menjadi sifat alami dari keluaran ? Yang sering
dipakai adalah tegangan, tetapi arus dan frekuensi kadang-kadang juga
dipakai pula. Masih banyak kasus yang memakai tegangan sebagai
langkah pertama yang dipakai.
 Daerah Kerja (range): Berapa daerah kerja yang diharapkan dari
parameter keluarannya (misal 0 s/d 5 V, 4 s/d 20 mA, 5 s/d 10 kHz) ?
 Impedansi masukan (input impedance): Impedansi masu-kan bagaimana
yang seharus-nya terjadi pada pengkondisi sinyal (S/C) jika untuk sinyal
masukannya. Hal ini penting untuk menjaga pembebanan dari masukan
sinyal tegangan.
 Impedansi keluaran (Output Impedance): Impedansi keluaran apa yang
seharusnya dari pengkondisi sinyal jika dihubungkan dengan rangkaian
beban pada keluarannya.

4. Catatan tambahan dalam mendesain rangkaian pengkondisi sinyal analog.
 Jika masukan adalah perubahan resistansi maka rangkaian jebatan dan
pembagi bisa dipakai, yakinkan untuk mempertimbangkan keduanya dari
segi pengaruh ketidaklinearan tegangan keluarannya terhadap resistansi
dan pengaruh arus listrik yang melewati sensor yang mempunyai
hambatan tersebut.
 Ketika menggunakan Op-Amp, pendekatan desain yang paling mudah
adalah membangun persamaan matematis antara masukan dan
keluarannya.
 Selalu mempertimbangkan kemungkinan dari pembebanan sinyal
tegangan dari pengkondisi sinyal.

3. PENGKONDISI SINYAL DIGITAL
Penggunaan teknologi digital dalam aplikasi sistem kontrol berkembang pesat
sekali. Ada dua alasan penting kenapa hal tersebut bisa terjadi, yaitu pertama,
pengurangan terhadap ketidakpastian (uncertainty) hubungannya dengan
informasi yang dikodekan secara digital jika dibandingkan dengan informasi
secara analog.

63

Dalam hal ini adalah ketidakpastian (uncertainty), berbeda dengan akurasi
(accuracy). Jika sebuah sistem menunjukkan informasi secara analog, perlu
memperhatikan pengaruh noise (sinyal yang tidak diinginkan) secara elektronik,
penyimpangan penguatan amplifier, efek pembebanan dan masalah lainnya yang
biasa terjadi pada pendesainan elektonika analog. Pada sinyal yang terkodekan
secara digital, dimana kabel pembawa dengan level high (1) atau low (0). Maka
ada kepastian dalam representasi informasi pengkodean secara digital karena
tidak mungkin adanya pengaruh yang sifatnya palsu.

Alasan kedua dari perkembangan elektronika digital adalah adanya pertumbuhan
keinginan dalam pemakaian komputer digital dalam industri. Komputer digital,
secara alami, memerlukan informasi yang terkodekan dalam format digital
sebelum informasi tersebut dipakai. Pemakaian pengkodisi sinyal secara digital
dipakai secara luas di industri. Ada beberapa alasan yang bisa menjawab
pertanyaan tersebut, yaitu :

1. Sebuah komputer bisa dipakai dengan mudah untuk mengontrol sistem
kontrol dengan banyak variabel.

2. Melalui pemrograman komputer, ketidaklinearan dari keluaran sensor
dapat di linearkan.

3. Persamaan kontrol yang rumit dapat diselesaiakan sesuai dengan fungsi
kontrol yang diperlukan.

4. Komputer mempunyai kemasan yang kecil berupa rangkaian pemrosesan
digital yang kompleks, sebagai rangkaian yang terintergrasi (IC =
integrated circuit).

Dengan mikroprosesor (sistem dasar komputer), implementasi sebuah komputer
ke dalam sistem kontrol telah menjadi hal yang praktis. Teknologi tersebut
mengurangi tidak hanya dalam ukuran fisiknya, tetapi juga konsumsi daya dan
rata-rata kegagalan yang terjadi. Pemakaian teknik digital di dalam sistem kontrol
memerlukan pengukuran variabel dan informasi kontrol yang dikodekan ke dalam
bentuk digital. Sinyal digital mempunyal dua jenis level tegangan yang sederhana,
yaitu informasi digital mempunyai kondisi high (H atau 1) dan low (L atau 0) pada
sebuah kabel yang membawa sinyal digital. Hal perlu dipelajari dulu sebelum

64

menginjak materi yang lebih jauh, sebaiknya perlu dipelajari dulu mengenai
konsep bilangan, aljabar boolean, elektronika digital dan konverter.
3.1. SISTEM BILANGAN
Setiap orang mengenal sistem bilangan desimal. Sistem ini menggunakan simbol
0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, dan 9. Marilah kita tinjau bilangan desimal 238. Pada
bilangan tersebut, angka 8 terdarpat pada angka satuan atau posisi satuan. Angka
3 pada posisi puluhan sehingga bisa dikatakan tiga puluhan berarti 30 satuan.
Angka 2 tersebut pada posisi ratusan dan berarti dua ratusan, atau 200 satuan.
Penambahan 200 + 30 + 8 menghasilkan angka desimal total sebesar 238. Sistem
bilangan desimal juga disebut sistem basis 10. Disebut demikian karena sistem ini
mempunyai 10 simbol yang berbeda, dikatakan juga mempunyai radiks 10. Radiks
dan basis merupakan istilah dengan arti yang sama.
Bilangan biner (basis 2) banyak digunakan di dalam rangkaian digital. Bilangan
oktal (basis 8) dan heksadesimal (basis 16) juga digunakan hanya sampai pada
suatu tingkatan tertentu di dalam sistem digital. Kita dapat menghitung dengan
menggunakan semua sistem bilangan tersebut di atas (desimal, biner, oktal, dan
heksadesimal). Pada buku ini hanya dibahas pada basis desimal, biner dan
heksadesimal.

65

Gambar 0.8 Pencacahan dalam Biner dan Desimal

Bilangan Biner. Sistem bilangan biner hanya menggunakan dua simbol (0,1).
Bilangan ini mempunyai radiks 2 dan biasa disebut sistem bilangan basis 2. Setiap
digit biner disebut bit. Pencacahan dalam biner diilustrasikan pada gambar
”Pencacahan dalam Biner dan Desimal”. Perhatikan kolom bertuliskan angka 1,
merupakan bit yang tidak signifikan (LSB, least significant bit). Angka satuan
sebenarnya adalah 20, angka duaan adalah 21, angka empatan adalah 22, angka
delapanan adalah 23, dan angka enambelasan adalah 24.

Dalam elektronika digital biasa untuk menghafal sekurang-kurangnya urutan
pencacahan biner dari 0000 sampai 1111 (dibaca: satu, satu, satu, satu) atau 0
desimal sampai 15 desimal. Tinjau bilangan yang ditunjukkan pada gambar
”Konversi Bilangan Biner ke Desimal” di bawah. Gambar ini menunjukkan
bagaimana mengubah biner 10011 (dibaca: satu, nol, nol, satu, satu) menjadi
ekivalen desimalnya.

66

Gambar 0.9 Konversi Bilangan Biner ke Desimal

Perlu kita perhatikan bahwa, untuk setiap 1 bit dalam bilangan biner, ekivalen
desimalnya untuk nilai-tempat dituliskan di bawahnya. Kemudian bilangan-
bilangan desimal tersebut ditambahkan (16 + 2 + 1 = 19) untuk menghasilkan
ekivalen-desimalnya. Dengan demikian biner 10011 sama dengan desimal 19.
Tinjau bilangan biner 101110 (lihat gambar di atas). Dengan menggunakan
prosedur yang sama, setiap 1 bit pada bilangan biner menghasilkan suatu
ekivalen-desimal untuk nilai-tempat tersebut. Bit paling signiftkan (MSB, most
significant bit) dari bilangan biner tersebut adalah sama dengan 32. Sehingga 32
+ 8 + 4 + 2 menghasilkan jumlah total 46. Bilangan biner 11110 sama dengan
desimal 46.

Ubahlah bilangan desimal 87 ke bilangan biner. Gambar ”Pengubahan Desimal
menjadi Biner” di bawah menunjukkan metode perhitungannya. Mula-mula
bilangan desimal 87 dibagi dengan 2, menghasilkan 43 dengan sisa 1. Sisa ini
adalah penting dan dicatat di sebelah kanan. Pada bilangan biner, sisa ini menjadi
LSB. Setelah itu hasil bagi (43) dipindahkan seperti yang ditunjukkan oleh anak
panah dan menjadi bilangan yang dibagi. Hasilnya ini dibagi 2 secara berulang-
ulang sampai hasil bagi menjadi 0 dengan sisa 1, seperti pada baris terakhir .
Sehingga didapatkan angka desimal 87 sama dengan biner 1010111.

67

Gambar 0.10 Pengubahan Desimal menjadi Biner

Bilangan Heksadesimal. Sistem bilangan heksadesimal mempunyai radiks 16
dan disebut sebagai sistem bilangan basis 16. Bilangan heksadesimal
menggunakan simbol 0, 1, 2, 3, ...,A , B, C, D, E, dan F sebagaimana yang
ditunjukkan pada kolom heksadesimal dari tabel pada gambar ”Pencacahan dalam
Sistem Bilangan Desimal, Biner dan Heksadesimal” di bawah. Huruf A adalah
untuk cacahan 10, B untuk 11, C untuk 12, D untuk 13, E untuk 14, dan F untuk
15.
Keuntungan dari sistem heksadesimal adalah kegunaannya dalam pengubahan
secara langsung dari bilangan biner 4-bit. Perhatikan dalam pengubahan secara
langsung dari bilangan biner 4-bit, bilangan biner 4-bit dari 0000 sampai 1111
dapat dinyatakan oleh suatu digit heksadesimal yang unik. Lihatlah angka desimal
16 pada kolom desimal dalam, ekivalen heksadesimalnya adalah 10. Hal ini
menunjukkan bahwa sistem bilangan heksadesimal menggunakan gagasan nilai-
tempat. Angka 1 (dalam 1016) bernilai 16 satuan, sedangkan angka 0 bernilai nol
satuan.

68

Gambar 0.11 Pencacahan dalam Sistem Bilangan Desimal, Biner dan Heksadesimal

Gambar 0.12 Pengubahan Heksadesimal ke Desimal

Ubahlah bilangan heksadesimal 2B6 ke bilangan desimal. Gambar ”Pengubahan
Heksadesimal ke Desimal” di atas menunjukkan proses tersebut. Angka 2 terdapat
pada posisi 256-an sehingga 2 x 256 = 512, yang tertulis pada baris desimal. Digit
heksadesimal B muncul pada kolom 16-an dimana heksadesimal B bersesuaian
dengan desimal 11, sehingga 16 x 11 menghasilkan 176. Bilangan 176 ini
ditambahkan pada jumlah desimal di bagian bawah. Angka 6 pada posisi 1-an,
sehingga 1 x 6 meghasilkan 6. Kemudian nilai-nilai desimal tersebut ditambahkan
(512 + 176 + 6 = 624), dan menghasilkan 62410.

69

Gambar 0.13 Pengubahan Desimal ke Heksadesimal

Sekarang ubahlah bilangan desimal 45 ke ekivalen-heksadesimalnya. Gambar
”Pengubahan Desimal ke Heksadesimal” di atas merinci proses tersebut. Mula-
mula bilangan desimal 45 dibagi dengan 16, menghasilkan 2 dengan sisa 13. Sisa
13 (D dalam heksadesimal) ini menjadi LSB. Hasil bagi (2) dipindahkan ke posisi
bilangan yang dibagi dan kemudian dibagi dengan 16, menghasilkan 0 dengan
sisa 2. Angka 2 ini menjadi digit berikutnya dalam bilangan heksadesimal tersebut.
Proses telah selesai karena bagian bilangan bulat dari hasil bagi adalah 0.

Keuntungan utama sistem heksadesimal adalah kemudahan pengubahannya
menjadi biner. Gambar ”Pengubahan Heksadesimal ke Biner dan sebaliknya” di
atas menunjukkan bilangan heksadesimal 3B9 yang diubah menjadi biner.
Perhatikan bahwa setiap digit heksadesimal membentuk suatu kelompok yang
terdiri atas empat digit biner atau bit. Kemudian, kelompok- kelompok bit tersebut
dikombinasikan untuk membentuk bilangan biner. Dalam hal ini, 3B216 sama
dengan 11101110012. Sekali lagi setiap digit heksadesimal membentuk
sekelompok 4-bit dalam bilangan biner. Oleh karena kekompakannya, angka
heksadesimal jelas jauh lebih mudah dituliskan daripada deretan panjang 1 dan 0
dalam biner. Sistem heksadesimal dapat dianggap sebagai suatu metode
penulisan cepat untuk menuliskan bilangan biner.

70

Gambar 0.14 Pengubahan Heksadesimal ke Biner dan sebaliknya

Gambar tersebut juga menunjukkan angka biner 101010000101 yang sedang
dikonversikan menjadi heksadesimal. Mula-mula kita bagi angka biner tersebut
menjadi kelompok-kelompok 4-bit dimulai dari LSB. Kemudian setiap kelompok
dari empat bit ini diterjemahkan menjadi digit ekivalen-heksadesimal. Sehingga
didapatkan bilangan biner 101010000101 sama dengan heksadesimal A85.

3.2. ALJABAR BOOLEAN DAN ELEKTRONIKA DIGITAL
Aljabar Boolean. Banyak parameter pada sistem kontrol yang dapat
direpresentasikan dengan kondisi true atau false. Ketika mengendarai sebuah
mobil, contoh faktor eksternalnya antara lain lalu-lintas, penerangan, batas
kecepatan, pejalan-kaki, kondisi jalan, pesawat yang terbang rendah. Sedangkan
faktor internal contohnya secepat apa kita mengendarai, dimana kita mengendarai
dan lainnya. Kita mengevaluasi faktor-faktor tersebut kemudian menentukan aksi
apa yang akan dikerjakan. Ketika melihat lampu hijau, pada jalan yang kering, saat
kecepatan rendah, bebas dari pejalan kaki dan pesawat yang terbang rendah, saat
terlambat, tentunya mempengaruhi keputusan seberapa cepat kita menginjak
pedal gas untuk menghasilkan akselerasi kendaraan. Kita mengamati batas
kecepatan yang seharusnya, untuk memutuskan menginjak pedal rem atau tidak,
agar tidak terdeteksi oleh radar kecepatan milik polisi. Ketika kita mengendarai
sebuah mobil, secara nyata kita mengatur kondisi true/false dari hasil pengamatan
lingkungan.

71

Dalam pendesainan sebuah sistem elektronika, pertama kali kita harus bisa
membuat formula matematika hubungan logika antara input dan output. Aljabar
boolean merupakan prosedur matematika yang mengkombinasikan kondisi
true/false dalam operasi logika dengan suatu persamaan yang dapat
digambarkan. Lebih jelasnya mengenai aljabar boolean, bisa dipelajari di buku-
buku mengenai elektronika digital.
Perhatikan gambar “Sistem untuk Ilustrasi Kontrol dengan Aplikasi Boolean” di
bawah, merupakan contoh permasalahan dalam industri yang bisa diselesaikan
dengan aljabar boolean. Ada 3 variabel dalam wadah percampuran suatu bahan
cairan, yaitu level cairan, tekanan dan temperatur. Masalah yang muncul adalah
mendesain rangkaian elektronika sehingga menghasilkan sinyal alarm
berdasarkan kombinasi dari ketiga variabel tersebut. Level disimbolkan dengan A,
tekanan dengan B dan temperatur dengan C.

Gambar 0.15 Sistem untuk Ilustrasi Kontrol dengan Aplikasi Boolean

Nilai set point ditunjukkan oleh masing-masing variabel dalam format variabel
boolean 1 atau 0 dimana harga variabel fisiknya berada di atas atau bawah nilai
set point. Alarm akan dipicu oleh variabel boolean D ketika pada kondisi logika 1.
Logika 1 dari D tersebut pada kondisi ke-:

1. Level rendah (low) dengan tekanan tinggi (high)
2. Level tinggi (high) dengan temperatur tinggi (high)
3. Level tinggi (high) dengan temperatur rendah (low) dan tekanan tinggi

(high)

72

Sekarang kita definisikan ekspresi boolean dengan operasi AND dengan memberi
D = 1 untuk masing-masing kondisi.

1. D = ̅ . B, akan memberi D = 1, untuk kondisi ke-1
2. D = A . C, akan memberi D = 1, untuk kondisi ke-2
3. D = A . ̅ . B, akan memberi D = 1, untuk kondisi ke-3
Sehingga didapatkan persamaan logika dari kombinasi ketiga kondisi tersebut,
dimana jika kesemuanya itu true maka alarm akan berbunyi (D = 1). Hal ini bisa
diselesaikan dengan operasi OR.

D = ̅ . B + A . C + A . ̅ . B
Elektronika Digital. Blok rangkaian elektronika digital didesain dalam operasi
level biner pada sinyal digital. Komponen elektronika yang mendasari
terbentuknya blok diagram ini adalah gerbang AND, OR, NOT, NAND dan NOR.
Kelima gerbang itu merupakan struktur dasar yang dipakai untuk implementasi
persamaan boolean. Dimana komponen tersebut memerlukan sumber tegangan,
biasanya 5 Volt dan level tegangan tertentu untuk menghasilkan kondisi 1 (true)
dan 0 (false). Implementasi persamaan boolean di atas ke blok elektronika digital
bisa dilihat pada gambar di bawah.

Gambar 0.16 Solusi Rangkaian Digital yang Diperlukan

Berikut ini akan diberikan tabel kebenaran untuk masing-masing operasi boolean
dan simbol komponen elektronikanya.

73

Gambar 0.17 Rangkaian AND dengan Menggunakan Saklar

Gambar 0.18 Simbol gerbang AND dan tabel kebenarannya

Gambar 0.19 Diagram kaki IC 7408

74

Gambar 0.20 Contoh Rangkaian Gerbang AND dengan IC 7408
Gambar 0.21 Tabel Kebenaran untuk Contoh Rangkaian Gerbang AND

Gambar 0.22 Rangkaian OR dengan Menggunakan Saklar

75

Gambar 0.23 Simbol gerbang OR dan Tabel Kebenarannya

Gambar 0.24 Simbol gerbang NOT, Tabel Kebenaran, Pembalik Ganda dan Simbol
Alternatif Pembalik (inverter)

Gambar 0.25 Diagram Kaki IC 7432 dan IC 7404

76


Click to View FlipBook Version